14 BAB , PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam Di

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

14 BAB , PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan. Kerajaan-kerajaan dan derah-daerah yang didatangi pedagang belum mempunyai situasi politik dan sosial-budaya yang berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaanya pada sekitar abad ke-7 dan ke-8, Selat Malaka sudah mulai dikunjungi pedagang-pedagang muslim perlayaranya ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdsarkan berita Cina zaman Dinasti T’ang, pada abad-abad tersebut diduga masyarakat muslim telah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun daerah Sumatra sendiri. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dan timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Banu Umayyah di bagian barat maupun kerajaan Cina zaman Dinasti T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara (Poesponegoro. 2008:1). Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia memberikan pengaruh. Pengaruh tersebut tidak hanya sebatas pada bidang mental spiritual, tetapi juga dalam wujud budaya yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu pengaruh ditandai dengan adanya bangunan masjid. Bangunan masjid merupakan salah satu wujud penampilan budaya Islam. Agama Islam telah memberikan corak tersendiri dalam perkembangan seni dan budaya Indonesia pada masa madya, terutama dalam seni bangunan Islam telah berhasil memadukan bangunan seni 14 Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 tradisional dengan budaya Islam sehingga menghasilkan bentuk seni yang berbeda dari negeri Islam lainya (Daliman, 2012: 60-62) . Bahkan bukan hanya seni dan budaya, begitu juga dengan masjid sebagai bentuk penampilan budaya Islam, letak bangunan tersebut biasanya di sebelah barat alun-alun dan tidak terpisahkan dari komposisi tata kota inti di mana terdapat keraton. Dengan adanya masjid yang letaknya di sebelah barat alun-alun pusat kota itu, tidak berarti bahwa dalam sebuah kota hanya didirikan sebuah masjid. Berdasarkan data sejarah, ternyata dalam sebuah kota pusat kerajaan terdapat sebuah masjid. Kecuali bangunan yang disebut masjid di beberapa bagian kota terdapat pula surau, tajug, langgar, atau meunasah (Aceh) yang juga dipakai sebagai tempat peribadatan umum. Pendirian masjid, surau, tajug lebih dari satu dalam suatu masyarakat sudah tentu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang makin lama makin berkembang. Dilihat dari Arsitektur, Masjid kuno di Indonesia menujukan kekhasan yang membedakanya dengan arsitektur masjid di negeri Islam lainya. Mengenai asal pengaruh yang terdapat pada masjid yang mempunyai corak atau gaya Indonesia itu ada dua pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan adanya pengaruh gaya masjid dari India, dari daerah Malabar, seperti dikemukakan oleh H.J de Graaf. Kedua, pendapat bahwa gaya masjid dengan atap bertingkat berasal dari Indonesia sendiri, yaitu merupakan tradisi seni bangunan candi yang telah dikenal pada zaman Indonesia-Hindu. Gaya khas masjid kuno Indonesia itu sesuai dengan gaya bangunan keraton dan bagian-bagian lainya (Poesponegoro. 2008:321-323). 15 Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 Ditinjau lebih spesifik dari beberapa gaya bangunan masjid, karakter penduduk dan daerah di masing-masing wilayah yang ada di Indonesia, khususnya daerah Brebes, secara geografis, Kabupaten Brebes berbatasan dengan Kabupaten Tegal (timur), bekas Krasidenan Banyumas (selatan), bekas Karesidenan Cirebon (barat), dan laut jawa (utara). Pada abad ke-17, Wilayah ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram yang menyebut daerah ini dengan nama daerah Pesisir kulon. Penduduk Kabupaten Brebes mempunyai dua Bahasa yang digunakan dalam keseharianya, yaitu bahasa jawa di bagian utara dan timur, serta berbahasa Sunda di bagian barat dan selatan. Tetapi di luar keluarga, mereka bisa menggunakan Bahasa Indonesia. Masyarakat Brebes tidak hanya terdiri dari dua Etnis Jawa dan Sunda saja, melainkan multietnis yakni juga terdiri dari orang Manado, Ambon, Indo-Belanda, Arab dan Tionghoa, yang dominan tinggal didaerah perkotaan. Kebanyakan penduduk Kabupaten Brebes beragama Islam. Agama ini besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat setempat, baik dalam segi budaya maupun adat istiadat. Agama lainya yang dianut sebagian kecil penduduk adalah Kristen dan Buddha. Kerukunan beragama di antara penduduk Kabupaten Brebes terjalin dengan baik (Aman.2015:34-35). Di dalam catatan pengurus Masjid Agung Brebes (Suduri.2008) di Kabupaten Brebes hanya ada Pendopo Kabupaten, Masjid dan alun-alun di sebelah timur pendopo dibangun bangunan penjara atau lembaga pemasyarakatan. Hal ini mengandung falsafah yang tinggi bagi umat Islam di Jawa. Peraturan kehidupan masyarakat (kehidupan dunia) dilambangkan pendopo kabupaten sebagai pusat pemerintahan. Masjid menunjukkan peran 16 Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 sebagai tempat Ibadah, dakwah dan pembentukan akhlaq masyarakat khususnya di Brebes. Masjid Agung Brebes yang berdiri sejak 1836 telah terjadi pemugaran, pemugaran yang terakhir pada tahun 2006 dan pemugaran ini diawali dari kunjungan kerja kepala kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Tengah ke kantor Agama Kabupaten Brebes meninjau Masjid Agung Brebes dengan memperhatikan seluruh ruang sudut ruangan masjid, Kemudian Masjid Agung Brebes mulai direhab karena masjid tersebut telalu kecil dibanding dengan masjid-masjid yang ada di Jawa Tengah, atas saran dari kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Tengah direspon oleh pengurus Masjid Agung Brebes sehingga dibentuk panitia rehab Masjid Agung Brebes, yang disahkan oleh Pemerintah Daerah mengeluarkan Surat Keputusan No.45/35/II/2006. Dengan keluarnya surat keputusan tersebut pemerintah daerah mengeluarkan dana sebesar Rp.1.000.000.000,- dan dibantu Masyarakat baik perorangan maupun Organisasi, Jamaah Mushola dan Karyawan Se Kabupaten Brebes. Rehab yang pertama, Masjid Agung Brebes dilakukan oleh Bupati Tremenggoeng Soetirso Pringgahadirto pada tahun 1932 bangunan Masjid berbentuk joglo masih tetap dipertahankan, Bangunan peninggalan yang masih ada berupa mimbar, mihrab sampai ke atas mastaka tetap dipertahankan seperti bentuk semula, hanya bangunan samping kiri dan kanan yang ditinggikan 1 meter. Untuk Arsitektur Masjid Agung Brebes ini merupakan paduan arsitektur Persia dan Lokal Brebes dan material seperti granit didatangkan dari Italia. Granit yang digunakan untuk pintu masuk, lantai dan lapisan pilar menggunakan marmer dari Ujung pandang makassar dan Tulung Agung Jawa Timur (Suduri.2008:11). Pengaruh, Peran dan Dakwah masjid 17 Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 dan berkembangnya masjid serta arsitektur semakin dinamis dari 2006 pembentukan panitia renovasi dan dimulai 2007 renovasi ketiga di Masjid Agung Brebes, Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik meneliti tentang “PERKEMBANGAN MASJID AGUNG BREBES DAN PERANANNYA DALAM DAKWAH ISLAM DI KAMPUNG KAUMAN (2006-2018)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Sejarah berdirinya Masjid Agung Brebes? 2. Bagaimana Kepungurusan dan Arsitektur Masjid Agung Brebes? 3. Bagaiamana peran dakwah Masjid Agung Brebes bagi Masyarakat dan Sekitarnya? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk dapat menemukan, mengungkapkan dan mendokumentasikan sejarah berdirinya sampai peran masjid dan dakwah masjid yang cukup menonjol bagi masyarakat sekitar dan khususnya masyarakat Kampung Kauman dan letak Masjid Agung Brebes lebih tepatnya disebelah Alun-alun dan Pendopo Kabupaten Brebes. Oleh karena itu, penelitian ini diprioritaskan untuk menjawab secara seksama permasalahan yang telah dirumuskan. 18 Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Masjid Agung Brebes hingga pada tahap Renovasi sampai selesai renovasi 2. Untuk mengetahui Pengurus dan Arsitektur Masjid Agung Brebes 3. Untuk mengetahui peran dakwah Masjid Agung Brebes bagi Masyarakat dan Sekitarnya D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis diharapakan dapat menambah referensi pustaka kepada pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian serupa sehingga memberikan manfaat bagi dunia pendidikan dan dapat memberikan motivasi sebagai langkah awal penelitian yang berkaitan dengan Sejarah Perkembangan Masjid Agung Brebes dan Peranananya dalam dakwah Islam di kampung Kauman serta dapat memberikan manfaat bagi peneliti. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang peranan Masjid terhadap masyarakat sekitar dan khususnya masyarakat kampung kauman yang nantinya akan direalisasikan untuk kalangan kantor, keluarga dan masyarakat. b. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi pihak pengurus masjid Agung Brebes untuk selalu 19 Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 menyebarkan dan mengembangkan dakwah islamiyah dimasyarakat sekitar dan khususnya masyarakat kampung kauman. c. Bagi Institusi Hasil penelitian ini mudah-mudahan bermanfaat bagi institusi untuk menambah informasi dan untuk rekan-rekan khususnya untuk jurusan pendidikan sejarah untuk dijadikan bahan referensi. E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Masjid Tempat shalat umat Islam disebut masjid, tidak disebut marka (tempat ruku’) atau kata lain semisal
Recommended publications
  • Islamic Education in Malaysia
    Islamic Education in Malaysia RSIS Monograph No. 18 Ahmad Fauzi Abdul Hamid i i RSIS MONOGRAPH NO. 18 ISLAMIC EDUCATION IN MALAYSIA Ahmad Fauzi Abdul Hamid S. Rajaratnam School of International Studies i Copyright © 2010 Ahmad Fauzi Abdul Hamid Published by S. Rajaratnam School of International Studies Nanyang Technological University South Spine, S4, Level B4, Nanyang Avenue Singapore 639798 Telephone: 6790 6982 Fax: 6793 2991 E-mail: [email protected] Website: www.idss.edu.sg First published in 2010 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording or otherwise, without the prior written permission of the S. Rajaratnam School of International Studies. Body text set in 11/14 point Warnock Pro Produced by BOOKSMITH ([email protected]) ISBN 978-981-08-5952-7 ii CONTENTS 1 Introduction 1 2 Islamic Education 7 3 Introductory Framework and Concepts 7 4 Islamic Education in Malaysia: 13 The Pre-independence Era 5 Islamic Education in Malaysia: 25 The Independence and Post-Independence Era 6 The Contemporary Setting: Which Islamic 44 Education in Malaysia? 7 The Darul Arqam—Rufaqa’—Global Ikhwan 57 Alternative 8 Concluding Analysis 73 Appendixes 80 Bibliography 86 iii The RSIS/IDSS Monograph Series Monograph No. Title 1 Neither Friend Nor Foe Myanmar’s Relations with Thailand since 1988 2 China’s Strategic Engagement with the New ASEAN 3 Beyond Vulnerability? Water in Singapore-Malaysia Relations 4 A New Agenda for the ASEAN Regional Forum 5 The South China Sea Dispute in Philippine Foreign Policy Problems, Challenges and Prospects 6 The OSCE and Co-operative Security in Europe Lessons for Asia 7 Betwixt and Between Southeast Asian Strategic Relations with the U.S.
    [Show full text]
  • Archipel, 100 | 2020 [En Ligne], Mis En Ligne Le 30 Novembre 2020, Consulté Le 21 Janvier 2021
    Archipel Études interdisciplinaires sur le monde insulindien 100 | 2020 Varia Édition électronique URL : http://journals.openedition.org/archipel/2011 DOI : 10.4000/archipel.2011 ISSN : 2104-3655 Éditeur Association Archipel Édition imprimée Date de publication : 15 décembre 2020 ISBN : 978-2-910513-84-9 ISSN : 0044-8613 Référence électronique Archipel, 100 | 2020 [En ligne], mis en ligne le 30 novembre 2020, consulté le 21 janvier 2021. URL : http://journals.openedition.org/archipel/2011 ; DOI : https://doi.org/10.4000/archipel.2011 Ce document a été généré automatiquement le 21 janvier 2021. Association Archipel 1 SOMMAIRE In Memoriam Alexander Ogloblin (1939-2020) Victor Pogadaev Archipel a 50 ans La fabrique d’Archipel (1971-1982) Pierre Labrousse An Appreciation of Archipel 1971-2020, from a Distant Fan Anthony Reid Echos de la Recherche Colloque « Martial Arts, Religion and Spirituality (MARS) », 15 et 16 juillet 2020, Institut de Recherches Asiatiques (IRASIA, Université d’Aix-Marseille) Jean-Marc de Grave Archéologie et épigraphie à Sumatra Recent Archaeological Surveys in the Northern Half of Sumatra Daniel Perret , Heddy Surachman et Repelita Wahyu Oetomo Inscriptions of Sumatra, IV: An Epitaph from Pananggahan (Barus, North Sumatra) and a Poem from Lubuk Layang (Pasaman, West Sumatra) Arlo Griffiths La mer dans la littérature javanaise The Sea and Seacoast in Old Javanese Court Poetry: Fishermen, Ports, Ships, and Shipwrecks in the Literary Imagination Jiří Jákl Autour de Bali et du grand Est indonésien Śaivistic Sāṁkhya-Yoga:
    [Show full text]
  • ( Surau, Meunasah, Pesantren Dan Madrasah ) Oleh
    SEJARAH LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NUSANTARA ( Surau, Meunasah, Pesantren dan Madrasah ) Oleh : Abdul Mukhlis Dosen Tetap STAI Pancawahana Bangil Kabupaten Pasuruan ABSTRAK Lembaga-lembaga pendidikan islam ada seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri, lembaga semisal Pondok Pesantren di Jawa, Surau di Sumatera ( Minangkabau ), Meunasah di Aceh dan Madrasah Islam modern yang menyebar di seluruh nusantara merupakan suatu fenomena- fenomena yang meniscayakan adanya dinamika lembaga-lembaga pendidikan Islam yang pada suatu kurun waktu tertentu menjadi suatu lembaga pendidikan yang menjadi menjadi primadona di masanya, akankah lembaga-lembaga Islam semisal Pondok Pesantren dan Madrasah menjadi lembaga pendidikan Islam yang tetap bereksistensi ataukah ada model lembaga pendidikan lain yang lebih mengakomodasi peradaban dan kebudayaan dunia Islam. Kata Kunci : Pesantren, Surau, Meunasah dan Madrasah A. PENDAHULUAN tersebut tidak akan terserabut dari akar Perkembangan pendidikan Islam di kulturnya secara radikal. Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, B. SEJARAH DAN DINAMIKA mulai dari yang amat sederhana, sampai LEMBAGA-LEMBAGA dengan tahap-tahap yang sudah terhitung PENDIDIKAN DI NUSANTARA modern dan lengkap. Lembaga pendidikan 1. Surau Islam telah memainkan fungsi dan perannya Pembahasan tentang surau sebagai sesuai dengan tuntntan masyarakat dan lembaga Pendidikan Islam di Minang-kabau, zamannya. Perkembangan lembaga-lembaga hanya dipaparkan sekitar awal pertumbuhan pendidikan tersebut telah menarik perhatian surau sampai dengan meredupnya pamor para ahli baik dari dalam maupun luar negeri surau. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan untuk melakukan studi ilmiah secara lahirnya gerakan pembaruan di Minangkabau konfrehensif. Kini sudah banyak hasil karya yang ditandai dengan berdirinya madrasah penelitian para ahli yang menginformasikan sebagai pendidikan alternatif. tentang pertumbuhan dan perkembangan Istilah surau di Minangkabau sudah lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut.
    [Show full text]
  • Surau Nagari Lubuk Bauk Dan Surau Gadang Bintungan Sumatera Barat : Tinjauan Gaya Bangunan Dan Makna Ornamen
    Surau Nagari Lubuk Bauk dan Surau Gadang Bintungan Sumatera Barat : Tinjauan Gaya Bangunan dan Makna Ornamen Ivo Giovanni, Isman Pratama Nasution Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Artikel ini membahas bangunan surau di Sumatera Barat yaitu Surau Nagari Lubuk Bauk dan Surau Gadang Bintungan. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh adat pada bangunan surau berdasarkan tinjauan arsitektur dan makna ornamennya. Selain itu, dilakukan perbandingan antara surau dengan bangunan tradisional Minangkabau lainnya, yaitu rumah gadang dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Hal ini dilakukan agar unsur-unsur adat yang terlihat pada surau dapat diuraikan dengan jelas, sehingga dapat diketahui makna dari setiap unsur adat tersebut dan peran surau bagi masyarakat Minangkabau pada saat surau tersebut dibangun. Berdasarkan kajian ini dapat diketahui bahwa Surau Nagari Lubuk Bauk dan Surau Gadang Bintungan memiliki bangunan yang berbeda. Surau Nagari Lubuk Bauk memiliki bentuk yang bertingkat, karena hal ini dipengaruhi oleh aliran adat Koto Piliang yang menganut paham aristokrasi, sedangkan Surau Gadang Bintungan tidak bertingkat karena dipengaruhi oleh aliran adat Bodi Caniago, yang menganut paham demokrasi. Selain itu ragam hias ornamen yang terdapat pada surau ini juga memiliki makna yang mengandung pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup bagi masyarakat Minangkabau. Kata Kunci: Adat Minangkabau, Bangunan tradisional, Surau Gadang Bintungan, Surau Nagari Lubuk Bauk. Surau Nagari Lubuk Bauk and Surau Gadang Bintungan of West Sumatra: A study of Architectural Style and the Meaning of the Ornament. Abstract This article discusses about surau (little Mosque) in West Sumatra, namely Surau Nagari Lubuk Bauk and Surau Gadang Bintungan. The aim of this article is to see the tradition influences in the buildings, based on their architectures and the meaning of ornaments.
    [Show full text]
  • THE ULAMA in INDONESIA: Between Religious Authority and Symbolic Power
    MIQOT Vol. XXXVII No. 1 Januari-Juni 2013 THE ULAMA IN INDONESIA: Between Religious Authority and Symbolic Power Zulkifli Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat, Jakarta, 15419 e-mail: [email protected] Abstrak: Ulama di Indonesia: Antara Otoritas Keagamaan dan Kekuatan Simbolik. Artikel ini berupaya menguji hubungan antara peranan ulama, otoritas keagamaan, dan kekuatan simbolik dalam masyarakat Muslim Indonesia dengan meneliti sejumlah literatur penting. Dalam studi ini penulis menggunakan kerangka teoretis ahli sosiologi Prancis Pierre Bourdieu, yakni teori praksis yang hampir tidak pernah digunakan dalam kajian agama di Indonesia. Studi ini mengungkapkan bahwa ulama memegang peranan yang strategis dalam masyarakat Indonesia dan peranannya tetap penting dalam konteks perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang cepat. Tetapi otoritas keagamaan ulama telah terfragmentasi sejak lama dan media global dan teknologi informasi telah membuat otoritas tersebut semakin plural. Dalam konteks ini otoritas keagamaan merupakan arena yang kompetitif di mana kelompok tradisionalis, reformis, radikalis, dan pendatang baru berkompetisi untuk mencapai pengakuan. Studi ini juga menegaskan bahwa otoritas keagamaan dan pengakuan berjalan hanya dengan adanya kekuatan simbolik. Abstract: This article attempts to examine the relationship between the role of ulama, religious authority, and symbolic power in Indonesian Muslim society by scrutinizing famous literature of ulama in Indonesia. In the study I utilize French sociologist Pierre Bourdieu’s theoretical framework known as theory of practice, hardly ever used in the study of religion (Islam) in Indonesia. The study reveals that the ulama have played a strategic role in the Indonesian society and their role continues to be important in the context of rapid social, political, and economic changes.
    [Show full text]
  • Islam and the Malay World: an Insight Into the Assimilation of Islamic Values
    World Journal of Islamic History and Civilization, 2 (2): 58-65, 2012 ISSN 2225-0883 © IDOSI Publications, 2012 Islam and the Malay World: An Insight into the Assimilation of Islamic Values Mohd. Shuhaimi Bin Haji Ishak and Osman Chuah Abdullah Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, International Islamic University Malaysia, Jalan Gombak, 53110 Kuala Lumpur, Malaysia Abstract: The spread of Islam to the Malay World, a term used to refer to the majority of Malay-Muslim dominated nations such as Indonesia, Malaysia, Brunei and the minority Malay-Muslim population of Vietnam, Cambodia, Thailand, Singapore and Philippines brought several changes. Before the arrival of Islam the Malay civilisation was characterised by Hindu and Buddhist influence. The impacts of Islamic civilisation from the West Asia to the Malay world are enormous. The Malays then had not only given up their polytheistic belief in many gods to the firm belief in Al-Tawhid, but had changed their life towards Islam. The Malays had fully adopted a life based on Islamic principles as evidenced in social and religious gatherings such as wedding ceremony, kenduri (feast) and doa selamat (acts of thanksgiving to Allah). This paper attempts to highlight the unique relation of Islam and the Malay world through the former’s expansion in terms of religious faith, assimilation of Islamic values in socio-religious life of the people, the roles of Islamic institutions such as mosques and madrasahs. Key words: Islam West Asia Malay World Socio-religious life and Islamic Institutions INTRODUCTION Thus, the Malay civilisation before Islam set foot was characterised by Hindu and Buddhist influences The ‘Malay world’ is a world which included many [6].
    [Show full text]
  • Minangkabau Peace Literature in West Sumatra: a Critical Discourse
    Minangkabau peace literature in West Sumatra: A critical discourse analysis Literatur perdamaian Minangkabau di Sumatra Barat: Analisis wacana kritis Wening Udasmoro Department of Language and Literature, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada Address: Jalan Nusantara No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 E-mail: [email protected] Abstract This research paper, focusing on the oral literature regarding peace in Minangkabau, West Sumatra, does not simply examine the meaning of oral literature, but also attempts to connect such literature with the social practices of its consumers. This has been carried out in an attempt to understand how, if peace literature is still a part of Minangkabau society, conflict and other acts of violence in the society can still occur. Three important questions must be answered: 1) How are works of oral literature regarding peace produced, consumed, and reproduced among the Minangkabau in Padang, West Sumatra? 2) Who is most involved in reproducing peace literature? 3) How is oral literature regarding peace related to social practices of peace? Critical discourse analysis can be a useful method for literary research. This can be attributed to the fact that works of literature are not simply fictional, but also social, meaning that they play an important role in bridging fact and fiction. The intent of this paper is to examine the connection between oral literature regarding peace and its discursive context through a strict investigation of the three layers of critical discourse analysis: linguistic practice, discursive practice, and social practice. The findings of this paper are that every generation creates their own definition of peace literature.
    [Show full text]
  • The End of a ‘Mixed’ Pilgrimage
    Circulation 8,000 J u l y 1 9 9 9 4 8 p a g e s N e w s l e t t e r 3 postal address telephone e-mail P.O. Box 11089 +31-(0)71-527 79 05 i s i m @ r u l l e t . l e i d e n u n i v . n l 2301 EB Leiden telefax www The Netherlands +31-(0)71-527 79 06 h t t p : / / i s i m . l e i d e n u n i v . n l 3 9 25 3 7 New ISIM Academic Director Sharifa Zaleha Ahmad Moussalli Richard Brent Turner Muhammad Khalid Masud Surau and Mosques in Malaysia Political Islam in Sunni Communities Mainstream Islam in the USA C i r c u m a m- bulatory The war in Kosovo and the accompanying ethnic procession at cleansing has catapulted this region to the centre t h e m o n a s t e r y stage of Western attention after so many years of rel- o f Z ocùisˇt e ative silence and indifference. Already in the 1980s, many analysts pointed out that tensions between Al- banian and Serbian nationalism and divisions be- tween the Christian Serbs and the (mainly) Muslim Albanians were growing, and were turning the province into a dangerous Balkan hotspot. Compar- isons were drawn, especially by Serbian nationalists, with the famous Battle of Kosovo fought between the Ottoman Turks and Balkan Christian forces in 1389 Ð a ‘clash of civilizations’ between two deeply antago- nistic and incompatible nations.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah “Kata Dakwah
    1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah “Kata dakwah dapat didefiisikan sebagai ajakan kepada umat manusia menuju jalan Allah,baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan, dengan tujuan agar mereka mendapatkan petunjuk sehingga mampu merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat” (Hajir Tajiri, 2015: 16). Sedangkan menurut Muhyidin (2002: 32-34) bahwa: “pengertian dakwah dijelaskan dengan fokus penekanan pada proses pemberian bantuan, penyebaran pesan, pengorganisasian, dan pemberdayaan sumber daya manusia. Setiap dalam menjelaskan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, menganalisis tantangan, problem kebatilan, urgensi pengamalan aspek pesan, dan profesionalisme. Pada intinya, dakwah merupakan perilaku muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama dakwah.” Adapun dari tinjauan aspek terminologis, pakar dakwah “ Syekh Ali Mahfuz” mengartikan dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada kebiasaan yang baik dan melarang mereka dari kebiasaan buruk supaya mendapatkan keberuntungan di dunia dan di akhirat. Pengertian dakwah yang dimaksud, menurut “ Ali Mahfuz” “lebih dari sekedar ceramah dan pidato, walaupun memang secara lisan dakwah dapat diidentikan dengan keduanya. Lebih dari itu, dakwah juga meliputi tulisan (bi al-qalam) dan perbuatan sekaligus keteladanan (bi al-hal wa al-qudwah)” (Ilyas Ismail &Frio Hotman, 2011: 28-29). Sekalipun betul secara umum bahwa persepsi dan pemahaman masyarakat tentang dakwah telah mengalami sedikit perubahan. Misalnya pada masa lalu dan mungkin juga masih tetap pada sebagian masyarakat sekarang, masih juga mengartikan dakwah secara paraktis sama dengan ceramah, yaitu proses atau kegiatan menyampaikan ajaran Islam secara lisan yang dilakukan oleh penceramah diatas 2 mimbar. Sehingga sangat dimungkinkan ketika orang berbudi pekerti yang terpuji dan menolong orang yang membutuhkan bantuan, mempererat persaudaraan, menigkatkan kesejahteraan, dan menegakkan keadilan bukan sebagai kegiatan dakwah.
    [Show full text]
  • Institusi Kul Langgar: Institusi Kultural Muslim Pedesaan Ja
    Jurnal Kebudayaan Islam LANGGAR: INSTITUSI KULTURAL MUSLIM PEDESAAN JAWWWAAA Kholid Mawardi STAIN Purwokerto Jl. A. Yani 40-A, Purwokerto-53126. Email: [email protected]) Abstrak: Langgar merupakan sentrum aktivitas masyarakat muslim pedesaan Jawa. Secara kultural, langgar mempunyai fungsi sebagai basis komunikasi religius jamaah, tempat inisiasi bagi anak-anak laki-laki menuju usia muda, dan tempat pertemuan umum warga. Sebagai institusi kultural muslim pedesaan Jawa, langgar telah menyediakan berbagai rujukan nilai-nilai dan norma-norma asetis bagi muslim pedesaan Jawa dalam beragama dan bermasyarakat, termasuk di dalamnya adalah tempat untuk melestarikan kesenian-kesenian leluhur mereka. Dengan demikian, secara konkrit langgar telah menjadi sumber tata nilai sekaligus model nyata dari tata beragama dan bermasyarakat. Langgar mempunyai arti penting secara kultural bagi muslim pedesaan Jawa, sebagai sentrum pelestarian dan peneguh identitas mereka sebagai orang Jawa yang sekaligus adalah seorang muslim. Kata kunci: Langgar, institusi kultural, nilai-nilai asetis. A. PENDAHULUAN Langgar merupakan bangunan kecil yang biasanya berada di samping atau depan sebuah rumah. Bangunannya sangat sederhana sekalipun juga terdapat model bangunan yang rumit dan kompleks. Langgar sebagaimana masjid fungsi utamanya diperuntukkan sebagai tempat ibadah, hanya sembahyang Jum’at saja yang tidak dilaksanakan di langgar. Bagi muslim pedesaaan Jawa, langgar merupakan sentra aktivitas warga, tempat berkumpul untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang digolongkan sebagai peribadatan atau yang bukan peribadatan. Tempat berjamaah bersama tetangga, tempat belajar anak-anak mengenai agama, pengajian hari-hari besar Islam, penyelenggaraan slametan dari hajatan warga desa. Dalam banyak segi, langgar merupakan simbol bagi kesatuan umat dan seorang kiai langgar sebagai 50 | Vol. 12, No. 1, Januari - Juni 2014 Kholid Mawardi: Langgar: Institusi Kultural Muslim Pedesaan Jawa (hal.
    [Show full text]
  • Freedom of Religion Or Belief World Report 2013
    Freedom of Religion or Belief World Report 2013 Edited by Willy Fautré Mark Barwick, Alfiaz Vaiya, Serena Romeo & Vicki Mckenna Human Rights Without Frontiers Int’l Copyright Human Rights Without Frontiers International. All Rights Reserved. No part of this publication may be reproduced or transmitted in any form or by any means, electronic or mechanical, including photocopy, recording, or any information storage and retrieval system, without permission in writing from Human Rights Without Frontiers International. Requests for permission to make copies of any part of this publication should be mailed to the address below. Human Rights Without Frontiers International Avenue d’Auderghem 61/16, 1040 Brussels, Belgium Tel./ Fax: +32-2-3456145 Website: http://www.hrwf.org Email: [email protected] Table of Contents Introduction Countries of Particular Concern China Egypt India Indonesia Iran Iraq Kazakhstan Malaysia Nigeria Pakistan Russia Syria Uzbekistan Conclusions INTRODUCTION In 2013, the situation of freedom of religion or belief (FoRB) in a number of countries has made headlines in the international media while other FoRB violations in other countries, sometimes just as serious, have gone unnoticed. This report of Human Rights Without Frontiers1 is based on a compilation of incidents in 80 countries from public and private sources. The report focuses on 13 countries of particular concern where the freedom to change one’s religion or belief, the freedom to share one’s religion or belief or the freedom of association, worship and assembly have been severely restricted by repressive state regulations, governmental policies, social hostility2, inter-ethnic or inter- communal tensions and various forms of armed conflicts.
    [Show full text]
  • Women and Gender the Middle East and the Islamic World
    Women Judges in the Muslim World Women and Gender The Middle East and the Islamic World Editors Susanne Dahlgren Judith Tucker Founding Editor Margot Badran VOLUME 15 The titles published in this series are listed at brill.com/wg Women Judges in the Muslim World A Comparative Study of Discourse and Practice Edited by Nadia Sonneveld and Monika Lindbekk LEIDEN | BOSTON This is an open access title distributed under the terms of the CC BY-NC 4.0 license, which permits any non-commercial use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original author(s) and source are credited. Further information and the complete license text can be found at https://creativecommons.org/licenses/ by-nc/4.0/ The terms of the CC license apply only to the original material. The use of material from other sources (indicated by a reference) such as diagrams, illustrations, photos and text samples may require further permission from the respective copyright holder. An electronic version of this book is freely available, thanks to the support of libraries working with Knowledge Unlatched. More information about the initiative can be found at www .knowledgeunlatched.org. Cover image by Amr Okasha. The image depicts a veiled woman—Lady Justice—who carries the scales of justice on her shoulders. She is surrounded by a court of justice. The Library of Congress Cataloging-in-Publication Data is available online at http://catalog.loc.gov LC record available at http://lccn.loc.gov Typeface for the Latin, Greek, and Cyrillic scripts: “Brill”. See and download: brill.com/brill-typeface.
    [Show full text]