Empat Pilar Mpr Ri: Politik Bahasa Dan Delegitimasi
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017 EMPAT PILAR MPR RI: POLIT IK BAHASA DAN DELEGITIMASI MAKNA PANCASILA (Suatu Telaah Filsafat Bahasa) Hastangka Armaidy Armawi Kaelan [email protected]. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait problem penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara atau 4 Pilar MPR RI yang menimbulkan banyak kritik dan pertentangan di masyarakat. Istilah 4 Pilar yang mengkatgorikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari pilar menjadi polemik sejak MPR RI menggunakan istilah tersebut sebagai program sosialisasinya. Studi ilmu politik dan sosial jarang meneliti dan menganalisis terkait implikasi dari politik bahasa dalam penggunaan istilah kenegaraan seperti Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Penelitian ini merupakan bagian dari disertasi yang menganalisis secara kritis tentang penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara melalui kajian filsafati yang ditinjau dari perspektif Filsafat Bahasa. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan filsafat analitika bahasa. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kajian pustaka, dan analisis teks wacana yang berkembang tentang polemik dan perdebatan 4 Pilar baik secara online maupun offline. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, penggunaan istilah 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dengan mengkategorikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pilar tidak tepat. Kedua, penggunaan istilah 4 Pilar tidak dikenal dalam sejarah dan memori kolektif bangsa Indonesia untuk menyebut Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian pilar. Ketiga, penggunaan istilah 4 Pilar oleh MPR RI merupakan kesalahan kategoris. Keempat, kegiatan sosialisasi 4 Pilar yang dilakukan justru mendelegitimasi makna Pancasila dan upaya pembodohan kepada masyarakat. Kata kunci: Empat Pilar, Filsafat, bahasa, Politik bahasa, deligitimasi, makna, Pancasila. A. Pendahuluan Studi ilmu politik dan sosial menimbulkan perdebatan dan jarang sekali meneliti dan menganalisis kontraversi baik dari aspek yuridis- implikasi dari politik bahasa dalam ketatanegaraan, pendidikan, filsafat, penggunaan istilah kenegaraan seperti sejarah, dan sosial. Sejak Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka diperkenalkannya sosialisasi Empat Tunggal Ika, Proklamasi Kemerdekaan Pilar Kehidupan Berbangsa dan Indonesia, Sumpah Pemuda, dan jargon- Bernegara oleh Majelis jargon politik lainnya yang dibuat oleh Permusyawaratan Rakyat Republik para politisi atau pendiri bangsa. Indonesia (MPR RI) yaitu Pancasila, Misalnya, istilah 4 Pilar Kehidupan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Berbangsa dan Bernegara yang muncul Indonesia (NKRI), dan Bhinneka sejak tahun 2009an yang terdiri atas Tunggal Ika, pada tahun 2009, Istilah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Empat Pilar dianggap sebagai suatu Bhinneka Tunggal Ika telah peletak dasar kehidupan berbangsa dan Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila (Suatu Telaah Filsafat Bahasa) 1 Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017 bernegara. Konsep sosialisasi empat Argumen yang ditunjukkan oleh pilar kehidupan berbangsa dan Kaelan: pertama, frasa empat pilar bernegara yang dilakukan oleh MPR RI kehidupan berbangsa dan bernegara pada awal diperkenalkan di era tidak memenuhi kaidah gramatikal atau kepemimpinan Taufiq Kiemas sebagai tidak lazim. Kedua, menyamakan ketua MPR RI (2009-2014). kedudukan dan fungsi Pancasila, Istilah tersebut telah menuai Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka kritik dan perdebatan di kalangan Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan masyarakat, akademisi dan para Republik Indonesia menjadi suatu pendidik. Secara khusus penggunaan varian yang sama. Artinya baik istilah Empat Pilar Kehidupan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Berbangsa dan Bernegara menjadi pro Tunggal Ika, dan NKRI merupakan dan kontra dalam konteks politik, unsur kategori yang sama. Ketiga, ideologi, yuridis, dan kefilsafatan. kekeliruan dalam memahami Ironisnya, tidak banyak ahli politik pengetahuan tentang Pancasila, UUD Indonesia dan ahli hukum tata negara 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI memberikan penjelasan dan catatan dengan mencampuradukkan antara nilai, kritis tentang penggunaan istilah 4 Pilar norma, dan kehidupan praksis terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara keempat hal tersebut dalam kehidupan yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, masyarakat telah menimbulkan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. pertanyaan dan memperlemah rasa Berbagai literatur dan kajian ilmiah persatuan dan kesatuan bangsa jarang atau hampir tidak ada untuk Indonesia. Kemudian, terdapat sebuah melakukan tinjauan tentang problem artikel yang ditulis oleh Sidik, Sidik epistemologis, ontologis, dan aksiologis dalam artikelnya berjudul Menggugat terkait istilah 4 Pilar Kehidupan empat Pilar Kebangsaan, pada media Berbangsa dan Bernegara. Pada tahun, online kompasiana.com juga 2012, salah satu buku yang ditulis oleh menjelaskan bahwa sosialisasi empat Prof. Dr. Kaelan berjudul Problem pilar kebangsaan hanya berhenti sampai Epistemologis Empat Pilar Berbangsa ranah kognitif (pengetahuan) saja, dan Bernegara yang memberikan kritik belum mampu sampai pada ranah dan tinjauannya dalam perspektif afektif (sikap) dan psikomotorik epistemologis dan filsafat bahasa (perilaku) secara menyeluruh. Hal terhadap problem 4 pilar kehidupan tersebut terbukti dari konflik berbau berbangsa dan bernegara (Kaelan, SARA masih terjadi, perlindungan 2012). terhadap warga negara belum Kaelan (2012:16-17) mengawali sepenuhnya berlaku asas equality before kritiknya atas empat pilar kehidupan the law (persamaan di depan hukum). berbangsa dan bernegara dengan Selain itu, pengistilahan empat pilar menunjukkan bahwa istilah empat pilar menimbulkan keambiguan. Beberapa mengalami problem fundamental kelompok masyarakat, akademisi, dan menyangkut sistem epistemologisnya. aktivis memberikan catatan kritis Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila (Suatu Telaah Filsafat Bahasa) 2 Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017 terhadap keberadaan Empat Pilar yang melaksanakan program sosialisasi meresahkan dan tidak tepat digunakan empat pilar kehidupan berbangsa dan untuk sosialisasi tentang kebangsaan bernegara, tanpa ada upaya kajian dan yang dilakukan oleh MPR RI. koreksi terhadap penggunaan istilah empat pilar kehidupan berbangsa dan Pada tanggal 3 Oktober 2013, bernegara dalam program Delegasi Gerakan Pemantapan sosialisasinya. Begitu juga, Rachmawati Pancasila (GPP) melakukan kunjungan Soekarnoputri dalam siaran pers ke MPR RI untuk menyampaikan tertanggal 15 April 2013 juga pernah aspirasinya terkait persoalan sosialisasi melakukan somasi terhadap Ketua MPR empat pilar kehidupan berbangsa dan RI Taufiq Kiemas perihal kosa kata bernegara yang telah menimbulkan pro- empat pilar, Rachmawati mengatakan kontra di masyarakat. Ketua delegasi bahwa “penggunaan kosakata empat GPP, Saiful Sulun (2015) mengatakan pilar telah menyesatkan dan bahwa: mengaburkan makna dan pengertian “Mengenai Empat Pilar yang Pancasila, UUD 1945, Bhinneka kontroversial, istilah “Empat Tunggal Ika, dan NKRI”(2013). Boni Pilar” seyogyanya menggunakan Hargens, pengamat politik dari istilah yang baku supaya tidak Universitas Indonesia juga menyatakan menimbulkan pro dan kontra karena mensejajarkan Pancasila tidak sependapat terhadap konsep empat dengan pilar lainnya tidak bisa pilar. Boni berpandangan bahwa konsep diteruskan. Padahal Pancasila empat pilar sangat tidak tepat dan fatal adalah dasar negara. Ibarat karena merendahkan nilai Pancasila. sebuah rumah kebangsaan, Pancasila merupakan dasar negara tidak Pancasila adalah pondasi rumah, setara dengan Kebhinnekaan atau UUD tiang-tiang rumah sebagai UUD, 1945, dan bahkan NKRI bangunan rumah sebagai NKRI, dan penghuni rumah adalah Silalahi, Harry Tjan dalam rakyat Indonesia yang bhinneka artikelnya di Kompas (12/3/2013) tunggal ika. “Istilah Empat Pilar berjudul Sesat Pikir, samakan cukup mengganggu” Pancasila sebagai pilar menjelaskan bahwa penyebaran luasan konsep empat Aspirasi dari kelompok pilar kehidupan berbangsa dan masyarakat yang menyebut sebagai bernegara dapat diapresiasi dengan baik GPP tersebut mendapatkan tanggapan tetapi ketika menyamakan Pancasila dari Ketua MPR RI, Sidarto hanya menjadi salah satu pilar Danusubroto bahwa MPR hanya bisa merupakan pola pikir yang salah dan mengakomodasi aspirasi rakyat dan harus dibuang jauh. Pola pikir yang mendengarkan dan menangkap spirit keliru akan menghasilkan tindakan dan keprihatinan dari masyarakat. Namun, praksis hidup yang keliru pula. Silalahi kenyataannya MPR RI, tidak dapat menegaskan bahwa Pancasila adalah menghentikan atau menghapus dasar dalam kehidupan berbangsa dan istilah “empat pilar” dan tetap bernegara. Darmanto dalam tulisan Empat Pilar MPR RI: Politik Bahasa dan Deligitimasi Makna Pancasila (Suatu Telaah Filsafat Bahasa) 3 Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume VI, No 2, Juli 2017 artikelnya pada harian Kedaulatan yang menempatkan Pancasila sebagai Rakyat (19 Juni 2013:12) berjudul salah satu pilar dari empat pilar sama Media dan Empat Pilar Kehidupan saja dengan menyejajarkan Pancasila Berbangsa menjelaskan seandainya dengan tiga pilar lainnya (UUD 1945, secara kebahasaan memang benar Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara bahwa pilar dapat berarti “dasar”, tetapi Kesatuan Republik Indonesia,), cara menyejajarkan Pancasila dengan UUD pandang ini jelas mendegradasi 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI Pancasila sebagai dasar Negara atau jelas