Uji Kualitatif Zat Pewarna Pada Jajanan Khas Minangkabau Keripik Balado Di Padang, Sumatera Barat 2017
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
EcoNews Advancing the World of Information and Environment Vol. 2 No. 1 Maret, 2019, pp. 21-27 Journal homepage: https://journal.pasca-unri.org/index.php/econews/index UJI KUALITATIF ZAT PEWARNA PADA JAJANAN KHAS MINANGKABAU KERIPIK BALADO DI PADANG, SUMATERA BARAT 2017 Nopriadi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas E-mail: [email protected] ABSTRACT Based on recent survey in some location in Padang, it was clearly seen that some of keripik balado have glaring red color and it was seen also that there was a teperation between red substance from the chili with the red sintetic substance used on it. This research ained to know the kind of colored substance used as an editional substance food in producing keripik balado in Padang West Sumatera. This is a descriptive research with used for describing the kind of colored substance in keripik balado producing and marketing in padang city. The research was held on April to November 2017, by checking the sampel in Baristand industry in Padang. The research population was all the producer or the industry of keripik balado in padang city with indicated sample by total sampling. The data collacting system used in this research was primary and secondary data, than those were processing manually referred to Permenkes RI No.772/Menkes/Per/IX/1988 about food additional substances and the frade minister regulation No.4/M-DAG/PER/2/2006 about distribution and controlling of hazardous substances. The result of this research showed that half of tesed sampling used natural substances as the additional colored substance for 20 sampling and the rest for 21 sampling indicated using sintetic colored substance as the additional colored substance as mention 18 samplings using eritrosin, 6 samplings using sunset yellow, and 2 samplings using ponceau 4R, specific sintetic colored substance (Eritrosin, Sunset Yellow, and Ponceau 4R). This colored substance may be used as food sintetic substance with a limitation usage of quantity (sufficient). It is suggested to the next researcher to do the qualitative test to know the quantity of sintetic colored substance used by the producer of keripik balado in order to apoid the health effect . Keywords: Qualitative test, colored substance, keripik balado. PENDAHULUAN Makanan sebagai kebutuhan dasar manusia harus aman untuk dikonsumsi dari bahan berbahaya dan beracun yang dapat menyebabkan penyakit. Makanan tidak hanya berarti bernilai gizi, tapi juga memenuhi syarat keamanan (food safety). Keamanan pangan semakin dibicarakan, karena konsumen semakin peduli pada pangan yang bermutu dan sehat, termasuk jajanan. Keripik balado merupakan salah satu jajanan khas Minangkabau yang popular, bercita rasa enak dan mudah didapat. Produksi keripik balado tidak saja hanya untuk konsumen masyarakat lokal namun juga menjadi makanan oleh-oleh khas Sumatera (1) Barat. Konsumsi jajanan seperti keripik balado juga beresiko terhadap kesehatan karena beberapa faktor seperti penanganan yang tidak higiene dan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak dizinkan dan membahayakan tubuh. Jajanan tradisional berbahan baku ketan, beras, terigu, singkong dan ubi seperti bakso, tahu goreng, dan lainnya banyak menggunakan pewarna, pemanis dan pengawet buatan dalam proses produksinya. Dari 21 hasil penelitian juga ditemukan adanya mikroba, logam berat Cu dan Pb, di samping itu (2) juga ditemukan adanya BTP yang seharusnya tidak layak digunakan. Penambahan bahan tambahan pangan berupa zat pewarna sering disalahgunakan akibat faktor tampilan visual makanan yang cemerlang mampu mempengaruhi daya beli konsumen. Peneliti Rusia, M.M. Andrianova, menemukan bahwa pewarna merah No 2 (FD & C Merah No.2) menyebabkan timbulnya kanker pada tikus. Zat warna kuning No.5 juga dianggap dapat mengganggu kesehatan, dengan menjadi penyebab resiko alergi terutama orang-orang yang peka terhadap aspirin. Di Amerika Serikat juga pernah dilaporkan kasus keracunan akibat penggunaan zat pewarna FD & C Orange No.1 dan FD % C Red No.32 pada kembang gula dan popcorn dengan dosis yang terlalu tinggi. Akibat (3) yang timbul adalah diare pada anak-anak dan efek keracunan kronik pada ternak. Sedangkan menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K), penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak–anak menjadi malas, sering pusing dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000). Pada saat ini penggunaan pewarna sintetis sudah meluas di masyarakat tetapi ketidaktahuan masyarakat akan peraturan atau dosis penggunaan zat warna, tak jarang menimbulkan penyalahgunaan, sering dijumpai jenis pewarna non pangan, seperti Metanil Yellow, Auramin dan Rhodamin B ternyata banyak digunakan oleh masyarakat. (3) Hasil penelitian Yustini Alioes terhadap 20 sampel es sirup yang dijual di Pasar Raya Padang menemukan 3 jenis zat pewarna yang dilarang (4) beredar oleh Depkes RI yaitu Methanil Yellow, Rhodamin B dan Ponceau 3R. Penelitian Welly Femilia, di Kecamatan Payakumbuh Barat dan Elmatris di Kota Bukittinggi mengenai analisis kualitatif dan kuantitatif zat pewarna pada keripik balado menemukan bahwa sebagian besar produsen menggunakan zat pewarna sintetis dan beberapa diantaranya melebihi standar yang ditetapkan Depkes. Berdasarkan survei pada beberapa lokasi di Padang dijumpai sejumlah keripik balado terlihat memiliki warna merah yang mencolok, selain itu juga terlihat adanya pemisahan antara zat warna merah dari cabai (1,5) dengan zat pewarna merah sintetis yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang digunakan pada keripik balado di Kota Padang, Sumatera Barat. METODE Penelitian ini merupakan studi deskriptif untuk menggambarkan jenis zat pewarna pada keripik balado yang diproduksi dan dipasarkan di wilayah Kota Padang tahun 2017. Kandungan jenis zat pewarna diketahui melalui pemeriksaan laboratorium secara kualitatif, Waktu penelitian mulai bulan April s.d. November 2017. Pemeriksaan sampel dilakukan di BARISTAND (Balai Riset dan Standarisasi) Industri Kota Padang, Sumatera Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh produsen/pabrik keripik balado di Kota Padang. Data industri keripik balado berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat. Keripik balado yang dipilih adalah keripik balado berbentuk memanjang dan berbentuk bulat. Sampel ditentukan secara total sampling artinya seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Sampel yang telah dibeli dari pabrik masing-masing 500-1000 gram kemudian diperiksa di laboratorium BARISTAND Industri Kota Padang. Sampel diperiksa secara kualitatif dengan dua metode reaksi kimia. Adapun peralatan dan bahan untuk pemeriksaan sampel(1) adalah: Gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, gelas kimia. Bahan untuk pemeriksaan sampel adalah: HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, NH4OH 10%, rhodamin B, aquadest, dan sampel. 22 Prinsip pemeriksaan dengan metode reaksi kimia adalah dengan penambahan peraksi (bahan) menggunakan serat wool yang digunakan untuk analisis zat warna karena sifatnya yang dapat mengabsorbsi zat warna baik yang asam maupun basa. Lalu diamati reaksi yang terjadi (perubahan warna) pada masing-masing sampel yang sudah dipisahkan dari bahan penganggu, sehingga jenis zat warna dapat ditentukan. Aspek pengukuran terdiri dari ada atau tidaknya zat pewarna yang digunakan dalam sampel (alami maupun sintetis) dan jenis zat pewarna yang digunakan. Data yang diperoleh dari laboratorium diolah secara manual mengacu pada Permenkes RI No.772/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan dan Peraturan Menteri PerdaganganNo.4/M-DAG/PER/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. HASIL Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2016, tercatat sebanyak ± 60 industri keripik balado di seluruh wilayah Kota Padang. Industri yang tecatat meliputi industri rumah tangga dan menengah, sebagian besar memiliki izin usaha sebagai CV atau PO. Setelah pencarian ke lokasi secara langsung, hanya 41 industri yang terkonfimasi keberadaannya. Sebanyak 19 industri lain tidak ditemukan di lokasi yang tertera dalam catatan Dinas Perindustian dan Perdagangan. Hal ini dikarenakan sebagian industri yang terdaftar diperkirakan telah pindah tempat, berganti nama, tidak berproduksi lagi dan telah mengalami merger dengan industri lain. Pengambilan sampel dilakukan di 41 industri yang didatangi dengan cara membeli produk kemasan tersebut. Data tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa industri yang tidak hanya memproduksi keripik balado saja, namun juga jajanan khas lain termasuk kue, keripik sanjai, peyek, keripik pisang, serundeng, dsbnya. Jumlah produksi kerupuk dari satu industri beragam macam tergantung besaran industri, nilai produksi terkecil sekitar 200 kg dan terbesar sekitar 100.000 kg. Keripik balado yang menjadi sampel mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sesuai produksi masing-masing industri, tetapi secara umum keripik balado yang dijadikan sampel berbentuk panjang persegi dan bulatan yang terbuat dari ubi. Produk kemasan dibeli sebanyak 500–1000 gram dengan kisaran harga Rp.20.000/satuan dan sampel yang digunakan sebanyak ±200-300 gram. Hasil pemeriksaan laboratorium secara kualitatif terhadap 41 industri keripik balado di Kota Padang menunjukkan 20 industri (48,7%) menggunakan zat pewarna alami pada keripik balado yang diproduksi. Sedangkan 21 industri (51,2%) menambahkan zat pewarna sintetis. Zat pewarna sintetis yang digunakan terdiri dari 18 industri