Kata Pengantar

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, serta ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Dalam makalah yang berjudul “Mengenal Sejarah Pancasila” dibuat agar sejarah- sejarah di Indonesia tidak terlupakan. Dalam pembuatan makalah ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terimakasih saya sampaikan kepada : Dr. Agustinus Wisnu Dewantara, SS,M.Hum selaku dosen mata kuliah filsafat pancasila, kawan-kawan LMND yang telah banyak memberikan masukan makalah ini. Demikian makalah ini saya buat semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca, terimakasih. Mengenal Sejarah Pancasila Page 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar negara sangat penting bagi suatu bangsa. Tanpa dasar negara, negara akan goyah, tidak mempunyai tujuan yang jelas dan tidak tahu apa yang ingin dicapai setelah negara tersebut didirikan. Sebaliknya dengan adanya dasar negara, suatu bangsa tidak akan terombang ambing dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dapat datang darimana saja. Kita sebagai bangsa Indonesia mengetahui bahwa dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila adalah lima dasar, pancasila sebagai dasar negara memiliki sejarah yang tak lepas dari kemerdekaan Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia harus mengenal sejarah pancasila. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pembahsan makalah ini. Saya akhirnya berinisiatif membahas beberapa persoalan dalam “Mengenal Sejarah Pancasila” ini. 1.Bagaimana kolonialisme Belanda masuk ke Indonesia? 2.Berapa tahun kolonialisme Belanda menjajah Indonesia? 3.Kenapa Bung Karno di buang ke Ende? 4.Kapan terbentuknya BPUPKI? 5.Kenapa sampai terjadi terbentuknya BPUPKI? 6.Siapa yang mendesain lambang Garuda Pancasila? 7.Siapa yang menciptakan lagu Garuda Pancasila? 8.Mengapa sejarah pancasila harus dimanipulasi? 9.Mengapa pancasila diselewengkan? 10.Kenapa pancasila sebagai “meja statis” dan “leitstar dinamis”? Mengenal Sejarah Pancasila Page 2 C. Tujuan Penulisan Makalah Dengan pemilihan judul makalah “Mengenal Sejarah Pancasila” dan penyusunan makalah ini diharapkan para pembaca dan penulis sendiri mampu memahami sejarah pancasila. Sekaligus, makalah ini dibuat untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah filsafat pancasila. Mengenal Sejarah Pancasila Page 3 MENGENAL SEJARAH PANCASILA A. Kolonialisme Belanda Sejarah Pancasila tidak bisa dipisahkan dari kisah perjuangan bangsa Indonesia mengusir kolonialisme dan mendirikan Negara merdeka bernama Republik Indonesia. Sejarah resmi yang diajarkan di SD menyebut Indonesia dijajah 350 tahun atau tiga setengah Abad lamanya. Tetapi angka ini masih kontroversi. Sebab, Belanda dengan nama VOC baru muncul pada 1602 (343 tahun). Sementara ada yang mengatakan, VOC itu hanya kongsi dagang, belum mewakili Belanda. VOC bubar tahun 1799. Artinya, Belanda secara resmi mengambil-alih Indonesia pada 1800-an. Tetapi, terlepas dari kontroversi itu, Belanda menjajah Indonesia cukup lama. Salah satu penyebabnya adalah keberhasilan Belanda menjalankan politik pecah-belah atau devide et impera. Sejak kemunculan VOC di Indonesia, hingga berganti nama menjadi Hindia-Belanda, perlawanan bangsa Indonesia tidak pernah terhenti sama sekali. Aceh baru takluk pada 1904, sedangkan Bali dikuasai Belanda tahun 1906. Memang, perlawanan sejak kedatangan VOC hingga 1906 itu mengalami kekalahan. Ada beberapa penyebab: pertama, perlawanan itu dilakukan terpecah-pecah, sendiri-sendiri, di masing-masing daerah; dan kedua, semangat perlawanan itu masih didorong sentimen yang bersifat primordial, seperti semangat mempertahankan daerah, tradisi dan agama. Baru setelah memasuki abad ke-20 muncul semangat perlawanan baru, yaitu kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia. Alat perlawanannya pun sudah sangat modern, yaitu organisasi. Dimulai dari gagasan-gagasan Kartini, Tirto Adhisuryo (pendiri Sarekat Priayi tahun 1906 dan Sarekat Dagang Islamiyah/SDI tahun 1909), hingga pendirian Boedi Oetomo. Sejak saat itu mulai muncul kesadaran baru tentang bangsa (Nation), bahwa manusia yang mendiami kepulauan Nusantara punya kesamaan nasib, kesamaan kehendak untuk bersatu, dan punya kesamaan cita-cita (menjadi bangsa Merdeka yang adil dan makmur). Para penjajah Eropa menyebut daerah jajahannya di Asia tenggara dengan sebutan Hindia timur. Masing-masing wilayah di Hindia Timur ini disesuaikan dengan nama penjajahnya. Hindia-Belanda untuk wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Ada juga Hindia-Spanyol (Indias Orientales Españolas), dan Hindia-British (jajahan Inggris). Mengenal Sejarah Pancasila Page 4 Pergerakan nasional di masa awal pun masih memakai nama Hindia. Misalnya Indische Partij, yang didirikan oleh tiga serangkai Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangkukusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), menggunakan nama “Hindia”. Nama Indonesia, yang berasal dari istilah etnologi, baru dipakai tahun 1913 oleh Ki Hajar Dewantara untuk menamai kantor berita Bumiputera di negeri Belanda: Indonesische Persbureau. Kemudian, pada 1922, pelajar Indonesia di negeri Belanda sepakat mengadopsi nama Indonesia. Mereka mengubah nama organisasinya dari Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging. Kemudian, di tahun 1924, koran organisasi ini, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Setahun kemudian, giliran nama Indonesische Vereeniging resmi diubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di tanah air, organisasi pertama yang memakai nama Indonesia adalah Partai Komunis Indonesia pada tahun 1924— sebelumnya bernama Perserikatan Komunis Hindia. B. Soekarno dan Pembuangan ke Ende Pada 4 Juli 1927, Soekarno bersama mahasiswa lain yang tergabung dalam Studie Club mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Setahun kemudian berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Soekarno dan PNI berjasa besar dalam mempopulerkan nama Indonesia. Sejak awal PNI mengambil program politik cukup radikal: memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Strategi perjuangannya pun radikal, yakni non- kooperasi alias menolak bekerjasama dengan Belanda. PNI juga menggunakan massa actie (massa aksi) sebagai senjata perjuangannya. Jauh sebelum mendirikan PNI, Soekarno sudah gandrung bicara persatuan. Tidak ada kemerdekaan tanpa persatuan nasional, kata dia. Tahun 1926, dia menulis risalah berjudul “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”, yang menganjurkan persatuan di kalangan pergerakan untuk mengusir Belanda. Desember 1929, karena politiknya yang radikal, Sukarno ditangkap Belanda. Dia kemudian dijebloskan ke penjara Bantjeuj di Bandung, Jawa Barat. Di dalam ruang penjara yang sempit, gelap, pesing dan pengap itu Soekarno menulis pledoi yang terkenal, Indonesia Menggugat. Soekarno keluar penjara tahun 1931 dan langsung kembali ke dunia pergerakan. Tak lama kemudian, tepatnya 1933, dia menulis artikel yang keras, Mencapai Indonesia Merdeka, yang mengantarkannya pada penjara dan pembuangan. Tahun 1933, Sukarno kembali Mengenal Sejarah Pancasila Page 5 ditangkap, tetapi kali ini mengalami pembuangan. Dia dibuang ke Ende, Flores, Nusatenggara timur. Istrinya, Inggit Garnasih, mertuanya (Ibu Amsi), dan anak angkatnya bernama Ratna Djuami, ikut Soekarno ke pembuangan di Ende. Di Ende, sifat pergerakan Soekarno tidak hilang. Selain mengorganisir kelompok sandiwara bernama “Kalimutu”. Selama 4 tahun pembuangan di Ende, selama empat tahun (14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938), dia membuat 12 naskah sandiwara. Di ende pula, di bawah naungan sebuah pohong sukun, Soekarno menemukan ilham tentang lima dasar Indonesia merdeka kelak, atau Pancasila. Soekarno menyebutnya 5 butir mutiara. “Di pulau Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah,” kata Sukarno dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Namun, karena sakit Malaria, tahun 1938, Soekarno dipindahkan ke Bengkulu. Di Bengkulu, kekuasaan Belanda dikalahkan oleh Jepang. Pada tahun 1942, demi kepentingan Jepang, Soekarno dikembalikan ke Jakarta. C. Sidang BPUPKI Di awal 1945, tanda-tanda melemahnya kekuasaan fasisme Jepang mulai terlihat. Untuk itu, pemerintah pendudukan Jepang mulai menjanjikan Kemerdekaan kepada Indonesia. Tanggal tangga 29 April 1945, dibentuklah badan bernama Dokuritsu Junbi Cosakai alias Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan yang beranggotakan 59 orang ini didominasi oleh tokoh-tokoh pergerakan, termasuk Sukarno dan Hatta. Tugas BPUPKI adalah merancang pembentukan negara Indonesia. BPUPKI memulai sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945. Sidang pertama ini berlangsung hingga tanggal 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini, berbagai tokoh berpidato tentang negara Indonesia, seperti Mohammad Yamin, Soepomo, dan Hatta. Namun, dari semua tokoh yang berpidato, tak satupun yang menyinggung dan menjawab pertanyaan Mengenal Sejarah Pancasila Page 6 Ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat: "Jika Indonesia merdeka, di atas dasar apa negara ini akan kita dirikan?" Baru pada saat giliran Soekarno, yang berpidato pada tanggal 1 Juni 1945, pertanyaan itu terjawab. Soekarno berpidato tentang arti penting Philosofische grondslag
Recommended publications
  • Transplantation of Foreign Law Into Indonesian Copyright Law: the Victory of Capitalism Ideology on Pancasila Ideology
    Journal of Intellectual Property Rights Vol 20, July 2015, pp 230-249 Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of Capitalism Ideology on Pancasila Ideology O K Saidin† Department of Private Law, Law Faculty, University of North Sumatera, Medan, Indonesia Received: 07 May 2015; accepted: 29 June 2015 The Journey of Indonesian history has 350 years experience under the imperialism of Netherland and Japan until the era of post-independence which was still under the shadow of the developed countries. The Indonesia became more and more dependable on the foreign countries which brought influence to its political choice in regulating the Copyright Law in the following days. Indonesian copyright protection model which economic goal firstly based on the country’s Pancasila philosophy, evidently must subject to the will of the era that move towards liberal-capitalist. This era is no longer taking side to Indonesian independence goal to realize law and economic development based on Pancasila, especially the first, fourth, and fifth sila (Principle). The goal of law and economic development in Indonesia, regulated under the paradigm of democratic economy is to realize prosperous and equitable society based on Indonesian religious culture principle that can no longer be realized. Pancasila as the basis in forming legal norms in Indonesia functioned as the grundnorm which means that all the legal norms must be convenient and not to contradict the principles of the basic state philosophy of Pancasila. But the battle of foreign ideology in legal political choice through transplantation policy, did not manage to give the victory to Pancasila as the country’s ideology, but to give the victory to the foreign capitalistic ideology instead.
    [Show full text]
  • Pemikiran Soekarno Dalam Perumusan Pancasila
    PEMIKIRAN SOEKARNO DALAM PERUMUSAN PANCASILA Paisol Burlian Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Raden FatahPalembang Email : [email protected] Abstrak Dalam proses perumusan Pancasila dilakukan melalui beberapa tahapan persidangan, banyak tokoh yang dimasukkan di dalamnya seperti Muh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Namun dari ketiga tokoh tersebut, hanya pemikiran Soekarno yang mendapat apresiasi dari peserta secara aklamasi dan pancasila yang dianggap sebagai keunggulan pemikiran Soekarno menjadi sesuatu yang berbeda dalam tatanan dan terminologi. Padahal sebelum Soekarno berpidato pada tanggal 1 Juni 1945, Muh. Yamin dan Soepomo sebelumnya pernah berpidato dan memiliki kemiripan satu sama lain. Penelitian ini menggunakan jenis fenomenologi kualitatif dengan studi pustaka, dengan menganalisis secara detail pada beberapa literatur yang relevan. Dengan menggunakan teori dekonstruksi milik Jacques Derrida dengan konsep trace, difference, recontruction, dan iterability. Sedangkan sumber data diambil dari sumber data primer dan sekunder. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Rumusan Pancasila Soekarno terdiri dari lima prinsip sebagai berikut; 1) Pemikiran nasionalisme, Soekarno bermaksud untuk membangkitkan jiwa nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia agar dapat berdiri tegak. 2) Pemikiran internasionalisme, Soekarno bermaksud mengaitkan erat antara pemikiran internasionalisme dengan nasionalisme. 3) Pemikiran demokrasi, dengan demikian
    [Show full text]
  • Theosophy Paradigm in Diversity
    Diadikasia Journal Copyright © 2020 Diadikasia Organization Indramayu, Indonesia. https://diadikasia.pubpub.org/ Volume 1(1): 60-68 DOI: 10.21428/8c841009.72f22fe3 THEOSOPHY PARADIGM IN DIVERSITY Rani Melina Deasy [email protected] Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta, Indonesia 57126 Abstract This research aims to acknowledge the concept of diversity in the Indonesian people based on the theosophical paradigm as an effort towards lasting brotherhood and provide an understanding of the Indonesian national identity. There are different views, namely positive and negative views about theosophy. So it is necessary to explain the background of theosophical history, as well as it is organizational goals and forms in Indonesia and the world. Then to find out the concept of diversity of Indonesian people, we need necessary to know about the Indonesian national identity. Furthermore, it is necessary to recognize the background of culture, conflict, and the pros and cons that occur in the process towards the unity state and become a shared responsibility to be maintained. This research uses a historical method, which includes steps: 1. Heuristics, 2. Source criticism, 3. Interpretation, 4. Historiography. The result of this research shows that from the historical roots of Indonesia's perspective, theosophy has a vital role in forming an independent Indonesian state. In line with the primary purpose of the theosophical movement, which states three basic principles, one of which is to hold the core of brotherhood between human beings by not distinguishing the nation, belief, gender, caste or ethnicity. So that the emergence of Indonesian concepts of internationalism and nationalism is a theosophical philosophy.
    [Show full text]
  • Relation Between Pancasila and Islamic Values on Religious Freedom
    Al-Ulum Volume 14 Number 2 December 2014 Page 325-342 RELATION BETWEEN PANCASILA AND ISLAMIC VALUES ON RELIGIOUS FREEDOM Sulasman & Eki Kania Dewi State Islamic University of Sunan Gunung Djati Bandung ([email protected]) Abstrak The discourse of religious harmony and freedom is still a current study and much studied through various approaches, including in the perspective of history, sociology, and culture. In Indonesia, normatively, the practices of religious harmony and freedom are referred to both Islamic religion and Pancasila values. The two normative references are positioned in line. Thus, even for the people, Pancasila has a spirit of Islam, because the framers of Pancasila (and Konstitution UUD 1945) are Moslem like Muhammad Yamin and Sukarno. Consciously or not, the Islamic teaching viewed by those framers of Pancasila absorbed into the values of Pancasila. Therefore, it is fair enough that Pancasila and Islam have harmony and conformity, including the concepts of religious harmony and freedom. Wacana kerukunan dan kebebasan beragama masih menjadi kajian aktual dan banyak dikaji melalui berbagai pendekatan, diantaranya dalam perspektif sejarah, sosiologi, dan budaya. Di Indonesia, secara normatif, praktik kerukunan dan kebebasan beragama mengacu pada nilai agama Islam dan Pancasila sekaligus. Kedua acuan normative tersebut diposisikan sejalan. Bahkan bagi sebagian kalangan Pancasila memiliki ruh ajaran Islam, karena para perumus Pancasila (dan UUD 1945) adalah umat Islam, seperti Muhammad Yamin dan Soekarno. Disadari atau tidak, ajaran Islam yang dipersepsi para perumus Pancasila tersebut meresap kedalam Pancasila. Oleh karena itu, wajar apabila antara Pancasila dan Islam memiliki keselarasan dan kesesuaian, termasuk dalam hal konsep kerukunan dan kebebasan beragama.
    [Show full text]
  • Historical Construction of the Indonesian Presidential System: Do People Voices Matter?
    Journal of Governance and Development Vol. 9, 165-185 (2013) 165 Historical Construction of The Indonesian Presidential System: Do people voices matter? Nurliah Nurdin* Institute of Government Internal Affairs, Ministry of Home Affairs, Indonesia *Corresponding author; email: [email protected] / [email protected] ABSTRACT This paper analyzes the Indonesian politics, with particular reference to the presidential system. During the formation of the country, the framers of the Constitution have mixed understanding on what forms of political system the country intends to adopt, either parliamentary or presidential. The principle debate centers on the legislative and partisan powers of the Indonesian president, expecially the people voice in the strong presidential system. The historical accounts of the early Indonesia suggest that colonialism scars influence certain personalities like Soekarno and Soepomo to favor for an executive- superior system. On the other hand, Muhammad Yamin fears for a strong totalitarian president and thus proposes a legislative-superior system where the power of the president can be curbed by having a system of checks and balances. A series of institutional reforms in the presidential system have also focused on the relationship between the president and other state organs. The paper concludes that the post- democratization era after 1998 provides a more balanced power to the legislature. Keywords: presidential system, executive-legislative relations, Indonesian politics INTRODUCTION The historical experiences and the debate in the forming of a country, by the founders of the nation, were an important part in the political 166 Journal of Governance and Development Vol. 9, 165-185 (2013) process of the country. Historical documents provide an explanation of the entry point to the options of government’s system.
    [Show full text]
  • L Juni Yang (Pern
    I seninpahins,2Juni20r{ WACANA ffilitrsJoG#\ HALAMANT l Juni yang (Pern# PANCASILA sebagai dasar Sejalan dengan berbagai pen negara tidak disusun secara serta Oleh: Hendra Kurniawan dapat tersebut rnaka pemerintal merta, namun mengalami proses Orde Baru memutuskan untuk tidad filsafati yang mendalam dan tidaklah tahan lama. Dasar negara jangan lagi memperingati Hari Lahir Panca mudah. Seiring dengan perjalanan dibuat sendiri melainkan harus di gali sila yang hingga tahun 1969 selah hidup bangsa ini, Pancasila juga dari kekayaan peradaban bangsa. diperingati. Selain alasan tidak adr mengalami sejarah panjang penuh 'Penguasa Orde Baru ternyata dasar hukumnya, pemerintah Or& polemik :./ang sarat muatan politis. memanfaatkan pernyataan Bung Baru rupanya lebih ingin meman Salah satunya mengenai penetapan Karno tersebut untuk menghilang- tapkan upaya penumpasan Geraka Hari Lahir Pancasila yang ternyata kan peringatan Hari Lahir Pancasila 30 September 1965 yang berhasd bukan persoalan sederhana dan setiap tanggal I Juni. Hal ini di- dilakukan pada tanggal I Oktobs sempat menjadi bahan perebutan perkuat oleh sejarahwan Orde Baru, 1965 sebagai momentum pentine kepentingan. Nugroho Notosusanto, yang ber- Saat itu upaya mengganti ideolog Dalam sidang Badan Penyelidik pendapat bahwa Bung Karno ha- negara Pancasila menjadi komuni Usaha-usaha Persiapan Kemer- nyalah salah seorang yang berarti . berhasil digagalkan. Maka bagi Ord dekaanlndonesia (BPUPKI) di akhir bukan satu-satunya orang yang Baru yang wajib diperingati ialal bulan Mei 1945 dihicarakan dasar mengutarakan konsep dasar negara. tanggal I Oktober sebagai Har bagi negara Indonesia merdeka yang Sejarah tidak dapat berbohong Kesaktian Pancasila. akan dibangun. Tanggal 29 Mei apabila Mohammad Yamin dan Tentu keputusan tersebut sara 1945, Mohammad Yamin menyam- Soepomo juga menjadi konseptor dengan muatari politis dan menjad paikan konsepsinya mengenai dasar dasar negara.
    [Show full text]
  • Pidato - Sukarno ("Trikora") - Speech
    Pidato - Sukarno ("Trikora") - Speech THE PEOPLE'S C0MMAND FOR THE LIBERATION OF WEST IRIAN Given by the President/Supreme Commander of the Armed Forces of the Republic of Indonesia. Commander-in-Chief of the Supreme Command for the Liberation of West Irian at a mass meeting in Jogjakarta, on 19th December 1961. DEPARTMENT OF INFORMATION REPUBLIC OF INDONESIA SPECIAL ISSUE, No.82 THE PEOPLE'S COMMAND, GIVEN BY THE PRESIDENT/SUPREME COMMANDER OF THE ARMED FORCES OF THE REPUBLIC OF INDONESIA, COMMANDER IN CHIEF OF THE SUPREME COMMAND FOR THE LIBERATION OF WEST IRIAN AT A MASS MEETING IN JOGJAKARTA, ON 19th DECEMBER 1961. Friends As was said by the Sultan just now, today, it is exactly 15 years since the day on which the city of Jogjakarta - or to be more exact, the Republic of Indonesia was attacked by the Dutch. Thirteen years ago there began what we call the second military action taken by the Dutch against the Republic of Indonesia. As all of you know, the military action which was begun here 13 years ago was the second, which means that we also underwent a first military action. And that first military action started on 21st July, 1947. But if it is viewed as a whole, seen as one historical event, then in fact we did not suffer, merely two military actions from the Dutch, the first on 21st July 1947, the second on 19th December 1948, No. In reality the Dutch, Dutch imperialism, on hundreds of occasions has taken military action against the Indonesian People. You know that the Dutch began to come here to Indonesia in 1596, when Admiral Cornelis De Houtman dropped anchor in Banten Bay.
    [Show full text]
  • Theosophy Paradigm in Diversity
    Diadikasia Journal ISSN: 2721-9070 Copyright © 2020 Diadikasia Organization https://diadikasia.pubpub.org/ Volume 1(1): 62-70 DOI: 10.21428/8c841009.72f22fe3 THEOSOPHY PARADIGM IN DIVERSITY Rani Melina Deasy [email protected] Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta, Indonesia 57126 Abstract This research aims to acknowledge the concept of diversity in the Indonesian people based on the theosophical paradigm as an effort towards lasting brotherhood and provide an understanding of the Indonesian national identity. There are different views, namely positive and negative views about theosophy. So it is necessary to explain the background of theosophical history, as well as it is organizational goals and forms in Indonesia and the world. Then to find out the concept of diversity of Indonesian people, we need necessary to know about the Indonesian national identity. Furthermore, it is necessary to recognize the background of culture, conflict, and the pros and cons that occur in the process towards the unity state and become a shared responsibility to be maintained. This research uses a historical method, which includes steps: 1. Heuristics, 2. Source criticism, 3. Interpretation, 4. Historiography. The result of this research shows that from the historical roots of Indonesia's perspective, theosophy has a vital role in forming an independent Indonesian state. In line with the primary purpose of the theosophical movement, which states three basic principles, one of which is to hold the core of brotherhood between human beings by not distinguishing the nation, belief, gender, caste or ethnicity. So that the emergence of Indonesian concepts of internationalism and nationalism is a theosophical philosophy.
    [Show full text]
  • Kepemimpinan Mahasiswa
    Seminar Nasional Membangun Karakter dalam Pembelajaran Matematika; Melalui Keterampilan Komunikasi HIMA Matematika-FMIPA Unand, 9 Februari 2017 Prof. Dr. Niki Lukviarman, SE, Akt., MBA, C.A. Guru Besar Corporate Governance Universitas Andalas Rektor Universitas Bung Hatta Integrity; the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness moral Personality; the combination of characteristics or qualities that form an individual's distinctive character karakter Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta) Mohammad Natsir Haji Agus Salim Sjahrir Ibrahim Datuk Tan Malaka Mr. Mohammad Yamin HAMKA Hj. Rangkayo Rasuna Said Rohana Kudus Rahmah El Yunusiah Bagaimana dengan pemimpin “Minangkabau” masa kini dan masa depan? Perbedaan karakter? Perbedaan Integritas & Komitmen? Trust = f (character, competence) Karakter bersifat lintas waktu, tidak situasional & relatif permanen (berhubungan dengan sikap/attitude dan perilaku/behavior) Kompentensi bersifat situasional sesuai dengan tugas atau kondisi yang membutuhkan Kompetensi terdiri dari “knowledge” dan “skill” dapat dipelajari & diasah Bung Hatta on Character; Knowledge, Skills & Attitude …di luar negeri, Hatta menahan diri untuk tidak mengkritik Sukarno secara frontal. Demikian juga ketika bung Karno sakit, bung Hatta menjenguk & mendoakan kesembuhan bagi sahabatnya. Hatta menjadi pengkritik paling tajam dan sahabat paling dekat bung Karno. Saat Bung Karno di hina orang...Bung Hatta tegas menukas, “Baik buruknya Bung Karno, beliau adalah Presiden saya!” Karakter
    [Show full text]
  • 1 Tabel 1.1 Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara No Aspek
    Tabel 1.1 Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara No Aspek Informasi Uraian 1. Pendiri Negara pengusul rumusan dasar negara a. Ir. Soekarno b. Muhammad Yamin c. Soepomo 2. Anggota Panitia Kecil 1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) 2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota) 3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) 4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) 5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota) 6. Haji Agus Salim (anggota) 7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota) 3. Anggota Panitia Sembilan 1. Ir. Soekarno (ketua) 2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua) 3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) 4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota) 5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota) 6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota) 7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota) 8. Haji Agus Salim (anggota) 9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) 4. Panitia Sembilan ✓ "Panitia Sembilan" dibentuk guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep mengenai Dasar Negara yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI. ✓ 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", atau "Gentlement Agreement" 5. Latar Belakang Perubahan Rumusan Dasar ✓ Rakyat Indonesia memiliki latar belakang Negara Sila Pertama Naskah Piagam Jakarta kepercayaan yang berbeda – beda. ✓ Untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa/NKRI. ✓ Untuk menampung aspirasi wakil-wakil Protestan dan Katolik dari wilayah timur. Tabel 1.2 Perbedaan antara BPUPKI dan PPKI No Pernyataan BPUPKI PPKI 1. Kepanjangan Badan Penyelidik Usaha-usaha Panitia Persiapan Kemerdekaan Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Indonesia 2. Istilah dalam Bahasa Dokuritsu Junbi Cosakai Dokuritsu Junbi Inkai Jepang 3. Waktu Pembentukan 1 Maret 1945 7 Agustus 1945 4.
    [Show full text]
  • Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
    TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015 i TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA Tokoh Pemikir Karakter Bangsa Riset Ilustrasi : Pengarah : 1. Isak Purba 1. Kacung Marijan Direktur Jenderal Kebudayaan 2. Tirmizi 2. Nono Adya Supriyatno 3. Agus Widiatmoko Plt. Direktur Sejarah 4. Budi Harjo Sayoga Narasumber : 5. Hermasari Ayu Kusuma 1. Taufik Abdullah 6. Esti Warastika 2. Susanto Zuhdi 7. Dwi Artiningsih 3. Anhar Gonggong 8. Maemunah 4. Mukhlis PaEni 9. Surya Agung Editor : Amurwani Dwi Lestariningsih Tata Letak & Grafis : Agus Antoso Penulis : 1. Rhoma Dwi Aria Yuliantri Penerbit : 2. Jajat Burhanudin Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan 3. Muhamad Dirga Fawakih Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 4. Setyadi Sulaiman Jl. Jenderal Sudirman, Senayan 5. M. Nursam Jakarta 10270 Telp./Fax . : 021-5725044 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip seluruh atau sebagian isi buku tanpa izin dari penerbit Cetakan : Tahun 2015 ISBN : 978-602-1289-23-5 ii TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA KATA PENGANTAR Plt. DIREKTUR SEJARAH DAN NILAI BUDAYA Buku Tokoh Pemikir Karakter Bangsa digagas untuk menggali pemikiran-pemikiran tokoh sejarah tentang corak karakter kebangsaan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, antara lain, demokrasi, kebudayaan, pendidikan, serta pembangunan dan kesejahteraan sosial. H. O. S. Tjokroaminoto, Abdul Rivai, Mohammad Natsir (aspek demokrasi); Sutan Takdir Alisjahbana, Soetomo, Muhammad Yamin (aspek kebudayaan); Ki Hajar Dewantara, Mohamad Sjafei, dan Rahmah el-Yunusiyah (aspek pendidikan); Soedjatmoko, Widjojo Nitisastro, Mubyarto (aspek pembangunan), adalah beberapa tokoh sejarah yang diupayakan ditelaah pemikirannya. Pemikiran mereka sangat penting untuk diketahui sebagai ungkapan rasa perhatian dan kepedulian mereka terhadap kemajuan bangsa.
    [Show full text]
  • 2477-6866, P-ISSN: 2527-9416 Vol.4, No.2, October 2019 (Special Issue), Pp
    International Review of Humanities Studies www.irhs.ui.ac.id, e-ISSN: 2477-6866, p-ISSN: 2527-9416 Vol.4, No.2, October 2019 (Special Issue), pp. 874-889 HIGHS AND LOWS IN THE RELATIONSHIP BETWEEN HAMKA AND MUAHAMMADIYAH DURING THE PERIOD OF GUIDED DEMOCRACY Akmal Universitas Indonesia, [email protected] Abdurakhman Universitas Indonesia [email protected] ABSTRACT Following the dissolution of Masyumi in 1960, the political climate was rather unfriendly for the Islamic movement in Indonesia. Since 1959, Muhammadiyah had given up its special membership status in Masyumi, while some of its administrators pursued political careers elsewhere. Muhammadiyah maintained good relations with Soekarno, notably after Soekarno’s speech in Muhammadiyah’s 35th National Congress in 1962. Hamka, a devoted member of Muhammadiyah, was stuck in a rather unique position due to this progress of events. This study aims to describe the highs and lows of the relationships between Hamka and Muhammadiyah during the Guided Democracy era (1959-1966). Literature study will be conducted by examining official Muhammadiyah documents, Soekarno’s speeches, Hamka’s writings and other materials available. Evidently, at one point, Muhammadiyah gave Soekarno the title of ‘The Faithful Member’ (Anggota Setia) and ‘The Great Protector’ (Pengayom Agung) of Muhammadiyah, and the Muhammadiyah University awarded him with the title of honorary doctorate in the Philosophy of Tawheed Science field. Hamka then launched harsh criticisms to Muhammadiyah regarding its attitude and closeness towards Soekarno which he considered to be rather unnatural. Nevertheless, Muhammadiyah never revised its actions, while Hamka continued to be one of Muhammadiyah’s lifelong devoted member.
    [Show full text]