51 Dara Jingga, Wisran Hadi
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 12 Nomor 1 Edisi Juni 2015 (51—63) DARA JINGGA, WISRAN HADI: PARODI TERHADAP KEKUASAAN (Dara Jingga, Wisran Hadi: a Power Parody) Rusyda Ulva Sekolah Tinggi Keilmuan dan Ilmu Pendidikan Dharmasraya Jalan Lintas Sumatera km 18 Koto Padang, Dharmasraya Pos-el : [email protected] (Naskah diterima: 5 Desember 2014, Disetujui: 10 Mei 2015) Abstract This article uses Dara Jingga (1984) playscript by Wisran Hadi as the material object. The research was done by using the postmodern parody theory of Linda Hutcheon. Parody theory is utilized to find the implicit and explicit meanings as a new interpretation of the mythical and historical background of Dara Jingga script play. In so doing, it can reveal the author criticisms as an implementation of parodies in this act. The result of this research points out that the playscript of Dara Jingga is a parody of Dara Jingga or Bundo Kanduang myth and Pamalayu history text. Parody in this script play is a media used by the author to give a critical response toward power deviation which is done by power regime. The criticisms toward power that are being passed on among others: criticizing authoritarian government form which prevents the freedom of expressing opinion, criticizing the power holder that monopolizes history, and criticizing power that is carried on with violence. Keywords: parody, criticism, power Abstrak Tulisan ini membahas naskah lakon Dara Jingga (1984) karya Wisran Hadi sebagai objek material. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan teori parodi postmodern model Linda Hutcheon. Teori parodi digunakan untuk menemukan makna-makna implisit dan eksplisit sebagai interpretasi baru dari penyimpangan cerita mitos dan teks sejarah yang menjadi latar penciptaan lakon Dara Jingga. Dengan demikian, dapat mengungkap kritikan-kritikan pengarang sebagai implementasi dari parodi dalam lakon ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naskah lakon Dara Jingga merupakan parodi dari mitos Dara Jingga atau Bundo Kanduang serta teks sejarah Pamalayu. Parodi dalam naskah lakon ini merupakan media yang digunakan pengarang untuk memberi tanggapan kritis terhadap penyimpangan kekuasaan yang dilakukan rezim penguasa. Kritik yang ingin disampaikan mengenai kekuasaaan di antaranya mengkritik bentuk pemerintahan yang otoriter tanpa memberikan kebebasan berpendapat, mengkritik penguasa yang memonopoli sejarah, serta mengkritik kekuasaan yang dijalankan dengan menggunakan kekerasan. Katak kunci: parodi, kritik, kekuasaan 51 SET JUNI 15.pmd 51 11/3/2017, 10:41 AM SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 12 Nomor 1 Edisi Juni 2015 (51—63) 1. Pendahuluan mitos Dara Jingga dan teks sejarah Pamalayu Salah satu persoalan masyarakat yang sebagai latar penciptaan. Latar peristiwa itu sering dibicarakan dalam sebuah karya sastra berkaitan dengan sejarah zaman kerajaan adalah kekuasaan. Kekuasaan mengacu pada Swarnabumi-Darmasraya, Singosari, sampai suatu jenis pengaruh yang dimanfaatkan si Majapahit. Sehubungan dengan latar kerajaan objek, individu, atau kelompok terhadap yang tersebut, maka peperangan, perebutan lainnya (Martin, 1990:69). Semenjak zaman kekuasaan, dan hal-hal yang bersifat kekerasan modern, definisi kekuasaan diidentikkan menjadi pembicaraan utama dalam lakonDara dengan negara. Secara politis menurut Yoesoef Jingga. (2007:204), kekuasaan merupakan dasar untuk Dengan memanfaatkan mitos Dara melaksanakan pengaturan negara. Kekuasaan Jinggadan teks sejarah Pamalayu, Wisran Hadi dipandang sebagai alat untuk mencapai dan menghadirkan sesuatu yang baru dari mitos dan mempertahankan posisi tertentu dalam hierarki sejarah tersebut sebagai media dalam pemerintahan (kekuasaan politik). Dalam menyampaikan pikirannya. Tokoh-tokoh dalam menjalankan kekuasaannya, seorang pemegang mitos masyarakat Minangkabau, dalam naskah kekuasaan mempunyai berbagai kemungkinan, lakonDara Jingga dihadirkan dengan karakter antara lain melaksanakan kekuasaan secara yang berbeda. Meskipun alur naskah drama benar dengan dasar tujuan untuk mencapai ini hampir serupa dengan mitos dan sejarah, kesejahteraan dan melakukan pengawasan namun beberapa peristiwa baru muncul dalam sistem, atau kekuasaan dijalankan secara salah, naskah lakon ini, sebagai wadah yang yakni menggunakan kekuasaan untuk mendukung pikiran pengarangnya dalam kepentingan dan kemuliaan pemegangnya. mengkritisi persoalan di sekitarnya. Dalam hal ini muncullah praktik penyalahgunaan Sebagaimana hakikatnya sebuah karya sastra wewenang dan kekuasaan yang cenderung ‘melaporkan’ kehadiran sesuatu (peristiwa). menimbulkan anarki kekuasaan. Kehadirannya menyebabkan orang berpikir Penguasa yang memilih menjalankan tentang sesuatu yang tidak hadir, sedangkan kekuasaan secara salah akan menerapkan yang hadir hanya alat untuk memikirkan sesuatu berbagai kebijakan dan program kerja yang yang tak hadir tersebut (Junus, 1984:63—64). menguntungkan kepentingannya. Kondisi Peristiwa yang hadir dalam karya sastra seperti ini selalu menimbulkan ketidakadilan menjadi wadah untuk menyampaikan sesuatu sehingga berdampak dengan lahirnya karya- yang tidak hadir itu. Dengan demikian, mitos karya sastra yang bertemakan hal tersebut. dan teks sejarah merupakan wadah atau media Kritikan yang dilontarkan dalam karya-karya yang digunakan pengarang untuk sastra terhadap penguasa salah satunya adalah menyampaikan kritikan terhadap kekuasaan tindakan-tindakan penyimpangan yang yang terjadi. dilakukan dalam mempertahankan kekuasaan Berdasarkan hal tersebut, maka kritikan yang dimilikinya. Banyak upaya yang dilakukan terhadap kekuasaan merupakan persoalan yang rezim penguasa dalam mempertahankan ingin disampaikan Wisran Hadi dalam lakon kekuasaannya, antara lain berupa politik Dara Jingga. Dengan memanfaatkan mitos penaklukan yaitu memonopoli kekuasaan di Dara Jingga dan teks sejarah Pamalayu, tingkat nasional sampai daerah, mengaburkan Wisran Hadi menghadirkan sesuatu yang baru sejarah, merampas hak kebebasan dari mitos dan sejarah tersebut. Tokoh, alur, berpendapat, memarginalkan kebudayaan dan latar dalam mitos dan sejarah diparodikan daerah, sampai pada tindakan anarki. dalam bentuk baru, sebagai wadah untuk Fenomena tersebut juga ditanggapi Wisran menyampaikan kritikan terhadap fenomena Hadi dalam naskah lakon Dara Jingga (1984) yang terjadi di masyarakat. ini. Kritikan disampaikan Wisran Hadi melalui 52 SET JUNI 15.pmd 52 11/3/2017, 10:41 AM Rusyda Ulva: Dara Jingga, Wisran Hadi: Parodi terhadap Kekuasaan Berdasarkan masalah di atas, maka Unsur parodi sering digunakan dalam rumusan masalah dalam penelitian ini mengenai karya seni termasuk karya sastra. Sindiran kritikan terhadap kekuasaan melalui parodi dalam bentuk memparodikan realitas lakon Dara Jingga. Berkaitan dengan hal itu, merupakan sebuah alternatif dalam maka objek formal dalam penelitian ini adalah memberikan kritikan ataupun menyampaikan kritikan terhadap kekuasaan yang terdapat di pesan moral kepada masyarakat pembaca. dalam karya sastra dengan menggunakan teori Meskipun gaya parodi sudah ada sejak dahulu, parodi postmodern Linda Hutcheon sebagai namun dalam perkembangannya parodi baru pisau analisisnya. Sedangkan, objek materialnya dikenal sebagai ilmu sejak posmodernisme ikut adalah naskah lakonDara Jingga yang termuat mempengaruhi dunia sastra. Berdasarkan hal dalam kumpulan drama Empat Sandiwara tersebut maka teori parody postmodern Linda Orang Melayu karya Wisran Hadi. Huthcheon akan digunakan sebagai pisau Penelitian ini secara teoretis bertujuan analisis untuk melihat kritikan yang terdapat untuk mengakumulasi ilmu dalam dalam naskah lakon ini. pengembangan dan penelitian sastra khususnya Seperti yang telah dikemukakan di atas drama, serta dalam penelitian yang bahwa parodi yang dikemukakan oleh menggunakan teori parodi. Selain itu, penulis Hutcheon adalah parodi postmodernisme. mengungkapkan kritik terhadap kekuasaan Istilah Posmodernisme sangat berkaitan erat dalam naskah lakon Dara Jingga. Adapun dengan apa yang disebut dengan modernisme tujuan praktisnya adalah untuk meningkatkan atau modernitas. Konsep posmodernisme apresiasi terhadap karya sastra terutama drama merupakan konsep yang sangat kompleks yang di kalangan civitas akademika dan masyarakat merupakan suatu aliran pemikiran besar yang umum. Selain itu, juga diharapkan merupakan negasi dari pemikiran sebelumnya, meningkatkan perhatian pada aspek parodi yakni modernisme. Menurut Hutcheon dalam karya sastra. Bagi para pembaca, (1988:50—53) posmodernisme memang tidak penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai dapat dilepaskan dari modernisme, tidak dalam referensi mengenai bentuk-bentuk karya yang hubungannya yang menegasikan, tetapi dalam berisi kritikan terhadap kekuasaan. hubungannya yang saling bergantung dan Sebagaimana yang telah diungkapkan memiliki dampak yang kompleks meskipun sebelumnya, kritik terhadap kekuasaan yang keduanya memiliki perbedaan. terdapat dalam naskah lakon ini dihadirkan Secara umum postmodernisme mengambil Wisran Hadi melalui tokoh-tokoh dengan latar bentuk pernyataan sadar-diri (self-conscious), mitos dan sejarah. Penyelewengan terhadap berkontradiksi dengan diri sendiri (self mitos dan sejarah sebagai suatu bentuk sindiran contradictory), dan menghancurkan diri sendiri dan kritikan inilah yang disebut sebagai parodi. (self-undermining). Postmodernisme seperti Tokoh Parodi menurut Teeuw (1984: 214) mengatakan sesuatu, tapi pada saat yang sama adalah tokoh-tokoh yang diambil dari karya menambahkan apostrof pada apa yang sastra yang secara berwibawa mewakili norma- dikatakan.