EcoNews Advancing the World of Information and Environment Vol. 2 No. 1 Maret, 2019, pp. 21-27

Journal homepage: https://journal.pasca-unri.org/index.php/econews/index

UJI KUALITATIF ZAT PEWARNA PADA JAJANAN KHAS MINANGKABAU KERIPIK DI PADANG, SUMATERA BARAT 2017

Nopriadi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Based on recent survey in some location in Padang, it was clearly seen that some of keripik balado have glaring red color and it was seen also that there was a teperation between red substance from the chili with the red sintetic substance used on it. This research ained to know the kind of colored substance used as an editional substance food in producing keripik balado in Padang West Sumatera. This is a descriptive research with used for describing the kind of colored substance in keripik balado producing and marketing in padang city. The research was held on April to November 2017, by checking the sampel in Baristand industry in Padang. The research population was all the producer or the industry of keripik balado in padang city with indicated sample by total sampling. The data collacting system used in this research was primary and secondary data, than those were processing manually referred to Permenkes RI No.772/Menkes/Per/IX/1988 about food additional substances and the frade minister regulation No.4/M-DAG/PER/2/2006 about distribution and controlling of hazardous substances. The result of this research showed that half of tesed sampling used natural substances as the additional colored substance for 20 sampling and the rest for 21 sampling indicated using sintetic colored substance as the additional colored substance as mention 18 samplings using eritrosin, 6 samplings using sunset yellow, and 2 samplings using ponceau 4R, specific sintetic colored substance (Eritrosin, Sunset Yellow, and Ponceau 4R). This colored substance may be used as food sintetic substance with a limitation usage of quantity (sufficient). It is suggested to the next researcher to do the qualitative test to know the quantity of sintetic colored substance used by the producer of keripik balado in order to apoid the health effect .

Keywords: Qualitative test, colored substance, keripik balado.

PENDAHULUAN Makanan sebagai kebutuhan dasar manusia harus aman untuk dikonsumsi dari bahan berbahaya dan beracun yang dapat menyebabkan penyakit. Makanan tidak hanya berarti bernilai gizi, tapi juga memenuhi syarat keamanan (food safety). Keamanan pangan semakin dibicarakan, karena konsumen semakin peduli pada pangan yang bermutu dan sehat, termasuk jajanan. Keripik balado merupakan salah satu jajanan khas Minangkabau yang popular, bercita rasa enak dan mudah didapat. Produksi keripik balado tidak saja hanya untuk konsumen masyarakat lokal namun juga menjadi makanan oleh-oleh khas Sumatera (1) Barat. Konsumsi jajanan seperti keripik balado juga beresiko terhadap kesehatan karena beberapa faktor seperti penanganan yang tidak higiene dan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak dizinkan dan membahayakan tubuh. Jajanan tradisional berbahan baku ketan, beras, terigu, singkong dan ubi seperti , , dan lainnya banyak menggunakan pewarna, pemanis dan pengawet buatan dalam proses produksinya. Dari 21

hasil penelitian juga ditemukan adanya mikroba, logam berat Cu dan Pb, di samping itu (2) juga ditemukan adanya BTP yang seharusnya tidak layak digunakan. Penambahan bahan tambahan pangan berupa zat pewarna sering disalahgunakan akibat faktor tampilan visual makanan yang cemerlang mampu mempengaruhi daya beli konsumen. Peneliti Rusia, M.M. Andrianova, menemukan bahwa pewarna merah No 2 (FD & C Merah No.2) menyebabkan timbulnya kanker pada tikus. Zat warna kuning No.5 juga dianggap dapat mengganggu kesehatan, dengan menjadi penyebab resiko alergi terutama orang-orang yang peka terhadap aspirin. Di Amerika Serikat juga pernah dilaporkan kasus keracunan akibat penggunaan zat pewarna FD & C Orange No.1 dan FD % C Red No.32 pada kembang gula dan popcorn dengan dosis yang terlalu tinggi. Akibat (3) yang timbul adalah diare pada anak-anak dan efek keracunan kronik pada ternak. Sedangkan menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K), penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak–anak menjadi malas, sering pusing dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000). Pada saat ini penggunaan pewarna sintetis sudah meluas di masyarakat tetapi ketidaktahuan masyarakat akan peraturan atau dosis penggunaan zat warna, tak jarang menimbulkan penyalahgunaan, sering dijumpai jenis pewarna non pangan, seperti Metanil Yellow, Auramin dan Rhodamin B ternyata banyak digunakan oleh masyarakat. (3) Hasil penelitian Yustini Alioes terhadap 20 sampel es sirup yang dijual di Pasar Raya Padang menemukan 3 jenis zat pewarna yang dilarang (4) beredar oleh Depkes RI yaitu Methanil Yellow, Rhodamin B dan Ponceau 3R. Penelitian Welly Femilia, di Kecamatan Payakumbuh Barat dan Elmatris di Kota Bukittinggi mengenai analisis kualitatif dan kuantitatif zat pewarna pada keripik balado menemukan bahwa sebagian besar produsen menggunakan zat pewarna sintetis dan beberapa diantaranya melebihi standar yang ditetapkan Depkes. Berdasarkan survei pada beberapa lokasi di Padang dijumpai sejumlah keripik balado terlihat memiliki warna merah yang mencolok, selain itu juga terlihat adanya pemisahan antara zat warna merah dari cabai (1,5) dengan zat pewarna merah sintetis yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang digunakan pada keripik balado di Kota Padang, Sumatera Barat.

METODE Penelitian ini merupakan studi deskriptif untuk menggambarkan jenis zat pewarna pada keripik balado yang diproduksi dan dipasarkan di wilayah Kota Padang tahun 2017. Kandungan jenis zat pewarna diketahui melalui pemeriksaan laboratorium secara kualitatif, Waktu penelitian mulai bulan April s.d. November 2017. Pemeriksaan sampel dilakukan di BARISTAND (Balai Riset dan Standarisasi) Industri Kota Padang, Sumatera Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh produsen/pabrik keripik balado di Kota Padang. Data industri keripik balado berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat. Keripik balado yang dipilih adalah keripik balado berbentuk memanjang dan berbentuk bulat. Sampel ditentukan secara total sampling artinya seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Sampel yang telah dibeli dari pabrik masing-masing 500-1000 gram kemudian diperiksa di laboratorium BARISTAND Industri Kota Padang. Sampel diperiksa secara kualitatif dengan dua metode reaksi kimia. Adapun peralatan dan bahan untuk pemeriksaan sampel(1) adalah: Gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, gelas kimia. Bahan untuk pemeriksaan sampel adalah: HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, NH4OH 10%, rhodamin B, aquadest, dan sampel.

22

Prinsip pemeriksaan dengan metode reaksi kimia adalah dengan penambahan peraksi (bahan) menggunakan serat wool yang digunakan untuk analisis zat warna karena sifatnya yang dapat mengabsorbsi zat warna baik yang asam maupun basa. Lalu diamati reaksi yang terjadi (perubahan warna) pada masing-masing sampel yang sudah dipisahkan dari bahan penganggu, sehingga jenis zat warna dapat ditentukan. Aspek pengukuran terdiri dari ada atau tidaknya zat pewarna yang digunakan dalam sampel (alami maupun sintetis) dan jenis zat pewarna yang digunakan. Data yang diperoleh dari laboratorium diolah secara manual mengacu pada Permenkes RI No.772/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan dan Peraturan Menteri PerdaganganNo.4/M-DAG/PER/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

HASIL Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2016, tercatat sebanyak ± 60 industri keripik balado di seluruh wilayah Kota Padang. Industri yang tecatat meliputi industri rumah tangga dan menengah, sebagian besar memiliki izin usaha sebagai CV atau PO. Setelah pencarian ke lokasi secara langsung, hanya 41 industri yang terkonfimasi keberadaannya. Sebanyak 19 industri lain tidak ditemukan di lokasi yang tertera dalam catatan Dinas Perindustian dan Perdagangan. Hal ini dikarenakan sebagian industri yang terdaftar diperkirakan telah pindah tempat, berganti nama, tidak berproduksi lagi dan telah mengalami merger dengan industri lain. Pengambilan sampel dilakukan di 41 industri yang didatangi dengan cara membeli produk kemasan tersebut. Data tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa industri yang tidak hanya memproduksi keripik balado saja, namun juga jajanan khas lain termasuk , keripik sanjai, peyek, keripik pisang, , dsbnya. Jumlah produksi kerupuk dari satu industri beragam macam tergantung besaran industri, nilai produksi terkecil sekitar 200 kg dan terbesar sekitar 100.000 kg. Keripik balado yang menjadi sampel mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sesuai produksi masing-masing industri, tetapi secara umum keripik balado yang dijadikan sampel berbentuk panjang persegi dan bulatan yang terbuat dari ubi. Produk kemasan dibeli sebanyak 500–1000 gram dengan kisaran harga Rp.20.000/satuan dan sampel yang digunakan sebanyak ±200-300 gram. Hasil pemeriksaan laboratorium secara kualitatif terhadap 41 industri keripik balado di Kota Padang menunjukkan 20 industri (48,7%) menggunakan zat pewarna alami pada keripik balado yang diproduksi. Sedangkan 21 industri (51,2%) menambahkan zat pewarna sintetis. Zat pewarna sintetis yang digunakan terdiri dari 18 industri (85,7%) menggunakan Eritrosin, 6 industri (28,5%) menggunakan Sunset Yellow dan 2 industri (9,5%) menggunakan Ponceau 4R.

Tabel 1 Hasil Uji Kualitatif Zat Pewarna Tambahan Terhadap Sampel Keripik Balado di Kota Padang

No Kode Sampel Jenis Pewarna Hasil 1 Sampel A Zat Warna Alami Diizinkan 2 Sampel B Eritrosin Diizinkan 3 Sampel C Eritrosin Diizinkan 4 Sampel D Zat Warna Alami Diizinkan 5 Sampel E Zat Warna Alami Diizinkan 6 Sampel F Eritrosin Diizinkan 7 Sampel G Zat Warna Alami Diizinkan 8 Sampel H Sunset Yellow Diizinkan

23

9 Sampel I Zat Warna Alami Diizinkan 10 Sampel J Zat Warna Alami Diizinkan 11 Sampel K Zat Warna Alami Diizinkan 12 Sampel L Sunset Yellow Diizinkan 13 Sampel M Sunset Yellow Diizinkan 14 Sampel N Zat Warna Alami Diizinkan 15 Sampel O Ponceau 4R Diizinkan 16 Sampel P Zat Warna Alami Diizinkan 17 Sampel Q Ponceau 4R Diizinkan 18 Sampel R Eritrosin Diizinkan 19 Sampel S Eritrosin Diizinkan 20 Sampel T Eritrosin Diizinkan 21 Sampel U Eritrosin Diizinkan 22 Sampel V Sunset Yellow Diizinkan 23 Sampel W Sunset Yellow Diizinkan 24 Sampel X Sunset Yellow Diizinkan 25 Sampel Y Zat Warna Alami Diizinkan 26 Sampel Z Zat Warna Alami Diizinkan 27 Sampel A2 Zat Warna Alami Diizinkan 28 Sampel B2 Eritrosin Diizinkan 29 Sampel C2 Zat Warna Alami Diizinkan 30 Sampel D2 Zat Warna Alami Diizinkan 31 Sampel E2 Zat Warna Alami Diizinkan 32 Sampel F2 Zat Warna Alami Diizinkan 33 Sampel G2 Zat Warna Alami Diizinkan 34 Sampel H2 Zat Warna Alami Diizinkan 35 Sampel I2 Eritrosin Diizinkan 36 Sampel J2 Zat Warna Alami Diizinkan 37 Sampel K2 Eritrosin Diizinkan 38 Sampel L2 Eritrosin Diizinkan 39 Sampel M2 Eritrosin Diizinkan 40 Sampel N2 Zat Warna Alami Diizinkan 41 Sampel O2 Eritrosin Diizinkan Keterangan: Diizinkan berdasarkan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 dan Peraturam Menteri Perdagangan RI No.4/M-DAG/PER/2/2006

PEMBAHASAN Meningkatnya permintaan dan tingginya harga cabai memaksa pelaku industri beralih menggunakan pewarna sintetis yang memiliki harga yang relatif murah dan penggunaan lebih sedikit namun telah dapat memenuhi kebutuhan dalam produksi keripik balado. Penggunaan zat pewarna sintetis dikhawatirkan membawa dampak buruk bagi kesehatan jika digunakan dalam waktu yang panjang dan dalam dosis yang melebihi batas yang diperbolehkan terutama zat pewarna sintetis yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan. Peningkatan kewaspadaan terhadap industri keripik balado perlu terus ditingkatkan mengingat semakin pesat permintaan konsumen. Khusus di Kota Padang, sebagai ibu kota provinsi, pusat perdagangan, pengawasan terhadap industri (1) serupa penting dilakukan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 dan Peraturan Menteri Perdagangan RI No.4/M-DAG/PER/2/2006 zat pewarna sintetis tersebut diizinkan penggunaannya sebagai zat pewarna tambahan. Meski penggunaannya

24

diperbolehkan di , tetapi beberapa negara telah melarang penggunaannya. Selain itu, dosis penggunaan zat pewarna sintetis yang digunakan sangat diperlukan untuk meminimalisir efek kesehatan yang ditimbulkan. Dosis yang dapat ditolerir tubuh terhadap zat pewarna sintetis hanya dalam jumlah yang amat sedikit. Penggunaan zat pewarna alami seperti yang dilakukan hampir separuh sampel adalah hal yang sangat diharapkan, baik oleh konsumen maupun pejabat terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan sebagainya. Penggunaan zat pewarna alami jauh lebih baik dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Keuntungan penggunaan zat pewarna alami diantaranya tidak adanya efek samping bagi kesehatan, dapat berperan sebagai bahan pemberi rasa pada makanan, zat antimikroba dan antioksidan, aman dikonsumsi, warna lebih menarik, terdapat zat gizi dan mudah didapat dari alam, walau (10) memiliki beberapa kelemahan. Zat perwarna alami lazim yang digunakan oleh produsen keripik balado yaitu cabe merah. Pigmen pada cabe merah merupakan campuran karotenoid, dengan pigmen utama yaitu kapsantin dan kapsorubin yang memberikan warna merah. Selain bermanfaat sebagai zat warna juga menambah nilai gizi pada keripik balado dikarenakan cabe merah mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fospor (P), besi (Fe), vitamin- vitamin dan mengandung senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid, dan minyak essensial. Cabe merah juga bermanfaat untuk memberikan cita rasa pedas disebabkan oleh (13) zat kapsaicin yang terkandung didalamnya. Sedangkan, 51,2% sampel menggunakan zat pewarna sintetis dalam kegiatan produksi. Zat pewarna sintetis yang digunakan terdiri dari 3 jenis yaitu: Eritrosin (Erythrosin), Sunset Yellow dan Ponceau 4R. Secara umum, penggunaan zat pewarna sintetis dalam jangka waktu tertentu dan kadar berlebihan akan memicu alergi, hiperaktivitas, gangguan neuron dan beberapa memicu kanker. Eritrosin (Erythrosin) atau yang juga dikenal dengan C.I Food Red 14, F.D and C Red No.3, EEC serial no.E127, Acid Red 51. Penggunaannya sering ditemukan pada permen, buah kaleng (yang berwarna merah), produk olahan daging dan udang. Dosis harian yang dapat ditoleransi tubuh adalah 0-0,1 mg/kg berat badan. Konsumsi Eritrosin dalam dosis tinggi dapat bersifat karsinogen. Selain itu juga dapat mengakibatkan hiperaktivitas, reaksi alergi seperti napas pendek, dada sesak, sakit kepala, dan iritasi kulit. Uji coba Eritrosin pada hewan percobaan menyebabkan gangguan neuron dan diduga menganggu fungsi kelenjer gondok. Hasil laboratorium mengkonfirmasi 18 industri di Kota Padang menggunakan Eritrosin sebagai zat pewarna untuk produk keripik balado.(5,14) Sunset Yellow, yang dikenal juga dengan nama pasar CI Food Yellow 3, F.D and C Yellow 6 atau EEC serial E100, Orange Yellow S. Penggunaannya dapat ditemukan pada makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat- obatan. Penggunaan Sunset Yellow sering dikombinasikan dengan tartrazine untuk mendapatkan kuning oranye. Dosis harian yang dapat ditoleransi oleh tubuh manusia yaitu 0-4 mg/kg berat badan. Penggunaan Sunset Yellow yang berlebihan dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguan pencernaan. Pada kelompok tertentu, konsumsi pewarna sintetis ini dapat menimbulkan urtikaria, rhinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual dan muntah. Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan kerusakan kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh lebih tinggi dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.Hasil laboratorium mengkonfirmasi 6 industri di Kota Padang menggunakan Sunset Yellow sebagai zat pewarna untuk produk keripik balado.(5,14)

25

Ponceau 4R (E124 atau SX Purple) adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai, kue, -agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2000 telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R. Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi batas toleransi. Hasil laboratorium mengkonfirmasi 2 industri di Kota Padang menggunakan Ponceau 4R sebagai zat pewarna (1,5,14) untuk produk keripik balado. Sejalan dengan hasil penelitian diatas, beberapa penelitian juga menemukan penggunaan zat pewarna sintetis dalam makanan. Hasil penelitian Yustini Alioes terhadap 20 sampel es sirup yang dijual di Pasar Raya Padang menemukan 3 jenis zat pewarna yang dilarang beredar oleh Depkes RI yaitu Methanil Yellow, Rhodamin B dan Ponceau 3R. Sedangkan penambahan zat pewarna sintetis juga ditemukan pada industri keripik balado di luar Kota Padang. Elmatris, 2008, dalam penelitiannya yang menguji industri keripik balado di Kota Bukittinggi melalui uji kualitatif dan kuantitatif menemukan bahwa 75% sampel menggunakan zat pewarna sintetis dan 50% diantaranya melebihi kadar yang ditetapkan. Penelitian yang dilakukan oleh Welly Femilia pada tahun 2009, terhadap industri keripik balado di wilayah Kecamatan Payakumbuh Barat menemukan bahwa seluruh sampel keripik balado di wilayah penelitian menggunakan zat pewarna sintetis dalam produksinya. Beberapa diantaranya merupakan jenis zat pewarna sintetis yang tidak diizinkan penggunaannya menurut peraturan perundang-undangan seperti Amaran, Yellow FRS, dan Ponceau SX. Dosis dan takaran yang ditambahkan pun tidak memenuhi persyaratan yang aman bagi tubuh manusia sehingga ditakutkan menimbulkan efek buruk bagi kesehatan. (1,4,5)

Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa industri-industri keripik balado di Kota Padang tidak mengandung zat pewarna sintetis yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan terutama Rhodamin, Amaran, dan Methanil Yellow. Hal ini dapat menjadi referensi informasi untuk menurunkan kekhawatiran masyarakat akan keamanan pangan yang dikonsumsi. Serta dapat menambah nilai jual keripik balado dalam promosinya sebagai jajanan khas Minangkabau yang aman, sehat dan halal menurut undang-undang. Selain itu, dengan membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian yang serupa di beberapa daerah yang memproduksi keripik balado, keripik balado di Kota Padang lebih aman karena tidak mengandung zat pewarna yang berbahaya sedangkan di daerah lain masih ditemukan penambahan zat pewarna sintetis yang dilarang menurut undang-undang. Namun, penggunaan zat pewarna sintetis harus mendapat pengawasan secara berkala. Penggunaan zat pewarna sintetis yang dalam undang-undang masih diperbolehkan dipergunakan zat pewarna tambahan di Indonesia harus tetap memperhatikan dosis penggunaannya. Penggunaan zat pewarna sintetis seringkali hanya diperbolehkan dalam jumlah yang sedikit. Perlu adanya pengukuran secara kuantitatif agar mengetahui kadar pewarna sintetis yang digunakan. Karena dampak kesehatan dapat muncul dari dosis yang berlebihan. Keripik balado di Kota Padang belum sepenuhnya aman dikonsumsi secara berkelanjutan dan dalam jumlah yang banyak terutama oleh penggemar keripik pedas ini mengingat zat pewarna sintetis yang terkandung didalamnya. Tetapi penggemar keripik balado yang ingin mengonsumsi keripik balado secara berkelanjutan dan dalam jumlah yang besar dapat memilih industri yang menggunakan zat pewarna alami dalam produksinya. Selain itu, pemerintah dan pejabat terkait dapat menjembatani komunikasi antar industri yang berhasil menggunakan zat pewarna alami dalam produksinya dengan pengguna zat pewarna sintetis. Pemerintah dan dinas terkait juga perlu memberikan

26

pembinaan jika diperlukan, mengingat penyimpangan dalam penggunaan zat pewarna sintetis di Kota Padang dapat terjadi seperti industri di kota lainnya.

KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa sebanyak 48,7% industri keripik balado di Kota Padang tahun 2017 menggunakan zat pewarna alami dalam proses produksinya, dan sebanyak 51,3% industri keripik balado di Kota Padang menggunakan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya. Zat pewarna sintetis yang digunakan adalah Eritrosin (18 industri), Sunset Yellow (6 industri) dan Ponceau 4R (2 industri), yang dalam PermenkesRI No.722/Menkes/Per/IX/1988 dan Peraturan Menteri Perdagangan RI No.4/M- DAG/PER/2/2006, zat pewarna ini diperbolehkan digunakan sebagai pewarna sintetis bahan makanan dengan kadar penggunaan yang dibatasi. Disarankan Kepada BPOM perlu melakukan pengawasan secara langsung ke industri-industri yang menggunakan zat pewarna sintetis secara berkala agar tidak terjadi penyimpangan. Perlunya peningkatan pencatatan industri keripik balado di wilayah Kota Padang oleh dinas terkait seperti DISPERINDAG dikarenakan masih terdapat industri yang belum tercatat namun telah beroperasi agar dapat mengawasi kemungkinan penyimpangan. Kepada Dinas Kesehatan, perlu upaya meningkatkan edukasi dan pemahaman masyarakat baik konsumen maupun produsen tentang makanan yang sehat dan aman, makanan dengan pewarna sintetis melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik. Bagi peneliti lainnya, perlu melakukan uji kuantitatif guna mengetahui kadar zat pewarna sintetis yang digunakan oleh produsen agar tidak menimbulkan efek kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA Welly Femilia. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Keripik Balado yang di Produksi di Kecamatan Payakumbuh Barat. Universitas Sumatera Utara Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 1-22, 74-7. Lu, Frank C. 2006. Toksikologi Dasar. Jakarta : UI Press Lioes, Yustini. 2001. Pemeriksaan Zat Pewarna Dalam Minuman Es Sirup yang dijual di Pasar Raya Padang. Artikel Penelitian Elmatris. 2008. Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Zat Pewarna Sintetis Keripik Balado di Kota Bukittinggi. Cahyadi, Wisnu. 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara Desrioer, Norman W. 1988. Teknologi Pengawaten Pangan. Jakarta : UI-Press. Saparino,C dan Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius Winarno, F.G.1977. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Cahyadi,Wisnu.2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Akasara. Walford, Jhon. 1980. Development in Food Colours-1. England. Applied Science Publisher Ltd. Permenkes RI No.772/Menkes/Per/IX/1998 tentang Bahan Tambahan Pangan Afni, Fauza. 2008. Pemanfaatan Minyak Sawit Kasar Degumming Sebagai Sumber β- Karoten Dalam Pembuatan Sanjai Balado. Bogor : IPB. Coultate.T.P. 1984. Food-The Chemistry of Its Component.London: The Royal Society of Chemistry.

27