ANALISIS HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN SERTA KANDUNGAN ZAT PEWARNA PADA KERIPIK BALADO DI PADANG LUA, KECAMATAN BANUHAMPU, KABUPATEN AGAM TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
SRI RAHMATIKA. S NIM : 141000711
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANALISIS HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN SERTA KANDUNGAN ZAT PEWARNA PADA KERIPIK BALADO DI PADANG LUA, KECAMATAN BANUHAMPU, KABUPATEN AGAM TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRI RAHMATIKA. S NIM: 141000711
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul
„ANALISIS HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN SERTA KANDUNGAN
ZAT PEWARNA PADA KERIPIK BALADO DI PADANG LUA,
KECAMATAN BANUHAMPU, KABUPATEN AGAM TAHUN 2018‟ beserta seluruh isinya adalah benar karya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Desember 2018
Sri Rahmatika S
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Judul Skripsi : Analisis Hygiene Sanitasi Pengolahan serta Kandungan Zat Pewarna pada Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Nama Mahasiswa : Sri Rahmatika. S Nomor Induk Mahasiswa : 141000711 Departemen : Kesehatan Lingkungan
Tanggal Lulus : 20 Desember 2018
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Telah diuji dan dipertahankan
Pada Tanggal : 20 Desember 2018
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes Anggota :1. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D 2. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Abstrak
Keripik balado merupakan jajanan atau oleh-oleh khas Sumatera Barat. Keripik balado ini banyak diproduksi di Sumatera Barat termasuk di daerah Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam. Pengolahan keripik balado harus sesuai dengan 6 prinsip hygiene sanitasi pengolahan makanan. Selain itu perlu digunakan BTP (Bahan Tambahan Pangan) yang memenuhi syarat, salah satunya pewarna. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hygiene sanitasi pengolahan serta jenis dan kadar zat pewarna pada keripik balado. Sampel adalah 10 industri keripik balado yang bermerek. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dan pemeriksaan laboratorium. Hasil observasi menunjukkan bahwa pada prinsip pemilihan bahan, penyimpanan bahan, pengolahan makanan, pengangkutan, dan pengemasan belum memenuhi syarat. Dari 10 merek terdapat 9 merek yang menggunakan pewarna sintetis. Sebanyak 6 dari 9 merek menggunakan zat pewarna yang tidak diizinkan. Jenis zat pewarna sintetis yang digunakan Eritrosin dan Amaranth. Diharapkan pemilik industri keripik balado dapat meingkatkan penerapan hygiene sanitasi pada proses pengolahan, menggunakan BTP yang diizinkan terutama zat pewarna, serta bersama karyawan mengikuti pelatihan mengenai hygiene sanitasi pengolahan makanan secara berkala. Pemerintah diharapkan melakukan pengecekan secara berkala dan pembinaan mengenai hygiene sanitasi pengolahan makanan. Kata kunci: Hygiene sanitasi, keripik balado, pewarna
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Abstract
Keripik balado is a kind of snacks made of cassava that is widely produced in West Sumatera. One of the region in West Sumatera that produce keripik balado is Padang Lua, Banuhampu, Agam Regency. The processing of keripik balado should follows 6 sanitation hygiene principles, and should use food additives that meet the requirements. One of food additives that used in keripik balado processing is food coloring. The aim of this research is to discover sanitation hygiene in food processing, type and level of food coloring in keripik balado. Sample of this research is 10 branded keripik balado industry. Data in this research was collected using observation form and laboratory tests. This research shows that ingredients selection, ingredients storage, food processing, food storage, transportation, and packaging principles don’t meet the requirements. 9 of 10 of samples contain synthetic food coloring. 6 of 9 samples contain food coloring that is not permitted. Type of food coloring used is Erythrosine and Amaranth. It is suggested that the owner keripik balado industry can intensify the application of sanitation hygiene in food processing, use permitted food additives especially the food coloring, and also take participation in training about sanitation hygiene of food processing together with the workers periodically. It is also suggested that the Government hold the checking and training about sanitation hygiene of food processing periodically. Key words: sanitation hygiene, keripik balado, coloring
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “ANALISIS HYGIENE SANITASI
PENGOLAHAN SERTA KANDUNGAN ZAT PEWARNA PADA KERIPIK
BALADO DI PADANG LUA, KECAMATAN BANUHAMPU,
KABUPATEN AGAM TAHUN 2018” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Departemen Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, perbaikan, dan saran dalam penyempurnaan skripsi
ini.
5. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
masukan demi kesempurnaan tulisan ini.
6. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masukan demi kesempurnaan tulisan ini.
7. Maya Fitria, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Seluruh Dosen beserta Staf Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan
yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.
9. Bapak dan Ibu pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam mengurus segala
administrasi.
10. Bapak Walinagari dan staf Nagari Padang Lua yang telah memberikan
bantuan selama penelitian berlangsung.
11. Teristimewa kepada keluarga, Ayahanda Suhardi dan Ibunda Efi Deswita,
beserta seluruh keluarga besar yang telah memberi dukungan dan semangat
kepada penulis baik dalam masa perkuliahan maupun hingga penyelesaian
skripsi.
12. Terkhusus untuk sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah berjasa dan tak bisa disebutkan satu persatu atas
bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini.
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Akhir kata, semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk seluruh pihak.
Medan, Oktober 2018
Sri Rahmatika. S
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Isi
Halaman
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi i Halaman Pengesahan ii Abstrak iv Abstract v Kata Pengantar vi Daftar Isi ix Daftar Tabel xii Daftar Gambar xiv Daftar Lampiran xv Daftar Istilah xvi Riwayat Hidup xvii
Pendahuluan 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Tujuan umum 4 Tujuan khusus 5 Manfaat Penelitian 5
Tinjauan Pustaka 7 Pengertian Hygiene dan Sanitasi 7 Hygiene 7 Sanitasi 7 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan 9 Enam prinsip hygiene sanitasi makanan 9 Penyakit Bawaan Makanan 16 Bahan Tambahan Pangan 17 Tujuan penggunaan BTP 18 Sifat BTP yang dapat digunakan 18 Penggolongan BTP 18 Bahan Tambahan Pangan Pewarna 24 Penggolongan BTP pewarna 24 Dampak BTP pewarna pada kesehatan 26 Keripik Balado 27 Sejarah keripik balado 27 Bahan baku utama pembuatan keripik balado 28 Proses pembuatan keripik balado 29 Kerangka Konsep 31
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Metode Penelitian 33 Jenis Penelitian 33 Lokasi dan Waktu Penelitian 33 Lokasi penelitian 33 Waktu penelitian 33 Populasi dan Sampel 33 Populasi 33 Sampel 34 Definisi Operasional 34 Metode Pengumpulan Data 36 Data primer 36 Data sekunder 37 Metode Pengukuran 37 Metode pengukuran hygiene sanitasi pengolahan keripik balado 37 Metode pengukuran zat pewarna 40 Metode Analisa Data 40
Hasil Penelitian 41 Gambaran Lokasi Penelitian 41 Karakteristik Pemilik Usaha 41 Hasil Observasi Hygiene Sanitasi Pengolahan Keripik Balado 43 Pemilihan bahan 43 Penyimpanan bahan 44 Pengolahan makanan 44 Penyimpanan keripik balado 49 Pengakutan keripik balado 50 Penyajian (pengemasan) keripik balado 51 Hygiene sanitasi pengolahan keripik balado 52 Jenis dan Kadar Zat Pewarna yang Digunakan oleh Industri Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 53 Pemeriksaan kualitatif zat pewarna pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam tahun 2018 54 Pemeriksaan kuantitatif zat pewarna pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam tahun 2018 55
Pembahasan Penelitian 56 Hygiene Sanitasi Pengolahan Keripik Balado 56 Pemilihan Bahan Makanan 56 Penyimpanan Bahan Makanan 57 Pengolahan Makanan 58
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penyimpanan Keripik Balado 63 Pengangkutan Keripik Balado 63 Penyajian (Pengemasan) Keripik Balado 64 BTP yang Digunakan Pada Keripik Balado 65 Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna di Laboratorium 65 Hasil pemeriksaan zat pewarna secara kualitatif 65 Hasil pemeriksaan zat pewarna secara kuantitatif 67
Kesimpulan Dan Saran 70 Kesimpulan 70 Saran 72
Daftar Pustaka 73 Daftar Lampiran
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan 11
2 Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak 15
3 Penyakit Bawaan Makanan 16
4 Distribusi Pemilik Usaha Keripik Balado Menurut Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan Terakhir, Jumlah Pekerja di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 42
5 Distribusi Industri Keripik Balado Menurut Lama Usaha dan Jumlah Produksi/Minggu di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 42
6 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Pemilihan Bahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 43
7 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Penyimpanan Bahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 44
8 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Tempat Pengolahan Makanan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 44
9 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Hygiene Tenaga Penjamah di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 47
10 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Cara Pengolahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 48
11 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Peralatan Pengolahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 49
12 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Penyimpanan Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 50
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Pengangkutan Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 50
14 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Penyajian (Pengemasan) Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 51
15 Hasil Rekapitulasi Penerapan Hygiene Sanitasi pada Pengolahan Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 53
16 Hasil Pemeriksaan Secara Kualitatif Pada Keripik Balado yang Dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 54
17 Hasil Pemeriksaan Secara Kuantitatif Pada Keripik Balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 55
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka Konsep 31
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Lembar Observasi 74
2 Surat Izin Penelitian 79
3 Surat Keterangan Sudah Melaksanakan Penelitian 80
4 Surat Keterangan Hasil Laboratoirum 81
5 Master Data 83
6 Output 91
7 Dokumentasi 103
xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Istilah
BTP Bahan Tambahan Pangan BPOM Balai Pengawasan Obat dan Makanan WHO World Health Organization FIFO First In First Out FEFO First Expired First Out PDAM Perusahaan Dearah Air Minum SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah
xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Riwayat Hidup
Penulis bernama Sri Rahmatika S berumur 23 tahun, dilahirkan di
Bukittinggi pada tanggal 04 September 1995. Penulis beragama Islam, anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Suhardi dan Ibu Efi Deswita.
Pendidikan formal dimulai di pendidikan sekolah dasar di SDN 08
Campago, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2002-
2008, sekolah menengah pertama di MTsN 1 Bukittinggi tahun 2008-2011, sekolah menengah atas di SMAN 2 Bukittinggi tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Maasyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, November 2018
Sri Rahmatika S
xvii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan
Latar Belakang
Hygiene sanitasi merupakan kegiatan yang penting dilakukan pada proses produksi makanan. Melakukan upaya hygiene sanitasi yang baik terhadap makanan dapat meningkatkan tersedianya makanan yang berkualitas, bersih, aman, serta mewujudkan perilaku kerja yang sehat dan benar serta menurunkan kejadian risiko penularan penyakit melalui makanan.
Widyati, dkk (2002) menjelaskan bahwa hygiene merupakan usaha untuk mencegah terjadinya penyakit yang menitikberatkan pada usaha perseorangan atau manusia beserta dengan lingkungan tempat orang tersebut berada. Hygiene fokus pada aktivitas manusia, sedangkan sanitasi fokus pada lingkungan manusia.
Dalam Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Makanan jajanan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan pada kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan. Keunggulan makanan jajanan adalah murah, mudah didapat, cita rasanya enak, dan cocok dengan selera kebanyakan orang. Makanan jajanan meskipun memiliki beberapa keunggulan tetapi juga beresiko terhadap kesehatan. Hal ini disebabkan oleh penanganannya yang sering tidak hygienis, akibatnya peluang bagi mikroba untuk tumbuh dan berkembang cukup besar. Selain itu dalam proses pembuatannya sering kali menggunakan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dengan kadar yang berlebih.
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2
Menurut Permenkes RI No.033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan harapan dapat menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
Tujuan penggunaan BTP sebenarnya sangat baik, namun dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi penyimpangan yang berakibat buruk bagi kesehatan. Penyimpangan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya penggunaan bahan yang bukan untuk pangan karena alasan ekonomi, ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP.
Salah satu BTP yang banyak digunakan adalah zat pewarna. Pemilihan warna yang menarik dapat meningkatkan nilai estetika makanan. Keberadaan warna pada pangan ada yang secara alami terbentuk melalui biosintesis, terbentuk selama proses pengolahan, dan sengaja ditambahkan. Warna ditambahkan pada bahan pangan dengan alasan untuk menggantikan warna bahan pangan yang hilang selama pengolahan, untuk meningkatkan intensitas warna alami pada bahan pangan, untuk meminimalisir adanya variasi warna bahan pangan dari setiap frekuensi pengolahan, dan untuk memberikan warna pada bahan pangan yang tidak berwarna (Rauf, 2015).
Berdasarkan pendapat Rauf (2015) dapat disimpulkan bahwa, pewarna dikelompokan menjadi dua kelas yaitu pewarna sintetik dan pewarna alami.
Pewarna sintetik merupakan pewarna yang diperoleh dari proses kimia. Pewarna
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3
sintetik secara umum aman digunakan, namun dosis penggunaannya dibatasi agar tidak berbahaya bagi kesehatan. Sedangkan pewarna alami merupakan pewarna yang didapatkan secara alami yaitu dari hewan dan tumbuhan.
Hasil penelitian oleh Putra, dkk (2014) pada jajanan yang dijual di Sekolah
Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara menunjukkan bahwa 10 sampel dari 25 sampel positif menggunakan rhodamin B. Sampel yang diambil dan diuji di laboratorium adalah saus cabai yang digunakan pada jajanan. Penelitian yang lain oleh Hidayah, dkk (2017) yaitu pada kolang kaling, hasilnya menunjukkan bahwa kolang kaling yang dijual di empat kecamatan di Kota Padang setelah diuji ternyata dari 75 sampel didapatkan 5 sampel yang menggunakan pewarna terlarang yaitu rhodamin B. Penelitian oleh Elmatris (2008) pada keripik balado yang dijual di Bukittinggi menunjukkan dari 20 sampel terdapat 8 sampel menggunakan pewarna sintetis yang kadarnya melebihi dari yang ditetapkan.
Singkong merupakan umbi yang populer di Indonesia, pengolahan makanan dari singkong sangat beragam salah satunya adalah keripik singkong.
Keripik singkong diolah dengan rasa yang bervariasi. Di Sumatera Barat keripik singkong ini dinamakan keripik sanjai. Keripik sanjai yang diberi bumbu balado disebut dengan keripik balado. Keripik balado ini merupakan variasi rasa yang populer. Keripik ini banyak digemari sebagai jajanan atau oleh-oleh sehingga keripik ini banyak diproduksi di Sumatera Barat termasuk di daerah Padang Lua.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan, terlihat kurangnya kebersihan penjamah makanan dalam melakukan pengolahan keripik balado seperti masih banyaknya tenaga penjamah yang tidak memakai tutup kepala, sarung tangan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4
masker, celemek saat mengolah makanan. Terkadang tangan penjamah bersentuhan langsung dengan makanan. Selain itu, kondisi tempat pengolahan yang kurang bersih. Perilaku penjamah makanan yang meletakkan singkong yang telah dicuci maupun dipotong pada wadah yang terbuka.
Rasa pedas pada keripik dibuat menggunakan cabe dan beberapa bahan lainnya. Selain memberikan rasa pedas, cabe juga memberikan warna pada keripik tersebut. Warna merah pada keripik balado tidak hanya didapatkan dari cabe yang digunakan tetapi juga dari penambahan zat pewarna. Penambahan zat pewarna bertujuan untuk membuat tampilan warna menjadi lebih menarik. Belum diketahui jenis dan kadar zat pewarna yang digunakan diizinkan atau tidak penggunaannya.
Berdasarkan uraian diatas dipandang perlu untuk dilakukan penelitian mengenai hygiene sanitasi pengolahan serta kandungan zat pewarna pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam tahun 2018.
Perumusan Masalah
Belum diketahui zat pewarna yang digunakan pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam diizinkan atau tidak penggunaannya. Selain itu penjamah kurang memerhatikan prinsip hygiene sanitasi pada pengolahan keripik balado.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5
hygiene sanitasi pengolahan serta jenis dan kadar zat pewarna pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam tahun
2018.
Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui karakteristik keripik balado yang dijual.
2. Mengetahui penerapan 6 prinsip hygiene dan sanitasi keripik balado yaitu :
a. Pemilihan bahan keripik balado.
b. Penyimpanan bahan keripik balado.
c. Pengolahan keripik balado.
d. Penyimpanan keripik balado yang sudah jadi.
e. Pengangkutan keripik balado.
f. Penyajian (pengemasan) keripik balado.
3. Mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan pada keripik balado.
4. Mengetahui kadar zat pewarna yang terdapat pada keripik balado.
5. Mengetahui Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan selain pewarna.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:
1. Sebagai informasi bagi konsumen untuk mengetahui keamanan dalam
mengkonsumsi keripik balado yang dijual di Padang Lua.
2. Sebagai informasi kepada pedagang keripik balado yang berada di Padang Lua
agar mengetahui keamanan pangan yang mereka jual kepada konsumen
sehingga pedagang lebih memerhatikan bahan tambahan yang digunakan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6
kadar bahan tambahan tersebut.
3. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan Balai
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengenai penggunaan kadar zat
pewarna sintetis serta diharapkan bagi instansi terkait untuk melakukan
pemeriksaan berkala terhadap makanan yang dijual, salah satunya keripik
balado.
4. Sebagai bahan masukan kepada penelitian selanjutnya dalam meneliti masalah
keripik balado.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tinjauan Pustaka
Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan
Hygiene sanitasi menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Hygiene sanitasi merupakan prasyarat penting untuk dapat menghasilkan produk makanan yang aman, sehingga pelaksanaan prosedur hygiene sanitasi diharuskan bagi industri makanan, rumah makan, dan bahkan bagi penyelenggara makanan jajanan (Surono dkk, 2006).
Hygiene. Hygiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati dkk, 2002). Sedangkan menurut WHO dalam Prastowo (2017) hygiene adalah suatu ilmu pengetahuan yang memepelajari kesehatan. Hygiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan, dan minuman karena merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan.
Dalam industri makanan, penerapan standar yang tinggi perlu dilakukan dalam mengolah makanan agar mampu memproduksi makanan yang aman untuk dikonsumsi. Aman artinya bebas dari hal-hal yang membahayakan, merugikan, dan bebas dari kerusakan.
Sanitasi. Sanitasi menurut WHO dalam Prastowo (2017) adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8
kepada manusia, terutama pada hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Menurut Chandra (2007), sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia.
Tujuan dari upaya sanitasi makanan, antara lain :
1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan.
2. Mencegah penularan wabah penyakit.
3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.
4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.
Dalam upaya sanitasi makanan terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut :
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.
2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk pangan.
3. Keamanan terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian, dan penyimpanan.
6. Pencucian dan pembersihan alat perlengkapan.
Apabila sanitasi lingkungan terjaga banyak manfaat yang akan didapatkan.
Beberapa manfaat yang dapat dirasakan apabila menjaga sanitasi di lingkungan diantaranya:
1. Mencegah penyakit menular.
2. Mencegah kecelakaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9
3. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap.
4. Menghindari pencemaran.
5. Mengurangi jumlah (persentase) sakit.
6. Lingkungan menjadi bersih, sehat, dan nyaman.
Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan hygiene sanitasi makanan yang baik dimulai dari proses pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan atau distribusi makanan, dan penyajian makanan. Jika semua prinsip ini dilakukan dengan menjalankan peraturan pemerintah dan undang- undang yang telah ditetapkan maka makanan yang disajikan kepada konsumen akan lebih aman.
Enam prinsip hygiene sanitasi makanan. Terdapat enam prinsip hygiene sanitasi yaitu:
1. Pemilihan bahan makanan
a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan
sebelum dihidangkan seperti :
1) Daging, susu, telor, ikan atau udang, buah, dan sayuran harus dalam
keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan
rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi
pemerintah.
2) Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10
warna, tidak bernoda, dan tidak berjamur.
3) Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan
mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik,
tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak
bernoda, dan tidak berjamur.
b. BTP yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang
berlaku.
c. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan
tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu :
1) Makanan dikemas
a) Mempunyai label dan merk.
b) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar.
c) Kemasan tidak rusak atau pecah.
d) Belum kadaluwarsa.
e) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.
d. Makanan tidak dikemas
1) Baru dan segar.
2) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur.
3) Tidak mengandung bahan berbahaya.
2. Penyimpanan bahan makanan
Hal-hal yang harus diperhatikan saat menyimpan bahan makanan
adalah :
a. Kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus, dan hewan lainnya maupun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11
bahan berbahaya.
b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan
first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih
dahulu dan yang mendekati masa kadaluwarsa digunakan lebih dahulu.
c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan
makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam
lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang
kering dan tidak lembab.
d. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut :
Tabel 1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan Digunakan dalam waktu Jenis bahan makanan 3 hari atau 1 minggu atau 1 minggu Kurang kurang atau lebih Daging, ikan, udang dan - 5o s/d 0⁰C -10o s/d –5⁰C > -10⁰C olahannya Telor, susu dan 5⁰ s/d 7⁰C - 5⁰ s/d 0⁰C > - 5⁰C Olahannya Sayur, buah dan 10⁰C 10⁰C 10⁰C Minuman Tepung dan biji 25⁰C atau 25⁰C atau 25⁰C atau suhu ruang suhu ruang suhu ruang Sumber : Depkes RI Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011
e. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm.
f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%.
g. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik.
h. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu ± 10⁰C.
i. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan
sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12
1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm
2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm
3. Pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan
mentah menjadi makanan jadi atau siap santap, dengan memperhatikan kaidah
cara pengolahan makanan. Beberapa kaidah pengolahan makanan yang baik
yang dapat diterapkan antara lain:
a. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan
teknis hygiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap
makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus, dan hewan
lainnya.
b. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan atau membuang bagian bahan
yang rusak dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta
mengurangi risiko pencemaran makanan.
c. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas
dalam memasak harus dilakukan dengan hygienis dan semua bahan yang
siap harus dicuci dengan air mengalir.
d. Peralatan
Peralatan harus dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap
pengolahan, peralatan harus selalu dibersihkan setelah digunakan, serta
peralatan tidak gompel atau retak.
Persyaratan peralatan menurut Kepmenkes RI No. 942 Tahun 2003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13
yaitu :
1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan
jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi.
2) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk
sekali pakai.
Untuk menjaga peralatan dapat dilakukan dengan mencuci
peralatan menggunakan air bersih beserta dengan sabun. Lalu dikeringkan
dengan alat pengering atau lap yang bersih. Kemudian peralatan yang
sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran. e. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua
peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah
sesuai urutan prioritas. f. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan
makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan
minimal 90⁰C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar
kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan. g. Prioritas dalam memasak
1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-
gorengan yang kering.
2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir.
3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas
atau lemari es.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14
4) Simpan makanan jadi atau masak yang belum waktunya dihidangkan
dalam keadaan panas.
5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan
karena akan menyebabkan kontaminasi ulang.
6) Tidak menjamah makanan jadi atau masak dengan tangan tetapi harus
menggunakan alat seperti penjepit atau sendok.
7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.
h. Hygiene penanganan makanan
1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan
prinsip hygiene sanitasi makanan.
2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari
penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan
mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.
4. Penyimpanan makanan jadi atau masak
a. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,
berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran
lain.
b. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.
1) Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.
2) Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.
c. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi
ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15
first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih
dahulu dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.
e. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis
makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi
berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.
f. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.
g. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut :
Tabel 2 Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak Suhu penyimpanan Disajikan Akan Segera Belum Segera Jenis makanan Dalam Waktu Disajikan Disajikan Lama Makanan kering 25⁰ s/d 30⁰C Makanan basah -10⁰C > 60⁰C (berkuah) Makanan cepat basi (santan, > 65,5⁰C - 5⁰s/d -1⁰C telur, susu) Makanan 5⁰ s/d 10⁰C <10⁰C disajikan dingin Sumber : Depkes RI Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011
5. Pengangkutan makanan
a. Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau
terbungkus dan dalam wadah yang bersih.
b. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan
bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran.
6. Penyajian (pengemasan) makanan
a. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau
tertutup.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16
b. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam
keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.
c. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat atau alat
perlengkapan yang bersih dan aman bagi kesehatan.
d. Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 jam apabila
masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan.
Penyakit Bawaan Makanan
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan.
Penyakit bawaan makanan biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh mikroorganisme phatogen yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Selain itu terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi penyakit bawaan makanan, antara lain kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra, 2007).
Tabel 3 Penyakit Bawaan Makanan Viral: Diare Rotavirus Hepatitis A Virus Hepatitis A Bakterial: Cholera Vibrio cholera Dysenterie bacillaris Shigella spp Typhus abdominalis Salmonella typhi Tuberculosa (usus) Mycobacterium tuberculosa Protozoa: (Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17
Tabel 3 Penyakit Bawaan Makanan Dysenterie amoeba Entamoeba histolytica Metazoa: Ascariasis Ascaris lumbricoides Oxyuariasis Enterobius vermicularis Trichinosis Trichinella spiralis Trichinosis Trichinella spiralis Trichuriasis Trichuris trichiura Ancylostomiasis Ancylostoma duodenale Dracontiasis Dracunculus medinensis Trichinosis Trichinella spiralis Trichuriasis Trichuris trichiura Ancylostomiasis Ancylostoma duodenale Dracontiasis Dracunculus medinensis Diphyllobothriasis Diphyllobothrium latum Cysticercosis Cysticercus cellulosae Taeniasis Taenia saginata Taenia solium Fasciolopsiasi Fasciolopsis buski Sumber: Soemirat, 2009
Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Pengertian BTP secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud tekhnologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi,
2009). BTP adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat.
Mengingat fungsi perbaikan karakter yang dimilikinnya, pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18
berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan.
Tujuan penggunaan BTP. Secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk (Praja, 2015):
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah tejadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan.
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkan kualitan pangan.
5. Menghemat biaya.
Sifat BTP yang dapat digunakan. BTP yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Praja, 2015) :
1. Dapat memepertahankan nilai gizi makanan tersebut.
2. Tidak mengurangi zat-zat essensial dalam makanan.
3. Dapat mempertahankan atau memeperbaiki mutu makanan.
4. Menarik bagi konsumen.
5. Bukan merupakan penipuan.
Penggolongan BTP. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2009):
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19
dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan.
Contohnya adalah pengawet, pewarna, pengeras dan lain sebagainya.
2. Bahan tambahan pangan dengan tidak sengaja ditambahkan ke dalam
makanan (bahan yang tidak memiliki fungsi dalam makanan tersebut), baik
dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses
produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan
residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk produksi
bahan mentah atau penangananya yang masih terus terbawa ke dalam
makanan yang akan dikonsumsi. Contohnya adalah residu pestisida, antibiotik
dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Pemakaian bahan tambahan pangan yang
aman merupakan pertimbangan.
Penggolongan BTP menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan :
1. BTP yang diizinkan digunakan
BTP yang bahan yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan adalah sebagai berikut:
a. Antibuih (Antifoaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah atau mengurangi pembentukan buih.
b. Antikempal (Anticaking agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah mengempalnya produk pangan.
c. Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi.
d. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent) adalah bahan tambahan pangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20
untuk membentuk karbonasi di dalam pangan. e. Garam pengemulsi (Emulsifying salt) adalah bahan tambahan pangan
untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan
lemak. f. Gas untuk kemasan (Packaging gas) adalah bahan tambahan pangan
berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat
maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan
mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan. g. Humektan (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk
mempertahankan kelembaban pangan. h. Pelapis (Glazing agent) adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi
permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan
penampakan mengkilap. i. Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis
alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk
pangan.
1) Pemanis alami (Natural Sweetener) adalah pemanis yang dapat
ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik
ataupun fermentas.
2) Pemanis buatan (Artificial Sweetener) adalah pemanis yang diproses
secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam. j. Pembawa (Carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk
memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21
pangan lain atau zat gizi di dalam pangan dengan cara melarutkan,
mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan
tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak
mempunyai efek teknologi pada pangan. k. Pembentuk gel (Gelling agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
membentuk gel. l. Pembuih (Foaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan
berbentuk cair atau padat. m. Pengatur keasaman (Acidity regulator) adalah bahan tambahan pangan
untuk mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman
pangan. n. Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan
lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. o. Pengembang (Raising agent) adalah bahan tambahan pangan berupa
senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga
meningkatkan volume adonan. p. Pengemulsi (Emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk membantu
terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak
tercampur seperti minyak dan air. q. Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan
viskositas pangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22
r. Pengeras (Firming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkeras atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau
berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel. s. Penguat rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkuat atau memodifikasi rasa dan aroma yang telah ada dalam
bahan pangan tanpa memberikan rasa dan aroma baru. t. Peningkat volume (Bulking agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
meningkatkan volume pangan. u. Penstabil (Stabilizer) adalah bahan tambahan pangan untuk menstabilkan
sistem dispersi yang homogen pada pangan. v. Peretensi warna (Colour retention agent) adalah bahan tambahan pangan
yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas
warna pangan tanpa menimbulkan warna baru. w. Perisa (Flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat
konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang
digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian rasa asin, manis
dan asam. Perisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) Perisa alami
2) Perisa identik alami
3) Perisa artifisial. x. Perlakuan tepung (Flour treatment agent) adalah bahan tambahan pangan
yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan
dan atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23
dan pematang tepung.
y. Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami
dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada
pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna.
1) Pewarna alami (Natural Colour) adalah pewarna yang dibuat melalui
proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari
tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain, termasuk Pewarna
identik alami.
2) Pewarna Sintetis (Synthetic Colour) adalah pewarna yang diperoleh
secara sintesis kimiawi.
z. Propelan (Propellant) adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk
mendorong pangan keluar dari kemasan.
aa. Sekuestran (Sequestrant) adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga
meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan.
2. BTP yang dilarang digunakan
BTP yang bahan yang dilarang untuk digunakan dalam pangan adalah
sebagai berikut:
a. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)
b. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)
c. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
d. Dulsin (Dulcin)
e. Formalin (Formaldehyde)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24
f. Kalium bromat (Potassium bromate)
g. Kalium klorat (Potassium chlorate)
h. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
i. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
j. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
k. Dulkamara (Dulcamara)
l. Kokain (Cocaine)
m. Nitrobenzen (Nitrobenzene)
n. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)
o. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
p. Biji tonka (Tonka bean)
q. Minyak kalamus (Calamus oil)
r. Minyak tansi (Tansy oil)
s. Minyak sasafras (Sasafras oil)
Bahan Tambahan Pangan Pewarna
Penggolongan BTP pewarna. Berdasarkan sumbernya, pewarna digolongkan menjadi dua golongan yaitu (Indrati, 2013):
1. Pewarna alami, merupakan pewarna yang diekstrak dari bahan-bahan alami,
baik nabati, hewani maupun mineral. Contohnya daun suji (warna hijau),
kunyit (warna kuning), daun jati (warna merah), dan lain-lain.
2. Pewarna buatan, merupakan pigmen yang dibuat secara sintetis dari bahan-
bahan kimia. Misalnya betakaroten yang memberikan warna kuning pada sari
buah, tartrazina (kuning), dan sunset yellow (orange).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25
Penggolongan BTP pewarna Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan terdiri dari pewarna yang diizinkan dan pewarna yang dilarang penggunaannya.
Penggolongan BTP Pewarna yang diizinkan digunakan dalam pangan adalah sebagai berikut:
1. Pewarna Alami (Natural colour)
a. Kurkumin CI. No. 75300 (Curcumin);
b. Riboflavin (Riboflavins)
c. Karmin dan ekstrak cochineal CI. No. 75470 (Carmines and cochineal
extract)
d. Klorofil CI. No. 75810 (Chlorophyll)
e. Klorofil dan klorofilin tembaga kompleks CI. No. 75810 (Chlorophylls
and chlorophyllins, copper complexes)
f. Karamel I (Caramel I – plain)
g. Karamel III amonia proses (Caramel III - ammonia process)
h. Karamel IV amonia sulfit proses (Caramel IV - sulphite ammonia process)
i. Karbon tanaman CI. 77266 (Vegetable carbon)
j. Beta-karoten (sayuran) CI. No. 75130 (Carotenes, beta (vegetable))
k. Ekstrak anato CI. No. 75120 (berbasis bixin) (Annatto extracts, bixin
based)
l. Karotenoid (Carotenoids)
m. Merah bit (Beet red)
n. Antosianin (Anthocyanins)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26
o. Titanium dioksida CI. No. 77891 (Titanium dioxide).
2. Pewarna Sintetis (Synthetic colour)
a. Tartrazin CI. No. 19140 (Tartrazine)
b. Kuning kuinolin CI. No. 47005 (Quinoline yellow)
c. Kuning FCF CI. No. 15985 (Sunset yellow FCF)
d. Karmoisin CI. No. 14720 (Azorubine (carmoisine))
e. Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R (cochineal red A))
f. Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine)
g. Merah allura CI. No. 16035 (Allura red AC)
h. Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine (indigo carmine))
i. Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant blue FCF)
j. Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF)
k. Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT).
Dampak penggunaan BTP pewarna pada kesehatan. Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantarnya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif terhadap penggunaan bahan pewarna sintetis apabila :
1. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.
2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27
3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari,
dan keadaan fisik.
4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna
sintetis secara berlebihan.
5. Penyimpangan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak
memenuhi syarat (Cahyadi, 2009)
Keripik Balado
Sejarah keripik balado. Terbentuknya keripik balado diawali dengan terbentuknya keripik sanjai. Sebutan Sanjai berasal dari nama sebuah daerah di bagian utara Kota Bukittinggi. Daerah Sanjai ini terletak di Kelurahan Manggis,
Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi. Munculnya sebutan ini karena warga yang bermukim di sekitar daerah ini rata-rata berprofesi sebagai produsen keripik singkong. Tidak hanya itu, daerah Sanjai sendiri dipercaya sebagai daerah asal mula persebaran industri keripik sanjai di
Bukittinggi.
Menurut sejarahnya, warga Sanjai merupakan yang pertama kali memproduksi jenis keripik singkong di daerah sekitar Bukittinggi. Usaha keripik di Jalan Sanjai ini diperkirakan mulai muncul sekitar tahun 1970-an.
Pada awalnya keripik sanjai diproduksi oleh para ibu rumah tangga untuk konsumsi keluarga.
Seiring meningkatnya popularitas penganan ini sebagai oleh-oleh khas
Bukittinggi, bermunculan pula produsen keripik singkong di daerah-daerah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28
lain, bahkan hingga menyebar daerah bagian Sumatera Barat lainnya, salah satunya yaitu di daerah Padang Luar.
Pembuatan keripik sanjai sebenarnya terbilang sederhana. Keripik yang sudah dipotong langsung digoreng tanpa diberi bumbu terlebih dahulu.
Adapun keripik singkong pedas dibumbui dengan bumbu lado yang dibuat dari cabai, bawang merah, bawang putih, dan gula pasir. Bumbu balado ini dioleskan pada permukaan keripik yang telah digoreng dengan menggunakan kuas, kemudian dikeringkan.
Keripik sanjai secara umum terbagi menjadi tiga jenis, tawar tanpa bumbu berwarna putih, manis berwarna putih, dan berbumbu pedas atau yang populer disebut dengan keripik balado. Diantara ketiga jenis keripik ini, keripik balado adalah jenis yang paling populer dan dianggap paling khas karena rasanya yang pedas manis.
Bahan baku utama pembuatan keripik balado. Singkong merupakan bahan baku utama untuk membuat keripik balado. Singkong merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong atau kasape.
Singkong berasal dari kawasan benua Amerika, lebih spesifiknya Brasil (Amerika
Selatan). Tanaman singkong masuk ke Indonesia kurang lebih pada abad ke-18, yang didatangkan plasma nutfah singkong dari Suriname untuk dikoleksikan di
Kebun Raya Bogor.
Singkong dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, diantaranya sebagai berikut (Rukmana, 2001):
1. Bahan makanan manusia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29
Bagian tanaman singkong yang umum digunakan manusia adalah umbi
dan daun-daunan muda (pucuk). Singkong dapat digunakan sebagai bahan
dasar berbagai macam makanan, seperti singkong rebus, tape, singkong
goreng.
2. Bahan pakan ternak
Singkong merupakan bahan pakan ternak yang cukup baik. Selain
daun, kulit singkong dan onggok juga dapat dipakai sebagai ransum ternak.
3. Bahan Industri
Di negara maju singkong dijadikan bahan baku industri tepung
tapioka, pembuatan alkohol, etanol, gasohol, tepung geplek, dan lain-lain.
Proses pembuatan keripik balado. Proses pembuatan keripik balado terdiri atas beberapa tahapan.
1. Tahap pertama adalah pengupasan singkong, proses ini masih dilakukan
secara manual dengan alat utama pisau. Proses pengupasan ini menjadi
bahagian proses yang mendapat perhatian khusus. Apabila terjadi kesalahan
pada saat pengelupasan singkong akan mempengaruhi kualitas akhir produk
singkong. Singkong yang telah dikupas, dicuci sampai bersih.
2. Tahap kedua, tahap pemotongan singkong. Proses pemotongan dilakukan
biasanya dengan ketam dan mesin potong. Mesin pemotong dan ketam
digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik serta lebih mudah dan
cepat dalam mengerjakannya.
3. Tahap ketiga, pemasakan atau penggorengan. Proses penggorengan biasanya
ditangani pekerja yang sudah berpengalaman. Pekerja yang menggoreng harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30
tahu seberapa besar api yang tepat dipergunakan untuk menggoreng bagus
karena akan mempengaruhi kematangan keripik.
4. Tahap keempat, tahap terakhir proses pembuatan keripik balado adalah
pemberian rasa kususnya rasa pedas atau balado.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31
Kerangka Konsep
Hygiene Sanitasi Keripik Memenuhi Balado Berdasarkan 6 Prinsip Syarat atau Pengolahannya: Tidak a. Pemilihan bahan keripik Memenuhi balado Syarat b. Penyimpanan bahan keripik Berdasarkan balado Kempenkes RI c. Pengolahan keripik balado No. 942/ d. Penyimpanan keripik Menkes/ SK/ balado yang sudah jadi VII/ 2003 e. Pengangkutan keripik balado f. Penyajian (pengemasan) keripik balado
Keripik Balado Pemeriksaan Jenis dan Kadar
Zat Pewarna di Laboratorium
Berdasarkan Perka BPOM RI
No. 37 Tahun 2013
Karakteristik Keripik Balado : 1. Nama produk 2. Tanggal kadaluwarsa 3. Memiliki izin Depkes 4. Warna keripik balado 5. Konsistensi keripik balado
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Digunakan
Gambar 1. Kerangka konsep
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32
Kerangka konsep ini menjelaskan tentang objek penelitian yang akan diteliti. Objek penelitian ini adalah keripik balado yang akan dilakukan penelitian mengenai 6 prinsip hygiene sanitasi pengolahan keripik balado yang menghasilkan kesimpulan akhir yaitu memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat, pemeriksaan jenis dan kadar zat pewarna, karakteristik keripik balado, dan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan pada keripik balado. 6 prinsip hygiene sanitasi berpedoman kepada Kempenkes RI No. 942/ Menkes/ SK/ VII/
2003, sedangkan pemeriksaan zat pewarna berpedoman kepada Perka BPOM RI
No. 37 Tahun 2013.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui hygiene sanitasi pengolahan serta jenis dan kadar zat pewarna pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten
Agam tahun 2018
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan dibeberapa pusat jajanan keripik balado yang ramai di kunjungi masyarakat di Padang Lua, Kecamatan
Banuhampu, Kabupaten Agam. Adapun alasan memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah :
1. Merupakan daerah yang banyak memproduksi keripik balado.
2. Jumlah konsumen dari pedagang yang ada di pusat jajanan tersebut cukup
ramai.
Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-
Oktober tahun 2018.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi adalah keripik balado bermerek yang dijual di Padang
Lua. Menurut Arifin (2017), populasi adalah keseluruhan subjek atau totalitas subjek penelitian yang dapat berupa orang, benda, atau suatu yang dapat diperoleh dan atau dapat memberikan informasi (data) penelitian.
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34
Jadi populasi pada penelitian ini adalah semua keripik balado yang bermerek yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam.
Jumlah keseluruhan keripik balado yang bermerk yaitu 10 merek.
Sampel. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dinggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik tertentu sehingga sampel sedapat mungkin mewakili populasi (Arifin, 2017).
Besarnya sampel pada penelitian ini adalah 10 sampel. Pengambilan sampel menggunakan metode Total Sampling yaitu dengan pertimbangan bahwa semua populasi memiliki warna merah cerah (mencolok) dan belum diketahui prinsip hygiene sanitasi pengolahan keirpik balado tersebut. Menurut Sugiono
(2010), Total Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.
Definisi Operasional
1. Keripik balado adalah jajanan atau oleh-oleh khas Sumatera Barat yang
terbuat dari singkong yang diiris tipis kemudian dibumbui dengan lado
(cabe).
2. Hygiene pengolahan keripik balado adalah proses pengolahan keripik balado
yang pada prinsipnya menekankan kebersihan dalam pengolahan keripik
balado.
3. Sanitasi pengolahan keripik balado adalah suatu usaha yang menitikberatkan
kepada kegiatan dan tindakan yang ditujukan untuk membebaskan keripik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35
balado dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan.
4. Pemilihan bahan keripik balado adalah pemilihan bahan yang masih segar,
tidak berbau, tidak rusak, dan diperoleh dari sumber yang diawasi oleh
pemerintah.
5. Penyimpanan bahan keripik balado adalah penyimpanan bahan yang akan
digunakan untuk pembuatan keripik balado pada tempat yang bersih, tertutup,
tidak dapat dijangkau oleh tikus, serangga, dan binatang pengganggu lainnya.
6. Pengolahan keripik balado adalah tindakan mengolah keripik balado yang
dilakukan oleh penjamah makanan dari bahan mentah (singkong) menjadi
keripik balado yang siap saji.
7. Penyimpanan keripik balado adalah penyimpanan keripik balado yang sudah
jadi di tempat yang bersih dan memiliki tutup.
8. Pengangkutan keripik balado adalah memindahkan keripik balado dari tempat
pengolahan ke tempat penyajian atau tempat pengemasan.
9. Penyajian (pengemasan) keripik balado adalah melakukan pengemasan
terhadap keripik balado dengan menggunakan wadah (plastik) yang bersih dan
tangan penjamah tidak bersentuhan langsung dengan keripik balado.
10. Persyaratan hygiene sanitasi pengelolaan keripik balado adalah syarat-syarat
yang harus terpenuhi sesuai dengan hygiene sanitasi makanan jajanan menurut
Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003.
11. Memenuhi syarat adalah keadaan dimana hasil observasi sesuai dengan
standar yang ditetapkan menurut Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/
2003.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36
12. Tidak memenuhi syarat adalah keadaan apabila hasil observasi tidak sesuai
dengan standar yang ditetapkan menurut Kepmenkes RI No. 942/MENKES/
SK/VII/2003.
13. Karakteristik keripik balado meliputi nama produk, tanggal kadaluwarsa,
terdaftar atau tidak di Depkes, warna keripik balado, dan konsistensi keripik
balado.
14. Zat pewarna adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan
pewarna sintetis yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan
mampu memberi atau memperbaiki warna.
15. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
menentukan jenis dan kadar zat pewarna pada keripik balado yang dilakukan
di Laboratorium Biokimia FMIPA USU.
16. Perka BPOM RI No. 37 tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan
bahan tambahan pangan pewarna memuat ambang batas penggunaan zat
pewarna pada makanan.
17. Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan
hygiene sanitasi makanan jajanan.
18. Uji Kualitatif adalah metode pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk
mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan pada keripik balado.
19. Uji Kuantitatif adalah metode pemeriksaan laboratorium yang digunakan
untuk mengetahui kadar zat pewarna yang digunakan pada keripik balado.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37
mengenai hygiene dan sanitasi pengelolaan keripik balado di lokasi tempat pembuatan keripik balado dengan menggunakan lembar observasi sesuai dengan
Kepmenkes RI No. 942 tahun 2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan. Dan juga diperoleh melalui hasil pemeriksaan sampel keripik balado di laboratorium sesuai dengan Perka BPOM RI No. 37 tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pewarna.
Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan pengumpulan informasi berupa data-data seperti jurnal penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini.
Metode Pengukuran
Metode pengukuran hygiene sanitasi pengolahan keripik balado.
Aspek pengukuran hygiene dan sanitasi pengelolaan keripik balado sesuai dengan
Kepmenkes RI No. 942/ MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan meliputi:
1. Pemilihan bahan keripik balado
Pengukuran variabel pemilihan bahan keripik balado menggunakan
lembar observasi yang berisi sebanyak 6 pertanyaan. Untuk pertanyaan
pemilihan bahan keripik balado memiliki dua pilihan jawaban yaitu: Jawaban
Ya, skor 1, jawaban Tidak, skor : 0. Berdasarkan kriteria pemberian skor,
pemilihan bahan keripik balado dikategorikan dengan skala pengukuran
sebagai berikut :
a. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38
(skor) = 6 atau memiliki nilai 100% dari total pertanyaan.
b. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki
nilai < 6 atau memiliki nilai < 100% dari total pertanyaan.
2. Penyimpanan bahan keripik balado
Pengukuran variabel penyimpanan bahan keripik balado menggunakan
lembar observasi yang berisi sebanyak 3 pertanyaan. Untuk pertanyaan
penyimpanan bahan keripik balado memiliki dua pilihan jawaban yaitu:
Jawaban Ya, skor 1, jawaban Tidak, skor : 0. Berdasarkan kriteria pemberian
skor, penyimpanan bahan keripik balado dikategorikan dengan skala
pengukuran sebagai berikut :
a. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor)
= 3 atau memiliki nilai 100% dari total pertanyaan.
b. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai
< 3 atau memiliki nilai < 100% dari total pertanyaan.
3. Pengolahan keripik balado
Pengukuran variabel pengolahan keripik balado menggunakan lembar
observasi yang berisi sebanyak 52 pertanyaan. Untuk pertanyaan pengolahan
keripik balado memiliki dua pilihan jawaban yaitu: Jawaban Ya, skor 1,
jawaban Tidak, skor : 0. Berdasarkan kriteria pemberian skor, pengolahan
keripik balado dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :
a. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor)
= 52 atau memiliki nilai 100% dari total pertanyaan
b. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39
< 52 atau memiliki nilai < 100% dari total pertanyaan
4. Penyimpanan keripik balado yang sudah jadi
Pengukuran variabel penyimpanan keripik balado yang sudah jadi
menggunakan lembar observasi yang berisi sebanyak 4 pertanyaan. Untuk
pertanyaan penyimpanan keripik balado yang sudah jadi memiliki dua pilihan
jawaban yaitu: Jawaban Ya, skor 1, jawaban Tidak, skor : 0. Berdasarkan
kriteria pemberian skor, penyimpanan keripik balado yang sudah jadi
dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :
a. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor)
= 4 atau memiliki nilai 100% dari total pertanyaan.
b. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai
< 4 atau memiliki nilai < 100% dari total pertanyaan.
5. Pengangkutan keripik balado
Pengukuran variabel pengangkutan keripik balado menggunakan
lembar observasi yang berisi sebanyak 4 pertanyaan. Untuk pertanyaan
pengangkutan keripik balado memiliki dua pilihan jawaban yaitu: Jawaban
Ya, skor 1, jawaban Tidak, skor : 0. Berdasarkan kriteria pemberian skor,
pengangkutan keripik balado dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai
berikut :
a. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor)
= 4 atau memiliki nilai 100% dari total pertanyaan.
b. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai
< 4 atau memiliki nilai < 100% dari total pertanyaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40
6. Penyajian (pengemasan) keripik balado
Pengukuran variabel penyajian keripik balado menggunakan lembar
observasi yang berisi sebanyak 12 pertanyaan. Untuk pertanyaan penyajian
keripik balado memiliki dua pilihan jawaban yaitu: Jawaban Ya, skor 1,
jawaban Tidak, skor : 0. Berdasarkan kriteria pemberian skor, penyajian
keripik balado dikategorikan dengan skala pengukuran sebagai berikut :
a. Baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai (skor)
= 12 atau memiliki nilai 100% dari total pertanyaan.
b. Tidak baik, jika hasil penjumlahan skor jawaban responden memiliki nilai
< 12 atau memiliki nilai <100% dari total pertanyaan.
Metode pengukuran zat pewarna. Aspek pengukuran zat pewarna pada keripik balado memenuhi syarat apabila sesuai dengan ketentuan pada Perka
BPOM RI No. 37 Tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pewarna.
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi hygiene sanitasi pengolahan keripik balado akan di analisis secara deskriptif, kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan dan disesuaikan dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 dan data pemeriksaan zat pewarna yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium yang disesuaikan dengan
Perka BPOM RI No. 37 Tahun 2013.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hasil Penelitian
Gambaran Lokasi Penelitian
Nagari Padang Lua merupakan salah satu nagari yang terletak di
Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam. Secara geografis, Nagari Padang Lua berbatasan dengan :
1. Jorong Bangkaweh, Nagari Ladang Laweh di sebelah utara.
2. Jorong Cingkariang, Nagari Cingkariang Nagari Sungai Tanang di sebelah
selatan.
3. Jorong Ladang Laweh, Nagari Ladang laweh di sebelah timur.
4. Jorong Parabek, Nagari Ladang Laweh Nagari Pakan Sinayan di sebelah barat.
Lokasi penelitian terletak di Nagari Padang Lua, daerah tersebut merupakan daerah yang banyak ditemukan pedagang keripik balado karena merupakan salah satu jalan penghubung Bukittinggi dengan beberapa daerah lain.
Nagari Padang Lua terdiri dari 4 jorong yaitu jorong Padang Lua I, Jorong Padang
Lua II, Jorong Salimpariak, dan Jorong Bintuangan. Jumlah penduduk pada tahun
2017 adalah 6.783 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 3.385 jiwa, jumlah penduduk perempuan 3.398 jiwa.
Karakteristik Pemilik Usaha
Karakteristik pemilik usaha pemilik keripiki balado berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, jumlah pekerja.
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42
Tabel 4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan Terakhir, Jumlah Pekerja di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki 4 40 Perempuan 6 60 Jumlah 10 100 Umur <50 7 70 50-60 1 10 >60 2 20 Jumlah 10 100 Pendidikan Terakhir SMA 5 50 D3 1 10 S1 3 30 S2 1 10 Jumlah 10 100 Jumlah Pekerja < 5 7 70 5-10 2 20 >10 1 10 Jumlah 10 100
Berdasarkan tabel diketahui bahwa mayoritas pemilik usaha berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 60%, paling banyak pemilik usaha berumur
<50 tahun yaitu 70%, pendidikan terakhir yang ditempuh pemilik usaha S2 sebanyak 10%, jumlah pekerja paling banyak >10 orang yaitu 10%.
Tabel 5 Distribusi Industri Keripik Balado Menurut Lama Usaha dan Jumlah Produksi/Minggu di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Variabel N Minimum Maximum Mean SD Lama Usaha 10 9 48 25,5 14,4 Jumlah 10 200 3150 985 852,8 produksi/minggu
Tabel menunjukkan bahwa industri keripik balado paling lama berdiri yaitu selama 48 tahun, sedangkan usia industri keripik balado yang paling rendah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43
yaitu 9 tahun. Keripik yang dihasilkan paling banyak 3150 kg dalam waktu satu minggu. Jumlah keripik balado yang paling sedikit dihasilkan sebanyak 200 kg dalam waktu satu minggu.
Hasil Observasi Hygiene Sanitasi Pengolahan Keripik Balado
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap hygiene sanitasi pengolahan keripik balado di 10 industri keripik balado di Padang Lua,
Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam, diperoleh gambaran tentang pelaksanaan 6 prinsip hygiene sanitasi yang disajikan pada tabel distribusi.
Pemilihan bahan. Hasil observasi terhadap 10 industri keripik balado berdasarkan pemilihan bahan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 6 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Pemilihan Bahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Singkong : Kondisi utuh dan tidak rusak 10 100 0 0 Berwarna putih bersih, tidak 10 100 0 0 kusam, dan tidak kekuningan Beraroma segar 10 100 0 0 Cabe : Berwarna merah segar 10 100 0 0 Beraroma segar 10 100 0 0 Bahan dalam kemasan harus 5 50 5 50 terdaftar, tidak kadaluwarsa, tidak cacat, dan tidak rusak.
Tabel menunjukkan bahwa semua industri keripik balado menggunakan ubi dan cabe yang memenuhi syarat, sedangkan untuk bahan dalam kemasan harus terdaftar, tidak kadaluwarsa, tidak cacat, dan tidak rusak terdapat 50% industri keripik balado yang tidak memenuhi syarat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44
Penyimpanan bahan. Hasil observasi terhadap 10 industri keripik balado berdasarkan penyimpanan bahan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 7 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Penyimpanan Bahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Wadah penyimpanan bahan makanan 8 80 2 20 dalam keadaan bersih, kuat, kedap air dan tertutup Wadah penyimpanan bahan makanan 10 10 0 0 tidak menjadi tempat bersarang vektor Wadah penyimpanan bahan makanan 10 10 0 0 terpisah dari makanan jadi
Tabel menunjukkan bahwa semua industri keripik balado memenuhi syarat untuk wadah penyimpanan bahan makanan tidak menjadi tempat bersarang vektor dan wadah penyimpanan bahan makanan terpisah dari makanan jadi, sedangkan untuk wadah penyimpanan bahan keripik balado dalam keadaan bersih, kuat, kedap air, dan tertutup terdapat 20% industri keripik balado yang tidak memenuhi syarat.
Pengolahan makanan. Hasil observasi terhadap 10 industri keripik balado berdasarkan pengolahan makanan. Terdiri dari 3 aspek, yaitu:
1. Tempat pengolahan. Hasil observasi hygiene sanitasi pada 10 industri keripik
balado pada tempat pengolahan. Disajikan pada tabel berikut:
Tabel 8 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Tempat Pengolahan Makanan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Lantai: Bersih 4 40 6 60 Tidak licin 9 90 1 10 Permukaan rata 7 70 3 30 (Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 45
Tabel 8 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Tempat Pengolahan Makanan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Kedap air 10 100 0 0 Dinding: Permukaan rata 7 70 3 30 Kedap air 9 90 1 10 Mudah dibersihkan 8 80 2 20 Atap: Tidak bocor 10 100 0 0 Tidak menjadi sarang vektor 4 40 6 60 Landai 10 100 0 0 Langit-langit: Berwarna terang 1 10 9 90 Rata dan mudah dibersihkan 1 10 9 90 Tidak terdapat lubang-lubang 1 10 9 90 Pintu: Rapat serangga dan tikus 6 60 4 40 Terbuat dari bahan yang kuat dan 9 90 1 10 mudah dibersihkan Memiliki ventilasi 10% dari luas lantai 4 40 6 60 Tersedia cerobong asap 4 40 6 60 Air bersih: Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak 10 100 0 0 berwarna Tersedia dalam jumlah yang cukup 10 100 0 0 Sumber air bersih berasal dari PDAM/ sumur 10 100 0 0 Tempat sampah: Sampah diangkut setiap 24 jam 8 80 2 20 Mempunyai tutup 1 10 9 90 Kedap air 2 20 8 80 Mudah dibersihkan dan mempunyai 2 20 8 80 permukaan yang halus pada bagian dalamnya Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL): SPAL tertutup 5 50 5 50 Air limbah mengalir dengan lancar 9 90 1 10 Jarak saluran pembuangan air 4 40 6 60 limbah ke tempat pengolahan dan sumber air bersih adalah 10 meter Tersedia peralatan untuk mencegah 7 70 3 30 masuknya serangga dan tikus seperti (Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46
Tabel 8 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Tempat Pengolahan Makanan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % kassa, tirai, pintu rengkap, dll Pencahayaan tidak menyilaukan dan 5 50 5 50 tersebar merata disetiap ruangan
Tabel menunjukkan bahwa terdapat semua industri keripik balado memenuhi syarat untuk lantai kedap air, atap tidak bocor, atap landai, air bersih tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna, air bersih tersedia dalam jumlah yang cukup, sumber air bersih berasal dari PDAM/sumur.
Industri keripik balado memiliki lantai tidak bersih sebanyak 60%, lantai licin sebanyak 10%, lantai tidak rata sebanyak 30%, permukaan dinding yang tidak rata sebanyak 30%, dinding tidak kedap air sebanyak 10%, dinding tidak mudah dibersihkan sebanyak 20%, terdapat sarang vektor pada atap sebanyak
60%, langit-langit berwarna tidak terang, tidak mudah dibersihkan, dan atap berlubang sebanyak 90%, pintu tidak rapat serangga sebanyak 40%, pintu tidak kuat dan tidak mudah dibersihkan sebanyak 10%, ventilasi <10% dari luas lantai sebanyak 60%, tidak tersedia cerobong asap sebanyak 60%, sampah tidak dingkut setiap 24 jam sebanyak 20%, tempat sampah tidak memiliki tutup sebanyak 90%, tempat sampah tidak kedap air sebanyak 80%, tempat sampah tidak mudah dibersihan dan tidak mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya sebanyak 80%, tidak mempunyai SPAL tertutup sebanyak 50%, mempunyai
SPAL tidak lancar sebanyak 10%, jarak SPAL ke tempat pengolahan dan sumber air bersih <10 meter sebanyak 60%, tidak mempunyai peralatan untuk mencegah masuknya serangga dan tikus sebanyak 30%, pencahayaan tidak tersebar merata
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47
di setiap ruangan sebanyak 50%.
2. Tenaga penjamah makanan. Hasil observasi hygiene sanitasi pada 10 industri
keripik balado pada tenaga penjamah makanan. Disajikan pada tabel berikut:
Tabel 9 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Hygiene Tenaga Penjamah di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Menjaga kebersihan: Tangan 9 90 1 10 Rambut 10 100 0 0 Kuku 10 100 0 0 Pakaian 10 100 0 0 Mencuci tangan setiap kali hendak 5 50 5 50 menangani makanan Mempunyai kuku pendek setiap waktu 8 80 2 20 bekerja Menjamah makanan memakai alat/ 2 20 8 80 perlengkapan, atau dengan alas tangan Saat bekerja menggunakan celemek 0 0 10 100 Saat bekerja menggunakan tutup kepala 2 20 80 80 Tidak menggunakan perhiasan saat 6 60 4 40 mengolah makanan Tidak batuk dan bersin dihadapan 10 100 0 0 makanan atau tanpa menutup hidung dan mulut Tidak merokok saat mengolah makanan 9 90 1 10 Tidak menggaruk anggota badan 10 100 0 0 (hidung, telinga, mulut dan anggota badan lainnya) ketika mengolah makanan Tidak menderita penyakit mudah 10 100 0 0 menular seperti batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya Menutup luka pada luka terbuka seperti 10 100 0 0 bisul dan luka lainnya Tidak makan atau menguyah saat 8 80 2 20 mengolah makanan
Tabel menunjukkan bahwa semua penjamah industri keripik balado menjaga kebersihan rambut, kuku, pakaian, tidak batuk dan bersih di hadapan makanan atau tanpa menutup hidung dan mulut, tidak menggaruk anggota badan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48
(hidung, telinga, mulut dan anggota badan lainnya) ketika mengolah makanan, tidak menderita penyakit mudah menular seperti batuk, pilek, influenza, diare, dan penyakit perut sejenisnya, menutup luka pada luka terbuka seperti bisul dan luka lainnya.
Penjamah tidak menjaga kebersihan tangan sebanyak 10%, tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan sebanyak 50%, mempunyai kuku panjang dan tidak bersih setiap waktu bekerja sebanyak 20%, tidak menggunakan alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan sebanyak 80%, semua penjamah tidak menggunakan celemek saat bekerja, tidak menggunakan tutup kepala saat bekerja sebanyak 80%, menggunakan perhiasan saat mengolah makanan sebanyak 40%, penjamah merokok saat mengolah makanan sebanyak 10%, makan atau mengunyah saat mengolah makanan sebanyak 20%.
3. Cara Pengolahan. Hasil observasi hygiene sanitasi pada 10 industri keripik
balado pada cara pengolahan disajikan pada tabel berikut:
Tabel 10 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Cara Pengolahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Mencuci bahan makanan terlebih dahulu 7 70 3 30 sampai benar-benar bersih sebelum dimasak Minyak goreng yang digunakan hanya 0 0 10 100 untuk sekali pakai saja
Tabel menunjukkan bahwa 30% industri keripik balado tidak mencuci bahan makanan terlebih dahulu sampai benar-benar bersih sebelum dimasak dan semua industri keripik balado menggunakan minyak tidak untuk sekali pakai.
4. Peralatan Pengolahan. Hasil observasi hygiene sanitasi pada 10 industri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49
keripik balado pada peralatan pengolahan. Disajikan pada tabel berikut:
Tael 11 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Peralatan Pengolahan di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Peralatan yang akan digunakan dalam 10 100 0 0 keadaan bersih Peralatan yang telah digunakan dicuci 10 100 0 0 dengan air bersih dengan menggunakan sabun Tidak menggunakan kembali peralatan 10 100 0 0 yang dirancang untuk sekali pakai Peralatan yang sudah bersih disimpan 7 70 3 30 dalam tempat yang khusus, seperti lemari dan tidak diletakkan dekat sumber pencemaran Peralatan yang digunakan tidak rusak atau 10 100 0 0 retak
Tabel menunjukkan bahwa semua industri keripik balado memenuhi syarat untuk menggunakan peralatan dalam keadaan bersih, peralatan yang telah digunakan dicuci dengan air bersih dengan menggunakan sabun, tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang untuk sekali pakai, serta peralatan yang digunakan tidak rusak atau retak. Selain itu terdapat 30% industri keripik balado menggunakan peralatan yang kurang bersih, tidak disimpan dalam tempat yang khsus, seprti lemari dan diletakkan dekat sumber pencemar.
Penyimpanan keripik balado. Hasil observasi hygiene sanitasi pada10 industri keripik balado berdasarkan penyimpanan keripik balado disajikan pada tabel berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50
Tabel 12 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Penyimpanan Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Wadah yang digunakan untuk menyimpan 10 100 0 0 keripik balado dalam keadaan bersih dan tidak tercemar Keripik balado yang sudah jadi disimpan 4 40 6 60 dalam keadaan tertutup dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan Peralatan yang digunakan untuk menyimpan 10 100 0 0 keripik balado harus utuh, tidak cacat, tidak retak, dan mudah dibersihkan Terhindar dari pencemaran dan binatang 6 60 4 40 pengganggu
Tabel menunjukkan bahwa semua industri keripik balado memenuhi syarat untuk menggunakan wadah penyimpanan keripik balado dalam keadaan bersih, tidak tercemar, peralatan yang digunakan utuh, tidak cacat, tidak retak, dan mudah dibersihkan. Industri keripik balado tidak menyimpan keripik balado dalam keadaan tertutup dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan sebanyak
60%, industri keripik balado menyimpan keripik balado dekat dari pencemaran dan binatang pengganggu sebanyak 40%.
Pengangkutan keripik balado. Hasil observasi hygiene sanitasi pada10 industri keripik balado berdasarkan pengangkutan keripik balado disajikan pada tabel berikut:
Tabel 13 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Pengangkutan Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Keripik balado diangkut dalam keadaan 8 80 2 20 tertutup atau terbungkus pada wadah yang bersih Keripik balado diangkut dalam wadah yang 10 100 0 0 (Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51
Tabel 13 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Pengangkutan Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % terpisah dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran Tersedia pengangkut khusus (baki, mobil 10 100 0 0 atau sepeda motor, dll) untuk mengangkut keripik balado yang sudah jadi ke tempat penjualan Pengangkut keripik balado berpakaian 10 100 0 0 bersih
Tabel menunjukkan bahwa semua industri keripik balado memenuhi syarat untuk mengangkut keripik balado dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah, tersedia pengangkut khusus untuk mengangkut keripik balado ke tempat penjualan, serta pengangkut keripik balado berpakaian bersih. Industri keripik balado mengangkut keripik balado dalam keadaan tidak tertutup atau terbungkus pada wadah bersih sebanyak 20%.
Penyajian (pengemasan) keripik balado. Hasil observasi hygiene sanitasi pada 10 industri keripik balado berdasarkan penyajian (pengemasan) keripik balado disajikan pada tabel berikut:
Tabel 14 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Penyajian (Pengemasan) Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Pembungkus yang digunakan harus dalam 10 100 0 0 kedaan bersih dan tidak mencemari makanan Keripik balado dijajakan dalam keadaan 10 100 0 0 terbungkus ( tertutup) Pembungkus yang digunakan tidak boleh 10 100 0 0 ditiup Tangan tidak bersentuhan langsung dengan 2 20 8 80 makanan (Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52
Tabel 14 Distribusi 10 Industri Keripik Balado Berdasarkan Penyajian (Pengemasan) Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kriteria Penilaian Ya % Tidak % Memiliki nama produk 10 100 0 0 Memiliki komposisi 1 10 9 90 Tercantum alamat sarana produksi 9 90 1 10 Memiliki tanggal kedaluwarsa 0 0 10 100 Memiliki berat bersih atau isi bersih 1 10 9 90 Memiliki izin Depkes 5 50 5 50 Warna keripik balado tidak mencolok 1 10 9 90 Konsistensi keripik balado yang disajikan 10 100 0 0 bagus
Tabel menunjukkan bahwa semua industri keripik balado memenuhi syarat untuk menggunakan pembungkus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan, keripik balado dijajakan dalam keadaan terbungkus, dan pembungkus yang digunakan tidak boleh ditiup, memiliki nama produk, konsistensi keripik balado yang disajikan bagus.
Tangan penjamah bersentuhan langsung dengan makanan sebanyak 80%, industri keripik balado tidak memiliki komposisi sebanyak 90%, tidak mencantumkan alamat sarana produksi sebanyak 10%, semua tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa, tidak memiliki berat bersih atau isi bersih sebanyak 90%, tidak memiliki izin Depkes sebanyak 50%, warna keripik balado mencolok sebanyak 90%
Hygiene sanitasi pengolahan keripik balado. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di 10 industri keripik balado dapat dilihat tingkat penerapan hygiene sanitasi pada pengolahan keripik balado. Dapat dilihat pada tabel berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53
Tabel 15 Hasil Rekapitulasi Penerapan Hygiene Sanitasi pada Pengolahan Keripik Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Prinsip Hygiene Sanitasi yang Memenuhi Syarat Merek I II III IV V VI A M M TM TM M TM B TM TM TM TM M TM C TM M TM TM M TM D M M TM M M TM E TM TM TM TM M TM F TM M TM TM TM TM G M M TM M M TM H M M TM TM TM TM I M M TM M M TM J TM M TM M M TM
Keterangan :
M adalah memenuhi syarat
TM adalah tidak memenuhi syarat
Tabel menunjukan bahwa pada penerapan prinsip I yaitu pemilihan bahan makanan terdapat 5 industri keripik balado sudah memenuhi syarat. Pada prinsip
II yaitu penyimpanan bahan makanan ada 8 industri keripik balado yang memenuhi syarat. Sedangkan pada prinsip III dan VI yaitu pengolahan makanan dan penyajian (pengemasan) keripik balado tidak ada industri keripik balado yang memenuhi syarat. Pada prinsip IV yaitu penyimpanan keripik balado hanya 4 industri keripik balado yang memenuhi syarat. Dan prinsip V yaitu pengangkutan keripik balado ada 20 industri keripik balado yang memenuhi syarat.
Jenis dan Kandungan Zat Pewarna yang Digunakan oleh Industri Keripik
Balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun
2018
Ada 10 sampel pada penelitian ini. Hanya 9 sampel yang akan dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54
pemeriksaan zat pewarna. Satu sampel sudah diketahui tidak menggunakan zat pewarna pada saat dilakukan observasi, yaitu sampel dengan label H. Pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif zat pewarna pada 9 sampel keripik balado yang dilakukan pengujian di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) USU.
Pemerikasaan kualitatif zat pewarna pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam tahun 2018.
Hasil pemeriksaan secara kualitatif terhadap 9 sampel keripik balado menunjukkan bahwa terdapat 3 sampel menggunakan zat pewarna yang diizinkan yaitu Eritrosin dan 6 sampel menggunakan zat pewarna yang tidak diizinkan yaitu
Amaranth.
Tabel 16 Hasil Pemeriksaan Secara Kualitatif Pada Keripik Balado yang Dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Kode Sampel Hasil Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Keterangan Sampel A Positif Amaranth Tidak diizinkan Sampel B Positif Amaranth Tidak diizinkan Sampel C Positif Amaranth Tidak diizinkan Sampel D Positif Eritrosin Diizinkan Sampel E Positif Amaranth Tidak diizinkan Sampel F Positif Amaranth Tidak diizinkan Sampel G Positif Eritrosin Diizinkan Sampel I Positif Eritrosin Diizinkan Sampel J Positif Amaranth Tidak diizinkan
Tabel menunjukkan bahwa pada sampel A, sampel B, sampel C, sampel E, sampel F, dan sampel J menggunakan zat pewarna Amaranth. Sedangkan sampel
D, sampel G, dan sampel I menggunakan zat pewarna Eritrosin.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55
Pemerikasaan kuantitatif zat pewarna pada keripik balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun
2018. Pemeriksaan secara kuantitatif terhadap zat pewarna pada keripik balado yaitu untuk mengetahui seberapa besar kandungan zat pewarna yang digunakan pada keripik balado. Pemeriksaan kuantitatif dilakukan setelah mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan. Pemeriksaan kuanitatif dilakukan untuk memeriksa kadar zat pewarna Amaranth dan Eritrosin pada masing-masing sampel.
Tabel 17 Hasil Pemeriksaan Secara Kuantitatif Pada Keripik Balado yang dijual di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 Nilai Ambang Batas Kode Sampel Kadar Zat Warna (mg) (mg/kg) Sampel A 209 0 Sampel B 236,2 0 Sampel C 223,8 0 Sampel D 287,8 300 Sampel E 304,2 0 Sampel F 273 0 Sampel G 274,6 300 Sampel I 232,2 300 Sampel J 225,4 0
Tabel menunjukkan bahwa kadar Amaranth pada sampel A sebanyak 209 mg, sampel B 236,2 mg, sampel C 223,8 mg, sampel E 304,2 mg, sampel F 273 mg, dan sampel J 225,4 mg. Sedangkan kadar Eritrosin pada sampel D 287,8 mg, sampel G 274,6 mg, dan sampel I 232,2 mg.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pembahasan
Hygiene Sanitasi Pengolahan Keripik Balado
Pemilihan bahan makanan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu,
Kabupaten Agam tahun 2018 diperoleh bahwa 50% industri keripik balado sudah memenuhi syarat kesehatan untuk semua kategori pemilihan bahan makanan.
Semua industri keripik balado telah menggunakan singkong yang utuh dan tidak ada yang rusak, berwarna putih bersih, tidak kusam, tidak kekuningan, dan beraroma segar. Pemilik menggunakan singkong yang sudah berumur 12 bulan, karena pada umur 12 bulan singkong sudah dalam keadaan lumayan keras, sehingga dapat menghasilkan keripik yang memiliki konsistensi yang bagus dan tidak mudah hancur.
Selain itu bahan yang digunakan adalah cabe, cabe yang digunakan adalah cabe giling yang berwarna dan beraroma segar. Cabe dipilih kualitas yang bagus agar menghasilkan bumbu lado yang enak dan juga menghasilkan warna merah yang bagus.
Bahan lain yang digunakan seperti minyak, gula, deep frying oil, pewarna, dan lain-lain. Bahan tersebut dalam keadaan tidak cacat, tidak rusak, dan tidak kadaluwarsa. Industri keripik balado menggunakan salah satu bahan dalam kemasan yang tidak memiliki izin BPOM sebanyak 50%.
Menurut Kepmenkes RI No. 942/ MENKES/SK/VII/2003 tentang tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan dalam mengolah
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57
makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penyimpanan bahan makanan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu,
Kabupaten Agam tahun 2018 diperoleh bahwa hanya 80% industri keripik balado yang memenuhi syarat kesehatan untuk semua kategori penyimpanan bahan makanan.
Singkong sebelum dikupas diletakkan di dalam karung. Setelah dikupas singkong dicuci dan diletakkan di dalam baskom. Selanjutnya singkong di potong dengan mesin atau dengan ketam dan diletakkan di dalam baskom yang terbuka.
Pemilik membeli cabe giling dan bumbu halus lainnya yang dimasukkan ke dalam plastik. Cabe giling dan bumbu halus diletakkan di lantai saja, tidak dimasukkan ke dalam lemari es supaya tidak menambah kadar air pada bahan tersebut. Biasanya cabe giling dan bumbu halus digunakan di hari yang sama dengan pemakaian, tetapi untuk industri keripik balado yang membeli cabe giling dan bumbu halus dalam jumlah banyak paling lama disimpan 3-5 hari. Bahan dalam kemasan juga diletakkan di lantai, berdekatan dengan cabe giling.
Menurut asumsi peneliti, tempat penyimpanan singkong sudah kuat, kedap air tetapi tidak memiliki tutup. Hal itu dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi dari vektor atau hewan pengganggu seperti lalat. Cabe giling, bumbu halus dan bahan dalam kemasan diletakkan di lantai saja tidak di simpan di lemari es, tetapi kemungkinan kontaminasinya kecil karena cabe giling dan bumbu halus disimpan di wadah plastik beberapa lapis, tidak terjadi kerusakan pada wadah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 58
plastik.
Pengolahan makanan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada
10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten
Agam tahun 2018 diperoleh bahwa tidak ada industri keripik balado yang memenuhi syarat kesehatan untuk semua kategori pengolahan makanan.
Lantai tempat pengolahan tidak bersih karena terdapat tanah atau pasir, ada keripik yang berjatuhan, lantai terlihat kotor dan berwarna hitam, serta banyak didapati noda pada lantai. Lantai juga licin disebabkan oleh tempat pencucian ubi dilakukan di tempat pekerja berlalu lalang. Air bekas pencucian tidak semuanya mengalir ke saluran pembuangan, sisa air tersebut menimbulkan sedikit genangan air sehingga air terbawa bersama sandal/ sepatu pekerja ketika mereka berjalan, hal itu menyebabkan lantai yang lain ikut menjadi basah. Lantai sudah permanen dan kedap air, tetapi pada beberapa industri keripik balado terdapat lubang pada lantai dan ada juga pembuatannya yang memang tidak rata.
Dinding industri keripik balado ada yang terbuat dari bata yang sudah diplester, terbuat dari anyaman kawat, kayu, dan triplek. Dinding jenis bata yang sudah diplester dan triplek mudah untuk dibersihkan, sedangkan untuk dinding jenis anyaman kawat dan kayu sulit untuk dibersihkan. Tidak didapati noda makanan di dinding, tetapi beberapa industri keripik balado memiliki banyak debu di dindingnya. Terdapat celah yang banyak pada dinding yaitu dinding yang menggunakan anyaman kawat dan kayu sehingga memudahkan serangga maupun binatang lainnya masuk ke dalam tempat pengolahan.
Kondisi atap bagus dan tidak bocor, serta landai. Di beberapa industri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59
keripik balado terdapat jaring laba-laba pada atap. Hal itu dapat memungkinkan terjadi kontaminasi terutama untuk industri keripik balado yang tidak mempunyai langit-langit.
Pintu terbuat dari kayu dan besi, bahkan ada industri keripik balado yang tidak memiliki pintu. Pintu yang tidak rapat dapat memungkinkan vektor seperti tikus, kecoa maupun lainnya bebas masuk ke dalam tempat pengolahan. Selain itu juga dibutuhkan ventilasi yang memenuhi syarat guna untuk membuat pertukaran udara di tempat pengolahan menjadi bagus. Asap di tempat pembuatan keripik balado dibiarkan keluar melalui jendela atau ventilasi.
Semua industri keripik balado memiliki air bersih yang memenuhi syarat.
Sumber air dari PDAM dan sumur gali. Secara fisik kualitas air bagus. tersedia dalam jumlah yang cukup tidak ada terjadi kekurangan air. Menurut Permenkes
RI No. 416/Men.Kes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, air bersih adalah air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Kualitas air harus mengikuti syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif. Air tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.
Sampah paling cepat diangkut 1x24 jam. Semua SPAL industri keripik balado terletak di luar tempat pengolahan. Tidak terdapat sarang serangga pada semua SPAL industri keripik balado. Menurut Permenkes RI No. 1096 tahun
2011 tentang hygiene sanitasi jasaboga, SPAL tidak menimbulkan sarang serangga dan jalan masuknya tikus serta terpelihara kebersihannya. Saluran air limbah kedap air dan tertutup, aliran lancar, tidak menimbulkan rembesan di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60
permukaan tanah / terjadi genangan. Air limbah dibuang ke sarana pembuangan tersendiri atau ke riol/ got kota.
Cahaya yang bagus dan tersebar merata dibutuhkan pada proses pengolahan. Pada industri keripik balado yang cahayanya tidak tersebar merata di tempat pengolahan, mereka menambahkan cahaya yang hanya fokus di sisi tempat mereka bekerja saja.
Tangan penjamah harus bersih saat mengolah maanan. Tangan penjamah tidak bersih disebabkan karena penjamah suka memegang sembarangan saat proses pengolahan. Semua penjamah industri keripik balado menjaga kebersihan rambut, kuku, pakaian. Rambut penjamah bersih, umumnya mencuci rambut setiap hari. Kuku penjamah bersih, tidak tampak noda di dalamnya.
Penjamah harus mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
Tangan tidak dicuci dengan sabun. Mereka menganggap mencuci tangan dengan air sudah cukup bersih, tangan yang dicuci dengan sabun apabila noda pada tangan susah hilang hanya dengan air. Saat datang penjamah ada yang langsung melaksanakan kegiatan pengolahan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Rata- rata penjamah industri keripik balado memiliki kuku pendek. Penjamah yang memiliki kuku panjang, kuku dalam keadaan bersih, tidak ada kotoran di dalamnya.
Seringnya penjamah tidak menggunakan alat atau sarung tangan. Sering terjadi kontak langsung tangan penjamah saat pembuatan keripik balado mulai dari memotong, memasukan ke penggorengan, memasukan ke plastik besar sebelum di bumbui, membumbui keripik dengan bumbu lado, memasukan keripik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61
balado ke plastik besar, dan mengemasan keripik balado .
Tidak ada penjamah yang menggunakan celemek dan banyak penjamah tidak menggunakan tutup kepala saat bekerja. Rambut yang panjang hanya diikat saja saat mengolah makanan. Tidak menggunakan tutup kepala dapat memungkinkan jatuhnya rambut ke dalam makanan, sehingga menyebabkan kotaminasi fisik.
Penjamah industri keripik balado tidak sering menggunakan perhiasan saat mengolah makanan. Dan juga tidak ada penjamah industri keripik balado yang batuk dan bersin dihadapan makanan atau tanpa menutup hidung dan mulut.
Penjamah industri keripik balado ada yang merokok saat mengolah makanan. Merokok saat mengolah makanan memungkinkan debu rokok dapat masuk ke makanan, dan juga tangan penjamah menjadi tidak bersih. Mereka merokok karena merasa bosan bekerja dalam waktu yang lama.
Semua penjamah industri keripik balado memenuhi syarat untuk tidak menggaruk anggota badan (hidung, telinga, mulut dan anggota badan lainnya) ketika mengolah makanan, tidak menderita penyakit mudah menular seperti batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya, menutup luka pada luka terbuka seperti bisul dan luka lainnya. Serta tidak banyak penjamah makan atau menguyah saat mengolah makanan.
Beberapa industri keripik balado kurang bersih saat mencuci ubi, masih terlihat noda yang menempel. Ubi tidak digosok secara rinci, mereka mencuci dengan tergesa-gesa supaya cepat selesai.
Semua keripik balado menggunakan minyak tidak untuk sekali pakai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62
Untuk bumbu lado memang menggunakan minyak yang baru dan sekali pakai, sedangkan untuk penggorengan minyak tidak dipakai sampai habis, apabila minyak sudah mulai berkurang pada penggorengan maka minyak akan ditambah lagi, begitu seterusnya.
Semua industri keripik balado menggunakan peralatan yang bersih, peralatan yang telah digunakan dicuci dengan sabun, tidak menggunakan kembali peralatan untuk sekali pakai, dan peralatan tidak rusak atau retak. Peralatan diletakkan di tempat penyimpanan khusus. Industri keripik balado yang tidak mempunyai tempat penyimpanan peralatan khusus meletakkan peralatan di tempat pencucian atau di sembarang tempat.
Penyimpanan keripik balado. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu,
Kabupaten Agam tahun 2018 diperoleh bahwa 40% industri keripik balado sudah memenuhi syarat kesehatan untuk semua kategori penyimpanan makanan.
Semua industri keripik balado menggunakan wadah untuk menyimpan keripik balado dalam keadaan bersih, tidak tercemar, utuh, tidak cacat, tidak retak, dan mudah dibersihkan. Wadah yang digunakan adalah plastik atau baskom.
Keripik balado yang sudah jadi disimpan dalam keadaan tertutup dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan. Keripik balado yang sudah jadi umumnya diletakkan di dalam baskom besar dan setelah bumbu mengeras dimasukkan ke dalam plastik besar. Hal itu karena mereka beranggapan bahwa lado yang sudah dicampurkan ke keripik dapat menempel ke plastik dan dapat mengganggu estetika dari wadah plastik penyimpanan keripik balado. Keripik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63
balado yang sudah diberi bumbu lado diletakkan di dalam ruangan yang bersih, yang akses binatang masuk sedikit. Selebihnya industri keripik balado menyimpan keripik balado di tempat pengolahan, sementara tempat pengolahannya memiliki akses yang banyak untuk masuknya tikus, kecoa, maupun binatang pengganggu lainnya.
Menurut Arisman (2009), tempat penyimpanan makanan selalu terpelihara dalam keadaan bersih. Penempatan makanan harus terpisah dari makanan jadi.
Penyimpanan makanan harus terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, dan hewan lainnya. Makanan disimpan dengan tepat agar mutunya tetap tinggi, terhindar dari pencemaran dan pembusukan.
Pengangkutan keripik balado. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu,
Kabupaten Agam tahun 2018 diperoleh 80% industri keripik balado sudah memenuhi syarat kesehatan untuk semua kategori pengangkutan keripik balado.
Keripik balado diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran, tersedia pengangkut khusus (baki, mobil atau sepeda motor, dll) untuk mengangkut keripik balado yang sudah jadi ke tempat penjualan, pengangkut keripik balado berpakaian bersih. Keripik balado diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus pada wadah yang bersih.
Industri keripik balado yang tidak menutup keripik saat mengangkut, mereka beranggapan bahwa jaraknya dekat, masih dalam satu kawasan. Tidak menutup keripik balado dapat memungkinkan masuknya debu, serangga dan lain-lain ke dalam keripik balado
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64
Penyajian (pengemasan) keripik balado. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan
Banuhampu, Kabupaten Agam tahun 2018 diperoleh tidak ada industri keripik balado yang memenuhi syarat kesehatan untuk semua kategori penyajian
(pengemasan) keripik balado.
Semua industri keripik balado menyajikan keripik balado menggunakan pembungkus. Pembungkus yang digunakan bersih dan tidak mencemari makanan, pembungkus yang digunakan adalah plastik. Tidak ada industri keripik balado yang pada saat membungkus meniup pembungkus keripik balado. Plastik yang digunakan sedikit tebal, jadi susah gembung apabila ditiup. Tetapi mereka memasukkan tangan ke dalam plastik supaya plastiknya gembung sebelum memasukkan keripik balado dan tangan bersentuhan langsung saat memasukkan keripik balado. Tangan bersentuhan langsung dengan makanan dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi.
Semua industri keripik balado sudah mempunyai nama produk masing- masing, mempunyai konsistensi keripik balado yang bagus, pengemasan dilakukan dengan rapi sehingga memungkinkan konsistensi keripik balado akan bagus dalam waktu yang lama. Sudah 9 industri keripik balado sudah menyantumkan alamat sarana produksi. Semua industri keripik balado tidak menyertakan tanggal kadaluwarsa. Hanya 50% industri keripik balado mempunyai izin Depkes. Sebanyak 90% industri keripik balado belum menyertakan komposisi, berat bersih atau isi bersih, tidak mempunyai izin Depkes, mempunyai warna mecolok .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65
BTP yang Digunakan pada Keripik Balado
BTP yang digunakan pada keripik balado yang pertama adalah pemanis.
Pemanis digunakan pada proses pembuatan keripik balado yang tidak menggunakan deep fry oil. Pemanis digunakan untuk membuat bumbu lado menjadi lebih mudah menempel ke keripik setelah dicampurkan. Selain itu pemanis juga digunakan apabila cabe yang digunakan lebih pedas dari cabe yang mereka beli biasanya.
BTP yang kedua digunakan adalah penyedap. Penyedap digunakan untuk menambah rasa pada keripik balado. Supaya keripik balado yang dihasilkan memiliki rasa yang lebih enak, sehingga mampu bersaing dengan penjual lainnya.
BTP yang ketiga digunakan adalah antioksidan. Antioksidan yang digunakan terdapat dalam produk deep fry oil. Deep fry oil digunakan untuk membuat bumbu lado menjadi lebih cepat mengeras dan dapat menempel dengan baik pada keripik. Deep fry oil mengandung antioksidan TBHQ (Tertiary butylhydroquinone).
BTP yang keempat yang digunakan adalah pewarna. Pewarna digunakan karena warna alami yang dihasilkan oleh cabe kurang menarik, sehingga ditambahkan pewarna untuk mendapatkan warna yang mereka inginkan.
Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna di Laboratorium
Hasil pemeriksaat zat pewarna secara kualitatif. Sampel pada penelitian ini ada 10 sampel, tetapi hanya 9 sampel yang akan dilakukan pemeriksaat laboratoirum. Satu sampel sudah diketahui tidak menggunakan zat pewarna pada saat dilakukan observasi. Masing-masing keripik balado diberi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66
label.
Peneiltian yang dilakukan adalah untuk mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan pada keripik balado. Seringnya konsumen memasukkan zat pewarna yang tidak diizinkan, atau menggunakan zat pewarna yang diizinkan tetapi melebihi kadar yang diperbolehkan. Berdasarkan pemeriksaan zat pewarna secara kualitatif pada keripik balado dari 9 sampel keripik balado diperoleh 3 sampel mengandung zat pewarna Eritrosin, 6 sampel mengandung zat pewarna Amaranth.
Pada 6 sampel yang menggunakan Amaranth pada saat ditelusuri diperkirakan menggunakan zat pewarna pada 2 merek, gambar terlampir.
Zat pewarna Eritrosin memiliki nama lain yaitu CI. Food red14, F.D and
C red no.3. Zat pewarna Eritrosin diizinkan penggunaannya dengan angka ADI
(Acceptable Daily Intake) 0-0,1 mg/kg berat badan.
Menururt Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, pewarna Amaranth tidak termasuk dalam pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya. Pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Dan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor: 43 Tahun 2013, Nomor: 2 Tahun 2013 tentang pengawasan bahan berbahaya menyatakan bahwa Amaranth merupakan bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan.
Zat pewarna yang digunakan pada 9 sampel keripik balado diperoleh dari pedagang di pasar. Sebanyak 7 industri keripik balado menggunakan zat pewarna dalam bentuk bubuk. Kemasan zat pewarna bubuk terdiri dari merek, nomor merek, nama produsen, tempat di produksi, tidak disertai dengan komposisi dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67
kode BPOM RI. Terdapat 2 industri keripik balado menggunakan zat pewarna dalam bentuk cair, pewarna tersebut mempunyai merek, komposisi, isi bersih, kode BPOM RI, perusahan yang memproduksi, alamat produksi tetapi tidak memenuhi syarat.
Menurut Cahyadi (2009) pewarna sintetis yang telah dihasilkan oleh para ahli kimia berasal dari coal-tar yang jumlahnya ratusan. Pada kenyataannya pewarna yang terbuat dari coal-tar ada yang bersifat karsinogenik. Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan antara pewarna yang hanya untuk pangan dan untuk industri nonpangan.
Menurut asumsi penulis terdapat beberapa hal yang menyebabkan berbagai pihak menggunakan zat pewarna yang tidak diizinkan atau menggunakan pewarna melebihi kadar yang diizinkan. Pertama, zat pewarna yang digunakan sudah umum dipakai oleh masyarakat, sudah digunakan turun temurun. Hal itu membuat masyarakat yakin untuk menggunakan, apalagi pada kemasan sudah dicantumkan kode BPOM. Kedua, zat pewarna mudah di dapatkan di pasaran.
Ketiga, harganya realtif murah. Keempat, beberapa zat pewarna tidak mencantumkan komposisi pada kemasan. Kelima, penggunaan zat pewarna tersebut tidak menimbulkan reaksi seketika.
Hasil pemeriksaat zat pewarna secara kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian kualitatif pada keripik balado yang dilakukan di Laboratorium Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU yang menggunakan metode penambahan pereaksi dan thermogravimetri diperoleh
Amaranth pada sampel A sebanyak 209 mg, pada sampel B 236,2 mg, pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68
sampel C 223,8 mg, pada sampel E 304,2 mg, pada sampel F 273 mg, dan pada sampel J 225,4 mg. Sedangkan kadar Eritrosin pada sampel D 287,8 mg, pada sampel G 274,6 mg, dan pada sampel I 232,2 mg. Penggunaan pewarna yang tidak diizinkan tidak boleh ada pada makanan seberapapun kadarnya.
Menurut Permenkes RI No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan zat pewarna Eritrosin dapat digunakan maksimum 300 mg/kg tunggal maupun campuran dengan pewarna lain. Pada sampel D kadar Eritrosin
287,8 mg, sedangkan pada sampel G 274,6 mg dan sampel I 232,2 mg. Zat pewarna Eritrosin memang diizinkan penggunaannya, tetapi tidak diizinkan untuk digunakan melebihi batas maksimum. Pada sampel D dan sampel G penggunaan zat pewarna Eritrosin tidak melewati batas maksimum.
Amaranth atau FD & C Red No 2 pernah digunakan sebagai pewarna pangan dan kosmetik, tapi sejak tahun 1976 telah dilarang di Amerika Serikat oleh
Food and Drug Administration (FDA) karena diduga merupakan karsinogenik.
Selain itu sejumlah studi menyebutkan bahwa penggunaan Amaranth dapat menyebabkan bintik-bintik merah pada kulit (Praja, 2015). Menurut Arisman
(2009) dampak buruk zat pewarna Amaranth pada tikus percobaan yaitu zat pewarna Amaranth dapat menyebabkan penyakit kanker, cacat lahir, lahir mati, kematian janin dini, serta reabsorpsi janin pada tikus betina.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Elmatris (2008) pada keripik balado.
Dari 20 sampel keripik balado yang dianalisis terdapat 75% keripik balado yang menggunakan zat pewarna sintetis. Kadar zat yang digunakan 53,3% melebihi ketentuan yang ditetapkan Departemen Kesehatan. Jenis pewarna yang digunakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69
adalah Ponceau 4R dan Eritrosin.
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan seharinya. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi. Harus berhati-hati dalam memilih makanan, mengingat makanan secara langsung masuk ke dalam tubuh, akan memberi pengaruh secara positif maupun negatif terhadap kesehatan. Masih banyak masyarakat yang mengkonsumsi pangan dengan kualitas yang kurang bagus. Hal itu disebabkan karena keterbatasan ekonomi maupun pengetahuan masyarakat yang belum memadai yang memungkinkan untuk tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat. Hal itu juga diperparah dengan kurangnya kepedulian produsen.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 mengenai
6 prinsip hygiene sanitasi dan zat pewarna pada pengolahan keripik balado, maka dapat disimpulkan:
1. Pada prinsip pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, dan
pengangkutan keripik balado sebagian besar industri keripik balado sudah
memenuhi syarat.
2. Pada prinsip pengolahan keripik balado dan penyajian (pengemasan) keripik
balado tidak ada industri keripik balado yang memenuhi syarat.
3. Pada prinsip penyimpanan keripik balado sebagian kecil sudah memenuhi
syarat.
4. Dari 10 industri keripik balado terdapat 9 industri keripik balado yang
menggunakan BTP pewarna saat mengolah keripik balado. Dari 9 sampel
yang dilakukan pemeriksaan laboratorium terdapat 3 sampel yang
menggunakan pewarna yang diizinkan dan tidak melebihi kadar yang
diizinkan, serta 6 sampel yang menggunakan zat pewarna yang tidak
diizinkan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 10 industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam Tahun 2018 mengenai
70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 71
6 prinsip hygiene sanitasi dan zat pewarna pada pengolahan keripik balado, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1. Pemilik industi keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu,
Kabupaten Agam diharapkan dapat meningkatkan penerapan hygiene
sanitasi dalam proses pengolahan keripik balado.
2. Pemilik industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan Banuhampu,
Kabupaten Agam diharapkan menggunakan menggunakan BTP yang sudah
diizinkan oleh pemerintah, terutama penggunaan zat pewarna.
3. Pemilik dan karyawan industri keripik balado di Padang Lua, Kecamatan
Banuhampu, Kabupaten Agam disarankan untuk mengikuti pelatihan
mengenai pengolahan makanan secara berkala supaya dapat meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan akan penanganan makanan secara benar.
4. Diharapkan pemerintah setempat dapat melakukan pengecekan secara berkala,
serta melakukan pembinaan mengenai hygiene sanitasi pegolahan makanan.
5. Produsen makanan hati-hati dalam memilih bahan makanan terutama untuk
bahan makanan dalam kemasan.
6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai BTP yang digunakan pada
proses pengolahan keripik balado.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 72
Daftar Pustaka
Afifah. (2012). Investigasi tingkat inovasi usaha para pengusaha kerupuk sanjai Bukittinggi. Polibisnis, 4(2), 90-100.
Arifin, J. (2017). SPSS 24 Untuk penelitian dan skripsi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Arisman. (2009). Keracunan makanan: buku ajar ilmu gizi. Jakarta: EGC.
BPOM RI. (2013). Peraturan kepala badan pengawasan obat dan makanan Republik Indonesia nomor 37 tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pewarna. Jakarta: BPOM RI.
Cahyadi, W. (2009). Analisa & aspek kesehatan bahan tambahan pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Chandra, B. (2007). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.
Depkes RI. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 942/Menkes/Sk/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan. Jakarta: Anonim.
Depkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga. Jakarta: Anonim.
Depkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 419/Men.Kes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Jakarta: Anonim.
Depkes RI. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Jakarta: Anonim.
Elmatris. (2008). Analisis kualitatif dan kuantitatif zat pewarna pada keripik balado yang beredar di Bukittinggi. Majalah Kedokteran Andalas, 32(1), 71-77. Hidayah, R., Asterina., & Afriwardi. (2017). Hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan penjual es campur tentang zat pewarna berbahaya dengan kandungan rhodamin b dalam buah kolang kaling di kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(2), 284-288.
Indrati, R. (2013). Pendidikan konsumsi pangan. Jakarta: Kencana.
Praja, D. I. (2015). Zat aditif makanan manfaat dan bahayanya. Yogyakarta: Garudhawaca.
72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 73
Prastowo, I. (2017). Hotel hygiene & sanitation. Yogyakarta: Deepublish.
Putra, I. R., Asterina., & Laila I. (2014). Gambaran zat pewarna merah pada saus cabai yang terdapat pada jajanan yang dijual di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3), 297-303.
Rauf, R. (2015). Kimia pangan. Yogyakarta: ANDI.
Rukmana, R., & Yuyun Y. (2001). Aneka olahan ubi kayu. Yogyakarta: Kanisius.
Saparinto, C., & Diana, H. (2006). Bahan tambahan pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Soemirat, J. (2009). Kesehatan lingkungan. Bandung: Gadjah Mada University Press.
Sugiono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Surono, I. S., Agus S., & Priyo W. (2016). Pengantar kemanan pangan. Yogyakarta: Deepublish.
Widyati, R., & Yuliarsih. (2002). Higiene dan sanitasi umum dan perhotelan. Jakarta: Grasindo.
World Health Organization. (2006). Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan. Terjemahan oleh: Andry Hartono. Jakarta: EGC.
73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 74
Lampiran 1. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
ANALISIS HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN SERTA KANDUNGAN
ZAT PEWARNA PADA KERIPIK BALADO YANG DIJUAL DI PADANG
LUA, KECAMATAN BANUHAMPU, KABUPATEN AGAM
TAHUN 2018
Data Pemilik Usaha
a. Nama Produsen :
b. Jenis Kelamin :
c. Umur :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Lama Usaha :
f. Jumlah Pekerja :
g. Jumlah Produksi/Minggu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 75
KATEGORI NO OBJEK PENGAMATAN YA TIDAK PRINSIP I: PEMILIHAN BAHAN MAKANAN 1 Singkong : a. Kondisi utuh dan tidak rusak b. Berwarna putih bersih, tidak kusam, dan tidak kekuningan c. Beraroma segar Cabe : a. Berwarna merah segar b. Beraroma segar 2 Bahan dalam kemasan harus terdaftar, tidak kadaluwarsa, tidak cacat, dan tidak rusak. PRINSIP II: PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN 3 Wadah penyimpanan bahan makanan dalam keadaan bersih, kuat, kedap air dan tertutup 4 Wadah penyimpanan bahan makanan tidak menjadi tempat bersarang vektor 5 Wadah penyimpanan bahan makanan terpisah dari makanan jadi PRINSIP III: PENGOLAHAN MAKANAN A. Tempat Pengolahan 6 Lantai: a. Bersih b. Tidak licin c. Permukaan rata d. Kedap air 7 Dinding: a. Permukaan rata b. Kedap air c. Mudah dibersihkan 8 Atap: a. Tidak bocor b. Tidak menjadi sarang vektor c. Landai 9 Langit-langit: a. Berwarna terang b. Rata dan mudah dibersihkan c. Tidak terdapat lubang-lubang 10 Pintu: a. Rapat serangga dan tikus b. Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan 11 Memiliki ventilasi 10% dari luas lantai 12 Tersedia cerobong asap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 76
13 Air bersih: a. Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna b. Tersedia dalam jumlah yang cukup c. Sumber air bersih berasal dari PDAM/ sumur 14 Tempat sampah: a. Sampah diangkut setiap 24 jam b. Mempunyai tutup c. Kedap air d. Mudah dibersihkan dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya 15 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL): a. SPAL tertutup b. Air limbah mengalir dengan lancar c. Jarak saluran pembuangan air limbah ke tempat pengolahan dan sumber air bersih adalah 10 meter 16 Tersedia peralatan untuk mencegah masuknya serangga dan tikus seperti kassa, tirai, pintu rangkap, dll 17 Pencahayaan tidak menyilaukan dan tersebar merata disetiap ruangan B. Tenaga Penjamah Makanan 18 Menjaga kebersihan: a. Tangan b. Rambut c. Kuku d. Pakaian 19 Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan 20 Mempunyai kuku pendek setiap waktu bekerja 21 Menjamah makanan memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan 22 Saat bekerja menggunakan celemek 23 Saat bekerja menggunakan tutup kepala 24 Tidak menggunakan perhiasan saat mengolah makanan 25 Tidak batuk dan bersin dihadapan makanan atau tanpa menutup hidung dan mulut 26 Tidak merokok saat mengolah makanan 27 Tidak menggaruk anggota badan (hidung, telinga, mulut dan anggota badan lainnya) ketika mengolah makanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77
28 Tidak menderita penyakit mudah menular seperti batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya 29 Menutup luka pada luka terbuka seperti bisul dan luka lainnya 30 Tidak makan atau menguyah saat mengolah makanan C. Cara Pengolahan 31 Mencuci bahan makanan terlebih dahulu sampai benar-benar bersih sebelum dimasak 32 Minyak goreng yang digunakan hanya untuk sekali pakai saja D. Peralatan Pengolahan 33 Peralatan yang akan digunakan dalam keadaan bersih 34 Peralatan yang telah digunakan dicuci dengan air bersih dengan menggunakan sabun 35 Tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang untuk sekali pakai 36 Peralatan yang sudah bersih disimpan dalam tempat yang khusus, seperti lemari dan tidak diletakkan dekat sumber pencemaran 37 Peralatan yang digunakan tidak rusak atau retak PRINSIP IV: PENYIMPANAN KERIPIK BALADO Wadah yang digunakan untuk menyimpan 38 keripik balado dalam keadaan bersih dan tidak tercemar 39 Keripik balado yang sudah jadi disimpan dalam keadaan tertutup dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan 40 Peralatan yang digunakan untuk menyimpan keripik balado harus utuh, tidak cacat, tidak retak, dan mudah dibersihkan 41 Terhindar dari pencemaran dan binatang pengganggu PRINSIP V: PENGANGKUTAN KERIPIK BALADO 42 Keripik balado diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus pada wadah yang bersih 43 Keripik balado diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran 44 Tersedia pengangkut khusus (baki, mobil atau sepeda motor, dll) untuk mengangkut keripik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78
balado yang sudah jadi ke tempat penjualan 45 Pengangkut keripik balado berpakaian bersih PRINSIP VI: PENYAJIAN (PENGEMASAN) KERIPIK BALADO Pembungkus yang digunakan harus dalam 46 kedaan bersih dan tidak mencemari makanan Keripik balado dijajakan dalam keadaan 47 terbungkus ( tertutup) Pembungkus yang digunakan tidak boleh 48 ditiup Tangan tidak bersentuhan langsung dengan 49 makanan 50 Memiliki nama produk 51 Memiliki komposisi 52 Tercantum alamat sarana produksi 53 Memiliki tanggal kedaluwarsa 54 Memiliki berat bersih atau isi bersih 55 Memiliki izin Depkes 56 Warna keripik balado tidak mencolok Konsistensi keripik balado yang disajikan 57 bagus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80
Lampiran 3. Surat Keterangan Sudah Melaksanakan Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81
Lampiran 4. Surat Keterangan Hasil Laboratorium
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83
Lampiran 5. Master data
Master Data Prinsip I: Pemilihan Bahan Makanan
Kode Sampel PI1 PI2 PI3 PI4 PI5 PI6 Sampel A 1 1 1 1 1 1 Sampel B 1 1 1 1 1 0 Sampel C 1 1 1 1 1 0 Sampel D 1 1 1 1 1 1 Sampel E 1 1 1 1 1 0 Sampel F 1 1 1 1 1 0 Sampel G 1 1 1 1 1 1 Sampel H 1 1 1 1 1 1 Sampel I 1 1 1 1 1 1 Sampel J 1 1 1 1 1 0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 84
Master Data Prinsip II: Penyimpanan Bahan Makanan
Kode Sampel PII1 PII2 PII3 Sampel A 1 1 1 Sampel B 0 1 1 Sampel C 1 1 1 Sampel D 1 1 1 Sampel E 0 1 1 Sampel F 1 1 1 Sampel G 1 1 1 Sampel H 1 1 1 Sampel I 1 1 1 Sampel J 1 1 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 85
Master Data Prinsip III: Pengolahan Makanan
Kode PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Sampel A 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 Sampel B 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 Sampel C 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 Sampel D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 Sampel E 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 Sampel F 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 Sampel G 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 Sampel H 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 Sampel I 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 Sampel J 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 86
Kode PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII Sampel 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Sampel A 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 Sampel B 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 Sampel C 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 Sampel D 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sampel E 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 Sampel F 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 Sampel G 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 Sampel H 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 Sampel I 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Sampel J 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 87
PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII PIII Kode Sampel 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Sampel A 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 Sampel B 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 Sampel C 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 Sampel D 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 Sampel E 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 Sampel F 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 Sampel G 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 Sampel H 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 Sampel I 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 Sampel J 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 88
Master Data PRINSIP IV: PENYIMPANAN MAKANAN
Kode Sampel PIV1 PIV2 PIV3 PIV4 Sampel A 1 0 1 1 Sampel B 1 0 1 0 Sampel C 1 0 1 0 Sampel D 1 1 1 1 Sampel E 1 0 1 0 Sampel F 1 0 1 0 Sampel G 1 1 1 1 Sampel H 1 0 1 1 Sampel I 1 1 1 1 Sampel J 1 1 1 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 89
Master Data Prinsip V: Pengangkutan Makanan
Kode Sampel PV1 PV2 PV3 PV4 Sampel A 1 1 1 1 Sampel B 1 1 1 1 Sampel C 1 1 1 1 Sampel D 1 1 1 1 Sampel E 1 1 1 1 Sampel F 0 1 1 1 Sampel G 1 1 1 1 Sampel H 0 1 1 1 Sampel I 1 1 1 1 Sampel J 1 1 1 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 91
Lampiran 6. output
Output Karakteristik Pedagang
Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Laki-laki 4 40.0 40.0 40.0 Valid Perempuan 6 60.0 60.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent <50 7 70.0 70.0 70.0 50-60 1 10.0 10.0 80.0 Valid >60 2 20.0 20.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Pendidikan Terakhir Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent SMA 5 50.0 50.0 50.0 D3 1 10.0 10.0 60.0 Valid S1 3 30.0 30.0 90.0 S2 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Jumlah Pekerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent < 5 7 70.0 70.0 70.0 5-10 2 20.0 20.0 90.0 Valid >10 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Lama Usaha 10 9.0 48.0 25.500 14.4549 Jumlah Produksi/Minggu 10 200.0 3150.0 985.000 852.7895 Valid N (listwise) 10
Output Pemilihan Bahan Makanan
Kondisi utuh dan tidak rusak Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 92
Berwarna putih bersih, tidak kusam, dan tidak kekuningan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Beraroma segar Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Berwarna merah segar Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Beraroma segar Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Bahan dalam kemasan harus terdaftar, tidak kadaluwarsa, tidak cacat, dan tidak rusak Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 5 50.0 50.0 50.0 Valid Ya 5 50.0 50.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Output Wadah Penyimpanan Bahan Makanan
Wadah penyimpanan bahan makanan dalam keadaan bersih, kuat, kedap air dan tertutup Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 2 20.0 20.0 20.0 Valid Ya 8 80.0 80.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Wadah penyimpanan bahan makanan tidak menjadi tempat bersarang vector Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Wadah penyimpanan bahan makanan terpisah dari makanan jadi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 93
Wadah yang digunakan untuk menyimpan keripik balado dalam keadaan bersih dan tidak tercemar Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Output Tempat Pengolahan Keripik Balado
Lantai Bersih Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 6 60.0 60.0 60.0 Valid Ya 4 40.0 40.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Lantai Tidak licin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 1 10.0 10.0 10.0 Valid Ya 9 90.0 90.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Lantai Permukaan rata Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 3 30.0 30.0 30.0 Valid Ya 7 70.0 70.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Lantai Kedap air Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Dinding Permukaan rata Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 3 30.0 30.0 30.0 Valid Ya 7 70.0 70.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Dinding Kedap air Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 1 10.0 10.0 10.0 Valid Ya 9 90.0 90.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 94
Dinding Mudah dibersihkan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 2 20.0 20.0 20.0 Valid Ya 8 80.0 80.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Atap Tidak bocor Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Atap Tidak menjadi sarang vektor Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 6 60.0 60.0 60.0 Valid Ya 4 40.0 40.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Atap Landai Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Langit-langit Berwarna terang Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 9 90.0 90.0 90.0 Valid Ya 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Langit-langit Rata dan mudah dibersihkan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 9 90.0 90.0 90.0 Valid Ya 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Langit-langit Tidak terdapat lubang-lubang Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 9 90.0 90.0 90.0 Valid Ya 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 95
Pintu Rapat serangga dan tikus Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 4 40.0 40.0 40.0 Valid Ya 6 60.0 60.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Pintu Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 1 10.0 10.0 10.0 Valid Ya 9 90.0 90.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Memiliki ventilasi 10% dari luas lantai Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 6 60.0 60.0 60.0 Valid Ya 4 40.0 40.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Tersedia cerobong asap Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 6 60.0 60.0 60.0 Valid Ya 4 40.0 40.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Air bersih Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Air bersih Tersedia dalam jumlah yang cukup Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Air bersih Sumber air bersih berasal dari PDAM/ sumur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Sampah diangkut setiap 24 jam Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 2 20.0 20.0 20.0 Valid Ya 8 80.0 80.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 96
Tempat sampah Mempunyai tutup Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 9 90.0 90.0 90.0 Valid Ya 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Tempat sampah Kedap air Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 8 80.0 80.0 80.0 Valid Ya 2 20.0 20.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Tempat sampah Mudah dibersihkan dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 8 80.0 80.0 80.0 Valid Ya 2 20.0 20.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
SPAL tertutup Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 5 50.0 50.0 50.0 Valid Ya 5 50.0 50.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Air limbah mengalir dengan lancar Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 1 10.0 10.0 10.0 Valid Ya 9 90.0 90.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Jarak saluran pembuangan air limbah ke tempat pengolahan dan sumber air bersih adalah 10 meter Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 6 60.0 60.0 60.0 Valid Ya 4 40.0 40.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 97
Tersedia peralatan untuk mencegah masuknya serangga dan tikus seperti kassa, tirai, pintu rangkap, dll Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 3 30.0 30.0 30.0 Valid Ya 7 70.0 70.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Pencahayaan tidak menyilaukan dan tersebar merata disetiap ruangan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 5 50.0 50.0 50.0 Valid Ya 5 50.0 50.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Output Tenaga Penjamah Makanan
Menjaga kebersihan Tangan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 1 10.0 10.0 10.0 Valid Ya 9 90.0 90.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Menjaga kebersihan Rambut Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Menjaga kebersihan Kuku Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Menjaga kebersihan Pakaian Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Mencuci tangan setiap kali hendak menangani Makanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 5 50.0 50.0 50.0 Valid Ya 5 50.0 50.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 98
Mempunyai kuku pendek setiap waktu bekerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 2 20.0 20.0 20.0 Valid Ya 8 80.0 80.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Menjamah makanan memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 8 80.0 80.0 80.0 Valid Ya 2 20.0 20.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Saat bekerja menggunakan celemek Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 10 100.0 100.0 100.0
Saat bekerja menggunakan tutup kepala Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 8 80.0 80.0 80.0 Valid Ya 2 20.0 20.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Tidak menggunakan perhiasan saat mengolah Makanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 4 40.0 40.0 40.0 Valid Ya 6 60.0 60.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Tidak batuk dan bersin dihadapan makanan atau tanpa menutup hidung dan mulut Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Tidak merokok saat mengolah makanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 1 10.0 10.0 10.0 Valid Ya 9 90.0 90.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 99
Tidak menggaruk anggota badan (hidung, telinga, mulut dan anggota badan lainnya) ketika mengolah makanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Tidak menderita penyakit mudah menular seperti batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Menutup luka pada luka terbuka seperti bisul dan luka lainnya Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Tidak makan atau menguyah saat mengolah Makanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 2 20.0 20.0 20.0 Valid Ya 8 80.0 80.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Output Cara Pengolahan
Mencuci bahan makanan terlebih dahulu sampai benar-benar bersih sebelum dimasak Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 3 30.0 30.0 30.0 Valid Ya 7 70.0 70.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Minyak goreng yang digunakan hanya untuk sekali pakai saja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Output Peralatan Pengolahan
Peralatan yang akan digunakan dalam keadaan Bersih Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 10 100.0 100.0 100.0
Peralatan yang telah digunakan dicuci dengan air bersih dengan menggunakan sabun Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 100
Tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang untuk sekali pakai Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Peralatan yang sudah bersih disimpan dalam tempat yang khusus, seperti lemari dan tidak diletakkan dekat sumber pencemaran Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 3 30.0 30.0 30.0 Valid Ya 7 70.0 70.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Peralatan yang digunakan tidak rusak atau retak Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Output Penyimpanan Keripik Balado
Keripik balado yang sudah jadi disimpan dalam keadaan tertutup dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 6 60.0 60.0 60.0 Valid Ya 4 40.0 40.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Peralatan yang digunakan untuk menyimpan keripik balado harus utuh, tidak cacat, tidak retak, dan mudah dibersihkan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Terhindar dari pencemaran dan binatang Pengganggu Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 4 40.0 40.0 40.0 Valid Ya 6 60.0 60.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Output Pengangkutan Keripik Balado
Keripik balado diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus pada wadah yang bersih Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 2 20.0 20.0 20.0 Valid Ya 8 80.0 80.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 101
Keripik balado diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Tersedia pengangkut khusus (baki, mobil atau sepeda motor, dll) untuk mengangkut keripik balado yang sudah jadi ke tempat penjualan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Pengangkut keripik balado berpakaian bersih Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Output Penyajian (Pengemasan) Keripik Balado
Keripik balado dijajakan dalam keadaan terbungkus ( tertutup) Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Pembungkus yang digunakan tidak boleh ditiup Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Tangan tidak bersentuhan langsung dengan makanan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 8 80.0 80.0 80.0 Valid Ya 2 20.0 20.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Memiliki nama produk Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
Memiliki komposisi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 9 90.0 90.0 90.0 Valid Ya 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 102
Tercantum alamat sarana produksi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 1 10.0 10.0 10.0 Valid Ya 9 90.0 90.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Memiliki tanggal kedaluwarsa Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak 10 100.0 100.0 100.0
Memiliki berat bersih atau isi bersih Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 9 90.0 90.0 90.0 Valid Ya 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Memiliki izin Depkes Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 5 50.0 50.0 50.0 Valid Ya 5 50.0 50.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Warna keripik balado tidak mencolok Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tidak 9 90.0 90.0 90.0 Valid Ya 1 10.0 10.0 100.0 Total 10 100.0 100.0
Konsistensi keripik balado yang disajikan bagus Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 10 100.0 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA