<<

SEJARAH LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ( , Meunasah, dan Madrasah )

Oleh : Abdul Mukhlis Dosen Tetap STAI Pancawahana Bangil Kabupaten Pasuruan

ABSTRAK Lembaga-lembaga pendidikan islam ada seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri, lembaga semisal Pondok Pesantren di Jawa, Surau di Sumatera ( Minangkabau ), Meunasah di Aceh dan Madrasah Islam modern yang menyebar di seluruh nusantara merupakan suatu fenomena- fenomena yang meniscayakan adanya dinamika lembaga-lembaga pendidikan Islam yang pada suatu kurun waktu tertentu menjadi suatu lembaga pendidikan yang menjadi menjadi primadona di masanya, akankah lembaga-lembaga Islam semisal Pondok Pesantren dan Madrasah menjadi lembaga pendidikan Islam yang tetap bereksistensi ataukah ada model lembaga pendidikan lain yang lebih mengakomodasi peradaban dan kebudayaan dunia Islam. Kata Kunci : Pesantren, Surau, Meunasah dan Madrasah

A. PENDAHULUAN tersebut tidak akan terserabut dari akar Perkembangan pendidikan Islam di kulturnya secara radikal. antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, B. SEJARAH DAN DINAMIKA mulai dari yang amat sederhana, sampai LEMBAGA-LEMBAGA dengan tahap-tahap yang sudah terhitung PENDIDIKAN DI NUSANTARA modern dan lengkap. Lembaga pendidikan 1. Surau Islam telah memainkan fungsi dan perannya Pembahasan tentang surau sebagai sesuai dengan tuntntan masyarakat dan lembaga Pendidikan Islam di Minang-kabau, zamannya. Perkembangan lembaga-lembaga hanya dipaparkan sekitar awal pertumbuhan pendidikan tersebut telah menarik perhatian surau sampai dengan meredupnya pamor para ahli baik dari dalam maupun luar negeri surau. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan untuk melakukan studi ilmiah secara lahirnya gerakan pembaruan di Minangkabau konfrehensif. Kini sudah banyak hasil karya yang ditandai dengan berdirinya madrasah penelitian para ahli yang menginformasikan sebagai pendidikan alternatif. tentang pertumbuhan dan perkembangan Istilah surau di Minangkabau sudah lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. dikenal sebelum datangnya Islam. Surau dalam Tujuannya selain untuk memperkaya sistem Minangkabau adalah kepunyaan khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa suku atau kaum sebagai pelengkap rumah keislaman, juga sebagai bahan rujukan dan gadang yang berfungsi sebagai tempat perbandingan bagi para pengelola pendidikan bertemu. berkumpul, rapat, dan tempat tidur Islam pada masa-masa berikutnya. Hal ini bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan sejalan dengan prinsip yang umumnya dianut orang tua yang uzur.1 Fungsi surau ini masyarakat Islam Indonesia, yaitu semakin kuat posisinya karena struktur mempertahankan tradisi masa lampau yang masyarakat Minangkabau yang menganut masih baik dan mengambil tradisi baru yang baik lagi. Dengan cara demikian, upaya 1 , Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Ciputat: pengembangan lembaga pendidikan Islam Logos, 1999), h. 130. sistem Matrilineal,2 menurut ketentuan adat halaqak Materi pendidikan yang diajarkan bahwa laki-laki tak punya kamar di rumah pada awalnya masih di seputar belajar huruf orang tua mereka, sehingga mereka hijaiah dan membaca Al-, di samping diharuskan tidur di surau. Kenyataan ini ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti keimanan, menyebabkan surau menjadi tempat amat akhlak dan ibadah. Pada umumnya pendidikan penting bagi pendewasaan generasi ini dilaksanakan pada malam hari. Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan Secara bertahap, eksisitensi surau maupun keterampilan praktis3 lainnya. sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami Fungsi surau tidak berubah setelah kemajuan. Ada jenjang pendidikan surau kedatangan Islam, hanya saja fungsi pada era ini, yaitu: keagamaannya semakin penting yang a. Pengajaran Al-Qur’an. Untuk mempelajari diperkenalkan pertama kali oleh Syekh Al-Qur’an ada dua macam tingkatan Burhanuddin di Ulakan, Pariaman. Pada masa 1) Pendidikan Rendah, yaitu pendidikan ini, eksistensi surau di samping sebagai tempat untuk memahami ejaan huruf Al-Qur’an shalat juga digunakan Syekh Burhanuddin dan membaca Al-Qur’an. Di samping sebagai tempat mengajarkan ajaran Islam, itu, juga dipelajari cara berwudhu dan khususnya tarekat (suluk)4. tata cara shalat yang dilakukan dengan Melalui pendekatan ajaran tarekat metode praktik dan menghafal, (suluk) Sattariyah, Syekh Burhanuddin keimanan terutama yang berhubungan menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat dengan sifat dua puluh yang dipelajari Minangkabau. Dengan ajarannya yang dengan menggunakan metode menekankan kesederhanaan, tarekat Sattariyah menghafal melalui lagu, dan akhlak yang berkembang dengan pesat. Muridnya tidak dilakukan dengan cerita tentang nabi hanya berasal dari Ulakan-Pariaman saja dan orang-orang shaleh lainnya. melainkan juga berasal dari daerah-daerah lain 2) Pendidikan Atas, yaitu pendidikan di Minangkabau, seperti Tuanku Mansiang membaca Al-Qur’an dengan lagu, Nan Tuo yang mendirikan surau Paninjauan kasidah, berzanji, tajwid dan kitab dan Tuanku Nan Kaciak yang mendirikan parukunan. surau di Koto Gadang.5 Sehingga pada Lama pendidikan di kedua jenis pendidikan akhirnya, -murid Syekh Burhanuddin tersebut tidak ditentukan. Seorang siswa tersebut memainkan peranan yang sangat baru dikatakan tamat bila ia telah penting dalam pengembangan surau sebagai mampu menguasai materi-materi di atas lembaga pendidikan bagi generasi selanjutnya. dengan baik. Bahkan adakalanya Sebagai lembaga pendidikan tradisional, seorang siswa yang telah menamatkan surau menggunakan sistem pendidikan mempelajari Al-Qur’an dua atau tiga kali baru berhenti dari pengajaran Al-Quran. 2 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan b. Pengajian Kitab Pemikiran Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Materi pendidikan pada jenjang ini Teaching, 2005). h. 70. 3 Surau sangat kental dengan pengajaran meliputi; ilmu sharaf dan nahu, ilmu fikih, agamanya. Di samping itu, hampir setiap surau di ilmu , dan ilmu-ilmu lainnya. Cara Minangkabau selain mengajarkan agama, juga mengajarkannya adalah dengan membaca identik dengan mengajarkan silat yangberguna untuk mempertahankan diri dan mengajarkan adat-istiadat sebuah Kitab Arab dan kemudian khususnya pepatah petitih serta tradisi anak diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. lainnya. Setelah itu baru diterangkan maksudnya. 4 Ibid, h. 71. 5 Ibid, h. 72. Penekanan pada jenjang ini adalah pada aspek hafalan. Agar siswa cepat hafal, maka dapat diketahui, meskipun Islam sudah dianut metode pengajarannya dilakukan melalui masyarakat tetapi praktik-praktik yang cara melafalkan materi dengan lagu-lagu bertentangan dengan syariat masih dilakukan tertentu. Pelaksanaan pendidikan pada terutama para penguasa (kaum adat). jenjang ini biasanya dilakukan pada siang Melihat kondisi masyarakat yang maupun malam hari. demikian, maka Syekh Abdurrahman, Pada masa awal, kitab yang dipelajari seorang ulama dari Batu Hampar, berupaya pada masing-masing materi pendidikan masih menyadarkan umat dengan pendekatan mengacu pada satu kitab tertentu. Setelah persuasif dan ia pun berhasil. Keberhasilannya ulama Minangkabau yang belajar di Timur ini tidak serta-merta menghilangkan praktik Tengah kembali ke tanah air, sumber yang bid’ah dan khurafat di sebagian daerah lain. digimakan mulai mengalami pergeseran. Kitab Untuk memberi pemahaman kepada yang digimakan pada setiap materi pendidikan masyarakat mengenai ajaran agama Islam, sudah bermacam-macam. Terjadinya maka Syekh Abdurrahman mendirikan surau pencerahan semacam ini disebabkan karena yang terkenal dengan “Surau Dagang”.7 Di ulama-ulama yang pulang tersebut tidak surau inilah Syekh Abdurrahman mengajarkan dengan tangan hampa melainkan juga dengan Al-Qur’an dengan berbagai macam irama dan membawa sumber-sumber (kitab) yang ilmu-ilmu keislaman lainnya. banyak sekali. Keadaan yang demikian itu membuat Metode pendidikan yang digimakan di suasana semakin memanas dan membagi surau bila dibandingkan dengan metode masyarakat dalam dua kubu. Kubu pertama pendidikan modern, sesungguhnya metode yang menolak pem-baruan yang dimotori oleh pendidikan surau memiliki kelebihan dan kaum adat yang dibantu kolonial Belanda, dan kelemahannya. Kelebihannya terletak pada kubu yang kedua diwakili oleh pemuka agama kemampuan menghafal muatan teoretis (kaum Padri) yang sudah gerah melihat praktik keilmuan. Sedangkan kelemahannya terdapat kehidupan yang sudah jauh dari nilai-nilai pada lemahnya kemampuan memahami dan agama. menganalisis teks. Di sisi lain, metode Dengan momentum kepulangan “tiga pendidikan ini diterapkan secara keliru. Siswa serangkai” H. Miskin dari Pandai Sikek, H. banyak yang bisa membaca dan menghafal isi Piobang dari Agam dan H. Sumanik dari suatu kitab, akan tetapi tidak bisa menulis apa Batusangkar dari Mekkah, maka dilakukan yang dibaca dan dihafalnya itu6. pembaruan tetapi dengan pendekatan yang Surau tidak hanya berfungsi sebagai keras dan radikal. Ulama-ulama ini juga lembaga pendidikan Islam tetapi juga sebagai dibantu oleh ulama-ulama yang lain seperti lembaga pendidikan tarekat. Fungsi surau Tuanku Nan Renceh dan Tuanku di Agam yang kedua ini lebih dominan dalam yang bergelar “Harimau Nan Salapan.” perkembangannya di Minangkabau. Setiap Usaha yang dilakukan kaum Padri, surau di Minangkabau memiliki otoritasnya sekurang-kurangnya telah berhasil sendiri, baik dalam praktik tarekat maupun membangkitkan semangat nasionalisme umat penekanan cabang ilmu-ilmu keislaman. Islam dalam menentang penjajah. Meskipun Praktik tarekat yang dikembangkan oleh pada akhirnya gerakan ini gagal membumikan masing-masing surau tersebut lebih banyak ide pembaruannya.8 muatan mistisnya ketimbang syariat. Gejala ini

7 Azyumardi Azra, Op. cit., h. 133. 6 Ibid., h. 73-74 8 Ibid, h. 76-85. Surau sebagai lembaga pendidikan Islam Meunasah merupakan tingkat mulai surut peranannya karena disebabkan pendidikan Islam terendah. Meunasah berasal oleh beberapa hal. Pertama, selama perang dari kata Arab Madrasah. Meunasah Padri banyak surau yang musnah terbakar dan merupakan satu bangunan yang terdapat di Syekh banyak yang meninggal, kedua, Belanda setiap gampong (kampung, desa). Bangunan mulai memperkenalkan sekolah nagari, ketiga, ini sepert: rumah tetapi tidak mempunyai kaum intelektual muda muslim mulai jendela dan bagian-bagian lain. Bangunan ini mendirikan madrasah sebagai bentuk digunakan sebagai tempat belajar dan ketidaksetujuan mereka terhadap praktik- berdiskusi serta membicarakan masalah- praktik surau yang penuh dengan khurafat, masalah yang berhubungan dengan bid’ah dan takhayul. kemasyarakatan. Di samping itu, meunasah Ekspansi yang dilakukan kaum juga menjadi tempat bermalam para anak-anak intelektual muda dengan mendirikan muda serta orang laki-laki yang tidak madrasah telah mengancam keberadaan surau mempunyai istri. Setelah Islam mapan di sebagai lembaga pendidikan. Untuk menjaga Aceh. meunasah juga menjadi tempat shalat eksistensinya, Ulama Tradisional mengadakan bagi masyarakat dalam satu gampong.11 rapat besar yang diselenggarakan di Meunasah secara fisik, adalah bangunan Bukittinggi tanggal 5 Mei 1930 yang rumah panggung yang dibuat pada setiap menghasilkan keputusan untuk membentuk kampung, setiap kampung terdiri dari 40 Persatuan Tarbiyah Islamiah (PTI). rumah dan diketuai oleh keucik. Dalam Keputusan lain dari rapat itu adalah bahwa meunasah terdapat sumur, bak air, dan WC lembaga-lembaga pendidikan Islam yang yang terletak berjarak dengan meunasah. tergabung ke dalam PTI hams dimodernisasi Biasanya meunasah terletak di pinggir jalan. mengikuti pola yang dikembangkan Kaum Di antara fungsi meunasah itu adalah: Intelektual Muda. Dengan demikian, Ulama a. Sebagai tempat upacara keagamaan, Tradisional tidak punya alternatif untuk penerimaan zakat dan tempat menyelamatkan sistem pendidikan surau penyalurannya, tempat penyelesaian kecuali merombaknya seperti yang dilakukan perkara agama, musyawarah dan oleh Kaum Intelektual Muda.9 menerima tamu. Dalam posisinya sebagai lembaga b. Sebagai lembaga pendidikan Islam di pendidikan Islam, posisi surau sangat strategis mana diajarkan pelajaran membaca Al- baik dalam proses pengembangan Islam Qur’an. Pengajian bagi orang dewasa maupun pemahaman terhadap ajaran-ajaran diadakan pada malam hari tertentu Islam, bahkan surau telah mampu mencetak dengan metode ceramah dalam satu para ulama besar Minangkabau dan bulan sekali. Kemudian, pada hari menumbuhkan semangat nasionalisme, jumat dipakai ibu-ibu untuk shalat terutama dalam mengusir kolonialisme berjamaah zuhur yang diteruskan Belanda. Di antara paru alumni Pendidikan pengajian yang dipimpin oleh seorang Surau itu adalah Haji Rasul, AR. At Mansur, guru perempuan.12 dan Hamka10.

2. Meunasah 11 Abuddin Nata (Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (: Grasindo, 9 Ibid., h. 146. 2001), h. 42. 10 Samsur Nizar. Op. cit, h. 86. 12 Ibid., h. 42. Dalam perkembangan lebih lanjut, Melayu seperti kitab parukunan dan Risalah meunasah bukan hanya berfungsi sebagai Masail al-Muhtadin.13 tempat beribadah saja, melainkan juga sebagai Belajar di meunasah tidak dipungut tempat pendidikan, tempat pertemuan, bayaran, dengan demikian para Tengku tidak bahkan juga sebagai tempat transaksi jual beli, diberi gaji, karena mengajar dianggap ibadah. terutama barang-barang yang tak bergerak. Namun, biasanya Teungku mendapatkan Yang belajar di meunasah umumnya anak laki- hadiah dari murid-muridnya apabila mereka laki yang umumnya di bawah umur. telah belajar Al-Qur’an sampai juz ke-15 atau Sedangkan untuk anak perempuan pendidikan pada saat khatam Al-Qur’an. Hadiah-hadiah diberikan di rumah guru. lain juga diperoleh pada waktu upacara- Pendidikan meunasah ini dipimpin oleh upacara akad nikah, sunat rasul, pembagian Teungku Meunasah. Pendidikan untuk anak harta warisan, perkara perdata, mengakhiri perempuan diberikan oleh teungku sidang-sidang pengadilan, pemberian nasihat- perempuan yang disebut Tengku Inong. nasihat dan juga dari zakat. Dalam memberikan pendidikan kepada anak- Keberadaan meunasah sebagai lembaga anak, Tengku Meunasah dibantu oleh pendidikan tingkat dasar sangat mempunyai beberapa orang muridnya yang lebih cerdas arti di Aceh. Semua orang tua memasukkan yang disebut sida. anaknya ke meunasah. Dengan kata lain, Lama pendidikan di meunasah tidak ada meunasah merupakan madrasah wajib belajar batasan tertentu. Umumnya, pendidikan bagi masyarakat Aceh masa lalu. Oleh karena berlangsung selama dua sampai sepuluh itu, tidaklah mengherankan apabila orang tahun. Pengajaran umumnya berlangsung Aceh mempunyai fanatisme agama yang malam hari. Materi pelajaran dimulai dengan tinggi.14 membaca Al-Qur’an yang dalam bahasa Aceh disebut Beuet Quran. Biasanya pelajaran 3. Pesantren diawali dengan mengajarkan huruf Hijaiah, Menurut asal katanya pesantren berasal seperti yang terdapat dalam buku Qaidah dari kata yang mendapat imbuhan Baghdadiyali, dengan metode mengeja huruf, awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan kemudian merangkai huruf. Setelah itu tempat. Dengan demikian, pesantren artinya dilanjutkan dengan membaca juz ammo, tempat para santri. Sedangkan menurut sambil menghafalkan surat-surat pendek. Sudjoko prasodjo, “pesantren adalah lembaga Setelah nitu baru ditingkatkan kepada pendidikan dan pengajaran agama. umumnya membaca Al-Qur’an besar dilengkapi dengan dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai tajwidnya. Di samping itu, diajarkan pula mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri- pokok-pokok agama seperti rukun iman, santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis rukun Islam dan sifat-sifat tuhan. Selain itu, dalam bahasa Arab oleh ulama abad juga diajarkan rukun sembahyang, rukun pertengahan, dan para santri biasanya tinggal puasa serta zakat. Tak ketinggalan, pelajaran di pondok (asrama) dalam pesantren menyanyi juga diajarkan, terutama nyanyian tersebut.”15 Dengan demikian, dalam yang berhubungan dengan agama yang dalam bahasa Aceh disebut dike atau seulaweut (zikir atau selawat). Buku-buku pelajaran yang 13 Ibid, h. 43 digunakan adalah buku-buku yang berbahasa 14 Ibid., h. 44-45. 15 Sudjoko Prasodjo, et al. “Profit Pesantren”, dalam Abuddin Nata (Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga lembaga pendidikan Islam yang di sebut model pendidikan lain. Dengan demikian, pesantren tersebut, sekurang-kurangnya pesantren mampu bersaing dan sekaligus memiliki unsur-unsur: kiai, santri, masjid bersanding dengan sistem pendidikan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan modern. dan pondok atau asrama sebagai tempat Di sisi lain, ciri-ciri pesantren berikut tinggal para santri serta kitab-kitab klasik unsur-unsur kelembagaannya tidak bisa sebagai sumber atau bahan pelajaran. dipisahkan dari sistem kultural dan tidak dapat Kehadiran pesantren tidak dapat pula dilekatkan pada semua pesantren secara dipisahkan dari tuntutan umat. Karena itu, uniformitas karena setiap pesantren memiliki pesantren sebagai lembaga pendidikan selalu keunikannya masing-masing, tetapi pesantren menjaga hubungan yang harmonis dengan secara umum memiliki kateristik yang hampir masyarakat di sekitarnya sehingga , di antara karakteristik pesantren itu dari keberadaannya di tengah-tengah masyarakat segi; tidak menjadi terasing. Dalam waktu yang a. Materi pelajaran dan metode pengajaran sama segala aktivitasnya pun mendapat Sebagai lembaga pendidikan Islam, dukungan dan apresiasi penuh dari masyarakat pesantren pada dasarnya hanya sekitarnya. Semuanya memberi penilaian mengajarkan agama, sedangkan kajian tersendiri bahwa sistem pesantren adalah atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab merupakan sesuatu yang bersifat “asli” atau dalam bahasa Arab (). “indigenos” Indonesia, sehingga dengan Pelajaran agama yang dikaji di pesantren sendirinya bernilai positif dan harus ialah Al-Qur’an dengan tajwid dan dikembangkan.16 tafsirnya, aqa’id dan ilmu kalam, fikih dan Dari perspektif kependidikan, pesantren ushul fikih, hadis dengan mushthalah merupakan satu-satunya lembaga hadis, bahasa Arab dengan ilmunya, kependidikan yang tahan terhadap berbagai tarikh, mantiq, dan tasawuf. gelombang modernisasi.17 Dengan kondisi Adapun metode yang lazim demikian itu, kata Azyumardi Azra, digunakan dalam pendidikan pesantren menyebabkan pesantren tetap survive sampai ialah; hari ini. Sejak dilancarkannya perubahan atau 1) Wetonan, yakni suatu metode kuliah modernisasi pendidikan Islam di berbagai di mana para santri mengikuti Dunia Islam, tidak banyak lembaga-lembaga pelajaran dengan duduk disekeliling pendidikan tradisional Islam seperti pesantren kiai yang menerangkan pelajaran. yang mampu bertahan. Kebanyakannya lenyap Santri menyimak kitab masing- setelah tergusur oleh ekspansi sistem masing dan mencatat jika perlu. pendidikan umum atau sekuler18. Nilai-nilai Pelajaran diberikan pada waktu- progresif dan inovatif diadopsi sebagai suatu waktu tertentu, yaitu sebelum atau strategi untuk mengejar ketertinggalan dari sesudah melaksanakan shalat fardhu. Di Jawa Barat, metode ini disebut

Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: dengan bandongan, sedangkan di Grasindo, 2001), h. 104. Sumatera di sebut dengan halaqah. 16 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah 2) Metode Sorogan, yakni suatu metode Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 103. di mana santri mengahadap kiai 17 Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan seorang demi seorang dengan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004) membawa kitab yang akan h.157. 18 Azyumardi Azra, Op. cit., h. 95. dipelajarinya. Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit sebagai tempat belajar agama dan ibadah dari keseluruhan metode pendidikan bagi para jamaah. Islam tradisional, sebab sistem ini Di samping fungsi di atas, pesantren menuntut kesabaran, kerajinan, juga mempunyai peranan yang sangat besar ketaatan dan disiplin pribadi dalam merespons ekspansi politik santri/kendatipun demikian, metode imperialis Belanda20 dalam bentuk ini diakui paling intensif, karena menolak segala sesuatu yang “berbau” dilakukan seorang demi seorang dan barat dengan menutup diri dan menaruh ada kesempatan untuk tanya jawab sikap curiga terhadap unsur-unsur asing.21 langsung. Dan lebih dari itu, pesantren sebagai 3) Metode Hafalan, yakni suatu metode tempat mengobarkan semangat jihad untuk di mana santri menghafal teks atau mengusir penjajah dari tanah air. kalimat tertentu dari kitab yang d. Kehidupan Kiai dan Santri dipelajarinya.19 Berdirinya pondok pesantren b. Jenjang Pendidikan bermula dari seorang kiai yang menetap Jenjang pendidikan dalam pesantren (bermukim) di suatu tempat. Kemudian tidak dibatasi seperti dalas. lembaga- datanglah santri yang ingin belajar lembaga pendidikan yang memakai sistem kepadanya dan turut pula bermukim di klasikal. Umumnya. kenaikan tingkat tempat itu. Sedangkan biaya kehidupan dan seorang santri ditandai dengan tamat dan pendidikan disediakan bersama-sama oleh bergantinya kitab yang dipelajari. Jadi, para santri dengan dukungan masyarakat di jenjang pendidikan tidak ditandai dengan sekitarnya. Hal ini memungkinkan naiknya kelas seperti dalam pendidikan kehidupan pesantren bisa berjalan stabil formal, tetapi pada penguasaan kitab-kitab tanpa dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di yang telah ditetapkan dari yang paling luar.22 rendah sampai yang paling tinggi. Eksistensi kiai dalam pesantren c. Fungsi Pesantren merupakan lambang kewahyuan yang Pesantren tidak hanya berfungsi selalu disegani, dipatuhi dan dihormati sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga secara ikhlas. Para santri dan masyarakat berfungsi sebagai lembaga sosial dan sekitar selalu berusaha agar dapat dekat penyiaran keagamaan. Sebagai lembaga dengan kiai untuk memperoleh berkah, pendidikan, pesantren menyelenggarakan sebab menurut anggapan mereka seperti pendidikan formal (madrasah, sekolah yang dikatakan oleh Zamakhsyari Dhofier, umum, perguruan tinggi) dan nonformal. “kiai memiliki kedudukan yang tak Sebagai lembaga sosial, pesantren terjangkau, yang tak dapat sekolah dan menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat memahami keagungan Tuhan masyarakat muslim tanpa membeda- bedakan status sosial, menerima tamu yang

datang dari masyarakat umum dengan 20 Ahmad Mansyur Suryanegara, motif yang berbeda-beda. Sebagai lembaga Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di penyiaran agama Islam, masjid pesantren Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), cet. IV; h. 130. 21 Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah juga berfungsi sebagai masjid umum, yakni Kembali ke Kittab 26. (Jakarta: Erlangga, 1992), h. 41. 22 Muhammad Daud Ali. Lembaga-lemhaga Islam di Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafindo 19 Abudin Nata, Op. cit., h. 105-106. Persacla, 1995), h. 149. dan rahasia alam”23 Tegasnya, kiai adalah menonjol dalam corak pesantren ini. tempat bertanya atau sumber referensi, Umumnya pesantren corak ini masih eksis di tempat menyelesaikan segala urusan dan daerah-daerah pedalaman atau pedesaan. tempat meminta nasihat dan fatwa.24 Sehingga bisa dikatakan bahwa desa adalah Berikut ini dipaparkan beberapa ciri benteng terakhir dalam memper-tahankan yang sangat menonjol dalam kehidupan tradisi-tradisi keislaman.26 Kedua, pesantren pesantren, sehingga membedakannya tradisional, corak pendidikan pada pesantren dengan sistem pendidikan lainnya. Setidak- ini sudah mulai mengadopsi sistem tidaknya ada delapan ciri pendidikan pendidikan modern, tetapi tidak sepenuhnya. pesantren, sebagai berikut. Prinsip selektivitas untuk menjaga nilai 1) Adanya hubungan yang akrab antara tradisional masih terpelihara. Misalnya, santri dengan kiainya metode pengajaran dan beberapa rujukan 2) Adanya kepatuhan santri kepada kiai. tambahan yang dapat menambah wawasan 3) hidup hemat dan penuh para santri sebagai penunjang kitab-kitab kesederhanaan klasik. Manajemen dan administrasi sudah 4) kemandirian mulai ditata secara modern meskipun sistem 5) jiwa tolong-menolong dan suasana tradisionalnya masih dipertahankan. Sudah persaudaraan ada semacam yayasan, biaya pendidikan sudah 6) kedisiplinan mulai dipungut. Alumni pesantren corak ini 7) berani menderita untuk mencapai cendrung melanjutkan pendidikannya ke suatu tujuan sekolah atau perguruan tinggi formal. Ketiga, 8) pemberian ijazah.25 pesantren modern. Pesantren corak ini telah Perlu dicatat bahwa ciri-ciri di atas mengalami transformasi yang sangat signifikan merupakan gambaran sosok pesantren dalam baik dalam sistem pendidikannya maupun bentuk yang masih murni, yaitu pesantren unsur-unsur kelembagaannya. Materi pelajaran tradisional. Sementara dinamika dan kemajuan dan metodenya sudah sepenuhnya menganut zaman telah mendorong terjadinya perubahan sistem modern. Pengembangan bakat dan terus-menerus pada sebagian besar pesantren. minat sangat diperhatikan sehingga para santri Maka pada akhir-akhir ini akan sulit dapat menyalurkan bakat dan hobinya secara ditemukan sebuah pesantren yang bercorak proporsional. Sistem pengajaran dilaksanakan tradisional murni. Karena pesantren sekarang dengan porsi sama antara pendidikan agama telah mengalami transformasi sedemikian rupa dan umum, penguasaan bahasa asing (bahasa sehingga menjadi corak yang berbeda-beda. Arab dan Inggris) sangat ditekankan. Dilihat dari proses transformasi tersebut, sekurang-kurangnya pesantren dapat 4. Madrasah dibedakan menjadi tiga corak, yaitu pertama, Sejarah dan perkembangan madrasah akan pesantren tradisional, pesantren yang masih dibagi dalam dua periode yaitu: tetap mempertahankan nilai-nilai a. Periode Sebelum Kemerdekaan tradisionalnya dalam arti tidak mengalami Pendidikan dan pengajaran agama transformasi yang berarti dalam sistem Islam dalam bentuk pengajian al-Quran pendidikannya atau tidak ada inovasi yang dan pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, 23 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP.3ES, 1985), cot. V. h. 56. 26 Laode Ida, Anatomi Konflik NU, Elit 24 Abuddin Nata, Op. cit. h. 140. Islam dan Negara, (Jakarta: Sinar Harapan, 1996), h. 25 Ibid, h. 118-119. 13. pesantren, dan lain-lain. Pada c) Memperkuat basis gerakan sosial, perkembangan selanjutnya mengalami budaya dan polotik perubahan bentuk baik dari segi d) Pembaruan pendidikan Islam di kelembagaan, materi pengajaran Indonesia. (kurikulum), metode maupun struktur Bagi tokoh-tokoh pembaruan, organisasinya, sehingga melahirkan suatu pendidikan kiranya senantiasa bentuk yang baru yang disebut madrasah. dianggap sebagai aspek yang strategis Madrasah sebagai lembaga untuk membentuk sikap dan pendidikan Islam berfungsi pandangan keislaman masyarakat. menghubungkan sistem lama dengan Oleh karena itu, pemunculan sistem baru dengan jalan madrasah tidak bisa lepas dari gerakan mempertahankan nilai-nilai lama yang pembaruan Islam yang dimulai oleh masih baik yang masih dapat usaha beberapa orang tokoh-tokoh dipertahankan dan mengambil sesuatu intelektual agama Islam yang yang baru dalam ilmu, teknologi dan selanjutnya dikembangkan oleh ekonomi yang bermanfaat bagi organisasi-organisasi Islam. kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, 2) Respons Pendidikan Islam terhadap isi kurikulum madrasah pada umumnya Kebijakan Pendidikan Hindia Belanda. adalah apa yang diajarkan di lembaga- Pertama kali bangsa Belanda lembaga pendidikan Islam (surau dan datang ke Nusantara hanya untuk pesantren) ditambah dengan beberapa berdagang, tetapi karena kekayaan materi pelajaran yang disebut dengan alam Nusantara yang sangat banyak ilmu-ilmu umum.27 maka tujuan utama untuk berdagang Latar belakang pertumbuhan tadi berubah untuk menguasai wilayah madrasah di Indonesia dapat di Nusantara dan menanamkan pengaruh kembalikan pada dua situasi yaitu28; di Nusantara sekaligus dengan 1) Gerakan Pembaruan Islam di mengembangkan pahamnya yang Indonesia terkenal dengan semboyan 3G yaitu, Gerakan Pembaruan Islam di Glory (kemenangan dan kekuasaan), Indonesia muncul pada awal abad ke- Gold (emas atau kekayaan bangsa 20 yang dilatarbelakangi oleh Indonesia), dan Gospel (upaya kesadaran dan semangat yang salibisasi terhadap umat Islam di kompleks sebagaimana diuraikan oleh Indonesia)29. Karel A Steenbrink dengan Dalam menyebarkan misi- mengindentifikasi empat faktor yang misinya itu, Belanda (VOC) mendorong gerakan pembaruan Islam mendirikan sekolah-sekolah kristen. di Indonesia, antara lain: Misalnya di Ambon yang jumlah a) Keinginan untuk kembali kepada sekolahnya mencapai 16 sekolah dan Al-qur’an dan Hadis 18 sekolah di sekitar pulau-pulau b) Semangat nasionalisme dalam Ambon, di Batavia sekitar 20 sekolah, melawan penjajah padahal sebelumnya sudah ada sekitar

27 Muhammad Daud Ali. Op. cit., h. 49 29 H.A. Mustafa dan Abdullah Aly, Sejarah 28 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Pustaka Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 1999), h. 82. Setia, 1998), h. 94. 30 sekolah.30 Dengan demikian, sekolah. Madrasah-madrasah yang untuk daerah Batavia saja, sekolah didirikan tersebut antara lain.31 kristen sudah berjumlah 50 buah. a) Madrasah (Adabiyah Schoob. Melalui sekolah-sekolah inilah Belanda Madrasah ini didirikan oleh Syikh menanamkan pengaruhnya di daerah Abdullah Ahmad pada tahun 1907 jajahannya. di Padang Panjang. Belum cukup Pada perkembangan selanjutnya satu tahun madrasah ini gagal di awal abad ke-20 atas perintah berkembang dan dipindahkan ke Gubernur Jenderal Van Heutsz sistem Padang. Pada tahun 1915 madrasah pendidikan diperluas dalam bentuk ini mendapat pengakuan dari sekolah desa, walaupun masih Belanda dan berubah menjadi diperuntukkan terbatas bagi kalangan Hollands Inlandsche School (HIS). anak-anak bangsawan. Namun pada b) Sekolah Agama (Madras School). masa selanjutnya, sekolah ini dibuka Didirikan oleh Syekh M. Thaib secara luas untuk rakyat umum dengan Umar di Sungayang, Batusangkar biaya yang murah. pada tahun 1910. Madrasah ini Dengan terbukanya kesempatan pada tahun 1913 terpaksa ditutup yang luas bagi masyarakat umum dengan alasan kekurangan tempat. untuk memasuki sekolah-sekolah yang Namun pada tahun 1918, Mahmud diselenggarakan secara tradisional Yunus mendirikan Diniyah School tradisional oleh kalangan Islam sebagai kelanjut-an dari Madras mendapat tantangan dan saingan School. berat, terutama karena sekolah- c) Madrasah Diniyah (Diniyah sekolah pemerintah Hindia Belanda School). Madrasah Diniyah dilaksanakan dan dikelola secara didirikan pada tanggal 10 Oktober modern terutama dalam hal 1915 oleh Zainuddin Labai El kelembagaan, kurikulum, metodologi, Yunusiy di padang Panjang. sarana dan lain-lain. Perkembangan Madrasah ini merupakan madrasah sekolah yang demikian jauh dan sore yang tidak hanya mengajarkan merakyat menyebabkan tumbuhnya pelajaran agama tetapi juga ide-ide di kalangan intelektual Islam pelajaran umum. untuk memberikan respons dan d) Madrasah . jawaban terhadap tantangan tersebut Madrasah Muhammadiyah tidak dengan tujuan untuk memajukan diketahui berdirinya dengan pasti, pendidikan Islam, ide-ide tersebut namun diperkirakan berdiri pada muncul dari tokoh-tokoh yang pernah tahun 1918. yang didirikan oleh mengeyam pendidikan di Timur organisasi Muhammadiyah. Tengah atau pendidikan Belanda. e) Arabiyah School. Arabiyah School Mereka mendirikan lembaga didirikan pada tahun 1918 di pendidikan baik secara perorangan Ladang Lawas oleh Syekh Abbas. maupun secara kelompok/organisasi 1. yang dinamakan madrasah atau 31 Informasi lebih lanjut lihat! SamsulNizar; Sejarah Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam; Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, 30 Ibid. Jakarta: Quantum Teaching, 2005. Didirikan oleh Syekh Abdul mempunyai sejarah panjang.33 Karim Amrullah pada tahun Namun dirasakan, pendidikan Islam 1921 di Padang Panjang. masih tersisih dari sistem Pendidikan Sumatera Thawalib ini tidak Nasional. Keadaan ini berlangsung hanya berdiri di Padang Panjang sampai dengan dikeluarkannya SKB 3 tetapi juga di Bukittinggi, Menteri tanggal 24 Maret 1975 yang Padang Japang, Sungayang/ tersohor itu, yang berusaha Batusangkar, dan Maninjau. mengembalikan ketertinggalan 2. Madrasah Diniyah Putri pendidikan Islam untuk memasuki Didirikan di Padang Panjang mainstream pendidikan nasional.34 pada tahun 1923 oleh Rangkayo Kebijakan ini membawa pengaruh Rahmah El Yunusia. Madrasah yang sangat besar bagi madrasah, ini merupakan madrasah putri karena pertama, ijazah dapat yang pertama di Indonesia. mempunyai nilai yang sama dengan 3. Madrasah Salafiyah sekolah umum yang sederajat, kedua, Didirikan oleh KH. Hasyim lulusan sekolah madrasah dapat Asy’ari pada tahun 1916 di Tebu melanjutkan ke sekolah umum yang Ireng, Jombang-Jawa Timur. setingkat lebih tinggi, ketiga, siswa Madrasah ini berada di bawah madrasah dapat pindah ke sekolah naungan . umum yang setingkat.35 Madrasah-madrasah di atas Terbitnya SKB 3 Menteri itu merupakan pionir dalam bertujuan antara lain untuk pendirian madra-sah-madrasah meningkatkan mutu pendidikan di lain di berbagai daerah lainnya lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk melakukkan pembaruan khususnya untuk bidang nonagama. Pendidikan Islam di Indonesia. Di dalam usaha peningkatan b. Periode Sesudah Kemerdekaan komponen pendidikan non-agama Setelah kemerdekaan Indonesia perlu dicermati agar tidak jatuh dari tanggal 17 Agustus 1945, kemudian ekstrem yang satu ke ekstrem yang pada tanggal 3 Januari 1946 di lainnya. Oleh karena itu, diperlukan bentuklah Departemen Agama yang pengelolaan yang baik supaya selalu akan mengurus masalah keberagamaan terdapat keseimbangan antara ciri khas di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan Islam dengan niat untuk pendidikan, khususnya madrasah. meningkatkan mutu pendidikan yang Namun pada perkembangan diminta oleh perubahan zaman.36 selanjutnya, madrasah walaupun sudah Dengan SKB tersebut, berada di bawah naungan Departemen madrasah memperoleh defenisi yang Agama tetapi hanya sebatas

pembinaan dan pengawasan32. 33 Malik fadjar, Madrasah dan Tantangan Sungguh pun pendidikan Islam Modernitas, (Bandung: Mizan, 1998) h. xi. di Indonesia telah berjalan lama dan 34 H.A.R. Tilaai; Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.147. 35 Abdurrahman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Mm, dan Aksi, (Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000), h. 114. 36 Ibid, h. 155. 32 Maksum, Ibid. 132. 36 Ibid, h. 155. semakin jelas sebagai lembaga tingkat rendah, mated pengajaran yang pendidikan yang setara dengan sekolah diberikan pun masih seputar sekalipun pengelolaannya tetap berada pengetahuan tentang bagaimana cara di bawah Departemen Agama. Namun membaca Al-Qjur’an yang baik dan pada perkembangan selanjutnya, akhir benar, kemudian baru diberikan dekade 1980-an dunia pendidikan pengetahuan tentang keimanan, akhlak Islam memasuki era integrasi dengan dan ibadah. Lama pendidikannya pun lahirnya UU No. 2/1989 tentang tidak ditentukan berkisar antara dua sistem Pendidikan Nasional, eksistensi sampai sepuluh tahun, tidak dipungut madrasah sebagai lembaga pendidikan bayaran, lembaga pendidikan ini telah yang bercirikan Islam semakin mampu mencetak masyarakat Aceh mendapatkan tempatnya. Tetapi ini punya fanatisme agama yang tinggi. menjadi kendala seperti yang 3. Pesantren merupakan lembaga dikhawatirkan Malik Fadjar “ketika pendidikan Islam yang tumbuh dan format madrasah dari waktu ke waktu berkembang di pulau jawa dan sampai menjadi semakin jelas sosoknya, sekarang tetap survive. Untuk bisa sementara isi dan visi keislaman terus dikatakan sebuah pesantren sekurang- mengalami perubahan.”37 kurangnya harus memiliki: Kiai, santri, masjid, dan pemondokan (asrama). C. PENUTUP 4. Tumbuh dan berkembangnya 1. Surau bagi masyarakat Minangkabau madrasah di Indonesia karena memiliki multifungsi. Tidak hanya disebabkan oleh dua hal, yaitu karena berfungsi sebagai tempat berkumpul, adanya gerakan pembaruan di rapat, tempat tidur tetapi juga Indonesia dan sebagai respons berfungsi sebagai lembaga pendidikan Pendidikan Islam terhadap kebijakan Islam. Masyarakat Minangkabau Pendidikan Hindia Belanda. Setelah adalah masyarakat yang terbuka Indonesia merdeka, kebijakan artinya masyarakat yang tidak pemerintah terhadap madrasah masih menutup diri untuk menerima belum jelas, madrasah masih tersisih perubahan. Sehingga pada akhirnya atau belum masuk ke dalam sistem perubahan yang terjadi menjadi Pendidikan nasional. Baru setelah sebuah ancaman bagi kelangsungan keluarnya SKB 3 Menteri tahun 1975 institusi surau sebagai sebuah lembaga dan UUSPN tahun 1989, madrasah pendidikan. Tetapi di balik itu, surau mendapatkan tempatnya dalam sistem telah mampu melahirkan ulama-ulama Pendidikan Nasional. besar yang disegani baik di Minang- kabau maupun di luar Minangkabau DAFTAR PUSTAKA bahkan Internasional. 2. Meunasah merupakan lembaga Ali, Muhammad Daud, Lembaga-lembaga Islam pendidikan tingkat rendah yang ada di di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Aceh. Fungsinya hampir sama dengan Persada, 1995. surau yang ada di Minangkabau. Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Sebagai lembaga pendidikan Islam Modernisasi Menuju Millenium Baru, Ciputat: Logos, 1999. 37 Malik Fadjar, Op. cit, h. 23. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1985. Fadjar, Malik, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan, 1998. HA. Mustafa dan Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 1998. Ida, Laode, Anatomi Konflik NU, Elit Islam dan Negara, Jakarta: Sinar Harapan, 1996. Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997. Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 1999. Marijan, Kacung, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 26, Jakarta: Erlangga, 1992. Nata, Abuddin (Editor), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001. Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam; Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Jakarta: Quantum Teaching, 2005. Saleh, Abdurrahman, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi, Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000. Suryanegara, Ahmad Mansyur, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998. Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004. Tilaar, H.A.R., Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2000