1

MAKNA SEMANTIK DAN SEMIOTIK TEKS ORNAMEN

TESIS

Oleh

MAYANG PUTRI SHALIKA 177009021/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

2

MAKNA SEMANTIK DAN SEMIOTIK TEKS ORNAMEN RUMAH GADANG MINANGKABAU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAYANG PUTRI SHALIKA 177009021/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

3

Universitas Sumatera Utara

4

Universitas Sumatera Utara

5

Universitas Sumatera Utara

MAKNA SEMANTIK DAN SEMIOTIK TEKS ORNAMEN RUMAH GADANG MINANGKABAU

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengiventarisasikan bentuk penamaan tekstual ornamen rumah gadang Minangkabau, menganalisis makna semantik dan semiotiknya, serta menjelaskan fungsi ornamen rumah gadang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan menggunakan model analisis interaktif Miles, Huberman, Saldana. Sumber data penelitian berupa nama-nama ornamen rumah gadang Minangkabau yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan secara langsung. Konsep semantik yang dikemukan oleh Pateda diaplikasikan untuk mengidentifikasikan makna semantik yang terdiri dari makna leksikal, makna referensial, dan makna deskriptif. Konsep semiotik Pierce digunakan untuk menganalisis makna semiotik yang terdapat pada ornamen rumah gadang Minangkabau. Metode pengumpulan data dilakukan dalam tiga tahap yaitu wawancara, observasi berperan, dan dokumentasi. Sumber data yang telah dikodensasikan melalui teks ornamen dipilah menjadi bentuk penamaan ornamen rumah gadang yang terdiri atas proses semantik dan morfologisnya. Bentuk penamaan dalam proses semantisnya terbagi lagi menjadi dua yaitu: penyebutan ciri khas dan penyebutan tempat asal, sedangkan proses morfologisnya yaitu: kata dasar, kata turunan dan kata majemuk. Adapun jumlah ornamen yang dianalisis adalah dua puluh lima teks ornamen untuk makna semantik dan semiotiknya. Makna semantik terbagi menjadi tiga yaitu makna leksikal, referensial, dan deskriptif. Makna semiotik juga terbagi menjadi tiga yaitu ikon, indeks, dan simbol. Fungsi ornamen rumah gadang adalah murni estetis, konstruksi dan simbolis. Fungsi ini tergambar dari ungkapan atau petatah petitih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, visual ornamen yang ada di rumah gadang kebanyakan tidak merepresentasikan apa yang ditandai dan ragam ukir ornamen rumah gadang Minangkabau menyimpul kepada tumbuhan bukan kepada binatang atau orang karena menurut masyarakat Minangkabau tumbuhan itu melambangkan keindahan, kemakmuran, dan kesuburan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bentuk penamaan teks ornamen rumah gadang sebagian besar terdiri dari penyebutan sifat khas sedangkan fungsi ornamen rumah gadang Minangkabau sebagian besar terdiri dari fungsi murni estetis.

Kata Kunci: Makna semantik, makna semiotik, ornamen rumah gadang, bentuk penamaan.

Universitas Sumatera Utara i

THE SEMANTIC AND SEMIOTIC MEANINGS IN THE ORNAMENTS TEXT OF RUMAH GADANG MINANGKABAU

Abstract

This study aims to identify the form of textual naming of the Minangkabau rumah gadang ornament, analyze its semantic and semiotic meanings, and explain the function of the rumah gadang ornament. This type of research is qualitative research and uses the interactive analysis model of Miles, Huberman, Saldana. Sources of research data are the names of the Minangkabau rumah gadang ornaments obtained from interviews and direct observations. The semantic concept proposed by Pateda is applied to identify semantic meaning which consists of lexical meaning, referential meaning, and descriptive meaning. Pierce's semiotic concept is used to analyze the semiotic meaning contained in the Minangkabau rumah gadang ornament. The data collection method was carried out in three stages, namely interviews, role observation, and documentation. Sources of data that have been codified through the ornament text are sorted into the form of naming the rumah gadang ornament which consists of semantic and morphological processes. The form of naming in the semantic process is further divided into two, namely: the mention of distinctive features and the mention of the place of origin, while the morphological process is: basic words, derivative words and compound words. The number of ornaments analyzed was twenty-five ornament texts for their semantic and semiotic meanings. Semantic meaning is divided into three, namely lexical, referential, and descriptive meanings. The meaning of semiotic is also divided into three, namely icons, indexes, and symbols. The function of the rumah gadang ornament is purely aesthetic, construction and symbolic. This function is illustrated by traditional expressions or petatah petitih. The results showed that, the visual ornaments in the rumah gadang mostly do not represent what is marked and the various carvings of the Minangkabau rumah gadang ornaments imply to plants, not to animals or people because according to the , plants symbolize beauty, prosperity, and fertility. The conclusion of this research is that the form of naming the rumah gadang ornament text mostly consists of mentioning its distinctive characteristics while the function of the Minangkabau rumah gadang ornament consists mostly of purely aesthetic functions.

Keywords: Semantic meaning, semiotic meaning, rumah gadang ornament, naming form.

Universitas Sumatera Utara ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nyaa kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Makna Semantik dan Semiotik Teks Ornamen Rumah Gadang Minangkabau”. Shalawat dan salam dengan sepenuh hati disampaikan keharibaan junjungan nabi besar Muhammad SAW, insyaalah dengan memperbanyak shalawat kepada beliau akan mendapat syafaat di yaumil mahsyar kelak, aamiin. Tesis ini diajukan sebagai tugas akhir sekaligus persyaratan untuk mencapai gelar Magister di program studi Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Kemudian pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Budi Agustono, M.S. yang telah memimpin dan membina Fakultas Ilmu Budaya dalam rangka mencetak generasi muda yang intelektual. 2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I penulis yang telah meluangkan waktunya serta berbagi ilmu, arahan, dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini. 3. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP. selaku ketua Program Studi Linguistik dan sekaligus sebagai dosen pembimbing II penulis yang juga telah meluangkan waktunya serta memberikan ilmu, arahan dan motivasi untuk menyelesaikan Tesis ini. 4. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. selaku sekretaris Program Studi Linguistik yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan arahan selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Linguistik. 5. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. , Dr. Deliana, M.Hum., dan Dr. Mulyadi, M.Hum. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membangun demi penyempurnaan tesis ini. 6. Staf pengajar program studi Linguistik yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di program studi Linguistik. 7. Staf administrasi program studi Linguistik yang telah banyak membantu dalam pengurusan administrasi penulis. 8. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Ayahanda Syafrion dan Ibunda Kasmanidar. Cinta dan kasih sayang mereka membawa penulis agar mampu melewati setiap hambatan dan tantangan dalam hidup. 9. Saudara kandung penulis, Yohana Florentina, A.Md, Keb. dan Shalika Dewi, S.E. yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 10. Suami, Abangnda Muhammad Ali Misran, S.T. yang selalu memberikan semangat kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2018 yang selalu memberikan semangat dan menguatkan satu sama lain.

Universitas Sumatera Utara iii

Akhir kata, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dari penelitian ini. Untuk itu saran dan kritikan yang membangun akan sangat membantu dalam penyempurnaan Tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung secara materil, moril, dan semangat yang memotivasi dalam penyelesaian Tesis ini, dan penulis berharap semoga semua kemudahan dan kebaikan diberikan kepada penulis mendapat balasan berlipat ganda dari Allah SWT, aamiin.

Medan, Februari 2020 Penulis,

Mayang Putri Shalika

Universitas Sumatera Utara iv

RIWAYAT HIDUP

Mayang Putri Shalika adalah nama penulis dari tesis ini. Penulis lahir di Dumai pada tanggal 19 Juni 1995. Penulis menempuh pendidikan SD 1 YKPP Dumai pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri Binaan Khusus Dumai pada tahun 2007 dan lulus tahun 2010. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 2 Dumai pada tahun 2010 dan lulus tahun 2013. Penulis menempuh pendidikan Strata 1 pada tahun 2013 di Universitas Sumatera Utara, jurusan Sastra Jepang dan lulus pada tahun 2017. Setelah lulus dari S-1nya, penulis bekerja di salah satu sekolah menengah pertama swasta yang ada di kota Medan yaitu MTS Alwashliyah Kolam sebagai guru bahasa Jepang. Setelah lebih dari enam bulan bekerja di sekolah tersebut, penulis mengundurkan diri karena ingin melanjutkan pendidikan Strata 2. Pada tahun 2018 awal penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 di Universitas Sumatera Utara dan mengambil jurusan Linguistik. Dalam masa menjalani pendidikan S-2nya, penulis kembali bekerja disalah satu sekolah menengah swasta yang ada di kota Medan yaitu Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda sebagai guru bahasa Jepang. Penulis menyelesaikan pendidikan S-2nya pada tahun 2020. Setelah tamat dari pendidikan Strata 2, penulis aktif di dalam penulisan artikel untuk publikasi ilmiah. Sejauh ini artikel penulis yang telah dipublikasikan di jurnal ada dua artikel yang dipublikasikan oleh jurnal HUMANIKA Universitas Diponegoro. Tidak hanya aktif di dalam penulisan artikel, penulis juga menekuni bidang pendidikan dan membuka bimbingan belajar sendiri khusus sekolah angkatan dan kedinasan sampai saat ini.

Universitas Sumatera Utara v

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK…………………………………………….……………………..…..i ABSTRACT…………………………..………………………………….…..…...ii KATA PENGANTAR……………………..……………………………………iii RIWAYAT HIDUP…..……………………...…………………………………...v DAFTAR ISI ………………..………………………...………………………....vi DAFTAR TABEL………………..………………..…………………………...viii DAFTAR GAMBAR…………..……...……………………...……………….…ix DAFTAR LAMPIRAN...…………………………………...………………..…..x GLOSARIUM…………………………………...…………………………….....xi

BAB I PENDAHULUAN…………………..…………...………..………1 1.1 Latar Belakang Masalah…..…………………………...…..1 1.2 Rumusan Masalah…………..…………………..………....3 1.3 Tujuan Penelitian…………..………………..………….....4 1.4 Batasan Masalah……………………………..……………4 1.5 Manfaat Penelitian……………………..……..…………...5 1.5.1 Manfaat Teoretis………………………………….5 1.5.2 Manfaat Praktis…………..…..…………………...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI……....…6 2.1 Penelitian Relevan………….……...……………………....6 2.2 Penamaan...... ………………..…………….....9 2.2.1. Pengertian Penamaan……………..…..…...... 9 2.2.2 Jenis Penamaan……………………………...... 10 2.3 Makna………..……..…………………...... 13 2.3.1 Makna Semantik...……,,…………..…..…...……14 2.3.2 Makna Semiotik…………………..……………...17 2.4 Ornamen…………………………………………...... 20 2.4.1. Konsep Ornamen Tradisional...... 20 2.4.2 Fungsi Ornamen...... 22 2.5 Motif Ornamen...... 24 2.6 Kerangka Konseptual……………………………..……..25

BAB III METODE PENELITIAN………………….………………….27 3.1 Jenis Penelitian……………….…………………….…...27 3.1.2 Data dan Sumber Data…...…………………..…28 3.2 Lokasi Penelitian…………………….………………….28 3.3 Metode Pengumpulan Data…………………….……….30 3.3.1 Wawancara Mendalam…………….…………....30 3.3.2 Observasi Berperan……………………………..31 3.3.3 Dokumentasi…………………………………....31 3.3.4 Studi Pustaka…………………………………...31 3.4 Metode Analisis Data……………………….………….32

Universitas Sumatera Utara vi

3.4.1 Kondensasi Data………………….………………32 3.4.2 Penyajian Data………………………….……..…34 3.4.3 Penarikan dan Verifikasi Kesimpulan…………....34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….…….36 4.1 Hasil Penelitian……………………..……………………36 4.1.1 Bentuk Penamaan Teks Ornamen Rumah Gadang Minangkabau……………………………………..36 4.1.2 Makna Semantik dan Semiotik Teks Ornamen Rumah Gadang..…...... 38 4.1.3 Fungsi Ornamen………………….…..…………..49 4.2 Pembahasan………….…………………………………...50 4.2.1 Bentuk Penamaan Makna dalam Teks Ornamen Rumah Gadang…………..………………...…….50 4.2.2 Makna Semantik dan Semiotik Teks Ornamen Rumah Gadang Minangkabau……..…………….58 4.2.3 Fungsi Ornamen………………………………….80 4.3 Hasil Temuan...………………..……………..…..………90

BAB V KESIMPULAN & SARAN……………………………....…....92 5.1 Kesimpulan…………….…..……………………………92 5.2 Saran………………….…..……………………………..93

DAFTAR PUSTAKA……………….………..………………………………..94

Universitas Sumatera Utara vii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Bentuk Penamaan Ornamen………….……………..…..……..37

4.2 Klasifikasi Ornamen Berdasarkan Jenis Motif……...... 38

4.3 Makna Semantik……………………………………………....40

4.4 Makna Semiotik……………………………………………….41

4.5 Fungsi Ornamen……………………………………………….49

Universitas Sumatera Utara viii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Hubungan Petanda dan Penanda……………………………....17 2.2 Dimensi Tanda……………………………………….………..19 2.3 Kerangka Konseptual………………………………………….26 3.1 Peta Lokasi Penelitian……...…………...……………………..29 3.2 Metode Analisis Data………………...……………...... 32

Universitas Sumatera Utara ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Biodata Informan……………………………………………97 2. Foto……………………………………………...... 98

Universitas Sumatera Utara x

GLOSARIUM

Rumah gadang : Rumah adat masyarakat Minangkabau Rumah baganjong : Sebutan untuk gedung pusat perkantoran yang ditempati oleh gubernur Sumatra Barat bersama pegawai pemerintah Provinsi Sumatra Barat : Bangunan di sekitar rumah gadang yang berfungsi untuk tempat menyimpan padi Homo simbolicum : Manusia sebagai makhluk sosial Anjuang :Ruangan yang terletak pada sayap bangunan sebelah kanan dan kiri di rumah gadang Minangkabau, bentuk ruangan yang lantainya berjenjang ke atas melebar ke samping kiri maupun ke samping kanan. Urang ranah Minang : Sebutan atau istilah untuk tanah Minangkabau. Alam takambang jadi guru : Pepatah yang berasal dari Minangkabau

Universitas Sumatera Utara xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa terdiri dari dua unsur Semantik. Semantik membahas makna bentuk bahasa dalam hubungannya dengan konteks linguistik. Kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana adalah bentuk bahasa. Bentuk-bentuk bahasa itu mempunyai makna. Bentuk yang berbeda mempunyai makna yang berbeda. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta sosial, budaya, ekonomi masyarakat menimbulkan perubahan dan perkembangan simbol-simbol bahasa yang juga berdampak kepada perubahan atau perkembangan makna simbol-simbol bahasa itu. Karena makna simbol-simbol bahasa berkembang, pemakai bahasa perlu mempelajari makna simbol bahasa terus-menerus.

Said (2004:3) mengatakan, “Kebudayaan sendiri merupakan kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan perilaku manusia, sehingga tidaklah berlebihan apabila dilanjutkan bahwa begitu eratnya kebudayaan dan simbol-simbol yang diciptakan oleh manusia sehingga manusia disebut sebagai Homo Simbolicum”. Penggunaan simbol dalam budaya merupakan alat perantara yang berasal dari nenek moyang untuk melukiskan segala macam bentuk pesan pengetahuan kepada masyarakat, sebagai generasi penerus yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari mereka sebagai makhluk budaya, lantas diharapkan mampu memberi pemahaman bagi masyarakat penggunanya. Intinya, seperti perkataan Geertz (1992:51), “Makna hanya dapat

„disimpan‟ di dalam simbol”. Lebih jelas, Geertz (1992:57) menyimpulkan,

Universitas Sumatera Utara 1

2

kebudayaan adalah pola dari makna-makna yang dapat tertuang dalam simbol- simbol, diwariskan melalui sejarah.

Hal yang sama pada kebudayaan suku Minangkabau, yang hingga sekarang tetap menjaga kebudayaan mereka agar tak tergeser oleh zaman yakni ornamen-ornamen yang ada pada rumah gadang. Dari definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Kebudayaan itu seperti jati diri yang harus terus dijaga, membiarkannya luput dimakan waktu sama saja membiarkan jiwa lepas dari tubuhnya tanpa ada usaha berarti. Agar nilai-nilai dalam kebudayaan tetap mengakar kuat, salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah meninggalkan benda pusaka atau yang biasa disebut dengan warisan budaya. Pusaka tersebut tidak hanya menjadi pengingat suatu kebudayaan itu pernah ada, namun juga sebagai bentuk komunikasi visual antara generasi terdahulu dengan generasi setelahnya. Sebuah penyampai pesan dengan tujuan untuk menjadi pedoman bagi penerus kebudayaan. Penunjuk cara bagaimana bersikap yang baik terhadap diri sendiri dan lingkungan. Salah satu warisan budaya sarat makna itu adalah rumah gadang, rumah bagonjong milik

Universitas Sumatera Utara

3

urang ranah minang dari Sumatera Barat. Orang bilang, membangun rumah sama saja artinya dengan membangun peradaban. Lebih dari sekedar tempat tinggal, rumah gadang hadir sebagai alat komunikasi antar masa.

Landasan hidup “alam takambang jadi guru” mendidik orang

Minangkabau untuk menghargai alamnya dengan baik. Alam hadir bukan sekedar untuk dimanfaatkan manusia sebagai tempat tinggal dan mencari makan, namun juga untuk tempat bertahan hidup. Dengan kata lain, ada pelajaran yang dapat diambil dari alam semesta ini. Pesan tersebut disampaikan dengan baik lewat ukiran-ukiran yang hadir sebagai ornamen di dinding rumah gadang. Sekalipun tidak semua orang memahami setiap motif secara mendalam. Layaknya sebuah komunikasi, harus ada pesan yang tersampaikan lewat teks ornamen tersebut.

Struktur, arsitektur dan ornamen pada rumah gadang merupakan salah satu sarana untuk memaksimalkan komunikasi tersebut. Namun sekarang, banyak orang tidak paham dengan makna yang ada disetiap detail rumah pusaka itu. Dengan alasan itulah penulis mencoba untuk menggali makna di balik detail rumah gadang, agar didapatkan pengetahuan tentang pesan apa yang ingin disampaikan di dalamnya.

Fokus penelitian ini membahas bentuk dan makna yang terdapat pada teks ornamen rumah gadang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk penamaan teks ornamen rumah gadang Minangkabau?

Universitas Sumatera Utara

4

2. Bagaimanakah makna semantik dan semiotik ornamen rumah gadang

Minangkabau?

3. Bagaimanakah fungsi ornamen bagi masyarakat Minangkabau?

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan merujuk kepada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menginvertarisasi bentuk penamaan yang terdapat pada teks ornamen rumah

gadang Minangkabau

2. Menganalisis makna semantik dan makna semiotik teks ornamen rumah

gadang Minangkabau

3. Menjelaskan fungsi rumah gadang bagi masyarakat Minangkabau

1.4 Batasan Masalah

Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan dan perluasan pokok masalah agar penelitian lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan penelitian akan tercapai.

Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lingkupan permasalahan yang ada di dalam penelitian ini hanyalah

mengenai teks ornamen yang ada pada rumah gadang minangkabau.

2. Adapun data teks ornamen yang dianalisis mengenai bentuk penamaan,

makna semantik sekaligus makna semiotik, dan fungsi dari ornamen

rumah gadang minangkabau

Universitas Sumatera Utara

5

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian diharapkan memberikan kontribusi manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis kiranya temuan ini dapat memberikan manfaat. Sebagai suatu kajian linguistik temuan ini dapat memperkaya teori semantik dan semiotik bisa menjadi rujukan lebih lanjut. Penelitian tentang budaya dan bahasa masih perlu dikembangkan dan diperdalam khususnya penelitian kebudayaan suku

Minangkabau yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Minang. Dengan adanya penelitian ini masyarakat lebih mengenal teks ornament rumah gadang dan sebagai dokumentasi untuk masyarakat minangkabau. Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang makna-makna yang terkandung pada ornamen rumah gadang

Minangkabau.

Di samping sebagai dokumentasi leksikon-leksikon bahasa Minang dan penjelasan tentang makna-makna simbol budaya yang ada pada ornament- ornamen rumah gadang kiranya penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada semua pihak yang terkait untuk dapat melestarikan tradisi kebudayaan yang tersimpan pada bangunan rumah gadang Minangkabau.

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Relevan

Penelitian relevan menjadi sumber acuan untuk menyempurnakan penelitian ini. Penelitian-penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan sumber teori. Penelitian Franzia, dkk (2015) menganalisis bentuk visual rumah gadang sebagai representasi simbolik dari etnis Minangkabau. Penelitian menggunakan metode semiotik yang dikemukakan oleh Pierce. Penelitian tersebut mengklasifikasikan rumah gadang sebagai representasi simbolik dari identitas etnik. Persamaan penelitian Faranzian, dkk (2015) dalam penelitian ini adalah penggunaan metode semiotik yaitu menggunakan metode semiotika Pierce.

Perbedaannya terletak pada objek rumah gadang karena di dalam penelitian ini hanya berfokus kepada rumah gadang yang ada di Batu Sangkar, Sumatera Barat.

Penelitian Rakhman (2015) menjelaskan bentuk-bentuk dan makna dibalik ornamen yang terdapat pada rumah limas Palembang, Sumatera Selatan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan rumah Limas Palembang sangat berkaitan erat dengan matahari dan sungai sehingga hal itu sangat menentukan posisi rumah yang akan didirikan. Budaya itu dipegang teguh karena masyarakat

Palembang dahulu sangat bergantung pada sungai, baik untuk transportasi maupun untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penelitian ini juga membahas mengenai ornamen rumah Limas Palembang yang mempunyai ciri khas tersendiri.

Ciri khas bentuk motif hiasan rumah Limas Palembang terlihat dari atapnya yang berbentuk piramida menurun curam, dihiasi simbar-simbar, dan diberi tambahan

Universitas Sumatera Utara 6

7

bunga melati. Bentuk atap tersebut melambangkan keagungan dan pengayoman adab sopan santun. Semua motif dalam rumah Limas Palembang itu menggambarkan kehidupan atau tatanan tata krama dari masyarakat Palembang.

Kelebihan dari penelitian tersebut adalah penelitian menggunakan beberapa metode kualitatif deskriptif. Penelitian di atas dilakukan dengan pendekatan estetika Djelantik dan data diperoleh dari kegiatan observasi, dokumentasi, wawancara, dan studi pustaka. Kelemahan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan teori dalam penelitian tersebut tidak begitu dijabarkan secara rinci sehingga dalam proses analisis data adanya kesulitan dalam hal pengklasifikasian bentuk dan makna ornamen rumah Limas Palembang. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian analisis makna semantik dan semiotik ornamenr rumah

Gadang Minangkabau terletak pada objek yang diteliti yaitu rumah adat.

Perbedaannya yaitu, penggunaan metode pengumpulan data dan analisis data.

Penelitian Sitindjak, dkk (2016) Form and Meaning of Batak Toba House

Ornaments menjelaskan bentuk dan makna yang terkandung dalam berbagai pengaturan yang melekat pada rumah. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan analisis ikonologis Panofsky. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dekorasi hias rumah Batak Toba sebagian besar terinspirasi oleh fenomena dan benda-benda alam yang telah bergaya dan ada beberapa yang bersifat imajinatif. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ornamen tersebut mengandung makna yang mencerminkan kepercayaan spiritual masyarakat Banua

Tonga (dunia tengah) dan Banua Toru (dunia bawah). Hal ini juga mewakili visi kehidupan dan filosofi masyarakat Batak Toba.

Universitas Sumatera Utara

8

Selanjutnya penelitian Parlindungan (2017) mengenai fungsi dan filosofi rumah Gadang. Dalam penelitian Parlindungan disebutkan bahwa rumah Gadang yang mempunyai beberapa fungsi antara lain kegiatan adat istiadat, tempat kumpul keluarga, penobatan kepala adat dan lain sebagainya dan filosofi dari rumah Gadang itu sendiri terhadap sarana komunikasi antara masyarakat

Minangkabau. Penelitian tersebut memberikan kontribusi teori tentang fungsi rumah adat terhadap penelitian ini. Perbedaanya yaitu, penelitian tersebut hanya membahas fungsi dan filosofi rumah gadang saja.

Penelitian Maulani (2017) mengenai ornamen eksterior Masjid Agung

Jawa Tengah. Penelitian tersebut dilakukan karena Masjid Agung Jawa Tengah memiliki ornamen eksterior yang sangat khas, berbeda dengan ornamen masjid raya lain di Indonesia, yang umumnya memiliki ornamen eksterior yang hanya berakulturasi dengan budaya Timur Tengah. Suasana di Masjid Agung Jawa seperti di masjid Nabawi dan suasana Colloseum di zaman Romawi. Kontribusi penelitian Maulani (2017) dalam penelitian ini adalah penggunaan teori semiotik.

Penelitian Nainggolan (2017) yang berjudul Ornamen Istana Kerajaan

Siak: Kajian Semiotika yang terdapat di desa Siak Sri Indrapura, Kecamatan Siak,

Kabupaten Siak Sri Indrapura, Riau. Penelitian tersebut membahas tentang ornamen-ornamen yang terdapat dalam Istana Kerajaan Siak, Kontribusi

Penelitian Nainggolan dalam peneletian ini adalah membantu penulis untuk menambah wawasan tentang teori semiotika dan juga memudahkan penulis dalam menganalisis rumah adat dengan menggunakan teori semiotika.

Universitas Sumatera Utara

9

Penelitian Christyawaty (2018) yang membahas makna motif hias siriah gadang pada bangunan tradisional Minangkabau dan arti penting siriah dalam adat dan budaya Minangkabau. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa siriah merupakan benda budaya yang sangat penting dan bahkan sakral. Hal itu dikuatkan dengan adanya penggunaan siriah dalam setiap kegiatan adat masyarakat Minangkabau hingga sekarang. Persamaan penelitian Christyawaty dengan penelitian ini adalah menganalisis makna ornamen siriah gadang tetapi dalam penelitian ini tidak hanya membahas makna ornamen siriah gadang melainkan membahas makna ornamen yang ada di Istano Basa pagaruyuang yang berjumlah duapuluh lima ornamen.

2.2 Penamaan (naming)

2.2.1 Pengertian Penamaan

Menurut Sudaryat (2008:59) proses penamaan berkaitan dengan acuanya.

Penamaan bersifat arbitrer dan kovensional Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya, sedangkan arbitrer kemauan masyarakat pemakainya.

Nama merupakan kata-kata yang menjadi label setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di dunia ini (Djajasudarma, 2009:47).

Aristoteles (dalam Pateda, 2001 :63) mendeskripsikan bahwa pemberian nama adalah soal perjanjian konvensi. Perjanjian yang dimaksud di sini bukan berarti bahwa dahulu ada siding masalah nama untuk sesuatu yang diberi nama.

Melainkan perjanjian yang dimaksud adalah kesepakatan pemakaian bahasa terkait tentang nama yang akan diberikan. Nama tersebut biasanya berasal dari seorang pakar, ahli, penulis, pengarang, wartawan, pimpinan Negara, tokoh

Universitas Sumatera Utara

10

masyarakat yang kemudian dipublikasikan melalui media elektronik maupun melalui pembicaraan tatap muka langsung.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang nama dapat disimpulkan bahwa nama merupakan label, aktivitas, perjanjian konvensi bagi semua makhluk hidup yang ada di dunia. Perjanjian disepakati bagi pemakai bahasa atau nama dalam menamai atau menandai sebuah benda. Label juga disepakati oleh pemakai bahasa pada umumnya untuk menandai suatu benda agar mudah mengenali atau mengingat.

2.2.2 Jenis Penamaan

Menurut Sudrayat (2008:59) ada sepuluh cara dalam proses penamaan, yaitu (a) peniruan bunyi, (b) penyebutan bagian (c) penyebutan sifat khas, (d) penyebutan penemu dan pembuat, (e) penyebutan tempat asal, (f) penyebutan bahan, (g) penyebutan kesurupan, (h) penyebutan pemendekan, (i) penyebutan penamaan baru, dan (j) penyebutan pengistilahan.

Berdasarkan uraian di atas mengenai sepuluh cara jenis penamaan, peneliti tidak mendeskripsikan semua jenis penamaan yang dikemukakan oleh Sudrayat karena berdasarkan data yang diperoleh tidak semuanya sesuai dengan teori yang dijelaskan Sudrayat. Dengan demikian, peneliti hanya akan mendeskripsikan jenis penamaan berdasarkan (a) penyebutan sifat khas, (b) penyebutan bagian, (c) penyebutan bahan. Jenis penamaan yang digunakan oleh peneliti, dideskripsikan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

11

1. Penyebutan sifat khas

Penyebutan sifat khas adalah penamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda (Sudrayat, 2008:59). Gejala ini merupakan peristiwa sematik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol sehingga kata sifat itulah yang menjadi nama bendanya. Jadi, penamaan berdasarkan sifat khas adalah penamaan pada suatu benda berdasarkan sifatnya yang menonjol pada benda itu. Penamaan berdasarkan penyebutan sifat khas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) sifat khas berdasarkan ciri fisik ini merupakan penamaan yan terbentuk berdasarkan dari ciri fisik, (2) sifat khas berdasarkan karakter ini juga dapat melatarbelakangi terjadinya penamaan, yaitu dilihat dari karakter yang ada pada benda tersebut. Untuk lebih dapat dipaparkan sebagai berikut:

 Sifat khas berdasarkan ciri fisik

Penamaan berdasarkan sifat ciri khas merupakan penamaan karena ciri fiik yang dimiliki oleh suatu benda. Hal itu, sering dijumpai dalam lingkungan masyarakat maupun di luar lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu dapat terbentuk berdasarkan ciri fisik yang menonjol pada benda sehingga mendesak kata bendanya. Sifat khas dari ciri fisik itulah yang dijadikan nama benda tersebut.

 Sifat khas berdasarkan karakter

Penamaan berdasarkan sifat khas karena karakter yang dimiliki oleh suatu benda sering dijumpai dalam lingkungan masyarakat. Penyebutan tersebut,

Universitas Sumatera Utara

12

muncul karena adanya sifat khas karakter yang ada pada benda itu. Dengan demikian, disebabkan karena sifat karakter yang menonjol sehingga mendesak kata bendanya. Sifat khas dari karaakter itulah yang dijadikan nama benda tesebut.

Hal ini dapaat pada karakter yang dimiliki oleh seseorang misalnya, orang yang sangat kikir lazim disebut kikir atau si bakhil.

2. Penyebutan bahan

Menurut Sudrayat (2008:60) penyebutan bahan adalah penamaan berdasaran nama bahan pokok benda tersebut. Jadi, penamaan berdasarkan penyebutaan bahan adalah penamaan yang diperoleh berdarkan bahan pokok benda tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut corhorus capsularis disebut juga goni. Berdasarkan pendapat tersebut, nama bahan merupakan nama yang diambil berdasarkan nama bahan pokok yang ada pada benda tersebut.

3. Penyebutan bagian

Menurut Sudrayat (2008:59) mengungkapkan bahwa penyebutan bagian merupakan suatu penamaan suatu benda dengan cara menyebutkan bagian dari benda tersebut, padahal yang dimaksud keseluruhanya. Maksudnya, bagian dari suatu benda atau hal, dapat dari tubuh yang disebutkan mempunyai arti secara keseluruhan dari benda tersebut. Oleh karena itu, penamaan penyebutan bagian adalah penamaan suatu benda yang menyebutkan bagian dari suatu benda tersebut, padahal yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah keseluruhanya.

Universitas Sumatera Utara

13

Misalnya kata kepala dalam kalimat setiap kepala menerima bantuan seribu rupiah, bukanlah dalam arti „kepala‟ itu saja, melainkan secara keseluruhan

2.3 Makna

Makna (pikiran atau referensi) adalah hubungan antara lambang (simbol) dan acuan atau referen. Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung sedangkan hubungan antara lambang dengan referensi dan referensi dengan acuan bersifat langsung Ogden dan Richards (dalam Sudaryat, 2009: 13).

Batasan makna ini sama dengan istilah pikiran, referensi yaitu hubungan antara lambang dengan acuan atau referen Ogden dan Richards (dalam Sudaryat, 2009:

13) atau konsep Lyons (dalam Sudaryat, 2009: 13). Jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang, berarti orang tersebut memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut; yakni sesuatu keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu (Stevenson dalam Pateda 2001: 82).

Ogden dan Richard (dalam Sudaryat, 2009: 14) mendefinisikan tentang makna menjadi 14 rincian, dijelaskannya bahwa makna itu: 1)suatu sifat yang intrinsik; 2) hubungan dengan benda-benda lain yang unik dan sukar dianalisis; 3) kata lain tentang suatu kata yang terdapat di dalam kamus; 4) konotasi kata; 5) suatu esensi, suatu aktivitas yang diproyeksikan ke dalam suatu objek; 6) tempat sesuatu di dalam suatu sistem; 7) konsekuensi praktis dari suatu benda dalam pengalaman kita mendatang; 8) konsekuensi teoretis yang terkandung dalam sebuah pernyataan; 9) emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu; 10) sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh hubungan yang telah dipilih; 11) a. efek-efek yang membantu ingatan jika mendapat stimulus asosiasi-

Universitas Sumatera Utara

14

asosiasi yang diperoleh; b. beberapa kejadian lain yang membantu ingatan terhadap kejadian yangpantas; c. suatu lambang seperti yang kita tafsirkan; d. sesuatu yang kita sarankan; e. dalam hubungannya dengan lambang penggunaan lambang yang secaraaktual dirujuk; 12) penggunaan lambang yang dapat merujuk terhadap apa yang dimaksud; 13) kepercayaan menggunakan lambang sesuai dengan yang kita maksudkan; 14) tafsiran lambang; a. hubungan-hubungan; b. percaya tentang apa yang diacu; dan c. percaya kepada pembicara tentang apa yang dimaksudkannya.

Inti dari apa yang diungkapkan atau diuraiakan oleh Ogden dan Richard, makna adalah hubungan antara kata dan benda yang bersifat instrinsik yang berada dalam suatu sistem dan diproyeksikan dalam bentuk lambang. Dari pengertian-pengertian makna yang disampaikan oleh para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa makna adalah hubungan antara kata (leksem) dengan konsep

(referens), serta benda atau hal yang dirujuk (referen).

2.3.1 Makna Semantik

Semantik berasal dari bahasa Yunani semantikos, artinya studi tentang makna. Lehrer (dalam Pateda, 2010:6) mengatakan bahwa semantik adalah studi tentang makna. Semantik berfokus pada hubungan antara penanda seperti kata, frase, tanda dan simbol. Dalam pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang terbentuk dari penggabungan satuan-satuan kebahasaan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang mengkaji tentang

Universitas Sumatera Utara

15

makna yang terkandung di dalam kata atau kelompok kata. Semantik adalah subdisplin linguistik yang membicarakan makna (Pateda, 2010:7). Objek kajiannya adalah makna. Makna yang menjadi objek semantik dapat dikaji dari banyak segi terutama teori atau aliran yang berada dalam linguistik (Pateda, 2010:

65).

Saeed (1997:3) mengemukakan bahwa “semantics is the study of meaning communicated through language”. Menurut Saeed, Semantik adalah studi mempelajari makna komunikasi dalam bahasa. Sedangkan menurut Griffiths

(2006:1) “semantics is the study of the “toolkit” for meaning: knowledge encoded in the vocabulary of the language and its patterns for building more elaborate meanings, up to level senteces.” Menurutnya, semantik merupakan studi yang dikhsusukan untuk mempelajari makna hanya pada tingkat, kata, frasa, kalimat dan teks.

Berbagai sumber yang didapat ada istilah untuk menamakan jenis atau tipe makna. Jenis makna menurut Pateda( 2001 : 96-131) : makna Afektif, makna

Denotatif, makna Deskriptif, makna Ekstensi, makna Emotif, makna Gereflektor, makna Gramatikal, makna Ideasional, makna Konstruksi, Makna Leksikal, Makna

Lokusi, Makna Luas, Makna Piktorial, makna Proposisional, makna Pusat, makna

Referensial, makna Intensi, makna Khusus, makna Kiasan, makna Kognitif, makna Kolokasi, makna Konotatif, makna Konseptual, makna Sempit, makna

Stilistika, makna Tekstual, makna Tematis, makna Piktorial, makna Umum.

Makna leksikal adalah makna leksem ketika leksem tersebut berdiri sendiri dalam bentuk dasar maupun leksem turunan dan maknanya seperti yang

Universitas Sumatera Utara

16

kita lihat pada kamus (Pateda 1990: 64). Leksem yang berdiri sendri karena makna sebuah leksem dapat berubah apabila leksem tersebut berada di dalam kalimat. Contohnya kata “gawang”. Kata ini memiliki arti dua tiang yang dihubungkan dengan kayu palang pada bagian ujung atas atau dua tiang yang berpalang sebagai tempat sasaran memasukan bola dalam permainan sepak bola.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun.

Makna leksikal juga bisa berarti makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra manusia, atau makna apa adanya.

Referen menurut Palmer (dalam Pateda, 2001: 125) adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.

Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran.

Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui analisis komponen.

Makna deskriptif (descriptive meaning) yang biasa disebut pula makna kognitif (cognitive meaning) atau makna referensial (referential) adalah makna

Universitas Sumatera Utara

17

yang terkandung di dalam setiap kata. Contohnya, kata “pohon” bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun dengan bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda- benda nyata, tetapi mengacu juga pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus dan termasuk pula partikel yang memiliki makna relasional.

2.3.2 Makna Semiotik

Dua pakar semiotik utama yang relevan dalam penelitian ini adalah ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Yang mula-mula mengemukakan bahwa tanda terjadi dari petanda dan penanda adalah Ferdinand de Saussure (dalam Saragih, 2011:13). Hubungan antara Petanda (Signified) dan penanda (signifier).

Petanda (signified)

Penanda (signifier)

Gambar 2.1 Hubungan petanda dan penanda

Pada dasarnya, tanda yang terjadi dari petanda dan penanda, merupakan satu kesatuan, seperti koin atau uang logam yang terjadi dari bagian depan (head) dan bagian belakang (tail). Bagian depan sebagai petanda dan bagian belakang sebagai penanda. Berbeda dengan Saussure, Charles Sanders Peirce (dalam Saragih, 2011

:13) menyatakan bahwa tanda terjadi dari tiga komponen, yakni:

Universitas Sumatera Utara

18

a. Representamen, yaitu bentuk yang menyatakan tanda atau „kenderaan tanda‟, setara dengan penanda (signifier), b. Interpretant, yaitu makna yang didatangkan dari tanda itu atau „makna‟ yang dibuat oleh seseorang: setara dengan signified, dan c. Object, yaitu sesuatu yang berada di luar tanda yang merupakan acuan.

Ruang lingkup semiotika, Peirce (dalam Lechte, 2001:227) seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Secara sederhana yaitu tanda sebagai sesuatu yang dikaitkan kepada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas dan seringkali mengulang-ulang pernyataan bahwa secara umum tanda mewakili sesuatu bagi seseorang. Bagi Peirce (dalam Pateda, 2001:41), tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Artinya, sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground oleh Peirce.

Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni sign (ground), object dan interpretand.

Dasar konsep triadik atau trikotominya itulah, yang membuat Peirce dikenal. Prinsip dasar dari tanda triadik tersebut bersifat representative. Rumusan yang mengimplikasikan, makna sebuah tanda dapat berlaku secara pribadi, social atau bergantung pada konteks khusus tertentu. Tanda atau sign adalah bentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia pada sesuatu yang merujuk

(merepresentasikan) hal lain di luar tanda disebut dengan representamen yang berfungsi sebagai tanda. Sementara Objek, adalah sesuatu yang diwakili oleh sign yang berkaitan dengan acuan. Sementara itu, interpretant atau pengguna tanda

Universitas Sumatera Utara

19

adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda (Nöth, 1992:43).

Menurut Noth (dalam Sibarani, 2012:261) Semua unsur yakni tanda

(respresentament atau ground), objek, dan interpretant dapat ditelaah secara trikotomi. Ground ada tiga macam yaitu qualisign, sinsign, dan legisign sedangkan objek ada tiga macam yaitu ikon,indeks, dan symbol; interpretant juga ada tiga macam yaitu rheme, dicent sign, dan argument.

Objek

Representamen Interpretan

Gambar 2.2 Dimensi tanda

Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan symbol (symbol).

1. Ikon (icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan;misalnya potret dan peta.

2. Indeks (index) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau

Universitas Sumatera Utara

20

tanda yang langsung mengacu kepada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tanda adanya api.

3. Simbol (symbol) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antar penanda dan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbritrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat.

Berdasaran uraian di atas mengenai konsep semiotik dari dua pakar semiotic.

Penelitian ini menggunakan konsep yang dikemukakan oleh pierce yaitu dengan melihat ikon, indeks, dan symbol sedangkan yang menjadi objeknya adalah ornamen pada rumah gadang Minangkabau.

2.4 Ornamen

2.4.1. Konsep Ornamen Tradisional

Ornamen berasal dari bahasa latin “ornare” yang artinya menghiasi.

Menurut Gustami (dalam Sunaryo, 2009) ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi berdasarkan pengertian itu, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Fungsi utama dari sebuah ornamen adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias. Penambahan ornamen pada sebuah produk umumnya untuk membuatnya menjadi lebih menarik, dalam arti estetis, oleh karena itu menjadi lebih bernilai yang demikian itu berakibat meningkatnya penghargaan terhadap produk benda bersangkutan, baik secara spiritual maupun material (Sunaryo, 2009: 3).

Universitas Sumatera Utara

21

Ornamen tradisional Minangkabau merupakan salah satu wujud kebudayaan fisik yang lahir dari sistem kesenian yang dimiliki oleh masyarakat.

Salah satu bentuk produk budaya tersebut adalah ornamen ukir yang dihasilkan oleh perajin tradisional menggunakan alat berupa pahat. Ornamen ukir diaplikasikan di atas sebilah kayu khusus yaitu kayu surian, yang banyak tumbuh di daerah Minangkabau. Seni ukir Minangkabau sebagai sebuah wujud kesenian yang lahir dan berkembang dalam sistem kebudayaan masyarakat, memiliki muatan nilai yang berhubungan dengan sistem nilai dan sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau itu sendiri.

Ornamen hias tradisional Minangkabau merupakan sebuah produk budaya masyarakat yang memiliki muatan filosofis. Bagi masyarakat Minangkabau filosofi itu disusun dalam sebuah kata-kata adat yang disebut petatah petitih.

Filosofi adat masyarakat Minangkabau mengacu pada alam yang terbentang yang dirumuskan menjadi alam takambang jadi guru (Zuhud, E. A., 2016). Filosofi tentang alam tersebut disusun dalam sebuah kata-kata: Panakiak pisau sirauik,

Ambiak galah batang Iintabuang, Salodang jadikan niru, Satitiak jadikan lauik,

Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru, ( Penakik pisau siraut,

Ambil galah batang Lintabung, Selodang jadikan niru, Setitik jadikan laut,

Sekepal jadikan gunung, Alam terkembang jadikan guru) (Gani, E. 2012).

Ornamen hias Minangkabau yang diaplikasikan pada rumah gadang atau rumah adat merupakan representasi dari simbol-simbol yang memiliki makna terkait dengan filosofi alam sebagai acuan dalam berkehidupan dan menjalin komunikasi diantara anggota masyarakat Minangkabau. Ornamen hias

Minangkabau yang terdapat di rumah gadang dibuat dalam bentuk ukiran,

Universitas Sumatera Utara

22

ditempatkan pada berbagai sisi (dinding) baik di bagian luar, maupun pada bagian dalam bangunan ramah adat. Ornamen hias tersebut juga dipandang sebagai sebuah buku pintar yang dijadikan sebagai acuan dalam sistem komunikasi terkait dengan sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau. Ornamen tradisional pada dasarnya merupakan simbol yang memiliki makna tertentu terkait dengan sistem kekerabatan bagi masyarakat pemilik satu budaya. Simbol tersebut terlihat pada berbagai bentuk kesenian, seni rupa, seni tari, seni musik termasuk arsitektur.

Pada dasarnya ornamen hias yang dimiliki oleh berbagai kelompok masyarakat selalu bermuatan makna terkait dengan sistem budaya masyarakat pemilik ornamen tersebut.

2.4.2 Fungsi Ornamen

Penelitian ini menggunakan konsep fungsi Feldman (dalam Gustami,

1990:1) menyatakan bahwa banyak di antara kita berpendapat, bahwa fungsi- fungsi seni berguna dan diperlukan dalam menuntun kehidupan manusia adalah pribadi, bahkan mungkin pada tingkatannya yang paling baik. Hadirnya seni ornamen pada rumah gadang Minangkabau memiliki fungsi tertentu dalam pandangan masyarakatnya. Menurut Feldman terjemahan Gustami (1990:2) selain itu dijelaskannya juga bahwa, seni harus terus berlangsung untuk memuaskan; 1) kebutuhan-kebutuhan individu kita tentang ekspresi pribadi, 2) kebutuhan- kebutuhan sosial kita untuk keperluan display, perayaan dan komunikasi, serta 3) kebutuhan fisik kita mengenai barangbarang dan bangunan-bangunan yang bermanfaat.

Universitas Sumatera Utara

23

Kehadiran sebuah ornamen tidak semata sebagai pengisi bagian kosong dan tanpa arti, lebih-lebih karya-karya ornamen masa lalu. Bermacam bentuk ornamen sesungguhnya memiliki beberapa fungsi, yakni :

1. Fungsi murni estetis,

2. Fungsi simbolis,

3. Fungsi teknis konstruktif

Fungsi murni estetis, merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni.

Fungsi ornamen yang demikian itu tampak jelas pada produk-produk keramik, batik, tenun, anyam, perhiasan, senjata tradisional, peralatan rumah tangga, serta kriya kulit dan kayu yang banyak menekankan nilai estetisnya pada ornamen- ornamen yang diterapkannya.

Fungsi simbolis, pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pusaka dan bersifat keagamaan atau kepercayaan, menyertai nilai estetisnya. Ornamen yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung atau garuda misalnya, pada gerbang candi merupakan gambaran muka raksasa atau banaspati sebagai simbol penolak bala. Biawak sebagai motif ornamen dimaksudkan sebagai penjelmaan roh nenek moyang, naga sebagai lambang dunia bawah dan burung dipandang sebagai gambaran roh terbang menuju surga serta simbol dunia atas. Pada gerbang Kemagangan di kompleks keraton Yogyakarta, misalnya, terdapat motif hias berbentuk dua ekor naga yang saling berbelitan bagian ekornya. Ornamen tersebut selain sebagai

Universitas Sumatera Utara

24

tanda berdirinya keraton, juga merupakan simbol bersatunya raja dengan rakyat yang selaras dengan konsep manunggaling kawula-gusti dalam kepercayaan Jawa.

Fungsi teknis konstruktif, yang secara struktural berarti ornamen dapat digunakan sebagai penyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi. Tiang, talang air dan bumbungan atap ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang tidak saja memperindah penampilan karena fungsi hiasnya, melainkan juga berfungsi konstruksi. Adanya fungsi teknis konstruktif sebuah ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasinya. Artinya, jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang bersangkutan. ( Sunaryo, 2009:

30-35)

2.5 Motif Ornamen

Motif adalah bentuk dasar dalam penciptaan/perwujudan suatu karya ornament. Dalam teknik pembuatannya, pola dibentuk secara simetris (seimbang kanan dan kiri) dan asimetris. Sementara itu, pola motif dibentuk secara geometris dan nongeometris. Pola motif geometris dibentuk oleh bangun-bangun berunsur ilmu ukur seperti garis lurus dan lengkung, bangun bersudut (persegi), ataupun lingkaran. Pola motif nongeometris terdiri atas motif manusia, binatang, dan tumbuhan. Dalam ragam hias tradisional Nusantara terdapat beragam bentuk pola dan motif (Sunaryo, 2009: 38).

Ragam hias Minangkabau khususnya lebih banyak menampilkan motif binatang dan tumbuhan. Contoh motif binatang dari ragam hias Minangkabau yang paling banyak dikenal adalah itiak pulang patang dan motif tumbuhannya adalah kaluak paku dan aka cino. Seperti halnya motif ragam hias tradisional

Universitas Sumatera Utara

25

lainnya, motif ragam hias Minangkabau ini menggabungkan pola simetris dengan asimetris. Penyerapan motif dari unsur alam adalah salah satu ciri khas motif tradisional termasuk motif ragam hias Minangkabau ini. Motif kaluak paku diambil dari tumbuhan paku „pakis‟, motif itiak pulang patang diambil dari hewan itik yang berbaris pulang saat sore hari. Ragam hias Minangkabau ini sangat banyak jumlahnya baik ragam bentuk visualnya maupun sumber pemerolehannya.

Dalam berbagai literatur mengenai ragam hias Minangkabau terdapat lebih dari 70

(tujuh puluh) motif yang bersumber dari ukiran rumah gadang di Padang Panjang.

2.6 Kerangka Konseptual

Untuk menjawab rumusan-rumusan masalah dalam penelitian ini diperlukan suatu konsep. Dengan menggunkan teori-teori yang telah diuraikan di atas, dalam pengerjaan penelitian ini konsep kerja yang dimaksud adalah seperti yang digambar dalam skema berikut:

Ornamen rumah gadang pertama-tama dianalisis bentuk penamaanya secara semantis dan morfologis, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis makna pada teks ornamen dengan kajian semantik dan semiotik. Ornamen rumah gadang dibagi menjadi dua data yaitu data teks dan data ornamen. Teks yang digunakan adalah nama dari tiap-tiap ornamen. Sedangkan data ornamen adalah bentuk visual ornamen itu sendiri. Kajian semantik nama ornamen dikategorikan sebagai teks. Kemudian nama ornamen yang dijadikan sebagai teks dianalisis untuk melihat makna dari tiap ornamen berdasarkan jenis maknanya.

Langkah selanjutnya adalah menganalisis bentuk visual ornamen dengan menggunakan kajian semiotik. Dalam kajiaan Semiotik akan dilihat dari ikon,

Universitas Sumatera Utara

26

indeks dan simbol dari ornamen-ornamen tersebut. Hasil analisis merupakan

bentuk deskriptif yang kemudian dari deskripsi tersebut akan ditarik kesimpulan

mengenai fungsi ornamen bagi masyarakat Minangkabau.

Ornamen Rumah Gadang

Bentuk Penamaan Makna Fungsi

Morfologis: Semantis: Penyebutan sifat Estetis Konstruksi Simbolis Kata dasar, bentukan dan khas, bahan dan

majemuk bagian

Semantik Semiotik

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan

Taylor dalam Moleong (2010:4) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati”. Penelitian kualitatif bertumpu pada latar belakang alamiah secara holistik, memposisikan manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif, lebih mementingkan proses daripada hasil penelitian yang dilakukan disepakati oleh peneliti dan subjek penelitian. Sedangkan, menurut Sugiyono (2015:15) menjelaskan tentang pengertian penelitian kualitatif sebagai berikut: Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik penggabungan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Metode semiotika dasarnya kualitatif-interpretatif, yaitu sebuah metode yang memfokuskan pada rumah gadang (ornamen) sebagai objek kajiannya. Seuai dengan analisis yang diangkat oleh peneliti, maka dalam proses penelitian ini

Universitas Sumatera Utara 27

28

menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis analisis semiotika model Charles

Sanders Peirce dan analisis makna konsep Pateda.

3.1.2 Data dan Sumber Data

Menurut Moeleong (2010:10) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainya. Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Sumber data dalam penelitian ini berupa nama-nama ornamen rumah gadang minangkabau. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah pengambilan data dengan instrument pengamatan,

wawancara, catatan lapangan dan penggunaan dokumen. Data yang berupa

nama-nama ornamen dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber

pertama atau tempat objek penelitian dilakukan yaitu melalui wawancara dan

melakukan pengamatan langsung.

2. Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung data primer

yaitu melalui buku, artikel, arsip tertulis yang berhubungan dengan penelitian

ini. Peneliti juga mengambil data dari buku yang berisi nama-nama ornamen

yang terdapat di rumah gadang minangkabau.

3.2 Lokasi Penelitian

Mahsun (2011:72) menjelaskan penelitian yang dilakukan harus mencakup bahan atau materi penelitian, alat, jalan penelitian, variable dan data yang hendak disediakan dan analisis data. Bahan atau materi penelitian dapat berupa uraian

Universitas Sumatera Utara

29

tentang populasi dan sampel penelitian, serta informan, sampel penelitian dapat lokasi atau daerah pemakain bahasa tertentu.

Penelitian ini dilaksanakan di Istano Basa Pagaruyuang yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera

Barat. Pemilihan tempat ini dikarenakan Istano Basa Pagaruyuang yang memiliki jumlah ornamen yang banyak dan beragam. Istana Basa Pagaruyuang juga menjadi salah satu peninggalan sejarah yang masih terjaga dengan baik.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Gambar 3.1 Peta Kec. Tanjung Emas, Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat

Universitas Sumatera Utara

30

3.3 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua cara yatu teknik pengumpulan data yang bersifat interaktif dan non interaktif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik interaktif dalam hal pengumpulan data yang di dalamnya meliputi:

3.3.1. Wawancara Mendalam

Dalam penelitian kualitatif pada umumnya wawancara tidak dilakukan secara terstruktur ketat. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang mengarah pada kedalaman informasi serta dilakukan dengan cara tidak secara formal terstruktur. Wawancara mendalam dapat dilakukan pada waktu dan kondisi konteks yang dianggap paling tepat guna mendapat data yang rinci, jujur dan mendalam. Narasumber dalam wawancara penelitian ini meliputi tiga komponen masyarakat yaitu:

1. Bapak Yusnizar sebagai narasumber pertama adalah orang yang ikut serta dalam pembuatan ornamen rumah gadang sekaligus penjaga rumah gadang

2. Ibu Wika Aprilia sebagai narasumber kedua adalah seorang tour guide yang bekerja di rumah gadang.

3. Ibu Reni Firamita sebagai narasumber ketiga adalah masyarakat yang tinggal di sekitar rumah gadang dan pernah menyaksikan langsung prosesi adat yang dilaksanakan di rumah gadang.

Universitas Sumatera Utara

31

3.3.2 Observasi Berperan

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar.

Pada observasi berperan penelitian dilakukan dengan melihat langsung ornamen rumah gadang yang berada di kota Batu Sangkar, Sumatera Barat. Nama rumah gadang itu ialah Istano Basa Pagaruyuang. Observasi ini dilakukan secara langsung dari dekat pada objek penelitian agar mendapatkan data primer berupa data fisik yang mencakup unsur-unsur pembentuk motif seperti bentuk garis motif, bidang, warna dan susunan motif yang terdapat pada interior rumah gadang. Observasi penelitian ini dilakukan pada sebelum melakukan pencarian data wawancara dari narasumber.

3.3.3 Dokumentasi

Dokumen beragam bentuknya, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-benda lain. Bentuk data dalam teknik penelitian ini yang menggunakan dokumentasi adalah gambar-gambar ornamen yang diteliti, serta rekaman suara hasil wawancara dengan narasumber data. Dokumentasi ini dilakukan selama melakukan proses penelitian.

3.3.4 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk menggali data sekunder yang terkait dengan sejarah rumah gadang Minangkabau, nama-nama ornamen dan nilai-nilai simbolik. Studi pustaka dilakukan di Pusat Dokumentasi dan Informasi

Kebudayaan Minangkabau kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Penggambilan

Universitas Sumatera Utara

32

data dari sumber pustaka ini dilaksanakan sebelum dan sesudah penelitian di

lapangan.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data penelitian ini menggunakan model analisis interaktif

Miles, Huberman, Saldana (2014). Metode analisis data adalah suatu analisis

terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui seperangkat

metodologi tertentu. Di dalam model analisis interaktif, analisis data dilakukan

dalam tiga tahap yaitu kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Data Collection Data Display

(Pengumpulan (Penyajian data) data)

Data Conclusions:dr Condensation awing/verifying (kondensasi (gambaran data) kesimpulan)

Gambar 3.2 Metode analisis data i.3.4.1 Kondensasi Data

Kondensasi data mengacu pada proses pemilihan, pemfokusan,

penyederhanaan, pengabstrakan, dan mentransformasikan data yang muncul

Universitas Sumatera Utara

33

dalam seluruh korpus catatan lapangan yang ditulis, transkrip wawancara, dokumen, dan bahan empiris lainnya. (Miles, Huberman, Saldana. 2014:31).

Di wilayah Sumatera Barat, data disusun dalam uraian laporan yang lengkap dan rinci. Data nama-nama ornamen rumah gadang Minangkabau yang bisa diperoleh dari pusat dokumentasi dan informasi kebudayaan Minangkabau dan melakukan wawancara mendalam dengan narasumber untuk memberikan data yang lebih akurat. Setelah itu data dirangkum dan disusun.

1. Menyeleksi

Memilih data untuk hanya mendapatkan ucapan persuasif (bersifat meyakinkan dan benar adanya) dari semua ucapan yang diucapkan oleh para narasumber.

2. Memfokuskan

Memfokuskan pada ucapan persuasif yang berisi kata-kata persuasif (bersifat meyakinkan) untuk memastikan bahwa itu benar-benar cocok sebagai data.

3. Menyederhanakan

Sederhanakan jenis strategi dan jenis tindak tutur dalam ujaran persuasif (bersifat meyakinkan dan benar adanya) dengan memberikan beberapa kode agar lebih mudah untuk diklasifikasikan di setiap kategori.

4. Mengabstraksi

Mengabstraksi dengan menggambarkan pembentukan atau penyatuan ide-ide penting dari peneliti dalam menjawab tiga masalah penelitian.

5. Mengubah

Universitas Sumatera Utara

34

Mengubah data yang telah ditampilkan dalam Tabel seperti yang dapat dilihat

pada lampiran I dan II dan membuat ringkasan tertulis sebagai teori yang sejalan

dengan masalah penelitian. Dari tabel dinarasikan dan deskripsi.

3.4.2 Penyajian Data

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun,

sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan (Miles, Huberman, Saldana. 2014:33). Menampilkan data

dengan mengaturnya ke dalam tabel untuk mendapatkan deskripsi detail.

Tampilan yang dibahas dan diilustrasikan dalam buku ini mencakup banyak jenis

matriks, grafik, bagan, dll.

Penyajian data dimaksudkan agar lebih mempermudah peneliti untuk

dapat melihat keseluruhan gambaran dari data penelitian. Hal ini merupakan

penyusunan data nama-nama ornamen rumah gadang Minangkabau. Data-data

tersebut kemudian dipilah untuk disusun menurut pengklasifikasian berdasarkan

ruangan atau tempat yang ada di rumah gadang Minangkabau dan ditampilkan

dalam bentuk tabel. ii. 3.4.3 Penarikan Kesimpulan

Dari mulai pengumpulan data, analisis kualitatif mengartikan apa artinya

dengan memperhatikan pola, penjelasan, kausal aliran, dan proposisi. Kesimpulan

“Final” mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data selesai, tergantung pada

ukuran korpus catatan lapangan; metode pengkodean, penyimpanan, dan

pengambilan yang digunakan; kecanggihan peneliti; dan tenggat waktu yang harus

dipenuhi. (Miles, Huberman, Saldana. 2014:34)

Universitas Sumatera Utara

35

Membantu peneliti untuk menginterpretasikan data yang ditampilkan dan untuk menguji atau mengkonfirmasi temuan. Ditafsirkan dan menarik makna dari tampilan data dengan mendiskusikan secara mendalam untuk mendapatkan temuan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menganalisis bentuk, makna dan fungsi ornamen rumah gadang Minangkabau. Bentuk penamaan dilakukan dengan dua pendekatan yaitu dilihat dari proses semantis dan morfologis. Sedangkan, untuk menganalisi makna jua menggunakan dua pendekatan yaitu semantik dan semiotik. Istano basa pagaruyuang yang terletak di kota Batusangkar memiliki kurang lebih 52 motif ornamen. Teks ornamen di analisis menggunakan pendekatan Semantik untuk mengetahui makna leksikal, referensial dan deskripsi, sedangkan pendekatan semiotik digunakan untuk mengkaji ikon, indeks dan symbol secara visual untuk memperoleh keterkaitan ikon, indeks dan symbol dalam ornamen Istano Basa

Pagaryuang.

4.1.1 Bentuk Penamaan

Data teks ornamen yang telah diperoleh dari penelitian ornamen ada yang berupa hasil wawancara dengan narasumber dan hasil pengamatan peneliti sendiri yang dilakukan di rumah gadang. Berikut ini penjabaran teks ornamen yang ada di rumah gadang, Istano Basa Pagaruyuang: Saluak laka, Jalo taserak, Labah mangirok, Kaluak paku, Kalalawa bagayuik, Aka cino, Tangguak lamah, Saik galamai, Lumuik hanyuik, Pucuak rabuang, Tupai managun, Pisang sasikek,

Daun bodi, Sikambang manih, Sajamba makan, Kudo many Carano kanso, Aka barayun, Siriah Gadang, Bada mudiak, Tatandu manyasok bungo, Itiak pulang patang, Aka cino saganggang, Lapiah batang jerami, Buah palo bapatah. Dalam

Universitas Sumatera Utara 36

37

penyajian data diperlukan pembagian data berdasarkan ketiga rumusan masalah yang ada, untuk rumusan masalah pertama mengenai bentuk penamaan ornamen, data teks ornamen dibagi berdasarkan proses semantik dan morfologisnya. Berikut ini paparan dari hasil penyajian data dibuat ke dalam bentuk tabel:

Tabel 4.1 Bentuk Penamaan Ornamen

Bentuk Penamaan Ornamen

No Nama ornamen Proses Semantis Proses Morfologis

PSK PTA PCF KD KB KM 1. Siriah Gadang „sirih √ √ √ besar‟ 2. Lumuik Hanyuik „lumut √ √ √ hanyut‟ 3. Aka Cino Sagagang „akar √ √ √ cina segenggang‟ 4. Si Kambang Manih „ si √ √ √ kembang manis‟ 5. Pucuak Rabuang „pucuk √ √ √ rebung‟ 6. Kaluak Paku „tanaman √ √ √ pakis‟ 7. Pisang Sasikek „pisang √ √ √ seikat‟ 8. Buah Palo Bapatah „buah √ √ √ pala patah‟ 9. Daun Bodi √ √ √ 10. Jalo Taserak „jala √ √ √ tersebar‟ 11. Saluak Laka „jalinan lidi √ √ √ atau rotan‟ 12. Lapiah Batang Jarami √ √ √ „lapis batang jerami‟ 13. Tangguak Lamah √ √ √ „tangguk lemah‟ 14. Sajamba Makan „makan √ √ √ bejamba‟ 15. Saik Galamai „potongan √ √ √ ajik/dodol‟

Universitas Sumatera Utara

38

16. Carano Kanso „ tempat √ √ √ untuk meletakkan sirih pinang dan gambir‟ 17. Salimpat „akar atau √ √ rumput liar‟ 18. Itiak Pulang Patang „itik √ √ √ pulang petang‟ 19. Kuciang Lalok „kucing √ √ √ tidur‟ 20. Tatandu Manyasok Bungo √ √ √ „ulat bunga‟ 21. Limpapeh „sejenis kupu- √ √ kupu‟ 22. Bada Mudiak „ikan bada √ √ pulang‟ 23. Kalalawa Bagayuik √ √ √ „kelelawar bergantung‟ 24. Labah Mangirok „lebah √ √ √ mengirap‟ 25 Tupai Managun „tupai √ √ √ tertegun‟

Keterangan: PSK→Penyebutan sifat khas KD→Kata dasar PTA→Penyebutan tempat asal KB→Kata bentukan PCF→Penyebutan ciri fisik KM→Kata Majemuk

4.1.2 Makna Semantik dan Semiotik

Rumusan masalah kedua yaitu mengenai makna semantik dan semiotik. dalam menganalisis makna semantik dan semiotik, hal yang yang pertama sekali dilakukan adalah mengklasifikasikan teks ornamen berdasarkan jenis motifnya.

Selanjutnya menganalisis data dengan kajian makna semantik dan semiotik.

Berikut ini tabel pengklasifikasian teks ornamen berdasarkan jenis motifnya:

4.2 Tabel Pengklasifikasian Ornamen Berdasarkan Jenis Motif

No. Nama Ornamen Jenis Motif

Flora Fauna Kosmik Utensil

Universitas Sumatera Utara

39

1. Siriah Gadang „sirih √ besar‟ 2. Lumuik Hanyuik „lumut √ hanyut‟ 3. Aka Cino Sagagang √ „akar cina segenggang‟ 4. Si Kambang Manih „ si √ kembang manis‟ 5. Pucuak Rabuang √ „pucuk rebung‟ 6. Kaluak Paku „tanaman √ pakis‟ 7. Pisang Sasikek „pisang √ seikat‟ 8. Buah Palo Bapatah √ „buah pala patah‟ 9. Daun Bodi √

10. Jalo Taserak „jala √ tersebar‟ 11. Saluak Laka „jalinan √ lidi atau rotan‟ 12. Lapiah Batang Jarami √ „lapis batang jerami‟ 13. Tangguak Lamah √ „tangguk lemah‟ 14. Sajamba Makan √ „makan bejamba‟ 15. Saik Galamai √ „potongan ajik/dodol‟ 16. Carano Kanso „ tempat √ untuk meletakkan sirih pinang dan gambir‟ 17. Salimpat „akar atau √ rumput liar‟ 18. Itiak Pulang Patang √ „itik pulang petang‟ 19. Kuciang Lalok „kucing √ tidur‟ 20. Tatandu Manyasok √ Bungo „ulat bunga‟ 21. Limpapeh „sejenis √ kupu-kupu‟ 22. Bada Mudiak „ikan √ bada pulang‟ 23. Kalalawa Bagayuik √ „kelelawar bergantung‟

Universitas Sumatera Utara

40

24. Labah Mangirok „lebah √ mengirap‟ 25. Tupai Managun „tupai √ tertegun‟

Berikut ini adalah tabel pengklasifikasian nama-nama ornamen rumah gadang Minangkabau berdasarkan makna semantik yang terdiri dari makna leksikal, referensial, dan deskripsi.

4.3 Tabel Makna Semantik

No Nama Ornamen Makna Semantik

Leksikal Referensial Deskripsi

1. Siriah Gadang „sirih √ √ √ besar‟ 2. Lumuik Hanyuik √ √ √ „lumut hanyut‟ 3. Aka Cino Sagagang √ √ √ „akar cina segenggang‟ 4. Si Kambang Manih „ √ √ √ si kembang manis‟ 5. Pucuak Rabuang √ √ √ „pucuk rebung‟ 6. Kaluak Paku √ √ √ „tanaman pakis‟ 7. Pisang Sasikek √ √ √ „pisang seikat‟ 8. Buah Palo Bapatah √ √ √ „buah pala patah‟ 9. Daun Bodi √ √ √

10. Jalo Taserak „jala √ √ √ tersebar‟ 11. Saluak Laka „jalinan √ √ √ lidi atau rotan‟ 12. Lapiah Batang √ √ √ Jarami „lapis batang jerami‟

Universitas Sumatera Utara

41

13. Tangguak Lamah √ √ √ „tangguk lemah‟ 14. Sajamba Makan √ √ √ „makan bejamba‟ 15. Saik Galamai √ √ √ „potongan ajik/dodol‟ 16. Carano Kanso „ √ √ √ tempat untuk meletakkan sirih pinang dan gambir‟ 17. Salimpat „akar atau √ √ √ rumput liar‟ 18. Itiak Pulang Patang √ √ √ „itik pulang petang‟ 19. Kuciang Lalok √ √ √ „kucing tidur‟ 20. Tatandu Manyasok √ √ √ Bungo „ulat bunga‟ 21. Limpapeh „sejenis √ √ √ kupu-kupu‟ 22. Bada Mudiak „ikan √ √ √ bada pulang‟ 23. Kalalawa Bagayuik √ √ √ „kelelawar bergantung‟ 24. Labah Mangirok √ √ √ „lebah mengirap‟ 25. Tupai Managun √ √ √ „tupai tertegun‟

Berikut ini adalah tabel nama-nama ornamen rumah gadang Minangkabau beserta gambar dari ornamen itu sendiri dan diklasifikasikan berdasarkan makna semiotik yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol.

Tabel 4.4 Makna Semiotik

No Nama dan Gambar Ornamen Makna Semiotik

Universitas Sumatera Utara

42

1. Siriah Gadang ‘sirih besar’ -Ikon:Visualisasi ornamen menyerupai bentuk daun sirih -Indeks :Membentuk keteraturan estetis ornamen -Simbol:Melambangkan keramahtamahan dan persatuan masyarakat Minangkabau (Sumber:Doc. Pribadi)

2. Lumuik Hanyuik ‘lumut hanyut’ Ikon:Visualisasi ornamen menyerupai bentuk lumut

Indeks:Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Menggambarkan kehidupan seseorang yang

melanggar norma hukum, (Sumber:Doc. Pribadi) berbuat salah sehingga dikucilkan oleh masyarakat.

3. Aka Cino Sagagang ‘akar cina Ikon: Visualisasi ornamen segenggang’ menyerupai akar cina Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Melambangkan suatu kedinamisan hidup yang gigih dan ulet dalam memenuhi (Sumber:Doc. Pribadi) kebutuhan hidup.

Universitas Sumatera Utara

43

4. Si Kambang Manih ‘ si kembang manis’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Melambangkan

keramahtamahan masyarakat (Sumber:Doc. Pribadi) Minangkabau dalam menerima tamu.

5. Pucuak Rabuang ‘pucuk rebung’ Ikon: Visualisasi ornamen menyerupai bentuk rebung

Indeks: Membentuk ketaraturan estetis ornament Simbol: Melambangkan kehidupan bermasyarakat.

(Sumber:Doc. Pribadi)

6. Kaluak Paku ‘tanaman pakis’ Ikon: Visualisasi ornamen menyerupai bentuk tumbuhan pakis Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: melambangkan

tanggung jawab seorang laki- laki Minangkabau yang memiliki 2 fungsi, sebagai ayah dari anak-anaknya dan sebagai mamak dari kemanakannya

Universitas Sumatera Utara

44

7. Pisang Sasikek ‘pisang seikat’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa ` yang ditandai Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Memiliki makna

lambang penyambut tamu dan perbuatan atau pekerjaan yang dikerjakan dengan tidak (Sumber:Doc. Pribadi) bersunguh sunguh maka tidak akan ada hasil dan manfaatnya.

8. Buah Palo Bapatah ‘buah pala patah’ Ikon: Visualisasi ornamen menyerupai buah pala yang patah Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Cita-cita leluhur. (Sumber:Doc. Pribadi)

9. Daun Bodi Ikon: Visualisasi ornamen menyerupai daun bodi

Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Keselarasan hidup antara akhlak dan budi pekerti

(Sumber:Doc. Pribadi)

Universitas Sumatera Utara

45

10. Jalo Taserak ‘jala tersebar’ Ikon: Visualisasi ornamen menyerupai jala

Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Melambangkan sistem pemerintahan Datuk

Parpatih Nan Sabatang.

(Sumber:Doc. Pribadi)

11. Saluak Laka ‘jalinan lidi atau rotan’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Hubungan social

(Sumber:Doc. Pribadi)

12. Lapiah Batang Jarami ‘lapis batang Ikon: Visualisasi ornamen jerami’ menyerupai jalinan batang padi Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Sistem Sosial

13. Tangguak Lamah ‘tangguk lemah’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa

Universitas Sumatera Utara

46

yang ditandai Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Melambangkan seseorang yang memiliki sifat rendah hati, sopan-santun, serta menyenangkan orang lain. (Sumber:Doc. Pribadi)

14. Sajamba Makan ‘makan bejamba’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Melambangkan (Sumber:Doc. Pribadi) adanya aturan dalam melaksanakan suatu pekerjaan

15. Saik Galamai ‘potongan ajik/dodol’ Ikon: Visualisasi ornamen menyerupai ajik/galamai berbentuk jajaran genjang Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Sistem sosial dan (Sumber:Doc. Pribadi) hubungan bermasyarakat.

16. Carano Kanso ‘ tempat untuk meletakkan Ikon: Visualisasi ornamen sirih pinang dan gambir’ berbentuk carano kanso Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol : Melambangkan suatu penghormatan kepada tamu (Sumber:Doc. Pribadi)

Universitas Sumatera Utara

47

17. Salimpat ‘akar atau rumput liar’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentaikan apa yang ditandai Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Lambang kepribadian masyrakat Minangkabau

18. Itiak Pulang Patang ‘itik pulang petang’ Ikon: Visualisasi ornamen berbentuk itik yang beriringan

Indeks: Membentuk keteraturan estetis ornament Simbol: Menggambarkan (Sumber:Doc. Pribadi) barisan itik yang berjalan melalui pematang sawah menuju kandangnya mereka beriringan mengikuti

induknya.

19. Kuciang Lalok ‘kucing tidur’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Pedoman hidup. (Sumber:Doc. Pribadi)

20. Tatandu Manyasok Bungo ‘ulat bunga’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Melambangkan (Sumber:Doc. Pribadi) kesuburan dan cita-cita.

Universitas Sumatera Utara

48

21. Limpapeh ‘sejenis kupu-kupu’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Lambang sistem (Sumber:Doc. Pribadi) Matrilineal.

22. Bada Mudiak ‘ikan bada pulang’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Menggambarkan (Sumber:Doc. Pribadi) kehidupan masyarakat

23. Kalalawa Bagayuik ‘kelelawar Ikon: Visualisasi ornamen bergantung’ tidak merepresentasikan apa yang ditandai

Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna Simbol: Asal usul suku Minangkabau (Sumber:Doc. Pribadi)

24. Labah Mangirok ‘lebah mengirap’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks: Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Sistem sosial dan (Sumber:Doc. Pribadi) hubungan bermasyarakat.

Universitas Sumatera Utara

49

25. Tupai Managun ‘tupai tertegun’ Ikon: Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai Indeks : Tidak ditemukan hubungan indeksikal makna

Simbol: Melambangkan

sumber ilham yang diserap oleh manusia, baik bagi ahli adat maupun bagi seniman, (Sumber:Doc. Pribadi) dari sifat-sifatnya, bentuk dan gerak-geriknya.

4.1.3 Fungsi Ornamen

Rumusan masalah ketiga menjelaskan fungsi ornamen. Berdasarkan konsep Feldman mengenai fungsi ornament yang terdiri dari fungsi murni estetis, simbolis, dan teknis konstruktif. Berikut ini tabel pengklasifikasian nama ornamen dan fungsinya dari setiap ornamen.

Tabel 4.5 Fungsi Ornamen

No Nama Ornamen Fungsi 1. Siriah Gadang „sirih besar‟ Murni Estetis 2. Lumuik Hanyuik „lumut hanyut‟ Murni Estetis 3. Aka Cino Sagagang „akar cina Murni Estetis segenggang‟ 4. Si Kambang Manih „ si kembang Murni Estetis manis‟ 5. Pucuak Rabuang „pucuk rebung‟ Konstruktif

6. Kaluak Paku „tanaman pakis‟ Murni Estetis 7. Pisang Sasikek „pisang seikat‟ Murni Estetis 8. Buah Palo Bapatah „buah pala Murni Estetis patah‟ 9. Daun Bodi Murni Estetis 10. Jalo Taserak „jala tersebar‟ Murni Estetis 11. Saluak Laka „jalinan lidi atau rotan‟ Murni Estetis 12. Lapiah Batang Jarami „lapis batang Murni Estetis jerami‟ 13. Tangguak Lamah „tangguk lemah‟ Murni Estetis

Universitas Sumatera Utara

50

14. Sajamba Makan „makan bejamba‟ Murni Estetis 15. Saik Galamai „potongan ajik/dodol‟ Simbolis 16. Carano Kanso „ tempat untuk Murni Estetis meletakkan sirih pinang dan gambir‟ 17. Salimpat „akar atau rumput liar‟ Murni Estetis 18. Itiak Pulang Patang „itik pulang Simbolis petang‟ 19. Kuciang Lalok „kucing tidur‟ Simbolis 20. Tatandu Manyasok Bungo „ulat Murni Estetis bunga‟ 21. Limpapeh „sejenis kupu-kupu‟ Simbolis 22. Bada Mudiak „ikan bada pulang‟ Simbolis 23. Kalalawa Bagayuik „kelelawar Murni Estetis bergantung‟ 24. Labah Mangirok „lebah mengirap‟ Konstruktif 25. Tupai Managun „tupai tertegun‟ Murni Estetis

4.3 Pembahasan

4.3.1 Bentuk Penamaan Ornamen

1. Siriah gadang

Bentuk penamaan siriah gadang jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas karena sifat daun sirih yang sangat khas yaitu daunya dapat merambat jauh dari akarnya. Daun sirih sendiri mempunyai daun yang lebar dan besar. Nama siriah gadang terbentuk dari kata dasar siriah dan gadang, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata sifat

2. Lumuik hanyuik

Bentuk penamaan lumuik hanyuik jika di kategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter, karena lumut itu adalah tumbuhan yang hidup di daerah yang lembab dan basah seperti di air.

Lumut jika dibawa arus tidak akan ikut hanyut karena dia menempel dibebatuan

Universitas Sumatera Utara

51

yang ada di sekitar, maka dari itu nama lumuik hanyuik digunakan sebagai nama ornamen. Lumuik hanyuik terbentuk dari kata dasar lumuik dan hanyuik, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata kerja.

3. Aka cino sagagang

Bentuk penamaan aka cino sagagang jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan tempat asal. Nama akar cina dinamai seperti itu karena ada akar yang berasal dari negara cina. Aka cino sagagang terbentuk dari kata dasar akar, cino dan sagagang, jika digabungkan ketiganya menjadi kata majemuk. Selain itu nama akar cino sagagang merupakan kata turunan yaitu adanya proses afiksasi yang dibubuhi prefix se-(sa-).

4. Pucuak rabuang

Bentuk penamaan pucuak rabuang jika di kategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan bagian karena nama pucuak itu adalah bagian dari pucuk atau tunasnya dan rabuang adalah nama tumbuhan rebung. Nama pucuak rabuang terbentuk dari kata dasar pucuak dan rabuang, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata benda.

5. Jalo taserak

Bentuk penamaan jalo taserak, jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik kerena jalo taserak mempunyai ciri seperti jaring. Jalo taserak terbentuk dari kata dasar jalo dan taserak, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk. Selain itu nama jalo taserak

Universitas Sumatera Utara

52

merupakan kata turunan yaitu adanya proses afiksasi yang dibubuhi prefix ter-(ta-

).

6. Saluak laka

Bentuk penamaan saluak laka jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena bentuknya seperti belah ketupat yang disusun menjadi satu, saluak laka adalah alat yang terbuat dari lidi atau rotan, maka dari itu diberi nama saluak laka. Saluak laka terbentuk dari kata dasar saluak dan laka, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata benda.

7. Lapiah batang jarami

Bentuk penamaan lapiah batang jika di kategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena lapiah batang jarami mempunyai cirri-ciri seperti belah ketupat sam seperti ornamen saluak laka.

Perbedaanya adalah lapiah batang jarami ukiran yang diujungnya dibuat melengkung,sedangkan saluak laka ujungnya berbentuk siku-siku. Lapiah batang jarami terbentuk dari kata dasar lapiah, batang dan jarami, jika digabungkan ketiganya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata benda.

8. Labah mangirok

Bentuk penamaan labah mangirok jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter , karena lebah itu adalah hewan yang suka hinggap di suatu tempat sehingga dibuatlah nama labah mangirok. Labah mangirok terbentuk dari kata dasar labah dan kirok, jika

Universitas Sumatera Utara

53

digabungkan keduanya menjadi kata majemuk. Nama labah mangirok berdasarkan kata bentukan adanya proses afiksasi yaitu imbuhan prefix me-(ma-) dengan alomorf N, jadinya ma+kirok=mangirok.

9. Kalawa bagayuik

Bentuk penamaan kalalawa bagayuik jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter , karena kelelawar itu adalah hewan yang suka bergantungan di suatu tempat sehingga dibuatlah nama kalalawa bagayuik. Kalalawa bagayuik terbentuk dari kata dasar kalalawa dan gayuik, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk. Nama kalalawa bagayuik berdasarkan kata bentukan adanya proses afiksasi yaitu imbuhan prefix ber-(ba-), jadinya ba+gayuik=bagayuik.

10. Itiak pulang patang

Bentuk penamaan itiak pulang patang jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter, karena itik itu adalah hewan yang ketika sudah petang dia akan pulang kekandangnya dan berjalan beriringan mengikuti induknya. Itiak pulang patang terbentuk dari kata dasar itiak, pulang dan patang, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk.

11. Tupai managun

Bentuk penamaan tupai managun jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter, karena tupai itu adalah hewan yang lincah. Tupai managun terbentuk dari kata dasar tupai, dan

Universitas Sumatera Utara

54

tagun, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk. Nama tupai managun berdasarkan kata bentukan adanya proses afiksasi yaitu imbuhan prefix me-(ma-) dengan alomorf N, jadinya ma+tagun=managun.

12. Tantandu manyasok bungo

Bentuk penamaan tatandu manyasok bungo jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter , karena tatandu itu adalah hewan sejenis ulat bunga yang suka mengisap sari-sari bunga, maka dari itu diberi penamaan tatandu manyasok bungo. Tatandu manyasok bungo terbentuk dari kata dasar tatandu,sasok dan bungo. Jika digabungkan ketiganya menjadi kata majemuk. Nama tatandu manyasok bungo berdasarkan kata bentukan adanya proses afiksasi yaitu imbuhan prefix me-(ma-) dengan alomorf N, jadinya ma+sasok=manyasok.

13. Kaluak paku

Bentuk penamaan kaluak paku jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena kaluak paku atau yang biasa disebut tumbuhan pakis mempunyai ciri fisik yang sangat unik dibandingkan tumbuhaan lainya yaitu daunya yang yang berbentuk gelombang dan kecil.

Kaluak paku terbentuk dari kata dasar kaluak dan paku, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata benda.

14. Pisang sasikek

Bentuk penamaan pisang sasikek jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena bentuk pisang seikat atau

Universitas Sumatera Utara

55

pisang sesisir sangat kentara karena bentuknya melengkung dan tersusun rapi.

Pisang seikat terbentuk dari kata dasar pisang dan sikek, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk. Nama pisang sasikek berdasarkan kata bentukan adanya proses afiksasi yaitu imbuhan prefix se-(sa-), jadinya sa+sikek=sasikek

15. Buah palo bapatah

Bentuk penamaan buah palo bapatah jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena jika buah palo (pala) berbrntuk seperti bentuk hati karena bagian bawahnya. Buah palo bapatah terbentuk dari kata dasar buah, palo dan patah ,jika digabungkan ketiganya menjadi kata majemuk. Nama buah palo bapatah berdasarkan kata bentukan adanya proses afiksasi yaitu imbuhan prefix ber-(ba-), jadinya ba+patah=bapatah

16. Aka barayun

Bentuk penamaan aka barayun jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas karena akar ini membutuhkan penopang agar akarnya dapat bergantung ataupun berayun seperti batang pohon.

Aka barayun terbentuk dari kata dasar akar dan ayun, jika digabungkan ketiganya menjadi kata majemuk. Selain itu nama aka barayun merupakan kata bentukan yaitu adanya proses afiksasi yang dibubuhi prefix ber-(ba-), jadi ba+ayun=barayun

17. Saik galamai

Bentuk penamaan saik galamai jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena saik galamai jika disajikan

Universitas Sumatera Utara

56

untuk tamu akan dipotong kecil-kecil membetuk belah ketupat. Saik galamai adalah makanan sejenis dodol . Saik galamai terbentuk dari kata dasar saik dan galamai, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk.

18. Carano kanso

Bentuk penamaan carano kanso jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena bentuk carana kanso seperti trapesium. Carano kanso adalah tempat untuk meletakkan sirih,pinang dan gambir yang terbuat dari logam, maka dari itu dinamakan carano kanso. Carano kanso terbentuk dari kata dasar carano dan kanso, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk.

19. Tangguak lamah

Bentuk penamaan tangguak lamah jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas karena tangguk jika dijatukan ke dalam air ataupun sudah menangguk sesuatu maka tanggung itu menjadi mengerucut dan lemah. Tangguak adalah tempat untuk menangkap ikan semacam jala. Tangguak terbuat dari jaring-jaring. Tangguak lamah terbentuk dari kata dasar tangguak dan lemah, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata sifat.

20. Si kambang manih

Bentuk penamaan si kambang manih jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik. Si kambang manih artinya si bunga yang sedang mekar. Bunga yang sedang mekar ini berbentuk seperti terompet. Si

Universitas Sumatera Utara

57

kambang manih terbentuk dari kata dasar kambang dan manih, jika digabungkan ketiganya menjadi kata majemuk. Selain itu nama si kambang manih disisipkan kata sambung si sebelum kata kambang.

21. Sajamba makan

Bentuk penamaan sajamba makan yang artinya makan bersama jika di kategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter , karena makan berjamba itu suatu ciri khas orang minangkabau dalam makan berjamba. Sajamba makan terbentuk dari kata dasar sajamba dan makan, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk yang berupa kata benda+kata kerja.

22. Daun Bodi

Bentuk penamaan ornamen daun bodi jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena daun bodi memiliki daun yang berbentuk hati. Daun bodi terbentuk dari kata dasar daun dan bodi, jika digabungkan keduanya menjadi kata majemuk.

23. Limpapeh

Bentuk penamaan limpapeh yang artinya sejenis kupu-kupu, jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan ciri fisik karena limpapeh adalah binatang yang menyerupai kupu-kupu namun ukuranya lebih besar. Nama limpapeh terdiri dari kata dasar.

Universitas Sumatera Utara

58

24. Kuciang lalok

Bentuk penamaan kuciang lalok, jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter, karena kucing itu adalah hewan yang ketika selesai makan, dia menjadi pemalas dan tertidur, maka dari itu diberi penamaan kuciang lalok. Nama kuciang lalok terdiri dari kata majemuk yang berupa kata benda+kata kerja.

25. Bada mudiak

Bentuk penamaan bada mudiak, jika dikategorikan dalam proses semantisnya, tergolong penyebutan sifat khas berdasarkan karakter, karena ikan bada adalah hewan yang ketika menuju ke tepi sungai, dia akan pulang secara bergerombolan, maka dari itu diberi penamaan bada mudiak sesuai dengan sifat khas dari ikan bada itu sendiri. Nama bada mudiak terdiri dari kata majemuk yang berupa kata benda+kata kerja.

4.3.2 Makna Semantik dan Semiotik Teks Ornamen Rumah Gadang

Minangkabau

Rumah gadang memiliki ornamen yang menggambarkan kehidupan masyarakat, yang kemudian dipahatkan pada dinding rumah. Fungsi ornamen selain sebagai unsur keindahan, juga mempunyai makna disetiap masing-masing ornamenya. Pada ornamen ini tersimpan unsur-unsur ajaran dan filsafat adat

Minangkabau. Hal itu juga berhubungan dengan tempat diletakkannya ornamen tersebut. Rumah gadang banyak tersebar di berbagai wilayah Sumatera Barat, teks ornamen yang akan di analisi oleh peneliti yaitu teks ornamen yang ada di rumah

Universitas Sumatera Utara

59

gadang yang terletak di kota batusangkar yang bernama Istano Basa

Pagarayuang. Ornamen yang terdapat di dalam Istano Basa Pagaruyuang ini berbentuk motif flora (tumbuh-tumbuhan), fauna (hewan), kosmik (alam) dan ada juga yang namanya diambil dari utensil (perkakas/alat) yang biasa ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Klasifikasi nama-nama ornamen akan dimuat di dalam tabel sesuai dengan jenis-jenis motif yang sudah disebutkan di atas.

1. Siriah gadang ‘sirih besar’

A. Makna Semantik

Makna leksikal dari siriah (sirih) adalah tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain. Makna referensial siriah adalah tanaman yang digunakan sebagai obat dan sangat berperan dalam kehidupan dan berbagai upacara adat masyarakat miangkabau. Daunnya digunakan sebagai salah satu perlengkapan makan sirih yang disuguhkan dengan pinang, kapur sirih, dan gambir. Makna deskriptif siriah gadang adalah tanaman sirih yang daunya berbentuk tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling dan bertangkai. Batang sirih berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar.

B. Makna Semiotik

Siriah gadang „sirih besar‟ melambangkan keramahatamahan dan persatuan masyarakat minangkabau. Karena visualisasi ornamen siriah gadang dengan 10 daun sirih yang besar. Kategori ikon didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikanya. Pola ornamen siriah gadang dikategorkan sebagai indeks yang didasarkan dengan hubungan saling membentuk

Universitas Sumatera Utara

60

kesatuan indah yang membentuk keteraturan estestis. Simbol dari siriah gadang melambangkan keramah-tamahan masyarakat minangkabau. Ornamen siriah gadang bukan hanya di ukir pada papan di dalam rumah gadang tetapi juga di ukir sebagai lukisan adat dan motif pakaian adat masyarakat minangkabau yang ada di dalam rumah gadang.

2. Lumuik hanyuik ‘lumut hanyut’

A. Makna Semantik

Makna leksikal lumuik (lumut) adalah tumbuhan yang hidup di air ini biasanya bergantung pada benda lain seperti pada batu atau batang kayu. Makna referensial adalah tumbuhan lumut merupakan sekumpulan tumbuhan kecill yan termasuk dalam bryophytina (dari bahasa yunani bryum, “lumut”). Daun tumbuhan lumut dapat berfotosintesis. Makna deskriptif lumuik adalah tumbuhan lumut umumnya biasa berwarna hijau, tumbuhan lumut yang tumbuh di lantai hutan hujan membantu menahan erosi, mengurangi bahaya banjir, dan mampu menyerap air pada musim kemarau.

B. Makna Semiotik

Ornamen lumuik hanyuik merupakan peringatan kepada masyarakat untuk tidak berbuat yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Karena visualisasi ornamen lumuik hanyuik dengan gambar lumut, maka kategori ikon didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikanya.

Simbol dari lumuik hanyuik menjelaskan tentang fenomena merantau di adat

Minankabau maksudnya disini ialah masyarakat Minangkabau yang mudah menyesuaikan diri dimanapun mereka berada ketika hidup di perantauan. Kurang

Universitas Sumatera Utara

61

lebih seperti lumut (ganggang) sungai yang hanyut. Akarnya lapuk gagangnya lapuk (terlepas dari akar sejarah kegemilangan), hidup tidak memilih tempat, air hilir lumut pun hilir (mengikuti peradaban yang berkembang pada masanya).

Lahirnya lumut yang disebut, batinnya adat Minangkabau.

3. Aka cino sagagang ‘Akar cina segenggang’

A. Makna Semantik

Makna leksikal aka dalam bahasa Minangkabau dapat berarti akar tumbuhan dan dapat pula berarti akal/ daya pikir. Sedangkan Cino berasal dari kata Cina yaitu negara di Asia Timur. Makna referensial aka adalah bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tumbuh menuju inti bumi.

Makna deskriptif aka adalah bagian tumbuhan yang biasanya terdapat dalam tanah. Tidak berbuku-buku, jadi juga tidak beruas. Warna tidak hijau, biasanya keputih-putihan atau kekuning-kuningan. Bentuk ujungnya seringkali meruncing, hingga lebih mudah untuk menembus tanah.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen aka cino sagagang dengan jumlah 6 unit. Kategori ikon didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikanya.

Ornamen aka cino sagagang melambangkan suatu kedinamisan hidup yang gigih dan ulet dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karena masyarakat Minangkabau yang suka merantau, oleh sebab itu membutuhkan pikiran untuk mencapai tujuan dengan akal pikiran berjuang untuk hidup.

4. Si kambang manih ‘si kembang manis’

Universitas Sumatera Utara

62

A. Makna Semantik

Makna leksikal si kambang manih „si kembang manis‟ dapat diartikan sebagai bunga yang sedang mekar dan terlihat sangat indah. Makna referensial si kembang adalah bunga yang bijinya bisa digunakan sebagai bahan pembuatan bedak dan bermanfaat bagi wanita untuk obat. Makna deskripif si kembang adalah bunga yang memiliki warana yang beraneka-ragam. Pada umumnya banyak dijumpai bunga berwarna putih, namun ada juga yang berwarna merah, pink terang, kuning, orange. Pangkal daunya bulat seperti bentuk hati yang ujungnya runcing dan tepinya rata.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen si kambang manih tidak dapat dihitung jumlahnya.

Kategori ikon dengan benda yang direpresentasikanya yaitu bunga yang sedang mekar. Ornamen si kambang manih melambangkan keramahtamahan masyarakat

Minangkabau dalam menerima tamu. Layaknya seperti bunga yang sedang bermekaran membawa keindahan ketika kita melihatnya kita menjadi senang, begitu pula dengan masyarakat minangkabau dalam menyambut tamu, selalu ingin membuat tamunya merasa senang dan nyaman.

5. Pucuak rabuang ‘pucuk rebung’

A. Makna Semantik

Universitas Sumatera Utara

63

Makna leksikal pucuak rabuang (pucuk rebung) adalah tunas yang masih muda yang tumbuh dari akar bambu. Makna referensial pucuak rabuang adalah biasanya dijadikan sebagai sayuran dalam campuran gulai daging sapi sebagai masakan disajikan pada upacara adat. Motif pucuk rebung sering dijadikan ornamen pada rumah adat dan pakaian adat tradisional. Makna deskriptif pucuak rabuang adalah bambu muda yang masih kuncup, belum memiliki daun.

B. Makna Semiotik

Ornamen pucuk rebung menyatakan anjuran dan nasihat agar menjadi manusia yang selalu berguna bagi manusia dan alam sekitarnya. Analoginya, bambu dapat dimanfaatkan sejak masih muda (rebung) menjadi bahan makanan hingga benar-benar menjadi bambu untuk peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia. Fisik bambu juga menjadi sumber makna motif ini. Batang bambu akan menjulang ke atas dan saat besarnya batang bambu merunduk. Hal ini dimaknai selagi muda manusia harus berusaha maksimal menggapai cita-cita dan tidak sombong saat telah berhasil.

Pucuak rabuang „pucuk rebung‟ melambangkan kehidupan bermasyarakat. Visualisasi pucuak rabuang adalah berupa susunan segitiga sama kaki yang disusun sejajar. Visualisasi ini merupakan representasi dari bentuk pucuak rabuang yang berbentuk segitiga. Ornamen pucuak rabuang dikategorikan sebagai ikon yang didasarkan dengan hubungan kemiripan bentuk.

Ornamen pucuak rabuang pada rumah gadang membentuk kesatuan estestis yang teratur dengan ornamen lainya. Hubungan sebab akibat dari ornament ini

Universitas Sumatera Utara

64

dikategorikan sebagai indeks. Letak ornamen pucuak rabuang ini pada penutup ukiran.

6. Kaluak paku ‘tanaman pakis’

A. Makna Semantik

Makna leksikal kaluak paku atau relung pakis adalah bagian dari tanaman pakis yang masih muda yang bagian ujungnya melingkar padat. Makna referensial kaluak paku adalah sekelompok tumbuhan dengan sistem pembuluh sejati tetapi tidka pernah menghasilkan biji untuk reproduksi seksualnya. Makna deskriptif kaluak paku adalah tumbuhan pakis dikenal karena daunya tumbuh dari tunas secara “gulungan membuka”. Penampilan luar paku ada yang berupa pohon semak, epifit, tumbuhan merambat, mengapung di air, hidrofit, tetapi biasanya berupa terna dengan rimpang yang menjalar di tanah atau humus.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen kaluak paku jumlahnya tidak dapat dihitung. Kategori ikon didasarkan dengan kesamaan ikon benda yang direpresentsikanya. Ornamen kaluak paku melambangkan tanggung jawab seorang laki-laki Minangkabau yang memiliki 2 fungsi, sebagai ayah dari anak-anaknya dan sebagai mamak dari kemanakannya. Ia harus membimbing dan mendidik anak dan kemenakannya sehingga menjadi orang yang berguna dan bertanggung jawab terhadap keluarga kaum dan .

7. Pisang sasikek ‘pisang seikat’

A. Makna Semantik

Universitas Sumatera Utara

65

Makna leksikal pisang sasikek „pisang seikat‟ adalah buah pisang yang tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari yang biasa disebut sisir/seikat. Makna referensial pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku musaceae. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari yang disebut sisir. Makna deskriptif pisang adalah semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen pisang sasikek tidak merepresentasikan apa yang digambarkan. Ornamen ini memiliki makna lambang penyambut tamu dan perbuatan atau pekerjaan yang dikerjakan dengan tidak bersunguh sunguh maka tidak akan ada hasil dan manfaatnya.

8. Buah palo bapatah ‘buah pala patah’

A. Makna Semantik

Makna leksikal buah palo dikenal sebagai bahan rempah-rempah yang banyak manfaatnya, baik untuk bumbu penyedap masakan maupun sebagai bahan dasar untuk obat-obatan. Makna referensial buah palo adalah tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Bamda, Maluku. Nilai jualnya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting seak masa Romawi. Makna deskriptif buah palo adalah tumbuhan dengan daunya berbentuk elips langsing. Buahnya berbentuk lonjong seperti

Universitas Sumatera Utara

66

lemon, berwarna kuning, berdaging dan beraroma khas karena mengadung minyak atsiri pada daging buahnya.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen terdiri dari beberapa buah palo. Kategori ikon didasarkan dengan kesamaan ikon benda yang direpresentasikan yaitu buah palo yang patah. Ornamen ini mempunyai makna jika buah pala dipatahkan (dibelah) menjadi dua, akan menampakkan isi yang menyerupai ragam hias yang bagus dan indah. Manfaat buah pala dibelah dua menyiratkan nilai simboliknya untuk mendidik yaitu, adanya keinginan untuk saling berbagi menikmati keindahan, saling berbagi rasa senang. Keindahan dan rasa senang tidak dibatasi menjadi milik sekelompok kecil orang dan tidak dibiarkan tersimpan di dalam lingkaran tertutup. Sebab dalam lingkaran tertutup bukanlah keindahan, dan tidak bisa dinikmati keindahannya secara sempurna. Artinya buah palo bapatah memiliki makna cita-cita leluhur.

9. Aka barayun ‘akar berayun’

A. Makna Semantik

Makna leksikal aka yaitu bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tumbuh menuju inti bumi kormus. Aka barayun maksudnya akar yang berayun atau bisa disebut juga akar yang bergantung seperti yang ada di pohon beringin. Dalam bahasa Minang aka mempunyai makna akal/pikiran manusia.Makna referensial aka adalah bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tumbuh menuju inti bumi. Makna deskrptif aka adalah

Universitas Sumatera Utara

67

bagian tumbuhan yang biasanya terdapat dalam tanah. Tidak berbuku-buku, jadi juga tidak beruas. Warna tidak hijau, biasanya keputih-putihan atau kekuning- kuningan. Bentuk ujungnya seringkali meruncing, hingga lebih mudah untuk menembus tanah.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen terdiri dari beberapa aka. Kategori ikon didasarkan dengan kesamaan ikon benda yang direpresentsikan yaitu aka barayun. Ornamen ini melambangkan keseimbangan hidup. Maksudnya adalah akal dan budi yang harus seimbang dan stabil.

10. Daun bodi

A. Makna Semantik

Makna Leksikal daun bodi dikenali dari daunya yang berbentuk hati dan biasanya ditunjukkan dengan nyata. Biasanya ditanam di sekitar Vihara Buddha.

Makna referensial daun bodi adalah tanaman yang dikenal dalam agama Buddha sebagai tempat Sang Buddha Gautama bersemedi dan mencapai pencerahan.

Pohon ini dipandang suci oleh penganut agama Hindu, Buddha dan Jainisme.

Makna deskriptif daun bodi adalah tumbuhan yang daunya berbentuk hati dan berwarna hijau.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen daun bodi tidak merepresentasikan apa yang digambarkan karena tidak menggambarkan daun bodi yang menyerupai bentuk

Universitas Sumatera Utara

68

hati. Ornamen ini memiliki makna keselarasan hidup antara akhlak dan budi pekerti.

11. Jalo taserak ‘jala tesebar’

A. Makna Semantik

Makna leksikal jalo atau jala (alat yang terbuat dari rajutan benang untuk menangkap hewan yang ada di laut). Makna referensial jala adalah jaring ikan yang digunakan untuk manangkap ikan maupun udang. Makna deskriptif jala adalah jala berbentuk lingkarang kecil dengan pemberat pada tepi-tepinya.

Ukuranya bervariasi sampai 4 meter pada diameternya.

B. Makna Semiotik

Kategori ikon jalo taserak didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikanyayaitu berbentuk jalo taserak atau tersebar.

Ornamen ini melambangkan sistem pemerintahan Datuk Parpatih Nan Sabatang dalam proses mengadili seseorang yang melanggar hukum dengan cara mengumpulkan data dan kemudian dipilah-pillih hingga akhirnya diketahui siapa yang sebenarnya bersalah

12. Saluak laka ‘jalinan lidi atau rotan’

A. Makna Sematik

Makna leksikal saluak laka merupakan jalinan rotan yang saling menguatkan dalam membentuk kekuatan untuk dapat menyangga periuk. Makna referensial rotan adalah sekelompok palma dari puak yang memilki habitus

Universitas Sumatera Utara

69

memanjat, terutama calamus, daemonorops, dan oncocalamus.Makna deskriptif rotan adalah tumbuhan yang batang rotannya biasanya langsing dengan diameter

2-5 meter, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak dilindungi oleh duri- duri panjang dank eras, dan tajam.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai, karena tidak menyerupai bentuk jalinan lidi atau rotan. Ornamen ini berkaitan dengan hubungan sosial. Maksudnya adalah hidup bermasyarakat haruslah tolong- menolong sehingga persaudaraan terbina erat dan persatuan yang kuat, bila hal ini tercapai maka apa yang direncanakan akan terlaksana. Motif saluak laka mengungkapkan suatu kekerabatan yang saling berkaitan erat antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk kesatuan yang kuat dalam mencapai tujuan.

13. Lapiah batang jarami ‘lapis batang jerami’

A. Makna Semantik

Makna leksikal lapiah batang jarami adalah jalinan dari batang padi yang telah dipotong sehingga membentuk suatu ikatan yang kuat.

B. Makna Semiotik

Kategori ikon lapiah batang jarami didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikannya yaitu berbentuk lapis jerami. Ornamen ini melambangkan sistem sosial. Maksudnya adalah melambangkan adanya rasa

Universitas Sumatera Utara

70

persaudaraan, persatuan, serta tidak sombong, dapat menempatkan diri dimana saja dan disenangi oleh orang banyak.

14. Tangguak lamah ‘tangguk lemah’

A. Makna Semantik

Makna leksikal adalah tangguak adalah alat untuk menangkap ikan.

Makna referensial tangguak adalah keranjang dari rotan atau jaring berbingkai

(untuk menangkap ikan, udang dan sebagainya). Makna deskriptif adalah alat yang terbuat dari rajutan benang yang diberi bingkai dari rotan berbentuk lingkaran.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai. Ornamen ini melambangkan seseorang yang memiliki sifat rendah hati, sopan-santun, serta menyenangkan orang lain. Hal ini berkaitan dengan hubungan bermasyarakat.

15. Sajamba makan ‘makan bajamba’

A. Makna Semantik

Makna leksikal adalah sajamba makan berarti suasana jamuan makan secara adat Minangkabau, atau biasa disebut makan bajamba.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai. Ornamen ini melambangkan adanya aturan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Oleh

Universitas Sumatera Utara

71

karena itu harus diketahui dan di dalami tata cara adat yang merupakan pedoman hidup. Piring besar atau dulang dengan duduk berhadapan empat orang.

16. Saik galamai ‘ajik’

A. Makna Semantik

Makna leksikal ajik/ galamai adalah makanan khas Minangkabau yang dalam penyajiannya dipotong-potong dengan teliti sehungga berbentuk jajaran genjang.

B. Makna Semiotik

Kategori saik galamai didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikannya yaitu berbentuk ajik yang terdapat di wilayah

Minangkabau yang berbentuk belah ketupat. Ornamen ini melambangkan sistem sosial dan hubungan bermasyarakat.saik ajik/ galamai mengandung makna kehati- hatian dalam berbuat dan menghadapi berbagai permasalahan.

17. Carano kanso ‘tempat untuk meletakkan sirih, pinang, gambir, dll

A. Makna Semantik

Makna leksikal carano kanso adalah wadah yang gunanya tempat meletakkan sirih pinang selengkapnya, terbuat dari logam seperti loyang atau kuningan.

B. Makna Semiotik

Kategori ikon carano kanso didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikannya yaitu berbentuk carano kanso. Ornamen ini

Universitas Sumatera Utara

72

melambangkan suatu penghormatan kepada tamu. Bila mengundang orang atau bertamu, sebelum memulai pembicaraan terlebih dahulu disuguhi sirih pinang dalam carano.

18. Salimpat ‘akar’

A. Makna Semantik

Makna leksikal salimpat dalam bahasa Minang ialah aka. Aka dalam bahasa Minangkabau dapat berarti akar tumbuhan dan dapat pula berarti akal/ daya pikir. Makna referensial aka adalah bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tumbuh menuju inti bumi. Makna deskriptif aka adalah bagian tumbuhan yang biasanya terdapat dalam tanah. Tidak berbuku-buku, jadi juga tidak beruas. Warna tidak hijau, biasanya keputih-putihan atau kekuning- kuningan. Bentuk ujungnya seringkali meruncing, hingga lebih mudah untuk menembus tanah.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentaikan apa yang ditandai. Ornamen ini melambangkan kepribadian masyrakat Minangkabau dan menyiratkan pemikiran yang berlapis-lapis, jadi segala sesuatu harus dimengerti tidak hanya pada permukaan tetapi harus lebih dalam.

Universitas Sumatera Utara

73

19. Itiak pulang patang ‘itik pulang petang’

A. Makna Semantik

Makna leksikal segerombolan itiak (itik) selalu berjalan menurut induk rombongannya, apabila ada diantara mereka yang jatuh, maka yang lain pun ikut menurut. Makna referensial itiak adalah nama umum untuk beberapa spesies burunng dalam family anatide. Makna deskriptif itiak adalah hewan yang mempunyai tubuh berlekuk dan lebar, juga memiliki leher panjang. Paruhnya berbentuk lebar dan mengandung lamaellae yang berguna sebagai penyaring makanan. Kakinya bersisik dan berselaput.

B. Makna Semiotik

Kategori ikon itiak pulang patang didasarkan dengan kesamaan ikon dengan benda yang direpresentasikannya yaitu berbentuk itik yang beriringan.

Ornamen ini menggambarkan barisan itik yang berjalan melalui pematang sawah menuju kandangnya mereka beriringan mengikuti induknya. Itiak Pulang Patang memiliki enam makna filosofis 1) keselarasan dan keserasian kehidupan masyarakat Minangkabau dengan alam 2) tata pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, antara individu di dalam masyarakat. 3) tatanan sistem pemerintahan.

4) sistem kekerabatan antara mamak dan kemenakan. 5) keteguhan dalam menjalankan prinsip- prinsip hidup. 6) kebersamaan dalam kehidupan masyarakat

Minangkabau.

20. Tatandu manyasok bungo ‘ulat daun mengisap bunga’

A. Makna Semantik

Universitas Sumatera Utara

74

Makna leksikal tantadu adalah ulat daun berwarna hijau yang memiliki dua antena di kepalanya, ulat tantadu selalu bersungguh-sungguh bila sedang menghisap bunga/ madu.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak benar-benar merepresentasikan bentuk ulat tatandu. Ornamen ini melambangkan kesuburan dan cita-cita. kemakmuran dan keindahan dalam hidup.

21. Limpapeh ‘Sejenis kupu-kupu’

A. Makna Semantik

Makna leksikal limpapeh adalah serangga yang mirip dengan kupu-kupu, hanya saja tidak memiliki warna yang mencolok.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai, karena tidak menggambarkan bentuk kupu-kupu yang sebenarnya. Ornamen ini adalah lambang sistem Matrilineal. Maksudnya adalah wanita Minang yang mendiami rumah gadang adalah wanita yang dihormati /ditinggikan (anjuang adalah bagian yang ditinggikan pada rumah gadang) dalam desanya. Karena dalam sistem matrilineal wanita / kaum ibu lah yang mewariskan suku kepada keturununnya kelak.

22. Bada mudiak ‘ikan bada menuju ke hulu’

A. Makna Semantik

Universitas Sumatera Utara

75

Makna leksikal bada mudiak adalah ikan kecil yang menghadap ke hulu sungai. Bada atau sejenis ikan teri kecil ini kehidupannya selalu berkelompok.

Apabila seekor terkejut dan lari ke hulu /depan maka yang lain pun mengikutinya.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai. Ornamen ini menggambarkan kehidupan masyarakat yang teratur, selalu kompak dan bersatu sehingga dapat mewujudkan kemajuan yang menjadi tujuan hidup dalam keluarga dan masyarakat.

23. Kalalawa bagayuik ‘kelelawar bergantung’

A. Makna Semantik

Makna leksikal kalawa „kelelawar‟ satu-satunya mamalia yang dapat terbang dengan kedua kaki depan yang berkembang menjadi sayap. Kelelawar adalah hewan yang aktif pada malam hari.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai, karena tidak digambarkan bentuk kelelawar di dalam ukiran ornament tersebut. Ornamen ini menjelaskan tentang asal usul suku Minangkabau

24. Labah mangirok ‘lebah mengirap’

A. Makna Semantik

Makna leksikal labah adalah merupakan sekolompok besar serangga yang dikenal karena hidupnya berkelompok untuk membuat sarangnya.

Universitas Sumatera Utara

76

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai, karena tidak menyerupai bentuk lebah yang sebenarnya di dalam ukiran tersebut.

Ornamen ini melambangkan sistem sosial dan hubungan bermasyarakat.

Maksudnya adalah sebagai pembatas antara hal yang baik dan buruk. Ketika sesuatu hal yang baik dan buruk itu telah diketahui maka akan selamat dalam hidup bermasyarakat dan terhindar dari perbuatan yang melanggar hukum.

25. Tupai managun ‘tupai tertegun’

A. Makna Semantik

Makna leksikal tupai adalah hewan yang melengkapi lingkungan hidup manusia dengan segala rugi laba yang diberikan kepada manusia. Kerugian yang diberikan kepada kehidupan manusia adalah kehadirannya dapat merupakan hama terhadap tumbuhan yang diperlukan manusia bagi kehidupan, karena ia dapat menghancurkan buah kelapa dan buah-buah lainnya. Keuntungan yang diberikannya kepada manusia, bila jumlahnya tidak terlalu banyak, maka dia turut menjaga kelestarian lingkungan hidup manusia.

B. Makna Semiotik

Visualisasi ornamen tidak merepresentasikan apa yang ditandai, karena tidak digambarkan bentuk tupai di dalam ukiran ornament tersebut. Ornamen ini melambangkan sumber ilham yang diserap oleh manusia, baik bagi ahli adat maupun bagi seniman, dari sifat-sifatnya, bentuk dan gerak-geriknya. Sifat dan gerak-geriknya yang lincah itu tidak luput dari pengamatan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

77

Minangkabau sehingga manimbulkan suatu identifikasi terhadap kependekaran seseorang seperti tercermin dalam petatah petitih “Sepandai-pandai tupai melompat sesekali terjatuh juga. Sepandai-pandai pendekar bersilat sekali-sekali terpeleset juga.” Identifikasi ini tidak lain dari dasar ajaran dan alam pikiran masyarakat Minangkabau yang berbunyi alam takambang jadi guru. Hal tersebut dapat memungkinkan timbulnya suatu imaji yang diwujudkan dalam suatu motif ukir seperti tupai managun (tupai tertegun) ini.

Wujud visual dari tupai itu tidak disalin secara tampak nyata, melainkan dalam simbol (tanda) garis-garis lengkung yang hendak menggambarkan gerak- gerik tersebut.

4.3.3 Fungsi

Rumah Gadang merupakan Rumah adat masyarakat Minangkabau berarsitektur dan konstruksi yang khas. Rumah di Minangkabau dikenal dengan nama “Rumah Gadang” yang berarti Rumah Besar. Disebut demikian bukan saja karena bentuk fisiknya yang besar, tetapi juga kreana rumah ini didiami oleh keluarga besar, jadi bukan hanya karena keluarga inti (ibu, ayah, dan anaknya yang belum kawin.) saja yang tinggal di rumah ini, tetapi juga didiami oleh mereka yang mempunyai hubungan darah melalui ibu (sistem matrilineal). Dalam rumah gadang, ruangan berjumlah ganjil, melambangkan keseimbangan antara kanan dan kiri. Rumah gadang dibuat memanjang, karena didalamnya hidup beberapa keluarga. Jumlah jendela yang banyak dibuat demikian, sehingga membuat sirkulasi udara lebih lancar. Pada halaman rumah terdapat rangkiang untuk meyimpan padi. Dalam penerimaan tamu pun diatur secara ketat. Tuan

Universitas Sumatera Utara

78

rumah duduk menghadap ke dalam rumah, sedangkan tamu menghadap keluar ke halaman.

Rumah gadang, di samping sebagai tempat tinggal, juga dapat berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga, tempat mengadakan upacara-upacara, pewarisan nilai-nilai adat, dan merupakan representasi dari budaya matrilineal.

Rumah Gadang sangat dimuliakan dan bahkan dipandang sebagai tempat suci oleh masyarakat Minangkabau. Status rumah Gadang yang begitu tinggi ini juga melahirkan berbagai macam tata krama. Istano Basa Pagaruyuang adalah tempat tinggal untuk keluarga kerajaan Pagarayuang. Rumah panggung besar ini bertingkat tiga, dengan 72 tonggak yang menjadi penyangga utamanya. Terdapat

11 gonjong atau pucuk atap yang menghias bagian atas dari bangunan ini. Seluruh dinding bangunan ini dihiasi oleh ornamen ukiran berwarna-warni yang juga mempunyai makna dan fungsinya masing-masing. Istano Basa Pagaruyuang memiliki 4 buah rangkiang dan juga memiliki surau. Rangkiang berfungsi untuk menyimpan padi,sedangkan surau tidak hanya berfungsi untuk tempat ibadah tetapi digunakan untuk anak laki-laki tinggal disana dan menuntut ilmu agama, karena di rumah gadang hanya anak perempuanlah yang mendapat tempat di dalam rumah gadang itu sendiri. Sebagai sebuah istana kerajaan, masing-masing tingkat dalam bangunan ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Berikut ini fungsi dari masing-masing ruangan itu sendiri:

4.3.1 Fungsi Ruangan

Tingkat paling bawah merupakan tempat aktivitas utama pemerintahan berupa sebuah ruang besar yang melebar dengan area khusus sebagai singgasana

Universitas Sumatera Utara

79

raja. Bagian tengah terdapat 7 kamar tidur untuk anak raja yang sudah menikah.

Anak yang paling tua menempati kamar yang paling kanan, begitu seterusnya sampai anak yang termuda menempati kamar yang berada paling kiri. Tepat ditengah ruangan, persis di depan pintu masuk terdapat sebuah singgasana yang disebut Anjuang Perak yang berfungsi sebagai lokasi rapat atau bermusyawarah khusus untuk wanita yang dipimpin oleh Bundo Kanduang (Ratu/Permaisuri).

Beliau akan duduk di sana sehari-hari untuk mengawasi setiap tamu yang datang.

Apabila kerajaan mengadakan perjamuan atau rapat maka ibunda raja yang akan memastikan setiap orang duduk pada tempatnya yang benar, hidangan disajikan tepat waktu dan mengawasi apapun keperluan dalam ruangan sedangkan raja berada di Anjuang Rajo Babandiang.

Selanjutnya, di sebelah kana Istana terdapat ruangan bernama Anjuang

Rajo Babandiang. Anjuang Rajo Babandiang digunakan sebagai tempat sidang yang dipimpin oleh raja dan ratu. Di sini terdapat tiga langgam (tingkat).

Langgam pertama digunakan untuk sidang. Tempat beristirahat khusus Raja dan

Bundo Kanduang (Ratu) di sebut langgam kedua dan langgam ketiga digunakan untuk tempat tidur Raja dan Bundo Kanduang. Selain itu ada Singgasana Raja dan

Ratu terdapat foto Sutan Alam Bagagarsyah yang merupakan raja Kerajaan

Pagaruyung. Di sinilah lokasi Singgasana yang digunakan oleh Raja dan Ratu

(Bundo Kanduang) dalam mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan

Istana dan pemerintahan.

Tingkat kedua dari bangunan merupakan ruang aktivitas bagi para putri raja yang belum menikah. besarnya ruangan ini sama dengan besar ruangan utama di bawahnya. Ruangan ini disebut anjung peranginan. Tingkat ketiga juga

Universitas Sumatera Utara

80

terdapat ruangan yang tidak terlalu besar, digunakan oleh Raja 3 selo. Raja 3 selo adalah institusi tertinggi dalam hirarki kerajaan Pagaruyung, berasal dari keturunan yang sama dan masing-masing bertugas untuk memutuskan perkara- perkara yang berhubungan dengan alam, adat dan ibadat. Posisi ruangan ini terletak tepat di bawah atap gonjong yang berada di tengah bangunan atau disebut juga gonjong mahligai. Mahligai merupakan sebuat tempat yang digunakan untuk menyimpan benda-benda kebesaran raja. Benda tersebut di simpan dalam sebuah peti yang diberi nama Aluang bunian. Lokasinya berada di lantai tiga.

4.3.2 Fungsi Ornamen

Seni ornamen yang menyimpan nilai-nilai sejarah, mengandung nilai yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan seperti edukasi, moral, spritual, etika, dan estetika. Fungsi seni ornamen tidak hanya sebagai hiasan saja, tetapi di dalamnya juga terdapat filosofis dan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Nilai estetika yang dilahirkan oleh pengukir ornamen Minangkabau tidak hanya diukir begitu saja tanpa makna tertentu, ukiran yang dibentuk diletakkan pada tempat-tempat tertentu agar dapat dilihat dan ornamen memiliki beragam warna seperti kuning gading, merah dan hitam. Hal ini menjadi tanda bahwa fungsi ornament sangatlah penting bagi masyarakat Minangkabau. Ornamen-ornamen ini biasanya diletakan seperti pada jendela, ventilasi ruang udara, pintu Istano Basa

Pagaruyuang. Selain pemilihan bentuk warna yang dihadirkan, oernamen ini diusahakan memiliki keterkaitanya dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

4.3.2.1 Flora (Tumbuhan)

1. Siriah gadang

Universitas Sumatera Utara

81

Ornamen ini diletakkan pada di atas pintu ruangan. Fungsi ornamen ini adalah murni estetis. Hal ini tertuang di dalam penggalan petatah petitih yang berbunyi:

“..Siriah naiak junjuangan balingka, baitu damdamnyo siriah nantun. Lakek di papan balariak, ukiran di rumah gadang, lukisan adat jo limbago, jadi pakaian di Istano..”. Orang yang akan memasuki ruangan akan langsung bisa melihat ornamen ini sebagai hiasan memperindah ruangan yang ada di Istano Basa Pagaruyuang.

Hal ini sesuai dengan makna yang terkandung dalam ornamen siriah gadang yaitu simbol keramah-tamahan masyarakat Minangkabau dalam menyambut tamu.

Selain itu ornamen siriah gadang juga berfungsi sebagai lukisan adat dan motif atau corak yang ada di pakaian adat Minangkabau.

2. Lumuik hanyuik

Ornamen ini diletakkan di papan tepi luar. Fungsi ornamen ini sebagai murni estetis. Hal ini tergambar dalam penggalan petatah petitih:

“..Baguru kito pada lumuik. Alam takambang jadi guru. Lahianyo lumuik nan disabuik. Batinyo adat minangkabau. Dilariak di papan tapi, ukiran nan dilua. Gambaran adat hiasan alam pusako salamanyo…”. Ornamen Istana Basa Pagaruyuang sendiri banyak yang terinspirasi dari alam, maka dari itu ornamen lumuik hanyuik menjadi sebagai bukti bahwa ornamen yang ada di dalam Istana banyak terinspirasi dari alam.

3. Aka cino sagagang

Universitas Sumatera Utara

82

Ornamen ini diletakkan pada papan tepi luar. Ornamen ini berfungsi sebagai hiasan murni estetis dinding yang ada di dalam Istana Basa Pagaruyuang.

Hal ini tertuang dalam penggalan petatah petitih:

“...Ukia aka induak ukiran, gambaran hiduik saalam nangko, aka nan jadi isi buahnyo, nan tampak aka bapiauh, kieh ibarat nan bapakai, pakaian adat jo limbago..” Maksud dari petatah petitih di atas adalah ornamen aka cino sagagang tidak hanya dijadikan sebagai ukiran ornamen yang ada di Istano Basa

Pagaruyuang, tetapi juga berfungsi sebagai haisan untuk pakaian adat dan lembaga.

4. Si kambang manih

Ornamen ini diletakkan pada dinding tepi dan di depan. Ornamen ini berfungsi sebagai murni estetis dan hiasan untuk jendela yang di Istana. Hal ini tertuang dalam penggalan petatah petitih:

“..Ukia diulak tanjung bungo, pakaian ranah minangkabau latak dimuko adok halaman..”. Ornamen si kambang manih diletakkan di bagian depan, agar memperindah bagian Istano Basa Pagaruyuang dan juga ornamen ini ukiranya sangat berukuran besar. Selain itu, ornamen ini juga digunakan sebagai hiasan pakaian adat.

5. Pucuak rabuang

Ornamen ini berfungsi sebagai teknis konstruktif yang letaknya pada tiang-tiang besar penyangga yang ada di dalam Istano Basa Pagaruyuang. Selain itu ornamen ini menjadi motif pada kain .

Universitas Sumatera Utara

83

6. Kaluak paku

Ornamen ini diletakkan pada papan tepi luar. Fungsi ornamen kaluak paku sebagai hiasan murni estetis. Hal ini tertuang dalam penggalan petatah petitih:

“.. Kini basuo dalam ukia, di salasa balai-balai, baitu tutua rang dahulu..”.

Ornamen ini diletakkan pada bagian depan, sehingga orang yang mengunjungi Istano Basa Pagaruyuang melihat ornamen ini mempunyai ukiran yang sangat indah.

7. Pisang sasikek

Ornamen ini diletakkan pada di atas dinding ari. Fungsi ornamen pisang sasikek untuk sebagai hiasan murni estetis pada dinding ari. Hal ini tertuang dalam penggalan petatah petitih:

“...Ukia banamo pisang sasikek, latak di ateh tingkok paninjauan, dindiang ari nan barangin, tando maninjau jo mayuruak maukua dalam dengan dangka..” Ornamen ini diletakkan pada bagian atas dan depan, sehingga orang yang mengunjungi Istano Basa Pagaruyuang melihat ornamen ini yang mempunyai ukiran yang ciri khas dan indah di pandang mata.

8. Aka barayun

Ornamen ini diletakkan pada ukiran rendah dan juga pada serambi.

Ornamen aka barayun berfungsi sebagai hiasan murni estestis. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih:

“..Pisau sirauik nan maukia, tukang nan utuih pandai ukia, indahnyo baso nan manggamba, baiaknyo budi nan maisi, dilukih papan ukia..”.

Universitas Sumatera Utara

84

Seperti yang telah diungkapkan melalui petatah-petitih di atas “indahnyo baso nan manggamba” maksudnya adalah indahnya besar yang digambar.

Ornamen aka berayun diukir dengan ukuran yang cukup besar sehingga ornamen ini menjadi pusat perhatian karena keindahan ukiranya.

9. Daun bodi

Ornamen ini diletakkan pada dinding hari. Ornamen daun bodi berfungsi untuk hiasan murni estetis. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih:

“..Daun dibuek jadi ukia, bacampu campua jo akanyo, buliah dilatak di nan petak, di ujuang bakipeh ambai-ambai..”. Ornamen daun bodi diletakkan pada bagian depan, sehingga tampak indah bila dilihat.

10. Itiak pulang patang

Ornamen ini termasuk ornamen tembus yang di tempatkan pada bagian papan sekaping. Letak ornamen ini bersaaman dengan ornamen bada mudiak.

Fungsi dari ornamen itiak pulang patang adalah sebagai murni estetis.

11. Kuciang lalok

Ornamen ini diletakkan pada camin-camin jendela dan pada pangkal ukiran. Ornamen kuciang lalok berfungsi sebagai simbolis.

“..Bakirim usah bapitaruang, bapasan usah baturuti, manyuruah usah bakandak hati, bana lai picayo tidak, pitaruah baunyikan juo, itu nan labiah rang pantangkan, ukia banamo kucing lalok..”.

Ornamen ini simbolis yang menyiratkan bahwa haruslah berhati-hati dalam berprilaku menjaga pantangan adat.

Universitas Sumatera Utara

85

12. Bada mudiak

Ornamen ini diletakan pada tepi ukiran. Biasanya ornamen ini diletakkan bersamaan dengan ornamen itiak pulang patang. Fungsi ornamen ini adalah sebagai simbolis. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih:

“.. dilukih diateh papan, diukia di rumah gadang, rumah gadang sandaran adat, adat di alam minangkabau..” Seperti yang telah dituliskan dalam petatah petitih tersebut bahwa ornamen bada mudiak memiliki fungsi simbolis yaitu adat di alam minangkabau.

13. Kalalawa bagayuik

Ornamen ini diletakkan pada dinding hari bagian atas. Ornamen kalalawa bagayuik berfungsi untuk memperindah dinding hari bagian atas dan hiasan murni estetis. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..Ukia di dalam kieh juo, namo tasabuik kalilawa, ukianyo aka nan basiku, bungo baruntun jo daunnyo..”.

14. Tatandu manyasok bungo

Ornamen ini diletakkan pada papan sebalik anjuang. Ornamen ini berfungsi sebagai hiasan indah yang tampak nyata. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..Tatandu samo mayasok, bungo satangkai kambang nyarak, dibuek ukia langkok-langko, susun barangkai, ukia sabalik nan tampak nyato..”.

Universitas Sumatera Utara

86

15. Tupai managun

Ornamen ini diletakkan pada atap Istana Basa Pagaruyuang, karena pada atap istana didominasi oleh ukiran di bidang yang kecil. Ornamen tupai managun berfungsi sebagai hiasan pada atap Istana Basa Pagaruyuang. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..Tupai managun namonyo ukia, ukia dirandai nan ditapi, latak diateh tampek nan tinggi..”. Jika tidak ada ornamen tupai managun pada atap Istana, maka atap istana tidak indah bila dipandang mata.

16. Labah mangirok

Ornamen ini diletakkan pada pintu angin (ventilasi) Istana. Ornamen labah mangirok berfungsi sebagai konstruktif, karena ornamen lebah mengirap berfungsi sebagai sirkulasi udara pada Istana.

17. Jalo taserak

Ornamen ini diletakkan pada langit-langit Istana Basa Pagaruyuang. Langit- langit Istana Basa Pagaruyuang didominasi oleh ukiran bidang yang besar.

Ornamen jalo taserak berfungsi sebagai konstruksi. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..ukia laweh balingkara, panutuik pagu nan di ateh, hiasan langik-langik kabasaran..” Kata „ hiasan langik-langik kabasaran’ yang artinya hiasan untuk langit- langit Istano Basa Pagaruyuang.

Universitas Sumatera Utara

87

18. Saluak laka

Ornamen ini diletakkan pada pintu depan Istana Basa Pagaruyuang.

Ornamen saluak laka berfungsi sebagai hiasan murni estetis karena diletakkan pada pintu depan Istana Basa Pagaruyuang. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..nak tarang tampak dimato, jadi ragam bungo janggi, jadi hiasan rumah gadang..”. Kata “jadi hiasan rumah gadang” menyatakan bahwa ornamen saluak laka yang fungsinya sebagai hiasan murni estetis untuk memperindah pada bagian pintu Istano Basa Pagaruyuang.

19. Lapiah batang jarami

Ornamen ini diletakkan pada bagian ukir dinding Istana Basa

Pagaruyuang. Fungsi ornamen lapiah batang jarami sebagai hiasa murni estestis.

Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..Latak di panin ukia dindiang, panyalo papan nan tagak..”. Kata panyalo dalam bahasa Minang adalah sesuatu yang tampak jelas dan kontras. Ornamen lapiah batang jarami menjadi fungsi hiasan karena ornamen ini tampak jelas dan kontras.

20. Saik galamai

Ornamen ini diletakkan pada bagian atas dinding ari. Fungsi ornamen saik galamai yaitu sebagai simbolis. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

88

“..Lamak usah dimakan sajo, rancak usah dipakai sajo, lamak manih raso galamai, dalam gatah minyaknyo tumbuah, ingek dibadan kabinaso..”. Ornamen ini simbolis yang menyiratkan bahwa haruslah berhati-hati dalam bertutur kata dan berprilaku.

21. Sajamba makan

Ornamen ini diletakkan pada dinding. Ornamen ini berfungsi sebagai hiasan murni estestis. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..Sajamba makan mairiangkan, latak di ateh pintu biliak…”.

Ornamen ini berfungsi sebgai hiasan murni estetis, karena ornamen ini diletakkan di atas pintu ruangan agar tamu yang akan memasuki ruangan, pandangannya langsung tertuju pada ornamen ini.

22. Carano kanso

Ornamen ini diletakkan pada ujung peranginan yaitu diatas pintu ruangan sejajar dengan ornamen siriah gadang dan sajamba makan. Ornamen ini berfungsi sebagai hiasan murni estestis yang melambangkan keramahtamahan masyarakat Minangkabau dalam menyambut tamu, maka dari itu ornamen ini diletakkan diatas pintu ruangan agar tamu yang akan memasuki ruangan, pandanganya langsung tertuju pada ornamen ini. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..carano kanso ukia basamo siriah gadang lingka balingka, sajamba makan mairiangkan, latak di ateh pintu biliak..”.

Universitas Sumatera Utara

89

23. Tangguak lamah

Ornamen ini diletakkan pada papan atas sekeping. Fungsi ornamen ini adalah sebagai hiasan murni estestis. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..latak dimuko kahadapan, diateh papan nan sakapiang ko maukia, dipapan laweh, baratuih ragam nan dapek..” Ornamen ini diletakkan dibagian depan dan menjadi hiasan.

24. Limpapeh

Ornamen ini berfungsi sebagai simbolis karena diletakkan pada bagian atas luar Istano Basa Pagaruyuang. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“...Limpapeh rumah nan gadang, sumarak anjuang dalam nagari” (limpapeh rumah yang besar, semarak anjung dalam negeri). Nama limpapeh adalah sejenis kupu-kupu yang indah, hal ini berkaitan juga dengan seorang wanita atau seorang anak gadis yang mendiami rumah gadang. Ornamen limpapeh simbolis sistem matrilineal (garis keturunan dari Ibu).

25. Buah palo bapatah

Ornamen ini berfungsi sebagai hiasan murni estetis karena diletakkan pada bagian luar paso-paso Istano Basa Pagaruyuang. Hal ini tertuang pada penggalan petatah petitih berikut ini:

“..rancak raganyo buah palo, dikarek disusun nyato, elok tampaknyo pandangan mato..”.

Universitas Sumatera Utara

90

Petatah petitih di atas adalah sebagai salah bukti bahwa ornamen ini menjadi hiasan. “ elok tampaknyo dimato” maknanya adalah bagus dipandang mata.

4.4 Hasil Temuan

Mengenai makna semantik dan semiotik teka ornamen rumah gadang, peneliti menemukan bahwa makna semantik teks ornamen rumah gadang minangkabau yang dibagi lagi menjadi tiga jenis makna yaitu makna leksikal, referensial dan makna deskriptif. Makna referensial seperti yang dikemukakan oleh Pateda adalah makna yang berhubungan dengan acuan dari benda tersebut.

Peneliti menganalisis makna referensial dengan menggunakan data teks ornamen rumah gadang minangkabau, bahwa makna referensial itu adanya sumber acuan atau informasi yang kita dapat dari makna tersebut. contoh ornamen lumuik hanyuik, dengan adanya makna referensial kita mengerti bahwa seperti makna lumut merupakan sekumpulan tumbuhan kecil yang termasuk dalam bryophytina

(dari bahasa yunani bryum, “lumut”). Daun tumbuhan lumut dapat berfotosintesis.

Makna ini bisa kita ketahui informasinya mengenai tumbuhan lumut karena adanya sumber referensi. Maka dari itu, peneliti menganggap bahwa makna makna referensial itu didapat karena adanya sumber referensi atau informasi mengenai makna dari kata itu. Begitu pula dengan makna deskriptif, peneliti juga menemukan bahwa makna deskriptif itu adalah makna yang menggambarkan atau merincikan dari makna kata-kata itu.

Visual ornamen yang ada di rumah gadang, jika dilihat dari kategori indeksikalitas bahwa ornamen yang ada di rumah gadang tidak selalu

Universitas Sumatera Utara

91

merepresentasikan apa yang ditandai. Sebagian besar ornamen yang ada di rumah gadang Minangkabau diukir dengan bentuk akar maupun bunga-bunga. Walaupun ada ornamen yang namanya hewan tetapi wujud visual ornamen tidak diukir yaitu berbentuk hewan tetapi hanya digambarkan bagian dari hewan itu seperti bentuk ekornya saja dan diukir dengan motif akar dan bunga-bunga. Seperti ornamen

„tupai managun’ ornamen ini tidak diukir berbentuk wujud tupai tetapi hanya bentuk ekornya saja yang diukir dengan motif akar maupun bunga-bunga.

Masyarakat Minangkabau menganggap akar dan bunga sebagai simbol kemakmuran dan keindahan, maka dari itu ornamen yang ada di rumah gadang diukir dengan motif akar dan bunga sebagai simbol kemakmuran masyarakat

Minangkabau dan keindahan yang ditonjolkan untuk rumah adat kebanggaan masyarakat Minangkabau yaitu rumah Gadang.

Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN & SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan teks ornamen yang dibagi berdasarkan bentuk penamaan ornamen rumah gadang terdiri dari proses semantik dan mofologisnya. Berdasarkan proses semantisnya bentuk penamaan ada dua yaitu: penyebutan sifat khas dan penyebutan tempat asal, sedangkan proses morfologisnya yaitu: kata dasar, kata bentukan dan kata majemuk. Proses penamaan ornamen rumah gadang sebagian besar terdiri dari penyebutan sifat khas.

Rumusan masalah kedua mengenai makna semantik dan semiotik. Makna semantik dibagi lagi menjadi tiga yaitu makna leksikal, referensial, dan deskriptif.

Makna semiotik juga dibagi lagi menjadi tiga yaitu ikon, indeks, dan simbol. Teks ornamen yang ada di rumah gadang dibagi menjadi bentuk tumbuhan (flora), hewan (fauna), kosmik (alam).

Rumusan masalah ketiga mengenai fungsi ornamen rumah gadang yang dibagi lagi menjadi tiga yaitu fungsi murni estetis, konstruksi dan simbolis.

Sebagian besar fungsi ornament rumah gadang Minangkabau merujuk kepada fungsi murni estetis. Selain itu, Fungsi ruangan dan fungsi ornamen juga mencakup ke dalam fungsi rumah gadang Minangkabau itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara 92

93

5.2. Saran

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan kepada peneliti lainya untuk mengadakan penelitian mengenai makna semantik dan semiotik teks ornamen rumah gadang lebih lanjut lagi dengan mengambil wilayah penelitian yang lebih luas, sampel yang lebih banyak, dan menggunakan sudut pandang ilmu linguistik yang lainya. Selain itu, dengan adanya penelitian mengenai nama-nama ornamen rumah gadang Minangkabau ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran diri untuk menjaga rumah gadang itu sendiri dan melestarikan budaya Minangkabau.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Buku Allan, Keith. 2001. Natural Language Semantics. Massa-chusetts: Blackwell Publishers Inc.

Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi ke Tiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Aminuddin.1988. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru.

Berger, Artur Asa. 2000. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer.Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.

Cruse, D.A. 1986.Lexical Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.

Crystal, David.1988. The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge: Cambridge University Press.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco.

Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana UniversityPress.

Feldman, Edmund Burke. 1992. Varieties Of Visual Experience. New Jersey: Prentice Hall Art

Filmore, Charles J. 1968. “The Case for Case” dalam Universal in Linguistics Theory. Emmon Bach dan Robert T. Harma (Ed.). New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Hockett, Charles F. 1958. A course in Modern Linguistics. New York. The Macmillan Company.

Kemson, Ruth M. 1977. Teori Semantik. Diterjemahkan Abdul Wahab pada 1995. Jakarta: Airlangga University Press.

Kridalaksana, Harimurti. 1988. Beberapa Prinsip Perpaduan Leksem dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Lechte, Jhon. 2001. 50 Filsuf Kontemporer; dari Strukturalisme sampai Posmodernitas. Yogyakarta: Kanisius.

94

Universitas Sumatera Utara 95

Lyons, John. 1995. Linguitics Semantics: An Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.

Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta:Remaja Rosdakarya

Matthew. B. Miles, A. Michael Huberman, Johnny Saldana. 2014. Qualitative Data \ Analysis. SAGE

Nöth, Winfried. 1992. Handbook of Semiotica. Bloomington: Indiana University Press.

Nöth, Winfried. 1995. Hand Book of Semiotics. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press.

Ogden dan Richard. 1923. The Meaning of Meaning. London. Routledge & Kegan Paul Ltd.

Palmer, F.R. 1991. Semantics.(Second edition). Cambridge: Cambridge University Press.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Saeed, John I. 2000. Semantics. Oxford: Blackwell Publishers Ltd.

Saragih, Amrin.2011. Semiotik Bahasa. Medan. USU Press

Sibarani, Robert. 2014. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan

Sibarani, Robert. 2014. Semantik Leksikal. Surakarta: Sebelas Maret University

Subroto, Edi. 1991. Semantik Leksikal. Surakarta: Sebelas Maret University

Sudaryat, Yayat. 2008. Makna dalam Wacana: Prinsip-Prinsip Semantik dan Pragmatik. Bandung: CV. Yrama Widya.

Sunaryo, A. (2009). Ornamen Nusantara – Kajian Khusus Tentang Ornamen Indonesia. Semarang : Dahara Prize.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif,dan R & D. Bandung:Alfabet

Universitas Sumatera Utara 96

Van Zoest, Aart. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yangkita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.

Verhaar, J.W.M. 1978. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press . Jurnal Christyawaty, E. (2018). Makna Motif Hias Sirih Gadang Pada Ukiran Bangunan Tradisional Minangkabau. Berkala Arkeologi Sangkhakala, 14(2), 227-239.

Faranzia, E., Piliang, Y. A., & Saidi, A. I. (2015). Rumah Gadang as a symbolic representation of minangkabau ethnic identity. International Journal of Social Science and Humanity, 5(1), 44

Gani, E. (2012). Kajian terhadap landasan filosofi pantun Minangkabau. Komposisi: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Seni, 10(1).

Hidayat, H. N. (2018). Pengembangan Motif Hias Rumah Gadang.Lingua Idea.

Maulani, Panji. (2017). Akulturasi Budaya pada Ornamen Eksterior Masjid Agung Jawa Tengah : Analisis Semiotik. Jurnal Metahumaniora. Vol. 7, No 2 (2017)

Parlindungan, Togar. (2017). Fungsi dan Filosofi Rumah Gadang sebagai Sarana Komunikasa Antar Warga. Repository UMA

Rakhman, Abdul (2015) . Arti Simbolis dibalik Ornamen Rumah Limas Palembang. Jurnal Kriya Seni ISI Surakarta. Vol. 12. No 1 (2015)

Sitindjak, Roland., Kusuma, Laksmi., & Thamrin, Diana (2016). Form and Meaning of Batak Toba House Ornaments. Journal of Computational and Therorical Nanoscience. Vol. 22, 4050-4053, 2016

Sukandi, S. S., Asrizal, A., & Tizar, E. (2007). Makna Filosofis Pada Ukiran Itiak Pulang Patang Dalam Adat Minangkabau. Linguistika Kultura, 1(2).

Zuhud, E. A. (2016). Nature Philosophy of Minangkabau Ethnic in West Sumatera, Indonesia. In Acknowledgements 1 Workshop Report 2 (p. 18).

Website “Arsitektur Nusantara Minangkabau” (https://ninkarch.files.wordpress. com/2008/11/ars-nus-tgsbesar.pdf) diakses pada 29 Mei 2019.

Universitas Sumatera Utara 97

BIODATA INFORMAN

Lampiran 1

Informan I Nama : Yusnizar Umur : 67 Tahun Alamat :Istano Basa Pagaruyuang Nomor Handphone :081277370400P Pekerjaan :Penjaga rumah gadang dan THL Suku :Minang Kutianyir

Informan II Nama : Wika Aprilia Umur : 28 Tahun Alamat : Cibadak, Kec. Lima Kaum, Kab. Tanah Datar Pekerjaan : THL Suku : Minang Pitopang

Informan III Nama : Reni Firamita Umur : 27 Tahun Alamat : Lima Kaum Nomor Handphone : 081266299108 Pekerjaan : THL Suku : Minang Mandaliko

Universitas Sumatera Utara 98

Foto

Lampiran 2

Universitas Sumatera Utara 99

Universitas Sumatera Utara