PANTANG LARANG DALAM PEMBUATAN PADA MASYARAKAT MELAYU TALAWI BATUBARA

SKRIPSI

DIKERJAKAN OLEH :

MUHAMMAD FADIL HAKIM

NIM : 150702035

PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

1

Universitas Sumatera Utara 2

Universitas Sumatera Utara

i

Universitas Sumatera Utara

ii

Universitas Sumatera Utara

iii

Universitas Sumatera Utara

PANTANG LARANG DALAM PEMBUATAN TAPAI PADA MASYARAKAT MELAYU TALAWI BATUBARA

OLEH: MUHAMMAD FADIL HAKIM

ABSTRAK

Penelitian .ini mengenai Pantang Larang Dalam pembuatan Tapai Pada Masyarakat Melayu Talawi Batubara. Penelitian ini. bertujuan untuk mengetahui makna dan bentuk pantang larang dalam pembuatan tapai pada masyarakat Melayu Batubara, serta makna pantang larang apa saja yang terdapat di dalam pembuatan tapai pada masyarakat Melayu Batubara, dan mengetahui .makna pantang larang dalam pembuatan tapai pada masyarakat. Melayu Batubara. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah peneliltian kualitatif .dengan pendekatan deskriptif. Berdasarkan metode penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: Bentuk dan makna pantang larang dalam pembuatan tapai .pada masyarakat Melayu Batubara, serta makna pantang larang yang terdapat dalam pembuatan tapai pada masyarakat Melayu Batubara. …………………………………………………………

Kata Kunci:Folklor, Pantang larang, Pembuatan Tapai………………………

iv

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa.. Ta’ala yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada program studi

Sastra Melayu Fakultas Ilmu budaya Universitas Sumatera Utara Medan.HHH

Skiripsi ini berjudul: Pantang Larang Dalam Pembuatan Tapai Pada

Masyarakat Melayu Talawi Batubara. Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh dalam skripsi ini penulis memaparkan rincian sistematika sebagai berikut: Bab I berisi tentang pendahuluan, .yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan defenisi operasional pantang larang. Bab II membahas tentang .kajian yang relevan dibagi atas, kosmologi masyarakat Melayu Batubara, teori dan pendekatan. Bab III membahas tentang metode .penelitian, dibagi atas metode dasar, lokasi penelitian, instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab IV membahas tentang tahap-tahap dan pantangan pembuatan tapai pada masyarakat Melayu Batubara, serta makna dan tujuan adanya pantang larang di dalam pembuatan tapai pada masyarakat Melayu

Batubara. Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran.…….

Penulis.menyadari bahwa skripsi penelitian ini belum .sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. FIFRUFH.RUKG

Medan, Penulis,

Muhammad Fadil Hakim

ii

Universitas Sumatera Utara

ابسترک

ڤ نل ي ت ين اي ن مڠناءي ڤ ان تڠ الرڠ دالم ڤ م بوات ن ت اڤ اي ڤ د مشارک ت مالي و ت االوي ب ات وب ار۔ ڤ نل ي ت ين اي ن ب رت وجوان اون توق مڠ تاهوءي مع نا دان ب ن توق ڤ ان تڠ الرڠ دالم ڤ م بوات ن ت اڤ اي ڤ د مشارک ت مالي و ب ات وب ار، سرت ا معنا ڤ ان تڠ الرڠ اڤ ساج ي ڠ ت رداڤ ت ددالم ڤ م بوات ن ت اڤ اي ڤ د مشارک ت مالي و ب ات وب ار۔ اداڤ ون جن يس ڤ نل ي ت ين ي ڠ دݢ وناک ن اداله ڤ نل ي ت ين ک وال ي تات يف دڠن ڤ ندک تن دسكرڤ تف۔ ب رداسرک ن ص يل مي تودى ڤ نلي تين ت رس بوت دڤ راول يه حا س باݢ اي ب ري كوت: ب ن توق دان معنا ڤ ان تڠ الرڠ دالم ڤ م بوات ن ت اڤ اي ڤ د مشارک ت مالي و ب ات وب ار، سرت ا معنا ڤ ان تڠ الرڠ ي ڠ ت رداڤ ت دالم ڤ م بوات ن ت اڤ اي ڤ د م شارک ت مالي و ب ات وب ارا

Medan, Penulis,

Muhammad Fadil Hakim

iii

Universitas Sumatera Utara

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat banyak bimbingan, petunjuk saran dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.s selaku Dekan fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A selaku Ketua Program Studi Sastra

Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan juga selaku

pembimbing I penulis, yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga

serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A,Ph.D, selaku sekretaris

Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara.

4. Bapak/Ibu staf pengajar ataupun pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis baik lisan

maupun tulisan.

5. Terkhusus dan paling teristimewa kepada kedua orang tua penulis Suyadi

Syahputra dan Isa Nila Wati yang telah mengorbankan waktu, tenaga,

pikiran, dan air mata untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

v

Universitas Sumatera Utara

6. Kepada adik dan Kakak penulis Ade Maharani, Kak Tia, kak Indah, Bang

Efi, Bang Darma yang telah memberikan dorongan dan masukan atas

kendala yang dialami penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua rekan-rekan seperjuangan stambuk 2015, Dara, Nuja, Nawi,

Guntur, Nuri, Raka, Rambe, Juli, Syirri, Situmeang, Suhaima, Atika,

Angela, Latif, Abau, Dayat, Bedah, Dedek, Fitri, Sari, Icil, Mela, Netti,

Ilham, Nuri, Risa, Rocky, Umma, Ega, Yusri, Wiwin, Nining, Melati, Ika,

Liza, Budianto, Niam, Tomy yang telah berjuang bersama dan

memberikan bantuannya kepada penulis. Semoga sukses semua teman-

temanku, IMSAM “Ahooii”.

8. Kepada rekan-rekan tata usaha Bang Prayogo S.S, Kak Tri, yang telah

memotivasi penulis agar tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada sahabat tersayang Adi Gunawan S.si telah memotivasi penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Kepada teman penulis Fitri Yani Pasaribu S.Si, Sry Rahayu Novita

Panjaitan S.Si, Dwi Khairani S.Si, Elvi Zahara S.Si yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi.

11. Kepada adik-adik Animal House Wina, Wardah, Atun, Olvita yang telah

menghibur dalam mengerjakan skripsi ini.

12. Kepada adinda junior Sastra Melayu Stambuk 17, 18, 19, 20 terimakasih

dinda atas doa dan dukungan adinda sekalian yang telah mendukung

penulis dalam mengerjakan skripsi ini dengan baik.

vi

Universitas Sumatera Utara

13. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang

telah membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Akhir kata atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya , berkat bantuan dari semua pihak skripsi ini terselesaikan dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Penulis,

Muhammad Fadil Hakim

vii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... iv KATA PENGANTAR ...... ii UCAPAN TERIMAKASIH ...... v DAFTAR ISI……………………………………………………………………..... s BAB 1 PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Batasan Masalah ...... 4 1.3 Rumusan Masalah ...... 4 1.4 Tujuan Penelitian ...... 5 1.5 Manfaat Penelitian ...... 5 1.6 Defenisi Operasional ...... 6 1.6.1 Pantang Larang...... 6 1.6.2 Tapai ...... 7 1.6.3 Masyarakat Melayu Batubara ...... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 9 2.1 Kajian Yang Relevan ...... 9 2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu Batubara ...... 11 2.3 Deskripsi Lokasi Penelitian ...... 12 2.3.1 Luas Dan Topografi Kecamatan ...... 12 2.3.2 Keadaan Penduduk ...... 13 2.2.1 2.4 Teori Dan Pendekatan ...... 15 2.4.1 Teori Folklor ...... 15 2.4.2 Interpretasi Semiotik ...... 18 BAB III METODE PENELITIAN...... 20 3.1 Metode Dasar ...... 20 3.2 Lokasi Penelitian ...... 21 3.3.Instrumen Penelitian ...... 21 3.4.Metode Pengumpulan Data ...... 21

viii

Universitas Sumatera Utara

3.4.1 Observasi ...... 21 3.4.2 Wawancara...... 21 3.4.3 Kepustakaan ...... 22 3.4.4 Dokumentasi ...... 22 3.5 Metode Analisis Data ...... 23 BAB IV PEMBAHASAN ...... 24 4.1. Sejarah Tapai ...... 24 4.1.1. Tradisi Pesta Tapai ...... 24 4.2. Tahap-tahap dan Pantangan Pembuatan Tapai Pada Masyarakat Melayu Batubara ...... 25 4.2.1. Memilih dan Mencuci Ketan atau Pulut ...... 25 4.2.2 Merebus Pulut atau Ubi ...... 27 4.2.3 Mentiriskan dan Mendinginkan Rebusan Pulut ...... 27 4.2.4 Proses Pemberian Ragi ...... 28 4.2.5 Proses Pembungkusan Tapai ...... 30 4.2.6 Proses Fermentasi Tapai ...... 32 4.3 Makna Tersirat dan Tersurat dalam Pantang Larang Membuat Tapai ...... 33 4.3.1. Pantangan Tidak Boleh Kotor Dalam Mebuat Tapai ...... 34 4.3.2. Diwajibkan Selalu Bersalawat Nabi ...... 34 4.3.3. Ragi Berjumlah Ganjil ...... 35 4.3.4. Menggunakan Daun Pisang ...... 35 4.3.5. Harus Memberikan Anak Lapisan Daun Pisang ...... 35 4.3.6. Tidak Boleh Mengumpat dan Berbicara Kotor ...... 36 4.3.7. Tidak Boleh Mengintip Tapai...... 36 4.3.8. Si Pembuat Tapai Tidak Boleh Cemberut dan Marah ...... 37 4.3.9. Tidak Boleh Berfikir atau Berfirasat Aneh ...... 37 4.3.10 Si pembuat Tapai Tidak Boleh Memukul Seseorang Ataupun Berbuat Kasar Terhadap Orang lain ...... 37 4.3.11 Si pembuatan Tapai Tidak Boleh Membuang Sesuatu Kejalan Atau Sembarang Tempat ...... 38 4.3.12 Pembuat Tapai Tidak Boleh Meninggalkan Rumah Dalam Kondisi Yang Kosong ...... 38 4.3.13 Tidak Boleh Berjalan Mendahulukan Kaki Kiri ...... 39

ix

Universitas Sumatera Utara

4.3.14 Pantang Larang Tidak Boleh Tidur Sejajar Dengan Pintu Rumah .... 39 4.3.15 Si Pembuat Tapai Harus Memakai Baju Yang Cerah ...... 40 4.3.16 Si Pembuat Tapai Diwajibkan Saat Subuh ...... 41 4.3.17 Pembuat Tapai Harus Duduk Bersila Saat Membuat Tapai ...... 41 4.3.18 Tidak Boleh Mengunyah Makanan Saat Mebuat Tapai ...... 42 4.3.19 Pengantin Baru Tidak Boleh Membuat Tapai ...... 42 4.3.20 Pembuat Tapai Keluar di Sore Hari ...... 43 4.3.21 Pembuat Tapai Boleh Mendirikan Tikar Dirumah ...... 43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 45 5.1 Kesimpulan ...... 45 5.2 Saran ...... 45 DAFTAR PUSTAKA ...... 47 Lampiran 1. Daftar Informan Penelitian ...... 48

x

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mayarakat di Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa dengan berbagai kebudayaan yang setiap suku bangsa memiliki kebudayaan dan ciri khas masing-masing kemajemukan kebudayaan melahirkan orientasi yang majemuk, salah satu fungsi kebudayaan bagi masyarakat adalah sebagai. sumber nilai yang menjadi objek orientasi (Bangun dalam Arisca, 2017:1).

Budaya merupakan suatu yang hidup, berkembang, dan bergerak menuju titik tertentu. Menurut konsep antropologi, kebudayaan sendiri berarti segala keseluruan sistem gagasan ataupun ide dari tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik bersama manusia dengan belajar (Koentjaraningrat dalam Ginting,2018:1). Kebudayaan berfungsi untuk menambah keanekaragaman budaya dalam masyarakat.Keanekaragaman budaya merupakan bukti akan adanya pola perilaku manusia yang berkembang dari waktu ke waktu.

Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai objek,menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam seleksi. perilaku yang ketat (Soelaeman,2005). Darmodiharjo (dalam Setiadi,2006:117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani.

Soekanto (1983:161) menyatakan, nilai dapat disimpulakn sebagai sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam .kehidupan masyarakat. Nilai-nilai yang dimiliki

1

Universitas Sumatera Utara

setiap manusia tersebut sangat beragam bergantung pada kesepakatan masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut seperti nilai moral,nilai religi,nilai estetika

(keindahan), dan sebagainya.

Kepercayaan rakyat atau sering disebut juga dengan yang namanya takhyul. Takhyul meyangkut kepercayaan yang diwariskan melalui media tutur kata. Tutur kata ini dijelaskan dengan syarat-syarat, yang terdiri atas tanda-tanda atau sebab-sebab yang diperkirakan akan menimbulkan sebuah akibat.

Menurut Danandjaja (dalam Sari,2016:3), takhyul adalah ungkapan tradisional yang terdiri atas satu atau dua lebih syarat, dan satu atau lebih akibat.

Beberapa dari syarat tersebut bersifat tanda, sedangkan syarat lainnya bersifat sebab. Salah satu contoh kepercayaan rakyat adalah pantang larang. Pantang larang terdiri atas dua kata “pantang dan larang”. Pantang berarti tabu, larangan, terlarang, sedangkan larang adalah mencegah agar sesuatu tidak dilaksanakan, memerintah untuk meninggalkan (Daryanto dalam Sari,2016:3). Pantang larang adalah salah satu warisan budayaKmasyarakat Melayu tradisional yang amat tinggi nilainya. Di dalamnya terkandung ungkapan yang merupakan khazanah bangsa yang dibina dari pengalaman hidup yang lalu hingga sampaiMkepada masyarakat kini. Pantang larang orangMMelayu tradisional merupakan kepercayaan masyarakatKMelayu zaman lampau berkaitan dengan adat dan budaya warisan nenek moyang. Kebanyakan pantang larang diturunkan secara lisan secara turun-temurun (Omar, 2014:77). ILHLIYRTYEDRYDTGY

Pantang larang adalah pantangan danKlarangan bagi setiap orang untuk melakukan sesuatu karena dapatKmenimbulkan hal-hal yang tidak baikKbukan saja terhadap dirinya sendiri,tetapi dapat pula kepada orang lain meurut Effendy

2

Universitas Sumatera Utara

(dalam Sari, 2016:4). Pantang larang merupakan khazanah kebudayaan yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Hal inilah yang membuatKpantang larang di satu daerah denganHdaerah lain atau antara satu suku dengan suku lain memiliki perbedaan atau keunikan tersendiri, pantang larang sebagaiKsalah satu produk kebudayaan yang melekat dengan masyarakat. Hampir di semua daerah atau sukuKmemiliki pantangan dan larangan (Stefanus,dkk,2014:2).

Hampir semua daerah di Indonesia memiliki makanan khasnya masing- masing. Mulai dari berbagai macam teknik pengolahan hingga cara penyajiannya.

Tidak hanya itu, masing-masing juga memiliki sejarah dan legendanya sendiri dalam pembuatan makanan tersebut. Misalnya makanan tapai dalam masyarakat

Melayu. Masakan Melayu diwarisi oleh para leluhur atau orang tua zaman dahulu dan masih tetap disukai hingga kini. Hal itu disebabkan makanan tersebut dibuat dengan berbagai bahan pendukung lainnya agar menimbulkan rasa yang lezat. ,M,

Dalam perkembangan sejarahnya hampir seluruh masyarakat Melayu mengenali makanan tapai ini. Dalam pembuatannya sendiri tapai ini memiliki berbagai pantangan dan larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para pembuatnya. Keistimewaan makanan kue tapai ini selalu disajikan pada saat acara perkawinan dan acara-acara hajatan atau menyambut bulan suci ramadhan dan hari Raya Idul Fitri, dan dalam acara hari besar lainnya.

Banyak masyarakat Melayu khususnya masyarakat Melayu di Kabupaten

Batubara kecamatan Talawi menjadikan makanan kue tapai ini sebagai penghasilan tambahan ekonomi, terlebih dengan adanya tradisi pesta tapai yang setiap tahun diadakan dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan, tradisi ini sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur kepada sang pemberi keberkahan

3

Universitas Sumatera Utara

dalam menyambut bulan penuh pengampunan yaitu bulan ramadan. Menurut penulis kajian yang penulis kaji ini penting, penting bagi masyarakat Talawi

Batubara sendiri yang dapat dijadikan sebagai alat pendokumentasian agar generasi-generasi berikutnya tetap megetahui dan tidak kehilangan warisan budaya Melayu tersebut. Pentingnya kajian ini bagi penulis sebagai sarana dalam memahami lebih dalam nilai-nilai luhur yang diajarkan di dalam pantang larang dalam pembuatan tape agar dapat mempertahankan warisan budaya sebagai cerminan akal budi pemiliknya. Inilah alasan penulis memilih judul Skripsi:

Pantang Larang Dalam Pembuatan Tapai Pada masyarakat Melayu Talawi

Batubara.HGUGTJF

TYYT

1.2 Batasan MasalahJIJILKJYRUYRDKYJGYJGKHU

Penelitian ini dibatasi pada nilai pantang larang dalam pembuatan tapai pada masyarakat Melayu Talawi Batubara. Batasan iniKdibuat agar peneliti lebih terfokus dan terarah kepada masalah tersebut sehingga tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas.JJIJOILHU

YFTUGLUKHLUIH

1.3 Rumusan Masalah K

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah tapai pada masyarakat Melayu Batubara?

2. Bagaimanakah tahap-tahap dan pantang larang dalam pembuatan tapai

pada masyarakat Melayu Talawi Batubara

4

Universitas Sumatera Utara

3. Bagaimanakah makna pantang larang dalam pembuatan tapai pada

masarakat Melayu Talawi Batubara?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk melestarikan makanan khas budaya Melayu, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan diatas yaitu

1. Untuk mengetahui sejarah tapai pada masyarakat Melayu Batubara.HHK

2. Untuk mengetahui cara pembuatan tapai yang dilakukan masyarakat

Melayu Talawi Batubara.BHGUYTUDRYDCFYH

3. Untuk mengetahui pantang larang apa saja beserta maknanya yang

terdapat dalam pembatan tapai pada masyarakat Melayu Batubara.UHIU

GH

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai banyak manfaat, seperti :

1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan .HYGYTJFRYDTFY

2. Sebagai upaya dalam pelestarian budaya tersebut yang sudah terkikis oleh

zaman.BHBUFTDRDHFGYKGU

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber atau rujukan bagi penelitian

lanjutan dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk kajian

yang lebih lanjut.HGKFTDYTKF

KH

5

Universitas Sumatera Utara

1.6 Defenisi OperasionalKKHGKCKTG Defenisi operasional dimaksudkan untuk menjabarkan variabel-variabel yang timbul dari suatu penelitian ke dalam indikator-indikator yang lebih terperinci.

1.6.1 Pantang Larang.

Pantang larang adalah salah satu warisan budaya masyarakat Melayu tradisional yang amat tinggi nilainya. Di dalamnya terkandung ungkapan yang merupakan khazanah bangsa yang dibina dari pengalaman hidup yang lalu hingga sampai kepada masyarakat kini.MPantang larang orang Melayu tradisional merupakan kepercayaan masyarakat Melayu zaman lampau berkaitan dengan adat dan budaya warisan nenek moyang. Kebanyakan pantang larang diturunkan secara lisan secara turun-temurun (Omar, 2014:77).

Pantang larang merupakan larangan keras terhadap suatu tindakan berdasarkan kepercayaan bahawa tindakan sedemikian terlalu suci atau terlalu terkutuk untuk dilakukan oleh orang biasa, dengan ugutan hukuman oleh kuasa ghaib.Larangan-larangan sedemikian wujud dalam rata-rata semua masyarakat.

Arti pantang larang juga sedikit sebanyak diluaskanKdalam bidang sains sosial untuk memaksudkan larangan kerasMterhadap sebarang bidang kegiatan manusia atau adat yang suciMatau terlarang berasaskan penilaian akhlak dan kepercayaan agama. Melanggar pantang larang itu lazimnyaKdi kecam oleh masyarakat pada umumnya tidak sekedar sebahagian dalam budaya.ROZ

AANJHAHGAHFS

6

Universitas Sumatera Utara

1.6.2 Tapai

Tapai atau tape adalah kudapan yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat sebagai substrat oleh ragi, dengan cita rasa manis.

Dikabupaten Batubara terdapat tradisi pesta tapai yang biasanya dilakukan masyarakat pesisir laut, yang dilakukan secara turun-temurun karena merupakan warisan dari nenek moyang. Tradisi pesta tapai dilakukan dengan cara menjual makanan berupa tapai, dan kue khas Melayu lainnya. Hajatan yang identik dengan pesta kuliner iniKsebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur masyarakat kepada sang pencipta dan pemberi keberkahan dalam menyambut bulan puasa di bulan suci ramadhan.

1.6.3 Masyarakat Melayu Batubara

Penduduk Kabupaten Batubara didominasi oleh etnis Melayu, kemudian diikuti oleh orang-orang Jawa, dan Suku Batak. Orang Mandailing merupakan sub-etnis Batak yang paling banyak bermukim disini. Etnis Jawa atau yang dikenal dengan Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatra) mencapai 44% dari keseluruhan penduduk Batubara. Mereka merupakan keturunan kuli-kuli perkebunan yang dibawa para pekebun Eropa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Selain itu orang Minangkabau juga banyak ditemui di kabupaten ini.

Sejak abad ke-18, Batubara telah menjadi pangkalan bagi orang-orang kaya

Minangkabau yang melakukan perdagangan lintas selat.

Mereka membawa hasil-hasil bumi dari pedalaman Sumatra, untuk dijual kepada orang-orang Eropa di Penang dan Singapura. Seperti halnya Pelalawan,

Siak, dan Jambi; Batubara merupakan koloni dagang orang-orang Minang di pesisir timur Sumatra. Dari lima suku (klan) asli yang terdapat di Batubara yakni

7

Universitas Sumatera Utara

Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh dan Suku Boga, dua di antaranya teridentifikasi sebagai nama luhak di Minangkabau, yang diperkirakan sebagai tempat asal masyarakat suku tersebut.KGFHRSTHESFH

8

Universitas Sumatera Utara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Yang Relevan H

Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan- catatan, dan laporan-laporan yang hubungannya dengan masalah yang dipecahkan untuk menghindari terjadinya duplikasi (Nazir, 2014:79). Alasan penulis melakukan studi kepustakaan adalah sebagai bahan referensi, teori, dan konsep yang berhubungan dengan tulisan penulis. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam penyelesaian permasalahan dalam penulisan.

Penulis menjadikan SkripsiHSimalango (2010): HataHTongka Pada

Masyarakat Batak Toba: KajianHFolklor, sebagai bahan perbandingan. Dalam skripsi tersebut Simalango membagi jenis-jenis Hata Tongka (Pantang Larang) ke dalam beberapa jenis pantang larang, dan mencari fungsi-fungsi Hata Tongka dalam masyarakat Batak Toba. Simalango menemukan 115 pantang larang yang terdapat dalam masyarakat Batak Toba di Desa Gorat Pallombuan. Setiap pantang larang tidak tertumpu pada satu aspek saja, akan tetapi terbagi ke dalam beberapa aspek yang mempunyai tujuan dan maksud yang berbeda seperti pantang larang yang berisi nilai-nilai pengajaran etika, sopan santun, pemeliharaan lingkungan, pemeliharaan kesehatan, serta pemeliharaan hutan.

Pantang larang berfungsi sebagai media dalam menyampaikan ajaran moral, sebagai hiburan dan tanda larangan, sebagai media pengajaran sopan santun, upaya dalam pemeliharaan lingkungan, sebagai alat pendidikan anak-anak dan

9

Universitas Sumatera Utara

remaja, serta sebagai cerminan peradaban masyarakat yang tinggi dalam menjunjung adat dan tradisi masyarakat Batak Toba.KJHKUHHLULIHUTFKK

Selain Skripsi Simalango (2010), penulis juga menjadikan Jurnal yang ditulis

Stepanus dkk (2013) Pantang Larang Masyarakat Dayak SungkungHKecamatan

Siding Kabupaten Bengkayang: Suatu KajianISosiolinguistik. Didalam jurnal iniGStepanus, dkk membuat pendeskripsian makna, fungsi, klasifikasian, dan kedudukan Pantang larang dalam masyarakat Dayak Sungkung. Dalam masyarakat Dayak Sungkung, Pantang Larang dijadikan sebagai penuntun hidup dan pedoman dalam melakukan suatu perbuatan.. Dan juga Skripsi Sari (2016) yang berjudul: Pantang Larang Masyarakat Melayu di Kecamatan Siantan: Suatu

Kajian Folklor. Di dalam tulisan ini Sari mencoba untuk mengklasifikasikan pantang larang yang terdapat di Kecamatan Siantan, dan memaparkan makna yang terkandung di dalam Pantang larang tersebut. Pantang larang dibuat pasti ada sebab-sebab tertentu yang melatar belakanginya. J

Adapun kajian penulis berjudul: Pantang Larang Dalam Pembuatan Tapai

Pada Masyarakat Melayu Talawi Batubara. Kajian yang penulis lakukan hampir mirip dengan kajian yang ditulis oleh Sari (2016). Namun, di dalam kajian penulis hanya membahas klasifikasi dan makna yang terkandung saja. Kemudian cara penulis mengklasifkasikanHPantang Larang itu sendiri berbeda konsep dengan yang dilakukan oleh Sari (2016:12). Pada dasarnya semua studi pustaka yang penulis paparkan di atas memang mengkaji tentang Pantang larang. Akan tetapi, penulis melihat Pantang larang dari sudut pandang yang berbeda dengan kajian penelitian yang sudah ada sebelumnya.

10

Universitas Sumatera Utara

2.2 Kosmologi Masyarakat Melayu BatubaraMKPUI;IYLI

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian kosmologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti asal-usul, struktur hubungan ruang waktu dalam alam semesta. Menurut Syaifuddin (2015:23) kosmologi selalunya bartitik tolak dari kisahkisah yang diistilahkan sebagai mitos, sakral, dan kepercayaan yang berasaskan dari tradisi lisan suatu masyarakat atau etnik. Ia merupakan sebagian dari tradisi rakyat baik terkemas dalam seni, sastra ataupun budaya tradisi rakyat.

Kemudian ia dikaitkan dengan kearifan lokal masyarakatnya.

Hubungkait sifat bahasa, seni, sastra lisan, sistem kepercayaan dan agama serta adat istiadat dengan kosmologi masyarakatKMelayu, khususnya yang berdomisili di Pesisir Timur kepada sifat manusia, alam semesta, alam ghaib, kehidupan manusia serta magis lebih nampak dan setara. Hubungkait ini biasanya lebih menunjukkan kepercayaan masyarakat Melayu terhadap kebudayaan, khususnya tentang kearifan tradisinya.

Syaifuddin secara jelas mengungkapkan bahwa kosmologi masyarakat

Sumatera Timur juga mempunyai kaitan dengan kepercayaan tradisional, yaitu mempercayai bahwa alam semesta wujud sebagai kesatuan alam nyata dengan alam ghaib. Oleh karena itu, mereka percaya apabila terjadi perubahan di alam nyata adalah manifestasi yang diperlihatkan oleh kuasa dari alam ghaib. Hal ini terwuud sebagai fenomena alam seperti gagal panen, kemarau, angin kencang dan lain-lain. Selain itu, masyarakat Melayu Sumatera Timur menggunakan alam nyata bagi memenuhi keperluan hidupnya.JTHJFGJ

Masyarakat Melayu Sumatera Timur dalam menjalani hidup mengikuti peraturan yang sudah digariskan atau ketentuan alaminya. Hal demikian juga

11

Universitas Sumatera Utara

dilakukan oleh masyarakat Melayu Batubara. Masyarakat tersebut senantiasa menjaga sikap dan perilaku di kehidupan sehari-hari. Mereka memelihara nilai- nilai sosial dalam berinteraksi dengan sesama. Hal ini wujud dari keinginan memelihara dan menjaga keseimbangan alam dengan membina nilai-nilai dalam kehidupan.J

2.3 Deskripsi Lokasi Penelitian

2.3.1 Luas Dan Topografi Kecamatan

Kecamatan Talawi merupakan salah satu Kecamatan yang terletak di

Kabupaten Batubara, dengan luas wilayah sekitar 91,55 km (9.156 Ha) yang terdiri dari 19 Desa dan satu Kelurahan Labuhan Ruku. Keadaan alam Kecamatan

Talawi adalah daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-4,5 m dpl yang berbatasan dengan Selat Malaka. Daerah Kecamatan Talawi beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu berkisar antara 28-37 ‘C. Kedua musim ini sangat dipengaruhi oleh arah angin laut yang membawa hujan dan angin gunung yang membawa panas dan lembab Secara

12

Universitas Sumatera Utara

administratif, Kecamatan ini mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:ITI7YIUUUUUUUUUUUUUUUUUUYRUY

-Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.VHBJHKJKJ

-Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Tiram.

-Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lima Puluh

Desa Sei Muka Dusun II Merbo Dalam terletak di Kecamatan Talawi,

Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 23 Km2 yang terdiri dari 10 Dusun dengan ketinggian 0-2 m dpl, sehingga daerah tersebut termasuk dalam daerah dataran rendah, dimana curah hujan rata- rata sebesar 2.000 mm/tahun dan suhu rata-rata 28-36 "C Jarak Desa Dahari

Selebar dengan pusat pemerintahan Kecamatan adalah 38 Km, jarak dengan pusat pemeritahan Kabupaten adalah 22 Km, dan jarak dengan pusat pemerintahan

Provinsi adalah 177 Km. Secara administratif, Kelurahan ini mempurnyai batas- batas wilayah sebagai berikut:77Y6665T756555555555555555555555

-Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka/Desa Sei Bejangkar

-Sebelah Selatan berbatasan dengan Labuhan Ruku/Desa Padang Genting

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Binjai Baru

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Suka Maju

2.3.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Sei Muka pada tahun 2018 adalah sebanyak 3660 jiwa, dengan jumlah keluarga 872 Kepala Keluarga (KK). Keadaan penduduk di

Desa Sei Muka dapat dirinci pembagiannya Adapun rincian pembagian keadaan penduduk yaitu jenis kelamin, bahasa, agama, dan mata pencahariannya.

13

Universitas Sumatera Utara

2.3.2.1 Jenis Kelamin

Penduduk Desa Sei Muka Kecamatan Talawi berjumiah 3660 jiwa.

Secara rinci keterangan mengenai penduduk Desa Sei Muka menurut jenis kelamin yaitu laki-laki 1797 jiwa dan perempuan 1863 jiwa. Sumber : Monografi

Desa Sei Muka, 2018.HYIGLFUTFOUY9PIU8OYGIUFGIYGUOF

2.3.2.2 Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi dalam kehidupan manusia digunakan oleh penduduk di setiap daerah untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya, karena tanpa bahasa orang akan menggalami kesulitan dalam memahami apa yang kita inginkan dan yang kita bicarakan. Desa Sei Muka terletak di daerah kecamatan Talawi yang termasuk dalam suku Melayu, maka bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu Batubara. Dalam keseharian masyarat desa menggunakan bahasa Melayu Batubara dengan akhiran vokal O. Dimana diakhir kata ada huruf hidup (a, i, u, e, o) maka akan diganti dengan huruf O seperti pada pemakaian kata apo (apa), kemano (kemana), bilo (bila) dan sebagainya.

2.3.2.3 Agama

Penduduk Desa Sei Muka dimana total penduduk sebanyak 3660 jiwa tersebut, tidak ada yang non-muslim, semua penduduk beragama islam. Hal ini ditandai dalam pembinaan terhadap umat beragama dimana masyarakat mengadakan pengajian rutin yang pelaksanaannya dilaksanakan di Masjid dan khususnya anak-anak setelah melaksanakan shalat maghrib maka mereka selalu mengaji kerumah ustazd yang ada dikampung tersebut.

14

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.4 Mata Pencaharian

Masyarakat Desa Sei Muka memiliki mata pencaharian yang beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mata Pencaharian masyarakat

Desa Sei Muka Dusun II Merbo sebagian besar adalah Nelayan (80% ),

Perekonomian (10 %) , jasa dan lain-lainnya (10% ) Dengan mayoritas nelayan, laut tempat yang sangat penting untuk mencari nafkah.

2.4 Teori Dan Pendekatan

Teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi. Sedangkan

Pendekatan adalah proses, perbuatan, atau cara mendekati. Dikatakan pula bahwa pendekatan merupakan sikap atau pandangan tentangUsesuatu, yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang paling berkaitan. Turner (dalam

Sitepu, 2012:23).

2.4.1 Teori FolklorMJGMKJKJKJG

Kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Menurut Alan

Dundes (dalam Danandjaja, 1982:1) folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan.USehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.NNGXNGXCNGNH

Jadi, folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda,

15

Universitas Sumatera Utara

baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Folklor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan.HJHGJGHJHG

2. Folklor bersifat tradisionalGHJGHJGUJKGCH

3. Folklor ada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.JFGJHFJ

4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.

5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.HFJHJGH

6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif.

7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.HGJHGJHGJHGJKGKUKUKU

8. Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu.UKJHL,JHVLJH

9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatannya kasar ataupun terlalu sopan.;JKL

Menurut Brunvand (1982:65) seorang ahli folklor Amerika Serikat, folklor digolongkan kedalamKtiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan.HJKLHJKLJGKGHKGJ

Bentuk folklor yang termasuk kedalam kelompok besar ini antara lain: bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat.HGKJHK.KHLGHKGH

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor ini adalah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater, tari rakyat, adat-istiadat, upacara,

16

Universitas Sumatera Utara

dan pesta rakyat. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu material dan bukan material.KJKJKJJ

Material terdiri atas: arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, masakan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Bukan material terdiri atas: gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat.gyjgyjgjgkgfkhujlgh

Salah satu bagian dari folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat.

Kepercayaan rakyat atau disebut juga takhyul menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan) yang diwariskan melalui media tutur kata. Tutur kata ini dijelaskan dengan syarat-syarat, yang terdiri dari tanda-tanda atau sebab-sebab dan diperkirakan akan menimbulkan adanya akibat. Takhyuljdapat terbentuk berdasarkan hubungan sebab akibat menurut hubungan asosiasi dan berdasarkan perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja yang menyebabkan suatu akibat. Ljlhlhjkghgfg

Hand (dalam Danandjaja, 1982:154) menggolongkan takhyul kedalam empat golongan besar yaitu takhyul disekitar lingkaran hidup manusia, takhyul mengenai alam gaib, takhyul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia, dan jenis takhyul lainnya. Di dalam takhyul disekitar lingkungan hidup manusia, Hand membaginya ke dalam tujuh kategori:hfgjgfhgjfgjgjfjgjf hgkhgkjkfchf

1. Lahir, masa bayi, dan kanak-kanakngfnhnjgmghmhdg

2. Tubuh manusia, dan obat-obatan rakyathnhnmhgmgjm

3. Rumah, dan pekerjaan rumah tanggajhjgmjkhm,jhkjhkj

17

Universitas Sumatera Utara

4. Mata pencaharian, dan hubungan socialjkjkjkj

5. Perjalanan dan perhubungankjkkjk

6. Cinta, pacaran, dan menikahkjkjkjk

7. Kematian dan adat pemakaman. Kepercayaan sekitar lingkaran hidup manusia merupakan semua kepercayaan rakyat yang mengenai sekitaran kelahiran (masa hamil), kelahiran sampai seorang anak menjadi dewasa.fhgfydhfgmhghgfg

2.4.2 Interpretasi Semiotik

Folklor adalah bagian wujud ekspresi budaya, sebagai karya budaya folklor banyak menyimpan tanda. Tanda tanda folklor tersebut menyiratkan makna, baik makna tersirat maupun makna tersurat (Endaswara, dalam Sari

2016).vxvcxvcxv

Makna tersirat adalah makna kata yang bisa dipahami dengan cara yang tidak langsung, makna ini dapat dipahami setelah benar-benar membacanya.

Makna tersurat adalah makna kata yang mudah dipahami karena makna tersebut sudah ada di dalam sebuah tulisan, yang tidak diperlukan penafsiran.

Di dalam memahami makna yang terkandung di dalam Pantang Larang, perlu diungkapkan makna tersirat (makna terdalam) dan makna tersurat (makna tekstual). Pengertian makna tersirat di dalam Pantang Larang adalah makna yang diperoleh dari pemaknaan secara mendalam terhadap teks Pantang Larang, yaitu pemaknaan atau pemahaman yang mengatakan bahwa Pantang Larang yang disampaikan oleh para pengguna tidak hanya sekadar menakut nakuti, tetapi dibalik kata yang cenderung ‘menakuti’ tersebut ada maksud dan tujuan yang ingin disampaikan. Sedangkan pengertian makna tersurat dalam Pantang Larang adalah makna yang terkandung dalam Pantang Larang yang dimaknai oleh

18

Universitas Sumatera Utara

masyarakat sebagai sebuah larangan yang hanya menakut-nakuti (akibat dari larangan), (Stefanus, dkk, 2014:10).

19

Universitas Sumatera Utara

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasarg

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan mengklarifikasikan pantang larang dalam pembuatan tapai pada masyarakat

Batubara. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa, mungkin juga belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentajaraningrat dalam Ginting 2018: 20), sedangkan menurut

SuryabrataTS, (dalam Ginting 2018:20)bpenelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.jliuuopio[higpoijhpg9j

Dalam mengumpulkan data-data yang nantinya dapat digunakan untuk menjawab segala permasalahan yang ada, Nettl, (dalam Sari 2016:22) menawarkan cara kerja yaitu dengan cara lapangan (field work). Dalam penelitian lapangan penulis langsung berinteraksi dengan komunitas atau masyarakat yang dibutuhkan.

20

Universitas Sumatera Utara

3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang penulis lakukan berada di Desa Sei Muka Dusun II

Merbo Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.

3.3. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data penelitian. Pemilihan instrument penelitian disesuaikan dengan karakteristik masalah yang hendak dicapai. Dengan demikian, peran penulis dalam penelitian ini sangat penting karena keberadaanya tidak dapat diwakili oleh siapa pun.

Dalam suatu penelitian instrumen sangat memegang peranan yang penting berhasil atau tidak suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan dalam penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah penulis menggunakan buku dan alat tulis lengkap, yaitu untuk mencatat informasi yang didapat dari lapangan, penulis juga menggunakan handphone dan kamera

Handphone untuk perekaman audio dan perekaman video serta untuk mendapatkan dalam bentuk gambar.HVHCF

3.4. Metode Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

3.4.1 Observasi Observasi adalah yakni mengadakan pengamatan atau peninjauan langsung ke lokasi tempat penelitian, dari observasi ini guna merancang desain pengumpulan data yang diperlukan.GGFYFTYFFFFFFFFFFFFFFFFFFF

3.4.2 Wawancara Wawancara atau interview, yakni mengadakan wawancara terhadap informan, bertanya langsung tentang hal-hal yang berhubungan serta mencatat semua jawaban yang diberikan. Wawancara tidak langsung, dilakukan sambil

21

Universitas Sumatera Utara

bercakap-cakap, lalu dicatat data yang diperlukan. Maka peneliti menentukan informan penelitian yang diharapkan memiliki kemampuan untuk memberikan data informasi terhadap masalah yang sedang dikaji.MDalam penelitian ini, informan penelitian (responden) ditentukan secara bertujuan, yakni orang-orang yang dipilih dan ditentukan memiliki kemampuan untuk menjelaskan fenomena dan gejala yang diteliti. Informan-informan penelitian tersebut adalah seperti masyarakat setempat, tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala camat, dan lembaga- lembaga adat.HGHFGFD

3.4.3 Kepustakaan

Studi pustaka merupakan langkah awal dalam metode pengumpulan data.

Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan.”Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada”. (Sugiyono,2005:83).

Studi pustaka merupakan Maka dapat dikatakan bahwa studi pustaka dapat memengaruhi kredibilitas hasil penelitian yang dilakukukan.

3.4.4 DokumentasiFUFYTDRJYDYTJDMUT

Dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, agenda dan lain sebagainya (Arikunto,2006:236). Dalam penelitian ini, metode dokumentasi yang dilakukan penulis adalah dengan mengumpulkan data-data melaluiMpencatatan atau data-data tertulis, perekeman audio, video audio, serta

22

Universitas Sumatera Utara

dokumentasi dalam bentuk gambar yang ada di kawasan Kecamatan Talawi

Kabupaten Batubara.,M,M

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah cara peneliti dalam mengolah data yang mentah sehingga menjadi data yang cermat atau akurat dan ilmiah. Pada dasarnya, dalam menganalisis data diperlulkan imajinasi dan kreatifitas sehingga diuji kemampuan si peneliti dalam menalar sesuatu. (Bulizuar dalam Ginting 2018:21).

Untuk menganalilsis data penelitiian ini penulis menggunakan metode Struktural

(Nettlle dan Bruno, dalam Ginting 2018), yaitu:

1. Mengidentifikasi data dari lapangan, mengidentifikasikan data dari lapangan

maksudnya adalah setelah data terkumpul dari lapangan maka diklarifikasi dan

dipilah-pilah sesuaiBdengan kebutuhan akan data. Hal ini bertujuan untuk

mempermudah penulis dalam menganalisis data-data yang didapat.YIYUYU

2. Data yang diperoleh akan disusun menjadi tulisan yang baik, setelah data

diklarifikasikan sesuai dengan jenis data yang diperoleh. Kemudian data-data

yang telah terkumpul danTterklarifikasi dibuat dalam bentuk tulisan atau

naratif. Hal ini dikarenakan ini adalah penelitian sastra maka bentuknya

haruslah berbentuk deskriptif atau narasi.HGHFHGDFSFHMFYGJGK

3. Mengambil kesimpulan dari data penelitian penulis, mempunyai tujuan bahwa

hasil analisis yang digunakan sudah terfokus pada satu domain yang akan

menghasilkan analisis yang terbatas pada satu domain tertentu.GF

HGDGSHY

23

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. ISejarah Tapai

Sejarah, dalam bahasa Indonesia dapat bearti riwayat kejadian masa lampauyang benar-benar terjadi. Umumnya sejarah diartikan sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh perorang, keluarga, dan komunitas. Sejarah akan dapat dipahami oleh generasi penerus dari masyarakat yang terdahulu sebagai suatu cermin untuk menuju kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau akan memberi gambaran tentang kehidupan manusia dan kebudayaan.di masa lampau sehingga dapat merumuskan hubungan sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan tersebut, seperti halnya sejarah tradisi pesta tapai yang ada di Kecamatan Talawi

Kabupaten Batubara.9U897089PU98YU9YP8U8OYT8U9P

4.1.1. Tradisi Pesta Tapai

Tradisi atau disebut juga dengan kebiasaan merupakan sesuatu yang sudah di laksanakan sejak lama dan terus menjadi bagian dari kehidupan seuatu kelompok masyarakat, sering kali dilakukan oleh suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama.78Y87T87YT87Y87T

Pesta Tapai merupakan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat pesisir laut di Kecamatan Talawi, yang dilaksanakan secara turun-temurun karena warisan dari nenek moyang. Pesta tapai adalah sebuah tradisi tahunan yarng rutin dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara setiap

24

Universitas Sumatera Utara

tujuh belas hari sebelum menyambut bulan suci ramadhan. Tradisi pesta tapai dilakukan dengan cara menjual makanan berupa tapai, lemang dan kue khas

Melayu lainnya. Hajatan yang identik dengan pesta kuliner ini sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur kepada sang pemberi keberkahan dalam menyambut puasa di bulan suci ramadhan.

Pesta tapai di Talawi Batubara termasuk salah satu tradisi yang perlu dilestarikan dan dijaga keasliannya sebagai ciri kebudayaan lokal suatu daerah dan menambah kekayaan khasanah dalam adat istiadat kebudayaan Melayu.

4.1.2. Tahap-tahap dan Pantangan Pembuatan Tapai Pada Masyarakat

Melayu Batubara

Di dalam masyarakat Melayu Batubara dalam hal membuat makanan tapai terdapat beberapa tahapan dan pantangan yang sama sekali tidak diperbolehkan dilanggar oleh si pembuat tapai. Pantang larang ini sendiri dipercayai oleh warga masyarakat Melayu Batubara dan masih diamalkan dalam proses pembutan tapai tersebut. Terdapat beberapa tahap dalam membuat kue tapai ini diantaranya:

4.1.3. Memilih dan Mencuci Ketan atau Pulut

Dalam pemilihan bahan dasar untuk pembuatan tapai ini diperlukan kejelian dan kecermatan si pembuatan tapai dalam memilih bahan dasar pulut atau ubi yang nantinya akan digunakan dalam mengolah tapai. Dimana ketan atau ubi yang digunakan haruslah sudah dipilih terlebih dahulu oleh si pembuat tapai

25

Universitas Sumatera Utara

yang baik kualitasnya. Ketan atau ubi yang baik nantinya akan sangat menentukan kualitas tapai tersebut ketika sudah matang.

Dalam tahap pemilihan dan pencucian ketan ini terdapat pantang larang yang tidak boleh dilanggar oleh si pembuat tapai dimana si pembuat tapai tidak boleh dalam keadaan kotor, haid,atau nifas (bagi perempuan).

Gambar 1. Proses pemilihan pulut atau ketan

Gambar 2. Proses pencucian pulut atau ketan dengan air

26

Universitas Sumatera Utara

4.2.2 Merebus Pulut atau Ubi

Setelah selesai di tahap yang pertama tadi barulah selanjutnya dilanjutkan ke tahap perebusan pulut atau ubi menggunakan air dan wadah panci atau dandang untuk merebus pulut. Air rebusan dan panci atau dandang tempat merebus pulut tersebut harus tetap dalam keadaan bersih dan terjaga dari kotoran.

Dalam tahap ini si pembuat tapai diwajibkan membaca shalawat nabi, dan tidak boleh berbicara yang aneh-aneh seperti mengumpat atau memaki.

Gambar 3. Proses perebusan pulut atau ketan

4.2.3 Mentiriskan dan Mendinginkan Rebusan Pulut Dalam pembuatan tapai saat setelah direbus dan sudah terlihat pulut atau ubi sudah matang maka si pembuat tapai harus mempersiapkan wadah atau tempat pendinginan rebusan pulut tersebut. Pembuat tapai biasa membuat wadah atau tempat pendinginan pulut berupa tampah yang di alasi dengan beberapa lembar daun pisang.

27

Universitas Sumatera Utara

Terdapat pantangan dalam memberikan alas daun pisang pada wadah pulut dimana daun pisang yang di gunakan haruslah daun pisang yang tidak terlalu muda dan tidak pula terlalu tua, serta pada tahap pendinginan rebusan pulut atau ubi ini harus benar-benar dipastikan bahwa seluruh bagian pulut atatu ubi dalam kadaan yang rata dan sejajar agar mempercepat proses pendinginan yang di lakukan secara alami.

Gambar 4. Proses meniriskan rebusan pulut yang sudah matang

4.2.4 Proses Pemberian Ragi

Ragi adalah salah satu komponen penting dalam pembuatan tapai dimana pada tahap ini si pembuat tapai harus menaburkan ragi yang sudah dihaluskan dan harus dipastikan benar-benar halus seperti tepung sebab jika ragi tidak halus maka nantinya akan memperburuk kualitas tapai tersebut sehingga tapai tidak matang secara sempurna.

Di dalam tahap penaburan ragi ini terdapat pantangan bagi si pembuat tapai dimana ragi yang digunakan haruslah dalam jumlah yang ganjil, dan saat

28

Universitas Sumatera Utara

proses penaburan dibacakan pula shalawat nabi serta harus benar-benar dipastikan bahwa pulut yang direbus tadi sudah dalam keaadan yang dingin merata.

Gambar 5. Proses meratakan adonan tapai

Gambar 6. Proses penaburan ragi pada adonan tapai

29

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7. Ragi yang di gunakan dalam membuat tapai

Gambar 8. Proses pemberian ragi pada tapai

4.2.5 Proses Pembungkusan Tapai

Selanjutnya tapai yang sudah di beri ragi tadi di aduk-aduk hingga benar- benar merata dan pastikan bahwa seluru adonan pulut atau ubi tercampur

30

Universitas Sumatera Utara

tercampur dengan ragi yang di taburi sebelumnya. Barulah kemudian tapai tadi di bungkus menggunakan daun pisang, daun pisang yang digunakan adalah daun pisang yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, dan diberikan pula anak lapisan daun pisang di bagian luar bungkusan tapai tersebut.

Pada tahap pembungkusan tapai ke daun pisang ini diharuskan semua bungkusan tapai diberi anak daun pisang muda dibagian luarnya melapisi seluruh bagian tengah bungkusan tapai, serta pantangan dalam tahap ini adalah si pembuat tapai tidak boleh berkata-kata harus tetap dalam keaadan diam dan senantiasa selalu menjaga kebersihan.

Gambar 9. Pembungkusan tapai mengunakan lapisan anak daun pisang

31

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10. Proses pembungkusan tapai menggunakan daun pisang.\

4.2.6 Proses Fermentasi Tapai Tahap yang terakhir dalam pembuatan tapai ini adalah tahap fermentasi, si pembuat tapai meletakkan seluruh bungkusan tapai tadi kedalam suatu wadah yang cukup besar dan bersih, kemudiaan diletakkan secara perlahan-lahan disusun serapih mungkin, kemudian ditutup menggunakan daun pisang yang muda sebanyak 3 lembar daun pisang muda ditutup secara merata kemudian di lapisi lagi dengan kain yang bersih dan tebal yang tidak memungkinkan untuk udara masuk kedalamnya, kemudian biarkan tapai diwadah tersebut selam 2-3 hari.

Terdapat beberapa pantang larang dalam tahap ini di antaranya:

- Si pembuat tapai tidak boleh marah ataupum cemberut selama masa

fermentasi tapai

32

Universitas Sumatera Utara

- Si pembuat tapai tidak boleh dalam keadaan jorok, harus selalu dalam

keadaan yang bersih.

- Si pembuat tapai tidak boleh mengumpat, mamaki, ataupun berbicara yang

tidak baik selama proses fermentasi ini berlangsung.

- Tapai yang di fermentasi tidak boleh dilihat isi didalamnya selama proses

fermentasi berlangsung, sampai tapai benar-benar matang dan tercium aroma

khas tapai.

Gambar 11. Proses meletakkan tapai ke dalam suatu wadah untuk di fermentasi

4.3 Makna Tersirat dan Tersurat dalam Pantang Larang Membuat Tapai

Dalam pantang larang pastilah mempunyai makna, baik makna yang tersirat maupun makna yang tersurat yang terkandung di dalamnya. Di dalam makna tersirat dicari makna terdalam untuk mendapatkan makna yang lebih dalam lagi dari pantangan-pantangan tersebut. Sedangkan di dalam makna tersurat, pada

33

Universitas Sumatera Utara

umumnya sudah tertulis dan sudah dipercayai oleh masyarakat sebagai suatu makna yang bertujuan menakut-nakuti orang yang diberi pantangan.

Seperti halnya dalam pembuatan tapai terdapat berbagai macam pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh para pembuatnya. Sebab jika di langgar salah satu pantang larang tersebut maka dapat berakibat pada hasil akhir tapai yang di buat.

4.3.1. Pantangan Tidak Boleh Kotor Dalam Membuat Tapai

Dalam hal ini pembuat tapai tidak dibenarkan dalam kondisi yang kotor harus selalu mempeerhatikan kebersihan dalam membuat tapai, pantang larang harus selalu bersih mengandung makna tersirat bahwa tapai yang dibuat nantinya akan di makan oleh banyak orang dan apabila dalam pembuatannya terinfeksi kuman maka dapat menyebabkan sakit perut atau keracunan makanan dan dapat pula berakibat pada hasil fermentasi tapai yang tidak sempurna. Sebagaimana juga terdapat dalam agama islam bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman, maka dalam membuat makanan wajiblah hukumnya menjaga kebersihan makanan tersebut.

4.3.2. Diwajibkan Selalu Bersalawat Nabi Seperti di dalam ajaran agama Islam, bersakawat kepada nabi merupakan ibadah, maka dalam membuat tapai ini para pembuatnya diharuskan membaca salawat nabi saat akan memasuki tahap-tahap pembuatan tapai tersebut.

اِ َ اا ى معا ِّمل َّي لاا ا مكا َّم د لم ُحماِ َ اا ى ى معا َّم د لم ُحما ى معا ِّ َل ااَّ مل َّه لا ام كِ َّا لاا ا مكا َّم د لم ُحماِ َ اا ى ى معا َّم د لم ُحما ى معا ىم َكِ َّبا… م َ َّم ِ َََّ يلا م َديحاَا د َميحاَا َكل بااَّ َّ ي ك َم يْا… يَفا َ َّم ِ َََّ يلااِ َ اا ى مع

34

Universitas Sumatera Utara

4.3.3. Ragi Berjumlah Ganjil

Pada saat memasuki tahap peragian ragi yang digunakan haruslah berjumlah ganjil dan harus halus seperti tepung, makna tersirat dalam pantangan ini adalah merujuk pada rukun Islam yang berjumlah ganjil dan merujuk pada malam lailatur qadar yang selalu hadir di bulan ramadhan pada malam-malam ganjil mengingat kudapan tapai ini hadir saat tradisi pesta tapai sebelum bulan ramadhan.

4.3.4. Menggunakan Daun Pisang

Daun pisang yang digunakan haruslah daun pisang yang tidak terlalu muda dan tidak pula terlalu tua, hal ini mengandung makna tersirat bahwa apabila kita memakai daun pisang yang paling muda maka akan mempengaruhi siklus pertumbuhan si pohon pisang, dan apabila si pembuat tapai menggunakan daun pisang yang terlalu tua akan mempengaruhi aroma dari tapai, maka diharuskanlah menggunakan daun pisang yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda agar mendapatkan hasil yang memuaskan.

4.3.5. Memberikan Anak Lapisan Daun Pisang

Si pembuat tapai diwajibkan saat membungkus tapai harus memberikan sobekan kecil daun pisang (anak daun pisang) pada bagiian luar bungkusan tapai, pantangan ini mengandung makna tersirat yakni pada saat tapai sudah matang sempurna maka tapai akan mengeluarkan air fermentasi yang banyak, guna

35

Universitas Sumatera Utara

daripada lapisan luar anak daun pisang tersebut adalah untuk menahan air fermentasi tapai agar tidak jatuh saat dimakan.

4.3.6. Tidak Boleh Mengumpat dan Berbicara Kotor

Si pembuat tapai tidak boleh berbicara kotor atau pun marah dan mengumpat perkataan, contohnya memaki, menghujat dan berkata-kata kasar dalam nada suara yang cukup tinggi, sebab tapai sendiri di ibaratkan sebagai seorang puteri raja yang sedang tidur saat proses fementasi. Hal ini juga mengandung makna tesirat mengumpat dan berbicara kotor tidak dibenarkan dalam agama.

4.3.7. Tidak Boleh Mengintip Tapai

Saat proses fermentasi dimulai si pembuat tapai dilarang mengintip atau mengendus-endus bau tapai di sekitar wadah tapai,hal ini mengandung mitos bahwa tapai yang selalu di intip akan marah dan merajuk sehingga dipercayai nantinya si tapai akan masam atau pun gagal (bantut). Pantang larang ini mengandung makna tersirat bahwa tapai dalam proses fermentasi tidak boleh di masuki oleh udara sedikit pun itulah sebabnya tapai ditutup rapat kedap udara, bila selalu dibuka dan dilihat maka udara akan masuk kedalam wadah tapai dan akan menggangu fermentasi tapai yang akan mengakibatkan tapai menjadi asam dan gagal (bantut).

36

Universitas Sumatera Utara

4.3.8. Si Pembuat Tapai Tidak Boleh Cemberut dan Marah

Dipercayai para pembuat tapai bahwa selama proses fermentasi si pembuat tapai tidak boleh memasang wajah yang cemberut ataupun marah-marah sebab dipercayai bahwa jika si pembuat tapai menunjukan raut wajah yang cemberut maka tapai nantinya akan berasa asam dan kecut sehingga tidak enak untuk dimakan.

4.3.9. Tidak Boleh Berfikir atau Berfirasat Aneh

Juga dipercayai bahwa si pembuat tapai tidak boleh berfikir yang aneh- aneh tentang si tapai yang sedang dalam masa fermentasi, di haruskan si pembuat tapai harus selalu berfikiran positif. Makna tersirat dalam hal ini adalah bahwa dalam membuat tapai kita tidak perlu berfikir yang aneh-aneh atau berfikir yang bukan-bukan harus senantiasa berfikir positif yang berguna juga untuk kesehatan diri kita atau si pembuat tapai tersebut.

4.3.10 Si pembuat Tapai Tidak Boleh Memukul Seseorang Ataupun Berbuat

Kasar Terhadap Orang lain

Si pembuat tapai tidak di perrbolehkan semasa dalam pembuatan dan fermentasi tapai, melakukan sesuatu yang kasar dan diluar dari norma kesopanan dan etika yang berlaku di dalam masyarakat Melayu itu sendiri. Sebab kudapan tapai sendiri melambangkan kesucian dan kebersihan diri seseorang.

37

Universitas Sumatera Utara

4.3.11 Si pembuatan tapai Tidak Boleh Membuang Sesuatu Kejalan Atau

Sembarang Tempat

Hal ini masih di percayai oleh para pembuat tapai pada masyarakat

Melayu Batubara, bahwa membuat samapah atau membuang sesuatu kejalan ataupun ke tempat yang tidak semestinya dapat merusak ataupun memperburuk kualitas dari tapai yang di hasilkan nantinya. Adapun makna yang terkandung dalam pantang larang ini adalah bahwa tidak boleh dan tidak di benarkan juga di dalan lingkungan masyarakat serta norma yang berlaku di dalam masyarakat tersebut membuang sampah sembarangan di jalan, selain dapat mengotori lingkungan dapat pula merusak lingkungan di sekitar tempat tinggal.

4.3.12 Tidak Boleh Meninggalkan Rumah Dalam Kondisi Yang Kosong

Masih dikekalkan di masyarakat Melayu Talawi Batubara, bahwa semasa membuat tapai si pembuat tapai dan sanak saudaranya tidak diperbolehkan atau dilarang pergi meninggalkan rumah hingga dalam keadaan yang kosong tanpa berpenghuni. Sebab masih dipercayai oleh masyarakat Talawi Batubara bahwa tapai di ibaratkan bak seorang putri raja yang sedang tidur dan tidak boleh ditinggal pergi.

Mengandung makna tersirat bahwa meninggalkan rumah dalam kondisi yang kosong dan tidak berpenghuni tidaklah dibenarkan, karena meninggalkan rumah yang kosong akan mengundang setan dan makhluk-makhluk gaib lainnya untuk menempati rumah yang ditinggalkan.

38

Universitas Sumatera Utara

4.3.13 Tidak Boleh Berjalan Mendahulukan Kaki Kiri

Sangat dipercayai para pembuat tapai di Talawi Bartubara bahwa dalam melangkahkan kaki saat berjalan dan hendak menuju sesuatu hendaklah mendahulukan kaki kanan dari pada kaki kiri karana diyakini jika pantangan tersesbut tidak dilakukan ataupun tidak diamalkan si pembuat tapai maka tapai yang dihasilkan akan mendapatkan kualitas yang buruk.

Sedangkan makna tersirat dari pantang larang ini adalah bahwa di dalam ajaran agama Islam dan sunah nabi diwajibkan dalam hal melangkahkan kaki haruslah di dadahulukan kaki bagian kanan.

4.3.14 Tidak Boleh Tidur Sejajar Dengan Pintu Rumah

Si pembuat tapai tidak di perbolehkan tidur sejajar dengan pintu rumah, sebab masi dipercayai para pembuat tapai jika pantang larang itu dilanggar maka tapai yang sedang dalam masa fermentasi akan gagal atau bantut. Sedangkan makna tersiratnya adalah jika seseorang tidur sejajar dengan pintu rumah maka akan menghalangi atau menghambat jalan masuknya seseorang ke dalam rumah tersebut

39

Universitas Sumatera Utara

Gambar 12. Pembuat Tapai Dilarang Tidur Sejajar Dengan Pintu Rumah

4.3.15 Si Pembuat Tapai Harus Memakai Baju Yang Cerah

Di dalam masyarakat Talawi Batubara khususnya para pembuat tapai di

Talawi dipercayai para pembuat tapai jika selama membuat tapai si pembuat tapai di haruskan menggunakan baju atau pakaian yang cerah dan tidak boleh memakai baju yang bewarna gelap sebab dipercayai jika para pembuat tapai melanggar pantang larang yang telah ditentukan tersebut tapai yang di hasilkan nantinya akan banyak bakteri dan jamur yang tidak bagus sehingga tapai tersebut menjadi asam.

Sedangkan makna tersiratnya adalah setiap orang haruslah menggunakan baju yang bagus dan yang enak dilihat dan menutupi aurat. Sebab cara berpakaian sendiri mencerminkan watak perilaku dan sifat seseorang.

40

Universitas Sumatera Utara

4.3.16 Si Pembuat Tapai harus Mandi Saat Subuh

Di dalam pembuatan tapai pada masyarakat Melayu Talawi, si pembuat tapai sendiri diharuskan untuk mandi lebih awal saat sebelum subuh, dipercayai bahawa jika pantangan ini dilanggar tapai yang dibuat tadi dipercayai masyarakat

Talawi Batubara tidak akan matang. Sedangkan makna tersirat dari pantangan ini adalah agar menjaga kebersihan diri dan menjaga kesegaran tubuh agar sehat dan bugar.

4.3.17 Harus Duduk Bersila Saat Membuat Tapai

Masih dikekalkan dan diamalkan oleh para pembuatan tapai di Desa Sei

Muka Kecamatan Talawi Batubara, para pembuat tapai diharuskan duduk bersila saat hendak membungkus tapai, pantangan ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan yang membuat akan tapai, Sebab masih dipercayai bahwa jika pantangan tersebut dilanggar oleh para pembuat tapai diyakini tapai yang dibuat tidak akan manis dan lembut. Sedangkan makna tersirat dari pantangan duduk bersila ini adalah bertujuan agar para pembuat tapai agar duduk rapih bersila, sehingga peredaran darah menjadi lancar dan terjaga.

41

Universitas Sumatera Utara

Gambar 13. Si Pembuat Tapai Duduk Bersila Saat Membuat Tapai

4.3.18 Tidak Boleh Mengunyah Makanan Saat Mebuat Tapai

Tidak boleh mengunyah makanan saat membuat tapai, merupakan salah satu dari sekian pantangan yang ada dalam membuat tapai pada masyarakat

Melayu Batubara, pantangan ini tidak boleh di langgar oleh para pembuat tapai saat sedang membuat tapai. Sebab masih dipercayai para pembuat tapai jika bekerja sambil mengunyah merupakan sifat hewan. Sedangkan makna tersiratnya makan saat bekerja sangat dilarang dalam ajaran agama Islam selain dilarang dalam ajaran agama dapat pula menimbulkan gangguan pencernaan.

4.3.19 Pengantin Baru Tidak Boleh Membuat Tapai

Pengantin yang baru saja menikah dilarang untuk membuat tapai, masih di yakini dan dipercayai oleh sebagian besar para pembuat tapai di Talawi Batubara bahwa pengantin baru sangat dilarang untuk membuat tapai,sebab tapai yang sifatnya panas saat proses fermentasi diyakini akan membawa kesialan dalam membina rumah tangga. Sedangkan makna tersirat dari pantangan ini adalah pengantin baru sebaiknya jangan dulu membuat tapai atau turun kedapur teruntuk yang wanita dikarenakan baru memulai kehidupan berumah tangga sebaiknya tidak membuat sesuatu makanan yang terlalu rumit untuk dibuat.

42

Universitas Sumatera Utara

4.3.20 Pembuat Tapai Tidak Boleh Keluar di Sore Hari

Saat sore hari menjelang datangnya Maghrib tidak boleh hukumnya para pembuat tapai berkeliaran disekitar rumah maupun dijalanan hal ini masi diyakini para pembuat tapai bahwa keluar disore hari menjelang maghrib dapat mengundang setan untuk masuk kedalam tapai dan mengganggu proses fermentasi tapai. Sedangkan makna tesirat dari pantangan ini adalah saat sore hari apalagi menjelang tibanya waktu sholat maghrib wajiblah umat muslim masuk kedalam rumah untuk menjalankan ibadah sholat maghrib sebagaimana semestinya.

4.3.21 Tidak Boleh Mendirikan Tikar Dirumah

Mendirikan tikar dirumah bagi masyarakat Melayu Talawi Batubara sangat dilarang untuk dilakukan apalagi saat pemilik rumah sedang membuat olahan tapai, dipercayai mendirikan tikar dirumah diibaratkan mendoakan seseorang anggota keluarga meninggal karna menduk tikar yang berdiri seperti bentuk mayat yang dibungkus kain kafan, Sehingga dapat pula membawa kesialan unttuk si tapai yang sedang diolah. Sedangkan makna tersirat dari pantangan mendirikan tikar ini adalah tikar sebaiknya dibentangkan saja di ruang tamu rumah lebih berguna, jika ada sewaktu-waktu tamu ada yang datang, tamu dapat langsung duduk beralaskan tikar yang sudah tersediah dan terbentang di ruang tamu tadi sehingga si pemilik rumah tidak perlu mencari-cari keberadaan tikar ketika tamu datang kerumah.

43

Universitas Sumatera Utara

Gambar 14. Memperlihatkan Tikar yang didirikan di Rumah

Selain makna tersirat dan tersurat di atas dalam pembuatan tapai adapun memiliki tujuan sebagai wadah ataupun tempat yang digunakan untuk melestarikan kebudayaan Melayu dan juga penghormatan kepada nenek moyang suku Melayu serta sebagai pembeda dan pemberi ciri khas budaya di dalam pembuatan tapai yang satu terhadap budaya pembuatan tapai yang lainnya.

Pelestarian budaya ini sendiri di lakukan agar budaya pantang larang tersebut tetap ada dan terjaga keberadaannya. Proses pembuatan tapai dengan segala pantang larangnya merupakan tradisi serta kearifan lokal nenek moyang masyarakat Melayu Batubara yang khas dan tetap dilakukan hingga saat ini, ditambah lagi dengan adanya tradisi pesta tapai di Kecamatan Talawi sebelum menyambut bulan suci ramadhan, menjadikan kebudayaan ini masih tetap eksis hingga saat ini dan tidak hilang terkikis zaman di era globalisasi dan perkembangan dunia

44

Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pantang larang dalam membuat tapai pada masyarkat Melayu Batubara

masi ada dan masih dipercayai oleh para pembuat tapai. Namun pantang

larang disini sudah sedikit demi sedikit mengalami pergesaran. Ini semua

dikarenakan lajunya tingkat ilmu pengetahuhan dan teknologi, sehingga

masyarakat sudah mulai melupakan pantang laranng dalam membuat

tapai.

2. Selain dalam pembuatan tapai pantang larang dalam pembuatan tapai juga

bermanfaat sebagai gambaran bahwa masyarakat Melayu Kecamatan

Talawi Batubara pernah dan masih ada sebagian kecil masyarakat yang

masih mengikuti pantang larang dalam pembuatan tapai yang mereka

percayai sebagai aturan adat yang di akui oleh seluruh anggota

masyarakat.

3. Pantang larang tentu memiliki makna, baik makna tersirat dan makna

tersurat. Dalam pantang larang pembuatan tapai pada masyarakat di

Kecamatan Talawi Batubara lebih mengjarkan pada nilai-nilai kebersihan.

5.2 Saran

Penulis menyarankan pantang larang dalam pembuatn tapai pada masyarakat Melayu Batubara di Kecamatan Talawi tetaplah dilestarikan, cara pelestariannnya ialah dengan menjadikan tulisan ini dalam bentuk buku. Agar generasi yang akan datang akan tetap mengetahui pantang larang dalam membuat

45

Universitas Sumatera Utara

tapai. Penulis juga berharap agar masyarakat Melayu Batubara khususnya para pembuat tapai agar melestarikan pantang larang dalam membuat tapai ini, sebab pantang larang dalam membuat tapai ini merupakan kekayaan kearifan lokan budaya setempat yang tidak dimiliki daerah lain. Bagi generasi muda diharapkan agar lebih peduli terhadap budaya daerah, dan melestarikannya agar budaya tersebut dapat maju dan berkembang mengikuti zaman yang ada

46

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2006. Dokumentasi Metode Penelitian Kualitatif: Yogyakarta Press

Arisca Sitepu, Makanan Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu, Medan: Universitas Sumatera Utara

Brunvand,1982. Folklore, Yogyakarta: Medpress

Endaswara 2009. Interpretasi Semiotik.CV Rajawali

Ginting, Zulfahri, 2018. Tradisi Pesta Tapai Masyarakat Melayu Talawi lllllllllllBatubara: Kajian Folklore, Medan. Universitas Sumatera Utara.

James Danandjaja, 1982. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Grafitipers

Omarr, 2014. Tradisi Pantang Larang Masyarakat Melayu. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Setiadi,2006. Nilai-nilai Dalam Karya Sastra. Bandung: WordPress

Simalango, Valentino, 2010. Hatta Tongka Pada Masyarakat Batak Toba. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Sukanto. 1983. Masyarakat dan Kebudayaan Melayu. Jakarta: PT. Bina Cipta

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian kualitatif. Bandung:WordPress

Syaifuddin. 2015. Menjulang Tradisi Etnik.Medan: USUPress

Renny Puspa Sari, 2016. Pantang Larang Masyarakat Melayu Di Kecamatan cccSiatntan “ Suatu Kajian Foklor

Stepanus dkk., 2014. Pantang Larang Masyarakat Dayak Sungkung Kecamatan ….Siding Kabupaten Bengkayang: Suatu Kajian Sosiolinguistik (Online). lllllProgram Studi Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia FKIP Untan.

47

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Daftar Informan Penelitian

1. Informan 1

Nama : Suyadi

Tempat, tanggal lahir : Sukaramai 21 Agustus 1960

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pedagang tapai di pasar Tanjung Tiram Batubara

Alamat : Dusun II Merbo Desa Sei Muka Talawi

No telepon : 082161451144

Tempat, tanggal wawancara: Rumah informan, 02 Mei 2019

48

Universitas Sumatera Utara

2. Informan 2

Nama : Isa Nilawati

Tempat, tanggal lahir : Pematang Ganjang 17 juni 2019

Pekerjaan : Pedagang Tapai di Pasar Tradisional Batubara

Alamat : Dusun II Merbo Desa Sei Muka Kec.Talawi

No telepon :-

Tempat, tanggal wawancara : Rumah informan,17 Mei 2019

49

Universitas Sumatera Utara

3. Informan 3

Nama : Indah

Tempat, tanggal lahir : Sidomulyo, 24 Januari 1967

Pekerjaan : Petani Ubi

Alamat : Dusun III Sidomulyo Kec. Medang Deras

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara : Rumah Informan, 04 Juni 2019

50

Universitas Sumatera Utara

4. Informan 4

Nama : Fitriyani

Tempat, tanggal lahir : Karang Anyar, 24 Januari 1986

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Dusun VII Sei Muka Kec,Talawi

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara : Rumah Informan, 19 Juni 2019

51

Universitas Sumatera Utara

5. Informan 5

Nama : Sumarni

Tempat, tanggal lahir : Desa Padang Genting, 20 Januari 1976

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Dusun VII Sei Muka Kec,Talawi…

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara : Rumah Informan, 21 Mei 2019

52

Universitas Sumatera Utara

6. Informan 6

Nama : Sutia

Tempat, tanggal lahir : Desa Padang Genting, 20 Desember 1986

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Dusun VII Sei Muka Kecamatan Talawi …

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara: Rumah Informan, 24 Mei 2019

53

Universitas Sumatera Utara

7. Informan 7

Nama : Sri Fatimah

Tempat, tanggal lahir : Desa Dahari Silebar , 20 April 1978

Pekerjaan : Pedagang

Alamat : Desa Dahari Silebar Kec, Talawi …

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara: Rumah Informan, 25 Mei 2019

54

Universitas Sumatera Utara

8. Informan 8

Nama : Suratno

Tempat, tanggal lahir : Desa Dahari Silebar, 09 Juni 1959

Pekerjaan : Pedagang Tapai

Alamat : Dusun III Sei Muka Kecamatan Talawi …

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara: Tempat Jualan Informan, 26 Mei 2019

55

Universitas Sumatera Utara

9. Informan 9

Nama : Lasmini

Tempat, tanggal lahir : Desa Kebun Sayur, 22 Maret 1967

Pekerjaan : Pedagang Tapai

Alamat : Dusun IV Sei Muka Kecamatan Talawi …

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara: Rumah Informan, 27 Mei 2019

56

Universitas Sumatera Utara

10. Informan 10

Nama : Hatizah

Tempat, tanggal lahir : Desa Pasir-Pasir, 12 Juni 1988

Pekerjaan : Pedagang Tapai

Alamat : Dusun II Pasir-Pasir Kecamatan Talawi …

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara: Rumah Informan, 28 Mei 2019

57

Universitas Sumatera Utara

11. Informan 11

Nama : Misno

Tempat, tanggal lahir : Labuhan Bilik, 21 Juli 1959

Pekerjaan : Pedagang Tapai

Alamat : Dusun II Sei Muka Kecamatan Talawi …

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara: Tempat Jualan Informan, 31 Mei 2019

58

Universitas Sumatera Utara

12. Informan 12

Nama : Tarno

Tempat, tanggal lahir : Labuhan Batu, 09 Mei 1971

Pekerjaan : Pedagang Tapai

Alamat : Dusun II Sei Muka Kecamatan Talawi …

No Telepon : -

Tempat, tanggal wawancara: Tempat Jualan Informan, 31 Mei 2019

59

Universitas Sumatera Utara

60

Universitas Sumatera Utara

61

Universitas Sumatera Utara