JURNAL STUDI SOSIAL, Th. 5, No. 2, Nopember 2013, 80-88 Denyut Nadi “KPPD” di Jawa Timur 1948-1949 Ari Sapto Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri malang email: [email protected] Abstrak: KPPD (Komisariat Pemerintah Pusat di Djawa) merupakan bagian dari PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia), kehadirannya mengisi kekosongan pemerintahan akibat pimpinan nasional berhasil ditawan Belanda dalam Agresi Militer II. Sebelum ditawan wakil presiden sempat memerintahkan untuk membentuk pemerintah darurat. Di tengah konflik senjata yang berlangsung keberadaan KPPD jelas mempunyai arti penting, baik secara internal maupun eksternal dalam hidup bernegara. Upaya menghidupkan KPPD dalam situasi konflik senjata di salah satu wilayah menjadi bukti bahwa RI tidak hancur dengan serangan militer. Kata-kata kunci: pemerintah darurat, eksistensi, Jawa Timur Abstract: KPPD (Komisariat Pemerintah Pusat di Jawa), Commisariat of Central Government in Djawa is part of PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) emergency government of Indonesia Republic, the existence it to fill in the empty of government because of national leader was succeeded to be arrested by Nederland in second military aggression. Before being arrested vice president gave command to make emergency government. In middle of conflict which was on going, the existence of KPPD had importance meaning in external or internal in life of state. The trying to live KPPD in conflict situation of gun in one of area to be the prove that RI was not collapse because of military aggression. Key words: Emergency government, existence, East Java Pasca persetujuan Renville proses perundingan itu akan dipakai oleh wakil KTN Cochran untuk diplomatik antara Indonesia dengan Belanda tampak terbang ke Yogya memberitahu pemerintah Republik tanda-tanda akan menemui jalan buntu. Kalangan mengenai keputusan sepihak Belanda itu. Pada pukul militer Republik menganggap perundingan dengan 01.00 Soedjono ditangkap (Agung, 1991: 206-207). Belanda sebagai taktik mengulur waktu. Memberikan Praktis Soedjono hanya sempat memegang surat waktu yang cukup bagi Belanda untuk memperbesar pembatalan gencatan senjata selama 1 jam 20 menit. kekuatan militer. Kebuntuan perundingan diamati Hingga perang berakhir pemberitahuan pembatalan betul oleh para pemimpin Republik, baik sipil maupun gencatan senjata secara resmi tidak pernah diterima militer, sehingga timbul keyakinan bahwa serangan oleh Pemerintah RI di Yogyakarta. Belanda hanyalah soal waktu saja. Argumen ini di- Pada tanggal 19 Desember 1948, pagi-pagi perkuat adanya kenyataan bahwa ketua delegasi tentara Belanda dengan menggunakan lintas udara Belanda, Stikker, tidak kembali ke Yogyakarta dan menyerang lapangan terbang Maguwo. Pukul 05.45 tuntutan Belanda yang praktis tidak mengalami datang lima pesawat Jagers, tidak lama kemudian perubahan. Semakin diperkuat juga dengan adanya disusul enam pesawat sejenis sambil menembaki pelanggaran-pelanggaran gencatan senjata (Surat sasaran di bawah. Gemuruh suara pesawat, rentetan Tentara, Yogya Dokumenten, ANRI, no. inv. 318). tembakan, dikira penduduk sebagai bagian dari Hari Sabtu, malam minggu, tanggal 18 Desember latihan perang-perangan tentara Republik yang 1948 jam 23.40, anggota delegasi Belanda J. Riphagen sebelumnya memang telah diumumkan. Tujuan memberitahukan melalui surat kepada Soedjono, Belanda dalam Agresi Militer II adalah menghan- Sekretaris Jenderal Delegasi Republik di Jakarta, curkan Negara Republik Indonesia yang diproklama- bahwa nanti jam 24.00 malam gencatan senjata sikan Sukarno-Hatta 17 Agustus 1945. Rencana itu dipandang tidak berlaku lagi. Oleh karena tidak ada akan segera terwujud dengan cara menduduki kemungkinan mengirim kawat ke Yogyakarta malam ibukota dan menangkap para pemimpinnya. itu juga, maka pemerintah Republik di Yogyakarta Menurut penguasa Belanda lahirnya Republik bukan tidak dapat menerima kabar tentang pembatalan dari kebangkitan kembali nasionalisme rakyat. gencatan senjata itu dengan resmi. Surat pernyataan Republik adalah produk daripada kolaborator Indo- Dr. Beel atas nama pemerintah Belanda tidak segera nesia. Republik akan hancur apabila para pemimpin- disampaikan ke Yogya karena semua hubungan nya ditangkap. Pada “rencana pendudukan menye- telepon/telegram telah diputus. Demikian pula pesa- luruh” yang digagas militer Belanda, perlawanan ter- wat Amerika dilarang terbang. Sejatinya pesawat gantung kepada kelompok pemimpin yang mem- 80 80 Ari Sapto, Denyut Nadi “KPPD” di Jawa Timur 1948-1949 pengaruhi massa. Oleh karena itu aksi akan berjalan panggilan untuk kembali ke Yogyakarta guna dengan cepat apabila pemimpin-pemimpin itu menghadapi perundingan dengan Belanda. dilumpuhkan (Groen, 1991: 29). Setelah itu Belanda Perundingan lanjutan dengan delegasi Belanda yang akan mendirikan negara sesuai dengan keinginan- dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Stikker. Seperti nya, yaitu negara federal yang mempunyai hubungan terlihat nanti, hasil perundingan tidak membuahkan dengan Belanda. RI perintang keinginan ini, hasil. Semakin menambah keyakinan Moh. Hatta karenanya harus dihancurkan. Pihak Belanda yakin bahwa Belanda menjadi tidak sabar dan segera dengan menguasai ibukota, menawan pemimpin- memanfaatkan kekuatan militer. Saat Moh. Hatta pemimpinnya, dan menguasai kota-kota penting, RI harus meninggalkan Sumatera, Syafruddin telah habis. Anggapan ini keliru, sebab RI adalah cita- Prawiranegara dan beberapa pejabat masih tetap cita yang telah hidup lebih dari 30 tahun yang lalu. tinggal di Sumatera. Moh. Hatta selanjutnya Dipupuk oleh semangat dan disiram oleh berbagai mengeluarkan Ketetapan Wakil Presiden No. 84/ problem, sehingga cita-cita tidak akan hilang WKP/Sum/48 tanggal 26 Nopember 1948 yang berisi demikian saja oleh gempuran militer Belanda. Satu petunjuk-petunjuk umum bagi Komisariat hal yang dilupakan, demi cita-cita itu para pejuang Pemerintah Pusat di Sumatera (Chaniago, 1989: 75- rela menyerahkan dan mengerahkan apa saja, 77). Menurut Syafruddin Prawiranegara pada waktu termasuk yang paling berharga: nyawanya. itu muncul gagasan membagi pemerintahan menjadi Tulisan ini mencoba mencari jawab terhadap tiga untuk meneruskan perjuangan. Presiden Sukarno permasalahan bagaimana tanggapan daerah akan memimpin perjuangan diplomasi internasional terhadap situasi nasional. Lebih khusus lagi mencoba dari luar negeri. Wakil Presiden/Perdana Menteri mengetahui keberadaan KPPD (Komisariat Moh. Hatta akan memimpin perjuangan dari suatu Pemerintah Pusat di Djawa) sebagai upaya mengisi tempat di Sumatera. Beberapa orang menteri dan kekosongan pemerintahan akibat ditawan pimpinan pimpinan Angkatan Perang akan meneruskan nasional. Jawa Timur dipilih dengan pertimbangan perjuangan di Jawa (Rosidi, 1986: 107). bahwa aktifitas sebagian anggota KPPD berada di Moh. Hatta juga melakukan kontak dengan Jawa Timur. Nehru melalui konsul India agar Presiden dan Sjahrir diterbangkan ke India untuk mengangkat persoalan PDRI: Rencana Menjadi Kenyataan RI di luar negeri, sekaligus melindungi dari Pada tanggal 18 Nopember 1948 Moh. Hatta, kemungkinan terbunuh jika serangan Belanda benar- Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara, benar terjadi (Zed, 1997: 58). Dalam rapat kabinet dan beberapa pejabat tinggi berangkat ke Bukittinggi tanggal 16 Desember 1948 diputuskan, karena dalam rangka penyelesaian masalah militer dan Presiden akan pergi ke India dan PM Moh. Hatta kemungkinan pendirian pemerintahan darurat di mengambil cuti karena sakit, maka pemerintahan Sumatera (Imran, Djambari, Chaniago, 2003: 54; Zed, akan dijalankan oleh Soekiman, Soesanto Tirtoprodjo, dkk., 1997: 580). Bagi Moh. Hatta kunjungan ini untuk dan Djuanda (Yayasan 19 Desember 1948, 1994: 52; yang keduakalinya. Perjalanan Moh. Hatta pertama Imran, Djamhari, Chaniago, 2003: 54) ke Sumatera berlangsung tanggal 3 Juni 1947. Dalam rapat kabinet yang diadakan untuk Kunjungan pertama berkaitan dengan meletusnya menghadapi situasi gawat akibat Agresi Militer dua revolusi sosial, masing-masing di Aceh dan Belanda II diputuskan bahwa pimpinan Sumatera Timur. Alasan lain kunjungannya pemerintahan tidak akan mengungsi, memberikan berkaitan dengan pemberontakan yang muncul di mandat kepada menteri kemakmuran yang sedang kampung Moh. Hatta sendiri pada 3 Maret 1947. berada di Sumatera, dan jika usaha Syafruddin Pemberontakan ditujukan kepada pegawai sipil dan Prawiranegara gagal maka perwakilan RI di luar militer (Zed, dkk., 1997: 39; Rosidi, 1986: 107). negeri (sedang berada di New Delhi) diperintahkan Dalam kunjungannya kedua ini Moh. Hatta untuk membentuk pemerintahan di pengasingan melakukan persiapan-persiapan untuk memindah- (Chaniago, dkk., 1989: 102). Rupanya Sukarno-Hatta kan pemerintahannya ke Bukittinggi, jika sekiranya percaya akan kekuatan strategi diplomasinya. Peran terjadi serangan Belanda di Jawa. Moh. Hatta memilih Hatta dalam pengambilan keputusan sidang kabinet Sumatera sebagai kedudukan pemerintahan darurat, menjadi penting, karena selain sebagai PM juga karena Sumatera memberi kemungkinan yang jauh sebagai Menteri Pertahanan. Hatta yakin akan lebih menguntungkan untuk melanjutkan perang dukungan internasional terhadap legalitas gerilya. Bagi Moh. Hatta, Sumatera adalah daerah pemerintahannya. Didasarkan kemenangannya atas alternatif dan sekaligus masa depan perjuangan. kekuatan-kekuatan prokomunis pada Peristiwa Diperhitungkan luas daerah dan faktor ekonomi. Madiun. Keberhasilan itu paling tidak membuka Sumatera jelas lebih luas dan relatif belum banyak peluang Republik mendapat dukungan dari Barat, dibuka.
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages9 Page
-
File Size-