1

2

3

4

1

ABSTRAK

Sinta Arbella (15070012 Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua di Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung. Skripsi, Program Studi Pendidikan Sosiologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat, Padang, 2019.

Penelitian ini di latarbelakangi oleh Tradisi Bakaua Adat yang tidak dilaksanakan lagi di Nagari Tanjung Lolo, sebelumnya Tradisi Bakaua Adat dilaksanakan setiap tahunnya mengingat bahwa Tradisi Bakua Adat adalah salah satu kebudayaan yang dimiliki Nagari Tanjung Lolo. Namun saat ini Tradisi Bakaua Adat sudah tidak dilaksanakan lagi sejak tahun 2014 lalu. Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo, dan mendeskripsikan upaya yang dilakukan Ninik Mamak/ pemerintahan Nagari Tanjung Lolo untuk mengembalikan Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung. Teori yang digunakan yaitu teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Herbert Spencer. Informan penelitian berjumlah 13 informan yang diambil secara Purposive Sampling dengan kriteria yaitu, Masyarakat yang ikut terlibat dan yang tidak ikut terlibat dalam pelaksanaan Bakaua Adat sebelumnya, dan Niniak mamak setiap suku (Caniago Bodi, Malayu, Caniago Tanjung Lolo). Jenis data adalah data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan dengan teknik pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian tentang Faktor-Faktor Penyebab Tidak Terlaksananya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo ada 3 faktor penyebab. Tiga faktor penyebab tersebut yaitu perbedaan pendapat ninik mamak dalam musyawarah, kesibukan dalam bekerja, dan jumlah ninik mamak yang tidak lengkap. Dari 3 faktor penyebab tidak terlaksananya Tradisi Bakaua Adat ini disebabkan oleh faktor internal yaitu adanya perubahan penduduk, konflik dlam masyarakat, penemuan-penemuan baru. Dalam penelitian ini yang menjadi faktor penyebab perubahan sosial internalnya yaitu konflik dalam diri masyarakat itu sendiri yang terlihat dari perbedaan pendapat antara ninik mamak dalam musyawarah, dan kesibukan dalam bekerja, dan dari jumlah ninik mamak yang tidak lengkap yang mengakibatkan struktur dalam sistem masyarakat tidak berjalan dengan baik. Untuk faktor eksternal ada berupa faktor alam, faktor peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarkat lain. Selain itu, dari hasil penelitian ini juga menemukan upaya yang ninik mamak maupun pemerintah nagari lakukan dalam mengembalikan Tradisi Bakaua Adat ini yaitu, mencari calon pengganti ninik mamak terdahulu, dan membuat aturan tertulis untuk tradisi bakaua adat maupun aturan-aturan nagari lainnya.

Kata Kunci: Tradisi, Bakaua Adat, Perubahan

iv

2

ABSTRACT

Sinta Arbella (15070012) Factors Cause of Not Implementing the Traditional Bakaua Tradition in Nagari Tanjung Lolo, Tanjung Gadang District, Sijunjung Regency. Thesis, Study Program of Sociology of Teacher Training and Education College (STKIP) PGRI West Sumatra, Padang, 2019.

This research is motivated by the Bakaua Adat Tradition which is no longer carried out in Tanjung Lolo Nagari. Previously, the Bakaua Adat Tradition was held every year bearing in mind that the Tradition of Bakua Adat is one of the cultures owned by Nagari Tanjung Lolo. But now the Bakaua Adat Tradition has not been implemented since 2014. The purpose of this research is to describe the factors causing the non-implementation of the Bakaua Adat tradition in Tanjung Ladang Nagari, and describe the efforts made by Ninik Mamak / the Tanjung Lolo Nagari government to restore the Bakaua Adat Tradition in Nagari Tanjung Lolo, Tanjung Gadang District, Sijunjung District. The theory used is the theory of social change proposed by Herbert Spencer. There were 13 informants who were taken by Purposive Sampling with criteria, namely, people who were involved and who were not involved in the implementation of the Bakaua Adat before, and Niniak mamak of each tribe (Caniago Bodi, Malayu, Caniago Tanjung Lolo). The type of data is primary data and secondary data. Data collected through interviews, observations, and study documents. Data analysis was performed with data collection techniques, data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of research on the Causes of Non-Implementation of the Traditional Bakaua Tradition in Nagari Tanjung Lolo, there are 3 causative factors. These three factors are the differences in opinions of ninik mamak in consultation, busyness at work, and the number of ninik mamak which is incomplete. Of the 3 factors causing the non-implementation of the Bakaua Adat Tradition, this is caused by internal factors, namely population changes, conflicts in society, new discoveries. In this research, the factors causing internal social change are conflicts within the community itself, which can be seen from differences of opinion between ninik mamak in deliberations, and busyness at work, and from the number of mamak ninik which is incomplete which results in the structure in the community system not running with well. For external factors there are natural factors, warfare factors and the influence of other cultural communities. In addition, the results of this study also found that the efforts of both the ninik mamak and the nagari government to restore the traditional Bakaua Tradition, that is, looking for candidates to replace the previous ninik mamak, and making written rules for the traditional bakaua tradition and other nagari rules.

Keywords: Tradition, Bakaua Adat, Change

v

3

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Alhamdulillah dihaturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung”. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan keharibaan Illahi Rabbi, semoga selalu tercurah pada junjungan alam yakni Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan pengikutnya. Dalam penulisan Skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan bimbingan, motivasi petunjuk dan arahan mulai dari perencanaan sampai selesainya tulisan ini dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Drs. Nilda Elfemi, M. Si selaku pembimbing I dan Ibu Yanti Sri Wahyuni, M. Pd selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan, arahan, dan bimbingannya selama penulisan skripsi. 2. Tim dosen penguji Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat yaitu ibu Dr. Sarbaitinil, S. Pd, M. Pd selaku Ketua Penguji, ibu Mira Yanti, M. Pd selaku Penguji 1, dan ibu Sri Rahayu, M. Pd selaku Penguji 2. 3. Ibu Marleni, M. Pd selaku Ketua Prodi, Ibu Yanti Sri Wahyuni, M. Pd selaku sekretaris prodi, ibu Erningsih, S. Sos, M. Pd selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan banyak nasihat dan arahan setiap awal semester selama menempuh pendidikan di STKIP PGRI Sumatera Barat dan seluruh dosen Prodi Pendidikan Sosiologi yang telah senantiasa memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan. 4. Ibu Dr. Zusmelia, M. Si selaku ketua STKIP PGRI Sumatera Barat. 5. Staff Dosen Program Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis.

vi

4

6. Terima kasih kepada orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang selalu mendoakan dan mendukung setiap langkah yang penulis tempuh dalam penelitian. 7. Terimakasih kepada informan peneliti ninik mamak dan masyarakat Nagari Tanjung Lolo yang telah bersedia membantu penulis dalam memberikan informasi dalam penulisan skripsi. 8. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini. Sebagai manusia biasa, tentunya penulis masih memiliki banyak kekurangan pengetahuan dan pengalaman pada topik yang diangkat dalam skripsi ini, begitu pula dalam penulisannya yang masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis akan sangat senang jika menerima berbagai masukan dari para pembaca, baik berupa kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan skripsi dimasa yang akan datang. Atas perhatian semua pihak, penulis ucapkan terima kasih

Padang, September 2019

Penulis

vii

5

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ...... i HALAMAN PENGESAHAN ...... ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIATA...... iii BSTRAK ...... iv KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR GAMBAR ...... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 8 1.3 Tujuan Penelitian ...... 8 1.4 Manfaat Penelitian ...... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ...... 10 2.2 Penjelasan Konseptual ...... 12 2.2.1 Tradisi ...... 12 2.2.2 Bakaua Adat ...... 14 2.2.3 Kebudayaan ...... 15 2.2.4 Ninik Mamak, Datuak, dan Penghulu ...... 18 2.2.5 Perubahan Sosial Budaya ...... 22 2.2.6 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial ...... 23 2.2.7 Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial ...... 25 2.2.8 Cara Masyarakat Mempertahankan Tradisi ...... 26 2.3 Penelitian Relevan ...... 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Tipe Penelitian ...... 31 3.2 Informan Penelitian ...... 32 3.3 Jenis Data ...... 34 3.4 Metode Pengumpulan Data ...... 36 3.5 Unit Analisis ...... 40 3.6 Analisis Data ...... 41 3.7 Lokasi Penelitian ...... 44 3.8 Jadwal Penelitian ...... 45 3.9 Defenisi Operasional Konsep ...... 46 BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geogarafis Nagari Tanjung Lolo ...... 47 4.2 Kondisi Demografi ...... 49

viii

6

4.3 Kondisi Sosial ...... 49 4.4 Sarana dan Prasarana Umum Nagari Tanjung Lolo ...... 53 4.5 Sistem Pemerintahan Nagari ...... 54 4.6 Topografi ...... 55 4.7 Sistem Sosial Masyarakat Tanjung Lolo ...... 56 4.8 Sistem Kebudayaan ...... 57 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Tradisi Bakaua Adat Nagari Tanjung Lolo ...... 59 5.2 Faktor-Faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat Di Nagari Tanjung Lolo ...... 65 5.3 Upaya Yang Dilakukan Ninik Mamak / Pemerintah Nagari Untuk Melaksanakan Kembali Tradisi Bakaua Adat ...... 86 5.4 Kaitan Teori...... 92 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan...... 96 6.2 Saran ...... 97

DAFTAR PUSTAKA ...... 98 LAMPIRAN

ix

7

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nagari Yang Aktif Melaksanakan Tradisi Bakaua Adat ...... 5 3.1 Data Informan Terkait Penelitian Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo ...... 33 3.2 Jadwal Penelitian ...... 45 4.1 Tingkat Pendidikan ...... 49 4.2 Pekerjaan Penduduk ...... 51 4.3 Prasarana Nagari Tanjung Lolo ...... 53 5.1 Datuak Dan Ninik Mamak Berdasarkan Pekerjaannya...... 73

x

8

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Komponen Analisis Data Model Miles Dan Hubermen ...... 44

xi

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan yang berasal dari berbagai suku bangsa yang menempati setiap daerah. Salah satunya berasal dari suku Minang yang berada di daerah Sumatera Barat, dalam Suku Minang itu sendiri terdapat beragam kebudayaan yang setiap daerahnya memiliki ciri khas tradisi yang berbeda dengan daerah lainnya (Koentjaraningrat, 2009).

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009; 144). Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjukkan hasil fisik karya manusia sebenarnya tidak lepas dari pengaruh pola berpikir dan pola perilaku manusia. Kebudayaan adalah segala pikiran dan perilaku manusia yang secara fungsional dan disfungsional ditata dalam masyarakatnya (Koentjaraningrat, 2005).

Jadi kebudayaan tercipta dari hasil kajian yang berulang-ulang dengan permasalahan yang dihadapi manusia. Tradisi tidak bisa terlepaskan dari yang namanya kebudayaan, dikarenakan lahirnya tradisi dari pemekiran manusia dan renungan yang berulang-ulang kali tentang suatu kebiasaan-kebiasaan yang diciptakan oleh masyarakat yang juga dilambangkan sebagai bagian dari kebudayaan.

1

2

Tradisi merupakan adat atau kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat (Sugono, 2008). Selanjutnya Tradisi menurut

(Sztomka, 2007) adalah kumpulan benda material dan gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu mungkin bisa lenyap bila benda material atau gagasan ditolak atau dilupakan.

Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun kelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan (Esten, 1999; 26).

Jadi antara kebiasaan dengan tradisi merupakan hal-hal yang saling berkaitan karena suatu kebiasaan dapat dikatakan sebagai suatu tradisi apabila dilakukan berulang-ulang kali dan menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat yang tidak dapat ditinggalkan dan sudah menjadi peraturan yang harus dipatuhi dan ditaati serta dilindungi oleh masyarakat. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang kemudian dilakukan secara berulang-ulang mengenai peristiwa dan suatu hal yang sama yang diyakini bersama sebagai aturan hidup dan patut ditaati atau dipatuhi (Sztomka, 2007).

Salah satu tradisi yang berasal dari suku yaitu Bakaua Adat yang berasal dari Kabupaten Sijunjung di Nagari Tanjung Lolo Kecamatan

Tanjung Gadang. Tradisi Bakaua Adat itu sendiri merupakan sebuah tradisi berupa upacara syukuran kepada Tuhan Yang Maha Esa dan meminta kepada

Tuhan agar nagari damai dan tentram, juga bertujuan untuk bayar hutang dalam hal ini sebelum masyarakat mulai turun kesawah mereka berjanji terlebih dahulu,

3

apabila hasil panen bagus, nagari damai dan tentram, tidak ada perselisihan anatara masyarakat maka akan disembelih seekor kerbau. Tradisi Bakaua Adat sudah berlangsung dari nenek moyang dahulu, dimana upacara tersebut diadakan satu kali dalam satu tahun.

Berdasarkan wawancara awal pada tanggal 5 maret 2019 dengan bapak

Efriyon selaku Bapak Wali Nagari yang menjabat saat ini atau periode 2014-2019, bahwa Bakaua Adat pada masyarakat Tanjung Lolo dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang telah diberikan dan membayar hutang yang telah dibuat.

Acara Bakaua Adat dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat, Niniak

Mamak, pemuda dan pemudi, dan para tokoh adat lainnya beserta wali nagari

Tanjung Lolo. Acara Bakaua Adat tidak hanya dihadiri oleh warga masyarakat nagari Tanjung Lolo saja, biasanya ada beberapa tamu undangan yang diundang dalam acara tersebut seperti, Datuak Tujuah Koto, bupati, dan camat Tanjung

Gadang.

Berdasarkan observasi awal dan hasil wawancara dari 2 orang Niniak

Mamak yaitu Bapak Suhatri dan Bapak Liswardi didapatkan data bahwa di

Nagari Tanjung Lolo, Bakaua Adat ini dilaksanakan setelah melalui beberapa proses yang harus dilakukan. Mulai dari rapat persiapan panitia dan berkumpulnya Niniak Mamak. Proses sebelum dilaksanakannya upacara Bakaua adat yaitu:

4

1. Rapat Niniak Mamak, Niniak Mamaksetiap suku di nagari Tanjung Lolo

berkumpul mengadakan rapat atau musyawarah dan mendapatkan izin

untuk melaksanakan Bakaua Adat.

2. Pembuatan Undangan, setelah menentukan hari dilaksanakannya Bakaua

Adat, maka selanjutnya dibuat undangan yang akan diberikan kepada

tamu undangan.

3. Acara Bajago-Jago, yaitu tiga hari sebelum hari penyembelihan

dilaksanakan, maka malam harinya diadakan Alek Nagari, dalam Alek

Nagari tersebut akan diisi dengan kesenian anak nagari berupa, ,

Tari Piring, Tari Gelombang, Pencak , dan kesenian lainnya.

4. Penyembelihan Kerbau, dimana penyembelihan akan dilaksanakan dini

hari sebelum Makan Bajamba dilaksanakan.

5. Acara Bakaua Adat, sebelum warga nagari Tanjung Lolo beserta tamu

undangan berkumpul di Tantolang, para tamu undangan akan dijamu di

Datuak Monti Majo.

Penyambutan tamu undanganpun di acara Bakaua Adat nagari Tanjung

Lolo tersebut cukup unik, yaitu dimana tamu undangan saat keluar dari mobil akan di jemput dengan Silek Galombang dan dinanti dengan Tari Galombang sebelum duduk ditempat yang disediakan di Tantolang tersebut.

Berdasarkan wawancara awal pada tanggal 5 Maret 2019 dengan Bapak

Efriyon selaku Wali Nagari Tanjung Lolo, acara Bakau Adat ini memang sudah berlangsung hampir di semua nagari yang ada di Kabupaten Sijunjung, dimana jumlah nagari yang ada di Kabupaten Sijunjung berjumlah 61 nagari yang

5

melaksanakan tradisi Bakau Adat tersebut. Berikut ini nama nagari yang masih melaksanakan Tradisi Bakaua Adat di Kabupaten Sijunjung, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1 Nagari Yang Aktif Melaksanakan Tradisi Bakaua Adat No. Nama Nagari Kecamatan Pelaksanaan 1. Muaro Sijunjung 1 kali dalam setahun 2. Sijunjung Sijunjung 1 kali dalam setahun 3. Pamatang Panjang Sijunjung 1 kali dalam setahun 4. Kandang Baru Sijunjung 1 kali dalam setahun 5. Nagari Palaluar Koto VII 1 kali dalam setahun 6. Padang Laweh Koto VII 1 kali dalam setahun 7. Kampuang Baru Kupitan 1 kali dalam setahun 8. Koto Tua Koto IV 1 kali dalam setahun 9. Tanjung Gadang Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 10. Pulasan Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 11. Langki Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 12. Sinyamu Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 13. Timbulun Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 14 Taratak baru Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 15. Taratak baru utara Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 16. Sibakur Tanjung Gadang 1 kali dalam setahun 17. Sungai Lansek Kamang Baru 1 kali dalam 2 tahun 18. Sungai Betung Kamang Baru 1 kali dalam setahun 19. Maloro Kamang Baru 1 kali dalam setahun 20. Siaur Kamang Baru 1 kali dalam 2 tahun 21. Lubuk Tarantang Kamang Baru 1 kali dalam 2 tahun 22. Muaro Takuang Kamang Baru 1 kali dalam 2 tahun 23. Kamang Baru Kamang Baru 1 kali dalam 2 tahun 24. Lalan Lubuk Tarok 1 kali dalam setahun 25. Lubuk Tarok Lubuk Tarok 1 kali dalam setahun 26. Kampung dalam Lubuk Tarok 1 kali dalam setahun Sumber: Hasil Wawancara dan https://www.sijunjung.go.id

Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 61 nagari yang ada di Kabupaten Sijunjung, yang masih aktif melaksanakan Tradisi Bakaua Adat sesuai dengan jadwal pelaksaannya ada 26 nagari yang masih rutin dan aktif melaksanakan Tradisi Bakaua Adat tersebut. Dan 35 nagari yang ada di

6

Kabupaten Sijunjung yang jarang melaksanakan Tradisi Bakaua Adat sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan tersebut. Dan 1 nagari yang sudah tidak melaksanakan Tradisi Bakaua Adat ini lagi semenjak tahun 2015 lalu hingga saat ini. Satu nagari tersebut ialah Nagari Tanjung Lolo yang merupakan salah satu nagari dari 9 nagari yang ada di Kecamatan Tanjung Gadang yang tidak lagi melaksanakan tradisi bakaua adat ini.

Dari setiap nagari yang masih aktif dalam melaksanakan tradisi Bakaua

Adat tersebut memiliki perbedaan dalam setiap pelaksanaannya masing-masing.

Dari waktu pelaksanaan memiliki perbedaan seperti yang dilihat pada tabel 1.1 diatas ada nagari yang melaksanakan tradisi Bakaua Adat dalam kurun waktu 1 dalam setahun atau bisa dikatakan setiap tahunnya, dan ada yang melaksanakannya dalam rukun waktu 1 kali dalam 2 tahun, begitu juga dengan tata cara pelaksanaannya.

Contohnya saja di Nagari Tanjung Gadang dan Nagari Sungai Lansek yang juga masih melaksanakan tradisi tersebut memiliki perbedaan pelaksanaan dalam acara Bakaua Adat tersebut. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan,

Nagari Tanjung Gadang yang terdiri dari 9 Jorong masih melaksanakan tradisi

Bakaua Adat tersebut, dan yang menjadinya uniknya di nagari tersebut tradisi

Bakaua Adat ini di laksanakan di setiap jorongnya dalam jarak waktu seminggu perjorong.

Selain Nagari Tanjung Gadang, di Nagari Sungai Lansek juga masih rutin dilaksanakannya tradisi tersebut, dimana dalam pelaksanaaan tradisi tersebut di

7

adakan di sebuah makam yang mereka yakini sebagai makam leluhur terdahulu, dalam pelaksanaan tersebut didahului denagn penyembelihan 3 ekor kerbau, dan ibu-ibu menyediakan makanan dalam sebuah nampan yang dijunjung di kepala dan di bawa ke makam tersebut dimana tempat tersebut dijadikan tempat makan

Bajamba. Ibu-ibu yang menyediakan makanan tersebut berjalanan dari tempat berkumpul utama menuju makam tersebut dengan di iringi tarian tradisional yang dimainkan oleh pemuda pemudi Nagari Sungai Lansek tersebut. Begitupun dengan Nagari Tanjung Lolo yang memiliki cara pelaksanaaan yang berbeda dengan kedua nagari tersebut dan nagari lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara awal tanggal 19 Maret 2019 dengan bapak

Suhatri dan wawancara dengan bapak Efriyon tanggal 5 Maret 2019, bagi masyarakat di Nagari Tanjung Lolo , tradisi Bakaua Adatini dinilai sangat penting dikarenakan masyarakat Nagari Tanjung Lolomempunyai kepercayaan bahwa tradisi Bakaua Adat ini merupakan salah satu wujud syukur yang bagi masyarakat setempat merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan-Nya, yang dipercayai jika tidak dilaksanakan maka akan ada bencana yang akan melanda nagari ini. Dalam acara Bakaua Adat ini masyarakat bisa kembali memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar hasil panen di tahun ke tahun semakin meningkat, kesejahteraan untuk warga masyarakat dan agar terhindar dari bencana. Dalam acara Bakaua Adat ini masyarakat tidak hanya berdoa saja, melainkan juga bisa memperkuat silahturahmi antar suku (Suku

Caniago Bodi, Suku Melayu, Dan Suku Caniago Tanjung Lolo).

8

Namun, dari nama-nama nagari yang masih melaksanakan tradisi Bakaua

Adat diatas, diketahui semenjak tahun 2014 sampai tahun 2019 tradisi Bakaua

Adat sudah tidak dilaksanakan lagi oleh masyarakat Tanjung Lolo. Berdasarkan beberapa permasalahan diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Faktor- faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari

Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung”, karena dari 26 nagari yang masih rutin melaksanakan Tradisi Bakaua Adat di Kabupaten

Sijunjung hanya Nagari Tanjung Lolo saat ini yang sudah jarang atau tidak lagi melaksanakan tradisi Bakaua Adatnya lebih tepat semenjak tahun 2014 lalu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakangmasalah maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua

Adat di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten

Sijunjung?

2. Apa upaya yang dilakukan ninik mamak/pemerintahan nagari untuk

melaksanakan Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan

Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

9

1. Mendeskripsikan Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi

Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang,

Kabupaten Sijunjung.

2. Mendeskripsikanupaya yang dilakukan ninik mamak/pemerintahan

nagari untuk melaksanakan Tradisi Bakaua Adatdi Nagari Tanjung Lolo,

Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung.

1.4 Manfaat Peneltian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi

dalam menambahkan ilmu dan wawasan bagi civitas akademika dalam

memperluas wawasan mengenai Faktor-faktor Penyebab Tidak

Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat, khususnya dalam bidang kajian

ilmu Etnografi, ilmu Antropologi dan ilmu Budaya Alam Minangkabau

(BAM).

2. Secara praktis;

a. Bagi masyarakat, diharapkan menghasilkan informasi mengenai

tradisi Bakaua Adat yang dapat dijadikan referensi.

b. Bagi pembaca, dengan tulisan-tulisan seperti ini diharpakan agar

penelitian ini dapat digunkan sebagai alternatif untuk melakukan

sebuah kesempurnaan tradisi pada masyarakat Tanjung Lolo.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Teori yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu menggunakan teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Herbert Spencer. Setiap manusia dalam kehidupan pasti mengalami perubahan, perubahan itu ada yang berjalan dalam skala kecil, tidak kentara, sehingga tidak begitu dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Di satu sisi perubahan itu bisa berlangsung secara cepat (revolusi) dan secara lambat (evolusi) (Martono, 2011).

Herbert Spencer salah satu tokoh dari teori ini menyatakan, suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sebuah organisme, masyarakat sebagai organisme biologis menurut Spencer dimaknai sebagai sesuatu yang selalu tumbuh dan berkembang melalui proses evolusi. Spencer menggambarkan perkembangan masyarakat dilihat pada perubahan jumlah (kuantitas) dan kualitas hubungan antar bagian dalam sistem. Bahwa hukum perkembangan organisme tersebut berlaku secara umum.

Berdasarkan tipe masyarakat yang homogen menuju tipe masyarakat yang heterogen. Perubahan ini dianalogikan dengan tipe masyarakat heterogen dan homogen. Sebuah organisme menurut Spencer, akan bertambah sempurna dengan adanya diferensiasi, integrasi, organisasi fungsi yang lebih baik matang antara bagian organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya secara evolusioner yang dapat diterapkan pada setiap masyarakat (Martono, 2011: 138).

10

11

Evaluasi sosial dan perkembangan sosial pada dasarnya akan mengalami peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen kepada kondisi yang heterogen. Spencer ingin membuktikan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern tidak stabil karena terlihat dalam pertentangan-pertentangan di antara mereka sendiri. Karena adanya aturan-aturan kehidupan sosial upacara sopan santun, kesusilaan dan sebagainya. Hal tersebut merupakan kaidah-kaidah kelompok yang masing-masing mempunyai tingkat atau derajat kekuatan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menimbulkan berbagai macam antagonisme, pertentangan serta pertikaian (Martono, 2011).

Menurut Spencer, evolusi menjadi prinsip umum semua realitas: alam dan sosial. Adanya sifat umum (Generality) ini adalah karena ralitas pada dasarnya adalah material, terdiri dari zat, energi, dan gerakan. Evolusi didefenisikan sebagai perubahan dari homogenitas tak beraturan ke heterogenitas yang logis yang diikuti kehilangan gerak dan integrasi zat (Martono, 2011: 139).

Herbert Spencer mengembangkan teori evolusi sosial yang mirip dengan teori evolusi biologisnya Charles Darwin. Ia berusaha memahami proses terjadinya segala sesuatu di alam semesta ini dengan mereduksinya ke dalam prinsip universal tunggu yang disebut “hukum evolusi”. Menurut hukum ini segala sesuatu di alam semesta ini memiliki kecenderungan “berkembang dari keadaan yang tidak tentu, kacau dan seragam kepada keadaan yang dapat ditetentukan, tearur dan beragam” (Saebani, 2016: 77).

12

Menurut Herbert Spencer bahwa segala sesuatu cenderung berkembang dari bentuk yang sederhana dan tidak terspesialisasi menjadi bentuk yang lebih terspesialisasi dan kompleks. Kecenderungan universal ini adalah kunci utama dalam melihat semua teka-teki besar di alam semesta ini (Saebani, 2016: 77).

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Herbert Spencer di atas bahwa terjadinya suatu perubahan yang dialami oleh masyarakat umum, perubahan yang terjadi secara evolusi yaitu dalam gerak lambat, dimana masyarakat berubah dari sifat yang homogen menuju pada masyarakat heterogen. Sesuai dengan penjelasan tersebut masyarakat yang ada di Nagari Tanjung Lolo Kecamatan Tanjung

Gadang telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman yaitu perubahan secara evolusi, dimana dahulunya para datuk dan ninik mamak yang berkontribusi dalam pelaksanaan Tradisi Bakaua Adat menyamakan pendapat demi berlangsung Tradisi Bakaua Adat, namun pada saat ini Datuak dan ninik mamak di nagari tersebut lebih mementingkan pendapat masing-masing hingga

Tradisi Bakaua Adat sudah tidak terlaksana lagi.

2.2 Penjelasan Konseptual

2.2.1 Tradisi

Tradisi berasal dari bahasa latin yaitu “tradition” terusan atau

kebiasaan. Dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah

dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan sesuatu kelompok

masyarakatkebiasaannya dari suatu negara, kebudayaan, waktu dan agama

yang sama. Menurut (Soekanto, 1997) tradisi atau kebiasaan merupakan

13

perbuatan yang di ulang-ulang dalam bentuk yang sama dan merupakan suatu bukti bahwa orang menyukai perilaku tersebut.

Tradisi adalah kebiasaan turun menurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun hal-hal gaib atau keagamaan. Di dalam tradisi di atur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lain, atau satu kelompok manusia dengan suatu kelompok manusia yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain. Ia berkembang menjadi suatu sistem memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan tradisi Bakaua Adat adat di Nagari Tanjung Lolo karena tradisi merupakan kebiasaan yang turun temurun untuk generasi muda selanjutnya. Sebagai sistem budaya, tradisi merupakan suatu sistem yang menyeluruh, terdiri dari cara aspek pemberian arti terhadap laku ajaran, ritual dan sebagai jenis laku lainnya manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan suatu dengan yang lain (Esten,

1999).

Semakin luas dan semakin berkembang suatu masyarakat tradisional, dalam arti bahwa masyarakat tradisional itu bersentuhan dengan masyarakat yang lain, maka akan semakin besar kemungkinan longgar pula sistem yang mengikat para warga masyarakatnya (Soekanto, 1997). Tradisi menjadi lebih bervariasi. Antara berbagai variasi itu akan selalu ada faktor yang mengikat benang merah yang menghubungan variasi yang satu dengan yang lain. Akan

14

selalu ada rujukan apakah suatu gejala atau nilai (budaya) masih dalam ruang lingkup tradisi pada seluruhnya atau tidak.

Tradisi adalah kebiasaan turun temurun kelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya bersangkutan, tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi walupun hal-hal gaib atau keagamaan (Esten, 1999). Tradisi merupakan adat atau kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat (Sugono, 2008).

Tradisi menurut (Sztomka, 2007) adalah kumpulan benda material dan gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu mungkin bisa lenyap bila benda material atau gagasan ditolak atau dilupakan.

2.2.2 Bakaua Adat

Bakaua Adat ini berupa upacara syukuran kepada Tuhan Yang Maha

Esa dan meminta agar Tuhan memberikan rezeki yang lebih banyak dari tahun-tahun yang sebelumnya dalam hal hasil pertanian. Upacara Bakaua

Adat selain bertujuan untuk meminta agar mendapatkan hasil panen yang lebih banyak, tujuan yang paling utama adalah untuk berterima kasih kepada nenek moyang yang telah Manaruko Tanah dan mendoakan beliau agar diberi pengampunan, dijauhkan dari siksa kubur dan siksaan api neraka.

Tujuan lain dari upacara Bakau Adat adalah meningkatkan tali silahturahmi antar sesama, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa karena semua orang yang mengikuti upacara Bakaua

15

Adat ini dianjurkan menggunakan pakaian muslim dan khusus bagi kaum perempuan diwajibkan memakai baju kurung yang merupakan baju kebesaran orang Minangkabau (Yuniarti, 2015).

2.2.3 Kebudayaan

Kebudayaan atau disingkat “budaya”, menurut

Koentjaraningrat merupakan “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Tradisi bakaua adat merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang berwujud prilaku. Dimana Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.

Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi akibat ketidaksesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.

Perubahan kebudayaan akan berjalan secara terus-menerus bergantung pada dinamika masyarakat.

a) Faktor-faktor bertahannya suatu kebudayaan

Faktor-faktor yang penyebab bertahannya suatu kebudayaan antara

lain adalah:

1) Unsur Idiologi

16

Idiologi merupakan kumpulan, gagasan, serta tatanan yang baik

dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Idiologi adalah jiwa dan

kepribadian bangsa yang menyebabkan suatu bangsa berbeda dengan

bangsa lain. Idiologi digunakan sebagai pedoman hidup suatu bagsa.

Dengan demikian, unsur idiologi ini kecenderungan tetap bertahan

karena sudah diyakini kebenarannya oleh suatu masyarakat atau bangsa.

2) Unsur Kepercayaan/Religi

Semua aktivitas manusioa yang berhubungan dengan kepercayaan / religi didasarkan pada suatu keyakinan akan suatu kebenaran

(keimanan). Oleh karena itu unsur kepercayaan atau religi ini cenderung tetap bertahan karean menyangkut keyakinan, krpatuhan, atau keimanan yang diyakini.

3) Unsur Seni

Seni adalah sesuatu yang bersifat indah, seni melahirkan cinta kasih, kasih sayang, kemesraan, pemujaan, baik terhadap Tuhan, maupun terhadap sesama manusia. Pengungkapan rasa seni dapat melalui musik, tari, lukis, sastra, dan sebagainya, sebagai hasil cipta, karsa, manusia yang cenderungbertahan dari masa ke masa.

4) Unsur Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi, penghubung suatu maksud antar manusia, dari bahasa kita dapat mengungkapkan apa yang kita inginkan. Bahasa kecenderungan tetap berubah dari masa ke masa,

17

meskipun kosakatanya semakin berkembang, tanpa bahasa manusia

tidak dapat berhubungan satu sama lain. b) Faktor Penyebab Hilangnya Kebudayaan

Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi hilangnya

kebudayaan yaitu masuknya budaya asing, antara lain:

1) Cara berpakaian

Sekarang ini masyarakat Indonesia lebih menyukai berpakaian

yang lebih terbuka seperti bangsa barat yang sebenarnya tidak sesuai

dengan adat ketimuran bangsa Indonesia yang dianggap berpakaian

lebih sopan dan tertutup.

2) Alat musik

Perkembangan alat musik saat ini juga dibanjiri dengan masuknya

budaya asing, kita dapat mengambil contoh dari kebudayaan asli betawi

di Jakarta, pada saat ini sudah tidak ada lagi terdengar alat musik

Tanjidor musik khas dari tanah Betawi, saat ini yang sering kita dengar

adalah alat-alat musik modern yang biasanya menggunakan tenaga

listrik.

3) Permainan tradisional

Bahkan masuknya budaya asing juga mempengaruhi permainan

tradisional, seperti permainan gangsing atau mobil-mobilan yang

terbuat dari kayu, pada saat ini sudah jarang kita temukan, yang saat ini

kita temukan adalah produk-produk permainan yang berasal dari Cina,

Serta berbagai macam yang lainnya seperti tarian, rumah adat,

18

makanan, adat-istiadat dan kesenian atau hiburan telah didominasi

budaya asing.

4) Kurangnya Kesadaran Masyarakat

Bangsa Indonesia harus memiliki jati diri dengan cara

mempertahankan nilai-nilai budaya, saat ini masyarakat kita tidak

peduli budaya yang masuk itu dapat merusak atau tidak, namun pada

kenyataannya masyarakat sekarang lebih senang menerima budaya

asing dibandingkan melestarikan budaya local atau tradisional, yang

sebenarnya dapat mengakibatkan hilangnya budaya Indonesia.

5) Kemajuan Teknologi dan Peralatan Hidup

Kemajuan teknologi juga sebagai pendorong hilangnya budaya

Indonesia, contohnya adalah pada saat ini banyak seseorang yang

dituntut untuk dapat bekerja secara cepat dan efisien, maka seseorang

akan lebih memilih teknologi yang lebih maju untuk mendukung

pekerjaannya dibandingkan dengan peralatan tradisional yang labih

lambat.

2.2.4 Ninik Mamak, Datuak, Dan Penghulu

Penghulu dan Ninik Mamak Di Minangkabau Penghulu (dalam bahasa Minang disebut Pangulu) dan ninik mamak di Minangkabau mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kekuatan kekerabatan adat Minang itu sendiri, tanpa penghulu dan ninik mamak suatu nagari di Minangkabau diibaratkan seperti kampung atau negeri yang tidak bertuan karena tidak akan jalan tatanan adat yang dibuat, “Elok nagari dek

19

Pangulu sumarak nagari dek nan mudo”. Pangulu (Panghulu), Pangulu berasal dari kata Pangka dan Hulu (pangkal dan hulu) Pangkal artinya tampuk atau tangkai yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat awal keluar atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minangkabau artinya yang memegang tampuk tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas pelindung terhadap anak kemenakan serta tempat keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin pangulu, “Tampuak tangkai didalam suku nan mahitam mamutiahkan tibo dibiang kamancabiak tibo digantaiang kama mutuih”. Ninik Mamak adalah merupakan satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan Pangulu dalam suatu kanagarian di Minangkabau yang terdiri dari beberapa Datuk-datuk kepala suku atau pangulu suku atau kaum yang mana mereka berhimpun dalam satu kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN). Diantara para datuk-datuk atau ninik mamak itu dipilih salah satu untuk menjadi ketuanya itulah yang dinamakan Ketua KAN. Orang-orang yang tergabung dalam KAN inilah yang disebut ninik mamak, “Niniak mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito”.

Datuak (Datuk) adalah gelar pusako adat dalam suatu suku atau kaum yang diberikan kepada seseorang dalam suku atau kaum itu sendiri dengan dipilih atau ditunjuk dan diangkat oleh anak kemenakan suatu suku atau kaum yang bersangkutan melalui upacara adat dengan syarat-sayarat tertentu menurut adat Minang. Seorang Datuak dia adalah panghulu dalam

20

suku atau kaumnya dan sekaligus menjadi ninik mamak dalam nagarinya, dengan pengertian yang lebih rinci lagi: Datuak gelarnya, Panghulu

Jabatannya dan Ninik mamak lembaganya dalam nagari. Sebagai Datuak dia harus menjaga martabatnya karena gelar datuak yang disandangnya adalah gelar kebesaran pusaka adat dalam suku atau kaumnya, banyak pantangan dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh seseorang yang bergelar datuak dan tidak sedikit pula sifat-sifat positif yang wajib dimilikinya. Sebagai Panghulu dia harus tau tugas dan tanggung jawabnya terhadap saudara dan kemenakannya dalam membina, mengayomi, melindungi dan mengatur pemanfaatan harta pusaka tinggi dan tanah ulayat untuk kemakmuran saudara dan kemenakannya, namun dia juag harus tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga di rumah tangganya terhadap anak dan istrinya, “Anak dipangku jo pancarian, kamanakan dibimbiang jo pusako”. Sebagai anggota Ninik Mamak dia adalah perwakilan dari kaumnya

(dalam istilah Minang disebut Andiko) dalam pemerintahan nagari yang mewakili konstituennya untuk menyampaikan dan memperjuangakan aspirasi kaum yang dipimpinnya serta untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul pada anak kemenakannya dalam nagari, “Andiko didalam kampuang kusuak nan kamanyalasai karuah nan kamampajaniah”.

Seorang panghulu adalah pucuk pimpinan dalam kaumnya pada suatu unit pemerintahan dalam nagari, panghulu dibantu oleh tiga unsur perangkat adat yaitu :

1. Malin yang membidangi persoalan agama

21

2. Manti sebagai pelaksana kebijakan

3. yang brtanggung jawab terhadap keamanan

Inilah yang disebut urang nan ampek jinih yaitu Pangulu, Malin,

Manti dan Dubalang. Memilih dan mengukuhkan seorang Pangulu atau

Datuak. Untuk bisa menentukan calon penghulu maupun ninik mamak selanjutnya akan dipilih sesuai persyaratannya yaitu sebagai berikut:

1. Laki-laki, seorang penghulu maupun ninik mamak haruslah laki-laki,

tidak boleh perempuan. Karena penghulu adalah pemimpin, maka

laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan.

2. Baik bibitnya, maksudnya, orang tuanya berasal dari keluarga yang

baik-baik, sehingga berguna sebagai jaminan akhlaknya.

3. Baligh dan Berakal, Seorang penghulu haruslah orang dewasa, berakal

dan berpendidikan, serta teguh dan tegas dalam segala tindakan.

4. Berilmu, Penghulu harus mempunyai ilmu pengetahuan tentang adat,

agama, termasuk undang-undang dan hukum adat serta memiliki ilmu

pengetahuan umum menurut zaman.

5. Adil, Penghulu tidak boleh berat sebelah. maksudnya, semua

kemenakan dianggap sama, baik yang kandung maupun yang tidak.

Penghulu harus adil dan tidak boleh pilih kasih.

6. Arif Bijaksana Penghulu harus mempunyai perasaan yang halus,

berpikiran tajam, cerdik-cendikiawann, dan paham akan yang tersirat.

22

Tabligh,Tabligh artinya menyampaikan. Seorang penghulu hendaklah

menyampaikan sesuatu yang baik kepada masyarakat.

7. Pemurah,Penghulu harus bersedia memberi nasihat-nasihat kepada

siapa saja yang menghendaki.

8. Sabar,Seorang penghulu hendaklah berlapang dada dan beralam luas

(http://repository.unp.ac.id/17877/1/buku%20penghulu%20OK.pdf).

2.2.5 Perubahan Sosial Budaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perubahan berarti hal, keadaan berubah, peralihan, pertukaran. Sedangkan sosial adalah hal yang berkenaan dengan masyarakat. Perubahan sosial adalah berubahnya struktur atau susunan sosial kemasyarakatan dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadinya sepanjang masa dalam setiap masyarakat (Syamsidar,

2015).

Perubahan sosial adalah suatu variasi dari suatu cara hidup yang telah ada dan diterima dalam suatu masyarakat, baik karena perubahan- perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi (susunan) penduduk, idiologi ataupun juga karena adanya difusi maupun penemuan- penemuan teknologi terbaru dalam suatu masyarkat. Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat sehingga akan disebut suatu perubahan sosial kalau tatanan atau fungsi dalam masyarakat berubah. Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada

23

struktur dan fungsi dalam sistem sosial, yang mana termasuk di dalamnya aspek kebudayaaan juga nilai-nilai, norma, kebiasaaan, kepercayaan, tradisi, sikap, maupun pola tingkah laku dalam suatu masyarakat (Syamsidar, 2015).

2.2.6 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial

a. Faktor Intern

Faktor intern atau yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri

yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dari faktor inter

yaitu:

1) Perubahan penduduk

Perubahan penduduk ditandai dengan semakin

bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah

mengakibatkan kadar keramahtamahan akan menurun,

kelompok sekunder akan bertambah banyak jumlahnya, struktur

kelembagaan menjadi lebih rumit, dan bentuk perubahan yang

lainnya.

2) Penemuan-penemuan baru

Penemuan merupakan tambahan pengetahuan terhadap

perbendaharaan pengetahuan dunia yang telah diverifikasi.

Penemuan menambahkan sesuatu yang baru pada kebudayaan

karena meskipun kenyataan tersebut sudah lama ada, namun

kenyataan itu baru menjadi bagian setelah kenyataan tersebut

ditemukan. Penemuan baru menjadi suatu faktor dalam

perubahan sosial jika hasil penemuan tersebut didayagunakan.

24

Manakala suatu pengetahuan baru dimanfaatkan untuk

mengembangkan teknologi, biasanya akan disusul oleh

perubahan yang besar.

3) Konflik dalam masyarakat

Adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, seperti

perbedaan ciri-ciri fisik, kepentingan, pendapat, status sosial

ekonomi, suku bangsa, ras, agama, dan lain-lain seringkali

memicu munculnya konflik.Konflik dapat terjadi antarindividu,

antarkelompok, antara individu dengan kelompok, dan

antargenerasi. Konflik antarkelompok, misalnya konflik

antarsuku bangsa yang terjadi di Timika, Papua. Konflik

tersebut telah menimbulkan kerusakan, jatuhnya korban jiwa,

dan hancurnya harta benda. b. Faktor Ekstern

Penyebab perubahan sosial selain bersumber dari dalam

masyarakat itu sendiri juga dapat bersumber dari luar masyarakat

itu. Faktor ekstern yang menyebabkan perubahan sosial yaitu:

1) Faktor Alam yang Ada di Sekitar Masyarakat Berubah

Alam adalah penyedia bahan-bahan makanan dan pakaian,

penghasil tanaman, serta sumber kesehatan dan keindahan.

Pertambahan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi lambat

laun dapat merusak alam. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka

25

semakin tinggi pula tekanan terhadap alam. Karena itu akan

terjadi perusakan alam.

2) Peperangan

Terjadinya perang di suatu wilayah akan berpengaruh

terhadap perubahan kepribadian dari individu-individu sebagai

anggota masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Betapa

tidak, perang pasti akan melibatkan seluruh komponen

masyarakat dan akan membawa perubahan dalam masyarakat

tersebut, baik besar maupun kecil. Selain itu akan membawa

akibat yang berarti bagi masyarakat setempat. Hal ini terutama

pada masyarakat yang kalah perang, karena adanya pemaksaan

berbagai kebudayaan oleh negara yang menang perang.

3) Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain

Pengaruh kebudayaan masyarakat lain merupakan suatu hal

yang tidak bisa dielakkan lagi. Adanya hubungan kerja sama

antarnegara serta sarana komunikasi dan informasi yang semakin

canggih, seperti televisi, radio, dan internet memudahkan

pengaruh kebudayaan masyarakat lain masuk dalam suatu negara.

Akibatnya muncul perubahan pada masyarakat yang menerima

pengaruh kebudayaan itu(Martono, 2011).

2.2.7 Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial

a. Faktor pendorong perubahan sosial

Faktor pendorong perubahan sosial dapat dibedakan atas tiga yaitu:

26

Faktor sosial, faktor dorongan sosial berkaitan dengan aspek

organisasi sosial, seperti keluarga, organisasai kemasyarakatan

dan sebagaimnya.

1) Faktor psikologis, berkaitan dengan keberadaan individu-

individu dalam menjalankan perannya dimasyarakat, seperti

individu kreatif dan individu bermotivasi salah satu agen

perubahan di masyarakat.

2) Faktor budaya, dukungan budaya atas penerimaan sesuatu yang

baru akan mempermudah terjadinya proses perubahan sosial

(Martono, 2011).

b. Faktor penghambat perubahan sosial, yaitu:

1) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

2) Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat

3) Sikap masyarakat yang tradisional

4) Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat

5) Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi

kebudayaan.

6) Prasangka terhadap hal-hal baru atau sikap yang tertutup.

7) Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis (Martono, 2011).

2.2.8 Cara Masyarakat Mempertahankan Tradisi

1) Membuat pertunjukan atau sebuah organisasi untuk

memperkenalkan sebuah kebudayaan maupun tradisi tersebut.

2) Melakukan penggalian, pelestarian, dan pengembangan terhadap

27

suatu tradisi ataupun kebudayaan.

3) Memperkenalkan dan mengikutsertakan generasi muda dalam

tradisi maupun kebudayan tersebut.

4) Mengadakan pelatihan guna melestarikan dan mengembangkan

kebudayaan dan tradisi di berbagai kampus kesenian (Puguh,

2017).

2.3 Penelitian Relevan

Penelitian relevan merupakan bagian penguraian tentang beberapa pendapat atau penelitian yang terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dibawah ini penulis akan mengemukakan hasil-hasil studi yang dirasa perlu dan relevan dengan penelitian penulis antara lain :

Penelitian (Jamil & Dkk, 2011) yang berjudul “Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Lunturnya Kesenian Tradisional Semarang (Studi Eksplorasi

Kesenian Tradisional Semarang)” menyimpulkan bahwa terdapat faktor umum dan faktor khusus (spesifik) yang mempengaruhi kehidupan kesenian tradisional di Semarang. Faktor umum yang mempengaruhi lunturnya kesenian tradisional

Semarang yaitu; 1) Pekerja Seni (lemahnya kreatifitas, tidak ada upaya kaderisasi, rendahnya minat untuk menjadi pegiat seni tradisi, lemahnya managemen pengelolaan kesenian), 2) Rendahnya peminat (perkembangan teknologi informasi dan hiburan, rendahnya pengetahuan generasi muda mengenai kesenian tradisional), dan 3) Kebijakan pemerintah (tidak ada kebijakan konversasi dan revitalisasi seni tradisi karenaperdagangan dan jasa menjadi prioritas, kesenian

28

tradisi belum menjadi bagian integral pembangunan pariwisata, dan belum maksimalnya fasilitas pemerintah bagi pengembangan seni tradisi).

Sedangkan faktor khusus yang mempengaruhi kesenian tradisional

Semarang yaitu: terlalu bergantung kepada selera pemegang kekuasaan, tidak memiliki kalender rutin pertunjukan, perpecahan di kalangan seniman gambang, adanya pandangan yang mempertentangkan antara kesenian musik dengan Islam, hanya menyebar di tengah masyarakat dan lemahnya pengorganisasian, terbatasnya sanggar dan tempa pertunjukan, lemahnya regenerasi, di pandangan ekslusif karena kurang beradapsi dengan kebudayaan lokal, dan tidak ada minat regenerasi yang akan dilakukan oleh seniman potensi.

Penelitian (Yuniarti, 2015) yang berjudul “Proses Bakaua Adat di Nagari

Lalan Kecamatan Lubuk Tarok Kabupaten Sijunjung”, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Proses Bakaua Adat di Nagari Lalan Kecamatan Lubuk

Tarok Kabupaten Sijunjung. Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses Bakaua

Adat di Nagari Lalan ini dimulai dari: 1) Penentuan Hari Bakaua Adat, dalam tahap penentuan hari terdiri dari (a) mufakat pertama, (b) mufakat kedua, (c) mufakat ketiga, (d) mufakat keempat. 2) Persiapan Pelaksanaan Bakaua Adat, dalam tahap persiapan pelaksanaan terdiri dari (a) membuat dan menyebarkan undangan, (b) gotong royong, (c) malam jago-jago, (d) penyembelihan kerbau, (e) acara masak daging kerbau. 3) Pelaksanaan Upacara Bakaua Adat, 4) Acara

Hiburan, dan terakhir 5) Acara Penutup.

29

Selanjutnya penelitian (Chandra, 2017) yang berjudul “Penyebab

Perubahan Tradisi Maanta Sirih Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Jorong

Pasar Baru Nagari Koto Gadang Guguk Kecamatan Talang Kabupaten Solok”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Penyebab Perubahan Tradisi

Maanta Sirih Dan Dampak Yang Terjadidengan perubahan Maanta Sirih dalam adat perkawinan masyarakat Jorong Pasar Baru Nagari Koto Gadang Guguk

Kabupaten Solok. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyebab perubahan tradisi Maanta Sirih dalam adat perkawinan tersebut yaitu: 1) kurangnya pembudayaan generasi tua ke muda pada masyarakat Jorong Pasar Baru Guguk,

2) tidak adanya penyesuaian kebudayaan antar daerah pada masyarakat Jorong

Pasar Baru Guguk. Selain itu, adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tradisi Maanta Sirih yaitu: faktor ekonomi dalam mata pencarian, faktor pekerjaan dan faktor keluarga. Dampak perubahan tradisi Maanta Sirih dalam adat perkawinan itu disebabkan karena adanya dampak positif yaitu: menghemati biaya dan meningkatkan pola fikir masyarakat. Adanya dampak negatif dari tradisi Maanta Sirihtersebut rendahnya nilai budaya dan adanya kesenjangan sosial budaya.

Berdasarkan penelitian di atas dapat diketahui bahwa yang membedakan penelitian di atas dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu dari seggi fokus, teori yang digunakn dan metodologi penelitian yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Rian Yuniarti pada tahun 2017 di atas, lebih memfokuskan terhadap proses pelaksanaan tradisi bakaua adat menggunkan teori Struktural

Fungsional oleh Robert K. Merton. Penelitian yang dilakukan oleh Jamil

30

memfokuskan tentang faktor yang mempengaruhi lunturnya kesenian tradisional, dan penelitian yang dilakukan oleh Lisa Candra memfokuskan pada penyebab perubahan tradisi maanta sirihyang menggunkan teori perubahan sosial Herbert

Spencer.

Sedangkan yang menjadi titik fokus peneliti dalam penelitian ini yaitu

Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat dan upaya yang dilakukan pemerintahan nagari/ ninik mamak untuk mengembalikan tradisi

Bakaua Adat. Dari segi teori yang digunakan penelitian di atas yaitu teori perubahan sosial Herbert Spencer. Dan metodologi yang digunakan dalam pene;itian di atas dengan penelitian yang akan peneliti lakukan sama-sama menggunakan tipe penelitian kualitatif dan metode deskriptif. Itulah yang membedakan dan kesamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.

31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 PendekatandanTipePenelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatakan kualitatif, yang didefenisikan sebagai metode penelitian Ilmu-ilmu Sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan- perbuatan manusia serta penelitian tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka (Afrizal, 2014). Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2009). Penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu. Kemudian menarik kepermukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu (Bungin, 2011).

Dalam mengkaji permasalahan Faktor-faktor Penyebab Tidak

Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat tersebut, maka dari itu menggunakan penelitian tipe deskriptif karena bertujuan untuk membuat deskrisi dan lukisan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 2009). Berdasarkan penjelasan diatas, alasan

31

32

peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah untuk mengetahui, dan mendeskripsikan mengenai Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya

Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang,

Kabupaten Sijunjung.

3.2 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada penelitian atau pewawancara mendalam. Informan adalah orang-orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya maupun orang lain atau suatu kejadian. Informan tidak dipahami sebagai objek penelitian atau peneliti, melainkan sebagai subjek.

Informan dalam penelitian ini ditarik secara sengaja atau Purposive Sampling, yaitu sebelum melakukan penelitian para peneliti menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh orang yang akan dijadikan sumber informasi.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, peneliti telah mengetahui identitas orang-orang yang akan dijadikan informan penelitiannya sebelum penelitian dilakukan (Bungin, 2014: 139-140). Informan yang sudah memenuhi kriteria yang menjadi pilihan peneliti dalam penelitian ini yaitu:

1) Masyarakat yang ikut terlibat dalam pelaksanaan Bakaua Adat

sebelumnya dan masyarakat yang tidak telibat dalam pelaksanaan tradisi

bakaua adat.

2) Niniak mamak setiap suku (Caniago Bodi, Melayu, Caniago Tanjung

Lolo).

33

Dalam sebuah penelitian data diperoleh dari beberapa orang yang disebut sebagai informan penelitian. Informan penelitian adalah orang yang memberikan data yang terkait tujuan penelitian. Berdasarkan kriteria informan yang telah ditentukan, maka yang menjadi informan penelitian yang mengetahui dan memahami tentang Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi

Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Data Informan Terkait Penelitian Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo No. Nama Jenis Umur Keterangan Pekerjaan Kelamin 1. Suhatri Laki-laki 62 tahun Ninik Mamak Pokisati Caniago Petani Bodi 2. Nasrul S Laki-laki 61 tahun Ninik Mamak Caniago Bodi Petani 3. Safrijal Laki-laki 34 tahun Masyarakat yang pernah ikut Penebang serta dalam pelaksanaan tuhan 4. Misdarman Laki-laki 43 tahun Ketua KAN dan selaku Datuak Toke Lipati Suku Malayu Kayu 5. Lisar Laki-laki 64 tahun Ninik Mamak Langka Batuah Petani Caniago Bodi 6. Firdaus Laki-laki 61 tahun Ninik Mamak Datuak Petani Tambesar Suku Malayu 7. Mulhendri Laki-laki 51 tahun Datuak Rajo Malano Suku Toke Caniago Bodi Kayu 8. Liswardi Laki-laki 60 tahun Ninik Mamak Suku Caniago Petani Tanjung Lolo 9. Intan Suri Perempua 52 tahun Masyarakat yang tidak ikut Petani n dalam pelaksanaan 10. Doslaini Perempua 41 tahun Masyarakat yang tidak ikut Ibu rumah n dalam pelaksanaan tangga 11. Jaanur Dina Perempua 27 tahun Masyarakat yang tidak ikut Ibu rumah n dalam pelaksanaan tangga 12. Zulkifli Laki-laki 65 Tahun Masyarakat yang pernah ikut petani serta dalam pelaksanaan 13. Bapak Laki-laki 42 tahun Wali Nagari Tanjung Lolo Pejabat Efriyon tahun 2014-2019 nagari Sumber: Data Primer 2019

34

Berdasarkan tabel 3.1 alasan pemilihan informan ini adalah benar-benar masyarakat yang mengetahui tradisi Bakaua Adat dan memberikan informasi yang relevan dalam penelitian, sehingga peneliti memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab Tidak

Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan

Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung.

3.3 Jenis Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat nmemberi informasi mengenai data. Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian.

Data dalam penelitian ini di peroleh melalui 2 sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau

sumber pertama di lapangan (Bungin, 2011). Data primer terkait dengan

data yang diperoleh melalui metode pengumpulan data yaitu observasi

dan wawancara mendalam. Data tersebut diperoleh dengan prosedur

metode pengumpulan data selama di lapangan sehingga mendapatkan

data yang valid.

Untuk mendapatkan data yang baik dan akurat peneliti menggunakan

pedoman data wawancara yang telah dipersiapkan oleh peneliti untuk

menjaga serta menjamin jalannya proses wawancara agar berjalan

dengan baik dan normal sehingga menghasilkan jawaban untuk

35

menjawab tujuan penelitian. Selain itu peneliti harus terjun langsung di

lapangan untuk mendapatkan data yang diperlukan.

Adapun yang merupakan data primer dalam penelitian ini adalah

keterangan-keterangan yang di peroleh dari hasil wawancara mengenai

Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di

Nagari Tanjung Lolo yang mana di peroleh dari hasil wawancara dengan

masyarakat maupun Niniak Mamak setempat yang mengetahui tentang

Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di

Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten

Sijunjung.

Bentuk data primer yang peneliti dapatkan dari masyarakat adalah

peneliti mendapatkan data langsung dari informan mengenai Faktor-

faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat melalui

wawancara mendalam yang mana pertanyaannya sudah disiapkan bahwa

ada beberapa faktor-faktor penyebab mengapa tradisi bakaua adat tidak

dilaksanakan lagi dalam beberapa tahun belakangan ini yaitu seperti

ketidakcocokan ninik mamak, dan kesibukan masing-masing ninik

mamak di Nagari Tanjung Lolo.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau

sumber sekunder (Bungin, 2011). Data sekunder terkait dengan data yang

diperoleh melalui data dokumen untuk memperkuat data primer selama

proses penelitian berlangsung.

36

Bentuk data sekunder yang peneliti dapatkan adalah dokumen

relevan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu dalam

bentuk laporan atau dokumen dari pihak-pihak yang berkaitan seperti

profil nagari dan Laporan RPJM nagari dari Kantor Wali Nagari

digunakanuntuk menggambarkan kondisi umum dan lokasi Nagari

Tanjung Lolo yang akan dicantumkan dalam BAB IV penelitian, dan

jurnal atau artikel yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh

peneliti.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia

dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain

pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh karena

itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan

pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan

pancaindra lainnya. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat

diamati oleh peneliti.

Dalam arti bahwa data tersebut dihimpunan melalui pengamatan

peneliti melalui penggunaan pancaindra. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan obsevasi langsung, dimana observasi langsung adalah

pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasikan,

dalam arti bahwa pengamatan tidak menggunakan “media-media transparan”.

37

Hal ini dimaksud bahwa peneliti secara langsung melihat atau mengamati apa yang terjadi pada objek penelitian (Bungin, 2011).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi pada Selasa tanggal 05 Maret 2019 yang secara langsung peneliti terjun kelapangan yaitu di Nagari Tanjung Lolo untuk mendapatkan data. Saat observasi yang peneliti lakukan, peneliti mendatangi Kantor Wali Nagari untuk meminta data yang berkaitan tentang Tradisi Bakaua Adat yang bisa peneliti gunakan dalam pembuatan proposal saat itu. Saat peneliti dalam kantor wali nagari tersebut, peneliti mengamati aktivitas yang dilakukan petugas disana. Dari aktivitas petugas yang peneliti lihat saat itu, petugas di kantor tersebut hanya sibuk dengan berkas-berkas yang akan digunakan untuk perlombaan dan laporan perkembangan nagari saja tidak ada tanda-tanda mereka membicarakan perihal diadakannya tradisi bakaua adat kembali.

Pada tanggal 06 Maret 2019, peneliti kembali melakukan observasi di lapangan, peneliti melihat aktivitas yang dilakukan ninik mamak yang waktu itu sibuk akan pekerjaan masing-masing. Bahkan saat peneliti melakukan penelitian, peneliti tidak menemukan beliau dirumah saat itu karena beliau bekerja hingga malam.

Selain itu, peneliti juga kembali melanjutkan observasi pada tanggal

5 Mei 2019, dimana saat itu adalah saat-saat akan memasuki bulan

Ramadhan. Peneliti ingin melihat apakah saat itu ninik mamak akan kembali berkunjung secara bersama ke rumah kamanakannnya, dan biasanya pada saat berkunjung memasuki bulan Ramadhan ini ninik mamak akan

38

memberitahukan tentang tradisi bakaua adat. Pada saar observasi peneliti mengunjungi 4 rumah saat itu untuk melihat apakah ada nink mamak dan datuk lainnya akan berkunjung seperti biasanya. Namun pada saat peneliti observasi tersebut, tidak ada tanda-tanda para ninik mamak berkunjung saat itu dan kabar mengenai tradisi bakaua adat tersebut.

3.4.2 Wawancara

Metode wawancara juga biasa disebut dengan metode interviu atau disebut sebagai metode wawancara. Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan informan (Afrizal, 2014).

Sebelum peneliti turun kelapangan, maka terlebih dahulu peneliti membuat serangkaian pedoman wawancara untuk membantu peneliti dalam melaksanakan wawancara dengan responden. Tujuannya untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal diluar konteks wawancara dan untuk menjaga stabilitas agar proses wawancara tetap berjalan dengan baik sehingga baik informan maupun peneliti merasa nyaman dalam melaksanakan proses wawancara. Pedoman wawancara tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang mencangkup hal yang ingin ditanyakan pada informan mengenai masalah yang di teliti. Wawancara dilakukan secara keterbukaan agar peneliti dapat mengembangkan hubungan yang baik dengan informan. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap 13 orang Informan. Alat yang digunakan pada saat proses wawancaraa adalah handphone sebagai alat perekam dan pengambilan foto, buku serta pena untuk mencatat hasil wawancara.

39

Salah satu wawancara yang peneliti lakukan dengan salah satu informan pada siang hari dikediaman informan peneliti untuk melakukan wawancara tersebut. Peneliti menanyakan kepada Bapak Suhatri tentang hal yang terkait dengan Tradisi Bakaua Adat dan faktor-faktor yang menyebabkan tidak dilaksanakannya tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung

Lolo. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu informan lainnya pada sore hari, karena informan tersebut ninik mamak yang varu seslai bekerja di sore hari baru lah peneliti bisa melakukan wawancara dengan beliau saat sore hari.

Kendala yang peneliti dapatkan saat melakukan wawancara di lapangan, saat peneliti melakukan penelitian untuk menemui ninik mamak yang memiliki pekerjaan yang hingga malam peneliti benar-benar harus sering-sering mencari waktu kosong beliau yang dikarenakan beliau sibuk dengan pekerjaannya.

Untuk mendapatkan hasil yang baik dan memuaskan, peneliti melakukan wawancara dengan informan dimulai dari tanggal 12 Juni 2019 pada hari Rabu hingga tanggal 18 Juni 2019 pada hari Selasa. Wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal yang di tentukan tersebut peneliti melakukan wawancara dengan 6 orang ninik mamak dan 6 orang masyarakat dan 1 orang pejabat nagari. Pada saat wawancara dengan ke-13 informan tersebut, peneliti menanyakan perihal dengan tradisi bakaua adat, dimulai dari sejarah tradisi bakaua adat tersebut hingga apa Faktor-faktor Penyebab Tidak

Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo saat ini.

40

3.4.3 Studi Dokumen

Studi dokumen atau studi pustaka adalah mencari berbagai litelatur,

hasil kajian atau studi yang berhubungan dengan penelitian yang akan

dilakukan (Martono, 2012). Metode pengumpulan data dokumen untuk

melakukan validitas data yang dikumpulkan dengan melakukan ke studi

pustakaan, hasil penelitian, dan dokumen lainnya. Pengumpulan data

sekunder atau dokumen merupakan pengumpulan data secara tertulis (Afrizal,

2014). Pengumpulan dokumen dalam penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh data berdasarkan data-data nagari dan profil nagari, serta

dokumen-dokumen lainnya berkaitan dengan penulisan sehingga sangat

penting dalam penelitian kualitatif sebagai sumber data.

Dalam melaksanakan studi dokumen, peneliti membaca beberapa

buku yang bisa dikatakan berkaitan dengan penelitian, catatan harian, dan

hasil wawancara. Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan lebih

sempurna dengan melakukan studi dokumen, dengan menggunakan metode

dokumen dalam penelitian ini maka peneliti dapat menampilkan dokumen-

dokumen yang peneliti dapatkan berupa gambar-gambar atau foto-foto pada

saat wawancara berlangsung dengan informan penelitian, dan dokumen yang

peneliti peroleh dari Kantor Wali Nagari berupa Profil Nagari dan RPJM

Nagari yang akan digunakan dalam penyusunan BAB IV.

3.5 Unit Analisis

Unit analisis merupakan satuan yang sangat penting dalam menentukan subjek atau informan penelitian yang akan dilakukan oleh seorang peneliti

41

(Arikunto, 2010). Unit analisis pada penelitian ini berupa kelompok, yaitu, kelompok masyarakat dan ninik mamak di Nagari Tanjung Lolo Kecamatan

Tanjung Gadang Kabupaten Sijunjung.

Unit analisis dalam penelitian meliputi 3 komponen menurut Shadly

(Sugiyono, 2009), yaitu: (1) place, tempat dimana interaksi dalam penelitian berlangsung yaitu di Nagari Tanjung Lolo, (2) actor, pelaku atau orang yang sesuai dengan objek penelitian tersebut yaitu masyarakat dan ninik mamak di

Nagari Tanjung Lolo, (3) activity, kegiatan yang dilakukan aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung yaitu proses wawancara guna untuk mendapatkan informasi mengenai penelitian.

3.6 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan alur pemikiran Miles dan Hurberman (1990: 20), yang dilakukan kegiatan secara bersama. Ini bertujuan memahami mengenai alur kerja dan memperoleh data yang akurat untuk dijadikan sebagai karya ilmiah. Miles dan Hurberman (1992) menegaskan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara siklus, dimulai dari tahap satu sampai tiga, kemudian kembali ketahap satu

(Afrizal, 2014). Berikut proses atau tahap analisis data menurut Miles dan

Hurberman, yaitu sebagai berikut:

3.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar

untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antar metode

mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.

42

Secara umum metode pengumpumpulan data dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu: metode pengamatan langsung, metode dengan menggunakan pertanyaan, dan metode khusus (Nazir, 2009).

Dalam penelitian ini teknik yang peneliti gunakan untuk pengumpulan data yaitu dengan menyiapkan rangkaian pertanyaan yang akan diajukan kepada informan, hasil observasi dan hasil wawancara nantinya yang akan peneliti pilah untuk mendapatkan data yang valid. Selain itu, dokumen yang menjadi pendukung seperti Profil dan RPJM Nagari yang peneliti dapatkan dari pihak Kantor Wali Nagari akan membantu dalam peneliti dalam pengumpulan data yang diperlukan.

3.6.2 Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai kegiatan pemilihan data penting dan tidak penting dari yang telah terkumpul (Afrizal, 2014). Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemfokusan dan penyederhanaan kata-kata kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan (fieldnotn dipahami). Setiap mengumpulkan data ditulis dengan rapi, terinci dan sistematis, kemudian dibaca, dipelajari dan dipahami agar data-data dapat dimengerti.

Pada tahap Reduksi Data, hasil dari wawancara yang telah penulis susun dengan rapi dalam bentuk catatan lapangan peneliti akan melingkari dengan pulpen warna merah atau menandainya dengan menggunkan Stabilo untuk data yang sekiranya penting, bagi data yang sekiranya bisa dijadikan pendukung dalam penelitian akan peneliti tandai dengan menggaris bawahi data tersebut.

43

3.6.3 Penyajian Data

Tahap penyajian data adalah sebuah tahap lanjutan analisis di mana peneliti menyajikan temuan penelitian berupa kategori atau pengelompokan.

Miles dan Hurberman menganjurkan untuk menggunakan matrik dan diagram untuk menyajikan hasil penelitian, yang merupakan temuan penelitian

(Afrizal, 2014).

Penelitian ini menyajikan data dengan berupa rangkaian kata atau hasil dari pernyataan informan sesusai dengan turuan dan rumusan masalah yang telah ditetapkan berupa teks naratif. Untuk data-data pendukung yang peneliti dapatkan dari dokumen RPJM dan Profil Nagari akan bisajikan dalam bentuk tabel seperti jumlah penduduk, tingkat pendidikan, dan temuan lainnya.

3.6.4 Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah suatu tahap lanjutan dimana pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data.

Ini adalah interpretasi peneliti atas temuan dari suatu wawancara atau sebuah dokumen (Afrizal, 2014).

Penarikan kesimpulan peneliti lakukan dengan melakukan veritifikasi dengan membuka kembali hasil catatan dan melakukan analisis data sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian dalam bentuk poin-poin penting nantinya. Selain itu, peneliti juga melakukan diskusi dengan teman sejawad dan dosen pembimbing mengenai hasil lapangan dan melakukan analisis teori.

44

Menurut Miles dan Hurberman, ketiga langkah tersebut dilakukan

atau diulang terus setiap setelah melakukan pengumpulan data dengan teknik

apapun. Dengan demikian, ketiga tahap itu, harus dilakukan terus sampai

penelitian berakhir. Proses analisis data tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut:

Pengumpulan Penyajian Data Data

Reduksi Penarikan Data Kesimpulan

Gambar 3.1 Komponen Analisis Data Model Miles dan Hubermen (2005)

3.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Nagari Tanjung Lolo Kecamatan Tanjung

Gadang Kabupaten Sijunjung, dengan alasan pemilihan lokasi karena daerah tersebut merupakan salah satu nagari yang memiliki tradisi Bakaua Adat, namun dari tahun 2014 hingga saat ini tradisi bakaua adat tidak lagi dilaksanakan oleh masyarakat nagari Tanjung Lolo. Dari 9 nagari yang terdapat pada Kecamatan

Tanjung Gadang hanya nagari inilah yang tidak melaksanakan lagi tradisi bakaua

45

adat hingga saat ini, sedangkan nagari lainnya masih melaksanakannya secara rutin.

3.8 Jadwal Penelitian

Kegiatan penelitian ini di lakukan pada akhir bulan Juni s/d Juli 2019, terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

2019 No Kegiatan Penelitian Juni Juli Agustus 1 Penelitian

2 Analisis Data

3 Bimbingan skripsi

4 Ujian Skripsi

Sumber: Peneliti 2019

Jadwal peneliti untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini dapat terlihat pada tabel 3.2, dimana pada bulan Juni peneliti mulai melakukan penelitian atau turun kelapangan guna untuk mendapatkan informasi atau data yang diingin sesuai dengan tujuan dan rumusan masalah penelitian. Selanjutnya, pada akhir bulan Juni hingga bulan Juli peneliti melakukan bimbingan Skripsi terkait dari data yang didapatkan pada saat melakukan penelitian, sehingga pada awal bulan

Agustus peneliti dapat melakukan ujian skripsi dan dapat melaksanakan wisuda pada bulan Oktober.

46

3.9 Definisi Operasional Konsep

Agar memudahkan dalam memahami judul dan tidak terjadi kesalahan pemahaman dalam memaknai maka penulis akan menjelaskan defenisi operasional hasil penelitian yaitu:

1. Tradisi

Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang sudah sering dilakukan

secara berulang dan turun-temurun oleh sekelompok masyarakat

berdasarkan nilai budaya masyarakat. Tradisi adalah gambaran

bagaimana anggota masyarakat bertindak, bertingkah laku baik dalam

kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal gaib atau

keagamaan. Tradisi itu sendiri dibuat oleh masyarakat dan untuk

masyarakat dalam mengekspresikan kehidupan dan tingkah laku setiap

anggota masyarakat itu sendiri.

2. Bakaua Adat

Bakaua adat adalah upacara syukuran untuk mengungkapkan rasa

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan membayar hutang yang telah

dibuaat sebelumnya dengan menyembelih seekor kerbau engan tujuan

meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar nagari damai, tentram,

tanaman yang ditanam subur dan berbuah lebat, ninik mamak satu

pemikiran dan tidak adanya perselisihan dalam masyarakat. Bakaua adat

itu sendiri dilaksanakan sekali dalam setahun setiap tahunnya yang akan

diikuti oleh seluruh warga masyarakat dan dimeriahkan dengan Alek

Nagari.

47

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Deskripsi lokasi penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang daerah dimana penelitian dilakukan. Gambaran daerah penelitian sebagai penunjang bagi pembahasan hasil penelitian, oleh karena itu deskripsi lokasi penelitian merupakan gambaran awal dari hasil penelitian secara keseluruhan.

Adapun penelitian ini dilakukan di Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung

Gadang, Kabupaten Sijunjung.

4.1 Kondisi Geogarafis Nagari Tanjung Lolo

Nagari Tanjung Lolo merupakan salah satu Nagari di wilayah pemerintahan Kecamatan Tanjung Gadang Kabupaten Sijunjung. Nagari Tanjung

Lolo adalah wilayah yang bisa dikatakan dikelilingi perbukitan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk lahan pertanian atau perkebunan. Nagari

Tanjung Lolo berada pada jalur Jalan Raya Lintas Sumatera yang mana bisa dikatakan sangat trategis. Pemukiman di nagari Tanjung Lolo karena banyaknya lahan pertanian, maka rumah atau tempat tinggal warga ada yang dikelilingi sawah yang membuat pemandangan sekitar tempat tinggal masyarakat menarik.

Untuk menuju Nagari Tanjung Lolo dari Kabupaten jalur yang dilewati tidaklah sulit atau rumit, untuk bisa mencapai Nagari Tanjung Lolo kita bisa menggunakan kendaraan roda 4 maupun roda 2 karena jalur yang dilwati tidak banyak tanjakan dan datar tidak ada jalur yang bertanah atau berkerikil.

47

48

Berdasarkan data yang diperoleh dari RPJM Nagari Tanjung Lolo dari

Kantor Wali Nagari, bahwa Nagari Tanjung Lolo memeliki jarak lebih ± 43 km dari kota Kabupaten. Nagari Tanjung Lolo mempunyai luas wilayah 7.620 Ha dengan keadaan daerah sebagian besar adalah perbukitan yang digunakan oleh masyarakat untuk pertanian dan perkebunan. Terletak 150-200 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 24-34 °C dan curah hujan 375-415 mm.

Potensi sumber air utama berasal dari Sungai Batang Takung yang panjang ± 13 km dengan kedalaman rata-rata 1,5-3 meter, lebar rata-rata 12 meter dan memiliki debit air sebesar 6 m³/detik. Hulu Sungai ini berasal dari Nagari Solok Ambah dan melewati Nagari Tanjung Lolo(RPJM Nagari Tahun 2016-2020).

Secara administrasi Nagari Tanjung Lolo memiliki batas-batas wilayahnya sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sijunjung

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Langki

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Pulasan

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kamang Baru.

Nagari Tanjung Lolo terletak pada ketinggian ± 150-200 dari permukaan laut.

Sehubungan dengan Nagari Tanjung Lolo daerah darat mempunyai areal terluas berupa sawah yaitu ± 369 Ha, kebun/ ladang ± 448 (RPJM Nagari Tanjung Lolo

Tahun 2016-2020).

49

4.2 Kondisi Demografi

Penduduk yang berada di Nagari Tanjung Lolo adalah penduduk pribumi dan penduduk pendatang. Berdasarkan data yang diperoleh dari Nagari Tanjung

Lolo dari Kantor Wali Nagari setempat, pada tahun 2019 jumlah penduduk di

Nagari Tanjung Lolo sebanyak 4.888 jiwa. Dari total penduduk tersebut, penduduk berjenis kelamin Laki-Laki berjumlah 2.436 jiwa dan penduduk berjenis kelamin Perempuan berjumlah 2.452 jiwa. Sementara itu jumlah Kepala

Keluarga di Nagari Tanjung Lolo adalah 1.220 KK (Profil Nagari Tanjung Lolo

Tahun 2019).

4.3 Kondisi Sosial

4.4.1 Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat menurut data terakhir yang penulis peroleh, tingkat pendidikan terendah adalah tamatan dari perguruan tinggi dengan persentase 8% dan tingkat pendidikan lususan terbanyak adalah tamatan SLTP/

SMP dengan persentase 40%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini tingkat pendidikan yang diselesaikan penduduk Nagari Tanjung Lolo sebagai berikut :

Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan

No. Uraian Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. Tamatan Sekolah Dasar 300 36% 2. Tamatan SLTP 304 40% 3. Tamatan SLTA 371 16% 4. Perguruan Tinggi 250 8% JUMLAH TOTAL 2.450 100% Sumber: RPJM Nagari Tanjung Lolo Tahun 2016-2020

50

Dari tabel 4.2 dapat diketahui mengenai jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dimana jumlah penduduk yang tamatan Sekolah Dasar berjumlah 300 jiwa, penduduk yang tamatan SLTP/ SMP berjumlah 304 jiwa, penduduk yang tamatan SLTA/SMA berjumlah 371 jiwa dan jumlah penduduk yang tamatan Perguruan Tinggi berjumlah 250 jiwa. Dari tabel tersebut juga dapat kita lihat bahwa tingkat pendidikan perguruan tinggi jumlah terendah.

Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, alasan yang menjadi faktor masyarakat tidak melanjutkan pendidikannya karena ekonomi, biaya kuliah besar membuat masyarakat dahulunya tidak terlalu berminat untuk melanjutkan kejenjang pendidikan perguruan tinggi, masyarakat yang lulusan dari

SLTA/SMA akan memilih mencari pekerjaan dibandingkan dengan melanjutkan pendidikannya lagi karena mereka beranggapan bahwa perguruan tinggi membutuhkan biaya yang cukup besar.

Namun saat sekarang ini dari hasil observasi yang peneliti lakukan, jumlah masyarakat untuk melanjutkan keperguruan tinggi semakin meningkat dari sebelumnya. Hal ini disebabkan, karena banyaknya beasiswa yang bisa membantu masyarakat untuk bisa melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.

4.4.2 Mata Pencarian

Pada umumnya masyarakat Nagari Tanjung Lolo bermata pencarian sebagai petani karet namun ada juga masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang, pegawai PNS, dan lainnya.

Dibawah ini adalah tabel data kependudukan berdasarkan mata pencarian di Nagari Tanjung Lolo yaitu sebagai berikut:

51

Tabel 4.2 Pekerjaan Penduduk No. Pekerjaan Jumlah 1. Petani Sawah 1.278 Orang 2. Pegawai Negeri 61 Orang 3. Pedagang Swasta 105 Orang 4. Tukang 122 Orang 5. Buruh Tani 369 Orang 6. Aparat Pemerintah Nagari 16 Orang Jumlah 1951 Orang Sumber: RPJM Nagari Tanjung Lolo Tahun 2016-2020

Dari tabel 4.3 dapat diketahui penduduk Nagari Tanjung Lolo memilki profesi yang berbeda-beda. Pada tabel tersebut dapat diketahui ada 6 profesi masyarakat yang ada di Nagari Tanjung Lolo dengan profesi yang paling banyak ditekuni adalah sebagai Petani yang berjumlah 1278 jiwa.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, dimana profesi sebagai Petani di Nagari Tanjung Lolo di bagi 2 lagi yaitu petani karet dab petani sawah. Hasil Pertanian sawah atau padi hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari atau untuk kebutuhan rumah tangga saja, padi hasil dari sawah bisa juga diperjualkan namun hanya untuk hal terdesak saja bagi masyarakat, seperti keperluan sekolah anak atau biaya berobat.

Berbeda lagi dengan hasil petani karet, dimana karet yang telah dipanen atau noreh karet tersebut akan dijual nantinya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya atau bisa dikatakan sebagai sumber pendapatan rumah tangga bagi masyarakat Nagari Tanjung Lolo. Selain noreh karet, masyarakat Nagari Tanjung

Lolo juga ada yang bekerja sebagai butuh tani seperti buruh tani sawah dan ladang. Kebanyakan yang bekerja sebagai buruh tani dan ladang ini kaum perempuan, hal ini mereka lakukan untuk membantu perekonomian suaminya.

52

Karena jika hanya mengandalkan hasil toreh karet saja bagi masyarakat tidak bisa dipedomani, jika cuaca hari hujan maka noreh karet tidak bisa dilakukan bagi petani karet dan pendapatan untuk saat itu tidak bisa mereka terima. Namun jika bagi buruh tani maupun buruh ladang, mereka tetap bisa beketja, asalkan hujan tidak berlangsung dari pagi hingga sore, dan hasil dari buruh tani atau ladang yang mereka lakukan dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Berbeda lagi bagi petani karet, meski hujan hanya turun malam hari saja, tetapi paginya noreh karet tidak bisa dilakuka karena pohon karet tersebut basah.

4.4.3 Agama atau Kepercayaan Agama merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat, karena tanpa agama hidup akan terasa kacau dan tidak terarah. Pada umumnyamasyarakat

Nagari Tanjung Lolo memeluk agama Islam sesuai dengan semboyan “Adat

Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, Sarana peribadatan masyarakat di Nagari Tanjung Lolo berjumlah 25 sarana yang terdiri atas 3

Mesjid yang berada di Jorong Bukit Sabalah, Jorong Pasar Lamo, dan di Jorong

Koto,dan 22 Mushalla/ Surau.Dari 25 sarana peribadatan yang ada di Nagari

Tanjung Lolo dalam kondisi baik atau layak untuk digunakan. Tidak ada satupun terdapat tempat ibadah lain kecuali empat ibadah masyarakat yang beragama muslim di Nagari Tanjung Lolo. Pada umumnya disetiap Mesjid dan Mushallah juga didirikan TPA/MDA bagi anak-anak untuk belajar mengaji dan mendalami agama.

53

4.4 Sarana dan Prasarana Umum Nagari Tanjung Lolo Secara umum prasarana yang ada di Nagari Tanjung Lolo Kecamatan

Tanjung Gadang Kabupaten Sijunjung belum memadai dimana Kantor BPN dan

KAN maupun LPM masih disatukan di dengan Kantor Wali Nagari Tanjung Lolo, sebagai gambaran umum prasarana yang saat ini dapat kami terangkan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Prasarana Nagari Tanjung Lolo No. Prasarana Jumlah Keterangan 1. Kantor Wali Nagari 1 buah Kurang baik 2. Kantor BPN - Numpang 3. Kantor KAN - Belum ada 4. Kantor LPM - Belum ada 5. Kantor PKK - Numpang 6. Taman Kanak-kanak 3 buah Baik 7. Polindes 2 buah Baik 8. Pustu 1 buah Baik 9. Sekolah Dasar 4 buah Baik 10. SLTP 1 buah Baik 11. Paud 4 buah Baik 12. Masjid 3 buah Baik 13. Surau (TPQ/TPSQ) 22 buah Baik 14. Pasar Nagari 1 buah Kurang baik Sumber: RPJM Nagari Tanjung Lolo Tahun 2016-2020

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan di lapangan pada tanggal 05

Maret 2019 hari Selasa, peneliti melihat kondisi Kantor Wali Nagari yang baru selesai renovasi meskipun ukuran kantor tersebut tidak begitu besar namun kondisinya saat ini cukup baik meski perlu beberapa renovasi lagi untuk kantor tersebut. Dan di samping kantor wali nagari terdapat sebuah mesjid yang cukup besar dan sangat strategis letaknya yng berada di pinggir Jalan Lintas Sumatera yang bisa kapan saja digunakan oleh pengendara jauh untuk menunaikan sholat di

54

mesjid tersebut. Mesjid dan kantor wali nagari terletak di Jorong Koto, kondisi mesjid cukup baik karena juga sudah dilakukan renovasi. Selama observasi berlangsung, kegitan LPM, PKK, maupun KAN tidak ada peneliti temukan saat itu.

Pada tanggal 06 Maret 2019 hari Rabu, peneliti kembali melakukan observasi kepasar yang selalu dijadikan sarana untuk jual beli kebutuhan bagi masyarakat Nagari Tanjung Lolo. Lokasi pasar terletak di Jorong Pasar Baru, dan agak kedalam lokasinya dari Lintas Sumatera. Kondisi pasar kurang baik dan tidak terlalu luas, namun untuk lokasi parkiran tidak ada dan masih menggunakan jalur kendaraan yang menyebabkan macet. Selain itu, pasar tersebut adalah tempat dilaksanakan Makan Bajamba acara Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo.Dimana setiap pelaksanaan Tradisi Bakaua Adat acara Makan Bajamba selalu dilaksanakan di pasar tersebut, karena tempat yang biasa digunakan untuk jualan baju bagi para penjual bisa digunakan sebagai tempat duduk untuk para tamu dan ninik mamak dengan beralaskan tikar.

4.5 Sistem Pemerintahan Nagari Sistem Pemerintahan Nagari Tanjung Lolo masih sama dengan sistem pemerintahan di nagari lainnya yaitu dipimpin oleh Wali Nagari serta dibantu oleh perangkat wali nagari lainnya yang ikut dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pemilihan Wali Nagari diambil dari hasil pemungutan suara dari masyarakat.Dalam melaksanakan tugas nagari, wali nagari akan di bantu oleh perangkat nagari yang telah dipilih untuk bisa memudahkan pekerjaan dan menciptakan nagari yang aman, damai dan sejahterah. Nagari Tanjung Lolo saat

55

ini di pimpin oleh bapak Afriyon Misra yang mulai menjabat pada tahun 2014 hingga 2019. Sebelum bapak Afriyon menjabat, Nagari Tanjung Lolo dipimpin oleh bapak Kharfis Jaya Monti Marajo yang menjabat dari tahun 2009 hingga

2014 lalu.

Nagari Tanjung Lolo berdasarkan data dari RPJM Nagari yang peneliti peroleh merupakan salah satu Nagari dari 9 Nagari yang ada di Kecamatan

Tanjung Gadang yang terbagi dalam 6 Jorong yaitu:

1. Jorong Bukik Sabalah

2. Jorong Pasar Baru

3. Jorong Pasar Lamo

4. Jorong Tanjung Medan

5. Jorong Koto

6. Jorong Batang Dikek

Setiap jorong dipimpin oleh Kepala Jorong yang dibantu oleh juru Tata

Usaha Jorong, dan Kepala Jorong bertanggung jawab langsung kepada Wali

Nagari.

4.6 Topografi

Topografi secara ilmiah artinya adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal (Ilmu Pengetahuan

56

Sosial). Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis lahan, seperti tinggi rendahnya sebuah permukaan.

Nagari Tanjung Lolo terletak di jalur Lintas Sumatera dengan dikelilingi perbukitan dengan hutan yang rimbun membuat udara sekitar sejuk. Jalur yang dilaluipun sangat bagus, jalanan untuk dilewati menuju Nagari Tanjug Lolo relatif mudah dan aman karena jalan yang ditempuh datar dan bisa menggunakan kendaraan berroda dua maupun beroda empat, jalanan tidak begitu banyak tanjakannya.disepanjang jalan akan kita temukan bukit-bukit yang cukup tinggi di sekatr wilayah tersebut.

Wilayah Nagari Tanjung Lolo berupa bentangan alam yang terdiri dari dataran rendah dengan luas sekitar 781 Ha dan perbukitan dengan luas sekitar

7.620 Ha. Nagari ini cukup subur, dimana tanaman apa saja dapat tumbuh, baik tanaman padi, perkebunan, hutan serta perut buminya yang mengandung barang tambang seperti batu bara, biji besi, batu semen dan emas.

Keberadaan Sungai Batang Takung yang secara terus menerus mengalir membuat lahan di Nagari ini cukup sesuai untuk jenis tanaman padi sawah dengan metode penyaluran air dari sungai ke sawah mempergunakan teknologi sederhana, yaitu kincir air namun relatif cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan air persawahan.

4.7 Sistem Sosial Masyarakat Tanjung Lolo

Di Nagari Tanjung Lolo, masyarakat masih hidup bergotong royong dalam melakukan beberapa kegiatan. Seperti mengadakan syukuran akiqah ataupun

57

acara pernikahan, masyarakat akan bergotong royong dalam melakukannya.

Maksudnya, ibu-ibu akan bersama-sama memasak sendiri hidangan yang akan disajikan dalam acara tersebut, dan untuk mencari sayuran lainnya yang bisa dipetik atau diambil di hutan maka para laki-laki lah yang akan bekerjasama untuk mencarinya.

Di Nagari Tanjung Lolo juga memiliki beberapa aturan yang harus dipatuhi, seperti adanya lubuk larangan. Ikan yang ada dalam lubuk larangan tersebut tidak boleh ditangkap sebelum waktunya, jika ada yang melanggar aturan tersebut maka akan ada ganjaran yang diterima oleh pelakunya. Dalam sistem pemerintahan nagari di Nagari Tanjung Lolo, untuk pemilihan wali nagari masih sama dengan nagari lainnya yaitu dengan pemungutan suara terbanyak.

4.8 Sistem Kebudayaan

Nagari Tanjung Lolo juga memiliki beberapa kebudayan atau kesenian, seperti Bakaua Adat yang sudah berlangsung sejak nenek moyang terdahulu, tari randai, dan setiap lebaran ninik mamak dan cucu kamanakan akan melakukan makan bersama setiap sukunya. Tradisi Bakaua Adat yang menjadi salah satu potensi di Kabupaten Sijunjung ini juga dilaksanakan di Nagari Tanjung Lolo sejak nenek moyang terdahulu, meskipun beberapa tahun belakangan tradisi tersebut tidak dilaksanakan lagi namun itu adalah salah satu kebudayaan di nagari tersebut.

Selain Tradisi Bakaua Adat, juga ada Tari Randai yang diikuti oleh kalangan pemuda Nagari Tanjung Lolo baik itu masih SD, SMP, ataupun SMA.

58

Tari randai ini akan ditampilkan setiap ada acara di Nagari Tanjung Lolo seperti acara pernikahan, syukuran, ataupun acara resmi di permerintahan nagari. Tari randai ini akan melakukan latihan 2 kali dalam seminggu secara rutinnya.

Meskipun hanya latihan saja namun masyarakat tetap ramai untuk menyaksikan latihan tersebut yang rutin dilaksanakan setelah siap sholat magrib mengingat yang ikut serta kebanyakan dari yang masih bersekolah. Namun beda jika latihan pada malam minggu, latihan akan dilakukan agak lebih lama dari latihan di hari lainnya, karena hari minggunya peserta tari randai tidak takut untuk terlambat kesekolah karena hari libunya.

Tidak hanya Tari Randai saja, Makan Basamo setiap suku juga sering dilaksanakan di Nagari Tanjung Lolo. Bedanya Makan Basamo ini akan dilaksanakan persuku dari masyarakat tersebut. Seperti, Suku Melayu akan melaksanakan makan bersama dengan cucu kamanakannya di tempat yang menurut mereka bisa menampung banyak, atau tempat yang telah mereka rundingkan begitu juga dengan suku lainnya. Biasanya makan basamo ini akan dilaksanakan sehari setelah hari Raya Idul Fitri berlangsung.

59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam BAB V ini menjelaskan mengenai temuan data yang didapatkan selama peneliti melakukan penelitian. Data penelitian berupa informasi-informasi yang diperoleh melalui observasi serta wawancara mendalam dengan informan penelitian. Selain itu, peneliti juga memperoleh data melalui studi dokumen untuk membantu melengkapi data sehingga data yang diperoleh dapat valid da pertanyaan penelitian dapat terjawab. Data yang didapatkan disampaikan dalam bentuk kata-kata. Berdasarkan temuan data yang didapatkan dilapangan, berikut ini hasil dan pembahasan dalam penelitian.

5.1 Gambaran Umum Tradisi Bakaua Adat Nagari Tanjung Lolo

5.1.1 Sejarah Mula Adanya Tradisi Bakaua Adat Nagari Tanjung Lolo

Berdasarakan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Suhatri pada tanggal 12 Juni 2019, Tradisi Bakaua Adat ini dibuat oleh nenek moyang terdahulu di nagari Tanjung Lolo tersebut. Dimana pada saat dahulu di nagari tersebut orang yang tinggal tidak sebanyak saat sekarang ini sangat sulit untuk bisa menemukan yang lainnya. Adapun masyarakat yang tinggal dinagari tersebut memiliki jarak tempat tinggal yang cukup jauh untuk ditempuh, dan transportasipun belum ada saat dahulu juga sangat menyulitkan untuk bertemu dengan masyarakat lainnya hanya berjalan kaki agar bisa menemui yang lainnya.

Nenek moyang terdahulu yang tealah dilatih dan dipilih mulai menyusun nagari

59

60

dan tradisi maupun kebudayaan yang akan diadakan di Nagari Tanjung Lolo tersebut.

Nenek moyang pada saat dahulu berkeliling untuk mengumpulkan setiap warga yang ia temukan. Tujuan Beliau berkeliling, karena dahulu warga di Nagari

Tanjung Lolo masih belum maju, atau memiliki jarak rumah yang sangat jauh dari rumah yang satu ke yang lainnya. Dikarenakan untuk menyampaikan apa yang telah beliau susun tentang tradisi tersebut, maka dari itu beliau berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya hanya untuk mengumpulkan semua warga. Setelah semua warga telah berkumpul, maka beliau mulai menjelaskan maksud dari berkumpulnya dan beliau mulai membagi warga atas 3 suku yaitu Suku Caniago

Bodi, Suku Malayu, dan Suku Caniago Tanjung Lolo.

Setelah terbaginya suku tersebut, maka dijelaskanlah tentang Bakaua Adat tersebut yang mana akan diadakan setiap tahunnya dengan menyembelih satu ekor kerbau yang akan dimasak nantinya dan dinikmati bersama-sama. Melaksanakan

Bakaua Adat tersebut sebagai bentuk syukur kita kepada leluhur akan apa yang telah kita dapatkan, padi bagus buah-buahan berbuah lebat, ninik mamak dan kamanakan saiyo sakato dan tidak adanya pertikaian selalu damai nagari ini. Jika tidak dilaksanakan tradisi bakaua adat tersebut, masyarakat percaya akan adanya bencana yang datang seperti hasil panen jelek dan hal-hal lainnya. Bakaua adat ini tidak dapat diketahui tahun berapa dimulainya, namun tardisi ini sudah benar- benar berlangsung dari nenek moyang terdahulu ada hingga saat ini hingga tahun

2014 lalu.

61

Hal ini juga dijelaskan oleh salah satu informan peneliti pada tanggal 15

Juni 2019 yaitu Bapak Lisar Langka Batua selaku Niniak Mamak Suku Caniago

Bodi, sebagai berikut:

“...Bakaua adat ko alah ado dari dahulunyo sajak niniak moyang wak dulu, beliaulah yang menyusunnyo. Untuk manyampaian tentang bakaua itu, beliau bajalan dari ciek tampek ka tampek lain mancari urang atau warga wak ko, ngapo beliau mancari urang-urang tasabuik dikaranokan dahulu rumah urang tingga tu jauh-jauh jaraknyo. Lah bakumpua sadonyo barulah baliau manyampaian maksud baliau, sudah tu baliau mambagi awak ko atas tigo suku yaitu suku Caniago Bodi, Suku Malayu, dan suku Caniago Tanjung Lolo. Dan disampaikan pulo lah bahwasonyo bakaua adat ko diadoan sakali dalam satahun, dengan mambayia saikuak kabau.” Artinya:

“...Bakaua Adat ini sudah ada semenjak nenek moyang kita terdahulu, yang mana beliaulah yang menyusunnya. Untuk menyampaikan tentang bakaua adat tersebut, beliau berjalan dari satu tempat ketempat lainnya untuk mengumpulkan warga atau orang di nagari tersebut. Kenapa beliau harus mencari warga tersebut, dikarenakan dahulu orang yang tinggal dinagari tersebut tidak berada satu tempat melainkan jarak yang jauh-jauh. Dengan terkumpulnya semua warga baru lah beliau menyampaikan maksud beliau, setelah itu beliau membagi warga atas 3 suku yaitu Suku Caniago Bodi, Suku Malayu, dan Suku Caniago Tanjung Lolo. Dan disampaikan bahwa bakaua adat ini diadakan sekali dalam setahun dengan menyembelih seekor kerbau.” Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Lisar diatas, dapat dilihat adanya kesamaan yang menyebutkan tentang sejarah mulanya Bakaua Adat tersebut. Bahwa Tradisi Bakaua Adat ini sudah ada sejak nenek moyang terdahulu dan menurunkan hal tersebut kepada masyarakat, nenek moyang terdulu berkeliling dari satu tempat ketempat lainnya untuk mengumpulkan masyarakat hingga terbaginya masyarakat atas 3 suku dan menjelaskan pelaksanaan Tradisi

Bakaua Adat tersebut.

62

Jawaban yang sama dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Lisar diatas juga disampaikan oleh Bapak Zulkifli pada tanggal 19 Juni 2019 selaku

Masyarakat di Nagari Tanjung Lolo yang merupakan salah satu informan peneliti, yaitu sebagai berikut:

“Nagoghi ko dahulunyo lah dibuek dek ninik mamak dan datuak tadahulu atau niniak moyang wak tadahulu, uwang yang ado di nagoghi ko dak banyak dulunyo, bisa wak sabuik ciek tompek ado agak barapo uawang jo. Bak kato Nan Timbua Di Nan Galombang, Hilang Di Sapocong dimano ciek makasuiknyo. Niniak moyang wak dulu atau datuak tadahulu yang lah talatiah mulai mangumpuan uwang ko sampai sadonyo bakumpua ditompek yang lah batantuan, baliau mulai manyampaian makasuik nyo mangumpuan uwang ko yaitu untuak manyusun nagoghi ko. Satalah tasusunnyo nagoghi ko masyarakat wak ko dibagi jadi 3 suko, yaitu suku malayu, suku caniago bodi, jo suku caniago tanjung lolo. Satalah tasusunyo nagoghi ko, mangko disitulah dimulainyo bakaua adat ko disampaian bahwa karano alah tasusunnyo nagaoghi ko kito maminta kapado tuhan atau yang gaib untuk nagoghi ko.” Artinya: “Nagari ini dahulu telah dibuat oleh datuak terdahulu atau nenek moyang kita terdahulu, warga yang ada di nagari ini tidak banyak dahulunya, bisa dikatakan disatu tempat ada beberapa saja. Seperti dalam istilahnya Nan Timbua Di Nan Galombang, Hilang Di Sapocong yang mana satu maksudnya. Nenek moyang kita dahulu atau datuak yang telah terlatih mulai mengumpulkan warga tersebut hingga pada saat semua berkumpul ditempat yang disepakati, beliau mulai menyampaikan maksud ia mengumpulkan warga yaitu untu menyusun nagari ini. Setelah tersusunya nagari dan warga dibagi atas 3 suku, yaitu Suku Caniago Bodi, Suku Malayu, dan Suku Caniago Tanjung Lolo. Stelah tersusunnya nagari tersebut, maka disitulah dimulainya bakaua adat dikatakan bahwa karena sudah tersusunnya nagari kita meminta kepada tuhan atau yang gaib untuk nagari ini.” Jawaban yang sama juga peneliti dapatkan dari salah satu informan yaitu

Bapak Misdarman Datuak Lipati (45 tahun) pada tanggal 17 Juni 2019 selaku ketua KAN dan Datuak Suku Malayu, sebagai berikut:

“Bakaua Adat ko dulu dibuek dek niniak moyang wak dahulu, beliau bajalan ka ciek tompek ka tompek lain untuk mancayie urang. Padahal

63

uwang kek dulu ko tingga jauh-jauh umanyo, tapi baliau bajalan jo taruih sampai sado e bakumpua. Lah bakumpua kasodonyo, beliau jalehan lah mangapo baliau mangumpuan uwang kasadonyo yaitu manyampaian tantang bakaua adat yang mano beko diadoan sakali satahun dengan mambayia saikuak kabau bekonyo. Sudah itu baliau mambagi atas tigo suku di nagoghi Tanjung Lolo ko yaitu Suku Caniago Bodi, Suku Malayu, jo Suku Caniago Tanjung Lolo.” Artinya:

“Bakaua Adat ini dahulu dibuat oleh nenek moyang kita terdahulu, beliau berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencari orang atau warga. Padahal orang waktu dahulu tempat mereka tinggal memiliki jarak yang jauh-jauh, tetapi beliau berjalan terus sampai semua orang berkumpul. Dengan berkumpulnya semuanya, beliau jelaskanlah mengapa beliau mengumpulkan semua orang yaitu menyampaikan tentang bakaua adat yang mana nantinya akan diadakan setiap satu kali dalam setahun denga membayar satu ekor kerbau. Setelah itu, beliau membagi atas tiga suku di ngari Tanjung Lolo Tersebut yaitu Suku Caniago Bodi, Suku Melayu, dan Suku Caniago Tanjung Lolo.” Berdasarkan dari hasil wawancara peneliti dengan bapak Zulkifli dan

Bapak Misdarman diatas, diketahui bahwa adanya kesamaaan dalam penjelasan tentang sejarah bakaua adat ini terbentuk. Bahwa, warga di Nagari Tanjung Lolo dahulunya tidak banyakdan tingal ditempat yang memiliki jarak yang berjauhan untukk itulah nenek moyang terdahulu mengumpulkan warga dengan berkeliling dari satu tempat ketempat lainnya demi menjelaskan susunan nagari dan tentang tradisi bakaua adat yang telah beliau susun. Maka semenjak itulah tradisi bakaua adat ini selalu dilaksanakan setiap tahunnya di Nagari Tanjung Lolo dengan maksud sebagai ucapan syukur kepada tuhan dan nenek moyang terdaulu.

Tradisi Bakaua Adat adalah sebuah tradisi yang berasal dari Kabupaten

Sijunjung, dimana hampir disetiap nagari yang berada di Kabupaten Sijunjung melaksanakan tradisi Bakaua Adat ini. Tradisi Bakaua Adat itu sendiri yaitu acara

64

ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah diberikanNya, dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk ketentraman, perlindungan, serta hasil panen padi maupun buah-buahan melimpah. Tradisi Bakaua Adat ini bertujuan untuk meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar nagari damai dan sejahtera, panen padi baik, buah-buahan lainnya melimpah.

Hal tersebut juga dijelaskan oleh salah satu informan peneliti yaitu Bapak

Suhatri Pakiasati (62 Tahun) pada tanggal 12 Juni 2019 selaku Niniak Mamak dari Suku Caniago Bodi Nagari Tanjung Lolo, sebagai berikut:

“...Bakaua adat ko sabanaunyo maminta ka Tannallah atau ka yang gaib, supayo nagoghi ko damai, salamaik kasodonyo, hasil panen malimpah, yang bahasonyo kok padi manjadi kok jaguang mamutiah, detu ndak a dan nak tajauh wak ndak a jak sagalo mara bahayo. Bakaua adat ko sabanaunyo batujuan untuk mambayia kaua awak ka nan gaib, agar nagoghi wak selamat, damai taruih dan hasil buah-buahan wak ancak ndak a, itu yang bakaua tu.” Artinya: “...Bakaua Adat ini sebenarnya meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atau ke yang gaib, supaya nagari ini damai, selamat semuanya, hasil panen malimpah, yang biasa disebut agar padi bagus dan jagung atau buahan- buahan lainnya melimpah, seperti itu yang diinginkan, dan agar nagari terjauh dari segala malapetaka atau bahaya. Bakaua Adat ini sebenarnya bertujuan untuk membayar hutang atau nazar yang telah diucapkan kepada yang gaib, agar nagari kita selamat, damai terus dan tanaman apapun bagus terus, itulah yang disebut Bakaua Adat.” Tradisi Bakaua Adat ini dilaksanakaan setiap satu kali dalam setahunnya, dimana tradisi ini akan dilaksanakan setelah warga memulai masuk kesawah.

Tradisi Bakaua Adat tidak hanya sekedar upacara syukuran saja, namun juga sebagai bentuk pembayaran janji atau hutang telah dibuat sebelumnnya yaitu dengan menyembelih kerbau tersebut. Sebelum berlangsungnya Tradisi Bakaua

65

Adat ini, akan ada beberapa proses yang harus dilaksanakan agar pelaksanaan

Tradisi Bakaua Adat ini berlangsung dengan baik.

5.2 Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di

Nagari Tanjung Lolo

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan penulis melakukan reduksi data dengan membuka kembali catatan lapangan dan hasil wawancara peneliti dengan informan yang mana penulis menemukan ada beberapa faktor yang menyebabkan tardisi Bakaua Adat tidak dilaksanakan lagi di nagari Tanjung

Lolo. Faktor-faktor penyebab tradisi Bakaua Adat tidak dilaksanakan lagi yaitu sebagai berikut:

5.2.1 Perbedaan Pendapat Ninik Mamak Dalam Musyawarah

Tradisi Bakaua Adat ini selalu diadakan satu kali dalam setahun itu sudah berlangsung dari nenek moyang terdahulu ada. Namun mulai tahun 2015 lalu Tradisi Bakaua Adat tidak lagi dilaksanakan. Salah satu faktor tradisi Bakaua

Adat ini tidak lagi dilaksanakan di Nagari Tanjung Lolo yaitu karena adanya perbedaan pendapat antara ninik mamak tersebut dalam bermusyawarah.

Sedangkan yang kita ketahui, bahwa tradisi Bakaua Adat ini akan terlaksana berdasarkan kesepakatan dari 15 Ninik Mamak dari 3 suku yang ada di Nagari

Tanjung Lolo.

Hal ini diperjelas dengan apa yang disampaikan oleh salah satu informan peneliti yaitu ibu Intan Suri (52 tahun) salah satu warga Nagari Tanjung Lolo, sebagai berikut:

66

“...Bakpo kabajalan bakaua diawak ko, niniak mamak jo ndak cocok do dak sapaham e do. Nyo niniak mamak de yang dapek manantuan bilo wak maadoan bakaua de, ko niniak mamak ndak sapaham do.” Artinya:

“...Bagaimana akan berjalan bakaua adat di nagari ini, ninik mamak saja tidak cocok tidak satu pendapat. Ninik mamaklah yang dapat menentukan kapan dilaksanakannya, tapi ninik mamak kita tidak sepemikiran.” Dari hasil wawancara dengan ibu Suri dapat diketahui bahwa Bakaua

Adat di Nagari Tanjung Lolo tidak dilaksanakan dikarenakan ketidakcocokan atau perbedaan pendapat antara ninik mamak. Maksudnya, ketidakcocokokan dilihat dari bagaimana Ninik Mamak tersebut saling menyampaikan pendapatnya masing- masing namun masing-masing dari mereka ada yang tidak setuju dengan pendapat ninik mamak yang lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa ditemukan ketika tradisi bakaua adat ini tidak dilaksanakan atau tidak dilakukan lagi, yang awalnya disebabkan oleh perbedaan pendapat antara ninik mamak dalam hal menyampaikan argumen. Faktor-faktor yang menjadi perbedaan pendapat antara datuak suku maupun ninik mamak tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Jumlah Iuran dan Pembelian Kerbau

Salah satu masalah yang sering dijadikan perdebatan pada saat rapat yaitu masalah iuran yang diperuntukan setiap kepala keluarga nantinya untuk membeli kerbau yang akan disembelih. Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti dapatkan, masalah iuran yang akan diperuntukan kepada kamanakannya untuk membeli kerbau, dimana ninik mamak dari suku melayu menyampaikan pendapatnya bahwa iuran untuk perkepala keluarga diminta sebanyak Rp. 500,000

67

dengan maksud agar uang untuk pembelian kerbau banyak, namun hal itu di tolak oleh ninik mamak Suku Caniago Bodi dan Suku Caniago Tanjung Lolo, karena bagi mereka iuran dengan jumlah Rp. 500,000 terlalu besar dan akan memberatkan kamanakan cukup Rp. 200,000 perkepala keluarga (KK) saja agar mereka tidak keberatan karena bagi mereka tidak semua kamanakan yang bisa membayar jumlah besar tersebut meskipun dengan mencicil. Masalah iuran ini nantinya akan berkaitan dengan jumlah kerbau yang akan dibeli persukunya.

Perbedaan pendapat dalam jumlah kerbau hampir sama halnya dengan masalah uang iuran tadinya, karena salah satu dari mereka menginginkan kerbau yang mereka beli berlebih dari suku lainnya.

Dari hasil penelitian yang peneliti dapatkan, bahwa dalam pelaksanaan tradisi bakaua Adat nantinya akan disembelih 1 ekor kerbau, namun kerbau tersebut tidak hanya dibeli satu ekor saja namun lebih dengan alasan untuk kamanakan nantinya disaat Makan Bajamba. Namun pembelian kerbau untuk setiap suku sering jadi permasalahan jumlahnya. Menurut Ninik Mamak Suku

Caniago Tanjung Lolo menginkan membeli kerbau dengan jumlah lebih dari 3 dengan alasan jumlah kamanakan di suku mereka banyak, namun hal itu ditolak oleh Suku Caniago Bodi karena menurut mereka membeli kerbau dengan jumlah yang sama akan adil nantinya dan tidak terlihat meninggi, jika saat Makan

Bajamba suku lain ada yang kekurangan akan dibagi oleh suku lainnya untuk menjaga ikatan antar suku dan silahturahmi dalam nagari antar suku.

68

Hal ini dapat diperjelas dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu informan yaitu Bapak Misdarman Datuak Lipati (45 tahun) pada tanggal 17 Juni

2019 selaku ketua KAN dan Datuak Suku Malayu, yaitu sebagai berikut:

“...Ndak cocoknyo tu dalam manyampaian pandapeknyo, Masalah barapo ikuak bali kabaunyo. Suku Caniago Bodi mangusulan ndak usah bali banyak bana kabau 2 atau 3 alah jadi ma masing-masing suku katonyo, tapi dek Suku Malayu maminta labiah alasannyo Suku Malayu banyak jadi masalah lo. Kan apo salahnyo samo rato sajo bia adil dan dak ado yang baketek hati”. Artinya:

“...Tidak cocoknya itu dalam penyampaian pendapatnya, saat itu yang jadi masalah adalah uang. Masalah berapa ekor kerbau yang akan dibeli. Suku Caniago Bodi mengusulkan bahwa tidak usah membeli banyak kerbau cukup 2 atau 3 saja untuk masing-masing suku. Tetapi Suku Melayu meminta untuk beli kerbau lebih dengan alasan jumlah Suku Melayu banyak itu yang jadi masalah. Apa salahnya sama rata saja biar adil dan tidak ada yang berkecil hati.” Hal yang sama juga disampaiakan oleh salah satu informan peneliti yaitu

Ibu Dosnaili selaku masyarakat di Nagari Tanjung Lolo mengatakan bahwa masalah pembelian kerbau juga pernah diperdebatkan oleh ninik mamak, yaitu sebagai berikut:

“...Setahu etek, pernah waktu tu etek dangan kalau masalah bali kobau. Mungkin ado suku yang nak boli kobaunyo lobiah nde dek kanakan e banyak, pokoknyo ado yang nak bali kabau lobiah dari kawan yang lain detu tahu dek etek.” Artinya: “...Setahu saya, pernah waktu itu saya dengar kalau masalah beli kerbau. Mungkin ada suku yang ingin beli kerbaunya dengan jumlah lebih karena kamanakannya yang banyak, pokonya ada yang beli kerbau lebih dari teman yang lain itu yang etek tahu.” Dari jawaban bapak Misdarman dan ibu Dosnaili diatas bisa dilihat bahwa perbedaan pendapat di antara ninik mamak itu juga terlihat dari pendapat yang

69

mereka sampaikan dalam hal pembelian jumlah kerbau. Untuk terlaksananya tradisi Bakaua Adat kerbau juga salah satu syarat pelaksanaannya, karena itu jumlah kerbau untuk masing-masing suku harus ditentukan dengan baik dan bijak.

Menurut Bapak Misdarman, karena permasalahan tersebut acara bakaua adat sempat tertunda karena harus mencari kepastian mengenai jumlah kerbau yang harus dibeli, dan sejak itu ninik mamak di ajak berkumpul akan selalu menolak.

b. Permasalahan Dalam Memimpin Pelaksanaan Acara

Tidak hanya malah iuaran dan jumlah kerbau saya yang sering dipermasalahkan dalam rapat tersebut. Bahkan dalam hal ingin memimpin pun menjadi permasalahan antar ninik mamak tersebut. Memimpin maksudnya disini adalah yang mengatur secara keseluruhan dalam proses pelaksanaan tradisi

Bakaua Adat ini.

Seperti dalam hal yang memimpin pelaksanaan tradisi Bakaua Adat nantinya, salah satu dari 15 Ninik Mamak ini ingin memimpin berjalannya pelaksanaan tradisi tersebut nantinya, tapi beda lagi dengan pendapat ninik mamak lainnya yang berfikiran jika mereka lebih baik memimpin bersama-sama agar pekerjaan akan terlaksana dengan baik.

Hal ini dapat dapat diperjelas dari wawancara dengan salah satu informan yaitu bapak Firdaus (61 tahun) selaku Ninik Mamak Suku Melayu, yaitu sebagai berikut:

“...Bakpo ka bisa dapek kaputusannyo, kalau pas mufakat tu nak monang suwang-suwang jo. Bekko dak, suku malayu nak nyo yang mimpin tu, tapi suku caniago tanjung lolo jo suku caniago bodi lah nak nyo lo yang

70

mimpin kecek nyo, jadi bak a ka ma ambia kaputusan lai kalau dak ndak namua saling mandangaan pandapek kawan.” Artinya:

”...Bagaimana bisa mendapatkan keputusannya. Kalau saat musyawarah dilaksanakan mau menang sendiri-sendiri saja. Nanti itu, suku malayu pengen dia yang mimpin, suku caniago tanjung lolo dan suku caniago bodi mau dia juga yang mimpin, jadi bagaimana mau dapat keputusan kalau tidak mau saling mendengarkan pendapat teman.” Dari hasil wawancara dengan Bapak Firdaus dapat dilihat bahwa Ninik

Mamak saling menyampaikan pendapat masing-masing namun tidak mau kalah dalam argumennya untuk bisa memimpin dalam musyawarah tersebut. Dalam pelaksanaan tradisi Bakaua Adat ini, akan lebih bagus jika dikerjakan bersama- sama, selain itu dalam struktur ninik mamak dan penghulu masing-masing datuak sudah memiliki perannya masing-masing. Karena tidaklah mudah untuk mengatur dan menjalankan semuanya sendiri, karena tidak hanya satu atau dua kamanakan yang harus mereka atur melainkan lebih dari 10 kamanakan. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti dapatkan, dalam menyelesaikan masalah iuran dan pembelian kerbau hingga permasalahan dalam kepemimpinan pelaksanaan akan didapatkan keputusannya setelah 3 hingga 4 kali berlangsungnya rapat.

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa salah satu yang menjadi faktor tidak dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat ini yaitu perbedaan pendapat diantara ninik mamak dalam musyawarah baik itu dalam masalah iuran yang diperuntukan untuk kamanakan bahkan jumlah kerbau yang akan dibeli. Jika dilihat dari teori yang dikemukan Herbert Spencer, faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada masyarakat Nagari Tanjung Lolo jika dikaitkan dengan teori dan permasalahan ini yaitu karena faktor dari dalam masyarakat atau

71

individu yaitu adanya perbedaan pendapat dalam masyarakat yang menyebabkan terjadinya konflik. Konflik bisa terjadi antar individu dengan individu kelompok dengan individu, kelompok dengan kelompok. Dan dalam hal ini konflik tersebut terjadi karena danya perbedaan pendapat antar individu dengan individu.

5.2.2 Kesibukan Dalam Bekerja

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk mendapatkan hasil berupa uang yang akan dipergunakan sehari-hari oleh manusia.

Di Nagari Tanjung Lolo, masyarakat memilki beragam pekerjaan yang dapat membuat masyarakat sibuk dan terkadang melupakan hal-hal lainnya. Datuak maupun Ninik mamak di Nagari Tanjung Lolo juga memilki pekerjaan mereka masing-masing, ada yang bekerja sebagai ada yang sebagai toke kayu, ada yang sebagai petani.

Pekerjaan atau kegiatan masing-masing bisa menjadi salah satu faktor yang menjauhkan kita dari hal-hal lainnya. Seperti halnya dalam tradisi Bakaua

Adat di Nagari Tanjung Lolo, bahwa kesibukan dalam pekerjaan yang dimiliki oleh Datuak maupun Ninik Mamak saat ini membuat beliau jarang ada waktu untuk bisa berkumpul membahas pelaksanaan tradisi atau kesenian nagarinya, yaitu salah satunya tradisi Bakaua Adat. Karena, dalam pengambilan keputusan pelaksanaan tradisi Bakaua Adat ini harus disetujui oleh semua Ninik Mamak setiap suku (Suku Melayu, Suku Caniago Bodi, dan Suku Caniago Tanjung Lolo) dan jika ada salah satu dari Ninik Mamak tidak hadir maka musyawarah akan di

72

undur karena ingin menghargai keputusan yang lainnya. Namun, saat ini Ninik

Mamak banyak yang tidak ada waktu untuk berkumpul karena kesibukan pekerjaannya masing-masing.

Seperti yang kita ketahui, aktivitas dalam bekerja biasanya dilakukan pada siang hari. Di siang hari akan bisa kita lihat banyaknya masyarakat yang mulai dengan aktifitasnya masing-masing begitupun dengan Ninik Mamak di

Nagari Tanjung Lolo yang mana sebagian dari mereka juga melaksanakan tugasnya di siang hari. Karena kesibukan dalam bekerja yang dilakukan di siang hari maka akan sangat sulit bagi Ninik Mamak untuk berkumpul semuanya, dan mungkin mereka akan melaksanakan musyawarah pada malam hari. Namun dari hasil penelitian yang peneliti dapatkan, bahwa malam hari pun saat sekarang ini juga susah bagi mereka berkumpul. Ada pun yang bisa hadir hanya 5 taupun 7 orang, jika tidak hadir ke-15 orang Ninik Mamak ini dalam satu tempat akan sulit untuk bermusyawarah. Hingga saat dari hasil wawancara yang peneliti lakukan setelah dilakukan beberapa kali rapat belum ada yang bisa berkumpul secara keseluruhan. Hal ini terjadi, karena saat ini sebagian Ninik Mamak di Nagari

Tanjung Lolo ada yang bekerja hingga malam hari ini yang membuat Ninik

Mamak sudah jarang untuk mau berkumpul karena jika berkumpulpun tidak hadir semuanya. Berikut ini nama datuak dan ninik mamak berdasarkan pekerjaannya yaitu sebagai berikut:

73

Tabel 5.1 Datuak Dan Ninik Mamak Berdasarkan Pekerjaannya

No. Nama Suku Pekerjaan 1. Suhatri Ninik Mamak Pokisati Caniago Bodi Petani 2. Mulhendri Datuak Rajo Malano Suku Caniago Bodi Toke Kayu 3. Lisar Ninik Mamak Langka Batuah Caniago Petani Bodi 4. Nasrul S Ninik Mamak Caniago Bodi Petani 5. Kharfis Jaya Monti Marajo Ninik Mamak Suku Caniago Toke Kayu Bodi 6. Misdarman Datuak Lipati Suku Malayu Toke Kayu 7. Firdaus Ninik Mamak Datuak Tambesar Suku Petani Malayu 8. Hamdi Datuak Rangtuo Paduko Suku Caniago Toke Kayu Tanjung Lolo 9. Usetyardi Ninik Mamak Panghulu Sati Suku Caniago Dokter Tanjung Lolo 10. Liswardi Ninik Mamak Suku Caniago Tanjung Lolo Petani

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui pekerjaan yang ditekuni setiap ninik mamak menjadi salah satu faktor penyebab tidak dilaksanakannya tradisi bakaua adat. Hal ini dikarenakan kesibukan dari pekerjaan masing-masing ninik mamak membuat beliau jarang bisa melaksanakan musyawarah bersama. Adapun musyawarah diadakan, yang datang tidaklah semuanya.

Seperti yang dijelaskan oleh salah satu informan peneliti yaitu bapak

Firdaus sebagai Datuak Tamsar (61 tahun) selaku ninik mamak Suku Malayu, bahwa kesibukan dalam pekerjaan yang menjadi salah satu alasan tidak berjalannya tradisi Bakaua Adat adalah sebagai berikut:

“...ninik mamak wak kini ko punyo kasibukan suwang-suwang. Kojo nyo kadang ado yang sampai malam gai.”

Artinya:

74

“...ninik mamak kita ini punya kesibukan masing-masing. Bahkan kerjanya saja ladang sampai malam.” Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa kesibukan yang dimaksud adalah kesibukan dari pekerjaan yang ditekuni oleh ninik mamak tersebut.

Dimana pekerjaan yang sekarang tidak hanya dilakukan pada siang hari namun hingga malam memuat mereka tidak waktu untuk berkumpul. Hal ini juga dipertegas oleh pendapat dari hasil wawancara pada tanggal 13 Juni 2019 bertepatan hari Rabu dengan salah satu informan peneliti yaitu bapak Nasrul, yaitu sebagai berikut:

“...Ninik mamak ko alah punyo kasibukan masing-masing jo kojonyo, mano lo hari paneh kini kayu banyak ma yang bisa di ambiak, Niniak mamak wak ko ada yang lah jadi toke kayu, ado yang kojo e manakiak, malahan ado yang jadi dokter. Jadi, kadang ndak ado waktu untuk bakumpua sadonyo tu do.” Artinya:

“...Ninik Mamak sudah memiliki kesibukan masing-masing sama pekerjaannya, apalagi hari bagus sekarang jadi kayu banyak yang bisa diambil, Ninik Mamak kita ini ada yang toke kayu, ada yang kerjaannya motong karet, dan malahan ada yang jadi dokter. Jadi waktu untuk semuanya bisa berkumpul susah.” Dari hasil wawancara dengan bapak Nasrul diatas dapat kita ketahui bahwa alasan tidak berjalannya tradisi Bakaua Adat sama dengan jawaban yang sebelumnya yaitu masih karena kesibukan mereka dalam bekerja. Dimana pekerjaan mereka tidak hanya sekedar petani swah maupun karet saja melainkan ada pekerjaan lainnya dan menyita waktu cukup banyak sehingga menyulitkan untuk mencari waktu berkumpul.

75

Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang peneliti lakukan, yaitu terlihat pada saat peneliti observasi bahwa ada beberapa ninik mamak yang terlihat oleh peneliti saat bekerja sebagai toke kayu hingga malam.

Hal serupa yang menyatakan bahwa tradisi Bakaua Adat tidak dilaksanakannya lagi juga disampaikan oleh salah satu informan peneliti yaitu

Bapak Mulhendri Datuak Malano (45 tahun) selaku Niniak mamak suku Caniago

Bodi, sebagai berikut:

“...Bakaua adat ko kini lah dak dilaksonakan atau lah jaranglah tibonyo karano bakaua dapek dijalankan katiko niniak mamak lah bamusyawarah untuk buek kesepakatan bilo diadoannyo, tapi kini untuk musyawarah tu ndak ado lai. Banyak yang lah sibuk dek karajo masiang-masiang, alum tampek tingga yang lah jauh-jauh lo kini payah untuak bakumpua tu.” Artinya:

“...Bakaua Adat ini sekarang tidak lagi dilaksanakan atau sudah jarang diadakan karena bakaua adat akan bisa dilaksanakan ketika ninik mamak bermusyawarah untuk membuat sebuah kesepakatan kapan akan diadakannya. Tetapi sekarang untuk bermusyawarah itu sudah susah, banyak yang sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing belum lagi tempat tinggal yang jauh-jauh yang membuat susah berkumpul.” Dari hasil wawancara dengan Bapak Mulhendri diatas dapat di lihat bahwa yang menjadi alasan tidak dilaksanakannya tradisi Bakaua Adat ini masih sama dengan jawaban dari informan sebelumnya yaitu kesibukan dalam bekerjayang ditekuni oleh ninik mamak dan jarak tempat tinggal yang sudah berbeda. Bapak

Mulhendri juga mengatakan bahwa seperti Datuak Rajo Lelo yang sebagai ninik mamak Suku Caniago Bodi juga sudah tidak tinggal di Nagari Tanjung Lolo lagi, beliau pernah mencoba menghubungi Datuak Lelo tersebut untuk berkumpul

76

meskipun beliau bisa hadir tapi mamak yang lain tidak hadir semuanya mengakibatkan musyawarah tersebut tidak bisa berlangsung dan jika di ajak kembali berkumpul Datuak Rajo Rajo Lelo tidak mau ikut lagi karena melihat yang sebelumnya tidak semua datang dan jarak beliau untuk ke Nagari Tanjung

Lolo tidak dekat.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan informan penelitian yang mana peneliti menemukan bahwa Ninik Mamak di Nagari Tanjung Lolo tidak hanya bekerja sebagai petani sawah atau pemotong karet saja namun juga ada yang menjadi dokter di sebuah rumah sakit di Bukittinggi, tidak hanya itu peneliti juga melihat

Ninik Mamak tersebut bekerja sebagai bos kayu di Nagari Tanjung Lolo yang mana beliau bekerja sampai malam hari. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab tradisi bakaua adat tidak dilaksanakan lagi karena kesibukan dalam bekerja yang membuat ninik mamak sulit mencari waktu untuk musyawarah.

Tidak hanya itu saja, pada saat peneliti ke lapangan untuk menemui salah satu Ninik Mamak yang menjadi informan dalam penelitian ini, peneliti kesulitan untuk menemui beliau dikarenakan beliau bekerja hingga malam hari. Beliau bekerja sebagai supir mobil bawa kayu dan sekali gus bos yang mengatur jual beli kayu tersebut. Dari situ bisa peneliti lihat bahwa ninik mamak Nagari Tanjung

Lolo tidak hanya melakukan pekerjaannya pada siang hari saja melainkan hingga malam hari.

77

Hal tersebut dapat diperjelas berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu informan peneliti yaitu bapak Liswardi (60 tahun), sebagai berikut:

“..Niniak mamak wak ko lah sibuk dek kojonyo masiang-masiang. Mode datuak lipati tu nyo bok oto kayu sampai malam gai kojonyo. Jadi waktu bakumpua tu payah, siang lah kajaleh jo banyak kojo, ko ado lo yang kojo sampai malam. Waktu itu pernah kami ka bakumpua malam tapi dak sadonyo tibo do, mode datuak lipati masih kojo, datuak ham masih di kojo lo, datuak pangulu sati dibukik tinggi, jadi katiko di baok bakumpua ndak tibo sodonyo do. Alum ninik mamak yang maningga lai jadi bakurang jo anggota wak” Artinya:

“...Ninik mamak kita ini sibuk karena kerjanya masing-masing. Seperti datuak lipati itu dia bawa mobil kayu sampai malam kerjanya. Jadi waktu untuk berkumpul susah, siang saja sudah jelas banyak kerjaan, ini ada yang kerja hingga malam. Pernah waktu itu kami berkumpul malam hari tapi tidak semua yang hadir, seperti datuak lipati masih kerja, datuak ham juga masih bekerja, panghulu sati juga bekerja di Bukittinggi, jadi katika berkumpul tidak hadir semuanya,. Belum lagi ninik mamak yang sudah meninggal semakin berkurang jumlah anggota kita.” Berdasarkan jawabaan yang disampaikan oleh bapak Liswardi tersebut, bisa kita simpulkan bahwa pekerjaan yang dimiliki ninik mamak di Nagari

Tanjung Lolo tidak hanya bekerja di siang hari saja melainkan ada yang hingga malam, karena kesibukan dari pekerjaan yang mereka tekuni membuat ninik mamak di Nagari Tanjung Lolo sulit mencari waktu yang pas untuk bermusyawarah. Tidak hanya pekerjaan yang ditekuni seperti Datuak Lipati dan

Datuak Panghulu Sati saja yang bkerja hingga malam, masih ada beberapa ninik mamak lainnya. Dan bahkan jumlah anggota ninik mamak juga sudah berkurang karena adanya yang meninggal.

78

Jawaban yang hampir sama juga dipertegas oleh salah satu informan peneliti yaitu bapak Lisar selaku ninik mamak mengenai tidak dilaksanakannya tradisi Bakaua Adat tersebut yaitu sebagai berikut:

“...Kojo niniak mamak ko lah banyak, lah sibuk surangnyo.Mode mamak suku caniago tanjung lolo yang magang gala panghulu tu nyo dokter di Bukik Tinggi, baliak jo lah jarang nyo bakpo ka bamufakat wak.” Artinya:

“...Kekerjaan ninik mamak sekarang sudah banyak, sudah memiliki kesibukan sendriri mereka. Seperti mamak dari suku caniago tanjung lolo yang megang jabatan gelar penghulu itu dia bekerja sebagai dokter di Bukit Tinggi, pulang saja sangat jarang dia bagaimana mau bermufakat kita. “

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Lisar diatas dan dari beberapa informan lainnya dapat diketahi bahwa penyebab tidak dilaksanakannya tradisi

Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo ini yaitu kesibukan yang diakibatkan oleh pekerjaan yang mereka tekuni yang menyebabkan sulit untuk bisa berkumpul semuanya. Karena untuk mendapatkan keputusannya ke-15 ninik mamak harus berkumpul semuanya agar bisa berdiskusi bersama-sama untuk renacana pelaksanaan tradisi Bakaua Adat tersebut.

Jika dikaitkan dengan teori Perubahan Sosial menurut Spencer, bahwa salah satu penyebab terjadinya perubahan sosial itu ada dari dalam individu dan dari luar diri individu itu sendiri. Dari permasalahan kali ini yaitu kesibukan dalam pekerjaan yang membuat ninik mamak tidak bisa berkumpul untuk bermusyawarah mengakibatkan tradisi bakaua adat tidak dilaksanakan lagi juga disebakan oleh dari struktur ninik mamak yang sudah tidak mulai berjalan, dan

79

dari individu itu sendiri. Bisa dilihat dari individu itu sendiri yaitu ninik mamak yang sibuk akan pekerjaannya membuat beliau lupa akan adanya peran lain yang harus beliau jalankan. Hal ini yang bisa menyebabkan terjadinya perubahan sosial.

5.2.3 Jumlah Ninik Mamak Yang Tidak Lengkap

Nagari Tanjung Lolo memiliki 3 suku, yaitu Suku Caniago Bodi, Suku

Malayu, dan Suku Caniago Tanjung Lolo. Ninik mamak dari masing-masing suku tersebut terbagi atas 5 yang mana merekalah yang akan mengatur dan memutuskan tentang suatu hal untuk kamanakannya. Dari suku Caniago Bodi ada

5 ninik mamaknya yaitu: Rangtuo Datuak Rajo Malano, Panghulu Datuak Rajo

Lelo, Malin Pakisati, Monti Marajo, Dan Dubalang Lenggang Barat. Suku

Melayu juga memiliki 5 ninik mamaknya yaitu: Rangtuo Datuak Lipati, Panghulu

Datuak Tambesar, Malin Rajo Labiah Monti Ponji Alam, Dan Dubalang Bagindo

Sutan. Suku Caniago Tanjung Lolo juga memiliki pembagian ninik mamaknya yaitu: Urang Tuo Datuak Paduko, Panghulu Sati, Malin Datuak Muncak, Monti

Datuak Panggang, Dan Dubalang Nan Tunggang Rajo Lelo. Dari 3 suku tersebut jumlah ninik mamak keseluruhannya ada 15 ninik mamak, dan dari ke 15 ninik mamak inilah yang menjadi penentu untuk pelaksanaan tradisi Bakaua Adat di

Nagari Tanjung Lolo. Berikut ini adalah struktur ninik mamak di Nagari Tanjung

Lolo yaitu sebgai berikut:

80

Ninik Mamak Di Nagari Tanjung Lolo

Rangtuo Datuak Daruak Rajo Datuak Rangtuo Lipati Suku Malano Suku Paduku Suku Malayu Caniago Bodi Caniago Tanjung Lolo

Datuak Tambesar, Panghulu Sati, Panghulu Datuak Malin Rajo Malin Datuak Rajo Lelo, Malin Labiah Monti Muncak, Monti Pakisati, Monti Ponji Alam, Dan Datuak Marajo, Dan Dubalang Panggang, Dan Dubalang Bagindo Sutan Dubalang Nan Lenggang Barat Tunggang Rajo

Lelo

Kelima belas Ninik Mamak akan melakukan rapat atau bermusyawarah untuk mencari waktu yang tepat untuk melaksanakan tradisi Bakaua Adat, jika ninik mamak tidak lengkap dalam rapat tersebut maka keputusan tidak bisa diambil. Karena tradisi Bakaua Adat akan dilaksanakan atau tidaknya jika ninik mamak sudah membuat keputusan tentang kapan tradisi tersebut akan di lakukan.

Namun saat ini tradisi Bakaua Adat sudah tidak berjalan lagi dari beberapa tahun belakangan ini atau lebih tepatnya semenjak tahun 2015.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti dapatkan, di Nagari Tanjung

Lolo saat ini jumlah ninik mamak tidak lagi lengkap dan bahkan tidak ada regenerasi dalam nagari tersebut. Ninik mamak di Nagari Tanjung Lolo yang diketahui berjumlah 15 orang itu tidak lagi lengkap karena sudah ada yang meninggal dunia dan keberadaan tempat tinggal yang jauh dari Nagari Tanjung

81

Lolo. Jika ninik mamak tidak lengkap dalam bermusyawarah, akan mempersulit dalam diskusi dan proses pelaksanaan acara nantinya.

Regenerasi ninik mamak di Nagari Tanjung Lolo saat ini belum berjalan, hal ini disebabkan karena calon pengganti ninik mamak yang telah meninggal belum diketahui siapa orangnya dan dapat dipastikan. Regenerasi akan dilakukan jika ninik mamak yang akan menjabat sudah diketahui, dan disitulah penegakakan gelar dan penurunan semua hal tentang tradisi akan diajarkan kepada beliau yang akan diangkat gelarnya, baik itu masalah kebudayaan, tradisi, aturan dan nilai norma dalam masyarakat dan peranan daam masyarakat. Jika calon ninik mamak sudah diketahui maka regenerasi akan dilaksanakan sesuai tata dan cara penurunan gelar sebenarnya.

Hal ini di perjelas dari hasil wawancara dengan salah satu informan penelitian yaitu Bapak Mulhendri Datuak Malano (45 tahun) selaku Niniak mamak suku Caniago Bodi, yaitu sebagai berikut:

“...Kalimo baleh ninik mamak ko beko maadoan rapek untuk mambahas bakaua adat ko, bilo ka diadoan, baraapo iuarannyo, itu sadonyo di bahas basamo-samo. Tapi kalau ado salah satu yang dak hadir kaputusan tu ndak bisa dibuek dulu karano kaputusan tu didapek katiko kasodo atau tidak separoh ninik mamak ko satuju. Tapi kini untuk mangumpuan kasdo niniak mamak ko lah payah. Ndak kasodonyo bisa tibo do jikok ado patomuan, jadi payah ambiak kaputusan dek nyo. “ Artinya:

“...Kelima belas ninik mamak ini nantinya mengadakan rapat untuk membahas bakaua adat ini, kapan akan diadakannya, berapa jumlah iurannya, itu semuanya di bahas bersama-sama. Tapi kalau salah satu yang tidak hadir keputusan itu tidak bisa diambil dahulu, karena keputusan ini di dapatkan ketika semua atau separoh ninik mamak

82

menyetujuinya. Tapi saat ini mengumpulkan semua ninik mamak ini sudah susah. Tidak semuanya bisa hadir saat pertemuan, jadi susah untuk mengambil keputusannya. “ Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Mulhendri diatas dapat dilihat bahwa kehadiran ninik mamak sangat penting untuk mengambil keputusan tersebut. Karena jika salah satu tidak hadir maka keputusan tidak akan dibuat.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan sesuai dengan jawaban wawacara diatas. Bahwa saat ini ninik mamak di Nagari Tanjung Lolo tidak cukup jumlah lagi, dan semakin berkurang karena di tahun 2019 ini pun salah satu ninik mamak suuku melayu ada yang meninggal dunia.

Jawaban yang juga mengatakan bahwa jumlah ninik mamak berpengaruh dalam pengambilan keputusan juga disampaikan oleh salah satu informan peneliti yaitu bapak Lisar ( 61 tahun) selaku Ninik Mamak sebagai berikut:

“...Bamufakat tu dak dapek, kok bakumpua alah dak lengkap lai sadonyo bakpo ka bisa baundiang. Ninik mamak wak alah ado babarapo yang maningga gala yang nyo pagang ntah siapo yang manarimo masih alum tau, bakpo ka bisa baiyo wak. ” Artinya:

“...Bermufakat itu tidak bisa, kalau berkumpul sudah tidak lengkap lagi semuanya bagaimana bisa berdiskusi. Beberapa ninik mamak kita sudah ada yang meninggal, dan gelar yang ia pegang belum tau siapa yang menerimanya atau menjalankannya, bagaimana kita bisa berdiskusi. “ Berdasarkan jawaban dari bapak Lisar bisa disimpulkan bahwa adanya beberapa gelar ninik mamak yang belum bisa dipastikan siapa yang akan melanjutkannya, dan jika belum bisa dipastikan siapa yang memegang gelar tersebut maka ninik mamak lainnya belum bisa melakukan musyawarah.

83

Dari hasil wawancara di atas sesuai dengan hasil observasi yang peneliti lakukan, bahwa saat observasi peneliti mengetahui bhawa ada ninik mamak yang baru meninggal awal tahun 2019 dan saat ini belum dipastikan siapa yang menjadi penerusnyanya.

Pendapat lainnya yang menjelaskan bahwa jumlah ninik mamak berpengaruh dalam pengambilan keputusan juga disampaikan oleh salah satu informan peneliti yaitu bapak Liswardi (60 tahun), yaitu sebagai berikut:

“...Niniak mamak awak kini dak salengkap dulu lai, lah ado yang maningga lum tau siapo yang manggantikannyo. Mode tahun lalu (2018) lah maningga lo ninik mamak wak surang lai dari suku malayu datuak bagindo sultan, dan sampai kini masih alum ditantuan sia yang ka magang golaunyo tu lai do. “ Artinya:

“...Ninik mmak kita saat ini tidak lengkap seperti dahulu lagi, sudah ada yang meninggal dan belum tahu siapa yang menggantikannya. Seperti tahun lalu (2018) sudah meninggal kembali ninik mamak dari suku melayu datuak bagindo sutan, dan sampai saat ini masih belum ditentukan siapa yang akan megang gelar beliau. “ Berdasarkan jawaban yang disampaikan Bapak Liswardi, bisa dilihat bahwa jika ninik mamak tidak semuanya ada akan sulit bagi ninik mamak lainnya untuk berdiskusi. Jumlah ninik mamak yang tidak lengkap menyebabkan tidak terlaksananya tradisi Bakaua Adat dikarenakan jumlah ninik mamak yang akan di bawa berdiskusi tidak lengkap, dan tahun lalu (2018) juga telah meninggal salah satu ninik mamak dari suku melayu, hingga saat ini belum dipastikan siapa yang akan menggantikan beliau.

Hal yang serupa juga di sampaikan oleh salah satu informan peneliti yaitu bapak Safrijal (45 tahun) sebagai berikut:

84

“...Kok nak baundiaang tu tibo ndaknyo sadonyo, ko ado yang nda di nagohi ko yang tinggaunyo gai, ado yang alah maningga ntah sapo yang ka manjalanan e, datuak ponji sakti sampai kini alum tau lo sia yang magang lai, Mode bagindo sutan tu ntah siapo yang gantiannyo kini ko kalau bana alah tau siapo urangnyo tu harus diangkek lo dulu nyo bia bisa nyo dibaok baundiang. “ Artinya:

”...Kalau mau berdiskusi harus datang semuanya maunya, ini ada yang tidak tinggal dinagari ini, ada yang sudah meninggal dan belum tahu siaapa yang menjalankannya. Datuak ponji sakti sampai sekarang belum diketahui penggantinya,seperti Bagindo Sutan belum tahu siapa yang menggantikannya sekarang ini, kalaupun sudah tahu siapa orangnya harus diresmikan dahulu agar bisa di bawa diskusi. “ Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Bapak Safrijal bisa diketahui bahwa yang akan berdiskusi hanyalah Ninik Mamak yang memegang gelar datuak saja. Namun hingga saat ini ninik mamak yang sudah meninggal masih belum diketahui siapa yang akan menjalankannya hal ini yang semakin menyulitkan ninik mamak lainnya untuk berdiskusi.

Hal yang serupa juga disampaikan oleh salah satu informan peneliti yaitu satu informan yaitu Bapak Misdarman (45 tahun) selaku ketua KAN dan Ninik

Mamak Suku Melayu sebagai berikut:

”..Katiko mak baok niniak mamak lainnyo untuak bakumpua bisuak ka bisuk jo taruih jawek e nyo, lah wak adoan bakaua liak lah, bisuak lah jaweknyo. Kok lai ado yang namuah ndak sadonyo do, bakpo lo manjalannan nyo dak lengkap tu, banyak yang ka diurus beko ma, alum yang ka manjalehan ka cucuang kamanakan lai. Kok dak tibo sodonyo siapo yang ka maurus yang lainnyo.” Artinya:

“...Ketika mamak ajak ninik mamak lainnya untuk berkumpul, besok- besok saja terus jawabannya. Ayok kita adakan bakaua lagi, besok saja jawabnya. Kalau ada yang mau tidak semuanya yang mau, bagaimana menjalankannya kalau tidak lengkap, banyak yang akan diurus nantinya,

85

belum lagi yang akan menjelaskan ke cucu dan kamanakan nantinya. Kalau tidak datang semuanya siapa yang akan mengurus yang lainnya. “ Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Misdarman dapat dilihat bahwa untuk menghadiri pertemuan atau rapat saja ninik mamak banyak yang tidak mau datang, jika ninik mamak tidak hadir semuanya maka mufakat tidak bisa di dapatkan. Dan lagi jika tidak hadir semuanya ninik mamak tersebut, maka dalam pelaksanaaan akan mengalami kesulitan, karena banyak yang harus dilakukan ninik mamak nantinya, karena itulah kehadiran semua ninik mamak sangat diharapkan.

Tempat yang sering mereka jadikan sebagai tempat rapat atau musyawarah yaitu dirumah salah satu ninik mamak dari 15 orang ninik mamak tersebut.

Dengan sudah ditentukannya tempat rapat, maka ninik mamak lainnya akan mudah untuk mencari lokasi rapat tersebut. Seperti yang disampaikan oleh salah satu imforman peneliti yaitu bapak Suhatri (61 tahun) selaku ninik mamak di

Nagari Tanjung Lolo, sebagai berikut:

“ kalau untuk tampek bakumpua biasonyo kami pilih rumah salah ciek dari ninik mamak, soboknyo bia ado yang manyadioan minum untuk tamu lainnyo beko. Tahun lalu kami bakumpua di rumah datuak monti majo ma, tapi dak tibo kasadonyo do.” Artinya: “ Kalau untuk tempat berkumpul biasanya kami pilih rumah salah sati dari ninik mamak, karena agar adaa yang menyediakan minum untuk tamu lainnya nanti. Tahun lalu kami berkumpul di rumah datuak monti majo, tapi tidak semuanya hadir.” Dari jawaban diatas dapat kita ketahui untuk tempat mereka mengadakan pertemuan tidak ada tempat khususnya, melainkan hanya di rumah salah satu

86

ninik mamak yang sudah dipilih agar ada kemudahan dalam menjamu tamu nantinya dan mencari lokasi berkumpul mudah.

Pada saat dilapangan peneliti juga mengetahui informasi bahwa yang mengakibatkan gelar datuak yang akan menggantikan datuak sebelumnya tidak bisa diperjelas karena di antara kamanakan juga terjadi persaingan dalam merebutkan gelar tersebut. Seperti gelar paki sati sebelumnya, saat ninik mamak yang sebelumnya menjabat meninggal beliau telah menyampaikan bahwa yang akan melanjutkan tugasnya adalah keluarga dari suku caniago bodi bawah ( jorong pasar baru), namun dari kamakan suku caniago bodi ateh (jorong bukik sabalah) tidak menyetujui karena mereka juga menginginkan gelar tersebut. Demi mendapatkan kepastian dalam pemegang gelar tersebut diadakanlah musyawarah di salah satu rumah kamanakan caniago bodi. Akan tetapi dalam musyawarah tersebut tidak pula semua kamanakan ikut serta, dan dalam musyawarah akan terjadi perdebatan dalam merebutkan gelar tersebut. Terkadang hal ini juga terjadi pada suku lainnya yang akan menggantikan ninik mamak mereka yang meninggal.

5.3 Upaya Yang Dilakukan Ninik Mamak/ Pemerintahan Nagari Untuk

Melaksanakan Kembali Tradisi Bakaua Adat

Upaya adalah usaha atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya. Tradisi bakaua adat yang sudah tidak lagi dilaksanakan dari tahun 2015 tentunya tidak akan dibiarkan saja oleh Ninik Mamak Nagari Tanjung Lolo. Karena tradisi bakaua adat adalah

87

salah satu potensi budaya nagari yang harusnya di pertahankan. Untuk itu Ninik

Mamak Nagari Tanjung Lolo mencari solusi dalam menyelesaikan masalah ini.

Seperti kendala tidak terlaksananya bakaua adat ini sulitnya berkumpul dan perbedaan pandapat, belum lagi ninik mamak yang belum diketahui peregenerasiannya.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa informan, peneliti menemukan 2 upaya yang telah Ninik Mamak Nagari Tanjung

Lolo lakukan untuk melaksanakan kembali tradisi bakaua adat tersebut, yaitu sebagai berikut:

5.3.1 Mencari Calon Pengganti Ninik Mamak Terdahulu Sesuai Ketentuan

Yang Ada

Nagari Tanjung Lolo memiliki 3 suku yaitu Suku Melayu, Suku Caniago

Bodi, dan Suku Caniago Tanjung Lolo. Dari masing-masing suku tersebut memiliki 5 ninik mamaknya dengan total keseluruhan 15 ninik mamak di Nagari

Tanjung Lolo tersebut. Kelima belas ninik mamak dalam Nagari Tanjung Lolo yang berperan dalam penentuan pelaksanaan Tradisi Bakaua Adat, dan merundingakan hal lainnya. Dalam penentuan pelaksanaan Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo hanya akan bisa dilaksanakan apabila sudah disetujui oleh kelimabelas ninik mamak Nagari Tanjung Lolo, namun jika ada beberapa dari ninik mamak yang tidak hadir ataupun tidak setuju maka rapat akan terus dilakukan hingga mendapatkan keputusannya.

88

Seperti saat ini, Tradisi Bakaua Adat tidak lagi terlaksana dikarenakan jumlah ninik mamak dalam nagari dan rapat tidaklah lengkap. Hal tersebut diakibatkan karena jarak tempat tinggal yang jauh dan sudah adanya yang meninggal dunia. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti dapatkan dari salah satu informan peneliti yaitu Bapak Zulkifli selaku masyarakat Nagari Tanjung

Lolo mengatakan bahwa jumlah ninik mamak saat sekarang tidak lengkap karena belum ada yang menjadi penggantinya. Karena jika tidak dicarikan penggantinya maka struktur dalam ninik mamak tidak akan bisa berjalan dengan baik.

Namun, demi dilaksanakannya kembali tradisi bakaua adat di Nagari

Tanjung Lolo, ninik mamak yang masih ada melakukan upaya dengan mencari calon ninik mamak selanjutnya sesuai dengan persyaratan dalam pengakatan

Penghulu maupun Ninik Mamak di Minangkabau dan dilakukan regenerasi tradisi.

Sebelumnya cara pengangkatan Penghulu maupun Ninik Mamak di Nagari

Tanjung Lolo sama dengan nagari lainnya sesuai dengan tata cara yang ada di

Minangkabau yaitu Malewakan Gala. Namun saat ini, cara pengakatan gelar

Penghulu maupun Ninik Mamak di Nagari Tanjung Lolo tidak dijalankan sesuai adat yang ada di Minangkabau dikarenakan tidak adanya penunjukan secara langsung pengganti penghulu tersebut dari awal. Oleh sebab itu ninik mamak dan para datuak setiap suku saat ini akan mencari dan memilih kamanakannya yang akan dipilih sebagai pemegang gelar tersebut dengan mempertimbangkan persyaratan yang harus dimiliki oleh calon pengganti Penghulu maupun Ninik

Mamak yang telah meninggal tersebut. Meskipun terkadang ada perdebatan- perdebatan kecil dalam musyawarah antara ninik mamak dan kamanakannya

89

dalam perebutkan gelar yang akan disandang tersebut, ninik mamak dan pengulu tetap terus mencari siapakah yang layak menyandang gelar tersebut.

Ninik mamak setiap suku mengumpulkan kamanakan masing-masing sukunya ditempat yang mereka sepakati dengan maksud berunding untuk mencari siapa yang akan menjalankan tugas dari ninik mamak yang terdahulu atau yang telah meninggal. Hal ini dijelaskan oleh salah satu informan peneliti yaitu bapak

Suhatri selaku ninik mamak Nagari Tanjung Lolo, yaitu sebagai berikut:

“ Ninik mamak bersangkutan kini mulai mamantau calon yang ka dipiliah manggantian ninik mamak sabolumnyo, mode bagindo sutan yang lah maningga dari suku malayu beko yang mancari calonnyo dari mamak sukunyo lo.” Artinya:

“ Ninik mamak bersangkutan sekarang mulai memantau calon yang akan dipilih sebagai pengganti ninik mamak sebelumnya, seperti bagindo sutan yang sudah meninggal akan dipilih calonnya dari mamak suku melayu juga.” Dari hasil wawancara dengan bapak Suhatri bisa kita ketahui bahwa upaya yang dilakukan ninik mamak saat ini yaitu memantau calon ninik mamak selanjutnya dan melakukan rapat dengan ninik mamak masing-masing suku. Hal ini diperjelas kembali oleh salah satu informan peneliti yaitu Ibu Jaanur Dina selaku masyarakat Nagari Tanjung Lolo, yaitu sebagai berikut:

“suku kami lah pernah bakumpua dirumah maktuo etek dulu untuk manantuan siapo yang ka manggantian mak poki sati, jadi dak dari suku caniago bodi bawah jo do yang dikumpuan tapi caniago bodi ateh gai. Tapi pas tibo hari bakumpuanyo suku caniago bodi ateh dak ado yang tibo do, jadi bacari lo waktu nyo liak lah lamo lo mah sudah tu de kumpua liak. Lai tibonyo tapi malah baheboh di situ jadinyo, suku caniago ateh pengen nyo yang manjalankan tugas tu, dek saling baobuik golau tu rapek itu dak dapek solusi e do”

90

Artinya:

“Suku kami sudah pernah berkumul dirumah makwo Ibu dahulu untuk menentukan siapa yang akan menggantikan mamak paki sati, jadi tidak dari suku caniago bodi bawah saja yang dikumpulkan tetapi caniago bodi atas juga. Tetapi saat sampai hari berkumpulnya suku caniago bodi atas tidak hadir, jadi dicari waktunya lagi meski sudah cukup lama kembali berkumpul lagi. Sudah hadir mereka tetapi malah terjadi pertengkaran disana, suku caniago bodi ateh pengen dia yang memegang gelar tersebut, karena berebut gelar tersebut rapat tidak menemukan solusinya.” Berdasarkan jawaban yang disampaikan Ibu Dina di atas dapat diketahui bahwa ninik mamak sudah melakukan upayanya dalam mengembalikan tradisi bakaua adat ini dengan mencari kembali pemegang gelar ninik mamak terdahulu dengan berunding dengan kamanakannya masing-masing. Meskipun rapat tersebut diiringi dengan perdebatan siapa yang akan memegang gelar tersebut, namun ninik mamak terus berusaha mencari salusinya. Dan ninik mamak juga terus mempertimbangkan persyaratan pengatkan ninik mamak yang telah meninggal sesui dengan persyaratan tersebut agar ninik mamak tidak salah dalam memilih calon penerus ninik mamak yang telah meninggal. Selain itu agar ninik mamak bisa kembali lengkap demi terlaksananya Tradisi Bakaua Adat kembali.

5.3.2 Membuat Aturan Tertulis

Setelah mencari pengganti ninik mamak yang telah meninggal degan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, ninik mamak beserta pemerintahan nagari akan berencana membuat aturan tertulis untuk pelaksanaan tradisi bakaua adat ini kedepannya. Seperti yang telah disampaikan, bahwa faktor-faktor penyebab tidak terlaksananya tradisi bakaua adat disebabkan oleh 3 faktor yaitu ada perbedaan pendapat dalam musyawarah, kesibukan dalam bekerja, dan jumlah

91

ninik mamak tidak lengkap. Untuk permasalahan perbedaan pendapat dalam musyawarah yang sering diperdebatkan adalah masalah jumlah iuran beli kerbau dan kepemimpinan dalam pelaksanaaan tradisi akan dibuat aturan agar tradisi bakaua adat bisa dilaksanakan kembali di akhir tahun 2019 ini.

Untuk masalah iuran dan kepemimpinan ini akan dibuatkan aturan tertulis mengenai jumlah uang yang akan yang diperuntukan kepada kepala keluarga disetiap suku nantinya, hingga saat rapat dilaksanakan kembali tidak ada lagi bantahan ataupun perdebatan mengenai masalah jumlah iuran maupun kerbau yang akan di beli. Sebelumnya di Nagari Tanjung Lolo masalah iuran dahulunya tidak terlalu dipermaslahkan dan bahkan jumlahnya pun tidak lah besar, hal ini dikarenakan jika uang dalam membeli kerbau kurang maka pada dahulu ninik mamaklah yang akan membantu jika memiliki uang berlebih. Tidak hanya ninik mamak ataupun penghulu dan datuak saja yang akan membantu menutupi kekurangan dana dalam pembelian kerbau tersebut, tetapi para datuak akan membuat proposal dan dibagikan kepada orang-orang yang dianggap memiliki harta yang lebih dinagari tersebut, seperti bos toke kayu, pertamina, toko-toko yang ada dinagari tersebut.

Selain itu, masalah kepemimpinan juga akan disolusikan dengan membuat pergiliran dari setiap pemimpin suku untuk menjadi pemimpin atau sebagai yang mengatur berjalannya Tradisi Bakaua Adat secara bergilir setiap tahunnya agar tidak lagi ada yang dipermasalahkan dan adil. sebelumnnya di Nagari Tanjung

Lolo tidak ada yang namanya siapa yang memimpin, pada dahulu saat pelaksanaan tradisi bakaua adat ke-15 ninik mamak dari 3 suku tersebut akan

92

saling membantu dan bekerja sama dalam menjalankan tugasnya agar semua pelaksaan bisa berlangsung dengan baik.

Hal ini juga diperjelas oleh salah satu informan peneliti yaitu Bapak

Misdarman selaku Ketua KAN dan datuak dari Suku melayu, sebagai berikut:

“ mamak jo datuak rajo malano yang ka manjabaik wali nagoghi awak tahun ko barancano buek aturan-aturan takaik tradisi jo nagoghi awak ko, supayo tradisi, adaik, aturan nagoghi awak ko bisa bajalan dengan baik kadepannyo dan bia ndak ado salisiah paham lai.” Artinya: “ saya dan datuak rajo malano yang akan menjbat sebagai wali nagari tahun ini akan berencana buat aturan-aturan terkait tradisi dan nagari kita ini. Supaya tradisi, adat, aturan nagari kita bisa berjalan dengan baik kedepannya dan agar tidak ada lagi perselisihan.” Dari hasil wawancara peneliti dengan bapak Misdarman dapat diketahui bahwa beliau yang selaku ketua KAN beserta Datuak Rajo Malelo akan mulai membuat aturan terkait tradisi maupun aturan nagari agar tidak ada lagi perselisihan. Selain itu, beliau dan beberapa ninik mamak lainnya akan mengadakan kembali Tradisi Bakaua Adat pada akhir tahun ini setelah penen padi dilaksanakan.

5.4 Kaitan teori

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Herbert Spencer di atas bahwa terjadinya suatu perubahan yang dialami oleh masyarakat umum, perubahan yang terjadi secara evolusi yaitu dalam gerak lambat, dimana masyarakat berubah dari sifat yang homogen menuju pada masyarakat heterogen. Sesuai dengan penjelasan tersebut masyarakat yang ada di Nagari Tanjung Lolo Kecamatan Tanjung

93

Gadang telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman yaitu perubahan secara evolusi, dimana dahulunya para datuk dan ninik mamak yang berkontribusi dalam pelaksanaan Tradisi Bakaua Adat menyamakan pendapat demi berlangsung Tradisi Bakaua Adat, namun pada saat ini Datuak dan ninik mamak di nagari tersebut lebih mementingkan pendapat masing-masing hingga

Tradisi Bakaua Adat sudah tidak dilaksanakan lagi.

Maka dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor Penyebab Tidak

Dilaksanakannya Tradisi Bakaua Adat di Nagari Tanjung Lolo ada 3 yaitu, adanya perbedaan pendapat antara ninik mamak dalam musyawarah, adanya kesibukan dalam pekerjaan yang mereka tekuni, dan jumlah ninik mamak yang tidak lengkap yang menyulitkan ninik mamak lainnya melakukan musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan. Jika dikaitkan dengan konsep Perubahan Sosial oleh Herbert Spencer yang menyatakan bahwa sebuah perubahan sosial dapat terjadi pada struktur dan fungsi dalam sistem sosial, yang mana termasuk didalamnnya aspek kebudayaan juga nilai-nilai, norma, kebiasaan, kepercayaan, tradisi, sikap, maupun pola tingkah laku dalam suatu masyarakat. Disini kepercayaan antar ninik mamak lah yang menyebabkan tidak berjalannya tradisi bakaua adat ini, pola tingkah laku ninik mamak dalam menyampaikan pendapatpun juga berpengaruh dalam pelaksanaan Tradisi Bakaua Adat ini karena hal tersebut yang menimbulkan adanya perbedaan pendapat di antara ninik mamak.

Kesibukan ninik mamak dalam bekerja yang disebabkan oleh faktor psikologis berkaitan dengan keberadaan ninik mamak dalam menjalankan

94

perannya sudah berkurang yang dapat mendorong terjadinya perubahan dalam sistem kebudayaan dalam masyarakat. Dimana ninik mamak sebagai yang berperan dalam mengamatai dan memotivasi cucu kamanakannnya akan mulai memudar jika ninik mamak tida bisa memperbaiki sikap tingkah laku yang mereka tunjukan dalam menjalankan tradisi bakaua adat ini agar bisa dilaksanakan kembali.

Selain itu perubahan dalam masyarakat maupun kebudayaan terjadi dari dalam sistem ninik mamak tersebut itu sendiri yang tidak berjalan dengan baik yang disebabkan oleh kurangnya pelaku atau jumlah ninik mamak yang berpartisipasi yang tidak sepenuhnya ada. Tradisi Bakaua Adat ini tidak bisa dilaksanakan karena sudah adanya perubahan pada struktur dan sistem ninik mamak nagari Tanjung Lolo.

Jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial yang Herbert Spencer kemukakan, Spencer mengemukan bahwa perubahan sosial diakibatkan oleh beberapa faktor pendorong yaitu salah satunya faktor sosial. Dimana, berkaitan dengan aspek organisasi sosial, hal ini terlihat dari upaya ninik mamak dalam melakukan rapat kembali atau mengumpulkan ninik mamak kembali. Selain itu, perubahan yang terjadi dalam masyarakat Nagari Tanjung Lolo juga dipengaruhi oleh faktor intern adanya perubahan penduduk. Dimana ninik mamak terdahulu ada yang meninggal sehingga masyarakat dan ninik mamak yang lainnya berupaya mencari pengganti untuk mengisi kekosongan ninik mamak tersebut.

Selain dari itu, Herbert Spencer juga mengemukankan perubahan sosial juga terjadi dalam pergantian ninik mamak yaitu adanya konfilk dalam masyarakat

95

atau kelompok suku ninik mamak dalam Nagari Tanjung Lolo tersebut. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi pada masyarakat Nagari Tanjung Lolo dipengaruhi oleh faktor intern yaitu dari diri masyarakat itu sendiri yang mana menimbulkan konflik antar individu dalam masyarakat dan pertumbuhan penduduk yang berdampak pada kerjasama yang mulai berkurang.

96

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulisan dalam penelitian sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab V, yang telah peneliti lakukan di

Nagari Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor Penyebab Tidak Dilaksanakannya Tradisi

Bakaua Adat ada 3 yaitu perbedaan pendapat dalam musyawarah, kesibukan dalam bekerja, dan jumlah ninik mamak yang tidak lengkap. Dari ke-3 faktor penyebab tidak dilaksanakannya tradisi bakaua adat tersebut, jika dikaitkan dengan teori perubahan sosial menurut Herbert Spencer bahwa perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Nagari Tanjung Lolo disebabkan oleh faktor penyebab terjadinya perubahan sosial secara intern yaitu dari dari dalam diri masyarakat itu sendiri.

Selain itu, Upaya yang dilakukan oleh ninik mamak maupun pemerintahan nagari dalam mengembalikan Tradisi Bakaua Adat ini dilakukan dengan mencari calon pengganti ninik mamak ataupun datuak terdahulu dengan ketentuan persyaratan dalam Minangkabau, dan membuat aturan tertulis mengenai iuran, kepemimpinan dan aturan-aturan lainnya untuk nagari. Upaya ninik mamak setempat dalam mengembalikan tradisi bakaua adat ini mereka sudah mencoba melakukan rapat meskipun tidak lengkap jumlahnya, hal tersebut tersebut sering mereka lakukan dengan mengajak ninik mamak lainnya berkumpul meski adanya

96

97

penolakan. Dan saat ini sudah ada rencana yang mereka dapatkan bahwa tradisi bakaua adat akan dilaksanakan kembali tahun ini atau pun tahun depan.

6.2 Saran

Setelah dilakukan penelitian dan diperoleh kesimpulan, maka disarankan:

1. Untuk pemerintah nagari maupun masyarakat agar ikut andil lebih banyak

lagi dalam pelaksanaan tradisi Bakaua Adat ini dan lebih bersemangat agar

ninik mamak juga termotivasi untuk tetap menjalankannya.

2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai Tradisi

Bakaua Adat.

3. Untuk ninik mamak beserta KAN di Nagari Tanjung Lolo agar bisa

bekerja sama lagi dalam mempertahanakan tradisi bakaua adat.

98

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif (Cetakan Pe). Surabaya: Airlangga University Press.

------. (2011). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial (Edisi ke-2). Jakarta: Kencana.

Esten, Mursal. (1999). Desentralisasi Kebudayaan. Bandung: Angkara.

Koentjaraningrat. (2005). Pengantar Antropologi: Pokok-pokok Etnografi (Jilid 2). Jakarta: PT Rineka Cipta.

------. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Revisi 200). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Martono, Nanang. (2011). Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial (1st ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

------. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder (ke 3). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nazir, N. (2009). Metode Penelitian (Cetakan ke). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Saebani, Beni Ahmad. (2016). Perspektif Perubahan Sosial (Cetakan 1; A. S. Muhtadi, ed.). Bandung: CV Pustaka Setia.

Soekanto, Soerjono. (1997). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja.

Sugiyono, S. (2009). Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

98

99

Sugono, Dendy. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sztomka, P. (2007). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.

Skripsi

Chandra, L. (2017). “Penyebab Perubahan Tradisi Maanta Sirih Dalam Adat Perkawinan Masyarakat Jorong Pasar Baru Nagari Koto Gadang Guguk Kecamatan Talang Kabupaten Solok”. Program Studi Sosiologi. STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang.

Yuniarti, R. (2015). “Proses Bakaua Adat di Nagari Lalan Kecamatan Lubuk Tarok Kabupaten Sijunjung”. Program Studi Sosiologi. STKIP PGRI Sumatera Barat. Padang.

Jurnal/ Artikel

Puguh, D. R. (2017). Melestarikan Dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya Semarang Dalam Perspektif Sejarah. Sejarah Citra Lekha, 2, 48–60.

Syamsidar, S. (2015). Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Pendidikan. Bimbingan Penyuluhan Islam, 2, 83–92.

Dokumen

RPJM Nagari Tanjung Lolo Tahun 2016-2020

Profil Nagari Tanjung Lolo Tahun 2019 https://www.sijunjung.go.id/v2/?s=tradisi+bakaua+adat akses pada 30 Juli 2019

100

101

102

103

104

105

106

107

108