Islam and the Malay World: an Insight Into the Assimilation of Islamic Values
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Islamic Education in Malaysia
Islamic Education in Malaysia RSIS Monograph No. 18 Ahmad Fauzi Abdul Hamid i i RSIS MONOGRAPH NO. 18 ISLAMIC EDUCATION IN MALAYSIA Ahmad Fauzi Abdul Hamid S. Rajaratnam School of International Studies i Copyright © 2010 Ahmad Fauzi Abdul Hamid Published by S. Rajaratnam School of International Studies Nanyang Technological University South Spine, S4, Level B4, Nanyang Avenue Singapore 639798 Telephone: 6790 6982 Fax: 6793 2991 E-mail: [email protected] Website: www.idss.edu.sg First published in 2010 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording or otherwise, without the prior written permission of the S. Rajaratnam School of International Studies. Body text set in 11/14 point Warnock Pro Produced by BOOKSMITH ([email protected]) ISBN 978-981-08-5952-7 ii CONTENTS 1 Introduction 1 2 Islamic Education 7 3 Introductory Framework and Concepts 7 4 Islamic Education in Malaysia: 13 The Pre-independence Era 5 Islamic Education in Malaysia: 25 The Independence and Post-Independence Era 6 The Contemporary Setting: Which Islamic 44 Education in Malaysia? 7 The Darul Arqam—Rufaqa’—Global Ikhwan 57 Alternative 8 Concluding Analysis 73 Appendixes 80 Bibliography 86 iii The RSIS/IDSS Monograph Series Monograph No. Title 1 Neither Friend Nor Foe Myanmar’s Relations with Thailand since 1988 2 China’s Strategic Engagement with the New ASEAN 3 Beyond Vulnerability? Water in Singapore-Malaysia Relations 4 A New Agenda for the ASEAN Regional Forum 5 The South China Sea Dispute in Philippine Foreign Policy Problems, Challenges and Prospects 6 The OSCE and Co-operative Security in Europe Lessons for Asia 7 Betwixt and Between Southeast Asian Strategic Relations with the U.S. -
Archipel, 100 | 2020 [En Ligne], Mis En Ligne Le 30 Novembre 2020, Consulté Le 21 Janvier 2021
Archipel Études interdisciplinaires sur le monde insulindien 100 | 2020 Varia Édition électronique URL : http://journals.openedition.org/archipel/2011 DOI : 10.4000/archipel.2011 ISSN : 2104-3655 Éditeur Association Archipel Édition imprimée Date de publication : 15 décembre 2020 ISBN : 978-2-910513-84-9 ISSN : 0044-8613 Référence électronique Archipel, 100 | 2020 [En ligne], mis en ligne le 30 novembre 2020, consulté le 21 janvier 2021. URL : http://journals.openedition.org/archipel/2011 ; DOI : https://doi.org/10.4000/archipel.2011 Ce document a été généré automatiquement le 21 janvier 2021. Association Archipel 1 SOMMAIRE In Memoriam Alexander Ogloblin (1939-2020) Victor Pogadaev Archipel a 50 ans La fabrique d’Archipel (1971-1982) Pierre Labrousse An Appreciation of Archipel 1971-2020, from a Distant Fan Anthony Reid Echos de la Recherche Colloque « Martial Arts, Religion and Spirituality (MARS) », 15 et 16 juillet 2020, Institut de Recherches Asiatiques (IRASIA, Université d’Aix-Marseille) Jean-Marc de Grave Archéologie et épigraphie à Sumatra Recent Archaeological Surveys in the Northern Half of Sumatra Daniel Perret , Heddy Surachman et Repelita Wahyu Oetomo Inscriptions of Sumatra, IV: An Epitaph from Pananggahan (Barus, North Sumatra) and a Poem from Lubuk Layang (Pasaman, West Sumatra) Arlo Griffiths La mer dans la littérature javanaise The Sea and Seacoast in Old Javanese Court Poetry: Fishermen, Ports, Ships, and Shipwrecks in the Literary Imagination Jiří Jákl Autour de Bali et du grand Est indonésien Śaivistic Sāṁkhya-Yoga: -
( Surau, Meunasah, Pesantren Dan Madrasah ) Oleh
SEJARAH LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NUSANTARA ( Surau, Meunasah, Pesantren dan Madrasah ) Oleh : Abdul Mukhlis Dosen Tetap STAI Pancawahana Bangil Kabupaten Pasuruan ABSTRAK Lembaga-lembaga pendidikan islam ada seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri, lembaga semisal Pondok Pesantren di Jawa, Surau di Sumatera ( Minangkabau ), Meunasah di Aceh dan Madrasah Islam modern yang menyebar di seluruh nusantara merupakan suatu fenomena- fenomena yang meniscayakan adanya dinamika lembaga-lembaga pendidikan Islam yang pada suatu kurun waktu tertentu menjadi suatu lembaga pendidikan yang menjadi menjadi primadona di masanya, akankah lembaga-lembaga Islam semisal Pondok Pesantren dan Madrasah menjadi lembaga pendidikan Islam yang tetap bereksistensi ataukah ada model lembaga pendidikan lain yang lebih mengakomodasi peradaban dan kebudayaan dunia Islam. Kata Kunci : Pesantren, Surau, Meunasah dan Madrasah A. PENDAHULUAN tersebut tidak akan terserabut dari akar Perkembangan pendidikan Islam di kulturnya secara radikal. Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, B. SEJARAH DAN DINAMIKA mulai dari yang amat sederhana, sampai LEMBAGA-LEMBAGA dengan tahap-tahap yang sudah terhitung PENDIDIKAN DI NUSANTARA modern dan lengkap. Lembaga pendidikan 1. Surau Islam telah memainkan fungsi dan perannya Pembahasan tentang surau sebagai sesuai dengan tuntntan masyarakat dan lembaga Pendidikan Islam di Minang-kabau, zamannya. Perkembangan lembaga-lembaga hanya dipaparkan sekitar awal pertumbuhan pendidikan tersebut telah menarik perhatian surau sampai dengan meredupnya pamor para ahli baik dari dalam maupun luar negeri surau. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan untuk melakukan studi ilmiah secara lahirnya gerakan pembaruan di Minangkabau konfrehensif. Kini sudah banyak hasil karya yang ditandai dengan berdirinya madrasah penelitian para ahli yang menginformasikan sebagai pendidikan alternatif. tentang pertumbuhan dan perkembangan Istilah surau di Minangkabau sudah lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. -
Surau Nagari Lubuk Bauk Dan Surau Gadang Bintungan Sumatera Barat : Tinjauan Gaya Bangunan Dan Makna Ornamen
Surau Nagari Lubuk Bauk dan Surau Gadang Bintungan Sumatera Barat : Tinjauan Gaya Bangunan dan Makna Ornamen Ivo Giovanni, Isman Pratama Nasution Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Artikel ini membahas bangunan surau di Sumatera Barat yaitu Surau Nagari Lubuk Bauk dan Surau Gadang Bintungan. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh adat pada bangunan surau berdasarkan tinjauan arsitektur dan makna ornamennya. Selain itu, dilakukan perbandingan antara surau dengan bangunan tradisional Minangkabau lainnya, yaitu rumah gadang dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Hal ini dilakukan agar unsur-unsur adat yang terlihat pada surau dapat diuraikan dengan jelas, sehingga dapat diketahui makna dari setiap unsur adat tersebut dan peran surau bagi masyarakat Minangkabau pada saat surau tersebut dibangun. Berdasarkan kajian ini dapat diketahui bahwa Surau Nagari Lubuk Bauk dan Surau Gadang Bintungan memiliki bangunan yang berbeda. Surau Nagari Lubuk Bauk memiliki bentuk yang bertingkat, karena hal ini dipengaruhi oleh aliran adat Koto Piliang yang menganut paham aristokrasi, sedangkan Surau Gadang Bintungan tidak bertingkat karena dipengaruhi oleh aliran adat Bodi Caniago, yang menganut paham demokrasi. Selain itu ragam hias ornamen yang terdapat pada surau ini juga memiliki makna yang mengandung pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup bagi masyarakat Minangkabau. Kata Kunci: Adat Minangkabau, Bangunan tradisional, Surau Gadang Bintungan, Surau Nagari Lubuk Bauk. Surau Nagari Lubuk Bauk and Surau Gadang Bintungan of West Sumatra: A study of Architectural Style and the Meaning of the Ornament. Abstract This article discusses about surau (little Mosque) in West Sumatra, namely Surau Nagari Lubuk Bauk and Surau Gadang Bintungan. The aim of this article is to see the tradition influences in the buildings, based on their architectures and the meaning of ornaments. -
THE ULAMA in INDONESIA: Between Religious Authority and Symbolic Power
MIQOT Vol. XXXVII No. 1 Januari-Juni 2013 THE ULAMA IN INDONESIA: Between Religious Authority and Symbolic Power Zulkifli Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Jakarta, 15419 e-mail: [email protected] Abstrak: Ulama di Indonesia: Antara Otoritas Keagamaan dan Kekuatan Simbolik. Artikel ini berupaya menguji hubungan antara peranan ulama, otoritas keagamaan, dan kekuatan simbolik dalam masyarakat Muslim Indonesia dengan meneliti sejumlah literatur penting. Dalam studi ini penulis menggunakan kerangka teoretis ahli sosiologi Prancis Pierre Bourdieu, yakni teori praksis yang hampir tidak pernah digunakan dalam kajian agama di Indonesia. Studi ini mengungkapkan bahwa ulama memegang peranan yang strategis dalam masyarakat Indonesia dan peranannya tetap penting dalam konteks perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang cepat. Tetapi otoritas keagamaan ulama telah terfragmentasi sejak lama dan media global dan teknologi informasi telah membuat otoritas tersebut semakin plural. Dalam konteks ini otoritas keagamaan merupakan arena yang kompetitif di mana kelompok tradisionalis, reformis, radikalis, dan pendatang baru berkompetisi untuk mencapai pengakuan. Studi ini juga menegaskan bahwa otoritas keagamaan dan pengakuan berjalan hanya dengan adanya kekuatan simbolik. Abstract: This article attempts to examine the relationship between the role of ulama, religious authority, and symbolic power in Indonesian Muslim society by scrutinizing famous literature of ulama in Indonesia. In the study I utilize French sociologist Pierre Bourdieu’s theoretical framework known as theory of practice, hardly ever used in the study of religion (Islam) in Indonesia. The study reveals that the ulama have played a strategic role in the Indonesian society and their role continues to be important in the context of rapid social, political, and economic changes. -
1 Orang Asli and Melayu Relations
1 Orang Asli and Melayu Relations: A Cross-Border Perspective (paper presented to the Second International Symposium of Jurnal Antropologi Indonesia, Padang, July 18-21, 2001) By Leonard Y. Andaya In present-day Malaysia the dominant ethnicity is the Melayu (Malay), followed numerically by the Chinese and the Indians. A very small percentage comprises a group of separate ethnicities that have been clustered together by a Malaysian government statute of 1960 under the generalized name of Orang Asli (the Original People). Among the “Orang Asli” themselves, however, they apply names usually associated with their specific area or by the generalized name meaning “human being”. In the literature the Orang Asli are divided into three groups: The Semang or Negrito, the Senoi, and the Orang Asli Melayu.1 Among the “Orang Asli”, however, the major distinction is between themselves and the outside world, and they would very likely second the sentiments of the Orang Asli and Orang Laut (Sea People) in Johor who regard themselves as “leaves of the same tree”.2 Today the Semang live in the coastal foothills and inland river valleys of Perak, interior Pahang, and Ulu (upriver) Kelantan, and rarely occupy lands above 1000 meters in elevation. But in the early twentieth century, Schebesta commented that the areas regarded as Negrito country included lands from Chaiya and Ulu Patani (Singora and Patthalung) to Kedah and to mid-Perak and northern Pahang.3 Most now live on the fringes rather than in the deep jungle itself, and maintain links with Malay farmers and Chinese shopkeepers. In the past they appear to have also frequented the coasts. -
Title the Chams and the Malay World Author(S) NISHIO, Kanji Citation
Title The Chams and the Malay World Author(s) NISHIO, Kanji CIAS discussion paper No.3 : Islam at the Margins: The Citation Muslims of Indochina (2008), 3: 86-93 Issue Date 2008-03 URL http://hdl.handle.net/2433/228399 Right © Center for Integrated Area Studies (CIAS), Kyoto University Type Departmental Bulletin Paper Textversion publisher Kyoto University The Chams and the Malay World Kanji NISHIO National Defense Academy, Japan Abstract There has been a lot of interest on the Malay world in the recent years but there is still a lack of conceptual clarity as to what the term really means. This has fueled an interesting debate as to how it should be conceptualized and approached. In Japan, although different approaches have been attempted, the Southeast Asian maritime world perspective seems to be prevalent. This paper will try to examine the link between the Malay world and Indochina from the viewpoint of commercial activ- ities. The first section will discuss the role of the Chams in the early modern Malay World. I would like to assess the profile of the Chams in this period. The second section of the paper will, in contrast, examine the activities of the Malays in Champa and Cambodia. In the final section, I would like to highlight some information on the Chams in contemporary Malaysia based on my preliminary sur- vey, which seems to suggest a recurring theme in the history of the Malay world. Introduction Over the past few decades, scholarly concern with the Malay world has been growing. For Malay scholars in Malaysia, the Malay world is undoubtedly one of the most important subjects of study. -
14 BAB , PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam Di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan. Kerajaan-kerajaan dan derah-daerah yang didatangi pedagang belum mempunyai situasi politik dan sosial-budaya yang berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaanya pada sekitar abad ke-7 dan ke-8, Selat Malaka sudah mulai dikunjungi pedagang-pedagang muslim perlayaranya ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdsarkan berita Cina zaman Dinasti T’ang, pada abad-abad tersebut diduga masyarakat muslim telah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun daerah Sumatra sendiri. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dan timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Banu Umayyah di bagian barat maupun kerajaan Cina zaman Dinasti T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara (Poesponegoro. 2008:1). Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia memberikan pengaruh. Pengaruh tersebut tidak hanya sebatas pada bidang mental spiritual, tetapi juga dalam wujud budaya yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu pengaruh ditandai dengan adanya bangunan masjid. Bangunan masjid merupakan salah satu wujud penampilan budaya Islam. Agama Islam telah memberikan corak tersendiri dalam perkembangan seni dan budaya Indonesia pada masa madya, terutama dalam seni bangunan Islam telah berhasil memadukan bangunan seni 14 Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 tradisional dengan budaya Islam sehingga menghasilkan bentuk seni yang berbeda dari negeri Islam lainya (Daliman, 2012: 60-62) . Bahkan bukan hanya seni dan budaya, begitu juga dengan masjid sebagai bentuk penampilan budaya Islam, letak bangunan tersebut biasanya di sebelah barat alun-alun dan tidak terpisahkan dari komposisi tata kota inti di mana terdapat keraton. -
Minangkabau Peace Literature in West Sumatra: a Critical Discourse
Minangkabau peace literature in West Sumatra: A critical discourse analysis Literatur perdamaian Minangkabau di Sumatra Barat: Analisis wacana kritis Wening Udasmoro Department of Language and Literature, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada Address: Jalan Nusantara No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 E-mail: [email protected] Abstract This research paper, focusing on the oral literature regarding peace in Minangkabau, West Sumatra, does not simply examine the meaning of oral literature, but also attempts to connect such literature with the social practices of its consumers. This has been carried out in an attempt to understand how, if peace literature is still a part of Minangkabau society, conflict and other acts of violence in the society can still occur. Three important questions must be answered: 1) How are works of oral literature regarding peace produced, consumed, and reproduced among the Minangkabau in Padang, West Sumatra? 2) Who is most involved in reproducing peace literature? 3) How is oral literature regarding peace related to social practices of peace? Critical discourse analysis can be a useful method for literary research. This can be attributed to the fact that works of literature are not simply fictional, but also social, meaning that they play an important role in bridging fact and fiction. The intent of this paper is to examine the connection between oral literature regarding peace and its discursive context through a strict investigation of the three layers of critical discourse analysis: linguistic practice, discursive practice, and social practice. The findings of this paper are that every generation creates their own definition of peace literature. -
The End of a ‘Mixed’ Pilgrimage
Circulation 8,000 J u l y 1 9 9 9 4 8 p a g e s N e w s l e t t e r 3 postal address telephone e-mail P.O. Box 11089 +31-(0)71-527 79 05 i s i m @ r u l l e t . l e i d e n u n i v . n l 2301 EB Leiden telefax www The Netherlands +31-(0)71-527 79 06 h t t p : / / i s i m . l e i d e n u n i v . n l 3 9 25 3 7 New ISIM Academic Director Sharifa Zaleha Ahmad Moussalli Richard Brent Turner Muhammad Khalid Masud Surau and Mosques in Malaysia Political Islam in Sunni Communities Mainstream Islam in the USA C i r c u m a m- bulatory The war in Kosovo and the accompanying ethnic procession at cleansing has catapulted this region to the centre t h e m o n a s t e r y stage of Western attention after so many years of rel- o f Z ocùisˇt e ative silence and indifference. Already in the 1980s, many analysts pointed out that tensions between Al- banian and Serbian nationalism and divisions be- tween the Christian Serbs and the (mainly) Muslim Albanians were growing, and were turning the province into a dangerous Balkan hotspot. Compar- isons were drawn, especially by Serbian nationalists, with the famous Battle of Kosovo fought between the Ottoman Turks and Balkan Christian forces in 1389 Ð a ‘clash of civilizations’ between two deeply antago- nistic and incompatible nations. -
Bodies of Sound, Agents of Muslim Malayness: Malaysian Identity Politics and The
Bodies of Sound, Agents of Muslim Malayness: Malaysian Identity Politics and the Symbolic Ecology of the Gambus Lute Joseph M. Kinzer A dissertation submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy University of Washington 2017 Reading Committee: Christina Sunardi, Chair Patricia Campbell Laurie Sears Philip Schuyler Meilu Ho Program Authorized to Offer Degree: Music ii ©Copyright 2017 Joseph M. Kinzer iii University of Washington Abstract Bodies of Sound, Agents of Muslim Malayness: Malaysian Identity Politics and the Symbolic Ecology of the Gambus Lute Joseph M. Kinzer Chair of the Supervisory Committee: Dr. Christina Sunardi Music In this dissertation, I show how Malay-identified performing arts are used to fold in Malay Muslim identity into the urban milieu, not as an alternative to Kuala Lumpur’s contemporary cultural trajectory, but as an integrated part of it. I found this identity negotiation occurring through secular performance traditions of a particular instrument known as the gambus (lute), an Arabic instrument with strong ties to Malay history and trade. During my fieldwork, I discovered that the gambus in Malaysia is a potent symbol through which Malay Muslim identity is negotiated based on various local and transnational conceptions of Islamic modernity. My dissertation explores the material and virtual pathways that converge a number of historical, geographic, and socio-political sites—including the National Museum and the National Conservatory for the Arts, iv Culture, and Heritage—in my experiences studying the gambus and the wider transmission of muzik Melayu (Malay music) in urban Malaysia. I argue that the gambus complicates articulations of Malay identity through multiple agentic forces, including people (musicians, teachers, etc.), the gambus itself (its materials and iconicity), various governmental and non-governmental institutions, and wider oral, aural, and material transmission processes. -
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah “Kata Dakwah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah “Kata dakwah dapat didefiisikan sebagai ajakan kepada umat manusia menuju jalan Allah,baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan, dengan tujuan agar mereka mendapatkan petunjuk sehingga mampu merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat” (Hajir Tajiri, 2015: 16). Sedangkan menurut Muhyidin (2002: 32-34) bahwa: “pengertian dakwah dijelaskan dengan fokus penekanan pada proses pemberian bantuan, penyebaran pesan, pengorganisasian, dan pemberdayaan sumber daya manusia. Setiap dalam menjelaskan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, menganalisis tantangan, problem kebatilan, urgensi pengamalan aspek pesan, dan profesionalisme. Pada intinya, dakwah merupakan perilaku muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama dakwah.” Adapun dari tinjauan aspek terminologis, pakar dakwah “ Syekh Ali Mahfuz” mengartikan dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada kebiasaan yang baik dan melarang mereka dari kebiasaan buruk supaya mendapatkan keberuntungan di dunia dan di akhirat. Pengertian dakwah yang dimaksud, menurut “ Ali Mahfuz” “lebih dari sekedar ceramah dan pidato, walaupun memang secara lisan dakwah dapat diidentikan dengan keduanya. Lebih dari itu, dakwah juga meliputi tulisan (bi al-qalam) dan perbuatan sekaligus keteladanan (bi al-hal wa al-qudwah)” (Ilyas Ismail &Frio Hotman, 2011: 28-29). Sekalipun betul secara umum bahwa persepsi dan pemahaman masyarakat tentang dakwah telah mengalami sedikit perubahan. Misalnya pada masa lalu dan mungkin juga masih tetap pada sebagian masyarakat sekarang, masih juga mengartikan dakwah secara paraktis sama dengan ceramah, yaitu proses atau kegiatan menyampaikan ajaran Islam secara lisan yang dilakukan oleh penceramah diatas 2 mimbar. Sehingga sangat dimungkinkan ketika orang berbudi pekerti yang terpuji dan menolong orang yang membutuhkan bantuan, mempererat persaudaraan, menigkatkan kesejahteraan, dan menegakkan keadilan bukan sebagai kegiatan dakwah.