PANDANGAN FRONT PEMBELA ( FPI) TERHADAP ISLAM

SKRIPSI

Diajukan unttuk memenuhi satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun Oleh:

Riza Adi Putra 11150321000020

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2020 M/1441 H

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Riza Adi Putra

NIM : 11150321000020

Prodi : Studi Agama-Agama

Fakultas : Ushuluddin

Judul Skripsi :PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) TERHADAP

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarrif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

ii iii iv

ABSTRAK

Riza Adi Putra Judul Skripsi: Pandangan Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Islam Nusantara Islam Nusantara atau yang biasa disebut dengan Islam di merupakan hasil dari dialog antara ajaran Islam dengan budaya lokal. Dengan demikian, hal tersebut akan menghasilkan budaya yang Islami, sehingga Islam Nusantara dipandang sebagai Islam dengan kearifan lokal. Di samping itu Islam Nusantara merupakan sebuah keberhasilan dari para ulama dalam menyebarkan ajaran Islam di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya Islam di Indonesia lahir beberapa gerakan Islam dengan karakternya masing-masing. Seperti dengan karakternya yang tradisional, dengan Modernis dan Front Pembela Islam (FPI) dengan gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Front Pembela Islam atau yang disingkat FPI lahir pada masa peralihan dari masa Orde Baru menuju masa Reformasi, Organisasi yang berlandaskan Islam ini merupakan gambaran dari gerakan Islam kontemporer di Indonesia. Dalam gerakannya FPI ingin menjadikan NKRI yang bersyariah, sehingga FPI tidak hanya bergerak di bidang dakwah saja, akan tetapi masuk ke dalam konstitusi atau hukum yang berlaku di Indonesia. Skripsi ini menganalisa bagaimana Front Pembela Islam (FPI) memandang dan menyikapi keadaan Islam Nusantara. Sebagai Organisasi sosial yang berlandaskan Islam. FPI memiliki peran dalam menjaga prinsip-prinsip Islam di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Jenis penelitian yang dipakai Field Research dan Library Research (kajian pustaka), pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan Antropologi dan History dengan teori nilai yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Sumber data dalam skripsi ini dibagi menjadi dua yaitu primer yang didapat melalui wawancara dengan beberapa narasumber dan yang kedua adalah sumber sekunder yakni dari beberapa buku, jurnal dan artikel yang berkaitan dengan skripsi.

Kata kunci: Front Pembela Islam, Islam, Nusantara

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan nikmat-Nya, yang telah diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pandangan Front Pembela Islam

(FPI) Terhadap Islam Nusantara dan studi untuk meraih gelar Sarjana Agama.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi SAW beserta keluarga dan para sahabat yang telah memberikan cahaya Islam kepada penulis.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bantuannya, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak/Ibu/Saudara yang terhormat, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kepada Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis selaku dosen pembimbing penulis yang

dengan tulus dan sangat baik memberikan arahan dan pandangan-pandangan

agar skripsi ini dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Semoga Allah

SWT selalu memberikan kesehatan dan kemudahan untuk beliau.

2. Kepada Ayahanda terkasih Bapak Mu’sin dan Ibunda tersayang Ibu Marsiyati

yang telah memberikan dukungan penuh baik merawat, mendidik, mendoakan

dan memberikan support moral dan material penulis mulai dari sekolah dasar

vi

hingga menimba ilmu di Kampus Pembaharu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga senantiasa dalam lindungan Allah

SWT.

3. kepada Husnul Khotimah S.Pd, Rahmat Khutbiarto dan Syahrul Fais Dian

Prayogo serta Davina Aulia Latif yang selalu mendukung dan mendoakan

penulis. Semoga Allah SWT melindungi dan memberikan kesuksesan dalam

segala urusan.

4. Drs. Ismatu Ropi, M.A, Ph.D. selaku Dosen Penasihat Akademik penulis yang

selalu memberikan masukan terutama pada pengambilan judul skripsi.

Semoga Allah SWT berikan kelancaran dalam segala urusan.

5. Dr. Yusuf Rahman, MA. Sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta beserta jajaran Dekanat. Semoga Bapak diberikan

kelancaran Ushuluddin ke arah kemajuan.

6. Bapak Syaiful Azmi, MA dan Ibu Lisfa Sentosa, MA. Sebagai Ketua dan

Sekertaris Jurusan Studi Agama-Agama yang selalu memberikan dukungan

dan support moral terhadap penulis dalam mengerjakan skripsi dan setiap

proses birokrasi dan administrasi di Jurusan.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan ilmu dalam

setiap Mata Kuliah yang diikuti penulis, khususnya kepada Dosen Jurusan

Studi Agama-Agama mulai dari Bapak Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, MA,

Bapak Prof Ikhsan Tanggok, MA, Bapak Dr. Amin Nurdin, MA, Bapak Dr.

vii

Media Zainul Bahri, MA, Bapak Dadi Darmadi, Ph.D, Bapak Dr. Hamid

Nasukhi, MA, Bapak Zainul Muttaqin, MA, Bapak M. Nuh Hasan, M.Ag, Ibu

Marjuqoh, MA, Ibu Siti Nadroh, MA, dan Ibu Halimah Mahmudy, MA.

Semoga kesehatan dan kesuksesan selalu menyertai beliau-beliau.

8. Kepada seluruh staf dan karyawan di Bagian Tata Usaha Fakultas

Ushuluddin, terutama Bapak Toto Tohari, M.Ag yang telah membantu penulis

dalam setiap proses birokrasi dan administrasi kampus di Ushuluddin.

9. Kepada narasumber Ustad Irbabul Lubab, Bapak Dr. Muckhlis PaEni, Ibu

Dra. Faiqoh Mansyur M.Hum, Bapak Abdul Jamil Wahab, M.Si yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan data dan informasi kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

10. Kepada teman-teman Averus yang masih menjalin komunikasi baik dengan

penulis hingga saat ini. Semoga kita dapat meraih kesuksesan dengan proses

masing-masing.

11. Kepada teman-teman WB yang telah banyak memberikan bantuan baik

dukungan dan support untuk penulis sehingga dapat terselesaikan. Semoga

Allah memberikan kesehatan dan kesuksesan untuk kita semua.

12. Kepada HMJ Studi Agama-Agama 2017 yang telah memberikan ilmu dan

pengalaman dalam berorganisasi di intra Kampus.

13. Kepada kawan-kawan Studi Agama-Agama 2015 yeng telah berjuang

bersama dalam proses pembelajaran di Ushuluddin dari Semester I hingga

viii

sekarang, terkhusus untuk sahabat penulis mulai dari Shakeel Ahmad,

Muhammad Yusup, Setia Bandu, Agi Mukmin, M. Hafiz Hidayat. P, Guruh

Purnama, Imammudin Akbar, Intan Pertiwi serta Animatun Fatimah.

14. Kepada teman-teman kelompok KKN CEMARA 83 yang selama dua bulan

mulai dari Juli-Agustus 2018 telah memberikan banyak pelajaran terutama

pada kekeluargaan yang dibangun dalam melaksanakan pengabdian di

masyarakat. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kesuksesan

untuk kita semua.

Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas segala dukungan baik do’a, motivasi dan material sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masi banyak kekurangan baik bentuk, isi maupun teknik penyajiannya. Oleh karena itu, kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak penulis terima dengan tangan terbuka, semoga kehadiran skripsi ini dapat memberikan manfaat baik penulis maupun pembaca.

Jakarta, 25 Mei 2020 Penulis,

Riza Adi Putra

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...... iii

LEMBAR PENGESAHAN ...... iv

ABSTRAK ...... v

KATA PENGANTAR ...... ix

DAFTAR ISI...... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Batasan Masalah ...... 7 C. Maksud Penelitian ...... 7 D. Tujuan Penelitian ...... 8 E. Pendekatan Teoritis ...... 8 F. Tinjauan Pustaka ...... 9 G. Metode Penelitian ...... 10 H. Sistenatika Penulisan ...... 13 BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM NUSANTARA A. Sejarah Islam di Nusantara ...... 14 B. Difinisi Islam Nusantara ...... 33 C. Perkembangan Islam Nusantara ...... 44

BAB III PANDANGAN FPI TERHADAP ISLAM NUSANTARA A. Profil FPI………………………………………………………...54

x

B. Pandangan FPI Terhadap Ajaran Islam ...... 60 C. Pandangan FPI Terhadap Islam Nusantara ...... 64 D. Sikap FPI Terhadap Islam Nusantara ...... 72

BAB IV PANDANGAN KRITIS TERHADAP ISLAM NUSANTARA DAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) A. Kelebihan dan Kekurangan Islam Nusantara ...... 81 1. Kelebihan Islam Nusantara ...... 81 2. Kelemahan Islam Nusantara ...... 86 B. Kelebihan dan kelebihan Front Pembela Islam ...... 89 1. Kelebihan Front Pembela Islam ...... 89 2. Kelemahan Front Pembela Islam ...... 93

BAB V PENUTUP A. Simpulan ...... 97 B. Saran...... 99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemunculan sebuah agama tidak akan pernah ada di ruang hampa. Artinya, kehadiran agama pada suatu tempat tidak akan pernah terlepas dari pengaruh budaya atau kondisi sosial masyarakat di mana agama tersebut hadir. Dengan begitu agama seharusnya tidak hanya dipahami sebagai doktrin semata, agama merupakan seperangkat aturan atau ajaran yang bisa menanamkan nilai-nilai sosial pada penganutnya.1

Pemahaman seperti ini merupakan bentuk dari pemahaman Zhamaksyari

Dhofier dan , mereka mengatakan bahwa agama sejatinya tidak mengandung nilai-nilai dalam dirinya, melainkan ia mengandung ajaran-ajaran yang menanamkan nilai-nilai sosial pada penganutnya, sehingga ajaran agama tersebut merupakan salah satu elemen yang membentuk budaya.2

Dalam konteks sejarah Islam di Indonesia, polarisasi Islam terjadi sangat besar sejak pra-kemerdekaan, Islam telah menunjukan beragam wajah yang di wakili oleh kemunculan beberapa organisasi keagamaan. Para pengamat keagamaan mengidentifikasikan Islam dengan berbagai nama atau lebel, seperti Islam dan

1Ahmad Syarif H, Eksistensi Islam Kultural di Tengah Gempuran Gerakan Islam Transnasional (Palembang, Uin Raden Fatah 2018) Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, hlm.47. 2Ahmad Syarif H, Eksistensi Islam Kultural di Tengah Gempuran Gerakan Islam Transnasional (Palembang, Uin Raden Fatah 2018) Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, hlm.47.

1

2

, Islam tradisioanlis, Islam modernis, Islam puritan, Islam literal dan sebagainya.3

Keadaan Islam yang beraneka ragam tersebut semakin menampakkan identitasnya. Namun terdapat beberapa kelompok tertentu yang dalam praktek keagamaannya menekankan ketaatan yang penuh kepada apa yang dipraktekan Nabi dan generasi sahabat. Mereka berupaya penuh untuk mengikuti cara hidup hingga hal-hal yang bersifat formal. Anjuran untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya berbanding lurus dengan anjuran untuk meninggalkan apa yang mereka anggap tahayul dan bid’ah.

Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk beraneka ragam dari suku, agama maupun budaya dan bahasa. Bentuk masyarakat seperti ini lebih dikenal sebagai masyarakat yang multi-etnis dan multi-agama. Berdasarkan hasil penelitian

Furnival menunjukan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk.4

Awal mula Islam masuk ke Indonesia melalui berbagi cara, diantaranya melalui perdagangan dan berdakwah, cara tersebut berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah dan sebagian Eropa yang melalui penaklukan. Dengan proses

3Tata Sukayat, Radikalisme Islam atas nama Dakwah Hisbah Front Pembela Islam, (UIN Suan Gunung Jati, Bandung: 2018) Academic Journal For Homiletic Studies, Vol.12, No.1, hlm.1. 4Kunawi Basyir, Perjumpaan Agama dan Budaya: Melacak Konsep dan Ideologi Gerakan Keagamaan di Indonesia (UIN , Surabaya: 2017) Vol.11, No.2, hlm.302.

3

penyebaran yang berbeda tersebut menjadikan Islam dengan mudah diterima masyarakat Indonesia sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin.5

Selain itu para mubaligh memasukkan unsur ajaran Islam ke dalam budaya atau tradisi yang sudah ada di Indonesia. Islam yang berdialektika dengan budaya lokal tersebut pada akhirnya membentuk varian Islam yang khas dan unik, seperti

Islam Jawa, Islam Madura, Islam Sasak, Islam Sunda dan seterusnya. Dengan begitu

Islam Nusantara merupakan bentuk dari Islam yang mengandung kearifan lokal.6

Dengan keadaan masyarakat yang terbuka dan didukung kecerdasan para mubaligh menjadikan tidak ada penolakan ketika datanganya Islam ke Indonesia.

Sehingga Islam menjadi pemeluk terbanyak di Indonesia, saat ini umat Islam di

Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Hal ini tidak terlepas dari peran para ulama dan mubaligh yang menyebarkan Islam melalui pendekatan kultural.

Adapun tiga cara untuk mengatasi ketika atau budaya bertentagan dengan syariat Islam. Pertama, toleransi terhadap adat tersebut dengan cara tidak mengganggu dan menghormatinya. Kedua, membuat benteng dengan cara membangun , madrasah dan lain sebagainya. Ketiga, melakukan perubahan dengan cara bertahap akan tetapi menjauhi dari sikap kekerasan.7

Gerakan Islam Nusantara atau biasa di sebut dengan gerakan tradisional merupakan gerakan yang membangkitkan tradisi Islam sebagai suatu realitas spiritual

5Komarudin Hidayat, Agama Punya Seribu Nyawa (Jagakarsa, Noura Books:2012) Cet.2, hlm.175. 6Andik Wahyu Muqoyyidin, Dialektika Islam dan Budaya Lokal Jawa (Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum, Jombang: 2013) Vol.11, No.1, hlm.2. 7Muhammad Guntur Romli, Islam Kita Islam Nusantara, Lima Nilai dasar Islam Nusantara Ciputat, Ciputat School: 2016) hlm.67.

4

di tengah modernisme. Ciri dari gerakan ini bukan lagi pada tataran politis melainkan pada hati dan pikiran baik dari individu maupun dalam kelompok. Kelompok ini mengaggap bahwa kebangkitan Islam harus di mulai dari umat Islam sendiri.8

Dalam penyebaran Islam yang terjadi di wilayah Timur Tengah sebagian besar dengan cara penaklukan, hal ini mengakibatkan pandangan masyarakat terhadap Islam menjadikan seolah-olah Islam itu radikal dan arogan. Hal ini berbandig terbalik dengan Islam yang rahmatan lil alamin.

Gerakan Islam kutural dimulai sejak pertama kali Islam masuk ke Indonesia.

Namun belakangan ini istilah Islam Nusantara kembali ramai diperbincangkan baik dari kalangan ulama sampai masyarakat biasa. Hal ini di karenakan kelompok organisasi Islam terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama menjadikan Islam

Nusantara sebagai tema dari Muktamarnya yang ke-33 di Jombang.

Dalam tema tersebut Ketua Umum PBNU K.H , menyatakan akan mengawal dan memperjuangkan Islam Nusantara. Menurutnya Islam dengan metode itulah yang pertama kali disebarkan oleh para muslim penadahulu, diantaranya adalah . Selain Ketua PBNU acara tersebut di hadiri oleh

Presiden dan Wakil Presiden. Mereka juga sependapat dengan Ketua PBNU, dimana

Presiden menyatakan bahwa Islam kita ini adalah Islam Nusantara.9

8Sayyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern (Bandung, Penerbit Pustaka 1994) hlm.91. 9Muhammad Guntur Romli, Islam Kita Islam Nusantara, Lima Nilai Dasar Islam Nusantara, (Ciputat, Ciputat School 2016) hlm.19.

5

Menurut Deliar Noer Islam tradisional adalah Islam yang masih mempertahankan tradisi sebagai bagian dari aktifitas keagamaannya.10 Dengan begitu

Islam tidak memberangus budaya dan tradisi lokal yang ada di Indonesia, akan tetapi tradisi yang ada akan melebur dengan praktek keagamaan masyarakat di Indonesia.

Dalam kehidupan sosial, agama biasanya disinkretikkan dengan budaya yang ada, apabila melanggar aturan atau tradisi yang ada maka akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupan keagamaan. Perbedaan dalam memahami doktrin keagamaan akan memicu pula terjadinya gesekan pemahaman yang memungkinkan terjadinya konflik.11

Seiring dengan berkembangnya Islam di Indonesia, lahir beberpa organisasi sosial yang menjadikan Islam sebagai dasarnya, diikuti dengan karakter masing- masing. Seperti Nahdlatul Ulama (NU) dengan tradisionalnya, Muhammadiyah dengan pemikiran modernisnya dan Front Pembela Islam (FPI) yang identik dengan gerakan amar ma’ruf nahi munkar.

Front Pembela Islam (FPI) merupakan salah satu organisasi sosial lahir pada masa peralihan Orde Baru ke Reformasi. Latar belakang berdirinya FPI adalah merajalelanya kezhaliman dan kemaksiatan di tengah masyarakat. Dengan terjadinya pemerkosaan, perjudian, penjarahan dan lain sebagainya, keadan seperti ini FPI

10Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakrta, LP3ES 1982) hlm.242. 11Kunawi Basyir, Perjumpaan Agama dan Budaya: Melacak Konsep dan Ideologi Gerakan Keagamaan di Indonesia(UIN Sunan Ampel, Jurnal Kalam: 2017) Vol.11, Nomor.2, hlm.303.

6

berupaya menjadi kontrol atas kezhaliman dan kemaksiatan yang terjadi di masyarakat.12

Organisasi yang didirikan di Ciputat ini memiliki visi dan misi utama yaitu amar ma’ruf nahi munkar. kategori perbuatan ma’ruf dan munkar yang didefinisikan selain bidang agama mencakup bidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Terkait kemunkaran, kategori di atas masih bisa di klasifikasikan ke dalam beberapa kategori.

Pertama, kategori penyakit masyarakat, diantaranya premanisme, minuman keras, perjudian, pornigrafi dan pornoaksi. Kedua, kategori penyimpangan agama diantaranya pelecehan agama, praktik perdukunan, penyimpangan akidah, pemurtadan, sekulerisme dan pluralisme.13

Dengan kondisi sosial politik yang pada saat itu kurang berpihak kepada umat

Islam. Menjadikan FPI berusaha untuk berkeinginan menegakkan syariat Islam secara kaffah (sempurna) di semua segi dalam kehidupan. Hal ini merujuk pada Piagam

Jakarta 22 Juni 1945.14

Adapun beberapa alasan yang menjadikan pertimbangan untuk menjalankan syariat Islam, diantaranya adalah karena penduduk Indonesia sebagian besar beragama Islam dan Indonesia adalah negara muslim yang sangat luas15.

12Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.127. 13Saeful Anwar, Pemikiran dan Gerakan Amr Ma’ruf Nahy Munkar Front Pembela Islam (FPI) di Indonesia 1989-2012 ( UIN Sunan Ampel, Surabaya: 2014) Jurnal Taswuf dan Pemikiran Islam, Vol.4, No.1, hlm.229. 14Abdul Hakim Wahid, Model Pemahaman Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Al Qur’an dan Hadist, (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2018) Jurnal Refleksi, Vo;.17, No.1,hlm.83. 15Muhammad Habib Rizieq Shihab, Pengaruh Terhadap Penerapan Syariah Islam di Indonesia (Tesis, University Malaya: 2012) hlm. 2.

7

Dari uraian singkat di atas, pada dasarnya Islam Nusantara secara garis besar merupakan hasil dari perjalanan panjang dan dialektika antara Islam dengan budaya yang ada di Indonesia. Di samping itu FPI merupakan organisasi yang dapat dikatakan masih belia lahir pada masa Reformasi mendorong penulis untuk ingin mengetahui pandangan dan sikap FPI kepada Islam Nusantara, dengan menarik judul

“Pandangan Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Islam Nusantara”.

B. Batasan Maslah

Menentukan masalah sangatlah penting bagi penulis yang dimana bertujuan untuk menentukan topik yang di teliti. Dari identifikasi diatas terdapat beberapa poin penting yang akan di bahas dalam penelitian ini, diantaranya sebagai berikut.16

1. Apa yang mendasari gerakan Islam Nusantara?

2. Bagaimana pandangan dan sikap FPI terhadap gerakan Islam Nusantara?

Agar pembahasan yang akan diteliti tidak meluas. Dalam penelitian ini, terfokus pada menganalisa dan meeliti tentang bagaimana gerakan Islam Nusantara dilihat dari sudut pandang FPI, dan bagaimana sikap FPI terhadap gerakan Islam

Nusantara.

C. Maksud Penelitian

1. Mengetahui gerakan Islam Nusantara dilihat dari sudut pandang FPI

2. Memberikan pemahaman tentang gerakan Islam Nusantara

16Punaji Setyosari, Metode Peelitian Pendidikan dan Pengembangan (Jakarta, Kencana 2014) Cet.4, hlm.69.

8

3. Mendeskripsikan gerakan Islam Nusantara

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka penulis bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami apa yang mendasari gerakan Islam Nusantara

2. Mengetahui dan memahami bagaimana pandangan dan sikap FPI terhadap

gerakan Islam Nusantara

E. Pendekatan Teoritis

Di dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teori nilai, sebagaimana menurut Koentjaraningrat17 nilai merupakan suatu bentuk budaya yang memiliki fungsi sebagai sebuah pedoman bagi setiap manusia dalam masyarakat. Bentuk budaya ini dikehendaki dan bisa juga dibenci tergantung daripada anggapan baik dan buruk dalam masyarakat.

Sebuah sistem nilai budaya terdiri dari konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat tentang hal-hal yang harus mereka pertimbangkan sebagai hal yang memiliki nilai paling besar dalam hidup mereka.18

17Prof. Dr. Koentjaraningrat merupakan seorang antroplog yang lahir di Sleman, 15 Juni 1923 dan meninggal di Jakarta, 23 Maret 1999. Dengan kontribusinya dalam meletakkan dasar-dasar ilmu antropologi di Indonesia sehingga diberi kehormatan sebagai Sebagai Bapak Antropologi Indonesia, hampir sepanjang hidupnya ia sumbangkan ilmu Antropologi, pendidikan antropologi dan aspek-aspek kehidupan yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesukubangsaan di Indonesia. 18Tod Jones, Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015) hlm.291.

9

F. Tinjauan Pustaka

Sebuah skripsi yang ditulis oleh Arip Rahman Hakim, mahasiswa jurusan

Komunikasi Penyiar Islam Fakultas Dakwah dan Imu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah tahun 2014 berjudul “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI dalam mentransformasikan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat”. Persamaan dengan skripsi penulis adalah menjelaskan nilai-nilai Islam yang ada di masyarakat

Indonesia, dan yang jadi pembeda adalah, skripsi ini menjelaskan pencitraan dari organisasi Laskar Pembela Islam FPI dalam mentransformasikan nilai-nilai Islam di

Indonesia. Sedangkan skripsi yang dibuat oleh penulis berisi pandangan dan sikap

FPI terhadap gerakan Islam Nusantara.

Skripsi yang berjudul “pandangan FPI terhadap kebebasan beragama di

Indonesia“. Skripsi ini ditulis pada tahun 2014 oleh Eli Ernawati, mahasiswi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum. Persamaan skripsi ini dengan skripsi penulis adalah, pandangan-pandangan FPI tentang ajaran Islam, sedangkan yang menjadi pembeda dari skripsi ini adalah menjelaskan tentang kebebasan beragama, sedangkan skripsi penulis melihat pandangan FPI tentang gerakan Islam yang ada di Nusantaa.

Sebuag tesis “ Konsep Islam Nusantara Kajian ayat-ayat multikultural dalam tafsiran Al azhar karya dan tafsir Al misbah karya M. Quaisy Shihab”. Yang ditulis oleh Rozi El Umam seorang mahasiswa S2 Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel tahun 2018. Persamaan tesis ini dengan skripsi penulis adalah menjelaskan Islam

10

Nusantara, sedangkan yang menjadi pembededa tesis ini adalah, menjelaskan makna multikultural dilihat dari tafsir Al misbah dan tafsir Al azhar, sedangkan skripsi yang ditulis oleh penulis gerakan Islam Nusantara menurut FPI.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan tata cara yang digunakan penulis untuk melakukan sebuah riset atau penelitian.19 Jenis penelitian ini menggunakan metode kulaitatif, dimana penelitian lebih mengedepakan mutu atau kualitas yang akan dan menganalisa dari suatu sudut pandang Front Pembela Islam (FPI) tentang gerakan

Islam Nusantara.20

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini, yang dimana penulis menggunaka dua cara, yaitu. Pertama Field Research (Penelitian

Lapangan) penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara dan berdialog untuk menggali informasi dari narasumber yang berkaitan.21

Adapun obyek yang diwawancara, dimana penulis mewawancarai mendalam dengan Ustad Irbabul Lubab beliau selaku Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI,

Dr. Muckhlis PaEni sebagai sejarahwan, Faiqoh M.Hum sebagai warga Nahdiyin dan

19M. Iqbal Hasan, Metode Penelitian (Bogor, Galia Indonesia 2002) hlm.22.

20Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta 2009) Cet.1, hlm.61. 21Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial: dasar-dasar dan aplikasi (Jakarta PT Grafindo Persada) hlm.52.

11

Peneliti di Kementrian Agama dan Abdul Jamil Wahab, M.Si sebagai Peneliti di

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Agama. Wawancara ini dilakukan sebagai sumber informasi dari data-data yang ada.

Jenis penelitian yang kedua adalah Library Research (Penelitian Pustaka), cara ini dengan mencari dan mengumpulkan data melalui teks-teks dari buku, jurnal, artikel dan web yang berkaitan dengan tema skripsi, dan dengan mencari, membaca dan memahami data yang didapatkan lalu diuraikan kembali dengan menggunakan bahasa sendiri.

2. Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan studi agama, pendekatan pertama yaitu, pendekatan History, pendekatan ini dilakukan dengan melihat dan menjelaskan sejarah perjalanan dan perkembangan dari gerakan Islam

Nusantara dan Front Pembela Islam (FPI).22

Pendekatan yang kedua adalah pendekata Antropologi, yang di mana pendekatan ini melihat dari segi budaya yang ada di lingkungan FPI, dan gerakan- gerakan Islam Nusantara, dan melihat sejauh mana FPI dan gerakan Islam Nusantara mempengaruhi budaya yang ada di Indonesia, terutama pada ajaran Islam di

Indonesia.23

22Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta, 2015) Cet.1, hlm.15. 23Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta, 2015) Cet.1, hlm.15.

12

3. Sumber data

Adapun sumber data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu. Pertama, data primer dimana data primer ini berasal dari sumber pertama yang berasal dari wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab, Dr.Muckhlis PaEni, Faiqoh M.Hum, Abdul

Jamil Wahab, M.Si.24

sumber data kedua adalah data Sekunder yaitu data yang telah diolah kembali sebagai penunjang dalam skripsi ini, dalam penelitian ini data sekundernya adalah buku, jurnal, skripsi dan web lainnya.25

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan wawancara dan dokumentasi. Wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan data melalui bertanya dalam bentuk komunikasi verbal atau waawancara untuk mendapatkan informasi mendalam dari pihak narasumber yang di mana sasaran wawancara ini adalah Ustad Irbabul Lubab, Dr. Muckhlis PaEni, Hj Faiqoh M.Hum,

Jamil Wahab, M.Si.

Kedua dengan cara dokumentasi. Dokumentasi merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data melalui arsip, data tertulis seperti buku, jurnal, majalah, dan sebagainya yang berhubungan dengan tema skripsi.

24Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta 2009) Cet.1, hlm.76. 25Tim Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta 2009) Cet.1, hlm.77.

13

H. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini yang dibagi dalam lima bab, masing-masig dari bab sebagai berikut:

BAB I: Merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, pendekatan teoritis, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Membahas tentang sejarah dan gerakan Islam di Indonesia, definisi gerakan Islam di Indonesia dari beberapa tokoh dan perkembangan gerakan Islam di

Indonesia.

BAB III: Membahas tentang ajaran Islam menurut Front Pembela Islam

(FPI), pandangan FPI terhadap gerakan Islam di Indonesia dan sikap FPI terhadap gerakan Islam di Indonesia.

BAB IV: Berisikan pandangan kritis terhadap gerakan Islam Nusantara dan

FPI, yakni kelebihan dan kekurangan dari FPI dan gerakan Islam Nusantara.

BAB V: Pada bab ini berisi tentang kesimpulan ringkasan uraian penulis dari apa yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya serta dilengkapi dengan saran sebagai tindakan lanjut yang seharusnya dilakukan sehingga tulisan ini dapat bermanfaat semestinya

BAB II

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM NUSANTARA

A. Sejarah Islam di Nusantara

Islam masuk ke Nusantara masih menuai banyak perdebatan, karena tulisan yang membicarakan tentang masuknya Islam ke wilayah Nusantara dapat dikatakan masih minim. Inskripsi tertua yang membicarakan tentang Islam, tidak menuliskan kapan Islam masuk ke Nusantara, akan tetapi ada yang menuliskan kerajaan dan kekuasaan Islam pertama, yaitu kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 Masehi.26

Demikian pula kesulitan dalam mengambil kesimpulan bahwa pada abad IV

Hijriyah atau abad X Masehi telah adanya pemukiman mayarakat Islam di Nusantara.

Kesulitan-kesulitan tersebut muncul karena vestiges historicus (bukti-bukti sejarah) yang mendukung kesimpulan tersebut tidak ditemukan atau kurang memadai.27

Kurangnya informasi tentang masuknya Islam ke Nusantara, besar kemungkinan akibat dari sikap para kiyai dan ulama Indonesia yang pada saat itu menganggap kurang perlunya penulisan sejarah, sehingga mengakibatkan minimnya literatur yang menuliskan tentang Islam masuk ke Nusantara.28

Selain kesulitan inskripsi dan bukti-bukti sejarah untuk memastikan masuknya

Islam ke Nusantara. kesulitan lain dapat juga diakibatkan dengan luas wilayah

26Wawancara langsung dengan Dr. Muckhlis PaEni (Sejarahwan), di kantor Lembaga Sensor Film, 6 November 2019. 27M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.1. 28Wawancara langsung dengan Dr. Muckhlis PaEni (Sejarahwan), di kantor Lembaga Sensor Film, 6 November 2019.

14

15

Indonesia yang lebih dari 2.000.000 km2. Termasuk Timor Timur yang pada saat itu yang masih tergabung dalam wilayah Nusantara.29

Hingga saat ini ada tiga teori yang setidaknya mampu menjadi referensi Islam masuk ke Indonesia. Seperti teori Gujarat, dimana teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara di mulai dari Gujarat, tokoh yang berpandangan Islam masuk dari Gujarat ini adalah Snouck Hurgronje.

Adapun beberapa alasan yang menjadikan Gujarat sebagai wilayah pertama penyebaran Islam di Nusantara adalah sebagai berikut. Pertama, kurangnya peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam ke Nusantara. Kedua, hubungan dagang antara

Indonesia dengan Gujarat sudah lama terjalin. Ketiga, Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan antara Sumatra dengan

Gujarat.

Teori yang ke dua adalah teori Makkah. Tokoh yang terkenal mengemukakan teori ini adalah Hamka.30 Hamka mengungkapkan bahwa peranan Islam masuk ke

Indonesia melalui perdagangan dari bangsa Arab. Hamka menganggap Gujarat sebagai tempat persinggahan dari bangsa Arab, selain itu Hamka menambahkan pengamatannya pada mazhab yang dimana masyarakat Islam di Indonesia memiliki mazhab Syafi’i. Mazhab Sayfi’i merupakan mazhab yang istimewa di Makkah dan

29Ahmad Mansur Suryanegara. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. (Bandung, Mizan 1995), cet.2, hlm. 73-74. 30Hamka merupakan seorang Pahlawan Nasional yang memiliki nama panjang Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah dan mendapat gelar Datuk Indomo. Lahir di kabupaten Agam pada 17 Februari 1908. Selain seorang Ulama dan sastrawan Hamka juga berkiprah sebagai wartawan, penulis, pengajar dan juga terjun di dunia politik melalui partai masyumi, sampai partai tersebut dibubarkan.

16

memiliki pengaruh yang sangat besar di Indonesia, hingga saat ini mazhab tersebut masih ada di Indonesia.

Hamka menolak pendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, karena menurutnya pada saat itu sudah ada politik Islam yang di tandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Jadi menurutnya, Islam masuk ke

Nusantara jauh sebelum itu, yaitu pada abad ke-7 M. Ini semua tidak terlepas dari peranan bangsa Arab yang sedang melakukan perdagangan sejak abad ke-2 SM.

Peranan ini tidak pernah di bicarakan pada teori Gujarat, yang dimana peran bangsa

Arab dalam perdagangan dan kekuasaannya di lautan sangat berjaya pada saat itu.

T.W Arnold pernah menulis bahwa bangsa Arab sejak abad ke-2 Sebelum

Masehi telah menguasai perdagangan di Ceylon (Filiphina). Pandangan ini sama dengan apa yang di kemukakan oleh Abdullah Bin Nuh dan D. Shahab dalam seminar

“Masuknya Agama Islam ke Indonesia”. Informasi sejarah berikut menjelaskan bahwa bangsa Arab telah sampai ke Ceylon pada abad ke-2 Sebelum Masehi.

Jika kita hubungkan dengan kepustakaan kuno Arab yang menyebutkan al-

Hind berarti dan pulau-pulau sebelah timur sampai ke Cina, Indonesia juga di sebut dengan pulau-pulau Cina, kemungkinan pada abad ke-2 Sebelum Masehi bangsa Arab telah sampai ke Indonesia, hanya saja penyebutannya pada saat itu disebut sebagai pulau pulau Cina sampai al-Hind.31

31Ahmad Mansur Suryanegara. Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. (Bandung, Mizan 1995), cet.2, hlm. 82-83.

17

Ketiga, adalah teori Persia. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah P.A.

Hoesein Djajadiningrat. Teori ini lebih fokus dari segi budaya, yang dimana budaya

Nusantara dengan budaya Persia memilik banyak kesamaan. Seperti adanya peringatan 10 Muharam atau Asyura yang dimana peringatan tersebut merupakan peringatan dari Syi’ah atas kematian syahidnya Husain. Di Minangkabau bulan

Muharam di sebut bulan Hasan-Husain. Di Sumatra tengah sebelah Barat di sebut dengan bulan Tabut, peringatan ini di peringati dengan mengarak keranda Husain untuk di lemparkan ke sungai atau perairan lainnya. Kemudian adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar dengan ajaran sufi Iran Al-Hallaj. Selanjutnya Batu

Nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam di Gresik.

Terakhir, adanya pengakuan dari Mazhab Syafi’i yang paling utama di daerah

Malabar.32

Pada abad ke-10 M ditemukan batu nisan di daerah Jawa Timur dan Aceh, dan yang baru baru ini di temukan sebuah bangkai kapal sekitar 4 tahun yang lalu, di perairan Cirebon. Kapal tersebut di perkirakan tenggelam pada tahun 980 M, di dalam kapal tersebut di temukan emas, pedang dan stempel yang bertuliskan Arab.

Hal ini merupakan sebuah penemuan penting bagi penelitian Islam masuk ke

Nusantara, di mana pada saat itu telah membuktikan adanya misi yang berlebel Islam sudah ada di Nusantara berupa perdagangan. Namun penemuan ini masih belum bisa

32Ahmad Mansur Suryanegara. Menemukan Sejarah (Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. (Bandung, Mizan 1995), cet.2, hlm. 90-91.

18

di sebutkan secara formal Islam masuk ke Nusantara pada saat itu, akan tetapi ini membuktikan bahwa Islam pada tahun 980 M sudah ada di wilayah Nusantara.33

Dengan demikian belum bisa di pastikan Islam masuk pada tahun ini, karena sampai saat ini belum ada teori-teori yang mampu membuktikan secara pasti kapan

Islam masuk ke Nusantara. Ada yang merujuk pada batu nisan yang berada di Jawa

Timur dan Aceh dan ada yang menunjuk pada abad ke-X dan XI. Bahkan baru-baru ini di perdebatkan beberapa sumber yang di jelaskan bahwa sejak khalifah pertama

Islam sudah masuk ke Nusantara.34

Memang ada persoalan besar sampai saat ini, belum pernah ada yang membuka sumber-sumber Arab mengenai peranan pedagang Arab yang ada di

Nusantara, sumber-sumber tersebut ada di Timur Tengah terutama di Jordan. Ada yang mengatakan abad ke-10, bahkan ada yang mengatakan abad ke-11 dan banyak teori lainnya. Sampai saat ini darimana asal Islam masuk ke Nusantara masih menuai banyak perdebatan, karena itu berkesinambungannya dengan waktu Islam masuk ke

Indonesia.35

M. Ridwan Lubis dalam bukunya yang berjudul “Sukarno & Modernis Islam” membagi perkembangan Islam di Indonesia dalam empat periode, yaitu:

33Wawancara langsung dengan Dr. Muckhlis PaEni (Sejarahwan), di kantor Lembaga Sensor Film, 6 November 2019.

34Wawancara langsung dengan Dr. Muckhlis PaEni (Sejarahwan), di kantor Lembaga Sensor Film, 6 November 2019. 35Wawancara langsung dengan Dr. Muckhlis PaEni (Sejarahwan), di kantor Lembaga Sensor Film, 6 November 2019.

19

1. kedatangan Islam pada fase awal, yaitu pada abad I sampai pada abad IV

Hijriyah.

2. terbentuknya pemukiman masyarakat Islam pertama di Sumatra dan di Jawa,

pada abad V Hijriyah .

3. berdirinya kerajaan Islam pertama dan perkembangan kerajaan Islam, yaitu

pada abad XIII sampai XVI Masehi.

4. Abad selanjutnya adalah proses pemantapan integrasi Islam di Indonesia.36

Dari penjelasan di atas, selain terdapat banyaknya pendapat tentang Islam masuk ke Indonesia. Adapun cara Islam masuk ke Indonesia yang sangat beragam, yakni dengan cara berdagang dan menyebarkan da’i yang dikirim langsung untuk mendakwahkannya. Setelah tibanya di Nusantara, penyebaran Islam diperluas melalui berbagai cara. Di Jawa yang sudah ada budaya Hindu, para da’i memasukan ajaran

Islam ke dalam seni-seni yang sudah ada seperti gamelan atau wayang dan lain sebagainya.

Adapun keadaan yang menguntungkan para mubaligh dalam menyebarkan

Islam di Nusantara sehingga begitu cepat penyebarannya yaitu. Pertama, pada tingkat rohaniah yang pada hakikatnya masih rendahnya sama dengan keadaan bangsa Arab pada waktu Nabi Muhammad SAW menyebarkan dakwahnya meskipun secara khusus masih berbeda-beda.

36M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.1.

20

Kedua¸ walaupun kepulauan ini sudah terpengaruhi oleh budaya India, tetapi dengan adanya sistem kasta, rakyat jelata hanya mengambil sedikit dari kebudayaan tersebut. Dimana sistem kasta ini merupakan ajaran yang menjadi kesenjangan sosial pada saat itu. Hal tersebut merupakan berbanding terbalik dengan ajaran Islam yang memberikan kebebasan pada kepribadian para penganutnya. Oleh karena itu, dalam waktu yang tidak lama seluruh pulau Jawa dengan kekecualian yang tidak begitu berarti, menganut agama Islam.37

Pemikiran umat Islam Nusantara pada dasarnya memiliki dua kecenderungan.

Pertama, masyarakat yang berasal dari pesantren atau yang biasa disebut dengan kaum tradisional. Kelompok ini memiliki pemikiran yang cenderung statis, mempertahankan tradisi dan toleran. Dengan begitu secara lahiriah kaum tersebut menganut Islam namun masih di balut dengan kepercayaan pra-Islam. Kedua, kelompok yang memiliki pola pikir pembaruan Islam, kelompok pembaruan ini terinspirasi dari gerakan pembaruan yang muncul di Mekkah, Mesir dan India, dengan begitu kelompok ini menjadikan menjadikan pendekatan baru dalam perkembangan Islam.38

Seiring berkembangnya Islam di Nusantara, lahirlah kerajaan-kerajaan Islam, seperti di Sumatra berdirinya kesultanan Samudra Pasai, dan di Jawa terdapat kesultanan Demak, kesultanan Cirebon, dan masih banyak lagi kesultanan lainnya.

37M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.2. 38M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.24.

21

Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara maka ada kerjasama antara kesultanan yang satu dengan yang lainnya.

Di samping itu kerajaan-kerajaan Islam dapat dikatakan menyebar melalui orang-orang Arab, bahkan raja-raja dari kerajaan Islam merupakan keturunan dari bangsa Arab, sehingga disebut sebagai kesultanan. Dengan demikian Islam masuk ke

Nusantara bukan melalui kekerasan, karena itu Islam dapat diterima tanpa adanya penolakan-penolakan yang bersifat kekerasan dan didorong oleh budaya Nusantara yang sangat terbuka.39

Islam berkembang dengan mendirikan beberapa pondok pesantren, yang dimana tujuan dari pesantren adalah untuk menyebarkan ajaran Islam melalui pendidikan dan sebagai sarana pengembangan masyarakat, dengan menciptakan dan mengembangkan kepribadian seorang muslim, yaitu menjadikan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, mandiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, serta menyebarkan dan menegakkan agama Islam dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.40

Adapun titik kelemahan dalam pesantren diantaranya sebagai berikut:

1. Mandegnya kegiatan penggalian hukum-hukum Islam untuk menjawab berbagai

tantangan kehidupan umat, karena pesantren menganggap kitab pegangannya

39Wawancara langsung dengan Dr. Muckhlis PaEni (Sejarahwan), di kantor Lembaga Sensor Film, 6 November 2019. 40Sunarto, Peran Pondok Pesantren Dalam Pengembangan Kultur Islam Nusantara, (Lampung,Al-Tazkiyyah 2015) Jurnal Pendidikan Islam, Vol.6, hlm.37.

22

hanya pada kitab-kitab yang ditulis para ulama sebagai komentar terhadap kitab-

kitab Syafi’i (768-820).

2. Sistem pengajarannya lebih menekankan kepada sikap dogmatis dibandingkan

penggunaan penalaran. Sementara itu pola pikir penalaran lebih berkembang

setelah pendidikan Indonesia sudah terpengaruhi pendidikan Barat. Adanya sifat

dogmatis pada pola berpikir di pesantren karena terabaikannya aspek

metodologis dalam berpikir.

3. Berkembangnya sistem feodal dalam pesantren, yaitu sikap feodal dengan

dibungkus baju keagamaan. Hal semacam ini tergambarkan pada sikap

kepatuhan yang ditunjukan guru kepada muridnya secara membabibuta, secara

negatif ini menimbulkan kemudaratan bagi sang murid, akan tetapi jika dilahat

secara positif, hal tersebut jika dilihat dari sudut pandang politik merupakan

perjuangan kemerdekaan, dimana sikap ini menjadikan salah satu penghalang

kedudukan kekuasaan penguasa kolonial di Indonesia.

4. Sikap ghirah terhadap ketahanan Islam. sikap tersebut merupakan kecurigaan

pesantren terhadap modernisasi yang datang dari luar. Dengan begitu pesantren

menekankan untuk percaya pada diri sendiri bukan pada orang luar. Namun

sebaliknya, gerakan-gerakan kebangkitan bangsa Indonesia baik yang bersifat

nasional maupun modernisasi Islam tidak pernah menyentuh gerbang

pesantren.41

41M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.3.

23

Dengan keadaan pesantren yang demikian menjadikan Islam di

Nusantara mengalami lambat dalam perkembangannya, itu disebabkan karena

dalam pemahaman Islam kurang diimbangi dengan pemikiran yang rasional,

sehingga Islam hanya menjadi dogma yang diturunkan oleh ulama-ulama klasik. a. Islam masa Belanda

Belanda memasuki Nusantara pada 22 Juni 1596, dimulai dari empat orang yang membuang jangkar di Laut Jawa.42 Awalnya pendatang Belanda diterima karena mereka memulai dengan cara berdagang. Dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberikan nama VOC. Namun seiring dengan berjalannya waktu masyarakat pribumi merasa diperas dan diperlakukan secara tidak wajar, seperti mendapat tindakan yang tidak adil hingga kekerasan. Dengan begitu masyarakat menolak kolonial Belanda untuk datang ke Nusantara, terutama penolakan dari masyarakat muslim di

Nusantara.

Penolakan itu terjadi karena sejak awal Belanda datang ke Nusantara bermaksud untuk menjajah dan menjarah seluruh apa yang ada di Indonesia, baik itu kekayaan alam maupun sumber daya manusia dengan cara kekerasan. Hal itu berbanding terbalik dengan ajaran Islam karena tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Semua itu dilakukan Belanda tidak terlepas dari semboyan 3G (Gold, Glory,

Gospel) yang menjadikan semangat bangsa Eropa untuk menemukan dan menguasai tempat baru terutama di wilayah Asia. Di tengah gelombang penjajahan Belanda pada

42M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.4.

24

abad IX Indonesia mengalami perubahan, dengan dibukanya perkebunan tebu dan tembakau yang luas di beberapa daerah.

Dengan perubahan keadaan tersebut muncul santri yang memilik kekayaannya bertambah besar, sehingga mampu untuk mengirim putra-putranya belajar agama ke

Timur Tengah. Maka lahir ulama-ulama seperti Kiai Nawawi Banten, Kiai Machfud

Tremas, Kiai Abdul Gani Bima, Kiai Arsyad Banjar, Kiai Abdus Shamad Palembang,

Kiai Asy’ari Jombang, Kiai Khalil Bangkalan dan beberapa ulama hingga kini.43

Penolakan-penolakan terhadap penjajah Belanda terus dilakukan, ditandai dengan adanya gelombang perlawanan dari berbagai kalangan masyarakat, terutama dari kalangan ulama yang sejak awal tidak setuju dengan praktek yang dilakukan oleh kolonial Belanda untuk menguasai Nusantara.

Tokoh yang turut dalam melakukan perlawanan diantaranya tengku Cik Di

Tiro, , Mojo, Kyia Dermojoyo dan masih banyak lagi tokoh muslim yang memberikan perlawanan, baik dengan angkat senjata maupun dengan memberikan pemahaman di pondok pesantren tentang kecintaan terhadap tanah air.44

Salah satu gerakan yang menandai kesadaran nasionalisme datang dari kalangan umat Islam di Nusantara adalah, dengan bangkitnya kaum ulama di Sumatra

43M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.5. 44Moh. Irawan Jauhari, Resistensi Pesantren Pada Masa Penjajahan Belanda, (Ngawi, Kutab 2017) Vol.1, Nomor.2, hlm.160.

25

dalam menghadapi kolonial Belanda. Gerakan ini dimotori setelah kembalinya beberapa ulama tanah air yang telah selesai belajar dari Hijaz pada tahun 1802 M.

Ulama-ulama yang pulang diantaranya adalah H. Miskin, Tuanku di Kubu

Sanang, Tuanku di Koto Ambalau, Tuanku di Ladang Lawas, Tuanku di Padang

Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Labuk Aur, dan Tuanku Nan Ranceh. Mereka dikenal dengan gelar “Harimau nan Salapan”.

Mereka melakukan perlawanan dengan cara mengubah tradisi masyarakat yang sudah dimasukan dengan hukum adat yang di buat oleh Belanda untuk mengurangi ke-Islaman masyarakat Sumatra yang bertentangan dengan syariah.

Dengan begitu ulama tersebut melakukan pemurnian dari ajaran Islam.

Akan tetapi gerakan ini akan menjadikan konflik horizontal antara kaum salaf

(pemurni) dengan kaum adat, mereka akan berhadapan langsung dengan masyarakat muslim lainnya yang menganut hukum adat yang dibantu dengan kolonial Belanda. sehingga terjadinya Perang Paderi sesama muslim yang terjadi sejak 1803-1838M.45

Dengan berkembangnya pemahaman masyarakat muslim, muncul ide-ide pembaharuan dalam Islam yang dimulai dari Mesir, Turki dan India.

Dengan kemunculan gerakan pembaruan ini pemikir Islam Nusantara berusaha untuk mengatasi keterbelakangan umat akibat dari taklid, bidah, khurafat, syirik, mistik, dan sistem pendidikan serta pelayanan umat yang mengalami ketertinggalan.46

45Abdul Karim, Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Yogyakarta, Sumbangsih Press 2005) cet.1, hlm.11-12. 46M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.5.

26

Pada awal abad-20 Gerakan untuk melakukan perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat muslim lainnya didorong dengan lahirnya beberapa oraganisasi.

Seperti berdirinya organisasi Budi Oetomo, yang diamana organisasi ini dimulai dengan seorang dokter terkemuka dari Yogyakarta yaitu Mas Ngabehi Wahidin

Sudirohusodo pada tahun 1906 dan 1907, ia memulainya dengan propaganda di beberapa wilayah yang ada di pulau Jawa. Propaganda yang ia lakukan pada mulanya mendapat dukungan dari masyarakat muslim adalah membuat suatu badan wakaf yang bertujuan mengumpulkan bea-siswa untuk putra-putra Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Gerakan ini mendapat pertentangan dari sebagian kalangan priyai yang memiliki kedudukan lebih tinggi darinya dan memiliki kedekatan dengan Belanda.

Pada lain sisi, justru propaganda yang dilakukan Mas Wahidin mendapat dukungan penuh dari dua mahasiswa Fakultas Kedokteran di Jakarta.

Kedua Mahasiswa tersebut adalah Raden R. Soetomo dan Raden Goenawan

Mangoenkoesomo. Kedua pemuda tersebut bertekad untuk mendirikan perkumpulan dan pada tanggal 20 Mei 1908 terbentuk sebuah organisasi yang bernama “Boedi

Oetomo” bertempat di suatu bangsal tingkat satu kedokteran, dibuka dengan pidato dari dokter Soetomo.47

Selain Boedi Oetomo perlawanan yang diberikan masyarakat muslim terhadap kolonial Belanda adalah dengan mendirikan organisasi (SI) yang

47Abdul Karim, Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Yogyakarta, Sumbangsih Press 2005) cet.1, hlm19-20.

27

dikembangkan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) berdasarkan agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai penggeraknya.

Adapun alasan berdirinya Organisasi ini. Pertama, kompetisi yang ketat dengan Cina dalam perdagangan batik dan sikap Cina yang superior karena telah berhasil melakukan revolusi pada tahun 1911. Kedua, adanya tekanan kuat dari para bangsawan di Solo terhadap penduduk setempat. Karena kedua ancaman tersebut masyarakat Solo terdoromg untuk mendirikan Organisasi Sarekat Dagan Islam.48

Serekat Islam merupakan organisasi pertama yang memiliki peran politik. SDI ini didirikan pada tahun 1911 oleh H. Samanhoedi yang pada saat itu sebagai saudagar batik yang kaya raya. Kemudian SI dipimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto,

Agus Salim dan Abdoel Muis di Solo.

SI merupakan organisasi politik pertama yang menyerukan kemerdekaan

Indonesia secara penuh, dengan didukung oleh berbagai kalangan seperti para pedagang muslim, kaum buruh, kiyai dan ulama dan beberapa priyai yang mendukung gerakan dari SI, dapat dikatakan SI ini merupakan pusat dari kebangkitan

Nasional Indonesia.

Dengan berdirinya SI menjadikan Islam sebagai perekat untuk mempersatukan bangsa Indonesia, terlebih karena adanya sentimen agama pada saat itu, kepemimpinan Tjokroaminoto yang ikut berperan dalam membina rasa nasionalisme begitu kuat dalam ikatan solidaritas setiap anggoanya. Sarjana Belanda

48M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.35.

28

maupun sarjana Indonesia mengakui bahwasanya Islam merupakan lambang perjuangan, sebagaimana semboyan mereka yaitu ”Islam bukan hanya sebagai unsur keagamaan bagi orang-orang Jawa tetapijuga sebagai nilai kebangsaan”, “Islam adalah kebangsaan orang Jawa”, dan kekuatan terbesar Islam adalah perannanya sebagai perekat sosial dan sebagai lambang kebangsaan”.49

Meskipun mendapat dorongan dari berbagai kalangan masyarakat yang ada di

Indonesia, eksistensi SI dalam perlawanan melawan penjajah Belanda tidak dapat bertahan lama, hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya perbedaan pandangan yang sedemikian banyaknya anggota dari SI tidak didukung dengan kemampuan pemimpin dan para aktivis dalam mengatasi perbedaan pandangan, terutama pada saat masuknya ideologi Marxisme yang dibawa oleh Semaun dan

Darsono dari SI cabang Semarang..50

Di tahun 1921 SI mengalami perubahan penting yaitu, dengan merubah anggaran dasar yang dinyatakan didalamnya “kemerdekaan yang berasal ke Islaman yang sesungguhnya melepaskan segala rakyat daripada perhambaan macam apapun”.

Asas ini merupakan inti dari ajaran tauhid, di mana setiap pemeluk agama Isam mewajibkan umatnya untuk menghamba kepada Tuhan yang maha Pencipta, perubahan yang kedua adalah memisahkan diri dari kelompok PKI.

49M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.37. 50Bahtiar Effendi, Islam dan Negara, Tranformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 2009) Cet.2, hlm.65-66.

29

Ini terjadi karena orang-orang komunis tidak setuju dengan perubahan anggaran dasar yang menjadikan Islam sebagai dasar dari organisasi SI. Mereka mengeritik bahkan mengecam simpatisan terutama pemimpin Sarekat Islam yakni

Abdul Moeis dan . Ini akibat dari orang-orang komunis yang sejak awal setia pada Sarekat Islam berubah setelah Islam menjadi dasar dari perserikatan tersebtut.51

Selain Boedi Oetomo dan SI gerakan Islam lainnya yang lahir dimasa kolnial adalaha Muhammadiyah. Dimana gerakan Muhammadiyah ini didirikan oleh K.H.

Ahmad Dahlan atas desakkan murid-muridnya di Yogyakarta pada 18 November

1912. Ide mendirikan Muhammadiyah sebenarnya sudah ada sejak abad ke XIX, tepatnya 1316/1896. Tujuan dari pendiriannya organisasi ini untuk menyebarkan penyebaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan memajukan hal agama kepada anggotanya.

Penyempurnaan dan pembenahan organisasi kerap kali dilakukan karenapengaruh kondisi politik yang selalu berubah-ubah, maka tujuan tersebut disempurnakan menjadi.

1. Terwudjudnja Masjarakat Islam jang sebena-benarnja.

2. Negara jang indah, bersih, sutji dan ma’mur, dibawah perlindungan Tuhan

jang Maha Pengampun.

51Abdul Karim MA, Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Yogyakarta, Sumbangsih Press 2005) cet.1, hlm.32.

30

3. Surga Djannatun Na’im dengan keridlaan Allah jang Rahman dan Rahim.52

Alasan pendirian Muhammadiyah, dikarenakan keprihatinan yang diakibatkan penyimpangan umat Islam terhadap hakikat dari ajaran Islam dimana mereka terperangkap pada pemikiran yang konservatif dan hanya bergantung pada pemahaman ulama-ulama klasik. Kesalahan tersebut mempengaruhi pola kehidupan umat Islam sehingga menjadikan kebodohan, kehinaan, kemiskinan dan lain sebagainya. Berbagai penyelewengan yang dilakukan umat Islam dalam pandangan

Muhammadiyah diantaranya adalah.

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Nabi,

sehingga sehingga menjebabkan meradjalelanja sjirik, bid’ah dan churafat.

Akibatnja umat Islam tidak merupakan suatu golongan jang terhormat dalam

masjarakat, demikian pula agama Islam tidak memanjarkan sinar kemurnian

lagi

2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan diantara umat Islam, akibat dari tidak

tegaknja uchuwah Islamijah serta ketiadaan organisasi jang kuat.

3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam

memprodusir kader-kader Islam, karena tidak adalagi memenuhi tuntutan

zaman.

52M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.39.

31

4. Umat Islam kebanjakan hidup dalam alam fanatisme jang sempit, bertaqlid

buta serta berfikir setjara dogmatis, kehidupan umat Islam boleh dikatakan

masih dianggap conservatisme, formalisme dan tradisionalisme.

5. Karena keisjafan akan bahaja jang menganjam kehidupan dan pengaruh

agama Islam , berhubungan dengan kegiatan dari missi dan zending kristen di

Indonesia jang semakin menanamkan pengaruhnjadi kalangan rakjat.

6. Adanja tantangan dan sikap atjuh tak atjuh (over schelling) atau rasa

kebenjian di kalangan intelegensia kita terhadap agama Islam, jang oleh

karena itu dianggap sudah kolot dan tidak up to date lagi.

7. Ingin membentuk suatu masjarakat dimana didalamnja benar-benar berlaku

segala adjaran dan hukum-hukum Islam.53

Hasil pengamatan yang dilakukan pada Muhammadiyah pada dasarnya mengoreksi pola pemikiran lama yang telah berakar pada sebagian besar umat Islam di Indonesia. Dengan begitu faktor kemunduran uat Islam di di Nusantara menurut kelompok Muhammadiyah disebabkan oleh umat Islam sendiri yang hanya meletakkan agama sebagai pengatur hubungan dengan Allah SWT. Dengan kata lain

Islam baru dipandang dari satu sisi saja yaitu dari aspek ibadah (ritual). Karena itu terlihat adanya dasar kepribadian yang belum utuh di kalangan umat Islam.54

53M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.40. 54M.Ridwan Lubis, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Hlm.41.

32

b. Islam masa Jepang

Setelah mundurnya Belanda dari Indonsia, karena Belanda telah diduduki oleh tentara Nazi dari Jerman, masyarakat muslim Indonesia tidak bisa terlepas dari penjajahan Jepang yang mulai melakukan invasi ke wilayah Asia Tenggara. Pada 9

Maret 1942, Gubernur jendral Jonkheer Tjarda Van Starkenboorgh Stachouwer dengan Letnan Jendral Hein Ter Poorten, Panglima tertinggi Hindia Belanda datang ke Kalijati bertemu dengan tentara Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jendral

Immamura untuk melakukan penandatangan pernyataan menyerah tanpa syarat.

Dengan demikian wilayah yang tadinya di kuasai oleh Belanda secara de facto dan de jure menjadi dibawah kekuasaan dan administrasi jepang.

Di masa penjajahan Jepang sedikit berbeda dengan Belanda, Jepang lebih melakukan pendekatan dengan memberikan beasiswa bagi masyarakat Indonesia yang ingin melakukan pendidikan di Jepang. Bukan hanya itu, Jepang juga mengirim umat Islam yang ingin berhaji ke Makkah.55

Dengan demikian penjajahan Jepang mendapat empati dari masyarakat pribumi. Dalam kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Jepang, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Belanda pada saat menjajah, namun Jepang lebih bersifat bersahabat dengan masyarakat pribumi.56

55Muhammad Husni, Kondisi Umat Islam Masa Pendudukan Jepan,( Makasar, Jurnal Rihlah 2015 )Vol.3 No.1, hlm.62. 56Muhammad Husni, Kondisi Umat Islam Masa Pendudukan Jepan,( Makasar, Jurnal Rihlah 2015 )Vol.3 No.1, hlm.62..

33

Namun, bangsa Indonesia menaruh kecurigaan dengan penjajah Jepang karena ingin membubarkan partai politik Islam, yang pada saat itu sudah ada partai yang bernama Partai Islam Indonesia (PII). Dengan terpaksa partai tersebut dibubarkan, namun tidak dengan hilangnya cita-cita mereka.

Masyarakat Indonesia mulai melakukan perlawanan terhadap penjajah Jepang, dimulai dari Aceh yang dipimpin oleh seorang ulama muda dan diikuti daerah-daerah lainnya. Seiring dengan terjadinya pemberontakan dimana-mana, Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan membuat Badan Penyelidik Usaha-uasaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Hingga akhirnya pemimpin Indonesia mendapat kabar bahwa Jepang kalah dalam perang pasifik di tandai dengan di bomnya Hiroshima dan Nagasaki, bangsa

Indonesia menyatakan kemerdekaannya dengan diproklamirkan oleh Soekarno dan

Hatta.

B. Definisi Isalam Nusantara

Dalam kata religio, memliki tiga unsur yaitu pertama, memilih kembali sesuatu yang sudah ada, namun terlupakan seiring dengan perubahan masa. Kedua, keterikatan diri kepada sesuatu yang dapat diandalkan dan dipercaya dimana sebelumnya sudah ada, tetapi dengan perubahan ruang dan waktu menjadikan keerikatan tersebut menjadi putus. Ketiga, telah memilihnya kembali dan terus

34

menerus memiliki keterikatan dengan-Nya, dengan begitu manusia akan terus menerus akan berpaling pada hal itu.57

Persoalan antara agama dengan budaya merupakan persoalan krusial yang menjadikan berbagai penilaian dalam masyarakat, sebagian dari masyarakat ada yang bersemangat untuk mensterilkan agama dari akulturasi budaya setempat, sementara sebagian yang lainnya fokus untuk membangun dialog antara agama Islam dengan budaya Indonesia yang sudah ada.

Terlepas dari kedua pandangan tersebut, dalam faktanya keberagamaan semakin menunjukan pola akulturasi antara agama dengan budaya, bahkan memungkinkan sinkretisasi lintas agama. Didalam Islam terjadi perubahan pola pemahaman dan prilaku beragama dari tradisi Islam, seperti hadirnya beberapa corak Islam diantaranya, Islam Sunni, Islam Syi’I, Islam Mu’Tazili, dan Islam Khawarij.

Dalam perspektif sosiologi, Islam datang dan menyatu dengan tradisi setempat. Hal ini menunjukan bahwa Islam adalah respon dari kondisi yang bersifat khusus di tanah Arab. Dalam konteks ini, terdapat beberapa kondisi yang dapat dicermati. Pertama, Islam itu sebagai produk lokal (Arab) yang di sebar luaskan sehingga menjadi Islam secara umum sama. Kedua, Islam di yakini sebagai wahyu yang universal, dengan demikian Islam dipandang oleh pemeluknya sesuai dengan pengalaman, problem, kapasitas sistem budaya dan segala keragaman setiap pemeluk di dalam komunitasnya, dengan kata lain, aktualisasi Islam dalam sejarah menjadikan

57M.Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian Tujuan dan Realitas Kehidupan Beragama di Indonesia (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2017) Cet.1, hlm.4.

35

Islam tidak dapat dipisahkan dari aspek lokalitas. Seperti Islam yang ada di Arab,

Persia, Turki, India bahkan Asia Tenggara yang sesuai dengan karakternya masing- masing.58

Gerakan Islam Nusantara atau bisa disebut juga dengan gerakan kultural pada dasarnya untuk menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini agar terciptanya kedamaian dan kesejahteraan bagi umat Islam di seluruh dunia. Islam Nusantara atau model Islam di Indonesia merupakan suatu wujud empiris Islam yang dikembangkan di Nusantara, sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, dan interpretasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, dan sesuai dengan sosio-kultural Indonesia.

Adapun upaya pemaknaan dari para pemikir Islam untuk memahami makna dari Islam Nusantara, ada beberapa definisi dari Islam Nusantara diantaranya, ”Islam

Nusantara adalah Paham dan praktek keislaman di bumi Nusantara hasil dialektika antara teks, syariat dengan realitas dan budaya setempat”. Dari definisi tersebut Islam

Nusantara dilihat dari substansi dari Islam yang implementasinya berlangsung di kawasan Nusantara sebagai akibat dari wahyu dan budaya lokal, sehingga menjadikan Islam tersebut mengandung nuansa kearifan lokal.59

Pemaknaan senada lainnya, “Islam Nusantara adalah Islam yang khas ala

Indonesia, gabungan antara nilai teologi Islam dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, adat istiadat di tanah air”. dari definisi yang ke dua, Islam memiliki karakter

58Andik Wahyu Mukoyyidin, Dialektika Islam Dan Budaya Lokal Jawa (Jurnal Kebudayaan Islam, Universitas Pesantren Tinggi Darul’Ulum, Jombang, 2013) Vo.11, No.1 hlm.8-9. 59Mujamil Qomar, Islam Nusantara Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman, dan Pengalaman Islam, (Tulungagung, el Harakah, 2015) vol.17, No.21, hlm.200.

36

Indoensia dan memiliki sintesis antara nilai-nilai dari teologi Islam dengan nilai-nilai dari tradisi lokal. Hanya wilayah geraknya dibatasi di wilayah Indonesia, berbeda dengan yang pertama, yang menyebut bumi nusantara akan tetapi tidak menyebut batasan-batasan wilayah nusantara.60

Azyumardi Azra mendefinisikan Islam Nusantara sebagai distingtif hasil dari interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakulasi Islam yang Universal dengan realitas sosial, budaya dan agama yang ada di Indonesia ortodoksi Islam Nusantara dengan menggunakan kalam Asy’ari, dengan fiqih mazhab Syafi’I dan dengan tasawuf dari imam Ghazali, dengan demikian mampu menjadikan Islam Nusantara dengan karakter washatiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya akan warisan Islam menjadi harapan renaisans peradaban Islam baik di Indonesia maupun global di masa yang akan datang.61

Sedangkan menurut Faiqoh sebagai warga Nahdiyyin dan juga sebagai

Peneliti. Islam Nusantara meupakan Islam yang berbaju budaya dan memiliki karakter pluralistik serta menghormati. Berangkat dari Islam yang Rahmatan Lil

Alamin, tidak ada yang terkotakan walaupun di dalam Islam terdapat empat mazhab, yaitu Hanafi, Hambali, Syafi’I, dan Maliki, menurutnya semua mazhab tersebut merupakan bagian dari Islam.

60Mujamil Qomar, Islam Nusantara Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman, dan Pengalaman Islam, (Tulungagung,, el Harakah, 2015) vol.17, No.21, hlm.200-201. 61https://www.nu.or.id/post/read/93478/islam-nusantara-menurut-azyumardi-azra-profesor- kelahiran-sumbar NU Online. Islam Nusantara menurut Azryumardi Azra, Profesor Kelahiran Sumba. 27 Juli 2018.

37

Dalam segi praktek Islam Nusantara berbeda dengan Islam yang ada di Arab, karena Al Qur’an yang di turunkan Allah SWT terdapat bagian asbabul wurud, asbabun nuzul, hikmatut tasyri dan maqoshid syariah, dan itu merupakan filosfi dari

Islam jika dilihat dari konteksnya, dengan begitu dalam penerapannya yang menjadikan Islam Nusantara berbeda dengan Islam yang ada di Arab.62

Pendapat lain dari Faiqoh Seperti yang dicontohkan olehnya, di mana pada zaman Nabi Muhammad SAW, bangsa Arab masih di kenal sebagai bangsa yang jahiliyah, pada saat itu masih belum adanya teknologi yang maju, ini berbeda dengan keadaan yang ada di Indonesia pada saat ini, sudah terjadinya perkembangan terutama pada bidang teknologi, jika di ikuti seutuhnya pada masa itu.

Hal tersebut akan menjadikan Islam tidak berkembang, karena di Indonesia ini sudah memiliki budaya yang melekat pada masyarakat dan sudah terjadi sebelum

Islam datang ke Indonesia, itu menunjukan bahwa segala sesuatu yang ada di Arab tidak bisa seutuhnya dibawa ke Indonesia, karena dapat mengakibatkan benturan antara budaya Arab dengan budaya yang sudah ada di Indonesia. Namun sebaliknya jika dengan ittiba63 kita harus konsisten melakukannya.64

Abdul Jamil Wahab selaku peneliti di Litbang Kementrian Agama mengungkapkan Islam Nusantara merupakan Islam yang telah berinteraksi dengan

62Wawancara langsung dengan Faiqoh M.Hum (Nahdiyin, Peneliti), di Kementrian Agama, 10 Desember 2019. 63Menurut bahasa itiba adalah mengikuti atau menurut. Sedangkan menurut istilah itiba adalah mengikuti yang diprintahkan atau yang dilarang dan dibenarkan oleh rosulullah. 64Wawancara langsung dengan Faiqoh M.Hum (Nahdiyin, Peneliti), Kemntrian Agama, 10 Desember 2019.

38

budaya lokal bersifat fleksibel dan menerima lokalitas dengan budaya Indonesia yang sanagat kaya nilai-nilai seperti toleransi dan terbuka.65

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi masyarakat yang berlandaskan Islam menjadikan Islam Nusantara sebagai tema dari Muktamar NU yang ke-33 pada tahun

2015 di Jombang. Di dalam diskusi tersebut masih menuai perdebatan yang cukup serius dalam memaknai Islam Nusantara, terutama dari kalangan para ulama dan pemikirnya yang memiliki argumen.66

Setidaknya ada dua kubu yang terpecah di dalam forum tersebut, yakni kubu yang pro dengan Islam Nusantara dan kubu yang kontra terhadap Islam Nusantara, di dalam NU sendiri sudah memiliki paradigma theologi, tasawuf, dan yurispundensi

Islam. Namun jika dihadapkan dengan Islam Nusantara masih ada yang pro dan kontra.67

Mereka yang menolak Islam Nusantara memiliki pandangan bahwa Islam itu hanya ada satu, yakni Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Islam tidak bisa diberikan identitas dengan melalui suatu pendekatan, corak, peranan maupun kawasan, sehingga terjadi identitas khusus Islam itu sendiri seperti Islam Nusantara, sehingga menjadikan keunikan Islam tertentu yang dipandang negatif karena

65Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kemntrian Agama, 18 November 2019. 66Wawancara langsung dengan Faiqoh M.Hum (Nahdiyin, Peneliti), Kemntrian Agama, 10 Desember 2019. 67Wawancara langsung dengan Faiqoh M.Hum (Nahdiyin, Peneliti), Kemntrian Agama, 10 Desember 2019.

39

dianggap telah keluar dari Islam yang ideal, yaitu Islam yang di contohkan oleh Salaf al-Shalih.68

Menurut kelompok tersebut keunikan Islam yang diekspresikan oleh masyarakat Indonesia dipandang “jahiliyah modern” yang keluar dari otentitas dan

Islam yang asli. karena pada dasarnya Islam hanyalah satu. Islam tidak mengalami perubahan kapan pun dan dimanapun meski ketika memasuki masa modern sekalipun

Islam akan sama. Jadi, sifat Islam itu mutlak kekal dan abadi, Jika ada perbedaan hanya pada pelaksanaannya, sifat Islamlah yang akan mengawal identitas Islam sehingga dimanapun dan kapan pun akan tetap sama seperti Islam yang diajarkan

Nabi Muhammad SAW.

Dari sisi lain yang mendukung Islam Nusantara menyatakan bahwa, Islam itu hanya satu yaitu pada level Al Qur’an. Namun, Al Qur’an juga memiliki rumusan yang rinci untuk menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat yang terkandung dalam Al

Qur’an itu sendiri, hasil dari tafsiran dan penjelasannya akan berbeda-beda karena itu merupakan hasil dari akal manusia dan akan melahirkan mazhab atau sekte. Untuk para pemikir Islam ini mereka memandang Islam itu memang hanya ada satu, namun jika dilihat dari ekspresinya menjadi sangat beragam dan berbeda-beda.69

Hasyim Muzadi dalam acara kholaqoh ulama Asean di Surabaya.

Mengatakan, Islam Nusantara itu harus di dalami sebagai ilmu keislaman karena jika

68Mujamil Qomar, Islam Nusantara Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman, dan Pengalaman Islam, (Tulungagung, el Harakah 2015) vol.17, No.2, hlm.203 69Mujamil Qomar, Islam Nusantara Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman, dan Pengalaman Islam, (Tulungagung, el Harakah 2015) vol.17, No.2, hlm.204.

40

didalami sebagai ilmu keislaman maka dia harus berada pada persoalan kajian theologi, kajian tasawuf, kajian yurispondensi dan kajian-kajian yang lainnya.

Dengan begitu Islam Nusantara tidak hanya memaknai dari tekstual, akan tetapi ada berbagai aspek untuk merumuskan Islam Nusantara.70

Sementara menurut Komarudin Hidayat, Islam adalah ajaran universal dalam wadah lokal, dari kalimat tersebut nampak jelas bahwa ketika Islam hadir, ia merupakan ajaran yang universal, seperti yang diungkap dalam Al Qur’an

“Bahwasanya, Rasulullah diutus untuk membawa ajaran rahmatana lil’alamin”, akan tetapi Islam turun di wilayah lokal yaitu di Arab, padahal siapapun orangnya dia akan tumbuh dan besar dengan asuhan budaya dan tradisi dari orang tua dan lingkungannya yang bersifat lokal.71

Artinya pada saat Islam turun bukan berarti di sana tidak ada agama atau budaya, akan tetapi Islam muncul dan berdialog dengan budaya yang sudah ada, dengan karakter Arab yang dimana pada masa itu cukup keras dan mudah tersulut amarah, hingga membuat Islam mendapatkan penolakan yang cukup keras juga, sehingga menjadikan Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah untuk menghindari ancaman di daerah tersebut.72

70Wawancara langsung dengan Faiqoh M.Hum (Nahdiyin, Peneliti), di Kementrian Agama, 10 Desember 2019. 71Moh.Masduki, Islam And Cultural Plurality Of Indonesia, (Ponorogo, Toleransi, Media Komunikasi Umat Beragama) Vol.2 No.2, hlm.98.

72Moh.Masduki, Islam And Cultural Plurality Of Indonesia, (Ponorogo, Toleransi, Media Komunikasi Umat Beragama) Vol.2 No.2, hlm.98.

41

Dalam wawancara dengan Abdul Jamil Wahab selaku peneliti, belau mengutip perkataan Ma’ruf Amin, sebenarnya Islam Nusantara itu Islam yang menerima Pancasila sebagai ideoogi negara, jadi dalam substansinya tidak beda dalam ibadah, tidak beda dalam hal keyakinan, dan tidak beda dengan sumber- sumber rujukan, akan tetapi bedanya dalam bernegara menerima asas Pancasila.

Penerimaan terhadap asas tersebut yang secara formal negara atau secara formal terhadap hukum yang ada, itu merupakan Islam yang hanya ada di Indonesia.

Jadi Islam Nusantara adalah khas dari Indonesia dan merupakan ciri dari

Islam yang ada di Indonesia, jika seperti itu sebenarnya tidak ada yang harus menolak dan tidak ada yang harus keberatan, justru jika ada yang keberatan apakah dia ingin merubah dasar negara, dan itu pasti akan berhadapan dengan pemerintah.73

Islam masuk ke Nusantara tidak mengubah seluruh budaya masyarakat yang ada di Indonesia. seperti contoh, pada Wali sanga yang menyebarkan ajaran Islam dengan menggunakan strategi dan masuk ke dalam budaya dan menciptakan kreasi- kreasi dari seni yang diminati oleh masyarakat pribumi. Dalam beberapa kasus mengakomodasi budaya yang sudah berjalan pada masyarakat Nusantara. Tradisi yang sudah berjalan dibiarkan berlangsung dan selanjutnya diubah dengan mengganti makna baru dan diikuti dengan ajaran Islam.74

73Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kemntrian Agama18 November 2019. 74Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kemntrian Agama18 November 2019

42

Dengan demikian Islam masuk bukan melalui invasi atau kekerasan, pola

Islamisasi Nusantara yang di lakukan Wali sanga, khususnya di wilayah Jawa sangat ditentukan oleh kecerdasan dengan pendekatan kultural, seperti yang dilakukan oleh

Nabi Muhammad SAW pada saat pertama kali menyebarkan ajaran Islam di Arab,

Nabi memulai pendakwahannya dengan menggunakan pendekatan kultur yakni dengan berdakwah.75

Ketika Islam datang ke Nusantara sebagaimana menjadi agama yang baru, karena dapat dikatakan kehadirannya lebih belakangan dari agama Hindu, Buddha, animism dan dinamisme. Selain itu Islam juga bukan agama asli dari bangsa

Indonesia, melainkan dalam konteks sejarah Islam masuk ke Indonesia, datang dari

Arab. Sebagai agama pendatang Islam memiliki strategi dakwah tertentu dengan berbagai adaptasi dan seleksi dalam menghadapi budaya dan tradisi yang sudah ada di Indonesia.76

Islam Nusantara merupakan Islam yang sudah bertemu dengan budaya lokal dan memiliki konstektualisasi dan juga aktualisasi dengan budaya lokal. Islam

Nusantara ini dimanifestasikan dalam ajarannya yang mencakup siyasah yang diantaranya terdapat hukum agama (Fiqih), etika (Akhlak), politik, budaya dan tidak mencakup dengan Akidah. Namun cara beragama seperti ini tidak menghilangkan

75Nur Khalik Ridwan, dkk Gerakan Kultural Islam Nusantara,( Yogyakarta. JNM,2015) cet.1, hlm.273-274. 76Mujamil Qomar, Ragam Identitas Islam Di Indonesia dari Perspektif Kawasan.( IAIN Tulungagung episteme 2015), vol.10, no.2, hlm.318.

43

kemurnian dari ajaran Islam itu sendiri, tidak mengubah tauhid dan menjadikan Al

Qur’an dan Hadist sebagai pedoman dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Seperti yang pernah di kemukakan oleh Abdurahman Wahid.

“…..Islam tidak harus selayaknya berhadapan dengan ideologi-

ideologi transformatif manapun di dunia, karena ia juga harus

melakukan kerja transformasinya sendiri… yang terjadi adalah

sebuah hubungan simbiotik dengan sebuah kesadaran transformasi

tanpa nama, yang lalu mewujudkan diri dalam kesadaran pelestarian

lingkungan, pengembangan swadayaan, penegakkan demokrasi

tanpa merinci terlebih dahulubentuk sistematiknya, dan

sebagainya”.77

Dengan demikian tidak perlu adanya benturan antara Islam dengan budaya- budaya yang ada di dunia, karena Islam mampu bertransformasi dengan budaya- budaya yang ada dalam lingkungan sepanjang tidak mengubah akidah Islam. Merujuk pada pemikiran gus dur tidak adanya sinkretisme, yang ada adalah bahwa kita mencoba mengadopsi budaya-budaya Nusantara untuk di jaga, di rawat dan di pertahankan secara bersamaan juga mengadopsi ajaran Islam.78

Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat muslim semakin terbuka dengan kondisi dan keadaan yang dihadapi masyarakat muslim, respon masyarakat terhadapgerakan Islam Nusantara dapat dikatakan ada yang positif dan negatif, dalam

77Ahmad Baso. NU Studies Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal, (Jakarta,Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama) hlm.282. 78Ahmad Baso. NU Studies Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal, (Jakarta,Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama) hlm.282.

44

hal positif, mereka yang melihat Islam Nusantara sebagai identitas yang ada di

Indonesia, jika merujuk pada pemikiran gus dur tidak ada sinkretisme, yang ada adalah bahwa kita mengadopsi budaya budaya yag ada di Indoneia dengan memasukkan unsur dari ajaran Islam. Namun jika mereka yang beranggapan negatif tentang Islam Nusantara, menganggap bahwa gerakan Islam Nusantara merupakan aliran Islam yang baru dan telah keluar dari ajaran Rasulullah.

C. Perkembangan Islam Nusantara Istilah Islam nusantara muncul ketika Nahdlatul Ulama menjadikannya sebagai tema dari Muktamar yang ke-33 di Jombang, jika dilihat dari prakteknya

Islam Nusantara ini sebenarnya sudah dilakukan sejak pertama kali Islam datang ke

Indonesia, di mana pada saat itu para mubaligh mulai melakukan misinya, yakni penyebaran ajaran Islam dengan menseleksi budaya lokal yang sudah ada di Inonesia dan memasukannya ajaran Islam ke dalam budaya tersebut.79

Pada abad XV-XVI Wali sanga mampu memadukan aspek-aspek spiritual dan sekuler dalam menyebarkan Islam, ini yang menjadikan Islam yang dibawakan para mubaligh menjadi Islam yang tenang, ramah dan damai, walaupun terkesan lambat dalam penyebarannya tetapi cara ini meyakinkan Islam dapat diterima oleh penduduk

Indonesia kala itu. Wali sanga dan para mubaligh merupakan penyebar agama Islam

79Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama, 18 November 2019.

45

yang brilian, karena telah menjadikan alternatif baru dalam penyebaran ajaran Islam dengan tidak mengusik tradisi dan kebudayaan lokal yang sudah ada.80

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya Islam masuk tidak dengan melalui invasi seperti yang terjadi di Timur Tengah dan belahan bumi lainnya. Dengan kearifan sejarah para mubaligh berhasil mentransformasikan wilayah Nusantara menjadi penduduk muslim terbesar di dunia, hal ini merupakan hasil dari pendekatan yang dilakukan para mubaligh, yaitu dengan pendekatan sosiologi dan antropologi.

Dengan didukungnya toleransinya kerajaan-kerajaan besar sebelum Islam, para mubaligh dengan leluasa menyebarkan ajaran Islam, dimulai dari mendirikan padepokan atau pondok pesantren yang didirikan di wilayah terpencil, perlahan namun pasti kerajaan-kerajaan besar mulai menuai kemerosotan sehingga terjadi ketakutan ketika Islam datang dan berkembang.

Melihat perkembangan Islam yang sangat dinamis, kerajaan-kerajaan besar tersebut mulai melakukan propaganda, dengan menganggap Islam sebagai virus yang mampu mengubah tatanan keagamaan dan sosial masyarakat yang sudah lama dijalankan,

Pada kenyataannya Islam dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan tokoh- tokoh kerajaan untuk membuka mata dan fikiran mereka, bahwa Islam sudah membuktikan sebagai anak zaman telah memberikan pencerahan dengan semangat

80Asep Abdurrohman, Eksistensi Islam Moerat Dalam Perspektif Islam, (Tangerang, Rausyan Fikr 2018), Vol.4, No.1, hlm.30.

46

untuk menjaga tradisi dan menerima berbagai pengaruh pembaharuan sebagai proses yang digunakan dalam dakwahnya.81

Gerakan Islam Nusantara atau biasa di sebut juga dengan gerakan kultural merupakan sebuah gerakan yang dimulai dari kalangan tasawuf, yang berakar dari

Islam itu sendiri. Sejak zaman Nabi, gerakan ini berupaya membentuk pribadi yang luhur bagi umat Islam, bentuk dari gerakan ini adalah zuhud dan asketis, yang menghasilkan Islam yang moderat.

Di Indonesia sendiri gerakan ini sangat di minati kalangan muslim, kerana karakternya yang meminimalisir terjadinya kekerasan dan sejalan dengan masyarakat muslim Indonesia yang lebih terbuka dan menerima kemajemukan yang ada, ini terbukti dari beberapa organisasi masyarakat di Indonesia yang memiliki paham moderat menjadi dasar terbentuknya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.82

Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, mengalami berbagai macam tantangan, baik dari luar maupun dari dalam Islam itu sendiri, terutama pada gerakan

Islam transnasional, seperti konflik yang terjadi di daerah Sumatra yaitu Perang Padri yang di sebabkan adanya dua kelompok muslim yang bertentangan. Perbedaan cara pandang mengamalkan ajaran Islam, yaitu kelompok adat dengan kelompok Padri

(pemurnian Islam) yang mengakibatkan konflik horisontal.

81Nur Khalik Ridwan, Gerakan Kultural Islam Nusanta,. (Yogyakarta.JNM.20115) cet.1, hlm.49. 82Nur Khalik Ridwan, Gerakan Kultural Islam Nusantara, (Yogyakarta. JNM.2015) cet.1, hlm.32.

47

Gerakan Islam transnasional bersifat pada pemikiran, spiritual dan politik, gerakan ini diakibatkan dari situasi global, termasuk di dunia Islam yang disorientasi terhadap perubahan zamana.83 Gerakan ini identik dengan gerakan garis keras, karena sebagian besar dari gerakan ini bersifat konservatif dan kaku, ada tokoh Islam garis keras yang sering melakukan blusukan ke desa-desa untuk menyebarkan paham mereka, yakni menyebut pancasila itu thougut dan tidak sesuai dengan syariat

Islam.84

Setelah meraka meyebarkan paham mereka, masyarakat meyakini bahwa

Pancasila itu tidak sesuai dengan syariat Islam, yang menggantikan kedaulatan tuhan, diamana warga yang memiliki banyak keluarga, hal semacam ini dikhawatirkan akan semakin banyaknya tidak percaya Pancasila sebagai ideologi negara, jika dibiarkan maka kemungkinan akan ada disintrigasi pada bangsa.85

Di masa Orde Baru Gerakan Islam semakin sulit berkembang, di karenakan pemerintah saat itu tidak ingin mengambil resiko terlalu besar tentang masalah agama yang sensitif, namun Islam Nusantara kembali terkenal, pada saat itu gerakan ini di sebut sebagai gerakan Islam kultural, Gagasan Islam kultural ini dikemukakan oleh

Nurcholish Madjid (Cak Nur), ternyata gerakan ini memberikan pengaruh positif yang cukup besar dalam perkembangan masyarakat pada masa Orde Baru.

83Muhammad Syaoki, Gerakan Islam Transnasional dan Perubahan Peta Dakwah di Imdonesia, (UIN Mataram, Komunike 2017) Vol.IX No.2, hlm.168. 84Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama, 18 November 2019 85Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama, 18 November 2019.

48

Namun dengan demikian, ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa gagasan Islam kultural tidak memberikan pengaruh terhadap umat Islam. Pemikiran

Nurcholish Madjid hanya memberikan pengaruh kepada kalangan tertentu saja, seperti terhadap kalangan intelektual Islam, sementara terhadap masyarakat pada umumnya pemikiran Islam kultural Nurcholish Madjid tidak memberikan pengaruh apa-apa, hal ini disebabkan karena seruan yang diberikan Nurcholis Madjid hanya mengandalkan jurnal-jurnal ilmiah dan diskusi-diskusi terbatas.

Gerakan Islam kultural baru mulai memiliki pengaruh yang berarti setelah

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan kawan-kawan melakukan langkah-langkah konkret gerakan Islam kultural, dengan memulai serangkaian pelaksanaan kaidah- kaidahnya di NU. Gagasan Islam kultural kemudian menyebar ke seluruh umat Islam seiring dengan perkembangan gerakan pembaruan di dalam NU. Tokoh utama yang menjadi penggerak dalam gerakan pembaruan di tubuh NU adalah Abdurrahman

Wahid.

Dawam Rahardjo berpandangan Islam kultural Nurcholish Madjid diikuti oleh

NU dengan gerakan “Kembali kepada Khittah” pada tahun 1926 Muktamar NU di

Situbondo tahun 1984 dan Muhammadiyah “Masyarakat Utama”. Masuknya kedua organisasi tersebut ke dalam gerbong Islam kultural, secara tidak langsung membuktikan kemajuan dan perkembangan Islam lebih banyak dicapai melalui kegiatan keislaman yang berdialog dengan tradisi lokal.

49

Setelah runtuhnya masa Orde Baru dan masuk ke era Reformasi gerakan

Islam semakin berkembang, namun ada beberapa kelompok yang ingin membenturkan Islam dengan negara, kelompok ini masih mempertanyakan kembali asas negara, bentuk negara dan konstitusi yang dijalankan oleh negara, bila dibiarkan ini dapat mengakibatkan disintegrasi negara.86

Di dalam pendidikan secara formal diajarkan berdasarkan nilai pancasila, tetapi pada kenyataannya terdapat nilai-nilai dari luar yang masuk, menurut peneitian ideologi tersebut masuk melalui rohis, pendidikan agama dan ekstrakulikuler yang kemudian mendistorsi nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Dengan keadaan ini dapat membahayakan generasi muda yang masih belum paham tentang pancasila.87

Di dalam budaya yang berkaitan dengan masyarakat terdapat kelompok- kelompok yang secara intens seperti pengajian, karang taruna dan lain sebagainya, jika dari persentasi berdasarkan riset-riset di PPIM dan Saiful Muzani berpandangan jumlahnya yang membawakan paham ini masih di bawah 10%, tetapi itu harus diwaspadai karena jika dibiarkan mereka akan terus berkembang.88

Polarisasi dalam menggiring opini masyarakat masih ada, karena masyarakat bersifat dinamis apalagi di era digital. Media digital menjadi perebutan wacana antar

86Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama 18 November 2019. 87Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama, 18 November 2019. 88Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama, 18 November 2019.

50

kelompok, biasanya kelompok yang minoritas lebih militan karena sedang berjuang untuk eksistensinya.

Kelompok media yang anti Pancasila lebih menggunakan meme dan ungkapan-ungkapan yang singkat tapi mengena ke semua kalangan terutama generasi muda. Sementara Kementrian Agama mempunyai penyuluh yang mewarnai media dengan konten-konten yang menghindari paham radikal, sehingga menandingi konten-konten tersebut.

Sebenarnya ada perebutan wacana di media dan realitas yang sebenarnya, media kita terbelah yang menjaga dan tidak menjaga Indonesia, di dalam kampus gerakan ini melakukan propaganda dan memasukan paham ini melalui organisasi ekstra maupun intra kampus.89

Dengan demikian gerakan Islam Nusantara atau gerakan Islam kultural sejak awal masuknya Islam di Indonesia mendapat banyak tantangan, terutama pada gerakan Islam transnasional. Hingga saat ini masalah yang dihadapkan oleh negara dengan adanya gerakan Islam garis keras melakukan penyebaran faham Islam melalui berbagai macam cara, seperti melakukan blusukan ke daerah-daerah dimana daerah terpencil masih kurang tersentuh secara intens oleh negara, bahkan melalui media yang mampu dijangkau oleh berbagai kalangan.

Dari pemaparan tersebut, penulis mencoba untuk menyimpulkan, bahwasanya

Islam Nusantara merupakan gerakan kultural, dimulai dari kalangan tasawuf pada

89Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama, 18 November 2019 .

51

zaman Nabi dan berkembang hingga Indonesia. Gerakan ini lebih menekankan kepada sifat zuhud. Sejak awal Islam masuk ke Indonesia gerakan ini sudah mulai berkembang dan diterima masyarakat Indonesia, karena gerakan ini lebih kepada sifat moderat dibanding kekerasan.

Gerakan Islam Nusantara ini hasil dari akulturasi antara Islam dengan budaya lokal, berfokus pada siyasah, sehingga dapat diterima tanpa adanya perlawanan secara fisik. Gerakan kultural kembali berkembang setelah organisasi Nahdlatul

Ulama menggunakan istilah Islam Nusantara sebagai tema dari muktamar NU yang ke-33 di Jombang.

Namun benturan kerap kali terjadi, baik dari luar maupun dalam Islam sendiri, seperti benturan yang dihadapkan dengan gerakan Islam transnasional, gerakan transnasional merupakan gerakan yang bersifat pada pemikiran, spiritual dan politik, gerakan ini lebih dikenal dengan gerakan konservatif, yang dimana ingin melakukan pemurnian terhadap ajaran Islam seutuhnya

Beberapa kelompok Islam di Indonesia memiliki pandangan yang berbeda- beda, NU berpandangan bahwa gerakan Islam Nusantara merupakan penghargaan tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam, tradisi lokal

52

yang bersesuaian dengan nilai-nilai agama harus dihargai dan dikembangkan dengan tidak merusaknya.90

Sedangkan menurut Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang berkemajuan, memandang gerakan Islam Nusantara sebagai fenomena keagamaan

Islam yang berkarakter moderat, dengan pengaruh corak Islamisasi yang bersifat sosial-kultural, sehingga menjadikan Islam lembut, damai, toleran dan harmoni, dibentuk dengan pengalaman Indonesia yang multikultural, wajah Islam tidak tunggal dan akan mengalami dinamika, karena Islam yang moderat merupakan wajah baru

Islam masa depan.91

FPI berpandangan gerakan Islam Nusantara yang dilakukan para mubaligh sudah sangat baik dan benar, karena pada awal Islam masuk ke Indonesia para mubaligh berusaha untuk mengIslamkan Nusantara, dan itu menjadi sebuah keberhasilan para mubaligh, sehingga menjadikan pemeluk agama Islam menjadi yang terbanyak di Indonesia, namun gerakan Islam Nusantara sekarang justru sebagian di salah gunakan.

Dengan perubahan masa dari Orde Baru hingga Reformasi yang menjadikan gerakan ini dimasukan berbagai kalangan, termasuk kelompok liberal yang ingin merusak Islam dari dalam, ada pandangan bahwa Islam Nusantara akan

90https://www.nu.or.id/post/read/93570/salah-kaprah-memahami-islam-nusantara NU Online, Salah Kaprah Mmeahami Islam Nusantara, 2018. 91http://www.suaramuhammadiyah.id/2018/02/16/muhammadiyah-dan-kehadiran-islam- berkemajuan-di-indonesia/ Haeder Nashir, Muhammadiyah dan Kehadiran Islam Berkemajuan di Indonesia, Suara Muhammadiyah, 2018.

53

mengganti kain kafan dengan kain batik, mengubah assalamualaikum dengan kata

“selamat” dan lain sebagainya.92

92 92Wawancara langsung dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI) di Pondok Pesantren An nur 7 November 2019.

BAB III

PANDANGAN FPI TERHADAP ISLAM NUSANTARA

A. Profil FPI

Setelah kemerdekaan muncul tantangan baru lainnya, berupa kesepakatan anak bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai landasan bernegara dan berbangsa.

Karenanya kelompok muslim harus hidup berdampingan dengan Pancasila. Namun, terjadi perkembangan yang kurang menguntungkan dihadapi kelompok Islam karena rezim Orde Baru (Orba) menjalankan politik “Islam phobia” dengan proyek-proyek rekayasa untuk menyudutkan masyarakat Islam. Jadilah Islam terpinggirkan dari wilayah negara sehingga mengakibatkan munculnya masa-masa genting yang mempertaruhkan harmonis hubungan Islam dan negara.93

Dengan runtuhnya masa Orde Baru keadaan negara semakin memprihatinkan, terjadi kerusuhan dimana-mana yang di sebabkan oleh melemahnya perekonomian negara yang semakin lama semakin memburuk terutama pada keamanan. Hal ini diakibatkan dengan terjadinya demonstrasi yang tidak dapat terhindarkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, maksiat terjadi dimana-mana dengan merosotnya ajaran Islam.

93Syarif Hidayatullah, Islam “Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014) Cet.II, hlm.2

54

55

Berangkat dari penderitaan umat Islam Indonesia, dengan ketidak jelasan hukum yang menjadikan moral masyarakat Indonesia tidak tertata dan keadaan yang tidak bisa dikontrol, menjadikan faktor utama berdirinya FPI. Habib Rizieq Shihab mendirikan sebuah organisasi sosial yang berlandaskan Islam, dengan nama Front

Pembela Islam (FPI).

FPI didirikan pada 17 Agustus 1998 oleh sejumlah Habaib dan Ulama serta ribuan umat muslim di Jakarta. Organisasi ini bertujuan untuk memperbaiki moral atau etika masyarakat Indonesia, dimana pada saat itu kurang adanya kontrol dari negara, sehingga mengakibatkan kerusuhan yang pada puncaknya Tragedi Semanggi pada tahun 1998.

Seiring berkembangnya organisasi FPI, menjadikan organisasi ini menjadi bagian dari PAM Swakarsa yang bertugas sebagai pengamanan, terutama pada sidang

Istimewa MPR pada tahun 1998 yang berakhir dengan bentrokan antara pihak keamana dengan mahasiswa, peristiwa tersebut dikenal dengan Tragedi Semanggi,

Dimulai dari situlah eksistensi FPI semakin terlihat jelas di mata masyarakat muslim Indonesia. hingga saat ini FPI menjadi salah satu ormas terbesar ketiga setelah NU dan Muhamadiyah. Hal itu dapat dilihat dari konsistennya ormas FPI

56

terhadap gerakannya yang sangat kontras dan militan dalam penyebaran ajaran Islam sebagai daya tarik terutama pada golongan anak muda.94

Disebut Front karena orienasi kegiatannya yang bersifat tindakan konkrit berupa aksi frontal yang nyata dan terang dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. dengan demikian diharapkan juga berlomba-lomba untuk berada terdepan pada setiap peperangan melawan musuh Allah SWT. Disebut Pembela dengan harapan agar senantiasa bersikap pro aktif dalam melakukan pembelaan terhadap nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Adapun kata Islam menunjukan bahwa perjuangan FPI harus berjalan dan berdasarkan ajaran Islam yang benar.95

Sebagai salah satu pendiri FPI, Habib Rizieq Shihab menjadikan amar ma’ruf nahi munkar sebagai visi dari organisasi, menurutnya penegakkan amar ma’ruf nahi munkar adalah satu-satunya jalan untuk menjauhkan kezholiman dan kemunkaran.

Hal ini termuat baik dalam Al Qur’an maupun As-Sunnah yang berisikan untuk berbuat kebaikan, termasuk dalam konteks amar ma’ruf dan redaksi dengan konteks nahi munkar. sehingga menjadikan nash secara syar’i untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Seperti yang termuat dalam Al Qur’an: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma’ruh dan mencegah

94Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.13. 95Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3, hlm.128-129.

57

dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.SAli Imron:

104).96

FPI memiliki lima prinsip perjuangan dalam gerkannya diantaranya. Pertama,

Tuhan kami dan dia tujuan kami. Kedua, Muhammad Rasulullah SAW adalah teladan kami. Ketiga, Al Qur’anul Karim adalah Imam kami. Keempat, Al adalah jalan kami. Kelima, Asy Syahadah adalah cita-cita kami. Dimana hal tersebut pernah diletakkan oleh seorang mujahid Da’wah, Al-Imam Hasan Al-Banna yang kini menjadi pedoman FPI.97

Selain itu FPI memiliki semboyan “Hidup Mulia atau Mati Syahid”.

Semboyan tersebut pernah diserukan oleh Asy-Syahid Quthb, seorang penulis tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Menurut FPI Hidup Mulia atau Mati Syahid merupakan dua hal yang menyatu saling menyempurnakan. Artinya, seorang muslim tidak akan hidup mulia jika tidak berharap syahid, dan ia tidak akan syahid jika ia tidak hidup mulia.98

Dalam ideologi, FPI memiliki keterkaitan dengan dua tema besar yakni.

Pertama, adalah dengan memasukan Piagam Jakarta ke dalam konstitusi Indonesia, karena Piagam Jakarta lebih kepada pengaplikasian syariat Islam untuk semua masyarakat muslim Indonesia, dengan begitu masyarakat muslim dengan bebas

96Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3, hlm.126. 97Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.142. 98Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.

58

melakukan berbagai macam aktifitas keagamaan tanpa adanya pelarangan dari pihak manapun.

Namun untuk memasukkan Piagam Jakarta, FPI selalu berupaya melalui jalur konstitusi dan melalui demokrasi yang ada, ini merupakan hal yang berbanding terbalik dengan kelompok Islam radikal yang lainnya, seperti dan

Hizbut Tahrir yang ingin menjadikan Indonesia menjadi negara Islam seutuhnya dan dengan cara apapun.99

FPI sebagai organisasi Islam masih mengikuti demokrasi dan aturan positif yang ada di Indonesia, gerakan FPI lebih memprioritaskan terhadap perbaikan moral bangsa melalui hukum Islam, seperti yang pernah dikatakan oleh Habib Rizieq “Jika moral dan karakter tidak diubah, maka tidak akan berguna untuk membicarakan perubahan di bidang ekonomi, masalah politik maupun hukum”.

Khusus pada Orsospol, FPI memandang bahwasanya pada prinsipnya terdapat dua Partai yaitu, Partai Allah dan Partai Syaitan. Partai yang berjuang untuk membela kebenaran dengan menegakkan hak-hak Allah SWT dan hak-hak hamba-Nya, itulah

Partai Allah. Sedangkan partai yang berjuang dengan untuk kepentingan hawa nafsu ialah Partai Syaitan.

Dengan begitu FPI tidak bersikap netral tanpa pilihan, FPI berkewajiban mendukung dan membela Orsospol yang secara terang-terangan dan nyata menjadi

99Manggala Ismanto. Penguatan Identitas lokal dan Penolakan Vigilantisme Atas Nama Agama (Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Universitas Brawijaya, 2017) Vol.30, No.3 hlm.243.

59

partai Allah SWT. Dengan kata lain FPI tidak netral pada Partai Allah dan Partai

Syaitan, akan tetapi FPI netral diantara sesama Partai Allah.100

Selanjutnya tema FPI yang kedua adalah nilai Islam mengenai amar ma’ruf nahi munkar, dengan begitu Habib Rizieq menyerukan kepada seluruh anggotanya baik untuk pengurus maupun simpatisan agar menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, dimana memimpin manusia menuju kebajikan dan menjauhi kejahatan, berdasarkan pada penegakkan inilah tindakan-tindakan FPI terkadang berujung kekerasan.101

Sedangkan doktrin keagamaan FPI tidak berbeda jauh dengan NU yang berakidah ahlus sunnah wal jama’ah yang menganut empat Imam Mazhab fikih, secara kultural mayoritas anggota FPI berasal dari kalangan tradisional dan memiliki kedekatan kultur dengan NU dan Muhammadiyah.102

Belakangan ini nama FPI kembali menjadi topik pembicaraan bagi kalangan masyarakat Indonesia, terutama pada masyarakat muslim. Hal tersebut terjadi karena terdapat beberapa hal yang tidak sesuai di dalam AD/ART FPI dengan ideologi negara, sehingga mengakibatkan tertahannya Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai organisasi yang diakui oleh negara.

100Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3, hlm.206. 101Manggala Ismanto. Penguatan Identitas lokal dan Penolakan Vigilantisme Atas Nama Agama (Jurnla Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Universitas Brawijaya 2017) Vol.30, No.3 hlm.243. 102Agus Dzawafi, Pemahaman Tekstual dan Implikasi Terhadap Gerakan Dakwah Front Pembela Islam (FPI), (Banten,Jurnal Adzikra 2012) Vol.3, No.1 hlm.3.

60

B. PANDANGAN FPI TERHADAP AJARAN ISLAM

Islam merupaka ajaran yang rahmatan lil’alamin, dimana ajaran ini baik untuk seluruh umat Islam dan seluruh manusia di muka bumi ini, artinya ajaran syamillah kamilah secara menyeluruh dan tidak di batasi oleh negara manapun, ajaran ini bersumber pada empat sumber yang telah disepakati oleh para ulama, yakni Al

Qur’an, Hadist, Ijma dan Qiyas, namun ada tambahan dari beberapa yang menganggap pendapat dari perkataan para sahabat, Dengan begitu Islam mampu menjawab seluruh aspek kegiatan mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur.

Selagi ajaran Islam tidak dikotomi oleh negara dan bersumber pada empat sumber, FPI memandang Islam itu benar, dengan begitu Islam akan sesuai dengan

Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) seperti apa yang telah diajarkan oleh

Rasulullah.103

Namun, Aswaja yang di pahami oleh FPI tidak sama dengan apa yang dipahami oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. FPI memahami Aswaja sebagai kebenaran yang pasti, seperti tertera pada Al Qur’an dan Hadist, mereka itu adalah para sahabat dan tabi’in, kelompok seperti ini merupakan kelompok yang ingin mempertahankan autensitas dari agama, sampai pada segala sesuatu yang berkaitan dengan simbol-simbol dan ritual.104

103Wawancara bersama Ustad Irbabul lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019. 104Machfud Syaefudin, Reinterpretasi Gerakan Dakwah Front Pembela Islam, Jurnal Ilmu Dakwah (Pekalongan, Sekolah Tinggi Agama Islam 2014) vol.34 No.2, hlm.262.

61

Pada dasarnya Aswaja merupakan sebuah pemikiran teologis yang dicetuskan oleh ulama dari Timur Tengah pada awal Islam berkembang, mereka mengakui sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW.105 Dalam pemikirannya mereka memiliki cara pandang Asy’ariyah, dan di dalam hukum Islam mereka mengakui atau menggunakan empat mazhab yaitu Maliki, Hambali, Hanafi dan Syafi’i.

Meskipun FPI memiliki pemahaman sendiri tentang Aswaja, konsep tersebut tidak dipaksakan untuk anggota FPI, namun dengan begitu FPI tetap mengajarkan dan tetap mensosialisasikannya di pengajian-pengajian, majelis taklim dan pengajian kitab-kitab, sikap ini dilakukan karena di dalam FPI berasal dari berebagai golongan organisasi seperti NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah dan Ikhwanul Muslimin, dengan begitu FPI ingin menyatukan umat Islam dari berbaai golongan tersebut.106

FPI sebagai organisasi Islam juga memiliki agenda untuk penegakkan

Khilafah. Menurutnya Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam dan bagian dari sejarah yang tidak boleh dilupakan, namun khilafah yang di pahami oleh FPI berbeda dengan khilafah yang di pahami HTI. Khilafah menurut FPI yaitu Khilafah Manhaj

Nubuwwah.

Khilafah ini atas dasar tauhid dan menuju kepada tauhid, dengan ditegakkannya sunah Rasulullah, dan diperanginya kesyirikan dalam berbagai macam, sehingga tidak ada lagi peribadatan yang diberikan selain untuk Allah SWT,

105Nur Syam, Tantangan Multikulturalisme Indonesia: dari radikalisme menuju kebangsaan, (Surabaya, Kanisius 2013) Cet.5, hlm.14. 106Al-Zastrouw Gerakan Islam Simbolik:Politik Kepentingan FPI (Yogyakarta LKiS Printing Cemerlang 2013) Cet.2 hlm.109.

62

dengan menghilangkan segala macam bentuk bid’ah, baik dalam bentuk akidah, ibadah maupun muamalah, Sehingga menjadikan masyarakat lebih mementingkan dan mengutamakan ilmu syar’i di bandingkan ilmu yang berkaitan dengan rasio.107

Dalam konteks berbangsa dan bernegara FPI memilih untuk tetap patuh pada sistem demokrasi di Indonesia, dari sinilah perbedaan antara FPI dengan gerakan

Islam radikal lainnya seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad,

Darul Islam dan Huzbut Tahrir.yang menginginkan sistem khilafah menjadi sistem tatanan dan hukum negara, Oleh karena itu, jelas pemerintah berhak untuk melarangnya. Meskipun mendukung demokrasi yang ada di Indonesia, Habib Rizieq sebagai penggerak FPI memiliki perhatian khusus dan agenda terhadap penegakkan syariat Islam.

Penerapan syariat Islam untuk ranah individu, keluarga dan masyarakat sudah terbuka luas, bahkan sebagian besar sudah ditetapkan dan berjalan, namun butuh sedikit disempurnakan dalam penerapannya, akan tetapi untuk penerapan syariat

Islam untuk negara masih perlu diperjuangkan.108 Karena ini lebih sulit dan harus ada kerjasama dari berbagai kalangan, terutama pada organisasi-organisasi Islam, namun kesempatan akan terus terbuka jika diperjuangkan dengan gigih.

Bagi Habib Rizieq pergerakan FPI dalam bidang politik, tidak akan pernah keluar dari ajaran Islam, sebagai arah dan panduan perjuangan untuk menegakkan

107https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170815154404-20-234919/seruan-khilafah- rizieq-shihab-di-jantung-fpi, Prima Gumilang Seruan Khilafah Rizieq Shihab di Jantung FPI, 2017. 108Muhammad Rizieq Shihab, Pengaruh Pancasila Terhadap Peneraoan Syariat Islam di Indonesia, (Kuala Lumpur, Akademi Pengajian Islam 2012) Tesis, hlm.283.

63

syariat Islam, dengan memasukkan syariat Islam ke dalam hukum negara sebagai hukum psitif, hal semacam ini merupakan komitmen dalam perpolitikan FPI, namun tidak melanggar konstitusi yang sedang berlaku di Indonesia.109

Menurut Habib Rizieq, peranan syariat sangat penting untuk menopang akidah seseorang, karena itu Nabi tidak pernah meninggalkan syariat sejak belau menjadi Rasul, dengan begitu hubungan akidah dan syariat tidak bisa dipisahkan, menurutnya Islam itu merupakan din wa dawlah (agama dan negara), Islam itu sempurna, komperhensif dan menyeluruh, termasuk pada politik yang harus berjalan seiringan dengan Islam.

Islam juga harus dijabarkan secara formal akan tetapi tidak mengabaikan substansinya dari Islam tersebut, maksud dari pengertian tersebut adalah akidah, syariat dan akhlak tidak bisa dipisahkan dalam ajaran Islam, yang dimana itu semua memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya.110

Syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW mengingatkan kembali kepada kebutuhan manusia, yaitu keadilan, persamaan dan persaudaraan, ketiga tema ini sangat di dambakan oleh masyarakat, karena mampu membentuk solidaritas antara orang-orang beriman.111 Dengan begitu masyarakat Indonesia tidak akan merasakan adanya diskriminasi antara etnis, ras dan budaya, selagi masih beragama Islam dan rasa persaudaraan itu akan tetap terjalin.

109TM Ahadrak, Pandangan dan Aktifitas Politik Tokoh FPI Dalam Mewujudkan NKRI Bersyariah di Kota Medan (Pasca Sarjana UIN SUMUT 2017) Al-Lubb Vol. 2 No.2 hlm.366. 110Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Sekulerisme,(Jakarta,Grasindo,2010) Cet.1 hlm.122. 111M. Ridwan Lubis, Buku Ajar Merawat Kerukunan Pengalaman Indonesia, (Ciputat, UIN Jakarta Press 2018), Cet.1, hlm.129.

64

C. Pandangan FPI Terhadap Islam Nusantara

Fransisco Budi Hardiman112 menggambarkan agama memiliki berbagai dimensi, di mana dimensi tersebut diantaranya meliputi dimensi moral, dimensi metafisika, dimensi nilai, psikologi sosial dan politik, dengan begitu untuk melihat sebuah agama tediak bisa hanya dilihat dari deminsi teologis saja.

Dari segi moral agama memiliki peran yang sangat besar untuk menjaga stabilitas keadaan bangsa, namun sebaliknya, jika agama dijadikan sebagai legitimasi dalam dimensi politik maka agama hanya akan dijadikan penopang untuk mendapatkan kekuasaan, sehingga terjadi sensitif antara agama yang dirasakan para pemeluk agama.113

Pada dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan, yaitu kebutuhan alamiah

(fitrah) dan kebutuhan bukan alamiah. Kebutuhan alamiah merupakan suatu hal yang dasar dibutuhkan manusia sebagai manusia, seperti contoh, keinginan manusia untuk mengatahui dan menyelidiki.114 Dengan begitu manusia akan tetap terus mencari dan menyelidiki sesuatu terdsebut hingga manusia itu mendapatkan jawabannya, seperti

112Fransisco Budi Hardiman, lahir di Semarang, Jawa Tengah, 31 Juli 1962. Menempuh pendidikan filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarka Jakarta (1984-1988)menempuh gelar Magister der Philosophie (1997), dan mendapatkan gelar Doktor di perguruan tinggi yang sama (2001). Setelah kembali dari studinya,Budi mengajar di STF Driyarkara dan Universitas Pelita Harapan, dengan pokok perhatiannya diantaranya filsafat politik, filsafat sains, etika dan sejarah filsafat. 113M. Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama Dalam Interaksi Sosial, (Jakarta, Prenada Media Grup 2015) Cet.1, hlm.1. 114Murtadha Muthahhari, Membumikan Kitab Suci, Manusia dan Agama (Bandung, Mizan, 2007) Cet.1 hlm.48.

65

contoh lain, manusia yang menginginkan keturunan dari pernikahannya, dengan begitu manusia akan berusaha dengan semampunya untuk mendapatkan keturunan.

Sedangkan kebutuhan bukan alamiah adalah kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh sebagian besar manusia, akan tetapi dengan kebiasaan tersebut manusia dapat melepaskan diri daripadanya, seperti kebutuhan merokok, kebutuhan ini dapat menjadi keinginan yang dicari oleh manusia, namun kebutuhan ini

(merokok) dapat ditinggalkan dan dilepaskan oleh manusia, dengan begitu kebutuhan bukan alamiah ini dapat dikatakan sebagai kebutuhan sekunder115 Secara praktek, sebenarnya gerakan Islam Nusantara sudah terjadi dan berkembang sejak awal pertama kali Islam datang ke Indonesia, namun akhir-akhir ini kembali popular dengan dimuatnya tema Islam Nusantara dalam tema muktamar NU yang ke-33 di

Jombang pada tahun 2015.

Gerakan Islam Nusantara merupakan interaksi antara ajaran Islam dengan kebudayaan lokal yang ada di Indonesia, dan juga merupakan hasil dari kesuksesan umat Islam Indonesia, sehingga menjadikan pengikut agama Islam terbanyak di

Indonesia, ini tidak dapat di lepaskan peran para ulama dalam gerakan Islam

Nusantara yang lebih menekankan toleransinya.

Oleh karena itu, Islam dianggap bukan sebuah ancaman untuk masyarakat

Indonesia yang lain, karena tidak adanya kekerasan dan dengan karakter yang terbuka dari Islam dengan masyarakat lain. Hal ini sesuai dengan keadaan sosial di Indonesia

115Murtadha Muthahhari, Membumikan Kitab Suci, Manusia dan Agama (Bandung, Mizan, 2007) Cet.1 hlm.49.

66

pada saat itu. Islam di Indonesia merasakan masa keemasan di masa Wali sanga dan para mubaligh, yang dengan cerdasnya memasukan ajaran Islam ke dalam masyarakat Indonesia, tanpa adanya perlawanan secara fisik yang signifikan, di mana pada saat itu masyarakat Indonesia sudah memiliki struktur sosial ditandai dengan sudah adanya agama sebelum Islam.

Dakwah melalui pendekatan kultural dengan memanfaatkan budaya sebagai sarana, media dan sasarannya, di Indonesia khususnya terlihat pada model yang digunakan oleh Wali sanga yang kemudian menginspirasi sebagian besar ulama yang berusaha mengkompromikan Islam terhadap budaya lokal, dimana kelenturan ajaran

Islam terhadap budaya lokal dapat melahirkan budaya yang Islami yang hingga saat ini budaya yang Islami tersebut masih diterapkan di Indonesia.116

FPI sebagai organisasi sosial yang berlandaskan agama Islam, menganggap gerakan Islam Nusantara atau yang biasa di sebut dengan Islam kultural di Indonesia merupakan hasil dari kehebatan para ulama dan mubaligh terdahulu, dimana para ulama sudah sangat memahami medan dakwah yang ada di Nusantara kala itu, Islam yang diwariskan para ulama terdahulu sudah amat baik untuk diikuti dan dipraktekan kembali di masa sekarang ini, mungkin ada beberapa bagian yang sedikit diubah dan diperbaiki.117

116Yanto, Strategi Dakwah Kultural KH.Abdul KarimAhmad Al Hafidz Dalam Mengantisipasi Radikalisme Islam Pada Jama’ah Majelis Ta’lim Ar-risalah Surakarta, (Surakarta, Pendidikan Agama Islam 2016) Skripsi, hlm.6. 117Wawancara dengan Ustad Irbabul lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

67

Seperti contoh pada jilbab, pada masa awal Islam di Indonesia pemakaian jilbab hanya sebatas mengenakannya tanpa menutup bagian yang tidak boleh diperlihatkan secara umum, namun di masa sekarang ini pemakaian jilbab tersebut dapat kita sempurnakan menutupnya dengan baik dan benar sesuai dengan syariat

Islam, walaupun ada beberapa pendapat yang masih berbeda pandangan tentang penutupan aurat, keadaan seperti ini bisa saja terjadi di karenakan medan dakwah pada saat awal Islam masuk ke Indonesia berbeda dengan keadan sekarang, dan juga pemahaman Islam pada saat ini sudah mulai bangkit dan berkembang.118

Perbedaan pandangan merupakan suatu hal yang wajar, terutama pada beberapa golongan, bahkan dimasa yang terbaik sekalipun kerap kali terjadi perselisihan pendapat, seperti pada masa sahabat Nabi Muhammad SAW, dimana pada masa itu merupakan masa yang terbaik karena masih berpegang teguh pada Al

Qur’an dan assunnah, mereka senantiasa menjaga dan memelihara Ukhuwah

Islamiyyah walaupun sering kali terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan.

Jauh sebelum sahabat Nabi, ada beberapa perbedaan pendapat, seperti metode dakwah Nabi Musa as dengan Nabi Harun as, dimana yang satu menggunakan metode dakwah yang tegas, namun yang satunya lagi menggunakan metode dakwah yang halus, sehingga sempat terjadi selisih pendapat antara keduanya.119

118Wawancara dengan Ustad Irbabul lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019. 119Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.400.

68

Akhir-akhir ini gerakan Islam Nusantara kerap kali disalah gunakan beberapa kalangan, baik dari luar maupun dari dalam Islam, terutama pada kelompok liberal, bahkan mereka menyusup ke berbagai organisasi yang berlandaskan Islam, seperti

NU, Muhammadiyah dan beberapa organisasi lainnya, kita telah mengetahui bahwasanya NU dan Muhammadiyah bukan liberal.

Sebenarnya NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam yang istiqomah terhadap Al Qur’an dan As sunnah, dan telah menjaga dan merawat NKRI sejak sebelum merdekanya Indonesia hingga saat ini, karena kedua organisasi tersebut sudah besar tidak menutup kemungkinan pemikiran-pemikiran dari luar masuk ke dalam organisasi tersebut.

Dari kalangan NU kelompok Islam liberal ini menjadikan Islam sebagai

“Islam kultural” yang mengubah Islam ala Indonesia dengan dalih kearifan lokal, bukan Indonesia yang Islami, ini berbanding terbalik ketika awal mula Islam masuk ke Nusantara, dimana pada saat awal Islam ke Indonesia, Islam mampu menjadikan

Indonesia yang Islami, dengan kata lain mengislamkan Indonesia.120

Sedangkan dari kalangan Muhammadiyah, kaum liberal masuk dan mengubah

Islam menjadikan “Islam progresif”, menjadikan pembaharuan dalam Islam, sehingga penafnisar Islam disesuaikan pada zamannya, dengan begitu Islam akan terus berubah-ubah sesuai dengan masanya.

120http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/habib-rizieq-syihab-liberal-ngibul-yakin.html Muhamad Rizieq Shihab, Liberal Ngibul Yakin, Mozaik Haroka FPI:2013.

69

Selain menyusup ke dalam organisasi Islam, kaum liberal juga mengaku sebagai ahlus sunnah wal jama’ah, yang dimana ahlus sunnah waljama’ah merupakan unsur dari ajaran Islam di Indonesia, hal semacam ini dapat berbahaya karena bisa merusak akidah dari seorang muslim.121

Ini dapat diakibatkan karena lenturnya ajarana Islam di Indonesia bersamaan dengan kebebasan hukum dan pemikiran yang dilakukan oleh golongan-golongan tertentu untuk melemahkan Islam. Dengan kata lain gerakan Islam Nusantara yang dilakukan para Wali dan pendakwah Islam pada saat awal Islam di Indonesia, lebih kepada mengislamkan Nusantara, bukan justru sebaliknya menusantarakan Islam, yang menjadikan pandangan gerakan Islam di Indonesia ini menjadi ambigu dan tidak terarah, oleh karena itu Islam tidak perlu adanya embel-embel di dalamnya.

Liberalisme kerap kali bersentuhan dengan gerakan-gerakan dan pemikiran yang bercorak pada kontekstual, dan cenderung bebas dalam menafsirkan teks-teks kitab suci.122 Ini membuktikan bahwa dengan mudahnya kelompok liberal yang memasuki organisasi-organisasi Islam, dengan adanya istilah Islam Nusantara menjadikan mereka dengan mudah merubah hukum Islam dengan atas nama Islam yang bernuansa kearifan lokal dengan karakter toleransi dan pluralisme.

Islam Nusantara akan menjadikan bola liar Islam itu sendiri, karena dimasuki oleh pemikir-pemikir yang bebas dalam menafsirkan Al Qur’an, sehingga melahirkan

121http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/habib-rizieq-syihab-liberal-ngibul-yakin.html Muhamad Rizieq Shihab, Liberal Ngibul Yakin, Mozaik Haroka FPI:2013. 122Nur Syam, Tantangan Multikulturalisme Indonesia: dari radikalisme menuju kebangsaan, (Surabaya, Kanisius 2013) Cet.5, hlm.14.

70

istilah Islam liberal bahkan bisa dikatakan sebagai aliran sesat, karena dengan kelenturan dari Islam dapat dimanfaatkan berbagai kelompok, terutama pada kelompok liberal, sekuler dan radikal yang sudah pasti dilarang di Indonesia.

Dengan begitu jika bicara tentang agama, akan selalu merujuk pada dua realitas yang tidak dapat dipisahkan yakni. Pertama, realitas yang bercorak teoligis, dan yang kedua, realitas yang bercorak historis-sosiologis, atau suatu fenomena budaya yang besar.123 Dari kedua realitas tersebut agama akan menampilkan yang sebenarnya, dengan begitu teologi, sejarah dan keadaan sosial akan saling berkaitan dan berperan besar untuk melihat sebuah agama.

Sejak awal Indonesia merdeka, Indonesia sudah menjadi negara Islam, baik secara “de facto” maupun secara “de jure”, yang dapat dibuktikan dengan adanya fakta di dalam Pancasila, di mana dari sila pertama sampai sila ke lima merupakan bagian dari ajaran Islam, terutama pada sila yang pertama yang berbunyi “Ketuhanan

Yang Maha Esa”, ini merupakan pernyataan tauhid yang sesuai dengan ajaran Islam selain itu, dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-3 yang diantaranya berbunyi

“dengan rahmat Allah, yang maha kuasa”.

itu sesuai dengan Dekret Presiden Soekarno 5 Juli 1959, bahwsanya UUD

1945 dijiwai oleh Piagam Jakarta yang pada intinya merupakan syariat Islam. Dengan

123M. Ridwan Lubis, Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama Dalam Interaksi Sosial, (Jakarta, Prenada Media Group 2015) Cet.1, hlm.2.

71

begitu segala peraturan di dalam undang-undang, tidak akan bertentangan dengan ajaran dan syariat Islam.124

Dalam pengertian konsep Islam Nusantara yang di canangkan oleh organisasi

NU, FPI tidak ikut peran dalam diskusi tersebut, namun secara praktek, FPI ikut andil dalam menjalankannya, seperti mengadakan halal bi halal, maulid Nabi, dan lain sebagainya. Islam Nusantara dalam pengertian konsep, seperti apa yang di canangkan oleh NU sudah sangat bagus, hanya saja dalam segi prakteknya tidak mencerminkan seperti apa yang ada dalam konsep tersebut, banyak terjadi kesalahan ketika dalam praktek itu tidak sejalan dengan pengertian konsep yang ada di dalam

NU.125

Banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, seperti mengubah salam dengan kata “selamat”, menggantikan kain kafan dengan kain batik dan yang lebih parah lagi membaca Al Qur’an dengan langgam Jawa dan daerah lainnya, itu semua sudah keluar dari ajaran Islam dan menyimpang, ini merupakan akibat dari masuknya pemikir liberal yang masuk ke dalam organisasi tersebut, sehingga membuat gerakan Islam Nusantara tidak pada jalurnya yakni Al Qur’an dan As sunnah.

124http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/perjuangkan-ini-bukan-nii.html,, Perjuangan INI bukan NII Mozaik Harokah : 2013. 125Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

72

D. Sikap FPI Terhadap Islam Nusantara

Sikap merupakan kecenderungan memberikan pandangan pada suatu obyek baik disenangi maupun tidak disenangi secara konsisten. Dalam pandangan lain sikap merupakan proses pengelompokan dari motivasi, emosi, persepsi dan kognitif yang bersifat jangka panjang dan berkaitan dengan aspek lingkungan dan sekitarnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa.

Sikap dapat menetap karena sikap memiliki kecenderungan berproses dalam kurun waktu panjang hasil dari pembelajaran suatu keadaan. Sikap juga dapat dikatakan sebagai respon yang konsisten baik itu respon positif maupun respon negatif terhadap objek sebagai hasil dari proses. Jika di sederhanakan sikap adalah bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak terhadap objek tertentu dalam lingkungan.126

Dalam menyebarkan ajaran Islam, FPI sebagai organisasi Islam berperan dalam penyebaran Islam di Indonesia, sebagai organisasi yang masih baru, FPI wajib menghargai dan menghormati organisasi Islam yang lainnya, dan berupaya untuk membangun kerja sama dengan organisasi Islam yang lain, terutama pada organisasi yang telah merasakan asam garam dalam perjuangan di Republik Indonesia, dengan begitu FPI tidak berjalan sendirian dalam penyebaran Islam di indonesia.127

126M. Bizar, Sikap Masyarakat terhadap Pola Pencegahan Nahi Munkar Kelompok FPI (Front Pembela Islam)Studi di Pantai Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, (Banda Aceh, Fakultas Dakwah dan Komnikasi 2017) Skripsi, hlm19. 127Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.398.

73

Namun masyarakat kerap kali memandang FPI sebagai organisasi Islam, yang sering melakukan kekerasannya dalam menyebarakan ajaran Islam terutama pada tindakannya, karena FPI lebih fokus kepada penegakan amar ma’ruf nahi munkar, sehingga organisasi ini kerap kali berhadapan dengan keadaan-keadaan yang harus menggunakan kekerasan, bahkan FPI tidak segan-segan untuk melakukan sweeping ke tempat yang dianggapnya meresahkan.

Sedangkan menurut FPI kekerasan merupakan cerminan dari dua sikap.

Pertama, cerminan dari sikap kebengisan hati, kekerasan ini merupakan sikap yang bertolak belakang dengan ajaran Islam yang lembut, santun dan ramah. Sikap yang

Kedua, cerminan dari ketegasan sikap dan ketegaran hati, sedangkan ketegasan seperti ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, karena ketegasan ini merupakan tindak lanjut dari suatu proses kelembutan yang tidak terselesaikan.128

Agama tidak bisa dilihat hanya dari sisi teologis semata, namun dapat juga dilihat dari sisi antropologi dan sosiologi yang dimana agama mampu mempengaruhi seseorang bahkan kelompok dari masyarakat tertentu, dengan begitu budaya dan agama tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Imam besar FPI pernah menyampaikan “ selama budaya dan adat istiadat tidak bertentangan dengan Al Qur’an, Assunah dan pendapat dari para ulama melalui

Qiyas dan Ijma, selagi itu semua untuk kemaslahatan umat, dan tidak berbenturan dengan empat sumber yang tadi, kita bisa terima dan kita dukung, di sinilah bentuk

128Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.68.

74

rahmatan lil alamin yang dimaksud oleh Allah SWT, namun jika budaya dan tradisi tersebut sudah bertentangan dengan ajaran Islam secara tegas kami menolaknya”.129

Jika Islam merujuk pada empat yang tadi, dan budaya tidak kaku, maka Islam dan budaya akan berjalan dengan bersama, yang akan menjadikan budaya yang bersyariah, namun jika disalah satu dari itu ada yang memiliki sifat tertutup, akan ada penolakan, terutama pada agama yang penyebarannya terbentur dengan budaya yang sudah ada.

Dalam menjalankan ma’ruf harus dengan cara yang baik dan benar, dan sesuai dengan syariat Islam, sehingga tidak dibenarkan dalam menjalankan amar ma’ruf dengan menghalalkan segala cara, karena bila itu dilakukan akan menjadikan kemungkaran kembali, bahkan bisa mengakibatkan mudharat. Dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar harus menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, menghaqkan yang haq, membathilkan yang bathil, jika itu dilakukan maka itu akan sejalan dengan syariat Islam yang sebenarnya.130

Dengan begitu FPI menerima budaya lokal yang masih sejalan dengan ajaran

Islam, akan tetapi menolak tradisi dan budaya yang telah keluar dari ajaran Islam, karena itu FPI sebagai organisasi Islam lebih mensleksi gerakan Islam Nusantara yang kini sudah dimasukkan berbagai kalangan seperti golongan liberal, sekuler dan radikal, yang akan menjadikan penyimpangan dan merusak ajaran Islam,

129Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019. 130Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.63.

75

Adapun cara dalam melaksakan amar ma’ruf nahi munkar yang dicanangkan

FPI. Pertama, dengan mengadakan majelis zikir dan majelis ilmu di seluruh Indonesia dalam rangka menghindari mereka untuk melakukan kemungkaran. Kedua, dengan menghancurkan tempat-tempat atau sarang yang menjadi pusat penyebar luas maksiat dan yang terakhir untuk menyempurnakan amar ma’ruf nahi munkar tersebut dengan melakukan pembersihan terhadap pelaku maksiat, dengan hukum yang berlaku.

Langkah tersebut dimulai dari cara yang halus hingga tegas dan keras sekalipun, akan dilakukan jika itu terpaksa, namun dengan begitu melakukan hal tersebut tidak semudah membalikan telapak tangan, karena maksiat yang terjadi di

Indonesia pada saat itu tersistem dan sangat kuat.

Karena itu FPI berupaya untuk tegas, mau dan mampu memantapkan langkah menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk, pedoman dan imam yang dipatuhi, hanya dengan itu masyarakat muslim Indonesia bisa selamat dari dunia akhirat.131

Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, budaya dan agama, dengan begitu keadaan seperti ini menjadikan masyarakatnya utntuk bisa hidup dengan perbedaan kultur yang ada di indonesia, sehingga perbedaan tersebut menjadikan sebuah keunikan dan kekayaan yang tidak banyak negara lain miliki.

Islam Nusantara merupakan Islam yang hanya ada di Indonesia, akan tetapi tidak keluar dari Al Qur’an, Assunah, Qiyas dan Ijma, jika begitu gerakan Islam

Nusantara tidak mungkin menciptakan syariat-syariat baru dengan menjadikan tradisi

131Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.149.

76

sebagai kulit dari hukum Islam yang sudah ada di Indonesia, maksud dari pernyataan tersebut adalah menjadikan Islam sebagai wadah yang di dalamnya berisikan budaya, hal tersebut berbeda dari tujuan para mubaligh terdahulu, yang sesuai dengan aturan

Allah SWT dan Rasulullah yang kita terima.

Jadi gerakan Islam Nusantara bisa di jadikan sebuah tradisi yang dapat kita lestarikan, namun diikuti sesuai kaidah-kaidah dari Islam, sebagai contoh, di Timur

Tengah tidak ada tahlilan namun di Indonesia tahlilan tersebut sudah menjadi tradisi dan sudah menjadi budaya dari Islam Indonesia, melihat hal semacam itu, tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena itu merupakan majelis zikir, majelis taklim, majelis musabah yang di mana majelis itu para malaikat mengayominya.132

Namun jika sudah menyinggung dengan hal-hal yang prinsipil seperti ada pandangan bahwasanya ingin mengubah kain kafan dengan kain batik, jika seperti itu

FPI jelas tidak terima dan menolaknya, contoh lain, ingin mengubah salam dengan kata “selamat”, yang di mana “assalamualaikum” itu berasal dari Allah dan diturunkan kepada manusia, kita harus terima apa adanya, tidak bisa di ganti dengan yang lainnya, karena jika kalimat salam tersebut diganti denngan kata selamat, ini akan mengakibatkan timbulnya fitnah, apabila ini dipraktekan dalam beberapa ibadah yang harus berkaitan dengan salam.133

132Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019. 133Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

77

Seperti contoh pada shalat, di mana shalat di tutup dengan kalimat salam, tidak mungkin diganti dengan selamat, seperti pada shalat subuh di tutup dengan selamat pagi, shalat zuhur diganti dengan selamat siang, shalat ashar diganti dengan selamat sore dan lain sebagainya, jika begitu maka shalat yang dilakukannya itu tidak sah, disitu FPI menolaknya karena itu merupakan tradisi yang akan berbenturan dengan syariat Islam.134

Kedekatan FPI dengan budaya setempat dapat dilihat dari tokohnya yang bernuansa tasawuf, bahkan pada sejak awal mula berdirinya FPI, anggota FPI diajarkan metode dan praktek wirid tijaniyah, dimana wirid tersebut terdapat bagian shalawat dan tahlil, wirid ini diajarkan dalam rangka membentuk spriitual pribadi baik anggota maupun simpatisan, wirid ini diajarkan oleh sekjen FPI pada saat itu yakni Misbahul Anam dan Mursyid Tarekat Tijaniyah.135

Dalam arti teori Islam Nusantara, seperti yang dijadikan tema Muktamar dari

NU, FPI tidak berhubunagn dengan itu, namun dalam kehidupan sehari-hari, Islam

Nusantara disampaikan dan dipraktekan oleh FPI, yang sebagaimana FPI juga berperan dalam penyebaran gerakan Islam Nusantara, seperti dalam pemakaian kopiah, sarung yang tidak ada di daerah Timur Tengah, sebenarnya ini sudah menjadi tradisi di Indonesia.

134Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019. 135Agus Ali Dzawafi, Pemahaman Tekstual dan Implikasi Terhadap Gerakan Dakwah Front Pembela Islam (FPI), (Banten,Jurnal Adzikra 2012) Vol.3, No.1 hlm.3.

78

FPI tidak menolaknya bahkan sebagian besar dari pengurus, anggota bahkan simpatisan dan santri FPI memakainya, bahkan ketika shalat menggunakan celana atau pakaian yang berbentuk batik sekalipun, yang di mana di daerah Timur Tengah tidak ada dan tidak dilakukan itu tidak akan menjadi masalah untuk FPI, selagi itu semua substansinya masih dalam koridor dan sesuai dengan syariat Islam FPI menerima dan mendukungnya.136

Kultur budaya FPI pada umumnya bersifat tradisional, mereka berbaur dengan masyarakat sekitar dan tidak ekslusif, terhadap adat dan budaya suatu masyarakat, mereka hormat dan menghargaibudaya setempat, selama itu tidak melanggar syariat

Islam. FPI menerima suatu mazhab dan tidak menjadikan ulama salaf sebagai panutan, tetapi tetap menghormati ulama khalaf, Namun perlu dicatat bahwasanya ketradisionalan FPI tidak mengarah kepada sikap pasrah terhadap figur, yang dapat mengakibatkan pengkultusan yang berlebihan.137

Di samping itu FPI juga tidak memaksakan kepada anggotanya untuk mengikuti ajaran thorikot yang memberatkan, sikap seperti ini di tunjukan kepada

Rasulullah SAW pada hadist yang berbunyi “Binasalah orang-orang yang berlebihan dalam ibadah”. Dengan begitu FPI tidak memberatkan kepada anggota dan simpatisannya untuk mengikuti thorikot.138

136Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019. 137Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.225. 138Muhammad Rizieq Shihab, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013), cet.3 hlm.226-227.

79

Sebagai organisasi Islam FPI kerap kali melakukan kegiatan atau ritual-ritual keagamaan, seperti bersolawat, pengajian zikir, mengadakan maulid Nabi, dan lain sebagainya, dimana kegiatan semacam ini hanya dilakukan di Indonesia, namun FPI secara tegas menolak penyimpangan-penyimpangan atas nama Islam, yang kerap kali dimanfaatkan oleh kelompok liberal.139

Seperti contoh dalam membacakan Al Qur’an dengan menggunakan langgam

Jawa, dengan begitu akan ada langgam-langgam yang lainnya seperti sunda, Padang,

Maluku, Sulawesi dan lainnya, bahakan yang lebih ditakutkan lagi jika nanti membaca Al Qur’an dengan musik, dan membacakan Al Qur’an tanpa tulisan Arab namun dengan terjemahannya saja,

Hal semacam ini akan membahayakan akidah seorang muslim, jika gerakan- gerakan seperti itu maka jelas FPI menolaknya, namun tidak menutup kemungkinan kepada budaya-budaya yang lain seperti qasidah, sholawat dan syair-syair Islam, karena itu semua bukan bagian dari kitab yang di sakralkan oleh umat Islam, ini di perbolehkan untuk menggunakan langgam jawa atau daerah yang lainnya, tapi jika Al

Qur’an tidak boleh sembarangan karena ada ketentuannya.140

Berangkat dari kelenturan gerakan Islam Nusantara atau gerakan kultural di

Indonesia. FPI berusaha untuk mensyariatkan Indonesia, dimana gerakan ini ingin menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersyariah, dengan begitu

139A.Zaki Mubarak, Islam Faktual Ajaran, Pemikiran,Pendidikan, Politik dan Terorisme, (Depok, Ganding Pustaka, 2019) Cet.1 hlm.230. 140Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

80

gerakan Islam Nusantara akan sesuai dengan apa yang di perbolehkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Bersyariah di sini adalah bagaimana orang Islam menjalankan sesuai dengan syariat dengan aturan yang telah dibuat oleh Undang undang dan negara telah menjamin kepada setiap warganya untuk menjalankan syariatnya, untuk agama Islam menjalankan syariat dari ajaran Islam, Hindu menjalankan syariat Hindunya, kristen menjalankan syariat kristennya, jadi syariat disini adalah bagaimana setiap warga negara berhak dan bebas untuk menjalankan ibadahnya, bisa menjalankan ubidiyahnya sesuai dengan syariatnya termasuk Islam.141

141Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019.

BAB IV

PANDANGAN KRITIS TERHADAP ISLAM NUSANTARA DAN FRONT PEMBELA ISLAM (FPI)

Dari pemaparan sebelumnya telah menjelaskan Islam Nusantara dan pandangan Front Pembela Islam (FPI) terhadap Islam Nusantara. Pada bagian ini penulis mencoba untuk menganalisa dan mengajukan kritik terhadap gagasan Islam

Nusantara dan FPI dengan mengemukakan aspek positif dan negatif keduanya.

A. Kelebihan dan kekurangan Islam Nusantara

1. Kelebihan Islam Nusantara

Islam Nusantara atau biasa di sebut juga Islam di Indonesia menjadi sebuah keunikan dari ajaran Islam, terutama pada Islam yang ada di Timur Tengah. Jika dilihat secara kontekstual, sejarah penyebaran Islam di Indonesia merupakan sebuah keberhasilan dari para mubaligh dan para Wali dalam penyebaran Islam di Indonesia terutama di wilayah Jawa.

Dapat dibuktikan secara kuantitas pemeluk agama Islam di Indonesia semakin bertambah dan berkembang, bahkan hingga saat ini umat Islam Indonesia menjadi pemeluk Islam terbanyak di dunia. Hal ini tidak terlepas dari cara mubaligh yang mengesampingkan kekerasan sebagai metode penyebaran Islam di Indonesia.

Para mubaligh menyebarkan Islam bukan hanya dengan pendekatan dogma melainkan pendekatan kultural yang pada saat itu budaya menjadi salah satu daya tarik dan disenangi masyarakat Indonesia. Hal itu mereka lakukan dengan cara menjadikan alat musik tradisional dan produk budaya lainnya sebagai alat atau media

81

82

untuk berdakwah, ditambah dengan bahasa lokal untuk menambah simpati dari masyarakat. Melalui cara yang demikian Islam datang menghargai tradisi atau budaya lokal yang ada di Indonesia. Namun interaksi budaya itu tidak keluar dari substansi ajaran Islam. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak merasakan adanya tekanan ketika Islam datang. Dengan demikian Islam masuk ke Nusantara mudah diterima oleh masyarakat lokal.

Sifat Islam Nusantara yang moderat (jalan tengah) mampu meredam dan meminimalisir konflik. Islam Nusantara menjadi lebih menekankan pada musyawarah. Sebagaimana diketahui umat Islam di Timur Tengah saat ini tidak sepi dari konflik dan peperangan sesama muslim di tambah dengan adanya gerakan Islam radikal di Suriah yaitu ISIS (Islamic State of and Suriah) menambah keruh dan menjadikan Islam dipandang sebagai agama yang arogan dan keras sehingga melahirkan teroris.

Sekalipun mereka di Timur Tengah adalah negara yang mayoritas penduduknya penganut Islam dan memiliki budaya yang sedikit keras, menjadikan negara-negara Timur Tengah kerap kali dilanda berbagai masalah terutama pada bidang sosial, ekonomi dan politik. Sehingga dengan demikian, menjadikan negara- negara di Timur Tengah rawan terjadinya konflik dan pemberontakan terhadap pemerintahnya sendiri.

Hal semacam itu akan menggambarkan Islam menjadi terlihat keras dan arogan. Keadaan seperti ini akan terus menjadi stigma dari masyarakat internasional

83

terhadap Islam itu sendiri, sehingga menimbulkan Islamophobia.142 Dari sini, peran

Islam Nusantara sangat dibutuhkan untuk memperbaiki citra Islam dengan karakter yang lembut mampu mengatasi segala pandangan-pandangan terhadap Islam Timur

Tengah yang terlihat keras dan arogan.

Islam Nusantara lebih menekankan perumusan fikh siyasah yang diantaranya hukum agama (fiqih), etika (akhlak), politik dan budaya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Ini merupakan keadaan yang berbanding terbalik dengan masyarakat muslim di negara lain. Seperti yang dikatakan Peneliti Litbang di Kementrian Agama

Abdul Jamil Wahab menggambarkan yang terjadi pada masyarakat muslim di

Jerman, mereka menganggap dirinya adalah entitas Islam dari Timur Tengah dan kebanyakan dari mereka berasal dari Turki.

Mereka menganggap bahwasanya mereka adalah komunitas Islam tersendiri.

Keluhan masyarakat terhadap kaum muslim di Jerman adalah, ceramahnya masih membicarakan tentang syariat Islam, formalisasi syariat Islam bahkan bentuk negara

Islam. Diskusinyapun lebih banyak berkisar tentang daulah Islamiyah dan penegakkan syariat Islam.143 Dengan keadaan seperti ini akan menjadikan pemahaman masyarakat muslim di Jerman menjadi tertutup dan konservatif yang

142Islamophobia merupakan suatu sikap kebencian dan ketakutan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam. 143Wawancara langsung dengan Abdul Jamil Wahab, M.Si (Peneliti), di Kementrian Agama, 18 November 2019,

84

mengakibatkan tidak bisa menerima budaya luar dan yang lebih ditakutkan lagi menolak perkembangan ilmu pengetahuan.

Keterbukaan terhadap budaya lokal merupakan ciri Islam di Indonesia. Di samping itu juga, bersikap terbuka baik ilmu pengetahuan maupun teknologi, sehingga menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Hal ini telah terbukti dengan masuknya Islam ke dalam budaya lokal dan menerima segala bentuk sistem negara maupun teknologi sehingga menjadikan Islam Nusantara mampu berkembang hingga saat ini.

Dengan menjadikan Islam di Indonesia sebagai agama mayoritas dan tidak adanya perlawanan yang signifikan sejak awal Islam dan berkembang dari masyarakat pribumi sebelum Islam datang ke Nusantara. Hal ini disebabkan karena

Islam yang berintegrasi dengan budaya lokal menjadikan Islam diterima masyarakat sebagai milik mereka yang asli (genuine). Sehingga mereka justru memelihara ajaran

Islam yang telah membaur dengan budaya lokal.

Model dari gerakan Islam Nusantara adalah penuh toleransi dan penuh sopan santun, merupakan bentuk akulturasi antara agama Islam dengan budaya lokal.

Dengan begitu gerakan Islam Nusantara dapat merangkul, melestarikan budaya dan menghormati budaya di Indonesia. Hal inilah yang akan menghasilkan Islam yang rahmatan lil alamin, yakni rahmat bagi semesta dan menghasilkan Islam yang toleransi dan penuh sopan santun.

85

Sehingga menjadikan Islam Nusantara sebagai percontohan Islam bagi dunia luar sebagai agama yang membawa perdamaian. Dengan begitu Islam yang ada di

Indonesia akan berkembang seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang selalu menekankan semangat toleransi dan sopan santun baik dengan masyarakat sesama muslim maupun non-muslim.

Gerakan Islam Nusantara diyakini sesuai dengan karakter Indonesia yang multikultural dan mampu menghadapi perubahan zaman sekalipun dengan perbedaan budaya yang ada, sebagaimana ketika Belanda datang ke Nusantara, Islam sudah ada dan berkembang di Indonesia. Belanda melakukan penjajahan lebih dari tiga setengah abad, bukan hanya menjarah sumber daya alam dan sumber daya manusia saja akan tetapi Belanda juga menyebarkan misionaris ke seluruh wilayah jajahannya di

Nusantara akan tetepi Islam mampu bertahan di tengah perkembangan zaman.

Walaupun penjajah Belanda mampu menjajah Indonesia secara fisik, akan tetapi lebih dari tiga setengah abad tersebut, ideologi Islam masih bertahan menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia. Hal ini disebabkan karena

Islam mampu berdialog dengan masyarakat yang mengakibatkan Islam lebih diterima masyarakat Indonesia. Ditambah lagi dengan usaha para muballig memberikan pemahaman semangat nasionalisme dan cinta terhadap tanah air yang kemudian mendorong masyarakat melakukan perlawanan kepada kolonial Belanda, kemudian mendorong para muballig memperkenalkan Islam sebagai ajaran yang menolak adanya penindasan.

86

Dengan kedinamisannya, Islam Nusantara mampu menghadirkan varian dalam wujud Islam itu sendiri. Maksud dari pernyataan tersebut adalah, walaupun

Islam merujuk pada Al Qur’an dan hadist, dengan kondisi dan keadaan lokal yang memiliki ragam budaya, menjadikan Islam berkembang bersama dengan budaya ke berbabagi wilayah di Indonesia, beriringan dengan keadaan dan budaya yang ada di lingkungan tersebut.

Dengan begitu Islam akan membentuk karakter sesuai dengan keadaan dan lingkungannya. Seperti yang terjadi wujud Islam di Jawa memiliki perbedaan dengan wujud Islam yang ada di Sumatera, walaupun mereka memiliki kesamaan sumber ajaran yaitu Al Qur’an dan Hadis akan tetapi secara wujud dan praktek mereka memiliki perbedaan.

2. Kelemahan Islam Nusantara

Dalam keterbukaan Islam Nusantara dan budaya Indonesia, maka diperlukan batasan dalam penafsiran dari Islam itu sendiri agar tidak mengakibatkan kebebasan tanpa kendali dalam penafsiran untuk menghindari munculnya stigma terhadap Islam

Nusantara. Sehingga Islam Nusantara tidak berkembang menjadi Islam yang liberal dan radikal. Dengan begitu Islam Nusantara tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar Islam.

Selain dari itu diperlukan adanya konsistensi dalam konsep Islam Nusantara yang tidak hanya menjadikan jumlah masyarakat muslim sebagai patokan keberhasilan Islam. Namun semestinya pola pemahaman yang melekat pada

87

masyarakat muslim di Indonesia adalah, berkelanjutan seperti halnya yang dilakukan para mubaligh dan Wali. Sehingga Islam tidak terbawa oleh budaya lokal yang merusak karakter Islam. Dan pada saat yang sama, tidak keluar dari karakter Islam

Nusantara yang menekankan perilaku yang sopan dan moderat.

Tidak dapat dipungkiri hingga saat ini masyarakat Indonesia masih mengalami dengan adanya kesan perlakuan diskriminasi, terutama terhadap perbedaan pemahaman agama. Seperti halnya yang terjadi pada pemilihan Gubernur di Jakarta, Dapat dikhawatirkan jika diskriminasi seperti ini tidak dapat diatasi akan mengakibatkan konflik yang berkepanjangan. Tumbuhnya kesan diskriminasi itu merupakan akibat dari perbedaan persepsi dalam memandang kedudukan Islam dalam kaitannya dengan budaya lokal.

Jika hanya dilihat dari sejarah Islam di Nusantara dan membandingkannya dengan Islam yang ada di Timur Tengah pada saat ini sangat tidak relevan. Karena

Islam di Timur Tengah pernah mengalami masa emas, dimana pada saat itu Islam telah menjadi sokoguru dari peradaban dunia dan menjadi kiblat bagi pemikir- pemikir dunia. Dengan begitu Islam Timur Tengah pernah menjadi pusat peradaban dunia, namun pada saat ini wilayah Timur Tengah menjadi daerah konflik

Oleh karena itu, masyarakat Islam di Indonesia tidak selayaknya bersikap antipati terhadap budaya Arab dan Timur Tengah yang ditunjukkan secara berlebihan, karena ada bagian-bagian yang baik dan bermanfaat dalam budaya dan pemikirannya untuk diambil dan dipraktekan di Indonesia

88

Tidak adanya pedoman yang bersifat khusus terhadap Islam Nusantara, sehingga menjadikan Islam Nusantara menjadi ambigu dan hanya sebuah konsep yang abstrak, sehingga memungkinan yang terjadi sebaliknya justru Islam yang tergerus oleh budaya atau mengakibatkan bias terhadap prinsip-prinsip Islam sehingga bisa juga disebut dengan Islam yang dibudayakan sehingga terkesan akan mengurangi kemurnian ajaran Islam yang dianut oleh masyarakat.

Seperti yang tersebar di masyarakat, pembacaan Al Qur’an dengan menggunakan langgam jawa yang dimana dalam Al Qur’an terdapat makharijul huruf. Dengan begitu dalam pembacaan Al Qur’an terdapat hukum bacaan yang berguna mengatur tata cara dalam membaca Al Qur’an.

Dengan karakter yang toleransi dan pluralis seharusnya ada batasan-batasan dari Islam Nusantara, karena di dalam ajaran Islam diajarkan ketegasan sikap terutama pada agama, sehingga tidak menjadikan syariat Islam terlalu pasif dalam perannya. Jika syariat sudah tidak diakui maka Islam akan mengalami kebebasan baik dalam pemikiran maupun sikap yang akan mengakibatkan munculnya istilah Islam liberal. Melalui konsep toleransi dan pluralitas Islam Nusantara diharapkan ada batasan-batasan dari istilah Islam Nusantara sehingga secara prinsip Islam tidak dikendalikan oleh budaya.

Perlu dihindari bahwa istilah “Nusantara” di dalam kata “Islam Nusantara” menjadikan seolah-olah Islam Nusantara merupakan sebuah sekte atau aliran yang baru dalam dunia Islam. Selain itu, timbul pandangan dalam masyarakat, jika ada

89

Islam Nusantara maka ada Islam-Islam di negara lain seolah-olah menjadikan Islam itu banyak. Hal itu, dikhawatirkan munculnya anggapan masyarakat bahwa Islam

Nusantara merupaka aliran sesat yang baru lahir. Sebenarnya Islam Nusantara adalah

Islam yang mengadopsi budaya-budaya lokal dan sudah terjadi sejak awal mula Islam datang di Indonesia.

Islam di Indonesia kerap kali di jadikan sebagai alat untuk merebut kekuasaan kepemimpinan, sehingga Islam menjadi daya tarik mayarakat muslim di Indonesia untuk memilih tokoh yang sudah dipolitisasi oleh agama, karena sebagian besar dari masyarakat Indonesia adalah umat Islam.

B. Kelebihan dan kekurangan Front Pembela Islam (FPI)

1. Kelebihan Front Pembela Islam

FPI selalu berupaya menjaga otentitas dari ajaran Islam, baik itu yang bersifat sakral maupun yang bersifat simbolik. Dengan karakter yang seperti ini diharapkan

FPI membangkitkan martabat Islam dan umat Islam di mata publik. Terbukti ketika seorang Gubernur DKI Jakarta mencoba untuk menafsirkan salah satu ayat dari Al

Qur’an, namun dalam penafsiran tersebut terjadi perbedaan pandangan dan penafsiran dengan FPI.

FPI mengecamnya dengan melakukan aksi besar-besaran di Silang Monas dan menuntut agar pelaku penistaan agama untuk segera di penjara. Hal semacam ini

90

menjadikan pelajaran untuk seluruh masyarakat Indonesia agar lebih menghargai dan menghormati kepercayaan lain.

FPI dengan tegas mengawal amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi misi dalam organisasi FPI. FPI kerap kali melakukan razia dan sweeping di tempat-tempat hiburan malam yang menurutnya tidak manusiawi dan tempat yang menjual minuman keras. Dalam pelaksanaan sweeping itu, biasanya FPI terlebih dahulu melakukan komunikasi dan koordinasi dengan kepolisian setempat untuk memberitahukan kegiatannya. Tujuan sweeping itu adalah agar Indonesia terhindar dari kemunkaran- kemunkaran yang dapat mengakibatkan murka Allah SWT.

FPI selalu komitmen dalam penegakkan syariat Islam sehingga menjaga kemurnian dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam penegakan syariat Islam, menurut anggota FPI mereka selalu berusaha melalui jalur konstitusi yang demokratis.144 Ini yang membedakan FPI oleh organisasi Islam radikal yang ada di Indonesia. Selain dari itu, beberapa organisasi Islam di Indonesia berusaha untuk mengalkulturasikan antara ajaran Islam dengan budaya, sedangkan sikap FPI adalah lebih berupaya untuk menjaga kemurnian ajaran Islam.

FPI selalu sigap dalam keadaan terjadinya kesulitan di masyarakat seperti terjadinya musibah bencana, seperti bencana besar sunami yang terjadi di Aceh, yang dinyatakan statusnya sebagai bencana nasional. Selama di Aceh FPI mengirim banyak relawannya dan juga bantuan materil bahkan FPI membantu sektor krusial

144Wawancara bersama Ustad Irbabul lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019

91

seperti evakuasi korban di tempat-tempat yang sulit dijangkau alat besar. Sebenarnya

FPI selain di Aceh FPI juga banyak membantu korban bencana di tepat lain, hanya saja dalam aksinya untuk membantu korban bencana kurang tersorot oleh media sehigga kebaikannya yang menolong sesama tidak terlihat masyarakat luas.

Sebagai organisasi Islam FPI berada di bawah naungan negara dan menerima

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, ini yang menjadikan pembeda antara

FPI dengan organisasi Islam Radikal lainnya di Indonesia. Dengan begitu FPI patuh terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia.

Di samping itu FPI juga memiliki agenda NKRI bersyariah, agenda ini ingin mensyariatkan Indonesia secara kaffah dan menyeluruh. Sebagai cara untuk menjadikan NKRI bersyariah di sini dimaksudkan mereka tetap tidak keluar dari jalur konstitusi yang berlaku, yakni dengan memasukan syariat Islam ke dalam Undang-

Undang yang berlaku di Indonesia, namun melalui cara-cara yang demokratis yang sesuai dengan peraturan Indonesia.145

Dalam penyebaran Islam, FPI tidak hanya melalui pengajian dan dakwah keliling yang dilakukan oleh pengurus dan anggotanya, tetapi juga menyebarkan ajaran Islam melalui dunia pendidikan. FPI mendirikan pondok pesantren dan

Madrasah yang di dirikan oleh tokoh dan pengurusnya sebagai alat untuk penyebaran

Islam dan juga sebagai benteng terakhir dari ajaran Islam.

145Wawancara bersama Ustad Irbabul lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI), di Pondok Pesantren An nur, 7 November 2019

92

Tidak semua aksi yang di lakukan FPI berujung ricuh, Wartawan Republika

Arif Supriyono berkomentar. Jika dilihat belakangan ini aksi yang di jalankan FPI sudah meminimalisir kekerasan pada aksinya terbukti dari aksi super damai 212, lebih dari 2,5 juta bahkan ada yang mengatakan lebih dari itu, Manusia berkumpul dalam suatu aksi unjuk rasa yang begitu damai dan teduh, tidak ada sumpah serapah dalam aksi tersebut, meski mereka mengajukan tuntutan untuk memenjarakan penista agama.146

Dalam aksi 212 yang dimotori FPI dilakukan di Silang Monas berjalan damai. Setelah terjadinya aksi tersebut, FPI dikagumi oleh sebagian besar masyarakat

Indonesia, karena mampu mengubah pandangan masyarakat terhadap FPI yang tadinya keras dan radikal berubah menjadi damai dan berakhlak. Selain itu FPI membuktikan dengan jumlah yang tidak sedikit, mampu mengakomodir masyarakat

Islam di Indonesia yang sedemikian banyaknya untuk berkumpul pada satu titik.

Adanya anggapan bahwa karakter anggota FPI terkesan keras bahkan dipandang kaku, maka dalam menyikapi hal tersebut FPI memberikan kebebasan kepada para pengurus dan anggotanya untuk berpegang pada empat mazhab. Bahkan

FPI membebaskan anggotanya untuk mengikuti tharikat, dengan syarat tidak bertentangan dengan konsep ahlus sunnah wal jamaah yang merupakan corak pemikiran, sikap dan pengamalan ajaran Islam di Indonesia.

146https://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/16/12/04/ohmzxu257-aksi-damai-212- yang-luar-biasa-dahsyat Arif Supriyono (Wartawan Republika) Aksi Damai 212 yang Luar Biasa Dahsyat (4 Desember 2016)

93

Hal tersebut diberikan karena di dalam FPI terdapat berbagai bagian dari organisasi Islam yang lainnya, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Kebebasan ini menjadikan FPI terbuka terhadap segala bentuk macam yang sejalan dengan Islam ahlus sunnah wal jamaah.

2. Kelemahan Front Pembela Islam

FPI tergolong organisasi masyarakat yang masih berusia belia karena lahir pada masa peralihan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi. Oleh karena itu, FPI selayaknya belajar pengalaman terhadap beberapa organisasi sebelumnya, terutama

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang telah merasakan asam garam memperjuangkan dan mempertahankan Indonesia sejak sebelum merdeka hingga saat ini.

Hal yang perlu dilakukan penataan pada pemikiran dan sikap anggotanya.

Seharusnya diakui bahwa sering terjadi perbedaan pandangan dan sikap antara FPI dengan NU dan Muhammadiyah dalam mengambil sikap terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan. Bahkan beberapa dari tokoh kedua organisasi tersebut ada yang tidak suka dengan pandangan dan sikap FPI yang kerap meresahkan masyarakat Indonesia.

Sekalipun akhir-akhir ini aksi FPI telah berjalan dengan damai, akan tetapi pilihan ketegasan sikapnya masih, sering terjadi. FPI kerap kali melakukan aksi yang berujung pada bentrokan baik dengan warga maupun pihak keamanan. Sehingga

94

sebagian dari masyarakat menganggap bahwa FPI itu merupakan gambaran dari gerakan Islam radikal, bahkan sampai ada petisi online untuk membubarkan FPI.147

Tidak sedikit yang menandatangani petisi tersebut. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah belum memberikan Surat Keterangan

Terdaftar (SKT) terhadap FPI. Hal ini terutama pada gerakannya yang disinyalir meresahkan masyarakat dengan mengadakan razia dan sweeping ke tempat hiburan malam, perjudian dan pedagang minuman keras yang menurutnya merupakan penyakit masyarakat.

Pengamat sosial politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Adi Prayitno berpendapat bahwa “yang perlu diperbaiki kesan ‘sangar’ FPI yang selama ini melekat. Kan kesan itu yang selalu disematkan ke FPI mislanya seperti aktivis melakukan sweeping jalanan yang kerap meresahkan”.148 Denga begitu FPI untuk mengubah stigma negatif dari masyarakat, perlu adanya kegiatan-kegiatan yang bersifat positif, terutama pada kehidupan sosial.

“Agresifitas verbal kerap yang menyalahkan bahkan mengkafirkan orang lain sejatinya dihilangkan. Soal -mengkafirkan biar urusan Tuhan, manusia cukup

147https://islami.co/jejak-fpi-yang-gemar-sweeping-dan-diskriminatif-terhadap-yang- dianggap-berbeda/ Vinanda Vebriani, Jejak kasus FPI yang gemar sweeping dan diskriminatif terhad yang beda 2019 148https://kabar24.bisnis.com/read/20190509/15/920782/fpi-perlu-perbaiki-kesan-sangar-Aziz Rahardian FPI Perlu Perbaiki Kesan Sangar 2019

95

berikhtiar melakukan kebaikan di muka bumi”.149 Tambahnya pria yang juga menjabat sebagai Direktur Parameter Politik Indonesia.

Dalam ceramah FPI kerap kali mengandung diskriminasi, kekerasan dan memprovokasi dengan dibalut kemarahan terhadap kelompok lain terutama yang berbeda keyakinan. Bahkan FPI tidak segan untuk melakukan tindakan diskriminasi serta terlibat perdebatan dengan tokoh-tokoh besar seperti Abdurahman Wahid atau yang biasa di sapa dengan Gus Dur.150

Sehingga FPI sebagai pancaran dari Islam terlihat menyeramkan, dan menjadikan Islam seolah keras dan arogan, padahal sikap semacam ini jauh dari

Islam yang rahmatan lil alamin. Keadaan ini bertentangan dan tidak mencerminkan ajaran Islam dan budaya yang ada di Indonesia yang memiliki karakter sopan santun dan saling menghargai.

Karena Indonesia bukan hanya milik satu kelompok umat atau golongan sehingga menjadikan salah satu golongan tersebut lebih berkuasa dibanding dengan golongan yang lainnya. Akan tetapi Indonesia milik semua golongan dan kelompok sehingga golongan yang mayoritas harus menjaga dan menghormati yang minoritas begitupun sebaliknya. Kelompok masyarakat minoritas tidak membenci akan tetapi menghargai kelompok mayoritas sehingga menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin dan menjadikan kehidupan masyarakat menjadi rukun di Indonesia.

149https://kabar24.bisnis.com/read/20190509/15/920782/fpi-perlu-perbaiki-kesan-sangar-Aziz Rahardian FPI Perlu Perbaiki Kesan Sangar 2019 150Abdul Hakim Wahid, Model Pemahaman Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Al Qur’an. Refleksi:2018. Vol.17, No.1, Hlm.80

96

Dalam melakukan razia atau sweeping, terutama pada bulan Ramadhan. FPI tidak jarang berakhir dengan bentrokan baik dengan masyarakat lokal maupun kepolisian sekitar, dengan cara main hakim sendiri. Hal itu menjadikan citra Islam

Indonesia terutama nama FPI sebagai organisasi Islam menjadi tercemar dan tidak sesuai dengan Islam yang moderat, akibatnya keberadaan organisasi ini begitu ditakuti oleh masyarakat.

Pemahaman FPI yang cenderung tekstual, menjadikan organisasi ini masuk digolongkan ke dalam kelompok fundamentalis Islam. Ciri utamanya adalah, pemahaman dan interpretasi mereka terhadap doktrin ajaran Islam cenderung bersifat literal dan kaku. Pemahaman seperti itu menurutnya perlu untu menjaga kemurnian doktrin Islam secara utuh (kaffah).151

Dalam agenda FPI ingin memasukkan syariat Islam sebagai hukum negara.

FPI memainkan peran politik yang berjalan di atas pandangan keagamaan-keagamaan yang dapat mempengaruhi masyarakat. Seperti yang di kutip Islmail Hasani sebagai direktur Setara Institut menyatakan bahwa “FPI sesungguhnya memainkan politik agama. Memainkan peran-peran politik yang beroperasi diatas pandangan keagamaan yang kemudian mempengaruhi ruang-ruang politk.” Dengan begitu untuk memuluskan masuknya syariat Islam ke dalam hukum Indonesia FPI menggunakan jalur perjuangan politik yang berdasar kepada hukum.

151Agus Ali Dzafawi. Pemahaman Tekstual dan Implikasinya Terhadap Gerakan Dakwah Front Pembela Islam (FPI). Jurnal Adzikra, 2012 Vol.03, No.1, Hlm.35

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Islam Nusantara merupakan sebuah wujud dari pengalaman umat Islam sejak dari awal mula Islam masuk dan berkembang di wilayah Indonesia. Pada masa awal

Islam masuk ke Indonesia dilakukan dengan melalui beberapa cara diantaranya berdakwah dan berdagang tanpa adanya kekerasan yang dilakukan oleh para mubaligh.

Melalui cara yang demikian, Islam dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.

Selain dari itu, masyarakat sendiri memiliki karakter yang terbukaan terhadap berbagai hal yang bersifat positif. Dengan berkembangnya Islam di Indonesia, berbagai hal dapat diatasi seperti adanya sistem kasta sebelumnya yang membuat diskriminasi antar warga masyarakat dapat diatasi. Hal ini tentu saja membuat masyarakat memandang bahwa Islam menjadi kekuatan yang membebaskan mereka dari sifat diiskriminasi itu. Namun hal itu tidaklah membuat perkembangan Islam di

Indonesia langsung berjalan mulus.

Seiring berkembangnya Islam, lahir beberapa pemikir dan para pendiri gerakan Islam yang emiliki karakternya masing-masing, seperti Nahdlatul Ulama

(NU) sebagai kelompok yang sering dikategorikan sebagai kelompok tradisional dan

Muhammadiyah sebagai organisasi modern dan berkemajuan. sedangFront Pembela

Islam (FPI) dikategorikan sebagai gerakan sosial amar ma’ruf nahi munkar. dengan begitu, Islam di Indonesia memiliki beragam karakter yang memperkaya Islam di

97

98

Indonesia. FPI sebagai salah satu organisasi Islam di Indonesia memiliki peran yang penting dalam penyebaran dan perkembangan Islam di Nusantara.

FPI memandang Islam Nusantara sudah cukup baik untuk diikuti, karena perkembangan Islam di Indonesia melalui pendekatan yang humanis dengan memasukan unsur Islam ke dalam budaya tanpa adanya kekerasan di dalamnya.

Dibantu dengan keterbukaan dari masyarakat Indonesia dan juga Islam. Namun, ada beberapa bagian yang harus diubah dan diperbaiki dari Islam Nusantara.

Seperti halnya dalam pemakaian hijab, yang dimana pada masa awal Islam masuk ke Indonesia hijab hanya sebagai sarana untuk penghias di kepala. Namun seiring dengan perkembangan pemikiran dan perkembangan zaman, di masa sekarang ini pemakaian hijab disempurnakan dengan menutup bagian yang menurut ulama sebagai aurat. Walaupun dalam batasan-batasan aurat masih menuai perdebatan di kalangan ulama.

Hal semacam itu dapat terjadi, karena perubahan zaman yang diikuti dengan berkembangnya pemikiran muslim di Indonesia. Degan begitu FPI berupaya mengikuti segala bentuk budaya sepanjang budaya itu tidak berbenturan dengan ajaran Islam. Namun di balik, itu FPI dengan tegas menolak budaya apabila budaya tersebut dipandang mereka sudah keluar atau bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini dilakukan karena FPI menyadari bahwa mereka memikul beban kesejarahan yaitu selalu berusaha menjaga kemurnian ajaran Islam.

99

B. SARAN

Saran dari penulis berkaitan tentang penulisan skripsi dengan Islam Nusantara maupun Front Pembela Islam (FPI). Perlu adanya penelitian lebih jauh mengenai

Islam Nusantara dan FPI. Karena dalam penyebaran Islam di Indonesia masih banyak menuai pro-kontra, terutama pada teori masuknya Islam ke Indonesia, itu disebabkan karena kurangnya literatur naskah pada masa itu. Selain itu masih adanya kontroversi bebaurnya antara Islam dengan budaya setempat yang menjadikan stigma Islam

Nusantara menjadi negatif di mata masyarakat Indonesia.

Kemudian, Front Pembela Islam (FPI) yang dinilai keras dan radikal, menjadi perhatian khusus baik dimata masyarakat maupun pemerintah dalam sikapnya. Ini berpengaruh pada citra Islam baik di Indonesia maupun Internasional. Dengan begitu

FPI perlu belajar dalam menahan diri agar tidak dipandang keras dan radikal mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Baso, Ahmad. NU Studies Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal, (Jakarta,Erlangga. PT Gelora Aksara Pratama). Effendi, Bahtiar Islam dan Negara, Tranformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta, Yayasan Wakaf Paramadina, 2009). Guntur Romli, Muhammad, Islam Kita Islam Nusantara, Lima Nilai dasar Islam Nusantara (Ciputat, Ciputat School, 2016). Hossein Nasr, Sayyed, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern (Bandung, Penerbit Pustaka, 1994). Hidayat, Komarudin Agama Punya Seribu Nyawa (Jagakarsa, Noura Books,2012). Hidayatullah, Syarif Islam “Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014) Iqbal Hasan, M, Metode Penelitian (Bogor, Galia Indonesia 2002). Jones, Tod Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015) hlm.291 Karim, Abdul Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Yogyakarta, Sumbangsih Press 2005). Lembaga Penelitian, Tim UIN Jakarta, Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta 2009). Khalik Ridwan, Nur, Gerakan Kultural Islam Nusantara,( Yogyakarta. JNM, 2015). Mansur Suryanegara, Ahmad, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. (Bandung, Mizan 1995). Munawar Rachman, Budhy, Argumen Islam Untuk Sekulerisme (Jakarta, Grasindo, 2010).

Muthahhari, Murtadha, Membumikan Kitab Suci, Manusia dan Agama (Bandung, Mizan, 2007). Noer, Deliar Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakrta, LP3ES 1982). Ridwan Lubis, M, Agama dan Perdamaian Tujuan dan Realitas Kehidupan Beragama di Indonesia (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama 2017). ------, Buku Ajar Merawat Kerukunan Pengalaman Indonesia, (Ciputat, UIN Jakarta Press 2018). ------, Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama Dalam Interaksi Sosial, (Jakarta, Prenadamedia Grup 2015). ------, Sukarno & Modernis Islam (Jakarta, Komunita Bambu, 2010) cet.1, Rizieq Shihab, Muhammad, Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta, Pustaka Ibnu Sidah 2013). Sanapiah, Faisal, Format-Format Penelitian Sosial: dasar-dasar dan aplikasi (Jakarta PT Grafindo Persada). Setyosari, Punaji Metode Peelitian Pendidikan dan Pengembangan (Jakarta, Kencana 2014). Syam, Nur Tantangan Multikulturalisme Indonesia: dari radikalisme menuju kebangsaan, (Surabaya, Kanisius 2013). Zainul Bahri, Media Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta, 2015). Zaki Mubarak, A, Islam Faktual Ajaran, Pemikiran,Pendidikan, Politik dan Terorisme, (Depok, Ganding Pustaka, 2019). Zastrouw, Al, Gerakan Islam Simbolik:Politik Kepentingan FPI (Yogyakarta LKiS Printing Cemerlang 2013).

B. JURNAL

Abdurrohman, Asep, Eksistensi Islam Moerat Dalam Perspektif Islam, (Tangerang, Rausyan Fikr 2018), Vol.4, No.1. Ali Dzawafi, Agus, Pemahaman Tekstual dan Implikasi Terhadap Gerakan Dakwah Front Pembela Islam (FPI), (Banten,Jurnal Adzikra 2012) Vol.3, No.1. Ahadrak, TM Pandangan dan Aktifitas Politik Tokoh FPI Dalam Mewujudkan NKRI Bersyariah di Kota Medan (Pasca Sarjana UIN SUMUT 2017) Al-Lubb Vol. 2 No.2. Anwar, Saeful, Pemikiran dan Gerakan Amr Ma’ruf Nahy Munkar Front Pembela Islam (FPI) di Indonesia 1989-2012 ( UIN Sunan Ampel, Surabaya: 2014) Jurnal Taswuf dan Pemikiran Islam, Vol.4, No.

Basyir, Kunawi, Perjumpaan Agama dan Budaya: Melacak Konsep dan Ideologi Gerakan Keagamaan di Indonesia (UIN Sunan Ampel, Surabaya: 2017) Vol.11, No.2. Hakim Wahid, Abdul Model Pemahaman Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Al Qur’an. Refleksi:2018. Vol.17, No.1. Husni, Muhammad Kondisi Umat Islam Masa Pendudukan Jepan,( Makasar, jurnal Rihlah 2015 )Vol.3 No.1. Irawan Jauhari, Moh, Resistensi Pesantren Pada Masa Penjajahan Belanda, (Ngawi, Kutab 2017) Vol.1, Nomor.2. Ismanto, Manggala, Penguatan Identitas lokal dan Penolakan Vigilantisme Atas Nama Agama (Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Universitas Brawijaya, 2017) Vol.30, No.3. .Masduki, Moh Islam And Cultural Plurality Of Indonesia, (Ponorogo, Toleransi, Media Komunikasi Umat Beragama) Vol.2 No.2. Qomar, Mujamil Ragam Identitas Islam Di Indonesia dari Perspektif Kawasan.( IAIN Tulungagung episteme 2015), vol.10, no.2.

Qomar, Mujamil, Islam Nusantara Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman, dan Pengalaman Islam, (Tulungagung,, el Harakah, 2015) vol.17, No.21. Sukayat, Tata , Radikalisme Islam atas nama Dakwah Hisbah Front Pembela Islam, (UIN Suan Gunung Jati, Bandung: 2018) Academic Journal For Homiletic Studies, Vol.12, No.1. Sunarto, Peran Pondok Pesantren Dalam Pengembangan Kultur Islam Nusantara, (Lampung,Al-Tazkiyyah 2015) Jurnal Pendidikan Islam, Vol.6. Syaefudin, Machfud, Reinterpretasi Gerakan Dakwah Front Pembela Islam, Jurnal Ilmu Dakwah (Pekalongan, Sekolah Tinggi Agama Islam 2014) vol.34 No.2. Syaoki, Muhammad Gerakan Islam Transnasional dan Perubahan Peta Dakwah di Imdonesia, (UIN Mataram, Komunike 2017) Vol.IX No.2. Wahyu Muqoyyidin, Andik, Dialektika Islam Dan Budaya Lokal Jawa (Jurnal Kebudayaan Islam, Universitas Pesantren Tinggi Darul’Ulum, Jombang, 2013) Vo.11, No.1. Wahyu Muqoyyidin, Andik Dialektika Islam dan Budaya Lokal Jawa (Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum, Jombang: 2013) Vol.11, No.1.

C. ARTIKEL https://www.nu.or.id/post/read/93478/islam-nusantara-menurut-azyumardi- azra-profesor-kelahiran-sumbar NU Online. Islam Nusantara menurut Azryumardi Azra, Profesor Kelahiran Sumba. 27 Juli 2018. https://www.nu.or.id/post/read/93570/salah-kaprah-memahami-islam- nusantara NU Online, Salah Kaprah Mmeahami Islam Nusantara, 2018. http://www.suaramuhammadiyah.id/2018/02/16/muhammadiyah-dan- kehadiran-islam-berkemajuan-di-indonesia/ Haeder Nashir, Muhammadiyah dan Kehadiran Islam Berkemajuan di Indonesia, Suara Muhammadiyah, 2018.

http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/perjuangkan-ini-bukan-nii.html, Muhammad Rizieq Shihab, Perjuangan INI bukan NII Mozaik Harokah : 2013. http://www.mozaikharokahfpi.com/2013/12/habib-rizieq-syihab-liberal- ngibul-yakin.html Muhamad Rizieq Shihab, Liberal Ngibul Yakin, Mozaik Haroka FPI:2013. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170815154404-20-234919/seruan- khilafah-rizieq-shihab-di-jantung-fpi, Prima Gumilang Seruan Khilafah Rizieq Shihab di Jantung FPI, 2017. https://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/16/12/04/ohmzxu257-aksi- damai-212-yang-luar-biasa-dahsyat Arif Supriyono (Wartawan Republika) Aksi Damai 212 yang Luar Biasa Dahsyat (4 Desember 2016). https://islami.co/jejak-fpi-yang-gemar-sweeping-dan-diskriminatif-terhadap- yang-dianggap-berbeda/ Vinanda Vebriani, Jejak kasus FPI yang gemar sweeping dan diskriminatif terhad yang beda 2019. https://kabar24.bisnis.com/read/20190509/15/920782/fpi-perlu-perbaiki- kesan-sangar- Aziz Rahardian FPI Perlu Perbaiki Kesan Sangar 2019. https://www.tribunnews.com/nasional/2019/11/29/posisikan-fpi-sebagai- aktor-politik-ismail-hasani-nilai-fpi-mainkan-politik-agama Posisikan FPI sebagai aktor politik Ismail Hasani NIlai FPI memainkan politik agama, Tribunnews.com 29 November 2019.

LAMPIRAN

Pedoman Wawancara

A. Islam Nusantara 1. kapan Islam masuk ke Indonesia ?

2. Apakah yang menjadi persoalan untuk memastikan waktu bahwa Islam masuk

ke Indonesia?

3. Dengan cara apa Islam masuk ke Indonesia?

4. mengapa di sebut sebagai Islam Nusantara?

5. Bagaimana sikap para mubaligh dalam menyebarkan Islam di Indonesia,

sementara di Indonesia sendiri sudah ada budaya dan agama?

6. Apa yang menjadi pembeda antara Islam Nusantara dengan Islam di wilayah

lain?

7. Apa yang menjadi kelemahan Islam Nusantara?

8. Strategi Apa yang mampu membuat Islam Nusantara bias di terima dan

berkembang hingga saat ini?

9. : Apa yang di maksud denan gerakan Islam Nusantara?

10. Bagaimana respon masyarakat terhadap Islam Nusantara?

11. Apa yang menjadi masalah dalam perkembangan Islam Nusntara?

12. Apa kelebihan Isam Nusantara?

13. Apa kelemahan Isam Nusantara?

14. Apa yang harus dilakukan muslim Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI?

15. Bagaimana perkembangan Islam Nusantara?

B. Pandangan dan Sikap Front Pembela Islam

1. Bagaimana Islam menurut FPI?

2. Bagaimana pandangan FPI tentang akulturasi Islam dengan budaya?

3. Bagaimana pandangan FPI tentang Islam Nusantara ?

4. Bagaimana sikap FPI terhadap Islam Nusantara?

SURAT PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Hj. Faiqoh Mansyur M. Hum Agama : Islam Profesi : Peneliti Litbang dan Diklat Kemenag RI, Nahdiyin

Dengan ini menyatakan bahwa : Nama : Riza Adi Putra NIM : 11150321000020 Jurusan : Studi Agama-Agama Fakultas : Ushuluddin Status : Mahasiswa Nama di atas benar-benar telah wawancara dalam rangka menyelasikan skripsi yang berjudul “PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM

(FPI)TERHADAP ISLAM NUSANTARA”. Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenar-benarnya agar kiranya yang berkepentingan dapa mengetahuinya.

Jakarta Selatan,

( )

SURAT PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Abdul Jamil Wahab M.Si Agama : Islam Profesi : Peneliti Litbang dan Diklat Kemenag RI

Dengan ini menyatakan bahwa : Nama : Riza Adi Putra NIM : 11150321000020 Jurusan : Studi Agama-Agama Fakultas : Ushuluddin Status : Mahasiswa Nama di atas benar-benar telah wawancara dalam rangka menyelasikan skripsi yang berjudul “PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM

(FPI)TERHADAP ISLAM NUSANTARA”. Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenar-benarnya agar kiranya yang berkepentingan dapa mengetahuinya.

Jakarta Selatan,

( )

SURAT PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dr. Muchlis PaEni M.Pd Agama : Islam Profesi : Sejarahwan, Ketua Lembaga Sensor Film

Dengan ini menyatakan bahwa : Nama : Riza Adi Putra NIM : 11150321000020 Jurusan : Studi Agama-Agama Fakultas : Ushuluddin Status : Mahasiswa Nama di atas benar-benar telah wawancara dalam rangka menyelasikan skripsi yang berjudul “PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM

(FPI)TERHADAP ISLAM NUSANTARA”. Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenar-benarnya agar kiranya yang berkepentingan dapa mengetahuinya.

Jakarta Selatan,

( )

SURAT PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ustad Irbabul Lubab Agama : Islam Profesi : Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI, Pengajar

Dengan ini menyatakan bahwa : Nama : Riza Adi Putra NIM : 11150321000020 Jurusan : Studi Agama-Agama Fakultas : Ushuluddin Status : Mahasiswa Nama di atas benar-benar telah wawancara dalam rangka menyelasikan skripsi yang berjudul “PANDANGAN FRONT PEMBELA ISLAM

(FPI)TERHADAP ISLAM NUSANTARA”. Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenar-benarnya agar kiranya yang berkepentingan dapa mengetahuinya.

Jakarta Selatan,

( )

Hasil Wawancara

Nama : Dr. Muchlis PaEni M.pd Jenis Kelamin : Laki-laki Status Dalam Skripsi : Sejarahwan Jadwal Wawancara : 6 November 2019

Riza : kapan Islam masuk ke Indonesia?

Dr. Muchlis PaEni : banyak info tentang Islam masuk ke Indonesia. Seperti, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 10. yang di temukannya batu nisan di jawa timur dan aceh, baru baru ini di temukan sebuah kapal yang baru diangkat di daerah

Cirebon. kapal tersebut tenggelam pada tahun 980, dan dildalamnya terdapat emas dan pedang emas dan stempel yang bertuliskan Arab. Ini merupakan sebuah penemuan penting, bahwa ada misi yang berlebel Islam masuk ke Indonesia yang berupa dagangan pada tahun 980 M.

Namun belum bisa di sebutkan secara formal Islam masuk ke Indonesia pada saat itu, akan tetapi ini membuktikan bahwa Islam pada tahun 980 M sudah mulai masuk ke Indonesia. Akan tetapi ini belum bisa di pastikan hingga saat ini, karena sampai saat ini belum ada teori-teori yang mampu membuktikan secara pasti. Ada yang merujuk pada adanya batu nisan yang berada di jawa timur dan aceh yang

menunjuk pada abad ke 10 dan 11, dan yang baru baru ini di perdebatkan ada beberapa sumber yang di jelaskan bahwa sejak masa Khalifah pertama Islam sudah masuk ke Indonesia.

Riza: Apakah yang menjadi persoalan untuk memastikan waktu bahwa Islam masuk ke Indonesia?

Dr. Muchlis PaEni: memang ada persoalan besar kita belom pernah membuka sumber sumber Arab mengenai peranan pedagang Arab yang ada di Nusantara.

Sumber-sumber tersebut ada di timur tengah terutama di Jordan. Hingga saat ini waktu kapannya Islam masuk ke Indonesia msih menuai perdebatan dari para ahli.

Ada yang mengatakan abad 10 bahkan ada yang mengatakan abad ke 11 dan banyak teori yang masuk. Bahkan asal Islam masuk ke Indonesia juga masih ada perdebatatan ada yang berpendapat dari Gujarat, Persia, Cina, bahkan ada yang mengatakan langsung dari Arab.

Riza : Dengan cara apa Islam masuk ke Indonesia?

Dr. Muchlis PaEni : Ada beberapa teori tentang cara Islam masuk ke Indonesia. diantaranya melalui perdagangan dan yang terakhir melalui da’i yang dikirim langsung untuk mendakwahkannya di Indonesia. Hanya setelah di Indonesia penyebaran Islam melalui berbagai macam cara seperti dengan pernikahan dengan masyarakat Nusantara, melaui jalur pendidikan dan lain sebagainya.

Riza: Bagaimana sikap para mubaligh dalam menyebarkan Islam di Indonesia, sementara di Indonesia sendiri sudah ada budaya dan agama?

Dr. Muchlis PaEni: ada banyak cara, Seperti di jawa yang mengadopsi dengan budaya Hindu, Islam masuk dalam seni seperti gamelan atau wayang dan seni-seni yang lain Islam masuk di situ. Di samping itu kerajaan-kerajaan Islam yang ada di

Nusantara itu boleh dikatakan menyebar melalui orang-orang yang berasal dari Arab, atau bahkan raja-raja yang menjadi raja pada kerajaan Islam yang merupakan keturunan dari Arab, hingga dibilang kesultanan, seperti kesultanan Banjar, kesultanan Banten, kesultanan Aceh.

Riza : Mengapa di sebut sebagai Islam Nusantara?

Dr. Muchlis PaEni : Islam itu masuk di dalam kehidupan tradisi budaya Indonesia dan karena itu kita menyebutnya bukan Islam di Indonesia akan tetapi Islam

Indoensia, kita menyebutnya Islam Nusantara bukan Islam di Nusantara, karena itu

Islam Nusantara merupakan Islam yang diadopsi bukan Islam yang di sana (Arab).

Sebenarnya kata Islam Nusantara itu bukan sesuatu yang baru dan sudah lama Islam

Nusantara itu di adopsi oleh Indonesia sejak dulu.

HASIL WAWANCARA

Nama : Hj. Faiqoh Mansyur M. Hum Jenis Kelamin : Perempuan Status dalam Skripsi : Peneliti di Kemenag RI dan Nahdiyin Jadwal wawancara : 10 Desember 2019

Riza : Bagaimana pandangan ibu tentang Islam Nusantara?

Hj. Faiqoh: Berangkat dari Islam rahmatan lilalamin, tidak ada terkotak-kotak dalam Islam, walaupun ada 4 mazahab syafi’i, hambali, hanafi, ada NU,

Muhammadiyah dll. Islam itu seluruhnya, maka dari itu munculnya dari awal Munas alim ulama NU yang di Istiqlal tahun 2015. NU memiliki paradigma theologi tasawuf, yurispondensi Islam, tetapi ketika di tempatkan Islam Nusantara di internal

NU masih menuai perdebatan tidak semua pro akan tetapi ada juga yang kontra, karena berpandangan Islam itu sudah Islam yang mengandung sistem nilai yang sudah dianut, jadi bukan bentuknya tapi substansinya. Islam itu memiliki sistem nilai, syariat, dan ini tidak ada kotak-kotakan.

Peneguhan Islam Nusantara NU yang ke-33 di Jombang menunjukan aspirasi

NU bahwa Islam Nusantara sebagai gerakan karena di sosialisasikan, entah gerakan itu bermanfaat atau tidak, pasti ada target-target manfaat seperti secara kontekstual dia menyesuaikan budaya setempat, bisa di terima masyarakat secara plural.

Penggagas pertama dan utama, sampai sekarang saya tidak tahu, berkali-kali bertemu

dengan pak setelah Muktamar di Jombang, jika datang dari

Nahdiyin, Ulama atau orang-orang yang paham tentang ahi Islam itu sendiri.

Riza : Apa yang menjadi pembeda antara Islam Nusantara dengan Islam di wilayah lain?

Hj. Faiqoh: Jika di lihat dari Islam setiap ayat Al Qur’an yang di turunkan kepada nabi Muhammad itu ada asbabun nuzul, asbabul wurud, hikmatut tasyri dan ada maqoshid syariah. Itu merupakan filosopi Islam dimaknai sebagai apa, jadi Islam itu rahmatan lilalamin, dengan demikian apa yang terjadi dulu misalnya, dulu di zaman

Nabi tidak ada teknologi. Berarti tidak semua bisa mengikuti jejak Rasulullah itu, tetapi secara substansi nilai-niliai keteladanan baik itu hadist yang bersifat qowliyah dalam tingkah laku. Jadi Al Qur’an dan Sunnah Nabi sesuai dengan Aswaja.

Tetapi jika menyangkut budaya lokal yang di Arab, harus dibawa ke

Indonesia tidak akan bisa konsisten, tetapi ketika kita mengikuti I’tiba Nabi kita harus konsisten. Jadi dalam konteks Arab itu tidak bisa seutuhnya dibawa, jadi sebagai analisis, menganalisis itu harus menempatkan tidak bisa seluruhnya tetapi apa saja yang menjadi makna qowliyah apa saja yang menjadi simbol Nabi pada saat itu, yang bisa diterapkan kita terapkan, jadi kita tidak bisa membawa seluruhnya budaya Arab dan membongkar budaya yang sudah ada disisni.

Riza : Apa yang menjadi kelemahan Islam Nusantara?

Hj. Faiqoh: Di dalam NU ada yang pro dan kontra, maka tugas dari NU di dalam

Islam Nusantara itu harus secara jelas, jika saya, sudah selesai karena saya

menganggap itu sebagai substansi, bukan dalam bentuk tetapi substansi dari isi Islam

Nusantara, jika itu di deskripsikan secara jelas oleh NU, tidak akan ada pro dan kontra lagi. Dan itu bisa di kembangkan, sebaliknya jika tidak ada rumusan yang jelas dari NU sebagai deklarator dari Islam Nusantara yang masih ambigu dan akan menimbulkan syahwat untuk melawan, ini yang menghawatirkan belakangan ini.

Karena belakangan ini lenturnya NU terhadap pemerintah terkadang merembet ke ruang-ruang individu seorang muslim.

Riza: Strategi Apa yang mampu membuat Islam Nusantara bias di terima dan berkembang hingga saat ini?

Hj. Faiqoh : Ruang-ruang yang dibawa NU terhadap fleksibilitas negara itu sah-sah saja, tetapi tentu memiliki batasan Aswaja yang sudah tidak sampai di situ, lalu dia harus kembali ke khitohnya yaitu aswaja. Jadi, saya tidak menganggap apa saja intervensi negara terhadap NU maka itu bisa di terima secara longgar dan harus di kembalikan pada prinsip-prinsip Aswaja, itu menurut saya sebagai warga nahdiyin, maka mengikut juga perkembangan Islam Nusantara di NU masih ada yang pro dan kontra, apalagi di luar NU.

Hasyim Muzadi lebih kepada konteks, ada banyak pendapat dari pak Hasyim seperti di acara kholaqoh ulama asean di Surabaya. Islam nusantara itu harus di dalami sebagai ilmu keislaman karena jika di dalami sebagai ilmu keislaman maka

dia harus, berada pada persoalan kajian theologi, kajian tasawuf, kajian yurispondensi dan kajian kajian yang lainnya

Riza : Apa yang di maksud denan gerakan Islam Nusantara?

Hj. Faiqoh: Gerakan Islam Nusantara itu Islam yang berbaju budaya Indonesia,

Islam yang pluralistik, menghormati, jika nanti muncul istilah lagi jangan sampai memecah belah bangsa. Di NU itu ada Qunun Asasi, jangan sampai Islam Nusantara bertentangan dengan Islam, Islam dalam budaya Indonesia, Islam yang dalam plural di Indonesia itu pluralistik berarti kita terima secara utuh. Segala sesuatu yang bertentangan dengan Qonun Asasi dan Islam aswaja secara I’tiqodiah maka itu menjadi bahan pertimbangan di NU dalam mencari makna di balik Islam Nusantar.

Akulturasi budaya merupakan penyaringan, mana yang bisa berjalanakan dijalan dan yang tidak bisa tidak harus dipaksakan. Bukan berarti dia yang menaati

Islam itu radikal, seperti orang yang memakai celana cingkrang tetapi moderat.

Selama dia tidak melakukan kekearasan dan tidak mengganggu, jadi mencari makna

Islam Nusantara adalah bagaimana upaya membijakkan masyarakat Indonesia agar menjadi masyarakat yang religius, sehingga menjadikan bijak umat dan bangsa yang bereligius.

HASIL WAWANCARA

Nama : Abdul Jamil Wahab, M.Si Jenis Kelamin : Pria Status dalam skripsi : Peneliti Litbang Kementrian Agama Jadwal wawancara : 18 November 2019

Riza: Apa yang dimaksud dengan gerakan Islam Nusantara?

Jamil Wahab: Jika dilihat dari sejarah Islam itu tidak monolitik. Islam berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran bangsa lain. Misalnya, ketika Islam masuk ke Persia akan bersentuhan dengan budaya Persia, ketika masuk ke Eropa maka akan beresntuhan dengan budaya-budaya Eropa. Jadi, bagaimanapun lokalitas suatu daerah sangat berpengaruh pada saat Islam datang. Sebenarnya Islam turun di Arab berinteraksi dengan budaya Arab, dan sama ketika Islam datang ke Indonesia, Islam akan berinteraksi dengan budaya Indonesia.

Ketika sebelum kedatangan Islam, Indonesia sudah memiliki budaya, terutama pada masyarakat mempunyai agama yang mereka anut dari leluhur, seperti di Sunda ada Sunda Wiwitan, di Jawa ada Kejawen, di Bromo ada Tengger. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia sudah berbudaya dan tradisi dari nenek moyang, maka berinteraksi dengan budaya lokal. Disitulah ke-khasan yang di miliki Indonesia, hal ini merupakan sejarah yang tidak pendek sejak kedatangan Islam ke Nusantara lalu apa yang kita sering sebut dengan Islam Nusantara.

Riza: apa yang menjadi pembeda antara Islam Nusantara dengan Islam yang lain?

Jamil Wahab: Islam Nusantara sudah bertemu dengan budaya lokal yang memilik konstektualisasi dan juga aktualisasi. Misalkan yang pernah di keluhkan oleh masyarakat Islam di Jerman. Orang-orang Islam di Jrman masih menganggap dirinya adalah entitas Islam dari Timur Tengah, kebanyakan dari Turki, mereka menganggap dirinya adalah komunitas Islam tersendiri, dan yang di keluhkan dari masyarakat

Islam di Jerman tersebut, mengapa mereka tidak menjadi masyarakat Eropa yang beragama Islam, tapi seakan-akan masyarakat Islam yang ada di Eropa. Mereka juga menyesalkan ceramahnya itu masih membicarakan tentang syariat Islam, formaslisasi syariat Islam bahkan bentuk negara Islam yang dimana padahal mereka berada di

Eropa.

Diskusinya juga tentang daulah Islamiyah, penegakkan syariat Islam hal ini menjadikan Islam yang tdak terbuka, sehingga sering kita bilang Islamophobia yakni sebuah penolakan terhadap masyarakat Islam yang ada di Eropa, Hal itu muncul karena ada beberapa masyarakat Islam yang memelihara kebudayaan mereka dari

Timur Tengah dan tidak adanya akulturasi. Harusnya merekea bisa menerima konsep bernegara yang ada di Eropa, hukum positif yang ada di Eropa yang sebenarnya mereka dengan kebebasan beragama disana bisa menjalankan ajaran agamanya yang bebas dan terbuka.

Riza : Bagaimana respon masyarakat terhadap Islam Nusantara?

Jamil Wahab : Responnya dapat dikatakan ada yang positif dan negatif, positif itu mereka yang bisa melihat Islam Nusantara sebagai khas yang ada di Indonesia. khas

Indonesia itu seperti yang banyak mempelopori Islam Nusantara seperti NU. Saya pernah mendengar perkataan dari Ma’aruf amin, sebenarnya Islam Nusantara itu

Islam yang nerima Pancasila, jadi dia tidak beda dalam ibadah, tidak beda dalam hal keyakinan, dan tidak beda dengan sumber-sumber rujukan, akan tetapi bedanya adalah dalam bernegara menerima asas Pancasila

Penerimaan terhadap asas yang secara formal negara atau secara formal terhadap hukum hanya ada di Indonesia. Dalam sejarah menerima ketuhanan dalam sila pertama, artinya juga Indonesia itu menolak theokrasi dan juga menolak sekuler.Jadi negara Pancasila adalah khas dari Indonesia dan ciri dari Islam

Nusantara.

Secara isu, ada dua yaitu isu yang sebenarnya dan isu yang beredar di masyarkat sehingga mengalami deviasi, sebagian masyarakat menganggap Islam

Nusantara itu Islam yang nerima klenik, Islam yang dianggap menerima budaya- budaya yang dianggap merusak, terutama pada syariat Islam.

Jadi yang sering di sederhanakan dari pemikiran Gus Dur tentang pribumisasi

Islam itu bahwa dalam Islam, ada hal-hal yang tidak dapat berubah, tapi ada hal-hal yang bisa berubah, hal-hal yang tidak berubah harus di pertahankan, tapi hal-hal yang bisa berubah Gus Dur menyebutnya seperti casing handphone, casing itu kan bisa

berubah, seperti di dalam Islam itu menutup aurat esensinya dan bentuknya bisa batik, lengan panjang, sarung, celana pangsi, jubbah dan lain sebagainya. Jadi jika merujuk pada pemikiran gus dur tidak ada sinkretisme, yang ada adalah bahwa kita mencoba mengadopsi budaya budaya yag ada di nNusntara ini untuk dijaga, rawat dan pertahankan

Namun bersamaan juga mengadopsi dan mengamalkan nilai-nilai agama tanpa harus di benturkan. Tapi kita menjadi muslim atau orang Islam yang Indonesia, atau orang Indonesia yang Islam. Jadi jika melihat dari pemikiran Ma’aruf dan Gus

Dur, tidak menolak Islam Nusantara, dengan begitu agama dan budaya menjadi sejalan.

Riza: Apa yang menjadi masalah dalam perkembangan Islam Nusntara?

Jamil Wahab: Kadang konflik itu sebenarnya ada perebutan sumber daya, baik ekonomi maupun kekuasaan. Kita kenal misalnya konflik pertama terbesar dalam sejarah Islam itu konflik setelah Sayidina Ali memimpin Khalifah ke empat, Islam terpecah menjadi banyak, terpecah karena di warnai oleh perebutan kekuasaan.

Litbang juga meneliti di bidang keagamaan, melihat terjadinya konflik di sebabkan oleh perebutan sumber daya ekonomi maupun politik. Seperti konflik

Ambon, Poso itu konflik antara agama Islam dan Kristen, jelas sekali ada unsur perebutan politik terutama perebutan sumber daya. Ketika sekarang ini ada kelompok

yang pro-kontra terhadap Islam Nusantara, sebenarnya seting sosialnya adalah kontestasi politik di Indonesia baik itu Pemilukada maupun Pemilihan Presiden.

Seting sosial tidak bisa di pungkiri, ketika melihat kasus maka harus melihat konteksnya, konteks Islam Nusantara itu ketika menjadi polemik memasuki kontestasi pilkada dan pemilhan Presiden. Karena sebelumnya tidak ada masalah isu

Islam Nusantara muncul, akan tetapi ketika mendekati Pilkada dan Pilpres baru menjadi persoalan, artinya masyarakat ingin membatasi kelompok-kelompok tertentu untuk masuk dan menguasai kontestasi Pilkada dan Pilpres, gesekan ada karena kontestasi politik, ini membahayakan atau tidak, tergantung sikap pada tokoh agama, karena terbukti misalnya, situasi politik pada saat ini aman setelah tokoh agama mengakomodir yang sebenarnya itu membuktikan menghangat bahwa ada semacam moment politik

Ketika moment politik, sebagian masyarakat tidak dapat berfikir jernih, sebenarnya polarisasi itu menjadi lebih cair dan seharusnya kita bangga bahwa

Indonesia memiliki ke-khasan, bahwa pemikiran keagamaannya berbeda dengan pemikiran keagamaan dengan agama-agama lain, sebenarnya jika melihat Suriah,

Afganistan dan Irak, mereka lelah juga, kenapa sesama muslim tidak henti-hentinya saling serang dan saling bom, mungkin itu elitnya tapi mungkin masyarakanya bosan mereka ingin merasakan hidup aman, karena perseteruan politik para elitnya maka tidak bisa hidup dengan aman dan damai.

Riza: Apa kelebihan Isam Nusantara?

Jamil Wabah: Islam memiliki unsur nilai-nilai yang tidak bisa berubah dan memiliki nilai-nilai Islam yang berubah. Keunggulan dari Islam Nusantara adalah bisa melakukan penyesuaian terkait dengan lokalitas maupun dengan tuntutan zaman, seperti yang kita ketahui zaman bisa berubah, jika misalkan kita fanatik kepada bagaimana cara berhaji, dulu Rasulullah berhaji dengan unta, jika kita befikir fanatik maka kita dengan berhaji menggunakan unta.

Akan tetapi sebenarnya Islam agama yang selalu mengikuti zaman, Islam agama yang menyesuaikan perkembangan kehidupan manusia, maka ketika di temukan teknologi, sebenarnya perubahan itu harus di ikuti oleh kaum muslimin, jangan karena fanatik apa yang tertulis dalam nash kita menolak tekhnologi dan menolak ilmu pengetahuan misalnya konsep bernegara memang dimasa lalu cocoknya pemerintahan Khilafah, tapi Khilafah ketika terbukti dalam sejarah Islam memiliki banyak perkembangan tidak ada sesuatu yang berubah seperti di ke-ke-

Khilafahan Spanyol dan ada ke-Khilafahan di Baqhdhat, itu menunjukan kepemimpinan itu tidak lagi tunggal, bisa dua, kalo bisa dua bisa empat, dan seterusnya, artinya kepemimpinan itu tidak harus tunggal jadi global state itu bisa saja terdiri dari negara negara bangsa yang penting asas dalam Islam itu seperti syuro, demokrasi, keadilan. Hal semacam prinsip-prinsip Islam itu lebih ke dalam hal yang substansi.

Jika dilihat Islam Nusantara itu yang bersifat fleksibel dan yang kedua menerima lokalitas, seperti budaya Indoesia sangat kaya nilai-nilai seperti toleransi, yang di mana agama-agama nenek moyang menerima agama Buddha dan Hindu, menunjukan orang Indonesia sejak dulu sangat toleran dan terbuka, jika seandainya dari dulu tertutup Hindu pasti tidak akan diterima, Buddha pasti diperangi dan Islam diusir, ini budaya indonesia.

Budaya gotong royong dimana-mana, hampir seluruh masyarakat Indonesia menuju pada gotong royong seperti membangun rumah, berkebun, bertani dan lain sebagainya. Ada keluarga besar, konsep keluarga besar itu menjadikan masyarakat yang di dalamnya ada klan-klan, ada unsur keluarga di sana dan unsur nenek moyang yang mereka hormati. Hali ini merupakan budaya Indonesia, jika itu dikawinkan dengan agama Islam justru akan memperkuat dan menjadi toleran, yang ramah, saling mengasihi dan terbuka. Jadi kehebatan Islam Nusantara terbuka untuk kemajuan zaman dan dia akan menerima nilai-nilai budaya yang koheren, yang sejalan dengan nilai budaya, saling membangun sehingga agama dan nilai budaya tidak berbenturan dan saling menguatkan jadi kebaikan itu tidak hanya datang dari agama tapi budaya yang diwarisi oleh nenek moyang dan yang keduanya harus saling menguatkan

Riza: Apa kelemahan Islam Nusantara?

Jamil Wahab: Harus ada buku putih, ada kelompok tertentu yang tidak menghendaki

Islam Nusantara, sehingga selalu mendistorsi Islam Nusantara, dan perlu adanya

penjelasan sebagai panduan, walaupun ada orang yang percaya atau tidak percaya., harus ada batasan yang jelas seperti pernyataan kiyai Ma’aruf seperti Islam Nusantara tidak masuk batasan fikih, , ibadah, dia adalah wilayah siayah dalam wilayah politik, ekonomi dan sosial dalam artian secara formal menerima dasar Pancasila.

Banyak orang yang mengaitkannya soal aqidah, ibadah sehingga yang dikhawatirkannya ada senkritisme, jika sudah sinkretisme maka semakin kuat penolakannya, jika di medsos tanggapan dan memenya sering mengarah ke aqidah, ibadah yang sebenarnya itu tidak menjadi konsen dan inti dari Islam Nusantara, karena itu yang harus dilakukan. Pertama, harus ada buku putih dari Islam Nusantara dan yang kedua harus ada penjelasan dari Islam Nusantara, sehingga tidak menjadi isu-isu masyarakat menjadi distorsi dalam memahami Islam Nusantara.

sebenarnya hal ini sudah dilakukan, tinggal seberapa kuat dan seperti apa. Jika saya seperti menyampaikan diklat atau seminar, saya menyampaikan Islam Nusantara itu seperti apa yang disampaikan kiyai Ma’aruf dan tidak ada yang protes. jika kebawah permasalahannya lebih rinci lagi. Jika kita disitu sedang menduakan tuhan jelas kita bertentangan dengan agama, misalnya jika kita menghormati bendera apakah berarti kita sedang menyembah bendera dan menduakan tuhan, jelas tidak karena menghormati itu beda dengan menduakan tuhan. Jika ingin rinci lagi kita harus punya jawaban bahwa menghormati itu berbeda dengan menduakan,

Jika ada budaya budaya masyarakat yang sifatnya penghormatan, jangan menganggap mereka melakukan kemusyrikan, karena pengertian musyrik itu

menduakan tuhan, masyarakat kita ini punya semacam upacara terhadap siklus-siklus kehidupan, misalnya pada saat melahirkan masing-masing memiliki upacara.

Masyarakat Sunda beda dengan Jawa, masyarakat Nusa Tenggara beda Sulawesi,

Ketika mencapai umur tertentu, ketika berumah tangga, memiliki rumah, bajak padi dll, tahapan tahapan sepeti itu mereka punya upacara tertentu.

Hal semacam ini merupaka sesuatu penghormatan terhadap tradisi, bukan kemusyrikan sebenarnya tidak harus Islam Nusantara. Sebenarnya agama menerima perbedaan-perbedaan yang secara garis besarnya tidak mengandung kemusyrikan, jika ada kemusyrikan memang tidak bisa di tolelir.

Islam Nusantara dimunculkan ketika ada kelompok-kelompok yang ingin membenturkan Islam dengan negara, kelompok-kelompok yang mempertanyakan kembali asas Pancasila, mempertanyakan kembali bentuk negara, mempertanyakan kembali konstitusi dan kelompok ini punya pengikut, di daerah yang sepi sekalipun kelompok ini ada, jika seandainya kelompok ini berkemabng di daerah, akan membahayakan negara dan menyebabkan disentrigasi bangsa.

Riza: Apa yang harus dilakukan muslim Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI?

Jamil Wahab: Menyikapinya harus ada keberanian kita yang muslim, bahwa menyerukan pandangan Pancasila sudah sesuai dengan Islam. Karena ini Pancasila ada di Indonesia, paham Islam Nusantara muncul akibat dampak atau respon adanya

faham yang ingin mengganti konsensius atau kontrak sosial yang dulu dilakukan oleh para pendiri bangsa.

Ada tokoh-tokoh radikal yang sering keliling, mereka menyebut Pancasila itu thougut dan tidak sesuai dengan syariat Islam, setelah mereka pulang masyarakat memiliki pandangan bahwa Pancasila itu tidak sesuai dengan syariat Islam yang mengganti kedaulatan tuhan, mereka punya keluarga dan anak-anak dikhawatirkan jumlahnya semakin banyak, jika ideoligi seperti ini berkembang khawatir ada disentrigasi padahal sejak berdirinya negara secara konsensus menerima secara formal tetapi kita juga bukan negara yang sekuler.

Jika masuk ke dalam pendidikan walaupun secara formal itu adalah berasaskan nilai-nilai Pancasila, tapi kenyataannya ada nilai-nilai dari luar masuk, yang menurut penelitian Litbang melalui rohis, pendidikan agama dan ekstrakulikuler, kemudian mendiskorsi paham pancasila. Di dalam masyarakat juga ada kelompok-kelompok yang secara intens menggarap kelompok pengajian, generasi muda, jika persentasi riset-riset PPIM dan Saiful Mujani jumlahnya masih di bawah 10%, tatapi itu masih harus di waspadai.

Riza: Bagaimana perkembangan Islam Nusantara?

Jamil Wahab: Polarisasi masih ada karena masyarakat bersifat dinamis, apalagi di era digital. Media digital menjadi perebutan wacana antara kelompok Islam, biasanya kelompok yang minoritas lebih militan karena sedang berjuang untuk eksistensinya.

Sayangnya media aktifitas yang anti Pancasila lebih tinggi, mereka lebih menggunakan meme dan ungkapan-ungkapan yang pendek tapi mengena dengan generasi muda, sementara Kemenag memiliki penyuluhan yang mewarnai media dengan konten-konten yang moderat, sehingga mampu menandingi konten-konten yang radikal dan anti Pancasila. Sebenarnya ada perebutan wacana di media dan realitas, media kita terbelah yang sangat NKRI dan tidak, jadi pro-kontranya disitu.

Media yang banyak memberikan alat propaganda, dulu mereka ke kampus lewat kholaqoh-kholaqoh.

HASIL WAWANCARA

Nama : Ustad Irbabul Lubab Jenis kelamin : Laki-laki Status dalam skripsi : Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI Jadwal wawancara : 7 November 2019

Riza: Bagaimana Islam menurut FPI?

Ustad Irbabul Lubab: Islam menurut FPI seluruh yang merujuk pada Al Qur’an dan Assunnah dan tidak dikotomi oleh negara dan lain sebagainya, artinya benar- benar untuk syamilah kamilah, tidak di batasi negara manapun. Paham Islam yang sesuai dengan rasul dan kembali pada empat sumber yang di sepakati oleh ulama yaitu Al Qur’an, Hadis atau Assunnah, Qiyas dan Ijma.

Walaupun sebagian ada yang meambahkan dari para sahabat dan lain sebagainya, FPI merujuk pada empat yang menjadi rujukan tersebut yang disepakati ulama. Sehingga Islam mampu menjawab dari segala aspek kehidupan yang terkecil hingga yang besar, dari lahir hingga wafat sudah diatur oleh Islam.

Riza: Bagaimana pandangan FPI tentang akulturasi Islam dengan budaya?

Ustad Irbabul Lubab: Imam besar Habib Rizieq pernah mengatakan, “selama budaya dan adat istiadat tidak berbenturan dan bertentangan dengan Al Qur’an,

Assunnah dan pendapat para ulama salaf soleh melalui Qiyas dan Ijma, bisa diterima dan bisa dilaksanakan, selama itu tidak bertentangan dari sumber-sumber tersebut.

Jadi disinilah bentuk rahmatan lilalamin yang dimaksudkan oleh Allah SWT.

Dengan budaya dan peradaban selama itu untuk kemaslahatan umat dan tidak bertentangan dengan Islam, artinya dengan sumber-sumber yang tadi maka bisa di terima”. jadi FPI tidak kaku dan mengikuti perkembangan.

Riza: Bagaimana pandangan FPI tentang Islam Nusantara ?

Ustad Irbabul Lubab: Islam nusantara dalam arti konsep seperti apa yang dikatakan oleh teman-teman di NU, dalam konsep yang sesuai dengan Aswaja tidak menjadi maslah. Artinya tidak bertentangan dengan empat sumber yang tadi. Tapi jika sudah bertentangan, FPI tidak bisa mentoleransi, jadi Islam Nusantara adalah ciri Islam yang ada di Indoneia, namun tetap harus sesuai dengan aturan empat sumber tadi.

Tidak menciptakan syariat baru, namun bagaimana menjadikan tradisi-tradisi yang ada di Indonesia, kita jadikan sebuah tradisi yang bisa kita lestarikan. Sebagai contoh, di Timur Tengah tidak ada tahlilan, di Indonesia tahlilan meliahat hal semacam itu tidak bertentangan, karena itu merupakan majelis zikir, majelis taklim, majelis munasabah, majelis dimana malaikat mengayomi.

Hal ini tidak menjadi maslah karena ini merupakan bagian dari kultur dan budaya, tidak mungkin menemukan tahlilan di Timur Tengah. Tapi jika sudah mulai menyinggung yang sifatnya prinsipil seperti contoh, sebaiknya kain kafan diganti dengan kain batik, jika seperti itu maka FPI dengan tegas tidak terima.

Secara konsep bagus, namun di dalam prakteknya terjadi penyimpangan, seperti permasalahan yang sering digulirkan merupakan hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah dimata masyarakat. Seperti mencoba mengganti

“asslamaualaikum” menjadi selamat pagi, siang, malam. Hal ini tidak bisa karena itu merupakan kalimat baku, tidak mungkin ketika shalat subuh diganti dengan selamat pagi, karena jika dari allah assalamualaikum ya assalamualaikum, tidak diganti dengan selamat pagi.

Jadi assalamualaikum yang berasal dari Allah SWT yang harus kita terima apa adanya, tidak perlu diganti dengan yang lainnya, karena jika itu diganti akan sangat membahayakan maka apabila di praktekan dengan beberapa ibadah yang ada kaitannya dengan assalamualaikum. Seperti shalat yang ditutup dengan assalamualaikum tidak mungkin kita tutup dengan selamat pagi, shalat zuhur dengan selamat siang, shalat ashar selamat sore, isya selamat malam, ketika shalat tahajud selamat apa?

Artinya teman-teman NU yang membuat konsep Islam Nusantara memang secara konsep itu sudah bagus, namun dalam prakteknya terdapat beberapa

penyimpangan tentang Islam Nusantara. Seperti berupa kain kafan, assalamualaikum dan berbagai permasalahan yang kita temukan dalam Islam Nusantara tersebut.

Riza : Bagaimana sikap FPI terhadap Islam Nusantara?

Ustad Irbabul lubab: Selama itu tidak bertentang dengan Al Qur’an, Ssunah Qiyas dan Ijma dari para ulama yang mukatabar, ulama-ulama yang secara keilmuan diakui, maka seamua itu pula FPI akan mengikuti pendapat para ulama.

Konsep Islam Nusantara yang digaungkan oleh NU, FPI tidak pernah ikut jadi

FPI bagaimana FPI mengamalkan Aswaja dengan fiqih Syafi’I dan tiga mazhab yang lainnya dan akidahnya Asya’Ari, ushulfiqhnya ihya ulumuddin. Tradisi-tradisi ulama yang terdahulu sudah cukup bagus dan patut untuk dipertahankan, tidak perlu diubah- ubah dengan apa yang dicetuskan oleh ulama-ulama terdahulu yang dimana mereka sudah sangat paham dengan medan dakwah yang ada di nusantara ini.

Jadi kita tidak mau menyalahi apa yang sudah di gariskan oleh ulama-ulama yang terdahulu, namun ada beberapa yang diubah seperti pemakaian jilbab, dulu para ulama hanya berpendapat pemakaian jilbab hanya di tutup saja, namun sekarang ini di sempurnakan, karena pada saat itu dapat di katakan medan dakwahnya berbeda dengan pada saat ini.

Dalam praktek penyebaran Isalm Nusantara di sampaikan, artinya FPI tidak banyak bicara, seperti contoh dengan adanya pemakaian kopiah dan mamakai sarung kami tidak menolaknya, karena itu merupakan bagian dari tradisi Indonesia yang

tidak ada di Timur Tengah. FPI tidak melarang kepada anggotanya untuk memakai sarung dan kopiah atau shalat menggunakan celana, FPI tidak mengahalang-halangi hal semacam itu, yang diaman celana berasal dari barat tapi selama itu tidak bertentangan dengan syariat Islam dan selam itu menutup aurat FPI tidak melarang.

Dengan begitu FPI lebih menseleksi mana yang sesuai dengan kaidah-kaidah fiqih yang ada dan dengan berbagai permasalahan. Karena mencegah perbuatan mufsadah dibanding mengambil sebuah manfaat, yang harus dikedepankan selama kebudayaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat allah FPI tetap mengikutiya.

Dalam arti praktek banyak yang berbeda, artinya banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dari konsep Islam Nusantara dengan ajaran Islam, tapi

FPI ingin menjadikan indonesia bersyariah, bersyariah disini adalah bagamiana setiap warga negara bisa menjalankan ibadahnya, sesai dengan agama dan kepercayaannya masing masing termasuk umat Islam.

Wawancara dengan Ustad Irbabul Lubab (Sekertaris Umum Majelis Syuro DPP FPI)

Wawancara dengan Abdul Jamil Wahab M.Si (Peneliti Litbang Kemenag)

Wawancara dengan Dr. Muchlis PaEni M.Pd (Sejarahwan)

Wawancara dengan Hj. Faiqoh Mansyur M.Hum (Nahdiyin dan Peneliti Kemenag)