Download Download
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
https://sangkhakala.kemdikbud.go.id/ Berkala Arkeologi Vol. 24 No. 1 2021, 15-30 P-ISSN: 1410-3974; E-ISSN: 2580-8907 SANGKHAKALA 10.24832/bas.v22i1.443 PERANG KESULTANAN ARU MENGHADAPI KESULTANAN ACEH DI ABAD XVI M ARU SULTANATE WAR FACING THE ACEH SULTANATE IN THE XVI M Naskah diterima: Revisi terakhir: Naskah disetujui terbit: 17-06-2020 11-05-2021 28-05-2021 Ery Soedewo Balai Arkeologi Sumatera Utara Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi No.1, Medan Tuntungan, Medan [email protected] Abstracts Aru Sultanate was a state in Sumatra Island cited by numerous local and international sources between 13th and 16th centuries CE. In the middle of 16th century CE, the sovereignty of Aru was threatened by Aceh Sultanate’s aggression to its neighbouring states in Sumatra. Aru Sultanate’s strategic moves to deal with that aggression is the subject matter of this article. The discussion of such strategies is aimed at revealing what options came to surface by the defensive side to counter the aggressor. Historical reviews of two main records of the Portuguese Tomé Pires and Ferna-O Mendes Pinto revealed the potential strength and strategies adopted by Aru Sultanate to repel Aceh Sultanate’s attack. The presence of the fort as a supporting defensive factor allows Aru Sultanate to deploy a defensive strategy in Aru War I. The defensive stance, however, turned into offensive one in Aru Wars II and III as a strong ally, Johor Sultanate came to assist. Despite more alliances were formed with more states, victory ultimately belonged to Aceh Sultanate. Keywords: offensive; defensive; allies; Aru; Aceh Abstrak Kesultanan Aru adalah salah satu negeri di Pulau Sumatera yang disebut oleh sumber-sumber tertulis lokal dan mancanegara sejak abad ke-13 – ke-16 M. Pada pertengahan abad ke-16 M, kedaulatan Kesultanan Aru terancam oleh agresi Kesultanan Aceh ke negeri-negeri tetangganya di Pulau Sumatera. Langkah-langkah strategis apa yang ditempuh oleh Kesultanan Aru dalam menghadapi agresi Kesultanan Aceh, merupakan permasalahan yang diulas dalam karya tulis ini. Pembahasan tentang strategi yang dipakai oleh Kesultanan Aru dalam menghadapi agresi Kesultanan Aceh bertujuan mengungkap pilihan strategi yang diterapkan oleh pihak yang bertahan dalam menghadapi agresi dari luar. Melalui kajian historis terhadap data utama berupa dua catatan bangsa Portugis yakni Tome Pires dan Ferna-O Mendes Pinto, diungkap potensi kekuatan dan strategi yang diterapkan oleh Kesultanan Aru dalam menghadapi serangan Kesultanan Aceh. Keberadaan benteng sebagai salah satu unsur kekuatan negara, membuat Kesultanan Aru memilih strategi yang defensif pada Perang Aru I. Strategi Kesultanan Aru berubah dari defensif menjadi ofensif -saat Perang Aru II dan Perang Aru III- setelah memperoleh sekutu yang kuat yakni Kesultanan Johor. Meskipun jalinan persekutuan telah dibentuk oleh Kesultanan Aru dengan sejumlah negeri, namun kejayaan akhirnya menjadi milik Kesultanan Aceh. Kata kunci: ofensif; defensif; sekutu; Aru; Aceh PENDAHULUAN keberadaan Aru adalah Buku Sejarah Dinasti Yuan yang menyebut adanya Secara eksplisit nama Aru disebut perintah dari Kublai Khan pada 1282 M dalam berbagai sumber tertulis agar Aru tunduk pada dominasi Dinasti mancanegara maupun Nusantara Yuan. Perintah itu akhirnya dijawab oleh setidaknya sejak akhir abad ke-13 M. Salah Aru dengan pengiriman duta Aru sambil satu sumber mancanegara yang menyebut membawa upeti ke istana Dinasti Yuan Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 15 (Ery Soedewo) pada tahun 1295 M. Pada tahun 1310 M, Dalam perniagaan mereka menjual burung seorang Persia bernama Rasiduddin bangau berjambul dan kamper pada para menyebut Aru sebagai salah satu kota pedagang mancanegara. Sebaliknya utama di pesisir timurlaut Sumatera, di mereka membeli kain sutera, gerabah, samping Perlak dan Tamiang (Milner, manik-manik kaca, dan berbagai barang McKinnon, and Sinar 1978, 7). Berselang lain. Moda transportasi air yang digunakan 55 tahun setelah pemberitaan oleh oleh masyarakat Aru adalah perahu yang Rasiduddin tersebut, pada tahun 1365 M dibuat dari sebatang pohon (Groeneveldt Prapañca menyebut satu nama tempat 1960, 95). yakni Harw dalam canto ke-13 bait pertama Selain dideskripsikan oleh para baris ke-4 kakawin Dēśawarṇnana yang juru tulis dan juru bahasa dari masa Dinasti lebih dikenal sebagai Nāgarakṛtāgama Ming (Ma Huan dan Fei Hsin), nama Aru (Pigeaud 1960, 12). Dalam canto ke-13 itu juga disebut dalam Buku ke-325 Sejarah Prapañca menyebut Harw bersama nama- Dinasti Ming. Dalam historiografi resmi nama tempat lain di Pulau Sumatera antara Dinasti Ming, letak Aru digambarkan dekat lain Jāmbi (Jambi), Palembang Malaka yang dapat ditempuh setelah (Palembang), Karitang (Keritang), Těba pelayaran selama tiga hari. Pada tahun (Toba), Ḍarmmāçraya (Darmasraya), 1411 M datang utusan Aru ke istana Dinasti Kāmpe (Pulau Kampai), Maṇḍahiliṅ Ming atas perintah rajanya yang bernama (Mandailing), dan Tumihaŋ (Tamiang). Su-lu-tang Hut-sin.2 Berselang setahun dari Harw yang disebut oleh Prapañca dalam kedatangan duta dari Aru, pada tahun 1412 karyanya tersebut tidak lain adalah Aru M Cheng Ho datang ke Aru sebagai duta (Soedewo 2020, 87). Maharaja Ming. Pada tahun 1419, 1421, Keberadaan Aru sebagai suatu dan 1423 M, Aru mengirim lagi dutanya ke entitas di pantai timur Sumatera bagian istana Dinasti Ming atas perintah putera utara juga dicatat oleh Ma Huan dalam raja yang bernama Tu-an A-la-sa.3 Cheng karyanya yang diterbitkan pada tahun 1416 Ho sekali lagi mengunjungi Aru pada tahun M dengan judul Ying-yai Shêng-lan (Survei 1431 M sembari membawa hadiah bagi Menyeluruh Pantai-pantai Samudera). Hal- penguasa Aru. Setelah kunjungan Cheng hal yang diungkap dari catatan Ma Huan Ho yang terakhir tersebut, Aru tidak pernah tentang Aru antara lain batas negerinya lagi mengirim utusannya ke istana Ming adalah Samudera di sisi baratnya, (Groeneveldt 1960, 95–6). komoditas hasil negeri ini berupa kain katun, beras, bebijian, sapi, kambing, burung, bebek, susu yang diasamkan, kemenyan su, dan kemenyan chin-yin. Untuk sistem kepercayaan yang dianut di negeri ini, Ma Huan menyatakan bahwa raja dan rakyatnya adalah muslim (Mills 1970, 114– 15). Berselang duapuluh tahun dari karya Ma Huan tersebut, nama Aru juga disebut dalam Hsing-ch’a Shêng-lan. 1 Dalam karyanya itu Fei Hsin antara lain memerikan Aru sebagai suatu tempat yang dapat dicapai dari Malaka setelah mengarungi perairan selama 3 hari 3 malam. Untuk kehidupan sehari-hari masyarakatnya menangkap ikan di laut dan Gambar 1. Peta karya Ortellius (1570) yang menyebut nama Teradaru mengumpulkan beragam jenis hasil hutan. (Sumber: Suárez 1999, 165) 1 Karya Fei Hsin yang terbit tahun 1436 M 3 Tuan Aryasa (?), atau Tuan Halasan (?), Tuan 2 Tampaknya yang dimaksud oleh penulis Buku ke- Halasa (?), atau Tuan Hasan (?) 325 Sejarah Dinasti Ming dengan Su-lu-tang Hu- tsin adalah Sultan Husin 16 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30 Selain data tertulis, setidaknya Nederlandsch-Indie mengusulkan Teluk Aru terdapat dua data piktorial yang menyebut yang terletak sekitar 70 km arah utara dari nama mirip dengan Aru dalam peta-peta Kota Cina sebagai tempat kedudukan Aru. abad ke-16 M yakni Teradaru dan Isola Adapun pandangan G. R. Tibbets adalah Daru. Dalam peta tahun 1570 karya yang paling ekstrim, sebab meletakkan Aru Ortelius letak Teradaru dan Isola Daru di muara Sungai Panai, yang terletak berada di selatan Timiam serta Campar dan sekitar 200 km arah selatan dari Kota Cina di utara dari Camper serta Andragui (lihat (Milner 1978 dalam Soedewo 2020, 90). Gambar 1). Dalam peta karya Willem Lodewijks yang berangka tahun 1598 M, Isola Daru dan Teradaru berada di selatan dari Pacem serta Ambara, dan di utara dari Tanjam (lihat Gambar 2). Dua nama tempat yang disebut dalam kedua peta dari abad ke-16 M tersebut, yakni Teradaru dan Isola Daru adalah dua tempat yang letaknya agak berjauhan, terpaut jarak sekitar 70 km. Teradaru secara harfiah berarti Aru Darat, sedangkan Isola Daru secara harfiah berarti Aru Pulau. Kedua nama tempat di pantai timur Sumatera Utara itu boleh ditempatkan di dua lokasi berbeda. Untuk Aru Pulau (Isola Daru) lokasinya diperkirakan berada di kawasan Teluk Aru di wilayah Kabupaten Langkat saat ini, sementara Aru Darat (Teradaru) lokasinya kemungkinan berada di aliran Sungai Deli. Analogi yang bersesuaian dengan penempatan Aru di kawasan Teluk Aru adalah penamaan Kesultanan Deli yang melekat pada satu bentang alam yang merekam jejak keberadaannya yakni Sungai Deli. Kiranya Gambar 2. Peta karya Willem Lodewijks (1598) yg demikian juga keberadaan Kerajaan Aru menyebut nama Teradaru & Isola Daru (sumber: tentu berada di bentang alam yang juga Suárez 1999, 180) merekam eksistensinya, dalam hal ini Pendapat Winstedt tampaknya bentang geografis itu adalah Teluk Aru. Jika lebih didukung oleh bukti-bukti yang pandangan itu bisa diterima maka wilayah tersedia, antara lain lewat catatan Ma kekuasaan Aru juga meliputi kawasan yang Huan. 4 Ma Huan menyebut Samudera saat ini merupakan bagian dari Teluk Aru. (Pasai) sebagai tetangga Aru di bagian Artinya, bentang wilayah kekuasaan Aru barat, dan mencatat bahwa pegunungan setidaknya meliputi bentang antara Teluk besar tampak berada di selatannya. Aru di utara hingga Sungai Deli di selatan. Sebaliknya, di Panai pegunungan tidak Terkait lokasi tepat Aru atau Haru, langsung terlihat di sisi selatannya. Hal para pakar masih belum sepakat. Sir tersebut menunjukkan bahwa catatan Ma Richard Winstedt menggunakan Aru dan Huan lebih menggambaran kawasan pantai Deli (nama