View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE

provided by Jurnal Online Universitas Jambi

Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229

SURAU DAN SEKOLAH; DUALISME PENDIDIKAN DI BUKITINGGI 1901-1942

IRHAS FANSURI MURSAL Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi [email protected]

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk menelusuri penyelenggaraan dualisme pendidikan tradisional dan modern serta dampaknya terhadap masyarakat pada paru pertama abad ke-20. Surau merupakan lembaga pendidikan tradisional, tempat anak-anak Bumiputra belajar norma adat, etika, sopan santun dan agama Islam. Sekolah formal yang dibangun oleh pemerintah kolonial di Bukittinggi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendah. Antusiasme masyarakat Minangkabau terhadap sekolah mengakibatkan kota Bukittinggi menjadi salah satu tujuan untuk mengakses pendidikan modern. Pendidikan dualistik mengakibatkan munculnya intelektual baru Minangkabau yang disebut sebagai “Kaum Muda”. Sejak kehadiran mereka, surau mengalami pembaharuan menjadi model pendidikan semi-modern yang disebut madrasah. Di samping itu, fungsi surau sebagai salah satu alat kelengkapan adat di setiap nagari perlahan-lahan mulai hilang. Antusiasme masyarakat Minangkabau terhadap pendidikan dualistik mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan partikelir untuk memenuhi tingginya minat masyarakat Bumiputera terhadap sekolah modern. Tokoh-tokoh Intelektual Religius asal Minangkabau muncul sejak pendidikan dualistik yang dinamis tersebut diselenggarakan.

Kata kunci: surau, dualisme dan pendidikan.

ABSTRACT This thesis entitled “Surau and School: An Educational Dualism in Bukittinggi, 1901-1942” aimed to explore the implementation of both traditional and modern education and its impacts to Minangkabau communities during the first half of 20th century. Surau is a traditional institution of education, as a place for indigenous children learned adat (customary), ethic, and politeness norms as well as Islam. The formal schools which built by colonial government in Bukittinggi were purposed to fulfill the needs of lower-level official. The enthusiasm of Minangkabau communities about these schools made Bukittinggi city became an alternative destination to get access of modern education. The dualistic education effected to emergence of new intellectual in Minangkabau who called the ‘kaum muda’ (rise generation). Since of their presence, surau was reformed to semi-modern education model. Meanwhile, function of surau as an adat’s component at each nagari slowly disappeared. The enthusiasm of Minangkabau communities about dualistic education has stimulated the emergence of private educational institutions to satisfied their interest to modern schools. At least, a number of popular intellectual religious and nasionalist figures from Minangkabau began to emerged since the dualistic education has dynamically implemented.

Keywords: surau, dualism and education

PENDAHULUAN kehidupan masyarakat adat Minangkabau. Pada era prakolonial, masyarakat Surau merupakan sebuah komponen yang Minangkabau di Sumatera Barat telah inheren, muncul dan berkembang bersama memiliki model pendidikan tradisional dalam perpaduan adat Minangkabau dan yang membentuk karakter orang agama Islam selama ratusan tahun. Minangkabau itu sendiri. Pendidikan Menurut Gazalba surau merupakan tempat tradisional pada masyarakat Minangkabau (bangunan) peninggalan kebudayaan berlangsung dalam bentuk pendidikan masyarakat setempat sebelum datangnya non-formal, yaitu pendidikan di surau. agama Islam. Surau dalam sistem adat Surau adalah salah satu wujud kearifan Minangkabau adalah kaum dan suku lokal yang telah mengakar di dalam (Gazalba, 1983: 291). Azra mengatakan

100 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 bahwa surau sebagai lembaga pendidikan Bumiputera, pada tahun 1856 didirikan Islam Minangkabau tetap menjadi bagian Normaal School (Sekolah Guru Bumi integral dari ‘memori kolektif’ orang Putera). Minangkabau secara keseluruhan. Artinya, Pesatnya perkembangan sekolah- surau pada masa lalu merupakan simbol sekolah rendah di daerah dataran tinggi, yang merepresentasikan nilai-nilai sosial mengakibatkan munculnya suatu sentral penduduk suatu nagari, terlebih setelah pendidikan, yaitu kota Bukittinggi. agama Islam mengisi rohani mayoritas Bukittinggi juga merupakan kota masyarakat Minangkabau. Lantas surau terpenting di pedalaman Sumatera Barat, telah lama menjadi simbol masyarakat yaitu selain sebagai kedudukan Residen Minangkabau yang religius (Azra, 2003: Darat (Padangsche Bovenlanden), vii). Pendidikan di surau meliputi juga sebagai pusat administrasi dan pendidikan tradisi atau adat dan pendidikan perdagangan. Oleh karena itu, kota agama Islam. Pendidikan tradisi meliputi Bukittinggi memiliki daya tarik sebagai beladiri silat, sastra, seni tari dan musik tujuan perantauan masyarakat dari daerah tradisional Minangkabau; sedangkan luar seperti Sianok, Koto Gadang, Balingka pendidikan agama Islam meliputi belajar dan lainnya untuk berdagang, bekerja dan Al-Quran, ilmu fiqih dan ilmu agama menempuh pendidikan di sekolah (Grave, lainnya serta praktek ibadah. 2007: 182). Pada tahun 1918, Kota Studi ini mengkaji dinamika Bukittinggi ditetapkan sebagai gemeente penyelenggaraan dua sistem pendidikan (otonomi terbatas). Kemudian pada tahun pada abad ke-20 di kota Bukittinggi, 1925, pemerintah mendirikan benteng di Sumatera Barat. Kedua sistem itu adalah salah satu bukit di dalam kota Bukittinggi. sistem pendidikan Eropa dan sistem Tempat itu dikenal sebagai benteng Fort pendidikan Bumiputra. Sistem pendidikan de Kock, sekaligus menjadi tempat Eropa yaitu pendidikan sekuler-formal peristirahatan opsir-opsir Belanda. Pada yang diselenggarakan di sekolah-sekolah era itu, kawasan Fort de Kock berkembang Eropa dan Bumiputra yang didirikan oleh menjadi sebuah stadgemeente (otonomi pemerintah maupun pihak swasta. Sistem penuh). Pada era itu pula, nama Fort de pendidikan Bumiputra yaitu pendidikan Kock lebih populer digunakan untuk adat dan agama yang diselenggarakan di menyebut kota Bukittinggi. Pada tahun surau oleh masyarakat tradisional 1938, Kota Bukittinggi menyusul Minangkabau. Pada studi ini, kedua sistem ditetapkan sebagai stadgemeente tersebut selanjutnya disebut sebagai (Basundoro, 2010: 109). Dampak dari dualisme pendidikan. Perkembangan berlangsungnya kebijaksanaan Sistem pendidikan di tidak terlepas dari Pendidikan Kolonial di Hindia Belanda, kebijakan Etis, yang juga sangat masyarakat Sumatera Barat dapat berpengaruh terhadap pembangunan dalam mengenal berbagai jenis dan tingkatan bidang pendidikan di Sumatera Barat. sekolah, baik yang langsung didirikan oleh Pendirian sekolah-sekolah formal untuk pemerintah, para misionaris maupun pihak kalangan Bumiputra diselenggarakan swasta (Albach dan Kelly, 1979: 47). bersamaan dengan perluasan birokrasi Di dalam masyarakat Minangkabau kolonial dan perkembangan sistem tanam sendiri terdapat perbedaan pandangan paksa komoditas kopi di dataran tinggi terhadap kehadiran lembaga pendidikan Minangkabau, bahkan sebelum era Etis pada sekuler di tengah-tengah kehidupan awal abad ke-20. (Grave, 2007: 153). masyarakat yang tradisional-agamis. Contohnya lembaga pendidikan rendah yang Sebagian kelompok masyarakat pernah didirikan paling awal di sana, yaitu memandang kehadiran sekolah-sekolah Sekolah Nagari sejak tahun 1840 dan untuk tersebut sebagai keuntungan dan memenuhi kebutuhan guru dari kalangan menerimanya dengan baik. Sementara itu

101 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 kelompok masyarakat lainnya menolak Padangsche Bovenlanden, Sumatra’s dan bersikap apatis (Zed, 1984: 1-2). Weskust No. 126/11, Politik Verslag Secara sederhana, kaum terpelajar Sumatra’s Weskust over het jaar 1856, Minangkabau dapat dibedakan atas tiga swk no 122/2, Regeering Almanak, golongan berdasarkan jenis pendidikan Staatsblad van Nederlandsch-Indie, serta yang didapat, yaitu: Pertama, golongan buku-buku terbitan sezaman maupun buku yang hanya mendapat pendidikan surau, kotemporer dan dari berbagai karya ilmiah yaitu mereka yang kemudian menjadi dari berbagai perguruan tinggi. Sumber- kaum alim ulama; Kedua, golongan yang sumber tersebut diperoleh dari berbagai hanya mendapat pendidikan sekuler, yaitu perguruan tinggi dan Perpustakaan mereka yang kemudian menjadi birokrat, Nasional Republik Indonesia (PNRI) serta dokter, hakim dan profesi tinggi lainnya; berbagai perpustakaan lainya. Kemudian Ketiga, golongan yang mendapat data-data sejarah dianilisis melalui Metode pendidikan surau dan sekuler sekaligus Sejarah dan dibantu dengan menggunakan (pendidikan yang dualistik), yaitu mereka pendekatan terutama meminjam konsep yang mayoritas menjadi tokoh-tokoh surau, dualisme, dan pendidikan. Studi ini pergerakan nasional pada eranya (Irhas, dibatasi Kota Bukittingi Kota Bukittinggi 2016: 7). pada awal abad ke-20 merupakan sentral Berdasarkan latar belakang diatas, pendidikan di wilayah Padang Darat. kuat dugaan dualisme pendidikan di Secara administratif, kota Bukittinggi pada Bukittinggi terutama di abad ke-20, era kolonial merupakan ibukota Afdeeling berhasil menciptakan generasi intelektual Padang Darat (Padangsche Bovenlanden), religius yang cemerlang. Artikel ini Residensi Sumatera Barat (Sumatra’s bertujuan menggali dualisme yang Westkust) dan lingkup temporal penelitian berlangsung secara dinamis di kota ini mencakup periode 1901-1942. Tahun Bukittinggi. Oleh karena itu, artikel ini 1901dipilih sebagai awal periodesasi berusaha menjawab permasalahan berikut: didasarkan pada dua hal: (1) Dimulainya (1) Bagaimana proses sejarah terbentuknya kebijakan Politik Etis di Hindia Belanda surau serta bagaimana bentuk dan model terutama di bidang pendidikan; (2) Kondisi orisinal pendidikan surau yang penyelenggaraan pendidikan pada periode berlangsung pada masyarakat itu lebih intensif dan variatif. Tahun 1942 Minangkabau? (2) Bagaimana pendidikan sebagai akhir periodesasi didasarkan pada formal Barat diselenggarakan di Kota era berakhirnya kekuasaan kolonialis Bukittinggi? (3) Bagaimana respon dan Belanda atas wilayah Nusantara, selain itu adaptasi terhadap penyelenggaraan juga sebagai tanda berkhirnya kekuasaan pendidikan dualistik? kolonial Belanda di Bukittinggi.

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN Studi ini menggunakan sejumlah arsip Kota Bukittinggi: Akses Menuju kolonial dan sumber lainnya baik yang Dualisme Pendidikan tergolong sumber primer maupun Letak dan Topografi Kota Bukittinggi sekunder, yang relevan serta mengandung Letak astronomis kota Bukittinggi evidensi dan fakta sejarah. Besluit van berada pada koordinat 0°.22' – 00°.29' LS Gouverneur Generaal, Encyclopaedie van dan 99°.52' – 100°.33' BT, berada di Nederlandsch-Indie, Gedenkboeks tengah pulau Sumatera yang terbentang di samangesteld bij gelegenheid van het 35 antara rangkaian pegunungan Bukit jarig bestaan der Kweekschool voor Barisan. Posisinya sangat strategis karena Inlandsche Onderwijers te Fort de Kock, terletak di persimpangan jalan yang Het Inlandsch Onderwijs ter Sumatra’s menghubungkan kota-kota dataran tinggi Weskust, Koloniaal Verslag, 1911, 1918, lainnya, seperti Payakumbuh,

102 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229

Padangpanjang, Batusangkar, sebagian besar penduduknya juga berusaha Lubuksikaping. Oleh karena itu, kota dalam bidang industri rumah tangga, Bukittinggi dapat dijangkau dalam waktu seperti menenun, membuat alat-alat yang relatif singkat dari daerah-daerah pertanian, kerajinan emas dan perak, dan dataran tinggi lainnya (Kielsra, 1890: 127). berdagang. Nagari perbukitan tersebut Sebagai pusat pemerintahan maupun pusat antara lain, nagari Canduang, Sungai Pua, perdagangan dan pendidikan sejak era Pandai Sikek, Koto Gadang, Guguak, kolonial. Terletak sekitar 91 km di sebelah Malalak, Balingka, Matua, dan Kamang utara Kota Padang, yang menjadi pintu (Zulqayyim, 2006: 15). Perkampungan- gerbang Sumatera Barat. Oleh karena perkampungan industri rumah tangga dan terletak di daerah dataran tinggi, pedagang tentunya membutuhkan sedangkan Padang di pesisir, maka jalan perkembangan ilmu pengetahuan. Akses raya dan jalur kereta api yang ilmu dan pengetahuan tentunya lewat menghubungkan kedua kota itu memiliki pendidikan, kuat dugaan inilah yang banyak tanjakan dan tikungan, terutama menjadi pendorong masyarakat di daerah ketika memasuki daerah cagar alam ini menyekolahkan anak-anak mereka ke Lembah Anai. Jalur kereta api itu terdiri sekolah yang didirikan oleh Pemerintah dari tiga rel. Rel yang di tengahnya Hindia Belanda (Irhas, 2016: 47). bergerigi dan berfungsi sebagai rem. Jalan Bukittinggi merupakan sebuah raya dibangun oleh pemerintah Hindia kota dataran tinggi yang strategis sehingga Belanda pada tahun 1833, sedangkan jalur mendukung pertumbuhan dan kereta api dibangun pada tahun 1890-an perkembangan kota Bukittinggi. Karakter (Zulqayyim, 2005: 184). masyarakat Minangkabau banyak Topografinya yang berbukit-bukit dipengaruhi falsafah adat yang dianut oleh dan berlembah dengan ketinggian masyarakat tidak terkecuali juga Bukittinggi. bervariasi antara 921 m sampai 941 m di Perubahan sosial yang terjadi terjadi pada atas permukaan laut (Joustra, 1923: 26). adat Minangkabau pasca perang paderi. Bukit-bukit (bukik) di sana berjumlah 27, Kolonial mengambil peluang dari yang tersebar di dataran tinggi seluas 5,2 pertentangan antara kaum adat dan kaum km. Oleh karena itu, iklimnya sejuk agama (kaum paderi ) sehingga menjadi dengan suhu rata-rata 19°C pada malam akses masuk penguasa lokal yang hari dan 22°C pada siang hari. Di sebelah akomodatif terhadap kebijakan kolonial. barat Bukittinggi terdapat lembah di antara “Sakali aia gadang, sakali tapian barubah” dua tebing curam (ngarai) Sianok dengan pepatah Minangkabau ini merupakan kedalaman mencapai 110 m. Ngarai itu pemaknaan bahwa masyarakat berkelok-kelok mengalirkan air yang Minangkabau dalam memahami perubahan dikenal dengan sungai Batang Sianok dari sosial. Keterbukaan masyarakat atas hal-hal arah selatan ke utara (Nijhoff, 1917: 720). baru yang datang yang membawa kemajuan Topografi pada sebelah barat, utara dan dan pembaharuan . Sifat adaptif terhadap barat daya merupakan daerah perbukitan. kebaruan tersebutlah yang mendorong Pengaruh ini menimbulkan perbedaan perubahan sosial di Bukittinggi . (Irhas, kehidupan ekonomi masyarakatnya ditiap 2006: 48) naggari. Apalagi nagari yang terletak di kaki Gunung Merapi dan Singgalang dapat Dinamika Bukittinggi menjadi Kota dikatakan sebagai nagari perbukitan. Kolonial Penduduk ini lebih banyak menanam Kota Kolonial merupakan ruang barbagai tanaman keras, seperti: kopi, indigo, kulit kegiatan masyarakat baik secara sosial, manis, dan tanaman sayur-sayuran, seperti: budaya maupun, politik dan ekonomi. kentang dan buncis. Akan tetapi karena Menurut Bintarto, dari segi geografis kota lahan pertaniannya yang sempit, maka diartikan sebagai suatu jaringan kehidupan

103 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 yang dengan strata ekonomi yang Cikal bakal kota Bukittinggi heterogen dan bercorak materialistis. dimulai dari sebuah pasar ( Navis, 1984, Menurut Toynbe kota tidak hanya 92). Menurut cerita yang dipercayai oleh merupakan permukiman khusus, tetapi masyarakat, sejarah kota Bukittinggi juga merupakan suatu kompleks dan setiap berawal dari sebuah pasar yang didirikan kota menunjukkan perwujudan pribadinya dan dikelola oleh penghulu di Nagari masing-masing (Basundoro, 2013: 15). Kurai. Pada awalnya pasar itu diadakan Gideon menyebut syarat mutlak lahirnya setiap hari Sabtu, kemudian setelah sebuah kota, yaitu adanya basis ekologi semakin ramai diadakan pula pada hari yang memadai, teknologi yang maju dan Rabu. Pasar itu terletak di salah satu adanya suatu kompleks organisasi sosial, tempat yang disebut ‘bukik nan tatinggi’ terutama stuktur kekuasaan yang cukup atau bukit yang tertinggi. Bukit yang maju. Sementara menurut Charles H. dimaksudkan itu bernama Bukit Kubangan Cooley, kota-kota pada umumnya muncul Kabau. yang tingginya 936 m. Sebutan itu di jaringan sistem transportasi, seperti di lama-kelamaan mengalami perubahan tempat pemberhentian transport, tempat menjadi ‘Bukittinggi’(Zulqayyim, 2006: untuk memindahkan barang yang diangkut 21). Akhirnya nama Bukittinggi digunakan seperti kereta api, terminal dan lainnya untuk menyebut pasar, sekaligus (Tjiptoamodjo, 1883: 22-23). Dinamika masyarakat dan Nagari Kurai. Sebelum merupakan kekuatan perubahan, Menurut kedatangan kolonialis Belanda ke daerah Piötr Sztomka dalam Ilmu Sosiologi, teori Dataran Tinggi Agam, pasar Bukittinggi dinamika kehidupan sosial muncul dalam telah ramai didatangi oleh pedagang dan upaya memahami sifat dinamis masyarakat penduduk di sekitarnya. (Zulqayyim, secara lebih memadai. Namun ia 2005: 184). memerlukan pengembangan konseptual lebih lanjut dan bukti empiris yang lebih Kondisi Demografis banyak. Untuk menganilis tentang Sensus penduduk untuk Bukittinggi perubahan sosial, lebih baik apabila dilakukan pertama kali pada tahun 1905. digunakan peralatan konseptual dari teori Jumlah penduduk kota pada tahun itu sistem dan teori dinamika kehidupan adalah 2.239 jiwa, yang terdiri dari 1.439 sosial. Untuk memahami masalah jiwa Bumiputra, 258 jiwa Eropa, 347 jiwa perubahan sosial yang kompleks Cina dan 195 jiwa Timur Asing. diperlukan tipologi proses sosial, yang Berdasarkan sensus tersebut, diperkirakan berdasarkan empat kriteria utama, yaitu: bahwa orang Cina dan Timur Asing (1) bentuk proses sosial yang terjadi; (2) lainnya banyak yang bermukim di hasil proses sosial; (3) kesadaran tentang Bukittinggi. Pertumbuhan penduduk proses sosial di kalangan anggota Bukittinggi yang terbesar berlangsung masyarakat bersangkutan; dan (4) antara tahun 1920 hingga 1930. Selama kekuatan yang menggerakkan proses dasawarsa itu, penduduk Bukittinggi tersebut (Piötr Sztomka, 2011: 13-16). bertambah sebanyak 9.653 jiwa atau Dalam kajian ilmu-ilmu sosial dan 151,81%. Angka itu jauh di atas angka humaniora, istilah dinamika sering pertambahan penduduk rata-rata di kota digunakan sebagai konsep yang mewakili lainnya di Sumatera Barat (Zulqayyim, suatu gerak sebagai konsep yang mewakili 2006: 28) suatu gerak atau serangkaian proses dalam masyarakat yang bergerak secara dinamis. Dinamika sebagai bagian proses perubahan sosial menghasilkan keadaan dan struktur sosial baru, seperti munculnya pasar dan benteng.

104 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota pusat pendidikan dan perdagangan. Bukittinggi, 1905, 1915, 1920, Menjadi pusat pendidikan, salah satunya 1930 dan 1935 disebabkan karena Pemerintahan Hindia Tim Belanda membutuhkan pegawai rendah, Tahu Bumiput Erop ur Cina Jumlah sehingga didirikanlah sekolah. Berdirinya n ra a Asin Pasar mempercepat perekonomian g 25 34 masyarakat sehingga para pedagang. 1905 1.439 195 2.239 8 7 Masyarakat Bukittinggi baik pedagang 21 1915 1.500 - 650 2.465 yang kaya mupun anak pegawai Belanda 5 banyak yang menunaikan Ibadah Haji ke 39 53 1920 3.899 173 5.004 Mekkah dan sekaligus mengirim anak 9 3 54 81 14.65 mereka mendalami ilmu agama. Hal ini 1930 13.015 238 7 2 7 juga menjadikan kota ini menjadi salah satu 46 78 14.70 pusat perkembangan Pendidikan Islam di 1935 13.012 238 1 9 4 surau dan melahirkan ulama-ulama Sumber: Zulqayyim, Kota Bukittinggi termasyhur di zamannya. (Irhas, 2016: 64). Tempo Doeloe (Padang: Universitas Andalas Press, Kebijakan dalam Ekonomi dan Pendidikan 2006), hlm. 29 dan Departement Pada akhir abad ke-19 ekonomi van Economische Zaken, nagari-nagari di Minangkabau mengikuti Volkstelling 1930 (Batavia: kebijakan Kolonial Belanda, Landsdrukkerij, 1935), hlm. 142. kebijaksanaan yang dijalankan adalah perdagangan bebas. Beberapa macam Berdasarkan sensus penduduk tahun barang dagangan seperti: lada, kopi, 1930, diketahui bahwa prosentase tembakau dan lainnya. Hasil perkebunan penduduk Bumiputra jauh lebih besar tersebut dimonopoli oleh kolonial Belanda daripada jumlah penduduk asing lainnya. dalam jumlah besar yang disimpan di Prosentase penduduk Bumiputra adalah gudang pusat pasar termasuk Bukittinggi. 88,8%, menyusul Cina 5,54%, Eropa Pemimpin tradisional seperti penghulu- 3,73% dan Timur Asing 1,93%. Dari penghulu yang muncul sebagai pedagang jumlah keseluruhan penduduk Bukittinggi perantara dengan pemerintah Hindia terdapat 4.587 jiwa remaja dan 6.457 jiwa Belanda (Martamin, 1987: 46). Kekayaan dewasa (termasuk orang tua) atau sekitar wilayah Bukittinggi berasal dari 84,89%, sedangkan anak-anak di bawah peranannya sebagai pusat utama umur 15,11%. Angka itu menujukkan usia pengumpulan wilayah produksi kopi yang produktif cukup dominan di Kota terluas pada tahun 1860-an. Para kepala Bukittinggi. Dapat diperkirakan bahwa pemerintahan dekat gunung memiliki tenaga kerja terserap dalam bidang pendapatan yang tinggi dari komisi kopi. pemerintahan tidaklah begitu banyak. Oleh Keluarga besar saudagar sudah karena itu, jumlah penduduk yang bergerak berkembang lewat usaha pelayanan sistem dalam perdagangan, jasa atau lainnya akan transportasi kopi dan urusan ekspor barang lebih dominan. (Zulqayyim, 2006: 31-32). yang dihasilkan atau dikumpulkan dari Bukittinggi merupakan sebuah kota dataran wilayah tersebut. Kebanyakan pegawai tinggi yang strategis yang didukung sipil dan kaum profesional dikalangan elite masyarakatnya yang memiliki nilai-nilai berasal dari nagari sekitar Bukittinggi dan keterbukaan terbuka dan karakter adaptif sudah bersekolah di sekolah nagari. terhadap perubahan sosial yang terjadi. Hal (Grave, 2007:184). Bukittinggi merupakan ini mengakibatkan percepatan proses sebuah kota dataran tinggi yang strategis perubahan sosial. Perubahan sosial yang yang didukung masyarakatnya yang terjadi jelas mendorong Bukittinggi sebagai memiliki nilai-nilai keterbukaan dan

105 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 karakter adaptif. Hal ini mengakibatkan masalah-masalah sosial (Steebrink, percepatan proses perubahan sosial di 1994:20-21). Verkerk Pistorious seorang Bukittinggi. Perubahan sosial yang terjadi pejabat Pemerintahan Hindia Belanda mendorong Bukittinggi sebagai pusat melakukan klasifikasi surau berdasarkan pendidikan dan perdagangan. Menjadi jumlah murid dengan membagi ke dalam pusat pendidikan, salahsatunya disebabkan tiga kategori yaitu: (1) surau kecil, yang karena Pemerintah Hindia Belanda dapat menampung maksimal 20 murid, (2) membutuhkan pegawai rendah, sehingga surau sedang dapat menampung 80 murid, didirikanlah sekolah. Bagi masyarakat (3) surau besar dapat menampung antara Bukittinggi ini merupakan suatu peluang 100 sampai 1000 murid. Surau kecil baru untuk mengakses ilmu pengetahuan adalah surau yang terdapat di tiap nagari baru. Masyarakat Bukittinggi baik dan kaum. Untuk surau sedang dan besar pedagang yang kaya maupun anak pegawai didirikan sebagai tempat pendidikan Belanda banyak yang menunaikan Ibadah Agama Islam dalam pengertian yang lebih Haji ke Mekkah dan sekaligus mengirim luas yang melahirkan ulama-ulama anak mereka mendalami ilmu agama. Hal terkenal (Pistorius, 1985: 20-22). ini juga menjadikan kota ini menjadi salah Menurut R.A Karn, sebagaimana satu pusat perkembangan Pendidikan Islam dikutip Azyumardi Azra bahwa secara di surau dan melahirkan ulama-ulama bahasa ‘surau’ berarti ‘tempat’ atau termasyhur di zamannya. Kota Bukittinggi ‘tempat penyembahan’. Surau berbentuk dapat disebut sebagai akses menuju bangunan kecil yang dibangun untuk dualisme pendidikan karena daerah ini penyembahan arwah nenek moyang. menjadi pusat perkembangan Islam lewat Karena alasan inilah, surau biasanya di lembaga tradisional surau. Seiring bangun di puncak bukit atau di tempat berkembangnya menjadi kota kolonial yang lebih tinggi dari lingkungannya sekaligus menjadi salah satu sentral (Azra, 1999: 117). Ketika surau menjadi pendidikan formal di Sumatera Barat dan pusat pengajaran keagamaan, sebelumnya tidak sedikit juga dari kaum terpelajar yang tempat tidur pemuda dalam suatu tempat melanjutkan ke sekolah tinggi yang ada yang disebut banjur. Di sana mereka dapat pulau Jawa bahkan ada yang sampai ke mempelajari adat, tukar-menukar Negeri Belanda (Irhas, 2016: 68). informasi keduniaan dan menyibukkan diri Perkembangan Pendidikan Surau dengan pekerjaan praktis untuk memenuhi Minangkabau kebutuhan komunitas di bawah pengawasan para orang tua. Akan tetapi, Surau merupakan sebuah bangunan banjur sudah tidak lagi eksis, barangkali kebudayaan dan adat sebelum datangnya karena proses Islamisasi yang terus- agama Islam, yang tampaknya digunakan menerus berlangsung. Beberapa banjur juga sebagai tempat ritual penganut Hindu- berubah menjadi surau dan yang lainnya Budha. Karel A. Steenbrink berpendapat menjadi tempat tinggal keluarga-keluarga bahwa surau berasal dari India, yang tertentu. Keberadaan surau di sebuah merupakan suatu tempat yang digunakan keluarga merupakan rumah/tempat ibadah sebagai pusat pengajaran dan pendidikan keluarga (Azra, 2003: 50). Dalam agama Hindu-Buddha. Di Minangkabau, masyarakat Minangkabau, surau adalah sejak pemerintah Aditiyawarman (1356) sebuah bangunan sederhana yang terletak beragama Buddha, telah didirikan sebuah agak jauh dari Rumah Gadang, dan biara Buddha di dekat Bukit Bombak. Di biasanya terletak di tepi sungai atau kolam samping berfungsi sebagai tempat ikan. Pemiliknya adalah sebuah kaum atau peribadatan biara itu juga sebagai tempat suku yang dibangun secara bergotong- para pemuda untuk mempelajari royong oleh masyarakat nagari. Tempat pengetahuan suci dan tempat memecahkan belajar nilai-nilai moral dan ‘kemandirian’

106 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 untuk anak laki-laki yang aqil balig. naskah-naskah tambo (tambo, kaba dan Dalam hubungannya dengan hal ini, surau ajaran adat) (Irhas, 2016: 79-80). juga sebagai tempat bermalam remaja laki- Kedua, surau sebagai tempat dan laki yang telah diatur oleh adat, karena lembaga pendidikan tradisional, khususnya adat tidak membolehkan remaja laki-laki pendidikan agama Islam dalam arti luas, tidur di Rumah Gadang. Di samping itu yaitu termasuk masalah menyangkut surau juga merupakan sebuah ruang kemaslahatan masyarakat umum. Oleh kebudayaan yang sudah lama ada dan terus karena itu surau juga dipandang sebagai berkembang seiring dengan perkembangan tempat sakral, yang juga mengajarkan masyarakat Minangkabau (Irhas, 2016: sopan santun dan kepatuhan kepada Tuhan 75). Sama dengan mesjid, surau juga (Allah SWT). Oleh karena itu dalam surau menjadi pusat pembinaan umat untuk orang harus menjaga tingkah lakunya dan menjalin hubungan bermasyarakat yang berbicara sopan (Unri, 2010: 107). Ketiga, baik (hablum-minan-naas) dan bahwa surau merupakan sistem terjaminnya pemeliharaan ibadah dengan pendidikan Islam dalam masyarakat Khalik (hablum minallah) (Mas’oed, Minangkabau di nagari-nagari, tidak 2015:1). terkecuali di Agam (Bukittinggi). Dalam praktik sistem pendidikan tersebut tidak Sistem Pendidikan Tradisional Surau mengenal peringkat kelas, dan masa studi Pertama surau berfungsi sebagai minimal dan maksimal yang diharuskan. pelengkap struktur adat. Seperti telah Sarana khususnya peralatan belajar yang disebutkan sebelumnya, bahwa surau digunakan juga masih sederhana. Dalam berfungsi sebagai tempat bertemu, mengikuti pelajaran yang diberikan oleh berkumpul, rapat dan tempat tidur bagi syekh atau guru, para urang siak tidak anak bagi anak laki-laki yang telah akil menggunakan meja ataupun papan tulis. baliq dan orang tua yang telah uzur. Apabila harus menulis, mereka Fungsi tersebut berkaitan dengan menggunakan ‘kertas’ dari kulit kayu dan ketentuan adat, bahwa laki-laki yang sudah alat tulis tradisional. Ketika pendidikan baliq dan duda tidak mempunyai kamar di Barat sudah diselenggarakan oleh Rumah Gadang bahkan di rumah orang pemerintah kolonial Belanda di tuanya sendiri. Kamar-kamar di Rumah Minangkabau, mulai diperkenalkan dan Gadang hanya diperuntukkan bagi orang dipergunakan peralatan tulis menulis baru, tua dan anak gadis (Azra, 2003: 8). Bagi yaitu batu tulis (sabak) sebagai tempat setiap laki-laki yang beranjak remaja menulis, dan grip sebagai alat penulisnya. (sekitar umur 8 sampai 15 tahun) tidak Metode utama yang digunakan dalam boleh tidur lagi di sana. Mereka harus proses pembelajaran di surau adalah sudah diajarkan nilai-nilai agama dan ceramah, membaca dan menghafal. Dalam kemandirian di surau dan dituntut untuk praktik, proses belajar berlangsung dengan mencari ilmu lain di luar Rumah Gadang. cara syekh duduk di tengah dengan Dunia surau adalah dunia yang sangat melingkar para urang siak yang duduk di mengesankan bagi remaja laki-laki lantai. Metode ini disebut halaqah, yang Minangkabau. Mereka belajar agama dalam pesantren Jawa dikenal dengan setelah ibadah sholat maghrib dan berakhir nama metode bandongan. Dengan metode sampai waktu sholat Isya. Setelah Isya ini, syekh atau guru membaca dan mereka turun ke halaman untuk belajar menjelaskan isi suatu kitab agar pencak silat. Di sinilah mereka mengenal didengarkan dan diperhatikan murid- randai, shalawat, indang, dan bernyanyi. muridnya, sementara para murid yang juga Sesudah itu mereka berkumpul kembali memegang buku mereka masing-masing dalam surau untuk mendengarkan kisah- membuat catatan pada sisi halaman kitab kisah tentang adat istiadat dan penulisan

107 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 atau buku catatan khusus (Irhas, 2016: 84- sejak pertengahan abad ke-19 (Grave, 85). 2007: x).

Pendidikan Surau Sistem Peralihan Pendidikan Formal Di Kota Bukittinggi

Sistem pendidikan yang diterapkan di Kebijakan Politik Etis dalam Pendidikan di surau sebelum 1900, menurut Mahmud Hindia Belanda Yunus adalah sistem lama. Sistem lama Di Hindia Belanda, kampanye Politik Etis yang dimaksud adalah sistem halaqah dan dipelopori oleh Pieter Brooshooft, seorang cara pembelajaran dengan cara lama, yakni wartawan De Locomotif dan C. Th. van sebelum terjadinya pembaharuan dengan Deventer. Gagasan-gagasan dan kritik- hadirnya sistem dan metode pembelajaran kritik mereka berhasil membuka mata yang modern. Mengajarkan Al-Quran pemerintah kolonial untuk memperhatikan masih dalam bentuk halaqah, tanpa nasib rakyat pribumi yang miskin dan menggunakan bangku dan meja. terbelakang (Nasution, 2011: 15). Dalam Penggunaan sistem halaqah di Nusantara kritiknya, Van Deventer berpendapat sama yang dipakai di Timur Tengah, bahwa bangsa Belanda memiliki hutang karena Tuanku Syekh di Minangkabau itu, budi kepada rakyat pribumi dan umumnya terlebih dahulu belajar ke Timur menghimbau pemerintah untuk membayar Tengah. Oleh karena itu, dalam hutang tersebut dengan cara memberi penggunaan sistem halaqah, para ulama kesejahteraan kepada mereka (Brugmans. terpengaruh dengan sistem halaqah yang 1987:57-58). Sehubungan dengan hal itu, digunakan di Timur Tengah (Dobbin, Ratu Wilhelmina dalam pidato pembukaan 1989:142). parlemen tanggal 17 September 1901 Bukittinggi (Luhak Agam) banyak menyatakan bahwa pemerintah Belanda melahirkan ulama besar, hal ini secara moral terpanggil untuk dipengaruhi oleh tersebarnya Surau memperbaiki kesejahteraan rakyat pribumi Tarekat Naqsabandiyyah pada fase awal. yang disebut dengan istilah ‘een Pada fase selanjutnya adalah dipengaruhi eereschuld’ atau hutang kehormatan. oleh perkembangan perekonomian di Pasar Panggilan moral itu diwujudkan dalam Bukittinggi. Banyak masyarakat rumusan kebijakan Politik Etis yang Bukittinggi yang pergi ke Mekkah untuk dikenal sebagai Trias van Deventer, yaitu menunaikan ibadah Haji sekaligus belajar emigrasi dan irigasi dan edukasi (Niel, dan mendalami agama Islam. Inilah yang 2009: 16). Hanya dalam bidang membawa pembaharuan dan modernisasi pendidikan pelaksanaan kebijakan Politik terhadap pendidikan Islam di Etis lebih membawa dampak yang positif Minangkabau. Dalam prosesnya terjadi bagi bangsa Indonesia, meskipun di dinamika internal yang menjadi ciri khas dalamnya juga terjadi penyimpangan- orang Minang yang terbuka terhadap penyimpangan. Namun demikian, perubahan. Ditambah lagi dengan keadaan pendidikan pada masa itu juga berkaitan zaman yang kala itu masih di bawah dengan perkembangan perekonomian di jajahan Belanda (Irhas, 2016: 93-94). Hindia Belanda, khususnya dalam Perubahan yang terjadi juga dipengaruhi subsektor perkebunan, pertambangan, oleh masuknya pendidikan yang dibawa perindustrian dan sebagainya serta oleh Belanda. Menurut Graves pendidikan perluasan birokrasi pemerintahan sehingga Belanda telah melahirkan elite-elite baru di memang ada kebutuhan mendesak untuk Minangkabau. Cikal bakal dari prestasi penyediaan tenaga kerja yang profesional. orang Minangkabau terletak pada cara Untuk itu perlu diselenggarakan mereka memberikan tanggapan terhadap pendidikan untuk rakyat pribumi melalui kehadiran kekuasaan kolonial Belanda pendirian sekolah-sekolah formal yang

108 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 kemudian menghasilkan lulusan yang muda dari Mekkah pada abad ke-20, memiliki kemampuan lebih dari sekedar terjadi rivalitas antara surau Kaum Tua baca-tulis (Klinken, 2010: 43). yang beraliran tarekat dengan Kaum Muda Penyelenggaraan Pendidikan Formal yang membawa pembaharuan model Bumiputera di Bukittinggi pendidikan surau (Irhas, 2016: 139). Penyelenggaraan pendidikan formal di Minangkabau pada era kolonial dianggap Respons Masyarakat Minangkabau cukup baik dibandingkan daerah lain di terhadap Dualisme Pendidikan Sumatera, walaupun tidak lebih unggul dari pada di Jawa. Secara politis Belanda Menurut Selo Soemardjan mengeskploitasi daerah jajahan Jawa perubahan sosial adalah segala perubahan sehingga pembangunan juga terpusat pada pada lembaga masyarakat yang pulau Jawa. Termasuk juga dalam bidang mempengaruhi sistem sosial, termasuk di pembangunan lembaga pendidikan dengan dalamnya nilai-nilai sosial, sikap pola belum tersedianya jenjang pendidikan perilaku antar kelompok. Perubahan sosial tinggi di Bukittinggi. Oleh karena itu, menurut Emile Durkheim adalah banyak lulusan pendidikan rendah dan perubahan yang terjadi sebagai suatu menengah yang melanjutkan pendidikan variasi dari cara hidup yang telah diterima tinggi ke Jawa dan Belanda. karena adanya perubahan kondisi geografi, Ketiadaan jenjang pendidikan tinggi di kebudayaan material, komposisi Minangkabau mengakibatkan penduduk, ideologi, maupun adanya difusi Kweekschool sebagai sekolah yang paling atau penemuan-penemuan baru dalam prestisius kala itu. Akan tetapi yang masyarakat (Martono, 2014: 205-266). menjadi keunggulan dari masyarakat Sistem pendidikan Barat yang Bukittinggi, adalah antusiasme penduduk diselenggarakan Pemerintah Hindia bumiputera terhadap pendidikan yang Belanda sejak pertengahan abad ke-19 di sudah diselenggarakan yang sudah dimulai Minangkabau berdampak besar terhadap semenjak pertengahan abad ke-19. mindset masyarakat Bumiputra. Kerjasama yang terjadi mendorong Pendidikan Barat mengakibatkan keberlangsungan sekolah. Oleh karena itu munculnya suatu strata baru dalam bahkan sekolah terus berkembang di masyarakat, yaitu kaum terpelajar yang nagari-nagari yang ada di Minangkabau. mempunyai status sosial tinggi dalam Demikianlah pada abad ke-20 di masyarakat di samping ulama, pemuka Bukittinggi didirikan sekolah rendah adat, pedagang yang kaya. Kehadiran seperti, Volkschool, HIS dan sekolah lembaga-lembaga pendidikan modern di menengah dan lanjutan Kweekschool, Minangkabau tidak hanya berdampak pada MULO. (Irhas, 2016: 125) timbulnya pengenalan dan penyerapan ide- ide mengenai modernisasi oleh masyarakat Dualisme Pendidikan Di Bukittinggi sehingga berdampak pada kehidupan sosial, politik dan ekonomi. Sehingga Dualisme adalah pandangan realitas yang terjadi mobilitas kultural-ideologis terdiri atas dua substansi yang berlainan, meliputi dampak sosial meliputi yang satu tak dapat dimasukkan dalam terbukanya peluang mobilitas vertikal yang lain. Sementara yang dimaksud dalam masyarakat. Salah satunya melalui dengan Dualisme Pendidikan dalam tesis peluang kedudukan di dalam birokrasi ini adalah pendidikan tradisional surau pemerintahan. Dampak ekonomi meliputi dengan pendidikan formal Hindia Belanda keuntungan ekonomis dari serapan yang berlangsung di Bukittinggi pada lapangan kerja di berbagai bidang. Di sisi akhir abad ke-19. Dalam perkembangan lain, surau mulai dipandang semakin tidak surau, setelah kepulangan para ulama relevan dengan kebutuhan zaman. Dengan

109 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 berkembangnya pendidikan Belanda (schakel-society) yaitu antara golongan terjadi perubahan mindset masyarakat adat dengan agama. Sebagai golongan yang melihat jadi guru, dokter, jaksa dan baru, tersebut muncul di antara dominasi posisi jabatan di pemerintahan lebih golongan adat dan agama dalam lapisan prestisius dalam masyarakat (Irhas, 2016: masyarakat Minangkabau. Mereka adalah 151-152). masyarakat pribumi yang terdidik di Respons lebih lanjut dari sekolah Belanda, pendidikan telah penyelenggaraan pendidikan Barat di mengubah mereka menjadi lebih modern, Bukittinggi adalah terjadinya segmentasi baik gaya hidup maupun pemikirannya masyarakat. Walaupun secara umum (May, 1995: 16). Golongan terpelajar yang masyarakat Bukittinggi sangat terbuka tidak permisif terhadap pendidikan dan terhadap pendidikan Barat, tetapi terdapat menarik animo kaum muda bumiputera juga yang menolak ataupun yang apatis. bersekolah. Secara umum memunculkan tiga Dengan keterbatasan sekolah tinggi kelompok dalam masyarakat. Pertama, di Sumatera Barat mendorong kaum muda kelompok yang setuju dengan keberadaan yang sudah mendapatkan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, karena memberi lanjutan ke Pulau Jawa. Pada periode peluang status sosial baru, jabatan dan 1874-1900, sebanyak 7 murid asal posisi di pemerintahan. Kelompok ini Minangkabau mendaftar ke STOVIA terdiri dari kelompok pemimpin lokal yang (Sekolah Dokter Pribumi) di Batavia, berafiliasi dengan pemerintahan Hindia dengan jumlah murid 183 di sekolah Belanda dan kelompok pedagang yang tersebut. Pada periode 1900-1914 mempunyai pendapatan diatas rata-rata. mengalami peningkatan, di STOVIA 36 Kedua, kelompok yang menolak karena murid dari 200 pelajarnya berasal dari dianggap dapat merubah tradisi di Minangkabau (Kato, 2005: 105). Dampak Minangkabau, yaitu kelompok pemimpin lain dari dualisme pendidikan didorong adat yang tidak mau berafiliasi dengan oleh antusiasme masyarakat pribumi pemerintah, kelompok adat yang relatif terhadap pendidikan sehingga melahirkan tergolong sedikit. Ketiga, kelompok yang lembaga pendidikan partikelir. Terjadi apatis adalah kelompok yang terdiri dari integrasi model pendidikan tradisional masyarakat petani yang mempunyai surau dengan Pendidikan Formal Belanda. banyak tanah sehingga disibukkan bekerja Surau bertransformasi menjadi Madrasah kebun dan sawah. Kelompok ini tidak yang diinesiasi oleh ulama Kaum Muda. terlalu tertarik terhadap perkembangan Selain itu juga terjadi adobsi model sekolah. Karena disibukkan dengan pendidikan Belanda yang dilakukan oleh kegiatan perkebunan yang secara turun Muhamad Syafei yang disesuaikan dengan temurun (Irhas, 2016: 52). kebutuhan dan kearifan lokal Minangkabau Kebijaksanaan pemerintah Belanda (Irhas, 2016: 154). untuk mengangkat anak-anak bumiputera untuk menjadi pegawai tentunya dengan Munculnya Tokoh-Tokoh Intelektual mempunyai dasar pendidikan Belanda. Religius Asal Minangkabau Pemerintah Hindia Belanda membutuhkan pegawai yang bisa menulis sehingga Tokoh-tokoh intelektual dilahirkan dari eksploitasinya lebih efektif. Masyarakat lembaga pendidikan yang didirikan di menilai dengan pendidikan barat Bukittinggi, baik tradisional maupun menaikkan strata sosial. Sekolah Belanda formal menunjukan bahwa masyarakat pada umumnya menerima anak-anak dipengaruhi oleh dualisme pendidikan. pemuka adat dan pedagang. Kelompok ini Pendidikan tradisional di surau menjadi golongan intelektual yang membentuk karakter masyarakat berperan sebagai golongan perantara Minangkabau dalam tatanan interaksi

110 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229 dalam masyarakat tempat mendidik nilai- Kelompok elit baru menjadi status sosial nilai adat, pola tingkah laku, dan ilmu baru yang mengambil peran dalam Agama Islam. Pemuda Minangkabau modernisasi dalam masyarakat (Irhas, diajarkan kemandirian semenjak remaja 2016: 165). karna tradisi laki-laki tidur di surau. Pendidikan Hindia Belanda Tradisi tersebut membentuk karakter membuka cakrawala atau wawasan kepemimpinan dalam menghadapi masyarakat Bumiputra di Bukittinggi kehidupan disaat mereka dewasa. Setelah dengan dunia luar. Selanjutnya, didukung dewasa laki-laki Minangkabau dituntut oleh tradisi merantau, para pemuda untuk merantau sehingga mendorong terdorong untuk keluar ke daerah lain. mereka untuk melanjutkan pendidikan ke Oleh karena itu banyak pemuda Jawa sampai ke Belanda. Karena tidak Minangkabau yang berdagang ke daerah- tersedianya pendidikan tinggi di daerah lain, baik di Sumatera, Jawa dan Minangkabau. Pendidikan formal Belanda Indonesia bagian Timur, bahkan di memunculkan mindset dan wawasan baru Malaysia dan Singapura. Sebagian di terhadap modernisasi yang ada dalam antara mereka yang merantau ke Jawa, ke masyarakat. Pendidikan formal juga Timur Tengah khususnya Mekkah dan mendorong perubahan sosial dalam juga Eropa khususnya Belanda yang lingkungan masyarakat, munculnya melanjutkan pendidikan baik Agama Islam lembaga masyarakat organisasi keislaman dan Pendidikan Tinggi. Mereka itu pada yang dipelopori oleh Kaum Muda, umumnya anak-anak dari kalangan organisasi politik yang dipelopori oleh keluarga pegawai Hindia Belanda dan kelompok intelektual yang berpendidikan pedagang. Hal ini disebabkan oleh belum Barat. Sistem sosial dan pola perilaku tersedianya pendidikan tinggi di Sumatera dalam antar kelompok mengalami Barat, seperti: STOVIA dan Sekolah perubahan dengan adanya modernisasi Hakim Tinggi (Rechts Hoge School) di yang didapatkan lewat pendidikan barat. Batavia (Naim, 1979: 116).

Bagan 1. Dinamisasi dan Hasil dari Penyelenggaraan Pendidikan Dualistik

SURAU SEKOLAH

ULAMA KAUM MUDA PEGAWAI

INTELEKTUAL INTELEKTUAL RALIGIUS NASIONALIS

 Hamka (Haji Abdul Malik  Abdul Rivai Karim Amrullah  Muhammad Hatta  A.R. Sutan Mansur  Bahder Djohan  Isa Ansyari  Prof. Hazairin  Siradjuddin Abbas  Dr. Abdul Halim  Abdul Muis  Mr. Asaat  Agus Salim  Adnan Kapau Gani  Abdullah Ahmad  Dr. M. Amir  Cahirul Shaleh  Muhammad Syafei

111 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229

SIMPULAN Kedua, Sekolah Barat yang diterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda Pendidikan dualistik di Bukittinggi awalnya didorong oleh kebutuhan untuk diselenggarakan melalui lembaga tenaga pegawai rendah. Perkembangan dan pendidikan surau tradisional yang reorganisasi pendidikan terus berlangsung kemudian melahirkan para ulama dan hingga munculnya kebijakan Politik Etis sekolah modern yang kemudian melahirkan pada tahun 1901. Respons masyarakat yang para pegawai pemerintah. Masyarakat melihat peluang pekerjaan baru Bumiputra, terkhusus Bukittinggi yang meningkatkan antusiasme untuk antusias dan adaptif terhadap kehadiran bersekolah. Sekolah Barat dipandang pendidikan dualistik dengan menyerap mengubah cara pandang orang pendidikan dari kedua lembaga pendidikan Minangkabau menjadi lebih maju. Sekolah tersebut, sehingga muncul tokoh-tokoh Barat menjadi faktor pendorong lahirnya intelektual religius Minangkabau. Fungsi kelompok baru selain kelompak agama dan pendidikan sebagai agen of change adat, yaitu kelompok schakel society sehingga mendorong percepatan perubahan (masyarakat peralihan), yaitu kelompok sosial di Bukittinggi dan Sumatera Barat. intelektual yang menjadi perantara Dualisme pendidikan berdampak besar kelompok adat dan ulama. Kelompok inilah terhadap keberlanjutan sejarah di yang menjadi elite baru dan pelopor Bukittinggi. Berdasarkan pembahasan pergerakan nasional. penulisan sebelumnya maka dapat Ketiga, Dualisme model pendidikan disimpulkan: yang berkembang dan membawa pengaruh Pertama, surau merupakan model terhadap perubahan sosial di Bukittinggi. pendidikan pertama yang membentuk Fungsi surau mengalami perubahan secara karakter masyarakat Minangkabau di perlahan. Dampak terbesar terjadinya Bukittinggi. Nilai-nilai tradisi, norma dan perubahan sistem pendidikan ke modern ajaran Islam diajarkan di sana. Surau yang dilakukan oleh Kaum Muda, sehingga mengalami beberapa fase perkembangan, melahirkan lembaga pendidikan partikelir yaitu sejak fase awal masuknya Islam, yang mengadopsi dan mengintegrasikan berkembangnya aliran tarekat, fase model pendidikan barat atau disebut juga pembaharuan oleh Kaum Paderi hingga dengan istilah sekolah kombinasi. fase pembaharuan kedua oleh Kaum Muda. Pendidikah dualistik telah melahirkan Kaum Muda telah melakukan modernisasi tokoh-tokoh intelektual religius dan surau yang dipengaruhi oleh perkembangan nasionalis, di antaranya: Buya Hamka, Islam di Mekkah. Modernisasi surau Muhammad Hatta, Tan Malaka, Syahrir, merupakan respons dari tersisihnya fungsi Agus Salim dan lainnya. Surau di surau sebagai lembaga pendidikan asli Bukittinggi melahirkan ulama besar dan sejak sekolah-sekolah Belanda berkembang Sekolah Barat melahirkan intelektual dan sangat pesat. Pendidikan model Belanda kalangan terdidik. Masyarakat dianggap bisa menyingkirkan posisi surau Minangkabau selalu bergerak dengan cepat di Minangkabau. Dengan bekal ilmu Islam dan mengambil posisi terhadap perubahan- selama belajar di Mekah, Kaum Muda telah perubahan dan kebijakan yang diambil oleh melakukan perubahan besar terhadap Belanda. metode pendidikan surau, di antaranya mengubah sistem halaqah menjadi sistem DAFTAR PUSTAKA kelas atau dari surau menjadi madrasah. Arsip Modernisasi yang terjadi di surau didukung Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, pula oleh perubahan cara pandang orang Jilid 2 (1918), Jilid 8 (1939). Minangkabau terhadap pendidikan. Gedenkboeks samangesteld bij gelegenheid van het 35 jarig

112 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229

bestaan der Kweekschool voor Noordwijkerhout, The Netherlands, Inlandsche Onderwijers te Fort 19-22 May 1976 (Leiden/: de Kock. Bereau of Indonesian Studies, Het Inlandsch Onderwijs ter Sumatra’s 1978). Weskust. ______, et.al., Arah Gejala dan Perspektif Koloniaal Verslag, 1911, 1918. Studi Sejarah Indonesia (Jakarta: Regeering Almanak, 1892, Jilid 1(Arsip Leknas-LIPI, 1980). Nasional Republik Indonesia). ______, Sejarah Lokal di Indonesia: Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1918. Kumpulam Artikel (Yogyakarta: Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, Zait- Gajah Mada University Press, Bomel, Joh, Noman en Zoon, 1996). 1858. ______, dan S. Bhudisantoso, Sejarah Tesis dan Disertasi Sosial di Daerah Sumatera Barat Abdullah, Taufik, “The Kaum Muda (Jakarta: Depdikbud, 1983). Movement in West Sumatera, Alfian, T. Ibrahim. “Tentang Metodologi 1927-1933” (Disertasi Ph.D pada Sejarah”, dalam T. Ibrahim Alfian, Cornell University, 1970). (ed.). Dari Babad dan Hikayat Witrianto, “Dari Surau ke Sekolah: Sampai Sejarah Kritis Sejarah Pendidikan di (Yogyakarta: Gadjah Mada Padangpanjang, 1904-1942” University Press, 1992). (Tesis pada Universitas Gadjah Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Mada, 2000). Kotemporer (Surabaya: Karya Buku dan Artikel Harapan, 2005). Abidin, Mas’oed, Surau Kito (Yogyakarta: Amran, Rusli, Padang Riwayatmu Dulu Gre Publishing, 2015). (Jakarta: CV. Yasaguna, 1988). Abdullah, Taufik, “Beberapa Aspek ______, Sumatera Barat: Plakat Panjang Penulisan Lokal” dalam Pemikiran (Jakarta: Sinar Harapan, 1985). Biografi dan Kesejarahan; Suatu Anwar, Chairul, Hukum Adat Indonesia: kumpulan Prasarana pada Berbagai Meninjau Hukum Adat Lokakarya, Jilid II (Jakarta: Minangkabau (Jakarta: Rineka Depdikbud Direktorat Sejarah dan Cipta, 1997). Nilai Tradisional, 1982/1983). Ashari, Hasan, Zaman Keemasan Islam: ______, Modernisasi di Minangkabau: Menyikap Zaman Keemasan Sumatera Barat Pada Dekade I (Bandung: Mizan, 1994). Abad XX, terjemahan Ishak Thaba Asnan, Gusti, Adabiah: Perintis (Padang: PKIPS-IKIP Padang, Pendidikan Modern di Sumatera 1981). Barat (Yogyakarta: Penerbit ______, “Kearah Penulisan Sejarah Sosial Ombak, 2003). Daerah” dalam Pemikiran Biografi Azra, Azyumardi, Surau Pendidikan Islam dan Kesejarahan (Jakarta: Tradisional dalam Transisi dan ISDN,1982). Modernisasi (Jakarta : Logos, ______, “Kearah Penulisan Sejarah 2003). Nasional di Tingkat Lokal” Barnadib, Imam, Arti dan Metode Sejarah (Yogyakarta: Gajah Mada Pendidikan (Yogyakarta: FIB IKIP University Press, 1985). Yogyakarta, 1982). ______, “The Making of a Schakel Benson, Amir, Minangkabau Sampai Society: The Minangkabau In The Akhir Abad Ke 19 (Padang: Late Nineteent Century” dalam Fakultas Keguruan Pengetahuan Papers of the Dutch Indonesian Sosial, IKIP Padang, 1982). Historical Conference held at

113 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229

Basundoro, Purnawan, Pengantar Sejarah Kolonialisme di Minangkabau Kota (Yogyakarta: Penerbit (Jakarta: Freedom Institute). Ombak, 2013). Kahin, Audrey, Dari Pemberontakan ke Baudet, H. dan Brugmans I.J., Politik Etis Integrasi: Sumatera Barat dan dan Revolusi Kemerdekaan Politik Indonesia, 1926-1998 (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987). 2005). Booth, Anee, Sejarah Ekonomi Indonesia Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah (Jakarta: LP3ES, 1998). Indonesia Baru, Sejarah Brugmans., I.J, Geschiedenis van het Pergerakan Nasional dari Onderwijs in Nederlandsch-Indie Kolonialisme sampai (Batavia: Wolters, 1938). Nasionalisme, (Jakarta: Gramedia Colombijn, Freek, Kota Lama Kota Baru, 1999). Sejarah Kota-Kota di Indonesia ______, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid (Yogyakarta: Ombak 2005). V (Jakarta: Departemen Pendidikan Darmiharjo, Darji, Analisis Pendidikan dan Kebudayaan, 1975). (Jakarta: Departemen Pendidikan ______, Modern Indonesia Tradition & dan Kebudayaan, 1980). Tranformation a Socio-Historical Djalauddin, Sinar Keemasan 2 dalam Perspective (Yogyakarta: Gajah Mengamalkan Keagungan Kalimat Mada University Prees,1991). Lailaha Illalloh (Surabaya: Terbit ______, Sejarah Indonesia Indonesia, Jilid Terang, tanpa tahun). I (Jakarta: Balai Pustaka, 1977). Djojonegoro, Wardiman, Lima Puluh ______, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Tahun Perkembangan Pendidikan Metodologi Sejarah (Jakarta: PT. Indonesia (Jakarta: Departemen Gramedia Pustaka Utama, 1993). Pendidikan dan Kbudayaan, 1996). Kato, Tsuyoshi, Adat Minangkabau dan Dobbin, Christine, Kebangkitan Islam Merantau dalam Perspektif dalam Ekonomi Petani yang Sejarah (Jakarta: Balai Pustaka, Sedang Berubah, Sumatera 2005). Tengah, 1787-1847 (Jakarta: INIS, Klinken, Gerry van, Lima Penggerak 1989). Bangsa yang Terlupa (Yogyakarta: ______, Gejolak Ekonomi Kebangkitan LKIS, 2010). Islam dan Gerakan Paderi: Koentjaraningrat, Metode Penelitian Minangkabau 1784-1847 (Jakarta: Masyarakat (Jakarta: Gramedia, Komunitas Bambu, 2008). 1979). Gunawan, Ary H, Kebijakan-Kebijakan May, Eni, Shakel-Society dan Tumbuhnya Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Nasionalisme di Minangkabau Bina Aksara 1986). Abad XIX (Padang: Fakultas Sastra Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah Universitas Andalas, 1995). (Jakarta: Universitas Indonesia, Mansoer, M.D., Sejarah Minangkabau 1983). (Jakarta: Bhatara, 1970). Graves, Elizabeth E., Asal Usul Elite Mardanas, Syafwan dan Kutoyo Sutrisno, Minangkabau Modern: Respons Sejarah Pendidikan di Sumatera Terhadap Kolonial Belanda Abad Barat (Proyek Inventarisasi dan XIX/XX, terjemahan Mestika Zed Dokumentasi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Kebudayaan,1980/1981). 2007). Marsden, William, Sejarah Sumatera, Hadler, Jeffrey, Sengketa Tiada Putus, terjemahan Tim Komunitas Bambu Matriakat, Reformis Islam dan (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008).

114 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan …… Titian: Jurnal Ilmu Humaniora ISSN : 2615-3440 Volume 2, No. 1, Juni 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597-7229

Martono, Nanang, Sosiologi Perubahan Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia Sosial, Perspektif Klasik, Modern Belanda (Jakarta: LP3S, 1985). dan Poskolonial, Edisi Revisi Sutherland, Heather, Terbentuknya Sebuah (Jakarta: Rajawali Pers, 2014). Elite Birokrasi (Jakarta: Sinar Martamin, Marjani, Sejarah Daerah Harapan, 1983). Tematis Zaman Kebangkitan Steenbrink, Karel A, Pesantren, Madrasah Nasional di Daerah, 1900-1942, dan Sekolah:Pendidikan Islam Proyek Penelitian dan Pencatatan dalam Kurun Modern (Jakarta: Kebudayaan Daerah Departemen P LP3S, 1994). dan K 1977/1978. Sztomka, Piör, Sosiologi Perubahan Sosial Naim, Mochtar, Merantau: Pola Migrasi (Jakarta: Prenada, 2011). Suku Minangkabau (Jakarta: Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Gadjah Mada University Press, Islam di Indonesia (Jakarta: PT. 1979). Hida Karya Agung, 1996). Nashir, Zulhasril, Tan Malaka dan Zed Mestika, Kolonialisme, Pendidikan Gerakan Kiri Minangkabau dan Munculnya Elite Minangkabau (Yogyakarta: Penerbit Ombak, Modern: Sumatera Barat Abad Ke- 2007). 19 (Jakarta: Departemen Nasution. S, Sejarah Pendidikan Indonesia Pandidikan dan Kebudayaan (Bandung: Jemmars, 1983). Direktorat Sejarah dan Nilai ______, Sejarah Pendidikan Indonesia Tradisional, Proyek Inventarisasi (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011). dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Navis, A.A, Alam Takambang Jadi Guru: 1984). Adat dan Kebudayaan Zulqayyim, Bukittinggi Tempo Doeloe Minangkabau (Jakarta: Grafiti (Padang: Andalas University Press, Pers, 1984). 2006). Niel, Robert van, Munculnya Elite Modern Indonesia (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984). Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran (Jakarta: Quantum Teaching, 2005). Noer, Deliar, “Pembaharuan Islam di Minangkabau Sesudah Tahun 1900”, Prosiding Seminar Masuknya Islam di Minangkabau. Padang, 1969. Poesponegoro, Mawarti Djoenoed dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Indonesia, Jlid V (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). Sarijo, Marwan, Bunga Rampai Pendidikan Islam (Jakarta: Anissco, 1996). Sumarsono, Mestoko, dkk., Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman (Jakarta: Dep. P dan K, BP3K). Sjamsudin, Helius, Metologi Sejarah (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007).

115 IRHAS FANSURI MURSAL: Surau dan Sekolah; Dualisme Pendidikan ……