BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Bandrek Bajigur Café berdiri pada bulan November 2013. Usaha ini milik perseorangan yang didirikan oleh pasangan suami istri, Cherry dan Marin. Cherry atau yang biasa disebut kang Cherry merupakan pensiunan dari salah satu perusahaan ternama di Jepang. Setelah menghabiskan 28 tahun di Jepang untuk bekerja hingga berkeluarga, kang Cherry memutuskan untuk kembali lagi ke Indonesia dengan istrinya Marin yang berkewarganegaraan Jepang. Kang Cherry sendiri merupakan keturunan asli suku sunda, kang Cherry sangat cinta terhadap bahasa, budaya dan kuliner khas sunda. Setelah kembali ke tanah air kang Cherry memutuskan membuka sebuah café selain untuk usaha café ini didirikan kang Cherry untuk tetap melestarikan kuliner khas sunda khususnya minuman bandrek dan bajigur yang menurutnya minuman tersebut sudah cukup sulit ditemukan. Bandrek Bajigur Café berlokasi di Jl. BKR No. 9 Bandung, dengan mengusung konsep family café kang Cherry mencoba terus bertahan dalam Industri kuliner saat ini. Konsep family café sangat terlihat ketika pertama kali mengunjungi café ini, dimulai dari tata letak interior yang sengaja diciptakan agar pengunjung seperti berada dirumah sendiri. Minuman bandrek dan bajigur merupakan menu andalan di Bandrek Bajigur Café ini, selain dikarenakan rasanya yang khas, bahan-bahan yang dipergunakan oleh kang Cherry merupakan bahan-bahan segar berkualitas karena bahan untuk membuat bandrek dan bajigur dari Bandrek Bajigur Café ini dibuat setiap hari. Bandrek Bajigur Café dapat menampung kurang lebih sebanyak 40 pengunjung dalam keadaan penuh. Nama Bandrek Bajigur Café atau sering disingkat BBC diambil dari nama sebuah komunitas yaitu Buah batu Boys Club (BBC) dimana kang Cherry merupakan salah satu anggotanya. 1 Gambar 1.1 Logo Perusahaan Sumber: Bandrek Bajigur Café, 2013 1.1.2 Produk dan Layanan Perusahaan Bandrek Bajigur Café memiliki 6 buah menu yang menjadi andalan dari café ini, menu berikut merupakan varian menu dari minuman bandrek dan bajigur yang disediakan oleh Bandrek Bajigur Café: Tabel 1.1 Daftar Menu Bandrek Bajigur Café No Daftar Menu Harga 1 Bandrek Rp. 8000 2 Bandrek susu Rp. 9000 3 Bandrek STM Rp. 10000 4 Bajigur Rp. 8000 5 Bajigur Bandrek Rp. 9000 6 Bajigur Kopi Rp. 9000 Sumber: data yang telah diolah Bandrek Bajigur Café, 2013 Bandrek Bajigur Café beroprasi mulai hari senin hingga sabtu, sedangkan untuk hari minggu Bandrek Bajigur Café tidak beroprasi, jam oprasional Bandrek Bajigur Café adalah sebagai berikut: Tabel 1.2 Waktu Oprasional Bandrek Bajigur Cafe Jam Oprasional Keterangan 10.00–14.00 WIB Beroprasi 14.00–16.00 WIB Istirahat 16.00-24.00 WIB Beroprasi Sumber: data yang telah diolah Bandrek Bajigur Café, 2013 2 Khusus untuk hari minggu waktu oprasional dapat berjalan apabila ada acara tertentu. Selain itu waktu oprasional menjadi fleksibel dikarenakan Bandrek Bajigur Café sering menjadi tempat sebagai acara ulang tahun, gathering dan meeting. Namun pengunjung disarankan untuk melakukan reservasi terlebih dahulu minimal 3 hari sebelumnya. Selain itu Bandrek Bajigur Café dapat menawarkan beberapa pilihan menu diluar menu biasa yang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk acara. 1.2 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang terjadi saat ini dapat dibilang menjadi faktor penyebab terjadinya globalisasi. Globalisasi juga membawa pengaruh dalam gaya hidup masyarakat, antara lain ramainya konsumsi masyarakat terhadap barang-barang asing seperti, makanan, minuman, fashion, dll (Wahidin, 2014). Sebagai Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Muhammad Taufiq menuturkan bahwa, "Indonesia dipandang memiliki potensi pasar untuk produk makanan dan minuman terbesar di Asia Tenggara. Predikat itu telah menjadikan Indonesia sebagai target pasar yang menjanjikan dan diminati pemain global.” (Munthe, 2013). Manisnya bisnis minuman di Indonesia masih terus dirasakan hingga kini. Walau makin banyak brand minuman yang berjamuran dan varian rasa yang ditawarkan juga semakin banyak, namun sebagian besarnya hanya sekedar hit and run semata ataupun latah dengan trend yang sedang booming. Akan tetapi beberapa diantaranya masih ada yang terus eksis dan turut berkembang seiring kiprahnya yang menarik minat masyarakat (Heksa, 2015). Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menilai pasar Indonesia belakangan ini makin diminati oleh para pemain global. Buktinya, merek-merek asing di industri makanan dan minuman terus bermunculan. Mereka tergiur untuk menikmati gurihnya kue industri makanan dan minuman yang nilainya lebih dari Rp 700 triliun (Pratiwi, 2013). Sektor usaha makanan dan minuman diyakini tetap bertumbuh dan menjadi andalan industri pengolahan non migas, mengingat masih kuatnya permintaan pasar dalam negeri. Jumlah penduduk yang mencapai lebih 3 dari 240 juta sekaligus menjadi peluang pasar yang sangat menjanjikan, kendati pelaku industri makanan dan minuman terus bertambah. Kondisi ini menggambarkan betapa besarnya potensi pasar Indonesia untuk berbagai produk, termasuk produk makanan dan minuman (Munthe, 2013). Dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan ladang subur bagi pertumbuhan dan perkembangan Industri makanan dan minuman yang semakin hari semakin menjamur. Namun dampak dari globalisasi dan tingginya permintaan pasar tersebut tidak selalu menjadi angin segar bagi para pelaku bisnis makanan dan minuman lokal Indonesia. Invasi dari pengusaha asing telah memperlihatkan kekuatannya dalam persaingan bisnis makanan dan minuman. Minuman bersoda, minuman isotonik serta minuman impor lainnya sudah seperti menjadi raja di negeri orang, bagaimana tidak minuman-minuman tersebut sangat dominan di pasar industri makanan dan minuman. Nilai penjualan minuman isotonik di dalam negeri diprediksi mencapai Rp 4,2 triliun pada 2012, naik 20% dibandingkan tahun lalu sekitar Rp 3,5 triliun. Kenaikan itu terjadi seiring meningkatnya permintaan masyarakat akan produk tersebut. Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Farchad Poeradisastra mengatakan, industri minuman isotonik menikmati pertumbuhan bisnis rata-rata 20% per tahun. "Bisnis ini terus tumbuh, rata-rata 20% per tahun," (Daily Investor, 2012). Pada 2015 ini Big Cola adalah minuman ringan paling populer di Indonesia, dikonsumsi oleh 14 persen dari populasi (atau 21.480.000 orang), Mereka minum cola rata-rata setiap hari. Minuman terfavorit kedua di negara tropis ini adalah Fanta, yang diminum lebih dari 12 persen penduduk Indonesia. Sedangkan merek ketiga yang paling populer, Coca-Cola, dinikmati sebagian kecil—kurang dari 12 persen ( sekitar 20 juta orang Indonesia) (Larocha, 2015). Selain itu Sekretaris Jenderal Gapmmi Franky Sibarani telah merilis data bahwa, impor makanan dan minuman asal Malaysia telah semakin mengkhawatirkan. Impor makanan dan minuman asal negeri Jiran tersebut mengalami kenaikan hingga 400%. Hal ini diyakini akan menurunkan daya saing pengusaha lokal (Purnomo, 2011). Ketika volume impor makanan dan minuman Indonesia terus melonjak dan daya saing produk lokal tidak ditingkatkan, maka produk makanan dan minuman impor akan menguasai pasar dalam negeri (Neraca, 2011). Menurut Achyaruddin, sebagai Direktur 4 Pengembangan Minat Khusus, Konvensi, Insentif, dan Event Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pertumbuhan waralaba asing itu turut memengaruhi pola konsumsi masyarakat Indonesia. Banyak konsumen yang memilih makanan dan minuman asing ketimbang makanan dan minuman tradisional Indonesia sehingga makanan dan minuman tradisional semakin tersisih (Widadio, 2014). Dapat dilihat kuliner yang berhasil masih didominasi kuliner asing khususnya minuman, ini merupakan ancaman bagi kuliner lokal yang ada. Produk lokal minuman Indonesia dapat di katakan sedang mendapatkan tantangan yang besar dengan harus bersaing dengan produk negara lain. Kurangnya peminat dari produk lokal dapat di sebabkan melalui berbagai hal, salah satunya adalah prilaku konsumtif masyarakat Indonesia sendiri. Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumtif seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut- ikutan teman, tidak realistis, dan lain-lain. Pola konsumtif remaja, khususnya konsumsi khususnya produk-produk mal yang dapat memuaskan kebutuhan dan dapat memuaskan kesenangan konsumen akhir-akhir ini diperkirakan mengalami peningkatan (Wahidin, 2014). Selain itu pemasaran yang belum maksimal dapat dirasakan oleh para pelaku bisnis produk lokal. Industri makanan dan minuman di Indonesia tahun ini belum banyak bisa memberi kontribusi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi. Alasannya, sebesar 99 % produksi makanan dan minuman dikuasai oleh industri rumah tangga dan usaha kecil. ”Pertumbuhannya tidak menggembirakan,” menurut Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Frangky Sibarani (Rosalina, 2010). Negara Indonesia nan kaya rempah-rempah, mau tak mau, memaksa warganya buat memanfaatkan sumber daya tersebut. Masyarakat Indonesia nan kreatif dan mengetahui kegunaan rempah-rempah serta bahan pangan tersebut, mengolahnya menjadi sebuah minuman Indonesia nan segar, unik, dan menyehatkan. Rempah-rempah nan ditawarkan bumi Indonesia membawa banyak kegunaan bagi kesehatan (Syifa, 2015). Leluhur kita sejak zaman dahulu telah meracik berbagai dedaunan, akar-akaran, bunga, buah, kulit kayu hingga umbi-umbian untuk menjaga kebugaran tubuh serta menyembuhkan