KITAB KUNING: Sebagai Kurikulum Di Pesantren Oleh: Sururin

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

KITAB KUNING: Sebagai Kurikulum Di Pesantren Oleh: Sururin KITAB KUNING: Sebagai Kurikulum di Pesantren Oleh: Sururin Pengantar Kitab kuning menjadi istilah yang identik dengan pesantren. Oleh karena kitab kuning menjadi rujukan utama dan menjadi salah satu elemen bagi pesantren. Dengan bahasa ekstremnya, suatu lembaga tidak dapat dikatakan sebagai pesantren apabila di dalamnya tidak mengkaji kitab kuning. Hal ini menunjukkan betapa erat hubungan antara pesantren dan kitab kuning. Dalam pesantren kitab kuning memang paling dominan. Ia tidak saja sebagai khasanah keilmuan, tetapi juga sebagai si stem nilai yang dipegangi dan mewarnai seluruh aspek kehidupan. Kitab kuning mewujud dalam paham keagamaan, tata cara, peribadatan, pergaulan, etik dan cara pandang kehidupan warga pesantren dan masyarakat pengikutnya. Dalam kenyataan ini kitab kuning merupakan tradisi yang hidup sebagai ‘kultur santri’ yang cukup subur dalam masyarakat Indonesia. Dan sebagai tradisi itu pula kitab kuning hidup dalam sejarahnya yang abadi, melampaui keberadaannya sebagai khasanah keilmuan. Dalam pembahasan berikut coba menjawab permasalahan-permasalahan: apakah pengertian kitab kuning?, kapankah ia ada dan bagaimanakah perjalanan sejarahnya sehingga menjadi satu tradisi pesantren?, apakah kitab-kitab yang dikaji dalam pesantren?, mengapa ia menjadi referensi atau rujukan utama dalam dunia pesantren—yang menurut para pengkritiknya mengalahkan al-Qur’an dan al-Sunnah?, dan mengapa pesantren mempertahankan—bahkan melestarikan kitab kuning, dan sebagai pertanyaan terakhir: apa saja yang perlu dibenahi dari kitab kuning?. A. Mengenal Kitab Kuning Istilah kitab kuning pada beberapa puluh tahun terakhir ini belum dikenal, sebab dunia pesantren pada saat itu menutup diri dari dunia luar, terutama dari arus kebudayaan asing (baca: Barat), sebagai satu sikap oposisi diam (silent opposition) terhadap penjajah Belanda. Oleh karena itu, dunia pesantren tidak mengenal adanya buku-buku di luar kitab kuning.1 Andai kata 1 Ali Yafie, Kitab Kuning: Produk Peradaban, dalam jurnal Pasatren, No. I, Vol. VI, 1989, hal. 3 ada yang mengenalnya, maka dilarang mempelajarinya. Pada tahun 1960 terlihat dengan jelas garis pemisah antara kelompok tradisionalis dan modernis, yang lebih cenderung menggunakan ‘kitab putih’ yang biasanya menolak sebagian besar tradisi skolastik dan berpihak pada upaya untuk kembali pada sumber-sumber asli—al-Qur’an dan Hadis.2 Dengan demikian, boleh jadi istilah ini pada awalnya diperkenalkan oleh para peneliti Barat dan kelompok yang tidak sejalan dengan sistem pendidikan yang berlangsung di dunia pesantren yang sangat didominasi kitab kuning. Inilah pula sebabnya mengapa pada awalnya penyebutan istilah kitab kuning ini seringkali dibarengi dengan nada merendahkan (pejorative). Mengapa demikian?, sebab kitab kuning dianggap sebagai bahan rujukan yang berkadar keilmuan rendah, ketinggalan jaman, dan—yang lebih parah lagi—menjadi salah satu penyebab stagnasi berpikir umat.3 Berangkat dari sini, menjadi patut dipertanyakan, apakah kitab kuning?. Secara umum kitab kuning dipahami sebagai kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab, menggunakan aksara Arab yang dihasilkan oleh para ulama dan para pemikir muslim lainnya, terutama dari Timur Tengah. Pengertian tersebut terlihat kurang luas, oleh karena itu Azyumardi Azra menambahkan bahwa kitab kuning tidak hanya mengunakan bahasa Arab, akan tetapi juga bahasa lokal (daerah), seperti: Melayu, Jawa dan bahasa lokal lainnya di Indonesia dengan menggunakan aksara Arab. Dengan demikian, selain ditulis oleh para ulama Timur Tengah juga ditulis oleh para ulama Indonesia sendiri.4 Sementara, dalam Pengertian yang lebih sempit kitab kuning diartikan dengan buku-buku tentang keislaman yang dipelajari di pesantren ditulis dalam tulisan Arab dan dalam bahasa Arab dengan sistematika klasik.5 Kitab kuning juga dapat diartikan dengan kitab yang berisi ilmu- ilmu keislaman, fiqh khususnya, yang ditulis atau dicetak dalam bahasa Arab/Melayu/Jawa/Sunda dan sebagainya tanpa memakai harakat/syakal (tanda baca/baris).6 2 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, cet. III, 1999), hal. 132 3 Affandi Mukhtar, Tradisi Kitab Kuning: Sebuah Observasi Umum, dalam Marzuki Wahid, dkk (ed.), Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, ( Bandung: Pustaka Hidayah, cet. I, 1999), hal. 222. Bandingkan dengan:A. Malik Madany, ‘Posisi Kitab Kuning dalam Khasanah Keilmua Islam, dalam jurnal Pesantren, No. I, Vol. VI, 1989, hal. 23 4 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, (Jakarta: Logos, cet. I, 1999) hal. 111 5 Mengapa Kitab Kuning, dalam jurnal Pesantren, No. I, Vol. VI, 1989, hal. 2 6 Lihat, misalnya,Ensiklopedi Hukum Islam III, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, cet.II, 1999), hal. 950 Pengertian demikian terkadang masih dibatasi dengan tahun karangan, terdapat juga yang membatasi dengan madzhab teologi, dan membatasi kitab kuning dengan kitab yang mu’tabarah saja. Artinya kitab kuning yang diterima di kalangan pesantren. Menanggapi adanya perbedaan dalam pengertian tersebut di atas, dalam pengertian yang luas—termasuk di dalamnya kitab kuning dengan menggunakan bahasa daerah/lokal—maka pengertian ini lebih mengarah pada perspektif historis, sementara dalam pengertian yang terakhir disebut maka itu lebih khusus pada tradisi yang berlangsung di dunia pesantren. Pada pengertian kedua inilah yang sering dipandang dengan pandangan sebelah mata dan banyak diberikan kritik. Kitab kuning juga diistilahkan dengan al-kutub al-qadimah (kitab-kitab klasik/kuno) kebalikan dari al-kutub al-‘asyriyyah (kitab-kitab modern). Istilah yang sering pula digunakan guna menyebut kitab kuning adalah ‘kitab gundul’, sebab cara penulisan dalam kitab tersebut tanpa syakal, tanpa tanda baca dan pemberhentian. Disebut kitab kuning karena pada umumnya kitab-kitab tersebut dicetak di atas kertas berwarna kuning, berkualitas rendah, dan kadang-kadang lembarannya pun lepas tidak terjilid, sehingga mudah diambil bagian-bagian yang diperlukan tanpa harus membawa satu kitab secara utuh. Biasanya para santri hanya membawa lembaran-lembaran tertentu yang akan dipelajari. Karena bentuk tulisannya yang ‘gundul’, maka kitab kuning tidak mudah dibaca, apalagi dipahami oleh mereka yang tidak menguasai gramatika bahasa Arab (nahwu dan sharaf). Format kitab kuning biasanya mempunyai bentuk tersendiri, yang sering kali terdiri dari dua bagian, matan yang menempati margin, dan syarahnya menempati bagian tengah secara luas. Untuk ukuran kertasnya biasanya digunakan ukuran kwarto. Dengan demikian, dapatlah dibedakan karakteristik kitab kuning dan kitab putih. Pada umumnya kitab kuning dikarang oleh ulama sebelum abad XX, bahkan sering kali kitab tersebut dikarang oleh para ulama klasik. Sementara kitab putih tidak membatasi tahun penulisan kitab. Akan tetapi biasanya kitab putih lebih banyak dikarang oleh para ulama masa akhir-akhir ini (mutaakhirin). Karekteristik lainnya, yang jelas kitab kuning ditulis dengan huruf Arab, meskipun bahasa yang digunakan bukan bahasa Arab, semisal bahasa Melayu, Jawa, Sunda dan sebagainya. Kitab kuning juga lebih menekankan pada mazhab Syafi’I untuk kajian fiqh, Asy’ari dalam kajian teologi, dan al-Ghazali untuk bidang tasawuf. Sementara kitab putih tidak membatasi madzhab-madzhab tertentu sebagaimana dalam kitab kuning. Satu perbedaan penulisan lainnya, yaitu penulisan kitab kuning cenderung tidak mengunakan foot note. Dalam pembahasan berikut kitab kuning dalam pengertian luas dijabarkan dalam lintasan sejarah, sementara dalam arti sempit akan digunakan dalam kajian tetang kurikulum di pesantren. B. Kitab Kuning dan Sejarahnya Tidak diketahui secara pasti kapan kitab kuning menjadi satu rujukan pokok dalam pendidikan Islam di Indonesia. Jelas kitab kuning ada sebelum munculnya pesantren. Menurut Martin Van Bruinessen,7 kitab kuning sebagai kitab klasik berbahasa Arab telah dikenal dan dipelajari pada abad ke-16. Argumen yang dijadikan dasar adalah diibawanya sejumlah naskah Indonesia yang berbahasa Arab, Melayu dan Jawa ke Eropa sekitar tahun 1600 M. Di antara kitab yang berbahasa Arab adalah kitab yang membahas fiqh: kitab al-Taqrib fi al-Fiqh karya Abu Suja’ al-Isfahani, yang hingga sekarang masih banyak digunakan dalam pesatren dan kitab al-Idhah fi al-Fiqh. Kitab yang disebut terakhir kini sudah tidak dijumpai lagi dalam pesantren. Sementara kitab-kitab yang berbahasa Melayu terdiri dari tafsir tentang dua bab penting dari al- Qur’an, dua hikayat bertema Islam, sebuah hukum pernikahan Islam, dan sebuah terjemahan syair-syair pujian terhadap Nabi (Qasidah burdahnya al-Busyairi). Untuk kitab yang berbahasa Jawa antara lain ‘Wejangan Syeh Bari’ yang sebelumnya dikenal dengan ‘Kitab Sunan Bonang’. Dalam kitab berbahasa Jawa tersebut ditemukan dua judul kitab yang dijadikan sebagai rujukan, yaitu ‘Ihya’ Ulum al-Din karya al-Ghazali dan Tamhid—menurut Martin yang dimaksud dengan Tamhid adalah kitab al-Tamhid fi Bayan al-Tauhid karya Abu Syukur al-Kasyi al-Salimi. Kitab- kitab yang dikirim ke Eropa inilah—sebagaimana tersebut di atas—yang dijadikan Martin sebagai bukti bahwa kitab kuning telah ada di Indonesia pada abad ke-16. Menurut Azyumardi Azra, dalam historiografi tradisional dan berbagai catatan lokal maupun asing tentang peyebaran Islam di Indonesia, tidak menyebut judul-judul kitab yang digunakan dalam masa-masa awal perkembangan Islam di kawasan ini. Meski ada beberapa historiografi tradisional, seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, dan semacamnya juga menyinggung masalah-masalah yang berkaitann
Recommended publications
  • Volume 8, Nomor 1, Juli 2019
    Tadarus, vol 8 no 1, Juli 2019 Volume 8, nomor 1, Juli 2019 86 Tadarus, vol 8 no 1, Juli 2019 Volume 8, nomor 1, Juli 2019 87 Tadarus, vol 8 no 1, Juli 2019 JURNAL TADARUS Jurnal Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya Volume 8, Nomor 1, Juli 2019 DAFTAR ISI Pengantar Redaksi SEJARAH SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM MODERN DI MUHAMMADIYAH Muhammad Arif Syaifuddin ……………………………………………………… 1 THE DEVELOPMENT OF CHILDREN’S STORY BOOK MEDIA BASED ON LOCAL NATURAL RESOURCES TO SUPPORT THE EARLY COUNTING MATHEMATICS PROGRAM FOR KINDERGARTEN LEVEL Syefriani Darnis …………………………………………………………….…..…..12 STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN DENGAN METODE KAISA DAN METODE WAFA DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN PADA ANAK USIA DASAR DI RUMAH TADABBUR QUR’AN (RTQ) KENDARI Kharis Sulaiman Hasri ……………………………………………………………..23 PELAKSANAAN METODE RESITASI PEMBELAJARAN PENDIDIKANAGAMA ISLAMDI SMPNEGERI 35 KOTA PEKANBARU Devi Permata Sari ………………………………………………….……………...36 STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN ANAK YATIM MELALUI GENIUS YATIM MANDIRI DI DESA TANGGUNGAN KECAMATAN BAURENO Muchamad Suradji ………………………………………………………………...49 GANGGUAN SISTEM LIMBIK PADA COMPULSIVE GAMER DALAM PEMBELAJARAN KEAGAMAAN ISLAM Istiqomah …………………………………………………………………………...63 PEMBENTUKAN KARAKTER RABBANI DI PESANTREN AL-ISLAM LAMONGAN Muhammad Hambal ……………………………………………………..………….77 METODE PEMBELAJARAN QIRO’ATUL QUTUB DI PONDOK PESANTREN KARANGASEM LAMONGAN Din Muhammad Zakariya ………………………………………………………...89 PENERAPAN METAKOGNITIF DALAM MEDIA PEMBELAJARAN Ika Puspitasari……………………………………………………………………...99 PERAN BAGIAN PUBLIC RELATIONS DALAM MENINGKATKAN REPUTASI LEMBAGA PENDIDIKAN Aldo Redho Syam, Moch. Charis Hidayat …………………………..………….107 88 Tadarus, vol 8 no 1, Juli 2019 METODE PEMBELAJARAN QIRO’ATUL KUTUB DI PONDOK PESANTREN KARANGSASEM LAMONGAN Din Muhammad Zakariya e-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsep metode deresan dan peranannya dalam pembelajaran qiro’atul kutub di pesantren Karangasem Lamongan.
    [Show full text]
  • Eksistensi Tradisi Kajian Kitab Kuning Dalam Lingkup Perubahan Sosial (Studi Kasus Di Pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, Dan Babussalam)
    EKSISTENSI TRADISI KAJIAN KITAB KUNING DALAM LINGKUP PERUBAHAN SOSIAL (STUDI KASUS DI PESANTREN DARUN NAHDHAH, DAREL HIKMAH, DAN BABUSSALAM) Amrizal Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau e-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini ingin menemukan jawaban tentang bagaimana keberadaan buku kuning buku di pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, dan Babussalam dalam ruang lingkup perubahan sosial. Secara umum, ketiga pesantren tersebut telah merespon positif perubahan sosial, untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap sistem pendidikan, termasuk untuk menjaga tradisi studi buku kuning tersebut. Dengan kata lain, identitas pesantren dengan buku kuning masih menempel di sekolah masing-masing. Namun, keberadaannya berbeda. Diantaranya, ada yang membuat studi tentang buku kuning sebagai co curriculer, bersama dengan kurikulum lainnya, maka ada juga yang membuatnya hanya melakukan aktivitas ekstra atau ekstra kurikuler tambahan. Kata kunci: Pesantren, Kitab kuning, Perubahan Sosial. Abstract This study wants to find answers about how the existence of stsudy of the yellow book (kitab kuning) at pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, and Babussalam within the scope of social change. In general, the three pesantren have responded positively to social change, to make changes and adjustments to the education system, including in order to maintain the tradition of the study of the yellow book. In other words, the identity of pesantren with yellow book still attached at their respective schools. However, its existence is different. Among them, there were made studies of yellow book as co curriculer, together with other curriculum, then there is also making it only limited additional or extra curricular activities. Keywords: Islmic Boarding School, Ancient Islamic Manuscript, Social Change.
    [Show full text]
  • KITAB KUNING DAN MADRASAH: STUDI PADA PONDOK PESANTREN HIKMATUSYSYARIEF NW SALUT SELAT LOMBOK BARAT Abd
    KITAB KUNING DAN MADRASAH: STUDI PADA PONDOK PESANTREN HIKMATUSYSYARIEF NW SALUT SELAT LOMBOK BARAT Abd. Muin M Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan | Balitbang dan Diklat Kemenag RI Jl. MH Thamrin No. 6 Jakarta Pusat | Email: [email protected] Abstract This study attempts to uncover the education background of Islamic boarding school’s educator, the students’ motivation levels in studying yellow book and education system of Islamic boarding school. Through the qualitative method, the researcher conducted interviews with key informants, observed the education facilities and activities of the students, as well as studied the Islamic boarding school documents, which then lead to the collection of the data and information related to this research issues. The research result shows: (1) With “very adequate” Islamic boarding school education background, the educators of Hikmatusy syarief Islamic boarding school have successfully maintained and preserved the Islamic boarding school system, especially in studying yellow book with madrasah education system. (2) Most of the students have a strong motivation to study yellow book. (3) Values and elements of the education system of this Islamic boarding school is a single unit that integrated, complete each other and strengthen the implementation of the yellow book learning and madrasah education. Keywords: Yellow book, Madrasah, Continuity, Changes Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang pendidikan pengasuh pesantren, ting­ kat motivasi santri mengaji kitab kuning
    [Show full text]
  • Rituals of Islamic Spirituality: a Study of Majlis Dhikr Groups
    Rituals of Islamic Spirituality A STUDY OF MAJLIS DHIKR GROUPS IN EAST JAVA Rituals of Islamic Spirituality A STUDY OF MAJLIS DHIKR GROUPS IN EAST JAVA Arif Zamhari THE AUSTRALIAN NATIONAL UNIVERSITY E P R E S S E P R E S S Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] This title is also available online at: http://epress.anu.edu.au/islamic_citation.html National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Author: Zamhari, Arif. Title: Rituals of Islamic spirituality: a study of Majlis Dhikr groups in East Java / Arif Zamhari. ISBN: 9781921666247 (pbk) 9781921666254 (pdf) Series: Islam in Southeast Asia. Notes: Includes bibliographical references. Subjects: Islam--Rituals. Islam Doctrines. Islamic sects--Indonesia--Jawa Timur. Sufism--Indonesia--Jawa Timur. Dewey Number: 297.359598 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design and layout by ANU E Press Printed by Griffin Press This edition © 2010 ANU E Press Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changesthat the author may have decided to undertake.
    [Show full text]
  • A Preliminary Study on DAYAH SALAFI DEVELOPMENT
    Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Dr. Huwaida, S.Ag., M.Ag. A Preliminary Study on DAYAH SALAFI DEVELOPMENT PUBLISHER Dr. Huwaida, S.Ag., M.Ag. A Preliminary Study On Dayah Salafi Development /by: Dr. Huwaida, S.Ag., M.Ag. Jakarta: CV Teratai Publisher, 2014 xiv; 108 hlm.; 0,5 cm ISBN: 978-602-97959-5-0 1. Education I. Title 3 4 A Preliminary Study On Dayah Salafi Development 0 Author : Dr. Huwaida, S.Ag., M.Ag. Editor : Muhammad Siddiq, MH Edition : I, December 2014 ISBN : 978-602-97959-5-0 Publisher : CV Teratai (Teratai Publisher) [Head Office] Jl. Teratai No.8, Lampulo, Banda Aceh, Provinsi Aceh, Kode Pos 23127. [Branch Office] Permata Depok Regency, Blok Jade No. E 5/ 17, Ratu Jaya, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. [Email] [email protected] © Copyright is protected by The Act Number 19 of 2002 On the Copyright. To distribute and to multiply are strongly forbidden, without any prior permission from the publisher. PREFACE This study started with the government letter that emphasized prescribed regulations for the standardizing of Acehnese dayah salafi curriculum. Aceh is located on the western tip of Sumatera island, forming the far western border of the Republic of Indonesia. Aceh is known as the first place that converted to Islam in the archipelago, and there are many dayah, which are spread all over Aceh. From the literature, it is found that the dayah, which is an indigenous Islamic educational institution in Aceh, has connection with the geographical and historical sources of Islamic teaching and may be seen as a link in a continuous chain of learning.
    [Show full text]
  • Islam Dan Negara Pemikiran Abu Bakar Ba'asyir Tentang
    ISLAM DAN NEGARA PEMIKIRAN ABU BAKAR BA’ASYIR TENTANG NEGARA ISLAM Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Praga Adidhatama NIM: 104033201141 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./2009 M. PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ISLAM DAN NEGARA; PEMIKIRAN ABU BAKAR BA’ASYIR TENTANG NEGARA ISLAM telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 11 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) pada Program Studi Pemikiran Politik Islam. Jakarta, 11 Desember 2009 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota, Dr. Hendro Prasetyo, MA. Joharatul Jamilah, M.Si. NIP: 19640719 199003 1 001 NIP: 19680816 199703 2 002 Anggota, Dr. Sirodjudin Ali, MA. A. Bakir Ihsan, M.Si. NIP: 19540605 200112 1 001 NIP: 19720412 200312 1 214 Pembimbing, M. Zaki Mubarak, M.Si. NIP: 19730927 200501 1 008 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (satu) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
    [Show full text]
  • Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Abstract: This article examines the religious specificities of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of this process reside in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhoods’ followers and the popularity of esoteric practices. These specificities implicate that the Islamizing of the region was very progressive within period of time and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam took through history. The dominant media- centered perspective also eludes the fact that cohabitation between religion and ritual initiation still composes the authority structure. This article aims to contribute to the knowledge of this phenomenon. Keywords: Islam, Banten, sultanate, initiation, commerce, cosmopolitism, brotherhoods. 1 Banten is well-known by historians to have been, during the Dutch colonial period at the XIXth century, a region where the observance of religious duties, like charity (zakat) and the pilgrimage to Mecca (hajj), was stronger than elsewhere in Java1. In the Indonesian popular vision, it is also considered to have been a stronghold against the Dutch occupation, and the Bantenese have the reputation to be rougher than their neighbors, that is the Sundanese. This image is mainly linked to the extended practice of local martial arts (penca) and invulnerability (debus) which are widespread and still transmitted in a number of Islamic boarding schools (pesantren).
    [Show full text]
  • Transformation of Pesantren in Maintaining Good Character
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by INZAH Online Journal Humanistika, Volume 6, Nomor 1, Januari 2020 35 TRANSFORMATION OF PESANTREN IN MAINTAINING GOOD CHARACTER Muhammad Hifdil Islam* & Abd. Aziz** Abstract: Education is the main pillar of nation building. The success of a nation’s education is closely related to the progress achieved. Because it is a necessity, so the government and society should prioritize the overall development of the field of education. Especially education that shapes the national character of the nation. Pesantren as one of the indigenous Indonesian National Education sub-systems, has special advantages and characteristics in applying character education for their students (santri). The writing method this article is writer takes some of schoolars argument that related with the topic of this articel.“this article try to highlight the pesantren as the root of history of islamic education in Indonesia, the transformation of pesantren education system and the role of pesantren in Indonesia in maintaining the good character of student. And the result of this article show that pesantren has many types of system and it has a big role in maintaining the good character of student. Keywords: Transformation, Pesantren and Good Character * Dosen Institut Ilmu Keislaman Zainul Hasan Genggong ** Dosen Institut Ilmu Keislaman Zainul Hasan Genggong 36 Muhammad Hifdil Islam & Abd. Aziz, Transformation of Pesantren... (35-48) PRELIMINARY Islamic boarding school is an institution that is widely praised by people. This is because the pesantren has a characteristic compared to other educational institutions, especially Muslim societies in general, as well as the existence of Madrasah (Schools that is based on islamic education) in Indonesia1.
    [Show full text]
  • Western Java, Indonesia)
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Université de Provence, Marseille. Abstrak Artikel ini membahas kekhasan agama di Banten pada masa awal Islamisasi di wilayah tersebut. Karakteristik utama dari proses Islamisasi Banten terletak pada hubungan antara perdagangan dengan jaringan Muslim, kosmopolitanisme yang kuat, keragaman praktek keislaman, besarnya pengikut persaudaraan dan maraknya praktik esotoris. Kekhasan ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi Banten sangat cepat dari sisi waktu dan perpindahan agama/konversi yang terjadi merupakan hasil dari proses saling mempengaruhi antara Islam, agama lokal, dan kosmologi. Akibatnya, muncul anggapan bahwa Banten merupakan benteng ortodoksi agama. Kesan yang muncul saat ini adalah bahwa Banten sebagai basis gerakan rigoris/radikal dipengaruhi oleh bentuk-bentuk keislaman yang tumbuh dalam sejarah. Dominasi pandangan media juga menampik kenyataan bahwa persandingan antara agama dan ritual masih membentuk struktur kekuasaan. Artikel ini bertujuan untuk berkontribusi dalam diskusi akademik terkait fenomena tersebut. Abstract The author examines the religious specifics of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of the process resided in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhood followers and the popularity of esoteric practices. These specificities indicated that the Islamizing of the region was very progressive within 16th century and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam 91 Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) took throughout history.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • The Syiah Turmoil in a Sharia Soil: an Anthropological Study of Hidden Syiah Minority Entity in Contemporary Aceh
    International Journal of Recent Technology and Engineering (IJRTE) ISSN: 2277-3878, Volume-7, Issue-6S5, April 2019 The Syiah Turmoil in a Sharia Soil: An Anthropological Study of Hidden Syiah Minority Entity in Contemporary Aceh Al Chaidar Abdurrahman Puteh, Abidin Nurdin, T. Nazaruddin , Alfian Lukman Abstract: Syiah had ever been a major Islamic Researches on the history of Syiah in Indonesia - and denomination in Aceh for centuries. This research is not only especially in Aceh -has been done by Hilmy Bakar about how much classical Sharia rules can be a reference to Almascaty (2013) and Fakhriati (2014) and Rabbani (2013) resolve political problems of majority and minority division, but also Dhuhri (2016). Previously, a similar study also also to examine the power of sharia in protecting and concerns the history that comes first in reference to the marginalizing Syiah. Based mainly on classical Snouck Hurgronje ethnography, this study elaborate the the former history of Syiah and its spaces investigated by Thabathaba'i sharia as a living law in old Aceh and comparing it with recent and Husayn (1989), Azmi (1989), Abdul Hadi (2002), and legal pluralism of Aceh nowadays. With a spectacular growing T. Iskandar (2011). Almascaty's study looked more at of traditional Dayah (conservative Sunnism) in present politics, Persian civilization and its influence on customs in Aceh and the transnational Salafi Wahabism intrusion into Aceh, the [1]. Similarly, Wan Hussein Azmi concluded that in the position of Syiah is at the most tip of the edge in society. 10th century AD migration of the most Persians to the Achenese Syiah are now facing hardest situation in this Syafii- archipelago Leran, Gresik, Siak (Inderapura, Riau), and to dominated land and hardened with the rage of Wahabism.
    [Show full text]
  • The 'Cinematic' Santri
    The Newsletter | No.68 | Summer 2014 The Focus | 27 The ‘cinematic’ santri of students reading and discussing the book. The kitab kuning 1 In Indonesia, over the last five years or so, a new generation of santri across the is shown as not only as the book that all Kidang santri have extensively studied in class, but also as the book that provides country has demonstrated a progressive attitude toward film production. Mostly them with practical advice for their everyday-lives. using new film technologies such as personal video recorders and digital cameras, Voicing images During his fieldwork in several pesantrens in East Java in many of these young students have made films about, but not limited to, the the 1990s, Lukens-Bull identified the santri’s strong emphasis on the kitab kuning, despite all the changes occurring in the everyday lives of Muslims in pesantren. Some of these films have only been circulated pesantren environment. He explains such preservative efforts as being part of pesantren ‘ ‘politics’, and just one of the ways within the pesantren circuit, but most of them have also experienced alternative in which pesantren people maintain tradition and identities. They do this in the aftermath of intense educational trans- public screenings, particularly through social media such as YouTube. A few of formations, in which local Islamic traditions were contested and choices had to be made between being Indonesian or them have even been screened at local film festivals and commercial cinemas. being part of a transnational Muslim Ummah.5 His analysis is significant for understanding the current ‘emblematization’ of Ahmad Nuril Huda the kitab kuning in pesantren films, which should be understood as being part of the ways in which santri give voice to traditions that have been hitherto ignored by mainstream media in Indonesia.
    [Show full text]