https://sangkhakala.kemdikbud.go.id/ Berkala Arkeologi Vol. 24 No. 1 2021, 15-30 P-ISSN: 1410-3974; E-ISSN: 2580-8907 SANGKHAKALA 10.24832/bas.v22i1.443

PERANG KESULTANAN ARU MENGHADAPI KESULTANAN DI ABAD XVI M

ARU SULTANATE WAR FACING THE IN THE XVI M

Naskah diterima: Revisi terakhir: Naskah disetujui terbit: 17-06-2020 11-05-2021 28-05-2021

Ery Soedewo Balai Arkeologi Sumatera Utara Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi No.1, Medan Tuntungan, Medan [email protected]

Abstracts Aru Sultanate was a state in Island cited by numerous local and international sources between 13th and 16th centuries CE. In the middle of 16th century CE, the sovereignty of Aru was threatened by Aceh Sultanate’s aggression to its neighbouring states in Sumatra. Aru Sultanate’s strategic moves to deal with that aggression is the subject matter of this article. The discussion of such strategies is aimed at revealing what options came to surface by the defensive side to counter the aggressor. Historical reviews of two main records of the Portuguese Tomé Pires and Ferna-O Mendes Pinto revealed the potential strength and strategies adopted by Aru Sultanate to repel Aceh Sultanate’s attack. The presence of the fort as a supporting defensive factor allows Aru Sultanate to deploy a defensive strategy in Aru War I. The defensive stance, however, turned into offensive one in Aru Wars II and III as a strong ally, Johor Sultanate came to assist. Despite more alliances were formed with more states, victory ultimately belonged to Aceh Sultanate.

Keywords: offensive; defensive; allies; Aru; Aceh

Abstrak Kesultanan Aru adalah salah satu negeri di Pulau Sumatera yang disebut oleh sumber-sumber tertulis lokal dan mancanegara sejak abad ke-13 – ke-16 M. Pada pertengahan abad ke-16 M, kedaulatan Kesultanan Aru terancam oleh agresi Kesultanan Aceh ke negeri-negeri tetangganya di Pulau Sumatera. Langkah-langkah strategis apa yang ditempuh oleh Kesultanan Aru dalam menghadapi agresi Kesultanan Aceh, merupakan permasalahan yang diulas dalam karya tulis ini. Pembahasan tentang strategi yang dipakai oleh Kesultanan Aru dalam menghadapi agresi Kesultanan Aceh bertujuan mengungkap pilihan strategi yang diterapkan oleh pihak yang bertahan dalam menghadapi agresi dari luar. Melalui kajian historis terhadap data utama berupa dua catatan bangsa Portugis yakni Tome Pires dan Ferna-O Mendes Pinto, diungkap potensi kekuatan dan strategi yang diterapkan oleh Kesultanan Aru dalam menghadapi serangan Kesultanan Aceh. Keberadaan benteng sebagai salah satu unsur kekuatan negara, membuat Kesultanan Aru memilih strategi yang defensif pada Perang Aru I. Strategi Kesultanan Aru berubah dari defensif menjadi ofensif -saat Perang Aru II dan Perang Aru III- setelah memperoleh sekutu yang kuat yakni Kesultanan Johor. Meskipun jalinan persekutuan telah dibentuk oleh Kesultanan Aru dengan sejumlah negeri, namun kejayaan akhirnya menjadi milik Kesultanan Aceh.

Kata kunci: ofensif; defensif; sekutu; Aru; Aceh

PENDAHULUAN keberadaan Aru adalah Buku Sejarah Dinasti Yuan yang menyebut adanya Secara eksplisit nama Aru disebut perintah dari Kublai Khan pada 1282 M dalam berbagai sumber tertulis agar Aru tunduk pada dominasi Dinasti mancanegara maupun Yuan. Perintah itu akhirnya dijawab oleh setidaknya sejak akhir abad ke-13 M. Salah Aru dengan pengiriman duta Aru sambil satu sumber mancanegara yang menyebut membawa upeti ke istana Dinasti Yuan

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 15 (Ery Soedewo) pada tahun 1295 M. Pada tahun 1310 M, Dalam perniagaan mereka menjual burung seorang Persia bernama Rasiduddin bangau berjambul dan kamper pada para menyebut Aru sebagai salah satu kota pedagang mancanegara. Sebaliknya utama di pesisir timurlaut Sumatera, di mereka membeli kain sutera, gerabah, samping Perlak dan Tamiang (Milner, manik-manik kaca, dan berbagai barang McKinnon, and Sinar 1978, 7). Berselang lain. Moda transportasi air yang digunakan 55 tahun setelah pemberitaan oleh oleh masyarakat Aru adalah perahu yang Rasiduddin tersebut, pada tahun 1365 M dibuat dari sebatang pohon (Groeneveldt Prapañca menyebut satu nama tempat 1960, 95). yakni Harw dalam canto ke-13 bait pertama Selain dideskripsikan oleh para baris ke-4 kakawin Dēśawarṇnana yang juru tulis dan juru bahasa dari masa Dinasti lebih dikenal sebagai Nāgarakṛtāgama Ming (Ma Huan dan Fei Hsin), nama Aru (Pigeaud 1960, 12). Dalam canto ke-13 itu juga disebut dalam Buku ke-325 Sejarah Prapañca menyebut Harw bersama nama- Dinasti Ming. Dalam historiografi resmi nama tempat lain di Pulau Sumatera antara Dinasti Ming, letak Aru digambarkan dekat lain Jāmbi (), Palembang Malaka yang dapat ditempuh setelah (Palembang), Karitang (Keritang), Těba pelayaran selama tiga hari. Pada tahun (Toba), Ḍarmmāçraya (Darmasraya), 1411 M datang utusan Aru ke istana Dinasti Kāmpe (Pulau Kampai), Maṇḍahiliṅ Ming atas perintah rajanya yang bernama (Mandailing), dan Tumihaŋ (Tamiang). Su-lu-tang Hut-sin.2 Berselang setahun dari Harw yang disebut oleh Prapañca dalam kedatangan duta dari Aru, pada tahun 1412 karyanya tersebut tidak lain adalah Aru M Cheng Ho datang ke Aru sebagai duta (Soedewo 2020, 87). Maharaja Ming. Pada tahun 1419, 1421, Keberadaan Aru sebagai suatu dan 1423 M, Aru mengirim lagi dutanya ke entitas di pantai timur Sumatera bagian istana Dinasti Ming atas perintah putera utara juga dicatat oleh Ma Huan dalam raja yang bernama Tu-an A-la-sa.3 Cheng karyanya yang diterbitkan pada tahun 1416 Ho sekali lagi mengunjungi Aru pada tahun M dengan judul Ying-yai Shêng-lan (Survei 1431 M sembari membawa hadiah bagi Menyeluruh Pantai-pantai Samudera). Hal- penguasa Aru. Setelah kunjungan Cheng hal yang diungkap dari catatan Ma Huan Ho yang terakhir tersebut, Aru tidak pernah tentang Aru antara lain batas negerinya lagi mengirim utusannya ke istana Ming adalah Samudera di sisi baratnya, (Groeneveldt 1960, 95–6). komoditas hasil negeri ini berupa kain katun, beras, bebijian, sapi, kambing, burung, bebek, susu yang diasamkan, kemenyan su, dan kemenyan chin-yin. Untuk sistem kepercayaan yang dianut di negeri ini, Ma Huan menyatakan bahwa raja dan rakyatnya adalah muslim (Mills 1970, 114– 15). Berselang duapuluh tahun dari karya Ma Huan tersebut, nama Aru juga disebut dalam Hsing-ch’a Shêng-lan. 1 Dalam karyanya itu Fei Hsin antara lain memerikan Aru sebagai suatu tempat yang dapat dicapai dari Malaka setelah mengarungi perairan selama 3 hari 3 malam. Untuk kehidupan sehari-hari masyarakatnya menangkap ikan di laut dan Gambar 1. Peta karya Ortellius (1570) yang menyebut nama Teradaru mengumpulkan beragam jenis hasil hutan. (Sumber: Suárez 1999, 165)

1 Karya Fei Hsin yang terbit tahun 1436 M 3 Tuan Aryasa (?), atau Tuan Halasan (?), Tuan 2 Tampaknya yang dimaksud oleh penulis Buku ke- Halasa (?), atau Tuan Hasan (?) 325 Sejarah Dinasti Ming dengan Su-lu-tang Hu- tsin adalah Sultan Husin

16 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30

Selain data tertulis, setidaknya Nederlandsch-Indie mengusulkan Teluk Aru terdapat dua data piktorial yang menyebut yang terletak sekitar 70 km arah utara dari nama mirip dengan Aru dalam peta-peta Kota Cina sebagai tempat kedudukan Aru. abad ke-16 M yakni Teradaru dan Isola Adapun pandangan G. R. Tibbets adalah Daru. Dalam peta tahun 1570 karya yang paling ekstrim, sebab meletakkan Aru Ortelius letak Teradaru dan Isola Daru di muara Sungai Panai, yang terletak berada di selatan Timiam serta Campar dan sekitar 200 km arah selatan dari Kota Cina di utara dari Camper serta Andragui (lihat (Milner 1978 dalam Soedewo 2020, 90). Gambar 1). Dalam peta karya Willem Lodewijks yang berangka tahun 1598 M, Isola Daru dan Teradaru berada di selatan dari Pacem serta Ambara, dan di utara dari Tanjam (lihat Gambar 2). Dua nama tempat yang disebut dalam kedua peta dari abad ke-16 M tersebut, yakni Teradaru dan Isola Daru adalah dua tempat yang letaknya agak berjauhan, terpaut jarak sekitar 70 km. Teradaru secara harfiah berarti Aru Darat, sedangkan Isola Daru secara harfiah berarti Aru Pulau. Kedua nama tempat di pantai timur Sumatera Utara itu boleh ditempatkan di dua lokasi berbeda. Untuk Aru Pulau (Isola Daru) lokasinya diperkirakan berada di kawasan Teluk Aru di wilayah Kabupaten Langkat saat ini, sementara Aru Darat (Teradaru) lokasinya kemungkinan berada di aliran Sungai Deli. Analogi yang bersesuaian dengan penempatan Aru di kawasan Teluk Aru adalah penamaan Kesultanan Deli yang melekat pada satu bentang alam yang merekam jejak keberadaannya yakni Sungai Deli. Kiranya Gambar 2. Peta karya Willem Lodewijks (1598) yg demikian juga keberadaan Kerajaan Aru menyebut nama Teradaru & Isola Daru (sumber: tentu berada di bentang alam yang juga Suárez 1999, 180) merekam eksistensinya, dalam hal ini Pendapat Winstedt tampaknya bentang geografis itu adalah Teluk Aru. Jika lebih didukung oleh bukti-bukti yang pandangan itu bisa diterima maka wilayah tersedia, antara lain lewat catatan Ma kekuasaan Aru juga meliputi kawasan yang Huan. 4 Ma Huan menyebut Samudera saat ini merupakan bagian dari Teluk Aru. (Pasai) sebagai tetangga Aru di bagian Artinya, bentang wilayah kekuasaan Aru barat, dan mencatat bahwa pegunungan setidaknya meliputi bentang antara Teluk besar tampak berada di selatannya. Aru di utara hingga Sungai Deli di selatan. Sebaliknya, di Panai pegunungan tidak Terkait lokasi tepat Aru atau Haru, langsung terlihat di sisi selatannya. Hal para pakar masih belum sepakat. Sir tersebut menunjukkan bahwa catatan Ma Richard Winstedt menggunakan Aru dan Huan lebih menggambaran kawasan pantai Deli (nama satu kerajaan pasca tahun antara Tamiang dan Deli, di mana jajaran 1600an, termasuk di dalam wilayahnya Pegunungan Bukit Barisan dapat terlihat adalah kawasan situs Kota Cina) secara langsung dari laut. Sejalan dengan Ma bergantian untuk menyebut nama satu Huan, Fei Hsin yang juga turut dalam tempat dalam karyanya A History of Malaya; penjelajahan Cheng Ho menyatakan sementara Encyclopoedia van bahwa Aru berada di arah berlawanan dari

4 Seorang penerjemah yang menyertai penjelajahan Laksamana Cheng Ho di awal abad ke-15 M.

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 17 (Ery Soedewo) Kepulauan Sembilan yang terletak di pantai muatan di kawasan Selat Malaka. Perak (). Gambaran itu sekali lagi Kekosongan perahu-perahu dari Jawa itu menunjukkan bahwa Deli sesuai sebagai kemudian diisi oleh perahu-perahu dagang lokasi dari Aru. Peta Wu-pei-chih yang dari mancanegara antara lain dari Gujarat berasal dari abad ke-15 M, juga (India barat), Keling (India sealatan), Teluk menegaskan alasan lain untuk mengaitkan Benggala (India timurlaut), dan Cina. Kota Cina dengan Aru. Petunjuk terakhir Dalam situasi Selat Malaka yang sebagai bukti bahwa Kota Cina adalah tidak kondusif pasca penguasaan Malaka bagian dari Aru terdapat dalam “Sejarah oleh Portugis di tahun 1511 serta serangan Melayu” (The Malay Annals). Dalam ke Malaka oleh koalisi Jawa dan sumber tertulis itu disebutkan bahwa Palembang di tahun 1512, di bagian utara perdana menteri Aru yakni Raja Pahlawan, Pulau Sumatera muncul kekuatan baru adalah raja yang berasal dari Serbanyaman, yakni Aceh yang menjadi ancaman terus- nama salah satu suku dari empat suku di menerus terhadap keberadaan Portugis di Deli pada abad ke-19 M (Milner 1978 dalam Malaka. Pires (2014) menggambarkan Soedewo 2020, 90–1). Aceh sebagai negeri penghasil lada dalam Milner, McKinnon, and Sinar kuantitas yang sedikit bila dibanding negeri- (1978), menyimpulkan Kota Cina adalah negeri tetangganya seperti Pedir yang bandar atau pelabuhan Aru, tempat mampu menghasilkan lada antara 2000 – dikumpulkannya berbagai barang sebelum 3000 bahar per tahun, dan Pasai yang disebarkan ke berbagai tempat di mampu menghasilkan 8000 – 10.000 bahar pedalaman. Pada abad ke-14 M Kota Cina merica per tahunnya. Negeri ini memiliki tidak lagi berfungsi sebagaimana masa armada yang terdiri dari 30 – 40 lanchara, sebelumnya, yang dibuktikan oleh yang digunakan antara lain untuk ketiadaan artefak-artefak dari masa yang melakukan pembajakan di Selat Malaka lebih muda dari abad ke-14 M. Penyebab (Pires 2014, 197–204). Di tengah ditinggalkannya Kota Cina tampaknya kekacauan yang melanda kawasan terkait dengan serangan dari luar, Samudera Hindia akibat penguasaan Goa kemungkinan dari Jawa (Majapahit) atau dan Malaka oleh Portugis itulah Aceh mulai dari pelabuhan saingan Kota Cina seperti menapaki tangga kejayaannya. Samudera yang makin menunjukkan Bila Aceh semula hanya negeri perannya di akhir abad ke-13 M (Milner perompak yang mengganggu pelayaran 1978 dalam Soedewo 2020, 91). dan perdagangan di Selat Malaka, namun Penguasaan Malaka oleh Portugis memasuki dasawarsa kedua abad ke-16 M sejak 1511 adalah ancaman nyata bagi Aceh telah menjelma menjadi ancaman pelayaran dan perdagangan di Kepulauan nyata bagi negeri-negeri tetangganya di Nusantara khususnya, dan jalur perniagaan Pulau Sumatera. Memasuki dasawarsa antara India hingga Cina secara umum ketiga abad ke-16 M, ancaman itu telah (Vlekke 2016, 88). Sejak itu perlawanan berganti menjadi bahaya nyata bagi negeri- dari sejumlah kerajaan di Nusantara negeri di pantai timur Sumatera bagian terhadap kekuasaan Portugis datang silih utara. Pada masa Aceh dipimpin oleh berganti. Diawali oleh satu serangan oleh Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Al-Kahar armada koalisi Jawa dan Palembang yang (1537 – 1571), kesultanan ini menyerang dipimpin oleh Pate Unus terhadap Malaka negeri-negeri tetangganya seperti, Batak, di tahun 1512. Pires (Cortesao 1967, 185– Aru, dan Barus (Soedjono and Leirissa 86) mencatat pasukan koalisi Jawa dan 2009, 30). Palembang mengalami kekalahan yang Penguasaan Kesultanan Aceh parah sehingga hanya menyisakan 5 atau 6 atas negeri-negeri tetangganya dilakukan perahu pangajawa yang dapat kembali ke melalui pengerahan kekuatan bersenjata. Demak. Secara tersirat Pires (Cortesao Bisa dipastikan, sebelum memulai tindakan 1967, 186) menyatakan bahwa dampak militer, Kesultanan Aceh tentu sudah dari hancurnya armada Demak di Malaka mempersiapkan secara baik segala itu adalah menghilangnya perahu-perahu perangkat yang diperlukan untuk berperang. Jawa yang biasanya mengangkut beragam Ketika pihak penyerang telah

18 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30

mempersiapkan segala keperluan untuk saptāṅga, yang terdiri dari (Liebig 2014: 8 – berperang, bagaimana halnya dengan 10) : pihak yang diserang. Salah satu negeri 1. Svāmin (Raja, Pemimpin) yang diserang oleh Kesultanan Aceh 2. Amātya (menteri, unsur pemerintahan adalah Kesultanan Aru. dan administrasi) Permasalahannya adalah 3. Janapada (rakyat) langkah-langkah strategis apa yang 4. Durga (benteng pertahanan) ditempuh oleh Kesultanan Aru dalam 5. Kośa (kekayaan, ekonomi) menghadapi agresi Kesultanan Aceh ? 6. Daṇḍa (pasukan bersenjata) Penjelasan tentang tindakan yang 7. Mitra (sekutu) ditempuh oleh Kesultanan Aru dalam menghadapi Kesultanan Aceh bertujuan Dalam hubungan dengan pihak mengungkap pilihan strategi yang luar, Kautilya menjabarkannya dalam enam diterapkan oleh Kesultanan Aru dalam prinsip yakni (Liebig 2014, 10–1): menghadapi agresi dari luar. 1. Saṃdhi (perdamaian), kondisi ini Di setiap peperangan, selalu berlaku manakala negera pesaing terdapat dua pihak yang saling berhadapan lebih kuat dibanding negeri sendiri. yakni pihak yang menyerang (ofensif) dan 2. Vigraha (perang), kondisi ini berlaku pihak yang diserang/ bertahan (defensif). ketika negara pesaing dalam keadaan Ofensif adalah tindakan yang bertujuan lemah dibanding negeri sendiri. menundukkan kekuatan musuh, 3. Āsana (netral), kondisi ini berlaku bila menguasai dan mengendalikan wilayah kekuatan antarnegara berimbang. musuh. Sebaliknya posisi bertahan 4. Yāna (persiapan perang, tekanan (defensif) adalah tindakan yang bertujuan diplomatik), kondisi ini berlaku mencegah pihak penyerang (ofensif) bilamana salah satu kekuatan makin menguasai wilayah yang dimiliki dari musuh kuat dibanding negara pesaing. (Department of the Army 2018). 5. Saṃśraya (membentuk persekutuan), Untuk menjelaskan bagaimana kondisi ini berlaku ketika kekuatan strategi pihak yang bertikai khususnya negara pesaing tumbuh lebih cepat langkah-langkah yang diambil oleh pihak dibanding negeri sendiri. yang diserang, digunakan sejumlah konsep 6. Dvaidhībhāva (permainan diplomasi terkait politik dan potensi kekuatan. ganda), kondisi yang berlaku bila Meskipun konsep-konsep itu berasal dari konstelasi antara sekutu dan musuh masa yang lebih tua dan lebih muda dari sangat cair. abad ke-16 M, namun tetap relevan untuk diaplikasikan dalam kajian ini. Salah satu Aru adalah satu negeri yang pandangan berkenaan dengan tindak memiliki batas daratan dan perairan politik adalah pendapat Kautilya yang dengan negeri-negeri lain. Letak Aru yang meliputi 4 hal dasar, yakni (Liebig 2014, 6): berada di kawasan Selat Malaka, menjadikan negeri ini memiliki posisi 1. Sāman (persahabatan, kerjasama) strategis bagi pelayaran dan perniagaan di 2. Dāna (hadiah, suap) kawasan selat tersebut. Mahan (1890, 29– 3. Bheda (memecah belah / divide et 58) menyebutkan adanya 6 unsur utama impera) yang menjadi syarat bagi suatu entitas agar 4. Daṇḍa (penggunaan/pengerahan menjadi satu kekuatan laut, yakni: kekuatan) 1. Posisi geografis: suatu negeri yang Hasil akhir dari konflik kepentingan memiliki akses langsung dengan laut antara negara sahabat dan negara musuh memiliki keuntungan secara militer akan ditentukan oleh faktor terakhir maupun komersial, dibanding negeri (keempat), yakni kekuatan (daṇḍa). kontinental. Secara komersial negeri Menurut Kautilya kekuatan (daṇḍa) yang memiliki akses langsung dengan terbentuk atas 7 prakṛti (elemen negara), laut memiliki keuntungan dibanding sehingga dikenal sebagai konsep negeri kontinental, sebab akses langsung dengan laut memberi

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 19 (Ery Soedewo) kemudahan untuk terhubung dengan lintas laut/ samudera dan kekuatan perniagaan lintas lautan maupun armada lautnya. samudera. 2. Bentuk lahan: suatu negeri yang METODE memiliki pantai-pantai terbuka dan Dalam ilmu sejarah alur potensial berkembang sebagai metodologi kajian sejarah diawali dengan pelabuhan, memiliki keuntungan (1) kajian heuristik, (2) kritik sumber, (3) komersial dibanding negeri yang interpretasi, dan (4) hingga historiografi memiliki garis pantai namun kurang (Madjid and Wahyudi 2014, 219–36). layak untuk berkembang sebagai suatu Tahapan pertama dalam kajian sejarah ini pelabuhan. Namun dalam kondisi lain, adalah mengumpulkan sumber sejarah ditinjau secara militer suatu negeri dalam bentuk catatan, kesaksian, dan dengan banyak pantai terbuka akan fakta-fakta lain yang menggambarkan lebih mudah diserang oleh pihak-pihak suatu peristiwa berkenaan dengan yang bermusuhan. kehidupan manusia. Data primer yang 3. Luas wilayah kekuasaan: banyaknya digunakan dalam kajian ini terutama adalah pelabuhan di garis pantai yang sumber-sumber tertulis dari abad ke-16 M. dikuasai serta karakter dari pelabuhan- Data primer dimaksud berasal dari catatan pelabuhan yang dimiliki adalah potensi 2 orang bangsa Portugis yakni Tomé Pires sekaligus kelemahan bagi suatu dan Ferna-O Mendes Pinto. Catatan Pires negeri. berasal dari masa yang lebih awal 4. Jumlah populasi: di luar ketiga faktor dibanding catatan yang dibuat oleh Pinto. alami tersebut, yang tidak kalah Catatan Pires menggambarkan kondisi penting adalah berapa banyak Sumatera di masa awal setelah penaklukan penduduk yang mendiami kawasan Malaka di tahun 1511 M, sementara catatan yang dikuasai. Lebih penting dari Pinto berasal dari pertengahan abad ke-16 banyaknya penduduk adalah jumlah M. Hanya catatan-catatan berkenaan populasi yang memiliki kemampuan langsung dengan konflik antara Kesultanan mengarungi lautan. Dalam kalimat lain Aru dan Aceh yang akan dijadikan data dan adalah seberapa banyak dari total diulas dalam artikel ini. Deskripsi nama- populasi yang siap dipekerjakan di nama tempat yang termuat dalam catatan armada komersial maupun militer yang Pires dan Pinto tersebut, digunakan untuk dimiliki, adalah lebih penting dibanding identifikasi nama-nama tempat di kawasan jumlah populasinya. Singkatnya antara Aceh hingga Sumatera Utara, yang masyarakat yang berkarakter diduga sebagai ajang konflik antara kebaharian adalah faktor penting bagi Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Aru. negeri yang memiliki akses langsung Untuk menunjang identifikasi dengan laut. nama-nama tempat dalam sumber tertulis 5. Karakter penghuni: sifat khas atau maka dalam kajian ini juga digunakan karakter anak negeri yang mendiami sejumlah peta. Peta-peta yang digunakan suatu negeri bahari adalah faktor adalah peta kuno yang sezaman dengan penting lain yang ikut menentukan data primer (abad ke-16 M), maupun peta apakah suatu negeri bisa menjadi yang berasal dari masa yang lebih muda. kekuatan bahari. Karakter itu tidak Digunakannya peta dari masa yang lebih hanya meliputi keberanian dalam muda, disebabkan oleh minimnya nama- mengarungi lautan saja namun tidak nama tempat yang tercantum di peta-peta kalah penting juga adalah kemampuan lama. Toponim-toponim yang terdapat di mereka untuk menghasilkan suatu peta baru memungkinkan diungkapnya produk untuk diperdagangkan. nama-nama lokasi yang disebut oleh 6. Karakter dan kebijakan pemerintah: terdapat dalam data primer. konsistensi kebijakan pemerintah yang Identifikasi toponim yang ada berkuasa dalam mengeksplorasi dan dalam peta dengan nama tempat dalam mengeksploitasi lautan akan catatan-catatan Portugis sekaligus menjadi meningkatkan jangkauan perniagaan tahapan kedua dalam alur kajian historis ini

20 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30

yakni kritik sumber. Tahap ini merupakan Malaka dan Aru (Haru) juga dimuat dalam langkah verifikasi sumber untuk menguji Sejarah Melayu yang mengisahkan kedua data primer yang digunakan dalam pertempuran di perairan Tanjung Tuan 5 kajian ini. Bila, nama-nama tempat yang antara armada Aru melawan armada disebutkan oleh salah satu maupun kedua Malaka yang akhirnya dimenangkan oleh data primer tidak memiliki kemiripan armada Malaka (Winstedt 1938, 145–47). dengan toponim-toponim yang tertera di Meskipun berhasil mengalahkan armada peta lama maupun baru, maka bisa Aru di perairan dekat Malaka, namun dianggap data itu hanya karangan belaka. Malaka tidak pernah menaklukkan Aru. Tahapan ketiga dalam kajian Kontak pertama antara Aru historis ini adalah interpretasi terhadap dengan Portugis di Malaka terjadi pada fakta-fakta historis yang terkumpul akhir Juni 1539 M. 6 Kedatangan utusan sehingga dapat terbentuk narasi tentang Kesultanan Aru ke Malaka adalah perang antara Kesultanan Aru melawan permohonan bantuan militer pada Portugis Kesultanan Aceh di abad ke-16 M. Hasil untuk menghadapi pasukan Aceh yang interpretasi terhadap kumpulan fakta akan menyerang Aru (Pinto 1897, 30). tentang peperangan antara Kesultanan Aru Kunjungan balasan Portugis -di Malaka- ke dengan Kesultanan Aceh akan Kesultanan Aru baru terjadi pada 5 Oktober menghasilkan historiografi mengenai 1539 M, ketika Pinto sebagai duta Portugis konflik dua kekuatan di Sumatera bagian bertolak dari Malaka menggunakan satu utara. kapal lanchara dengan muatan untuk Aru antara lain 15 kuintal bubuk mesiu, ratusan HASIL DAN PEMBAHASAN butir granat, 150 peluru meriam, 12 senapan , dan beragam jenis kain Catatan Tomé Pires tentang Aru dan pakaian (Pinto 1897, 50). yang dimuat dalam karyanya berjudul Perang antara Kesultanan Aru Suma Oriental (ditulis antara 1512 – 1515 melawan invasi Kesultanan Aceh terbagi M), memberi kesan bahwa Aru adalah menjadi 4 babak (episode) yang boleh kerajaan besar, bahkan yang terbesar di disebut sebagai Perang Aru I (Pertama), Pulau Sumatera. Negeri Aru digambarkan Perang Aru II (Kedua), Perang Aru III Pires sebagai negeri yang banyak dialiri (Ketiga), dan Perang Aru IV (Keempat). sungai, sehingga banyak rawa-rawa yang Perang Aru I (Pertama) terjadi pada 1539 M, menjadikan negeri ini sulit dimasuki. Aru ketika pasukan Aceh berhasil menaklukkan memiliki armada lanchara yang digunakan pertahanan dan pusat Kesultanan Aru yang oleh hulubalang dan rakyatnya merompak berada di tepian Sungai Panetican. 7 di lautan. Sebagian hasil jarahan di laut itu Perang Aru Kedua terjadi ketika pasukan masuk ke kas kerajaan, sebab raja turut gabungan Kesultanan Johor dan sisa-sisa andil membiayai armada lanchara itu pasukan Aru berhasil mengalahkan dan (Cortesao 1967, 146–48). menduduki kembali pertahanan dan pusat Pires mencatat bahwa Aru telah Kesultanan Aru yang berada di tepian bermusuhan dengan Malaka, bahkan sejak Sungai Panetican. Perang Aru Ketiga Malaka pertama kali didirikan. Aru kerap terjadi ketika pasukan Aceh berusaha melakukan penjarahan di kampung- merebut kembali pertahanan dan pusat kampung pesisir Malaka, mereka tidak Kesultanan Aru yang berada di tepian hanya menjarah harta benda, lebih jauh Sungai Panetican, namun gagal. Perang mereka bahkan menawan para nelayan Aru Keempat adalah perang yang terakhir yang berdiam di kampung-kampung itu antara koalisi Aru dan Johor melawan (Cortesao 1967: 147). Permusuhan antara

5 Sekitar 68 km arah baratlaut dari Malaka utusan Aru ke Malaka terjadi pada 30 Juni 1539 M 6 Berdasarkan catatan Pinto yang menyebutkan (Pinto 1897: 30). kedatangan utusan dari Aru ke Malaka Portugis 7 Tampaknya yang dimaksud oleh Pinto sebagai terjadi 25 hari setelah kedatangannya di Malaka. Sungai Panetican adalah Sei (Sungai) Petani, yang Sementara dia menyebut kedatangannya di Malaka berada di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai bersama armada Pedro de Faria adalah pada 5 (DAS) Deli, terletak di daerah Deli Tua saatni. Juni 1539 M (Pinto 1897: 49). Artinya kedatangan

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 21 (Ery Soedewo) Kesultanan Aceh. Perang terakhir ini terjadi tempat di hutan yang berjarak 5 hingga 6 pada tahun 1574 ketika pasukan Aceh leagues jauhnya. Di antara para pengungsi menaklukkan Kesultanan Johor dan itu terdapat permaisuri Raja Aru yang berhasil menawan raja, permaisuri, dan menunggangi seekor gajah menuju tempat putera Sultan Johor ke pusat Kesultanan pengungsiannya (Pinto 1897, 53). Aceh. Sejak tahun itu Kesultanan Aru Kekuatan pasukan Aceh yang mutlak dikuasai dan menjadi bagian dari menyerang Aru dipimpin oleh Heredin Kesultanan Aceh. Mahomet,9 seorang raja bawahan Aceh di Babak pertama Perang Aru Barus, sekaligus ipar Sultan Aceh. Pasukan digambarkan oleh Pinto tentang kesibukan ini berangkat ke Aru diangkut oleh satu Aru membuat kubu-kubu pertahanan di armada yang terdiri dari 103 moda kedua sisi Sungai Panetican 8 di mana transportasi air yang terdiri dari beragam ibukota Aru berada. Begitu turun dari jenis kapal perang seperti lanchara, 10 perahu yang dinaikinya, Pinto melihat galley, 11 dan calalus 12 dari Jawa, serta langsung parit pertahanan di sekeliling diperkuat dengan 15 kapal pengangkut ibukota Aru, yang terletak kira-kira 1 km ke besar yang memuat amunisi dan bahan hulu dari perkubuan itu (Pinto 1897, 51–2). makanan. Dalam armada besar itu terdapat Pinto memerikan kekuatan Aru yang terdiri sekitar 20.000 pasukan yang terdiri dari dari 6000 orang prajurit, 40 pucuk meriam 12.000 prajurit tempur, dan 8.000 kecil, dan sepucuk meriam besar yang selebihnya adalah pelaut dan pioneer.13 Di dibeli dari seorang pelarian Portugis di antara pasukan sebesar itu terdapat sekitar Pasai bernama Antonio de Garcia. Selain 4.000 orang asing yang berasal dari Turki, kekuatan pasukan dan persenjataan yang Abissinia (Ethiopia), Malabar, Gujarat, dan dilihatnya sendiri, Pinto juga mendapat orang-orang Luson dari Pulau Kalimantan informasi dari Raja Aru bahwa dia masih (Pinto 1897, 62). Pemimpin legiun asing itu memiliki 40 pucuk senapan , 26 ekor adalah seorang Abbissinia bernama gajah perang, satu kesatuan kavaleri yang Mamedecan14 (Pinto 1897, 63). terdiri dari 50 pasukan berkuda, dan 11.000 Serangan awal pasukan Aceh – 12000 pucuk tombak kayu yang telah diawali dengan tembakan meriam yang diolesi racun, yang dicadangkan untuk tertuju pada kubu-kubu pertahanan dan mempertahankan kompleks istana (Pinto permukiman Aru di kedua tepi sungai. 1897, 52). Gempuran meriam-meriam pasukan Aceh Sehari setelah kedatangan Pinto di itu berlangsung selama 6 hari lamanya. ibukota Aru, terdengar kabar bahwa Gempuran meriam-meriam Aceh itu pasukan Aceh diperkirakan akan sampai ke akhirnya membuahkan hasil, sehingga pusat Aru paling lambat 8 hari kemudian panglima pasukan Aceh memutuskan untuk (Pinto 1897, 53). Menyadari ancaman kian mendaratkan pasukannya beserta 12 mendekat, Raja Aru memerintahkan pucuk meriam besar. Meriam-meriam itu pengungsian seluruh wanita dan mereka menghujani salah satu dari kubu-kubu yang tidak sanggup bertempur ke satu pertahanan Aru yang terletak di tepi sungai,

8 Penyebutan bangsa Portugis untuk Sei Petani, 12 Calalus adalah adopsi Portugis dari etimologi kawasan hulu Sungai Deli, saat ini merupakan Nusantara untuk jenis perahu yang di Nusantara bagian dari kawasan Deli Tua di wilayah Kabupaten dikenal sebagai kelulus. Jenis perahu ini Deli Serdang digerakkan oleh layar dan dayung. 9 Mungkin yang dimaksud Pinto adalah Khairuddin 13 Mungkin yang dimaksud Pinto dengan pioneer Mahmud atau Khairuddin Muhammad dalam kesatuan pasukan Aceh itu adalah kesatuan 10 Nama lanchara tampaknya adopsi Portugis dari zeni tempur, yang tenaga-tenaganya terutama etimologi Nusantara yakni . Merupakan terdiri dari para teknisi yang menangani pembuatan jenis moda transportasi air yang digerakkan oleh bangunan pertahanan, dan demolisi dayung dan layar, yang bisa digunakan baik untuk 14 Kemungkinan yang dimaksud Pinto sebagai berniaga maupun berperang. Jenis perahu ini Mamedecan adalah Mahmud Khan atau digunakan dalam peperangan karena kelancaran / Muhammad Khan kelajuan/ kecepatannya. 11 Galley adalah jenis moda transportasi air yang khusus digunakan untuk berperang. Jenis perahu ini digerakkan oleh dayung dan layar.

22 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30

hingga salah satu kubu pertahanan itu Aru sebanyak 400 prajuritnya gugur. akhirnya berhasil dibobol pasukan Aceh. Meskipun jumlah prajurit Aru yang gugur Melihat terbukanya salah satu kubu lebih sedikit dibanding pasukan Aceh, tapi pertahanan Aru, panglima legiun asing itu merupakan kerugian yang sangat besar Aceh Mamedecan memerintahkan bagi Aru, mengingat jumlah mereka yang pasukannya menyerang benteng utama lebih sedikit dibanding pasukan Aceh. Aru. Merasa di atas angin, Mamedecan Melihat jumlah pasukannya makin menipis, bersama 60 orang Turki, 40 Janissari, dan Raja Aru memerintahkan pengunduran beberapa muslim Malabar menancapkan 5 pasukannya ke pertahanan di bagian dalam panji-panji mereka di atas benteng. istana (Pinto 1897, 65). Menyadari kondisi pusat kerajaannya di Kekalahan Aru dari serangan Aceh ujung tanduk, Raja Aru mengobarkan selain disebabkan oleh lebih banyaknya semangat pasukannya untuk menyerbu jumlah pasukan dan lengkapnya posisi legiun asing Aceh. Serbuan pasukan persenjataan pasukan Aceh, Pinto melihat Aru akhirnya berhasil mengalahkan legiun pengkhianatan sebagai faktor yang asing Aceh, dan mengakibatkan gugurnya menentukan atas kekalahan pasukan Aru. Mamedecan beserta para prajurit asing Dalam catatannya Pinto menyebut yang sempat menduduki benteng Aru. pengkhianatan seorang Cacis 15 yang Memanfaatkan kondisi yang memimpin 500 orang prajurit Aru. Cacis ini menguntungkan pihakya, Raja Aru mempunyai tugas strategis yakni meneruskan serangannya ke posisi mempertahankan sebagian benteng, di pasukan Aceh yang berada di luar benteng. saat pasukan Aru menyongsong pasukan Hasil pertempuran awal ini menguntungkan Aceh yang menerobos sisi benteng yang pihak Aru, selain berhasil memukul mundur lain. Cacis Aru ini tega meninggalkan posisi pasukan pendarat Aceh, pihak Aru juga pertahanannya karena dia telah disuap berhasil merampas 8 pucuk meriam Aceh oleh mata-mata Aceh dengan emas senilai (Pinto 1897: 63). 40.000 ducat. 16 Posisi pasukan Aru di Setelah kegagalan di serangan bagian benteng yang ditinggalkan oleh pertama itu, pengepungan pasukan Aceh pasukan Aru dibawah pimpinan Cacis Aru, terhadap benteng Aru terus berlangsung kemudian segera diduduki oleh legiun dan makin mengetat. Dalam tujuhbelas hari asing Aceh yang tediri dari orang-orang pengepungan terhadap benteng Aru, Malabar dan Gujarat yang dipimpin oleh pasukan Aceh paling tidak melakukan seorang muslim dari Malabar bernama sembilan kali penyerbuan. Pada Cutiale Marcaa. Naas bagi Raja Aru, dalam kesempatan itu, pasukan Turki telah pengunduran dirinya ke dalam kompleks menggali terowongan-terowongan tepat di istana, dirinya ditembak oleh seorang bawah perbentengan Aru untuk meletakkan prajurit Turki yang menggunakan senapan bahan peledak di bawah perbentengan Aru. arquebuse. Akibat tembakan yang Akibat ledakan yang dibuat pasukan Turki, mengenai dadanya, Raja Aru gugur di dua kubu utama Aru yang berada di sisi tempat. Kehilangan pemimpin berakibat selatan hancur, sehingga pasukan Aceh pada kekacauan pada barisan pasukan Aru berhasil menerobos masuk ke pertahanan hingga mereka akhirnya ditaklukkan ibukota Aru. Dalam pertempuran di dalam pasukan Aceh (Pinto 1897, 65). benteng pasukan Aceh masih menghadapi Mengenai nasib permaisuri perlawanan sengit dari pasukan Aru yang Raja Aru, Pinto (1897, 66–7) menyebut dipimpin langsung oleh rajanya. Akibat keberadaannya di suatu tempat berjarak 7 pertempuran sengit yang terjadi di areal league 17 dari ibukota Aru. Ketika dalam benteng, sebanyak 2500 prajurit mendengar kematian suaminya, semula dia Aceh gugur, sementara kerugian di pihak akan melakukan bunuh diri, namun,

15 Mungkin yang dimaksud dengan Cacis oleh Pinto 16 Ducat adalah koin emas atau perak, jamak adalah nama jabatan yang jamak digunakan di digunakan sejak abad pertengahan di Eropa hingga negeri-negeri Islam, yakni Qadi atau Khadi. wilayah kekuasaan Turki Utsmani (Ottoman) dalam Jabatan ini adalah jabatan yudikatif, berfungsi transaksi perniagaan layaknya hakim saat ini 17 1 league setara dengan 5,556 km

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 23 (Ery Soedewo) berhasil dicegah oleh para pengawal dan menguasai kembali ibukota Aru. Namun dia pengiringnya. Ketika kesedihan permaisuri menyadari tidak akan sanggup berganti menjadi kemurkaan, dia bergegas mempertahankan ibukota, bila Aceh menunggangi gajahnya dengan diiring oleh kembali menyerang. Akhirnya dia sekitar 700 prajurit, menuju ibukota Aru meninggalkan Aru bersama para untuk menyerang pasukan pendudukan pengikutnya yang tersisa menggunakan 16 Aceh yang berdiam di sana. Meskipun perahu nelayan, melalui sungai serangan sisa-sisa pasukan Aru yang Minhacumbaa menuju Selat Malaka untuk dipimpin oleh sang permaisuri berhasil mencari bantuan dari Portugis yang menewaskan ratusan pasukan Aceh dan berkuasa di Malaka (Pinto 1897, 67).

Gambar 3. Penyerangan Aceh atas Aru (Sumber: maphub dimodifikasi oleh Andri Restyadi)

24 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30

Bantuan yang diharap oleh janda Pertempuran yang terjadi akhirnya Raja Aru akan didapat dari Portugis di dimenangkan oleh para penyerbu dari Malaka tidak mendapat balasan Johor, yang mengakibatkan tewasnya 140 sebagaimana yang diharapkannya (Pinto orang prajurit Aceh dan 400 orang prajurit 1897, 69–70). Hingga dia meninggalkan Turki beserta panglimanya seorang Malaka menuju Johor untuk meminta kemenakan Pasha Kairo yang bernama bantuan dari mantan penguasa Malaka Mora do Arraiz (Pinto 1897, 73). Perang Aru untuk mengusir Aceh dari Aru. Sultan II ini, diperkirakan berlangsung selepas Jantana18 menyanggupinya dan kemudian bulan Ramadhan kemungkinan di akhir mengumpulkan dewan perangnya di Pulau bulan Syawal atau awal bulan Dzulqa’idah Compar 19 pada bulan Ramadhan. 20 946 H (bertepatan dengan akhir Maret 1540 Sebelum menyerang, Sultan Johor M). Hasil Perang Aru II adalah kemenangan mengirim dutanya ke istana Sultan Aceh, pihak Aru yang dibantu oleh Johor atas namun perang tidak terelakkan juga. pihak Aceh. Setelah upaya diplomasi gagal, Sultan Penguasaan kembali benteng Aru Johor akhirnya memberangkatkan pasukan di tepi Sungai Panetican oleh pasukan dari Johor menyerang Aru yang diduduki gabungan Johor dan Aru ditanggapi oleh Aceh. Dipimpin oleh seorang Laque Sultan Aceh dengan mengirimkan satu Xemena (Laksamana) pasukannya armada yang terdiri dari 140 kapal beragam berlayar dalam satu armada yang terdiri jenis. Armada itu mengangkat pasukan dari beragam jenis perahu seperti lanchara, 15.000 orang terdiri dari 12.000 prajurit dan calalus, dan junk. Armada penyerang dari selebihnya adalah pelaut. Dipimpin lagi Johor itu mengangkut pasukan sebanyak oleh Heredin Mahomet -panglima Aceh 2000 prajurit dan 4000 pelaut serta para saat Perang Aru I- armada ini akhirnya tiba budak pendayung. Pasukan dari Johor ini di suatu tempat bernama Aupessumhee akhirnya berhasil mendarat di tepi Sungai yang berjarak sekitar 4 leagues dari Sungai Panetican dekat dengan perkubuan Panetican. Di pihak lain, setelah berhasil pasukan Aceh (Pinto 1897, 71–3). Saat mengalahkan pasukan Aceh di benteng Aru, pendaratan pasukan dari Johor di Laksamana Johor memerintahkan perkubuan dekat Sungai Panetican inilah perbaikan kubu-kubu pertahanan yang Perang Aru II bermula. baru saja mereka duduki, sebelum Tanpa banyak membuang waktu, datangnya serangan balik dari Aceh (Pinto Laksamana memerintahkan serangan 1897, 73–4). terhadap benteng di tepi Sungai Panetican Perang Aru III akhirnya pecah yang dikuasai Aceh. Serangan awal ketika armada Aceh yang sedang pasukan Johor dimulai dengan para menyusuri Sungai Panetican disergap oleh pioneer yang mencoba membuat lubang di armada Johor-Aru yang didukung oleh bawah benteng sekaligus meletakkan pasukan yang baru tiba dari Perak, Johor, tangga-tangga di bagian lain benteng, dan Saca. 21 Pertempuran yang terjadi namun siasat itu gagal. Setelah kegagalan melibatkan bombardir meriam serangan awal itu, pasukan Johor antarpasukan hingga pertarungan mengubah taktik serangan mereka dengan langsung di atas kapal. Hingga pada satu membombardir -benteng Aru yang diduduki kesempatan meriam dari armada Johor-Aru pasukan Aceh- menggunakan 400 pucuk menghantam kapal Hereddin Mahomet, meriam selama 7 hari nyaris tanpa henti. yang berakibat pada gugurnya panglima Alhasil, benteng itu akhirnya berhasil Aceh itu. Sepeninggal Hereddin Mahomet, ditembus sehingga berhamburlah pasukan armada Aceh dilanda kekacauan, hingga Johor menyerbu ke bagian dalam benteng. mereka mengundurkan diri ke suatu tempat

18 Penyebutan Portugis untuk Johor bulan Ramadhan; maka Ramadhan terdekat 19 Mungkin yang dimaksud oleh Pinto sebagai dengan tanggal itu terjadi pada bulan Januari – Compar adalah Kampar Pebruari tahun 1540 M (21 Januari – 19 Pebruari 20 Bila peristiwa penaklukan Aru (Perang Aru I) 1540 M), bertepatan dengan Ramadhan 946 H. diperkirakan terjadi pada akhir Oktober 1539 M 21 Kemungkinan yang dimaksud oleh Pinto sebagai atau awal November 1539 M, dan pertemuan Saca adalah Siak Sultan Johor dengan dewan perangnya terjadi pada

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 25 (Ery Soedewo) bernama Baroquirin untuk menyusun Pada masa kejayaannya, pertahanan di tempat ini. Namun rencana Kesultanan Aru adalah satu kerajaan yang ini gagal akibat kuatnya arus Sungai cukup berpengaruh di kawasan Selat Panetican, sehingga kapal-kapal Aceh Malaka. Tampilnya Kesultanan Aru sebagai tercerai-berai. Kekacauan akibat pemain penting dalam pelayaran dan ketidakmampuan armada Aceh membaca perniagaan di kawasan Selat Malaka tidak kuatnya arus Sungai Panetican, kemudian terlepas dari potensi yang dimilikinya. Letak dimanfaatkan oleh armada Aru-Johor untuk Aru yang berada di sisi barat Selat Malaka, menghancurkan kekuatan pihak Aceh. menjadikan kerajaan ini terhubung Kekalahan armada Aceh dalam Perang Aru langsung dalam jaringan interaksi global. III ini telah mereduksi kekuatan laut mereka, Wilayah kekuasaan Kesultanan Aru sebagian besar kapal Aceh dihancurkan diperkirakan berada di daerah yang atau dirampas Aru, sehingga hanya 14 terentang antara Teluk Aru (Langkat) kapal Aceh yang berhasil kembali ke Aceh hingga kawasan daerah aliran Sungai Deli. (Pinto 1897, 74–5). Tidak diketahui secara Lahan yang terbentang sepanjang kurang pasti kapan Perang Aru III berlangsung, lebih 70 km dari utara ke selatan itu sebab Pinto tidak menyebut secara eksplisit didominasi oleh kawasan pesisir landai terjadinya pertempuran antara pasukan yang terbuka untuk perniagaan bagi pihak Aceh melawan pasukan Aru-Johor. Namun, mana pun yang berniat mencari secara tersirat Pinto menyebut, serangan keuntungan. Termasuk juga pihak yang Aceh yang kedua terhadap Aru terjadi tidak berkeinginan untuk menguasainya. berada lama setelah Sultan Aceh mendengar di suatu daerah yang bersentuhan Sultan Johor memberangkatkan langsung dengan kawasan bahari, telah armadanya menuju Aru. Hal tersebut berarti membentuk karakter masyarakat Aru Perang Aru III berlangsung tidak lama sebagai pelaut yang handal. Mereka adalah setelah armada Johor berhasil menduduki pelaut pemberani yang memiliki cukup nyali kembali benteng Aru di tepi Sungai untuk menyerang wilayah Kesultanan Panetican (Perang Aru II) yang terjadi Malaka. Karakter kebaharian masyarakat sekitar akhir bulan Syawal atau awal bulan Aru senyawa dengan karakter dan Dzulqa’idah 946 H (bertepatan dengan kebijakan pemerintahan negeri ini. Interaksi akhir Maret 1540 M). Jadi Perang Aru III Kesultanan Aru dengan Tiongkok lewat kemungkinan terjadi sekitar bulan April – pengiriman duta ke istana Kemaharajaan Mei 1540 M. Ming pada abad ke-15 M, adalah bukti Perang Aru IV adalah perang bahwa Kesultanan Aru adalah negeri bahari terakhir dalam serangkaian peperangan yang cukup diperhitungkan di kawasan antara Kesultanan Aceh di satu pihak Selat Malaka antara abad ke-15 M hingga dengan Kesultanan Aru di lain pihak yang ke-16 M. bersekutu dengan Kesultanan Johor. Untuk mempertahankan Perang Aru IV tidak terjadi di perbentengan kedaulatannya, Kesultanan Aru memiliki di tepi Sungai Panetican, namun di Pulau seperangkat modal kekuatan untuk Johor. Meskipun tidak berlangsung di menangkal serangan dari luar. Mengacu perbentengan Aru, namun hasil perang di pada konsep Kautilya tentang kekuatan Jantana (Johor) ini mengakhiri untuk (daṇḍa), Kesultanan Aru terbilang lengkap selamanya keberadaan Kesultanan Aru memiliki 7 elemen/ unsur negara (prakṛti). sebagai salah satu entitas sosio-politik di Unsur negara (prakṛti) pertama yang dimiliki Nusantara. Jatuhnya Aru dalam Perang Aru Kesultanan Aru adalah seorang terakhir (Perang Aru IV) terjadi pada tahun pemimpin/raja. Pada abad ke-15 M, Buku 1574 M, ketika armada Aceh yang terdiri ke-325 Sejarah Dinasti Ming menyebut dari sekitar 200 kapal menyerang sekutu seorang Raja Aru yang bernama Sultan Aru yakni Kesultanan Johor. Siasat Aceh Husin (Su-lu-tang Hut-sin). Elemen prakṛti menaklukkan sekutu Aru adalah dengan (unsur negara) kedua adalah amātya cara melakukan serangan mengecoh ke (aparatur pemerintahan). Sumber-sumber Patava, padahal target utamanya adalah tertulis mancanegara menyebut sejumlah Pulau Johor (Pinto 1897, 76). aparat pemerintahan dalam Kesultanan Aru.

26 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30

Beberapa aparat pemerintahan Aru itu ada kubu dan parit-parit pertahanan di kedua yang ditugaskan menjadi duta kerajaan ke sisi Sei (Sungai) Petani. Sisa-sisa benteng Tiongkok atas perintah salah seorang Aru yang disebut oleh Pinto itu, bisa dilihat putera Raja Aru yang bernama Tu-an A-la- jejak-jejaknya di situs arkeologi yang sa. Ditinjau dari kewenangan yang dimiliki dikenal oleh masyarakat Medan dan oleh Tu-an A-la-sa, tidak menutup sekitarnya sebagai Benteng Putri Hijau di kemungkinan dia adalah Putera Mahkota daerah Deli Tua. Situs Benteng Puteri Hijau Kesultanan Aru di abad ke-15 M. Aparat merupakan saksi bisu penyerbuan pemerintahan Kesultanan Aru lainnya Kesultanan Aceh terhadap Kesultanan Aru. adalah Qadhi/ Khadi (Cacis) yang saat Data monumental yang terdapat di situs ini Perang Aru I (pertama) dipercaya berupa benteng tanah dan parit-parit memimpin 500 orang prajurit Aru, namun pertahanan yang meliputi areal seluas 4,3 berkhianat setelah mendapat suap dari hektar (Tim Penelitian Benteng Puteri Hijau pasukan Aceh. 2009, 69). Selain kepurbakalaan yang Prakṛti (unsur negara) ketiga yang sifatnya monumental itu, di situs ini juga dimiliki Kesultanan Aru adalah janapada ditemukan pecahan-pecahan gerabah dan (rakyat). Rakyat Aru adalah masyarakat keramik yang secara relatif ditarikhkan dengan beragam profesi, merujuk pada berasal dari abad ke-13 hingga ke-17 M. Di catatan Ma Huan di awal abad ke-15 M samping bukti artefaktual yang masih bisa tentang aneka komoditas Aru, masyarakat dilihat di permukaan tanah, di situs ini juga Aru ada yang berprofesi sebagai pernah ditemukan potongan meriam yang pengumpul hasil hutan, petani, peternak, dikeramatkan oleh sebagian masyarakat dan pelaut. Medan dan kini disimpan di satu bangunan Elemen prakṛti (unsur negara) di halaman Istana Maimun, yang dikenal keempat Kesultanan Aru adalah durga oleh masyarakat sebagai Meriam Puntung. (benteng). Keberadaan benteng Mungkin meriam ini adalah meriam pertahanan Kesultanan Aru disebut secara Portugis yang dibeli oleh Aru dari seorang eksplisit disebut oleh Pinto, saat dia melihat pelarian Portugis di Pasai, sebagaimana langsung kesibukan Aru membuat kubu- terungkap lewat catatan Mendez Pinto.

Gambar 4. Sebagian dari benteng tanah tersisa di situs Benteng Puteri Hijau (sumber: foto pribadi diambil tahun 2006)

Prakṛti (unsur negara) kelima Aru berasal terutama dari komoditas alam Kesultanan Aru adalah kośa (kekayaan, bernilai ekonomis seperti kain katun, beras, ekonomi). Sumber kekayaan Kesultanan bebijian, sapi, kambing, burung, bebek,

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 27 (Ery Soedewo) susu yang diasamkan, kemenyan su, setuju untuk merebut kembali Aru yang kemenyan chin-yin, burung bangau telah diduduki pasukan Aceh. Persekutuan berjambul, dan kamper. Aru-Johor makin meluas pada saat meletus Prakṛti (unsur negara) keenam Perang Aru III, ketika kesatuan-kesatuan Kesultanan Aru adalah daṇḍa (pasukan dari Perak dan Siak ikut terlibat dalam bersenjata). Kekuatan militer Kesultanan pertempuran di perairan Sungai Petani Aru dapat dibedakan menjadi dua yakni, pada tahun 1540 M. pasukan darat dan armada laut. Pasukan Jika ditinjau dari perspektif Mahan darat Aru terdiri dari 6000 prajurit, 40 pucuk tentang syarat suatu entitas bisa menjelma meriam kecil (lela), sepucuk meriam besar, sebagai kekuatan laut, maka Kesultanan 40 pucuk senapan musket, 26 ekor gajah Aru boleh dikata memenuhi seluruh perang, kesatuan kavaleri yang terdiri dari persyaratan yang disebut oleh Mahan. 50 pasukan berkuda, dan 11.000 – 12000 Secara geografis, wilayah Aru jelas pucuk tombak kayu yang telah diolesi racun. terhubung langsung dengan lautan. Ditinjau Di kawasan perairan, Kesultanan Aru dari bentuk lahannya yang terbentang dari memiliki armada perang yang di abad ke-15 kawasan Teluk Aru hingga hilir Sungai Deli, M, pernah beberapa kali menyerang wilayah Aru diuntungkan oleh pantai- wilayah Kesultanan Malaka. Namun saat pantainya yang terbuka dan terhubung Aceh menyerang Aru dalam agresi pertama, langsung dengan jalur pelayaran tersibuk di tidak disebut terjadi bentrokan antara Nusantara yakni Selat Malaka. Arti penting armada Aru melawan armada Aceh. Hal Aru dalam pelayaran dan perniagaan tersebut tampaknya terkait dengan dibuktikan oleh berdatangannya para melemahnya kekuatan armada Aru setelah pelaut dari mancanegara, kesempatan lain perang berkepanjangan melawan Malaka mereka bahkan mengirim langsung duta ke di abad ke-15 M, sehingga ketika armada Cina. Di masa jayanya sumber-sumber Aceh memasuki perairan Aru, tidak ada mancanegara menggambarkan Aru perlawanan yang berarti dari sisa-sisa memiliki armada yang cukup kuat terdiri armada Aru. Pertempuran di perairan dari sejumlah lanchara. Sumber lokal dalam Perang Aru, baru terjadi ketika (Sejarah Melayu) bahkan menyebut aliansi armada Johor-Aru menyerang armada Aru sempat menyerang Malaka armada Aceh di kawasn Sungai Petani hingga terjadi pertempuran laut di perairan pada Perang Aru III (April – Mei 1540 M). Tanjung Tuan. Semua hal itu menunjukkan Artefak yang menjadi bukti situs Benteng bahwa Kesultanan Aru pada masa jayanya Puteri Hijau adalah ajang pertempuran adalah kekuatan laut yang cukup pasukan Aru melawan Aceh adalah diperhitungkan di Selat Malaka. ditemukannya sebutir peluru musket / Dalam Perang Aru I (Pertama), tüfenk seberat 23 gr, dengan diameter 1,5 Kesultanan Aru menerapkan strategi cm yang terbuat dari campuran timah hitam pertahanan yang defensif. Pilihan strategi dan baja. Temuan ini menarik, sebab yang demikian didukung oleh keberadaan keberadaannya membuktikan bahwa sistem pertahanan berupa benteng- kawasan situs ini dulu merupakan kancah benteng tanah dan parit-parit pertahanan pertempuran. Selain itu keberadaannya yang dibangun di sekeliling ibukota Aru juga menjadi bukti penggunaan senapan yang terletak di tepi aliran Sungai Petani. musket baik oleh pasukan Aru maupun Pilihan strategi perang yang statis di aliansi Aceh-Turki. babakan pertama konflik antara Kesultanan Prakṛti (unsur negara) ketujuh Aru dan Kesultanan Aceh, tampaknya Kesultanan Aru adalah mitra (sekutu). Saat dilatarbelakangi oleh minimnya dukungan menghadapi pasukan Aceh dalam Perang sekutu (mitra) dan keberadaan bangunan Aru I, Kesultanan Aru hanya menjalin pertahanan (durga). Meskipun dalam persekutuan dengan Portugis di Malaka. Perang Aru I, Kesultanan Aru memiliki Wujud persekutuan Aru-Portugis itu adalah ketujuh elemen negara, namun ketika salah bantuan senjata Portugis kepada Aru. satu unsur itu menyimpan kecacatan, maka Jalinan persekutuan yang lebih kuat terjadi rapuhlah kekuatannya. Kelemahan Aru saat Perang Aru II, ketika armada dari Johor dalam menghadapi serangan Aceh pada

28 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30

Perang Aru I terletak pada amātya KESIMPULAN (menteri/unsur pemerintahan) yang dimiliki Konflik yang terjadi antara Aru. Bukan oleh ketiadaan amātya, namun Kesultanan Aru melawan Kesultanan Aceh, oleh pengkhianatan salah satu dari aparat dilatarbelakangi oleh agresifitas Kesultanan pemerintahan Aru yang menerima suap Aceh yang ingin menguasai wilayah negeri- dari Aceh, sehingga salah satu bagian negeri tetangganya. Saat menghadapi benteng yang menjadi tanggungjawabnya serangan Kesultanan Aceh, Kesultanan dibiarkan kosong tanpa pengawalan. Aru telah memiliki seperangkat modal awal Ketika Perang Aru II, strategi Aru yang berguna dalam mempertahankan tidak lagi defensif. Setelah mendapatkan ekssistensinya. Serangkaian peperangan sekutu yang kuat dari penerus Sultan yang melibatkan kedua belah pihak hingga Malaka yang terusir di Johor, strategi Aru 4 (empat) kali, pilihan strategi yang berubah dari yang semula defensif menjadi diterapkan oleh kedua belah pihak berbuah bersifat ofensif. Strategi ofensif juga pada silih bergantinya kemenangan. Pada dilakukan aliansi Aru-Johor saat Perang Perang Aru I pihak Kesultanan Aru yang Aru III. Alih-alih menunggu pasukan Aceh bertahan mengandalkan sistem pertahanan menggempur benteng mereka di tepi yang dibangunnya untuk mencegah Sungai Petani, armada Aru-Johor lebih penguasaan wilayah Aru oleh Kesultanan memilih menyergap armada Aceh di Aceh. Pilihan strategi yang ofensif pada kawasan Sei Petani. Hasil strategi yang Perang Aru II dan Perang Aru III berbuah lebih ofensif dalam Perang Aru II dan kemenangan bagi pihak persekutuan Aru- Perang Aru III berbuah kemenangan bagi Johor. Eksistensi Kesultanan Aru akhirnya aliansi Aru-Johor. benar-benar berakhir setelah dalam Perang Kejayaan Kesultanan Aru mulai Aru IV, sekutu utamanya yakni penerus memudar seiring melemahnya kekuatan Kesultanan Malaka di Johor ditaklukkan laut yang mereka miliki, setelah kekalahan oleh armada Aceh di tahun 1574 M. armada Aru dari armada Malaka di perairan Tanjung Tuan. Di masa yang hampir DAFTAR PUSTAKA bersamaan di ujung utara Pulau Sumatera sedang tumbuh kekuatan baru yang juga Cortesao, Armando. 1967. The Suma memiliki ambisi sama dengan entitas Oriental of Tomé Pires and The Book penting lain di Selat Malaka. Kekuatan baru of Fransisco Rodrigues. itu adalah Kesultanan Aceh yang makin Nendela/Lichtenstein: Kraus Reprint kuat seiring persekutuannya dengan Limited. Kesultanan Uthmani. Paduan dua kekuatan itu akhirnya menaklukkan satu demi satu Groeneveldt, W.P. 1960. Historical Notes kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera, on and Malaya Compiled termasuk juga di dalamnya adalah From Chinese Sources. Jakarta: Kesultanan Aru. Perang Aceh melawan Aru Bhratara. boleh dikata adalah perang terlama yang dijalani Kesultanan Aceh di abad ke-16 M. Liebig, Michael. 2014. “Kautilya’s Perang dua kekuatan yang berebut Arthaśāstra: A Classic Text of pengaruh di Selat Malaka itu disebabkan Statecraft and an Untapped Political antara lain oleh terlibatnya pihak ketiga Science Resource.” In Heidelberg dalam perseteruan itu. Portugis di Malaka Papers in South Asian and dan penerus Kesultanan Malaka di Johor Comparative Politics, Working Paper membantu Aru baik secara langsung No. 74, 1–17. Heidelberg: Universität maupun tidak langsung, sehingga Heidelberg South Asia Institute. memungkinkan Kesultanan Aru bertahan bahkan menyerang balik kekuatan Aceh di Madjid, M. Dien, and Johan Wahyudi. 2014. Aru. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Depok: Prenadamedia Group.

Mahan, Captain A.T. 1890. The Influence of Sea Power upon History 1660-1783.

Perang Kesultanan Aru Menghadapi Kesultanan Aceh di Abad XVI M 29 (Ery Soedewo) Boston: Little, Brown, and Company. Sumber Internet

Department of the Army. 2018. "Offense Mills, J.V.G. 1970. Ma Huan: Ying-Yai and Deffense." Last modified 13 Sheng-Lan ‘The Overall Survey of the August 2018. Ocean’s Shores. London: Cambridge https://armypubs.army.mil University Press.

Milner, A. C, Edmund Edwards McKinnon,

and Tengku Lukman Sinar. 1978. “A Note on Aru and Kota Cina.” Indonesia 26: 1–42.

Pigeaud, Theodore G. Th. 1960. in The 14th Century a Study in Cultural History, The Nāgara-Kěrtāgama by Rakawi Prapanca of Majapahit, 1365 A.D. The Hague: Martinus Nijhoff.

Pinto, Ferna-O Mendes. 1897. The Voyages and Adventures of Ferdinand Mendez Pinto, The Portuguese. (Translate. London: T. Fisher Unwin Paternoster Square.

Pires, Tome. 2014. Suma Oriental Perjalanan Dari Laut Merah Ke Cina Dan Buku Francisco Rodrigues. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Soedewo, Ery. 2020. “Pulau Kampai: Pelabuhan Di Selat Malaka Dalam Pelayaran Dan Perniagaan Pada Abad XI – XVI M.” Universitas Gadjah Mada.

Soedjono, R.P, and K.Z Leirissa. 2009. Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Suárez, Thomas. 1999. Early Mapping of Southeast Asia. Singapore: Periplus Editions. Vlekke, Bernard H.M. 2016. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Winstedt, R.O. 1938. “The Malay Annals of Sejarah Melayu.” Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society 16 (3 (132)): 1–226.

30 BAS VOL.24 NO.1/2021 Hal 15—30