STUDI DESKRIPTIF PERTUNJUKAN MAKYONG CERITA PUTERI BUNGSU

KARYA DRA.HJ.TENGKU SITA SYARITSA PADA HIMPUNAN SENI DAN

BUDAYA SRI INDERA RATU MEDAN

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : AGUSTINA ARIATA GINTING

NIM : 130707044

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara PENGESAHAN

STUDI DESKRIPTIF PERTUNJUKAN MAKYONG CERITA PUTERI BUNGSU

KARYA DRA.HJ.TENGKU SITA SYARITSA PADA HIMPUNAN SENI DAN

BUDAYA SRI INDERA RATU MEDAN

Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh

NAMA : AGUSTINA ARIATA GINTING NIM : 130707044

Disetujui Oleh Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Fadlin, M.A. Arifninetrirosa, SST, M.A. NIP. 196102201989031003 NIP. 196502191994032002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara DISETUJUI OLEH

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

MEDAN

JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA

Arifninetrirosa SST., M.A

NIP. 196502191994032002

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha

Kuasa atas segala kemurahan Kasih-Nya yang selalu menyertai perjalanan hidup penulis sampai pada hari ini. Dan atas segala pertolongan-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyusun sebuah tulisan skripsi sarjana dengan judul :STUDI DESKRIPTIF

PERTUNJUKAN MAKYONG CERITA PUTERI BUNGSU KARYA

DRA.HJ.TENGKU SITA SYARITSA PADA HIMPUNAN SENI DAN BUDAYA

SRI INDERA RATU MEDAN.Ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang mendukung dan membantu dalam setiap proses yang dilalui penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada Bapak Drs.Fadlin,M.A selaku dosen pembimbing I. Beliau dengan senang hati memberikan segala arahan dan informasi kepada saya, beliau mengerti dikala saya sedang mempunyai kesibukan sehingga untuk beberapa waktu, skripsi ini sempat tidak berjalan.

Penulis juga menyampaikan terimakasih banyak kepada ibu Arifninetrirosa, SST,

M.A selaku dosen pembimbing II penulis banyak pelajaran yang saya dapat dari beliau baik di kegiatan akademik di kampus maupun di luar. Beliau juga selalu menyempatkan diri dikala saya sedang memerlukan bimbingan dalam mengerjakan skripsi. Semoga segala arahan, bimbingan, dan pengalaman yang diberikan beliau dapat penulis ingat dan dimanfaatkan pada masa yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara Kemudian penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

• Ibu Dra. Heristina Dewi, M. Pd. , selaku dosen dan sebelumnya menjabat sebagai

Sekretaris di Jurursan Etnomusikologi yang telah banyak memberikan arahan

dan bimbingan kepada penulis khususnya diawal masa studi sebagai mahasiswa

baru.

• Staf pengajar di Jurusan Etnomusikologi, Bapak Drs. Muhammad Takari,

M.Hum Ph.D, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Bapak Drs. Setia Dermawan

Purba M.Si, Bapak Drs. Irwansyah Harahap M.A, Bapak Prof. Mauly Purba

M.A., Ph.D, Bapak Drs. Perikuten Tarigan M.A, Ibu Dra. Rithaony Hutajulu

M.A, Ibu Dra. Frida Deliana Harahap M.Si, yang sudah banyak memberikan

ilmu yang sangat berharga dalam perkuliahan penulis.

• Terkhusus skripsi ini saya dedikasikan untuk Ayah saya yang telah berada di

surga saat ini, kepada Alm.E.Ginting, semoga beliau dapat tersenyum bangga

dan bahagia melihat saya putri kecilnya sebentar lagi akan menjadi seorang

sarjana seperti yang diinginkannya. Dan juga kepada ibu saya yang

tercintaS.H.M.Tambun yang tetap setia dan sabar memberikan dukungan moril

maupun materi, yang selalu setia mendengarkan semua keluh kesah saya dalam

proses menyelesaikan skripsi ini dan selalu memberikan arahan, bimbingan tanpa

mengenal ruang dan waktu. “ini untuk kalian Mama, Papa”

• Kepada narasumber utama saya Dra.Tengku Lisa Nelita yang telah sangat

membantu dan memberikan informasi terkait isi dari skripsi ini. Beliau dengan

tulusnya selalu menyempatkan waktu dikala saya sedang ingin berdiskusi,

walaupun terkadang sampai larut malam dan beliau mungkin menahan rasa lelah,

Universitas Sumatera Utara tetapi ibu Lisa tetap tersenyum meladeni setiap pertanyaan saya. Kepada

Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera Ratu yang telah memberikan izin kepada

saya untuk mengapresiasi salah satu karya dari Alm.Hj.Tengku Sita Syaritsa.

Mungkin saya memang tidak sempat mengenal dan bertatap muka langsung

dengan beliau, tetapi saya yakin beliau akan bangga dengan penulisan ini.

Semoga informasi dan data yang saudara berikan menjadi ilmu pengetahuan bagi

para pembaca khususnya bagi para penulis. Kiranya Tuhan memberkati saudara

beserta keluarga sehingga kita bisa bertemu pada kesempatan berikutnya.

• Kepada saudara-saudara saya, kepada bang tua saya Robby Ginting,SP , kepada

kak tua saya Selly Arihta Ginting, SE , bang tengah saya Edimia Suranta

Ginting,SE, dan adik bungsu saya Raja Sangap Ginting (sebentar lagi akan

mendapat SE juga). Satu hal yang perlu kita semua tau, walaupun jarak kita

berjauhan sekarang, tapi saya yakin kalian selalu memanjatkan doa kepada saya

hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Walapun lewat dari batas waktu

yang telah kita sepakati

• Kepada para teman-teman stambuk 2013 Ega, Pranata, Deni, Kia, Sintong,

Ando, Lazuardi, Salomo, Oshinar, Baktiar, Amsal, Mita, Farida, Fransiska,

Ade, Cindy, Audry, Liza, Sweet ,dan lain-lain. Terlalu banyak cerita dan kisah

yang kita lewati bersama baik dari awal pertemuan kita di PMB sampai saat

ini.Semoga ini bukan dari akhir cerita angkatan Etnomusikologi 2013.

• Kepada anggota ULK-50, tim IMT-GT 2017 kepada Ela, Nadira, Ica, Nisa, Fuji,

Nay, Karin, Dea, Madin, Irul, Andri, Ainal, Weddy, Joy, Ricky, Fii, yang telah

Universitas Sumatera Utara banyak membantu, yang telah bersedia saya jadikan model di dalam penulisan

skripsi saya.

• Kepada sahabat, saudara dan keluarga yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,

terimakasih untuk setiap dukungan dan motivasinya sehingga penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sesempurna sesuai dengan yang diharapkan, masih banyak data dan informasi yang perlu ditambahakan dan dilengkapi kemudian. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga tulisan ini dapat disempurnakan kembali pada kesempatan yang akan datang. Jika ada kesalahan dalam ucapan serta perilaku yang kurang berkenan kepada saudara-saudara, penulis meminta maaf yang sebesarnya

Demikianlah yang bisa penulis sampaikan, semoga skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi mereka yang ingin mengenal, mempelajari dan mengetahui kesenian tradisional khususnya Melayu.

Terimakasih

Medan, 2017

Hormat Saya,

Agustina A. Ginting

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ...... ii

PERSETUJUAN PROGRAM STUDI ...... iii

KATA PENGANTAR ...... iv

DAFTAR ISI ...... viii

DAFTAR GAMBAR ...... x

ABSTRAK ...... xi

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2 Pokok Permasalahan ...... 2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 3 1.3.1 Tujuan Penelitian ...... 3 1.3.2 Manfaat Penelitian ...... 3 1.4 Konsep dan Teori ...... 4 1.4.1 Konsep ...... 4 1.4.2 Teori ...... 6 1.5 Metode ...... 9 1.5.1 Studi Kepustakaan ...... 9 1.5.2 Penellitian Lapangan ...... 10 1.5.3 Observasi ...... 1.5.4 Wawancara ...... 1.5.5 Kerja Laboratorium ...... 1.6 Lokasi Penelitian ...... BAB II TINJAUAN UMUM DRAMA TARI MA’YONG DI KOTA MEDAN ...... 2.1 Ma’yong di Kota Medanl ...... 2.2 Biografi ...... 2.3 Periodesasi Sri Indera Ratu ...... 2.3.1 Sri Indera Ratu Periode Pertama (1968-1980) ...... 2.3.2 Sri Indera Ratu Periode Kedua (1980-2000) ...... 2.3.3 Sri Indera Ratu Periode Ketiga (2000-sekarang) ...... BAB III DESKRIPSI TATRI MA’YONG DI KOTA MEDAN ...... 3.1 Sejarah Drama Tari Ma’yong di Sanggar Sri Indera Ratu Kota Medan ...... 3.2 Deskripsi Drama Tari Ma’yong di Sanggar Sri Indera Ratu Medan ......

Universitas Sumatera Utara 3.3. Bentuk Penyajian Drama Tari Ma’yong di Sanggar Sri Indera Ratu Medan ...... 3.3.1 Gerak ...... 3.3.2 Busana Tata Rias dan Aksesoris ...... 3.3.3 Teks Drama ...... 3.3.4 Tempat Pertunjukan ...... BAB IV KARAKTERISTIK MUSIKAL LAGU - LAGU KARYA DJAGA DEPARI ...... 45 4.1 Transkripsi dan Analisa Lagu-Lagu Karya Djaga Depari ...... 45 4.2 Karakteristik Musiksal Lagu-Lagu Karya Djaga Depari ...... 67 BAB V PENUTUP ...... 68 5.1 Kesimpulan ...... 68 5.2 Saran ...... 69 DAFTAR PUSTAKA ...... 70 LAMPIRAN ...... xiv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Poster Pertunjukan Drama Sanggar Sinar Desa Piso-Serit ...... 26 Gambar 2.2 Dokumentasi Djaga ketika Menciptakan Lagu ...... 28 Gambar 2.3 Dokumentasi Lagu-Lagu Ciptaan Djaga ...... 30 Gambar 2.4 Dokumentasi Lagu-Lagu Ciptaan Djaga ...... 31 Gambar 2.5 Dokumentasi Penghargaan Djaga dari Presiden Republik Indonesia ...... 34 Gambar 2.6 Dokumentasi Penghargaan Djaga dari Kabupaten Karo ...... 35 Gambar 2.7 Dokumentasi Penghargaan Djaga dari Seniman Karo ...... 36

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ...... ii

PERSETUJUAN PROGRAM STUDI ...... iii

KATA PENGANTAR ...... iv

DAFTAR ISI ...... ix

DAFTAR GAMBAR ...... xii

ABSTRAK ...... xiii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………......

1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 PokokPermasalahan 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian…………………………………….. 1.3.2 Manfaat Penelitian……………………………………… 1.4 Konsep dan Teori………………………………………………... 1.4.1 Konsep………………………………………………………….. 1.4.2 Teori…………………………………...... … 1.5 Metode Penelitian…………………………………...... 1.5.1 Studi Kepustakaan………………………………...... 1.5.2 Penelitian Lapangan…………………………...... 1.5.3 Observasi…………………………………………………… 1.5.4 Wawancara…………………………………………………….... 1.5.5 Kerja Laboratorium…………………………………………….... 1.6 Lokasi Penelitian………………………………………………......

BAB II TINJAUAN UMUM DRAMA TARI MA’YONG DI KOTA MEDAN

2.1 Makyong di Kota Medan……………………………………………………...

2.2 Biografi...... …………………………………….

2.3 Periodesasi Sri Indera Ratu………………………………......

2.3.1 Sri Indera Ratu Periode Pertama(1968-1980)......

Universitas Sumatera Utara 2.3.2 Sri Indera Ratu Periode Kedua(1980-2000)......

2.3.3 Sri Indera Ratu Periode Ketiga(2000-sekarang)......

BAB III DESKRIPSI TARI MA’YONG DI KOTA MEDAN…………………

3.1 Sejarah Drama Tari Ma’Yong di Sanggar Sri Indera Ratu Kota Medan……....

3.2 Deskripsi Drama Tari Ma’Yong di Sanggar Sri Indera Ratu Medan………….

3.3 Bentuk Penyajian Drama Tari Ma’yong di Sanggar Sri Indera Ratu Medan…

3.3.1 Gerak……………………………………………………………………..

3.3.2 Busana Tata Rias dan Aksesoris…………………………………………

3.3.3 Teks Drama………………………………………………………………

3.3.4 Tempat Pertunjukan……………………………………………………..

BAB IV MUSIK PENGIRING DRAMA TARI MA’YONG DI KOTA MEDAN......

4.1 Deskripsi Alat Musik Pengiring Drama Tari Ma’Yong……………………......

4.2 Penggunaan Musik Pengiring DramaTari Ma’Yong…………………………...

4.3 Pola Ritem………………………………………………………………………

4.4 Analisis Musik………………………………………………………………….

4.4.1 Tangga Nada…………………………………………………………….

4.4.2 Nada Dasar……………………………………………………………….

4.4.3 Wilayah Nada…………………………………………………………….

4.4.4 Frekuensi Pemakaian Nada………………………………………………

4.4.5 Jumlah Interval……………………………………………………….....

4.4.6 Formula Melodi…………………………………………………………

4.4.7 Pola Kadensa…………………………………………………………….

4.4.8 Kontur (countour)…………………………………………………….....

4.5 Hubungan Tari dan Musik Pengiring………………………………………......

Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP ...... 109 5.1 Kesimpulan ...... 109 5.2 Saran ...... 111

DAFTAR PUSTAKA ...... 113 DAFTAR INFORMAN ...... 115

Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul “Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Puteri

Bungsu Karya Dra,Hj.Tengku Sita Syaritsa di Himpunan Seni dan Budaya Sri

Indera Ratu Medan.”

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Pertunjukan

Makyong Puteri Bungsu.Penulis akan mendeskripsikan rangkaian pertunjukan Makyong dari awal hingga akhir yang digarap oleh Alm.Tengku Sita Syaritsa di Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera Ratu Medan. Tarian ini digarap berdasarkan drama tradisional

Melayu yaitu Makyong dan Menhora

Adapun metode yang adalah metode penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bongdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3).karena dideskripsikan dengan menggunakan tulisan, rekaman video, dokumentasi gambar, dan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan beberapa sumber pendukung dari buku serta internet.

.Untuk mengkaji struktur tarian pada tulisan ini penulis menggunakan, teori dari Sal

Mugiarto dalam Milton Siger(MSPI, 1996:164-165) dan teori Weighted Scale oleh

William PMalm dalam mentranskripsi lagu.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, karena dideskripsikan dengan menggunakan tulisan, rekaman video, dokumentasi gambar, dan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan beberapa sumber pendukung dari buku serta internet.

Universitas Sumatera Utara STUDI DESKRIPTIF PERTUNJUKAN MAKYONG CERITA PUTRI BUNGSU

KARYA DRA.HJ.TENGKU SITA SYARITSA

DI HIMPUNAN SENI SRI INDERA RATU MEDAN

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan sebuah Negara yang terdiri dari bermacam-macam suku dan kebudayaan,salah satunya adalah suku Melayu, suku Melayu merupakan salah satu suku yang tersebar luas serta merupakan suku yang paling banyak menyebarkan agama islam di Indonesia,melalui bahasa,perdagangan,dan perkawinan. Masyarakat Melayudi

Indonesia menjangkauwilayah sepanjangpesisir timur Sumatera dari Tamiang (Aceh

Timur), pesisir Sumatera Utara, Provinsi Riau dan pesisir Jambi serta di Kalimantan

Barat. Jumlah Melayupesisirdi Sumatera Utara di tahun 1970 kira kira 1,5 Juta orang menurut (Tengku Lukman Sinar,2012).

Di daerah Sumatera seperti di Pekanbaru,Jambi,Palembang,Lampung,Bengkulu dan juga di Kalimantan seperti Borneo, sebagian besar penduduk berbahasa Melayu dari turunan Melayu,suku Melayu berpindah-pindah kemana-mana,mereka mendirikan koloni,setelah itu meninggalkannya dan memasukan bahasa Melayu kepada daerah lain sehingga bahasa Melayu merupakan bahasa pergaulan di seluruh Indonesia. Kata

Melayumerupakan istilah yang meluas dan agak kabur.Istilah ini merangkai suku bangsa di Nusantara yang pada zaman dahulu di kenal oleh orang-orang Eropa sebagai bahasa

Universitas Sumatera Utara dan suku bangsa dalam perdagangan dan perniagaan.Masyarakat Melayu adalah orang orang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan ikut dalam aktifitas perdagangan dan pertukuran barang dan kesenian dari berbagai wilayah didunia(Husein dalamGea,

2014:2).

Dilihat dari berbagai prespektif baik sejarah,budaya,bahasa,dan sastra serta perilaku masyarakat maupun pandangan para cendikia bahwa jati diri melayu, dalam berkomunikasi adalah bernafaskan Islam.Seseorang disebut Melayu apabila beragama

Islam,berbahasa Melayu sehari-hari dan beradat istiadat Melayu.Adapun semboyan pada masyarakat melayu adalah “Adat bersendi Hukum Syarak, Syarak bersendi Kitabullah”.

Jadi orang melayu itu adalah etnis secara kultural (budaya), dan bukan mesti secara genealogis (persamaan darah turunan) Orang Melayu menganut system PARENTAL sebagai hukum kekeluargaan yang artinya kedudukan pihak ibu dan pihak bapak adalah sama.Berbeda dengan etnis Batak yang mengikuti turunan ayah ataupun etnis Minang yang mengikuti keturunan dari ibu. Karena jumlah orang Melayu di daerah Sumatera

Utara termasuk mayoritas,maka tidaklah heran apabila kesenian tradisional Melayu di

Sumatera Utara sebagian besar telah mendapat pengaruh Islam Daerah hunian orang

Melayu itu ialah Pesisir Timur Sumatera sampai ke timur Palembang dan arah ke selatan berbatas dengan orang Rejang dan Lampung. Tujuannya adalah untuk melahirkan jiwa pemain,pencipta,dan penikmatnya yang berakhlak mulia baik terhadap lingkungan sesama masyarakat , dan pemimpin ataupun kepada penciptanya.

Bagi masyarakat Melayu Sumatera Utara,kesenian bukanlah hanya sekedar kreasi artistik yang hanya untuk sekedar menjadi hiburan,namun musik itu telah bersatu didalam aspek kebudayaan,sistem kepercayaan,dan juga struktur sosial,bahkan didalam

Universitas Sumatera Utara aktivitas perekonomian suku melayu tersebut. Sama seperti bahasa, maka musik juga merupakan alat komunikasi sosial dan sebagai media, musik mempunyai peranan penting didalam interaksi sosial berbagai individu didalam masyarakat pendukungnya.musik,teater,tari,dan nyanyian, masyarakat Sumatera Utaratidak dapat dipisahkan mereka saling melengkapi. Ada jenis kesenian Melayu Sumatera Utara yang mengalami akulturasi seperti halnya , tetapi adapula kesenian yang mempertahankan ketradisionalannya, karena mereka lebih mempercayai hubungan interkultural dengan adat lainnya daripada mengadakan percampuran. Ada yang membuat pengelompokan seperti :

Musik asli contohnya seperti nyanyian atau tetabuhan yang dilakukan oleh dukun

atau pawang ataupun lagu-lagu tertentu didalam musik Nobat Diraja,

nyanyian kematian

Musik Seperti yang dimainkan didalam mengiringi teater tradisional MA’YONG,

Musik musik yang telah mempergunakan alat-alat musik barat meskipun

Modern lagunya “Melayu Asli” dan begitu juga tari yang mengiringinya.

Bahasa dan seni berada didalam ruang lingkup kebudayaan karena itu secara keseluruhan merupakan sebuah karya seni. Tidak ada seni tanpa sastra,dan sebaliknya tidak ada sastra tanpa seni. Sastra terkait erat dengan bahasa,contohnya pertunjukan drama bukan hanya menampilkan kapasitas sastra itu sendiri tetapi juga bahasa dan kebudayaan(Tengku Sita Syaritsa,1979). Didalam sebuah pertunjukan bahasa yang

Universitas Sumatera Utara menarik tentu akan membuat penikmatnya terhibur. Salah satu kesenian tradisionalMelayu tradisional MakYong menunjukan deskripsi kebudayaan dimana sastra dan bahasa juga terkandung didalamnya.Contohnya, irama yang berkaitan dengan bagian-bagian sastra dimana nada dan pola titinada dari tingkat musik adalah bagian dari bahasa khususnya prosodi.

MAKYONG adalah drama tari yang berasal dari Thailand.MakYong merupakan hiburan favorit raja-raja Melayu dan raja-raja dengan tetap mempertahankan identitas melayunya yang berpengaruh di Patani.Dahulu, MakYong juga dipergunakan oleh masyarakat Pattani sebagai salah satu bentuk ritual.MakYong mungkin sudah ada di kerajaan Melayu Patani selama berabad-abad. Patani, yang sekarang dikenal sebagai

Langkasuka dalam tawarikh kuno, sudah ada sekurang-kurangnya 1.400 tahun silam (ini disebut sebagai Tanah Ya Hsu dalam Dinasti Hiang tahun 502-566)(Tengku Sita

Syaritsa,1979). Bersama sama dengan tetangganya Malaysia utara, Lingor,Patani mungkin berhubungan dengan kekaisaran Khmer sebelum tahun 1000. Ma’Yongmasuk ke Kelantan dari Patani skitar tahun 1920.

Dahulu, para pemain MakYong dibina oleh Sultan Kelantan dan oleh sejumlah kerabatnya, Tengku Temenggung Abdul Ghafar disebutkan mendukung ratusan aktris

MakYong di kota Bharu dalam dekade pertama abad 20. Tahun 1920 terjadi pergantian raja di Kelantan dan setelah itu banyak pemain yang diwajibkan mencari nafkah sendiri dengan cara melakukan pertunjukan didepan umum maupun berkeliling Negara

Malaysia sebelah utara dan Thailand Selatan, dan kadang turut ambil bagian dalam perayaan raja di Negara-negara bagian Malaysia Selatan. Tetapi setelah ada bioskop dan pertunjukan dari panggung lainnya membuat perlahan-lahan para aktris

Universitas Sumatera Utara MakYongmenghapuskan banyak tradisional mereka,mempersingkat tarian mereka dan mulai memasukkan pakaian yang lebih modern sampai pertunjukan MakYong jarang diketahui.Dalam usaha memperbaiki situasi ini, Lembaga Studi Asia Malaysia mengumpulkan sekelompok pemain dan mulai melakukan pelestarian terhadap kesenian ini.MakYong diasaskan dikerajaan Pattani yang saat ini merupakan sebagian daripada

Thailand.MakYong merupakan kesenian yang diwariskan secara lisan,oleh sebab itu tidak dapat dipastikan sejak kapan kesenian ini ada.

Dari Thailand drama tari ini menyebar dan masuk ke kedah dan Kelantan.Awalnya drama tari ini mempunyai dua aliran.Dari Kelantan ini berlanjut terus dan masuk tetangga terdekatnya Riau.Dari kedah alirannya sampai ke Penang dan dari Penang masuk ke tetangga terdekatnya yaitu perbaungan, Pulau Perlis dan Pulau

Kampai.Perbaungan adalah pusat dari kerajaan Serdang.

MakYong sangat berbeda dari drama tari yang lain, seperti Manohra dimana seluruh pemainnya adalah laki-laki. Ceritanya juga tidak mempunyai kemiripan dengan cerita

Ramayana,atau dengan drama Mahabrata yang lebih disukai para pelindung drama pertunjukan Indonesia, juga tidak mempunyai kaitan dengan cerita-cerita rakyat Melayu terkenal yang dicatat dan di publikasikan, atau dengan ,drama tari Minangkabau dari Sumatera Barat.Dahulu,kedua kerajaan tersebut memegang peranan penting dalam perkembangan dan perlindungan budaya sampai drama tradisional Melayu MakYong mencapai masa emasnya sebelum revolusi sosial. Namun, setelah kerajaan menghilang, drama tari MakYong perlahan-lahan sudah mulai menghilang,hanya ada beberapa yang masih mengetahuinya,ia termasuklah diantara kelompok orang-orang tua di

Serdang.Akan tetapi, di Riau drama tari ini masih bertahan. Tetapi ada juga anggapan

Universitas Sumatera Utara bahwa asal mula mempertunjukan MakYong adalah dewa hindu jawa yang bernama

Semar dan putera nya Turas. Ada pula yang menamakan MakYong berasal dari “Mak

Hyang” yaitu Dewi Sri, Dewi padi orang Jawa. Menurut DR.Ghulam Sarwar Youssof, di dalam MakYong(the ancient Malay dance theater), cerita asal dari MakYong ialah “Dewa

Muda” dan 12 cerita-cerita lainnya yaitu :

A. Cerita Dewa Muda

B. Dewa Samadaru

C. Dewa atau Raja Sakti

D. Dewa Indra Indra Dewa

E. Anak Raja Panah

F. Negeri Ho Gading

G. Gading Bertimang

H. Raja Tangkai Hati

I. Raja Muda Lakleng

J. Raja Muda Lembek

K. Raja Besar dalam

L. Bedara Muda

MakYong yang berada di Sumatera Utara pertama kali dibawa oleh Alm.Dra.H.

T.Sita Syaritsa di sanggar Sri Indera Ratu.“SRI” berarti Dewi Padi, yang melambanggkan wanita cantik,“INDERA” dimaksudkan untuk menyebutkan pria,”

RATU” berarti raja wanita atau masih berhubungan dengan kerajaan, maka SIR diartikan sebagai sebuah seni tari yang memilikipola gerak tarian yang indah, yang

Universitas Sumatera Utara diartikan oleh para dewi dan para pria. Sri Indera Ratu berdiri sejak tanggal 31 Agustus

1968, dan telah beberapa kali mengadakan pertunjukan didalam dan diluar negeri.

Mempunyai peran dan tanggung jawab untuk melestarikan, memperkenalkan Seni dan Budaya Sumatera, sehingga bisa ke tingkat Internasional, dalam upaya peningkatan sektor potensi Budaya dan Pariwisata, erat kaitannya dengan kunjungan wisatawan.

Setelah Dra.T.Sita Syaritsa meninggal, Himpunan SeniSIR pun dilanjutkan oleh anandanya yaitu Dra.T.Lisa Nelita. Dalam tulisan ini, T.lisa Nelita ini menjadi informan kunci. MakYong yang digarap oleh T.Sita Syaritsa yang berjudul “Putri Bungsu” didasarkan oleh drama tari tradisi Melayu MakYong dan Menora. Pertunjukan ini diseliingi dengan seni suara, dan dialog jenaka “Putri Bungsu”, pokok ceritanya adalah

“kesetiaan dalam Persahabatan”.Saling menghargai bahwa perangai jahat tentu tidak mendapat tempat didunia maupun di akhirat.

Tengku Sita Syaritsa lahir di Istana Kota Galuh Kesultanan Serdang, di kota

Perbaungan, pada tanggal 12 Feebruari 1937. Ayah beliau adalah Tengku Mahkota

Kesultanan Serdang yang bernama Tengku Rajih Anwar dengan gelar Tengku Mahkota, sedangkan ibu beliau bernama Encik Nelly Syafinah. Beliau sendiri merupakan keturunan dari kerajaan Deli. Beliau melakukan penelitian dan mempelajari tarian ini langsung ke daerah Riau tepatnya di Pulau Mantang Arang, setelah itu beliau mulai mengembangkan tarian tersebut di daerah Sumatera Utara tepatnya di kota Medan.

Drama tari MakYong pertama kali ditayangkan dan dipertandingkan pada acara siaran

Nasional Stasiun Jakarta “Bhineka Tunggal Ika” dari TVRI Stasiun Medan, mendapatkan juara 1 pada tahun 1981.Mengisi acara di Pergelaran Kesenian Sumatera

Utara di Australia pada tahun 1985. Setelah itu dibawah nama sanggar tari Sri Indera

Universitas Sumatera Utara Ratu, drama tari ini telah banyak dipentaskan di berbagai acara bahkan di berbagai

Negara.

Pada tahun 2012, drama tari ini terakhir kali dipentaskan di kota Medan tempatnya di

Lapangan Merdeka dalam acara Festival Budaya Melayu Agung(06-10 juni 2012& HUT

Medan ke 422). MakYong yang digarap oleh Alm.Dra. H. T.Sita Syaritsa memang tidak sama seperti MakYong yang ada di Negara lainnya, sedikit membuat perubahan walaupun tetap tidak meninggalkan adat istiadat melayu tetapi tetap saja mempunyai perbedaan yang khas antara satu dan lainnya baik itu dalam aspek alur cerita,aspek struktural, fungsional, dan juga aksesoris yang digunakan pada saat pertunjukan.

Contohnya, pada pertunjukan MakYong yang berada di Sumatera Utara yang digarap berdasarkan dari teater MakYong serta Menhora para pemainnya adalah perempuan dan laki-laki walapun pada awalnya memang MakYong itu hanya berisikan perempuan saja disetiap pertunjukan, sama seperti di daerah Thailand, MakYong adalah tarian yang di khususkan untuk perempuan saja, dan aturan itu tetap berlaku sampai sekarang.

Selain itu, pertunjukan Drama tari ini pun diselingi oleh seni suara dan dialog jenaka

“Putri Bungsu”.Para pemainnya pun sudah bercampur antara wanita dan laki-laki.Ada beberapa alasan-alasan yang menyebabkan persamaan dan perbedaan antara MakYong yang ada di Sumatera dengan MakYong yang ada di daerah lain, yaitu :

1.Makyong yang berasal dari Thailand dan memiliki dua tempat persebaran di

Malaysia yaitu kedah dan Kelantan. Dari Kelantan drama tari ini masuk ke Riau,lalu mengalami akulturasi sehingga menghasilkan sebuah jenis tarian baru. Dari kedah drama tari ini masuk ke Pantai Timur Sumatera tepatnya di Perbaungan, Kampung Perlis, Pulau

Universitas Sumatera Utara Kampai yang juga menghasilkan jenis tari yang berbeda dari jenis yang ada di Riau. Jadi dapat dikatakan bahwa cara persebaran dari drama tari ini pun mempengaruhi jenis dari tarian tersebut.

2. Karena Pengaruh Lingkungan Sekitar,pada dasarnya, jenis-jenis tarian Ma’Yong tidak ada yang terlalu berbeda antara satu dan lainnya. itu mempunyai garis besar yang sama. Drama tari tradisional ini biasanya ditampilkan pada suatu acara yang bersifat menghibur masyarakat sesuai dengan kebutuhan mereka atau karena lokasi dari pertunjukan MakYong sendiri pun tidak selalu sama dari satu tempat ke tempat lain. Ini berarti aspek-aspek yang mempengaruhi MakYong disatu daerah tidak sama dengan yang ada di daerah lain

3.Pengaruh dari kebiasaan dan adat istiadat setempat di masyarakat juga merupakan suatu aspek yang berpengaruh terhadap jenis MakYong yang akan ditampilkan. Pada umumnya pun sebuah pertunjukan akan mengikuti aturan-aturan setempat yang ada di suatu daerah karena aturan disetiap daerah tentu tidaklah sama, contohnya bahasa daerah setempat, sastra, kesenian, tari, dan adat istiadat. Kebudayaan suatu daerah tentunya merupakan milik dari satu masyarakat tertentu yang tidak selalu dapat bersesuaian. Hal yang sama berlaku di dalam masyarakat lainnya. Cara hidup dari anggota masyarakat pun sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Contohnya saja masyarakat Melayu, walaupun statusnya sama sebagai orang Melayu, tentu mempunyai perbedaan didalam kehidupan antara orang Melayu di Sumatera Utara dengan orang Melayu yang berada di daerah

Jambi, ataupun daerah lainnya baik perbedaan aturan setempat,aturan beradat istiadat, aturan bahasa, dan lainnya.

Universitas Sumatera Utara Maka dari itu, Jenis-Jenis MakYong pun tidak sama di satu masyarakat,karena pengaruh aspek-aspek dari suatu masyarakat itu sendiri.Khususnya adat istiadat, keyakinan memegang peranan utama dalam memvariasikan drama tari dan perlengkapan pakaian MakYong.Ada beberapa jenis drama tari MakYong yang berkembang di

Sumatera Utara ini,tapi penulis akan melakukan penelitian terhadap drama tari MakYong yang dipopulerkan oleh Alm. Hj. T. Sita Syaritsa yang berjudul “Puteri Bungsu”

.Struktur drama tari Putri bungsi garapan sanggar Sri Indera Ratu merupakan perpaduan antara tarian,drama,romansa,serta komedi luas.Pertunjukan MakYong biasanya dibuka dengan instrument musik dari alat musik tradisional melayu seperti gendang melayu,tetawak,seruling.membawa penari yang berperan sebagai dayang-dayang dan seorang raja dan pengikut raja masuk ke dalam panggung kemudian para dayang- dayang menjadi latar dibelakang raja yang sedang berlatih silat.

Setelah itu dengan suruhan sang raja, sang pengikut raja mulai mencari celah kepada dayang-dayang dengan cara merayu menggunakan jenaka dan bahasa-bahasa

Melayu yang tujuannya agar sang raja dapat bertemu sang Putri Bungsu, adegan tersebut pun berlangsung sekitar beberapa menit setelah itu seorang wanita paruh baya yang dianggap sebagai ketua dari dayang-dayang masuk dan memarahi sang pengikut raja, tetap dengan menggunakan bahasa serta pantun jenaka dari bahasa melayu.Setiap lakon dibuka dengan solo sekitar dua puluh menit,yang dinyanyikan oleh aktris utama,dibantu oleh suara-suara pemeran lainnya (kecuali komedian yang secara teknis belum muncul).

Para aktris menampilkan rangkaian gerakan-gerakan jari dan tangan yang rumit dan kemudian sambil benyanyi,selanjutnya mereka naik dengan sangat lambat dan mencapai posisi tegak pada saat solo telah berakhir. Kemudian mereka membentuk lingkaran di panggung perlahan-lahan saat salah satu diantara mereka menyanyikan solo

Universitas Sumatera Utara pembuka.Kemudian raja memperkenalkan diri dan memanggil seorang hambanya laki- laki dari kamarnya di belakang istana.Tarian dan nyanyian yang ditampilkan selama drama MakYong sudah umum untuk semua pemain,dan pilihan nyanyian biasanya diambil oleh pemain rebab yang berkonsultasi dengan aktris utama sebelum pertunjukan dimulai.Nada-nadanya tetap konstan,kata-katanya bisa divariasikan atau di improvisasikan sesuai dengan keadaan, dinyanyikan oleh aktris utama,dibantu oleh suara-suara pemeran lainnya.

Soloist diharapkan menampilkan keahlian vokalnya,alat musik rebab yang digunakan sebagai pengiring lagu adalah berupa melodi yang sangat jarang dimainkan secara langsung baik secara instrumental ataupun secara vocal. Begitu soloist mengetahui nada dari bar-bar pembuka Rebab dan mulai bernyanyi,ia menyesuaikan gaya ornamental pemain rebab.Gerakan tarian yang melambat dan disertai oleh banyak lagu menandakan akhir dari suatu babak cerita.Bila musik berhenti,para penyanyi duduk dan salah satu aktris utama memasuki tempat baru dalam cerita dengan menggunakan dialog dan lakon.

Ada sejumlah tarian yang lebih sulit untuk digunakan dalam beberapa acara atau kejadian yaitu seperti perkawinan. Para aktris yang tidak turut berperan didalam cerita, duduk dalam barisan tunggal,menghadap ke dalam,sepanjang sisi kiri dari daerah lakon persegi sedangkan para pemain musik duduk pada sisi yang berseberangan menghadap ke depan. Para komedian sewaktu istirahat duduk dikanan atau dibelakang para musisi.Salah seorang anggota lakon MakYong masuk dengan ditepi areal lakon dan melangkah satu atau dua langkah kearah pusat lantai.Ia keluar dengan berjalan ke tepi daerah lakon persegi dan duduk.Tetapi walaupun penompang panggung tidak ada,para pemain menggunakan kostum yang mewahdan mahal.

Universitas Sumatera Utara Bagian-bagian drama MakYong diberi nama khusus dan pakaian khusus untuk masing-masing bagian,terlepas dari cerita mana yang dilakonkan. Salah satu aktris utama memerankan Raja Besar atau penguasa, peran ini dikenal sebagai Pa’yong atau

“Pa’Yong tua”.Aktris utama lainnya memerankan pengeran-pahlawan muda yang disebut dengan “Pa’yong Muda”.Peran istri raja disebut dengan “MakYong” dan peran puteri dikenal sebagai “Puteri MakYong”.Komedian disebut sebagai peran dan komedian senior sebagai “Peran Tua”.Adapun peran Tua dianggap tokoh “wise” (Vidushaka) dan sekaligus mengasuh Raja,Penjaga,pengiring dan pelindung.Ia dimainkan oleh seorang laki-laki dengan memakai topeng merah. Dilain cerita,ia juga merupakan suami dari mak inang.

Sedangkan dewa adalah pembebas dari tangan gergasi yang jahat. Jadi, semua pemain adalah wanita kecuali peran yang dimainkan laki-laki dengan memakai topeng.

Di Malaysia dan thailand,teater ini asalnya hanya untuk kaum wanita saja.sehingga tidak menggunakan topeng, sebagaimana asal dari kata “Mak Hyang” tersebut.Dalam pementasan dikampung,drama tari ini dilakukan dipanggung terbuka yang berlatarkan daun kelapa. Penonton akan duduk di tiga sisi panggung,sisi keempat akan dikhususkan untuk para pemain musik. Ada beberapa konvensi dasar didalam MakYong, yaitu :

1.Panggung: atap dan dinding bambu dibiarkan terbuka saja pada semua sisi dengan

garis jurusan timur-barat.tetapi dizaman modern ini hal tersebut

tidak dipakai lagi

2.Alat musik :alat musik yang utama adalah pemain rebab yang duduk di dekat tiang

sebelah timur, sehingga pada saat upacara “menghadap rebab

berlangsung”, para penari menghadap ke timur. Saat ini di daerah

Kepulauan Riau dan di Serdang, rebab ini tidak dipergunakan lagi.

Universitas Sumatera Utara 1 Pemain terdiri dari wanita, kecuali peran domenians

2 Pakyong (Raja) memakai mahkota memegang rotan berai untuk

dipukulkan kepada Pemain atau untuk menunjuk bila berbicara.

Dapat dikatakan bahwa Ma’Yong adalah drama tari tradisional melayu tertua khusunya di Sumatera Utara.Pernyataan ini bisa diambil setidaknya dari tulisan-tulisan yang ditulis oleh para penulis, ahli sejarah dan ahli musik asing.Ma’Yong sudah dikenal sejak abad ke 17.Ma’Yong tersebar luas ke daerah-daerah melayu di Pulau Sumatera dari dua jalan masuk. Setelah jatuhnya kerajaan melayu di Sumatera, panggung-panggung pertunjukanMa’Yong menjadi semakin kurang penting dan semakin jarang ditampilkan, dan sekarang ini hampir bisa dikatakan menghilang. Sisa-sisanya sekarang masih bisa ditemukan di kepulauan Riau,walaupun jumlahnya semakin sedikit (sekarang ini kira- kira 15 kelompok).

Dari jumlahnya ini bisa dikatakan sudah menuju arah kepunahan.Seperti yang disebutkan di atas, pusat Ma’Yong di Riau berlokasi di Pulau Mantang Arang. Para pemain Ma’Yong yang tersisa atau yang masih hidup tidak memiliki atau sudah berkurang kemampuan, kapasitas dan keahliannya untuk memainkan Ma’Yong di panggung, atau untuk memainkan Ma’Yong di panggung, atau untuk membangun kembali, mengembangkan kembali atau menciptakan kembali panggung. Alasan utama karena kebugaran mereka sudah habis.Ini juga terjadi pada para pemain musik Ma’Yong yang sudah juga terlalu tua untuk bermain atau menampilkan instrumen musik Ma’Yong.

Selain itu, sangat sulit menemukan dan mendapatkan instrument musik Ma’Yong, berdasarkan penjelasan tersebut.Ada tiga aspek utama yang akan penulis diskusikan di dalam tulisan ini

Universitas Sumatera Utara Pertama adalah bagaimana struktur tari Ma’Yong tersebut. Dalam konteks struktur tersebut, akan dideskripsikan ragam gerakan yang ada, demikian juga halnya dengan pola-pola lantai yang digunakan, serta dalam pola-pola gerakan, hal spesifik apa yang menyangkut nilai adat, nilai agama, atau nilai yang terkait budaya lokal yang dilambangkan atau diekspresikan. Kedua, bagaimana struktur musik iringan pada tari

Ma’Yong.Selanjutnya apakah fungsi tari Ma’Yong dalam konteks kehidupan serta sosial masyarakat melayu? Jika dimaksud eksis, lantas bagaimanakan proses penyajian drama tari tersebut sehingga dapat memenuhi fungsi dimaksud? Keberadaan tari Ma’Yong dalam kehidupan masyarakat melayu di Kota Medan seperti terurai dalam latar belakang ini, dapat didekati dengan pendekatan multidisiplin ilmu.Yang pertama adalah untuk mengkaji struktur tarinya digunakan pendekatan-pendekatan ilmu antropologi tari. Yang dimaksud antropologi tari atau disebut juga etnologi tari dan etnokoreologi adalah sebagai berikut:

“Reflects the relatively recent attempt to apply academic thought to why people dance and what it means. It is not just the study or cataloging of the thousands of external forms of dances—the dance moves, music, costumes, etc.— in various parts of the world, but the attempt to come to grips with dance as existing within the social events of a given community as well as within the cultural history of a community.

Dance is not just a static representation of history, not just a repository of meaning, but a producer of meaning each time it is produced—not just a living mirror of a culture, but a shaping part of culture, a power within the culture. The power of dance rests in acts of performance by Ethnochoreology (also dance ethnology, dance anthropology) is the study of dance through the application of a number of disciplines such as

Universitas Sumatera Utara anthropology, musicology (ethnomusicology), ethnography, etc. The word, itself, is relatively recent and means, literally, “the study of folk dance”, as opposed to, say, the formalized entertainment of classical ballet. Thus, ethnochoreology dancers and spectators alike, in the process of making sense of dance… and in linking dance experience to other sets of ideas and social experiences. Ethnologic dance is native to a particular ethnic group. They are performed by dancers associated with national and cultural groups. Religious rituals (ethnic dances) are designed as hymns of praise to a god, or to bring in good fortune in peace or war.”(Blacking, 1984).

Dari kutipan di atas, dapat diartikan bahwa yang dimaksud etnokoreologi (juga disebut dengan etnologi tari dan antropologi tari) adalah studi tari melalui penerapan sejumlah disiplin ilmu seperti antropologi, musikologi (etnomusikologi), etnografi, dan lain-lain.Istilah itu sendiri, adalah relatif baru, yang secara harfiah berarti studi tentang tarian rakyat (sebagai lawan dari tari hiburan yang diformalkan dalam bentukbalet klasik). Dengan demikian, etnokoreologi mencerminkan upaya yang relatif baru dalam dunia akademis untuk mengkaji mengapa orang menari dan apa artinya. Dalam konteks tersebut para ilmuwan etnokoreologi tidak hanya belajar ribuan tarian yang mencakup gerak, musik iringan, kostum, dan hal-hal sejenis, di berbagai belahan dunia ini, tetapi juga meneliti tarian dalam kegiatan sosial dari suatu masyarakat, serta sejarah budaya tari dari suatu komunitas. Tari bukan hanya 11 representasi statis sejarah, bukan hanya repositori makna, namun menghasilkan makna setiap kali tari itu dihasilkan.Tari bukan hanya cermin hidup suatu budaya, tetapi merupakan bagian yang membentuk budaya, sebagai kekuatan dalam budaya. Kekuatan tari terletak pada tindakan penampilan penari dan penonton, dalam proses pembentukan rasa dalam tari, dan menghubungkan

Universitas Sumatera Utara pengalaman gagasan tari dan wujud sosialnya. Tari juga berkait dengan kelompok etnik tertentu.

1.2POKOK PERMASALAHAN

1.Bagaimanadeskripsi drama tari dan musik pengiring Ma’Yong “Puteri Bungsu” pada sanggar Sri Indera Ratu?

2.Bagaimana regenerasi pemeliharaan kesenian tersebut didalam sanggar Sri Indera

Ratu?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN PENELITIAN

1.Untukmengetahui secara terperinci deskripsi musik pengiring dan tari Ma’Yong sendiri.

2.Untuk mengetahui bagaimana regenerasi pemeliharaan kesenian tersebut didalam sanggar Sri Indera Ratu.

1.3.2 MANFAAT PENELITIAN

1.Untuk menambah informasi mengenai salah satu drama tari melayu yaitu Ma’Yong yang ada Sumatera Utara

2.Sebagai penambah wawasan tentang bagaimana cara mendeskripsikan suatu drama tari.

3.Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari program studi Etnomusikologi

FIB USU.

Universitas Sumatera Utara 1.4 KONSEP DAN TEORI

1.4.1 KONSEP

Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatupenelitian. R. Merton mendefinisikan sebagai berikut:“konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati.

Seterusnya, konsep menetukan antaravariabel-variabel yang mana kita ingin menetukan hubunganempiris”(Mertondalam Gea, 1963:83). Kata deskrptif berarti pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney,1960:160).

Dalam penelitian dan penulisan ini yang dimaksud dengan kata struktur, yaitu adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu dengan yang lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Dalam hal ini, struktur yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah bagian-bagian yang melengkapi tari Ma’Yong dalam pertunjukannya, dan tahapan-tahapan dari pola-pola gerakan, dengan kata lain yang berarti ragam-ragam yang ada dalam tarian Ma’Yong. Identifikasi suatu struktur tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan bagian-bagiannya dan hubungan mereka.

Dalam tulisan ini penulis menyatakan pola dari dari Ma’Yong berarti gerakan-gerakan yang terkandung dalam tiap-tiap ragam yang terbentuk.Jadi dalamhal ini struktur dan pola sangat berhubungan, yakni bagaimanabagian-bagian dari gerakantari saling berhubungan sehingga disatukan dan adanyabentuk atau model (suatu setperaturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untukmenghasilkan suatu tari.Khususnyajika tari yang ditimbulkan cukup mempunyaisuatu tari yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yangmana gerakan tarian itu dikatakan memamerkan pola.

Universitas Sumatera Utara Tari adalah segala gerak yang berirama atau sebagai segala gerak yang dimaksudkan untukmenyatakan keindahan ataupun kedua-duanya (Tengku LuckmanSinar,

1996:5).Istilah masyarakat dalam penulisan judul memiliki arti seperti yangdikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1993:106-107), yaitu sebagai asosiasimanusia yang ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu yang terbatas sifatnya, sehinggadirencanakan pembentukan organisasi-organisasi tertentu. Selain itu

SoerjonoSoekanto menambahkan bahwa istilah masyarakat sangat erat kaitannya dengannilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepentingan-kepentingan, dan lain sebagainya.Oleh karena itu, maka pengertian masyarakat tidak mungkin dipisahkan darikebudayaan dan kepribadian.Masyarakat melayu yang penulis maksud disini, adalah masyarakatyang telah lama ada di Kota Medan, serta masyarakat Melayu yang telahmelakukan perpindahan dari daerah asalnya.

Menurut Goldsworthy didasarkan kepada adat istiadat, dan dibatasi oleh pandangan adat. Para penari wanita di sarankan untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya,seperti adegan yang terdapat didalam Ma’Yong mereka tidak diperkenankan mengangkat tangan melebihi bahunya, dan tidak diperkenankan menampakan giginya pada saat menari. Mereka tidak boleh mengoyang goyangkan pinggulnya, para penari wanita sebagian besar mengutamakan sopan santun, tidak menantang pandangan penari mitra prianya.Penari wanita mengekspresikan jinak-jinak merpati atau malu malu kucing. Penari wanita gerak gerak nya menghindari penari pria (Goldsworthy,1979:343)

1.4.2TEORI

Universitas Sumatera Utara Teori adalah salah satu acuan yang digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini.Dengan pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh suatu teori-teori.Untuk menggambarkan makna yang terkandung pada pertunjukan tari persembahan, penulis menggunakan teori dari Sal Mugiarto dalam

Milton Siger(MSPI, 1996:164-165) dan teori Weighted Scale oleh William P Malm dalam mentranskripsi lagu.Selain itu penulis juga menggunakan teori kenesiologi dalam penulisan ini, adapun teori Kenesiologi adalah ilmu yang mempelajari gerak.Fokus dari teori kinesiologi ini adalah membahas fungsi dan gerak tubuh.

Deskripsi, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1985:34) adalah

menggambarkan apa adanya. Asal kata deskriptif, dari bahasa Inggris yaitu

descriptive, yang berarti bersifat menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran

melalui kata - kata atau tulisan.Seeger (1958:184) menyebutkan, penyampaian objek

dengan menerangkan terhadap pembaca secara tulisan maupun lisan dengan sedetail-

detailnya.Dengan demikian deskripsi yang penulis maksudkan adalah menyampaikan

dengan menggambarkan melalui tulisan secara jelas mengenai drama tari Ma’Yong

dan musik pengiringnya pada sanggar Sri Indera Ratu.

Dalam hal ini struktur dan pola sangat penting, yakni bagaimanabagian-bagian dari

gerakan tari saling berhubungan sehingga disatukan dan adanya bentuk atau model

(suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan

suatu tari.Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari

maupun dari kelompok penari bersama, ditambah dengan penyesuaiannya dengan

ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan suatu

pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23).Hubungan

Universitas Sumatera Utara musik dan tari adalah suatu fenomena yang berbeda tetapi dapat juga digabungkan

dengan aspek yang mendukung. Musik merupakan rangkaian ritme dan nada

sedangkan tarian adalah rangkaian gerak, ritme dan ruang, dimana fenomena

keduanya merupakan suatu yang berlawanan, yang mana musik merupakan fenomena

yang terdengar tapi tidak terlihat dan tarian merupakan fenomena yang terlihat tapi

tidak terdengar (Wimbrayardi 1999:9-10)

1.5 METODE PENELITIAN

Dalam suatu kegiatan penelitian ilmiah,harus menggunakan metode penelitian agar penelitian dapat diselesaikan dengan baik dan secara sistematis.Koentjaraningrat

(1985:7). Yang mengatakan bahwa, metode adalah caraatau jalan. Untuk meneliti Drama tari Ma’Yong penulis menggunakan metode penilitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukan oleh Kirk Miller dalam Moleong(1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.

1.5.1 STUDI KEPUSTAKAAN

Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari suatu penelitian, teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan menggunakan studi kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat

Universitas Sumatera Utara memperolehinformasi tentang pemikiran-pemikiran yang relavan dengan penelitiannya untukmelakukanstudikepustakaan,perpustakaan merupakan suatu tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relavan untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan (Roth:1986). Seorang peneliti hendaknya mengenal atau tidak merasa asing dilingkungan perpustakaansebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti akan dengan mudah menemukan apa yang diperlukan, untuk mendapatkan informasi yang diperlukan peneliti mengetahui sumber sumber informasi tersebut,misalnya kartu katalog, referensi umum dan khusus, buku-buku pedoman, buku petujuk, laporan laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal, enskilopedia, dan surat kabar,dengan demikian penelitian akan memperoleh informasi dan sumber yang tepat dalam waktu yang singkat.

1.5.2 PENELITIAN LAPANGAN

Penelitian lapangan merupakan salah satu metode dalam mengumpulkan data secara kualitatif.Penelitian lapangan biasanya dilakukan untuk memutuskan kearah mana tujuan dan lokasi penelitian berdasarkan konteks yang sudah ada.Ada baiknya peneliti yang sebagai outsider, harus menjadi insider terlebih dulu.

1.5.3 OBSERVASI

Didalam buku Metode-Metode Penelitian Masyarakat, tulisan Harsja W.Bachtiar dan

Koentjaraningrat bahwa mengumpulkan data melakukan kerja lapangan (field work) dengan menggunakan Observasi (Pengamatan) yang diakukan peneliti secara langsung.Hal ini sesuai dengan pendapat Harja W.Bachtiar (1990-114-115). Bahwa seorang peneliti harus melihat secara langsung akan kegiatan-kegiatan dalam

Universitas Sumatera Utara penenelitiannya dalam mendapatkan data-data dilapangan. Maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia mengupulkan keterangan yang ia perlukan tanpa harus bersembunyi,tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan yang diamatinya.

Mengacu pada teori diatas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian. Misalnya cara penyajian Ma’Yong, sarana yang diperlukan,dan permasalahan yang relevan dengan pokok permasalahan yang sudah ada. Dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data dilapangan sebagai laporan hasil pengamatan penulis.

1.5.4 WAWANCARA

Dalam suatu penelitianyang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam sutu masyarakat serta pendiriannya,merupakan suatu pembantu utama dalam melakukan metode observasi.

Wawarncara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan. Untuk hal ini penulis mengacu kepada pendapat Koetjaraningrat

(1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancra, teknik wawancara, dan pencatatan wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara fokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil berlalu.

Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selallu terpusat pada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil berlalu sifatnya hanya unruk menambah data yang lain.Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan

Universitas Sumatera Utara ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan.

1.5.5 KERJA LABORATORIUM

Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan.Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan

Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang inter-disipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi), sehingga permasalahannya yang merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka penulis melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini dilakukan berulang- ulang.

1.6 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis terdapat di Jl.Sultan Ma’moen Al

Rasyid (Istana Maimoon), Medan 20152 yang merupakan rumah dari Informan kunci dari penelitian ini yaitu rumah dari Dra.T.Lisa Nelita dan sekaligus menjadi tempat sanggar SRI INDERA RATU. Lokasi ini juga dahulu merupakan kediaman keluarga

Universitas Sumatera Utara Almahrumah Tengku Sita Syaritsa, lokasi ini masih berada didalam wilayah Istana

Maimun, karena Tengku Muhammad Daniel Al-Haj (suami dari Tengku Sita Syaritsa) merupakan salah satu pewaris kesultanan Deli.Maka dari itu, alasan penulis memilih lokasi penelitian dikarenakan lokasi ini berhubungan dengan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara TINJAUAN UMUM TEATER MAKYONG DI KOTA MEDAN

2.1 Teater Makyong di Kota Medan

Kota Medan terletak di bagian Timur Provinsi Sumatera Utara yang berada pada garis koordinat diantara 20 29’30 -20 47’30 LU dan 980 35’30-980 44’30 BT. Luas areal mencapai 26.510 Ha, umumnya beriklim tropis dan hanya memiliki dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat ini, Kota Medan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera; (2)

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu Kabupaten

Deli Serdang; (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang; (4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung

Morawa Kabupaten Deli Serdang. Penduduk asli kota Medan adalah suku Melayu,

Menurut riwayatnya, Kota Medan pada mulanya disebut Kampung Medan yang didirikan oleh Guru Patimpus, yaitu nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Suka

Piring sebagai salah seorang dari Datuk Empat Suku.

Medan juga merupakan daerah perkotaan yang dihuni oleh berbagai etnik dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Kondisi kota Medan yang heterogen ini mengakibatkan banyaknya bermunculan organisasi-organisasi yang berdasarkan etnis maupun agama. Selain itu terdapat pula beberapa organisasi yang dibentuk berdasarkan marga (clan). Oleh karena banyaknya etnis yang ada,tentunya di Kota Medan terdapat beragam kesenian yang ada, salah satunya adalah kesenian dari suku Melayu yaitu teater

Makyong.

Makyong adalah hiburan yang paling disukai oleh raja-raja di Patani (Thailand

Selatan) dan di daerah tetangganya Kelantan, Negara bagian paling utara di Malaysia

Universitas Sumatera Utara Barat. Makyong masuk ke Klantan dari Patani sekitar tahun 1920. Sebelumnya kelompok aktris Makyong dibina oleh Sultan Klantan dan sejumlah kerabatnya namun setelah terjadi pergantian raja di Klantan, para aktris Makyong diwajibkan untuk mencari nafkah sendiri dengan melakukan pertunjukan didepan umum. Mereka berkeliling ke negara-negara bagian Malaysia sebelah utara dan Thailand Selatan, kadang-kadang mereka pun turut ambil bagian dalam perayaan raja di negara bagian

Malaysia Selatan. Tetapi persaingan dari bioskop dan dari pertunjukan panggung lainnya memaksa para aktris Makyong perlahan-lahan menghapuskan banyak nyanyian tradisional mereka, mempersingkat tarian mereka, dan memasukkan pakaian modern sampai pertunjukkan Makyong jarang ada diketahui oleh masyarakat lagi. Dalam usaha memperbaiki situasi ini, Lembaga Studi Asia Malaysia mengumpulkan sekelompok kecil aktris, komedian dan musisi di awal tahun 1969 di Klantan, dan menggunakan mantan bintang Makyong sebagai guru Makyong tradisional, dan kelompok ini akan tampil dengan gaya tradisional selama konfersi. Mereka mungkin merupakan satu- satunya kelompok yang sekarang bisa memberikan suguhan seimbang dari drama

Makyong Raja yang ditemukan di Klantan dan Patani sekitar satu abad lalu.

Lalu timbul pertanyaan bagaimana drama tari Melayu tradisional ini masuk ke

Indonesia? Jawabannya adalah melalui pantai timur Sumatera. Menyebar ke

Perbaungan, Pulau Perlis dan Pulau Kampai. Perbaungan adalah pusat dari Kerajaan

Serdang, yang mana kedua tempat itu termasuk ke dalam bekas Kerjaan Langkat. Tetapi setelah cerita dan struktur sosial menjadi berbeda. Setelah kerajaan menghilang, drama tari Melayu tradisional Makyong dapat dikatakan hancur secara total. Kalau ada orang yang masih mengetahuinya, maka ia termasuk sekelompok orang-orang tua di Serdang.

Akan tetapi di Riau, drama tari ini masih tetap bertahan.

Universitas Sumatera Utara Oleh karena alasan itulah Tengku Sita Syaritsa melakukan riset Makyong langsung ke daerah Riau, tepatnya di Mantang Arang. Disana T.Sita belajar langsung dari kelompok yang masih melestarikan teater tersebut. Sepulang dari sana beliau menjadikan Makyong sebagai judul dari skripsi sarjana muda nya di tahun 1979.

Kemudian, dari hasil riset yang didapatkan T.Sita mulai membuat garapan Makyong di

Sri Indera Ratu. Pertama kali Makyong ditampilkan di tahun 1981 dipertandingkan pada acara siaran Nasional Stasiun Jakarta “Bhineka Tunggal Ika”,melakukan proses shooting dari TVRI Medan, dan mendapatkan juara 1.Menurut Afizah Zainita selaku penari yang terlibat di dalam teater Makyong mengatakan,”Para anggota SIR melakukan latihan

Makyong rutin di setiap minggu nya.” Artinya di dalam setiap pertunjukannya T.Sita memastikan bahwa semua rangkaian latian harus maksimal. Beliau turun tangan langsung dalam mengajari setiap pemain. Sedangkan di bagian musik, ditangani oleh suami T.Sita yaitu T.Daniel.

2.2 Biografi

Dra.Hj.Tengku Sita Syaritsa dilahirkan di Istana Kota Galuh Kesultanan

Serdang, di Kota Perbaungan, pada tanggal 12 Februari 1937. Kepandaian nya dalam menari melayu sendiri diwarisinya dari orang tuanya yaitu Tengku Rajih Anwar yang bergelar Tengku Mahkota, sedangkan ibu beliau bernama Encik Nelly Syafinah.

Beliau merupakan anak kelima dari enam saudara, yaitu (1) Tengku Ziwar Sinar,

(2) Tengku Roomany, (3) Tengku Athar Sinar, (5) Tengku Nazly, (5) Tengku Sitta

Syaritsa, dan (6) Tengku Zahyar.

Universitas Sumatera Utara Tengku Sita Syaritsa terlahir di dalam lingkungan Istana Kesultanan Serdang, dari kecil beliau terbiasa mendengar lagu-lagu dan melihat tarian melayu yang diiringi musik tradisional melayu didalam upacara adat perkawinan di Kerajaan Serdang.

Saat itu, untuk pertama kalinya beliau melihat alat musik sarunai, rebab, gadombak, gendang penginduk/penganak, dan lainnya. Meskipun belum mengenal baik nama dan alat musik tersebut, namun beliau ingat dan tahu bahwa alat-alat musik tersebut sering digunakan untuk mengiringi teater Makyong didalam kerajaan.Kadang- kadang pertunjukan diselingi alat musik biola dan tetawak.Musik ini digunakan untuk mengiringi sambil menari dan diiringi lagu tempo lambat ataupun cepat.

Kedua orang tua Tengku Sita Syaritsa adalah seniman terkenal di daerah Serdang dan semasa hidupnya pernah ikut didalam sanggar Sri Indian Ratu yang didirikan oleh

Almahrum Kakeknda Tengku Sita Syaritsa yang bernama Tuanku Sulaiman Syariful

Alamsyah yang merupakan Sultan Kerajaan Serdang yang memerintah pada tahun 1880 sampai dengan 1946. Sri Indian Ratu merupakan suatu sanggar seni istana yang beranggotakan keluarga serta keturunan kerajaan saja.Sanggar ini juga hanya melakukan pertunjukan untuk keluarga Istana atau pada saat menghibur tamu-tamu kehormatan kerajaan saja.Namun, ada juga beberapa orang luar dari istana yang dipilih untuk melatih anak-anak maupun anggota Sri Indian Ratu lainnya, mereka yang dipilih pun adalah yang dianggap memiliki kemampuan seni.Salah satu seniman yang pernah terpilih untuk melatih adalah Guru Sauti.Beliau merupakan salah satu koreografer yang terkenal bahkan sampai saat ini.Salah satu karyanya yang terkenal adalah Tari serampang dua belas yang sekarag menjadi salah satu tarian nasional di Indonesia.

Tengku Sita Syaritsa menjalani pendidikan formal dimulai pada tahun 1952 di

Sindoro School Medan, Sumatera Utara, pada tahun 1955 di SMPN 1 MEDAN, pada

Universitas Sumatera Utara tahun 1958 di SMA Prayatna Medan, setelah lulus di bangku SMA beliau melanjutkan pendidikan S1 nya di Jurusan Sastra Inggris, Universitas Sumatera Utara pada tahun

1979, pada saat kuliah inilah beliau melakukan riset mengenai teater Makyong dan mengangkat teater ini menjadi skripsi untuk sarjana muda nya dengan judul “A BRIEF

LOOK AT THE MALAY TRADITIONAL DANCE DRAMA “MA’YONG”. Setelah lulus dan mendapatkan gelar sarjana, pada tahun 1983 Tengku Sita Syaritsa diberi kepercayaanoleh Universitas Sumatera Utara untuk disekolahkan di Amerika

Serikatuntuk mengambil gelar master di bidang etnologi tari, di UCLA (University

California at Los Angeles) dengan jurusan Dance Ethnology. Namun Karena terdapat beberapa hal beliau tidak menjalani pendidikan tersebut sampai selesai, hanya sekitar 1,5 tahun. Beliau mengalami kesulitan didalam 2 mata kuliah pokok yang di pelajarinya.

Tengku Sita Syaritsa hanya beberapa tahun merasakan kehidupan Istana, karena pada saat itu terjadi revolusi sosial dimasa pemerintahan Presiden Soekarno.Istana Kota

Galuh Serdang dibakar hingga habis tidak tersisa.Tengku Sita dan keluarga sempat ditawan dan dilarikan ke daerah Pematang Siantar.Setelah Revolusi sosial mulai mereda, mereka sekeluarga pindah ke Kota Medan, tepatnya di Jalan S. Parman.

Di Kota Medan inilah beliau melanjutkan hobi dan bakat berseninya ini. Pada usia remaja, Tengku Sita Syaritsa dan saudara-saudara perempuannya aktif melakukan pertunjukan membawakan tarian-tarian Melayu karya almahrum ayah beliau seperti tari

Pulau Putri dan tari Senandung Berbalas.Mereka sering diundang pihak Pemerintah daerah pada saat itu untuk membawakan hiburan berupa tari-tarian pada acara-acara resmi. Pengiring musik mereka pada saat itu belum ada yang tetap, karena mereka pun tidak mempunyai nama grup yang baku. Namun mereka sering bergabung dengan beberapa pemusik Melayu untuk mengiringi mereka.

Universitas Sumatera Utara Tengku Sita Syaritsa pertama kali tampil di luar negeri pada tahun 1955 bersama grup tari milik kakaknya yaitu Tengku Nazly di dalam Orkes Tropicana.Orkes ini membawakan lagu-lagu Melayu yang sudah dirubah warnanya tanpa meninggalkan rasa penyajiannya. Dengan kata lain lagu-lagu melayu dibawakan dalam tempo cha-cha, rumba, mambo. Tengku Sita Syaritsa dan saudaranya semakin terkenal sebagai penari

Melayu di kota Medan dan sempat manggung keluar negeri seperti ke Moskow dan

Belanda pada tahun 1957. Selain itu, telah berkali-kali pula mengikuti rombongan tim

Kesenian di Malaysia pada tahun 1960, 1963, 1967.

Pada tanggal 1 April 1961 Tengku Sita Syaritsa menikah dengan Tengku Muhammad

Daniel Al-Haj. Tengku Muhammad Daniel Al-Haj adalah anak dari Almahrum Tengku

Harun Al-Rasyid (Tengku Perdana) dan Tengku Nurlela yang merupakan anak kedua dari sembilan orang bersaudara yaitu: (1) Tengku Siti Munazat, (2) Tengku Muhammad

Daniel Al-Haj, (3) Tengku Muhammad Abrar, (4) Tengku Muhammad Muadz, (5)

Tengku Siti Fauziah, (6) Tengku Siti Sarwah, (7) Tengku Muhammad Ervan, (8) Tengku

Siti Ummayah, (9) Tengku Khairil Anwar.

Perkawinan Tengku Sita Syaritsa dengan Muhammad Daniel dikaruniai lima orang anak, yaitu: (1) Dra. Tengku Liza Nelita, (2) Tengku Syaira Medina, (3) Tengku

Syafwan Al-Rasyid, (4) Tengku Faizil Syekhran, dan (5) Tengku Reizan Ivansyah.

Pada tahun 1966, tepatnya setelah selesainya Konfeontasi Indonesia-Malyasia, beliau sempat bekerja sebagai penyiar di Radio Republik Indonesia(RRI) Medan.Beliau menyiar untuk acara khusus yang menggunakan bahasa Melayu dengan tujuan untuk memperbaiki kembali presepsi masyarakat terhadap suku Melayu setelah Konfrotasi

Indonesia-Malaysia karena pada saat itu sarana informasi yang dominan masih melalui

Universitas Sumatera Utara radio.Setelah beberapa lama, beliau menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di instansi tersebut.

Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di Sumatera Utara juga mulai menghidupkan kembali seni dan budaya Melayu yang sebelumnya di anggap suatu hal yang tabu karena erat hubungannya dengan Malaysia.Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan grup-grup musik dan tari yang bercorak Melayu seperti Dara Melati,

Patria, dan Melati. Melihat kondisi ini, sekitar tahun 1967-1968 Almahrumah Tengku

Sita Syaritsa beserta suaminya Tengku Muhammad Daniel dan adik iparnya, Tengku

Muhammad Abrar, mencoba membuat sebuah sanggar Melayu yang mempunyai tujuan sebagai wadah pengembangan kesenian dan kebudayaan Melayu. Maka dari itu, tepat di tanggal 31 Agustus 1968 berdirilah sebuah Himpunan Seni dan Budaya Melayu Sri

Indera Ratu.

Nama Sri Indera Ratu masih berhubungan dengan Sri Indian Ratu secara historis.

Sri berarti dewi padi yang melambangkan wanita cantik, sedangkan Indera dimaksudkan untuk menyebut pria dan dapat pula berarti segala sesuatu yang ada pada tubuh manusia yang dapat merasakan, kemudian Ratu berarti raja wanita atau masih berhubungan dengan Kerajaan. Maka Sri Indera Ratu mereka artikan sebagai sebuah sanggar Melayu yang masih berhubungan dengan Kerajaan serta memiliki pola gerak tarian yang Indah yang ditarikan oleh para dewi dan para pria yang dapat dirasakan oleh panca indera manusia.

Sri Indera Ratu mengawali debut pertamanya dengan mengisi acara kesenian pada

Hari Radio 11 September 1968 di RRI Nusantara I medan. Selepas itu tampaknya grup kesenian ini mulai berkembang terus pertunjukannya pada tingkat daerah Sumatera

Utara, hingga ke mancanegara. Beberapa penampilan ke luar daerah dan ke luar negeri

Universitas Sumatera Utara yang pernah diselenggarakan oleh Himpunan Seni dan Budaya Melayu Sri Indera Ratu antara lain adalah sebagai berikut : (a) Pagelaran Kesenian dan kebudayaan Nasional di

Spanyol, Swiss dan Jerman tahun 1976. (b) Pagelaran Kesenian dan Kebudayaan

Sumatera Utara di Australia tahun 1985.(c) Duta Sumatera Utara pada acara Penang Fair di Malaysia tahun 1986.(d) Acara Malam Kesenian dalam rangka memeriahkan Ulang

Tahun Garuda Indonesia di London (Inggris) tahun 1989. (e) Berbalas Pantun atas undangan RTM di Kerajaan Pahang (Malaysia) tahun 1990. (f) Hari Kemerdekaan

Singapura ke 25 tahun di Singapura tahun 1991. (g) Pesta Gendang di World Centre

Singapura tahun 1992. (h) Semalam di tanah Melayu Plaju (Palembang) tahun 1999. (i)

Malam Silahturahmi RTM dan RRI Medan di Pahang (Malaysia) tahun 2000. (j)

Pagelaran Kesenian Sumatera Utara di Penang (Malaysia). (k) Bazaar Indonesia dan

Kesenian Sumatera Utara di Park Pretoria (Afrika Selatan) tahun 2000. (l) Semalam di

Tanah Melayu di Foreign School Capetown (Afrika Selatan) dan Harare (Zimbabwe) tahun 2000. (m) Malam Kesenian Masyarakat Melayu di Pasir Panjang (Singapore) tahun 2001, dan beberapa acara lain di berbagai Kota di Indonesia.

Pengalaman Tengku Sita Syaritsa dalam menciptakan tari berawal dari penyakit rematik yang beliau derita.Akibat dari penyakit ini, beliau disarankan oleh dokter untuk lebih sering menggerak-gerakkan badannya, khususnya pada bagian persendian.Sambil menjalani terapi inilah beliau mencoba menggerak-gerakkan bagian persendian badan beliau yang dibuatnya kedalam bentuk tarian. Adapun karya-karya tarian yang telah diciptakan oleh beliau adalah: Bunga Tanjung, Serawak, Musalmah, Inang Lenggang

Kecak Pinang, Setawar Sedingin, Dodoi-Sidodoi, Tampi, Pok Amai-Amai, Duka Dang

Puang, Zapin, Sinar Bahagia, Senandung Berbalas, Selendang, Sri Mersing, Cindai, dan

Universitas Sumatera Utara lain-lain. Karya-karya almahrumah umumnya berterasakan kepada tradisi Melayu, namun ada kalanya juga disertai dengan kreativitas beliau.

2.2 PERIODESASI SRI INDERA RATU

2.2.1 PERIODE AWAL (1968-1980)

Tahun 1968 merupakan masa-masa pra-Sri Indera Ratu. Pada masa inilah para penggagas Sri Indera Ratu yaitu Alm.Tengku Sita Syaritsa, suami nya Tengku

Muhammad Daniel Al-Haj, dan adiknya Tengku Muhammad Abrar mulai merencanaan sebuah ruang untuk mengembangkan dan melestarikan tradisi Melayu di Kota Medan.

Setelah mendapat dukungan baik dari keluarga maupun lainnya, akhirnya pada tanggal

31 Agustus 1968 berdirilah sebuah ruang tersebut dengan nama Himpunan Seni dan

Budaya Melayu Sri Indera Ratu.

Pada awal berdirinya, Sri Indera Ratu masih beranggotakan keluarga dekat dan sanak saudara saja. Adapun nama-nama anggota penari yang aktif pada masa awal ini adalah (a) Tengku Rabita Sinar, (b) Tengku Tina Silvana, (c) Tengku Seli, (d) Tengku

Didi, (e) Tengku Selly, (f) Tengku hedy, sementara para pemusik dan penyayi pengiringnya adalah: (a) Tengku Muhammad Daniel Al-Haj (harmonium), (b) Tengku

Muhammad Abrar (gendang), (c) Tengku Churcill (gendang), (d) Tengku Sita Syaritsa

(penyanyi), (e) Tengku Kamarul Zaman (penyanyi), (f) Tengku Athar Sinar (pemusik teater), (g) Tengku Luckman Sinar (pemusik teater), (h) Tengku Abu Kasim Sinar

(pemusik teater), (i) Tengku Razali (pemusik teater), (j) Inong Ridho (biola), (k)

Hasanuddin (keyboard), dan (l) Terfan (bass).

Universitas Sumatera Utara Pada masa awal ini bentuk pertunjukan yang di tampilkan oleh Sri Indera Ratu adalah tari-tarian dan teater (dalam bentuk sendra tari). Tarian yang biasa dibawakan pada masa awal ini antara lain tarian Bunga Tanjung, Senandung Berbalas,

Sinar Bahagia, dan Selendang. Selain tarian, Sri Indera Ratu pada awalnya juga menampilkan teater bangsawan dengan nama Sendra Tun Teja yang membawakan cerita mengenai riwayat Hang Tuah karya Tengku Athar Sinar, kedalam bentuk seni drama tari.

Karena hampir seluruh anggota keluarga merupakan anggota kerajaan dan

(dianggap memiliki posisi yang tinggi didalam sosial masyarakat Melayu). Tari-tarian tersebut hanya ditampilkan untuk acara resmi atau diundang secara khusus pada acara formal tertentu saja, seperti peresmian, pelantikan, dan pertunjukan kebudayaan saja, namun tidak pada acara hiburan pesta perkawinan.

Susunan organisasi pada masa itu masih bersifat sangat tradisional dan hanya bersifat lisan, karena seluruh pengurus pada masa itu merupakan saudara-saudara dekat.

Almahrumah Tengku Sita Syaritsa sebagai ketua merangkap bendahara dan Tengku

Muhammad Abrar sebagai sekertarisnya. Tengku Muhammad Daniel Al-Haj dan beberapa famili mereka yaitu Tengku Athar Sinar, Tengku Lukman Sinar, Tengku Abu

Nawar, Tengku Nazly, dan Tengku Razali berlaku sebagai pembina.

Sistem latihan mereka pada periode awal ini terjadwal, yaitu satu kali seminggu secara rutin selama dua sampai tiga jam yang bertempat di kediaman keluarga Tengku

Muhammad Daniel Al-Haj di jalan sisingamangaraja Medan. Dalam mempersiapkan pertunjukan khusus untuk ke luar negeri, jadwal latihan biasanya diperbanyak dan lebih intensif. Biasanya tiga kali dalam seminggu , bahkan sampai setiap hari bila waktu keberangkatan sudah mulai dekat. Biasanya dalam mempersiapkan pertunjukan yang

Universitas Sumatera Utara akan ditampilkan, akan dirancang semacam konsep pertunjukan, dan konsep inilaj yang dilatih sampai dirasa matang.

Seiring perkembangannya, maka anggota Sri Indera Ratu baik yang anak-anak maupun yang dewasa pada masa itu mencapai ratusan orang (1970-1980), anggota Sri

Indera Ratu yang masih junior sering melakukan pertunjukan di TVRI Stasiun Medan pada acara-acara hiburan khusus anak-anak. Di masa periode awal ini, Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera Ratu telah melakukan pertunjukan di berbagai tempat di

Indonesia bahkan sampai keluar negri seperti Swiss, Spanyol, dan Jerman.

2.2.2 SRI INDERA RATU PERIODE KEDUA (1980-2000)

Seiring berjalannya waktu, maka terjadi berbagai perubahan didalam Sri Indera

Ratu baik dari segi penari, pemusik, dan struktur organisasinya. Adapun nama-nama anggota yang aktif pada periode kedua ini antara lain : (a) Tengku Liza Nelita (b)

Tengku Syaira Medina (c) Tengku Hedi (d) Tengku Bita (e) Tengku Zita Neliza (f)

Tengku Thyrhaya Zein Sinara atau Tira (g) Vira (h) Harizah (i) Dilnar Aidin (j) Dedek

Nizla (k)Nurlaila (l) Cut Rina Octari (m) Yuni Widiastuti (n) Rina (o) Sarifah (p) Nana

Kartika (q) Adi, (r) Bahriunsyam dan (s) Tengku Reizan.

Pergantian komposisi para penari merupakan salah satu dari proses regenerasi yang terjadi didalam sanggar Sri Indera Ratu. Para penari pada periode awal sebahagian besar telah berkeluarga dan ada juga beberapa yang pindah keluar kota sehingga tidak dapat aktif sebagai penari dan digantikan dengan penari periode kedua yang sebagian besar merupakan para penari junior (anak-anak) di masa periode awal. Komposisi pemusik pada periode ini juga berubah antara lain (a) Tengku Muhammad Daniel Al-

Universitas Sumatera Utara Haj (harmonium), (b) Tengku Muhammad Abrar (gendang), (c) Tengku Churchiil

(gendang), (d) Sugeng (bass) (e) Darwin (suling) (f) Inong Ridho (biola), (g) Hasanudin

(keyboard), (h) Nasrulsyah (akordeon) (i) Almahrumah Dra.Hj.Tengku Sita Syaritsa

(penyanyi) (j) Tengku Kamarul Zaman (penyanyi), dan (k) Yusniar (penyanyi)

Pada periode ini para pemusik hanya untuk mengiringi tarian saja, karena teater sudah tidak dipertunjukkan lagi karena beberapa orang pemusik teater mengundurkan diri dari Sri Indera Ratu. Pada periode ini Almahrumah Tengku Sita Syaritsa telah banyak menciptakan karya tarian antara lain : Mak Inang Pinggang, Setawar

Sedingin, Zapin, dan Sinar Bahagia. Selain tarian Melayu, pada masa periode ini Sri

Indera Ratu juga menampilkan tari-tarian tradisional yang ada di Sumatera Utara yang lain seperti : tari (Aceh) , tortor (Batak Toba) , manduda (Simalungun) dan berbagai tarian lainnya. Pola gerak dari tari-tarian baru yang diciptakan oleh

Almahrumah Tengku Sita Syaritsa pada masa ini sudah terpengaruh oleh tarian modern yang muncul pada saat itu. Meskipun demikian, beliau tetap menjaga etika gerak dari seorang Melayu.

Susunan organisasi pada periode ini juga mengalami perubahan, karena para saudara dan kerabat dekat almahrumah telah mengundurkan diri. Adapun susunan kepengurusan pada periode kedua ini adalah Almahrumah Tengku Sita Syaritsa masih sebagai ketua, Tengku Muhammad Daniel Al-Haj sebagai sekretaris dan Tengku

Muhammad Abrar sebagai bendahara. Komposisi susunan kepengurusan ini juga masih sangat sederhana tanpa memiliki syarat-syarat tertentu seperti bentu organisasi formal pada umumnya. Sistem manajemennya juga masih sama dengan periode sebelumnya.

Pada periode ini anggota melakukan latihan rutin satu kali seminggu dengan durasi selama dua sampai tiga jam. Pada periode kedua ini, Sri Indera Ratu telah melaksanakan

Universitas Sumatera Utara beberapa pertunjukan ke berbagai kota di luar negeri seperti Malaysia, Singapura,

Australia dan Inggris.

2.2.3 Sri Indera Ratu Pada Periode Ketiga (2000-Sekarang)

Sama dengan periode periode sebelumnya, maka di periode ini juga terjadi beberapa perubahan yang terjadi pada Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera Ratu.

Perubahan yang terjadi masih seputar perubahan penari, pemusik , instrumen, organisasi serta konteks pertunjukannya. Pergantian anggota terjadi sebagai suatu proses regenerasi di dalam Sri Indera Ratu, seperti halnya pada periode sebelumnya, penari yang menjadi anggota aktif pada periode sebelumnyaakan berganti dengan penari yang merupakan anggota junior pada periode sebelumya pula ditambah dengan beberapa orang penari dari periode sebelumnya dan beberapa orang penari dari luar Sri Indera Ratu yang bergabung menjadi anggota.

Adapun nama beberapa penari anggota Sri Indera Ratu yang aktif pada periode ini antara lain: (a) Dedek Nizla, (b) Nana Kartika, (c) Liza Fitria Caniago, (d) Rina

Octarina, (e) Vivid, (f) Desi Fitria, (g) Ria, (h) Puteri Rizka Nefdeyani, (i) Nuna, (j) Lia

(k) Dessi Yanti (l) Sofyan (m) Ibnu, dan (n) Bahriunsyam. Sementara pemusik dan penyanyi juga berubah digantikan dengan anggota yang berusia relatif muda dan dengan komposisi yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, antara lain (a) Tengku Reizan (gendang), (b) Tengku Syafwan (gendang), (c) Heri

(akordeon), (d) Irvan (keyboard), (e) Rahmad Martuah (bass), (f) Tengku Dottie

(penyanyi), (g) Venny (penyanyi).

Komposisi ini pun akan berubah menjadi format lebih banyak untuk kebutuhan pertunjukan yang lebih besar. Biasanya para pemusik ditambahi dengan para pemusik

Universitas Sumatera Utara anggota-anggota lama seperti Tengku Muhammad Daniel, Tengku Muhammad Abrar,

Tengku Churcill, dan Nasrulsyah. Bentuk pertunjukan yang pada awal periode hanya untuk acara-acara resmi saja, namun pada periode ini pertunjukan juga dilakukan untuk acara hiburan pada pesta perkawinan. Sistem latihan pada periode-periode sebelumnya tetap dilanjutkan pada periode ini, Sri Indera Ratu juga secara rutin mengisi acara hiburan dalam bidang travel di Sumatera Village guna memperkenalkan budaya Melayu pada turis mancanegara.Pada periode ini, Almahrumah Tengku Sita Syaritsa juga menciptakan beberapa lagu dan tarian antara lain : Duka Dang Puang dan tarian Cindai

(yang merupakan salah satu judul lagu modern yang popular saat ini )

Susunan organisasai pada awal periode ketiga ini sama dengan periode kedua, masih bersifat sederhana. Namun, pada tanggal 3 februari 2003 tepatnya di Medan,

Tengku Sita Syaritsa meninggal dunia dan tentunya ini sangat mempengaruhi pihak keluarga untuk membakukan Sri Indera Ratu. Maka dari itu, pada tanggal 14 Oktober

2003, melalui Akta Notaris Idham, S.H.,M.H.,No 14, di buatlah Sri Indera Ratu dari bentuk organisasai menjadi sebuah bentuk yayasan dengan nama Yayasan Himpunan

Seni dan Budaya Melayu Sri Indera Ratu. Tujuannya adalah selain untuk menjadikan organisasi yang bersifat formal, juga bertujuan untuk menjaga hasil karya Almahrumah

Tengku Sita agar mempunyai kekuatan hukum dalam hal hak cipta ada beberapa tujuan para keluarga mempertahankan yayasan ini, yaitu:

1. Menghimpun serta membentengi pergaulan para pemuda-pemudi (remaja)

pada masyarakat luas Sumatera agar tidak terpengaruh dengan budaya asing

yang menjurus ke arah negatif

2. Untuk mempertahankan, meningkatkan & mengembangkan dan melestarikan

Universitas Sumatera Utara 3. Mengembangkan kebudayaan yang ada di Sumatera Utara dalam bentuk Seni

tari, lagu dan musik untuk daerah yang ada di Sumatera Utara..

Berikut adalah Susunan Pengurus Sri Indera Ratu setelah berbentuk yayasan yaitu sebagai berikut :

Pembina : Tengku Muhammad Daniel Al-Haj

Pengawas :Tengku Muhammad Abrar

Ketua :Tengku Liza Nelita

Sekretaris 1 :Tengku Syaira Medina

Sekretaris 2 :Tengku Syafwan Al-Rasyid

Bendahara 1 :Tengku Reizan Ivansyah

Bendahara 2 :Tengku Faizil Syekhran

Seluruh nama-nama Pengurus yang telah tertera di dalam susunan pengurus yayasan Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera Ratu merupakan keluarga dari

Almahrumah Tengku Sitta Syaritsa, dan berlaku seumur hidup atau bisa digantikan apabila ada yang mengundurkan diri. Sementara anggota yang lain memiliki tanggung jawab yang sama sebagai anggota. Di periode ini pula Sri Indera Ratu melakukan pertunjukan ke berbagai tempat ke luar negeri seperti : Malaysia, Afrika Selatan,

Singapura. Dan Zimbabwe.

Universitas Sumatera Utara BAB III

DESKRIPSI TEATER MAKYONG DI SRI INDERA RATU

3.1 Sejarah Teater Makyong di Sri Indera Ratu

Makyong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai saat ini masih digemari dan sering dipertunjukan sebagai drama tari dalam forum atau acara yang di anggap penting tidak hanya di Indonesia saja bahkan sampai keluar negeri, hal ini disebabkan karena persebaran teater ini pun pada awalnya berasal dari negara

Thailand pula. Pertunjukan Makyong ini dibawakan kelompok penari dan pemusik profesional yang menggabungkan berbagai unsur upacara keagamaan, , tari musik, dengan vokal atau instrumental dan naskah yang sederhana. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh penari wanita. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita misalnya pelawak, dewa,jin,pengawal istana. Pertunjukan ini pada umumnya di iringi alat musik rebab dan tetawak.

Pada tahun 1979, Almahrumah Tengku Sita Syaritsa menulis sebuah papper dengan judul “A BRIEF LOOK AT THE MALAY TRADITIONAL DANCE DRAMA

MA”YONG” guna menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Sumatera Utara.

Karena persebaran teater ini tidak berkembang di Sumatera Utara, maka dari itu Tengku

Sita Syaritsa datang dan mempelajari Makyong yang ada di Riau, tepatnya di daerah

Mantang Arang dari SPG Negeri Tanjung Pinang.

Ada berbagai pendapat mengenai asal-usul Makyong di Kepulauan Riau, antara lain pendapat hasil rumusan Diskusi Teater Tradisional yang diselenggarakan oleh

Dewan Kesenian Jakarta bersama Direktorat Pembinaan Kesenian pada tanggal 13

Universitas Sumatera Utara Desember 1975. Berdasarkan pendapat tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti kapan m Makyong sampai ke Riau. Hal itu disebabkan karena Makyong berkembang menurut situasi dan kondisi setempat, dan akhirnya menjadi sebuah pertunjukan yang mendarah daging bagi penduduk setempat.

Ada beberapa sumber yang pernah mengemukakan bahwa Makyong sudah sampai ke Malaka dan Siak pada tahun 1920. Padahal berdasarkan keterangan yang di dapat dari orang-orang tua di Mantang Arang, teater ini telah ada di Riau hampir seabad yang lalu. Dapat di simpulkan bahwa Makyong lebih dulu sampai ke Riau baru ke

Sumatera Utara. Di kepulauan Riau, Makyong ditemukan di dua tempat yaitu di Tanah merah dan Mantang Arang. Makyong mempunyai cerita yang beragam yang sebagian besar sudah dikenal secara luas, karena Makyong berasal dari folktale atau diwariskan secara lisan. Setelah mempelajari tentang teater ini, Almahrumah Tengku Sita Syaritsa kembali dan mulai menghidupkan teater Makyong di Sri Indera Ratu. Beliau dibantu oleh suami nya Tengku Muhammad Daniel Al-haj dalam menggarap musik pengiring nya. Dengan tetap menggunakan anggota yang yang tetap berasal dari keluarga juga.

Pada tahun 1982 Sri Indera Ratu menampilkan teater Makyong pada pertandingan siaran Nasional Stasiun Jakarta “Bhineka Tunggal Ika” shooting dari

TVRI Stasiun Medan dan Sri Indera Ratu mendapatkan juara 1. Judul teater Makyong yang digarap oleh Sri Indera Ratu adalah Puteri Bungsu, tokoh utama di teater ini dimainkan oleh puteri Alhmahrumah Tengku Sita Syaritsa yaitu Tengku Liza Nelita yang memerankan tokoh sebagai Puteri Bungsu.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1

Masih di tahun yang sama pada tanggal 2 Maret 1982teater Makyong kembali di tampilkan di acara Pekan Penata Tari & Komponis Muda di Taman Ismail Marzuki

(TIM) , kemudian tanggal 5 Maret 1982 atas undangan Wakil Presiden, Bapak Adam

Malik tampil di Istana Merdeka Selatan dan selanjutnya pada tanggal 7 Maret 1982 diundang juga oleh Masyarakat Sumatera Utara yang berada di Jakarta untuk tampil di

Sky Klub Jakarta, Gedung Sarinah Plaza.

Setelah sukses pada pertunjukan sebelumnya, di tahun berikutnya Sri Indera Ratu mendapat kesempatan untuk menampilkan teater Makyong cerita Puteri Bungsu di

CONSERVATORIUM OF MUSIC MELBOURNE, SYNDEY, CANBERRA, DAN

DARWIN, pada tahun 1983 Pada pertunjukan kali ini Sri Indera Ratu bekerja sama dengan Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara. Tetapi, Tengku Sita Syaritsa tidak dapat ikut serta dalam pertunjukan ini , karena beliau sedang menjalani pendidikan

Universitas Sumatera Utara di UCLA, dan beliau membawa Tengku Liza Nelita bersama dengan dia. Oleh sebab itu, peran Puteri Bungsu digantikan oleh Tengku Silvana Sinar ,

Gambar 2

Dari tahun 1983, teater Makyong sudah mulai jarang dibawakan oleh Sri Indera

Ratu, apalagi setelah Tengku Sita Syaritsa meninggal dunia, para anggota merasa sulit untuk menampilkan Makyong cerita Puteri Bungsu tanpa Almahrumah karena beliau lah pencipta teater Makyong di Sri Indera Ratu. Karena Makyong bukan pertunjukan yang bisa ditampilkan di berbagai acara umum, persiapan nya pun harus maksimal jauh dari tempo hari. Dari segi harga pun untuk sekali menampilkan pertunjukan teater Makyong, harus mengeluarkan budget kisaran Rp 11.000.000 sampai dengan Rp 15.000.000.

Memang terbilang mahal, tapi sesuai dengan apa yang didapat. Selain memerlukan banyak pemain, baik dari kostum, aksesoris, maupun settingan panggung memang terbilang cukup rumit.

Maka dari itu, ketika mendapatkan tawaran untuk menampilkan kembali Teater

Makyong cerita puteri bungsu, sebagai ketua di Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera

Ratu, Tengku Liza Nelita memiliki perasaan yang cukup pesimis, karena menurut beliau

Universitas Sumatera Utara sudah terlalu lama Makyong ini tidak di tampilkan lagi. Tetapi atas semangat dan dukungan para saudara dan kerabat yang masih ada, mereka bersama-sama kembali melakukan latihan, sedikit banyaknya rekaman-rekaman video pada masa lampau yang masih ada saat itu menjadi sumber mereka. Beberapa pemain Makyong yang dulu sudah ada yang meninggal dunia, maka dari itu Tengku Lisa Nelita bersama anggota nya mulai mencari pengganti yang sesuai dengan peran yang dibutuhkan. Akhirnya setelah menjalani proses latihan yang dirasa cukup singkat pada tanggal 7 Juli 2012 dalam acara

Festival Budaya Melayu Agsung, Himpunan Seni dan Budaya Melayu Sri Indera Ratu kembali menampilkan Teater Makyong cerita Puteri Bungsu dengan sukses, dilanjutkan keesokan hari nya pada acara HUT Medan ke 422.Peran puteri Bungsu kali ini dimainkan oleh Puteri Rizka Nefdeani atau Dea.

Gambar 3

Ada beberapa tari-tari tradisional Melayu yang juga ditampilkan bersamaan dengan Makyong yaitu : (a) Tari Persembahan (Bunga Tanjung & Sinar Bahagia), (b)

Tari Hitam Manis atau Tari Mak Inang Pulau Kampai, (c) Sekilas upacara pengantin

Universitas Sumatera Utara Melayu dengan kebiasaan yang dilakukan seperti dimana pengantin diiringi dayang- dayang, penjawat, Bantara Istana yang biasanya dilaksanakan dalam upacara Pengantin di Kerajaan Sultan Deli, (d) Tari Inang Lenggang Kecak Pinggang, (e) Tari Serampang

Dua Belas, (f) Tari ya maulai atau Tari Liok Basambut

Perlu diketahui setelah Tengku Sita Syaritsa Meninggal, mulai lah bermunculan

Makyong versi lain nya, tetapi cerita Puteri Bungsu pada kenyataannya merupakan hasil karya dari Tengku Sita Syaritsa dengan melakukan riset langsung ke daerah Mantang

Arang.

3.2 Deskripsi teater Makyong di Sri Indera Ratu Kota Medan

Deskripsi teater Makyong cerita Puteri Bungsu yang ditampilkan oleh Sri Indera

Ratu yaitu :

1. Acara dimulai dengan pemukulan gong 3 kali

2. Suara biola dani, mengiringi kata pembukaan oleh Sofyan, AHOI...

Dagang hulu, Dagang hilir

Kecil besar tak disebut nama

Datanglah beramai-ramai

Dalam acara pertunjukan Seni dan Budaya Melayu secara reguler di istana

Maimun, sebagai program Yayasan Sultan Maemoen Al-Rasyid dalam

melestarikan Seni dan Budaya Melayu

Kalaupun buta datang meruntun

Kalaupun pincang datang bertongkat

Tuan, puan

Universitas Sumatera Utara Sungguhlah senang, marilah kita bermalam panjang, AHOIIIII......

3. Pembacaan sinopsis oleh penyanyi perempuan

Seorang raja yang tak kunjung beristri karena memperdalam silat dari

teman seperguruannya dan kepercayaan ayahandanya, yang bernama awang.

Setelah cukup bekal ilmu silatnya, awang menganjurkan agar sang raja

meminang puteri bungsu yang cantik dan baik budi.

Raja pun mengutus awang untuk menjajaki kemungkinannya untuk masuk ke

istana puteri. Awang menyamar seolah-olah tidak sengaja masuk ke istana puteri,

ia berusaha berkenalan dengan dayang-dayang yang sedang bermain di taman,

tetapi niat nya terhalang oleh Mak Inang pengasuh Tuan Puteri. Awang pun

menghadap raja dan melaporkan kegagalannya. Raja memutuskan untuk pergi

bersama awang untuk menemui puteri bungsu, tetapi niat ini kembali dihalangi

oleh seorang raksasa yang telah lama mencintai sang puteri. Dengan sihirnya,

raksasa mencoba memperdaya sang puteri, tetapi sang puteri tidak tergoyangkan.

Raja dengan jurus silatnya, berhasil membinasakan sang Raksasa, akhirnya

pernikahan raja dan puteri pun terlaksanakan dengan bahagia.

4. Perkenalan seluruh pemain berkeliling pentas(urutannya : Penari + Raksasa +

Raja + Puteri Bungsu + Mak Inang + Awang + Dayang- dayang + Hulubalang )

5. Semua keluar ke pentas kiri kecuali Raja dan Awang yang tetap tinggal di atas

panggung berlatih silat dengan musik patam-patam Melayu. Kemudian keluar

dari pentas kanan

6. Tuan Puteri Masuk ke pentas bersama keempat dayang – dayang . Musik yang

dimainkan kan adalah Makyong lagu kuala denai

Kuala denai , kuala serdang

Universitas Sumatera Utara Tempatlah kapal sedang berlabuh

Bagaimana hati tak bimbang

Orang dinanti ditempat yang jauh

7. Tuan Puteri Keluar dari pentas kiri, kemudian masuk lagi ke pentas bersama

dayang- dayang yang lain dan menari bersama

8. Masuk lah ke atas pentas cek awang dari sisi kanan panggung kemudian

bernyanyi bersama dayang-dayang

9. Dari sisi kiri panggung masuklah ke atas pentas Mak Inang , melihat si awang

berada di istana, Mak Inang mengetahui bahwa awang sedang memiliki maksud

tertentu, dan terjadilah perdebatan di antara mereka berdua

Awang : layang-layang terbang melayang , terbang tinggi hinggap dicabang

Hai dayang-dayang cantik kupandang,yang mana saja boleh kupinang

Mak Inang : oh abang nama cek awang,muke merah macam di panggang

Bau badan bau belerang, sudah berani meminang orang

Awang :oi dayang-dayang kekasih abang, muka merah tandanya garang

Eh siapa saja berani melarang, sudah pasti ku sepak terjang

Inang :oh abang nama cek awang, parang panjang lekat dipinggang

cube abang liat ke blakang, itu die datang Mak Inang.

Mak inang :Oh jantan tak tau diuntung, Muke buruk badan busuk

Berani pulak menyelinap masuk, nak tau siapa aku

Nah rasakan pukulan rotanku , rasakan sekarang

Amboiii, kemana pulak budak tu , kemana pulak budak tu

Budak kepala batu, pucuk pinang, hantu gelap kau

Nah rasakan sekarang.....

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4

10. Setelah itu Awang dan Mak Inang keluar dari kanan pentas, maka

11. Penari melanjutkan tariannya kemudian keluar dari pentas kiri

12. Awang keluar sendirian dari pentas kanan bernyanyi jenaka (lagu ikan kekek

Makyong)

Maye habar kita semua, hai hadirin sekalian

Nen pantun ragam serdang, mari cube kita karang

Dari pekan ke Teluk Denai, singgah sebentar di Tanjung Gambus

Pantun ambe harap dibalas, biar tegas tapi halus

Dari denai ke kuala lama, naik kapal gagah kukuh

Kita bine seni lama , gelah pusaka anak cucu

Seni lama nak dicandan , pandai betul maksud iyen

Jangan angat-angat tai ayam, ngeleh saja besok padam

Maye kabar kita semua, hai hadirin yang mulia

Universitas Sumatera Utara Nen pantun ragam serdang, mari cube kita karang

Asal berlatih butuh duit,panggilan main pe sikit-sikit

Pulang kite tak bawa ringgit, buai kite kena cubit

Kebudayaan kita borong, uang masuk pun dihitung

Datang latihan tide bohong, biar keliatan si batang hidung

Maye kabar kite semua, hai hadirin sekalian

Nen pantun ragam serdang, mari cube kita karang

(Sorak pemusik Luu...luuu...)kemudian Raja masuk pentas

Awang : Ampun patek tuanku, kedatangan ambe ke istana puteri dihalang oleh

Mak Inang pengasuh Puteri

Raja : Baiklah awang kite laksanakan

13. Begitu raja dan awang mau berjalan menuju pentas kiri, tiba- tiba keluarlah

Raksasa dari pentas kiri pula

14. Terjadilah perkelahian antara Raja dan raksasa

15. Raksasa akhirnya kalah bertarung dengan Raja dan keluar panggung dengan

sempoyongan

16. Raja langsung menjemput tuan Puteri naik ke atas panggung untuk menari

bersama ( Musik tempo Inang, lagu pulau puteri ).

17. Setelah Raja dan Puteri keluar dari pentas kiri para dayang- dayang, penjawat

dan hulubalang telah menunggu di barisan pentas kiri menunggu Raja dan Puteri

masuk ke barisan kemudian masuk kembali ke tengah panggung untuk

bersanding diiringi lagu rinjis- rinjis

18. Setelah itu para perangkat pengantin mengambil posisi duduk.

Universitas Sumatera Utara 19. Penari tari piring masuk ke atas panggung , dan penyanyi mulai menyanyikan

lagu.

Aiiii...Kecil tidak disebut nama,orang kota orang dusun

Kalau pincang datang bertongkat, kalau buta datang bertuntun

Kalau pincang datang bertongkat, kalau buta datang bertuntun

AHOIIIIIIIII......

Sinar bagaikan bulan purname

Pancaran kasih ya sayang sudah terbine, pancaran kasih ya sayang sudah

terbine, seperti pinang ya sayang di blah due

Duduk bersanding ya sayang di peterakan, duduk bersanding ya sayang di

peterakan, indah dan permai ya sayang intan permate

Kilau-kilauan ya sayang ya sayang emas suasa, kilau- kilauan ya sayang emas

suasa, seni hiasan ya sayang bercorak warne

Aman sentosa ya sayang Negara bangse, aman sentosa ya sayang Negara

Bangse

Canggai dipakai ya sayang melentik jari

Langkah disusun ya sayang rentak menari

Ubat pelipur, tenangkan hati

Pantun berbalas ya sayang bijak bestari

Sungguhlah elok ya sayang bunga ditaman

Berani kumbang ya sayang menghisap madu

Terikat sudah ya sayang kasih Idaman

Tetap dihati ya sayang meresap madu

KRRRRRR....

Universitas Sumatera Utara Sinar bagaikan ya sayang bulan purname

Pancaran kasih dan sayang sudah terbina

Terikat sudah ya sayang kasih idaman

Tetap dihati ya sayang meresap madu.

Penutupan :

1. Semua peserta naik ke atas pentas, urutan nya di mulai dari semua penari,

raksasa, raja, puteri, mak inang , awang, dayang-dayang, hulubalang

2. Mengelilingi pentas dan langsung membentuk 1 barisan menghadap kedepan

3.3 Bentuk penyajian teater Makyong pada Sri Indera Ratu di Kota Medan

3.3.1 Gerak

Karena teater Makyong lebih mendominasi ke arah lakonan yang diiringi dengan musik vokal dan instrumental, jadi untuk gerakan tidak mempunyai banyak ragam.

Kebanyakan gerakan yang ada di babak pertama, dapat ditampilkan kembali di babak kedua dan di babak selanjutnya. Dari segi tingkat kesulitan pun tidak terlalu mendominasi, karena gerakan yang dipakai merupakan gerakan yang sederhana saja.

Meskipun begitu, penjelasan mengenai gerak akan tetap dijabarkan. Adapun ragam gerak yang digunakan pada pertunjukan Makyong berupa :

Universitas Sumatera Utara .

Gambar 5

1. Diawali dengan seluruh pemain Makyong mengelilingi pentas membentuk

lingkaran dengan melenggangkan kedua tangan ke sebelah kiri dan

diayunkan ke atas dan kebawah, para pemain lain yang menggunakan

properti seperti penari piring tetap memegang piring dan berjalan membentuk

lingkaran

Gambar 6

Universitas Sumatera Utara 2. Awang dan Raja belajar silat. Silat yang dipakai adalah silat Melayu.

Gambar 7

3. Puteri Raja menari bersama dayang-dayang di taman

Gerakan yang gemulai diperlihatkan oleh puteri dan dayang-dayang. Dengan

posisi mendak posisi tangan di letakkan di depan dada di ayunkan ke kiri dan

ke kanan.

Gambar 8

Universitas Sumatera Utara 4. Selanjutnya adalah dimana awang masuk ke pentas dan mulai menggoda

puteri dan dayang-dayang nya. Gerakan awang hanya berjalan mengelilingi

para dayang-dayang sambil sesekali berinteraksi dengan gaya jenaka.

Beberapa dayang- dayang junior berdiri di belakang sambil menggerakkan

tangan ke kiri dan ke kanan . Di isi depan, puteri bungsu duduk membentuk

segitiga dengan dayang-dayang senior.

Gambar 9

5. Adegan Mak Inang Masuk kedalam pentas sebenarnya tidak memiliki

gerakan khusus seperti yang dilakukan para penari lain. Hanya seperti

melakonkan seorang pengasuh yang sedang memantau keadaan puteri dan

dayang-dayangnya. Sementara di belakang Mak Inang, para dayang-dayang

duduk menyilangkan kaki kanannya, dan posisi tangan diletakkan di atas kaki

kanannya sambil menggoyang-goyagkan badan ke kiri dan ke kiri.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10

6. Mak Inang melihat Awang sedang mencoba menggoda dayang-dayang, mak

inang masuk ke pentas dan terjadilah perdebatan antara awang dan mak

inang. Teks yang digunakan berisi tentang pantun yang sifatnya jenaka.

Gambar 11

Universitas Sumatera Utara 7. Di adegan selanjutnya raksasa (sebelah kiri) dan raja (sebelah kanan) sedang

bertarung, raksasa yang memerankan peran jahat kalah didalam pertarungan

melawan raja.

Gambar 12

8. Setelah Raja berhasil mengalahkan raksasa. Raja dan Puteri kemudian menari

bersama. Hanya gerakan sederhana saja, seperti lenggang Melayu atau pose-

pose Melayu yang digunakan Puteri dan Raja. Tangan puteri terlihat sangat

lentik karena menggunakan canggai. Sementara Raja tetap terlihat gagah

dengan gerakan nya.

3.3.1 Busana Tata Rias dan Aksesoris

Dari pertunjukan Makyong pertama kali sampai dengan saat ini, terdapat beberapa perubahan di setiap kali pertunjukannya, namun tetap tidak meninggalkan sisi

Universitas Sumatera Utara Melayunya, Sri Indera Ratu tetap mempunyai ciri khas yang berbeda dari Makyong yang lain. Karena teater ini mempunyai cukup banyak tokoh, maka dari itu dari segi kostum tentu saja mempunyai ragam yang banyak, yaitu :

Gambar 13

1. Puteri Bungsu

- Baju kebaya Melayu berwarna kuning emas

- Rantai serati

- Ikat pinggang dengan pending

- Canggai yang digunakan di jari

- Bunga juntai yang terbuat dari kuningan yang diletakkan di kening

- Sanggul yang dihiasi oleh Mahkota

- Sunting

- Anting panjang

Universitas Sumatera Utara

Gambar 14

Gambar 15

Universitas Sumatera Utara 2. Pa’yong muda (Raja) :

- Topi Tengkuluk

Ada dua jenis topi tengkuluk yang digunakan yaitu tengkuluk tingkat 1

dan tengkuluk tingkat banyak

- Bros di Tengkuluk

- Kain samping/ kain bertabur/ sekarang lebih dikenal dengan kain

songket (diatas lutut)

- Kemeja atas dan Celana dinamakan Teluk Belanga

Gambar 16

3. Awang

- Pedang panjang melekat di pingang

- Stelan baju dan celana Teluk Belanga

- Kain samping dibawah lutut

- Topeng

- Pada pertunjukannya, awang selalu tampil dengan perut membuncit

4. Mak Inang

Universitas Sumatera Utara - Mak inang selalu di tokohkan sebagai wanita berumur

- Berbadan besar

- Menggunakan sanggul model cepol saja tanpa hiasan apapun

- Menggunakan kebaya atas pendek

- Sebagai bawahan menggunakan kain betabur/ songket Melayu

5. Raksasa

- Di tokohkan selalu berbadan besar

- Memakai rambut palsu panjang

- Memakai baju silat hitam yang biasanya dikenakan untuk baju silat

Model baju Teluk Belanga

6. Dayang-Dayang

- Sanggul

- Sunting

- Mahkota kecil (tidak sebesar mahkota puteri)

- Anting-anting

- Teratai

- Kebaya Melayu sebagai atasan dan bawahan

- Tali pinggang biasa tanpa pending

- Canggai

3.3.2 Teks Drama

Universitas Sumatera Utara Teks yang dipakai dalam Makyong merupakan teks yang menggunakan bahasa

Melayu, pada zaman dulu teks yang digunakan berisi dengan Mantra tergantung dengan keperluan pertunjukan teresebut. Apakah konteks hiburan atau konteks ritual.

Sri Indera Ratu menggunakan teks yang konsepnya berbalas pantun antara sesama pemain. Dengan masih menggunakan bahasa Melayu yang jenaka. Cerita puteri bungsu sendiri sudah tidak menggunakan mantra karena konteks pertunjukannya pun adalah untuk hiburan semata.

3.3.3 Tempat Pertunjukan

Sebenarnya Makyong tidak mempunyai patokan khusus dalam segi tempat pertunjukan, tidak ada ukuran khusus atau properti khusus dalam pertunjukannya. Hanya saja dikarenakan teater ini g berbentuk segi enam. Sri Indera Ratu sendiri pernah menampilkan Makyong secara terbuk pada acara SILATNAS yang diadakan di

Lapangan Merdeka pada tahun 2012. Aditampilkan perbabak, sangat diperlukan properti layar untuk pergantian babak nya, namun itupun apabila pertunjukan berlangsung di dalam ruangan. Ada perbedaan ketika tempat pertunjukan Makyong dilakukan ditempat tetbuka yaitu penonton dapat ikut menari bersama penari Makyong. Apabila

Makyong dipentaskan di lapangan terbuka, tempat pentas harus diberi atap yang menggunakan bubungan dengan enam buah tiang penyangga. Kayu yang digunakan dihiasi dengan daun kelapa muda

Universitas Sumatera Utara BAB IV

MUSIK PENGIRING TEATER MAKYONG DI KOTA MEDAN

4.1 Transkrip Musik Pengiring Teater Makyong

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 4.2 Analisis Musikal

Dalam menganalisis struktur musik Makyong, penulis mengacu pada teori analisisi musik dengan metode weighted scale yang dikemukakan oleh William P. Mal (1977:13). Menurut teori ini, ada hal-hal metode yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan meoldi, yaitu: 1. Tangga nada, 2. Wilayah nada, 3. Nada dasar, 4. Jumlah interval, 4. Jumlah nada, 6. Pola kadensa, 7. Kontur, dan 8. Formula melodi.

4.2.1 Nada dasar

Nada dasar sring disebut pitch center atau pusat tonalitas suatu tangga nada atau modus. Menurut Bruno Nettl, ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan tonalitas sebuah lagu, yaitu:

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering

dipakai, dan mana yang paling jarang dipakai dalam sebuah komposisi musik.

2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar diangggap sebagai nada dasar,

walaupun jarang diipakai dalam keseluruhan komposisi musik tersebut.

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah

komposisi musik dianggap mempunyai fungsi penting dalam menentukan

tonalitas komposisi musik tersebut.

4. Nada yang berada pada posisi paling rendah atau posisi tengah dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat di antara nada, kaang-kadang dapat dipakai

sebagai patokan. Umpamanya kalau ada satu nada dalam tangga nada pada

sebuah komposisi musik yang digunakan bersama oktafnya.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga dapat dipakai sebagai patokan

tonalitas

7. Harus diingat bahwa barangkaali terdapat gaya-gaya musik yang mempunyai

sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik adalah berdasar kepada pengalaman

akrab dengan gaya musik tersebut.

Universitas Sumatera Utara 4.2.2 Tangga Nada

Dalam mendeskripsikan tangga nada, penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam setiap babak Ma’yong dari nada terendah hingga nada tertinggi.

4.2.3. wilayah Nada

Wilayah nada adalah jarak antara nada terendah dan nada tertinggi.Untuk mempermudah penulis menentukan wilayah nada, nada terendah dan nada tertinggi dimasukkan ke dalam garis paranada.

4.2.4. Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang digunakan dalam suatu nyanyian.

4.2.5 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada lain yang dipergunakan di dalam sebuah komposisi musik. Dalam Bagian ini, penulis akan mendeskripsikan banyaknya interval yang dipakai dalam setiap babak Ma’yong.

4.2.6 Formula Melodi

Formula melodi terdiri dari bentuk, frasa, dan motif.Bentuk melodi adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa melodi adalah bagian-bagian kecil dari melodi,dan motif melodi adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi.

Willian P. Malm mengungkapkan bawha ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:

1. Repetitive yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang

2. Irevatif yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan

kecenderungan pangulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian

3. Stropic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian

yang baru atau berbeda.

4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada

frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.

Universitas Sumatera Utara 5. Progressive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan

materi melodi yang selalu baru.

4.2.7 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan 1997:85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu:

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang

lebih rendah ke nada yang lebih tinggi

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk tururn dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah

3. Pendolous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada

yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melagkah dari satu nada ke

nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih

tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke

nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak meolmpat dari satu nada ke nada yang

lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekunda baik mayor maupun minor.

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai

batasan-batasan.

4.2.8 Pola Kadensa Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau elodi sebagai penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

4.3 Analisis Musik Ma’yong Silat 4.3.1 Nada dasar. Dari hasil transkripsi dan mengacu pada kriteria yang sudah dikemukakan di atas, dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Nada yang paling sering dipakai adalah D.

2. Nada yang harga ritmisnya paling besar adalah D

3. Nada yang dipakai pada bagian awal adalah D dan akhir lagu adalah E

4. Nada paling rendah adalah A

5. Nada paling tinggi adalah E

Penulis menyimpulkan bahwa nada dasar yang terdapat pada musik Ma’yong Silat adalah C mayor berdasarkan komposisi tangga nada Barat.

4.3.2 Tangga Nada

Setelah mengurutkan nada terendah hingga nada tertinggi pada musik Ma’yong Silat, penulis memperoleh 5 nada atau sering disebut dengan pentatonik scale dengan nada terendah A dan nada teringgi adalah E.

Dengan memperhatikan nada terendah dan tertinggi, maka tangga nada Ma’yong Silat adalah:

1 ½ 1 1

Dengan demikian, Ma’yong Silat dalam tulisan ini menggunakan tangga nada C minor.

4.3.3 Wilayah Nada

Wilayah Nada dari musik Ma’yong Silat adalah:

Universitas Sumatera Utara

A 700 Cent E

4.3.4 Jumlah Nada

Banyaknya jumlah nada dapat dilihat dari garis paranada berikut ini:

21 43 4661 35

Dari gambaran di atasn nada A dengan jumlah 21 nada, B dengan jumlah 43 nada, C dengan jumlah 46 nada, D dengan jumlah 61 nada dan E dengan jumlah 35 nada. Dengan demikian, nada A paling sedikit digunakan yaitu 21 buah nada, dan nada D yang paling banyak digunakan.

4.3.5 Formula Melodi

Berdasarkan bentuk melodi yang dikemukakan oleh William P. Malm, penulis menyimpulkan bahwa bentuk melodi Ma’yong Silat adalah Irretatif yaitu bentuk nanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan- pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian.

1. Ma’yong Silat memiliki 3 Frasa “A B C”. Frasa tersebut adalah sebagai berikut:

Frasa A:

Frasa B:

Universitas Sumatera Utara

Frasa C:

2. Struktur bentuk keseluruhan dari Ma’yong Silat dapat dilihat sebagai berikut:

Accordion: A-B-B-A-B-B-C-B-B Pada Accordion frasa A diulang sebanyak 2 kali, frasa B diulang sebanyak 6 kali, dan frasa C hanya muncul sekali.

4.3.6 Kontur Setelah mentarsnkripsi musik Ma’yong Silat, penulis melihat Ma’yong Silat memiliki Kontur sebagai berikut: 1. Ascending

2. Descending

3. Pendolous

4.3.7 Pola Kadensa

Universitas Sumatera Utara Dalam Ma’yong Silat, penulis memilih melodi akhir sebagai pola kadensa dberdasarkan tiap frasa, yaitu: Frasa A:

Frasa B:

Frasa C:

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa teater Makyong cerita Puteri Bungsu garapan Alm.Dra.Hj.T.Sita Syaritsa merupakan sebuah teater Melayu yang masih mempunyai kesamaan dengan Makyong dari Klantan.

Meskipun pada awalnya T. Sita Syaritsa mempelajari tarian ini dari daerah Mantang

Arang, Riau namun dapat dilihat beberapa ragam dari bagian teater ini yang terinspirasi dari Makyong Klantan. Contohnya adalah lakon Raksasa didalam cerita Puteri Bungsu sama-sama menggunakan topeng seperti Lakon yang ada pada Makyong di Klantan.

Makyong Puteri Bungsu ini merupakan hasil karya murni yang dibuat oleh T.Sita bersama suaminya T.Daniel pada saat menyelesaikan skripsi sarjana muda nya tahun

1979 di Himpunan Seni dan Budaya Sri Indera Ratu. Dan mencapai masa emasnya di tahun 1982 dengan menampilkan Makyong Puteri Bungsu di dalam negeri maupun di luar negeri.

Setelah T.Sita meninggal dunia pada tahun 2003, pertunjukan Makyong di Kota

Medan ini kuantitasnya mulai berkurang, dibawah kepemimpinan Dra.Tengku Lisa

Nelita, Himpunan Sri Indera Ratu berhasil menampilkan kembali pertunjukan Makyong pada tahun 2012.

5.2 Saran

Dengan adanya penulisan ini, penulis mengharapkan agar tulisan ini dapat menjadi panduan bagi penelitian di masa yang akan datang terkhusus untuk Teater

Universitas Sumatera Utara Makyong. Semoga masyarakat dapat lebih mengetahui akan kesenian traadsional

Melayu yang terdapat di Kota Medan karena masih banyak kesenian tradisional lainnya yang belum diketahui oleh Masyarakat..

Universitas Sumatera Utara DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Dra.Tengku Lisa Nelita

Panggian : Kang Li

Tanggal lahir : 27 April 1962

Tempat Lahir : Medan

Alamat : Jln.Sultan Ma’moen Alrasyid (Istana Maimoon), Medan

20151

2. Nama : Hafizah Zainita

Panggilan : Ita

Tanggal Lahir : 22 Juli 1963

Tempat Lahir : Medan

Alamat : Jln.Amaliun,gg.Perdamaian no:7,Medan

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Sinar,SH, Tengku Luckman. 1997. Pengantar ETNOMUSIKOLOGI dan TARIAN MELAYU. Medan:Percetakan Perwira. Muhammad Takari, A.Zaidan B.S., Fadlin Muhammad Dja’far. 2012 .SEJARAH KESULTANAN DELI DAN PERADABAN MASYARAKATNYA.Medan : USU PRESS. Takari, Muhammad, Fadlin Muhammad Dja’far. 2014. RONGGENG DAN SERAMPANG DUA BELAS DALAM KAJIAN ILMU-ILMU SENI. Medan : USU PRESS. Tengku Sita Syaritsa. 1979. “A BRIEF LOOK AT THE MALAY TRADITIONAL DANCE DRAMA “MA’YONG””. Skripsi. FS, Program Studi Sastra Inggris, Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara