<<

Tepak Jaipong dalam Kesenian Campursari 93

Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari

Asep Saepudin, Ela Yulaeliah Institut Seni Jalan Parangtritis Km. 6,5 Sewon Bantul Yogyakarta 55188 No. Hp 081227978377, E-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRACT

This paper aims to determine the causes of changes in the Jaipong kendang motifs and analyze its motifs in Campursari. This writing article uses the method of descriptive analysis. The entry use of the Jaipong kendang in Campursari led to various changes from its the original kendang. The conclusions results obtained awere there are changes in the multiple motifs of Jaipong kendang as a result of adjusting the Jaipong kendang to the Campursari performance. The Campursari players, who are predominantly Javanese and who have adhere traditional values that are embedded , cannot be separated when they play the Jaipong kendang. The sense of tradition of the artists in playing the Javanese kendang, of course, indirectly channeled in the Jaipong kendang. The result is that new motifs of Jaipong kendang are as the result of the artists’ creativity. Jaipong kendang motifs contained in Campursari, in general, are mincid motifs. It is found in almost every song accompanied by the Jaipong kendang. The other motifs are in the form of codes or accents made by artists as a unique feature in every Campursari song.

Keywords: Tepak, Kendang Jaipong, Mincid, Campursari

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadi perubahan motif kendang jaipong serta menganalisis motif-motif kendang jaipong dalam Campursari. Metode deskriptif analisis digunakan dalam penulisan ini. Masuknya kendang jaipong dalam Campursari, menimbulkan berbagai perubahan dari kendang aslinya. Hasil kesimpulan diperoleh bahwa terjadinya perubahan beragam motif kendang jaipong sebagai akibat disesuaikannya kendang jaipong dengan sajian Campursari. Pemain Campursari yang mayoritas orang Jawa dan telah memiliki nilai tradisi, tidak lepas begitu saja ketika mereka memainkan kendang jaipong. Rasa tradisi para seniman dalam bermain kendang Jawa, tentunya secara tidak langsung tersalurkan di dalam kendang jaipong. Hasilnya adalah motif-motif baru kendang jaipong hasil kreativitas para seniman. Motif-motif kendang jaipong yang terdapat di dalam Campursari secara umum adalah motif mincid. Motif mincid ini terdapat hampir di setiap lagu yang diiringi kendang jaipong. Adapun motif lainnya adalah berupa kode atau aksen-aksen hasil karya seniman sebagai ciri khusus dalam setiap lagu Campursari.

Kata Kunci: Tepak, Kendang Jaipong, Mincid, Campursari

PENDAHULUAN bisa dikatakan kesenian Campursari sudah Keberadaan kendang jaipong dalam identik dengan kendang jaipong dalam kesenian Campursari di Yogyakarta sudah setiap pertunjukan. Tidak mengherankan tidak asing lagi. Kendang jaipong sudah seandainya pada masa sekarang hampir setiap sangat lekat dalam kesenian ini, bahkan grup Campusari di Yogyakarta memiliki

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 94 kendang jaipong, baik kendang asli buatan telah dilakukan pula oleh (Saepudin, 2008, pengrajin dari Sunda maupun kendang hasil 2016). Namun, belum satupun tulisan tersebut produk pengrajin dari Jawa. yang membahas tentang motif-motif tepak Hal menarik dari keberadaan kendang kendang dalam Campursari. Pembahasan jaipong dalam Campursari adalah lahirnya tulisan sebelumnya lebih fokus kepada jenis motif-motif baru kendang jaipong yang tidak kesenian Campursari, bukan dalam kendang ada dalam pola kendang jaipong yang aslinya. jaipongnya. Hal ini terjadi baik secara sengaja dilakukan Tulisan ini sangat penting mengingat oleh seniman maupun tidak sengaja ketika keberadaan kendang jaipong dalam kesenian melakukan kreativitasnya. Motif-motif baru Campursari sudah lama, jika dilihat dari yang dimaksud adalah motif tepak kendang perkembangan Campursari yang berawal jaipong hasil kreativitas para seniman sekitar tahun 1990-an. Bahkan, bisa jadi bibit- Yogyakarta dalam mengolah ragam motifnya bibit kendang jaipong dalam Campursari yang diaplikasikan ke dalam kendang jaipong. terjadi sebelum tahun 1990-an. Ini tentunya Motif tepak kendang tersebut merupakan membutuhkan penelusuran lebih jauh tentang motif campuran antara tepak kendang jaipong keberadaan kendang jaipong beserta motif- gaya Sunda dengan motif tepak kendang Jawa. motifnya dalam kesenian Campursari. Oleh Hadirnya pecampuran motif-motif tepak karena itu, tujuan dari penulisan ini untuk kendang jaipong terjadi akibat percampuran menganalisis mengapa terjadi perubahan dua budaya yang berbeda. motif tepak kendang jaipong serta motif-motif Selain adanya motif baru, terjadi pula tepak kendang Sunda apa saja yang terdapat perubahan motif tepak kendang Sunda dalam kesenian Campursari di Yogyakarta. ketika dimainkan oleh seniman Yogyakarta. Keberadaan kendang jaipong dalam Hal ini terjadi karena tafsir yang dilakukan Campursari di Yogyakarta merupakan hasil oleh para seniman dari Jawa terhadap motif persebaran kendang jaipong dari Jawa Barat ke tepak kendang Sunda yang diaplikasikan, Yogyakarta, (sebagai bentuk terjadinya difusi baik secara langsung dengan kendang Sunda kebudayaan). Menurut Koentjaraningrat maupun menggunakan kendang Jawa. Hasil (1987), gejala persamaan unsur-unsur tafsir ini tentunya memiliki ciri khas garapan kebudayaan di berbagai tempat disebabkan Jawa dalam Campursari sehingga menjadi ciri adanya persebaran atau difusi dari unsur- garapan kendang jaipong di dalam kesenian unsur itu ke tempat yang lain. Dijelaskan pula Campursari. bahwa kebudayaan manusia itu pangkalnya Beberapa tulisan tentang Campursari satu dan di satu tempat tertentu. Kemudian telah banyak dilakukan antara lain oleh (Tri kebudayaan itu berkembang, menyebar, dan Laksono, 2008); (Fajrin Kobi, 2017), (Safitri, pecah ke dalam banyak kebudayaan baru 2017); dan (Sri Sabdono, 2011). Selain itu, karena pengaruh lingkungan dan waktu serta tulisan tentang kendang jaipong di Yogyakarta adanya gerak perpindahan bangsa-bangsa

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 95 yang saling berhubungan dan pengaruh sikap, atau konsepnya. Dapat juga terjadi mempengaruhi (Koentjaraningrat, 1987). pertukaran instrumen musik yang tidak Sulasman menambahkan bahwa difusi harus disertai dengan konsep lamanya (Shin kebudayaan dimaknai sebagai persebaran nakagawa, 2000). Berdasarkan pendapat kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi tersebut, keberadaan kendang Jaipong dalam manusia serta karena kemajuan teknologi- Campursari merupakan hasil persebaran dan komunikasi yang mengakibatkan terjadi kontak budaya antara budaya Sunda dengan penggabungan dua budaya atau lebih budaya Jawa sehingga terjadi pengambilalihan (Sulasman dan Setia Gumilar, 2013). Dalam kendang Jaipong ke dalam Campursari yang perkembangan berikutnya, persebaran unsur- disertai beberapa perubahan. unsur kebudayaan ternyata tidak harus disertai perpindahan kelompok manusia, akan tetapi dapat terjadi karena kontak-kontak yang METODE PENELITIAN dilakukan baik melalui media komunikasi Tulisan ini merupakan hasil maupun berbagai media audiovisual. Studi penelitian dengan judul “Analisis Motif- difusi digunakan untuk mengetahui unsur- Motif Tepak Kendang dalam unsur kebudayaan yang sama dalam bentuk Kesenian Campursari di Yogyakarta.” Metode dan isi yang letaknya berjauhan (Purwanto, deskripstif analisis digunakan dalam penelitian 2006). Dampaknya, terjadi transformasi ini yakni mendeskripsikan berbagai fenomena budaya yaitu perpindahan atau pergeseran tepak kendang jaipong dalam Campursari suatu hal yang lain atau baru tanpa mengubah di lapangan kemudian dilanjutkan analisis struktur yang terkandung di dalamnya beragam motif tepaknya. Pengumpulan data meskipun bentuk yang baru telah mengalami dilakukan dengan observasi dan wawancara. perubahan. Kerangka transformasi budaya Observasi dengan cara mengamati berbagai adalah struktur dan kultur (Pujileksono, 2015). kegiatan pertunjukan Campursari untuk Hadirnya kendang jaipong dalam mengamati kegiatan seniman serta ragam kesenian Campursari juga akibat terjadinya motif kendang jaipong secara langsung. kontak kebudayaan karena proses difusi. Observasi terfokus pada berbagai aktivitas Kartomi dalam Shin Nakagawa (2000) para seniman di panggung pertunjukan, menyatakan bahwa salah satu bentuk siaran langsung di media massa, Youtube, TV perubahan yang terjadi akibat kontak Swasta maupun TV Nasional. kebudayaan dalam musik adalah terjadi Wawancara dilakukan kepada para pengambilalihan ciri khusus musik (transfer seniman Campursari untuk mendapatkan of dicreate musical traits) dari budaya musik deskripsi tentang motif tepak kendang lain. Dalam perubahan ini, terjadi transfer jaipongan. Wawancara kepada narasumber ciri khusus musik dengan tidak selalu sangat penting dilakukan mengingat data-data disertai dengan perubahan besar rasa musik, tentang berbagai fenomena yang berkaitan

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 96 dengan motif tepak kendang jaipongan hanya musik Barat, akan tetapi masing-masing dapat diungkap dari para seniman sebagai diwakili oleh ciri-ciri tertentu terutama dari pelaku seninya. Wawancara telah dilakukan instrumen yang dibawanya. Cara seperti kepada para tokoh seniman yang telah ini merupakan pengambilalihan ciri khusus memiliki pengalaman sebagai pengendang insrumen dengan tidak mengubah secara total Campursari, antara lain Bambang Iswadi, Fajar fungsinya atau hanya mengambil sebagian Sri Sabdono, Sulistiyono, Joko Tri Laksono, ciri saja guna keperluan kreativitas (Shin Sunaryo, Yono Benguk, Raharja, dan Warsana. nakagawa, 2000). Mereka adalah para seniman dan pengendang Kata Campursari berasal dari dua yang berasal dari Yogyakarta. suku kata yaitu ”campur” dan ”sari.” Istilah ”campur” memiliki pengertian campur, kasar, kedaan kotor, cemar, campuh, sedangkan kata HASIL DAN PEMBAHASAN ”sari” berati intisari, yang terbaik dari sesuatu, Sekilas Tentang Campursari bagian yang paling berharga, tepung sari Campursari merupakan salah satu (Zoetmulder, dalam Joko Tri Laksono, 2010, genre seni pertunjukan di Jawa Tengah, hlm. 81). Joko Tri Laksono menyimpulkan Yogyakarta dan Surakarta. Campursari Campursari sebagai penggabungan antara dipopulerkan sekitar tahun 1991-an oleh bagian yang berharga atau pokok atau Manthous, seorang seniman sekaligus pencipta penting dari sebuah benda atau sesuatu atau lagu dengan grupnya CSGK (Campursari perpaduan instrumen dan instrumen Gunung Kidul). Karya-karya Manthous Barat yang tentunya berkaitan pula dengan mengisi seni pertunjukan baik di tingkat penggabungan tangga nada pentatonis dan daerah (dalam Campursari) maupun tingkat diatonis (Joko Tri Laksono, 2010, hlm. 82-83). nasional. Lagu Gethuk, Kangen, Jalmilah, Sorga Hal ini ditegaskan pula oleh Yono Benguk dan Neraka, merupakan beberapa lagu yang bahwa campursari adalah perpaduan nada populer di belantika musik Indonesia antara diatonis dan pentatonis (Yono Benguk, 7 tahun 1970-an s/d 1990-an (Tri Laksono, 2008). Oktober 2019). Tidak heran dalam kesenian Campursari lahir karena adanya Campursari terjadi percampuran harmonis kebutuhan nuansa lain yang diinginkan baik dalam instrumen maupun nadanya. para seniman (khususnya Manthou’s) dalam Campursari lahir atas keprihatinan mencari alternatif baru dalam garapan Manthou’s terhadap generasi muda yang musik Jawa. Campursari termasuk kesenian tidak menyenangi gamelan. Manthou’s campuran antara garapan Jawa dengan mencoba membuat alternatif baru yaitu instrumen lainnya. Menurut Joko Tri Laksono kombinasi antara instrumen Barat dengan (2008), campuran yang dimaksud dalam hal instrumen tradisi Jawa dengan harapan bahwa ini tidak hanya ditandai dengan percampuran seni tradisi diminati lagi oleh generasi muda. gamelan Jawa, instrumen keroncong, dan Keprihatinan Manthou’s beralasan sebab

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 97 pada saat itu seni tradisi kurang peminatnya perkembangan Pop Sunda di Jawa Barat sudah terutama generasi muda. Pada saat itu, organ sepuluh tahun lebih awal dari Campursari tunggal sedang ramai-ramainya digunakan di Yogyakarta. Penyiaran dan penyebaran oleh masyarakat Indonesia. Organ tunggal Pop Sunda melalui televisi nasional (TVRI), menjadi alat komersialisasi ekonomi dan menjadikan Pop Sunda tersebar ke berbagai pergeseran nilai sehingga selalu disajikan daerah termasuk ke Yogyakarta. Dampaknya, dalam acara perkawinan maupun syukuran garapan Pop Sunda sedikit menginspirasi (Dewi, 2016). Oleh karena itu, organ garapan Campursari baik nuansa musikal tunggal yang sedang semarak di berbagai maupun ciri khas instrumennya yaitu daerah dimanfaatkan oleh Manthous untuk kendang jaipong. Makanya tidak heran, ada kepentingan karyanya. sekitar 15 lagu Campursari karya Manthou’s Tanggapnya Manthou’s sebagai kreator yang bernuansa Sunda dari sekitar 134 lagu seni terhadap fenomena yang berkembang di Campursari (Safitri, 2017). masyarakat Yogyakarta, sama persis dengan Namun demikian, Joko Tri Laksono Nano Suratno sebagai seniman kreator di mengatakan bahwa salah satu budaya yang dalam karawitan Sunda tahun 1980-an. Nano tidak dapat ditembus pasarannya ketika Suratno yang ketika itu melihat fenomena Campursari populer tahun 1990-an adalah tumbuh suburnya organ tunggal di berbagai Jawa Barat (lebih khusus lagi Sunda). daerah, kemudian memanfaatkan keyboard Manthou’s ketika itu berfikir bagaimana untuk kepentingan karya yang diciptakannya. caranya agar Campursari dapat menembus Maka, lagu-lagu degung kreasi yang ia pasaran ke wilayah Sunda. Hal yang dilakukan ciptakan dalam kemudian adalah membuat lagu-lagu yang kesunda- disajikan dengan organ tunggal. Akhirnya, sundaan dengan garapan musikal rasa Sunda. muncullah genre baru dalam karawitan Sunda Muncullah beberapa karya Manthou’s yang yaitu Pop Sunda yang populer tahun 1980- bernuansa Sunda seperti Jeruk Garut, Kripik an (Saepudin, 2005). Berdasarkan dugaan Apa Mendoan, Sodo apa Ora, dan lain-lain (Joko Penulis, Pop Sunda ini memiliki kontribusi Tri Laksono, 7 Oktober 2019). pula di dalam ide penciptaan Manthous dalam Keberadaan Campursari masih dapat membuat karya Campursari. Ini terbukti bertahan hidup sampai dengan sekarang dengan adanya lagu-lagu Campursari yang meskipun secara kuantitas tidak seperti nuansanya Pop Sunda seperti Sido Opo Ora, zaman Manthou’s. Hal ini menandakan bahwa Kripik Apa Mendoan, Jeruk Garut, dan lain-lain. Campursari masih dibutuhkan masyarakat Perlu diketahui bahwa Pop Sunda sudah Yogyakarta sebagai alternatif untuk dapat diciptakan dan berkembang tahun 1980-an menikmati seni populer dalam rangka mengisi seiring dengan berkembangnya gamelan kekosongan ekspresi seninya baik dalam degung, sedangkan Campursari Manthous ruang lingkup masyarakat awam maupun berkembang tahun 1990-an. Artinya, secara khusus di kalangan para seniman.

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 98 Bahkan terkadang masyarakat awam lebih Kepopuleran kendang dan tari jaipong di banyak mengenal lagu-lagu Campursari di Jawa Barat ternyata dapat menyedot perhatian panggung-panggung pertunjukan daripada para seniman di luar Jawa Barat khususnya di lagu versi gamelan meskipun lagu tersebut Yogyakarta. Kendang jaipong yang pupuler awalnya diiringi dengan gamelan Jawa yakni tahun 1980-an menjadi trend pula di seniman laras pelog dan slendro. Yogyakarta khususnya di para seniman yang Menurut Raharja, bibit-bibit Campursari berkiprah dalam seni rakyat. Terlebih pada sebenarnya telah ada sebelum tahun 1990-an. masa sekarang, kendang jaipong sudah Lagu keroncong dan langgam sudah biasa sangat pamilier di kalangan seniman maupun disajikan dalam pertunjukan di Jawa (adaptasi masyarakat Yogyakarta karena kehadirannya keroncong lagunya jawa). RRI Semarang dalam setiap pertunjukan dalam berbagai merupakan cikal bakal adanya Campursari. genre kesenian, baik dalam Wayang Kulit, Langgam dalam garapan tersebut garapannya Jatilan, , pentas khusus garapan terpola. Langgamnya bentuk ketawang Sunda, maupun dalam Campursari. umumnya (A, A’, B, A’). Fajar Record pernah Para seniman yang berkiprah dalam merekam PLK dg Manthou’s th 1991-an dalam kesenian Campursari termasuk yang lagu Gethuk. Ternyata lagu Gethuk booming mengadopsi kendang jaipong dalam kesenian di Nusantara, maka ini sebagai titik awal ini. Semaraknya japongan karya Gugum Manthou’s dalam berkarya. Manthou’s kaget Gumbira tahun 1980-an telah menyedot dengan boomingnya lagu tersebut terlebih perhatian seniman Yogyakarta untuk dapat setelah di TPI lagu gethuk hampir setiap pagi mengadopsi kendang jaipong agar dapat diputer (Raharja, 20 September 2019). digunakan dalam kesenian Campursari. Maka tidak heran bahwa dalam kesenian Campursari, Kendang Jaipong dalam Campursari banyak lagu-lagu bernuansa Sunda yang Kendang jaipong adalah kendang digarap dengan kendang jaipong. Bahkan Sunda yang digunakan untuk mengiringi Manthou’s sebagai maestro Campursari tari jaipong. Kendang ini populer pada tahun membuat lagu khusus yang bernuansa Sunda 1980-an di Jawa Barat dengan pengendangnya dengan iringan menggunakan kendang Suwanda (Asep Saepudin, 2013). Kendang jaipong. CSGK sebagai nama grup Manthou’s jaipong diciptakan bersumber dari berbagai mengalami perkembangan garap musik genre kesenian yang ada di Jawa Barat seperti dengan memasukkan kendang jaipong sekitar Ketuk Tilu, Kiliningan, Tarling, Wayang Golek, tahun 1997. Menurut hasil penelusuran Bajidoran, Pencak Silat, dan lain-lain. Melalui Endang Safitri, terdapat sekitar 15 lagu daya kreativitas Suwanda dengan motivator cengkok lagu Sunda hasil karya Manthou’s, di Gugum Gumbira, kendang jaipong dapat antaranya Kripik Apa Mendhoan, Sido Opo Ora, terwujud sebagai garap baru dan mencapai dan Jeruk Garut (Safitri, 2017). puncak popularitas tahun 1980-an.

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 99 Keberadaan kendang jaipong dalam Kehadiran kendang jaipong dalam Campursari pada masa sekarang, bukan hanya Campursari terjadi karena adanya tuntutan difungsikan sebagai instrumen tempelan saja, pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan akan tetapi fungsinya lebih dari itu. Kendang masyarakat pengguna serta sebagai alat jaipong memiliki peranan dan fungsi yang bantu para seniman dalam melakukan sangat penting dalam pertunjukan Campursari kreativitasnya. Sebagaimana diketahui bahwa untuk mengiringi lagu-lagunya. Hal ini dapat kendang jaipong dalam seni pertunjukan dibuktikan dengan hadirnya kendang jaipong Indonesia memiliki peranan sangat penting hampir dalam setiap pertunjukan Campursari dalam rangka memenuhi selera musikal bagi berbagai grup yang ada di Yogyakarta. penikmat seni pertunjukan di Indonesia, baik Keberadaan kendang jaipong dalam dalam seni tradisi maupun seni populer. Campursari merupakan keharusan dalam Penggunaan kendang jaipong dalam berbagai setiap pertunjukan mengingat fungsinya genre kesenian di Indonesia dilakukan baik dalam mengiringi lagu-lagu Campursari secara langsung menggunakan instrumennya banyak yang menggunakan kendang jaipong maupun hanya diambil nuansa musikalitasnya (Bambang Iswadi, 7 Oktober 2019). saja. Sebagai contoh dalam musik dangdut yang sangat populer di Indonesia. Dalam Fungsi Kendang Jaipong dalam Campursari kesenian ini, terdapat dua cara yang dilakukan Meskipun kendang jaipong bukan yaitu lagu-lagu dangdut diiringi langsung instrumen yang berasal dari karawitan Jawa, menggunakan kendang jaipong atau hanya namun keberadaan kendang jaipong dalam nuansa musikalnya yang diambil dari iringan kesenian Campursari memiliki fungsi yang tepak kendang japong (nuansa Sunda yang sangat penting dalam setiap pementasan yang berpola jaipong). dilakukan oleh berbagai grup Campursari di Begitu pula keberadaan kendang Yogyakarta. Bahkan, bisa dikatakan bahwa jaipong di dalam Campursari banyak yang keberadaan Campursari sudah identik menantinya. Kebutuhan rasa musikal yang dengan kehadiran kendang jaipong untuk dihasilkan dari kendang jaipong sangat mengiringi lagu-lagunya. Selain itu, dapat dirindukan oleh penikmat maupun pelaku dikatakan pula di mana ada Campursari, seni. Masyarakat penikmat Campursari sudah secara otomatis terdapat kendang jaipong di tidak asing lagi dengan kendang jaipong, dalamnya. Nampaknya paket seperti ini sudah bahkan merindukan keberadaannya dalam tidak bisa dihindari lagi baik oleh kalangan setiap pementasan Campursari. Oleh karena seniman maupun masyarakat umum sebagai itu, tuntutan untuk hadirnya kendang jaipong pengguna. Mereka sudah sangat pemilier dalam setiap pementasan, secara otomatis dan cenderung menikmati dengan kehadiran mendorong seniman penggarap untuk kendang jaipong dalam kesenian Campursari. menghadirkan kendang jaipong dalam setiap pementasan. Maka keberadaan kendang

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 100 jaipong harus selalu hadir di dalam beberapa genre pertunjukan. Keberadaan kendang jaipong berfungsi sebagai alat bantu dalam melakukan kreativitas mengandung makna bahwa kendang jaipong digunakan untuk mewadahi proses kreatif yang dilakukan oleh para seniman dalam rangka mencari alternatif lain dalam garapan musik Jawa. Hasil kreativitas para seniman Yogyakarta dalam kesenian Campursari secara Gambar 1. Cover foto jaipong Campursari Waljinah langsung maupun tidak langsung, dapat (Sumber: https://youtu.be/ylqSj5xb1i0) melahirkan motibaru kendang jaipong yang Mengenai fungsi ini, ada hal yang sebenarnya tidak ada di dalam tepak kendang menarik dalam Campursari versi tradisi aslinya. Ini merupakan kekayaan motif- (khususnya ketika digunakan oleh penyanyi motif kendang jaipong ketika ditafsir oleh Waljinah untuk mengiringi beberapa lagunya). para seniman yang berbeda secara budaya. Dalam beberapa lagu sajian Waljinah, sajian Kebiasaan dan tradisi yang melekat dalam diri garapan kendang jaipong secara struktur para seniman menjadi modal berharga dalam iringannya hampir sama persis dengan iringan rangka menghasilkan motif baru kendang yang disajikan dalam karawitan Sunda. jaipong sebagai khas gaya Yogyakarta. Begitu pula dalam lagu Bajing Luncat Secara umum, kendang jaipong dalam yang sudah sangat akrab di telinga orang Campursari memiliki dua fungsi antara Jawa. Dalam lagu ini, pola dan strukturnya lain fungsi musikal dan fungsi non musikal. hampir sama dengan pola dan struktur Fungsi musikal bahwa kendang jaipong di tepak kendang jaipong. Hanya saja yang dalam Campursari berfungsi hampir sama membedakan adalah motif-motif yang dengan kendang pada umumnya, baik dihasilkan oleh para pengendang yang sedikit dalam karawitan Jawa maupun karawitan mengalami perbedaan akibat dari tafsir Sunda. Dalam karawitan Sunda, fungsi pengendang Yogyakarta terhadap kendang kendang jaipong sebagai pengatur irama lagu jaipong. Beberapa lagu yang disajikan, secara meliputi cepat lambatnya tempo permainan, struktur pola kendangnya persis seperti untuk pemberhentian lagu, dan pemberi isyarat pada iringan tari jaipong yang beredar dan populer peralihan lagu (Atik Soepandi, dalam Asep S, tahun 1980-an di Jawa Barat. Adapun struktur 2015: 3). Hal ini tidak jauh berbeda dengan iringan kendangnya terdiri dari pangkat, fungsi kendang jaipong dalam Campursari bukaan, mincid, dan ngeureunkeun. Namun, yaitu sebagai pengatur tempo, pembuka dalam setiap variasi ragam tepak kendangnya sajian atau lagu, sebagai iringan, serta pemberi memiliki perbedaan karena menyesuaikan aksen-aksen khusus untuk satu lagu. dengan lagu yang disajikan.

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 101 Adapun fungsi musikal kendang jaipong dua dengan kendang Jawa. Umumnya, jika dalam Campursari antara lain digunakan nuansa musikal sudah ramai/rancak, garapan sebagai pembuka atau introduction, sebagai Campursari biasanya diganti dengan kendang iringan, pengatur irama dan tempo, sebagai jaipong. Selain itu, terkadang ada lagu yang penyedia aksen-aksen khusus. Kendang sudah nuansa dangdut, digunakan pula jaipong memiliki fungsi sebagai iringan kendang jaipong. pembuka dalam sajian Campursari, baik Kendang jaipong sebagai pengatur pembuka dalam awal pertunjukan secara irama maksudnya bahwa perpindahan irama keseluruhan maupun dalam mengiringi satu ditentukan oleh kendang jaipong dalam sajian lagu. Pembuka di awal pertunjukan bermakna lagu-lagu Campursari. Perpindahan irama bisa bahwa di awal pertunjukan Campursari, juga bermakna dari irama langgam ke irama iringan yang digunakan adalah kendang dangdut/. Adapun kendang jaipong jaipong disamping instrumen lainnya. Proses sebagai pengatur tempo artinya memiliki sajiannya bisa bergantian dengan kendang fungsi juga dalam mengatur cepat lambatnya Jawa atau hanya kendang jaipong saja yang sajian lagu dalam garapan Campursari. dimainkannya. Dalam hal ini, kendang jaipong Pengatur tempo dalam Campursari akan lebih sudah diposisikan sama dengan kendang Jawa terasa terutama dalam sajian lagu-lagu tradisi bahkan bisa terjadi pengggunaan kendang Jawa yang disajikan dalam versi Campursari. jaipong lebih mendominasi kendang jawa baik Tempo dalam sajian Campursari dapat karena skill individu seniman yang memang dimulai mulai dari tempo lambat, sedang, dan handal memainkannya atau karena situasi cepat. dan kondisi di lapangan yang mengharuskan Kendang jaipong digunakan untuk kendang jaipong digunakan, misalnya karena mengisi aksen-aksen hasil kreativitas para suasana panggung sudah ramai, meriah, seniman dalam garapan Campursari. Aksen- sehingga membutuhkan suasana ceria dan aksen ini tentunya merupakan ciri khas khusus lain-lain. Bahkan, jika sajian Campursari atau sebagai pembeda antara motif tepak sudah masuk dangdut koplo, maka secara kendang jaipong di Sunda dengan di Jawa. otomatis kendang jaipong yang digunakan. Hal ini memberikan kesan bahwa aksen-aksen Kendang jaipong digunakan sebagai dalam kendang Sunda sebenarnya aksen- iringan, maknanya bahwa kendang jaipong aksen yang dimiliki oleh seniman Yogyakarta, digunakan untuk mengiringi lagu Campursari akan tetapi instrumennya menggunakan sejak awal sampai dengan akhir sajian, kendang jaipong. Fungsi aksen-aksen akan atau bisa bagian depan atau bagian akhir terasa jika dalam panggung pertunjukan saja. Dalam garapan ini, kendang jaipong Campursari secara live. Kendang jaipong digunakan secara utuh untuk mengiringi satu muncul biasanya setelah disajikannnya lagu- lagu dalam Campursari dari awal sampai lagu yang nuansanya masih halusan. Untuk akhir. Ada juga yang porsi durasinya dibagi merubah suasana agar tidak terlalu jenuh dan

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 102 membosankan, sajian berikutnya biasanya Kendang jaipong sebagai sumber menyajikan lagu-lagu yang nuansanya sudah pendapatan, bahwa kehadiran kendang ramai, rancak, denga tempo agak naik dari jaipong dalam Campursari memberi berkah sebelumnya disertai aksen-aksen kendang. tersendiri bagi para seniman terutama bagi Pola seperti ini secara umum disajikan dalam pengendang. Pengendang Campursari yang garapan Campursari. bisa memainkan kendang jaipong memiliki Dalam pertunjukan live, kendang bayaran yang tinggi di antara pemain lainnya. jaipong terkadang memiliki peran yang Umumnya, pemain kendang jaipong dengan sama di dalam garapan Campursari, artinya pemain keyboard memiliki bayaran lebih penggunaan kendang jaipong sejajar dengan daripada pemain saron maupun lainnya kendang Jawa (50% kendang jaipong, 50% (Warsana, 30 September 2019). Menurut kendang Jawa). Namun, terkadang bisa pula Warsana, terlebih pada zaman tahun 1990- terjadi lebih mendominasi kendang jaipong an pengendang jaipong untuk iringan karena merespons reaksi penonton yang Campursari masih sangat langka sehingga cenderung menuntut lagu-lagu yang rancak menjadi pengendang Campursari menjadi atau lagu-lagu semi dangdut atau bahkan skill yang dapat diandalkan untuk pendapatan dangdut koplo (Fajar, 15 September 2019). seniman. Sumber pendapatan seniman, bukan Adapun fungsi non musikal kendang saja dalam skill pengrawit, akan tetapi menjadi jaipong dalam Campursari antara lain sebagai penjual kendang jaipong pun menjadi salah media kreativitas, sumber pendapatan, satu sumber pendapatan bagi para pengrajin pengganti ketipung dangdut, pengganti kendang jaipong di Yogyakarta dan sekitarnya. kendang banyuwangi, alat aktualisasi diri, Selain itu, pendapatan para seniman diperoleh sebagai motivasi bagi penyanyi sekaligus pula dengan memberi privat kendang jaipong. manari jaipong, serta penarik minat generasi Maka hal ini, seni memiliki nilai guna karena muda). Kendang jaipong sebagai media untuk mengakumulasi hubungan masyarakat kreativitas mengandung makna bahwa dengan daya hidupnya (Sumiati, 2015). kendang jaipong menjadi lahan yang dapat Sesuai dengan perjalanan waktu, menyalurkan bakat dan minat para seniman garapan Campursari mengalami beberapa dalam melakukan proses kreatifnya untuk perubahan terutama dari sajiannya, baik menciptakan karya-karya baru. Karya- di panggung pertunjukan maupun dalam karya Campursari pada masa sekarang yang rekaman-rekaman CD. Perubahan yang cenderung lebih ke garap koplo atau dangdut, dimaksud adalah dalam garapannya terdapat memberikan ruang untuk dipakainya garapan musik dangdut atau diistilahkan kendang jaipong oleh para seniman. Hal ini dengan dangdut koplo dalam sajiannya, memberikan kesempatan para seniman untuk baik karena keinginan seniman sendiri yang berekspresi menyalurkan bakat seninya. menggarap dangdut dalam versi Campursari maupun karena tuntutan pertunjukan atau

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 103 semestinya disajikan dengan kendang Banyuwangi. Akan tetapi, karena kendang jaipong bisa menggantikan peranan kendang banyuwangi, maka untuk lebih simpel dan mudahnya dalam penyajian, para seniman menggunakan kendang jaipong untuk mengiringi lagu-lagu gaya Banyuwangian.

Gambar 2. Pengendang memainkan sajian koplo Meskipun secara rasa musikal (suara bidang (Sumber: Ela Yulaeliah, 2019) yang dihasilkan dari kendang jaipong) sedikit permintaan penonton. Maka, pada akhirnya berbeda, namun nampaknya perbedaan itu garapan Campursari pun tidak dapat lepas tidak menjadi permasalahan besar bagi para dari nuansa musik dangdut dalam sajiannnya. seniman sehingga kendang jaiponglah yang Untuk menyajikan garapan seperti ini, pada terus digunakan sampai dengan sekarang, akhirnya instrumen kendang jaipong memiliki meskipun garapannya digunakan untuk peranan penting mengingat dapat fleksibelnya mengiringi lagu-lagu Banyuwangian. kendang tersebut dalam beberapa sajian. Kendang jaipong digunakan pula sebagai Oleh karena itu, peranan gendang musik alat aktualisasi diri. Oleh karena kemampuan dangdut diganti dengan kendang jaipong para pengendang Jawa memainkan kendang dengan cara mengganti bagian kumpyangnya jaipong tentunya menjadi nilai plus bagi para dengan gendang dangdut sedangkan bagian pengendang sehingga mendapat pengakuan gedugnya digunakan untuk membunyikan baik dari para seniman seprofesi maupun nadanya. Setelan seperti ini pada masa dari penonton. Tidak jarang bahwa kendang sekarang sudah sangat umum dilakukan oleh jaipong digunakan oleh para pengendang para pemain Campursari di Yogyakarta dan sebagai alat unjuk gigi kebolehannya/skillnya sekitarnya. Kendang jaipong pada akhirnya di saat pementasan. Pada garapan ini sangat menjadi parktis karena selain digunakan untuk menarik karena hadirnya kendang jaipong mengiringi lagu-lagu Campursari, langgam bukan saja membuat pengendang menjadi Jawa, juga bisa digunakan untuk mengiringi percaya diri dalam pentas, akan tetapi bagi musik dangdut yang juga disajikan dalam para penyanyi Campursari pun menjadi kemasan Campursari. Berikut contoh seperti sebuah kebanggaan. Para penyanyi yang tampak pada gambar 2. dapat menyajikan lagu-lagu Sunda seperti Musik Campursari merupakan musik lagu Es lilin , Bajing Luncat, Cinta, Jeruk Garut, yang sangat terbuka untuk memasukan nampak selalu antusias dan bangga karena genre lain ke dalamnya termasuk garapan dapat menyajikan lagu-lagu Sunda serta dapat Sunda dan Banyuwangi. Ketika lagu-lagu menari jaipong. Ini tentunya merupakan skill Banyuwangi disajikan dalam garapan tambahan bagi mereka karena tidak semua Campursari, tentunya secara rasa musikal penyanyi Campursari mampu seperti itu.

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 104 Hadirnya kendang jaipong berfungsi Sajian kendang jaipong terjadi pula juga sebagai alat untuk menarik minat percampuran antara tepak Sunda dengan generasi muda agar menikmati seni tradisi, Jawa dalam keseluruhan lagu. Dalam hal salah satunya diawali dari mempelajari ini, satu lagu diiringi secara bergantian oleh kendang jaipong. Tidak mengherankan bahwa kendang jaipong dan kendang jawa. Porsi di Yogyakarta sekarang tumbuh subur para dalam sajian ini dilakukan secara seimbang pengendang muda yang mampu memainkan antara keduanya. Sajian motif mincid dalam kendang jaipong untuk mengiringi Campursari paling sering disajikan oleh para Campursari. Bahkan, di Gunung Kidul, seniman dalam mengiringi lagu-lagunya. terdapat sanggar yang khusus mengajarkan Ragam motif tepak kendang jaipong yang kendang jaipong bagi para anak-anak, sangat kaya dan beragam, memudahkan para remaja, dan dewasa sehingga lahirlah para seniman untuk menafsir kendang jaipong pengendang jaipong baru yang usianya masih sesuai dengan nilai rasa musikal mereka muda (Bambang Iswadi, 5 Oktober 2019). dalam menyajikannya. Terlebih lagi dalam Penggunaan kendang jaipong dalam motif mincid, lebih mudah para seniman lagu-lagu Campursari terdapat beberapa untuk menyajikan dan menghasilkan motif ini tempat atau sajian, antara lain: kendang dalam tepakan kendang jaipong. jaipong digunakan untuk mengiringi lagu Pada dasarnya, variasi tepak mincid yang secara keseluruhan, artinya kendang jaipong dilakukan oleh para seniman Campursari yang memiliki peranan sebagai pengatur tidak selalu utuh atau sama persis dengan irama, tempo, iringan serta aksen-aksen motif yang dilakukan oleh seniman Sunda. khusus dalam lagu sejak awal sajian sampai Wilayah budaya yang berbeda serta latar dengan akhir sajian. Dalam hal ini, iringan belakang para seniman yang asli Jawa, sangat Campursari diiringi kendang jaipong dari memungkinkan untuk melahirkan motif- mulai introduction sampai dengan finish, atau motif mincid baru khas seniman Jawa di dari awal sampai dengan akhir. Bahkan, dalam kendang jaipong. Ini bukanlah sebuah terdapat lagu khusus sebagai jargon grup kesalahan, akan tetapi merupakan kepekaan yang diiringi full oleh kendang jaipong. seniman Yogyakarta dalam menangkap Kendang jaipong disajikan pula pada sebuah peluang kreativitas yang terdapat pertengahan lagu. Hal ini dilakukan jika dalam kendang jaipong. Mereka mengeksplor dalam lagu memiliki dua garapan, yaitu garap kendang jaipong dengan kekuatan daya halusan dan rancak (ramai). Garap halusan imajinasi dan interpretasinya sehingga disajikan di awal lagu dengan menggunakan menghasilkan motif baru kendang jaipong kendang Jawa, sedangkan garapan yang khas Jawa. rancak seperi dangdut koplo disajikan dengan menggunakan kendang jaipong.

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 105 Ragam Motif-Motif Kendang Jaipong Dalam jaipong yang diadopsi ke dalam Campursari Campursari hampir utuh seperti untuk iringan jaipong Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam karawitan Sunda. Penulis menduga kepopuleran jaipong di Jawa Barat telah bahwa lagu-lagu Campursari pada masa ini menarik perhatian para seniman di berbagai diiringi oleh pengendang jaipong asli yang daerah terhadap kesenian ini baik bidang tari berasal dari Jawa Barat mengingat dalam maupun karawitan. Jaipong yang ngebooming covernya disajikan oleh Dayat Group dari pada tahun 1980-an telah memberikan Karawang. Selain itu, dapat dilihat pula dari inspirasi para seniman di luar Jawa Barat hasil motif-motif tepak kendangnya yang untuk dapat menggarap nuansa jaipong murni seperti ragam tepak kendang jaipong dalam berbagai genre kesenian. Maka, tidak mulai dari pangkat, pangjadi, bukaan, mincid, heran seandainya banyak genre kesenian yang dan ngeureunkeun. di dalamnya memasukan nuansa Sunda baik Pola seperti di atas terdapat pula dalam kendang jaipong maupun nuansa musikalnya. lagu-lagu Campursari yang umum disajikan Maka, motif-motif tepak kendang jaipong dengan bernuansa Sunda seperti lagu Bajing semakin menyebar ke berbagai daerah. Luncat, Cinta, Eslilin, Mendem Wedokan, dan Menurut penulis, diadopsinya tepak Walangkeke. Lagu-lagu ini secara struktur kendang jaipong dalam Campursari tidak hampir menyerupai iringan kendang jaipong. lepas dari pengaruh seni populer jaipong Pada lagu-lagu tersebut, banyak motif tepak yang berkembang di Jawa Barat. Sebagaimana kendang jaipong yang dimainkan terutama diketahui bahwa seni jaipong di Jawa Barat bagian motif bukaan dan mincid. Bahkan, mencapai puncak pupularitasnya pada tahun beberapa pengendang terkadang mampu 1980-1990-an. Media yang masih terbatas pada memainkan ragam tepak kendang dalam tahun tersebut lebih memberikan inspirasi pola Daun Pulus Keser Bojong ke dalam tepak kepada para seniman di luar Jawa Barat untuk lagu Bajing Luncat yang digarap dalam versi mengadopsi jaipong mengingat televisi yang Campursari. ada umumnya baru TVRI Nasional. Oleh Secara umum bahwa motif-motif karena itu, secara umum motif-motif tepak tepak kendang jaipong yang terdapat dalam kendang jaipong yang terdapat di dalam Campursari meliputi ragam tepak bukaan Campursari merupakan motif-motif tepak dan mincid. Ragam tepak bukaan tidak bisa kendang jaipong hasil apresiasi para seniman diterapkan dalam semua lagu Campursari terhadap kesenian jaipong. mengingat bentuk lagunya berbeda-beda. Jika dilihat dari hasil lagu-lagu Ragam tepak bukaan dapat disaksikan dalam Campursari yang disajikan oleh Waljinah lagu Bajing Luncat, Walangkekek, Mendem terutama dalam album ”Jaipong Campursari”, Wedokan, serta Gethuk. Ragam tepak bukaan ”Pop Jawa Jaipong”, dan ”Jaipong Jawa” biasanya disajikan di awal lagu setelah nampak terlihat bahwa lagu pola kendang introduction. Tidak semua lagu Campursari

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 106 yang diiringi kendang jaipong menggunakan Berdasarkan pernyataan di atas, maka ragam tepak bukaan. keberadaan motif-motif tepak kendang Ragam tepak mincid terdapat dalam lagu jaipong setelah berada di dalam Campursari Kripik Apa Mendoan, Eslilin, Jeruk Garut, Sido mengalami perubahan, baik dalam bagian Opo Ora, Bajing Luncat, Walangkekek, Mendem pangkat, pangjadi, bukaan, mincid dan Wedokan, Gethuk, dan lain-lain. Ragam tepak ngeureunkeun. Hal ini terjadi karena ketika ini paling sering disajikan dalam Campursari kendang jaipong digunakan oleh para karena teknik memainkannya sangat mudah seniman Campursari, maka mereka berusaha dan simpel. Hampir semua lagu Campursari menafsirkan kendang jaipong sesuai dengan yang bisa diiringi dengan kendang jaipong situasi dan kondisi yang dibutuhkan yakni menggunakan motif mincid. Motif mincid untuk mengiringi keseniannya. Namun, motif yang terdapat dalam Campursari terdiri dari yang dihasilkan adalah bukan motif asli Sunda, motif mincid kendor dan motif mincid gancang. akan tetapi variasi-variasi motif kendang Penggunaan kedua motif mincid ini bergantung yang dihasilkan dari hasil tafsirnya. Dengan pada karakter lagunya, bisa keduanya ada di demikian, terjadi kekayaan motif kendang dalam satu lagu atau bisa saja hanya salah jaipong dalam setiap ragam tepaknya. satu motif yang digunakan untuk mengiringi Selain itu, para pemain Campursari yang sebuah lagu. umumnya sudah kental dengan tradisi seni Ragam tepak ngagoongkeun terdapat Jawa, tidak secara otomatis dapat melepas dalam lagu Es lilin, Mendem Wedokan, Bajing budaya mereka ketika memainkan kendang Luncat, Walangkekek, Mendem Wedokan, Gethuk, jaipong. Sedikit maupun banyak, terjadi dan lain-lain. Ragam tepak ini merupakan kemunculan motif-motif kendang jawa yang ragam tepak untuk mengakhiri lagu dalam dimainkan dalam kendang jaipong. Maka, setiap matra keempat atau untuk kepuasan hasil garapan kendang jaipong akhirnya tidak rasa musikal dalam setiap bagiannya. murni sebagai kendang jaipong, akan tetapi Sebagaimana dikemukakakan di hasil percampuran antara motif kendang awal tulisan bahwa Keberadaan kendang jaipong dengan motif kendang Jawa. jaipong dalam Campursari merupakan hasil Perubahan ragam tepak kendang persebaran dari Jawa Barat ke Yogyakarta. jaipong terjadi pula karena garapan-garapan Hal ini menimbulkan kebudayaan baru Campursari yang mengharuskan kendang karena pengaruh lingkungan dan waktu jaipong mengikuti garapan yang ada, artinya (Koentjaraningrat, 1987). Selain itu, kemajuan kendang jaipong menyesuaikan dengan aksen- teknologi-komunikasi juga mengakibatkan aksen yang dimunculkan dalam Campursari. terjadi penggabungan budaya Sunda dengan Garapan seperti ini umumnya terjadi pada budaya Jawa (Sulasman dan Gumilar, 2013). bagian introduction sebagai ciri khas lagu Dampaknya, bentuk yang baru tersebut serta pada aksen-aksen yang ada di tengah mengalami perubahan (Pujileksono, 2015). lagu. Intro dan aksen ini merupakan ciri khas

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 107

Gambar 4. Notasi kendang bagian intro Lagu Dik Jum’ (Not. Asep S, 2019)

Gambar 3. Notasi kendang bagian intro Lagu Kripik Apa Mendoan. (Not. Asep S, 2019) lagu yang dibawakan sehingga dapat menjadi identitas bagi setiap lagu yang disajikan. Perubahan motif tepak kendang terjadi Gambar 5. Notasi kendang tepak Ngagoogngkeun pula dalam mengakhiri sebuah lagu. Akhir dalam Lagu Kripik Apa Mendoan. (Not. Asep S, 2019) lagu Sunda biasanya telah memiliki ragam motif tertentu sehingga mudah untuk kekayaan motif kendang Sunda dalam dihapalkan dan berlaku bagi semua lagu. Akan mengikuti perubahan dan perkembangan tetapi, dalam lagu Campursari hanya berlaku zaman. Maka dapat dilihat dari notasi bahwa untuk satu lagu saja dalam setiap garapannya. ragam tepak kendang jaipong Sundanya Untuk melihat beberapa perubahan, berikut hanya ada pada ketukan ke-28 sampai dengan ini disajikan sampel tepak kendang jaipong 32 yang disebut tepak ngagoongkeun (lihat dalam lagu lagu Campursari. notasi berwarna merah). Sampel lainnya Ragam tepak kendang bagian intro di adalah tepak kendang pada bagian intro Lagu atas disajikan sebanyak 32 ketukan (8 matra). Dik Jum seperti gambar 4. Ragam tepak ini merupakan tepak kendang Tepak ngaggongkeun ini pun sangat unik jaipong yang benar-benar hasil kreasi seniman dan memiliki ciri khas tersendiri. Secara Yogyakarta karena ragam tepak tersebut umum, ragam tepak yang diberi warna di dalam karawitan Sunda belum pernah hitam (mulai ketukan ke-8 sampai dengan disajikan. Ragam tepak seperti ini lahir karena ke-11) merupakan ragam tepak kendang termotivasi oleh melodi lagu atau gending jaipong yang sudah umum dalam kesenian yang dibuat oleh kreator Campursari, dalam Sunda. Akan tetapi, mulai ketukan ke-12 hal ini Manthou’s. Oleh karena itu, kendang sampai dengan ke-16, merupakan motif tepak mengiringi atau mengikuti aransemen tersebut kendang hasil kreasi pengendang Yogyakarta sehingga menghasilkan ragam tepak kendang karena kehadiran motif tersebut bersamaan yang baru sebagai hasil kreasi pengendang dengan melodi yang dibuat oleh Manthou’s. Yogyakarta. Tentunya hal ini menambah Pengendang jawa tidak menyebutnya motif ini

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 108 adalah untuk ngagoongkeun (menggongkan) karena dalam Campursari tidak ada istilah kenongan maupun gongan. Istilah ini Penulis gunakan untuk memudahkan analisis yakni Gambar 6. Notasi kendang tepak peralihan dan ngagoongkeun dalam Lagu Kripik Apa Mendoan. dengan mengkomparasikan tepak kendang (Not. Asep S, 2019) dalam Campursari dengan tepak kendang untuk iringan jaipong.

Motif peralihan pada gambar 6 Gambar 7. Notasi kendang tepak peralihan dalam merupakan motif peralihan dalam lagu Jeruk Lagu Dik Jum (Not. Asep S, 2019) Garut yang biasa disajikan sebagai jembatan untuk masuk pada motif mincid. Pada lagu- secara langsung pertunjukan Campursari baik lagu Campursari, motif ini banyak ditemukan. di hajatan maupun hiburan yang disajikan Motif ini disajikan dalam setiap peralihan lagu di tengah lapangan. Sajian dangdut koplo Jeruk Garut. Berikut ini disajikan pula tepak terkadang dapat lebih banyak porsinya dari peralihan Lagu Dik Jum dalam gambar 7. sajian Campursari sehingga penggunaan Motif di atas terdapat dalam lagu Dik kendang Sunda sangat mendominasi. Jum dalam setiap peralihan motif mincid. Motif ini dimainkan mulai dari ketukan ke-26 Analisis Tepak Kendang Jaipong Dalam sampai ke-32. Lagu Sido Opo Ora Secara umum bahwa tepak kendang Lagu Sido Opo Ora adalah salah satu jaipong dalam lagu-lagu Campursari lagu Campursari ciptaan Manthou’s yang banyak menggunakan ragam motif mincid disajikan menggunakan kendang jaipong. ditambah dengan kreasi intro, aksen-aksen Kendang jaipong digunakan untuk mengiringi khusus, serta motif untuk mengakhiri lagu lagu ini dari awal sajian (intro) sampai dengan sebagai hasil kreasi pengendang Yogyakarta. akhir lagu. Lagu ini disajikan sebanyak dua kali Terlebih setelah generasi Manthou’s dengan pengulangan disertai dengan intro, peralihan, semaraknya musik dangdut koplo, garapan dan reff. Ciri khasnya di dalam satu lagu Campursari pun secara musikal semakin Sido Opo Ora ini, tidak secara utuh garapan berubah dengan memasukkan dangdut koplo pola tepak kendang jaipong dimainkan, untuk mengikuti selera masyarakat. Maka, namun hanya sebagai sempalan-sempalan saja. garapan kendang jaipong semakin ringan Sebagai contoh ragam tepak bukaan tidak ada, karena umumnya menggunakan ragam motif pangjadi tidak ada, ragam tepak naekeun tidak mincid dengan aksen-aksen yang sudah ada. Umumnya ragam tepak yang digunakan umum digunakan untuk mengiringi dangdut. adalah ragam tepak mincid baik mincid kendor Fenomena ini hampir terjadi dalam setiap maupun mincid gancang. iringan lagu Campursari. Bahkan perubahan Aksen-aksen khusus sebagai ciri lagu ini ini akan lebih terasa ketika menyaksikan telah memberikan ciri khas yang membedakan

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 109 lagu Sido Opo Ora dengan lagu lainnya, terutama pada peralihan dari garapan biasa ke garapan dangdut koplo. Tepak kendang jaipong dimainkan mulai awal (intro) sampai dengan akhir. Di bawah ini disajikan notasi Gambar 10. Notasi kendang tepak Mincid Gancang pola kendang jaipong dalam lagu Sido Opo (Not. Asep S, 2019) Ora sebagai berikut: Bagian 1 diisi dengan Intro menggunakan tepak mincid kendor dan tepak mincid gancang seperti dalam gambar 8. Kode perpindahan ke tepak mincid Gambar 11. Notasi tepak kendang 1 untuk masuk gancang (gambar 9). Vokal Tepak kendang mincid kendor di atas (Not. Asep S, 2019) disajikan sebanyak dua kali ulangan dalam untuk masuk vokal. Adapun notasi tepak tempo lambat. Tepak mincid kendor ini mincid gancang dapat dilihat pada gambar 10: berfungsi sebagai pembuka sajian lagu Sido Tepak mincid gancang di atas disajikan Opo Ora yang disertai dengan melodi intronya. sebanyak dua kali pengulangan dalam tempo Setelah dua kali pengulangan, dilanjutkan cepat. Dalam sajiannya, tepak ini diakhiri dengan kode perpindahan untuk masuk ke dengan tepak khusus (untuk mengakhiri tepak mincid gancang (lihat notasi berwarna motif), kemudian disambung dengan aksen merah). khusus/kode khusus untuk memulai masuk Bagian 2 vokal penyanyi putri. Adapun notasi sebagai Pada bagian 2 disebut sebagai iringan kode/aksen khusus lagu Sido Opo Ora dapat lagu. Bagian ini diisi dengan tepak mincid dilihat pada gambar 12: gancang yang diulang-ulang serta ragam tepak khusus terutama aksen-aksen atau kode

Gambar 8. Notasi kendang tepak Mincid Kendor (Not. Asep S, 2019)

Gambar 9. Perpindahan kendang tepak Mincid Gambar 12. Notasi tepak kendang 2 untuk masuk Gancang Vokal (Not. Asep S, 2019) (Not. Asep S, 2019)

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 110 Notasi di atas adalah notasi khas atau ciri khusus yang terdapat dalam lagu Sido Opo Ora, baik untuk mengakhiri lagu maupun sebagai kode atau aksen untuk memulai lagu. Kedua motif ini merupakan hasil kreasi pengendang Gambar 15. Notasi Peralihan Dangdut Koplo Yogyakarta sehingga berbeda dengan kode- (Not. Asep S, 2019) kode yang terdapat di dalam lagu Sunda. Penulis menduga bahwa munculnya kedua Bagian 3 motif ini berawal dari melodi yang dihasilkan Lagu Sido Opo Ora diakhiri dengan dalam lagu sehingga kendang mengikuti bagian 3 yaitu untuk mengakhiri lagu. Dalam melodi tersebut. Kedua motif ini dilakukan hal ini, tepak kendang yang digunakan adalah berulang-ulang dalam lagu Sido Opo Ora. motif tepak kendang kendor (A1) disertai motif Adapun motif terakhir (yang berwarna hijau) khusus untuk memberhentikan lagu. Adapun adalah motif untuk memulai masuk ke tepak notasinya dapat dilihat pada gambar 16: mincid gancang. Motif ini paling umum Hasil analisis tepak kendang jaipong dari digunakan dalam Campursari dan sudah lagu Sido Opo Ora diketahui bahwa struktur sangat pamilier karena sering disajikan pula sajian lagu ini terdiri dari tiga bagian antara dalam sajian dangdut koplo. Adapun notasi lain: bagian 1 (A1, B), bagian 2 (C1, D, E, C2, mincid gancang untuk iringan dangdut koplo C1, D, E) dan bagian 3 (A2). Bagian 1 sebagai dapat dilihat pada gambar 13. intro, bagian 2 sebagai iringan lagu, dan bagian 3 sebagai penutup. Bagian 1 terdiri dari motif tepak mincid kendor dan mincid gancang, bagian 2 terdiri dari motif khusus (kode atau aksen khusus), motif mincid gancang serta motif dangdut koplo), sedangkan bagian 3 terdiri Gambar 13. Notasi Mincid Gancang Dangdut (Not. Asep S, 2019) dari motif mincid kendor yang divariasi dengan motif untuk mengakhiri lagu (motif khusus). Kode masuk vokal

Gambar 16. Notasi mincid kendor Lagu Sido Opo Ora (Not. Asep S, 2019)

Gambar 14. Notasi Kode Masuk Vokal Dangdut Koplo (Not. Asep S, 2019)

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian Campursari 111 SIMPULAN menggunakan kendang jaipong dalam Berdasarkan hasil penelitian, dapat berbagai lagu Campursari. Pengendanglah disimpulkan bahwa terjadinya perubahan yang menentukan untuk digunakan dan beragam tepak kendang jaipong setelah tidaknya kendang jaipong dalam Campursari. menyebar ke Yogyakarta sebagai akibat disesuaikannya kendang jaipong dengan kesenian yang dibutuhkannya. Pemain *** Campursari yang mayoritas orang Jawa dan telah memiliki nilai tradisinya sendiri, tidak lepas begitu saja ketika mereka memainkan Daftar Pustaka Keberlanjutan dan Perubahan kendang jaipong. Rasa tradisi para seniman Dewi, H. (2016). Seni Pertunjukan Kuda Kepang di Sei dalam main kendang Jawa tentunya secara Bamban, Serdang, Bedagai, Sumatra tidak langsung tersalurkan di dalam kendang Utara. Panggung, 26(2), 139–151. Fajrin Kobi, M. (2017). Campursari: Bentuk Lain jaipong. Hasilnya adalah motif-motif baru Dari Kesenian Gamelan Yang Diterima Di kendang jaipong hasil kreativitas para Masa Modern. Warna, 1(1), 1–20. seniman Yogya sehingga menambah kekayaan Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press. beragam motifnya. Nakagawa, S. (2000). Musik dan Kosmos Sebuah Adapun motif-motif tepak kendang Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor. jaipong yang terdapat di dalam Campursari Pujileksono, S. (2015). Pengantar Antropologi secara umum adalah motif mincid. Motif Memahami Realitas Sosial Budaya. mincid ini terdapat hampir di setiap lagu yang Malang: Intras Publishing. Purwanto, H. (2006). Kebudayaan dan diiringi oleh kendang jaipong. Sementara Lingkungan dalam Persfektif Antropologi. ragam motif tepak bukaan terdapat dalam Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saepudin, A. (2005). Kreativitas Berbasis Seni lagu-lagu khusus yang bisa disajikan dalam Tradisi: Upaya Menuju Identitas Bangsa. garap jaipong misalnya lagu Bajing Luncat, Panggung, 0(35), 50–56. Mendem Wedokan, dan lain-lain. Untuk ragam Saepudin, A. (2008). Perkembangan Kendang Sunda di Pusat Latihan Tari Bagong tepak pangjadi, tidak pernah ada di dalam Kussudiardja Desa Kembaran Bantul sajian Campursari. Yogyakarta. Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta. Sebagai catatan bahwa berdasarkan Saepudin, A. (2016). Garap Kendang Jaipong hasil wawancara dengan para narasumber, dalam Wayang Kulit Sanggar Warga Laras pada prinsipnya semua lagu Campursari Pimpinan Seno Nugroho: Sebuah Proses Perubahan. Lembaga Penelitian ISI bisa diiringi dengan kendang jaipong. Hal ini Yogyakarta. bergantung mood seorang pengendang atau Safitri, E. (2017). Campursari Versi Manthous Kajian Garap Karawitan. Institut Seni suasana di panggung pertunjukan. Artinya, Indonesia, Yogyakarta. pengendang dapat saja menggunakan Sri Sabdono, F. (2011). Aransemen Lagu kendang jaipong dalam berbagai lagu Caping Gunung dalam Grup Campursari Setya Hati. Institut Seni Indonesia, karena tidak ada larangan untuk melakukan/

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021 Asep Saepudin, Ela Yulaeliah 112 Yogyakarta. Sulasman dan Gumilar, S. (2013). Teori-Teori Kebudayaan dari Teori Hingga Aplikasi. Bandung: Pustaka Setia. Sumiati, L. (2015). Purpose Of Art Dan Kontribusinya Dalam Transformasi Budaya (Studi Kasus: Tari Jayengrana). Panggung, 25(1), 30–39. Tri Laksono, J. (2008). Menelusuri Karya dan Karsa Manthou’s sebagai Seniman dan Pencipta Campursari. Resital, 9(2), 87– 993.

Narasumber Bambang Iswadi, S.Sn., 30 tahun, pengendang Campur Sari Gunung Kidul. Fajar Sri Sabdono, S.Sn., 29 tahun, pemain Campursari di grup Cindelaras Sleman. Joko Tri Laksono, dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta, Mahir bermain kendang jaipong. Dr. Raharja,S.Sn., M.M. 48 tahun, dosen Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta, pemain di PLK Sunaryo, SST., M.Hum., 68 tahun, dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta bertempat di Mergasan Kidul Mg. II/1285 Yogyakarta, Mahir bermain kendang jaipong. Sulistyono, 29 tahun, pengendang grup Campursari Cindelaras Sleman. Warsana, S.Sn., M.Sn. 46 tahun, dosen Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta, Mahir bermain kendang jaipong. Yono Benguk, 65 tahun, pengendang Campursari Gunung Kidul generasi pertama.

Jurnal Panggung V31/N2/06/2021