Eksistensi Tradisi Kajian Kitab Kuning Dalam Lingkup Perubahan Sosial (Studi Kasus Di Pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, Dan Babussalam)
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
EKSISTENSI TRADISI KAJIAN KITAB KUNING DALAM LINGKUP PERUBAHAN SOSIAL (STUDI KASUS DI PESANTREN DARUN NAHDHAH, DAREL HIKMAH, DAN BABUSSALAM) Amrizal Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau e-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini ingin menemukan jawaban tentang bagaimana keberadaan buku kuning buku di pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, dan Babussalam dalam ruang lingkup perubahan sosial. Secara umum, ketiga pesantren tersebut telah merespon positif perubahan sosial, untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap sistem pendidikan, termasuk untuk menjaga tradisi studi buku kuning tersebut. Dengan kata lain, identitas pesantren dengan buku kuning masih menempel di sekolah masing-masing. Namun, keberadaannya berbeda. Diantaranya, ada yang membuat studi tentang buku kuning sebagai co curriculer, bersama dengan kurikulum lainnya, maka ada juga yang membuatnya hanya melakukan aktivitas ekstra atau ekstra kurikuler tambahan. Kata kunci: Pesantren, Kitab kuning, Perubahan Sosial. Abstract This study wants to find answers about how the existence of stsudy of the yellow book (kitab kuning) at pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, and Babussalam within the scope of social change. In general, the three pesantren have responded positively to social change, to make changes and adjustments to the education system, including in order to maintain the tradition of the study of the yellow book. In other words, the identity of pesantren with yellow book still attached at their respective schools. However, its existence is different. Among them, there were made studies of yellow book as co curriculer, together with other curriculum, then there is also making it only limited additional or extra curricular activities. Keywords: Islmic Boarding School, Ancient Islamic Manuscript, Social Change. PENDAHULUAN (pegon), (2) beberapa kyai melakukan penyeder- (mukhtashar) Dalam tradisi intelektual Islam, khususnya hanaan terhadap kitab-kitab yang Timur Tengah, dikenal dua istilah untuk menye- ada dalam rangka penyesuaian materi, bahasa, but kategori karya-karya ilmiah berdasarkan maupun pembahasannya, (3) mulai diadopsinya kurun atau format penulisannya. Kategori per- kitab-kitab yang tadinya dianggap tabu karena tama disebut kitab-kitab klasik (al-qutub al- tidak sealiran dengan paham pesantren, qadimah), sedangkan kategori kedua disebut ki- misalnya kitab-kitab di luar mazhab Syafi'i, (4) tab-kitab modern (al-kutub al-‘ashriyah) (Marzuki pesantren juga mulai mengaji kitab-kitab al- Wahid dkk. 1999: 222). Di kalangan pesantren `ashriyyah, karya ulama modern (DEPAG RI., kitab-kitab tersebut dikenal sebagai kitab kuning 2001: 32). atau kitab gundul yang menjadi reference kajian Menurut Martin van Bruinessen, seorang antara kiyai dan santrinya (Ali Yafie: 1988, 3). peneliti dari Belanda, pada akhir abad ke-20 ini Pada penelitian sebelumnya yaitu pada akhir judul kitab kuning yang beredar di kalangan pe- abad ke-19 L. W. C. van den Berg hanya santren Jawa dan Madura jumlahnya mencapai menemukan 54 judul kitab kuning. Meningkat- 900 judul. Menurut Steenbrink, hampir seluruh nya jumlah judul kitab kuning disebabkan oleh kitab yang dipakai oleh pesantren tersebut ber- beberapa hal, yaitu: (1) banyak kyai yang me- asal dari zaman pertengahan dunia Islam (Karel A. Steenbrink, 1984: 157). Sejauh bukti-bukti nulis kitab sendiri, baik dengan menggunakan bahasa Arab, maupun dengan menggunakan historis sangatlah mungkin untuk mengatakan bahasa lokal yang ditulis dengan Arab Melayu bahwa kitab klasik atau kitab kuning teks book merupakan referencesi dan kurikulum dalam Sosial Budaya (e-ISSN 2407-1684 | p-ISSN 1979-2603) Vol. 13, No. 1, Juni 2016 Amrizal: Eksistensi Tradisi Kajian Kitab.... sistem pendidikan pesantren. Bahkan bisa dika- menemukan relevansinya dengan perkembang- takan, sejak pertengahan abad ke-19 kajiannya an kontemporer. Pertama, keilmuan pesantren sudah menjadi massal dan permanen sejak muncul sebagai upaya pencerahan bagi kelang- ulama Nusantara, khususnya Jawa, kembali dari sungan peradaban manusia di dunia. Kedua, program belajarnya di mekah (Abdurrahman pesantren dipandang sebagai lembaga pendi- Wahid, 1984: 8). dikan, maka kurikulum pengajarannya setidak- Namun, waktu bisa berubah. Ketika kebu- nya memiliki orientasi terhadap dinamika keki- dayaan dan sistem sosial mengalami perubahan, nian Amin Haedari, dkk., 2004: 78-79). Sebab maka pendidikan pun ikut berubah atau ditun- inilah, perlu dibangun manajemen pesantren tut untuk berubah. Karena pendidikan meru- yang lebih memberdayakan sumber daya manu- pakan subsistem kebudayaan atau subsistem so- sia agar siap menghadapi gejala modernitas. sial. Bila perubahan sosial dianggap linier, maka Di antara problem yang dihadapi dunia perubahan ini telah berproses dari era tradi- pesantren adalah sikap para pengampuh sional (pramodern) ke modern. pesantren terhadap perubahan sosial yang Bagi sebagian kalangan, perubahan sosial ki- berpengaruh terhadap keinginan mereka untuk ni menuju era postmodern sekalipun masih ber- berubah seiring dengan perubahan dimaksud. sifat gejala, namun beberapa wacana postmo- Maka dalam hal ini, modernisasi pendidikan di dern tengah memasuki percaturan dan dinamika dunia pesantren mengalami kendala, atau budaya global, antara lain: wacana pluralisme, menghadapi tantangan yang cukup kompleks. multikulturalisme, liberalisme, relativisme, fundamen- Hal ini terlihat dari pola pengelolaan pesantren talisme, back to nature, postpositivisme, dan yang beragam ketika merespon gagasan tentang sebagainya. modernisasi pendidikan. Di dalam arus perubahan, pesantren dengan Atmaturida mengkategorikan sikap pondok segala keunikan yang dimilikinya masih diha- pesantren tersebut kepada tiga sikap, antara lain: rapkan menjadi penopang berkembangnya sis- (a) Pondok pesantren yang menolak sistem baru tem pendidikan di Indonesia. keaslian dan ke- dan tetap mempertahankan sistem tradisional- khasan pesantren di samping sebagai khazanah nya; (b) Pondok pesantren yang memperta- tradisi budaya bangsa, juga merupakan kekuatan hankan sistem tradisionalnya, dan memasukkan penyangga pilar pendidikan untuk memuncul- sistem baru dalam bentuk sekolah yang berco- kan pemimpin bangsa yang bermoral. Oleh rak klasikal, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Mad- sebab itu, arus globalisasi mengandaikan tun- rasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Ins- tutan profesionalisme dalam mengembangkan titut/Sekolah Tinggi; (c) Pondok pesantren sumber daya manusia yang bermutu. Realitas yang tetap mengajarkan kitab klasik, namun di inilah yang menuntut adanya manajemen lingkungan pondok menyelenggarakan sekolah penge-lolaan lembaga pendidikan sesuai tuntu- umum, seperti SD, SMP, SMA dan Universitas tan zaman. Signifikansi professionalisme mana- (Atmaturida, 2001: 28). jemen pendidikan menjadi sebuah keniscayaan Berdasarkan studi yang penulis lakukan, di tengah dahsyatnya arus industrialisasi dan pengalaman beberapa pesantren di Pulau Jawa perkembangan teknologi modern (Abdurrah- dapat dikatakan sedikit berbeda dengan peng- man Wahid, 1984: 8). alaman masyarakat Riau. Riau sebagai provinsi Dalam memahami gejala modernitas yang yang berpenduduk mayoritas muslim dan kian dinamis, pesantren sebagaimana diistilah- mengidentikkan dirinya dengan negeri melayu, kan Gus Dur sebagai ‘suE kultur’ memiliki dua memiliki sejarah panjang dalam tradisi kepesan- tanggung jawab secara bersamaan, yaitu sebagai trenan, khusunya tradisi kajian kitab klasik atau lembaga pendidikan agama Islam dan sebagai kitab kuning. bagian integral masyarakat yang bertanggung Kampar merupakan salah satu kabupaten di jawab terhadap perubahan dan rekayasa sosial Riau yang dianggap amat kental dengan tradisi (Amin Haedari, dkk., 2004: 76). Dalam kaitan- ini, bahkan menyatakan dirinya sebagai serambi nya dengan respon keilmuan pesantren terha- Mekkahnya Riau. Kabupaten Kampar dapat di- dap dinamika modernitas, setidaknya terdapat katakan sebagai pusat pesantren tradisionil, dua hal utama yang perlu diperhatikan. Kedua- yang telah melahirkan banyak tokoh keagamaan nya merupakan upaya kultural keilmuan pesan- di Riau. Di antara pesantren yang tua di tren, sehingga peradigma keilmuannya tetap Kampar misalnya Pesantren Darun Nahdhah, 74 Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 73 - 88 Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah juga berarti nilai-nilai yang dipahami, dihayati, Islamiyah Tg. Berulak, Pesantren Darus Salam diamalkan, dan melekat pada seluruh kom- Batu Bersurat, dan sebagainya. Masing-masing ponen pesantren sebagaimana tersebut di atas. mempertahan-kan ciri tradisionalismenya dan Dalam kaitan ini, berdasarkan hasil pene- menyatakan dirinya sebagai penegak mazhab litian para ahli menunjukkan bahwa tradisi yang SyafiÆiah. ada di pesantren tersebut antara lain: (1) tradisi Belakangan, didirikan pesantren yang telah rihlah ilmiah, (2) meneliti, (3) menulis kitab, (4) “termodernisasikan” di 3ekanbaru, antara lain; mem-baca kitab kuning, (5) praktek thariqat, (6) Pesantren Dar al-Hikamah, Pesantren Babus peng-hafal, (7) berpolitik, dan (8) tradisi ber- Sa-lam, Pesantren Teknologi Riau, dan sebagai- bahasa Arab, dan (9) tradisi yang bersifat sosial nya. Pesantren Babus Salam misalnya, menerap- keagamaan lainnya(Abuddin Nata, 2013:315). kan sistem sekolahan di lingkungan Pesantren, Adapun istilah kajian berasal dari kerja ngaji, seperti SMP dan SMA. Pesantren Dar al- dan istilah “ngaji” adalah proses bergurunya Hikmah mengidentikkan dirinya (dan ber- seorang santri terhadap kiai. Menurut Cak Nur, afiliasi) dengan pesantren modern di Jawa,