JURNAL STUDI SOSIAL, Th. 5, No. 2, Nopember 2013, 80-88

Denyut Nadi “KPPD” di Jawa Timur 1948-1949

Ari Sapto Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri malang email: [email protected]

Abstrak: KPPD (Komisariat Pemerintah Pusat di Djawa) merupakan bagian dari PDRI (Pemerintah Darurat Republik ), kehadirannya mengisi kekosongan pemerintahan akibat pimpinan nasional berhasil ditawan Belanda dalam Agresi Militer II. Sebelum ditawan wakil presiden sempat memerintahkan untuk membentuk pemerintah darurat. Di tengah konflik senjata yang berlangsung keberadaan KPPD jelas mempunyai arti penting, baik secara internal maupun eksternal dalam hidup bernegara. Upaya menghidupkan KPPD dalam situasi konflik senjata di salah satu wilayah menjadi bukti bahwa RI tidak hancur dengan serangan militer.

Kata-kata kunci: pemerintah darurat, eksistensi, Jawa Timur

Abstract: KPPD (Komisariat Pemerintah Pusat di Jawa), Commisariat of Central Government in Djawa is part of PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) emergency government of Indonesia Republic, the existence it to fill in the empty of government because of national leader was succeeded to be arrested by Nederland in second military aggression. Before being arrested vice president gave command to make emergency government. In middle of conflict which was on going, the existence of KPPD had importance meaning in external or internal in life of state. The trying to live KPPD in conflict situation of gun in one of area to be the prove that RI was not collapse because of military aggression.

Key words: Emergency government, existence, East

Pasca persetujuan Renville proses perundingan itu akan dipakai oleh wakil KTN Cochran untuk diplomatik antara Indonesia dengan Belanda tampak terbang ke Yogya memberitahu pemerintah Republik tanda-tanda akan menemui jalan buntu. Kalangan mengenai keputusan sepihak Belanda itu. Pada pukul militer Republik menganggap perundingan dengan 01.00 Soedjono ditangkap (Agung, 1991: 206-207). Belanda sebagai taktik mengulur waktu. Memberikan Praktis Soedjono hanya sempat memegang surat waktu yang cukup bagi Belanda untuk memperbesar pembatalan gencatan senjata selama 1 jam 20 menit. kekuatan militer. Kebuntuan perundingan diamati Hingga perang berakhir pemberitahuan pembatalan betul oleh para pemimpin Republik, baik sipil maupun gencatan senjata secara resmi tidak pernah diterima militer, sehingga timbul keyakinan bahwa serangan oleh Pemerintah RI di . Belanda hanyalah soal waktu saja. Argumen ini di- Pada tanggal 19 Desember 1948, pagi-pagi perkuat adanya kenyataan bahwa ketua delegasi tentara Belanda dengan menggunakan lintas udara Belanda, Stikker, tidak kembali ke Yogyakarta dan menyerang lapangan terbang Maguwo. Pukul 05.45 tuntutan Belanda yang praktis tidak mengalami datang lima pesawat Jagers, tidak lama kemudian perubahan. Semakin diperkuat juga dengan adanya disusul enam pesawat sejenis sambil menembaki pelanggaran-pelanggaran gencatan senjata (Surat sasaran di bawah. Gemuruh suara pesawat, rentetan Tentara, Yogya Dokumenten, ANRI, no. inv. 318). tembakan, dikira penduduk sebagai bagian dari Hari Sabtu, malam minggu, tanggal 18 Desember latihan perang-perangan tentara Republik yang 1948 jam 23.40, anggota delegasi Belanda J. Riphagen sebelumnya memang telah diumumkan. Tujuan memberitahukan melalui surat kepada Soedjono, Belanda dalam Agresi Militer II adalah menghan- Sekretaris Jenderal Delegasi Republik di , curkan Negara Republik Indonesia yang diproklama- bahwa nanti jam 24.00 malam gencatan senjata sikan -Hatta 17 Agustus 1945. Rencana itu dipandang tidak berlaku lagi. Oleh karena tidak ada akan segera terwujud dengan cara menduduki kemungkinan mengirim kawat ke Yogyakarta malam ibukota dan menangkap para pemimpinnya. itu juga, maka pemerintah Republik di Yogyakarta Menurut penguasa Belanda lahirnya Republik bukan tidak dapat menerima kabar tentang pembatalan dari kebangkitan kembali nasionalisme rakyat. gencatan senjata itu dengan resmi. Surat pernyataan Republik adalah produk daripada kolaborator Indo- Dr. Beel atas nama pemerintah Belanda tidak segera nesia. Republik akan hancur apabila para pemimpin- disampaikan ke Yogya karena semua hubungan nya ditangkap. Pada “rencana pendudukan menye- telepon/telegram telah diputus. Demikian pula pesa- luruh” yang digagas militer Belanda, perlawanan ter- wat Amerika dilarang terbang. Sejatinya pesawat gantung kepada kelompok pemimpin yang mem-

80 80 Ari Sapto, Denyut Nadi “KPPD” di Jawa Timur 1948-1949 pengaruhi massa. Oleh karena itu aksi akan berjalan panggilan untuk kembali ke Yogyakarta guna dengan cepat apabila pemimpin-pemimpin itu menghadapi perundingan dengan Belanda. dilumpuhkan (Groen, 1991: 29). Setelah itu Belanda Perundingan lanjutan dengan delegasi Belanda yang akan mendirikan negara sesuai dengan keinginan- dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Stikker. Seperti nya, yaitu negara federal yang mempunyai hubungan terlihat nanti, hasil perundingan tidak membuahkan dengan Belanda. RI perintang keinginan ini, hasil. Semakin menambah keyakinan Moh. Hatta karenanya harus dihancurkan. Pihak Belanda yakin bahwa Belanda menjadi tidak sabar dan segera dengan menguasai ibukota, menawan pemimpin- memanfaatkan kekuatan militer. Saat Moh. Hatta pemimpinnya, dan menguasai kota-kota penting, RI harus meninggalkan Sumatera, Syafruddin telah habis. Anggapan ini keliru, sebab RI adalah cita- Prawiranegara dan beberapa pejabat masih tetap cita yang telah hidup lebih dari 30 tahun yang lalu. tinggal di Sumatera. Moh. Hatta selanjutnya Dipupuk oleh semangat dan disiram oleh berbagai mengeluarkan Ketetapan Wakil Presiden No. 84/ problem, sehingga cita-cita tidak akan hilang WKP/Sum/48 tanggal 26 Nopember 1948 yang berisi demikian saja oleh gempuran militer Belanda. Satu petunjuk-petunjuk umum bagi Komisariat hal yang dilupakan, demi cita-cita itu para pejuang Pemerintah Pusat di Sumatera (Chaniago, 1989: 75- rela menyerahkan dan mengerahkan apa saja, 77). Menurut Syafruddin Prawiranegara pada waktu termasuk yang paling berharga: nyawanya. itu muncul gagasan membagi pemerintahan menjadi Tulisan ini mencoba mencari jawab terhadap tiga untuk meneruskan perjuangan. Presiden Sukarno permasalahan bagaimana tanggapan daerah akan memimpin perjuangan diplomasi internasional terhadap situasi nasional. Lebih khusus lagi mencoba dari luar negeri. Wakil Presiden/Perdana Menteri mengetahui keberadaan KPPD (Komisariat Moh. Hatta akan memimpin perjuangan dari suatu Pemerintah Pusat di Djawa) sebagai upaya mengisi tempat di Sumatera. Beberapa orang menteri dan kekosongan pemerintahan akibat ditawan pimpinan pimpinan Angkatan Perang akan meneruskan nasional. Jawa Timur dipilih dengan pertimbangan perjuangan di Jawa (Rosidi, 1986: 107). bahwa aktifitas sebagian anggota KPPD berada di Moh. Hatta juga melakukan kontak dengan Jawa Timur. Nehru melalui konsul India agar Presiden dan Sjahrir diterbangkan ke India untuk mengangkat persoalan PDRI: Rencana Menjadi Kenyataan RI di luar negeri, sekaligus melindungi dari Pada tanggal 18 Nopember 1948 Moh. Hatta, kemungkinan terbunuh jika serangan Belanda benar- Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara, benar terjadi (Zed, 1997: 58). Dalam rapat kabinet dan beberapa pejabat tinggi berangkat ke tanggal 16 Desember 1948 diputuskan, karena dalam rangka penyelesaian masalah militer dan Presiden akan pergi ke India dan PM Moh. Hatta kemungkinan pendirian pemerintahan darurat di mengambil cuti karena sakit, maka pemerintahan Sumatera (Imran, Djambari, Chaniago, 2003: 54; Zed, akan dijalankan oleh Soekiman, Soesanto Tirtoprodjo, dkk., 1997: 580). Bagi Moh. Hatta kunjungan ini untuk dan Djuanda (Yayasan 19 Desember 1948, 1994: 52; yang keduakalinya. Perjalanan Moh. Hatta pertama Imran, Djamhari, Chaniago, 2003: 54) ke Sumatera berlangsung tanggal 3 Juni 1947. Dalam rapat kabinet yang diadakan untuk Kunjungan pertama berkaitan dengan meletusnya menghadapi situasi gawat akibat Agresi Militer dua revolusi sosial, masing-masing di Aceh dan Belanda II diputuskan bahwa pimpinan Sumatera Timur. Alasan lain kunjungannya pemerintahan tidak akan mengungsi, memberikan berkaitan dengan pemberontakan yang muncul di mandat kepada menteri kemakmuran yang sedang kampung Moh. Hatta sendiri pada 3 Maret 1947. berada di Sumatera, dan jika usaha Syafruddin Pemberontakan ditujukan kepada pegawai sipil dan Prawiranegara gagal maka perwakilan RI di luar militer (Zed, dkk., 1997: 39; Rosidi, 1986: 107). negeri (sedang berada di New Delhi) diperintahkan Dalam kunjungannya kedua ini Moh. Hatta untuk membentuk pemerintahan di pengasingan melakukan persiapan-persiapan untuk memindah- (Chaniago, dkk., 1989: 102). Rupanya Sukarno-Hatta kan pemerintahannya ke Bukittinggi, jika sekiranya percaya akan kekuatan strategi diplomasinya. Peran terjadi serangan Belanda di Jawa. Moh. Hatta memilih Hatta dalam pengambilan keputusan sidang kabinet Sumatera sebagai kedudukan pemerintahan darurat, menjadi penting, karena selain sebagai PM juga karena Sumatera memberi kemungkinan yang jauh sebagai Menteri Pertahanan. Hatta yakin akan lebih menguntungkan untuk melanjutkan perang dukungan internasional terhadap legalitas gerilya. Bagi Moh. Hatta, Sumatera adalah daerah pemerintahannya. Didasarkan kemenangannya atas alternatif dan sekaligus masa depan perjuangan. kekuatan-kekuatan prokomunis pada Peristiwa Diperhitungkan luas daerah dan faktor ekonomi. Madiun. Keberhasilan itu paling tidak membuka Sumatera jelas lebih luas dan relatif belum banyak peluang Republik mendapat dukungan dari Barat, dibuka. Sumatera juga lebih kaya komoditi untuk terutama Amerika Serikat. Keberhasilan perdagangan luar negeri. Hubungan dan memadamkan gerakan komunis di Madiun, tanpa perdagangan luar negeri lebih mudah dilakukan sedikitpun memperoleh bantuan dari pihak asing, terutama melalui Singapura (Dubbin, 1992) mendongkrak prestise pemerintahan Hatta. Ketika mengunjungi Sibolga, Hatta mendapat Ditambah, prestasi tersendiri karena operasi

81 JURNAL STUDI SOSIAL, Th. 5, No. 2, Nopember 2013, 80-88 pemulihan berlangsung dalam waktu yang relatif “ …….. waktu itu saya belum tahu bahwa ada rapat singkat. Hal ini membawa keyakinan pada Hatta Kabinet terakhir tanggal 19 Desember 1948 bahwa dunia internasional tidak akan membiarkan sebelum Belanda memasuki kota Yogyakarta, tindakan semena-mena Belanda. Lebih kongkritnya telah memberikan mandat kepada saya untuk keputusan membiarkan para pemimpin ditawan membentuk pemerintahan darurat. Itu kami didasarkan tiga alasan. Pertama, karena jumlah tidak tahu. Entah bagaimana bisa terjadi. Baru pasukan pengawal tidak mencukupi. Dibutuhkan kemudian ada yang memberitahu kepada saya. dua batalyon penjaga untuk menjaga keamanan Entah bagaimana saya mendapat berita itu. Sukarno-Hatta. Ini beban berat bagi tentara dalam Tapi jauh sesudah itu baru saya mendengar ada sistem perang gerilya. Kedua, Hatta yakin Belanda mandat. Jadi saya (adalah) pemerintah yang tidak mampu betul-betul mengalahkan tentara syah. Pemerintah Darurat didirikan atas Republik dalam sistem perang gerilya dan ‘perang kemauan sendiri tetapi juga pemerintah yang tak berkesudahan akan terus berlangsung’ (Agung, syah (karena) mendapat mandat yang syah” 1991: 211). (Chaniago, dkk., 1989: 6-7; Rosidi, 1986: 110). Khusus alasan kedua tidak bisa dibiarkan, harus Syafruddin Prawiranegara menyatakan bahwa ada jalan penyelesaian. Kemungkinan itu ada pada pembentukan PDRI (Pemerintah Darurat Republik alasan ketiga. Ketiga, peran Komisi Jasa-jasa Baik Indonesia) semata-mata karena inisiatif dirinya tidak bisa diabaikan. Penangkapan dirinya dan bersama beberapa tokoh yang lain (Prawiranegara, pemimpin yang lain akan dianggap sebagai korban 1986: 201; Rosidi, 1986: 113-115). Hal ini agak ganjil, agresi Belanda. Mengesankan sebagai pemimpin karena beberapa hari sebelum agresi militer, Moh. nasional dari suatu negara yang ditangkap pihak Hatta telah mempersiapkan kemungkinan itu. Hal agresor di istana. Hal ini lebih terhormat dan lebih yang sangat mungkin, Syafruddin hanya mengundang simpati internasional. Pemimpin merealisasikan gagasan dan persiapan yang telah Republik sengaja membiarkan diri ditangkap dengan dilakukan oleh PM. Moh. Hatta. Pernyataan harapan opini dunia akan tersinggung. Martabat, pemerintah tanggal 19 Desember 1948 tentang wewenang serta jasa-jasa baik PBB tampaknya telah pembentukan pemerintah darurat hanyalah diperlakukan secara tidak pantas oleh Belanda ketetapan resmi dari suatu persiapan atas (Ricklefs, 1995: 349-350). Di sini tampak kelihaian kemungkinan krisis pemerintahan yang sudah politik Moh. Hatta dalam menangkap perubahan diprediksi sebelumnya. sikap politik Amerika dan mengelolanya dengan baik. Ketika rapat kabinet sedang berlangsung, Moh. Hatta juga mengandalkan kesanggupan Panglima Besar Letnan Jenderal karena Cochran dan agen CIA Campbell untuk memberikan sakit menunggu di luar. Keputusan untuk bantuan terhadap RI pasca keberhasilannya membiarkan diri ditangkap musuh jelas sangat menyelesaikan Peristiwa Madiun (Gouda & Zaalberg, mengecewakan dirinya. Sebelumnya Presiden 2008: 362-368). Sukarno telah mengatakan akan memimpin sendiri Sebelum ditawan, Wakil Presiden Moh. Hatta pertempuran, di tengah-tengah tentara dan rakyat sebagai Menteri Pertahanan mengeluarkan Order (Merdeka, 29 Mei 1948). Sudirman menuntut janji Harian kepada semua Angkatan Perang dan semua Sukarno tapi tidak diluluskan. Dalam kekecewaan instansi pemerintah. Isinya, karena tidak dapat Letnan Jenderal Sudirman menyingkir untuk melakukan tugas kewajiban maka pemerintahan RI melakukan perang gerilya. Memulai apa yang oleh diteruskan di Sumatera dan apapun yang terjadi Notosusanto (1977: 20) sebagai puncak karirnya, perjuangan tetap dilanjutkan (Chaniago, dkk., 1989: yakni memimpin perang gerilya. Panglima Besar 100-101; Nasution, 1979: 19; Rose, 1991: 265). Di Sudirman, sebelum bergerilya masih sempat samping itu, jika dalam hal ini pemerintah tidak mengeluarkan Perintah Kilat No. 1/PB/D/48 yang dapat menjalankan kewajibannya, Syafruddin disiarkan melalui RRI (Radio Republik Indonesia) Prawiranegara diberi kuasa membentuk Pemerintah Yogyakarta. Isinya antara lain mewajibkan semua Republik Darurat di Sumatera. Jika ikhtiar Angkatan Perang menjalankan “rencana yang telah Syafruddin untuk membentuk pemerintahan di ditetapkan” untuk menghadapi serangan Belanda Sumatera mengalami kegagalan, kepada Dr. (Yayasan 19 Desember 1948, 1994: 47). “Rencana yang Sudarsono, Palar, Mr. Maramis dikuasakan untuk telah ditetapkan” adalah apa yang terdapat dalam membentuk exile-Government di India. Untuk masalah Instruksi Panglima Besar tanggal 9 Nopember 1948. ini Hatta berharap Dr. Sudarsono, Palar, Mr. Maramis Dengan Perintah Kilat itu, berarti sejak tanggal 19 dapat berhubungan dengan Syafruddin di Sumatera. Desember 1948 pasukan diperintahkan untuk wingate Jika tidak mungkin maka dipersilakan untuk dan membentuk wehkreise. Pergelaran perang gerilya mengambil tindakan seperlunya (Zed, dkk., 1997: 71). secara nyata resmi dimulai. Kedua pernyataan Moh. Hatta disiarkan melalui Pemimpin Republik yang dapat ditawan adalah radio, khusus pemberian mandat dikirimkan melalui Sukarno, Hatta, Sjahrir, Assaat, A.G. Pringgodigdo, telegram. Namun, di kemudian hari Syafruddin , Ali Sastroamijojo, dan Komodor Udara mengakui bahwa telegram tidak pernah diteri- Suriadarma. Sambil menunggu dipindahkan para manya.

82 Ari Sapto, Denyut Nadi “KPPD” di Jawa Timur 1948-1949 pemimpin itu dikenai tahanan rumah. Pada tanggal sebagai berikut. (a) Pekerjaan Kementerian 22 Desember 1948 para pemimpin diterbangkan Pertahanan, Kementerian Agama dan Kementerian menuju tempat penahanan yang tidak diketahui Perhubungan dilakukan oleh Sukiman, sekaligus sebelumnya (Adams, 1966: 381). Sebelum memimpin kabinet. (b) Pekerjaan Kementerian dipindahkan ke tempat lain Presiden dan Wakil Keuangan, Kementerian Kemakmuran, dan Presiden terlibat pembicaraan yang alot dengan Kementerian Pekerjaan Umum dilakukan oleh I.J. Komandan Brigade T Belanda. Presiden bersikeras Kasimo. (c) Pekerjaan Kementerian luar Negeri dan diperlakukan sebagai Kepala Negara dan bukan Kementerian Penerangan dikerjakan oleh . (d) sebagai tahanan biasa (Toer, 2003: 712). Sukarno, Pekerjaan Kementerian perburuhan dan sosial, Hatta, Sjahrir, Assaat, A.G.Pringgodigdo, Agus Salim, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Ali Sastroamijojo, dan Komodor Udara Suriadarma Kebudayaan, Kementerian Kesehatan oleh Susanto diterbangkan Belanda ke Pulau Bangka. Di sana Tirtoprodjo (Yayasan 19 Desember 1948, 1994: 52). Sukarno, Sjahrir dan Agus Salim dipisahkan dari Secara berangsur-angsur Syafruddin yang lainnya dan diterbangkan ke Brastagi, Prawiranegara sebagai ketua PDRI mencoba kemudian ke Prapat (Kahin, 1952: 338; Giebels, 2001: mengadakan hubungan dengan beberapa pusat 472; Sastroamidjojo, 1974: 244-245). gerilya di Jawa. Pada tanggal 29 Januari 1949 Simatupang melaporkan kepada ketua PDRI di KPPD: Pemerintahan Gerilya Sumatera, bahwa “Commissariaat Pusat Republik Saat ibukota berhasil diduduki sejumlah menteri untuk Djawa” telah terbentuk pada tanggal 2 Januari sedang berada di luar kota. Para menteri yang 1949. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Commissariaat selamat sedang berada di Kota Solo untuk Pusat Republik untuk Djawa juga telah menyerahkan mengadakan persiapan-persiapan berkenaan hasil pimpinan “perjuangan militer” sehari-hari kepada rapat kabinet tanggal 16 Desember 1948. Seperti telah Kolonel Nasution selaku Panglima Jawa (Chaniago, disinggung di muka rapat kabinet membicarakan dkk., 1989: 144; Zed, dkk., 1997: 199). Simatupang juga rencana Presiden Sukarno pergi ke India dan cuti sakit melaporkan telah diadakan rapat antara keempat Wakil Presiden. Selama Presiden berkunjung ke luar menteri dengan pimpinan militer. Rapat negeri dan Wakil Presiden cuti karena masalah membicarakan penyempurnaan pemerintahan kesehatan, maka untuk sementara pemerintahan militer di Jawa, pengajaran, peraturan pengadilan akan dikendalikan oleh Menteri Dalam Negeri darurat, pajak, dan koordinasi dengan PDRI (Sukiman), Menteri Kehakiman (Susanto Tirtoprodjo) (Chaniago, dkk., 1989: 139). Setelah mengetahui secara dan Menteri Perhubungan (Juanda). (Yayasan 19 jelas tentang keputusan sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948, 1994: 52). Desember 1948 perihal pembentukan pemerintah Kabar bahwa tentara Belanda bergerak ke Solo darurat di Sumatera, maka diambil putusan bahwa segera sampai kepada Sukiman Wiryosanjoyo lima orang menteri (empat orang yang sudah disebut (Menteri Dalam Negeri), Susanto Tirtoprodjo di muka ditambah menteri Agama Kyai Masjkur) (Menteri Kehakiman), Supeno (Menteri memandang diri sebagai bagian yang ada di Jawa Pembangunan dan Pemuda), dan I.J. Kasimo (Menteri dari Pemerintah Pusat RI yang berkedudukan di Persediaan Makanan Rakyat). Dengan tidak Sumatera (Chaniago, dkk., 1989: 115). menunggu waktu keempatnya mengundurkan diri Ketika situasi telah memungkinkan, Safruddin ke Karangpandan, Kabupaten Karanganyar (Zed, berhasil menunjuk orang-orang yang mengisi dkk., 1997: 105). Berhubung kontak dengan komisariat pemerintahan darurat untuk Jawa. Yogyakarta tidak dapat dilakukan maka agar Anggotanya terdiri dari menteri-menteri yang masih pemerintahan dapat berjalan seperti biasa perlu aktif, yaitu Susanto Tirtoprodjo, Kasimo, K.H. Majkur, diadakan pembagian pekerjaan (Yayasan 19 Sukiman, dan Supeno. Komisariat Pemerintah Pusat Desember 1948, 1994: 52). Oleh karena itu, bertempat di Djawa (KPPD) ditetapkan dan diumumkan oleh di kantor kawedanan Karangpandan diadakan Menteri Kasimo pada 7 Maret 1949. Selama Sukiman pertemuan. Selain keempat menteri rapat juga tidak dapat menjalankan tugas, karena ada keperluan dihadiri pula oleh beberapa tokoh sipil dan militer, lain, maka perannya sementara digantikan oleh R.P. seperti R.P Suroso, Kasman Singodimejo, Sumardi, Suroso. Kemudian diketahui Sukiman pulang ke , Prawoto Mangkusasmito, Susilowati, Yogyakarta dan akhirnya tertangkap (Nasution, Jenderal Mayor Suhardjo Hardjowardoyo, Kolonel 1984: 262). Bambang Supeno, Mayor Suprapto, Mayor , Kolonel Nasution diangkat sebagai penasehat Mayor Rusli, Mayor Muhono, Kapten Mansur, dan komisariat. KPPD bertanggung jawab kepada PDRI Letnan Sugiri (Zed, 1997: 195-196). Rapat Pusat di Sumatera (Chaniago, dkk., 1989: 143; Warta menghasilkan keputusan yang dirumuskan dalam Indonesia, 4 Januari 1949). Dalam laporan selanjutnya bentuk “Pengumuman Pemerintah No. 1” yang baru disebutkan pembagian pekerjaan antara anggota diumumkan tanggal 21 Desember 1948. Saat itu para KPPD yang mengurusi pemerintahan. Sukiman dan menteri belum mengetahui bahwa sejumlah Kasimo mengurusi wilayah Jawa Tengah. Sementara pemimpin di Yogyakarta telah ditawan musuh. Susanto Tirtoprodjo, K.H. Masykur, dan Supeno Keputusan pembagian pekerjaan yang disepakati mengurusi wilayah Jawa Timur (Chaniago, dkk.,

83 JURNAL STUDI SOSIAL, Th. 5, No. 2, Nopember 2013, 80-88

1989: 142; Djamhari, 1990: 69). KPPD menjalankan Setelah berkomunikasi jarak jauh dengan pemerintahan umum di Jawa dan Madura. Dengan pimpinan Republik di Jawa, maka pada 31 Maret 1949 tugas utama untuk menyusun dan mempergunakan Syafruddin Prawiranegara mengumumkan segala tenaga serta sumber-sumber untuk penyempurnaan susunan pimpinan PDRI sebagai kepentingan perjuangan. Diberitakan KPPD secara berikut. gerilya memerintah di daerah-daerah pegunungan dan daerah-daerah yang tidak dikuasai Belanda. Denyut Kehidupan KPPD di Jawa Timur Pemerintah gerilya memiliki pemancar radio yang Berdasar laporan menteri I.J. Kasimo, anggota diberi nama “Radio Republik Indonesia Lereng Kabinet Darurat yang berada di Jawa tidak berada Gunung” (Warta Indonesia, 4 Januari 1949). di satu tempat. Menteri Susanto Tirtoprojo, Menteri Syafruddin : Ketua merangkap Supeno dan anggota BP KNIP Susilowati ada di suatu Prawiranegara Menteri Pertahanan tempat yang berpindah-pindah di Jawa Timur. dan Menteri Menteri Agama Kyai Masykur di tempat lain. Penerangan Kemudian baru diketahui Kyai Masjkur mencari perlindungan di Pondok Gontor (Tirtoprodjo, 1985: Susanto : Wakil Ketua 49: Sudarno, dkk., 1993: 329). Menteri I.J. Kasimo Tirtoprojo merangkap Menteri bersama dengan anggota BP KNIP yang lain, Arifin Kehakiman, Menteri dan Prawoto, berada di Jawa Tengah. Ikut juga Pembangunan dan bergabung dengan Menteri I.J. Kasimo adalah Pemuda Jenderal Mayor Suharjo, R.P. Suroso, Moh. Saleh, Alexander : Menteri Luar Negeri Dipokusumo, dan Sumali. Sementara itu Sukiman Andries (berkedudukan di New menyusup masuk kota Yogyakarta karena ada hal- Maramis Delhi, India) hal yang perlu diselesaikan. (Chaniago, dkk., 1989: Sukiman : Menteri Dalam Negeri 116). Pemerintahan sipil ini pada saat tertentu merangkap Menteri bersatu dengan gerilyawan, karena kondisi memang Kesehatan tidak memungkinkan untuk membuat semacam Lukman : Menteri Keuangan pusat pemerintahan yang menetap. Hakim Berikut ini paparan perjalanan Menteri Susanto Ignatius J. : Menteri Tirtoprojo dalam mengemban tugas menghidupkan Kasimo Kemakmuran/Pengada kembali pemerintahan sipil. Hampir seluruh an Makanan Rakyat pengalaman perjuangan Menteri Susanto Tirtoprojo Kyai Haji : Menteri Agama selama agresi militer kedua berlangsung di Jawa Masykur Timur. Titik berat paparan terutama ketika T. Moh. : Menteri Pendidikan, rombongan menteri bertemu dengan para pejabat Hassan Pengajaran dan pemerintah, sebab hal ini membuktikan bahwa Kebudayaan. birokrasi sipil sebenarnya masih ada, meskipun Indracahya : Menteri Perhubungan barangkali hanya cuma pejabatnya belaka, itu pun Mananti : Menteri Pekerjaan tidak lengkap dan berada di tempat persembunyian Sitompul Umum yang terpisah-pisah. Setiap kali bertemu dengan Sutan : Menteri Perburuhan pejabat Republik, menteri memberikan petunjuk- Mohammad dan Sosial petunjuk, terutama posisi pejabat sipil dalam Rasjid Pemerintahan Militer yang sedang berlaku. Letnan : Panglima Besar Oleh karena dipandang tidak aman lagi Susanto Jenderal Angkatan Perang RI Tirtoprojo, Supeno, dan Susilowati meninggalkan Sudirman Tawangmangu (Jawa Tengah) menuju ke timur. Kolonel : Panglima Tentara & Setelah jalan tidak lagi dapat dilalui kendaraan, Abdul Haris Teritorium Jawa perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki Nasution mendaki G. Lawu menuju Desa Girilangit (sudah Kolonel R. : Panglima Tentara & masuk wilayah Jawa Timur). Rombongan menginap Hidayat Teritorium Sumatera di rumah kepala desa. Asisten Wedana Poncol yang Martaatmaja membawahi desa itu datang untuk konsultasi. Esok Kolonel Nazir : Kepala Staf Angkatan hari perjalanan diteruskan menuju Kecamatan Laut Parang. Di sini bertemu dengan Mayor Pademan, Komodor : Kepala Staf Angkatan perwira TNI yang meninggalkan posnya di Udara Udara Tawangmangu karena digempur tentara Belanda. Hubertus Mayor Paderman menjemput Menteri dengan Suyono meminjam mobil Bupati Ponorogo, Gandawardaya. Komisaris : Kepala Kepolisian Asisten Wedana Sampung, Sumarto, ikut menjemput. Besar Polisi Negara (Chaniago, Menteri diantar ke tempat persembunyian Bupati Umar Said dkk., 1989: 21). Ponorogo di Sampung. Tidak lama di Sampung

84 Ari Sapto, Denyut Nadi “KPPD” di Jawa Timur 1948-1949 karena dipandang tidak aman, perjalanan diteruskan itu tidak menunjukkan tempat persembunyian ke Kawedanan Pulung. Di sisi ternyata cukup banyak anggota rombongan yang lain, sehingga Menteri pengungsi, diantaranya Sekretaris Kabupaten Pono- Susanto selamat (Rahardjo, tt: 230; Sudarno, dkk., rogo Sarip Hutomo, Ketua Pengadilan Negeri Roch- 1993: 331-333). yani dan Jaksa Sunaryo (Tirtoprodjo, 1985: 45-49). Untuk menghindari pembersihan menteri dan Di Desa Serak, lereng G. Wilis, datang utusan dari pengikut yang masih ada masuk hutan. Lebih dari Menteri Agama Kyai Masykur yang mengungsi di seminggu Menteri di dalam hutan sambil mencari Pondok Gontor. Selain itu datang juga menemui jalan ke desa yang aman. Akhirnya, sampai Menteri, Residen Madiun Pamuji (Tirtoprojo, 1985: Pamongan, desa terakhir sebelum sampai puncak G. 49). Setelah yakin Kyai Masykur memang berada di Wilis. Di sini bertemu dengan Bung Tomo lagi, Ponorogo, Menteri menemuinya di Pondok Gontor. Jauhar Arifin (Kepala Jawatan Penerangan Menteri Agama tidak setuju ketika diajak bergabung. Propinsi Jawa Timur), dan Sarjan anggota BPKNIP. Menurut pendapat Kyai Masjkur jika tiga menteri Di Pamongan datang Residen Kediri Suwondo berkumpul lebih berbahaya. Bila ketiganya Ranuwijoyo, Muntoro (Sekretaris Karesidenan), dan tertangkap sangat mengurangi kekuatan perjuangan. Husni (Kepala Bagian Keuangan Karesidenan). Di Desa Serak Menteri Supeno merintis usaha di Setelah tiga hari di Pamongan rombongan bidang penerangan dalam bentuk penerbitan melajutkan perjalanan ke sebuah persil di majalah yang diberi nama “Berita Praja”. Dipimpin Sumberpandan. Di sini Menteri mendapatkan Andi Ananto dengan dibantu beberapa pemuda sebuah pemancar radio yang dipertahankan mati- (Rahardjo, tt: 228; Sudarno, dkk., 1993: 330). Menteri matian oleh orang bernama Kadyarsa. Pada tanggal juga sempat menemui Letnan Jenderal Sudirman di 9 Maret 1949 pukul 20.00 Menteri Susanto berpidato desa Bajulan. Dalam pertemuan Panglima Besar lebih di radio, isinya menyangkut sikap politik RI dan banyak berbicara tentang peristiwa yang terjadi mengumumkan tentang gugurnya menteri Supeno sebelum para pemimpin di Yogya ditawan, termasuk (Sudarno, dkk., 1993: 334). langkah pemerintah untuk membentuk Menteri meneruskan perjalanan ke Trenggalek. pemerintahan darurat di Sumatera (Rahardjo, tt: Dengan ditemani Wedana Trenggalek, Mukadi, 225; Sudarno, dkk., 1993: 330). Menteri bertemu komandan KDM Trenggalek Setelah menginap beberapa hari di Desa Serak bernama Tulus. Bupati Ngawi, Mudayat, datang perjalanan diteruskan memasuki wilayah Kabupaten menemui Menteri menyampaikan informasi bahwa Nganjuk dengan melewati lereng G. Wilis. Di Desa Gubernur Jawa Timur Dr. Murjani dan wakilnya Dul Genjeng, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk Arnowo ditangkap musuh. Kejadiannya tanggal 24 rombongan Menteri bersama dengan Gubernur Jawa Pebruari 1949 bersamaan dengan gugurnya Menteri Timur Dr. Murjani dan Wakil Gubernur Dul Arnowo Supeno. Oleh karena kedudukan Gubernur demikian bertemu dengan Gubernur Militer Jawa Timur/ penting, Menteri Susanto menunjuk Samadikun Panglima Divisi I Letnan Kolonel Sungkono. Bupati menjadi Pj. Gubernur Jawa Timur (Rahardjo, tt: 261; Nganjuk, Iskandar Gondo Wardoyo, juga ikut Sudarno, dkk., 1993: 334-335). pertemuan. Dalam pertemuan dibicarakan mengenai Dengan dijemput Wedana Karangan, Lantip, persoalan negara, seperti biaya peperangan (dalam Menteri Susanto meninggalkan Trenggalek menuju bentuk promes) dan menetapkan hakim serta jaksa Karangan. Di Karangan menginap selama lima hari. darurat (Rahardjo, tt: 222-224; Sudarno, dkk., 1993: Hari keenam dengan diantar Wedana Panggul, Kusno, 330-331). rombongan Menteri menuju Dongko dan terus Setelah sempat menginap di Desa Sumberwuluh menuju Karangtengah. Bupati Pacitan Subekti rombongan Menteri pindah ke Desa Dodol, masih di bersama Wedana Slorok bernama Sosro Hadisewoyo wilayah Kabupaten Nganjuk. Di sini datang menemui Menteri. Selanjutnya rombongan Menteri berkunjung Sunaryo, Sekretaris Jenderal Kementerian memasuki wilayah Kabupaten Pacitan. Di Desa Agama, yang mencari menterinya. Menteri juga Tanjung Lor Menteri mendapat kunjungan bertemu dengan Kasman Singodimejo yang ketika komandan KDM Pacitan, Kapten Harsono. Untuk pecah perang sedang berada di Bojonegoro. Terjadi kedua kalinya Bupati Pacitan mengunjungi Menteri. kesepakatan bahwa Kasman Singodimejo akan Selanjutnya rombongan Menteri mengunjungi meneruskan pekerjaan penerangan kepada Letnan Jenderal Sudirman di Sobo. Ini yang kedua masyarakat. Di desa sepi ini juga datang berkunjung kalinya Menteri Susanto bertemu Panglima Besar. Bung Tomo. Dirasa kurang aman rombongan Menteri Antara kedua petinggi negara ini kemudian bertemu kemudian masuk hutan dan berpindah-pindah, sekali lagi. Dalam pertemuan ketiga Menteri Susanto akhirnya menginap di Desa Ganter. Di sini terjadi mendapat informasi bahwa pada bulan Juli 1949 peristiwa menyedihkan. Ketika mandi pagi di Pemerintah RI akan kembali ke Yogyakarta (Sudarno, pancuran Menteri Supeno, Samodra (putera Pj. dkk., 1993: 339). Gubernur Jawa Timur Samadikun) bersama lima Pj. Gubernur Jawa Timur, Samadikun, pada 15 pemuda ditangkap dan kemudian ditembak. Saat itu Maret 1949 mendapat perintah Menteri Susanto hari Kamis tanggal 24 Pebruari 1949. Sampai dengan Tirtoprojo selaku Menteri Dalam Negeri ad interim meninggalnya, Menteri Supeno dan enam pemuda

85 JURNAL STUDI SOSIAL, Th. 5, No. 2, Nopember 2013, 80-88 untuk menemui pamong praja di Jawa Timur. Surat bertemu dengan Asisten Wedana Gudo, R. Mustajab penugasan disampaikan melalui A. Gapar, seorang Sumowidigdo dan Wedana Ngoro Samiono. pegawai Jawatan Penerangan RI Jawa Timur. Tujuan Diperoleh kabar bahwa Residen Sudirman telah penugasan ini adalah memelihara eksistensi seluruh meninggal dunia karena sakit pada tanggal 9 April jenjang pamongpraja disertai perintah, agar di mana 1949 di Desa Jogos (Kediri). Datang kemudian ditemukan adanya kekosongan segera diisi dengan menyusul ke tempat ini Sekretaris Residen Surabaya mengangkat pejabat penggantinya. Intruksi ini Sutaji. Sutaji selanjutnya diangkat sebajai Pj. Residen merupakan langkah menangkis ketidakbenaran isyu Surabaya. Pembicaraan selanjutnya lebih banyak yang dilancarkan pihak Belanda, bahwa militernya membahas persoalan bahan makanan dan telah menghancurkan Republik dengan seluruh pembentukan “Pager Desa” (Soewito, 1994: 515; perangkatnya, termasuk birokrasi sipilnya (Noer, Djawatan Penerangan Republik Indonesia Djawa 1983: 224; Soewito, 1994: 515). Samadikun juga Timur, 1953: 18; Sudarno, dkk., 1993: 351). diperintahkan melakukan koordinasi dan kerjasama Perjalanan diteruskan menuju Karesidenan pemerintahan sipil dengan perwira KMD, KDM dan Bojonegoro. Setelah berhasil menyeberangi sungai KODM (Rahardjo, tt: 262; Sudarno, dkk., 1993: 347). Brantas dengan perahu tambangan, Samadikun telah Menemui residen dan aparat dibawahnya dalam ditunggu oleh K.H. . Malam harinya situasi perang bukanlah sesuatu yang mudah. Di rupanya ada utusan yang menghubungi K.H. Wahid samping lokasi perlindungan pejabat yang pro Hasyim. Percakapan dilakukan sambil berjalan. K.H. Republik tidak jelas, jarak yang demikian jauh harus Wahid Hasyim tidak lama menemani, selebihnya ditempuh dengan jalan kaki, juga yang sangat penting perjalanan diteruskan dengan menjelajahi ganasnya jangan sampai tertangkap musuh. Oleh karena itu, alam pegunungan Kendeng. Akhirnya tiba di markas perjalanan harus menghindari jalan-jalan yang pasukan Willy Sujono. Di sini ditemukan radio kemungkinan dilalui oleh patroli musuh dan juga sehingga sempat mendengar adanya Roem-Roijen state- bergantung pada kesanggupan untuk melakukan ment. Lokasi pengungsian aparat Karesidenan penyamaran. Sementara staf gubernur tidak ada Bojonegoro ternyata tidak mudah ditemukan. seorangpun. Semua pegawai gubernuran bubar Pencarian terus dilakukan dengan mendapat menyelamatkan diri ketika Blitar diserbu Belanda. bantuan dari Batalyon Jarot Subiyantoro. Kurir Dalam perjalanan Pj. Gubernur Samadikun disebar ke berbagai arah. Akhirnya di sebuah gubuk mengajak dua orang pelajar anggota IPPI (Ikatan di tengah hutan Samadikun bertemu Bupati Pemuda Pelajar Indonesia) bernama Sudarno dan Bojonegoro, Surowiyono. Berdasar informasi dari Sumadi (Sudarno, 1993: 348; Soewito, 1994: 515; Bupati, Residen Bojonegoro Tandono Manu, berada Rahardjo, tt: 266; Djawatan Penerangan Republik di Desa Seling. Samadikun bergerak menuju Seling. Indonesia Djawa Timur, 1953: 17). Segera setelah bertemu konferensi segera dilakukan. Perjalanan berlangsung 40 hari, dimulai April Dihadiri pejabat sipil dan militer, diantaranya 1949. Berbekal uang Rp. 5.000 (uang ORI) pemberian Residen dan Bupati Bojonegoro, Letkol Sudirman, Bupati Blitar, Darmadi (ayah Shodancho Supriadi, Mayor , dan Ryadi sebagai Kepala tokoh PETA yang mengadakan perlawanan terhadap Polisi Bojonegoro. Letkol Sudirman menyampaikan penjajah Jepang di Blitar). Samadikun dan Sudarno laporan perkembangan pertahanan dan aksi gerilya berjalan kaki menuju timur, ke arah Malang. Di Desa di karesidenan Bojonegoro. Samadikun memberi Sindurejo, Kecamatan Tumpang (Kabupaten Malang penjelasan tentang Roem-Roijen Statement. Diingatkan bagian timur), bertemu dengan Residen Malang, Abu pula agar jangan terpengaruh pernyataan yang Bakar, dan Sekretaris Residen, Arwoko. Di sini masih belum tentu hasilnya itu. Untuk itu daya tahan bisa didapat surat kabar berbahasa Belanda “De Vrije perjuangan perlu diperkokoh (Djawatan Penerangan Pers” dan “Niew Indische Courant”. Informasi Republik Indonesia Djawa Timur, 1953: 18-19; penting dari kedua surat kabar itu oleh kedua pemuda Sudarno, dkk., 1993: 354-355; Soewito, 1994: 517; dibuatkan semacam ikhtisar. Ikhtisar berita ini, Rahardjo, tt: 279-280). setelah dianalisa dan disimpulkan, selanjutnya Dari Desa Seling perjalanan diteruskan melalui menjadi bahan pembicaraan dalam pertemuan G. Pandan menuju lereng G. Wilis. Tujuannya bagian dengan pejabat-pejabat Republik yang ditemui timur dari Karesidenan Madiun. Sejak perjalanan selama perjalanan (Sudarno, dkk., 1993: 350). dari Desa Malangbong (Kabupaten Nganjuk) Dari daerah pegunungan sejuk di Malang bagian Samadikun hanya ditemani seorang pengiring saja. timur perjalanan dilanjutkan ke daerah Karesidenan Salah seorang pengiring, Sumadi, pulang ke Desa Surabaya melalui daerah pegunungan di bagian Jatikapur, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk. barat Kabupaten Malang. Di Wonosalam, Kabupaten Setelah berjalan selama dua hari Samadikun dan Jombang, bertemu dengan Inspektur Polisi Sayid Sudarno sampai di Desa Serang, lereng G. Wilis masuk Rachmad, Staf Residen Surabaya Samiono dan Tuk wilayah Kabupaten Madiun. Di sini bertemu dengan Hasan dari Jawatan Penerangan. Dengan dibantu Moh. Yasin, Komandan Mobrig Jawa Timur. Dalam ketiga orang ini, Samadikun berusaha mencari lindungan Moh. Yasin, Samadikun menetap cukup tempat pengungsian Residen Surabaya. Dari lama. Pada dasarnya ini akhir perjalanan setelah Wonosalam perjalanan diteruskan ke Gudo. Di Gudo menempuh sekitar 350 km dengan berjalan kaki

86 Ari Sapto, Denyut Nadi “KPPD” di Jawa Timur 1948-1949 selama sekitar 40 hari. Di sini Residen Kediri, mengadakan pertahanan dan perlawanan rakyat Suwondo Ranuwijoyo, menyempatkan diri datang semesta (Supriyatmono, 1994). untuk konsultasi (Djawatan Penerangan Republik Indonesia Djawa Timur, 1953: 19; Sudarno, dkk., 1993: DAFTAR RUJUKAN 356-357; Soewito, 1994: 517; Rahardjo, tt: 279-280). Untuk sementara tempat perlindungan Residen A. ARSIP & ARSIP YANG DITERBITKAN Madiun belum ditemukan, meskipun kedudukan Yogya Dokumenten, 1946-1948, ANRI, Jakarta pemerintahan Karesidenan Madiun juga berada di lereng Gunung Wilis, di sekitar Dungus. Baru Chaniago, J.R., dkk., 1989. PDRI (Pemerintah Darurat beberapa saat kemudian Samadikun bertemu Republik Indonesia) Dalam Khasanah Kearsipan. Residen Madiun, Pamuji dan wakilnya, Sidarta Jakarta: ANRI (Rekaman wawancara: Pudjiharjo, 1997). B. SEJARAH LISAN Pj. Gubernur tidak melakukan perjalanan ke Rekaman wawancara: Pudjiharjo. 2000. Surabaya: Besuki, tetapi laporan tertulis dan lisan diperoleh dari Badan Arsip Propinsi Jawa Timur, seorang utusan. Adanya kurir ini dirasa cukup, C. SURAT KABAR hingga Samadikun tidak perlu lagi melakukan Merdeka, 1948 perjalanan ke daerah Besuki. Berdasar laporan, keterangan, dan pengamatan selama perjalanan, Warta Indonesia, 1949 selanjutnya Samadikun menyusun laporan lengkap D. BUKU & JURNAL yang disampaikan kepada Menteri Susanto Notosusanto, N., 1977. “Soedirman Panglima Yang Tirtoprodjo, melalui Residen Madiun, Pamuji. Menepati Janjinya”, Prisma, No. 8 Agustus Laporan tertanggal 22 Mei 1949 itu diterima Menteri Tahun VI. Jakarta: LP3ES, hlm. 15-23 pada tanggal 27 Mei 1949. Pj. Gubernur Samadikun Adams, C., 1966. Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat juga mengirim kawat kepada MBKD dan PDRI yang Indonesia. Jakarta: Gunung Agung isinya sebagian besar tentang kesan dan pengalamannya selama melakukan perjalanan Agung, I.A.A.G., 1991. Renville. Jakarta: Pustaka Sinar gerilya, diantaranya daerah yang diduduki Belanda Harapan hanya kota-kota, jalan-jalan besar dan pabrik- Chaniago, J.R., 1990. “Lintasan Sejarah PDRI (1948- pabrik; gerakan gerilya semakin menghebat; Belanda 1949)”, dalam Abdurrachman tidak berhasil membentuk pemerintahan sipil di Surjomihardjo & J.R. Chaniago (Ed.), wilayah yang baru diduduki; pemerintahan sipil Pemerintah Darurat Republik Indonesia Dikaji Belanda di kota-kota besar dan kecil yang sejak lama Ulang. Jakarta: Masyarakat Sejarawan Indo- diduduki tidak berjalan lancar; beberapa daerah nesia, hlm. 42-54 yang sebelum Agresi Militer II telah diduduki Belanda Djamhari, S.A., 1990. “Pemerintah Darurat RI di sekarang dalam arti politik telah dikuasai Republik. Jawa”, dalam Abdurrachman Di akhir laporan laporannya dikemukakan, Surjomihardjo & J.R. Chaniago (Ed.), meskipun Samadikun menyetujui Roem-Roijen, tapi Pemerintah Darurat Republik Indonesia Dikaji sebenarnya pejabat dan rakyat Jawa Timur sanggup Ulang. Jakarta: Masyarakat Sejarawan Indo- berjuang untuk waktu yang lama (Chaniago, dkk., nesia, hlm. 67-74 1989: 145). Dubbin, C., 1992. Kebangkitan Islam Dalam Ekonomi Petani KESIMPULAN Yang Sedang Berubah, Sumatera Tengah, 1784- 1847. Jakarta: INIS Berdasar laporan staf Divisi I hingga akhir bulan Maret 1949 sebenarnya KPPD sebagai pemerintahan Giebels, L., 2001. Soekarno, Biografi 1901-1950. Jakarta: sipil belum bisa berjalan dengan baik. Aparat sipil Grasindo cenderung “minder” melihat militer demikian Gouda, F. & Thijs Brocades Zaalberg, 2008. Indonesia dominan mengatur bidang-bidang yang seharusnya Merdeka Karena Amerika? Politik Luar Negeri AS menjadi tanggung jawab sipil. Militer terlalu banyak dan Nasionalisme Indonesia, 1920-1949. Jakarta: ikut campur soal-soal pemerintahan sipil, sehingga Serambi aparat sipil merasa sering dilangkahi (Soewito, 1994: Groen, P.M.H., 1991. Marsroutes en Dwaalsporen, Het 511). Hal demikian terjadi karena pihak militer Nederlands Militair-Strategisch Beleid in Indosnesie memberlakukan Pemerintahan Militer. Setiap 1945-1950. The Hague: Historical Section of Panglima Militer menjadi Gubernur Militer dengan the Royal Netherlands Army membentuk staf di wilayah kekuasaannya. Imran, A., Saleh A. Djambari, J.R. Chaniago, 2003. PDRI Sementara itu, Gubernur sipil akan bertindak (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) Dalam sebagai Kepala Staf urusan pemerintahan sipil. Perang Kemerdekaan. Jakarta: Citra Pendidikan Ketentuan mekanisme semacam itu berlaku sampai & Perhimpunan Kekerabatan Nusantara tingkat kecamatan. Pemerintahan Militer bersifat totaliter, sekaligus mengadakan pemerintahan gerilya Jawatan Penerangan Republik Indonesia Propinsi yang totaliter pula, sebagai syarat untuk Jawa Timur, 1953. Propinsi Jawa Timur.

87 JURNAL STUDI SOSIAL, Th. 5, No. 2, Nopember 2013, 80-88

Surabaya: Jawatan Penerangan Republik In- Rose, M., 1991. Indonesia Merdeka. Biografi Politik donesia Jawa Timur . Jakarta: Gramedia Pustaka Kahin, G.Mc.T., 1952. Nationalism and Revolution in Indo- Utama nesia. Ithaca, New York: Cornell University Rosyidi, A., Lebih Takut Kepada Press Allah SWT, Sebuah Biografi. Jakarta: Inti Idayu Nasution, A.H., 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indo- Press, 1986 nesia, Jilid 10. : Disjarah-AD & Sastroamidjojo, A., 1974. Tonggak-tonggak di Angkasa Perjalananku. Jakarta: PT. Kinta _____ 1984. Pokok-pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Soewito, I.H.N.H., 1994. Rakyat Jawa Timur Indonesia di Masa Lalu dan Yang Akan Datang. Mempertahankan Kemerdekaan, Jilid 3. Jakarta: Bandung: Angkasa Grasindo Noer, M., 1983. “Kisah Suatu Perjuangan (Kenang- Sudarno, dkk., 1993. Sejarah Pemerintahan Militer dan kenangan Tentang Liku-likunya Peran Pamong Praja di Jawa Timur Selama Perjuangan)”, dalam Markas Besar Legiun Perjuangan Fisik 1945-1950. Jakarta: Balai Veteran RI, Bunga Rampai Perjuangan dan Pustaka Pengorbanan. Jakarta: Markas Besar Legiun Surjomihardjo, A. & J.R. Chaniago (Ed.), 1990. Veteran RI, hlm. 218-225 Pemerintah Darurat Republik Indonesia Dikaji Prawiranegara, S., 1986. “Pemerintah Darurat”, Ulang. Jakarta: Masyarakat Sejarawan Indo- dalam Colin Wild & Peter Carey (Peny.), Gelora nesia Api Revolusi, Sebuah Antologi Sejarah. Jakarta: Tirtoprodjo, S. 1985. “Nayaka Lelana”, dalam J.J. Ras, Gramedia, hlm. 198-205 Bunga Rampai Sastra Jawa Mutakhir. Jakarta: Rahardjo, R. (Ed), tt. Kirab Pemerintah Darurat RI di Jawa Grafitipers, hlm. 44-49 Timur. Surabaya: Himpunan Penulis dan Toer, P.A., Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, 2003. Sastrawan MKGR Jawa Timur Kronik Revolusi Indonesia, Jilid IV (1948). Jakarta: Ricklefs, M.C., 1995. Sejarah Indonesia Modern. KPG Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Zed, M., 1997. Somewhere in the Jungle. Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Sebuah Mata Rantai Sejarah yang Terlupakan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

88