( Surau, Meunasah, Pesantren Dan Madrasah ) Oleh
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SEJARAH LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM NUSANTARA ( Surau, Meunasah, Pesantren dan Madrasah ) Oleh : Abdul Mukhlis Dosen Tetap STAI Pancawahana Bangil Kabupaten Pasuruan ABSTRAK Lembaga-lembaga pendidikan islam ada seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri, lembaga semisal Pondok Pesantren di Jawa, Surau di Sumatera ( Minangkabau ), Meunasah di Aceh dan Madrasah Islam modern yang menyebar di seluruh nusantara merupakan suatu fenomena- fenomena yang meniscayakan adanya dinamika lembaga-lembaga pendidikan Islam yang pada suatu kurun waktu tertentu menjadi suatu lembaga pendidikan yang menjadi menjadi primadona di masanya, akankah lembaga-lembaga Islam semisal Pondok Pesantren dan Madrasah menjadi lembaga pendidikan Islam yang tetap bereksistensi ataukah ada model lembaga pendidikan lain yang lebih mengakomodasi peradaban dan kebudayaan dunia Islam. Kata Kunci : Pesantren, Surau, Meunasah dan Madrasah A. PENDAHULUAN tersebut tidak akan terserabut dari akar Perkembangan pendidikan Islam di kulturnya secara radikal. Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, B. SEJARAH DAN DINAMIKA mulai dari yang amat sederhana, sampai LEMBAGA-LEMBAGA dengan tahap-tahap yang sudah terhitung PENDIDIKAN DI NUSANTARA modern dan lengkap. Lembaga pendidikan 1. Surau Islam telah memainkan fungsi dan perannya Pembahasan tentang surau sebagai sesuai dengan tuntntan masyarakat dan lembaga Pendidikan Islam di Minang-kabau, zamannya. Perkembangan lembaga-lembaga hanya dipaparkan sekitar awal pertumbuhan pendidikan tersebut telah menarik perhatian surau sampai dengan meredupnya pamor para ahli baik dari dalam maupun luar negeri surau. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan untuk melakukan studi ilmiah secara lahirnya gerakan pembaruan di Minangkabau konfrehensif. Kini sudah banyak hasil karya yang ditandai dengan berdirinya madrasah penelitian para ahli yang menginformasikan sebagai pendidikan alternatif. tentang pertumbuhan dan perkembangan Istilah surau di Minangkabau sudah lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. dikenal sebelum datangnya Islam. Surau dalam Tujuannya selain untuk memperkaya sistem adat Minangkabau adalah kepunyaan khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa suku atau kaum sebagai pelengkap rumah keislaman, juga sebagai bahan rujukan dan gadang yang berfungsi sebagai tempat perbandingan bagi para pengelola pendidikan bertemu. berkumpul, rapat, dan tempat tidur Islam pada masa-masa berikutnya. Hal ini bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan sejalan dengan prinsip yang umumnya dianut orang tua yang uzur.1 Fungsi surau ini masyarakat Islam Indonesia, yaitu semakin kuat posisinya karena struktur mempertahankan tradisi masa lampau yang masyarakat Minangkabau yang menganut masih baik dan mengambil tradisi baru yang baik lagi. Dengan cara demikian, upaya 1 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Ciputat: pengembangan lembaga pendidikan Islam Logos, 1999), h. 130. sistem Matrilineal,2 menurut ketentuan adat halaqak Materi pendidikan yang diajarkan bahwa laki-laki tak punya kamar di rumah pada awalnya masih di seputar belajar huruf orang tua mereka, sehingga mereka hijaiah dan membaca Al-Quran, di samping diharuskan tidur di surau. Kenyataan ini ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti keimanan, menyebabkan surau menjadi tempat amat akhlak dan ibadah. Pada umumnya pendidikan penting bagi pendewasaan generasi ini dilaksanakan pada malam hari. Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan Secara bertahap, eksisitensi surau maupun keterampilan praktis3 lainnya. sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami Fungsi surau tidak berubah setelah kemajuan. Ada dua jenjang pendidikan surau kedatangan Islam, hanya saja fungsi pada era ini, yaitu: keagamaannya semakin penting yang a. Pengajaran Al-Qur’an. Untuk mempelajari diperkenalkan pertama kali oleh Syekh Al-Qur’an ada dua macam tingkatan Burhanuddin di Ulakan, Pariaman. Pada masa 1) Pendidikan Rendah, yaitu pendidikan ini, eksistensi surau di samping sebagai tempat untuk memahami ejaan huruf Al-Qur’an shalat juga digunakan Syekh Burhanuddin dan membaca Al-Qur’an. Di samping sebagai tempat mengajarkan ajaran Islam, itu, juga dipelajari cara berwudhu dan khususnya tarekat (suluk)4. tata cara shalat yang dilakukan dengan Melalui pendekatan ajaran tarekat metode praktik dan menghafal, (suluk) Sattariyah, Syekh Burhanuddin keimanan terutama yang berhubungan menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat dengan sifat dua puluh yang dipelajari Minangkabau. Dengan ajarannya yang dengan menggunakan metode menekankan kesederhanaan, tarekat Sattariyah menghafal melalui lagu, dan akhlak yang berkembang dengan pesat. Muridnya tidak dilakukan dengan cerita tentang nabi hanya berasal dari Ulakan-Pariaman saja dan orang-orang shaleh lainnya. melainkan juga berasal dari daerah-daerah lain 2) Pendidikan Atas, yaitu pendidikan di Minangkabau, seperti Tuanku Mansiang membaca Al-Qur’an dengan lagu, Nan Tuo yang mendirikan surau Paninjauan kasidah, berzanji, tajwid dan kitab dan Tuanku Nan Kaciak yang mendirikan parukunan. surau di Koto Gadang.5 Sehingga pada Lama pendidikan di kedua jenis pendidikan akhirnya, murid-murid Syekh Burhanuddin tersebut tidak ditentukan. Seorang siswa tersebut memainkan peranan yang sangat baru dikatakan tamat bila ia telah penting dalam pengembangan surau sebagai mampu menguasai materi-materi di atas lembaga pendidikan bagi generasi selanjutnya. dengan baik. Bahkan adakalanya Sebagai lembaga pendidikan tradisional, seorang siswa yang telah menamatkan surau menggunakan sistem pendidikan mempelajari Al-Qur’an dua atau tiga kali baru berhenti dari pengajaran Al-Quran. 2 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan b. Pengajian Kitab Pemikiran Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Materi pendidikan pada jenjang ini Teaching, 2005). h. 70. 3 Surau sangat kental dengan pengajaran meliputi; ilmu sharaf dan nahu, ilmu fikih, agamanya. Di samping itu, hampir setiap surau di ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu lainnya. Cara Minangkabau selain mengajarkan agama, juga mengajarkannya adalah dengan membaca identik dengan mengajarkan silat yangberguna untuk mempertahankan diri dan mengajarkan adat-istiadat sebuah Kitab Arab dan kemudian khususnya pepatah petitih serta tradisi anak nagari diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. lainnya. Setelah itu baru diterangkan maksudnya. 4 Ibid, h. 71. 5 Ibid, h. 72. Penekanan pada jenjang ini adalah pada aspek hafalan. Agar siswa cepat hafal, maka dapat diketahui, meskipun Islam sudah dianut metode pengajarannya dilakukan melalui masyarakat tetapi praktik-praktik yang cara melafalkan materi dengan lagu-lagu bertentangan dengan syariat masih dilakukan tertentu. Pelaksanaan pendidikan pada terutama para penguasa (kaum adat). jenjang ini biasanya dilakukan pada siang Melihat kondisi masyarakat yang maupun malam hari. demikian, maka Syekh Abdurrahman, salah Pada masa awal, kitab yang dipelajari seorang ulama dari Batu Hampar, berupaya pada masing-masing materi pendidikan masih menyadarkan umat dengan pendekatan mengacu pada satu kitab tertentu. Setelah persuasif dan ia pun berhasil. Keberhasilannya ulama Minangkabau yang belajar di Timur ini tidak serta-merta menghilangkan praktik Tengah kembali ke tanah air, sumber yang bid’ah dan khurafat di sebagian daerah lain. digimakan mulai mengalami pergeseran. Kitab Untuk memberi pemahaman kepada yang digimakan pada setiap materi pendidikan masyarakat mengenai ajaran agama Islam, sudah bermacam-macam. Terjadinya maka Syekh Abdurrahman mendirikan surau pencerahan semacam ini disebabkan karena yang terkenal dengan “Surau Dagang”.7 Di ulama-ulama yang pulang tersebut tidak surau inilah Syekh Abdurrahman mengajarkan dengan tangan hampa melainkan juga dengan Al-Qur’an dengan berbagai macam irama dan membawa sumber-sumber (kitab) yang ilmu-ilmu keislaman lainnya. banyak sekali. Keadaan yang demikian itu membuat Metode pendidikan yang digimakan di suasana semakin memanas dan membagi surau bila dibandingkan dengan metode masyarakat dalam dua kubu. Kubu pertama pendidikan modern, sesungguhnya metode yang menolak pem-baruan yang dimotori oleh pendidikan surau memiliki kelebihan dan kaum adat yang dibantu kolonial Belanda, dan kelemahannya. Kelebihannya terletak pada kubu yang kedua diwakili oleh pemuka agama kemampuan menghafal muatan teoretis (kaum Padri) yang sudah gerah melihat praktik keilmuan. Sedangkan kelemahannya terdapat kehidupan yang sudah jauh dari nilai-nilai pada lemahnya kemampuan memahami dan agama. menganalisis teks. Di sisi lain, metode Dengan momentum kepulangan “tiga pendidikan ini diterapkan secara keliru. Siswa serangkai” H. Miskin dari Pandai Sikek, H. banyak yang bisa membaca dan menghafal isi Piobang dari Agam dan H. Sumanik dari suatu kitab, akan tetapi tidak bisa menulis apa Batusangkar dari Mekkah, maka dilakukan yang dibaca dan dihafalnya itu6. pembaruan tetapi dengan pendekatan yang Surau tidak hanya berfungsi sebagai keras dan radikal. Ulama-ulama ini juga lembaga pendidikan Islam tetapi juga sebagai dibantu oleh ulama-ulama yang lain seperti lembaga pendidikan tarekat. Fungsi surau Tuanku Nan Renceh dan Tuanku di Agam yang kedua ini lebih dominan dalam yang bergelar “Harimau Nan Salapan.” perkembangannya di Minangkabau. Setiap Usaha yang dilakukan kaum Padri, surau di Minangkabau memiliki otoritasnya sekurang-kurangnya telah berhasil sendiri, baik dalam praktik tarekat maupun membangkitkan semangat nasionalisme umat penekanan cabang ilmu-ilmu keislaman. Islam dalam menentang penjajah. Meskipun Praktik tarekat yang dikembangkan oleh pada akhirnya