Simbolisme Religius Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Simbolisme Religius dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari M. Imam Sofwan Yahya Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Penerima Program Beasiswa Unggulan Kemdikbud 2011 Pos-el: [email protected] Abstrak: Tulisan ini adalah analisis sastra pada novel Kubah karya Ahmad Tohari dengan menggunakan teori semiotik Charles Sanders Pierce. Analisis ini membahas aspek-aspek religius yang disimbolkan melalui tokoh dan latar. Hasil penelitian menunjukan bahwa tokoh Karman, Haji Bakir, dan Kastaghetek melambangkan sisi kemanusiaan dalam meraih kemuliaan individual dan sosial sedangkan Pegaten adalah nama desa yang menjadi simbol kearifan dan kesalehan komunal; bersaudara, ramah, tenggang rasa, dan tidak mengenal dendam kesumat. Kubah yang menjadi unsur tertinggi pada bangunan masjid merupakan simbol ekstase religius manusia dalam interaksi vertikal dan horisontal. Kata kunci: Semiotik, Charles Sanders Pierce, Ahmad Tohari, sufisme, religius . Abstract: This article is a literary analysis on the novel Kubah by Ahmad Tohari by using semiotic theory of Charles Sanders Pierce. This analysis discusses the religious aspects which are symbolized through the characters and background. the results shows that the characters Karman, Hajj Bakir, and Kastaghetek symbolize the humanity in achieving individual and social glory, whereas Pegaten is the name of the village that became a symbol of communal wisdom and piety; brotherhood, friendly, sense of tolerance, no hatred. The dome (Kubah) which becomes the highest element of the mosque is a symbol of religious ecstasy of humans in their vertical and horizontal interaction. Keywords: Semiotic, Charles Sanders Pierce, Ahmad Tohari, Sufism, Religious Pendahuluan sering digunakan sastra menyebabkan puisi, cerpen, maupun novel, kadang Setiap karya yang dihasilkan oleh dipandang sebelah mata oleh banyak manusia tidak terlepas dari pengaruh kalangan karena sering dianggap tidak kondisi ruang dan waktu yang memberikan fakta-fakta empiris melingkupinya, tidak terkecuali karya kehidupan atau bersifat fiksi. sastra yang diramu dan diciptakan melalui spektrum bahasa. Sastra -baik puisi Ajidarma (2010:396-400) berpan- maupun prosa- merupakan salah satu dangan bahwa relasi fakta dan fiksi bentuk pengejewantahan bahasa. Bahasa hanyalah perbedaan dalam membingkai dalam lingkup sastra umumnya bersifat sebuah kenyataan atau memberi makna ambigu berbeda dengan media formal kepada dunia dan kehidupannya atau lebih yang harus menyampaikan bahasa dengan sederhananya hanya perbedaan format. jelas dan tidak bermakna ganda. Gaya Oleh karena itu, kenyataan yang bahasa informal, metaforis, dan alegoris dicerminkan oleh fakta maupun fiksi yang adalah suatu kenyataan dalam tanda petik karena keduanya hanyalah konstruksi Gramedia Pustaka Utama mencetak novel manusia, bukan kenyataan itu sendiri. ini sebanyak empat kali, yaitu tahun 1995, Jadi, fakta dan fiksi hanyalah bagian dari 2001, 2005, dan 2012. Yang menarik dari mata rantai komunikasi. Pendapat novel Kubah dalam menawarkan solusi Ajidarma ini sangat membantu dalam dalam meredam memori memilukan atas mengurai dan menilai karya sastra yang tragedi tersebut adalah dengan aspek- sering dipandang tidak faktual. Hal itu aspek religius, baik yang digambarkan menyiratkan sebuah makna penting yang dalam emosi keagamaan maupun ritus dan terkandung dalam karya sastra, yaitu upacara keagamaan, serta nilai dan ajaran kesetaraan fiksi dengan fakta dalam agama yang kemudian menjadi sikap merepresentasikan sebuah kenyataan masyarakat yang lebih mengedepankan karena bagaimanapun juga karya sastra kesatuan dalam kehidupan sosial. merupakan cermin sekaligus hasil kognitif Keempat sikap ini menurut dari serangkaian pengalaman kehidupan, Koentjoroningrat (1987: 145) merupakan baik individu maupun sosial yang cerminan dan komponen dari aspek religi. dirasakan dan ingin disampaikan oleh Emosi keagamaan individu merupakan pengarang kepada yang lain. Di samping unsur religi utama seseorang. Dimensi ini itu, karya sastra juga sebagai sarana merupakan komponen paling sakral penyampaian ide, gagasan, ataupun kritik karena Tuhan secara langsung terhadap lingkungan masyarakatnya berinteraksi dengan manusia sedangkan (Faruk, 2012: 5-6). nilai dan ajaran merupakan bentuk ketaatan dan ketulusan terhadap emosi Novel Kubah karya Ahmad Tohari keagamaan yang terjewantahkan dalam merupakan salah satu karya sastra yang interaksi vertikal yang terbangun dalam memadukan dua unsur di atas. Kubah ritus-ritus resmi agama, maupun mengolah fakta sejarah sosial yang pernah horisontal yang sekaligus merupakan menghiasi bangsa Indonesia, yaitu kondisi cermin dari penghayatan keyakinan politik 1960-an, khususnya 1965 yang tersebut dalam tataran kehidupan sosial. telah menjadi memori kolektif bangsa Lebih menarik lagi, dalam novel Kubah Indonesia, menjadi rangkaian kisah fiksi. keempat unsur religi tersebut dibangun Selain itu, Kubah juga tidak lepas dari ide dan dikembangkan melalui nama tokoh, ataupun gagasan dalam menanggapi tempat, serta bangunan. Karman, fenomena tersebut serta memberikan Kastagethek, Haji Bakir, Pegaten dan solusi dalam menyikapi memori yang Kubah merupakan simbol-simbol religi sangat memilukan bangsa, baik bagi personal sekaligus sosial yang tergambar korban maupun yang tertuduh sebagai dalam novel yang sudah diterbitkan dalam pelaku. Sikap penulis yang implisit dan bahasa Jepang dan mendapat penghargaan tergambar dalam novel ini pun mendapat dari Yayasan Buku Utama Kementrian P pengakuan dari Abdurrahman Wahid dan K tahun 1981 ini. Oleh karena itu, seperti yang tertera di sampul cetakan tujuan utamanya adalah menjawab dan keempat tahun 2012. Menurut tokoh mengungkap makna atau pesan yang bangsa yang akrab dipanggil Gus Dur ini, tersirat pada lima simbol tersebut. novel “Kubah berisi gagasan besar rekonsiliasi pasca tragedi 1965 yang Sinopsis Novel Kubah ditulis paling awal, yakni 1979 dan terbit dua tahun kemudian.” Novel Kubah menceritakan tokoh Karman, seorang mantan tapol yang Novel Kubah sudah beberapa kali dibebaskan dan bermaksud kembali ke dicetak. Pertama kali diterbitkan oleh tengah-tengah masyarakatnya. Dalam Pustaka Jaya pada tahun 1980. Setelah itu perjalanan, benak pikiran dan hati 2 Karman berkecamuk dengan segala religius masyarakat desa. Mereka berhasil kebimbangan dan ketakutan akan sikap membawa Karman ke “dunia lain” atas orang-orang Pegaten, desa tempat nama revolusi melawan kapitalis. tinggalnya sejak kecil sampai masa Walaupun demikian, Karman masih pengasingan ke pulau Buru. Selain itu, belum bisa masuk dalam jajaran kader secara psikis Karman juga dihinggapi rasa resmi partai karena masih memiliki rasa kecewa terhadap istrinya yang meminta keberpihakan terhadap negara juga sikap cerai agar bisa menikah dengan laki-laki kritis terhadap paham komunis serta lain daripada menunggu dirinya bebas, emosi keagamaan yang masih melekat lantaran suratan takdir tidak diketahui sehingga Karman hanya dijadikan sebagai pasti kapan dirinya kembali ke tengah- sekretaris Partindo yang menjadi kedok tengah keluarga. partai Triman di Pegaten. Masa kecil Karman dihabiskan Pada tahun 1960-an kehidupan dalam keadaan yang malang. Setelah Pegaten sama dengan di daerah lainnya. ditinggal ayahnya, Karman diasuh oleh Keadaan ekonomi dan keamanan tidak ibunya dengan bantuan Hasyim, paman menentu. Sampai akhirnya terjadi suatu yang selalu mendorongnya untuk belajar kejadian yang mengguncang secara di lembaga formal pemerintah. Namun, nasional pada dini hari menjelang 1 sokongan finansial pamannya hanya bisa Oktober 1965. Partai Komunis yang dulu mengantarkanya menamatkan jenjang di atas angin menjadi pihak yang harus SMP saja walaupun sebenarnya Hasyim bertanggungjawab atas peristiwa berdarah ingin sekali membantu Karman sampai tersebut. Para kader partai, baik yang jenjang yang lebih tinggi. Akhirnya resmi terdaftar maupun tidak, dibersihkan Karman bekerja di keluarga Haji Bakir. oleh pemerintahan baru. Bahkan nasib Intensitas hubungan di masa kecil sangat menggariskan sebagian dari mereka berpengaruh dan menimbulkan harapan dengan kematian. Takdir lain berpihak dalam jiwa Karman kepada Rifah saat pada Karman, ia hanya diasingkan ke menginjak masa dewasa. Namun, takdir pulau Buru selama 12 tahun. menyuratkan jalan lain karena Rifah Sekembalinya ke kampung halaman, sudah dilamar oleh Abdul Rahman. masyarakat Pegaten tetap Walaupun Karman sudah bekerja sebagai memperlakukannya sebagaimana dahulu juru tulis di kecamatan, keadaan ini sangat kala seolah tidak ada khilaf dan salah. mengguncang dirinya yang siap melamar Karman pun menyadari kehidupannya Rifah sekaligus menimbulkan rasa dulu merupakan sebuah kekhilafan yang kecewa dan dendam dalam diri Karman segera harus ditebus. Kehidupan religus terhadap keluarga Haji Bakir yang Karman pun menjadi tumbuh kembali. menurutnya telah menolak dirinya Keikutsertaan Karman dalam membangun lantaran tidak setara dan sepadan. masjid Haji Bakir dengan membuat kubah merupakan bukti kesungguhannya dalam Keadaan Karman dimanfaatkan menata kembali kehidupannya menuju oleh Triman dan Margo yang sebelumnya yang lebih baik, bagi pribadi, keluarga telah mengetahui dan mengamati sosok maupun masyarakat Pegaten. Karman yang cerdas untuk dijadikan kader Partai Komunis dengan Semiotik C. S. Peirce memberinya “jasa” dengan melancarkan jalan mendapatkan pekerjaan di Istilah semiotik diperkenalkan kecamatan. Mereka pun mulai menghasut oleh linguis Amerika, Charles Sanders Karman dengan segala cara dan Peirce. Semiotik merupakan