Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302HUMANIORA

VOLUME 19 No. 3 Oktober 2007 Halaman 284 − 301

SURAT-SURAT SULTAN BUTON, DAYYAN ASRARUDDIN DAN KAIMUDDIN I, KOLEKSI UNIVERSITEITSBIBLIOTHEEK LEIDEN, BELANDA

Suryadi*

ABSTRACT SURAT-SURAT SULTAN BUTON, DAYYAN ASRARUDDIN DAN KAIMUDDIN I, KOLEKSI UNIVERSITEITSBIBLIOTHEEK LEIDEN, BELANDA).

Key words : surat-surat, manuskrip Melayu klasik, sejarah, bahasa Melayu, Sultan Dayyan Asraruddin, Sultan Kaimuddin I, kolonialisme, The Dutch East Indies, Buton

PENGANTAR Namun demikian, naskah surat-surat raja Salah satu jenis naskah Buton yang cukup Buton yang cukup banyak itu belum mendapat menonjol adalah surat-surat kerajaan (royal perhatian maksimal secara akademis.3 Studi letters). Surat-surat tersebut dikirimkan oleh terhadap surat-surat raja Buton antara lain telah raja-raja Buton kepada sesama penguasa lokal dilakukan oleh Zahari (1977), Gallop (2002: part di bagian timur Nusantara atau kepada 1, vol. I, 127, 200-1; part 2, vol. III, 497-500), Kompeni Belanda. Dalam Katalog Naskah Mu’jizah (2004), Pudjiastuti (2004), dan Suryadi Buton koleksi Abdul Mulku Zahari susunan (2005, 2006). Tampaknya, studi mengenai Achadiati Ikram dkk. (2002) tercatat 97 naskah surat-surat raja Buton cukup lama terabaikan Buton yang digolongkan ke dalam jenis surat. setelah untuk pertama kalinya mendapat Banyaknya surat resmi raja-raja Buton itu perhatian W.G. Shellabear pada akhir abad ke- merefleksikan eksistensi Kerajaan Buton di 19. Shellabear (1898) membahas surat masa lalu walaupun VOC, setidaknya pada seorang kapitalao (kapiten laut) Kerajaan mulanya, menganggap kerajaan itu tidak begitu Buton yang ditulis pada abad ke-17 (kira-kira penting karena miskinnya (Kielstra, 1910:309). 1667), pada masa pemerintahan Sultan Buton

* Staf Pengajar pada Departemen Asia Tenggara dan Oseania (Opleiding Talen en Culturen van Zuidoost Azië en Oceanië) dan kandidat doktor pada School of Asian, African, and Amerindian Studies (CNWS), Leiden University, Belanda.

284 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini ke-10, Sultan Adilik Rahim (atau La Limbata atau dipelajari dari kekuatan literacy penjajah yang Oputa Mosabuna) yang berkuasa tahun 1664- dengan selembar kertas yang disebut surat 1669. Surat itu, bersama sejumlah surat lain dari dapat mengambil alih dan meng-hilangkan raja-raja Melayu yang dikirimkan kepada kekuasaan si subjek terjajah atas tanah dan penguasa kolonial Belanda dan Inggris pada otoritas mereka atas rakyat dan negerinya abad ke-17, sekarang tersimpan di Bodleian sendiri.5 Surat-surat kerajaan Nusantara tersebut Library di Oxford, Inggris (Ab Karim 1994:49). sering merekam peristiwa-peristiwa politik dan Surat-surat Melayu klasik adalah objek studi sosial, khususnya yang terjadi di sekitar lingkung- yang sudah sejak abad ke-19 telah menarik an elite istana yang justru tidak terekam dalam perhatian dunia akademis karena banyak aspek laporan-laporan atau dokumen-dokumen yang terkandung di dalamnya amat bermanfaat Belanda. Dengan demikian, data historis yang bagi pemahaman sejarah, politik, bahasa, seni, berupa surat-surat kerajaan lokal Nusantara dan dan kebudayaan masyarakat Nusantara. Surat- laporan-laporan resmi penjajah (Belanda) adalah surat tersebut jelas merupakan salah satu dua jenis dokumen yang bersifat komplementer: sumber pribumi dari tangan pertama (bronen) yang satu dapat melengkapi yang lainnya. Surat- yang amat bermanfaat bagi penelitian sejarah surat kerajaan lokal Nusantara itu adalah dan perkembangan bahasa Melayu semacam “lorong waktu” (time tunnel) untuk Nusantara di masa lampau. Sayangnya, sampai masuk ke dalam istana-istana kerajaan lokal sekarang data penting itu masih dipandang Nusantara pada masa lampau dan menyaksikan sebelah mata oleh para peneliti di luar bidang segala peristiwa (sosial dan politik) penuh dengan ilmu filologi dan sastra Melayu klasik pada intrik yang terjadi di antara para penghuninya. umumnya. Demikianlah, umpamanya, sumber- Surat-surat itu merekam peristiwa-peristiwa sumber pribumi berupa surat-surat kerajaan politik mikro serta berbagai tradisi budaya dalam tersebut belum banyak dimanfaatkan dalam studi kerajaan-kerajaan lokal Nusantara itu—intrik-intrik sejarah lokal Indonesia. Usaha untuk meneliti dan politik, perubahan rezim, sistem birokrasi keraja- mentransliterasikan surat-surat tersebut, ter- an, figur-figur politik penting di sekitar Sultan, utama yang tersimpan di perpustakaan-perpus- perang lokal dan aksi makar, aktivitas eknomi dan takaan luar negeri, perlu ditingkatkan terus, agar perdagangan, perilaku dan kebiasaan-kebiasaan isinya dapat diketahui oleh pembaca masa kini pribadi para raja dan elite lokal, dan lain sebagai- dan dapat dimanfaatkan untuk penelitian- nya. Banyak aspek kebudayaan Nusantara masa penelitian dalam bidang ilmu terkait. lampau yang dapat diungkap melalui penelitian Pada hakikatnya, surat adalah wakil diri terhadap surat-surat tersebut. Tidak berlebihan seseorang. Oleh karena itu, dalam ungkapan apabila pakar persuratan dan perstempelan Melayu klasik dikatakan bahwa “surat adalah Nusantara klasik, Annabel Teh Gallop, berkata pengganti badan”.4 Dengan demikian, ada bahwa surat-surat Melayu adalah “an important rahasia-rahasia yang amat pribadi yang ter- resource for the study of political, diplomatic and maktub di dalamnya, yang tidak boleh diketahui economic history of the Malay world and for the oleh orang lain selain si penerima surat. Namun, historical development of the Malay language” dalam kasus surat-surat kerajaan Nusantara di (Gallop, 1992:1). masa lalu, hakikat surat sebagai representasi diri/ Walaupun beberapa ahli sudah bertekun pribadi itu agak kompleks sifatnya. Ada urusan meneliti surat-surat Melayu dari berbagai aspek pribadi dan sekaligus peristiwa politik yang dan displin ilmu, masih ada banyak lagi surat terekam di dalam surat-surat tersebut, dan klasik Nusantara yang belum dialihaksarakan sampai batas tertentu, teksnya bersifat emotif, dan belum diungkapkan isinya. Di dalam artikel tidak “kering” seperti laporan-laporan resmi ini saya membincangkan tiga surat raja Buton penjajah. Surat itu sendiri adalah tradisi yang dari awal abad ke-19 yang tersimpan di diserap oleh subjek jajahan dari penjajahnya: Universiteitsbibliotheek Leiden (Perpustakaan semacam peniruan (mimicry) yang diserap dan Universitas Leiden; selanjutnya ditulis: UB

285 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302

Leiden). Surat pertama dan kedua berturut- perhatian kalangan akademis, khususnya di turut adalah Cod. Or. 2242-II (15) [no. 246] Indonesia, terhadap koleksi surat-surat raja dan Cod. Or. 2242-II (16) [no. 399] atas nama Buton, dan naskah Buton pada umumnya yang Sultan Dayyan Asraruddin, sultan Buton ke- beratus tahun tersimpan di luar negeri. 27 yang memerintah tahun 1799-1822. Surat ini ditujukan kepada Gubernur Jenderal Hindia Surat-surat raja Buton yang tersimpan di Belanda di Batavia (Wieringa 1998:415). Surat UB Leiden ketiga adalah Cod. Or. 2233 (55) atas nama Salah satu dari sedikit perpustakaan di luar Sultan Kaimuddin I, Sultan Buton ke-29, negeri yang menyimpan surat-surat raja Buton berkuasa tahun [1821]-1851. Surat ini ditujukan adalah UB Leiden, di kota Leiden6, Belanda. Di kepada Kolonel Jan David van Schelle, perpustakaan ini tersimpan delapan surat raja penguasa sipil dan militer Kompoeni di Buton (lih. Wieringa, 1998:303-15). Tabel Makassar (Ibid.:303). Ketiga surat itu adalah berikut ini menyajikan informasi kolofon surat- bagian dari koleksi surat-surat resmi raja Buton surat tersebut. yang tersimpan di Belanda dan, oleh Semua surat tersebut termasuk koleksi karenanya, mungkin belum banyak diketahui ‘Rijks-Instelling’ III di UB Leiden.7 Dari tabel di di Indonesia. Penerbitan transliterasi ketiga bawah dapat dilihat bahwa surat tertua ditulis surat tersebut diharapkan dapat menarik tahun 1788 (surat no. 1) dan yang termuda

Surat-surat raja Buton yang tersimpan di UB Leiden

tahun 1821 (surat no. 8).8 Semua surat terse- surat Sultan Abunasar Muhammad dari Banten but berbahasa Melayu dan ditulis dalam aksara bertarikh 11 April 1807 (Pudjiastuti, 2005:173).10 Arab-Melayu (Jawi).9 Bahwa surat itu berasal dari Banten dapat Dalam beberapa katalog disebutkan bahwa diidentifikasi dengan jelas pada kolofonnya ada satu lagi surat raja Buton yang tersimpan di yang menyatakan ‘kota Intan Surasupan [!]’ UB Leiden, yaitu Cod. Or. 2240-II (9) (Wan (Wieringa, 1998:85)—yang dimaksud ialah Mamat, 1985:28; Wieringa, 1998:384-85). Surasuwan—yaitu nama lain untuk Banten Namun, rupanya surat itu, yang termasuk jenis pada zaman dulu. ‘silver’ letter, bukan surat raja Buton, melainkan

286 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini

Lima surat yang pertama dalam daftar di Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan atas, yaitu surat-surat Sultan Muhyiuddin Abdul Binongko), Poleang dan Rumbia di jazirah Gafur (surat no. 1, 2, 3, 4, 5), sudah dibicarakan Sulawesi Tenggara, Pulau Wowoni, dan se- oleh Suryadi (2006). Dalam artikel ini hanya akan jumlah pulau kecil lainnya yang terletak di sela- dibahas tiga surat terakhir (surat no. 6, 7, dan sela pulau tersebut yang tidak kelihatan di peta 8). Dalam artikel ini akan diberikan gambaran (Encylopaedie, 1917:104-05; Zuhdi dkk., 1996:5; mengenai konteks sosio-historis ketiga surat Yunus, 1995a:22).12 tersebut dan disajikan transliterasinya. Hasil Cerita rakyat Buton menceritakan bahwa transliterasi ini paling tidak akan membantu Kesultanan Buton didirikan oleh pendatang dari pembaca masa kini untuk mengetahui isi ketiga Johor dan Sumatra.13 Mereka disebut mia pata- surat tersebut. Dalam kajian Suryadi (2007) miana (empat orang), yaitu Sipajonga, Simalui, belum sempat disajikan transliterasi tiga surat Sitamananjo, dan Sijawangkati (Yunus, 1995a: ini. Dengan demikian, artikel ini boleh dianggap 17). Namun, ada juga yang mengaitkannya sebagai lanjutan dari kajian itu, dalam rangka dengan Sawerigading, nenek moyang mitologis menyajikan transliterasi seluruh surat raja Buton orang Bugis (Abidin 1968; Rasyid, 1998:1-5,75- yang tersimpan di UB Leiden. Selain akan me- 79). Pada awalnya, Buton berbentuk kerajaan nambah kepustakaan mengenai studi per- yang dikuasai oleh dinasti Ratu Khaa Khaa14 naskahan Buton, hasil transliterasi ketiga surat yang belum memeluk Islam. Dinasti Ratu Wa ini, dan lima surat terdahulu (Ibid.), diharapkan Khaa Khaa mendirikan Kerajaan Buton kira-kira dapat dimanfaatkan oleh bidang ilmu terkait pada tahun 1332. Dinasti ini ini bertahan selama seperti linguistik dan sejarah. dua abad. Belakangan, setelah Islam masuk ke Buton, corak pemerintahan kerajaan ini berubah MASYARAKAT DAN SISTEM menjadi kesultanan. Hal itu dimulai pada tahun PEMERINTAHAN KERAJAAN BUTON 1538 setelah rajanya yang keenam, Lakilaponto, Buton dalam ingatan banyak orang, memeluk Islam. Baginda disebut sultan pertama khususnya di Indonesia, adalah negeri yang dengan gelar Sultan Kaimuddin 1 atau Sultan identik dengan aspal. Bahan pengeras jalan itu Murhum (Zuhdi dkk., 1996:11; Schoorl, 2003:[15]). memang merupakan hasil tambang utama di Kesultanan Buton adalah ‘sahabat sejati’ Buton sejak zaman kolonial.11 Namun, rupanya Belanda sejak zaman VOC sampai menjelang Buton memiliki sejarah yang panjang, lebih dari dibubarkan tahun 1960. Pada tahun 1613, Kap- sekedar negeri penghasil aspal. Kesultanan ten Apollonius Scotte yang mewakili Gubernur Buton (atau Butun atau Wolio) dahulunya adalah Jenderal Pieter Both di Batavia mengikrarkan sebuah kerajaan maritim yang berdaulat di persekutuan abadi dengan Sultan Buton, La Indonesia bagian timur (Yunus, 1995a; Zuhdi, Elangi (lih. Corpus Diplomaticum, 1907:1e deel, 1999). 104-08). Secara politis Buton selalau merasa Wilayah Kesultanan Buton (121,40° dan terancam oleh dua kerajaan tetangganya, yaitu 124,50° LS; 4,20° dan 6,20° BT) meliputi gugusan Gowa/Makassar dan Ternate yang selalu ber- kepulauan di jazirah tenggara Pulau Sulawesi, saing berebut pengaruh di kawasan timur Nusan- yaitu Pulau Buton (di sini terletak kota Bau-Bau tara. Oleh karena itu, Buton perlu mencari saha- dimana istana kerajaan dibina), Pulau Muna (atau bat yang kuat seperti Kompeni karena kerajaan Woena atau Pancano), Pulau Kabaena, pulau- itu berada di arena perebutan pengaruh antara pulau kecil antara Pulau Buton dan Muna (yaitu dua kerajaan lokal tetangganya yang saling Pulau Tiworo, Tikola, Tobeya Besar dan Tobeya bersaing itu. Namun demikian, hubungan Buton- Kecil, Makassar [Liwotu], Kadatua [Kadatowang], Belanda sering fluktuatif, terutama setelah Masiring, Bata Oga, Siompu, Talaga Besar dan runtuhnya VOC, karena Belanda cenderung Talaga Kecil), Kepulauan Tukang Besi (terdiri atas makin mencampuri urusan dalam negeri Buton.

287 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302

Penduduk Kerajaan Buton terdiri dari tiga Kesultanan Buton terdiri atas tiga bagian. kelompk etnis: 1) suku Wolio yang mendiami Pertama, wilayah wolio atau keraton yang pulau Buton (pulau utama), bagian selatan dan menjadi pusat pemerintahan dan pengem- Kepulauan Tukang Besi dan pulau-pulau kecil di bangan Islam ke seluruh wilayah kesultanan. sekitarnya; 2) suku Maronene yang mendiami Wilayah wolio hanya boleh dihuni oleh golongan Pulau Muna, Kabaena, Buton bagian utara, kaomu dan walaka (bangsawan). Kedua, wilayah Poleang, Rumbia di jazirah tenggara Pulau kadie (wilayah di luar keraton, seluruhnya Sulawesi; 3) suku laut bajoe (bajau) yang berjumlah 72 kadie) yang dimiliki oleh golongan mendiami pesisir pantai pulau-pulau Buton, penguasa dan dihuni oleh golongan papara. Muna, dan beberapa pulau lainnya (Yunus, Ketiga, kerajaan-kerajaan kecil yang disebut 1995a:23). Mayoritas masyarakat Buton ‘wilayah barata’, yang memiliki pemerintahan beragama Islam. Corak pemerintahan sangat sendiri tapi tunduk di bawah kekuasaan diwarnai oleh Islam dan Kesultanan diperintah pemerintah pusat setelah ditaklukkan.17 berdasarkan prinsip-prinsip Islam (lih. Van den Kekuasaan di pusat dipegang oleh golongan Berg, 1937; Yunus, 1995b; Niampe, 2002). Orang kaomu dan walaka yang ber-kedudukan di Buton memiliki semangat bahari dengan corak Keraton Wolio di Bau-Bau. Mereka menjadi kebudayaan yang terkait dengan laut dan penguasa tertinggi untuk ketiga wilayah itu (wolio, merupakan salah satu kelompok etnis perantau kadie dan barata). Sultan sebagai penguasa di Nusantara (Southon, 1995; Munafi dan Tenri, tertinggi kerajaan dibantu oleh beberapa pejabat 2002; Tenri dan Sudirman, 2002).15 tinggi di pusat dan pejabat-pejabat di daerah. Masyarakat Buton lama terdiri atas empat Secara umum, sistem birokrasi Kesultanan lapisan sosial. Pertama, golongan kaomu atau Buton sebagai berikut. kaumu (kaum ningrat), yaitu keturunan garis 1. Pangka (atau pejabat teras (rijksgroten) atau bapak dari pasangan raja pertama. Laki-laki dari dewan swapraja yang dijabat oleh golongan golongan ini punya nama depan La Ode dan kaomu dan walaka, yang terdiri dari Sapati wanitanya Wa Ode. Kedua, golongan walaka, (kaomu); Kenepulu (kaomu); Lakina yaitu keturunan menurut garis bapak dari founding Surowalio (kaomu); Lakina Baadia (kaomu); fathers Kerajaan Buton (mia patamiana). Mereka 2 orang Kopitalao: Kapitalao Sukanayo dan termasuk elite penguasa. Melalui sistem tertentu Matanayo (kaomu)18, dua orang Bonto lelaki kaomu boleh menikahi perempuan walaka. Ogena (menteri besar): Bonto Ogena Ketiga, golongan papara atau disebut juga ‘orang Sukanayo dan Matanayo (walaka). gunung’ (Encyclpaedie, 1917:16), yaitu anggota 2. Sarana (Dewan) Wolio yang terdiri dari masyarakat biasa yang tinggal wlayah kadie semua bobato (kaomu) dan bonto (desa) dan masih merdeka. Mereka disebut juga (walaka).19 budak adat (Schoorl 1986) dan dipertimbangkan 3. Siolimbona (sembilan kepala wilayah untuk menduduki jabatan tertentu di wilayah pemerintahan daerah) dari golongan walaka kadie, tapi sama sekali tidak punya akses kepada yang sangat menguasai adat dan bertugas kekuasaan pusat. Keempat, golongan babatua menjaganya.20 (budak) dan berhak diperjual-belikan atau 4. Sarana Hukumu, yaitu badan yang meng- dijadikan hadiah.16 Selain itu, ada dua lapisan urusi dan mengawasi masalah-masalah antara, yaitu analalaki dan limbo. Mereka adalah yang berhubungan dengan ajaran Islam golongan kaomu dan walaka yang diturunkan dan ibadah. Mereka adalah lakina agama, derajatnya karena melakukan kesalahan sosial imamu (imam) dan hatibi (khatib), semua dan berlaku tidak pantas sesuai dengan status dari golongan kaomu. sosialnya (Schoorl, 2003:213-14). 5. Staf khusus kesultanan yang meliputi Yunus (1995a:[v]) mengatakan bahwa Bonto Inunca atau staf istana (walaka)21; berdasarkan struktur pemerintahannya wilayah Bontona Lencina Kanjawari, yaitu staf

288 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini

khusus yang membantu tugas-tugas pada 12 Januari 1804 (Ligvoet, 1878:87). tertentu (termasuk di sini Bonto Isana dari Sultan Asraruddin tampaknya cukup kritis golongan walaka); staf-staf lain, yaitu kepada Kompeni dibanding sultan sebelumnya Juruba[ha]sa (walaka)22, Kapita[lao], (Muhyiuddin Abdul Gafur; lih. Suryadi 2007). Sabandara (Syahbandar) (kaomu) 23 Setelah membaca Cod. Or. 2242-II (14) [no. sebagai otoritas pelabuhan, Talombo yang 246] di bawah terkesan bahwa Sultan membantu Bonto Ogena (menteri besar) Asraruddin agak kesal dengan sikap kapten dan sebagai penyampai maklumat dan pengu- awak kapal Kompeni yang kurang respek muman penting dari sultan, pangalasan24 kepadanya serta tidak menghormati adat dan yang bertugas membantu Bonto Ogena hukum yang berlaku di Buton. Namun demikian, dalam mengumpulkan pajak (weti).25 Sultan tetap melaporkan kepada Kompeni jika ada kapal mereka yang mengalami musibah Roda pemerintahan pusat sehari-hari di perairan Buton (lih. transliterasi Cod. Or. dijalankan oleh pangka yang langsung dipimpin 2242-II (16) [no. 399]. Sejarah mencatat bahwa oleh Sultan sebagai otoritas tertinggi. Namun walaupun hubungan Buton–Kompeni sering dalam urusan-urusan penting, antara lain fluktuatif, hal itu tidak mengakibatkan terjadinya diplomasi ke luar, unsur bonto dan bobato wajib pemutusan total hubungan antara kedua pihak, diajak serta dan dibawa berunding. Hal ini sebab keduanya terikat pada “persekutuan terefleksi dalam surat-surat raja Buton yang abadi” yang diikrarkan oleh nenek moyang tersimpan di UB Leiden (lih. Suryadi, 2007). mereka dulu. Kesultanan Buton dihapuskan pada tahun Di masa pemerintahan Sultan Asraruddin 1960, tak lama setelah sultannya yang terakhir, konstelasi politik Eropa juga mengalami La Ode Falihi, mangkat (Schoorl, 2003:212). perubahan signifikan: Inggris berperang dengan Perancis yang mau tidak mau juga SI PENGIRIM SURAT: SULTAN DAYYAN melibatkan Belanda. Imbas perang itu sampai ASRARUDDIN DAN SULTAN KAIMUDDIN I pula ke daerah-daerah jajahan mereka. Pada Sultan Dayyan Asraruddin (1799-1822) tahun 1811 Kompeni terpaksa menyerahkan naik tahta menggantikan Sultan Muhyiuddin Hindia Belanda kepada Inggris yang keluar Abdul Gafur, Sultan Buton ke-26 (lih. Suryadi, sebagai pemenang perang dan baru pada 2007). Di dalam stempelnya tertulis al-Sultan tahun 1816 diserahkan lagi kepada Kompeni. Dayyan Asraruddin ibn Abdullah. Allâhumma Selama masa interregnum Inggris itu (1811- Mâlik al-mulk tu Òtî al-mulk daÒîm bi dawâm 1816) hanya sekali utusan Buton menghadap al-bahir fî kull [al-]dahr madîd (Gallop, 2002: part wakil Inggris di Makassar (Ligvoet 1878:87). 2, vol. III, 499; lih. Ilustrasi 1). Catatan Zahari Berbeda dengan Belanda, Inggris kurang (1977:III, 21) tentang Sultan Asraruddin adalah berminat mencampuri lebih jauh urusan politik sebagai berikut: Nama: La Badaru (nama lain: internal kerajaan-kerajaan lokal Nusantara Badaruddin atau Oputa Lakira Agama Ana); sejauh urusan dagang mereka tidak terganggu. Gelar kesultanan: Sultan Asraruddin; masa Setelah Inggris pergi, hubungan Buton dan jabatan: 1799-1822; turun tahta dengan meng- perwakilan Belanda di Makassar kembali aktif. undurkan diri atas permintaan sendiri; Pada tahun 1816 seorang bangsawan dimakamkan di kompleks pekuburan ayah Bone, Arung Bakung, melakukan aksi makar beliau dalam Benteng Keraton; aliran di Barata Muna atas provokasi seorang ulama bangsawan Kumbewaha yang ke-7. bernama Syarif Saleh. Arung Bakung me- Peristiwa penting yang terjadi di masa ngawini putri Raja Tiworo sehingga ia cukup kekuasaan Sultan Asraruddin adalah ditutup- berpengaruh di Muna. Ia dan pengikutnya yang nya perjanjian dengan Kompeni di Makassar berasal Makassar dan Mindanao melakukan

289 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302 aksi separatisme terhadap Bau-bau. Arung sedangkan para sejarawan mencatat bahwa Bakung menjadi sempalan bagi Buton selama Sultan Kaimuddin I baru naik tahta tahun 1824. bertahun-tahun. Dalam aksi pemberontakan- Menurut Zahari, nama biasa Sultan Kaimuddin I nya, ia dilindungi oleh Raja Konawe dan Laiwui adalah Muh(ammad) Idrus; nama lainnya: (Zahari 1977: III, 23). Pemberontak ini baru Aedurusu Matambe, Mokobiadina, Oputa I Kuba, menyerah pada tahun 1824, dua tahun setelah Oputa Mancuana; gelar kesultanan: Sultan Sultan Dayyan Asraruddin turun tahta. Kaimuddin I; masa jabatan: 1824 [!]– 1851; Sultan Kaimuddin I naik tahta mengganti- meninggalkan kedudukan karena mangkat; kan Sultan Muhammad Anharuddin yang usia tempat pemakaman: Badia, dekat Mesjid Sultan; kekuasaannya sangat pendek (1822-1823).26 aliran bangsawan: Kumbewaha yang ke-8 Bahkan, ada kesan bahwa sebenarnya Sultan (Zahari, 1977: III, 28). Anharuddin (Sultan Buton ke-28) seperti sultan Gelar lengkap Sultan Kaimuddin I dalam caretaker sebab pada tahun 1821 Sultan stempelnya adalah: al-Sultan Kaimuddin ibn Kaimuddin I, pengganti Sultan Anharuddin, Abdullah. Allâhumma Mâlik al-mulk tu Òtî al- sudah mengadakan hubungan resmi lewat surat mulk daÒîim bi dawâm al-bahîr fî kull [al-]dahr dengan penguasa sipil dan militer Belanda di madîd (Gallop, 2002: part 2, vol. III, 500; lih. Makassar (Cod. Or. 2233 (55); lih. transliterasi), Ilustrasi 2). Pada masa pemerintahan Baginda

Ilustrasi 1: Inskripsi stempel Sultan Dayyan Asraruddin (Sumber: Gallop, 2002: part 2, vol III, 499)

290 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini

Kerajaan Buton mengalami kemajuan. Zahari bawahannya, yang dipanggilnya sebaga “Duli (1977:III, 28-68)—yang banyak mengutip Kekasih Hadirat Ayahanda Heer Gurnadur Tuan Ligvoet (1878), bahan-bahan lisan & tertulis Besar di Mengkasar” (cetak miring oleh dari La Adi Ma Faoka, dan memori Kapten De Suryadi). Jong (1916)—mengatakan bahwa nama Sultan Sultan Kaimuddin I yang memiliki latar Kaimuddin I dipakai karena terinspirasi oleh belakang pendidikan agama yang kuat telah gelar Raja Belanda Willem I yang pada tahun melakukan beberapa perubahan dalam sistem 1835 memberikan penghargaan kepada Muham- ketatanegaraan dan administrasi pemerintahan mad Idrus. Itu pula sebabnya Sultan Buton Kerajaan Buton berdasarkan hukum Islam, berikutnya—sultan ke-30 dan 31—yang menetapkan beberapa undang-undang baru merupakan anak-anak Muhammad Idrus diberi yang mengatur hak dan kewajiban kaum nigrat gelar Sultan Kaimuddin II dan Sultan dan masyarakat (Ibid.; Niampe 2002). Baginda Kaimuddin III, mengikut sistem penamaan Raja juga mewajibkan penggunaan Bahasa Arab Belanda berikutnya: Kaisar Willem II dan sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan Willem III. Ini menunjukkan bahwa di masa Keraton Wolio (Op.cit.:29). Ini tentu saja pemerintahan Sultan Kaimuddin I hubungan dilakukan dalam rangka konsolidasi kekuasa- Buton – Kompeni sangat erat (Ibid.:34). Cod. annya dan untuk penguatan kharisma lembaga Or. 2233 (55) setidaknya merefleksikan kesultanan. Sultan Kaimuddin I juga banyak hubungan erat itu: Surat itu tampaknya menulis buku untuk menambah pengetahuan dikirimkan oleh Sultan Kaimuddin I kepada masyarakatnya (Lihat daftar buku-buku Kolonel Jan David van Schelle yang baru karangannya dalam Zahari, Ibid:29-30). Baginda diangkat sebagai pejabat sipil dan militer juga menjalin hubungan regional yang lebih baik Kompeni di Sulawesi dan daerah-daerah dengan kerajaan-kerajaan tetangganya.

Ilustrasi 2: Inskripsi stempel Sultan Kaimuddin I (Sumber: Gallop 2002: part 2, vol III, 500)

291 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302

CATATAN TRANSLITERASI ngandung nilai fonetik. Oleh karena itu, dalam Berikut ini disajikan transliterasi (alih aksara) transliterasi di bawah peneliti menghilangkannya. ketiga surat tersebut. Transliterasi ini mengikuti Kata-kata yang mendapat tambahan ekstra huruf sistem transliterasi Arab-Melayu (Jawi) – Latin h itu ditandai tanda garis bawah pada vokal yang yang sudah umum, kecuali untuk kasus istilah mendahuluinya (misalnya Ayahanda, dst.). Berikut atau nama Barat tertentu (Belanda), huruf ¡ dan adalah transliterasi ketiga surat tersebut. § masing-masing dipadankan dengan v dan c (misalnya Raad van India dan Cornelis, bukan Cod.Or. 2242-II (15) [no. 246] Raad fan India dan Kornelis). Agar translierasi Surat Sultan Dayan Asrarudin kepada itu dapat dibaca oleh pembaca umum, ia dibuat Gubenur Jenderal Hindia Belanda dan Raad van dengan tidak terlalu mengikuti aturan teknis Indië filologis. Semua catatan kaki pada transliterasi dimaksudkan untuk dapat lebih menjelaskan hal- Qauluhu al-haqq,27 hal yang kurang jelas dalam transliterasi. Kata, Bahwa warkat al-ikhlas serta tabe banyak2 frase, atau idiom yang berasal dari bahasa asing akan tanda harap dan percaya yaitu daripada (Belanda dan Arab) yang agak khusus dicetak Paduka Anakanda Sri Sultan Raja Buton miring untuk pemunculan pertama (kecuali dengan segala wazir menteri2nya, melayang- kepala surat) dan dijelaskan artinya dalam kan kertas sekeping, datang ke bawah Hadirat catatan. Pungtuasi adalah tambahan dari peneliti Paduka Ayahanda Kompeni, Tuan Her28 sebab dalam surat-surat klasik Nusantara yang Gurnadur Jenderal dan Raden van India di ditulis dalam aksara Jawi tanda baca sangat Betawi, insya Allah Taala barang dilanjutkan jarang ditemukan. Pengalihaksara menambah- usia umur zamannya, beroleh sehat dan wal- kan tanda-tanda baca, yang maksudnya tiada lain afiat dengan sejahteranya jua adanya. supaya pembaca modern masa kini lebih mudah Wabakdahu, kemudian daripadanya, memahami isi surat-surat itu. Bagian yang di- bahwa barang maklum kiranya oleh Gurnadur cetak tebal dalam transliterasi sesuai dengan Jenderal dan Raden van India di Betawi perihal surat aslinya. Peralihan antarbaris dalam surat adapun perahu kici nama M-w-r-b-t Filantroop aslinya tidak ditandai dalam transliterasi, supaya [?] dan nama kapiten Jan Smit[h]29 itu datang surat lebih kelihatan sebagai satu teks yang utuh dari Ambon telah bersinggah kemari di Buton, yang tidak “dicincang-cincang” oleh peneliti. dan serta ia bertemu dengan Sri Sultan, adalah Penulisan kata ulang dengan memakai angka 2 mengatakan Kompeni dengan samanya dipertahankan. Tanda < > dalam teks transliterasi Inggris, sudahlah habis perang. Sekarang itu30 merujuk kepada adanya ditografi dan tanda { } berdamai keduanya. Maka peri itulah Sri Sultan menunjukkan adanya haplografi. sehingga didengar saja lebih lagi hal ikhwal Banyak kata dalam surat-surat raja Buton dalam hatinya melainkan telah sudah men- mendapat tambahan fonem /h/ di belakangnya, dengar kepada Gurnadur Jenderal di Betawi. misalnya kata tuah (untuk tua), istanah (untuk Maka baharu ia menyinggahkan serta mene- istana), ayahandah (untuk ayahanda), Jawah rima kasih. Demikianlah adanya. Seperkara lagi, (untuk Jawa), dan Walandah (untuk Walanda). Wilanda nama Kristiani31 pecah dari Sulu dan Ciri ini cukup umum ditemukan dalam tulisan- sekalian barang2nya sudahlah dirampas orang tulisan Jawi dalam masyarakat lokal di Indonesia Sulu, hanya sendirinya dengan empat matros timur yang termasuk rumpun bahasa Austrone- orang Jawa. Itulah didapatnya oleh rakayat sia, seperti juga ditemukan dalam naskah- Sultan, lalu dibawanya ke Buton dengan sebo- naskah Bima (Chambert-Loir, 2004:37). Menurut leh2 memeliharakan serta memberi makan Chambert-Loir (ibid.), huruf h tambahan di akhir sehingga lagi menanti2 pula, atau supaya yang kata itu hanya varian ejaan Jawi dan tidak me- pergi ke Mengkasar maka baharu ia meng-

292 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini hantarkan adanya. Dalam itupun pada ketika Sabtu di dalam hijrat al-Nabi Sal[allahi alaihi- Kapiten Jan Smit[h] datang kemari, ia pun itu32 wasaalam seribu dua ratus tujuh belas tahun menghendaki menempuh di situ, tiadalah sekali2 pada tahun Alif.39 mau menanti2 Sultan punya perintah. Maka peri itulah kalau diikutinya pula seperti demikian Cod. Or. 2233 (55) halnya karena pada semata Kompeni jua adanya. Surat Sultan Kaimuddin I kepada Kolonel Dan lagi Sri Sultan telah adalah menghantarkan Jan David van Schelle40 seperti buah2 kayu akan isi tanah Buton yang miskin daripada sebab demikian istiadat Qauluhu al-haqq hormat Yang Maha Mulia yang telah biasa 41 diperlakukan kepada zaman-zaman purbakala Bahwa ini sahifat serta kiriman diri sendiri jua adanya. dipesertakan dengan tabe banyak2 yang 42 Tersurat pada selikur hari bulan Jumadil- sempurna takzim dan takrim , yaitu daripada awal waktu hari Sabtu hijrat al-Nabi Salallahu- Paduka Anakanda Sultan Kaim al-Din Raja [alaihi wasallam] seribu dua ratus enam belas Buton, mudah-mudahan disampaikan kiranya tahun pada tahun Waw.33 dengan sejahteranya ke bawah Duli Kekasih Hadirat Ayahanda Heer Gurnadur Tuan Besar Cod.Or. 2242-II (16) [no. 399] yang memegang kuasa bicara di dalam Bandar Mengkasar, mudah-mudahan dilanjutkan hayat Surat Sultan Dayyan Asraruddin kepada usia umur zamannya serta bertambah2 daulat Gubenur Jenderal Hindia Belanda dan Raad kemuliaan dan adab kebesaran di dalam dunia van Indië ini, dengan selamat sekalian pekerjaannya. Amin ya-rabbal alamin! Qauluhu al-haqq Wabakdahu, kemudian daripada itu, maka Bahwa ini surat tanda cap nama Paduka adalah Anakanda Paduka Sri Sultan Raja Buton Sri Sultan Raja Buton Abbada Allâh malakahû dengan segera melayangkan secarik kertas ini wa sultânahû34. Syahdan, adapun inilah perihal akan menerbitkan alamat al-hayat kepada Duli daripada dua orang Walanda dengan seorang Kekasih Hadirat Ayahanda Heer Gurnadur Tuan orang hitam dan kapiten itu bernama Cornelis Besar di Mengkasar, yaitu empat kayu kain telah pecah pada Pulau Tukang Besi, lalu datang daripada kain Buton dan seribu biji ubi. Apalah dari Tanah Buton. Beberapa hari lamanya di juga setitik [h]ujan yang terhambur daripada Buton, selup35 datang pada Labu[h]an Bandar Hadirat Ayahanda jua adanya. Tamat al-kalâm Negeri Buton. Maka, menyuruh menumpang bi al-kahyr wa al-salâm.43 berkendaraan pada selup, hendak pergi berlayar Tersurat dalam Negeri Buton pada awal di Betawi, akan nama estirman36nya A-ltr-p37 katanya baru singgah di Surabaya kemarin, lalu bulan Safar di dalam hijrat Nabi Salallahu alaihi ia lantas di Betawi. Demikianlah jua adanya. wassalam seribu dua ratus tiga puluh tujuh 44 Tamat al-kalâm maa al-khayr ajmaîn.38 tahun, pada tahun Dal Awal. Sanat 1237. Tersurat di dalam Kerajaan Negeri Buton pada enam hari bulan Rabiulakhir pada hari

293 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302

Ilustrasi 3: Cod. Or. 2242-II (15) [no. 246]

Ilustrasi 4: Cod. Or. 2242-II (16) [no. 399]

294 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini

lustrasi 5: Cod. Or. 2233 (55)

SIMPULAN Indonesia. Peristiwa-peristiwa historis yang Sampai batas tertentu, isi ketiga surat di atas terekam dalam surat-surat tersebut dapat merefleksikan beberapa aspek dari kompleksitas memperkaya atau malah merevisi data-data dari hubungan politik, ekonomi, dan sosial antara sumber asing (baca: Barat). Melalui surat-surat Kesultanan Buton dan Belanda di masa lampau. itu para sejarawan juga dapat melihat bagaimana Isi surat-surat itu juga mencerminkan sifat persepsi pribumi terhadap suatu peristiwa maritim kerajaan ini: para pelaut Buton, baik atas sejarah di masa lampau. Demikianlah umpama- nama raja maupun sebagai penduduk biasa, nya, arogansi kapten-kapten kapal Kompeni sering menyelamatkan (yang dalam beberapa seperti Jan Smith di mata Sultan Buton yang laporan Belanda juga dituduh merampok) awak disebut dalam Cod.Or. 2242-II (15) [no. 246] tentu kapal-kapal asing yang mengalami kecelakaan tidak akan dapat ditemukan dalam laporan- di laut di sekitar Kepulauan Buton. Oleh karena laporan resmi Belanda. itu, juga mereka sering menjadi faktor pengikat Dari segi linguistik, aspek kebahasaan surat- persahabatan sekaligus pemicu konflik di surat yang dibahas dalam artikel ini tidak kalah kawasan itu. Sampai batas tertentu isi surat- menariknya. Bahasa dan tulisan surat-surat itu surat tersebut juga merefleksikan hubungan merepresentasikan dinamika Bahasa Melayu pribadi Sultan-Sultan Buton dengan Kompeni. pada abad ke-18 dan 19. Banyaknya kosakata Walaupun Buton–Kompeni terikat “persekutuan serapan yang terdapat dalam surat-surat itu – abadi” sejak 1613, namun sejarah telah mencatat Bahasa Arab atau bahasa-bahasa Eropa – bahwa hubungan keduanya sering fluktuatif. menunjukkan bahwa Bahasa Melayu, sebagai Isi surat-surat kerajaan Nusantara zaman bahasa pemersatu masyarakat kepulauan lampau, seperti halnya juga tiga surat yang Nusantara, sudah sejak lama bersifat terbuka. dibahas di sini, banyak mencatat peristiwa- Sampai batas tertentu, bahasa surat-surat itu peristiwa mikro yang terjadi di lingkungan elite menunjukkan variasi dialek Bahasa Melayu Buton istana, dengan raja atau sultan sebagai figur ragam tulis, yang jelas berbeda dengan yang sentralnya. Surat-surat tersebut jelas sangat ada di tempat-tempat lain di Kepulauan bermanfaat pula bagi studi sejarah lokal Nusantara.

295 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302

Dengan selesainya transliterasi tiga surat sadar turut terefleksikan dalam studi sejarah yang dibahas dalam artikel ini, berarti seluruh (lokal) Indonesia. surat Raja Buton yang tersimpan di UB Leiden sudah berhasil dialihaksarakan. Jadi, surat-surat DAFTAR RUJUKAN raja Buton yang tersimpan di UB Leiden berasal Abidin, Andi Zainal. 1968. ‘Mitos Asal Mula Kerajaan dari tiga orang Sultan, yaitu: lima surat dari Sultan Buton’ [Bau-Bau, stensilan]. Buton ke-26, Muhyiuddin Abdul Gafur; dua surat Ab. Karim, Ab. Razak bin. 1994. “Surat Sultan Ternate dari Sultan Buton ke-28, Dayyan Asraruddin; dan 1521: Beberapa Analisis Linguistik”. Jurnal Dewan satu surat dari Sultan Buton ke-30, Kaimuddin I. Bahasa Jilid 38, Bil.1 (Januari 1994), hal. 66-74. Diharapkan hasil transliterasi ini dapat dimanfaat- Abdurrachman, Paramita R. 1980. “Kegunaan sumber- kan untuk penelitian-penelitian selanjutnya me- sumber Portugis dan Spanyol untuk penulisan sejarah Maluku Utara” dalam E.K.M. Masinambouw (ed.). ngenai masyarakat, budaya, bahasa, dan sejarah Halmahera dan Raja Ampat: Konsep dan strategi Buton. Pengalihaksaraan surat-surat dari keraja- penelitian , hlm.247-262. Jakarta: LEKNAS-LIPI. an-kerajaan lokal lainnya di Nusantara tentu perlu Abdurrachman, Paramita R. 1983. “Maluku, Portugal, dan terus digiatkan. Hasilnya tentu akan sangat ber- Spanyol; Hubungan antara Kerajaan Maluku dengan manfaat bagi studi bahasa dan budaya lokal Kerajaan Portugal dan Spanyol dalam abad XVI dan Indonesia. XVII sebagaimana tersirat dalam surat-surat dan dokumen resmi”. Dalam: E.K.M. Masinambouw Memanfaatan surat-surat klasik kerajaan (ed.). Halmahera dan Raja Ampat sebagai kesatuan Nusantara sebagai sumber pertama (bronen) majemuk: Studi-studi terhadap suatu daerah transisi . belum membudaya dalam studi sejarah, khusus- Jakarta: LEKNAS-LIPI [Buletin LEKNAS Vol. II, No.2, nya di Indonesia. Hal ini selayaknya sudah harus terbitan khusus], hal. 247-275. berubah dalam tradisi studi sejarah kita. Kalaulah Anceaux, J.C. 1987. Wolio Dictionary ( Wolio—English— bukan karena kekaguman yang menyejarah Indonesia) ; Kamus Bahasa Wolio ( Wolio—Inggeris [!]— terhadap ‘keabsahan’ dan ‘superioritas’ sumber- Indonesia ). Dordrecht & Provindence: Foris Publication Holland. sumber Barat, hal ini agaknya terkait juga dengan Anceaux, J.C. 1988. The Wolio language: Outline of ‘kekurangan’ kurikulum sejarah kita dimana grammatical descripton and texts. Dordrecht: Floris. pengetahuan membaca huruf Arab-Melayu Berg, E.J. van den. 1937. “De viering van den raraja hadji (Jawi) tidak pernah terpikirkan untuk diajarkan in de Kota Wolio (Boeton)”. Tijdschrift voor Indische dalam bidang ilmu sejarah di negara ini. Mungkin Taal-, Land- en Volkenkunde 77: 650-660. tidak banyak sejarawan (kita) yang pandai Berg, E.J. van den. 1939. “Adatgebruiken in verband met membaca huruf Jawi. Ini yang menyebabkan de sultaninstallatie in Boeton”. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde 79, hal. 469-528. kurangnya perhatian mereka kepada sumber- Blagden, C. Otto.1930. “Two Malay letters from Ternate sumber pribumi yang ditulis dalam aksara Jawi, in the Moluccas, written in 1521-1522”. Bulletin of seperti surat-surat kerajaan Nusantara ini. Akan the School of Oriental and African Studies 6, hal. 87- tetapi, kalaupun sorang sejarawan tidak dapat 101. membaca aksara Jawi, mereka sebenarnya Boethe, A. CHR. D. 1928. “De asfaltgesteenten van het dapat memanfaatkan transliterasi surat-surat eiland Boeton, hun voorkomen en economische beteekenis”. De Ingenieur Nr.19, hal. 27-45. tersebut yang telah dibuat oleh filolog dan peneliti Broersma, R. 1930. “Meedeelingen over de eilanden van naskah untuk memperkaya data mereka. Peng- het Sultanaat Boeton”. Overdruk uit: Koloniaal gunaan surat-surat klasik kerajaan-kerajaan lokal Tijdschrift 1.19 Jrg. (1930), hal. 26-38. Nusantara itu secara maksimal di samping Chambert-Loir. 1985. “Dato’ ri Bandang” Légendes de sumber-sumber Barat mungkin akan dapat l’islamisation de la region de Célèbes-Sud”. Archiphel menghasilkan studi sejarah kolonial yang lebih 29, hal. 137-163. bernuansa, emotif, dan humanis. Data sejarah Chambert-Loir, Henri. 2004. Kerajaan Bima dalam sastra dan sejarah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia yang berasal dari surat raja-raja Nusantara itu (Naskah Dokumen Nusantara XIX). juga dapat mereduksi subjektivitas dan perasaan ‘nasionalisme’ yang kadang-kadang secara tak

296 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini

Corpus Diplomaticum. 1907 & 1931. Corpus Diplomaticum Jusuf, Jumsari et al. 1980. Katalog koleksi naskah Maluku . Neerlando-Indicum; Verzameling van politieke Jakarta: Museum Nasional. contracten en verdere verdragen door de Nederlanders Kato, Tsuyoshi. 1982. Martiliny and migration; Evolving in het oosten gesloten, van privilegebrieven aan hen Minangkabau tradition in Indonesia . Itacha, N.Y. [etc.]: verleend. Enz. (uitgegeven en toegelicht door Mr. J.E. Cornell University Press. Heeres). ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff. Kielstra, E.B. 1908. “Het Sultanaat van Boeton”. Overdruk Drakard, Jane. 1999. A Kingdom of Words: Language and uit: Onze Eeuw 8 Jrg. 1e deel (1908), hal. 452-472. power in Sumatra. Shah Alam [etc.]: Oxford University Kielstra, E.B. 1910. Indisch Nederland: Geschiedkundige Press. Schetsen. Haarlem: De Erven F. Bohn. Elbert, Johannes, et.al. 1911. “Südost-Celebes un Seine Kurosaki, Hiroko Yamaguchi. 2007. “Naskah-naskah di Inseltrabanten”. In: Die Sunda-Expedition des Vereins masyarakat Buton; Beberapa catatan tentang für Geographie und Statistik zu Frankfurt am Main , Band keistimewaan dan nilai budaya”. Sari 25, hal. 21-30. I, pp.137-274. Frankfurt AM Main: Druck und Verlag Ligvoet, A. 1878. “Beschrijving en geschiedenis van von Herman Minjon (Festschrift zur Feier des Boeton”. Bijdragen tot de Taal,- Land- en Volkenkunde 75jährigen Bestehens des Vereins). 26, hal. 1-112. Elbert, Johannes, et.al. 1912. “Die Insel Kabaëna”. In: Die Manarfa, La Ode. 1948. ‘Boeton en haar standenstelsel’. Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und [M.A. Thesis, Leiden University]. Statistik zu Frankfurt am Main , Band II, pp.3-52. Muhammad, Syahril. 2004. Kesultanan Ternate; Sejarah Frankfurt AM Main: Druck und Verlag von Herman sosial, ekonomi dan politik . Yogyakarta: Ombak. Minjon (Festschrift zur Feier des 75jährigen Bestehen Mu’jizah. 2004. “Surat duka cita raja: Dari raja Buton des Vereins). tentang kematian raja Bone”. [Makalah pada: Seminar Encyclopaedie. 1917. Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, Memperingati Hari Jadi Bone yang ke-674, 1e deel (A-G).’s-Gravenhage & Leiden: Martinus Watampone, 20 Mei 2004]. Nijhoff & N.V. v/h. E.J. Brill. Munafi, La Ode Abdul dan Andi Tenri. 2002. ‘Tradisi Gallop, Annabel Teh. 1992. “The art of the Malay letter”. perantauan orang Buton (Suatu kajian [Paper presented at: International Workshop on strukturalisme)’. [Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu Indonesian Studies no.7: Southeast Asian manuscripts, Sosial dan Politik Universitas Dayanu Ikhsanuddin, Royal Institute of Linguistics and Athropology Bau-Bau]. (KITLV), Leiden, 14-16 Desember 1992]. Naim, Mochtar. 1979. Merantau: Pola migrasi suku Gallop, Annabel Teh. 2002. Malay seal inscriptions: A study Minangkabau (Penerjemah: Rustam St. R. Tinggi). in Islamic epigraphy from Southeast Asia , 3 vols. [PhD Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. dissertation, SOAS University of London]. Niampe, La. 2002. “Surat wasiat Muhammad Idrus al- Gallop, Annabel Teh. 2003a. “Bunga Setangkai” ‘Merely a Buton (Sebuah penjelasan singkat)”. Dalam: Hidayat single, withered flower’, or a clue to the antiquity of Suryalaga (ed.), Widyâdhana; Kenang-kenangan 70 the Malay letter-writing tradition?”. Indonesia and the tahun Prof. Dr. Hj. Partini Sardjono Pr. Bandung: Malay World Vol. 31, No.91, hal. 400-411. Manassa Cabang Bandung (Jawa Barat), hal. 213- Gallop, Annabel Teh. 2003b. “Seventeenth-century 242. Indonesian letters in the Public Record Office”. Pudjiastuti, Titik. 2004. “Arsip dan naskah Buton yang Indonesia and the Malay World Vol. 31, No.91, hal. tersimpan di Negeri Belanda”. [Makalah pada 412-439. Diskusi Ilmiah Naskah-naskah Buton, Bau-Bau, 5 Gallop, Annabel Teh and Ben Arps. 1991. Golden letters: Agustus 2004]. Writing traditions of Indonesia; Surat Emas: Budaya tulis Pudjiastuti, Titik. 2005. ‘Surat sultan-sultan Banten: Kajian Indonesia. Jakarta: Yayasan Lontar. kodikologis, filologis dan historis’. [Laporan Ikram, Achadiati dkk. 2002. Katalog Naskah Buton: Koleksi penelitian, The Toyota Foundation & Yayasan Obor Abdul Mulku Zahari. Jakarta: Manassa [etc.]. Indonesia]. Ircham, M. 1999. “Wa Ka Kha: Ratu Keraton Buton putrine Pudjiastuti, Titik. 2006. Naskah dan studi naskah. Jakarta: Kubilai Khan; Laporan daerah”. Djaka Lodang Vol. Akademia [Seri Kajian Filologi]. 29, no.17 (1999), hal. 48-49. Rasyid, Abd. 1998. Cerita rakyat Buton dan Muna di Sulawesi Ikandar, Teuku. 1999. Katalogue of Malay, Minangkabau, Tenggara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan and South Sumatran manuscripts in the Netherlands. Kebudayaan. Leiden: Documentatiebureau Islam-Christendom. Reid, A. (ed.). 1983. Slavery, bondage and dependency in Juynboll, H.H. 1899. Catalogus van de Maleische en Southeast Asia . St. Lucia: University of Queensland Sundanesche handschriften der Leidse Universiteit Press. Bibliotheek, Leiden: E.J. Brill.

297 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302

Reid, Anthony. 2000. Charting the shape of early modern diakronik tentang simbolisme dalam pelayaran Southeast Asia . : Institute of Southeast Asian tradisional’. [Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu Sosial Studies. Universitas Dayanu Ikhsanuddin, Bau-Bau]. Schoorl, Pim (J.W.). 1986. “Power, Ideology and Change Wan Mamat, H.J. Wan Ali. 1985. Katalog manuskrip Melayu in the Early State of Buton”. [Paper presented at: di Belanda . Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Fifth Dutch-Indonesian Historical Congress, held at . Lage Vuursche, The Netherlands, 23-27 June 1986]. Wassing-Visser, Rita. 1995. Royal gifts from Indonesia; Schoorl, Pim. 1993. “Butonese”. In: Paul Hocking (ed.). Historical bonds with the House of Oranje-Nassau Encyclopedia of world Cultures Vol. V: East and Southeast ( 1600-1938). Zwolle: Waanders. Asia , pp.66-69. Boston, Massachussets: G.K. Hall & Westendorp Boerma, J.J. 1956. Briefwisseling tussen J. Van Co. den Bosch en J.C. Baud 1829-1832 en 1834-1836. II. Schoorl, Pim. 2003. Masyarakat, sejarah, dan budaya Buton . Brieven van Baud. Utrecht: Kemink. Jakarta: Djambatan. Wieringa, E.P. 1996. “A Malay kopyist of the General Shellabear, W.G. 1898. “An account of some of the oldest Secretariat at Batavia as teacher of the Dutch Chief Malay MSS. now extant”. Journal of the Straits Branch of Staff in the early 1820s”. Indonesia Circle 69, hal. of the Royal Asiatic Society 31, hal. 107-151 . 89-101. Southon, Michael. 1995. The navel of the perahu; Meaning Wieringa, Edwin. 1998. Catalogue of Malay and and values in the maritime trading economy of a Minangkabau manuscripts in the Library of Leiden Butonese village . Canberra: Department of University and other collections in the Netherlands , Vol. Anthropology, Research School of Pacific and Asian 1. Leiden: Legatum Warnerianum in Leiden University Studies, The Australian National University. Library. Staden, Miriam van. 2000. Tidore: A linguistic description of Wilkinson, R.J. 1932. A Malay-English dictionary (romanised). a language of the North Moluccas. [PhD dissertation, Mytilene: Salavopoulos and Kinderlis. Leiden University]. Wojowasito, S. 2003. Kamus umum Belanda – Indonesia. Stapel, F.W.. 1941. Gouverneurs-Generaal van Nederlandsch- Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Indië. Den Haag: W.P. v. Stockum & Z. n Yunus, Abd. Rahim. 1995a. Posisi tasawuf dalam sistem Suryadi. 2004. Syair Sunur: Teks dan konteks ‘otobografi’ kekuasaan di Kesultanan Buton pada abad ke-19. seorang ulama Minangkabau abad ke-19. Padang: Jakarta: INIS (Seri INIS XXIV). YDIKM & Citra Budaya. Yunus, Abd. Rahim. 1995b. “Nazariyyah Martabat Tujuh Suryadi. 2005. “Some notes on official Malay letters from [The theory of ‘Martabat Tujuh’] in the political the 18 th century Sultanate of Buton”. [Paper system of the Buton sultanate”. Studia Islamika Vol. presented at: Seminar Windows on the Malay world; 2, Issue 1, hal. 93-110. Poetry Reading and Seminar on Malay-Indonesian Zahari, A.M. 1977. Sejarah dan adat fiy Darul Butuni[ Buton,] Literature Navigating Convention in New Terrains: 3 jilid. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Writing in the 18 th to Early 20 th Centuries, IIAS Kebudayaan RI, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Leiden, 20 October 2005]. Zuhdi, Susanto, G.A. Ohorella dan M. Said D. 1996. Suryadi. 2007. “Warkah-warkah Sultan Buton Muhyiuddin Kerajaan tradisional Sulawesi Tenggara: Kesultanan Abdul Gafur kepada Kompeni Belanda, koleksi Buton. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Universiteitsbibliotheek Leiden”. Sari 25, hal. 125- Kebudayaan RI. 216. Zuhdi, Susanto. 1999. Labu Rope Labu Wana; Sejarah Butun Tenri, Andi dan Sudirman. 2002. ‘Budaya Pasikamba dan abad ke-17-18 . [Disertasi Universitas Indonesia]. semangat bahari dalam kehidupan orang Buton di Kepulauan Tukangbesi, Sulawesi Tenggara: Studi

298 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini

1 Versi awal artikel ini dipresentasikan pada Seminar karangan ilmiah tentang Bahasa Buton (lih. misalnya Internasional. Menggali Khazanah Kebudayaan Anceaux, 1987,1988). Melayu di Sulawesi Tenggara, yang diselenggara- 7 Riwayat naskah-naskah dari Koleksi ‘Rijks-Instell- kan oleh Pusat Penelitian Budaya dan Pariwisata ing’ bagian ketiga ini (1878) mengikut penjelasan Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo, Kendari, Wieringa (1998:283) adalah sebagai berikut: “The Sulawesi Tenggara, 23 Juli 2007. Saya mengucap- ‘Government Training College for Indian Civil kan terima kasih kepada ketua panitia Seminar, Dr. Servants’ (Rijks-Instelling tot Opleiding van Indische La Niampe, yang telah mengundang saya sebagai Ambtenaren) was founded in Leiden in 1864. salah seorang pembicara dalam seminar tersebut. In 1877 it was replaced in Leiden by a municipal Terima kasih juga kepada para peserta seminar yang institution which would continue to exist till 1891. The telah memberikan komentarnya terhadap makalah manuscript collection of the ‘Rijks –Instelling 'was saya dan juga kepada editor ahli Jurnal Humaniora transferred at several instances between 1871 and yang telah memberikan catatan kritis terhadap draft 1878 to the Library of Leiden University (Cod. Or. 1953- artikel ini. 2055 [except Cod. Or. 1959, 2019 and 2025]) 2199, 3 Kajian mengenai surat-surat Melayu dari bagian timur 2233 and 2229-2268“. Nusantara, untuk studi filologi, sejarah, epigrafi dan 8 Iskandar (1999:85-88) yang juga mendeskripsikan linguistik justru lebih sering mengenai surat-surat koleksi naskah Melayu di UB Leiden dan perpusta- dari Ternate. Sejumlah surat dari Ternate itu berasal kaan-perpustakaan lain di Belanda mencatat tidak dari periode yang lebih tua (awal abad ke-16). ada surat-surat raja Buton yang lain selain dari dela- Ketuaannya inilah yang mungkin menjadi salah satu pan surat yang telah disebutkan di atas. Sedangkan daya tarik bagi para filolog, epigraf, dan sejarawan Jilid ke-2 katalog yang disusun Wieringa, sebagai untuk menelitinya, karena mengandung informasi lanjutan dari Jilid 1 (1998) baru akan terbit bulan Juli historis tentang kont(r)ak politik yang lebih awal antara 2007. Untuk mengetahui berapa pastinya jumlah kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara dengan orang surat-surat raja Buton yang tersimpan di UB Leiden, Barat. Tentang studi-studi mengenai surat-surat dari kita harus menunggu terbitnya Jilid 2 katalog susunan Ternate, lih. misalnya Blagden (1930: 87-101), Jusuf Wieringa tersebut. dkk. (1980), Abdurrachman (1980:247-62; 1983:247- 9 Naskah-naskah Buton, termasuk jenis surat-surat, 75), Wassing-Visser (1995), Gallop & Arps (1991:39, umumnya ditulis dengan aksara Jawi dalam Bahasa 131), dan Gallop (2003a:400-11; 2003b:412-39). Wolio (bahasa utama di Kesultanan Buton) dan Terima kasih kepada Annabel Teh Gallop yang Bahasa Melayu (lih. Kurosaki, 2007). memberitahu saya beberapa rujukan ilmiah 10 Pudjiastuti (2005:173) mengatakan bahwa kekeliru- mengenai kajian terhadap surat-surat dari Ternate an ini agaknya bermula dari Juynboll (1899) yang (email, 11 Mei 2005). tidak dikritisi oleh penulis-penulis sesudahnya. Juyn- 4 Seperti terefleksi dalam bait kedua Syair Sunur boll menyatakan bahwa Cod. [Or]. 2240 adalah karangan Syekh Daud berikut:”Lamalah tuan dagang ‘verzameling van Maleische brieven van Celebesen tinggalkan / Habislah tahun berganti zaman / Satupun de Molukken’ (hal. 313). tidak dagang kirimkan / Dikarang surat kaganti badan“ 11 Pada tahun 20-an insinyur Belanda menemukan (lih. Suryadi, 2004: 52) (Garis bawah oleh Suryadi). potensi aspal di perut bumi Buton. Tentang temuan 5 Mengenai pemanfaatan kekuatan kata dan surat ini potensi aspal di Buton, lihat misalnya Boethe (1928). oleh kerajaan pribumi Nusantara, lihat misalnya studi 12 Tentang kepustakaan klasik mengenai Kesultanan yang menarik dari Jane Drakard (1999) yang Buton, lih. antara lain Ligvoet (1878), Kielstra (1908), menyangkut Minangkabau di pedalaman Sumatra. Elbert dkk. (1911, 1912); Broersma (1930), dan Van 6 Di Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde den Berg (1939). (KITLV) Leiden juga tersimpan sejumlah naskah 13 Menurut Abidin (1968) kemungkinan mereka adalah Buton dalam bentuk mikrofilm dan fotokopi, dalam imigran (perantau) dari Minangkabau. Sejarah men- bundel D Or. 854. Fotokopinya – yang meliputi nas- catat bahwa beberapa orang imigran-ulama Minang kah-naskah keagamaan, undang-undang, catatan – satu kelompok masyarakat yang berasal dari bagian administrasi penjara, dan juga surat-surat – banyak tengah Pulau Sumatra yang terkenal karena tiga hal: yang kabur dan sulit dibaca. Rupanya bundel itu menganut agama Islam, mempraktekkan sistem dihibahkan oleh J.C. Anceaux kepada KITLV. Tak ada matrilineal, dan suka merantau (lih. Naim, 1979; Kato, keterangan dimana naskah-naskah aslinya tersim- 1982) – berperan dalam penyebaran Islam di se- pan, tapi besar kemungkinan almarhum Anceaux jumlah kerajaan lokal di Nusantara bagian timur. Yang memperolehnya dari Buton (sangat mungkin dari terkenal di antaranya adalah Datuk Ribandang dan koleksi Abdul Mulku Zahari) sebab ada penjelasan: Datuk Patimang. Tentang peran Datuk Ribandang “fotokopie betreffende het Sultanaatarchief“). Johan- dalam penyebaran Islam di Sulawesi Selatan, lihat nes Cornelis Anceaux (1920-1988) pernah tinggal di misalnya Chambert-Loir (1985). Buton pada akhir 1940-an dan menulis beberapa

299 Humaniora, Vol. 19, No. 3 Oktober 2007: 285-302

14 Menurut cerita rakyat Buton, Ratu Wa Khaa Khaa yang berarti “mengatur” (to organize) (lih. Van Staden konon ditemukan dari dalam bambu (Abidin, 1968). 2000: 530, 533). Mitos kelahiran seorang putri atau pangeran dengan 20 Mereka adalah Bontona Peropa, Bontona Baaluwu, motif seperti ini ditemukan juga di beberapa tempat Bontona Gundu 2,Bontona Barangkatopa (mereka lain di Nusantara. Namun ada juga versi lain yang disebut patalimbona,‘empat pemukiman’), Bontona mengatakan bahwa Ratu Wa Khaa Khaa adalah putri Siompu, Bontona Wandailo, Bontona Rakia, dan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol (lih. Ircham M., Bontona Melai. Semua dijabat oleh golongan walaka 1999:48-49). (Schoorl, 2003:82; lih. juga Zuhdi dkk., 1996:30). 15 Lebih jauh mengenai orang Buton, lih. antara lain 21 Anggota Bonto Inunca yaitu: Bontona Dete, Bontona Schoorl (1993:66-69). Katapi, Bontona Waberongalu,Bontona Kalau, 16 Pelabuhan Buton adalah salah satu sentra per- Bontona Wajo, Bontona Sumbamarusu, Bontona dagangan budak pada zaman lampau, seperti Litao, Bontona Tanailandu, Bontona alampa dan 2 disebut-sebut oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon orang Bontona Gampikaro (Sukanayo dan Matanayo). Coen selepas ia berkunjung ke Buton tahun 1614. Kesebelas orang bonto ini bertugas menjaga istana Lebih jauh tentang perbudakan di Buton, lih. misalnya dan mengawasi adat. Schoorl (2003:104-7, 111-19). Tentang perbudakan 22 Jurubasa (Jurubahasa) bertanggungjawab kepada di Hindia Belanda, lihat misalnya Reid (1983; 2006: syahbandar (Schoorl 2003:126 [#8]). chapter 9, 181-216). Dalam hubungan diplomatik antara Kerajaan Buton 17 Kekuasaan barata di Kerajaan Buton meliputi empat dan kuasa-kuasa luar (termasuk Belanda), peran wilayah yang masing-masing dipimpin oleh lakina jurubahasa tampaknya cukup penting, seperti dapat barata dari golongan kaomu, yaitu: 1) Barata Muna, dikesan dari seringnya peran ini disebut dalam surat- berpusat di Raha, di pesisir timur bagian tengah surat Sultan Muhyiuddin Abdul Gafur (lih. Suryadi, Pulau Muna; 2) Barata Tiworo, berpusat di Tiworo; 3) 2007). Seorang jurubahasa yang terkenal pada masa Barata Kalincusu yang berpusat di bagian timur pulau pemerintahan Sultan Muhyiuddin bernama Inci Ali Buton; 4) Barata Kaledupa yang berpusat di Kaledupa (Ibid.:176, 215). Lebih jauh mengenai tugas-tugas (Yunus, 1995a:22). Barataharus membela jurubahasa di Kerajaan Buton, lih. Schoorl (2003:109- Kesultanan Wolio melawan musuh-musuhnya. Lebih 11). jauh mengenai kewajiban barata terhadap Kesul- 23 Menurut Manarfa (1948:7) jabatan kapita [lao] dan tanan Wolio (Buton), lih. Schoorl (2003:92). sabandara (syahbandar) termasuk pangka, sedang- 18 Kapitalao atau Kapiten Laut dalam Bahasa Melayu kan Van den Berg (1939) dan Zahari (1977) ber- adalah jabatan panglima perang di Kesultanan Buton. pendapat sebalikya. Seorang syahbandar mem- Kata matanayo berarti “dari matahari terbit” dan bawahi sekitar 20-40 jurubahasa (Schoorl, 2003:126 sukanayo berarti “menuju matahari terbenam”. Istilah [#8]). Salah seorang syahbandar Pelabuhan Buton itu dilekatkan kepada jabatan kapitalao dan Bonto yang terkenal pada paruh kedua abad ke-18 adalah Ogena untuk menunjuk wilayah-wilayah kerajaan di Raja Kamilanta (Lih. Suryadi 2007:176). Jabatan sebelah timur dan barat yang menjadi wewenang syahbandar amat penting karena peran Buton masing-masing (lih. Zuhdi dkk., 1996:28; Shoorl, sebagai pelabuhan transit bagi kapal-kapal dagang 2003:82). lokal dan asing yang berlayar dari pelabuhan- 19 Semua bobato dan bonto diberi sebuah desa atau pelabuhan di bagian barat Nusantara (misalnya sebidang tanah dalam 72 wilayah kadie untuk Surabaya dan Batavia) ke wilayah bagian timurnya diawasi. Semula jumlah bonto 30 orang dan bobato (seperti Ternate dan Ambon). Di samping itu, jabatan 40 orang. Namun, jumlah itu bertambah seiring ini penting, juga karena sumber nafkah orang Buton dengan pemekaran wilayah kadie. Manarfa (1948:8) adalah perdagangan dan pelayaran dengan mencatat jumlah bobato 57 orang. Sembilan di kepintaran yang cukup tinggi dalam membuat perahu antaranya disebut siolipuna, yang berarti sembilan dagang (Ligvoet, 1878:9). Namun, seperti di negara kecil yang di bawah perintah seorang raja, beberapa kerajaan lokal lainnya di Nusantara, jabatan yang membentuk sekutu asli (Schoorl, 2003:83). syahbandar Buton juga termasuk kursi “basah” dan Dalam suat-surat raja Buton terefleksi bahwa bobato sarat dengan penyelewengan (Schoorl, 2003:103). adalah salah satu unsur petinggi kerajaan yang 24 Pangalasan– atau pangalasa menurut Van den Berg selalu diajak serta dalam hubungan diplomasi antara (1939:470)—adalah jurubicara di tingkat kadie dalam Kesultanan Buton dengan kuasa luar (dalam hal ini sistem pemerintahan Kesultanan Buton. Belanda). Istilah bobato, yang berarti pemim-pin 25 Sistem birokrasi dan sistem politik Kerajaan Buton (manager), mungkin diadopsi dari sistem politik tampaknya cukup kompleks. Ada beberapa variasi Kerajaan Ternate atau Tidore; dalam sistem politik dalam uraian mengenai hal ini oleh be Ilustrasi 4: Kerajaan Ternate, misalnya dikenal istilah bobato Cod. Or. 2242-II (16) [no. 399]Ilustrasi 4: Cod. Or. dunia dan bobato akhirat (Muhammad, 2004:9-51). 2242-II (16) [no. 399]Ilustrasi 4: Cod. Or. 2242-II (16) Kata bobato adalah derivasi dari Bahasa Tidore fato [no. 399] berapa pengkaji terdahulu. Lebih jauh

300 Suryadi – Surat-surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddini

mengenai sistem birokrasi Kesultanan Buton, lih. 32 Di sini kata itu dipakai lagi untuk merujuk subjeknya Zuhdi dkk. (1996:26-61), Yunus (1995a:31-7) dan (lih. catatan 29). Schoorl (2003:khususnya Bab 3 [hlm.73-134]), yang 33 21 Jumadilawal 1216 = 28 September 1801. Jadi umumnya merujuk kepada sumber klasik Van den surat ini dikirim kepada Gubernur Jenderal Johannes Berg (1939:469-528). Siberg yang berkuasa tahun 1801-1805 sebagai 26 Menurut Zahari (1977: III, 25-7) Sultan Anharuddin suksesor Petrus Gerardus van Overstraten (1796- diturunkan dari kekuasaannya karena melakukan 1801) (lih. Stapel, 1941:72-3). beberapa kesalahan dalam prosedur militer, antara 34 Secara harfiah frase ini berarti: “Semoga Allah lain dalam penumpasan bajak laut yang menyerang mengekalkan kekuasaan dan kerajaannya” Pasar Wajo. Aksi penumpasan itu dipimpin oleh (Kerajaan Buton). Muhammad Idrus, menantunya, yang kemudian 35 Dari Bahasa Inggris sloop, yaitu sejenis perahu atau menggantikannya menjadi Sultan dengan gelar sekoci (Lih. Wilkinson, 1932: vol. II, 417; Iskandar, Kaimuddin I. Zahari berspekulasi bahwa alasan 1984:1224). pemberhentian Sultan Anharuddin sepertinya tidak 36 Dari Bahasa Belanda, stuurman, yang berarti kuat, “tetapi agaknya terkandung suatu rahasia jurumudi kapal (Lih. Wojowasito 2003:648). pribadi dari Sultan Anharuddin terhadap anak 37 Nama ini belum berhasil diidentifikasi. Lihat tulisan mantunya [itu]” (Ibid.:26). Jawi-nya dalam Ilustrasi 4, baris keenam. 27 Artinya: ‘Perkataannya benar” (Lih. kepala surat-surat 38 Arti harfiah frase Arab ini: “Pembicaraan berakhir berikutnya). dengan baik semuanya”. Maksudnya, “Demikianlah 28 Dari bahasa Belanda heer (tuan). Selanjutnya ditulis surat ini, semoga mengandung kebaikan semuanya.” seperti kata aslinya (dengan dua huruf e). 39 6 Rabiulakhir 1217 = 6 Agustus 1802. Jadi, surat ini 29 Dalam arsip VOC NA 1. 04.02 7941 Ambon 3 105- ditulis masih dalam periode pemerintahan Gubernur 106 melalui website TANAP ditemukan keterangan Jenderal Johannes Siberg (lih. Catatan 27). sebagai berikut: “1786 Berigt van den capitein en 40 Kolonel Jan David Van Schelle (1782-1825) adalah capitein luitenants ter zee Van der Golde, Kulk en seorang perwira menengah dalam jajaran militer Smith ten overstaan van den justitieelen officier waar Hindia Belanda yang amat berminat mempelajari bij deselve declareeren dat de gezaghebbers Jan Bahasa Melayu dan Aksara Jawi. Pada tahun 1819- Lievense en Christiaan Hendriks in anno 1783 1820 Van Schelle banyak dibantu oleh Ja’in goveord hebbende de chialoup de Batavier en de Abdurrahman, seorang penyalin (copyist) pribumi pantjalling de Beschermer vrij van pligtversuijm zijn yang bekerja di Algemene Secretarie, Batavia, untuk dato 25 April 1786 (ontfanagen anno 1786)”. Dengan membuatkan salinan cerita-cerita dan surat-surat mempertimbagkan tarikh dokumen ini, mungkin saja beraksara Jawi untuk bahan pelajaran dan latihan capitain luitenant ter zee Smith (cetak tebal oleh transliterasi baginya. Hasil-hasil transliterasi Van Suryadi) yang disebut-sebut dalam dokumen itu Schelle terhadap salinan-salinan surat Melayu yang adalah Jan Smith yang disebut dalam Cod. Or. 2242- dibuatkan Ja’in itu dapat dilihat sekarang dalam II (15 ) [no. 246] ini. Lih. http://www.tanap.net/. Saya bundel Cod. Or. 2233. Pada tahun 1821 Van Schelle mengucapkan terima kasih kepada arkeolog mari- pindah tugas ke Makassar (lih. Westendorp Boerma, time, Horst Liebner, yang telah memberitahukan 1956:258; Wieringa, 1996). Tampaknya Cod. Or. kepada saya sumber ini. 2233 (55) ini adalah ‘surat sambutan’ yang disertai 30 Kata itu dalam konteks kalimat ini menunjuk kepada buah tangan dari Sultan Kaimuddin kepada Van subjek (Belanda dan Inggris). Ini mengingatkan saya Schelle yang baru bertugas di Makassar. pada keterangan Henri Chambert-Loir (2004: 38) yang 41 Artinya: lembaran mengatakan bahwa dalam naskah-naskah Bima 42 Artinya: pemuliaan. kata itu juga berfungsi sebagai kata penunjuk untuk 43 Arti harfiah: Berakhir pembicaraan (kalam) dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang. Rupanya kebaikan dan keselamatan. hal yang sama juga ditemukan dalam surat-surat 44 1 Safar 1237 H = 28 Oktober 1821. Pada waktu itu raja Buton. yang menjadi Gubernur Jenderal adalah Godert 31 Mungkin yang dimaksud di sini adalah seorang Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen (lih. Belanda yang bernama Christiaan. Walau bagai- Stapel, 1941:80-1). Bandingkan dengan transliterasi manapun, nama ini disebut-sebut dalam Arsip VOC surat ini oleh Pudjiastuti (2006:171-2). NA 1. 04.02 7941 Ambon 3 105-106 (Informasi yang saya terima dari Horst Liebner, email 16-6-2007) (lih. juga Catatan 28).

301