ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme) ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme) Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh : Muhammad Izzul Islam Annajmi NIM: 11160321000052 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhammad Izzul Islam Annajmi NIM : 11160321000052 Fakultas : Ushuluddin Jurusan / prodi : Studi Agama-agama Judul Skripsi : “Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)” Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Stara Satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil Plagiat dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya. Jakarta, 14 Maret 2020 Muhammad Izzul Islam Annajmi ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (STUDI PEMIKIRAN KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH TENTANG NASIONALISME) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Muhammad Izzul Islam Annajmi NIM: 11160321000052 Pembimbing: Drs. Dadi Darmadi, MA NIP: 19690707 199503 1 001 PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul, “Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)”, Telah diujikan dalam Sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juni 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Studi Agama-Agama. Jakarta, 16 Juni 2020 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota, Syaiful Azmi, MA Lisfa Sentosa Aisyah, MA NIP. 19710310 199703 1 005 NIP. 19750506 200501 2 003 Anggota, Penguji I Penguji II Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis, MA Drs. Moh. Nuh Hasan, M.Ag NIDK. 8821280018 NIP. 19610312 198903 1 002 Pembimbing, Drs. Dadi Darmadi, MA NIP. 19690707 199503 1 001 iv ABSTRAK Muhammad Izzul Islam Annajmi Judul Skripsi : Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme ) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan memaparkan Konsep Islam dan Cinta tanah air atau Nasionalisme serta Nilai –Nilai Kebangsaan yang terkandung di dalamnya, Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah jenis penelitian Studi kepustakaan (library research), Disamping Itu Penulis Juga Menggunakan metode penelitian kualitatif (Qualitative Research). Penulis juga Melakukan Metode Heuristik (mencari dan menemukan sumber-sumber tertulis sejarah). Dalam penelitian ini untuk mengetahui Riwayat Hidup, Perjuangan Serta Sumbangsih Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah. Maka pendekatannya menggunakan Pendekatan Sosio-historis, Mengingat dalam penelitian ini adalah penelitian Studi Pemikiran yang harus di perkaya dengan Bahan Pustaka, maka data yang didapatkan penulis adalah melalui Kajian Pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai Penguat dan Pelengkap. Hasil dari penelitian ini Menjelaskan mengenai perjalanan hidup Kiai Wahab pada prinsipnya sejajar dengan sejarah Nahdlatul Ulama mulai dari awal berdirinya hingga awal Orde Baru. Kiai yang hidup di tiga zaman ini, di mata warga NU, tidak hanya sekadar bapak dan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, melainkan sebagai simbol dalam banyak hal, dari tradisi intelektual di kalangan ulama sampai lambang pemersatu. Penulis juga mendapatkan data dan informasi terkait Kiai Abdul wahab Hasbullah dengan Pemikiran Islam dan Cinta Tanh air yang menghasilkan Slogan Hubbul wathon Minal Iman menjadi salah satu tokoh yang berhasil mempersatukan dan menemukan titik temu antara Islam dan nasionalisme yang secara eksplisit pertemuan itu juga menjadi Landasan besar bagi terciptanya Kedasaran Nasionalisme dan Kerukunan. Kata Kunci : Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Islam, Nasionalisme. v KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr.Wb Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan kasih sayang, kesehatan dan ridho-Nya serta memberikan istiqomah, keikhlasan dan kesabaran, Tak lupa Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)”. Penulis sangat bersyukur atas selesainya tugas akhir untuk jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yakni sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag), Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. yang penulis tempuh. Penulis yakin di dalam penulisan skripsi ini pasti banyak kekurangan di dalam menyelesaikannya Ibarat Pepatah Tidak ada gading yang tak retak. Maka dari itu penulis menyadari untuk menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atas ketidak sempurnaan karena Sejatinya kesempurnaan hanya milik Tuhan yang maha esa semata. Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari sempurna ini tidak akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dan banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Maka dari itu sebagai ungkapan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat : 1. Orang tua saya baik orang tua Biologis dan Ideologis saya Abah dan Ibunda yang saya cintai dan saya sayangi terima kasih atas Ketulusan, doa, nasihat, dan Segalanya serta Orang tua Idelogis saya Para Guru-Guruku yang telah sudi memberikan Pengetahuan yang amat penting baik dalam bentuk moril ataupun materil. Terima kasih juga kepada semua saudara saya baik kandung maupun tidak kandung (Saudara Jauh) yaitu keluarga vi saya yang berkenan menerima saya ketika saya membutuhkan tempat berteduh utamanya Keluarga Budhe saya atau Keluarga Keramat Sentiong saya menyebutnya dan semua keluarga yang lain, terima kasih atas segala Dukungannya. 2. Terima Kasih kepada Segenap Masyayikh dan Keluarga besar Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras,Jombang, Jawa Timur. 3. Segenap Civitas Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Terkhusus Para Dosen dan Staff Fakultas Ushuluddin, Ibu Rektor Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA. Kemudian Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin Dr. Yusuf Rahman, MA. Serta Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Prodi Studi Agama Agama yakni Bapak Syaiful Azmi, MA. Dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA. Selanjutnya tak lupa Terima kasih Kepada Semua Rekan-Rekan Studi Agama Agama angkatan 2016 atas Support dan Kenangannya. 4. Terimakasih kepada Ibu Dra. Marjuqoh, MA. Sebagai Dosen Penasehat Akademik saya, Bapak Dr. Hamid Nasuhi, MA. Sebagai Dosen Penguji Komprehensif saya dan Bapak Drs. Dadi Darmadi, MA, selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu dan menyempatkan diri untuk membimbing saya. Terima kasih banyak atas arahan, Keihklasan bapak yang telah sudi membimbing dalam Penulisan Skripsi ini sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5. Terima kasih Kepada Para Narasumber KH.M.Hasib Wahab, Ibu Hj. Mundjidah Wahab (Bupati Jombang), KH. Abdussalam Shohib, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA. (Ketua Umum PBNU), dan KH. Abdul Mun‟im DZ, yang telah berkenan Memberikan Data dan Informasi terkait dengan Skripsi ini serta Teman Diskusi dalam Pembahasan Skripsi ini sekaligus Senior Kehidupan saya Gus Heru dan Prof. Dr. Ridwan Lubis, MA. yang membantu melengkapi isi dengan memberikan beberapa Referensi. 6. Terima kasih kepada Rekan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama' (IPNU), Inkafana Gruop, Beskem Molek dan KKN DURASI yang telah mengajari saya dalam hal Berorganisasi dan Solidaritas. vii 7. Terima kasih Kepada HIMABI (Himpunan Mahasiswa Alumni Bahrul Ulum Ibu Kota) dan IKABU (Ikatan Keluarga Alumni Bahrul Ulum) Jabodetabek yang menjadi Keluarga sesama Almamater di Jakarta dan yang telah menginisiasi adanya Kelas Pemikiran Mbah Wahab (KPMW). 8. Semua Pihak yang Telah Membantu yang tak bisa saya sebutkan satu Persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, Terima kasih banyak Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan dan keterbatasan, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. tanpa bimbingan dan motivasi dari semua pihak,terasa sangatlah Sulit bagi penulis untuk mampu melewati rintangan ini. Demikian secercah Pengantar Skripsi ini Penulis Sampaikan, Semoga amal baik Semua Pihak yang membantu dapat dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Sungguh hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda. Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak. Semoga
Recommended publications
  • BAB IV PERAN KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Sebelum Terbentuknya NU Selama Kyai Abdul Wahab Hasbullah Menempuh Pendidikan Di Makka
    BAB IV PERAN KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Sebelum Terbentuknya NU Selama Kyai Abdul Wahab Hasbullah menempuh pendidikan di Makkah selama 5 tahun dan sebelum kembali ke tanah air, pada tahun 1914 ia mendirikan Serikat Islam (SI) yang dibantu oleh Kiai Asnawi dari Kudus yang nantinya diangkat sebagai ketua, ia sendiri sekretarisnya, Kiai Abbas dari Cirebon dan Kiai Dahlan dari Kertosono. Peran mereka dalam SI yaitu untuk menghadapi serangan kaum pembaharu atau Modernis terhadap para kiai tradisional di pesantren-pesantren. Ketika Kyai Abdul Wahab Hasbullah kembali ke tanah air ia mulai melakukan pembaharuan pada pondok TambakBeras yang sudah didirikan oleh bapaknya, Kyai Hasbullah yaitu dengan mengganti sistem pendidikan halaqoh1 menjadi cara klasikal2 agar lebih teratur dalam pembelajarannya. Dan dengan cara baru yang diterapkannya, pondok tersebut maka berkembang sangat pesat. Seiring dengan metode baru yang diterapkan di Pesantren TambakBeras didirikan pula Madrasah MubdilFan (memperlihatkan sebuah disiplin keilmuan) pada tahun 1915 olehnya. Bahkan pada tahun 1916 ia juga mendirikan sekolah Nahdlatul Wathan yang artinya Kebangkitan Tanah Air bersama Kiai Mas Mansur dan KH. Ridwan Abdullah. Setelah beberapa bulan berdiri, Nahdlatul Wathan memiliki kantor yang terletak di Kampung Kawatan Gg. VI/22 Surabaya. Atas izin pemiliknya Haji Abdul Qohar3kantor itu disahkan dan memiliki Badan Hukum dengan susunan pengurus sebagai berikut Haji Abdul Qohar sebagai Direktur, Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Ketua Dewan Guru (Keulamaan), dan Kiai Mas Mansur sebagai Kepala Sekolah yang dibantu oleh Kyai Mas Alwi dan Kyai Ridwan Abdullah dan sejumlah staf pengajar diantaranya Kiai Bisri Syansuri, Abdul Halim Leuwimunding, dan Abdullah Ubaid sebagai Ketua Jam’iyah Nashihin. 4 1 Halaqoh adalah belajar dengan cara membentuk lingkaran dan mempelajari ajaran Islam.
    [Show full text]
  • Orang Yang Telah Berhaji Harus Jadi Katalisator, Begini Penjalasan Wamenag
    Orang yang Telah Berhaji Harus jadi Katalisator, Begini Penjalasan Wamenag Realitarakyat.com – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi menyatakan bahwa masyarakat yang telah menunaikan haji harus menjadi katalisator atau orang yang membuat perubahan, dan menjadi bagian penting dalam pembangunan masyarakat serta bangsa. “Alumni haji harus terus dijaga kemabruran, semangat, dan perannya dan menjadi ‘haji sepanjang hayat’,” ujar Zainut saat membuka Muktamar Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia dalam webiner, Sabtu (21/8). Haji sepanjang hayat itu, yakni selalu berperan positif dan menjadi teladan dalam semua aspek kemasyarakatan, pemerintahan, politik, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Dia mengutip hasil penelitian UIN Sunan Kalijaga pada 2012 yang menyimpulkan bahwa jamaah haji memiliki pengaruh besar dalam bidang ekonomi, politik, dan pendidikan prakemerdekaan. Beberapa alumni haji itu kemudian menjadi pahlawan, penggerak perjuangan kemerdekaan, di antaranya adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Tuanku Imam Bonjol, A. Hasan, H. Agus Salim, KH. Abdul Wahab Hasbullah, HOS. Tjokroaminoto, dan sejumlah nama lainnya. Pada masa pandemi Covid-19, kata dia, peran haji sangat dibutuhkan, utamanya dalam kampanye menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan, termasuk mendorong program vaksinasi. “Saya mengajak IPHI untuk ikut serta sesuai kapasitas dan kewenangannya untuk memberikan kesadaran hidup sehat dan disiplin di lingkungan masyarakat. Jangan lelah untuk mengingatkan gerakan 5M, berdoa dan vaksinasi,” kata dia. Wamenag juga berharap Muktamar VII IPHI ini dapat memberikan sumbangsih nyata dalam pembangunan kemasyarakatan, kesadaran moderasi beragama, serta dapat memberikan masukan bagi penyelenggaraan haji yang lebih baik. “Jadikan organisasi IPHI sebagai tempat mengabdi kepada masyarakat,” kata dia..
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nahdlatul Ulama Adalah Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam Terbesar Yang Lahir Pada Tahun 19
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar yang lahir pada tahun 1926 di Surabaya. Nahdaltul Ulama lahir karena perjuangan Wali Songoyang berperan sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Wali Songo tersebut diantaranya Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.1 Dalam memberikan pengajaran Islamnya para Wali mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jamaah.2 Dalam praktik beragamanya, para Wali Songo itu bersikap toleransi terhadap adat atau budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh mereka adalah denganberusaha menghilangkan unsur-unsur yang menurut mereka bertentangan dengan syariat Islam, dan menggantinya dengan unsur-unsur Islam secara bertahap sehingga terbentuk kebudayaan baru yang lebih Islami. Perkembangan Islam selanjutnya terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan adanya dua kelompok Islam yang berbeda yaitu Islam Tradisionalis dan Islam Modernis. Islam Tradisionalis adalah kelompok yang pada dasarnya mempertahankan dan memelihara ajaran yang dianut sejak dahulu yaitu mengikuti empat madzhab yakni Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali. Para tokoh Islam Tradisionalis yaitu para kiai-kiai besar NU seperti Ahmad Dahlan 1 Amirul Ulum, Muassis Nahdlatul Ulama; Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 1. 2 Ahlusunnah Wal Jama’ah adalah satu-satunya golongan umat Islam yang akan selamat di Akhirat. Pengajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah yaitu Madzhab Syafi’i dalam kajian fiqhnya, serta Abu Hasan al- Asy’ari dalam kajian teologinya. Lihat Greg Fealy,“Ijtihad Politik Ulama:Sejarah NU 1952-1967”, hlm. 36. Ahyad dari Kebondalem, Surabaya3, KH.
    [Show full text]
  • Rudolf Mrazek
    G l a s s H o u s e , T a k a s h i S h ir a is h i, a n d In d o n e s ia n S t u d ie s in M o t io n Rudolf Mrazek Here the merry festive mood of the rally and the sense of power and solidarity felt by the SI members are recreated by the visual image of tens of andong with the SI flag, the sound of music—probably "Het Wilhelmus" (the Dutch national anthem)—and by Marco's frequent use of the word "all." This was the rally, the occasion of merry, pleas­ ant festivity. And here every speech was greeted with great applause. But this was not an ordinary festivity to which the Javanese were accustomed. For one thing, the rally was distinctly modem. Music and not gamelan sounded. Photographs were taken. People came to the place dressed as they liked—Javanese, European, and 'Turkish" (Arabic). (Takashi Shiraishi on a meeting of early Sarekat Islam; p.65.) The new book by Takashi Shiraishi, An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912- 1926} covers a period beginning with the founding of Sarekat Islam, usually labeled the first large-scale modem Indonesian political organization, and ending, fourteen years later, with what by broad and superficial consensus is categorized as the first in a series of uprisings of the Indonesian Communist Party. The geographical focus of the study is on the principality of Surakarta. Yet, the book can hardly be categorized as merely a new and well-researched study of the early Indonesian nationalist movement, nor can it be mistaken for just another regional history of Central Java.
    [Show full text]
  • GENEALOGI PERAN KAUM SANTRI DALAM SKETSA POLITIK NASIONAL Zaini Tamin AR (STAI YPBWI Surabaya) Abstrak: Tulisan Ini Menarasikan
    GENEALOGI PERAN KAUM SANTRI DALAM SKETSA POLITIK NASIONAL Zaini Tamin AR (STAI YPBWI Surabaya) Abstrak: Tulisan ini menarasikan tentang peran kaum santri dan pesantren yang sampai saat ini membuktikan keberhasilannya menjawab tantangan zaman. Kemampuan adaptatif pesantren atas perkembangan zaman memperkuat eksistensinya sekaligus memberikan kontribusi yakni, mensinergikan intelektual, emosional, dan spiritual, yang dapat membentuk kepribadian; sebuah faktor penting dalam integritas kepemimpinan. Di sisi lain, pesantren memiliki kemampuan untuk melangkah keluar dari budaya yang ada dan memulai proses perubahan evolusioner yang lebih adaptif. Sementara, lingkup pembahasan tulisan adalah relasi pesantren dan kepemimpinan dan peran kaum santri terhadap dunia politik Nasional. Pesantren dapat mendidik santri yang tak hanya mempunyai integritas keilmuan yang memadai tapi juga integritas moral dan etika, yang akan menjadi faktor penting ketika seorang santri kembali ke lingkungan sosialnya. Santri dan pesantren dari masa ke masa telah memberi kontribusi konkrit dalam perjalanan sejarah Republik ini, tak terkecuali dalam sosial politik. Perjuangan melawan penjajah, pembentukan NKRI, hingga terdistribusinya kaum santri dalam posisi politis di Indonesia. Kontribusi kaum santri dan pesantren yang demikian menjadi bukti bahwa pesantren bukan hanya lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia dan masih tetap eksis hingga kini, tetapi juga merupakan entitas sosial yang memiliki pengaruh cukup kuat - sekaligus unik - dalam kehidupan sosial politik di
    [Show full text]
  • Bab Ii Biografi Kh. Abdul Wahab Hasbullah
    12 BAB II BIOGRAFI KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Silsilah dan Latar Belakang KH. Abdul Wahab Hasbullah Sebagaimana kebiasaan dalam budaya dan tradisi yang diagung-agungkan oleh orang jawa, yaitu dalam menghormati para leluhurnya, maka tak heran jika dalam kehidupan keseharian, memandang kebesaran seseorang itu basanya dengan menanyakan asal usulnya. Jadi, orang yang menjadi tokoh biasanya dapat dilacak dari leluhrnya pernah ada yang menjadi orang besar. Ini berkaitan dengan ilmu mistik dari jawa yang dilestarikan melalui tradisi dan secara lisan. Hal tersebut terjadi bukan hanya dalam keluarga dari kalangan atas, melainkan juga terjadi pada kalagan kelas ekonomi bawah. Misalnya, salah satu keluarga buruh tani, dalam perkembangan hidupnya tiba-tiba menjadi tangan kanannya kiai, padahal bapaknya seorang yang gemar berjudi. Biasanya, masyarakat sekitar segera mencari keanehan fenomena tersebut dengan menelusuri lebih jauh garis keturunannya.1 Apalagi, seorang Wahab Hasbullah, orangtuanya saja di kampung sudah terkenal sebagai tokoh kiai yang dihormati dan disegani oleh masyarakat sekitarnya. Maka, moto yang dipakai tentunya; “kacang ra bakal ninggal lanjaran” yang artinya 1 Muhammad Rifai, K.H Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888- 1971, (jogjakarta: garasi house of book, 2010), p. 21. 12 13 bapaknya orang besar banyak kemungkinan anaknya juga akan menjadi orang besar.2 Tetapi, khidmat (penghormatan) kepada guru atau kiai juga bagian cara penting bagi tradisi jawa untuk mendapatkan keberkahan. Baik ilmu maupun keberkahan hidup. Nasab K.H
    [Show full text]
  • Auto-Activity: Decolonization and the Politics of Knowledge in Early Postwar Indonesia, Ca.1920-1955*
    Volume 16 Number 2 ISSN 2314-1234 (Print) Page October 2020 ISSN 2620-5882 (Online) 143—164 Auto-activity: Decolonization and the Politics of Knowledge in Early Postwar Indonesia, ca.1920-1955* SEBASTIAAN BROERE University of Amsterdam Email: [email protected] Abstract This article presents a history of decolonization and its politics of knowledge Keywords: by examining rural reconstruction programs in the first decade of Indonesian Decolonization; independence. It traces the roots of Indonesia’s first two agricultural development Indonesian Rural schemes to late-colonial criticism of state policy. In these criticisms and schemes, reconstruction; “auto-activity” emerged as a key concept. This paper argues that in the writings of Kasimo Plan; planners and politicians, “auto-activity” facilitated the process of decolonization Knowledge; in various ways. The notion of auto-activity affirmed Indonesian know-how over Rentjana foreign technical assistance; those who developed it would overcome subjective Kesedjahteraan legacies of colonial subjugation; it encouraged the institutionalization of a benevolent Istimewa (RKI); state that helped rural communities to help themselves, and would thus contribute to State-society the materialization of a fair and just society. This article concludes that despite these relations; Village practices of decolonization, programs of “auto-activity” also opened up possibilities Education to overrule farmers’s individual choices in new ways. Centers (BPMD) Abstrak Artikel ini membahas sejarah dekolonisasi dan politik pengetahuan dengan melihat Kata Kunci: secara mendalam program pembangunan pedesaan pada dekade pertama setelah Badan kemerdekaan. Artikel ini menemukan bahwa dua program pembangunan pertanian Pemberdajaan pertama Indonesia berakar pada kritik terhadap kebijakan negara kolonial akhir.
    [Show full text]
  • The Rising Tide of Colour
    1 The rising tide of colour Indonesische studenten en de ontdekking van hun wereldgemeenschap Klaas Stutje Eindscriptie onderzoeksmaster geschiedenis 2 The rising tide of colour Omslag: Mohammad Hatta (vooraan aan het hoofd) bij een congresvergadering van het ‘Kongress gegen Imperialismus und koloniale Unterdrückung’ in Brussel in februari 1927. Bron: Gibarti, Fimmen en Hatta, Das Flammenzeichen vom Palais Egmont, 140. 3 Klaas Stutje The rising tide of colour Indonesische studenten en de ontdekking van hun wereldgemeenschap Eindscriptie onderzoeksmaster geschiedenis Universiteit van Amsterdam Amsterdam, 9 juni 2010 Contactgegevens: Egelantiersgracht 544c Universiteit van Amsterdam 1015 RR Amsterdam Faculteit der Geesteswetenschappen Email: [email protected] Onderzoeksmaster geschiedenis (Mphil) tel.nr.: 06-55530077 Studentnummer 0410373 Begeleider: dr. Marieke Bloembergen Tweede lezer: prof. dr. Susan Legêne 4 5 Inhoudsopgave Inleiding ……………………………………………………………….…………….….…. 9 Transnationale geschiedschrijving …………………………………………….……. 11 Lokale actoren op het transnationale toneel ……………………….…………….…... 13 1 Indonesisch nationalisme in Nederland …………………………….…………….….. 17 Het rijke Indonesische studentenleven ……………………………….…………….... 17 Ethische idealen ……………………………………………………….………….….. 20 Het Indonesisch Verbond van Studeerenden ………………………….……………... 22 Politieke kenteringen tussen 1919 en 1923 …………………………….………….… 23 Een nationalistische coup in de Indische Vereeniging ………………….………….... 27 Gemeenschapsvorming in de Perhimpoenan Indonesia als buitenpost
    [Show full text]
  • TOKOH AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN DI INDONESIA (Kajian Pengembangan Materi Pada Diklat Kader Muballigh)
    TOKOH AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN DI INDONESIA (Kajian Pengembangan Materi Pada Diklat Kader Muballigh) Oleh Dr. H. Muchammad Toha, M.Si (Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Surabaya) ABSTRAK Keberadaan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran seorang tokoh, apabila masyarakat tersebut memiliki kekhasan yang menonjol dalam bidang agama, maka tokoh yang memiliki kedudukan penting dan pengaruh besar biasanya adalah tokoh yang mempunyai keahlian lebih dalam bidang agama, tokoh agama dalam masyarakat agama tidak saja akan menjadi panutan dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan agama yang dianut mayoritas masyrakat tersebut, namun lebih dari itu tokoh agama juga akan menjadi rujukan masyarakat dalam berbagai hal yang berkorelasi dengan masalah politik dan sosial ekonomi. Biasanya tokoh agama menempatkan dirinya dalam organisasi keagamaan sebagai wujud kongkrit dan untuk mempermudah gerakan dakwahnya. Di Indonesia terdapat dua organisasi kemasyarakatan yang memiliki andil besar dalam pembangunan Indonesia. KATA KUNCI: Tokoh Agama, Organisasi Agama A. PENDAHULUAN Menurut Pareto dalam Robert H. Lauer (1993 : 347) masyarakat adalah suatu sistem kekuatan yang berada dalam keadaan seimbang. Dalam setiap masyarakat terdapat dua kategori utama, yaitu tokoh dan non tokoh. Sedangkan Toynbee, yang lebih menekankan pada aktivitas elite menyatakan, perkembangan peradapan mayoritas berkaitan erat dengan karya kreatif kelompok minoritas (tokoh), selanjutnya kelompok ini harus memikirkan tanggapan yang tepat atas tantangan sosial, serta mendorong masyarakat untuk memilih alternatif tanggapan dan direncanakannya. Bila fungsi ini tidak dimiliki elite, maka peradaban akan mengalami kemunduran untuk seterusnya menuju kematian. Bahkan menurut A’la dalam Hamim dkk (2007: 102) tidak jarang elite inilah yang mempelopori masyarakat sehingga terjebak dalam pertikaian yang berkepanjangan dan berakhir pada kekerasan. 1 Memperkuat pendapat di atas, Pitirim A.
    [Show full text]
  • Sheikh Mahfudz At-Tarmasi's Thought on Islamic
    Jurnal Pendidikan Islam :: Volume 8, Nomor 1, June 2019/1440 95 Sheikh Mahfudz at-Tarmasi’s Thought on Islamic Education Dwi Ratnasari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia e-mail: [email protected] DOI: 10.14421/jpi.2019.81.95-119 Received: 26 February 2019 Revised: 14 April 2019 Approved: 01 June 2019 Abstract Indonesia is a country with the largest Muslim population in the world. The role of scholars in developing and maintaining Islamic values is vital. Among the scholars who play an essential role in the process is Sheikh Mahfudz at Tarmasi. This article aims to explore the traditions and intellectual networks of Sheikh Mahfudz, one of the archipelago scholars of the late nineteenth century who had a profound influence on the development of Islamic intellectual traditions in the archipelago. Despite spending his age in Mecca, he succeeded in educating Javanese clerics who were members of the Jawi community to become leaders of large pesantren in the archipelago. This research concludes that Sheikh Mahfudz is a productive ulama. The intellectual traditions and networks that he built spread to various Islamic worlds through several works he produced, and through his students who acted as transmitters of Islamic sciences from Mecca to the archipelago Keywords: Sheikh Mahfudz at-Tarmasi, Thought on Islamic Education, Archipelago. Abstrak Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Peran ulama dalam mengembangkan dan menjaga nilai-nilai keislaman sangat penting. Di antara ulama yang berperan penting dalam proses tersebut adalah syaikh Mahfudz at Tarmasi. Artikel ini bertujuan menelusuri tradisi dan jaringan intelektual syaikh Mahfudz, salah satu ulama Nusantara akhir abad XIX yang berpengaruh besar dalam perkembangan tradisi intelektual Islam di Nusantara.
    [Show full text]
  • 37 BAB III BIOGRAFI DAN KEPRIBADIAN GURU MENURUT KH. HASYIM ASY'ari DALAM KITAB ADĀB AL 'ᾹLIM WA AL MUTA'allim A. Biogr
    BAB III BIOGRAFI DAN KEPRIBADIAN GURU MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADĀB AL ‘ᾹLIM WA AL MUTA‘ALLIM A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari 1. Nasab dan Keluarga KH. Hasyim Asy‟ari Nama lengkap Hasyim Asy‟ari adalah Muhammad Hasyim bin Asy‟ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim yang mendapat julukan Pangeran Bona bin Abdul Rahman yang mendapat julukan Jaka Tingkir, Sultan Hadi Wijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana Ishaq dari Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan sebutan Sunan Giri.1 Hasyim Asy‟ari lahir dari keluarga elit kiai Jawa pada 24 Dzul Qa‟dah 1287 / 14 Februari 1871 di desa Gedang, sebuah desa yang berjarak sekitar dua kilometer sebelah timur Jombang. Ayahnya bernama Asy‟ari adalah pendiri pesantren Keras (desa di sebelah selatan Jombang). Sementara kakeknya, kiai Usman adalah pendiri pesantren Gedang yang didirikan pada abad ke-19. Kiai Asy‟ari merupakan santri kiai 1Hasyim Asy‟ari , Adāb al ‘Ᾱlim wa al Muta’allim..., hlm. 3. 37 Usman yang kemudian dinikahkan dengan Halimah (putri kiai Usman).2 Hasyim asy‟ari menikah tujuh kali selama hidupnya, dan semua istrinya merupakan putri kiai. Diantaranya Khadijah putri kiai Ya‟qub (pengasuh pesantren Siwalan Panji), Nafisah putri kiai Romli (pesantren Kemuring Kediri), Nafiqah putri kiai Ilyas (Siwulan, Madiun), Masrurah putri saudara kiai Ilyas (pesantren Kapurejo Kediri).3 Hasyim Asy‟ari menikah tujuh kali bukan dalam satu waktu sekaligus, tetapi bertahap dan dengan alasan yang jelas, pertama menikah untuk mengangkat kualitas pesantren dimasa medatang, kedua
    [Show full text]
  • Mononutu in Paris
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Behind the Banner of Unity: Nationalism and anticolonialism among Indonesian students in Europe, 1917-1931 Stutje, K. Publication date 2016 Document Version Final published version Link to publication Citation for published version (APA): Stutje, K. (2016). Behind the Banner of Unity: Nationalism and anticolonialism among Indonesian students in Europe, 1917-1931. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:05 Oct 2021 Chapter 3 Ambassador without a country Mononutu in Paris In this chapter, we follow the trail of Mononutu on his journey to Paris. In accordance with the new international orientation of the PI, Mononutu tried to establish contacts and forge networks with anticolonial activists in the capital of “men without a country”.
    [Show full text]