Bab 2 Landasan Teori

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab 2 Landasan Teori BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Umum 2.1.1. Letak Geografis Sumatra Barat Secara geografis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada garis 00 54’ Lintang Utara sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 980 36’ – 1010 53’ Bujur Timur dengan luas wilayah 42.29730 Km2 atau 4.229.730 Ha. Luas perairan laut Provinsi Sumatera Barat kurang lebih 186.500 Km2 dengan jumlah pulau besar dan kecil sekitar 345 pulau. 2.1.2. Kedatangan Majapahit Di Minangkabau Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit, sekaligus melakukan beberapa penaklukan yang dimulai dengan menguasai Palembang. Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan menyebut nama Arya Damar sebagai bupati Palembang yang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343. Menurut Prof. C.C. Berg, tokoh ini dianggapnya identik dengan Adityawarman. Setelah membantu Majapahit dalam melakukan beberapa penaklukan, pada tahun 1347 masehi atau 1267 saka, Adityawarman memproklamirkan dirinya sebagai Maharajadiraja dengan gelar Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Mauli Warmadewa dan menamakan kerajaannya dengan namaMalayapura. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu sebelumnya, dan memindahkan ibukotanya dari Dharmasraya ke daerah pedalaman (Pagaruyung atau Suruaso). Dengan melihat gelar yang disandang Adityawarman, terlihat dia menggabungan beberapa nama yang pernah dikenal sebelumnya, Mauli merujuk garis keturunannya kepada bangsa Mauli penguasa Dharmasraya, dan gelar Sri Udayadityavarman pernah disandang salah seorang raja Sriwijaya serta menambahkah Rajendra nama penakluk penguasa Sriwijaya, raja Chola dari 3 4 Koromandel. Hal ini tentu sengaja dilakukan untuk mempersatukan seluruh keluarga penguasa di Swarnnabhumi. 2.1.3. Kerajaan Pagaruyung Masa Kebudayaan Islam Sultan Alif Khalifatullah naik tahta sekitar tahun 1560. Beliau merupakan raja (sultan) pertama di Kerajaan Pagaruyung yang memeluk agama Islam. Perubahan corak kepemimpinan ini secara langsung mengubah pula sistem pemerintahan yang berlaku di Kerajaan Pagaruyung. Perubahan yang sangat drastis di lingkungan Kerajaan Pagaruyung terjadi ketika datang 3 orang ulama yang baru pulang dari Tanah Suci (Mekah) pada tahun 1803. Mereka berupaya melakukan pembaharuan (pemurnian) ajaran agama Islam yang menimbulkan “Gerakan Paderi” (M.D. Mansoer et.al., 1970). Kaum Paderi melihat bahwa ajaran Islam di tempat tersebut telah meleceng dari norma yang digariskan oleh agama Islam.. Dari sinilah muncul 8 orang pemimpin yang dikenal dengan Kaum Paderi. Sedangkan Kaum Adat yang pakaiannya bisanya berwarna hitam dijuluki dengan “Kaum Hitam“. Dari sinilah asal mula perseteruan antara Kaum Paderi dengan Kaum Adat di lingkungan Kesultanan Pagaruyung (Datoek Toeah, 1976). Menurut Yus Dt. Parpatiah, pada tahun 1833 Sultan Bagagar Alamsyah, beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian penyerahan Kerajaan Pagaruyung kepada Belanda dan untuk mengakhiri perang Padri (perang antara pemuka adat minang dan para ulama), maka para pihak Belanda mengeluarkan Mahlumat Pelangkap Pancak. yang isinya ada 3 pasal, yaitu : 1. Membebaskan rakyat dari pajak. 2. Pemerintahan tidak mencapuri urusan-urusan adat di nagari. 3. Penjualan kopi yang di monopoli oleh VOC, kini dijual bebas di pasar. 5 Sebagai imbalannya, Belanda akan membantu berperang melawan Kaum Paderi dan sultan diangkat menjadi Regent Tanah Datar mewakili pemerintah pusat. Namun pasal-pasal tersebut tidak ditepati janjinya oleh Belanda. janji kolonial Belanda kepada Kerajaan Pagaruyung pun juga tidak ditepati Belanda. semua itu omong kosong. Pada akhirnya para pihak bangsawan, revolusi padri dan kaum adat untuk melaksanakan pertemuan di Bukit Marapalam. mereka membuat sebuah kesepakatan adat dan agama islam disatukan. maka terbentuklah falsafah adat Minang Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah. Dan dari pertemuan di bukit Marapalan tersebut, mereka bersatu untuk melawan mundur Belanda. Namun data dan bukti ontektik telah dimusnakah oleh Belanada. Pada 2 Mei 1833 Yang Dipertuan Minangkabau Sultan Bagagar Alamsyah, raja terakhir Kerajaan Pagaruyung, ditangkap oleh Letnan Kolonel Elout di Batusangkar atas tuduhan pengkhianatan. Sultan dibuang ke Betawi, dan akhirnya dimakamkan di pekuburan Mangga Dua (http://id.wikipedia.org/). Sepeninggal Sultan Bagagar Alamsyah, perlawanan secara gerilya masih dilakukan oleh Sultan Sembahyang III. Akan tetapi perlawanan ini hanya terjadi sesaat karena pada 1870 Sultan Sembahyang III meninggal dunia di Muara Lembu (Datoek Toeah, 1976). Dengan meninggalnya Sultan Sembahyang III, maka berakhir pula sejarah Kerajaan Pagarung yang didirikan oleh Adityawarman pada 1347. 2.1.4. Islam Dan Adat Minangkabau 1. Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah Falsafah Budaya Minang Dalam Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah merupakan salah satu filosofi hidup yang dipegang oleh masyarakat Minangkabau, yang menjadikan Islam sebagai landasan utama dalam tata pola perilaku dan nilai-nilai kehidupan. Dengan kata lain, 6 Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah merupakan kerangka dasar kehidupan sosial baik horizontal-vertikal maupun horizontal-horizontal. Bila Budaya Batak dan Falsafah Budayanya Secara Umum terdapat penekanan pada siklus kekerabatan dan konsep ini dijalankan bersamaan dengan konsep kerohanian sesuai Injil, maka Adat Barsendi Syarak, Syarak Barsendi Kitabullah dalam masyarakat Minangkabau merupakan perpaduan yang hampir serupa antara norma dan etika masyarakat dengan masuknya agama Islam. Adat Barsendi Syarak, Syarak Barsendi Kitabullah di masyarakat Minang yang menjadi identitas, lahir dari sebuah kesadaran sejarah dan pergumulan tentang perjuangan dan hidup. Masuknya agama Islam dan berpadu dengan adat istiadat setempat melahirkan kesepakatan luhur. Bahwa sesungguhnya seluruh alam merupakan ciptaan Allah SWT dan menjadi ayat-ayat yang menjadi tanda kebesaran-Nya, memaknai eksistensi manusia sebagai khalifatullah di dunia. Adat disebut juga 'uruf, yang berarti sesuatu yang dikenal, diketahui dan berulang-ulang menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Adat telah berusia tua dan menjadi bagian turun-temurun umat manusia sehingga menjadi identitas.'Uruf bagi umat Islam ada yang baik adapula yang buruk. Pengukuhan adat yang baik dan menghapus yang buruk menjadi tugas dan tujuan kedatangan agama dan syariat Islam (Drs. H. Musyair Zainuddin, MS, 2013:31-40). Proses dialektika, pertentangan dan perimbangan oleh orang Minang telah membentuk masyarakat Minangkabau yang memiliki karakter, watak dan sikap yang jelas dalam menghadapi kehidupan. Karakter tersebut diantaranya yaitu : 1. Penekanan terhadap nilai-nilai keadaban dan menjadikan kekuatan budi dalam menjalani kehidupan 7 2. Etos kerja yang didorong oleh penekanan terhadap kekuatan budi yang mendasari setiap orang untuk dapat melakukan hal-hal berguna bagi semua orang 3. Kemandirian . Etos kerja dalam melaksanakan amanah sebagai khalifah menjadi kekuatan bagi orang Minang untuk dapat hidup mandiri tanpa harus tergantung dengan orang lain. 4. Toleransi dan Kesamaan Hati. Meskipun terdapat kompetisi, namun adanya rasa kesamaan menimbulkan toleransi khususnya dalam memandang komunitas 5. Kebersamaan , Adanya toleransi dan kesamaan hati terhadap komunitas menyebabkan tumbuhnya kesadaran sosial untuk dapat hidup dan menjalani hidup secara bersama-sama 6. Visioner . Adanya budi pekerti, etos kerja yang tinggi dan kemandirian diiringi semangat kebersamaan dan toleransi yang tinggi menimbulkan pandangan jauh ke depan. 2. Sistem Matrilineal Minangkabau atau Sumatera Barat khususnya menganut “ Sistem Kekerabatan Matrilineal” yaitu “Sistem kekerabatan berdasarkan Garis Keturunan Ibu”. Setiap anak yang lahir dalam sebuah keluarga minangkabau akan menjadi kerabat keluarga ibunya, bukan kerabat ayahnya yang biasa terjadi di suku-suku lain di Indonesia. Hal ini menjadikan ciri khas tersendiri bagi Minangkabau yang membedakannya dengan suku lain di Indonesia (H. Musyair Zainuddin, MS, 2010:62-67). Adapun ciri-ciri dari sistem Matrilineal yaitu sebagai berikut; 1. Keturunan dihitung menurut garis ibu. 2. Suku terbentuk menurut garis ibu 3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya atau eksogami karena di Minangkabau dilarang kawin sesuku. 8 4. Pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku 6. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi dan tinggal dirumah istrinya. 7. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan. Di dunia hanya beberapa suku saja yang menggunakan sistem Matrilineal ini, Yakni : - Suku Minangkabau di Sumatera Barat, Indonesia - Suku Indian di Apache Barat - Suku Navajo, sebagian besar suku Pueblo, suku Crow, di Amerika Serikat - Suku Khasi di Meghalaya, India Timur Laut - Suku Nakhi di Provinsi Sichuan dan Yunnan, Tiongkok - Beberapa suku kecil di kepulauan Asia Pasifik Dari beberapa suku tersebut diatas, Suku Minangkabau merupakan Suku terbesar penganut sistem kekerabatan yang menurut garis keturunan ibu ini. Matrilineal merupakan salah satu aspek dalam menentukan dan mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa. Adat dan budaya di Minangkabau menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Sampai detik ini Sistem kekerabatan Matrilineal masih tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau. Pada setiap individu Minang, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta pusaka yang seharusnya dibagi
Recommended publications
  • Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
    CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before.
    [Show full text]
  • 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar
    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar diperkirakan telah ada sejak akhir abad ke-17 Masehi.1 Koto Besar tumbuh dan berkembang bersama daerah-daerah lain yang berada di bekas wilayah Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi).2 Daerah-daerah ini merupakan kerajaan kecil yang bercorak Islam dan berafiliasi dengan Kerajaan Pagaruyung, seperti Pulau Punjung yang dikenal sebagai camin taruih (perpanjangan tangan) Pagaruyung untuk daerah Hiliran Batanghari, serta penguasa lokal di ranah cati nan tigo, yaitu Siguntur, Sitiung dan Padang Laweh.3 Koto Besar menjadi satu-satunya kerajaan di wilayah ini yang tidak berpusat di pinggiran Sungai Batanghari.4 Lokasi berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut merupakan daerah rantau dalam konsep alam Minangkabau.5 Pepatah adat Minangkabau mengatakan, 1 Merujuk pada tulisan yang tercantum pada stempel peninggalan Kerajaan Koto Besar yang berangkakan tahun 1697 Masehi. 2 Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi) adalah sebuah kerajaan yang bercorak Hindu Buddha dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu Jambi yang bermigrasi dari muara Sungai Batanghari. Kerajaan Melayu Dharmasraya hanya bertahan sekitar dua abad (1183 – 1347), setelah dipindahkan oleh Raja Adityawarman ke pedalaman Minangkabau di Saruaso. Bambang Budi Utomo dan Budhi Istiawan, Menguak Tabir Dharmasraya, (Batusangkar : BPPP Sumatera Barat, 2011), hlm. 8-12. 3 Efrianto dan Ajisman, Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Dharmasraya, (Padang: BPSNT Press, 2010), hlm. 84. 4 Menurut Tambo Kerajaan Koto Besar dijelaskan bahwa Kerajaan Koto Besar berpusat di tepi Sungai Baye. Hal ini juga dikuatkan oleh catatan Kontroler Belanda Palmer van den Broek tanggal 15 Juni 1905. Lihat, Tambo Kerajaan Koto Besar, “Sejarah Anak Nagari Koto Besar yang Datang dari Pagaruyung Minangkabau”. Lihat juga, “Nota over Kota Basar en Onderhoorige Landschappen Met Uitzondering van Soengei Koenit en Talao”, dalam Tijdschrift voor Indische, “Taal, Land en Volkenkunde”, (Batavia: Kerjasama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen dan Batavia Albrecht & Co., 1907), hlm.
    [Show full text]
  • The Local Wisdom in Marine Resource Conservation for Strategies of Poverty Reduction in Indonesia
    TUMSAT-OACIS Repository - Tokyo University of Marine Science and Technology (東京海洋大学) The local wisdom in marine resource conservation for strategies of poverty reduction in Indonesia 学位名 博士(海洋科学) 学位授与機関 東京海洋大学 学位授与年度 2018 学位授与番号 12614博乙第35号 権利 全文公表年月日: 2019-06-25 URL http://id.nii.ac.jp/1342/00001758/ Doctoral Dissertation THE LOCAL WISDOM IN MARINE RESOURCE CONSERVATION FOR STRATEGIES OF POVERTY REDUCTION IN INDONESIA March 2019 LUCKY ZAMZAMI i To the Villagers of South Tiku ii TABLE OF CONTENTS Table of Contents ..................................................................................................... iii List of Tables ........................................................................................................... v List of Figures .......................................................................................................... vi List of Photos ........................................................................................................... vii Acknowledgment ..................................................................................................... viii Preface ..................................................................................................................... ix CHAPTER I: INTRODUCTION ......................................................................... 1 1. Background ........................................................................................................ 1 2. Ethnographical Setting ......................................................................................
    [Show full text]
  • Region Kabupaten Kecamatan Kelurahan Alamat Agen Agen Id Nama Agen Pic Agen Jaringan Kantor
    REGION KABUPATEN KECAMATAN KELURAHAN ALAMAT AGEN AGEN ID NAMA AGEN PIC AGEN JARINGAN_KANTOR NORTHERN SUMATERA ACEEH UTARA DEWANTARA ULEE PULO GAMPONG ULEE PULO 213IB0107P000076 INDI CELL INDIRA MAYA RISWADANA PENSION LHOKSEUMAWE NORTHERN SUMATERA ACEEH UTARA SEUNUDDON ALUE CAPLI DUSUN MATANG ARON 213IB0115P000048 DUA PUTRA MANDIRI RATNA JELITA PENSION LHOKSEUMAWE NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM BAET DUSUN KRUENG CUT 213IA0115P000031 KIOS NASI IBU BETA SURYANI PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM BAET JL LAKSAMANA MALAHAYATI 213IA0115P000039 KIOS WARKOP PAYONG 1903 HERI DARMANSYAH PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM BAET JL LAKSAMANA MALAHAYATI 213IA0115P005130 MOCHY CELL ERNI PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM BAET JL LAKSAMANA MALAHAYATI 213IA0115P010046 KIOS ARRAHMAN ARAHMAN KAUNUS PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM BAET JL LAKSAMANA MALAHAYATI 213IA0115P000026 KIOS ZAIMAN ZAIMAN NURDIN S.PT PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM CADEK JL LAKSAMANA MALAHAYATI 213IA0115P010008 ARITA NEW STEEL MASRI PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM CADEK JL LAKSAMANA MALAHAYATI 213IA0115P005091 USAHA HIJRAH SYAIF ANNUR PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM CADEK JL MALAHAYATI 213IA0115P005080 USAHA BARU T ISKANDAR PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH BESAR BAITUSSALAM CADEK JL. LAKSAMANA MALAHAYATI 213IA0115P000004 PUTRA MAMA ANWARDI PENSION BANDA ACEH NORTHERN SUMATERA ACEH
    [Show full text]
  • Format Sisfo
    JURNAL BAHASA RUPA Vol. 1 No 2 - April 2018 p-ISSN 2581-0502 (Print), e-ISSN 2580-9997 (Online) Available Online at : http://jurnal.stiki-indonesia.ac.id/index.php/jurnalbahasarupa PERANCANGAN PERMAINAN DIGITAL “KRONIK MAJAPAHIT” SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH SUMPAH PALAPA UNTUK REMAJA Yanuar Rahman1, Hendy Hertiasa2 1Prodi DKV, Fakultas Industri Kreatif, Telkom University Bandung, Indonesia 2Prodi DKV, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia [email protected], [email protected] Received : Januari 2018 Accepted : Maret 2018 Published : April 2018 Abstrak Sejarah merupakan rekam jejak dan cerminan karakter bangsa yang tidak boleh dilupakan, karena banyak sekali hikmah dan pelajaran yang bisa didapat dengan memahaminya. Namun dalam kenyataannya pelajaran sejarah tidak melulu mendapat tempat yang baik dalam proses belajar siswa di sekolah menengah. Penelitian ini ingin menggali lebih dalam dan mencari alternatif solusi untuk proses pembelajaran sejarah, khususnya tentang bagaimana cara memperkenalkan kronologis sejarah sumpah palapa melalui sebuah media game yang menarik sebagai bagian dari proses belajar kepada remaja. Proses penelitian ini juga mencari alternatif cara dalam merancang gameplay dan visual yang sesuai untuk game tersebut. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah action reserach yang sistematis dan bekelanjutan, untuk memahami konteks pembelajarannya digunakan metode belajar konstruktivisme, serta teori-teori yang terkait dalam ranah pendidikan dan psikologi agar memperkaya landasan pemikiran dari penelitian ini. Hasil dari penelitian yang dihasilkan melalui pengkajian pustaka, observasi, diskusi dan percobaan-percobaan untuk mendapatkan data, akan digunakan sebagai dasar dalam perancangan konten dan visual game. Dengan proses penelitian dan perancangan tersebut, game ini diharapkan dapat membantu para remaja Indonesia untuk bisa mengenal dan mempelajari lebih dalam tentang sejarah Nusantara, sehingga dapat membangkitkan rasa cinta dan karakter berbangsa dan bernegara.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kabupaten
    BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kabupaten Dharmasraya dengan ibukota Pulau Punjung adalah salah satu Kabupaten di Sumatera Barat yang berada di persimpangan jalur lintas Sumatera yang menghubungkan antara Padang, Pekanbaru hingga Jambi. Terletak di ujung tenggara Sumatera Barat antara 00 47’ 7” LS – 10 41’56” LS & 1010 9’ 21” BT- 1010 54’ 27” BT. Kondisi dan topografi Kabupaten Dharmasraya mayoritas merupakan lahan datar dengan ketinggian dari 82 meter sampai 1.525 meter dari permukaan laut. Sebelah utara Kabupaten Dharmasraya berbatasan dengan Kabupaten Sijunjung dan Provinsi Riau, sebelah selatan dan di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jambi sedangkan di sebelah Barat dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan. Dharmasraya merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat, yang juga merupakan Kabupaten paling muda di Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.38 Tahun 2003. Secara geografi Kabupaten Dharmasraya berada di ujung tenggara Provinsi Sumatera Barat dengan topografi daerah bervariasi antara berbukit, bergelombang dan datar dengan variasi ketinggian dari 100 m – 1.500 m di atas permukaan laut. Kabupaten Dharmasraya berkembang sebagai salah satu penghasil kelapa sawit dan karet, dan dua tanaman inilah yang menyumbang pendapatan daerah paling besar bagi Dharmasraya, sehingga ia merasa mampu 1 untuk menjadi Kabupaten sendiri memisahkan diri dari Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Nama Dharmasraya sendiri tentu tidak begitu asing di telinga kita dikarenakan Dharmasraya merupakan Ibukota Kerajaan Melayu di Swharnabhumi atau yang biasa kita ketahui sebagai Sumatra. Lalu jika kita mengkaji lebih dalam maka akan kita temui hubungan antara Kerajaan Dharmasraya dan juga Kabupaten Dharmasraya yang tidak lain merupakan wilayah Kerajaan Dharmasraya itu sendiri.
    [Show full text]
  • Rb03d41h-Hubungan Malayu-Pendahuluan.Pdf
    1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berita pertama mengenai keberadaan Kerajaan Malayu Kuno didapatkan dari catatan Dinasti Tang, yaitu mengenai datangnya utusan dari daerah Mo-lo-yeu di Cina pada tahun 644 dan 645 Masehi. Nama Mo-lo-yeu ini sangat mungkin dihubungkan dengan kerajaan Malayu yang letaknya di pantai timur Sumatra dengan pusatnya sekitar Jambi (Soemadio, (ed.), 1984: 81). Kerajaan Malayu berkembang pada pertengahan abad ke-7 Masehi sampai dengan akhir abad ke-14 Masehi. Sampai saat ini, baru ditemukan sekitar 30 buah prasasti yang berasal dari kerajaan itu. Prasasti-prasasti itu tersebar di berbagai tempat, sebagian ada di wilayah provinsi Jambi, sebagian lagi di wilayah provinsi Sumatra Barat dan ada pula satu prasasti yang ditemukan di daerah Malang, Jawa Timur, yaitu prasasti pada patung Amoghapāśa di Candi Jago. Penelitian terhadap prasasti-prasasti itu telah lama dilakukan, namun sebagian prasasti hingga saat ini masih dipermasalahkan. Keadaan ini ditambah lagi dengan terbatasnya sumber sejarah yang berkaitan dengan kerajaan Malayu sehingga beberapa bagian dari kisah kerajaan Malayu masih belum jelas, bahkan belum dapat diketahui sama sekali (Djafar, 1992: 2). Universitas Indonesia Hubungan Malayu..., Daulat Fajar Yanuar, FIB UI, 2009 2 Prasasti-prasasti Kerajaan Malayu umumnya dipahatkan di beberapa jenis batu, logam dan di belakang arca. Prasasti-prasastinya antara lain terdiri dari angka tahun, kata-kata mantra Buddha (dalam jumlah besar) dan prasasti-prasasti pendek. Prasasti-prasasti yang panjang dan memuat data yang agak jelas dikeluarkan setelah tahun 1208 Masehi (abad ke-13 – 14 Masehi), yang merupakan puncak kejayaan Malayu Kuno, sehingga sulit mengetahui keadaan kerajaan Malayu Kuno sebelum abad ke-13 Masehi karena data tertulis tidak mendukungnya (Djafar, 1992: 3).
    [Show full text]
  • T1 152016008 BAB IV.Pdf
    BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Kerajaan Majapahit Awal Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan besar di Indonesia yang didirikan oleh Raden Wijaya yaitu menantu dari Kertanegara pada tahun 1293. Kerajaan Majapahit didirikan dengan usahanya sendiri bukan merupakan warisan dari Kertanegara. Kertanegara adalah raja terakhir Kerajaan Singasari sebelum runtuh akibat serangan Jayakatwang. Kertanegara dan permaisurinya wafat akibat serangan tersebut. Raden Wijaya dan pengikutnya melarikan diri dengan melakukan pengembaraan dari Rabut Carat ke Pamawaran, Trung, Kulwan, Kembang Sari,karena di wilayah ini Raden Wijaya dan pengikutnya dikejar musuh mereka berjalan kembali ke Desa Kudadu sampai akhirnya Raden Wijaya disarankan meminta bantuan Aria Wiraraja di Madura. Setelah tinggal beberapa waktu di Madura atau lebih tepatnya wilayah Aria Wiraraja, Raden Wijaya dan Aria Wiraraja menyusun siasat untuk merebut kekuasaan Jayakatwang. Dengan segala tipu muslihatnya, Raden Wijaya menyatakan seolah-olah takluk pada kekuasaan Jayakatwang. Takluknya Raden Wijaya diterima baik oleh Jayakatwang untuk mengabdi padanya. Raden Wijaya pun dihadiahi tanah Tarik yang waktu itu berupa hutan (sekarang Mojokerto) untuk menjadi daerah kedudukannya. Saat sedang melakukan pembukaan hutan Tarik, salah seorang pasukan Raden Wijaya menemukan buah maja. Raden Wijaya memakannya, tetapi ketika dimakan rasanya pahit. Oleh karena itu, wilayah hutan Tarik ini kemudian diberi nama Majapahit. Pada tahun 1293, tentara Tartar datang ke Jawa hendak menyerang Kertanegara karena telah melukai salah satu utusannya, namun Kertanegara sudah wafat. Pasukan Tartar dengan dibantu pasukan Raden Wijaya kemudian menyerang Jayakatwang dan berhasil menundukkan Jayakatwang. Kesempatan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang balik tentara Tartar dan 8 memukul mundur tentara Tartar dari wilayah Singasari. Dengan berakhirnya kekuasaan Jayakatwang, Raden Wijaya menobatkan dirinya menjadi raja baru dengan nama kerajaan Majapahit.
    [Show full text]
  • Merujuk Pada Data Yang Tersedia Yaitu Prasasti Yang Bertitimangsa, Masa
    Panji Angreni; (10) Pengertian dan Skenario Perempuan dalam Beberapa Teks Tradisional Melayu; (11) Ningrumkusumah: Gambaran Kesempurnaan Seorang Wanita. Semoga penerbitan Jumantara edisi ini bisa memberi inspirasi kepada kaum wanita untuk lebih berkiprah melalui prestasi dan karya- karyanya. Redaksi mengharapkan para peneliti, filolog, akademisi, mahasiswa dan pecinta naskah kuno untuk mengirim artikel-artikel yang bersumber dari naskah Nusantara. Kami menerima kritik dan saran penyempurna demi keberlangsungan penerbitan Jumantara yang lebih baik. Selamat membaca dan terima kasih. /1/ Merujuk pada data yang tersedia yaitu prasasti yang bertitimangsa, Salam Redaksi masa Jawa Kuno terentang antara abad ke-8 M hingga berakhirnya kekuasaan Kerajaan Majapahit dalam awal abad ke-16 M. Pada masa itu digunakan bahasa pengantar, pendidikan, dan bahasa resmi pemerintahan adalah Jawa Kuno. Hal itu dapat diketahui melalui berbagai sumber tertulis yang berupa prasasti atau karya-karya sastra yang masih bertahan hingga sekarang. Dalam periode tersebut tumbuh beberapa kerajaan yang berkembang secara silih berganti, adalah Mataram kuno yang beribukotakan di beberapa tempat di Jawa tengah (abad ke-8 sampai ke-10 M). Menyusul beberapa kerajaan yang beribukota di Jawa bagian timur, seperti Kadiri yang berkembang antara abad ke-11 sampai ke-12 M, Singhasari tumbuh kembang dalam abad ke-13 M, dan diteruskan dengan Majapahit yang berkembang antara abad ke-14 sampai 15 M. Berhubung panjangnya rentang masa Jawa Kuno, maka kajian ini secara khusus hanya membincangkan peran perempuan periode Majapahit dengan beberapa alasan sebagai berikut: (a) Data yang tersedia tentang peran dan kedudukan perempuan dari periode tersebut cukup memadai. (b) Pada masa itu telah dikembangkan berbagai pencapaian di bidang kebudayaan. (c) Sistem masyarakat Jawa telah terbentuk secara ajeg yang pada akhirnya berlanjut dalam periode-periode berikutnya.
    [Show full text]
  • Selintas Prasasti Dari Melayu Kuno
    Selintas Prasasti dari Melayu Kuno Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Direktorat Peninggalan Purbakala BALAI PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA BATUSANGKAR Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau Selintas P r a s a s t i dari Melayu Kuno Penanggung jawab : Drs. Marsis Sutopo, M.Si. Penulis : Drs. Budi Istiawan Desain Sampul & Tata Letak : Sri Sugiharta, S.S. Penerbit : Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar [Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat dan Riau] Cetakan : I Tahun : 2006 Copyright © Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar ii Batusangkar |kata pengantar | alai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang Bmempunyai wilayah kerja di Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau. Secara struktural, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar berada di bawah Direktorat Peninggalan Purbakala, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Sebagai instansi pemerintah yang membidangi kebudayaan, khususnya yang berkenaan dengan pelestarian peninggalan purbakala, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar mempunyai program untuk mempublikasikan hasil inventarisasi peninggalan-peninggalan purbakala, baik yang sudah ditetapkan maupun yang belum ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Langkah ini sebagai salah satu upaya dalam rangka pelestarian peninggalan-peninggalan purbakala tersebut. Publikasi sebagai salah satu
    [Show full text]
  • Inscriptions of Sumatra, IV
    Archipel Études interdisciplinaires sur le monde insulindien 100 | 2020 Varia Inscriptions of Sumatra, IV: An Epitaph from Pananggahan (Barus, North Sumatra) and a Poem from Lubuk Layang (Pasaman, West Sumatra) Inscriptions de Sumatra, IV : une épitaphe de Pananggahan (Barus, Sumatra- Nord) et un poème de Lubuk Layang (Pasaman, Sumatra-Ouest) Arlo Griffiths Édition électronique URL : http://journals.openedition.org/archipel/2067 DOI : 10.4000/archipel.2067 ISSN : 2104-3655 Éditeur Association Archipel Édition imprimée Date de publication : 15 December 2020 Pagination : 55-68 ISBN : 978-2-910513-84-9 ISSN : 0044-8613 Référence électronique Arlo Griffiths , « Inscriptions of Sumatra, IV: An Epitaph from Pananggahan (Barus, North Sumatra) and a Poem from Lubuk Layang (Pasaman, West Sumatra) », Archipel [En ligne], 100 | 2020, mis en ligne le 28 novembre 2020, consulté le 04 décembre 2020. URL : http://journals.openedition.org/archipel/ 2067 ; DOI : https://doi.org/10.4000/archipel.2067 Association Archipel Arlo Griffiths 1 Inscriptions of Sumatra, IV: An Epitaph from Pananggahan (Barus, North Sumatra) and a Poem from Lubuk Layang (Pasaman, West Sumatra) 2 12The preceding report by Daniel Perret, Heddy Surachman & Repelita Wahyu Oetomo on recent archaeological surveys in the northern half of Sumatra mentions inscriptions in Indic script found respectively near the Makam Ambar in Barus, North Sumatra, and at the village Kubu Sutan in nagari Lubuk Layang, kec. Rao Selatan, kab. Pasaman, West Sumatra. The purpose of this note is to publish my readings of these two inscriptions, both of which are written in Old Malay.3 The first, clearly an epitaph and almost certainly engraved to commemorate the death of a Muslim, according to the authors of the report, bears a date equivalent to 29 June 1350 CE, which makes it the earliest Islamic inscription in Indic script from Sumatra.
    [Show full text]
  • The Planggatan Temple Strengtheners of Religious People's Solidarity in Central Java
    TAWARIKH: Journal of Historical Studies, VolumeVolume 10(1), 10(2), October April 20192018 Journal of Historical Studies BAYU ANGGORO, SARIYATUN & SUSANTO Volume 10(1), October 2018 Print-ISSN 2085-0980 The Planggatan Temple Strengtheners of Religious People’sContents Solidarity in Central Java ABSTRACT: Culture is a very long root of a human civilization. No human being does not create culture; Forewordon the other. [ii] hand, humans always create thinkers to take action and make a term, and this is called “culture”. Special culture in the Indonesian archipelago, and more specifically Java and contemporary times, Hindu-Buddhist is about a place of worship called “Candi” (Temple). Temple as the highest form of ETTYsociety SARINGENDYANTI, when it became a representation NINA HERLINA of civilization & MUMUH (copyright, MUHSIN taste, ZAKARIA, and intention), all of which are Trithe Tangtu result ofon human Sunda thought Wiwitan in theDoctrine past that in canthe beXIV-XVII realized Century in the form. [1-14] of temples. This article, by by using the historical method, qualitative approach, and literature study, tries to elaborate the Javanese material RETNOculture, WINARNI especially the & RATNAPlanggatan ENDANG temple site,WIDUATIE, and its function as making the religious people solidarity in Jember’sCentral JavaDevelopment in the period from of Hindu-Buddhist.the Traditional The Authority Planggatan to Modern temple siteGovernment has had a. different[15-30] pattern from the other temples in Java. The Planggatan temple site is also a picture of harmony solidarity contained in one corner of the relief. A temple is a place of worship from the relics of the past that originated from Hindu- MUHAMMADBuddhist religion, ADI which SAPUTRA, has meaning UMASIH “Candika & SARKADI, Graha”, meaning that “Candika” is Goddess of Death and The“Graha Impact or Griyo” of Discovery is House, Learning which applies and Criticalto the whole Thinking house to live in the spirit that has left the world.
    [Show full text]