PANCASILA IDEOLOGI NEGARA : PENDEKATAN ETIKA DAN BUDAYA

Dra. Komang Sriningsih, M.Si.

PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KAREKTER BANGSA UNIVERSITAS UDAYANA 2019

1

Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kehadapan Allah swt, bahwa materi perkuliahan PPKB dapat dirampungkan sebagai materi ISBD. Memahami kebudayaan suatu masyarakat berarti: mengungkapkan kenormalannya tanpa mengurangi keistimewaannya Analisis budaya merupakan suatu upaya untuk masuk ke dalam dunia kontektual kelompok mnusia tertentu baikan dengan ideologinya. Ia berusahan untuk memahami nilai- nilai, konsep-konsep, dan gagasan-gagasan melalui mana dan dengan apa kelompok manusia itu hidup, serta memahami baik pengalaman sendiri maupun dunia dimana mereka hidup. Untuk memahmi suatu masyarakat, adalah memalui memahami tingkah laku anggotanya dalam kontek berkebudayaan, karena budaya merupakan kristalisasi dari pola dan kehidupan masyarakat yang telah dilaksanakan dan menjadi pemahaman bersama sebagai pola kehidupan dalam pergaulan secara internal maupun secara eksternal. Perkembangan dunia dan perilaku manusia pada masa 4.0 (four poin zero) dengan perkembangan teknologi begitu pesat dan beragam, sehingga sumber informasi bisa datang dan muncul dari segala penjuru dunia. Dengan jiwa yang statis dan lekstar dinamis, maka ada kehidupan yang harus disesuaikan sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan zaman, tetapi ada pula, kehidupan yang statis sebagai fundamen kehdupan permananen yang tidak mengalami perubahan dalam situasi yang berubah. Demikianlah karya ilmiah ini dibuat untuk bahan seminar dan menjadi bahan untuk pembelajaran mahasiswa dalam mata kuliah ilmu sosiao dan budaya dasar. Sekian dan terima kasih. Denpasar, Nopember 2019

Km Sriningsih

2 DAFTAR ISI

PENGANTAR ...... 2 DAFTAR ISI ...... 3

BAB I. PENDAHULUAN ...... 4

BAB II. PANCASILA IDEOLOGI NEGARA ...... 6

2.1. Lahirnya Pancasila ...... 6

2.2. Piagam Jakarta 22 Juni 1945 ...... 8

2.3. Proklamasi 17 Agustus 1945 ...... 9

2.4. Pembukaan UUD 1945 ...... 10

2.5. Pembukaan Konstitusi Republik Indonesia Serikat ...... 11

2.6. Pembukaan UUDS 1950 ...... 12

BAB III. PANCASILA SEBAGAI SISTEM KEFILSAFATAN ...... 13

3.1. Logika Formal Aristoteles ...... 13

3.2. Dialektika Hegel ...... 14

3.3. Paradigma Thoman S. Kuhn ...... 15

3.4. Falsifikasi Karl R. Popper ...... 15

BAB IV. PANCASILA PENDEKATAN ETIK DAN BUDAYA ...... 16

DAFTAR PUSTAKA ...... 25

3 BAB I PENDAHULUAN

Pancasila adalah ideologi negara, Pancasila sebagai sistem kefilsafatan, dikaji berdasarkan

Pendekatan Etik dan Budaya, berusahan untuk dipahami sebagai suatu objek kajian, tidak dengan kacamat yang asing, tetapi dengan kacamata historis dan etik dan budaya. Pelaksanaannnya dalam tindakan sebuah proses dalam situasi sistem perilaku manusia dalam makna motivasional baginya.

Berbicara dengan tingkah laku orang lain, tentu saja menganalisasi pendekatan budaya yang selalu menggunakan penafsiran tentang bagaimana perilaku sendiri dalam memberi makna terhadap tindakan-tindakan.

Mengapa pendekatan kebudayaan ialah yang memasok sipelaku dengan motivasi mendukung segala norma, ide, nilai, dan sebagainya. Pendek kata kebudayaan itulah yang memberikan makna serta legitimasi bagi tindakan manusia, baik individu maupun tindakan sosial. Tugas analisis budaya ialah menganalisis, mensistematisasi, menjabarkan pengamatan serta penafsiran dari dalam sedemikian rupa, sehingga ia mampu mengungkapkan norma dan logika, tingkah laku sosial masyarakat, dengan tanpa mengurangi keistimewaannya.

Indonesia sebagai bangsa dan negara dalam menentukan identitas yang baru. Identitas baru yang sudah dilahirkan, harus memperhitungkan dua kenyataan, yaitu bangsa dan negara. Manusia mahluk sosial yang monoloyalitas untuk menjadi dirinya sendiri dan dibutuhka orang lain. Dimensi sosial tidak sekedar merupakan lampiran tambahan kepada hakekat menusia, hakkat untuk tujuan praktis, merupakan suatu yang inheren pada hakekat amnusia itu sendiri. Individu mempunyai kepentingan terhadap masyarakat dan korelasinya, oleh karena itu, secara pribadi terdorong untuk mengambil bagaian dalam proses sosial. Kehidupan bersama yang diberikan oleh masyarakat dan tujuan bersama yang dirumuskan, sesungguhnya, melampau kepentingan pribadi anggota masyarakat

4 yang bersangkutan. Apakah yang dapay membuat orang itu secara sukarela yang dibatasi oleh kebebasannya.

Apakah yang secara formal membentuk sebuh masyarakat adalah penerimaan umum oleh semua anggota msyarakat terhadap sebuah pola tingkah laku yang normatif. Pola tingkah laku yang normatif ialah harus dipandang sebagai unsur paling teras dari fenomena masyarakat sebagai sebuah struktur yang terintegrasi. Setiap sistem aksi selalu mempunyai empat dimensi, yaitu kultural, sosial, psikologi, dam biologis. Keampuhan Pancasila melalui analisa historis dan kultural. Pancasila sebgai pilihan satu satunya, oleh karena itu berakar pada kebudayaan bersama masyarakat, bukan sekedar refleksi dari lapisan budaya yang ada. Bahwa ia diterima oleh semua, namun lebih dari itu semua lapisan budaya melihat diri mereka tercermin dalam Pancasila.

Dimensi Kultural terjadi berarti tidak ada atau kurang kesepahaman terhadap atau mengenai asumsi asumsi dasar dalam masyarakat, fenomena itu bisa disebut disintegrasi nilai. Banyak perbedaan primordial yang terdapat dalam negara yang mencerminkan dimensi ini. Dimensi disintegrasi norma, bila terdapat ketidak sepahaman mengenai aturan permainan di dalam masyarakat atau kelompok masyarakat berpegang kepada norma yang berbeda. Dimensi Struktural, terjadi apabila terjadi konflik mengenai siapa yang mempunyai kendali terhadap lembaga pengambilan keputusan.

Berbicara mengenai Indonesia, terdapat suatu asumsi yang umum bahwa baik upaya untuk mencari identitas baru maupun untuk mencapai suatu kesepakatan nilai, telah tercapai melalui konsesus Pancasila . Pancasila seperti apa adanya, akan terlihat pada bagian dan mempertanyakan

Apakah Pancasila telah menjawab kebutuhan bangsa Indonesia yang pluralisme, pada pihak lain menyajikan dasar yang kokoh bagi membangun suatu masyarakat dan bangsa Indonesia yang modern.

5 BAB II PANCASILA IDEOLOGI NEGARA

2.1. Lahirnya Pancasila

Pada hari Jumat 1 Juni 1945, diucapkan pidato pertama tentang Pancasila di dalam suatu rapat digedung Kementerian Luar Negeri (sekarang). Pada hari Jumat 22 Juni 1945, pidato Bung Karno, 1

Juni 1945 itu dirumuskan dalam satu naskah, yang disebut “Piagam Djakarta” di Jalan Pegangsaan

Timur 56 Jakarta (kini menjadi Jalan Proklamasi, sebaiknya dikembalikan menjadi ”Jalan Pegangsaan

Timur 56 Jakarta”. Naluri, anak bangsa mengatakan: ”Pegangsaan Timur 56 Jakarta”.

Dalam sidang-sidang BPUPKI, Pancasila dimaksudkan sebagai: dasar filsafat

(filosofischegrondslag) dan pandangan dunia (wetanschauung) bangsa Indonesia, juga sekaligus sistem filsafati yang melandasi kehidupan masyarakat dalam wadah negara Indonesia yang merdeka, sehingga memiliki sisi penting:

1. In concreto sebagai political consensus,

2. In abstracto sebagai philosophical consensus.

Yang Hadir Sidang 1 Juni 1945:

Ketua : Dr. K. R.T. Radjiman Wediodiningrat

Ketua Muda : R.P. Suroso

Itibangase Yosio

Anggota:

(1). Ir. Soekarno, (2). Mr. Muhammad Yamin, (3).Dr. R.Kusuma Atmadja, (4). R. Abdurahman

Pratalykrama, (5). R. Aris, (6).K.H. Dewantara, (7).K. Bagus A. Bintoro, (8).K.B.P.H. Bintoro, (9).A.K.

Muzakir, (10). B.P.H. Purubojo, (11).R.A.A. Wirakusuma, (12).Munandar, (13). Oey Tiang Tjui, (14).

6 Drs. Moh Hatta, (15). Oey Tjong Hauw, (16). H. , (17). M. Sutardjo Kartohadikusumo, (18).

R.M. Margono Djojohadikusumo, (19). K.H. , (20). K.H. Masjur, (21). R. Sudirman, (22).

Prof. Dr. P.A.H. Djajadiningrat, (23).Prof. Dr. , (24). Prof. Ir. R. Rooseno, (25). Mr. R.P.

Singgih, (26). Mr. , (27). R.M.T.A. Surjo, (28). R.Rooslan Wongsokusumo, (29). Mr.

R.Susanto Tirtoprodjo, (30). Nj. R.S.S.Soenarjo Mangupuspito, (31).P. Suriohamidjojo, (32). R. Asikin

Natanegara, (33). H. , (34). Chaiirul Saleh, (35). Dr. Buntaran Martoatmodjo, (36).

Liem Kun Hian, (37). Mr. J. Latuharhary, (38). Mr. R.Hendromartono, (39). R.Sukardjo Wirjopranoto,

(40). H. Ah Sanusi, (41). A.M. Dasaad, (42). Mr. Tan Eng Hoa, (43). Ir. R.M.P. Surachman

Tjokroadisurio, (44). R.A.A. Sumitro K. Purbonegoro, (45). K.R.M.T.H. Wurjoningrat, (46). Mr. Achmad

Subardjo, (47). Prof. Dr. R. Djenal Asikin Widjajakusuma, (48). , (49). Parada

Harahap, (50). Mr. R.M. , (51). K.H.M. Mansjur, (52). Drs. K.R.M.A. Sostrodiningrat, (53).Mr. R.

Suwandi, (54). K.H.A. Wachid Hasjim, (55). P.F. Dahler, (56). Dr. Sukiman Wirjosandjojo, (57). Mr.

K.R.M.T. , (58). R. Otto Iskandar Dinata, (59). A.R. Baswedan, (60).H.R. Abdulkadir,

(61). Dr. Samsi, 62.Mr. A.A. Maramis, (63). Mr. R. Samsudin, (64). Mr. R.Sastromuljono, (65). Sukarni,

(66).Abdulkaffar, (67). Mr. M. Besar, (68). Ir. M. Noor.

Pidato 1 juni 1945 Bung Karno, pada sidang BPUPKI (Badan Penyidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia). Bung Karno mengemukan Dasar Negara Indonesia Merdeka, yang dalam bahasa Belanda disebut philosofische grondslag. Bung Karno menyampaikan Dasar Negara merdeka:

1. Dasar pertama, yang baik diijadikan dasar buat negara Indonesia ialah dasar kebangsaan, kita

mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia.

2. Philosofisch principe yang nomer dua dinamanakan Internasionalisme.

3. Kemudian, apakah dasar yang ke-3, dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar

permusjawaratan...... saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara

Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan. 7 4. Dasar yang keempat adalah kesejahteraan, prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada

kemiskinan di dalam Indonesia merdeka.

5. Setelah mengemukakan 4 prinsip: (1). Kebangsaan Indonesia, (2). Internasionalisme atau peri-

kemanusiaan, (3). Mufakat atau demokrasi, (4). Kesejahteraan sosial. Prinsip Indonesia

merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan, bukan saja

bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi Masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan,

Tuhanya sendiri...... dan hendaknya negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan.

2.2. Piagam Jakarta 22 Juni 1945

Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri- kemanusiaan dan peri-keadilan

Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara

Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia dengan ini menyatakan

Kemerdekaannya.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdkaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat, dengan berdasarkan kepada ke 8 Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Jakarta 22-6-2605

1. Ir. Soekarno 2. Drs 3. Mr A.A. Maramis 4. Abikusno Tjokrosujoko 5. Abdulkahar Muzakir 6. H. Agus Salim 7. Mr. Achmad Subardjo 8. Wachid Hasim 9. Mr. Muhammad Yamin.

2.3. Proklamasi 17 Agustus 1945

Proklamasi Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara

saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya

Jakarta, 17 Agustus 1945

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno - Hatta

9 2.4. Pembukaan UUD 1945

PEMBUKAAN (Preambule)

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan

Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan itu

Kemerdekaannya.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdkaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat, dengan berdasarkan kepada:

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

10 2.5. Pembukaan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949

Mukaddimah Kami bangsa Indonesia semenjak berpuluh puluh tahun lamanya bersatu padu dalam perjuangan kemerdekaan dengan senantiasa berhati-teguh berniat menduduki hak hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat.

Kini dengan berkat rahmat Tuhan, telah sampai kepada tingkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.

Maka demi ini, kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk Republik Federal, berdasarkan pengakuan ke-Tuhan Yang Maha Esa, peri-Kemanusiaan,

Kebangsaan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.

Untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.

2.6. Pembukaan UUDS 1950

Mukaddimah Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Dengan berkat dan rahmat Tuhan, tercapailah tingkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.

Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, peri- kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan,

11 kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia

Merdeka yang berdaulat sempurna.

12 BAB III PANCASILA SEBAGAI SISTEM KEFILSAFATAN

Kegelisahan anak bangsa, menimbulkan pertanyaan, perdebatan, dan lalu melirik kembali

Pancasila, dimana Pancasila, ada apa dengan Pancasila, yakinkah dengan Pancasila, anda ragu terhadap Pancasila. Pertanyaan dan keraguan tersebut, bisa berasal dari pertanyaan ”apakah

Pancasila merupakan sistema kefilsafatan atau bukan”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan kita kaji dan uji bahwa Pancasila dari berbagai sistem filsafat, untuk meneguhkan hati dan keyakinan bahwa Pancasila, banar sebagai:

1. Filosofischegrondslag (dasar filsafat)

2. Wetanschauung (pandangan dunia) anak bangsa

3. Sistema filsafati melandasi kehidupan bernegara.

4. In concreto sebagai political consensus,

5. In abstracto sebagai philosophical consensus.

Kajian itu dapat dilakukan berdasarkan logika dan nalar keilmuan dari: Logika Formal Aristoteles,

Dialiktika Hegel, Paradigma Thomas S. Kuhn, dan Falsifikasi Karl R. Popper. Untuk menyakinkan kita bahwa Pancasila adalah sistem kefilsafatan bangsa Indonesia.

3.1. Logika Formal Aristoteles

Aristoteles adalah murid Plato (427-347 SM) yang paling terkenal dan membangun filsafat dan logika, yaitu:

(1). Penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah “dimiliki”, artinya bertolak dari apa yang

diketahui benar atau diketahui salah.

(2). Dalam bentuk penalaran, pengetahuan yang menjadi dasar konklusi itu adalah premis. 13 (3). Jadi, semua proposisi di dalam premis itu harus benar. (4). Aktivitas penalaran meliputi: menyusun proposisi-proposisi yang menjadi premis dan dijadikan

dasar penyimpulan.

(5). Kalau penyusunan premis tidak tepat, maka tidak dapat dijadikan dasar untuk menarik

kesimpulan yang benar.

3.2. Dialektika Hegel

G.W. Friedrich Hegel, (1770-1831) bapak dari filosofi Evolusi Kebendaan seperti yang diajarkan oleh

Karl Marx (1818-1883) dan berkaitan dengan filosofi Ketuhanan dari Immanuel Kant (1724-1804).

Menurut G.W. Friedrich Hegel, hakekat filosofinya ialah satu synthese fikiran yang lahir dari pada anti-these fikiran. Dari pertentangan fikiran, lahirlah perpaduan pendapat yang sinergis.

Metode berfikir G.W. Friedrich Hegel, disebut Metode Berfikir Tiga Langkah: these, anti-these, dan synthese sebagai kesatuan realitas yang disebut “totalitas obyek”, unsur yang saling bertentangan berdiri sama tinggi, yaitu:

(1). Langkah pertama, adalah langkah these atau persetujuan

(2). Langkah kedua, adalah langkah pengingkaran (anti-these)

(3). Langkah ketiga, adalah langkah synthese, yang mengatasi baik these maupun anti-these.

Jadi, dengan kata lain, “ada” , “tiada”, dan “menjadi” atau langkah ”posisi”, ”oposisi”, dan kemudian ”komposisi”. Ajaran Pancasila, satu synthese negara yang lahir dari pada satu anti-these.

Anti-these = bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,

maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan (Alinea pertama).

Synthese = Kemudian dari pada ...... , maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan I

Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,

14 Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan

suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Allinea keempat).

3.3. Paradigma Thomas S. Kuhn

Thomas S. Kunh (1922-1996) dalam bukunya: The Structure of Scientific Revolution. Yang biasa dikenal dengan Revolusi Saintifik Paradigma:

(1). Pre-scientific (P1)

(2). New Science (NS)

(3). Anomaly (A)

(4). Crises (C)

(5). Revolution (R)

(6). New Science (NS), berputar kembali pada posisi (P1).

3.4. Falsifikasi KARL R. POPPER

Karl Raimund Popper (1902-1994) melihat ilmu secara internal dalam logika: Problem Solving

Methodology, dengan:

1. P1 = Problem Awal

2. TS = Tentative Solution (pemecahan sementara atau teori yang diujicobakan)

3. EE = Error Elimination (evaluasi kritis, kritik terhadap observasi dan ekperimen) untuk

menemukan dan membuang kesalahan

4. P2 = Situasi baru yang diciptakan evaluasi kritis atau solusi tentatif terhadap problem awal.

15 BAB IV PANCASILA PENDEKATAN ETIK DAN BUDAYA

Menurut Kuntowijoyo, Pancasila sebagai metode yang bercorak motivasional yang menggariskan perlunya pemikiran ke arah Pancasila-ilmiah, yang menempatkan Pancasila dalam kerangka pemikiran rasional dan empirik, memuat pemikiran kultural dalam fasafah Pancasila, suatu potensi yang akan mampu menjembatani kesenjangan antara dilema pendidikan, yang paling penting mendamaikan antara dua pemikiran: pemikiran ilmiah dan nalar manusia. Dimensi yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan Pancasila:

1. Mengembangkan suatu teori ilmiah untuk mempelajari Pancasila

2. Mengembangkan teori ilmiah dengan Pancasila sebagai landasanya

Sesuatu aliran filsafat adalah penterjemahan atau pengejawantahan dari suatu keyakinan

Ontologik yang dijadikan dasar pilihan untuk menjawab masalah yang fundamental filsafati. Untuk bisa memahami sebagai fundamental filsafati, dapat memakai referensi filafat Barat atau filasat Timur pada umumnya. Melalui filsafat Barat, kita dapat mengetahui, mengapa dibidang:

1. Ontologi lahir aliran: Idealisme/spiritualisme, materialisme, dualisme, pluralisme, dan agnostisisme. 2. Antropologi lahir aliran: dualisme, monodualisme, materialisme, eksistensialisme, yang masing-

masing mempunyai implikasi sendiri-sendiri dalam memberi citra terhadap manusia sebagai:

a. Homo sapiens,

b. Homo ludens,

c. homo faber,

d. animal rational, e. animal symbolicum

16 3. Ilmu Pengetahuan lahir aliran: rasionalisme, empirisme, kritisisme, skepsisme, agnositisisme,

positivisme, dan fenomenologi.

4. Dibidang Agama lahir aliran: politeisme, monotheisme, deisme, pantheisme.

Filsafati Pancasila adalah suatu aliran filsafati. Pancasila sebagai konsensus Transenden bertolak dari pilihan Ontologik: manusia Monopluralis, mempunyai makna tersendiri dalam menghadapi atau menjawab masalah fundamental filsafati. Komponen filsafatinya:

1. Ontologi, yaitu dasar, keyakinan untuk menentukan batas “ada” (sein, being) dan sejauh mana

“ada” itu sebagai yang “ada’. Implikasi dari padanya, lahir aliran: idealisme/spiritualisme,

materialisme, pluralisme, dsb.

2. Epistemologi, yaitu metode atau cara yang dipilih untuk menuju tercapainya kebenaran atau

kenyataan, sebagai mana yang tercermin pada diri aliran: rasionalisme, empirisme, kritisme,

agnotisisme, positivisme, fenomenologi, dsb.

3. Aksiologi, yaitu dasar dan ukuran untuk menetukan hakekat kebenaran atau kenyataan, dan

nilai apa yang memberi keabsahan untuk menerapkan kebenaran secara praktis dalam

kehidupan nyata, dikenal sebagai kebenaran: koheren, koresponden, pragmatik hermeneutik,

dsb.

Tugas dan Peran Ilmuwan:

1. Meletakkan komitmenya pada pemulian harkat dan martabat manusia. 2. Ilmuwan harus punya ideolog seorang intelektual sebagai titian perjuangan.

Sampai sekarang pemikiran tentang Pancasila dan filsafati Pancasila masih bergerak disekitar pemahaman ETIS berupa sejumlah daftar kebajikan dan keharusan dalam hubungan manusia.

Implementasinya ke dalam penghayatan dan pengamalkan, nampak dipengaruhi oleh pemikiran theologis, seolah-olah Pancasila sudah mempunyai sistem simbol yang memenuhi diri. Pendekatan ini menurut Kuntowijoyo, mempunyai kekurangan: 17 1. Sering mempertentangkan antara agama disatu pihak, dengan Pancasila dilain pihak, padahal

keduanya mempunyai ujung dan pangkal yang berbeda.

2. Pancasila menggantukan diri kepada sistem simbol dari agama sebagai sangsi terhadap

kelestariannya, karena simbul-simbul budaya saja, nampaknya tidak dapat menjamin intensitas

penghayatan dan kesungguhan pengamalannya. Agama bersumber pada Tuhan, sedangkan

Pancasila pada manusia, masing-masing dengan sistematiknya sendiri. Untuk menegaskan

bahwa Pancasila berasal dari manusia, kiranya sangat mendesak adanya sebuah pemikiran ke

arah kajian Pancasila dari segi keilmuan, yang menempatkan Pancasila dalam kerangka

pemikiran rasional dan empirik.

Ada baiknya kita belajar dari sejarah umat Islam, Ketika diberlakukan Piagam Madinah Tahun

622 Masehi (Konstitusi Madinah Tahun 622 Masehi), pemerintahan Nabi Muhammad (570-632 M) di

Madinah. Piagam Madinah, sebelum disahkan dan diberlakukan Tahun 622 menjadi Konstitusi

Madinah, terlebih dahulu dikaji, dibahas, dan disetujui oleh tokoh-tokoh dari komunitas agama, yang ada di Madinah waktu itu, yaitu: Islam, Kristen, dan Yahudi, melalui proses yang disebut dengan

Perjanjian Aqabah I Tahun 620, Perjanjian Aqabah II Tahun 621, kemudian Konstitusi Madinah disahkan dan diberlakukan tahun 622, Nabi Muhammad sebagai pemimpin pemerintahan untuk semua umat di Negara Madinah. Konstitusi Madinah adalah merupakan konstitusi yang tertua di dunia, yang naskahnya masih utuh.

Untuk bisa memahami Pancasila, kita harus beranjak dari prinsip keunikan sistem kedirian dan prinsip khirarki sistem referensi, yang dinyatakan dengan urutan sila Pancasila:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

3. Persatuan Indonesia.

Ketiga sila tersebut di atas, mengungkapkan tiga tingkatan khirarki dari sistem referensi, yaitu: 18 1. Referensi Agama

2. Referensi Kemanusiaan

3. Referensi Nasional.

Itulah tiga referensi induk tempat manusia Indonesia mengabdikan dirinya dalam kehidupan di bumi (khalifah di bumi).

Sila keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dan

Permusyawaratan/Perwakilan. Menunjukkan pada landasan oprasional bagaimana pengabdian terhadap ketiga sistem referensi itu diaktualisasikan secara bersama, demi kepentingan bersama.

Sekali lagi, menunjukkan pada landasan oprasional bagaimana pengabdian terhadap ketiga sistem referensi itu diaktualisasikan secara bersama, demi kepentingan bersama.

Hal itu, hanya mungkin terjadi, kalau Manusia Pancasila telah memiliki kesamaan PARADIGMA dalam menentukan kebenaran. Sistem Perwakilan, juga mencerminkan adanya sistem referensi lain, yang lebih rendah di bawah sistem referensi nasional.

Sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan TUJUAN YANG YANG

DIPERJUANGKAN, yang hanya bisa dijamin, kalau keempat sila (1,2,3,4) DIHAYATI dan DIAMALKAN sebagaimana mestinya.

Alinea ketiga Pembukaan UUD NRI 1945: Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya kehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat

Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Makna alinea ketiga bahwa sumber kemerdekaan itu tidak lain daripada Allah, mustahil manusia melepaskan belenggu penjajahan, kecuali dengan ridho Allah, ketahuilah bahwa Penjajahan dalam hal ini menyangkut segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan yang paling tersembunyi, yaitu penjajahan manusia oleh pikirannya sendiri. Prinsipnya, sejarah kemanusiaan hanyalah ungkapan sejarah penjajahan dan pemberontakan manusia terhadap sistem penjajahan itu, yang terus menerus 19 berkesinambungan, terus menerus berganti bentuk, sehingga manusia tidak bisa mengenal bentuk penjajahan yang kemudian muncul.

Tidak ada jalan lain, untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan itu, KECUALI kehadiran sinar KETUHANAN YANG MAHA ESA dalam kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi, kesadaran manusia untuk dengan ikhlas mengabdi kepada-Nya (Inna shalaati wa nusuki, wa mahya ya wa ma- maati, Lillahi rabbil a’alamiin bagi umat Islam). Hanya hamba Tuhan seperti itu yang bisa menegakkan masyarakat merdeka dalam arti yang sebenar-benarnya, masyarakat yang bebas dari ”I’exploitation de

I’homme par I’homme.

The Knower, knowing, dan Knowlwdge:

1. The Knower, secara analitik, kemampuan untuk mengetahui itu, dapat diuraikan:

a. Kemampuan kognitif ialah kemapuan untuk mengetahui (mengerti, memahami, dan

menghayati) dan mengingat apa yang diketahui itu. Landasar kognitif ini adalah Rasio atau akal.

b. Kemampuan afektif ialah kemampuan untuk merasakan tentang apa yang diketahuinya, seperti

rasa cinta, rasa indah. Rasa inilah yang menghubungkan manusia ke alam gaib, rasa

merupakan sumber kreativitas manusia, rasa memilah manusia menjadi manusiawi, dalam arti

berMORAL. Rasa menjadi tiang kemnusiaan, karena manusia yang paling mulia adalah orang

yang paling bertaqwa (tujuan hidup yang paling hakiki, manusia).

c. Kemampuan konatif ialah kemapuan untuk mencapai apa yang dirasakan itu. Konitasi adalah

will atau karsa (kemauan, keinginan, hasrat) ialah daya dorong untuk mencapai (atau menjauhi)

segala sesuatu yang ditekankan oleh rasa. Rasa yang memutuskan, apakah sesuatu itu dicintai

atau dibenci, dinyatakan indah atau buruk dan mejadi sifat manusia untuk menginginkan atau

mendekati yang dicintainya, dan yang dinyatakan indah, dan sebaliknya untuk membuang atau

menjauhi yang dibencinya dan yang dinyatakan buruk. Adapun kekuatan manusia untuk

bergerak mendekati atau menjauhi disebut kemampuan konatif. 20 Satu lagi sifat manusia sebagai the knower ialah kesadaran manusia yang merupakan dasar yang lebih dalam bagi yang dapat berfungsinya ketiga kemapuan di atas. Kesadaran merupakan bukti dari kepriadaan, seperti dikatakan:

(1). AL Ghazali (1058-1111): nafsu amarah (kesadaran indrawi) , nafsu lawwmah (kesadara

akali), dan nafsu mutmainah (kesadaran rohani).

(2). Rene Deccartes (1596-1650): cogito erga sum (saya berpikir karena itu saya ada).

(3). Hamlet: to be or not to be

(4). Berkeley: to be is to be percieved

(5). Sigmund Freud (1856-1939): id (ketidak sadaran), ego (kesadaran), dan super ego

(mekanisme sensor)

(6). Arie Kusmiran: to be do be do

Ingat, berpikir itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan sadar, maka kesadaran yang merupakan dasar yang lebih dalam.

2. Knowing (kesadaran) adalah landasan untuk berpikir (nalar). Apa yang dipikirkan oleh manusia,

ialah tentang segala sesuatu, baik yang dapat diindera maupun yang tidak dapat diindera. Segala

sesuatu yang dapat diindera oleh manusia disebut Pengalaman (experience), sedangkan segala

sesuatu yang tidak bisa diindera oleh manusia disebut Dunia Metafisika (meta=beyond. Metafisika

= beyond experience. Berpikir tentang experience disebut berpikir empirikal, berpikir tentang

dunia gaib disebut berpikir transendental.

Logika, matematika, dan statistika, ketiganya merupakan media untuk nalar dan sekaligus untuk

mengkomunikasikannya. Deduksi adalah rule bagi logika dan matematika. Induksi adalah rule bagi

statistika. Deduksi disebut pula inference.

21 3. Knowledge, berhubungan dengan kepercayaan, reliabilitas dan soliditas dari dunia external yang

kita ketahui melalui sense perception,pertalian dengan ingatan (memory) dan pengenalan obyek

yang sama seperti telah dan pernah kita lihat sebelumnya. Pencarian atau penemuan knowledge

adalah fingsi dari sains, sedangkan fungsi filsafat adalah clarification dari penemuan-penemuan.

Masalah:

a. Tentang external world, sejauh ini atas pengaruh dari sains alamiah, masalah external world

hanya berkisar pada apa yang dapat (knowwability) dari pada external world itu dalam rangka

pengujian hipotesis-hipotesis.

b. Persepsi dan memory, bagaimana obyek itu dipersepsikan, bisa ilusi dan halusinasi.

c. Analisis bahasa, bahasa menunjukkan sopan-santun, bahasa menunjukkan etika, bahasa

menunjukka estetika, dsb.

d. Masalah komunikasi, apa yang terjadi dengan berkomunikasi atau bermiskomunikasi, apa

yang sebenarnya yang dikomunikasikan: pengetahuan atau pengalaman.

Perlu pendekatan yang memandang manusia secara utuh dengan cara menjadikan pengetahuan waspada terhadap nilai manusiawi, misalnya memiliki tema pokok:

1. Analisa sosiokultural, untuk memberikan gambaran bahwa hubungan manusia itu merupakan

sebuah sistem yang saling bertautan secara struktural dan kultural yang pluralis.

2. Ilmu sosial manusiawi, akan dilihat bagaimana manusia membangun realitas baru disekitarnya,

melaui simbol-simbol yang dibuat.

3. Ilmu kemusiaan, sebagai penghayatan ilmiah terhadap sila kedua Pancasila, yang selama ini,

kurang diartikan dalam hubungannya dengan ilmu-ilmu yang manusiawi

22 NALAR PANCASILA

NO SILA HAKEKAT KONTEMPLASI

1 Ketuhanan Yang Allah/Tuhan Kebenaran yang mutlak: yakin, ainulyakin, dan Maha Esa hakkulyakin

2 Kemanusiaan Yang Manusia Manusianya wajib ber Tuhan dan eksistensi Adil dan Beradab kebenaran itu adalah, ada pada Tuhan berdasarkan agama yang diakui negara: Islam, Kristen, Hindu, Buda, dan Hong Chucu.

3 Persatuan Satu Satu wadah, adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia: 17000 pulau, 500 suku bangsa

4 Kerakyatan Yang Rakyat Demokrasi menunjuk pada kedudukan yang sama Dipimpin Oleh bagi setiap warga negara, demokrasi mekanisme Hikmat Kebijaksaan pengambilan keputusan secara transparan. Permusyawaratan/ Perwakilan

5 Keadilan Sosial Adil Keadilan, bisa tercapai, jika manusia Indonesia telah Bagi Seluruh melaksanakan sila:1,2,3,4 (kontemplasi) Pancasila Rakyat Indonesia secara baik dan benar

Silahkan berkontemplasi

Akhir-akhir ini, kita menerima akibat dari sebab yang kita buat, membuah anak bangsa yang tak berdosa, tiba-tiba gelisah dan gelisah, terpancar dari aura jiwa anak bangsa. Jika, itu sebagai akibat, maka, lakukan dan isilah jiwa anak bangsa dengan kebenaran (Tabel 1 dibantu Tabel 2). Darma

Hukum dilahirkan dari sila pertama melahirkan ”Kepastian Hukum”, dan sila keempat melahirkan darma ”Keadilan”, refleksi dari sila kelima. Maka, dharma hukum adalah KEPASTIAN dan

KEADILAN.

Apa yang tergambar dalam siklus Tabel 2 ini, silahkan berkontemplasi, untuk membaca apa yang menjadi kebutuhan anak bangsa dan membimbingnya menuju masa depan, bagaimana memahami

23 dan mengatasinya. Pada Tabel 2, dicobalah memasang ajaran Agama Hindu, yaitu: Catur Asrama dan

Catur Marga, diikat dan refleksinya pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dipancarkan sebagai jiwa anak bangsa yang bhineka tunggal ika, bhina ika tunggal ika (bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, tetapi satu jua) bersinergi dengan nilai agama menjadi totalitas objek.

Berikutnya, mari kita masing mencoba menempatkan di Kolom B dan Kolom C, dari ajaran Islam, atau Budha, atau Kristen, atau Hong Chucu, agama yang diakui oleh negara Republik Indonesia, bukan agama yang dibuat-buat kelompok tertentu, berdalil kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD NRI 1945.

24 DAFTAR PUSTAKA

Cindy Adams, 1966, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.

Endang Daruni Asdi, 1980, Lambang Negara Republik Indonesia Garuda Pancasila, Penerbit PD Lukman, Yogyakarta.

Eka Darmaputera,1987, Pancasila Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis dan Budaya, BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Herman Soewardi, 1999, Roda Berputar Dunia Bergulir: Kognisi Baru Tentang Timbul Tenggelamnya Sivilisasi, Bakti Mandiri, Bandung.

Hidajat Nataatmadja, 1982, Krisis Global Ilmu Pengetahuan dan Penyembuhannya (Al Furqan), Penerbit Iqra Bandung.

------, 1982, Karsa Menegakkan Jiwa Agama Dalam Dunia Ilmiah Versi Baru: Ihya Ulumuddin, Penerbit Iqra Bandung.

------, 1983, Membangun Ilmu Pengetahuan Berlandaskan Ideologi (Al Bayyinah), Penerbit Iqra Bandung.

Ibrahim R, 2003, Sistem Pengawasan Konstitusional Antara Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif Dalam Pembaruan Undang Undang Dasar 1945, Disertasi, Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung

------, 2006, Pernak Pernik Yuridis Dalam Nalar Hukum, UPT Penerbit Unud, Denpasar.

------, 2009, Refleksi Satu Dekade Reformasi Indonesia: Sektor Politik, Hukum, Pemikiran dan Agenda Berikutnya: Menuju Grand Unified Design Ketatanegaan, Makalah Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke-47 Unud, 7-8 September 2009, Denpasar.

Kompas, 2010, Harga Cabai Ikut Tekan Daya Beli, Harga Rp. 90.000 Per Kg, Kompas, 4 Januari 2010.

------, 2011, Harga Cabai Terus Naik, Menteri Perdagangan Jamin Tak Ada Gangguan Distribusi, Kompas, 6 Januari 2011

Mohammad Yamin, 1956, Sistema Falsafah Pantja Sila, Penerbitan Khusu Kementerian Penerangan RI, Jakarta.

------, 1960, Tatanegara Madjapahit Sapta-Parwa, Jilid I, II, III, IV, V, VI, dan VII, Prapantja, Jakarta

25 ------, 1969, Naskah Persiapan Undang Undang Dasar 1945, Jilid I, II, dan III, Prapantja, Jakarta

Notonagoro, 1974, Pancasila Dasar Falsafah Negara, CV. Pantjoran Tujuh, Jakarta

------, 1980, Pancasila Secara Ilmiah Populer, CV. Pantjoran Tujuh, Jakarta

------, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, CV. Pantjoran Tujuh, Jakarta

Notosoetardjo, H.A, 1963, Bung Karno Tentang Mahasiswa Soekarno, Lembaga Penggali dan Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia, Jakarta.

------, 1964, Tinjauan Agama Islam Terhadap Sosialisme Indonesia, Lembaga Penggali dan Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia, Jakarta.

------, 1964, Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan, Lembaga Penggali dan Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia, Jakarta.

Nusa Bali, 2011, Jumlah Utang Naik Terus Hingga Rp. 1.694 Trilyun Wow ..... Sampai Anak Cucu Utang RI Nggak Selesai, Nusa Bali, 14 April 2011.

Thomas Kunh, 1970, The Structure of Scientific Revolution, The University of Chicago Press, All Rights Reserved.

Pranarka, A.M.W, 1985, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta

Roeslan Saleh, 1991, Penjabaran Pancasila dan UUD 1945 Dalam Perundang Undangan, Sinar Grafika, Jakarta.

Slamet Sutrisno (peny), 1986, Pancasila Sebagai Metode, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Soediman Kartohadiprodjo, 1976, Beberapa Pemikiran Sekitar Pancasila, Penerbit Alumni, Bandung.

------, 1976, Pancasila dan/dalam Undang undang Dasar 1945, Penerbit Binacipta, Bandung.

Soekarno, 1956, Indonesia Berseru Tiga Saran dan Satu Kesan, Kementerian Penerangan RI, Jakarta.

------, 1961, Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan rakyat, Jilid I, Penerbit Permata, Surabaya

------, 1961, Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan rakyat, Jilid II, Penerbit Permata, Surabaya

------, 1963, Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia, Panitia Penerbit Buku-buku Karangan Presiden Soekarno, Jakarta.

------, 1965, Dari Proklamasi Sampai Takari, BP Prapantja, Djakarta 26

Soekotjo, 1960, Usdek Intiari Manifol, Penerbit Dua R, Bandung.

PERATURAN PERUNDANG UNDANG-UNDANGAN

Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945)

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Menetapkan Undang Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah daran Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dektir ini, dan tidak berlaku lagi Undang Undang Dasar Sementara, ditetap di Jakarta 5 Juli 1959.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945): Perubahan Pertama 19 Oktober 1999, Perubahan Kedua 18 Agustus 2000, Perubahan Ketiga 9 Nopember 2001, dan Perubahan Keempat 10 Agustus 2002.

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS 1950): Keputusan Presiden RIS Nomor 48 Tahun 1950, 31 Januari 1950 (Lembaran Negara No. 3 Tahun 1050).

Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950): Undang Undang No. 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi UUDS RI, 19 Juni 1050 (Lembaran Negara No. 56 TLN No. 37 Tahun 1950), kemudian dicabut dengan UU No. 19 Tahun 1956.

27

28