C:\Documents and Settings\Dd Cantik\Desktop\DPR Scan Anggit

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

C:\Documents and Settings\Dd Cantik\Desktop\DPR Scan Anggit PROFIL KETUA-KETUA DPR RI SEJAK TAHUN 1945 SID AGUSTUS 1999 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 1999 KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr. Wb. Keterbatasan buku-buku me• ngenai Dewan Perwakilan Rakyat sangatlah disadari, apalagi buku-buku yang dapat memberikan informasi mengenai mereka yang pernah duduk didalamnya. Padahal, buku semacam itu dapat bercerita banyak tentang . suatu zaman dan kita dapat menarik semangat dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Dan melalui buku pula kita dapat memberikan penghargaan kepada mereka · yang memang pantas mendapatkannya. Oleh karena itu saya merasa gembira dengan hadirnya buku mengenai profil Ketua-ketua DPR dari periode 1945 sampai sekarang. Walaupun berupa sebuah buku kecil yang sederhana, namun setidaknya merupakan buku pertama oleh Sekretariat Jenderal DPR RI yang berusaha untuk mengkompilasikan informasi tentang sosok-sosok mereka 111 dari .berbagai sumber yang pernah mengetuai Lembaga Legislatif ini. Membaca buku ini, seperti mernutar film dalam benak, dengan kita sebagai sutradaranya dan petikan profil dalam buku kecil ini sebagai plotnya. B uku ini mencoba untuk jauh dari kesan menggurui ataupun mengkultuskan pribadi tertentu. Akhirnya, terima kasih kepada semua pihak yang telah menyelesaikan buku ini dan saya berharap semoga di masa mendatang akan melimpah khasanah pustaka mengenai Dewan Perwakilan Rakyat, tentunya yang bermutu dan dapat dipertanggung-j awabkan Wassalamu'alaikum Wr. Wb. SEKRETARIS JENDERAL. DPR RI, DRS. AFIF MA'R-OEF lV DAFTAR ISi Halaman I. Kata Pengantar Hl 2. MR. KASMAN SINGODIMEDJO I 3. SUTAN SYAHRIR 9 4. S U P E N O 19 5. MR. ASSAAT 25 6. MR. SARTO NO 33 7. K.H. ZAINUL ARIFIN 41 8. H. ARUDJI KARTASASMITA . 49 9. I.G.G. SUBAMIA 55 10. Laksda TNI (L) MURSALIN D.M. 61 11. Brigjen. PROF. DR. TEUKU SYARIEF THAYEB.. 67 12. K.H. ACHMAD SYAICHU 73 13. K.H. DR. IDHAM CHALID 83 14. H. ADAM MALIK...................................................... 93 15. Jenderal (Purn) DARYATMO 101 16. Jenderal (Purn) H. AMIR MACHMUD..................... 109 17. Letjen (Purn) H.M. KHARIS SUHUD 119 18. Letjen (Pum) H. WAHONO 129 19. H. HARMOKO 139 20. KEPUSTAKAAN. 153 KETUA KNIP PERIODE 29 AGUSTUS 1945 - 17 OKTOBER 1945 I MR. KASMAN SINGODIMEDJO 2 MR. KASMAN SINGODIMEDJO KETUA KNIP PERIODE 29 AGUSTUS 1945 SID 17 OKTOBER 1945 Pada masa revolusi dulu, dan bahkan juga sekarang, proses rekruitmen pejabat pemerintah seringkali mengundang perdebatan tersendiri. Setiap kelompok menginginkan agar dapat terwakili. Dari sekian banyak tokoh-tokoh yang diangkat Presiden Sukarno pada saat itu, ada beberapa yang dianggap mewakili kalangan Islam, satu diantaranya adalah Mr. !:asman Singodimedjo sebagai ketua Komire Nasional Ind .nesia Pusat (Dewan Perwakilan Rakyat) yang diben .ik segera setelah kernerdek aan Indonesia. Mr. Kasrnan Sin, odimedjo yang berlatar belakang Muhammadiyah yang kental ini dilahirkan di Purworejo pada tanggal 25 Februari 1908. Seperti beberapa pemimpin nasional lainnya. Kasrnan berpendidikan barat dan pernah menjadi Ketua Jong lslamiten Bond di tahun 1930-1935. Karena latar belakang itu barangkali kemudian Jepang meminta Kasman untuk menjadi daidantjo (komandan batalyon) Pembela Tanah Air (PETA) di Jakarta. Karena 3 melihat bahwa dengan posisi itu ia dapat berbuat sesuatu bagi tercapainya suatu kemerdekaan, maka Kasman menerima tawaran tersebut. Sebagai daidantjo, Kasman aktif melatih militer bagi masyarakat dari beragam golongan; guru, hakim, mahasiswa, dan lain-lain. Sukarno dan Hatta pun sempat mengikuti latihan dibawah pimpinan Kasman. Pada rnasa itu diantara pernirnpin batalyon Jain Kasman cukup disegani dan dianggap senior, tak heran kemudian dia menjadi ketua BKR pertama, yang merupakan cikal bak a l ABRI. Kepemimpinan Kasman cukup menonjol. Oleh sementara orang, seperti Jenderal Nasution , dihari-hari aw al kemerdekaan, Kasman dapat disetarakan dengan pernimpin nasional Sukarno dan Hatta. Namun jabatan sebagai ketua KNIP tidak lama disandangnya. Pada sidang II KNIP yang berlangsung di balai Muslimin Jakarta Kasman dijatuhkan dengan tuduhan sebagai kolaborator d an mengingkari janji untuk mengerahkan pasukan dan rakyat guna merebut kekuasaan saat detik-detik menjelang proklamasi kemerdekaan. Kernudian, nama Sjahrir dimunculkan untuk rnengganti Kasrnan. 4 Menolak segala tuduhan tersebut, Kasman rnengakui 111e111ang ada perbedaan antara dirinya dan para pernuda yang sangat bersemangat. Sebagai bekas pimpinan militer Kosman terbiasa untuk memperhitungkan segala sesuutunyu dengan matang, apalagi bila menyangkut soal nyawa. Bahkan Kasman sempat pula diinterogasi oleh Jenderul Jepang, gara-gara PETA menolak menyerahkan senjata kepada Jepang seperti yang diperintahkan. Kasman sendiri rnenjadi ketua KNIP bukan lantaran dia pernah rnenjadi daidantjo PETA, namun karena ia salah sutu pernimpin bangsa yang terkemuka saat itu. Sedangkan tuduhan sebagai kolaborator Jepang karena ia pernah menjadi daidantjo, maka hampir semua pemimpin nasional, juga Sukarno dan Hatta, pernah pula bekerjasama dengan pemerintah Jepang. Memang harus dibedakan antara mereka yang bekerjasama untuk tujuan mewujudkan kemerdekaan Indonesia dengan mereka yang bekerjasama untuk kepentingan pribadi. Walaupun jabatan ketua KNIP tidak lama dijabatnya, namun Kasman yang dikarunia umur panjang ini, meninggal tahun 1983, adalah salah seorang pemimpin kritis yang muncul karena tuntutan perjuangan bangsa. 5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Mr. R. KASMAN SINGODIMEDJO Jabatan · Ketua KNIP Tempat/Tgl. Lahir Purworejo, 25 Pebruari 1908 Agama Islam Pendidikan 1939_ Rechts Hogeschool .Doctoraal ex Sociologisch Econornisch Richting Riwayat Pekerjaan/Jabatan : Tahun 1933 - 1940 : 1. Mengajar di Mulo Kesatrian: 2. Mulo Pendidikan Islam; 3. Mulo HIK; 4. AMS. Muhammadiyah; 5. Mualimin Mualimat Muhammadiyah; Tahun 1941 - 1945 : a. Kepala Afdeling Landbouw-Voorlichting en Binnenvisserij v.d. Dient v.d Landbouw di Jakarta b. Landbouw Consulent c. Yontoo Gizytoo 6 d. Daidantjo PETA e. Anggota PPKI Tahon 1945-1948 : a. Ketua BKR Pusat b. Ketua Komite Nasional Pusat di Jakarta c. Jaksa Agung RI d. Kepala Bagian Kehakiman Tentara pada Kementerian Pertahanan e. Menteri Kehakiman menggantikan Mr. Suwandi dalarn Kabinet St. Sjahrir. f. Lector Universiteit [slam Indonesia di Yogyakarta g. Juru Bicara Pemerintah Darurat RI di Jawa Tahon 1949-1950 : a. Penasehat Delegasi RI ke KMB b. Ana��z ota BP KNIP c. Wakil Dewan Faculteit Hukum di Universiteit · Islam di Yoz�-v akarta d. Anggota DPR RI (Negara Kesatuan) 7i Riwayat Organisasi Masyarakat : Tahun 1923-1935 Sebagai Troepscornmandant Blauwe Troep N .I. P. V. Pengurus Jong Java Ketua Umum Pengurus Besar Jong lslamienten Bond Penegak dah Ketua Pengurus Besar Na ti n aal Indonesische Padvinderij Jong Islarnienten Bond. Tahun l 939 - 1941 Ketua Muhammadiyah Wilayah Jakarta Anggota Djumaatussolah Anggota Bouweredietcooperatie Setya U saha Anggota Persatuan Warung Bangsa Indonesia (PERWABI) Di Jakarta. 8 cftf Tlf;1/ cfJ lf!IRIR KETUA KNIP PERIODE 17 OKTOBER 1945 - NOPEMBER 1945 9 �- SUTAN SYAHRIR 10 SUTAN SJAHRIR KETUA KNIP PERIODE 17 OKTOBER 1945 - NOPEMBER 1945 "Jangan bicara tentang kebebasan dan kernerdekaan, bila hatimu sendiri tidak bebas dan tidak pula merdeka. Kernerdekaan dan kebebasan individu itu merupakan hak asasi manusia. Bisakah engkau rnenghargai kebebasan dan kemerdekaan manusia lain, sedang hati nuranimu sendiri terbelenggu?" Penggalan kalimat yang berlaku sepanjang zaman tersebut diambil dari surat Sjahrir ketika ia berada di pembuangannya di pulau Banda. Pahlawan nasional ini memang digarnbarkan sebagai sosial-demokrat yang senantiasa setia pada cita-citanya dan senantiasa besar pengabdiannya kepada rakyat dan bangsa Indonesia apapun pengorbanan atas pilihannya. la yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, akhirnya disekap dalam tahanan dalam negara Indonesia yang merdeka dan meninggal dalam status tahanan, Tidak heran semangatnya selalu menjadi inspirasi dan pelajaran yang berharga tentang apa artinya kemerdekaan. l l Sutan Sjahrir atau biasa disebut 'Sjahrir' saja, dilahirkan pada tanggal 5 Maret 1909 di kota Padang Panjang, _ Surnatera Barat, anak ke delapan dari keluarga Moh. Rasyad Gelar Maha Raja Sutan, Ayahnya berasa] dari kota Gadang (Bukit Tinggi) terakhir menjabat Jaksa Kepala di Pengadilan Negeri (Landraad) Medan. Sejak masa pelajumya, Sjahrir muda, dari ELS (Europeesche Lagere Schol), MULO, dan AMS, seperti juga Sukarno, dikenal sangat kritis aktif berorganisasi. Walaupun demikian, Sjahrir yang berperawakan kecil, dikenal sebagai "bung kecil yang berjiwa besar, bukan tipe emosional, tidak juga berapi-api. terkadang ia kaku bila menghadapi pekerjaan penting dan gaya bicaranya ketus, menunjukkan sikap dan pendapatnya yang tegas. Namun ia bisa juga sangat ramah. dan selalu senyum. Wibawanya sebagai pemimpin sudah tampak sejak muda dan diakui oleh teman-temannya saat itu. Sjahrir juga sangat demokratis, terbukti tidak pernah membenci orang• orang Belanda, bahkan dia berkawan akrab dengan beberapa pelajar Belanda. Bagi Sjahrir nasionalisme yang diyakininya bukan paham kebangsaan yang sempit. Yang dibencinya adalah paham politik imperialisme dan kolonialisme bangsa Belanda yang dilihatnya sebagai ketidak-adilan, ketidakjujuran, dan ketidakbenaran pemerintah penjajah 12 Belanda saat itu, karena telah memerosotkan tingkat kehidupan rakyat Indonesia. Pengalaman kuliah di Belanda dan aktif di orgarusast telah mempertajarn pandangannya mengenai Kemerdekaan dan Politik Iuar negeri. Bermula dari organisasi "Perhimpunan Indonesia", sebagai ketua menggantikan
Recommended publications
  • When Sukarno Sought the Bomb: Indonesian Nuclear Aspirations in the Mid-1960S
    ROBERT M. CORNEJO When Sukarno Sought the Bomb: Indonesian Nuclear Aspirations in the Mid-1960s ROBERT M. CORNEJO1 Robert M. Cornejo is a major in the US Army and a graduate of the United States Military Academy, West Point, New York. He recently earned an M.A. in National Security Affairs from the Naval Postgraduate School, Monterey, California, and is currently a student at the Singapore Command and Staff College. lthough Indonesia’s aspirations have been Sukarno’s successor, General Suharto, agreed to inter- largely forgotten today, in the mid-1960s, it national safeguards, thereby effectively ending concerns Asought to acquire and test nuclear weapons. In- that Indonesia might go nuclear. donesian government officials began publicizing their The purpose of this article is to tell the story of intent to acquire an atom bomb shortly after the People’s Indonesia’s nuclear aspirations, study Sukarno’s deci- Republic of China (PRC) exploded its first nuclear de- sion to support nuclear weapons, and identify variables vice in October 1964. By July 1965, Indonesian Presi- that may explain why he professed to seek the bomb. dent Sukarno was publicly vaunting his country’s future The article opens by tracing the evolution of Indonesia’s nuclear status. However, Indonesia did not have the in- nuclear aspirations, from a US Atoms for Peace pro- digenous capability necessary to produce its own nuclear gram of nuclear assistance that began in 1960, to weapon, and as a result, it would have had to secure Sukarno’s declared intention to acquire an atom bomb assistance from an established nuclear weapon state to in 1965.
    [Show full text]
  • Masyumi Dalam Kontestasi Politik Orde Lama 159
    Abdul Rahman / Masyumi dalam Kontestasi Politik Orde Lama 159 MASYUMI DALAM KONTESTASI POLITIK ORDE LAMA Abdul Rahman Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Jl. A.P Pettarani, Kampus Gunungsari Timur, Makassar Email: [email protected] Abstrak - Masyumi pada awalnya didirikan 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI (Madjlisul Islamil A'laa Indonesia) karena Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga agama Islam. Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai Islam yang telah ada pada zaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarang Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Indonesia (PII). Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongancendekiawan Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di pedesaan memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat menggerakkan masyarakat untuk mendukung Perang Pasifik, sebagai buruh maupun tentara. Setelah gagal mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di dalam Putera (Pusat Tenaga Rakyat), akhirnya Jepang mendirikan Masyumi. Masyumi pada zaman pendudukan Jepang belum menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi Islam yang diizinkan pada masa itu, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia. Setelah menjadi partai, Masyumi mendirikan surat kabar harian Abadi pada tahun 1947. Kata Kunci: Masyumi, Politik, Orde
    [Show full text]
  • The West Papua Dilemma Leslie B
    University of Wollongong Research Online University of Wollongong Thesis Collection University of Wollongong Thesis Collections 2010 The West Papua dilemma Leslie B. Rollings University of Wollongong Recommended Citation Rollings, Leslie B., The West Papua dilemma, Master of Arts thesis, University of Wollongong. School of History and Politics, University of Wollongong, 2010. http://ro.uow.edu.au/theses/3276 Research Online is the open access institutional repository for the University of Wollongong. For further information contact Manager Repository Services: [email protected]. School of History and Politics University of Wollongong THE WEST PAPUA DILEMMA Leslie B. Rollings This Thesis is presented for Degree of Master of Arts - Research University of Wollongong December 2010 For Adam who provided the inspiration. TABLE OF CONTENTS DECLARATION................................................................................................................................ i ACKNOWLEDGEMENTS ............................................................................................................. ii ABSTRACT ...................................................................................................................................... iii Figure 1. Map of West Papua......................................................................................................v SUMMARY OF ACRONYMS ....................................................................................................... vi INTRODUCTION ..............................................................................................................................1
    [Show full text]
  • Duabio~Afi Terkait Supersemar
    Dll'ARTIMIK .... PUlf ~\.. ::. DAI IIAN II BADAi PIMBIIIAAII IIUIUN IWIIOICAL JL. MAYOi JIIDIRAL IU'IOYO-CILILI!AI JAIAl!A TIMUI SUHBII S1lJtltY·~ DuaBio~afi Terkait Supersemar Asvi Warman Adam Bujukan Dasaat di Pegangsaan, Jakarta. Baik Betulkah surat itu diberikan oleh Pre­ Dasaat maupun Hasjim dikenal dekat Ahli Peneliti UPI dan Visiting Fellow di KITLV Leiden siden dengan sukarela atas inisiatifnya dengan Bung Karno. sendiri? Kesaksian Wilardjito dari Yog­ Kedua pengusaha itu diminta oleh yakarta yang menghebohkan itu-pe­ Alamsjah untuk membujuk Presiden eskipun ada lfndang­ nyerahan surat itu melalui todongan Soekarno agar menyerahkan kekuasa­ undang yang menya­ senjata terhadap Bung Karno- bisa sa­ annya kepada Mayor Jenderal Soeharto. takan bahwa seseo­ ja dibantah. Namun tidak pelak lagi Terjadi perdebatan mengenai istilah rang yang menyimpan bahwa proses keluamya Supersemar di­ penyerahan kekuasaan atau pemerin­ arsip negara dapat warnai dengan bujukan dan tekanan. tahan. J adi Soekarno tetap berkuasa dihukum penjara, Hal ini terlihat pada dua biografi tokoh (sebagai Presiden) sedangkan yang men­ Mnaskah asli Supersemar (Surat Perintah yang terlibat dalam proses tersebut se­ j alankan pemerintahan adalah Soe­ 11 Maret) 1966 tak kunjung bersua. En­ belum tanggal 11 Maret yaitu Jenderal harto. Apa pun yang disepakati di ru­ tah siapa yang menyimpan dokumen Alamsjah Ratuprawiranegara (Perja­ mah itu, Soeharto telah menanti hasil­ yang begitu penting dalam proses per­ lanan Hidup Seorang Anak Yatim Pia- nya di tempat lain. alihan kekuasaan di Indonesia. Penelitian sejarah tentu tidak ter­ gantung semata-mata kepada adanya arsip yang otentik, tetapi juga menyang­ Penelitian sejarah tentu tidak tergantung kut antara lain tentang proses keluarnya surat perintah yang berdampak sangat semata-mata kepada adanya arsip yang otentik, besar dalam sejarah negara.
    [Show full text]
  • Studia Islamika
    Volume 24, Number 2, 2017 ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺮﺍﺑﻌﺔ ﻭﺍﻟﻌﺸﺮﻭﻥ، ﺍﻟﻌﺪﺩ ٢، ٢٠١٧ T R K S S O S S: E L, E G Achmad Ubaedillah ‘R’ N -S: A B B D Mehmet Özay E I S L C S T C اﻟﺤﺮﻛﺎت اﻟﻤﻨﺎﻫﻀﺔ ﻟﻠﻤﺸﺎﻳﺦ Raihani واﻟﻌﻠﻤﺎء اﻟﺤﻤﺮ ﻓﻲ Priangan: P E C D ( I I U P (PSII اﻻﺗﺤﺎد اﻷﺧﻀﺮ ١٩٤٢-١٩٢٠ ﻧﻤﻮذﺟﺎ Valina Singka Subekti ﳏﻤﺪ ﺇﺳﻜﻨﺪﺭ E-ISSN: 2355-6145 STUDIA ISLAMIKA STUDIA ISLAMIKA Indonesian Journal for Islamic Studies Vol. 24, no. 2, 2017 EDITOR-IN-CHIEF Azyumardi Azra MANAGING EDITOR Oman Fathurahman EDITORS Saiful Mujani Jamhari Didin Syafruddin Jajat Burhanudin Fuad Jabali Ali Munhanif Saiful Umam Ismatu Ropi Dadi Darmadi Jajang Jahroni Din Wahid INTERNATIONAL EDITORIAL BOARD M. Quraish Shihab (Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta, INDONESIA) Tauk Abdullah (Indonesian Institute of Sciences (LIPI), INDONESIA) M.C. Ricklefs (Australian National University, AUSTRALIA) Martin van Bruinessen (Utrecht University, NETHERLANDS) John R. Bowen (Washington University, USA) M. Kamal Hasan (International Islamic University, MALAYSIA) Virginia M. Hooker (Australian National University, AUSTRALIA) Edwin P. Wieringa (Universität zu Köln, GERMANY) Robert W. Hefner (Boston University, USA) Rémy Madinier (Centre national de la recherche scientique (CNRS), FRANCE) R. Michael Feener (National University of Singapore, SINGAPORE) Michael F. Laffan (Princeton University, USA) ASSISTANT TO THE EDITORS Testriono Muhammad Nida' Fadlan Endi Aulia Garadian ENGLISH LANGUAGE ADVISOR Dick van der Meij Daniel Peterson ARABIC LANGUAGE ADVISOR Tb. Ade Asnawi COVER DESIGNER S. Prinka STUDIA ISLAMIKA (ISSN 0215-0492; E-ISSN: 2355-6145) is an international journal published by the Center for the Study of Islam and Society (PPIM) Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta, INDONESIA.
    [Show full text]
  • IF3-2011 A2.Pub
    ‘Eyes and Ears’ n the advice of colleagues in the Catholic party, Jusuf Wanandi decided to get close to Sukarno, to O help Suharto become president! HIS conversation occurred as I tried to stop Major‐General Ali Moertopo, who was T intent on emerging from the offices of the CSIS, brandishing a pistol. Ali wanted to confront Hariman Siregar, Chairman of the University of Indonesia Students Council, who was heading up a demonstration and accusing Ali of being a Japanese stooge. The 1974 demonstration and the ensuing riot became known as the Malari incident (Indonesian abbreviation for “The January 15 Tragedy”). In his biography, written by Heru Sukarno and Suharto Cahyono, the Public Order and Security Operation commander, General Sumitro suggests that the riot may actually have been engineered by Ali A flood of Japanese products, Moertopo. accompanied by a superior attitude arising from their investments in Indonesia, particularly in the automotive industry, further enraged the Whatever the case, it was the biggest students. So, it was no surprise that one of their student demonstration since 1966 and the targets was Astra, an Indonesia‐Japan joint overthrow of the Old Order and the establishment venture—the students pushed a number of of the New Order under Suharto. I was part of that Japanese‐made cars and motorcycles into the process and so I know precisely how formidable Ciliwung River. student protests could be. The situation put a lot of pressure on President Suharto, especially given that Japanese The background to the Malari incident was public Prime Minister Kakuei Tanaka was in the country anger resulting from soaring rice and other basic at the time.
    [Show full text]
  • INDO 33 0 1107016894 89 121.Pdf (1.388Mb)
    PATTERNS OF MILITARY CONTROL IN THE INDONESIAN HIGHER CENTRAL BUREAUCRACY John A. MacDougall* Summary This article analyzes current military penetration of Indonesia's higher central government bureaucracy. Any civilian or military officeholder in this bureaucracy is referred to as a karyawan. The article focuses on the incumbent Cabinet and topmost echelon of civil service officials. Findings are based on public biographies of these persons and published specialized secondary sources on the Indonesian military. The principal conclusions follow below. The Higher Central Bureaucracy The Indonesian military has long played a "dual civil and military function." Military karyawan, active duty and retired officers in civilian assignments, comprise an increasingly visible, influential, and strategic segment of the dominant military faction, that of President Suharto and his 1945 Generation supporters. --The military karyawan in the higher central bureaucracy are especially critical actors in maintaining the Suharto regime. --Together with their civilian karyawan colleagues, virtually all of them wield decision-making powers of some considerable degree. --Some mix of military and civilian karyawan occurs in all Cabinet Departments except the Department of Defense and Security, now entirely military-controlled. --The Indonesian armed forces' doctrinal commitment to preventing civilian con­ trol of the military has resulted in the Department of Defense and Security be­ coming effectively equivalent to the consolidated armed forces' staff and command structure. Extent of Military Penetration Active and retired military karyawan now occupy half the positions in the Indo­ nesian higher central bureaucracy. --At the highest levels, military penetration remains near complete (the President and his principal immediate aides) or has increased (Coordinating Ministers) over the course of the New Order regime (1966 to the present).
    [Show full text]
  • The "G30S/PKI" Symbol Is the Major Obstacle to Democracy
    Tapol bulletin no, 71, September 1985 This is the Published version of the following publication UNSPECIFIED (1985) Tapol bulletin no, 71, September 1985. Tapol bulletin (71). pp. 1-28. ISSN 1356-1154 The publisher’s official version can be found at Note that access to this version may require subscription. Downloaded from VU Research Repository https://vuir.vu.edu.au/26272/ British Campaign for the Defence of Political Prisoners and Human Rights in Indonesia TAPOL Bulletin No. 71 September 1985 The "G30S/PKI" symbol is the major obstacle to democracy On the occasion of the 20th anniversary of the seizure of power by General Suharto, TA POL invited a former political prisoner in Indonesia to contribute a piece for publication. The following is a translation of his article. Here in Indonesia, people are still misled by symbols, death and is apparently about to be released even though primarily the G30S/A<I symbol. I) Facts about Untung he was the principal figure in the South Blitar affair? having carried out a military operation on 30 September This has nothing to do with questions of law. The reasons 1965, about volunteers from the Pemuda Rakjat [People's are purely political. Munir was regarded as being a Youth] and Gerwani[lndonesian Women's Movement] being potent ipl danger, someone who might have been able to given military training, are regarded as the absolute destroy that symbol, given the time and opportunity. truth, the whole and complete truth. The reality is that Munir had the respect of his comrades. Rewang's record these facts ore only part of the truth, not the whole during interrogation and during his detention was not truth, and there is no way for the whole truth to be considered as anything serious by the men in power.
    [Show full text]
  • Indo 13 0 1107127212 183
    DIVISIONS AND POWER IN THE INDONESIAN NATIONAL PARTY, 1965-1966* Angus McIntyre The principal division which split the PNI into two sharply opposed factions in 1965-1966 had its origins as far back as 1957, when the PKI made spectacular advances in large part at PNI expense in the 1957 regional elections in Java and South Sumatra. In Central Java, where the PKI supplanted the PNI as the region's strongest party (based on the 1955 general elections results) , the PNI reaction at the time was most outspoken. Hadisubeno, the regional party chairman, blamed the party's poor showing on its past association with the PKI1 and accordingly urged the party's central executive council to re­ view this relationship. He suggested that the party consider forming an alliance with the Masjumi (the modernist Islamic party) and the Nahdatul Ulama (NU, the traditional Islamic party).2 A conference of the Central Java PNI passed a resolution forbidding cooperation with the PKI.3 These acts were interpreted by many as a slap at President Sukarno,** who had made it increasingly clear in the preceding months that to oppose the PKI was to oppose him as well; however, the party's central leadership, no less hostile to the PKI, was unwilling to risk such an interpretation and thereby further impair its relations with Sukarno. Indeed, only a few months before, Sukarno had indicated strong displeasure with the PNI in his address to the party on the occasion of its thirtieth anniversary celebrations. He implied that PNI members had lost their commitment to the goal of a socialist or marhaenist5 society, the realization of which had been his very reason * The writer would like to express his gratitude to the Jajasan Siswa Lokantara Indonesia for providing him with the opportunity to con- duct research in Indonesia in 1966 and 1967 and to the Myer Founda­ tion for giving him financial assistance in 1967.
    [Show full text]
  • Current Data on the Indonesian Military Elite
    CURRENT DATA ON THE INDONESIAN MILITARY ELITE (Prepared by the Editors) Periodically over the last fifteen years we have prepared lists of officers hold­ ing key positions in the hierarchy of the Indonesian Armed Forced to help readers keep abreast of current developments. (The last previous listing was in Indonesia, No. 33 [April 1982] which included changes through February 1982.) We have been able to do so because changes of personnel have typically been incremental, and because when a major organizational change took place, as in October 1969, the transformation occurred quickly and smoothly, without involving any drastic redis­ tribution of power or personnel. This is not the case with the recent reorganiza­ tion. The changes that got under practical way in March 1983 are unprecedented in their scope and complexity, and seem unlikely to run their full course before well into 1984. Essentially, they can be understood as involving two distinct, yet interrelated processes: (1) a generational shift which has virtually eliminated the "Generation of '45" from the Armed Forces' hierarchy; (2) the organizational rever­ berations of the separation of the functions of Minister of Defense and Security and Commander-in-Chief of the Armed Forces mandated by Law 20/1982. Perhaps fortu­ nately for the editors, the evidence for the generational shift was largely complete as of the beginning of July 1983, and seems reasonably susceptible to preliminary analysis. On the other hand, although General S. Poniman and General L. B. "Benny" Murdani assumed on March 28, 1983 the twin top positions that had earlier always been held by a single officer, the division of authority and responsibility between them has yet to be resolved; and until it is resolved many billets remain either empty or held on a caretaker basis.
    [Show full text]
  • Power Politics and the Indonesian Military
    Downloaded by [University of Defence] at 20:05 09 May 2016 Power Politics and the Indonesian Military Throughout the post-war history of Indonesia, the military has played a key role in the politics of the country and in imposing unity on a fragmentary state. The collapse of the authoritarian New Order government of President Suharto weakened the state, and the armed forces briefly lost their grip on control of the archipelago. Under President Megawati, however, the military has again begun to assert itself, and to reimpose its heavy hand on control of the state, most notably in the fracturing outer provinces. This book, based on extensive original research, examines the role of the military in Indonesian politics. It looks at the role of the military histori- cally, examines the different ways in which it is involved in politics, and considers how the role of the military might develop in what is still an uncertain future. Damien Kingsbury is Head of Philosophical, International and Political Studies and Senior Lecturer in International Development at Deakin University, Victoria, Australia. He is the author or editor of several books, including The Politics of Indonesia (Second Edition, 2002), South-East Asia: A Political Profile (2001) and Indonesia: The Uncertain Transition (2001). His main area of work is in political development, in particular in assertions of self-determination. Downloaded by [University of Defence] at 20:05 09 May 2016 Downloaded by [University of Defence] at 20:05 09 May 2016 Power Politics and the Indonesian Military Damien Kingsbury Downloaded by [University of Defence] at 20:05 09 May 2016 First published 2003 by RoutledgeCurzon 11 New Fetter Lane, London EC4P 4EE Simultaneously published in the USA and Canada by RoutledgeCurzon 29 West 35th Street, New York, NY 10001 This edition published in the Taylor and Francis e-Library, 2005.
    [Show full text]
  • Sejarah Sumedang Dari Masa Ke Masa
    NASKAH AKHIR TENTANG 1. Pergerakan Kebangsaan dan Gejolak Politik Lokal; 2. Kehidupan Sosial Budaya; 3. Merebut dan Mempertahankan Kemer- dekaan; 4. Pembangunan Semasa Bupati Dr. H. Don Murdono, S. H., M. Si. Untuk buku Sejarah Sumedang dari Masa ke Masa kerja sama Pusat Kebudayaan Sunda (PKS), Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran Dengan Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kabupaten Sumedang Untuk memenuhi persyaratan bagi pengajuan kenaikan Golongan/ Pangkat ke IIIc/Penata pada jabatan fungsional Lektor. BAGIAN KEDUA MASA KERAJAAN HINGGA BERDIRINYA KABUPATEN SUMEDANG 4. Pergerakan Kebangsaan dan Gejolak Politik Lokal Eksploitasi kolonial yang terjadi pada abad ke-19 di Nusantara telah menciptakan kondisi-kondisi yang mendorong rakyat untuk melakukan pergerakan sosial. Dominasi ekonomi, politik, dan budaya yang berlangsung terus menerus telah menimbulkan disorganisasi di kalangan masyarakat tradisional beserta lembaga- lembaganya. Dalam menghadapi pengaruh penetrasi Barat yang memiliki kekuatan disinteragtif, masyarakat tradisional mempunyai cara-cara tersendiri. Cara-cara tersebut dilakukan mengingat di dalam sistem pemerintahan kolonial tidak terdapat lembaga untuk menyalurkan rasa tidak puas ataupun untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, satu- satunya jalan yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan gerakan sosial sebagai bentuk proses sosial.1 Gerakan sosial yang menjadi fenomena dari gejolak politik tingkat lokal sejak akhir abad ke-19 pun terjadi di Sumedang. Gerakan sosial di Sumedang yang perlu dikemukakan di sini adalah Gerakan Nyi Aciah yang terjadi pada tahun 1870-1871 dan dikategorikan sebagai sebuah gerakan keagamaan.2 Gerakan Nyi Aciah terjadi ketika Pangeran Aria Suria Kusuma Adinata atau Pangeran Sugih menjabat sebagai Bupati Sumedang (1834-1882). Ditulis oleh Miftahul Falah, S. S. sebagai bagian dari buku Sumedang dari Masa ke Masa.
    [Show full text]