Bab Iii Arahan Kebijakan Dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Iii Arahan Kebijakan Dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA 3.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN RUANG Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya. Gambar 3.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masingmasing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan. 1 Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya 3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005- 2025 RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu: 2 a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin. c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial. d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap 3 tahapan RPJMN, yaitu: . RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman. RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh. B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 RPJMN 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015, menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. 4 Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen; 2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia; 3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum; 4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional; 5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung; 6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar; 7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan. Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa; 2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan 5 sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi; 3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan; 4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan; 5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh infrastruktur permukiman bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5 Kawasan Metropolitan Baru, 7 Kawasan Metropolitan Eksisting, 20 Kota Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10 Kota Baru. 6 Gambar 3.2. Sasaran Pembangunan Perkotaan 5 Kawasan 7 Kawasan Metropolitan Metropolitan Baru Eksisting 10 Kota Baru 20 Kota Sedang 39 Pusat Pertumbuhan Baru C. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI 7 dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama. Gambar 3.3. Peta Koridor MP3EI D. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu: a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, 8 terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan, b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang, c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat
Recommended publications
  • The Revival of Tradition in Indonesian Politics
    The Revival of Tradition in Indonesian Politics The Indonesian term adat means ‘custom’ or ‘tradition’, and carries connotations of sedate order and harmony. Yet in recent years it has suddenly become associated with activism, protest and violence. Since the resignation of President Suharto in 1998, diverse indigenous communities and ethnic groups across Indonesia have publicly, vocally, and sometimes violently, demanded the right to implement elements of adat in their home territories. This book investigates the revival of adat in Indonesian politics, identifying its origins, the historical factors that have conditioned it and the reasons for its recent blossoming. The book considers whether the adat revival is a constructive contribution to Indonesia’s new political pluralism or a divisive, dangerous and reactionary force, and examines the implications for the development of democracy, human rights, civility and political stability. It is argued that the current interest in adat is not simply a national offshoot of international discourses on indigenous rights, but also reflects a specifically Indonesian ideological tradition in which land, community and custom provide the normative reference points for political struggles. Whilst campaigns in the name of adat may succeed in redressing injustices with regard to land tenure and helping to preserve local order in troubled times, attempts to create enduring forms of political order based on adat are fraught with dangers. These dangers include the exacerbation of ethnic conflict, the legitimation of social inequality, the denial of individual rights and the diversion of attention away from issues of citizenship, democracy and the rule of law at national level. Overall, this book is a full appraisal of the growing significance of adat in Indonesian politics, and is an important resource for anyone seeking to understand the contemporary Indonesian political landscape.
    [Show full text]
  • Masyarakat Kesenian Di Indonesia
    MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Muhammad Takari Frida Deliana Harahap Fadlin Torang Naiborhu Arifni Netriroza Heristina Dewi Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 2008 1 Cetakan pertama, Juni 2008 MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Takari, Frida Deliana, Fadlin, Torang Naiborhu, Arifni Netriroza, dan Heristina Dewi Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Dilarang memperbanyak buku ini Sebahagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun juga Tanpa izin tertulis dari penerbit Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ISSN1412-8586 Dicetak di Medan, Indonesia 2 KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami tim penulis buku Masyarakat Kesenian di Indonesia, mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini pada tahun 2008. Adapun cita-cita menulis buku ini, telah lama kami canangkan, sekitar tahun 2005 yang lalu. Namun karena sulitnya mengumpulkan materi-materi yang akan diajangkau, yakni begitu ekstensif dan luasnya bahan yang mesti dicapai, juga materi yang dikaji di bidang kesenian meliputi seni-seni: musik, tari, teater baik yang tradisional. Sementara latar belakang keilmuan kami pun, baik di strata satu dan dua, umumnya adalah terkonsentasi di bidang etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan yang juga dengan minat utama musik etnik. Hanya seorang saja yang berlatar belakang akademik antropologi tari. Selain itu, tim kami ini ada dua orang yang berlatar belakang pendidikan strata dua antropologi dan sosiologi. Oleh karenanya latar belakang keilmuan ini, sangat mewarnai apa yang kami tulis dalam buku ini. Adapun materi dalam buku ini memuat tentang konsep apa itu masyarakat, kesenian, dan Indonesia—serta terminologi-terminologi yang berkaitan dengannya seperti: kebudayaan, pranata sosial, dan kelompok sosial.
    [Show full text]
  • Forest, Resources and People in Bulungan Elements for a History of Settlement, Trade, and Social Dynamics in Borneo, 1880-2000
    CIFOR Forest, Resources and People in Bulungan Elements for a History of Settlement, Trade, and Social Dynamics in Borneo, 1880-2000 Bernard Sellato Forest, Resources and People in Bulungan Elements for a History of Settlement, Trade and Social Dynamics in Borneo, 1880-2000 Bernard Sellato Cover Photo: Hornbill carving in gate to Kenyah village, East Kalimantan by Christophe Kuhn © 2001 by Center for International Forestry Research All rights reserved. Published in 2001 Printed by SMK Grafika Desa Putera, Indonesia ISBN 979-8764-76-5 Published by Center for International Forestry Research Mailing address: P.O. Box 6596 JKPWB, Jakarta 10065, Indonesia Office address: Jl. CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor Barat 16680, Indonesia Tel.: +62 (251) 622622; Fax: +62 (251) 622100 E-mail: [email protected] Web site: http://www.cifor.cgiar.org Contents Acknowledgements vi Foreword vii 1. Introduction 1 2. Environment and Population 5 2.1 One Forested Domain 5 2.2 Two River Basins 7 2.3 Population 9 Long Pujungan District 9 Malinau District 12 Comments 13 3. Tribes and States in Northern East Borneo 15 3.1 The Coastal Polities 16 Bulungan 17 Tidung Sesayap 19 Sembawang24 3.2 The Stratified Groups 27 The Merap 28 The Kenyah 30 3.3 The Punan Groups 32 Minor Punan Groups 32 The Punan of the Tubu and Malinau 33 3.4 One Regional History 37 CONTENTS 4. Territory, Resources and Land Use43 4.1 Forest and Resources 44 Among Coastal Polities 44 Among Stratified Tribal Groups 46 Among Non-Stratified Tribal Groups 49 Among Punan Groups 50 4.2 Agricultural Patterns 52 Rice Agriculture 53 Cash Crops 59 Recent Trends 62 5.
    [Show full text]
  • Analisis Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota Di Wilayah Kalimantan Utara
    PENELITIAN DASAR Laporan Hasil Penelitian ANALISIS KESENJANGAN PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH KALIMANTAN UTARA Peneliti: NURUS SOIMAH, M.Ec.Dev. (Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Kaltara) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS KALTARA ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupten/ kota di Wilayah Kalimantan Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Utara tahun 2013-2019. Penelitian ini dilakukan di 4 kabupaten dan 1 kota di Kalimantan Utara. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan peralatan analisis Ekonomi Regional. Analisis data yang digunakan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini adalah Analisis Tingkat Ketimpangan Antar Daerah, untuk menghitung tingkat ketimpangan/disparitas pendapatan perkapita antar kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson. Hasil analisis dapat disimpulkan adanya ketimpangan pendapatan yang terjadi di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara meskipun tergolong dalam ketimpangan rendah, namun hal ini perlu terus di kontrol mengingat Kota Tarakan memiliki kecenderungan ketimpangan pendapatan yang semakin tinggi. Ketimpangan terendah terjadi di Kabupaten Tana Tidung dan paling tinggi di Kota Tarakan. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini bagi pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara adalah agar terus mampu membuat kebijakan yang tepat sehingga mampu mempertahankan kesenjangan yang cukup rendah tersebut. Kata Kunci : Kesenjangan Pendapatan, Indeks Williamson ABSTRACT The purpose of this study is to determine the level of income disparity between districts / city in the North Kalimantan. The type of data in this research is secondary data obtained from the published author of districts / cities in north Kalimantan in year 2013-2019.
    [Show full text]
  • Bab I. Gambaran Umum Kalimantan
    BAB I. GAMBARAN UMUM KALIMANTAN 1.1 Kondisi Geografis A. Letak dan Luas Wilayah Kalimantan berasal dari bahas Sansekerta yaitu Kalamanthana. Kala berarti musim dan Manthana berarti membakar, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar. Kondisi Astronomis Pulau Kalimantan pada wilayah Indonesia terletak antara 4° 24' LU - 4° 10' LS dan 108° 30' BT - 119° 00' BT. Mengacu pada letak astronomis ini, pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau yang dilintasi garis 0ᵒ atau sering kita sebut sebagai garis khatulistiwa. Dengan demikian bisa dipastikan jika seluruh bagian pulau Kalimantan adalah kawasan tropis sehingga cuaca di Kalimantan sangat menyengat. Dilihat dari kondisi geografis Pulau Kalimantan merupakan pulau terluas ketiga di dunia, dengan luas 743.330 km2 dengan pembagian Pulau Kalimantan menjadi wilayah Indonesia 73%, Malaysia 26%, dan Brunei 1%. Dalam arti luas "Kalimantan" meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo, sedangkan dalam arti sempit Kalimantan hanya mengacu pada wilayah Indonesia. Adapun batas-batas wilayah Kalimantan adalah sebagai berikut: Utara : berbatasan dengan Malaysia Barat : berbatasan dengan Selat Karimata Timur : berbatasan dengan Selat Makassar dan Laut Sulawesi Selatan : berbatasan dengan Laut Jawa Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tanggal 29 Desember 2017, Luas Pulau Kalimantan yang termasuk dalam wilayah Indonesia mencapai 544.150,07 km2 atau sekitar 28,39 persen dari total luas wilayah Indonesia yang mencapai 1.916.862,20 km2. Secara administratif, Kalimantan terbagi menjadi 5 provinsi yaitu Kalimantan Utara dengan ibukota Tanjung Selor, Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibukota Banjarmasin, Kalimantan Tengah dengan ibukota Palangkaraya, dan Kalimantan Barat dengan ibukota Pontianak. Provinsi dengan luas terbesar adalah Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 153.564,50 Km2.
    [Show full text]
  • North Kalimantan Indonesia
    JURISDICTIONAL SUSTAINABILITY PROFILE NORTH KALIMANTAN INDONESIA FOREST NO FOREST DEFORESTATION (1990-2015) LOW-EMISSION RURAL DEVELOPMENT (LED-R) AT A GLANCE DRIVERS OF Infrastructure development • Newest province in Indonesia, established in 2012 DEFORESTATION Fisheries (formerly part of East Kalimantan) Industrial mining TANJUNG SELOR Large-scale legal logging • 30% of provincial population are migrants from other provinces, with recent migrants settling in urban areas; Large-scale agriculture g population growth agricultural land conversion, AVERAGE ANNUAL 11.33 Mt CO2 (2010-2015) Includes Data sources: production decrease & increased reliance on imports EMISSIONS FROM above-ground biomass & peat Socio-economic: BPS decomposition Deforestation: Derived DEFORESTATION from Ministry of • 90% of provincial area contained in forests zoned for AREA 68,996 km2 Forestry data protection, conservation & production POPULATION 716,407 (2018) • Palm oil accounts for 62% of agricultural production HDI 69.84 (2017) Deforestation GDP USD 4.1 billion GDP • Kayan Mentarang National Park (KMNP), one of the Average yearly (2017) deforestation (using 51 50 largest conservation areas in SE Asia & a central part of the FREL baseline GINI 0.303 (2018) 2 period 1990-2012) TRILLIONS IDR the Heart of Borneo Initiative, encompasses over 15% 6 40 MAIN ECONOMIC of the jurisdiction (13,600 km2) Fish farming ACTIVITIES 30 Extraction of non-renewable 4 • Endangered Bornean elephants in the Sebuku forest resources 20 are protected by national regulations & culturally
    [Show full text]
  • Inventarisasi Dan Evaluasi Mineral Non Logam Di Kabupaten Bulungan Dan Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur
    INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN BULUNGAN DAN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Oleh: A. Sanusi Halim, Sudirman Abdullah, Djadja Turdjaja, Sarino SUBDIT MINERAL NON LOGAM ABSTRACT Inventory and evaluation of non-metallic minerals in the Regencies of Nunukan and Bulungan, East Kalimantan Province, was done as implementation of the Project of Inventory and Evaluation of Minerals in Indonesia, Directorate of Mineral Resources Inventory, Directorate General of Geology and Mineral Resources, Department of Energy and Mineral Resources, Year 2004. Geologically, these regions were occupied by groups of sedimentary, volcanic, and intrusive rocks, which are Upper Cretaceous up to Holocene in age. Some structural geology was developed, including folding, fracture and faulting at some formations, indicated by lineament to the direction of northeast – southwest. Based on field observation and supported by result of laboratory analyses, some commodities found in these region have prospect to be developed, in order to optimalized their potencies, thus they can contribute and enhance the regional development of the regencies. The Regency of Bulungan have the potency on limestone in surrounding G. Putri, Tanjung Palas District, also some clay locations in Jelarai, Tanjung Selor District and Bumi Rahayu, Tanjung Palas District. Whilst in Nunukan Regency have been found basalt and clay, alternately surrounding G. Liang Bunyu, Sebatik District, and in Binusan and South Nunukan, Nunukan District. Result of laboratory analyses show that the limestone can be used as raw material of portland cement, metallurgy industry as metal extraction, liming material in fishery industry, agriculture and forestry in order to neutralize acid. Clay in the above locations is good quality as raw materials of brick and earthy roof.
    [Show full text]
  • North Kalimantan Province Has Five Districts and One • Malinau : 226.322 Inhabitants City
    PROVINCE OVERVIEW INDONESIA INDUSTRIAL ESTATES DIRECTORY 2018-2019 North Kalimantan Province Beautiful beach of Derawan orth Kalimantan is located in the northern part of Kalimantan Island. The capital city is Tanjung Selor. Basic Data North Kalimantan borders the Malaysian states of NSabah to the north and Sarawak to the west, and the Capital: Tanjung Selor Indonesian province of East Kalimantan to the south. North Kalimantan is the newest province of Indonesia, Major Cities: created on the 25th of October 2012. Administratively, • Tarakan : 239.973 inhabitants North Kalimantan province has five districts and one • Malinau : 226.322 inhabitants city. Its population of 738.163 is spread over an area of • Bulongan : 140.567 inhabitants 75.467,70 km2. • Nunukan : 62.460 inhabitants In developing the province, the government has • Tana Tidung : 22.841 inhabitants set the vision to ”harmonize in Pluralism to achieve an 2 independent, safe, peaceful, clean and proud North Size of Province: 72.567.49 km Kalimantan by 2020“. This vision is to be achieved by reducing poverty and unemployment, increasing economic Population: competitiveness of the agroindustry, tourism, and (1) Province : 738.163 inhabitants sustainable mining and by enhancing North Kalimantan’s (2015) human resources quality to become smarter, nobler, more (2) Province Capital : 42.231 (2012) skillful, and highly competitive. Moreover, the government Salary (2018): wants to develop the province’s infrastructure to enhance The provincial monthly minimum wage : interregional connectivity within Indonesia and with USD 189,62. neighboring countries. The dominant economic sectors of North Kalimantan are mining, agriculture, construction, and the processing industry. In mining, North Kalimantan has many products Educational Attainment such as, crude oil, natural gas, coal, and gold, while for Never attending agriculture, the products produced in North Kalimantan DIPLOMA school % are rice, corn, soy, and livestock.
    [Show full text]
  • Administrative Divisions
    INFORMATION PAPER Indonesia: Administrative Divisions Indonesia is the world's largest archipelagic state, stretching across both sides of the equator from the city of Banda Aceh at 05° 33' 28" N, 095° 19' 20" E in the west, to the city of Jayapura at 02° 31' 36" S, 140° 42' 51" E in the east. It is made up of over 17,500 islands (of which around 1,000 are permanently settled) strategically located along major sea lanes between the Pacific and Indian Oceans. The capital, Jakarta, is located near the northwestern coast of Jawa (Java). Its islands can be grouped into the Kepulauan Sunda Besar (Greater Sunda Islands) of Sumatera (Sumatra), Jawa, Sulawesi and the southern part of Kalimantan1; the Nusa Tenggara (Lesser Sunda) islands of Bali and a chain of islands that runs eastward through the island of Timor2; the Maluku (Moluccas) islands; and the western part of the island of New Guinea3. Indonesia Languages Indonesian (Bahasa Indonesia)4 is the official and most commonly spoken language in Indonesia, and is a modified version of Malay. It is the official language of the government and education. Over 700 local dialects of Indonesian are spoken, the most common of which is Javanese. English is also widely spoken in Indonesia. Administrative Divisions In May 1999, Indonesia embarked on a reform of regional governance5, decentralizing most functions of the government to the rural districts and municipalities and increasing local participation in politics and the economy. The Regional Autonomy Law6 gave authority to two levels of regional government, provinces (provinsi) at the first‐order administrative level (ADM1), and regencies (kabupaten) and 1 Kalimantan is the Indonesian name for the island of Borneo.
    [Show full text]
  • Sultans' Palaces and Museums in Indonesian Borneo
    Archipel Études interdisciplinaires sur le monde insulindien 89 | 2015 Varia Sultans’ Palaces and Museums in Indonesian Borneo : National Policies, Political Decentralization, Cultural Depatrimonization, Identity Relocalization, 1950-2010 Musées et palais à Kalimantan: construction nationale, décentralisation politique, dépatrimonialisation culturelle et relocalisation identitaire (1950-2010) Bernard Sellato Electronic version URL: http://journals.openedition.org/archipel/494 DOI: 10.4000/archipel.494 ISSN: 2104-3655 Publisher Association Archipel Printed version Date of publication: 15 April 2015 Number of pages: 125-160 ISBN: 978-2-910513-72-6 ISSN: 0044-8613 Electronic reference Bernard Sellato, “Sultans’ Palaces and Museums in Indonesian Borneo : National Policies, Political Decentralization, Cultural Depatrimonization, Identity Relocalization, 1950-2010”, Archipel [Online], 89 | 2015, Online since 15 June 2017, connection on 05 March 2021. URL: http://journals.openedition.org/ archipel/494 ; DOI: https://doi.org/10.4000/archipel.494 Association Archipel IDENTITÉS À BORNÉO BERNARD SELLATO1 Sultans’ Palaces and Museums in Indonesian Borneo: National Policies, Political Decentralization, Cultural Depatrimonization, Identity Relocalization, 1950-20102 After fighting an independence war in the 1940s and several armed rebellions in outer provinces in the 1950s, the unitary and centralized Indonesian state abolished the country’s remaining kingdoms and seized their assets. From 1970 onward, in the framework of its sweeping nation-building
    [Show full text]
  • A Case Study from Sekatak, East Kalimantan
    CIFOR Working Paper No.28 The role of collective action in determining the benefits from IPPK logging concessions: A case study from Sekatak, East Kalimantan Charles Palmer The role of collective action in determining the benefits from IPPK logging concessions: A case study from Sekatak, East Kalimantan Charles Palmer Governance Program CIFOR Working Paper No. 28 © 2004 by CIFOR All rights reserved. Published in 2004 Cover photo by Budhy Kristanty Published by Center for International Forestry Research Mailing address: P.O. Box 6596 JKPWB, Jakarta 10065, Indonesia Office address: Jl. CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor Barat 16680, Indonesia Tel : +62 (251) 622622 Fax: +62 (251) 622100 E-mail: [email protected] Web site: http://www.cifor.cgiar.org Table of Contents Table of Contents iii Abstract iv 1. Introduction 1 2. Forest policy changes as they relate to Bulungan 3 3. The process of application for IPPK permits in Bulungan 4 4. Background on Bulungan and Sekatak 5 5. Earlier community experiences: HPH and the first wave of IPPK in Sekatak 7 6. Later community experiences: IPPK agreements and collective action 9 7. Discussion 14 8. Conclusions 17 Endnotes 18 References 21 Appendix 23 Collective action and benefits from IPPK: iii A case study from Sekatak, East Kalimantan - Charles Palmer Abstract Since the reform of Indonesia’s Forestry Law in 1999, sharing forest areas, prior experience of dealing and newly empowered forest-dependent communities conflicts with logging companies, plus strong and have been allowed to negotiate directly with logging relatively transparent local leadership. Taken together companies for access to financial and social benefits.
    [Show full text]
  • Shifting the Capital from Jakarta: Reasons and Challenges
    ISSUE: 2019 No. 79 ISSN 2335-6677 RESEARCHERS AT ISEAS – YUSOF ISHAK INSTITUTE ANALYSE CURRENT EVENTS Singapore | 1 October 2019 Shifting the Capital from Jakarta: Reasons and Challenges Wilmar Salim and Siwage Dharma Negara* EXECUTIVE SUMMARY • Jokowi’s recent announcement of the location for Indonesia’s future capital has drawn serious attention to an idea that had not been taken seriously before. • The proposed move is driven by the compelling need to ease overpopulation, strained infrastructure, water scarcity and other ecological pressures in Jakarta. It is also in line with national strategy to promote regional development in the outer islands. • Jokowi’s currently strong political standing is likely to secure parliament’s support and may even override concerns about the project’s feasibility. • This mega-project will take decades to complete, and faces huge challenges. Most significant is the fierce resistance from civil servants who do not relish moving to Kalimantan. Ensuring liveability standards in the new capital will be a high priority. * Guest writer, Wilmar Salim, is Associate Professor at Bandung Institute of Technology (ITB) and Siwage Dharma Negara is Senior Fellow at ISEAS – Yusof Ishak Institute. The authors would like to thank Benjamin Hu for providing the map. 1 ISSUE: 2019 No. 79 ISSN 2335-6677 INTRODUCTION During his state of the nation address given on 16 August, President Joko “Jokowi” Widodo publicly asked permission from Parliament to move the capital from Jakarta to Kalimantan. He, however, did not mention the precise location for this project. The general public remained sceptical about the plan until ten days later when the President surprised further by stating that the location had been decided.
    [Show full text]