Quick viewing(Text Mode)

14 BAB , PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam Di

14 BAB , PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedatangan Islam Di

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan.

Kerajaan-kerajaan dan derah-daerah yang didatangi pedagang belum

mempunyai situasi politik dan sosial-budaya yang berlainan. Pada waktu

kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaanya pada sekitar abad ke-7 dan

ke-8, Selat Malaka sudah mulai dikunjungi pedagang-pedagang muslim

perlayaranya ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdsarkan

berita Cina zaman Dinasti T’ang, pada abad-abad tersebut diduga masyarakat

muslim telah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun daerah sendiri.

Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara

negeri-negeri di Asia bagian barat dan timur mungkin disebabkan oleh

kegiatan kerajaan Islam di bawah Banu Umayyah di bagian barat maupun

kerajaan Cina zaman Dinasti T’ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di

Asia Tenggara (Poesponegoro. 2008:1).

Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia memberikan pengaruh.

Pengaruh tersebut tidak hanya sebatas pada bidang mental spiritual, tetapi juga

dalam wujud budaya yang dilakukan oleh masyarakat. satu pengaruh

ditandai dengan adanya bangunan masjid. Bangunan masjid merupakan salah

satu wujud penampilan budaya Islam. Agama Islam telah memberikan corak

tersendiri dalam perkembangan seni dan budaya Indonesia pada masa madya,

terutama dalam seni bangunan Islam telah berhasil memadukan bangunan seni

14

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 tradisional dengan budaya Islam sehingga menghasilkan bentuk seni yang berbeda dari negeri Islam lainya (Daliman, 2012: 60-62) .

Bahkan bukan hanya seni dan budaya, begitu juga dengan masjid sebagai bentuk penampilan budaya Islam, letak bangunan tersebut biasanya di sebelah barat alun-alun dan tidak terpisahkan dari komposisi tata kota inti di mana terdapat keraton. Dengan adanya masjid yang letaknya di sebelah barat alun-alun pusat kota itu, tidak berarti bahwa dalam sebuah kota hanya didirikan sebuah masjid. Berdasarkan data sejarah, ternyata dalam sebuah kota pusat kerajaan terdapat sebuah masjid. Kecuali bangunan yang disebut masjid di beberapa bagian kota terdapat pula surau, , langgar, atau meunasah

(Aceh) yang juga dipakai sebagai tempat peribadatan umum. Pendirian masjid, surau, tajug lebih dari satu dalam suatu masyarakat sudah tentu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang makin lama makin berkembang.

Dilihat dari Arsitektur, Masjid kuno di Indonesia menujukan kekhasan yang membedakanya dengan arsitektur masjid di negeri Islam lainya.

Mengenai asal pengaruh yang terdapat pada masjid yang mempunyai corak atau gaya Indonesia itu ada pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan adanya pengaruh gaya masjid dari India, dari daerah Malabar, seperti dikemukakan oleh H.J de Graaf. Kedua, pendapat bahwa gaya masjid dengan atap bertingkat berasal dari Indonesia sendiri, yaitu merupakan tradisi seni bangunan candi yang telah dikenal pada zaman Indonesia-Hindu. Gaya khas masjid kuno Indonesia itu sesuai dengan gaya bangunan keraton dan bagian-bagian lainya (Poesponegoro. 2008:321-323).

15

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 Ditinjau lebih spesifik dari beberapa gaya bangunan masjid, karakter penduduk dan daerah di masing-masing wilayah yang ada di Indonesia, khususnya daerah Brebes, secara geografis, Kabupaten Brebes berbatasan dengan Kabupaten Tegal (timur), bekas Krasidenan Banyumas (selatan), bekas Karesidenan Cirebon (barat), dan laut jawa (utara). Pada abad ke-17,

Wilayah ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram yang menyebut daerah ini dengan nama daerah Pesisir kulon. Penduduk Kabupaten Brebes mempunyai dua Bahasa yang digunakan dalam keseharianya, yaitu bahasa jawa di bagian utara dan timur, serta berbahasa Sunda di bagian barat dan selatan. Tetapi di luar keluarga, mereka bisa menggunakan Bahasa Indonesia.

Masyarakat Brebes tidak hanya terdiri dari dua Etnis Jawa dan Sunda saja, melainkan multietnis yakni juga terdiri dari orang Manado, Ambon,

Indo-Belanda, Arab dan Tionghoa, yang dominan tinggal didaerah perkotaan.

Kebanyakan penduduk Kabupaten Brebes beragama Islam. Agama ini besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat setempat, baik dalam segi budaya maupun istiadat. Agama lainya yang dianut sebagian kecil penduduk adalah Kristen dan Buddha. Kerukunan beragama di antara penduduk

Kabupaten Brebes terjalin dengan baik (Aman.2015:34-35).

Di dalam catatan pengurus Masjid Agung Brebes (Suduri.2008) di

Kabupaten Brebes hanya ada Pendopo Kabupaten, Masjid dan alun-alun di sebelah timur pendopo dibangun bangunan penjara atau lembaga pemasyarakatan. Hal ini mengandung falsafah yang tinggi bagi umat Islam di

Jawa. Peraturan kehidupan masyarakat (kehidupan dunia) dilambangkan pendopo kabupaten sebagai pusat pemerintahan. Masjid menunjukkan peran

16

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 sebagai tempat Ibadah, dakwah dan pembentukan akhlaq masyarakat khususnya di Brebes.

Masjid Agung Brebes yang berdiri sejak 1836 telah terjadi pemugaran, pemugaran yang terakhir pada tahun 2006 dan pemugaran ini diawali dari kunjungan kerja kepala kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Tengah ke kantor Agama Kabupaten Brebes meninjau Masjid Agung Brebes dengan memperhatikan seluruh ruang sudut ruangan masjid, Kemudian Masjid Agung

Brebes mulai direhab karena masjid tersebut telalu kecil dibanding dengan masjid-masjid yang ada di Jawa Tengah, atas saran dari kantor Wilayah

Departemen Agama Jawa Tengah direspon oleh pengurus Masjid Agung

Brebes sehingga dibentuk panitia rehab Masjid Agung Brebes, yang disahkan oleh Pemerintah Daerah mengeluarkan Surat Keputusan No.45/35/II/2006.

Dengan keluarnya surat keputusan tersebut pemerintah daerah mengeluarkan dana sebesar Rp.1.000.000.000,- dan dibantu Masyarakat baik perorangan maupun Organisasi, Jamaah Mushola dan Karyawan Se Kabupaten Brebes.

Rehab yang pertama, Masjid Agung Brebes dilakukan oleh Bupati

Tremenggoeng Soetirso Pringgahadirto pada tahun 1932 bangunan Masjid berbentuk masih tetap dipertahankan, Bangunan peninggalan yang masih ada berupa mimbar, sampai ke atas mastaka tetap dipertahankan seperti bentuk semula, hanya bangunan samping kiri dan kanan yang ditinggikan 1 meter. Untuk Arsitektur Masjid Agung Brebes ini merupakan paduan arsitektur Persia dan Lokal Brebes dan material seperti granit didatangkan dari Italia. Granit yang digunakan untuk pintu masuk, lantai dan lapisan pilar menggunakan marmer dari Ujung pandang makassar dan Tulung

Agung Jawa Timur (Suduri.2008:11). Pengaruh, Peran dan Dakwah masjid

17

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 dan berkembangnya masjid serta arsitektur semakin dinamis dari 2006

pembentukan panitia renovasi dan dimulai 2007 renovasi ketiga di Masjid

Agung Brebes, Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik meneliti

tentang “PERKEMBANGAN MASJID AGUNG BREBES DAN

PERANANNYA DALAM DAKWAH ISLAM DI KAMPUNG

(2006-2018)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Sejarah berdirinya Masjid Agung Brebes?

2. Bagaimana Kepungurusan dan Arsitektur Masjid Agung Brebes?

3. Bagaiamana peran dakwah Masjid Agung Brebes bagi Masyarakat dan

Sekitarnya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk dapat menemukan, mengungkapkan dan

mendokumentasikan sejarah berdirinya sampai peran masjid dan dakwah

masjid yang cukup menonjol bagi masyarakat sekitar dan khususnya

masyarakat Kampung Kauman dan letak Masjid Agung Brebes lebih tepatnya

disebelah Alun-alun dan Pendopo Kabupaten Brebes. Oleh karena itu,

penelitian ini diprioritaskan untuk menjawab secara seksama permasalahan

yang telah dirumuskan.

18

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Masjid Agung Brebes hingga pada

tahap Renovasi sampai selesai renovasi

2. Untuk mengetahui Pengurus dan Arsitektur Masjid Agung Brebes

3. Untuk mengetahui peran dakwah Masjid Agung Brebes bagi Masyarakat

dan Sekitarnya

D. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapakan dapat menambah

referensi pustaka kepada pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian

serupa sehingga memberikan manfaat bagi dunia pendidikan dan dapat

memberikan motivasi sebagai langkah awal penelitian yang berkaitan

dengan Sejarah Perkembangan Masjid Agung Brebes dan Peranananya

dalam dakwah Islam di kampung Kauman serta dapat memberikan

manfaat bagi peneliti.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan tentang peranan Masjid terhadap

masyarakat sekitar dan khususnya masyarakat kampung kauman yang

nantinya akan direalisasikan untuk kalangan kantor, keluarga dan

masyarakat.

b. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan

masukan bagi pihak pengurus masjid Agung Brebes untuk selalu

19

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 menyebarkan dan mengembangkan dakwah islamiyah dimasyarakat

sekitar dan khususnya masyarakat kampung kauman.

c. Bagi Institusi Hasil penelitian ini mudah-mudahan bermanfaat bagi

institusi untuk menambah informasi dan untuk rekan-rekan khususnya

untuk jurusan pendidikan sejarah untuk dijadikan bahan referensi.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Masjid

Tempat shalat umat Islam disebut masjid, tidak disebut marka

(tempat ruku’) atau kata lain semisal denganya yang menjadi rukun shalat.

Kata masjid disebut dua puluh delapan kali di dalam al-Quran. Secara

harfiah, masjid berasal dari bahasa arab yaitu sajada, yasjudu, sujudan.

Dalam kamus al-Munawwir (1997: 610), berarti merupakan kata benda

yang menunjukkan arti tempat sujud (isim makan dari fi’il sajada). Sujud

adalah rukun shalat, sebagai bentuk ikhtiar hamba dalam mendekatkan diri

kepada Allah SWT. Maka isim makan, kata benda yang menunjukkan

tempat untuk shalat pun diambil dari kata sujud, yang kemudian menjadi

masjid. Sujud juga dapat diartikan sebagai perbuatan meletakan kening ke

tanah, secara maknawi mengandung arti menyembah. Sedangkan sajadah

berasal dari kata sajjadatun yang mengandung arti tempat yang

dipergunakan untuk sujud, mengkrucut maknanya menjadi selembar kain

atau karpet yang dibuat khusus untuk orang shalat.

Sidi Gazalba (1994: 118-119) berpendapat, Sujud adalah

pengakuan ibadah, yaitu pendekatan pernyataan pengabdian lahir yang

20

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 dalam sekali. Setelah iman dimiliki jiwa, maka lidah mengucapkan ikrar keyakinan sebagai pernyataan dari milik ruhaniah itu, Setelah lidah menyatakan kata kata keyakinan dan jasmani menyatakan gerak keyakinan dengan sujud (dalam shalat). Sujud memberikan makna bahwa apa yang diucapkan oleh lidah bukanlah kata-kata kosong belaka. Kesaksian atau pengakuan lidah diakui oleh seluruh jasmani manusia dalam bentuk gerak lahir, menyambung gerak batin yang mengakui dan menyakini iman.

Hanya kepada tuhanlah satu-satunya muslim sujud, dan tidak kepada yang lain, tidak kepada satupun dalam alam ini.

Secara etimologis, Masjid diambil dari kata dasar sujud yang berarti ta’at, patuh, tunduk dengan rasa hormat dan takzim. Mengingat akar katanya bermakna tunduk dan patuh maka hakikat masjid itu adalah tempat melakukan segala aktivitas (tidak hanya shalat) sebagai manifestasi dari ketaatan kepada Allah semata. Sedangkan secara terminologis, dalam hukum Islam (fiqh), sujud itu berarti adalah meletakan dahi berikut ke tanah, yang merupakan salah satu rukun shalat. Sujud dalam pengertian ini merupakan bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna-makna etimologis diatas. Itulah sebabnya, tempat khsusus penyelenggaraan shalat disebut dengan masjid.dari pengertian masjid secara terminilogis diatas, maka masjid dapat didefenisiskan sebagai “suatu bangunan, gedung atau suatu lingkungan yang memiliki batas yang jelas, yang didirikan secara khusus sebagi tempat beribadah umat Islam kepada Allah SWT, khususnya menunaikan shalat (Syafe’I Makmud. 2012: 1).

21

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 2. Sejarah perkembangan Masjid

Sejarah masjid bermula pada zaman Rasulullah Saw, pada saat

hijrah di Madinah. Saat Rasulullah Saw tiba di Quba, pada hari Senin

tanggal 8 Rabi’ul Awwal tahun ke-14 nubuwwah atau pada tahun pertama

hijrah, bertepatan pada tanggal 23 September 662 M, beliau membangun

masjid yang pertama yang disebut masjid Quba. Lokasi berada di selatan

tenggara Kota Madinah yang jaraknya lima kilometes dari luar Kota

Madinah. Masjid ini berdiri diatas kebun kurma. Luas kebun kurmanya

kala itu 5.000 meter persegi dan masjidnya berdiri baru sekitar 1.200

meter persegi (Kurniawan Syamsul. 2014:170).

Dalam sejarahnya, masjid dibangun oleh Rasulullah Saw sebagai

“rumah Allah” tempat di mana umat Islam menyembah memuliakan dan

mengingat Allah. Dalam QS al-Jin (72):18 Allah SWT berfirman : “Dan

sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah

kamu menyembah seseorang pun didalamnya disamping (menyembah)

Allah.”

Dalam uraian diatas adalah bahwa Rasulullah Saw memberikan arti

penting bagi pembangunan masjid. Bukan rumah kediaman beliau yang

didahulukan dibangun, bukan juga sebuah benteng pertahanan. Bagi

Rasulullah Saw masjid dianggap lebih penting dari pada semua itu. konsep

masjid pada zaman Rasulullah Saw waktu itu bukan sebatas tempat shalat

saja, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah) tertentu,

melainkan masjid menjadi sentra utama seluruh aktivitas keumatan, yaitu

sentra pendidikan, politik, ekonomi , sosial dan budaya.

22

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 3. Fungsi dan Peranan Masjid

Telah dijelaskan di atas, pada masa Rasulullah Saw tidak hanya

sebatas tempat shalat, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat

(kabilah) tertentu, melainkan masjid sebagai sentra utama aktivitas

keumatan, pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Suyudi (2005:

225-226) menjelaskan bahwa fungsi masjid pada masa Rasulullah Saw.

adalah tempat berkumpulnya umat Islam, yang tidak terbatas pada waktu

shalat (jamaah) saja, melainkan juga digunakan untuk menunggu

informasi turunya wahyu. Disamping itu, masjid juga berfungsi sebagai

tempat bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah sosial.

Beberapa hal fungsi masjid pada masa Rasulullah Saw saat itu

sebagai tempat ibadah umat Islam, tempat menuntut ilmu, tempat memberi

fatwa, tempat mengadili perkara, tempat menyambut tamu, tempat

melangsungkan pernikahan, tempat layanan sosial, tempat latian perang

dan tempat layanan medis atau kesehatan. Sehingga hal di atas

dipertahankan hingga era Khulafa Rasyidin dan khalifah-khalifah

setelahnya, serta semua berlanjut pada penyebaran awal masa Islam di

Indonesia, Masjid sesungguhnya mempunyai potensi untuk menjadi sentra

utama seluruh aktivitas keumatan, khususnya pendidikan dan pengajaran.

Bahkan dapat dikatakan, erat kaitanya peradaban islam di indonesia pada

masa ini dengan keberadaan masjid. Hal ini dapat dilihat pada beberapa

daerah, yang mana masjid sering dijumpai di pusat-pusat kota,

mendampingi bangunan pusat pemerintahan (kerajaan/kesultanan),

menghadap lapangan luas atau alun-alun.

23

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 4. Sejarah Kampung Kauman

Kampung kauman merupakan nama dari beberapa daerah tertentu

di jawa yang banyak dihuni oleh warga muslim yang shaleh. Kampung

kauman brebes terletak di sebelah barat alun-alun, lebih tepatnya di

belakang Masjid Agung Brebes. Kampung kauman berasal dari kata

“kaum beriman”. Kampung kauman brebes melahirkan beberapa generasi

emas seperti mustaqi, kyai malawi, kyai bandawi dan pernah salah

satu dari kampung kauman menjadi bupati brebes yaitu Kyai Syatori

ditahun 1946-1947. Pada tahun 1947-an kampung kauman pernah menjadi

dapur umum pada perang mempertahankan kemerdekaan. Kampung

kauman terbagi menjadi tiga rukun warga seperti RW 10, RW 11 dan RW

12 adapun profesi warga di RW 10 berprofesi pedagang, RW 11 berprofesi

pedagang dan RW 12 berprofesi PNS, dosen, agamis dan lebih banyak di

dinas pemda brebes. Kampung kauman brebes memiliki tiga etnis yang

pertama etnis Jawa, etnis Tionghoa dan etnis Arab. Etnis Tionghoa lebih

tepatnya di RT 01 RW 12, dan etnis Arab di RT 02 RW 12. Perekonomian

kampung kauman di RT 03 RW 12 mempunyai kooperasi keuangan untuk

membantu warga kampung kauman secara ekonomi (wawancara dengan

ibu muslikoh warga kampung kauman dan sebagai dosen IAIN syekh nur

jati 21-08-2019).

5. Penelitian yang Relevan

Berkaitan dengan objek penelitian ini yaitu Masjid Agung Brebes,

sampai saat ini peneliti belum dapat menemukan buku yang berkaitan

langsung dengan Masjid Agung Brebes, dalam kajian historis. Namun

24

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 penelusuran yang telah dilakukan peneliti menjumpai ada beberapa hasil

penelitian yang memiliki keterkaitan erat dengan judul yang peneliti

angkat dalam penelitian ini. Berikut beberapa literatur yang dimaksud.

Kurniawan Syamsul (2014:1) Dalam jurnal yang berjudul “Masjid

dalam Lintasan Sejarah Umat Islam” penelitian tersebut dengan fokus

pada peran dan fungsi masjid yang hanya sebatas sebagai tempat shalat,

mengingat peran masjid sangat luas yang di contohkan oleh Rasulullah

SAW, selain sebagai tempat ibadah ritual (shalat dan baca al-quran).

Syafe’i Makhmud (2012:1) dalam jurnal yang berjudul

memusatkan “Masjid dalam prespektif sejarah dan hukum Islam”

penelitian tersebut perhatian pada perkembangan masjid dan hukum

tentang masjid yang berkembang secara kontemporer.

Pahlevi Niko (2013:1) dalam jurnal yang berjudul “Meningkatkan

Fungsi Masjid Melalui Reformasi Administrasi” penelitian tersebut

berfokus pada reformasi administrasi yayasan masjid agar sesuai

fungsinya.

Perbedaan diantara tiga penelitian jurnal diatas adalah peneliti lebih

berfokus pada perkembangan masjid mulai dari perkembangan yang

bersifat kontemporer, renovasi, peran dan arsitektur masjid.

F. Kerangka Teoritis dan Pendekatan

1. Kerangka Teoritis

Islam adalah agama dakwah yang menugaskan pengikutnya untuk

menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh manusia yang menjadi

25

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajak kepada kebaikan dengan usahausaha nyata dalam menyempurnakan kehidupan. Islam juga mengajak umat manusia untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan sosial, di mana seluruh aspek kehidupan tercakup dalam ajaran Islam, sehingga ajaran Islam merupakan pedoman hidup yang semestinya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (Syafe’I Makmud.

2012: 1).

Usaha untuk menyebarluaskan ajaran Islam dapat direalisasikan di tengah-tengah manusia baik di lingkungan rumah maupun kantor dalam bentuk dakwah yang bertujuan agar manusia termotivasi dalam melakukan kebaikan-kebaikan untuk meraih rahmat dan ridha-Nya. Islam adalah agama yang nyata yang ajarannya harus ditegakkan oleh pemeluknya dalam kehidupan nyata. Untuk itu proses perjuangan harus dilakukan secara bersama- dengan menjalin kerja sama yang baik dengan beberapa unsur terkait, melalui koordinasi yang teratur dan terorganisir.

Hal itu diumpamakan seperti bangunan yang tersusun kokoh saling menompang dan saling menguatkan.

Masjid adalah salah satu ikon umat Islam. Keberadaan masjid tidak sekedar sebagai tempat ibadah ritual seperti shalat dan aktifitas dzikir lainya. Berbeda dengan tempat-tempat ibadah umat lain, masjid memiliki banyak fungsi penting dan strategis bagi pembinaan umat. Masjid dapat di mudahkan dengan kajian Etnografi, dalam membaca atau menganalisis etnografi, Nurcahyo dalam Jakobson (2014:4), membagi etnografi dalam tiga tipe, yaitu : (1) Struktural, (2) Simbolik, dan (3) Organisasi.

26

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 Selanjutnya Nurcahyo dalam Koentjaraningrat (1998:4) mengemukakan

bahwa bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa disuatu

komunitas dalam satu daerah geografi, ekologi, atau suatu wilayah

administrative yang menjadi pokok deskripsi, biasanya dibagi kedalam

bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan, sesuai dengan tata-urut yang

baku, yang disebut “kerangka etnografi”.

Nurcahyo dalam Koentjaraningrat (1998:5), untuk merinci unsur-unsur

bagian dari suatu kebudayaan, sebaiknya dipakai daftar unsur-unsur

kebudayaan universal, yaitu : (1) Bahasa, (2) system teknologi, (3) system

ekonomi, (4) organisasi social, (6) system pengetahuan, (6) kesenian, dan

(7) system religi. Pendekatan Antropologi digunakan untuk mengungkap

kebudayaan masyarakat sekitar Masjid Agung Brebes (Nurcahyo. 2011:4).

2. Pendekatan

Objek penelitian ini adalah Masjid Agung Brebes, yang mengkaji

perkembangan dan perananya dalam dakwah Islam di kampung kauman,

sehingga pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan Antropologi. Antropolgi berasal dari bahasa Yunani, yakni

antrhopos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Secara

keseluruhan antropologi adalah ilmu tentang manusia (Suryadi.2012 : 4).

Dalam perkembangannya, sejarah tidak hanya disebut sebagai ilmu

yang diakronis, tetapi juga sinkronis. Sejarah selain memanjang dalam

waktu, juga melebar dalam ruang. Dis inilah, titik temu antara sejarah dan

antropologi. Semua, mentifact, socifact, dan artifact adalah produk

historis, yang secara vertikal tersambungkan dengan mentifact sebagai

penggagas atau pengide. Sosifact dan artifact adalah turunan dari

27

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 mentifact. Selanjutnya, mentifact, socifact, dan artifact menjadi objek sejarah dan antropologi. Kehidupan masyarakat, baik di perdesaan maupun perkotaan secara komprehensif mencakup berbagai dimensi sehingga dapat disusun sejarah total dengan pendekatan antropologi

(Priyadi.2015:135).

Menurut Kuncaraningrat (1980 : 4) Spesialisasi antropologi terbagi menjadi dua yaitu :

1. Antropologi Fisik : Paleontologi (asal-usul manusia, evousinya dan

sejarahnya) paleontology adalah ilmu yang mempelajari asal-usul

manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil. Antropolgi

fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia.

2. Antropologi Budaya

a) Arkeologi

Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia)

masa lalu melalui kajian sistematis atas data, benda yang

ditinggalkan.

b) Ethnologi

Yaitu ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia didalam

kehidupan masyarakat suku bangsa diseluruh dunia baik

memahami cara berpikir maupun perilaku.

c) Ethnografi

Pelukisan adat kebiasaan. Ethnografi adalah metode riset yang

digunakan observasi langsung terhadap kegiatan manusia dalam

konteks sosial dan budaya sehari-hari (Hida Dimyati.2016: Vol.4

hlm 142-143)

28

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 G. Metode Penelitian

Dalam penyusunan rencana peneliti dihadapkan pada tahap-tahap

pemilihan metode penelitian. Sesuai dengan masalah yang akan dibahas pada

penelitian ini, peneliti menggunakan Metode historis. Metode historis adalah

bagaimana sejarah mengungkap peristiwa yang serba kompleks dalam hal

faktor, tokoh, dan kausal (Priyadi.2013:48) berikut penjelasan metode historis

yang terdiri beberapa 4 faktor, yaitu :

1. Heuristik (pengumpulan sumber)

Data sejarah harus dicari dan juga ditemukan (Priyadi.2013:112).

Dan langkah ini merupakan tahap awal utuk mencari jejak sejarah dan

sumber sejarah. Dalam penelitian ini sumber-sumber yang diperoleh

adalah berupa sumber yang perlu dilacak melalui sumber lisan, sumber

tertulis dan sumber benda. Sumber (sumber sejarah disebut juga data

sejarah), bentuk data tunggal atau bentuk jamak yang dikumpulkan harus

sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijoyo.2013:73).

Sumber lisan didapat dengan melakukan wawancara terhadap

beberapa pihak yang berkaitan dengan tujuan peneliti yaitu masjid agung

brebes. Menurut Estebreg (2002) mendefisinikan interview sebagai

berikut. “a meeting of two persons to exchange information and idea

through question and responses, resulting in communication and joint

contruction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui

tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik

tertentu (Sugiyono.2017 : 114). Dalam hal ini peneliti untuk mencari

29

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019 sumber data maupun lisan dari pegurus yayasan dan pengurus remaja

Masjid Agung Brebes.

2. Kritik atau Verifikasi

Merupakan tindak lanjut setelah data dokumen, manuskrip

(naskah-naskah lama), artifact,folklor, dan sejarah lisan diperoleh

ditindaklanjuti langkah kritik atau verivikasi. (Priyadi.2013:118).

Verifikasi kemudian dilakukan untuk menilai data itu asli atau selanjutnya

bisa dipercaya. Ada dua hal yang dituntut yaitu keotentikan melalui kritik

ekstern (keaslian) dan kritik intern (kredibilitas). Sehingga pada hal ini

peneliti melakukan pembandingan antara sumber yang diperoleh

narasumber dari pengurus masjid agung brebes dengan tinjauan pustaka.

3. Interpretasi

Mendeskrsipsikan fakta sejarah secara menyeluruh dari fakta

sejarah disebut analisis. Pada tahap ini disebut interprestasi yang ditempuh

dengan analisis dan sitesis analisis dilakukan dengan cara menguraikan

atau mendeskripsikan secara detail fakta sejarah. Sedangkan sintesis

berarti merangkaikan hasil-hasil analisis yang berdiri sendiri sehingga

fakta-fakta itu saling berkaitan sehingga saling menguatkan (Priyadi.2013

:121-122).

4. Historiografi

Merupakan penulisan sejarah, artinya dipandang sebagi kisah, yaitu

kisah yang ditulis oleh peneliti, sejarawan atau penulis (Priyadi.2013 :

122-123). Karya sejarah yang direkontruksikan dengan fakta-fakta yang

diinterprestasikan.

30

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019

H. Sistematika Penyajian

Penyusunan yang dilakukan dalm sebuah penelitian secara ilmiah

harus sesuai sistematika penulisan yang telah ada. Tujuan dari sistematika

penyajian ini adalah agar peneliti yang dilakukan dan hasil yang diperoleh

dapat sistematik dan terinci dengan baik. Adapun sistematika dalam penelitian

ini, peneliti membagi dalam beberapa bagian.

Bab satu Pendahuluan, berisi penjelasan latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan, manfaat, tinjauan pustaka yang berisi teori dan penelitian

yang relevan, kerangka teori dan pendekatan, metode penelitian, dan

sistematika penyajian yang merupakan gambaran singkat mengenai urutan

pembahasan dari penulisan skripsi.

Bab dua menjelaskan Sejarah beridinya Masjid Agung Brebes dan tahapan

renovasi

Bab tiga menjelaskan Kepengurusan dan Arsitektur Masjid Agung Brebes

Bab empat menjelaskan peran dakwah Masjid Agung Brebes

Bab lima Penutup berisi kesimpulan yang merupakan intisari dari keseluruhan

bahasan dari bab-bab sebelumnya.

31

Perkembangan Masjid Agung…, Irin Maulana Bahtiar, FKIP UMP, 2019