View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE Jurnal Aqidah dan Filsafatprovided Islam, by eJournal Vol.2 of Sunan No,1 Gunung (2017) Djati State Islamic University (UIN)

STUDI ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN TENTANG AGAMA

Alif Pratama Susila Jurusan jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung e-mail: [email protected]

Abstrak

Sosok Abdurrahman Wahid merupakan sosok yang unik dan pemikirannya tergolong tipikal. Bagi kebanyakan orang, beliau dikategorikan sebagai cendikiawan inovatif yang melahirkan banyak karya intelektual, diantaranya pemikiran mengenai tentang agama. pertama, pengertian agama menurutnya mengarahkan kepada konsep kontrak sosial dalam kehidupan masyarakat agar mampu membangun kehidupan yang lebih baik. Kedua, makna agama berfungsi sebagai panduan dan solusi untuk setiap masalah yang tumbuh di tengah kehidupan manusia. Ketiga, tujuan agama adalah untuk memuliakan manusia, karena agama memanifestasikan manfaat dan kemakmuran dan memberikan kemudahan dalam hidup mereka, tidak memberikan kesulitan, apalagi intimidasi, teror, dan sebagainya. Keempat, kebenaran agama diarahkan pada penciptaan tatanan sosial, karena menurutnya agama mengajarkan moral dan tatanan kehidupan lainnya. Jika nilai agama tidak muncul dalam kehidupan, itu berarti bahwa ia belum menemukan kebenaran agama sebagai makhluk hidup. Hal yang paling penting, menurutnya, adalah bahwa pemahaman orang tentang kebenaran agama dibangun di atas realitas empiris dalam pengalaman hidup manusia.

Key Word : Abdurahman Wahid, Agama, Tauhid

113

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

I. Pendahuluan Dapat diungkapkan dengan jelas oleh Abdurrahman Wahid. Dengan pemikirannya Perkembangan teknologi dan industri yang tajam tentang agama. Ia mengarahkan akan menyebabkan pola kehidupan pemikiranya pada sikap inklusif dalam material fisik, tetapi sekaligus mengubah hidup beragama. Bagi Abdurrahman Wahid, pola kehidupan manusia serta pribadi dan untuk menciptakan keharmonisan antara sosial. Juga, kebutuhan mental dan spiritual umat beragama di , tidak cukup telah diabaikan, dan bahkan telah ditantang hanya saling menghormati atau hanya setiap hari. Situasi ini disebabkan oleh tenggang rasa satu dengan yang lain. Dalam fakta bahwa agama adalah pandangan hubungan antar umat beragama itu, haruslah bahwa manusia harus memiliki diwujudkan pengembangan rasa saling cengkeraman yang tak terelakkan, stabil, pengertian yang tulus dan berkelanjutan, certainly, unfalsifiable, sementara yaitu perasaan saling memiliki (Sense of kehidupan manusia penuh Belonging) dalam kehidupan secara dengan perubahan, ketidakstabilan, kemanusiaan “ukhuwah basyariyah”.2 tidak pasti dan dapat dipalsukan. Dalam Abdurrahman Wahid yang serimg kesulitan apapun setiap orang harus disapa Gus Dur adalah seorang tokoh yang beradaptasi dengan lingkungan baru, dan tak pernah selesai. Meskipun jasadnya telah nilai-nilai lama yang ideal akan tetap wafat pada 30 Desember 2009 silam, namun menjadi panutan.1 Situasi ini merupakan pemikiran dan ajaran beliau masih hidup tantangan bagi peran agama untuk sampai sekarang. Bahkan, banyak orang, membimbing manusia sebagai makhluk baik Muslim maupun non-Muslim yang cerdas, sehingga misi misi dapat mengkaji dan mengamati pemikiran Gus dipertahankan. Demi menjalani hidup yang Dur. Mengamati pikiran Gus Dur memang lebih bermakna dalam kemajuan teknologi, menarik dan sulit pada saat yang bersamaan. manusia tetap menantikan layanan dan Menarik, karena idenya sangat sederhana, peran yang dapat memberikan agama bagi tetapi dapat mencapai wawasannya sendiri kehidupan manusia. dalam menganalisis masalah kehidupan di Kehidupan modern membutuhkan Indonesia dan di dunia. kemampuan intelektual untuk merespon secara positif dan kreatif terhadap II. Biografi Abdurrahman Wahid perubahan yang terjadi tanpa harus melepaskan diri dari substansi dan prinsip- Abdurrahman Wahid, yang sering prinsip universal agama. Orang-orang dipanggil Gus Dur, lahir pada 4 Agustus di Indonesia di sisi lain juga menuntut sikap desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Dia keberagaman yang inklusif dan toleran. adalah anak keenam dari enam bersaudara Dengan menggunakan paradigma dan cucu dari pendiri organisasi Nahdlatul kontekstualisasi pemikiran klasik, sikap Ulama (NU), KH. Hasyim Asy Bapake tersebut, yaitu respon positif dan kreatif adalah KH. Wahid Hasyim, seorang Kyai terhadap perubahan dan sikap keberagaman yang pernah menjadi Menteri Agama. yang inklusif dan toleran. Ketika ibunya, Hj, Sholehah, adalah putri

1 M. Amin Abdullah, Teolopi Dan Filsafat Dalam Perspektif Globalisasi Ilmu Dan Budaya, Dalam Mukti Ali dkk., Agama Dalam Pergumulan Masyarakat 2 Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 267. (: Darma Bhakti, 1994), 173 114

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

dari pendiri Pondok Pesantren Islam anak perempuan: Alisa, Yenny, Anita, dan Jombang, KH. Bisri Syansuri.3 Inayah.5 Meskipun Gus Dur merayakan ulang Sebagaimana kebanyakan santri Jawa, tahunnya pada tanggal 4 Agustus, termasuk atau kaum muslim ortodoks (yang teman-teman dan keluarga yang telah merupakan mayoritas pemeluk Islam menyelenggarakan pesta ulang tahun di Indonesia, yang dalam praktik keislaman Istana Bogor, 4 Agustus 2000, tidak tahu mereka biasa dinamakan kaum abangan), bahwa ulang tahun Gus Dur tidak ada pada Gus Dur menggunakan nama ayahnya tanggal tersebut. Seperti dalam kehidupan setelah namanya sendiri. Sesuai dengan dan kepribadian, ada banyak hal yang tidak kebiaasan Arab, ia adalah Abdurrahman terlihat. Gus Dur lahir pada hari keempat ‘putera’ Wahid, sebagaimana ayahnya, bulan kedelapan. Namun, perhatikan Wahid adalah ‘putera’ Hasyim. Akan tetapi bahwa tanggal tersebut adalah kalender sebagaimana juga kebanyakan orang Islam, Gus Dur lahir pada bulan April, sebayanya, nama kelahiran resminya bulan kedelapan dalam kalender Islam. berbeda lagi. Mungkin Wahid Hasyim, Memang benar bahwa 4 April 1940 sebagai seorang ayah sangat girang dengan larangan itu adalah 7 September. Gus Dur kehadiran anak pertamanya. Ia di penuhi lahir di Denayar, di kota Jombang, Jawa rasa optimisme seorang ayah, atau mungkin Timur, di sebuah rumah pesantren bersama dia memiliki kemampuan melihat masa ibunya, Kiai Bisri Syansuri.4 depan. Bagaimana pun nama yang diberikan Gus Dur lahir di sebuah keluarga kepada anak pertamanya ini, Abdurrahman yang sangat dihormati di komunitas ad-Dakhil, adalah nama yang berat, untuk Muslim di Jawa Timur. Secara genetis, anak mana pun. Ad-Dakhil, yang diambil Abdurrahman berasal dari "darah biru" dari nama salah seorang pahlawan dari dan, menurut Clifford Geertz, ia memiliki dinasti Umayyah, secara harfiah berarti kelas dan kelas siswa pada saat yang sama. “Sang Penakluk”.6 Terlepas dari ayah dan ibu dari ayahnya. Kakeknya KH. Hasyim Asy & Apos; Ari, III. PANDANGAN pendiri (NU), ketika ABDURRAHMAN WAHID TERHADAP kakeknya, KH. Bisri Syansuri, sebagai PENGERTIAN, MAKNA, TUJUAN, guru pertama dari sekolah asrama untuk DAN KEBENARAN AGAMA mengajar kelas wanita. Pak Gus Dur, KH. Wahid Hasyim, terlibat dalam gerakan A. Pengertian Agama nasionalis dan menjadi Menteri Agama 1. Pengertian agama pada tahun 1949. Ibunya adalah Hj. Menurut Gus Dur dalam perspektif Sholehah, adalah putri dari pendiri junta Islam, Islam lahir sebagai agama hukum. Pondok Pesantren Denanon Jombang. Hukum adalah aturan, dan mereka yang Saudara-saudaranya adalah Shalahudin melakukannya disebut hakim. Aturan Wahid dan Lili Wahid. Dia menikah tertinggi, yang memiliki kemampuan untuk dengan Sinta Nuriah dan memiliki empat memaksa adalah hukum. Jelas bahwa dalam Islam, aturan permainan dibuat oleh agama

3 Badiatul Roziqin, dkk., 101 Jejak Tokoh Islam 5 Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pnedidikan Indonesia (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), 36. Islam di Idonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 4 Greg Barton, Biografi Gus Dur (Cet. II; 33. Yogyakarta: LKis, 2003), 25. 6 Greg Barton, Biografi Gus Dur, 35. 115

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

supremasi tertinggi. Tidak ada yang bisa Dari semua ini, tampaknya membicarakannya.7 hubungan antara agama dan demokrasi Formula formulasi yang paling berkembang dengan lancar, dan secara sederhana, apa yang digunakan (mengejar alami ketika agama memainkan peran kemuliaan atau pertentangan), harus transformatif dalam kehidupan manusia, dasarkan. Manifestasi mempertahankan tetapi dalam kenyataannya, perkembangan hak asasi manusia dan mengembangkan yang terjadi tidak mendukung asumsi- struktur komunitas yang adil dalam asumsi ini. masyarakat di masyarakat. Selain itu, Salah satu alasan untuk agama terkadang harus menyerah. Terlepas menghalangi gerakan demokratisasi antara dari visi naturalis tentang menghormati lembaga agama dan kelompok berbeda dari martabat manusia.8 yang diadopsi oleh keduanya. Agama Dari penjelasan di atas, Abdurrahman dimulai dengan pandangan normatif dari menyatakan bahwa agama berasal dari Alkitab.9 Apalagi jika masalahnya terlihat langit, tetapi agama itu bersifat dialektika dalam bentuk hukum agama. Hukum dengan lingkungan di mana keturunan agama memiliki sifat kekal, karena itu agama. Agama itu seperti air ketika bisa didasarkan pada kitab suci yang kekal, bergerak. Agama tidak memiliki bentuk mengubah hukum agama sama dengan yang pasti, agama adalah nilai yang dapat membatasi tulisan suci, dan secara alami dilakukan. mengganggu kebenaran yang diberikan oleh agama. Dan jangan mengendalikan 2. Aspek-aspek yang dikandung Agama kemungkinan demokrasi dan hukum agama yang berbeda. 1. Agama dan Demokrasi Demokrasi memberi jurusan dan Saat ini ada hubungan erat antara posisi semua warga negara, tanpa agama dan demokrasi. Di mana gerakan memandang agama, suku, gender dan keagamaan aktif mendukung upaya untuk budaya. Transformasi eksternal yang tidak menegakkan agama. bergantung pada transformasi internal dalam Di Indonesia, ini juga terjadi. lembaga atau kelompok agama hanya Pemimpin gerakan agama menggantikan sesuatu yang dangkal dan kontemporer. perang untuk kemerdekaan nasional dari kolonialisme dan kemudian berjuang untuk 2. Agama dan Etika Sosial demokrasi, ketika sistem pemerintahan Gagasan etika sosial dalam menjadi semakin otoriter. Bagaimana pemikiran Abdurrahman Wahid berangkat kegiatan yang dikembangkan di antara dari pemaknaan atas konsep akhlak dalam agama menjadi pelopor, untuk yang lebih Islam yang ia pahami tidak sebagai akhlak kecil, untuk mengembangkan masyarakat individu. Tetapi sebagai akhlak yang bersifat demokratis. Karena isu kebebasan sosial, karena bagi Abdurrahman Wahid, berpendapat dan berserikat dengan masalah Islam tidak hanya menyediakan aturan polusi lingkungan, gerakan keagamaan normatif tentang sopan-santun individu, secara langsung terlibat dalam upaya akan tetapi menyediakan kerangka etis menegakkan demokrasi. kehidupan masyarakat yang baik. Sebagaimana ungkapannya : 7 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmo Politan, Nilai- Nilai Indonesia dan Transformasi kebudayaan, 293. 8 Ibid, 303. 9 Ibid, 285. 116

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Bukanlah lalu menjadi sangat kelompok atas dasar persamaan. Upaya dalam makna sabda Nabi, “Bahwasanya rekonsiliasi antara budaya dan agama aku diutus hanyalah untuk bukan karena kekhawatiran terjadinya menyempurnakan akhlak”. Kemuliaan ketegangan antara keduanya, sebab kalau akhlak hanyalah akan terasa logis untuk manusia dibiarkan pada fitroh rasionalnya, disempurnakan, jika upaya itu diartikan ketegangan seperti itu akan reda dengan pengembangan kesadaran mendalam akan sendirinya. Sebagai contoh redanya etika sosial dari sebuah masyarakat bangsa. semangat Ulama dalam mempersoalakan Tugas Islam adalah mengembangkan etika rambut gondrong.1111 sosial yang memungkinkan tercapainya Islam dalam hal kehidupan nasional tujuan penyejahteraan kehidupan adalah ide yang perlu diamati. Gus Dur manusia.10 mengatakan bahwa pribumi bukanlah Komitmen etika sosial upaya untuk menghindari munculnya Abdurrahman Wahid yang tidak lain resistensi dari kekuatan budaya lokal, tetapi adalah upaya Abdurrahman Wahid dalam lebih dari itu sehingga budaya itu tidak rangka kontekstualisasi ajaran Islam di hilang. Esensi dari pribumi Islam adalah tengah dinamika dan problematika kebutuhan untuk menghindari polarisi kemanusiaan. Terutama dalam konteks antara agama dan budaya, karena polarisasi kemanusiaan dan keindonesiaan. Dengan seperti itu tidak dapat dihindarkan.12 cara ini Islam akan benar-benar menjadi Ide Abdurrahman Wahid jawaban setiap problematika kebangsaan tampaknya menunjukkan Islam sebagai tanpa kehilangan spirit etisnya sebagai agama yang menghormati konteks lokal agama yang agung. dan mempertahankan realitas pluralisme budaya yang ada. Abdurrahman dengan 3. Agama dan Budaya tegas menolak "satu Islam" dalam ekspresi Agama dan budaya bagaikan koin budaya, karena semua simbol atau identitas yang tidak dapat dipisahkan. Agama harus menggunakan ungkapan bahasa mendapatkan wahyu normatif, itu Arab. Keseragaman yang sama tidak hanya cenderung menjadi permanen. Padahal membebaskan kreativitas dari budaya kebudayaan adalah ciptaan manusia, Umat, tetapi juga menciptakan Islam yang karena itu perkembangannya mengikuti teralienasi dari arus utama budaya nasional. zaman dan cenderung selalu berubah. Proses dekomposisi Arabisasi adalah Perbedaan ini tidak menutup kemungkinan mundur dari akar budaya kita sendiri. manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk budaya. Selanjutnya (Gus Dur) B. Makna Agama mengatakan: 1. Pengertian makna agama Tumpang tindih antara agama dan budaya akan terjadi terus menerus sebagai Menurut Gus Dur, agama adalah suatu proses yang akan memperkaya kekuatan inspirasional yang menciptakan kehidupan dan membuatnya tidak gersang. kekuatan moral. Agama harus membentuk Kekayaan variasi budaya memungkinkan etika dari masyarakat. Menurut Gus Dur, adanya persambungan antar berbagai inti Islam adalah perdamaian dan non-

10 Abdurrahman Wahid, “Islam dan Masyarakat 11 Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Bangsa,” Jurnal Pesantren, No. 3, Volume VI, Kebudayaa, 118 (1989), 12 Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, 119. 117

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

kekerasan, Islam menginginkan diakui sebagai Yudaisme, Kristen, Hindu, kebebasan. Agama mengajarkan konsep Budha, Konhuchu atau lainnya, tetapi etika bagi para kematian adalah Islam. Tuhan tidak pengikutnya. Tetapi etika seharusnya tidak mensyaratkan manusia untuk digunakan sebagai aturan formal dalam memformulasikan Islam secara formalitas, tatanan kehidupan. Agama tidak terkait komitmen, tetapi berhati-hati saja. Karena dengan urusan negara, agama terdiri dari itu simbol-simbol seperti sorban, jubah, individu dan mengandung ajaran moral. topi, kubah, non-standar Islam, berarti Sebenarnya, mengembangkan kesepakatan hanya syi'ar dan lebih rapuh seperti busa.15 bersama dalam masyarakat yang heterogen Bagi Wahid, Islam adalah agama seperti Indonesia tidaklah mudah. Dalam cinta, toleransi, agama, keadilan dan hubungan antara orang yang beragama kejujuran. Dengan cara itu, Islam adalah membutuhkan pemahaman yang tulus dan keyakinan egaliter yang tidak memerlukan terus menerus. Gus Dur menyatakan bahwa perlakuan kejam (musuh yang adil), karena umat Islam sebagai mayoritas umat alasan agama, suku, ras, gender, status sosial beragama memiliki tanggung jawab besar atau kelompok lain dalam masyarakat.1616 untuk mengembangkan rasa Bagi Wahid, Islam adalah keyakinan yang kewarganegaraan.13 Agama adalah mengklaim bahwa di mata Tuhan, semua panduan dan solusi untuk setiap masalah manusia, bahkan status Muslim dan non- yang ada di tengah-tengah kehidupan Muslim. Pandangan Wahid tentang Islam manusia. Gus Dur adalah seorang sarjana oleh Greg Barton sesuai dengan prinsip- reformasi yang mencoba membawa Islam prinsip dasar Kekristenan Eropa dan Eropa untuk tetap relevan sebagai pemecah dalam terang abad ini. masalah selama pembangunan, khususnya Wahid hidup Islam sebagai agama di Indonesia. yang menuntut hati pasien dan sabar Inti agama adalah penyerahan dan terhadap agama-agama lain. Dari pernyataan kepatuhan kepada para hamba-Nya kepada di atas, karena Wahid ingin menyatakan Yang Maha Kuasa disertai dengan bahwa semua agama, bahkan jika formalitas penyerahan total tanpa cadangan. Sikap ini, religius berbeda, seharusnya hanya ingin sebagai manifestasi dari hati terdalam membentuk tokoh al-kamil al-kamil tanpa paksaan, agitasi atau intimidasi, (berbadan sehat) moralitas al-karimah sebagai makhluk, Tuhan akan selalu (moralitas). mengikuti semua hukum dan keadaan. Memeluk Islam untuk Abdurrahman 2. Makna agama bagi kehidupan manusia Wahid berarti memiliki agama Islam, dan Abdurrahman percaya bahwa umat bukan Islam absolut atas nama agama. manusia memiliki posisi yang mulia dan Karena semua agama, ia ditekan, mulia karena dapat memberikan rahmat ditentukan oleh tulus dan tulus para kepada Tuhan. Keyakinan primordial ini pengikutnya.14 Dalam pengamatan Aqiel kemudian diterjemahkan oleh Gus Dur, Syiradj, tidak mungkin seorang pejabat dengan hati-hati menempatkan keyakinan

13 Abdurrahman Wahid, Gus Dur Menjawab 15 Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Perubahan Zaman, (Jakarta: PT Kompas Media Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi, Nusantara, 2000), 15 (Bandung: Mizan, 2006), 157. 14 Abdurrahman Wahid, Dialog Intra Religius, 16 Greg Barton, Biografi Gusdur, xxx. (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 6. 118

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

dalam hubungan antara takdir Tuhan dan mulia kepadanya. Memang benar, kata Gus kehendak manusia. Akurasi dapat ditentukan Dur, manusia juga berpotensi jatuh dalam terutama ketika hal itu berkaitan dengan kesalahan dan bahkan kehinaan atau hubungan antara kehendak manusia dan menyalahgunakan fitrah mulia itu, namun nasib Allah dalam kerangka ilmu alam / “pada dasarnya ia adalah tetap makhluk filsafat sosial dan moral. Dengan cara ini, yang mulia yang dilengkapi dengan budi, Gus Dur berhasil menampilkan konsepsi akal, perasaan dan ketrampilan untuk manusia menurut kosmologi Islam dalam mengembangkan diri yang seolah-olah wajah yang lebih fungsional dan universal. tanpa batas”.18 Dengan cara ini, "moralitas Islam" bersama Ketika Gus Miek wafat 5 Juni 1993, dengan "moralitas agama" secara umum dan Gus Dur langsung menulis sosok ini "moralitas sekuler" dapat melibatkan melalui kolom obituari yang baru dimuat sumbangan sumbangan yang tepat untuk Harian Kompas seminggu kemudian, yang pelaksanaan kehidupan orang-orang di dunia berjudul “Gus Miek: Wajah Sebuah keragaman dan untuk masa depan Kerinduan”. Diliputi rasa kehilangan yang peradaban.17 mendalam, Gus Dur mengatakan: “Yang Prinsip Gus Dur pada basis manusia selalu saya kenang (dari Gus Miek didasarkan pada pemahaman kosmologi Islam, tambahan penulis) adalah kerinduannya khususnya pesantren. Setidaknya ada tiga kepada upaya perbaikan dalam diri konsep dasar "manusia", yaitu: manusia. Karena itu, ulama idolanya pun 1. Kemampuan intelektual untuk adalah yang membunyikan lonceng menghasilkan masalah kemanusiaan dasar. harapan dan genta kebaikan, bukan 2. Bangsa yang mulia adalah khalifah bumi; hardikan dan kemarahan kepada hal-hal 3. Posisi tinggi sebelum makhluk lain; yang baru. Kerinduannya kepada realisasi Ketiganya adalah kualitas manusia potensi kebaikan pada diri manusia inilah yang diyakini sebagai karunia dari Pencipta yang menurut saya menjadikan Gus Miek Tuhan, sehingga manusia memiliki posisi supernatural”.19 tertinggi di hadapan Tuhan dan ciptaan Di mata Gus Dur, sosok Gus Miek lainnya di alam semesta. mewakili satu kesadaran akan hakikat Pertama-tama, kedudukan tinggi manusia yang secara esensial bersifat sama manusia itu diperoleh lantaran anugerah dan setara: yakni punya potensi akal, budi, dan perasaan. Ketiga properti memperbaiki keadaannya sendiri. Berkat asali yang diberikan Tuhan Sang Pencipta akal, budi dan perasaannya, manusia itu memungkinkan manusia sanggup memiliki kemuliaan yang super, yang memupuk diri serta mengembangkan daya dengan itu ia secara natural berpeluang dan potensi kebaikannya di dunia. merealisasikan potensi-potensi kebaikannya. Kendatipun Gus Dur tidak menyediakan Hal itulah mengapa Gus Miek yang karena definisi pembeda yang jelas dan terpilah menyadari hakikat manusia dan sekaligus antar ketiganya, namun secara bersama- mampu membuka diri terhadap kenyataan sama properti dasar itu mencirikan keadaan hakikat manusia itu lalu dipandang Gus Dur manusia yang berbeda dengan makhluk- pantas pula menyandang predikat makhluk yang lain sekaligus status yang 18 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, Nilai-nilai 17 Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Indonesia & Transformasi Kebudayaan, 30. Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi. 19 Abdurrahman Wahid, Gusdur Menjawab Perubahan (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), 66. Zaman, 93. 119

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

supernatural. “Gus Miek inilah yang melalui menjalani kehidupannya di dunia.2222 transendensi keimanannya tidak lagi melihat Insan-manusia dibekali piranti-piranti yang ‘kesalahan’ keyakinan orang beragama atau bersifat asali yang merupakan ciri berkepercayaan lain. Karena ia yakin hakikinya, sehingga eksistensi seturut kebaikan sama pada dua orang penyanyi esensinya amat berbeda dengan makhluk- (Ayu Wedayanti yang Hindu dan Neno makhluk bertubuh lainnya seperti monyet, Warisman yang Muslimah - penulis) kerbau, babi, dan lain sebagainya. Berbekal tersebut”20. kapasitas-kapasitas fakultatif yang Tiga kualitas manusia (kualitas dimilikinya itu, manusia dapat pengembangan individual, sosial, dan bereksistensi dalam artian merealisasikan intelek) adalah postulasi yang dirumuskan aneka kemungkinan hidupnya di dunia Gus Dur mengenai kondisi asali manusia “secara tak terbatas”. menurut kosmologi Islam. Postulasi itu Sebagaimana diutarakan di dalam sekaligus mencerminkan hubungan yang tulisan ini, pandangan Gus Dur mengenai tak terelakkan antara manusia dan manusia berlandaskan agama. Utamanya Tuhannya, Sang Penciptanya. Kualitas- adalah bahwa hakikat dasar manusia kualitas tersebut dipandang berwatak mengandung suatu relasi tak terbantahkan universal, yakni bersifat inheren dalam diri dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta, Causa makhluk manusia (homo sapiens, hayawan Prima, sang Pemberi Karunia. Keberadaan natiq) dan sekaligus berlaku bagi manusia Tuhan dan relasi manusia dengan-Nya secara keseluruhan. Dalam pengertian ini (melalui keseluruhan kapasitas akal, budi pula semua manusia pada dasarnya adalah dan perasaan, serta kapasitas sosial dan makhluk yang setara dan sederajat antar intelek yang dimiliki) pada gilirannya sesamanya. mengandaikan keharusan adanya moralitas. Memang benar bahwa manusia Bagi Gus Dur, kesadaran akan relasi itu dicirikan juga oleh kebertubuhannya yang adalah dasar bagi moralitas. dalam kosmologi Islam dinyatakan dalam Pendasaran moral yang sangat esensial istilah “basyar” (manusia dalam aspek tersebut memang jarang dinyatakan oleh tubuh biologisnya semata). Namun sejauh Gus Dur secara verbal yang meskipun yang dapat dibaca dari karya-karyanya, demikian dapat dijumpai pada bagian-bagian Gus Dur tidak menaruh perhatian pada lain kolom dan eseinya. Dapat dinyatakan aspek yang sempit itu, melainkan tercurah bahwa suatu tindakan bernilai moral, bila kepada eksistensi manusia sebagai “insan” pelaku tindakan tersebut mematuhi yang tercipta dalam sebaik-baiknya kewajiban-kewajiban. Gus Dur mengajukan keadaan, “ahsanit takwim”.2121 Menurut empat kewajiban moral yang mengikat penuturan Prof. Quraish Shihab, berbeda manusia secara universal. pengertian dengan “basyar”, kata “insan” 1. Kewajiban untuk senantiasa taat asas bermakna manusia dalam totalitas jiwa- (konsisten) dalam berpikir dan mencari raganya yang sedemikian rupa sehingga pemecahan persoalan-persoalan yang memenuhi standar dan syarat untuk bisa dihadapi. 2. Kewajiban menjunjung tinggi tujuan utama kehidupan, yakni

20 Abdurrahman Wahid, Gusdur Menjawab Perubahan Zaman, 93. 22 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: 21 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30. Mizan, 1996), 280. 120

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

a) Mencari kemaslahatan sejauh komplementer dalam kehidupan. Islam mungkin, berfungsi dalam kehidupan bangsa dalam b) Menjauhkan kerusakan/mafsadah dua bentuk. Pertama adalah akhlaq sekuat mungkin, dan masyarakat (etika sosial) warga c) Menerapkan asas kerahmatan dalam masyarakat, sedangkan bentuk kedua kehidupan secara keseluruhan. adalah partikel-partikel dirinya yang dapat 3. Kewajiban menyediakan sarana yang diundangkan melalui proses konsensus diperlukan untuk pencapaian tujuan utama (seperti undang-undang No. 1/1974 tentang kehidupan di atas, dan Perkawinan, Undang-undang Peradilan 4. Kewajiban memikul tanggung jawab agama No.7/1989). Dari sini jelas bahwa penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat Gus Dur tidak pernah memimpikan sebuah secara tuntas dan jujur.23 Negara yang menganut ideologi Islam secara formal tetapi nilai-nilai Islam Kewajiban-kewajiban tersebut, tertanam dalam setiap pribadi muslim ditegaskan oleh Gus Dur, harus Indonesia.25 dilaksanakan secara simultan dan serentak, Makna agama bagi lingkungan yang salah satunya tak dapat ditanggalkan. hidup menurutnya bisa dilihat di pesantren. Pelaksanaan imperatifnya pun harus Menurut pandangan Abdurrahman Wahid diupayakan dalam kerangka yang sifatnya (Gus Dur), pesantren merupakan integral, secara menyeluruh. Itu berarti lingkungan kehidupan yang unik. Karakter kewajiban moral harus dipatuhi baik dalam pesantren yang demikian unik dan berciri kerangka pengembangan potensi diri khas, dengan seperangkat akar tradisi yang pribadi, bekerjanya fungsi-fungsi sosial demikian komplek, membuat pesantren kemasyarakatan, maupun dalam kerja-kerja seakan-akan memiliki dunia yang berbeda intelek melalui filsafat, ilmu pengetahuan dari kehidupan masyarakat di luar dan teknologi. Baru jika kewajiban- pesantren. Karakter tersebut ketika ditarik kewajiban moral itu dilaksanakan dalam benang merahnya dalam persepektif artian menjadi kesadaran, sikap dan budaya maka dibutuhkan identitas baru tindakan praktis hidup manusia, maka asas untuk dapat medefinisikannya. Maka keseimbangan dalam menghadapi muncullah pesantren sebagai subkultur26. tantangan di dunia dan penyelenggaraan Gus Dur memberi penjelasan hidup kolektif yang berwatak universal itu penggunakan istilah ini bagi pesantren dapat dipenuhi.Namun, bagi Gus Dur, masih merupakan usaha pengenalan moral/etisnya suatu tindakan tidak semata diukur dari pelaksanaan kewajiban belaka, 25 Soelastomo, "Dwi Tunggal Gus Dur-Mega," tetapi juga atas kesadaran demi mencapai dalam Kompas, 29 Nopember 1999. 24 “arah hidup yang benar”. 26 Pendekatan yang dipakai dalam pengambilan kesimpulan pesantren sebagai subkultur adalah 3. Makna agama bagi lingkungan hidup pendekatan naratif. Menurut Gus Dur pendekatan naratif ini merupakan pendekatan ilmiah yang terbaik untuk melihat hakikat sebuah lembaga Gus Dur secara tegas menggaris kemasyarakatan seperti pesantren, menurut Gus Dur bawahi peranan agama sebagai etika sosial pendekatan naratif ini persyaratan esensial jika tidak yang berarti Islam (agama) berfungsi ingin terjadi kesalahan persepsi bahkan kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. Abdurrahman 23 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30-31. Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren 24 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 35-36. (Yogyakarta : LKIS Yogyakarta, 2001) 1-2. 121

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

identitas kultural yang dilakukan kalangan disebut dengan “cara kehidupan santri”. dari luar pesantren, artinya butuh kehati- Beberapa konsepsi nilai yang berbeda hatian untuk menggunakan kata tersebut antara santri dan masyarakat di luar terlebih bagi lembaga pendidikan seperti pesantren, misalnya visi untuk mencapai pesantren. Bagi Gus Dur kalau dikemudian penerimaan disisi Allah dalam terminilogi hari, dengan seperangakat metode penelitian santri disebut dengan nama “keikhlasan” yang konperhensif dapat ditemukan identitas yang dikenal dilingkungan masyarakat lain diluar kesimpulan bahwa pesantren luar, dimana kata “ikhlas” mengandung arti adalah sebagai subkultur, maka ketulusan dalam menerima, memberikan kemungkinan itupun masih selama istilah itu dan melakukan sesuatu antara sesama belum diuji secara ilmiah murni, kesimpulan makhluk. apapun yang didapat dari penggunaannya Bagi masyarakat luar, kehidupan masih berupa kesimpulan sementara, namun dipesantren merupakan gambaran ideal Gus Dur menegaskan kesementaraannya yang tidak mungkin dapat direalisasikan tersebut tidak mengurangi nilai objektifitas dalam kehidupan nyata, dengan demikian ilmiahnya.27 pesantren bagi mereka dijadikan sebagai Dilihat dari asapek keunikan yang tempat yang dapat menberikan kekuatan dimiliki pesantren yang dapat membentuk spiritual, terutama saat-saat tertentu, untuk identitas berbeda dengan kehidupan di luar menghadapi kemalangan dan kesukaran, pesantren, menurut Gus Dur secara selain itu pesantren juga dijadikan sebagai sosiologis pesantren telah memenuhi sumber inspirasi bagi sikap hidup yang persyaratan minimal, yaitu memiliki selalu diinginkan tumbuh pada diri mereka cirikhas dan perbedaan dalam hal: dan anak-anaknya, terlebih jika pendidikan 1. Cara hidup yang di anut, Pandangan di luar pesantren tidak memberi harapan hidup dan tata nilai yang diikuti, dan besar bagi terjangkaunya ketenangan dan Hirarki kekuasaan intren tersendiri ketentraman hidup mereka.30 ditaati sepenuhnya.28 Berkembangnya suatu proses saling Keunikan dan ciri khasnya struktur pengaruh dan menpengaruhi antara pola serta system pengajaran di pesantren. Gus kehidupan dipesantren dengan masyarakat Dur menjelaskan bahwa pemberian di luarnya, yang akan berkulminasi pada pengajian yang diberikan oleh kiai kepada pembentukan nilai-nilai baru yang secara santrinya sama saja artinya dengan sebuah universal diterima oleh kedua belah pihak. proses pembentukan tata nilai yang Kondisi ini tentunya merupakan lengkap. Dengan cara penilaian dan orientasinya tersendiri.29 Yang kemudian Clifford Geertz dalam bukunya the religion of java) dicoba untuk dikontraskan dengan apa yang dinamakan “kehidupan kaum abangan” dinegeri ini. 27 Karena bagi Gus Dur penggunaan istilah tersebut Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, 7. jika dilakukan dengan hati-hati akan menghasilkan anggapan-anggapan (assumptions) yang tidak akan jauh menyimpang dari hasil penelitian empiris yang 30 Pada kedua hal diatas terletak daya tarik dilakukan secara seksama dan mendalam. pesantren dalam pandangan masyarakat pada Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, 2. umumnya, hal ini disebabkan pandangan hidup 28 Menggerakkan Tradisi, 2. pesantren yang sufistik sehingga menjadi alternatif 29 Nila-nilai (mores) yang tercipta dalam bentuk kehidupan ideal ditengah distorsi serangkaian perbuartan sehari-hari inilah yang mendehumanisasi-nya kehidupan modern. kemudian yang dikenal dengan “cara kehidupan Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, 32. santri” yang oleh sementara kalangan (terutama 122

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

konsekuensi logis akibat dari pada pos strategi dalam masyarakat, dan ini pendirian mayoritas pesantren sebagai menurut Gus Dur merupakan peranan salah satu bentuk reaksi terhadap pola dalam kontribusinya secara sistemik, atau tertentu yang dianggap rawan dalam kontribusi yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Bagi Gus Dur pengaturan pesantren dalam melakukan pemberdayaan sejarah ini, maka berarti pendirian masyarakat secara langsung. Terkait pesantren juga merupakan salah satu kontribusi, pesantren dapat membentuk bagian dari transformasi budaya yang beberapa perogram pemberdayaan dan berjalan untuk jangka waktu yang panjang pembangunan masyarakat. Misalnya sesuai dengan dialektika yang ada di antara pesantren membentuk perogram yang keduanya. Karena pesantren adalah titik bertujuan membentuk tenaga-tenaga awal dari proses transformasi, pesantren pembangunan masyarakat dari pesantren, secara alami dipaksa untuk menjadi yang bertugas membantu warga desa untuk alternatif bagi pola kehidupan yang ada. mengenal dan memanfaatkan potensi yang Mengenai kediktatoran di atas, Gus mereka miliki dengan tujuan dapat Dur menjelaskan bahwa peran pesantren memperbaiki kehidupan mereka, dengan sebagai pilihan ideal masyarakat sangat jalan merencanakan dan melaksanakan sejalan dengan terwujudnya budaya agama proyek-proyek pengembangan desa Islam yang menjangkau nusantara. Seperti mereka.32 dapat disimpulkan dari proses historis penyebaran Islam di daerah ini, manifestasi C. Tujuan Agama budaya Islam adalah kombinasi dari doktrin Islam formal dalam kultus orang- 1. Kedudukan agama orang kudus (memuncak dalam kultus songo), sebagai pengaruh yang tersisa dari Agama memiliki posisi dan peran pemujaan orang-orang kudus (hermints) yang penting dan strategis, terutama dalam agama Hindu. Manifestasi budaya sebagai landasan spiritual, moral, dan etis ini terbukti dalam asketisme (bahasa Arab: dalam kehidupan dan kehidupan manusia. az-Zuhd, sering juga ditafsirkan sebagai Tetapi di sini dijelaskan oleh Gus Dur "kebijaksanaan" di negara ini) yang bahwa, posisi keagamaan ada hubungannya mencirikan pola kehidupan Islam di dengan negara, yaitu Pancasila. nusantara, seperti di negara Arab itu sendiri Sebagaimana kita ketahui, kita tahu bahwa sepanjang sejarahnya.31 dalam Pancasila tidak ada prinsip yang Diterima atau tidak, kontribusi menentang agama. Dengan demikian pesantren dalam melakukan infiltrasi dan prinsip-prinsip Pancasila secara harfiah tranformasi nilai dalam kehidupan merupakan pesan utama semua agama, di masyarakat secara lebih umum memiliki mana ajaran Islam yang dikenal sebagai kontribusi yang sangat siknifikan, peranan maqashid al-syari'ah, yang bermanfaat ini bisa dalam pembentukan karakter para bagi masyarakat. Dengan kesadaran ini ia santri yang sudah lulus keluar dari menolak formalitas atau formalisasi agama pesantren dan kemudian mendirikan dan menekankan intinya. Negara-negara ini sekolah dan mendirikan pesantren baru, memiliki posisi sebagai lembaga yang atau bahkan mengisi bagian terkecil dalam mengakui keragaman, melindungi semua

32 Menggerakkan Tradisi, 156. 31 Menggerakkan Tradisi, 12. 123

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

kepentingan, dan melindungi semua sekuler adalah kesejahteraan setiap warga keyakinan, budaya dan tradisi masyarakat negara, dan yang lainnya hanya bentuk Indonesia. Jadi, dengan Pancasila, dia eksternal yang dapat digantikan oleh orang menyatakan agama sebagai wujud kasih melalui lembaga perwakilan. Jadi, Allah bagi semua ciptaan-Nya (Rahamatan faktanya, Pancasila yang berbasis di lil'alamin) dalam memahami benar. Sikap Indonesia adalah salah satu tujuan negara para pemimpin perjuangan agama Islam.35 Karena agama memainkan peran nasionalis untuk menjaga warga Negeri penting dalam mengatur kehidupan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, manusia dan mengarahkannya ke kebaikan menurut Gus Dur, dapat disebut adanya bersama jiwa yang tenang (al-nafs al- muthmainnah), individu yang terus 2. Fungsi agama bagi manusia mencoba untuk menguntungkan semua Agama memberi kedudukan khusus tanpa masalah.33 kepada manusia sebagai khalifahfil ardh. Selanjutnya, sesuai dengan hukum fiqh Pengertian “khalifah” sendiri adalah wakil oleh Gus Dur, prinsip Pancasil adalah salah Allah atau vicegerent yang bertugas satu persyaratan untuk keabsahan Republik menjalankan kekuasaan Allah di bumi Indonesia. Karena itu, tidak ada alasan manusia. Secara umum khalifah juga untuk menolak, selama itu tidak bisa bermakna pemimpin, pengatur, pemelihara, mengubah posisi religius kehidupan. Islam pelindung dan seterusnya. Dalam kapasitas sendiri dapat ditempatkan di berbagai itu, keberadaan manusia adalah menjalankan posisi kehidupan, pada waktu yang fungsi social kemasyarakatan yang berbeda. Pada suatu waktu, ia menciptakan dibedakan dari kapasitas fungsi prekursor, di lain waktu, ia mendirikan pengembangan diri yang hakikatnya bersifat landasan iman (aqidah), karena masalahnya individual.3636 Mengenai fungsi ini, Gus Dur adalah "hanya pencapaian yang sah" dalam mendasarkan diri pada firman Allah: “Laqad pandangan fiqh.34 kaana lakum fi rasulillahi uswatun Dalam kasus ini, Abdurrahman hasanah” (telah ada bagi kalian keteladanan mengarahkan gagasan Asghar Ali Engineer sempurna dalam diri Rasulullah). bahwa negara hukum Islam yang Keteladanan yang dimaksud terutama sebenarnya adalah gagasan tentang negara peranan Nabi Muhammad SAW dalam modern dan sekuler. Ada tujuan bersama mengusahakan kesejahteraan bagi seluruh antara negara sekuler dan negara Islam, umat manusia (rahmatan lil alamin). Fungsi melindungi hak warga negara. Jika cara ini mencakup keharusan manusia untuk berpikir ini dilakukan, hanya langkah- memperjuangkan kesejahteraan secara langkah untuk kedua negara Islam dan menyeluruh dan tuntas, sekaligus melawan pola hidup sosial yang eksploitatif, tidak 33 Abdurrahman Wahid, “Musuh dalam Selimut”, manusiawi dan tidak berasaskan keadilan.37 Pengantar Editor, dalam Abdurrahman Wahid (ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, (Jakarta: Desantra 35 Abdurrahman Wahid, “Bercermin Dari Para Utama Media, 2009), 18. Pemimpin”, dalam Abdul Mu’nim D.Z. (ed.), Islam 34 Abdurrahman Wahid, “Nahdatul Ulama dan di Tengah Arus Transisi, (Jakarta: Kompas, 2000), Islam di Indonesia dewasa Ini”, dalam Taufif 287. Abdullah dan Sharon Siddique, Tradisi dan 36 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30. Kebangkitan Islam di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 37 Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama 1988), 201. dan Kebudayaan, (Depok; Desantara, 2001), 153. 124

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Maka manusia berhak menyandang Menurut Gus Dur dalam perspektif kedudukan mulia sebagai aktor sejarah. Islam. Islam lahir sebagai agama yang sah. Manusia, dalam pandangan Gus Dur, Hukum adalah aturan, dan mereka yang adalah pelaku yang bermartabat dan melakukannya disebut hakim. Aturan berderajat penuh yang diharapkan ikut tertinggi, yang memiliki kemampuan untuk ambil bagian dalam kebangunan peradaban memaksa adalah hukum. Jelas bahwa manusia.3838 Dan justru pada tahap sebagai dalam Islam, aturan permainan dibuat oleh aktor sejarah inilah, menurut Gus Dur, saat agama supremasi tertinggi. Tidak ada yang yang paling menentukan bagi status bisa membicarakannya.4141 Jadi dapat kemuliaan manusia di hadapan Allah SWT disimpulkan bahwa agama berfungsi untuk sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran: menahan kehidupan manusia sekaligus “laqad karramna bani adam”(sungguh sebagai aturan bagi dirinya untuk telah Kumuliakan anak Adam). keselamatan hidupnya. Kapasitas yang dimiliki manusia adalah karunia akal dan pikiran. Gus Dur 3. Tujuan agama menyebut daya ini sebagai kemampuan fitri, akli dan persepsi kejiwaan manusia Gus Dur membangun pemikiran agama untuk hanya mementingkan masalah- dengan aksioma yang mengajarkan agama masalah dasar kemanusiaan belaka.3939 (Islam) ke dunia tujuan untuk meninggikan Pengertian ini kiranya terkait erat dengan manusia, menyadari manfaat dan kemakmuran fungsi intelek manusia berupa kapasitas di antara mereka, dan memberikan kesenangan konsepsional untuk mengenali, dalam hidup. Agama tidak hadir untuk mengidentifikasi, membeda-bedakan, memberikan kesulitan, intimidasi, teror, dan menggolongkan, dan memahami gejala- berbagai kerugian di muka bumi. Tetapi agama gejala alam/sosial, serta menangkap menyesatkan untuk menjadi ambisi yang mulia, masalah-masalah kehidupan secara agama juga menyediakan lima pedoman dasar, esensial. Termasuk di dalam fungsi itu yaitu: adalah kapasitas manusia untuk 1. Jaminan atas keselamatan atau kebebasan menimbang-nimbang yang terbaik bagi bergama dan berkeyakinan (hifz ad-din). dirinya maupun masyarakat secara umum 2. Jaminan atas jiwa dan keselamatan fisik dari aneka pilihan yang tersedia dalam (hifzan-nafs). realitas kehidupan. 3. Jaminan atas keselamatan keluarga dan Perlu dinyatakan langsung di sini keturunan (hifz an-nasl). bahwa Gus Dur memiliki pandangan yang 4. Jaminan atas profesi dan hak miliki istimewa mengenai fungsi intelek ini. pribadi (hifz al-mal), Dan Dikatakan bahwa kerja intelek perlu 5. Jaminan atas keselamatan akal atau diarahkan untuk “menumbuhkan kebebasan berpikir dan berekspresi pandangan dunia yang mementingkan (hifz al-‘aql).42 keseimbangan antara hak-hak perorangan dan kebutuhan masyarakat manusia dalam D. Kebenaran Agama penyelenggaraan hidup kolektif yang berwatak universal”.4040 1. Pengertian kebenaran agama

38 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 13. 39 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30. 41 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 293. 40 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 30. 42 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, xxi-xxii 125

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Abdurrahman berpendapat bahwa dia teologis, melainkan sudah menjadi masalah tidak setuju dengan seorang Muslim yang pemikiran”.44 menyatakan agama orang lain sebagai Menurut Gus Dur, realitas manusia kebenaran dari agamanya. Dia lebih suka perlu melihat pentingnya arti uraian yang mengatakan, "Semua agama mengajarkan diberikan kepada "kebenaran agama". kebaikan dan kebenaran sesuai dengan Keyakinan yang didominasi manusia akan keyakinan mereka".43 Dari dua pendapat ini, menjadi kuat ketika doktrin muncul secara ia menunjukkan bahwa ada perbedaan empiris. Islam mengajarkan moral dan substansial dalam agama. Dia tidak ingin kehidupan lainnya. Jika nilai-nilai Islam terlalu terlibat dalam urusan kebenaran yang tidak terlihat dalam kehidupan masyarakat, diyakini oleh orang lain. Karena, itu artinya mereka tidak menganggap Islam menurutnya, semua orang akan bertanggung sebagai makhluk hidup. Tetapi hanya jawab atas kepercayaan mereka sendiri di melihat sisi Islam yang universal dan baik. hadapan Tuhan. Di sini Gus Dur memberi Hasilnya akan menjadi idealis universal contoh kepada para pemimpin Muslim dan ajaran agama. Daripada melihat agama non-Muslim, bagaimana berperilaku dengan adalah proses yang dibuat berbeda oleh pengikut agama lain dalam kehidupan orang yang berbeda dan menciptakan berbangsa dan bernegara tanpa kehilangan pemahaman yang berbeda. Jawaban identitasnya. terpenting oleh Gus Dur adalah bagaimana Ia tidak hanya menghormati dan pemahaman agama dibangun di atas menghormati keyakinan atau kepercayaan landasan realitas empiris dalam pengalaman orang lain dari agama yang berbeda, tetapi hidup.45 juga disertai keinginan untuk menerima ajaran yang baik dari agama lain, dalam 2. Konsep kebenaran agama sebuah artikel yang memiliki pidato Konsep dasar agama diarahkan untuk Intelektual di Pusat Eksklusivisme, Wahid menciptakan tatanan sosial. Jadi jika sekali: kebenaran universal selalu berkaitan dengan “Saya membaca, menguasai, konteks, cobalah untuk menentukan konteks menerapkan al-Qur’an, al-Hadis, dan kitab- melalui ilmu pengetahuan modern, filsafat kitab Kuning tidak dikhususkan bagi orang dan ilmu sosial, untuk diteliti lebih lanjut Islam. Saya bersedia memakai yang mana oleh kosmologi Islam. Dengan kata lain, pun asal benar dan cocok dan sesuai hati penguasaan filsafat modern dan ilmu sosial nurani. Saya tidak mempedulikan apakah harus dikonsultasikan dengan pengetahuan kutipan dari Injil, Bhagawad Gita, kalau agama. Ini tidak berarti bahwa ilmu agama benar kita terima. Dalam masalah bangsa, lebih penting daripada dunia sains karena ayat al-Qur’an kita pakai secara fungsional, mereka melengkapi satu. Meskipun Wahid bukannya untuk diyakini secara teologis. adalah pengagum Karl Marx, sebagaimana Keyakinan teologis dipakai dalam disebutkan dalam salah satu sub-bagian persoalan mendasar. Tetapi aplikasi adalah artikelnya “Gerakan Keagamaan dalam soal penafsiran. Berbicara masalah Perspektif Struktural”,46 tetapi dia tidak penafsiran berarti bukan lagi masalah setegas Karl Marx yang percaya pada

44 Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, (Yogyakarta: LkiS, 2010), 204 43 www.gusdurfiles.com (diakses pada, 16/06/17) pkl. 45 Abdurrahman Wahid, Islamku, 19. 23.00wib 46 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 249. 126

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

sejarah manusia dipimpin oleh masalah ini. hormat, menghormati keyakinan mereka, Bahkan Wahid mengakui bahwa dunia dan menghindari keinginan. permusuhan mengikuti hukum alam, tetapi ia percaya dan tirani kelompok minoritas adalah hasil bahwa ada intervensi aktif setiap saat.47 dari wawasan sempit antusiasme religius.50 Karena kepercayaan pada Tuhan, Dengan monoteisme, Islam meningkatkan materi bukanlah tujuan utama. Materi harus pemahaman dan konflik kepercayaan. Jika diarahkan pada kepentingan Tuhan, yang beberapa keyakinan dapat ditoleransi, baik dan untuk manusia. Meskipun dunia toleransi lebih lanjut dipilih untuk penting bagi eksistensi manusia di dunia, mengelola pandangan politik dan ideologis. tetapi sebagai seorang Muslim, ia percaya Dari aspek ini, jelas bahwa Islam memiliki bahwa konsep-konsep religius menarik pandangan universal, yang berlaku untuk perkembangan dunia. Bagi Wahid, semua manusia. rasionalitasnya tidak mencari argumen logis Dalam manifestasi semua dari sains modern, tetapi berdasarkan pada universalisme Islam, gerakan misionaris Gus integritas ilmu agamanya sendiri.48 Dur disaksikan dalam berbagai sikap dan Dan karena mereka perlu terus tindakan, termasuk praktek membela melakukan dialog antara roh (dalam hal ini kelompok minoritas seperti membela benar) dan ilmu material harus diwujudkan Ahmadiyah, Syiah, Kristen dan lain-lain. dalam kehidupan. Bagi manusia, kehidupan Ketika minoritas dianggap tidak adil, Gus adalah kemampuan untuk menghubungkan Dur mengundang. Kelompok minoritas Gus Ketuhanan dengan tindakan (di dunia Dur tidak mencari kepercayaan atau material), tetapi dalam pelaksanaannya ideologi, tetapi Gus Dur menginginkan harus disertai dengan kesabaran, sehingga kebebasan warga negara untuk memiliki tidak ada kekerasan yang dapat agama dan keyakinan. Sesungguhnya menghancurkan martabat manusia. Dalam toleransi dan toleransi universal juga istilah itu, hidup harus selalu mencari membuktikan pengakuan Konfusianisme keseimbangan antara "normatif (ajaran oleh Gus Dur sebagai agama dan agama)" dan "kebebasan berpikir" (dalam kepercayaan yang sah di Indonesia. urusan dunia).49 Menurutnya, perbedaan itu tidak sedikitpun mengurangi penghormatan 3. Implementasi keyakinan akan mereka terhadap yang lain serta tidak kebenaran agama mengurangi sedikit pun keyakinan Bagi Gus Dur mengenai penerapan agamanya. Gus Dur berpendapat bahwa keyakinan dalam kebenaran agama dalam ”para pemimpin NU telah mewariskan nilai- konteks kehidupan nasional, bahwa nilai toleran dan tahu harus bertindak apa keyakinan agama lain tumbuh, anggota dalam kondisi-kondisi tertentu tanpa komunitas harus mengadopsi hubungan mengabaikan keyakinannya”51 kohesif antara warga negara dengan rasa Konsekuensi dari kedua interpretasi tersebut memiliki implikasi yang luas. 47 Wahid berbeda dengan para founding fathers Mereka yang terbiasa dengan formalisasi Amerika yang menganut Deisme, yang memang meyakini adanya Tuhan, namun bukan Tuhan yang akan terikat pada upaya untuk secara aktif, yang bisa intervensi dalam urusan manusia mendasar mewujudkan "sistem 48 Abdurrahman Wahid, Kyai Nyentrik Membela Pemerintah, (Yogyakarta: LKiS, 1999), 33. 50 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 4-5. 49 Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, 21 51 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 82 127

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Islam" dengan mengabaikan pluralitas tidak terlihat dalam kehidupan, mereka masyarakat. Akibatnya, pemahaman ini akan belum menemukan kebenaran agama membuat warga non-Muslim menjadi warga sebagai makhluk hidup. Yang paling negara kelas dua. Bagi Gus Dur, untuk penting, menurutnya, pemahaman menjadi Muslim yang baik, seorang Muslim komunitas tentang kebenaran agama harus menerima prinsip-prinsip keyakinan, dibangun dalam realitas pengalaman menjalankan ajaran Islam secara kehidupan yang empiris. keseluruhan, membantu mereka yang membutuhkan bantuan, menjunjung tinggi profesionalisme, dan bersabar ketika DAFTAR PUSTAKA menghadapi ujian dan ujian. Akibatnya, Abdullah M. Amin, 2006. Teolopi Dan menciptakan sistem Islam atau formalisasi Filsafat Dalam Perspektif Globalisasi bukanlah persyaratan bagi seseorang untuk Ilmu Dan Budaya, Dalam Mukti Ali dkk., 52 Agama Dalam Pergumulan Masyarakat diberi gelar Muslim yang taat. Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana, IV. Kesimpulan Al-Munawar Said Agil Husin, 2003. Pembahasan tentang agama dalam Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam pandangan Abdurrahman Wahid yaitu Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat sebuah pemikiran yang mengarah kepada Press, Badiatul Roziqin, dkk. 2009. 101 Jejak Tokoh konsep kontrak sosial dalam kehidupan Islam Indonesia, Yogyakarta: e-Nusantara, masyarakat agar mampu membangun Greg Barton, Biografi Gus Dur, 2003. kehidupan yang lebih baik. Pemikiran Gus Yogyakarta: LKis, Dur adalah jalan untuk mencapai Nata Abudin, 2005. Tokoh-Tokoh Pembaruan kemaslahatan manusia. Pnedidikan Islam di Idonesia Jakarta: Raja Grafindo Persada, Makna agama adalah moral, karena Shihab Quraish, 1996. Wawasan al-Qur’an, agama adalah kekuatan inspirasi yang Bandung: Mizan, merupakan kekuatan moral yang akan Shihab M. Quraish, 2009. Membumikan al- membuat etika masyarakat. Karena agama Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu adalah panduan dan solusi untuk setiap dalamKehidupan Masyarakat Bandung: Mizan, masalah yang ada di antara manusia. Siroj Said Aqil, 2006. Tasawuf Sebagai Kritik Tujuan agama adalah untuk Sosial, Mengedepankan Islam sebagai memuliakan manusia, karena agama Inspirasi, Bukan Aspirasi, Bandung: mewujudkan manfaat lain dan Mizan, kemakmuran dan memberikan kemudahan Soelastomo, 1999. "Dwi Tunggal Gus Dur- Mega," dalam Kompas, 29 Nopember dalam hidup mereka, bukan memberi Wahid Abdurrahman, 2007. Islam kesulitan, apalagi intimidasi, teror, dan kosmopolitan, Nilai-Nilai Indonesia dan sebagainya. Karena agama memberikan Transfomasi Kebudayaan Jakarta: The lima jaminan dasar: Hifz ad-din, hifzan Wahid Institute, nafs, hifz an-nasl, hifz al-mal dan hifz al- Wahid Abdurrahman, 1983. Muslim di Tengah Pergumulan, Jakarta: LEPPENAS, ‘aql. Wahid Abdurrahman, 2001. Pergulatan Kebenaran agama diarahkan untuk Negara, Agama, dan Kebudayaan Depok: menciptakan tatanan sosial, karena Desantara, menurut agamanya mengajarkan moral dan Wahid Abdurrahman, 2000. Gus Dur kehidupan lainnya. Jika nilai-nilai agama Menjawab Perubahan Zaman, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,

52 Abdurrahman Wahid, Islamku, xv. Wahid Abdurrahman, 1994. Dialog Intra Religius, Yogyakarta: Kanisius, 128

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol.2 No,1 (2017)

Wahid Abdurrahman, 1994. Bunga Rampai Wahid Abdurrahman, 2001. Pergulatan Pesantren,(Jakarta: Darma Bhakti, Negara, Agama dan Kebudayaan, Depok: Wahid Abdurrahman, 2009. “Musuh dalam Desantara, Selimut”, Ilusi Negara Islam: Ekspansi Wahid Abdurrahman, 2010. Prisma Pemikiran Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Gus Dur, Yogyakarta: LkiS, Jakarta: Desantra Utama Media Wahid Abdurrahman, 1999. Kyai Nyentrik Wahid Abdurrahman, 1988. “Nahdatul Ulama Membela Pemerintah, Yogyakarta: LKiS, dan Islam di Indonesia dewasa Ini”, Wahid Abdurrahman, 1989. “Islam dan Tradisi dan Kebangkitan Islam di Masyarakat Bangsa,” Jurnal Pesantren, Indonesia, Jakarta: LP3ES No. 3, Volume VI, Wahid Abdurrahman, 2000. Bercermin Dari www.gusdurfiles.com Para Pemimpin, Islam di Tengah Arus Transisi, Jakarta: Kompas, Wahid Abdurrahman, 2001. Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta: LKIS,

129