Quick viewing(Text Mode)

Budaya Masyarakat Dalam Mempertahankan Tradisi Mandi Kembang Tujuh Bulan Di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupatentanjung Jabung Barat

Budaya Masyarakat Dalam Mempertahankan Tradisi Mandi Kembang Tujuh Bulan Di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupatentanjung Jabung Barat

BUDAYA MASYARAKAT DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI KEMBANG TUJUH BULAN DI DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATENTANJUNG JABUNG BARAT

SKRIPSI

MUHAMMAD SHODIKIN NIM. TP 151419

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

BUDAYA MASYARAKAT DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI MANDI KEMBANG TUJUH BULAN DI DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATENTANJUNG JABUNG BARAT

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1

MUHAMMAD SHODIKIN NIM. TP 151419

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

KEMENTERIAN AGAMA RI UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PERSETUJUAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR

Kode Dokumen Kode Formulir Berlaku tgl No. Tgl. Halaman Revisi Revisi In.08-PP-05-01 In.08-FM-PP-05-03 25-10-2019 R-0 - 1 dari 2

Hal : Nota Dinas Lampiran : -

Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi di Tempat

Assalamu‟alaikum wr.wb. Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara;

Nama : Muhammad Shodikin NIM : TP.151419 Judul Skripsi : Budaya masyarakat dalam mempertahankan teradiri Mandi Kembang Tujuh Bulan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabubaten Tanjung Jabung Barat

Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan/Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam Pendidikan Agama Islam.

Dengan ini kami mengharap agar skripsi/tugas akhir Saudara tersebut di atas dapat segera dimunaqasyahkan. Atas Perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu‟alaikum wr.wb.

ii

KEMENTERIAN AGAMA RI UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PERSETUJUAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR

Kode Dokumen Kode Formulir Berlaku tgl No. Tgl. Halaman Revisi Revisi In.08-PP-05-01 In.08-FM-PP-05-03 25-10-2019 R-0 - 1 dari 2

Hal : Nota Dinas Lampiran : -

Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi di Tempat

Assalamu‟alaikum wr.wb. Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara;

Nama : Muhammad Shodikin NIM : TP.151419 Judul Skripsi : Budaya masyarakat dalam mempertahankan tradisi Mandi Kembang Tujuh Bulan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabubaten Tanjung Jabung Barat

Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan/Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam Pendidikan Agama Islam.

Dengan ini kami mengharap agar skripsi/tugas akhir Saudara tersebut di atas dapat segera dimunaqasyahkan. Atas Perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu‟alaikum wr.wb.

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyataan dengan sesungguhnya bahwa sripsi yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi seluruhnya merupakan hasil karya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebahagian skripsi bukan hasil karya saya sendiri atau terindikasi adanya unsur pelagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sangsi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

iv

PERSEMBAHAN

Syukur alhamdulillah dengan hati yang tulus dan ikhlas Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT telah memberikan penulis kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini kupersembahkan karyaku untuk orang-orang yang berarti dalam hidupku Terutama buat yang tersayang Ayahanda Marbain. s Dan Ibundaku tercinta yaitu Ibu Siti Mahfiah Yang telah sabar mengasuh dan mendidikku dari lahir hingga dewasa dengan penuh cinta kasih sayang untuk menunaikan cita-citanya yang mulia ini Terima kasih ku ucapkan kepada adek ku tercinta satu-satunya Amanatus Shalehah Tanpa dukungan dan do‟a dari kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu mengiringi langkahku Maka tidak akan mungkin aku menjadi seperti yang sekarang ini Dan teman-teman seperjuangan khususnya teman-teman seperjuangan; putra, fathun, halim, oji, agung, setio, munif, robby dll yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu telah memberikan dukungan serta bantuannya selama ini hingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini.

v

MOTTO

“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya dan tuhanmu tidak lengah dari apa yang dikerjakan. (Qs. Al- An‟am : 132) ( Depag RI, 1990 : 129)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha „Alim Yang Maha mengetahui, atas hidayahnya skripsi ini dapat dirampungkan. Shalawat dan salam atas Nabi SAW pembawa risalah pencerahan bagi manusia.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat akademik guna mendapatka gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak banyak melibatkan pihak yang telah memberikan motivasi maupun materil, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Prof. Dr. H. Suaidi, MA, Ph.D. selaku Rektor UIN STS Jambi 2. Dr. Hj. Armida, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 3. Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd.I. Selaku Wakil Dekan I 4. Dr. Zawaqi Afdal Jamil, M.Pd.I. Selaku Wakil Dekan II 5. Dr. H. Kemas Imron Rosadi, M.Pd. Selaku Wakil Dekan III 6. Ridwan, S.Psi, M.Psi, Psikolog. Selaku Ketua Prodi PAI 7. Mukhlis, M.Pd.I. Selaku Sekertaris Prodi PAI 8. Bapak Drs. H. Constantin, M.Ag selaku dosen pembimbing I dan Ibu Ely Surayya, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Bapak Tumirin selaku Kepala Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang telah memberikan kemudahan

kepada penulis dalam memperoleh data dilapangan. 10. Ketua RT 09 dan Masyarakat RT 09 Desa Marga RukunKecamatan Senyerang, serta Sahabat-sahabat mahasiswa PAI A angkatan 2015, yang telah menjadi patner diskusi dalam penyusunan skripsi ini.

vii

11. Pimpinan Perpustakan Wilayah, Perpustakan UIN STS Jambi, dan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan serta karyawan dan karyawati yang telah membantu penulis dalam melengkapi referensi dalam penulisan skripsi ini.

Akhirnya semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dan amal semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

viii

ABSTRAK

Nama : Muhammad Shodikin Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul : Nilai-nilai pendidikan islam dalam mandi kembang tujuh bulan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Latar belakang penelitian ini adalah, bahwa di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat, tradisi mandi tujuh bulan dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat. Namun demikian, unsur-unsur dalam prosesi mandi tujuh bulan menurut tradisi jawa maupun agama hindu dan budha telah banyak dihilangk an. Tradisi mandi tujuh bulan di RT 09 secara umun telah mengarah kepada nuansa ibadah yang mengandung ajaran dan nilai-nialai Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi mandi tujuh bulan dan nilai-nilai pendidikan Islam apakah yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi mandi tujuh bulan diRT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pelaksanaan tradisi di TR 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang cenderung lebih bernuansa ibadah dan Islami serta telah menghilangkan tahapan- tahapan dan rangkaian-rangkaian ritual mandi tujuh bulan yang mengarah pada perbuatan syirik. (2) Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam plaksanaan mandi tujuh bulan di masyarakat RT09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat antara lain ialah iman, ihsan, taqwa, tawakal, syukur, silaturahim dan shodaqoh.

Kata Kunci : Nilai-nilai pendidikan Islam, Mandi tujuh bulan

ix

ABSTRACT

Name : Muhammad Shodikin Major : Islamic Religious Education Title : The values of Islamic education in bathing for seven months in the clan village of Marga Rukun Srnyerang sub-district Tanjung Jabung Barat

The background of this research is thet in the village of Marga Rukun, Senyerang sub-district, Tanjung Jabung Barat, the tradition of bathing for seven months was carried out by most of the community. However, elemenst in the seven-month bathing procession according to jawa tradition as well as Hinduism and Buddhism have been largely eliminated. The tradition of bathing for seven months in RT 09 has generally led to nuances of ibadah that contain Islamic values. This study aims to determine the process of implementing the seven-month bathing tradition and what Islamic education values are contained in the seven-month bathing tradition in RT 09, Marga rukun village, Senyerang sub-district, Tanjung Jabung Barat. The results showed : (1) the implementation of tradition in RT 09, Marga rukun village, Senyerang sub-district, Tanjung Jabung Barat tends to be more religious and Islamic, and has eliminated the stages and series of seven-month bething rituals that lead to shirk. (2) the values of Islamic education contained in the tradition of bathing for seven months in RT 09 Marga Rukun village, Senyerang sub-district, Tanjung Jabunng Barat, among others are Iman, Ihsan, Takwa, Tawakal, Syukur, Silaturahim dan Shodaqoh.

Keywords: Islamic education values, bathing seven months

x

DAFTAR ISI

PENGESAHAN……………………………………………………….. i NOTA DINAS……………………………………………………………. ii PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………………….. iv PERSEMBAHAN………………………………………………………… v MOTTO………………………………………………………………...... vi KATA PENGANTAR……………………………………………………. vii ABSTRAK………………………………………………………………... ix ABSTACT…………………………………………………………………. x DAFTAR ISI……………………………………………………………… xi DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... xiii DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiv DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xv DAFTAR RESPONDEN…………………………………………………. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….………………………………...... 1 B. Fokus Permasalahan..………………………………………… 4 C. Rumusan Masalah……………………………………………. 4 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………...... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoritik....…………………………………….… 6 1. Nilai………….……………………..…………………… 6 2. Pendidikan Islam……..…………………………………. 9 3. Tradisi/Adat……………………………..………………. 13 4. Mandi tujuh bulan……………………………………..… 14 B. Studi Relevan…….………………………………………….. 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian………………….………………...... 22 B. Jenis dan Sumber Data…………………………………...….. 24 C. Setting dan Subjek Penelitian….…………………………..... 26 D. Tehnik Pengumpulan Data……..………………………….… 27 E. Analisis Data…………….…………………………………... 29 F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data……………………….. 32 G. Jadwal Penelitian……………………………………………. 33 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum………………………………………...... 35 B. Temuan Khusus dan Pembahasan…………………………… 43 BAB V PENUTUPAN A. Kesimpulan…………………..……………………………… 57 xi

B. Saran……………………………………………………….... 58 C. Penutup………………………………………………… 59

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 60 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Struktur Organisasi………………………………..………… 36 Gambar 4.2. Peta Desa Marga Rukun…………………………………….. 42

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal dan Tahap Penelitian…………...…………………….... 34 Tabel 4.1. Jumlah Penduduk……………………………………………… 37 Table 4.2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Usia…………………. 38 Tabel 4.3. Keadaan mata pencarian…………………………...…..……… 39 Tabel 4.4. Keadaan Penduduk Menurut Agama……………..…………… 39 Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Maysarakat………………………………. 40

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Pengumpulan Data……………………………….. Lampiran 2 Daftar Responden……………………………………………. Lampiran 3 Persetujuan Skripsi………………………………………...... Lampiran 4 Dokumentasi….…………………………………………......

xv

DAFTAR RESPONDEN

No Nama Keterangan 1. Tumirin Kepala Desa 2. Mulyono Ketua RT 3. Purnomo Tokoh Adat 4. Marbain Tokoh Masyarakat 5. Sariyah Masyarakat 6. Sujono Masyarakat 7. Sarti Masyarakat

xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai koherensi, bentuk- bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, sastra, lukisan, musik dan kepercayaan, yang berkaitan erat dengan konsep-konsep epistemologis dari sistem pengetahuan masyarakatnya. Namun suatu sistem budaya juga tidak pernah berhenti, ia juga mengalami perubahan dan perkembangan (Kuntowijoyo, 2006: 3).

Kebudayaan Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat terlepas dari tradisi kebiasaan. Tradisi itu sendiri bukanlah hal yang sudah selesai dan berhenti, melaikan suatu hal yang masih ada dan terus berkembang. Tradisi ini berkembang mengikuti arus perubahan sosial, namun perubahan yang terjadi tidaklah melenceng jauh dari akarnya termasuk sebuah tradisi lisan.

Lebih dari itu, di kalangan kaum muslim Indonesia sendiri pun pandangan mengenai masalah agama dan budaya itu kebanyakan belum jelas benar. Ketidakjelasan itu dengan sendiri berpengaruh langsung kepada bagaimana penilaian tentang kultural atau budaya yang ada di Indonesia, karena di Indonesia banyak sekali bermacam-macam budaya dan suku.

Seperti telah menjadi kesadaran kebanyakan orang muslim, antara agama dan budaya tidaklah dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Dan tidaklah benar mencampuradukkan keduanya. Agam bersifat mutlak tidak berubah menurut perubahan waktu dan tempat, tetapi sebaliknya dengan budaya. Budaya dapat berubah dari waktu ke waktu dari tempat ke tempat, sama halnya dengan budaya mandi tujuh bulan (mithoni) ini (Nurcholish Madjid, 2003: 36).

Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat. 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

2

Sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sebuah keyakinan yang sulit untuk dihilangkan dan Kepercayaan- kepercayaan yang masih berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat, biasanya dipertahankan melalui sifat-sifat kearifan lokal yang dimilikinya.

Dimana sifat lokal tersebut pada akhirnya akan menjadi suatu kearifan yang selalu dipegang teguh oleh masyarakatnya. Nilai-nilai kearifan lokal yang masih ada biasanya masih dipertahankan oleh masyarakat yang masih memiliki tingkat kepercayaan yang kuat. Kepercayaan yang masih mentradisi dalam masyarakat tersebut telah melekat dan menjadi hal pokok dalam kehidupannya.

Budaya lokal menarik perhatian untuk dikaji diantaranya karena budaya setempat memiliki karateristik yang cukup efektif untuk menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satunya yaitu tradisi mandi kembang nujuh bulan (Mithoni). Mandi kembang tujuh bulan merupakan salah satu kebudayaan lokal jawa yang dapat menjadi media transformasi pendidikan pada masyarakat melalui proses ritual yang ada didalamnya. Istilah mithoni berasal dari kata pitu ( tujuh ) atau juga sering disebut tingkeban. Hakikat dari mandi kembang tujuh bulan adalah mendoakan calon bayi dan ibu yang mengandungnya agar selamat sampai proses kelahiran nanti. Nilai-nilai yang terkandung salah satunya adalah rasa bersyukur kepada Allah SWT, atas nikmat dan rizkinya akan datangnya calon bayi dalam kandungan ibu yang merupakan anugerah kepada manusia. Selain itu rasa kekeluargaan, dimana dengan acara ini semua anggota bisa berkumpul dan bersilaturahmi. Secara struktural tradisi mandi kembang nujuh bulan (mithoni) ini dibangun oleh konfigurasi budaya yang secara dominan mengandung nilai- nilai moral, etika, dan religius. Tradisi mandi kembang nujuh bulan merupakan upacara peringatan tujuh bulan yang dilaksanakan untuk

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

3

memperingati umur kehamilan pada bulan ketujuh yang didalamnya mengandung nilai-nilai religius. Seperti misalnya sebelum prosesi mithoni atau mandi tujuh bulan, dilaksanakan terlebih dahulu pembacaan surah yasin, berzanji atau dalam bahasa jawanya yaitu berjanjen, setelah itu marhaban dan do‟a selamat. Semua itu bertujuan untuk memohon kepada Allah Swt agar bayi yang ada didalam kandungan beserta ibunya selamat sampai prosesi melahirkan. Secara prinsip, tradisi mandi kembang nujuh bulan (mithoni) tidak terlepas dari nilai religius pada setiap urutan acaranya. Khususnya nilai-nilai ajaran Jawa tidak bisa dipisahkan dengan ajaran Islam. Nilai-nilai ajaran islam pada dasarnya terdapat relevansi dengan nilai-nilai yang terdapat pada tradisi mithoni, misalnya dalam tradisi mithoni yaitu nilai-nilai budi pekerti pada intinya sama dengan istilah akhlakul karimah ( sikap dan perbuatan terpuji ). Seiring dengan perkembangan zaman pada masa sekarang ini yang semuanya serba instan dan modern, tradisi mandi kembang nujuh bulan juga mengalami pergeseran dan pengurangan unsur-unsur ritual. Hal ini menyebabkan ikut hilangnya beberapa makna dan nilai religius yang terkandung dalam upacara tradisi tersebut, sangat disayangkan apabila generasi mendatang hanyalah melestarikan sebuah budaya tanpa mengetahui makna dan nilai yang terkandung dalam budaya tersebut. Berdasarkan hasil grand tour dilapangan bahwa pada saat sekarang ini yang semuanya serba modern dan serba instan serta mengikuti perkembangan zaman, tidak sedikit masyarakat yang melaksanakan ataupun menjalankan tradisi mandi kembang nujuh bulan ini tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakn masyarakat terdahulu. Karena yang dari dahulunya tradisi tersebut dalam pelaksanaannya disertai dengan kenduri sebagai syukuran dan sesajian yang perlu dipersiapkan, misalnya, , keleman (ubi-ubian sebanyak tujuh macam), rujak, dawet (es ), bunga tujuh rupa, air yang berasal dari

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

4

tujuh sumur, dan sang ibu harus mengenakan pakaian batik tujuh kali. Semua sesaji yang harus dipersiapkan memiliki maksud tertentu yang pada intinya mendoakan agar calon bayi dan ibunya selamat. Disamping itu semua, tradisi mandi kembang nujuh bulan saat ini telah mengalami perubahan, contohnya di desa marga rukun, salah satu dari sesajian ditinggalkan, misalnya tidak ada lagi tumpeng, terus tidak lagi kelapa cengkir digambar atau dilukis dengan gareng dan petruk, dimana masyarakat ada yang menghilangkan sesajian yang ada dalam tradisi mandi nujuh bulan dan juga tidak menjalankan sesuai dengan masyarakat terdahulu, dan hanya beberapa sesajian saja yang ada dalam tradisi tersebut. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Mandi Kembang Tujuh Bulan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat”. B. Fokus Masalah Untuk memperjelas pembahasan judul skripsi ini, maka penulis perlu memberikan batasan masalah untuk memudahkan dan menghindari kesalahan dalam pelaksanaan penelitian, bahwasanya lokasi penelitian yang penulis teliti adalah di “Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat”. Tepatnya di RT 09. C. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prosesi Tradisi Mandi Kembang Tujuh Bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat? 2. Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam mandi kembang tujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat?

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

5

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana prosesi mandi kembang nujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat b. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam mandi kembang nujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang kabupaten Tanjung Jabung Barat 2. Kegunaan Penelitian a. Untuk memperdalam dan mencintai budaya Jawa, khususnya tradisi mandi kembang nujuh bulan b. Untuk mengetahui nilai religius yang terkandung didalam tradisi mandi kembang nujuh bulan adat jawa c. Untuk mengetahui bagaimana prosesi mandi kembang nujuh bulan di dalam budaya Jawa.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teoritis 1. Nilai

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki, disenangi, dan tidak disenangi ( Mansur Isna, 2001: 98).

Nilai menurut kamus lengkap bahasa indonesia ialah sifat-sifat atau hal-hal yang penting bagi kemanusiaan bisa berupa, mutu, ataupun kualitas. Nilai juga bisa dikatakan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih suatu yang lebih penting. Maupun kurang penting, yang lebih baik maupun yang kurang baik (Abdullah, 2004: 265).

Menurut Lauis D. Kattsof yang dikutip Syamsul Maarif mengartikan nilai sebagai berikut: Pertama, nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi kita dapat mengalami dan memahami cara langsung kualitas yang terdapat dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-mata subjektif, melainkan ada tolok ukur yang pasti terletak pada esensi objek itu. Kedua, nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, yakni suatu objek yang berada dalam kenyataan maupun pikiran. Ketiga, nilai sebagai hasil dari pemberian nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan (Syamsul Maarif, 2007: 114).

Segala sesuatu dianggap bernilai jika taraf penghayatan seseorang itu telah sampai pada taraf kebermaknaannya nilai tersebut pada dirinya. Sehingga sesuatu bernilai bagi seseorang belum tentu bernilai bagi orang 6 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

7

lain, karena nilai itu sangat penting dalam kehidupan ini, serta terdapat suatu hubungan yang penting antara subyek dengan obyek dalam kehidupan ini (Mansur Isna, 2001: 98).

Nilai-nilai tidak perlu sama bagi seluruh masyarakat. Dalam masyarakat terdapat kelompok yang berbeda atas dasar sosio-ekonomis, politik, agama dan etnis masing-masing mempunyai sistem nilai yang berbeda. Nilai-nilai ditanamkan pada anak didik dalam suatu proses sosialisasi melalui sumber-sumber yang berbeda.

Nilai jika dilihat dari segi pengklasifikasian terbagi menjadi beberapa macam, diantaranya: a) Dilihat dari segi komponen utama agama islam sekaligus sebagai nilai tertinggi dari ajaran agama islam, para ulama membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu: Nilai Keimanan (Keimanan), Nilai Ibadah (Syari‟ah), dan Akhlak. Penggolongan ini didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad SAW kepada Malaikat Jibril mengenai arti Iman, Islam, dan Ihsan yang esensinya sama dengan akidah, syari‟ah dan akhlak. b) Dilihat dari segi Sumbernya maka nilai terbagi menjadi dua, yaitu Nilai yang turun bersumber dari Allah SWT yang disebut dengan nilai ilahiyyah dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai insaniah. Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya (Ramayulis, 2012: 250).

Berbagai nilai yang sudah ada tersebut perlu dan penting untuk dapat di kembangkan dengan semaksimal mungkin. Munculnya nilai dikarenakan adanya dorongan dari dalam diri manusia, diantaranya adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik untuk kelangsungan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

8

hidupnya, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta kasih, kebutuhan akan penghargaan dan dikenal orang lain, kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman, kebutuhan akan keindahan dan aktualitas diri ( Mansur Isna, 2001: 97).

Dalam buku “The Encycklopedia of phylosophy” dari Paul Edwards (dalam Sihombing, 1986: 26-27) disebutkan bahwa “Nilai-nilai berarti memberi taksiran atas sesuatu kebajikan.” Di dalam “dictionary of Philosophy” dari Dagobert D. runes (dalam Frans Bona Sihombing, 1986: 26-27) disebutkan bahwa:

1. Nilai adalah sesuatu yang dihadapkan dengan kejadian yang nyata atau kehidupan nyata. Di sini sesuatu yang dihadapkan maksudnya ialah antara yang seharusnya dengan yang terjadi/terlaksana/berlaku, dan ukuran nilai tidak hanya digunakan untuk mengenai hal-hal dari bermacam-macam kebaikan, tetapi juga meliputi keindahan dan kebenaran. Dan masalah yang utama adalah hubungan antara nilai dan kehidupan.

2. Nilai juga digunakan untuk hal-hal yang lebih sederhana, manusia dihadapkan dengan kebenaran. Dalam hal ini martabat yang dimaksudkan adalah suatu keharusan yang harus dijaga, dengan nilai yang diambil seharga dengan “kebaikan” (sebaliknya). Kemudian masalah yang utama adalah mengenai hubungan antara nilai dan kewajiban.

Dari pendapat tersebut, dapat disebutkan bahwa nilai adalah sesuatu yang penting atau hal-hal yang bermanfaat bagi manusia atau kemanusiaan yang menjadi sumber ukuran dalam karya sastra. Menilai yang berarti menimbang, sesuatu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berguna bagi manusia dan kemanusiaan. (La Ode Gusal, 2015).

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

9

2. Pendidikan Islam Pendidikan islam yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur‟an dan As-sunnah (Muhaimin, 2012: 29). Pendidikan Islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep- konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalamandan pengetahuan. Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal dari konseptualisasi manusia yang berlanjut kepada terbentuknya ilmu pengetahuannya. Dengan kata lain, ilmu pendidikan Islam harus bertumpu pada gagasan-gagasan yang dialogis dengan pengalaman empiris yang terdiri atas fakta atau informasi untuk diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat berpijaknya suatu ilmu pengetahuan yang ilmiah. Dengan demikian maka ilmu penedidikan Islam dapat dibedakan antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis. Justru IPI menuntut adanya teori yang dijadikan pedoman oprasional dalam lapangan praktek pendidikan (Kemas Imron, 2016 : 2). Tujuan umun pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional Negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakanpendidikan itu. Tujuan umun itu tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. Tahap-tahapan dalam mencapai tujuan itu pada pendidikan formal (sekolah, madrasah), dirumuskan dalam bentuk tujuan kurikuler yang selanjutnya dikembangkan dalam tujuan instruksional (Zakiah Daradjat, 2014 : 30). Pendidikan islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Touny al-Syaebani, diartikan sebagai “usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi atau kehidupan kemasyarakatannya dan dalam

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

10

kehidupan alam sekitarnya melalui pendidikan. Perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai islami. Hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia, pendidikan islam sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran islam. Dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran islam. Hasil rumusan Kongres se-Dunia II, pendidikan islam ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan, dan pancaindra (Muzayyin Arifin, 2012: 15-16). Menurut Langgulung, Pendidikan Islam itu setidak-tidaknya tercakup dalam delapan pengertian, yaitu al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan ), ta‟lim al-din ( pengajaran agama ), al-ta‟lim al-islamy ( pengajaran keislaman ), tarbiyah al-muslimin ( pendidikan orang-orang islam ), al-tarbiyah fi al-islam ( pendidikan dalam islam ), al-tarbiyah „inda al-muslimin ( pendidikan di kalangan orang-0rang islam ), dan al-tarbiyah al-islamiyah ( pendidikan islami ) (Muhaimin, 2012: 36). Sedangkan para ahli atau pakar mengatakan Pendidikan itu sendiri ialah long life education yang berarti pendidikan berlangsung seumur hidup. Agama Islam mengatakan sejak buaian hingga liang kubur. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu dimulai sejak adanya hidup. Berarti pendidikan itu dimulai sejak janin hidup didalam rahim (Ahmad Tafsir, 2017: 38-39). Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari mwrwkalah anak mula-mual menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertamadari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan pendidik,nmelaikan karena secara kodrati suasana dan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

11

strukturnyamemberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak (Zakiah Daradjat, 2014 : 35). Berarti disini pendidikan yang pertama dan paling utama itu adalah kedua orang tua (keluarga), Al-Ghazali berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan membawa fitrah, kedua orangtuanyalah yang memberikan agama kepada mereka. Demikian pula anak dapat terpengaruh oleh sifat-sifat yang buruk, itu ia dapat dari lingkungan yang dihidupinya (Syamsu Yusuf, 2016: 10). Dalam mengembangkan fitrah beragama anak dalam lingkungan keluarga, upaya-upaya yang harus dilakukan oleh orang tua yaitu: a. Karena orang tua sebagai pembina yang pertama bagi anak, dan tokoh yang ditiru anak. Seharusnya orang tua haruslah memiliki kepribadian dan akhlak yang baik (akhlakul karimah). Menyangkut sikap, kebiasaan berperilaku dalam hidup, merupakan pendidikan yang tidak langsung memberikan pengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama anak. b. Orang tua hendaknya memperlakukan anaknya dengan baik. Perlakuan yang otoriter (keras), akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak yang kurang diharapkan, dan jangan pula terlalu memberikan kebebasan, sikap dan perlakuan orang tua kepada anak seharusnya memberikan kasih sayang, bersikap perduli, mau mendengar pendapat dan keluhan anak, memaafkan kesalahan anak, meluruskan kesalahan anak, dan lain- lain. c. Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, hubungan yang harmonis penuh perhatian dan kasih sayang akan membuahkan perkembangan perilaku anak yang baik.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

12

d. Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan agama kepada anak, misalkan mengajarkan bacaan kepada anak dua kalimat syahadat, melakukan shalat, cara berwudhu, membaca Al-Quran. Dan mengajarkan akhlak terpuji kepada anak. Pentingnya peranan orang tua dalam mengembangkan fitrah beragama anak. Dalam Al-Quran Maupun hadits telah dinyatakan secara jelas, diantaranya : a. Dalam surat At-Tahrim ayat 6 dikemukakan: “Hai orang-orang yang beriman, pelihara/jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”(At-Tahrim: 6)(Depag RI, 1990: 562). b. Nabi SAW bersabda: “Setiap anak yang dilahirkan berada dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang meyahudikan, menasranikan, dan memajusikan (RH. Bukhori Muslim)” (Syamsu Yusuf, 2016: 138- 139). c. Dilain lain sisi Islam (Al-Qur‟an) melarang menghancurkan masa depan keturunan, dengan alasan ekonomi yang sulit. terkandung didalam surah Al-An‟am ayat 151 sebagaiberikut: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan(Al-An‟am : 151)” (M. Tholhah Hasan, 2004 : 6) Biasanya bagi seorang wanita atau ibu hamil saat kehamilan serta kelahiran anak biasanya memberikan arti emosional yang cukup berarti bagi dirinya, apabila disertai dengan tekanan-tekanan perasaan yang kuat maka ibu hamil akan menjadi sangat perasa (emosional) sehingga dapat mengganggu kondidi kehamilannya (Abu Ahmadi, 2005: 80). Banyak orang tua yang mengira bahwa kehidupan seksual anak- anaknya dimulai saat mereka memasuki akal baliq atau sudah menginjak masa remaja. Padahal tidak begitu, kehidupan seksual telah dimulai sejak awal kehidupan manusian. Bahkan sejak masih dalam kandungan atau pun janin seorang ibu (Christina Krisnawati, 2005: 117).

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

13

Bahwa, kita ketahui bersama, tidak seorang pun mempunyai jasmani yang persis sama dalam satu keturunan. Walaupun itu anak kembar, sehingga tak heran bila ada orang yang mengatakan bahwa anak kembar itu serupa tapi tak sama. Tetapi ada hal-hal tertentu yang memiliki persamaan dan perbedaan. Misalnya jenis kelamin, warna kulit, mata, dan sebagainya. Semua itu adalah ciri-ciri individu yang dibawa sejak lahir (Syaiful Bahri Djamarah, 2011: 83). Pada masa kehamilan, biasanya sorang ibu memiliki keinginan yang bermacam-macam dan terkadang sedikit aneh, kalau orang Jawa menyebutnya dengan ngidam, tidak itu saja ada pula hal-hal yang mempengaruhi perkembangan anak di dalam kandungan, yaitu sebagai berikut: a. Makanan atau vitamin dari ibu sewktu hamil b. Kondisi kesehatan ibu, penyakit-penyakit kotor sangat berpengaruh negatif terhadap perkembangan anak. c. Alkohol, hal ini mempengaruhi fetus, disebut juga dengan mamalia yang berkembang setelah fase embrio dan sebelum melahirkan. Fetus berisi bibit muda yang berkembang pada akhir minggu kedelapan pada masa kehamilan. d. Nikotin, ini d apat pula menggangukerja denyut jantung anak dari ibu. e. Emosi atau perasaan yang dialami oleh ibu sewaktu mengandung. f. Usia ibu, terlalu muda atau terlalu tua keduanya ini sangat kurang menguntungkan bagi perkembangan bayi dalam Rahim (Abu Ahmadi, 2005: 81). 3. Tradisi/Adat Tradisi menurut kamus bahasa indonesia yaitu segala sesuatu yang dianggap merupakan kebiasaan yang bersifat turun-temurun, aturan yang lazim dilakukan sejak dahulu kala dan menjadi bagian dari kehidupan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

14

suatu kelompok masyarakat, seperti adat, budaya, kebiasaan dan juga kepercayaan (Abdullah, 2004: 384). Menurut Amrih yang dikutip Inayatul Ulya, dalam konteks pendidikan, tradisi jawa memberikan ruang lebar dalam hal mendidik anak yang dimulai dari anak berada dalam kandungan. Hal ini menunjukkan kepedulian masyarakat jawa dalam menghargai hidup karena dalam filosofi maysarakat jawa menyakini bahwa hidup itu ibarat mampir ngombe (singgah untuk minum) yang artinya hidup itu hanya sebentar, sehingga harus dimanfaatkan dengan baik. Istilah mampir ngombe dalam filsafah jawa tersebut memberikan pesan moral yang baik, bahwa dalam hidup endaklah berhati-hati agar hidup manusia yang singkat dalam dunia ini senantiasa diisi dengan hal yang baik sebagai bekal untuk mendapat kebahagian yang hakiki dalam kehidupan yang berikutnya atau kehidupan abadi nantinya (Inayatul Ulya : 117) Kebudayaan yang didalamnya mencakup etika, moral, dan budaya itu selanjutnya dapat digunakan sebagai kerangka acuan (blue print)oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian kebudayaan akan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknyadan generasi selanjutnyayang diwarisi kebudayaan tersebut (Kemas Imron, 2005 : 114). 4. Mandi kembang nujuh bulan Mandi tujuh bulan sering disebut juga dengan istilah tingkeban ( tedhak siten ). Yaitu peringatan (perayaan) bayi dalam umur tujuh bulan, ini melukiskan manusia telah terbentuk. Dalam ritual, ibu harus menggunakan pakaian batik tujuh kali, dan slametan ini tergambar dalam tujuh puncak tumpeng, tujuhmacam bubur, dan tujuh macam buah- buahan yang diolah menjadi rujak (Suwardi Endaswara 2018: 33-34).

Mandi kembang tujuh bulan (Mitoni) merupakan tradisi selametan yang dilakukan pada ibu hamil di usia kandungan tujuh bulan. Tradisi mitoni ini dilakukan agar ibu dan bayi yang terdapat dalam kandungan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

15

dapat selamat dan dilancarkan selama proses lahiran. Secara etimologis mitoni dapat ditarik dari kata mitu atau pitu yang merupakan kata dalam bahasa jawa yang berarti tujuh. Dalam usia tujuh bulan, bayi yang terdapat dalam kandungan sudah mulai mempersiapkan diri untuk lahir ke dunia. Selain itu kata pitu juga dapat dikembangkan menjadi kata pitulung atau pitulungan yang memiliki arti pertolngan. Jadi tradisi mitoni tersebut masih dilakukan oleh masyarakat karena mereka memiliki keyakinan bahwa di usia kandungan tujuh bulan kita sebagai seorang manusia harus lebih rajin dalam meminta pertolongan kepada Gusti Pengeran atau dalam kepercayaan islam adalah Allah SWT.

Menurut Herawati yang di kutip Inayatul Ulya didalam jurnalnya, tradisi mithoni ini merupakan upacara kehamilan yang didalamnya memiliki makna dan symbol yang terkandung. Makna dan symbol tersebut tidak dapat saling dipisahkan atau keduanya saling mempengaruhi. Kepercayaan perempuan Jawa Kuno menyakini symbol digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, tidak hanya dengan sesamanya melainkan dengan mahluk diluar dirinya yang bersifat supranatural atau goib, demi menjaga keseimbangan dalam alam hidupnya (Inayatul Ulya : 119). Tradisi mandi tujuh bulan ini juga tidak terlepas dari sesaji atau sesajian, dalam budaya Jawa sesaji ini merupakan bentuk slametan, yang berarti keselamatan agar terbebas dari mara bahaya. Kalau orang Jawa tidak mampu melakukan sesaji, rasanya belum lengkap. Banyak tata cara sesaji yang harus disajikan tergantung pada bentuk dan momennya (Suwardi Endaswara, 2018: 64). Upacara mandi tujuh bulan (mithoni) adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim seorang ibu. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

16

Maksudnya disini ialah bahwa sejak dalam kandunganpun anak tersebut sudah harus mendapatkan pendidikan seperti dibacakanyya surah yusuf dan surah maryam. Menurut tradisi jawa, upacara dilaksanakan pada tanggal 7, 17, dan 27 sebelum bulan purnama pada penanggalan jawa, dilaksanakan di kiri atau kanan rumah menghadap kearah matahari terbit. Orang yang memandikan si ibu jumlahnya juga ganjil, misalnya 5,7 atau 9 orang. Setelah disiram, pada si ibu dipakaikan kain/jarik sampai tujuh kali, yang trahir/ketujuh yang dianggap paling pantas dikenakan. Diikuti dengan pemotongan tumpeng yang diawali dengan do‟a kemudian makan rujak, dan seterusnya. Hakikat dasar dari semua traadisi jawa adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan ketentraman, namun diungkapkan dalam bentuk lambing-lambang yang masing-masing mempunyai makna (2013: 41) Sedangkan beberapa rangkaian ritual mithoni (mandi tujuh bulanan) dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut: a) Siraman, tradisi siraman ini dilakukan dengan cara memandikan wanita mengunakan sekar setaman oleh para sesepuh yang terbiasa menjalankan tugas ini. b) Memasukkan telur ayam kampong kedalam kain wanita hamil oleh sang suami melalui perut sampai mengelinding kebawah dan pecah. Ritual ini sebagai symbol dan harapan agar proses persalinannya bayi yang akan lahir mendapat kemudahan. c) Ganti baju sebanyak tujuh kali dengan kain bermotif dan menggunakan kain batik Sidomukti pada saat ganti kain yang terahir. Para tamu diminta untuk memilih kain yang cocok dengan calon ibu. Makna simbolik dari ritual ini, dapat dirunut dari makna kata sidamukti yang berarti menjadi mukti (mulia) atau bahagia. Hal ini sekaligus terkandung harapan agar kelak anak yang dilahirkan dapat mendapat kemuliaan dan kesenangan hidupnya.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

17

d) upacara angrem. Setelah upacara ganti busana, calon ibu duduk di atas tumpukan baju dan kain yang tadi habis di gunakan. Hal ini memiliki simbol bahwa calon ibu akan selalu menjaga kehamilan dan anak yang di kandungnya dengan hati hati dan penuh kasih sayang. Calon Ayah menyuapi calon ibu dengan nasi tumpeng dan bubur merah putih sebagai simbol kasih sayang. e) rujak. Pada upacara ini, calon ibu membuat rujak di dampingi oleh calon ayah, para tamu yang hadir membelinya dengan menggunakan kereweng sebagai mata uang. f) memecahkan dua kelapa gading yang telah digambar/dilukis. Gambarnya bisa memilih Kamajaya dan Dewi Ratih atau Harjuna dan Sembrada, bisa juga Panji Asmara Bangun dengan Galuh Candra Kirana. Acara ini merupakan visualisasi doa orang Jawa agar kelahirannya nanti jika laki-laki bisa setampan Kamajaya, Harjuna atau Panji Asmara Bangun, dan jika perempuan secantik Dewi Ratih, Sembrada atau Galuh Candra Kirana. Memecah buah kelapa yang telah digambari tadi, dengan sekali tebas. Jika buah kelapa bisa terbelah menjadi dua bagian, maka seluruh hadirin akan berteriak:”perempuan”. Namun jika tidak terbelah dan hanya menyemburkan air isinya saja, maka hadirin akan berteriak:”laki- laki” (Inayatul Ulya : 121-122)

B. Studi Relevan Berikut ini akan penulis kemukakan beberapa studi relevan berdasarkan pada identifikasi sumber-sumber dalam bentuk hasil temuan penelitian yang telah ada, dan telah mempunyai relevansi dengan penelitian yang sedang dilakukan. Dengan asumsi agar tidak terjadi pengulangan pada lokasi penelitian dan subyek yang sama dan sekaligus dapat membantu mengembangka analisis dan pemahaman terhadap temuan penelitian.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

18

Pertama, penelitian yang ditulis Duwi Futriana Sari, Mahasiswa IAIN Purwokerto tahun 2016 dengan judul penelitian “Internalisasi nilai- nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Mithoni di Desa Brani Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap”. Penelitian ini di latarbelakangi oleh adanya transformasi atau perubahan dalam pelaksanaan tradisi mithoni. Tradisi mithoni merupakan tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa, dan memiliki nilai-nilai luhur yang sejalan dengan ajaran Islam. Dimana dalam pelaksanaan tradisi mithoni dari tahun ke tahun mengalami perubahan dari ritual kejawen menjadi lebih ke arah Islam. Perubahan yang terjadi yaitu pengurangan unsur-unsur ritual, dari ritual kejawen yang serba lengkap menjadi tradisi yang lebih ke spritual dengan tidak meninggalkan inti dari tradisi tersebut. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif, data dikumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi, observasi, dan wawancara. Data dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala desa Brani, tokoh masyarakat desa Brani, dan masyarakat desa Brani Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi mithoni yang dilaksanakan di Desa Brani Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap suda mengalami banyak perubahan dalam tata pelaksanaannya dan makna dari tradisi tersebut. Tradisi ini tetap dilestarikan oleh masyarakat, khususnya di Desa Brani karena merupakan salah satu tradisi yang menjadi sarana penghubung antara Allah dan hamba-Nya serta hubungan sesama manusia. Tradisi mithoni juga termasuk kelanjutan dari tradisi “mapati”. Dimana dalam kedua tradisi ini bermaksud untuk mendoakan keselamatan bayi yang ada dalam kandungan dengan menimta kepada Allah Swt. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi mithoni yang ada di desa Brani Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap banyak mengalami perubahan misalnya dalam prosesinya, dalam sesajian yang ada dalam tradisi tersebut sudah mengalami pengurangan dan perubahan, menurut tradisi budaya Jawa bahwa tradisi mithoni adalah wujud rasa untuk memohon

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

19

kepada Allah Swt dalam keselamatan untu bayi dan ibu yang mengandung. Peneliti mengutip penelitian ini sebagai salah satu studi relevan karena memiliki kesamaan dalam pembahasan yang merupakan tradisi mandi tujuh bulan (mithoni), dan objek nya adalah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam mandi tujuh bulan, tetapi banyak juga memiliki perbedaan antara lain yaitu banyaknya sesajian dan cara pelaksanaannya, dalam hal ini Duwi Futriana Dewi meneliti tentang internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi mithoni yang beralamat di Desa Brani Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap (Duwi Futriani Sari, 2016) Kedua, penelitian yang ditulis Siti Khuzaimah, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta tahun 2015, dengan judul “Tradisi Tingkeban dalam Pandangan dan Fungsinya Bagi Warga Muhammadiyah dan NU di Desa Karangrejo Karanggeneng Lamongan”. Tingkeban merupakan salah satu tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa. Tingkeban merupakan ritual paling penting selain perkawinan dan kematian. Di Desa Karangrejo, Kranggeneng, Lamongan, tingkeban tidak hanya dilakukan oleh warga NU, tetapi juga warga Muhammadiyah, uniknya di beberapa tempat tradisi lokal cenderung membelah warga Muhammadiyah dan NU. Namun di Desa Karangrejo tingkeban menjadi ruang untuk bertemu. Tingkeban bertujuan untuk mendoakan ibu dan jabang bayi, selain itu mampu menjadi integrasi sosial dan solidaritasantar warga Muhammadiyah dan NU. Penelitian ini membahas dua hal, pertama “Pandangan warga Muhammadiyah dan NU terrhadap tradisi tingkeban”, kedua “Fungi Tingkeban sebagai Jembatan Kultural yang mempertemukan warga Muhammadiyah dan NU”. Untuk membahas kedua hal tersebut digunakan teori fungsional struktural talcott persons. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dengan menggunakan penelitian kualitatif. Hasil penelitian yang dihasilkan ada dua, yaitu pertama secara umum kedua warga memandang bahwa tingkeban merupakan tradisi Hindu dan perkara baru dalam agama islam. Bagi warga Muhammadiyah, ada pengecualian antara

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

20

tingkeban dengan beberapa tradisi lainnya, hal ini dipengaruhi basis rasional yang berbeda dalam menyikapi tingkeban, keduanya sama-sama benar menurut mereka, sehingga ada sedikit perbedaan dalam praktik Tingkeban di Desa Karangrejo. Kedua, fungsi tingkeban sebagai sistem tindakan dapat dipolakan sebagai berikut: Adaptasi berupa slametan, rewang, dan menghadiri undangan. Pencapaian tujuan berupa rukun, harmonis, dan selamat. Integrasi berupa pembuatan sebagai simbol tingkeban. Latensi berupa rasa syukur kepada Tuhan. Motivasi mengadakan tingkeban ini bagi kedua warga adalah sebagai langkah peneguhan hati dan permohonan keselamatan kepada Tuhan, memohon agar ditingkatkan rezeki dengan cara bersedekah. Dengan demikian fungsi tingkeban dalam konteks ini adalah usaha mendapatkan kerukunan, keharmonisan, dan keseimbangan dalam semua masyarakat. Dalam hal ini peneliti mengutip skripsi Siti Khuzaimah karena ada keselarasan antara tujuan dan niat dalam melaksanakan mandi kembang tujuh bulan dengan hasil observasi peneliti, tetapi tetap ada perbedaan yang sanyat signifikan diantaranya tentang pokok pembahasan serta objek penelitian yang di telitinya. Ketiga, penelitian yang ditulis Mukhlis Mubarok, mahasiswa IAIN Surakarta, fakultas Ilmu Keguruan dan Tarbiyah, 2017. Dengan judul penelitian “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Nyadran di Blambangan, Boyolali. Penelitian ini dilatar belakangi oleh setiap bangsa dan sukutentunya memiliki agama sebagai kepercayaan yang mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai pegangan hidup. Indonesia adalah negara terdiri dari berbagai pulau yang dihuni oleh berbagaimacam suku, budaya, serta agamanya. Dalam perkembangan zaman yang semakin modern, upacara tradisional sebagai wahana budaya luhur bisa dikatakanmasih memegang peranan pentingbagi sebagian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat. Upacara tradisional yang memiliki makna serta nilai-nilai pendidikan islam didalamnya bagi sebagian tradisi-tradisi yang ada di Indonesia sampai sekarang masih dipatuhi dan dijalani oleh masyarakat

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

21

tertentu, salah satu tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat jawa adalah tradisi Nyandran. Tradisi nyandran merupakan akulturasi budaya jawa-hindu dengan islam. Sebagaimana diketahui sebelum agama islam masuk ke jawa, masyarakat sudah mempunyai suatu adat yang meluhurkan yang menghormati roh leluhurnya. Oleh karena itu penelitian tertarik untuk melalkukan penelitian Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Nyandran di Blambangan, Boyolali. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, setting penentian dilakukan di dusun Balambangan, Desa Gedangan, Kabupaten Boyolali. Yang penelitiannya dimulai dari bulan mei sampai juni 2017. Adapun suyek penelitiannya adalah salah satu warga dusun Blambangan, dan informannya yaitu kepala Desa, ketua RT, dan Tokoh Agama. Sedangkan teknik penguumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi data. Untuk analisis meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitin menunjukkan bahwa tradisi nyandranadalah suatu proses mengirimkan doa kepada para leluhur yang sudah meninggal dunia. Tradisi ini sudah menjadi tradisi turun-temurun dari nenek moyang mereka, dan untuk waktu pelaksanaannya tanggal 15 ruwah, proses tradisi nyandra yang pertama ialah Besik Kubur atau membersihkan pemakaman, dilanjutkan dengan berdoa bersama, setelah itu inti dari nyandran yaitu saling bertukar makananyang mereka anggap sebagai sedekah, dan yang terakhir adalah pembagyo tamu atau menikmati hidangan yang disediakan. Adapun tujuannya adalah sebagai rasa syukur atas segala karunia, nikmat yang telah diberikan dan sebagai sarana penyambung tali persaudaraan antar sesama manusia. Kegiatan pembgyo tamu inilah yang menjadi ciri khas dari tradisi nyandran di Kabupaten Boyolali. Kesamaan penelitian ini terletak pada nilai-nilai pendidikan Islam yang di ambil dari tradisi yang masih dalam lingkungan adat jawa, sedangkan perbedaan adalah mengenai tradisinya, yaitu tentang tradisi mandi kembang tujuh bulan (mithoni) dengan tradisi nyadra.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini berjudul “ Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Mandi Kembang Tujuh Bulan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat”. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah, di sebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak di gunakan untuk Penelitian dilakukan pada objek yang alamiah, objek yang alamiah adalah objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada objek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrumen maka peneliti harus mempunyai bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang di teliti menjadi lebih jelas, dan bermakna. Landasan teori juga bermanfaat sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta dilapangan. Penelitian kualitatif ialah penelitian yang mengembangkan pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperhitungkan konteks yang relevan (Lexy J. Moleong, 2014: 31). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan atau simultan. Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian di konstruksikan menjadi hipotesis atau teori.

22 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

23

Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu nilai di balik data yang tampak, oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.

Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil dari “Nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam mandi kembang tujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat”. Dengan menggunakan instrumen penelitian metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

B. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data primer

Data primer adalah data yang di ambil dari sumber sumber data secara langsung oleh peneliti melalui wawancara dan observasi terhaap informan penelitian. Sedangkan menurut Lofland bahwa “sumber data utama penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan”. (Lexy J. Moleong, 2012: 157).

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara fisik individual atau kelompok, dan hasil observasi terhadap benda(fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujinya. Penggunaan sumber data sesuai dengan yang diinginkan karena data yang tidak relevan dapat dieleminasi atau setidaknya dikurangi, kemudian data yang diperoleh lebih akurat. Tetapi memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar dibandingkan jika penelitian menggunakan data sekunder, data ini

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 24

diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara kepada para responden yaitu:

1) kepala adat RT 09 2) ketua RT 09 3) Tokoh Masyarakat RT 09 4) Masyarakat RT 09 b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari biro statistic, majalah, keterangan keterangan atau publikasi lainya (Muktar, 2007: 91)

Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Data tersebut akan dikumpulkan guna untuk memperkuat jawaban dan melengkapi data primer dari permasalahan yang akan dibahas. Dengan kata lain, data sekunder ini adalah data yang diperoleh dari data yang sudah terdokumentasi di Rukun Tetangga 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Adapun data sekunder tersebut adalah antara lain :

Histori dan Geografis

1) Struktur Organisasi Pemerintahan 2) Keadaan Penduduk 3) Keadaan Penduduk menurut Usia 4) Keadaan Ekonomi 5) Keadaan Agama dan Pendidikan 6) Peta Desa Marga Rukun 2. Sumber Data

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 25

Sumber data utama dalam penelitian kaualitatif ialah kata-kata,dan tindakan,selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lexy J. Moleong, 2014: 157).

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden (Suharsimi Arikuntox, 2017: 172).

Sumber data disini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh, sumber data dapat diperoleh melalui wawancara kepada orang, dokumentasi, foto kegiatan, arsip dokumentasi yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan islam dalam proses mandi kembang tujuh bulan.

Untuk mendapatkan informasi, maka sumber data yang dimanfaatkan adalah sebagai berikut:

1) Kepala Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang 2) Ketua RT 09 Desa Marga Rukun 3) Tokoh Masyarakat di RT 09 Desa Maraga Rukun 4) Tokoh Adat Desa Marga Rukun 5) Sebagian Masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun

C. Setting dan Subjek Penelitian 1. Setting penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai tempat penelitian di dasarkan atas pemikiran bahwa tempat tersebut adanya kasus tersebut. Adapun alasan praktis pemilihan lokasi tersebut juga didasarkan beberapa pertimbangan , yaitu: a. Keterjangkauan lokasi penelitian oleh peneliti, baik dari segi tenaga maupun efisiensi waktu

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 26

b. Situasi social sebelum mendapatkan izin formal, peneliti telah mengadakan komunikasi informal dengan pihak ketua RT 09, ketua Adat, dan pihak-pihak yang terkait, sehingga dapat izin secara formal. 2. Subjek penelitian Subjek penelitian dilingkungan RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupateb Tabjung Jabung Barat, yang di jadikan subjek penelitian adalah: a. Ketua RT 09 Desa Marga Rukun b. Ketua Adat RT09 Desa Marga Rukun c. Tokoh Masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun d. Dan sebagian Masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun Subjek penelitian ini diambil dengan menggunakan cara purposive sampling yaitu tekni yang didasarkan pada ciri-ciri tertentu yang diperkirakan erat sangkut pautnya dengan ciri-ciri dan sifat-sifat yang ada didalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2015 : 300). Penelitian ini menggunakan data berupa informasi utama dari ketua RT 09, ketua adat, tokoh masyarakat dan sebagian masyarakat sebagai informasi tambahan yang mendukung kajian penelitian . subjek dalam penelitian ini sebagian di datangi dan diwawancarai, sebagian lagi didatangi untuk diamati atau di observasi secara langsung. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan informasi atau data yang diperoleh melalui wawancara dengan data yang diperoleh melalui observasi melalui teknik triagulasi, sehingga data dan informasi sampai pada titik jenuh.

D. Tehnik Penggumpulan Data Dalam pengumpulan data ini penulis mengambil tiga teknik, yaitu: 1. Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Observasi tidak terbatas hanya pada orang, tetapi juga pada obyek-obyek alam yang lain.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 27

Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses- proses pengamatan dan ingatan. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation. Selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur (Sugiyono, 3013: hal 145). Observasi digunakan untuk mengetahui secara langsung terhadap objek penelitian tersebut, yaitu pada lingkungan masyarakat yang melaksanakan prosesi tradisi mandi tujuh bulan. Yakni antara lain : a) Prosesi pelaksanaan mandi kembang tujuh bulan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat. b) Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam mandi kembang tujuh bulan di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 2. Wawancara Salah satu metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, yaitu suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada pararesponden. Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan kepada terwawancara (interviewee) yang memberikan atas jawaban itu (Lexy J. Moleong, 2014: hal 186). Penggunaan metode ini dimaksudkan agar penulis dapat mendengar secara langsung keterangan-keterangan dari responden agar lebih jelas dan terperinci untuk penulis tuangkan dalam skripsi ini. Dan juga untuk menghindari keraguan-keraguan yang ada (Cholid Narbuko, 2009: hal 83).

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 28

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan kepada dua orang atau lebih, bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan- keterangan. Adapun metode ini yang ditujukan kepada: a) Tokoh Masyarakat RT 09 b) Ketua Adat RT 09 c) Kepala Desa d) Ketua RT 09 e) warga Masyarakat Setempat.

3. Dokumentasi Dokumentasi merupakan informasi yang bukan bersumber dari manusia. Nasution menyebutkan bahwa ada pula sumber non manusia, diantaranya dokumen dan foto, dokumentasi merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian, dokumentasi juga diartikan sebagai catatan peristiwa yang telah lalu. Bisa berbentuk tulisan, misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, gambar, sketsa, dan lain-lain. Dokumentasi ada juga yang berbentuk karya, misalnya karya seni, patung, film (Djam‟an Satori, 2017: hal 148). Dengan menggunakan metode dokumentasi ini mempermudah pengamatan dan mewawancarai serta memperkuat penulis terhadap kebenaran data yang akan dianalisis, metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data sebagai berikut: a) Historis dan Geografis b) Struktur Pemerintah c) Keadaan Penduduk dan Ekonomi d) Keadaan Agama dan Pendidikan e) Gambar prosesi mandi tujuh bulanan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 29

f) Peta Desa Marga Rukun E. Analisi Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data yang menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya, teori yang “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. in fact, data analysis in qualitative research is an on going activity that occurs throughout the investigative process rather than after process. Dalam kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data (Sugiyono, 2013: hal 245). Adapun analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Reduction (Reduksi Data) Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti kelapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Reduksi data juga diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian, penyederhanaan data “kasar” yang muncul di lapangan. Sebagaimana kita ketahui reduksi data dilakukan terus-menerus selama penelitian berlangsung, sebelum semua data benar-benar terkumpul sampai penelitian tersebut sudah menjadi laporan akhir dan sudah tersusun lengkap. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 30

data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti computer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu (Matthew B. Miles A. Michael Huberman, 1992: hal 16). Setiap mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukanpenelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data. Ibarat melakukan penelitian di hutan, maka pohon-pohon atau tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang belum dikenal selama ini, justru dijadikan focus untuk pengamatan selanjutnya. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang di pandang ahli. Melalui diskusi itu maka wawasan peneliti akan berkembang, dan tidak ada keraguan serta kebingungan dalam mereduksi data-data yang diperolah dari hasil penelitian tersebut, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan (Djam‟an Satori, 2017: hal 218). 2. Data Display (Penyajian Data) Langkah selanjutnya setelah mereduksi data, adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, tetapi yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Adapun fungsi display data disamping untuk memudahkan dan memahami apa yang terjadi, juga untuk merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami (Djam‟an Satori, 2017: hal 219). 3. Verifikasi/Penarikan kesimpulan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 31

Langkah ketiga dalam penelitian kualitatif adalah menarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap kesimpulan data berikutnya. Makna- makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga diteliti menjadi jelas (Matthew B. Miles A. Michael Huberman, 1992: hal 19). Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Peneliti harus memastikan pola analisis mana yang akan digunakan. Apakah analisis statistik ataukah analisis nonstatistik, semua tergantung pada jenis penelitiannya. Apabila penelitiannya menggunakan penelitian kualitatif berarti analisis nonstatistik, dan begitu juga sebaliknya (Sumadi Suryabrata,2012: hal 40). F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 1. Trianggulasi Data Trianggulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara dan berbagai waktu. a) Trianggulasi Sumber. Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. b) Trianggulasi teknik. Trianggulasi teknik dilakukan dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. c) Trianggulasi waktu Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memeberikan data yang lebih valid. Untuk itu dapat dilakukan dengan cara

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 32

melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. (Sugiono, 2013:273). Berdasarkan teknik triangulasi tersebut diatas, maka dimaksudkan untuk mengecek kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh dilapangan tentang nilai-nilai pendidikan islam dalam mandi kembang tujuh bulah di Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat dari sumber hasil observasi, wawancara maupun dokumentasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan seluruh data yang diperoleh di lapangan dalam penelitian tersebut. G. Jadwal Penelitian Jadwal penelitian ini di susun untuk menjadi pedoman dalam rangka penelitian. Dengan adanya jadwal penelitian akan lebih mudah mempersiapkan langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan nantinya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 33

Tabel 3.1 Jadwal dan tahap penelitian

November No Kegiatan Januari April Mei September Oktober Pengajuan Judul 1 x Pembuatan Proposal 2 x Perbaikan Proposal 3 X

Izin Seminar 4 X

Seminar 5 X

Izin Riset 6 X Pengumpulan Data 7 X X

Analisis Data 8 X Penulisan X Skripsi 9 X X

Penggandaan X 10

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum Dalam penyusunan skripsi, historis dan giografis daerah penting dan menjadi objek dalam sebuah penelitian. Kondisi social, budaya, ekonomi, Agama dan Pendidikan juga objek penelitian, dan factor yang potensial untuk mempengaruhi aturan hokum yang benar-benar hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Atau dengan katalain merupakan sarana utama yang efektif untuk mengetahui ciri-ciri khusus suatu kelompok social masyarakat. Oleh karna itu dalam bab ini penulis sajikan sekilas tentang historis dan geografis rukun tetangga 09 Daesa Margarukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 1. Historis dan Geografis a. Historis Setiap terjadinya kelompok masyarakat, baik masyarakat desa maupun kota tentunya telah dapat diketahui mempunyai sejarah tersendiri, begitu juga dengan Rukun Tetangga 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang, Rukun Tetangga 09 Desa Marga Rukun di bentuk pada tahun 2007 yang asalnya adalah Rukun Tetangga 29 Desa Sungai Rambai, dengan adanya pemekaran wilayah oleh pemerintah setempat, wilayah Desa Sungai Rambai di pecah menjadi menjadi 4 yaitu Desa Lumahan, Desa Sungsang dan Desa Marga Rukun, setelah adanya pemekaran tersebut maka terbentuklah wilayah RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang sampai sekarang. b. Geografis Rukun tetangga 09 mempunyai wilayah seluas 300 Ha, yang berbatas: 1) Sebelah timur berbatsan dengan sungai Pengabuan 2) Sebelah barat berbatasan dengan Riau

34 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 35

3) Sebelah selatan berbatasan dengan RT 08 4) Sebelah utara berbatasan dengan RT 10 2. Struktur Organisasi Dalam suatu wilayah rukun tetangga, merupakan penyelenggara pemerintah terendah yang ada di Indonesia saat ini. Sebagai suatu lembaga pemerintah untuk dapat melaksanakan segala aktivitasnya, dan memerlukan suatu bentuk kepemimpinan sehingga pengelolaan aktivitas tersebut dapat dikendalikan, dipantau dan dapat pula dievaluasi pelaksanaanya. Untuk dapat mewujudkan semua ini, maka diperlukan suatu wadah yang dikenal sebagai organisasi. Dan suatu rukun tetangga biasanya di pimpin oleh seorang rukun tetangga yang diangkat dan ditunjuk oleh masyarakat. Untuk mengetahui lebih jelasnya, berikut ini adalah tabel strutur organisasi RT 09 Desa Marga Rukun: Gambar 4.1 Sruktur organisasi RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Ketua RT

Mulyono

Wakil RT

Dayat

Tokoh Adat Tokoh Masyarakat

Purnomo Marbain. S

Masyarakat

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 36

3. Keadaan Penduduk Rukun Tetangga 09 a. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Adapun penduduk menurut jenis kelamin di rukun tetangga 09 dapat dilihat melalui table berikut ini:

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin. (Dokumentasi, Rukun tetangga 09, 2019)

NO Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-Laki 79

2 Perempuan 57

Jumlah 136

Dari tabel diatas dapat dipahami bahwa penduduk rukun tetangga Desa Marga Rukun pada tahun 2019 berjumlah (136) jiwa, dari jumlah penduduk yang ada, penduduk jenis kelamin laki-laki lebih mendominasi di bandingkan jumlah penduduk jenis kelamin perempuan. Walaupun demikian kehidupan masyarakat Rukun Tetangga 09 dapat berjalan beriringan baik dan tenteram (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019) 4. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Usia Keadaan penduduk menurut kelompok usia dirukun tetangga 09 dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 37

Tabel 4.2. Keadaan Penduduk Menurut Melompok Usia, (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019)

No Umur Jumlah

1 0-5 13

2 6-18 19

3 19-34 44

4 35-55 38

5 56-80 22

Jumlah 136

Dari tabel diatas dapat di simpulkan bahwa penduduk di Rukun Tetangga 09 pada tahun 2019 berjumlah 136 orang, dari jumlah warga masyarakat yang ada, jumlah usia anak wajib belajar dan usia anak sekolah, tentu hal ini membutuhkan pengawasan Atau pengajaran tentang kebudayaan yang ada pada suatu kelompok masyarakat di Rukun Tetangga 09 mengenai pendidikan yang harus diketahui dan supaya bias melestarikan kepada generasi muda nantinya. (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019) 5. Keadaan Ekonomi dan Mata Pencarian Selaku masyarakat yang bertanggung jawab dirukun tetangga 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Baratn ini, kepala keluarga memiliki latar belakang sosial ekonimi yang dalam mencari mata pencarian yang berbeda-beda, untuk mengetahui mata pencarian penduduk rukun tetangga 09 dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 38

Tabel 4.3 Keadaan Mata Pencarian Penduduk, (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019)

No Mata Pencarian Jumlah

1 PNS 2

2 TNI/ Polri 1

3 Petani 76

4 Pedagang 7

5 Swasta 11

Jumlah 97

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwasanya mayoritas warga masyarakat hidup sebagai petani sebanyak 76 orang, PNS sebanyak 2 orang, TNI atau Polri 1 orang, suwasta 11 orang, dan pedagang 7 orang. (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019) 6. Keadaan Agama dan Pendidikan a. Agama Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan yang dianut dirukun tetangga 09 Desa Marga Rukun ini dapat di lihat melalui tabel berikut ini:

Tabel 4.4. Keadaan Penduduk Menurut Agama, (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019)

No Agama Jumlah

1 Islam 136

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 39

2 Buda/hindu -

3 Keristen Katolik -

4 Keristen Protrstan -

Jumlah 136

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwasanya warga masyarakat Rukun Tetangga 09 yaitu menganut Agama Islam keseluruhannya. (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019). b. Pendidikan Pendidikan agar terselenggara dengan baik semestinya harus dilaksanakan pada suatu lembaga pendidikan, lembaga pendidikan adalah suatu wadah dalam mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh setiap anak didik sesuai sengan kemampuannya. Pendidikan saat ini, bagi bangsa Indonesia bakan hanya menjadi kewajiban, melainkan sudah menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, begitu pula halnya dengan Rukun Tetangga 09, bahwa tingkat pendidikan di sadari oleh masyarakat, untuk lebih jalasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5. Keadaan Tingkat Pendidikan Masyarakat, (Dokumentasi, Rukun Tetangga 09, 2019) No Pendidikan Jumlah

1 Sarjana S1 6

2 SMA/SLTA 48

3 SMP/SLTP 24

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 40

4 SD 21

5 Taman Kanak-kanak 17

6 Tidak Tamat SD 11

Jumlah 127

Dari tabel diatas dapat dipahami bahwa tingkat pendidikan yang berada di Rukun Tetanggang 09 bisa dikatakan baik, karena dapat dilihat dari jumlah keseluruhan bahwa masyarakat Rukun Tetangga 09 ini rata-rata sudah mengutamakan pendidikan dewasa oleh setiap orangnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. (Dokumentas, Rukun Tetangga 09, 2019).

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 41

Gambar 4.2 Peta Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 42

B. Temuan Khusus dan Pembahasan Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Mandi Kembang Tujuh Bulan di Desa Margo Rukun Kecamatan Senyerang Mandi kembang tujuh bulanan atau yang biasa disebut dengan tingkeban, sering dilakukan oleh masyarakat yang bersuku jawa pada khususnyadan biasanya tidah hanya suku jawa saja yang melakukan tradisi ini, suku yang lain juga melakukan tradisi ini, contohnya seperti suku banjar. Tetapi pasri akan tetap ada perbedaan dalam hal prosesinya, baik itu sedikit maupun banyak, Mandi tujuh bulanan ini juga sering dikenal dengan tradisi mitoni, upacara ini sering dilakukan pada usia kandungan mencapai tujuh bulan, prosesi ini telah turun temurun dilakukan sejak dahulu dan ada sampai sekarang masih dilestarikan, seperti halnya yang terjadi di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Masih banyak yang melakukan tradisi demikian, 1. Bagaimana Prosesi Tradisi mandi kembang tujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Dalam hal prosesi tradisi mandi tujuh bulanan ini banyak syarat yang harus dipenuhi oleh calon ibu yang memiliki kandungan dengan usia tujuh bulan hal ini senada dengan perkataan bapak Purnomo, Selaku Ketua adat beliau menyatakan bahwa :

“proses mandi kembang adalah adat peninggalan nenek moyang, harus dilakukan diatas tanggal 17, kenapa harus dilakukan diatas tanggal 17 supaya tidak berpapasan dengan bulan purnama, kalau berpapasan dengan bulan purnama nanti anaknya bias kurang sehat. Kemudian harus dengan air tujuh sumur, dengan bunga setaman yang memiliki 7 macam yang berbeda-beda, kemudian disertai dengan adanya kebiasaan seperti belah kelapa cengkir, yang apabila kalau belahnya pas di tengah maka anak yang dilahirkan kemungkinan besar adalah anak laki-laki, tapi kalau belah kelapa cengkirnya miring, maka anak yang dilahirkan kemungkinan besar adalah anak perempuan”.(Purnomo, wawancara, 17 September 2019).

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 43

Persyaratan sebelum melakukan tradisi mandi kembang tujuh bulan ini juga sama diungkapkan oleh Mbah Sariyah, salah satu warga RT 09 desa Margo Rukun kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Beliau mengatakan :

“persyaratan mandi kembang tujuh bulan itu kelapa gading yang di ukir dengan menyerupai tokoh pewayangan da nada pula sebagian warga disini yang mengukir dengan lafas Allah serta disebelahnya lafas Muhammad, untuk gayung airnya menggunakan batok kelapa yang dilubangi menjadi seperti gayung,kemudian syarat yang harus di penuhi yaitu berupa kembang 7 macam, air 7 sumur, umbi- umbian 7 macam, rujak yang terbuat dari 7 macam buah dan 7 kain batik.”. (Sariyah, Wawancara, 15 September 20 19).

Memang dalam suatu prosesi tradisi biasanya sebelum memerlukan beberapa syarat yang harus dipersiapkan sebelum melakukannya, tanpa terkecuali dengan prosesi mandi kembang tujuh bulanan, masyarakat RT 09 desa marga rukun kecamatan Senyerang Tanjung Jabung Barat juga mempraktekkannya dalam prosesi tradisi tersebut, selain itu perhititungan hari melalukan tradisi tersebut juga diperhatikan karena memberikan efek samping kepada anak yang dikandung tersebut, hal ini senada dengan yang di ungkapkan oleh bapak purnomo, beliau mengatakan:

“masalah hari, itu dilihat kepada hari kelahiran orang yang memgandung, misalnya Hari ahad paing ketemunya dengan hari apa, syukur-syukur ketemunya dengan hari senin pon, ini membawa pengaruh kepada keselamatan si anak tersebut, apalagi anak pertama, apabila prosesi perhitungan hari ini benardalam menerapkannya maka anak yang dilahirkan nantinya akan memiliki sifat baik, tetapi apabila dari prosesi perhitungan hari sudah salah dalam menerapkannya maka anak yang dilahirkan nantinya akan memiliki sifat kurang baik dalam arti kata anaknya enggak biasa jadi orang yang bener”.(Purnomo, wawancara, 17 September 2019).

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 44

Mengenai sesajen dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan di RT 09 desa margo rukun kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat dapat di lihat dari hasil observasi dan wawancara sebagai berikut :

“adapun sajian sesajen yang ada dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan yaitu tumpeng yang berbentu kerucut yang melambangkan permohonan kita kepada Allah supaya bayi yang dikandung lahir dengan selamat, kalapa cengkir yang dilukis dengan gambar gareng ataupun petruk, bunga tujuh macam, kleman atau umbi-umbian dengan tujuh macam, rujak yang terbuat dari tujuh macam buahnya, es ccendol, dan bubur merah putih”.( Sariyah, wawancara 15 September 2019). Pernyataan diatas senada juga dengan apa yang di katakana oleh bapak Purnomo sebagai berikut:

“kalau soal sesajian, itu hanyalah lambang ataupun kebiasaan yang dilakukan oleh nenek moyang terdahulu dengan kata lain lambang supaya si bayi yang lahir nantinya menjadi anak yang bisa di banggakan oleh kedua orang tuanya, adapun sesajen dalam proses mandi tujuh bulan ini yaitu tumpeng, tumpeng ini melambangkan harapan atau berdo‟a memohon kepada Allah supaya bayi yang akan lahir nantinya selamat dan sehat, kedua kembang setaman atau bunga tujuh macam, yaitu untuk melambangkan supaya yang lahir nanti anaknya akan berprilaku baik dan dapat membuat bangga orang tuanya, ketiga kelapa cengkir yang di belah, ini melambangkan bahwa dengan terbelahnya kelapa cengkir tersebut melambangkan siapnya si ibu yang mengandung tersebut akan melahirkan, keempat kelamen atau umbi-umbian, yang melambangkan bahwa kita semua hidup dan berasal dari tanah, yang kelima rujak, yang mlambangkan bahwa nantinya si bayi akan mempunyai sifat sopan dan santun serta ramah kepada semua orang, (Purnomo, wawancara 17 september 2019).

Proses adalah urutan pelaksanaan suatu kejadian atau juga bias dikatakan sebagai rangkayan urutan suatu peristiwa, jadi prosesi mandi kembang tujuh bulan ini ialah bagaimana urutan taupun rangkaian tata cara mandi tujuh bulan, untuk melihat bagaimana sebenarnya tata cara urutan mandi kembang tujuh bulan yang dilaksanakan oleh masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 45

Jabung Barat dapat dilihat dari haasil Wawancara dari bapak Marbain sebagai tokoh masyarakat sebagai berikut:

“Mengenai prosesi mandi kembang tujuh bulan setiapmasyarakat yang melaksanakan tradisi mandi kembang tujuh bulan ini tuntunya berbedaan baik itu dari segi sesajiannya ataupun tatacaranya, urutan tata cara mandi tujuh bulan yaitu yang pertama adalah siraman, siraman disinii memiliki tujuan mensucikan secara lahir dan batin untuk ibu dengan sang bayi, biyasanya siraman ini di lakukan pada malam hari setelah acara kendurian, yang kedua brojolan atau brobosan, yang mana sang ayah akan meluncurkan kelapa cengkir dari balik kain sang ibu, makna dari brojolan kelapa cengkir ini adalah supaya nantinya bayi lahir dengan mudah, yang ketiga membelah cengkir, hal ini juga dilakukan oeleh seorang ayah, makna dari membelah cengkir yaitu sebagai simbol untuk membuka jalan si jabang bayi lahir, keempat ganti kain tujuh kali, kelima potong tumpeng sebagai wujud rasa syukur pelaksanaan mandi kembang tujuh bulan berjalan dengan lancar”. (Marbain, wawancara 17 september 2019)

Mengenai beberapa macam prosesi mandi kembang tujuh bulan ini juga di ungkapkan oleh bapak sujono, selaku salah satu warga RT 09 desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat seperti berikut: “Kalau ditempat saya tinggal proses mandi tujuh bulan itu ada enam yang pertama, proses siraman, siraman disini dilakukan oleh kedua orang tua, orang yang dianggap tertua dikampung, dan kerabat atau keluarganya. Kedua pecah telur, telur yang digunakan disini haruslah telur kampung, proses ini dilakukan oleh sang ayah, ketiga brojolan kelapa cengkir oleh ke pakaian yang dikenakan sang ibu dari arah atas. Keempat pembelahan kelapa. Apabila kelapa yang dibelah itu miring bayi yang akan lahir nantinya berjenis kelamin laki-laki, dan apabila belahan tepat ditengah, maka bayi yang akan lahir berjenis kelamin perempuan, itu semua hanya sebagai lambang saja. Mau itu nanti lahirnya berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan hanya Allah yang tahu. Kita sebagai manusia hanya bisa memohon dn berdo‟a yang terbaik untuk anak kita. Kelima ganti pakaina sebanyak tujuh kali, kain yang dimaksud disini kain batik, sebagai lambang agar sang jabang bayi nantinya lahir mendapatkan kebahagiaan. Keenam jualan rujak dan es dawet ( cendol ). Prosesi ini melambangkan agar kelak bayi yang akan lahir ke dunia bisa mencari rizki dengan mudah,

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 46

dan mempunyai kehidupan ekonomi yang cukup, (Sujono, Wawancara 16 september 2019).

Begitu pula yang di katakana juga oleh salah satu warga masyarakat RT 09 sebagai berikut:

“Kalau di sini proses mandi tujuh bulan itu ada enam tahapannya yang pertama, proses siraman, siraman disini dilakukan oleh kedua orang tua, lalu di lanjutkan oleh orang yang dianggap tertua dikampung sini seperti mbah purnomo itu, kemudian baru kerabat atau keluarganya si calon ibu itu. Kedua pecah telur, proses ini dilakukan oleh sang suami dari calon ibu itu, telur yang digunakan haruslah telur ayam kampung , ketiga brojolan kelapa cengkir oleh ke pakaian yang dikenakan sang ibu dari arah atas. Keempat pembelahan kelapa yang dilakukan oleh suami dari calon ibu tadi, Apabila kelapa yang dibelah itu miring bayi yang akan lahir nantinya berjenis kelamin laki-laki, apabila belahan tepat ditengah, maka bayi yang akan lahir berjenis kelamin perempuan. Mau itu nanti lahirnya berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan hanya Allah yang tahu. Kelima ganti pakaina sebanyak tujuh kali, kain yang dimaksud disini kain batik. Keenam jualan rujak dan es dawet ( cendol ). Ini melambangkan agar nantinya bayi yang akan lahir ke dunia bisa mencari rizki dengan mudah, (Sarti, wawaancara 15 September 2019). Pernyataan di atas senada denga yang dikatakan oleh bapak Purnomo selaku tetua adat di RT 09 Desa Marga Rukun sebagai berikut:

“prosesi tradisi mandi kembang tujuh bulan itu yang pertama siraman, siraman disini di lakukan pada saat malam hari setelah acara kenduri atau selametan selesai, biyasanya psroses siraman ini dipandu oleh orang yang dipercaya oleh anggota keluarga yang ingin di mandikan tersebut, bias jadi kerabat dekatnya, atau orang yang mengerti tentang tradisi mandi kembang tujuh bulan di kampung itu, proses siraman ini dilakukan sebanyak tujuh orang, siraman pertama di lakukan oleh kedua orang tua, dilanjutkan dengan kakak ( jika ada ), dan selanjutnya anggota keluarga atau kerabat, siraman ini memiliki makna sebagai pensucian diri (membersihkan diri ) baik itu secara zohir dan batin, agar apa? Agar sang jabang bayi yang akan lahir nantinya berjalan dengan lancer dan selamat. Kedua proses memecah telur ayam kampung dan harus pecah, proses ini melambangkan bahwa nantinya bayi yang akan lahir bisa menemukan jalannya, dengan arah tidak melintang. Ketiga proses brojolan kelapa cengkir, hal ini dilakukan poleh sang ayah jabang bayi yang di kandung ibunya, dilakukan dengan cara memasukkan kelapa cengkir tersebut kedalam kain

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 47

yang di pakai oleh ibu. Keempat pemecahan kelapa cengkir, kelapa yang sudah di lukis atau digambar dengan gambar pitruk dan gareng lalu di belah dengan tujuan apabila belah kelapnya pas di tenga sama rata, itu menandakan bahwa kemungkinan besar jabang bayi tersebut adalah laki-laki, namun apabila kelapa cengkir yang di belah tadi tidah pas tengah sama rata kemungkinan besar jabang bayi yang tersebut adalah perempuan. Kelima pantes-pantesan atau ganti kain sebanyak tujuh kali, biasanya kain yang di gunakan haruslah bermotif batik, keenam yairu jualan es cendol kalu orang jawa nyebutnya es dawet, ini melambangkan bahwa nantinya si bayi yang akan lahir keduni dan tumbuh besar akan mudah mencari rizki dan di mudahkan segalah urusannya”. ( Purnomo, Wawancara 17 september 2019 ).

Senada juga yang telah dikatakan oleh bapak mulyono selaku ketua RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat berikut ini:

“Kalau di RT 09 dari turun temurun semenjak dulu Proses mandi tujuh bulan itu yang pertama siraman, biasanya siraman ini di lakukan oleh orang tuannya yang akan dimandikan itu, lalu ditruskan dengan orang yang di anggap tetua di suatu kampung, kemudia kerabat atau keluarganya. Kedua pecah telur, proses ini dilakukan oleh sang ayah. Ketiga brojolan, yang dilakukan oleh sang ayah dari arah atas di jatuhkan kedalam kain yang dikenakan ibu yang dimandikan tadi. Keempat pembelahan kelapa, apa bila kelapa yang dibelah itu miring, maka bayi yang akan lahir nantinya perempuan, namun apabila belahnya tepat di tengah maka anak yang akan dilahirkan nantinya adalah laki-laki, dan itu hanya sebagai lambang saja, mau itu nantinya lahir berjenis kelamin laki- laki ataupun perempuan hanya Allah yang tahu, kita sebagai manusia hanya bias memohon dan berdoa yang terbaik untuk anak kita. Kelima ganti pakaian sebanyak tujuh kali, pakaian disini ialah kain yang bermotifkan batik”. (Mulyono, Wawancara 14 september 2019). Senada juga dengan yang dikatakan oleh bapak tumirin selaku kepala Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai berikut:

“Kalau mengenai prosesi mandi kembang itu biasanya di desa ini di pimpin oleh orang yang mengetahui ataupun yang sangat paham dengan tradisi tersebut, seperti mbah purnomo. Kalau masalah urutannya itu yang pertama siraman, yang kedua berojolan,

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 48

berojolan ini adalah kelapa cengkir yang di masukkan kedalam kain si calon ibu dari atas dijatuhkan kebawah yang dilakukan oleh suaminya, ketiga pembelahan kelapa cengkir itu tadi oleh suami si calon ibu, pembelahan kelapa cengkir itu melambangkan jika kelapa yang di belah tersebut belah tepat tengah sama rata itu melambangkan bahwa bayinya adalah laki-laki, dan jika belah kelapanya itu tidak tepat di tengah maka itu melambangkan bayinya perempuan, keempat ganti kain atau biasa di sebut pantes pantesan, biasanya kain yang digunakan untuk ganti itu sebanyak tujuh kali, dan kain itu adalah kain yang bermotif batik, yang kelima itu jualan es cendol, ini melambangkan dengan harapan nantinya si bayi akan dengan mudah mencari rizki” (Tumirin, wawancara, 2019)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas dapat diketahui bahwa dalam Prosesi tradisi mandi kembang tujuh bulan di RT 09 desa margo rukun kecamatan Senyerang kabupaten Tanjung Jabung Barat, memiliki beberapa syarat yang diperlukan sebelum prosesi mandi kembang tersebut diantaranya memerlukan perhitungan hari yang harus di cocokkan dengan hari kelahiran ibu yang mengandung, kemudian memiliki beberapa persyaratan lainnya dengan hitungan jumlah serba tujuh, seperti bunga tujuh macam, air sumur tujuh tempaat yang berbeda, umbi- umbian tujuh macam, rujak yang terbuat dari tujuh buah serta kain batik yang terdiri tujuh lembar adapun maksud dari sesajen tersebut adalah untuk mengharapkan keberkahan serta keselamatan yang diharapkan dari Allah SWT. Prosesi mandi kembang jutuh bulan tersebut memang memiliki perbedaan dalam pelaksanaannya disuatu lingkungan yang berbeda, walaupun sama-sama melaksanakan baik itu dari segi sajian ataupun urutannya. a) Tumpeng, berbentuk kerucut, semakin tinggi semakin mengecil, ini melambangkan bahwa tangan yang selalu merapat memohon doa kepada Allah SWT, bayi yang ada di kandungan selalu diberikan kesehatan sampai peroses melahirkan. b) Kelapa cengkir, yaitu kelapa muda yang berwarna agak kekuningan dan berbentuk bulat, melambangkan bahwa bayi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 49

yang akan lahir nantinya memiliki tekat yang kuat dalam menjalani hidup. c) Jualan rujak dan es cendol, memiliki makna yang berrti dalam kehidupan nantinya bisa dengan mudah mencari rizki dan bisa hidup lebih sejahtera. d) Batok kelapa, batok kelapa yang dibuat menyerupai bentuk gayung yang diberi pegangan, supaya nanti bayi yang akan lahir bisa bermanfaat dan berguna bagi sesame baik dalam lingkup keluarga maupun lingkungan dan masyarakat. e) Kembang tujuh rupa, kembang yang berarti harum melambangkan seorang anak harus patuh kepada orang tua dan membuat kedua orang tua bahagia. f) Air tujuh sumur yang berbeda, melambangkan bahwasanya dimanapun nantinya si anak yang dilahirkan akan mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam mandi kembang tujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan dapat dilihat dari segi nilai edukasi dan nilai religius. a. Nilai edukasi Nilai edukasi ini bias diartikan sebagai suatu usaha pengajaran ataupun pendidikan yang diberikan oleh guru kepada murid atau orang tua kepada anak, dengan tujuan untuk merubah dan memperbaiki kepribadian anak tersebut. Untuk mengetahui nilai- nilai apa saja yang terkandung dalam tradisi mandi kembang dari nilai edukasi dapat dilihat dari ungkapan bapak Marbain sebagai berikut:

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 50

”Nilai yang terkandung dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan ini ialah bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak sejak masih dalam kandungan, setiap orang tua pastinya menginginkan anaknya yang lahir kelak menjadi anak yang berbakti dan patuh kepada orang tua, menjadi anak yang baik shaleh dan shalehah, nah dengan tradisi mithoni atau disebut juga mandi tujuh bulan yang dilakukan oleh sepasang suami istri, mengandung makna bahwa untuk kebaikan anak yang dikandungnya. Dan tidaklah mereka melakukan tradisi tersebut melainkan bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan anak yang akan lahir nantinya”. (Marbain, wawancara 17 september 2019).

Purnomo, (ketua adat) juga mengatakan bahwa:

“Nilai yang terdapat dalam tradisi mithoni tersebut salah satunya ialah memohon do‟a kepada Allah SWT, agar ibu yang sedang mengandung serta anak yang ada dalam kandungannya tetap dalam keadaan sehat dan selamat sampai proses melahirkan.dan dengan adanya pembacaan sholawat serta bacaan-bacaan Al- Qur‟an dalam kenduri itu akan meberikan bimbingan dan mengingatkan kepada kita semua kepada Yang Maha Kuasa supaya kita tetap tawakal serta mengasah rasa ukhuwah islamiyah yang hadir di acara tersebut (Purnomo, wawancara 17 September 2019)

Dari pemaparan di atas dapar di simpulkan bahwa semua orang ttua menginginkan anak yang akan dilahirkan nantinya memilliki kepribadian yang baik, dan kelak dapat menjadi anak yang bisa dibanggakan oleh kedua orang tuanya. Hal ini sejalan dengan pernyataan bapak Tumirin yaitu:

“Nilai-nilai edukasi berarti proses pengajaran yang dilakukan seorang guru kepada siswa ataupun orang tua kepada anaknya, dengan tujuan untuk mengembangkan kepribadian dan mendidik anak kearah yang lebih baik, salah satu nilai edukasi yang terdapat dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan ini adalah orang tua dapat mengajarkan kepada anak pentingnya mencintai budaya dan alangkah lebih baiknya lagi dapat melestarikannya supaya budaya yang telah dilakukan dari zaman dulu tidak hilang”. (Tumirin, wawancara 21 september 2019). Nilai edukasi yang tedapat dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan ialah untuk kepribadian anak yang lebih baik dan juga mengajarkan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 51

bagaimana cara untuk mencintaui dan melestarikan budaya yang telah berjalan dari zaman dulu.

“Nilai yang terkandung didalam mandi kembang tujuh blan yaitu bahwasanya setiap suku memiliki adat ataupun tradisi yang berbeda, sama halnya dengan suku jawa yaitu mengenai mandi kembang tujuh bulan ini, dan mengetahui bagaimana prosesi adat yang telah dilakukan dari zaman dulu, supaya kita semua dapat melestarikan budaya yang kita punyai, tetapi masih tetap menghargai adat istiadat suku yang lain”. (Mulyono, wawancara 14 september 2019).

Dari hasil wawancara diatas bahwa nilai edukasi yang terkandung didalam tradisi mandi kembang tujuh bulan ialah peran orang tua sangatlah penting karna pendidikan yang pertama dan paling utama itu adalah kedua orang tua, karna kedua orang tua mendidik anak tidak hanya sejak usia dini, tetapi mulai dari dalam kandungan sang ibu, dan di sini kedua orang tua sangat menginginkan anaknya kelak mempunyai kribadian yang baik serta dapat mengetahui adat istiadat yang telah di lakukan sejak zaman dulu. b. Nilai Religius Nilai religius diatrikan sebagai nilai-nilai yang yang didalamnya mengandung unsur keagamaan, dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan ini tidak hanya mengandung nilai edukasi saja, tetapi juga mengandung nilai religiusnya, untuk mengetahui niali religius yang ada didalam tradisi mandi kembang tujuh bulan dapat diketahui dari bapak purnomo sebagai berikut:

“Sebenarnya tradisi mandi kembang tujuh bulan atau sering juga orang jawa menyebutnya mithoni termasuk tradisi yang memang sudah ada sejak zaman dulu, dan sampai sekarangpun dilaksanakan, ada beberapa orang mengatakan bahwa tradisi ini tidak ada dalam Agama Islam, jika tidak ada dalam agama Islam itu disebut sebagai bid‟ah, dan tidak boleh dilakukan, tetapi jika tradisi mandi kembang tujuh bulan tersebut di maknai dengan membawa kebaikan serta keselamatan bagi jabang bayi dengan cara memanjatkan sholawat kepada Nabi dan memanjatkan doa

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 52

kepada Allah SWT, karna sesungguhnya keselamatan, bencan, dan kebaikan itu hanyalah Allah SWT yang tahu, dan kita sebagai manusia hanya bias memohon doa supaya diberikan keselamatan dan kebaikan dalam kita menjalani hidup. Sama halnya dengan tradisi mandi kembang tujuh bulan ini, tujuanyan yaitu semata- mata untuk memanjatkan dan memohon doa agar sang bayi dan ibu yang mengandung selamat sampai proses melahirkannya nanti”. (purnomo, wawancara 17 september 2019).

Sebenarnya tradisi mandi kembang tujuh bulan ini memang sudah ada sejak zaman dahulu, dan sampai sekarang di kalangan suku jawa bahkan bukan suku jawa saja yang melaksanakannya, dengan maksud dan tujuannya memohon doa kepada Allah SWT agar sang bayi dan ibu yang mengandung dalam keadaan sehat dan selamat sampai proses melahirkannya nanti dengan memanjatkat sholawat kepada Nabi dan memohon doa kepada Allah SWT. Hal serupa telah dikatakan oleh mbah Sariyah sebagai berikut:

“Nilai religius yang terdapat didalam tradisi mithoni tersebut adalah, pada dasarnya bertujuan untuk memohon kepada Allah SWT, berdo‟a supaya semuanya berjalan dengan baik, baik itu dalam proses persalinan, sampai nanti anak tersebut tumbuh menjadi dewasa, karena tergantung kedua orang tua yang mendidik dari sejak ia mulai anak-anak sampai beranjak dewasa, bagaiman cara kedua orang tua tesebut mendidiknya. Baik dari segi pengetahuan umum dan dari segi pengetahuan keagamaan”. (Sariyah, wawancara 15 september 2019).

Seperti halnya wawancara kepada bapak mulyono beliau mengatakan:

“Adapun nilai religius yang terkandung dalam tradisi ini ialah kita dapat mengingat Allah dengan dibacakan ayat-ayat Al-Qua‟am serta sholawat atas nabi SAW dan menjalin silaturahim kita sesame manusia ketika berkumpul menghadiri slamatan sebelum dilaksanakannya prosesi tradisi mandi tujuh bulanan tersebut dan salah satunya lgi ialah untuk memohon do‟a, memohon pertolongan kepada Allah SWT, pertolongan yang seperti apa ? yaitu pertolongan agar kelak sang jabang bayi dapat lahir ke dunia dengan selamat dan sehat wal afiat, dan juga memohon do‟a agar sang ibu yang mengandung bisa selalu sehat dan baik-baik saja

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 53

hingga lahirannya nanti ”. (Mulyono, wawancara 14 september 2019). memohon dan memanjatkan doa kepada Allah SWT agar bayi yang nantinya akan lahir dengan keadaan selamat dan ibunya dalam keadaan selamat juga. Seperti yang telah di katakana bapak Marbain bahwa:

“Pada dasarnya “tingkeban” atau mandi kembang tujuh bulan merupakan ritual yang bernilai sakral dan bertujuan sangat mulia, karena di dalam ritual tingkeban terdapat permohonan do‟a kepada Gusti Allah. Dan sebelum dilaksanakan tradisi tersebut terlebih dahulu diadakan seperti selamatan dan dikumandangkan kalimat-kalimat Shalawat Nabi merupakan bukti pelaksanaan tingkeban secara Islami. Dikumandangkannya Shalawat Nabi dalam tradisi umat Islam di Ponorogo dikenal dengan “Berjanjen” dengan niat supaya bayi dan ibunya selamat dan baik-baik saja sampai proses melahirkannya nanti, dan ketika orang yang hadir dalam selamatan tersebut akan menambah rasa ukhuwah islamiah dan bertawakal kepada Allah SWT ”. (Marbain, wawancara 17 september 2019).

Serupa juga yang telah di katakana bapak Tumirin sebagai berikut:

“Nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi mithoni tersebut salah satunya ialah harus bersabar, tawakal dan memohon do‟a kepada Allah SWT, agar ibu yang sedang mengandung serta anak yang ada dalam kandungannya tetap dalam keadaan sehat dan selamat sampai proses melahirkan”. (Tumirin, wawancara 21 september 2019).

Mandi tujuh bulan sebelum dilaksanakannya ada pembacaan surah yasin, berjanji, marhaban, dan pembacaan doa selamat seperti yang telah kikatakan ibuk Sarti salah satu warga RT 09 sebagai berikut:

“Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi mandi tujuh bulan ini salah satunya yaitu nilai-nilai keagamaannya. Seperti dalam pelaksanaan mandi kembang tujuh bulan ini sebelum melakukan prosesi siraman, terlebih dahulu akan diadakan acara kenduri, yang didalam genduri itu dibacakan surat yasin, berzanji, marhaban, dan pembacaan do‟a selamat. Tentunya itu semua

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 54

tidak lain dan tidak bukan bertujuan untuk keselamatan si jabang bayi, dan ibu yang sedang mengandung hingga lahiran”. (Sarti, wawancara 15 september 2019)

Dari hasil wawancara mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan yaitu setiap orang tua pasti mengharap anak yang bakal lahir kelak menjadi anak yang baik dan dapat memenuhi harapan kedua orang tuanya, oleh karna itu orang tua berupaya melakukan hal yang positif dari sebelum anak itu lahir. Dengan memanjatkan sholawat kepada Nabi dan memohon doa kepada Allah SWT, harapan ditananmak setinggi-tingginya agar anak yang lahir dan ibu yng mengandung selamat dan sehat, serta nantinya anak tersebut akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah serta berbakti kepada orang tuanya. Dan melakukan tradisi mandi kembang tujuh bulan tersebut bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan, pada dasarnya tradisi ini merupakan ritual yang sacral dan bertujuan sangat mulia, karna didalam prosesi mandi kembang tujuh bulan terdapat permohonan doa kepada Allah SWT dan di lantunkan kalimat-kalimat Shalawat atas Nabi. Melihat dari uraian hasih dari wawancara di atas peneliti menemukan nilai nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam mandi kembang tujuh bulan, antara lain ialah: 1) Mendoakan jabang bayi 2) Sebagai tolak balak 3) Ajang silaturahim masyarakat sekitar 4) Memperkuat ukhuwah islamiah 5) Bertawakal Namun mengenai persyartan yang terdapat didalam salah satu wawancara peneliti ada beberapa persyaratan yang tidak sesuai dengan keyakinan dan syariat islam antaranya ialah:

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 55

1) mengenai penetapan hari yang harus dilakukan diatas tanggal 17 yang diyakini jika berpapasan dengan dengan bulan purnama nanti anaknya bisa kurang sehat. 2) Belah kelapa cengkir, yang di artikan untuk mengetahui jenis kelamin bayi yang ada dalam kandungan tersebut, di wawancara tersebut dikatakan jika belah kelapanya itu tepat ditengah-tengah maka anak yang akan lahir adalah laki-laki, dan jika belah kelapanya tersebut miring, maka anak yang akan dilahirkan adalah perempuan. Pada dasarnya persyaratan tersebut sah-sah saja dilakukan karna sifatnya hanyalah sebuah kebudayaan suatu daerah, tetapi perlu digaris bawahi jikalau masyarakat meyakini bahwa syarat di atas dapat memberi kebaikan dan keburukan serta dapat memberikan jenis kelain tertentu kepada si bayi setelah lahir kedunia maka hal itu tidak diperbolehkan dan tidak bisa di terima oleh keyakinan dan syariat Islam. Karena meyakini sesuatu seain Allah yang bisa memberi kebaikan dan keburukan serta jenis kelamin tertentu kepada bayi yang masih dalam kandungan itu dinamakan musyrik dan sangat di larang dalam agama Islam, dan jika masyarakat meyakini tentang mandi tujuh bulan serta persyaratan sebelum melakukan prosesinya berasal dari ajaran agama islam, maka demikian itu adalah salah satu perbuatan bid‟ah dan tidak ada dalam syariat Islam. Dan hal ini perlu di kaji kembali oleh kita semua tentang persyaratan prosesi tradisi mandi kembang tujuh bulan atau yang biasa disebut mithoni oleh masyarakat jawa.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dan uraian yang penulis lakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Peroses ataupun urutan tata cara mandi tujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang adalah yang pertama proses siraman yang dilakukan oleh kedua orang tua, kerabatnya dan orang yang dapat di percaya mengetahui tentang proses mandi tujuh bulan ( tetua masyarakat setempat), kedua proses pecah telur, telur yang di gunakan harus telur ayam kampung, ketiga proses brojolan kelapa cengkir, yang di jatuhkan kelapa cengkirnya dari atas lewat kain yang dikenakan oleh sang ibu, keempat pembelahan kelapa cengkir, pembelahan ini melambangkan jenis kelamin anak yang akan lahir nantinya, kelima proses pantes-pantesan, yaitu ganti kain sebanyak tujuh kali, kain yang di gunakan bermotif batik, dan yang keenam pemotongan tumpeng. Adapun sesajian atau sesajen yang ada didalam tradisi mandi tujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang adalah yang pertama tumpeng, bubur merah putih, rujak ( buah-buahan yang berbeda-beda sebanyak tujuh macam), es dawet ( cendol ), keleman ( umbi-umbian ) sebanyak tujuh macam, air tujuh sumur, bunga tujuh macam, kain batik sebanyak tujuh, telur ayam, dan kelapa cengkir. 2. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Mandi tujuh bulan di RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang adalah iman, ihsan, taqwa, tawakal, syukur, silaturahim dan shadaqah. dilihat dari segi edukatif dan religius, sebenarnya kedua nilai ini saling berkaitan erat antara satu sama lain. Mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi mandi tujuh bulan yaitu setiap orang tua pasti mengharapkan

56 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 57

anak yang bakal lahir kelak menjadi anak yang baik dan dapat memenuhi harapan mereka terhadapnya. Apalagi sebagai seorang muslim dan muslimah, Tidaklah mereka melakukan upacara tersebut melainkan untuk tujuan kebaikan dan keselamatan. Pada dasarnya mandi kembang tujuh bulan ( tingkeban) merupakan ritual yang bernilai sakral dan bertujuan sangat mulia, karena didalam ritual mandi kembang tujuh bulan terdapat permohonan do‟a kepada Allah SWT dan di kumandangkan kalimat-kalimat Shalawat Nabi dan juga Berjanjen atau di sebut juga Berjanji. Berjaji ini diharapkan dapat memberikan pendidikan kepada janin yang di kandung oleh sang ibu sejak masih dalam kandungan. B. Saran 1. Bagi umat Islam umumnya dan masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Khususnya, tradisi mandi kembang tujuh bulan atau juga disebut mithoni ini perlu dilestarikan dengan tetap berpegang teguh dan kokoh pada ajaran agama Islam dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung didalamnya. 2. Bagi warga masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun Kecamatan senyerang kabupaten Tanjung Jabung Barat, nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi mandi kembang tujuh bulan, seperti pembacaan do‟a selamat, berjanji, dan marhaban serta sholawat atas Nabi SAW, itu semua tidak lain dan tidak bukan ialah permohonan do‟a kepada Allah SWT untuk keselamatan si jabang bayi dan ibu yang mengandung sampai ninti proses melahirkannya sertah untuk memperkokoh ukhuwah islamiah yang hadir dalam acara tersebut, itu yang harus di pentingkan dan di pertahankan 3. Bagi para remaja, belajarlah untuk mencintai dan mengetahui budaya yang telah di lestarikan oleh warga masyarakat setempat dengan menggunakan syariat islam, sehingga kita akan tahu dan dapat melestarikan budaya tersebut, khususnya dalam tradisi mandi tujuh bulan atau juga yang disebut mithoni ( tingkeban). C. Penutup

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 58

hamdan wasyukronlillah, penulis panjarkan puji syukur atas nikmat, taufiq, serta hidayah yang Allah berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tidak lupa pula Shalawat beriring salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, panutan kita Nabi Muhammad SAW. Dengan segala kerendahan hati, permohonan maaf kepada semua pihak, kiranya masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna dari penulisan skripsi ini. Hal ini dikarnakan kemampuan penulis yang masih terbatas, maka dari itu saran dan keritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini senantiasa penulis nantikan. Dan ucapan trima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya untuk dosen pembimbing dan semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 59

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. (2005). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 80 Abdullah. (2004). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sandro Jaya, hlm. 265 Ahmad Tafsir. (2017). Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm. 38-39 Cholid Narbuko. (2009). Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, hlm.83 Christina Krisnawati. (2005). Menjadi Orang Tua, Jakarta: Curiosita, hlm. 117 Djam‟an Satori. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, hlm. 148 Depag RI. (1990). Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Kathoda, hlm 129 Http://id.wikipedia.org/wiki/Tingkeban, (diakses pada tanggal 4 november 2019 pukul 21.25 wib) Inayatul Ulya, (2008). Nilai Pendidikan Islam Tradisi Mitoni, Setudi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati, Jawa Tengah Vol 3 No 1. Kemas Imron. (2016). Kapita Selekta Pendidikan Islam, Padang: Sukabina Press, hlm. 2 Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat,Yogyakarta: Tiara Wacana, hlm. 3 La Ode Gusal. (2015). NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYATSULAWESI TENGGARA, Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3 Lexy J. Moleong, (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014 hlm. 31 M. Tholhah Hasan. (2004). Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lantabora Press, hlm 6 Mansur Isna, (2001). Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, hlm. 98 Matthew B. Miles A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia, 1992 hlm. 16 Muhaimin. (2012). Paradikma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012 hlm. 29 Mukthar. (2007). Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah. Jambi: Sultan Thaha Press, hlm. 91

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi 60

Muzayyin Arifin. (2012). Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 15-16 Nurcholish Madjid. (2003). Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina, hlm. 36 Ramayulis, (2012). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, hlm. 250 Santosa, Ravianto Budi. (2000). Omah : Membaca Makna Rumah Jawa Yokyakarta: Yayasan Bentang Budaya, hlm. 202-203 Suwardi Endaswara. (2018). Agama Jawa, Yogyakarta: Narasi, hlm. 33-34 Suharsimi Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 172 Syaiful Bahri Djamarah. (2011). Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.83 Syamsu Yusuf. (2016). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung, Remaja Rosdakarya, hlm. 10 Syamsul Maarif, (2007). Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm.. 11

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

INSTRUMENT PENGUMPULAN DATA (IPD)

JUDUL : BUDAYA MASYARAKAT DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI MANDI KEMBANG TUJUH BULAN DI DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT.

Lampiran A : pedoman Observasi

PEDOMAN OBSERVASI RT 09 DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

No Objek Observasi Aspek Observasi 1. Ketua adat, tokoh masyarakar dan Rutinitas mandi tujuh bulan, masyarakat Observasi Pelaksanaan, Hasil Observasi 2. Data pokok RT 09 Keadaan RT 09 (struktur organisasi RT, Histori Desa Marga Rukun, Letak Geografis, dll)

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Lampiran B : Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA KETUA RT 09 DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Nama Ketua RT : MULYONO

Hari/Tanggal : Sabtu / 14 september 2019

Waltu : 16.00 WIB

Tempat : Dirumah Bapak Mulyono

1. Bapak/ibu bolehkah saya mengetahui mengenai historis RT 09 disi ? 2. Bolehkah saya mengetahui struktur organisasi pemerintahan RT 09 beserta letak geografisnya ? 3. Berapa jumlah KK di RT 09 ini pak ? 4. Bolehkah saya mengetahui tentang data warga masyarakat RT 09 di sini pak ? 5. Menurut bapak tujuan masyarakat disini melaksanakan tradisi mandi tujuh bulan ? 6. Bagaimana tentang prosesi mandi tujuh bulan di RT 09 ini pak ? 7. Adakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi mandi tujuh bulan atau mitoni ini ?

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

PEDOMAN WAWANCARA TOKOH MASYARAKAT RT 09 DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MANDI KEMBANG TUJUH BULAN

Nama Tokoh Masyarakat : MARBAIN

Hari/Tanggal : Selasa / 17 September 2019

Waktu : 20.10 WIB

Tempat : Dirumah bapak Marbain

1. Menurut pandangan bapak bagaimana tentang tradisi mandi tujuh bulan di RT 09 ini ? 2. Bagaimana tentang pelaksanaannya pak, tolong jelaskan ? 3. Apa makna dari sesajian atau syarat syarat yang terdapan dalam mandi tujuh bulan tersebut pak ? 4. Apakah sudah dari dulu di RT 09 ini melaksanakan tradisi mandi tujuh bulan ini pak ? 5. Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam mandi tujuh bulan ini pak ?

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

PEDOMAN WAWANCARA KETUA ADAT RT 09 DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT TENTANG PROSESI DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM MANDI TUJUH BULAN

Nama ketua Adat : PURNOMO

Hari/Tanggal : Selasa/ 17 September 2019

Waktu : 16.40 WIB

Tempat : Dirumah bapak Purnomo

1. Bolehkah saya mengetahui bagaiman bentuk prosesi pelaksanaan mandi tujuh bulan di RT 09 ini pak ? 2. Apakah sudah lama tradisi mandi tujuh bulan itu ada di RT 09 ini pak ? 3. Apakah ada hari tertentu ketika ingin dilaksanakannya tradisi mandi yujuh bulan ini pak ? 4. Apa saja syarat dan sesajian yang di butuhkan dalam pelaksanaan mandi tujuh bulan ini ? 5. Mengapa semua syarat dan sesajian tersebut berjumlah tujuh ? 6. Apa makna dari semua syarat tersebut ? 7. Apa keterkaitan (tujuan) pelaksanaan tradisi mandi tujuh bulan yang dilaksanakan terhadap ibu yang mengandung ? 8. Apakah ada nilai-nilai pendidikan Islam didalam prosesi mandi tujuh bulan ini pak ? 9. Apakah pada saat mandi tujuh bulan di RT 09 selalu dibacakan ayat-ayat Al-Quran dan sholawat ?

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

PEDOMAN WAWANCARA MASYARAKAT RT 09 DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT TENTANG PROSRSI MANDI KEMBANG TUJUH BULAN

Nama masyarakat : SARIYAH

Hari/Tanggal : minggu/ 15 September 2019

Waktu : 14.00 WIB

Tempat : Dirumah mbah Sariyah

1. Menurut mbah tradisi mandi tujuh bulan (mitoni) itu seperti apa ? 2. Bagai mana urutan proses pelaksanaan mandi tujuh bulan ini ? 3. Syarat nya apa saja ? 4. Apa makna dari syarat tersebut ? 5. Apakah sudah lama tradisi mandi tujuh bulan ini ada di RT 09 ini ? 6. Nilai pendidikan apa yang terkandung dalam mandi tujuh bulan ini?

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

PEDOMAN WAWANCARA MASYARAKAT RT 09 DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATN TANJUNG JABUNG BARAT TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MANDI KEMBANG TUJUH BULAN

Nama : SUJONO

Hari/Tanggal : Senin/ 16 September 2019

Waktu : 20.30 WIB

Tempat : Dirumah bapak Sujono

1. Bagaimana prosesi mandi tujuh bulan di RT 09 ini ? jelaskan ! 2. Apakah pelaksanaannya terjadi peruhana semenjak bapak tinggal di RT 09 ini ? 3. Nilai pendidikan islam apa yang terkandung dalam mandi tujuh bulan ini ?

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

PEDOMAN WAWANCARA MASYARAKAT RT 09 DESA MARGARUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT TENTANG NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MANDI KEMBANG TUJUH BULAN

Nama masyarakat : SARTI

Hari/Tamggal : Minggu/ 15 September 2019

Waktu : 17.00 WIB

Tempat ; Dirumah ibu Sarti

1. Nilai apa saja yang terkandung dalam mandi tujuh bulan ini ? 2. Apakah ada acara sebelum dilaksanakan tradisi mandi tujuh bulan ini ? 3. Apa tujuan dibacakan surah yassin, berjanji dan marhaban tersebut ?

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Lampiran C : Pedoman Dokumentasi

PEDOMAN DOKUMENTASI RT 09 DESA MARGA RUKUN KECAMATAN SENYERANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

No Objek Aspek Dokumentasi

1. Ketua RT, Tokoh Masyarakat, 1. Sejarah dan Biografis RT 09 Ketua Adat, Masyarakat RT 09, Desa Marga Rukun prosesi mandi kembang tujuh 2. Struktur Pemerintah RT 09 bulan di RT 09 dan Data pokok Desa Marga Rukun RT 3. Pelaksanaan tradisi mandi tujuh bulan

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

DOKUMENTASI PENELITIAN

Kegiatan Prosesi Mandi Kembang Tujuh Bulan Di Rt 09 Desa Marga Rukun

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Kegiatan Wawancara salah satu masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Kegiatan wawancara ketua Adat RT 09 Desa Marga Rukun

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Kegiatan Wawancara Salah satu Masyarakat RT 09 Desa Marga Rukun

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Kegiatan Proses Mandi Kembang Tujuh Bulan di RT 09 Desa Marga Rukun

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi