T1 152016008 BAB IV.Pdf

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

T1 152016008 BAB IV.Pdf BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Kerajaan Majapahit Awal Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan besar di Indonesia yang didirikan oleh Raden Wijaya yaitu menantu dari Kertanegara pada tahun 1293. Kerajaan Majapahit didirikan dengan usahanya sendiri bukan merupakan warisan dari Kertanegara. Kertanegara adalah raja terakhir Kerajaan Singasari sebelum runtuh akibat serangan Jayakatwang. Kertanegara dan permaisurinya wafat akibat serangan tersebut. Raden Wijaya dan pengikutnya melarikan diri dengan melakukan pengembaraan dari Rabut Carat ke Pamawaran, Trung, Kulwan, Kembang Sari,karena di wilayah ini Raden Wijaya dan pengikutnya dikejar musuh mereka berjalan kembali ke Desa Kudadu sampai akhirnya Raden Wijaya disarankan meminta bantuan Aria Wiraraja di Madura. Setelah tinggal beberapa waktu di Madura atau lebih tepatnya wilayah Aria Wiraraja, Raden Wijaya dan Aria Wiraraja menyusun siasat untuk merebut kekuasaan Jayakatwang. Dengan segala tipu muslihatnya, Raden Wijaya menyatakan seolah-olah takluk pada kekuasaan Jayakatwang. Takluknya Raden Wijaya diterima baik oleh Jayakatwang untuk mengabdi padanya. Raden Wijaya pun dihadiahi tanah Tarik yang waktu itu berupa hutan (sekarang Mojokerto) untuk menjadi daerah kedudukannya. Saat sedang melakukan pembukaan hutan Tarik, salah seorang pasukan Raden Wijaya menemukan buah maja. Raden Wijaya memakannya, tetapi ketika dimakan rasanya pahit. Oleh karena itu, wilayah hutan Tarik ini kemudian diberi nama Majapahit. Pada tahun 1293, tentara Tartar datang ke Jawa hendak menyerang Kertanegara karena telah melukai salah satu utusannya, namun Kertanegara sudah wafat. Pasukan Tartar dengan dibantu pasukan Raden Wijaya kemudian menyerang Jayakatwang dan berhasil menundukkan Jayakatwang. Kesempatan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang balik tentara Tartar dan 8 memukul mundur tentara Tartar dari wilayah Singasari. Dengan berakhirnya kekuasaan Jayakatwang, Raden Wijaya menobatkan dirinya menjadi raja baru dengan nama kerajaan Majapahit. Raden Wijaya naik tahta dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Pada saat pemerintahan Raden Wijaya berakhir, tahta Majapahit jatuh ke tangan putranya, Jayanagara atau yang memiliki nama kecil Raden Kala Gemet. Kala Gemet naik tahta dengan gelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandy Dewa Adhiswara pada tahun 1294. Pada masa pemerintahannya muncul banyak pemberontakan, diantaranya pemberontakan Ranggalawe, pemberontakan Lembu Sora, pemberontakan Juru Demung, pemberontakan Gajah Biru, pemberontakan Mandan, pemberontakan Wagal, pemberontakan Lasem, pemberontakan Semi, pemberontakan Semi, dan pemberontakan Kuti. Menururt Kitab Pararton, pemberontakan terjadi akibat fitnah dan adu domba Mahapati, sementara sumber yang lain menyebutkan bahwa pemberontakan terjadi karena ketidakpuasan beberapa orang dengan penobatan Jayanegara, contohnya pemberontaka Nambi Pada masa pemerintahan Jayanagara, Gajah Mada pertama kali muncul menjadi anggota pasukan pengawal raja atau pasukan Bhayangkari. Gajah Mada mulai dikenal sebab jasanya dalam pemberontakan Ra Kuti. Pada saat itu Gajah Mada dan pasukannya berhasil mengungsikan Raja Jayanegara beserta keluarganya ke desa Badander saat Ra Kuti menduduki istana. Setelah peristiwa Badander atau pemberontakan Ra Kuti, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan. Kemudian setelah 2 tahun diangkat menjadi patih di Daha. Pada masa pemerintahan Raden Wijaya Daha dan Kahuripan merupakan daerah bawahan Majapahit yang paling utama. Daha di Barat, Kahuripan di Timur, dan Majapahit sebagai pusatnya. Pada tahun 1250 Saka atau 1328 M, Jayanagara wafat dibunuh oleh Tanca (tabib kerajaan). Ra Tanca merupakan ahli pengobatan istana. Menurut Sri Wintala Achmad, suatu hari, Ra Tanca dipanggil untuk mengobati sakit bisul 21 yang diderita Jayanagara. Di dalam kamar raja, hanya ada Ra Tanca, Jayanagara, dan Jaka Mada. Usai melakukan terapi pembedahan, tiba-tiba Ra Tanca menusuk Jayanagara dari belakang hingga tewas. Melihat peristiwa pembunuhan itu, Jaka Mada menikam Ra Tanca hingga tewas (Sri Wintala Achmad, 201:90). Jayanagara tidak memiliki anak sehingga adik (tiri) perempuannya yang bernama Tribhuwana Wijayatunggadewi naik takhta menggantikannya Tiga tahun setelah Tribhuwana Wijayatunggadewi naik takhta, terjadi pemberontakan Sadeng (1331) yang mampu dipadamkan oleh Gajah Mada. Pemberontakan Sadeng dilatarbelakangi oleh Jayanegara yang mengkhianati perjanjian Songeneb. Perjanjian Songeneb yaitu perjanjian antara Aria Wiraraja dan Raden Wijaya yang menyebutkan bahwa wilayah Sadeng dan Keta menjadi kekuasaan Aria Wiraraja. Jayanegara mengklaim bahwa Sadeng dan Keta adalah wilayah kekuasaannya. Pendapat lain mennyebutkan bahwa Tribhuwana Wijayatunggadewi berniat menguasai Sadeng dan Keta karena kedua daerah tersebut memiliki pelabuhan potensial yang mendukung perekonomian Majapahit (Sri Wintala Achmad, 2014:96-97). Gajah Mada yang saat itu menjadi Patih di Daha diminta Arya Tadah untuk menggantikannya sebagai Mahapatih Amangkubumi, namun Gajah Mada menolak. Gajah Mada tidak akan menjabat sebagai Patih Amangkubumi sebelum berhasil menumpas pemberontakan Sadeng. Dalam menumpas pemberontakan Sadeng terjadi persaingan antara Gajah Mada dan Ra Kembar. Ra Kembar adalah putra bungsu Raja Pamekalahan. Ra Kembar adalah prajurit yang tangguh dan ahli menunggang kuda serta menggunakan senjatanya berupa cambuk (Sri Wintala Achmad,2019:58). Gajah Mada dan Ra Kembar bersaing memperebutkan posisi sebagai panglima perang dalam penumpasan pemberontakan Sadeng. Ra Kembar mendahului berangkat menyerang Sadeng saat Gajah Mada dan Adityawarman melakukan diplomasi dengan Sadeng agar pemberontakan dapat terselesaikan tanpa adanya pertumpahan darah. Ra Kembar ingin mencari perhatian dari Ratu 20 Tribhuwana Wijayatunggadewi. Beberapa utusan dikirimkan Gajah Mada untuk menemui Ra Kembar agar mengurungkan niatnya. Ra Kembar menolak dengan alasan apa yang dilakukannya untuk kerajaan. Pertempuran antara pasukan Ra Kembar dan pasukan Sadeng tidak dapat dihindari. Melihat kondisi yang memburuk, Gajah Mada mengerahkan pasukannya, dibantu dengan Adityawarman dan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi Sadeng dapat dipadamkan. Kemenangan Majapahit atas Sadeng, membawa anugerah bagi Gajah Mada yang diangkat menjadi Angabehi dan tak lama kemudian diangkat menjadi Patih Amangkubumi. Sedangkan Ra Kembar diangkat sebagai Bekel Araraman (Krisna Bayu Adji, 2014:123). Setelah memerintah selama 22 tahun, Tribuwanatunggadewi digantikan oleh putranya yaitu Hayam Wuruk. Hayam Wuruk naik tahta pada 1350 M dengan gelar Maharaja Sri Rajasanagara. 4.2. Hayam Wuruk dan Gajah Mada 4.2.1. Latar Belakang Hayam Wuruk dan Gajah Mada Hayam Wuruk adalah putra dari Bhre Tumapel dan Tribhuwanatunggadewi dengan nama kecil Raden Tetep. Dalam Kitab Negarakertagama pupuh 1 diuraikan tentang kelahiran Hayam Wuruk dimana ia lahir pada tahun Saka 1256 (1334 M) di saat terjadinya gempa bumi dan gunung Kampud meletus. Pada hari kelahirannya pula diikrarkan Sumpah Amukti Palapa oleh Gajah Mada (Sri Wintala Achmad, 2019:108). Hayam Wuruk adalah seorang raja yang memiliki jiwa seni di dalam dirinya. Ia suka menari dengan memainkan peran wanita sebagai Pager Antimun, menjadi dalang bergelar Tirtaraju, dan menjadi pelawak dalam pertunjukkan wayang dengan memainkan peran Gagak Ketawang (Purwadi, 2007:107). Penobatan Hayam Wuruk menjadi raja dilakukan pada saat ia masih berusia tujuh belas tahun yang menggantikan ibunya, Tribhuwana Tunggadewi karena turun tahta dan bergabung dalam Saptaprabhu pada 21 tahun 1351. Saptaprabhu adalah pejabat tinggi kerajaan Majapahit semacan Dewan Pertimbangan Agung yang bertugas sebagai Penasehat Raja. Hayam Wuruk naik tahta dengan bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Kisah tentang kelahiran Gajah Mada masih dipenuhi mitos. Menurut Naskah Usana Jawa, Gajah Mada dilahirkan di Bali. Ia lahir dengan cara memancar dari buah kelapa sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu. Ia dipercaya masyarakat tidak memiliki ayah dan ibu. Gajah Mada lahir atas kehendak para dewa dan dewi (Sri Wintala Achmad, 2019:220). Menurut Babad Gajah Mada, diceritakan ada seorang pendeta bernama Mpu Sura Dharma Yogi yang memiliki istri bernama Patni nari Ratih. Suatu ketika Dewa Brahma jatuh cinta pada Patni Nari Ratih karena kecantikannya hingga Dewa Brahma memperkosa Nari Ratih di gubuk yang sepi. Nari Ratih kemudian menceritakannya kepada suaminya, sehingga mereka kemudian memutuskan untuk mengembara. Ketika sudah waktunya untuk melahirkan, mereka sampai di desa Mada yang terletak di kaki Gunung Semeru. Nari Ratih melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi ini kemudian diserahkan kepada kepala Desa Mada untuk diasuh karena kedua orangtuaya bertapa. Setelah bertahun-tahun bayi ini tumbuh menjadi seorang remaja. Suatu hari Mahapatih Majapahit datang ke Desa Mada dan mengajaknya untuk ikut ke Majapahit (Sri Wintala Achmad, 2019:220). Dalam Kitab Pararaton disebutkan bahwa Gajah Mada adalah anak dari Gajah Pagon. Gajah Pagon ialah seorang pengikut Raden Wijaya yang terluka saat serangan pasukan Jayakatwang yang ditinggal di Desa Pandakan. Gajah Pagon menikah dengan putri kepala desa bernama Macan Kuping. Dari hasil pernikahan Gajah Pagon dan Macan Kuping lahirlah anak laki-laki yang diberi nama Gajah Mada (Sri Wintala Achmad, 2019:220). 20 4.2.2. Peristiwa-peristiwa yang Terjadi pada Masa Pemerintahan Hayam Wuruk a. Sumpah Palapa Sumpah Palapa sebenarnya sudah diikrarkan sejak masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi, namun dalam prakteknya Sumpah Palapa terpenuhi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Banyak sumber yang mengatakan
Recommended publications
  • Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
    CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before.
    [Show full text]
  • Global Journal of Human Social Sciences
    Global Journal of Human Social Science: F Political Science Global Journal of Human Social Science: F Political Science V olume 13 Issue 2 (Ver. 1.0) Open Association of Research Society *OREDO-RXUQDORI+XPDQ *OREDO-RXUQDOV,QF Social Sciences. 2013. $'HODZDUH86$,QFRUSRUDWLRQZLWK³*RRG6WDQGLQJ´Reg. Number: 0423089 6SRQVRUV Open Association of Research Society $OOULJKWVUHVHUYHG 2SHQ6FLHQWLILF6WDQGDUGV 7KLVLVDVSHFLDOLVVXHSXEOLVKHGLQYHUVLRQ RI³*OREDO-RXUQDORI+XPDQ6RFLDO 3XEOLVKHU¶V+HDGTXDUWHUVRIILFH 6FLHQFHV´%\*OREDO-RXUQDOV,QF $OODUWLFOHVDUHRSHQDFFHVVDUWLFOHVGLVWULEXWHG *OREDO-RXUQDOV,QF+HDGTXDUWHUV&RUSRUDWH2IILFH XQGHU³*OREDO-RXUQDORI+XPDQ6RFLDO 6FLHQFHV´ &DPEULGJH2IILFH&HQWHU,,&DQDO3DUN)ORRU1R 5HDGLQJ/LFHQVHZKLFKSHUPLWVUHVWULFWHGXVH WKCambridge (Massachusetts)3LQ0$ (QWLUHFRQWHQWVDUHFRS\ULJKWE\RI³*OREDO -RXUQDORI+XPDQ6RFLDO6FLHQFHV´XQOHVV 8QLWHG6WDWHV RWKHUZLVHQRWHGRQVSHFLILFDUWLFOHV 86$7ROO)UHH 86$7ROO)UHH)D[ 1RSDUWRIWKLVSXEOLFDWLRQPD\EHUHSURGXFHG RUWUDQVPLWWHGLQDQ\IRUPRUE\DQ\PHDQV 2IIVHW7\SHVHWWLQJ HOHFWURQLFRUPHFKDQLFDOLQFOXGLQJ SKRWRFRS\UHFRUGLQJRUDQ\LQIRUPDWLRQ VWRUDJHDQGUHWULHYDOV\VWHPZLWKRXWZULWWHQ Open Association of Research Society , Marsh Road, SHUPLVVLRQ Rainham, Essex, London RM13 8EU 7KHRSLQLRQVDQGVWDWHPHQWVPDGHLQWKLV United Kingdom. ERRNDUHWKRVHRIWKHDXWKRUVFRQFHUQHG 8OWUDFXOWXUHKDVQRWYHULILHGDQGQHLWKHU FRQILUPVQRUGHQLHVDQ\RIWKHIRUHJRLQJDQG QRZDUUDQW\RUILWQHVVLVLPSOLHG 3DFNDJLQJ &RQWLQHQWDO'LVSDWFKLQJ (QJDJHZLWKWKHFRQWHQWVKHUHLQDW\RXURZQ ULVN *OREDO-RXUQDOV,QGLD 7KHXVHRIWKLVMRXUQDODQGWKHWHUPVDQG FRQGLWLRQVIRURXUSURYLGLQJLQIRUPDWLRQLV
    [Show full text]
  • Historical Game of Majapahit Kingdom Based on Tactical Role-Playing Game
    Historical Game of Majapahit Kingdom based on Tactical Role-playing Game Mohammad Fadly Syahputra, Muhammad Kurniawan Widhianto and Romi Fadillah Rahmat Department Information Technology, Faculty of Computer Science and Information Technology, University of Sumatera Utara, Medan, Indonesia Keywords: Cut-out Animation, History, Majapahit, Role-playing Game, Tactical Role-playing Game, Turn based Strategy, Video Game. Abstract: Majapahit was a kingdom centered in East Java, which once stood around year 1293 to 1500 C. Majapahit kingdom was the last Hindu-Buddhist kingdom that controlled Nusantara and is regarded as one of the greatest kingdom in Indonesia. The lack of modern entertainment content about the history of Majapahit kingdom made historical subject become less attractive. Therefore, we need a modern entertainment as one option to learn about the fascinating history of the kingdom of Majapahit. In this study the authors designed a video game about history of Majapahit kingdom with the genre of tactical role-playing game. Tactical role-playing game is a sub genre of role playing game by using system of turn-based strategy in every battle. In tactical role-playing game, players will take turns with the opponent and can only take action in their turn and each character will have an attribute and level as in role-playing game video game. This study used the A* algorithm to determine the movement direction of the unit and cut-out techniques in the making of animation. This study demonstrated that video games can be used as a media to learn about history. 1 INTRODUCTION only used as an entertainment, but also can be used as a story telling, and sometimes game also can be mixed Majapahit was a kingdom centered in East Java, with educational elements to train someone.
    [Show full text]
  • Dinamika Maskulinitas Dan Nasionalisme Masyarakat Jawa Di Era Majapahit
    Satwika, vol 4 (2020) issue 1, 116-129 Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial ISSN: 2580-8567 (Print) – 2580- 443X (Online) Journal Homepage: ejournal.umm.ac.id/index.php/JICC Dinamika Maskulinitas dan Nasionalisme Masyarakat Jawa di Era Majapahit Mega Widyawati a,1*, Eggy Fajar Andalas b,2 a Universitas Muhammadiyah Malang, Jalan Tlogomas 246 Malang, Indonesia, 65144 1 [email protected]; 2 [email protected] * Corresponding Author INFO ARTIKEL ABSTRAK Sejarah Artikel: Maskulinitas dan nasionalisme selama ini menggambarkan fenomena di Diterima: 12 November mana konsepsi negara atau bangsa, termasuk bagian dari kedaulatan dan 2020 identitas yang berkontribusi dalam kaitannya dengan peran gender. Direvisi: 12 November Artinya, mikrokultur maskulinitas dalam kehidupan sehari-hari 2020 mengartikulasikan dengan sangat baik dengan tuntutan nasionalisme. Disetujui: 15 November Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk 2020 maskulinitas dan nasionalisme yang beroperasi pada kultur masyarakat Tersedia Daring: 16 Jawa dahulu, tepatnya pada era Kerajaan Majapahit. Penelitian ini November 2020 menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data penelitian berupa Kata Kunci: novel Jayaning Majapahit (2014) karya Agus S. Soerono. Teknik Jawa pengumpulan data memakai teknik baca-catat. Analisis data dilakukan Kerajaan Majapahit dengan menyajikan data, menginterpretasi data, dan menarik kesimpulan Maskulinitas berdasarkan tujuan yang dinyatakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa Nasionalisme novel Jayaning Majapahit mewacanakan
    [Show full text]
  • In the Footsteps of Hayam Wuruk
    IIAS_NL#39 09-12-2005 17:00 Pagina 17 > Research Rocks washed by the sea as Hayam Wuruk probably saw them at the cape of Tanjung Papuma. courtesy of author In the footsteps of Hayam Wuruk In the Old Javanese text Nagarakertagama or Desawarnana (1365), the Buddhist poet Prapanca describes King Hayam Wuruk’s journey through East Java in 1359. We followed the royal tracks in a 900-kilometer jeep expedition in June 2005 and discovered that many of the places can still be identified. Amrit Gomperts Renes, the caravan passed through a for- descending the steep ravine is impossi- cape of Tanjung Papuma, nowadays a human hands on the southern shore of est referred to as Jati Gumelar or ‘spread ble. Thus, in 1359, the wooden or bam- small tourist resort. The rocks jutting up Ranu Segaran, in front of a terraced gar- out teak trees’ (DW 23.1). The Dutch boo bridge may have been in a moul- close to the beach remain as Hayam den; this site may well indicate the loca- he expedition departed from the topographic maps show details of vege- dering state but it could not have been Wuruk may have seen them (see photo- tion of the bwat ranten. Tcourt of Majapahit, during the day tation that locate the forest near the vil- entirely in tatters. Such bridges chal- graph). of the full moon on 8 September 1359. lage of Tasnan which my Javanese trav- lenge our archaeological imagination. At the end of the journey, the royal car- The royal caravan drove in ox-carts, with el companions recognized as jati ‘teak’.
    [Show full text]
  • 5 Bab Ii. Pasukan Elite Kerajaan Majapahit Ii.1
    BAB II. PASUKAN ELITE KERAJAAN MAJAPAHIT II.1 Landasan Teori II.1.1 Kerajaan Pada masa lalu Indonesia dihuni dengan macam – macam kerajaan diberbagai wilayah Indonesia, dari kerajaan Hindu, Buddha hingga Islam. Definisi Kerajaan adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang aristocrat (bangsawan) yang jabatannya diperoleh dari garis keturunan penguasa, masa jabatan raja berlaku seumur hidup, kecuali raja itu sendiri yang mengundurkan diri (Suhelmi, 2007, h.233). Sistem pemerintahan kerajaan dapatdisebut monarki, arti kata monarki yang berasal dari Bahasa Yunani, kata mono yang artinya satu dan archeim yang artinya pemerintahan, jadi sistem pemerintahan monarki adalah suatu negara yang dipimpin oleh satu orang atau seorang raja (Rachmat, Sukidjo, Tukimo, 2002, h.26). Menurut (Mark), sistem pemerintahan kerajaan atau monarki adalah sistem pemerintahan yang tertua di dunia pada abad ke 3 SM, dilihat dari salah satu peradaban besar tertua di dunia yaitu bangsa Mesir Kuno yang pemimpin bangsanya adalah Fir’aun dengan sistem Monarki Absolut, raja pertama Mesir Kuno adalah Menes (https://www.ancient.eu/egypt, 29/01/2016, para 7). Gambar II.1 Pelat Narmer Abad ke 3 SM Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/0b/NarmerPalette_ROM- gamma.jpg/800px-NarmerPalette_ROM-gamma.jpg (Diakses pada 21/04/2020) Hampir semua sistem pemerintahan di masa lalu adalah sistem kerajaan, tak terkecuali Indonesia. Pada masa lalu Indonesia memiliki kerajaan - kerajaan yang terkenal seperti Kerajaan Majapahit, Kerajaan Kutai, Kerajaan Sriwijaya dan masih 5 banyak lagi. Pada periode kerajaan – kerajaan di Indonesia, kerajaan tidak dijadikan sebagai pusat pemerintahaan saja, tapi juga dijadikan tempat menyebarluaskan kepercayaan, dari agama Hindu, agama Buddha dan juga agama Islam.
    [Show full text]
  • 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar
    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar diperkirakan telah ada sejak akhir abad ke-17 Masehi.1 Koto Besar tumbuh dan berkembang bersama daerah-daerah lain yang berada di bekas wilayah Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi).2 Daerah-daerah ini merupakan kerajaan kecil yang bercorak Islam dan berafiliasi dengan Kerajaan Pagaruyung, seperti Pulau Punjung yang dikenal sebagai camin taruih (perpanjangan tangan) Pagaruyung untuk daerah Hiliran Batanghari, serta penguasa lokal di ranah cati nan tigo, yaitu Siguntur, Sitiung dan Padang Laweh.3 Koto Besar menjadi satu-satunya kerajaan di wilayah ini yang tidak berpusat di pinggiran Sungai Batanghari.4 Lokasi berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut merupakan daerah rantau dalam konsep alam Minangkabau.5 Pepatah adat Minangkabau mengatakan, 1 Merujuk pada tulisan yang tercantum pada stempel peninggalan Kerajaan Koto Besar yang berangkakan tahun 1697 Masehi. 2 Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi) adalah sebuah kerajaan yang bercorak Hindu Buddha dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu Jambi yang bermigrasi dari muara Sungai Batanghari. Kerajaan Melayu Dharmasraya hanya bertahan sekitar dua abad (1183 – 1347), setelah dipindahkan oleh Raja Adityawarman ke pedalaman Minangkabau di Saruaso. Bambang Budi Utomo dan Budhi Istiawan, Menguak Tabir Dharmasraya, (Batusangkar : BPPP Sumatera Barat, 2011), hlm. 8-12. 3 Efrianto dan Ajisman, Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Dharmasraya, (Padang: BPSNT Press, 2010), hlm. 84. 4 Menurut Tambo Kerajaan Koto Besar dijelaskan bahwa Kerajaan Koto Besar berpusat di tepi Sungai Baye. Hal ini juga dikuatkan oleh catatan Kontroler Belanda Palmer van den Broek tanggal 15 Juni 1905. Lihat, Tambo Kerajaan Koto Besar, “Sejarah Anak Nagari Koto Besar yang Datang dari Pagaruyung Minangkabau”. Lihat juga, “Nota over Kota Basar en Onderhoorige Landschappen Met Uitzondering van Soengei Koenit en Talao”, dalam Tijdschrift voor Indische, “Taal, Land en Volkenkunde”, (Batavia: Kerjasama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen dan Batavia Albrecht & Co., 1907), hlm.
    [Show full text]
  • Historical Scholarship Between South Asia and Europe
    Java’s Mongol Demon. Inscribing the Horse Archer into the Epic History of Majapahit1 Jos Gommans Abstract The temple of Panataran near Blitar in Java features a unique scene in which one of the Ramayana demons, Indrajit, is depicted as a Mongol mounted horse-warrior. This essay explores the meaning of this representation on the basis of the multi- layered history and historiography of Java’s Mongol invasion. “Everything that happened in the Ramayana was absolutely real.” Maheshvaratirtha, sixteenth century (cited in Pollock 1993: 279) Panataran Temple Walking anti-clockwise around the base of the main terrace at Panataran Tem- ple, twelve kilometres north-east of Blitar in Java, the visitor is treated to the truly remarkable display of 106 relief panels carved with sequential scenes from the story of the Ramayana – the source of this particular series is the Kakawin version, which almost certainly dates from the ninth century CE, making it the earliest surviving work of Old Javanese poetry. Interestingly, the main charac- ter in this pictorial rendering is not the more customary figure of Rama, the exiled king, but instead his loyal monkey companion Hanuman. However, given the popularity of Hanuman in the Indic world in around the time the Panataran panels were made – the mid-fourteenth century – his prominence is perhaps not all that surprising after all (Lutgendorf 2007). Except for Hanu- man’s unusual role, the panels follow the conventional narrative, starting with the abduction of Rama’s wife Sita by Ravana, the demon king of Lanka. Many of the panels depict Hanuman’s heroic fights with demons (rakshasas), and the first series of battles culminates in panel 55, which shows Hanuman being attacked by Ravana’s son Indrajit.
    [Show full text]
  • Libraries in West Malaysia and Singapore; a Short History
    DOCUMENT RESUME ED 059 722 LI 003 461 AUTHOR Tee Edward Lim Huck TITLE Lib aries in West Malaysia and Slngap- e; A Sh History. INSTITUTION Malaya Univ., Kuala Lumpur (Malaysia). PUB DATE 70 NOTE 169p.;(210 References) EDRS PRICE MF-$0.65 HC-$6.58 DESCRIPTORS Foreign Countries; History; *Libraries; Library Planning; *Library Services; Library Surveys IDENTIFIERS *Library Development; Singapore; West Malaysia ABSTRACT An attempt is made to trace the history of every major library in Malay and Singapore. Social and recreational club libraries are not included, and school libraries are not extensively covered. Although it is possible to trace the history of Malaysia's libraries back to the first millenium of the Christian era, there are few written records pre-dating World War II. The lack of documentation on the early periods of library history creates an emphasis on developments in the modern period. This is not out of order since it is only recently that libraries in West Malaysia and Singapore have been recognized as one of the important media of mass education. Lack of funds, failure to recognize the importance of libraries, and problems caused by the federal structure of gc,vernment are blamed for this delay in development. Hinderances to future development are the lack of trained librarians, problems of having to provide material in several different languages, and the lack of national bibliographies, union catalogs and lists of serials. (SJ) (NJ (NJ LIBR ARIES IN WEST MALAYSIA AND SINGAPORE f=t a short history Edward Lirn Huck Tee B.A.HONS (MALAYA), F.L.A.
    [Show full text]
  • BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Dari Singasari
    BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Dari Singasari Sampai PIM Sejarah singkat berdirinya kerajaan Majapahit, penulis rangkum dari berbagai sumber. Kebanyakan dari literatur soal Majapahit adalah hasil tafsir, interpretasi dari orang per orang yang bisa jadi menimbulkan sanggahan di sana- sini. Itulah yang penulis temui pada forum obrolan di dunia maya seputar Majapahit. Masing-masing pihak merasa pemahamannyalah yang paling sempurna. Maka dari itu, penulis mencoba untuk merangkum dari berbagai sumber, memilih yang sekiranya sama pada setiap perbedaan pandangan yang ada. Keberadaan Majapahit tidak bisa dilepaskan dari kerajaan Singasari. Tidak hanya karena urutan waktu, tapi juga penguasa Majapahit adalah para penguasa kerajaan Singasari yang runtuh akibat serangan dari kerajaan Daha.1 Raden Wijaya yang merupakan panglima perang Singasari kemudian memutuskan untuk mengabdi pada Daha di bawah kepemimpinan Jayakatwang. Berkat pengabdiannya pada Daha, Raden Wijaya akhirnya mendapat kepercayaan penuh dari Jayakatwang. Bermodal kepercayaan itulah, pada tahun 1292 Raden Wijaya meminta izin kepada Jayakatwang untuk membuka hutan Tarik untuk dijadikan desa guna menjadi pertahanan terdepan yang melindungi Daha.2 Setelah mendapat izin Jayakatwang, Raden Wijaya kemudian membabat hutan Tarik itu, membangun desa yang kemudian diberi nama Majapahit. Nama 1 Esa Damar Pinuluh, Pesona Majapahit (Jogjakarta: BukuBiru, 2010), hal. 7-14. 2 Ibid., hal. 16. 29 Majapahit konon diambil dari nama pohon buah maja yang rasa buahnya sangat pahit. Kemampuan Raden Wijaya sebagai panglima memang tidak diragukan. Sesaat setelah membuka hutan Tarik, tepatnya tahun 1293, ia menggulingkan Jayakatwang dan menjadi raja pertama Majapahit. Perjalanan Majapahit kemudian diwarnai dengan beragam pemberontakan yang dilakukan oleh para sahabatnya yang merasa tidak puas atas pembagian kekuasaannya. Sekali lagi Raden Wijaya membuktikan keampuhannya sebagai seorang pemimpin.
    [Show full text]
  • Aparatur Sipil Negara, BUKAN Abdi Negara Biasa
    Media Edukasi dan Informasi Keuangan EDUKASI KEUANGAN ASN Aparatur Sipil Negara, BUKAN Abdi Negara Biasa Edisi 23/2014 Daftar Isi Salam Redaksi 2 Lintas Peristiwa 4 Liputan Utama 6 Liputan Khusus 14 Profil 18 Kuis 23 Serambi Ilmu 24 Mata Air 53 Klinik Sehat 55 Tips n Trik 56 English Corner 59 Selasar 60 Point Of Interest 61 Kalender Diklat 63 Resensi Buku 64 Kang Edu 65 Redaksi menerima kritik saran, pertanyaan, atau sanggahan terhadap EDUKASI masalah-masalah yang berkaitan dengan Kementerian Keuangan. K E U A N G A N Sampaikan melalui alamat email : [email protected] Salam Redaksi Belakangan ini muncul beberapa pertanyaan terkait dengan pegawai negeri sipil. Apa benar PNS berubah? Apakah jabatan dalam PNS juga diganti? Pertanyaan tersebut muncul sebagai konsekuensi dari disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang tersebut menggantikan UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok Po- kok Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Undang- Undang tersebut secara istilah memang menggantikan istilah PNS. Undang-Undang ASN lahir dari usaha reformasi birokrasi di Indonesia, dimana sistem birokrasi menekankan pada efektifitas dan efisiensi. Banyak hal yang “berubah”, paradigma PNS sebagai sebuah pekerjaan mulai dikampanyekan bahwa PNS itu adalah profesi melalui sebutan barunya yaitu Aparatur Sipil Negara. Sebagai sebuah profesi, negara perlu mengatur adanya asas, nilai dasar, kode etik, sampai bagaimana mengembangkan ASN secara terpadu. Penajaman dan penekanan serta profesionalisme aparatur sipil negara terlihat pada butir-butir di Undang-Undang tersebut. Pengertian UU ASN, pokok pokok perubahan serta maksud dan tujuan dari perubahan tersebut kami tuangkan kedalam Liputan Utama Majalah edisi ke-23 ini.
    [Show full text]
  • Download Article (PDF)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 552 Proceedings of the 4th International Conference on Arts and Arts Education (ICAAE 2020) Life Values in Gapura Bajangratu Katrin Nur Nafi’ah Ismoyo1,* Hadjar Pamadhi 2 1 Graduate School of Arts Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Faculty of Languages and Arts, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT This study employed the qualitative research method with Hans-George Gadamer’s semiotic approach and analysis based on Jean Baudrillard’s hyperreality. According to Gadamer, truth can be obtained not through methods, but dialectics, where more questions may be proposed, which is referred to as practical philosophy. Meanwhile, Jean Baudrillard argues that “We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning …”. This paper discusses the life values of Gapura Bajang Ratu in its essence, as well as life values in the age of hyperreality. Keywords: Gapura Bajangratu, life values, hyperreality, semiotics 1. INTRODUCTION death of Bhre Wengker (end 7th century). There is another opinion regarding the history of the Bajangratu Gapura Bajangratu (Bajangratu Temple) is a Gate which believe it to be one of the gates of the heritage site of the Majapahit Kingdom which is located Majapahit Palace, due to the location of the gate which in Dukuh Kraton, Temon Village, Trowulan District, is not far from the center of the Majapahit Kingdom. Mojokerto Regency, East Java. Gapura Bajangratu or This notion provides historical information that the the Bajangratu Gate is estimated to have been built in Gapura gate is an important entrance to a respectable the 13-14th century.
    [Show full text]