EKSISTENSI TRADISI KAJIAN DALAM LINGKUP PERUBAHAN SOSIAL (STUDI KASUS DI DARUN NAHDHAH, DAREL HIKMAH, DAN BABUSSALAM)

Amrizal Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau e-mail: [email protected]

Abstrak Penelitian ini ingin menemukan jawaban tentang bagaimana keberadaan buku kuning buku di pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, dan Babussalam dalam ruang lingkup perubahan sosial. Secara umum, ketiga pesantren tersebut telah merespon positif perubahan sosial, untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap sistem pendidikan, termasuk untuk menjaga tradisi studi buku kuning tersebut. Dengan kata lain, identitas pesantren dengan buku kuning masih menempel di sekolah masing-masing. Namun, keberadaannya berbeda. Diantaranya, ada yang membuat studi tentang buku kuning sebagai co curriculer, bersama dengan kurikulum lainnya, maka ada juga yang membuatnya hanya melakukan aktivitas ekstra atau ekstra kurikuler tambahan. Kata kunci: Pesantren, Kitab kuning, Perubahan Sosial.

Abstract This study wants to find answers about how the existence of stsudy of the yellow book (kitab kuning) at pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, and Babussalam within the scope of social change. In general, the three pesantren have responded positively to social change, to make changes and adjustments to the education system, including in order to maintain the tradition of the study of the yellow book. In other words, the identity of pesantren with yellow book still attached at their respective schools. However, its existence is different. Among them, there were made studies of yellow book as co curriculer, together with other curriculum, then there is also making it only limited additional or extra curricular activities.

Keywords: Islmic Boarding School, Ancient Islamic Manuscript, Social Change.

PENDAHULUAN (pegon), (2) beberapa melakukan penyeder- (mukhtashar) Dalam tradisi intelektual Islam, khususnya hanaan terhadap kitab-kitab yang Timur Tengah, dikenal dua istilah untuk menye- ada dalam rangka penyesuaian materi, bahasa, but kategori karya-karya ilmiah berdasarkan maupun pembahasannya, (3) mulai diadopsinya kurun atau format penulisannya. Kategori per- kitab-kitab yang tadinya dianggap tabu karena tama disebut kitab-kitab klasik (al-qutub al- tidak sealiran dengan paham pesantren, qadimah), sedangkan kategori kedua disebut ki- misalnya kitab-kitab di luar mazhab Syafi'i, (4) tab-kitab modern (al-kutub al-‘ashriyah) (Marzuki pesantren juga mulai mengaji kitab-kitab al- Wahid dkk. 1999: 222). Di kalangan pesantren `ashriyyah, karya ulama modern (DEPAG RI., kitab-kitab tersebut dikenal sebagai kitab kuning 2001: 32). atau kitab gundul yang menjadi reference kajian Menurut Martin van Bruinessen, seorang antara kiyai dan santrinya (Ali Yafie: 1988, 3). peneliti dari Belanda, pada akhir abad ke-20 ini Pada penelitian sebelumnya yaitu pada akhir judul kitab kuning yang beredar di kalangan pe- abad ke-19 L. W. C. van den Berg hanya santren Jawa dan Madura jumlahnya mencapai menemukan 54 judul kitab kuning. Meningkat- 900 judul. Menurut Steenbrink, hampir seluruh nya jumlah judul kitab kuning disebabkan oleh kitab yang dipakai oleh pesantren tersebut ber- beberapa hal, yaitu: (1) banyak kyai yang me- asal dari zaman pertengahan dunia Islam (Karel A. Steenbrink, 1984: 157). Sejauh bukti-bukti nulis kitab sendiri, baik dengan menggunakan bahasa Arab, maupun dengan menggunakan historis sangatlah mungkin untuk mengatakan bahasa lokal yang ditulis dengan Arab Melayu bahwa kitab klasik atau kitab kuning teks book merupakan referencesi dan kurikulum dalam

Sosial Budaya (e-ISSN 2407-1684 | p-ISSN 1979-2603) Vol. 13, No. 1, Juni 2016 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab.... sistem pendidikan pesantren. Bahkan bisa dika- menemukan relevansinya dengan perkembang- takan, sejak pertengahan abad ke-19 kajiannya an kontemporer. Pertama, keilmuan pesantren sudah menjadi massal dan permanen sejak muncul sebagai upaya pencerahan bagi kelang- ulama Nusantara, khususnya Jawa, kembali dari sungan peradaban manusia di dunia. Kedua, program belajarnya di mekah (Abdurrahman pesantren dipandang sebagai lembaga pendi- Wahid, 1984: 8). dikan, maka kurikulum pengajarannya setidak- Namun, waktu bisa berubah. Ketika kebu- nya memiliki orientasi terhadap dinamika keki- dayaan dan sistem sosial mengalami perubahan, nian Amin Haedari, dkk., 2004: 78-79). Sebab maka pendidikan pun ikut berubah atau ditun- inilah, perlu dibangun manajemen pesantren tut untuk berubah. Karena pendidikan meru- yang lebih memberdayakan sumber daya manu- pakan subsistem kebudayaan atau subsistem so- sia agar siap menghadapi gejala modernitas. sial. Bila perubahan sosial dianggap linier, maka Di antara problem yang dihadapi dunia perubahan ini telah berproses dari era tradi- pesantren adalah sikap para pengampuh sional (pramodern) ke modern. pesantren terhadap perubahan sosial yang Bagi sebagian kalangan, perubahan sosial ki- berpengaruh terhadap keinginan mereka untuk ni menuju era postmodern sekalipun masih ber- berubah seiring dengan perubahan dimaksud. sifat gejala, namun beberapa wacana postmo- Maka dalam hal ini, modernisasi pendidikan di dern tengah memasuki percaturan dan dinamika dunia pesantren mengalami kendala, atau budaya global, antara lain: wacana pluralisme, menghadapi tantangan yang cukup kompleks. multikulturalisme, liberalisme, relativisme, fundamen- Hal ini terlihat dari pola pengelolaan pesantren talisme, back to nature, postpositivisme, dan yang beragam ketika merespon gagasan tentang sebagainya. modernisasi pendidikan. Di dalam arus perubahan, pesantren dengan Atmaturida mengkategorikan sikap pondok segala keunikan yang dimilikinya masih diha- pesantren tersebut kepada tiga sikap, antara lain: rapkan menjadi penopang berkembangnya sis- (a) Pondok pesantren yang menolak sistem baru tem pendidikan di . keaslian dan ke- dan tetap mempertahankan sistem tradisional- khasan pesantren di samping sebagai khazanah nya; (b) Pondok pesantren yang memperta- tradisi budaya bangsa, juga merupakan kekuatan hankan sistem tradisionalnya, dan memasukkan penyangga pilar pendidikan untuk memuncul- sistem baru dalam bentuk sekolah yang berco- kan pemimpin bangsa yang bermoral. Oleh rak klasikal, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Mad- sebab itu, arus globalisasi mengandaikan tun- rasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Ins- tutan profesionalisme dalam mengembangkan titut/Sekolah Tinggi; (c) Pondok pesantren sumber daya manusia yang bermutu. Realitas yang tetap mengajarkan kitab klasik, namun di inilah yang menuntut adanya manajemen lingkungan pondok menyelenggarakan sekolah penge-lolaan lembaga pendidikan sesuai tuntu- umum, seperti SD, SMP, SMA dan Universitas tan zaman. Signifikansi professionalisme mana- (Atmaturida, 2001: 28). jemen pendidikan menjadi sebuah keniscayaan Berdasarkan studi yang penulis lakukan, di tengah dahsyatnya arus industrialisasi dan pengalaman beberapa pesantren di Pulau Jawa perkembangan teknologi modern (Abdurrah- dapat dikatakan sedikit berbeda dengan peng- man Wahid, 1984: 8). alaman masyarakat Riau. Riau sebagai provinsi Dalam memahami gejala modernitas yang yang berpenduduk mayoritas muslim dan kian dinamis, pesantren sebagaimana diistilah- mengidentikkan dirinya dengan negeri melayu, kan Gus Dur sebagai ‘sub kultur’ memiliki dua memiliki sejarah panjang dalam tradisi kepesan- tanggung jawab secara bersamaan, yaitu sebagai trenan, khusunya tradisi kajian kitab klasik atau lembaga pendidikan agama Islam dan sebagai kitab kuning. bagian integral masyarakat yang bertanggung Kampar merupakan salah satu kabupaten di jawab terhadap perubahan dan rekayasa sosial Riau yang dianggap amat kental dengan tradisi (Amin Haedari, dkk., 2004: 76). Dalam kaitan- ini, bahkan menyatakan dirinya sebagai serambi nya dengan respon keilmuan pesantren terha- Mekkahnya Riau. Kabupaten Kampar dapat di- dap dinamika modernitas, setidaknya terdapat katakan sebagai pusat pesantren tradisionil, dua hal utama yang perlu diperhatikan. Kedua- yang telah melahirkan banyak tokoh keagamaan nya merupakan upaya kultural keilmuan pesan- di Riau. Di antara pesantren yang tua di tren, sehingga peradigma keilmuannya tetap Kampar misalnya Pesantren Darun Nahdhah,

74 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88

Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah juga berarti nilai-nilai yang dipahami, dihayati, Islamiyah Tg. Berulak, Pesantren Darus Salam diamalkan, dan melekat pada seluruh kom- Batu Bersurat, dan sebagainya. Masing-masing ponen pesantren sebagaimana tersebut di atas. mempertahan-kan ciri tradisionalismenya dan Dalam kaitan ini, berdasarkan hasil pene- menyatakan dirinya sebagai penegak mazhab litian para ahli menunjukkan bahwa tradisi yang SyafiÆiah. ada di pesantren tersebut antara lain: (1) tradisi Belakangan, didirikan pesantren yang telah rihlah ilmiah, (2) meneliti, (3) menulis kitab, (4) “termodernisasikan” di Pekanbaru, antara lain; mem-baca kitab kuning, (5) praktek thariqat, (6) Pesantren Dar al-Hikamah, Pesantren Babus peng-hafal, (7) berpolitik, dan (8) tradisi ber- Sa-lam, Pesantren Teknologi Riau, dan sebagai- bahasa Arab, dan (9) tradisi yang bersifat sosial nya. Pesantren Babus Salam misalnya, menerap- keagamaan lainnya(Abuddin Nata, 2013:315). kan sistem sekolahan di lingkungan Pesantren, Adapun istilah kajian berasal dari kerja ngaji, seperti SMP dan SMA. Pesantren Dar al- dan istilah “ngaji” adalah proses bergurunya Hikmah mengidentikkan dirinya (dan ber- seorang terhadap kiai. Menurut Cak Nur, afiliasi) dengan pesantren modern di Jawa, mgaji adalah bentuk kata kerja aktif dari seperti Pesantren Dar al-Salam di Gontor, Dar perkataan “kaji, yang berarti “mengikuti jejak al-Najah di , dan sebagainya. haji. Yaitu belajar agama dengan bahasa Arab. Merujuk kepada kategori Atmaturida dan Tampaknya, karena keadaan pada abad-abad Maghfurin di atas, agaknya tidak ada di antara lalu memaksa orang untuk tinggal lama di tanah pesantren di Riau, seperti disebutkan di atas, suci, sehingga memberi kesempatan padanya yang mempertahankan kemurnian tradisi pesan- untuk belajar agama di Makkah, yang kelak tren. Berhadapan dengan modernisasi yang diajarkan kepada orang lain ketika pulang. Yang amat pesat, pesantren-pesantren tersebut perlu dicatat di sini adalah hampir rata-rata merespon-nya dengan mengadakan perubahan orang-orang yang menjadi pengasuh di pondok atau pemba-haruan, namun respon mereka pesantren, dulunya adalah orang yang pernah bervariasi. Untuk mengetahui respon tersebut, mengenyam pendidikan di kota suci. Tokoh penulis akan mengambil tiga pesantren di utama pendidikan seperti KH. Kholil Bang- provinsi Riau yang memiliki latarbelakang kalan, KH. Nawawi al-Bantani, KH. Mahfudz berbeda, yaitu Darun Nahdhah di Bangkingan, al-Tirmasi, bahkan KH. Hasyim al-‘Asyari, Darel Hikmah dan Babussalam di Pekanbaru. mereka semua adalah orang-orang yang meng- enyam pendidikan di Makkah dalam kurun waktu yang lama(Amin Haedari, dkk., 2004: 5). TRADISI PESANTREN DAN KAJIAN Selain itu Cak Nur juga menduga bahwa KITAB KUNING ngaji berasal dari bentuk kerja aktif “aji” yang Pengertian Tradisi, Kajian, dan Kitab berarti “terhormat”, “mahal”, “kadang-kadang”. Kuning Keter-kaitan itu bisa dibuktikan dengan adanya Kata tradisi berasal dari bahasa Inggris, tradition kata aji-aji yang berarti “jimat”. Jadi ngaji dalam yang berarti tradisi(John M. Echols dan Hassan hal ini berarti “mencari sesuatu yang berharga”, Shadily, 1980: 599). Dalam bahasa Indonesia, atau menjadikan diri terhormat, atau berharga. tradisi diartikan sebagai segala sesuatu (seperti Untuk memutuskan mana pernyataan yang , kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan lebih benar dari kedua arti berbeda tersebut sebagainya) yang turun temurun dari nenek tidak memiliki data sejarah yang pasti. Namun moyang hingga anak cucu(W. J. S. Poerwadar- demikian, seluruh alasan yang diungkapkan minta, 1991: 1089). sangat logis dan mengarah kepada kemuliaan Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pesantren, kiai, santri, dan pengajian. yang dimaksud dengan tradisi pesantren adalah Tradisi kitab Kuning di Pesantren segala sesuatu yang dibiasakan, dipahami, diha- yati, dan dipraktekkan di pesantren, yaitu Dalam konteks tradisi membaca kitab kuning, berupa nilai-nilai dan implementasinya dalam seorang peneliti asal Belanda, Martin van kehidupan sehari-hari, sehingga membentuk Bruinessen, telah menunjukkan dengan jelas kebudayaan dan peradaban yang memebeda- tentang adanya tradisi membaca kitab kuning di kannya dengan tradisi yang terdapat pada Pesantren. Melalui bukunya yang berjudul lembaga pendidikan lainnya. Tradisi pesantren Yellow Book (kitab kuning), Bruinessen meng-

75 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab.... informasi-kan bahwa kitab-kitab karangan para rakatan pada umumnya. Kuatnya pengaruh kiai sebaga-imana tersebut di atas, khususnya ajaran ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah di kalangan karya Nawawi al-Bantani dan Mahfudz al- umat Islam, yang dicirikan dengan penggunaan Tirmizi telah menjadi kitab rujukan utama yang pahan Asy’ariyah dalam bidang teologi, peng- dipelajari di pesantren-pesantren di Pulau Jawa gunaan paham al-Syafi’i dalam bidang Fiqh, dan dan sekitarnya (Martin van Bruinessen, 1999: penggunaan Tasawuf al-Ghazali dan Imam al- 27). Junaid dalam bidang tasawuf terjadi karena Dalam dunia pesantren, posisi kitab kuning pengaruh dari tradisi membaca kitab kuning sangat strategis karena kitab kuning dijadikan oleh para kiai di pesantren, serta ceramah- sebagai text book, references, dan kurikulum dalam ceramah yang mereka sampaikan di masyarakat sistem pendidikan pesantren. Selain sebagai (Abuddin Nata: 321-322). Kitab-kitab kuning pedoman bagi tatacara keberagamaan, kitab yang diajar-kan di pesantren memiliki tingkatan- kuning difungsikan juga oleh kalangan pesan- tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut diten- tren sebagai referensi universal dalam menyi- tukan oleh keadaan santri; tingkat pemula kapi segala tantangan kehidupan (Abdullah Aly, (awwaliyah), tingkat menengah (wushtha), dan 2011: 185). Menurut Affandi Mochtar (Said tingkat tinggi (`aly). Ada juga tingkatan itu Aqiel Sirajd, 1999: 235-236), ada 2 alasan ditentukan pola penyajian kitan itu sendiri, penting yang mendasari pentingnya posisi kitab seperti pola matan, syarah, dan khasyiyah. Pola kuning sebagai referensi dan kurikulum dalam lain dalam penyajian kitab yang tampaknya sistem pendidikan pesantren. Pertama, kebe- memperkuat kecende-rungan pembagian ting- naran kitan kuning bagi kalangan pesantren katan itu adalah kitab-kitab jenis mukhtashar merupakan referensi yang kandungannya sudah yang merupakan ringkasan dari kitab yang ada, tidak perlu dipertanyakan lagi. Kenyataan mubassathah atau mutawassithah yang tampaknya bahwa kitab kuning yang ditulis sejak lama dan berisi tambahan penjelasan, dan muthawwalah terus dipakai dari masa ke masa menunjukkan yang memberikan tambahan penjelasan yang bahwa kitab kuning sudah teruji kebenarannya lebih banyak, namun bukan syarah atau bukan dalam sejarah yang panjang. Kitab kuning pula khasiyah. dipandang sebagai pemasok teori dan ajaran yang bersandar pada al- dan Hadis Nabi. Sebaran Kitab Kuning di Pesantren Kedua , bahwa kitab kuning penting pesantren Adapun kitab-kitab kuning yang beredar di untuk memfasilitasi proses pemahaman keaga- pesantren-pesantren memiliki beberapa kajian maan yang mendalam sehingga mampu meru- sebagai berikut (Wahid, dkk. : 241-244): muskan penjelasan yang segar tetapi tidak (a) Bidang Bahasa Arab ahistoris mengenai ajaran Islam, al-Quran, dan Kitab kuning dalam disiplin bahasa Arab Hadis Nabi. berkaitan erat terutama dengan masalah- Pelestarian pengajaran kitab kuning di pesan- masalah nahwu, shorf dan balaghah. Kitab tren telah berjalan terus-menerus, dan secara kuning shorf paling dasar bagi para pemula kultural telah menjadi ciri khusus pesantren adalah Al-Bina wa Al-Asas karya Mulla Al- sam-pai saat ini. Di sini peran kelembagaan Danqari, kemudian dilanjutkan kitab Al- pesantren dalam meneruskan tradisi keilmuan Tashrif buah karya Ibrahmin Al-Zanzani klasik sa-ngatlah besar. Pengajaran-pengajaran atau kitab Al-Maqshud. Dalam bidang ini, kitab klasik tersebut pada gilirannya telah kitab dalam bahasa jawa pun beredar menumbuhkan warna tersendiri dalam bentuk misalnya kitab Al-Amsilah Al-Tashrifiyyah paham dan sis-tem nilai tertentu. Sistem nilai ini karya Muhammad Ma’shum bin Ali, asal berkembang secara wajar dan mengakar dalam Lasem, Jawa Tengah dan shorf Mlangi hasil kultur pesan-tren, baik yang berbentuk dari anggitan Kyai Nur Iman dari Mlangi, pengajaran kitab-kitab klasik maupun yang lahir Yogyakarta. Setelah itu setingkat lebih dari pengaruh lingkungan pesantren (Yasmadi, tinggi ada kitab kuning syarh (komentar) 2005: 90). atas Al-Maqshud yaitu Hall Al-Maqal karya Melalui tradisi membaca kitab kuning ini, Muhammad Ullays (w. 1881 M) dan para kiai pesantren telah berhasil mewarnai komentar atas Al-Tashrif yaitu Kaylani karya corak kehidupan keagamaan masyarakat pada Ali Ibn Hisyam Al-Kaylani. Sedangkan khususnya dan kehidupan sosial kemasya- dalam bidang Nahwu, kitab kuning pemula

76 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88

adalah Al-Awamil Al-Miah karya Abd Al- merupakan syarkh atas Minhaj yaitu Tuhfah Qahir Ibn Abdirrahman Al-Jurjani (w. 471 Al-Muhtaj karya Ibn Hajar Al-Haytami (w. H), Al-Muqaddimah Al-Ajrumiyyah karya 973 H/1565-6 M) dan Nihayah Al-Muhtaj Abu Abdillah Ibn Dawud Al-Shanhaji bin karya Samsuddin Al-Romli (w. 1004 Ajrum (w. 723 H). Kemudian kajian nahwu H/1595-6 M). Begitu juga Mughni Al- tingkat menengah menggunakan Al-Durar Muhtaj karya Khatib Al-Syarbini (w. Al-Bahiyyah yang dikenal dengan ‘Imrithi 977H/1569-70 M), Kanz Al-Raghibin yang karangan Syarf Ibn Yahya Al-Anshari Al- lebih dikenal dengan Al-Mahalli karya Imrithi dan lebih tinggi lagi menggunakan Jalaluddin Al-Mahalli (w. 864 H/1460 M) kitab kuning Al-Mutammimah karya dan Minhaj Al-Thullab karya Zakariyya Al- Samsuddin Muhammad bin Muhammad Anshari (w. 926 H1520 M). Generasi ketiga Al-Ru’yani Al-Khatabi dan Alfiyyah Ibn dari kitab Al-Muharrar adalah karya Al- Malik beserta kitab kuning syarkh yang Anshari, Fath Al-Wahhab yang merupakan dikenal dengan Ibn Aqil anggitan Abdullah ringkasan dari karyanya sendiri yaitu Minhaj bin Abdirrahman Al-Aqil. Adapun yang Al-Thullab. Kitab kuning lainnya dari membahas balaghah sekurang-kurangnya generasi ini hanya merupakan ringkasan ada tiga kitab kuning yang terkenal yaitu dan intisari dari kitab kuning generasi Al-Jauhar Al-Maknun karya Abdurrahman sebelumnya. Sementara itu dari kitab Fath Al-Akhdari (w. 920 H/1514 M), Al-Mursyid Al-Wahab lahir dua kitab hasyiyah (komentar Ala Uqud Al-Juman fi ‘Ilm Al-Maani wa Al- atas komentar), masing-masing oleh Bayan karya Jalaluddin Al-Suyuthi yang Bujayrimi (w. 1221 H/1806 M) dan Jamal meupakan edisi nadzm dari ‘Ilm Al-Ma’ani (w. 1204 H/1780-90 M). wa Al-Bayan karya Sirajuddin Al-Sakkaki Adapun dari kitab Ghayah wa Al-Taqrib dan Al-Risalah Al-Samarqandiyyah karya karya Abu Syuja juga lahir dan berkembang Abu Al-Qasim Al-Samarqandi. sejumlah kitab kuning di lingkungan (b) Bidang Ilmu Mantiq pesantren. Dari kitab ini muncul Al-Iqna’ Kitab kuning yang paling terkenal dalam karya Syarbini (w. 977 H/1569-70 M), masalah ini adalah Al-Sulam Al-Munawarraq Kifayah Al-Akhyar karya Al-Dimasyqi (w. fi ‘Ilm Al-Manthiq karya Al-Akhdar, 829 H/1426 M0 danb Fath Al-Qarib karya pengarang kitab Al-Jauhar Al-Maknun. Ibn Qasim (w. 918 H/1512 M). Garis lain Komentar atas kitab kuning ini dibuatnya dari fiqh Syafi’i adalah Kitab Qurrah Al- sendiri dalam Idat Al-Mubham min Ma’ani ‘Ayn karya Al-Malibari. Dari sini lahirlah Al-Sulam. Selain itu ada satu lagi kitab Nihayah Al-Zayn karya Syaikh Nawawi Al- kuning manthiq yang selalu dikaji di Bantani dan Fath Al-Mu’in karya lanjutan pesantren yaitu Isaghuzi, karya Atsiruddin Al-Malibari sendiri. Kemudian dua kitab Mufadhdhal Al-Bahri (w. 663 H/1264 M). kuning lain lahir dari Fath Al-Mu’in yaitu I’anah Al-Thalibin karya Sayyid Bakri (w. (c) Bidang Ilmu Fiqh; 1893 M) dan Tarsyih Al-Mustafidin karangan Adapun kitab kuning dalam bidang fiqh Alwi Al-Saqqaf (w. 1916 M). hampir semua yang beredar termasuk Dalam daftar Van Den Berg ada garis lain dalam kriteria fiqh Madzhab Syafi’i. Van yakni kitab kuning elementer abad ke 9 H, Bruinessen mengungkapkan bahwa karya- yaitu kitab Muqaddimah Al-Hadhramiyyah karya fiqh Syafi’i berasal atau merupakan karya Abdullah bin Abdul Karim ba- kreasi lanjutan dari tiga kitab kuning yang Fadhal. Dari garis ini lahir Minhaj Al-Qawim muncul sebelumnya yaitu Al-Muharrar karya Ibn Hajar, yang kemudian pada abad karya Al-Rafi’i (w. 625 H/1226 M), Al- ke 18 melahirkan Al-Hawasyi Al-Madaniyyah Taqrib karya Abu Syuja’ Al-Isfahani (w. 593 karya Muhammad bin Sulayman Al-Kurdi. H/1197 M) dan Qurrah Al-Ayn karangan Melalui garis ini, kitab kuning yang paling Al-Malibari (w. 9756 H/1567 M). Dari terkenal dan beredar di hampir seluruh garis Al-Muharrar lahir Minhaj Al-Thalibin pesantren di Jawa hanya kitab Minhaj Al- karya Abu Zakariyya Yahya An-Nawawi (w. Qawim yang kandungannya terbatas pada 676 H/1277-8 H). Kemudian generasi fiqh ibadah saja. Adapun dua kitab berikutnya kitab-kitab kuning yang ada komentar lagi atas kitab Al-Muqadddimah

77 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....

adalah karya Syaikh Mahfudz Al-Tirmisi dan Busyr Al-Karim bi Syarkh Masail Ta’lim Dari sejumlah kajian kitab kuning yang ala Muqaddimat Al-Hadhramiyyah karya Said diajarkan di pesantren, fikih merupakan disiplin bin M. Bahsin. ilmu yang memperoleh perhatian terbesar (d) Bidang Ushul Fiqh; (Karel A. Steenbrink: 143-4, 173-4). tapi bukan Dalam bidang Ushul Fiqh pesantren berarti pelajaran lain diabaikan. Karya-karya mengenal beberapa kitab di antranya Al- fikih yang dipelajari di pesantren berada dalam Waraqat karya Imam Al-Haramayn (419- satu alur pemikiran mazhab, khususnya mazhab 478 H/1028-1085 M), Al-Luma’ fi Ushul Al- al-Syafi'i. Survei van Brinessen dalam hal ini Fiqh karya Abu Ishaq Al-Syairazi Al-Syafi’i perlu dicatat. la mengungkapkan bahwa karya- (w. 476 H), Lathaif Al-Isyarat dan Jam’ Al- karya fikih Syafi'i berasal atau merupakan kreasi Jawami’ karya Tajuddin Al-Subki (w. 769 H) lanjutan dari tiga kitab kuning pendahulu; serta Al-Asybah wa Al-Nadzair karya masing-masing kitab al-Muharrar karya Rafi'i (w. Jalaluddin Al-Suyuthi (849-911 H/1445- 625 H11226 M), kitab al-Taqrib karya Abu 1505 M). Kitab Jam’ Al-Jawami’ karya Al- Syuja' al-Ishfahani (w. 593 H/1197 M) dan Subki mendapatkan komentar dalam Lubb kitab Qurrah al-`Ayn karangan Malibari (w. kira- Al-Ushul karya Abu Zakariya Al-Anshari. kira 975 H/1567 M). Ketiga kitab ini masing- Lubb Al-Ushul sendiri mendapatkan masing membuat garis sejarah perkembangan komentar oleh Muhammad Al-Jauhari dan sejumlah kitab tersendiri sesudahnya (Affandi Abu Zakariya Al-Anshari dalam Ghayah Al- Mochtar: 242-3). Wushul. Jalaluddin Al-Mahalli juga mempunyai komentar atas Jam‘ Al-Jawami’ Metode Pembelajaran Kitab Kuning yang kemudian mendapatkan komentar Diskursus mengenai metode pembelajaran kitab atas komentar dari Al-Bannani. (Hanafi, kuning di pondok pesantren Salafiyah tidak 2004: 33) akan terlepas dari penggunaan metode (e) Bidang dan ilmu tafsir; tradisional konvensional. Metode pembelajaran Jalalain, Munir, Dalam bidang tafsir ada kita dapat diarti-kan sebagai cara-cara yang lbnu Kasir, Tafsir Yasin, Al Tahbir, Baidowi, dipergunakan untuk menyapaikan ajaran sampai Jamiul Bayan/ Tabari, Al Kazin . Adapun ke tujuan. Dalam kaitannya dengan pondok Tibyan fi dalam bidang ilmu tafsir, yaitu: pesantren Salafiyah, ajaran adalah apa yang Adabi Hamalatil Quran, Asbabun Nuzul, terdapat dalam kitab kuning atau kitab rujukan Ilmut Tafsir, Al Burhan fi UlumilQur’an, Al atau referensi yang dipegang oleh lembaga ltqan, Itmamu Diraya . tersebut. Dalam perjalan-annya, selama kurun (e) Bidang hadits dan ilmuhadits; waktu yang panjang pon-dok pesantren jenis ini (f) Bidang tauhid; menerapkan beberapa metode pembelajaran ; (h) Bidang tasawuf diantaranya; wetonan atau bandongan, sorogan Hikam/Syarh, lhya Ulumuddin, Risalah dan hafalan (tahfidz) dan munazharah Muawanah, Nasaihuddiniyah, Sirajuttalibin, (musyawarah/muzkarah). Bidayatulhidayah, Tanwirul Qulub, Salalimul

Fudhala, Irsyadul Ibad, Kasyfus Saja, Dalilul PESANTREN DAN PERUBAHAN Khairat, Hidayatul Adkiya, Sairus Salikin, SOSIAL Hidayatus Salikin, Tanbihul Gafilin, Mudrajus suhud, Irsyad al Fuhul, Zurratun Nasihin, Sabilul Pengertian Perubahan Sosial Izkar, Mauizatul Mu’minin, Insan Kamil, Al Perubahan berasal dari kata ubah yang Maftuhah Arabi, Fathu Rabb Al bariyah. Dan diberikan awalan per dan akhiran an. W. J. S. dalam bidang akhlak diajarkan: Matan/syarah Poerwadar-minta, dalam Kamus Umum Bahasa Ta’limulmuta’allim, Ahlak lil Banin, Akhlak lil Indonesia, mengartikan perubahan sebagai Banat, Munadorotul walidiyah, Wasaya, ‘Idotu keadaan yang berubah dari keadaan yang nnasi’in, ls’adur Rafiq, Tafrihatul Wildan, Wa semula ke dalam bentuk lain (W. J. S. saya, Nasaihul Ibad, Qamiut Tugyan, Taisirul Poerwadarminta, 1998: 87). Sedangkan sosial Khalaq, Nazmul Matlab, Nazmul , atau masyarakat adalah kumpulan manusia yang Tahliyah, Makarjmul Akhlak, Washiyah Al bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu dan Mustofa. terikat oleh aturan yang disepakati bersama

78 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88 dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada secara konkret, pesan-tren merespon tantangan masyarakat yang sudah maju kesepakatan itu dalam berbagai bentuk. bersama tersebut dido-kumentasikan dalam Pertama, pembaruan substansi atau isi pendi- sebuah undang-undang atau peraturan. dikan pesantren dengan memasukkan subjek- Sedangkan pada masyarakat yang belum maju subjek umum dan ketrampilan (vacational). atau tradisional, kesepakatan ter-sebut belum Kedua, pembaruan metodologi seperti klasikal dituliskan, melainkan masih berupa bentuk dan penjenjangan; ketiga, pelembagaan, seperti ucapan atau perbuatan yang dibina dan diawasi kepemimpinan pesantren, diversifikasi lembaga pelaksanaannya oleh pemangku adat. pendidikan; dan keempat, pembaruan fungsi dari Masyarakat yang melanggar undang-undang dan fungsi pendidikan mencakup fungsi sosial peraturan akan dikenakan sanksi baik perdata ekonomi. maupun pidana. Demikian pula orang yang me- Sebagai bukti empirik yang bisa dilihat seka- langgar adat istiadat yang berlaku di masyarakat rang adalah banyaknya pesantren yang menggu- juga akan dikenai sanksi yang dilaksankan oleh nakan sistem klasikal, serta pengaturan kuriku- pemangku adat. lum. Bahkan sebagai bentuk negosiasi. Adapun perubahan sosial merupakan per- Kebanya-kan pesantren yang berdiri sekarang alihan dari suatu keadaan masyarakat pada suatu ini menggu-nakan dua sistem pembelajaran keadaan yang baru. Atau bisa juga dikatakan sekaligus. Sistem klasikal yang disesuaikan sebagai perubahan satu realitas ke dalam bentuk dengan kurikulum pemerintah yang dilakukan realitas yang lain, yang berbeda dengan realitas pada jam sekolah biasa, mulai dari jam tujuh asasnya. Ada atau tidaknya suatu perubahan di sampai setengah dua(an); dan selebihnya da-lam masyarakat hanya dapat dilihat dari pengajian wetonan, pada waktu-waktu ba’da gejala-gejala yang tampak. Di antara gejala- shalat, seperti pasca Ashar, Maghrib, Isya’, dan gejala tersebut, yaitu: depersonalisasi, adanya Subuh. frustasi dan apathy (kelumpuhan mental), Lebih dari itu, beberapa pondok pesantren pertentangan-pertentangan, dan perbedaan- bahkan mulai menerapkan sistem pembelajaran perbedaan penda-pat mengenai norma-norma modern secara penuh, di mana pola pembela- susila yang hingga kini dianggap mutlak, adanya jaran semacam ta’lim, wetonan dan sorogan pendapat-pendapat yang tidak disetujui oleh ditiadakan sama sekali. Contoh kasus seperti: banyak orang, terjadinya jarak antara generasi Pondok pesantren Gontor, Wali Songo Ngabar, (generation gap), dan lain-lain (Astrid S. Susanto, Al Zaitun, dan lain-lain. 1979: 178). Tentang penolakan pesantren terhadap bu- daya manajemen dan profesionalitas, tampak- Sebab dan Akibat Perubahan Sosial nya juga bukanlah sesuatu yang mutlak. Dalam Pada 1920-an, terjadi tiga pembaruan penting laju perkembangan pondok pesantren secara yang diadopsi oleh banyak pesantren, terpe- gradual, pondok-pondok pesantren ini juga ngaruh oleh kemajuan pendidikan Islam dari mulai meng-gunakan sistem organisasi dalam Timur Tengah dan persaingan dengan sistem manajemen pondok. Kiai yang pada mulanya pendidikan Belanda (Jones, Sidney, 1991: 20). sebagai poros dari struktur keorganisasian Pertama, pembukaan beberapa pesantren untuk secara pelan-pelan mulai bergeser. Proses santri perempuan. Kedua, penggunaan sistem pergeserannya pun terdiri dari beberapa madrasah, sejenis sekolah Islam yang diadopsi tahapan. Pada tahapan pertama, jika pada dari Timur Tengah yang memformalkan pendi- mulanya seluruh manajemen berada dalam dikan pesantren melalui penggunaan sistem tangan kiai, sekarang seorang kiai mulai kelas bertingkat-tingkat. Ketiga, penambahan mengangkat beberapa badal yang disebut beberapa pengajaran umum seperti Matamatika pengurus juga seorang kepala pondok/lurah. dan Bahasa Indonesia pada kurikulum. Pada tahap ini, sudah mulai ada pembagian Menurut Suwendi, sebagai respon terhadap fungsi keorganisasian, dalam arti tidak setiap gerakan reformasi Islam tersebut, pesantren kegiatan harus melibatkan peran kiai secara penuh. Namun demikian, peran kiai masih me-lakukan sejumlah akomodasi dan adjustment yang dianggap tidak hanya tampak kuat. Pengurus menjalankan fungsi, mendukung konti-nuitas pesantren tetapi juga tetapi tidak begitu substansial. bermanfaat bagi para santri. Dalam wujudnya

79 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....

Pada tahapan kedua, masuknya pengajar- Selain itu, muncullah sekolah-sekolah agama pengajar klasikal selain kiai di pondok pesan- (ibtidaiyah, Tsanawiyah, ‘Aliyah) serta sekolah- tren. Secara otomatis kiai mulai membutuhkan sekolah umum dari rahim pesantren sendiri. bantuan dari luar pondok yang difungsikan Sayangnya, tidak selamanya harapan sesuai untuk mengajar pelajaran-pelajaran tertentu dengan kenyataan. Terbukti, dengan dibukanya yang tidak dikuasainya. Pun secara otomatis pendidikan agama dari rahim pesantren inilah manajemen pada tingkat ini lebih profesional. secara otomatis telah mengurangi jam pengajian Pada tahap ketiga, telah mulai dibentuk yang dilakukan seorang kiai dalam pesantren. yayasan di mana selain pondok pesantren juga Masuknya pola pembelajaran dengan kurikulum berdiri sekolah-sekolah umum. Baik Madrasah modern dan pelajaran-pelajaran umum sesuai Ibtida’iyah (MI) setingkat SD, Madrasah dengan ditentukan oleh pemerintah, membuat Tsanawiyah (MTs) setingkat SMP, atau semakin berkurangnya jam baca kitab kuning Madrasah ‘Aliyah setingkat SMA. Beberapa oleh seorang kiai dan santrinya. Banyak urusan setiap lembagaa di bawah yayasan itu, pesantren akhirnya menjadi pondok yang memiliki kebijakan sendiri. Namun demikian, “serba nanggung”, alias kemampuan baca peran kiai sebagai kepala yayasan juga masih kuning santrinya kurang bisa dipertanggung- banyak melakukan intervensi pada hal-hal jawabkan, sementara kemampuan penyerapan tertentu; misalnya banyaknya – kalau tidak pelajaran umum juga belum bersaing dengan semuanya – kepala sekolah di bawah yayasan sekolah umum di luar pesantren. tersebut merupakan anak atau kerabat dari kiai Lebih jauh, akibatnya adalah defungsional- tersebut. isasi pondok pesantren. Bila awalnya orang Pada tahap terakhir, hampir sama sengan pergi ke pesantren dengan niatan untuk tahap ketiga, yaitu pondok pesantren melem- mendalami ilmu-ilmu keagamaan, justru bagakan dirinya sendiri menjadi yayasan; hanya berbalik arah. Pesantren seakan menjadi pimpinan pusat tidak lagi terletak pada seorang “tempat kos” ansich dan tempat kedua setelah kiai tunggal. Pada tahap ini, model kepemim- pendidikan formal itu sendiri. Orang-orang pinan kharismatik mulai tercerabut dari akarnya, yang belajar ke pesantren tidak lagi mereka yang di mana munculnya pondok pesantren didasar- benar-benar ingin belajar agama, dan niatnya kan atas organisasi modern yang berpijak pada pun tidak semata-mata untuk mendalami ktab sistem birokrasi yang rasional. Sementara itu kuning belaka tetapi mejadi macam-macam. posisi kiai tidak lagi di puncak pimpinan tapi Pada saat ini ada kebutuhan besar untuk sudah berada di bawah naugan organisasi. Pada sistem pendidikan nasional yang baru dan ba- pola ini, siapa yang akan jadi pimpinan akan nyak siswa pindah dari pesantren dan madrasah dipilih dalam musyawarah tahunan. Salah satu ke sistem pemerintah. Dampak perubahan ini contoh dari pondok pesantren yang menggu- adalah pesantren semakin terus-menerus me- nakan metode ini adalah Pondok Pesantren As- nambah kurikulum umum pada kurikulum aga- Syafi’iyah di Jakarta yang sudah menjadi yayasan ma, seringkali melalui peningkatan pembangun- sejak tahun 1963 (Muhammad Jamilun, 2002: an sekolah madrasah di pesantren (Hefner. 47). 2009, 64-65). Dalam perkembangan selanjutnya, peranan Pada tahun 1958, untuk menyatukan sistem pesantren terdesak oleh munculnya sekolah- madrasah swasta dan meningkatkan mutu sekolah agama dan sekolah-sekolah umum baik pendi-dikannya, DEPAG menciptakan Kuriku- di tingkat dasar maupun tingkat perguruan lum Madrasah Wajib Belajar. Akan tetapi, tinggi. Realitas seperti ini kemudian membuat madrasah terus menjaga kurikulum tersendiri, kecenderungan orang tua untuk lebih memilih jadi sebagai upaya untuk meningkatkan pengua- sekolah agama atau sekolah uum bagi anak- ksaan peme-rintah atas pendidikan Islam dan anaknya. Pun, kecenderungan ini mau tidak mengim-plementasikan kurikulum tersebut, mau, membuat beberapa pesantren merombak DEPAG mulai mendirikan madrasah negeri sedikit pola pembelajarannya untuk menyesuai- yang diurus oleh pemerintah. Walaupun sudah kan de-ngan zaman yang menghendakinya, ada madrasah swasta, namun upaya pemerintah Maka hasil-nya, selain masih mempertahannkan ini mencoba mempengaruhi madrasah swasta pola pem-belajaran lama, beberapa pesantren untuk meng-adopsi sistem pemerintah. Pada mulai ber-benah diri untuk fastaqul khairat. tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan

80 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88

Bersama (SKB) tiga menteri untuk menya- ga banyak hal didasarkan pada pertimbangan- makan kurikulum mad-rasah melalui implemen- pertimbangan yang lebih rasional, termasuk tasi kurikulum nasional. DEPAG memutuskan dalam menyikapi ajaran agamanya. Keempat, bahwa kurikulum ini akan termasuk 70% tumbuhnya sikap dan orientasi hidup pada pelajaran umum (termasuk ilmu alam, ilmu kebendaan atau sikap hidup materialistik. Se- sosial, kebudayaan dan bahasa) dan 30% hingga ukuran-ukuran hidup kebendaan pelajaran beragama (ilmu keagamaan secara menjadi lebih dominan dibandingkan dengan umum dan fiqih). Madrasah yang me-nerima hidup batin. perubahan ini bisa menerima dana dari Kelima, tumbuhnya mobilitas penduduk yang pemerintah dan siswanya bisa mengambil ujian semakin cepat, sehingga mempercepat proses nasional untuk pendidikan tinggi (Zuhdi: 20). urbanisasi. Keenam, tumbuhnya sikap hidup yang individualistik, sehingga merenggangkan silatur- Tradisi Pesantren dalam Tantangan rahmi dan kebersamaan. Ketujuh, munculnya Globalisasi sikap hidup yang cenderung “permisif”, yaitu Globalisasi adalah kata yang digunakan untuk sikap hidup yang longgar terhadap berbagai mengacu kepada “bersatunya” berbagai negara bentuk penyimpangan, termasuk penyimpangan dalam globe menjadi satu entitas. Globalisasi terhadap ajaran agamanya. se-cara istilah berarti perubahan-perubahan Berhadapan dengan modernitas, kalangan struktural dalam seluruh kehidupan negara santri merupakan kalangan yang paling lama bangsa yang mempengaruhi fundamen- me-lakukan reaksi penerimaan. Gaung kejayaan fundamen dasar pengaturan hubungan antara yang ditawarkan tidak juga membuat mata ter- manusia, organisasi-organisasi sosial, dan belalak untuk segera mengambil mentah- pandangan-pandangan dunia(, mentah tradisi modernitas itu. Namun demikan, Pendidikan, 1999: 44). bukan berarti orang-orang santri lantas bersikap Memahami pengaruh proses globalisasi ini proteksionis dan apatis terhadap laju adalah sangat penting pada topik pesantren. perkembangan zaman yang telah dihembuskan Ketika kita membahas perubahan-perubahan oleh modernitas. pada pendidikan pesantren di Indonesia, kita Dengan berpegang teguh pada prinsip al-Muhafazhah ‘ala al-Qadim al-Shaalih wa harus mengakui proses-proses perubahan sosial adigum” al-Ahzdu bi al-Jadid al-Ashlah” yang lebih luas daripada masyarakat Islam di kalangan Indonesia saja. Walaupun ada beberapa peng- pesantren coba mulai memilah-milah antara ikut Islam yang mencoba menolak perubahan satu persatu dari gebyar modernitas untuk dicari dan pengaruh dari masyarakat luar, tidak ada sarinya; mana yang bisa digunakan, dan mana seorang yang berhasil dalam proses meng- yang tidak. Sayangnya, tindakan yang begitu abaikan pengaruh-pengaruh ini (Roy: 270). berhati-hati ini, membuat kalangan pesantren Modernisasi telah membawa dampak begitu dinilai terlalu lam-ban hingga akhirnya dituding besar bagi berlangsungnya sebuah realitas sosial. oleh orang luar pesantren sebagai masyarakat Ada beberapa fenomena – seperti yang dieks- yang apatis terhadap kemajuan zaman. plorasi A. Malik Fadjar (A. Malik Fadjar, 1988: Namun demikian, masih juga ada kalangan 218) yang bisa diungkap mengenai implikasi pesantren yang dengan terang bersiap apatis dari modernisasi. Pertama, berkembangnya mass terhadap modernitas. Ada beberapa alasan pertama culture karena pengaruh kemajuan mass media. reaksi mereka antara lain: , kemunculan Seperti televisi, hingga arus informasi tidak lagi mo-dernitas yang dari Barat sangat tidak bisa bersifat lokal, tetapi nasional bahkan global. Hal lepas dari dunia Barat itu sendiri. Kalangan ini ini akan berdampak pada kondisi keragaman men-curigai bahwa modernisasi sama halnya Kedua atau pun heterogenitas nilai dalam masyarakat, dengan westernisasi. , perkembangan ilmu yang akan berpengaruh terhadap nilai-nilai penge-tahuan dan teknologi yang demikian agama yang ada dalam masyarakat. pesatnya di zaman modern – di Barat, Kedua, tumbuhnya sikap hidup yang lebih menyebabkan ketimpangan luar biasa antara masyarakat Islam dengan masyarakat modern. terbuka sehingga memungkinkan terjadinya proses perubahan dalam berbagai bidang Dan pada akhirnya, mereka mempertentangkan kehidupan, termasuk kehidupan beragama. antara tradisi dan modernitas menjadi sesuatu Ketiga, tumbuhnya sikap hidup rasional, sehing-

81 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab.... yang tak beralasan; mengingat pada dasarnya untuk menghormati santri yang besar begitu tradisi sendiri bersifat dialogis dan berkembang. pun sebaliknya seorang santri yang besar Sebagaimana yang dikatakan Arkoun, bahwa diharapkan untuk menyayangi yang kecil. sikap proteksionisme beberpa kalangan Islam Dengan demikian, pola pembelajaran di terhadap modernitas bisa saja disingkirkan jika pesantren tidak mengenal klasifikasi rangking mereka konsisten memperlakukan tradisi kelas karena hanya akan mencerabut sifat sebagai “a living dialogue grounded in common kemanusiaan anak didik belaka. Siswa seakan freference to particular creative event”, maka usaha menjadi robot yang setiap hari disuguhi modernisasi sebagai suatu bentuk tindakan persaingan-persaigan tanpa ada rasa cinta kasih. kultural menjadi amat penting, dan juga dapat Ketiga, pesantren juga mengajarkan rasa tang- berlangsung dalam perangkat tradisi yang gungjawab yang tinggi, terlebih pada santri- dinamis (dialogis). Sebab, pada dasarnya setiap santri yang sudah lama di pondok pesantren. tradisi tidak menentang kemajuan. Pola seperti Peng-angkatan beberapa santri yang dianggap inilah yang secara terjadi di Barat dalam cukup capable untuk menjadi badal atau wakil permulaan modernisasi (Suadi Putro, 1998: 45). sang kiai, merupakan pola pembelajaran Kemudian, menghadapi krisis kemanusiaan kepemimpinan yang sangat efektif. Pada fase seperti inilah ternyata lembaga pondok pesan- inilah seorang santri dituntut tidak hanya belajar tren menjadi semacam jawaban yang ditunggu- bersikap profesional dengan berbagai macam tunggu- kalau tidak disebut sebagai sebuah so- admin-istrasinya. Lebih dari itu, naluri mendidik lusi. Tanpa merendahkan sistem pendidikan dan rasa peduli terhadap adik santri juga mulai yang ada, tampaknya pembelajaran yang dite- diajarkan. Ilmu adalah praktis bukan pada rapkan di pondok peantren –masih- lebih tataran kognitif saja. efektif dibandinkan dengan pendidikan umum Keempat, proses interaksi antar santri yang lainnya. begitu beragam dalam pondok pesantren, Beberapa hal yang bisa dijadikan alasan lengap dengan perilaku hariannya, lebih meng- antara lain (Amin Haedari, 2004: 30-32):pertama, ajarkan sikap sosial dibandingkan dengan pem- dengan menggunakan sistem pembelajaran pon- belajaran di sekolah umum. Dalam kehidupan dok pe-santren ternyata lebih memungkinkan pesantren, seorang santri sudah dilatih sejak tercapai-nya target pembelajaran pendidikan dini untuk bekerjasama dengan sesama, tidak siswa pada tiga aspek potensi; (1) aspek kognitif langsung se-cara praktek. Kegiatan harian dapat diperoleh dengan menggunakan sistem semisal mem-persiapkan makanan dilakukan pembelajaran harian yang diberikan oleh se- bersama-sama. orang kiai. Karena, sistem pembelajaran di Kelima, pondok pesantren juga mengajarkan dalam kelas atau pun di dalam pondok inilah kehidupan disiplin untuk para santri. Minimal yang telah menjadi sarana pemberian pengertian sehari lima kali seorang santri dikontrol (meng- berbagai macam disiplin ilmu yang diajarkan di ajak tapi condong ke arah perintah) untuk men- sana. (2) dan (3) aspek afektif dan psikomotor jalankan ibadah shalat fardhu secara berjama’ah. dapat diperoleh dengan praktek harian. Realitas Keenam, dalam dunia pesantren, aspek di lapangan menunjukkan bahwa pada kemandirian betul-betul ditekankan. Dua puluh kenyataan-nya, kehidupan seorang kiai yang empat jam, ia lalui setiap harinya dalam sebuah disaksikan oleh santri dan praktek tauladan kiai asrama yang terpisah dengan orang tua. Segala dalam meng-amalkan disiplin ilmu yang dimi- macam aktivitas dilakukan secara mandiri. likinya meru-pakan pembelajaran terbesar da- HASIL PENELITIAN lam rangka pencapaian dua potensi tersebut. Pesantren Darun Nahdhah Selain itu, kehidupan bersama antara kiai dan santri, pada akhirnya lebih menumbuhkan Sekilas tentang Pesantren Darun Nahdhah hubungan emo-sional di antara keduanya. Per- Pondok Pesantren Darun Nahdhah Thawalib hatian yang besa yang dberikan kiai kepada Bangkinang merupakan kelanjutan dari santrinya merupakan nilai plus yang tidak Madrasah Daarul Mu’allimin pimpinan H. Syeh dimiliki oleh lembaga-lembaga pendidikan lain. Abdul Malik yang didirikan pada tahun 1923. Kedua, tradisi kasih sayang dan saling meng- Pesantren ini menggunakan sistem pendidikan hormati merupakan acuan yang dijadikan stan- khalaqah dan klasikal. Pada awalnya, ia hanya dar utama. Seorang santri yang kecil diwajibkan diperuntukkan bagi santri laki-laki. Sebenarnya

82 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88 ketika itu pesantren telah banyak mengalami ke- ijazah Madrasah Aliyah Kemeterian Agama bagi majuan. Namun ketika Jepang masuk ke calon mahasiswa barunya, maka Darun Nadhah wilayah tersebut 21 Maret 1942, membuat merubah sistem pendidikannya dengan menga- kegiatan Darul Mu’allimin terhenti total. dopsi kurikulum madrasah, dengan harapan Kurang lebih enam tahun kegiatan Madrasah para alumninya bisa melanjutkan pendidikannya Darul Mu’allimin terhenti, almarhum Abuya H. ke jenjang yang lebih tinggi. M. Nur Mahyuddin, salah seorang murid almar- Konsekuensi logis dari masuknya sistem hum Syekh Abdul Malik mengambil prakarsa madrasah pada pesantren Darun Nahdhah ber- untuk menghidupkan kembali Madrasah. pengaruh pada pergeseran penggunaan sumber Setelah melalui musyawarah, akhirnya pada belajar. Pada sumber belajar yang digunakan tanggal 11 Januari 1948 disepakati untuk oleh para santri tidak lagi terbatas pada kitab- menghidupkan kembali pondok tersebut kitab Islam klasik (kitab kuning). Buku-buku Is- dengan nama Daarun Nahdhah Thawalib lam kontemporer yang diterbitkan dalam ba- Bangkinang (PPDN-TB). Pendirian tersebut hasa Indonesia juga telah memasuki pesantren ditandai dengan penerimaan santri baru untuk Daarun Nahdhah. Hal ini berarti para santri Ibtidaiyah. Barulah pada tanggal 18 Agustus memiliki sumber belajar lain sebagai komple- 1948 pesantren tersebut membuka jenjang men dari kitab kuning. Hal demikian telah me- pendidikan Tsanawiyah dan Aliyah. ngurangi intensitas kajian dan perhatian santri Adapun kegiatan pendidikan formal yang ter-hadap kitab kuning. Walaupun de-mikian, dilasanakan pesantren Darun Nahdhah saat ini secara formal pesantren ini tidak mengabaikan meliputi jenjang Tsanawiyah dengan 1048 santri kajian kitab kuningtapi masih menjadikan dan Aliyah dengan 446 santri, yang saat ini para sebagai referensi pokok atau kurikulum inti santri terdiri dari laki-laki dan perempuan. (core curriculum) dalam sistem pendidikannya. Tenaga pengajar/guru berjumlah 91 orang, 15% Dengan demikian, Darun Nahdhah dapat di- berpendidikan S2, 75% berpendidikan S1 dari katakan menerapkan kurikulum terpadu dalam berbagai disiplin ilmu, selebihnya para pegawai sistem pendidikannya; kurikulum madrasah di tamatan S1 dan SLTA. bawah naungan Kementerian Agama dan kuri- Sejak masa berdirinya sampai saat ini Darun kulum pesantren (baca: kitab kuning). Untuk ti- Nahdha telah melakukan perubahan mendasar dak menggeser kedudukan kitab kuning dalam pada sistem pendidikannya; (1) Sejak tahun kurikulum pesantren maka kurikulum madrasah 1970 pesantren ini telah memasukkan sistem pada matapelajaran Fiqh, Akidah Akhlak, Qur- madra-sah (di bawah naungan Kementerian an Hadis, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Agama) ke dalam sistem pendidikan bahasa Arab materi-materinya diambil dari pendidikannya, baik untuk tingkat Tsanawiyah kitab-kitab kuning. maupun Aliyah. (2) Sejak tahun 2010 pesantren Adapun mata pelajaran yang berbasis kitab ini telah memangkas masa studi bagi para kuning yang diajarkan di Darun Nahdhah santrinya, dari tujuh tahun menjadi enam tahun adalah: (tiga tahun untuk Tsanawiyah dan tiga tahun 1) Tingkat Tsanawiyah untuk Aliyah). Fiqih, Tauhid, Tafsir, Tarikh, Ushul Fiqih, Hadits, Musthalah Hadits, Qawa’id al- Kurikulum Pesantren Darun Nahdhah Lughah al-Arabiyah (nahwu dan sharaf). Pondok Pesantren Darun Nahdhah pada awal 2) Tingkat Aliyah berdirinya lebih dikategorikan sebagai pesantren Seluruh matapelajaran-matapelajaran di atas salaf atau tradisional karena lebih menguta- ditambah dengan matapelajaran Balaghoh, makan pengajian kitab kuning atau lebih bero- Mantiq, Tarikh Tasyrik. rientasi pada pengajaran pengetahuan agama Pengajaran seluruh materi di atas dilakukan (tafaqquh filaddin) daripada pengetahuan umum, dengan pendekatan qawa’id tarjamah. dengan metode sorogan atau bandongannya. Dengan demikian posisi kitab kuning pada saat Sebaran Kitab Kuning di Darun Nahdhah itu sangat strategis. 1) Bidang Fiqh Namun sejak tahun 1970 sebagai respon Nihayat al-Zain, Safinah al-Najah, Fathul Mu’in, terhadap kebijakan IAIN Sulthan Syarif Qasim Kasyifat Al-Saja, Taqrib, Fath al-Qarib, Kifayatu Pekanbaru ketika itu yang mempersyaratkan al-Akhyar, Iqna, Hasyiyah Bajuri, Minhaj al-

83 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....

Thalibin, Minhaj al-Thullab, Mughni al-Muhtaj, Irsyadul Ibad, Kasyfus Saja, Dalilul Khairat, Nihayah al-Muhtaj, Fathal-Wahhab, Minhaj al- Hidayatul Adkiya, Sairus Salikin, Hidayatus Qawim, Sullam al-Taufiq, Syarah Sittin, Zubad, Salikin, Tanbihul Gafilin, Mudrajus suhud, Irsyad Mawahib as-Shamad, Riyadal-Badi’ah, Rohabi- al Fuhul, Zurratun Nasihin, Sabilul Izkar, yah, Bugyah at- Mustarsyidin, Bidayah Al Hida- Mauizatul Mu’minin, Insan Kamil, Al Maftuhah yah, Al Mahali, Tahrir, Sulam al-Munajat, Uqud Arabi, Fathu Rabb Al bariyah. Dan dalam al-Lujain, Muhadzab, Fiqh al-Wadih, Tuhfatut bidang akhlak diajarkan: Matan/ syarah Tulab, Nailu al-Author, Safinat as-Salah, Sulam Ta’limulmuta’allim, Ahlak lil Banin, Akhlak lil as- Safinah. Banat, Munadorotul walidiyah, Wasaya, ‘Idotu 2) Bidang ushul fiqih nnasi’in, ls’adur Rafiq, Tafrihatul Wildan, Wa Waraqat/Syarah Al-Waraqat, Lathaifulisyarah, saya, NasaihulIbad, Qamiut Tugyan, Taisirul Gayatulwusul, Jam’ul Jawami’, Lubbul Usul, Al Khalaq, Nazmul Matlab, Nazmul Akhlaq, Luma’, Al-Asybah wa Al-Nadhair. Tahliyah, Makarjmul Akhlak, Washiyah Al 3) Bidang Nahwu Mustofa. Matan/Syarh Jurumiyah, Mukhtasar Jiddan, Mulhatul’irab, ‘lmriti, Alfiyah lbnu Malik, Mu- Tidak semua kitab-kitab tersebut diajarkan tamimah, Qowaidul l’rab, Awamil, Fathu Rabul kyai atau ustadz/ustazdah atau dipelajari sendiri Bariyyah, Al Kawakib al- Duriyyah, Qatrun oleh santri/wati, tapi hanya sebagian kecil saja. Nada, Alfiyah Khudari, Syuzurud dahab. Di antara kitab-kitab yang dipelajari adalah 4) Bidang sharaf seperti pada tabel berikut: Nadom Maqsud, Kitabu Tasrif, Kailani, Matan Mata Kelas & Kailani, Al Bina Wal Asas, Tashilul Amani, No Nama Kitab Pelajaran Ket Kafrawi, Mugni Labib. 1 Hadits Al-Arbain al-Nawawiyah V 5) Bidang balaghoh Bulughul Marom VI Matan Jauharul Maknun, Syarah Jauharul 2 Tajwid Zad Mubtadi I & II Maknun, dan Uquduj Zuman. al Awam III Matan Ibrahim al-Bajuriy IV 6) Bidang tafsir Al-Kharidah al-Bahiyah V Jalalain, Munir, lbnuKasir, Tafsir Yasin, Al As-Sanusiyah VI Tahbir, Baidowi, Jamiul Bayan/ Tabari, Al 3 Fiqh Fasalatan I Hidayah al-Mubtadi Kazin. Safinah al-Salah II 7) Bidang ilmu tafsir Tanwir al-Hija III Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran, Asbabun Sullam at-Taufiq IV Fath al-Qarib V dan VI Nuzul, Ilmut Tafsir, Al Burhan fi UlumilQur’an, Uyun al-Masail li an-Nisa VI Al ltqan, Itmamu Diraya. 4 Nahwu Al-Awamil III 8) Bidang hadits dan ilmuhadits Al-Jurumiyah IV Al-Fushul al-Fikriyah V Arba’in nawawi, Tanqihul qaul, Riyadussalihin, Al-Amriti VI Adzkarunnawawi, Sahih Buchori, Durratunnasi- 5 Sharf Al-Amsilah al-Tasrifiyah dan III hin, Syarah NadzomBaiquniyah, Minhaj Dzawin- Qaidah Nasar Al-Amsilah al-Tasrifiyah, Al- IV nazhar, Alfiyah Suyuti, Al Muwato, Usfuriyah, Qawaid al-Sarfiyah dan al-I’lal Majalisus Saniyah, Tanqihul Qaul, Sunan Al-Amsilah al-Tasrifiyah V Tirmizi, Sunan Nasal, Sunan Abu daud, Sunan Al-I’lal V Al-Maqsud VI lbnu Majah, Sahih Muslim, Al jami’ As Sagir. 6 Ilmu Tajwid Fath al-Rahman II 9) Bidangtauhid Hidayah al-Sibyan III Matan Tijanuddirari, SyarhTijanuddirari, ‘Aqi- Tuhfah al-Atfal IV datul Awam, Umul Barahin, Sanusiyah, Syu’bun Al-Jazariyah V 7 Ilmu Akhlak Nazm al-Akhlak I Iman, Qatrul Gais, Qamiuttugyan, Kifayatul Nazm al-Matlab II Awam, Bahjatul Wasail, Nuruz Zulum, Wasaya III Daqaiqul Akhbar, Kharidatul Bahiyah, Fathul Tahliyah IV Taisir al-Khallaq V Majid, Dasuki, Hudhud, Syarqowi, Usuluddin. 8 Ilmu Imla Qawaid al-Imla VI 10) Bidang tasawuf 9 Ilmu khat Mabadi Qiraah Asriyah I dan II Hikam/Syarh, lhya Ulumuddin, Risalah Muawa- 10 Bahasa Arab Ra’sun sirah I Mabadi Muhawarah li al-Atfal II nah, Nasaihuddiniyah, Sirajuttalibin, Bidayatul- Ta’lim al-lughah al-Arabiyah III s. d V hidayah, Tanwirul Qulub, Salalimul Fudhala,

84 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88

Metode Pengajaran Bangkinang). Adapun santri ghair muqim Secara formal pembelajaran di Darun Nahdhah mayoritas berasal dari daerah bangkinang. dilaksanakan dengan sistem klasikal, dengan Dengan demikian, pesantren tidak mewajib- menggunakan metode dan strategi yang variatif. kan seluruh santrinya muqim/tinggal di pesan- Khusus dalam konteks pembelajaran kitan tren. Hal ini disebabkan oleh kurangnya lahan kuning dilaksanakan dengan metode qawa’id dan sarana pemondokan. Di samping itu, hal tarjamah; untuk tingkat Tsanawiyah diawali tersebut merupakan keinginan wali santri yang dengan bacaan kitab oleh kyai/ustadz/ustadza, ingin anaknya belajar di pesantren namun masih sambil mendengarkan santri memberi harakat bisa jumpa keseharian dengan anak-anaknya. setiap kata, kemudian nash tersebut Bagi santri muqim, mereka masih bisa meng- diterjemahkan dan diberi penjelasan. Adapun ikuti kegiatan-kegiatan tambahan; halaqah yang untuk tingkat Madrasah Aliyah lebih kurang diasuh langsung oleh abuya, tahsin dan tahfiz sama dengan tingkat tsanawiyah. Hanya saja, al-Quran, mudzakarah, dan lain sebagainya. sekali waktu pembelajaran diawali dengan bacaan kitab oleh santri kemudian bacaan Pesantren Darel Hikmah tersebut didiskusikan berdasarkan aturan qawa’id yang ada. Sekilas Tentang Darel Himah Dalam menjelaskan sebuah materi yang Pondok Pesantren Darul Hikmah atau Dar El terdapat di sebuah kitab tidak jarang kyai Hikmah (PPDH) didirikan pada tahun 1987 di memberikan penjelasan yang berkait dengan jalan Manyar Sakti km. 12 Simpang Baru Panam tatanan dan perilaku di masyarakat. Sehingga Pekanbaru. Pesantren berada di bawah naungan apa yang disampaikan dapat menjadi sebuah Yayasan Nur Iman Pekanbaru dengan akte pelajaran yang sangat berharga bagi para santri notaris tanggal 12 September 1987 No 43 oleh sebagai bekal, menjadi evaluator dan notaris Tajib Raharjo, SH. Sejak saat itu pem- memberikan kritik membangun tentang bangunan fisik pun dimulai. Namun, setelah keadaan sosial, ekonomi, politik, terhadap pembangunan rampung tidak serta-merta kegi- pemerintah sesuai dengan tema materi yang atan pesantren dapat dilaksanakan dikarenakan sedang dibaca kyai. Setiap santri tenaga manajerial profesional yang belum ada. memperhatikan kitabnya masing-masing dan Berkat bantuan almarhum Bapak DR. H. membuat catatan-catatan (baik arti per kata, Satria Efendi M. Zen, salah seorang tokoh ma- maupun keterangan kyai) yang dianggap penting syarakat Riau di Jakarta, dan dosen pasca sar- dan diberi catatan di tepi kitab kanan atau kiri, jana pada IAIN Syarif hidayatullah Jakarta serta sedangkan terjemahannya ditulis dibawah teks salah seorang Pembina di Pondok Pesantren kitab dengan huruf Arab dengan bahasa Arab darunnajah Jakarta, yang menghubungi Bapak yang searti dengan kata-kata diatasnya atau Drs. KH. Mahrus Amin selaku Pimpinan Pon- dengan bahasa arab melayu atau dengan bahasa dok Pesantren Darunnajah Jakarta, maka sema- Indonesia. kin jelas dan terarahlah langkah dan cita yayasan Tradisi kajian kitab kuning tidak hanya untuk mendirikan pondok pesantren di bumi dilakukan secara formal (klasikal) tapi juga lancing kuning. Selanjutnya dijalin kerjasama secara nonformal, yaitu dilaksanakan satu kali dengan Pondok Pesantren Darunnjaah Jakarta. dalam seminggu yang disampaikan oleh Abuya, Pada pertemuan yang diadakan pada tanggal dan bertempat di mesjid kampus. Kajiannya 20 April 1991 yang dihadiri oleh segenap focus pada materi qawa’id al-‘arabiyah. pengurus Yayasan Nur Iman Pekanbaru dan simpatisan dari Jakarta antara lain almarhum Santri yang Belajar DR. H. Satria Efendi M. Zein dan Drs. KH. Santri/wati pesantren Darun Nahdah terbagi Mahrus Amin ditetapkan dan disepakati bahwa dua; santri muqim, artinya santri yang tinggal 24 pondok pesantren ini diberi nama "Pondok jam di pesanren; dan ghair muqim, artinya Pesantren Dar El Hikmah". santri yang hanya mengikuti pembelajaran Pada tanggal 8 Agustus 1991 barulah Pon- secara formal/tidak tinggal di pesantren. Santri dok Pesantren ini dikenalkan kepada masyara- muqim merupakan mereka-mereka yang berasal kat dan secara resmi dibuka operasional pema- dari jauh (mayoritas berasal dari luar kota kaiannya oleh Bapak Oesman Effendi Affan, SH, Walikota Pekanbaru, di kampus Pondok

85 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....

Pesantren Dar El Hikmah beralamat di jalan Sebaran Kitab Kuning Manyar Sakti Km. 12 Desa Simpang Baru Kec. Sebaran kitab kitab kuning di pesantren Darel Tampan Kotamadya Pekanbaru. Hikmah sangat terbatas. Informasi yang Saat ini pesantren Darel Hikmah menge-lola diperoleh dari petugas pustaka pondok bahwa empat lembaga pendidikan; Sekolah Dasar, kitab kuning yang ada lebih kurang hanya 12 Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan judul saja, dan jarang dibaca dan dipinjam oleh SMK. santri. Kurikulum Pesantren Darel Hikmah Metode Pembelajaran Ada dua bentuk kurikulum yang diberla-kukan Adapun metode pembelajaran yang diterap-kan oleh pesantren Darel Hikmah; kuriku-lum sangat variatif. Di samping menerapkan pemerintah dan kurikulum pesantren. Sejak metode-metode modern juga menerapkan awal berdirinya, pesantren Dar-el Hikmah telah metode pengajaran salafiyah/tradisional se-perti mengambil bentuk sistem madrasah atau sorogan, bandongan, halaqoh. Sedang-kan sekolah dalam sistem pendidikannya. bahasa pengantar di dalam kelas adalah bahasa Kurikulum utamanya berasal dari kurikulum Arab untuk pelajaran-pelajaran aga-ma Islam pemerintah. dan bahasa Arab, dan bahasa Ing-gris untuk Adapun kajian kitab kuning – ketika itu – pelajaran bahasa Inggris. Untuk pelajaran hanya menjadi kegiatan ektrakurikuler yang umum lainnya menggunakan baha-sa Indonesia. dilaksanakan setiap ba’da maghrib dan ba’da Namun berdasarkan observasi tarbi’ah subuh. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh santri lughawiyah di pesantren belum terbentuk baik tingkat Tsanawiyah, Aliyah, maupun SMK. sepenuhnya. Ada tiga materi yang disampaikan; kajian hadis dengan menggunakan kitab Riyadhus Sholihin, Santri yang Belajar kajian tafsir dengan kitab Jalalain, dan kajian Seluruh santri pesantren Darel Hikmah wajib tarbiyah dengan kitab Ta’limul Muta’allim. muqim. Hal tersebut memberikan kesempatan Kajian-kajian tersebut dilakukan di mesjid. yang sama seluruh santri untuk mendapatkan Di samping itu, kajian kitab kuning non pelatihan, pembinaan, dan pendidikan sesuai formal lainnya dilakukan secara klasikal khusus dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh bagi santri Madrasah Aliyah, rinciannya sebagai pihak peantren. berikut: Pesantren Babussalam Bidang No Kelas Nama Kitab Studi Sekilas tentang Babussalam 1 Nahwu Mukhtasor Jiddan I 2 Fiqh Fathul Qarib Pesantren Babussalam yang berdiri dalam 3 Nahwu Imrity II kompleks seluas ±10 Ha diresmikan pada tahun 4 Fiqh Fathul Qarib 1985 oleh Gubernur Riau yang saat itu dijabat 5 Fiqh Fathul Mu’in III 6 Tauhid Minhajul Abidin oleh Bapak H. Imam Munandar (alm). Pesantren ini berada di bawah naung-an yayasan Namun sejak tahun 2013 -untuk tingkat Syekh Abdul Wahab Rokan yang saat ini Aliyah - kajian kitab kuning mulai diformalkan dipimpin oleh Syekh Haji Ismail Royan. dengan subjek yang lebih banyak, seperti Yayasan ini didirikan pada tanggal 21 sebagai berikut: November 1979 yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1400 H, oleh Almar-hum H. Ahmad Royan dan Almarhumah Hj. Faridah No Bidang Studi Nama Kitab Ket yang dikukuhkan melalui Akta Notaris Syawal 1 Fiqh Kifayatul Akhyar 2 Nahwu Mukhtasar Jiddan Sutan Diatas Nomor 56. Nama Yayasan ini 3 Musthalah Hadis Taisir Musthalah Hadis diambil dari nama seorang ulama yang 4 Ushul Fiqh Mabadi Awaliyah mengembangkan tariqat naqsa-bandiah dan 5 Hadis Bulughul Marom 6 Tafsir Tafsir Jalalain pejuang Islam di Indonesia. 7 Ulum Tafsir Berbeda dengan pesantren kebanyakan, Babussalam memulai kiprahnya dengan mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1985. SMP ini mengalami kemajuan

86 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88 yang signifikan. Hal tersebut terlihat pada (formal) dengan kurikulum umum (Diknas). peningkatan status yang tadinya TERDAFTAR Perubahan ini dilakukan sebagai jawaban dari menjadi DISAMAKAN pada tahun 1996. Di asumsi masyarakat bahwa pesantren identik tahun 2002 statusnya tergolong sekolah dengan kitab kuningnya; bahwa ternyata potensial sesuai SK Mendiknas RI No. Babussalam selalu mendapat undangan untuk 287/C/KEP/PM/2003. Dan pada tahun 2005, mengikuti Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK) Badan Akreditasi Nasional Provinsi Riau telah baik tingkat lokal maupun nasional. melakukan akreditasi terhadap SMP Berikut ini kitab-kitab kuning yang Babussalam dengan hasil predikat A (Amat digunakan: Baik). Kembali di tahun 2011 Badan Akreditasi Nasional Provinsi iau melakukan akreditasi No Bidang Studi Nama Kitab Jenjang 1 Tafsir Tafsir Jalalain SMP terhadap SMP Babusslam dengan memperoleh Tafsir al-Qurtuby SMA hasil predikat "Akeditasi A (nilai 98, 78)". 2 Hadis Arba’in Nawawi SMP Arba;in Nawawi SMA Kemudian tahun 1988 Babussalam meng- 3 Fiqh Shofwatun Najah SMP embangkan lembaga pendidikannya dengan Kasyfi al-Saja’ SMP 4 SKI Khalashoh Nurul SMP mendirikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Yaqin Dengan gedung sekolah yang terpusat seba- Syiroh Nabawiyah SMA nyak 3 lantai, menjadikan SMA Babussalam 5 Nahwu Matan Jurumiyah SMP Imrity SMA salah satu unit pendidikan yang dilengkapi 6 Sharaf Amtsilah Tashrifiyah SMP dengan fasilitas laboratorium memadai (Lab. Tashriful Wadhihah SMA 7 Akidah Aqidatul Awam SMP komputer, lab. fisika, lab. kimia, lab. Biaologi SMA dan lab. bahasa). Dalam pengelola-annya, SMA 8 Muhadatsah Al-Hiwar lil Mubtadiin SMP Babussalam selalu berorientasi pada mutu Al-Hiwar lil Mubtadiin SMA (quality) sehingga memiliki status DISAMAKAN sejak tahun 2000. Melalui Badan Akreditasi Di samping itu, dalam rangka mensuk- Nasional Provinsi Riau, SMA Babussalam di seskan orientasi barunya – pesantren yang tahun 2005 memiliki hasil akreditasi dengan identik dengan bahasa Arab dan kitab ku- predikat "Akreditasi A (nilai 98. 51)" mningnya - Babussalam mengadakan pelatihan Untuk tingkat SMP dan SMA Babussalam bahasa Arab untuk para gurunya. Hal tersebut menggunakan sistem pendidikan asrama. Semua di adaakan dua kali dalam seminggu. santrinya wajib tnggal di asrama. KESIMPULAN Kurikulum Pesantren Babussalam Ketiga pondok pesantren, Darun Nahdhah di Kurikulum Pesantren Babussalam meng-ambil Bangkinang, Darel Hikmah dan Babussalam di pola kurikulum terintegras antara ku-rikulum Pekanbaru merupakan pesantren bertipologi umum (Diknas) dengan kurikulum agama khalafiyah. Pesantren-pesantren ini telah meng- (Pesantren). Untuk kurikulum agama integrasikan secara penuh sistem klasikal dan Babussalam mengadopsi kurikulum mad-rasah sekolah ke dalam pondok pesantren. Pesantren- (kementerian agama). Dengan de-mikian dapat pesantren ini telah memasukkan pengetahuan- dikatakan bahwa kajian kitab kuning bukan pengetahuan umum di dalam kurikulum pen- merupakan tradisi pesantren ini. Adapun sistem didikannya, bahkan sejak awal-awal berdirinya. boarding school yang diterapkan tak lain adalah Pengajian kitab-kitab klasik tidak lagi menonjol, untuk mewujud-kan visi Babussalam: bahkan ada yang hanya sekedar pelengkap, “melahirkan Generasi Islami, yang Beriman, tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau Berilmu, Beramal dan Berakhlak mulia serta bidang studi. Berbudaya Melayu, Mandiri, Berdaya saing Dengan karakter dan keunikan masing- Tinggi dalam Dunia global”. masing, ketiga pesantren ini telah melakukan Namun saat ini mulai tahun 2013 perubahan-perubahan terkait tradisi kajian kitab Babussalam melakukan perubahan terhadap kuning; pesantren Darun Nahdhah telah me- kurikulum pesantrennya. Ia tidak lagi rubah kurikukulumnya dalam rangka menyesu- mengadopsi kurikulum madrasah untuk mata aikan diri dengan kebijakan di luar dirinya. Yaitu pelajaran agamanya, tetapi menjadikan kitab bahwa IAIN Pekanbaru kala itu telah memper- kuning sebagai referensinya dan terintegrasi syaratkan ijazah Madrasah Aliyah Negeri

87 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab....

(MAN) bagi tamatan pesantren yang ingin Echols, J. M. dan Shadily, H. 1980. Kamus Inggris melanjutkan studinya; pesantren Darel Hikmah Indonesia, Jakarta: Gramedia. telah merubah tradisi kitab kuningnya dari Fadjar, A. M.. 1998. Visi Pembaharuan Pendidikan program tambahan/pelengkap ke program inti Islam, Jakarta: LembagaPengembangan Pendidikan (ekstrakurikuler ke kurikuler) disebabkan mi- dan Penyusunan Naskah Indonesia, LP3NI. nimnya sumber daya manusia (guru) yang mampu mengampu kajian-kajian kitab kuning; Haedari, Amin dkk. 2004. Masa Depan Pesantren Babussalam pun telah membuat perubahan ter- dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan hadap kurikulum agamanya, dari “kitab putih” Kompleksitas Global, Jakarta: IRD Press. (kurikulum keagamaan madrasah) ke kitab Haedari, A. 2004. Panorama Pesantren dalam kuning. Alasannya sangat pragmatis dan seder- Cakrawala Modern, Jakarta: Diva Pustaka. hana. Yaitu untuk menjawab tantangan eks- ternal untuk bisa mengikuti perlombaan Musa- Jamilun, Muhammad. 2004. Pesantren dan baqah Qiraatul Kutub (MQK). Otentisitas Pendidikan Kita. Jakarta: Pesantren, Sekali lagi, sebuah penelitian membuktikan edisi V/th. 1. bahwa tradisi kajian kitab kuning di pesantren- Jones, S. 1991. "The Javanese Pesantren: pesantren tidak dibawa hanyut oleh masa. Dari between elite and peasantry" in Reshaping Local awal-awal munculnya sampai saat ini, pesantren Worlds: formal education and cultural change in masih mampu mempertahankan tradisi terse- Southeast Asia, edited by Charles Keyes. New but. Adanya perubahan sosial yang menyebab- Haven: Yale Center for International and Area kan lahirnya ragam visi dan misi pada awal Studies. berdirinya sebuah pesantren - walaupun, misal- nya, keluar dari karakteristik sebuah pesantren; Mochtar, A. 1999. “Tradisi Kitab Kuning: tanpa kiai, tanpa kitab kuning, dan lain-lain – Sebuah Observasi Umum”, dalam Said Aqiel belum lagi mampu menghilangkan imej bahwa Sirajd (ed. ), Pesantren Masa Depan: Wacana pesantren identik dengan kitab kuning. Hasil Pemberdayaan dan Tranformasi Pesantren, Bandung: penelitian ini menunjukkan, untuk kasus pesan- Pustaka Hidayah. tren darel Hikmah dan pesantren Babussalam, Nata, A. 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam akhirnya, come back-nya pesantren-pesantren Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Jakarta: PT “yang tersesat jalan”. Artinya, tradisi kajian ki- Rajagrapindo Persada. tab kuning yang pada awalnya tidak ada, atau di- perlakukan sebagai kegiatan tambahan atau Poerwadarminta, W. J. S. 1991. Kamus Umum ekstrakurikuler, pada akhirnya kembali ada dan Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. diperlakukan sebagai core curriculum. Putro, S. 1998. Muhammad Arkoun tentang Islam dan Modernitas, Jakarta: Paramadina. DAFTAR KEPUSTAKAAN Steenbrink, K. A. 1984. Beberapa Aspek Tentang Aly, A. 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Islam di Indonesia Abad ke-19, Jakarta, Bulam Pesantren, Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Bintang. Atmaturida. 2001. Sistem Pengelolaan Pondok Susanto, A. S. 1979. Pengantar Sosiologi dan Pesantren, Yogyakarta: Universitas Negeri perubahan Sosial, Bandung: Binacipta. Yogyakarta Wahid, Abdurrahman. 1984. Asal-Usul Tradisi Azra, A. 1999. Pendidikan Islam, Tradisi dan Keilmuan di Pesantren, dalam “Pesantren” Jurnal, Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logas No. Perdana. Wacana Ilmu. Wahid, M. dkk. (ed. ), 1999. Pesantren Masa Bruinessen, M. V. 1999. Kitab Kuning Pesantren Depan: wacana Pemberdayaan Dan Traspormasi dan Tarekat Tradisi-tradisi Islam Indonesia, Pesantren, Bandung, Pustaka Hidayah. Bandung: Mizan. Yafie, A. 1988. Kitab Kuning: Produk Peradaban DEPAG RI, 2001. Pola Pembelajaran di Pesantren, Islam, dalam „Pesantren” jurnal Vol. VI (1). Jakarta, DEPAG. Yasmadi. 2005. Modernisasi Pesantren, Ciputat: Ciputat Press

88