<<

SEBAGAI PENYATU JEPANG (日本の組合としての織田信長) "NIHON NO KUMKIAI TO SHITE NO ODA NOBUNAGA" KERTAS KARYA

Dikerjakan : O

L

E

H

Furqan

NIM : 152203026

PROGRAM STUDI D III BAHASA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul “ODA NOBUNAGA

SEBAGAI PENYATU JEPANG” .

Dalam hal ini penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam Kertas Karya ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi dan pembahasan masalah. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam Kertas Karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono.M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara.

2. Ibu Diah Syafitri Handayani SS.,MA.,Ph.D. selaku Ketua Program Study Bahasa Jepang

D3 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mhd Pujiono, M.Hum, Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini.

4. Bapak/Ibu selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan, kritik, dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian kertas karya ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Seluruh staf pengajar pada program studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.

6. Dari semuanya yang teristimewa bagi saya untuk mama dan ayah saya tersayang yang telah berjuang sendirian untuk pendidikan saya, yang telah memberikan doa,dukungan, serta kasih sayang yang begitu besar kepada saya.

Terimakasih juga buat Saudara saya serta keluarga saya Muhammad Maaz, Haris, Tami dan yang lain nya yang telah mendukung saya.

7. Dan untuk sahabat seperjuangan saya Trimakasih juga untuk Fander Kabuki, Efrahim

Sinaga, Aprinal Lubis, Yajid, Nanda Novita, Ray Siddiq, Nidia Fahrani, Gita Putri Daulay,

Serta untuk semua Hinode 15 yang selalu kasih semangat kepada saya untuk menyelesaikan kertas karya ini.

8. Terima kasih juga untuk senior-senior saya, terkhususnya angkatan 13 dan 14 Hinode yang sudah menjadi Alumni maupun belum, dikarenakan abang-abang/kakak-kakak saya yang selama ini memberikan saya motivasi kritik serta saran yang menjadikan saya menjadi

Mahasiswa yang lebih dewasa seperti sekarang ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini, sehingga kritik dan saran diharapkan oleh penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Kertas Karya ini dapat berguna bagi kita semuanya dikemudian hari.

Medan, 27 Juni 2018

Penulis,

FURQAN

NIM : 122203026

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI...... ii

BAB I PENDAHULUAN

• Alasan Pemilihan Judul ...... 1

• Tujuan Penulisan ...... 4

• Batasan Masalah...... 4

• Metode Penulisan ...... 5

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ODA NOBUNAGA

2.1 Riwayat Hidup Oda Nobunaga ...... 6

2.2 Wafatnya Sang Ayah Dan Perebutan Kekuasaan ...... 7

2.3 Menyingkirkan Pesaing demi Menguasai Klan Oda ...... 8

BAB III ODA NOBUNAGA SEBAGAI PENYATU JEPANG

3.1 Langkah-langkah yang Dilakukan Oda Nobunaga dalam Menyatukan Jepang………………………………………………………………………...10

3.1.1 Penaklukan Mino………………………………………………………12

3.1.2 Bertugas di ………………………………………………………13

3.1.3 Koalisi Anti-Nobunaga…………………………………………………15

3.1.4 Penghancuran kelompok Ikkō………………………………………….21

3.1.5 Pertempuran Nagashino………………………………………………...21

3.1.6 Pembangunan Istana Azuchi……………………………………………23

3.2 Peran Panglima Dalam Penyatuan Jepang Dalam Kekuasaan Oda Nobunaga. ………………………………………………………………………………..24

3.3 Insiden Honnouji………………………………………………………………29

3.3.1 Alasan di balik Pemberontakan………………………………………...32

3.3.2 Pasca Insiden…………………………………………………………...34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………36

4.2 Saran…………………………………………………………………………..37

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Jepang adalah salah satu negara yang terletak di wilayah Asia Timur. Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di Timur laut pantai Benua Asia. Jepang sendiri terletak di Samudera Pasifik Utara. Laut Jepang memisahkannya dengan benua Asia, benua terbesar di dunia. Sama halnya seperti negara Indonesia, Jepang juga memiliki ribuan pulau- pulau kecil.

Disamping itu Jepang juga memiliki latar belakang sejarah yang cukup rumit. Sejarah

Jepang mempunyai kesinambungan antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah peperangan yang panjang, yang kesemuanya saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain walaupun berbeda kurun waktunya. Diantara zaman-zaman jepang yang paling menonjol adalan zaman Sengoku, yang dimana pada zaman ini pula Jepang mulai mengalami perubahan yang drastis.

Zaman Sengoku adalah zaman di saat terjadi perubahan yang paling dahsyat dalam sejarah Jepang. Orang-orang yang memiliki kekuatan dan menguasai banyak wilayah di

Jepang pada saat itu disebut dengan sengoku daimyo (penguasa sengoku) atau sengoku busho

(panglima perang sengoku).

Pada tahun 1447 – 1467 Jepang mengalami peperangan yang disebut dengan Perang

Onin. Perang Onin melibatkan sebagian besar daimyo-daimyo di Jepang. Setelah Perang

Onin berakhir, bukan berarti peperangan tidak terjadi lagi di seluruh wilayah Jepang. Jepang pada saat itu terbagi dalam wilayah-wilayah kecil yang disebut dengan kuni (negara-negara kecil) yang sekarang disebut dengan prefektur. Para daimyo (tuan tanah) pada saat itu saling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berebut wilayah melalui peperangan. Sementara itu, pemerintahan pusat sudah tidak ada fungsinya lagi karena masing-masing wilayah diatur oleh daimyo yang berkuasa pada wilayah tersebut. Jepang dilanda oleh pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh tuan tanah (daimyo).

Pada saat itu para daimyo saling berebut daerah untuk memperluas kekuasaanya.

Jepang yang pada saat itu sedang mengalami kekacauan dan perpecahan membutuhkan orang yang dapat mempersatukan Jepang. Di masa yang sulit itu kemudian lahirlah Oda Nobunaga, seorang pemuda dari marga Oda yang berasal dari provinsi Owari yang berambisi untuk menyatukan Jepang. Selain itu, di masa yang sama, hadir pula dua orang pemuda lainnya yang bernama Kinoshita Hideyoshi () dan juga yang berasal dari provinsi Imagawa.tiga orang ini akan menjadi panglima perang yang sangat berpengaruh dalam menyatukan Jepang. Masa penyatuan kembali ini disebut juga Jaman peralihan. Ketiga orang ini adalah sosok yang berambisi untuk menyatukan seluruh Jepang.

Dari ketiga tokoh ini, Oda Nobunaga adalah orang yang paling berambisi dalam mempersatukan jepang yang pada saat itu sedang mengalami perpecahan.

Pada saat masa kecil dan remajanya, Oda Nobunaga dikenal akan perilakunya yang urakan dan aneh, sehingga dirinya dijuluki sebagai “Owari no ooutsuke” atau sering dikenal dengan Si Bodoh Dari Owari. Walau dijuluki seperti itu, Oda Nobunaga nantinya akan berhasil mengambil alih waris klan Oda. Pada saat menjadi penerus resmi klan oda, dalam sekejap Nobunaga mulai mengincar penaklukan dalam seluruh negeri Jepang. Diawali dengan pengusiran klan shiba yang pada saat itu shiba sebagai klan penguasa propinsi Owari.

Sehingga pada tahun 1559 secara resmi keluarga Nobunaga berhasil memegang kendali kekuasaan provinsi Owari. Bahkan dalam setahun setelah Nobunaga menguasai provinsi

Owari, Nobunaga berhasil memenangkan pertempuran Okehazama yang dimana Oda nobunaga sendiri hanya mempunyai 2000 prajurit sedangkan musuh memiliki sekitar 20-35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ribu prajurit.

Bedasarkan penjelasan, penulis merasa tertarik dengan tokoh sejarah yang bernama

Oda Nobunaga dengan ambisinya dalam penyatuan Jepang. Bahkan Oda Nobunaga yang dulunya di kenal dengan sebutan Si Bodoh Dari Owari bisa berhasil menjadi penguasa provinsi Owari dalam sekejap, dan berhasil memenangkan pertempuran Okehazama berkat ide cemerlangnya. Sayangnya pada saat Oda Nobunaga hampir berhasil menyatukan seluruh

Jepang, Oda Nobunaga dikhianati oleh panglimanya sendiri yang bernama dan harus melakukan di kuil Honno yang dikenal dengan Peristiwa Honnoji.

Setelah wafatnya Oda Nobunaga, penyatuan Jepang ini nantinya akan dilanjutkan oleh tangan kanan Oda yang bernama Toyotomi Hideyoshi serta Togukawa Leyasu. Tapi

Oda Nobunaga yang membuka jalan dalam menyatukan Jepang ini. Sehingga hal ini yang menjadikan alasan penulis membuat Judul “ Oda Nobunaga Sebagai Penyatu Jepang “.

1.2 Tujuan Penulis

Pada dasarnya dalam setiap penulisan kertas karya selalu ada tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan Penulis memilih judul kertas karya ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah Zaman Sengoku.

2. Untuk mengetahui sekilas tentang Oda Nobunaga.

3. Untuk mengetahui peperangan Jepang antara daimyo-daimyo dalam memperebutkan

kekuasaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.3 Batasan Masalah

Agar tujuan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terarah, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas yaitu riwayat hidup, usaha-usaha Oda Nobunaga dalam menyatukan Jepang, dan langkah-langkah yang harus dilakukan.

1.4 Metode Penulisan

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan kertas karya ini adalah metode kepustakaan (Library research), yaitu metode pengumpulan data dari sumber-sumber bacaan yang ada dalam dalam buku sebagai referensi iyang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas, kemudian dirangkum dan dideskripsikan kedalam kertas karya ini. Selain itu,

Penulis juga memanfaatkan internet sebagai referensi tambahan agar data yang didapat menjadi lebih jelas dan akurat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG ODA NOBUNAGA

2.1 Riwayat Hidup Oda Nobunaga

Oda Nobunaga lahir pada tanggal 23 Juni 1534 dan diberi nama Oda Kippōshi. Dia sebenarnya merupakan putra kedua dari Oda Nobuhide, seorang wakil (wakil gubernur) provinsi Owari. Akan tetapi Oda Nobunaga adalah anak sulung dari istri resmi Oda

Nobuhide, yaitu Tsuchida Gozen yang tak lain adalah ibu kandungnya. Kakak tirinya, Oda

Nobuhiro lahir dari selir ayahnya, sehingga tidak bisa dihitung sebagai ahli waris resmi klan

Oda. Pada saat masa kecil dan remajanya, Oda Nobunaga dikenal akan perilakunya yang urakan dan aneh, sehingga dirinya dijuluki Owari no Ōutsuke atau Si Bodoh Dari Owari.

Oda Nobunaga dikenal mudah bergaul dengan para pemuda di sekitarnya, tanpa memandang dirinya sebagai seorang bangsawan. Disebutkan bahwa Oda Nobunaga dilahirkan di Istana , walau hal ini masih menjadi perdebatan. Namun satu hal yang pasti bahwa dia lahir di provinsi Owari. Pada tahun 1574, Nobunaga menerima gelar Kuge

(Gelar Bangsawan), lalu pada tahun 1577 dirinya diberikan gelar Udaijin (Menteri Kanan), yang merupakan posisi tertinggi ketiga dalam jabatan istana.

2.2 Wafatnya Sang Ayah dan Perebutan Kekuasaan

Ayah Oda Nobunaga, yakni Oda Nobuhide, berkuasa sebagai kepala klan Oda.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, Oda Nobuhide sendiri adalah wakil shugo provinsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Owari yang dikepalai oleh Shiba Yoshimunedari klan Shiba sebagai shugo. Namun ternyata yang memiliki kekuasaan justru klan Oda yang notabene wakil shugo, sehingga peran klan

Shiba lebih mirip seperti boneka pemerintahan dari klan Oda. Pada masa itu provinsi Owari dikelilingi oleh musuh-musuh kuat terutama dua klan yang sangat ditakuti kekuatannya yaitu klan Imagawa (Penguasa provinsi Suruga) dan klan Saitō (Penguasa provinsi Mino). Untuk menghindari konfrontasi langsung dengan 2 musuh kuat, Nobuhide memilih berdamai dengan kepala klan Saitō, Saitō Dōsan dengan cara menikahkan putranya, Nobunaga dengan anak gadis Saitō Dōsan, Putri Nōhime, sehingga Nobuhide bisa lebih fokus bertempur dengan klan Imagawa.

Sayangnya klan Oda sendiri terbagi menjadi beberapa kelompok yang saling berseteru.

Ketika Nobuhide wafat, walaupun Nobunaga sebagai sulung telah ditetapkan sebagai penerus kepala klan, adik Nobuhide yang bernama Oda Nobutomo secara sepihak mengambil alih jabatan wakil shugo. Dengan demikian, Nobutomo secara langsung menentang Nobunaga sebagai ahli waris Nobuhide untuk jabatan kepala klan Oda. Di lain pihak adik kandung

Nobunaga yang bernama Oda Nobuyuki juga berambisi mengambil warisan kepala klan dari tangan Nobunaga.

2.3 Menyingkirkan Pesaing demi Menguasai Klan Oda

Pada bulan April 1556, ayah mertua Oda Nobunaga, Saitō Dōsan tewas akibat kalah bertempur dengan putra pewarisnya sendiri Saitō Yoshitatsu. Pasukan Dōsan sebetulnya sudah dibantu pasukan yang dikirim Nobunaga, tapi konon sudah terlambat untuk dapat menolong Saitō Dōsan. Lalu pada bulan Agustus 1556, Nobunaga memadamkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pemberontakan yang dipimpin adik kandungnya sendiri Oda Nobuyuki bersama dengan

Shibata Katsuie, yang ingin merebut kekuasaan klan Oda, dalam Pertempuran Inō. Oda

Nobuyuki terkurung di dalam Istana Suemori yang dikepung pasukan Nobunaga. Sang ibu,

Tsuchida Gozen datang untuk menengahi pertempuran di antara kedua putranya, dan

Nobunaga dimintanya untuk mengampuni Nobuyuki.

Pada tahun berikutnya (Tahun 1557), Nobuyuki kembali menyusun rencana pemberontakan. Nobunaga yang mendengar rencana ini dari laporan rahasia berpura-pura sakit dan menjebak Nobuyuki untuk datang menjenguknya ke Istana .

Nobuyuki pun dijebak dan dipaksa melakukan seppuku sewaktu datang ke Istana Kiyosu.

Paman Oda Nobunaga yaitu Oda Nobutomo yang sekarang menjabat sebagai wakil shugo, sempat bersinggungan dengan Shiba Yoshimune yang merupakan seorang shugo dan hubungan di antara keduanya menjadi tegang. Di tengah panasnya hubungan dengan

Yoshimune, Nobutomo menyusun rencana pembunuhan atas Nobunaga. Rencana pembunuhan ini dibocorkan Yoshimune kepada Nobunaga, sehingga ada alasan untuk menyerang Nobutomo. Setelah tahu rencana pembunuhan yang disusunnya terbongkar,

Nobutomo sangat marah terhadap Yoshimune dan membunuh anak dari Yoshimune, yaitu

Shiba Yoshikane. Peristiwa pembunuhan Shiba Yoshikane ini merupakan kesempatan bagi

Nobunaga untuk memburu dan membunuh komplotan pembunuh Yoshikane. Setelah sempat berperang, Oda Nobutomo pun akhirnya berhasil dihabisi paman Nobunaga lainnya yang bernama Oda Nobumitsu (penguasa Istana Mamoriyama).

Dengan tewasnya sang adik, Oda Nobuyuki dan sang paman, Oda Nobutomo, maka resmilah Oda Nobunaga menjadi penguasa tunggal klan Oda. Dengan bersatunya seluruh kekuatan klan Oda di tangannya, Nobunaga mulai mengincar penaklukan pada seluruh negeri

Jepang. Diawali dengan pengusiran klan Shiba (klan penguasa provinsi Owari). Sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pada tahun 1559 secara resmi keluarga Nobunaga berhasil memegang kendali kekuasaan provinsi Owari.

BAB III

ODA NOBUNAGA SEBAGAI PENYATU JEPANG

3.1 Langkah-langkah yang Dilakukan Oda Nobunaga dalam Menyatukan Jepang

Langkah-langkah yang dilakukan Oda Nobunaga dalam ambisinya menyatukan

Jepang tidak lain dengan cara peperangan ataupun dengan cara perdamaian. Pada saat Oda

Nobunaga menjadi penguasa provinsi Owari dan tiga tahun setelahnya atau pada tahun 1560

Imaga Yoshimoto yang dikenal sebagai penjaga wilayah Suruga memimpin pasukan besar- besaran untuk menyerang Owari. Kabarnya pasukan Imaga Yoshimoto terdiri dari 20.000 sampai 40.000 pasukan prajurit.

Pada saat penyerangan pertempuran tidak seimbang karena jumlah pasukan klan Oda hanya sedikit. Bahkan pihak Matsudaira dari Miwaka yang berada digaris depan berhasil menaklukan benteng-benteng pihak Nobunaga.

Pada saat Owari hampir dalam kepanikan Nobunaga tetap tenang, ternyata Nobunaga sudah memiliki kelicikan yang sudah dipikirkanya pada saat pasukan Imaga Yoshimoto melakukan penyerangan. Tepatnya pada tengah malam, Nobunaga tiba-tiba bangkit menarikan tarian Kōwaka-mai dan menyanyikan lagu Atsumori. Setelah puas menari dan menyanyi, Nobunaga pergi berdoa ke kuil Atsuta-jingū dengan hanya ditemani beberapa pengikutnya yang menunggang kuda. Sebagai pengalih perhatian, sejumlah prajurit diperintahkan untuk tinggal ditempat. Sementara itu, Nobunaga memimpin pasukan yang hanya terdiri 2.000 prajurit untuk menyerang pasukan Imagawa yang sedang mabuk-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mabukan karena merasa telah menang. Imaga Yoshimoto diincarnya untuk dibunuh. Pasukan

Nobunaga pasti kalah jika berhadapan langsung dengan pasukan Imagawa yang berjumlah sepuluh kali lipat. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Pertempuran

Okehazama. sangan terkejut dan tidak menduga serangan mendadak dari pihak Nobunaga, Pengawal berkuda dari pihak Nobunaga, Hattori Koheita dan Mōri

Shinsuke berhasil membunuh Imagawa Yoshimoto. Setelah kehilangan pemimpin, sisa-sisa pasukan Imagawa pulang melarikan diri ke Surug.a. Kemenangan dalam pertempuran

Okehazama membuat nama Oda Nobunaga, 26 tahun, menjadi terkenal di seluruh negeri.

Seusai Peretempuran Okehazama, klan Imagawa menjadi kehilangan kendali atas klan

Matsudaira yang melepaskan diri dari keluarga Imagawa. Pada tahun 1562 dengan perjanjian persekutuan Kiyosu, Nobunaga bersekutu dengan Matsudaira Motoyasu(nantinya dikenal sebagai Tokugawa Leyasu) dari provinsi Mikawa, kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama, yaitu menghancurkan lan Imagawa. Okehazama secara umum dianggap sebagai pijakan pertama Nobunaga dalam usaha besarnya dalam menyatukan seluruh Jepang dan menciptkan perdamaian di seluruh negeri.

3.1.1 Penaklukan Mino

Penaklukan Saitō Tatsuoki dari Provinsi Mino merupakan tujuan berikut Nobunaga.

Pada tahun 1564, Nobunaga bersekutu dengan Azai Nagamasa dari Ōmi utara untuk menjepit posisi klan Saitō. Berdasarkan perjanjian tersebut, adik perempuan Nobunaga yang bernama

Oichi dinikahkan dengan Azai Nagamasa.

Pada tahun 1566, Nobunaga memerintahkan Kinoshita Tōkichirō (Hashiba

Hideyoshi) untuk membangun Istana Sunomata yang akan digunakan sebagai batu loncatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penyerangan ke Mino. Nobunaga berhasil menaklukkan pasukan Saitō Tatsuoki berkat bantuan klan Takenaka, Kelompok Tiga Serangkai dari Mino bagian barat (pasukan dari klan

Inaba, klan Ujiie, dan klan Andō), klan Hachisuka, klan Maeno dan klan Kanamori. Dengan ditaklukkan Provinsi Mino pada tahun 1567, Nobunaga menjadi daimyo dua provinsi sekaligus di usia 33 tahun.

Keinginan Nobunaga untuk menaklukkan seluruh Jepang dimulai dari Provinsi Mino, karena pada saat itu menguasai Mino sama artinya dengan menguasai seluruh Jepang. Nama bekas pusat kekuasaan klan Toki dan klan Saitō di Inoguchi diganti namanya oleh Nobunaga menjadi . Aksara "Gi" untuk kota Gifu diambil dari nama Gunung Gi (Qi dalam bahasa Tiongkok) yang merupakan tempat berdirinya Dinasti Zhou. Nobunaga konon bermaksud menggunakan kesempatan ini sebagai titik awal pendirian dinasti Nobunaga.

Pada tahun itu juga (1567), Nobunaga mulai secara terang-terangan menunjukkan ambisinya menguasai seluruh Jepang. Nobunaga mulai menggunakan stempel bertuliskan

Tenka Fubu (天下布武, di bawah langit, menguasai dengan kekuatan bersenjata) atau penguasaan seluruh Jepang dengan kekuatan bersenjata. Pada saat itu, Provinsi Kai dan

Shinano yang bertetangga dengan Mino dikuasai daimyo Shingen. Nobunaga berusaha memperlihatkan sikap bersahabat dengan Shingen, antara lain berusaha mengawinkan , putra pewarisnya dengan anggota keluarga .

3.1.2 Bertugas di Kyoto

Pada masa sebelum tahun 1565, klan Miyoshi adalah bawahan (shitsuji) dari klan

Hosokawa yang secara turun-temurun telah menjabat di wilayah Kinai. Kelompok

Tiga Serangkai Miyoshi dan adalah berpengaruh dari klan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Miyoshi yang mengabdi kepada shogun ke-14 Ashikaga Yoshihide yang merupakan boneka klan Miyoshi.

Sewaktu sedang memperkuat pemerintah keshogunan, (shogun ke-13) berselisih dengan klan Miyoshi sehingga dibunuh Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide. Selain itu, adik Ashikaga Yoshiteru yang bernama Ashikaga

Yoshiaki juga menjadi incaran, sehingga melarikan diri ke Provinsi Echizen yang dikuasai klan Asakura. Pada saat itu, penguasa Echizen yang bernama Asakura Yoshikage ternyata tidak memperlihatkan sikap mau memburu klan Miyoshi.

Pada bulan Juli 1568, Yoshiaki dengan mengabaikan rasa takutnya, mendekati

Nobunaga yang sudah menjadi penguasa Mino. Pada bulan September tahun yang sama, permintaan bantuan disambut Nobunaga yang kebetulan mempunyai ambisi untuk menguasai Jepang. Nobunaga menerima Ashikaga Yoshiaki sebagai shogun ke-

15 yang kemudian memuluskan rencananya untuk menguasai Kyoto.

Usaha Nobunaga untuk menaklukkan Kyoto dihentikan di Provinsi Ōmi oleh klan

Rokkaku. Pimpinan klan Rokkaku yang bernama Rokkaku Yoshikata tidak mengakui

Yoshiaki sebagai shogun. Serangan mendadak dilakukan Nobunaga, dan seluruh anggota klan Rokkaku terusir. Penguasa Kyoto yang terdiri dari Miyoshi Yoshitsugu dan Mastunaga

Hisahide juga ditaklukkan Nobunaga. Ambisi Nobunaga menguasai Kyoto tercapai setelah

Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi melarikan diri ke Provinsi Awa.

Berkat bantuan Nobunaga, Ashikaga Yoshiaki diangkat sebagai shogun ke-15

Keshogunan Ashikaga. Nobunaga membatasi kekuasaan shogun agar bisa memerintah seluruh negeri sesuai kemauannya sendiri. Pemimpin militer daerah seperti juga mematuhi kekuasaan keshogunan yang dikendalikan Nobunaga. Nobunaga memaksa

Yoshiaki untuk mematuhi Lima Pasal Peraturan Kediaman Keshogunan (denchū okite

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA gokajū) yang membuat shogun Yoshiaki sebagai boneka Nobunaga. Secara diam-diam,

Ashikaga Yoshiaki membentuk koalisi anti-Nobunaga dibantu daimyo penentang Nobunaga.

Dalam usaha menaklukkan Kyoto, Nobunaga memberi dana pengeluaran militer sebanyak 20.000 kan kepada kota dengan permintaan agar tunduk kepada Nobunaga.

Perkumpulan pedagang kota Sakai (Sakai Egoshū) menentang Nobunaga dengan bantuan

Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi. Pada tahun 1569, Kota Sakai menyerah setelah diserang pasukan Nobunaga.

Mulai sekitar tahun 1567, Nobunaga berusaha menaklukkan Provinsi Ise. Provinsi Ise dikuasai Nobunaga berkat bantuan kedua putranya yang dikawinkan dengan anggota keluarga klan yang berpengaruh di Ise. Pada tahun 1568, Nobunaga memaksa klan Kambe untuk menyerah dengan imbalan Oda Nobutaka dijadikan penerus keturunan klan Kambe. Pada tahun 1569, Nobunaga menundukkan klan Kitabatake yang menguasai Provinsi Ise. Putra kedua Nobunaga yang bernama Oda Nobuo (Oda Nobukatsu) dijadikan sebagai penerus keturunan Kitabatake.

3.1.3 Koalisi Anti-Nobunaga

Nobunaga bersama Tokugawa Ieyasu memimpin pasukan untuk menyerang Asakura

Yoshikage di Provinsi Echizen. Istana milik Asakura satu demi satu berhasil ditaklukkan pasukan gabungan Oda-Tokugawa. Pasukan sedang dalam iringiringan menuju Kanegasaki ketika secara tiba-tiba Azai Nagamasa (sekutu Nobunaga dari Ōmi Utara) berkhianat dan menyerang pasukan Oda-Tokugawa dari belakang. Nobunaga sudah dalam posisi terjepit ketika Kinoshita Hideyoshi meminta diberi kesempatan bertempur di bagian paling belakang dibantu Tokugawa Ieyasu agar Nobunaga mempunyai kesempatan untuk kabur. Pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA akhirnya, Nobunaga bisa kembali ke Kyōtō. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Jalan Lolos

Kanegasaki (Kanegasaki Nukiguchi).

Sementara itu, Ashikaga Yoshiaki yang sedang membangun kembali Keshōgunan

Muromachi, secara diam-diam mengumpulkan kekuatan antiNobunaga. Koalisi anti-

Nobunaga yang dipimpinnya terdiri dari daimyō seperti Takeda Shingen, Asakura Yoshikage,

Azai Nagamasa, Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi, dan kekuatan bersenjata kuil Buddha seperti Ishiyama Honganji dan Enryakuji. Kekuatan yang dipaksa tunduk kepada Nobunaga seperti Miyoshi Yoshitsugu dan Matsunaga Hisahide juga dipanggil untuk bergabung.

pasukan Tokugawa Ieyasu bersama pasukan Nobunaga terlibat pertempuran dengan pasukan gabungan Azai-Asakura yang antiNobunaga. Pertempuran terjadi di tepi sungai

Anegawa (Provinsi Ōmi) yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Sungai Anegawa.

Pertempuran berlangsung sengit dengan kerugian besar di kedua belah pihak. Pihak

Azai dengan Isono Kazumasa di garis depan sudah kehilangan 13 lapis pasukan dari 15 lapis pasukan yang ada. Tokugawa Ieyasu yang berhadapan dengan Kelompok Tiga Serangkai dari

Mino juga terlibat pertempuran sengit. Pada akhirnya, pasukan Nobunaga berhasil mengalahkan pasukan gabungan AzaiAsakura. Pada pertempuran berikutnya di Sakamoto

(Ōmi), pasukan Nobunaga menderita kekalahan pahit dari pasukan gabungan kuil Enryakuji-

Asakura-Azai. Mori Yoshinari dan adik Nobunaga yang bernama Oda Nobuharu tewas terbunuh.

Pada bulan September 1571, Nobunaga mengeluarkan perintah untuk membakar kuil

Enryakuji yang berada di gunung Hiei, seluruh pasukannya bingung, bahkan beberapa jendralnya seperti Sakuma Nobumori, Akechi Mitsuhide, dan Takei Sekian bermaksud untuk mengubah keputusan junjungan mereka. Gunung Hiei pada saat itu merupakan sebuah wilayah yang dianggap suci yang merupakan markas besar sekte . Akibat ulah orang-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA orang berjubah biksu ini Nobunaga tidak sempat beristirahat. Mereka berkomplot dengan marga Azai dan Asakura serta dengan sang shōgun, membantu musuh-musuh yang dikalahkan Nobunaga, mengirim pesan rahasia berisi permohonan bantuan sampai ke Echigo dan Kai, dan juga menyulut pemberontakan petani di Owari.

Nobunaga bisa saja mengepung dan merebut gunung Hiei. Tapi perlukah mereka melakukan pembantaian dengan serangan api? Jika mereka nekat menempuh jalan keji ini, para jendral khawatir rakyat akan berbalik menentang marga Oda. Semua musuh Nobunaga akan bersuka ria, dan mereka akan memanfaatkan peristiwa ini untuk memperburuk citra

Nobunaga di mata rakyat. Hal ini yang menjadi kekhawatiran para pengikut Nobunaga saat itu.

Nobunaga menganggap bahwa jalan yang ditempuh oleh biksu-biksu ini benar-benar menuju kehancuran. Mereka minum minuman keras, makan daging, menikah, bahkan membunuh orang yang dianggap Nobunaga merupakan perbuatan yang sangat tercela bagi seseorang yang berani menyebut dirinya biksu. Ia kemudian membulatkan tekad untuk menghancurkan kebusukan biksu-biksu ini dengan menghancurkan pusat kekuasaan mereka beserta dengan orang-orang yang berada di dalamnya. Lagipula mereka juga yang ikut menyebabkan saudaranya, Nobuharu, dan salah satu pengikut andalannya, Mori Yoshinari meninggal, penyerangan ini merupakan sekaligus pembalasan dendam bagi mereka berdua.

Akhirnya para jendral yang menentang Nobunaga menyerah, mereka tahu betul bahwa apabila junjungannya sudah memutuskan sesuatu, maka ia tidak akan mengubah pikirannya lagi, serangan ke kuil Hiei pun kemudian dijalankan. Asap hitam memenuhi lembah, api melahap seluruh gunung. Kuil utama pun terbakar, begitu juga ketujuh tempat persembahan, gedung utama, menara genta, biara-biara, pagoda tempat penyimpanan harta, pagoda besar, dan semua kuil yang lebih kecil habis dilalap api.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Para jendral menatap pemandangan itu dengan penuh kengerian, dan sekalisekali saling membangkitkan semangat dan mengingat bahwa Nobunaga mengaku telah menerima amanat dari dewa-dewa, mereka maju tanpa keraguan, para prajurit pun mencontoh pemimpin-pemimpinnya untuk memburu orang-orang yang berlarian. Delapan ribu biksu- prajurit tewas dalam pertempuran yang menyerupai neraka ini. Para biksu, perempuan, maupun anak-anak yang merangkak di lembah-lembah, bersembunyi di dalam gua, atau memanjat pohon untuk meloloskan diri, diburu dan dibunuh sesuai dengan perintah Oda

Nobunaga.

Bagi semua biksu-prajurit dan pengikut-pengikut mereka diseluruh negeri, Gunung

Hiei ada basis perlawanan mereka terhadap Nobunaga. Akan tetapi dalam waktu setengah malam saja, gunung Hiei berubah menjadi neraka di bumi. Pihak Enryakuji berkali-kali mengirim utusan dari pihak mereka untuk meminta ampun dan damai kepada Nobunaga, tapi setiap utusan langsung dipancung ketika sampai di hadapan Nobunaga. Tidak ada lagi keraguan di dalam hati Nobunaga bahwa pembantaian ini ini harus dilakukan.

Perbuatan Oda Nobunaga dalam pembakaran kuil memang sangat kejam apalagi kuil adalah tempat suci agama Budha. Namun di sisi lain, bila melihat perlakuan yang diterima

Nobunaga atas Koalisi anti-Nobunaga, Nobunaga memang sudah sewajarnya marah. Biksu- biksu yang seharusnya mencari kesempurnaan diri, malah melakukan pembakaran- pembakaran, mengangkat senjata, membunuh orang, minum-minuman keras dan bahkan menikah. Nobunaga menganggap bahwa agama Buddha pada saat itu sudah busuk dan tidak

Tertolong lagi. Sehingga tanpa ragu lagi ia memberantas kebusukankebusukan yang ada sekaligus sampai ke akar-akarnya. Berkat kejadian ini pula ia mendapatkan reputasi sebagai

“Raja Iblis”.

Pada tahun 1572, Takeda Shingen dari Provinsi Kai memutuskan untuk menyerang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kyōtō sebagai jawaban atas permintaan bantuan Ashikaga Yoshiaki. Menurut data yang diperloleh dari sejarawan yang bernama Bowman (2000) dapat diketahui bahwa pasukan berjumlah 27.000 prajurit yang dipimpin Shingen berhasil menaklukkan wilayah kekuasaan keluarga Tokugawa.

Ketika mendengar kabar penyerangan Takeda Shingen, Nobunaga sedang berperang melawan Azai Nagamasa dan Asakura Yoshikage di Ōmi Utara. Nobunaga segera kembali ke

Gifu setelah pimpinan pasukan diserahkan kepada Kinoshita Hideyoshi. Nobunaga mengirim pasukan untuk membantu Tokugawa Ieyasu, tapi jumlahnya tidak cukup. Turnbull (1998) menjelaskan bahwa pasukan Takeda Shingen tidak mungkin ditundukkan pasukan bantuan

Nobunaga yang hanya terdiri dari 3.000 prajurit, sebuah jumlah yang tidak berarti. Banyak jendral-jendral dari pihak Tokugawa yang menganggap bahwa Nobunaga tidak serius membantu klan Tokugawa, akan tetapi Ieyasu paham betul bahwa Nobunaga tidak bisa memberikan pasukan lebih dari tiga ribu orang karena Nobunaga sendiri pun masih harus menghadapi banyak musuh. Pada akhirnya, pasukan gabungan Oda-Tokugawa dikalahkan pasukan Takeda dalam Pertempuran Mikatagahara. Selanjutnya, pasukan Takeda terus memperkuat posisi di wilayah kekuasaan Tokugawa.

Kemudian Asakura Yoshikage secara tiba-tiba memutuskan persekutuannya dengan

Takeda Shingen. Keadaan ini menguntungkan pihak Nobunaga. Pasukan Nobunaga yang dipusatkan di Ōmi Utara bisa ditarik mundur. Dengan tambahan pasukan yang baru kembali dari Ōmi Utara, kekuatan pasukan gabungan OdaTokugawa berada jauh di atas pasukan

Takeda. Pasukan Takeda yang menghadapi pasukan gabungan Nobunaga hanya dapat maju pelan-pelan. Takeda Shingen mengirimkan surat kepada Yoshikage sambil terus bergerak maju sedikit demi sedikit di dalam wilayah Tokugawa. Menurut sejarawan yang bernama

Takeuchi (1985) pada bulan Mei 1573, Shingen meninggal karena sakit sebelum ambisinya menguasai Kyōtō tercapai. Setelah membubarkan diri, Pasukan Takeda pulang ke Provinsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kai, dan sekaligus menandai tamatnya koalisi anti-Nobunaga.

3.1.4 Penghancuran kelompok Ikkō

Pada tahun 1574, kelompok Ikkō Ise dikepung pasukan Nobunaga dari darat dan laut hingga tidak berdaya akibat terputusnya jalur perbekalan. Pertempuran berlangsung sengit, dan Nobunaga sudah menderita luka-luka tembak. Namun akhirnya kelompok Ikkō menanggapi peringatan untuk menyerah. Nobunaga berpura-pura memberi izin kepada kelompok Ikki untuk menyerahkan diri. Ketika sedang berkumpul untuk menyerahkan diri, kelompok Ikki mendadak diserang. Semua pengikut kelompok Ikki yang sudah menyerah dibakar hidup-hidup, sejumlah 20.000 orang tewas.

Sebagian besar anggota kelompok Ikki adalah orang tua, wanita, dan anak-anak yang tidak pernah ikut berperang. Penjelasan yang dapat dipercaya mengatakan Nobunaga melakukan pembunuhan massal sebagai balasan atas kerugian besar yang diderita Nobunaga dalam pertempuran dengan kelompok Ikki Nagashima. Pengikut terpercaya dan anggota keluarga Nobunaga tewas dalam jumlah besar, sehingga Nobunaga dendam terhadap kelompok Ikki. Kelompok Ikko Nagashima habis diberantas dengan pembunuhan massal yang dilakukan Nobunaga.

3.1.5 Pertempuran Nagashino

Pada tahun 1575, pewaris kekuasaan Takeda Shingen yang bernama Takeda

Katsuyori menjadikan menantu Ieyasu (Okudaira Nobumasa) sebagai sasaran balas dendam terhadap Ieyasu. Istana Nagashino yang dijadikan tempat kediaman Nobumasa diserang pasukan yang terdiri dari 15.000 prajurit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Permintaan bantuan dari Ieyasu untuk membantu Okudaira Nobumasa mendapat jawaban dari Nobunaga. Pasukan Takeda yang hanya terdiri dari 15.000 prajurit dihancurkan pasukan gabungan Oda-Tokugawa yang terdiri dari 30.000 prajurit Oda dan 5.000 prajurit

Tokugawa. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran Nagashino. Di dalam pertempuran ini, korban tewas di pihak pasukan Takeda dikabarkan mencapai lebih dari 10.000 prajurit.

Nobunaga dikabarkan memakai strategi berperang yang membagi pasukan senapan menjadi tiga lapis prajurit. Strategi ini digunakan untuk menghindari kemungkinan prajurit tewas sewaktu mengisi peluru. Setelah prajurit lapis pertama selesai menembak dan berjongkok untuk mengisi peluru, prajurit lapis kedua mendapat giliran untuk menembak, dan seterusnya. Nobunaga memuji Okudaira Nobumasa dalam Pertempuran Nagashino.

Istana Nagashino dipertahankan Nobumasa melawan pasukan Takeda yang jumlahnya lebih banyak.

Pada tahun yang sama (1575), Nobunaga menunjuk Shibata Katsuie sebagai panglima gabungan untuk menyerang pasukan Ikko Ikki yang terbentuk setelah hancurnya klan

Asakura. Pasukan Ikko Ikki dibantai pasukan Katsuie yang dikirim ke Echizen. Korban tewas akibat pasukan Katsuie dikabarkan mencapai puluhan ribu orang yang tidak membedakan usia dan jenis kelamin.

Atas kejadian tersebut, pengikut Nobunaga yang bernama Murai Sadakatsu menulis surat tentang peristiwa mengerikan di Echizen Fuchū yang penuh mayat bergelimpangan sampai kelihatan tiada tempat kosong. Dalam tulisannya yang masih tersisa dalam bentuk litografi, yang pada waktu itu merupakan bawahan Nobunaga juga menulis tentang sekitar 1.000 tawanan yang disalib, direbus, atau dibakar hidup-hidup.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.1.6 Pembangunan Istana Azuchi

Pada tahun 1576, Nobunaga memulai pembangunan Istana Azuchi di pinggir Danau

Biwa, Provinsi Ōmi. Pembangunan dikabarkan selesai tahun 1579. Istana Azuchi konon terdiri dari 5 lantai dan 7 lapis atap, dengan atrium di bagian dalam menara utama. Dalam surat yang dikirimkan ke negeri asalnya, seorang misionaris Yesuit memuji Istana Azuchi sebagai istana mewah yang di Eropa saja tidak ada.

Nobunaga pindah ke Istana Azuchi yang baru selesai dibangun, sedangkan Istana Gifu diwariskan kepada putra pewaris, Oda Nobutada. Istana Azuchi dijadikan pusat kekuasaan

Oda Nobunaga yang sedang berusaha mempersatukan Jepang.

Pada tahun 1576, Nobunaga menyerang kuil Ishiyama Honganji. Pasukan Nobunaga yang terdiri dari 3.000 prajurit sempat terdesak, tetapi akhirnya pihak musuh yang terdiri dari

15.000 prajurit dikalahkan dalam Pertempuran Tennōji.

Para pendeta kuil Ishiyama sudah dikepung oleh pasukan Nobunaga. Pertempuran laut pecah di muara Sungai Kizu yang disebut Pertempuran Sungai Kizu antara pasukan

Nobunaga melawan kapal-kapal angkatan laut Mōri. Pada waktu itu, angkatan laut Mōri yang berada di pihak pendeta kuil Ishiyama sedang mengangkut perbekalan menuju kuil Ishiyama.

Kapal-kapal Nobunaga ditenggelamkan dengan serangan api oleh angkatan laut Mōri.

Akibatnya, pasukan Nobunaga yang mengepung kuil Ishiyama terpaksa ditarik mundur.

Selanjutnya, Kuki Yoshitaka diperintahkan Nobunaga untuk membuat kapal dari plat besi baja yang tidak mudah terbakar saat terjadi pertempuran. Kapal-kapal Nobunaga menghancurkan angkatan laut Mōri saat pecah pertempuran laut yang kedua kali pada tahun

1578.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.2 Peran Panglima dalam Penyatuan Jepang dalam Kekuasaan Oda Nobunaga

Ketika Nobunaga menyerang Ise pada tahun 1577, pasukan Suzuki Magoichi memaksa kelompok Saikashū untuk menyerah. Pada tahun yang sama, panglima Nobunaga yang bernama Hashiba Hideyoshi memulai serbuan ke daerah Chūgoku. Keberhasilan Nobunaga adalah berkat jasa panglima militer yang tersebar di berbagai daerah:

Shibata Katsuie (panglima daerah Hokuriku)

Oda Nobutada (panglima daerah Tokai) dan pasukan Takigawa Kazumasa

Akechi Mitsuhide (panglima daerah Kinai)

Hashiba Hideyoshi (panglima daerah Chūgoku)

Niwa Nagahide (panglima daerah ), Oda Nobutaka

Sakuma Nobumori (panglima khusus masalah kuil Honganji).

Nobunaga pernah berhubungan baik dengan Uesugi Kenshin, tetapi akhirnya harus berselisih soal hak penguasaan daerah seperti Noto (sekarang daerah semenanjung Prefektur

Ishikawa). Pertempuran Sungai Tetori pecah akibat pertentangan antara Nobunaga dan

Kenshin. Pasukan Shibata Katsuie dapat ditaklukkan dengan mudah oleh pasukan Uesugi

Kenshin yang merupakan musuh terkuat Nobunaga setelah wafatnya Takeda Shingen.

Kesempatan ini dimanfaatkan Matsunaga Hisahide untuk kembali memimpin pemberontakan di Yamato. Nobunaga yang menyadari kekuasaannya dalam bahaya segera mengirim pasukan ke Yamato untuk membunuh Hisahide. Pada bulan Maret 1578, Uesugi Kenshin yang sedang dalam perjalanan menaklukkan Kyoto meninggal karena sakit.

Pada tahun 1579, pasukan Hashiba Hideyoshi berhasil menaklukkan Ukita Naoie dan menguasai Provinsi Bizen. Hatano Hideharu dari Tamba juga dipaksa menyerah oleh pasukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Akechi Mitsuhide. Nobunaga langsung menghukum mati Hatano Hideharu, padahal

Hideharu menyerah setelah dibujuk dengan bersusah payah oleh Mitsuhide. Peristiwa ini nantinya menjadi sumber masalah bagi Nobunaga. Ada cerita yang mengatakan perbuatan

Nobunaga menyebabkan terbunuhnya ibu kandung Akechi Mitsuhide yang dijadikan sandera oleh pihak Hatano Hideharu.

Sementara itu, putra Nobunaga bernama Kitabatake Nobuo (Oda Nobuo) yang menjadi penguasa Provinsi Ise dengan keputusan sendiri menyerang Provinsi Iga. Alasannya, samurai pengikutnya sewaktu membangun Istana Dejiro diganggu para prajurit lokal.

Kekalahan besar diderita pasukan Nobuo setelah prajurit lokal dari Ise melakukan serangan balasan. Kekalahan Nobuo diketahui Nobunaga yang memarahi habis-habisan putra keduanya. Prajurit lokal dari Provinsi Iga kemudian dinyatakan sebagai musuh Nobunaga.

Peristiwa ini disebut Kerusuhan Iga tahun Tensho bagian pertama.

Masih pada tahun yang sama (1579), pasukan Nobunaga memadamkan pemberontakan di Kinai yang dipimpin Besso Nagaharu dan . Nobunaga juga memerintahkan istri sah dari Tokugawa Ieyasu yang bernama Tsukiyama-dono untuk melakukan seppuku. Tsukiyama-dono adalah ibu dari putra pewaris Ieyasu yang bernama

Tokugawa Nobuyasu. Peristiwa ini menjadi sumber perselisihan di kalangan kelompok pengikut Tokugawa yang terbagi menjadi kelompok pro dan kelompok anti-Nobunaga. Pada akhirnya Tokugawa Ieyasu memutuskan untuk tidak menyelamatkan nyawa istri dan putra pewarisnya.

Pada bulan April 1580, Nobunaga berhasil berdamai dengan pihak kuil Ishiyama

Honganji. Masalah kuil Ishiyama Honganji dan pendeta Kennyo yang merupakan ganjalan bagi Nobunaga bisa diselesaikan dengan damai berkat keputusan Kaisar Ōgimachi yang menguntungkan pihak kuil Ishiyama Honganji. Sesuai dengan syarat perdamaian, kuil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ishiyama Honganji harus pindah dari . Pada bulan Agustus 1580, Nobunaga secara tiba-tiba mengusir pengikutnya seperti Sakuma Nobumori, Hayashi Hidesada, Andō Morinari, dan Niwa Ujikatsu.

Pada tahun 1581, Istana Tottori di Inaba yang dikuasai oleh Mōri Terumoto dipaksa menyerah oleh pasukan Hashiba Hideyoshi yang kemudian bergerak maju untuk menyerang

Bizen.

Pada tahun yang sama, Oda Nobuo kembali memimpin pasukan sebanyak 60.000 prajurit untuk membalas kekalahan dari prajurit lokal di Ise. Pembunuhan massal terjadi di

Iga, semua orang yang disangka tewas dibantai termasuk wanita dan anak-anak kecil.

Korban tewas mencapai lebih dari 10.000 orang. Semua orang dikabarkan lenyap dari

Provinsi Iga, barang-barang juga lenyap dan Provinsi Iga hancur. Peristiwa ini dinamakan

Kerusuhan Iga tahun Tensho bagian kedua.

Dan setelah semuanya, Oda Nobunaga berencana untuk menguasai klan takeda. Pada bulan Maret 1582, pasukan Oda Nobutada menyerang wilayah Takeda dan secara berturut- turut berhasil menaklukkan Provinsi Shinano dan Suruga. Takeda Katsuyori dikejar sampai

Gunung Tenmoku di Provinsi Kai, dan terpaksa bunuh diri yang menandai musnahnya klan

Takeda.

Setelah klan Takeda dari Kai takluk, Nobunaga memerintahkan untuk menghukum mati semua pengikut klan Takeda beserta keluarga, dan pembantu yang dianggap akan membalas kematian tuannya. Peristiwa ini dikenal sebagai Perburuan Takeda. Perintah

Nobunaga untuk membantai seluruh klan Takeda tidak dapat diterima Tokugawa Ieyasu dan sebagian menteri dari pihak Nobunaga. Walaupun harus bertaruh nyawa, Ieyasu dan para

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menteri menyembunyikan sisa-sisa pengikut Takeda. Seorang tokoh di zaman Edo yang bernama Takeda Yukari merupakan keturunan dari sisa-sisa pengikut Takeda yang berhasil diselamatkan dari pembunuhan massal.

Sementara itu, pasukan Shibata Katsuie bertempur dengan putra pewaris Uesugi

Kenshin yang bernama , tetapi dipaksa mundur setelah hampir merebut

Noto dan Etchū. Pada saat yang bersamaan, pasukan yang dipimpin putra Nobunaga Kambe

Nobutaka dan menteri Niwa Nagahide sedang dalam persiapan berangkat ke Shikoku untuk menyerbu Chōsokabe Motochika.

Ada pendapat yang mengatakan Akechi Mitsuhide khawatir dengan masa depan sebagai pengikut Nobunaga karena tidak diberi bagian dalam rencana penyerbuan ke Shikoku.

Mitushide merasa nasibnya sebentar lagi mirip dengan nasib Sakuma Nobumori dan Hayashi

Hidesada yang diusir oleh Nobunaga.

Pendapat lain mengatakan Akechi Mitsuhide merasa dirinya sudah tidak berguna, karena tidak lagi diserahi tugas memimpin pasukan oleh Nobunaga. Mitsuhide juga merasa dipermalukan oleh Nobunaga, karena rencana pernikahan putri salah seorang pengikutnya yang bernama Saitō Toshimitsu menjadi gagal. Pernikahan ini sebenarnya diatur oleh

Mitsuhide sesuai strategi pendekatan terhadap Chōsokabe Motochika yang diperintahkan

Nobunaga.

Nobunaga mengirim Takigawa Kazumasa ke Provinsi Kōzuke untuk meredam kekuatan daimyo berpenghasilan 2.400.000 bernama Hōjō Ujimasa. Pada saat itu,

Ujimasa sedang berperang melawan Uesugi Kagekatsu dan Takeda Katsuyori. Nobunaga juga mengirim Kawajiri Hidetaka ke Provinsi Kai dan ke Provinsi Shinano sebagai bagian dari strategi untuk menekan kekuatan militer Ujimasa. Setelah dikepung panglima daerah yang berada di pihak Nobunaga, pasukan Nobunaga tidak perlu lagi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengangkat senjata melawan Hōjō Ujimasa yang ruang geraknya sudah dibatasi.

3.3 Insiden Honnouji

Tahun 1582, Oda Nobunaga sedang di puncak kejayaannya setelah pada awal tahun itu berhasil menghancurkan klan Takeda dalam Pertempuran Temmokuzan. Hanya tinggal beberapa langkah lagi ia berhasil mempersatukan Jepang tengah. Pesaing kuat yang tersisa hanya tinggal klan Uesugi, Mori, dan Hojo yang ketiganya sedang mengalami kemunduran.

Klan Uesugi sedang dilanda pertikaian internal pasca kematian Uesugi Kenshin yang melibatkan putra-putra angkat dan keponakannya. Klan Mori sepeninggal Mori Motonari, dipimpin oleh cucunya, Mori Terumoto, yang banyak bergantung pada kedua pamannya,

Kikkawa Motoharu dan Kobayakawa Takakage. Pemimpin klan Hojo, Hojo Ujiyasu juga telah meninggal dan diteruskan oleh putranya yang tidak semampu dirinya, Hojo Ujimasa.

Saat itulah Nobunaga mengirim jenderal-jenderal terbaiknya ke berbagai penjuru negeri untuk melanjutkan ekspansi militernya. Ia memerintahkan Hashiba Hideyoshi

(belakangan mengganti marganya menjadi Toyotomi) untuk menyerbu klan Mori; Niwa

Nagahide untuk mempersiapkan invasi atas Shikoku; Takigawa Kazumasu untuk mengawasi klan Hojo dan mempersiapkan diri menyerbu Provinsi Kozuke dan Shinano; dan Shibata

Katsuie menginvasi Echigo yang dikuasai klan Uesugi.

Pada saat yang sama Nobunaga juga mengundang sekutunya, Tokugawa Ieyasu, daimyo Mikawa, untuk berkeliling wilayah Kansai merayakan kemenangan mereka atas keberhasilan mengalahkan Takeda. Ketika itu Nobunaga menerima permintaan bantuan dari

Hideyoshi yang sedang mengalami kebuntuan dalam Pengepungan Benteng Takamatsu yang dipertahankan dengan gigih oleh Shimizu Muneharu dari klan Mori. Nobunaga pun berpisah dengan Ieyasu dan bersiap-siap untuk bertolak ke wilayah barat membantu Hideyoshi. Ia memerintahkan Akechi Mitsuhide untuk terlebih dulu berangkat ke sana sementara ia sendiri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA singgah dulu di Kyoto dan bermalam di Honnoji, tempat biasa ia menginap bila berkunjung ke kota itu. Saat itu ia hanya didampingi oleh beberapa pejabatnya, pedagang, seniman, dan beberapa lusin pembantunya.

Begitu menerima perintah, Akechi Mitsuhide kembali ke markas besarnya, Istana

Sakamoto di Provinsi Tamba. Ia lalu mengadakan pertemuan di Renga dengan beberapa penyair terkemuka dan memperjelas tujuannya untuk memberontak. Mitsuhide merasa inilah saat yang tepat untuk bertindak karena Nobunaga sedang dalam keadaan tidak siap di

Honnoji dan sebagian besar daimyo dan jenderal klan Oda sedang sibuk berperang di berbagai daerah.

Kemudian, Mitsuhide memimpin pasukannya ke Kyoto dengan alasan Nobunaga ingin menyaksikan parade militer. Tidak ada yang curiga sepanjang jalan yang dilalui pasukan Mitsuhide karena bukan pertama kalinya Nobunaga melakukan parade militer untuk memamerkan kekuatan pasukannya yang terlatih baik dan diperlengkapi senjata api, selain itu

Mitsuhide pun dikenal sebagai salah satu bawahan yang paling dipercaya olehnya. Akhirnya ketika tiba di dekat Honnoji, Mitsuhide berseru pada pasukannya, “Musuh berada di Honnoji!”

Sebelum fajar menyingsing, pasukan Mitsuhide telah mengepung rapat-rapat kuil itu.

Panah-panah api ditembakkan sehingga api menjalar membakar bangunan itu. Nobunaga dan para pengawalnya melawan dengan gigih namun karena dalam keadaan tidak siap dan kalah jumlah mereka bukan tandingan para pemberontak itu. Dalam kuil yang terbakar itu

Nobunaga yang telah terluka parah melakukan seppuku, pengawalnya yang setia, Mori

Ranmaru, juga turut gugur ketika membela atasannya. Setelah menghancurkan Honnoji,

Mitsuhide menyerang Istana Nijo yang terletak tidak jauh dari situ, di mana Oda Nobutada, putra sulung dan calon penerus Nobunaga, bermalam. Nobutada pun mengikuti jejak ayahnya melakukan seppuku di istana yang telah terkepung itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mitsuhide berusaha membujuk para bawahan klan Oda di daerah sekitarnya untuk mengakui kepemimpinannya. Sasaran Mitsuhide berikutnya adalah Istana Azuchi milik

Nobunaga, namun sebelum ia sempat menguasainya, istana itu telah terbakar dan dijarah, hingga kini siapa yang membakar istana itu belum diketahui dengan pasti. Ia juga mengirim surat ke istana kekaisaran untuk memperkuat posisinya dan meminta pengakuan dari kaisar.

Namun spekulasi Mitsuhide bahwa para bawahan klan Oda akan mengakuinya setelah kudeta, gagal total, bahkan sahabatnya seperti Takayama Ukon dan besannya, Hosokawa Fujitaka pun menolak bergabung dan mengakuinya sebagai pemimpin yang sah.

3.3.1 Alasan di balik Pemberontakan

Hingga saat ini alasan yang pasti pemberontakan Mitsuhide masih menjadi misteri dan penuh kontroversi. Teori-teori sejarah pada umumnya mengatakan bahwa latar belakang pemberontakan ini adalah dendam pribadi, ambisi yang terlalu dini untuk menguasai Jepang, mengamankan kedudukan kaisar yang semakin tidak dipandang oleh Nobunaga, dan ketidaksukaan terhadap kekejaman Nobunaga dalam pembunuhan massal terhadap kelompok sekte Buddhis, Ikki Nagashima, yang sebagian besar korbannya meliputi orang tua, wanita, dan anak-anak sementara di sisi lain Nobunaga memberikan perlindungan pada misionaris asing menyebarkan agama Kristen di Jepang.

Catatan-catatan sejarah dari Zaman Edo umumnya menyebutkan latar belakang pemberontakan Akechi adalah dendam pribadi. Teori ini adalah yang paling banyak dipercaya hingga kini berdasarkan hubungan Nobunaga dan Mitsuhide pada tahun-tahun terakhir sebelum pemberontakan itu. Pernah suatu ketika Nobunaga sedang menjamu Ieyasu di Istana Azuchi, saat itu Mitsuhide diberi tanggung jawab mengurus makanan dan keperluan

Ieyasu. Namun belakangan ia dicopot dari jabatannya dengan alasan tidak jelas. Ada sebuah versi yang mengatakan bahwa Mitsuhide dengan tidak sengaja menghidangkan ikan busuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam jamuan itu sehingga membuat Nobunaga murka dan mempermalukannya di depan para undangan.

Ada yang menyebutkan Nobunaga berencana untuk mengalihkan Provinsi Tamba milik Mitsuhide pada Mori Ranmaru. Hal ini membuatnya gelisah apalagi mengingat sebelumnya Nobunaga juga telah mengasingkan dua bawahan seniornya yaitu Sakuma

Nobumori dan Hayashi Hidesada. Mitsuhide khawatir cepat atau lambat ia pun akan mengalami nasib yang sama seperti kedua orang itu. Menurut catatan Zaman Edo lainnya, ketika Mitsuhide sedang menaklukan Provinsi Tamba tahun 1577, ibunya sedang berada di

Istana Yagami milik klan Hatano sebagai jaminan keselamatan mereka bila menyerah.

Namun Nobunaga malah menghukum mati pemimpin mereka, Hatano Hideharu dan adiknya setelah mereka menyerahkan diri. Hal ini tentu memicu kemarahan para pengikut klan

Hatano sehingga mereka membalas dengan menghukum mati ibu Mitsuhide. Mitsuhide sangat marah dan menaruh dendam pada Nobunaga sejak insiden ini.

Apapun alasan Mitsuhide memberontak, niat itu baru terlihat jelas dalam pertemuan di Renga dengan beberapa penyair sebelum kudeta terjadi. Dalam sebuah lirik puisi yang digubahnya berbunyi, Toki wa ima, ame ga shitashiru satsukikana. (時は今 雨がした滴る皐

月かな)

Secara harafiah artinya, “kinilah saatnya, bulan kelima ketika hujan turun”, namun lirik itu juga memiliki makna lain bila ditulis dengan huruf kanji lain tapi berbunyi sama, yaitu: 土岐は今 天が下治る 皐月かな

Huruf 時 memiliki bunyi yang sama dengan 土岐 yaitu Toki. Namun Toki (土岐) merujuk pada marga leluhur Mitsuhide sehingga lirik tersebut dapat diartikan, “Toki kini akan segera menguasai dunia.”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3.2 Pasca Insiden

Begitu menerima kabar kematian Nobunaga, Hashiba Hideyoshi yang sedang mengepung benteng Takamatsu bertindak dengan cerdik, ia berusaha keras menyembunyikan berita itu dari pihak Mori dan tidak memperlihatkan kepanikan yang memancing perhatian musuh. Beberapa utusan Mitsuhide yang bermaksud memberitahukan kabar ini pada klan

Mori berhasil ditangkap. Ia lalu mengadakan negosiasi damai dengan klan Mori dan buru- buru menuju ke Kyoto. Dalam perjalanan ia bertemu Niwa Nagahide dan Oda Nobutaka

(putra ketiga Nobunaga) di Sakai, ia juga menghimpun para bawahan klan Oda sepanjang perjalanan yang dilaluinya untuk bersatu memerangi si pengkhianat, Mitsuhide. Tanggal 2

Juli 1582, ia mengalahkan Mitsuhide dalam Pertempuran Yamazaki. Mitsuhide terbunuh ketika hendak melarikan diri kembali ke Istana Sakamoto, versi lain menyebutkan ia bunuh diri dalam keputusasaannya.

Tokugawa Ieyasu yang saat itu sedang di Sakai melarikan diri lewat pegunungan di

Provinsi Iga hingga tiba di wilayah pantai Provinsi Ise. di bawah pengawalan ketat Hanzo

Hattori, pemimpin kelompok ninja yang mengabdi padanya, ia kembali dengan selamat ke wilayah kekuasaannya, Mikawa, melalui jalur laut, untuk menghindari pengejaran pengikut

Mitsuhide. Setiba di Mikawa ia mengkonsolidasikan kekuatannya. Karena banyaknya waktu yang terbuang di perjalanan, Hideyoshi sudah terlebih dulu mengkonsolidasikan para pengikut klan Oda yang sempat dilanda kebingungan pasca kematian Nobunaga.

Shibata Katsuie dan Sassa Narimasa saat itu sedang sibuk menghadapi serangan balasan klan Uesugi di Echizen sehingga gerakan mereka tersendat selama beberapa waktu.

Ketika ia kembali, Hideyoshi sudah mengkukuhkan posisinya di antara para pengikut Oda.

Sejak itu perseteruannya dengan Hideyoshi makin meruncing hingga berujung pada

Pertempuran Shizugatake tahun berikutnya. Dalam pertempuran ini, ia kalah dan melakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seppuku bersama istrinya, Putri (adik Nobunaga).

Ketidakberuntungan juga menimpa Takigawa Kazumasu. Klan Hojo menyerangnya dengan gencar begitu mereka mendengar kabar kematian Nobunaga sehingga ia kehilangan banyak wilayahnya. Sejak itulah pamornya sebagai salah satu jenderal terbaik klan Oda mulai pudar. Ia memihak Shibata Katsuie dalam Pertempuran Shizugatake. Setelah kematian

Katsuie ia mengabdi pada Hideyoshi namun kariernya sudah tidak secemerlang dulu.

Belakangan ia pensiun dan menghabiskan sisa hidupnya di biara sebagai biksu.

Maka pihak yang paling beruntung atas insiden ini tidak lain adalah Hideyoshi. Ia berhasil menegakkan supremasinya dan mengalahkan lawan-lawannya. Putra-putra

Nobunaga sering yang bertikai antara sesamanya tidak satupun mampu melanjutkan kekuasaan ayahnya. Hideyoshi menetapkan putra Nobutada, yaitu Oda Hidenobu (Samboshi), sebagai penerus sah klan Oda. Namun pada kenyataannya Hidenobu hanyalah berfungsi sebagai boneka bagi Hideyoshi untuk menumpuk kekuasaan untuk dirinya sendiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bedasarkan hasil penulisan kertas karya di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Zaman Sengoku adalah zaman yang diartikan sebagai zaman negara- negara

berperang.

2. Pada zaman Sengoku Jepang mengalami perpecahan yang dimana daimyo(tuan

tanah) berebut kekuasaan dengan cara berperang karena lemahnya Shogun pada

saat itu.

3. Budaya-budaya barat pertama masuk ke Jepang pada zaman Sengoku, dimulai

dari senjata api maupun Ajaran Kristen.

4. Oda Nobunaga adalah Tokoh sejarah pada zaman Sengoku di Jepang yang lahir

pada tanggal 23 Juni 1534.

5. Oda Nobunaga adalah tokoh sejarah yang menyatukan Jepang pada zaman

Sengoku ketika Jepang mengalami perpecahan.

6. Walaupun Oda Nobunaga wafat sebelum berhasil menyatukan seluruh Jepang,

tetapi Oda Nobunaga menjadi kunci utama sehingga Jepang seperti sekarang ini.

4.2 Saran

Melalui kertas karya ini penulis berharap agar minat dan apresiasi mahasiswa bahasa

Jepang, menjadi lebih meningkat agar kiranya mau membaca dan mengerti tentang sejarah

Jepang khususnya tokoh sejarah Jepang yang bernama Oda Nobunaga. Selain mendapatkan informasi, juga bagus dan inspiratif serta dapat menambah wawasan yang bagus untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengetahui sejarah Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Oda_Nobunaga https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Jepang https://id.wikipedia.org/wiki/Zaman_Sengoku https://www.kaskus.co.id/thread/54ba382ac0cb172a7f8b4571 https://www.kompasiana.com/keken/buku-oda-nobunaga-sang-penakluk-dari-owari https://wikivisually.com/lang-id/wiki/Insiden_Honnoji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

Kertas karya ini berjudul Oda Nobunaga Sebagai Penyatu Jepang. Dalam penulisan kertas karya ini, penulis memfokuskan penulisan pada Oda Nobunaga dalam ambisnya menyatukan Jepang, serta apa saja tahap yang dilakukan Oda Nobunaga dalam melakukan hal tersebut.

Alasan penulisan mengambil toping ini karena penulis merasa tertarik untuk membahas Oda Nobunaga yang dengan ambisi besarnya untuk menyatukan Jepang, sehingga Jepang yang pada saat itu mengalami perpecahan dan mengalami konflik berkepanjangan bisa selesai seperti Jepang yang pada saat sekarang ini.

Oda Nobunaga adalah pria yang hidup pada zaman Sengoku (戦国時代, Sengoku jidai) , zaman Sengoku diartikan sebagai zaman negara-negara berperang dan perang saudara paling berdarah dalam sejarah Jepang .pada zaman Sengoku Jepang mengalami perpecahan dan konflik antara tuan tanah (大名, daimyō) yang saling berebutan kekuasaan, serta pada zaman Sengoku ini pula awal mulanya Jepang mengalami perubahan yang drastis dikarenakan mulai pada zaman ini, Jepang mulai bergantung pada beberapa senjata asing seperti senjata api atau pun meriam untuk berperang, serta beberapa budaya yang sampai sekarang melekat pada masyarakat Jepang seperti budaya minum teh (茶道, chadō).

Oda Nobunaga adalah putra kedua dari Oda Nobuhide, seorang wakil Shugo (wakil gubernur) di provinsi Owari. Oda Nobunaga adalah orang yang memiliki karakter ambisius dan keras kepala yang didapatkannya dari pengalaman dan hidupnya yang keras. Oda

Nobunaga juga memiliki ide-ide yang jauh dari pemikiran orang lain sampai-sampai dia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pernah mendapatkan julukan "si bodoh dari Owari" karena tingkah dan pemikiranya itu, dan adanya pesan dari kaisar Ogimachi pada tahun 1567, membuat Oda Nobunaga berambisi dalam menyatukan Jepang.

Dalam usaha Nobunaga untuk menyatukan Jepang adalah penggunaan kekuatan militer yang besar sebagai wujud ambisinya yang kuat sesuai semboyannya, yaitu Tenka

Fubu atau penguasaan negara dengan kekuatan militer.

Selain melakukan penundukan terhadap daerah-daerah yang belum tunduk kepadanya, Nobunaga seringkali melakukan perkawinan politik agar daerah yang telah dikuasai dapat dikontrol dengan leluasa. Alasan Nobunaga menggunakan kekuatan militer dalam setiap usahanya untuk menyatukan Jepang adalah adanya kondisi politik di Jepang yang mengharuskannya melakukan kekerasan atau pertempuran dengan kekuatan militer yang besar.

Dalam strategi politiknya, Nobunaga sering memanfaatkan posisi shogun dan kaisar dalam mewujudkan ambisinya. Ia juga merupakan tokoh yang agresif, terbukti dalam setiap penaklukannya yang cepat dengan memanfaatkan kekuatan militer yang besar dan penggunaan senjata api secara efektif.

Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Oda Nobunaga merupakan cara untuk mencapai ambisinya untuk menyatukan Jepang. Pada dasarnya, kebijakan Oda

Nobunaga meliputi bidang politik, militer, ekonomi dan agama. Memang kebijakan tersebut ini ada dampak buruk dan ada dampak baiknya pula. Kebijakannya tersebut lebih jauh berpikir ke depan dan lebih mengarah ke dalam suatu perubahan sistem baru, seperti membentuk suatu pemerintahan yang terpusat, menciptakan sebuah sistem pemerintahan vertikal yang memanfaatkan kharismanya yang besar, mengangkat pengikut berdasarkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kemampuan, pengaturan strategi perang, membentuk pasukan profesional yang kuat, sistem pembagian kelas masyarakat dan juga pembentukan pasar bebas (rakuichi rakuza).

Jadi, kebijakan Oda Nobunaga dalam proses menyatukan Jepang dapat dijadikan sebagai peletak dasar dan fondasi sistem bagi masyarakat modern Jepang saat ini. Serta proses penyatuan yang dilakukan oleh Oda Nobunaga hanyalah urusan ambisi semata, tetapi

Nobunaga tidak menyadari bahwa ambisinya tersebut membawa Jepang menjadi suatu kesatuan dengan pemerintahan yang terpusat.

Sayangnya, pada masa kejayaan dirinya Oda Nobunaga terpaksa melakukan seppuku di penginapan Honnouji karena di khianati oleh Akechi Mitsuhide, tapi apa yang dilakukan

Oda Nobunaga telah menjadi jalan untuk tokoh-tokoh lain yang berambisi menyatukan

Jepang seperti Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Leyasu. Karena hal ini lah penulis tertarik untuk membahas Oda Nobunaga dan menjadikan judul kertas karya ini menjadi " Oda

Nobunaga Sebagai Penyatu Jepang".

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA