ANALISIS PERTUNJUKAN MELAYU OLEH KUMPULAN PAKPUNG MEDAN DI TAMAN BUDAYA MEDAN

SKRIPSI

DIKERJAKAN

O

L

E

H

DEVI PERMATA SARI BR SITUMORANG NIM: 150707021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 27 Desember 2019

Devi Permata Sari Br Situmorang NIM 150707021

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Pertunjukan Ronggeng Melayu di Taman Budaya Medan. Ronggeng Melayu adalah sebuah pertunjukan kesenian Melayu yang melibatkan tari, sastra, dan musik. Kekayaan tradisi musikal, ungkapan-ungkapan dalam , gerakan yang berkembang dalam ronggeng adalah “kontribusi” multikultur yang melatari perjalanan sejarah Ronggeng Melayu sebagai kesenian rakyat. Di Sumatera Utara, khususnya Medan, kesenian Pak Pung disebut juga sebagai Ronggeng Melayu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang dikemukakan oleh Alan P Merriam dalam buku nya “ The Antropology of Music”. Di dalam proses penelitian ini, penulis akan mengawalinya dengan studi pustaka, dan studi lapangan, meliputi pengamatan terlibat, wawancara serta melakukan rekaman lapangan, dan melakukan analisa untuk menuliskan laporan akhir.Teori yang dipakai untuk meneliti kajian ini adalah teori yang di kemukakan oleh Milton Singer bahwa seni pertunjukan memiliki sebagai ciri-ciri berikut : (1) waktu pertunjukan yang terbatas, (2) mempunyai awal dan akhir, (3) acara kegiatan yang terorganisir, (4) sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan, dan (7) kesempatan untuk mempertunjukan. Hasil menunjukkan bahwa pertunjukan Ronggeng Melayu terdiri dari tarian dan musik. Waktu pertunjukan umumnya pada malam hari, pukul 20.00 sampai 22.00 WIB, dengan ciri utama dimulai dari pembukaan yang disebut Basmallah Lagu, terdiri dari musik dan tari Basmallah Lagu (terdiri dari tiga serangkai yakni Gunung Sayang, Serampang Laut, dan Patam-patam) diteruskan ke pasangan-pasangan tari dan musik yang berentak lambat ke cepat diistilahkan dengan pecahan. Diakhiri oleh Si Paku Gelang atau Tanjung Katung. Namun dalam pertunjukan lagu ini dapat berubah sesuai dengan keadaan yang berlangsung. Pertunjukan ini diorganisasikan para pengelola yang juga seniman Ronggeng Melayu yang terlibat, dilakukan oleh sekumpulan penari, pemusik, dan pembawa acara yang tergabung dalam kelompok Kumpulan Pakpung Medan, ditonton oleh para penonton yang mencintai kesenian ini, tempat pertunjukan di pentas Taman Budaya Sumatera Utara di Medan, dilakukan di minggu kedua setiap bulannya, walau ini bersifat tentatif.

Kata kunci : Analisis, Pertunjukan, Ronggeng Melayu, Basmallah Lagu,

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta karunia-

Nya yang dilimpahkan dengan memberikan kesehatan, serta ketekunan kepada penulis sehingga pada akhirnya penulisan skripsi yang berjudul: ANALISIS PERTUNJUKAN

RONGGENG MELAYU OLEH KUMPULAN PAKPUNG MEDAN DI TAMAN

BUDAYA ini dapat diselesaikan. Skripsi ini penulis ajukan untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis sangat bersyukur karena mendapat dukungan dan dorongan yang tidak henti- hentinya diberikan oleh berbagai pihak selama ini untuk segera menyelesaikannya skripsi ini, mulai dari proses pengumpulan data sampai pada akhir penulisan.

Dalam skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis menerima kritikan dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa program studi etnomusikologi.

Medan,

Penulis,

Devi Permata Sari br Situmorang

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya penulis dapat menjalani hari-hari selama masa perkuliahan dan dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam melakukan penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan arahan dari berbagi pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Wakil Dekan beserta seluruh

pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Atas bantuan dan

fasilitas yang penulis peroleh selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Arifninetrirosa, SST, M.A selaku Ketua Program Studi Etnomusikologi

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, juga kepada Bapak Drs.

Bebas Sembiring, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Etnomusikologi

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan Dosen Penasehat

Akademik dari penulis. Terima kasih buat masukan dan motivasi yang telah

diberikan kepada penulis.

3. Bapak Drs. M. Takari, M.Hum.,Ph.D, selaku Dosen pembimbing I dan Bapak

Drs. Fadlin. M.A, selaku dosen pembimbing II saya, yang telah banyak

memberikan masukan ilmu kepada penulis dan dukungan mulai dari awal

hingga akhir penyusunan skripsi ini sehingga penulis tetap semangat untuk

menyelesaikan skripsi ini.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara, Prof. Drs. Mauly Purba, M.A, PhD , Drs.

Kumalo Tarigan. M.A.,Ph.D , Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si , Drs. Torang

Naiborhu, M.Hum , Dra. Rithaony, M.A , Drs. Irwansyah, M.A , Drs. Frida

Deliana, M.Si , Arifninetrirosa, SST, M.A , Drs. Perikuten Tarigan, M.Si , Dra.

Heristina Dewi, M.Pd , Drs. Bebas Sembiring, M.Si , Drs. Yoe Anto Ginting,

M.A , Sapna Br. Sitopu, S.Pd., M.Sn. , Hubari Gulo, S.Sn., M.Sn , Vanesia A

Sebayang, S.Sn., M.Sn yang telah mendidik dan memberikan bimbingannya

kepada penulis baik ilmu pengetahuan dan motivasi selama masa perkuliahan.

Terimakasih juga kepada Ibu Wawa selaku staf administrasi Program Studi

Etnomusikologi yang banyak membantu kelancaran kegiatan akademik penulis.

5. Keluarga Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Parluhutan Situmorang

dan Rita br. Sinaga yang telah membesarkan, mendidik dan menyekolahkan

penulis serta tidak henti-hentinya memberikan doa, perhatian dan kasih sayang.

Juga kepada adik penulis Vanesa Permata Hati br. Situmorang, dan seluruh

keluarga penulis termasuk Samson Rumapea, Prihatin br Sitepu, Edi,

Retmonica, Ando, Uly, Elsa, Jordan, Gerald, Naomi, Rudi Hariono, serta kepada

seseorang yang terkasih Amin Natalius Alexander Tarigan S.S yang selalu ada

disisi penulis dan telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi

ini. Terimakasih untuk kesetian dan kebersamaannya.

6. Informan penulis, Bapak Syahrial Felani, Bapak Yusuf Wibisono, Bapak Munir,

Bapak Amir Arsyad Nasution, Bang Nasrul Fahri, Kak Eva Gusmalayanti, dan

Kumpulan Pakpung Medan yang telah membagikan waktu dan pengalaman.

Tanpa kerjasama dan kerelaan dari Bapak dan Ibu skripsi ini tidak mungkin

dapat penulis diselesaikan.

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Etnomusikologi USU dari abang senior

maupun adik-adik junior yang selama ini membantu dan menemani penulis.

8. Sahabat saya Novri, Dicky, Rizky Famelia, Yenirus Sinaga, Windy Nurliana,

Martin Tumewa, Iqbal Mahardi, Silvester, Jo.

9. Saudara dan Saudariku Satu angkatan penulis Etnomusikologi Stambuk 2015.

10. Kepada seluruh yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Kiki Simatupang, Johannes, Putri Olivia, Armando Sihaloho, Candro, Rahmat,

Esra, dan lainnya yang telah membantu penulis, mohon maaf apabila penulis

lupa mencantumkan namanya.

Medan,

Devi Permata Sari br. Situmorang

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

PERNYATAAN ...... v ABSTRAK ...... vi KATA PENGANTAR ...... vii UCAPAN TERIMA KASIH ...... viii DAFTAR ISI ...... xi DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ...... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2 Pokok Permasalahan ...... 10 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 10 1.3.1 Tujuan Penelitian ...... 10 1.3.2 Manfaat Penelitian ...... 11 1.4 Konsep dan Teori ...... 11 1.4.1 Konsep ...... 11 1.4.2 Teori ...... 13 1.5 Metode Penelitian ...... 14 1.5.1 Studi Kepustakaan ...... 15 1.5.2 Kerja Lapangan ...... 16 1.5.3 Kerja Laboratorium ...... 17 1.6 Lokasi Penelitian ...... 18

BAB II. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU DALAM KONTEKS KOTA MEDAN YANG HETEROGEN ...... 19 2.1 Geografis ...... 19 2.2 Sistem Kekekrabatan ...... 21 2.3 Sistem Kepercayaan ...... 25 2.4 Sistem Pemerintahan Tradisional ...... 28 2.5 Kesenian ...... 31 2.5.1 Seni sastra ...... 31 2.5.2 Seni ukir ...... 32 2.5.3 Seni musik ...... 33 2.5.3.1 Pengertian musik ...... 33 2.5.3.2 Jenis-jenis musik ...... 34 2.5.3.2.1 Musik vokal ...... 35 2.5.3.2.2 Musik instrumental ...... 36 2.5.4 Seni tari ...... 37 2.5.4.1 Tari Tradisional ...... 38 2.5.4.2 Tari Kreasi Baru ...... 39

BAB III. KEBERADAAN RONGGENG MELAYU DI KOTA MEDAN ...... 40 3.1 Kontinuitas dan Perubahan Ronggeng ...... 40 3.1.1 Masa Awal ...... 43 3.3.2 Masa Penjajahan Belanda ...... 45 3.3.3 Masa Penjajahan Jepang ...... 46 3.3.4 Masa Kemerdekaan ...... 47 3.2 Kelompok-kelompok Ronggeng di Kota Medan ...... 48 3.3 Pakpung di Taman Budaya ...... 49 3.3.1 Munculnya Istilah Pakpung ...... 51

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3.2 Taman Budaya Medan ...... 52 3.3.3 Penggagas ...... 53 3.3.4 Seniman Pendukung ...... 53 3.3.4.1 Ronggeng/ Penyanyi ...... 53 3.3.4.2 Pemusik ...... 56 3.3.4.3 Pelawak ...... 58 3.3.4.4 Pembawa Acara ...... 59 3.4 Data-data Kelompok Ronggeng ...... 60

BAB IV. ANALISIS PERTUNJUKAN RONGGENG ...... 63 4.1 Deskripsi Pertunjukan Penuh ...... 63 4.1.1 Persiapan ...... 65 4.1.2 Waktu Pertunjukan ...... 66 4.1.3 Awal dan akhir Pertunjukan ...... 69 4.2 Pertunjukan ...... 70 4.3 Pasca Pertunjukan ...... 94 4.4 Pengorganisasian Pertunjukan ...... 94 4.5 Penonton ...... 98 4.6 Pentas ...... 99 4.6.1 Backdrop ...... 100 4.6.2 Setting ...... 101 4.6.3 Dekorasi ...... 102 4.7 Kesempatan Mempertunjukkan ...... 103

BAB V. PENUTUP ...... 105 5.1 Kesimpulan ...... 105 5.2 Saran-saran ...... 106

DAFTAR PUSTAKA ...... 108 DAFTAR INFORMAN ...... 111

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

GAMBAR

Gambar 3.1 Pertunjukan Ronggeng Melayu oleh Kumpulan Pakpung Medan Saat Tampil di Taman Budaya Sumatera Utara……………………………………….. 50 Gambar 3.2 Penampilan Ronggeng Melayu ……………………………………... 55 Gambar 3.3 Penari menyanyikan beberapa lagu …………………………………. 55 Gambar 3.4 Penari hanya mengiringi penyanyi…………………………………... 55 Gambar 3.5 Para Pemain Musik Kumpulan Pakpung Medan………….. ……….. 56 Gambar 3.6 Para Pemain Musik Kumpulan Pakpung Medan ………. …………... 57 Gambar 3.7 Pembawa acara Ronggeng Melayu oleh Kumpulan Pakpung Medan.. 58 Gambar 4.1 Pertunjukan oleh pembawa acara…………………………...……...... 60 Gambar 4.2 Pertunjukan Basmallah lagu di awal pertunjukan ………………….… 73 Gambar 4.3 Pertunjukan Ronggeng Melayu………………..…………………...... 75 Gambar 4.4 Pemain Musik Ronggeng Melayu oleh Kelompok Pakpung Medan.... 91 Gambar 4.5 Pembawa acara yang sekaligus sebagai pelawak dalam pertunjukan... 91 Gambar 4.6 Penonton ikut menari bersama……………………………………...... 93 Gambar 4.7 Penutupan Ronggeng Melayu saat etnis lain ikut menari ………....… 93 Gambar 4.8 Pasca Pertunjukan Berlangsung………………………..…………….. 94 Gambar 4.9 Background Kumpulan Pakpung Medan………………………….... 101 Gambar4.10 Denah Pentas Pertunjukan Taman Budaya…………………………. 102 Gambar4.11 Foto dekorasi pentas Ronggeng Melayu di Taman Buday…………. 103

TABEL

Tabel 3.1 Data pembawa acara Ronggeng Melayu di Taman Budaya ...... 61 Tabel 3.2 Data penyanyi Ronggeng Melayu di Taman Budaya...... 61 Tabel 3.3 Data penari Ronggeng Melayu di Taman Budaya ...... 61 Tabel3.4 Data pemain musik Ronggeng Melayu di Taman Budaya ...... 62 Tabel 4.1 Interval Lagu ...... 82 Tabel 4.2 Wawancara dengan Syahrial Felani ...... 95 Tabel 4.6 Wawancara dengan Syahrial Felani ...... 96

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki ragam suku dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau. Definisi budaya atau kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan lain kemampuan- kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono, 1990:188). Menurut Herkovits kebudayaan itu segala sesuatu yang diteruskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lain yang berisikan seluruh nilai, norma, pengertian, ilmu pengetahuan, religius, struktur sosial, dan nilai lainnya sebagai wujud intelektual dan rasa seni yang menjadi identitas atau ciri khas suatu masyarakat.

Etnis Melayu adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Suku Melayu merupakan salah satu suku dengan jumlah yang besar serta merupakan suku yang banyak menyebarkan agama Islam di Indonesia melalui bahasa, perdagangan, dan perkawinan. Masyarakat Melayu adalah masyarakat yang dinamis, yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, kebenaran, keadilan dan menghormati perbedaan. Masyarakat Melayu juga orang yang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan ikut dalam akivitas perdagangan dan pertukaran barang dan kesenian dari berbagai wilayah di dunia (Husein, 2014:2).

Melayu adalah salah satu kelompok etnik di Indonesia yang dimana paling banyak ditemui terdapat di Pulau Sumatera, khususnya Provinsi Sumatera Utara.

Menurut Tengku H. Muhammad Lah Husni (1986), yang dimaksud dengan suku

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Melayu itu adalah golongan bangsa yang menyatukan dirinya dalam perbauran ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam bahasa Melayu secara sadar dan berkelanjutan. Suku Melayu mendiami beberapa kabupaten/kota yang letaknya tidak jauh dari ibu kota provinsi dan juga kawasan-kawasan yang berdekatan dengan pantai (pesisir).

Hollander mengatakan bahwa suku Melayu sebagai pengembara, yang dimana orang Melayu suka menggembara atau menjelajah dari satu tempat ke tempat lain. Suku Melayu juga terkenal dengan kepiawaiannya dalam seni berpantun. Dalam berpantun mereka mengungkapkan isi hatinya, karena orang

Melayu umumnya segan menyatakan sesuatu secara terus terang sehingga harus menggunakan isyarat, perumpamaan atau kiasan yang terwujud dalam bentuk pantun tersebut. Bahasa Melayu Deli menyerap unsur-unsur bahasa dari suku lain yang tinggal bersamaan di kota Medan, sehingga bahasa Melayu Deli terdengar berbeda bila dibandingkan dengan bahasa Melayu lainnya di Indonesia dan di negara tetangga. Suku Melayu di Sumatera Utara terbagi atas Melayu Deli,

Melayu Serdang, Melayu Asahan, Melayu Labuhan Batu, Melayu Batubara, dan

Melayu Langkat.

Kesenian tradisional merupakan warisan budaya masyarakat pendukungnya, yang diwarisi dari nenek moyang mereka, dan terus berlanjut pada generasi berikutnya (Sedyawati, 1984). Seiring dengan itu Indrayuda (2009:90) mengatakan bahwa kesenian tradisional yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya secara komunal merupakan identitas kultural bagi masyarakat tersebut. Kesenian yang ada di Indonesia sangat beragam. Keberagaman kesenian di berbagai daerah tersebut meliputi kesenian musik, tari, dan drama.

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kesenian Melayu adalah ekspresi dari kebudayaan masyarakat Melayu. Di dalamnya terkandung sistem nilai Melayu, yang dijadikan pedoman dan tunjuk ajar dalam kebudayaan. Kesenian Melayu menjadi bahagian yang integral dari instituisi adat. Kesenian Melayu juga meluahkan filsafat hidup dan konsep-konsep tentang semua hal dalam budaya, seperti ketuhanan, kosmologi, globalisasi, akulturasi, inovasi, enkulturasi, dan lain-lainnya. Kesenian Melayu dalam rangka mengisi zaman yang dilalui pastilah mengalami kesinambungan (kontinuitas) dan disertai dengan perubahan. Kesinambungan adalah meneruskan apa-apa yang telah diciptakan sebelumnya, dan mengaplikasikannya secara fungsional di masa seni itu hidup.

Ronggeng Melayu adalah salah satu kesenian Melayu yang melibatkan tari, sastra, dan musik sekaligus yang terdiri dari tarian sosial berpasangan. Semua unsur ini saling mendukung sehingga membuat kesenian ini kaya rasa, menghibur dan menjadi salah satu kesenian yang paling disukai masyarakat yang menontonnya. Tarian ini dipertunjukkan oleh ronggeng wanita (bisa lebih dari satu) dan penonton (bisa laki-laki dan juga perempuan), ditambah sekelompok pemusik yang menyajikan lagu-lagu Melayu dan juga lagu-lagu etnik Sumatera

Utara dan populer dunia.

Dalam konteks budaya masyarakat Melayu sendiri, jarang ditemukan pemisahan secara absolut antara musik, tari, dan teater. Ketiga-tiga bidang ini selalu berjalan seiring dan selaras. Seni pertunjukan Melayu memiliki berbagai sistem nilai dan sekaligus juga berperan dalam mengkomunikasikan kebudayaaan

Melayu secara umum. Seni pertunjukan ini mengalami proses kesejarahan yang panjang, sekaligus memperkuat jati diri masyarakat Melayu. Seni pertunjukan

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Melayu memperlihatkan proses kreativitas masyarakat Melayu dalam menempatkan tamadunnya dalam konteks globalisasi. Di berbagai daerah budaya

Melayu terdapat seni pertunjukan yang memiliki hubungan, maupun khas daerah berkenaan.

Ronggeng Melayu sangat fungsional dalam kebudayaan Melayu di

Sumatera Utara, karena didukung oleh etnik Melayu dan etnik-etnik lain yang ada di Sumatera Utara. Seni Ronggeng Melayu menjadi sarana pembelajaran nilai- nilai budaya Melayu yang diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sejarah Ronggeng Melayu telah ada sejak adanya orang Melayu di Sumatera

Utara. Ronggeng Melayu merupakan bahagian dari kebudayaan Melayu yang lebih luas, yang pada masa kini terdiri dari negara bangsa: Indonesia, Malaysia,

Brunai, Singapura, Pattani Thailand Selatan, dan Filipina Selatan.

Istilah kesenian ini dalam kebudayaan Melayu, seni ronggeng ini terdapat di berbagai kawasan, dengan penyebutan yang bervariasi. Di Melaka disebut dengan , ada juga yang menyebutnya lambak. Di Riau disebut joget lambak atau joget dangkung. Di Jambi disebut joget. Sementara itu di Pesisir Barat Sumatera disebut gamat.

Di kota Medan pada perkembangan dua dasawarsa terakhir, Ronggeng

Melayu lebih sering dikenali dengan istilah pakpung. Istilah ini muncul begitu saja secara alamiah, yang merupakan onomatopeik dari suara gendang ronggeng pak dan pung. Di Sumatera Utara, istilah ronggeng dan joget memiliki sedikit perbedaan makna. Jika digunakan kata ronggeng maka merujuk pada seni tradisi menari, menyanyi, membawakan lagu-lagu tradisional Melayu dengan iringan ensambel tradisional. Sementara kalau digunakan istilah joget, maka

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pengertiannya merujuk kepada ensambel modern dan kuat dipengaruhi kebudayaan Dunia.

Dalam ronggeng, seorang ronggeng (wanita) haruslah pandai menari dan menyanyi sekaligus, sedangkan dalam joget atau yang disebut juga joget modern seorang ronggeng boleh saja hanya pandai menari tidak mesti bisa bernyanyi.

Dikawasan budaya Melayu Sumatera Utara, istilah ronggeng yang paling lazim dipakai, bukan joget. Namun demikian inti fungsional dan struktur pertunjukan ronggeng dan sejenisnya ini sama, yaitu lagu dan tari disajikan secara berpasangan dalam satu siklus, tari juga berpasangan antara penari dan penonton, dengan fungsi utama hiburan dan pergaulan sosial.

Merujuk pernyataan Koentjaraningrat (1985:263), bahwa corak khas dari suatu kebudayaan seperti kesenian, disebabkan ada sesuatu bentuk fisik dan ekspresi yang khusus yang tidak dimiliki oleh kesenian lain, yang hanya dimiliki oleh kesenian itu saja. Dalam kesenian tersebut, sebut saja ronggeng terdapat berbagai saluran-saluran kebutuhan emosi dan pemikiran bagi masyarakatnya sendiri. Ataupun kesenian tersebut memilliki makna dan ungkapan yang mampu menerima penyaluran emosi masyarakat pendukungnya. Sebab itu, kesenian tersebut menjadi milik dan identitas budaya masyarakat pendukungnya secara kolektif.

Kesenian ronggeng dan sejenisnya ini pada mulanya berkembang di Pulau

Jawa, namun kesenian ronggeng juga berkembang di luar Jawa seperti di

Sumatera. Perkembangan kesenian ronggeng ini menyebar seiring dengan migrasi orang Jawa ke berbagai tempat (Rachmat Susatyo, 2008). Bentuk kesenian ronggeng di luar Jawa seperti di Sumatera berbeda dengan di Jawa. Pembeda

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ronggeng Melayu dengan Ronggeng Jawa adalah seni berbalas pantun yang menjadi ciri khas masyarakat Melayu.

Dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara, Ronggeng Melayu merupakan tarian sosial dan hiburan yang persembahan utamanya adalah ronggeng yang menari dan bernyanyi bersama pengunjung laki-laki yang berasal dari penonton. Penari laki-laki ini menyanyi dan berbalas pantun dengan peronggeng yang biasanya menggunakan pantun-pantun. Satu kali pertunjukan biasanya terdiri dari dua lagu. Lagu pertama bertempo relatif lambat seperti irama senandung, dan pecahan lagu boleh saja inang atau joget (lagu dua).

Kesenian Ronggeng Melayu adalah kesenian yang sangat populer dalam konteks Sumatera Utara. Seni Ronggeng Melayu ini menggunakan ensambel musik yang biasanya terdiri dari: satu akordion, sebuah biola, dan gendang ronggeng (satu induk dan satu peningkah), kadang disertai satu tetawak. Dalam perkembangan selanjutnya terutama sejak tahun 1970-an ensambel ronggeng dikembangkan menjadi ensambel joget modern yang menggunakan alat-alat musik Eropa seperti: drum set, saksofon, klarinet, akordion, biola, gitar bass elektrik, gitar melodi atau ritme (Takari dan Fadlin, 2014).

Tari, musik, dan teks (lirik) dalam seni pertunjukan Ronggeng Melayu ini memiliki kaitan yang erat. Ketiga-tiga unsur ini harus dipertunjukan dalam setiap aktivitas Ronggeng Melayu. Setiap seniman atau penonton yang ikut aktif tampil dalam pertunjukan Ronggeng Melayu harus tau kapan masuknya, musik, tari, dan teks. Biasanya yang masuk terlebih dahulu adalah alat-alat musik pembawa melodi. Kemudian dilanjutkan kepada alat-alat musik pembawa ritme. Setelah itu diikuti oleh tari, dan kemudian musik vokal (nyanyian). Untuk vokal yang

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bersahut-sahutan, biasanya didahului oleh vocal ronggeng diikuti oleh vokal pria pasangannya. Selepas saja menyajikan dua atau tiga pantun, pertunjukan berhenti, dan dilanjutkan pada pertunjukan berikutnya.

Dalam pertunjukannya ada karakteristik khas dalam seni Ronggeng

Melayu. Awal pertunjukan biasanya dimulai dengan “basmallah lagu” yaitu pertunjukan tiga lagu: Gunung Sayang, Serampang Laut, Pulau Sari (Patam- patam). Inilah yang biasa memulai pertunjukan Ronggeng Melayu. Seterusnya adalah petunjukan antara ronggeng (perempuan) dan penari dan sekaligus menyanyi atau menari saja, yang dimana biasanya para lelaki dari kalangan penonton.

Satu pertunjukan terdiri dari satu pasangan lagu, yaitu dari lagu dan tari yang bertempo lambat ke yang cepat. Lagu dan tari yang kedua ini disebut sebagai pecahan lagu dan tari yang pertama. Demikian terus menerus dilakukan pertunjukan ini. Kadangkala disertai dengan pelawak pula. Tidak hanya dalam seni pertunjukannya saja, keberadaan musik iringan dalam Ronggeng Melayu merupakan hal yang berkaitan juga. Dimana musik menjadi pembentuk suasana, dan juga untuk memperjelas tekanan gerakan dalam tarian Ronggeng Melayu. Di akhir pertunjukan biasanya dilakukan tarian bersama, terbuka kepada siapa saja.

Menurut wawancara peneliti dengan Yusuf Wibisono yang merupakan salah satu informan penulis, menurut beliau Ronggeng Melayu adalah salah satu kesenian Melayu yang “paling bagus” dalam pertunjukan kesenian Melayu.

Ronggeng Melayu bisa dilakukan oleh siapa saja yang dapat memainkannya, dalam artian tidak harus mempunyai satu grup yang tetap. Siapa saja boleh memainkan nya asalkan bisa dan paham dalam pertunjukan Ronggeng Melayu.

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ketika di suatu tempat ada mengadakan acara, Ronggeng Melayu dapat ditampilkan dan dimainkan oleh masyarakat yang berkumpul saat itu.

Beliau juga mengatakan bahwa seorang peronggeng harus bisa menyanyi, berpantun, dan menari (lenggak-lenggok). Dalam pertunjukan ini terdapat unsur lawakan, hanya saja yang terpenting ialah pantun dan nyanyian nya. Pertunjukan

Ronggeng Melayu dahulu terdiri atas pasang-pasangan, ada yang terdiri dari 6 pasangan, dan ada yang terdiri paling tidak dari 3 pasangan.

Ronggeng Melayu dapat digunakan sebagai media komunikasi, yang dimana pada umumnya masyarakat Melayu segan untuk menyampaikan secara sesuatu secara langsung, maka pertunjukan Ronggeng Melayu adalah salah satu cara menyampaikan pesan itu kepada orang lain dalam pantunnya. Pertunjukan

Ronggeng Melayu saat ini paling sering ditampilkan di Taman Budaya Medan yang diadakan setiap hari Jumat malam kedua di setiap bulannya.

Di Sumatera Utara (Sumut), khususnya Medan kesenian Pakpung sering disebut sebagai Ronggeng Melayu. Menurut Yusuf Wibisono Pakpung adalah kesenian Ronggeng Melayu yang masih aktif saat ini, hanya saja dalam pertunjukaannya banyak mengalami kontiunitas dan perubahan, yang disesuaikan dengan perkembangan masa kini, seperti penggunaan gitar bas elektrik.

Melihat hal-hal di atas, maka penulis tertarik dan juga layak mengkaji pertunjukan Ronggeng Melayu ini untuk menjadi bahan ilmiah, dengan pendekatan disiplin etnomusikologi. Merujuk pada pendapat Barbara Krader

(1990) yang mengatakan bahwa etnomusikologi pada dasarnya berurusan dengan budaya yang masih hidup yang termasuk di dalamnya musik dan tari.

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Istilah Etnomusikologi, pertama kali digunakan oleh Jaap Kunst, seorang musikolog Belanda. Namun pembicaraan ini tidak dimaksudkan untuk mengulang kembali pemaparan sejarah yang telah banyak ditulis oleh para ahli, tetapi ingin menampilkan berbagai tantangan bidang ini, ketika hadir sebagai objek formal di

Indonesia di awal abad 20.1 Menurut Barbara Krader, “Etnomusikologi pada dasarnya berurusan dengan musik-musik yang masih hidup (termasuk di dalamnya instrumen-instrumen musik dan tari) yang terdapat di dalam tradisi lisan, di luar batasan pengertian musik urban dan musik-musik seni Eropa”

(Krader, 1995:2).

Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat komponen-komponen yang terdapat dalam pertunjukan Ronggeng Melayu yang didalamnya terdapat tari, musik, teater, dan juga persiapan yang dilakukan oleh para kelompok pemain

Ronggeng Melayu tersebut. Untuk itu penulis akan meneliti dan mengkaji tulisan ini untuk dijadikan skripsi dengan judul Analisis Pertunjukan Ronggeng Melayu

Di Taman Budaya Medan.

1.2 Pokok Permasalahan

Sukandarumidi (2006) dalam bukunya Metodologi Penelitian mengatakan bahwa dalam menemukan bahwa dalam menemukan masalah untuk diteliti, maka seorang peneliti yang bersangkutan harus mampu menjawab pertanyaan-

1Mengenai sejarah etnomusikologi dapat dilihat di dalam tulisan Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, K.A. Gourlay dalam Etnomusikologi, R. Supanggah (Ed.), Yogyakarta: Bentang, 1995; Brunno Nettle dalam Music in Many Culture; Teory and Method in Etnomusicology (terjemahan Nathalian HPD Putra), New York: Collier Macmillan Publisher, 1964; Willi Apel, Harvard Dictionary of Music, Massachusetts: The Belknap Press Harvard University Press, 1964.

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pertanyaan seperti apa, siapa, bilamana, dimana, mengapa, bagaimana, apabila sudah menemukan masalah yang akan di teliti. Berdasarkan pokok-pokok pikiran diatas, ada beberapa permasalahan yang akan menjadi kajiannya. Adapun permasalahan pokoknya dalam “Analisis Pertunjukan Ronggeng Melayu di

Taman Budaya Medan” sebagai berikut:

1. Bagaimana keberadaan Ronggeng Melayu di kota Medan?

2. Bagaimana pertunjukan Ronggeng Melayu di Taman Budaya Sumatera

Utara tepatnya di kota Medan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian merupakan rumusan kalimat yang menunjukkan adanya hasil, sesuatu yang diperoleh setelah penelitian selesai, sesuatu yang akan dicapai dan dituju dalam sebuah penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis keberadaan Ronggeng Melayu khususnya di Medan,

Sumatera Utara.

2. Menganalisis pertunjukan Ronggeng Melayu yang ada di Taman

Budaya Sumatera Utara, tepatnya di kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan dampak dari pencapaian tujuan. Dalam penelitian, tujuan dapat tercapai dan rumusan masalah dapat dipecahkan secara tepat dan akurat, maka apa manfaatnya secara praktis maupun teoritis. Kegunaan

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penelitian mempunyai dua hal yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan (secara teoritis) dan membantu mengatasi, memecahkan dan mencegah masalah yang ada pada objek yang diteliti.

Manfaat dari penelitian skripsi ini sebagai berikut:

1. Untuk memperkaya tulisan tentang Kesenian Ronggeng Melayu.

2. Untuk menjadi bahan bacaan mengenai pertunjukan Ronggeng Melayu

di Taman Budaya Medan.

3. Untuk menjadi sumbangan perkembangan disiplin Etnomusikologi,

terutama dari contoh pertunjukan seni yang ada di kota Medan.

4. Untuk memberi gambaran keberadaan Ronggeng Melayu di Kota

Medan pada saat akhir-akhir ini.

5. Penelitian ini dapat dimanfaatkan secara praktis mengangkat seni

Ronggeng Melayu dalam dunia pariwisata dan hiburan di Kota Medan.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya setelah melakukan persepsi terhadap objek atau benda.(Umar,

2004:1) mengemukakan bahwa konsep adalah sejumlah teori yang berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan atau

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang sama.

Definisi ini menjadi kerangka konsep terhadap topik yang menjadi pokok penelitian. Dalam penelitin dan penulisan ini yang dimaksud dengan kata analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan akan sebenarnya (Kamus Umum Bahasa Indonesia,1991).

Pertunjukan juga merupakan sesuatu yang selalu memiliki waktu pertunjukan yang terbatas, awal dan akhir, acara kegiatan yang terorganisir, sekelompok pemain, sekelompok penonton, tempat pertunjukan dan kesempatan untuk mempertunjukannya (Singer dalam Murgiyanto, 1996:165). Penulis juga menggunakan pendapat Murgianto (1996:165) yaitu seni pertunjukan yang merupakan tontonan yang bernilai seni drama, tari, musik yang disajikan sebagai pertunjukan di depan penonton.

Pertunjukan Ronggeng Melayu termasuk sebagai seni pertunjukan. Dalam hal ini seni yang terdapat dalam pertunjukan Ronggeng Melayu adalah seni musik, tari, dan sastra. Musik disini maksudnya adalah musik yang digunakan untuk mengiringi setiap grup pemain Ronggeng Melayu tersebut dengan instrumen musik yang digunakan.Sedangkan garis utamanya adalah pola yang digunakan untuk menampilkannya dalam bentuk pertunjukan. Dalam tulisan ini saya akan menganalisis pertunjukan yang disajikan oleh Ronggeng Melayu yang ada di Taman Budaya Medan.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.4.2 Teori

Teori merupakan prinsip-prinsip umum yang ditarik dari fakta-fakta dan mungkin juga dugaan untuk menerangkan sesuatu. Sebagai landasan cara berpikir dalam membahas permasalahan penelitian ini. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1997:30), bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen, serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang teori- teori yang bersangkutan. Teori yang digunakan akan bermanfaat bagi penelitian untuk mengumpulkan data-data dan informasi yang diharapkan. Erwan & Dyah,

(2007) juga mengatakan bahwa teori adalah serangkaian konsep yang memiliki hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu.

Teori juga merupakan suatu hal yang paling mendasar yang harus dipahami seorang peneliti ketika ia melakukan penelitian karena dari teori-teori yang ada peneliti dapat menemukan dan merumuskan permasalahan sosial yang diamatinya secara teratur atau menyeluruh untuk selanjutnya dikembangkan dalam bentuk hipotesis-hipotesis atau jawaban sementara terhadap masalah yang bersifat praduga yang terjadi dalam penelitian. Dalam menganalisis pertunjukan

Ronggeng Melayu, maka penulis menggunakan teori yang dikatakan oleh Milton

Singer dalam (Murgiyanto, 1996:164-165) yang mengatakan bahwa seni pertunjukan selalu memiliki:

(1) Waktu pertunjukan yang terbatas,

(2) Mempunyai awal dan akhir,

(3) Acara kegiatan yang terorganisir,

(4) Sekelompok pemain,

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (5) Sekelompok penonton,

(6) Tempat pertunjukan, dan

(7) Kesempatan untuk mempertunjukan.

Serta teori yang dikatakan merriam bahwa tiga tingkatan analisis yaitu konseptualisasi tentang musik, tingkah laku dalam hubungan dengan musik, dan suara musik sendiri dengan menghubungkan tingkat pertama dan ketiga untuk memberikan perubahan terus-menerus, yang merupakan sifat dinamis yang terdapat pada semua sistem musik.

Edi Sediawaty (1981:48-66) juga mengatakan bahwa suatu analisis pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan dimana seni pertunjukan tersebut dilaksanakan atau didukung masyarakatnya, pergeseran- pergeseran yang terdapat dalam pertunjukan, dan kemungkinan yang muncul dari interaksi setiap orang (penyaji dan penyaji), (penyaji dan penonton) diantara variabel-variabel wilayah yang berbeda. Menurut Qureshi (1988:135-136) bahwa analisis proses pertunjukan yang mana dalam proses pertunjukan aspek yang mendasar terdiri dari ketegasan perilaku dari semua partisipan, musisi, dan penonton, yang semua berinteraksi dalam pertunjukan.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara utama yang digunakan oleh para peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan

(Muhammad Nasir). Untuk memperoleh data secara sistematis, maka penulis menggunakan metode metode kualitatif bersifat deskriptif. Menurut Maman

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (2002:3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial.

Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi.

Metode kualitatif ini memberikan informasi yang terakhir atau terbaru sehingga bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah (Husein Umar, 1999:81). Alan P Merriam mengemukakan dalam bukunya The Antropology of Music. Di dalam proses penelitian ini, penulis akan mengawalinya dengan studi pustaka, dan studi lapangan, meliputi pengamatan terlibat, wawancara serta melakukan rekaman lapangan, dan melakukan analisa untuk menuliskan laporan akhir. Dalam mengumpulkan data-data yang nantinya dapat digunakan untuk menjawab segala permasalahan yang ada, Nettl (1963:62-64) menawarkan dua kerja lapangan yaitu field work dan desk work. Dalam penelitian lapangan saya berinteraksi langsung dengan penyaji Ronggeng Melayu. Kegiatan ini dilakukan dengan melihat dan mengamati pertunjukan Ronggeng Melayu tersebut.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi pustakaan adalah mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada diperpustakaan seperti dokumen, buku, catatan, majalah, kisah-kisah sejarah dan sebagainya. (Mardalis, 1999). Definisi studi pustaka adalah mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. (Sarwono, 2006).

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam melakukan penelitian terhadap objek penelitian, peneliti melakukan studi pustaka agar mendapatkan bahan-bahan tentang kesenian Melayu khususnya kesenian Ronggeng Melayu ini. Dan selama studi di lapangan saya telah banyak mengumpulkan bahan-bahan berupa informasi yang berkaitan dengan tulisan ini dengan melakukan banyak wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat

Melayu, pemain Ronggeng Melayu, hingga orang yang berpengalaman dalam bidang kesenian Rongeng Melayu ini.

Teknik ini digunakan untuk memperoleh dasar-dasar dan pendapat secara tertulis yang dilakukan dengan cara mempelajari berbagai bahan atau sumber ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Hal ini juga dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang akan digunakan sebagai landasan perbandingan antara teori dan prakteknya di lapangan. Data sekunder melalui metode ini diperoleh dengan browsing internet, membaca berbagai literatur, hasil kajian dari peneliti terlebih dahulu, catatan perkuliahan, serta sumber-sumber lain yang relevan.

1.5.2 Kerja Lapangan

Pengumpulan data di lapangan meliputi observasi, wawancara, dan merekam pertunjukan Ronggeng Melayu, dan mengambil beberapa foto untuk dokumentasi. Saya memulai penelitian ini di bulan Juni tahun 2019 melalui observasi yang meliputi peninjauan dan pengamatan lokasi-lokasi serta melihat pertunjukan Ronggeng Melayu. Dalam wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara terbukadan tidak berstruktur. Penulis mengajukan pertanyaan-

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pertanyaan tidak hanya pada satu pokok masalah dan jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan menggunakan alat perekam. Dalam hal ini penulis menggunakan wawancara terfokus dan wawancara bebas. Wawancara terfokus pada fokus pada pokok permasalahan dari permasalahan dari pertanyaan yang penulis ajukan yang berhubungan dengan kebutuhan penelitian.

Penulis juga mengumpulkan data dari beberapa pemain Ronggeng

Melayu, pemusik. Sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menetapkan infoman yang dapat memberikan informasi yang mendukung tulisan.

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis informan, yaitu informan pangkal dan informan kunci. Sebelum melakukan penelitian lapangan penulis melakukan wawancara dengan informan pangkal, yaitu bapak Yusuf Wibisono. Melalui bapak Yusuf Wibisono penulis mendapat informan yang dapat penulis jadikan sebagai informan kunci yaitu bapak Syahrial Felani, bapak Amir Arsyad, dan Eva

Gusmalayanti Penulis tidak terfokus pada satu informan saja, penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa pemain Ronggeng Melayu lain dan orang-orang terlibat dalam pertunjukan Ronggeng Melayu.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Pada tahap akhir penulis melakukan kerja laboratorium, yaitu tahap penganalisisan data yang telah terkumpul dari hasil pengamatan dan wawancara untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang ada. Semua data yang diperoleh dikumpulkan dalam kerja laboratorium untuk dianalisis. Menurut Decaprio

(2013:16) laboratorium adalah tempat sekelompok orang yang melakukan

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berbagai macam kegiatan penelitian (riset) pengamatan, pelatihan, dan pengujian ilmiah sebagai pendekatan antara teori dan praktik dari berbagai macam disiplin ilmu. Semua data yang diperoleh diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan kebutuhan penulis dengan melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis dalam mengolah data.

1.6 Lokasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2012:13) Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal. Dalam penelitian ini yang menjadi objek Analisis

Petunjukan Ronggeng Melayu adalah pemain Ronggeng Melayu di Taman

Budaya Medan. Menurut Nasution (2003:43) lokasi penelitian menunjukkan pada pengertian tempat atau lokasi sosial penelitian yang dicirikan oleh adanya unsur yaitu pelaku, tempat, dan kegiatan yang dapat di observasi. Lokasi dari penelitian ini adalah Taman Budaya Medan, Jalan Perintis Kemerdekaan No.33, Gaharu,

Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara 20232.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU DALAM KONTEKS KOTA MEDAN YANG HETEROGEN

2.1 Geografis

Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara dan juga kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara.

Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'-3 43' Lintang Utara dan 98 35'-98 44'

Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-37,5 meter di atas permukaan laut.

Batas-batas wilayah Kota Medan saat ini adalah : (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera, (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, (4) Sebelah

Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung Morawa

Kabupaten Deli Serdang. Kota Medan merupakan pinggiran jalur pelayaran Selat

Malaka yang memiliki posisi strategis sebagai pintu masuk kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor).

Letak geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan. Penduduk

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA asli Kota Medan adalah suku Melayu, yang dimana menurut riwayatnya, Kota

Medan pada mulanya disebut Kampung Medan yang didirikan oleh Guru

Patimpus, yaitu nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Suka Piring sebagai salah seorang dari Datuk Empat Suku.

Pada umumnya keadaan alam suatu wilayah ditentukan oleh letak geografis wilayah tersebut dimana kondisi dan tempat sangat menentukan. Letak wilayah tersebut dapat mencerminkan budaya yang berlaku di masyarakat setempat. Untuk dapat mengetahui ataupun mengenal budaya suatu tempat dapat dilakukan dengan pendekatan etnografi. Etnografi dapat diartikan sebagai berikut,

(1) Etnografi merupakan studi deskriptif tentang masyarakat-masyarakat yang sederhana, serta gambaran dari suku-suku bangsa yang hidup. (2) Etnografi merupakan ilmu yang melukiskan tentang kebudayaan dari setiap suku bangsa yang tersebar di bumi. (3) Etnografi adaah suatu gambaran tentang suku-suku bangsa dan bahan-bahan penyelidikannya yang telah dikumpulkan, kemudian diuraikan dalam suatu metode ilmiah tertentu dengan cara mempelajari bahan yang terkumpul (Ariyono Suyono 1985:113).

Medan memiliki penduduk dengan berbagai etnik dan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Kondisi kota Medan yang heterogen ini mengakibatkan banyakya bermunculan kelompok-kelompok atau organisasi yang berdasarkan etnis maupun agama. Selain itu terdapat pula beberapa kelompok yang dibentuk berdasarkan marga. Banyaknya etnis yang ada tentu membuat kota

Medan memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah kesenian dari suku

Melayu yaitu Ronggeng Melayu.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan adalah sistem pertalian keluarga yang sedarah maupun yang masih memiliki hubungan keluarga. Sistem kekerabatan sangat penting dalam kehidupan masyarakat tradisi karena selalu memerlukannya dalam segala aktivitas budaya. Kekerabatan juga merupakan unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.

Angota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, kakak, adik, menantu, cucu, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Menurut Chony dalam Ali Imron

(2005:27) bahwa Sistem kekerabatan dijelaskan bukan hanya saja karena adanya ikatan perkawinan atau karena adanya hubungan keluarga, tetapi karena adanya hubungan darah. Selain itu Chony juga mengungkapkan bahwa kunci pokok sistem perkawinan adalah kelompok keturunan atau garis keturunan. Anggota kelompok keturunan saling berkaitan karena mempunyai nenek moyang yang sama. Kelompok keturunan ini dapat bersifat atau matrilineal.

Dalam kebudayaan Melayu sistem kekerabatan berdasar baik dari pihak ayah maupun ibu, dan masing-masing anak wanita atau pria mendapat hak hukum adat yang sama. Dengan demikian masuk ke dalam sistem parental atau bilateral.

Sistem kekerabatan etnik Melayu di Sumatera Utara, berdasar pada hirarki vertikal adalah dimulai dari sebutan yang tertua sampai yang muda : (1) nini, (2) datu, (3) onyang (moyang), (4) atok (datuk), (5) ayah (bapak, entu), (6) anak, (7) cucu, (8) cicit, (9) piut, dan (10) antah-antah. Gelar dalam Melayu terdiri dari

Tengku, Rega, Oka, Wan. Sebutan untuk anak adalah : (1) Ayong, (2), Anga, (3)

Alang, (4), Udo, (5) Andar, (6), Ateh, (7), Pakcik, (8), Bukcik, (9), Uncu.

Garis Horizontal (Setara) adalah:

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Saudara satu emak dan ayah, lelaki dan wanita,

1. Saudara sekandung, yaitu saudara seibu, laki-laki atau wanita, lain ayah

(ayah tiri),

2. Saudara seayah, yaitu saudara laki-laki atau wanita dari satu ayah lain

ibu (emak tiri),

3. Saudara sewali, yaitu ayahnya saling bersaudara, kalau abang dipanggil

kak, kalau adik dipanggil pakcik.

4. Saudara berimpal, yaitu anak dari makcik, saudara perempuan ayah,

5. Saudara dua kali wali, maksudnya atoknya saling bersaudara,

6. Saudara dua kali impal, maksudnya atok lelaki dengan atok perempuan

saling bersaudara,

7. Saudara tiga kali wali, maksudnya moyang laki-lakinya bersaudara,

(uyut)

8. Saudara tiga kali impal, maksudnya moyang laki-laki sama moyang

perempuan saling bersaudara. Demikian seterusnya empat kali wali,

lima kali wali, empat kali impal, dan lima kali impal. Sampai tiga kali

impal atau tiga wali dihitung alur kerabat yang belum jauh

hubungannya.

Dalam sistem kekerabatan Melayu Sumatera Utara dikenal tiga jenis impal:

1. Impal larangan, yaitu anak-anak gadis dari makcik kandung, saudara perempuan ayah. Anak gadis makcik ini tidak boleh kawin dengan pihak lain tanpa persetujuan dari impal larangannya. Kalau terjadi, dan impal larangan mengadu kepada raja, maka orangtua si gadis didenda 10 tail atau 16 ringgit.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sebaliknya jika si gadis itu cacat atau buruk sekali rupanya, impal larangan wajib mengawininya untuk menutup malu “si gadis yang tak laku”.

2. Impal biasa, yaitu anak laki-laki dari makcik,

3. Impal langgisan, yaitu anak-anak dari emak yang bersudara.

Terminologi kekerabatan lainnya untuk saling menyapa adalah sebagai

berikut:

1. Ayah,

2. Mak (emak, omak),

3. Abang (abah),

4. Akak (kakak),

5. Uwak, dari kata tua, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih tua

umurnya,

6. Uncu, dari kata muda, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih muda

umurnya

7. Ulung, uwak sulung, saudara ayah atau emak yang pertama baik laki-

laki atau perempuan,

8. Ngah, uwak tengah, saudara ayah atau emak yang kedua baik laki-laki

atau perempuan,

9. Alang atau uwak galang (benteng), saudara ayah atau mak yang ketiga

baik laki-laki atau perempuan,

10. Utih, uwak putih, saudara ayah atau mak yang keempat baik laki-laki

atau perempuan,

11. Andak, uwak pandak, saudara ayah atau mak yang kelima baik laki-

laki atau perempuan,

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12. Uda, uwak muda, saudara ayah atau mak yang keenam baik laki-laki

atau perempuan,

13. Ucu, uwak bungsu, saudara ayah atau mak yang ketujuh baik laki-laki atau perempuan, 14. Ulung cik, saudara ayah atau mak yang kedelapan baik laki-laki atau perempuan.

Dilanjutkan ke uwak ngah cik, uwak alang cik, dan seterusnya. Jika anak yang dimaksud adalah anak dari andak misalnya, maka panggilan pada nomor 8 sampai 11 tetap uwak, dan nomor 11 dan seterusnya ke bawah disebut dengan (1) ayah uda, (2) ayah ucu, (3) ayah ulung cik, (4) ayah ngah cik, (5) ayah alang cik, dan seterusnya.

Terminologi kekerabatan lainnya adalah sebagai berikut:

1. Mentua atau mertua, kedua orang tua isteri, (ayah, omak),

2. Bisan (besan), sebutan antara orang tua isteri terhadap orang tua sendiri

atau sebaliknya,

3. Menantu, panggilan kepada suami atau isteri anak,

4. Ipar, suami saudara perempuan atau isteri saudara laki-laki, demikian juga

panggilan pada saudara-saudara mereka,

5. Biras, suami atau isteri saudara isteri sendiri,

6. Semerayan (semberayan), yaitu menantu saudara perempuan dari mertua

perempuan,

7. Kemun atau anak kemun, yaitu anak laki-laki atau perempuan dari

saudara-saudara kita, (kemanaan),

8. Bundai, yaitu panggilan aluran ibu yang bukan orang ,

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9. Bapak, kata asalnya pak, yang berarti ayah atau entu (artinya suci), dapat

juga dipanggil abah,

10. Emak, berasal dari kata mak, yang berarti ibu atau bunda, yang melahirkan

(embai),

11. Abang, yang berasal dari kata bak atau bah yang artinya saudara tua laki-

laki,

12. Kakak, berasal dari kata kak, yang bersaudara tua perempuan,

13. Adik, yang berasal dari kata dik, artinya saudara lelaki atau perempuan

yang lebih muda,

14. Empuan, artinya sama dengan isteri, tempat asal anak,

15. Laki, yaitu suami. (Drs.Fadlin bin Muhammad Djafar,MA: Artikel Budaya

Melayu Sumatera Utara Dan Enkulturasinya)

Berdasarkan wilayah budayanya orang Melayu mendiami sebagian besar

Sumatera dan pulau-pulau sekitanya, seperti Semenanjung Malaysia, dan Pantai

Laut Kalimantan. Etnik Melayu terbentuk dari proses campuran antar suku bangsa di kawasan Nusantara. Etnik Melayu mempunyai sistem adat resam, sifat-sifat, penggolongan strata sosial (bangsawan dan awam), dan sistem kekerabatan yang khas.

2.3 Sistem Kepercayaan

Sistem Kepercayaan merupakan suatu asas dalam kehidupan manusia.

Setiap masyarakat di dunia menganut satu sistem kepercayaan tertentu.

Koentjaraningrat mendefinisikan religi sebagai sistem yang terdiri dari konsep-

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA konsep yang di percaya dan menjadi keyakinan secara mutlak suatu umat beragama dan upacara-upacara beserta pemuka-pemuka agama yang melaksanakannya. Sistem kepercayaan merupakan aspek kebudayaan yang terjaring luas dalam masyarakat. Melalui sistem kepercayaan inilah manusia melakukan hubungan anata manusia dengan Tuhan dan dunia gaib, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungannya yang dijiwai oleh suasana yang dirasakan sebagai suasana kekerabatan oleh yang menganutnya.

Secara teoritis sistem kepercayaan merupakan salah satu bagian dari inti kebudayaaan, oleh karena itu bagian ini merupakan bagian yang sangat sulit sekali untuk berubah atau kalau pun berubah memerlukan proses yang panjang.

Masyarakat Melayu mengalami berbagai rentang kepercayaan, mulai dari animisme-dinamisme, Hindu-Buddha berada dalam kehidupan melayu lebih panjang, yaitu pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya.

Kehadiran Islam didunia Melayu merupakan suatu dimulainya hal yang baru, karena agama ini disamping menjadi sumber bagi adat Melayu, juga dijadikan sebagai pelurus berbagai segi kebudayaan Melayu yang dianggap berbeda dengan ajaran Islam. Dominasi dalam kebudayaan Melayu adalah Islam, sehingga Islam mewarnai segala aspek kehidupan orang Melayu, menggantikan berbagai sebutan untuk yang kuasa (dewa-dewa) menjadi Allah dan menggantikan berbagai simbol keagamaan yang dipandang menyalahi ajaran Islam (Hasbullah,

2010:55)

Pada masyarakat Melayu, mereka membedakan antara agama dan kepercayaan. Menurut masyarakat Melayu, agama yang dianggap oleh mereka

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah agama-agama besar yang diakui oleh pemerintah. Sementara keyakinan- keyakinan seperti penyembahan kepada dewa-dewa dan kepercayaan akan kekuatan yang dimiliki makhluk halus hanya dianggap sebagai suatu kepercayaan saja. Seperti yang terdapat pada suku terasing , suku talang mamak, suku akit, suku laut, dan sebagainya. Maupun kepercayaan yang juga mencakup masa lama orang Melayu, seperti tepung tawar, mati tanah dan lainnya. (Ibid hal 56)

Hubungan antara agama resmi dengan kepercayaan dalam masyarakat

Melayu bisa dilihat dalam berbagai upacara yang dilakukan. Ada tiga unsur yang berkembang dalam masyarakat Melayu, yaitu: pertama, unsur-unsur yang berasal dari ajaran Islam, kedua, unsur-unsur yang berasal dari kepercayaan lama, ketiga, unsur-unsur yang berasal dari Islam populer. Ketiga unsur ini terdapat hubungan yang erat dan saling terkait. Dalam masyarakat Melayu tidak terdapat perbedaan perlakuan yang tegas antara unsur-unsur yang berasal dari agama dan unsur-unsur yang berasal dari kepercayaan, karena unsur-unsur yang berasal dari kepercayaan itu tetap tidak boleh berlawanan dengan unsur-unsur yang berasal dari agama. Unsur itu berkembang dan menyatu di tengah-tengah masyarakat dan memperkaya khasanah kebudayaan Melayu.

Proses masuknya Islam dalam masyarakat Melayu terjadi secara bertahap dan terus berlangsung sampai sekarang dan tahap awal adalah memasukkan unsur-unsur yang berbau islam serta mengganti simbol-simbol lama dengan simbol-simbol baru yang lebih sesuai dengan ajaran Islam. Kemampuan bertahannya kepercayaan-kepercayaan lama ini, karena masih dipandang tetap fungsional dalam kehidupan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam secara

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diametral, terlebih lagi setelah masuknya Islam pada masyarakat Melayu, sehingga dipandang sah dan benar. (kompasiana.com).

2.4 Sistem Pemerintahan Tradisional

Masyarakat Melayu tradisional dapat didefinisikan sebagai satu gambaran orang Melayu yang mengamalkan sesuatu adat istiadat (kebiasaan) yang telah sebati dan kekal secara turun-temurun dalam kehidupan mereka. Bentuk pemerintahan adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada rangkaian institusi politik yang digunakan untuk mengorganisasikan suatu negara untuk menegakkan kekuasaannya atas suatu komunitas politik (Kopstein and Lichbach,

2005). Menurut Mohd Koharuddin, Moh Balwi (2005:78), masyarakat Melayu tradisional terbagi kepada dua golongan atau kelas utama. Yaitu kelas aristokrat

(golongan atasan atau pemerintah) dan golongan bawahan (golongan rakyat biasa atau diperintah).

Dalam sejarah politik Melayu, islam memberi kebijakan kepada raja-raja kerajaan Melayu. Bahkan perkembangan budaya Melayu berjalaan beriringan dengan ajaran-ajaran islam. Peranan islam dalam politik raja-raja melayu ini terlihat dari gelar yang disandang, diantaranya, “Zillullah fil Alam” (bayang bayang Tuhan di bumi), Sultan, Khalifah. Etnik Melayu merupakan sekelompok individu di suatu tempat dan membentuk struktur sosial. Islam adalah yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Melayu. Geertz (1981) mengatakan bahwa kebudayaan Melayu digolongkan sebagai kebudayaan pantai yang bercorak perkotaan dan kegiatannya adalah perdagangan dan kelautan.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sistem politik dan pemerintahan Melayu merupakan mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubugan masyarakat

Melayu untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan berlandaskan pada pandangan dan pemikiran budaya Melayu.

Dalam sejarah Melayu, sistem pemerintahan Melayu mempunyai dua konsep yaitu kerajaan dan negeri.

1. Konsep Kerajaan

Kerajaan adalah suatu bentu pemerintahan yang dipimpin dan dikepalai oleh seorang raja. Menurut J.S Roucek dan R.L Warren, kerajaan merupakan suatu organisasi yang menjalankan otoritas terhadap semua rakyatnya demi menjaga keamanan dan ketentraman serta melindungi rakyat dari ancaman luar.

Konsep kerajaan dalam sistem pemerintahan Melayu sudah ada sejak zaman

Sriwijaya di Palembang. Dalam sistem ini struktur paling atas dalam struktur kerjaan diduduki oleh seorang raja. Sistem ini bermula dengan pemerintahan Nila

Utama yang bergelar Seri Teri Buana yang ditunjuk oleh Demang Lebar Daun untuk menggantikan kedudukannya. Kemudian sistem pemerintahan warisan

Sriwijaya ini diperaktikkan oleh keturunan mereka di Singapura, Melaka, dan beberapa daerah lain di Melayu. (Indah Maisuri: Makalah Studi Masyarakat

Melayu Sistem Politik dan Pemerintahan Melayu)

Dalam sistem pemerintahan ini, kedudukan serta hak raja tidak dapat diganggu-gugat dan dipermasalahkan. Raja dapat melakukan hal apa saja. Bahkan ketika menjatuhkan hukuman kepada pembesar kerajaan atau rakyatnya, raja tidak perlu meminta pertimbangan kepada para pembesar lain. Konsep kerajaann ini

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tidak dibatasi oleh tempat dan wilayah. Maka, pepatah Melayu yang berbunyi,

“dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung” diartikan sebagai kemana raja pergi maka disanalah kerajaannya. Sehingga, sebuah kerajaan bisa berdiri tanpa adanya sebuah negeri.

2. Konsep Negeri

Penggunaan istilah “negeri” di Melayu sudah ada sejak 500 tahun yang lalu. Konsep negeri diartikan sebagai sebuah organisasi yang menjalankan undang-undang kepada seluruh rakyatnya. Dari konsep ini negeri tidak hanya mencakup wilayah kekuasaannya, tetapi termasuk juga seluruh jajahannya atau negeri taklukannya. Sehingga konsep negeri ini lebih luas artinya dibandingkan konsep kerajaan. Untuk membuka sebuah negeri, digambarkan sekumpulan orang yang dipimpin oleh seorang raja atau keturunannya dengan diikuti oleh menteri, punggawa kerajaan, hulubalang, rakyat, dan bala tentara. (Indah Maisuri:

Makalah Studi Masyarakat Melayu Sistem Politik dan Pemerintahan Melayu)

Negeri mempunyai hukum yang berbeda dengan jajahannya. Dalam undang-undang Kedah, misalnya, dibedakan antara pembesar negeri dan pembesar jajahannya. Negeri juga dianggap sebagai pusat kemajuan. Tingkat kemakmurannya diukur berdasarkan jumlah penduduk dan pedagang yang ada.

Dalam sejarah Melayu negeri bisa diartikan sebagai tempat kediaman yang tetap dan cukup padat, dibuka atas keputusan seorang yang mempunyai kuasa politik tertentu bagi diri dan rakyatnya.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.5 Kesenian

Kesenian adalah bagian penting dari kebudayaan. Menurut

Koentjaraningrat (1982:395-397), kesenian merupakan ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif. Kesenian dalam masyarakat Melayu menggambarkan bagaimana deskripsi masyarakat tersebut dan pada umumnya seperti itu dalam suatu masyarakat yang memiliki tradisi sendiri. Kesenian juga akan menentukan identitas suatu masyarakat sehingga bentuk kesenian dalam masyarakat Melayu disesuaikan dengan bentuk, sistem, bahasa, kepercayaan, dan sejarah yang terdapat dalam masyarakat Melayu. Masyarakat Melayu memiliki berbagai macam kesenian, yaitu seni sastra, seni ukir, seni musik, dan seni tari.

2.5.1 Seni Sastra

Seni sastra adalah sebuah seni yang menjadikan bahasa menjadi media utama yang menonjolkan keindahan tutur kata dan cerita, seni sastra dapat diartikan sebagai cabang seni yang didalamnya berisi segala sesuatu yang berbentuk lisan maupun tulisan yang mengandung unsur keindahan, seni, imajinatif, dari hasil karya seseorang yang hasilnya bisa dinikmati karena memiliki faktor keunggulan dan artistik.

Melayu memiliki berbagai macam sastra dalam bentuk mantera, pantun, dan syair, yang kemudian bermunculan pantun kilat (karmina), seloka, talibun, dan gurindam. Mantra merupakan contoh seni sastra dari puisi yang paling lama atau tua pada masyarakat Melayu. Namun mantra ini dulunya bukan dipercaya

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebagai jenis karya seni sastra, melainkan dipercayai sebagai kepercayaan dan adat istiadat di suatu tempat. Kesenian Melayu Gurindam Dua Belas karya Raja

Ali Haji sastrawan Melayu merupakan salah satu gurindam yang terkenal pada zaman sastra Melayu klasik.

Dalam kebudayaan Melayu, ungkapan dalam bentuk sastra memegang peranan penting karena pada umumnya berisi nilai-nilai, nasehat, dan petunjuk yang benar. Ungkapan dalam kesenian kebudayaan Melayu biasanya diungkapkan dengan bahasa yang indah. Ungkapan kesenian sastra ini paling sering ditemukan dalam bentuk syair dan pantun. Seni sastra ini biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan berbagai macam pertunjukan Melayu. Kesenian yang ditujukkan dalam bentuk bahasa merupakan hal yang umum dan menjadi ciri khas dalam masyarakat Melayu.

2.5.2 Seni Ukir

Seni ukir merupakan suatu pekerjaan karya seni yang dilakukan dengan cara mengukir diatas sebuah kayu atau batu sehingga menghasilkan sebuah karya seni. Seni ukir dalam kebudayaan Melayu dapat diungkapkan melalui dinamika kehidupan masyarakat Melayu dalam menuangkan karya-karya seninya. Pada umumnya seni ukir Melayu menghiasi berbagai ornament rumah-rumah Melayu tradisional seperti jendela, pintu, tangga, bagian-bagian rumah lainnya. Bentuk utama dari ukiran Melayu tampak penempatan motif dalam komposisi bidang yang memanjang, yang segera terlihat pada ukiran-ukiran timbul maupun

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terbenam. Garis-garis lemas yang serasi ditampilkan dengan garis patah-patah, kemudian diselingi dengan gambar-gambar sayap.

Secara umum, seni ukir Melayu terbagi dalam lima macam yakni Haut

Relief (relief tinggi), Demi Relief (relief setengah tinggi), Bos Relief (relief rendah), Relief Encreuse (relief tenggelam), dan A jour (ukiran kerawang).

Beberapa jenis motif ukiran yang sering terdapat di bangunan rumah-rumah

Melayu tradisional adalah bintang, rusa, harimau, kupu-kupu, naga melayu, dan berbagai jenis tanaman seperti bunga kelapa, bunga panah betina, awan berarak, anggur, bela ketupat, bunga tabur, bunga bakung, serta pangkal kepala kain, pucuk rebung, dan siku keluang. (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

2.5.3 Seni Musik

2.5.3.1 Pengertian musik

Menurut Jamalus (1988:1) pengertian seni musik adalah suatu yang membuahkan hasil karya seni berupa bunyi berbentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan fikiran serta perasaan penciptanya lewat unsur-unsur pokok musik, yakni irama, melodi, harmoni, serta bentuk atau susunan lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi, berdasarkan transmisi tradisi iseng lisan. Setiap musik mempunyai nama tertentu dan alat-alat musik mempunyai legenda asal-usulnya. Pertunjukan musik menuruti aturan dan menjaga etika permainan.

Salah satu genre musik Melayu adalah ronggeng atau joget. Musik ini adalah akulturasi antara musik portugis dengan musik Melayu. Musik ronggeng

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terdapat di kawasan yang luas di dunia Melayu. Genre musik dan tari ronggeng adalah seni pertunjukan hiburan yang melibatkan penonton yang menari bersama ronggeng. Musik Barat populer sejak etnik Melayu dengan budaya Barat sejak awal abad keenam belas. Musik melayu mencerminkan aspek-aspek inovasi seniman masyarakat Melayu, yang ditambah dengan akulturasi secara kreatif dengan budaya-budaya dari luar. Masyarakat Melayu sangat menghargai aspek- aspek universal dalam kehidupannya.

2.5.3.2 Jenis-jenis Musik

Seni Musik memiliki banyak jenis dan kategori yang sering disebut dengan genre. Dimana genre adalah suatu bentuk seni atau tutur tertentu menurut kriteria yang sesuai untuk bentuk tersebut. Klasifikasi jenis musik adalah sebagai berikut :

(a) Seni Musik Klasik

Musik klasik adalah jenis musik yang berasal dari masa sekitar abad ke-

18 yang berasal dari kebudayaan Eropa pada kisaran tahun 1750-1825. Musik klasik memiliki ciri menggunakan instrumen musik yang tidak kompleks atau sederhana. Susunan musik klasik juga lebih kompleks dibandingkan dengan jenis seni musik lainnya. Contoh musik klasik adalah Bethoven – Fur Elise, Mozart

Marriage of Figaro.

(b) Seni Musik Modern

Musik modern adalah jenis musik yang memperoleh sentuhan instrumen yang mengikuti teknologi. Musik modern memiliki banyak jenis diantaranya : musik jazz, musik blues, musik R&B, musik rock, musik pop, dan musik reggae.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (c) Seni Musik Tradisional

Jenis musik ini adalah jenis musik yang berasal dari kebudayaan yang menggunakan alat musik tradisional. Musik tradisonal adalah musik yang berakar dari tradisi masyarakat tertentu, maka keberlangsungan dalam konteks saat ini yaitu upacara pewarisan secara turun temurun masyarakat sebelumnya untuk masyarakat selanjutnya. Indonesia memiliki banyak jenis musik tradisional yang salah satunya adalah kesenian yang berasal dari budaya Melayu, yaitu Ronggeng

Melayu. (Sekolahan.co.id : Pengertian Seni Musik Menurut Ahli, Unsur, Fungsi, dan Jenis Seni Musik)

2.5.3.2.1 Musik Vokal

Musik vokal adalah jenis musik yang dipertunjukan dengan vokal tanpa adanya iringan alat musik. Vokal adalah alunan nada-nada yang keluar dari suara manusia. Vokal dapat dilakukan dimanapun meskipun tanpa bantuan musik.

Vocal khas masyarakat melayu adalah cengkoknya. Contoh musik vokal adalah senandung, nyanyian, musik acapella, dan musik kudus. Musik vokal tidak terlalu mengutamakan media, melainkan fokus pada suara. Dalam teknik vokal terdapat intonasi yang dimana berhubungan dengan ketepatan nada (pitch) sehingga suara lebih terdengar jernih dan nyaring. Variasi musik vokal menggunakan vokal dua suara, tiga suara, atau empat suara.

Musik vokal dapat dibagi kedalam beberapa jenis, yaitu vokal solo (jenis musik vokal yang dihasilkan dari seorang penyanyi saja, paduan suara (jenis musik vokal yang dihasilkan dari banyak penyanyi dengan berbagai jenis suara

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tanpa diiringi alunan musik, dan grup (jenis musik vokal yang dihasilkan dari beberapa penyanyi dalam satu suara. Unsur-unsur teknik vocal adalah : (1)

Artikulasi, (2) Pernapasan, (3) Phrasering, (4) Sikap badan, (5) Resonansi, (6)

Vibrato, (7) Improvisasi, (8) Intonasi. Contoh musik vocal Melayu adalah lagu

Gelang si Paku Gelang, Jong-Jong , Dia Datang, Wau Bulan, Ayah dan Ibu,

Nasib Panjang, Shamsiah, dan Sayang di Sayang. (academia.edu/enomusikologi musik_melayu_1)

2.5.3.2.2 Musik Instrumental

Musik Instrumental dapat didefiniskan sebagai sebuah alunan musik yang dihasilkan dari beberapa alat musik baik modern ataupun alat musik tradisional.

Penyajian musik instrumental biasanya dilakukan oleh perseorangan atau sebuah grup musik dengan berbagai macam instrumen didalamnya. Beberapa alat musik yang digunakan sebagai musik instrumen adalah biola, drum, piano atau keyboard, cello, bass, dan berbagai jenis alat musik tradisional lainnya yang sering digunakan dalam pertunjukan pagelaran seni musik baik yang bersifat instrumental maupun campuran dengan vokal. Dalam musik Melayu terdapat beberapa intrumen Melayu yaitu rebana, kompang, gambus, gendang, marwas, biola, dan akordion.

2.5.4 Seni Tari

Seni tari merupakan sebuah seni yang terdiri dari gerakan tangan, kaki, lirikan mata, ekspresi wajah, hingga busana yang dipadankan sehingga terlihat

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA elok. Menurut Soedarsono (1933) seni tari sebagai ungkapan ekspresif jiwa manusia dalam geraak-gerak yang indah dan ritmis. Seni tari dalam kebudayaan

Melayu mencakup ide, aktifitas, maupun artifak. Seni tari mengekspresikan kebudayaan secara umum. Seni tari juga mengkuti norma-norma yang digariskan oleh adat Melayu. Berbagai gerakan mencerminkan budi orang-orang Melayu, yang menjadi bagian integral dari diri sendiri maupun alam sekitar, seperti yang tercermin dalam ungkapan Melayu: “Kembali ke alam semula jadi”. Hal ini dapat terlihat melalui konsep-konsep tari dalam budaya Melayu.

Menurut Sheppard, konsep tari dalam budaya Melayu, diwakili oleh empat terminologi yang memiliki arti yang bernuansa, yaitu: tandak, igal, liok, dan tari.

Perbedaan maknanya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) penekanan gerak yang dilakukan anggota tubuh penari dan (2) teknik dari tarian tersebut. Tandak selalu dihubungkan dengan gerakan langkah yang dilakukan oleh kaki, igal gerakan yang secara umum dilakukan oleh tubuh (terutama pinggul), liok atau liuk teknik menggerakkan badan ke bawah dan biasanya sambil miring ke kiri atau ke kanan, gerakan ini disebut juga melayah, dan tari selalu dikaitkan dengan gerakan tangan, lengan, dan jari jemari dengan teknik lemah gemulai.

2.5.4.1 Tari Tradisional

Tari tradisional pada dasarnya berkembang di suatu daerah tertentu yang berpedoman luas dan diteruskan secara turun-temurun yang kemudian dipakai secara terus menerus oleh masyarakat itu sendiri. Tari rakyat juga merupakan tari tradisional yang memiliki beberapa ciri antara lain: merujuk pada adat dan

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kebiasaan masyarakat, bernuansa sosial, memiliki gerak, rias dan kostum yang sederhana. Melayu sendiri mempunyai tarian tradisional yaitu :

(1) Tarian Makyong, yang dimana tarian ini dipentaskan oleh penari-penari

bertopeng dan diiringi oleh alat musik seperti gendang, rebab, tetawak,

talempong, gong, beduk, sarune, kesi, dan ceracap.

(2) Tari , tarian ini ditarikan diatas tikar madani yang dimana tikar tersebut

tidak boleh bergeser sedikitpun saat melakukan tarian zapin. Dahulu yang

meragakannya lelaki saja, namun seiring perkembangan jaman sekarang

tarian ini sudah diperagakan oleh pria dan wanita.

(3) Tari Joged Lambak, tarian ini cendrung lemah gemulai dan lagu-lagu yang

ditarikan adalah lagu atau irama joget seperti serampang laut, tanjung katung,

dan anak kala.

(4) Tari Tandak, ciri khas tari ini adalah saling berbalas pantun antara pria dan

wanita, biasanya lagu dari pantun tersebut berisikan hal yang ada di bumi atau

tentang kehidupan sehari-hari.

(5) Tarian Mak Inang, yang juga dikenali sebagai tarian inang (versi modern

tarian mak inang) ini telah ada sejak jaman Melayu Melaka. Tarian ini biasa

dipersembahkan pada majlis-majlis keramaian dan perkahwinan.

(6) Tarian Ceracap Inai, tarian ini biasanya ditarikan oleh penari lelaki dan

wanita, kadangkala hanya wanita saja. Penari biasanya terdiri dari 5-8 orang

dengan hiasan seperti bunga-bungaan emas dan bercahayakan api lilin yang

memberikan arti membawa sinaran kebahagiaan dan kesejahteraan.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.5.4.2 Tari Kreasi Baru

Tari kreasi baru merupakan tari yang berkembang sesuai jaman dan mengalami pembaruan dari tari yang sebelumnya. Menurut Endang Caturwati, kreasi baru merupakan karya yang dihasilkan oleh kreativitas individual atau kelompok sebagai karya yang ditata dengan sentuhan atau cita rasa baru. Tari kreasi baru juga jenis tarian yang memiliki kebebasan dalam penciptaannya yang terkadang menggabungkan dengan gerakan modern. Penciptaan tari kreasi Melayu berbeda-beda, sesuai dengan kreatifitas yang dimiliki setiap koreografer. Akan tetapi tari kreasi Melayu tidak lepas dari aturan maupun norma-norma yang memiliki etika dalam gerak tari. Salah satu contoh tari kreasi Melayu adalah

Serampang Dua Belas.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

KEBERADAAN RONGGENG MELAYU DI KOTA MEDAN

3.1 Kontiunitas dan Perubahan Ronggeng

Konsep kontiunitas adalah sesuatu yang berlangsung secara berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu. Kontiunitas menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2000:591) adalah berkesinambungan, kelangsungan, kelanjutan, keadaan kontinu. Konsep kontiunitas yang dimaksud disini adalah keberlanjutan Ronggeng Melayu sebagai salah satu kesenian Melayu. Kesenian merupakan kebudayaan dalam suatu kelompok masyarakat yang dapat terlihat jelas keberadaannya dan sekaligus menjadi ciri khas dari kelompok masyarakat tersebut. Namun pada perkembangan zaman modernisasi dan teknologi telah banyak mengubah hal mengenai kesenian tradisional yang menjadi ciri khas suatu masyarakat tersebut menjadi kesenian tradisional yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada saat ini. Sehingga untuk mempertahankan eksistensi di tengah-tengah masyarakat, suatu kesenian harus melakukan perubahan yang bersifat adatif dengan perkembangan zaman. Upaya untuk mempertahankan eksistensi suatu kesenian (kontiunitas) dari sebuah kesenian tampak pada berbagai upaya adaptasi suatu jenis kesenian.

Perubahan dalam suatu kebudayaan sangat wajar terjadi, karena tidak ada kebudayaan yang tidak berubah. Perubahan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2000:1234) adalah hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran.

Perubahan merupakan suatu proses dimana suatu keadaan berubah dan bisa juga

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dikatakan peralihan dari suatu masa/era. Perubahan yang dimaksud dalam konsep ini adalah suatu perubahan/peralihan yang terjadi pada instrument musik, penyanyi, penari, pertunjukan maupun pantun yang terdapat dalam penampilan

Ronggeng Melayu.

Makyal (informan) mengatakan bahwa perubahan pantun dalam Ronggeng

Melayu adalah jika yang dahulu Ronggeng Melayu lebih memakai pantun klasik didalam pertunjukannnya, yang dimana pantun klasik (bahasa yang cukup formal dalam pantunnya) yang mengandung nasehat, budaya, cinta. Sementara Ronggeng

Melayu yang sekarang ini lebih memakai pantun populer/modern (bahasa yang tidak baku) dalam pertunjukannya karena disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Contoh pantun klasik:

Lancang kuning lancang pusaka

Nampak dari Tanjung puan

Kalau kering laut Melaka

Barulah saya lupakan tuan

Ayam hutan terbang ke hutan

Tali tersangkut pagar budi

Adik bukan saudara bukan

Hati tersangkut karena budi

Contoh pantun populer:

Buah berangan dari Jawa Kain terjemur disampaian Jangan diri dapat kecewa Lihat contoh kiri dan kanan

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kalau ada sumur di ladang

Boleh kita menumpang mandi

Kalau ada umur panjang

Boleh lah kita bermain lagi

Menurut Munir sebagai salah satu infoman sekaligus pembawa acara dalam acara Ronggeng Melayu atau acara Melayu lainnya, inovasi dalam pertunjukan maupun alat alat musik yang dipakai oleh Ronggeng Melayu boleh saja berkembang dan terpengaruh modernisasi dengan menggabungkan alat alat musik modern seperti keybord atau bass yang sering dipakai dalam pertunjukan

Ronggeng Melayu tersebut dengan tujuan sebagai pelengkap atau pun penambah tempo lagu, akan tetapi alat musik inti seperti Gendang, Biola, dan Akordion yang menjadi ciri khas Ronggeng Melayu itu, jangan hilang.

Begitu pula dengan tarian atau penari Ronggeng Melayu, harus selalu memperhatikan tatanan cara menari dan etika dalam menari seperti tidak boleh bersentuhan serta menjaga nilai nilai yang terkandung dalam adat kebudayaan

Melayu. Dalam catatan sejarah banyak bukti yang menunjukkan bahwa kesenian itu berkembang atau berubah seiring dengan perubahan sosial yang terjadi.

Perubahan dan tantangan ini bukan tidak disadari para seniman Ronggeng

Melayu. Para seniman ronggeng cukup responsive menghadapi hal ini termasuk mengubah kesenian termasuk alur, lagu, musik ataupun pertunjukannya yang mengikuti selera penonton dan penggemar barunya. Namun upaya ini ternyata belum mampu mengimbangi munculnya jenis kesenian baru yang lebih variatif dan menarik.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh karena itu perubahan yang terjadi dalam kesenian tradisional di Kota

Medan menjadi salah satu perhatian untuk mengamati perubahan aspek lainnnya dalam suatu kesenian. Tidak heran kalau dalam pertunjukannya yang sekarang ronggeng sedikit menampilkan yang berbeda dengan yang aslinya karena proses adaptasi yang dilakukan agar suatu kesenian bisa bertahan hidup ditengah perubahan sosial yang terjadi di Kota Medan.

3.1.1 Masa Awal

Masa Awal hadir dan berkembangnya kesenian Ronggeng Melayu ini masih menjadi perdebatan, walaupun nama ronggeng berkaitan erat dengan Jawa dan salah satu kesenian yang ada di Kabupaten Ciamis bagian Selatan Jawa

Barat. Jenis kesenian ini mulai berkembang dan digemari di Sumatera Timur sejak awal abad ke XX sekitar tahun 1901. Berkembangnya ronggeng di Sumatera

Timur karena kesenian ini mendapat dukungan dari penguasa-penguasa Melayu, terutama Sultan Deli Serdang, dan Langkat.

Dalam tradisi kehidupan para Sultan Melayu yang terdahulu, cara mereka menghibur diri adalah dengan sering mengundang para penari ronggeng yang umumnya adalah perempuan yang sekaligus juga berperan sebagai penyanyi untuk datang ke istana. Di kalangan orang Melayu jenis kesenian ini lebih mengutamakan unsur-unsur hiburan, walaupun ada literatur yang menyebutkan kaitan kesenian ini dengan acara pesta panen. Budi Agustono menuliskan bahwa

Sultan Serdang (Sulaiman) hampir setiap malam dan hampir setiap tempat, selalu menghadirkan pertunjukan ronggeng ke istana karena sultan sangat

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menggemari ronggeng. Pada masa pemerintahan inilah ronggeng berkembang pesat, dan dari istana Sultan - Sultan inilah ronggeng menyebar ke luar istana.

Menurut Anwar Siregar, tarian ronggeng adalah bentuk tarian Melayu yang ditampilkan secara bebas, yaitu tidak terikat pada pola-pola lantai. Tarian ini ditarikan oleh seorang penari wanita bersama tamunya (biasanya seorang pria).

Sambil menari mereka juga bernyanyi dengan memakai teks-teks berbalas pantun yang diiringi oleh instrumen musik yang terdiri dari gendang, gong, biola yang kadang-kadang diganti dengan accordion atau dapat juga dimainkan secara bersama-sama. Irama yang ditampilkan awalnya irama-irama lagu dari tradisi

Melayu seperti senandung, mak inang, atau lagu dua.

Di luar istana, pertunjukan ronggeng ini dapat dilakukan atas kemauan ronggeng itu sendiri, misalnya pertunjukan yang mereka adakan di perkebunan atau di jalan-jalan umum yang telah sepi dari lalu lintas kendaraan dan dilakukan pada malam hari. Pertunjukan ini juga dapat dilakukan atas undangan atau dalam acara-acara lain seperti pesta perkawinan. Dalam pertunjukan undangan, para pemain ronggeng menerima honor tetapi mereka juga diizinkan menerima uang

(saweran) dari penonton atau pengunjung yang ikut menari bersama mereka.

Pertunjukan ini biasanya berlangsung pada malam hari, antara pukul 20.00-

24.00. Disamping itu beberapa pendapat lain mengatakan ronggeng terpengaruh dari kedatangan para migran Jawa yang membawa keseniannya dimana saat itu para migran Jawa bekerja sebagai buruh diperkebunan yang ada di Kota Medan.

Ratna Razali juga menuliskan awal kehadiran kesenian di Kota Medan, sampai menjelang tahun 1970, masyarakat pendukungnya masih dapat menyelenggarakan kesenian ini sesuai dengan fungsi masing-masing. Akan tetapi

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam periode-periode berikutnya jenis kesenian ini mengalami proses marjinalisasi (suatu kondisi atau situasi seseorang atau kelompok yang berada pada wilayah pinggiran dari komunitas atau struktur, sistem yang didalamnya seseorang atau kelompok itu hidup) sehingga penyelenggaraan kesenian ini sudah mulai langka di Kota Medan. Proses marjilanisasi kesenian ini tidak terlepas dari pengaruh perubahan sosial yang demikian pesatnya di Kota Medan.

3.3.2 Masa Penjajahan Belanda

Ronggeng Melayu merupakan salah satu kesenian yang sering dipanggil ke istana untuk menghibur para sultan dan pejabat Belanda. Pada masa inilah muncul dugaan-dugaan kemungkinan pengaruhnya kesenian Jawa yaitu Ronggeng

Jawa terhadap kesenia Melayu yaitu Ronggeng Melayu. Yang dimana pada masa penjajahan Belanda banyak pekerja etnis Jawa yang dikirimkan langsung dari

Pulau Jawa untuk bekerja di perkebunan wilayah Sumatera Timur pada tahun

1863 oleh Nienhuys.

Menurut Hayyun Kamila dalam skripsinya mengatakan bahwa masyarakat

Melayu mengadopsi kata ronggeng dari bahasa Jawa yang artinya adalah penari atau tarian. Kata ronggeng itu sendiri tidak ditemukan dalam bahasa Melayu.

Mengadopsi kata ronggeng ke dalam Melayu, dimaksudkan untuk menyatakan profesionalitas pelakunya yang bermain dalam pantun secara spontanitas dengan mengaktualisasikan realitas sosial yang tema dan ceritanya selalu berubah-ubah.

Sebab tidak banyak yang dapat melakukan pantun secara spontanitas, dan

Ronggeng Melayu inilah sarana masyarakat tunjuk ajar dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mengingat masyarakat Melayu adalah masyarakat multi kultural yang mampu berbaur dan berinteraksi dengan baik pada para non-Melayu. Sifat leluhur

Masyarakat Melayu yang menerima dan terbuka akan kebudayaan baru menjadikan banyak kebudayaan berkultur dan bercampur dengan kebudayaan

Melayu. Namun pada masa agresi militer Belanda, para peronggeng ikut mengungsi ke daerah-daerah pedalaman. Meskipun dalam keadaan yang seperti itu, mereka tetap melakukan pertunjukan Ronggeng Melayu untuk menghibur para pejuang dan rakyat yang ada di daerah tersebut.

3.3.3 Masa Penjajahan Jepang

Pada masa ini ketika Kota Medan berada dalam kekuasaan pemerintahan

Militer Jepang, kesenian Ronggeng Melayu masih tetap eksis dan bahkan disukai oleh militer Jepang yang ada pada saat itu. Kelompok ronggeng sering diminta tampil untuk menghibur tentara Jepang yang berada di markas-markas. Dalam masa penjajahan Jepang ini, pertunjukan ronggeng disusupkan kegiatan prostitusi, dan bahkan para penari terkadang dipaksa untuk melayani serdadu-serdadu

Jepang. Disamping itu, mereka juga difungsikan oleh para pejuang Republik

Indonesia untuk menyelidiki kekuatan militer Jepang, letak gudang persenjataan, dan pos-pos penjagaan militer Jepang.

Hal ini kemudian menimbulkan stigma negatif di masyarakat akan pertunjukan Ronggeng Melayu. Tuduhan-tuduhan serta argumen-argumen yang tidak baik tentang ronggeng pun tidak dapat terelakkan. Sejak saat itulah kesenian

Ronggeng Melayu ini kerap dipandang sebelah mata, meskipun masih banyak diminati oleh masyarakat Melayu, khususnya di Kota Medan.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3.4 Masa Kemerdekaan

Setelah masa kemerdekaan Republik Indonesia, sekitar tahun 1950-an, seni pertunjukan ronggeng ini hadir kembali khususnya di daerah Kota Medan, setelah sebelumnya para peronggeng ikut mengungsi ke daerah-daerah pedalaman pada masa agresi militer Belanda. Pada masa itu para pemain ronggeng hanya melakukan pertunjukan untuk para pejuang dan rakyat yang ada di daerah tersebut.

Pada masa kemerdekaan ini muncullah istilah joget yang dimana penampilan ronggeng mengalami banyak perubahan sehingga orang-orang lebih mengenal dengan istilah joget untuk menyebutkan ronggeng. Perubahan ini dapat disebabkan karena berubahnya kecendrungan gaya masyarakat kota dari seni tradisional (ronggeng) ke seni tari yang lebih kontemporer, yang menampilkan lagu dan irama pengiring yang lebih akrab di telinga penonton.

Penampilan ronggeng dan joget sedikit berbeda. Dalam pertunjukan joget penari tidak harus bisa menyanyi sebagaimana halnya yang ada pada pertunjukan ronggeng, karena dimasa ini sebagian dari tamu atau penonton yang hadir adalah anak-anak muda yang jarang dapat menyanyikan lagu lagu Melayu. Tarian yang dibawakan juga tidak lagi berirama senandung, atau mak inang. Irama-irama yang ditampilkan dalam pertunjukan joget ini dapat berjenis irama yang bertempo cepat seperti cha-cha, samba, ruma, atau India, akan tetapi tetap didalam rentak Melayu.

Tarian ini pun diiringi dengan irama-irama yang sedang berkembang dan populer pada masa itu. Adopsi yang terjadi lebih sering pada iramanya, sedangkan syairnya tetap dari lagu-lagu Melayu/Indonesia.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain perubahan irama, perubahan musik pengiring joget pun mengalami penambahan alat musik seperti terompet, drumset, alto-saxophone, dan gendang yang biasa menjadi alat musik ciri khas pengiring ronggeng. Sementara alat musik andalan lain dalam musik pengiring ronggeng seperti biola dan gong tidak dipergunakan kembali. Meskipun ronggeng sedikit tersingkirkan dengan munculnya joget, namun pada tahun 1980-1990an pertunjukan ronggeng masih dapat disaksikan sesekali di beberapa tempat di Kota Medan seperti di Jalan

Raden Saleh, Glugur By Pass, Jalan Martapura, Tuntungan, Km 9 Medan

Belawan, Km 12 Medan-Binjai dan Pulau Sicanang Belawan.

Dalam berbagai hal pertunjukan, ronggeng ini mengalami perubahan yang dimana semakin lama pertunjukannya hampir semakin mirip dengan joget. Jika disuatu acara dalam pertunjukkan ronggeng, pengelola hanya menyediakan tempat dan perlengkapan ronggeng, sementara para penari ronggeng datang atas kehendaknya sendiri. Para penonton atau tamu bahkan kadang kala membawa pasangannya sendiri untuk meronggeng. Di samping itu, jika dalam tradisi pertunjukan ronggeng, para penari dan tamu menari sambil menyanyi, maka pertunjukan ronggeng kini menyediakan penyanyi khusus tanpa harus menari atau sebaliknya.

3.2 Kelompok -kelompok Ronggeng Melayu di Kota Medan

Kelompok Ronggeng Melayu yang aktif di Kota Medan saat ini adalah

Kumpulan Pakpung Medan. Beberapa kelompok Ronggeng Melayu di Medan mencoba membuat komunitas ini akan tetapi merasa kesulitan, sehingga masih belum aktif dalam kegiatan acara-acara seni atau budaya dikarenakan kelompok

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersebut masih dalam tahap proses berbagi ilmu dan pengalaman dengan

Kumpulan Pakpung Medan atau pun para seniman Melayu lainnya. Di Sumatera

Utara, kelompok Pakpung juga menyebar dibeberapa daerah seperti Sergai, Deli

Serdang, Binjai, dan Tanjung Balai, akan tetapi kelompok ini masih dalam proses pembelajaran dan pembentukan.

3.3 Pakpung di Taman Budaya

Pakpung merupakan salah satu kesenian budaya Melayu yang masih bertahan sampai saat ini. Kesenian ini tampil di berbagai panggung budaya yang salah satu kegiatan rutinnya diadakan setiap sebulan sekali pada malam jumat minggu kedua, pukul 20.00-22.00 wib di Taman Budaya Medan. Kegiatan ini sudah berjalan hampir 3 tahun terakhir, sejumlah seniman yang mempertahankan kesenian ini ingin mengadakan suatu pertunjukan berkesinambungan dengan keadaan seadanya sehingga muncullah keputusan untuk Taman Budaya sebagai wadah atau tempat berkreasi kesenian ini. Kemudahan fasilitas yang diberikan oleh Taman Budaya adalah salah satu alasan bertahannya kesenian ini serta alasan kenapa kesenian ini berwadah di Taman Budaya, bukan di tempat lain seperti

Istana Maimun yang dimana Istana Maimun terkenal sebagai icon Melayu di Kota

Medan.

Taman Budaya juga sangat terbuka dalam menyedikan tempat kepada para seniman Ronggeng Melayu dan komunitas-komunitas pendukung lain seperti komunitas kata-kata, komunitas tari, komunitas monolog yang diprakarsai oleh

Pakpung. Dalam pertunjukannya Pakpung di Taman Budaya sudah memiliki penontonnya sendiri yang rutin hadir ketika acara ini berlangsung. Makyal sebagai

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA management sekaligus keuangan kelompok Pakpung mengatakan bahwa para seniman Pakpung ini berjalan dengan hati dan para seniman yang bermain adalah para seniman yang terpanggil untuk menjalankan kesenian ini. Beliau juga menjelaskan bahwa di awal dan di beberapa acara, kelompok Pakpung memakai dana pribadi dalam melestarikan kegiatan ini.

Pemasukan yang masuk untuk acara ini sebagian besar berasal dari saweran penonton dan sebagian lain merupakan hasil dari bayaran manggung yang dilakukan di beberapa acara seni atau budaya. Total pemain yang berada dalam Kumpulan Pakpung ini kurang lebih 25 orang yang dimana diantaraanya masih dalam tahap didikan dan ajaran secara terus-menerus.

Gambar 3.1 Pertunjukan Ronggeng Melayu oleh Kumpulan Pakpung Medan Saat Tampil di Taman Budaya Sumatera Utara (Sumber: Dokumentasi Penulis)

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3.1 Munculnya Istilah Pakpung

Pakpung merupakan sebutan yang dipakai untuk Ronggeng Melayu khususnya di kota Medan, Sumatera Utara. Istilah Pakpung berasal dari suara rebana atau gendang Melayu yaitu Pak dan Pung. Kumpulan ini sudah berdiri hampir 3 tahun terakhir, seniman yang biasa berkumpul di Taman Budaya juga memberikan kontribusi sehingga berdirilah sebuah komunitas yang bernama

Kumpulan Pakpung Medan.

Istilah Pakpung ini berawal dari Sukarnoto atau yang lebih akrab dipanggil dengan nama Retno Ayumi yang merupakan seorang seniman Melayu yang juga aktif di Pakpung. Beliau berasal dari Kota Medan yang saat ini berada di Jakarta dengan para seniman-seniman Melayu lainnya yang terlibat, yang kemudian menghimbau serta mengadakan rapat untuk mendirikan dan membangkitkan kembali jiwa Ronggeng Melayu dengan model pertunjukan yg sedikit berbeda. Dari hasil diskusi tersebut maka tercetuslah nama/istilah

Pakpung.

Istilah Pakpung ini juga digunakan untuk menghindari stigma negatif publik tentang isu isu buruk yang beredar akan kata-kata ronggeng. Berhubung juga nama ronggeng telah umum dan banyak kesenian yang memakai nama ronggeng ini seperti Ronggeng di Jawa, Ronggeng di Sunda, dan lainnya, maka dipilihlah Pakpung agar lebih spesifik.

Kesenian Pakpung ini adalah salah satu kesenian yang cerdas serta menghibur karena dalam pertunjukkannya kesenian ini menggabungkan beberapa seni didalamnya dan mengajak penonton berinteraksi dalam pertunjukkannya.

Pada pantunnya juga dilakukan secara spontan sesuai dengan melihat keadaan dan

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kondisi yang terjadi, karena pantun dalam Melayu sering digunakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan sesuatu secara tidak langsung seperti menyatakan cinta ataupun menyatakan isi hati. Oleh karena hal ini lah para seniman yang mencintai kesenian ini tetap ingin melestarikannya agar dapat selalu bertahan sebagai identitas kesenian budaya Melayu di Sumatera Utara khususnya kota Medan.

3.3.2 Taman Budaya Medan

Taman Budaya Medan merupakan titik pusat kebudayaan yang bertujuan sebagai wadah kreativitas produktivitas, wadah apresiasi dan magnet untuk pariwisata yang dimunculkan pada era tahun 1970-an. Tingginya potensi seni budaya daerah di Indonesia menjadi faktor utama pembangunan Taman Budaya.

Pemerintah membangun pusat-pusat seni dan budaya di beberapa lokasi sehingga masyarakat menggunakannya sebagai wahana apresiasi yang sangat produktif, selain itu pusat-pusat seni budaya tersebut juga menjadi salah satu objek wisata yang cukup favorit. Taman budaya yang didirikan di sejumlah provinsi ditujukan sebagai pusat aktifitas kebudayaan daerah baik tradisional maupun modern.

Semua aktivitas Taman Budaya lepas dari Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, dikelola oleh anggaran pemerintah daerah masing-masing.

Salah satu fungsi utama yang menjadi tugas pokok Taman Budaya adalah melaksanakan kegiatan kebudayaan dalam rangka meningkatkan apresiasi dan kreativitas seni oleh dan untuk masyarakat. Selain itu fungsi Taman Budaya adalah wadah tempat pembinaan dan pelatihan seni.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3.3 Penggagas

Penggagas adalah orang pemikir atau pencetus gagasan (Kamus Besar

Bahasa Indonesia). Dalam kelompok Pakpung Medan, yang menjadi penggagas dalam kegiatan ini antara lain tokoh – tokoh Melayu seperti Tengku – Tengku di

Melayu, seniman Melayu, termasuk juga yang ambil bagian dalam pertunjukkan

Pakpungnya yaitu Makyal, Amir Arsyad, Retno Ayumi, yang kemudian mengadakan suatu perkumpulan atau rapat untuk merumuskan masalah ini.

3.3.4 Seniman Pendukung

Seniman adalah istilah yang ditujukan untuk seseorang yang inovatif dan kreatidf yang menuangkan imajinasi dan bakatnya, dalam menciptakan sebuah karya dalam bidang seni. Pada umumnya hasil karya berupa sebuah seni musik, seni tari, lukisan, patung, seni peran, seni sastra, dan seni perfilman. Dalam pertunjukan Ronggeng Melayu yang diadakan di Taman Budaya, banyak seniman lain yang mendukung berjalannya acara ini termasuk para pengelola Taman

Budaya. Para seniman yang terlibat adalah Seniman Teater, Seniman Sastra, serta para Seniman-Seniman lainnya yang berkarya di Taman Budaya.

3.3.4.1 Ronggeng/Penyanyi

Pada awalnya para penyanyi Ronggeng Melayu berpasang-pasangan antara pria dan wanita, yang biasanya terdiri dari 3 pasangan yaitu 6 orang.

Mereka bernyanyi sambil menari dan berbalas pantun. Saling sahut-sahutan mencurahkan isi hati dengan nyanyian dan pantun. Gesekan biola dan akordion

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pun turut mengiringi dendang irama. Pertunjukan Ronggeng Melayu yang sempat terkenal dahulu sering dilakukan dipinggiran sungai Deli yang berada di jalan

Raden Saleh. Dalam pertunjukan itu para penyanyi ronggeng tidak menggunakan microfon sebagai alat bantu bernyanyi, melainkan secara manual yang hanya diiringi oleh gendang dan biola.

Namun seiring berkembangnya zaman, pertunjukan ronggeng yang sekarang dipandang sudah lebih modern dan dikembangkan menjadi ensambel joget modern. Perbedaan antara ronggeng dan joget di Sumatera yaitu jika dalam ronggeng lebih bersifat tradisional, dalam artian peronggeng harus bisa menyanyi, menari dan berpantun. Jika dalam joget penari tidak harus bernyanyi, tetapi cukup hanya dengan menemani menari si penari prianya sambil diiringi oleh musik instrumental. Penyanyi ronggeng yang aktif saat ini dalam Kumpulan Pakpung

Medan yang mengadakan acara rutin di Taman Budaya, yaitu peronggeng wanita terdiri dari Eva Gusmalayanti dan Leli, serta peronggeng pria terdiri dari Hafiz dan Yusrizal.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.2 Penampilan Ronggeng Melayu (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.3 Penari menyanyikan beberapa lagu (Sumber: Dokumentasi Penulis)

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.4 Penari hanya mengiringi penyanyi (Sumber: Dokumentasi Penulis)

3.3.4.2 Pemusik

Musik pengiring awal Ronggeng Melayu adalah Gendang, Biola, Gong, dan terkadang disertai akordion. Banyaknya pengaruh dari luar dan keterbukaan budaya Melayu dalam menghadapi masuknya kebudayaan asing ke daerah

Melayu, telah menciptakan ciri khas tersendiri dalam budaya musik Melayu. Hal itu dapat terlihat dari adanya penggunaan istrument luar seperti akordion, biola, bass, piano, gitar dan lainnya yang masuk dalam kategori alat musik modern.

Dalam situasi seperti ini, musik dan tarian-tarian yang mengiringi masih menggunakan lagu Melayu asli dan perubahannya terdapat pada instrument maupun alat-alat musik yang digunakan. Dalam musik tradisional Melayu, terdapat alat musik yang inti/pokok yaitu gendang, rebab (digantikan oleh biola),

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan gong atau tetawak (digantikan oleh bass). Pada pertunjukan Ronggeng

Melayu yang sering dipakai dan ditemui adalah gendang, akordion, dan biola.

Pemain musik Ronggeng Melayu yang ada di Taman Budaya saat ini terdiri dari pemain Gendang, Biola, Akordion, dan Bass.

Gambar 3.5 Para Pemain Musik Kumpulan Pakpung Medan (Sumber: Iwan Amri)

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.6 Para Pemain Musik Kumpulan Pakpung Medan (Sumber: Iwan Amri)

3.3.4.3 Pelawak

Pelawak adalah orang yang suka melucu, menghibur penonton, terutama dalam membuat tertawa atau sekedar membuat orang lain gembira. Dalam pertunjukan Ronggeng Melayu, salah satu unsur penting adalah unsur lawakan.

Dalam hal ini yang menjadi pelawak disetiap pertunjukannnya ialah pembawa acara, lawakan juga diselipkan dalam kata-kata maupun pantunnya.

Di setiap penampilan Komunitas Pakpung Medan, mereka membuat lawakan yang bertujuan untuk membuat suasana pertunjukannya menjadi lebih segar dengan mengisi komedi-komedi dalam pertunjukannya. Komedi yang dimaksud terbagi dalam komedi gerak (anatomi tubuh) maupun komedi secara verbal (kata-kata maupun ucapan). Segala macam bentuk komedi yang ditampilkan haruslah punya etika, baik dalam gerakan ataupun ucapan, semua harus punya etika dan sopan santun yang harus dijaga.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3.4.4 Pembawa Acara

Pembawa acara adalah seseorang yang bertugas sebagai tuan rumah sekaligus pemimpin acara dalam panggung pertunjukannya. Pembawa acara membawakan narasi atau informasi dalam suatu acara atau kegiatan. Dalam pertunjukan Ronggeng Melayu yang ada di Taman Budaya, pembawa acara utama yang aktif adalah Munir. Beliau merupakan pembawa acara yang aktif dalam pertunjukkan-pertunjukan kesenian Melayu, termasuk ronggeng. Selama

Kumpulan Pakpung yang telah berjalan hampir 3 tahun, Munir selalu aktif sebagai pembawa acara dalam kegiatan tersebut. Menurut Munir pembawa acara

Ronggeng Melayu haruslah bisa berpantun, petata petiti, dan harus bisa membawa pembicaraan dengan melihat situasi kondisi yang berkembang dilapangan, melihat dan mengajak audience untuk ikut berinteraktif.

Jika dalam pertunjukan Ronggeng Melayu pembawa acara tidak bisa berpantun, maka ia tidak dapat disebut MC ronggeng, melainkan hanya pembawa acara biasa. karena pada dasarnya apa pun yang dilakukan dalam pertunjukan ronggeng dilakukan berdasarkan pantun seperti meminta lagu, menari dilakukan pakai pantun, oleh karena itu pertunjukan ronggeng tidak boleh kehilangan pantun.

Selain itu, pembawa acara lain pendamping adalah Makyal. Beliau mulai berkesenian dari tahun 1977 dan hijrah ke Jakarta pada tahun 2000. Pembawa acara pendukung yang lain adalah Amir Arsyad Nasution. Beliau merupakan pembawa acara yang fenomenal dikalangan kesenian Melayu. Mereka merupakan salah satu tokoh yang mendirikan kembali pertunjukan Ronggeng Melayu di Kota

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan, dan selama berdirinya komunitas itulah para pembawa acara aktif membawakan acara Ronggeng Melayu.

Gambar 3.7 Pembawa acara Ronggeng Melayu oleh Kumpulan Pakpung Medan (Sumber: Dokumentasi Penulis)

3.4.4.5 Data-data Kelompok Ronggeng

Dalam pertunjukan Ronggeng Melayu di Taman Budaya, tidaklah lepas dari para pemeran dan pemainnya. Berikut data-data para pemain kelompok

Ronggeng Melayu yang aktif dalam Kumpulan Pakpung Medan:

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 3.1 Data pembawa acara Ronggeng Melayu di Taman Budaya

PEMBAWA ACARA

NAMA USIA

Amir Arsyad Nasution 57 Tahun

Munir 43 Tahun

Makyal 59 Tahun

Tabel 3.2 Data penyanyi Ronggeng Melayu di Taman Budaya

PENYANYI

NAMA USIA

Eva Gusmalayanti 31 Tahun

Lely 27 Tahun

Yusrizal 43 Tahun

Zulham 52 Tahun

Hafiz 40 Tahun

Tabel 3.3 Data penari Ronggeng Melayu di Taman Budaya

PENARI

NAMA USIA

Pany 25 Tahun

Yumna 23 Tahun

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Maya 26 Tahun

Azura 24 Tahun

Kiki 29 Tahun

Kartini 28 Tahun

Siti 27 Tahun

Murni 28 Tahun

Tabel 3.4 Data pemain musik Ronggeng Melayu di Taman Budaya

PEMAIN MUSIK

NAMA USIA ALAT MUSIK

Eriansyah 30 Tahun Biola

Fahri 30 Tahun Akordion

Dede Riando 28 Tahun Gendang

Roy Irawan 35 Tahun Gendang

Makyal 59 Tahun Gendang

Wahyu 28 Tahun Bass

.

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

ANALISIS PERTUNJUKAN RONGGENG MELAYU

4.1 Deskripsi Pertunjukan Penuh

Murgiyanto (1995) mengatakan bahwa seni pertunjukan merupakan sebuah tontonan yang memiliki nilai seni dimana tontonan tersebut disajikan sebagai pertunjukan didepan penonton. Sal Murgiyanto juga mengatakan bahwa kajian pertunjukan adalah sebuah disiplin baru yang mempertemukan ilmu-ilmu seni (musikologi, kajian tari, kajian teater) di satu wilayah dan antropologi di wilayah lain dalam satu kajian inter-disiplin (etnomusikologi, etnologi tari dan performance studies).

Analisis yang dilakukan oleh penulis akan memberikan petunjuk, pengarahan dan gambaran terhadap bagaimana pertunjukan Ronggeng Melayu di

Taman Budaya Medan ini disajikan. Kemudian tulisan ini akan dijelaskan berdasarkan hasil dokumentasi penulis yang didapat dari lapangan yang akan disesuaikan dengan hasil kerja laboratorium. Nettl (1964:131) mengatakan bahwa hasil dokumentasi inilah yang akan dijadikan sebagai media untuk mengkomunikasikan pengetahuan musik, tari, pertunjukan terhadap pembaca dengan menggambarkannya dalam bentuk visual.

Analisis dalam tulisan ini akan melihat pertunjukan Ronggeng Melayu serta komposisi yang mendukungnya. Adapun beberapa komposisi yang penulis maksud dalam pertunjukan adalah tari dalam pertunjukan tersebut, musik yang mengiringi, serta aspek-aspek lain yang mendukung berjalannya pertunjukan ini.

Dengan komposisi tersebut maka penulis akan membentuk sebuah morfologi yang

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA akan membantu para pembaca dalam memahami dan mengamati objek penelitian penulis.

Pertunjukan dalam hal ini akan menunjukan keadaan Ronggeng Melayu, sehingga dapat melihat pokok permasalahan tulisan ini yang melihat aspek pertunjukannya secara khusus. Pemaparan dalam bab III akan membantu dalam melihat bagaimana konsep pertunjukan Ronggeng Melayu di Taman Budaya

Medan yang disajikan oleh Kumpulan Pakpung Medan.

Dalam pemaparan kalimat pengantar diatas penulis telah menyebutkan bahwa dalam menjelaskan penganalisisan pertunjukan penulis akan bergantung terhadap komposisi yang mendukung pertunjukan tersebut. Dalam proses penganalisisan dalam tulisan ini akan dilakukan berdasarkan teori yang digunakan dalam membahas pokok permasalahan yang sesuai dengan bahan kajian yang diperoleh dari objek penelitian ini.

Untuk menganalisis pertunjukan Ronggeng Melayu ini, maka penulis menggunakan teori yang disebutkan oleh Milton Siger (dalam MSPI, 1996:164-

165) bahwa pertunjukan selalu memiliki:

(1) Waktu pertunjukan yang terbatas,

(2) Mempunyai awal dan akhir,

(3) Acara kegiatan yang terorganisir,

(4) Sekelompok pemain,

(5) Sekelompok penonton,

(6) Tempat pertunjukan, dan

(7) Kesempatan untuk mempertunjukan.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penulis akan menjelaskan aspek-aspek yang turut membentuk pertunjukan ini dalam bentuk data yang tertulis dengan pemaparannya untuk menunjukkan pemahaman terhadap kesenian ini dengan materi rekaman audiovisual perf.

Pakpung pada tanggal 13 september 2019 yang peneliti unggah pada https://www.facebook.com/100004189411943/posts/13465527693/?app=fbl

4.1.1 Persiapan

Persiapan adalah salah satu unsur penting yang dilakukan sebuah kelompok dalam menjalankankan sebuah pertunjukan, baik itu dalam persiapan panggung, persiapan diri, maupun persiapan pertunjukan yang akan ditampilkan kepada penonton. Dalam pertunjukan ini persiapan yang dilakukan oleh para pemain ronggeng tidak banyak, karena dalam tata cara panggung dibantu oleh pengelola Taman Budaya dan para seniman lainnya. Para pemain hanya menyiapkan diri dan penampilan, seperti penyanyi dan penari sebelum tampil mereka melakukan rias diri sendiri. Begitu juga dengan para pemain musik bertanggung jawab atas alatnya masing-masing. Kumpulan Pakpung ini juga menyiapkan kostum baju Melayu mereka secara pribadi, mereka masih menggunakaan baju tradisional Melayu dalam menampilkan pertunjukannya.

Saat ini Kumpulan Pakpung Medan adalah satu-satunya kumpulan yang aktif dan yang masih menonjolkan ciri khas Melayu dalam setiap penampilannya, hal ini terlihat dari pakaian yang dipakai oleh setiap pemain dan lagu-lagu yang dibawakannya. Karena di beberapa daerah lain yang menampilkan Ronggeng

Melayu, ada beberapa kelompok penyaji Ronggeng Melayu yang tidak memakai

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA baju adat Melayu dalam penampilannya dan lagu-lagu yang dibawakan juga tidak lagu dalam konsep lagu Ronggeng Melayu, melainkan hanya lagu Melayu biasa.

4.1.2 Waktu Pertunjukan

Waktu adalah suatu proses, keadaan berada atau kejadian yang sedang berlangsung. Waktu pertunjukan bisa menjadi acuan kepada penonton atau khalayak ramai untuk menonton sebuah pertunjukan. Dalam hal ini waktu dalam pertunjukan Ronggeng Melayu di Taman Budaya umumnya rutin dilakukan pada malam hari, di hari Jumat minggu kedua disetiap bulannya yang dimulai pada pukul 20.00 sampai 22.00 WIB. Dalam hal ini waktu pelaksanaan masih bersifat tentatif. Waktu dalam pertunjukan terdiri dari persiapan, awal pertunjukan oleh

MC, nyanyian pertama, nyanyian kedua, nyanyian ketiga, nyanyian keempat, nyanyian kelima, nyanyian keenam, dan bagian penutup, seperti pada tabel berikut.

Urutan Lagu dan pecahan Waktu

Persiapan 19.30 - 20.00 WIB

Awal Pertunjukan oleh MC 20.00 - 20.10 WIB

Nyanyian Pertama 1.Gunung Sayang, dengan 20.10 - 20.20 WIB

pecahan langgam (lambat)

biasanya dimainkan dari F

minor.

2. Jinkly Nona, dengan

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pecahan joged (cepat)

biasanya dimainkan dari D

minor.

MC (Munir dan Makyal) 20.20 - 20.30 WIB

Nyanyian Kedua 1.Tudung Priuk, dengan 20.30 - 20.40 WIB

pecahan langgam (lambat)

biasanya dimulai dari D

minor

2. Tudung Priuk, dengan

pecahan joged (cepat)

biasanya dimulai dari A

minor.

MC (Munir dan Makyal) 20.40 - 20.50 WIB

Nyanyian Ketiga 1. Mas Merah, dengan 20.50 - 21.00 WIB

pecahan langgam (lambat)

biasanya dimulai dari F

minor.

2. Mak Inang Juara,

dengan pecahan mak inang

(sedang) biasanya dimulai

dari D minor.

MC (Munir dan Makyal) 21.00 - 21.05 WIB

Nyanyian Keempat 1. Damak, dengan pecahan 21.05 - 21.15 WIB

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA langgam (lambat) biasanya

dimulai dari B minor.

2. Mak Inang Khayangan,

dengan pecahan mak inang

(sedang) biasanya dimulai

dari G minor

MC (Munir dan Makyal) 21.15 - 21.20 WIB

Nyanyian Kelima 1. Siti Payung, dengan 21.20 - 21.30 WIB

pecahan langgam (lambat)

biasanya dimulai dari D

minor

2. Anak Kala, dengan

pecahan joged (cepat)

biasanya dimulai dari A

minor.

MC (Munir dan Makyal) 21.30 - 21.35 WIB

Nyanyian Keenam 1. Sri Tamiang, dengan 21.35 - 21.45 WIB

pecahan langgam (lambat)

biasanya dimulai dari G

minor.

2. Cik Minah Sayang,

dengan pecahan mak inang

(sedang) biasanya dimulai

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dari F minor.

MC (Munir dan Makyal) 21.45 - 21.50 WIB

Bagian Penutup Tanjung Katung dengan 21.50 – 22.00 WIB

pecahan joged (cepat)

biasanya dimulai dari G

minor.

Waktu yang tertera masih bersifat sementara atau belum pasti karena pada umumnya durasi dalam nyanyian Ronggeng Melayu bersifat variatif, bisa berdurasi lebih singkat atau lebih lama dari biasanya, tergantung pada banyaknya pantun yang dilantunkan dalam lagu oleh si penyanyi Ronggeng Melayu tersebut.

4.1.3 Awal dan Akhir Pertunjukan

Pada awal dan akhir pada pertunjukan ini selalu dibuka dan ditutup dibagian akhir acara dengan pantun. Dalam hal musik yang pertama kali masuk adalah musik pembawa melodi, kemudian diikuti oleh alat-alat musik pembawa rentak. Diawali dengan biola dan akordion yang masuk secara serentak yang dimana alat musik ini menampilkan melodi yang sama akan tetapi tetap dengan variasinya masing-masing, lalu kemudian dilanjutkan dengan gendang induk dan anak yang disertai tetawak. Setelah itu masuklah nyanyian (musik vokal) yang dinyanyikan dengan pantun-pantun melayu dan diikuti oleh tarian.

Di bagian akhir acara biasanya pertunjukan ditutup dengan pembawa acara yang memberikan pantun-pantun yang dilanjutkan dengan memainkan lagu

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penutup yang pada umumnya adalah lagu ronggeng yang bertempo cepat. Lagu yang sering dipakai dalam Ronggeng Melayu di Taman Budaya adalah Sipaku

Gelang dan Tanjung Katung, dinyanyikan dengan tarian yang dilakukan bersama secara berpasang-pasangan, baik antar peronggeng, pengunjung dengan peronggeng, maupun penonton dengan penonton. Musik dan tarian berhenti secara bersamaan saat berakhirnya pertunjukan ini.

4.2 Pertunjukan

Kata pertunjukan diartikan sebagai “sesuatu yang dapat dipertunjukan, atau dipertontonkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pada arti ini terkandung tiga hal dalam pertunjukan, yaitu:

(1) Adanya pelaku kegiatan yang disebut penyaji, dalam hal ini yang menjadi

pelaku kegiatan atau penyaji adalah Kumpulan Pakpung Medan yang

menjalankan kegiatan ini rutin selama hampir 3 tahun terakhir.

(2) Adanya kegiatan yang dilakukan oleh penyaji dan kemudian disebut

pertunjukan, dalam hal ini kegiatan yang dilakukan para penyaji

menampilkan pertunjukan Ronggeng Melayu, yang dimana ini adalah salah

satu kesenian Melayu yang melibatkan musik, tari, dan sastra.

(3) Adanya orang (khalayak) yang menjadi sasaran suatu pertunjukan (pendengar

atau audience), dalam hal ini Ronggeng Melayu memiliki pengunjung rutin

yang selalu menyaksikan pertunjukan ini, dan penonton dalam kegiatan ini

juga ikut berinteraksi dengan para penyaji seperi menyanyi dan menari

bersama.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan makna tersebut, sebuah pertunjukan dapat diartikan sebagai kegiatan menyajikan sesuatu dihadapan orang lain oleh pelaku seni (seniman) dengan tujuan untuk memberikan hiburan yang dapat dinikmati oleh para penontonnya. Pertunjukan juga dapat menjadi sarana untuk menyampaikan nilai- nilai budaya yang tengah terjadi.

Pertunjukan ini biasanya diadakan rutin disetiap bulan pada minggu kedua, dilakukan pada malam hari dan berlokasi di Taman Budaya Sumatera Utara.

Dalam pertunjukan posisi panggung dan penonton saling berhadapan. Acara dimulai dari pembawa acara yang kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan musik dan tari Basmallah Lagu, bagian isi yang sesuai dengan permintaan lagu, dan ditutup dengan lagu yang bertempo cepat dan biasanya dalam satu sesi nyanyian terdiri atas dua lagu. Dalam acara ini juga disediakan makanan dan minuman seperti roti dan bandrek untuk para penonton yang diberikan secara gratis.

Penulis membagi pertunjukannya dalam empat bagian, yaitu sebagai berikut.

I. Awal Acara oleh Pembawa Acara

Pembawa acara merupakan suatu bagian penting dalam pertunjukan karena pembawa acara adalah orang yang bertugas memimpin acara dalam panggung pertunjukan. Hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh pembawa acara Ronggeng Melayu adalah kemampuan berpantun, dan berkomunikasi dengan baik. Dahulu pada acara Rongeng Melayu diawali dengann pukulan canang atau gong yang dilakukan oleh satu orang. Kemudian pembawa acara

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memulai dengan petata petiti (nasehat-nasehat) dan pantun. Kemampuan pembawa acara membuat lucu atau lawakan biasanya berasal dari pantun.

Yang menjadi pembeda antara petata petiti dengan pantun adalah dari cara pengungkapannya, kalau petata petiti diungkapkan dengan cara seperti bersyair, membuka sesuai dengan situasi yang berlangsung, akan tetapi cara penyampaiannya sama seperti berpantun, dilakukan secara langsung dan spontan.

Ungkapan-ungkapan yang merupakan anjuran-anjuran, kebahagiaan, biasanya terdapat dalam pantun. Dilanjutkan dengan pengucapan salam, alat-alat musik pembawa melodi dan alat-alat musik pembawa ritme, kemudian diikuti oleh tari pembuka yang bernama tari Jambu Merah. Tari ini merupakan ide atau gagasan baru oleh Kumpulan Pakpung Medan untuk pertunjukan Ronggeng

Melayu saat ini.

Setelah itu pertunjukan diteruskan oleh musik vocal (nyanyian). Nyanyian vokal yang dilakukan saling bersahutan, biasanya didahului oleh vokal ronggeng wanita yang diikuti oleh vokal pria pasangannya dalam meronggeng. Setelah bernyanyi, mereka menyajikan dua atau tiga pantun, lalu pertunjukan berhenti dan dilanjutkan pada pertunjukan yang berikutnya.

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.1 Pertunjukan oleh pembawa acara Sumber : Dokumentasi Penulis

II. Pertunjukan Basmallah Lagu

Pembukaan awal untuk nyanyian pada pertunjukan Ronggeng Melayu disebut dengan Basmallah Lagu, yang dimana nyanyian ini terdiri dari tiga serangkai yakni Gunung Sayang, Serampang Laut, dan Patam-patam. Lagu inilah yang biasa memulai pertunjukan Ronggeng Melayu. Yang kemudian diteruskan oleh pasangan-pasangan tari dan musik yang berentak lambat ke cepat yang diistilahkan dengan pecahan.

Pertunjukan antara peronggeng (wanita) dan penari, baik sekaligus menari dan menyanyi atau menari saja. Biasanya para lelaki berasal dari kalangan penonton. Setiap pertunjukan terdiri dari satu pasangan lagu, yaitu dari lagu dan tari yang bertempo lambat ke cepat. Lagu dan tari kedua ini disebut dengan

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pecahan lagu dan tari pertama. Demikian seterusnya dilakukan dalam pertunjukan ini, kadangkala disertai dengan unsur lawakan.

Namun dalam pertunjukan Ronggeng Melayu yang dilaksanakan di Taman

Budaya Sumatera Utara penyajian Basmallah Lagu ini tidaklah selalu di pakai dalam setiap pertunjukannya dan mempunyai waktu-waktu tertentu untuk dibawakan. Karena dalam setiap minggunya Ronggeng Melayu ini membawakan lagu-lagu yang berbeda-beda dengan urutan lagu yang berbeda-beda pula. Lagu yang paling sering dibawakan untuk lagu pembuka adalah Gunung Sayang dengan pecahan langgam (lambat) dan diteruskan dengan lagu Jinkly Nona dengan pecahan joget (cepat). Umumnya lagu Gunung Sayang ini dimainkan dari chord F minor, dan Jinkly Nona dimainkan dari D minor. Akan tetapi chord ini tidak menjadi suatu ketetapan yang dipakai dalam musiknya, melainkan boleh berganti sesuai dengan kebutuhan si penyanyi pria maupun wanitanya.

Dalam hal ini penulis juga memberikan gambaran pertunjukan yang dipertunjukan oleh kumpulan ini berupa pantun serta transkrip analisis salah satu lagu dalam Ronggeng Melayu yang sering dibawakan oleh Kumpulan Pakpung

Medan, yaitu lagu yang berjudul Jinkly Nona.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.2 Pertunjukan Basmallah lagu di awal pertunjukan Sumber : Dokumentasi Penulis

Pantun:

Di sana gunung disini gunung

Di tengah-tengah pohon cemara

Pak Munir binggung, Makyal binggung

Kapan pula dimulai acara

Kalau ada sumur di ladang

Boleh kita menumpang mandi

Kalau boleh lah kita terus berdendang

Boleh kita bermain lagi

Acara selanjutnya dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Patah Hati dan disertai “pecahannya” lagu Jinkly Nona. Sebagai bagian dari kerja etnomusikologis, maka penulis mentranskripsi secara preskriptif (garis besar) lagu ini dalam satu bentuknya, yang secara umum diulang-ulang sesuai dengan pantun yang disediakan oleh penyanyinya.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sebelum menganalisis, sebagai kerja etnomusikologi, peneliti mentranskripsi dan menganalisis lagu Jinkly Nona untuk memperlihatkan gaya musikal yang disajikan. Langkah pertama yang dikerjakan ialah mengubah bunyi musik ke dalam lambang visual melalui sebuah proses kerja yang disebut transkripsi. Nettl mengatakan bahwa transkripsi ialah proses menotasikan bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual, atau kegiatan memvisualisasikan bunyi musik ke dalam bentuk notasi dengan cara menuliskannya ke atas kertas. Pada umumnya dalam budaya oral, notasi yang digunakan ialah notasi konvensional

Barat, hal ini menjadi alternatif pilihan yang paling besar kemungkinannya digunakan, terutama jika dalam budaya musikal yang diteliti tidak tersedia sistem penulisan notasi musik.

Dari cara kerja secara etnomusikologis, maka lagu Jinkly Nona ini dalam transkripsi adalah sebagai berikut.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Analisis Musikal Lagu Jinkly Nona

Dalam menganalisis lagu Jinkly Nona, penulis berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh Bruno Nettl yaitu bahwa untuk mendeskripsikan komposisi musikal harus memperhatikan unsur-unsur berikut (1) perbendaharaan nada, (2) tangga nada (Inggris: modus), (3) tonalitas, (4) interval, (5) kontur melodi, (6) ritme, (7) tempo, dan (8) bentuk.

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Perbendaharaan Nada

Nada-nada yang terdapat dalam lagu Jinkly Nona berjumlah Tujuh Nada

(heptatonik) dalam rangkaian tangga nada diatonik. Tangga nada yang digunakan lagu ini adalah C Mayor, yang terdiri dari rangkaian nada-nada C, D, E, F, G, A,

B, C’.

Komposisi pemakaian nada-nada da menurut urutannya adalah sebagai berikut:

Nada C dipakai sebanyak 15 kali (dengan rincian 13 kali C tengah dan

2 kali C oktafnya)

Nada D dipakai sebanyak 11 kali

Nada E dipakai sebanyak 20 kali

Nada F dipakai sebanyak 11 kali

Nada G dipakai sebanyak 16 kali

Nada A dipakai sebanyak 3 kali

Nada B dipakai sebanyak 2 kali.

Dari tampilnya nada-nada tersebut, maka dapat diuraikan bahwa nada dari yang paling sering sampai yang paling jarang muncul, dimulai dari E, G, C, D, F,

A, B. Kemunculan nada E, G, dan C mempertegas bahwa melodi ini dibangun dari unsur-unsur akord dalam musik Barat, yakni dengan menggunakan teknik apergiasi (C-E-G) yang diulang. Jika ditelusuri dari sisi sejarah memang lagu ini berasalah dari budaya musik Portugis yang dibawa ke dalam kebudayaan Melayu, ketika mereka menaklukkan Melaka, pusat kebudayaan Melayu pada awal abad ke-16.

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Tangga Nada

Netll (1964:145 ), mengemukakan cara-cara mendeskripsikan tangga nada dengan menuliskan nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam lagu. Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga memberikan karakter tertentu.

Tangga nada digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic

(empat), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada).

Serta menurut interval antara nada-nada yang disusun dari nada terendah sampai nada tertinggi seperti mayor dan minor dua nada, dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja (Bruno Nettl terjemahan Nathalian 2012: 142).

Berdasarkan pendapat tersebut, tangga nada lagu Jinkly Nona disebut hexatonic

(enam nada). Nada-nada diatas jika digambarkan dalam notasi balok, maka hasilnya seperti berikut:

C D E F G A B C’ Laras: 1 1 ½ 1 1 1 ½

4. Nada Dasar

Tonalitas merupakan nada yang menjadi dasar sebuah lagu. Menentukan

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA nada dasar sebuah lagu merupakan hal yang terkadang sulit. Beberapa cara yang dikemukakan oleh Bruno nettl dalam menentukan nada dasar yakni:

1. Nada yang paling sering dipakai

2. Nada yang harga ritmisnya paling besar

3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi

4. Nada paling rendah

5. Nada yang berada pada posisi oktaf

6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat

7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai

sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan

diatas. Mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik

tampaknya adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab

dengan gaya musik tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik

yang diteliti.

Mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.

1. Nada yang sering dipakai adalah E.

2. Nada yang harga ritmisnya paling besar adalah C.

3. Nada yang dipakai pada bagian awal merupakan nada C dan pada bagian akhir lagu bagian C.

4. Nada yang paling rendah adalah C.

5. Pengenalan penulis dengan memperhatikan tangga nada dan mendengarkan

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA rekaman hasil penelitian dan sesuai dengan apa yang penulis ukur (mengukur nada dasar dengan tuner) adalah C.

5. Interval

Interval merupakan jarak (range) antara nada satu dengan nada lainnya yang diukur berdasarkan sistim laras dari masing-masing nada. Interval terdiri atas dua yaitu; (1) interval harmonis, yaitu nada-nada dibunyikan secara bersamaan (2) interval melodis, yaitu nada-nada yang dibunyikan secara tidak bersamaan.

Penentuan sebuah interval nada berdasarkan jarak nada nada tersebut. Jika dari nada dasar C maka nada C-C disebut prime, C-D disebut sebagai sekunda, C-

E disebut terts, C-F disebut kwart, C-G disebut kwint, C-A disebut sekta, C-B disebut septime, dan C-c' disebut oktaf. Penamaan interval juga ditambahi dengan mayor, minor, agumentik, dan diminis. Penentuan tersebut berdasarkan jika laras sebuah nada diturunkan atau dinaikkan dari ketepan laras yang sudah ditentukan.

Untuk lebih jelasnya penulis menggambarkannya dalam bentuk tabel dibawah ini.

Tabel 4.3: Rumus Interval

Nada Interval Laras

C-C Prime perfect 0

C-D Sekunda mayor 1

C-E Terts mayor 2

C-F Kwart perfect 2 ½

C-G Kwint perfect 3 ½

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA C-A Sekta mayor 4 ½

C-B Septime mayor 5 ½

C-c' Oktaf perfect 6

Berdasarkan penjabaran diatas, lagu Jinkly Nona memiliki interval prime, sekunda, terts, dan kwart. Untuk lebih jelasnya dan masing masing jumlah intervalnya terdapat pada tabel di bawah ini.

Interval Lagu

Nama Interval Posisi Interval Jumlah Interval

1P 13

2M 20

2m 10

3M 3

3m 4

5P 2

2M 4

2m 3 3M 8 3m 11

4P 2

Total : 80

Tabel 4.1

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dari hasil analisis, dapat diketahui interval yang paling banyak digunakan dalam penyajian lagu Jinkly Nona ialah interval prime perfect (1P) dengan jumlah

36 kali, interval sekunda mainor (2m) 28 kali, sekunda mayor (2M) 12 kali, terts minor (3m) 7 kali. Sedangkan jumlah interval paling sedikit ialah terts mayor

(3M) 5 kali dan kwart perfect (4P) 5 kali.

6. Kontur Melodi

Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik yang dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan melalui grafik garis. Pada komposisi musik yang relatif panjang, identifikasi kontur didasarkan pada bentuk melodi musiknya.

a. bila gerak melodinya naik disebut ascending;

b. bila menurun disebut descending;

c. bila melengkung bergelombang disebut pendulous;

d. bila berjenjang disebut terraced;

dan apabila gerakan-gerakan intervalnya sangat terbatas disebut static.

Dengan mengacu pada identifikasi kantur di atas, maka kontur lagu Jinkly

Nona dapat dilihat sebagai berikut.

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Kontur pendulous

2. Kontur discending (menurun)

7. Durasi Not

Durasi not dalam lagu ini diturunkan dari ritme atau irama, yang merupakan gerak nada yang teratur karena adanya aksen yang tetap. Berdasarkan penggunaan durasi pada hasil transkripsi lagu Jinkly Nona dapat dilihat sebagai berikut.

1. Penuh

Sebuah not dengan nilai penuh.

2. Not setengah

Sebuah not dengan nilai dua ketuk.

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Single

Sebuah not dengan nilai seperempat.

4. Duple

Dua buah not yang masing masing bernilai seperdelapan.

5. Triple

Satu ketukan dasar yang terdiri dari tiga nada masing masing nada bernilai seperdelapan. Gambar diatas menunjukkan pada ketukan dasarnya tidak diberi nada (rest).

Satu ketukan dasar yang terdiri dari tiga nada masing masing nada bernilai seperdelapan.

6. Quardruplet

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Satu ketukan dasar yang terdiri dari empat nada masing-masing nada bernilai seperenambelas.

Berdasarkan penjelasan durasi di atas, maka durasi yang terdapat pada

Jinkly Nona ialah single, duple, dan quardruplet.

8. Tempo

Tempo merupakan ukuran kecepatan dalam birama sebuah lagu. Sering juga disebut sebagai pulsa/ketukan dasar. Tempo diukur berdasarkan konsep waktu permenit, jika sebuah lagu ketukan dasarnya 60 maka setiap ketukan berdurasi satu detik. Tempo diklasifikasikan berdasarkan kecepatannya terbagi atas grave (25-45), large (40-60), larghetto (60-66), adagio (66-76) andante (72-

108), moderato (108-120), allegretto (112-120), alegro (120-156), vivace (156-

176), presto (168-200), prestissimo (200-500). Jinkly Nona memiliki tempo 122

(allegretto).

9. Pola Kadens

Berdasarkan sudut pandang etnomusikologi istilah kadensa diartikan sebagai pola penyelesaian atau akhir untaian melodi baik itu dalam frase ataupun bentuk pada materi ini, kadensa yang dimaksud adalah hanya berhubungan dengan melodi dan bukan akord, yang terdapat dan dianggap relevan pada lagu

Jinkly Nona.

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

10. Formula Melodi

Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Berikut beberapa istilah untuk menganalisis bentuk, yang dikemukakan oleh William P. Malm :

1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.

2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang

kecil dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan

nyanyian.

3. Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks

nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi

pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan

melodi.

5. Progressive yaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan

menggunakan materi melodi yang selalu baru.

Pada lagu Jinkly Nona, penulis menyimpulkan dari kutipan di atas bahwa bentuk melodi lagu Jinkly Nona adalah bentuk Repetitif dan dimana dalam lagu

Jinkly Nona tersebut dinyanyikan dengan melodi yang cenderung pengulangan dan memakai formula kecil.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA III. Pertunjukan Bahagian Isi

Dalam bagian ini setelah menyanyikan lagu pembuka, para pemain ronggeng tetap berada di atas pentas, sembari menyiapkan lagu selanjutnya, penyanyi dan pembawa acara menghidupkan kembali suasana dengan saling berbalas pantun. Lagu kedua yang dimainkan selanjutnya umumnya adalah lagu

Tudung Priuk dengan pecahan langgam (lambat), biasanya lagu ini dimainkan dari

D minor dan kemudian dimainkan lagi dengan pecahan joget (cepat) yang dimainkan dari A minor.

Pertunjukan bagian isi ini juga biasanya dimainkan sesuai keinginan, lagu dan tarian yang dimainkan pun sesuai dengan selera dan permintaan yang ingin meronggeng, meskipun begitu lagu-lagu yang dibawakan harus masih dalam konsep lagu-lagu Ronggeng Melayu yang disertai pula dengan pantun. Biasanya pada pertunjukan Ronggeng Melayu mempunyai salah satu bintang yang diperebutkan oleh penonton yang nantinya akan bernyanyi dan menari bersama dan umumnya lagu yang dipinta biasanya lagu-lagu yang bertemakan rayuan.

Setelah menyanyikan lagu kedua, penyanyi dan pembawa acara kembali berbalas pantun, dan bahkan penonton yang ikut meronggeng juga ikut berbalas pantun dengan pembawa acara maupun penyanyinya. Saat kembali meronggeng, lagu ketiga yang dibawakan biasanya adalah lagu Mas Merah dengan pecahannya langgam (lambat) yang biasanya dimainkan dari F minor, dan lagu Mak Inang

Juara dengan pecahan Mak Inang (sedang) yang biasa dimainkan dari D minor.

Saat musik berhenti pembawa acara kembali lagi bercerita sambil saling berbalas pantun dengan penyanyi dan dilanjutkan dengan lagu keempat yaitu lagu Damak dengan pecahan langgam (lambat) biasaanya lagu ini dimainkan dari B minor dan

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kemudian lagu Mak Inang Khayangan dengan pecahan Mak Inang (sedang) yang biasanya dimainkan dengan chord G minor.

Selesai memainkan lagu keempat, para pemain kemudian kembali berpantun dan bercerita sembari menyiapkan lagu kelima. Lagu kelima dalam pertunjukan ini umumnya lagu Siti Payung dengan pecahan langgam (lambat) yang biasanya dimainkan dari D minor dan juga lagu Anak Kala dengan pecahan joget (cepat) yang biasanya dimainkan dari chord A minor. Setelah berhenti, penyanyi dan pembawa acara kembali berpantun dan dilanjutkan dengan meronggeng kembali untuk lagu keenam. Lagu keenam umumnya lagu Sri

Tamiang dengan pecahan langgam (lambat) yang biasanya dimainkan dari G minor dan lagu Cik Minah Sayang dengan pecahan Mak Inang (sedang) yang biasanya dimainkan dari chord F minor.

Dalam hal berpantun pembawa acara tidaklah selalu melakukan interaksi hanya dengan penyanyi maupun pemain ronggeng saja, melainkan kepada siapa pun yang ingin berjual beli pantun termasuk dari kalangan penonton. Unsur lawakan dalam pertunjukan ini diselipkan pada saat berpantun dan jual beli pantun juga dilantunkan dalam setiap nyanyiannya.

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.3 Pertunjukan Ronggeng Melayu Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 4.4 Pemain Musik Ronggeng Melayu oleh Kelompok Pakpung Medan Sumber : Fahri

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.5 Pembawa acara yang sekaligus sebagai pelawak dalam pertunjukan Sumber : Dokumentasi Penulis

IV. Pertunjukan Bahagian Penutup

Bagian penutupan adalah bagian yang menandakan akan berakhirnya sebuah pertunjukan. Dalam bagian akhir dari pertunjukan Ronggeng Melayu ini, pada umumnya ditutup dengan lagu yang memiliki tempo yang cepat seperti Si

Paku Gelang atau Pulau Sari. Diakhir pertunjukan biasanya dilakukan tarian bersama, yang terbuka pada siapa saja, termasuk para pengunjung yang hadir.

Lagu yang paling sering dimainkan dan diminta oleh para penonton kepada para pemain Ronggeng Melayu di Taman Budaya adalah lagu Sri Deli dengan pecahan langgam (lambat) yang biasa dimainkan dari A minor dan diakhiri dengan lagu

Tanjung Katung dengan pecahan joget (cepat) yang biasanya dimainkan dari chord G minor.

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.6 Penonton ikut menari bersama Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 4.7 Penutupan Ronggeng Melayu saat etnis lain ikut menari Sumber : Dokumentasi Penulis

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3 Pasca Pertunjukan

Pasca pertunjukan berlangsung, para pemain ronggeng menata alat mereka masing-masing, dan dilanjutkan membereskan lokasi yang dibantu oleh para pengurus yang ada di Taman Budaya, yang kemudian langsung meninggalkan lokasi. Akan tetapi jika Kumpulan Pakpung ini menerima bayaran dari hasil manggung mereka dari acara lain, mereka biasanya berkumpul terlebih dahulu untuk membagikannya ke seluruh pemain ronggeng yang terlibat.

Gambar 4.8 Pasca pertunjukan berlangsung Sumber : Dokumentasi Penulis

4.4 Pengorganisasian Pertunjukan

Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu pekerjaan atau kegiatan yang besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil yang akan mempermudah berjalannya kegiatan tersebut. Pengorganisasian juga dapat mempermudah dalam menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang akan mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas-tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan harus diambil.

Organisasi dalam seni pertunjukan dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang melembagakan diri, yang bersifat tradisional maupun modern dengan tujuan untuk mempertunjukan hasil karya seninya secara komersial maupun non- komersial untuk suatu tontonan atau tujuan lain. Agar mempermudah penulis membuatnya dalam bentu tabel, sebagai berikut :

I. Management Produksi

Jabatan Tugas Orang yang bertugas

Pimpinan Produksi Mengorganisir pementasan Syahrial Felani

pertunjukan (Makyal)

Bertanggung jawab mencatat

Sekretaris Produksi kegiatan yang berhubungan Roy Irawan

dengan pertunjukan

Bertanggung jawab terhadap

Bendahara semua hal yang berhubungan Syahrial Felani

dengan keuangan (Makyal)

Mendokumentasikan kegiatan

Dokumentasi (foto, gambar, audio, video, Iwan Amri

rekaman music, dan lainnya)

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bertanggung jawab dalam

Publikasi segala kegiatan promosi dari Iwan Amri

kegiatan pementasan

pertunjukan

Penyediaan dana yang Syahrial Felani

dibutuhkan dalam pelaksanaan (Makyal) dan

Pendanaan/Tiketing pertunjukan/orang yang

mengatur pemasukan dan Roy Irawan

pengeluaran

Layanan kepada staff dan

publik. Layanan dapat berupa

House manager keamanan, akomodasi, Syahrial Felani

konsusmsi, transport, dan (Makyal)

gedung (pementasan)

Tabel 4.2 Sumber: (wawancara dengan Syahrial Felani, tanggal 30 September 2019)

II. Management Artistik

Jabatan Tugas Orang yang bertugas

Sutradara/Konseptor Membuat konsep, mengatur Syahrial Felani

alur pertunjukan (Makyal)

Bertanggung jawab atas

Pimpinan Artistik yang ditampilkan, artistik Syahrial Felani

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA karya, performa penyajian, (Makyal)

hingga tata urut pementasan

Orang yang berkordinasi

Stage Manager dalam seluruh bagian yang Syahrial Felani

ada di panggung, termasuk (Makyal)

mengatur urutan

pementasan

Menata properti, mendesign

dan memasang properti

Penata Panggung diatas pentas, persiapan, dan Pak Jono (pekerja

menyediakan properti yang Taman Budaya

dibutuhkan oleh pemain saat Medan)

pertunjukan

Penataan cahaya, mengatasi

Penata Cahaya terang-padamnya lampu, Sukisno (Seniman

(Lighting) bertanggung jawab kepada Teater)

pimpinan panggung dan

penyaji

Bertanggung jawab merias Bu Dilinar Adlin dan

Penata Rias dan Busana pemain dan mengurus Toko sewa busana

kostum yang akan yang dimiliki oleh

digunakan saat pertunjukan Syahrial Felani

(Makyal)

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bertanggung jawab

Penata Suara, Musik, mengatur mati-hidupnya Sahrin (pekerja

Sound suara, keras-lembutnya, Taman Budaya

serta jernih-paraunya musik Medan)

dan soundnya.

Tabel 4.6 Sumber: (wawancara dengan Syahrial Felani, tanggal 30 September 2019)

4.5 Penonton

Menurut Sal Murgiyanto (1996:156) pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan oleh satu orang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi seperti yang mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. Komunikasi dapat terjadi apabila si pengirim pesan

(pelaku pertunjukan) benar-benar mempunyai maksud (intention) dan penonton memiliki perhatian (attention) untuk menerima pesan. Dengan kata lain, sebuah pertunjukan harus mempunyai pemain (performer), penonton (audience), pesan yang dikirim dan penyampaian yang khas.

Berdasarkan pernyataan diatas maka penonton merupakan sekumpulan orang yang menikmatui suatu pertunjukan. Penonton juga salah satu aspek dalam bagian pertunjukan. Tanpa penonton sebuah pertunjukan tidak sempurna. Para pemain juga tidak tahu kemana pesan pertunjukan mereka dapat disampaikan jika tidak ada penerima pesan (penonton). Menurut salah seorang penonton ronggeng yang ada di Taman Budaya, kesenian ronggeng ini adalah salah satu bentuk

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perlawanan kepada raja-raja, karena lewat pertunjukan inilah para rakyat mengungkapkan bahwa rakyat juga punya hiburan dan bisa bersenang-senang.

Dalam pertunjukan Ronggeng Melayu di Taman Budaya dihadiri oleh penonton yang berasal dari berbagai suku dan etnis, karena mengingat suku

Melayu adalah suku yang terbuka dengan kebudayaan lain, oleh karena itu banyak seniman atau masyarakat dari luar suku Melayu yang mencintai kesenian ini.

Dalam pertunjukan Ronggeng Melayu, penonton diposisikan berhadapan dengan panggung dan langsung berhadapan dengan para penyaji, selain itu para penonton juga berinteraksi langsung dengan para penyaji, karena saat meronggeng biasanya dilakukan oleh lelaki yang berasal dari penonton.

4.6 Pentas

Pentas atau panggung adalah salah satu yang penting dalam sebuah pertunjukan, karena pentas merupakan tempat dimana sebuah pertunjukan dilaksanakan. Keselarasan dan keindahan panggung dengan materi yang akan dipetunjukan dapat menjadi sebuah kesuksesan sebuah pertunjukan. Dengan demikian panggung dapat juga merupakan salah satu pendukung berlangsungnya pertunjukan.

Pertunjukan Ronggeng Melayu pada Taman Budaya dipentaskan diatas panggung yang berbentuk lantai lebih tinggi dibanding penonton dan ditempat itulah para menyaji menampilkan seni pertunjukannya dihadapan pengunjung atau penontonnya. Pentas itu telah disedian oleh pihak Taman Budaya untuk setiap pertunjukan juga dari berbagai jenis. Seperti pertunjukan para seniman sastra, tari,

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA drama, monolog, dan lainnya mempunyai panggung yang sama di Taman Budaya

Medan.

4.6.1 Backdrop

Backdrop mempunyai arti latar belakang atau yang sering disebut background. Tujuan pemakaian backdrop sebagai pelengkap dan memperindah suatu tempat sekaligus menjadi identitas acara tersebut. Tema backdrop ini bisa disesuaikan dengan acara atau event yang akan berlangsung. Selain tema, ukuran pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pemasangan backdrop ini biasanya dapat langsung dipasang dengan ditempel langsung ke dinding atau dipasang dirangka yang terbuat dari besi, aluminium, maupun kayu.

Dalam pertunjukan Ronggeng Melayu pada Taman Budaya backdrop yang digunakan berupa spanduk berwarna hitam dengan tulisan yang berwarna putih. Spanduk tersebut dipasang ditengah-tengah panggung sebagai background panggung, yang bertuliskan “Kumpulan Pakpong Medan” dan disertai dengan foto gendang sebagai iconnya. Spanduk ini juga merupakan pemberian oleh seniman seni rupa yang bernama Rudi sebagai bentuk apresiasinya dalam mendukung berjalannya pelestarian kesenian Ronggeng Melayu ini di Taman

Budaya Medan.

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.9 Background Kumpulan Pakpong Medan Sumber : Iwan Amri

4.6.2 Setting

Setting panggung atau tata panggung adalah salah satu unsur artistik yang terdapat dalam sebuah pertunjukan. Fungsi tata panggung juga beragam, selain memperindah penampakan pentas, menata panggung juga memberikan ruang bagi para pemain dan sekaligus memperkuat karakter para pelaku seni saat tampil di panggung.

Penataan panggung dalam pertunjukan ini terdiri atas dua bagian, yaitu kiri dan kanan. Di bagian kiri panggung terdapat posisi para pemain musik. Alat musik yang menjadi ciri khas ronggeng ini seperti Gendang, Akordion, dan Biola biasanya ditempatkan secara sejajar, dan kemudian gong berada di belakangnya, lalu posisi pemain bass lebih random (berubah-ubah) di setiap penampilannya. Di bagian kanan panggung terdapat posisi untuk para penyanyi dan penari.

Sementara bagian tengah belakang panggung biasanya menjadi tempat para pembawa acara untuk duduk saat para peronggeng bernyanyi dan menari di atas

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA panggung. Di atas panggung juga terdapat kursi yang digunakan para pemain untuk duduk saat bagiannya selesai.

Gambar 4.10 Denah Pentas Pertunjukan Taman Budaya Sumber : Dokumentasi Penulis

4.6.3 Dekorasi

Dekorasi merupakan sebuah kegiatan hias-menghias yang bertujuan untuk menghias sesuatu agar terlihat menjadi lebih indah dan menarik. Dekorasi juga dapat diartikan sebagai salah satu perlengkapan dekor panggung dalam seni pertunjukan.

Dalam pertunjukan ini dekorasi panggung dilengkapi dengan spanduk, lighting (pencerahan), dan kursi-kursi yang disediakan untuk para pemain

Ronggeng Melayu. Lighting dipasang dibagian atas panggung dan kain hitam juga terpasang disekitar panggung sebagai latar belakangnya. Kursi yang disediakan

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA juga sebagai tempat duduk para pemain ronggeng dari awal hingga akhir pertunjukan.

Gambar 4.11 Foto dekorasi pentas Ronggeng Melayu di Taman Budaya Sumber : Dokumentasi Penulis

4.7 Kesempatan Mempertunjukan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kesempatan punya arti peluang, dan mempertunjukan adalah suatu perlakuan untuk memperlihatkan atau mempertontonkan sesuatu baik itu dalam bentuk gambar hidup, drama, ataupun karya seni lainnya. Dalam hal ini peluang para seniman Ronggeng Melayu mendirikan kembali pertunjukan ini didasarkan oleh dukungan dari para seniman lainnya dan atas dasar keinginan diri sendiri untuk melestarikan kesenian ini, sehingga akhirnya para seniman membuat keputusan untuk menampilkan kembali pertunjukan ini dalam bentuk pertunjukan yang sedikit berbeda dari yang

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terdahulu dan dengan nama yang berbeda pula. Pertunjukan ini dilaksanakan pada minggu kedua setiap bulannya dan bertempat di Taman Budaya Medan dengan dukungan oleh pihak Taman Budaya, dan para seniman lainnya baik dari Melayu maupun seniman diluar Melayu.

.

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Ronggeng Melayu merupakan salah satu kesenian masyarakat Melayu yang telah berkembang sejak abad ke XX (lihat kembali sejarahnya di bab III).

Seperti dalam objek penelitian penulis yang melihat perkembangan dan perubahan serta melihat kondisi Ronggeng Melayu saat ini sebagai pertunjukan kesenian ini yang dibuat dalam satu konsep hiburan dalam acara rutin Kumpulan Pakpung

Medan. Pertunjukan ini mulai berkembang karena mendapat dukungan dari para penguasa Melayu dan Sultan Deli Serdang, sehingga pertunjukan ini diadakan hampir tiap malam di istana.

Pada masa tertentu pertunjukan ini pernah terhenti, hingga akhirnya sebuah perkumpulan menyelamatkannya dengan membuat acara rutin Ronggeng

Melayu di Taman Budaya dengan sebutan Pakpung. Dalam pertunjukan

Ronggeng Melayu, terdapat sebuah pesembahan yang bernama “basmallah lagu” sebagai lagu dan tari pembuka, dalam pertunjukannya basmallah lagu terdiri dari

Gunung Sayang-Serampang Laut-Pulau Sari. Pada bagian penutupan, lagu dan tari yang terakhir ditutup dengan menyanyi dan menari yang terbuka kepada siapa pun. Kesenian ini juga diminati berbagai negara lain seperti Malaysia, Singapura,

Thailand, Filipina dan Brunai.

Secara struktural dalam pertunjukannya Ronggeng Melayu memiliki pola- pola yang telah ditentukan, yaitu pada pembukaan dibuka dengan basmallah lagu, kemudian diteruskan dengan pasangan-pasangan tari dengan tempo yang

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA umumnya relatif lambat ke tempo yang lebih cepat. Lagu dan tari kedua disebut dengan pecahan dari yang pertama. Lamanya pertunjukan tergantung kondisi dan situasi yang sedang berlangsung. Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan

Ronggeng Melayu saat ini di Taman Budaya terdiri dari akordion, biola, gong

(tetawak), dan gitar bass. Penonton juga boleh meronggeng bersama oleh para peronnggeng. Nyanyian ronggeng biasanya nyanyian-nyanyian yang berdasarkan pada pantun-pantun yang dilakukan secara spontan antar yang meronggeng.

Dalam berlangsungnya pertunjukan ini para penyaji juga memberikan makanan dan minuman ringan seperti roti dan bandrek untuk para penontonnya.

Ronggeng Melayu biasanya ditampilkan di berbagai kegiatan-kegiatan formal maupun non-formal seperti acara pekan budaya, pariwisata, festival etnik, perkawinan, syukuran, dan memeriahkan kegiatan lainnya dengan fungsi utama sebagai hiburan dan sebagai identitas kesenian masyarakat Melayu.

5.2 Saran-saran

Melihat perkembangan zaman baik dari segi kesenian maupun sistem kemasyarakatan, dan melihat keberadaan Ronggeng Melayu dalam konteks budaya Melayu saat ini, maka sebaiknya dipertahankan dan bagaimana agar tetap dapat melestarikan kesenian ini. Misalnya dalam keadaan yang saat ini hanya satu kumpulan yang berhasil melestarikan kesenian ini secara rutin atau terus-menerus.

Maka dari itu diperlukan dukungan dan penerus-penerus selanjutnya untuk tetap dapat mempertahankan kesenian ini. Tidak hanya dalam pertunjukan yang

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diadakan, seharusnya pertunjukan ini juga lebih dikembangkan dalam kaum muda yang kini sudah mengalami penurunan kesadaran akan pentingnya suatu kebudayaan. Selanjutnya melalui seni ini juga perlu dikaji nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai itu diantaranya adalah bagaimana kecintaan terhadap tradisi pertunjukan yang memperhitungkan aspek etika, estetika, moralitas, dan religius dalam tradisi.

Melalui pertunjukan ini juga dapat mengajarkan beberapa hal tentang kebudayaan, manusia, kontiunitas dan perubahan yang dilalui. Dan salah satu tujuan dalam pengkajian Ronggeng Melayu ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana masyarakat Melayu dalam mengaplikasikan kebudayaannya. Untuk itu dengan mengetahui suatu tradisi kebudayaan seperti ini, baik itu melalui tulisan maupun sistem tradisi yang sudah diketahui oleh masyarakat Melayu mampu melestarikan atau mengembangkan tradisi kebudayaan terkhusus dengan objek penelitian yaitu pertunjukan Ronggeng

Melayu akan dapat merangsang kesadaran masyarakatnya akan pentingnya kesenian ini.

.

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Agustono, Budi. 1993. Kehidupan Bangsawan Serdang 1887-1946. Yogyakarta: Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada

Decaprio, R. 2013. Tips Mengelola Laboratorium Sekolah IPA, Bahasa, Komputer, dan Kimia. Diva Press. Jogjakarta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dyah dan Erwan. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Gaya Media

Edi, Sedyawati. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta, Pustaka Jaya

Fadlin. Budaya Melayu Sumatera Utara dan Enkulturasinya

Gea. A. 2014. Humaniora. Jurnal Binus

Hasbullah. 2010. Islam dan Tamadun Melayu. Pekan Baru: UIN Press

Husein, Umar. 1999. Metode Penelitian: Aplikasi Dalam Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Husni, Tengku Muhammad Lah, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Depdikbud

Imron, Ali. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Bandar Lampung : Universitas Lampung

Indrayuda. 2012. Eksistensi Tari Minangkabau. Padang: UNP Press

Jamalus. 1988. Paduan Pengajaran buku pengajaran musik melalui pengalaman musik. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan

Jonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jogjakarta: Graha Ilmu

Kamila, Hayyun. 2017. Kearifan lokal Tradisi Lisan Pantun sebagai Alat Komunikasi Pertunjukan Ronggeng Melayu. Medan, Skripsi Unimed

Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Antropologi. Jakarta, Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi. Jakarta, Rineka Cipta

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Krader, Barbara. 1990. “Bulgarian Folk Music Research” dalam Ethnomusicology.

Maisuri, Indah. 2015. Makalah Studi Masyarakat Melayu Sistem Politik dan Pemerintahan Melayu

Maman. U.Kh. 2002. Menggabungkan Metode Kualitatif dengan Kuantitatif

Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara

Merriam, Alan P. 1964. The Antropology of Music. Chicago: Northwestern University Press

Mey, Unita, Ulfa. 2015. Sistem Kepercayaan dan Agama Melayu

Moh Balwi, Moh Koharuddin. 2005. Peradaban Melayu. Johor: Penerbit Universiti Teknologi Malaysia

Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Nettl, Bruno. 1963. Theory and Method in Etnomusicology. New York The Free Press of Glencoe.

Razali, Ratna. Perubahan Kesenian di Kota Medan : Studi tentang Ronggeng dan Jaran Kepang

Sal, Murgianto. 1996. Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas-Batas dan Arti Pertunjukan

Siburian, Teti. 2013. Analisis Pertunjukan Toping-Toping Oleh Tiga Kelompok Toping-Toping Oleh Kelompok Toping-Toping Pada Pesta Rondang Bittang Ke XVIII Di Saribu Dolok Kecamatan Silima Kuta Kabupaten Simalungun. Medan, Skripsi USU

Siregar, Anwar. 1993. Deskripsi Ronggeng Melayu di Pulau Sicanang Belawan Propinsi Sumatera Utara Dalam Konteks Sosial Budaya. Medan, Skripsi USU

Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia di era globalisasi. Yogyakarta: UGM Press

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Radjawali Press

Singer, Milton. 1996. Cakrawal Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas dan Arti Pertunjukan. Yogyakarta, Jurnal MSPI

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sugiono. 2002. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta

Susatyo, Rachmat. 2008. Seni dan Budaya Politik Jawa, Jakarta : Koperasi Ilmu Pegetahuan Sosial. Hal. 54

Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta : Akademi Persindo

Takari, M. 2013. Kesinambungan, Perubahan, dan Strategi Budaya

Takari, M., dan Fadlin. 2014. Ronggeng dan Serampang Dua Belas Dalam Kajian Ilmu-ilmu Seni. Medan : Usu press

Takari, M. Ronggeng Melayu Sumatera Utara : Kesinambungan, Perubahan, dan Pola Ritme Gendang. Fakulti Sastera dan Sains Sosial Universiti Malaya, Pensyarah Universitas Sumatera Utara

Internet : Brainly.co.id Dinas kebudayaan dan pariwisata Historia.id Ilmuseni.com Kebudayaan.kemdikbud.co.id Kompasiana.com Liansyahs.blogspot.com Pakdeazemi.wordpress.com Pinangpaleo.com Repository Usu Senibudayaku.com Tariantradisionalorangmelayu.com Teaterku.com (Organisasi Pertunjukan) Www.sekolahan.co.id Wikipedia

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Syahrial Felani Umur : 59 tahun Tempat tinggal : Tanjung Morawa Dusun I Deli Serdang Pengalaman berkesenian : seniman tari dan musik Melayu juga pimpinan Sanggar Tamora 88 Tanjung Morawa/ Aktif juga sebagai pelaku dan pemrakarsa Pakpung Medan.

2. Nama : Amir Arsyad Nasution Umur : 57 tahun Tempat tinggal : Jalan Antara No. 45 Kota Medan Pengalaman berkesenian : pembawa acara dan juru telangkai Melayu. Beliau adalah salah seorang pendiri komunitas dan pembawa acara pada pertunjukan Pakpung Medan.

3. Nama : Yusuf Wibisono Umur : 71 tahun Tempat tinggal : Jalan Panglima Denai, No. 76 Medan Denai, Kota Medan Pengalaman berkesenian : seniman dan pembuat alat-alat musik Melayu. Serta pengelola kumpulan-kumpulan ronggeng Melayu Deli.

4. Nama : Munir Umur : 43 tahun Tempat tinggal : Jalan Sisingamangaraja, Medan Pengalaman berkesenian : pembawa acara-acara Melayu. Aktif sebagai pembawa acara dan lawakan pada komunitas Pakpung Medan.

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Nama : Eva Gusmalayanti Umur : 31 tahun Tempat tinggal : Jalan Sei Batang Terusan No. 65 Medan Pengalaman Berkesenian : etnomusikolog, penyanyi, pemain teater Melayu dan pembawa acara-acara kesenian Melayu. Aktif sebagai penyanyi dan ronggeng pada Pakpung Medan.

6. Nama : Nasrul Fahri Umur : 30 tahun Tempat tinggal : Jalan ampera dusun I, Batang Kuis kabupaten Deli Serdang Pengalaman berkesenian : salah satu pemain musik dalam kumpulan Pakpung Medan, aktif bermain dalam acara Ronggeng Melayu sejak tahun 2017

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA