L Juni Yang (Pern

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

L Juni Yang (Pern I seninpahins,2Juni20r{ WACANA ffilitrsJoG#\ HALAMANT l Juni yang (Pern# PANCASILA sebagai dasar Sejalan dengan berbagai pen negara tidak disusun secara serta Oleh: Hendra Kurniawan dapat tersebut rnaka pemerintal merta, namun mengalami proses Orde Baru memutuskan untuk tidad filsafati yang mendalam dan tidaklah tahan lama. Dasar negara jangan lagi memperingati Hari Lahir Panca mudah. Seiring dengan perjalanan dibuat sendiri melainkan harus di gali sila yang hingga tahun 1969 selah hidup bangsa ini, Pancasila juga dari kekayaan peradaban bangsa. diperingati. Selain alasan tidak adr mengalami sejarah panjang penuh 'Penguasa Orde Baru ternyata dasar hukumnya, pemerintah Or& polemik :./ang sarat muatan politis. memanfaatkan pernyataan Bung Baru rupanya lebih ingin meman Salah satunya mengenai penetapan Karno tersebut untuk menghilang- tapkan upaya penumpasan Geraka Hari Lahir Pancasila yang ternyata kan peringatan Hari Lahir Pancasila 30 September 1965 yang berhasd bukan persoalan sederhana dan setiap tanggal I Juni. Hal ini di- dilakukan pada tanggal I Oktobs sempat menjadi bahan perebutan perkuat oleh sejarahwan Orde Baru, 1965 sebagai momentum pentine kepentingan. Nugroho Notosusanto, yang ber- Saat itu upaya mengganti ideolog Dalam sidang Badan Penyelidik pendapat bahwa Bung Karno ha- negara Pancasila menjadi komuni Usaha-usaha Persiapan Kemer- nyalah salah seorang yang berarti . berhasil digagalkan. Maka bagi Ord dekaanlndonesia (BPUPKI) di akhir bukan satu-satunya orang yang Baru yang wajib diperingati ialal bulan Mei 1945 dihicarakan dasar mengutarakan konsep dasar negara. tanggal I Oktober sebagai Har bagi negara Indonesia merdeka yang Sejarah tidak dapat berbohong Kesaktian Pancasila. akan dibangun. Tanggal 29 Mei apabila Mohammad Yamin dan Tentu keputusan tersebut sara 1945, Mohammad Yamin menyam- Soepomo juga menjadi konseptor dengan muatari politis dan menjad paikan konsepsinya mengenai dasar dasar negara. Menurut Nugroho, upaya de-Soekarno-isasi. Peran da negara yaitu peri kebangsaan. peri jika tanggal I Juni menjadi Hari Lahir jasa Soekarno hendak dikecilka kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri Pancasila, maka muncul pertanyaan atau bahkan dihilangkan. Keputusa kerakyatan, dan kesejahteraan "Pancasila yang mana?". untuk sremakamkan beliau jauh dar rakyat. Pidato ini disusul oleh Soe- Kalau jawabannya adalah Pan- pusat pemerintahan Jakarta menjad pomo yang pada tanggal 31 Mei casilaBung Kamo makahal itu dapat upaya pertama menjauhkan sosd 1945 menyampaikan pula gagasan- Bung Karno. nya mengenai dasar negara yaitu Setelah sembilan tahun wafat persatuan, kekeluargaan, kese- nya, makam Bung Karno bar imbangan lahir batin, musyawaralr, dipugar dan mendapat perhatian dar dan keadilan rakyat. Sayangnya pemerintah. Penamaan Bandar kedua konsep ini belum berhasil Cengkareng menjadi Soekarno memenuhi keinginan sidang. Hatta dan pengangkatan keduany Tanggal I Juni 1945 kegelisahao sebagai Pahlawan Proklamatc sidang terpecahkan olgh pidato merupakan wujud penghargaa Bung Karno.yang dianggap memberi yang terlambat. Bahkan kemudia jawaban memuaskan bagi persoalan muncul masalah karena pada tahu dasar negara. Hal ini diungkapkan 2Ol2 yang lalu Soekarno-Hatt oleh Bung Hatta dalam suratnya justru dianugerahi gelar Pahlawa kepada Guntur Sukarno Putra Nasional. Pada akhirnya tidak dapr tanggal 16 Juni 1978. Dalam surat dipungkiri bahwa berbicara tentan ini, Bung Hatta sama sekali tidak Hari Lahir Pancasila tidak dapat lepa menyinggung konsepsi yang di- dari rasa like and dislike terhada utarakan oleh Mohammad Yamin Bung Karno. maupun Soepomo. Bung Hatta men- Runtuhnya hegeinoni Orde Bar jelaskan bahwa kebanyakan ang- menimbulkan banyak upaya mc gota BPUPKI tidak mau menjawab beragama Islam dengan bukan Is- dibenarkan.'Jika Pancasila sebagai ngembalikan peran dan jasa Sor persoalan dasar negara. Alasannya lam. Menyitir kata Bung Karno dasar negara yang sah dan otentik karno pada porsinya, termasuk soi karena takut akan menimbulkan bahwa kita hendak mendirikan (seperti. yang tennuat dalam Pem- tanggal I Juni sebagai Hari Lahr persoalan filosofi yang berkepan- negara "semua buat semua", bukan bukaan IIUD 1945), maka tanggal I Pancasila. Penetapan Pancasil jangan dan akan memperlambat untuk satu atau dua golongan saja, Juni tidak dapat dibenarkan. Panca- seperli termaktub dalam Pembukaa pembicaraan mengenai Undang- tapi Indonesia untuk Indonesia. sila sebagai dasar negara dalam LruD1945sebagaidasarnegaraole Undang Dasar (UUD). Poleririk historisitas Pembukaan UUID 1945 tidak hanya sidangPPKlmemangdilakukanpad Dalam pidatonya yang berjudul Penetapan tanggal I Juni se- bersumber dari Pancasila Bung tanggal 18 Agustus 1945. Akan tt Pancasila, gagasan mengenai lima bagai Hari Lahir Pancasila menjadi Karno namun juga konsepsi Mo- tapi (enyataan sejarah telah men sila disampaikan Bung Kamo kira- polemik historisitas yang berkepan- hammad Yamin dan Soepomo yang benarkan bahwa PancaSila pertam kira satu jam lamanya..Pidato ini jangan. Bung Karno sendiri pernah kemudian diolah oleh Panitia Sem- kali diperkenalkan oleh Bung Karn menarik perhatian sidang dan di- menyatakan bahwa beliau bukan bilanmenjadiPiagamJakartahingga dalam pidatonya di hadapan sidan sambut dengan tepuk tangan mem- pencipta atau pembentuk Pancasila, selanjutnya mengalami perubahan BPUPKI tanggal I Juni 1945. bahana. Bung Karno menyampaikan melainkan penggali Pancasila. dan disahkan oteh PPKI. Maka Mohammad Yamin dan Sot konsepsi dasar negara meliputi Dalam amanatnya tanggal 22 Sep- menjadi lebih tepat jika tang-eal 18 pomo juga konseptor dasar negari kebangsaan, kemanusiaan, mufakat ternber 1945 di Surabaya, Bung Agustus dijadikan sebagai Hari nanun tidak menyebutnya sebag; atau demokrasi, kesejahteraan so- Karno berkata: "Aku bukan pen- LahirPancasilayangsahdanotentik. Pancasila. Tanpa hendak meniadr sial. dan Ketuhanan yang berkebu- cipta Pancasila. Pancasila dicipta- Prof. Mr. Abdoel Gaffar Pring- kan peran yang lain dan mematal dayaan. Bun-e Karno ju-ea meng- kan oleh bangsa Indonesia sendiri. godigdo nremiliki pandangan yang kan berbagai pemikiran yang perna usulkrn nama dasar negara tersebut Aku hanya menggali Pancasila agak berheda rneskipun pacla dasar- muncul, t6taplah layak apabill H, ialah Pancasila atas petunjuk se- daripada buminya bangsa Indone- nya membenarkan pendapat Nugro- Lahir Pancasila disahkan unt( orang temannya yang ahli bahasa, sia. Aku sembahkan Pancasila ini di ho. Menurutnya, Pancasila sudah diperingati kembali setiap tanggal tanpa rnenyebutkan nama. Menurut atas persada bangsa Indonesia ada sejak dulu. Pancasila sudah Juni. Ini dapat menjadi upaya au, Bung Karno, Pancasila dapat diperas kembali untuk dipakai sebagai dasar lama tergurat pada jiwa bangsa In- untuk menghadirkan kembali Panc menjadi Trisila yaitu sosio-nasio- daripada wadah yang harus berisi donesia secara turun-temurun dan sila secara lebih aktual dalarn k nalisme, sosio-demokrasi, dan masyarakat yang beraneka menjadi karakter bangsa. Pring- hidupan berbangsa dan berne-ea -r"q1l.
Recommended publications
  • Transplantation of Foreign Law Into Indonesian Copyright Law: the Victory of Capitalism Ideology on Pancasila Ideology
    Journal of Intellectual Property Rights Vol 20, July 2015, pp 230-249 Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of Capitalism Ideology on Pancasila Ideology O K Saidin† Department of Private Law, Law Faculty, University of North Sumatera, Medan, Indonesia Received: 07 May 2015; accepted: 29 June 2015 The Journey of Indonesian history has 350 years experience under the imperialism of Netherland and Japan until the era of post-independence which was still under the shadow of the developed countries. The Indonesia became more and more dependable on the foreign countries which brought influence to its political choice in regulating the Copyright Law in the following days. Indonesian copyright protection model which economic goal firstly based on the country’s Pancasila philosophy, evidently must subject to the will of the era that move towards liberal-capitalist. This era is no longer taking side to Indonesian independence goal to realize law and economic development based on Pancasila, especially the first, fourth, and fifth sila (Principle). The goal of law and economic development in Indonesia, regulated under the paradigm of democratic economy is to realize prosperous and equitable society based on Indonesian religious culture principle that can no longer be realized. Pancasila as the basis in forming legal norms in Indonesia functioned as the grundnorm which means that all the legal norms must be convenient and not to contradict the principles of the basic state philosophy of Pancasila. But the battle of foreign ideology in legal political choice through transplantation policy, did not manage to give the victory to Pancasila as the country’s ideology, but to give the victory to the foreign capitalistic ideology instead.
    [Show full text]
  • Pemikiran Soekarno Dalam Perumusan Pancasila
    PEMIKIRAN SOEKARNO DALAM PERUMUSAN PANCASILA Paisol Burlian Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Raden FatahPalembang Email : [email protected] Abstrak Dalam proses perumusan Pancasila dilakukan melalui beberapa tahapan persidangan, banyak tokoh yang dimasukkan di dalamnya seperti Muh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Namun dari ketiga tokoh tersebut, hanya pemikiran Soekarno yang mendapat apresiasi dari peserta secara aklamasi dan pancasila yang dianggap sebagai keunggulan pemikiran Soekarno menjadi sesuatu yang berbeda dalam tatanan dan terminologi. Padahal sebelum Soekarno berpidato pada tanggal 1 Juni 1945, Muh. Yamin dan Soepomo sebelumnya pernah berpidato dan memiliki kemiripan satu sama lain. Penelitian ini menggunakan jenis fenomenologi kualitatif dengan studi pustaka, dengan menganalisis secara detail pada beberapa literatur yang relevan. Dengan menggunakan teori dekonstruksi milik Jacques Derrida dengan konsep trace, difference, recontruction, dan iterability. Sedangkan sumber data diambil dari sumber data primer dan sekunder. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Rumusan Pancasila Soekarno terdiri dari lima prinsip sebagai berikut; 1) Pemikiran nasionalisme, Soekarno bermaksud untuk membangkitkan jiwa nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia agar dapat berdiri tegak. 2) Pemikiran internasionalisme, Soekarno bermaksud mengaitkan erat antara pemikiran internasionalisme dengan nasionalisme. 3) Pemikiran demokrasi, dengan demikian
    [Show full text]
  • Theosophy Paradigm in Diversity
    Diadikasia Journal Copyright © 2020 Diadikasia Organization Indramayu, Indonesia. https://diadikasia.pubpub.org/ Volume 1(1): 60-68 DOI: 10.21428/8c841009.72f22fe3 THEOSOPHY PARADIGM IN DIVERSITY Rani Melina Deasy [email protected] Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta, Indonesia 57126 Abstract This research aims to acknowledge the concept of diversity in the Indonesian people based on the theosophical paradigm as an effort towards lasting brotherhood and provide an understanding of the Indonesian national identity. There are different views, namely positive and negative views about theosophy. So it is necessary to explain the background of theosophical history, as well as it is organizational goals and forms in Indonesia and the world. Then to find out the concept of diversity of Indonesian people, we need necessary to know about the Indonesian national identity. Furthermore, it is necessary to recognize the background of culture, conflict, and the pros and cons that occur in the process towards the unity state and become a shared responsibility to be maintained. This research uses a historical method, which includes steps: 1. Heuristics, 2. Source criticism, 3. Interpretation, 4. Historiography. The result of this research shows that from the historical roots of Indonesia's perspective, theosophy has a vital role in forming an independent Indonesian state. In line with the primary purpose of the theosophical movement, which states three basic principles, one of which is to hold the core of brotherhood between human beings by not distinguishing the nation, belief, gender, caste or ethnicity. So that the emergence of Indonesian concepts of internationalism and nationalism is a theosophical philosophy.
    [Show full text]
  • Relation Between Pancasila and Islamic Values on Religious Freedom
    Al-Ulum Volume 14 Number 2 December 2014 Page 325-342 RELATION BETWEEN PANCASILA AND ISLAMIC VALUES ON RELIGIOUS FREEDOM Sulasman & Eki Kania Dewi State Islamic University of Sunan Gunung Djati Bandung ([email protected]) Abstrak The discourse of religious harmony and freedom is still a current study and much studied through various approaches, including in the perspective of history, sociology, and culture. In Indonesia, normatively, the practices of religious harmony and freedom are referred to both Islamic religion and Pancasila values. The two normative references are positioned in line. Thus, even for the people, Pancasila has a spirit of Islam, because the framers of Pancasila (and Konstitution UUD 1945) are Moslem like Muhammad Yamin and Sukarno. Consciously or not, the Islamic teaching viewed by those framers of Pancasila absorbed into the values of Pancasila. Therefore, it is fair enough that Pancasila and Islam have harmony and conformity, including the concepts of religious harmony and freedom. Wacana kerukunan dan kebebasan beragama masih menjadi kajian aktual dan banyak dikaji melalui berbagai pendekatan, diantaranya dalam perspektif sejarah, sosiologi, dan budaya. Di Indonesia, secara normatif, praktik kerukunan dan kebebasan beragama mengacu pada nilai agama Islam dan Pancasila sekaligus. Kedua acuan normative tersebut diposisikan sejalan. Bahkan bagi sebagian kalangan Pancasila memiliki ruh ajaran Islam, karena para perumus Pancasila (dan UUD 1945) adalah umat Islam, seperti Muhammad Yamin dan Soekarno. Disadari atau tidak, ajaran Islam yang dipersepsi para perumus Pancasila tersebut meresap kedalam Pancasila. Oleh karena itu, wajar apabila antara Pancasila dan Islam memiliki keselarasan dan kesesuaian, termasuk dalam hal konsep kerukunan dan kebebasan beragama.
    [Show full text]
  • Historical Construction of the Indonesian Presidential System: Do People Voices Matter?
    Journal of Governance and Development Vol. 9, 165-185 (2013) 165 Historical Construction of The Indonesian Presidential System: Do people voices matter? Nurliah Nurdin* Institute of Government Internal Affairs, Ministry of Home Affairs, Indonesia *Corresponding author; email: [email protected] / [email protected] ABSTRACT This paper analyzes the Indonesian politics, with particular reference to the presidential system. During the formation of the country, the framers of the Constitution have mixed understanding on what forms of political system the country intends to adopt, either parliamentary or presidential. The principle debate centers on the legislative and partisan powers of the Indonesian president, expecially the people voice in the strong presidential system. The historical accounts of the early Indonesia suggest that colonialism scars influence certain personalities like Soekarno and Soepomo to favor for an executive- superior system. On the other hand, Muhammad Yamin fears for a strong totalitarian president and thus proposes a legislative-superior system where the power of the president can be curbed by having a system of checks and balances. A series of institutional reforms in the presidential system have also focused on the relationship between the president and other state organs. The paper concludes that the post- democratization era after 1998 provides a more balanced power to the legislature. Keywords: presidential system, executive-legislative relations, Indonesian politics INTRODUCTION The historical experiences and the debate in the forming of a country, by the founders of the nation, were an important part in the political 166 Journal of Governance and Development Vol. 9, 165-185 (2013) process of the country. Historical documents provide an explanation of the entry point to the options of government’s system.
    [Show full text]
  • Kata Pengantar
    KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, serta ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Dalam makalah yang berjudul “Mengenal Sejarah Pancasila” dibuat agar sejarah- sejarah di Indonesia tidak terlupakan. Dalam pembuatan makalah ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terimakasih saya sampaikan kepada : Dr. Agustinus Wisnu Dewantara, SS,M.Hum selaku dosen mata kuliah filsafat pancasila, kawan-kawan LMND yang telah banyak memberikan masukan makalah ini. Demikian makalah ini saya buat semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca, terimakasih. Mengenal Sejarah Pancasila Page 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar negara sangat penting bagi suatu bangsa. Tanpa dasar negara, negara akan goyah, tidak mempunyai tujuan yang jelas dan tidak tahu apa yang ingin dicapai setelah negara tersebut didirikan. Sebaliknya dengan adanya dasar negara, suatu bangsa tidak akan terombang ambing dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dapat datang darimana saja. Kita sebagai bangsa Indonesia mengetahui bahwa dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila adalah lima dasar, pancasila sebagai dasar negara memiliki sejarah yang tak lepas dari kemerdekaan Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia harus mengenal sejarah pancasila. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pembahsan makalah ini. Saya akhirnya berinisiatif membahas beberapa persoalan
    [Show full text]
  • Pidato - Sukarno ("Trikora") - Speech
    Pidato - Sukarno ("Trikora") - Speech THE PEOPLE'S C0MMAND FOR THE LIBERATION OF WEST IRIAN Given by the President/Supreme Commander of the Armed Forces of the Republic of Indonesia. Commander-in-Chief of the Supreme Command for the Liberation of West Irian at a mass meeting in Jogjakarta, on 19th December 1961. DEPARTMENT OF INFORMATION REPUBLIC OF INDONESIA SPECIAL ISSUE, No.82 THE PEOPLE'S COMMAND, GIVEN BY THE PRESIDENT/SUPREME COMMANDER OF THE ARMED FORCES OF THE REPUBLIC OF INDONESIA, COMMANDER IN CHIEF OF THE SUPREME COMMAND FOR THE LIBERATION OF WEST IRIAN AT A MASS MEETING IN JOGJAKARTA, ON 19th DECEMBER 1961. Friends As was said by the Sultan just now, today, it is exactly 15 years since the day on which the city of Jogjakarta - or to be more exact, the Republic of Indonesia was attacked by the Dutch. Thirteen years ago there began what we call the second military action taken by the Dutch against the Republic of Indonesia. As all of you know, the military action which was begun here 13 years ago was the second, which means that we also underwent a first military action. And that first military action started on 21st July, 1947. But if it is viewed as a whole, seen as one historical event, then in fact we did not suffer, merely two military actions from the Dutch, the first on 21st July 1947, the second on 19th December 1948, No. In reality the Dutch, Dutch imperialism, on hundreds of occasions has taken military action against the Indonesian People. You know that the Dutch began to come here to Indonesia in 1596, when Admiral Cornelis De Houtman dropped anchor in Banten Bay.
    [Show full text]
  • Theosophy Paradigm in Diversity
    Diadikasia Journal ISSN: 2721-9070 Copyright © 2020 Diadikasia Organization https://diadikasia.pubpub.org/ Volume 1(1): 62-70 DOI: 10.21428/8c841009.72f22fe3 THEOSOPHY PARADIGM IN DIVERSITY Rani Melina Deasy [email protected] Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta, Indonesia 57126 Abstract This research aims to acknowledge the concept of diversity in the Indonesian people based on the theosophical paradigm as an effort towards lasting brotherhood and provide an understanding of the Indonesian national identity. There are different views, namely positive and negative views about theosophy. So it is necessary to explain the background of theosophical history, as well as it is organizational goals and forms in Indonesia and the world. Then to find out the concept of diversity of Indonesian people, we need necessary to know about the Indonesian national identity. Furthermore, it is necessary to recognize the background of culture, conflict, and the pros and cons that occur in the process towards the unity state and become a shared responsibility to be maintained. This research uses a historical method, which includes steps: 1. Heuristics, 2. Source criticism, 3. Interpretation, 4. Historiography. The result of this research shows that from the historical roots of Indonesia's perspective, theosophy has a vital role in forming an independent Indonesian state. In line with the primary purpose of the theosophical movement, which states three basic principles, one of which is to hold the core of brotherhood between human beings by not distinguishing the nation, belief, gender, caste or ethnicity. So that the emergence of Indonesian concepts of internationalism and nationalism is a theosophical philosophy.
    [Show full text]
  • Kepemimpinan Mahasiswa
    Seminar Nasional Membangun Karakter dalam Pembelajaran Matematika; Melalui Keterampilan Komunikasi HIMA Matematika-FMIPA Unand, 9 Februari 2017 Prof. Dr. Niki Lukviarman, SE, Akt., MBA, C.A. Guru Besar Corporate Governance Universitas Andalas Rektor Universitas Bung Hatta Integrity; the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness moral Personality; the combination of characteristics or qualities that form an individual's distinctive character karakter Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta) Mohammad Natsir Haji Agus Salim Sjahrir Ibrahim Datuk Tan Malaka Mr. Mohammad Yamin HAMKA Hj. Rangkayo Rasuna Said Rohana Kudus Rahmah El Yunusiah Bagaimana dengan pemimpin “Minangkabau” masa kini dan masa depan? Perbedaan karakter? Perbedaan Integritas & Komitmen? Trust = f (character, competence) Karakter bersifat lintas waktu, tidak situasional & relatif permanen (berhubungan dengan sikap/attitude dan perilaku/behavior) Kompentensi bersifat situasional sesuai dengan tugas atau kondisi yang membutuhkan Kompetensi terdiri dari “knowledge” dan “skill” dapat dipelajari & diasah Bung Hatta on Character; Knowledge, Skills & Attitude …di luar negeri, Hatta menahan diri untuk tidak mengkritik Sukarno secara frontal. Demikian juga ketika bung Karno sakit, bung Hatta menjenguk & mendoakan kesembuhan bagi sahabatnya. Hatta menjadi pengkritik paling tajam dan sahabat paling dekat bung Karno. Saat Bung Karno di hina orang...Bung Hatta tegas menukas, “Baik buruknya Bung Karno, beliau adalah Presiden saya!” Karakter
    [Show full text]
  • 1 Tabel 1.1 Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara No Aspek
    Tabel 1.1 Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara No Aspek Informasi Uraian 1. Pendiri Negara pengusul rumusan dasar negara a. Ir. Soekarno b. Muhammad Yamin c. Soepomo 2. Anggota Panitia Kecil 1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) 2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota) 3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) 4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) 5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota) 6. Haji Agus Salim (anggota) 7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota) 3. Anggota Panitia Sembilan 1. Ir. Soekarno (ketua) 2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua) 3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) 4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota) 5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota) 6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota) 7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota) 8. Haji Agus Salim (anggota) 9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) 4. Panitia Sembilan ✓ "Panitia Sembilan" dibentuk guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep mengenai Dasar Negara yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI. ✓ 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", atau "Gentlement Agreement" 5. Latar Belakang Perubahan Rumusan Dasar ✓ Rakyat Indonesia memiliki latar belakang Negara Sila Pertama Naskah Piagam Jakarta kepercayaan yang berbeda – beda. ✓ Untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa/NKRI. ✓ Untuk menampung aspirasi wakil-wakil Protestan dan Katolik dari wilayah timur. Tabel 1.2 Perbedaan antara BPUPKI dan PPKI No Pernyataan BPUPKI PPKI 1. Kepanjangan Badan Penyelidik Usaha-usaha Panitia Persiapan Kemerdekaan Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Indonesia 2. Istilah dalam Bahasa Dokuritsu Junbi Cosakai Dokuritsu Junbi Inkai Jepang 3. Waktu Pembentukan 1 Maret 1945 7 Agustus 1945 4.
    [Show full text]
  • Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
    TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015 i TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA Tokoh Pemikir Karakter Bangsa Riset Ilustrasi : Pengarah : 1. Isak Purba 1. Kacung Marijan Direktur Jenderal Kebudayaan 2. Tirmizi 2. Nono Adya Supriyatno 3. Agus Widiatmoko Plt. Direktur Sejarah 4. Budi Harjo Sayoga Narasumber : 5. Hermasari Ayu Kusuma 1. Taufik Abdullah 6. Esti Warastika 2. Susanto Zuhdi 7. Dwi Artiningsih 3. Anhar Gonggong 8. Maemunah 4. Mukhlis PaEni 9. Surya Agung Editor : Amurwani Dwi Lestariningsih Tata Letak & Grafis : Agus Antoso Penulis : 1. Rhoma Dwi Aria Yuliantri Penerbit : 2. Jajat Burhanudin Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan 3. Muhamad Dirga Fawakih Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 4. Setyadi Sulaiman Jl. Jenderal Sudirman, Senayan 5. M. Nursam Jakarta 10270 Telp./Fax . : 021-5725044 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip seluruh atau sebagian isi buku tanpa izin dari penerbit Cetakan : Tahun 2015 ISBN : 978-602-1289-23-5 ii TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA KATA PENGANTAR Plt. DIREKTUR SEJARAH DAN NILAI BUDAYA Buku Tokoh Pemikir Karakter Bangsa digagas untuk menggali pemikiran-pemikiran tokoh sejarah tentang corak karakter kebangsaan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, antara lain, demokrasi, kebudayaan, pendidikan, serta pembangunan dan kesejahteraan sosial. H. O. S. Tjokroaminoto, Abdul Rivai, Mohammad Natsir (aspek demokrasi); Sutan Takdir Alisjahbana, Soetomo, Muhammad Yamin (aspek kebudayaan); Ki Hajar Dewantara, Mohamad Sjafei, dan Rahmah el-Yunusiyah (aspek pendidikan); Soedjatmoko, Widjojo Nitisastro, Mubyarto (aspek pembangunan), adalah beberapa tokoh sejarah yang diupayakan ditelaah pemikirannya. Pemikiran mereka sangat penting untuk diketahui sebagai ungkapan rasa perhatian dan kepedulian mereka terhadap kemajuan bangsa.
    [Show full text]
  • 2477-6866, P-ISSN: 2527-9416 Vol.4, No.2, October 2019 (Special Issue), Pp
    International Review of Humanities Studies www.irhs.ui.ac.id, e-ISSN: 2477-6866, p-ISSN: 2527-9416 Vol.4, No.2, October 2019 (Special Issue), pp. 874-889 HIGHS AND LOWS IN THE RELATIONSHIP BETWEEN HAMKA AND MUAHAMMADIYAH DURING THE PERIOD OF GUIDED DEMOCRACY Akmal Universitas Indonesia, [email protected] Abdurakhman Universitas Indonesia [email protected] ABSTRACT Following the dissolution of Masyumi in 1960, the political climate was rather unfriendly for the Islamic movement in Indonesia. Since 1959, Muhammadiyah had given up its special membership status in Masyumi, while some of its administrators pursued political careers elsewhere. Muhammadiyah maintained good relations with Soekarno, notably after Soekarno’s speech in Muhammadiyah’s 35th National Congress in 1962. Hamka, a devoted member of Muhammadiyah, was stuck in a rather unique position due to this progress of events. This study aims to describe the highs and lows of the relationships between Hamka and Muhammadiyah during the Guided Democracy era (1959-1966). Literature study will be conducted by examining official Muhammadiyah documents, Soekarno’s speeches, Hamka’s writings and other materials available. Evidently, at one point, Muhammadiyah gave Soekarno the title of ‘The Faithful Member’ (Anggota Setia) and ‘The Great Protector’ (Pengayom Agung) of Muhammadiyah, and the Muhammadiyah University awarded him with the title of honorary doctorate in the Philosophy of Tawheed Science field. Hamka then launched harsh criticisms to Muhammadiyah regarding its attitude and closeness towards Soekarno which he considered to be rather unnatural. Nevertheless, Muhammadiyah never revised its actions, while Hamka continued to be one of Muhammadiyah’s lifelong devoted member.
    [Show full text]