KONSTRUKSI BERITA LAYANAN PUBLIK DALAM PROGRAM “SUMUT DALAM BERITA” TELEVISI REPUBLIK INDONESIA (TVRI) SUMATERA UTARA PERIODE JANUARI - MARET 2016

TESIS

Oleh FEBY GRACE ADRIANY 147045003

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Universitas Sumatera Utara KONSTRUKSI BERITA LAYANAN PUBLIK DALAM PROGRAM “SUMUT DALAM BERITA” TELEVISI REPUBLIK INDONESIA (TVRI) SUMATERA UTARA PERIODE JANUARI-MARET 2016

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh FEBY GRACE ADRIANY 147045003

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Universitas Sumatera Utara KONSTRUKSI BERITA LAYANAN PUBLIK DALAM PROGRAM “SUMUT DALAM BERITA” TELEVISI REPUBLIK INDONESIA (TVRI) SUMATERA UTARA PERIODE JANUARI-MARET 2016

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi berita layanan publik dalam program Sumut Dalam Berita yang diproduksi oleh Lembaga Penyiaran Publik TVRI Sumatera Utara. Penelitian dengan pendekatan fenomenologi ini menggunakan sejumlah teori yang relevan antara lain Theories of Influences on Mass Media Content oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, konsep Ruang Publik (Public Sphere) oleh Jurgen Habermas dan Teori Konstruksi Realitas Media oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Subjek penelitian adalah 3 orang yang berada pada tingkat manajerial TVRI Sumatera Utara sebagai pengambil keputusan di TVRI Sumatera Utara. Informan lainnya adalah pihak ekstramedia yaitu mewakili Pemerintah Propinsi Sumatera Utara yang menjalin kerjasama dalam hal penyiaran dengan TVRI Sumatera Utara. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam (indepth interview), observasi partisipan dan studi dokumen. Peneliti memeriksa keabsahan data dengan cara melakukan triangulasi metode dan sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) berita layanan publik menjadi bagian dari kerjasama TVRI Sumatera Utara dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini TVRI Sumatera Utara juga mendapatkan dana APBD untuk membantu operasional penyiaran, (2) TVRI tetap dapat kritis dalam pemberitaan karena bukan lagi merupakan televisi pemerintah, (3) setiap tingkatan pengaruh isi media memberikan andil terhadap produksi berita layanan publik dalam „Sumut Dalam Berita‟. Tak jarang terjadi tumpang tindih antara konsep ideal dan praktis dialami jurnalis TVRI Sumatera Utara dalam menghadirkan informasi publik kepada masyarakat.

Kata kunci : Komunikasi Massa, Konstruksi Berita, Sumut Dalam Berita, Penyiaran Publik.

ii

Universitas Sumatera Utara THE CONSTRUCTION OF PUBLIC SERVICE NEWS IN “SUMUT DALAM BERITA” BY INDONESIAN NATIONAL TELEVISION (TVRI) NORTH SUMATERA IN THE PERIOD JANUARI – MARCH 2016

ABSTRACT

This research is conducted to determine the construction of public service news in „Sumut Dalam Berita‟ program produced by TVRI North Sumatera. With phenomenological approach, this research used a number of relevant theories such as Theories of Influences on Mass Media Content by Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, the concept of Public Sphere by Jurgen Habermas, and The Social Construction of Reality by Peter L. Berger and Thomas Luckmann. Subjects of this research were 3 people who have position at managerial level in TVRI North Sumatera as decision makers. Another informant was the extramedia that represent the government of North Sumatera who cooperating in terms of broadcasting with TVRI North Sumatera. Techniques of data collection used were indepth interview, participant observatory and document study. Researcher preserved the validity of the data by did triangulation of method and source. The results showed that : (1) public service news is being a part of cooperation betwen TVRI North Sumatera and the Provincial Governmernt. TVRI also receive funds from local budgets for operations activities, (2) TVRI still be critical in news writing because it is no longer a state television, (3) each level of the influence of media content contributes to public service news production in „Sumut Dalam Berita‟. Sometimes there are overlaps between the ideal and practical concepts experienced by the journalist in delivering public information to the public.

Keywords : Mass Communication, News Construction, Sumut Dalam Berita, Public broadcasting.

iii

Universitas Sumatera Utara Judul Tesis : KONSTRUKSI BERITA LAYANAN PUBLIK DALAM PROGRAM “SUMUT DALAM BERITA” TELEVISI REPUBLIK INDONESIA (TVRI) SUMATERA UTARA PERIODE JANUARI-MARET 2016 Nama Mahasiswa : Feby Grace Adriany Nomor Pokok : 147045003 Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua, Anggota,

(Drs. Syafruddin Pohan, MA, Ph.D) (Dra. Fatma Wardy Lubis, MA) NIP. 195812051989031002 NIP. 196208281986012001

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D (Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si) NIP. 196704051990032002 NIP. 197409302005011002

Tanggal Lulus : Telah diuji pada 23 Agustus 2016 iv

Universitas Sumatera Utara Tanggal : 23 Agustus 2016

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Drs. Hendra Harahap, M.Si, Ph.D Anggota : 1. Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D 2. Dra. Fatma Wardy Lubis, MA 3. Drs. Amir Purba, MA, Ph.D 4. Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm

v

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN

KONSTRUKSI BERITA LAYANAN PUBLIK DALAM PROGRAM “SUMUT DALAM BERITA” TELEVISI REPUBLIK INDONESIA (TVRI) SUMATERA UTARA PERIODE JANUARI-MARET 2016

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa : 1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri. 2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain. 3. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Komisi Pembimbing dan masukan Tim Penguji 4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya peneliti sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, peneliti bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang peneliti sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 23 Agustus 2016 Peneliti,

(Feby Grace Adriany)

vi

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas penyertaan-Nya sehingga peneliti bisa menyelesaikan penelitian dalam bentuk tesis ini. Peneliti juga bersyukur atas doa yang tak pernah putus dari kedua orang tua, mertua dan suami tercinta Crimson H. Sitanggang sehingga setiap proses bisa peneliti lalui dan sampai di titik ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, peneliti banyak mendapatkan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 3. Ibu Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D selaku Ketua Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si. Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 5. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 6. Bapak Drs. Amir Purba, MA, Ph.D dan Bapak Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm selaku Komisi Pembanding, atas saran dan kritik yang diberikan. 7. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, Ph.D selaku Ketua Penguji dan Sekretaris Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

vii

Universitas Sumatera Utara 8. Bapak Zainuddin Latuconsina selaku Kepala Stasiun TVRI Sumatera Utara, Bapak Andi Amri Adnan selaku Kepala Bidang Berita TVRI Sumatera Utara, Ibu Ranggini selaku Kepala Seksi Produksi Berita TVRI Sumatera Utara dan Ibu Afini selaku Kepala Bidang Sarana Komunikasi Desiminasi dan Informasi Dinas Kominfo Sumatera Utara yang telah bersedia berbagi ilmu dan pengalaman dalam kapasitas sebagai informan utama penelitian ini. 9. Ibu Sri Rukmini dan Ibu Sanny Damanik dari TVRI Sumatera Utara yang telah menjadi informan triangulasi dalam penelitian ini. 10. Seluruh pegawai Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang tak pernah bosan direpotkan oleh penulis dalam pengurusan administrasi selama penulis menempuh pendidikan hingga tesis ini selesai. 11. Teman-teman di Kelas Angkatan V Reguler Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, terimakasih atas kebersamaan, dukungan, tangis dan tawa selama 2 tahun ini.

Peneliti menyadari tesis ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun peneliti berharap tesis ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Kiranya Tuhan Yang Masa Esa memberkati kita semua.

Medan, 23Agustus 2016 Peneliti,

Feby Grace Adriany

viii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...... ii ABSTRACT ...... iii LEMBAR PENGESAHAN TESIS ...... iv LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ...... v PERNYATAAN ...... vi KATA PENGANTAR ...... vii DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR TABEL ...... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2 Fokus Masalah ...... 15 1.3 Tujuan Penelitian ...... 15 1.4 Manfaat Penelitian ...... 15

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 16 2.1 Paradigma Konstruktivis ...... 16 2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu ...... 17 2.3 Uraian Teoritis ...... 19 2.3.1 Teori Konstruksi Realitas Media ...... 19 2.3.2 Jurnalistik dan Berita ...... 22 2.3.3 Nilai Berita ...... 24 2.3.4 Konten Lokal ...... 29 2.3.5 Theories of Infuences on Mass Media Content ...... 31 2.3.6 Proses Produksi Berita ...... 35 2.3.7 Ruang Publik ...... 39 2.3.8 Penyiaran Publik ...... 45 2.3.9 Kebijakan Redaksi ...... 52 2.3.10 Publik ...... 56 2.3.11 Opini Publik ...... 57 2.4 Kerangka Pemikiran ...... 60

ix

Universitas Sumatera Utara BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 55 3.1 Metode Penelitian ...... 55 3.2 Aspek Kajian ...... 59 3.3 Subjek Penelitian ...... 60 3.4 Deskripsi Lokasi Penelitian ...... 60 3.5 Teknik Pengumpulan Data ...... 62 3.6 Teknik Analisis Data ...... 67 3.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...... 70

BAB IV. TEMUAN PENELITIAN 73 4.1 Proses Penelitian ...... 73 4.2 Gambaran Singkat Informan Penelitian ...... 77 4.3 Temuan Penelitian ...... 80 4.3.1 Gambaran Berita Layanan Publik dalam Program „Sumut Dalam Berita‟ TVRI Sumatera Utara Periode Januari – Maret 2016 ...... 81 4.3.2 Konstruksi Berita Layanan Publik dalam Program „Sumut Dalam Berita‟ TVRI Sumatera Utara ...... 96 4.3.2.1 Level Individual ...... 96 4.3.2.2 Level Rutinitas Media ...... 98 4.3.2.3 Level Organisasi ...... 101 4.3.2.4 Level Ekstramedia ...... 104 4.3.2.5 Level Ideologi ...... 107

BAB V. PEMBAHASAN 119 5.1 Triangulasi Data ...... 119 5.2 Konstruksi Berita Layanan Publik dalam Program “Sumut Dalam Berita” TVRI Sumatera Utara Dilihat Dari 5 Tingkatan Pengaruh Isi Media ...... 121 5.2.1 Level Individual ...... 121 5.2.2 Level Rutinitas Media ...... 124 5.2.3 Level Organisasi ...... 130 5.2.4 Level Ekstramedia ...... 132 5.2.5 Level Ideologi ...... 133

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN 134 6.1 Simpulan ...... 134 6.1.1 Gambaran Berita Layanan Publik dalam Program „Sumut Dalam Berita‟ Periode Januari-Maret 2016 134

x

Universitas Sumatera Utara 6.1.2 Konstruksi Berita Layanan Publik dalam Program „Sumut Dalam Berita‟ Dilihat dari 5 Tingkatan Pengaruh Isi Media ...... 135 6.1.2.1 Level Individual ...... 135 6.1.2.2 Level Rutinitas Media ...... 135 6.1.2.3 Level Organisasi ...... 136 6.1.2.4 Level Ekstramedia ...... 136 6.1.2.5 Level Ideologi ...... 137 6.2 Saran ...... 137

DAFTAR PUSTAKA ...... 138

LAMPIRAN

xi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1.1 Perbandingan Indeks Kualitas Program Berita Tahun 2015 9 2.1 Theories of Influences on Mass Media Content 31 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian 54

xii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1 Indeks Kualitas Program Berita Berdasarkan Indikator 9 3.1 Teknik Pemeriksaan Data Kualitatif 70 4.1 Identitas Singkat Informan Penelitian 79 4.2 Pengelompokan Berita Sesuai Bidang Kerja Pemerintah 84 4.3 Tampilan Data Informan I 108 4.4 Tampilan Data Informan II 110 4.5 Tampilan Data Informan III 112 4.6 Tampilan Data Informan Ekstramedia 114 4.7 Tampilan Data Seluruh Informan Penelitian 115

xiii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perbedaan Televisi Komersial (Swasta), Publik dan Komunitas

2. Struktur Organisasi TVRI Sumatera Utara

3. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kota Medan dengan Lembaga

Penyiaran Publik TVRI Stasiun Sumate ra Utara

4. Perjanjian Kerjasama Antara Dinas Komunikasi dan Informatika Propinsi

Sumatera Utara dengan Lembaga Penyiaran Publik TVRI Sumatera Utara

5. Pedoman Wawancara Mendalam

6. Transkrip Wawancara Mendalam

7. Foto-foto Peneliti dengan Informan

8. Daftar Riwayat Hidup

xiv

Universitas Sumatera Utara Judul Tesis : Pengalaman Perawat dalam Menerapkan Manajemen

Pengendalian Infeksi di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Helfrida Situmorang

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2016

ABSTRAK

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian Infeksi Rumah Sakit (IRS) pada pasien atau petugas rumah sakit dan mengamankan lingkungan rumah sakit dari risiko transmisi infeksi yang dilaksanakan melalui manajemen risiko, tata laksana klinik yang baik dan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam menerapkan manajemen pengendalian infeksi di RSUP H. Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif. Partisipan dalam penelitian ini adalah IPCLN (Infection Prevention Control Link Nurse) yaitu perawat penghubung pengendali infeksi, ditentukan dengan teknik Purposive Sampling. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara secara mendalam terhadap 12 perawat IPCLN yang terdiri dari IPCLN yang bertugas di ruang rawat inap yang berisiko terjadi infeksi seperti ruang Neurologi (RA 4), RB 1 Obgyn, RA 2, CVCU, RB 4 Anak, R. Inap Kardio Vaskuler Lantai 4, RB 3, VIP B, RB 2 A, R. Inap Kardio Vaskuler Lantai 3, RA 3 THT, ICU Anak, di RSUP. H. Adam Malik Medan. Analisis data menggunakan teknik analisa Colaizzi. Hasil penelitian ini menemukan lima tema yaitu membuat perencanaan belum optimal, memahami struktur PPI dan tugas IPCLN belum optimal, memberikan pengarahan yang rutin, melakukan pengawasan yang ketat dan mendapatkan hambatan dalam melaksanakan pengendalian infeksi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perencanaan yang dibuat IPCLN membuat jadwal pengarahan dan jadwal pengawasan. Pengorganisasian PPI sudah ada. Pengarahan dan pengawasan terkait pengendalian infeksi sudah dilaksanakan dengan baik setiap hari dan setiap ada pasien baru. Hambatan yang didapat seperti beberapa petugas yang kurang patuh untuk menggunakan APD dan melaksanakan cuci tangan. Keluarga pasien selalu berganti sehingga harus berulang memberikan pengarahan tentang cuci tangan dan tugas IPCLN yang sangat banyak. Diharapkan kepada pihak manajemen rumah sakit agar tetap mempertahankan dan memperhatikan pelaksanaan pengendalian infeksi.

Kata kunci : pengendalian infeksi, manajemen, perawat.

Universitas Sumatera Utara Thesis Title : Nurses‟ Experience in Applying Infection Control

Management at Adam Malik General Hospital, Medan

Name : Helfrida Situmorang

Study Program : Master in Nursing Science

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2016

ABSTRACT

PPI (Infection Control and Prevention) Hospital is an activity which includes planning, implementation, control, and development in decreasing the rate of the incidence of IRS (Hospital Infection) in patients or hospital employees and in securing hospital environment from the risk for infectious transmission implemented through risk management, good clinical management, and the implementation of Hospital Occupational Safety and Health. The objective of the research was to explore nurses‟ experience in implementing infection control management at RSUP H. Adam Malik, Medan. The research used qualitative method with descriptive phenomenological design. The participant was IPCLN (Infection Prevention Control Link Nurse), an infection control link nurse, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting in- depth interviews with 12 IPCLN nurses who were on duty in the inpatient wards for the infection risk such as Neurology (RA4), RB 1 Obgyne, RA 2, CVCU, RB 4 Child, Cardiovascular Inpatient 4th floor, RB 3, VIP B, RB 2 A, Cardiovascular Inpatient 3th floor, RA 3 THT, and Child ICU at RSUP H. Adam Malik, Medan. The gathered data were analyzed by using Colaizzi analysis. The result of the research showed that there were five themes: planning was not optimal, understanding PPI structure and IPCLN task was not optimal, giving routine guidance, providing tight supervision, and getting some obstacles in implementing infection control. The conclusion of the research was that plan made IPCLN made the schedule for guidance and schedule for supervision. There was PPI organizing. Guidance and supervision related to infection control had been done well everyday and when a new patient came. The obstacle was about the non- compliance of the personnel with using APD (Personal Protective Device) and washing their hands. Besides that, patients‟ families came alternately so that direction to wash their hands was done repeatedly and IPCLN had to serve concurrently.It is recommended that the hospital management maintain and pay attention to the implementation to infection control.

Keywords : infection control, management, nurse

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Kehidupan masyarakat saat ini tidak dapat dilepaskan dari arus

informasi yang sangat cepat dalam berbagai aspek kehidupan. Kebutuhan

akan informasi dipenuhi melalui berbagai media yang kini menawarkan

kecepatan, akurasi dan kelengkapan informasi, salah satunya melalui media

massa.

Media massa tentunya juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda

dengan keunggulannya masing-masing dalam menyampaikan informasi,

namun nampaknya televisi masih menjadi primadona dengan kekuatan audio

dan visualnya. Dalam perkembangannya saat ini di Indonesia, stasiun televisi

berlomba-lomba merebut hati pemirsa dengan menciptakan program yang

memenuhi kebutuhan penonton akan informasi, terutama lewat tayangan

berita.

Salah satu yang menjadi pertanyaan cukup penting adalah informasi

seperti apa yang didistribusikan oleh media massa kepada masyarakat. Pada

kenyataannya tidak semua informasi yang disebarkan oleh media massa

merupakan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Media massa membanjiri

masyarakat setiap harinya dengan berbagai informasi secara luas dengan

alasan untuk memberikan pilihan pada masyarakat. Mc Quail (2010 : 28)

menyatakan bahwa media massa merupakan window of event and experience,

yaitu jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi

di luar sana, namun media massa juga dipandang sebagai gatekeeper yang

1

Universitas Sumatera Utara 2

memilih dan menyeleksi berbagai hal yang diberikan perhatian. Masyarakat dipilihkan isu yang akan dikonsumsi. Media massa memiliki kekuasaan untuk menentukan informasi seperti apa yang akan didistribusikan kepada khalayak.

Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebutkan bahwa lembaga penyiaran di Indonesia terdiri atas lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas dan lembaga penyiaran berlangganan (UU No 32 Tahun 2012 Tentang Penyiaran).

Menurut data Dewan Pers hingga tahun 2015 tercatat ada 523 stasiun televisi yang beroperasi di Indonesia (Data Pers Nasional 2015). Jumlah yang cukup banyak tersebut tentu berimplikasi pada timbulnya persaingan untuk mendapatkan penonton yang banyak.

Televisi Republik Indonesia (TVRI) menjadi satu-satunya televisi publik yang mengudara di tanah air. TVRI bersama dengan Radio Republik

Indonesia (RRI) merupakan lembaga penyiaran publik yang merupakan lembaga berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat

TVRI pun memiliki rangkaian siaran berita yang ditayangkan secara reguler, baik siaran nasional maupun siaran berjaringan yang dilakukan oleh stasiun-stasiun lokal TVRI di masing-masing propinsi. Program berita memiliki nama yang berbeda-beda pada setiap stasiun di setiap propinsi, misalnya saja TVRI Sumatera Utara memiliki “Sumut Dalam Berita”, Jambi memiliki “Jambi Dalam Berita”, dan Bali memiliki “Warta Bali”.

Universitas Sumatera Utara 3

Hasil riset terbaru yang dilakukan oleh TVRI Sumatera Utara dan

Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara tahun 2013 menyebutkan bahwa program Sumut Dalam Berita menjadi tayangan yang paling banyak diketahui dan disukai penonton dari seluruh program acara

TVRI Sumatera Utara. TVRI Sumatera Utara sendiri bersama stasiun di tiap propinsi mengudara selama 4 jam dalam sehari, mulai pukul 15.00 sampai dengan 19.00. Sumut Dalam Berita ditayangkan selama 60 menit dengan mengangkat berita-berita lokal di Sumatera Utara. Namun bila dibandingkan dengan tayangan yang ditayangkan televisi lain pada jam yang sama, posisi

TVRI Sumatera Utara masih sangat lemah. Penelitian pun menghasilkan saran adanya peningkatan kualitas dalam tayangan TVRI Sumatera Utara termasuk dalam segi konten, kualitas gambar, audio dan jangkauan siar (Riset

Penonton dan Program TVRI Sumatera Utara, 2013).

Sebagai lembaga penyiaran publik, seluruh rancangan program TVRI

Sumatera Utara haruslah berorientasi pada kepentingan khalayaknya untuk mendapatkan informasi (right to know) dan hak untuk menyatakan pendapat

(right to express). Lembaga model ini mempunyai visi untuk memperbaiki kualitas kehidupan publik, kualitas kehidupan suatu bangsa dan juga kualitas hubungan antarbangsa pada umumnya, serta mempunyai misi untuk menjadi forum diskusi, artikulasi dan pelayanan kebutuhan publik. Lembaga penyiaran publik memberikan pengakuan secara signifikan kepada peran supervisi dan evaluasi oleh publik dalam posisinya sebagai khalayak dan partisipan yang aktif. Tanggung jawab lembaga penyiaran publik tentu lebih berat karena sifatnya yang independen dari kepentingan negara dan

Universitas Sumatera Utara 4

kepentingan komersial, serta pembiayaan yang dibebankan kepada pengguna, dalam hal ini TVRI menggunakan anggaran dari APBN dan APBD.

Mantan Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara (2012) menyatakan bahwa keberpihakan negara kepada TVRI sebagai lembaga penyiaran publik sudah diamanatkan dalam Pasal 31 UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Ayat (2) menyebut: “Lembaga penyiaran publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah negara Republik Indonesia.” Ayat (3): “Lembaga penyiaran swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas.” Artinya TVRI sudah memiliki keuntungan dari segi regulasi dan infrastruktur jaringan di seluruh wilayah Indonesia dibandingkan televisi swasta (UU 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran).

Ketika saat ini sejumlah program berita pada beberapa stasiun televisi swasta kerap mendapat tudingan tidak bebas nilai dan berpihak pada kepentingan ekonomi politik kelompok tertentu, lembaga penyiaran publik harus hadir sebagai penyedia informasi alternatif bagi khalayak. Dalam konteks berdemokrasi, bagi televisi yang bersiaran secara lokal, tentunya konten lokal menjadi komoditi utama untuk ditayangkan. Tayangan yang berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal memberi manfaat besar bagi pendidikan, hiburan, menjadi media pengikat kedekatan dengan khalayak dan berperan dalam membangun perekonomian daerah.

Tanggungjawab akan visi tayangan lembaga penyiaran publik yang bersiaran secara lokal ini tentulah harus direncanakan dengan baik dan matang. Peneliti memiliki kesempatan mengamati langsung aktivitas redaksi

Universitas Sumatera Utara 5

TVRI Sumatera Utara dalam kapasitas sebagai reporter dan presenter paruh waktu (freelance) sejak akhir tahun 2013. Setiap harinya dalam agenda liputan di redaksi Sumut Dalam Berita terdapat tim peliputan yang khusus meliput kegiatan harian Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Kota Medan maupun Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Berita-berita ini disiarkan karena TVRI Sumatera Utara menjalin kerjasama dalam hal penyiaran dengan pemerintah lokal.

TVRI Sumatera Utara mengemas berita-berita seperti ini di Sumut

Dalam Berita dalam segmen khusus yakni segmen „Klasifikasi Seremonial‟.

Mayoritas isi segmen ini adalah aktivitas harian Kepala Daerah baik

Gubernur maupun Walikota yang bersifat seremonial. Dalam satu tahun,

TVRI Sumatera Utara harus menyediakan waktu untuk menyiarkan kegiatan harian Kepala Daerah dan jajaran SKPD sesuai dengan jumlah yang telah disepakati. TVRI pun mendapatkan kompensasi atas jasa penyiaran ini.

Nilai berita yang cukup utama dalam sebuah lembaga penyiaran publik tentu berkaitan dengan kepentingan publik, dalam konteks TVRI

Sumatera Utara berarti masyarakat Sumatera Utara. Pesan-pesan yang disampaikan melalui tayangan Sumut Dalam Berita idealnya dirancang untuk menjadi sumber informasi utama bagi publik dan demi kebaikan publik. Pada prakteknya tidak semua aktivitas harian Kepala Daerah yang disiarkan TVRI memiliki bobot nilai beirta yang sama pentingnya bagi publik.

Masalah besar juga kini dihadapi oleh lembaga penyiaran publik.

Menciptakan program-program ataupun berita yang bermanfaat bagi masyarakat ternyata tak cukup, program-program tersebut haruslah ditonton.

Universitas Sumatera Utara 6

Sebuah tayangan yang sangat bagus dan memiliki nilai edukasi tinggi namun bila hanya disaksikan oleh segelintir orang saja maka manfaatnya secara sosial tak akan tercapai. Sebelum tahun 1980-an akhir, TVRI berjaya memonopoli penyiaran tanah air, masyarakat tidak memiliki pilihan lain dalam tayangan televisi selain TVRI.

Namun saat ini kondisinya berbeda. Masyarakat punya banyak sekali pilihan dalam tayangan televisi, baik yang free to air maupun televisi berbayar. Direktur Eksekutif The Independent Television Commission (ITC)

Richard Eyre mengatakan „Free school doesn‟t work when the kids go and buy Coca-Cola because it‟s available and they prefer it and they can afford it. So public service broadcasting will soon be dead‟ (Weeds, 2013). Artinya lembaga penyiaran publik menghadapi dua tantangan besar jika ingin mencapai tujuannya. Pertama, program siaran yang dirancang haruslah mendekati masyarakat sebagai khalayak, sehingga masyarakat akan memilih menyaksikan tayangan lembaga penyiaran publik daripada tayangan lain.

Kedua, mengingat besarnya jumlah masyarakat yang beralih ke media baru

(internet) untuk memperoleh informasi dan hiburan, lembaga penyiaran publik haruslah mengikuti tren tersebut jika tak ingin ditinggalkan.

Salah satu kesempatan emas yang bisa dimanfaatkan oleh TVRI adalah ketidakpuasan masyarakat atas kinerja pemberitaan televisi swasta akhir-akhir ini yang sarat akan tumpangan kepentingan. Salah satu contoh yang paling nyata adalah terbelahnya media massa saat pelaksanaan

Pemilihan Presiden 2014. MetroTV yang dimiliki oleh politisi Partai Nasdem

Surya Paloh dan TVOne yang dimiliki oleh politisi Partai Golkar Aburizal

Universitas Sumatera Utara 7

Bakrie memberitakan masing-masing pasangan calon dengan porsi yang tidak berimbang.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan surat teguran untuk kedua stasiun televisi tersebut. KPI menekankan adanya pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik dan netralitas isi program siaran jurnalistik terkait dua pasang calon. Penilaian KPI didasarkan pada durasi, frekuensi dan tone kecenderungan pemberitaan yang mengarah kepada salah satu pihak saja. Layar MetroTV didominasi pemberitaan mengenai Jokowi dan TVOne didominasi pemberitaan Prabowo. Tindakan tersebut oleh KPI dinilai melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Penyiaran

(SPS) tahun 2012 (www.bbc.com).

Selain kasus dalam penyelenggaraan kampanye Pilpres 2014, Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI) juga mencatat sejumlah pelanggaran terhadap siaran berita sejumlah stasiun televisi dalam beberapa tahun terakhir, antara lain :

a) Program siaran jurnalistik Satu Meja Kompas TV dengan tema

Prostititusi Terbuka di Dunia Maya dinilai KPI Pusat melanggar

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Melalui surat

teguran tertulis pada 24 April 2015, KPI menyebutkan tayangan

investigatif tersebut menampilkan dialog-dialog yang bisa menimbulkan

ketidaknyamanan di masyarakat karena dianggap terlalu vulgar. Dialog

yang dipandu host Ira Koesno itu menghadirkan narasumber dua orang

pelaku prostitusi online. Sesuai aturan seharusnya tayangan tersebut

disiarkan di atas pukul 11 malam. (www.kpi.go.id)

Universitas Sumatera Utara 8

b) Program berita Metro Hari Ini pada stasiun Metro TV diberi sanksi oleh

KPI saat memberitakan peristiwa jatuhnya pesawat Hercules C-130 milik

TNI AU di Medan, Sumatera Utara pada Juli 2015. Metro TV memutar

salah satu video amatir warga yang menunjukkan gambar korban Ahmad

Fahri tergeletak di jalan sesaat setelah musibah terjadi secara close-up.

KPI menilai tayangan ini melanggar prinsip-prinsip jurnalistik dalam

peliputan bencana. (www.kpi.go.id) c) Program Siaran Jurnalistik Breaking News pada stasiun TV One dianggap

melakukan pelanggaran saat menayangkan tragedi kecelakaan pesawat

Air Asia QZ8501 pada Desember 2014. TV One menayangkan proses

evakuasi dimana terlihat kondisi korban mengapung di laut tanpa

mengenakan busana lengkap secara close up tanpa diedit atau diblur

dengan durasi lebih kurang 10 menit. Tayangan tersebut dinilai tidak

santun dan telah menimbulkan ketidaknyamanan pada masyarakat

khususnya keluarga korban. (www.kpi.go.id) d) Program Siaran Jurnalistik Reportase Sore pada stasiun Trans TV

mendapat peringatan KPI atas tayangan 24, 28 dan 29 Oktober 2015

yang dianggap tidak memperhatikan perlindungan anak-anak dan remaja.

Program tersebut menayangkan adegan seorang pria yang wajahnya

dikerumuni oleh lebah, yang oleh KPI dianggap menampilkan muatan

berbahaya. Program tersebut juga memberitakan kekerasan seksual

dengan mewawancarai keluarga korban dengan wajah yang tidak

disamarkan. Selain itu Reportasi Sore juga menayangkan secara eksplisit

Universitas Sumatera Utara 9

aksi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa dengan memukuli dan

melempari mobil dengan batu. (www.kpi.go.id)

Hasil survei indeks kualitas program siaran televisi yang dilakukan

oleh KPI pada November-Desember 2015 untuk siaran berita tanah air, secara

umum masih menunjukkan angka di bawah standar yang ditetapkan oleh KPI.

Gambar 1.1 Perbandingan Indeks Kualitas Program Berita Tahun 2015

Sumber : www.kpi.go.id

Grafik memperlihatkan indeks kualitas program berita meningkat

mulai dari periode 1 sampai periode 4 tahun 2015, namun pada periode ke 5

sedikit menurun menjadi 3,70. Program siaran berita masih belum mencapai

standar yang ditetapkan KPI yaitu 4. Beberapa indikator yang digunakan KPI

untuk menyusun indeks kualitas program berita dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 1.1 Indeks Kualitas Program Berita Berdasarkan Indikator

INDIKATOR INDEKS Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa 3,56 Informatif 4,16

Universitas Sumatera Utara 10

Edukatif 3,83 Pengawasan 3,73 Menghormati nilai-nilai kesukuan, agama, ras dan antar 3,63 golongan Menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan 3,65 Menghormati kehidupan pribadi 3,58 Melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja 3,59 Melindungi orang atau kelompok masyarakat tertentu 3,59 Tidak bermuatan seksual 3,67 Tidak bermuatan kekerasan 3,59 Tidak bermuatan mistik, horor, supranatural 3,80 Tidak bermuatan rokok, napza dan minuman beralkohol 3,79 Tidak bermuatan praktek perjudian 3,83 Menyajikan berita yang akurat, berimbang, adil 3,66 Melindungi kepentingan publik 3,68 Menghormati narasumber 3,73 Faktual 3,85 Melakukan verifikasi, cek dan ricek 3,66 Independen 3,49 Indeks Kualitas Program Berita 3,70 Sumber : www.kpi.go.id

Lembaga penyiaran publik idealnya hadir dalam posisi yang berbeda dengan lembaga penyiaran swasta karena terdapat sejumlah perbedaan mendasar antara kedua jenis lembaga tersebut (lihat lampiran). Melihat tabel tersebut, maka terlihat jelas perbedaan antara lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran komersil (swasta), sementara secara prinsip dasar terdapat sedikit kesamaan antara lembaga penyiaran publik dengan lembaga penyiaran komunitas. Terkait program pemberitaan, maka semestinya terdapat

Universitas Sumatera Utara 11

perbedaan juga dalam konten dan kemasan berita milik lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta dikarenakan tidak ada beban kepentingan ekonomi maupun beban politik dari pihak manapun.

Merujuk pada regulasi dalam Undang-undang Penyiaran No 32 tahun

2002, seharusnya TVRI yang sudah memiliki infrastruktur di seluruh wilayah

Indonesia memiliki kelebihan yang tidak bisa disaingi oleh lembaga penyiaran swasta. Konten pemberitaan TVRI di setiap daerah pastilah berbeda dengan konten televisi swasta yang disiarkan dari pusat ibukota

Jakarta. Informasi yang dihadirkan TVRI sebagai lembaga penyiaran publik pastilah lebih melayani kepentingan publik di masing-masing daerah. Nilai berita (news value) pada masing-masing wilayah tentunya berbeda, apa yang menjadi penting bagi masyarakat Jakarta, belum tentu penting bagi masyarakat di Kalimantan Timur. Celah inilah yang seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh TVRI.

Sistem penyiaran di Indonesia saat ini bersifat sentralistis. Stasiun- stasiun televisi swasta yang memiliki induk jaringan berada di Jakarta bersiaran dari Jakarta. Sentralisasi menghasilkan apa yang dikatakan Ade

Armando dalam Televisi Jakarta di Atas Indonesia sebagai ketidakadilan ekonomi, politik dan budaya. Secara ekonomi, ratusan miliar bahkan triliunan rupiah belanja iklan televisi beredar di Jakarta. Rumah produksi dan industri iklan sebagian besar tumbuh subur di Jakarta. Hasilnya lapangan pekerjaan dalam industri televisi hanya tumbuh dengan sehat di Jakarta.

Pengaruhnya dari segi konten pun sangat terasa. Konten yang dihadirkan oleh mayoritas televisi swasta saat ini tidak mendukung sistem

Universitas Sumatera Utara 12

demokrasi nasional. Misalnya saat hajatan pemilihan kepada daerah, banyak masyarakat di berbagai belahan Indonesia tidak mendapatkan peliputan yang memadai terkait pesta demokrasi di wilayahnya. Di sejumlah tempat, televisi tidak hadir bagi publik yang membutuhkan informasi dalam kontestasi demokrasi. Berita-berita politik, ekonomi dan budaya lokal dari luar daerah

Jakarta yang dikirimkan oleh kontributor di daerah, harus bersaing dengan berbagai berita nasional dari Jakarta. Pada saat yang bersamaan, budaya metropolitan merembes masuk ke ruang publik masyarakat di berbagai daerah dan mendesak budaya lokal. Budaya masyarakat seakan-akan menjadi homogen karena bersumber dari budaya Jakarta, atau dalam istilah saat ini sudah dimodifikasi menjadi wilayah Jabodetabek. Ruang sosiokultural

Jakarta kini telah melebar hingga Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Remotivi bekerjasama dengan

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran tahun 2012 menghitung daerah asal berita dalam siaran berita di televisi dengan mengelompokkan hasilnya dalam Jabodetabek dan non-Jabodetabek. Dengan pendekatan convenience sampling, 2.638 item berita dijadikan sampel dari 20 judul program berita yang tayang sore dan malam hari. Hasilnya Jabodetabek mendominasi daerah asal berita berdasarkan frekuensi dengan angka mencapai 40%, sementara daerah asal berita dari luar Jabodetabek memperoleh angka 45%, yang artinya persentase ini menggambarkan angka untuk 32 propinsi lain di Indonesia. Begitupun dari segi durasi, maka berita- berita Jabodetabek mendominasi layar nasional hingga 48%, berita non

Jabodetabek sebesar 38%, berita internasional 7% dan berita kompilasi

Universitas Sumatera Utara 13

sebesar 7% (Heychael dan Wibowo, 2014). Walau tidak bisa menjadi satu- satunya tolok ukur relevansi sebuah berita bagi khalayaknya, namun hasil penelitian ini menggambarkan minimnya unsur „jarak‟ dalam nilai berita bagi khalayak di seluruh wilayah Indonesia.

Ruang redaksi sebagai „otak‟ dari segala aktivitas jurnalisme tentu memiliki kebijakan untuk mengatasi dan mengantisipasi segala keterbatasan

TVRI dalam hal pemberitaan, terutama tarik-menarik berbagai kepentingan yang dapat mempengaruhi kerja jurnalistiknya. Meskipun sebuah karya jurnalistik merupakan karya tim peliputan yang terdiri dari reporter dan juru kamera, namun hasil akhir hingga berita disiarkan harus melalui proses pengolahan yang merupakan kerja kolektif keredaksian. Baik reporter, redaktur, hingga TVRI secara organisasi tentu memberi andil dalam membentuk setiap berita yang akhirnya disiarkan kepada masyarakat.

Sejumlah penelitian terdahulu mengenai TVRI sebagai lembaga penyiaran publik, banyak berfokus pada kajian yang melihat eksistensi TVRI sebagai sebuah institusi penyiaran publik, seperti penelitian yang dilakukan oleh Lisa Adhrianti (2005) dan Satya Rahariska (2011). Begitupun dengan sejumlah penelitian lain yang mengkaji mengenai bagaimana proses produksi sebuah program acara di TVRI seperti penelitian Sapta Sari (2014) dan

Haulah Citra Kusuma Wardhani (2013).

Penelitian ini mengambil celah yang belum dikaji secara luas dalam penelitian-penelitian sebelumnya yakni mengenai konstruksi pemberitaan mengenai layanan publik di TVRI. Kajian mengenai pemberitaan pun tak bisa dilepaskan dengan aktivitas jurnalistik yang dilakukan TVRI untuk

Universitas Sumatera Utara 14

memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Setidaknya penelitian ini dapat memperkaya ruang keilmuan mengenai televisi publik di Indonesia.

Peneliti tertarik memilih lokasi penelitian di TVRI Sumatera Utara karena sejumlah pertimbangan. Stasiun TVRI Sumatera Utara merupakan stasiun daerah TVRI pertama di Pulau Sumatera yang berdiri tahun 1970 dan merupakan stasiun TVRI daerah kedua di Indonesia setelah stasiun TVRI

Yogjakarta. Selain itu TVRI Sumatera Utara memiliki jangkauan siaran seluas 50.950 km2 atau mencakup 71,08% wilayah Propinsi Sumatera Utara dengan jangkauan penduduk sebanyak 80,85%. Angka ini merupakan yang terbesar di Pulau Sumatera (www.docnetters.wordpress.com). Artinya tayangan TVRI Sumatera Utara berdampak pada masyarakat dalam jumlah besar dan wilayah yang luas. Stasiun TVRI Sumatera Utara juga masuk dalam stasiun kelas A yang merupakan tingkat tertinggi dalam bentuk organisasi TVRI.

Penelitian ini akan melihat bagaimana konstruksi berita layanan publik dalam program “Sumut Dalam Berita” TVRI Sumatera Utara secara khusus pada periode Januari-Maret 2016. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab bagaimana proses di dalam redaksi Sumut Dalam Berita yang melibatkan berbagai unsur di dalam dan luar redaksi sehingga menghasilkan berita-berita mengenai layanan publik seperti yang disaksikan khalayak

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara 15

1.2 FOKUS MASALAH

Bagaimana konstruksi berita layanan publik dalam program “Sumut Dalam

Berita” TVRI Sumatera Utara periode Januari – Maret 2016?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

(1) Untuk mengetahui gambaran berita layanan publik dalam program

“Sumut Dalam Berita” TVRI Sumatera Utara periode Januari – Maret

2016.

(2) Untuk mengetahui konstruksi berita layanan publik dalam program

“Sumut Dalam Berita” TVRI Sumatera Utara periode Januari – Maret

2016 dilihat dari 5 tingkatan pengaruh isi media.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

(1) Aspek teoritis (keilmuan) :

memperkaya kajian ilmu komunikasi terutama mengenai kajian

jurnalistik pada Lembaga Penyiaran Publik

(2) Aspek praktis :

menjadi masukan bagi TVRI Sumatera Utara dalam menjalankan

aktivitas jurnalistik dan keredaksiannya sebagai Lembaga Penyiaran

Publik

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Paradigma Konstruktivis

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

kontruktivis. Paradigma konstruktivis hampir merupakan antitesis dari paham

yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu

realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini menyatakan bahwa (1) dasar

untuk menjelaskan kehidupan, peristiwa sosial dan manusia bukan ilmu

dalam kerangka positivistik, tetapi justru dalam arti common sense. Menurut

mereka, pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti dan makna yang

diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya sehari-hari, dan

hal tersebutlah yang menjadi awal penelitian ilmu-ilmu sosial; (2) pendekatan

yang digunakan adalah induktif, berjalan dari yang spesifik menuju yang

umum, dari yang konkrit menuju yang abstrak; (3) ilmu bersifat idiografis

bukan nomotetis, karena ilmu mengungkap bahwa realitas tertampilkan

dalam simbol-simbol melalui bentuk-bentuk deskriptif; (4) pengetahuan tidak

hanya diperoleh melalui indra karena pemahaman mengenai makna dan

interpretasi adalah jauh lebih penting; dan (5) ilmu tidak bebas nilai. Kondisi

bebas nilai tidak menjadi sesuatu yang dianggap penting dan tidak pula

mungkin dicapai (Sarantakos dalam Hayuningrat, 2010).

Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis dalam penelitian ini

karena ingin mengetahui dan memahami pengalaman serta interpretasi

subyek penelitian terhadap suatu peristiwa. Paradigma ini percaya bahwa

16

Universitas Sumatera Utara 17

realitas dalam tayangan Sumut Dalam Berita yang dirancang oleh redaksi

merupakan realitas yang sudah dikonstruksikan dan bukan realitas yang

sebenarnya.

2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu

1) Haposan Simamora dari Universitas Diponegoro tahun 2010 melakukan

penelitian mengenai „Konstruksi Pemberitaan LPP TVRI Jateng Tentang

Pemilihan Walikota Semarang 2010.‟ Penelitian yang menggunakan

analisis framing model Gamson dan Modigliani ini menunjukkan bahwa

LPP TVRI Jateng dalam menampilkan berita menjelang pemilihan

walikota Semarang tahun 2010, masih cenderung merepresentasikan

institusi, seperti KPU dan Panwas sehingga terkesan berfungsi sebagai

media promosi instansi bersangkutan. Disisi lain LPP TVRI kurang

tertarik dengan berita-berita yang terkait dengan “rekam jejak” para calon

walikota dan wakilnya.

2) Alem Febri Sonni dari Universitas Hasanuddin Makassar tahun 2003

melakukan penelitian berjudul „Analisis Kebijaksanaan Redaksi Televisi

Republik Indonesia (TVRI) Makassar Dalam Menyiarkan Berita‟.

Penelitian ini bertujuan menguraikan faktor yang menyebabkan kurang

menariknya tayangan berita TVRI Makassar. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kebijaksanaan redaksi TVRI Makassar lebih

mengedepankan kepentingan ekonomi wartawan dan redaksinya daripada

kepentingan publik yang membutuhkan tayangan berita yang menarik dan

berkualitas. Faktor lain yang juga menyebabkan kurang menariknya

Universitas Sumatera Utara 18

tayangan TVRI Makassar adalah rendahnya kualitas sumber daya

wartawan yang dimiliki TVRI Makassar.

3) Eva-Karin Olsson dari National Center for Crisis Management Research

and Training (CRISMART), Swedish National Defence College, Sweden.

Penelitian tahun 2009 ini berjudul “Media Crisis Management in

Traditional and Digital Newsrooms” yang membandingkan bagaimana

reaksi dua model redaksi pemberitaan yaitu redaksi tradisional dan redaksi

digital dalam menghadapi peristiwa-peristiwa krisis. Hasilnya adalah

redaksi tradisional dengan rutinitas harian yang sudah berjalan otomatis

terbukti lebih efektif dalam menghadapi peliputan situasi-situasi krisis. Hal

ini disebabkan oleh struktur redaksi yang terpusat dan satu komando

membuat respon yang lebih baik terhadap peristiwa krisis. Selain itu,

pengalaman juga menjadi penentu dimana redaksi tradisional memiliki

„guru‟ dari kasus-kasus sebelumnya, sehingga menjadi dasar bagi mereka

untuk mengambil keputusan.

2.3 Uraian Teori

2.3.1 Teori Konstruksi Realitas Media

Realitas dalam paradigma konstruktivis dipandang sebagai

konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian,

kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai

konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial (Hidayat dalam

Bungin, 2007). Realitas sosial tidak dapat berdiri sendiri tanpa

kehadiran individu, baik di dalam maupun di luar realitas tersebut.

Universitas Sumatera Utara 19

Realitas sosial memiliki makna manakala dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik sebagai hasil konstruksi sosial.

Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam bukunya berjudul

The Social Construction of Reality : A Treatise in the Sociological of

Knowledge mengatakan bahwa realitas sosial adalah proses dialektika yang berlangsung dalam proses simultan : 1) eksternalisasi

(penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia,

2) objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusinalisasi, (3) internalisasi, yaitu proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya (Bungin, 2007 :

83).

Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri atas realitas objektif, realitas simbolis dan realitas subjektif.

Realitas objektif adalah realitas yang yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali

Universitas Sumatera Utara 20

realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi (Subiakto dalam Bungin, 2007 : 89).

Eksternalisasi terjadi pada tahap yang sangat mendasar dalam satu pola perilaku interaksi antara individu dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Maksud dari proses ini adalah ketika sebuah produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutukan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar. Dengan demikian, tahap eksternalisasi ini berlangsung ketika produk sosial tercipta di dalam masyarakat, kemudian individu mengeksteranlisasikan (penyesuaian diri) ke dalam dunia sosiokulturalnya sebagai bagian dari produk manusia.

Sedangkan tahap objektivasi dapat terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial tanpa harus terjadi tatap muka antar-individu dan pencipta produk sosial itu. Hal terpenting dalam objektivasi adalah pembuatan signifikansi, yakni pembuatan tanda-tanda oleh manusia. Berger dan Luckmann mengatakan bahwa sebuah tanda (sign) dapat dibedakan dari objektivasi-objektivasi lainnya karena tujuannya yang eksplisit untuk digunakan sebagai isyarat atau indeks bagi pemaknaan subjektif. Bahasa menjadi sangat penting dalam objektivasi terhadap tanda-tanda. Bahasa digunakan untuk mensignifikansi makna-makna yang dipahami sebagai pengetahuan yang relevan dengan masyarakatnya (Bungin, 2007 : 85-92).

Universitas Sumatera Utara 21

Internalisasi digambarkan sebagai pemahaman atau penafsiran

yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan

suatu makna, artinya sebagai manifestasi dari proses-proses subjektif

orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subjektif

bagi individu itu sendiri. Dengan demikian, internalisasi dalam arti

umum merupakan dasar bagi pemahaman mengenai „sesama saya‟,

yaitu pemahaman individu dan orang lain serta pemahaman mengenai

dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial (Bungin,

2007 : 94).

2.3.2 Jurnalistik dan Berita

Jurnalistik berasal dari kata journal yang berarti catatan harian,

atau catatan mengenai kejadian sehari-hari. Journal berasal dari bahasa

Latin diurnalis yang artinya harian atau tiap hari. Kata tersebutlah yang

melahirkan kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan

jurnalistik.

MacDougall (dalam Kusumaningrat & Kusumaningrat, 2014:

15) menyebutkan bahwa jurnalisme adalah kegiatan menghimpun

berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa. Bill Kovach dan Tom

Rosenstiel dalam The Elements of Journalism : What Newspeople

Should Know and The Public Should Expect (2001) menyebutkan

terdapat 9 elemen dalam jurnalisme :

1) Kewajiban pertama jurnalistik adalah mengatakan kebenaran

2) Loyalitas pertama jurnalistik adalah kepada warga negara

Universitas Sumatera Utara 22

3) Esensi dari jurnalistik adalah disiplin verifikasi

4) Jurnalis harus menjaga independensi dari apa yang diliputnya

5) Jurnalis harus menjadi monitor yang independen atas kekuasaan

6) Jurnalistik harus menyediakan forum bagi kritik dan komentar

publik

7) Jurnalistik harus membuat hal yang penting menjadi menarik dan

relevan

8) Jurnalis harus menjaga beritanya komprehensif dan proporsional

9) Jurnalis harus menggunakan hati nurani

Dari segi jurnalistik, terutama dalam hal pemberitaan sistem pers Indonesia selama ini memiliki kemiripan dengan sistem pers Barat, misalnya dalam hal memilih dan menyajikan berita, terutama dengan maksud menarik perhatian khalayak. Secara khusus bisa dikatakan sistem pers Indonesia mirip dengan sistem pers Belanda dengan organisasi politik yang banyak, yang masing-masing memiliki atau sekurang-kurangnya mempengaruhi surat kabar (media massa).

Berdasarkan kemiripan sistem persnya, maka salah satu definisi berita dalam sistem pers Barat yang diberikan oleh The New Grolier

Webster International Dictionary adalah : (1) informasi hangat tentang sesuatu yang telah terjadi, atau tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya; (2) berita adalah informasi yang disajikan oleh media, semisal surat kabar, radio, atau televisi; (3) berita adalah sesuatu atau seseorang yang dipandang oleh media merupakan subjek yang layak untuk diberitakan (Kusumaningrat & Kusumaningrat, 2014: 39).

Universitas Sumatera Utara 23

Definisi lain diungkapkan oleh Doug Newson dan James A

Wollert dalam Media Writing : News for the Mass Media yang menyebut berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat (dalam Sumadiria, 2005 : 64).

Data dan informasi merupakan bahan mentah bagi aktivitas jurnalisme untuk menghasilkan sebuah berita. Namun di era informasi saat ini, konten berita berdasarkan data dan informasi sederhana saja tidak akan cukup. Ketika era informasi terus berubah, begitupun dengan jurnalis dan eksekutif editorial harus bekerja dengan „pengetahuan‟.

Pengetahuan adalah hasil penyaringan atas informasi dan meletakkannya dalam konteks dan bentuk yang lebih berguna (Quinn,

2002 : 3).

Melihat perkembangan informasi saat ini, maka ketersediaan data sebagai bahan mentah jurnalistik menjadi melimpah. Akhirnya

„manajemen pengetahuan‟ menjadi sangat penting bagi media massa karena media massa harus menjadi organisasi yang berdasar pada informasi. Manajemen pengetahuan meliputi bagaimana menyimpan, memindahkan dan membagi informasi dalam bentuk yang berguna baik sekarang maupun di kemudian hari.

Steve Yelvington (Quinn, 2002) menyatakan bahwa tantangan media massa saat ini adalah pergeseran yang sangat radikal dari kelangkaan informasi menjadi melimpahnya informasi. Artinya, peran baru jurnalis adalah menjadi pemandu daripada sekedar gatekeeper.

Dari melimpahnya informasi, maka jurnalis harus benar-benar jeli dan

Universitas Sumatera Utara 24

paham menentukan informasi yang memiliki „nilai berita‟ yang layak

dijadikan sebuah berita.

2.3.3 Nilai Berita (Nilai Berita)

Editor Daily Telegraph, Max Hastings (Brighton & Foy, 2007)

pernah menyatakan bahwa : “pembaca (khalayak) tidak mempunyai ide

yang rasional mengenai apa yang mereka lakukan atau yang tidak

mereka inginkan dalam surat kabar mereka, mereka wakilkan dengan

mempekerjakan editor untuk memutuskan bagi mereka”. Artinya

keputusan untuk menentukan apa yang diberikan pada khalayak

sepenuhnya ditentukan oleh pihak di dalam media massa.

Konsep mengenai nilai berita pertama kali merujuk pada

sejumlah kriteria yang disampaikan oleh Johan Galtung dan Mari Ruge.

Keduanya berpendapat bahwa penyiaran perlu menciptakan hubungan

kultural dengan khalayaknya, jika tidak penyiaran hanya menjadi suatu

bentuk „noise‟ yang tidak berarti (Brighton & Foy, 2007: 7).

Kriteria Galtung dan Ruge yang diperkenalkan tahun 1965 antara

lain :

1. Relevance : apakah dampak terhadap khalayak potensial

2. Timeliness : apakah terjadi akhir-akhir ini?

3. Simplification : apakah dapat dijelaskan secara sederhana dan

lugas?

4. Predictability : apakah kejadian tersebut dapat diramalkan atau

direncanakan?

Universitas Sumatera Utara 25

5. Unexpectedness : apakah kejadian tersebut tidak biasa dan tidak

dapat direncanakan?

6. Continuity : apakah kejadian tersebut mrupakan perkembangn

baru dari peristiwa yang sudah ada sebelumnya?

7. Composition : apakah sesuai dengan media informasi tersebut

dimuat

8. Elite peoples : apakah subjek berita merupakan sosok terkenal?

9. Elite nations : apakah memperngaruhi negara kita atau negara

yang dianggap penting?

10. Negativity : apakah berita buruk selalu menjadi berita

bagus bagi jurnalis?

Konsep ini diperkaya kembali oleh Galtung dan Ruge yang kemudian menambahkan sejumlah kriteria baru bagi konsep awal nilai berita (Brighton & Foy, 2007: 7) :

1. Frequency : rentang waktu yang dibutuhkan bagi sebuah peristiwa

untuk terbuka

2. Amplitude : hingga sejauh mana ambang sebuah peristiwa luar

biasa dan tidak terduga

3. Clarity : semakin sedikit ambiguitas sebuah kejadian atau isu,

maka akan semakin diperhatikan oleh khalayak

4. Meaningfulness : relevansi kultural dan harmoni serta disharmoni

sosial sebuah peristiwa

5. Predictability : harapan akan terjadinya sebuah peristiwa, dapat

menjadi sebuah berita

Universitas Sumatera Utara 26

6. Continuum : satu kali sebuah peristiwa menjadi berita, maka hal

tersebut sudah mendapatkan momentumnya

7. Composition : relevansi secara internal antara item berita dengan

program atau media publikasinya.

Selanjutnya Denis MacShane (Brighton & Foy, 2007: 8), seorang reporter BBC mencoba menyusun beberapa kriteria yang bisa dipakai untuk menentukan apakah sebuah peristiwa layak dijadikan sebuah berita berdasarkan pemahamannya sebagai jurnalis: 1) konflik;

2) kesulitan dan bahaya terhadap masyarakat; 3) keluarbiasaan

(keganjilan dan kebaruan); 4) skandal; 5) individualisme. Selanjutnya tahun 2001, konsep Galtung dan Ruge kembali disempurnakan oleh

Tony Harcup dan Deirdre O‟Neill yang menyusun kriteria : 1) elit penguasa; 2) selebriti; 3) hiburan; 4) kejutan; 5) berita baik; 6) berita buruk; 7) besarnya peristiwa; 8) relevansi; 9) keberlanjutan 10) media agenda. Harisson akhirnya merangkum pendapat sejumlah ahli tersebut mengenai nilai berita : 1) ketersediaan gambar atau video (untuk televisi); 2) dramatis, sensasional; 3) nilai kebaruan, 4) kesederhanaan laporan; 5) skala besar; 6) unsur negatif (kekerasan, konfrontasi, malapetaka); 7) tak terduga; 8) atau yang diharapkan; 9) relevansi / makna; 10) peristiwa serupa; 11) program seimbang, 12) orang/negara elit, 13) daya tarik kemanusiaan.

Dalam perkembangannya, aspek budaya dan sosiologis pun menjadi pertimbangan dalam menentukan nilai sebuah berita. Salah satu pemikiran yang cukup dikenal adalah pemikiran Stuart Hall. Hall

Universitas Sumatera Utara 27

membedakan istilah nilai berita „formal‟ dan nilai berita „ideologis‟.

Nilai berita formal versi Hall adalah (Brighton & Foy, 2007: 10) :

1) Linkage, apakah peristiwa berkaitan atau bisa dikaitkan dengan

peristiwa sebelumnya?

2) Recency, apakah peristiwa terjadi akhir-akhir ini?

3) Newsworthiness of event/person, haruslah memicu pertanyaan-

pertanyaan baru dan keingintahuan

Sedangkan terkait dengan nilai berita ideologis, Hall mengkontraskan struktur dasar sebuah berita dan peristiwa yang dilaporkan dengan „struktur dalam‟ yang tersembunyi. Struktur dalam merupakan manifestasi dari nilai-nilai atau ideologi yang dianut atau disepakati. Ini melibatkan apa yang disebutnya dengan „konsensus pengetahuan‟ dunia yang memberikan kerangka bagi sebuah berita.

Terkait dengan pembahasan akan nilai-nilai ideologis yang menentukan berita, juga muncul pendapat Young yang mengungkapkan adanya teori manipulatif. Ini mengacu pada manipulasi agenda media secara sadar yang dilakukan oleh pemilik media massa atau kekuatan kapitalisme pasar. Namun Hall tidak sependapat dengan pandangan Young yang melihat „konsensus pengetahuan‟ sebagai hasil konspirasi praktisi media massa dengan para jurnalisnya.

Hall pun menambahkan penguatan pada sistem nilai berita :

1. Tekanan waktu di ruang redaksi, mengarah pada meningkatnya

kepercayaan terhadap „kejadian yang terencana‟

Universitas Sumatera Utara 28

2. Gagasan mengenai ketidakberpihakan, keseimbangan dan

objektivitas, mengarah pada semakin besarnya ketergantungan

akan „narasumber kredibel‟ yang dalam prakteknya hanya

memperkuat kekuatan yang sedang berkuasa.

Pandangan lain yang juga cukup berpengaruh disampaikan oleh

Herbert Gans dalam bukunya Deciding What‟s News tahun 1979 yang

menyebutkan aspek-aspek yang menentukan dan proses seleksi isu dan

peristiwa (Brighton & Foy, 2007: 11) :

1. Keputusan jurnalistik (journalistic judgement)

2. Permintaan organisasi (organisational requirements) : faktor rating

dan share yang mempengaruhi pengiklan, struktur dan hierarki

organisasi yang berpengaruh pada pemilihan berita.

3. Teori cermin (mirror theory) : gagasan bahwa jurnalisme dan

jurnalis menjadi cermin bagi alam

4. Determinasi eksternal (external determination) : melibatkan faktor-

faktor seperti teknologi, ekonomi, ideologi, budaya, penonton dan

narasumber.

2.3.4 Konten Lokal (Local Content)

Nilai berita (news value) yang sama bisa saja diterapkan baik

oleh lembaga penyiaran publik maupun lembaga penyiaran swasta.

Namun satu hal yang menjadi keunggulan dari sistem penyiaran publik

Indonesia yang sudah memiliki jaringan di setiap daerah adalah konten

lokal dalam siarannya.

Universitas Sumatera Utara 29

Berdasarkan hukum yang berlaku secara internasional, pluralisme menjadi salah satu aspek penting dalam kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat. Dengan demikian, konten lokal dalam penyiaran yang mendukung keberagaman berekspresi akan menjadi konsisten dengan kebebasan berekspresi. Setidaknya terdapat beberapa hal mengenai konten lokal dalam penyiaran (Bhattacharjee,

2001) : a. Bertujuan untuk mendukung pluralisme

Aturan konten lokal yang dijadikan sebagai alat kontrol pemerintah

yang justru melemahkan keberagaman adalah tidak sah, apalagi

bila dirancang untuk kepentingan media milik negara atau milik

swasta yang cenderung membela pemerintah, juga untuk

menjauhkan media asing yang kritis terhadap pemerintah dan

pengusaha elit tertentu. Aturan ini juga tidak sah bila dijadikan alat

untuk menekan satu ras, etnis, agama, bahasa atau kelompok-

kelompok tertentu pada suatu negara. b. Diterapkan melalui hukum yang layak

Aturan konten lokal harus diatur dalam regulasi sebagai bagian dari

aturan penyiaran. Regulator penyiaran pun harus adil dan bebas

kepentingan dalam melakukan pengawasan dan menegakkan

peraturan. c. Realistis dan praktis, disesuaikan dengan sektor penyiaran tertentu

dan adanya kebutuhan khusus

Universitas Sumatera Utara 30

Kriteria-kriteria secara khusus bisa diterapkan sesuai dengan jenis-

jenis media penyiaran misalnya televisi dan radio; atau jenis

program seperti drama, film, dokumenter, program pendidikan,

program anak dan musik; atau menyesuaikan jenis produksi

misalnya produksi sendiri atau produksi independen. d. Diimplementasian secara progresif

Penerapan aturan konten lokal dilakukan secara bertahap dan

meningkat untuk memberi waktu bagi media penyiaran

menyesuaikan diri dengan aturan tersebut. Bila dipaksakan secara

tegas justru akan melemahkan aturan itu sendiri, kelangsungan

hidup sektor penyiaran dan pluralisme.

Banyak negara yang telah menerapkan aturan yang melindungi dan mendukung sektor penyiaran lokal dan program lokal. Pada negara- negara tersebut, kontrol secara lokal dan kepemilikan lokal sama pentingnya dengan produksi siaran secara lokal untuk mendukung pluralisme dan melindungi identitas, kesatuan serta kedaulatan bangsa.

Konten lokal secara umum didefinisikan sebagai program yang dirancang dalam kontrol kreatif nasional sebuah negara (Bhattacharjee,

2001). Beberapa negara seperti Australia, Kanada maupun Afrika

Selatan menerapkan definisi yang berbeda-beda namun cukup mendetail mengenai konten lokal. Misalnya di Australia diatur bahwa

„produser program haruslah seseorang warga negara Australia‟,

„setidaknya 50 persen pelaku yang muncul dalam tayangan adalah warga negara Australia‟, atau „tayangan diproduksi di wilayah

Universitas Sumatera Utara 31

Australia‟ dan sebagainya. Aturan mengenai kuota konten lokal dalam

penyiaran pun bervariasi pada masing-masing negara.

2.3.5 Theories of Influences on Mass Media Content

Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam Mediating

The Message : Theories of Influences on Mass Media Content (1996)

menyebutkan terdapat sejumlah tingkatan faktor yang mempengaruhi

pengambilan keputusan di ruang redaksi dalam menentukan isi media,

yaitu : level individual, level rutinitas media, level organisasi, level

ekstramedia dan level ideologi.

Gambar 2.1 Theories of Influences on Mass Media Content

Sumber : Shoemaker & Reese, 1996: 60

Pada level individual pekerja media terdapat sejumlah hal yang

dapat mempengaruhi isi media, yaitu : 1) karakteristik, latar belakang

personal dan pengalaman komunikator, 2) latar belakang profesi dan

pengalaman komunikator, 3) aturan dan etika profesional komunikator,

4) sikap, nilai dan kepercayaan (agama) komunikator, 5) kekuatan

komunikator dalam organisasi media, dan 6) efek dari karakteristik,

Universitas Sumatera Utara 32

latar belakang, pengalaman, sikap, nilai, agama, aturan, etika dan kekuasaan komunikator dalam isi media (Shoemaker & Reese, 1996 :

72).

Sementara itu pada tingkatan rutinitas media, ada tiga sumber utama rutinitas yang menjadi semacam „paksaan‟ bagi media dalam menyusun kontennya. Pertama, orientasi kepada audiens media.

Misalnya dalam hal nilai berita (news value) yang akan disusun berdasarkan peristiwa mana yang paling menarik perhatian audiens.

Begitupun dengan tampilan seperti foto pada media cetak dan video pada media televisi diusahakan bisa menarik audiens. Kedua, organisasi media sebagai pemroses informasi (prosesor). Dalam redaksi telah terbangun sistem kerja yang menjadi standar dan dipahami oleh semua anggota. Misalnya penentuan berita sesuai ruang dan batas waktu media dilakukan oleh seorang gatekeeper, penggunaan sistem pengkategorian berita untuk memudahkan penyusunan, dan adanya sistem tenggat waktu (deadline) untuk memaksa reporter bekerja sesuai jadwal, skenario / cara reporter mencari data informasi dari narasumber. Ketiga, sumber informasi eksternal. Pemberi informasi kepada media baik dalam bentuk wawancara, laporan perusahaan dan data-data lain ternyata juga membentuk rutinitas pada sebuah media. Misalnya, media sangat bergantung pada narasumber yang bersedia memberikan keterangan pada kasus-kasus besar yang sedang berjalan, atau adanya strategi konferensi pers yang diatur humas untuk memberi kesempatan

Universitas Sumatera Utara 33

jurnalis mendapatkan gambar dan keterangan dari narasumber

(Shoemaker & Reese, 1996 : 105-123).

Tingkatan ketiga adalah pengaruh yang diberikan oleh organisasi media. Misalnya struktur organisasi media, tidak hanya struktur di dalam redaksi melainkan juga pada tingkatan yang lebih tinggi bahkan hingga tingkat kepemilikan media. Kepemilikan pun akan berimbas pada orientasi media, sebagian media bertujuan mencari keuntungan, namun sebagian media lain ingin menghasilkan karya- karya berkualitas, pengakuan secara profesional atau bertujuan melayani kebutuhan publik. Sosiolog media seperti Herbert Gans dan

Leon Sigal (dalam Shoemaker & Reese, 1996 : 139) menyatakan sangat sulit untuk mempertemukan permintaan audiens dan pendapatan dari iklan dengan kualitas sebuah peliputan. Dalam kasus lain bahkan seringkali ditemukan peliputan peristiwa besar menjadi terhambat dan tidak maksimal karena keterbatasan dana.

Tingkatan keempat adalah faktor-faktor di luar media yang mempengaruhi konten media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain sumber-sumber informasi atau narasumber media seperti misalnya kelompok-kelompok kepentingan khusus dan kampanye-kampanye humas. Selain itu sumber pemasukan finansial media massa juga memberi pengaruh seperti pengiklan, audiens, institusi bisnis, pemerintah, lingkungan ekonomi dan teknologi. Media massa biasanya memiliki narasumber-narasumber resmi terkait dengan institusi tertentu, misalnya di pemerintahan dan kepolisian. Jurnalis percaya bahwa

Universitas Sumatera Utara 34

narasumber resmi memiliki hal-hal penting untuk disampaikan dan

media massa cenderung untuk menerima apa yang disampaikan

narasumber tersebut (Shoemaker & Reese, 1996: 172).

Tingkatan kelima adalah level ideologi. Pada level ini akan

timbul pertanyaan kepentingan siapa yang terkait dengan rutinitas dan

kerja media massa, kekuasaan dalam masyarakat dan bagaimana

kekuasaan tersebut berperan dalam media massa (Shoemaker & Reese,

1996: 215).

2.3.6 Ruang Publik (Public Sphere)

Pada dasarnya public sphere merefleksikan bahwa media massa

benar-benar menjadi a social institution yang mampu memfasilitasi

pembentukan opini dengan menjadi wadah independen untuk

perdebatan publik, dimana media tidak terkontrol oleh negara dan pasar

(capital owner).

Konsep mengenai public sphere (ruang publik) berasal dari

pemikiran Jurgen Habermas tahun 1962. Konsep ini merujuk pada

gagasan yang dikembangkan Habermas terhadap penggambaran

bourgeois public sphere di Inggris pada abad ke-17. Public sphere

dapat dipahami sebagai sebuah arena bagi kaum borjuis saat itu untuk

berdiskusi secara bebas dan rasional tanpa tekanan negara dan pasar.

Semua peserta diskusi ditempatkan secara sejajar untuk secara bebas

mengemukakan opini mereka untuk melakukan pengawasan terhadap

kebijakan negara. (Curran dalam Hidayat dalam Adhrianti, 2005).

Universitas Sumatera Utara 35

Hal ini muncul karena adanya perubahan kultur warga dalam menanggapi regulasi maupun realitas politik abad ke-18, seiring dengan semakin baiknya intelektualitas warga. Warga menjadi melek media, memiliki akses terhadap karya-karya bermutu, kemudahan dalam mendapatkan buku-buku sastra dan juga konsumsi terhadap jurnalisme yang lebih kritis melalui berita yang dipublikasikan. Ruang publik ini terpisah dari domain otoritas kekuasaan yang ada saat itu di Eropa.

Ruang publik bahkan saat itu diartikan sebagai kekuatan baru dalam menyeimbangkan dan mengkritisi kebijakan yang merupakan produk otoritas yang berkuasa (Nasrullah, 2012: 35).

Bila awalnya ruang publik secara historis muncul di tengah- tengah masyarakat Eropa, akan tetapi ruang publik baru yang dikupas oleh Habermas tidak hanya terjadi di warung kafe sebagaimana terjadi di Inggris dan salon di Perancis, melainkan juga terjadi di ruang-ruang baca maupun tempat-tempat pertemuan khusus dengan keterlibatan warga yang jauh lebih berbeda secara komposisi, adanya debat yang tidak berhenti pada debat kusir dan juga orientasi dari topik-topik yang diangkat sebagai fokus debat.

Habermas memunculkan apa yang disebutnya sebagai

„institutional criteria‟ yang dimaksudkan untuk memperjelas konsep ruang publik (Nasrullah, 2012: 35-36). Kriteria yang pertama adalah pengabaian terhadap status (disregard of status) atau lebih tepatnya menjauhi diskusi kritis tentang status. Ruang publik tidak memperkarakan keinginan persamaan status dengan otoritas yang

Universitas Sumatera Utara 36

berkuasa, tetapi adanya kesempatan yang sama dalam mengungkapkan atau mengkritisi sebuah realitas. Kriteria ini bukan pula upaya untuk menciptakan publik yang setara di kafe, salon atau di antara anggota perkumpulan. Ruang publik lebih menekankan adanya ide-ide yang terlembagakan dan mendapatkan klaim secara objektif sehingga bisa diterima oleh publik secara luas, yang jika tidak terealisasikan minimal ide tersebut melekat secara sadar di benak publik.

Kriteria kedua adalah fokus pada domain of common concern.

Realitas historis menunjukkan bahwa beberapa domain hanya dikuasai penafsirannya oleh otoritas yang berkuasa dan atau oleh kalangan gereja. Padahal domain tersebut bisa dibincangkan dengan melibatkan publik secara lebih luas. Filsafat, seni dan sastra yang diklaim hanya boleh diinterpretasikan dan menjadi kewenangan eksklusif dalam publisitas oleh kalangan gerejawi menjadi sesuatu yang bisa diakses oleh publik. Karya-karya tersebut bukan lagi berada dalam kebutuhan untuk bisa diakses, melainkan sudah menjadi komoditas yang diperdagangkan oleh industri. Distribusi karya-karya tersebutlah yang menjadi bahan diskusi kritis di ruang publik. Interpretasi menjadi lebi beragam dan bisa berasal dari siapa saja dalam anggota ruang publik tersebut.

Kriteria terakhir adalah inklusif (inclusivity). Betapa pun ekslusifnya publik dalam kasus tertentu akan tetapi dalam ruang publik ia menjadi bagian dari kelompok kecil tersebut. Ide-ide yang muncul dari perdebatan khusus mereka pada dasarnya bukan menjadi milik

Universitas Sumatera Utara 37

mutlak anggota ruang publik, melainkan ketika disebarkan melalui media maka publik dapat pula mengaksesnya. Isu-isu yang diangkat sebagai bahan diskusi juga menjadi lebih umum karena setiap orang bisa mengakses sumber-sumber yang terkait dengan isu tersebut. Setiap orang di ruang publik pada dasarnya menemukan dirinya bukan sebagai publik itu sendiri, melainkan seolah-olah menjadi juru bicara dan bahkan sebagai guru dari apa yang dikatakan sebagai publik itu sendiri.

Habermas menyebutnya sebagai perwakilan atau bentuk baru representasi borjuis.

Jika ditarik kesimpulan sederhana, ruang publik Habermas merupakan ruang yang bekerja dengan memakai landasan wacana moral praktis yang melibatkan interaksi secara rasional maupun kritis dibangun dengan tujuan untuk mencari pemecahan masalah-masalah politik. Walau karya Habermas fokus pada ruang publik masyarakat borjuis, namun melalui batu loncatan inilah ruang publik bisa dipahami sebagai ruang yang menyediakan dan melibatkan publik secara lebih luas dalam mendiskusikan realitas yang ada.

Akan tetapi dalam praktiknya, konsep-konsep ideal akan ruang publik tersebut tidak terwujud secara nyata. Akses untuk berpartisipasi dalam ruang publik tidak setara dan inklusif karena kepemilikan properti menjadi syarat tak tertulis sebelum dapat berpartisipasi di dalamnya. Orang-orang miskin dan tak berpendidikan secara faktual tidak dapat memasuki diskusi dalam ruang publik. Demikian juga wanita diekslusikan darinya karena karakter patriarkal dari ruang publik

Universitas Sumatera Utara 38

memposisikan wanita di dalam ruang intim (intimate sphere) rumah dan keluarga. Semua ini terkait dengan konsep manusia dalam ruang publik yang sedemikian reduktif dan restriktifnya karena terbatas kepada kaum borjuis, yaitu pria kulit putih pemilik properti.

Konsep manusia juga “dimonopoli” oleh sosok kaum borjuis karena mereka secara sepihak memandang diri mereka sebagai subyek alami dari humanitas. Kepentingan mereka dalam mempertahankan ranah pertukaran komoditas dan kerja sosial dengan demikian sesungguhnya hanyalah mencerminkan kepentingan partikular yang hanya dapat berlaku melalui penggunaan kekuatan kepada orang-orang

Jadi diskusi yang diselenggarakan di ruang publik justru hanya merepresentasikan kepentingan parsial kaum borjuis.

Selain itu, ruang publik juga bersandar kepada asumsi yang lemah tentang independensi dirinya dari negara. Pada kenyataannya negara selalu mengintervensi ruang publik pada khususnya dan masyarakat sipil pada umumnya, misalnya melalui kegiatan yudisial, pemeliharaan ketertiban, menyediakan infrastruktur, dan bahkan juga menjaga pasar dari intervensi itu sendiri melalui pemberian jaminan akan hak-hak sipil, termasuk hak akan kepemilikan properti

(Thomassen dalam Prasetyo, 2012). Demikianlah maka sesungguhnya ruang publik merupakan konsep yang senantiasa mengalami ketegangan. Melalui tilikan atas kondisi empiris ini, ideal-ideal ruang publik akan kesetaraan, inklusivitas, dan rasionalitas dipandang tak lebih sebagai fiksi, kemunafikan, dan ideologi semata. Akan tetapi,

Universitas Sumatera Utara 39

dalam terang ideal tersebut, harapan akan transformasi ke arah yang lebih progresif dan mendekati harapan normatif juga selalu dinyalakan.

Dalam kebebasan seperti sekarang ini, di mana orang sudah diberikan bahkan dijamin haknya oleh undang-undang untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas tentu secara tidak langsung telah memberi kontribusi bagi terwujudnya public sphere. Hanya saja, untuk mengorganisasi, memobilisasi dan mensosialisasi opini tersebut menjadi sebuah opini kolektif dan memiliki kekuatan real untuk memonitor sekaligus mengkritisi kebijakan negara membutuhkan mediator yang juga dapat dijamin independensinya dari himpitan pasar dan negara. Mediator tersebut secara strategis akan menempatkan media, baik cetak maupun elektronik menjadi pilihan bagi proses pembentukan opini kolektif tersebut. Televisi, misalnya, diharapkan mampu menempatkan diri sebagai salah satu elemen utama bagi tegaknya public sphere dalam proses penyelenggaraan wacana publik.

Namun, di tengah arus neoliberalisme yang mengarah pada pemusatan modal dan kepemilikan media, berbagai kalangan mulai pesimis terhadap potensi dan prospek media massa komersial sebagai public sphere (Hidayat dalam Adhrianti, 2005).

Gauthier (1997) menyatakan bahwa ruang publik dapat dilihat sebagai ruang komunal dalam artian ruang ini milik seluruh warga masyarakat yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara bersama-sama dalam diskusi tentang kepentingan publik. Ruang ini adalah sebuah ruang dimana individu menjalin diskusi dan saling

Universitas Sumatera Utara 40

bertukar pendapat sekaligus memungkinkan untuk meminta pertang

gungjawaban aparat negara. Dalam ruang ini pula justifikasi rasional

tentang pikiran dan tindakan tidak hanya diharapkan tapi juga

merupakan tuntutan. Ini merupakan institusi utama untuk membangun

kesepakatan.

2.3.7 Penyiaran Publik

British Broadcasting Company (BBC) merupakan bentuk

penyiaran publik pertama kali di dunia dan menjadi panutan bagi

lembaga penyiaran publik lain di seluruh dunia. Kebutuhan akan

kehadiran lembaga penyiaran publik bertolak dari keprihatinan

penggunaan media massa sebagai alat propaganda negara selama

Perang Dunia Pertama. Direktur Jenderal BBC yang pertama, John

Reith menyatakan bahwa penyiaran harus berjalan sebagai pelayanan

publik dengan standar tinggi dan kepedulian akan tanggung jawab

sosial (Debrett, 2010 : 34).

Istilah penyiaran publik atau public service broadcasting sendiri

tidak memiliki makna tunggal, melainkan tergantung pada konteks

situasi sosial politik tempat diskusi tentang penyiaran publik

berlangsung. Di negara tertentu terutama pada masa Perang Dingin,

penyiaran publik adalah penyiaran yang diasosiasikan dengan negara

dan dipakai sebagai instrumen pemerintah pusat. Ini misalnya terjadi di

negara-negara komunis atau Eropa Timur sebelum runtuhnya Tembok

Berlin. Artinya lembaga publik adalah lembaga negara dan dalam

pengendalian penuh pemerintah (Putra, 2006: 97).

Universitas Sumatera Utara 41

Sebaliknya pemaknaan terhadap penyiaran publik di sejumlah negara barat adalah penyiaran yang dimiliki oleh negara namun dengan pengelolaan yang bebas dari campur tangan negara atau pemerintah.

Jadi penyiaran publik memiliki otonomi relatif dari intervensi pemerintah. Pendanaan untuk pengelolaannya berasal dari pemerintah, tetapi stasiun penyiaran tidak bertanggungjawab secara langsung kepada pemerintah melainkan kepada publik. Misalnya BBC di Inggris,

NHK di Jepang atau ABC di Australia yang meniru model BBC.

Di tempat lain semisal AS, penyiaran publik adalah penyiaran komunitas. Penyiaran publik dibangun oleh dan dikelola oleh warga komunitas sebagai bentuk alternatif terhadap penyiran komersial yang cenderung mengabaikan warga komunitas dan minoritas. Bisa jadi pemerintah memberi subsidi untuk operasionalnya, namun keredaksiannya independen bebas dari campur tangan pemerintah

(Putra, 2006: 98).

McQuail (2010 : 178) mendefiniskan lembaga penyiaran publik mengacu pada sistem penyiaran yang didirikan berdasarkan hukum dan biasanya didanai oleh publik, memberikan keleluasaan pada operasional dan keredaksian namun harus melayani kebutuhan publik.

Pilihan terhadap penyiaran publik biasanya diambil dengan pertimbangan bahwa penyiaran komersial yang beroperasi dengan pendekatan pasar tak mampu menyediakan akses yang merata dan sama terhadap warga masyarakat, mengingat kecenderungan penyiaran komersial untuk memilih wilayah yang prospektif untuk penjualan

Universitas Sumatera Utara 42

produk pengiklan. Di samping itu penyiaran komersial cenderung menyajikan informasi yang sudah terdistorsi kepentingan pemiliknya.

Penyiaran publik hadir sebagai alternatif untuk memecahkan persoalan dikotomi antara negara dan modal.

Tidak ada teori yang berlaku umum terkait penyiaran publik.

Setidaknya tujuan penyiaran publik selalu dikaitkan dengan kepentingan publik (McQuail, 2010) antara lain :

1) universality of geographic coverage, artinya jangkauan siaran dapat

diterima publik dalam wilayah geografi yang luas.

2) diversity in providing for all main tastes, interests and needs as

well as matching the full range of opinions and beliefs, artinya

konten siaran memiliki keberagaman yang dapat memenuhi banyak

kepentingan, tidak hanya menyediakan informasi bagi segelintir

pihak saja.

3) providing for special minorities, artinya memberikan perhatian

yang cukup pada kepentingan kelompok-kelompok minoritas

dalam masyarakat.

4) having concern for the national culture, language and identity,

artinya penyiaran mengutamakan kebudayaan nasional, bahasa dan

identitas nasional.

5) serving the needs of the political system, artinya konten siaran

diharapkan mampu memenuhi dan menunjang sistem politik yang

berlaku.

Universitas Sumatera Utara 43

6) providing balanced and impartial information on issues of conflict,

artinya prinsip netralitas diutamakan, seimbang dan tidak memihak

dalam menyoroti isu-isu dan konflik.

7) having a specific concern for „quality‟ as defined in different ways,

artinya kualitas menjadi perhatian utama dalam penyajian isi siaran

8) putting public interest before financial objectives, artinya

kepentingan publik diutamakan di atas kebutuhan finansial.

Tak jauh berbeda, dalam International Standards and Principles yang umumnya berlaku di Eropa, terdapat sejumlah karakteristik atau standar yang dimiliki oleh lembaga penyiaran publik, yaitu :

1. Universality, artinya siaran oleh lembaga penyiaran publik tersedia

dan bisa diakses oleh khalayak di wilayah yang menjadi jangkauan

siaran.

2. Diversity, artinya program penyiaran haruslah beragam termasuk

kualitas isi siaran, nilai-nilai edukasi dan informasi berbagai

macam isu bagi khalayak.

3. Independence from both the State and commercial interests, artinya

setiap program siaran disusun oleh lembaga penyiaran publik

berdasarkan sisi profesionalitas dan hak publik untuk mengetahui,

serta bebas dari tekanan kepentingan negara dan komersil.

4. Impartiality of programs, artinya tidak pantas bila lembaga

penyiaran publik menggunakan dana publik untuk mempromosikan

pandangan-pandangan tertentu, termasuk pandangan politik.

Universitas Sumatera Utara 44

5. Concern for national identitity and culture, artinya lembaga

penyiaran publik berperan membangun rasa nasionalisme, identitas

bangsa dan budaya.

6. Financed directly by the public, artinya pembiayaan berasal dari

publik.

Menurut Hermens Tahir (dalam Adhrianti, 2005) televisi publik mengacu kepada sistem benefolent, dalam arti merupakan suatu organisasi nirlaba yang dibentuk oleh publik, dimiliki oleh publik dan dikontrol oleh publik.

Ketentuan siaran televisi publik bervariasi dari satu negara ke negara lain, misalnya Hermens mengambil Resolusi Eropa 1996 :

1) Televisi publik mendukung terwujudnya masyarakat informasi,

sebagai agen pemersatu pluralisme berbagai kelompok dalam

masyarakat untuk pembentukan opini publik.

2) Televisi publik menyiarkan program siaran yang bermutu untuk

segala lapisan masyarakat.

3) Televisi publik mampu menciptakan standar kualitas program

sebagai tuntutan bagi khalayak.

4) Televisi publik mampu melayani kepentingan kelompok penduduk

minoritas.

5) Televisi publik menyiarkan informasi yang independen dan

objektif, sehingga menjadi referensi bagi publik dalam

mengantisipasi perubahan yang sangat cepat.

Universitas Sumatera Utara 45

6) Televisi publik berperan penting untuk mendorong pelaksanaan

debat publik dalam rangka mewujudkan demokrasi

7) Televisi publik menjamin bahwa masyarakat memperoleh akses

layanan yang menjadi kegemaran sebagian besar masyarakat.

Partisipasi publik menjadi ciri utama lembaga penyiaran publik yang membedakannya dari jenis lembaga penyiaran yang lain, agar tidak terjebak pilihan yang semu antara dua model “the falancy of the two model choice” : sistem yang dirancang untuk memaksimalkan keuntungan dan sistem yang terang-terangan berisi propaganda pemerintah. Effendi Gazali dkk (2002:113) menyatakan terdapat empat implikasi utama bagi hadirnya lembaga penyiaran publik : a. Akses Publik

Lembaga penyiaran publik bersedia mendirikan stasiun atau

bersiaran di daerah-daerah yang umumnya tidak ingin didatangi

atau dijadikan wilayah siaran lembaga penyiaran komersial, karena

di daerah tersebut dianggap tidak memiliki potensi keuntungan

ekonomis. b. Dana Publik

Lembaga penyiaran publik terutama beroperasi dengan dukungan

dana publik. Misalnya melalui dana publik yang dikelola oleh

pemerintah misal APBN dan APBD. Dana publik juga bisa berasal

dari aneka ragam kegiatan pencarian dana oleh lembaga penyiaran

bersama publiknya (fund rising) termasuk menggunakan

kesempatan-kesempatan di dalam program penyiarannya seperti

Universitas Sumatera Utara 46

program iklan dan sponsor, asalkan kriterianya telah mendapat

semacam supervisi dari publik, lalu ditindaklanjuti dengan

akuntabilitas publik. c. Partisipasi Publik

Lembaga penyiaran publik diharapkan bekerja sama seluas-

luasnya, mengundang serta menyambut keterlibatan publik,

khususnya melalui sebuah lembaga supervisi penyiaran publik pada

tingkat-tingkat yang relevan dengan keberadaan lembaga tersebut

(misal nasional atau daerah). d. Akuntabilitas Publik

Ada dua poin utama, pertama lembaga penyiaran publik harus

mempertanggungjawabkan segala programnya dengan ukuran

moral dan tata nilai publik yang dilayaninya (moral

accountability). Kedua, diwajibkan membuat laporan kebutuhan

maupun proses penggunaan uang kepada publik (finacial

accountability).

Partisipasi publik mengindikasi dua hal : keterlibatan dalam memproduksi keluaran media (content-related participation) dan partisipasi dalam membuat keputusan pengelolaan media (structural participation). Bentuk partisipasi ini memungkinkan warga menjadi aktif dalam sebuah ruang publik mikro yang relevan dalam kehidupan keseharian mereka dan menerapkan hak komunikasi mereka. Lewat partisipasi ini, mereka akan belajar dan mengadopsi pandangan dan sikap demokratis yang selanjutnya akan memperkuat dan memperluas

Universitas Sumatera Utara 47

bentuk partisipasi. Sedangkan partisipasi lewat media, berkaitan dengan

peluang untuk ikut ambil bagian dalam perdebatan publik dan ekspresi

diri dalam ruang publik hingga memasuki ranah yang memampukan

dan mempermudah proses partisipasi dalam ruang lingkup yang lebih

luas (macro participation). Partisipasi ini menekankan pentingnya

dialog dan deliberasi serta memusatkan pada pengambilan keputusan

kolektif yang disandarkan pada argumen rasional ala Habermas. (Nico

Carpentier dalam Effendy, 2014).

2.3.8 Kebijakan Redaksi

Sudirman Tebba (dalam Nurhasanah, 2011) menyatakan bahwa

kebijakan redaksi merupakan pertimbangan suatu lembaga media massa

untuk memberikan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi

juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media massa terhadap

masalah aktual yang sedang berkembang. Kebijakan redaksi menjadi

prinsip sekaligus pedoman dalam memilih dan menyusun serta menolak

atau mengizinkan pemuatan sebuah berita.

Usman Kansong (dalam Nurhasanah, 2011) menyatakan bahwa

kebijakan redaksi adalah sebagai petunjuk arah, agar tidak melebar

kemana-mana, serta sebagai koridor yang membatasi, agar media tidak

melompat dari ideologi yang dianut. Artinya setiap media wajib

memiliki kebijakan redaksional sebagai pedoman keberadaan media

tersebut.

Universitas Sumatera Utara 48

Tebba juga menambahkan terdapat sejumlah dasar pertimbangan bagi media untuk menyiarkan atau tidaknya suatu peristiwa, diantaranya : a) Ideologi. Pertimbangan ideologi media massa biasanya ditentukan

oleh latar belakang pendiri atau pemilik media massa tersebut, baik

latar belakang agama ataupun nilai-nilai yang dihayati seperti nilai

kemanusiaan, kebangsaan dan sebagainya. b) Politik. Kehidupan pers merupakan salah satu indikator demokrasi.

Oleh sebab itu pers tidak pernah terlepas dari masalah politik.

Apalagi bila pemilik atau pemimpin media massa memiliki

kedekatan atau bahkan aktif dalam kegiatan politik praktis. c) Bisnis. Pemilik media massa lebih melihat kepada pertimbangan

pasar sebagai sasaran, sehingga isi media diarahkan sesuai

segmentasi audiens agar lebih diminati.

Anwar Arifin (dalam Ama, 2013) menguraikan kebijakan redaksi media massa lahir dari kepribadian berbeda sebagai refleksi dari perbedaan seperangkat nilai yang dimiliki. Kebijakan redaksi dikenal sehari-hari sebagai politik surat kabar. Secara umum media massa memiliki kebijakan umum yang sama, misalnya kode etik jurnalistik, menjunjung ideologi Pancasila dan menghindari hal-hal yang bersifat

SARA. Secara khusus, setiap media akan memiliki kebijakan redaksi yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada sifat dan ciri khas yang dimiliki media yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara 49

Media-media besar di dunia terutama sejumlah televisi publik, menyusun kebijakan yang sangat ketat terkait isi medianya. Seperti misalnya BBC (British Broadcasting Company) Inggris dan ABC

(Australian Broadcasting Corporation) Australia. Pandangan-pandangan dasar BBC yang pada akhirnya mempengaruhi konten siarannya adalah:

1) “Public fundings makes us different, artinya BBC bukan hanya sekedar lembanga penyiaran, namun memiliki tujuan melayani masyarakat; 2) “The best in business”, artinya BBC memiliki standar untuk menghasilkan penyiaran terbaik di seluruh dunia karena terbebas dari kepentingan-kepentingan seperti iklan dan tekanan lain yang bisa membatasi; 3) ”Part of the British way of life”, artinya BBC melayani kepentingan nasional secara menyeluruh; 4) “Defending a great heritage”, artinya BBC menjadi penjaga warisan penting penyiaran

(Küng-Shankleman, 2003, 78-82).

Begitupun dengan ABC Australia, yang memiliki kebijakan redaksi yang disusun secara mendetail dalam 13 prinsip dan standar, yaitu : 1) independensi, integritas dan tanggungjawab; 2) akurasi; 3) koreksi dan klarifikasi; 4) imparsialitas dan perbedaan perspektif; 5) keadilan dan kejujuran; 6) privasi; 7) bahaya dan pelanggaran; 8) anak dan orang muda; 9) akses dan partisipasi publik; 10) pemberitahuan mengenai program dan aktivitas ABC; 11) larangan iklan dan sponsorship; 12) referensi komersial; dan 13) kerjasanma dan pendanaan pihak luar. Masing-masing prinsip ABC diuraikan secara

Universitas Sumatera Utara 50

terperinci untuk menjaga standar penyiaran ABC sebagai lembaga penyiaran publik di Australia (ABC, 2011: 3-21).

TVRI juga memiliki seperangkat kebijakan terkait keberadaannya sebagai lembaga penyiaran publik yang disusun oleh Dewan Pengawas

TVRI. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menjadi pedoman dalam mengelola dan melaksanakan transformasi TVRI berdasarkan visi, misi dan nilai-nilai dasar yang telah diterapkan. Berdasarkan ketentuan isi siaran, pembuatan program siaran baik untuk siaran lokal, nasional, regional maupun siaran internasional TVRI harus berdasarkan (LPP

TVRI, 2012: 20) : a) Pembuatan program siaran wajib memperhatikan aspek-aspek

sosial, budaya dan kepublikan dari setiap program acara siaran; b) Pembuatan program siaran wajib memperhatikan faktor sensitivitas

terhadap isu SARA dan potensi konflik, sekaligus melindungi dan

memajukan hak asasi manusia, kesejahteraan dan kedamaian yang

mendasarkan pada kearifan lokal dalam rangka mendorong

solidaritas sosial dan memperkuat modal sosial (social capital). c) Pembuatan program siaran didasarkan pada hasil riset penonton/

pengguna layanan, segmentasi program siaran/ layanan; d) Pembuatan program siaran wajib memperhatikan faktor-faktor

kompetisi televisi dan/atau teknologi informasi meliputi isi siaran

(program content), waktu tayang (program layout), struktur acara

(program structure), kemasan acara (program montage), promosi

Universitas Sumatera Utara 51

acara (program promotion), kualitas audio-video serta

perkembangan teknologi.

Secara lebih khusus, kebijakan TVRI sebagai lembaga penyiaran publik juga mengatur masalah muatan atau isi siaran (LPP

TVRI, 2012: 21), yaitu : a) Mempertimbangkan faktor-faktor budaya, norma, nilai-nilai dan

mencerminkan terwujudnya nilai-nilai demokrasi, untuk dapat

diambil manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan publik dalam

kerangka menciptakan ketahanan budaya; b) Menggunakan etika profesi dan standar mutu tinggi sesuai dengan

prinsip penyiaran publik; c) Memproduksi dan menyiarkan berita yang aktual dan akurat

dengan mengedepankan kebenaran dan menjunjung tinggi

objektivitas; d) Mencerminkan eksplorasi dan keberagaman budaya lokal sebagai

bagian dari kekayaan kebudayaan nasional; e) Memberikan ruang dan kesempatan yang sama kepada seluruh

lapisan dan golongan masyarakat, termasuk kelompok masyarakat

di daerah tertinggal (terisolir); f) Menyediakan akses penyiaran secara interaktif bagi publik

termasuk mengembangkan citizen journalism; g) Mengembangkan siaran-siaran pendidikan, seni dan budaya,

olahraga serta siaran khusus berdasarkan segmen-segmen pemirsa

Universitas Sumatera Utara 52

seperti : anak-anak, remaja dan manula serta perempuan terkait

dengan pengarusutamaan gender;

h) Mewujudkan rasa optimisme dan cinta tanah air serta mengingkatkan citra positif bangsa Indonesia di tingkat internasional.

2.3.9 Publik

Publik dapat didefinisikan sebagai bentuk umum dari warga

yang bebas dalam sebuah masyarakat tertentu atau dalam wilayah

geografi yang lebih kecil (McQuail, 2010 : 567). Konotasi konsep ini

sangat dipengaruhi oleh teori-teori demokrasi, terutama berkaitan

dengan kebebasan dan persamaan hak. Anggota publik dalam konteks

demokrasi murni, bebas untuk berasosiasi, berinteraksi, berorganisasi

dan berekspresi untuk semua isu dan akuntabilitas pemerintah semua

tertuju pada „publik secara umum‟ berdasarkan prosedur yang disetujui

bersama.

Konsep mengenai publik seringkali dikaitkan dengan beberapa

ragam pemikiran seperti (Grossberg, Warterlla, Whitney & Wise dalam

Adiputra, 2008 : 199-200) :

 Publik sebagai bukan privat, yang bermakna terbuka, dapat

diobservasi dan diakses oleh pihak lain.

 Publik sebentuk seluruh warga negara yang umum, relevan dan

saling berkaitan, seperti dalam istilah kepentingan publik dan opini

publik.

Universitas Sumatera Utara 53

 Publik sebagai sesuatu yang komunal, dimiliki dan menjadi dasar

aturan, seperti dalam kata penyiaran publik dan fasilitas publik.

2.3.10 Pelayanan Publik

Undang-undang No 25 Tahun 2009 menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian

kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan

penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang

disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik

diselenggarakan oleh institusi penyelenggara negara, korporasi,

lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk

kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk

sematamata untuk kegiatan pelayanan publik.

Pelayanan publik diselenggarakan berdasar asas kepentingan

umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan

kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan / tidak

diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakukan

khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan,

kemudahan dan keterjangkauan. Ruang lingkup pelayanan publik

meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan

administratif yang diatur dalam perundang-undangan.

Guna menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik

ditetapkan pembina dan penanggung jawab yang adalah 1) pimpinan

Universitas Sumatera Utara 54

lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga

pemerintah non kementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau

yang sejenis dan pimpinan lembaga lainnya; 2) gubernur pada tingkat

propinsi; 3) bupati pada tingkat kabupaten; dan walikota pada tingkat

kota. Pembina mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengawasan

dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab.

Sementara penanggung jawab adalah pimpinan kesekretariatan

lembaga yang ditunjuk oleh pembina. Menteri yang bertanggungjawab

akan pelayanan publik ada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara.

2.4 Kerangka Pemikiran Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Level Individual Level Level Organisasi Rutinitas Media

Konstruksi Berita Layanan Publik dalam Program

‘Sumut Dalam Berita’ TVRI Sumatera Utara

Level Level Ideologi Ekstra Media

Sumber : Peneliti, 2016

Universitas Sumatera Utara BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode untuk

menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka ataupun

ukuran lain yang bersifat matematis. Penelitian kualitatif jauh lebih subjektif

daripada penelitian kuantitatif.

Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata

lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati dari objek yang

diteliti. Penelitian model ini menggunakan format grounded research yaitu

berupa proses berpikir induktif, beranjak dari data dan mengalir pada teori-

teori baru (Bungin, 2013 : 16).

Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum

yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam

masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari

gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari tempat

penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu

(Bungin, 2007 : 302).

Aspek kajian dalam pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku

pada prinsip-prinsip umum yang hidup dalam masyarakat. Gejala-gejala

tersebut dilihat dari satuan yang berdiri sendiri dalam kesatuan yang bulat dan

55

Universitas Sumatera Utara 56

menyeluruh, sehingga pendekatan kualitatif sering disebut sebagai pendekatan holistik terhadap suatu gejala sosial.

Metode kualitatif berkembang mengikuti suatu dalil sebagai proses yang tidak pernah berhenti (unfinished process). Ia berkembang dari proses pencarian dan penangkapan makna yang diberikan oleh suatu realitas dan fenomena sosial. Mulyana (dalam Hikmat, 2011 : 37) menyebutkan bahwa berdasarkan sifat realitas, metode kualitatif mengandung persepsi subjektif bahwa realitas (komunikasi) bersifat ganda, rumit, semu, dinamis (mudah berubah), dikonstruksikan dan holistik; kebenaran realitas bersifat relatif.

Pendekatan kualitatif mencakup berbagai metodologi yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya (subject of matter). Oleh karena itu dalam penggunaan pendekatan kualitatif peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiahnya dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian.

Penelitian kualitatif dalam ilmu komunikasi sebagai „perspektif subjektif‟ yang memiliki ciri sebagai berikut :

1. Sifat realitas : realitas (komunikasi) bersifat ganda, rumit, semu, dinamis

(mudah berubah), dikonstruksikan dan holistik; kebenaran realitas

bersifat relatif.

2. Sifat manusia (komunikator atau peserta komunikasi) : aktor

(komunikator) bersifat aktif, kreatif dan memiliki kemauan bebas;

perilaku (komunikasi) secara internal dikendalikan oleh individu.

Universitas Sumatera Utara 57

3. Sifat hubungan dalam dan mengenai realitas (komunikasi) : semua entitas

secara simultan saling mempengaruhi, sehingga peneliti tak mungkin

membedakan sebab dari akibat.

4. Hubungan antara peneliti dan subjek penelitian : setaraf, empati, akrab,

interaktif, timbal balik, saling mempengaruhi dan berjangka lama.

5. Tinjauan penelitian : menangani hal-hal bersifat khusus, bukan hanya

perilaku terbuka tetapi juga proses yang tak terucapkan, dengan sampel

kecil (purposif), memahami peristiwa yang punya makna historis;

menekankan perbedaan individu; mengembangkan hipotesis (teori) yang

terikat oleh konteks dan waktu; membuat penilaian etis/estetis atas

fenomena (komunikasi) spesifik.

6. Metode penelitian : deskriptif (wawancara tak berstruktur/mendalam,

pengamatan berperan serta), analisis dokumen, studi kasus, studi historis;

penafsiran sangat ditekankan alih-alih pengamatan objektif.

7. Analisis : induktif, berkesinambungan sejak awal hingga akhir, mencari

model, pola atau tema.

8. Kriteria kualitas penelitian : otentisitas, yakni sejauh mana temuan

penelitian mencerminkan penghayatan subjek yang diteliti

(komunikator).

9. Peran nilai : nilai, etika dan pilihan moral peneliti melekat dalam proses

penelitian (pemilihan masalah penelitian, tujuan penelitian, paradigma,

teori dan metode/teknik analisis yang digunakan, dsb).

Terdapat beberapa perspektif yang mendasari penelitian kualitatif , salah satunya adalah perspektif fenomenologi. Fenomenologi berusaha

Universitas Sumatera Utara 58

untuk mengungkap dan mempelajari serta memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu hingga tataran “keyakinan” individu yang bersangkutan. Dengan demikian dalam mempelajari dan memahaminya, haruslah berdasarkan sudut pandang, paradigma dan keyakinan langsung dari individu yang bersangkutan sebagai subjek yang mengalami langsung.

Menurut Creswell (2003), terdapat beberapa prosedur dalam melakukan studi fenomenologi. Pertama, peneliti harus memahami perspektif dan filosofi yang ada di belakang pendekatan yang digunakan, khususnya mengenai konsep studi “bagaimana individu mengalami suatu fenomena yang terjadi”. Konsep epoche merupakan inti ketika peneliti mulai menggali dan mengumpulkan ide-ide mereka mengenai fenomena dan mencoba memahami fenomena yang terjadi menurut sudut pandang subjek yang bersangkutan. Konsep epoche adalah mengesampingkan atau menghilangkan semua prasangka (judgement) peneliti terhadap suatu fenomena. Artinya, sudut pandang yang digunakan benar-benar bukan merupakan sudut pandang peneliti, melainkan murni sudut pandang subjek penelitian.

Kedua, peneliti membuat pertanyaan penelitian yang mengeksplorasi serta menggali arti dari pengalaman subjek dan meminta subjek untuk menjelaskan pengalamannya tersebut. Ketiga, peneliti mencari, menggali, dan mengumpulkan data dari subjek yang terlibat secara langsung dengan fenomena yang terjadi. Keempat, setelah data terkumpul, peneliti melakukan analisis data yang terdiri atas tahapan-tahapan analisis. Kelima,

Universitas Sumatera Utara 59

laporan penelitian fenomenologi diakhiri dengan diperolehnya pemahaman

yang lebih esensial dan struktur yang invariant dari suatu pengalaman

individu, mengenali setiap unit terkecil dari arti yang diperoleh berdasarkan

pengalaman individu tersebut.

Kelebihan dari fenomenologi adalah pemahaman langsung tentang

pengalaman dan kesadaran yang dilalui oleh orang pertama yang didasari

oleh faktor kesadaran dan pengalaman yang ada di dalamnya. Dengan

fenomenologi dapat dipelajari bentuk pengalaman dari sudut pandang orang

yang mengalaminya sendiri. Dengan demikian dalam pandangan

fenomenologi dunia itu subjektif dan rela tif.

Kelemahan dari fenomenologi terletak pada kesadaran manusia yang

sangat terbatas dan bias, seringkali manusia tidak menyadari benar apa yang

dilakukan atau katakan. Oleh karena itu penting untuk diingat daerah

pengamatan fenomenologi (pengalaman sadar) bisa jadi menyebar, mulai

pengalaman sadar, setengah sadar, sampai pengalaman tidak sadar, bersama

latar belakang yang terlibat didalamnya.

3.2 Aspek Kajian

Aspek kajian penelitian ini adalah :

1) Berita layanan publik pada program “Sumut Dalam Berita” TVRI

Sumatera Utara periode Januari – Maret 2016

2) Konstruksi berita layanan publik pada “Sumut Dalam Berita” TVRI

Sumatera Utara periode Januari-Maret 2016

Universitas Sumatera Utara 60

3.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu : informan utama dan

informan tambahan. Informan utama adalah pihak yang membuat kebijakan

di dalam TVRI Sumatera Utara khususnya di dalam redaksi pemberitaan

Sumut Dalam Berita, yaitu :

1) Kepala Stasiun TVRI Sumatera Utara,

2) Kepala Bidang Pemberitaan TVRI Sumatera Utara,

3) Kepala Seksi Produksi Berita TVRI Sumatera Utara.

Sementara itu informan tambahan penelitian ini berasal dari pihak

eksternal TVRI Sumatera Utara yang menjalin kerjasama penyiaran dengan

TVRI yang selanjutnya disebut informan ekstramedia, yaitu :

1) Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, atau

2) Pemerintah Kota Medan

3.4 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di LPP TVRI Sumatera Utara yang

berlokasi di Jl. Putri Hijau Medan. Stasiun TVRI Sumatera Utara merupakan

stasiun daerah TVRI pertama di Pulau Sumatera yang berdiri tahun 1970 dan

merupakan stasiun TVRI daerah kedua di Indonesia setelah stasiun TVRI

Yogjakarta.

TVRI Sumatera Utara termasuk dalam stasiun penyiaran tipe A.

Berdasarkan Peraturan Dewan Direksi Lembaga Penyiaran Publik TVRI

tahun 2006, stasiun tipe A menyelenggarakan fungsi : a) koordinasi

penyusunan rencana program dan anggaran, b) pelaksanaan kegiatan di

Universitas Sumatera Utara 61

bidang program dan pengembangan usaha, c) pelaksanaan kegiatan di bidang berita, d) pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan, e) pelaksanaan kegiatan di bidang teknik, dan f) pelaksanaan kegiatan di bidang umum.

Bila melihat dari struktur organisasi (Terlampir) stasiun penyiaran tipe

A terdiri dari Bidang Program dan Pengembangan Usaha, Bidang Berita,

Bidang Keuangan, Bidang Teknik, Bidang Umum dan Kelompok Fungsional.

Penelitian ini akan fokus pada Seksi Produksi Berita yang berada di bawah bidang Berita bersama dengan Seksi Current Affairs dan Siaran Olahraga.

Tugas utama Seksi Produksi Berita adalah melaksanakan program berita harian yaitu Sumut Dalam Berita, selain itu juga melaksanakan kegiatan live cross yang menampilkan berita-berita terhangat dari daerah untuk disiarkan secara nasional.

Sumut Dalam Berita ditayangkan setiap hari selama 60 menit, mulai pukul 16.00-17.00 Waktu Indonesia Barat. Program ini terbagi umumnya berisi 28 item berita berdurasi 1 menit 30 detik dengan pembagian segmen sebagai berikut :

a) Kasus dan Peristiwa

b) Info Kepentingan Publik

c) Klasifikasi Seremonial, yang terdiri dari Berita Kerjasama Pemerintah

Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan serta Berita

Seremonial lainnya

d) Berita Olahraga

e) Berita Andalas / features

Universitas Sumatera Utara 62

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Wawancara mendalam (indepth interview)

Wawancara adalah percakapan antara periset (seseorang yang berharap

mendapatkan informasi) dan informan (seseorang yang diasumsikan

mempunyai informasi penting tentang suatu objek) (Berger dalam

Kriyantono, 2008 : 98). Wawancara merupakan metode pengumpulan

data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari

sumbernya.

Ada beberapa jenis wawancara yang biasa ditemukan dalam

kegiatan riset : 1) wawancara pendahuluan, 2) wawancara terstruktur, 3)

wawancara semistruktur, dan 4) wawancara mendalam. Penelitian ini

akan menggunakan wawancara mendalam sebagai metode

pengumpulan data.

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai,

dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana

pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif

lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah

keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2007 : 134).

Metode wawancara mendalam dilakukan dalam frekuensi tinggi

(berulang-ulang) secara intensif. Selanjutnya dibedakan antara

responden (orang yang akan diwawancarai hanya sekali) dengan

Universitas Sumatera Utara 63

informan (orang yang ingin periset ketahui/pahami dan akan diwawancarai beberapa kali). Wawancara mendalam memiliki karakteristik yang unik :

a) Digunakan untuk subjek yang sedikit atau bahkan satu dua orang

saja. Terkait banyaknya subjek, tidak ada ukuran pasti. Berbeda

dengan riset kualitatif yang mensyaratkan sampel harus dapat

mewakili populasi, pada wawancara mendalam periset berhenti

mewawancarai hingga periset bertindak dan berpikir sebagai

anggota-anggota kelompok yang sedang diriset (Frey dalam

Kriyantono, 2008 : 101) atau jika periset merasa data yang

terkumpul sudahjenuh (tidak ada sesuatu yang baru) maka ia bisa

mengakhiri wawancara.

b) Menyediakan latar belakang secara detail (detailled background)

mengenai alasan informan memberikan jawaban tertentu.

wawancara akan mengelaborasi beberapa elemen dalam jawaban,

yaitu opini, nilai-nilai (values), motivasi, pengalaman-pengalaman

maupun perasaan informan.

c) Wawancara mendalam memperhatikan bukan hanya jawaban

verbal informan, tapi juga observasi yang panjang mengenai

respons-respons nonverbal informan.

d) Wawancara mendalam biasanya dilakukan dalam rentang waktu

yang lama dan berkali-kali. Tidak seperti wawancara yang biasa

digunakan dalam survei yang mungkin beberapa menit, sebuah

wawancara mendalam bisa menghabiskan waktu berjam-jam.

Universitas Sumatera Utara 64

Bahkan bila perlu pewawancara sampai harus melibatkan diri

secara dekat dengan hidup bersama informan guna mengetahui pola

keseharian informan.

e) Memungkinkan memberikan pertanyaan yang berbeda atas

informasi yang satu dengan yang lain. Susunan kata dan urutannya

disesuaikan dengan ciri-ciri setiap informan (Denzin dalam

Kriyantono, 2008 : 101). Jadi, pertanyaannya tergantung pada

informasi apa yang ingin diperoleh dan berdasarkan jawaban

informan yang dikembangkan oleh periset.

f) Wawancara mendalam sangat dipengaruhi oleh iklim wawancara.

Semakin kondusif iklim wawancara (keakraban) antara periset

(pewawancara) dengan informan, maka wawancara dapat

berlangsung terus.

Wawancara mendalam ada kalanya digunakan periset untuk mengganti observasi partisipan, metode terakhir ini dianggap terlalu menyita waktu atau perilaku yang diamati sulit atau tidak mungkin diamati karena terlalu pribadi (Frey dalam Kriyantono, 2008 : 103)

Namun disadari, metode wawancara juga mempunyai beberapa kekurangan. Pertama, informan atau responden yang diwawancarai tidak selalu menyampaikan fakta yang sesungguhnya. Bisa jadi ia sengaja tidak menyampaikan sebuah fakta karena malu, khawatir atau menganggap bahwa fakta itu tidak penting. Kedua, bisa terjadi informan tidak selalu ingat akan peristiwa atau perbuatan yang pernah terjadi. Ketiga, sering terjadi perbedaan penggunaan bahasa atau simbol

Universitas Sumatera Utara 65

komunikasi lainnya antara periset dengan informan. Jika tidak hati-hati

bisa menyebabkan salah interpretasi.

2) Observasi partisipan (participant observer)

Observasi berasal dari kata observation yang berarti pengamatan.

Metode observasi dilakukan dengan cara mengamati perilaku, kejadian

atau kegiatan orang atau sekelompok orang yang diteliti, kemudian

mencatat hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui apa yang

sebenarnya terjadi. Melalui metode ini peneliti dapat melihat kejadian

sebagaimana subyek yang diamati mengalaminya, menangkap,

merasakan fenomena sesuai pengertian subyek dan obyek yang diteliti.

Untuk dapat melakukan observasi dengan baik, peneliti harus

memahami bentuk atau jenis observasi, sehingga mendapatkan data

yang akurat sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Bungin (2007 :

137) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan

dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak

terstruktur dan observasi kelompok tidak terstruktur. Penelitian ini akan

menggunakan observasi partisipan sebagai metode pengumpulan data.

Observasi partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi

terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan

serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Dengan

demikian pengamat betul-betul menyelami kehidupan objek

pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian mengambil

bagian dalam kehidupan budaya mereka (Bungin, 2007 : 137).

Universitas Sumatera Utara 66

Observasi ini apabila dilihat dari akurasi data yang diperoleh

mungkin dapat diandalkan, namun memerlukan waktu yang cukup

banyak serta amat lama. Terutama jika objek pengamatan muncul

dalam interval waktu yang lama serta berlangsung pada alokasi waktu

lama pula.

Persoalan pokok yang perlu perhatian khusus bagi participant

observer sehubungan dengan tugasnya, antara lain : a) apa yang harus

diobservasi, b) bila mana dan bagaimana melakukan pencatatan, c)

bagaimana mengusahakan hubungan baik dengan objek pengamatan, d)

berapa lama dan berapa luas partisipasi tersebut.

3) Metode bahan visual

Roland Barthes (Evans dan Hall dalam Bungin, 2007 : 142)

mengatakan fotografi sebagai pesan yang tak berkode. Fotografi

mengungkapkan semua komponen dunia yang dapat diidentifikasi,

namun untuk dapat interpretasi haruslah memiliki pengetahuan yang

cukup. Artinya, bahan visual memiliki kelebihan sebagai bahan yang

menyimpan berbagai informasi yang sangat berguna di dalam suatu

penelitian. Bahan fotografi saat ini jenisnya bermacam-macam seperti

foto, grafis, film, video, kartun, mikrofilm, slide dan sebagainya.

Walau bahan visual bisa digunakan dalam penelitian, namun

karena bahan visual ini adalah bahan informasi sekunder, sehingga

metode bahan visual ini pun hanya digunakan sebagai metode sekunder.

Terkadang bahan visual mempunyai sifat yang sama dengan

dokumenter sehingga penggunaannya harus dipilahkan sebaik mungkin.

Universitas Sumatera Utara 67

Sebagian sifat bahan dokumenter ada pada bahan visual, namun semua

bahan visual belum tentu sebagai bahan dokumenter.

Kendati semua bahan dokumenter dapat divisualkan, namun perlu

dibedakan antara keduanya, yaitu : 1) bahan dokumenter tidak memiliki

sifat fotografi namun apabila ada film dokumenter maka sebaiknya

dikelompokkan sebagai bahan visual, 2) bahan dokumenter bukan

grafis, 3) bahan dokumentasi berupa kumpulan tulisan dan cerita yang

tertulis, 4) bahan visual secara utuh menggunakan teknologi digital

sebagai cara berproduksi.

3.6 Teknik Analisis Data

Strategi analisis kualitatif umumnya tidak digunakan sebagai alat

mencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis

proses sosial yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak di

permukaan itu. Dengan demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk

memahami sebuah proses dan fakta, bukan sekedar untuk menjelaskan fakta

tersebut.

Analisis data kualitatif (Bogdan dan Biklen dalam Moleong, 2006: 248)

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada pihak lain.

Universitas Sumatera Utara 68

Model tahapan analisis induktif adalah sebagai berikut :

1) Melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial, melakukan identifikasi,

revisi-revisi dan pengecekan ulang terhadap data yang ada

2) Melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh

3) Menelusuri dan menjelaskan kategorisasi

4) Menjelaskan hubungan-hubungan kategorisasi

5) Menarik kesimpulan-kesimpulan umum

6) Membangun atau menjelaskan teori

Data yang telah dikumpulkan masih bersifat bertebaran, sehingga peneliti

harus mengklasifikasikannya ke dalam kategori tertentu. Peneliti harus benar-

benar memilah-milah mana data yang kurang valid karena kompetensi subjek

dalam memberikan jawaban diragukan, mendialogkan data yang satu dengan

yang lain dan sebagainya. Setelah diklasifikasikan, peneliti melakukan

pemaknaan terhadap data. Pemaknaan ini merupakan prinsip dasar riset

kualitatif, yaitu bahwa realitas ada pada pikiran manusia, realitas adalah hasil

konstruksi sosial manusia. Dalam melakukan pemaknaan atau interpretasi

tersebut, periset dituntut berteori untuk menjelaskan dan berargumentasi.

Contoh teknik analisis data kualitatif yang biasa digunakan adalah teknik

yang diperkenalkan oleh Glasser & Strauss, Lincoln & Guba yang disebut

sebagai teknik komparatif konstan, teknik filling system Wimmer &

Dominick, dan teknik analisis domain Burhan Bungin (Kriyantono, 2008 :

196).

Universitas Sumatera Utara 69

Tahapan-tahapan teknik analisis komparatif konstan dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Menempatkan kejadian-kejadian (data) ke dalam kategori-kategori.

Kategori-kategori tersebut harus dapat diperbandingkan satu dengan

lainnya.

 Memperluas kategori sehingga didapat kategori data yang murni dan tidak

tumpang tindih satu dengan lainnya

 Mencari hubungan antar kategori

 Menyederhanakan dan mengintegrasikan data ke dalam struktur teoretid

yang koheren (masuk akal, saling berlengketan atau bertalian secara logis).

Sementara itu dalam teknik analisis filling system, data hasil observasi akan dianalisis dengan membuat kategori-kategori tertentu. Cara inilah yang disebut oleh Wimmer & Dominick sebagai filling system. Setelah itu data diinterpretasi dengan memadukan konsep-konsep atau teori-teori tertentu untuk memahami perilaku yang diobservasi (Kriyantono, 2008 : 198).

Teknik analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran- gambaran objek riset secara umum atau menganalisis di tingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek riset tersebut. Artinya, teknik ini bertujuan mendapatkan gambaran utuh dari objek penelitian tanpa harus membuat rincian secara detail unsur-unsur yang ada dalam keutuhan objek penelitian tersebut (Kriyantono, 2008 : 198).

Universitas Sumatera Utara 70

3.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Penelitian kualitatif menghadapi persoalan penting mengenai pengujian

keabsahan hasil penelitian. Beberapa hal yang menyebabkan hasil penelitian

kualitatif diragukan kebenarannya : 1) subjektivitas peneliti merupakan hal

yang dominan dalam penelitian kualitatif; 2) alat penelitian yang diandalkan

adalah wawancara dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika

dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol; 3) sumber data kualitatif

yang kurang credible akan memengaruhi hasil akurasi penelitian (Bungin,

2007: 261-262).

Penetapan keabsahan (trustworhiness) data memerlukan teknik

pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah

kriteria (Moleong, 2006: 324) seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Teknik Pemeriksaan Data Kualitatif

Kriteria Teknik Pemeriksaan Kredibilitas (1) Perpanjangan keikutsertaan (2) Ketekunan pengamatan (3) Triangulasi (4) Pengecekan sejawat (5) Kecukupan referensial (6) Kajian kasus negatif (7) Pengecekan anggota Kepastian (8) Uraian rinci Kebergantungan (9) Audit kebergantungan Kepastian (10) Audit kepastian Sumber : Moleong, 2006: 327

Universitas Sumatera Utara 71

Peneliti akan menggunakan teknik triangulasi untuk memeriksa keabsahan data pada penelitian ini. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Denzin

(dalam Moleong, 2006 : 330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan : 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, 3) membandingkan apa yang dikatakan orang- orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, 4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada dan orang pemerintahan, 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Sementara untuk triangulasi metode, terdapat 2 strategi yaitu : 1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan 2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Teknik triangulasi pengamat memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Hal ini dilakukan untuk membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data.

Universitas Sumatera Utara 72

Triangulasi dengan teori menurut Lincoln & Guba (Moleong, 2006 : 331) didasarkan pada anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan dinamakan penjelasan banding (rival explanation).

Universitas Sumatera Utara BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

4.1 Proses Penelitian

Peneliti memulai proses sebelum penelitian dengan melakukan

pendekatan kepada sejumlah pihak yang kemungkinan besar akan menjadi

informan utama dalam penelitian ini. Hal tersebut dilakukan peneliti untuk

memastikan kesediaan para calon informan untuk berbagi informasi secara

mendalam terkait dengan topik yang diteliti, mengingat isi wawancara

nantinya banyak mengupas permasalahan-permasalahan yang ada di dalam

instansi TVRI Sumatera Utara.

Awalnya tidak mudah bagi para calon informan untuk langsung

memutuskan bersedia berbicara mengenai topik penelitian ini, namun peneliti

melakukan upaya komunikasi yang cukup intens sehingga akhirnya tujuan

penelitian ini bisa diterima oleh calon informan. Setelah proses seminar

kolokium dilaksanakan pada bulan April 2016 dan rencana penelitian ini bisa

dilanjutkan, maka peneliti kembali memastikan kesediaan pihak manajemen

di TVRI Sumatera Utara untuk menjadi informan utama dalam penelitian ini.

Peneliti mengalami sedikit kendala saat akan memulai proses

penelitian, dimana dua informan utama yang sudah memahami maksud

penelitian ini dipindahtugaskan dari jabatannya berdasarkan Surat Keputusan

Dewan Direksi TVRI. Satu informan dipindahkan menjadi Kepala Bidang

Pemberitaan di TVRI Lampung dan satu informan lainnya digantikan

73

Universitas Sumatera Utara 74

posisinya sebagai Kepala Seksi Produksi Berita namun tetap bertugas di

TVRI Sumatera Utara sebagai produser sejumlah program acara.

Peneliti membutuhkan waktu lagi untuk melakukan pendekatan kepada para informan baru dikarenakan para informan tersebut juga masih dalam proses penyesuaian diri dengan jabatan dan tugas mereka yang baru. Peneliti juga memberikan waktu bagi para informan baru untuk memahami secara mendetail kondisi teknis di dalam Bidang Pemberitaan TVRI Sumatera Utara terutama di dalam redaksi berita harian Sumut Dalam Berita. Waktu yang ada dimanfaatkan peneliti untuk mengumpulkan sejumlah data berupa dokumen yang dibutuhkan sebagai data penelitian.

Proses penentuan informan untuk penelitian ini sejak awal tidak menghadapi kendala. Informan utama penelitian adalah pihak manajemen di

TVRI Sumatera Utara terutama untuk bidang Pemberitaan. Pihak manajemen adalah pihak yang membuat kebijakan yang berlaku di dalam instansi TVRI sehingga sangat kompeten untuk memberikan informasi terkait topik penelitian yaitu mengenai konstruksi kebijakan di dalam bidang Pemberitaan

TVRI Sumatera Utara. Tiga orang yang menjadi informan utama adalah

Kepala Stasiun TVRI Sumatera Utara, Kepala Bidang Pemberitaan TVRI

Sumatera Utara dan Kepala Seksi Produksi Berita TVRI Sumatera Utara.

Peneliti memiliki kemudahan dalam melakukan penelitian baik dalam hal wawancara kepada informan, observasi terhadap aktivitas di dalam redaksi Sumut Dalam Berita maupun mengumpulkan dokumen-dokumen pendukung penelitian. Hal ini dikarenakan lokasi penelitian merupakan lingkungan tempat peneliti bekerja sehari-hari sehingga tidak butuh waktu

Universitas Sumatera Utara 75

bagi peneliti untuk membiasakan diri di lokasi penelitian. Peneliti pun banyak mengandalkan komunikasi non-formal melalui interaksi sehari-hari di lokasi penelitian untuk memudahkan peneliti mendapatkan data penelitian.

Janji untuk wawancara peneliti lakukan kepada informan melalui aplikasi pesan Whatsapp setelah memastikan semua informan utama tidak keberatan untuk dihubungi melalui aplikasi tersebut. Kesulitan yang dihadapi peneliti adalah mencari waktu yang cukup senggang bagi para informan sehingga mereka bisa menyediakan waktu yang cukup panjang di tengah kesibukan mereka di kantor. Tiga informan utama memilih untuk melakukan wawancara di kantor TVRI Sumatera Utara walaupun peneliti juga menawarkan untuk bisa berbincang di luar kantor dan di luar jam kerja.

Wawancara dengan informan pertama dilakukan akhir Mei 2016 setelah peneliti menyiapkan pedoman wawancara dan alat khusus perekam suara, dilanjutkan dengan wawancara informan ketiga satu minggu kemudian.

Informan ketiga relatif lebih mudah ditemui sehingga peneliti mendahulukan wawancara kepada informan ketiga. Peneliti membutuhkan waktu lebih lama sebelum melakukan wawancara dengan informan kedua dikarenakan kondisi internal di dalam redaksi Sumut Dalam Berita tidak kondusif. Informan ketiga yang adalah Kepala Seksi Produksi Berita TVRI Sumatera Utara mendapatkan mosi tidak percaya dari anggota redaksi Sumut Dalam Berita yang menolak gaya kepemimpinannya. Kondisi ini membuat peneliti terpaksa mengulur waktu untuk melanjutkan penelitian di dalam redaksi Sumut Dalam

Berita hingga suasana relatif tenang. Informan kedua pun berhasil diwawancarai akhir Juni 2016.

Universitas Sumatera Utara 76

Terkait dengan informan ekstramedia, peneliti memutuskan untuk mencari pihak luar TVRI yang menjalin kerjasama dalam hal penyiaran dengan TVRI. Sejauh ini hanya ada dua pihak yang memiliki kerjasama dalam jasa publikasi dengan TVRI Sumatera Utara yaitu Pemerintah Kota

Medan dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam hal ini diwakilkan

Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Peneliti pun memilih Kepala

Dinas Kominfo Propinsi Sumatera Utara menjadi calon informan ekstramedia sebagai pihak yang menandatangani perjanjian kerjasama dengan TVRI

Sumatera Utara.

Peneliti mencoba menghubungi Kepala Dinas Kominfo Propinsi

Sumatera Utara untuk membuat janji wawancara. Peneliti menyadari bahwa calon informan ini memiliki keterbatasan waktu berada di Kota Medan mengingat beliau saat ini juga menjadi Pelaksana Tugas Walikota Siantar.

Kepala Dinas Kominfo Propinsi Sumatera Utara tersebut merespon permintaan peneliti dengan menunjuk Kepala Bidang Sarana Komunikasi

Desiminasi dan Informasi untuk membantu peneliti memberikan data penelitian sebagai informan. Wawancara dengan informan ekstramedia dilakukan pada pertengahan Juli 2016 bertempat di kantor Dinas Kominfo

Propinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 3 bulan lamanya yakni sejak Mei-Juli 2016. Secara umum tidak ada hambatan berarti yang dihadapi oleh peneliti saat menjalankan penelitian. Peneliti setidaknya harus menemui informan sebanyak 2-3 kali sebelum melakukan wawancara untuk menjelaskan maksud penelitian. Proses wawancara pun dilakukan 2-3 kali

Universitas Sumatera Utara 77

untuk setiap informan utama. Proses transkrip hasil wawancara dilakukan

peneliti dengan terlebih dahulu mengunduh aplikasi F4 di komputer untuk

memudahkan penulisan hasil wawancara.

4.2 Gambaran Singkat Informan Penelitian

Informan pertama dalam penelitian ini adalah Zainuddin Latuconsina

sebagai Kepala Stasiun TVRI Sumatera Utara, dimana informan I merupakan

pimpinan tertinggi yang bertanggungjawab penuh pada pelaksanaan aktivitas

kerja di TVRI Sumatera Utara. Informan I menjadi Kepala Stasiun di TVRI

Sumatera Utara sejak tahun 2015, setelah sebelumnya pernah menjadi Kepala

Stasiun di TVRI Aceh, TVRI Sulawesi Utara, TVRI Nusa Tenggara Timur

dan TVRI Maluku.

Informan I bekerja di TVRI sejak tahun 1993 dengan pertama kali

bertugas sebagai reporter berita di TVRI Maluku. Tahun 1997 informan I

menjadi Kepala Sub Seksi Berita di TVRI Maluku. Dasar-dasar mengenai

jurnalistik dan pemberitaan telah dimiliki informan I setelah ia menjalani

sejumlah pendidikan dan latihan di bidang jurnalistik antara lain Diklat Pra

Jurnalistik Televisi, Diklat Dasar Jurnalistik dan Diklat Teknik Reportase

Televisi. Informan I juga merupakan anggota aktif Persatuan Wartawan

Indonesia (PWI).

Informan kedua dalam penelitian ini adalah Andi Amri Adnan sebagai

Kepala Bidang Pemberitaan TVRI Sumatera Utara. Sebagai Kepala Bidang

Pemberitaan, informan II membawahi dua Seksi yaitu Seksi Produksi Berita

serta Seksi Current Affairs dan Siaran Olahraga. Informan II menjadi Kepala

Universitas Sumatera Utara 78

Bidang Pemberitaan di TVRI Sumatera Utara sejak Maret 2016 setelah dipindahtugaskan dari TVRI Sumatera Selatan.

Informan yang telah berusia 57 tahun ini bergabung dengan TVRI pertama kali tahun 1985 dengan menjadi Program Director di TVRI

Sulawesi Selatan. Ia juga berpengalaman pernah menjadi reporter berita, kameramen berita, Kepala Seksi Produksi Berita dan Kepala Bidang Produksi

Berita di TVRI Sulawesi Selatan.

Seperti halnya informan I, informan II juga sudah menjalani pendidikan dan pelatihan di bidang jurnalistik dengan mengikuti Diklat Pra Jurnalistik

Televisi, Diklat Dasar Jurnalistik dan Diklat Teknik Reportase Televisi. Ia juga bergabung dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bahkan pernah menjadi pengurus pada PWI Cabang Sulawesi Selatan sebagai Kabid Media

Elektronik.

Informan III pada penelitian ini adalah Ranggini sebagai Kepala Seksi

Produksi Berita TVRI Sumatera Utara. Sebagai Kepala Seksi, infoman III bertanggungjawab penuh pada produksi berita harian Sumut Dalam Berita.

Informan III menjadi Kepala Seksi Produksi Berita TVRI Sumatera Utara sejak Maret 2016. Sebelumnya ia merupakan reporter dan produser sejumlah paket acara di TVRI Sumatera Utara.

Informan III bergabung dengan TVRI sejak tahun 1983 dan bertugas di bagian teknik produksi. Ia kemudian pindah ke bagian pemberitaan dan pernah menjadi asisten pengarah acara, reporter, pewawancara dan produser.

Tahun 2008 informan III terpilih menjadi salah satu komisioner Komisi

Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara. Setelah selesai masa

Universitas Sumatera Utara 79

tugasnya di KPID, ia kembali ke TVRI Sumatera Utara dan bertugas sebagai produser hingga akhirnya menjadi Kepala Seksi Produksi Berita.

Selain pernah menjalani sejumlah pendidikan dan pelatihan dalam bidang produksi televisi dan jurnalistik, informan III juga cukup aktif dalam sejumlah organisasi yang bergerak di bidang jurnalistik. Ia merupakan penasihat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumatera Utara, Pengurus

Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) dan pendiri Forum Jurnalis

Perempuan Indonesia (FJPI) Medan.

Informan ekstramedia dalam penelitian ini adalah Afini yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Sarana Komunikasi Desiminasi dan

Infromasi (SKDI) Dinas Kominfo Sumatera Utara. Informan berusia 47 tahun ini bergabung dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara tahun 2000 tepatnya di bagian Biro Humas Sekda Pemerintah Propinsi. Ia diangkat menjadi Kepala Seksi Informasi Badan Infokom Sumatera Utara tahun 2008.

Selanjutnya ketika Badan Infokom berubah menjadi Dinas Kominfo, ia menjabat sebagai Kepala Seksi Penyiaran tahun 2010. Sejak Juni 2014 ia menduduki posisinya saat ini sebagai Kepala Bidang.

Tabel 4.1 Identitas Singkat Informan Penelitian

No Nama Usia Jabatan Status 1. Zainuddin 56 tahun Kepala Stasiun LPP Informan Latuconsina TVRI Sumatera Utara utama 2. Andi Amri Adnan 57 tahun Kepala Bidang Informan Pemberitaan LPP utama TVRI Sumatera Utara 3. Ranggini 56 tahun Kepala Seksi Produksi Informan Berita LPP TVRI utama Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 80

4. Afini 47 tahun Kepala Bidang Sarana Informan Komunikasi ekstramedia Desiminasi dan Informasi Dinas Kominfo Sumatera Utara Sumber : Peneliti (2016)

4.3 Temuan Penelitian

Pada sub bab ini peneliti akan memaparkan hasil temuan penelitian

yang telah dilakukan peneliti melalui proses wawancara mendalam, observasi

dan dilengkapi data dokumen sebagai pendukung. Wawancara mendalam

dilakukan kepada 3 informan utama dan 1 informan ekstramedia dengan

menggunakan pedoman wawancara. Observasi dilakukan terhadap aktivitas

harian di dalam redaksi Sumut Dalam Berita melalui observasi partisipan dan

menggunakan catatan lapangan.

Data penelitian kemudian direduksi dan mengambil informasi yang

relevan dengan tujuan penelitian. Setelah direduksi, data dikelompokkan

menjadi beberapa kategori yaitu :

1) Gambaran berita layanan publik dalam program „Sumut Dalam Berita‟

TVRI Sumatera Utara periode Januari – Maret 2016. Dalam kategori ini

terdapat beberapa poin yang dianalisis yaitu :

a) Dasar kerjasama penyiaran

b) Citra TVRI sebagai televisi pemerintah

c) Independensi dalam mengkritisi pemerintah

d) Kemasan berita layanan publik

Universitas Sumatera Utara 81

2) Konstruksi redaksi „Sumut Dalam Berita‟ TVRI Sumatera Utara pada

berita layanan publik dilihat dari 5 tingkatan pengaruh isi media. Dalam

kategori ini terdapat beberapa poin yang dianalisis yaitu :

a) Level Individual

b) Level Rutinitas Media

c) Level Organisasi

d) Level Ekstramedia

e) Level Ideologi

4.3.1 Gambaran Berita Layanan Publik dalam Program „Sumut Dalam

Berita‟ TVRI Sumatera Utara

Sumut Dalam Berita merupakan program yang berada di bawah

koordinasi Seksi Produksi Berita TVRI Sumatera Utara. Program ini

berbentuk buletin yang berisi kumpulan berita-berita dari berbagai

wilayah di Sumatera Utara. Sumut Dalam Berita ditayangkan setiap

hari pada waktu yang sama yaitu pukul 16.00 – 17.00 WIB.

Program ini sudah mengudara sejak TVRI Sumatera Utara

beroperasi walaupun sempat mengalami beberapa kali perubahan

nama, seperti Berita Daerah, Sumut 45 dan Sumut Dalam Berita.

Format acara ini didesain dengan kesan formal dimana pembaca berita

yang berjumlah satu atau dua orang membacakan berita secara

langsung dari studio TVRI Sumatera Utara.

Sumut Dalam Berita yang berdurasi tayang selama 60 menit

biasanya berisi 21-28 item berita dengan durasi normal masing-masing

Universitas Sumatera Utara 82

berita berkisar 1 menit 30 detik. Hasil pengamatan peneliti, pembagian segmen dalam program ini dilakukan setelah masa kepemimpinan Kepala Bidang Berita yang baru yaitu Andi Amri

Adnan dengan pembagian segmen sebagai berikut :

1) Kasus dan Peristiwa

2) Info Kepentingan Publik

3) Klasifikasi Seremonial, yang terdiri dari berita kerjasama

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota

Medan serta berita seremonial lainnya

4) Berita Olahraga

5) Berita Andalas / features

6) Prakiraan cuaca

Penelitian difokuskan terutama pada berita-berita mengenai layanan publik yang juga menjadi konsekuensi perjanjian kerjasama antara TVRI dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Berita-berita ini dikumpulkan dalam segmen Klasifikasi Seremonial.

Segmen Klasifikasi Seremonial berisi berita-berita hasil kerjasama antara TVRI dengan Pemerintah Kota Medan dan

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara yang dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika. Berdasarkan perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara (terlampir)

TVRI Sumatera Utara wajib menyediakan slot waktu penyiaran untuk sejumlah program acara, baik program berita maupun non-berita seperti misalnya dialog interaktif, program keagamaan, dan

Universitas Sumatera Utara 83

pementasan media tradisional. Kerjasama ini bernilai Rp.

593.800.000,- untuk tahun 2016.

Terkait kewajiban TVRI khusus untuk tayangan Sumut Dalam

Berita, kru TVRI wajib meliput dan menyiarkan kegiatan harian

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara yang dilakukan oleh Gubernur

Sumatera Utara, Wakil Gubernur Sumatera Utara, Sekretaris Daerah

Propinsi Sumatera Utara, beserta perangkat Pemerintah Propinsi

Sumatera Utara (Dinas, Badan dan SKPD jajaran Pemerintah Propinsi

Sumatera Utara), DPRD Propinsi Sumatera Utara dan Dharma

Wanita. Jumlah seluruh paket berita yang disepakati adalah 310 tayangan untuk tahun 2016 dengan total anggaran yang diberikan untuk berita harian sebesar Rp. 155.000.000,-. Berdasarkan angka ini, maka untuk setiap berita kegiatan Pemerintah Daerah Propinsi

Sumatera Utara yang disiarkan mendapat dana Rp. 500.000,-.

Peneliti memfokuskan pengumpulan data sekunder pada berita- berita tentang layanan publik yang ditayangkan pada periode Januari –

Maret 2016. Setiap harinya terdapat rata-rata 1-3 berita mengenai kegiatan pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam tayangan Sumut

Dalam Berita. Ada sejumlah hari yang tidak terdapat satu pun berita mengenai Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, namun pada hari-hari tertentu bisa terdapat 4-5 berita mengenai aktivitas Pemerintah

Propinsi Sumatera Utara. Mayoritas berita Pemerintah Propinsi

Sumatera Utara adalah kegiatan yang dijalani oleh Gubernur Sumatera

Universitas Sumatera Utara 84

Utara – dalam masa penelitian Januari-Maret 2016 masih dijabat oleh

Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur Tengku Erry Nuradi.

Dalam kurun waktu Januari – Maret 2016 terdapat 98 berita mengenai Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 38 berita pada bulan Januari, 22 berita pada bulan Februari dan 38 berita pada bulan Maret. Bila berita-berita tersebut dikategorikan sesuai dengan bidang kerja pemerintahan maka pengelompokannya akan menjadi sebagai berikut :

Tabel 4.2 Pengelompokan Berita Sesuai Bidang Kerja Pemerintahan

Bidang Kerja Jumlah Berita Kemaritiman 15 Politik Hukum Keamanan 30 Perekonomian 18 Pembangunan Manusia dan 35 Kebudayaan Jumlah 98 Sumber : Peneliti, 2016

Berdasarkan Undang-undang No 25 Tahun 2009 mengenai

Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan

Universitas Sumatera Utara 85

undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Berita yang secara khusus mengangkat mengenai pelayanan publik yang menjadi bagian tugas Pemerintah Propinsi Sumatera

Utara selama periode Januari-Maret 2016 berjumlah 13 berita. Berita layanan publik inilah yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini.

Pemilihan sudut (angle) berita layanan publik dilakukan berdasarkan agenda kerja Gubernur, maka tajuk dan isi berita hasil kerjasama tersebut adalah aktivitas Gubernur, misalnya pertemuan, peresmian, membuka acara, menerima tamu, peninjauan, dan menghadiri berbagai kegiatan. Melalui peliputan yang dilakukan

TVRI, mayoritas kegiatan PLT Gubernur terpublikasi.

Surat Perjanjian kerjasama yang ditandatangani Dinas

Komunikasi dan Informatika Propinsi Sumatera Utara sebagai perwakilan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dengan TVRI

Sumatera Utara menyebutkan bahwa kerjasama dalam hal publikasi tersebut dilakukan atas dua pertimbangan, yaitu :

a) Bahwa Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan masyarakat

Sumatera Utara perlu mendayagunakan TVRI Stasiun Sumatera

Utara sebagai media penyiaran lokal Sumatera Utara.

b) Bahwa jaringan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara perlu

menyebarluaskan informasi publik, terutama kegiatan

pembangunan dan pemerintahan kepada masyarakat Sumatera

Utara guna terciptanya Kesatuan dan Persatuan Bangsa melalui

Universitas Sumatera Utara 86

TVRI Stasiun Sumatera Utara

Informan I berpendapat bahwa perjanjian kerjasama dalam hal penyiaran dengan pemerintah lokal merupakan salah satu tugas TVRI sebagai lembaga penyiaran publik untuk menyampaikan hasil-hasil pembangunan.

“Tujuan utamanya adalah menyiarkan kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Itu tujuannya utamanya, apapun kegiatannya harus diekspos. Syukur karena salah satu pendapatan TVRI adalah APBN dan APBD, sementara ada aturan yang mengatur Pemda tidak bisa memberikan bantuan secara ini kepada TVRI, yang berpeluang ini adalah kerjasama program atau berita. Yang cocok itulah yang kita kerjasamakan dengan pemerintah daerah.”

“Pertama kita mempublikasikan kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemerintah daerah, baik di daerah maupun di pusat, kita publikasikan. Kemudian kita juga butuh biaya, dengan sumbangan itu kan menguntungkan kita karena APBN yang kita peroleh saat ini kan masih terbatas. Perlu ada bantuan.”

Hal yang sama juga diungkapkan informan II terkait kerjasama publikasi antara TVRI dengan Pemerintah Kota Medan dan

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Selain mengakui kebutuhan akan dana, berita-berita hasil kerjasama ini dibutuhkan agar menjadi penyeimbang dan evaluasi jujur mengenai kinerja pemerintah.

“Kerjasamalah itu diakumulasi dalam siklus keuangan kita. Kalau itu ga pernah cukup. Ya kan. Kasih contoh, live cross. Satu kali anda ngomong di situ Feby sama orang tehnik 700 lebih, satu kali live cross. Beritanya berita diambil, dibayar oleh temen-teman itu 40 ribu berapa itu satu berita. Sudah berapa biayanya, 1 item. Jadi uang kita keluar sudah keluar untuk reporter dan kameramen, diolah lagi jadi live cross dibayar lagi pada orang lain. Termasuk teknik, Termasuk Feby, termasuk pengarah acara di situ, satu berita, terlalu mahal. Makanya, tv swasta itu ga ada lagi, kalau dia sudah dapat di luar, langsung ke

Universitas Sumatera Utara 87

satelit selesai. Coba kita baru syuting dibayar reporter dengan kameramen. Kalau dia PNS dibayar gajinya, pulang bawa 1 berita, karena berita ini penting, suruh Bu Ranggini LC. Bayar lagi orang teknik pada penyiar, lighting, pokoknya bayar. Berapa nilai 1 berita itu, gitu besarnya nilai itu. Karena kita belum bisa memanajemen berita itu cepat murah, apalagi istilahnya ada 4 itu cepat murah efisien satu lagi. Itu yang bisa kita kelola dan yang namanya TVRI pendanaannya masih dari negara. Ga bs juga kita cuekin, coba kalau Feby kasih saya duit, terus saya malas-malasan gimana? Feby marah, itu yang tidak bisa kita independen.

“Kalau sekarang dibutuhkan, kita masih butuhkan, artinya pertama saya membuat alasan kita kan ... saya sudah masuk ke pribadi saya juga ya, saya melepaskan apa ya, sifat jurnalistik saya, karena begini, kita sebagai warga negara tidak semua tv-tv yang ada di Indonesia ini membuat suasana kondusif. Karena apa? Ada tv-tv dibikin orang politik semua, hampir semua orang politik. Jadi bagaimana pun arahnya politik. Kalau kita masih netral dan kalau kita tidak ada, saya tidak tahu bagaimana, tidak ada yang bisa menetralkan, semua menjelekkan pemerintah. Kita sebagai orang pemerintah ya karena itu, ya harus ada posisi itu tapi tidak boleh kita artinya ada balancing, saya masih membutuhkan yang namanya berita berita pemerintah, cuma ada juga yang kadang-kadang jiwa jurnalistiknya tidak terpake di situ, misalnya seremoni. Seremoni itu begitu, apa adanya. Tidak lagi membuat bahwa program ini begini sebenarnya, meskipun gambarnya orang duduk. Itu juga belum jalan. Gak apa-apa. Jadi begitu terbuka berita itu layar terbuka cuma orang duduk, pastilah itu model-model kita yang begitu. Kalau saya tadi saya setuju itu masih tetap ada, karena kita butuh juga uang, butuh informasi pembangunan, masyarakat juga butuh. Cuma masalahnya jangan duduknya, ini yang tidak dimengerti oleh teman-teman.”

Terkait dengan kebijakan adanya perjanjian kerjasama antara

TVRI dan pemerintah lokal dalam hal publikasi, informan III mengungkapkan bahwa karena kebutuhan TVRI akan pendanaan, maka seringkali nilai berita dikesampingkan dalam liputan-liputan kerjasama ini.

“Nah kalau dikaitkan dengan keberadaan kita TVRI sebagai tv publik, yang sebagian anggarannya oleh APBN dan APBD.

Universitas Sumatera Utara 88

Ketika berbicara fungsi peran TVRI sebagai tv publik adalah untuk yang begitu besar, begitu berat, artinya di situ ada kewajiban harusnya negara juga memikirkan bagaimana TVRI ini support dari segi pendanaan.” “Itu tadi karena kegiatan dia, karena kita udah terjebak dengan MOU yang meliput kegiatan dia itu, ya penting ga penting tadi udah pejem mata kita. Selagi dia berharap itu diliput ya diliput, gitu jadinya. Bukan yang penting kali buat publik sebagian kan. Hanya kadang-kadang tp-tp (tebar pesona) dia aja, tebar pesona atau apa kan gitu.”

Menurut informan ekstramedia, pertimbangan utama perlunya kerjasama antara pemerintah daerah dengan TVRI sebagai lembaga penyiar publik adalah agar masyarakat Sumatera Utara mengetahui aktivitas pemerintah dan kebijakan yang dikeluarkan.

“Kalau ibu merasa kan masyarakat ini kan tidak banyak tahu apa kegiatan gubernur mungkin ya kan. Kalau baca koran mungkin ya satu dua orang memang yang utama, jadi selain media massa kita ada media elektronik. Kemudian kita kan harus memanfaatkan juga kan lembaga penyiaran publik kita ya kan. Makanya Kominfo yang utama TVRI dan RRI. Ya kan? Kenapa tidak ke swasta? Kita kan namanya orang pemerintah yang satu itu ya bukan berarti swasta tidak kita perhitungkan. Kita harus juga mendukung radio-radio yang ada di swasta.”

“Pembangunan yang utama sebenarnya ya. Kenapa saya bilang pembangunan? Karena kan dana yang ada activity yang ada di Sumut ini kan tentu kan perlu disiarkan sama masyarakat biar masyarakat tahu, mana sih anggaran itu yang dipergunakan.”

Keberadaan TVRI saat ini tentu saja tidak bisa dilepaskan sepenuhnya dari sejarah TVRI sebagai televisi pemerintah pada saat sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2002.

Informan I mengungkapkan bahwa sudah terdapat perubahan yang sangat signifikan dalam kebijakan isi siaran TVRI semenjak telah menjadi lembaga penyiaran publik dan bukan lagi „corong

Universitas Sumatera Utara 89

pemerintah‟ :

“Sejak UU No 32 muncul, materi berita tidak lagi kita pertangungjawabkan ke pemerintah. Kita pertanggungjawabkan ke KPID. Sejak saat itu kita tidak lagi takut pada pemerintah. Kalau saatnya kita kritik, kita kritik. Karena kesalahan berita kita buat salah, bukan lagi pemerintah yang langsung tegor kita tapi KPID, aturannya seperti itu. Kalau sebelum tahun 2002 sebelum UU Penyiaran itu muncul, kita masih patuh pada pemerintah, harus liput ini, harus tidak boleh seperti itu. Itulah pada saat itu posisi TVRI sebagai tv pemerintah. Sejak UU No 32 tahun 2002 kemudian Peraturan Pemerintah No 13 tentang LPP TVRI kita tidak lagi bergantung pada pemerintah. Kita dibiayai oleh negara, TVRI adalah tv negara, kita bertanggungjawab kepada Presiden yang langsung mengangkat direksi kita. Tanggung jawab tentang berita siaran itu ada pada KPID, tanggung jawab keuangan ada pada Departemen Keuangan. Pemerintah kita kerjasama.”

Status sebagai televisi publik ternyata tidak otomatis membuat anggapan bahwa TVRI adalah televisi pemerintah hilang. Informan II mengungkapkan bahwa masih ada pihak-pihak yang memposisikan

TVRI sebagai „corong‟ pemerintah.

“Itu ga bisa juga kita lepas karena kita dibiayai oleh negara, bukan pemerintah lho, yang biayai kita negara. Uang publik. Jadi asumsi itu memang kita harus hapus. Sekarang kita kan berupaya jadi tidak lagi kayak waktu ada Deppen, ya acara- acara itu memang harus menjadi kontrol Departemen Penerangan, tapi sekarang tidak lagi.”

“Masih tetap tapi itulah tugas kita. Kayak kemarin seakan-akan ada instansi menganggap TVRI adalah bawahannya. Ga bisa. Kemarin banyak saya rubah itu. Ada instansi yang meminta kita meliput semua kegiatannya. Ga bisa. Kita harus memilah, mana yang memang perlu mana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Itu yang menjadi prioritas bagi kita.”

Informan III mengungkapkan bahwa sudah ada pemahaman yang cukup baik dari berbagai pihak mengenai status TVRI sebagai televisi publik dan bukan lagi televisi pemerintah, meskipun sesekali

Universitas Sumatera Utara 90

masih muncul tanggapan yang berbeda. Kesadaran inilah yang memberi pengaruh dalam gaya jurnalistik TVRI.

“Ada juga masyarakat atau lembaga tertentu yang merasa aneh jika TVRI menginformasikan tentang korupsi di lingkungan pemerintahan misalnya, atau penyimpangan yang dilakukan pihak pemerintah atau negara. „Lho kok TVRI berani ya sekarang beritakan seperti itu‟ begitu kira-kira komentar mereka.”

“Masih ada dek, tapi presentasenya kecil. Tapi yang pasti sebagai televisi publik kita tidak sama dengan televisi komersil. Terutama tentu visi dan misinya sehingga berbeda dalam menyampaikan informasi yang memang harus menjaga dampak dari informasi yang disampaikan. Walaupun fakta yang akan disampaikan tapi tetap harus memikirkan dampak negatif yang bisa timbul baik dalam jangka pendek maupun panjang. Artinya ada tanggungjawab yang lebih besar dalam menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga moral. Kalau ada peristiwa kerusuhan atau anarkis, apalagi yang menyangkut SARA, harus lebih berhati-hati lagi. Update dengan lebih menyejukkan.”

Informan ekstramedia menyatakan bahwa wajar bila sampai saat ini TVRI tidak bisa dilepaskan sepenuhnya dari citra seperti itu.

Namun ia mengakui bahwa sudah terlihat perubahan yang signifikan dalam hasil tayangan TVRI.

“Karena dia memang lembaga penyiaran pemerintah kan jadi tidak boleh ... mungkin itu musti menjadi kode mereka mungkin itu harus berbau pemerintah gitu. Kita tidak bsia menyalahkan TVRI sepenuhnya ya kan, karena kan memang isi-isi mungkin sudah harus begitu ya kan. Tinggal teknis penyampaiannya aja. Tapi memang sudah mulai kalau ibu tengok dari 2008 mengamati sudah mulai berubahlah sikit ya kan. Gambar- gambar yang sudah mulai agak berubah sikit, tinggal teknik pengambilan aja, jadi jangan monoton aja. Itu pun sudah mulai bagus juga, ada slide-slide baru gitu waktu pas pengambilan.

Walaupun menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam hal penyiaran, namun dengan status TVRI Sumatera Utara sebagai lembaga penyiaran

Universitas Sumatera Utara 91

publik maka TVRI tidak takut dalam memberitakan peristiwa atau isu negatif yang menyangkut pemerintah, termasuk juga mengkritisi kebijakan pemerintah.

Peneliti juga menemukan sejumlah berita yang mengkritisi kebijakan pemerintah lokal dalam tayangan Sumut Dalam Berita periode Januari – Maret 2016. Misalnya tanggal 10 Februari 2016 ditayangkan berita pembangunan irigrasi di Kabupaten Serdang

Bedagai tidak berfungsi dimana Dinas Pertanian Kabupaten Serdang

Bedagai telah mengelola dana arusan juta rupiah namun hasilnya belum menyentuh kepentingan petani. Begitupun pada tayangan

Sumut Dalam Berita tanggal 12 Februari 2016 disebutkan bahwa upaya Pemerintah Kota Medan melebarkan drainase di Kecematan

Medan Timur dan Kecamatan Medan Perjuangan tidaklah berhasil.

Kawasan tersebut tetap banjir pada saat hujan turun bahkan merendam ratusan rumah warga.

Informan I mengatakan bahwa TVRI mengutamakan fakta yang ditemukan di lapangan, sehingga tidak takut mengkritisi pemerintah walaupun sudah memiliki kerjasama dan hubungan baik :

“Bukan hanya berani kita siarkan, kita kan tidak tergantung pada… Kita lihat Gubernur Gatot, kan kita dekat. Kita kerjasama dengan pemerintah tapi siaran tetap. DPR, kita siarkan bukan hanya lokal, nasional itu tergantung. Menyangkut berita tidak menyangkut pada siapa pun. Selama berita mengandung unsur 5W+1H dan berimbang itu siarkan. Kita tidak pernah menyoroti hanya satu pihak misalkan pemerintah. Kalau itu kaitannya dengan masyarakat kita harus juga dengan masyarakat, berimbang. Pemerintah, wawancara. Harus ambil juga masyarakat, swasta.” Informan II juga mengungkapkan bahwa saat ini berita-berita

Universitas Sumatera Utara 92

TVRI sudah berani memberikan kritik atas kinerja pemerintah bila dianggap belum memuaskan. Jurnalisme TVRI diharapkan jujur dalam menyiarkan yang sebenarnya sesuai fakta.

“Ada sih tapi tidak sejauh ... artinya ada, pernah kalau saya lihat dari berita adalah. Tapi jauh lebih kritis, kadang-kadang saya ngeri liatnya tapi itulah pengetahuan ga sama teman-teman di sini, kontributor itu berani lho apa adanya, kadang-kadang saya ngeri nih, ga tau apa DE-nya ini cek and ricek ga nih, apa benar jumlah korban 10 misalnya, belum dapat perhatian dari pemerintah? Harus dia cek. misalnya yang pengungsi-pengungsi itu gambarnya lengkap mereka, sampe saat ini belum ada tanda- tanda bantuan dari pemerintah. Udah tajam, ada statement lagi diperkuat statement warga „iya pak belum pernah ada pemerintah, jalan pun ke sini ... belum lagi bantuan‟. Coba, kritis. Saya kadang-kadang ngeri-ngeri juga, tapi bagus dari sisi berita sudah bagus, kita ada koreksi. Apa tugas pemerintah di situ, warganya sudah 4 hari di situ ga makan, ga ada harta, sudah kena debu semua belum dibantu, apa ga peka, apa ga dilihat? Itulah tugas kita. Di samping itu akui juga kalau misalnya kalau terjadi begitu misalnya pemerintah dalam hal ini badan tanggap bencana sudah bertindak sedemikian, kita harus akui juga. Yang banyak itu kan banyak menyudutkan itu karena politik. Coba di swasta itu, kasihan pemerintah sudah ikut membantu di situ dia bilang belum ada, sepertinya dibiarkan. Coba kata-kata itu. Kita harus jujur berimbang. Buat satu berita yang bermasalah, saya banyak liat, cuma pembelaan aja, pengacaranya yang diambil. Nah itu juga saya kasih tahu juga, ambil yang berimbang, tanya jaksanya juga.”

Informan III menambahkan berdasarkan pengalamannya pernah muncul keragu-raguan dari redaksi pemberitaan TVRI Sumatera Utara saat akan menyiarkan kasus yang membelit Walikota Medan saat itu karena adanya kerjasama dan hubungan baik yang sudah terjalin.

“Oh tentu, berani. Buktinya, jadi gini kakak masih ingat ketika Walikota Medan berkasus, tapi itu era pimpinan yang lama ya, ada kita kan kerjasama dengan Pemko Medan dan berkasus. Ada sidang, temen kita ini yang satu meliput yang satu ga mau meliput. Yang biasa piket ga mau meliput karena udah kedekatan pribadi yang begitu kuat, sementara yang bener-bener fair meliput. Mau ditayang. Kabid berita di sini ntah punya beban ntah apa, sibuk grusa grusu. Memang kakak ga terlibat

Universitas Sumatera Utara 93

langsung tapi kakak mengetahuilah sedikit-sedikit persoalannya itu sampai ke Kepsta. Apa yang kakak katakan di situ? “Pak Manto, kenapa takut itu kan fakta, alangkah lucunya ketika media-media lain memberitakan kita tidak memberitakan udah di depan mata kita. Kenapa?”, “Payah nih begini”, “Loh kita bukan kerjasama ke person loh, kita lembaga dengan lembaga. Dia bisa berganti-ganti kenapa kita harus takut?”. Tapi kakak liat akhirnya kebijakan ... Kakak ga denger apa pembicaraan tapi kakak duduk disekret waktu itu, kakak liat Pak Manto dengan Pak Syaf akhirnya dipending berita ga naik.”

“Semua media lain memberitakan kita enggak. Lucu ini bukan TVRI dulu lho, bukan tv pemerintah, ini tv publik kakak bilang. Tapi entah bagaimana pembicaraan akhirnya Pak Syaf juga mengaminkan itu tidak naik. Itu berapa kali sidang, tapi masa bisa kita bertahan begitu terus, syukurnya beberapa waktu kemudian akhirnya naik juga dan memang itu fakta kan. Tinggal lagi kita jangan menghujat, adalah etika yang bisa kita pake dalam bahasa naskahnya, tidak memborbardir di situ seninya.”

Informan ekstramedia juga berpendapat bahwa TVRI bisa melakukan kritik terhadap pemerintah dalam batas wajar. Bagi pemerintah, hal tersebut dianggap sebagai masukan.

“TVRI mengkritisi pemerintah? Untuk berita mungkin ya, mereka kan pasti mengkritisi pemerintah. Kalau untuk kemajuan kayak kemarin kejadian Podomoro itu kan salah satu mungkin itu ya. Itulah contoh salah satunya ya kan. Memang keterlibatan pemerintah kadang-kadang kan mungkin ada yang tertutup ya, supaya terbuka ya maksudnya itu TVRI. Jadi bukan berarti kegiatan itu tidak dibolehkan, tapi kalau dalam batas-batas tertentu itu kan batas-batas tertentu saya rasa wajar-wajar aja.”

“Memang kita kan harus tanggap memang juga ya kan, karena pun kalau misalnya demo-demo kita harus menerima juga ya kan, harus kita terima apa masukan. Kan itu namanya masukan, saya rasa kalau hanya bersifat masukan kalau saya nilai bukan berarti harus mengapain pemerintah kan enggak. Saya rasa itu masukan. Karena kami pun kalau di dalam suatu permasalahan misalnya pun kadang-kadang harus positif negatifnya harus kita itu kan.”

Informan I mengungkapkan bahwa sejauh ini belum pernah ada pernyataan keberatan ataupun protes yang dilayangkan oleh pihak-

Universitas Sumatera Utara 94

pihak yang menjalin kerjasama dengan TVRI Sumatera Utara terkait isi siaran karena tetap mengedepankan unsur-unsur berita. Bahkan kritik terhadap pemerintah juga disampaikan TVRI melalui program- program lain.

“Sampai hari ini belum. Karena kita menyiarkan berita itu memenuhi syarat 5W+1H tadi. Kita menyampaikan hal-hal yang unsur-unsur pembangunan, kritik pun masih ada di dalamnya. Kita kritik pun tidak hanya melalui berita. Ada acara TVRI yang lain yang bisa mengkritik pemerintah. Kita lihat acara Kelepon Keluhan Lewat Telepon, itu kritik pemerintah semua itu. Apakah pemerintah tegur kita? Kan tidak. Jadi acara TVRI kalau hanya berita itu kan menyampaikan hal-hal yang memenuhi unsur 5W+1H, tapi siaran TVRI itu luas, kita ada berita-berita atau acara-acara kita yang bisa kritik pemerintah melalui Kelepon, melalui Bukan Bongak itu kritik pemerintah semua itu. Itu siaran TVRI kan banyak.”

Informan II mengutarakan bagaimana cara mengolah naskah berita-berita kerjasama yang umumnya adalah acara seremonial agar tetap menarik, tidak membosankan dan lebih mengena pada kebutuhan khalayak akan informasi kepublikan. Namun informan II menyatakan bahwa dalam prakteknya, cara-cara tersebut belum banyak dilakukan oleh reporter dan kameramen. Tim peliputan belum banyak memanfaatkan kesempatan meliput kegiatan Gubernur untuk mendapatkan pernyataan-pernyataan tentang kasus layanan publik yang sedang marak diperbincangkan.

“Itulah pertanyaannya, „apa harapan bapak‟. Kaitannya dengan acara itu. Padahal kita boleh mengambil acara itu kupas yang lain, di sinilah saya liat ini tidak jeli apa yang dibuat pada saat itulah dibuat berita. Walikota Gubernur susah ditemuin, cari yang masalah apa yang kemarin, apa yang muncul di sana tanya dia, ambil statement-nya di situ, kesempatan. Saya belum lihat juga yang ke situ.”

“Dia ga gali apa yang dia bawa dari otaknya, misalnya hari ini

Universitas Sumatera Utara 95

dia baca koran dulu, sumber informasi itu kan bukan cuma kita, kita baca kita lihat dulu dimana, berita kan ada, di koran ada, ya kan. Itu yang kita bawa. Sampe ke situ ketemu dengan siapa, Pak Walikota, walikota kan punya kebijakan tentang ini misalnya, sudah muncul. Sampe sana itu ya sosialisasi tentang KTP kepada para camat, reporternya ga tahu benang merahnya dimana, butuh statement, apa harapan bapak terhadap masyarakat yang akan mengurus KTP. Dangkal banget. Coba kalau dari pemikiran, KTP itu banyak persoalan, pertama dari si pembayaran, kedua cetaknya susah karena blankonya di pusat. Itu kan yang harus dibawa, meskipun yang akan dibicarakan di situ adalah KTP. Ya kan, itu sudah di sini (nunjuk kening), „Pak Wali itu banyak keluhan masyarakat, tentang blanko, ada masyarakat yang sudah mengurus sudah hampir 1 tahun tapi belum juga keluar sampai hari ini‟, harus berani itu tanya itu, yang punya tanggung jawab kan dinas kependudukan, ujung- ujungnya walikota, sekarang kau dapat bos-nya, kenapa ga tanya itu?”

Informan III mengungkapkan bahwa dalam penulisan berita yang melibatkan tokoh-tokoh yang memiliki hubungan baik dengan

TVRI Sumatera Utara termasuk para pejabat lokal, maka etika berbahasa menjadi sangat penting. Pemilihan kata harus dilakukan dengan baik agar tidak memperkeruh suasana.

“Tadi kakak katakan kita etika, bahasa itu tidaklah bombardir tapi tidak mengurangi fakta, tidak menyembunyikan fakta. Fakta tetap kita kemukakan tapi dengan bahasa yang lebih beretika mungkin, karena kita kan juga ada azas praduga tak bersalah. Kan itu juga harus kita pegang. Jangan trial by the press ga boleh kita ikut seperti itu kan. Jadi harus kita jaga juga, itu harus dilihat bukan karena faktor kedekatan sebenernya, prinsip itu harus dipegang secara umum.”

Universitas Sumatera Utara 96

4.3.2 Konstruksi Berita Layanan Publik dalam Program “Sumut Dalam

Berita” TVRI Sumatera Utara Dilihat Dari 5 Tingkatan Pengaruh

Isi Media

4.3.2.1 Level Individual

Saat ditanyakan mengenai faktor latar belakang dan

karakteristik personal reporter dan kameramen sebagai tim

yang turun ke lapangan dapat mempengaruhi pemilihan isu dan

hasil berita yang diliputnya, informan I mengungkapkan :

“Kalau secara formalnya kan pertama diklat, pendidikannya baik formal maupun non formal. Yang kedua nanti baru pengembangan diri. Apakah dia memenuhi pendidikan formalnya tinggi terus diklat non formalnya itu banyak, tapi tergantung dia kembangkan diri. Apakah dia kembangkan diri sesuai dengan perkembangan teknologi atau tidak.”

“Kalau (kepercayaan atau etnis) itu tidak. Orang berita itu tidak tergantung pada itu. Kenapa saya jawab seperti ini? Pengalaman saya selama di Ambon, di Ambon itu masa konflik dari tahun 99 sampai dengan 2004 konflik itu mulai dari politik sampai dengan agama, sampai dengan SARA. Tapi untuk orang TVRI tidak pernah terpengaruh dengan hal itu. Isi beritanya tetap fakta yang ada di lapangan. Walaupun orang menilai bahwa ini, menurut pemahaman katakanlah agama ini menilai itu menyeleweng tapi itu kan faktanya yang ada seperti itu.”

Informan II menyatakan bahwa pengalaman dan

pendidikan reporter memegang peranan yang cukup penting

namun tak bisa dipungkiri terdapat kepentingan-kepentingan

pribadi reporter yang seringkali membuatnya menjadi tidak

independen.

“Pengaruh, sangat pengaruh. Itu yang saya katakan dari tadi. kalau itu sudah lama berkenalan dengan Humas, ga independen, ga bisa. Meskipun dia tahu bahwa liputan

Universitas Sumatera Utara 97

tidak bener dalam hatinya ga bener tapi itulah, dia lihat walikota kok sering ngajak saya minum kopi, dia kok baik, pasti hilang. Tapi memang ada orang yang punya idealisme tinggi, apa pun kau buat, kau panggil gak apa- apa. Namanya juga berteman, tapi begitu dia ketemu pada simpang perapatan itu, dia tetap pada idealismenya, tak apa-apa. Tapi itu sudah jarang saya rasa.”

“Karena memang jiwa-jiwa teman-teman itu dimana- mana tidak ada lagi itu aktual berita itu, yang dia buru duit. Faktual berita itu ada sama reporter satu, ada sama DE-nya dua, ya kan? Pokoknya ini yang pengelolanya, jadi kameramen itu cuma ... reporter DE itu punya peran penting.”

Selain memilih isu atau peristiwa berdasarkan nilai beritanya, faktor pengalaman, sikap, nilai-nilai yang dianut, latar belakang dan karakteristik pribadi tim peliputan memberi andil pada pemilihan isu berita. Infoman III mengungkapkan bahwa tak sedikit anggota redaksi masih merasa kondisi TVRI sama dengan saat TVRI masih merupakan televisi satu-satunya di Indonesia. Sikap ini pada akhirnya mempengaruhi bagaimana gaya jurnalismenya. Selain itu diungkapkan bahwa pengalaman dan jam terbang seorang reporter atau kameramen membedakan hasil liputannya.

“Tapi kalau aku ya pribadi bukan maksud mengecilkan teman-teman, ada mental SDM dong pastinya, SDM. Memang kita seperti apa yang dibilang Jokowi revolusi mental ke semua lini termasuk TVRI. Kenapa? Karena masih banyak sisa-sisa kejayaan TVRI jaman dulu yang merasa paling hebat, nomor 1 leading sehingga pada waktu sudah banyak berubah, tapi mental ga berubah, sikap ga berubah. Sebagian ya, walaupun tidak keseluruhan. Masih ada teman-teman yang seperti itu. Jujur aja kita katakan. Itulah kadang-kadang satu. Kedua, memang rasa kepedulian itu apakah itu bisa dikaitkan sama mental ga tahu, kepedulian itu masih kurang, tidak bagaimana harusnya.”

Universitas Sumatera Utara 98

“Sangatlah mempengaruhi karena kan memang udah dibilang pengalaman itu guru, sangat mempengaruhi. Contoh yang paling simple kakak tahu seorang kameramen berita mungkin ini acara tidak peristiwa kali ya entah, seremonial. Ketika dia syuting di sini, mata dia tidak harus di sini, dia juga ngeliat ke lain, bisa aja terjadi saat itu entah apa sehingga dia cepet. Artinya pengalaman-pengalaman itu semakin akan mengasah kapasitas kompetensi kita ke depan menurut kakak, asal kita mau betul-betul belajar dari pengalaman itu juga selain tentunya pendidikan yang formal atau pun non formal.”

4.3.2.2 Level Rutinitas Media

Sumut Dalam Berita memiliki jam tayang selama 60

menit setiap harinya. Durasi yang cukup sedikit tersebut

haruslah mampu menampung banyaknya informasi, isu dan

peristiwa yang layak dijadikan berita. Tentu harus dilakukan

penyaringan berita berdasarkan seperangkat nilai yang disebut

dengan nilai berita. Informan I menyatakan aktualitas

merupakan nilai berita yang utama.

“... yang penting berita itu kita lihat apa yang topik yang menarik pada saat itu. Kalau saat itu politik ya kita angkat yang terpenting, berita-berita yang terpenting, dan unsur-unsur yang memenuhi kriteria yang kita utamakan. Misalnya pada saat pemilihan, kita angkat yang politik. Saat ini misalnya dua minggu lalu musibah kan yang kita angkat. Kalau tidak ada musibah kan tidak mungkin kita angkat yang musibah.”

“Unsur-unsur berita itu kan ada 5W+1H, kemudian berita itu aktual. Jadi ada hardnews ada berita yang soft. Bisa jufa features juga masuk dalam berita itu selama satu minggu. Jadi semua masuk.”

Universitas Sumatera Utara 99

Informan I mengungkapkan bahwa dengan usia TVRI yang tidak muda lagi termasuk juga TVRI Sumatera Utara yang merupakan stasiun daerah paling tua di Sumatera, maka sistem kerja yang berjalan di dalam redaksi sudah berjalan sebagai rutinitas termasuk di dalamnya cara menentukan peristiwa yang memiliki nilai berita kepublikan.. Apalagi mengingat para karyawan TVRI Sumatera Utara yang sebagian besar sudah cukup senior dan kaya pengalaman.

“SOP masing-masing profesi itu sudah ada, hanya dalam perjalanannya itu paling meleset sedikitlah, tapi itu setiap profesi itu dia punya SOP. Misalnya seorang kameramen berita SOP nya itu sebelum dia keluar itu dia lihat dulu kameranya. Lihat dulu batrenya, apa yang dibutuhkan di sana katakanlah lighting, dia perlu lighting kan harus siapkan dulu sebelum berangkat. Itu SOP nya seperti itu.”

“Dengan pengalaman dan jam terbangnya, ya itu merupakan rutinitas , udah otomatis, seperti itu.”

Seorang reporter harus mampu melihat nilai berita dari sebuah isu ataupun peristiwa sebelum melakukan peliputan.

Melimpahnya informasi membuat reporter harus jeli dan paham bahwa peristiwa dengan nilai berita tinggi menjadi lebih menarik dan dibutuhkan oleh khalayak. Informan II mengungkapkan bahwa masih terdapat kelemahan dalam penentuan nilai berita sebuah peristiwa oleh reporter Sumut

Dalam Berita. Inisiatif pribadi seorang reporter dalam hal ini sangat diberi ruang.

“Saya beri, harus beri ruang tapi jangan ... itulah saya bilang jiwa jurnalistik itu harus ada. Jangan ecek-ecek di

Universitas Sumatera Utara 100

situ ngambilnya, cuma kadang-kadang itu kembali memaksakan pula mau dimasukin. Coba kalau anda bikin berita yang bagus, potong telinga saya itu kalau DE-nya ga ngambil. Kalau memang orang ngerti jurnalistik kan kadang-kadang cuma kecemburuan, dapat duit ga dibagi-bagi mungkin, itu. Bukan melihat nilai beritanya.”

Informan II mengakui bahwa di dalam TVRI terdapat kebiasaan-kebiasaan yang sudah membudaya akibat rutinitas bertahun-tahun. Akhirnya rutinitas ini dianggap sebagai hal yang wajar dan diterima sebagai sesuatu yang benar, salah satunya adalah tim peliputan terbiasa menerima uang dari narasumber atau instansi yang diliput. Informan II pun mengungkapkan dirinya enggan melakukan perubahan kebijakan terhadap hal-hal yang sudah menjadi rutinitas.

“Malu kita itu sebenarnya, ga boleh lagi ada gitu. Cuma kebiasaan.”

“Kalau uang kru enggak, cuma itu kebiasaan di sini, ya saya ga tahu kalau kebiasaan. Kalau kebiasaan saya ga mau rubah, katanya BP-nya 500, krunya 200”

“Itu memang susah mengaturnya itu, karena begini juga, sudah dibilang 500 BP kan, orang itu kasih 700, kuitansinya kan dikasih 500. Sudah ga bener memang, sudah salah. Orang kasih kita 700, kuitansi 500, mana 200? Itu yang saya bilang saya namanya BP ... tapi ada kebijakan pimpinan itu tertuang di dalam SKK, ga boleh, saya sebagai bawahan harus tunduk ke situ. Hati kecil saya „ga bener ada BP‟. Bagaimana kita mau independen kalau ada BP? Bagaimana yang ideal, reporter yang sudah ideal itu terpengaruh dengan duit. Hilang dia punya idealisme, pasti hilang. Kantor juga belum bisa menutupi orang-orang yang idealisme itu, cuma membiarkan cari duit, jadi memang ga pernah sinkron.”

Selain faktor individual reporter dan kameramen, faktor rutinitas yang sudah terbentuk di dalam TVRI Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 101

juga ternyata mempengaruhi sistem kerja yang berjalan,

pemilihan isu dan pemilihan narasumber. Nilai berita utama

yang menjadi standar bagi Sumut Dalam Berita sebagai bagian

dari lembaga penyiaran publik adalah informasi yang

menyangkut kepentingan publik seperti yang diungkapkan

informan III :

“Menyangkut orang banyak ga, menyangkut nyawa ga? Menyangkut kepentingan publik?”

Selain itu menurut informan III tak sedikit reporter yang

mengambil jalan mudah dalam melakukan peliputan dengan

mengandalkan narasumber langganan.

Ada, sedikit ada, karena langganan. Karena langganan, bahkan bukan hanya itu kadang ada dia langganan narasumber itu itu aja. Itu ga berkembang karena hubungan baik. Ketika kita tanya apa itu, “Dia yang mau disyuting, dia yang mau diwawancarai”, “Lho yang lain ga mau ya ga usah dipaksain, masih banyak ribuan lagi yang lain kok”. Berarti sebenernya itu dia membatasi kemampuan dia sendiri tidak mau mencoba dengan kesulitan yang baru, iya kan. Menurut kakak harusnya ga gitu, bahasa kasarnya kayak gitulah, cari gampangnya aja.”

4.3.2.3 Level Organisasi

Organisasi media setidaknya memberikan pengaruh pada

isi media, salah satunya struktur organisasi atau pada tingkatan

yang lebih tinggi hingga kepemilikan media. Informan I

membantah adanya tekanan-tekanan pihak manajerial yang

diberikan kepada redaksi Sumut Dalam Berita terhadap isi

berita yang disiarkan, begitupun tekanan kondisi keuangan.

Universitas Sumatera Utara 102

“Ga ada itu. Itu tergantung dari redaksi dan perkembangan, kita tidak harus seperti ini. Untuk saat ini kan tidak, tapi ada hal-hal tertentu yang kita menghindari. Katakanlah organisasi ini yang belum tidak diakui oleh negara. Itu kita arahkan, janganlah mengekspos organisasi yang belum diakui dan biasanya menentang pemerintah. Itu kita arahkan, jangan diekspos secara besar-besaran.”

“Kalau untuk meng-cover semua daerah itu kita sudah buka kontributor di daerah, kalau menyangkut dana memang karena tidak dianggarkan. Oleh karena itu kita masih membuka peluang ... itu pun kan bayar kita, kita bayar kepada kontributor per item. Nah itu kita udah alokasikan. Jadi kalau menyangkut dana justru kontributor itu yang kita bayar.”

Ketika peneliti menanyakan mengenai intervensi konten berita yang dilakukan jajaran manajerial termasuk juga Kepala

Stasiun, informan II membantahnya dan menyatakan bahwa dirinya lebih sering dimintai pertimbangan terkait pemilihan agenda liputan atau penentuan isu.

“Modelnya Pak Kepsta mengerti betul, jadi harus selalu lewat saya. Ya orang-orang berita kalau memang background-nya pernah berita, pasti itu paham, ga pernah intervensi sedikit pun Pak Kepsta itu. Paling dia tanya itu „apa besok ga salah Pak Andi kalau kita minta liputannya ini?‟, „mengenai apanya Pak?‟ Itu boleh gak apa-apa.”

Informan III menyatakan bahwa isi Sumut Dalam Berita tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun, termasuk oleh level manajerial TVRI sendiri mengingat orientasi utama

TVRI adalah untuk kepentingan publik. Namun tekanan yang muncul dan akhirnya membatasi ruang gerak pemberitaan justru datang dari terbatasnya anggaran untuk uang liputan yang sudah dianggarkan sejak awal tahun. Berdasarkan hasil

Universitas Sumatera Utara 103

pengamatan peneliti, berita-berita yang dikirim kontributor

dari daerah akan dibatasi penayangannya bila anggaran sudah

menipis.

“Tidak boleh, sehingga kemarin terjadi ketika kita berdebat dengan DE, ...... “Yang mana softnews?”, “Yang ini ini, termasuk ini”, “Jadi cemana? Di sini ada Kepsta lho”, “Lho walau pun Kepsta tapi news value-nya apa? Cuma nerima anak pramuka yang tunarungu, ga terlalu banyak kali newsvalue-nya. “Masa Kepsta kita di bawah?”. Katanya sama saya. “Lho kenapa enggak?” saya bilang. “Kan sekarang bukan Kepsta yang dilihat, news value-nya” saya bilang. Aku berdebat gitu. Dia ga senang, marah. Itulah sampai ngadep Kabid. Artinya apa? Masih framing-nya mindset masih yang lama, masih yang birokratis, masih TVRI TV pemerintah dan bagaimana atas masih gitu. Kalau kakak ga mau gitu, taruhannya jabatan kakak ga peduli. Karena jabatan ga pernah kakak minta, kakak pingin kalau bisa ya memang sebagai yang baiknya lah gitu.”

“Untuk item berita sudah diplot untuk setahun honornya. Untuk kontri juga sudah dijatah. Namanya manajemen harus bisa kontrol dan komunikasikan pada teman-teman supaya jangan sampe nanti over dan ga bisa dibayar. Begitu juga dengan berita kerjasama Pemprov dan Pemko. Di satu sisi untuk tuntutan durasi supaya tidak under juga harus dipenuhi. Makanya salah satu cara juga kakak inventarisir berita-berita dan features yang timeless untuk bisa diulang agar berita tidak under kalu pasokan kurang. Untuk honor liputan terpaksa kakak juga harus kontrol untuk berita yang harusnya bisa jadi 1 tidak perlu dipecah. Memang beginilah kondsi stasiun daerah saat ini. Ada yang kuat untuk memenuhi durasi yaitu dengan menyiarkan berita atau features dari stasiun daerah lainnya, khususnya di Pulau Sumatera.”

4.3.2.4 Level Ekstramedia

Adanya kepentingan pihak-pihak di luar media massa

dianggap bisa memberikan pengaruh terhadap isi media massa,

baik kepentingan pengiklan, audiens, institusi bisnis,

Universitas Sumatera Utara 104

pemerintah, lingkungan ekonomi dan teknologi. Informan I kembali menegaskan bahwa isi Sumut Dalam Berita tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun terlebih lagi pihak-pihak di luar TVRI termasuk juga pemerintah daerah yang memiliki kerjasama dengan TVRI :

“Ga bisa, ga ada kaitan. Iklan ya iklan. Apakah iklan itu mau ditempatkan di item berita boleh, berapapun boleh, asalkan jangan lebih dari 10 persen iklan dari item berita, 10 atau 15 persen saya lupa diantara itu.”

“Ga bisa, Kepsta aja ga bisa, apalagi pejabat yang lain.”

“Enggak ada, siapapun. Gubernur aja kita bisa. Selama itu faktanya seperti itu ya kita sampaikan, mereka tidak punya hak untuk intervensi media. Kalau memang itu salah, kita ekspos. Coba kita lihat gubernur, hubungan baik kan, selama ini kita kerjasama. Tapi udah mantan dan itu faktanya seperti itu kita siarkan. Kalau tidak kita ditinggalkan oleh masyarakat.”

Informan II justru membenarkan masih ada pihak-pihak luar yang mencoba memanfaatkan kekuasaan instansi untuk mempengaruhi isi siaran TVRI Sumatera Utara walaupun dalam skala kecil. Baginya hal tersebut merendahkan peran

TVRI sebagai lembaga besar.

“Ya kerjasama tidak mutlak, yang dikerjasamain itu jumlahnya. Kuantitasnya, bukan kualitasnya. Hak penyiaran ada pada TVRI, itu yang salah selama ini. Maunya orang siaran itu lah, aduuh, saya protes Kodam kemarin, katanya karena itu sudah kebiasaan Pak Manto begitu. Ga bisa. LPP ini lembaga besar. Pantas saya bilang „kamu miskin semua diinjak-injak sama ....‟ ga ditakutin kan? Saya dapat ini cerita lagi nih ya cerita luar. Dispennya Kodam menyurat eh bukan menyurat, menelepon kemarin kesini „Pak, kapan Pangdam ucapkan selamat puasa?‟ Emang kapan Pak Pangdam, „ya tolong menyurat Pak ke sini‟. Loh udah salah.

Universitas Sumatera Utara 105

“Ga bisa, kayaknya kemarin itu saya „kebiasaan Pak itu tuh sudah ...‟ ga bisa. Kebiasaan terus robah. Ga boleh. Ada tata etika dalam lembaga. Itu yang kadang-kadang kita tidak sadari.”

Informan III menjelaskan bahwa pihak ekstramedia tidak bisa melakukan intervensi terhadap isi berita mengingat status

TVRI sebagai televisi publik walaupun pihak tersebut membayar kepada TVRI.

“Sebenarnya dengan statusnya tv publik tidak boleh ada siapapun dari eksternal yang mempengaruhi kita, kecuali aturan-aturan yang ada, itu kaidah-kaidah itu ya. Kalau manajemen mungkin mungkin ya.. masa-masa lalu adalah yang intervensi kayak-kayak gitu, tapi buat kakak pribadi kakak punya beban moral yang lebih besar mungkin dari teman-teman yang lain, kenapa? Kakak mantan komisioner penyiaran, kakak musti punya idealisme, punya sikap, sepanjang itu untuk kebaikan layar kakak akan pertahankan walau taruhannya jabatan. Itu prinsip kakak.”

“Kalau dibandingkan pengalaman kakak sebagai produser paket talkshow yang berbayar, ini perbandingan ya, tapi di sini kan belum sejauh itu, ya kita pengalaman kakak, pengalaman kakak sebagai produser talkshow acara-acara di studio ataupun paket berbayar, kakak tidak mau disetir oleh orang yang bayar. Kakak beberapa kali bertengkar, dalam arti bertengkar adu argumentasi sama orang. Kakak katakan BNN bayar sekian, berapa juta PU, mau dialog dia bilang narasumber satu, kakak bilang ga bisa, “Yah orang kita di TV lain bisa kok satu”, “Ibu mau bicara TV lain atau TVRI? Tidak bisa, Bu, saya mesti cari pendamping, kalau ibu ga siapin 1 pembanding, saya yang akan carikan”. Dia marah-marah tapi kemudian kita ketemu, saya tetap panggil orang pembandingnya. Ketika ketemu dihari H mendekat saya jelaskan begini begini, akhirnya dia senang. Pertama dia khawatirkan pembandingnya membantai, saya bilang justru sebaliknya, “Kalaupun dibantai ini kesempatan untuk mengklarifikasi, karena apa yang disampaikan pembanding bisa saja itu juga dipikirkan oleh banyak masyarakat penonton. Di sinilah kesempatan klarifikasi”. Kalau berbayar artinya tidak selalu kita harus ikutin kemauan dia.”

Universitas Sumatera Utara 106

Terkait dengan peliputan kegiatan-kegiatan Gubernur

Sumatera Utara, pihak Dinas Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa pemilihan kegiatan yang akan diliput diserahkan sepenuhnya kepada TVRI Sumatera Utara, yang utama adalah jumlahnya sesuai dengan isi perjanjian kerjasama.

“TVRI lah yang tahu karena kan udah kami apakan dia, 25 item itu memang sangat susah 1 hari 1 berarti ya. Itupun ga tiap hari. Makanya kan memang kita berharap dana untuk Kominfo ini kalau dibandingkan dengan Kominfo lain yang ada di propinsi itu kalau kita adakan rakor gitu antara Kominfo seluruh Indonesia itu kita termasuk kecil.”

“Paling misalnya hal-hal yang kedatangan presiden ntah apa, kunjungan Presiden atau Wapres gitu ya kan. Namun kalau yang bersifat seremonial kita selalu wanti- wanti kalau bukan pak Gubernur atau pak Sekda yang menghadiri, kalau hanya diwakilin bukan berarti kita membatasi untuk kegiatannya itu. Karena kan poinnya itu sedikit ya kan.”

Selain itu informan ekstramedia juga menambahkan bahwa dalam evaluasinya, hasil tayangan dalam bentuk CD dari TVRI Sumatera Utara selalu ditonton oleh Gubernur.

Gubernur Tengku Erry Nuradi pun selalu memastika kehadiran

TVRI dalam setiap kegiatannya.

“Kalau Pak Gubernur prinsipnya karena waktu pas setiap audiensi kan ada TVRI, tetap ada TVRI. Jadi kalau pun misalnya TVRI tidak menayangkan dinaikan ke atas itu Pak Gubernur "mana TVRI?" selalu mencari. Walaupun tidak diberitakan tapi kan punya dokumentasi, ini kan kita punya dokumentasi. Jadi Kominfo sama TVRI selalu dicari.”

Universitas Sumatera Utara 107

4.3.2.5 Level Ideologi

Informan I menjelaskan bahwa dalam proses liputan,

pemahaman seluruh kru terkait kaidah-kaidah mendasar dalam

jurnalistik sangatlah penting. Sumut Dalam Berita mengacu

pada sejumlah regulasi utama sebagai pedoman.

“Pertama sebuah berita itu kan harus memenuhi 5W+1H. Kaidah-kaidah jurnalistik, kita masih tetap menggunakan kode etik jurnalistik itu masih ada. Kita harus memenuhi syarat itu...... Pada saat Pemilu, kita harus baca dulu UU Pemilu. Tidak boleh memihak, harus netral.”

Informan II juga menjelaskan bahwa pedoman utama

yang harus menjadi tuntunan TVRI dalam menjalankan tugas

jurnalistiknya tetaplah Undang-Undang Penyiaran, Kode Etik

Jurnalistik dan kebijakan umum TVRI yang telah ditetapkan.

“Kuncinya tetap di UU 32 tahun 2002, di situ. Ditambah lagi pelajari itu kode etik jurnalistik. Jangan keluar dari situ, kalau mau bagus. Kalaupun dibuat kebijakan- kebijakan yang berlaku di sini saat ini ya selama tidak bertentangan dengan kebijakan umum TVRI ya sah-sah saja. Ke situ berpikirnya.”

Terkait dengan pedoman Sumut Dalam Berita dalam

melakukan aktivitas jurnalistiknya, informan III mengatakan

bahwa kebijakan redaksi yang telah ada selama ini mengadopsi

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

(P3SPS).

“Sebenarnya TVRI sendiri punya kebijakan redaksionalnya yang sebetulnya mengadopsi P3SPS juga, itu juga sebenarnya intinya.

Universitas Sumatera Utara 108

Tabel 4.3 Tampilan Data Informan I

No Kategori Unit Analisis Pernyataan Informan

1. Gambaran Berita Pertimbangan Tujuannya menyiarkan Layanan Publik dilakukannya kegiatan-kegiatan dalam Program kerjasama pembangunan di daerah. „Sumut Dalam Berita‟ penyiaran Kemudian kita juga butuh TVRI Sumatera Utara biaya karena APBN yang kita peroleh saat ini kan masih terbatas. Perlu ada bantuan. Citra TVRI Sejak UU No 32/2002 muncul, sebagai televisi materi berita tidak lagi kita pemerintah pertanggungjawabkan ke pemerintah melainkan ke KPID. Sejak saat itu kita tidak takut pada pemerintah. Kalau saatnya kita kritik, kita kritik. Independensi Kita lihat Gatot, kita kan dekat, dalam kita kerjasama dengan mengkritisi pemerinta tapi siaran tetap. pemerintah Menyangkut berita tidak tergantung siapapun, selama mengandung 5W+1H kita siarkan. Kemasan berita Sampai hari ini belum ada layanan publik keberatan dari pihak pemerintah. Kita menyiarkan memenuhi syarat 5W+1H, kita sampaikan unsur pembangunan, kritik pun ada di dalamnya. 2. Konstruksi redaksi Level individu - Pendidikan formal maupun non „Sumut Dalam Berita‟ formal sangat berpengaruh, lalu TVRI Sumatera Utara pengembangan diri. pada berita layanan - Kepercayaan atau etnis tidak publik dilihat dari 5 berpengaruh. Orang beirta tingkatan pengaruh isi tidak tergantung pada itu. Isi media berita tetap fakta yang ada di lapangan Level rutinitas - Nilai berita : Kita lihat topik media yang menarik pada saat itu, berita-berita terpenting, unsur- unsur yang memenuhi kriteria kita utamakan, 5W+1H. - Rutinitas : Dengan pengalamn

Universitas Sumatera Utara 109

dan jam terbang, itu merupakan rutinitas, sudah otomatis. SOP masing-masing profesi sudah ada, dalam perjalanannya meleset sedikitlah. Level - Tidak ada, manajerial tidak organisasi intervensi konten berita, itu tergantung redaksi dan perkembangan. - Kalau menyangkut dana kan juga tidak, tidak ada yang terhambat karena kontributor ada dan dibayar. Level Tidak bisa, Kepala Stasiun saja ekstramedia tidak bisa, apalagi pejabat lain. Selama faktanya seperti itu kita sampaikan, mereka tidak punya hak untuk intervensi media. Level ideologi Kaidah-kaidah jurnalistik dan undang-undang. Sumber : Transkrip Wawancara (2016)

Universitas Sumatera Utara 110

Tabel 4.4 Tampilan Data Informan II

No Kategori Unit Analisis Pernyataan Informan 1. Gambaran berita Pertimbangan - Satu berita terlalu mahal, layanan publik dalam dilakukannya karena kita belum bisa Program „Sumut kerjasama memanajemen berita yang Dalam Berita‟ TVRI penyiaran cepat dan murah, dan TVRI Sumatera Utara pendanaannya masih dari negara, ga bisa juga kita cuekin. Itu yang tidak bisa kita independen. - Tidak semua tv-tv membuat suasana kondusif, karena tv- tv dibikin orang politik. Kalau tidak ada kita tidak ada yang bisa menetralkan, artinya ada balancing. Citra TVRI Itu ga bisa kita lepas karena sebagai televisi kita dibiayai oleh negara. pemerintah Asumsi itu harus kita hapus. Kita harus memilah mana yang memang perlu mana yang dibutuhkan masyarakat. Independensi Ada, udah tajam, kritis. Saya dalam kadang ngeri juga tapi bagus mengkritisi dari sisi berita sudah bagus, pemerintah kita ada koreksi. Di samping itu akui juga kalau misalnya sudah tanggap bertindak. Kemasan berita Sering ada pertanyaan layanan publik mendasar dan dangkal, reporter kurang jeli, kurang menggali isu-isu yang hangat, hanya mengangkat seremoni saja. 2. Konstruksi redaksi Level Kepentingan pribadi reporter „Sumut Dalam individual sangat berpengaruh, misalnya Berita‟ TVRI hubungan baik dengan humas Sumatera Utara pada menjadi tidak independen. berita layanan publik Jiwa teman-teman itu tidak dilihat dari 5 ada lagi aktual berita itu, yang tingkatan pengaruh dia buru duit. isi media Level rutinitas - Nilai berita : Reporter diberi media ruang untuk inisiatif memilih isu, tapi jiwa jurnalistik harus ada, jangan ecek-ecek, jangan

Universitas Sumatera Utara 111

memaksakan tayang. Kadang motivasi kecemburuan karena uang. - Rutinitas : Kebiasaan menerima uang dari narasumber membuat malu. Kalau kebiasaan saya ga mau rubah. Bagaimana kita mau independen? Pasti hilang idealismenya. Level organisasi Pak Kepsta mengerti betul, kalau memang background- nya pernah berita, pasti paham, ga pernah intervensi. Level Kerjasama tidak mutlak, yang ekstramedia dikerjasamain jumlahnya, bukan kualitasnya. LPP ini lembaga besar. Level ideologi Kuncinya di UU 32/2002, kode etik jurnalistik. Kebijakan yang berlaku tidak bertentangan dengan kebijakan umum TVRI. Sumber : Transkrip Wawancara (2016)

Universitas Sumatera Utara 112

Tabel 4.5 Tampilan Data Informan III

No Kategori Unit Analisis Pernyataan Informan 1. Gambaran berita Pertimbangan - Fungsi dan peran TVRI begitu layanan publik dalam dilakukannya besar, ada kewajiban harusnya Program „Sumut kerjasama negara memikirkan bagaimana Dalam Berita‟ TVRI penyiaran TVRI support dari segi Sumatera Utara pendanaan - Karena kita sudah terjebak dengan MOU ya penting ga penting tadi udah pejem mata kita. Bukan yang penting kali buat publik, sebagian kan. Citra TVRI Ada masyarakat atau lembaga sebagai televisi tertentu yang merasa aneh jika pemerintah TVRI menginformasikan korupsi di lingkungan pemerintahan, masih ada tapi presentasenya kecil. Tapi yang pasti televisi publik tidak sama dengan televisi komersil dalam visi dan misi. Independensi Tentu berani. Kita kerjasama dalam lembaga dengan lembaga, mengkritik bukan person. Kita bukan pemerintah TVRI dulu, bukan tv pemerintah, tinggal kita jangan menghujat, ada etika dalam bahasa naskah. Kemasan berita Etika, bahasa tidak bombardir, layanan publik tapi tidak mengurangi fakta. Junjung asas praduga tak bersalah, jangan trial by the press. 2. Konstruksi redaksi Level Perlu revolusi mental „Sumut Dalam Berita‟ individual termasuk TVRI karena masih TVRI Sumatera Utara banyak isisa kejayaan TVRI pada berita layanan jaman dulu yang merasa publik dilihat dari 5 paling hebat. tingkatan pengaruh isi Level rutinitas - Nilai berita : Menyangkut media media orang banyak, menyangkut nyawa, menyangkut kepentingan publik. - Rutinitas : Ada, langganan narasumber. Ga berkembang karena hubungan baik.

Universitas Sumatera Utara 113

Reporter membatasi kemampuannya tidak mau mencoba kesulitan baru, cari gampangnya aja. Level - Tidak bisa diintervensi oleh organisasi pihak manapun termasuk manajerial mengingat orientasi utama TVRI adalah untuk kepentingan publik. - Tekanan dari sisi anggaran dimana jumlah honor berita sudah diplot untuk satu tahun, jadi harus dikontrol, jangan sampai over dan tidak bisa dibayar. Level Dengan status tv publik tidak ekstramedia boleh ada siapapun dari eksternal yang mempengaruhi kita kecuali aturan yang ada. Kakak mantan komisioner penyiaran harus punya idealisme, sikap walau taruhannya jabatan. Pengalaman walau paket berbayar, kakak tidak mau disetir. Level ideologi Kebijakan redaksi mengadopsi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Sumber : Transkrip Wawancara (2016)

Universitas Sumatera Utara 114

Tabel 4.6 Tampilan Data Informan Ekstramedia

No Kategori Unit Analisis Pernyataan Informan 1. Gambaran berita Pertimbangan Karena masyarakat tidak layanan publik dalam dilakukannya banyak tahu apa kegiatan Program „Sumut kerjasama gubernur, kemudian kita kan Dalam Berita‟ TVRI penyiaran harus memanfaatkan juga Sumatera Utara lembaga penyiaran publik. Agar masyarakat tahu anggaran yang dipergunakan. Citra TVRI Mungkin menjadi kode TVRI sebagai televisi harus berbau pemerintah, kita pemerintah tidak bisa menyalahkan TVRI sepenuhnya karena memang isinya sudah harus begitu. Tinggal teknis penyampaiannya. Tapi sejak 2008 sudah ada perubahan. Independensi Kalau untuk kemajuan, dalam keterlibatan pemerintah mengkritik kadang tertutup, maksud pemerintah TVRI untuk membuka. Kalau dalam batas tertentu saya rasa wajar saja, namanya masukan. Kemasan berita layanan publik 2. Konstruksi realitas Level individual redaksi „Sumut Level rutinitas Dalam Berita‟ TVRI Level organisasi Sumut pada berita Level - TVRI yang tentukan kegiatan kerjasama Pemprov ekstramedia Gubernur yang akan diliput, Sumatera Utara jumlah berita sesuai dengan isi dilihat dari 5 perjanjian kerjasama. tingkatan pengaruh - Gubernur selalu menyaksikan isi media copy tayang siaran Sumut Dalam Berita dan mencari TVRI dalam setiap kegiatannya. Level ideologi Sumber : Transkrip Wawancara (2016)

Universitas Sumatera Utara 115

Tabel 4.7 Tampilan Data Seluruh Informan

Informan No Kategori Unit Analisis Informan I Informan II Informan III Ekstramedia 1. Gambaran Berita Pertimbangan Tujuannya menyiarkan - Satu berita terlalu - Fungsi dan peran Karena masyarakat Layanan Publik dalam dilakukannya kegiatan-kegiatan mahal, karena kita TVRI begitu besar, tidak banyak tahu Program „Sumut Dalam kerjasama pembangunan di daerah. belum bisa ada kewajiban apa kegiatan Berita‟ TVRI Sumatera penyiaran Kemudian kita juga butuh memanajemen berita harusnya negara gubernur, kemudian Utara Periode Januari- biaya karena APBN yang yang cepat dan murah, memikirkan kita kan harus Maret 2016 kita peroleh saat ini kan dan TVRI bagaimana TVRI memanfaatkan juga masih terbatas. Perlu ada pendanaannya masih support dari segi lembaga penyiaran bantuan. dari negara, ga bisa pendanaan publik. Agar juga kita cuekin. Itu - Karena kita sudah masyarakat tahu yang tidak bisa kita terjebak dengan anggaran yang independen. MOU ya penting ga dipergunakan. - Tidak semua tv-tv penting tadi udah membuat suasana pejem mata kita. kondusif, karena tv-tv Bukan yang penting dibikin orang politik. kali buat publik, Kalau tidak ada kita sebagian kan. tidak ada yang bisa menetralkan, artinya ada balancing. Citra TVRI sebagai Sejak UU No 32/2002 Itu ga bisa kita lepas Ada masyarakat Mungkin menjadi televisi pemerintah muncul, materi berita karena kita dibiayai oleh atau lembaga kode TVRI harus tidak lagi kita negara. Asumsi itu harus tertentu yang berbau pemerintah, pertanggungjawabkan ke kita hapus. Kita harus merasa aneh jika kita tidak bisa pemerintah melainkan ke memilah mana yang TVRI menyalahkan TVRI KPID. Sejak saat itu kita memang perlu mana menginformasikan sepenuhnya karena tidak takut pada yang dibutuhkan korupsi di memang isinya pemerintah. Kalau masyarakat. lingkungan sudah harus begitu. saatnya kita kritik, kita pemerintahan, Tinggal teknis

Universitas Sumatera Utara 116

kritik. masih ada tapi penyampaiannya. presentasenya kecil. Tapi sejak 2008 Tapi yang pasti sudah ada televisi publik tidak perubahan. sama dengan televisi komersil dalam visi dan misi. Independensi Kita lihat Gatot, kita kan Ada, udah tajam, kritis. Tentu berani. Kita Kalau untuk dalam mengkritik dekat, kita kerjasama Saya kadang ngeri juga kerjasama lembaga kemajuan, pemerintah dengan pemerinta tapi tapi bagus dari sisi dengan lembaga, keterlibatan siaran tetap. Menyangkut berita sudah bagus, kita bukan person. Kita pemerintah kadang berita tidak tergantung ada koreksi. Di samping bukan TVRI dulu, tertutup, maksud siapapun, selama itu akui juga kalau bukan tv TVRI untuk mengandung 5W+1H kita misalnya sudah tanggap pemerintah, tinggal membuka. Kalau siarkan. bertindak. kita jangan dalam batas tertentu menghujat, ada saya rasa wajar etika dalam bahasa saja, namanya naskah. masukan. Kemasan berita Sampai hari ini belum ada Sering ada pertanyaan Etika, bahasa tidak kerjasama keberatan dari pihak mendasar dan dangkal, bombardir, tapi pemerintah pemerintah. Kita reporter kurang jeli, tidak mengurangi menyiarkan memenuhi kurang menggali isu-isu fakta. Junjung asas syarat 5W+1H, kita yang hangat, hanya praduga tak sampaikan unsur mengangkat seremoni bersalah, jangan pembangunan, kritik pun saja. trial by the press. ada di dalamnya. 2. Konstruksi berita Level individual - Pendidikan formal Kepentingan pribadi Perlu revolusi layanan publik dalam maupun non formal reporter sangat mental termasuk Program „Sumut Dalam sangat berpengaruh, lalu berpengaruh, misalnya TVRI karena masih Berita‟ TVRI Sumut pengembangan diri. hubungan baik dengan banyak isisa dilihat dari 5 tingkatan - Kepercayaan atau etnis humas menjadi tidak kejayaan TVRI pengaruh isi media tidak berpengaruh. Orang independen. Jiwa jaman dulu yang beirta tidak tergantung teman-teman itu tidak merasa paling hebat. pada itu. Isi berita tetap ada lagi aktual berita itu,

Universitas Sumatera Utara 117

fakta yang ada di yang dia buru duit. lapangan Level rutinitas - Nilai berita : Kita lihat - Nilai berita : Reporter - Nilai berita : media topik yang menarik pada diberi ruang untuk Menyangkut orang saat itu, berita-berita inisiatif memilih isu, banyak, terpenting, unsur-unsur tapi jiwa jurnalistik menyangkut nyawa, yang memenuhi kriteria harus ada, jangan ecek- menyangkut kita utamakan, 5W+1H. ecek, jangan kepentingan publik. - Rutinitas : Dengan memaksakan tayang. - Rutinitas : Ada, pengalamn dan jam Kadang motivasi langganan terbang, itu merupakan kecemburuan karena narasumber. Ga rutinitas, sudah otomatis. uang. berkembang karena SOP masing-masing - Rutinitas : Kebiasaan hubungan baik. profesi sudah ada, dalam menerima uang dari Reporter membatasi perjalanannya meleset narasumber membuat kemampuannya sedikitlah. malu. Kalau kebiasaan tidak mau mencoba saya ga mau rubah. kesulitan baru, cari Bagaimana kita mau gampangnya aja. independen? Pasti hilang idealismenya. Level organisasi - Tidak ada, manajerial Pak Kepsta mengerti - Tidak bisa tidak intervensi konten betul, kalau memang diintervensi oleh berita, itu tergantung background-nya pernah pihak manapun redaksi dan berita, pasti paham, ga termasuk manajerial perkembangan. pernah intervensi. mengingat orientasi - Kalau menyangkut dana utama TVRI adalah kan juga tidak, tidak ada untuk kepentingan yang terhambat karena publik. kontributor ada dan - Tekanan dari sisi dibayar. anggaran dimana jumlah honor berita sudah diplot untuk satu tahun, jadi harus dikontrol,

Universitas Sumatera Utara 118

jangan sampai over dan tidak bisa dibayar. Level ekstramedia Tidak bisa, Kepala Stasiun Kerjasama tidak mutlak, Dengan status tv - TVRI yang saja tidak bisa, apalagi yang dikerjasamain publik tidak boleh tentukan kegiatan pejabat lain. Selama jumlahnya, bukan ada siapapun dari Gubernur yang faktanya seperti itu kita kualitasnya. LPP ini eksternal yang akan diliput, sampaikan, mereka tidak lembaga besar. mempengaruhi kita jumlah berita punya hak untuk intervensi kecuali aturan yang sesuai dengan isi media. ada. Kakak mantan perjanjian komisioner kerjasama. penyiaran harus - Gubernur selalu punya idealisme, menyaksikan copy sikap walau tayang Sumut taruhannya jabatan. Dalam Berita dan Pengalaman walau mencari TVRI paket berbayar, dalam setiap kakak tidak mau kegiatannya. disetir. Level ideologi Kaidah-kaidah jurnalistik Kuncinya di UU Kebijakan redaksi dan undang-undang. 32/2002, kode etik mengadopsi jurnalistik. Kebijakan Pedoman Perilaku yang berlaku tidak Penyiaran dan bertentangan dengan Standar Program kebijakan umum TVRI. Siaran (P3SPS) Sumber : Transkrip Wawancara (2016)

Universitas Sumatera Utara

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Triangulasi Data

Triangulasi data merupakan langkah yang paling penting dan mudah

dalam menguji keabsahan hasil penelitian. Denzin (dalam Moleong, 2006 :

330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan

dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Penelitian ini menggunakan dua langkah triangulasi sekaligus yakni

triangulasi metode dan sumber data. Triangulasi pertama adalah triangulasi

metode melalui pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan

observasi.

Triangulasi kedua adalah triangulasi sumber yang membandingkan

dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Peneliti

berusaha mendapatkan konsistensi jawaban dari para informan penelitian

dengan cara melakukan wawancara secara beru lang dengan rentang waktu

yang berbeda-beda.

Peneliti melakukan wawancara kepada dua jurnalis yang cukup senior

di TVRI Sumatera Utara untuk mengonfirmasi kebenaran jawaban para

informan utama. Peneliti tidak mengharapkan hasil perbandingan tersebut

merupakan kesamaan pandangan, pendapat dan pemikiran melainkan untuk

mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut.

119

Universitas Sumatera Utara 120

Informan triangulasi pertama adalah Sanny Damanik, seorang produser sekaligus reporter untuk program Sumut Dalam Berita. Sanny bergabung dengan TVRI Sumatera Utara tahun 1993 sebagai penyiar dan mulai bertugas sebagai reporter berita tahun 2004. Tahun 2008 informan berusia 47 tahun ini diminta menjadi produser sejumlah program baik program dialog maupun paket-paket berita yang disiarkan secara nasional hingga saat ini. Tak jarang paket berita yang diproduseri Sanny menjadi nominator bahkan menang dalam penghargaan paket terbaik antar stasiun

TVRI seluruh Indonesia.

Sejak tahun 2011, Sanny menjadi wartawan khusus Gubernur yang mengikuti seluruh aktivitas Gubernur, Wakil Gubernur serta jajaran pemerintahan Propinsi Sumatera Utara. Sanny juga aktif menjadi pengurus

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Sumatera Utara.

Informan triangulasi kedua adalah Sri Rukmini yang merupakan seorang produser dan reporter senior di TVRI Sumatera Utara. Informan yang akrab dipanggil Mimin ini bergabung dengan TVRI sejak tahun 1990 sebagai penyiar. Pengalaman jurnalistiknya makin terasah ketika menjadi reporter berita dan penyiar berita sejak tahun 1995. Informan berusia 48 tahun ini dipercaya menjadi produser sejumlah program dialog dalam Bidang

Pemberitaan sejak tahun 2001 dan bahkan diminta menjadi Desk Editor tahun

2013.

Tahun 2015 informan menjabat sebagai Kepala Seksi Produksi Berita yang membawahi program Sumut Dalam Berita. Informan triangulasi kedua ini juga merupakan anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Sumatera

Universitas Sumatera Utara 121

Utara, dan pernah menjalani pendidikan dan latihan mengenai penyiar serta

jurnalistik dan reportase.

Keduanya dianggap mampu memberikan konfirmasi terhadap data-

data yang diperoleh peneliti berdasarkan pengalaman langsung keduanya

sebagai reporter. Peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan untuk

memvalidasi jawaban tiga informan utama dan informan ekstramedia dalam

penelitian ini. Wawancara terhadap kedua informan triangulasi ini dilakukan

pada pertengahan Juli 2016.

5.2 Konstruksi Berita Layanan Publik dalam Program “Sumut Dalam

Berita” TVRI Sumatera Utara Dilihat Dari 5 Tingkatan Pengaruh Isi

Media

Penelitian ini berasumsi bahwa isi media massa tidak menggambarkan

realitas yang sesungguhnya terjadi secara objektif. Media massa bukanlah

cermin bagi apa yang terjadi di dunia. Isi media massa dibentuk oleh berbagai

faktor yang merupakan hasil dari berbagai versi realitas.

5.2.1 Level Individual

Bila merujuk pada lima tingkatan pengaruh yang berpotensi

menentukan isi media massa dalam hal ini Sumut Dalam Berita versi

Shoemaker dan Reese maka terkait dengan level paling dalam yaitu

faktor individual, ketiga informan utama sepakat bahwa latar belakang

pendidikan dan pengalaman sangat menentukan pemilihan isu serta

Universitas Sumatera Utara 122

gaya jurnalistik reporter dan kameramen. Hal ini juga ditegaskan oleh salah satu informan triangulasi.

“Kalau aku bilang pendidikan iya, kalau agama enggaklah. Karena aku pun sebagai orang Muslim ketika ditugaskan untuk ngeliput berita Kristen aku ambil juga, kan aku bisa konsultasi sama yang Kristen „ini bener ga?‟ Nanti dia terangin, atau aku telepon pendeta. Jadi kalau agama enggak sebenernya. Tapi kalau latar belakang pendidikan wawasan iya loh. Latar belakang pendidikan itu paling penting itu, kalau dia tamatan SMA kemudian jadi reporter udah malang melintang 5 tahun baru dia kuliah, bikin beritanya ya kayak anak SMA. Tapi kalau dia dari SMA dia kuliah langsung, bikin beritanya ya caranya cara orang kuliah gitu.”

Informan triangulasi lain Sanny justru mengungkapkan pendapat yang berbeda dengan melihat aspek agama ataupun kepercayaan yang dianut reporter menentukan bagaimana pemilihan isu yang diliputnya.

“Iya karena kayak Alvan misalkan, atau Rahmi ya narasumber mereka memang Pak Haji. Ya iyalah aku ga punya narasumber Haji, ya wajar aku ga pernah liput, aku cuma narasumbernya Pendeta ya kan. Ya aku sebagai Kristen lebih banyak ngeliput ini. Gitu aja. Ya ada pengaruh. Kita pun sungkan masuk masjid ya kan, sungkan juga kan kita masuk masjid. Ini udah bagusan yang seagama sama mereka aja yang meliput”

Karakteristik ini menarik bila dikaitkan dengan cara perekrutan pegawai TVRI Sumatera Utara dimana sebagian besar adalah Pegawai

Negeri Sipil yang sudah bekerja puluhan tahun di TVRI. Pada saat itu, tingkat pendidikan tinggi tidak menjadi syarat utama dalam mencari pekerja, sehingga cukup banyak pegawai TVRI yang direkrut dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas, sebagian melanjutkan pendidikan tingginya sambil bekerja. Terlebih lagi dalam redaksi pemberitaan, tidak ada persyaratan mutlak yang mengharuskan para jurnalisnya merupakan lulusan sekolah jurnalistik atau komunikasi massa. TVRI memberikan pendidikan dan pelatihan kepada pekerjanya

Universitas Sumatera Utara 123

sesuai dengan tugas dan tanggungjawab pekerjaannya.

Footlick (dalam Shoemaker & Reese, 1996 : 72) mengatakan bahwa jurnalis yang baik harus „sedikit tahu tentang banyak hal‟ artinya jurnalis dituntut untuk menguasai banyak pokok bahasan mulai dari kebijakan asing, politik, sejarah, ekonomi dan lain-lain. Ini merupakan kualitas fundamental yang diberikan oleh institusi pendidikan tinggi khususnya komunikasi massa. Tak heran banyak perusahaan media massa yang memaksa para jurnalisnya untuk mengambil kelas lanjutan mengenai sebjek-subjek tertentu. Shoemaker melalui penelitiannya menemukan bahwa pendidikan dasar komunikasi massa dirancang untuk mempersiapkan jurnalis untuk menjadi „insiders‟ dan „outsiders‟ yang kritis terhadap berbagai institusi sosial termasuk juga media massa.

Terkait dengan peliputan berita layanan publik yang setiap harinya menampilkan isu yang berbeda seperti pembangunan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, budaya, kerukunan umat beragama maka jurnalis yang menulis berita dituntut untuk menguasai pokok-pokok bahasan tersebut. Seperti yang diungkapkan informan I bahwa selain pendidikan formal sangat penting, kemampuan untuk mengembangkan diri juga dituntut dari seorang jurnalis TVRI. Pada akhirnya pendidikan menentukan bagaimana cara seorang reporter memandang dunia dan menggali kedalamannya.

Sementara itu karakteristik kepercayaan yang dianut reporter setidaknya menunjukkan bias dalam penulisan berita. Shoemaker &

Universitas Sumatera Utara 124

Reese (1996 : 254) mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki

kesamaan dengan jurnalis akan ditampilkan secara berbeda dengan

orang-orang yang tidak memiliki kesamaan. Hal ini merujuk pada

karakteristik demografis reporter seperti misalnya jenis kelamin, etnis,

orientasi seksual dan lain-lain. Reporter perempuan akan menghasilkan

tulisan yang berbeda mengenai isu perempuan bila dibandingkan

dengan reporter pria. Begitupun dengan karakteristik lain yang

mempengaruhi bagaimana sebuah isu dibingkai.

5.2.2 Level Rutinitas Media

Sementara itu terkait tingkatan berikutnya yaitu level rutinitas

media, dari hasil wawancara peneliti dengan seluruh informan, faktor

rutinitas memberi pengaruh cukup besar terhadap isi siaran Sumut

Dalam Berita. Rutinitas yang sudah terbentuk bertahun-tahun dengan

pekerja yang sebagian besar merupakan pekerja lama, membentuk

sebuah sistem yang diterima oleh seluruh anggota. Sistem inilah yang

membuat aktivitas di dalam redaksi berjalan otomatis setiap harinya.

Pihak manajemen tidak perlu melakukan arahan yang detail ataupun

pengawasan yang ketat karena reporter, kameramen, desk editor dan

anggota redaksi lainnya sudah memahami apa pekerjaan pokoknya.

Aspek kebenaran dan ketepatan dalam melakukan pekerjaan bukan lagi

menjadi yang utama, melainkan melanjutkan apa yang sudah terlebih

dahulu ada.

Universitas Sumatera Utara 125

Informan II bahkan sebagai pihak yang baru dalam lingkungan redaksi Sumut Dalam Berita mengatakan dirinya menghadapi kesulitan dalam merubah sejumlah hal yang sudah menjadi kebiasaan dalam redaksi. Beberapa upaya yang pernah dilakukannya menghadapi reaksi penolakan dari anggota redaksi. Peneliti menemukan juga sejumlah kebiasaan yang telah menjadi rutinitas di dalam redaksi antara lain tim peliputan terbiasa menerima uang dari narasumber berita, adanya narasumber yang sudah menjadi langganan, dan gaya penulisan naskah yang sama.

Informan triangulasi juga membenarkan bahwa sistem yang berlaku di redaksi Sumut Dalam Berita adalah melihat senior sebagai patron.

“Iya, jadi gini kan ada anak-anak baru sekarang kan, jadi anak-anak baru itu kasian kan dia ga punya patron, jadi patronnya senior. Seniornya pun belum tentu bener loh. Kayak Kery, diterjunkan belum dilatih loh dia kemarin itu, ini udah sekolah lumayan ya kan. „Akh Kak sanny juga kayak gini‟, ngikut. Jadi ga bisa kayak gitu, jadi sebelumnya sebelum diterjunkan termasuk semua profesi ASPA, produser gitu sebelum dia diterjunkan kasih, kayak kami aku terus terang aja, aku untuk produser karena dulu aku jadi reporter terus aku jadi pembawa acara untuk paket-paket itu kan, terus aku tahu ooh kerja produser kayak gini gini. Tapi kan patokanku seniorku dulu Nofri, patokanku memang Nofri gitu, ya beruntunglah Nofrinya bagus, Nofrinya itu ga mau terkontaminasi dia tetep pakem-pakemnya dijaga sama dia kan, kayak gitu. Jadi kayak mana kalau adek-adek kita yang ga punya patron, jadi sebelum dia terjun, kasih patronnya. Kasih patronnya gitu loh. Jadi jangan ikut yang budaya, budaya ga selamanya benar juga ya kan, yang udah kita budayakan di redaksi TVRI gitu.”

Shomaker & Reese (1996 : 255) mengatakan bahwa semakin lama seorang jurnalis bekerja pada suatu institusi media maka mereka akan semakin terbiasa dengan kebijakan-kebijakan organisasi baik

Universitas Sumatera Utara 126

tertulis ataupun tidak tertulis. Pekerja media belajar dari melihat orang lain, dari tanggapan yang diberikan para senior dan dari bagaimana cara menyelesaikan suatu pekerjaan. Semakin seorang pekerja media bisa menyesuaikan dirinya dengan rutinitas yang ada di organisasinya, maka mereka akan semakin pantas dijadikan rekan kerja yang sepadan.

Informan triangulasi Sri Rukmini menceritakan bagaimana reporter TVRI Sumatera Utara terbiasa melakukan negosisasi dengan narasumber mengenai besarnya anggaran yang bisa diberikan kepada tim peliputan dan hal tersebut mempengaruhi penulisan naskah.

“Dan tergantung sebenernya lembaganya gitu, kadang-kadang si lembaga punya budget segini ya udah kita terima aja, misalnya kan „bapak punya budget berapa?‟, „saya punya budgetnya 1,5‟, „oke boleh pak, tapi kalau masuk ke kantor sekian resminya‟. Gitu.”

“Iya dong, jelas dong. Jelaslah kalau itu, itulah yang kemudian kita berani untuk ngangkatnya vulgar gitu, agak-agak vulgar gitu.”

“Itu istimewanya kalau repoter TVRI. Dia bisa membagi dirinya menjadi 2 bagian. Ketika dia meliput yang betul-betul peristiwa dan apanya, dia jadi orang yang betul-betul ga peduli dengan uang sama sekali, mau SPJ dikasih juga gak apa-apa, mau dikasih uang pergi juga gak apa-apa, yang penting dia dapat berita bagus. Ketika meliput itu dia ga mikir apa-apa lagi. Ketika dia di posisi undangan lain lagi dia jadi karakternya gitu, itulah istimewanya. Istimewa kan? Hahahahaha..”

Berdasarkan Kode Etik Jurnalistik Bab I mengenai Kepribadian dan Integritas pasal 4 disebutkan bahwa „wartawan Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak‟. Hausman (dalam Shoemaker & Reese,

1996 : 95) menyebutkan bahwa keputusan-keputusan etik yang

Universitas Sumatera Utara 127

dilakukan reporter biasanya meliputi tiga area besar yaitu : kesalahan dalam menggambarkan sebuah peristiwa, hubungan dengan narasumber dan imbalan yang diterima oleh reporter.

Bila dikaitkan dengan temuan peneliti dari hasil siaran Sumut

Dalam Berita Januari-Maret 2016 reporter beberapa kali memecah satu isu menjadi beberapa berita yang masih berkaitan. Hal ini tentu juga tidak bisa dilepaskan dari sistem uang liputan yang dibayarkan TVRI

Sumatera Utara berdasarkan banyaknya berita yang dibuat. Semakin banyak berita yang dihasilkan dan ditayangkan, maka semakin banyak uang liputan yang diperoleh reporter.

Informan I dan III menekankan peristiwa aktual dan memiliki isu kepublikan menjadi standar utama dalam menentukan nilai berita untuk diliput. Informan II menambahkan bahwa inisiatif pribadi reporter diberi ruang dalam menentukan isu yang akan diliputnya.

Informan ekstramedia pun menjelaskan bahwa pihak humas ataupun

Dinas Kominfo tidak menetapkan kegiatan Gubernur mana yang harus disiarkan. Informan triangulasi Sanny Damanik menjelaskan bagaimana pengalamannya menentukan agenda kegiatan Gubernur yang akan diliput dan penulisan beritanya :

“Karena ini kan menyangkut apa ya anggaran kerjasama jadi tetap di judul aja. Di judul tetap seremoni karena apa harus ada kata gubernur, itu yang bisa dipertanggungjawab, jadi kan Gubsu di mana.. Gubsu di mana.. Tapi boleh kita angkat misalkan infrastruktur misal pemerintah pusat benahi infrastruktur Sumatera Utara misalkan gitu, jadi kita angkat itunya dulu yang mencakup kepentingan publik dulu ya udah. Itu baru hal tersebut disampaikan gubernur Sumatera Utara gini gini gini. Tetep harus ada kata gubernurnya.”

Universitas Sumatera Utara 128

“Mereka kan setiap kegiatan gubernur dari humas ada yang menulis berita, kalau untuk cetak mereka share. Mereka share jadi mana yang mereka rasa bagus untuk dimuat itu saja yang mereka share ke semua media, tapi kalau TVRI enggak. TVRI kan karena ada, kalau cetak kadang-kadang ga semua ikut, jadi rilisnya aja terima rilis, kalau TVRI enggak, TVRI memang.. terserah sih kita mau ambil dari mananya.”

“Enggak, karena kita jarang liat situsnya kita langsung, kita buat sendiri. Kita makanya selalu beda lead-nya, lead kita dengan yang di koran gitu beda karena kita memang hadir di situ dan kita buat sendiri sesuai kita mau sudut pandang mana kita angkat gitu.”

Artinya terkait dengan berita kerjasama dengan Pemerintah

Propinsi Sumatera, tidak ada agenda media khusus atau agenda setting yang diberikan oleh redaksi Sumut Dalam Berita, melainkan diserahkan pada reporter yang bertugas di lapangan. McCombs & Shaw (dalam

Diba, 2014 : 168) menyebutkan bahwa agenda setting berarti media massa menyusun agenda dengan memberikan penonjolan pada isu-isu tertentu. Isu-isu tersebut kemudian diberi penekanan oleh media sehingga akan dianggap sebagai sesuatu yang penting oleh publik. Hal ini merupakan bagian dari rutinitas media di TVRI Sumatera Utara yang sudah berjalan bertahun-tahun dengan sistem kerja yang sama.

Informan III secara rinci bahkan menjelaskan, akibat adanya perjanjian kerjasama ini terkadang reporter yang bertugas mengesampingkan nilai berita dari aktivitas kepala daerah yang diliput.

Walaupun informan tambahan mengatakan bahwa pihak humas ataupun

Dinas Komunikasi dan Informatika tidak melakukan intervensi atas isi peliputan yang dilakukan reporter, namun informan II menyataakan bahwa TVRI tetap tidak akan bisa melepaskan diri dari perjanjian

Universitas Sumatera Utara 129

kerjasama tersebut. Secara logika, perjanjian kerjasama dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak untuk saling menguntungkan.

Artinya, sepanjang TVRI masih tergantung pada pendanaan dari pemerintah yang diberikan lewat perjanjian kerjasama penyiaran, isi berita Sumut Dalam Berita tetap akan terpengaruh. Informan triangulasi

Sri Rukmini berdasarkan pengalamannya sebagai Kepala Seksi Berita membenarkan hal tersebut :

“Ya masihlah karena kan semua kebijakan kita masih dikuasai pemerintahlah. Pemerintah daerah dan sebagainya, misalnya kita punya kerjasama sama walikota, kemudian kita kritisi selama 5 hari kita kritisi drainase aja, dia bakal telepon “itu apa-apaan itu TVRI terus-terusan bahas drainase itu?” Kita perlembutlah nanti, kita wawancarailah dia untuk menjawab ini, kemudian kita ambilah yang udah dibangun-bangun untuk meredam 5 hari tadi kita hajar drainase terus.”

Eva-Karin Olsson (2009) dalam penelitiannya yang membandingkan redaksi tradisional dan redaksi digital dan memaparkan kelebihan dari redaksi model ini. Ia menemukan bahwa redaksi pemberitaan yang telah memiliki rutinitas dan berjalan otomatis ternyata di satu sisi akan lebih siap dalam menghadapi berbagai situasi yang harus diliput, termasuk situasi krisis sekalipun. Para reporter dan kameramen sudah berpengalaman dalam menghadapi kasus-kasus peliputan dimana kasus serupa sudah pernah terjadi sebelumnya, sehingga mereka memiliki model dalam mengambil keputusan. Hal inilah yang menjadi prosedur standar yang berlaku di dalam redaksi, semakin anggota redaksi mengikuti rutinitas di dalam redaksi, semakin mereka bisa memenuhi apa yang diharapkan dalam tujuan redaksi.

Universitas Sumatera Utara 130

5.2.3 Level Organisasi

Faktor ketiga yang bisa mempengaruhi isi Sumut Dalam Berita

adalah level organisasi. Informan I, II dan III memiliki pernyataan yang

sama bahwa isi Sumut Dalam Berita tidak diintervensi oleh pihak

manapun dari dalam organisasi TVRI Sumatera Utara maupun TVRI

secara nasional. Level manajerial termasuk Kepala Stasiun sendiri tidak

dibenarkan untuk ikut mempengaruhi isi berita. Hal ini juga bisa

dikaitkan dengan bentuk struktur organisasi yang berlaku di TVRI

Sumatera Utara terutama hingga ke redaksi Sumut Dalam Berita yang

memiliki beberapa lapisan. Garis hubungan dalam struktur ini berlaku

tegas, dimana jalur komunikasi dari Kepala Stasiun dilakukan kepada

Kepala Bidang, dan Kepala Bidang kepada Kepala Seksi. Tidak banyak

forum-forum komunikasi yang membuka ruang secara resmi bagi para

reporter dan kameramen sebagai lapisan terbawah untuk bisa

berkomunikasi secara langsung dan intensif dengan puncak pimpinan.

Shoemaker dan Reese (1996: 256) mengungkapkan bahwa

semakin banyaknya lapisan dalam birokrasi antara reporter dan level

manajerial maka pihak manajerial akan semakin tidak sensitif terhadap

kebutuhan profesional para pekerja di bawahnya. Artinya kondisi ini

memungkinkan pihak manajerial kurang mengetahui secara pasti dan

rinci permasalahan dan kondisi teknis pekerja di bawahnya. Padahal

bila kebutuhan-kebutuhan individual pada pekerja terpenuhi dengan

baik, akan mempengaruhi kualitas kerja secara organisasi.

Universitas Sumatera Utara 131

Tekanan justru datang dari sisi keuangan organisasi yang ternyata mempengaruhi jalannya aktivitas jurnalistik di redaksi Sumut

Dalam Berita seperti yang diungkapkan secara detail oleh informan III.

Anggaran yang sudah dirancang sejak awal tahun memuat angka yang sudah pasti terkait jumlah berita yang akan disiarkan selama satu tahun.

Pihak manajeman redaksi melakukan sejumlah upaya untuk tetap memenuhi durasi walaupun anggaran tidak mencukupi, misalnya menyiarkan berita ringan yang bersifat timeless sehingga dapat diputar berulang-ulang ataupun menyiarkan berita dari stasiun lainnya yang masih berada di Sumatera.

Kondisi ini jugalah yang menjadi pemicu bagi reporter dan kameramen Sumut Dalam Berita menerima uang peliputan dari narasumber yang telah mereka liput. Shoemaker dan Reese (1996 : 257) mengatakan bahwa bila sebuah organisasi mengalami kondisi ekonomi yang sulit, kebutuhan untuk menghasilkan keuntungan akan lebih unggul bila dibandingkan pertimbangan profesional.

TVRI Sumatera Utara melakukan sejumlah kebijakan untuk menjalin kerjasama atas dasar kebutuhan pendanaan bukan ditujukan untuk mencari keuntungan, namun lebih kepada desakan untuk menutupi kekurangan dana untuk kegiatan operasional sehari-hari.

Kekurangan dana tidak dirasakan oleh Bidang Berita saja melainkan juga oleh bidang lainnya di TVRI Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara 132

5.2.4 Level Ekstramedia

Terkait dengan level ekstramedia, ketiga informan memiliki

pernyataan yang serupa bahwa pihak eksternal manapun tidak dapat

mempengaruhi isi Sumut Dalam Berita walaupun sesekali masih ada

pihak eksternal TVRI yang belum memahami bahwa TVRI bukan lagi

televisi pemerintah. Informan II mengungkapkan pernah beberapa kali

menerima permintaan peliputan dari beberapa instansi yang masih

memposisikan TVRI memiliki kewajiban meliput kegiatan-kegiatan

pemerintahan.

Namun informan triangulasi yang terjun langsung ke lapangan

memberikan pendapat yang berbeda terkait pengaruh ekstramedia

terhadap isi berita, seperti yang diungkapkan Sri Rukmini :

“Ya pimpinannya pada ga berani, gitu. Kalau Kodam, spesial untuk Kodam itu yang bagus-bagus aja, ga pernah ga bagus. Unjuk rasa Kodam aja kita bisa ga tayang. Unjuk rasa perumahan Kodam misalnya tapi di situ aja TNI dan sebagainya, tv lain pun aku rasa sekarang pun udah ga gitu juga lagi, ga bisa juga ngeluarin kayak gitu.”

Perjanjian kerjasama antara TVRI dengan Pemerintah Kota

Medan dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara juga bisa dikaitkan

dengan kepentingan ekstramedia terhadap isi media. Shoemaker dan

Reese (1996 : 259) menyatakan bahwa walaupun sumber-sumber berita

resmi media akan mendominasi isi berita, namun persentasenya akan

lebih banyak ditampilkan dari sisi isu daripada peristiwanya. Bertolak

belakang dengan yang terjadi pada TVRI Sumatera Utara, dimana

peliputan aktivitas kepala daerah lebih dominan daripada isu yang

sedang hangat di tataran lokal. Hal ini tentu saja berkaitan dengan aspek

Universitas Sumatera Utara 133

perjanjian kerjasama tersebut yang telah ditetapkan jumlahnya.

5.2.5 Level Ideologi

Sementara itu terkait faktor ideologi yang dapat mempengaruhi isi

media, ketiga informan tetap merujuk pada regulasi yang mengatur

aktivitas penyiaran dan jurnalistik sebagai pedoman, yaitu Undang-

undang No 32 Tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program. Kebijakan yang juga berlaku di dalam redaksi Sumut

Dalam Berita mengadopsi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar

Program Siaran (P3SPS) yang mengatur secara resmi standar siaran

yang berkaitan dengan nilai-nilai kesukuan, agama, ras dan antar

golongan; nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan; etika profesi;

kepentingan publik; layanan publik; hak privasi; perlindungan kepada

anak; muatan seksual; muatan kekerasan; muatan mistik dan

supranatural; prinsip-prinsip jurnalistik, sensor, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

6.1.1 Gambaran Berita Layanan Publik Dalam Program „Sumut Dalam

Berita‟ TVRI Sumatera Utara Periode Januari – Maret 2016

Berita layanan publik merupakan bagian dari kerjasama TVRI

Sumatera Utara dengan pemerintah propinsi Sumatera Utara dimana

TVRI wajib menyiarkan aktivitas kerja pemerintah daerah dengan

kompensasi tertentu yang dibayarkan pertahun. Kerjasama ini

merupakan bentuk komitmen TVRI sebagai lembaga penyiaran publik

untuk menyiarkan hasil-hasil pembangunan, menjadi penyeimbang dan

evaluasi jujur mengenai kinerja pemerintah, sekaligus membantu TVRI

dari aspek pendanaan. Terkait hal ini TVRI Sumatera Utara tidak ingin

dikatakan menjadi „corong pemerintah‟ karena di sisi lain TVRI tetap

berani menyiarkan berita-berita yang mengkritisi pemerintahan.

Pengolahan naskah dan gambar menjadi kunci utama penyusunan berita

layanan publik agar kegiatan yang mayoritas berbentuk seremonial

tersebut bisa menarik, tidak membosankan dan lebih mengena pada

kebutuhan khalayak akan informasi kepublikan. Namun dalam

prakteknya reporter dan kameramen TVRI Sumatera Utara belum

banyak melakukan hal tersebut dan belum memanfaatkan kesempatan

bertemu langsung dengan pemerintah daerah untuk menjawab

permasalahan-permasalahan layanan publik yang dibutuhkan oleh

134

Universitas Sumatera Utara 135

masyarakat. Selain itu, dalam penulisan berita yang melibatkan tokoh-

tokoh yang memiliki hubungan baik dengan TVRI Sumatera Utara

maka etika berbahasa dalam naskah berita menjadi sangat penting, agar

tidak memperkeruh suasana atau menghakimi satu pihak tertentu.

6.1.2 Konstruksi Berita Layanan Publik dalam Program „Sumut Dalam

Berita‟ Dilihat dari 5 Tingkatan Pengaruh Isi Media

6.1.2.1 Level Individual

Tingkat pendidikan memberikan andil dalam kematangan

reporter dalam memaknai sebuah peristiwa. Walau untuk

pegawai senior yang sudah bekerja puluhan tahun pendidikan

formal belum menjadi yang utama dalam perekrutan saat itu,

TVRI menyadari pentingnya peran pendidikan dengan

memberikan pelatihan profesi kepada pegawainya. Terkait berita

layanan publik, reporter diharapkan semakin tajam dan jeli

memanfaatkan akses langsung kepada Kepala Daerah untuk

mendapatkan informasi-informasi yang lebih mengena kepada

publik.

6.1.2.2 Level Rutinitas Media

Sistem kerja yang telah berlangsung puluhan tahun membentuk

rutinitas dalam aktivitas jurnalistik TVRI Sumatera Utara,

begitupun patron yang diberikan senior kepada junior. Rutinitas

pada akhirnya membentuk kebiasaan dalam gaya jurnalistik baik

Universitas Sumatera Utara 136

dalam penentuan nilai berita, pemilihan narasumber, penulisan

berita hingga kebiasaan yang melanggar etika jurnalistik namun

tetap bisa diterima sebagai hal yang lumrah. Tak jarang

penolakan bahkan muncul jika dilakukan kebijakan baru terkait

rutinitas media.

6.1.2.3 Level Organisasi

Organisasi TVRI Sumatera Utara tidak mengintervensi isi berita

yang dihasilkan redaksi Sumut dalam Berita. Hal ini salah

satunya dikarenakan bentuk struktur organisasi dari atas ke

bawah yang dimaknai sangat tegas oleh jajaran manajerial

organisasi. Tekanan justru datang dari sisi anggaran yang

terbatas sehingga membatasi aktivitas jurnalistik Sumut Dalam

Berita. Reporter dan redaksi melakukan sejumlah upaya untuk

menutupi kekurangan anggaran dengan cara-cara yang bahkan

sangat mungkin mempengaruhi independensi jurnalistik.

6.1.2.4 Level Ekstramedia

Pihak luar TVRI Sumatera Utara tidak dapat melakukan

intervensi terhadap isi siaran Sumut Dalam berita, mengingat

status lembaga penyiaran publik. Pemerintah Propinsi Sumatera

Utara memberikan kebebasan bagi TVRI untuk menjalankan

peliputannya terhadap layanan publik dengan menyesuaikan

perjanjian kerjasama yang disepakati. Gubernur Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 137

Tengku Erry Nuradi juga menyaksikan hasil tayangan yang

disiarkan TVRI Sumatera Utara dan menjadikan TVRI sebagai

bagian dokumentasi terhadap kegiatan pemerintah.

6.1.2.5 Level Ideologi

Acuan yang menjadi tuntunan kerja jurnalistik redaksi Sumut

Dalam Berita adalah regulasi yang mengatur penyiaran di

Indonesia seperti misalnya Undang-undang No 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran, Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) serta kebijakan

umum yang sudah disusun oleh Dewan Pengawas TVRI.

6.2 SARAN

Berdasarkan simpulan penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan

antara lain :

1. Perlunya pembenahan di dalam redaksi Sumut Dalam Berita dalam hal

sistem kerja dan kualitas sumber daya manusia, terutama penyegaran

kembali pemahaman akan konsep penyiaran publik yang bertujuan

melayani Publik Sumatera Utara dengan informasi-informasi

berkualitas.

2. Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan

kajian lebih jauh mengenai proses internalisasi rutinitas dan budaya

organisasi media pada anggota redaksi pemberitaan.

Universitas Sumatera Utara 138

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2009). Proses Produksi dan Vox Pop Acara Freeday di Televisi Lokal SBO TV Surabaya. Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 1. No. 1. 29-36

Adhrianti, L. (2008). Idealisasi TVRI Sebagai TV Publik : Studi “Critical Political Economy”. Mediator Vol. 9 No. 2. 281-292

Adiputra, W.M. (2008). Polling Sebagai Ekspresi Opini Publik, Pilar Kelima Demokrasi. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 12. No. 2. 121-256

Ama, M. I. (2013). Kebijakan Redaksional Harian Fajar Dalam Menentukan Foto Headline. Penelitian pada Universitas Hasanuddin Makassar

Antoni. (2004). Riuhnya Persimpangan Itu – Profil dan Pemikiran Para Pengagagas Kajian Ilmu Komunikasi. Solo: Penerbit Tiga Serangkai

Australian Broadcasting Corporation. (2011). ABC Editorial Policies : Principles and Standards. New South Wales: ABC

Batubara, S. L. (2012). Strategi Memajukan TVRI. Diakses 11 Januari 2015 dari http://dewanpers.or.id/opini/detail/70/strategi-memajukan-

Bhattacharjee, K. & Mendel, T. (2001). Local Content Rules in Broadcasting. Diakses 16 Februari 2016 dari https://www.article19.org/data/files/pdfs /publications/local-content-rules.pdf

Brighton, P. & Foy, D. (2007). News Values. London: SAGE Publications Ltd

Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group

______. (2013). Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group

Creswell, J. W. (2003). Research Design : Qualitative, Quantitative and Mix Methods Approaches Second Edition. London: Sage Publications

Universitas Sumatera Utara 139

Docnetter. (2010). Daftar Stasiun Penyiaran TVRI Se-Indonesia. Diakses 17 Februari 2016 dari https://docnetters.wordpress.com/2010/03/06/daftar- stasiun-penyiaran-tvri-se-indonesia/

Dewan Pers. (2015). Data Pers Nasional 2015. Jakarta : Dewan Pers

Debrett, M. (2010). Reinventing Public Service Television for the Digital Future. Bristol, UK / Chicago, USA: Intellect

Diba, F. (2014). Analisis Framing Pada Pemberitaan Politik Partai Hanura di Media Online Sindonews. eJournal Ilmu Komunikasi, 2014, 2(3) : 165-176

Effendy, R. (2014). Mengurai Potensi Ruang Publik Lembaga Penyiaran Publik Dalam Upaya Demokratisasi Masyarakat Lokal. Reformasi Vol. 4 No. 2. ISSN 2008-7469. 111-123

Fanastar, B. (2015). Analisis Produksi Siaran Berita Televisi Khabar Etam di TVRI Kalimantan Timur. eJournal Ilmu Komunikasi Vol. 3 No. 4. 348-360

Gauthier, M. (1997). Window of Opportunity : Public Broadcasting : The Ideal Democratic Communication and The Public Sphere. Diakses 15 Januari 2016 dari www.collectionscanada.ca/obj/s4/f2/dsk/ftp02/NQ29943.pdf

Gazali, E. Menayang, V. dll. (2003). Konstruksi Sosial Dunia Penyiaran : Plus Acuan Tentang Penyiaran Publik dan Komunitas. Departemen Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Indonesia Jakarta

Hayuningrat. P. S. (2010). Media Literacy Khalayak Dewasa Dini Pada Tayangan Reality Show di Televisi. Penelitian pada Universitas Indonesia

Heychael, M. & Wibowo, K. A. (2014). Melipat Indonesia Dalam Berita Televisi : Kritik Atas Sentralisasi Penyiaran. Laporan Penelitian Remotivi dengan FIKOM Universitas Padjajaran

Hikmat, M. M. (2011). Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu

Universitas Sumatera Utara 140

Karana, P. (2014). Pilpres 2014 : Ketika Media Jadi Corong Propaganda. Diakses 27 Januari 2014 dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_ indonesia/2014/07/140702_lapsus_media_bias

Kovach, B & Rosenstiel, T. (2001). The Elements of Journalism : What Newspeople Should Know and The Public Should Expect. New York: Three Rivers Press

Kriyantono, R. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi : Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Prenada Media Group

Küng-Shankleman, L. (2003). Organisational Culture Inside The BBC and CNN. Dalam Simon Cottle (Eds.), Media Organisation and Production (pp. 77- 96). London: SAGE Publications Ltd

Kusumaningrat, H. & Kusumaningrat, P. (2014). Jurnalistik : Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia. (2012). Transformasi TVRI – Kebijakan LPP TVRI Tahun 2011-2016. Jakarta: TVRI

Lestari, T. D. (2014). Manajemen Redaksiaonal Program Berita “Jateng Hari Ini” (Studi Deskriptif Kualitatif Program JHI oleh PROTV). Skripsi pada Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

Moleong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya

McQuail, D. (2010). Mass Communication Theory 6th Edition. London: SAGE Publications Ltd

Nasrullah, R. (2012). Internet dan Ruang Publik Virtual : Sebuah Refleksi atas Teori Ruang Publik Habermas dalam Jurnal Komunikator Vol 4, No 1 Tahun 2012. 26-35

Universitas Sumatera Utara 141

Nurhasanah. (2011). Kebijakan Redaksional Surat Kabar Media Indonesia Dalam Penulisan Editorial. Penelitian pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Nylund, M. (2013). Toward Creativity Management : Idea Generation and Newsroom Meetings. The International Journal on Media Management, 15:197-210.

Olsson, E. (2009). Media Crisis Management in Traditional and Digital Newsrooms. Convergence : The International Journal of Research into New Media Technologies Vol 15(4): 446-461

Peraturan Dewan Direksi Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia No: 155/PRTR/Direksi-TVRI/2006

Penjelasan Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik

Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 Tentang Standar Kompetensi Wartawan Dewan Pers

Peringatan Program Siaran Jurnalistik “Reportase Sore” Trans TV. (2015). Diakses 17 Februari 2016 dari http://www.kpi.go.id/index.php/lihat- sanksi/33078-peringatan-program-siaran-jurnalistik-reportase-sore-di-trans- tv

Putra, I. G. N. (2006). TV Publik di Indonesia : Masalah Masa Lalu, Potensi dan Tantangan Ke Depan. Jurnal IPTEK-KOM. Vol 8, No 2. 97-109

Prasetyo, A. G. (2012). Menuju Demokrasi Rasional : Melacak Pemikiran Jurgen Habermas tentang Ruang Publik. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol 16, No 2. ISSN 1410-4946. 169-185

Quinn, S. (2002). Knowledge Management in the Digital Newsroom. Oxford: Focal Press

Universitas Sumatera Utara 142

Riset Penonton dan Program TVRI Sumatera Utara 2013 oleh Tim Peneliti Departemen Ilmu Komunikasi USU

Sari, S. (2014). Proses Penyuntingan Berita Pada Perusahaan Jawatan Televisi Republik Indonesia (TVRI) Bengkulu. Jurnal Professional FIS UNIVED Vol 1, No 1, Februari 2014. 22-29

Shoemaker, P. J. & Reese, S. D. (1996). Mediating the Message : Theories of Influences on Mass Media Content. New York: Longman Publishers

Simamora, H. (2010). Konstruksi Pemberitaan LPP TVRI Jateng Tentang Pemilihan Walikota Semarang 2010. Penelitian pada Universitas Diponegoro

Singer, J.B (2010). Quality Control : Perceived Effects of User-generated Content on Newsroom Norms, Values and Routines. Journalism Practice, Vol.4, No.2, 127-142

Sonni, A. F. (2003). Analisis Kebijaksanaan Redaksi Televisi Republik Indonesia (TVRI) Makassar Dalam Menyiarkan Berita. Penelitian pada Universitas Hasanuddin. Diakses dari http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/ 8019

Sumadiria, H. (2005). Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature : Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode November-Desember 2015. Diakses 17 Februari 2016 dari http://kpi.go.id/download/ Pengumuman/Handout-hasil-survei-indeks-kualitas-program-siaran-televisi- november-desember-2015.pdf

Teguran Tertulis Program Jurnalistik “Metro Hari Ini” Metro TV. (2015). Diakses 17 Februrai 2016 dari http://www.kpi.go.id/index.php/lihat- sanksi/32854-teguran-tertulis-program-jurnalistik-metro-hari-ini-metro-tv

Teguran Tertulis Program Siaran Jurnalistik “Breaking News” TV One. (2014). Diakses 17 Februari 2016 dari http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-

Universitas Sumatera Utara 143

sanksi/32456-teguran-tertulis-program-siaran-jurnalistik-breaking-news-tv- one

Teguran Tertulis Program Siaran Jurnalistik “Satu Meja : Prostitusi Terbuka di Dunia Maya” Kompas TV. (2015). Diakses 17 Februari 2016 dari http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-sanksi/32694-teguran-tertulis-untuk- program-siaran-jurnalistik-satu-meja-prostitusi-terbuka-di-dunia-maya- kompas-tv

United Nations Development Programs Bureau for Development Policy. (2004). Public Service Broadcasting. Paper for Supporting Public Service Broadcasting, Learning from Bosnia and Herzegovina‟s Experience

Undang-Undang No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

Undang-undang No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

Wardhani, H. C.K. (2013). Strategi Pemrograman Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Diakses 5 Desember 2015 dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ comme56d95f0c0full.pdf

Weeds, H. (2013). Digitalisation, Programme Quality and Public Service Broadcasting. Is there Still a Place for Public Service Television : Effects of the Changing Economics of Broadcasting. Reuters Institute for the Study of Journalism at the University of Oxford

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

PERBEDAAN TELEVISI KOMERSIAL (SWASTA), PUBLIK DAN KOMUNITAS

Aspek Televisi Televisi Televisi Publik Komersial Komunitas Definisi Televisi yang Televisi yang Televisi yang didirikan di atas memberikan memberikan prinsip-prinsip pengakuan secara pengakuan secara pencapaian signifikan signifikan keuntungan terhadap peran terhadap ekonomi supervisi dan supervisi dan (komersial) evaluasi publik evaluasi oleh melalui sebuah anggota lembaga supervisi komunitasnya khusus yang melalui sebuah didirikan untuk lembaga tujuan tersebut. supervisi yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut Khalayak Umum, terbuka, Umum, lebih dari Satu komunitas lebar satu komunitas tertentu saja Visi Memberikan Meningkatkan Meningkatkan hiburan, informasi kualitas hidup kualitas hidup dan pendidikan, publik. anggota namun semua visi Meningkatkan komunitasnya pada apresiasi secara khusus implementasinya terhadap menjadi televisi khususnya untuk keanekaragaman yang bersifat produksi dan ditangan dari, oleh dan pemasaran tetap masyarakat untuk komunitas. diperhitungkan dengan harapan berdasarkan menciptakan prinsip-prinsip kehidupan yang pencapaiaan harmonis diantara keuntungan berbagai ekonomi komunitas yang (komersil) berbeda (living in colors). Jangkauan Umumnya luas, Bersifat nasional Terbatas, area siaran lebih dari 1 (misal TVRI dan umumnya dalam propinsi. Namun RRI). Tetap radius 6 km. memiliki batasan mengemban misi Karena itu sering tertentu. Misalnya meningkatkan juga disebut low tidak boleh lebih aspirasi terhadap power dari “X” persen identitas dan broadcasting.

Universitas Sumatera Utara

pemirsa nasional integrasi (mis. 40 %) nasional. Namun dihitung dari TVRI tetap jumlah rumah mendorong untuk tangga (house mengembangkan hold) yang dapat program lokalnya menerima hingga 70%. siarannya. Tidak Sedangkan bagi diperkenankan televisi publik adanya stasiun daerah, luas TV komersial jangkauannya dengan cakupan maksimal 1 siaran nasional. propinsi. Ukuran Rating untuk Kepuasan publik Kepuasan kesuksesan masing-masing anggota program dan komunitas pemasukan iklan (karena rating program yang tinggi akan menarik para pemasang iklan) Pemilik / Umumnya Negara atau Badan hukum pendiri berbentuk PT, pemerintah. Non-komersial. sebagian jadi (menurut UU Biasanya PT.Tbk (dengan Penyiaran No. 32 berbentuk menjual saham memang hanya yayasan. dibursa saham pemerintah yang pada publik). boleh mendirikan TV publik). Pengambil Pemilik modal/ Lembaga Lembaga keputusan para komisaris Supervisi supervisi tertinggi dalam RUPS bersama-sama komunitasnya (Rapat Umum dengan bersama-sama Pemegang manajemen dengan Saham). operasional. Jika manajemen Manajemen TV publik operasional. operasional akan didirikan oleh tunduk pada garis Pemda atau PT, besar ini. maka lembaga supervisinya harus tetap independen. Sumber Iklan dalam arti APBN untuk Iuran anggota pemasukan luas, mencakup, TVRI dan APBD komunitas, hard selling untuk televisi hibah, (penjualan publik daerah. sumbangan, dll. langsung), Juga dari iklan sponsorship dengan proporsi

Universitas Sumatera Utara

untuk suatu yang sedikit. program atau acara, dll. Kriteria Terbuka luas, 20% Tidak boleh Iklan layanan jumlah dan dari keseluruhan menerima iklan masyarakat materi iklan jam tayang. hard selling. (public Biasanya hanya service sponsor announcement). program. Bukan iklan hard Maksimal 15 % selling. Biasanya dari keseluruhan berupa sponsor jam tayang. program. Maksimal 10 % dari keseluruhan jam tayang. Sumber : Effendi Gazali dkk (dalam Apriyanti, 2012)

Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

No Topik Pertanyaan 1. Kebijakan Redaksi  Pendapat mengenai kualitas tayangan SDB selama ini?  Bagaimana bentuk komunikasi rutin dengan manajemen dan tim peliputan lapangan?  Apa saja kebijakan-kebijakan yang berlaku di redaksi SDB yang harus dipatuhi?  Anda ingin SDB dipersepsi seperti apa oleh publik?  Secara kongkrit, bagaimana peran anda sebagai Kepala Seksi dalam pembuatan kebijakan redaksi SDB?  Bagaimana peran Kepala Bidang dalam mengarahkan angle berita yang diliput oleh tim liputan?  Sejauh mana inisiatif tim peliputan diberi ruang?  Pernahkah ada kasus pelanggaran kebijakan redaksi yang berakibat cukup serius?  Sejauh mana kebijakan-kebijakan ini mengikat anggota redaksi dan tim peliputan? 2. Penyiaran Publik  Apakah setiap anggota redaksi dan tim peliputan paham mengenai konsep penyiaran publik?  Aspek mana dari penyiaran publik yang harus diperhatikan anggota redaksi?  Unsur-unsur apa yang seharusnya membedakan tayangan berita TVRI dengan berita televisi lain? 3. Ruang Publik  Siapa publik yang disasar TVRI?  Seperti apa konsep ruang publik melalui SDB?

Universitas Sumatera Utara

 Sudahkah SDB menjadi ruang publik sesungguhnya?  Apa kesulitan mewujudkan ruang publik dalam siaran SDB? 4. Nilai Berita  Apa yang menjadi nilai berita yang digunakan TVRI dalam menentukan sebuah isu / peristiwa layak diliput?  Apakah isu nasional juga dijadikan berita di SDB?  Ceritakan tentang MOU dengan pihak walikota dan gubernur tentang peliputan?  Apa yang biasanya menyebabkan sebuah berita tidak bisa ditayangkan?  Apakah semua undangan peliputan pasti diterima? Faktor apa yang mempengaruhi?  Pendapat anda mengenai segmen Klasifikasi Seremonial?  Pendapat anda mengenai berita yang membayar biaya produksi?  Adakah persentase berita berbayar dalam setiap tayangan?  Bagaimana penyusunan berita yang membayar biaya produksi terkait angle dan tone pemberitaan? 5. Proses Produksi  Bagaimana menentukan agenda liputan setiap Berita hari?  Mengapa tidak dilakukan rapat redaksi?  Efektifkah komunikasi melalui grup Whatsapp? Cukup menggantikan rapat redaksi?  Siapa yang bertugas menentukan isu yang akan disoroti setiap hari?

Universitas Sumatera Utara

 Pihak mana saja yang setidaknya mempengaruhi isi siaran SDB?  Siapa yang menjadi gatekeeper setiap berita yang masuk setiap hari?  Apa sebenarnya fungsi dan peran desk editor?  Apa kriteria yang harus dimiliki seorang desk editor?  Apa kriteria yang harus dimiliki seorang reporter dan kameramen?  TVRI menggunakan VJ, siapa yang layak menjadi VJ? Adakah pendidikan khusus?  Sejauh mana tanggung jawab reporter? Kameramen? Editor? Redaksi?  Apakah TVRI Sumut memberikan pendidikan khusus bagi reporter / kameramen?  Mengapa editor seringkali menentukan petikan wawancara yang digunakan dalam berita?  Siapa yang melakukan kontrol kualitas gambar dan isi liputan sampai akhirnya tayang?  Apakah dilakukan evaluasi atas kualitas hasil tayang SDB? 6. Jurnalistik dan berita  Sudahkah SDB memenuhi kaidah jurnalistik yang baik dan benar?  Apakah yang masuk dalam kategori berita?  Sudahkah SDB melakukan verifikasi atau cover both side atas setiap pemberitaan? Teknisnya disiarkan di hari yang sama?  Bagaimana pemberitaan SDB selama ini terhadap pemimpin daerah?  Apakah SDB juga menyoroti isu-isu politik lokal? Contohnya?

Universitas Sumatera Utara

 Apakah SDB menyoroti kinerja ataupun kebijakan yang dihasilkan gubernur / walikota / bupati? Bagaimana tone pemberitaannya?  Apakah SDB menyoroti kinerja anggota DPRD? Bagaimana tone pemberitaannya?  Pernahkah muncul keberatan dari pihak-pihak tertentu terkait isi pemberitaan SDB?  Sumber-sumber berita mana yang bisa dijadikan sebagai data valid bagi berita SDB? 7. Konten Lokal  Apa saja konten-konten lokal yang diangkat di SDB?  Apakah porsi semua daerah di Sumut sama meratanya dalam pemberitaan SDB? 8. Shoemaker and  Apakah latar belakang pengalaman reporter / Reese kameramen mempengaruhi berita yang diliputnya?  Apakah nilai atau kepercayaan yang dianut reporter / kameramen mempengaruhi liputannya?  Apakah kepentingan pribadi tim peliputan / redaksi mempengaruhi berita yang diliputnya?  Bagaimana penyusunan berita dalam satu tayangan SDB? Adakah kategori / segmen?  Adakah narasumber langganan yang sering dipakai dalam SDB?  Apakah ada permintaan-permintaan khusus dari pihak luar TVRI terkait isi berita?

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA I INFORMAN I

DATA INFORMAN NAMA : ZAINUDDIN LATUCONSINA JABATAN : KEPALA STASIUN TVRI SUMATERA UTARA TANGGAL : 24 MEI 2016 WAKTU : 11.00 WIB – SELESAI LOKASI : RUANGAN KEPALA STASIUN TVRI SUMUT KONFIRMASI :

Sejauh ini, bagaimana penilaian Bapak terhadap SDB, dari segi kualitas dan teknis? Ya kalau teman-teman yang diberi khusus untuk SDB dari sisi isi berita sudah memenuhi syarat. Syaratnya apa? Pertama berita yg aktual, berita yang akurat, berita yang penting juga ada, berita seremonial pun ada di situ, dan semuanya itu memenuhi 5W+1H.

Jadi kalau dibilang memuaskan, memuaskan ga, Pak? Kalau memuaskan itu dari mana dulu? Penilaian Bapak dengan nilai, mungkin dari sisi jurnalistik, penyiaran publik yang bapak pahami. Kalau isi siaran kan tadi kan sudah memenuhi 5W+1H, kemudian tidak melanggar kaidah-kaidah jurnalistik. Masih tetep mengacu pada kode etik jurnalistik, Undang-Undang Dasar. Kalaupun pemilu kita tetap mengacu pada aturan-aturan yang berlaku, misalnya pemilu kita harus berimbang, dari sisi itu memenuhi syarat memang siaran kita, khusus untuk Sumatera Utara.

Seberapa sering Bapak berbicara dengan pihak redaksi, entah itu Kabid, Kasie atau bahkan ke reporter dan kameramen? Jadi di sini kan kita ada sistem kerja. Sistem kerja setiap minggu itu kita evaluasi hasil siaran. Dua kami seminggu. Hari Senin saya rapat dengan staf untuk mengevaluasi hasil kerja selama satu minggu yang lalu, kemudian hari Rabu rapat dengan Kepala Bidang, Kepala Seksi kemudian para redaktur kalau misal dibutuhkan pada saat itu. Kita rapat untuk mengevaluasi hasil kegiatan, apakah ada kesalahan kah ada kekurangan kah atau ada apa. Ada masalah apa yang dihadapi, setiap minggu ada dua kali kita, itu yang sudah pasti, yang rutin. Belum juga ada masalah yang timbul saat itu, langsung. Jadi lebih dari dua kali setiap minggu.

Itu yang dibahas apa biasanya, Pak? Mengevaluasi hasil siaran mulai dari berita, program acara, kemudian pendukung- pendukung siaran berita selama 1 minggu yang lalu. Apakah itu SDM-nya, keuangannya, peralatan sudah pasti.

Universitas Sumatera Utara

Jadi itu biasanya mereka yang memberikan laporan atau Bapak juga mengawasi selama siaran? Untuk mengevaluasi itu kan setiap siaran kita tugaskan Pengarah Acara Umum, PD umum. Ada masalah yang timbul di situ, misalnya satu kamera terlambat, kita evaluasi persoalannya apa. Berita terlambat 2 menit, kita bahas. Kalau under, kenapa under. Dan harus memenuhi 1 jam misalnya kalau SDB. Kita evaluasi semua, penyiar terlambat masalahnya apa, persoalannya apa. Itu yang kita evaluasi setiap dua kali seminggu kita bahas.

Kalau masalah kontennya, Bapak ikut mempertanyakan juga ga? Setiap saat konten saya pantau, misalnya semalam saya memantau di situ ada kunjungan Menteri Sosial. Langsung kalau ada masalah : Oh korbannya berapa? 9 korban 7 meninggal? Apakah itu benar? Saya langsung evaluasi dan telepon. Kepala Seksi Berita maupun Kepala Bidang, pada saat itu juga. Jadi bukan hanya dua kali seminggu, setiap saat saya pantau. Kemarin kita SPI (Semangat Pagi Indonesia) ke Jakarta, saya langsung pantau TV streaming, “ini kenapa seperti ini, kenapa gambarnya masih.. padahal itu belum on”, jadi kita langsung evaluasi.

Kalau ke kameramen dan reporter langsung Bapak sering ada komunikasi juga ga? Ini kan sistem kerja, semestinya saya itu hanya sampai di Kepala Bidang, tidak sampai pada Kepala Seksi. Tapi untuk lebih cepat saya sering ke Kepala Bidang sekaligus Kepala Seksi, nanti Kepala Seksi ke bawah. Saya tetap mengacu pada sistem itu, supaya suara Kepala Seksi itu langsung dihargai. Karena apa yang disampaikan oleh Kepala Seksi itu merupakan suara Kepala Stasiun atau Kepala Bidang.

Pasti sudah mewakili itu, Pak? Iya kalaupun salah, itu masalah. Nanti kita dengar persoalannya apa. Kalau itu tidak, langsung saya tegor kenapa seperti itu.

Kalau non formal pernah ga Pak ke bawah? Sering, misalnya ada beberapa orang yang tidak digunakan padahal dia ahli di bidangnya. Saya ambil contoh, pada saat saya masuk pertama pada rapat redaksi berita, ada yang tidak digunakan. Pandia misalnya. Saya langsung perintahkan untuk pergunakan dia. Evaluasi berikutnya setelah struktur baru muncul, saya langsung pesan “gunakan orang ini ini ini”. Ternyata saat ini kan Pandia sudah menjadi produser. Tuti sudah menjadi Produser dan Pengarah Acara. Itu yang saya pantau langsung. Saya instruksikan “tidak boleh ada karyawan yang potensial diabaikan, yang tidak digunakan”. Sekarang ini kan hampir semua, walaupun masih ada satu dua yang tidak kerja. Itu pantauan secara langsung.

Kalau dari pembahasan di evaluasi selama ini, keterbatasan yang dihadapi SDB apa, Pak? Fasilitas atau SDM. Ada juga SDM, ada juga peralatan. Misalnya SDM kita ambil contoh dalam minggu kemarin dan sampai hari ini. Kita musibah kan beruntun, Jakarta butuhkan berita setiap saat sampai malam hari, sementara editor di hari-hari

Universitas Sumatera Utara

Minggu itu kan ada kalanya juga susah dihubungi, akhirnya kerja keras. Itulah yang kita hadapi pada saat.. editor yang kita pakai hanya 2 orang, ada yang minta ijin, ada juga pada saat-saat tertentu bermasalah. Itu langsung disampaikan pada kita. Kita kan normalnya bekerja sampai jam 7 jam 8 sudah tutup, sementara berita-berita yang hangat yang penting dibutuhkan di Jakarta kita harus langsung kirim, saat itu juga kita harus kirim. Kita ambil contoh minggu kemarin sampai dengan 2 minggu yang lalu. Kita livecross berita-berita yang dari Sumut ditayangkan di Jakarta untuk kemarin saja hari Senin ada 7 item. Lima item di pagi hari sampai siang hari itu ada sekian item. Berarti kan harus disiapkan di malam hari. Dua hari Kepala Seksi tidak tidur mulai dari hari Jumat sampai Minggu karena dia update berita ke Jakarta.

Kalau dari segi isi SDB, pernahkah ada pihak-pihak luar yang datang ke Bapak meminta peliputan yang arahnya seperti ini, ya permintaan- permintaan khusus lah. Ada ga, Pak? Ada, misalnya seremonial. Acara-acara kita kepantau karena kita TV publik. Menyampaikan hasil-hasil pembangunan yang terjadi. Misalnya ada acara hari ulang tahun BKN. Mereka telepon ya kita bantu. Karena termasuk kan berita- berita seremonial kita menyampaikan hasil-hasil pembangunan mulai dari instansi-instansi vertikal atau dari mana saja termasuk masyarakat kecil.

Itu semua yang meminta ke Bapak pasti diluluskan ga pak? Pertimbangan Bapak apa? Harus menggunakan pertama surat. Kalau untuk berita-berita seremonial itu harus berbayar. Kenapa? Karena itu tidak masuk dalam berita hangat, itu termasuk dalam berita seremonial. Kalau pun itu seremonial kita bebankan satu item berita seremonial harus membayar 500 ribu. Adapun juga masyarakat kecil misalnya ada kegiatan keagamaan, ini kegiatan keagamaan bolehkah diliput? Yang penting ada surat. Surat itu ada isinya mohon ada bantuan, ya kita mengakomodir itu semua.

Berarti selama semua permintaan memenuhi unsur itu bisa kita liput, Pak? Atau kita memperhatikan acaranya? Ya kegiatan itu kan memenuhi unsur 5W+1H kan, apa kegiatannya, kapan kemudian waktunya kapan apa tujuannya. Kan semuanya memenuhi syarat. Berita itu kan ada hardnews ...

Misalnya gini Pak, ada organisasi-organisasi yang niatnya sebenarnya mau mendirikan misalnya Negara Islam. Nah mereka minta diliput, kita akan memenuhi itu juga ga sih Pak? Tapi mereka memenuhi unsur surat-surat, berbayar juga. Ada beberapa, tidak hanya itu. Kalau itu kan baru pada saat mereka mau muncul dan menghilang. Tidak pernah mereka.. berita.. apa namanya.. yang dilarang itu, tidak pernah ada yang langsung meminta. Tapi pernah mereka audiensi. Mereka audiensi ya kita terima..

Organisasi apa pak? Apa pengurus apa namanya itu.. pengurus lokal sini, mereka audiensi kita terima. Kita tahu itu organisasi sosial, mereka bersurat, kita memenuhi. Karena kita ini

Universitas Sumatera Utara

kan melayani publik. Tapi selama mereka berkegiatan kita tidak pernah meliput kegiatan mereka. Dan tidak lama setelah itu langsung booming organisasi itu. Tapi ada organisasi juga yang dilarang oleh pemerintah itu. TVRI Pusat pun pernah ditegur oleh SPI. Itu kita perhatikan, mana organisasi yang dilarang oleh pemerintah tetap kita perhatikan, tidak boleh meliput kegiatan mereka. Kalaupun ada bisa diliput, kita perhatikan, selama tidak bertentangan dengan pemerintah, kita bisa siarkan.

Tapi sejauh ini belum ada ya Pak yang minta peliputan dari organisasi- organisasi seperti itu? Yang dilarang belum, yang dilarang sampai hari ini belum.

Instansi pemerintahan dan swasta bisa ya, Pak? Kan itu publik, kalau publik itu mulai dari pemerintah, swasta, masyarakat, masyarakat menengah ke atas, masyarakat menengah ke bawah kita akomodir semua. Misalnya kegiatan-kegiatan ke-Islaman di daerah ini. Mereka butuh diliput tapi tidak punya anggaran. Oke boleh, yang penting ada surat yang menyatakan bahwa „kami tidak punya anggaran‟, ya kita meliput.

Oo itu bisa juga ya, Pak? Bisa, yang penting ada surat. Karena kita setiap ada kegiatan seremonial disiarkan terus tidak ada pembayaran, kenapa? Kan ada surat, selama ada surat kita.. karena kita TV publik.

Kalau yang kerjasama resmi punya berapa sekarang, Pak? Yang resmi secara tertulis ada dua. Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Propinsi dalam hal ini Dinas Kominfo Propinsi.

Perjanjiannya kita bertugas menyiarkan apa saja dari mereka, Pak? Itu kan luas, bukan hanya berita, juga ada dialog. Kalau menyangkut berita, semua kegiatan Gubernur, Wakil Gubernur dan Sekda itu kita liput kegiatannya. Di luar itu tidak. Kalau Kepala Dinas silahkan bersurat untuk kita liput tapi berbayar. Kalau di pemerintah kota Walikota, Wakil Walikota dan Sekda.

Berarti apapun acara mereka.. Apapun kegiatan mereka, asalkan mereka telepon „tolong ini ada kegiatan untuk menerima tamu kehormatan atau ada kegiatan apa‟ itu kita liput.

Itu dalam kapasitas mereka terkait dengan jabatan publiknya ya, kalau pribadi enggak ya? Kalau pribadi tidak. Kegiatan Pemerintah Kota, kegiatan-kegiatan apa, tapi hanya bertiga itu.

Kenapa sejauh ini hanya dua, Pak? Bisa, kita masih kasih peluang untuk daerah yang lain, tapi dari yang lain kan belum mau ikat diri, seperti itu. Kita ingin juga, masih ada pendekatan ke arah sana.

Universitas Sumatera Utara

Di SDB kan ada segmen klasifikasi seremonial yang isinya berita-berita yang membayar biaya produksi. Tanggapan Bapak terkait segmen itu? Makanya karena untuk melayani semua pihak karena kita ini TV publik, kita menerima itu. Dan kalaupun harus masuk, itu berbayar, kita muatkan dalam aturan. Boleh.

Itu memang ada aturan khusus dari pusat ya Pak untuk berita berbayar biaya produksi ini? Itu secara nasional sejak tahun 90-an. Ada surat dari Direktur bahwa setiap kegiatan seremonial dari pemerintah pada tahun 80-an saja setiap item berita dibayar 100 ribu. Tapi dengan perkembangan ekonomi, perkembangan nilai uang saat ini kita muatkan dalam Satuan Kerabat Kerja aturan-aturan daerah. SKK. Setiap item berita seremonial harus dibayar 500 ribu.

Sebenarnya penggunaan dana biaya produksi itu seberapa persen sih Pak dari posisi seluruhnya anggaran kita? Jauh, nol koma nol nol sekian persen dari anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai TVRI Sumatera Utara.

Alokasinya untuk pemberitaan lagi dananya atau.. Tidak, semua uang yang masuk itu langsung disetor ke keuangan, termasuk salah satu sumber penerimaan non APBN.

Itu ada ditarget ga, Pak? Ga bisa ditarget, karena tidak diwajibkan berita itu harus berbayar. Kalau kita targetkan hanya ada berita-berita tertentu yang tidak bisa disiarkan. Semestinya berita itu kan tidak berbayar. Tapi berita seremonial yang tidak memenuhi unsur berita yang sangat penting hanya kita boleh, sebagai TV publik, kita terima untuk melaporkan kegiatan-kegiatan pembangunan, hasil-hasil pembangunan lah seperti itu.

Seharusnya dalam siaran satu jam idealnya berapa banyak klasifikasi seremonial itu, Pak? Sangat kecil, dari satu jam yang kita alokasikan untuk berita sangat kecil

Kalau misalnya dalam satu tayangan ada 30 item, kira-kiranya berapa berita? Satu hari paling kalau lima itu kita bersyukur, tapi rata-rata kan tidak cukup lima kan untuk yang berbayar itu. Katakanlah kalau kita targetkan satu hari lima berita saja, dalam 1 tahun 5 kali 350 hari, banyak sekali. Ternyata kan tidak memenuhi syarat kan. Jadi kita tidak targetkan untuk berita.

Dalam satu siaran SDB sebenarnya unsur-unsur apa saja yang mempengaruhi? Unsur-unsur berita itu kan ada 5W+1H, kemudian berita itu aktual, jadi ada hardnews ada berita yang soft. Bisa juga features juga masuk dalam berita itu selama 1 minggu. Jadi semua masuk.

Universitas Sumatera Utara

Tapi kalau kepentingan, misal gini pak, tokoh-tokoh yang mungkin cukup dekat, punya hubungan baik dengan TVRI, apakah mungkin konten berita kita mengarah atau condong mendukung kepentingan tertentu atau seseorang? TVRI selama ini, dan itu merupakan aturan, kalaupun mau angkat seseorang figur boleh, tapi harus seimbang.

Seimbangnya seperti apa? Misalnya seseorang yang ingin jauh-jauh hari ingin siap-siap untuk mencalonkan diri sebagai salah satu calon gubernurlah, kemudian kita tahu ada juga yang lain juga, jadi boleh kita angkat yang satu, yang lain juga kita angkat. Tapi syaratnya harus memenuhi 5W+1H.

Jadi kalau misalnya baru muncul satu namalah pak di tataran lokal kita ya, kita ga akan angkat dia? Boleh-boleh saja, dari sisi mana dulu. Prinsipnya harus seimbang. Kalau hanya dia sendiri terus orang tahu bahwa dia adalah tokoh boleh-boleh saja, sebagai tokoh. Apakah tokoh politik, tokoh masyarakat, pemerintah, boleh. Karena berita itu kan seorang tokoh boleh, tokoh di daerah. Dia sebagai tokoh politik di daerah, dia sebagai tokoh ilmuwan di daerah, boleh kita angkat.

Itu ga akan jadi tendensius? Publik menilai terlalu.. Tidak, dari sisi mana dulu kita angkat. Kalau hanya pribadi, tidak bisa.

Maksudnya hanya profil dia, kegiatan dia, ga bisa? Ini tujuannya untuk apa dulu. Kan harus tujuannya untuk apa. Profil dia untuk persiapan calon Gubernur misalnya, orang kan belum tahu. Kalau dia sebagai tokoh, tokoh masyarakat orang tahu ya silakan saja, tokoh politik boleh-boleh saja, kan itu berita juga.

Itu bisa kita lakukan atas inisiatif TVRI atau itu dilakukan kalau ada permintaan dari tokoh itu, Pak? Itu tergantung. Kalaupun dia mau minta, dan itu unsur pribadi, untuk apa itu? Tidak perlu. Apakah memenuhi syarat unsur berita? Kita kan bicara tentang berita. Profil ya kita masukkan dalam item yang lain, kan tidak bisa masuk dalam item berita.

Jadi menurut Bapak dari unsur-unsur yang macam-macam tadi porsi mana yang paling besar? Porsi bisnis? Dalam arti pemasukan secara ekonomi kita pertimbangan juga? Tidak tujuannya, yang penting berita itu kita lihat apa yang topik yang menarik pada saat itu. Kalau saat itu politik ya kita angkat yang terpenting, berita-berita yang terpenting, dan unsur-unsur yang memenuhi kriteria yang kita utamakan. Misalnya pada saat pemilihan, kita angkat yang politik. Saat ini misalnya, 2 minggu yang lalu, musibah kan yang kita angkat. Kalau tidak ada musibah kan tidak mungkin kita angkat yang musibah.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Bapak semua anggota redaksi misalnya Kabid, Kasie, reporter kameramen sudah memahami konsep itu belum, Pak? Seorang reporter kameramen harus punya dasar-dasar itu. Pertama sebuah berita itu kan harus memenuhi 5W+1H. Kaidah-kaidah jurnalistik, kita masih tetap menggunakan kode etik jurnalistik itu masih ada. Kita masih menggunakan UU No 32, masih ada. Kita harus memenuhi syarat itu. Dan setiap reporter, kalau kita masuk itu harus ada diklat dulu jurnalistik. Itu yang diajarkan. Tidak boleh melanggar. Pada saat pemilu, kita harus baca dulu UU Pemilu. Tidak boleh memihak, harus netral. Kita lihat hasil pemilu, secara nasional TVRI tetap masih netral dan mendapat penghargaan dari KPI untuk tahun 2015. Kalau TV swasta kan masih berpihak. Kita lihat kalau TV One, dia mengarah ke siapa. Metro, ke siapa. TVRI masih tetap, dan mendapat penghargaan dari pemerintah, khususnya KPI Pusat, KPI Award untuk berita TVRI yang dapat.

Masih perlu ga sih Pak semua tim redaksi diberikan penyegaran secara rutin, diingatkan lagi? Karena kan ga semua menjalani diklat. Giliran kan.. Iya kalau setiap tahun itu kan ada penyegaran, saya yakin untuk berita saat ini hampir semua untuk pegawai tetap, karena semua pegawai tetap sudah mengikuti dasar-dasar jurnalistik. Hanya kemarin kita kirim yang belum jadi pegawai tetap pun kita kirim karena dia belum pernah ikut. Keri misalnya kemarin baru kembali, kita kirim. Yang lain yang tua-tua itu sudah tahu, sudah mengikuti dasar-dasar jurnalistik. Itu diajarkan, mulai dari kode etik, aturan-aturan. Setiap tahun itu ada rapat tentang pembahasan, misalnya menjelang pemilu, harus memenuhi syarat, aturan-aturan pemilu.

Tapi Bapak pernah mengarahkan secara khusus tone pemberitaan? “Coba jangan ini yang dibahas, coba kalian lebih ke sininya lagi” gitu pernah ga, Pak? Saya koordinasi dengan Kepala Bidang. Misalnya 3 hari yang lalu, setelah kita kirim berita-berita tentang gempa, kemudian satu pihak lagi ada penyerangan kapal-kapal, pembakaran kapal-kapal, kita arahkan ke sana. Ada 8 kapal yang menyelundup barang-barang ilegal, 2 ditangkap, 8 yang ... mereka juga tembak menembak, kita arahkan ke sana. Sama-sama saya dengan Kepala Bidang sama- sama kita “ayo yang tindak lanjut 8 kapal ini seperti apa”. Penembakan terhadap petugas bea cukai, kita arahkan ke sana.

Jadi Bapak mengingatkan juga ya? Iya sama-sama dengan Pak Kabid.

Acuan tetap regulasi ya, Pak? Iya regulasi, dan tidak diregulasi itu kita harus menjaga. Misalnya pemilihan walikota. Ada berapa calon? 3 katakanlah. Itu kan tidak diatur, tapi instruksi pimpinan khusus tetap harus berimbang beritanya, selalu mendampingi para calon-calon itu

Kalau terkait misalnya isu-isu ekonomi Pak, kita punya kebijakan khusus ga?

Universitas Sumatera Utara

Kalau memang ekonomi pada saat itu dia muncul, kita angkat yang panas pada saat itu, misalnya menjelang pada puasa harga-harga naik, ya kita angkat.

Kalau misalnya Pak, pemerintah secara nasional membuat keputusan terkait masalah BBM atau tarif dasar listrik. Nah posisi kita gimana nih Pak? Sementara publik resah. Kita lebih pro publik atau tetap menetralisir keputusan pemerintah atau gimana, Pak? Kita tidak pro pada siapa-siapa, kita seimbang. Katakanlah kita ada aturan–aturan pemerintah, ya kita angkat pemerintah, wawancara pemerintah. Kita angkat lagi masyarakat tanggapan masyarakat seperti apa. Itu artinya berimbang.

Kita tidak berposisi ya, Pak? Tidak berposisi pada siapa pun. Kalau masyarakat yang resah kita angkat masyarakat kembali, tanggapan pemerintah seperti apa. Itulah posisi TVRI seperti itu.

Tapi kita masih mungkin mengkritisi pemerintah ga sih, Pak? Masih sejak UU No. 32 muncul, materi berita tidak lagi kita pertanggungjawabkan ke pemerintah. Kita pertanggungjawabkan ke KPID. Sejak saat itu juga kita tidak lagi takut pada pemerintah. Kalau saatnya kita kritik, kita kritik karena berita kita buat salah, bukan lagi pemerintah yang langsung tegor kita tapi KPID, aturannya seperti itu. Kalau sebelum tahun 2002, sebelum UU Penyiaran itu muncul kita masih patuh pada pemerintah, harus liput ini, harus tidak boleh seperti itu. Itulah pada saat itu posisi TVRI sebagai tv pemerintah. Sejak UU No. 32 Tahun 2002 kemudian Peraturan Pemerintah No 13 tentang LPP TVRI kita tidak lagi tergantung pada pemerintah. Kita dibiayai oleh negara, TVRI adalah tv negara, kita bertanggungjawab kepada presiden yang langsung mengangkat direksi kita, tanggung jawab tentang berita siaran itu ada pada KPID, tanggung jawab keuangan ada pada Departemen Keuangan. Pemerintah kita kerjasama.

Kalau misalnya di tataran lokal Pak kita kan kerjasama dengan gubernur, kita punya MOU dengan walikota, selama ini bisa enggak sih kita juga mengkritisi kerja mereka sementara kita punya kerjasama dengan mereka? Tidak pengaruh, kerjasama kan tidak mempengaruhi untuk mengkritisi mereka.

Pernah ada keberatan enggak sih Pak dari pihak-pihak yang kita kerjasama itu? Sampai hari ini belum. Karena kita menyiarkan berita itu memenuhi syarat 5W+1H tadi. Kita menyampaikan hal-hal unsur-unsur pembangunan, kritik pun masih ada di dalamnya. Kita kritik pun tidak hanya melalui berita. Ada acara TVRI yang lain yang bisa mengkritik pemerintah. Kita lihat acara Kelepon Keluhan Lewat Telepon, itu kritik pemerintah semua itu. Apakah pemerintah tegur kita? Kan tidak. Jadi acara TVRI kalau berita itu kan menyampaikan hal-hal yang memenuhi unsur 5W+1H, tapi siaran TVRI itu luas, kita ada berita-berita atau acara-acara kita yang bisa kritik pemerintah melalui Kelepon, melalui Bukan Bongak itu kritik pemerintah semua itu. Itu siaran TVRI kan banyak.

Universitas Sumatera Utara

Kalau terkait misalnya ada kasus-kasus, kasus hukumlah yang melibatkan tokoh-tokoh yg selama ini dekat dengan TVRI, kita berani siarkan juga gak, Pak? Bukan hanya berani kita siarkan, kita kan tidak tergantung pada… Kita lihat Gubernur Gatot, kan kita dekat. Kita kerjasama dengan pemerintah tapi siaran tetap. DPR, kita siarkan bukan hanya lokal, nasional itu tergantung. Menyangkut berita, tidak tergantung pada siapa pun. Selama berita mengandung unsur 5W+1H dan berimbang itu siarkan. Kita tidak pernah menyoroti hanya satu pihak misalkan pemerintah. Kalau itu kaitannya dengan masyarakat kita harus juga dengan masyarakat, berimbang. Pemerintah, wawancara. Harus ambil juga masyarakat, swasta.

Sebenarnya Pak dari segi jurnalistik, gimana membedakan hasi tayangan kita dengan hasil tayangan tv-tv lain? Yang membedakan sebagai LPP. Kita masih mengakomodir semua unsur. Kita masih siarkan berita-berita yang hangat pada saat itu, apakah itu politik hukum bencana atau apa. Tapi kita juga masih menyiarkan siaran-siaran seremonial, tapi tetap seimbang. Kalau secara nasional kita mau lihat, maupun di daerah, kita tetap seimbang. Kita mencontoh menjelang pemilu, TVOne kalau kita lihat tentang Golkar ya TVOne lah, kalau bicara tentang .. itu bukan rahasia lagi. Dan kenapa TVRI mendapat penghargaan secara keseluruhan? Seluruh Indonesia, TVRI masih seimbang sampai hari ini.

Jadi itu yang membedakan? Itulah yang membedakan.

Apakah SDB sudah memenuhi aspek-aspek penyiaran publik itu, Pak? Sudah memenuhi syarat.

Apa kita sudah mewakili semua kepentingan ya, Pak? SDB sudah tercover semua ga sih, Pak? Etnis agama, kelompok? Kalau mau jujur, tidak. Kita lihat dari sisi wilayah saja, TVRI Sumatera Utara mestinya harus ditonton oleh seluruh masyarakat Sumatera Utara sampai dengan Nias. Nias itu ada 3 Kabupaten, mereka belum pernah melihat siaran TVRI Sumatera Utara seperti apa. Berarti kan belum. Karena kita kan TVRI Sumatera Utara, bukan TVRI Medan. Dari situ aja belum. Tapi kita berupaya terus untuk menyampaikan hasil-hasil kegiatan baik itu kejadian bencana, politik maupun ... Kita tetap menyiarkan, dengan cara apa? Kita mengirimkan atau kita kerjasama dengan kontributor di daerah, untuk menyampaikan berita-berita yang terjadi di sana. Dari sisi siaran TVRI Sumatera Utara, kita masih buatkan kegiatan-kegiatan atau paket-paket pembangunan di sana, paket Negeriku di daerah-daerah yang tidak terjangkau, belum mendapat siaran TVRI Sumatera Utara, kita siarkan di Jakarta. Karena siaran TVRI Sumatera Utara tidak hanya disiarkan di sini, di Jakarta setiap bulan itu ada 4-5 paket yang disiarkan. Itupun paket-paket non berita. Berita kita siap, kita setiap saat. Kita jujur bahwa secara areal kita belum, masih 34% wilayah Sumatera Utara mendapat siaran TVRI Sumatera Utara, berarti masih ada 64 persen wilayah yang belum terjangkau. Tapi dari sisa penduduk, kita sudah 63% penduduk menikmati siaran TVRI Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Dari tadi bicara publik, publik siapa yang disasar TVRI? Publik itu kan mulai dari pemerintah, kita bicara tentang Sumatera Utara publik itu gubernur, swasta, masyarakat, masyarakat menengah ke atas, masyarakat menengah ke bawah. Itulah publik, kita sasar semua.

Golongan juga, Pak? Iya, itulah publik.

Etnis? Termasuk. Masyarakat menengah ke bawah, masyarakat yang terabaikan, etnis, kecil-kecil, agama, kita seimbang. Itulah masyarakat. Agama? Mimbar agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Konghucu, ada 6 agama kita. Itulah masyarakat.

Orang dewasa? Anak-anak? Orang dewasa, anak-anak tapi bukan di berita, di siaran TVRI Sumatera Utara. Kita lihat dari acara-acara hiburan, ada acara anak-anak, remaja, ada budaya, ada lagu remaja juga, anak-anak juga ada. Itu siaran TVRI, karena tv publik kita.

Kalau menurut evaluasi Bapak kita sudah benar-benar bisa jadi ruang publik ga sih Pak TVRI Sumatera Utara? Sudahkah ini bisa jadi tempat semua pihak bersuara tanpa melihat kelasnya? Walaupun tidak semua, tapi kita berupaya untuk memenuhi semua. Karena semua tergantung pada anggaran, jadi anggaran yang tersedia yang masih katakanlah terbatas, kita akomodir dan kita melibatkan semua unsur itu masuk, untuk acara- acara siaran, bukan berita.

Kalau pengaruh keterbatasan anggaran ke berita ada ga, Pak? Untuk pemberitaan sampai hari ini belum. Kita masih alokasikan sesuai kebutuhan, walaupun secara keseluruhan anggaran masih terbatas. Kita masih mengandalkan APBN, kerjasama itu tambahan. Apalagi berita itu tidak pengaruh, nol koma nol sekian persen dari anggaran TVRI, jadi tidak mempengaruhi. Tidak dibayarkan pun, tidak mempengaruhi kami, karena banyak yang kita bayar.

Jadi ga ada pun sebenarnya gapapa? Ga ada pun ga masalah.

Kesulitannya mewujudkan ini apa, Pak? Lebih ke fasilitas mungkin? SDM-nya. SDM-nya kita lihat rata-rata SDM secara keseluruhan di atas 40 tahun.

Itu sangat pengaruh? Sangat pengaruh. sangat pengaruh. Satu pihak ada aturan tidak boleh kita merekrut pegawai. Di lain pihak, tenaga setiap saat, setiap tahun pensiun. Berarti dirata-rata di atas 45-50 tahun pegawai yang ada disini.

Kalau di pemberitaan, terasa juga ga Pak pengaruh SDM yang senior? Sangat terasa, kita andalkan saat ini editor hanya berapa orang, tapi saya salut untuk teman-teman kerja masih bertanggungjawab, walaupun sudah tua.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA II INFORMAN I

DATA INFORMAN NAMA : ZAINUDDIN LATUCONSINA JABATAN : KEPALA STASIUN TVRI SUMATERA UTARA TANGGAL : 22 JULI 2016 WAKTU : 13.30 WIB – SELESAI LOKASI : RUANGAN KEPALA STASIUN TVRI SUMUT KONFIRMASI :

Pak, ini kemarin kan berdasarkan wawancara dengan Kasie dan Kabid, ada beberapa hal yang saya simpulkan. Pertama, memang mereka mengakui bahwa dari segi sumber daya manusia SDB kondisinya saat ini masih kuranglah gitu Pak, dalam hal misalnya kualitasnya, kualitas DE, masing- masing profesi DE, reporter kameramen, teknis pembuatan naskah, editing. Menurut Bapak gimana Pak? Kurangnya itu dilihat dari mana, sisi mana. Dibandingkan dengan yang mana. Di stasiunkah, atau dibandingkan secara nasional. Kalau dibandingkan secara stasiun, Sumut paling banyak dan berkualitas semua. Kalau dibandingkan dengan stasiun yang lain, misalnya tipe B atau tipe A lah Aceh, Medan termasuk yang besar dan masih banyak. Ini kan mesti dilihat dari sisi yang mana dulu kalau kurang itu. Kita lihat, stasiun B Riau dia punya jam tayangnya cukup tinggi. Tapi sumber daya manusianya kurang dari 100. 50 sekian. Mereka all out, semua kerja. Transmisi pun mereka kerja, kita 230, katakanlah di satuan transmisi 70 berarti masih ada 100 lebih. Tenaga saya yakin masih banyak, hanya kurang dioptimalkan, seperti itu.

Kalau dari segi kualitas Pak? Misalnya DE ini kan dia punya fungsi sentral di SDB setiap harinya, dia menentukan berita masuk keluar, mana yang tayang, susunannya seperti apa. Tapi mungkin dari segi kinerja kadang dianggap masih kuang jeli, atau mungkin banyak yang bisa di-press yang tidak penting. Terus dari segi reporter masalah pembuatan naskah misalnya Pak. Kalau dari segi kualitas gimana? Kalau kualitas dilihat dari sisi pendidikan cukup tinggi. Cukup besar. Ini saya bandingkan dengan stasiun yang lain, bukan secara nasional. Di sini paling banyak, paling pendidikannya udah ikut diklat, tinggi. Tapi mungkin karena rutinitas dan saya bandingkan dengan yang lain cukup potensi

Tapi masalah rutinitas ini kan Pak ternyata memang karena mungkin mereka terjebak dengan rutinitas tiap hari ya Pak, udah biasa, bangun pagi pergi meliput ini udah begitu terus tiap hari, akhirnya menjadi agak susah untuk rubah misalnya Pak. Mau diperbaiki jadi "sudahlah, sudah biasa kayak gini kita". Itu karena manusianya.

Universitas Sumatera Utara

Bapak mengakui itu terjadi ya Pak? Kalau mau mengakui saya lihat kalau lihat dari layar ya, 1 jam ya 1 jam penuh. Itu persoalannya. Stasiun yang lain berita 1 jam ya ada kalanya syukur-syukur kalau 45 menit. Mau bandingkan dengan yang mana. Stasiun A di sini juga beritanya cukup bagus-bagus.

Jadi maksudnya kalau penilaian bapak sebenarnya.. Ini kita bandingkan dengan yang mana dulu. Mau stasiun Medan dibandingkan dengan stasiun nasional atau Jakarta, itu persoalan.

Kalau misalnya dari segi jurnalistik secara profesional Pak? Maksudnya kaidah-kaidah jurnalistik. Mereka udah paham, yang DE itu semua kan udah ikut pendidikan diklat jurnalistik. Mereka tahu dan udah terlalu lama mereka udah tahu. Saya kan mau lihat dari stasiun yang lain kita pendidikan cukup tinggi dan berkualitas. Yang persoalannya mereka yang ada di sini kan udah umurnya di atas 40, beda dengan dibawah 30.

Itu mempengaruhi ga Pak SDM yang sudah senior-senior? Bisa pengaruhi juga, tapi kan secara layar masih tetap terjaga dan masih full 1 jam. Tidak kurang

Berarti Bapak mengukurnya dari segi produktivitasnya bagus? Saya kan lihat di layar dengan jumlah yang ada, dengan jam tayang yang 1 jam, terpenuhi 1 jam penuh. Kualitas mereka berpendidikan semua, dan senior. Jadi kita bandingkan yang mana. Kalau secara nansional ya beda. Karena muda-muda dan penerimaan jalan terus. Kita kan memanfaatkan yang saat ini, pertama tidak bisa menambah pegawai untuk pada saat ini. Kita manfaatkan kerjasama dengan kontributor. Dan di layar masih 1 jam beritanya tidak mengecewakan dan masuk nasional dihitung. Itu persoalannya di situ.

Pak idealnya siapa yang menentukan agenda liputan setiap hari Pak? Apakah Kasie ataukah Kasie koordinasi dengan DE atau ... kita mau memainkan apa misalnya. Yang pasti itu setiap yang akan diliput itu diketahui oleh Kepala Bidang.

Sampai Kepala Bidang itu harus tahu ya? Harus tahu. Operasional kan Kepala Seksi.

Lebih ke teknis gitu ya. Iya. Kepala Seksilah yang harus mengatur liputan-liputan apa untuk besok.

Tapi topik apa yang mau dimainkan itu ... Bersama-sama. Dari topik yang muncul pada hari itu.

Jadi Kabid Kasie dan ... Desk pada hari itu.

Universitas Sumatera Utara

Kabid boleh terjun teknis ga Pak? Boleh.

Teknis maksudnya langsung mengatur ke bawah misalnya gitu? Boleh tergantung dari kebutuhan. Tergantung dari kebutuhan pegawai di situ. Kalau dibawah masih bisa kerja yang baik ya ngapain juga Kepala Bidang harus turun, tetapi kalau tidak memungkinkan ya Kepala Bidang harus turun. Ini kan saya lihat ada kepala di stasiun B jumlah pegawai untuk pemberitaan itu 7 orang. Itu sudah termasuk Kepala Seksi.

Di SDB ini kan reporter atau tim liputan bebas, mereka punya inisitif sendiri untuk mencari berita, nah padahal mungkin sense of journalism-nya kan ketajamannya beda-beda kan Pak? Itu mengatasinya gimana Pak? Kuncinya di DE atau gimana? Sebenarnya kalau bebas sih saya tidak ijinkan untuk bebas. Yang bilang bebas itu siapa.

Dalam arti kan inisiatif pribadi itu diberi ruang kan Pak? Tidak bisa, semuanya harus terkoordinir. Kemarin rapat berapa kali saya kasih tahu bahwa yang seharusnya itu semua berita yang mau diliput itu harus diketahui oleh Kepala Seksi. Kenyataannya Kepala Seksi ini kan masih baru dan mereka sudah punya jalur sendiri-sendiri dan mereka jalan sendiri-sendiri. Bukan berarti kita restui, saya tidak mau untuk jalan sendiri. Boleh kalau punya jalur, udah telepon, tapi semua yang mau diliput itu harus diketahui oleh Kepala Seksi dan Kepala Bidang. Kemarin rapat dua kali saya sampaikan seperti itu. Kalau bebas saya tidak mengakui untuk bebas.

Jadi misalnya gini, kalau malam semuanya melaporkan dulu ya „kak besok saya rencana mau ngambil ini ya‟? Iya, harus. Berapa kali mereka kan bebas, dan berapa orang yang masih maunya jalan sendiri. Tidak bisa, ini kan kantor, coba katakanlah misalnya ada satu momen di sana, Feby dapat info akan ke sana, kemudian Mela juga akan ke sana. Dan bisa 3 orang turun ke situ. Itu persoalannya di situ. Tidak boleh jalan sendiri. Harus dikoordinir, „oke saya mau ke sini‟. „O itu kan sudah ada orang di sana, kenapa turun lagi ke situ‟. Dia tidak bisa bebas, kalau bebas saya tidak mengakui itu kebebasan, semuanya harus diketahui oleh Kepala Seksi.

Jadi kalau ada ide mau meliput apa besok ... Harus dilaporkan.

Kan selama ini prakteknya udah ngambil baru lapor. Itu yang saya tidak mau, tapi masih jalan seperti itu. Kita kan benahi pelan-pelan. Berapa kali rapat pertemuan saya tidak bebaskan untuk mau jalan sendiri. Karena memang kalau udah punya jalur, punya telepon udah ke sana. Harus lapor dulu besok saya mau liput kegiatan ini.

Terkait dengan berita BP sebenarnya. Ini kan kadang dia masuk ke dalam berita seremoni kan Pak. Menurut Bapak sebenarnya gimana mengolah

Universitas Sumatera Utara

berita seremoni ini supaya tidak jadi berita yang gambarnya cuma orang duduk, cuma seminar gitu. Biar lebih menarik. Kesannya ga berita duduk- duduk aja Pak. Kalau berita itu tidak dibayar ya tidak boleh yang duduk-duduk. Nah kalau namanya seremonial makanya karena ada duduk-duduk bayarlah. Orang juga kan mau serah terima, kalau swasta kan tidak di bayar. Makanya diambil aja dari sudut-sudut yang lain. Duduk-duduk, paling wawancara terus ambil gambar yang lain sesuaikan dengan ...

Maksudnya dari segi layar biar lebih menarik gitu Pak. Tergantung, semestinya tidak boleh seperti itu duduk-duduk. Tapi kan orang bayar orang juga mau tampil, kelihatan, makanya dibayar. Kalau tidak dibayar ya tidak bisa seperti itu.

Karena berbayar itu ya Pak. Makanya dikelompokkan tersendiri kan.

Pak, ini kan selain misalnya kalau berita yang berbayar mereka kan bayar biaya produksi resmi masuk ke kantor, kan kadang ada juga uang untuk kru lagi Pak di lapangan. Itu kan tergantung apa yang orang lapangan. Kan boleh-boleh saja. Kiranya swasta itu tidak dapat dari di lapangan. Kita ini kan sama-sama reporter.

Tapi dari segi kebijakan tidak ada diatur ya Pak? Tidak. Tidak diatur.

Jadi, kalau kayak gitu Pak misalnya berarti ga masalah ya. Ga masalah, kita tidak teror orang untuk harus bayar. Yang bayar ya resmi 500 itu. Ada dalam aturan kita, yang di luar itu silahkan aja kalau senang mau kasih silahkan, kalau tidak senang ya ...

Tapi itu kan mempengaruhi isi beritanya ga Pak? Ya isi berita itu yang 500 itu.

Karena sudah bayar itu ya Pak. Kemarin dari hasil wawancara juga, dari segi pendanaan kan masih sangat tergantung dari APBN, APBD. Bukan tergantung, salah satu sumber pendapatan itu APBN.

Oke, nah seindependen apa TVRI kalau misalnya kita mungkin masih sumber pendapatannya dari APBN? Dari sisi mana? Dari segi jurnalistiknya. Jurnalistik gini ...

Tidak diintervensi. Kita tidak diintervensi. Kita mempertanggungjawabkan anggaran itu ke pemerintah. Dalam hal ini Departemen Keuangan. Untuk isi beritanya kita kan bukan pertanggungjawaban kepada pemerintah, kepada KPI. Bebaslah kita. Yang

Universitas Sumatera Utara

menegur bukan pemerintah. Kalau pada masa pemerintahan dulu, masih Deppen, itu kalau salah berita salah gambar langsung ditegur dan bisa dikasih hukuman, sekarang ini kan kita bebas.

Walaupun pun dengan sumber pemasukan APBN, dari segi isi berita kita tidak dikontrol. APBN itu kan uang rakyat, makanya publik, uang pajak masyarakat. Bukan punya pemerintah, itu uang negara. Itulah mempengaruhi. Salah satu karena ini tv publik, tv pemerintah, tv negara istilahnya, sekarang ini UU kan bukan dulu tv pemerintah, sekarang ini tv negara. Kita dibiayai oleh masyarakat oleh publik. Publik yang mana, melalui pajak, pajak masyarakat. Itulah yang sebagian dikasih kepada TVRI. Jadi kita tidak tergantung kepada pemerintah. Tetap kita boleh kritik pemerintah, apapun boleh kita asal jangan fitnah. Fitnah kan nanti ditegur oleh KPI bukan oleh pemerintah. Sama dengan swasta, salah sama-sama ditegur.

Berarti menjamin kita tetap bisa independen. Independen, kita tidak bertanggungjawab liputan ini ke pemerintah. Kita kan dibayai oleh negara. Kita tv negara. Kalau fitnah ya siapapun ya melanggar.

Terakhir Pak. Kepentingan pribadi tim peliputan seringkali mempengaruhi beritanya. Misalnya dia udah punya hubungan baik sama Humas, atau dia sudah punya hubungan baik dengan yang punya tempat. Atau misalnya anaknya ujian nasional di sini, dia meliputnya di sekolah anaknya, atau gerejanya ada acara dia ngambilnya itu. Nah itu gimana Pak? Itu kan seremoni ya?

Misalnya kalau kayak UN gitu kan enggak. UN secara nasional boleh. Tapi kalau kegiatan sekolah kan itu dia dari apa dulu, gereja itu kan seremoni ya.

Tapi sampai mempengaruhi objektivitas mereka ga sih pak kalau sejauh ini Bapak lihat dari hasilnya? Enggak, normal-normal saja, tidak pengaruh. Kalau emosional ya kan boleh-boleh asal tidak melanggar daripada aturan-aturan yang ada. Aturannya apa? Kalau itu seremonial ya harus bayar, dan itu kelompoknya seremonial. Orang tau kalau seremonial kan tahu „Oh berita duduk-duduk‟.

Misalnya gini pak, ini kan dalam rangka UN. Bang Keri ngambil : ah karena sepupuku di situ, di situ ajalah kuambil, padahal di situ misalnya .. dia ga mencari apa yang masalah di UN ini, entah soal terlambat atau.. dia hanya karena gampang aja sepupunya di situ. Enggaklah, berarti kan tidak mengandung unsur berita. Bukan dia liputkan sepupunya, kan beritanya bukan sepupunya.

Iya dia menceritakan UN di sekolah itu. Boleh-boleh saja yang penting isinya itu tentang UN. Soal gambar ya silahkan aja mau pakai gambar yang mana, kan bukan bicara tentang keponakannya atau adeknya. Kan tidak. Beritanya kan bukan seperti itu. Dia ambil di situ karena

Universitas Sumatera Utara

momen nasional. Silahkan dimana-mana nasional berita tentang UN, gambarnya boleh-boleh saja. Tidak mempengaruhi, yang penting isinya, isi berita itu kalau tidak memenuhi 5W+1H berarti kan bukan berita. Kalau ponakan dia ceritakan isi berita itu tentang keponakan, anaknya atau .. itu kan berarti tidak berita, tidak masuk dalam berita. Kalau gambarnya boleh, gambar apa saja boleh.

Sejauh ini enggak mengganggu ya Pak? Enggaklah, yang penting momennya. Nasional ya nasional. Seremonial seremonial.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA III INFORMAN I

DATA INFORMAN NAMA : ZAINUDDIN LATUCONSINA JABATAN : KEPALA STASIUN TVRI SUMATERA UTARA TANGGAL : 1 AGUSTUS 2016 WAKTU : 14.30 WIB – SELESAI LOKASI : RUANGAN KEPALA STASIUN TVRI SUMUT KONFIRMASI :

Tujuan kita menjalin kerjasama dalam hal publikasi dengan Pemko dan Pemprov itu lebih kemana tujuannya? Pertama TVRI ini kan tv publik Sumatera Utara dan tujuan utamanya adalah untuk menyiarkan kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Itu tujuan utamanya. Apapun kegiatannya harus diekspos. Syukur karena salah satu sumber pendapatan TVRI itu adalah APBN dan APBD. Sementara ada aturan tertentu yang mengatur Pemerintah Daerah tidak bisa memberikan bantuan secara ini kepada TVRI, yang berpeluang itu adalah kerjasama program dan berita. Yang cocok itulah yang kita kerjasamakan dengan Pemerintah Daerah.

Itu termasuk yang APBD itu ada di luar APBD itu, atau maksudnya APBD yang kerjasama itu? Iya, kerjasama itu APBD itu. Untuk Pemerintah Daerah tidak bisa memberikan hibah kepada TVRI, yang bisa itu adalah kerjasama program dan berita, publikasi.

Sebenarnya kalau dari sisi kebutuhannya kita lebih butuh mereka dalam hal mengisi konten kita atau mereka yang ... Sama-sama, pertama kita mempublikasikan kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemerintah daerah, baik di daerah maupun di pusat, kita publikasikan. Kemudian kita juga butuh biaya, dengan sumbangan itu kan menguntungkan kita karena APBN yang kita peroleh saat ini kan masih terbatas, perlu ada bantuan. Jadi karena sumber-sumber pendapatan TVRI itu ada lima, pertama iuran tapi sampai hari ini kan tidak jalan, APBN dan APBD itu kan undang-undang yang mengatur tentang itu. Kerjasama program, iklan dan sumbangan yang sah. Itu diatur dalam UU No 32 Tahun 2002 itu.

Jadi kalau persentasenya dari hasil kerjasama ini membantu kita dalam keuangan kita berapa persen? Nol koma sekian persen, nol koma nol nol sekian persen.

Jadi paling besar porsi kita dari mana pak? APBN.

Universitas Sumatera Utara

Berarti hanya nol koma sekian persen pak? Hitung-hitungannya dari APBN yang saat ini kan 27 koma miliar itu Cuma berapa ratus juta selama setahun. Itu juga dari pendapatan yang lain masih ada.

Dari hasil evaluasi bapak, hasil liputannya sudah sesuai dengan harapan belum pak tentang kegiatan-kegiatan pembangunan? Iya minimal pertama dari sisi berita ga melesetlah, masih punya nilai beritanya.

Kalau bapak memantau apa yang membedakan hasil liputan reporter yang satu dengan reporter yang lain? Saya ga bisa menjawab itu karena ga setiap hari saya pantau secara detail siapa yang meliput acara ini dan naskahnya saya tidak periksa.

Berdasarkan pengalaman, sebenarnya yang mempengaruhi si A memilih isu ini hasil naskahnya seperti ini, faktor apa pak? Kalau secara formalnya kan pertama diklat, pendidikan baik formal maupun non formal, yang kedua nanti baru pengembangan diri, apakah dia memenuhi pendidikan formalnya tinggi, diklat non formalnya itu banyak, tapi tergantung dia kembangkan diri, apakah dia kembangkan diri sesuai dengan perkembangan teknologi atau tidak.

Kalau misal unsur agama atau rasnya mempengaruhi ga pak? Kalau itu tidak, orang berita itu ga tergantung daripada itu. Kenapa saya jawab seperti ini? Pengalaman saya selama di Ambon, masa konflik dari tahun 1999- 2004 konflik itu mulai dari politik sampai agama, sampai SARA. Tapi untuk orang TVRI tidak pernah terpengaruh dengan itu. Isi beritanya tetap fakta yang ada di lapangan. Walaupun orang menilai bahwa ini.. menurut pemahaman katakanlah agama ini menilai itu menyeleweng tapi itu kan fakta yang ada seperti itu.

Jadi tidak ada dalam naskah kita cenderung ... Tidak ada. Kalau untuk di media itu tidak ..

Di TVRI bapak tidak menemukan itu juga ya pak? Tidak ada, walaupun ada penilaiannya misalnya berita ini oleh agama ini, agama yang lain menilai bahwa itu tendensi tapi secara unsur-unsur beritanya tidak. Itu dia menyampaikan fakta yang ada.

Berarti dalam arti di TVRI prakteknya masih terjaga? Tetap terjaga.

Kalau masalah standar kerja di redaksi pak, kita sudah punya pakem kan ya atau tergantung daerah atau kebiasaan yang berlaku aja pak? Sebenarnya SOP nya sudah ada.

Itu detail pak? Iya, SOP masing-masing profesi itu sudah ada. Hanya dalam perjalanannya itu hanya paling meleset sedikitlah. Tapi setiap profesi punya SOP. Misalnya seorang

Universitas Sumatera Utara

kameramen berita, SOP nya sebelum dia mau keluar itu dia harus lihat dulu kameranya, lihat dulu batrenya, apa yang dibutuhkan di sana katakanlah lighting, kan harus siapkan dulu sebelum dia berangkat. SOP nya seperti itu. Demikian juga berita, untuk seorang reporter, reporter mau keluar saja dia harus siapkan apa yang dia butuhkan di lapangan, minimal ada buku, ada pulpen, kemudian apa kasusnya di sana. Apakah dia bisa siapkan diri untuk apa yang dia tanyakan di sana. Itu SOP sudah ada.

Tapi kalau dalam perjalanan sekarang kita udah bisa autopilot belum sih pak? Udah bisa jalan sendiri tanpa diingatkan lagi? Iya, dengan pengalaman dan jam terbangnya ya, itu merupakan rutinitas, dia udah otomatis seperti itu.

Sejauh ini adakah tekanan dari pihak manajerial atau dari bapak pribadi sebagai kepala stasiun terhadap konten berita pak? Ga ada itu, itu tergantung dari redaksi dan perkembangan, kita tidak harus seperti ini.

Mengarahkan misalnya pak? Janganlah terlalu banyak menggali menghajar isu ini, cobalah ... ada ga pak? Untuk saat ini kan tidak, tapi ada hal-hal tertentu yang kita menghindari. Katakanlah organisasi yang tidak diakui oleh negara. Itu kita arahkan, janganlah mengekspos organisasi yang belum diakui, dan biasanya menentang pemerintah. Nah itu kita arahkan, jangan diekspos secara besar-besaran.

Tapi kalau misalnya karena ada pihak-pihak tertentu yang meminta ke bapak, bapak intervensi ke berita? Ga ada. Tergantung dari lapangan, pakai standar standar normal.

Adakah tekanan-tekanan dalam arti karena kondisi keuangan begini jadi mempengaruhi pemberitaan pak? Tidak ada seperti itu karena sumber pendapatan kita tidak semata-mata dari pemberitaan. Yang kita tekankan kalau berita itu baik adalah berita non seremonial. Tapi kalau ada kegiatan-kegiatan seremonial yang ada di situ ya tetap kita harus bayar.

Misalnya pak, adakah peliputan yang menjadi terhambat karena kita mengalami keterbatasan dana? Untuk meng-cover semua daerah itu kita sudah buka kontributor di daerah. Kalau menyangkut dana memang karena tidak dianggarkan, oleh karena itu kita masih membuka peluang itu pun kan bayar kita, kita bayar kepada kontributor. Per item kita bayar. Itu kita udah alokasikan, jadi kalau menyangkut dana ya justru kontributor itulah yang kita bayar.

Jadi kalau hambatan peliputan karena masalah anggaran ga ada? Tidak ada, kalau berita tidak ada. Kita udah fasilitasi dan berapa banyak kontributor yang kita kerjasamakan, sekitar 10 malah, kalau dulu kan tidak ada.

Universitas Sumatera Utara

Apakah pengiklan atau orang yang memasang iklan di kita bisa mempengaruhi berita juga ga pak? Iklan itu kan bukan berita.

Tapi misalnya kepentingan pengiklan gitu apakah bisa mempengaruhi? Ga bisa, ga ada kaitan. Iklan ya iklan, apakah iklan itu mau ditempatkan pada item berita boleh. Berapapun boleh asalkan jangan lebih dari 10 persen iklan dari item berita. Sepuluh persen atau 15 persen saya lupa diantara itu.

Kalau misalnya pejabat-pejabat lokal, mereka bisa mempengaruhi berita juga ga pak? Ga bisa, Kepsta (Kepala Stasiun) aja ga bisa mempengaruhi berita, apalagi pejabat yang lain.

Ya misalnya gini pak, kita segan bikin berita yang agak mengekspos Kodam misalnya, mungkin ga pak? Pejabat di luar TVRI? Ga ada, siapapun, Gubernur aja kita bisa. Selama itu faktanya seperti itu kita sampaikan, mereka tidak punya hak untuk intervensi media.

Walaupun punya hubungan baik dengan TVRI? Iya, kalau itu salah kita tetap ekspos. Coba kita lihat Gubernur, hubungan baik kan? Selama ini kita kerjasama, tapi udah mantan. Dan faktanya seperti itu kita siarkan. Kalau tidak kita ditinggal oleh masyarakat.

Tapi pernah ada pihak yang keberatan ga pak? Sampai hari ini belum ada, kan dalam undang-undang itu yang berhak koreksi kita terhadap berita baik berita maupun program siaran itu cuma SPI, pemerintah daerah tidak punya hak untuk mempengaruhi TVRI.

Takutnya pihak luar maish sering berpikiran „ah kalian kan tv pemerintah, masih punya mindset itu. Tidak ada, itu dulu, sebelum lahirnya UU No 32 Tahun 2002. Siapapun dia tidak, kecuali KPI.

Gimana bapak melihat perencaan liputan selama ini? Sudah ada perencanaan matang, sudah fokus, agenda setting dalam sehari-hari? Kalau yang normalnya itu setiap hari ada rapat redaksi, pengambil keputusan „besok kita mau liput apa‟, acara-acara yang fokusnya apa. Itu normalnya, tapi kalau saat ini kan tergantung pada perkembangan, perkembangan itu Kepala Bidang Berita dan Kepala Seksi melihat momen, momen itu kan tergantung fakta yang ada. Langsung diliput, dan saya lihat belum pernah ada momen yang besar kita lewatkan, selalu ada. Karena kita punya kontributor dimana-mana.

Jadi kalau misal untuk event-event khusus pak misalnya untuk lebaran, untuk UN, untuk arus mudik itu perencanaannya gimana? Kan itu udah terbaca ya pak untuk 2 minggu ke depan kita ... Udah, saya pantau semua acara itu tercover.

Universitas Sumatera Utara

Ter-cover karena perencanaan yang baik atau udah autopilot itu pak? Ya seperti itu, kalau perencanaan kan untuk berita-berita berkala. Tapi untuk harian kan kita tidak bisa merencanakan sesuatu yang ... kalau seandainya kita tidak merencanakan, terus ada event yang sangat bagus, apa kita mau lewatkan sesuai dengan perencanaan kita? Kan tidak mungkin seperti itu.

Gimana seharusnya quality control terhadap kualitas berita? Maksudnya terhadap gambar, terhadap audio, terhadap statement sebelum siar? Siapa harusnya pak? Itu kan teknisnya ada EIC di situ, istilahnya desk editor. Setiap naskah di situ dia harus membaca, kan SOP nya seorang reporter setelah kembali dari lapangan dia harus menulis naskah, naskah yang ada harus dia serahkan kepada EIC, apa yang perlu dicoret, dia punya hak untuk coret. Itu SOP nya seperti itu.

Itu kan naskah, tapi ka ga ngecek gambarnya ternyata terlalu gelap, atau bluish atau .. Itu SOP ada pada kameramen, setelah kameramen kembali dari lapangan, dia cek dulu hasilnya, itu SOP. Kameramen setelah kembali dari lapangan, dia harus ke VTR melihat hasilnya, cocok atau tidak cocok. Itu tugas dari kameramen.

Jadi kalau dia sendiri melihat gambarnya ga layak tayang .. Dia tanggungjawab, atau kalau ada yang kurang dia harus ambil, itu SOP nya.

Bukan di DE atau di PA ya pak? PA itu nanti pada saat mau siar. PA tugasnya sebelum siar dia harus cek dulu, mana beritanya, „oh ini item satu‟, dia harus mencek satu per satu, berita pertama gambar pertamanya apa, kemudian pada saat apa masuk statement, gambar apa ending. Itu tugas pengarah acara seperti itu, masing-masing punya SOP. Jadi tidak bisa disalahkan editor, editor kan mengambil gambar di situ.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA I INFORMAN II

DATA INFORMAN NAMA : ANDI AMRI ADNAN JABATAN : KEPALA BIDANG BERITA TVRI SUMUT TANGGAL : 27 JUNI 2016 WAKTU : 12.30 WIB – SELESAI LOKASI : RUANGAN KABID BERITA TVRI SUMUT KONFIRMASI :

Sejauh ini, Bapak mungkin masih hitungan bulan nih Pak di Sumut, secara umum pendapat Bapak mengenai kualitas Sumut Dalam Berita seperti apa, Pak? Dari segi teknis boleh, dari segi kontennya boleh. Kalau saya melihat selama 3 bulan saya di sini itu memang agak memang rendah daripada berita harian kita di sini. Baik pengelolaan berita apa namanya ... berita berkala, current affair maupun berita harian, untuk Seksi Produksi Berita juga lemah. Jadi kemarin di sini itu belum ada bagan struktur. Saya cuma melihat berita itu mulai berita hangat turun turun ke bawah. Harusnya dalam susunan berita kita itu kita buatkan segmen. Ya kan. Karena harus ada segmen itu, tatanannya harus kita buat. Jadi ahlinya sebenarnya ada di DE. Kemarin masih terdapat ... gak apa-apa ya kasus yang saya ungkap ya?

Gak apa-apa, Pak. Lebih riil. Ada DE mengatakan „berita olahraga itu tempatnya dimana, apa selalu terakhir?‟ Tidak saya bilang, berita olahraga itu kadang-kadang bisa di tengah, tidak mutlak selalu di bawah, tinggal pengetahuan, sejauh mana pemahaman DE itu. Kalau berita mengenai prestasi itu pasti ga di bawah dong, kalau itu event, kejuaraan pasti di bawah. Kadang-kadang ini kan bertukar. Kalau saya membuat kebijakan, saya buatkan susunan, saya terlalu mencampuri teknis, ya kan. Sebenarnya DE itu adalah penanggung jawab, pimpinan redaksi pada ... Itu yang kemarin saya pelan- pelan rubah bahwa tidak mutlak berita olahraga itu di bawah, tidak mutlak seremoni itu selalu sebelum olahraga, ya kan. Itulah yang harus DE itu betul-betul cermati berita yang akan disiarkan. Kalau diserahkan Kabid semua mau periksa itu, coba kalau dari Kabid masuk Kasie, Kasie baru turun ke DE, DE turun anggota redaktur ini ini... Ga selesai.

Kalau dari segi struktur sebenarnya di dalam redaksi, DE koordinasi ke Kasie atau ...? Kasie. Kalau pun Kasie belum ditemui, susah.. baru masuk ke Kabid, Kabid juga belum tentu, ada Kepsta. Tapi jenjangnya begitu, kalau selesai sampai di Kasie kenapa ke Kabid. Kalau selesai di Kabid kenapa ke Kepsta, itu jenjangnya. Kalau mendapat satu masalah di bawah, makanya saya bilang kemaren ini kan lucu juga yang di pertemuan, Kepala Seksi terlalu mencampuri DE, ga bisa. Kepala Seksi Produksi itu mengontrol, DE itu penentunya. Di situ yang tidak sinkron selama

Universitas Sumatera Utara

ini. Jadi berita itu berjalannya seok-seok. Apa adanya. Terus disusun beritanya itu harus ... malah sebenarnya setiap hari itu harus ada DE dan Kepala Seksi harus rapat, apa topik kita hari ini.

Setiap hari ya, pak? Setiap hari. Supaya berita itu tersusun, karena belum yang namanya teori ... Agenda setting? Bukan, agenda setting ya belum, ada sistem yang belum diterapkan teman-teman itu. News umbrella. Pohon berita. Hari ini kecelakaan pesawat di sini. Jangan cuma kecelakaan, ada pohonnya. Pohon beritanya, itu kecelakaan, coba ambil rantingnya, korbannya dibawa ke mana? Satu. Bagaimana keluarga korban? Dua. Apa lagi? Misalnya, bagaimana Dinas Perhubungan melihat kondisi ini? Ya kan. Perhubungan bisa bercabang lagi. Bagaimana kondisi lapangannya kalau di lapangan tergelincir. Termasuk dengan perusahaan yang mengelola bandara. Banyak bisa. Ini yang belum terjadi. Kalau itu ujian nasional, ujian nasional di mana? Cuma beda tempat, nah itu yang muncul. Ada yang muncul masalah lagi di manajemennya, bagaimana kondisi ujian satu, bagaimana orang yang ikut ujian, ternyata ada yang tuna netra. Pengembangannya begitu. Kemudian ada sistem komputerisasi. Yang saya lihat kemarin di sini ujian nasional cuma tempat beda SMA situ sama situ, isinya sama. Kalau DE-nya itu jeli, ngapain satu-satu. Ross.

Pendek-pendek aja ya, Pak? Sementara itu satu yang di baca jadi satu item mungkin, cuma dia panjang. Apa dampaknya terhadap penonton? Begitu dia liat muncul si Feby, muncul lagu ujian lagi, Feby muncul lagi ujian lagi. Coba kalau diross, ujian UMPTN yang berlangsung dilaksanakan di beberapa tempat, bacalah satu-satu. Kan dilihat satu item muncul Feby. Satu item muncul Feby, penonton itu-itu terus. Jadi memang berita Bidang Berita Sumut ini sudah lama sebenanya tapi mungkin ada yang kecil-kecil ga diperhatikan padahal di situ penting, termasuk rapat redaksi setiap hari. Supaya berita itu bisa tersusun. Nah grup ini ambil ini-nya, walaupun sama. Sama seperti tadi, semua ujian, tapi kalau semua ambil tempatnya, ujian itu sama cuma bedakan sekolah tempat dilaksanakannya itu.

Idealnya ada ada spesialisasi ya Pak? Spesialisasi, redaksi itu harus, tapi ga mungkin kita wujudkan karena model antara PNS yang buat kacau.

Jadi faktor terbesar lebih ke sistem atau SDM-nya? Atau budaya organisasi? Dua-dua, dua-dua harus jalan. Kalau budaya mungkin enggak karena harus tegak lurus ya. Tapi dua-dua SDM itu menunjang, sistem menunjang, bagaimana sistem mau jalan kalau SDM-nya kurang, tidak memadai, ya kan. DE juga kalau tidak ada sistem ga bisa, ga efektif. Contoh, reporter kebanyakan ya okelah kalau misalnya ada yang pintar kamera bisa jalan satu orang, sekarang ada kameramen ga bisa bikin naskah ya kan, ada reporter ga bisa bawa kamera. Ini harus jalan dua-dua. Karena ini adalah media audiovisual, harus 2. Tapi saya bersyukur dengan perkembangan teknologi, gampang, cepat sudah bisa. Tapi si SDM-nya ga bisa, ga bisa mengikuti. Tarolah yang namanya kalau TVRI itu paling minim 3 orang, kalau live ya. Reporter, kameramen, dan teknik. Teknik ini harus

Universitas Sumatera Utara

berkembang, bisa jadi transmisi, bisa jadi audio, bisa jadi lighting, orang teknik yang banyak fungsinya sebenarnya. Nah kalau ini berlaku yang namanya U-pack sekarang ga bisa lagi tuh banyak orang. Jadi SDM kita tidak pernah mau mensingkronkan peralatan, itu kelemahan kita. Orang teknik kamera sudah menyatu, audio ada lighting-nya, bisa record langsung dengan audio yang ... masih kita butuh orang audio.

Berangkat rame-rame Pak. Berangkat rame-rame, ini yang tidak efektif. Satu berita lho, paket itu. Gimana mau jadi. Sekarang kita mengarah ke situ, yang namanya setiap hari kamis ya, jurnalistik warga.

Sebenarnya gatekeeper berita tiap hari DE juga Pak? DE. Memutuskan itu DE. Fungsi Kepala Seksi mengontrol, jadi misalnya kontrol yang paling kecil Kepala Seksi itu durasi. Ini. Saya lihat setiap hari ini 54.30 katanya durasinya sampai disini. Ga pernah tepat. Karena apa? DE itu ga pernah liat 1 item itu berapa panjangnya. Cuma ditulis, dikira-kira. Kalau saya ini selalu saya patokan yang saya sudah bikin ya. Kalau di tempat kemarin, editor itu selalu menghitung, item pertama kapal pukat trawl di Belawan terbakar dia sudah tahu durasinya sekian dengan statement. Dia sudah tulis di sini. Item kedua tambah lagi. Nah perkiraannya nanti „oo beritanya kalau Feby yang baca speed-nya sekian. Itu tahu, ga pernah, dan di sini masih banyak istilahnya berita yang tidak dibaca reporter. Padahal menurut saya reporter itu wajib men-dubbing. Jangan orang lain.

Berarti DE fungsinya menyeleksi berita yang masuk setiap hari, nah kalau yang menentukan isu yang disoroti setiap hari harusnya siapa, Pak? Ya itulah DE, koordinasi dengan Kepala Seksi. Kepala Bidang mendapat informasi, saya teruskan ke bawah ke Kepala Seksi „hei ada kapal kayaknya jatuh di sana, ada kapal tenggelam tuh‟, „dimana pak?‟. Saya dapat dari handphone saya mungkin dia tidak tahu. Itu fungsinya, karena saya tidak boleh terjun langsung ke teknis.

Jadi kapasitas Kabid Kasie sampai mana aja, Pak? Kebijakannya itu, dari mulai pengaturannya itu, apakah pengaturan keuangannya, pengaturan personilnya. Isi berita itu sama sekali Kabid ga boleh campur, yang selama ini katanya Pak Herman itu campurin ke situ, salahlah. Ga bisa, strukturnya ada. Tangga jenjangnya ada, itu pula yang pelaksana di bawah jangan langsung ke saya. Itu juga yang kadang-kadang ga lihat ... saya katakan keliru, mungkin belum tahu, ya kasih tahu. Ada jenjang-jejangnya, tapi ya namanya isi berita, harus langsung ke bawah, ga boleh lagi saya „kok ada berita itu masuk‟, ga boleh. Selama itu dipertanggung jawabkan DE-nya, itu adalah hak kewenangan DE. Ini saling punya kewenangan disini, jangan dikempesi oleh struktur, jangan kasih masuk itu, bikin jelek-jelek nama TVRI.

Apakah begitu dibutuhkan BP? Seberapa besar pemasukan itu

Universitas Sumatera Utara

berkontribusi terhadap keuangan kita? Kan begini. Artinya bukan cuma itu, bukan dari BP. Kerjasamalah itu diakumulasi dalam siklus keuangan kita. Kalau itu ga pernah cukup. Ya kan. Kasih contoh, live cross. Satu kali anda ngomong di situ Feby sama orang tehnik 700 lebih, satu kali live cross. Berita diambil, dibayar oleh temen-teman itu 40 ribu berapa itu satu berita. Sudah berapa biayanya, 1 item. Jadi uang kita keluar untuk reporter dan kameramen, diolah lagi jadi live cross dibayar lagi pada orang lain. Termasuk teknik, termasuk Feby, termasuk pengarah acara di situ, satu berita, terlalu mahal. Makanya, tv swasta itu ga ada lagi, kalau dia sudah dapat di luar, langsung ke satelit selesai. Coba kita baru syuting dibayar reporter dengan kameramen. Kalau dia PNS dibayar gajinya, pulang bawa 1 berita, karena berita ini penting, suruh Bu Ranggini LC. Bayar lagi orang teknik,penyiar, lighting, pokoknya bayar. Berapa nilai 1 berita itu, gitu besarnya nilai itu. Karena kita belum bisa memanajemen berita itu cepat murah, apalagi istilahnya ada 4 itu, cepat murah efisien.. satu lagi. Itu yang bisa kita kelola dan yang namanya TVRI pendanaannya masih dari negara. Ga bs juga kita cuekin, coba kalau Feby kasih saya duit, terus saya malas- malasan gimana? Feby marah, itu yang tidak bisa kita independen.

Itu di semua stasiun masih kayak gitu kondisinya? Semua, selama yang namanya TVRI, mau bolak balik namanya LPP, LPU apa namanya tetap tidak bisa, karena penganggarannya dari negara. Negara siapa negara? Termasuk pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah pusat.

Ini kan kita ada segmen Klasser Pak. Makanya kita buat di situ.

Kalau menurut Bapak segmen ini sendiri gimana, Pak? Kalau sekarang dibutuhkan, kita masih butuhkan, artinya pertama saya membuat alasan kita kan.. saya sudah masuk ke pribadi saya juga ya, saya melepaskan apa ya, sifat jurnalistik saya, karena begini, kita sebagai warga negara tidak semua tv- tv yang ada di Indonesia ini membuat suasana kondusif. Karena apa? Ada tv-tv dibikin orang politik semua, hampir semua orang politik. Jadi bagaimana pun arahnya politik. Kalau kita masih netral dan kalau kita tidak ada, saya tidak tahu bagaimana, tidak ada yang bisa menetralkan, semua menjelekkan pemerintah. Kita sebagai orang pemerintah ya karena itu, ya harus ada posisi itu, tapi tidak boleh kita.. artinya ada balancing. Saya masih membutuhkan yang namanya berita berita pemerintah, cuma ada juga yang kadang-kadang jiwa jurnalistiknya tidak terpakai di situ, misalnya seremoni. Seremoni itu begitu, ada apanya. Tidak lagi membuat bahwa program ini begini sebenarnya, meskipun gambarnya orang duduk. Itu juga belum jalan. Gak apa-apa. Jadi begitu terbuka berita itu, layar terbuka cuma orang duduk, pastilah itu model-model kita yang begitu. Kalau saya setuju itu masih tetap ada, karena kita butuh juga uang, butuh informasi pembangunan, masyarakat juga butuh. Cuma masalahnya jangan duduknya, ini yang tidak dimengerti oleh teman-teman.

Jadi maksudnya tetap kita siarkan, tapi bagaimana mengolah naskahnya.. Bagaimana mengolah naskah pertama, kemudian yang kedua visualisasi karena ini juga kan selalu dengan visual. Jadi begini, misalnya simposium tentang

Universitas Sumatera Utara

tanaman apa yang paling banyak di sini. Tanaman kopi. Kasihlah gambar kopi dulu, baru cerita itu kopi. Kopi terkenal di sini, karena ini sudah ekspor sampai sekian, gambarnya tentu kopi.

Cari insert lagi selain acara itu. Kemudian setelah itu ada itu, durasi kan ada, anda bahaslah kopi dulu, itulah yang diseminarkan dalam seminar ini. Berceritalah tentang seminar, munculah orang duduk-duduk itu. Itu yang tidak ada, karena tidak ada petugas dokumentasi. Kurang lagi. SDM lagi, divisi SDM dan sistem itu. Kenapa? Begitu orang dokumentasi lihat „oh naskahnya Feby mengenai kopi, dia cari kopi‟. Di naskah itu sudah ditulis DE-nya begini misalnya, jadi misalnya kalau Feby lihat secara teknisnya ini 60. Itu tadi itu petugas dokumentasi sudah liat, dia baca sampai di sini „oh dia bahas tentang kopi. Kopi tadi kan? „ah disini.. disini orang duduk‟, ini yang belum ada. Jadi makanya selalu berita kita ga ketinggalan kok, cuma visualisasi ga kita upayakan, begitu terbuka langsung orang duduk, pidato ketuk palu gunting pita. Coba kalau diolah. Kopi dari ini misalnya, terangkan dulu sudah ekspor. Kalau perlu data-data statistik kan banyak. Makanya saya bilang kemarin buku data stastistik ada di sini, fungsinya ini sumber informasi, Sumut ada di sini semua. Itu yang tidak dimiliki, makanya sistem-SDM itu harus jalan. Ga bisa jalan sendiri-sendiri. Tadi saya bilang bagaimana kalau ga ada orang dokumentasi di situ?

Berarti semua berita hasil MOU kita dengan Walikota dan Pemprov pasti akan tayang Pak? Atau ada kemungkinan ... Kalau itu kekuasaan DE. Kalau cuma apa ngapain.

Tapi kan udah kerjasama Pak. Ya kerjasama tidak mutlak, yang dikerjasamain itu jumlahnya. Kuantitasnya, bukan kualitasnya. Hak penyiaran ada pada TVRI, itu yang salah selama ini. Maunya orang siaran itu lah, aduuh.. Saya protes Kodam kemarin, katanya karena itu sudah kebiasaan Pak Manto begitu. Ga bisa. LPP ini lembaga besar. Pantas saya bilang kamu miskin semua diinjak-injak, ga ditakutin kan? Saya dapat, ini cerita lagi nih ya cerita luar, Dispennya Kodam menyurat eh bukan menyurat, menelepon kemarin kesini „Pak, kapan Pangdam ucapkan selamat puasa?‟ Emang kapan Pak Pangdam? „ya tolong menyurat Pak ke sini‟. Loh udah salah.

Jadi kita disuruh bikin surat? Ga boleh dong, harusnya dia menyurat, kalaupun sudah kebiasaan yang lalu tidak bayar atau mau apa, nanti kita proses. Berdasarkan surat Pangdam nomor ... menginginkan ucapan selamat di TVRI. Maka kami mengundang bapak ... Harus ada dasarnya dulu, surat yang meminta ke kita, jangan dia suruh kita ngirim surat ke Pangdam supaya mengisi, salah.

Kayak kita ngemis ya Pak. Ga bisa, kayak kemarin itu saya, kebiasaan Pak itu tuh sudah ... ga bisa. Kebiasaan terus robah. Ga boleh. Ada tata etika dalam lembaga. Itu yang kadang- kadang kita tidak sadari. Sejauh ini dari 3 bulan Bapak di sini pernah ga Pak pihak-pihak luar

Universitas Sumatera Utara

meminta khusus mengenai isi pemberitaan „tolong dibuat seperti ini lah‟. Ga ada, kalau pada saya kemudian saya tidak tahu. Tapi itu banyak, teman-teman reporter. Karena ini yang saya bilang tadi, DE itu fungsi reporter. Semestinya DE itu pengalamannya jadi reporter, tapi ga boleh lagi jadi reporter. Ada dendam satu. Kalau beritanya panjang, siapa yang motong, paling kontrol dari sini. Kalau ini kontrol ngamuklah dia, ini yang terjadi. Kalau saya itu, grup DE itu kerjanya cuma itu, independen pasti dia. Tapi ini satu minggu ganti, di situ ada dendam nanti „oh iya Feby minggu lalu nyoret-nyoret saya punya naskah, tunggu lho aku minggu depan‟, gitu. Ga bisa.

Pak kalau misalnya sekarang undangan-undangan dari perusahaan minta diliput, mereka nanya bayar berapa. Itu pasti kita terima semua ga Pak? Ya enggak, apa kontennya itu dulu, makanya saya bagi dulu di situ, dalam SKK itu berita biasa berapa, kalau berita itu sifaatnya advertorial ada tarifnya khusus kita, ga semua rata 500 kayak di sini. Itu. Mau panjang mau pendek sama, enggak. Kalau yang saya bikin, kalau itu berita perusahaan sifatnya advertorial boleh 90 detik tambah sound 1, kita sudah bikin makanya kalau tidak ada yang begini susah, tidak ada pedoman kita ini. Pedoman di sini tidak ada dicantumkan, harus ada. Kalau berita betul-betul berita pembangunan misalnya, informasi kepada masyarakat 500 aja bayarnya itu, apa lagi embel2-embelnya, jadi itulah tugas daripada DE itu, mengkontrol itu. Kembali ke segmen, segmen itu mulai faktual, berita terkini ya kan, istilahnya aktualita, kemudian informasi-informasi dari luar daerah Medan, itulah yang dari kontributor termasuk, kumpul 1 segmen ya kan. Ya kontributor juga kan tidak semua berita berbobot dia masuk, ada berita ringan, simpan di bawah. Berita tv itu kan piramida terbalik, mulai dari besar ke bawah, itu yang harus kita ikuti, itu ga boleh lepas dari ... kadang-kadang terjadi karena ya itulah yang saya bilang tadi sistem kita yang tidak jalan. Beritanya Pak Walikota, sudah reporter 2 tahun, akh tapi mungkin dari Humas „pak tolong ya jangan terlalu di bawah‟, dikasihlah duit mungkin tambahan BP-nya, munculah di berita kedua, yang padahalnya ga perlu dia di situ. Itu. Kadang-kadang masih muncul. Coba kalau DE independen, yang saya katakan itu yang memang tugasnya harus mengedit memeriksa. Jadi sistem dengan SDM tadi udah ya. Udah jelas kan, itu harus berjalan barengan.

Ada persentase ga dalam satu hari misalnya berita berbayar yang bisa kita terima limitnya sekian? Bisa juga. Kalau saya tadi yang saya katakan, kalau saya ga butuh BP. Supaya kita independen beritanya. Betul-betul solid, apa yang diliat reporter itu, itulah yang anda naikkan. Tapi itu belum kita bisa laksanakan yang begitu, artinya kita masih punya keseimbangan.

Terkait isinya Pak. Terkait isi berita yang berbayar itu. Itu yang saya bilang tadi.

Kalau misalnya mereka menyampaikan undangan untuk diliput bisa ga mereka mengarahkan tone beritanya Pak? Itulah keahlian daripada reporter sebenarnya, tapi reporter kita kan sudah kacau balau. Coba kau telepon, diarahkan ke situ, dia cari celahnya, dia lari ke sana, itu

Universitas Sumatera Utara

yang namanya betul-betul reporter. Diarahkan pun pertanyaannya yang maunya Pak Andi, dia cari tetep ke pinggirnya itu karena fokusnya dia ke situ, ini kan kalau kita meliput itu sebenarnya apa yang sudah ada di ... banyak kan yang ga sampai ke situ melihatnya, pertanyaannya apa satu „apa harapan bapak?‟ itu aja, pasti. Yakin saya. Dia ga gali apa yang dia bawa dari otaknya, misalnya hari ini dia baca koran dulu, sumber informasi itu kan bukan cuma kita, kita baca kita lihat dulu dimana, berita kan ada, di koran ada, ya kan. Itu yang kita bawa. Sampai ke situ ketemu dengan siapa, Pak Walikota, walikota kan punya kebijakan tentang ini misalnya, sudah muncul. Sampai sana itu ya sosialisasi tentang KTP kepada para camat, reporternya ga tahu benang merahnya dimana, butuh statement, apa harapan bapak terhadap masyarakat yang akan mengurus KTP. Dangkal banget. Coba kalau dari pemikiran, KTP itu banyak persoalan, pertama dari sisi pembayaran, kedua cetaknya susah karena blankonya di pusat. Itu kan yang harus dibawa, meskipun yang akan dibicarakan di situ adalah KTP. Ya kan, itu sudah di sini (nunjuk kening), „Pak Wali itu banyak keluhan masyarakat, tentang blanko, ada masyarakat yang sudah mengurus sudah hampir 1 tahun tapi belum juga keluar sampai hari ini‟, harus berani itu tanya itu. Yang punya tanggung jawab kan Dinas Kependudukan, ujung-ujungnya Walikota, sekarang kau dapat bos-nya, kenapa ga tanya itu?

Itu belum ada di SDB ya Pak? Saya belum liat, yang ada apa yang terjadi pada waktu itu.

Hanya acaranya saja yang dikomentari? Itulah pertanyaannya, „apa harapan bapak‟. Kaitannya dengan acara itu. Padahal kita boleh mengambil acara itu kupas yang lain, di sinilah saya lihat ini tidak jeli, apa yang dibuat pada saat itulah dibuat berita. Walikota Gubernur susah ditemuin, cari yang masalah apa yang kemarin, apa yang muncul di sana tanya dia, ambil statement-nya di situ, kesempatan. Saya belum lihat juga yang ke situ.

Menurut bapak sejauh ini kita belum berani mengkritisi pemerintah lokal? Ada sih tapi tidak sejauh ... artinya ada, pernah kalau saya lihat dari berita, adalah. Tapi jauh lebih kritis, kadang-kadang saya ngeri liatnya tapi itulah pengetahuan, ga sama teman-teman di sini, kontributor itu berani lho apa adanya, kadang- kadang saya ngeri nih, ga tau apa DE-nya ini cek and ricek ga nih, apa benar jumlah korban 10 misalnya, belum dapat perhatian dari pemerintah? Harus dia cek. Misalnya yang pengungsi-pengungsi itu gambarnya lengkap mereka, sampai saat ini belum ada tanda-tanda bantuan dari pemerintah. Udah tajam, ada statement lagi diperkuat statement warga „iya pak belum pernah ada pemerintah, jalan pun ke sini ... belum lagi bantuan‟. Coba, kritis. Saya kadang-kadang ngeri- ngeri juga, tapi bagus dari sisi berita sudah bagus, kita ada koreksi. Apa tugas pemerintah di situ, warganya sudah 4 hari di situ ga makan, ga ada harta, sudah kena debu semua belum dibantu, apa ga peka, apa ga dilihat? Itulah tugas kita. Di samping itu akui juga misalnya kalau terjadi begitu, misalnya pemerintah dalam hal ini badan tanggap bencana sudah bertindak sedemikian, kita harus akui juga. Yang banyak itu kan menyudutkan karena politik. Coba di swasta itu, kasihan pemerintah sudah ikut membantu di situ dia bilang belum ada, sepertinya dibiarkan. Coba kata-kata itu. Kita harus jujur berimbang. Buat satu berita yang

Universitas Sumatera Utara

bermasalah, saya banyak liat, cuma pembelaan aja, pengacaranya yang diambil. Nah itu saya kasih tahu juga, ambil yang berimbang, tanya jaksanya juga.

Belum cover both side? Mmm belum cover both side, jangan ambil sepihak, itu namanya onani, enak sendiri. Harus tanya berimbang.

Berarti sejauh ini SDB sudah memenuhi kaidah jurnalistik yang baik dan benar? Masih perlu pembenahan. Kaidahnya sudah benar tapi belum diterapkan dengan baik.

Menurut Bapak anggota redaksi atau tim peliputan punya ilmu yang sama terkait ini? Itulah saya bilang saya tidak tahu. Tahu atau pura-pura tidak tahu? Kalau pasti udah pengalaman ya, banyak kok udah lama, ya kan. Pasti dia sudah bisa atau ini berita jenisnya ini, ini berita jenisnya ini. Cuma saya tidak tahu, pura-pura tidak atau memang tidak tahu atau sekalian memang ga ngerti. Di situ itu makanya saya bilang SDB ini, apalagi mungkin ilmu-ilmu reporter ini ga pernah diperbaharui, cuma itu dari dulu. Padahal berkembang yang namanya ...

Jadi perlu ada penyegaran? Perlu itu perlu. Makanya saya minta kemarin, Kapusdikat kalau anda cuma meminta 1 orang setiap tahun dengan persyaratan, suruh orang di sini timnya, kita biayai tiketnya saya bilang, supaya lebih banyak. Kalau anda panggil diklat 1 orang pulang ga ada hasilnya, ya maksudnya diklat. Kalau misalnya Feby dipanggil jurnalistik, kapan-kapan Feby itu bagi ilmu itu, tidak pernah ada yang itu, pulang biasa, gitu aja. Makanya saya bilang saya lebih bagus biayai tutor ke Medan, supaya banyak yang dia bisa kasih ilmu. Daripada ke sana satu. Nah cuma begitu pasti kan terbatas waktunya singkat. Dari sisi negatifnya mungkin ga terlalu ilmu itu ... Ini yang namanya jurnalisme elektronik sekarang berkembang pesat, tapi kalau tidak dibarengi dengan pelatihan dan pendidikan ga akan terkejar. Itulah seperti reporter kita udah tua-tua semua, udah lama. Mungkin ada yang lebih duluan dari saya di sini, tapi ilmunya masih itu-itu. Coba di naskah lihat itu. Masih sering kita temukan „Bupati pagi tadi menerima ini ini, dalam kunjungan tersebut Bupati mengatakan ...‟

Hal itu disampaikan dalam .... Nah hal itu disampaikan pada pertemuan ... atau diikuti dia awalnya, itu dia bolak balik. Dia bicara misalnya pembangunan sumber daya manusia ini ini ini, baru di bawahnya dikatakan „hal itu disampaikan ....‟ Itu masih saya dulu, masih film itu, sekarang sudah elektronik, masih begitu naskah. Jadi gimana kira-kira menurut Feby kan tidak berkembang ilmunya. Dulu saya ya kalau sekarang kalau acara- acara di gedung selesai, apa yang kita cari, pidato. Ya gak? Pidato sambutan itu, sambutan itu disalin, cuma dilihat mana yang masuk mana yang itu, ga ada yang mengembangkan dia punya ini ... cuma memang kita ga bawa itu ke situ, ga bawa pemikiran kita ke situ. Yang kita cari sambutan, „o ini yang dia bilang”. Karena kita tidak punya perencanaan ke situ, acara itu.

Universitas Sumatera Utara

Ini kan ada juga di sini kameramen ngambil gambar, sampai sini dia minta tolong bikinin naskah sama yang ga berangkat ke lapangan. Bener ga menurut anda dalam jurnalistik? Ga bener. Tapi kita mau apa, sudah begitu kondisinya. Gara-gara SDM-nya yang kurang. Ya karena itu dikasih pidato, dengan catatan „nih dibilangin tadi tuh‟.

Tunjukin gambarnya dikit. Gambarnya ... atau ambil di statement-nya, dia salin lagi kan, makanya itu berentetan di naskah itu, dia juga ga lihat. Cuma kalau reporter itu yang lihat, kameramen ngambil, yang diambil itu. Tapi dia sudah tahu ini nanti yang saya masukkan lead, ini lead beritanya nanti. Sudah ada perencanaan. Itu memang kekurangan kita, bagaimana kita mau berkembang berita itu jauh lebih bagus karena SDM yang terbatas.

Pak kalau idealnya posisi SDB atau pemberitaan LPP ini bapak ingin dipersepsi publik seperti apa? Ya saya pingin keinginan publik masuk di sini, tapi saya kelola dengan tegaskan kode etik jurnalistik kita. Ini poinnya. Itu dibagi lagi kan. Saya bisa belum terlepas dari sini, kalau anda tanyakan, ini bagaimana kita mau meningkatkan kualitas kinerja dalam layar ini kalau kita butuh sama orang, padahal semestinya kita yang harus korek itu. Tapi jangan lupa, bahwa kita harus mengakui bahwa pemerintah masih ada yang bagus, kita siap beritakan yang bagus. Bagaimana publik termasuk kita, apa yang maunya publik, karena kita sudah lembaga penyiaran publik, cuma bagaimana saya mau berbuat kalau itu kita masih diatur, keuangan oleh pemerintah, kita belum bisa independen, terus terang aja.

Jadi kalau idealnya menurut Bapak SDB itu mengakomodir seluruh kepentingan publik, sekarang aja source berita kita masih dari Medan dan sekitarnya aja nih Pak. Tidak bisa terakomodir publik ya, jadi publik apakah anda kategorikan publik itu, kan beda publik dengan pemerintah.

Jadi versi publik yang disasar TVRI ini siapa Pak? Publik itu masyarakat, para penonton. Kalau pemerintah itu masuk pembuat kebijakan atau stakeholder. Stakeholder ini kan makanya saya bilang tadi jangan kita cuma menjelekkan pemerintah, kita juga harus TVRI ini harus membuat pemerintah mengakui pembangunannya, mengakui kinerjanya. Ada yang perlu kita akui kinerjanya. Tapi tv-tv lain kan ga ada yang mau, pasti dia benturkan. Kalau kita harus, kita akui kalau pemerintah Walikota Medan ini membuat sesuatu yang betul-betul bermanfaat pada masyarakat, kita akui itu. Kinerjanya. Asalkan kita jangan kesampingkan, jadi harus balancing. Kita belum bisa buat fokus ke masyarakat, enggak. Ga boleh. Tatanan kita masih begini. Artinya pembiayaan negara masih ada di dalam kita, yang jadi persoalan iklan tidak pernah kita dibenarkan, coba kita dibenarkan iklan, berani kok kita lepas.

Universitas Sumatera Utara

Jadi menurut Bapak SDB sudah bisa menjadi ruang publik yang sesungguhnya belum Pak? Artinya masih perlu pembenahan, kalau kita lihat rating itu paling tinggi kan SDB, rating Sumatera Utara, siaran-siaran kita. Berarti masyarakat itu masih meminati. Itu bukan kita, AC Nielsen yang punya penelitian itu setiap bulan, paling tinggi sekarang. Kita paling tinggi bulan ini, Sumut, karena apa? Adzan maghrib. Kan ratingnya itu, di situ. Tapi rating yang paling besar itu ada di warta daerah ini dengan yang masalah itu, Kelepon (Keluhan Lewat Telepon). Kelepon itu termasuk ratingnya tinggi. Sama acara budaya yang budaya Batak. Kalau khusus berita paling tinggi kita. Itu menandakan bahwa respon kita untuk ... tapi kita akui belum bisa berjalan sebagaimana mestinya ya kan. Pertama, faktor teknis. Gambarnya belum bisa sempurna yang kita liat ini, coba kalau saya ambil, saya pindahkan channel ini ke lokal ya, ini hasilnya. Tidak semua orang mau tahu bagaimana cara saya menerima TVRI dengan sempurna. Ga mau mengerti. Itu faktor teknis juga. Orang mau buka channel TVRI langsung gambarnya bersih, kemudian audionya jernih ga naik turun, ya kan. Itu faktor teknis juga, pengaruhnya besar teknis ini, coba liat bedanya tadi dengan ....

Pak, terkait dengan pemberitaan isu-isu tertentu, misalnya isu politik lokal. Kita harus berposisi seperti apa? Politik lokal. Ya harus netral. Itu yang saya katakan, politik itu adalah jangan kita digiring orang politik.

Walaupun dengan tokoh-tokoh yang sudah punya hubungan baik dengan TVRI? Walau meski... itulah ketidakadilannya itu, kadang-kadang kita digiring ya karena terus terang saya banyak kemarin dengarkan kalau ada yang saya mau alihkan, „oh itu anu Pak Andi, sudah kebiasaan kita‟, „dia itu tokoh‟. Kalau kita melihat itu ga berimbang. Harus di apa ya, ada kan visi misi kita, ya kita harus di jalur itu. Tinggal orang-orangnya, reporternya bagaimana, masih menganut sistem suka suka, apakah dia idealisnya itu masih ada? Karena kita ini bukan kayak orang teknik, orang teknik kalau sudah dikasih, kalau anda pencet ini gambarnya ini, enggak. Orang berita kalau dikasih gini bisa dikembangkan, mesti keluar dari situ koridornya. Beda orang beda kalau disuruh kasih ini sistem audio, audio aja dia kerja. Kita enggak. Kalau disuruh begini masalah KTP, anda bisa kembangkan, infrastruktur yang lain, anda ketemu kok. Ya kalau cuma pemikiran itu aja ...

Sejauh ini Bapak melihat kita udah cukup menyoroti kinerja atau kebijakan pemerintah lokal? Misalnya kita bahas Perda ini, atau kita bahas masalah putusan apa ... itu udah cukup kita soroti belum? Kalau soroti masih kurang, masih perlu pembenahan, ya kalau saya lihat sudah ada, cuma masih perlu kita tingkatkan kembali supaya lebih tajam lagi gitu. Misalnya pada pembahasan APBD. Pembahasan peraturan daerah, kalau saya liat jarang kita ikut, padahal kita harus mengikuti itu.

Sistem ngepos berjalan ga pak menurut Bapak? Maksudnya ini udah posnya di DPRD, ini ngeposnya di pengadilan. Sudah ada, sudah jalan, tapi kan kalau ngepos di situ ada kejadian di luar tidak

Universitas Sumatera Utara

bisa lagi, itu juga kelemahannya. Kita kembali lagi ke SDM tidak mencukupi, sudah ngepos di situ ga goyang-goyang lagi dia. Banyak kali terjadi ke situ, „ga bisa Pak dia sudah ngepos di situ‟. Itu. Kalau saya memang sudah ... Tapi seharusnya kalau menurut saya andaikan SDM kita cukup, tidak harus ada ngepos, ngapain harus ngepos di situ. Berarti anda tidak pemburu berita. Dia harus tahu di mana sasaran kita hari ini. Itulah tadi yang berkaitan dengan rapat. Reporter jurnalis dia harus begitu, jangan disuapin.

Kalau ada agenda liputan tiap hari kan perlu juga Pak. Kalau yang ngepos itu berkaitan dengan kerjasama. Kalau saya, menurut saya ga perlu ada yang ngepos-ngepos.

Pak ini kan sejauh ini MOU baru 2 walikota Medan sama Pemprovsu, kalaupun misalnya bertambah bertambah, terakomodir semua bisa itu Pak? Dalam 1 jam MOU semua? Ga mutlak, nanti ga ada bagiannya publik. Jadi semua di ... jadi kita kembali kayak Deppen dulu, corong. Ga bisa, selalu harus berimbang. Kalau terakomodir semua itu sampai pokoknya kalau bukan pemerintah bupati walikota, ini apa yang menarik? Akomodir semuanya itu. Dari sisi finansial mungkinlah, kalau ditanya orang pun ... tapi ditanya kalau orang berita, ngapa bisa jadi orang berita kalau cuma gitu, cuma ngikut-ngikutin. Tapi kalau orang pengembangan usaha dia pasti mau karena banyak uang masuknya. Berarti dalam kualitas berita kita tidak memenuhi, kuantitasnya bisa memenuhi. Nah sekarang pilih mana? Kualitas atau kuantitas? Kita kualitas dan kuantitas. Dua-dua harus ada. Ada porsi, ga semua apa ...

Pak ini kan berita undangan itu kan ada uang kru nya lagi di luar ya? Malu kita itu sebenarnya, ga boleh lagi ada gitu. Cuma kebiasaan.

Bahkan ada standarnya kalau bisa seginilah ... Ga bisa lagi, kadang-kadang lucu waah TVRI, kita minta syuting dia suruh bayar, bayar lagi krunya dibilang. Tapi kalau kita mau bikin aturannya ada pimpinan kita, kebijakan pimpinan juga membuat satu aturan satu item berita sekian.

Uang kru itu diatur juga Pak? Atur, kalau uang kru enggak, cuma itu kebiasaan di sini, ya saya ga tahu kalau kebiasaan. Kalau kebiasaan saya ga mau rubah, katanya BP-nya 500, krunya 200.

Kalau bisa lebih besar.. Kalau lebih besar saya ga tahu lagi.

Jadi kemarin Kak Ranggini cerita gitu kalau 500 resmi masuk ke kantor, kalau untuk uang kru misalnya ada budget lebih kenapa enggak ngasih lebih. Gitu Pak, itulah yang berlaku sejauh ini, jadi budayanya udah gitu Pak. Itu memang susah mengaturnya itu, karena begini juga, sudah dibilang 500 BP kan, orang itu kasih 700, kuitansinya kan dikasih 500. Sudah ga bener memang, sudah salah. Orang kasih kita 700, kuitansi 500, mana 200? Itu yang saya bilang namanya BP ... tapi ada kebijakan pimpinan itu tertuang di dalam SKK, ga boleh,

Universitas Sumatera Utara

saya sebagai bawahan harus tunduk ke situ. Hati kecil saya ga bener ada BP. Bagaimana kita mau independen kalau ada BP. Bagaimana yang ideal, reporter yang sudah ideal itu terpengaruh dengan duit. Hilang dia punya idealisme, pasti hilang. Kantor juga belum bisa menutupi orang-orang yang idealisme itu, cuma membiarkan cari duit, jadi memang ga pernah sinkron.

Reporter yang memburu uang ini mempengaruhi kualitas berita ya Pak? Pengaruhi, karena memang jiwa-jiwa teman-teman itu dimana-mana tidak ada lagi aktual berita itu, yang dia buru duit. Faktual berita itu ada sama reporter satu, ada sama DE-nya dua, ya kan? Pokoknya ini yang pengelolanya, jadi kameramen itu cuma ... reporter-DE itu punya peran penting.

Pak budaya yang sama msi Bapak temukan di semua stasiun? Masih, jadi membenahi itu kayaknya sudah agak susah. Pembenahan, jadi pembenahan tidak secepat itu yang kita harapkan. Kita harus pelan. Nah, kalau pembenahan itu sangat pelan, kapan jadinya? Ga keliatan. Karena baru ini ada perubahan lagi tentunya kebijakan pimpinan pusat berubah, satu. Kemudian alat, peralatan-peralatan yang mudah terutama yang peralatan pendidikan sangat cepat berubah, sudah sistemnya ini kembali ... itu harus selalu bersamaan. Baru kemarin sistemnya ada sistem di sini saya ga ngerti tuh dalam ... dari android .. itukan menghambat juga kita, belum kita sampe ke sini, berobah lagi. Sama dengan ini, itu bagaimana mau nyampe kemarin jenis yang itu .... penerima itu yang selalu kita dengungkan itu, setop box ada kan tipenya, sekarang berobah lagi, masyarakat belum pake dirobah lagi. Masyarakat ga mau tahu, yang penting itu dia buka tv-nya gambarnya bagus. Kalau masih diinformasikan ganti jenis ini ga tahu mereka.

Jadi intinya karena Bapak bilang ini udah lama sudah membudaya itu membuat sulitnya ada perubahan di TVRI ya Pak. Iya sulit dan tidak kita ini tidak apa ya, tidak terlalu banyak berpindah tempat. Yang berpindah tempat itu secara khusus misalnya Kepala Bidang ya kan. Kepala Seksi. Padahal semestinya yang dibawa ini mungkin misalnya di stasiun lain bagian orang audio, taruhlah yang paling kecil misalnya bagus, bisa pindah di sini perbaiki lagi. Ini yang perbaiki cuma atas atas atas. Kan perlu juga itu yang di bawah-bawah itu. Tapi sekarang kalau orang mau dipindah itu gemetaran karena tidak terbiasa, coba lihat di Pegawai Negeri Sipil biasa, tahu ada rolling rolling rolling. Ada istilahnya penyegaran. Kita mulai dari masuk itu sampe tua mau pensiun di situ aja terus. Peralatan sudah berobah masih pola pikirnya begitu. Kamera sudah semua ada lighting ada penangkap suaranya, sudah bisa terekam sendiri, ga fokus lagi, pokoknya pencet pasti masuk gambarnya tinggal ngatur komposisi. Sekarang coba kalau keluar itu OB, 34 orang masih keluar. Bandingkan dengan tetangga kita. Dia yang jadi sopir, jadi satpam, jadi kru apa namanya pasang parabolanya, satu orang. Reporter merangkap apalah kameramen. Lima orang itu 1 OB, jalan. Karena peralatannya sudah menunjang, SDM-nya juga sudah menunjang. Biar peralatan canggih kalau SDM tidak berubah pola pikir, mesti ikut kita 34 orang. Nah sekarang orang-orang sudah lihat perbandingan kita, tarohlah misalnya TvOne bawa OB. TVRI bawa OB, pertanyaannya orang „ngapa kok banyak banget, ini sedikit?‟ Itu karena kita

Universitas Sumatera Utara

belum bisa berubah dengan alat. Kan semestinya kameramen itu ga perlu, 1 orang bisa, ga perlu ada audio, tapi begitu terjadi kerusakan saling tunjuk menunjuk, karena ada TD di situ. Bukan urusannya TD dia bilang, urusannya orang audio. Nah kembali lagi, peralatan kita hampir modern tapi tidak ditunjang dengan SDM. Itu yang membuat kita juga jadi jenuh di situ. Itu-itu aja. Kan sudah harus berkembang. Nah, dari segi biaya, kalau tadi itu harusnya kita bayar 5 orang, bayar 34 itu makin besar biayanya. Hasilnya sama kan, durasinya sama. Jadi satu kali membuat produksi terlalu banyak duitnya kita keluar. Sudah penyiaran selesai mungkin masih ada hutang, mungkin masih ada kru tidak kebayar kemarin itu, sudah disiarin. SDM dengan peralatan harus ga boleh ada yang tertinggal. Saya ga bisa bayangkan 24 Agustus nanti kan semua siaran digital sudah mulai, sanggup ga kita? Pernah uji coba ga? Ga pernah dilatih SDM-nya, ya kan. Begitu kita orang TVRI ini. 24 Agustus siaran digital semua, dicoba juga enggak. Sekarang kembali jangan terlalu jauh kita keluar dari berita tadi.

Jadi sebenernya inisiatif tim liputan itu benar-benar diberi ruang ya Pak? Saya beri, harus beri ruang tapi jangan ... itulah saya bilang jiwa jurnalistik itu harus ada. Jangan ecek-ecek di situ ngambilnya, cuma kadang-kadang itu memaksakan pula mau dimasukkin. Coba kalau anda bikin berita yang bagus, potong telinga saya itu kalau DE-nya ga ambil. Kalau memang orang ngerti jurnalistik.. kan kadang-kadang cuma kecemburuan, dapat duit ga dibagi-bagi mungkin, itu. Bukan melihat nilai beritanya. Kita sekarang kadang berperang di situ, mau balas dendam. Kemarin dia panjang-panjang dua lembar lagi, statement- nya banyak 3 lagi, udah naskah 3 lembar statement juga 3, sudah 3 menit lebih kan, dia coret. Besok saya gituin juga, bukan isinya. Kalau isinya menarik panjang ngapain, buat polanya laporan, atau yang saya katakan tadi itu yang satu minggu itu bahas di situ panjang. Kalau ga menarik gimana. Uang kita banyak, kalau masih menarik, kasih tahu Pak Zul ini ada isu menarik, satu jam wawancara, kalau memang bagus. Kalau perlu kita buatkan forum wawancara panggil pakarnya tentang itu dikembangkan ke situ, jadi berita itu bisa berkembang. Jadi panjang masukkan ke current, current juga ada isu-isu begini, coba gelitik dulu lewat berita. Itulah gunanya kita nyatu, tapi kalau di situ ga ada sinergi ga jadi, yakin.

Kalau dari Kepsta pernah ada intervensi konten berita ga Pak? Ga ada.

Permintaan khusus? Modelnya Pak Kepsta mengerti betul, jadi harus selalu lewat saya. Ya orang- orang berita kalau memang background-nya pernah berita, pasti itu paham, ga pernah intervensi sedikit pun Pak Kepsta itu. Paling dia tanya „apa besok ga salah Pak Andi kalau kita minta liputannya ini?‟, „mengenai apanya Pak?‟ Itu boleh, gak apa-apa.

Menurut bapak unsur apa yang seharusnya membedakan tayangan berita kita dengan berita televisi lain Pak? Kalau kita sebenarnya belum ada ya. Itulah tadi. Karena itu saya harus bagi, untuk membedakan mana berita yang paling penting, tinggal DE-nya yang ngatur. Saya kan buat statement. Ada yang topik faktual. Jadi betul-betul berita itu kita

Universitas Sumatera Utara

fungsikan dengan piramida terbalik itu. Intinya dulu, baru kecil kecil kecil kecil. Ada kan berita-berita ringan, di bawah-bawah aja. Kita kan bagi, ada olahraga, olahraga itu kan berita, itu bisa ada istilahnya kayak sekarang ini saya tambah lagi satu mengenai Ramadhan, serba-serbi. Itu jadi kita itu melihat berita itu secara ... tidak kayak kemarin. Segmen berita kita atur, ada berita ringan, berita tapi ringan, apa yang terjadi masyarakat. Itu kalau kita orang jurnalistik, keluar aja dari pagar di situ udah ada berita, dia bikin meskipun ringan, contohnya apa, orang yang parkir di situ supir-supir duduk menunggu tuannya dari ... Itu kan bisa jadi berita, kehidupan seseorang itu. Ya kan.

Kalau aspek cover both side itu memang kan sudah ada sebagai aspek jurnalistik, semua tv menganut itu. Nah yang membedakan ini loh berita LPP tuh harus kayak gini, apa sih Pak? Sama, berita yang namanya berita televisi harusnya sama ... isinya harus sama. Itu kan kalau koran kan terbalik, piramidanya, dia kecil-kecil ke bawah besar, kalau kita harus itu. Nah cuma pembagian segmen itu yang berbeda-beda antara tv yang satu dengan yang lain. Sama, pola. Coba lihat apa yang berbeda kira-kira, cuma kita itu yang saya bilang tadi, pengakomodirnya masih setengah-setengah. Kita harus mengakui, kalau mereka enggak kan. Tv tetangga tidak, kalau sudah dia sorotin malah dia banting. Tapi menurut anda kan itu berita yang bagus. Berita itu bagaimana memberikan informasi yang benar pada masyarakat, kepada penonton, misalnya. Itu intinya.

Kalau misalnya undangan peliputan tapi tidak mampu membayar, kita akomodir juga Pak? Ya lihat, itulah fungsi pimpinan ya kan. Jangan sampai misalnya segmen untuk puasa, orang itu mau tampil di televisi untuk buka puasa. Kalau bayar lain lagi ceritanya, ada duitnya ada muatannya. Masa kita mau gratis, kalau Pak siapalah namanya misalnya orang terkenal gratis, kasih buka puasa, duit dia banyak. Masa ga ... nyewa TVRI, acaranya juga buka puasa. Buka puasa kan sama, orang itu buka puasa itu makan, bedug azhar, apa yang beda? Yang makan juga itu semua juga lewat mulut, ga ada yang orang buka puasa lewat telinga. Sama ya kan? Yang begitu-begitulah itu. Pada dasarnya berita jurnalistik itu sama, sama. Cuma menuangkan ke dalam layar itu berbeda-beda. Coba liat penyiar, ada yang muncul kayak kita dulu, ada yang mulai jalan iya kan. Ada yang dua, ya beritanya begitu, coba lihat beritanya. Diberitakan ini ini saya mau tampilkan, sama tidak? Sama semua, cuma cara penyajiannya yang beda-beda. Ada yang memisahkan antara olahraga dengan kriminal, misalnya kriminal dikumpul kriminal, olahraga kumpul jadi satu berita olahraga. Jadi semua yang tertuang di situ olahraga semua. Itu bisa. Cuma yang namanya TVRI ini apalagi daerah cuma jamnya dikasih jam 4 sampai jam 5. Ga ada tempat lain. Jadi kita gabung-gabunglah. Campur. Andaikata kita berdiri sendiri, kita bisa bagi jam 12 berita olahraga, jam 11 berita ringan, 14 kriminal. Sama. Tapi jam kita terbatas jam 3 sampai jam 7, berita ada di situ di tengahnya jam 4 sampai jam 5, 1 jam. Jadi kumpulah di situ, karena kondisinya. Kalau kita mau itu, kita bisa pisah. Nah kembali lagi, mampu ga dengan SDM dan sistem yang ada, itu perlu dipikirkan. Harus berita begitu, dan berita itu setiap jam, berkembang kan. Perkembangan yang namanya ga usah kita jauh-jauh kalau semua kita bisa cover semuanya Sumatera ini, setiap saat ada.

Universitas Sumatera Utara

Apalagi kalau cuma berita-berita terkini, satu menit banyak. Medan aja ini banyak, cuma ga ada jam untuk itu. Iya kan, ga ada jam.

Menurut Bapak apakah latar belakang pengalaman, pendidikan atau bahkan nilai kepercayaan reporter atau kameramen mempengaruhi beritanya? Sangat pengaruh. Jadi, yang namanya reporter itu ilmunya harus ada, ilmu jurnalistik itu. Yang saya katakan tadi bahwa kontributor itu rajin, rajin ngambil gambar itu, belum kejadian sudah ada di situ, buktikan aja gambarnya. Tapi ada yang ga mampu buat naskah. Naskahnya ya begitu-begitu bercerita bertutur ya kan. Tapi kalau tugas DE, perbaiki. Kadang-kadang di sini lolos begitu aja, saya lihat yang di arsipnya di sini itu juga yang on air. Padahal semestinya harus diolah itu, itulah tugas redaktur. Ini memang harus punya ilmu. Paling tidak pendidikan dasar jurnalistik harus dia miliki. Jadi tidak boleh juga yang namanya reporter itu ya karena punya kamera, bisa menulis, kan enggak. Makanya sekarang itu kita dari organisasi wartawan itu ada organisasinya, supaya sah. Kalau di macam berita ada banyak kan, ada IJTI, AJI banyaklah. Itulah yang mengembangkan itu kalau masih memang minatnya ada di situ, silahkan mau masuk mana akan dibina oleh ... jadi ga mutlak yang namanya seorang reporter itu ga memiliki kemampuan menulis, karena senjata kita cuma ini kan, sekarang berkembang ada kamera, berdua. Ada lagi laptop. Dulu mesin ketik, macam saya mesin ketik, bolpen notes, sekarang udah pake begini kan. Dulu masih kantongin kertas notes, ya kan. Kadang-kadang kalau habis itu bungkus obat nyamuk pun dipake belakangnya. Itu. Sekarang teknologi berkembang langsung tulis, kirim ke redaksi. Gampang. Itu semua keahlian. Kita memang ga punya, teknologi itu belum ada, keahlian kita ga ada di situ. Sampe sekarang ga bisa saya. Masih pake tradisional nulis, ya sudahlah (tertawa).

Tapi memang TVRI punya keterbatasan dalam perekrutan ya Pak? Punya, jadi rekrutmen itu sejak 2005 ga ada lagi pengangkatan, ini yang sulit. Gimana pengembangan SDM kalau ga ada. Yah yang diperbolehkan itu ya kontributor-kontributor. Ya memang kalau menurut saya apapun kalau di berita ini ga cocok lagi dengan perkembangan, kayak dulu. Reporter jadi pegawai negeri. Pegawai negeri, yang namanya PNS itu tambah lama tambah turun produktivitasnya. Jadi memang kalau saya namanya penyiar, kontrak. Sampai waktunya dan gampang dievaluasi, „oooh sudah melihat Feby sudah menurun, ga sama dulu cara membacanya‟, peringatin. Ya kan. Ga susah, kalau dia pegawai negeri susah copotnya. Jadi ga usah jadi pegawai negeri.

Apakah kepentingan pribadi tim peliputan mempengaruhi berita yang diliput Pak? Pengaruh, pengaruh. Itu yang saya katakan dari tadi, kalau itu sudah lama berkenalan dengan Humas, ga independen, ga bisa. Meskipun dia tahu bahwa liputan tidak benar dalam hatinya ga benar tapi itulah, dia lihat walikota kok sering ngajak saya minum kopi, dia kok baik, pasti hilang. Tapi memang ada orang yang punya idealisme tinggi, apa pun kau buat, kau panggil gak apa-apa. Namanya juga berteman, tapi begitu dia ketemu pada simpang perapatan itu, dia tetap pada idealismenya, tak apa-apa. Tapi itu sudah jarang saya rasa.

Universitas Sumatera Utara

Jadi kayak misalnya ada yang meliput sekolah anaknya, acara deket rumahnya ... Ya karena anaknya mau masuk sekolah, dia di situ bikin berita.

Anaknya di situ UN ... Iya UN, dibikin berita di situ. Padahal bukan tujuannya. Tujuannya di situ diliput ada ga ada pelanggaran, ada pengawasan, terlambat ga, ada main-main dengan pengantaran soal? Gitu harusnya. Ga ada kan yang begitu-begitu. Pengawasnya kurang, di ruang ini pengawas cuma dua misalnya yang harusnya empat. Itu beritanya. Kalau artinya memang anda mau ngambil berita tapi .... ya naskahnya diantar tadi jam berapa, ya kan. Terlambat atau ... Kan bukan berita kalau tepat waktu, ga ada masalah. Memang sudah begitu. Kalau misalnya orang ujian jam 8 soal datang jam 9, masalah. Ini yang harus diberitakan. Nah carilah itu kenapa terlambat. Kalau terlambat ini bagaimana? Kebijakan bagaimana, apakah ditambah waktunya atau ... Itu loh berita. Tapi kalau kita anaknya mau masuk di situ, buat disitu. Panjang-panjang berita ini dipotong sama DE, ngomel. Itulah saya bilang tidak ada jiwa harusnya kan ada ... Itu jadi persoalan kita dsini, kalau ada beritanya dipotong, dirobah itu dia pasti ribut. Sampai-sampai ada kasus kemarin berita ini dirobah tapi tetap yang tidak dirobah dibaca, apa ga rusak berita itu? Ini naskah, diperiksa sama EIC, „ooo ini ini ini ...‟ Coret tidak perlu tidak perlu. Begitu dia punya, „kejam banget nih‟. Bukan ini diambil, dia print lagi, itu yang dibaca penyiar. Apa ga rusak itu berita? Yang dibaca dia print ulang, masih banyaklah. Mari kita perbaiki sama-sama, jangan ini terus-terus begini, jadi kayaknya tidak ada yang bisa mengatur dan tidak ada yang mau diatur, itu kesannya. Pembenahannya memang harus jauh ... harus lama. Karena tidak ada perobahan SDM-nya, tidak ada pindah. Yang dipindah bos-bosnya, Pak Manto udah mantep disini mungkin sudah senang-senang semua mereka, pindahin. Datang saya dipindah di sana, di sana mungkin juga pergi mengeluh, di sini juga orang mengeluh. Coba yang di bawah juga tergeser-geser, makanya kita itu orang TVRI kalau ada yang pindah kaget. Kaget udah enak-enak pindah, padahal itu kan penyegaran, ga ada yang mau mengerti. Sebenernya pindah itu susah, saya pun susah. Kalau mau apa yang berbeda kira-kira saya kalau di Makassar dengan di sini gajinya sama kok, apa yang beda. Memang kalau di Medan ditambahin dua kali lipat? Tapi harus kita sadar bahwa ini adalah perintah dan tugas. Ngapain pindah ke sini, kalau kita maunya sendiri. Anak-anak saya, istri saya, saya tinggalin. Malah datang ke sini ongkosnya banyak. Siapa yang tanggung, kan tanggungan saya, ya kan. Itu, kadang-kadang orang di situ ga ngerti. Orang itu kadang-kadang ya kalau memang niatnya baik ga mungkinlah buru-buru jabatan mau jadi ini mau jadi ini. Mungkin besok ngerasa enak di situ. Kalau kita yang memang ga pernah merasakan enak-enak jadi pejabat itu enggak. Biasa-biasa. Kalau orang yang sudah lain pemikirannya mungkin bisa gimanalah, buat-buat itu sampai ada kelebihan untuk dia, itu lain cerita. Itu patokannya juga kita ini susahnya kita itu di media televisi artinya masih di kekang, itu intinya kan. Karena kita masih punya pimpinan. Kalau yang namanya Kompas itu pimpinannya ada di situ semua, jadi koordinasinya gampang. Jadi mulai dari pimpinan redaksi, pokoknya ada bagian-bagian itu satu kantor semua. Kita ini terpisah, jadi koordinasi saya paling ke Kepsta.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA II INFORMAN II

DATA INFORMAN NAMA : ANDI AMRI ADNAN JABATAN : KEPALA BIDANG BERITA TVRI SUMUT TANGGAL : 1 AGUSTUS 2016 WAKTU : 12.30 WIB – SELESAI LOKASI : RUANGAN KABID BERITA TVRI SUMUT KONFIRMASI :

Menurut bapak masih banyak ga pihak luar yang punya mindset bahwa TVRI itu tv pemerintah dan belum menyadari kita sudah menjadi tv publik? Nah itu yang susah karena kita kan tidak pernah melakukan penelitian tentang itu, yang diteliti oleh Nielsen itu cuma kategori acara. Tapi kalau menurut saya, kita harus sudah kembali ke situ. Artinya kita memang harus tinggalkan itu. Meskipun akhir-akhir ini ada lagi kan, tapi seharusnya kita tinggalkan itu yang namanya tv pemerintah.

Maksudnya pihak luar yang bapak tahu dan pernah berkomunikasi, masih banyak ga anggapan-anggapan ... Iya, itu ga bisa juga kita lepas karena kita dibiayai oleh negara, bukan pemerintah loh, yang biayai kita negara. Uang publik, jadi asumsi itu memang kita harus hapus. Sekarang kita kan berupaya, jadi tidak lagi kayak waktu ada Deppen, ya acara-acara itu memang harus menjadi kontrol Departemen Penerangan, sekarang enggak lagi. Ya memang sebagian orang sudah menyatakan tapi berapa persen itu kita ga tahu, coba lihat di media sosial „saya lebih enak nonton TVRI sekarang‟ tapi itu bukan tolok ukur. Kalau yang sebenarnya bisa itu ya Nielsen punya, tapi AC Nielsen kan cuma melihat acara kita mungkin besoklah, besok tanggal 4 ya, ada orang litbang, itu bisa anda tanya nanti.

Tentang apa pak? Mengenai pola acara yang disukai masyarakat. Besok datang itu Pak Tomo, nanti tanya pasti ada yang baru. Jadi ngambil sampel sekarang di Sumatera Utara dari tanggal 4 sampai tanggal 7. Kalau kemaren di Palembang 2 tahun lalu. Barangkali tahun 2014 itu sudah hampir 60 persen masyarakat Palembang Sumatera Selatan, bahwa pola acara-acara TVRI itu sudah diminati masyarakat. Tinggal satu, siarannya ga bersih.

Sejauh ini pak masih ada ga pihak-pihak luar, instansi atau mungkin tokoh- tokoh tertentu, mungkin dari kalangan pemerintah lokal yang dalam prakteknya masih berusaha mempengaruhi isi berita kita pak? Masih. Masih tetap. Tapi itulah tugas kita, yang kayak kemarin seakan-akan ada instansi menganggap bahwa TVRI itu adalah bawahannya. Ya kan, ga bisa. Kemaren banyak saya rubah itu. Ada instansi yang meminta kita meliput semua kegiatannya, ga bisa. Kita harus memilah, mana yang memang perlu, mana yang

Universitas Sumatera Utara

dibutuhkan oleh masyarakat, itu yang prioritas bagi kita. Ga boleh semua, ya itulah bedanya. Kalau dulu waktu Deppen, semua kegiatan pemerintah itu kita ambil semua ga ada kita lepas, sekarang kita harus memilah, mana untuk kepentingan publik, mana untuk kepentingan pemerintah, itu harus kita bedakan. Tapi kita ga boleh lepas dari kegiatannya pemerintah. Kita satu-satunya televisi yang melihat keberhasilan pembangunan, penyeimbang. Mana mungkin, mana ada swasta mau lihat itu. Kita harus yakin bahwa pemerintah daerah itu mempunyai keberhasilan dalam hal pembangunan, harus memperlihatkan juga, jangan cuma dari sisi jeleknya aja yang kita selalu tampilkan. Itulah yang juga mempengaruhi rate-rate daripada tv-tv tetangga kita. Karena itulah yang disukai orang itu.

Apakah menurut bapak dalam praktek jurnalistik Sumut Dalam Berita semua tim redaksi dan peliputan sudah benar-benar tugasnya sebagai Lembaga Penyiaran Publik? Atau murni jurnalistik biasa aja, pak? Masih perlu kita benahi, jadi memang arahnya sudah ke situ, tapi harus masih dibenahi. Jadi kita ini mungkin masih terbawa dengan tv dulu, TVRI yang ke- TVRI-an banget istilahnya dulu kan. Agak saya lihat kalau lihat teman-teman ya, tapi ga semua. Saya boleh katakan kalau sebagian teman-teman itu masih istilahnya „tukang syuting‟. Selama ini saya amati kan, tapi dia itu sudah berumur, itu satu.

Tukang syuting itu maksudnya gimana pak? Tukang syuting itu ya itu aja, teman-teman udah pada lari buru narasumber, dia diam aja. Pikirannya udah ada gambar untuk berita kita. Padahal mungkin di situ ada yang penting untuk besok. Itu bisa dicari gambarnya setelah dia ngomong. Ya kan? Tapi kalau kita melihat itu apa yang ada pada saat itu ya itu yang diambil. Saya lihat ada teman-teman kita sebagian kecil lah. Saya maunya yang muda- muda ini jiwa jurnalistiknya harus kita asah kembali. Jadi mendengar sesuatu itu, ini kan telinga, kalau telinga jurnalistik itu peka. Makanya dulu saya bilang kalau saya di Makassar dengan Palembang, kalau pagi sebelum saya mandi saya ada di warung kopi tuh, karena banyak warung kopi. Warung kopi itu cerita banyak, di situ kadang-kadang tidak didapat, di situlah kita dengar. Begitu masuk kantor kita bagi di grup. Coba kau investigasi di

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA I INFORMAN III

DATA INFORMAN NAMA : RANGGINI JABATAN : KEPALA SEKSI BERITA TVRI SUMUT TANGGAL : 30 MEI 2016 WAKTU : 10.45 – SELESAI LOKASI : RUANG KEPALA SEKSI BERITA TVRI SUMUT KONFIRMASI :

Kak, sejauh ini menurut pendapat kakak kualitas dari tayangan SDB kita seperti apa kak dari segi teknis, jurnalistik, kualitas keseluruhan? Keseluruhan ya? Kalau menurut kakak, memang kakak di Seksi ini baru hampir 2 bulan, dengan memanfaatkan kontributor dan sebagian organik di sini yang betul- betul masih tinggi tingkat kepeduliannya, kakak pikir kita lumayan bagus, lumayan oke. Dibanding mungkin tahun-tahun sebelumnya, menurut saya. Maaf kalau salah, ini kan pendapat. Kenapa? Untuk beberapa berita-berita yang hangat, aktual, dan kasus kita ga tertinggal dengan media lain, walaupun berita kita itu hanya satu kali sehari, SDB. Tetapi kita kan punya siaran lain, mungkin ketika peristiwa itu terjadi pukul 2 siang ga keburu naik SDB, tapi ketika berita itu masuk masih bisa kita olah, kita kirimkan ke Jakarta untuk tayang jam-jam berikutnya pada hari yang itu juga. Jadi secara umum sebenarnya dari aktualitas kita ga ketinggalan, cuma yang seremoni kadang-kadang kita ketinggalan. Untuk seremonial itu karena apa? Namanya agak jauh-jauh, kadang ngikutin Pemko. Tapi dari segi teknik memang kita masih ketinggalan, kenapa? Mungkin Feby sendiri tahu juga, pertama dari sisi keredaksian kita, seharusnya EIC (Editor in Chief) ketika ada berita, dia sendiri bisa kontrol, tidak hanya naskah tapi juga gambar. Itu tidak bisa dilakukan sampai hari ini di TVRI Sumut, walaupun di tv- tv lain di Pulau Sumatera sudah bisa dilakukan seperti itu. Sistem LAN untuk menunjang keredaksian kita, menunjang SDB masih sangat-sangat harus ditingkatkan. Kemudian kalau dari sisi jurnalistik ya, sebagian kita masih banyak perlu memperbaiki. Jujur aja, misalnya nih walaupun orang itu udah senior tapi karena rutinitas atau karena apa saya kurang tahu latar belakangnya, masih sering terjadi kalimat-kalimat berlebihan yang tidak lagi... yang sebenarnya tidak tepat. Kalau berita harusnya ekonomi kata, naskah ekonomi kata. Tapi seringkali saya melihat itu kurang diperhatikan oleh teman-teman. Tapi kan saya sebagai Kasie setiap hari harus ngurusin itu, ga mungkin. Mana yang sempat ya kita ingatkan, pelan-pelanlah, kan itu semua barangkali menuju ... seperti pimpinan, menuju proyek perubahan TVRI, itu kan secara semuanya, komprehensif. Di berita sendiri kami pelan-pelanlah dengan Kabid berusaha untuk itu walaupun tentu saja ini ga mudah, karena ini sudah jadi kayak budaya. Sudah lama jadi budaya, merubah behaviour itu kan sulit juga. Apalagi kalau dia merasa sudah senior, kita ingatin kan mungkin ya merasa seperti gimana gitulah, padahal harusnya kita open- minded dan mengikuti perkembangan. Introspeksi juga, dalam artian menuju layar kaca TVRI itu bukan pribadi-pribadi. Tapi lebih kepada layar kaca TVRI.

Universitas Sumatera Utara

Kalau dari segi gambar kak? Ya, kualitas gambar-gambar masih banyak perlu diperhatikan, tidak hanya dari kontri, yang organik sendiri temen-temen juga kadang yang penting ada beritanya, maaf, karena ada honornya. Kan gitu. Ada pembayaran uang liputan sehingga kadang-kadang saya pernah beberapa kali sampe terpaksa menegur walau yang ditegur pasti ga enak. Tapi memang itu fakta. Biarlah saya dibenci atau ga disukai, yang pasti niatnya untuk kebaikan layar kaca. Itu aja. Saya berharap ya kawan- kawan ngerti. Ada bahkan yang sampai pernah saya keluarkan ga jadi tayang, misal yang baru ini kan UN. UN kan dari SLTA, SMP, SD. UN SLTA kan biasanya tradisi coret-coret. Itu kan bertahun-tahun gitu, tapi coba kita pikirkan lebih jauh lagi kan ga ada manfaatnya. Ketika kita memberitakan itu juga, kita membenarkan kegiatan itu kan, makna yang tidak terlihat seperti kita membenarkan dan mendukung. Saya ga sependapat yang kayak gitu kita tayangkan, kalau kita ambil gambar itu tapi paling tidak kita combine pendapat ahli-ahli pendidikan yang menyatakan kenapa harus begitu. Kan sebaiknya begitu. Karena ada beberapa sekolah juga udah melarang itu, ngapain kita buat lagi, kan itu kontraproduktif, seperti itu misalnya. Atau ada juga teman-teman yang meliput padahal dia senior, sudah DE (Desk Editor). Dia meliput dengan kualitas gambar kurang baik, statement yang dikatakan narasumber itu semua dia tuangkan di narasi. Statement itu keluar dan sangat panjang. Hal seperti ini kan harusnya ga terjadi lagi kan.

Apalagi kak yang mau kakak tambahin soal kualitas berita? Naskah berita. Naskah berita kan kita tahu dibuat oleh reporter, kemudian dicek oleh DE, kemudian nanti penyiar terakhir filternya, apakah didubbing ataukah dibaca. Ada beberapa layer. Tetapi kadang-kadang masih saja terjadi kesalahan- kesalahan seperti itu. Seperti Feby tahu kan pernah terjadi, itu kalau kakak bilang sudah terjadi seperti human error, tapi itu ada. Dikoreksilah oleh layer-layer itu tapi kita berusaha saling ... cuma lagi kadang-kadang sebenarnya kepedulian ini kan tidak hanya terkait tugas kita masing-masing aja. Ga ada salahnya juga ketika si A membuat berita, ternyata ada kesilapan, si B ngeliat, dia koordinasi, dia kasih tahu. Kan bisa. Artinya sama peduli. Contoh yang paling baru kemarin, kita tahu Gubernur hari Rabu dilantik oleh Presiden, 4 gubernur, 2 wakil. Salah satunya Gubernur Sumatera Utara. Kita punya kerja sama dengan Gubernur Sumatera Utara. Alangkah lucunya, seminggu sebelum pelantikan kakak koordinasi terus sama humas, kapan pelantikannya, bagaimana, apa ada wartawan dibawa. Jawabannya ga jelas, ga tahu. Sebagian katanya pernah ke sana tapi sampai terakhir Kominfo sendiri ga ada yang berangkat kesana. Tapi entah kenapa kita lihat, entah bagaimana caranya, sampai hari ini aku belum tahu sumbernya gimana, yang pasti beberapa wartawan yang meliput di kantor Gubernur, di media sosial keliatan eksis-eksis di Jakarta. Makan bareng katanya ke Jakarta karena pelantikan Gubernur. Padahal kita tahu, Feby sendiri pernah jadi jurnalis istana, ga mungkin bisa masuk ke dalam kan? Orang-orang tertentu yang bisa masuk. Apapun ceritanya media online, media cetak sudah memberitakan itu. TVRI sendiri bagaimana memberitakan itu? Sumut untuk peliputan itu, kan ga bisa, kita ga ikut. Nah untuk hal-hal seperti ini kakak mesti sedikit jeli mensiasati bagaimana, yang akhirnya kemarin kita bisa beritakan, gambarnya ada, statement Presiden ada tentang pelantikan itu. Nah itu kan satu nilai juga. Kakak kenapa

Universitas Sumatera Utara

lakukan itu? Paling tidak menjaga marwah TVRI di mata media-media lain di sini. Kalau koran semua kan gampang. Kirim foto, foto di sana, cetak. Online pun gampang. Kita kan perlu gambar, untungnya ada TVRI pusat di sana, berkoordinasilah, akhirnya bisa kita beritakan. Sayangnya, ketika kakak berkoordinasi dengan teman lain “Sanny tolong buatkan berita Gubernur tiba di sini, penyambutan upah-upah. Gambar nanti Gozali”. Gitu kan. Dia mungkin buru-buru ga konsen atau gimana dengan tugas yang lain, paket. Dia buat berita pelantikan, padahal ketika itu kakak sudah buat pelantikan. Nah sebagai DE harusnya kan cermat. Masa judulnya sama, dua berita judul sama, isi lain, petugas lain. Mungkin itu, hal yang begitu penting, menyangkut Presiden. Yang satu ada statement Presiden, yang satu mungkin enggak karena Sanny salah pengertian itu. Dia pikir gimana ga ngertilah, tapi belakangan setelah aku komunikasikan “Oh iya ya, rupanya penyambutan kedatangan gini gini..”, dia gantilah berita baru. Sudah ada berita barunya, tapi oleh DE tetap dinaikkan, diurutkan pelantikan yang saya buat, dengan pelantikan yang salah tadi. Nah coba, itu kan apa? Hal-hal seperti itu masih terjadi, seharusnya itu kan ga terjadi. Satu sisi harusnya reporter yang tadi salah buat dia tariklah beritanya. Ketika dia ga tarik karena dia sibuk, dia lupa narik atau bagaimana, si DE ya udah dia himpun aja, dia buat Presiden lantik Gubernur, di bawahnya lagi pelantikan Gubernur Sumut, baru lagi selanjutnya kedatangan penyambutan. Hal itu kan harusnya ga terjadi tapi itu masih terjadi.

Sebenarnya menurut kakak ini lebih karena kualitas SDM kita atau karena faktor rutinitas yang udah begitu-begitu aja, jadi ga ada rasa lagi untuk ... Untuk lebih berbenah? Tapi kalau aku pribadi, bukan maksud mengecilkan teman-teman, ada mental SDM dong pastinya. Memang kita seperti apa yang dibilang Jokowi revolusi mental ke semua lini termasuk TVRI. Kenapa? Karena masih banyak sisa-sisa kejayaan TVRI jaman dulu yang merasa paling hebat, nomor 1 leading sehingga pada waktu sudah banyak berubah, tapi mental ga berubah, sikap ga berubah. Sebagian ya, walaupun tidak keseluruhan. Masih ada teman-teman yang seperti itu. Jujur aja kita katakan. Itulah kadang-kadang satu. Kedua, memang rasa kepedulian itu apakah itu bisa dikaitkan sama mental ga tahu, kepedulian itu masih kurang, tidak sebagaimana harusnya. EIC adalah perpanjangan tangan Kasie, harusnya dia punya tanggungjawab yang lebih besar dari reporter biasa. Tetapi aku melihat masih ada terjadi, bahkan seorang editor karena dikaitkan dengan liputan katakanlah ini hari Pendidikan Nasional, dia mau buat berita tanggapan. Bagus nih idenya, tanggapan kalangan pendidik, butuh tanggapan pengamat pendidikan, tanggapan siswa sendiri. Tapi 3 macam tanggapan ini dia pecah jadi 3 berita. Konsekuensinya apa? Kantor dengan anggaran yang terbatas jadi membayar lebih, padahal itu bisa dibuat paling banyak 2 berita atau 1 berita. Ketika ini kita komunikasikan, dia tidak terima. Belum lagi bicara karena kamera. Itu satu. Di satu sisi pegawai-pegawai yang berkontribusi untuk berita, di satu sisi dia disitu kekurangan, tapi di sisi lain, dari jaman saya dulu selalu menggunakan punya pribadi. Kamera dan kendaraan ga difasilitasi oleh kantor. Itu ga difasilitasi pakai punya sendiri, tapi sebaliknya kita pun ingin mencari uang yang lebih banyak dengan cara-cara tadi. Jadi dilema juga sih sebentulnya ya kan. Tapi kalau kita punya idealisme ga harus gitu. Kalau kita punya idealisme, kita punya sikap yang bagus, okelah kita udah siap berkorban dengan milik kita pribadi. Bagaimana pun ini kan tempat kita cari makan, tempat

Universitas Sumatera Utara

kita mengabdi, punya tanggungjawab, karena kondisi kantor seperti itu. Saya 15 tahun lalu beli kamera 15 juta di koperasi ngutang karena kesulitan seperti itu. Mau berita aktual, kameramen payah diajak karena ga ada duitnya, karena terbiasa kalau syuting ada uang. Bukan uang liputan aja, uang yang didapat dari kegiatan itu. Akhirnya ngambil koperasi beli kamera sendiri, belajar syuting sendiri. Lakukan itu belasan tahun lalu, tapi kan bukan karena itu terus kita suka-suka, yang penting syuting ada duitnya. Apalagi sekarang uang liputan untuk TVRI daerah, Sumatera Utara paling tinggi. Kita berkaca ke Palembang, itu satu berita cuma 25 ribu. Di sini paling tinggi memang, sudah 2 kali dinaikkan sama Pak Ichaf sampai 75 ribu satu berita, sebelum potong pajak. Nah jadi gimana ya, kalau mau membenahi itu memang agak sulit, tapi ketemu sama teman yang senior, dia juga merasakan, ketika kita SDB kameramennya tidak ada. Kameramen untuk penyiar, cuma ngelock pertama juga dia tidak ada. Tapi dia punya hak di SPO uangnya. Akhirnya TD (Technical Director) nya ga senang, dia bilang “Ni, bilang sama pembagi uang SPO si A kan ga kerja, ga usah kasih uangnya”. Terus kakak bilang, awalnya kan jelek kali ya, kakak paksa-paksa karena ga tau locknya di sana. Kakak yang masuk, kakak paksa untung ga patah. Ga ada kameramen, seperti itu terjadi, terus kakak bilang “Abang TD abang yang ngomong, itu tanggungjawab abang, itu orang teknik, nanti payah, nanti ribut”. Nah akhirnya TD bilang “Kayak mana nih, coba kalau rapat sama manajemen diwacanakan, kita kontrak lepas aja kayak penyiar untuk kegiatan kayak gitu. Mungkin ini jadi salah satu solusi. Artinya kalau kontrak lepas itu ga bayar bulanan dibayar di dinas, artinya tidak nambah beban dinas kantor. Macam mana?”. “Ooo boleh itu juga itu, bang. Kita butuh editor, kita butuh ini”. Karena secara umum TVRI Sumut itu masih banyak SDM-nya, cuma ga tahu, kenapa di unit tertentu banyak sekali kurang. Kalaupun ada, ada yg milih-milih kerjanya. Kita di sini di berita, ada berapa kita editor, Alfan Dwinta Wahyu Iwan Haris, lima. Lima ini masing- masing dengan watak yang berbeda. Ada dia memang pintar tapi slow, ada yang ga berapa pintar ribut banyak, tapi rajin juga. Ada yang ga banyak cakap tapi rajin, bagus kerja, ada yang menguasai. Jadi kadang-kadang untuk pasangan tugas itu timpang. Ada kalanya ketika pasangan yang timpang itu terlambat, kegiatan mempersiapkan berita ini terlambat. Ada juga yang untuk berita berbeda dia bikin visual yang sama, karena cuma ada statement-nya aja. Harusnya kan kreatif sedikit. Ambil gambar yang berbeda, itu masih terus terjadi. Kan aku sendiri sebagai yang baru sebetulnya gimana ya, kalau bisa milih tukeran jabatannya sama orang lain, kalau bisa milih. Tapi kan ini kepercayaan, amanah. Cobalah dijalani sebisanya, kalau udah ga kuat ya nyerah.

Kalau soal konten kak ada ga yang ciri khas “Ini lho berita kita harus gini”. Tentu saja ada, kita kan memang berbeda sama tv swasta, kebijakannya juga sedikit berbeda. Bukan hanya aktual faktual gitu kan, tetapi kita juga berpikir dampaknya. Dampak tidak hanya berita hebat bombastis tapi dampaknya negatif. Ga pun saat itu, mungkin jangka panjangnya. Itu harus kita pikirkan, karena visi misi TVRI kan berbeda. Dan sebenarnya dampak itu bukan hanya TVRI yang harus memikirkan, semua tv. Karena kakak pengalaman di Komisi Penyiaran, kakak tahu pasti semua tv sebenarnya harus memikirkan dampak itu. Tidak hanya mau cepat, mau heboh, mau faktual tapi nanti justru dampak negatif, misalnya kalau siaran langsung, bukan SDB nih, melihat tv lain, breaking news bisa

Universitas Sumatera Utara

berjam-jam sekarang, bukan kayak dulu breakingnews sebentar. Peristiwa kerusuhan, kerusuhan tapi lama-lama, belum lagi komentar reporter komentar penyiar live memprovokasi jadinya banyak orang datang rame-rame bawa parang. Ingat makam Mbah Priok, saya ingat kali itu, satu lagi kerusuhan di Jakarta Selatan. Bagaimana penyiar TV One itu mewawancarai Kapolsek atau Kapolresnya “Ini Pak bagaimana kalau nanti masyarakat Maluku yang ada di Jakarta semua nanti datang lagi rame-rame?”. Itu kan opini, masuk-masuk kayak gitu kan, itu memprovokasi yang lain jadi rame. Yang kayak gitu jangan sampelah terjadi di TVRI, karena sebetulnya tv swasta pun ga boleh, di tv manapun ga boleh. Dampak ya itu. Kemudian tentu penampilan, kan ga mungkin penyiar atau reporter memakai penampilan yang tidak sopan, sebenarnya ga jauh-jauh dari P3SPS itu.

Yang jadi pedoman kita apa sih kak, patokan kita untuk menjalankan ini? Sebenarnya TVRI sendiri punya kebijakan redaksional yang sebetulnya mengadopsi P3SPS juga, itu sebenarnya intinya.

Kakak sebagai Kepala Seksi ingin SDB ini dipersepsi apa oleh publik? Kakak pinginnya SDB khususnya di Sumut oleh publik Sumut menjadi barometer berita yang benar, aktual, memberikan informasi, mencerahkan, mencerdaskan memberikan pencerahan. Kita tahu kan sekarang ini semua orang bisa membuat berita dalam tanda kutip baik lewat sosmed, media online dan segala macam. Tapi melalui SDB orang tahu berita yang benar itu apa, cemana. Itu yang aku ingin orang tahu. Mungkin kan, sering itu, ga usah lah sosmed, TV aja TV kuning TV merah sering berbeda, patokannya apa? Kalau untuk kita Sumut ya SDB. Itu yang kakak inginkan.

Menjadi patokan ini versi benarnya. Iya versi benarnya, juga diharapkan kalau bisa aktual juga.

Kalau misalnya untuk yang redaksi sehari-hari, jalur komunikasi sebenarnya gimana? Maksudnya seperti reporter kemana dulu mereka harus lapor? Ke redaksi, karena sebelumnya kan dia sudah koordinasi ke kakak kalau dia melakukan peliputan.

Itu ke kakak? Bukan ke DE ya? Mau meliput, tapi ketika dia sudah meliput, dia harus listing ke DE dong. Karena kan DE yang merangkum itu semua.

Yang penting dia liputan awal udah koordinasi ke kakak? Iya bahwasannya dia meliput.

Itu kan tadi berarti di redaksi si reporternya lapor dulu mau liputan apa ke kakak? Kalau yang prakarsa ya. Kalau tidak ada di daftar liputan ya. Tapi kalau gitu mereka selesai liputan, koordinasi ke DE.

Universitas Sumatera Utara

Selama ini yang lebih sering dievalusasi Kabid lebih ke apanya sih kak? Konten, teknis atau apa? Hampir semua. Teknis, konten termasuk durasi. Dan beliau sendiri kan masih dalam proses beradaptasi dan mempelajari situasi di sini yang menurut beliau sangat jauh berbeda dengan stasiun lain yang dia pernah jalani sebelumnya. Berbeda dalam arti dia katakan itu seperti yang dia .. Ada hal-hal yang menurut dia membuat dia pusing juga gitu, heran. Kok begini sulitnya kondisi di Sumut baik secara teknik, sistem keredaksian, maupun ya mungkin kalau SDM hampir sama katanya dimana-mana. Kalau yang ini hampir sama tapi gimana ya, ada juga sih sistem-sistem yang dia rasa agak janggal gitu, berbeda. Tapi itu lebih bagus tanyakan ke dia aja nanti.

Kak, di dalam SDB ini kan sejauh mana inisiatif pribadi si reporter ataupun kameramen tim peliputan diberi ruang? Menurut kakak kalau pemberian ruang selebar-lebarnya. Silakan, kenapa kakak katakan seperti itu? Karena kan sebenarnya kondisi ini bagaimana pun tidak bisa dilepaskan dari masa-masa sebelumnya, ga mungkin langsung kondisi sekarang tetap berbeda dengan lalu. Kan ga mungkin, masa-masa sebelumnya lebih banyak memang ruang itu terbuka, untuk teman-teman berinisiatif meliput walaupun ada batasan-batasan. Bebas kan bukan bebas sebebas-bebasnya, tentu ada batasan. Misalnya nih contoh yang kayak tadi saya bilang satu topik misalnya Hari Pendidikan. Yang bisa sebenarnya disimpulkan di satu berita tapi dipecah-pecah, gitu. Itu artinya kan enggak bebas sebebas-bebasnya juga kan. Kemudian inisiatif untuk mengambil berita pada umumnya kan mereka sebetulnya bukan orang baru di pemberitaan, udah ngerti yang mana boleh yg mana enggak, mana senses of ..., mana yang ada news value-nya mana yang enggak. Walaupun terkadang masih juga ada ... Contoh lagi yang baru terjadi kemarin, kejadian hujan deras banjir. Si A sambil pulang dia atas kendaraannya sambil dia pegang ... mungkin pendampingnya yang nyetir, bukan dia. Dia pegang kamera lihat banjir dari dalam mobil aja nih syuting. Kemudian si B ada lagi begitu juga, tapi daerah yang lain. Awalnya sih banjir yang menggenangi jalan pasca hujan deras begitulah bla bla bla. Nah si C lagi dia tenang ga naik mobil, sepeda motor. Dia pulang, turun, gambar banjir dia ambil bagus. Benar-benar lebih baguslah gambarnya. Ini 3 item kan, sama-sama banjir, macet. Si DE kan harusnya mengemas ini dalam rangkaian bagus, tidak lepas satu-satu. Yang ada aku lihat kemarin berita si A langsung DE- nya yang meliput. Secara umum dulu pertama banjir kemarin Medan bla bla bla, kemudian berita si C tadi yang dia turun dari sepeda motor bagus, kemudian masuk lagi berita si B yang hampir awalnya itu seolah-olah ini berita tunggal tentang banjir, padahal tadi 1-2 kan udah itu. Harusnya ini kan dikemas lagi supaya nyambung. Karena si B ini kan ga tau dia, kalau yang lain buat juga beritanya. Di sinilah peran DE harusnya kan, bagaimana merangkaikan itu jadi enak, nengok urutannya berita banjir yang pertama kedua ketiga itu satu rangkaian. Walaupun beritanya terlepas lepas tapi satu rangkaian. Ini enggak, ketika kita mendengar berita banjir yang ketiga, seolah-olah dari tadi belum ada berita banjir. Ngerti kan Feby maksudnya kan? Disitulah dituntut DE itu lebih jeli mengemas dan meramu ini. Ada DE yang mau begitu tapi tidak semua, masih ada yang tidak. Begitulah.

Universitas Sumatera Utara

Jadi intinya, reporter kameramen boleh sesuai inisiatifnya.. Iya boleh yang penting koordinasi.

Tapi menurut kakak semua punya kejelian yg sama? Jurnalistik judgement? Tidak. Itu kalau kita ingat lagi apa yang di awal kita bilang kan sudah kelihatan itu tidak sama. Sense of journalism-nya tidak sama dalam melihat news value satu peristiwa atau topik berita tidak sama. Sayangnya seperti itu. Ada yang sebenarnya profesi dia kameramen tetapi mungkin diasah dengan proses dengan selama ini dia bergabung dengan tv-tv lain, dia lebih aktif lebih berinisiatif, dan mungkin dengan proses, saya ga tau awal-awalnya gimana dulu, tapi sekarang bisa memadai. Dia bisa buat beritanya, lebih apa namanya, proaktiflah tanpa diperintah pun dia sudah berinisiatif. Ada yang seperti itu, ada juga yang aktif tapi asal aktif, supaya dia ada beritanya hari ini, asal buat aja. Ada beritanya tapi tidak terlalu serius menggarapnya, tidak terlalu melihat kaidah jurnalistiknya, news valuenya, yang penting beritaku ada hari ini, nanti dicatat kan. Hasilnya belakang.

Intinya belum merata ya kak? Belum.

Tapi kalau terkait hasil tayangan, pernah ga ada yang complain ke kita gitu. Kok gini sih pemberitaan TVRI? Ga berimbang, tendensius. Pernah. Itu yang melakukan reporter senior yang udah jadi DE lho. Ini hampir jadinya asyik-asyik nyebut ke oknum yang serupa itu-itu aja. Aku ga tahu dia buat berita, ada kasus bahkan ini erat kaitan dengan agama, kan SARA nanti jadinya,, ada kasus tanpa kuperintahkan dia mensyuting itu tanpa dia melaporkan. Tahu- tahu sudah jadi, karena dia pun DE disusun tayang. Eh besok atau 2 hari kemudian ditelpon, orang yang ga dikenal nelpon ke saya dia bilang “Ini Bu Ranggini? Saya dapat nomor ibu dari Humas Kantor Gubernur”, “Ada apa Bu?”, ini perempuan. “Kami ga senang Bu hari itu pemberitaan TVRI tentang ini ini seperti ini”. “Maksudnya apa, Bu?”, kebetulan aku monitor jadi aku ingat beritanya. “Iya itu sepihak, itu ga begini begini, kami mau klarifikasi sebenarnya ga seperti itu begini bla bla,,”. “Ooo.. oke Bu”. Aku lihat urutan oh ini si anu, aku kasih nomer kontaknya. “Ibu ini reporternya, tolong hubungi biar berimbang”. Ternyata menurut petugas, reporter bersama kameramen sendiri sudah ketakutan karena ini, karena pihak yang lainnya rame dan marah-marah ke mereka. Nah terus si reporter malah menyalahkan ke saya, bilangin “Lain kali kak ga usah dilayani”, “Lho kamulah yang harusnya hati-hati dari awal jangan seperti itu”, “Iya ga usah dilayani suruh gini-gini”. Lho ini pelajaran cover both side itu perlu dan itu kan azas, dimana pun harus kita pegang cover both side ga boleh sepihak. Itu pengalaman mungkin buat orang itu lebih ngerti lah mudah-mudahan.

Kak, menurut kakak apakah semua tim redaksi, DE, tim peliputan semua yang ada di pemberitaan SDB, apakah mereka sudah paham tentang konsep penyiaran publik atau belum? Gimana ya. Belum pernah survey juga. Tapi secara umum cerita-cerita memang kayaknya masih ada yang belum begitu memahami kali. Karena apa? Karena semua yang terlibat di SBD ini kan ada pihak luar juga artinya yang bukan pegawai. Ada yang bukan pegawai terlibat. Artinya dia mungkin silih berganti.

Universitas Sumatera Utara

Contoh penyiar, penyiar aja, padahal dia kan garda terdepan, ujung tombak di layar kaca, salah penyiar ya dianggap ga baguslah kita, dianggap bodoh. Tetapi mereka kan penyiar baru, ada yang baru silih berganti. Kalau mereka sendiri kadang-kadang jangankan memahami lembaga penyiaran publik TVRI, jurnalistik umum pun ga tahu. Nama pejabat pun kadang ga tahu. Kurangnya wawasan mereka kan gitu. Begitu juga kadang-kadang teman yang mungkin terjebak dengan rutinitas, pergi liputan, buat berita dan tugas siaran lagi, tugas ini lagi sehingga mereka tidak mengupgrade diri, jadi kadang-kadang ga tahu. Pernah satu kali penyiar waktu itu ada kata-kata apa ya, aduh lupa banget. Dia heran, padahal kata-kata itu udah umum, dia tanyakan. “Ada bu kata-kata ini?” “Ya ada lho kamu ga pernah tahu itu kata-kata?” Ada sampai seperti itu. Pikirnya salah ketik padahal memang bener kata-kata itu. Itu mahasiswa udah tingkat akhir, penyiar. Bayanginlah.

Jadi kalau menurut kakak dari sekian banyak unsur penyiaran publik mana sih yang benar-benar harus diperhatikan redaksi SBD kak? Yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan informasi dalam SDB memang yang paling penting adalah berita itu benar, mencerdaskan ya kan. Jangan membuat bingung masyarakat. Berita itu benar mencerdaskan. Faktual dan kalau bisa aktual. Cepat gitu kan, tapi mengingat era sekarang ini dan seperti yang pernah kupelajari jurnalistik di Jakarta, sekarang kan orang eranya sibuk, stress tinggi segala macem. Dalam kemasan SDB secara menyeluruh ini alangkah baiknya ada juga yang refreshing, artinya ada yang seperti human interest, ada juga yang meringankan, menghibur itu harus ada sebenarnya.

Sebenarnya apa sih yang harusnya membedakan tayangan kita sebagai berita LPP dengan tv-tv lain? Kalau menurut kakak, memang kita sekarang ini kan kalau namanya aktualitas seolah-olah hampir sama ya ngejar-ngejar gitu ya. Tapi satu sisi, kita sifatnya kalau data itu ga akurat kita ga boleh juga, misalnya kan kakak pengalaman nih sama temen-temen IJTI, kawan-kawan dulu di lapangan, seringkali harusnya yang acara itu tidak separah yang di layar kaca.

Karena kan kalau hanya segi aktualitas, segi konfirmasi kebenaran itu memang aspek jurnalistik harus begitu. Tetapi pertama kita memang betul-betul harus menjaga tidak hanya sekedar menampilkan fakta, ya itu yang kakak bilang pertama juga, kita memikirkan dampak dari berita kita juga. Itu yang paling mendasar menurut kakak perbedaannya, dampak dari berita kita apakah memang nanti berdampak negatif, itu harus, satu. Kita pikirkan. Kedua tadi, walaupun peraturan P3SPS untuk semua tv tapi sepertinya pengalaman tv-tv komersil banyak yang melanggar itu, kita berusahalah untuk tidak. Sedapat mungkin khususnya di berita ini, janganlah dilanggar sedapat mungkin. Walaupun kadang masih terjadi seperti yang pernah kakak bilang. Asap rokok ga diblur. Ya kan itu penting kali menurut kakak. Kemudian dampak, itu tadi kebenaran itu, akurat. Akurasinya itu kalau bisa berimbang. Kalau bisa diusahakan betul bisa berimbang walaupun ga moment yang sama, nanti berikutnya kita counter.

Universitas Sumatera Utara

Jadi kalau trik-trik untuk menjaga cover both side kak kalau misalnya hari itu ga bisa dapat dua-duanya? Kita update berikutnya. Contoh pernah kejadian itulah yang terakhir si Lukman. Pernah dia katanya sambil lewat lihat anak-anak tamat SMP coret-coret di Lapangan Merdeka. Dia mau naikkan, kakak tarik, “Jangan, Lukman”. Kenapa ga buat kayak diambil si apa, itu sekolah A bikin syarat tidak boleh ngambil raport eh ngambil ijazah NEM-nya itu kalau ga bawa sumbangan baju yang dia pakai tanpa coret-coret. Ada sekolah B lagi, buat spanduk besar pernyataan tidak akan melakukan coret-coret gitu. Yang kayak-kayak gitu kan membangun kubilang. Bagusnya itu, “Kalau kamu udah terlanjur syuting ada gambar itu, cari pakar pendidikan atau pendapat yang justru meng-counter itu tidak bagus begini begini begini”, kan bisa naik. Itu contoh yang kakak coba. Pelan-pelan komunikasikan sama temen-temen di sini.

Lebih ke misinya mungkin ya kak. Tujuannya sampai. Iya dampak tujuannya itu jangan sampe negatif, karena misi kita itu kan mencerdaskan, menjaga moral generasi bangsa. Nah kayak kemarin kenapa kakak lakukan cepat-cepat tentang Perpu yang baru dikeluarkan Presiden, karena kan banyak kasus kayak gitu. Itu memang di pusat, di sini kakak sengaja keluarkan semalam sampai download beritanya. Kakak berharap temen-temen juga jeli dan sebelum-sebelumnya juga udah kakak bilang, “Ayo kita ambil tanggapan tentang kasus ini ini”. Kan mencerdaskan, bukan kita mengeksploitasi. Mungkin kayak tv lain mungkin ada yang detil walaupun mungkin itu ga news ya, mungkin laporan report yang lebih durasi panjang. Detil, begini-gini. Tapi itu ga boleh, malah seperti mengajari, mengajari untuk berbuat begitu jadinya.

Kak kita kan tv publik. Publik yang kita sasar ini sebenarnya siapa saja kak? Kalau bicara publik ga segmented, keseluruhan, dari semua kalangan, kalau menurut kakak.

Kak, kita kan sebagai media sebenernya harus jadi ruang publik, dimana orang semuanya bisa berpartisipasi berbicara tanpa terbatas posisi jabatan gitu, menurut kakak SDB sudah jadi ruang publik ga untuk publik Sumatera Utara? Semua pihak sudah bisa bersuara di situ atau ... Sebenarnya semua pihak bisa, tinggal lagi bagaimana kawan-kawan kita melakukan kegiatan supaya semua terakomodir, satu. Tapi di sisi lain kita untuk peliputan, setiap muncul kan ada konsekuensi dana anggaran, dibayar kecuali peliputan ga dibayar kan gitu. Nah ketika kawan-kawan kita mungkin yang bertugas kan ada konsekuensi. Sementara kita 1 tahun udah dibatasin lho jumlah yang bisa dibayar sekian. Itu hal yang juga menjadi penghambat. Oiya saya jadi ingat kemarin, beberapa hari yang lalu, kakak dihubungi sama mahasiswa mendadak, “Ibu saya si A lagi di USU ada diskusi begini begini, ini bagaimana Bu tolonglah Bu diliput” katanya. Terus kakak telepon balik “Dek, kamu ga bisa kayak gitu, pertama kamu mengasih tahunya mendadak. Kedua kan ini bantuan liput, kami ga bisa mendadak kan tugas banyak”. Terus anak itu mungkin berbakat ya, masih nego dia, “Bagaimana kalau saya lakukan liputannya Bu boleh ga?”, “Kalau kamu mau coba silahkan, nanti hasilnya bagaimana saya lihat, tapi ingat tidak ada honornya”, “Gapapa, Bu”, “Ah coba kamu buat, kamu kirim ke

Universitas Sumatera Utara

email Ibu”. Tadi malam dia bilang udah dikirim, mohon dicek. Ada lagi yang lain, wartawan dia, wartawan luar kota media polisi Beritayudha atau apa gitu, polisi ada majalahnya. Dia tanya pas kakak berdua sama Kabid, dia telepon pas ada acara di luar, “Bu begini, saya boleh ga kirim berita ke TVRI?”, “Berita apa dulu?”, “Ya entah apa lah Bu yang kepublikan begini begini, boleh?”, “Kami ga bisa lagi ada kontri tambahan, dana terbatas”. “Enggak bu saya rasa ga enak gini gini”. “Kamu punya kamera?”, “Punya”, “Bisa ngedit?”, “Bisa”, “Kalau memang ada naluri jurnalistikmu, ingin sekali berbuat, silakan buat, kirim tapi asal mau tidak dibayar, tapi disiarkan. Kalau kamu mau juga dibayar, coba kirim ke Jurnalisme Khalayak TVRI Pusat. Ada alamat emailnya. Itu kalau tayang katanya ada imbalan. Kalau SDB tidak ada, tapi kalau kamu mengirim boleh coba aja, nanti kita liat kalau memenuhi kaidah layak tayang kita tayangkan”. Artinya itu ruang-ruang juga yang kita kasih kesempatan kan, yang kita berikan ke mereka.

Sekarang masalah nilai berita nih kak. Apa sebenernya nilai berita yang membuat sebuah peristiwa layak untuk diliput? Tentu ini lah news value ya. Bicara news value, ini sebenarnya Feby nguji apa nanya, karena Feby pun sudah tahu sebenarnya. Itu kan teoritis. Kan teori komunikasi, teori jurnalistik kan.

Maksudnya, konsep ini mungkin belum semua memahami, apa yang misal membuat berita ini.. Menyangkut orang banyak ga, menyangkut nyawa ga? Menyangkut kepentingan publik? Menyangkut nyawa ga? Misal, okelah Medan ini kota barometer ibukota propinsi Sumut. Barometer dan termasuk kota metropolitan, terjadi peristiwa kebakaran di sini. Dua ruko dan kerugiannya jauh lebih besar. Ini kasus ya, terjadi di sini. Diambilah sama teman. Kakak suruh naikkan, 2 ruko lho katanya. Kemudian ada di Siantar sana, satu rumah terbakar malamnya, orangnya kirim berita langsung hubungi kakak sms “Kak aku kirim tadi ada kebakaran ini”, kakak telepon balik kontri “Ini kebakaran apa dek?”, “Satu rumah kak”, “Wah satu rumah, terus kerugian berapa dek kira-kira?”, “Berapa puluh jutalah kak kira-kira, namanya rumah”, “Aduh dek lain kali kalau kayak gitu ga usah, ga usah naik”. Ternyata karena itu udah dikirim dan kakak itu hari libur, lupa membilangkan sama editor ga usah didownload. Didownload oleh editor. Udah didownload sama editor, dikumpulkan sama DE, dilisting disusun, baru kemudian kakak datang kakak bilang “Oh ini ga usah”. Padahal si kameramen atau si reporternya sendiri di sana sudah kakak komunikasikan, pengertian “Oiya kak, aku ngerti kak. Lain kali enggak”. Gitu kan, dia paham alasan-alasan karena apa kakak bilang kan, tapi si DE ternyata mengganjal. Sampai hari ini. Kenapa kakak bilang sampai hari ini, karena dia masih bandingkan sama kejadian di Medan yang dua ruko, sehingga DE-nya kan tukar. Kan kejadian di Medan DE-nya lain. Dia antara sesama DE si DE A yang waktu itu kakak cabut berita ini, ga suka, ngomong “Oo kalau kau DE-nya boleh ya kebakaran, kalau aku enggak”. Jadi pemahaman masih seperti itu. Masih ada DE seperti itu. Bayangin. Dan apalagi seperti kakak bukan mau menyalah-nyalahkan DE, tidak. Bukan itu arahnya, tapi bagaimana kita membangun supaya ke depan lebih baik. Kadang-kadang kakak secara pribadi “Aduh tolonglah masa berita kamu kayak gitu”. Kakak ga bilang sih “kamu kan DE” enggak, cuma dalam hati ya „kamu kan DE‟ gitu. Ga kakak bilang, lebih dia

Universitas Sumatera Utara

seorang DE, ekspektasi kita, kenapa dia jadi DE? Tentunya dia memang memenuhi kriteria itu, tapi ternyata berita dia sendiri dia buat masih ya itu tadi, ga bahasa jurnalistik, ga ekonomis kata, bayangkan dalam satu berita durasi 1 menit setengah dia mengucapkan beberapa kali „tersebut‟. Bahkan dalam 1 kalimat kata tersebut itu berulang kali. Apa pantes seperti itu? Itu masih ada terjadi, jadi belum satu framing dalam melihat itu. Kakak pun berharap mungkin Feby juga kasih masukan apa yang harus kita lakukan supaya semua bisa jadi satu framing gitu. Itulah, ini masih mencari-cari, kami pun masih konsolidasi.

Jadi sebenarnya intinya nilai yang paling penting adalah sebesar mana itu berdampak terhadap publik ya kak. Iyalah sebagai TV publik kan.

Sejauh ini ada 2 MOU kita untuk peliputan Pemko dan Pemprov. Itu sebenernya apa yang jadi tanggungjawab kita dalam peliputan? Nah jadi itu sebenarnya kalau kita berbicara tv publik dan keberadaan di sini, pemerintah baik Pemerintah Kota atau pun Propinsi, kalau dikaitkan dengan keberadaan kita TVRI sebagai tv publik, yang sebagian anggarannya oleh APBN dan APBD. Ketika berbicara fungsi peran TVRI sebagai tv publik adalah untuk hal yang begitu besar, begitu berat, artinya di situ ada kewajiban negara juga memikirkan bagaimana TVRI ini bisa support dari segi pendanaan. Hitung- hitungannya gini, katakanlah Sumut 14 juta orang, seperti yang pernah dijelaskan. Pernah denger juga mungkin Feby masalah ini. Satu orang dikasih dana 1000 rupiah aja perhari untuk mendapatkan siaran TVRI, sehari kali 1000 itu kan 14 juta, setahun kali 365 hari berapa. Harusnya daerah baik propinsi menyiapkan anggaran itu untuk men-support TVRI dalam menjalankan tugasnya, memberikan informasi, mencerdaskan, pendidikan, hiburan apapun itu. 14 juta kali 365 kan misalnya gitu. Kalau itungannya satu orang bisa mendapatkan informasi atau hiburan dari TVRI dengan biaya 1000 rupiah aja per orang, karena kan ga ada iuran TV, jalan dulu kan sempat iuran TV. Ini ga ada, artinya pemerintah kota atau secara keseluruhan di Sumatera Utara ini menganggarkan begitu untuk men- support TVRI, tapi dikaitkan kerjaan yang ada kan ga begitu. Kita kerjasama dengan Pemko dan Pemprov mendanai kegiatan Gubernur kegiatan Walikota, bukan untuk mendukung TVRI menyelenggarakan acaranya mencerdaskan bangsa, menghibur, mendidik itu, karena itu tanggungjawab pemerintah juga kan sebetulnya. Tapi tidak, yang ada adalah liputan kegiatan Gubernur atau Wakil Gubernur, Walikota atau Wakil Walikota, kegiatan dia yang umumnya seremonial entah apa, kan masih itu kerjasamanya. Tugas kita ya meliput kegiatan dia, itu kerjasama. Harusnya enggak, lebih luas dari itu, bukan itu menurut kakak.

Tapi kan ketika kita berkewajiban meliput kegiatan mereka, nah disatu sisi kan kadang penting ga pentinglah nilai berita. Itu tadi karena kegiatan dia, karena kita udah terjebak dengan MOU yang meliput kegiatan dia itu, ya penting ga penting tadi udah pejem mata kita. Selagi dia berharap itu diliput ya diliput, gitu jadinya. Bukan yang penting kali buat publik sebagian kan. Hanya kadang-kadang TP-TP dia aja, tebar pesona atau apa kan gitu.

Universitas Sumatera Utara

Itu semua agenda kita harus meliput kak? Ga juga sih, kita berkoordinasi dengan Humas, mana-mana yang diliput gitu. Cuma kan ada nilai kontrak kerjasamanya, sehingga pandai-pandailah kita, kalau ga memenuhi, kita pulangkan juga. Padahal uang itu juga dibutuhkan oleh TVRI. Kalau ga memenuhi target itu kita pulangkan. Bagaimanalah pandai-pandai menyiasatinya, orang keuangan dengan kita juga gitu.

Jadi misalnya kak ada kegiatan mereka yang sebenarnya menurut kita nilai berita sangat kurang, kita melakukan penyesuaian ga di naskah atau seperti apa? Iya seperti itu, harusnya kita lakukan. Misalnyalah dia hanya silaturahmi, kita sebenarnya sebagai reporter harus jeli. Tidak semata silaturahmi cakap-cakapnya itu, tapi bagaimana kita memanfaatkan situasi itu dengan mencari isu yang lain, kita ambil statement di situ dan intinya itu diungkapkan pada acara silaturahmi. Walaupun ungkapannya itu mungkin karena inisiatif kita bertanya bukan karena dia yang ngomong awalnya. Itu musti ada kejelian kita harusnya. Betul itu supaya ada bobot beritanya.

Pernah ga berita gubernur atau walikota yang menurut kita ini ga usah tayang nih, pernah ga? Sejauh ini belum. Karena memang tidak seluruh kegiatannya kan diliput. Kawan- kawan juga kan udah lama ngepos. Kakak belum di sini kan mereka udah pengalaman, udah tahu. Dan mereka juga bisalah melihat itu kan, masa misalnya maap cakaplah, Walikota cuma makan siang duduk harus diliput misalnya, kayak gitu. Kan ga mungkin mereka lakukan, udah bisa melihat itu.

Apa kak biasanya yang menyebabkan berita-berita yang dibawa reporter dari lapangan yang menurut kita ga bisa tayang? Ya itu tadi kembali ke tadi, yang menurut kakak news value-nya sangat rendah. Kedua juga dia berdampak yang tidak baik. Gitu. Itulah mungkin. Walaupun itu sangat sangat jarang terjadi. Ya kan, sangat jarang terjadi.

Kak ini kan biasa berita berbayar itu kan jadi pemasukan resmi ke kantor, 500 ribu sekarang ya kak? Iya, lain krunya. Ke kantor 500 ribu.

Masalah untuk angka kru ini gimana? Kakak selalu katakan karena kakak pengalaman orang reporter, kakak selalu katakan kepada orang yang minta “Kita ada kewajiban ke kantor sekian. Tapi itu belum termasuk kru yang bertugas”. Kemudian dia bertanya “Kalau krunya berapa?”, “Wah kalau ditanya krunya berapa, makin banyak makin seneng”. Logika kan? Manusiawi. Makin banyak pasti makin seneng. “Sekarang budget panitia macam mana, tapi yang wajarnya orang biasa segini. Tapi kalau panitianya punya banyak kasihlah banyak pada teman yang tugas”. Kakak selalu katakan seperti itu. Ketawalah, tapi paling tidak walau tidak resmi, kita ada standar- standar yang biasa dilakukan kawan-kawan, misalnya 500 ke kantor, 200 untuk kru berdua, 50 untuk CD nanti bukti tayang. Gitu. Tapi ada juga yang baik punya budget lebih bisa ngasih lebih.

Universitas Sumatera Utara

Yang ga ngasih ke kru ada ga kak? Kalau dia berbayar kita selalu pastikan jangan ga ngasih. Kita bilang “Masa krunya dirugikan”. Walaupun sebenarnya kru ada uang liputan juga. Ada stasiun kan kalau seremonial uang liputannya tidak ada karena sudah dibayar oleh orang itu. Ada stasiun lain seperti itu.

Jadi itu kebijakannya lokal? Lokal. Kalau kakak sih prinsipnya gini, kebijakan yang sudah diterapkan selama ini, yang sifatnya memberikan manfaat untuk person-person, kalau ga bisa ditambah jangan dikurangi. Itu prinsip kakak. Ngerti maksudnya kan.

Tapi itu mempengaruhi liputan mereka ga sih kak? Maksudnya apa mereka menjadi pemburu berita berbayar? Jadi itu yang dikejar, ada ga? Ada, kan kita denger tadi kan. Ada pengaruhnya, karena itu kan tiap-tiap orang berbeda. Sebagian ada yang memang punya kepuasan ketika dia bisa dapat berita bagus walaupun mungkin tidak ada uang sama sekali di situ, kecuali uang liputannya nanti dibayar kemudian dari kantor. Ada yang seperti itu, jadi kembali ke individu juga kayaknya. Seharusnya kan yang punya idealisme kan ga seperti itu, harus sama.

Kak, ketika ada berita berbayar yang masuk, gimana tone angle kita gitu, apakah memang harus selalu positif sesuai permintaan si orang yang kita liput atau gimana? Cara penulisan naskah kita? Kalau dibandingkan pengalaman kakak sebagai produser paket talkshow yang berbayar, ini perbandingan ya, tapi di sini kan belum sejauh itu, pengalaman kakak sebagai produser talkshow acara-acara di studio ataupun paket berbayar, kakak tidak mau disetir oleh orang yang bayar. Kakak beberapa kali bertengkar, dalam arti bertengkar adu argumentasi sama orang. Kakak katakan BNN bayar sekian, berapa juta PU, mau dialog dia bilang narasumber satu, kakak bilang ga bisa, “Yah orang kita di tv lain bisa kok satu”, “Ibu mau bicara tv lain atau TVRI? Tidak bisa, Bu, saya mesti cari pendamping, kalau ibu ga siapin 1 pembanding, saya yang akan carikan”. Dia marah-marah tapi kemudian kita ketemu, saya tetap panggil pembandingnya. Ketika ketemu dihari H mendekat saya jelaskan begini begini, akhirnya dia senang. Pertama dia khawatirkan pembandingnya membantai, saya bilang justru sebaliknya, “Kalaupun dibantai ini kesempatan untuk mengklarifikasi, karena apa yang disampaikan pembanding bisa saja itu juga dipikirkan oleh banyak masyarakat penonton. Di sinilah kesempatan klarifikasi”. Kalau berbayar artinya tidak selalu kita harus ikutin kemauan dia. Sama dengan pengalaman Feby sendiri kan, ketika tentang bisnis yang Feby bikin dialog bagaimana kiat bisnis kaya dengan impor Cina, itu sebelumnya 2 kali sama aku, ngisi acara Kontak Publik. Pertama Pak Heri ngasih dia sendiri saja, kedua Pak Jul udah produsernya, dia ga cari, dia sendiri. Ketika itu yang fatal. Akhirnya kan kebijakan Kepsta stop, ga boleh begitu-begitu. Itu kakak termasuk disentil-sentil kawan-kawan di FB itu. Nah artinya gini, orang boleh bayar tapi bukan suka-suka dia. Kita punya kaidah-kaidah, punya format, punya apa namanya kriteria yang harus dipatuhi juga. Inilah yang diselaraskan dengan mereka yang membayar, gitu. Tidak promosi abis semau-mau dia.

Universitas Sumatera Utara

Jadi kita ga usah dalam naskah itu melulu angkat telor? Iya, kalau bisa justru apa yang dia mau kita memang kita sampaikan, tetapi ada jugalah di situ kita kan media ini kritik sosial, kalau memang ga pas, masa terus kita ikutkan dia. Malah imbang kan, itu kembali ke soal peran di dialog. Kakak jelaskan itu kalau satu arah aja ga seru, kalau ada perdebatan begini kan seru. Jadi di situ keliatan kualitasnya. Jadi bagaimana kita meyakinkan juga klien kita, stakeholder kita.

Masalah proses produksi berita, gimana sebenarnya menentukan agenda liputan setiap hari cara kakak? Jadi gini, sebenarnya kakak satu sisi melihat situasi kondisi yang ada sekarang yang terjadi, misalnya ni misal ini jelang Ramadhan identik dengan kenaikan harga barang, kita kan melihat itu, atau ada kasus apa nih yang lagi menonjol, itulah kita ini agenda setting. Melihat situasi dan kondisi yang ada, kemudian berkomunikasi dengan teman-teman, disamping itu kepada teman-teman sendiri juga kan kita lemparkan ini, mereka juga sebagian sudah ada yang bisa mengerti. Macam inilah, kakak mungkin di grup berapa-berapa hari ga ada mengarahkan tapi pribadi-pribadi ada macam Rifhandi, agenda setting pusat kan harga. “Fhandi tolong kamu syuting”, kenapa kakak nyuruh Fhandi? Karena interest dia ke hal- hal aktual kan tinggi. “Fhandi tolong kamu ambil harga ini, Jokowi udah menentukan, dikontrol kalau bisa harga daging 85 ribu per kilo, pantau di sini bandingkan antara pasar yang satu, pasar sana, harga kebutuhan. Nanti kalau bagus kita kirim Jakarta juga”. Gitu, jadi kalau agenda setting umumnya kita ada beberapa faktorlah ya yang mempengaruhi, situasi, calendar event juga, misalnya ini hari apa? Hari buku hari apa, itu juga mempengaruhi, situasi yang ada di sini, sambil kita juga tentunya ga menutup mata dengan pemberitaan-pemberitaan media lain. Kan pasti, apalagi yang online jauh lebih cepat, sementara kita tetap ditentukan jam 4 berkala kan. Ga ada bisa breaking news. Itulah antara lain yang mempengaruhi kakak dalam ...

Jadi sebenarnya yang menentukan setiap hari itu siapa kak? Kakak atau selalu koordinasi dengan Kabid atau gimana? Kakak, lebih sering ke kakak. Kalau Kabid untuk hal-hal detail dia kan ga terlalu teknis. Kalau ada yang khusus pesanan, tapi beberapa pengalaman kakak “Bu Anggi ini ...”, “Udah, Pak udah ada kawan kita”. Dia mengingatkanlah tapi umumnya apa yang dia ingatkan sudah kita ingat duluan, sama teman-teman yang di lapanganlah.

Tapi kalau misalnya untuk agenda setting yang isu ya kak, bukan yang peristiwa, yang dilaporkan itu memang banyak peristiwa, tapi untuk isu lah walaupun misalnya entah di grup entah di japri berjalan ga sih kak? Ada, satu-satu. Macam itulah kakak bilang tadi. Kakak japrikan aja si Rifhandi ngasih tahu “Ndi ini gini gini, kamu bandingkan”. Ini kan macam si Iwan, ngasih tahu, Iwan ini GM Berita Jakarta. Besok topic of the day kita bicara soal ketersediaan dan pantauan harga. Aku forward ke dia aku kasih tahu dia, komunikasi sama dia, aku kasih tahu ke dia, ini kan untuk agenda setting kita walaupun hanya dia gitu ya belum ada ke yang lain-lain. Harusnya kan ini beberapa ya kan terkait itu, tapi ini aku masih memikirkan bukan agenda setting

Universitas Sumatera Utara

untuk Sumut aja, ini lebih kepada mensupply ke Jakarta nasional, tetapi kita juga tidak ketinggalan gitu. Jujur aja memang seharusnya seperti yang kata Feby itu. Kita setiap hari buat agenda setting tapi sampai hari ini kan kita hanya kasus- kasus tertentu baru ada kayak gitu, misalnya kayak kemarin korban air terjun Dwi Warna ada yang ke sini, ada yang ke situ, macem-macem kan. Kemudian kasus Sinabung banyak-banyak kalau untuk yang rutinitas kita memang belum dan kakak sangat berharap memang ketika nanti ini udah lebih solid, Kabid juga udah ngomong sama temen-temen semua, kita buat kedepannya seperti itu.

Itu kan karena memang peristiwa juga ya kak, tapi maksudku yang seperti di lokal, misalnya kita menyoroti Perda atau kebijakan-kebijakan Walikota dan Gubernur. Kita belum ke arah situ ya kak? Belum, karena apa? Kakak berpikir kalau pun kita buat ke situ, kita menyoroti itu, mungkin durasi keseluruhan sekitar paling banyak 10 menit bisa. Paling berapa berita. Kenapa? Karena memang SDB ini istilahnya masih kayak nasi campur, ya kan? Nasi campur, itu kita maklumi kenapa? Karena kita cuma 1 kali dalam sehari. Jadi di situlah semua diakomodir. Mau kita buat kayak gitu, mending dulu TVRI pernah 2 kali beritanya, berita aktual jam 3 kemudian jam 5 lagi ada. Itu peristiwa-peristiwa apa kita akomodir pertama gitu. Cepat. Sekarang kan enggak, di situ semua, belum lagi nanti kalau udah ada iklan atau apa, pesan-pesan, jadi kayak nasi campur. Nasi campur-campur semua disitu. Susah kita mengini-nya. Patok agenda setting kita buatlah berapa, 40 persen tentang itu kita bahas. Belum bisa kakak rasa, tapi kakak sangat berharap itu sangat bagus kalau bisa kita wujudkan.

Kak, pihak-pihak mana saja sih yang setidaknya mempengaruhi isi siaran kita? Apakah maksudnya ada kepentingan-kepentingan organisasi atau mungkin pejabat-pejabat di luar kita, misalnya Pangdam, itu bisa mempengaruhi isi? Sebenarnya dengan statusnya TV publik tidak boleh ada siapa pun dari eksternal yang mempengaruhi kita, kecuali aturan-aturan yang ada, itu kaidah-kaidah ya. Kalau manajemen mungkin ya.. masa-masa lalu adalah yang intervensi kayak- kayak gitu, tapi buat kakak pribadi kakak punya beban moral yang lebih besar mungkin dari teman-teman yang lain, kenapa? Kakak mantan komisioner penyiaran, kakak musti punya idealisme, punya sikap, sepanjang itu untuk kebaikan layar kakak akan pertahankan walau taruhannya jabatan. Itu prinsip kakak.

Seharusnya tidak boleh ya kak pihak manapun. Tidak boleh, sehingga kemarin terjadi ketika kita berdebat dengan DE, pertama sih pertanyaannya cuma soal segmen olahraga, ini terjadi berapa hari yang lalu. Ini olahraga kok di bawah padahal ketika tugas sebelumnya udah tahu loh jawabannya sama kakak “Kan ga ada features, jadi dibawah”, “Loh tidak harus features kan ini ada softnews”, “Yang mana softnews?”, “Yang ini ini, termasuk ini”, “Jadi cemana? Di sini ada Kepsta lho”, “Lho walau pun Kepsta tapi news value-nya apa? Cuma nerima anak pramuka yang tunarungu, ga terlalu banyak kali newsvalue-nya. “Masa Kepsta kita di bawah?”. Katanya sama saya. “Lho kenapa enggak?” saya bilang. “Kan sekarang bukan Kepsta yang dilihat, news

Universitas Sumatera Utara

value-nya” saya bilang. Aku berdebat gitu. Dia ga senang, marah. Itulah sampai ngadep Kabid. Artinya apa? Framing-nya mindset masih yang lama, masih yang birokratis, masih TVRI tv pemerintah, masih gitu. Kalau kakak ga mau gitu, taruhannya jabatan kakak ga peduli. Karena jabatan ga pernah kakak minta, kakak pingin kalau bisa ya memang yang baiknya lah gitu.

Siapa sebenernya yang setiap hari jadi gatekeeper berita yang masuk? Penyaring utamanya itu siapa? Sebenernya DE, tapi kakak tidak bisa melepaskan begitu saja, kakak tetap bertanggungjawab untuk memantau dan mengkoordinasikan dengan DE. Sebab apa? Ada apa-apa yang kakak ga tahu, nanti kakak juga yang ditanyakan pertanggungjawabannya. Gatekeeper sebenarnya DE.

Dari segi jobdesk nya? Iya EIC, kalau ada hal-hal yang menurut dia ini... dia bertanya ke kakak, tapi itu belum kakak terima selama kakak di sini, belum pernah kakak terima. Kakak yang proaktif turun nengok nanya, gitu.

Jobdesk DE ini apa sih kak? Selain menyaring berita kemudian memeriksa naskah ya? Apa lagi tanggung jawab dia kak? Bertanggungjawab sampe kelancaran berita itu disiarkan tentunya. Itu sebenarnya tanggungjawab dia bersama PA sampai akhirnya, seperti itu dari awal sampai purna itu mau selesai dan siap disiarkan. Dia bertanggungjawab, harusnya.

Termasuk gambar dan statement? Iya, makanya sebenarnya gini, statement juga harus bertanggungjawab, kakak akan coba kembali mensosialisasikan sama kawan-kawan secara umum, walaupun secara pribadi-pribadi beberapa orang udah. Kalau kakak dulu masih reporter, sangat sering kakak lakukan ketika berita tadi, statement ya kakak sudah tahu itu mulai masuk kata-kata apa sampe apa, durasi berapa menit, itu kakak tulis di situ.

Sebagai reporter? Iya sebagai reporter, itu harus. Sehingga DE pun bisa melihat itu berapa detik. Statement-nya kira-kira berapa kan kita bisa hitung, jadi durasi berita secara keseluruhan item itu berapa menit itu bisa dilihat. Nah itu kakak lihat memang dari dulu tidak banyak yang mau peduli soal itu. Harusnya semua, artinya kitalah yang sebenarnya mengedit berita kita. Kita yang tahu pasti, bahkan lebih bagus lagi di gambar itu kita buat misalnya kalimatnya ini ini ini ini. Kita kasih kode sebelah kiri visual ini visual ini, dan itu juga mendukung editor apalagi kalau sempat raw material-nya itu banyak, karena ga ada gambar, orang itu mau minta dokumentasi jadi banyak. Pening editor harus mencari dengan waktu yang begitu terbatas. Kalau kita kasih gitu akan udah enak. DE tentu saja harus bisa melihat itu seperti tadi lah, bukan hanya menerima memeriksa terus kasih tahu memperbaiki naskah, bukan hanya itu, merangkumnya juga apalagi berita- beritanya masih berkaitan. Redaksi kan harusnya berkaitan juga menyusunnya. Ada yang perbaiki, ga lepas satu-satu, sampai itu siap untuk akhirnya nanti dibawa untuk penyiaran, harus dipantau sebetulnya. Itu menurut kakak sebenernya, jobdesk-nya DE itu.

Universitas Sumatera Utara

Walaupun banyak DE yang belum memantau sampai tayang? Kita masih pembenahan, sebelum siaran dia udah ilang. Abis absen tengah 4 udah ilang.

Kriteria apa yang harus dimiliki seorang DE kak? Tentunya menurut kakak seorang DE paling tidak betul-betul memahami Kode Etik Jurnalistik televisi, dia mesti memahami itu yang paling mendasar menurut kakak. Ya juga P3SPS, tentu saja bisa buat berita dong. Penulisan berita dia mesti bisa, harus paham. Kalau dia sendiri pun belepotan, gimana mau memperbaiki orang punya, dilepasnya ajalah gitu.

Sejauh ini DE-DE yang sudah ada? Nanti katanya kakak mendeskreditkan, bagaimana pun itu temen-temen teamwork kita, jadi serba salah. Artinya gini memang masih banyak yang perlu dibenahi dalam semua hal, kontri juga gitu, baik dalam angle juga, angle kamera. Kontri- kontri kita aku ga tahu apakah mereka pernah diberikan pencerahan, pembimbingan begini-begini. Aku ga tahu tapi ingin kali kita seragamkan itu pengetahuan itu.

Tapi itu seberapa besar mempengaruhi kualitas akhirnya kak? Ketika misalnya naskah begitu, statement gitu lagi. Mempengaruhi, sangat mempengaruhi sebetulnya. Makanya ini pelan-pelanlah kita. Tumpang tindih. Memang fungsi statement di tv itu untuk stressing point. Menguatkan, contoh Perpu kemarin. Perpu tentang Perlindungan Anak, di naskah udah kubuat poin-poinnya tapi aku masukkan statement untuk lebih lengkap lagi. Sebagian statement itu udah ada di naskah tapi itu memang penting banget, kita gak apa-apa kita ambil yang juga dari naskah itu. Tetapi umumnya kita hanya menggiring kan ke statement. Di statment itulah untuk stressing point, boleh- boleh aja sikit-sikit kita masukin tapi stressing di situ lebih lengkap.

Sudahkah SDB memenuhi kaidah jurnalistik yang baik dan benar? Apa itu perlu kakak jawab dengan cerita kita yang begitu panjang tadi, mungkin Feby sendiri bisa jawab sebenarnya, bisa bagian dari ini kan bisa menilai tapi bukan berarti kita juga mau mendiskreditkan, bukan juga harus memuji-muji. Tapi faktanya kaidah jurnalistik ya lumayan. Kakak bisa katakan bener lumayan walaupun ekonomi kata tadi belum. Tapi kaidah dasar-dasarnya sudah memenuhi.

Akurasi, konfirmasi? Bahkan Jakarta kecolongan kita Sumut masih bisa mengkoreksi kan gitu.

Pemberitaan sejauh ini SDB terhadap pemimpin-pemimpin lokal kak? Tone pemberitaan kita, apakah kita berani juga mengkritisi? Oh tentu, berani. Buktinya, jadi gini kakak masih ingat ketika Walikota Medan berkasus, tapi itu era pimpinan yang lama ya, ada kita kan kerjasama dengan Pemko Medan dan berkasus. Ada sidang, temen kita ini yang satu meliput, yang satu ga mau meliput. Yang biasa piket ga mau meliput karena udah ada kedekatan pribadi yang begitu kuat, sementara yang bener-bener fair meliput. Mau ditayang. Kabid berita di sini entah punya beban atau apa, sibuk grusa grusu. Memang

Universitas Sumatera Utara

kakak ga terlibat langsung tapi kakak mengetahuilah sedikit-sedikit persoalannya itu sampai ke Kepsta. Apa yang kakak katakan di situ? “Pak, kenapa takut itu kan fakta, alangkah lucunya ketika media-media lain memberitakan kita tidak memberitakan udah di depan mata kita. Kenapa?”, “Payah nih begini”, “Loh kita bukan kerjasama ke person loh, kita lembaga dengan lembaga. Dia bisa berganti- ganti kenapa kita harus takut?”.

Bukan person? Bukan person, lembaga dengan lembaga? Kenapa? Itu fakta. Semua media lain memberitakan kita enggak. Lucu ini bukan TVRI dulu lho, bukan tv pemerintah, ini TV publik kakak bilang. Tapi entah bagaimana pembicaraan akhirnya Pak Syaf juga mengaminkan itu tidak naik. Itu berapa kali sidang, tapi masa bisa kita bertahan begitu terus, syukurnya beberapa waktu kemudian akhirnya naik juga dan memang itu fakt. Tinggal kita jangan menghujat, ada etika yang bisa kita pakai dalam bahasa naskahnya, tidak memborbardir. Di situ seninya. Ada kan gitu maksud kakak, tapi pengalaman kakak sendiri ketika TVRI baru mulai belum lagi UU Penyiaran berlaku, udah kakak lupa persisnya tapi ketika itu Walikota Tebing perempuan. Walikota pertama perempuan di Indonesia. Kakak sama Yudi, Kepsta Pak Fajrudin, Yudi kameramen sini, kakak baru di sini, kakak meliput ke Tebing. Sampai di sana karena kakak anak Tebing kan banyak kenal, banyaklah. Terus ada yang unjuk rasa, kami syuting. Terus ada yang laporkan proyek jalan rusak hancur, kami ambil. Ada warga bilang gini gini “Waa itu pemborongnya anak walikota bla bla bla” gitu kan, kita ambil terus ada orang yang marah-marah segala macam. Direkamlah pokoknya sadis-sadislah. Kakak konfirmasi Pemko ke kantor Walikota. Walikota di Jakarta. Ketemu Sekda, kan sama aja tuh Sekda sama Walikota kan. Statement Sekda meng-counter artinya cover both side. Kita tayangkan, sudah disaring ini yang kasar-kasar dari masyarakat, kita tayangkan. Berimbang, tapi mungkin itu untuk sejarah Sumut pertama kali TVRI berani mengkritisi pemerintah. Heboh, heboh. Ngeri, Walikota ketika pulang mungkin dia terima info dari orang, nelepon Kepsta. Pak Fahruddin ngamuk “Ranggini, siapa yang buat beritanya?” Kameramen ku keponakan dia. Aku simpen kasetnya, VHS masih waktu itu. Aku bilang aku buat berita udah melalui EIC. Ada lagi Kasub, abis Kasub, Kasie baru Kabid baru Kepsta. Udah berapa lapis ini lewatin, kalau juga memang aku salah aku siap. Pak Fahruddin “Jadi macam mana nih”. “Bang Usman”, kubilang. “Siap saya suruh dia ke walikota laporkan saya ke polisi, saya siap argumentasinya. Saya punya bukti yang lebih parah, udah saya saring”. Entah gimana akhirnya ga ada proses ke polisi, di sana udah ngamuk- ngamuk. Artinya apa? Waktu itu pejabat-pejabat publik pemerintahan itu merasa TVRI tv pemerintah jadi ga boleh menjelek-jelekkan, tapi itu kan udah lama berlalu, sekarang kita kan ga seperti itu. Jadi sampai hari ini kalau Feby mengamati baik Jakarta, kita kan udah berani, ga ada batasan.

Tapi masih ada ga sih kak sedikit pertimbangan khusus gitu kalau menyangkut tokoh-tokoh yang punya hubungan baik sama TVRI? Tadi kakak katakan kita etika, bahasa itu tidaklah bombardir tapi tidak mengurangi fakta, tidak menyembunyikan fakta. Fakta tetap kita kemukakan tapi dengan bahasa yang lebih beretika mungkin, karena kita kan juga ada azas praduga tak bersalah. Kan itu juga harus kita pegang. Jangan trial by the press ga

Universitas Sumatera Utara

boleh kita ikut seperti itu kan. Jadi harus kita jaga juga, itu harus dilihat bukan karena faktor kedekatan sebenernya, prinsip itu harus dipegang secara umum.

Apakah kadang kedekatan-kedekatan personal ini sedikit banyak masuklah ke dalam? Kalau menurut kakak gini, kita di kantor manajemen tidak boleh kayak gitu. Kalau pribadi misalnya reporter A, dia deket dengan si B. Kemudian kita suruh dia liput si B yang negatif, kita harus mensiasati. Pasti punya beban moral, kita tugaskan yang lain, harusnya gitu kan? Supaya dia ga terlalu berat. Artinya apa? Tujuan kita tetap tercapai tapi si reporter ini juga terjaga gitu. Karena kan ga boleh trial by the press juga dia belum tentu, vonis hakim yang menentukan dia salah atau enggak.

Apakah latar belakang pengalaman reporter atau kemeramen mempengaruhi hasil berita yang diliputnya? Tentu, tentu, pasti.

Misalnya pendidikan, pekerjaan sebelumnya. Sangatlah mempengaruhi karena kan memang udah dibilang pengalaman itu guru, sangat mempengaruhi. Contoh yang paling simple kakak tahu seorang kameramen berita mungkin ini acara tidak peristiwa kali ya, seremonial. Ketika dia syuting di sini, mata dia tidak harus di sini, dia juga ngeliat ke arah lain, bisa aja terjadi saat itu entah apa sehingga dia cepet. Artinya pengalaman-pengalaman itu semakin akan mengasah kapasitas kompetensi kita ke depan menurut kakak, asal kita mau betul-betul belajar dari pengalaman itu juga selain tentunya pendidikan yang formal atau pun non formal.

Tapi keliatan bedanya di SDB? Kakak bisa melihat ga perbedaan “Oh si ini pasti gini gambarnya”. Bisa juga, bisa dilihat. Ada, masing-masing punya ciri bukan hanya di gambar, di naskah juga keliatan. Ada keliatan.

Apakah nilai atau kepercayaan yang dianut reporter juga berpengaruh? Agama atau ya nilai-nilai yang dianut, budaya. Berpengaruhlah.

Mempengaruhi ga berita yang dia ambil terus isi naskahnya? Kakak rasa berpengaruh karena gini, sikap perilaku kita kan dipengaruhi akan apa yang kita miliki, ketika orang punya behavior atau kepribadian yang katakanlah code and code cukup baik sesuai dengan ajaran agamanya, kan tercermin dari sikap perilaku dia sehari-hari, juga kinerja dia menurut kakak ada pengaruhnya.

Tapi isu-isu yang dia ambil pengaruh juga ga? Enggak.

Misal si A peristiwa yang berhubungan dengan agama, dia banyak ke gereja. Secara umum seharusnya ga begitu karena kita tidak ada tugas-tugas yang pengkhususan, misalnya wartawan ekonomi, wartawan agama, ada wartawan

Universitas Sumatera Utara

pariwisata. Kan kita ga ada klasifikasi kayak gitu.

Tapi sedikit banyak mempengaruhi praktek? Misalnya si A sukanya isu-isu itu aja tuh. Ada, sedikit ada, karena langganan. Karena langganan, bahkan bukan hanya itu kadang ada dia langganan narasumber itu-itu aja. Itu ga berkembang karena hubungan baik. Ketika kita tanya kenapa, dijawab “Dia yang mau disyuting, dia yang mau diwawancarai”, “Lho yang lain ga mau ya ga usah dipaksain, masih banyak ribuan lagi yang lain kok”. Berarti sebenernya itu dia membatasi kemampuan dia sendiri dan tidak mau mencoba kesulitan yang baru, iya kan. Menurut kakak harusnya ga gitu, bahasa kasarnya kayak gitulah, cari gampangnya aja.

Apakah kepentingan pribadi tim liputan mempengaruhi juga jenis beritanya? Ada sedikit kakak lihat, idealnya tidak boleh.

Idealnya umumnya kepentingan pribadi yang bisa masuk ke dalam. Kakak lihat gini, ada orang diundang liputan. Dia diundang meliput dengan dibayar. Memang ada beritanya di situ dia liput, kemudian dia berinisiatif mengangkat statement orang yang sama untuk berita berbeda. Dan itu selalu dia lakukan, sehingga mungkin kakak ga denger ya apa yang dia ngomong tapi bisa wajar kita tebak “Kalau aku buat 1 berita kegiatan, bisa 2 kan hasil beritanya”, sehingga dia terus yang jadi dipercaya oleh pihak klien yang mengundang. Artinya apa? Itu kan ada kepentingan pribadi menurut kakak. Hal ini sebenarnya tidak harus terjadi, kakak komunikasikan, “Tolonglah kalau memang ada itu, jangan saat itu juga, kapan-kapan dan gambarnya jangan peristiwa yang itu juga. Sesuai konteks apa yang kalian ambil statement juga”, tapi ini semua perlu proses waktu karena memang sudah kayak jadi tabiat behavior dia seperti itu terus menerus. Jadi kakak tantangannya memang cukup lumayanlah untuk mau pelan- pelan merubah itu.

Kalau kepentingan pribadi misalnya sekolah anaknya? Itu termasuk, termasuk. Itu terjadi, kakak tanya “Kenapa?”, “Anak aku gini gini”. Udah sekali memang dia ijin. “Kak tolong ya aku ambil gini gini anakku”, kita kasih. Besoknya lagi anak si anu karyawan lain, dia kasian anaknya bodoh kali. Lho kalau kita bicara anak, berapa ratus karyawan di sini? Apa semua anaknya harus kita syuting? Tolonglah logika sikit, tapi orangnya ga diterima dikasih tahu. Bahkan dia katakan “Alah banyak kali peraturanmu, baru sebentar kau di sini, banyak kali peraturanmu”, sampe keluarlah itu statement “Ga bertanggungjawab kami”, atau gini katanya pernah dia bilang gini “Banyak kali peraturan, apa apa ga boleh. Takut biaya uang liputan mahal ya? Aku ga dibayar pun gak apa-apa uang liputan”. Satu sisi saat itu emosi dia bilang gitu, di sisi lain aku ngelihat, ketika uang liputan keluar dia yang paling sibuk nyari data, aku dirugikan ga? Berapa udah liputanku? Sesuai ga dengan yang dibayar. Kan ga konsisten kan. Sampai aku ketika dia bilang itu “Fitri catat ya, dia ga perlu dibayar pun gak apa-apa, dia yang mau katanya”. Nah itu jadi kepentingan-kepentingan pribadi masuk ke situ, kan terjadi sayang ya, Itu masih terjadi kayak gini, padahal harusnya tidak terjadi.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA II INFORMAN III

DATA INFORMAN NAMA : RANGGINI JABATAN : KEPALA SEKSI BERITA TVRI SUMUT TANGGAL : 2 AGUSTUS 2016 WAKTU : 17.00 WIB – SELESAI LOKASI : RUANGAN KASIE BERITA TVRI SUMUT KONFIRMASI :

Masih kakak temukan ga mindset orang yang masih berpikir TVRI adalah tv pemerintah? Baik internal maupun eksternal TVRI kak? Menurut kakak masih ada orang yang berfikir bahwa TVRI masih tv pemerintah, karena memang mereka belum menyadari adanya UU Penyiaran No 32 tahun 2002 itu, gak tahu ada juga PP 11 dan PP 13 nya. Bukan karena melihat program- programnya. Itu yang utama penyebabnya menurut pengalaman kakak. Pejabat pemerintahan aja mungkin masih ada yang belum tahu tentang itu. Pengalaman kakak waktu di KPID bahkan walikota Medan waktu itu gak tahu tentang UU Penyiaran yang antara lain mengamanatkan tentang lembaga KPI dan TVRI sebagai tv publik. Dari eksternal juga masyarakat atau lembaga tertentu yang merasa „aneh‟ jika TVRI menginformasikan tentang korupsi di lingkungan pemerintahan misalnya, atau penyimpangan yang dilakukan pihak pemerintah atau negara. „Lho kok TVRI berani ya sekarang beritakan seperti itu‟ begitu kira- kira komen mereka. Tapi peristiwa jelang sahur yang lalu sepertinya sekarang membuat pejabat decision maker di TVRI jadi trauma dan sangat-sangat berhati- hati bahkan mungkin menurut pendapat pribadiku cenderung parno jadinya.

Pernah ga ada tekanan manajerial soal arahan isi berita? Atau tekanan dalam hal finansial kak? Misalnya peliputan kita terhambat karena limit anggaran? Memang itu kondisi yang ada saat ini. Untuk item berita sudah di-plot untuk setahun honornya. Namanya manajemen harus bisa kontrol dan komunikasikan pada teman-teman supaya jangan sampe nanti over dan ga bisa dibayar lagi. Begitu juga dengan berita kerjasama Pemprov dan Pemko. Di satu sisi untuk tuntutan durasi supaya tidak under juga harus dipenuhi. Makanya salah satu cara kakak inventarisir berita-berita dan feature yang timeless untuk bisa diulang agar berita tidak under. Untuk honor liputan, terpaksa kakak juga harus kontrol, untuk berita yang harusnya bisa jadi satu tidak perlu dipecah. Memang begitu kondisi stasiun daerah saat ini. Ada juga kiat untuk memenuhi durasi yaitu dengan menyiarkan berita dari stasiun daerah lainnya, khususnya di Pulau Sumatera.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA INFORMAN TAMBAHAN

DATA INFORMAN NAMA : AFINI JABATAN : KEPALA BIDANG SARANA KOMUNIKASI DESIMINASI DAN INFORMASI (SKDI) DINAS KOMINFO SUMATERA UTARA TANGGAL : 15 JULI 2016 WAKTU : 08.00 – SELESAI LOKASI : RUANG KEPALA BIDANG SKDI, KANTOR DINAS KOMINFO SUMATERA UTARA, JL. MAULANA LUBIS MEDAN KONFIRMASI :

Bu kan sudah setiap tahun pasti ada kerjasama antara TVRI dengan Pemprov melalui Kominfo, ini sudah dari dulu atau perjanjian baru? Gini dulu masih Ibu di Kominfo kan masih Badan Komunikasi dan Informatika, masih badan, berbentuk badan. Itu dulu masih berbentuk hibah, jadi kalau hibah dia tetap dibuat seperti ini juga perjanjiannya, kita menyerahkan bantuan hibah, itu nAnti dikelola langsung oleh TVRI tanpa ada ... maksudnya bukan tanpa ada, pokoknya ini lho kegiatannya ini ini ini. Itu dia bantuannya bentuk hibah. Nah kalau yang sekarang ini dia tahun mulai tahun 2012 bentuk kerjasamnya itu beda, bukan hibah lagi. Jadi dikelola langsung oleh Kominfo. Kalau dulu kan dikelola langsung, 2008-2012 itu dikelola langsung oleh TVRI, jadi kita tinggal nerima SPJ-nya aja, pertanggung jawabannya aja, yang ngerjakan semua orang TVRI. Tetep berbentuk MOU-nya tetap ada. Kalau sekarang di 2012 bentuk kerjasamanya penanggung jawabnya semuanya Kominfo, kita hanya meminta TVRI untuk menyiarkan aja, jasa publikasinya aja.

Jadi dari segi konten semua dari Kominfo yang menyiapkan? Tidak, maksudnya gini, dari 2012 itu kita tinggal meneruskan, konten yang lama dulu itu lagi dilanjutkan, bedanya di pertanggung jawaban aja. Kalau dulu TVRI yang bertanggung jawab sepenuhnya, kalau sekarang tidak. Dan kontrol-kontrol keuangannya lebih praktis gitu. Karena kita yang mengecek semua uangnya itu. Jadi Kominfo tidak melepaskan begitu aja. Dulunya juga sebenernya seperti itu tinggal kapan pelaksanaannya itu mereka hanya memegang jadwalnya aja, ini lho kegiatannya. Itu yang membedakan tahun 2008 sama 2012.

Berarti kalau perjanjian seperti ini mulainya 2012 ya Bu? Bentuknya iya, iya betul 2012. Kalau dulu bentuknya 2008 tidak seperti ini, kalau ini kan jelas bahwa kita hanya membayar jasa publikasi langsung ke TVRI, jadi narasumber, moderator, audiens itu kita yang membayar semua. Jadi kita yang mengeluarkan langsung ke bendahara, minta sama bendahara, langsung kita

Universitas Sumatera Utara

bayarkan ke masing-masing peserta.

Bu, secara detail bisa ga ibu ceritain tentang kerjasama ini, masing-masing tugas dan tanggung jawabnya TVRI apa, Kominfo tanggung jawabnya apa? Kalau dia tadi seperti saya tadi sudah katakan, kalau Kominfo konten isinya itu. Jadi kita mengundang membuat perencanaan, pertama membuat perencanaan untuk menganggarkan kegiatan itu disesuaikan dengan pagu yang ada, pagu yang diberikan yang ada di Kominfo ini. Kemudian kita buat programnya kita sesuaikan dengan pagunya, kita melakukan penawaranlah sebelumnya dengan dana yang ada. Kominfo misalnya dana yang ada untuk menyiarkan misalnya 3 juta, misalnya kan. Di TVRI itu sekitar 3 juta 500, nah kita kan nego ya kan, „ini lho kami punya dana budget yang bisa tertampung dari pemerintah itu cuma segini‟. TVRI menyanggupi. TVRI karena bentuknya kerjasama sudah dari 2008, mereka menyetujui, itu dia. Nah kalau mengenai tanggungjawab tadi, jadi sesudah kita buat perencanaan melalui biaya itu, sudah terinci itu narasumbernya, moderatornya, tentunya kan tidak bisa terlepas dari itu. Nah Kominfo tugasnya ya udah mengundang narasumbernya, pesertanya semuanya gitu. Sedangkan TVRI jasa publikasinya, jadi jasa penyiarannya itu kita hanya membayarkan sama TVRI aja, jadi mereka menyiapkan tempat untuk studionyalah ya gitu ya kan. Sekalian dengan jasa penyiaran, jadi kru-kru TVRI itu tanggung jawab TVRI sendiri. Cuma kalau misalnya kita negosisasi namanya kita sudah kerjasama ya kan kalau kita bilang kita minta jadwal, TVRI sering berikan waktunya. Kadang-kadang kan hal-hal tertentu perlu waktu yang tidak sesuai jadwal TVRI itu yang susah kadang-kadang kan, tiba-tiba nanti kita minta tanggal sekian tahu-tahu TVRI misalnya sudah masuk duluan dengan schedule yang lain ya kan, cuma karena sudah ada kerjasama bisa dinego itu dia, sebenarnya merusak apa TVRI juga ya kan, tapi kadang-kadang kita pun tidak mau seperti itu. Tapi ya kita mohonlah pengertian TVRI itu. Memang jarang, karena keadaan mendesak itu ya mudah- mudahan jadwal yang kami berikan sama TVRI insya Allah belum pernah ada yang meleset.

Kalau terkait yang berita harian Bu yang Sumut Dalam Berita? Kalau berita harian, itu kita kan jadwal gubernur ini kadang-kadang tidak semuanya masuk ke bidang kami gitu ya kan. Ke bidang kami, tapi ke bidang peliputan tetap ada. Jadi konten untuk 1 tahun itu kan kalau diikuti dibarengi dengan kegiatan gubernur ataupun Pak Sekda ataupun DPR itu kan sangat banyak ya, jadi tidak tertampung dengan dana yang ada, karena 1 tahun cuma 310 item. Kalau Pak Gubernur dengan Pak Sekda itu melebihi jadwalnya ya kan, jadi kami minta kalau TVRI dengan dana yang ada harus bisa dipilah-pilah, kalau yang betul-betul perlu mendesak memang Gubernur harus diliput, itulah yang diliput untuk membaginya itu. Jadi kami 1 bulan sudah kami bagi karena 310 itu, jadi 1 bulan itu sekitar 25 item. Dan itu kami bayar juga jasa publikasinya aja. Nah masalah jasa publikasi itu kemarin setiap awal tahun, akhir tahun itu kami juga minta penawaran kepada TVRI mengajukan berapa harga untuk semua kegiatan itu per item itu berapa ya, 1 paket kegiatan itu, dan kami pun sudah berusaha untuk menganggarkan seperti yang mereka minta. TVRI yang minta, cuma karena budget yang ada ini terbatas, maka kami minta supaya disesuaikan dengan dana.

Universitas Sumatera Utara

Masuknya yang bidang 1 lagi bidang peliputan, ada lagi? Ada, dia meliput semua kegiatan Gubernur Sekda itu.

Tapi tetap yang untuk kerjasama sama TVRI itu? Tetap mereka kan lain, isi kontennya nanti mau kami isi ke website, beda dia kegiatannya untuk website.

Kalau dari sekian banyak agenda Gubernur Sekda, yang menentukan untuk diliput TVRI itu dari Kominfo atau dari TVRI yang menentukan sendiri mau meliput yang mana? TVRI.

Jadi misal tiap hari diagendakan agenda Gubernur ini ini ini ... itu terserah? TVRI lah yang tahu karena kan udah kami apakan dia, 25 item itu memang sangat susah 1 hari 1 berarti ya. Itupun ga tiap hari. Makanya kan memang kita berharap dana untuk Kominfo ini kalau dibandingkan dengan Kominfo lain yang ada di propinsi itu kalau kita adakan rakor gitu antara Kominfo seluruh Indonesia itu kita termasuk kecil. Kalau kita istilahnya nanti kalau sesuai dengan Permen yang baru nanti tahun 2017 mungkin akan dilaksanakan itu, nanti dia berdasarkan tipe di seluruh Kabupaten Kota Propinsi. Itu udah sama nanti Kominfo tinggal beda tipenya aja, tipe A, B, C gitu nantinya tahun 2017 perubahannya. Jadi nanti kalau sekarang ini kan persepsi Kominfo itu belum sama namanya, ada yang masih Humas, ada yang nempel di Dishub, digabung ya kan, sementara yang di Sumatera Utara ini baru Medan sama Simalungun yang sendiri Kominfonya, yang lainnya di bawah humas. Makanya saya bilang kalau sama Kabupaten Kota itu kan „macam mana kalian mau tahu dengan kegiatan Kominfo ini‟ saya bilang kayak gitu. Kita ada namanya pelayanan publik inilah satu bidang ini, satu bidang ini SKD ini namanya pelayanan publik. Kalau saya nantinya peraturan yang baru tentang pelayanan publik karena berhubungan langsung dengan masyarakat. Kalau yang lainnya nanti ada bidang aplikasi ya kan.

Sebenarnya pertimbangan utamanya Bu kenapa harus perlu TVRI menyiarkan kegiatan-kegiatan Gubernur Sekda? Supaya kalau ibu merasa kan masyarakat ini kan tidak banyak tahu apa kegiatan Gubernur mungkin ya kan. Kalau baca koran mungkin ya satu dua orang memang yang utama, jadi selain media massa kita ada media elektronik. Kemudian kita kan harus memanfaatkan juga kan lembaga penyiaran publik kita ya kan. Makanya Kominfo yang utama TVRI dan RRI. Ya kan? Kenapa tidak ke swasta? Kita kan namanya orang pemerintah yang satu itu ya bukan berarti swasta tidak kita perhitungkan. Kita harus juga mendukung radio-radio yang ada di swasta.

Tapi yang ada kerjasamanya cuma TVRI dan RRI ya? Iya, karena itu di tahun 2008 seperti hibah tadi seperti itu juga TVRI dan RRI.

Bu, selama ini kan pasti ibu memantau juga tayangan Sumut Dalam Berita. Apakah hasil tayangannya sesuai yang diharapkan ga, Bu? Dari segi macam- macam ya bu, kualitas, naskah, gambarnya? Kalau ibu melihat gambarnya yang kurang ya, gambarnya memang kita dari segi

Universitas Sumatera Utara

peralatan masih kurang kali dibandingkan dengan tv-tv swasta ya kan. Jadi kalau misalnya cara teknik penggambarkan, juga perlu SDM yang bagus. Itu harus kita akui itu. Itu harus. Karena ibu juga sering mengamati kalau ibu siaran langsung, terlalu monoton. Ibu pernah juga ke MetroTV ya, pernah melihat kayak gimana sih MetroTV itu. Mereka punya ruangan kecil saja, tidak begitu besar ya, tapi peralatan mereka itu bisa ditarik, bisa di-iniin. Kalau kita kan studionya itu lengket-lengket kan, mereka sudah pakai audio visual untuk studionya itu. Teknik penggambarannya sudah jauh. Jadi kita perlu alat-alat, peralatan. Saya dari kecil itu kebetulan tinggalnya saya itu dibelakang TVRI dulunya, di asrama. Jadi rasanya kalau dibanding kan dengan usia saya udah 47 tahun gitu dengan TVRI sekarang, kayaknya belum begitu banyak perubahan kalau saya tengok. Cuma yang di studio 1 ya yang di belakang itu khusus untuk pemberitaan ya itu kalau saya lihat kalau untuk di swasta-swasta itu terlalu kecil ya. Kecil ruangannya itu juga, tapi teknik penggambaran saya rasa gitu, hasilnya berbeda. Namun kalau isinya sudah mulai bagus.

Maksudnya ini kan kegiatan Gubernur tentang ini.. , udah sesuai belum naskahnya, isinya? Sudah, kalau itu sudah. Tinggal saya bilang tadi teknik pengambilan gambarnya, hasilnya kurang.

Bu, dalam perjanjian ada tulisan Pihak Pertama berhak untuk mengarahkan konten paket-paket acara. Ini paket acara ini hanya semacam dialog itu atau termasuk mengarahkan juga untuk peliputan harian juga? Konten paket acara ya. Iya. Betul. Jadi mereka berhak „ini loh yang lebih penting lagi‟ untuk di jam-jam tayangnya juga kayak gitu. Apa-apa isinya ini. Jadi kalau itu kan semuanya kerjasama, ya kan. Kalau mereka maunya ini loh, kan kita harus bisa saling menerima, kasih masukan kasih masukan. Mereka juga berhak kontennya itu apa-apa aja yang bagus. Misalnya kalau dari segi isinya itu ya kontennya jadi kalau misalnya kalau kita di mimbar ajalah ga usah jauh-jauh itu kan kita kadang-kadang narasumber itu kita ambil dari MUI tahun ini. Itu karena ada permintaan dari MUI supaya dari MUI yang menentukan narasumbernya. Nah, itu kan kita kasih masukan sama mereka juga. Kita bilangkan mereka. Jadi ada masukan dari mereka juga, „sebagusnya bu kalau yang dari MUI jangan yang itu-itu aja‟, gitu dia. Jadi jadwalnya itu orangnya itu berganti-ganti. Oh iya, bagus. Jadi atas kerjasama, kita aturlah jadwal itu jangan seminggu misalnya mereka membuat jadwal misalnya minggu pertama dan minggu kedua itu orang yang sama, lalu kita tukarlah jadi orangnya berbeda-beda setiap minggunya.

Jadi terbuka untuk diskusi dengan TVRI? Terbuka. Harus terbuka. Jadi TVRI kan yang jelek juga nanti, ya kan. Kalau kita tidak saling bekerjasama, termasuk juga dalam penseleksian waktu mimbar agama Kristen itu kan ada seleksi untuk paduan suaranya. Nah kalau Kominfo tahunya ini dari ini ini ini, untuk keahliannya ini dalam vokal apanya kan yang tahu orang TVRI. Jadi ada konten-konten yang diserahkan pada TVRI.

Kalau buat yang liputan harian ada diarahkan juga ga Bu? Tim peliputan kita, maksudnya nanti ambil wawancara tentang ini ya, nanti yang diambil

Universitas Sumatera Utara

banyakin gambar ini nya. Bisa juga gitu. Kadang-kadang ya kalau memang dibutuhkan ya kita harus seperti itu juga.

Biasanya kalau kejadian seperti apa yg perlu diarahkan misalnya? Paling misalnya hal-hal yang kedatangan presiden, kunjungan Presiden atau Wapres gitu ya kan. Namun kalau yang bersifat seremonial kita selalu wanti-wanti kalau bukan Pak Gubernur atau Pak Sekda yang mengahadiri, kalau hanya diwakili bukan berarti kita membatasi untuk kegiatannya itu. Karena kan poinnya itu sedikit ya kan.

Ooo jadi kalau diwakilkan itu ga usah diliput ya Bu? Ga usah, karena kadang-kadang di SKPD mereka punya anggarannya. Jadi kan kita harus apa juga ya hati-hati juga, nanti tumpang tindih pula ya kan, mereka membayar kita membayar juga, jangan sampai seperti itu.

Bu itu kan udah ada jelas hitung-hitungannya. Kalau untuk kru di lapangan dikasih lagi ga? Ga ada. Kita kan berbentuk jasa publikasi. Ya makanya kita hanya bayar jasa publikasinya. Jadi kalau untuk misalnya kru itu ga ada. Kecuali kalau moderator ya. Moderator dalam setiap acara, di mimbar kan itu ada narasumbernya, kita yang bayar. Kru ga ada. Kecuali ya pas kita pengertian kita atau apa yang tidak terdaftar, tapi jaranglah itu karena kita kan masing-masing jalan dinas kita kalau memang ga ada kendaraan kita tumpangin, gitu aja paling sebatas gitu aja, kalau yang lain-lainnya ga ada.

Ada ga evaluasi rutin terkait dengan hasil tayangan yang kerjasama ini baik yang berita harian maupun yang dialig-dialog itu? Evaluasi rutin itu tetap ada, tetap kami evaluasi. Tetap ada. Kalau misalnya berita harian itu kadang-kadang tergantung dengan volumenya. Kalau misalnya setiap bulan itu kayak triwulan ini kan udah banyak kali triwulan 1-2 ini, jadi saya bilang ini ga bisa nih kita nanti ga ada tercapai sampai ... Tetap harus ada, karena kan kalau kita tidak evaluasi nanti diakhir tahun ga ada lagi, cuma kalau misalnya akhir tahun udah habis itu akan dibayarin langsung dari dana ditanggulangi sama TVRI gitu dia.

Sejauh ini hasil evaluasinya memuaskan atau masih banyak catatan-catatan? Pada prinsipnya kalau ibu tetap akan memperbaiki yang akan datang. Walaupun di segi sisi yang memuaskan ya kita namanya kerja pasti ada kekuarangan ya kan, tetap harus ada untuk menuju yang lebih baik lagi kalau ibu, apa nanti untuk ke depan ini sudah ibu rencanakan untuk tahun depan jangan seperti.. ya mudah- mudahan aja tidak ada. Kalau ada pergantian kita kan ga tahu, jabatan ini kan titipan, kalau kita amanah sih tetap, yah mudah-mudahan yang menggantikan saya pun nanti lebih bagus lagi ya. Kita berharap punya gebrakan-gebrakan baru, karena ibu udah lama di sini ya. Dari 2008 khusus TVRI dan RRI aja. Dah sampai macem orang TVRI.

Universitas Sumatera Utara

Bu, kalau pak Gubernur atau pak Wakil pernah ga sih bu ngomentarin hasil tayangan-tayangan peliputan meeka ataupun dialog-dialog yang melibatkan Pemprov? Kalau Pak Gubernur prinsipnya karena waktu pas setiap audiensi kan ada TVRI, tetap ada TVRI. Jadi kalau pun misalnya TVRI tidak menayangkan dinaikan ke atas itu Pak Gubernur "mana TVRI?" selalu mencari. Walaupun tidak diberitakan tapi kan punya dokumentasi, ini kan kita punya dokumentasi. Jadi Kominfo sama TVRI selalu dicari. Karena kebetulan kalau pas audiensi saya kadang-kadang mendampingi Pak Gubernur juga dan itu yang dicarinya, Kominfo sama TVRI, karena apa? Karena dokumentasi itu tetap ada. Bagi beliau dokumentasi itu sangat penting, jadi saya menilai „ooh ini untuk TVRI harus ada sama Kominfo‟. Ini kalau setiap triwulan itu ada dokumentasi foto itu kami serahkan itu sama Pak Gubernur. Jadi Pak Gubernur, Sekda itu kami kasih dokumentasi foto dengan CD- CD nya, copy tayangnya. jadi kalau TVRI mau seperti itu copy tayang-copy tayang itu sangat bagus sekali. Pak Gubernur sangat menghargai itu.

Itu ditonton ga Bu? Kalau menurut ajudan beliau itu katanya dilihatnya. Makanya dia sangat senang dengan dokumentasi. Jadi kami tetap menganggarkan itu dokumentasi CD sama foto. Karena dulu pun saya kan di Humas ya, Humas itu tetap ada memang itu kumpulan pidato, kumpulan foto sama video dulu belum ada ya. Jadi saya tengok di Kominfo ini sudah ada dokumentasi foto, dokumentasi audiovisual, jadi semua kegiatan dia itu kami dokumentasikan. Suatu saat diminta mau tahun berapapun tetap ada.

Tapi kalau misalnya pernah ngomentarin ga bu, misalnya „besok-besok bilang sama TVRI jangan terlalu gini‟ misalnya terkait naskah ataupun gambar, pernah ga? Enggak. Tapi yang jelas Bapak itu suka dengan TVRI.

Ooo gitu ya. Hahahaha..

Kalau menurut ibu idealnya isi siaran TVRI sebagai LPP seperti apa bu? Misalnya sangat banyak kegiatan pembangunan atau tetap isi berita-berita yang lain juga? Kalau ibu semuanya perlu. Olahraga juga perlu. Pembangunan yang utama sebenarnya ya. Kenapa saya bilang pembangunan? Karena kan dana yang ada activity yang ada di Sumut ini tentu perlu disiarkan sama masyarakat biar masyarakat tahu, mana sih anggaran yang dipergunakan. Jadi selain itu juga informasi budaya-budaya itu ya kan, itu perlu juga itu dikembangkan juga. Cuma karena jadwal TVRI kan sedikit kan, cuma 4 jam. Jadi dengan 4 jam itu kita bagi dengan .. tengoklah jam 3 nanti dialog itu sampai 1 jam. Jam 4 berita 1 jam. Udah 2 jam. Nah yang 2 jam lagi ini itulah untuk dimasukkan ke budaya kan dibagi- bagi, musik-musik ya kan. Itu dia. Kalau dulu belum banyak kali berita-berita yang harus ... jadi terbatas pasti ya kan, jadi meng-combine-nya ini agak susah, lain dengan RRI. RRI dia punya 4 studio, untuk lagu-lagu daerah itu Pro4, untuk pemerintahan di Pro1, jam tayang mereka dari pagi sampai malam tetap ada ya

Universitas Sumatera Utara

kan. Jadi itu memang suatu buat kendala bagi TVRI. Tapi nanti kalau ada berbentuk apa memang itu satelit ya kan, digital, itu mungkin akan jadi perubahan, bisa kelabakan juga TVRI dengan kru-krunya harus mengisi semua jam tayangnya itu kan berarti kan membutuhkan SDM lagi ya kan, perlu alat lagi. Kita harus menyiapkan itu dulu. Pertama harus disiapkan berarti SDM duluan sama peralatan. Itu yang pertama kalau menuju digital nanti. Jadi kalau dengan digital mungkin nanti semua bisa tercover apapun itu, pasti kita dengar sibuk berita sekali bisa nanti kayak tv-tv swasta itu kan, satu jam live ya kan.

Kerjasama pun bisa lebih banyak. Bisa lebih banyak, tidak mesti harus ke Kominfo, bisa ke SKPD yang lain.

Bu tapi kan di satu sisi orang masih sering image-nya TVRI kan masih tv pemerintah katanya gitu. Karena tadi itu, monoton. Macam udah kayak terbaca, jadi ibu sarankan kalau bisa kayak di mimbar agama itu teknisnya kayaknya udah gitu-gitu aja ya kan, maunya ada pemikiran yang lain. Cemana supaya menampilkan yang lain memang harus ada pemikirannya yang khususlah ya kan. Mungkin yang ahli-ahli akademisi itu bisa memikirkannya. Pemikiran-pemikiran supaya berubah cemana sistemnya yang bagus.

Tapi sepakat ga bu kalau dibilang TVRI itu masih pemerintah banget? Atau menurut ibu enggak kok udah lain TVRI sekarang. Sebenarnya kalau 2008 sama sekarang sudah mulai lain, pertama sudah mulai yang muda-muda masuk host-nya ya kan. Itu harus diakui. Merekrut yang muda- muda. Itu mulai itu, tidak jaman dulu ga ... itu-itu aja, jadi yang sudah udzur- udzur sudah mulai diituin ya kan,, berarti udah mulai ada perubahan.

Dari segi isinya masih sangat pemerintah? Karena dia memang lembaga penyiaran pemerintah kan jadi tidak boleh ... mungkin itu menjadi kode mereka mungkin itu harus berbau pemerintah gitu. Kita tidak bsia menyalahkan TVRI sepenuhnya ya kan, karena kan memang isi-isi mungkin sudah harus begitu ya kan. Tinggal teknis penyampaiannya aja. Tapi memang sudah mulai kalau ibu tengok dari 2008 mengamati sudah mulai berubahlah sikit ya kan. Gambar-gambar sudah mulai agak berubah sikit, tinggal teknik pengambilan aja, jadi jangan monoton aja. Itu pun sudah mulai bagus juga, ada slide-slide baru gitu waktu pas pengambilan.

Bisa ga bu TVRI dalam di satu sisi kita punya kerjasama dengan pemerintah, tapi satu sisi misalnya di beberapa berita lain, TVRI mengkritisi pemerintah. Menurut ibu gimana? TVRI mengkritisi pemerintah? Untuk berita mungkin ya, mereka kan pasti mengkritisi pemerintah. Kalau untuk kemajuan kayak kemarin kejadian Podomoro itu kan salah satu mungkin itu ya. Itulah contoh salah satunya ya kan. Memang keterlibatan pemerintah kadang-kadang mungkin ada yang tertutup ya, jadi supaya terbuka ya maksudnya TVRI. Jadi bukan berarti kegiatan itu tidak dibolehkan, tapi kalau dalam batas-batas tertentu itu kan saya rasa wajar-wajar aja.

Universitas Sumatera Utara

Maksdnya mengkritisinya tidak terlalu vulgar? Iya tidak terlalu vulgar, yang wajar-wajar.

Berarti bu ga masalah kalau dalam pemberitaan itu masih mengkritisi pemerintah? Kalau dalam batas wajar saya rasa kemarin itu kan sebenarnya kalau saya lihat itu menekankan Podomoro sebenarnya. Dan terakhir kan berhasil ya. Ya diusulkan ke DPR terakhir berhasil kan Podomoro yang menanggungjawabi semuanya itu.

Dalam kasus-kasus lain Bu misalnya masalah relokasi apa itu kan ada bahasa naskahnya itu „pemerintah diharapkan lebih tanggap gini gini‟ TVRI yang nulis, keberatan ga sih bu dengan naskah-naskah gitu? Enggak, saya rasa enggak.

Walaupun ada kerjasama dengan Pemprov? Memang kita kan harus tanggap memang juga ya kan, karena pun kalau misalnya demo-demo kita harus menerima juga ya kan, harus kita terima apa masukan. Kan itu namanya masukan, saya rasa kalau hanya bersifat masukan saya nilai bukan berarti harus mengapain pemerintah kan enggak. Saya rasa itu masukan. Karena kami pun kalau di dalam suatu permasalahan pun kadang-kadang harus positif negatifnya harus kita itu kan.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA INFORMAN TRIANGULASI I

DATA INFORMAN NAMA : SANNY DAMANIK FUNGSI : REPORTER, PRODUSER TANGGAL : 23 JULI 2016 WAKTU : 11.00 WIB – SELESAI LOKASI : RESTORAN POHON PISANG, JL. S. PARMAN VERIFIKASI :

Selama ini jadi kak menurut kakak, kita punya agenda liputan ga? Atau gimana cara redaksi selama ini menentukan agenda liputan? Lebih banyak ditentukan Kasie atau yang tadi kakak bilang inisiatif-inisiatif itu? Tapi memang harus ada korlip sebenarnya, jadi Kepala Seksi itu bukan korlip ya, jadi Kepala Seksi kan masih banyak pekerjaan yang harus dia apa ya, jadi tetap harus ada korlip, jadi korlip itulah yang akan mengatur liputan apa-apa saja. Terus gini, kebutuhan kita berapa persen misalkan untuk yang bayar BP ya seremonial, berapa persen itu kegiatan Gubernur, Walikota berapa persen. Kita sudah tahu setiap hari kita udah tahu berarti ada 60 persen misalkan untuk berita aktual, ya kan. Terus kontributor berapa persen yang bisa kita harapkan tiap hari, gitu kan. Nah itu udah jelas harusnya udah terbayang aja kita formatnya itu, jadi udah tidak ada under tidak ada over lagi berita, karena memang orang yang di lapangan meliput memang untuk kebutuhan mengisi yang 1 jam itu, jadi ga ada istilah under kalau semua ini kan misalkan di-plan masih 3 tim nih "kau kemari kemari kemari", yang kontri ada sekian kira-kira, yang gubernur 2, walikota kan 2 gitu perhari. Ooh berarti masih kurang dong, di-plan lagi. Masih pagi udah tahu itu under di-plan lagi. "Ini kau pergi kau ambil ini features ini". Jadi tidak ada istilah under sebenernya kalau bener-bener sudah menguasai apanya berapa kebutuhan berapa item perhari gitu kan.

Itu lebih banyak sebenernya berita yang diagendakan dari kantor, misalnya kan kak, Fandi ke sini, Feby ke sini. Atau lebih banyak yang inisiatif tim liputan? Lebih banyak inisiatif kayaknya. Kayak kontri itu pun sebenernya inisiatif. Sebenernya kontri inisiatif karena apa, kontripun disediakan kan untuk berita- berita aktual ya, berita yang tiba-tiba terjadi dan berita besar yang tidak direncanakan. Itulah.

Buat kakak pribadi selama ini kalau misalnya kakak liputan, apa yang membuat kakak misalnya melihat satu peristiwa "ah ini aja aku liput jadi berita", sisi apanya kak dari peristiwa yan lebih kakak lihat? Dampaknya, baru kedekatan juga, baru kan value nya itu ya. Jadi seperti apa kita buat contoh nih, seperti vaksin palsu ya kan. Vaksin palsu berarti kan langsung bagaimana karena kita merasa berarti banyak ibu-ibu yang jadi korban anaknya mendapatkan vaksin palsu, ya langsung aja berarti kan kita mau dapat statement

Universitas Sumatera Utara

dari ibu-ibu yang ngerasa "Gimana sih bu ternyata ibu sudah lakukan tahapan vaksin sama anak itu semuanya bohong karena palsu, berarti kan harus diulang lagi umur udah ga .." Nah kalau bisa kita langsung kejar ke korbannya dampak dari peristiwa itu.

Kalau menurut kakak temen-temen yang lain sense of journalism udah sama belum untuk hal itu? Maksudnya kan ada juga kita berita-berita yang bener- bener ringan misalnya tukang jagung di Sunggal, menurut kakak? Semua sama cuma karena memang ketidaktahuan gitu lho, misalkan gini aja, sebenarnya sama, tapi ada yang dia ga tau apa sih yang bisa jadi berita, gitu. harusnya kan sebelum berangkat ke lapangan dia harus tahu kalau sebagai reporter apa sih apa-apa saja yang bisa jadi berita. Jadi gini lho kalau dia cuma hanya kepentingan segelintir itu tadi kalau berdasarkan kepentingan, kalau untuk misalkan kita nasional berarti yang diangkat isu yang menyangkut nasional, baru kalau dia misalkan peristiwanya kayak di Cina ga ada hubungannya sama kita kan. Kan gitu kan? Jadi kan orang mengambil berita itu ya sesuai itu tadi kedekatannya, lokasi kejadian, memang ada hubungannya dengan masyarakat Sumatera Utara, terus dampaknya sebenarnya punya dampak yang luas. Jadi sebenernya teman-teman bukan karena ga tahu sebenarnya pengambilan sudut berita dari mana gitu, tetapi memang ga ada berita. Ya udah, ambil aja deh jagung di Sunggal karena ga ada berita, cuma mau kejar-kejar uang liputan jadinya kesannya gitu. Tapi kalau dia ditempatkan juga di tempat apa, dia tahu kalau ditempatkan tempat yang benar-benar aktual, yang kejadian-kejadian apa pasti dia tahu ngambil beritanya.

Menurut kakak apa yang membedakan tayangan TVRI dari segi hasil beritanya dengan tayangan berita tv lain? Aspek apanya yang membedakan? Misalnya peristiwanya sama nih kak, tapi apa yang membedakan hasil punya TVRI sama tv lain? Kalau TVRI karena mungkin keterbatasan kru jadi kalau misalkan untuk ke Sinabung kru nya cuma sekian, dia ga bisa lengkap ngambil semua sisi. Nah TvOne kita ga bisa bersaing, TvOne misalkan, Metro semua titik mereka udah standby jadi kita aji mumpung aja, ketepatan kru TVRI lewat "Oh ada orang yang baru melanggar zona merah, oh jadi berita nih", tapi kalau TvOne dan apa semua apa yang terjadi di semua titik dia ada karena .. jadi dia untuk secara Sinabung lengkap semua sisi ada. Itu aja. Dan kita main jatah-jatahan juga sih, kadang- kadang kan karena misalkan Feby mau angkat tentang kereta api, kereta api mudik sebenarnya bisa diangkat 4 di situ, tapi masa sih Feby untuk 1 hari 4 muncur, ditunda dulu "besok ya 2, hari ini 2, karena masih ada mau beirta-berita lain ada gubernur, ada walikota".

Tapi dari segi misalnya gaya bahasa naskah beda ga kak TVRI dengan tv-tv lain? Keliatan banget ga ini tv publik, ini bukan tv publik dari bahasa naskah. Kalau tv swasta dia kayaknya ga begitu banyak, dia lebih mengutamakan atmo, gambar gitu, nah kita kalau kau ketik naskahmu sikit, ya sikitlah gambar yang muncul, sebenarnya kan ga harus. Tetep misalkan standar berita itu 1.30 atau maksimum 1.50 gitu ya, walau berita reporter sikit kan bisa atmo nya dibanyak-

Universitas Sumatera Utara

banyakin ya kan, atmonya misalnya terjadi demo. Demo itu ada orasi ada apa, ga perlu naskahnya banyak, kebakaran ga perlu, jad pertama atmo dulu sampe sekian detik ya kan, gambar yang bercerita, baru naskah sikit gini gini. Nah itu sebenernya naskah kadang-kadang karena naskah kita kok sekian naskahmu gitu, sebenarnya ga perlu naskah banyak-banyak kalau gambar udah bercerita. Gitu. kalau tv swasa kuperhatikan naskah dikit-dikit aja. Tapi gambarnya atmonya diperbanyak gitu loh.

Tapi itu kan misalnya di kita ga berjalan ya kan kak sekarang, cuma kalau menurut kakak itu semua tahu tapi membiarkan aja, tapi tapi ga peduli atau tahu tapi ga bisa di rubah lagi? Gini sebenernya sebelum kita kan sudah regenerasi, misalkan pengarah acara regenerasi, tapi untuk jadi pengarah acara harusya misalkan kemarin ada pengangkatan pengarah acara ada berapa, tiga. Itu harus dilatih dulu, latih bukan cuma dia megang studio gini gini enggak, tapi ada pengarahan sedikitlah seminggu kek ikut pelatihan dulu, "kau tugas pengarah acara adalah ini ini ini" itu semua dikasih tahu, jadi dia tidak mengikutkan senior, ketika senior tidak lakukan itu lagi datang yang anak baru kiranya itu yang betul, patronnya itu. Salah. Kayak saya, kayak aku udah sekian tahun reporter, udah. Tapi karena dulu kan karena penyiar jadi kan ikut diklatnya diklat penyiar, diklat reporter ga pernah gitu kan. Kemarin baru kan. Nah kemarin baru itu baru aku tahu "oooh sebenernya begini sebenernya begini gitu". Jadi sebenernya standar yang jelas ga tahu tapi ngikut senior gitu.

Ini lah yang membudaya. Jadi "ooh seniorku buat ini berarti yang bener ini yang bener ini" misalkan yang senior datangnya terlambat, „oo udah ini kasetnya udah, sini mari‟. Tinggal hanya gitu kan. Ga boleh kan. Jadi makanya itu tadi kalaupun kita mau regenerasi profesi itu sebelum diterjunkan harus dikasih tahu dulu dibriefing dulu lah tugasnya apa, kita kembali ke.. justru yang baru ini loh kita bisa kembali ke apa itu standar operasional prosedur itu. Kita kembali ke situ lagi. Nanti masalah pelaksanaan ada yang mau ngikut ada yang enggak silahkan lagi kan, tapi orang bisa lihat di situ yang bagus engga, ini ga tahu yang bagus yang mana sih, sebenernya udah salah semua kan. Satu jam sebelum harus, dan jaman waktu Bono itu masih melakukan yang kayak gitu loh, iya belakangan ini aja.

Kak, ini kan kakak juga liputan gubernur. Agenda gubernur kan 1 hari banyak tapi kan ga semuanya diliput. Itu yang menentukan mana yang diliput dari pihak kita atau dari pihak gubernur kak? Atau kominfo gitu? Biasanya kita liput tuh nanti dari gubernur atau humas bilang ini tertutup kak, ini ga bisa diliput. Nah pokoknya dia jadwal yang bisa diliput akan disharingnya ke kita tapi sebenernya kalau kita mau apa, sebenernya kalau kita bandingkan dengan cetak, cetak itu yang piket gubernur cuma sebatas di kantor gubernur. Kalau gubernur pergi ke BI, itu ada wartawan BI lagi, ga perlu yang piket tadi datang ke sana. Gitu sebenernya, ini sekarang gubernur kemana-mana ngikut ya kan, sebenernya enggak, kalau cetak enggak. Piket gubernur ya di kantor gubernur kita standby, ketika gubernur itu punya kegiatan di dalam kantornya ya kita liput tapi kalau orang yang punya acara mengundang gubernur ya kan gubernur

Universitas Sumatera Utara

meresmikan ini gini gini, padahal itu gawean orang, itu sih sarannya sebenernya ga usah karena .. tapi ga tahu lah ya kalau cetak begitu. Nanti katanya gubernur ke Bank Sumut, ketika kita di Bank Sumut itu semua yang saya jumpai bukan wartawan gubernur loh, wartawan Bank, perbankan, ekonomi yang pos di ekonomi gitu kan. Terus nanti ketika di kantor gubernur "Eh yuk kita sama yok, abis ini Bapak ke sini kan", "Enggak kak di sana udah ada tim nya". Jadi ini sekarang kita kan udah serabutan, mau dia "aku pos di gubernur", mau dia bicara ekonomi harusnya ada kita wartawan ekonomi, wartawan kriminal, harusnya gitu sih. Tapi karena kekurangan SDM ga bisa sih.

Dari setiap berita gubernur yang kakak liput penulisan naskahnya gimana kak? Bener-bener murni apa adanya si peristiwa itu atau kakak selalu mencari angle lain biar ga kesannya seremoni banget gitu? Karena ini kan menyangkut apa ya anggaran kerjasama jadi tetap di judul aja. Di judul tetap seremoni karena apa harus ada kata gubernur, itu yang bisa dipertanggungjawab, jadi kan Gubsu di mana.. Gubsu di mana.. Tapi boleh kita angkat misalkan infrastruktur misal pemerintah pusat benahi infrastruktur Sumatera Utara misalkan gitu, jadi kita angkat itunya dulu yang mencakup kepentingan publik dulu ya udah. Itu baru hal tersebut disampaikan gubernur Sumatera Utara gini gini gini. Tetep harus ada kata gubernurnya.

Berarti angkat peristiwanya, baru gubernurnya nanti ngomong apa ngomong apa? Jadi gubernur buka puasa gitu kan, jadi dibuka puasa isunya apa yang disampaikannya, misalkan 80 persen kondisi jalan propinsi sudah kondisi baik. Itulah barulah dijabarkan „hal tersebut disampaikan Gubernur Sumatera Utara saat halal bihalal di ini ini ini gitu.

Judulnya berarti Gubernur di halal bihalal. Tetep, untuk pertanggungjawaban. Harus.

Pernah ga kak pihak gubernur atau pihak Kominfo melakukan arahan khusus gitu atau intervensi ke konten berita yang diliput misalnya "nanti banyakin omongan ini, kamu ntar wawancara ini juga atau banyakin gambar ini ya" Ada ga kak? Mereka minta tone pemberitaan" ntar tulisnya kayak gini" ada ga? Mereka kan setiap kegiatan gubernur dari humas ada yang menulis berita, kalau untuk cetak mereka share. Mereka share jadi mana yang mereka rasa bagus untuk dimuat itu saja yang mereka share ke semua media, tapi kalau TVRI enggak. TVRI kan karena ada, kalau cetak kadang-kadang ga semua ikut, jadi rilisnya aja terima rilis, kalau TVRI enggak, TVRI memang.. terserah sih kita mau ambil dari mananya.

Jadi ga mesti ngikut yang di-share oleh Humas ya kak? Enggak, karena kita jarang liat situsnya kita langsung, kita buat sendiri. Kita makanya selalu beda lead-nya, lead kita dengan yang di koran gitu beda karena kita memang hadir di situ dan kita buat sendiri sesuai kita mau sudut pandnag mana kita angkat gitu.

Universitas Sumatera Utara

Tapi kalau petugas Humasnya gitu pernah ngarahin ga di lapangan? Tolong ya nanti misalnya pas bapak ini dibanyakin gambarnya atau apalah gitu misalnya. Enggak, ga pernah.

Kakak kan wartawan gubernur tapi berani ga kakak menulis berita yang mengkritisi pemerintah lokal? Ya iya bisa, karena misalkan gini, itu kan kalau pun ada kesalahan dalam realisasi di lapangan program pemerintah tidak berjalan sesuai yang ditetapkan kebijakan itu, itu kan ga salah gubernur, kenapa harus takut. Jadi kan ini justru gubernur beruntung ya dia bisa lihat „ooh ternyata kenyataannya begini‟. Kita juga jadi perpanjangan tangan pemerintah sekaligus kita sebagai wadah aspirasi masyarakat, jadi kebijakan pemerintah itu kita bisa jadi apanya monitor ya, jadi kan misalkan Jamkesmas, BPJS. Kita lihat kita tahu BPJS itu sebenernya apa namanya ada yang mandiri ada yang menerima iuran bantuan itu. Maksudnya yang iurannya yang dibayarkan oleh pemerintah penerima bantuan iuran. Ketika orang itu dia miskin tapi tidak dapat sebenernya kan standarnya miskin, rumah tidak punya gini gini, harusnya dia layak mendapat itu, Tapi dia enggak mendapat. Kita konfirmasilah ke kelurahan kenapa dia miskin tapi tidak dapat misalkan, gitu. jadi itu bukan menjelek-jelekkan pemerintah tapi kontrol kitalah kontrol kita dimasyarakat gitu.

Berarti dari segi gaya bahasa ga frontal ya kak? Ya ada kebijakan pemerintah misalkan yang ...

Misalkan pemerintah dianggap belum ini sampe sekarang.. Ya berani gak apa-apa, berani aja kalau memang iya. Gitu loh. Tapi kan harus ada statement juga yang menguatkan, statement-nya dari misalkan masyarakat. Kalau harus rujukan gitu kan kenapa harus rujukan katanya gitu. Misalkan dia orang Siantar sementara standar di Siantar itu Rumah sakitnya ya kan ada yang .. "Bang kemarin abang ada ini aku lihat statement abang di koran gini gini gini, terkait biaya ooo iya gini gini, sebenernya gimana sih bang ceritanya" konfirmasi lagi biasanya. Ada baiknya narasumber di dalam dikonfirmasi lagi.

Kakak punya narasumber-narasumber langganan ga? Ada.

Siapa? Apa biasanya tuh? Pengamat atau kayak misalkan ya kan ada harga pasar, pasti pedagang itu itu aja.. Oh enggak, tapi kan ke toko mas, toko mas ga semua welcome dengan kamera gitu kan. Kan ada toko mas yang welcome dengan kamera misalkan ga negatif dia ya kan "Oh iya silahkan silahkan" Kita jatuhnya ke situ. Grosir beras. Ada yang "Eh ga usah liputlah". Ga mau dia diliput. Tapi ada yang disyuting mau dia, kasih statement mau. Ya udah. Misalkan ke Pringgan, aku udah tahu titiknya di mana. Petisah yang welcome mana, toko mas yang welcome mana udah ada.

Kak, menurut kakak latar belakang agama, atau pendidikan atau pengalaman pengaruh ga ke berita-berita yang dihasilkan reporter dan

Universitas Sumatera Utara

kameramen? Keliatan bedanya ga kak, misalnya nilai-nilai agama juga mempengaruhi ga, misalnya dia pasti banyakan beritanya kayak gitu tuh. Iya karena kayak Alvan misalkan, atau Rahmi ya narasumber mereka memang Pak Haji ya iyalah, aku ga punya narasumber Haji, ya wajar aku ga pernah liput, aku cuma narasumbernya Pendeta ya kan. Ya aku sebagai Kristen lebih banyak ngeliput ini. Gitu aja. Ya ada pengaruh. Kita pun sungkan masuk masjid ya kan, sungkan juga kan kita masuk masjid. Ini udah bagusan yang seagama sama mereka aja yang meliput.

Ini kan udah banyak hal yang kayak udah jadi rutinitas di dalam redaksi, bahkan maksudnya mau dirubah lagi udah sulit. Padahal kita tahu itu misalnya ga gitu bagus. Ulang. Kayak mana? Banyak hal-hal yang udah turun temurun di dalam redaksi gitu, jadi mau dirubah juga udah ga bisa lagi. Itu gimana kak menurut kakak? Kayak "udahlah, udah kayak gitu dari dulu" Iya, jadi gini kan ada anak-anak baru sekarang kan, jadi anak-anak baru itu kasian kan dia ga punya patron, jadi patronnya senior. Seniornya pun belum tentu bener loh. Kayak Kery, diterjunkan belum dilatih loh dia kemarin itu, ini udah sekolah lumayan ya kan. „Akh Kak sanny juga kayak gini‟, ngikut. Jadi ga bisa kayak gitu, jadi sebelumnya sebelum diterjunkan termasuk semua profesi ASPA, produser gitu sebelum dia diterjunkan kasih, kayak kami aku terus terang aja, aku untuk produser karena dulu aku jadi reporter terus aku jadi pembawa acara untuk paket- paket itu kan, terus aku tahu ooh kerja produser kayak gini gini. Tapi kan patokanku seniorku dulu nofri, patokanku memang nofri gitu, ya beruntunglah nofrinya bagus, nofrinya itu ga mau terkontaminasi dia tetep pakem-pakemnya dijaga sama dia kan, kayak gitu. Jadi kayak mana kalau adek-adek kita yang ga punya patron, jadi sebelum dia terjun, kasih patronnya. Kasih patronnya gitu loh. Jadi jangan ikut yang budaya, budaya ga selamanya benar juga ya kan, yang udah kita budayakan di redaksi TVRI gitu.

Dengan SDM yang senior-senior mungkin ga kita bikin rubah lagi yang udah ... Kalau di TVRI Jakarta yang senior teteplah kau di budayamu, iya dibiarin. Udah biar aja, yang senior gitu. Tapi kan yang senior kan masanya juga sebentar lagi, ini yang baru-baru ini yang kalau memang mau dirobah ya yang baru-baru ini gitu. kalau senior ya penghargaan ajalah sama senior biarin ajalah, gitu. Kalau di TVRI Jakarta ya mereka tetap kasih ini tapi yang baru-baru ini memang dikasih patron yang benar.

SDM kita yang banyak udah senior itu kan mempengaruhi ga kak secara umum kualitas berita, pemberitaan? Ya tapi aku lihat seniornya juga semangat-semangat masih semangat kok kerja masih semangat. Maksudnya begini sebenernya kalau kita ...

Dari segi produktivitas masih ya kak.. Ya pengaruh memang menurun karena energi semua semua, tapi kalau ditugaskan mau kok. Muktar itu ditugaskan kemana aja dia mau. Ya kan? Kayak kemarin ka

Universitas Sumatera Utara

Rahmi katanya ke presiden ya, ke presiden mau juga. Artinya mau juga, jadi tidak mengenal usia, jadi sebenernya kalau kita untuk bidang entertaint jurnalis ini gak mengenal usia sebenarnya, semakin mapan harusnya.

Kualitasnya kak? Sejalan gak? Kualitas sih iramanya jalan di tempat aja. Gitu-gitu aja maksudnya kalau senior dia memang kalau istilah kami saatnya kita menuai hasil. Ya karena dulu-dulu kita dikasih kerja apa aja yang ga ada uangnya kan, dulu-dulu karena kami junior. Sekarang kami sudah senior, saatnya kami menuai hasil. Judulnya seperti itu, tapi junior jangan "oo senior gini gini" Junior memang harus merintis, gitu. merintisnya dnegan pengorbanan, kami sudah lakukan itu di awal dulu. Udah korban mati-matian juga dulu.

Motivasi kerja sekarang menurut kakak banyak dipengaruhi juga misalnya benar-benar dia cari berita asal banyak demi uang liputan atau .. Sekarang kan memang liputan itu dibayar mahal. Boleh target, misalkan wah aku harus dapat 1 hari 3, boleh. Jadi gini tetapi manajemen jangan pertimbangkan uangnya dulu, ketika itu 10.000 kami kerja cari berita 7, kenapa ga ribut, gitu. Tapi memang harus yang punya value beritanya harus bagus, kan gitu. Boleh, kalau dia kayak Fhandi, mau hari ini 4 gak apa-apa, kalau bagus, asal layak semua. Tapi jangan hitung penghasilan, kadang manajemen juga "Enak kali dia dapat segini". Jangan, jangan ngitung-ngitungnya, temen-temen pun jangan kecemburuan sosial gitu. Silahkan orang ga dilarang kok, tapi kan yang ada nilai berita dong, jangan semua-semua apa yang terletak apa yang terlihat bisa jadi berita, jangan.

Selama ini strategi manajemen kak kalau misalnya banyak berita kakak hari ini sampe 5, strategi mereka biasanya gimana kak? Dipindah ke hari lain atau digeser? Tapi kalau dia misalkan kayak Hercules atau kejadian-kejadian besar, atas nama Sanny misalkan Sanny-Junaidy atau Sanny-Muktar ada 7 pun, 7 muncul. Kalau memang itu harus aktualnya harus disiarkan hari itu, dimunculin, Tetapi kalau memang beritanya cuma features kalau stok berita masih mencukupi yang aktual, diutamakan yang aktual lah gini gini, ya besoklah ditunda lagi besok. Gitulah gak apa-apa juga. Aku sering buat 3 stok, dah masalah siarnya nanti yang penting siar. Mau 2 minggu lagi gak apa-apa.

Kak, praktek masih nerima uang liputan untuk kru di lapangan dari narasumber atau dari instansi, masih terjadi kan kak? Sekarang jarang. Karena jaman serba sulit tapi itulah karena kantor sudah bayar mahal kita ga butuh duit. Bukan ga butuh sih, yang penting narasmbernya masuk, mau diwawancara, bersedia ketemu sama kita udah syukur. Itu aja.

Kalau misalnya dari berita BP kan kak biasanya ada 500 masuk kantor, nanti ada uang kru lagi gitu. Ya kita udah nego di awal.

Universitas Sumatera Utara

Itu pengaruhi beritanya ga kak nanti? Ya tapi kan kita tidak melebihi apa yang mereka katakan, misalkan kita kan cuma mengutip pidato, sambutan semua-semua, ya kita tidak melebihi dari itu. Dan tidak pastinya tidak boleh kurang dari apa yang ini ... nah ketika mereka bilang promosi status kampus kita sudah terakreditasi udah akreditasi A, kalau itu rektor mengatakan, kan ada sumbernya, gitu. Baru untuk menegaskan isi naskah kita tadi itulah statement gunanya, gak apa-apa.

Angka kru itu dinego di awal ada patokannya ga kak? Nego di awal, nego di awal, itu lain-lain. Lain reporter lain.

Udah kak. Oke.

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA INFORMAN TRIANGULASI II

DATA INFORMAN NAMA : SRI RUKMINI FUNGSIONAL : PRODUSER, REPORTER TANGGAL : 25 JULI 2016 WAKTU : 11.00 WIB – SELESAI LOKASI : KANTIN TVRI SUMUT VERIFIKASI :

Ibu kan sekarang masih meliput juga kan, nah kalau misalnya ibu selama ini berdasarkan pengalaman, kalau misalnya inisiatif atau memilih isu atau peristiwa yang mau diliput unsur apanya yang paling ibu anggap 'ini bagus jadi jadi berita'? Nilai beritanya. Dampaknya kepada masyarakat, dampak buruk yang dirasakan masyarakat. Kalau uniknya ga usah udah ada jatahnya itu si Lukman.

Tapi pertimbangan soal fungsi kita sebagai LPP masuk jadi pertimbangan publik masuk jadi pertimbangan banget ga Bu atau jurnalistik secara umum aja yang ibu jalankan? Jadi kan kalau sebenernya kalau penyiaran publik itu kan kita ga semata berita doang kan, kalau aku lihat sih sebenernya secara nasional yang untuk ke publiknya itu aku lihat sih cenderungnya ke program sebenernya bukan ke berita, kalau kita secara nasional. Karena kalau kita lihat kebijakannya program sekarang yang mengarahnya ke bagaimana menciptakan konten yang untuk kepentingan publik. Kalau berita sekarang masih dalam konteks yang tv lain ada kita harus ada, tv lain ada kita harus ada, bukan karena kepentingan kita mau melayani masyarakat yang butuh informasi ini ini ini, enggak. Mereka hanya mengukur tv ini ada loh, kita harus ada. Soalnya kalau kita melihat kebutuhan dari publik, kita ga harus dong ngacu ke 2 berita ini, bisa kita ciptakan topic the day itu, kita mau angkat apa hari ini, secara nasional nih ya. Inikan enggak, kita mengacu ke dua, pokoknya kalau tv ini sama tv ini ada kita harus ada. Gitu, baru sebatas itu.

Berarti pertimbangan masalah kita LPP harus begini beritanya, belum masuk ya? Belum, belum. Belum sampai situ.

Idealnya apa sih yang membedakan siaran kita siaran berita nih, kan sama- sama melakukan tugas jurnalistik ya, isunya sama tapi harusnya kan hasilnya berbeda gitu antara berita di tv swasta dengan LPP, bedanya harusnya apa Bu? Kalau TVRI kan kalau kita berita doing wrong kalau tv-tv yang lain ya, kalau kita justru itu sedapat mungkin diliput memang tapi yang doing wrong itu untuk atas nama si A, si B, si C itu biasanya kita gak terlalu vulgar, kita ga ... apa sih

Universitas Sumatera Utara

namanya ya istilahnya kita ga ... misalnya contohnya berita Wayan Mirna Salihin misalnya ya kan, kalau tv-tv swasta lainnya bisa ambil dari orang-orang lain gitu yang menduga ini seperti ini gitu, skenarionya seperti ini. Kita enggak. Yang mana yang kita nampak itu aja yang kita liput, gitu loh.

Fakta intinya aja? He'eh. Jadi tidak tendensius. Ya gitu aja.

Itu udah berjalan sekarang? Kalau aku lihat iya. Kalau aku lihat, jadi kita belum sanggup tuh TVRI itu misalnya ya menurut orang itu mereka udah bikin agenda setting padahal enggak, mereka ada acuannya di situ 2 tv, ada tv A dan tv B. Kalau ada di tv A tv B kita mesti ada. Mestinya kan ga kayak gitu.

Kita mestinya punya agenda sendiri. Iya dong. Kita mau angkat ini nih, Ini kan enggak. Mereka baru sebatas itu, tapi mereka bilang mereka bikin agenda setting padahal enggk, hanya jadi kompetitor.

Jangan sampe .. Ga punya, gitu.

Ini kan TVRI punya berita-berita undangan atau mungkin yang masuk dalam segmen Klasserlah, ibu kan juga pasti meliput itu juga kan. Nah kalau secara teknis ketika dapat undangan itu ibu komunikasikan dulu atau liput dulu? Ada yang liput dulu baru dikomunikasikan, ada yang dikomunikasikan dulu baru diliput.

Itu dalam peliputannya, gimana cara ibu meliputnya, misalnya angle beritanya seperti apa? Apakah memang mencari isu nya dulu baru peristiwa atau memang murni hanya fakta mereka yang acara itu aja? Isu dong, isulah diangkat dulu biar beritaya ada nilainya hahaha..

Baru „hal itu disampaikan‟.. Iya, jadi gini, kalau di Medan itu tipikal masyarakatnya acaranya harus disebut, mereka ga mau kalau ga disebut di naskah, walaupun ada gambarnya tetap aja harus di sebut.

Walau di backdrop ada. Ada kan, orang pengennya diucapin gitu. Hal itu dikatakan di acara ini acara ini. Karena kalau di spanduk itu belum tentu bisa terbaca gitu kan, jadi tipikalnya kalau di sini harus disebut nama acaranya, disebut nama orangnya. Itu mereka suatu kebanggan tersendiri gitu, kemudian karena dia bayar, dia mau kepentingannya diakomodir, kepentingan dia. Apa kepentingan dia maunya, itu loh harusnya terakomodir. Kan mereka bayar maksudnya.

Sampai sejauh mana kita mengakomodir? Jadi kalau dia memang di sini kan ada biaya produksi khusus juga, kalau dia BP-

Universitas Sumatera Utara

nya khusus kita angkatnya vulgar gitu, memang betul-betul vulgar. Tapi kalau misalnya BP nya biasa 500 ya tergantung dari reporternya lah, tergantung kita. Biasanya kita udah nyambung aja gitu sama si narasumber tuh kan dia maunya apa gitu, kita udah terbiasa dengan dia kerjanya.

Rata-rata memang kalau berita BP cara penulisan naskahnya udah pasti positif untuk kepentingan si pembayar? Iyalah karena kan bayar, kecuali di dalamnya ada presiden, atau ada menteri, itu bisa jadi acaranya juga ga gitu kita angkat banget gitu. Kita cuma angkat menteri dan presidennya.

Itu pengaruh pembayaran itu ke naskah apa lagi bu? Misalnya jumlah statement atau panjang durasi pengaruh ga? Kalau panjang durasi itu tergantung itu kemampuan dari reporter.

Tapi ga ada aturan sampai situ. Ga ada.

Kalau yang khusus itu berapa bu? Sejuta, satu juga setengah, ada yang lima juta, ada yang 10 juga. Menitnya dipanjangin.

Satu berita? Iya, ada yang dia bayar misalnya 1 juta, jadi menitnya dipanjangain jadi kira-kira 4 menit. Ada yang dia bayar 5 juta misalnya jadi 4 menit, kalau dia 10 jadi 10 menit. Gitu 10 juta. Tapi itu kan ke kantor, lapornya ke kantor.

Bu, pernah ga sejauh ini ada intervensi dari Kasie misalnya atau DE atau Kabid atau Kepsta terkait konten berita yang ibu liput? Misalnya banyakin si inilah, nanti kamu angkat ininya aja atau banyakin gambar ini ini gitu ada ga pernah? Kalau aku, aku enggak. Kalau aku enggak, ga pernah diintervensi, ga ada. Cuma „ini nih bayarnya 10 juta, bikin 10 menit‟. Gitu.

Itu otomatis udah ngerti reporter mesti nulis apa ya? Iya iya. Tapi oknum, nah gitu. Oknum yang bayar itu yang kita angkat banyakan gitu. Misinya dia maunya apa, biasanya dia lebih banyak porsinya di situ yang diberita yang mahal itu gitu.

Baik gambarnya maupun panjang statement-nya dia? Panjang statement-nya aja, kalau gambar kan dia mau kegiatannya semuanya diliput, semuanya masuk.

Jadi sebenernya cara ibu mengolah naskahnya supaya ga kesannya seremoni banget gimana biasanya ibu? Ooh kalau yang aku yang ..., aku cuma ada yang berhubungan dengan aku, kita konsultasi sebenarnya, kita akan konsultasi sama dia, nanti aku mau bikin beritanya kayak gini gini. Gitu. Dia oke kalau gitu, „tapi nanti yang ini diangkat

Universitas Sumatera Utara

ya, yang ini kayak gini kayak ini‟. „Iya tapi nanti aku angkat ini dulu ya, ini sebagai ini gitu‟. Kita konsultasi sama dia, kemudian dia udah oke dengan konsep kita baru kita bikin.

Pernah ga bu mengalami ga cocok sih sebenernya dengan tujuannya dia atau dengan ... maksudnya idealisme kita gitu sebenernya males juga ngangkat masalah kayak gini tapi karena dia bayar udah pejam mata ajalah. Pernah ga? Enggak, aku kalau ga setuju aku bilang ga setuju, „enggak pak ga bisa kayak gitu pak, TVRI ga bisa kayak gitu‟. Misalnya ini perkawinan adat misalnya. Dia bayar mahal nih 5 juta, dia minta angkat 3 menit misalnya, tapi terus ada anaknya ulang tahun dimasukkin juga, minta masukkin juga acara ulang tahun anaknya ke dalam situ, aku gak mau.

Jadi didiskusikan dulu di awal. Iya aku ga mau masukin, apaan masa kita cerita tentang ... tiba-tiba ada acara ulang tahunan, ga mungkin kan.

Tapi sebenernya kultur .. bukan kultur sih, ini kan udah ada hal yang udah kayak membudaya, dari gaya kerja, yang akhirnya bikin itu ga bisa dirunah lagi. Bener ga bu? Maksudnya akhirnya jadi menolak perubahan gitu karena „ya udahlah, udah kayak gini bertahun-tahun ngapain lagi sih di rubah-rubah‟. Ada ga? Ga juga lah. Kalau dia untuk bagusnya kita terima, tapi kalau bikin ga bagus, dirubah tapi makin ga bangus ya enggaklah, tapi kalau dia berubahnya kemudian kita rasa lebih bagus lebih baik, ya pasti welcome dong. Temen-temen bilang „kayak gini dong, kayak gini bagusnya‟. Tapi kalau makin jelek „kayak mana itu sekarang berita daerah itu, kayak gitu kali isinya‟. Gitu.

Kalau diskusi tim liputan di bawah ada ga Bu misalnya mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang berlaku di redaksi? Sering ga misalnya di bawah ada pembicaraan soal itu? Ada. Ga sering tapi ada.

Apa misalnya? Contoh kebijakan apa yang tidak bisa diterima misalnya di redaksi? Kalau kemarin itu soal daftar itu tadi, yang tadi Feby tanya.

Liputan? He'eh, yang katanya harus reporter yang sebagai produser di lapangan, dia yang harus mendaftar. Padahal sebenarnya kameramen itu kan bukan mahluk kelas 2 dia di situ kan, sama aja setara kan, walaupun kita di lapangan kameramen kita perlu dia lapor kenapa emangnya. Selama ini yang syuting sendiri kok bisa lapor kameramen ga pake reporter, kan gitu. Terus kemudian penempatan berita kali ya. Misalnya nih presiden karena kunjungan presiden hari ini, aturannya item nya di atas dong, ya kan. Tapi ini gak. Susunan sabu-sabu kemudian presiden masuk di Klasser, jadi kayak gitulah. Diskusi-diskusi kayak gitulah.

Universitas Sumatera Utara

Menurut ibu latar belakang agama, pendidikan, pengalaman seorang reporter dan kameramen pengaruh ga ke hasil liputannya? Misalnya si ini pasti tuh berita-beritanya kayak gitu gayanya, si ini pasti gereja aja yang diambil. Pengaruh ga dalam pemilihan isu? Kalau aku bilang pendidikan iya, kalau agama enggaklah. Karena aku pun sebagai orang Muslim ketika aku ditugaskan untuk ngeliput berita Kristen aku ambil juga, kan aku bisa konsutasi sama yang Kristen „ini bener ga?‟, „kalau gini ini gimana nih?‟ Nanti dia terangin, atau aku telfon pendeta, „ini seperti ini nih, gimana nih gini gini‟. Gitu, jadi kalau agama enggak sebenernya. Tapi kalau latar belakang pendidikan wawasan iya loh. Latar belakang pendidikan itu paling penting itu, kalau dia tamatan SMA kemudian jadi reporter udah malang melintang 5 tahun baru dia kuliah, bikin beritanya ya kayak anak SMA. Tapi kalau dia dari SMA dia kuliah langsung, bikin beritanya ya caranya cara orang kuliah gitu.

Langsung kelihatan di naskah? Iya langsung kelihatan. Kalau tamatan SMA, banyak tuh di sana, yang S2 pun dia, jadi gini, gitu tamat SMA jadi reporter, terus dia kuliah S2, naskahnya ya naskah yang jaman dulu tahun 70an dulu masuk, naskahnya yang sekarang yang dibikin ya sama tuh polanya. Gitu. Pola pikirnya dia ga berkembang mengikuti pendidikannya. Dia pola pikirnya masih pola pikir yang ketika itu. Dia mestinya dia fresh graduate ya jadi kalo kuliah apa SMA dia langsung kuliah, baru dia pola pikirnya terbentuk, dia bikin naskanya pasti beda.

Berarti kalau soal kepercayaan enggak ya? Nilai-nilai kepercayaan atau budaya ga ngaruh? Atau memang ibu liat ada juga memang reporter- reporter lain yang masih lah, masih kelihatan gitu ada muatan-muatannya dalam naskahnya gitu? Orang lain mungkinlah kalau yang lain. Kalau aku sih enggak. Orang lain contohnya?

Ga misalnya ada juga sih reporter yang masih milih-mlih isu, dia maunya yang sukanya isunya yang gini-gini aja, gitu. Bodoh itu namanya hahaha. Enggaklah kalau agama enggak, kalau budaya mungkin ya. Misalnya.. atau ke minatnya kali. Semakin minat dia baca, semakin minat dia ini walaupun dia SMA tapi dia minat bacanya minat ininya besar, udah pasti tuh cara bicaranya beda, dia bikin naskahnya pasti beda. Tapi tetap beda dengan yang ketika SMA dia sarjana. Gitu, tetep beda.

Ibu punya narasumber-narasumber langganan ga bu? Ga ada. Justru aku kalau dia-dia aja bosen, udah tahu aku jawabannya apa. Dengan yang baru justru kau dapat belajar yang baru kan.

Iya maksudnya sebenernya kita punya pakem-pakem ga, maksudnya . Aturannya ada.

Selama ini komunikasi harus lapor sini lapor sini lapor sini.. Aturannya ada, tetapi kan ada kadang-kadang insidentil, ada hal-hal yang mempengaruhi itu sehingga peraturannya bisa kemudian kita ga saklek

Universitas Sumatera Utara

menjalankannya bisa dong asal tidak menggangu sistem, tidak merusak berjalannya hari itu. Penugasan dan rule nya hari itu gitu. Ga masalah sebenernya. Tinggal lagi komunikasi kayak mana gitu kan.

Selama ini kan kalau liputan BP misalnya kan ada memang masuk ke kantor secara resmi, tapi kan ada uang kru juga. Nah itu ada aturannya ga sih bu? Enggak, kalau untuk kru enggak ada. Bisa aja kita nego, jadi idealnya kan dulu 250 ribu, dulu ya, 250 ribu ke kantor 250 ribu untuk kru ketika ditetapkan sebagai jadi 500, kru nya kan maunya seimbang dong. Bisa masuk ke dalam sekian, sama kita sekian juga, jadi imbang. Tetapi kan orang keberatan kalau 1 juta itu terlalu mahal, mereka bilang tujuh setengah dong, jadi kita bisa nego 1 juta setengah, bisa 1 juta, bisa 750.

Jadi itu lebih ke kru yang nerima undangan aja? Dan tergantung sebenernya lembaganya gitu, kadang-kadang si lembaga punya budget segini ya udah kita terima aja, misalnya kan „bapak punya budget berapa? Saya punya budgetnya 1,5. Oke pak boleh pak‟. Tapi kalau yang masuk ke kantor sekian resminya. Gitu.

Itu mempengaruhi liputannya ga sih Bu? Iya dong, jelas dong. Jelaslah kalau itu, itulah yang kemudian kita berani untuk ngangkatnya vulgar gitu, agak-agak vulgar gitu.

Sebenernya dari semua praktek-praktek itu kalau melihat dari sisi jurnalistik secara profesional gitu ya dengan misalnya ada berita BP ibu melihatnya gimana? Itu istimewanya kalau reporter TVRI. Dia bisa membagi dirinya menjadi 2 bagian. Ketika dia meliput yang betul-betul peristiwa dan apanya, dia jadi orang yang betul-betul ga peduli dengan uang sama sekali, mau SPJ dikasih juga gak apa-apa, mau dikasih uang pergi juga gak apa-apa, yang penting dia dapat berita bagus. Ketika meliput itu dia ga mikir apa-apa lagi. Ketika dia di posisi undangan lain lagi dia jadi karakternya gitu, itulah istimewanya. Istimewa kan. Hahahaha.

Kalau misalnya berita-berita yang berhubungan dengan instansi tertentu misalnya Kodam terus berita-berita ... apa yang kita sudah punya hubungan baik misalnya sudah punya hubungan baik sama Kadis ini, Kadis ini, pernah ada intervensi juga ga bu terhadap isi beritanya? Dari? Dari narasumber. Kan kita kalau misalnya ke Dinas „Pak saya mau angkat ini pak‟ ya udah datang udah janjian ya kita bikin berita yang kita mau bikin, kita ga terpengaruh dengan intervensi dia walaupun dia kasih uang. Karena dari awal mau kita angkat ini.

Kalau misalnya pola pikir bahwa TVRI masih ... mindset ya bahwa TVRI harus ya pro pemerintah itu masih berlaku ga sekarang? Masih, masih.

Universitas Sumatera Utara

Kayak gimana? Ya masihlah karena kan semua kebijakan kita masih dikuasai pemerintahlah. Pemerintah daerah dan sebagainya, misalnya kita punya kerjasama sama walikota, kemudian kita kritisi selama 5 hari kita kritisi drainase aja, dia bakal telepon. "Itu apa-apan itu TVRI terus-terusan bahas drainase itu" Kita perlembutlah nanti, kita wawancarailah dia untuk menjawab ini, kemudian kita ambilah yang udah dibangun-bangun untuk meredam 5 hari tadi kita hajar drainase terus.

Secara prinsipnya kita masih bisa membuat berita yang mengkritisi pemerintah lokal atau pemerintah? Dalam batas-batas tertentu masih. Yang ringan-ringan. Kalau yang, misalnya ada unjuk rasa, unjuk rasa walikota, kita ga ambil. Unjuk rasa gubernur, tv lain ambil kan, kita ga ambil karena kita ada kerjasama sama dia, gitu.

Itu bener-bener ga kita ambil atau tetap kita ambil cuma bahasanya aja kita mainkan di naskah? Kita ambil tapi ga tayang.

Berarti sejauh ini tetap ada misalnya komplain keberatan dari pihak-pihak itu kalau misalnya berita kita ga sesuai? Iya ya.

Pihak mana aja? Yang MOU dengan kita lah, yang kerjasama sama kita. Kalau yang enggak kerjasama ya enggak. Misalnya Kodam ga pernah ya? Kalau Kodam ga berani memang.

Maksudnya kita yang ga berani? Kenapa? Ya pimpinannya pada ga berani, gitu. Kalau Kodam, spesial untuk Kodam itu yang bagus-bagus aja, ga pernah ga bagus. Unjuk rasa Kodam aja kita bisa ga tayang. Unjuk rasa perumahan Kodam misalnya tapi di situ aja TNI dan sebagainya, tv lain pun aku rasa sekarang pun udah ga gitu juga lagi, ga bisa juga ngeluarin kayak gitu.

Instansi lain selain Kodam yang bisa kayak gitu? Ga ada, Kodam aja. Kalau polisi masih, masih bisa.

Udah sih. Bhay.

Universitas Sumatera Utara

Foto bersama Kepala Stasiun TVRI Sumatera Utara Bpk. Zainuddin Latuconsina (Informan I)

Foto bersama Kepala Bidang Pemberitaan TVRI Sumatera Utara Bpk. Andi Amri Adnan (Informan II)

Universitas Sumatera Utara

Foto bersama Kepala Seksi Produksi Berita TVRI Sumatera Utara Ibu Ranggini (Informan III)

Foto bersama Kepala Bidang Sarana Komunikasi Desiminasi dan Informasi Dinas Kominfo Sumatera Utara, Ibu Afini (Informan Ekstramedia)

Universitas Sumatera Utara

Foto bersama Sri Rukmini (Informan Triangulasi)

Foto bersama Sanny Damanik (Informan Triangulasi)

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Feby Grace Adriany Tempat Tanggal Lahir : Pekanbaru, 27 Februari 1986 Alamat : Jl. Bahagia No 9 Lingkungan IV Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia 20126 Nama Ayah : Djumadi Hutajulu Nama Ibu : Ellen Hutapea

PENDIDIKAN : 1. SD Maria Fransiska Bekasi (Lulus Tahun 1998) 2. SMP Pax Ecclesia Bekasi (Lulus Tahun 2001) 3. SMA Pusaka I Jakarta Timur (Lulus Tahun 2005) 4. Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang (Lulus Tahun 2010)

Universitas Sumatera Utara