DAN CINTA TANAH AIR (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Muhammad Izzul Islam Annajmi

NIM: 11160321000052

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1441 H / 2020 M

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhammad Izzul Islam Annajmi NIM : 11160321000052 Fakultas : Ushuluddin Jurusan / prodi : Studi Agama-agama Judul Skripsi : “Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)” Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Stara Satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil Plagiat dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 14 Maret 2020

Muhammad Izzul Islam Annajmi

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (STUDI PEMIKIRAN KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH TENTANG NASIONALISME)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh: Muhammad Izzul Islam Annajmi NIM: 11160321000052

Pembimbing:

Drs. Dadi Darmadi, MA NIP: 19690707 199503 1 001

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul, “Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul

Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)”, Telah diujikan dalam Sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 16 Juni 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Studi Agama-Agama.

Jakarta, 16 Juni 2020

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Syaiful Azmi, MA Lisfa Sentosa Aisyah, MA NIP. 19710310 199703 1 005 NIP. 19750506 200501 2 003

Anggota,

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis, MA Drs. Moh. Nuh Hasan, M.Ag NIDK. 8821280018 NIP. 19610312 198903 1 002

Pembimbing,

Drs. Dadi Darmadi, MA NIP. 19690707 199503 1 001

iv

ABSTRAK

Muhammad Izzul Islam Annajmi Judul Skripsi : Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme ) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan memaparkan Konsep Islam dan Cinta tanah air atau Nasionalisme serta Nilai –Nilai Kebangsaan yang terkandung di dalamnya, Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah jenis penelitian Studi kepustakaan (library research), Disamping Itu Penulis Juga Menggunakan metode penelitian kualitatif (Qualitative Research). Penulis juga Melakukan Metode Heuristik (mencari dan menemukan sumber-sumber tertulis sejarah). Dalam penelitian ini untuk mengetahui Riwayat Hidup, Perjuangan Serta Sumbangsih Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah. Maka pendekatannya menggunakan Pendekatan Sosio-historis, Mengingat dalam penelitian ini adalah penelitian Studi Pemikiran yang harus di perkaya dengan Bahan Pustaka, maka data yang didapatkan penulis adalah melalui Kajian Pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai Penguat dan Pelengkap. Hasil dari penelitian ini Menjelaskan mengenai perjalanan hidup Kiai Wahab pada prinsipnya sejajar dengan sejarah mulai dari awal berdirinya hingga awal Orde Baru. Kiai yang hidup di tiga zaman ini, di mata warga NU, tidak hanya sekadar bapak dan pendiri organisasi Islam terbesar di , melainkan sebagai simbol dalam banyak hal, dari tradisi intelektual di kalangan ulama sampai lambang pemersatu. Penulis juga mendapatkan data dan informasi terkait Kiai Abdul wahab Hasbullah dengan Pemikiran Islam dan Cinta Tanh air yang menghasilkan Slogan Hubbul wathon Minal Iman menjadi salah satu tokoh yang berhasil mempersatukan dan menemukan titik temu antara Islam dan nasionalisme yang secara eksplisit pertemuan itu juga menjadi Landasan besar bagi terciptanya Kedasaran Nasionalisme dan Kerukunan.

Kata Kunci : Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Islam, Nasionalisme.

v

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr.Wb Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan kasih sayang, kesehatan dan ridho-Nya serta memberikan istiqomah, keikhlasan dan kesabaran, Tak lupa Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Islam dan Cinta Tanah Air (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)”. Penulis sangat bersyukur atas selesainya tugas akhir untuk jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yakni sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag), Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. yang penulis tempuh. Penulis yakin di dalam penulisan skripsi ini pasti banyak kekurangan di dalam menyelesaikannya Ibarat Pepatah Tidak ada gading yang tak retak. Maka dari itu penulis menyadari untuk menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atas ketidak sempurnaan karena Sejatinya kesempurnaan hanya milik Tuhan yang maha esa semata. Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari sempurna ini tidak akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dan banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Maka dari itu sebagai ungkapan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat : 1. Orang tua saya baik orang tua Biologis dan Ideologis saya Abah dan Ibunda yang saya cintai dan saya sayangi terima kasih atas Ketulusan, doa, nasihat, dan Segalanya serta Orang tua Idelogis saya Para Guru-Guruku yang telah sudi memberikan Pengetahuan yang amat penting baik dalam bentuk moril ataupun materil. Terima kasih juga kepada semua saudara saya baik kandung maupun tidak kandung (Saudara Jauh) yaitu keluarga

vi

saya yang berkenan menerima saya ketika saya membutuhkan tempat berteduh utamanya Keluarga Budhe saya atau Keluarga Keramat Sentiong saya menyebutnya dan semua keluarga yang lain, terima kasih atas segala Dukungannya. 2. Terima Kasih kepada Segenap Masyayikh dan Keluarga besar Pondok Bahrul Ulum Tambak Beras,Jombang, Jawa Timur. 3. Segenap Civitas Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Terkhusus Para Dosen dan Staff Fakultas Ushuluddin, Ibu Rektor Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA. Kemudian Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin Dr. Yusuf Rahman, MA. Serta Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Prodi Studi Agama Agama yakni Bapak Syaiful Azmi, MA. Dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA. Selanjutnya tak lupa Terima kasih Kepada Semua Rekan-Rekan Studi Agama Agama angkatan 2016 atas Support dan Kenangannya. 4. Terimakasih kepada Ibu Dra. Marjuqoh, MA. Sebagai Dosen Penasehat Akademik saya, Bapak Dr. Hamid Nasuhi, MA. Sebagai Dosen Penguji Komprehensif saya dan Bapak Drs. Dadi Darmadi, MA, selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu dan menyempatkan diri untuk membimbing saya. Terima kasih banyak atas arahan, Keihklasan bapak yang telah sudi membimbing dalam Penulisan Skripsi ini sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5. Terima kasih Kepada Para Narasumber KH.M.Hasib Wahab, Ibu Hj. Mundjidah Wahab (Bupati Jombang), KH. Abdussalam Shohib, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA. (Ketua Umum PBNU), dan KH. Abdul Mun‟im DZ, yang telah berkenan Memberikan Data dan Informasi terkait dengan Skripsi ini serta Teman Diskusi dalam Pembahasan Skripsi ini sekaligus Senior Kehidupan saya Gus Heru dan Prof. Dr. Ridwan Lubis, MA. yang membantu melengkapi isi dengan memberikan beberapa Referensi. 6. Terima kasih kepada Rekan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama' (IPNU), Inkafana Gruop, Beskem Molek dan KKN DURASI yang telah mengajari saya dalam hal Berorganisasi dan Solidaritas.

vii

7. Terima kasih Kepada HIMABI (Himpunan Mahasiswa Alumni Bahrul Ulum Ibu Kota) dan IKABU (Ikatan Keluarga Alumni Bahrul Ulum) Jabodetabek yang menjadi Keluarga sesama Almamater di Jakarta dan yang telah menginisiasi adanya Kelas Pemikiran Mbah Wahab (KPMW). 8. Semua Pihak yang Telah Membantu yang tak bisa saya sebutkan satu Persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, Terima kasih banyak Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan dan keterbatasan, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. tanpa bimbingan dan motivasi dari semua pihak,terasa sangatlah Sulit bagi penulis untuk mampu melewati rintangan ini. Demikian secercah Pengantar Skripsi ini Penulis Sampaikan, Semoga amal baik Semua Pihak yang membantu dapat dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Sungguh hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda. Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak. Semoga Allah SWT memberikan keberkahan kepada kita semua. Amin Ya Rabbal „Alamin. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Jombang, 20 Maret 2020

Ttd Muhammad Izzul Islam Annajmi

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...... i LEMBAR PERNYATAAN PENULIS ...... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... ix

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Batasan Masalah...... 9 C. Rumusan Masalah ...... 9 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 10 E. Tinjauan Pustaka ...... 11 F. Kerangka Teori...... 13 G. Metode Penelitian...... 14 H. Teknik Penulisan ...... 20 I. Analisis Data ...... 20 J. Sistematika Penulisan ...... 22

BAB II RIWAYAT HIDUP DAN CORAK PEMIKIRAN KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH ...... 23 A. Biografi Kiai Abdul Wahab Hasbullah ...... 23 1. Silsilah Proses Kelahiran dan Masa Kecil ...... 26 2. Rihlah Ilmiah / Masa Pendidikan ...... 26 3. Membina Rumah Tangga dan Kehidupan Bermasyarakat...... 29 B. Perjuangan dan Pergerakan Kiai Abdul Wahab Hasbullah...... 31 1. Gambaran Problem Nasional ...... 34 2. Pelopor Kebebasan Berpikir ...... 36

ix

3. Mendirikan Nahdlatul Ulama ...... 39 4. Melawan Penjajah ...... 41 C. Corak dan Kerangka Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah ...... 45

BAB III PEMIKIRAN ISLAM DAN CINTA TANAH AIR KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH ...... 49 A. Kaidah Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air ...... 49 1. Islam, Negara dan Nasionalisme ...... 53 2. Penggalang kerja sama Islam dan Nasionalis ...... 66 3. Pluralitas Keberagamaan dan Toleransi Kebangsaan ...... 73 B. Ijtihad Politik Kiai Abdul Wahab Hasbullah ...... 77 1. Kepemimpinan Kiai Abdul Wahab Hasbullah ...... 80 2. Uniformasi Islam Politik ...... 88 3. NU, NASAKOM dan DPR-GR ...... 93 C. Kontribusi Pemikiran Islam dan Nasionalisme ...... 98

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH TENTANG ISLAM DAN NASIONALISME ...... 107 A. Pancasila dan Demokrasi dalam Perspektif Kiai Abdul Wahab Hasbullah...... 107 B. Konsep Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah tentang Islam dan Nasionalisme ...... 127

BAB V PENUTUP ...... 139 A. Kesimpulan ...... 139 B. Saran-Saran ...... 143

DAFTAR PUSTAKA ...... 145 LAMPIRAN – LAMPIRAN

x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Nasionalisme atau paham Cinta Tanah air adalah suatu rasa ingin mempertahankan negaranya, Nasionalisme merupakan sebuah tema diskusi yang tak pernah habis dibahas di dalam berbagai kalangan masyarakat, Ada istilah juga di negara kita bahwa nasionalisme merupakan kesadaran kebangsaan yang sepertinya akan terus-menerus diperbincangkan selama Indonesia memiliki penghuni. Menurut Nazaruddin Sjamsuddin “Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada Negara”.1 Tema ini selalu menarik untuk dibahas menurut saya sejalan dengan apa yang dikatakannya bahwa jika kita berbicara tentang Nasionalisme sudah pasti tidak bisa lepas dari kecintaan suatu individu terhadap negaranya. Kesadaran kebangsaan ini menjadi penting untuk dibahas karena sifatnya yang selalu dinamis dan juga merupakan pembahasan dari jati diri bangsa, di mana di dalamnya terdapat pembahasan mengenai proses terbentuknya sebuah bangsa. Hobsbawn mengatakan bahwa sejarah manusia di Bumi ini tidak akan dapat dipahami tanpa terlebih dahulu memahami istilah „bangsa‟ dan kosakata yang berasal darinya, tentu termasuk di dalamnya „nasional‟ dan „nasionalisme‟ dalam segala polemik dan beberapa bentuk yang selalu menarik di dalam setiap yang di perdebatkan dan yang menjadi hal menarik dalam pembahasan setiap isu Nasionalisme muncul bersamaan dengan adanya perdebatkan akan Ideologi Bangsa yang sejatinya sudah Final dan tidak dapat di ganggu gugat.2 Di samping itu, nasionalisme merupakan bahan bakar bagi berjalannya sebuah bangsa dengan sekumpulan manusia yang bermula dari komunitas etnis sebagai penumpangnya.

1 Nazaruddin Syamsudin, Bung Karno Kenyataan Politik dan Kenyataan Praktek, (Jakarta: CV. Rajawali, 1988), h 37. 2 Amin Nurdin. Satu Islam, Banyak Jalan : Corak Pemikiran Modern Islam. (Jakarta : Penerbit Hipius Berkerjasama dengan Lembaga Nusa Damai). 2018.h 101.

1

2

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi “Buat saya, maka cinta saya pada tanah air itu, masuklah dalam cinta pada segala manusia”. Termasuk dalam hal ini adalah rasa cinta terhadap tanah air. Sebagaimana sosok Jenderal Besar Soedirman juga termasuk yang berjuang karena didorong oleh rasa cinta terhadap tanah air Indonesia. Oleh karena itu, walaupun dalam kondisi sakit yang cukup berat beliau tetap berjuang tanpa lelah dan rasa takut sedikitpun. Juga tidak takut dengan penyakit yang di deritanya. Penyakit yang dialaminya kurang dirasakan karena adanya rasa cinta kepada bangsa dan Negara.3 Sebenarnya Konflik yang mempertentangkan Islam dan Cinta Tanah Air muncul sejak masa Awal Kemerdekaan hal itu di sebabkan oleh pandangan politis antara Ajaran tidak baku Islam padahal Makna nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan mendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan Negaranya yang muara akan sampai pada kesadaran, Kebanggaan dan kecintaan kita terhadap bangsa dan Negara tidak berarti kita merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan Negara lain. Salah satu Tokoh untuk Mengupayakan Hal tersebut adalah Kiai Wahab dalam menemukan Islam dan Nasionalisme. Substansi Nasionalisme Indonesia mempunyai dua unsur: Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan dari bumi Indonesia.4 Seperti yang dikemukakan oleh Choirul Anam dalam bukunya, mengutip apa yang dikatakan Lothop Stoddard: “Jikalau dimasa lalu semangat nasionalisme bangsa Indonesia masih tertidur nyenyak, maka dengan berdirinya Sarekat Isalam (SI) dengan tokoh utamanya Haji (1883-1934), jiwa nasionalisme mulai berkobar- kobar”. Di Indonesia tumbuh berbagai organisasi kebangsaan maupun keagamaan

3 N. Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta 2009. h 114. 4 Redaksi Great publisher, buku pintar politik: sejarah, pemerintahan, dan ketatanegaraan, (Yogyakarta: Galang Perss, 2009), h 64.

3

yang mempunyai tujuan untuk melepaskan belenggu penjajah yang telah berhasil mencengkeram tanah Nusantara selama hampir tiga setengah abad.5 Maraknya slogan dan pelantunan lagu Islam yang menjadi lagu nasional yaitu Syubbanul Wathan atau biasa dikenal dengan Ya Lal Wathan menjadi Fenomena terbaru mengenai nasionalisme yang muncul dalam bentuk Lagu tersebut mulai sering kita dengar padahal lagu tersebut diciptakan sejak dulu oleh Kiai Abdul Wahab hasbullah. Lagu ini mengisyaratkan kecintaan kita kepada tanah air Indonesia. terutama pada kalangan warga Nahdlatul Ulama. Pada syair tersebut diatas, kita menemukan dalam lirik yang kedua berbunyi Hubbul Wathan minal Iman”. Hubbul wathan adalah menjadi bagian dari sikap seseorang yang menunjukkan kecintaan. Kecintaan yang dimaksud disini adalah kecintaan warganegara terhadap Negaranya. Bahwa setiap warganegara harus memiliki rasa kecintaan terhadap Negaranya. Hal ini karena kecintaan terhadap Negaranya adalah bagian dari iman. Itu artinya, kecintaan terhadap Negara adalah sesuatu yang sangat urgent dan memang seharusnya dimiliki oleh setiap warganegara dan menjelaskan secara langsung bahwa keberagaman apapun harus di singkirkan dan menerima adanya Perbedaan Keberagamaan yang ada di tengah-tengah umat. Dalam bahasa Indonesia, hubbul wathan sering kali diistilahkan dengan ungkapan nasionalisme. Slogan hubbul wathon minal iman ini merupakan sebuah kampanye yang bertujuan untuk menggaet simpati masyarakat Islam, bahwasanya Nasionalisme dan Islam tidak selalu bertentangan. Selain itu juga menekankan akan pentingnya Sikap Pluralitas jika ingin Mencapai Nasionalisme tersebut. Perilaku sikap cinta tanah air berarti mencintai negeri, mengenal wilayah tanah air tanpa fanatisme kedaerahan. Indikator seseorang yang berperilaku cinta tanah air adalah memiliki kepercayaan religius, berkepribadian, bersemangat kebangsaan sadar bangsa dan negara, mengutamakan kepentingan nasional dari pada individu, saling menghormati/ menghargai, Ber-bhineka Tunggal Ika (berbeda tetap satu tujuan), Sehinggah muncullah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau

5 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, (: Bima Satu Surabaya, 1999), h 28.

4

antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap yang dapat menghindarkan terjadinya konflik yang disebabkan oleh perbedaan dalam suatu tatanan masyarakat.6 Kiai Abdul Wahab hasbullah berlatar belakangkan dari Pesantren atau yang juga biasa disebut dengan Ulama, sarungan atau santri Yakni Pondok pesantren Bahrul ulum Tambakberas Jombang. Pada dasarnya pondok pesantren sangat bisa memainkan peranan pemberdayaa dan transformasi masyarakat secara efekif. Pondok pesantren hadir dalam rangka merespon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat unuk memperbaiki dan menjadi penguat sendi- sendi moralitas, melalui transformasi nilai Spiritualitas. Pesantren mempunyai misi sebagai agen perubahan sosial (agent of social change).7 dalam Pesantren mempunyai kurikulum yang berbasis keagamaan (religious-based curriculum) dan juga kurikulum yang menyentuh beberapa persoalan fundamental masyarakat (society-based curriculum). Keberadaan Pondok pesantren di Indonesiadalam sejarahnya sebenarnya dimulai sejak Islam masuk Nusatara dengan sistem pendidikan keagamaan Tradisional modern yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam dan di kembangkan dengan keadaan zaman. Organisasi massa Islam yang Dominan dan identik dengan pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU).8 Kiai Abdul Wahab Hasbullah memang tipe orang yang banyak Teman dan Mudah bergaul, Ia pandai berpidato, berdakwah, dan berdebat Beliau juga dikenal sebagai Ulama yang tangguh mempertahankan dan membela pendiriannya dengan argumen yang kuat.9 Selain itu, Kiai Wahab Hasbullah Juga menjadi pelopor kebebasan berpikir moderat di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan nahdhliyyin. Kiai Wahab adalah ulama yang sangat menekankan pentingnya kebebasan dalam berpikir dan berpendapat. Untuk itu pada 1914

6 Greg Fealy. Ulama and Politics in Indonesia a History of Nahdlatul Ulama (terj. Ijtihad Politik Ulama Sejarah NU 1952 – 1967), (terj. Farid Wajidi, Mulni Adelina Bachtar), Yogyakarta : LkiS 2009. h 96. 7 Amin Haedari & Abdullah hanif, Masa depan pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global (Jakarta : IRD Press, 2004) h 28. 8 Saifuddin zuhri. Berangkat dari Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2013). h 85. 9 Musthafa Helmy. Peran Media Santri : Kiprah KH.A.Wahab Hasbullah. (Jombang : Penerbit Keluarga Besar KH.A Wahab Hasbullah, 2018). h 21.

5

di Surabaya Kiai Abdul Wahab Hasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran). Kemudian Kebebasan berpikir Moderat dan berpendapat yang dipelopori Kiai Wahab Hasbullah dengan membentuk Kelompok diskusi Taswirul Afkar merupakan warisan gagasan terpenting dalam sejarah bagi kaum Muslim Indonesia.10 Kemampuan beliau tentang Keluasan ilmu yang berhasil memadukan atau melakukan Intergrasi Ilmu Logika/mantiq dengan Ilmu Ushul fiqih dalam berjuang.11 Pemikiran Besar Kiai Abdul Wahab Hasbullah Inilah yang kemudian memunculkan sifat ketaqwaan, peduli, tanggap, tanggon, dan trengginas serta menunjukkan semangat kebangsaan, dan rela berkorban demi nusa dan bangsa sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah dalam mengusir penjajah dengan Mempedulikan segenap tumpah darah dan rakyatnya tanpa memandang agama,suku ataupun ras. Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Kiai Abdul Wahab Hasbullah untuk pengokohan Nasionalisme bagi seluruh umat di Negara Indonesia untuk bisa menerima keberagaman dan perbedaan keberagamaan dalam Nasionalisme. Atas fakta-fakta sejarah ini, penulis akan melakukan penelitian mengenai Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Abdul Wahab Hasbullah.12 Kemudian Belakangan Ini Muncul Pandangan Hubungan krusial antara negara (state) dengan umat Islam sebagaimana umumnya pemerintahan yang zalim, Padahal Bangsa tidak terbatas pada persamaan keturunan ras atau persamaan agama. Tetapi mereka mempunyai persamaan hidup dalam satu wilayah tertentu, seperti halnya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa daerah, agama dan adat istiadat, namun bertekad satu seperti tercermin dalam motto Bhinneka Tunggal Ika.13 Pentingnya menghentikan Konflik ideologi bangsa dengan Pemikiran Besar tentang Islam dan Cinta Tanah Air yang dahulu pernah di tawarkan Kiai

10 Ubaidillah Sadewa. KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Nasional dari Pesantren untuk Indonesia. (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara) 2015. h 36. 11 Ainur Rofiq, Telaah Konseptual Implementasi Slogan Hubbul Wathan Minal Iman, (Jurnal Keluarga Sejahtera, Vol 16 (32) Desember 2018, h 49. 12 Tim Sejarah Bahrul Ulum, Tambakberas : Menelisik Sejarah Memetik Uswah (Jombang, Pustaka Bahrul Ulum, 2017), h.1-11 13 M. Ridwan Lubis. Agama dalam diskursus Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia. (Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB). 2015.) h 83.

6

Abdul Wahab Hasbullah kembali menjadi rujukan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara Dewasa ini. Perdebatan mengenai ideologi bangsa sangat membuang energi dan pikiran, Karena sudah jelas bahwa Indonesia bukan negara Islam, tapi negara yang didirikan berdasarkan Musyawarah Mufakat/kesepakatan. Kesepakatan nasional tersebut yang melahirkan dua landasan kuat yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Sebenarnya Solusi untuk Tuntasnya konflik ideologi bangsa tersebut dianggap bisa membuat Indonesia bisa berfokus pada upaya menciptakan kesejahteraan. Pada masa lampau upaya pendirian negara Islam pernah terjadi dan mencapai puncaknya pada 1950-an oleh Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia (DI/TII).14 Maka pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat, hingga pandangan hidup Toleran adalah kunci untuk hidup berdampingan. Salah satu fungsi agama memiliki tugas menjalin tali persaudaraan dan fungsi memupuk tersebut telah dibuktikan dengan fakta-fakta sejarah yang Kongret, namun di samping fakta dari zaman ke zaman tersebut yang positif terdapat pula fakta negatif, yaitu konfilk yang melibatkan manusia yang bersumber pada agama, Oleh karenanya sikap Cinta Tanah Air sangat penting.15 Akomodasi politik Islam merupakan petunjuk perubahan persepsi diri di kalangan umat Islam. Dalam situasi pancaroba dewasa ini, berbagai kalangan Islam masih meyakini bahwa Piagam Madinah dan praktik pemerintahan era Rasululah SAW dan empat khalifah pendahulu, sangat mungkin untuk dimanfaatkan sebagai sumber nilai dan inspirasi bagi hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Selain akan membuat hubungan para intelektual dan politikus Islam kian mengakar dengan ummat, hal itu juga akan mencegah kemungkinan timbulnya apa yang disebut Gustave le Bon (2000) sebagai revolusi religius atau bahkan, anarkisme religius. Lagipula konstitusi dan undang-undang yang ada akan kian diperkaya, disempurnakan dan

14Sartono Kartodirjo. Multidimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan, (Yogyakarta: Kanisisus, 1999). h 61.

15 Abdurahman Wahid. Pergulatan Negara, Agama dan kebudayaan. (Depok : Penerbit Desantara. 2001), h 34.

7

didayagunakan. Hal ini juga akan mendorong golongan nasionalis sekuler dan non-Muslim untuk menyumbangkan pemikiran terbaiknya untuk hal yang sama.16 Keanekaragaman yang ada di Indonesia sebenarnya memiliki potensi timbulnya konflik dan pemicu perpecahan. Indonesia terdapat lebih dari tiga ratus etnis, Menurut Heldred Geertz, Setiap etnisnya memiliki budaya dan terdapat kurang lebih dua ratus lima puluh bahasa yang digunakan oleh bermacam-macam etnis, dan di Indonesia hampir semua agama besar dunia terdapat. Sementara Coward menegaskan, bahwa Solusinya adalah dapat menerima "pluralitas", karena keanekaragaman adalah fenomena yang tidak mungkin dihindari. Manusia hidup dalam "pluralitas" dan merupakan bagian dari "pluralitas" itu sendiri.17 Indonesia yang merupakan negara dengan keanekaragaman agama, budaya, suku dan ras yang sangat melimpah. Sudah sewajarnya jika Pluralitas, maupun sikap saling menghargai harus dijunjung dengan setinggi-tingginya agar bisa tetap hidup rukun dalam berbangsa dan bernegara. Maka ilmu Perbandingan Agama sangat berperan besar dalam hal ini, seperti yang sudah disampaikan oleh Mukti Ali sebelumnya bahwa pendirian jurusan Perbandingan Agama (PA) yang sekarang berganti dengan nama Studi Agama-agama (SAA) merupakan regulasi pemerintah untuk menjadi salah satu solusi penting dalam mengelola kemajemukan agama dan budaya di Indonesia.18 Gejala agama bukanlah gejala ilmu kealaman, karena agama adalah sesuatu yang meyangkut hal Spiritualitas, Sedangkan interaksi antara sesama pemeluk agama dengan agama lain adalah gejala sosial. Jadi, agama dapat dilihat sebagai gejala budaya dan sebagai gejala sosial.19 Oleh karena itu, kesadaran bahwa agama selalu berada dalam persepsi terhadap apa yang dipahami sebagai ultimate reality tergantung kepada konstruksi keberagamaan. Dengan demikian interaksi sosial keagamaan, perbedaan cara

16 M. Ridwan Lubis. Agama dalam diskursus Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia. (Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB). 2015.) h 293. 17 Abdurahman Wahid. Pergulatan Negara, Agama dan kebudayaan. (Depok : Penerbit Desantara. 2001), h 44. 18 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015), h.186. 19 M. Ridwan Lubis,Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama dalam Interaksi Sosial, (Jakarta: Kencana, 2015),h 85.

8

mengekspresikan keberagamaan antara individu atau antarkelompok keagamaan bukan sesuatu yang salah, tetapi kebenaran-kebenaran dengan rasionalitas yang berbeda-beda.20 Kiai Abdul Wahab Hasbullah Juga menjadi Perintis dan Inspirator berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), Sejak Awal NU berdiri ideologi islam transnasional kurang mendapat angin segar di negara ini, tak hanya itu pemerintahan orde lama nampaknya sangat loyal kepada ormas NU. Hal yang melatar belakangi itu adalah adanya kesadaran akan kirprah para ulama dalam mempertahankan dan menyebarkan faham Ahlu Sunnah wal Jamaah (ASWAJA) dan memperkuat tali Persaudaraan Ukhuwah wathaniyah NU juga salah satu ormas yang Berjasa sangat besar dalam memerdekakan bangsa ini,Gagasan Islam dan Cinta Tanah Air atau Hubbul Wathon Minal Iman oleh Kiai Wahab Hasbullah menjadi perekat dan pertemuan Islam dan Nasionalisme, Tak hanya itu harmonisasi kehidupan juga berjalan dengan baik, Tetapi Keharmonisan bermasyarakatpun kian meredup karena belakangan terdapat pengusung ideologi transnasional yang menyebarkan propaganda yang itu memungkinkan untuk mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi Selama prinsip dan gagasan NU dalam mencintai Tanah air lestari maka akan berdampak membawa maslahat bagi keutuhan bangsa dan negara. Oleh karena itu Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari mengatakan dengan tegas "Agama dan Nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama, dan keduanya saling menguatkan". Semua prinsip dan gagasan menciptakan Wajah Islam yang sejuk dan hal itu akan menjadi jatidiri Islam dan Indonesia jika didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Semoga allah senantiasa menjaga negeri ini dan menjadikannya sebagai Baldatun Thoyyibatun sehingga semua umat beragama dapat hidup rukun dan damai.21

20M.Ridwan Lubis,Sosiologi Agama; Memahami Perkembangan Agama dalam Interaksi Sosial. (Jakarta: Kencana, 2015), h 86. 21 Adeng Mukhtar Ghazali. Antropologi Agama (Bandung: Alfabeta), 2011.h 23.

9

Perumusan Masalah Adalah Awal Dari segenap Proses Ilmiah. Tanpa masalah takkan ada Penelitian.22 Uraian masalah mengenai di atas tentu akan lebih maksimal jika diberikan batasan pembahasan,Maka peneliti di sini akan memfokuskan pembahasan terhadap Pemikiran Kiai Abdul Wahab dari segi Islam, Nasionalisme, dan Nilai-Nilai yang terkandung di dalamnya dengan Skripsi yang berjudul “ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab HasbullahTentang Nasionalisme)”.

B. Batasan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dibahas mengenai Islam dan Cinta Tanah Air dalam Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah tentang Nasionalisme di atas, Agar penulisan ini tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan yang semula direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan data, Bahan Pustaka, Referensi dan informasi yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan- batasan sebagai berikut : 1. Pembahasan yang berkaitan Riwayat Hidup Kiai Abdul Wahab Hasbullah. 2. Pembahasannya hanya meliputi Lingkup Pemikiran Nasionalisme dan nilai-nilainya serta sumbangsih Kiai Abdul Wahab Hasbullah. 3. Pembahasanya mengenai Analisis Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah tentang Islam dan cinta tanah air.

C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan agar peneliti bisa fokus pada satu tujuan pembahasan mengenai Islam dan Cinta Tanah Air yaitu Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah tentang Nasionalisme. Adapun penelitian rancangan judul skripsi ini peneliti menjelaskan atau menerangkan tentang tentang masalah yang ada Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

22 Soemarno Wasty. Pedoman Teknik Penulisan Skripsi (Karya Ilmiah). (Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2016). h 10.

10

1. Bagaimana Riwayat Hidup dan Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Abdul Wahab Hasbullah ? 2. Bagaimana Konsep Hubbul Wathan Minal Iman atau Pandangan Kiai Abdul Wahab Hasbullah dalam Mempertemukan Islam dan Nasionalisme ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui Pemikiran dan Perjuangan Kiai Abdul Wahab Hasbullah dalam mempertemukan Islam dan Cinta Tanah Air atau Nasionalisme, bagaimana Pergerakan dan Riwayat hidup Beliau dan bagaiman Ijtihad serta Pandangan tentang Nasionalisme. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan pada uraian latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat anatara lain: Manfaat Akademis : a. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan Pengetahuan mengenai Sejarah Perjuangan Serta Sumbangsih dari Islam dan Cinta Tanah Air Dalam Perpektif Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah. b. Untuk memperkaya khazanah yang berkaitan dengan sejarah di Indonesia. c. Untuk memperkaya khazanah tentang Islam dan Nasionalisme serta relasi diantara keduanya. Manfaat Praktis: a. Memberikan manfaat bagi Warga Negara Indonesia, Kaum Intelektual, khususnya Umat Islam,Santri, Kiai dan Warga Nahdlatul ulama. b. Menjadi tambahan bahan rujukan bagi Nahdlatul Ulama dan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas terkait Islam dan Cinta

11

Tanah Air Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah tentang Nasionalisme Serta Sumbangsih Besarnya atas sikapnya dalam menerima Keberagaman dan Perbedaan Beragama c. Menambah referensi keilmuan bagi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya bagi yang berkonsentrasi pada kajian sosial dan politik. d. Memberikan Informasi Tambahan Mengenai Sosok Kiai Aabdul Wahab Hasbullah.

E. Tinjauan Pustaka Terkait hal ini, penulis melakukan penelitian di berbagai Tulisan yang mengangkat Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Mengenai Pemikiran Nasionalisme Kiai Abdul Wahab Hasbullah serta sumbagsihnya terhadap Negara dan umat beragama, karena penulis menyadari belum ada yang membahas tentang hal itu Secara Spesifik. Meskipun beberapa mungkin memang sudah ada yang membahas mengenai Riwayat Hidup, Pemikiran Politik, Kredo pergerakannya dan beberapa aspek yang terkait dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah, hanya saja Lingkup yang membahas tentang Pemikiran Islam dan Cinta Tana Air yakni Semangat Nasionalisme beliau masih kurang pembahasannya. Di samping itu penulis juga ingin mempunyai wawasan luas mengenai Islam dan Nasionalisme yang dalam hal ini objek penelitiannya adalah Pemikiran, sikap dan sumbangsih yang di berikan oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Karena dengan memahami secara objektif peran beliau melalui Perspektif Nasionalisme Kebangsaan maka besar kesempatan akan timbul sikap toleran terhadap Kearifan lokal, tidak mudah Menemukan titik temu Islam dan nasionalisme dengan Keberagaman di Indonesia ini. Sehinggah tradisi yang berkembang di masyarakat agar bisa saling menghormati dalam bingkai Hubbul wathan minal iman atau Mencintai tanah air sebagian dari iman serta cara beliau dalam berdiplomasi dengan mengintergrasikan ilmu mantiq dan ushul fiqih. Diantara beberapa kajian buku- buku yang berkaitan, jurnal-jurnal, dan karya ilmiah lainnya yang juga berkaitan

12

yang mempunyai relevansi dengan judul yang dan pembahasan yang akan penulis bahas. Dalam Skripsi yang ditulis oleh seorang mahasiswa bernama Ani Lestari Dari Institut Agama Islam Negeri (Iain) Sekarang UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Dengan Judul “pemikiran kh. abdul wahab hasbullah tentang dakwah islamiyah”. Skipsi ini Hanya Menjelaskan strategi dakwah. Kiai Abdul Wahab Hasbullah yang profesional, mengajak kepada hal yang baik, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah kepada kemungkaran. Kiai Abdul Wahab Hasbullah merupakan kiai yang menyukai perjuangan melalui organisasi. Pemikirannya tentang Islam disalurkan melalui pembentukkan-pembentukkan organisasi Islam. Meletakkan dakwah Islam dalam tubuh organisasi Islam. Menghimpun pemikiran menjadi satu arah tujuan yang terstruktur K.H Abdul Wahab Hasbullah meletakkan dakwah dalam bentuk Pemikiran modern menyeimbangi perpolitikan tanah air. Selanjutnya ada juga Skripsi yang di tulis oleh Iis Supriyatna Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Pergulatan politik KH.Abdul Wahab Hasbullah : studi analisis terhadap hubungan NU dan Negara”. Skripsi tersebut tidak menyinggung tentang hal-hal yang mengenai Sumbangsih Pemikiran Nasionalisme Kiai Abdul Wahab Hasbullah apalagi Pembahasannya hanya Fokus kepada Sikap Politik Beliau mengenai Hubungan NU dengan Negara secara aspek Politik Saja, Jelas Kurang Relevan dari pembahasan skripsi tersebut. Kemudian ada Jurnal dengan judul “Modernisme pendidikan pondok pesantren bahrul ulum, tambak beras jombang, pada masa kepemimpinan K.H Abdul wahab chasbullah (1926 – 1972)”. Jurnal ini merupakan karya dari Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya yang bernama Mokhamad Abdul Azis dalam Jurnal tersebut hanya menjelaskan sejarah dan Keberadaan dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum Di Tambakberas pada masa Perintisan K.H Abdul Wahab Hasbullah Dan bahkan sebgaian besar isi buku tersebut membahas mengenai sejarah K.H Abdul Wahab Hasbullah dalam merintis modernisme pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum. Oleh karenanya sedikit Hubungannya dengan judul skripsi penulis.

13

Selanjutnya Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Arif Gunawan, “Nilai- nilai Islam dalam Lagu Ya Lal Wathon dan Implementasinya bagi Pengokohan Jiwa Nasionalisme Siswa Ma‟arif Al-Hasani Gresik” (Skripsi, 2018) Skripsi mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tersebut membahas nilai-nilai yang terkandung dari lagu Syubbanul Wathan atau bisa disebut juga Ya lal Wathon tetapi hanya dalam lingkup Siswa Ma‟arif Al-Hasani Gresik saja. Tentu Lingkup yang digunakan Berbeda dengan Pembahasan Yang Akan Penulis Angkat,dan lingkup skripsi tersebut hanya kecil sedangkan lingkup yang akan di teliti meliputi Pemikiran Dalam Konteks Islam dan nasionalis.

F. Kerangka Teori Teori kelanjutan dan perubahan yang di gunakan untuk mengatasi masalah atau fakta-fakta sejarah adalah teori Continuity and Change (kelanjutan dan perubahan). Menurut pendapat John Obert merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam dunia kontemporer pada tahun 1980, keadaan ini mengejutkan banyak orang dan memunculkan isu-isu besar tentang hakekat kehidupan masa depan masyarakat di dunia modern dan menimbulkan krisis bagi pembuat kebijakan. Untuk Mendalami fakta yang menguatkan sumber Informasi mengenai Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Selain itu dalam kerangka teori, penulis menggunakan teknik teori sejarah intelektual yang dikemukakan oleh Steven Collini, kepemikiran dan sikap sesorang dalam Menanggapi Kebragaman mengemukakan bahwa Teori sejarah intelektual dalam bidang sejarah dengan mengidentifikasi unsur-unsurnya. Tujuan dari teori sejarah intelektual adalah menggambarkan kejadian-kejadian tentang seorang tokoh intelektual yang berpengaruh dalam sejarah dan merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu

14

pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir dan Sejarah Intelektual dari tokoh tertentu.23 Insiatif aktif dari K.H. Wahab Hasbullah inilah yang menjadi pemicu lahirnya organisasi islam kalangan tradisional bernama NU. K.H Abdul Wahab Hasbullah merupakan kiai yang menyukai perjuangan melalui organisasi. Pemikirannya tentang Islam disalurkan melalui beberapa pembentukkan- pembentukkan organisasi. Meletakkan Kepentingan Seluruh umat dan rakyat Indonesia kedalam Semangat Nasionalisme. Untuk mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lampau menggunakan arsip atau dokumen. Penulis akan menggunakan pendekatan Sosio-historis. Dengan adanya sumber dokumen dan arsip tentunya diharapkan bisa mengungkapkan secara kronologis bagaimana Riwayat Hidup serta Sumbangsih Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Kemudian pendekatan ini dipergunakan dalam menggambarkan tentang peristiwa masa lalu maka di dalamnya akan terungkap segi-segi dari peristiwa yang di kaji. Penelitian ini mengenai Riwayat Hidup dan sumbangsih besar atas Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air (Nasionalisme) Dalam Perpektif Kiai Wahab Hasbullah serta yang belum pernah ditulis atau diteliti sebelumnya.24

G. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yang terdiri dari : 1. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis melaksanakan penelitian dan melakukan studi kepustakaan (Lybrary Research), peneliti mengumpulkan beberapa data dan informasi tertulis yang mendukung terhadap penelitian dan dianggap releven dengan topik skripsi. Data dan Informasi tersebut diperoleh

23 Dermawan Wibisono. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi. (Yogyakarta : Penerbit Andi. 2013). H 66. 24 Eri Kusumawati. Dan Politik Praktis : studi atas keterlibatan politik kyai dalam masyarakat di pondok pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, Surabaya : Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel.

15

penulis dari Jurnal Penelitian, Laporan Penelitian, Buku-buku ilmiah, Skripsi, Tesis, dan sumber-sumber lainnya yang berupa cetak maupun elektronik. Setelah mengumpulkan seluruh data yang diperlukan pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan keabsahan data, kemudian data ini akan ditelaah secara sistematik dan diambil suatu hipotesis serta menarik kesimpulan, meliputi Observasi, Wawancara, Dokumentasi dan Pengumpulan Data atau bahan kepustakaan.25 Disamping Itu Penulis Juga Menggunakan metode penelitian kualitatif (Qualitative Research), Metode penelitian kualitatif adalah sebuah metode riset yang sifatnya deskriptif, menggunakan analisis, mengacu pada data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan pendukung, serta menghasilkan suatu teori. Menurut Lexy J. Moleong, metode penelitian kualitatif adalah suatu riset yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.26 Penulis juga Melakukan Metode Heuristik (mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah) Heuristik adalah upanya pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis yang dilagsungkan dengan metode penggunaan bahan dokumen. Selain sumber dokumen ada juga catatan sumber yang terkait karya tulis terdahulu. Dalam metode ini mengedepankan sumber primer.menurut Florence M. A Hilbish (1952) adalah penyelidikan yang seksama dan teliti terdapat suatu subjek untuk menemukan fakta-fakta guna menghasilkan produk baru, memecahkan suatu masalah atau untuk menyongkong atau menolak suatu teori. Secara lebih ringkas setiap langkah ini berturut-turut bisa juga diistilahkan dengan. Adapun sebagai Penguat Data Penulis penelitiannya menggunakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha untuk memecahkan permasalahan berdasarkan datadata yang ada. Dengan demikian,

25 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, (Bandung: R&D. Alfabeta, 2013) h 57. 26 Lexi J.Moleong. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,2006) h 80.

16

laporan penelitian akan berisi kutipan–kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan Bahan Pustaka, dokumen pribadi, catatan dan dokumen resmi.27 2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Riwayat Hidup, Sejarah Perjuangan Serta Sumbangsih dari Islam dan Cinta Tanah Air Dalam Perpektif Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah. Maka pendekatan ini menggunakan Pendekatan Sosio-Historis yang juga meliputi pendekatan Sejarah Intelektual, penelitian sejarah lazim juga disebut penelitian sejarah. Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjut pelaksanaan. Tujuan studi ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah, maka upanya untuk merekonstruksi masa lamapau dari objek yang diteliti itu di tempuh melalui metode sejarah. Tetapi Hal itu juga akan di kuatkan bahwa Toleransi antar umat beragama meruapakan bersifat Sosial.28 Mengingat dalam penelitian ini juga membutuhkan informasi terkait Riwayat Hidup dan sepak terjangnya, maka penulis menggunakan Pedekatan historis di mana pendekatan historis adalah salah satu pendekatan yang cukup favorit dalam Studi Agama dan Perbandingan Agama. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling tua dan dipakai pertama kalinya untuk mempelajari, menyelidiki, dan meneliti agama-agama baik sebelum ilmu agama menjadi disiplin yang berdiri sendiri (otonom) atau sesudahnya.29 Terkait dengan ini Penulis juga menggunakan pendekatan Intelektual yang juga masih dalam ranah pendekatan Historis yang akan digunakan untuk mengungkapkan pemikiran suatu tokoh. Dalam pendekatan ini fokus terhadap pemikiran yang menekankan kepada kebebasan berfikir. Manusia merupakan diri yang sadar, konkrit dan bebas, Dalam hal ini pendekatan tersebut dapat

27 Lexi J.Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. h 99. 28 Laily Ulfi,Pendekatan Historis Dalam Studi Islam (Studi Kasus Pemikiran Amin Abdullah), Skripsi Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbyiah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, h. 16. 29 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015), h. 15

17

merekonstruksikan kembali pemikiran-pemikirannya dan dengan memahami kondisi sosial kemasyarakatan yang memiliki kultur tersendiri. Mengetahui Gejala-gejala yang ada pada perkembangan Etos keagamaan dan perilaku Bermasyarakat dari tokoh Tersebut. Menurut Michael S. Northcott Pendekatan ini perhatiannya ada struktur sosial Kontruksi Pengalaman manusia dan kebudayaan termasuk agama.30 Yaitu Bagaimana Pemikiran Nasionalisme Kiai Wahab Hasbullah menjadi Berdampak terhadap Kontruksi Sosial Kerukunan antar umat beragama dan seterusnya. 3. Sumber Data Data merupakan informasi tentang suatu kenyataan atau fenomena empiris yang wujudnya dapat berupa seperangkat ukuran (kuantitatif) atau berupa ungkapan kata-kata (kualitatif). Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari Sumber tertulis yang di selidiki.31 Data primer umumnya berupa karakteristik Pemikiran, sikap atau prilaku, pendapat, pengetahuan, dan pengalaman (tindakan dan penggunaan). Mendalami Data atau sumber- sumber sejarah tertulis dengan menggunakan Karya Ilmiah terkait dan Buku-buku pendukung. Data Primer merupakan data yang penting dalam Penulisan skripsi ini dan untuk memperolehnya dengan cara menggunakan metode library research, yaitu kepustakaan dengan cara menelaah semua buku-buku atau literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

b. Data Sekunder

Sumber Data dalam hal penelitian ini data primer bisa dikatakan adalah data yang diberikan langsung oleh narasumber yang berkaitan dan

30Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h 78. 31Dermawan Wibisono. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi. (Yogyakarta : Penerbit Andi. 2013). h 103.

18

mengerti Riwayat Hidup serta pemikiran Pluralismedan Nasionalisme Kebhinek tunggal ikaan dari Kiai Wahab hasbullah yang juga menjadi landasan dalam upaya meberikan titik Temu Islam dan Nasionalisme. Sumber data yang berupa keadaan rill dari objek penelitian sebagai usaha observasi peneliti. Dengan adanya Bahan Pustaka dan Wawancara, agar proses observasi dapat berjalan efektif dan dapat menghasilkan data yang diinginkan.32 Wawancara sebagai Penguat dari berbagai referensi baik berupa buku, jurnal, maupun bentuk dokumentasi lainnya yang berbentuk cetak maupun elektronik. Data sekunder terdiri dari data sekunder internal Misal wawancara keluarga kerabat Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan data sekunder eksternal Wawancara kepada Peneliti lain yang sudah lebih mendalami Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah dan sudah memiliki beberapa tulisan terkait yang sudah dipublikasikan Dengan adanya suatu dokumen akan memudahkan peneliti untuk mengetahui hal – hal yang dianggap penting dalam penelitian tersebut.

4. Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah orang, tokoh dan Sumbangsi Pemikiran atau Pergerakannya yang diamati sebagai sasarannya. Di mana hal tersebut adalah Seluruh Bahan Pustaka yang Memuat Tentang Riwayat Hidup dan Pemikiran beliau yang terkait dengan Cinta Tanah Air, sumbagsihnya terhadap titik temu Islam dan Nasionalisme dan melakukan Wawancara Mendalam dengan Keluarga dan Pemerhati pemikiran Beliau maupun Sejarawan dan budayawan tersebut yang ikut melihat atau menjadi saksi atas Sejarah Hidup Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah yang meliputi sumbangsih Islam dan Cinta Tanah Air (Nasionalisme) . 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah. Mengingat dalam

32Dermawan Wibisono. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi. (Yogyakarta : Penerbit Andi. 2013). h 109.

19

penelitian ini adalah penelitian Studi Pemikiran yang harus di perkaya dengan Bahan Pustaka, maka data yang diterima atau didapatkan penulis adalah melalui Kajian Pustaka, observasi, wawancara dan tambah lagi dokumentasi sebagai Penguat dan Pelengkap. a. Kajian Pustaka Kajian pustaka sebagai ulasan kritis terhadap hasil penelitian yang sudah eksis sebelumnya berkaitan dengan topik yang diteliti dengan ide teoritis yang akan diaplikasikan. Dari pengertian tersebut kita bisa menarik poin penting, yaitu kajian pustaka dilakukan pada literatur yang berkaitan dengan topik yang relevan dengan teori yang akan kita gunakan.33 Dalam Hal ini Penulis akan melakukan literatur review atau kajian pustaka untuk mengetahui beberapa hal penting terkait topik atau isu penelitian serta sebagai pelengkap Pengumpulan data. b. Observasi Observasi merupakan cara mengumpulkan data yang didapatkan melalui penelitian baik secara langsung maupun tidak secara langsung menuju ke objek diteliti. Observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara jelas. Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap Objek yang akan diteliti, kondisi,situasi, proses atau perilaku.34 Dalam hal ini penulis Akan Langsung mendalami Bahan Kepustakaan yang berkaitan dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah yang meliputi sumbangsih pemikiran serta Sikap Nasionalisme, serta mendatangi pihak-pihak yang terkait. c. Interview dan Wawancara Interview merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara berdialog langsung dengan narasumber yang berkaitan akan tetapi dapat juga dilaksanakan dengan memberikan beberapa rentetan pertanyaan tertulis agar narasumber mempunyai waktu untuk

33Dermawan Wibisono. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi. (Yogyakarta : Penerbit Andi. 2013). h 72. 34Faisal Sanapiah, Format- format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009), h. 52.

20

menjawab dengan tidak tergesa-gesa.35 Wawancara adalah pertemuan antara periset dan responden (narasumber), dimana jawaban responden akan menjadi data mentah, guna bahan yang akan di selesaikan.36 Tentunya agar Informasi yang di dapatkan Objektif maka Penulis melakukan Wawancara dengan berbagai kalangan Seperti Pandangan dari pihak Keluarga, Pandangan Pejabat Pemerintah, Tokoh Agama. Dalam mendalami hal ini penulis melakukannya bersama Pemerhati pemikiran beliau maupun sejarawan dan budayawan serta beberapa narasumber yang memiliki kapasitas dalam topik yang di angkat untuk dimintai wawancara atau interview jika memang itu diperlukan. d. Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang didapat dari survey penelitian lapangan berupa dokumentasi photo maupun video recorder, selain itu juga dokumen-dokumen atau catatan-catatan yang tersimpan, seperti autobiografi, surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data dan data tersimpan di web site.37 Mengenai hal ini penulis melakukan sejumlah pengambilan foto, video ataupun rekaman suara di tempat penelitian serta meminta beberapa dokumentasi yang memang sudah ada, sehingga memudahkan penulis dalam melaksanakan penelitian.

H. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam skripsi ini menggunakan buku Pedoman Akademik Program Strata 1 (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2016/2017 yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016. I. Analisis Data

35Faisal Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial. H 51. 36Dermawan Wibisono. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi.h 81. 37 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. (Jakarta : Kencana, 2007 ). h.138-141.

21

Analisis dalam penelitian merupakan bagian penting dalam proses penelitian karena dengan analisis inilah, data yang ada akan tampak manfaatnya, terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.38 Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari Library Research Kajian Pustaka hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. dengan cara mengorganisasikan data, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami.39 Tentunya penulis menganalisis dari data pustaka dan Wawancara, merangkum data yang akan disusun agar mudah dipahami bagi penulis dan pembaca. a. Reduksi data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari pola dan membuang hal-hal yang tidak diperlukan.40 Data yang direduksi penulis adalah data tentang hasil pengamatan terhadap hasil Kajian Pustaka dan wawancara Tentang mempelajari yang bersifat khusus kemudian dikembangkan menjadi yang bersifat umum yaitu menyusun data-data atau Pemikiran K.H Abdul Wahab Hasbullah serta melalui Pengkajian bahan pustaka yang relevan. b. Penyajian Data Penyajian data adalah penemuan makna-makna yang dibentuk secara sistematis, dalam informasi yang kompleks menjadi sederhana dan kolektif. Data yang ditemukan dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk teks, dan diuraikan secara naratif.41 Dalam hal ini penulis Mendekripsikan ulang sumber pustaka yang sudah di kaji dan menarasikan hasil wawancara dengan narasumber dan Meringkas yang di perlukan. c. Penarikan Kesimpulan

38Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h 371. 39Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, (Bandung: R&D. Alfabeta, 2013), h 335. 40Wibisono, Dermawan. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi. (Yogyakarta : Penerbit Andi. 2013). h 105. 41Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif. h 341.

22

Kesimpulan dalam penelitian diharapkan merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas.42 Mengenai hal ini dilakukan setelah peneliti melakukan Kajian mendalam terhadap Bahan Pustaka yang diperlukan dan Memahami hasil wawancara, interview Kepada para narasumber yang terkait dengan Topik yang di angkat.

J. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi disusun secara sistematis yang di mana terdapat 5 Bab yaitu sebagai berikut: 1. Bab I, yaitu pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab II, yaitu berisi gambaran umum membahas tentang Riwayat Hidup Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Perjuangan, Pergerakan Kiai Abdul Wahab Hasbullah Hinggah mendirikan Nahdlatul Ulama‟ dan Menguraikan Corak dan Kerangka Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah. 3. Bab III, yaitu Berisi Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air mengenai Kaidah Pemikiran, Ijtihad dan Kontribusi Pemikiran Islam dan Nasionalisme. 4. Bab IV, yaitu memuat Analisis Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Islam dan Nasionalisme Pandangannya atas Pancasila dan Demokrasi serta Bagaimana Konsep Islam dan Nasionalisme dalam Perspektif Kiai Abdul Wahab Hasbullah. 5. Bab V, yaitu penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran penulis.

42 Dermawan Wibisono. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi. (Yogyakarta : Penerbit Andi. 2013). h 52.

BAB II RIWAYAT HIDUP DAN CORAK PEMIKIRAN KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH

A. Biografi Kiai Abdul Wahab Hasbullah Kota Jombang adalah tempat kelahiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah yang juga banyak melahirkan tokoh besar seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Bisri Syansuri, KH. , KH. (Gus Dur), Nurcholish Madjid (Cak Nur), Emha Ainun Najib (Cak Nun), Timur Pradopo (mantan Kapolri), Imam Utomo (mantan Gubernur Jawa Timur) dan masih banyak lagi. Di bidang seni budaya orang tak akan lupa dengan Cak Durasim yang terkenal dengan kidungannya Bekupon Omahe Doro-melu Nippon tambah soro. Juga Gombloh yang melengking dengan “Indonesia merah darahku” Dan Asmuni, pelawak top yang dikenal dengan pelesetannya “hil yang mustahal”. Semuanya berasal dari Jombang. Kota seperti apa sesungguhnya Jombang itu ? Jombang, menurut legenda Kebo Kicak Karang Kejambon, berasal dari gabungan dua unsur kata bahasa Jawa. yaitu ijo (berartiwarna hijau) dan abang (berarti warna merah). Hijau dan merah menggambarkan watak atau karakter masyarakat Jombang yang mencintai kesejukan, kedamaian, ketenteraman dan kemakmwan, tetapi memiliki semangat tinggi, kerja keras, ulet dan tak mudah putus asa untuk menggapai kesejahteraan bersama. Meski disebut-sebut sebagai kota santri, kehidupan antar ummat beragama di Jombang aman-aman saja, damai, rukun, saling menghormati dan menghargai. Pemeluk Kristen, Katholik, Hindu,Budha dan Kong Hu Chu hidup berdampingan dengan pemeluk Islam. Gereja Kristen Moiowarno yang dibangun sekitar tahun 1893 M dan peribadatan Tridharma bagi pemeluk Kong Hu Chu di kecamatan Gudo (berdiri sekitar tahun 1700 M) hingga saat ini bebas melakukan aktivitasnya. Tidak ada gangguan apapun dan dari pihak manapun.43 Menurut Ibu Hj. Mundjidah Wahab sebagai Bupati Jombang Mengatakan Bahwa Toleransi juga penting karena jika tidak bisa menerima itu dalam bernegara dan

43 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 85.

23

24

beragama sulit untuk menjalankan Kehidupan, “Bentuk dari Kontribusi Kiai wahab yang saya lihat sebagai Bupati jombang adalah Kerukunan Masyarakat dan semangat nasionalisme santri yang luar biasa. Bagaimana tidak di Kabupaten Jombang terdapat Pondok pesatren besar seperti Bahrul ulum, Darul ulum, Mamabaul ma‟arif dan Tebuireng kemudian di jombang juga terdapat bekas pusat Zending protestan Jawa timur yang berada di Mojowarno yaitu Gereja Kristen Jawi Wetan, di jombang juga terdapat Klenteng bersejara dan salah satu klenteng tertua di Jawa timur yatu di Gudo da di jombang juga terdapat situs bersejarah Kerajaan Hindu Budha Majapahit karena Jombang juga masih Wilayah dari Majapahit. Tetapi daripada itu semua atas berkat pemikiran Kiai wahab dan Tokoh lainnya seperti Kiai Hasyim, Kiai Bisri Gus dur, Cak Nur jombang dapat mejadi kota yang Harmoni dalam perbedaan yang sedemikian tersebut”.44 Di Jombang Hampir di setiap kecamatan ada pesantrennya. Tetapi pesantren yang tergolong besar masih tetap empat: Persantren Bahrul Ulum Tambak Beras (berdiri tahun 1838 M); Pesantren Darul Ulum Rejoso, Peterongan, yang didirikan oleh Kiai Tamim Irsyad (1885); Pesantren Tebuireng, Diwek, yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy'ari (1899), dan pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar yang didirkan oleh KH. Bisri Syansuri pada tahun 1917 M. Dan empat pesantren besar ini telah melahirkan puluhan bahkan ratusan tokoh-tokoh besar kaliber nasional. Menurut KH. Saifuddin Zuhri, Kiai Abdul Wahab dilahirkan tahun 1888 di Kampung Tambakberas, sedangkan versi Greg Fealy dan Greg Barton lain lagi. Kiai Wahab dilahirkan sekitar tahun 1883-1884. Almarhum Kiai Haji (KH) Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama besar, Keulamaannya tidak saja diakui di seantero Indonesia akan tetapi juga oleh dunia Islam secara luas, saat ini dan bahkan di masa yang akan datang Insya Allah. Walau Mungkin beliau tidak menyandang gelar dan ijazah formal pendidikan ataupun perguruan tinggi mana pun, kemasyhuran beliau sebagai seorang ulama menembus batas tingkatan- tingkatan formal yang ada, dari lapisan masyarakat yang paling awam hingga masyarakat intelektual secara umum. Syahadat atau pengakuan terhadap beliau

44 Hj. Mundjidah Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 04 Januari 2020.

25

sebagai ulama besar tidak disangsikan lagi dalam benak masyarakat Indonesia terutama umat Islam di penjuru nusantara.45 KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang pengasuh pondok pesantren. Seorang guru dan bapak yang mendidik dan mengayomi para santri anak didiknya sejak dari jenjang permulaan paling bawah hingga ke saat diketengahkan kepada masyarakat untuk berkhidmat kepada kepentingan orang banyak. Anak-anak didiknya diperlakukan sama setingkat berdasarkan rasa cinta dan kasih sayang seorang guru kepada murid-muridnya. Cinta dan kasih sayangnya diberikan kepada siapa saja hingga kepada golongan pemimpin yang datang kepadanya untuk berguru maupun untuk bersahabat. Perlakuan baiknya kepada semua orang tidak memiliki pamrih kepentingan diri sendiri, semata-mata hanya karena sebagi wujud pengabdian kepada Allah Swt. Tentu saja sebagai manusia, beliau kerap juga memiliki rasa benci. Pun bila beliau membenci seseorang, pada dasarnya bukan karena kepentingan pribadi, tetapi karena Allah semata. Siapa pun yang mengenal beliau dari dekat akan bisa dijadikan saksi bahwa almarhum KH. Abdul Wahab Hasbullah seorang yang sangat mudah bergaul dengan siapa pun tanpa memandang kedudukan, golongan, bahkan kewarganegaraan seseorang. Begitu mulia akhlak perangainya, demikian agung pribadinya.46 KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang pemimpin pergerakan. Secara aktif, beliau membangun semangat bergerak di kalangan masyarakat, terutama umat Islam tentang harga diri sebagai suatu bangsa. Bersama-sama para pemimpin seangkatannya beliau ikut merintis pergerakan kemerdekaan Indonesia, dan karena itu mempunyai sumbangan besar dalam mendirikan serta menegakkan kedaulatan Republik Indonesia, Pada bagian Ini akan di bahas secara ringkas tentang Latar belakang Riwayat hidup KH. Abdul Wahab Hasbullah yang Meliputi Silsilah, Proses Kelahiran dan Masa Kecil, Masa Pendidikan, Membina Rumah Tangga, Mendidik Santri dan Bermasyarakat di sekitarnya. Kemudian

45 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 30. 46 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 4-5.

26

Bagaimana Perjuangan dan Pergerakan Beliau semasa Hidupnya yang kemudian memberikan warisan yang besar bagi Bangsa dan Harmonisasi kehidupan Bernegara Serta Corak Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah.47 1. Silsilah, Proses Kelahiran dan Masa Kecil Kiai Wahab Hasbullah sendiri adalah cicit Kiai Abdus Salam. Kiai Wahab lahir dari pasangan Kiai Chasbullah dan Nyai Latifah, pada Maret 1888 di Tambakberas, Jombang, Jawa Timur. Silsilah Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah Keturunan Lembu Peteng atau Brawijaya VI dari jalur joko tingkir, Pangeran Benowo, Pangeran Sambo kemudian turun lagi mempunyai anak Ahmad, Abdul Jabbar, Abdussalam (Mbah Soichah) yang mempunyai Putri Fatimah kemudian Fatimah Menikah dengan Kiai Said dan mempunyai Putra Hasbullah, Kiai Hasbullah menikah dengan Nyai Lathifah yang kemudian mempunyai anak Abdul Wahab, dari segi nasab Mbah wahab masih Saudara Sepupu dengan KH. Hasyim Asy'ari. Kiai Wahab kecil banyak menghabiskan waktunya untuk bermain dan bersenang-senang layaknya anak-anak kecil masa itu. Semenjak kanak-kanak, Wahab dikenal kawan kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan. Beliau di didik ayahnya sendiri cara hidup seorang santri. Tak hanya itu, sang ayah juga membimbingnya untuk megenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang paling kecil ( tipis) dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari hingga yang tebal. Misalnya, Kitab Safinah, Fath al Qorib, Fath al-Mu 'in, Fath al dan Al Majmu, la juga belajar Ilmu Tauhid. . Ulum al-Qur'an, Iladits, dan Ulum al-hadits Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak- banyaknya tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang dipelajarinya. Sampai Kiai Wahab berusia 13 tahun berada dalam asuhan langsung ayahnya.48 2. Rihlah Ilmiah / Masa Pendidikan Kiai Wahab Hasbullah banyak melakukan pengembaran keilmuan, yang dapat di kelompokkan kedalam 3 periode, yaitu Periode Pendidikan Orang Tua

47 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 15. 48 Ubaidillah Sadewa, KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Naional Dari Pesantren Untuk Indonesia, (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara, 2015), h 13.

27

(1888-1901), Periode Pengembaraan ke Pesantren-pesantren di pulau Jawa (1901- 1909), dan Periode Bermukim di Makkah (1909-1914). KH. Wahab Hasbullah mendapat pendidikan awal secara langsung dari ayahandanya, hingga berusia 12 tahun, Periode I (1888-1901). Kemudian, setelah dirasa memiliki bekal awal yang mencukupi, mbah Wahab meneruskan belajarnya ke beberapa pesantren di pulau Jawa seperti pesantren Langitan, pesantren Mojosari, pesantren Cepoko, pesantren Tawangsari, pesantren Bronggahan, pesantren Kademangan, dan pesantren Tebuireng, periode ini merupakan Periode II (1901-1909). Setelah itu,beliau bermukim dan belajar di Makkah selama 4 tahun, yang merupakan Periode III (1909-1914). Masa pendidikan Kiai Wahab dari kecil hingga besar dihabiskan di pondok pesantren. Selama kurang lebih 20 tahun, ia secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari beberapa pesantren. Karena tumbuh dilingkungan pondok. sejak dini ia diajarkan ilmu agama dan moral pada tingkat dasar. Termasuk dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam seperti kaligrafi, hadrah, barjanji, diba, sholawat dan pencak qilat. Kemudian tak lupa diajarkan tradisi yang menghormati leluhur dan keilmuan para leluhur, yaitu dengan berziarah ke makam - makam leluhur dan melakukan tawashulDi antara pesantren yang pernah disinggahi Kiai wahab adalah sebagai berikut: 1. Pesantren Langitan tuban (Kiai Ahmad Sholeh). 2. Pesantren .Mojosari, Nganjuk (Kiai Zainuddin). 3. Pesantren Cempaka. 4. Pesantren Tawangsari, Sepanjang (Kiai Mas ali dan Kiai Maa Abdullah). 5. Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura (Kiai Kholil Bangkalan). 6. Pesantren Branggahan, Kediri (Kiai Fakhuddin). 7. Pesantren tebuireng, Jombang (Kiai Hasyim Asy'ari ). Khusus di Pesantren Tebuireng, ia cukup lama menjadi santri. Di sana selama 4 tahun lamanya, waktunya tidak hanya dipergunakan untuk menyempurnakan pelajarannya tentang Fathul Wahab, Mahalli, Baidhawi dan Ilmu Isti'arah, tetapi beliau pun mulai mengajar Ilmu-ilmu Fikih, Akhlak, Nahwu. Sharaf dan lain-lain dari bagian rendah sampai menengah. Di sini beliau menjadi Lurah Pondok Tebuireng. Rupanya memang Kiai Wahab sejak mudanya

28

tergolong seorang yang rajin dan gemar sekali menuntut ilmu. Hal ini terbukti bahwa kemana pun juga beliau pergi senantiasa waktunya dipergunakan untuk belajar menuntut ilmu. Pada waktu beliau berumur 27 tahun, untuk pertama kalinya pergi ke Mekkah, selain bermaksud untuk menunaikan rukun Islam kelima, juga melanjutkan pelajarannya. Selama bermukim dan belajar di Mekkah selama 5 tahun itu, Kiai Wahab belajar dan berguru kepada: 1. Kiai Mahfudz Tremas, terutama mengenai Ilmu Hikam, Tasawuf, Ushul Fikih. 2. Kiai Mukhtarom Banyumas, untuk menamatkan kitab-kitab besar seperti Fathul Wahab. 3. Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, terutama dalam Ilmu Fikih. 4. Kiai Bakir Yogyakarta dalam ilmu mantiq. 5. Kiai asyari bawean dalam ilmu hisab. 6. Syech said al yamani , said ahmbae bakry syatha', mengenal ilmu nahwu. 7. Syech Abdul Karim al daghestani , menamatkan kitab thufah. 8. Syech Abdul Hamid kudus , menganai ilmu arudh dan ma'ani. 9. Syech umar bajened, dalam ilmu fikih. Kemudian beliau kembali ke Indonesia sesudah menuntut berbagai ilmu sebagai bekal untuk beramal dan berjuang. Perlu di ketahui juga bahwa perjalanan menuntut ilmu KH. Abdul wahab hasbullah juga Bekesinambungan dengan Corak pemikiran yang di pelorehnya. Beberapa tokoh yang mempengaruhi perkembangan Pemikiran Kiai Wahab, disamping mereka menjadi tolak ukur perkembangan Pada Massanya yang juga menjadi ke-Khasan dari Pemikiran Kiai Wahab. Selain itu, juga di gunakannya dalam Berjuang beberapa organisasi untuk Tujuan Kemerdekaan dan Persatuan Indonesia.49 Dalam masa bermukim di mekkah yaitu pada masa pemerintahan Syarief Husein, di situ sedang maju kajian Agama Islam. Masjidil Haram yang besar dan luas merupakan wahana seperti perguruan tinggi yang tidak pernah sepi mulai dari pagi sampai malam.50

49 Ubaidillah Sadewa, KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Naional Dari Pesantren Untuk Indonesia, (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara, 2015), h 14-15. 50 Tim Sejarah Bahrul Ulum, Tambakberas : Menelisik Sejarah Memetik Uswah. (Jombang : Pustaka Bahrul Ulum, 2017). h 28.

29

3. Membina Rumah Tangga dan Kehidupan Bermasyarakat Kiai Abdul Wahab Hasbullah Mempunyai 6 istri tetapi menikah di karenakan meninggalnya sang istri dan beliau tidak pernah Ta'addud atau Poligami, Beliau mempunyai 11 Putra dan putri dengan Rincian sebagai berikut : 1. Pernikahan dengan Maemunah mampunyai satu anak yakni KH. Wahib. 2. Pernikahan dengan Alwiyah mempunyai satu anak yakni Khodijah. 3. Pernikahan dengan Asnah mempunyai satu anak yakni KH. Najib. 4. Pernikahan dengan Masmah mempunyai satu anak yakni Adib . 5. Pernikahan dengan Nyai Aslihah mempunyai dua anak yakni Djumiatin dan Muktamaroh. 6. Pernikahan dengan Sa'diyyah mempunyai 5 anak yaitu Machfudloh, Hizbiyyah, Mundjidah, Hasib dan Roqib. Kiai Abdul Wahab Hasbullah merupakan sosok ayah yang disiplin. Sosok ayah yang tidak pernah pilih kasih terhadap anak-anaknya. Sebagai contoh, suatu ketika anak-anak beliau diajarinya mengaji Kitab Taqrib dan Tafsir, materi beliau sampaikan secara berulang-ulang. Pada waktu di tes tidak bisa menjawab, beliau tidak segan-segan memukul anak-anaknya dengan menjalin. Hal ini bukan berarti beliau kejam, akan tetapi suatu pembelajaran bagi sang anak akan pentingnya ilmu. Ilmu bukan untuk dibaca dan dihafal saja, yang lebih penting adalah diamalkan agar mengerti akan makna dari ilmu yang didapat. Beliau juga sosok yang bertanggung jawab. Selain bertanggung jawab sebagai imam keluarga juga bertanggung jawab sebagai seorang kakak bagi adik-adiknya. Ketika KH. Abdurrohim (adik KH. Abd. Wahab Hasbullah) meninggal, beliau pergi ke Jogja untuk memboyong putra-putri KH. Abdurrohim ke Tambakberas dan menanggung kehidupanya sampai putra-putrinya berkeluarga. Tanggung jawab sebagai orang tuapun juga beliau tunjukkan ketika Putra-Putrinya masih kecil, Beliau selalu mengajarkan hal-hal terkait keagamaan dengan praktik tidak hanya sekedar teori belaka. Beliau juga selalu mengajarkan anak-anaknya untuk bertanggung jawab.51

51 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020.

30

Kiai Abdul Wahab Hasbullah juga merupakan sosok yang Selalu memotivasi. Kiai Abdul Wahab Hasbullah selalu memberi reward kepada anak- anaknya ketika dapat menyelesaikan hafalan dan mendapat nilai bagus di sekolah. Selain itu, beliau juga sosok yang Humoris. Beliau sering membuat pantun jenaka, contohnya "terong dipluntir warnane biru, anake wong dipikir garai kuru" Terong dipelintir/diperas warnanya biru, anak orang dipikir bikin kurus. Bisa jadi, humoran-humoran Gus Dur itu terinspirasi dari Mbah Wahab. Karena ketika Gus Dur menjadi santri di Tambakberas beliau setia mendampingi dan menjadi sopir pribadi Mbah Wahab. Beliau juga sosok ayah yang selalu mengajarkan kesederhanaan. Meskipun dalam segi ekonomi bisa dibilang berkecukupan, tapi Mbah Wahab selalu memberi uang saku pas kepada anak-anaknya agar tidak boros dan dapat mengatur keuangan dengan baik. Mbah Wahab juga sosok yang sangat Tawadlu‟ (Rendah hati). Beliau sangat menghormati para guru-gurunya. Ketika ada rapat NU yang akan diadakan di rumahnya, beliau dengan semangat mempersiapkan jamuan terbaik untuk para tamunya dan menyuruh juru masaknya untuk memasak menu-menu yang lezat. Beliau juga selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk menyatu dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Meskipun anak kiai, beliau tidak pernah memanjakan anak-anaknya. Beliau selalu menganjurkan kepada anak-anaknya launtuk ikut berpartisipasi dengan acara rutinan di lingkungan.52 Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah tauladan bagi santri-santrinya, baik tauladan dalam menyantri maupun tauladan untuk memerdekakan negeri. Beliau selalu menganjurkan para santrinya untuk review pelajaran, agar ilmu yang telah didapat tidak hilang dan segera diamalkan. Beliau juga selalu mengajarkan kepada para santri untuk senantiasa bersatu dan kompak. Biasanya ketika santri setelah khotmil qur‟an dan ziarah diberi konsumsi ketan. Mengapa ketan? Menurut beliau, semoga para santri persatuannya seperti ketan sangat erat satu sama lainnya. Dengan harapan saling membantu dan berjuang bersama dalam berdakwah. Kiai Wahab dalam masa berjuang memasrahkan kepengurusan pesantren Tambakberas kepada adiknya mbah hamid yang fokus terhadap

52 Hj. Mundjidah Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 04 Januari 2020.

31

lingkungan Pesantren dan keponakannya mbah fattah yang fokus kepada pembangunan madrasah hal ini menunjukkan bahwa mbah wahab dalam membangun kekerabatan sangat kuat dan juga profesional dalam menjalankan roda pesantren Tambakberas. Selain alim, Kiai Wahab juga memiliki keterampilan komunikasi yang baik, dibuktikan dengan relasinya yang luas dan kuat dengan berbagai macam kalangan. Beliau membina hubungan dengan baik dengan berbagai macam kalangan mulai dari kalangan pesantren, kalangan tokoh Islam, kalangan pers, dan kalangan nasionalis. Misalkan kedekatannya dengan Soekarno, yang sering mendatanginya untuk berkonsultasi dan meminta saran mbah Wahab terkait keputusan-keputusan yang akan diambil. Salah satu yang masih dapat kita rasakan keberadaannya sampai sekarang adalah Halal Bi Halal, yang merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Soekarno atas saran mbah Wahab untuk mengintegrasikan kembali para tokoh-tokoh bangsa. Kiai Abdul Wahab Hasbullah Selalu menjadi sosok yang selalu mempunyai solusi bagi masyarakat sekitarnya yang sedang kesusahan atau mengalami kesulitan. Di Tambakberas pada waktu itu mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai pedagang. Suatu hari ada tetangga yang menawarkan barang dagangan. Oleh Mbah Wahab semua barang dagangan tersebut dibeli semua. Barang-barang tersebutpun pada akhirnya juga akan dibagi-bagikan kembali kepada saudara dan tetangga yang membutuhkan. Kiai Abdul Wahab Hasbullah juga mempunyai sawah yang luas. Ketika menjual hasil sawahnya tersebut yang ditanami padi, beliau menjualnya sesuai dengan kemampuan yang akan membelinya. Beliau memang sosok yang sangat dermawan dan tidak ingin menyusahkan orang lain. Sikap inilah yang perlu dicontoh, Sebagai Islam yang mengamban Semangat Rahmatan lil alamin.53

B. Perjuangan dan Pergerakan Kiai Abdul Wahab Hasbullah Sejarah hidup Kiai Abdul Wahab Hasbullah tidak bisa dipisahkan dengan Nahdlatul Ulama, demikian pula sebaliknya. Ciri khas yang menjadi Perjuangan

53 Musthafa Helmy. Peran Media Santri : Kiprah KH.A. Wahab Hasbullah. (Jombang :Penerbit Keluarga Besar KH.A Waha Hasbullah, 2018) h 11.

32

KH. Abdul Wahab Hasbullah sangat erat dengan kalangan Nasionalis, Islam dan NU. Pada tahun 1909 saat Kiai Wahab di Mekkah Muncul Gagasan atau ide Pan- Islamisme yang digelorakan oleh jamaluddin disambut oleh Abdul Hamid II Raja Turki Usmani dan juga mendapat sambutan yang baik di negeri-negeri Islam. Faktor setelah Tumbangnya Turki Usmani dalam perang dunia Edisi pertama dan Sistem kekhalifahan Islam runtuh karena dihapuskan oleh seorang tokoh yang mendukung gagasan nasionalisme yaitu Musthofa Kemal, Di Wilayah Timur tengah termasuk Tanah Hijaz Nasionalismenya bangkit yang terbentuk atas dasar kesamaan bahasa, Mulai timbul rasa kesetiaan kepada Negara kebangsaan.Oleh Karenanya pada saat itu faham Wahabi di tanah Hijaz Belum memasuki masa Ekspansi ditambah bacaan Kiai Wahab yang luas, baru mulai tahun 1922 Wahabi memasuki masa Penyebaran di tanah Hijaz sampai pada tahun 1925 muncul salah satu wacana Pembongkaran Makam nabi. yang di respon oleh Kiai Wahab dalam Mendirikan Komite Hijaz. Perjuangannya juga dikontekskan dengan perjuangan melawan penjajah, baik secara fisik maupun politis, Lalu di lanjtkan bagaimana kiprahnya ketika Indonesia Mencapai Kemerdekaan Bagaimana Beliau menciptakan kestabilan Negara dan Kerukunan Umat beragama dengan sikap Cinta Tanah Airnya.54 Bagi Kiai Wahab Nahdlatul Ulama adalah segaIa-galanya. Di sini tempatnya mengagungkan Allah dengan segenap jiwa dan raganya. Di sini menemukan cara sebaik-baiknya menghidupkan syari'at agama dalam masyarakat, dan di sini pula disalurkan semangat cita -cita umat dengan segala lapisannya: ulamanya, pedagangnya, petaninya, buruhnya, pemudanya, dan wanitanya, dari lapisan para Pemimpin hingga masyarakat awamnya. Sebagai seorang pemangku pesantren, Kiai Wahab sebagaimana yang dikatakan oleh hendak menjadikan Nahdlatul Ulama sebuah pesantren dalam format yang besar dalam arti yang seluas-luasnya. Tempat beribadah, menuntut ilmu, bergotong royong, dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat dengan menyumbangkan karya-karya yang bermanfaat. Tidaklah berlebihan jikalau dikatakan bahwa tokoh Kiai Wahab

54 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 74.

33

merupakan Nahdlatul Ulama dalam praksis. suatu kombinasi integral antara takwa, ilmu, akhlak, dedikasi dalam berkarya. Hampir tidak ada batas pemisah antara cita-cita agama dan politik dalam laku hidup sehari-harinya, sebab sebagaimana yang dikatakan olehnya: “Agama Islam dan politik laksana gula dengan rasa manisnya”. Tentu saja dalam artian politik yang bersih, jujur dan yang mendatangkan kesejahteraan lahir maupun batin bagi masyarakat yang berada di dalamnya. 55 Seluruh hidupnya tercurah hanya buat Nahdlatul Ulama, oleh sebab itu Kiai Wahab merupakan sumber inspirasi. Bagi pengikutnya, ia merupakan sumber ilham perjuangan Islam dan umatnya. Sebaliknya, bagi musuh-musuhnya, ia merupakan objek untuk mencaci-maki serta memukul (baca: melemahkan) kekuatan-kekuatannya. Tetapi semua itu tidak mempengaruhi jiwanya yang ikhlas berjuang. Kiai Wahab merupakan gambaran tentang seorang pemimpin yang berkarakter, tidak mabuk karena sanjungan dan tidak gentar karena cercaan. Cara hidupnya, bahasa dan pakaiannya, khas ala Kiai Wahab yang serba orisinil, karena beliau tidak suka menjiplak dan memang tidak punya sifat latah. Inilah agaknya yang membuat Nahdlatul Ulama hasil tanamannya mempunyai sifat tersendiri yang tidak mudah bisa dimengerti oleh orang-orang di luarnya. Seorang sarjana Amerika, Allan Samson, pernah mengeluh karena kekeliruannya membuat penilaian terhadap Nahdlatul Ulama, padahal ia telah enam bulan mengadakan studi di Indonesia mengenai kehidupan politik serta aliran-alirannya, terutama mengenai Nahdlatul Ulama. Tidak usah diherankan jikalau kekeliruan itu dilakukan oleh orang yang baru 6 bulan melakukan studi, padahal ada pemimpin besnrdan pemimpin lainnya di Indonesia yang sudah mengenal dan bergaul dengan Nahdlatul Ulama lebih dari 40 tahun, namun tetap saja melakukan kekeliruan karena masih saja tidak mengerti tentang Nahdlatul Ulama yang mempunyai sifat dan karakter sebagaimana yang diwariskan oleh pembinanya. Sebagai pencetus pertama ide dan sekaligus menjadi 'bidan' yang melahirkan Nahdlatul Ulama, maka Kiai Wahab menginsyali bahwa jama'ah ini

55 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 23.

34

tidak lahir di tengah kemegahan orang yang berkuasa dan bukan di tengah-tengah berkecamuknya kontlik politik. Jama'ah ini lahir di tengah-tengah kebangkitan aspirasi pesantren, di antara kiai dan santri-santrinya yang, terpencil jauh dari jangkauan penguasa dan pemimpin politik. Oleh sebab itu, kelahirannya tidak menggetarkan kaum pergerakan serta politisi, Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas Perjuangan dan Pergerakan KH. Abdul Wahab Hasbullah mencakup dalam beberapa Garis besar yaitu Menjadi Pelopor Kebebasan Berpikir dalam kalangan Islam, Melawan Penjajah, Menjadi Inspirator dan Pendiri Jamiyyah atau Organisasi Kemasyarakatan Islam Nahdlatul Ulama (NU). 56 1. Gambaran Problem Nasional Permasalahan ideologi dalam perpolitikan nasional sebenarnya sudah lama terjadi, bahkan dimulai sejak awal perumusan undang-undang dasar pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Tarik menarik ideologi dan perdebatan yang menguras Energi, tenaga, Pikiran dan waktu sering di kaitkan dengan kelompok nasionalis dan kelompok Islam. Namun disini harus ditekankan sejak awal bahwa kelompok nasionalis tidaklah secara langsung anti dan mengabaikan sisi religiusitas dalam sebuah negara, dan sebaliknya juga bagi kelompok Islam tidaklah juga mengabaikan tentang semangat nasionalisme dalam bernegara. Meskipun pada tataran teretentu punya tititk persamaan dalam kandungan visi mereka.57 Dalam tataran ini, saya kira Kiai Abdul wahab Hasbullah dengan slogan Hubbul Wathon Minal Imannya menjadi salah satu tokoh yang berhasil mempersatukan dan menemukan titik temu antara nasionalisme dan Islam yang secara eksplisit pertemuan itu juga menjadi Landasan besar bagi terciptanya Kesadaran Nasionalisme. Tapi pada tataran politik praktis keberadaan kedua kelompok tersebut masih sangat sulit untuk dipertemukan. Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Nasionalisme berarti paham kebangsaan.

56 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 24-25. 57 Amin Nurdin. Satu Islam, Banyak Jalan : Corak Pemikiran Modern Islam. (Jakarta : Penerbit Hipius Berkerjasama dengan Lembaga Nusa Damai). 2018.h 145.

35

Nasionalime Indonesia berarti paham kebangsaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.58 Ketika Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan para Ulama lain yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU ) menyebut wilayah Hindia Belanda (Nusantara) sebagai dar al-Islam (wilayah Islam) pada Muktamar ke-11 tahun 1936 di Banjarmasin, Keputusan ini penting bagi bangunan kebangsaan kemudian, karena gerbong Islam tradisional yang merupakan kelompok mainstream di Republik ini melegitimasi keabsahan nasionalisme Indonesia berdasarkan nilai-nilai Islam. Keputusan tersebut didasarkan pada kitab Bughyah Al-Mustarsyidin karya Sayyid Abdurrahman Ba‟alawi al-Masyhur yang memberikan dua batasan bagi dar al- Islam.„ Pertama, sebuah wilayah yang di dalamnya umat muslim bebas melaksanakan syariah Islam. Kedua, terdapat sistem pemerintahan Islam baik di masa kini maupun di masa lalu. Bagi para kyai NU, dua persyaratan ini terdapat di Nusantara, karena selain muslim bebas beribadah dan menegakkan hukum Islam; wilayah ini juga pernah dikuasai kerajaan-kerajaan Islam. Sebutlah Samudera pasai, Kesultanan Aceh, Goa. Kerajaan Demak, Mataram Islam, Giri Kedaton, dan lain-lain. Maka, meskipun secara politik, wilayah Nusantara saat itu dikuasai oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda, tetapi secara kultural keagamaan ia tetap merupakan dar al-Islam. Keputusan ini sebenarnya bukan semata fatwa keagamaan, namun terlebih politik. sebab pertanyaan yang mengemuka di kalangan muktamirin yang melatari keputusan tersebut ialah, “Apakah wilayah Hindia Belanda wajib dibela?” Tentu pertanyaan ini diarahkan kepada pembelaan atas kolonialisme Belanda, sehingga ketika Nusantara merupakan dar al-Islam, wajib hukumnya dibela dari penjajahan. Dampak strategis dari keputusan ini terlihat pada Resolusi Jihad 1945 yang dikeluarkan oleh Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari. Resolusi ini menetapkan kewajiban membela Indonesia dari serangan NICA (Nederlands Indies Civil Administration) dengan kewajiban berstatus syar'i fardlu “ain bagi muslim yang berada di jarak 94 kilometer dari wilayah perang, yakni Surabaya.Yang menarik dicermati pada keputusan ini ialah pemaknaan Kiai Wahab dan Para Kiai NU atas dar al-Islam sebagai wilayah, bukan negara Islam.

58 Coward, Pluralisme dan Tantangan Agama-Agama. (Yogyakarta: Kanisius, 1989). h 94.

36

Untuk hal yang terakhir, terma yang dipakai ialah daulah Islamiyah (negara Islam). Pemaknaan dar al-Islam sebagai wilayah Islam menunjukkan kesadaran nasionalisme berbasis Islam. Sebab dengan mengakui kepulauan Nusantara sebagai wilayah Islam, para kyai mengakui kewilayahan nasionalistik berbasis kebangsaan, yang berbeda dengan wilayah kekhilafahan Islam yang bersifat global. Apalagi jika keputusan dan pandangan tersebut diarahkan sebagai strategi perlawanan terhadap kolonialisme. hal itu menunjukkan komitmen Kiai Wahab kaum tradisionalis tersebut, terhadap kemerdekaan negeri.59 2. Pelopor Kebebasan Berpikir Sesampainya di tanah air usia Kiai Wahab saat pulang ke tanah air telah mencapai 31 tahun. Usia yang cukup bagi seorang pemuda untuk terjun ke masyarakat. Apalagi dengan latar-belakang pendidikan yang luar biasa tertib dari mulai jenjang anak-anak, remaia sampai dewasa, maka sesungguhnya Wahab muda (pada saat itu) cukup berhak menyandang predikat Kiai muda yang cerdas dan tangkas. Pikiran-pikirannya tentu didengar dan diikuti oleh kaum muda khususnya, dan masyarakat sekeliling pada umumnya. Kiai Wahab dalam Mempelajari kebebasan berpikir moderat itu tidak setengah-setengah. Tetapi harus secara universal. Menurut Beliau Boleh berpikir bebas namun masih mempertahankan nilai-nilai moderat. Untuk mengantisipasi gempuran-gempuran kaum modernis, reformis atau yang kemudian populer dengan sebutan Wahabi, Kiai Wahab kemudian mendatangi KH. pengasuh pesantren Kebondalem yang tak jauh dari Kertopaten. Kiai Wahab memaparkan pikiran- pikiran progresifnya untuk menghadapi kelompok Wahabi. Gayung bersambut karena Kiai Ahmad Dahlan sendiri mengaku sudah lama resah terhadap tuduhan- tuduhan Bid‟ah yang dilancarkan oieh kaum pengikut Wahabi. Akhirnya disepakati untuk membentuk semacam forum diskusi ulama pesantren dengan nama Tashwirul Afkar. Kiai Ahmad Dahlan sendiri memiliki jaringan kiai dan tokoh masyarakat yang bisa diajak untuk mendukung ide tersebut. Namun, agar Tashwirul Afkar bisa berjalan lancar dan tidak mendapatkan banyak gangguan,

59 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 3-4.

37

menurut Kiai Ahmad Dahlan, harus berbadan hukum dan beraktivitas sosial, pendidikan dan dakwah, sehingga forum diskusi juga tidak dicurigai oleh pemerintah kolonial. Kiai Ahmad Dahlan kemudian menghubungi kiai-kiai pengikut madzhab yang sering bertemu di pesantren Kebondalem, dan beberapa tokoh anggota Budi Utomo yangtergolong santri dan berhimpun dalam Perhimpunan Soeryo Soemirat. Mereka semua mendukung berdirinya perhimpunan Tashwirui Afkar yang dikomandani Kiai Dahlan dan Kiai Wahab. Bahkan untuk mempermudah perizinan dan mempercepat gerakan Tashwirui Afkar, beberapa tokoh Soeryo Soemirat seperti Raden Mangun dan Atmorejo menawarkan agar Tashwirul Afkar menjadi cabang (afdeeling) dari Soeryo Soemirat, sehingga secara resmi sudah berbadan hukum. Dan semua menyetujui, bahkan meminta untuk segera dibuka diskusi-diskusi dan juga aktivitas pendidikannya. Karena itu, pada name bord papan nama Tashwirul Afkar yang berkantor di Ampel Suci-dekat masjid AmpeI sampai dengan tahun 1930 tertulis Soeryo Soemirat Afdeeling Tashwirul Afkar. Salah satu bukti Pemikiran Kiai wahab adalah upayanya dalam pembenukan Komite Hijaz yaitu Perjuangan Diplomasi Internasional dengan Raja Saud untuk memberlakukan Madzaabil arba‟ah dan tidak membongkar Makam Nabi Muhammad SAW. Surabaya jauh berbeda dengan Jombang. Surabaya sudah menjadi kota perdagangan selak zaman VOC (1612). Dan pada 1 April 1906 Surabaya di tetapkan sebagal Kotamadya (gemeente) berdasarkan peraturan 1 Maret 1906. Surabaya menjadi kota multietnis. Beragam etnis ada di kota lni, seperti etnis Cina, India, Arab, Eropa dan Melayu. Kertopaten adalah termasuk Surabaya utara. Dekat dengan masjid Sunan Ampel dan tak jauh dengan kawasan bisnis Kembang Jepun dan Jembatan Merah. Jika terus lurus ke barat bisa sampai pelabuhan Tanjung Perak dan Gresik. Bila ke arah selatan akan bertemu kampung Bubutan, Kawatan, yang kala itu banyak dihuni kaum santri dan kiai termasuk KH. Ridwan Abdullah (1884-1962) tinggal di kampung Bubutan. Dan saudagar terkenal Haji Abdul Qohar di Kawatan, Abdullah Ubaid, pemuda santri dan kawan-kawannya, juga tinggal di kawasan itu. Kertopaten juga sangat dekat dengan pesantren Kebondalem yang diasuh oleh Kiai Dahlan. Jika terus ke arah timur akan sampai

38

pantai Kenjeran. Di sepanjang jalur ini banyak dihuni oleh kiai dan santri. Dari Kertopaten langsung ke arah selatan tanpa melalui Kembang Jepun dan Jembatan Merah, akan bertemu dengan kampung Peneleh tempat kediaman tokoh pergerakan HOS. Tjokroaminot, Jika langsung ke arah utara akan menyeberang kali Pegirian dan kemudian bertemu kampung Pabean di teplan Kali Mas yang tak lain adalah tempat tinggal KH. Mas Mansur sebelum pindah ke Kampung Baru Sawahan tidak jauh dari Pabean. Dengan tinggal di Surabaya. Kiai Wahab justru banyak kawan yang bisa diajak diskusi. Kiai Wahab dan Kiai Mas mansyur adalah tokoh karismatik dan yang nanti menjadi pimpinan dua Ormas keagamaan terbesar di bumi pertiwi ini, Kiai Wahab (Nahdlatul Ulama) dan KH. Mas Mansur (Muhammadiyah) memiliki kedekatan emosi yang cukup kuat. Jalinan persahabatan itu bisa dilihat dan di pelajari dalam sejarah berdirinya Nahdlatul Wathan karena didasari dengan semangat yang sama yakni dalam Nasionalisme dan Pendidikan serta menjadi Pelopor kebebasan berdiskusi yang menghasilkan gagasan kritis dalam menanggapi Perkembangan zaman dan menjawab kondisi objektif kehidupan umat yang masih terperangkap pada kekolotan dan ketradisionalan. Sikap kritis ini memiliki tujuan yang jelas untuk membawa serta menyadarkan atas nasib Tanah Airnya. Seiring berjalannya waktu KH. Mas Mansur keluar dari Nahdlatul Wathan, tepatnya Pada tahun 1922, pidato-pidato keagamaan oleh KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah yang di dengarkan Kiai Mas Mansyur menjadi Pemicu keluarnya Beliau, yang kemudian menarik KH. Mas Mansur untuk keluar dari Nahdlatul Wathan dan kemudian bergabung masuk ke Muhammadiyah. Adapun Perbedaan pendapat antara Pada sekitar taun 1929 tokoh NU Kiai Wahab Hasbullah dan tokoh Muhammadiyah Mas Mansur yaitu KH. Wahab Hasbullah mengajak Gurunya KH. Hasyim Asy‟ari, sedangkan Mas Mansur Bertemu KH. Ahmad Dahlan setelah mendengarkan Pidatonya tentang modernitas pendidikan Islam. Perbedaan pandangan tersebut dikarenakan Kiai Wahab yang lebih menekankan Semangat Nasionalisme sedangkan Kiai Mas mansur ingin mengembangkan Pendidikan, maka beliau lebih memilih bergabung dengan Muhammadiyah yang dalam hal pengembangan Pendidikan Islam kala itu sudah berjalan, Namun hubungan mereka tetaplah baik bahkan dua pandangan

39

tersebut kini menjadi Sinergi guna menciptakan Keharmonisan dan Kesejahteraan.60 Seperti Halnya Terlihat perbedaan pemikirannya dengan Sahabatnya yaitu KH. Bisri Syansuri, Bisri terkenal kuat pendiriannya tentang ajaran agama islam dengan Pendekatan Murni fiqih dan tidak bisa di ganggu gugat segala keputusannya, sedangkan Kiai Wahab terkenal lentur dengan segala pandangannya untuk memutuskan sesuatu masalah.61 3. Mendirikan Nahdlatul Ulama Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah tokoh penting dalam proses berdiri sampai berkembangnya NU (1916-1971). Beliau menjadi kiai yang paling lama berkiprah di pentas nasional. Hai ini disebabkan karena beliau berkiprah tanpa henti mengikuti tiga zaman, yaitu masa pergerakan sampai merebut kemerdekaan, masa kepemimpinan Soekarno dan masa kepemimpinan Soeharto. Sosoknya dikenal gemar berdebat dan olahraga terutama pencak silat. Walaupun tubuhnya kecil, namun karena keuletan berlatih mengantarkannya menjadi pendekar pencak silat, bahkan dalam buku ini disebutkan bahwa Mbah Wahab sempat mendirikan perguruan “Pencak Timur” di Kota Makkah. Jadi tidak heran jika gurunya, Kyai Kholil Bangkalan sampai menjulukinya sebagai “Sang Macan”. Seperti telah disinggung di muka, proses pembentukan Jam'iyyah uahdlatul Ulama (NU) tidak seperti pembentukan organisasi pada umumnya. Berangkat dari munculnya berbagai macam komite Hijaz yang dipimpin oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah dan organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, Selanjutnya untuk mengantisipasi Perkembangan Zaman dan setelah berkoordinasi dengan berbagai Kiai dan Ulama, karena kurang terakomodirkannya bahkan cenderung tidak di perhatikan kalangan Ulama tradisional pesantren untuk mengikuti konferensi Islam Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah akhirnya muncul kesepakatan dari para ulama dan Kiai pesantren tersebut untuk membentuk elanjutan dari Komite Hijaz yaitu organisasi yang kemudian diberi nama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama)

60 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 206-213. 61 Abdussalam Shohib dkk, Kiai Bisri Syansuri Tegas berfiqih, Lentur Bersikap. (Surabaya : Pustaka Idea, 2015), h 25.

40

pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) dan di singkat NU. Pendirian NU digagas para Kiai ternama dari Jawa Timur, Tanah Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, yang menggelar pertemuan di kediaman Kiai Wahab di Kertopaten Surabaya. Selain Kiai Wahab, pertemuan para Kiai tersebut merupakan prakarsa dari Guru Kiai Wahab yakni K.H. Hasyim Asy‟ari. Pembahasan pada waktu itu adalah upaya agar Islam tradisional di Nusantara dapat dipertahankan. Maka, dirasa perlu dibentuk sebuah wadah NU. Inisiator berdirinya NU adalah Kiai Wahab yang meminta Restu kepada Gurunya yaitu KH. Hasyim Asy‟ari dan di istikhoroi oleh Syaikhonna Cholil Bangkalan lalu beberapa hasil Istikhoro tersebut di terima oleh KH.R. As‟ad Syamsul arifin Situbondo dengan di terimanya tongkat dan membacakan Surat Thaha ayat 17-23. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasjim Asy'ari sebagai Rais Akbar karena Kiai Wahab adalah Murid Dari Kiai Hasyim maka tonggak kepemimpinan NU di berikan Kiai Wahab kepada Kiai Hasyim Asy‟ari.62 Kiai Wahab Abdul Wahab Hasbullah adalah sosok peletak dasar-dasar berorganisasi NU, sehingga tertata rapi sampai tingkat ranting. Beliau juga berkontribusi menata seluruh kekuatan NU agar kokoh dan solid, sehingga bisa digunakan untuk melawan penjajah Belanda dan merebut kemerdekaan. Kaum muda mendapat perhatian yang serius dari Mbah Wahab sehingga kemudian terbentuk penyatuan organisasi kepemudaan Da'watus Syubban pimpinan Thohir Bakri dan Syubbanul Wathan pimpinan Abdullah Ubaid menjadi Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama (PPNU) yang kemudian menjadi Pemuda Nahdlatul Ulama (PNU), sampai sekarang ini akhirnya menjadi GP Ansor. Untuk mengantisipasi perang Kemerdekaan, Mbah Wahab meminta pasukan Laskar Hizbullah untuk berjaga-jaga agar tidak lengah. Sebelum itu beliau telah mengumpulkan sekitar 200 tokoh Jawa dan Madura untuk menggembleng rohani pasukan Hizbullah selama seminggu. Di sini Kiai Wahab sangat berperan menyiapkan perangkat perang untuk mempertahankan kemerdekaan dan

62 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 230.

41

kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen tersebut kemudian diaplikasikan Mbah Wahab dengan mencetuskan Resolusi Jihad.63 4. Melawan Penjajah Pergerakan K.H Abdul Wahab Hasbullah sudah dimulai sejak beliau mencari ilmu di Makkah. Disana beliau mendirikan SI (Sarekat Islam) cabang Makkah. Kiai Wahab dibantu oleh Kiai Abbas dari jember, Kiai Asnawi dari Kudus, dan Kiai Dahlan Kertosono. Pada masa pergerakan saat itu, dunia Islam di Indonesia sedang terpanggil untuk ikut melakukan gerakan nasionalis dalam memberikan sumbangsihnya dalam memberikan kemajuan atas bangsanya. Kiai Wahab dengan kejeliannya tidak menyia-nyiakan dan meninggalkan pergolakan yang ada di tanah airnya. Kiai Wahab melihat kepesatan kemajuan SI pada saat itu, maka menjadi sangat tepat untuk beliau memulai perjuangannya. Sepulang dari melakukan pendidikannya di Makkah. Kiai Wahab tidak seperti kawan- kawannya yang kebanyakan mendirikan pesantren. Beliau justru memilih menetap di Surabaya, Hingga pada awal 1920-an Kiai Wahab masih aktif bersama Sl, dan pada masa keemasan SI inilah Kiai Wahab mulai perkenalannya dengan beberapa tokoh terkemuka dan pemimpin politik saat itu, seperti H. , , W. Wondoamiseno, Hendrik Sneevliet, , Muso, Abikusno Tjokrosujono, dan Soekarno. Pada 1920, Kiai Wahab bersama dengan Dr merintis terbentuknya Islam Studie Club. Melalui Islam Studie Club, kedua tokoh pergerakan ini merintis sebuah gerakan yang kelak menjadi cikal bakal munculnya pemikiran yang memberikan arah bagi kerja sama antara kekuatan Islam dan Nasionalis menuju terciptanya tatanan masyarakat maju dan modern tanpa mengenyampingkan nilai-nilai keagamaan. Ini merupakan sumbangan terbesar yang diberikan seorang ulama kepada bangsa. Selanjutnya, pergerakan Kiai Wahab berlanjut dan berkembang pesat, selain memang karena perkenalannya dengan para pemuka, juga karena beliau bisa lebih leluasa karena sudah berada di tanah kelahirannya Sendiri. Kiai. Wahab pun mulai mendirikan organisasi -organisasi kecil yang nantinya menjadi embrio

63 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 491-492.

42

atas lahirannya NU, diantaranya adalah Tashwirul Afkar. Nahdlatul Wathan dan Nahdlatut Tujjar. 64 Sedang di masa awal kemerdekaan, Kiai Wahab bersama kalangan pergerakan lain, seperti Ki Hajar Dewantoro, Dr. Douwes Dekker, dan Dr Rajiman Wedyodiningrat duduk dalam Dewam Pertimbangan Agung, lalu berkali- kali duduk di kursi parlemen sampai akhir hayatnya pada 1971. Peran cukup menonjol dari kiai Wahab dalam hal ini sebagai negosiator antara pihak NU dan pemerintah. Sebagai seorang negosiator, wajar saja jika Kiai Wahab kemudian sangat dekat dengan presiden dan pejabat tinggi lainnya. Ketika revolusi kemerdekaan Indonesia, Kiai Wahab bergabung dalam gerakan gerilya menentang kembalinya kekuasaan belanda. Ia menyumbangkan hannya untuk perlengkapan militer, berhubungan imgan unit-unit gerilya dan membantu mengkoordinasi rekrutmen-rekrutmen dan pelatihan terhadap santri di Jawa Timur. Kemerdekaan di zaman revolusi diisi dan dipertahankan dengan semangat dan penuh dedikasi oleh Kiai Wahab dalam segala bidang, baik perjuangan fisik maupun perjuangan politik.perjuangan ini menunjukkan bahwa konsistensi nasioanlisme sebelum dan setelah kemerdekaan tidaklah terputus. Sekalipun perundingan politik menghadapi Belanda terus berlangsung, pertempuran di seluruh medan tetap berkobar. Sebagai pemimpin Barisan Kiai, Kiai Wahab sering muncul di berbagaiu front pertempuran mendampingi pemuda-pemuda kita yang sedang mempertaruhkan nyawanya-sebentar di front Mojokerto, sebentar di from Malang, sebentar lagi di front Magelang atau Ambarawa. 65 Meski pendudukan Jepang telah usai, dan Jepang pun sudah bertekuk lutut kepada Sekutu (15 Agustus 1945), serta pada 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan Soekarno-Hatta, lalu esok harinya (18 Agustus 1945) Undang-Undang Dasar disahkan dan Republik Indonesia didirikan, Kiai Wahab masih melihat situasi belum menentu. Otoritas pemerintah pusat masih perlu dukungan pasukan tempur dalam menghadapi perundingan dengan

64 Ubaidillah Sadewa, KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Naional Dari Pesantren Untuk Indonesia, (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara, 2015), h 33-34. 65 Ubaidillah Sadewa, KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Naional Dari Pesantren Untuk Indonesia, (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara, 2015), h 51-52.

43

Belanda. Pendaratan Pasukan Sekutu pertama kali di Jakarta (29 Septerber 1945) dan pendaratan kedua di Medan dan Padang (10 Oktober 1945), terlihat jelas diboncengi NICA ( Indies Civil Administration) yang ingin kembali menjajah bangsa Indonesia, dalam Islam Pengertian bahwa kewajiban berperang bagi ummat Islam tidak pernah berhenti dan berlaku selamanya. Karena itu, jika ummat Islam dikerahkan untuk berperang, wajib berangkat. Siapa yang berhak mengerahkan ummat untuk baperang? Nabi bersabda: "selalu ada dari segolongan ummatku yang (berada) di atas kebenaran, berjuang (mempertahankan) kebenaran...” dalam riwayat lain Nabi mengatakan: “Sesungguhnya Imam adalah perisai (tameng) untuk berperang...”Artinya, yang berhak mengerahkan ummat untuk berperang dan membuat perdamaian adalah Imam, Ulil amri, Ulama atau Kiai. Meski tidak semua Imam berlaku adil, ada juga yang berkelakuan jair (tidak baik), tetapi keburukan mereka tidak menghilangkan kewajiban berperang di jalan Allah. Berdasar atas kewajiban berperang itulah, meski Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan Soekarno-Hatta, dan Republik Indonesia telah pula didirikan, Kiai Wahab tetap berusaha keras untuk menyiapkan perangkat perang. Perang untuk mempertahankan Kemerdekaan dan Kedaulatan Negara Republik Indonesia dari ancaman kembalinya penjajah Belanda. Perang untuk mempertahankan kemerdekaan beragama dan kebenaran Islam yang akan diinjak- injak kembali oleh imperialisme Barat. Perangkat perang yang disiapkan Kiai Wahab adalah Barisan Hizbullah dan Sabilillah Jawa Timur yang sudah tertata rapi dan siap untuk diberangkatkan ke medan perang. Kiai Wahab Memanggil Konsul NU Melahirkan Resolusi Jihad. Kiai Wahab tidak mengurangi tugas rutinnya berkantor di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama‟ (PBNU) baik ketika Surabaya diduduki Sekutu dan Belanda Yang memaksa kantor PBNU hijrah ke Pasuruan maupun ketika harus Pindah lagi ke Madiun. Justru saat itulah awal dimulainya perjuangan paling berat untuk mempertahankan kemerdekaan dan sekaligus membuktikan bahwa bangsa lndonesia benar-benar mampu melenyapkan segala bentuk penjajahan di bumi nusantara, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,

44

karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Berarti pula Siasat Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan munculnya Resolusi Jihad Membakar semangat juang seluruh rakyat guna mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan. Api revolusi terus bergerak membakar seluruh jiwa rakyat di tanah air, dan tidak akan padam sebelum tercapainya cita cita luhur Revolusi, yakni Negara Republik Indonesia yang benar benar merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur di bawah naungan ideologi Pancasila, dan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan semua bangsa-bangsa di dunia.66 Wafatnya Kiai Abdul Wahab Hasbullah menjabat Rais Aam Nahdlatul Ulama sampai akhir hayatnya. Muktamar NU ke-25 di Surabaya adalah Muktamar terakhir yang diikutinya. Khutbah al-ifititah muktamar yang lazim dilakukan oleh Rais Aam kemudian diserahkan kepada K.H. Bishri Syansuri yang biasa membantunya dalam menjalankan tugasnya sebagai Rais Aam untuk membacakannya. Kiai Wahab meninggalkan muktamar dalam keadaan sakit yang akut. Hampir tujuh tahun (sejak 1963) ia menderita sakit mata yang menyebabkan kesehatannya semakin menurun. Akhirnya, tepat empat hari setelah muktamar atau tepatnya Rabu, 12 Dzulqa‟idah 1391 H atau 29 Desember 1971, Kiai Wahab wafat di kediamannya, Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak beras, Jombang. Pesantren Tambakberas yang luasnya sekitar 7 hektar saat itu tidak mampu menampung jumlah Orang-orang yang ingin bertakziyah dan memberi penghormatan terakhir kepada Kiai Wahab. Semua orang ingin mendekati jenazah Kiai Wahab. Ada Kiai Masykur Singosari Malang, Kiai Mahrus Aly Lirboyo Kediri, dan Kiai R. As'ad Syamsul Arifin Sukorejo Situbondo yang berusaha mendekat dengan mobilnya masing-masing. Kiai Muhammad Dahlan dan H. Imron Rosyadi, Kiai Ahmad Syaikhu (anak tiri Kiai Wahab) dan Drs. Zamroni dari PBNU segera terbang dari Jakarta. Kiai Bishri Syansuri, Kiai Adlan Ali, Habib Umar dari Surabaya dengan suara terputus-putus membaca talqin, doa, dan

66 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 340-346.

45

pidato atas nama keluarga dan NU. Banyak kiriman ucapan duka cita termasuk dari Presiden Soeharto.67 KH. Abdul Wahab Hasbullah, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dalam rangka peringatan Hari Pahlawan tahun 2014. Penganugerahan gelar pahlawan nasional itu dikeluarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 115/TK/ Tahun 2014, tanggal 6 November 2014. SK penetapan diberikan Presiden RI Joko Widodo, Jumat, 7 November 2014, di Istana Merdeka dan diterima perwakilan keluarga yaitu 6 Putra dan putri beliau yang masih Hidup. Gelar pahlawan itu telah diusulkan sejak 1989 di masa Orde Baru. Usulan itu tidak mendapat respons pemerintah, lalu kembali diusulkan pada 2012. Bukan Kiai Wahab yang membutuhkan gelar atau pengakuan, tetapi kewajiban negara memberikan penghargaan dan apresiasi atas jasa perjuangan anak bangsa yang telah mengokohkan negeri ini.

C. Corak dan Kerangka Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah sangat di Pengaruhi oleh Guru- gurunya yang nantinya dalam perjuanganya mempertemukan Islam dan Cinta Tanah Air (Nasionalisme), Sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di pesantren, maka Corak serta Pemikirannya tentang Islam dan Nasionalisme cenderung Memperlihatkan Integrasi Ilmu Balaghoh, Mantiq, Tasawuf, Ushul Fiqih. Corak Pemikiran Kiai Wahab di pengaruhi oleh banyak tokoh ketika Nyantri di beberapa pesantren di tambah keilmuan yang beliau dapat ketika di Mekah gagasannya ketika berada di Indonesia Kiai Wahab dalam dominan pemikirannya Tergantung situasi dan kondisi. Nilai yang diperjuangkan Kiai Wahab adalah kemanusiaan dari awal dan secara ideologi tidak goyah. Kiai Wahab sebagai inisiator berdirinya NU.68 Wahab kecil dibekali pendidikan utama langsung dari orang tuanya. Oleh ayahnya diajari pendidikan agama tingkat dasar, seperti membaca al-Qur‟an, Tauhid, Fiqh, bahasa Arab, dan Tasawuf. Setelah dididik selama tiga belas tahun dan dirasa cukup, Kiai Wahab berkelana ke

67 Ubaidillah Sadewa, KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Naional Dari Pesantren Untuk Indonesia, (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara, 2015), h 57-58. 68 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020.

46

berbagai pondok pesantren. Di beberapa pesantren tersebut, Kiai Wahab memperdalam bermacam-macam ilmu dengan spesifikasi yang berbeda. Pesantren Langitan merupakan pilihan pertama untuk belajar. Setelah setahun belajar, Kiai Wahab dibimbing oleh Kiai Sholeh dan Kiai Zainuddin di Pesantren Mojosari Nganjuk, mempelajari kitab-kitab fiqh, selama empat tahun. Kemudian Kiai Wahab melajutkan ke Pesantren Cepoko selama empat bulan. Kemudian Kiai Wahab mempelajari hukum Islam dibawah bimbingan oleh Kiai Ali selama satu tahun di Pesantren Tawangsari Surabaya, Setelahnya dari Pesantren Tawangsari, Kiai Wahab belajar Tafsir dan Tasawuf di Pesantren Branggahan Kediri dibawah bimbingan Kiai Faqihuddin selama satu tahun. Kiai Wahab kemudian Sempat dibawah bimbingan Kiai Cholil, seorang ulama tradisionalis yang cukup terkenal di masanya di Pesantren Kademangan Bangkalan Selama tiga tahun Kiai Wahab untuk memperdalam tata Bahasa Arab. Kiai Wahab oleh Kiai Cholil disarankan agar melanjutkan Masa Belajarnya ke Pesantren Tebuireng dibawah bimbingan K.H. Hasyim Asy‟ari. Di Tebuireng, Kiai Wahab mendapatkan bimbingan selama empat tahun. Bahkan oleh Kiai Hasyim, Kiai Wahab diangkat sebagai Rois Pondok atau Ketua Pondok. Di berbagai pesantren inilah, kehidupan Kiai Wahab ditempa dan mempelajari banyak kitab kuning hingga menguasai. Tetapi setelah mendapatkan pendidikan di beberapa pesantren tersebut dan banyaknya kitab yang dipelajarinya, tidak membuatnya puas untuk melakukan Rihlah Ilmiah, bahkan semakin membuat dirinya haus oleh ilmu. Ketekunan Kiai Wahab dalam mencari ilmu begitu menggebu-gebu sangat, maka direkomendasikan Kiai Hasyim Asy‟ari untuk melanjutkan studinya ke Mekkah. Tepat pada tahun 1912 Kiai Wahab berangkat ke Mekkah dengan Sahabatnya ketika di bangkalan yakni KH. Bisri Syansuri. Selain itu beliau juga menjalankan Ibadah Haji. Kiai Wahab memang tampak paling menonjol dari segi pemikiran dan keilmuannya di kalangan Kaum Santri pada saat itu. Di sana ia belajar kepada beberapa ulama terkenal asal Indonesia yang bermukim di sana, yaitu Syekh Mahfudz Termas, Syekh Muchtarom Banyumas, Syekh Baqir Yogyakarta, Syekh Abdulhamid Kudus, Syekh Ahmad Chatib Minangkabau, Syekh Said Alyamaning, Syekh Asy'ari Bawean, Syekh Said Ahmad Bakri Sjath, Syekh Abdulkarim ad-

47

Daghestany dan Syekh Umar Badjened. Selama di Makkah yang dilalui selama tiga tahun, wabah memperdalam tata bahasa Arab, fiqh, 'arudh dan ma'ani. Berkat ketekunannya belajar di pesantren, Wahab hafal di luar kepala bait-bait nadham ilmu Nahwu, seperti Nadham Alfiyah dan Imrithi, juga nadham shalawat dan pujian kepada Rasulullah SAW, seperti Nadham Burdah dan Banat Suadu.69 Terbentuknya Kerangka Pemikiran Kiai Wahab Hasbullah di mulai saat mengenal gagasan kebangsaan sebagai dasar kenegaraan itu tampaknya bukan dari rekan-rekannya di Tanah Air, melainkan ketika belajar di Mekkah ( 1909- 1914) melalui perkenalannya dengan tokoh-tokoh di Timur Tengah dan buku- buku serta pamflet-pamflet politik yang ia baca. Saat itu gagasan nasionalisme di Timur Tengah memang sedang tumbuh segera setelah diselenggarakannya Kongres Nasional kaum nasional di Mesir pada tahun 1909, yang dipelopori Mustafa Kamil, sebagai respons kian merosotnya pengaruh dan kekuasaan politik Turki Utsmani. Pemikiran-pemikiran modernis seperti itu, serta gagasan kebangsan dan nasionalisme, pada awal Abad ke-20 berkembang luas di pusat- pusat Islam di seluruh wilayah kekuasaan Utsmani, tidak terkecuali Arab Saudi, tempat Wahab Hasbullah menuntut ilmu. Sehingga dapat dipahami jika ia juga ikut menyerapnya, yang dapat dilihat dari syair-syair pergerakan yang ditulisnya sepulang ke Tanah Air. Kiai Wahab Hasbullah Bahkan sudah terlibat dalam pembentukan Sarekat Islam cabang Mekkah, ketika masa belajar di Mekkah. Dalam Tataran Kiai Abdul Wahab Hasbullah maka Dengan kata lain beliau sangat memperhatikan kebutuhan umat untuk kesejahteraan. sikap yang diambil mempunyai latar belakang untuk keselamatan Islam dan Bangsa Indonesia, dan untuk membendung pengaruh kolonial Belanda yang tujuannya bukan saya mencapai keuntungan kultur mereka, tetap juga politik dan ekonomi mereka. Maka apa boleh buat, Kiai Wahab menjadikan dunia Pesantren menjadi Dunia laksana sebatang lilin yang memberi terang alam sekeliling, walaupun

69 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 31-32.

48

diamnya sendiri hancur luluh menjadi korban.70 KH. Abdul Wahab Hasbullah Wahab dalam keilmuan itu lengkap, salah satu hasilnya dalam berdiplomasi dengan raja Saud, Mbah wahab seorang yang progresif dan kreatif yang sangat memahami psikologis masa. Mbah Wahab adalah sosok multifungsi Bahkan mulai dari pendekar dan msalah bangunan beliau faham dengan detail. Corak pemikirannya di dapat dari Gurunya ketika d pesantren dan di mekkah yang beliau adopsi ketika dalam keadaan tertentu beliau Sosok yang bersahaja, Sosok jurnalis handal, Sosok teknorat sejati.71 Umumnya sejarah, mengatakan islam masuk ke indonesia pada tahun 1.400-an dengan walisongo sebagai ikon penyebarnya, bukan dengan jalur invasi tapi dengan perdagangan. Dari sini kita dapat menebak Kiai Wahab itu meniru siapa,Walisongo pun juga multiwarna, ada yang keras dan ada yang lembut seperti sunan ampel. sejak zaman walisongo itu juga sudah menggunakan fiqh madhab, bukan ijtihad sendiri apalagi kembali ke dan hadis. Pada zaman Kiai Wahab, banyak aliran-aliran islam modernis dan ekstremis baru masuk ke indonesia. mbah wahab, sebagai “tuan rumah” tidak terima kalau aliran-aliran ini mengganti ajaran ahlussunnah wal jama‟ah yang sudah diterapkan sejak zaman walisongo, hal inilah yang memotivasi Kiai wahab untuk mendirikan organisasi- organisasi perjuangan, yaitu Nahdlatul Wathan (1916), Tashwirul Afkar (1918), Nahdlatul Tujjar (1918), Nahdlatul Ulama (1926), MIAI (1937) dan Laskar Hizbullah (1943). Keluasan Ilmu yang di milikinya Kemudian berhasil menemukan Islam dan Cinta tanah air serta Menghasilkan Pemikiran yang Plural sehingga Terciptanya tataran masyarakat yang Harmonis hidup berdampingan. Kiai Wahab adalah sosok lengkap dengan mempunyai keluasan ilmu dan siasat politiknya yang hebat. Dalam mempertahankan Indonesia beliua sangat gigih dan dalam melakukan Dakwah Islamiyyah beliau juga gigih sehinggah Islam dan Nasionalisme tidak selalu bertentangan.72

70 Saifuddin Zuhri. Guruku Orang-Orang Pesantren, (Yogyakarta : PT. LkiS. 2001) h 130. 71 KH. Abdussalam Shohib, Wawancara Pribadi, Jombang, 09 Januari 2020. 72 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020.

BAB III PEMIKIRAN ISLAM DAN CINTA TANAH AIR KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH

A. Kaidah Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah Seseorang yang energik, fleksibel, taktis dan aktif, juga sebagai perancang strategi dan konsolidator ulung. berbeda dengan tokoh pada umumnya. Berkat ikhtiarnya, salah satunya adalah Komite Hijaz yang akhirnya dipatenkan menjadi Nahdlatul Ulama‟(NU). Kiai wahab merupakan LAN vital pegerakan waktu itu. Setelah rihlah ilmiyahnya keputusan Kiai Wahab untuk tidak kembali ke pesantren melainkan memilih untuk menetap dan tinggal di Surabaya adalah demi perjuangan Nasional. Di Surabaya Kiai wahab bersentuhan dengan aktivis kemerdekaan, Seperti Umar HOS. Cokroaminoto dan lainnya. Warisan terbesarnya adalah keislaman dan kebangsaan yang lalu menjadi NU. Hampir semua proses pergerakan NU adalah peran dari Kiai Wahab. Beliau motor penggerak NU di masa awal, Nyawa NU di masa awal, dan beliau inspirator yang luar biasa bagi kita. Sehingga menurut saya, Upaya Kiai Wahab mengumpulkan dukungan dan restu dari para kiai Pesantren untuk mendirikan NU juga melibatkan adik iparnya, KH. Bisri Syansuri mereka berdua berkeliling Menghubungi Kiai-kiai dari ujung timur pulau jawa yakni Banyuwangi sampai ke Menes yaitu ujung barat pulau jawa.73 Sejatinya Landasan berfikir Kiai Wahab sebagai Salah satu tokoh Sentral NU tidak terlepas dari yurisprudensi Islam yang berasal dari abad pertengahan. Karenanya, pandangan NU dipengaruhi oleh para pemikir Islam klasik yang bercorak pada pemahaman ahlus sunnah wal jama'ah dengan menganut mazhab empat. Dari empat mazhab ini, kalangan tradisionalis lebih menekankan pada mazhab Syafi'iyah, ketimbang ketiga mazhab lainnya. Paham ahlussunnah wal jama'ah merupakan pendekatan multidimensional dari suatu gagasan konfigurasi aspek kalam, fiqh dan tasawwuf. Dengan penjabarannya sebagai Berikut Dalam

73 Abdussalam Shohib dkk, Kiai Bisri Syansuri Tegas berfiqih, Lentur Bersikap. (Surabaya : Pustaka Idea, 2015), h 46.

49 50

bidang Fiqh, menganut salah ajaran dari empat mazhab yaitu (Mazhab Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hambali, Dalam bidang tauhid atau akidah, menganut paham Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi , Dalam bidang tasawwuf, menganut pada Imam Abu Qosim al-Junaidi dan Imam al-Ghozali. Ketiga aspek ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan. Namun umumnya para pelaku NU lebih menekankan pada dimensi fiqih dibanding aspek yang lainnya. beliau berprinsip bila mempunyai usaha yang lancar, maka nilai perjuangan akan lebih baik. Argumen Mengapa dalam Rumpun keilmuan tersebut NU memiliki berbagai Anutan adalah Kualitas pribadi dan keilmuan dari berbagai madzhab baik dalam kalam, Fiqih dan Tasawuf itu sudah masyhur, jika disebut nama mereka hampir dapat dipastikan mayoritas umat Islam di dunia mengenal dan tidak perlu lagi menjelaskan secara detail dan Ternyata para Imam Madzhab tersebut itu mempunyai mata rantai atau sanad keilmuan yang samai pada Rosulullah SAW dan jaringan intelektual diantara mereka, di samping itu Rumpun Madzhab tersebut bukanlah bukanlah sumber wahyu, jadi Boleh saja jika mempunyai Berbagai Opsi dalam Hal memilih siapa yang di anut dalam Rumpun Keilmuan tersebut.74 Perumus doktrin dan strategi politik NU dalam membangun dan menjaga NKRI diantaranya adalah KH. Hasyim Asy‟ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, KH. Ahmad Shiddiq, KH. Abdurrahman Wahid. Diantara beberapa tokoh tersebut Kiai Wahab adalah sosok pemimpin politik yang sangat berpengaruh dalam pembentukan NU karena masa jabatan yang lama yaitu sejak 1947-1971 sekitar 24 tahun. Ditengah tahun tersebut adalah masa penuh pancaroba yang kesemuanya bisa diatasi oleh Kiai Wahab dengan strategi politik, Selanjtnya dalam Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Abdul Wahab Hasbullah juga Harus Digaris Bawahi bahwasannya sangat terkandung di dalamnya Nila-Nilai Toleransi Pluralitas yang terbingkai kedalam semangat Nasionalisme Kiai Wahab yang kemudian juga menjadi Argumen kuat Beliau Bahwa Islam dan Nasionalisme tidak selalu bertentangan bahkan dapat berjalan

74 Greg Fealy. Ijtihad Politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967.(Yogyakarta : Lkis. 2009). h 68.

51

beriringan dengan mencintai tanah air dan segenap yang ada di dalamnya dan Menghiasi Kemerdekaan yang di peroleh dengan menerima keberagaman. Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang yang berkarya di atas tanah dengan memperjuangkan Negara yang Harmonis hal itu di buktikan dengan gelar Pahlawan Nasional yang diperoleh Beliau, Dari Kiai Wahab inilah kita akhirnya mengetahui Pemikiran Nasionalisme dari sosok kiai tradisional tersebut, atau NU. Kata kiai sering diidentikkan sebagai sosok yang hanya mengajar dan mengurusi santrinya dan memberikan ceramah persoalan keagamaan sosial kepada masyarakat. Kata kiai juga di identikkan dengan seorang yang memilih prinsip moral, pandangan akan keteraturan sosial yang ketat, ataupun pandangan yang murni fikih dan ketat pula karena kata kiai diidentikkan dengan tokoh atau pemimpin keagamaan yang memiliki santri. dan pesantren sebagai tempat ibadah dan belajar agama. Akan tetapi. hal tersebut tidak berlaku bagi Kiai Wahab Hasbullah. Ia adalah sosok ulama dan kiai yang berpikir moderat, pragmatis. dan terbuka. Ini tentu agak berseberangan dengan sosok Kiai H. Bisri Syansuri yang begitu seriusnya menjaga perjuangan fikih dalam kehidupan sehari-hari masyarakat NU. Bahkan. sikap yang sangat kontekstual dalam memandang hukum-hukum dalam fikih mendapat kritikan dan peringatan dari guru beliau. K.H. Hasyim Asy'ari bahwa dalam menyampaikan fikih jangan sampai kebablasan.75 Kiai Wahab itu ibarat total football. Hal itu Terlihat dari Kelincahan beliau dalam menyelesaikan masalah Yang mampu menjaga setiap lini dengan mengisinya agar tidak kebobolan. Tidak hanya sukses mengatasi problematika negeri, namun beliau juga mampu menelurkan kader-kader hebat di berbagai bidang. Diantara kader tersebut adalah KH. (Waperdam RI), R. Rahmat Muyomoseno (Memperdag), R. Soenarjo (Mendagri), Usmar Ismail (SINEAS), Djamaluddin Malik (Bisnis), Mr. Burhanuddin (Menko Ekonomi). Islam dengan mencintai tanah air akan menjadi Sejahtera secara nilai spiritual dan ekonominya. Beliau dalam Pendekatan Ushul Fiqih menggunakan Kaidah dar‟ul

75 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 11.

52

mafâsid muqoddam „alâ jalbil masholih “Menghindarkan kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawakan keuntungan/kebaikan”. Sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme belanda yang kian merong-rong dan menindas perekonomian dan pendidikan yang mahal yang tidak menanamkan nilai-nilai keagamaan.76 Sejak awal sejarah Islam hubungan agama-negara merupakan fenomena yang menarik, karena itu muncul ungkapan Islam adalah agama dan negara (politik), al-Islam al-din wa al-dawlah. Namun realitas ini sebenarnya bukan terjadi dalam kontek Islam saja. Kebanyakan dari seluruh peristiwa sejarah umat manusia, agama telah melihat secara mendalam ke seluruh kehidupan manusia di dalam masyarakat, kata Montgomery Watt. Ajaran Islam yang murni seperti umumnya dianggap orang, tidaklah tanpa relevansi politik. Dalam sejarah Islam dapat dilihat perbedaan ungkapan yang dipakai untuk menyatakan sasaran risalah Nabi Muhammad SAW. Ketika di Mekkah sering diungkapkan dengan ajakan kepada manusia dalam arti universal, maka ketika di Madinah ajakan ditujukan kepada qawm, ummah, kabilah atau suku dan masyarakat, suatu badan politik yang modelnya telah dikenal masyarakat Arab ketika itu. Nabi Muhammad SAW sendiri menyatakan seperti diungkapkan Al-Qur'an: “Sesungguhnya aku pemberi peringatan yang nyata”, ketika dia dituduh sebagai raja atau pemimpin politik di Makkah. Ketika di Madinah Nabi Muhammad SAW tidak memperoleh tuduhan seperti itu, bahkan telah berhasil menggalang solidaritas komunal antar berbagai suku ke dalam wadah ummah yang efektif. Sampai akhirnya Nabi Muhammad wafat, warisan yang ditinggalkan adalah suatu kenyataan negara atau sistem politik yang telah berdiri dan menguasai sebagian besar semenanjung Arabia.77 Oleh karenanya Pembahasan mengenai Kaidah Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Abdul Wahab Hasbullah yang akan meliputi bagaimana pandangannya mengenai Islam, Negara dan Nasionalisme, Upayanya menggalang Kerja sama Islam dan nasionalis serta Sikap Nasionalisme dan Toleransi kebangsaannya. Demokrasi dan Pancasila adalah bagaimana beliau memandang bahwa kebebasan

76 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020. 77 M. Ali Haidar. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Pendekatan Fikih dalam Politik. (Sidoarjo : Al Maktabah, 2011), h 300.

53

beragama itu penting karena untuk mencapai kesempurnaan ibadah di butuhkan ketentraman. Kiai Wahab juga sosok pemerhati kesetaran gender, Bagi perempuan yang masuk dalam jajaran legistlatif justru Mbah Wahab yang menyarankan, Oleh karenanya beliau sangat demokratis.78 1. Islam, Negara, dan Nasionalisme Ijtihad Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah dapat tercemin dalam Perjuangannya membentuk Nahdlatul Wathan, Nahdlatul Tujjar, Komite Hijaz dan NU Terlebih Kita dapat melihat pengaruh itu dalam diri Kiai Wahab Hasbullah dari nama kelompok diskusi yang ia dirikan sepulang dari Timur Tengah, yakni Tashwirul Afkar, yang diambil dari nama sebuah surat kabar Tasvir-I Efkar, yang berarti ungkapan atau pergolakan pemikiran, yang terbit di Turki pada tahun 1862 pada era Tanzhimat/Reformasi. Surat kabar ini didirikan Oleh Ibrahim Sinasi, seorang penyair, reformis Turki yang belajar, Perancis selama revolusi 1848. Ibrahim Sinasi pulang ke Turki membawa ide-ide kebebasan individu, pemerintahan konstitusional, demokrasi perwakilan dan nasionalisme. Sinasi kemudian bergabung dalam gerakan Tanzhimat, gerakan reformasi oleh tokoh-tokoh modernis yang diarahkan terhadap pemerintahan kekhalifahan Turki Utsmani. Demikian pula nama Nahdlatul Wathan. Oleh Kiai Wahab Hasbullah istilah wathan jelas bukan diambil dari khasanah “kitab-kitab kuning” yang terbit pada Abad ke-13 yang banyak digunakan di pesantren. Sebagai konsep politik, istilah tersebut baru diperkenalkan menjelang pertengahan Abad ke-19, dari khazanah pemikiran kaum modernis Turki Utsmani, yaitu Sadik Rifat Pasya (1807-1856), tokoh penting yang menggelorakan gerakan Tanzhimat. Dalam uraiannya pada apa yang disebut “teori reformasi Tanzhimat”, istilah wathan dalam bahasa Turki disebut vatan dimaknai politis sebagai berarti “wilayah teritorial”, untuk padanan kata partie yang berarti “Tanah Air” yang juga berati devlet atau daulah atau “negeri”. Pada perkembangannya, di tangan kalangan pembaharu berikutnya seperti Ziya Gokalp (1876-1924), patriotisme atas dasar vatan dipandang sebagai wilayah moralitas terpenting bagi bangsa Turki, justru pada pengertian teritorial yang lebih terbatas, tidak lagi meliputi Imperium

78 Hj. Mundjidah Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 04 Januari 2020.

54

Utsmani. Sementara ketika kekuatan Barat mulai melakukan koloni di sejumlah wilayah Islam, seperti Mesir dan lain-lain, sehingga para pembaharu dituntut melakukan gerakan pembebasan, konsep wathan menemukan energi baru dan bersenyawa dengan konsep syu‟ub atau bangsa yang sebelumnya telah dikenal luas oleh masyarakat Islam sehingga konsep itu memperoleh kerangkanya sebagai dasar kenegaraan. Untuk tujuan gerakan pembebasan, akhirnya terbentuklah landasan teologis hubbul wathan minal iman, yang memandang patriotisme sebagai kewajiban suci, sebuah nasionalisme religius. Pemikiran-pemikiran modernis seperti itu, serta gagasan kebangsan dan nasionalisme, pada awal Abad ke-20 berkembang luas di pusat-pusat Islam di seluruh wilayah kekuasaan Utsmani, tidak terkecuali Arab Saudi, tempat Wahab Hasbullah menuntut ilmu. Sehingga dapat dipahami jika ia juga ikut mencerapnya secara bergairah, yang dapat dilihat dari syair-syair pergerakan yang ditulisnya sepulang ke Tanah Air. Bahkan ketika masih belajar di Mekkah, Kiai Wahab Hasbullah sudah terlibat dalam pembentukan Sarekat Islam cabang Mekkah. dari zaman Muhammad Abduh Gagasan Nasionalisme juga mulai muncul tetapi tenggelam karena mulai adanya Sekularisme di dunia Islam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesadaran dan sikap kebangsaan serta nasionalisme Kiai Wahab Hasbullah diperoleh melalui jalur yang berbeda dari tokoh-tokoh kebangsaan lainnya, seperti Soekarno, Hatta, dan . Kyai Wahab Hasbullah mengenal gagasan nasionalisme dari pergolakan pemikiran yang berkembang di Timur Tengah, sedangkan tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, mengenal gagasan nasionalisme melalui kontak langsung dengan gagasan-gagasan Barat di sekolah-sekolah Belanda. Hasilnya memang berbeda. Nasionalisme Kiai Wahab Hasbullah bercorak religius sedangkan nasionalisme Soekarno, Hatta dan lainnya bercorak sekuler.79 Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU ) ke-11 tahun 1936 di Banjarmasin yang saat itu dinahkodai Kiai Abdul Wahab Hasbullah yang tergabung dalam menyebut wilayah Hindia Belanda (Nusantara) sebagai dar al-

79 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 68-69.

55

Islam (wilayah Islam), saat itulah tonggak nasionalisme Islam ditegakkan di Indonesia. Selanjutnya Kiai Wahab Hasbullah dan rekan-rekan lamanya mentransmisikan kesadaran kebangsaan dan Tanah Air itu dengan identitas Indonesia secara lebih masif di kalangan masyarakat, melalui Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikannya (1926). Dan barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa NU merupakan salah satu organisasi keagamaan yang banyak mengambil peranan memperkenalkan dan mengakarkan gagasan kebangsaan “Indonesia” ke dalam lubuk sosial politik masyarakat perdesaan. Hal ini wajar, mengingat basis massa organisasi NU adalah perdesaan. Perlawanan fisik yang dipelopori oleh para tokoh agama terhadap penjajah yang kian meningkat pasca berdirinya Nahdlatul Wathan di daerah-daerah perdesaan, menegaskan fakta ini. Seperti dicatat Prof.Dr., hingga saat itu banyak ulama desa menjadi syahid, di antaranya Kiai Idris Mustofa (Singaparna), Kiai Abdullah Syatibi (Purwokerto), Kiai Hasbullah Yasin (Pring Sewu Lampung), dan masih banyak lagi lainnya yang jumlahnya sulit dihitung. Kenyataan demikian tidak dapat dipungkiri sebab pada masa-masa awal berdirinya dan dalam dekade pergerakan itu, cabang-cabang NU yang dibentuk memang sebagian terbesar justru di kota-kota kecil, sejumlah lainnya bahkan di kota kecamatan, hingga ranting-rantingnya di perdesaan. Sebaliknya, organisasi-organisasi pergerakan yang berideologi sekuler, umumnya lebih banyak bergerak di perkotaan, sebagian bahkan terbatas hanya pada kota- kota besar tertentu. kecuali beberapa saja. jika dikatakan gerakan perlawanan tokoh perdesaan tersebut bersifat keagamaan, mungkin ada benarnya. Namun juga tidak bisa disangsikan bahwa dalam setiap aksi perlawanan tersebut di dalamnya secara hakiki terkandung visi kebangsaan yang kuat, selain dimensi keagamaan yang menjadi karakter khususnya. Kita dapat menegaskan hal ini karena pada setiap aksi perlawanan itu terkandung etos pembebasan; dan etos pembebasan selalu berhubungan dengan tanggung jawab kesetiaan batin dari ikatan-ikatan kesatuan wilayah (Tanah Air) yang didapati adanya persamaan sejarah. Benedict Anderson menyebut hal ini sebagai unsur utama kebangsaan atau nasionalisme, yang kemudian melahirkan kehendak berdirinya bangunan pemerintahan sendiri Sedangkan dimensi keagamaan menjadi energi patriotik, yang melaluinya visi

56

kebangsaan kemudian memperoleh pengukuhan spiritual menjadi orientasi cita- cita politiknya. Semangat seperti inilah yang menggelorakan perlawanan jihad para kiai terhadap penjajah, sebuah bentuk nasionalisme religious seperti dikumandangkan Wahab Hasbullah dan rekan-rekan ulamanya„ yang sejatinya merupakan karakter universal gerakan pembebasan di Dunia Islam pada abad itu, dari Afrika hingga Asia.80 Dari Muktamar NU XI di Banjarmasin, 9 Juni 1935, yang mengeluarkan satu keputusan penting menyangkut pandangan NU terhadap negara yang akan didirikan. Keputusan itu sebelumnya dibahas dalam forum bahtsul masail. Pertanyaan yang diajukan dalam forum tersebut berbunyi demikian: “Apakah nama Negara kita menurut Syara' Agama Islam”? Jawaban bahtsul masail dinyatakan dalam keputusan Muktamar sebagai berikut: “Sesungguhnja negara kita Indonesia dinamakan Negara Islam karena telah pernah dikuasai sepenuhnja oleh orang Islam, walaupun pernah direbut oleh kaum pendjadjah kafir, tetapi Nama Negara Islam tetap selamanja.Keputusan ini menarik untuk diperhatikan. Pertama, keputusan itu dihasilkan di tengah situasi kolonial, di mana gagasan “negara Indonesia” sendiri masih dianggap sesuatu yang subversif. Entah dengan alasan apa, Muktamar NU dengan berani memutuskan bahwa ke depan bentuk negara di Nusantara adalah “Negara Indonesia”. Muktamar bahkan lebih maju lagi, membahas landasan syar'i dari suatu konsep politik yang belum terwujud saat itu. Kedua, bagaimana sikap itu bisa dihasilkan Muktamar NU? Apa yang dipikirkan di lingkungan internal ulama pada saat itu terkait bentuk negara yang akan didirikan? Pergulatan pemikiran apa yang terjadi sehingga bisa menerima konsep negara Indonesia? Masalah-masalah ini tampaknya harus ditelusuri untuk bisa memahami sikap tokoh-tokoh NU pada waktu sidang BPUPKI dan Panitia Sembilan.81 Jika dari peristiwanya, penyelenggaraan Muktamar Banjarmasin itu lebih dahulu 10 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Kenyataan itu memperlihatkan bahwa jauh hari sebelum Indonesia merdeka, gagasan Indonesia

80 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 67-72. 81 (Ahkamu al Fuqaha, Kumpulan Masalah diniyah Muktamar NU ke 8 s/d 15), Juz Tsani, tanpa tahun : 61-62.

57

sebagai sebuah konsep politik dan konsep identitas sebuah bangsa sudah mulai diterima di kalangan NU. Kematangan penerimaan gagasan itu dapat dilihat dari keputusan Muktamar tersebut. Bahwa kalangan NU sudah sepakat konsep politik dan konsep satu bangsa yang hendak diperjuangkan adalah Negara Indonesia. Bahkan Muktamar itu sudah mempertanyakan landasan Syar'i dari negara yang belum terwujud itu, yaitu keharusan mewujudkan jenis “negara yang mewadahi persatuan dan sekaligus menjamin keberlanjutan pelaksanaan syariat Islam” apapun nanti bentuknya. ladi, Muktamar itu telah melahirkan satu keputusan yang lebih progresif dibandingkan ormas-ormas Islam saat itu, yang belum memutuskan mengenai bentuk negara Indonesia yang akan didirikan. Kalau dilacak ke belakang, perkenalan kyai-kyai NU dengan gagasan nasionalisme Indonesia itu dapat ditelusuri dari pembentukan organisasi Nahdlatul Wathan (kebangkitan Tanah Air) di Surabaya pada tahun 1914 yang mendapat status badan hukum pada tahun 1916. Pelopornya adalah Kiai Wahab Hasbullah (1888- 1971) bersama Kiai Mas Mansur, yang kemudian didukung oleh seorang saudagar dari Kawatan-Surabaya yang bernama H. Abdul Qahar. Perlu dicatat, usaha Kiai Wahab membentuk Nahdlatul Wathan ini tidak terlepas dari bantuan Tjokroaminoto yang sudah membentuk Sarekat Islam sebelumnya. Nahdlatul Wathan diorientasikan untuk membina semangat cinta Tanah Air melalui jalur pendidikan. Usahanya adalah mendirikan Madrasah (sekolah formal) dan kursus- kursus kepemimpinan (waktu itu istilahnya perjuangan). Untuk mewujudkan cita- cita "itu, Saudagar H. Abdul Qahar mempelopori pembangunan madrasah di Kawatan Surabaya, di mana Kiai Mas Mansur bertindak sebagai guru kepala dan Kiai Wahab Hasbullah menjadi salah satu guru dan pengurus penting dari madrasah ini. Nahdlatul Wathan juga mulai membuka kursus-kursus kepemudaaan, organisasi dan dakwah (istilah yang digunakan saat itu adalah nadwah atau dalam bahasa sekarang, majlis taklim). Kegiatan kursus dan dakwah ini terutama dimotori oleh Kiai Wahab Hasbullah. Tidak lama kemudian, Kyai Wahab Hasbullah bersama Kiai Mas Mansur, Kiai Ahmad Dahlan (pemimpin pesantren di Kebon Dalem Surabaya) membentuk Taswirul Afkar pada tahun 1918 yang dimaksudkan sebagai wahana diskusi pemikiran keagamaan dan

58

kemasyarakatan SI dari nama yang dipakai Kiai Wahab Hasbullah, Nahdlatul Wathan, sudah terlihat organisasi ini hendak membangkitkan ' kesadaran cinta Tanah Air melalui jalur pendidikan. Saat itu, Soekarno, yang dikemudian hari dikenal sebagai tokoh utama menggelorakan nasionalisme dan Plokramator, baru berusia 15 tahun dan masih mondok di rumah Tjokroaminoto (1882-1934) di Surabaya sambil sekolah HBS (Hogere Burger School). Muhammad Hatta juga baru berumur 10 tahun sedangkan Soepomo berumur 13 tahun.82 Seperti diketahui, mayoritas ulama NU dalam kesehariannya lebih banyak berintraksi dengan “kitab-kitab kuning” yang sebagian besar merupakan produk Abad ke-13. Setidaknya hingga saat itu, kitab mengenai pemikiran politik Islam yang banyak dibaca adalah Al-Ahkam al-Sulthaniyyah karangan oleh Abu Hasan Ali al-Mawardi. Kitab ini tidak memuat ide negara republik atau pun negara kebangsaan. Sebagaimana diakui Al-Mawardi, kitab ini ditulis merupakan permintaan Abu Ja'far Al-Qoim, Khalifah Abbasiyah (1031-1075), yang dimaksudkan untuk memahami pandangan para fukaha mengenai prinsip-prinsip dan hak-hak serta kewajibannya sebagai khalifah. Lalu dari mana para ulama NU itu memperoleh gagasan negara Republik? Lagi-lagi kita harus menyebut nama Kiai Wahab Hasbullah. Sebab, pada masa itu di lingkungan NU tidak banyak ulama' yang memiliki jaringan internasional di kalangan Pemikir-pemikir modernis di dunia Islam. Kiai Wahab Hasbullah ketika belajar di Mekkah aktif mempelajari gagasan kenegaraan modern seperti sistem pemerintahan Republik. Begitu juga ulama-ulama NU lainnya yang sempat belajar di sana, apakah sempat mempelajari gagasan sistem pemerintahan Republik. Namun jaringan yang luas yang dimiliki Wahab Hasbullah di kalangan ulama-ulama progresif di sana, serta pemikirannya yang matang tentang wathan, memberikan indikasi setidaknya pernah berkenalan dengan gagasan tersebut sebagai salah satu turunannya.83 Keberanian menetapkan institusi presiden dan wakil presiden yang diharapkan nantinya diduduki Soekarno dan Hatta, yang disepakati dalam Muktamar XV di

82 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 65-67. 83 Ensiklopedia Ijma‟ : Perpektif ulama dalam hukum Islam (A. Sahal Machfudz and Mustafa Bisri. Transl.) Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987. h 75.

59

Surabaya itu, memberi isyarat bahwa konsep negara Republik mulai diterima di kalangan ulama NU. Penerimaan ini bukan sesuatu yang sederhana. Dalam alam pikiran ulama NU, gagasan-gagasan baru-apalagi yang datangnya dari Barat tidak mudah diterima begitu saja kalau tidak mempunyai landasan syar'i yang kuat. Dari perspektif syar'i, gagasan negara Republik sebagai dasar bentuk pemerintahan Islam benar-benar merupakan langkah revolusioner. Sebab, hingga saat itu pandangan fikih mainstream masih menempatkan pentingnya kedudukan khalifah pada fungsi agama untuk mendeklarasikan keabsahan keberlakuan sebuah hukum. Demikianlah, runtuhnya Khalifah Utsmani pada Maret 1924, di kalangan dunia Islam benar-benar menimbulkan masalah serius. Bukan hanya pada sisi politik karena terjadinya kevakuman kekuasaan di seluruh kawasan dunia Islam. Namun yang tidak kalah serius, adalah menyangkut jantung persoalan agama, yakni kepada pijakan apa keabsahan sebuah putusan hukum syara' harus didasarkan. Harus diakui, para fukaha dihinggapi kebingungan menghadapi oituasi kevakuman kekuasan Isiam. sementara pandangan-pandangan kaum modernis belum sepenuhnya dapat diterima.Itu sebabnya, di sejumlah negara Islam saat itu, ada usaha mencoba membangun kembali kekuasaan kekhalifahan, seperti di Arab Saudi pada tahun 1924 yang digagas oleh Syarif Husen, Amir Mekkah, dengan membentuk Dewan Khilafah. Kemudian dilanjutkan Raja Ibnu Saud, yang merencanakan menyelenggarakan Kongres Islam se-dunia di Mekkah pada 1 Juni 1926. Atau di Mesir, pada 1924. Persis saat penghapusan institusi Kekhalafihan Utsmani, Syeikh Al-Azhar mengumpulkan sejumlah ulama untuk merencanakan menyelenggarakan Muktamar ulama se-dunia membahas apa yang harus dilakukan sehubungan dihapuskannya institusi kekhalifahan itu pertemuan ini menetapkan Muktamar akan diselenggarakan pada Maret 1925. Sementara di India, lahir Gerakan Khalifah, dipelopori Abul A'la Maududi. Namun semua usaha itu ternyata gagal. Situasi yang sama juga tampak di kalangan ulama Nusantara. Ada kepanikan terjadi, yang tampak dari penyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) Al-Islam Desember 1924 di Surabaya. Ulama NU saat itu tampaknya jauh lebih tenang menghadapi situasi. Pendiri NU. Kiai Hasyim Asyari misalnya, tidak pernah merasa panik

60

menghadapi kekosongan kekhalifahan Islam, terkait bagaimana bagaimana hukum syara' harus ditetapkan pemberlakuannya. Demikian pula Kiai Wahab Hasbullah yang telah banyak menyerap pemikiran-pemikiran Islam modernis, merasa tidak ada kerugian politik apapun bagi umat Islam Indonesia. Dalam pandangan beliau, Umat Islam di Nusantara tidak pernah memiliki hubungan politis apapun dengan Turki Usmani. Perlu diingat, kesultanan Turki Usmani berdiri hampir bersamaan dengan kerajaan Hindu Majapahit (1294), hanya terpaut empat tahun lebih dulu Turki Usmani ( 1288). Kesultanan Islam Demak, yang berdiri 1478 menggantikan Majapahit, juga tidak membangun hubungan politis dengan Turki Utsmani Hanya dua kerajaan Islam di kawasan ini yang pernah memiliki hubungan politis dengan pusat Islam di Timur Tengah adalah Kesultanan Pasai dan Kesultanan Goa di Makassar 1128 dan Kesultanan Goa di Makasar pada masa Sultan Hasanuddin. Kenyataan ini memberi pengalaman berbeda dan unik bagi kaum muslimin di wilayah ini. Tidak ada gairah dan obsesi keharusan adanya penyatuan kepemimpinan keagamaan dan politis seperti fenomena imperium-imperium Islam. Kesultanankesultanan Islam Nusantara itu sudah dibenamkan sekian lama oleh kekuasan kolonial Belanda. Jadi, umat Islam di Nusantara sebenarnya sudah berpengalaman menghadapi situasi kekosongan kesultanan Islam. Pengalaman historis seperti itu memberi pengaruh pada pemikiran dan sikap politik para ulama di Nusantara mengenai bentuk negara dan sistem pemerintahan yang akan didirikan. Kiai Wahab Hasbullah dan rekan-rekan ulama di lingkungan NU bukan tidak tahu anjuran Jamaluddin al-Afghani mengenai Pan- Islamisme. Atau gagasan Muhammad Abduh mengenai ahl al-hill wa al „aqdi sebagai Dewan Perwakilan Legislatif, Begitu pula dengan anjuran Rasyid Ridha mengenai Pan-Arabisme dan penegasannya tentang pentingnya kekhalifahan dalam fungsi yang berbeda. Namun para ulama NU tampaknya lebih memilih jalan lain. Demikianlah, ketika para pembaharu Islam Jamaluddin al Afghani menganjurkan dibentuk Pan-Islamisme, atau Muhammad Abduh yang mengajukan gagasan modernisme Islam, dan Rasyid Ridha yang menganjurkan Pan-Arabisme dan menyatakan tetap Pentingnya kekhalifahan dalam fungsi yang berbeda, para ulama NU tampaknya kurang tertarik dengan gagasan-gagasan itu.

61

Para ulama NU justru lebih tertarik dengan perkembangan di Turki di mana sudah dibentuk negara Republik di tengah mayoritas penduduk muslim. Akan tetapi, harus segera diberi catatan, para ulama NU tidak serta-merta menerima 100 persen. Pemisahan yang ketat antara urusan agama dan politik (sekularisme) seperti dipraktikkan di Turki, jelas ditolak ulama NU (kelak Indonesia menjadi negara republik kedua, dalam masyarakat Islam, setelah berdirinya Republik Turki. Gagasan sistem pemerintahan Republik yang diajukan ulama NU bukanlah Republik sekuler. Seperti dapat kita lihat dalam perdebatan di BPUPKI, gagasan itu didasarkan sepenuhnya pada konsep mashlahah. Pertimbangan syar'i-nya cukup jelas. Bahwa masalah-masalah kenegaraan (seperti bentuk negara dan kepemimpinan negara) tidak ada nash-nya di dalam Al-Qur‟an. Sehingga, menurut cara berpikir NU, cara menyikapinya harus dikembalikan kepada kaidah mashlahah-mursalah. Dengan prinsip ini, konsep negara Republik bisa diterima asalkan mendatangkan kemaslahatan lebih besar. Argumen ini sebenarnya juga dipakai oleh Ali Abdur Raziq (1888-1966), pemikir modernis asal Mesir. Namun, Ali Abdur Raziq menyimpulkanya terlalu jauh, yaitu menerima sekularisme. Konsep yang berasal dari kaidah fikih ini tidak bisa disejajarkan dengan konsep utility (kemanfaatan) John Stuart Mill yang melandasi teori demokrasi sekuler Barat. Dalam fikih di mana ulama NU selalu mendasarkan pijakan berpikirnya, penerapan konsep ini memerlukan sejumlah persyaratan dengan di dalamnya tidak ada unsur sekuler. Itu sebabnya ulama NU dalam sidang BPUPKI mendukung dan mempertahankan Ketuhanan sebagai dasar negara. Dan, Kiai Wahid Hasyim dalam Panitia Sembilan mengusulkan penyempurnaan redaksi Sila ke-4 dengan menambah kalimat “dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan”, yang berarti oleh nurani (keagamaan), bukan rasionalisme moral belaka. Dengan demikian, keseluruhan sila Pancasila itu menetapkan agama sebagai dasar moralitas bernegara, sehingga negeri ini bukanlah republik sekuler.84 Dasar Kaidah pemikiran Kiai Wahab Hasbullah yang kemudian ditularkanya di dalam tubuh NU yang di ambil dari Qowaid serta ushul fiqih

84 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 76-80.

62

untuk menyikapi gejala-gejala sosial politik di atas dengan pertimbangan beberapa kaidah fikih. Kaidah pertama ialah malaa yudraku kulluh la yutraku kulluh berarti kewajiban yang tidak mungkin diwujudkan secara utuh tidak boleh ditinggalkan semuanya (bagian-bagian terpenting yang telah berhasil diwujudkan). Kenyataan bahwa negara Indonesia sudah terbentuk dan kekuasaan pemerintahan berfungsi melindungi esensi terpenting dari kehidupan kenegaraan harus diterima. Sudah tentu semula wujud formal negara yang memenuhi kualifikasi menurut syariat Islam yang diperjuangkan karena ini merupakan perintah agama yang harus diikuti. Hal itu pun dilakukan NU maupun Kiai wahab ketika dalam Majelis Konstituante. Namun setelah upaya itu gagal dilaksanakan kenyataan negara dan kekuasaan pemerintahan yang telah berfungsi tidak boleh ditinggalkan sebab kenyataan itu merupakan bagian terpenting dari upaya umat Islam untuk mewujudkan negara merdeka yang berdaulat. Sudah tentu ini tidak berarti tanpa melakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan terus menerus. Kaidah yang kedua ialah dar al-mafasid muqaddam 'ala jalbi masolih artinya mendahulukan upaya menghindari bahaya atau kerusuhan daripada melaksanakan kemaslahatan yang mengandung resiko lebih besar. Dalam sejarah politik di Indonesia upaya untuk mewujudkan bentuk final negara Islam selalu menghadapi tantangan yang mengancam sendi-sendi utama keutuhan nasional dan bahkan mungkin perpecahan yang lebih keras di antara kaum muslimin sendiri. Kenyataan ini menjadi dasar penimbangan NU yang memilih upaya konsensus- konsensus yang bisa diterima semua pihak untuk menghindari kemungkinan tersebut. Dengan dasar pertimbangan Kiai Wahab menurut kaidah tersebut mudah dipahami mengapa NU menerima Dekrit Presiden 1959, kabinet Gotong Royong 1960 dan asas tunggal Pancasila serta UU Kepartaian yang mereduksi peran politiknya sendiri. Kaidah yang ketiga ialah memilih resiko yang paling ringan akibatnya menurut kaidah idza ta'arada mafsadatani ruiya azamuha dararan bi irtikabi akhafihima (apabila terjadi kemungkinan komplikasi resiko maka dipertimbangkan resiko yang paling besar dengan melaksanakan yang paling kecil resikonya). Kaidah ini berkaitan dengan kaidah kedua mendahulukan upaya preventif menghindari bahaya daripada melaksanakan kemaslahatan yang

63

beresiko lebih tinggi. Pilihan-pilihan sikap NU dalam mengantisipasi gejala sosial politik ditempuh berdasar perhitungan kemungkinan akibat yang akan timbul, tidak mutlak-mutlakan. Dengan dasar pemikiran menurut kaidah ini mudah diduga mengapa Kiai Wahab Hasbullah menerima Pancasila dan UUD 1945 pada awal kemerdekaan maupun ketika Dekrit Presiden 1959 atau DPR-GR yang dibentuk tanpa melalui pemilihan umum, karena NU mempertimbangkan resiko yang paling kecil. Meskipun perangkat-perangkat kenegaraan itu belum memenuhi kualifikasi yang dikehendaki NU untuk mewujudkan cita-cita politik sebuah negara yang secara utuh, tetapi betapapun perangkat kenegaraan itu mutlak diperlukan bagi terwujudnya kekuasaan pemerintahan dan kenegaraan yang efektif untuk menjamin kelangsungan hidup bernegara. Oleh karena itu sesuai dengan kaidah fikih malaa yatimm al wajib illa bihi fahuwa al-wajib artinya unsur-unsur terpenting dan suatu kewajiban ang termasuk wajib. NU menerima Pancasila, UUD 1945 dan DPR-GR sebagai bagian terpenting bagi keteng. sungan hidup kenegaraan yang wajib ditegakkan. Ketiga komponen kenegaraan itu merupakan unsur terpenting bagi negara, karena itu termasuk wajib dibentuk, meskipun diakui banyak kekurangannya.85 Sehingga hal yang mewajibkan itu Pasti akan berakibat memberatkan, Namun tetap harus dilaksanakan.86 Penerapan kaidah-kaidah tersebut oleh Kiai Wahab mengesankan sikap selalu melihat masalah yang dihadapi sebagai situasi darurah atau temporer, sebab pilihan-pilihan yang dihadapi selalawliyahu dilihatnya dengan kacamata “memilih yang terbaik di antara yang jelek-jelek”. ltulah barangkali yang menyebabkan Kiai Wahab dan NU tidak pernah, setidaknya jarang sekali, menawarkan kemungkinan ke arah ofensif untuk membuat kemungkinan yang terbaik di antara yang baik-baik.. Karena diperlukan waktu, tenaga, pikiran dan dana yang besar untuk menyempurnakan Organisasi dan kelembagaan sosial umat

85 M. Ali Haidar. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Pendekatan Fikih dalam Politik. (Sidoarjo : Al Maktabah, 2011), h 365-368. 86 Yahya Chusnan Manshur. Ulasan Nadhom Qowaid Fiqhiyyah al-faroid al bahiyyah. (Jombang: Pustaka Muhibbin, 2011). h 241.

64

islam agar menjadi organisasi yang kuat memiliki teknik kekuatan fisik persatuan, kekompakkan dan ketrampilan yang tinggi .87 Selain itu Kiai Wahab juga Mengarang Syair Syubbanul Wathan atau Ya lal wathan (1934) berbahasa Arab untuk dinyanyikan setiap akan mengawali kegiatan belajar mengajar di sekolah Nahdlatul Wathon maupun saat kursus akan dimulai. Sebenarnya terdapat dua versi namun versi yang biasa sekarang dilantunkan adalah versi penyederhanaan syair yang di riwayatkan oleh KH. Maimoen Zubair melalui Kiai Wahab Syair tersebut adalah sebagai berikut: Ya lal wathon ya lal wathon ya lal wathon Hubbul wathon minal iman Wala takun minal hirman Inhadlu alal wathon 2x

Indonesia biladi Anta „Unwanul fakhoma Kullu may ya‟tika yauma Thomihay yalqo himama Kullu may ya‟tika yauma Thomihay yalqo himama

(Pusaka hati wahai tanah airku Cintamu dalam imanku Jangan halangkan nasibmu Bangkitlah hai bangsaku 2x

Pusaka hati wahai tanah airku Cintamu dalam imanku Jangan halangkan nasibmu Bangkitlah hai bangsaku

87 M. Ali Haidar. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Pendekatan Fikih dalam Politik. (Sidoarjo : Al Maktabah, 2011), h 369.

65

Indonesia negeriku Engkau panji martabatku Siapa datang mengancammu Kan binasa di bawah durimu Siapa datang mengancammu Kan binasa di bawah durimu) Syair tersebut jika dibaca dengan hati yang jernih dan diresapi dengan sepenuh jiwa, sungguh merupakan cambuk bagi anak bangsa yang sedang terjajah untuk bangkit membela Tanah Air yang sedang dirampok penjajah. Syair ini kemudian menjadi semacam Iagu wajib yang harus dinyanyikan setiap akan memulai kegiatan belajar mengajar di Nahdlatul Wathon dan bahkan kemudian juga berkembang menjadi nyanyian di berbagai pondok pesantren di Jawa Timur. Penadaan Syair tersebut yang sampai sekarang di gelorakan oleh Ulama – Ulama adalah di tashihkan oleh KH. Maimoen Zubair, Tampak tergambar jiwa pejuang Kiai Wahab dalam syair tersebut, seolah ingin membangkitkan seluruh kekuatan bangsa untuk bersatu mengusir penjajah. Islam tidak akan bisa berbuat leluasa selama Indonesia dalam genggaman imperialis, serta membangunkan semangat nasionalisme bangsa, lembaga kursus yang ditangani Kiai Wahab juga mengajarkan pendalaman soal agama. Maklum, waktu itu semangat pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani (1836-1896), Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rasyid Ridha (1856-1935), telah mengalir ke Indonesia dengan derasnya dan menghantam praktik-praktik keagamaan yang selama 'ini dilakukan dan diajarkan para kiai di pesantren. Seperti dilaporkan oleh majalah Swara Nahdlatoel Oelama, No. 2 Tahun 1 Shafar 1346 H, mengenai manfaat berdirinya Nahdlatul Wathon, antara lain untuk menolak hujjah atau argumen golongan reformis Islam yang menuduh praktik keagamaan Islam yang diajarkan oleh para kiai pesantren adalah Bid'ah dan harus diberantas habis. Kiai Wahab Selalu menengahi atas segala permasalahan.88 Syair Ya lal wathon di karangan

88 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 209-211.

66

oleh Kiai wahab dalam bahasa arab agar para penjajah tidak tahu bahwa itu lagu Patriotisme dan mengiranya dengan qosidah. Nilai yang terkandung selain semangat Nsionalisme berkebangsaan adalah terdapatnya nilai kemanusiaan dalam syair Ya Lal Wathon sangat menghiasi, seperti pada bait terakhirnya kullu maya‟tika yauma thomiha yalqo imama “Siapa datang mengancamu kan binasa di bawah durimu”, hal itu menunjukkan bahwa Indonesia tidak bisa di ancam atau di perangi karena di daam Indonesia juga terdapt manusia yang mana Prikemanusiaan harus tetap di utamakan jika tidak maka binasalah yang mengancam dan memeranginya.89 Lagu Hubbul wathon diciptakan KH Wahab hasbullah sebagai bentuk rasa cintanya pada tanah air, dan sekaligus untuk membangunkan bangsa ini agar mencintai tanah air. Lagu ini berhasil menggugah Bangsa Indonesia, khususnya di kalangan kaum muslimin untuk mencintai tanah airnya, sehingga mereka rela berkorban untuk membela tanah airnya yang dijajah oleh Belanda. Dalam syari itu Kiai Wahab mengingatkan pada bangsanya agar jangan mejadi orang yang Khirman (bodoh,lemah putus asa). Tetapi digerakkan agar Inhadlu (bangkit), penuh semangat penuh harapan. Bila sebuah bangsa sudah bangkit maka musuh sekuat apapun akan bisa dikalahkan. Itulah kecintaan tanah air yang ditanamkan Kiai Wahab melalaui lagu itu, sehingga tumbuh semangat untuk membela dan memperjuangkannya.90 2. Penggalang Kerja sama Islam dan Nasionalis Kiai Wahab adalah tokoh yang sangat dinamis, lincah, pantang menyerah dan banyak akal. Dan Ia juga bisa bergaul dengan berbagai macam tokoh pergerakan. Suatu ketika, dia kebagian waktu maju dalam sidang parlemen. Sebelum maju, dia membetulkan sorbannya terlebih dulu. Pada saat itulah ada suara usil nyeletuk, “Tanpa sorban kenapa sih!” Secara refleks Kiai Wahab membalas, “Sorban !" sambil menunjuk ke arah sorbannya. Ketika di podium, sambil menunjuk ke arah sorbannya lagi, dia melanjutkan kalimatnya yang sempat terputus: “Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo, Imam Bonjol, Tengku Umar; semuanya pakai sorban !” Karuan saja ruang sidang itu dipenuhi tawa

89 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020. 90 KH. Abdul Mun‟im DZ, Wawancara Pribadi, Jakarta, 04 Februari 2020.

67

anggota parlemen. Itu adalah salah satu cara Kiai wahab dalam bergaul dengan bermacam-macam Tokoh.91 Apa yang dirintis oleh Kiai Wahab pada sekitar tahun 1920 dengan mengadakan kontak dan kerja sama dengan Dr. di dalam “Islam Studie Club”, memberi arah kepada suatu penggalangan kerja sama antara kekuatan Islam dan Nasionalis menuju terbinanya suatu masyarakat yang maju dan modern, akan tetapi juga taat menjalankan agama dalam praktik kehidupan seharihari. Suatu masyarakat yang tertampung dan terlindung di dalamnya aspirasi duniawi maupun ukhrowi. Ada semacam “communication gap” antara golongan Islam dan golongan Nasionalis, masing-masing diliputi oleh sikap prasangka. Golongan Islam terdiri dari semua aliran yang terwakili oleh parpol maupun ormas Islam. Mereka menggabungkan diri dalam suatu ikatan federasi bernama MW (Majelis Islam A'la Indonesia). Golongan Nasionalis terdiri dari berbagai macam aliran politik, misalnya: Nasionalis, Sosialis (moderat maupun radikal), Marxis, dan Kristen, yang terwakili oleh partai-partai politik di luar kalangan Islam. Memang tidaklah tepat disebut “Golongan Nasionalis”. Agaknya, penamaan ini sekadar untuk memudahkan pengertian pengelompokan besar kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat. Jikalau disebut saja “Golongan Islam” dan “Golongan Bukan Islam” tentulah tidak elegan, bahkan bisa menyinggung perasaan karena dalam golongan tersebut banyak orang-orang yang beragama Islam, dan mereka tidak mau dikategorikan “bukan Islam”. Golongan Nasionalis (demikianlah sebutannya di waktu itu) kepada Indonesia diberikan hak mengatur dirinya sendiri, dan sebagai langkah permulaan menuntut sebuah parlemen yang beraspirasi nasional untuk menggantikan “Volksraad” sebuah dewan rakyat bikinan Hindia-Belanda. Terjadilah suatu konflik akibat kesalahan prosedur musyawarah dalarn Korindo yang menimbulkan pertentangan di kalangan tokoh-tokoh MIAI dan GAPPI, dan pertentangan itu semakin meluas berhubung dengan sentimen golongan di antara mereka yang memang sudah lama dimiliki oleh masing-masing pihak. Pengaruh fanatisme golongan sudah agak lama membuat kedua belah pihak

91 Soeleiman fadeli & Mohammad Subhan. Antologi NU : Sejarah-Istilah-Amaliah- Uswah. (Surabaya : Khalista, 2007). h 296.

68

terpisah oleh semacam communication gap. Akibatnya, banyak menimbulkan macam-macam prasangka. Ini tentu tidak menguntungkan kita sebagai satu bangsa. Pemimpin-pemimpin GAPPI dengan menggunakan kedudukannya sebagai pengurus harian Korindo telah membuat sikap politik yang bersifat prinsipil, yaitu: mengklasifikasikan ancaman perang Jepang terhadap Hindia- Belanda sebagai ancaman fasisme yang harus dikutuk karena berdiri di belakang Hindia-Belanda sebagai kubu demokrasi. Maksud move ini tentulah untuk mengambil simpati Hindia-Belanda dan sebab itu diharapkan tindakan timbal baliknya memberikan perubahan ketatanegaraan Hindia-Belanda yang menguntungkan gerakan kemerdekaan Indonesia. Perubahan ini diprotes oleh Abikusno Cokrosuyoso (wakil PSII) yang juga duduk dalam presidium Korindo karena dipandang tidak melalui prosedur yang demokratis. Bukan sekadar cuma protes, bahkan PSII menarik Abikusno Cokrosuyoso dari Korindo, tegasnya: keluar dari forum yang amat penting ini. Situasinya jadi tambah serius setelah konflik tersebut terbakar sentimen masing-masing golongan, Islam dan Nasionalis, justru pada saat persatuan seluruh potensi nasional sangat diperlukan. Nahdlatul Ulama menilai situasi dalam Korindo sebagai akibat sikap keterburu-buruan semua pihak. Tindakan tokoh-tokoh GAPPI menggunakan forum Korindo dan membikin move politik yang prinsipil itu tidak bisa diterima. Bukan sekadar masalah ditempuhnya prosedur organistoris yang salah, akan tetapi masalahnya memerlukan pengkajian yang lebih seksama. Rumusannya tidak harus demikian sederhana: karena Jepang menjadi sekutu Nazi Jerman dan Fasis Itali, dus Jepang dengan segala tindakannya adalah fasis. Kita memang menentang dan menolak fasis, tetapi tidak semua musuh fasis secara otomatis mesti kawan kita Blok Sekutu memanglah musuh Nazi dan Fasis, dan sekalipun mereka menamakan dirinya blok Demokrasi. terhadap mereka kita masih harus menempuh suatu kebijaksanaan khusus. Di dalam blok Sekutu yang menamakan dirinya “Kubu Demokrasi” di sana ada Sovyet Rusia dan Kerajaan Belanda beserta Hindia Belandanya, dengan dua yang belakang ini bangsa Indonesia harus mengadakan perhitungan serta “penawaran harga” (bargain dan bargain for). Menurut Nahdlatul Ulama, forum Kongres Rakyat Indonesia janganlah dijadikan

69

pasaran untuk main banting harga oleh segelintir pemimpin, tetapi haruslah pada fungsinya sebagai forum yang secara demokratis memusyawarahkan semua pihak yang duduk di dalamnya, apalagi kalau masalahnya menyangkut nasib seluruh bangsa. Akan tetapi, Nahdlatul Ulama juga tidak bisa membenarkan sikap ketergesaan yang terburu-buru dari PSII yang serta merta keluar dari Korindo, apalagi mengingat PSII adalah termasuk salah satu pimpinan di dalamnya. Sikap PSII yang tergesa-gesa ini dapat membakar sentimen golongan. Dalam pada itu, Nahdlatul Ulama melihat suatu gejala kekhawatiran di kalangan Nasionalis akibat keluarnya PSII dari Korindo, mengingat bahwa PSII termasuk partai yang mempunyai pengaruh baik di kalangan Islam maupun Nasionalis. Akan tetapi, Nahdlatul Ulama mencela tindakan pimpinan Korindo yang cepat-cepat mengangkat KH. Mas Mansyur (Ketua Muhammadiyah) untuk menjadi penasihat Korindo, karena tindakan demikian bisa diartikan suatu politik adu domba PSII dengan Muhammadiyah. Dalam hubungan ini, Nahdlatul Ulama pun “tidak bisa memuji” Muhammadiyah yang begitu saja menerima kedudukan barunya dalam Korindo, padahal sebenarnya masalah keluarnya PSII seharusnya diselesaikan lebih dahulu dengan mengundang segenap pimpinan Korindo untuk kembali bermusyawarah secara demokrasi mengenai pokok persoalan yang menjadi sengketa, yaitu tentang move politiknya menghadapi gerakan Indonesia Merdeka dalam situasi perang Jepang Hindia-Belanda. Konflik politik ini belum terselesaikan berhubung datangnya Jepang dan menyerahnya Hindia-Belanda. Situasi menjadi berubah sama sekali. Namun, Kiai Wahab bersama Nahdlatul Ulama telah meletakkan dasar utama suatu penggalangan kerja sama Islam- Nasionalis di saat yang paling gawat dalam sejarah perjuangan politik di akhir zaman penjajahan Hindia-Belanda.92 Diceritakan oleh KH Syaifuddin Zuhri letak seni perjuangan,” K.H. Abdul Wahab Hasbullah menanggapi yakni “Laa tastaghrib wuqu‟al akdari maa dumta fii hadzad duari,” katanya melanjutkan. “Karena itu pakailah ilmunya ikan Yang hidup di laut. Biar pun sampai berumur

92 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 39-44.

70

50 tahun, selagi ikan paus itu masih bernyawa, ia tetap ikan yang dagingnya tawar. Tapi jika ikan itu sudah mati, tidak lagi bernyawa, jangankan dalam waktu 10 tahun, 1 tahun, 1 hari, bahkan hanya 2 menit pun kita letakkan di atas ceper (layah) yang diisi air garam, ikan itu akan menjadi asin dagingnya. Faktor yang menyebabkan Perubahan menjadi asin ialah ketiadaan daya tahan, nyawa sudah tak ada lagi.” 93 Kiai Wahab, sebagai ulama-politisi NU yang terkemuka, menjadi figur yang menonjol dalam menggalang dukungan mayoritas dari kelompok pragmatis. Dalam sebuah pertemuan yang menegangkan, saat dilakukan penentuan sikap NU menghadapi masalah itu. ia mendominasi pembicaraan, dengan berulang-ulang mengingatkan teman-temanya akan bahayanya jika NU manolak tuntutan Soekarno. Ia menyatakan. tanggung jawab utama mereka sebagai pemimpin Islam. Adalah menjaga iman dan partai mereka dari bahaya yang demikian. Kiai Wahab juga pintar membujuk pemrotes, dengan meyakinkan bahwa NU harus masuk kabinet bila memang mempunyai peluang, dan harus keluar jika nantinya terbukti kinerja pemerintahan tidak memuaskan. Langkah seperti itu bisa menghindarkan risiko penyingkiran politik secara sistematis dan cepat, bahkan memberikan kebebasan kepada partai untuk sewaktu-waktu melawan tindakan Soekarno jika kondisi memungkinkan. Ia berpedoman pada ungkapan “masuk dulu, keluar gampang”. Untuk menentramkan kalangan garis keras, ia berjanji bahwa NU akan menolak bekerja sama dengan kabinet manapun yang menampung anggota-anggota PKI. Keikutsertaan dalam Kabinet Karya akhirnya disetujui berdasarkan prinsip maslahah, dan dinyatakan bahwa kepemimpinan. NU akan mengesahkan empat menteri dari NU yang diangkat Soekarno untuk memberikan kemungkinan manfaat sebesarbesarnya bagi kita semua, atau meminimalisir mudharat yang ada. Masalah yang dihadapi Kabinet Gotong Royong ternyata lebih rumit. Hal ini akhirnya memaksa Syuriah mengambil keputusan yang fieksibel (baca: agak mendua) yang menyatakan, bahwa menurut hukum Islam keikutsertaan dalam kabinet baru itu adalah: (1) diperbolehkan

93 Saifuddin Zuhri. Guruku Orang-Orang Pesantren, (Yogyakarta : PT. LkiS. 2001) h 318.

71

dengan tujuan amar ma'ruf nahi munkar, atau (2) tidak diperbolehkan karena termasuk ghashab. Sebagai hasilnya, calon-calon NU dalam Kabinet Gotong Royong bebas untuk menerima atau menolak penunjukan itu, berdasarkan keyakinan mereka sendiri, apakah pilihan untuk menerima penunjukan akan menjadi cara yang efektif untuk amar ma'ruf nahi munkar, atau melakukan ghasbab. Pada pertemuan partai berikutnya, Kiai Wahab dengan bersemangat meminta calon-calon NU agar menerima penunjukan tersebut, dengan pertimbangan selain untuk mempertahankan pembagian kekuasaan politik juga untuk melindungi umat dalam perubahan yang serba tidak menentu di masa depan. Kecuali tiga orang, semua calon NU Yang berjumlah 55 menerima kedudukan dalam kabinet tersebut. Dukungan yang diberikan NU dalam proses restrukturisaai politik sangat membantu mengamankan Posisinya dalam sistem Demokrasi Terpimpin. Pembubaran Masyumi di bulan September 1960 menjadikan NU sebagai satu- satunya partai Islam terbesar, dan menjadi unsur keagamaan utama dalam Nasakom-nya Soekarno. Sebenarnya, pengaruh mereka, seperti juga PNI, kian surut, dengan semakin terpusatnya kekuasaan di tangan Presiden, tentara, dan PKI. Meski demikian, NU tetap bisa menggunakan posisinya dalam pemerintahan untuk membangun struktur organisasi dan jaringan patronase, di samping menandingi aktivitas PKI. Dominasi Kiai Wahab di dalam partai memperlihatkan betapa ia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk meyakinkan teman- temannya bahwa sikap pragmatis tidak hanya wajar secara politis, tetapi juga dibenarkan secara keagamaan. Sebagai politisi partai yang berpengalaman dan juga salah seorang tokoh yang dekat dengan Soekarno, pandangan politiknya terasa sangat luas. Dalam perdebatan keagamaan, ia berbicara dengan tenang sebagai seorang ulama. Ia menghabiskan waktunya untuk membela prinsip-prinsip umum dalam menjalani kehidupan, berdasarkan kaidah “menekan risiko seminimal mungkin dan memperoleh manfaat sebesar-besarnya'. Dia memiliki kemampuan berdebat yang mengagumkan, dan pengetahuan mengenai sejarah Islam. tipikal dengan mengutip contoh-contoh tradisi panjang politik Islam Sunni. Kewibawaan Kiai Wahab yang besar dalam dunia politik dan agama, serta

72

kecerdikannya memanfaatkan tradisi NU yang menghormati kiai senior. membuatnya punya pengaruh besar dalam partai. Perjuangan memasukan Irian Barat. ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia memang berat sekali. Keluar dilakukan melalui PBB dan serentetan diplomasi mengembalikan Irian ' Barat. Ke dalam, menggalang seluruh kekuatan lahir batin rakyat dan pemerintah di segala bidang.94 Dalam suatu dialog dengan pimpinan Negara, Kiai Wahab mengemukakan buah pikirannya tentang perlunya diterapkan diplomasi 'Cancut Tali Wondo'. Di dalam negeri kehidupan politik harus disehatkan, partai-partai politik harus diberikan jaminan partisipasinya secara adil dan jujur. Rakyat harus dientaskan dari kemiskinan dan kemelaratan, dengan jalan memeratakan keadilan dan pemberantasan korupsi. Insdustri rakyat harus dilindungi dan diberi bantuan yang layak. Penghematan harus diberlakukan di semua kalangan. jangan cuma kalangan bawah saja. Hak-hak demokrasi harus diperlonggar, dan agar rakyat diberikan ketenteraman dan kebebasan mengeluarkan pendapat. Terutama dakwah dan pengajian jangan dipersukar. Umat Islam jangan terus-terusan dicurigai, karena itikad mereka hanyalah hendak menyelamatkan bangsa dan negara. Kita tidak bisa melakukan diplomasi. terutama dengan Belanda, secara jantan kalau keadaan kita memang keropos “Orang baru bisa bersikap 'keras' kalau dia mempunyai 'keris'”, kata Kiai Wahab. Menurut Kiai Wahab, politik “Demokrasi Cancut Tali Wondo” memang meminta waktu, karena masalah dalam negeri demikian kempleksnya dan, karena itu, memerlukan waktu. Sementara itu diplomasi terus dijalankan, “Cancut Tali Wondo” juga terus dilaksanakan Ibarat orang mau adu jotos, kalau perlu dibikin berlama-lama menyingsingkan lengan baju. Sambil mulutnya mengeluarkan tantangan untuk membuat gentar musuh, kita terus singsingkan lengan baju ini. “Kalau musuh tiba-tiba menyelonongkan kepalannya untuk menempeleng, padahal kita belum siap, kita menghindar dulu.

94 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 135-138.

73

Sementara itu, kita terus singsingkan lengan baju kita, dan bila perlu tambah sampai setahun lagi.95 3. Pluralitas Keberagamaan dan Toleransi Kebangsaan Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari nilai-nilai keagamaan, betapapun kenyataan ini tidak diakui oleh sementara kalangan. Masalah-masalah pribadi tentang pengaturam hubungan dengan sesama manusia, Dalam Konteks Keindonesiaan tentu saja masalahnya tidak kalah rumit karena potensi untuk menjadi Zero Tolerance dan Active Tolerance sama-sama ada, sejauh ini negara kita bisa dikatakan Relative Tolerance karena mempunyai kebijakan publik yang mewadahi kerukunan dan Toleransi.96 masalah penyesuaian antara cita dan Kiai Abdul Wahab dalam Menyikapi kenyataan kehidupan, serta hubungan manusia dengan kekuatan-kekuatan di luar dirinya. keyakinan, pelestarian ajaran, dan seterusnya. Dari sinilah baru dapat difahami mengapa lalu timbul skala prioritas Bahwa untuk Mempertahankan Negara dan Implemetasi dari Cinta Tanah Air atau nasionalisme adalah dengan menerima Perbedaan keberagamaan di Indonesia yang berbeda antara kelompok-kelompok yang berlainan.Itulah yang menjadi salah satu kehebatan Kiai Wahab.97 Soekarno pun, sering mendatanginya untuk berkonsultasi dan meminta saran mbah Wahab terkait keputusan-keputusan yang akan diambil. Diantara pokok perjuangan beliau adalah toleransi, Kiai Wahab adalah yang menanamkan dan membangun pondasi Nasionalisme dan nilai Pluralitas di dalam NU seperti menerima NASAKOM termasuk ketika beliau keluar dai MASYUMI. Pejuangan mbah wahab beliau sangat gigih, Diantaranya adalah ketika banyak ulama menenang Nasakom justru beliau memasukinya. Karena dari dalamlah kita tahu mana mafsadah dan maslahat bagi islam.98 Toleransi Kiai Wahab, Ketika berada di Forum Tashwirul Afkar misalnya yang menemukan Pemikirannya dengan Ahmad Dahlan dan di beberapa

95 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 198. 96 Zuhairi Misrawi. Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari : Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan. (Jakarta : PT. Kompas, 2010). h 267. 97 Abdurahman Wahid. Pergulatan Negara, Agama dan kebudayaan. Depok : Penerbit Desantara. 2001. h 143. 98 KH. Abdussalam Shohib, Wawancara Pribadi, Jombang, 09 Januari 2020.

74

Muktamar seperti Muktamar ke 22 NU (1959) di Jakarta yang merumuskan Konsep tidak memerangi kafir dzimmi karena mereka tidak memerangi umat muslim dan semua Ulama sepakat agar toleransi menjadi salah satu alternatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar Salah satu hal yang menjadi keprihatinan bersama Dewasa ini dalam konteks kebangsaan muncul gejala yang kian memupuk intoleransi, solusi itu sudah pernah di tawarkan dan di terima, yaitu mendorong pemerintah agar menunjukkan komitmennya terhadap keadilan dan kepada masyarakat agar menerapkan toleransi secara konsisten demi keutuhan bangsa dan negara, yang perlu ditekankan adaiah menciptakan kesadaran bersama bahwasanya kita dijajah, dan kita harus berjuang bersama. Dalam mewadahi hal tersebut, kita perlu mendirikan organisasi yang dapat digunakan untuk memberikan pendidikan. kemajuan.99 Sikap demikian di buktikannya dengan Pidato Pembukaannya di Muktamar 22 “Kita telah sama-sama memuji kebesaran Allah yang Maha agung, Maha perkasa, Maha besar, yakni kebesaran yang hakiki, kebesaran yang abadi, kebesaran yang paling agung, keagungan yang paling besar, kebesaran yang mutlak, yang tidak ada bandingnya di dunia ini. Segala kebesaran yang lain hanya secuil dan sementara. Membandingkan kebesaran makhluk yang bernama manusia dengan kebesaran Tuhan adalah seperti membandingkan sebutir debu yang paling kecil dengan bola matahari”.100 Kesadaran akan pentingnya persatuan dalam melawan penjajahan. Oleh karenanya, Kiai Wahab Hasbullah sangat bersemangat dalam berorganisasi dan bergerak. Semangat dalan berorganisasi ini menunjukkan bahwa beliau sejak awal dan muda sudah memiiiki kesadaran dan pandangan nasionalisme saat itu. Konsep Nasionalisme K.H. Wahab Hasbullah adalah itu tecermin pula dari perjuangannya melawan penjajah yang dilakukan dengan jalan pemberdayaan ekonomi yang diorganisasikan melalui Nahdlatut Tujjar 1918. sebelum mendirikan Nahdlatul Utama di tahun 1926, Tahun 1918 ia ikut mendirikan badan kerja sama

99 Khamami Zada. Nadhlatul Ulama : Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan. (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. 2010). h 188-189. 100 Samsul Munir Amin, Percik Pemikiran Para Kiai. (Yogyakarta : Pustaka Pesantren.2009). h 35.

75

perdagangan antara orang-orang islam dari Jombang dan Surabaya bernama Nahdlatut Tujjar. Di dalam organisasi ini, Wahab Hasbullah duduk dalam posisi penting sebagai bendahara dan penasihat resmi. Sedangkan, Hasyim Asy'ari menjabat sebagai ketua. Meski berumur pendek, organisasi ini berhasil menjadi perintis bagi usaha-usaha selanjutnya (meski sering gagal/rugi) untuk membangun jaringan kerja sama anta rmasyarakat islam tradisional. perjuangan melawan penjajah. Ini bukan sekedar bentuk perjuangan yang kuat. melainkan Juga ulet dan membutuhkan kesabaran. Untuk itulah. perjuangannya tersebut dilanjutkan kepada perjuangan yang lebih besar. yaitu dengan mendirikan Nahdlatul Ulama untuk menyatukan kesadaran keorganisasian dalam ruh nasionalisme. Hal demikian dapat kita lihat dari bagaimana bentuk perjuangannya di NU dengan mengorganisasikan madrasah dan sekolah-sekolahnya yang jumlahnya ribuan dan tersebar di seluruh tanah air. yang dibiayai oleh warganya. Oleh sebab itu, dengan terang-terangan beliau menolak subsidi yang ditawarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Menurut Saifuddin Zuhri. sikap ini tentulah terselubung unsur politik anti-penjajahan. Namun. di samping itu ingin' hendak membuktikan kemampuannya untuk berdiri di atas kaki sendiri. “Guru Ordonantie” yang dikenakan oleh Hindia Belanda untuk membatasi aktivitas guru-guru agama dan ulama serta mubaligh, ditentang oleh Nahdlatul Ulama secara konsekuen. Beban- beban moral dan material yang dikenakan bagi jamaah haji. keperluan kurban. akidah, dan lain-Iain kepentingan ibadah diperjuangkan kebebasannya dan akhirnya berhasil. Di sinilah kita melihat bentuk perjuangan dan Sikap Nasionalisme Kiai Wahab dengan wadahnya organisasi pergerakan NU dilakukan secara kultural, melalui pendidikan dan penanaman kesadaran demi kepentingan masyarakat agar terbebas dari kemiskinan, kebodohan. dan pecah belah. kebijakan tersebut tidak hanya mendukung masyarakat perkotaan, tetapi juga kalangan pedesaan.101 Kerukunan yang dibangun Kiai Wahab jelas tujuannya yaitu toleran tetapi tidak mengorbankan akidah karena yang ditemukan oleh Beliau bahwa sesuai dengan cita-cita bangsa merawat kerukunan dalam bingkai NKRI yang

101 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 135-140.

76

dalam Perjuangannya Wahab menggunakan ushul Fiqih seperti kaidah fiqih, itu yang harus sebisa mungkin kita teladani yakni memahami situasi negara degan kacamata Ushul fiqih.102 KH. Wahab hasbullah adalah Kiai yang sejak mudanya prihatin terhadap kondisi bangsanya, tidak hanya di kalangan kaum santri yang hidup terbelakang, tetapi juga yang dialami bangsa Indonesia pada umumnya. Karena itulah ketika gerakan Sarikat Islam muncul beliau tergabung dengan organsiasi itu saat di Mekah. Setelah pulang ke Indonesia tahun 1914, beliau semakin prihatin terhadap kondisi ini, lalu bersama dengan kaum santri yang lain lalau mendirikan organisasi Kebangsaan yang diberi nama Nahdlatul Wathon tahun 1916. Dengan organisasi itu beliau mendidik masyarakat dan menyadarkan mereka tentang hari depan yang bebas daan merdeka. Semuanya itu tidak hanya ditunggu sambil bertopang dagu melainkan harus diperjuangkan. Berjuang tidak bisa sendiri- sendiri tetapi harus dilakukan bersama dalam sebuah organisasi, agar menjadi perlawanan yang terorganisir rapi dan kuat menghadapi penjajah. Hubbul wathon minal iman (cinta tanah air merupakan bagian dari Iman), Sebagai mukmin sejati ka beliau sangat mencintai tanah airnya, sebagaimana Nabi Muhammad sangat mencintai tanah kelahirnnya yaitu makkah dan sangat mencintai tempat tingganya yaitu Madinah. Kecintaan Kiai Wahab terhadap tanah airnnya tidak hanya slogan, tetapi diwujudkan dalam tindakan. Karena itu beliau selalu aktif membela keutuhan NKRI sejak Zaman Penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, sampai masa kemerdekaan, dalam menghadapi pemberontak Seperti PKI di Madiun, DI-TII tahin 1949, PRRI-Permesta tahun 1958, juga pemberontakan PKI tahun 1965. Dengan kecintaan yang sangat mendalam pada tanah air itulah beliau selalu berada di depan dan siap berkorban untuk membelanya.103 Selain itu. Kiai Wahab Hasbullah dalam perjuangannya meninggalkan egoisme ideologis bahwasanya Islam harus dijadikan dasar bernegara secara simbolis yang terpenting adalah nilai Islam itu sudah tercakup dalam Pancasila dan Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam. meninggalkan egoisme ideologis

102 KH. Abdussalam Shohib, Wawancara Pribadi, Jombang, 09 Januari 2020. 103 KH. Abdul Mun‟im DZ, Wawancara Pribadi, Jakarta, 04 Februari 2020.

77

bahwasanya Islam harus dijadikan dasar bernegara secara simbolis. Menurut mereka. yang terpenting adalah nilai Islam itu sudah tercakup dalam Pancasila dan Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dari sinilah kita mengetahui bahwa Kiai Wahab Hasbullah juga memiliki andil besar dalam memperjuangkan proses belajar demokrasi ketika sistem pemerintahan berbentuk parlementer. Andil ini membuktikan sekali lagi bahwa komitmen perjuangan dan pemikiran Kiai Wahab Hasbullah tidaklah hanya pada perjuangan melawan penjajah. tetapi juga melanjutkan perjuangan revolusi nasional dan mengisi kemerdekaan.104

B. Ijtihad Politik Kiai Abdul Wahab Hasbullah Islam dalam kaitanya dengan nasionalisme adalah menurut beliau tidak bisa dipisahkan karena dalam menjalankan ibadah diperlukan keamanan dengan melakukan cinta tanah air. Salah satu buktinya terdapat dalam Perjuangannya pada tahun 1916 kepulangan dari Mekkah ketika mendirikan Nahdlatul Wathan dan Tashwirul Afkar yang kemudian SK-nya bergabung dengan Perhimpunan Soeryo soemirat, Beliau bukan saja tokoh Islam karena di situ beliau juga di terima dengan baik oleh Ki Hajar Dewantara dan H.O.S Cokroaminito. Bukti lainnya ketika Kyai Wahab Sangat terbuka menerima Demokrasi terpimpin yang dimaksud terpimpin adalah memimpin moralitas menerima apapun yang ada tetapi ideologi yang tidak bisa di tawar maka perjuangan Kiai Wahab adalah lintas, Lintas umat dan lintas Tokoh.105 Kiai Wahab dan gagasan Nasionalisme di Indonesia, Sesungguhnya kaum muslimin sejak dulu telah mengenal dan mengakui nilai kebangsaan karena telah disebutkan dalam Al-Qur'an (Surat Al-Hujarat, ayat 13). Namun sebagai dasar untuk kenegaraan baru dikenal pada akhir Abad ke 19. Kiai Wahab Hasbullah mempraksiskan ide-ide Nasionalismenya dengan membentuk Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan. Untuk memperkuat gerakan itu kemudian dibentuk Nahdlatut Thujjar (1918) sebagai instrumen penggalangan dana untuk perjuangan kemerdekaan Tanah Air. Dengan rangkaian pembentukan organisasi ini dan

104 Saifuddin Zuhri. Berangkat dari Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2013).h 258. 105 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020.

78

terutama penggunaan istilah wathan untuk pergerakannya, sebetulnya Kiai Abdul Wahab Hasbullah sudah selangkah lebih maju dibandingkan pendahulunnya Tjokroaminoto. Orientasi Kiai Wahab Hasbullah sudah lebih jelas dan konkret yaitu pembebasan kebangsaan dan Tanah Air. Sekadar membandingkan, pada saat itu gagasan Indonesia sebagai konsep politik, yakni sebagai identitas suatu bangsa sebelumnya merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi baru dikenal pada tahun 1922, yaitu ketika Indische Vereeniging, sebuah organisasi pelajar dan mahasiswa anak negeri (Hindia) di Negeri Belanda yang dibentuk tahun 1908, mengubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpoenan Indonesia) pada tahun tersebut. Di Tanah Air, juga baru sejak tahun-tahun itu nama “Indonesia” digunakan oleh sejumlah organisasi pergerakan, di antaranya Dr. Soetomo yang mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Pada tahun yang sama, Perserikatan Komunis Hindia (PKH) berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Dan pada tahun 1925 long Islamieten Bond membentuk kepanduan bernama Nationaal Indonesische Padvinderij. Akhirnya, pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 nama “Indonesia” dideklarasikan sebagai nama Tanah Air, bangsa, dan bahasa. Sejak dekade ini bermunculan tokoh-tokoh kebangsaan menggelorakan nasionalisme. Sementara bagi Wahab Hasbullah dan rekan-rekan ulamanya, perkembangan demikian dapat dikatakan ibarat tubuh yang telah slap diberi baju baru: kesadaran kebangsaan dan Tanah Air yang telah tertanam im tinggal memerlukan sebuah identitas, yakni Indonesia. Kiai Wahab melalui NU ketika di tengah badai politik tetap idealis dan eksis malah cenderung berkembang dan tidak mengalami penurunan, beliau dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang sangat menghindari konflik. Bahkan Gus Dur yang juga mempunyai rasa mengayomi mengadopsi pemikiran dari Kiai Wahab Hasbullah yakni Keluwesannya dalam menerima perbedaan di ala kehidupan bernegara.106 Azyumardi Azra Dalam bukunya Islam Reformis, Dinamika Intelektual dan Gerakan, menutup pembahasan tentang peran politik NU dengan sebuah teka- teki: apakah NU pimpinan KH. Abdurrahman Wahid akan kembali pada paradigma yang pernah dikembangkan KH Abdul Wahab Hasbullah? Teka-teki

106 KH. Abdussalam Shohib, Wawancara Pribadi, Jombang, 09 Januari 2020.

79

itu tidak dijawab, karena teks historis Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memang belum selesai dan masih mungkin mengalami perubahan. Apalagi ketika buku itu ditulis, pengamatan terakhir terhadap Gus Dur hanya sampai pada “aliansi” Gus Dur dengan Siti Hardiyanti Rukmana, dan tentu belum menjadi Presiden RI keempat. Dari pertanyaan itu tersirat kesan, Gus Dur akan membawa NU kembali dekat dengan kekuasaan, seperti al-maghfurlah KH Wahab Hasbullah. Teks religio politik Kiai Wahab memang sudah selesai ditulis dan tidak mengalami “revisi” karena beliau telah wafat. Tetapi benarkah Beliau akomodasionis? Bagaimana Kiai Wahab “membaca” medan perjuangan, bagaimana ijtihad dan tindakan Politiknya bagi pembebasan dan persatuan bangsa. Ikhtilaf atau Perbedaan Pendapat di kalangan NU sendiri sangat ketat dari Zaman ke Zaman seperti Ikhtilaf antara Ketika Kiai Wahab dan Kiai Bisri yang satu dengan Pendekatan Integrasi keilmuan dalam Berjuang dan yang satu dengan Pendekatan Pure Fiqh, Ketika Kiai wahab menjadi Rais „Aam, Kiai Bisri Wakil Rais „Aam-nya Kiai Wahab mengajak masuk DPR-GR, Kyai Bisri juga tak setuju. Kiai Wahab mengajak keluar dari Masyumi, Kiai Bisri tak setuju. Tetapi Kiai Bisri tunduk dan tidak memisahkan diri ketika keputusan jam‟iyyah ditetapkan sesuai pendapat Kiai Wahab, Bahkan Perbedaan itu terlihat ketika Pandangan Kiai Wahab yang masuk Pemerintahan padahal kala itu Muncul ide NASAKOM, Beberapa ulama garis keras, terutama KH. Bisri Syansuri dan KH. Achmad Siddiq, menyatakan bahwa keikutsertaan NU di dalam kabinet ini sama saja dengan memaafkan ghasbab, suatu istilah hukum yang artinya merampas hak atau milik orang lain. Soekarno, tegas mereka. telah melanggar hak-hak para pemilih dan telah membubarkan parlemen, dengan sewenang-wenang mengubah anggota legislatif yang dipilih rakyat dan menggantinya dengan orang-orang yang sebagian besar ditunjuk oleh pemerintah. Meskipun Kiai Wahab dan kalangan pragmatis pengikutnya sudah berusaha meyakinkan, kalangan garis keras ini tetap bersiteguh dengan pendapat mereka. Atas dasar Maslahah akhirnya semuanya kembali dala Barisan Kiai Wahab. Perbedaan pendapat dan Pandangan di kalangan ulama Ibaratkan sebuah taman yang terdapat beraneka ragam bunga akan tetapi Taman tersebut sangat indah dan tidak membosankan di pandang.

80

Tulisan ini akan membahas ijtihad dan Peran politik KH Wahab Hasbullah dalam setting sosial politik pada masa Orla juga akan disinggung secara sepintas sikap Kepemimpinan beliau dan Kebijakannya dalam menghadapi uniformasi perjuangan islam politik pada masa-masa setelah kemerdekaan seperti terjadinya Penerimaan Kiai Wahab dan NU terhadap Konsep Nasionalis, Agamis, Komunis (NASAKOM).107 1. Kepemimpinan Kiai Wahab Hasbullah Kiai Wahab merupakan satu contoh bagaimana keberhasilan suatu kepemimpinan yang prinsip-prinsipnya telah diletakkan sejak mendirikan Nahdlatul Ulama pada tanggal 31 Januari 1926 hingga sekarang. Kiai Wahab juga sukses Menasbihkan Kiai Hasyim sebagai pemimpin yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap kesejahteraan umat. Munculnya Resolusi jihad tak terlepas dari hasil ijtihad Kiai Wahab yang di deklarasikan oleh Kiai Hasyim yang tercatat dalam sejarah sebagai “jihad kebangsaan”.108 Prinsip-prinsip itu selamanya tetap, sekalipun pelaku-pelaku atau pelaksana-pelaksananya silih berganti, pergi dan datang. Prinsip itu ialah: kesetiaan kepada asas partai dan haluan Ahlussunnah wal Jama'ah. Setia dalam ucapan dan perbuatan, dalam berpakaian, dalam pergaulan, dalam keyakinan, dalam cita-cita, dalam ibadah, dalam politik, bahkan dalam lintasan pikirnya yang masih berupa angan-angan sekalipun. Ini adalah suatu gambaran tentang moral dan mental yang memimpin sikap kepemimpinan itu sendiri. Tingkatan inilah yang dirintis oleh Kiai Wahab dalam memimpin Syuriyah dan sekaligus memimpin gerak harkat Nahdlatul Ulama agar mencapai martabat sebagai yang dikatakan oleh Imam Ghazali dalam Ihya Ulumiddin: "Yang mana pun dari hamba-Ku (demikian Imam Ghazali mensitir firman Allah dalam Hadits QudsiNya) yang Aku amati hatinya, lalu Aku lihat di sana bahwa hatinya selalu berpegang teguh dengan amat kuatnya selalu ingat kepada-Ku, maka Akulah yang memimpin pandangan politiknya,Akulah yang menemaninya, Akulah yang menjadi penasihatnya, dan Akulah yang menghibur hatinya.” Berhubung dengan itu, kepemimpinan Kiai Wahab selaku Rais „Aam Nahdlatul

107 Saifuddin Zuhri. Berangkat dari Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2013). h 119. 108 Zuhairi Misrawi. Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari : Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan. (Jakarta : PT. Kompas, 2010). h 86.

81

Ulama senantiasa mengedepankan fungsi Syuriyah dalam sepak terjang partai ini agar semua langkah partai senantiasa berada dalam kebenaran dan keridhoan Tuhan. Pergantian dan pergeseran tenaga-tenaga pelaksana dalam pimpinan Nahdlatul Ulama dari tangan tenaga-tenaga lama kepada yang baru, tidaklah menjadi soal dan tidak pernah dihalang-halangi kalau saja akidah dan himmah Ahlussunnah wal Jama'ah merupakan yang menghayati kepemimpinan, dan bukan pertimbangan-pertimbangan pribadi ataupun pertimbangan politik yang mengalahkan prinsip.109 Kecerdasan dan bakat kepemimpinan Kiai wahab sudah tampak sejak di bangku Pesantren. Tentang keampuhan retorika Kiai Wahab, dapat dilihat dari jawaban Kiai Wahab pada saat berlangsung sidang Konstituante, di mana golongan nasionalis sekuler menghendaki agar Islam tidak dijadikan dasar negara dengan alasan dapat menimbulkan peperangan, maka Kiai Wahab mengajukan counter bahwa Pancasila juga dapat menimbulkan peperangan. Oleh karena itu, apabila golongan nasionalis menolak Islam sebagai dasar negera karena alasan dapat menimbulkan perang, hal yang sama juga akan terjadi pada negara yang berdasar Pancasila. Jadi tidak ada relevansinya mengatakan Islam sebagai sumber peperangan. 'Menjamin keselamatan negara dari terbenturnya peperangan iłu sama halnya dengan mencari gagak putih (artinya mustahil, red.), kata Kiai Wahab. Begitu pula ketika tokoh-tokoh Masyumi mengejek Kiai wahab Yang kala itu memprakarsai keluarnya NU dari Masyumi untuk orang Masyumi bertanya dengan nada mengejek, berapa banyak sarjana hukum, insinyur dan lain- lain yang dimiliki oleh NU sehingga NU mau berdiri sendiri menjadi partai Kiai Wahab balik mengatakan kepada mereka, apabila saya ingin membeli mobil, saya tidak perlu harus bisa menyetir dulu, oleh karena seorang penjual mobil tidak akan bertanya kepada saya "Apakah Anda bisa menyetir", Saya apabila membeli mobil, sekalipun tidak bisa menyetir, cukup memasang iklan di surat kabar untuk mencari sopir. Maka sehari sesudah saya memasang iklan di surat kabar, akan berdatangan di pintu rumah saya, orang-orang yang melamar ingin menjadi sopir

109 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 111-112.

82

saya. Kemampuan retorika Kiai Wahab memang tidak diragukan lagi. Intinya keilmuan Beserta keluwesan beliau menerima demokrasi dan Pancasila bukti keluasan ilmu dan mengerti situasi.110 Sejak Kiai Wahab mendirikan Nahdlatul Ulama, masalah “tua” dan “muda” tidak pernah dipersoalkan. Tidak pernah dikenal apa yang pada waktu itu akhirakhir ini disebut “generation gap” karena “gap” atau jurang pemisah memang tidak pernah ada. Golongan seperti Kiai Wahab, Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Bisri Syansuri dan lain-lain, bahkan menampilkan tenaga-tenaga muda seperti Makhfudz Shiddik, Abdullah Ubaid, A. Wahid Hasyim, Mohammad Ilyas, Idham Chalid, dan lain-lainnya, karena secara naluri organisatoris tenagatenaga muda memang haruslah dipupuk serta diberi kesempatan. Nahdlatul Ulama adalah tempat beribadah dan sekaligus tempat berjuang untuk mengabdi kepada kepentingan umum bangsa Indonesia pada khususnya. Mula-mula berbentuk jam‟iyyah, kemudian berbentuk menjadi Partai Politik untuk menyempurnakan tugastugas yang tidak bisa dilakukan oleh wewenang jam'iyyah, misalnya lapangan politik. Akan tetapi yang sudah jelas, cita-cita Nahdlatul Ulama tidak bisa dicapai oleh perjuangan cuma satu generasi, berbilang generasi akan susul menyusul meneruskan cita-cita perjuangannya. Oleh sebab itu, Nahdlatul Ulama harus dapat mencakup aspirasi seluruh masyarakat. Masyarakat tidak bisa hanya terdiri dari angkatan tua saja seperti juga tidak bisa hanya terdiri dari kaum muda- muda saja. Bukanlah aspirasi masyarakat jikalau yang dikedepankan cuma aspirasi tua saja sebagaimana tidak pula bisa cuma mengetengahkan aspirasi kaum muda saja. Kedua golongan mempunyai tugas saling mengisi, karena sepanjang ajaran Islam: Yang tua melindungi yang muda sedang yang muda menghormat yang lebih tua. Kiai Wahab seperti juga halnya dengan “kaum tua” yang lain-lain, tentu pernah mengalami usia muda dan pernah dadanya penuh dengan ide-ide serta semangat muda. Beliau merintis jalan lahirnya Nahdlatul Ulama adalah juga karena panggilan semangat muda yang penuh cita-cita. Oleh sebab itu, dia cukup menyadari akan pentingnya peranan kaum muda yang berjiwa “tua" artinya, yang memiliki semangat dewasa, yang sadar bahwa masyarakat ini tidak seluruhnya

110 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020.

83

terdiri dari kaum muda dan kelak mereka akan menjadi tua, sebagaimana mereka tidak ingin cita-cita tuanya diabaikan oleh yang lebih muda. Inilah sebabnya mengapa nafas muda kemudian diberi kesempatan untuk menghembus menjelajahi kehidupan Nahdlatul Ulama. Mereka memberikan angin kesegaran tanpa menggoncangkan kalangan yang lebih tua. Nahdlatul Ulama sangatlah beruntung bahwa angin muda yang dibawa oleh “anak-anak muda” seperti Abdullah Ubaid, Makhfudz Shiddik, A. Wahid Hasyim, Idham Chalid, dan lain- lain ternyata mendatangkan suasana sejuk hingga “modernisasi” yang diketengahkan di kalangan tua tidak mendatangkan kegoncangan yang berarti. Pernah pada suatu ketika, timbul “adu kekuatan” antara golongan muda Abdullah Ubaid, Makhfudz Shiddik di satu pihak, dan golongan tua KH. Asnawi (Kudus), Kiai Muhammad Nur di pihak lain dalam masalah “Pemuda Ansor”. Pihak muda mempertahankan aspirasi mudanya, sedang pihak tua mempertahankan aspirasinya sendiri. Dalam situasi demikian, Kiai Wahab tampil dengan kebijaksanaannya. Beliau memahami aspirasi muda yang dibawa oleh pemuda-pemuda Ansor di sekitar tahun 1936-an, sebaliknya beliau pun memahami kehatihatian di pihak kaum tua. Sebab itu, Kiai Wahab berdiri di pihak kaum muda (Ansor) dalam soal aspirasi, akan tetapi cara mengemukakannya serta usaha pendekatannya (approach-nya) memakai “bahasa kaum tua”. Akhirnya, bertemulah antara yang tua dan yang muda; sengketa dapat dihindari berkat suatu type kepemimpinan Syuriyah, dalam hal ini kepemimpinan Kiai Wahab.111 Kiai Abdul Wahab Hasbullah ketika menjadi Rais Aam NU mengambil gagasan-gagasan politik Sunni klasik sebagai rujukan teoretis utama. Kutipan dari karya-karya al-Mawardi, al-Ghazali, al-Baqillani, dan yang lainnya banyak ditemukan dalam teks-teks NU. Preseden-preseden sejarah, bukan hanya dari masa Nabi Muhammad Saw dan Khulafaur Rasyidin, melainkan dari masa kekhalifahan Umayah dan Abbasiyah, banyak dikemukakan dalam perdebatan mengenai teori dan praktik politik. Dasar Formal pendekatan politik NU terletak di dalam yurisprudensi abad pertengahan. Kebanyakan tokoh NU pada 1950-an

111 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 112-115.

84

dan 1960-an adalah produk pendidikan pesantren, yang mata ajaran utamanya adalah ilmu Fiqih. Bagi kaum tradisionalis, fiqih merupakan suatu ilmu pengetahuan Ada beberapa disiplin ilmu dalam hukum Islam, yaitu ushul fiqh, kaidah fiqih dan fiqh. Dalam Encyclopaedia of islam, Fiqih didefinisikan sebagai metodologi dalam hukum Islam dan ilmu yang didasarkan pada bukti - bukti yang mengarah pada pembentukan standar-standar hukum. Empat akar (ushulnya) adalah Al-Qur‟an, Sunnah. Ijma' dan Qiyas. Kaidah Fiqh mencakup peraturan dan norma-norma yurisprudensi. Semua peraturan itu, diperoleh melalui analisis induktif yang mengaitkan kclompok-kclompok masalah tertentu dengan respons hukum yang tepat. Perumusan dan penerapan peraturan-peraturan tersebut berhubungan erat dengan ushul fiqih. Fiqih (aslinya berarti "pemahaman, pengetahuan, dan pemikiran") adalah ilmu yang berhubungan dengan pengetahuan yang berasal dari studi atas keempat akar hukum Islam tersebut. Dalam praktiknya, fiqih membagi perbuatan manusia ke dalam 5 kategori: wajib. sunnah, mubah, makruh, dan haram. Pengaruh kaidah Fiqih memegang peranan penting dalam setiap pembahasan tentang perilaku politik NU. Kebanyakan anggota NU sudah mcngena|--setidaknya sebagian dari peraturan tersebut walaupun hanya santri yang lebih terpelajar dan ulama yang memahami kekhususan penerapannya. Penafsiran masing-masing orang mengenai kapan dan bagaimana peraturan-peraturan tersebut harus digunakan cukup beragam. Prinsip- prinsip yang paling sering dijadikan dasar pengambilan keputusan politik NU dapat dibagi menjadi tiga kategori utama: kebijaksanaan, keluwesan, dan moderatisme. Ketiga kategori ini saling berkaitan dan-dalam tingkatan yang berbeda-didasarkan pada prinsip-prinsip fiqih.112 Tak Jarang terjadi perbedaan pangan antara Kiai wahab dengan Kiai lain utamanya Kiai Bisri Hal itu yang menunjukkan bahwa Kiai Wahab adalah seorang Ulama‟ dan Nasionalis. Anjuran-anjuran untuk menghindari bahaya sering kali dikaitkan dengan dua prinsip lain yang lebih luas, yaitu mashlahat dan amar ma'ruf nahi munkar. Mashlahat (secara harfiah berarti kebaikan atau manfaat) merupakan suatu konsep

112 Greg Fealy. Ijtihad Politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967.(Yogyakarta : Lkis. 2009). h 65-66.

85

hukum yang berkaitan dengan kepentingan atau kesejahteraan masyarakat. Istilah ini dapat ditafsirkan bermacam-macam. Menurut pandangan klasik, mashlahat berarti mencari kebaikan atau manfaat dan mencegah mafsadat. Al Ghazali, misalnya, menyatakan bahwa setiap tindakan untuk melindungi lima hal yang bersifat universal-yaitu agama, kehidupan keturunan, pemikiran, dan harta-disebut mashlahat. Segala sesuai yang bertentangan dengan hal-hal ini disebut mafsadat. Di samping kewajiban pribadi untuk memberikan saran kepada penguasa. NU juga berpendirian bahwa amar ma'ruf nahi munkar hanya dapat dilaksanakan dengan benar melalui partisipasi dalam lembaga-lembaga politik bangsa. Achmad Siddiq menyatakan bahwa dalam melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar NU harus aktif dalam semua aspek dan bidang kegiatan politik pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan lain-lain) termasuk menggunakan sepenuhnya haknya di lembaga-Iembaga legislatif untuk menyampaikan pendapat, usulan, dan perbaikan.113 Sikap partisipasionis dalam kegiatan politik terlihat sangat kuat dalam diri Kiai Wahab hasbullah, Rais Aam NU pada masa pemerintahan Soekarno. Ia percaya bahwa cara yang paling efektif untuk memenuhi kewajiban amar ma'ruf nahi munkar adalah dengan cara memiliki pengaruh politik di lingkungan pemerintah. Kiai Wahab berulang kali menggunakan argumentasi ini sepanjang akhir 1940-an hingga 1950an sebagai pembenaran atas keikutsertaannya dalam kabinet. Dalam hal ini, amar ma'rufnahi munkar menjadi landasan bagi pragmatisme politik. Hanya dengan ikut memiliki kekuasaan politik, umat Islam bisa berharap hukum Islam dapat diterapkan dan masyarakat dapat terlindung dari kejahatan dan bahaya. Contoh yang baik dari pemikiran Wahab terlihat dalam perdebatan yang terjadi di kalangan anggota dewan pengurus Masyumi pada awal 1948 mengenai apakah Masyumi akan bergabung atau tidak dalam kabinet yang sedang dibentuk oleh Wakil Presiden . Banyak anggota dewan pengurus Masyumi yang menolak untuk bergabung karena kabinet itu harus melaksanakan syarat-syarat yang tercantum dalam

113 Greg Fealy. Ijtihad Politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967.(Yogyakarta : Lkis. 2009). h 68-69.

86

Perjanjian Renville yang merupakan hasil kesepakatan dengan Belanda yang ditentang oleh Masyumi. Menurut laporan. Kiai Wahab mengakui ketidakadilan perjanjian tersebut, namun ia berpendapat bahwa adalah suatu kejahatan yang lebih besar bila Masyumi tidak ikut bergabung dalam kabinet (yang tersirat dalam pernyataannya adalah bahwa partai sayap kiri akan memegang kendali pemerintahan dengan absennya Masyumi dari kabinet). la mengingatkan rekan-rekannya akan kewajiban mereka untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar sehingga mereka harus melakukan semua yang dapat dilakukan dalam batas kekuasaannya untuk memberantas kejahatan. Kewajiban itu hanya dapat dilaksanakan dengan masuk dalam kabinet. “Jika kita berada di luar kabinet, kita tidak dapat berbuat apa-apa selain berteriak-tetiak'.” Di kemudian hari, Wahab juga menggunakan argumen yang sama sebagai pembenaran atas masuknya NU dalam Kabinet pada 1953. Kabinet Dr. Djuanda pada 1957, dan Parlemen Gotong Royong pada 19603. Akan tetapi, partisipasionisme dan sikap memilih berdamai NU juga ada batasnya. Apabila suatu pemerintah secara mencolok melanggar syari'at atau menghalangi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban agamanya maka perlawanan dibenarkan. Wahab Hasbullah. misalnya, pada 1954 menyatakan: "Tetapi bila pemerintah memerintahkan orang tidak boleh bersembahjang maka kita boleh berontak setjara total. Apalagi menetapkan bahwa tiap- tiap orang boleh minum sebotol bier atau whisky, itu kita boleh tolak.” Hanya dalam keadaan yang sangat memaksa seperti inilah umat Islam dibenarkan melakukan pemberontakan terhadap pemerintahnya.114 Sikap Kepemimpinan Kiai Wahab yang luwes juga tercermin dari Pristiwa berkut yaitu setelah Majelis Konstituante dibubarkan, tidak lama kemudian DPR menyesal dibubarkan. Krisis politik denghinggapi seluruh persada Tanah Air. Terjadi susul menyusul krisis di berbagai bidang. Lahirlah zaman Demokrasi Terpimpin. Dalam situasi yang gawat, gelap dan penuh frustasi, Ketua Umum PBNU KH. Idham Chalid menanggapi zaman Demokrasi Terpimpin dengan

114 Greg Fealy. Ijtihad Politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967.(Yogyakarta : Lkis. 2009). h 70-73.

87

ucapannya, “Demokrasi Terpimpin haruslah tetap demokrasi. Demokrasi tanpa pimpinan dan tanpa pedoman akan menjurus kepada anarki. Dan kepemimpinan tanpa demokrasi akan menuju ke arah diktator." Lahirlah DPR Gotong Royong. Timbul pro dan kontra di tengah masyarakat,juga di kalangan jamaah NU sendiri. Sebagian bersikap menolak DPR-GR, dengan argumen: biarlah kita berjuang di luar gelanggang. Segolongan yang lain cenderung menerima DPRGR, dengan satu prinsip: kita wajib ber amar ma'ruf nahi munkar di mana dan kapan saja. Siapa di luar gelanggang tak akan mungkin melakukan kontrol kepada pemerintah dan tak bisa menjalankan amar ma'ruf nahi munkar secara legal-parlementer, dan bahkan mungkin akan digilas zaman. Dalam forum Musyawarah Besar Partai NU diusulkan agar NU memanggil seluruh pimpinan wilayah di suluruh Indonesia seluruh Indonesia, untuk memusyawarahkan apakah NU menerima DPR-GR atau menolak. Perdebatan sengit meledak. Kiai Wahab lalu menengahi perdebatan itu. Dia mengusulkan, “Kita putuskan sekarang saja, karena waktunya sangat mendesak. Menunggu berlangsungnya musyawarah wilayah kita bisa ketinggalan kereta api. Kita putuskan sekarang saja, kita masuk saja dulu dalam DPR-GR, setelah itu kita minta penegasan musyawarah antarwilayah”. “Kalau musyawarah antarwilayah memutuskan kita harus masuk, kita sudah berada di dalam. Selesai kan. Tetapi, jika musyawarah memutuskan menolak DPRGR, apa sulitnya kita keluar dari DPR-GR Akan tetapi, kalau sekarang ini kita menolak duduk di DPR- GR, lalu musyawarah antarwilayah memutuskan kita harus masuk ke DPR-GR, kita sudah terlambat. Pintu masuk sudah tertutup. Jadi, kita masuk dulu, keluarnya nanti gampang,” kata Kiai Wahab meyakinkan forum. Dan akhirnya NU menerima DPR-GR, hal itu seringkai di sebut dengan istilah “Masuk dulu, Keluar gampang”.115 Bahkan Kepemimpinan Kiai wahab juga bisa di lihat sebelum berdirinya NU yakni mendelegasi di bawah pimpinan KH. A. Wahab Hasbullah yang menemui Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk ketentuan penguasa bahwa milisi yang bertingkat-tingkat dengan menjelaskan semua itu dari segi hukum Agama Islam. Khitthah Kepemimpinan NU 1926 Adalah berarti kita harus

115 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 135-196.

88

menyadari bahwa kepemimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama itu bukan terletak pada mereka yang kebetulan tidak atau kurang faqib terhadap agama, walaupun mereka itu di dalam disiplin ilmu yang lain amat diakui.116 Para pendiri Nahdlatul Ulama telah menetapkan bahwa pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama berada di tangan para ulama dalam wadah yang dinamakan Lembaga Syuriyah. Sedangkan tenaga terampil yang tidak intens dalam wawasan agama ditempatkan pada Lembaga Tanfidziyah. Dengan kata lain, para ulama yang terhimpun dalam Lembaga Syuriyah itu mempunyai wewenang yang sangat luas di dalam mengendalikan NU sebagai penentu kebijaksanaan organisasi.117 2. Uniformasi Islam Politik Membaca biografi Kiai Abdul Wahab Hasbullah dalam pempektif politik Indonesia yang ditulis kalangan intern NU maupun penulis lain dari dalam dan luar negeri, akan ditemukan kesan, bahwa beliau adalah pribadi yang unik. Karena perbedaan sudut pandang, KH Wahab Hasbullah kemudian ditampilkan sebagai tokoh yang lengkap sekaligus kontroversial. Namun ada satu hal yang dapat ditarik dari dia, yaitu konsistensinya dalam berpikir, bersikap dan bertindak, baik dalam 1apangan keagamaan maupun politik. 'Garis lurus' ini dapat dilihat sejak masa uniformasi Islam politik dalam menghadapi penjajah Belanda di Tanah Air dan pergeseran global yang melanda dunia Islam di Saudi Arabia dan Turki, hingga masa Orla. Lahirnya Nahdlatul Ulama, antara lain, disebabkan konsistensi KH. Abdul Wahab Hasbullah pada sistem pengetahuan, sistem nilai dan sistem simbol yang dianut dalam tradisi keagamaan Sunni. Dalam kehidupan politik yang profan, beliau tidak larut dalam trend perkembangan kontemporer di bidang pemikiran keagamaan dan politik, baik dalam masa uniformasi perjuangan Islam politik, maupun masa-masa sesudahnya. Itulah sebabnya, mengapa KH Abdul Wahab Hasbullah menganggap tidak ada manfaatnya mempertahankan uniformasi politik Islam dalam “wadah tunggal” dalam menghadapi kolonial Belanda. Ini, misalnya, dapat dilihat pada Kongres Umat Islam di Yogyakarta (21-27 Agustus

116 Khamami Zada. Nadhlatul Ulama : Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan. (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. 2010). h 129. 117 Thoyfoer. Politk Kebangsaan NU “Tafsir Khittah Nahdlatul Ulama 1926”.(Yogyakarta : Penerbit Mutiara. 2010). 103.

89

1925) yang dianggap kontroversial ; beliau menganggap kongres ini tidak memberikan manfaat apa-apa, karena tidak menyetujui usulan pengiriman delegasi ke Hijaz untuk meminta jaminan kepada Ibn Sa'ud bagi praktek-praktek tradisi keagamaan. KH. Wahab Hasbullah kemudian membentuk panitia khusus, yang dinamakan Komite Hijaz, untuk memperjuangkan prinsip dan pilihan ijtihadnya. Inilah awal munculnya benih politik Islam “dua sayap” di Tanah Air, yang oleh Deliar Noer disebut Islam modernis yang diwakili Muhammadiyah serta Persis dan Islam tradisionalis yang diwakili NU. Sebagaimana dicatat dalam sejarah, dunia Islam menghadapi Kongres Khilafah yang menggemparkan pada tahun 1924, di Makkah. Di Tanah Air, diskusi dan perdebatan di seputar khilafah merebak di berbagai daerah. Perdebatan dan diskusi yang monumental terjadi dalam Kongres al-Islam di Yogyakarta (1925) yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Islam terkemuka dari berbagai aliran. Hadir antara lain KH. Wahab hasbullah, HOS Tjokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, Syurkati, Sangaji, Wondoamiseno, KH. Mas Mansur, H. Agus Salim dan lain-lain. Masalah yang menggemparkan mereka dan ini dikhawatirkan Belanda akibat perhatian besar ulamaulama tersebut adalah jatuhnya sistem kekhalifahan Turki, sesudah Perang Dunia I, dan jatuhnya Mekkah ke dalam kekuasaan Ibn Sa'ud yang beraliran Salaf Wahabi. Karena usulnya dalam Kongres Yogyakarta tidak diterima, akhirnya Kiai Wahab membentuk “Komite Hijaz” yang mengadakan pertemuan di Surabaya pada Januari 1926, yang pada akhirnya melahirkan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926. Usulan itu tentu saja tidak didukung oleh kaum modernis, sebab hal itu berarti mereka membela praktekpraktek keagamaan yang selama ini justru mereka tentang.118 Terdapat beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan dinamika intelektual dan gerakan Islam di Indonesia dan akar-akar historisnya. Distingsi, yang kemudian menjadi dikhotomi antara tradisionalisme dan modernisme yang dibuat Deliar Noer, mungkin sudah tidak lagi memadai untuk menjelaskan dinamika pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia, terutama pada

118Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 140-142.

90

tahun 80-an, ketika gerakan kultural NU mengalami radikalisasi secara politik - yang oleh Nakamura disebut tradisionalisme radikal serta intensitas ijtihad ulama NU dalam lapangan ekonomi yang melampaui tradisinya, seperti pendirian BPR yang lahir dari perdebatan sengit tentang haram-halalnya riba. Pada era itu, NU menjadi radikal secara politik dan tradisional secara keagamaan. Namun untuk menjelaskan dinamika intelektual pada masa-masa sebelumnya, termasuk era KH. Wahab Hasbullah, teori itu masih cukup relevan, karena perkembangan saat itu belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Sikap akomodatif kaum tradisional tidak hanya terlihat dalam lapangan keagamaan, tetapi juga terlihat dalam bidang politik. Jelasnya, perspektif pemikiran politik NU pada umumnya cenderung bersifat akomodatif terhadap kekuasaan. Ini tidak mengherankan, karena setidaknya secara teoritis, pemikiran dan kultur politik NU merupakan representasi dan satu tarikan nafas dari konsepsi politik Islam Sunni, karena pemikiran dan kultur politik NU bersumber dari tokoh pemikir politik Sunni seperti Ibn Abi Rabi', al-Mawardi , al-Ghazali dan lain-lain. Kekuasan kepala negara, sultan atau khalifah. menurut al-Ghazali, tidak datang dari rakyat, tetapi dari Allah; kekuasaan kepala negara adalah muqaddas (suci), dan khalifah adalah zhill Allah fi al-ardl, bayangan Allah di bumi. Tidak Pelak lagi. ijtihad dan tindakan politik Kiai Wahab Hasbullah sebagai representasi NU senantiasa dilihat dalam perspektif Sunni. Kasus tawliyab (pemberian otoritas) kepada Bung Karno dengan gelar Waliy al-Amri Dharuri bi al-Syaukab pada tahun 1954, misalnya, dipahami secara tekstual bahwa NU memberikan kedudukan kepada Bung Karno sama persis seperti seorang khalifah atau amir al-mukminin dalam perspektif politik Sunni. Demikian pula pada kasus-kasus politik lain seperti ketika Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin dan membubarkan Masyumi, lalu NU bergabung ke dalam Nasakom (nasionalisme, agama dan komunisme) pada tahun 1960, serta ketelibatan NU dalam DPR-GR. Tindakan NU di atas menimbulkan berbagai kecaman dan kritik dari lawan-lawan politik NU. Dan KH. Abdul Wahab Hasbullah, sebagai tokoh utama selain KH. Hasyim Asy'ari, menjadi sasarannya. Tawliyah kepada kepala negara tersebut, seperti ditulis KH Saifuddin Zuhri, bukan berarti NU memberikan otoritas kepada Soekarno sama persis seperti

91

otoritas khalifah dalam konsepsi al-Ghazali, tetapi “anugerah” itu bersifat kasuistik, yaitu memberikan alternatif pemecahan tentang keabsahan kedudukan wali hakim seperti halnya dan di ibaratkan di dalam masalah perkawinan, Secara teoritis, pemberian gelar itu sebenarnya justru 'mereduksi' kekuasaan Soekarno. Sebab. konsep itu mengandung pengertian bahwa Soekarno belum sepenuhnya memenuhi syarat sebagai kepala negara, karena, antara lain, belum dipilih oleh rakyat. Barangkali, ini merupakan bentuk konkret dari aktualisasi teori kontrak sosial sebagai sumber legitimasi kekuasaan ala al-Mawardi. Benar, Bung Karno adalah Waliyul amri (pemegang pemerintahan), dan bi al qaukab (bi bermakna dzu, mempunyai kekuasaan), tetapi pada saat pemberian gelar pada tahun 1954 (belum ada pemilu), pemerintahan Bung Karno dinyatakan adb-dharuri, artinya pemerintahan dalam keadaan darurat, karena Bung Karno belum dipilih rakyat melalui pemilihan umum. Tegasnya, selama belum ada pemilu sebagai wasilah peneguhan prinsip kedaulatan rakyat, pemerintahan Soekarno adalah pemerintahan darurat. Mengengai asbab al-wurud (latar belakang) dan pertimbangan munculnya pilihan-pilihan dan tindakan politik NU di atas, akan diceritakan lebih lengkap nanti di belakang. Sebaliknya Muhammadiyah, seperti halnya kalangan modernis-reformis lainnya, cenderung kurang akomodatif, tidak hanya dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik. Bahkan sikap mereka cenderung tidak mau kompromi dalam menghadapi Soekarno, khususnya ketika kekuasaan tokoh terakhir ini berubah menjadi despotik (zalim). Hal itu tentu saja mempunyai akar-akamya dalam kritisisme Islam yang terlihat jelas dalam kecaman mereka terhadap taklid dan mendorong ijtihad untuk memperbarui pola berpikir dan cara beragama umat Islam. Ibnu Taimiah (1263-1328) menamakan gerakan itu dengan mubyi atsar al-salaf membangkitkan kembali ajaran-ajaran lama, yakni ajaran sahabat dan tabi'in menekankan ijtihad dan anti bid'ah, dengan semboyan kembali kepada al-Quran dan Hadits murni atau pemurnian kembali yang terkadang tak jarang juga di sebut golongan konservatif karena gerakan pemurniannya tersebut.119

119 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU,(Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h

92

Kiai Abdul Wahab Hasbullah sebagai tokoh penting NU tidak luput dari sasaran kritik. Beliau dianggap sebagai oportunis, kiai Orla dan kiai Nasakom, karena mendorong NU terlibat secara intensif dalam tatanan politik Soekarno. Menghadapi kecaman itu, KH Wahab hasbullah, seperti yang ditulis KH. Saifuddin Zuhri ketawa saja. “Kalau saya sekadar anggota biasa NU, tentu saya tidak dijadikan sasaran kritik, tetapi saya adalah termasuk pimpinan tertinggi NU. Biasa, pohon tertinggi menjadi sasaran tiupan angin, bahkan angin badai. Kalau saya sekadar rumput tak akan menjadi sasaran angin badai.” Dalam menghadapi kecaman dan kritikan, agaknya NU tidak melihatnya dalam perspektif ketegangan antara kedua sayap politik umat Islam. Pendekatan yang dikembangkan oleh KH Wahab Hasbullah berwajah santun, damai dan elastis, tanpa menyakiti dan melukai, sebagaimana karakter ushul al-fiqh. Dasar pembenaran terhadap ijtihad politik NU, selain mengangkat argumen, hujjah dan alasan-alasan keagamaan, juga alasan sosial kemaslahatan, seperti terdapat dalam kaidah ushul fiqh, dan pertimbangan strategis. Bentuk-bentuk implementasinya, insya Allah, akan diceritakan di belakang nanti, khususnya peristiwa politik (waqi'ah Siasiah) yang berkaitan dengan bagaimana KH Wahab Hasbullah merintis, membesarkan dan menyelamatkan NU di tengah-tengah pertarungan kepentingan elite politik muslim dan nasionalis di satu pihak dengan kecende' rungan despotik rezim Soekarno yang main kepruk terhadap kekuatan-kekuatan yang menentang, di pihak lain.120 Lebih lajut Kiai Abdul Wahab Hasbullah juga pernah memberikan Pernyataan bahwa Persatuan adalah hal yang sangat penting ketika di Magelang 5 Juli 1939, Sebagai Berikut “Senjata Paling Tajam adalah Persatuan Kemuliaan Islam itu dapat dicapai meskipun tidak dengan senjata lahir, tetapi dengan senjata kekuatan Iman. Kebaikan orang Islam pada zaman dulunya telah pindah ke tangan orang bukan Islam, misalanga seperti kebersihan , dulu yang dikenal bersih clan rajin, tetapi sekarang ini mereka terkenal kotor dan malas. Dulu yang terekenal maju itu orang Islam, tetapi sekarang yang terkenal

142-146. 120Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 146-147.

93

mundur dan tak berharga itu mereka itulah. Maka di sini kita perlukan persatuan, karena dengan persatuan itulah kita akan dapat mencapai cita-cita kita. Tidak ada senjata gang lebih tajam dan lebih sempurna lagi selain persatuan. Sesuatu umat umat akan memajukan clan meninggikan dirinya sebagai persatuan. Dan sebaliknya tidak ada seorangpun gang menjadikan kemunduran dan kerendahan derajat sebagai perselisihan dan percekcokan. Sesuatu umat yang bercekcok dan berselisih, tentulah umat yang akan jatuh atau telah jatuh. Setiap usaha itu tentulah di ikuti oleh sungguh-sungguh. Kalau kita ingin mulia, tetapi tidak mau payah, maka kita menanti turunnya air embun pada waktu panas matahari”.121 3. NU, NASAKOM, dan DPR-GR Perannya di dalam percaturan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak meninggalkan prinsip-prinsip syariat dalam tradisi keilmuan pesantren. Kiai Wahab mampu mengimbangi aspirasi kelompok Islam lain serta mampu mengendalikan pergerakan kaum sosialis dan komunis di dalam pemerintahan, termasuk saat Presiden Soekarno menggagas integrasi Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom). Keterkaitan Rezim Orde lama dengan Pergerakan Kiai Wahab dalam setiap percaturan dan pergolakan politik dinilai sebagai langkah 'Politik Jalan Tengah'. Langkah politik ini tidak mudah dilakukan oleh siapa pun, karena bukan hanya membutuhkan langkah nyata, tetapi juga menuntut argumentasi memadai terkait persoalan yang terjadi. Para kiai NU tersebut selalu mengimbangi konsep PKI dan secara tidak langsung menghalau pikiran-pikiran PKI yang berupaya mengancam keselamatan Pancasila. Kalangan pesantren dan para kiai NU senantiasa mendekat kepada Presiden Soekarno bukan bermaksud „nggandul‟ kepada penguasa, melainkan agar bisa memberikan pertimbangan- pertimbangan strategis supaya keputusan-keputusan Soekarno tidak terpengaruh oleh PKI. hubungan baik antara Presiden Soekarno dan Kiai Wahab Hasbullah memudahkan diterimanya saran-saran NU yang disampaikan oleh Kiai Wahab lewat Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Misalnya, ketika DPAS sedang membicarakan perlu tidaknya berunding soal Irian Barat (sekarang Papua)

121 Abdul Mun‟im DZ. KH. Abdul Wahab Hasbullah: Kaidah Berpolitik dan Bernegara. (Depok : Langgar Swadaya Nusantara, 2015). h 118.

94

dengan pihak Belanda. Begitu juga saat Kiai Wahab menerima konsep Nasakom Soekarno pada 1960. Ide Nasakom Soekarno terlihat jelas pada Amanat Presiden 17 Agustus 1960 yang kemudian terkenal dengan rumusan “Jalannya Revolusi Kita”. Dalam pandangan Syaikhul Islam Ali dalam Kaidah Fikih Politik: Pergulatan Pemikiran Politik Kebangsaan Ulama (2018), bagi pengkaji fiqih, strategi politik Kiai Wahab tidak salah karena berpijak pada prinsip fiqih yang fleksibel dan elastis. Fleksibel tidak dapat disamakan dengan oportunis. Fleksibel mampu masuk di berbagai ruang dengan tetap mempertahankan ideologi, sedangkan oportunis berpihak pada siapa pun asal diberi keuntungan materi. Ketika Bung Karno menyatukan kaum agama, nasionalis, dan komunis dalam bingkai Nasakom, Kiai Wahab mendukung konsep tersebut dengan cara bergabung dalam sistem pemerintahan. Komitmen Kiai Wahab dan ulama-ulama pesantren tidak berubah terhadap gerak-gerik PKI dengan komunismenya, yaitu tetap melawan dan menentang karena ideologi politik PKI bertentangan dengan prinsip Pancasila. Sebab itu, Kiai Wahab memilih bergabung dalam Nasakom bertujuan untuk mengawal kepemimpinan Bung Karno supaya perjalanan pemerintahan tetap bisa dikendalikan oleh NU sebagai perwakilan umat Islam dan tidak dimonopoli oleh PNI atau pun PKI. Ditegaskan oleh Kiai Wahab, untuk mengubah kebijakan pemerintahan tidak bisa dengan berteriak-teriak di luar sistem, tetapi harus masuk ke dalam sistem. Kalau Cuma berteriak-teriak di luar, maka akan dituduh makar atau pemberontak. Prinsip dan kaidah yang dipegang oleh Kiai Wahab dalam tataran fiqih ialah, kemaslahatan bergabung dengan Nasakom lebih jelas dan kuat daripada menolak dan menjauhinya, taqdimul mashlahatir rajihah aula min taqdimil mashlahatil marjuhah (mendaulukan kemaslahatan yang sudah jelas lebih didahulukan dari kemaslahatan yang belum jelas). Karena jika tidak ada NU sebagai perwakilan Islam, PKI akan lebih leluasa mempengaruhi setiap kebijakan Soekarno.122 Di dasari suatu kombinasi Integral antara iman Ilmu dan ama yang berdedikasi kepada agama, nusa dan bangsa.

122 Sumber : https://www.nu.or.id/post/read/103841/apa-pertimbangan-nu-menerima- nasakom-soekarno Diakses pada 29 Februari 2020.

95

Karakter Islam Indonesia adalah Wasathiyah yaitu berada di tengah- tengah. Tradisi mainstream muslim Indonesia adalah karakter washatiyah dengan menekankan Tawazun dan i‟tidal seperti yang di cerminkan oleh Muhammadiyah dan NU.123 hal ini nampak dari sikap NU ketika masuk dalam ide Nasakom Bung karno, Sesumbar Kiai Abdul Wahab Hasbullah, tampaknya tidak sekadar isapan jempol. Pemilu 1955 yang oleh kalangan pemerhati dinilai berlangsung demokratis, jujur dan transparan, berhasil mengantarkan NU masuk dalam Empat Partai Besar, yaitu PNI dengan jumlah suara 8,5 juta suara (22,396), Masyumi dengan 8 juta suara (20,996), NU dengan 7 juta suara (18,496) persen dan PKI dengan 6,1 juta suara (16,496). Keempat partai ini secara berturut-turut mendapat 57, 57, 45 dan 39 kursi di Parlemen. Jumlah keseluruhan peroleh kursi keempatnya adalah 198 dari 257 kursi. Sisanya, 59 kursi terbagi di antara partai- partai ke cil. Kecuali menjadi anggota DPR hasil Pemilu 1955 , KH Wahab Hasbullah juga menjadi anggota Majelis Konstituante. Sesuai dengan UU Pemilu 1955 Konstituante bertugas menyusun Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, UUD yang berlaku saat itu (UUD Sementara 1950) akan diganti dengan UUD hasil Konsituante. Sebelumnya Indonesia telah mempunyai UUD 1945. Dalam Konstituante, kalangan Islam kembali memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, namun mengalami kebuntuan, hingga akhirnya keluar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Konstituante hasil Pemilu 1955 dibubarkan. Sebelumnya Kabinet- Ali, hasil pemilihan, juga tidak dapat bertahan lama karena adanya pertikaian antara Masyumi dan PNI menyangkut konsep hubungan pemerintah pusat dan daerah. Masyumi akhir nya menarik para menterinya sehingga Ali Sastroamidjojo menyerahkan mandatnya kepada Presiden pada 14 Maret 1957. Pada Saat itu juga diberlakukan keadaan bahaya sehingga pihak militer mulai menentukan. Keluarnya Dekrit 5 Juli 1959 menandai menguatnya dominasi kekuasaan Soekarno. Antara 1955 dan 1965 dapat dikatakan periode Soekarno. Presiden konstitusional pada masa ini sering menyatakan keinginannya untuk lebih dari sekadar simbol dan ingin menentukan jalannya pemerintahan. Pada 20 Juli 195 6,

123 Amin Nurdin. Satu Islam, Banyak Jalan : Corak Pemikiran Modern Islam. (Jakarta : Penerbit Hipius Berkerjasama dengan Lembaga Nusa Damai. 2018). h 146.

96

Mohammad Hatta mengirimkan surat resmi pengunduran dirinya kepada DPR sebagai Wakil Presiden karena kecewa terhadap kinerja parlemen yang tidak berwibawa, pemerintah yang tidak mengutamakan pembangungan kesejahteraan rakyat dan Presiden Soekarno yang sering bertindak ekstra konstitusional. Rezimcntasi kekuasaan Soekarno tampak lebih nyata ketika dia menyatakan keinginannya hendak mengubur partai-partai dan menganggap perlunya Dewan Nasional yang akan dipimpinnya secara langsung. Soekarno memanggil semua pemimpin partai, termasuk Masyumi untuk meminta pandangan mereka tentang gagasan tersebut. Pada saat itu pimpinan Masyumi menyampaikan keberatannya, namun Soekarno jalan terus. Pada 14 Maret 1957 Soekarno menunjuk Suwirjo dari PNI sebagai formatur untuk menyusun pembentukan Dewan Nasional. Masyumi tidak diajak formatur dalam kabinet. Tapi penyusunan ini gagal karena partaipartai agama lain menolak calon-calon dari PKI. Lalu Presiden memerintahkan untuk membentuk zaken kabinet darurat. Parlemen hasil pemilu 1955 sampai Maret 1960 masih bekerja, tetapi pada bulan itu dibubarkan, dan Presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Presiden tidak mengikutsertakan Masyumi, dan karena beberapa tokoh Masyumi seperti Mohammad Nasir dan pada 1958 membentuk PRRI, Masyumi diminta membuktikan keterlibatannya. Karena gagal dalam pembuktian itu, Presiden Soekarno memerintahkan pembubaran Masyumi pada 17 Agustus 1960. Banyak tokoh Masyumi yang terlibat dalam PRRI dipenjarakan.Yang menarik, sikap tokoh-tokoh NU dalam merespon proses rezimentasi kekuasaan Soekarno ternyata tidak semua akomodatif, sehingga menimbulkan faksi politik garis keras (hardliner) di dalam organisasi alam ini. KH. Mohammad Dachlan, yang waktu itu mendampingi Rais Am KH Wahab hasbullah sebagai Wakil Ketua I Syuriah NU, misalnya, justru menolak duduk di dalam keanggotaan DPR-GR. Alasannya, selain tidak demokratis, lembaga ini dibentuk tanpa melalui pemilu, dan meniadakan kekuatan oposisi. Keberanian Dachlan tidak hanya itu. Sebelumnya, pada tahun 1956 ketika Soekarno memerintahkan agar dibentuk kabinet koalisi yang terdiri kalangan nasionalis, agama dan marxis, yang lebih dikenal dengan sebutan Nasakom, KH Mohammad

97

Dahlan, secara terang-terangan menentang gagasan itu. Bahkan, beliau bersama- sama dengan KH. Imron Rosyadi mendirikan Liga Demokrasi. Liga yang memperoleh dukungan dari tokoh-tokoh seperti Cosmas Batubara, Napitupulu dan Silalahi ini, menentang Nasakom khususnya dan Demokrasi Terpimpin pada umumnya. Demikian pula ketika terjadi krisis politik akibat meletusnya G30S/PKI, KH. M Dachlan termasuk tokoh NU yang mengutuk keras gerakan tersebut. Dan, bersama Subchan, dia mendirikan Front Pancasila sebagai counter atas Front Nasional-nya Bung Karno. Namun artikulasi yang dilakukan sayap politik NU garis keras di atas, seperti terlihat dalam sejarah NU, ' tampak kurang mampu mengimbangi mainstream politik NU secara keseluruhan yang dikembangkan oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah.124 Dalam perjuangannya Kiai Wahab masuk nasakom karena itu salah satu upaya untuk mempertemukan Islam dan nasionalisme. Kiai Wahab mengatakan “masuk dulu, Keluar gampang”. Beliau menggunakan segala cara untuk melawan Penjajahan dan dalam mengupayakan Islam dan Negara bahkan sampai ada cerita pada waktu Indonesia masih dijajah dulu, ada sebuah kejadian ketika Mbah Wahab dan rombongan akan diserbu dan dihadang oleh tentara Belanda melalui jalur udara dengan mengendarai pesawat. Melihat pesawat tersebut, Mbah Wahab langsung mengambil batu kemudian dibungkus dengan sorbannya dan dilemparkan ke arah pesawat. Seketika pesawat tersebut langsung oleng. Cerita-cerita unik tersebut terkadang memang susah dinalar tapi memang terjadi. Bukankah tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki.125 Demikianlah Kiai Abdul Wahab Hasbullah, ulama yang diberkati Tuhan memperoleh kesempatan hidup dalam tiga zaman, Pertama, zaman pergerakan kemerdekaan. Kedua, sesudah proklamasi kemerdekaan; dan Ketiga, masa Orde Baru. Kiai ini pernah merasakan pahit getirnya hidup, clan banyak teladan yang ditinggalkan bagi generasi sesudahnya. Dalam masa kepemimpinannya dia juga tidak lepas dari ejekan. fitnah dan hinaan disamping tentu saja sanjungan dan

124 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 172-175. 125 Hj. Mundjidah Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 04 Januari 2020.

98

hormat. Pada zaman Orde Lama misalnya. banyak orang mengejek Kiai Wahab sebagai “Kiai Nasakom” atau “Kiai Orla” lantaran NU menerima konsep Nasakom dan dekat dengan Bung Karno. Padahal kata Kiai Saifuddin Zuhri, semua orang dan semua organisasi waktu itu menerima Nasakom termasuk ABRI. Ya, siapa yang berani menentang Bung Karno waktu itu? Menanggapi hal ini Kiai Wahab berjiwa besar dan menanggapi dengan tertawa enteng. “Ha..ha.. ha.. Ya biarkan saja,” katanya. “Ejekan itu masih belum apa-apa dibanding dengan ejekan terhadap Nabi Muhammad SAW yang dianggap gila. Saya kan masih belum dianggap gila,” katanya. Yang jelas, hampir sepanjang hidupnya, perhatian, pemikiran, harta dan tenaganya dicurahkan untuk mewujudkan cita-cita Islam dan bangsa melalui Nahdlatul Ulama. Tidak heran jika Kiai Wahab tidak pernah absen selama 25 kali Muktamar NU. Saat sakit dan menjelang wafatnya, Kiai Wahab masih berkeinginan bisa menghadiri Muktamar ke 25 di Surabaya dan berharap bisa ikut memberikan suaranya bagi partai NU dalam pemilu tahun 1971. Keinginan itu dikabulkan Tuhan. Dan, sekali lagi dalam Muktamar Surabaya, kiai kondang ini terpilih sebagai Rais “Am PBNU. Dalam khutbah iftitahnya yang terakhir sebagai Rais “Am, (Yang dibacakan Kiai Bishri Syansuri), Kiai Wahab masih sempat berharap, “Supaya NU tetap menemukan arah jalannya di dalam mensyukuri nikmat karunia Allah SWT, sebagai suatu partai terbesar (dalam arti besar amal saleh dan hikmahnya kepada bangsa dan negara), melalui cara-cara yang sesuai dengan akhlak Ahlussunnah wal Jama‟ah.” Diingkatkan pula agar kaum Nahdliyin kembali pada jiwa Nahdlatul Ulama tahun 1926.126

C. Kontribusi Pemikiran Islam dan Nasionalisme Jasa Kiai Abdul Wahab Hasbullah Sebenarnya begitu besar Sekali tapi terhalang dengan nama besar kiai Hasyim Asy‟ari Karena Kesadaran Kiai wahab bahwa Kiai Hasyim adalah Maha gurunya contohnya Tatkala Estafet Kepemimpinan Beliau serahkan ke Kiai Hasyim, Sekilas orang menatap Kiai

126 Ubaidillah Sadewa, KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Naional Dari Pesantren Untuk Indonesia, (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara, 2015), h 52-54.

99

Abdul Wahab Hasbullah akan mengesankan bahwa ia seorang yang alim dalam ilmu agama dan komunikatif. Bicaranya tegas, jelas, dan runtut sehingga orang mudah mencerna pikirannya. Orang segera faham mendengar penjelasannya. Pada setiap muktamar, Kiai Wahab selalu, menjadi bintangnya. Bahkan dalam melahirkan Muslimat NU 73 tahun lalu, muktamar bisa menerimanya karena pidato Kiai Wahab yang mengena sehingga banyak kalangan yang faham, meski sebelumnya merupakan kelompok penentang utama. Kiai Wahab melihat bahwa media adalah program utama untuk mengembangkan NU setelah didirikan tahun 1926. Ia singsingkan lengan bajunya untuk ikut membidani dan bekerja di media dengan menarik orangorang yang paling memahami dirinya. Kiai Wahab adalah seorang pekerja keras dan pantang menyerah. Di kala sumber daya manusia di media yang belum tampak dan belum ada di ling kungan NU, maka KH. A. Wahab menanganinya sendiri, seadanya, namun memenuhi standar media dan mendapat sambutan besar.127 Harakah atau pergerakan sebagai dasar dari organisasi NU Karena tujuan berdirinya NU untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia tentunya, sebelum merdeka umat islam tidak bias leluasa bergerak, sikap politik NU dalam menghadapi politik nasional, Kiai Wahab harus menjadi andeelhoder dalam segala macam perjuangan nasional. Agar selalu siap sedia menjadi relawan berjuang di garis depan dalam pertempuran, karena kita memiliki kemapuan besar (Wahab Hasbullah jakarta 1962). Karena sudah jelas Empat macam siyasah (strategi perjuangan politik NU) yakni Siyasah Tijariyah (Politik Perdagangan), Siyasah Najjariyah (Politik Arsitektural), Siyasah Zaraiyah (Politik Pertanian). Mengenai Corak Ijtihad yang di lakukan oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah Seperti halnya dalam Contoh Uniformasi Islam politik yang Kemudian pada saat telah ,Menjadi isu sentral perjuangan kebangsaan Kiai Wahab dalam membangun kekuatan umat Islam dan nasionalis, mengalami pasang surut. Sejauh menyangkut urusan politik, secara teoritis, uniformasi itu pada hakikatnya mengandung unsur penyederhanaan atau simplifikasi, karena kuatnya pengaruh

127 Musthafa Helmy. Peran Media Santri : Kiprah KH.A. Wahab Hasbullah. (Jombang :Penerbit Keluarga Besar KH.A Waha Hasbullah, 2018) h 14.

100

eksternal yang bekerja mempengaruhinya. Tegasnya, konsep uniformasi itu tidak mampu menembus, apalagi mengubah, tatanan budaya tinggi seperti sistem pengetahuan, sistem doktrin dan sistem simbol yang dianut oleh masing-masing golongan.128 Sosok yang gesit,pekerja keras dapat dilihat dari kiprahnya dalam pembentukan beberapa organisasi sosial keagamaan di tanah air. Beliaulah yang mendirikan organisasi Sarekat Islam (Sl) cabang Makkah. Kemudian. beliau mendirikan kelompok diskusi Tashwirul Afkar. Nahdlatul Wathan. dan Nahdlatut Tujjar yang kesemuanya itu menjadi embrio berdirinya organisasi NU. Sementara itu. kiprahnya dalam pendirian organisasi NU sangatlah besar. Ia adalah salah satu sosok pendiri utama organisasi tersebut. Bahkan. beliaulah yang mendesakkan pembentukan organisasi NU kepada K.H. Hasyim Asy'ari. la mendirikan Komite Hijaz sebagai bentuk respons atas proses “wahabisasi” di Arab yang memberi pengaruh pada persoalan kebebasan beribadah sesuai dengan kepercayaannya. Ketika sudah ikut membidani sebuah organisasi. K.H. Wahab Hasbullah tidaklah langsung meninggalkan organisasi tersebut. Beliau ikut membesarkan dan mengembangkan organisasi tersebut. Hal Ini terbukti dari sumbangsihnya dalam pembentukan tradisi jurnalistik dl organisasi NU. Tujuannya tidak lain adalah untuk memajukan masyarakat NU saat itu yang sering diidentikkan sebagai kalangan terbelakang dan kurang pendidikan. Di dalam politik pun tak kalah hebatnya. K.H. Wahab Hasbullah ikut membidani perjuangan NU di tingkatan politik. Hal itu terkait dengan proses perjuangan melawan penjajah tidak bisa hanya memakai jalan perjuangan fisik. Beliau juga membidani iahimya laskar- Iaskar, seperti Hizbullah. Dalam urusan politik ini, K.H. Wahab Hasbullah memiliki insting yang kuat untuk menjadi seorang politisi tangguh, ulet. dan ahli melobi. Ketika Kontribusi Pemikiran sumbangsih Perjuangannya dalam organisasi NU sebagai saiah satu pendiri dan penyangga lahirnya Masyumi mulai dikebirikan oleh kalangan modernis Islam. Wahab Hasbullah memberikan sarana perjuangan lain, yaitu dengan keluar dari Masyumi dan menjadikan NU sebagai partai politik yang mandiri. NU sebagai partai politik di masa kepemimpinannya

128Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 176.

101

cukug diperhitungkan pada masa kepemimpinan Soekarno maupun masa awal kepemimpinan Soeharto. Di sinilah sekali lagi sejarah membuktikan ketokohan beliau terutama di kalangan NU.129 Pemikirannya selalu dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan solusi dalam menyelesaikan Persoalan agama maupun kebangsaan. Kiai Wahab juga menjadi Ulama yang genuin dan menjadi Inspirasi dari pemikiran “Gitu aja kok Repotnya” Gus dur.130 Tetapi Kritik atas pemikiran Kiai Wahab adalah meski Berhasil Menemukan Islam dan Nasionalisme tetapi sedikit ditemukan Bukti otentik Pemikiran beliau ketika berintraksi dengan umat agama lain padahal pemikiran Beliau juga berjasa bagi Terbentuknya Pluralitas. Dari sinilah kita perlu menggali lebih jauh tentang sosok dan kiprahnya K.H. Wahab Hasbullah lebih jauh. Sudah ada beberapa buku yang mengupas beliau. Akan tetapi, menurut penulis. beberapa buku yang sudah ada belum bisa menyampaikan secara sederhana bagaimana sosok dan perjuangan beliau ke hadapan pembaca umum. yang bukan hanya dari kalangan NU. Menurut pembacaan penulis, masih jarang di pasaran dan khalayak umum buku yang mengupas secara utuh dalam satu buku tentang. pemikiran dan perjuangan beliau yang terbaru.131 Salah satu Kontribusi Beliau yang menjadi budaya Masyarakat Indonesia adalah Mencetuskan Tradisi Halal Bi Halal Seperti dituturkan Almaghfurlahu KH. Fuad Hasyim, Buntet, Cirebon, pada acara halal bi halal di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Taniungmuli, Purbalingga, 12 Desember 2002 atau 9 Syawal 1423 H, bahwa pencetus istilah halal bi halal adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah. Ceritanya, setelah merdeka pada tahun 1945, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Para elite politik saling curiga dan bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan terjadi di mana-mana, diantaranya DI/TII, PKI (Madiun affair). Lalu, pada tahun 1948 di pertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno mengundang Kiai Wahab ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan saran dalam mengatasi situasi politik yang kurang sehat itu.

129 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 9-12. 130 Tim Sejarah Bahrul Ulum, Tambakberas : Menelisik Sejarah Memetik Uswah. (Jombang : Pustaka Bahrul Ulum, 2017). h 495. 131 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 12.

102

Pada waktu itu, jabatan Kiai Wahab adalah anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik lndonesia. Kiai Wahab kemudian menyarankan kepada Bung Kamo agar mengadakan acara “Silaturrahim” dengan mengundang semua elite yang bertikai, apalagi sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, seluruh ummat disunnahkan bersilaturahim. Lalu Bung Kamo berkomentar:”Silaturrahmi itu kan biasa, saya ingin istilah yang lain.” “Itu sih gampang”, kata Kiai Wahab yang memang sahabat karib Bung Kamo sejak sama-sama “nyantri” di markas Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. “Begini, para elite politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling curiga dan saling menyalahkan. Padahal saling curiga dan saling menyalahkan itu dosa. Dan dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk satu meja untuk sallng memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahim nanti kita pakal istliah “halal bi halal”, saran Kiai Wahab seperti ditirukan Kiai Fuad Hasyim yang semasa hidupnya sering bertemu dengan Kiai Wahab. Dari saran Kiai Wahab Itulah, kemudian Bung Karno Pada Idul Fitri mengundang semua tokoh nasional dan elite politik ke Istana Negara untuk ber- halal bi halal. Tentu saja mereka datang semua, bukan saja karena yang mengundang Presiden, tetapi lebih dari itu mereka ingin tahu apa itu halal bi halal. Akhirnya, mereka duduk satu meja dan saling maaf memaafkan. Inilah babak baru untuk menggalang kekuatan dan persatuan bangsa. “ Kiai Wahab yang kala itu duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung RI bersama Dr. Setia Budi (Douwes Dekker) dan Ki Hadjar Dewantara, juga hadir dalam acara halal bi halal itu.” ujar Kiai Fuad Hasyim. Sejak saat itulah, instansi-instansi pemerintah mulai dari pusat hingga Desa serentak mengadakan halal bi halal yang kemudian diikuti pula oleh masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Jadi, Bung Kamo bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kiai Wahab menggerakkan warga masyarakat dari bawah. Apalagi waktu itu Kiai Wahab baru mengambil alih kendali NU-menggantikan al- maghfurlah KH. Hasyim Asy'ari yang wafat pada 7 Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947. Maka jadilah halal bi halal sebagai kegiatan rutin tahunan dan mentradisi sebagai budaya khas Indonesia hingga saat sekarang dan, insya

103

Allah, sampai akhir zaman. Lagi pula, Kiai Wahab dikenal sebagai ulama yang menguasai bahasa maupun sastra Arab. Selama 4 tahun tinggal Arab, Kiai Wahab menggubah beberapa syair dan mempelajari karya para penyair zaman pertama Islam. Karena itu, istilah halal bi halal pasti sebuah kreasi yang bisa dipertanggung jawabkan.132 Pengaruh dan Kontribusi Besar Kiai Wahab masih bisa di rasakan di kalangan NU yaitu menjadi Pondasi bagaimana NU berjuang untuk Islam yang Ahlul Sunnah wal Jamaah tetapi tetap mempertahankan perbedaan. Implementasi dari itu dapat di lihat ketika Kiai Wahab membina hubungan baik dengan berbagai macam kalangan mulai dari kalangan pesantren, kalangan tokoh Islam, kalangan pers, dan kalangan nasionalis. Misalkan kedekatannya dengan Soekarno, yang sering mendatanginya untuk berkonsultasi dan meminta saran Kiai Wahab terkait keputusan-keputusan yang akan diambil. Salah satu yang masih dapat kita rasakan keberadaannya sampai sekarang adalah Halal Bi Halal, yang merupakan kegiatan yang di inisiasi oleh Soekarno atas saran Kiai Wahab untuk mengintegrasikan kembali para tokoh-tokoh bangsa. Dan Kontribusi itu masih bisa di rasakan Hingga sekarang.133 Bagaimana pun. sosok Kiai Wahab Hasbullah adalah sosok yang memberikan sumbangsih atas perjalanan bangsa Indonesia dan lingkup lebih kecil adalah turut membidani lahirnya dan membesarkan gerakan NU, sebuah organisasi pergerakan Islam tradisional. Sumbangsihnya menunjukkan kepada kita bagaimana seorang tokoh atau pemimpin memiliki kewajiban penuh melakukan hal tersebut secara amanah. Ketika ia melihat sebuah kelompok masyarakat yang memiliki keyakinan atas pola peribadatannya direcoki, Kiai Wahab sebagai seorang yang mengetahui bahwa seharusnya hal tersebut diberikan solusi dengan jalan menghormati, mencoba menjembatani dan menyelesaikan persoalan itu dengan mengadakan musyawarah agar kelompok yang menekan jangan mencaci maki dan menghina pola peribadatan kelompok lain. Namun. ketika musyawarah tidak menemukan jalan keluar. tidak ada jalan selain adalah menguatkan posisi kelompok yang diserang tersebut. dari sinilah akhirnya muncul

132 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 168-170. 133 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020.

104

organisasi NU. Kelompok organisasi pergerakan NU ini memiliki pemahaman keagamaan yang berbeda dengan kelompok keagamaan islam kaum modern. Perbedaan tersebut lebih terkenal. bahwasanya NU Iebih menghormati dan cenderung mensinkretisken agama Islam dengan konteks lokal sementara kalangan modern mencoba mengadopsi Islam yang dari Arab dengan membawa semua tradisi masyarakat tempat kelahiran agama tersebut.134 Kontribusi perjuangan dan pemikiran beliau tentu sangat berguna bagi masyarakat Islam tradisionalis dengan berkomitmen atas Pancasila sebagai Ideologi yang dinamis dan harmonis dapat menampoung nilai-nilai keanekartagaman agama maupun budaya sehingga Indonesia kokoh dan utuh.135 karena mereka mendapat keamanan dan kemantapan dalam menerapkan pola peribadatan mereka. Dalam perjuangan tersebut. ia melakukan dengan sabar. penuh tenaga, dan pikiran karena harus mengumpulkan semua ulama. kiai. dan tidak berniat mendirikan jika tidak mendapat restu dari Kiai Hasyim Asy'ari. Perjuangan itu dilanjutkan ketika organisasi ini masuk dalam gelanggang politik dan saat itu bekerja sama dengan kelompok islam modern lain dalam satu wadah Masyumi. Namun, ketika dalam perjalanannya, organisasi NU yang diperjuangkan tersebut mulai ditelikung dan terjadi ketidakadilan sehingga kerja sama menjadi timpang atau aspirasi tidak terwadahi dalam organisasi tersebut, ia bertanggung jawab dengan berani memutuskan bahwa NU harus keluar dari Masyumi dan menjadi partai mandiri. Sejarah membuktikan NU mampu menjadi partai yang cukup diperhitungkan di zamannya. baik oleh lawan dan pucuk pimpinan negara, baik Soekarno dan Soeharto. Sementara itu. sumbangsih pada perjalanan bangsa Indonesia tidak terlepas dari sikapnya yang membenci penjajah. Kiai Wahab Hasbullah tidak sekadar membenci penjajah saja. tapi ia melakukan perjuangan dan memikirkan penuh bagaimana mengenyahkan penjajah dengan jalan apa saja asalkan itu sesuai dengan kaidah agama yang beliau pahami dan yakini. Dalam hal ini. Kontribusi dan sumbangsih perjuangan dan pemikirannya

134 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 156-157. 135 Zuhairi Misrawi. Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari : Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan. (Jakarta : PT. Kompas, 2010). h 275.

105

dapat dibagi dalam dua hal. Pertama. perjuangan fisik, yaitu dengan melakukan sokongan atas pembentukan laskar-Iaskar yang melakukan perang gerilya terhadap penjajah. Kedua. melakukan perjuangan politik. yaitu dengan menggerakkan organisasi NU dan bekerja sama dengan organisasi Islam modern dan kalangan nasionalis maupun sosialis-komunis untuk melakukan persatuan dalarn menekan kebijakan Belanda agar tidak sedemikian parahnya dalam menyengsarakan rakyat dan juga melakukan gerakan penyadaran akan pentingnya rasa persatuan pada rakyat di bawah. Perjuangan dan pemikiran beliau lanjutkan pula ketika Indonesia merdeka. Beliau menyadari bahwasanya penjajah Belanda membawa sekutunya hendak menjajah kembali Indonesia. Di saat inilah beliau juga berjuang secara fisik, yaitu dengan menyokong perjuangan gerilya. dan berjuang secara politis. dengan kendaraan NU dan menjadi salah satu anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) Presiden Soekarno. Perjuangan dan pemikiran beliau berlanjut ketika sebuah bangsa bernama Indonesia yang masih muda bereksperimentasi dengan sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer. Di sinilah beliau berperan dalam proses transformasi NU menjadi partai mandiri dan meramaikan pergulatan bangsa untuk menentukan arah demokrasi yang khas dan cocok untuk Indonesia. Hal itu dilakukannya hingga masa awal kemunculan Orde Baru. Begitulah sosok Kiai Wahab Hasbullah. Ia adalah contoh bagi kita semua sebagai seorang dan salah satu contoh kepemimpinan nasional dan tokoh kiai NU di saat itu. Nilai-nilai pemikirannya dan perjuangannya adalah nilai totalitas dari seorang manusia yang hendak mengubah keadaan bukan sekadar wacana, melainkan juga praktik di lapangan dengan mengedepankan aspek dialog terbuka tanpa menghilangkan hal-hal prinsip, Agar terciptanya Kerukunan Bernegara. Setidaknya, dari perjuangan dan pemikiran K.H. Wahab Hasbullah kita mengetahui bahwasanya konsep Tashwirul Afkar sebagai kelompok diskusi masih dipakai dan dikembangkan oleh NU saat ini, yaitu dengan menerbitkan majalah bulanan yang namanya sama yaitu, Tashwirul Afkar. Kemudian, konsep pemikirannya tentang pendidikan, kepemudaan, kebangsaan, dan pemberdayaan ekonomi ataupun apresiasi atas kesenian dan kebudayaan Islam, seperti Lesbumi. Nahdlatut Tujjar, dan Gerakan Pemuda Ansor, masih dipakai juga diperjuangkan

106

lebih jauh walaupun bergerak lamban untuk persoalan ekonomi dan kesenian Islam tersebut. Setidaknya, kita masih melihat bagaimana jurnal Tashwirul Afkar masih eksis berdiri sampai sekarang yang secara tak langsung didorong oleh sosok Gus Dur. Gus Mus. Ulil Abshor Abdala, dan Abdulah Mun'im DZ. Sementara. Lesbumi mulai muncul kembali dengan kepemimpinan seniman muda Zastrow. Jadul Maula, dan Aguk Irawan yang bisa kita lihat dari terbitnya jurnal Lesbumi bernama Kalimah di tahun 2008.136 Pemikiran dan perjuangan kiai Wahab adalah menjadikan prioritas utamanya untuk kepentingan kemerdekaan Bangsa. Kiai Wahab dalam memberikan teladan bahwa kehidupan sebagai umat beragama adalah bagaimana kita bisa fastabiqul Khairat dalam Kebaikan, selain itu juga mempunyai kepribadian yang rapi mempunyai jiwa yang demokratis tidak dapat di nepotisme ketika ada masalah kita harus selalu melakukan riyadhoh atau bertahan dan kebersamaan harus dibangun dengan berbagai macam golongan, suku, ras, dan agama. Beliau juga Sosok demoktator sejati dan penentang KKN dan banyak Pokok-pokok pemikiran Kiai wahab banyak yang diadopsi Pemerintah, Khusunya di Pemerintah Kabupaten Jombang sekarang dalam aspek sosial keagamaan.137

136 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 157-159. 137 Hj. Mundjidah Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 04 Januari 2020.

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH TENTANG ISLAM DAN NASIONALISME

A. Pancasila Dan Demokrasi dalam Perspektif Kiai Abdul Wahab Hasbullah Nahdlatul Ulama (NU) belum pernah mencela Pancasila, tetapi selain dari NU tidak saya sebut, sering sekali mencela, ada yang mengatakan bahwa Pancasila ini jahiliyah dipermodern, Tentang kecukupannya bagi Dasar Negara memang ada. Memang semua barang ada baiknya dan ada kurang baiknya, malahan ada kerusakannya. Kalau Pancasila menjadi Dasar Negara, sudah kita coba, tetapi saya terusterang Nahdlatul Ulama (NU) baik perseorangan, maupun rapatnya, walaupun ada sedikit desas-desus ada sedikit mencela, tetapi pada umumnya masih bertahan, sebab ada harapan besar akan menemui saat untuk memperbaikinya, ialah dengan adanya Konstitusi. Maka menurut pendirian Nahdlatul Ulama (NU), Pancasila ini bisa dimasukkan dalam Islam untuk dilaksanakan dengan beberapa tambahan. Tetapi melihat keadaan masih utuh. Dapat saya menganalisa, bahwa kalau tujuan negara untuk Kesejahteraan Persatuan keamanan dan keadilan, tetapi jika semua itu belum tercapai sebagaimana yang tertuju dan dicita-citakan. Kalau kemakmuran, sekarang deviden merosot sampai habis, sudah nyata. Sebab umumnya orang yang mengerjakan pekerjaan itu tidak takut kepada Allah, tidak merasa berdosa. Kalau korupsi tidak ketahuan tidak berdosa. Hanya merasa berdosa kalau tertangkap karena ketahuan. Maka kalau orang memegang negara yang dasarnya takut kepada tangkapan lahir, kalau tidak lahir sudah semaunya saja, tidak bisa sesuai dengan cita-cita Pancasila. Karena tahu bahwa ini bukan dasar agama, hanya dari Pancasila penjelmaan manusia.138 Gebrakan Kiai Wahab di tumbuh Intern NU yaitu usul kiprah NU Sebagai partai Politik di terima secara bulat dalam

138 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 135.

107

108

muktamar NU 1952 bahkan pada pemilu 1955 NU menjadi Partai besar selain PNI, PKI, Masyumi, disini peranan Kiai Wahab cukup menonjol, Apalagi Kiai wahab dikenal kompeten sebagai pengatur strategi Perjuangan NU yang piawai dalam Pergolakan dari pembentukan MIAI, GAPPI (Gabungan partai Politik Islam), sampai NU keluar dari Masyumi itulah terlihat bahwah Kiai Wahab terlibat Pergumulan dengan Tokoh-tokoh seperti Dr. Sukiman, Abikusno Cokrosuyoso, Mr. Sartonjo, , Amir Syarifuddin dan lain lain.139 Maka untuk menganalisa Historis Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah ini Teori yang digunakan adalah Teori continuity and change (kesinambungan dan perubahan), Sebagaimana penjelasan John Obert, mengkaji perkembangan atau suatu kelompok maupun individu, tidak bisa terlepas dari kerangka “continuity and change”. Selaras dari Teori itu ialah bagaimana Nasionalisme, Pemikiran Islam dan Cinta tanah Air Kiai Wahab yang Berlanjut hinggah saat ini menjadi dasar kredo Perjuangan Politik kebangsaan NU dan Landasan sikap Cinta Tanah Air NU yang juga di adopsi oleh tokoh-tokoh NU, Oleh karenanya sampai saat ini Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah tersebut masih sangat Relevan untuk di Implementasikan apalagi dewasa ini cenderung marak Konflik Ideologi yang di pertentangkan dengan Agama sehinggah merusak Nilai-Nilai Islam dan Nasionalisme, Padahal perdebatan itu dahulu sudah terdapat solusi tepat yang salah satunya berasal dari Gagasan dan Buah Pemikiran Kiai Wahab yang kemudian menghasilkan suatu Perubahan bahwa mencintai tanah air atau Nasionalisme dengan Islam tidak selalu bertentangan dan Kiai Wahab berhasil menemukan Titik temu diantara keduanya yang kemudian berkembang menjadi Slogan Nasionalisme (Cinta tanah air) sebagian dari iman Hubbul wathon minal iman yang lalu menjadi sebuah sya‟ir yang fenomenal dan lantas terwujudnya semangat Nasionalisme yang kuat dan terbentuknya kesediaan menerima perbedaan yang puncaknya terjadinya tatanan Kehidupan antar umat beragama dan persatuan Indonesia, baik sejarah muapun Pemikiran Kiai Wahab yang memberikan Peran besar sudah pasti mempunyai mata rantai yang terus berlanjut

139 Ubaidillah Sadewa, KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Naional Dari Pesantren Untuk Indonesia, (Surabaya : Lingkar Muda Nusantara, 2015), h 49.

109

dan di teruskan perjuangan dan pemikirannya. Pemikiran Kiai Wahab yang di adopsi oleh beberapa tokoh NU seperti Idham Chalid, Saifuddin Zuhri, Abdurahman wahid dan Said aqil siroj juga mengalami perkembangan (perubahan). Selain itu juga Sesuai dengan Teori Sejarah intelektual yang berkaitan dengan perhatian untuk mempelajari sejarah ide-ide, konsep atau perkembangan intelektual dari khazanah pengetahuan manusia dan kehidupan, yakni bagaimana identifikasi terhadap Corak pemikiran, Kaidah Pemikiran, Integrasi Keilmuan yang di miliki Beliau dan isi Pemikiran yang terkait dengan Kebijakan Pergerakan Kiai Wahab hal itu berfikir seseorang menjadi tolak ukur dalam meneliti suatu Pemikiran seseorang tersebut. Lebih lanjut Steven Collini mengemukakan Bahwasanya Teori Sejarah intelektual juga mengenai berbagai disiplin penyelidikan intelektual, Sekali lagi Dalam tataran ini, saya kira Kiai Abdul Wahab Hasbullah dengan slogan Hubbul Wathon Minal Imannya menjadi salah satu tokoh yang berhasil mempersatukan dan menemukan titik temu antara nasionalisme dan Islam yang secara eksplisit pertemuan itu juga menjadi Landasan besar bagi terciptanya Nasionalisme di Indonesia. Membicarakan Pancasila sebagai dasar NKRI tidak bisa memisahkannya dari Peran NU. Sekadar untuk menegaskan bahwa hubungan Pancasila dengan NU laksana seorang disaigner dengan baju hasil karyanya; atau seorang artis dengan karya seninya. Sangat dekat, tak terpisahkan. Karena itu, ketika Pemerintah Orde Baru menerapkan Asas Tunggal Pancasila pada tahun I984, Nahdlatul Ulama sebagai representasi Organisasi Sosial Keagamaan satusatunya organisasi yang mendukung pemerintah saat itu. Langkah yang ditempuh oleh NU merupakan langkah yang sangat tepat, karena sejak dari permulaan kelahiran Dasar Negara tersebut NU yang dalam BPUPKI diwakili oleh Kiai Wahid tetapi di balik itu semua Kiai Abdul Wahab Hasbullah yang menjadi kartu trope yang menentukan. Hingga akhirnya, Pancasila dengan penghapusan tujuh kata yang tertulis pada Piagam Jakarta bisa diterima oleh umat Islam Indonesia yaitu atas arahan Kiai wahab yang di berikan kepada Kiai Wahid untuk dapat menerima sila Ketuhanan yang maha Esa. Dengan menggunakan logika formal kenegaraan, Pancasila sama seperti dasar Negara lain yang ada pada setiap Negara di dunia ini.

110

Namun jika dikaitkan dengan siapa di balik layar atas kelahiran Pancasila, tidak lain adalah berhubungan dengan manifestasi karya seorang sufi yang mempunyai ketajaman dan keampuhan mata batin. Karena Pancasila meliputi dua keistimewaan, yaitu: pertama, istimewa pada kandungan filosofi dan susunan di setiap kalimatnya; dan kedua, mengandung kekuatan luar biasa yang dapat mempersatukan bangsa dari berbagai elemen dan latar belakang masyarakat. Lebih jauh juga Pancasila merupakan payung suci (sacred canopy). Payung yang mengayomi bangsa Indonesia dalam realitas multi etnik, agama, dan budaya, Seperti pada penggalan judul buku Peter L. Berger, bayangan sejuk Pancasila tidak muncul begitu saja karena kerangka bangsa Indonesia yang mempunyai realitas ganda, Unity in Multipicity dan multipicity in unity hidup untuk mencintai tanah air di dalam keharmonisan.140 Kiai Abdul Wahab Hasbullah Dari profil seorang ulama, tokoh nasional, pemimpin pesantren, politikus kaliber nasional, tetapi juga seorang pemimpin dan kepala rumah tangga yang mau dan suka menggarap sendiri urusan-urusan “tetek bengek” seperti halnya memompa Lampu Petro sendiri untuk mengaji, tetapi vital bagi ukuran orang-orang kelas bawah yang juga dapat dijadikan contoh atas kesederhanaannya tersebut. Seorang yang jangkauan cita-citanya menjamah puncak-puncak perjuangan, tetapi kakinya tetap berada di atas tanah. Bahunya memikul tugas-tugas kepemimpinan dan tangannya tetap menuntun orang awam.141 Oleh karenanya Umat Islam Indonesia terang sanggup menerima dan menjamin Kehidupan Berbangsa da Bernegara, begitu pula Pancasila. Dengan sikap Nasionalisme yang terdapat nilai-nilai Pluralitas Kiai Wahab menjadi tokoh Nasionalis-Islamis yang berhasil mengupayakan bertemunya Islam dan Cinta tanah air.142 Hal itu terlihat jelas dalam Khutbah Iftitah Kiai Wahab pada Muktamar NU Ke-25 sebagai Rais am yang di bacakan oleh Kiai Bisri Syansuri karena Kiai

140 Shofiyullah Mz. KH.A. Wahid Hasyim Sejarah Pemikiran dan Baktinya bagi Sejarah dan Bangsa. (Jombang : Pesantren Tebuireng, 2011) h 103. 141 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 143. 142 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 155.

111

Wahab dalam keadaan sakit dan pada saat itulah Muktamar terakhir beliau yang isinnya “Menurut ajaran Islam, membangun untuk kemakmuran dan beribadah serta beramal saleh adalah tugas-tugas kembar yang tidak boleh dipisahpisahkan. Kita akan mempunyai kesempatan membangun bila saja kita mempusakai bumi ini, akan tetapi bumi ini pun hanya diwariskan kepada hambahamba yang saleh. Seterusnya; manakala kemakmuran telah tercapai, kita pun tidak boleh meninggalkan ibadah serta amal saleh, karena jika demikian berarti kita tidak bersyukur kepada Allah, padahal kita telah diberi kenikmatan hidup Maka, dengan lain perkataan, sebelum dan sesudah membangun kita diwajibkan ibadah serta beramal saleh, karena beramal saleh tidaklah tergantung pada hasil atau tidaknya usaha pembangunan itu”.143 Karena itu Indonesia menuju negara yang berdasarkan Islam tidak ala negara Saudi Arabia dengan orisinil Al-Quran dan Hadits, tidak ala Pakistan, kita tidak bisa melihat Mesir di mana agama Islam sebagai agama resmi, bukan Dasar Negara. Itu tidak bisa. Kiai Wahab melihat bahwa Indonesia adalah Negara ecrste class. Adapun jika tidak berhasil, apa boleh buat, tidak dapat nasi, ya kangkung-kangkung, itu lain perkara. Karena beberapa analisa yang saya kemukakan, saya tetap dengan pikiran, yang tidak karena fanatik ta'assub, lebih baik apabila waktu ini mengingat beberapa hal, agar supaya diperbaiki Pancasila itu dengan cara bagaimana.144 Ambivalensi Kiai Abdul wahab Hasbullah atas konsep jika dicermati lebih lanjut bahwa demokrasi masih sering dijumpai di berbagai lini pusat kekuasaan, sampai terdapat sebagian masyarakat yang menghadapkan demokrasi secara vis-a- vis dengan nilai-nilai agama. Lebih tragis lagi, bahwa jargon formalitas agama yang berakar pada pola pikir sektarian, akhir-akhir ini justru lebih ditonjolkan dari pada penegakan panji-panji demokrasi yang sebenarnya. Karena itu, patut kita renungkan kembali, sejauh mana agama berperan dalam proses demokratisasi atau sejauh mana agama merespon nilai-nilai demokrasi. Demokrasi secara sederhana dapat kita artikan sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Sistem ini

143 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, (Yogyakarta : PT. LkiS, 2010), h 162. 144 Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017), h 139.

112

menuntut partisipasi langsung warga suatu bangsa untuk menentukan roda kepemerintahan. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan, selain memiliki kewajiban, juga mempunyai hak. Hal ini bertolak belakang dengan sistem monarchi absolut yang menjadi trend sistem pemerintahan pra abad ke-18. Falsafah dasar sistem demokrasi, dengan demikian tidak terlepas dari sentuhan nilai-nilai religius. Bahwa, semua agama pasti menganjurkan para pemeluknya untuk mengakui dan meneguhkan kepercayaan kepada Tuhan Pemilik alam semesta. Manusia sebagai ciptaan (baca: makhluk)Nya berkewajiban mengabdi dan menyembah kepada Sang Pencipta (Khaliq). yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa secara murni dan tulus. Relasi ini sekaligus mengikis praktek perbudakan di muka bumi. sebagai ekses dari penegakkan prinsip-prinsip persamaan hak dan kewajiban setiap pribadi manusia di hadapannya. Penegakkan keadilan, persamaan hak dan pertanggungjawaban pemerintahan kepada rakyat sebagai pilar - pilar demokrasi merupakan interpretasi real dari nilai-nilai agama, Dalam lintas sejarah, tidak ditemukan agama-agama yang tak mengupayakan pemberdayaan umat manusia. Nabi Musa as. hadir untuk menentang kelaliman Fir'aun, lbrahim datang untuk menumpas absolutisme Namrud, Yesus hadir untuk menentang kesewenang-wenangan imperium Romawi, dan Muhammad saw. berhadapan dengan konglomerasi bangsa Arab. Esensi demokrasi yang selaras dengan nilai-nilai agama itu dalam wilayah praktis sering terjadi overlapping. Para pemeluk agama (terutama tokoh agama) sering menunjukkan eksklusivitas beragama yang seakan-akan dirinya paling benar dan masuk surga. Ujungnya, kohesivitas toleransi agama yang seharusnya direali-sasikan menjadi porak-poranda. Inikah agama yang sebenarnya? Tentu kita prihatin, agama yang semestinya membawa kedamaian justru sebagai komoditas pertengkaran. Fenomena tersebut tidak terjadi manakala masing-masing pemeluk agama mampu menerjemahkan dan mengaktualisasikan ajaran-ajaran dasar agamanya (masing-masing) secara baik. Agama adalah sesuatu yang diamalkan, bukan dikhutbahkan, nilai-nilai yang diaplikasikan bukan diformalkan.Nilai-nilai demokratisasi dalam aplikasinya harus ditopang oleh realisasi penerapan HAM, guna memanusiakan manusia di hadapan Tuhan. Pola seperti ini sangat relevan

113

dengan esensi agama yang menginginkan terwujudnya cinta kasih Sesama manusia di sisinya. Pemerintahan yang demokratis, akan menghapus tindakan sewenang-wenang penguasa atas rakyat, mencairkan strata sosial masyarakat, mengubur sikap arogansi penguasa serta mendudukkan hukum diatas segalanya. Proses semacam ini, pada hakikatnya juga bagian dari aplikasi nilai-nilai agama.145 Hal itu menjukkan Bahwasannya Kiai Wahab melihat pada kekuatan negara dengan dasar Pancasila utuh menjadi Dasar Negara, dan Sistem Demokrasi di terima atas Prinsip Musyawarah bdalam Islam yakni adanya sila Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan perwakilan adalah merupakan sendi utama bagi NU dalam turut serta menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi hajat dan kepentingan-kepentingan segenap bangsa Indonesia. Oleh karena itu dalam usaha mengatasi kesulitan-kesulitan bangsa dan negara, NU senantiasa menempuh jalan tengah selama tidak merugikan intipati ideologi dan keyakinan asasi yang dijunjung tinggi oleh NU.146 Posisi diametral antar agama dengan demokrasi, memang selamanya tak akan menemui titik temu manakala paradigma yang ditonjolkan dalam beragama melalui paradigma legal formal. Legalitas dan formalitas beragama berarti menempatkan agama sebagai “kendaraan politik”. Padahal, pengalaman sejarah menunjukkan, bahwa politisasi agama selalu membawa kepada distorsi atas agama itu sendiri. Karena itu, Peran Kiai Wahab untuk meluruskan corak pemahaman beragama tersebut perlu dikembangkan visi sensivitas agama. Setiap agama pasti memiliki nuansa ruhani yang bersifat sensitif (baca: mistik). Disinilah dimungkinkan terjadinya pertemuan semua agama yang pada gilirannya akan menampilkan pola beragama yang kultural dan damai. Dengan demikian, proses demokratisasi di muka bumi merupakan konsekuensi logis dari upaya pembumian nilai-nilai agama. Hakikat demokrasi merupakan aktualisasi interpretasi yang benar atas nilai-nilai pokok agama. Pemberdayaan atas nilai-nilai demokratisasi sama halnya dengan pengukuhan relasi manusia dengan Tuhan. Karenanya, usaha

145 Said Aqil Siroj. ISLAM KEBANGSAAN : Fiqih Demokratik Kaum Santri.(Jakarta : Penerbit Risalah NU, 2019) h 110-111. 146 Abdul Mun‟im DZ. KH. Abdul Wahab Hasbullah: Kaidah Berpolitik dan Bernegara. (Depok : Langgar Swadaya Nusantara, 2015). h 39-41.

114

keras untuk membangun masyarakat Indonesia yang demokratis tidak kalah urgensinya dengan nilai ibadah semacam shalat atau puasa. Sangat disayangkan jika para agamawan justru meninggalkan ibadah yang amat besar nilai dan faedahnya tersebut.147 Sebagaimana yang telah diketahui, nafas utama bangunan konsep Demokrasi adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghargai hak setiap manusia yang kemundia diperjuangkan melalui bentuk pelembagaan yang mengatur dan mengelolah Konflik dalam masyarakat untuk kemudian dimusyawarahkan dan dijadikan kesepakatan bersama dalam memutuskan sesuatu yang dilandasi rasa dan tujuan kebersamaan tanpa ada pemihakan terhadap salah satu golongan hanya karena mereka minoritas. Oleh karena itu. ketika Hatta membuka wacana agar setiap golongan masyarakat di Indonesia membuat partai politik untuk membentuk suatu pemerintahan kesatuan lndonesia, NU menyambut baik hal itu dengan bekerja sama dengan kelompok Islam lain untuk membentuk Partai Masyumi. Di sinilah terjadi pembelajaran dan pergulatan pemahaman demokrasi dari kalangan NU dengan paham sekuler tersebut. Wahab Hasbullah juga intens masuk dalam persoalan itu tak gentar melakukan persaingan dengan kelompok modernis, nasionalis. maupun sosialis Islam. yang tentunya mereka lebih akrab akan kata demokrasi dengan kalangan Islam tradisional tersebut. Namun. seperti halnya pemahaman, pemikiran. dan tindakan keislaman mereka selalu disesuaikan dengan konteks lokal dengan menghormati corak dan tradisi masyarakat Indonesia, begitu pula soal demokrasi. Dalam hal ini, pemahaman Kiai Wahab Hasbullah memandang bahwa demokrasi harus disesuaikan dengan nilai-nilal masyarakat Indonesia. jangan latah mengadopsi semua tanpa memilah mana yang substansi mana yang aksesori.148 Sebagaimana diceritakan oleh Saifuddin Zuhri " bahwa Kami bertiga, Kiai Wahab, Pak Idham, dan Saifuddin Zuhri sama-sama duduk dalam dewan pertimbangan agung mewakili NU, membicarakan isu sosialisme Indonesia salama berbulan – bulan lamanya, sebagai

147 Said Aqil Siroj. ISLAM KEBANGSAAN : Fiqih Demokratik Kaum Santri.(Jakarta : Penerbit Risalah NU, 2019) h 112. 148 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 140-141.

115

'Landreform' Pancasila. Terdapat paling tidak dua aspek yang selalu diperhatikan oleh NU yang berkaitan dengan pembahasan tersebut. Sosialisme Indonesia menurut NU haruslah sosialisme dengan ciri khas Indonesia yakni Solidaritas membangun kesejaterahan dengan mencintai Negaranya dan bukanlah sosialisme komunisme yang ototriter dan mnguntungkan penguasa saja. Sosialisme Indonesia tak lain dan tak bukan adalah gerakan keadilan sosial yang prinsip-prinsipnya telah dibentengi oleh ideologi negara ialah Pancasila serta UUD negara yang menjamin setiap penduduk menjalankan keyakinan agamanya. NU pada dasarnya memang dapat menyetujuinya Landreform tersebut selama gerakan Sosialisme itu tidak mengandung maksud merampas hak Individu dan Segalanya yang di ada pada negara. Karena Menurut ajaran Islam. Setiap hak harus dipertahankan dan dilindungi serta diwajibkan menegakkan keadilan yang utuh. Kiai Wahab Hasbullah juga menegaskan bahwa nilai dasar demokrasi adalah memanusiakan manusia dan mengaturnya agar pola hubungan antar-manusia itu dapat saling menghormati perbedaan dan mampu bekerja sama sehingga menciptakan kesejahteraan bersama. Pemahaman tersebut tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan hal tersebut diajarkan dalam Islam. Oleh karena itu, beliau memperjuangkan demokrasi bukan hanya dalam lingkup nasional, bahkan ia mencontohkan belajar demokrasi dalam organisasi tersebut dalam NU ketika terjadi pertentangan antara kaum muda dan kaum tuanya.149 Kiai Abdul Wahab Hasbullah paham betul dengan Prinsip dasar keselamatan dalam Islam yang akhirnya juga di terapkannya dalam penerimaan atas dasar Negara. Prinsip pertama adalah jaminan atas jiwa seseorang dari penindasan dan kesewenang-wenangan (hifdzi aI-nafs) Prinsip kedua, perlindungan terhadap kebebasan berpendapat secara rasional (hifdzi aI-‟aql) Prinsip ketiga, perlindungan atas harta benda sebagai hak milik (hifdzi aI-mal). Prinsip keempat, jaminan atas kepercayaan dan agama yang diyakini (hifdzi aldin). Sedang prinsip kelima, jaminan atas kelangsungan hidup dan profesi (hifdzi al-nasl wal-‟irdl).

149 Saifuddin Zuhri. Berangkat dari Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2013).h 72-73.

116

Pertentangan kaum muda dan kaum tua itu berkaitan dengan kemunculan Pemuda Ansor yang memberi nuansa modernisasi. Kaum tua sangat mengkhawatirkan perkembangan hal tersebut yang ditakutkan akan menjadikan kaum muda NU lupa akan tradisi pesantren. Sementara. kaum muda menghendaki dan mempertahankan aspirasinya tersebut tidak lain untuk melebarkan dan membesarkan sayap muda NU di kalangan pemuda lainnya. Masing-masnng pihak bersikukuh pada pendiriannya hingga terjadi perdebatan sengit dan memanas. Di saat inilah Kiai Wahab Hasbullah muncul dengan kebijaksanaannya. Beliau memahami aspirasi semangat perjuangan anak muda dan memahami kehati-hatian kaum tua. Dengan diplomatis dan cara bicara yang halus, ia menyetujui dan berdiri di pihak pemuda soal aspirasi. Akan tetapi, cara mengemukakannya serta usaha pendekatannya memakai "bahasa kaum tua" sehingga akhirnya kaum tua menerimanya. Dalam hal ini, ia berhasil mencontohkan bagaimana prinsip demokrasi semua aspirasi semua golongan itu diberi kebebasan untuk dipertahankan untuk kemudian dimusyawarahkan secara benar untuk mencari sintesis bersama demi kepentingan bersama pula.150 Dari sini jelas, bahwa Islam tidaklah mewajibkan secara sharih untuk menamakan suatu negara dengan sebutan negara Islam atau khilafah islamiyah. Misalnya suatu negara memakai simbol-simbol Islam, tetapi dalam operasionalnya justru menginjak-injak prinsip-prinsip Islam, sebenarnya bukanlah termasuk dalam kategori negara Islam. Tidak berlebihan jika sebenarnya corak negara demokratis itu sejalan dengan prinsip-prinsip Islam bahkan sudah menjadi tradisi yang hidup ditengah-tengah umat Islam.151 Hal ini dikemukakan pula oleh Greg Fealy. Ia menyebutkan walaupun ada pembelahan di dalam kepemimpinan NU, dinamika internal dalam organisasi NU itu tetap cair. Hal ini disebabkan dalam mengambil keputusan mereka lebih menyukai konsensus ketimbang pemungutan suara. Namun demikian, hal yang menjadi persoalan bagi Greg Fealy adalah Wahab Hasbullah dan gerbongnyalah yang selalu memenangkan pengaruh terus-menerus. Namun, persoalan Wahab

150 Saifuddin Zuhri. Berangkat dari Pesantren, (Yogyakarta : LKiS, 2013).h 91. 151 Said Aqil Siroj. ISLAM KEBANGSAAN : Fiqih Demokratik Kaum Santri.(Jakarta : Penerbit Risalah NU, 2019) h 116.

117

Hasbullah dan kelompoknya yang selalu memenangkan banyak keputusan di NU harus ditinjau bahwasanya setelah kematian Hasyim Asy'ari yang memiliki karisma di kalangan para kiai di Jawa dan Wahid Hasyim yang memiliki pola bicara diplomatis dan cara pikir modern yang dipuja oleh kaum muda NU. Wahab Hasbullah-lah kiai yang memiliki karisma tersebut. Hal itu ditunjang oleh kemampuan bicara dan keberaniannya melakukan gerakan-gerakan yang mungkin tidak berani dilakukan oleh kelompok lain. Akan tetapi. toh akhirnya, dalam setiap keputusan NU yang menyangkut politik selalu terjadi perdebatan dan musyawarah. Hal itu menunjukkan bahwasanya Kiai Wahab Hasbullah dalam memimpin organisasi ini tidaklah otomatis menjadi otoriter. Ada yang menjadi ciri unik bagaimana Kiai Wahab memperjuangkan tujuannya dalarn berdemokrasi. Selain mengandalkan musyawarah dalam menegakkan nilai demokratisasi dalam kehidupan sehari-hari, Kiai Wahab Hasbullah selalu menekanan kebijakan. yaitu menyeimbangkan nilai-nilai toleransi dan prinsip. Bahkan. lebih jauh Beliau mengembangkan bahwasanya nilai kebijakan berdemokrasi itu harus teruji bukan sekadar dalam memilih mana yang baik dan buruk. melainkan juga mampu meminimalisasi sisi buruk dari dua pilihan tersebut. Apakah dengan konsep demokrasi seperti ini. beliau sebenarnya berkeinginan untuk menggunakan konsep demokrasi substansial ketimbang demokrasi prosedural.152 Sejak diketengahkannya ide Demokrasi Terpimpin, Kiai Wahab melalui NU telah menyatakan sambutannya secara terbuka bahwa terhadapnya haruslah ditekankan pada perkataan ”demokrasi”-nya, oleh kerena telah menjadi panutan keyakinan NU bahwa demokrasi tanpa pemimpin dapat menjurus pada bentuk anarkisme. Sedang sesuatu yang terpimpin tanpa demokrasi hakikatnya adalah bentuk diktatorisme, keduanya menyalahi asas yang dijunjung tinggi oleh NU. Kiai Abdul Wahab Hasbullah mempunyai maksud dengan Dasar Negara Pancasila dan Sistem Demokrasi maka dari itu Indonesia diharapkan menuju kearah tingginya akhlak, tingginya moral, Bahkan Bung Kamo pernah berkata, ke sana- sini berseru, berteriak, mengeluh bahwa keadaan ini menunjukkan demoralisasi,

152 Muhammad Rifai, KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, (Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014), h 143-144.

118

merosotnya akhlak.153 Dari beberapa uraian di atas tampak bahwa agenda pengamanan pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara masih sangat banyak yang harus dilakukan. Apa yang sudah di perjuangkan oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah untuk melestarikan Pancasila dan sistem Demokrasi harus kita kawal. Pertama, memperkuat Pancasila melalui konsolidasi demokrasi. Demokrasi yang kita bangun pasca reformasi secara elektoral memang berhasil. Namun dalam perkembangannya sesungguhnya sedang menghadapi jalan buntu. Kita perlu melakukan konsolidasi demokrasi; dan dalam pandangan saya arah konsolidasi itu adalah membangun demokrasi berdasarkan negara yang mempunyai hukum. Ada dua ranah yang perlu dikonsolidasikan yaitu adalah kehidupan demokrasi itu sendiri. Di ranah ini, demokrasi yang telah dicapai hingga dewasa ini jangan dibiarkan berkembang ke arah dan berpusat hanya pada kepentingan privat, yang dalam teori disebut kebebasan ideas, di mana hanya mereka yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang bisa memanfaatkan situasi; akibatnya partai-partai politik pun berkembang ke arah oligarki, dan partai menjadi instrumen kapitalisme semata. Ranah kedua yang perlu dikonsolidasikan ialah kebebasan sipil dengan mengembangkannya, yaitu dengan merevitalisasi warga negara sebagai subyek dan identitas politik, yang dalam teori disebut tumbuhnya kerangka demos. Dengan cara demikian kebebasan Yang tumbuh akan berorientasi pada kepentingan publik, bukan kepentingan para oligar. Harus diingat bahwa pemerintahan Indonesia adalah berbentuk Republik, di mana landasan filosofisnya menempatkan masyarakat dan kepentingan umum sebagai tujuan utama dan menjadi tujuan etis penyelenggaraan pemerintahan Kedua, memperkuat Pancasila melalui ranah hukum. Pada ranah ini kebebasan yang dibangun tersebut haruslah berlandaskan pada hukum, yang tujuannya selain untuk melindungi kebebasan, juga melindungi negara dari ancaman terhadap keamanannya dan ideologinya. Ini memang soal yang saya sebut di atas sebagai “dilematis”. Dengan menegakkan hokum, kesannya negara menjadi “membatasi”. Itu tidak terhindarkan. Sebab sistem demokrasi sangat

153 Abdul Mun‟im DZ. KH. Abdul Wahab Hasbullah: Kaidah Berpolitik dan Bernegara. (Depok : Langgar Swadaya Nusantara, 2015). h 61.

119

menghargai kebebasan politik, kebebasan berekspresi dan kebebasan berserikat. Demikianlah, maka kini diperlukan perumusan tolok ukur yang lebih jelas agar tindakan pengamanan terhadap keamanan negara (state security) atau ideologi negara (state ideology) tidak bertabrakan dengan kebebasan politik warga negara. Penting disadari bahwa bukan berarti pada negara yang demokratis tidak diperbolehkan membatasi atau mengurangi kebebasan politik warga. Namun apabila ternyata kebebasan itu dipandang membahayakan keamanan nasional dan eksistensi negara yang dampaknya mengancam warga negara itu sendiri, maka di situ negara absah menggunakan kekuasaan represinya yang dapat dipertanggung- jawabkan. Penggunaan kekuatan represif tersebut harus jelas yaitu dalam kerangka perlindungan terhadap keamanan negara, dan bukan perlindungan kepentingan elite penguasa. Inilah yang berlaku universal di negara-negara demokrasi konstitusional. Dan, atas alasan itu pula mengapa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara perlu memperoleh perlindungan konstitusional.154 Perjuangan Kiai Wahab di zaman Kemerdekaan tentulah memiliki lapangan yang lebih luas dan lebih leluasa dari pada jaman dulu, di jaman penjajahan Belanda maupun penjajahan Nippon. Maka perjuangan kita tidak hanya meliputi bidang keagamaan dan ekonomi saja sepeti di masa yang sudah- sudah. Tetapi sekarang ini kita telah bisa berjuang dengan menggunakan sarana politik secara bebas karena kita sudah mencapai kemerdekaan. Sudah semestinya sebagai pejuang dan pendiri negeri ini, NU harus berperan sebagai andeel holder (pemegang saham) negeri ini. Berperan membangun dan membela negeri ini, serta mampu menempatkan diri secara benar. Terlibat dalam setiap urusan. Bahkan dalam Dewasa ini, harus berani menjadi pelopor dalam bidang yang pihak lain tidak bisa menjalankan.155 Analisi dari Pandangan Pancasila dan Sistem Demokrasi oleh Kiai Abdul Wahab Hasbullah dapat di Analisa Bahwa Bangsa Indonesia tengah mengalami berbagai ujian yang membuat warganya kembali terlibat dalam pertanyaan

154 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 123-124. 155 Abdul Mun‟im DZ. KH. Abdul Wahab Hasbullah: Kaidah Berpolitik dan Bernegara. (Depok : Langgar Swadaya Nusantara, 2015). h 69.

120

mendasar terkait hubungan agama dan negara. Ada yang mengajukan kembali penyatuan agama dan negara. Ada yang tetap ingin memisahkannya. Keduanya sama-sama ekstrem: mengabaikan bangunan kenegaraan rumusan pendiri bangsa. Pihak yang ingin mendirikan negara agama ini berasal dari gerakan trans-nasional pengusung daulah dan khilafah Islamiyyah. salah satunya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sikap tegas Pemerintah atas gerakan ini sudah tepat, meskipun terlambat. Gerakan ini sudah menguatkan basis ideologinya sejak tahun 1982 melalui pembudayaan pemikiran (tasqif), dan memiliki pengikut militan dari kaum terdidik. Pembubaran ormas ini akan mengentalkan perlawanan mereka, jika tidak dibarengi dengan upaya penyadaraan kebangsaan yang sistematis. Sebagai reaksinya, muncul tanggapan yang menolak khilafah dengan argumentasi pemisahan agama dan negara. Dalam hal ini, Pancasila dimaknai secara sekuler sebagai rumusan negara nasional yang terlepas dari dimensi keagamaan. Biasanya, pendukung negara sekuler ini mengalami kesalahpahaman terhadap bangunan awal NKRI. Menurut mereka, Pancasila ialah tanda dari kemenangan kaum nasionalis atas kaum Islamis. Penghapusan kalimat “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada Piagam Jakarta merupakan momen kemenangan ini. Mereka tidak mengetahui, bahwa bahkan kaum nasionalis kontra-Negara Islam seperti Soepomo memiliki pandangan politik religius yang melihat negara nasional bukan negara a-religious, karena bersendikan nilai-nilai Islam. Dalam konteks inilah, argumen penerimaan Nahdlatul Ulama (NU) atas asas tunggal Pancasila menjadi relevan untuk dipahami. NU melalui pemikirnya, Kiai Wahab yang di kembangkan juga oleh Kiai Ahmad Shidiq, memahami Pancasila sebagai pancaran nilai-nilai Islam. Sila pertama mencerminkan akidah (tauhid), yang diamalkan melalui maqashid al-syar'i berupa perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia. Nilai-nilai itu dijamin oleh hukum kita, misalnya melalui UU PNPS No. l/ 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama. Ini sesuai dengan prinsip perlindungan terhadap agama (hifdz al-din) yang menjadi “sila pertama” ushul al-khomsah (lima hak dasar) yang dilindungi oleh syara'. Buah Perkembangan Pemikiran Kiai Abdul Wahab npleh Kiai Ahmad Shiddiq ini selaras dengan konsepsi Islam tentang negara.

121

Sebagaimana ditegaskan oleh Imam al Ghazali, bahwa negara dan agama merupakan saudara kembar, yang tidak sempurna salah satunya tanpa yang lain. Agama merupakan asas, sedangkan negara menjadi penjaganya (al-dinu wa al- shulthonu tauamani layatimmu ahaduhuma duna al-akhar, aI-dinu asasun wa al- shulthonu harisun). Hanya saja asas yang dimaksud al-Ghazali bukanlah asas negara, melainkan asas masyarakat. Artinya, agama merupakan asas, pokok dan dasar kehidupan masyarakat yang dilindungi oleh negara.156 Kiai Abdul Wahab Hasbullah menegaskan bahwa NU menerima sistem Demokrasi Terpimpin asal penekanan tetap diletakkan Pada demokrasinya yang di Iyakan oleh KH. A. Syaichu pula, bukan pada terpimpinnya. Karena tanpa adanya kepemimpinan demokrasi menjadi anarkhi, demikian juga tanpa demokrasi maka kepemimpinan menjadi represi NU menginginkan adanya demokrasi yang terarah bukan demokrasi liberal yang tanpa arah, yang ada hanya suara bersama, yang mengabaikan prinsip dan moral. Hadirnya Demokrasi Terpimpin penting untuk mengatasi anarkhi politik yang ditimbulkan oleh demokrasi liberal zaman itu. Ternyata pelaksanaan Demokrsi Terpimpin banyak mengalami penyimpangan, penekanan tidak pada demokrasinya, tetapi pada pemimpinannya. Karena itu NU pada Muktamar ke-24 di Bandung mengadakan tinjauan ulang terhadap Demokrasi Terpimpin itu. Bukan pada substansinya tetapi pada istilah serta bentuk penerapannya. NU berusaha mengembalikan demokrasi pada sumber dasarnya yaitu Pancasila. Dengan asumsi semacam itu NU mengusulkan penggunaan Istilah baru Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi atau kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan dan permusyawaratan serta perwakilan. Pada dasarnya demokrasi Pancasila adalah Demokrasi yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan. Dengan demikian kebebasan berdemokrasi dibatasi oleh pertama, batas keselamatan negara, kedua. kepentingan rakyat banyak, ketiga, kepribadian bangsa. keempat batas kesusilaan, kelima, batas penanggung-jawaban pada Tuhan. Setiap keputusan yang melanggar kelima batas itu dinyatakan batal secara moral dan politik. Demikian pandangan dan sikap NU

156 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 127-128.

122

terhadap politik dan demokrasi.157 Hubungan agama dan negara yang saling membutuhkan ini sesuai dengan rumusan Pancasila yang menganut prinsip toleransi kembar (twin toleration). Dalam hubungan ini, agama dan negara saling menghormati keberadaan masing-masing, dengan tetap saling menguatkan. Agama tidak dijadikan dasar bagi negara agama, namun menguatkan moralitas politik melalui nilai-nilai agama. Sedangkan negara melindungi hak beragama tanpa melakukan intervensi atas pelaksanaannya. Legalisasi syariah Islam di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) menunjukkan perlindungan negara kita terhadap syariah. Hanya saja legalisasinya terbatas. Karena sesuai dengan prinsip penerapan syariah, bahwa penerapan hukum mengacu pada kemungkinan penerapannya (wadl' al-ahkam fii halati imkaniyyati wadl‟ihi). Tidak semua produk hukum Islam harus diterapkan, karena mempertimbangkan prinsip maslahat, budaya ('urf) dan kebaikan di masyarakat (istihsan). Berdasarkan prinsip twin toleration pula maka di negeri ini, syariah dikembangkan sebagai etika sosial yang menyokong pergerakan demokratis berbasis nilai-nilai Islam. ]adi meskipun Syariah tidak menjadi konstitusi, tidak berarti nilai-nilainya absen di dalam kehidupan politik.158 Berdasarkan Piagam Demokrasi Pancasila yang di hasilkan pada Muktamat ke 24 NU di Bandung melalui Kiai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais am bahwasannya Pandangan NU terhadap Demokrasi dan Pancasila sebagai Berikut : Sifat Umum Demokrasi Pancasila. 1. Demokrasi Panacasila adalah demokrasi yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila. 2. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menegaskan bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, melalui lembaga-lembaga perwakilan yang anggauta-anggautanya dipilih di dalam suatu pemilihan umum yang bebas dan demokratis.

157 Abdul Mun‟im DZ. Piagam Perjuangan Kebangsaan. (Jakarta : NU Online, 2011) h 87. 158 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 129.

123

3. Demokrasi Pancasila menolak semua bentuk kekuasaan dan kekuatan yang dipeproleh dari lembaga perwakilan rakyat. 4. Mengakui hak mayoritas seimbang dengan kewajiban yang dipikulnya. Di bidang agama, Demokrasi Pancasila mengakui hak dan kewajiban pemeluk mayoritas begitu juga hak dan kewajlban pemeluk minoritas sesuatu agama. Tentang Lembaga Perwakilan Rakyat Menurut Sistem Demokrasi Pancasila. 1. Lembaga Perwakilan Rakyat dibentuk melalui pemilihan Umum yang bebas dan demokratik, dari representasi partai-partai politik dan lain-lain organisasi massa yang terorganisir, yang mencalonkan wakilwakilnya di dalam pemilihan umum. 2. Berdasarkan kondisi-kondisi obyektif, sistem proporsional adalah sistem yang terbaik di dalam pemilihan umum. Tentang Peranan Rakyat di Dalam Demokrasi Pancasila. 1. Massa Rakyat yang terorganisir di dalam partai-partai politik dan lain-lain organisasi massa adalah alat yang mutlak di dalam melaksanakan Demokrasi Pancasila yang sesungguhnya. 2. Partai politik dan lain-lain organisasi massa mempunyai hak dan kewajiban untuk memperjuangkan politik ideologi masingmasing serta berjuang untuk kesejahteraan seluruh Rakyat di atas landasan Pancasila. (Bandung 10 juli 1967).159 Sejalan dengan Qoidah Fiqih Tasharruful iman ala roiyah manutun bil maslaha yaitu Tasharruf (tindakan) seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan.160 Banyak di antara ulama NU seperti KH Wahid Hasyim, KH Masykur dan lain sebagainya yang menjadi anggota BPUPKI yang bertugas merumuskan dasar negara dan undang-undang dasar. Tetapi melalui Kiai Wahab Dengan sendirinya mereka ikut dalam merumuskan Pancasila dan UUD 1945. Karena itu NU membela kesepakatan NU saat Indonesia dihadang oleh

159 Abdul Mun‟im DZ. Piagam Perjuangan Kebangsaan. (Jakarta : NU Online, 2011) h 89-90. 160 Yahya Chusnan Manshur. Ulasan Nadhom Qowaid Fiqhiyyah al-faroid al bahiyyah. (Jombang: Pustaka Muhibbin, 2011). h 133.

124

berbagai pemberontakan yang hendak mengganti NKRI.161 Olehnya semua nama dengan memakai Al-Wathon yang berarti Tanah Air ini, menunjukkan bahwa di dalam dada para ulama pendiri NU itu tertanam rasa cinta Tanah Air yang sungguh mendalam. Sehingga para ulama pendiri ini merelakan pengorbanan pikiran, harta benda dan pengorbanan fisik. Itu semua karena dorongan semangat Nasionalisme menjadi kewajiban bagi segenap warga Negara untuk mempertahankan kemerdekaan dan ikut aktif mengisi kemerdekaan yang telah dibeli mahal, dengan bentuk pengorbanan ulama para pendiri NU tersebut. Istilah kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan demokrasi yang didefinisikan secara substantif, Maka demokrasi sebenarnya adalah suatu konsep yang sejalan dengan Islam. Dengan tidak mengurangi kegiatan kita untuk ber-Amar Ma'ruf Nahi Munkar, peran serta kita ikut aktif mengisi kemerdekaan dengan pembangunan, perlu kita tingkatkan. Dalam rangka ini, warga NU dituntut untuk kerjasama dengan semua potensi nasional.162 Kiai Wahab Hasbullah mempunyai sesuatu yang harus kita pegang, beliau umurnya hanya sedikit yang dipakai untuk kepentingan pribadi dan kepentingan keluarga, tetapi yang lebih banyak itu umurnya dipakai untuk memberikan manfaat kepada umat. Dewasa ini banyak orang yang umurnya digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak mempunyai peranan apapun yang diberikan kepada umat. Kalau kita ingin menjadi pejuang, sebagian umur yang kita harus kita pakai untuk kepentingan umat, mendirikan sekolah, medirikan pondok, medirikan rumah sakit yang nantinya ketika pendirinya sudah meninggal, bangunan atau sesuatu yang ditingal tersebut masih bisa bermanfaat bagi orang lain. Kiai Wahab memberikan Sumbangsi atas Nasionalismenya sebagai tinggalannya dan kita harus Mewarisi perjuangan itu. Maka untuk menghadapi masa depan Indonesia kita harus bisa menjadikan diri kita dan generasi kita menjadi ulama‟ dan Intelek. Itulah mengapa Kiai-kiai saat ini banyak yang mendirikan Perguruan Tinggi dan

161 Abdul Mun‟im DZ. Piagam Perjuangan Kebangsaan. (Jakarta : NU Online, 2011) h 92. 162 Thoyfoer. Politk Kebangsaan NU “Tafsir Khittah Nahdlatul Ulama 1926”.(Yogyakarta : Penerbit Mutiara. 2010). 74.

125

Universitas karena ingin melahirkan generasi Ulama‟ dan Intelek.163 Melihat derap langkah NU dalam serangkaian peristiwa sejarah dan bersejarah itu tidak lain kecuali berisi pengabdian yang tak ada batas pada agama dan negara ini. Perjuangan keagamaan telah diintegrasikan sedemikian rupa dalam perjuangan negara, sehingga tidak aneh kalau dalam berbagai Piagam, Deklarasi, pernyataan sikap yang dikeluarkan hampir semuanya berisi tentang komitmen NU terhadap keutuhan dan keselamatan bangsa ini. Sebagaimana selalu ditegaskan bahwa komitmen kenegaraan dan kebangsaan NU itu tidak semata bersifat Siyasi, atau berdasarkan strategi politik yang diterapkan, melainkan juga sebagai bersifat syar‟i, sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama yang dipahaminya. Karena itu keduanya melebur dalam satu pikiran dan gerak yang menyatu.164 Dengan demikian juga Mempunyai kredo sama dengan Kaidah fiqih al muta‟addi afdhal minal qoshor yakni Perbuatan yang manfaatnya menjalar orang lain adalah lebih utama daripada perbuatan yang manfaatnya untuk diri Sendiri.165 Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah motivator yang luar biasa sehingga bisa mempengaruhi pemikiran - pemikiran yang merujuk pada pemikiran pemikiran yang baik, yang malas jadi senang dinas (Bekerja), yang betul bercita- cita bisa bercita-cita yang tinggi. Salah satu julukan Kiai Wahab ialah harakatul afkar menjadi motivator ulung untuk bisa membuat orang semangat dan bercita- cita. Kiai Wahab itu Badru Ihtifal yakni semacam singa podium dengan pemikirannya bukan hanya guyonan-guyonan saja. Nah itu harus dimiliki oleh generasi-generasi sekarang, putra-putrinya, anak cucunya. Lalu di mekkah Kiai Wahab memiliki julukan Rajulun „Azim (Pemuda yang besar) besar cita-citanya, besar pemikirannya, besar keberadaanya, besar kemampuannya. Dan kita ini harus jadi orang yang Rajulun „Azim. Antara lain dari cita-cita besar Kiai wahab adalah memerdekakan Indonesia membuat Jam‟iyyah Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang terus diberi nama Jam‟iyyah Nahdlatul Ulama. Itu dari sebuah pemikiran Kiai

163 Prof.Dr.KH. Said Aqil Siroj, M.A Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Januari 2020. 164 Abdul Mun‟im DZ. Piagam Perjuangan Kebangsaan. (Jakarta : NU Online, 2011) h 147. 165 Yahya Chusnan Manshur. Ulasan Nadhom Qowaid Fiqhiyyah al-faroid al bahiyyah. (Jombang: Pustaka Muhibbin, 2011). h 178.

126

Wahab. Kiai Wahab itu fisiknya kuat ilmunya kuat sehingga respresentatif, pantas untuk menjadi seorang pemimpin yang mana hal itu adalah salah satu syarat menjadi pemimpin. Beliau adalah orang yang gemar olahraga khususnya pencak silat. Akhirnya, pada waktu itu, di Makkah terjadi sebuah gerakan yang diketuai oleh raja Abdul Aziz ibnu Saud untuk membumi hanguskan seluruh situs-situs bersejarah. Kiai wahab harus segera menyikapi hal itu bersama kiai-kiai jawa dan madura. Kemudian dibuatlah surat yang ditujukan kepada seluruh Ulama Jawa dan Madura, yang menulis surat itu adalah abah saya dengan konsepnya Kyai Wahab. Tetapi ketika mengkonsep itu Sekretaris Pribadi Beliau yaitu Kiai Abdul Halim mengusulkan kepada Kiai wahab untuk mewujudkan cita cita kemerdekaan. isi surat itu menyikapi keinginan raja Abdul Aziz untuk memusnahkan situs-situs Nabi Muhammad yang sebenarnya hanya untuk perantara saja. Tetapi tujuan utamanya menghimpun ulama-ulama pesantren yang besar, yang mengkordinir pengiriman surat ini adalah Kiai Halim karena waktu itu menjabat sebagai sekretaris Nahdlatul Wathan. Pada saat itu dibentuklah komite Hijaz yaitu para panitia untuk pemberangkatan ke tanah Hijaz yang pada saat itu ketuanya adalah KH. Asnawi Kudus. Perkumpulan para ulama dalam membentuk komite hijaz ini adalah atas dasar nama Nahdlatul Ulama. Penamaan nahdlatul ulama sendiri diperkarsai oleh Kiai Mas Alwi Surabaya. Inilah cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama yang didirikan oleh 50 s.d 65 ulama. Rais akbar pada saat itu adalah KH. Hasyim Asya‟ari, wakilnya kiai Dahlan, katib awal Kiai Wahab Hasbullah dan katib tsani adalah kiai abdul halim. Besarnya pemikiran kiai wahab terlihat ketika kiai abdul halim mengusulakn keinginan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu kiai abdul halim merasa cemas dengan cara yang sesederhana itu. Kemudian Kiai Wahab hasbullah berusaha meyakinkan kiai abdul halim, seraya berkata: Jangan berkecil hati, walaupun berangkat dari hal kecil tetapi jika ditakdirkan oleh Allah menjadi besar, maka pasti besar. Korek api yang kecil ini akan bisa membakar bangunan yang besar jika ditakdirkan oleh Allah Swt. Kiai Wahab hasbullah dijuluki oleh ulama-ulama dan masyarakat sebagai seorang Rajulun „Azim, badrul ihtifal dan harakatul afikar. Hal ini dikarenakan keluasan ilmu, kekuatan fisiknya dan

127

keberaniannya kiai Wahab. Dari segi finansial Kiai Wahab adalah seorang yang kaya raya dan ekonominya yang kuat. Kiai Wahab tidak segan-segan untuk mengorbankan hartanya demi kepentingan ummat, bangsa dan Nahdlatul Ulama kekuatan ekonomi adalah sesuatu yang sangat perlu. Mertua kiai Wahab yaitu kiai Musa adalah orang kaya. Hal itulah yang memperlihatkan bahwa Kiai Wahab adalah sosok yang demoktratis yang secara otomnatis juga mudah menerima Pancasila dan sistem Demokratis di Indonesia.166 Islam sendiri dapat saja diletakkan dalam kedudukan yang berbeda-beda dalam kehidupan organisasi dalam kurun waktu yang berlainan. Karena demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan beberapa negara Muslim lainnya. Pada suatu saat, ia dijadikan asas, di waktu lain dijadikan landasan keimanan (akidah) karena masalahnya “hanyalah sekadar pencapaian legimitasi” dalam pandangan fiqh. Karenanya tuduhan oportunistik dalam watak politik NU tidaklah tepat. Oportunisme NU itu pun seringkali dijadikan kambing hitam bagi tidak konsistennya “perjuangan Islam” di Indonesia, Tuduhan itu dikatakan tidak tepat karena bagi NU pedomannya bukanlah “strategi perjuangan politik” atau “ideologi Islam” dalam artinya yang abstrak, melainkan keabsahan di mata hukum fiqh.167

B. Konsep Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah tentang Islam dan Nasionalisme Analisis dari Penelitian ini menggunakan Pendekatan Sosio-historis karena dalam kaitannya dengan Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah untuk mengetahui Peristiwa pada masa lampau yakni disaat Pra kemerdekaan hingga awal orde lama atau Pasca kemerdekaan yaitu ketika Kiai Wahab mulai aktif dalam pergerakan sampai Wafatnya (1914-1971), Pendekatan Sosio-historis di perlukan untuk menggambarkan ulang atau merekonstruksi suatu episode dan kejadian masa lalu untuk di hadirkan di masa kini, dilihat relevansinya dan kepentinggannya dengan masa kini, Karenanya Penulisan dengan Pendekatan

166 KH. Abdul Mun‟im DZ, Wawancara Pribadi, Jakarta, 04 Februari 2020. 167 Samsul Munir Amin, Percik Pemikiran Para Kiai. (Yogyakarta : Pustaka Pesantren.2009). h 208.

128

Sosio-historis ini menggunakan banyak Perspektif dan banyak Sumber karena sangat mungkin kejadian itu memiliki beragam sumber yang boleh jadi sama, boleh jadi tidak, sehinggah hasil yang dipahami pada masa kini juga bisa multiperspektif.168 Kemudian Penelitian ini nantinya Sebagai serangkaian peristiwa atau pernyataan tentang kebenaran yang sudah diuji secara sistematis dan dikaitkan secara logis, dibangun melalui serangkaian penelitian untuk menjelaskan suatu fenomena. Lebih lanjut bahwa Pendekatan ini juga terkait dengan Pendekatan sejarah Intelektual artinya adalah Sejarah yang di Pelajari sesuai dengan Historis objek yang di teliti yaitu Pemikiran dari Kiai Wahab yang berguna untuk meneliti Pemikiran, Perjuangan, sumbangsih dan kontribusi dari Pemikirannya tersebut. Perdebatan Islam dan Nasionalisme berangkat dari pandangan dominan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh (syumuli), yang mengatur semua kehidupan manusia, termasuk persoalan politik. Islam sebagai agama yang komprehensif ini pada dasarnya tidak sa sekali terdapat konsep pemisahan serta diskriminasi antara agama (din) dan Tanah Air (dawlah). Hal ini dapat dilihat Ketika di Madinah Nabi Muhammad mempunyai Posisi di semua kalangan Masyarakat. Nabi berperan ganda, yaitu sebagai kepala negara yang memimpin sebuah sistem pemerintahan awal Islam dan berperan sebagai seorang pemimpin Spirtual agama sekaligus, sangat ada masa itu pemikiran Belia sudah sangat Progresif dan Modern di masanya. Posisi ganda Nabi di Kota Madinah Secara garis besar memberikan rujukan bagaimana pandangan pemisahan agama dan agama sangatlah tidak tepat karena Nabi saja dapat menjalankan da hal itu dengan penuh kemaslahatan, Nabi juga berhasil meciptakan kehidupan Toleran dengan mengimplementasikan Rasa Cinta Tanah air dan Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat di kota Madinah salah satunya adalah penerimaan dan kesediaan Nabi Muhammad untuk hidup berdampingan dengan orang Yahudi di madinah, itu menunjukkan sikap Pluralitas dan bahwasannya sikap itu tidak bertentangan

168 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015), h.16.

129

selama masih dalam batas-batas Beragama dan Berkeyakinan.169 Islam dibangun di atas landasan persaudaraan (ukhuwwah) baik itu Ukhuwwah Islamiyah, Wathoniyyah, Insaniyyah, mengingat bahwa kelengkapan pengamalan ajaran Islam sangat tergantung dengan keutamaan pribadi maupun menyangkut keikutsertaannya dalam kerja sosial baik di bidang pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan lain sebagainya. Sejarah mencatat kejayaan Islam pada abad ketujuh sampai tiga belas masehi ditentukan oleh keberhasilan umat Islam membangun persaudaraan umat manusia pada tataran horizontal mencakup aspek ekonomi, politik dan ilmu pengetahuan.170 Kalau sekarang kita mencari konsep pluralisme di dalam pancasila, ini adalah sesuatu yang wajar. Masalahnya, tantangan bangsa ke depan akan lebih banyak diwarnai soal pengelolaan kehidupan publik yang bercorak plural dan majemuk namun tetap dalam satu kesatuan harmoni keindonesiaan. Agenda ini menjadi mendesak, mengingat demokratisasi yang sedang berjalan belum banyak memberikan pembelajaran bagaimana majority rules mengelola kehidupan plural dan memberikan perlindungan maksimal terhadap hak-hak kaum minoritas. Lemahnya masalah ini terlihat dari mudahnya kekerasan meletup karena hanya dipicu konflik sederhana namun langsung merembet menjadi ketegangan antarkelompok masyarakat. Dinamika politik juga seringkali berkembang menjadi permusuhan antarkelompok masyarakat. Ini semua menyebabkan dinamika sosial lebih rumit diselesaikan. Mozaik perbedaan kultural yang selama ini kita banggakan ternyata mudah sekali di benturkan maupun berbenturan satu sama lain.171 Persoalan kerukunan bukan lagi menjadi sekedar agenda dan program rutin bangsa melainkan telah meningkat menjadi kebutuhan mutlak terhadap kelangsungan bangsa Indonesia, Selama ini bentuk pembicaraan terhadap tema kerukunan masih lebih banyak bersifat reaksi terhadap berbagai peristiwa yang

169 Ubaedillah & Abdul Rozak, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. (Jakarta : Prenadamedia Group, 2013), h 131. 170 Ridwan Lubis. Agama dalam Diskursus Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia. (Jakarta : Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementrian Agama RI, 2015) h 257. 171 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 171.

130

timbul.172 Yang dilarang oleh agama Islam adalah perpecahan, bukannya perbedaan pendapat. Kitab suci al-Qur'an menyatakan; "Berpeganglah kalian pada tali Allah, dan jangan terpecah - pecah" (wa‟tashimu bi hablillah jami'an wa Iaa tafaraqqu QS Ali Imran(3):103). Dengan demikian, perbedaan diakui namun perpecahan/ keterpecah-belahan ditolak oleh agama Islam. Padahal para teroris yang mengatasnamakan Islam, justru menolak perbedaan pandangan/pendapat itu, disamping perpecahan. Jika pandangan ini diterima, maka artinya akan menjadi, agama Islam memerintahkan terorisme. Padahal agama tersebut memperkenankan pengunaan kekerasannya, hanya jika kaum muslimin diusir dari tempat tinggal mereka, (idza ukhriju min diyarihim). Jadi di sini ada pertentangan antara pendirian sebagian sangat kecil kaum muslimin dengan ajaran agama mereka.173 Kiai Wahab sebagai seorang yang menjadi motor berdirinya NU kiai Wahab sangat ta‟dhim dengan Kiai Hasyim Yang merupakan Gurunya Kiai Wahab menggagas Syi‟ir Ya Lal Wathon yang di latar belakangi oleh slogan yaitu Hubbul Wathon minal iman yang berisi semangat Islam dan nasionalisme. ijtihad Hubbul wathon Minal iman berawal dari ketika dari Mekkah kemudian muncullah mencintai tanah air adalah semangat nasionalisme ketegasan Kiai Wahab Hasbullah dalam keputusannya menjadikan Beliau sebagai sosok yang mendambakan keberagamaan total, berbudaya maksimal dan tetap menjaga keseimbangan Wihdatul Adhiyat. Kiai Wahab sangat menghargai perbedaan dan berjasa dalam pembentukan toleransi selama hal itu tidak mengganggu prinsip Islam. gagasan mbah wahab banyak sekali NU saja gagasannya mbah wahab, mbah wahab meminta mbah hasyim untuk memimpin karena mbah wahab muridnya mbah hasyim (beda usianya 17 tahun) nahdlatul wathan, nahdlatul tujjar itu gagasan mbah wahab, sangat Dinamis.174 Keyakinan kepada keesaan Allah menjadi dasar inspirasi terbentuknya titik temu di antara manusia apapun suku, ras maupun agamanya. Dalam pelaksanaan ibadah salat terbentuk kesadaran

172 Ridwan Lubis. Agama dalam Diskursus Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia. (Jakarta : Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementrian Agama RI, 2015) h 293. 173 Shofiyullah Mz. KH.A. Wahid Hasyim Sejarah Pemikiran dan Baktinya bagi Sejarah dan Bangsa. (Jombang : Pesantren Tebuireng, 2011) h 377. 174 Prof.Dr.KH. Said Aqil Siroj, M.A Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Januari 2020.

131

semangat berada di dalam kesatuan jamaah yang berada di bawah komando seorang imam. Ibadah shaum yang berlangsung pada bulan Ramadan dengan ketentuan pelaksanaannya adalah adanya kesamaan saat melakukan imsak dan ifthar pada waktu yang sama. Demikian juga ibadah zakat yang merupakan tanda perlunya solidaritas sosial sehingga tereliminir dorongan kecenderungan untuk melakukan diskriminasi dan eksploitasi terhadap kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Terakhir, ibadah haji menjadi inspirasi terbentuknya kesadaran dalam satu makrokosmos yang kemudian membangun komitmen bersama seluruh jamaah haji terhadap perjuangan seluruh komponen bangsa yang mengalami pederitaan akibat penindasan dari pihak kolonial. Nilai-nilai solidaritas yang tertanam ketika melaksanakan ajaran agama menjadi sumber inspirasi dengan terbentuknya etos kerja yang kuat ketika membangunkan semangat kebangsaan. karena logikanya adalah wilayah Indonesia yang demikian luas yang diantarai oleh lautan dan ribuan kepulauan tentunya sangat susah untuk menghidupkan rasa persatuan sebagai suatu bangsa tanpa adanya perekat awal yang mendorong etos persatuan yang dirasakan setiap Waktu oleh masyarakat. Selanjutnya dalam rangka perumusan dasar negara, selogan Bhinneka Tunggal Ika diwujudkan dalam pilihan antara tiga bentuk dasar negara, yaitu negara sosialisme, negara agama dan negara kebangsaan yang netral agama. Kesepakatan seluruh elemen bangsa ketika itu adalah memilih nasionalisme netral agama. Konsep nasionalisme ini menyepakati Pancasila sebagai perpaduan dari berbagai ide-ide besar di dunia yaitu pemikiran dari Barat, nilai-nilai ajaran Islam, pemikiran dari Timur terutama India dan pemikiran yang berakar dari budaya bangsa Indonesia.175 Perlu juga untuk diketahui Bahwasannya salah satu bentuk Keluwesan Kiai Wahab adalah beliau dikenal sebagai ulama yang tidak pernah memusuhi Media. Baginya, Media adalah sahabat dalam Perjuangan menegakkan Demokrasi dan NKRI.176

175 Ridwan Lubis. Agama dalam Diskursus Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia. (Jakarta : Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementrian Agama RI, 2015) h 295-296. 176 Musthafa Helmy. Peran Media Santri : Kiprah KH.A. Wahab Hasbullah. (Jombang :Penerbit Keluarga Besar KH.A Waha Hasbullah, 2018) h 26.

132

Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah Peletak dasar-dasar Jami‟iyyah Nahdlatul Ulama Oleh karenanaya besar sekali Pengaruhnya Hingga saat ini yang perlu ditekankan kepada anak-anak muda sekarang adalah Ulama-ulama‟ besar kita termasuk Kiai Wahab itu punya wawasan yang harus kita lanjutkan yang hal itu sangat dibutuhkan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Diantara komitmen-komitmen beliau (ulama-ulama‟ kita terutama Kiai Wahab) adalah: Pertama, Mempunyai komitmen yang kuat terhadap Agama Islam. Buktinya perjuangan beliau membela Agama kesana kemari ini sangat besar jasanya terhadap agama. Kedua, Mempunyai komitmen besar terhadap keilmuan, Mbah Wahab sejak muda sudah bergerak dibidang keilmuan ini, seperti Mendirikan sekolah, Mendirikan Taswirul Afkar dsb, disamping beliau mendirikan Pondok Pesantren dan mengajar di Pondok Pesantren setiap harinya. Ini menandakan bahwa beliau ini memiliki komitmen terhadap masalah keilmuan. Termasuk kecintaannya terhadap ilmu dibuktikan dengan mengadakan dialog-dialog dengan pemimpin bangsa ini ketika itu diantaranya termasuk Mas Mansur. Ketiga, Mempunyai komitmen besar terhadap Bangsa dan Negara. Mbah Wahab menunjukkan pada zaman itu sudah menjadi Konstituante, jadi anggota DPR dsb. Hingga akhirnya beliau di angkat oleh Pemerintah menjadi Pahlawan Nasional. Menurut KH. Said Aqil Siroj 3 komitmen inilah yang harus dilestarikan terhadap generasi saat ini, yakni komitmen terhadap Agama, komitmen terhadap Ilmu, dan komitmen terhadap Bangsa dan Negara. Saat ini ada orang yang komitmen nya terhadap agama menggebu-gebu, tetapi komitmen nya terhadap Bangsa dan Negara tidak, contohnya seseorang yang tidak mau mengakui adanya NKRI, tidak mengakui adanya Bangsa Indonesia. “Nah begini ini orang yang tidak mempunyai komitmen.” tuturnya. Di Timur Tengah misalnya, kebanyakan jika seseorang mencintai agama dengan tidak benar ataupun tidak mencintai bangsa itu hingga dapat menimbulkan gerakan-gerakan yang tidak dibenarkan, contohnya menimbulkan gerakan Trans-Nasional (tidak cinta Bangsa), itu menunjukkan mereka tidak mempunyai komitmen. NU sebenarnya dari kharisma dan wibawa itu memang KH. Hasyim Ay‟ari, tapi sebagai organisator itu Mbah Wahab, andaikan tidak ada Mbah Wahab tidak mungkin ada NU. Mbah Wahab itu sosok

133

yang organis, kreatif, cerdas, dan berani. Dewasa ini banyak orang yang cerdas tapi tidak kreatif. Mbah Wahab ini sosok yang sangat banyak gagasan dan sangat kreatif, buktinya peranan-peranan Mbah Wahab ini sangat besar terhadap organisasi-organisasi masyarakat terutama NU. Nahdlatut Tujar, Tashwirul Afkar, Nahdlatul Wathon itu adalah bukti kreatifitas Mbah Wahab.177 KH. Wahid Hasyim menafsiri dari pemikiran Kiai Wahab adalah bagaimana gagasan-gagasannya tentang keagamaan yang ia sampaikan baik dalam bentuk lisan dan kemudian disalin dalam bentuk tulisan dalam bidang agama mempunyai sikap Nasionalisme yang tinggi hingga secara langsung ataupun tidak langsung tersimpan gagasan untuk menerima segala perbedaan keberagamaan.178 Lebih dari itu Kiai Wahab Menganggap Hubungan Islam dengan Nasionalisme adalah Kaitan antara kesejahteraan masyarakat dan religiositas yang kemudian terkandung dalam konsep Izzul lslam wal Muslimin, yang arti harfiahnya adalah ”keagungan Islam dan umatnya.“ Ini didasarkan pada keyakinan bahwa Islam mewakili Kehendak Allah dalam bentuk paling akhir dan paling lengkap. lzzul islam wal muslimin harus direfleksikan dalam sikap dan tindakan umat Islam. Mereka harus mempunyai kebanggaan akan agamanya, berjuang menegakkan dan menyebarkan ajarannya serta menciptakan umat yang adil, makmur, dan dinamis, yang pantas sebagai penganut keyakinan yang benar. NU menafsirkan Izzul islam wal Muslimin dalam arti yang luas. Semua tindakan yang dianggap dapat meningkatkan iman atau kepentingan masyarakat, termasuk dalam cakupannya. implikasi politik dan ekonominya banyak ditemui dalam literatur NU. Kiai Wahab mengemukakan bahwa lzzul islam dapat di wujudkan melalui berbagai cara, termasuk melalui umat Islam yang telah memperoleh kedudukan tinggi dalam bidang-bidang politik untuk kemudian di wujudkan untuk tujuan Cinta tanah air sebagian dari iman.179 Karena itu, Kiai Wahab mengupayakan terwujudnya tatanan masyarakat yang damai, adil, setara dan

177 Prof.Dr.KH. Said Aqil Siroj, M.A Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Januari 2020. 178 Shofiyullah Mz. KH.A. Wahid Hasyim Sejarah Pemikiran dan Baktinya bagi Sejarah dan Bangsa. (Jombang : Pesantren Tebuireng, 2011) h 76. 179 Greg Fealy. Ijtihad Politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967.(Yogyakarta : Lkis. 2009). h 84.

134

berkeadaban. Upaya tersebut meliputi dua hal. Pertama, dekonstruksi wacana syariat, termasuk di dalamnya menelusuri sisi historisitas dan hermeneutika syariat. Syariat sejatinya dapat diletakkan sebagai wacana yang tidak sempurna, relatif dan senantiasa disempurnakan sesuai dengan konteks dan realitas kemanusiaan. Kedua, dekonstruksi formalisasi syariat dalam ranah politik, disebabkan entitas syariat yang diturunkan sebagai perangkat untuk menyingkap nilai-nilai dan moralitas keagamaan.180 Hal itu di buktikan Kiai wahab dengan menggalang kerjasama Islam dan nasionalis dan terlihat dalam sikap uniformasi politik Islam dan Latar penerimaan Nasakom di DPR-GR. Dengan demikian, agama dalam beberapa hal memiliki doktrin-doktrin yang tak bisa diganggu gugat (absolutisme, qath'iy), disamping hal-hal lain yang bersifat dzanniy, relativisme.181 Faktor-faktor nasional Kiai Wahab Hasbullah untuk memperjuangkan Indonesia merdeka (dengan mendirikan gerakan Nahdlatul Wathan), dan faktor Internasional untuk memperjuangkan kebebasan bermazhab (dalam Komite Hijaz) itulah yang memotivasi berdirinya NU. Sejak awal NU memang memiliki cita-cita nasional dan internasional. Komite Hijaz ini menunjukkan orientasi internasional NU yang menghendaki kebebasan beragama, bermazhab untuk menciptakan perdamaian dunia yang langgeng.182 Tradisi “memilih jalan damai” terungkap dan dibakukan dalam Wacana politik Kiai Abdul Wahab Hasbullah, umumnya melalui prinsip-prinsip yurisprudensi dan kaidah-kaidah yang menganjurkan minimalisasi risiko. keluwesan, pengutamaan asas manfaat, dan menghindari hal-hal yang ekstrem. Pemikiran Kiai Wahab yang ada pada NU atas prinsip Nasionalisme yang di bumbui nilai-nilai Pluralitas lebih mengarah pada sikap idealis ketimbang pragmatisme politik. Pencapaian cita-cita Islam dipandang sebagai upaya mencapai kekuasaan politik, baik demi melaksanakan syari'at maupun demi menjamin kepentingan sosial-ekonomi umat. Sebagaimana Doktrin Politik NU menekankan pada ketertiban, stabilitas,

180 Zuhairi Misrawi, Deformalisasi Syariat, (Majalah Tashwirul Afkar, Edisi No. 12 Tahun 2002, h 12-13. 181 Said Aqil Siroj. ISLAM KEBANGSAAN : Fiqih Demokratik Kaum Santri.(Jakarta : Penerbit Risalah NU, 2019) h 277. 182 KH. Abdul Mun‟im DZ, Wawancara Pribadi, Jakarta, 04 Februari 2020.

135

Persatuan dan penempatan hukum sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk memberikan landasan bagi kedudukan dan wewenang para ulama tradisionalis dalam struktur kekuasaan yang ada tanpa melalaikan kaum mayoritas maupun minoritasnya.183 Konsep Cinta Tanah Air Kiai Abdul Wahab Hasbullah melalui faham aswaja telah dijadikan semacam platform bagi sikap moderat, terbuka, tasammuh, toleran, i'tidal dan tawazun Terlebih di kalangan NU. Sikap ini, seringkali disalahfahami sebagai suatu tawaran harga mati yang tidak boleh diungkit-ungkit dan diubah sebagaimana al-Qur„an dan al-Hadits. Pentaqdisan seperti ini pada akhirnya justru menyebabkan dirinya keluar dari platform aswaja yang sebenarnya. Kita patut meneladani, bagaimana para generasi penerus aswaja itu mampu mengaktualisasikan faham mereka secara cemerlang. Karena itu, aktualisasi faham aswaja merupakan syarat mutlak bagi iaminan kelangsungan platform yang telah memiliki jaringan mata rantai hingga Rasulullah saw. Kiai Wahab dengan Nasionalismenya mempunyai sikap yang menerima perbedaan yang ada tetapi tidak sampai tahlilan di dalam gereja itu tidak sesuai platform Kiai Wahab. Aktivalisasi tersebut, paling tidak harus menyentuh tiga dimensi penting dalam kehidupan kita: aqidah, syari'ah dan akhlaq (tasawuf).184 Kiai Abdul Wahab Hasbullah telah menanamkan benih-benih Cinta Tanah Air dan Toleransi antar umat beragama dengan menerima perbedaan dengan semangan cinta tanah airnya, Sehingga upaya mempertemukan Islam dan Nasionalisme itu terbangun dan dalam kehidupan lainnya yang diterapkan oleh Beliau adalah kolektifitas dalam program kerja, yang dimana ijtihadnya dilakukan secara kolektif (bersama-sama) tapi peng-implementasian-nya yang tidak kolektif. Seperti ketika Kiai Wahab melihat Madinah sebagai negara yang berkolaborasi dengan umat lain yang dapat Saling hidup berdampingan.185 Saya rasa kita semua sepakat pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai Berbangsa. Masyarakat

183 Greg Fealy. Ijtihad Politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967.(Yogyakarta : Lkis. 2009). h 92. 184 Said Aqil Siroj. ISLAM KEBANGSAAN : Fiqih Demokratik Kaum Santri.(Jakarta : Penerbit Risalah NU, 2019) h 235. 185 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020.

136

Indonesia sudah terbiasa menjalin persahabatan yang mulia tanpa memandang perbedaan latar belakang dan perbedaan kelompok keagamaan. Ungkapan Bhinneka Tunggal Ika juga sangat jelas dimaksudkan sebagai pengakuan positif terhadap keragaman orientasi keagamaan dalam masyarakat. Tetapi mengapa justru dalam alam demokrasi sekarang ini nilai-nilai tersebut seakan hilang ? Masalahnya sangat jelas. Bahwa Konflik Ideologi menjadi momok dan hal ini tidak terlepas dari perdebatan dalam tubuh umat Islam padalah pada zaman Pra dan pasca kemerdekaan Indonesia sudah selesai npersoalan itu, Oleh karenanya Kiai Wahab melalui gagasannya harus di implementasikan kembali kedalam kehidupan dewasa ini, Sementara itu, secara bersamaan nilai yang menjunjung tinggi individu sebagai warga negara yang berdaulat, juga ditempatkan secara kokoh di pusat kehidupan masyarakat sebagai jalan politis baru, menggantikan nilai-nilai kebersamaan yang sebelumnya dituduhkan, didefinisikan untuk kepentingan otoritarian. Akibatnya, suatu sifat individualisme mengikis cepat etika komunal, yang sebelumnya memang sudah berlangsung akibat modernisasi yang mampu memberi kehangatan dan keseimbangan baru. Masyarakat Pun terfragmentasi dalam persaingan ideologi dan keagamaan Yang tinggi, yang tidak sehat karena penuh prasangka, yang bisa menjadi akar petaka bila tidak segera diantisipasi. Menghadapi kecenderungan itu, diperlukan langkah-langkah Politik. Langkah politik ditujukan menanamkan kembali nilai-nilai kebersamaan sebagai satu warga bangsa, pentingnya toleransi dalam hidup bersama dan perlunya menguatkan visi bersama sebagai satu bangsa dan satu negara. Menghidupkan nilai-nilai Islam yang di bingkai dalam semangat Nasionalisme Kiai Wahab Hasbullah. Seperti nilai-nilai keadilan yang tidak sekadar menyangkut aspek pemenuhannnya, melainkan pentingnya menjaga hak hidup bagi agama dan keyakinan semua golongan sehingga masyarakat terhindar dari prasangka dan mendapatkan ketentraman. Tidak perlu mempromosikan teologi pluralisme dan inklusivisme karena praktiknya justru kontraproduktif: sebagian golongan memandangnya sebagai “pemurtadan”. Ungkapan Bhinneka Tunggal Ika jangan dibiarkan berkembang menjadi kultus. Tetapi implementasinya perlu direvitalisasi menjadi energi penting guna merajut kelompok-kelompok dalam masyarakat dan

137

mereorientasi kehidupan bermasyarakat pada tingkat yang lebih mendasar, yaitu pada tujuan kebangsaan kita. Perlu ditekankan di sini bahwa agama, apapun agamanya dan apapun alirannya memiliki kepentingan terhadap soal kebebasan. Pemikiran besar Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Wahab menjadi palang pintu untuk melindungi kemanusiaan, mencegah munculnya penguasa zalim, dan menegakkan keadilan, yang semua itu menjadi misi penting agama.186 Mbah Wahab mencoba menggabungkan antara agama dengan negara, beliau adalah sosok Islamis Nasionalis. Kiai Abdul Wahab memandang bahwa dasar negara Indonesia ini sudah mencakup aspek syariah. Mbah Wahab mengusulkan untuk pelaku dan pembubaran G30S PKI beliau semalaman riyadhoh tidak tidur. Semua harus ada riyadhoh tirakat tidak hanya mengandalkan otak dan IT, Perbanyak membaca burdah ketika ada permasalahan.187 Kedewasaan berpolitik Kiai Wahab hasbullah tidak lain adalah proses penentuan yang didasari pertimbangan rasional, bukan sekadar ikut-ikutan (patronase) apalagi hanya mengejar target pragmatisme sesaat yang tidak diimbangi sebuah komitmen publik. Politik juga bukan sekadar perebutan kekuasaan, tapi juga menjadi salah satu media pencerahan dan Pembebasan umat dari keterpurukan. Dari sini, kritisisme politik santun menjadi penting dibangun agar kekuatan yang dimilikinya tidak semakin mencair, jika tidak mengatakan tidak jelas, sehingga kurang memiliki daya tawar dalam menentukan kebijakan untuk kepentingan nasional dan segenap umat.188 Nahdlatul Ulama bukanlah golongan eksklusif, hanya untuk kalangan terbatas. Sejak didirikan oleh Kiai Wahab, NU diabdikan untuk kepentingan agama, masyarakat dan negara. Warga NU harus memandang bahwa seluruh lapisan masyarakat adalah lapangan dedikasinya. Bidang politik, ekonomi, kesejahteraan umum, pendidikan, dakwah, dan bidang lain-lain adalah lapangan perjuangannya. Di mana pun orang NU beramal dan berdedikasi, selamanya harus tetap memegang teguh prinsip. Toleransi terhadap golongan lain tidak usah

186 As‟ad Said Ali, Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. (Depok : Pustaka LP3ES, 2019), h 154-156. 187 KH. M Hasib Wahab, Wawancara Pribadi, Jombang, 03 Januari 2020. 188 Khamami Zada. Nadhlatul Ulama : Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan. (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. 2010). h 245.

138

disertai mengorbankan prinsip, Terutama kalau masalahnya menyangkut keyakinan beragama. Siapa tidak teguh memegang prinsip akan mudah diombang- ambingkan keadaan. Demikian fatwa yang sering diberikan Kiai Wahab kepada warga NU. “jadilah seperti ikan yang hidup,” ucap Kiai Wahab yang sering diulang-ulang. Ikan itu selagi dia masih hidup, masih mempunyai nyawa, bila dia seratus tahun hidup di laut yang mengandung garam, dia tetap saja tawar dagingnya, tidak menjadi asin.” “Tahu sebabnya ? Karena dia mempunyai ruh, karena dia hidup dengan seluruh jiwanya. Sebaliknya, kalau ikan itu sudah mati, sudah tidak mempunyai nyawa. tiga menit saja ditaruh di kuali yang bergaram, dia akan menjadi asin rasanya.”. Itulah fatwa Kiai Wahab yang mengandung makna yang sangat mendalam.189 Menurut KH.Abdul Mun‟im DZ, Secara umum semangat kebangsaan Kiai Wahab muncul ketika adanya faktor pada tahun 1914 mulai yang merespon kebangkitan nasional hinggah mendirikan Nahdlatul wathon dan pada tahun 1926 dengan muridnya atau anggotanya 65 dalam satu angkatan Kiai Wahab mulai serius di butktikan dengan ada adanya syair hubbul Wathon. Kiai Abdul Halim sekretarisnya (sekretaris gerakan) kemudian pada satu saat terjadi sebuah pemikiran yang memang selama ini selalu didiskusikan antara Kiai Wahab. Untuk bagaimana segera membuat Jam‟iyyah yang tujuannya membuat Ahlussunnah Wal Jamaah dan Indonesia merdeka. Kerjasama dengan Dr. Soetomo di dalam Islam Studie Club adalah cikal bakal munculnya pemikiran yang memberikan arah bagi kerjasama antara kekuatan Islam dan nasionalis menuju terciptanya tatanan masyarakat maju dan modern tanpa mengesampingkan nilai-nilai keagamaan. Upayanya untuk mempertemukan Islam dan Nasionalisme dapat di lihat bahwa Kiai wahab sangat gampang berbaur dengan Tokoh Nasionalis dan ini berbeda dengan Kartosuwiryo yang cenderung anti dengan tokoh nasionalis.190

189 Hamdan Rasyid Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999) h 192-193. 190 KH. Abdul Mun‟im DZ, Wawancara Pribadi, Jakarta, 04 Februari 2020.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Pemikiran dan Perjuangan Kiai Abdul Wahab Hasbullah mendambakan keberagamaan total, berbudaya maksimal dan tetap menjaga keseimbangan Wihdatul Adhiyat telah Berhasil mempertemukan Islam dan Nasionalisme yang terbangun dalam kehidupan. Perjalanan hidup Kiai Wahab pada prinsipnya sejajar dengan sejarah Nahdlatul Ulama mulai dari awal berdirinya hingga awal Orde Baru. Tidak hanya sekadar bapak dan pendiri organisasi Islam yang berbasis massa terbesar di Indonesia, melainkan sebagai simbol dalam banyak hal, dari tradisi intelektual di kalangan ulama pesantren sampai lambang pemersatu. Oleh karena itu, Sejak NU berwujud kelompok kecil yang tidak diperhitungkan orang sampai menjadi partai politik dan jam'iyah Islam terbesar di Indonesia. Kiai Wahab adalah ruh sekaligus motor penggerak NU, Berdasarkan penelitian dan kajian Mendalam yang penulis lakukan sesuai dengan uraian pada Bab di atas Mengenai Pemikiran Islam dan Cinta Tanah Air Kiai Abdul Wahab Hasbullah maka Kesimpulan yang dapat di ambil adalah, Sebagai Berikut : 1. Kiai Wahab Hasbullah sendiri adalah pasangan dari Kiai Chasbullah dan Nyai Latifah, pada Maret 1888 di Tambakberas, Jombang, Jawa Timur. karena sejak awal Kiai Wahab sudah dididik oleh ayahnya yang berpengetahuan luas. Penyerapan ilmu dan tradisi semakin kental, Islam dalam kaitanya dengan nasionalisme adalah menurut beliau tidak bisa dipisahkan karena dalam menjalankan ibadah diperlukan keamanan dengan melakukan cinta tanah air. KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama pemikir, Secara aktif, beliau membangun semangat bergerak di kalangan masyarakat, terutama umat Islam tentang harga diri sebagai suatu bangsa, mungkin sebagai gambaran dari sosoknya yang cenderung berjiwa bebas dan tidak terikat oleh apapun. Berpendirian tegas dan memiliki prinsip adalah salah satu cerminan Kiai Wahab. Selain itu Kiai Wahab juga merupakan sosok yang dengan Sukses

139

140

menggalang kekuatan NU. Kepergiannya ke Mekkah semakin memperkokoh wawasan keilmuannya dan pergaulannya yang semakin luas. Pengembaraan intelektual Kiai Wahab mempunyai benang merah yang jelas dan bisa ditelusuri melalui berbagai aktivitas beliau sepanjang hidupnya. Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah tauladan bagi santri- santrinya, baik tauladan dalam menyantri maupun tauladan untuk memerdekakan negeri. 2. Ijtihad atau Buah hasil Pemikiran tentang Islam dan Nasionalisme Kiai Abdul Wahab Hasbullah inilah yang dalam tataran ini, saya kira Kiai Abdul wahab Hasbullah dengan Gagasan Hubbul Wathon Minal Iman- nya menjadi salah satu tokoh yang berhasil mempersatukan dan menemukan titik temu antara nasionalisme dan Islam yang secara eksplisit pertemuan itu juga menjadi Landasan besar bagi terciptanya Kerukunan dan Kestabilan Negara. Perjalanan Sosio-Historis Kiai Abdul Wahab Hasbullah tidak bisa dipisahkan dengan Nahdlatul Ulama, demikian pula sebaliknya. Ciri khas yang menjadi Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah sangat erat dengan kalangan Nasionalis, Islam dan NU. Perjuangannya juga dikontekskan dengan perjuangan melawan penjajah, baik secara fisik maupun politis, Lalu di lanjutkan bagaimana kiprahnya ketika Indonesia Mencapai Kemerdekaan Bagaimana Beliau menciptakan kestabilan Negara dan Kesadaran Cinta Tanah Air. Kerjasama dengan Dr. Soetomo di dalam Islam Studie Club adalah cikal bakal munculnya pemikiran yang memberikan arah bagi kerjasama antara kekuatan Islam dan nasionalis menuju terciptanya tatanan masyarakat maju dan modern tanpa mengesampingkan nilai-nilai keagamaan. Ini merupakan sumbangan terbesar yang diberikan seorang ulama kepada bangsa. Hal ini di kuatkan pada Kiai Wahab Perjuangan dan Pergerakannya sebagai Pelopor kebebasan Berpikir, Mendirikan NU dan Melawan Penjajah. Corak Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah sangat di Pengaruhi oleh Guru-gurunya yang nantinya dalam perjuangan dan Pemikirannya mempertemukan Islam dan Cinta Tanah Air

141

(Nasionalisme) cenderung Memperlihatkan Integrasi Ilmu Balaghoh, Mantiq, Tasawuf, Ushul Fiqih. Corak Pemikiran Kiai Wahab di pengaruhi oleh banyak tokoh ketika Nyantri di beberapa pesantren di tambah keilmuan yang beliau dapat ketika di Mekah gagasannya ketika berada di Indonesia Kiai Wahab dalam dominan pemikirannya Tergantung situasi dan kondisi. 3. Dasar Kaidah pemikiran Kiai Wahab Hasbullah yang kemudian ditularkanya di dalam tubuh NU yang di ambil dari Qowaid serta ushul fiqih untuk menyikapi gejala-gejala sosial politik di atas dengan pertimbangan beberapa kaidah fikih. Kaidah pertama ialah malaa yudraku kulluh la yutraku kulluh. Kaidah yang kedua ialah dar al- mafasid muqaddam 'ala jalbi masolih. Islam dalam kaitanya dengan nasionalisme adalah menurut beliau tidak bisa dipisahkan karena dalam menjalankan ibadah diperlukan keamanan dengan melakukan cinta tanah air. Kaidah yang ketiga ialah memilih resiko yang paling ringan akibatnya menurut kaidah idza ta'arada mafsadatani ruiya azamuha dararan bi irtikabi akhafihima. Kiai Wahab juga Penggalang Kaum Islam dan Nasionalis, Dari sinilah baru dapat difahami mengapa lalu timbul skala prioritas Bahwa untuk Mempertahankan Negara dan Implemetasi dari Cinta Tanah Air atau nasionalisme adalah dengan menerima Perbedaan keberagamaan di Indonesia yang berbeda antara kelompok-kelompok yang berlainan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesadaran dan sikap kebangsaan serta nasionalisme Kiai Wahab Hasbullah diperoleh melalui jalur yang berbeda dari tokoh-tokoh kebangsaan lainnya, seperti Soekarno, Hatta, dan Soepomo. Kiai Wahab Hasbullah mengenal gagasan nasionalisme dari pergolakan pemikiran yang berkembang di Timur Tengah, sedangkan tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, mengenal gagasan nasionalisme melalui kontak langsung dengan gagasan-gagasan Barat di sekolah-sekolah Belanda. Hasilnya memang berbeda. Nasionalisme Kiai Wahab Hasbullah bercorak religius.

142

4. Demokrasi menurut KH Wahab adalah inti dari ajaran Islam, yaitu musyawarah dan perwakilan berdasarkan kebijaksanaan, sebagaimana telah dituangkan dalam Pancasila. Dengan demokrasi itu semuanya bisa bekerja dengan baik, untuk memperoleh keputusan dan berbagai jalan keluar yang baik saat menghadapi berbagai kesulitan. Karena itu demokrasi tidak hanya cukup berlaku dalam lingkungan pemerintahan, tetapi demokrasi harus pula diberlakukan di lingkungan masyarakat. Untuk itu demokrasi menurut beliau harus meliputi tiga bidang utama kehidupan, yaitu demokrasi Politik, demokrasi sosial atau kemasyarakatan dan demokrasi dalam bidang ekonomi. Dengan demokrasi ini diharapkan Negara tenteram, pemerintahan stabil karena rakyatnya aman makmur. Semuanya ini sesuai kaidah berpikir Islam yaitu masholihur roiyah (kepentingan rakyat), sebagaimana dicita- citakan dalam Pancasila dan UUD 1945. Pancasila Dalam Pandangan Kiai Wahab yang merupakan pedoman dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak lain merupakan cerminan dari ajaran Islam ahlussunnah waljamaah. Karena itu ketika NU mengisi Pancasila dengan nilai-nilai dan spirit Islam, maka tidak akan mengurangi isi yang terkandung dalam perbendaharaan Pancasila. Bahkan akan semakin menyempurnakan dan memperkaya nilai-nilai Pancasila, selanjutnya akan semakin mudah dipahami dan mudah untuk diterapkannya. Dan Pancasila merupakan sebuah jalan tengah guna menyelesaiakan berbagai masalah bangsa ini. Bagi Kiai Wahab Hasbullah nilai dasar demokrasi dan Pancasila adalah memanusiakan manusia dan mengaturnya agar pola hubungan antar-manusia itu dapat saling menghormati perbedaan dan mampu bekerja sama sehingga menciptakan kesejahteraan bersama. Pemahaman seperti demikian tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam. Setidaknya dari 4 kesimpulan tersebut mempunyai beberapa Faktor-faktor nasional yang mempengaruhi Kiai Wahab Hasbullah untuk memperjuangkan Terjadinya Toleransi dan Persatuan Indonesia (dengan mendirikan gerakan Nahdlatul Wathan), dan faktor Internasional untuk memperjuangkan kebebasan

143

bermazhab (dalam Komite Hijaz) itulah yang memotivasi berdirinya NU. Sejak awal NU memang memiliki cita-cita nasional dan internasional. Komite Hijaz ini menunjukkan orientasi internasional NU yang menghendaki kebebasan beragama, bermazhab untuk menciptakan perdamaian dunia yang langgeng.

B. Saran - Saran Berdasarkan Penarikan kesimpulan di atas tentunya penulis berharap agar dapat bermanfaat untuk penulis Pribadi Khususnya dan juga kepada para pembaca pada umumnya, Hemat penulis ada beberapa saran yang pantas dijadikan saran Konstruktif. Adapun Saran yang dapat diberikan dalam Penelitian ini adalah : 1. Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah yang terkait dan sudah di jabarkan seharusnya menjadi salah satu Pijakan Solusi bentuk Konflik Ideologi dan Agama yang merusak Nasionalisme dan Nilai yang terkandung, Di sinilah perlunya upaya bersama membangkitkan semangat persatuan. Semangat persatuan itu bukanlah penyeragaman melainkan semangat untuk menghargai perbedaan dan tidak menjadikan perbedaan sebagai pemicu perpecahan. Hidup dalam suasana perbedaan memang tidak enak, namun itu kita perlukan dalam rangka meningkatkan kualitas diri manusia Indonesia. Anda tidak akan menjadi hebat kalau hanya mengandalkan keunggulan primordial. Sebaliknya, anda akan hebat kalau bisa berprestasi yang bermanfaat bagi banyak kalangan dan golongan. Di situlah makna Bhinneka Tunggal Ika. Merajut kesatuan di antara beragam perbedaan itu mudah, karena para founding fathers negara ini sudah meletakkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan membangun masyarakat Indonesia. Secara kultural, komunitas-komunitas dalam masyarakat Indonesia juga sangat terbuka dan toleran terhadap perbedaaan. 2. Dari Sumbangsih besar yang di berikan Kiai wahab Utamanya dalam mempertemukan Islam dan Nasionalisme untuk tatanan Kerukunan Umat Beragama juga harus di teruskan relevansinya agar berlanjut pada semua agama dan budaya masyarakat yang memiliki semacam platform untuk

144

mewujudkan keadilan dan perdamaian dalam rangka membangun serta memakmurkan bumi. Dari sini, kita patut untuk berseru kepada Kiai Wahab dalam rangka memerdekaan bangsa dari belenggu krisis, hendaklah segera merapatkan barisan untuk membangun etika dan moralitas bangsa. Adalah suatu keharusan membangun kembali kerangka beragama dan kebudayaan kita yang lebih mengedepankan nilai dan esensi agama dan budaya. 3. Melalui slogan hubbul wathon minal iman yang lalu juga menjadi sebuah Sya‟ir dari Kiai abdul wahab hasbullah seharusnya kita dapat memperkuat rasa kecintaan kita pada tanah air sekaligus menerima perbedaan keberagamaan yang terjadi,dan bukan malah mempertentangkan islam dengan nasionalisme yang kemudian hanya akan merusak kehidupan berbangsa, Karena pada dasarnya Hubbul wathon minal iman adalah tidak bertentangan dengan ajaran islam itu adalah hasil ijtihad yang malah sesuai dengan ajaran islam, jadi tidak perlu mempertentangkan hal demikian. Penulis sengaja memaparkan kekejaman imperialis Barat dan perilaku buruk terhadap wilayah jajahan Nusantara, dalam pengantar Perjuangan KH. Abdul Wahab hasbullah, karena tiga alasan. Pertama, penulis ingin mengingatkan para ulama, kiai dan santri yang hidup di abad 21 ini agar tidak gampang lupa bahwa yang mengajarkan kekerasan dan paksaan dalarn beragama, adalah imperialis Barat, Dalam Islam jelas tidak ada paksaan dalam beragama. misalnya Islam mengajarkan kekerasan dan intoleran. Kedua, para ulama, kiai dan santri telah berjihad dengan segenap jiwa, raga dan harta untuk menegakkan kemerdekaan politik, ekonomi dan agama dari kekejaman penjajah. Ketiga, KH. Abdul Wahab hasbullah adalah seorang ulama pejuang, seorang tokoh besar dan pemimpin ummat yang lahir dalam benturan zaman imperialis modern. Beliau adalah saksi dan pelaku sejarah yang bersentuhan langsung dengan pemerintahan kolonial Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Ahkamu al Fuqaha, Kumpulan Masalah diniyah Muktamar NU ke 8 s/d 15, Juz Tsani, tanpa tahun.

Amin, Samsul Munir. Percik Pemikiran Para Kiai. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.2009.

Anam, Choirul. KH. Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, Surabaya : PT. Duta Aksara Mulia, 2017.

------. Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, Surabaya: Bima Satu Surabaya, 1999.

Coward, Pluralisme dan Tantangan Agama-Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1989.

Ensiklopedia Ijma‟ : Perpektif ulama dalam hukum Islam (A. Sahal Machfudz and Mustafa Bisri. Transl.) Jakarta : Pustaka Firdaus, 1987.

Fadeli,Soeleiman & Subhan,Mohammad. Antologi NU : Sejarah-Istilah-Amaliah- Uswah. Surabaya : Khalista, 2007.

Fealy, Greg . Ulama and Politics in Indonesia a History of Nahdlatul Ulama (terj. Ijtihad Politik Ulama Sejarah NU 1952 – 1967), (terj. Farid Wajidi, Mulni Adelina Bachtar), Yogyakarta : LkiS 2009.

Haedari, Amin & Hanif, Abdullah. Masa depan pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global. Jakarta : IRD Press, 2004.

Haidar, M. Ali. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Pendekatan Fikih dalam Politik. Sidoarjo : Al Maktabah, 2011.

Helmy, Musthafa. Peran Media Santri : Kiprah KH.A.Wahab Hasbullah. Jombang : Penerbit Keluarga Besar KH.A Wahab Hasbullah, 2018.

145 146

Kartodirjo, . Multidimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan, Yogyakarta: Kanisisus, 1999.

Kusumawati, Eri. Kyai Dan Politik Praktis : studi atas keterlibatan politik kyai dalam masyarakat di pondok pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, Surabaya : Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya, 2012.

Lubis, M. Ridwan. Agama dalam diskursus Intelektual dan Pergumulan Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB). 2015.

------. Sosiologi Agama: Memahami Perkembangan Agama dalam Interaksi Sosial, Jakarta: Kencana, 2015

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Manshur,Yahya Chusnan. Ulasan Nadhom Qowaid Fiqhiyyah al-faroid al bahiyyah. Jombang: Pustaka Muhibbin, 2011.

------. Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari : Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan. Jakarta : PT. Kompas. 2010.

Moleong, Lexi J. Metode Penelitian Kualitatif Bandung: Remaja Rosdakarya,2006.

Mukhtar Ghazali, Adeng. Antropologi Agama Bandung: Alfabeta, 2011.

Mun‟im DZ, Abdul. KH. Abdul Wahab Hasbullah: Kaidah Berpolitik dan Bernegara. Depok : Langgar Swadaya Nusantara, 2015.

------. Piagam Perjuangan Kebangsaan. Jakarta : NU Online, 2011.

N. Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta 2009.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta : Kencana, 2007.

147

Nurdin, Amin. Satu Islam, Banyak Jalan : Corak Pemikiran Modern Islam. Jakarta : Penerbit Hipius Berkerjasama dengan Lembaga Nusa Damai. 2018.

Rasyid, Hamdan Dkk. KH. Abdul Wahab Chasbullah Perintis Pendiri dan Penggerak NU, Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah. 1999.

Redaksi Great publisher, buku pintar politik: sejarah, pemerintahan, dan ketatanegaraan, Yogyakarta: Galang Perss, 2009.

Rifai, Muhammad. KH. Wahab Hasbullah Biografi Singkat 1888-1971, Yogyakarta : Gara House Of Book, 2014.

Sadewa, Ubaidillah. KH. Abdul Wahab Chasbullah Pahlawan Nasional dari Pesantren untuk Indonesia. Surabaya : Lingkar Muda Nusantara. 2015.

Said Ali, As‟ad. Islam, Pancasila, Dan kerukunan berbangsa.. Depok : Pustaka LP3ES, 2019.

Sanapiah, Faisal. Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009.

Shofiyullah Mz. KH.A. Wahid Hasyim Sejarah Pemikiran dan Baktinya bagi Sejarah dan Bangsa. Jombang : Pesantren Tebuireng, 2011.

Shohib, Abdussalam dkk. Kiai Bisri Syansuri Tegas berfiqih, Lentur Bersikap. Surabaya : Pustaka Idea, 2015.

Siroj, Said Aqil. ISLAM KEBANGSAAN : Fiqih Demokratik Kaum Santri. Jakarta : Penerbit Risalah NU, 2019.

Soemarno, Wasty. Pedoman Teknik Penulisan Skripsi (Karya Ilmiah). Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2016.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Bandung: R&D. Alfabeta, 2013.

Suryono, Ariyono. Kamus Antropologi. Jakarta : Akademika Pressindo, 1985.

148

Syamsudin, Nazaruddin Bung Karno Kenyataan Politik dan Kenyataan Praktek, Jakarta: CV. Rajawali, 1988.

Thoyfoer. Politk Kebangsaan NU “Tafsir Khittah Nahdlatul Ulama 1926”.Yogyakarta : Penerbit Mutiara. 2010.

Tim Sejarah Bahrul Ulum, Tambakberas : Menelisik Sejarah Memetik Uswah. Jombang : Pustaka Bahrul Ulum, 2017.

Ubaedillah & Rozak, Abdul. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : Prenadamedia Group, 2013.

Ulfi, Laily. Pendekatan Historis Dalam Studi Islam (Studi Kasus Pemikiran Amin Abdullah), Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. 2015.

Wahid, Abdurahman. Islamku Islam anda Islam kita : Agama masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta : Democracy Project, 2011.

------. Pergulatan Negara, Agama dan kebudayaan. Depok : Penerbit Desantara. 2001.

Wibisono, Dermawan. Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi. Yogyakarta : Penerbit Andi. 2013.

Zada, Khamami. Nadhlatul Ulama : Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. 2010.

Zainul Bahri, Media. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015.

Zuhri. Saifuddin. Berangkat dari Pesantren, Yogyakarta : LKiS, 2013.

------. Guruku Orang-Orang Pesantren, Yogyakarta : PT. LkiS. 2001.

------. Mbah Wahab Hasbullah Kiai Nasionalis Pendiri NU, Yogyakarta : PT. LkiS, 2010.

Referensi Jurnal :

149

Misrawi, Zuhairi. Deformalisasi Syariat, (Majalah Tashwirul Afkar, Edisi No. 12 Tahun 2002.

Rofiq, Ainur. Telaah Konseptual Implementasi Slogan Hubbul Wathan Minal Iman, (Jurnal Keluarga Sejahtera, Vol 16 / 32) Desember 2018

Referensi Wawancara :

Wawancara dengan KH.M. Hasib Wahab, Tokoh Agama dan Putra KH. Abdul Wahab Hasbullah di Jombang, 03 Januari 2020.

Wawancara dengan Hj. Mundjidah Wahab, Bupati Kabupaten Jombang di Jombang, 04 Januari 2020.

Wawancara dengan KH. Abdussalam Shohib, Tokoh Agama Jombang di Jombang, 09 Januari 2020.

Wawancara dengan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2015-2020 di Jakarta, 29 Januari 2020.

Wawancara dengan KH. Abdul Mun‟im DZ, Pegiat Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah di Jakarta, 04 Februari 2020.

Referensi Internet :

Artikel ini diakses dari https://www.nu.or.id/post/read/103841/apa-pertimbangan- nu-menerima-nasakom soekarno pada 29 Februari 2020.

LAMPIRAN – LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Permohonan Bimbingan Skripsi Lampiran II : Surat Izin Penelitian Skripsi Lampiran III : Surat Keterangan Penelitian Skripsi Lampiran IV : Lembar Pedoman Wawancara Lampiran V : Surat Pernyataan Wawancara dengan KH.M.Hasib Wahab Lampiran VI : Surat Pernyataan Wawancara dengan Hj. Mundjidah Wahab Lampiran VII : Surat Pernyataan Wawancara dengan KH. Abdussalam Shohib Lampiran VIII : Surat Pernyataan Wawancara dengan KH. Said Aqil Siroj Lampiran IX : Surat Pernyataan Wawancara dengan KH. Abdul Mun‟im DZ Lampiran X : Laporan Hasil Wawancara dengan KH.M.Hasib Wahab Lampiran XI : Laporan Hasil Wawancara dengan Hj. Mundjidah Wahab Lampiran XII : Laporan Hasil Wawancara dengan KH. Abdussalam Shohib Lampiran XIII : Laporan Hasil Wawancara dengan KH. Said Aqil Siroj Lampiran XIV : Laporan Hasil Wawancara dengan KH. Abdul Mun;im DZ Lampiran XV : Dokumentasi

PEDOMAN WAWANCARA ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (STUDI PEMIKIRAN KIAI ABDUL WAHAB HASBULLAH TENTANG NASIONALISME) Informan Nama : Alamat : Jenis kelamin : Agama : Jabatan / Sebagai : Tanggal wawancara :

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Wawancara ini Ditujukan kepada Keluarga, Sejarawan atau Pegiat Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah yang berkaitan. Wawancara ini juga berfungsi Sebagai Penguat dan Penyempurnaan dari Studi Kepustakaan pada penelitian yang berjudul “ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)”. Berikut daftar pertanyaan wawancara untuk menjawab rumusan masalah yang ada :

A. Riwayat Hidup dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Apa yang anda ketahui tentang KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 2. Bagaimana Perjuangan dan Pergerakan KH.Abdul wahab Hasbullah dalam Upayanya mempertemukan Islam dan Nasionalisme ? B. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Bagaimana Corak pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 2. Bagaimana Kaidah Pemikiran Islam dan Cintah Tanah air KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 3. Bagaimana Konsep Pluralitas KH. Abdul Wahab Hasbullah yang di Bingkai Nasionalisme ?

4. Apa Pandangan KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang Demokrasi dan Pancasila ? 5. Nilai-Nilai Apa saja yang terdapat di dalam Syair Ya Lal Wathan Ciptaan KH. Abdul Wahab Hasbullah ? C. Kontribusi Pemikiran dan Pergerakan KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Bagaimana dan seberapa Besar Pengaruh Pemikiran Cinta Tanah Air KH. Abdul Wahab Hasbullah di Kalangan Nahdlatul Ulama ? 2. Bagaimana Implementasi dari Kontribusi KH. Abdul Wahab Hasbullah di dalam Kehidupan Beragama, Bermasyarakat dan Bernegara ? 3. Dalam Kaitannya dengan Kerukunan Nasionalisme dan Negara, Apa yang harus kita Teladani dan “Di garis bawahi” Bersama atas Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah ?

SURAT PERNYATAAN

TELAH MELAKUKAN WAWANCARA

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Alamat :

Jabatan / Sebagai :

Dengan ini menyatakan bahwa :

Nama : Muhammad Izzul Islam Annajmi

NIM : 11160321000052

Jabatan / Sebagai : Mahasiswa

Adalah benar-benar telah melaksanakan wawancara dengan kami dalam rangka menyelesaikan Penyusuna skripsi yang berjudul “ISLAM DAN CINTA TANAH AIR (Studi Pemikiran Kiai Abdul Wahab Hasbullah Tentang Nasionalisme)”. Demikian surat keterangan ini kami buat dengan sebenar- benarya, dan untuk digunakan Sebagaimana Mestinya.

Jakarta, 2020

(...... )

Nama dan tanda tangan informan

LAPORAN HASIL WAWANCARA

Nama : KH.M. Hasib Wahab Alamat : Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang. Jenis kelamin : Laki-Laki Agama : Islam Jabatan / Sebagai : Tokoh Agama dan Putra KH. Abdul Wahab Hasbullah Tanggal wawancara : 03 Januari 2020

Pertanyaan dan Jawaban Narasumber 1 A. Riwayat Hidup dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Apa yang anda ketahui tentang KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 2. Bagaimana Perjuangan dan Pergerakan KH.Abdul wahab Hasbullah dalam Upayanya mempertemukan Islam dan Nasionalisme ? B. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah 3. Bagaimana Corak pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 4. Bagaimana Kaidah Pemikiran Islam dan Cintah Tanah air KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 5. Bagaimana Konsep Pluralitas KH. Abdul Wahab Hasbullah yang di Bingkai Nasionalisme ? 6. Apa Pandangan KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang Demokrasi dan Pancasila ? 7. Nilai-Nilai Apa saja yang terdapat di dalam Syair Ya Lal Wathan Ciptaan KH. Abdul Wahab Hasbullah ? C. Kontribusi Pemikiran dan Pergerakan KH. Abdul Wahab Hasbullah 8. Bagaimana dan seberapa Besar Pengaruh Pemikiran Cinta Tanah Air KH. Abdul Wahab Hasbullah di Kalangan Nahdlatul Ulama ?

9. Bagaimana Implementasi dari Kontribusi KH. Abdul Wahab Hasbullah di dalam Kehidupan Beragama, Bermasyarakat dan Bernegara ? 10. Dalam Kaitannya dengan Nasionalisme dan Negara, Apa yang harus kita Teladani dan “Di garis bawahi” Bersama atas Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah ?

JAWAB : 1. Kiai Abdul Wahab Hasbullah dalam berkeluarga mempunyai putra dan putri berjumlah 11 kasih sayang pada anak sangat luar biasa, beliau sosok pendidik, beliau sangat perhatian dengan pendidikan keluarga selain itu juga beliau sangat mempunyai perhatian lebih terhadap seni seperti silat. Kiai Wahab adalah sosok multifungsi. Bahkan mulai dari pendekar dan masalah bangunan beliau faham dengan detail. Kiai Abdul Wahab Hasbullah merupakan sosok ayah yang disiplin. Sosok ayah yang tidak pernah pilih kasih terhadap anak-anaknya. Sebagai contoh, suatu ketika anak-anak beliau diajarinya mengaji Kitab Taqrib dan Tafsir, materi beliau sampaikan secara berulang-ulang. Pada waktu di tes tidak bisa menjawab, beliau tidak segan-segan memukul anak- anaknya dengan menjalin. Hal ini bukan berarti beliau kejam, akan tetapi suatu pembelajaran bagi sang anak akan pentingnya ilmu. Ilmu bukan untuk dibaca dan dihafal saja, yang lebih penting adalah diamalkan agar mengerti akan makna dari ilmu yang didapat. Beliau juga sosok yang bertanggung jawab. Selain bertanggung jawab sebagai imam keluarga juga bertanggung jawab sebagai seorang kakak bagi adik-adiknya. Ketika KH. Abdurrohim (adik KH. Abd. Wahab Hasbullah) meninggal, beliau pergi ke Jogja untuk memboyong putra- putri KH. Abdurrohim ke Tambakberas dan menanggung kehidupanya sampai putra-putrinya berkeluarga. Tanggung jawab sebagai orang tuapun juga beliau tunjukkan ketika Putra-Putrinya masih kecil, Beliau selalu mengajarkan hal-hal terkait keagamaan dengan praktik tidak

hanya sekedar teori belaka. Beliau juga selalu mengajarkan anak- anaknya untuk bertanggung jawab. Ketika masih tinggal di Jakarta, Salah satu Putri Beliau diamanahi oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah untuk memegang dan mengelola keuangan dengan membuat laporan pemasukan dan pengeluaran apa saja yang tela dilakukan. Karena belajar mengatur keuangan memang harus sudah dikenalkan dan diajarkan kepada anak agar terbiasa dan mengurangi hidup boros. Proses pendidikan kepada putera puterinya dikader sejak dini. 2. Kecerdasan dan bakat kepemimpinan Kiai wahab sudah tampak sejak di bangku Pesantren. Di sela-sela kegiatan belajar, Wahab memimpin kelompok belajar dan diskusi santri secara rutin. Dalam kelompok itu dibahas masalah sosial kemasyarakatan di samping dari pelajaran agama. Tidak mengherankan jika sepulang dari beberapa pesantren Mbah Wahab sama sekali tidak canggung terjun ke masyarakat, mempraktikkan apa yang sudah dipelajari. Tentang keampuhan retorika Kiai Wahab, dapat dilihat dari jawaban Kiai Wahab pada saat berlangsung sidang Konstituante, di mana golongan nasionalis sekuler menghendaki agar Islam tidak dijadikan dasar negara dengan alasan dapat menimbulkan peperangan, maka Kiai Wahab mengajukan counter bahwa Pancasila juga dapat menimbulkan peperangan. Oleh karena itu, apabila golongan nasionalis menolak Islam sebagai dasar negera karena alasan dapat menimbulkan perang, hal yang sama juga akan terjadi pada negara yang berdasar Pancasila. Jadi tidak ada relevansinya mengatakan Islam sebagai sumber peperangan. 'Menjamin keselamatan negara dari terbenturnya peperangan iłu sama halnya dengan mencari gagak putih (artinya mustahil, red.), kata Kiai Wahab. Begitu pula ketika tokoh-tokoh Masyumi mengejek Kiai wahab Yang kala itu memprakarsai keluarnya NU dari Masyumi untuk orang Masyumi bertanya dengan nada mengejek, berapa banyak sarjana hukum, insinyur dan lain-lain yang dimiliki oleh NU sehingga NU mau berdiri sendiri menjadi partai Kiai Wahab balik mengatakan

kepada mereka, apabila saya ingin membeli mobil, saya tidak perlu harus bisa menyetir dulu, oleh karena seorang penjual mobil tidak akan bertanya kepada saya "Apakah Anda bisa menyetir", Saya apabila membeli mobil, sekalipun tidak bisa menyetir, cukup memasang iklan di surat kabar untuk mencari sopir. Maka sehari sesudah saya memasang iklan di surat kabar, akan berdatangan di pintu rumah saya, orang-orang yang melamar ingin menjadi sopir saya. Kemampuan retorika Kiai Wahab memang tidak diragukan lagi. Intinya keilmuan Beserta keluwesan beliau menerima demokrasi dan Pancasila bukti keluasan ilmu dan mengerti situasi. 3. Islam dalam kaitanya dengan nasionalisme adalah menurut beliau tidak bisa dipisahkan karena dalam menjalankan ibadah diperlukan keamanan dengan melakukan cinta tanah air. Salah satu buktinya terdapar dalam Perjuangannya pada tahun 1916 kepulangan dari Mekkah ketika mendirikan Nahdlatul Wathan dan Tashwirul Afkar yang kemudian SK-nya bergabung dengan Perhimpunan Soeryo soemirat, Beliau bukan saja tokoh Islam karena di situ beliau juga di terima dengan baik oleh Ki Hajar Dewantara dan H.O.S Cokroaminito. Bukti lainnya ketika Kyai Wahab Sangat terbuka menerima Demokrasi terpimpin yang dimaksud terpimpin adalah memimpin moralitas menerima apapun yang ada tetapi ideologi yang tidak bisa di tawar maka perjuangan Kiai Wahab adalah lintas, Lintas umat dan lintas Tokoh. 4. Corak Pemikiran Kiai Wahab di pengaruhi oleh banyak tokoh ketika Nyantri di beberap pesantren di tambah keilmuan yang beliau dapat ketika di Mekah gagasannya ketika berada di Indonesia Kiai Wahab dalam dominan pemikirannya Tergantung situasi dan kondisi. Nilai yang diperjuangkan Kiai Wahab adalah kemanusiaan dari awal dan secara ideologi tidak goyah. Kiai Wahab sebagai inisiator berdirinya NU dengan mempunyai keilmuan yang mengintegrasikan antara ilmu Balaghah mantiq fiqih dan Ushul fiqih.

5. Pengaruh dan Kontribusi Besar Kiai Wahab masih bisa di rasakan di kalangan NU yaitu menjadi Pondasi bagaimana NU berjuang untuk Islam yang Ahlul Sunnah wal Jamaah tetapi tetap mempertahankan perbedaan. Implementasi dari itu dapat di lihat ketika Kiai Wahab membina hubungan baik dengan berbagai macam kalangan mulai dari kalangan pesantren, kalangan tokoh Islam, kalangan pers, dan kalangan nasionalis. Misalkan kedekatannya dengan Soekarno, yang sering mendatanginya untuk berkonsultasi dan meminta saran mbah Wahab terkait keputusan-keputusan yang akan diambil. Salah satu yang masih dapat kita rasakan keberadaannya sampai sekarang adalah Halal Bi Halal, yang merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Soekarno atas saran mbah Wahab untuk mengintegrasikan kembali para tokoh-tokoh bangsa. Dan Kontribusi itu masih bisa di rasakan Hingga sekarang. 6. Mbah Wahab mencoba menggabungkan antara agama dengan negara, beliau adalah sosok Islamis Nasionalis. Pluralitas Kiai Abdul Wahab memandang bahwa dasar negara Indonesia ini sudah mencakup aspek syariah. Mbah Wahab menguslkan untuk pelaku dan pembubaran G30S PKI beliau semalaman riyadhoh tidak tidur. Semua harus ada riyadhoh tirakat tidak hanya mengandalkan otak dan IT, Perbanyak membaca burdah ketika ada permasalahan. 7. Islam dengan mencintai tanah air akan menjadi Sejahtera secara nilai spiritual dan ekonominya. Beliau dalam Pendekatan Ushul Fiqih menggunakan Kaidah dar‟ul mafâsid muqoddam „alâ jalbil masholih “Menghindarkan kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawakan keuntungan/kebaikan”. Sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme belanda yang kian menjadi-jadi, merong-rong dan menindas perekonomian dan pendidikan yang mahal yang tidak menanamkan nilai-nilai keagamaan. 8. Syair Ya lal wathon di karangan oleh Kiai wahab dalam bahasa arab agar para penjajah tidak tahu bahwa itu lagu Patriotisme dan

mengiranya dengan qosidah. Nilai yang terkandung selain semangat Nsionalisme berkebangsaan adalah terdapatnya nilai kemanusiaan dalam syair Ya Lal Wathon sangat menghiasi, seperti pada bait terakhirnya kullu maya‟tika yauma thomiha yalqo imama “Siapa datang mengancamu kan binasa di bawah durimu”, hal itu menunjukkan bahwa Indonesia tidak bisa di ancam atau di perangi karena di daam Indonesia juga terdapt manusia yang mana Prikemanusiaan harus tetap di utamakan jika tidak maka binasalah yang mengancam dan memeranginya. 9. Kiai Abdul Wahab Hasbullah telah menanamkan benih-benih Toleransi dan kerukunan antar umat beragama dan menerima perbedaan dengan semangan cinta tanah airnya, Sehingga uapaya mempertemukan Islam dan Nasionalisme itu terbangun dan dalam kehidupan lainnya yang diterapkan oleh Beliau adalah kolektifitas dalam program kerja, yang dimana ijtihadnya dilakukan secara kolektif (bersama-sama) tapi peng-implementasian-nya yang tidak kolektif (Bersama-sama). Seperti ketika Kiai Wahab melihat Madinah sebagai negara yang berkolaborasi dengan umat lain yang dapat Saling hidup berdampingan. 10. Kiai Wahab adalah sosok lengkap dengan mempunyai keluasan ilmu dan siasat politiknya yang hebat. Dalam mempertahankan Indonesia beliua sangat gigih dan dalam melakukan Dakwah Islamiyyah beliau juga gigih sehinggah Islam dan Nasionalisme tidak selalu bertentangan, Maka sudah seharusnya kita dapat melestarikan Pemikiran bahwa Islam dan Cinta tanah air adalah Sinergi yang luar biasa.

LAPORAN HASIL WAWANCARA

Nama : Hj. Mundjidah Wahab Alamat : Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Jabatan / Sebagai : Bupati Kabupaten Jombang Tanggal wawancara : 04 Januari 2020

Pertanyaan dan Jawaban Narasumber 2 A. Riwayat Hidup dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Apa yang anda ketahui tentang KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 2. Bagaimana Perjuangan dan Pergerakan KH.Abdul wahab Hasbullah dalam Upayanya mempertemukan Islam dan Nasionalisme ? B. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah 3. Apa Pandangan KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang Demokrasi dan Pancasila ? 4. Bagaimana Corak pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah ? C. Kontribusi Pemikiran dan Pergerakan KH. Abdul Wahab Hasbullah 5. Bagaimana dan seberapa Besar Pengaruh Pemikiran Cinta Tanah Air KH. Abdul Wahab Hasbullah di Kalangan Nahdlatul Ulama ? 6. Dalam Kaitannya dengan Nasionalisme dan Negara, Apa yang harus kita Teladani dan “Di garis bawahi” Bersama atas Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah ?

JAWAB : 1. Menurut Saya, Kiai Wahab adalah Seorang yang mengerti banyak hal seperti beliau adalah seorang pendekar,seniman, budayawan, “Mbah Wahab juga jago silat. Suatu cerita ketika di Tambakberas ada seorang pencuri yang sangat meresahkan masyarakat di wilayah tersebut. Si pencuri tidak dapat dinasihati dengan baik, Mbah Wahab sudah

mencoba mengingatkannya dengan cara yang halus, akan tetapi sang pencuri tidak juga kapok. Terpaksa, akhirnya beliau menantangnya untuk adu silat. Ilmu silat yang dimiliki Mbah Wahab, berhasil mengalahkan si pencuri dan berhasil mengusirnya dari Tambakberas”. Kiai Wahab juga paham dunia pembangunan itu di buktikannya ketika beliau membangun bangunan pondok di Tambak Beras. Mbah Wahab juga sosok yang sangat Tawadlu‟ (Rendah hati). Beliau sangat menghormati para guru-gurunya. Ketika ada rapat NU yang akan diadakan di rumahnya, beliau dengan semangat mempersiapkan jamuan terbaik untuk para tamunya dan menyuruh juru masaknya untuk memasak menu-menu yang lezat. Beliau juga selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk menyatu dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Meskipun anak kiai, beliau tidak pernah memanjakan anak-anaknya. Beliau selalu menganjurkan kepada anak- anaknya untuk ikut berpartisipasi dengan acara rutinan di lingkungan. 2. Dalam perjuangannya Kiai Wahab masuk nasakom karena itu salah satu upaya untuk mempertemukan Islam dan nasionalisme. Kiai Wahab mengatakan “masuk dulu, Keluar gampang”. Beliau menggunakan segala cara untuk melawan Penjajahan dan dalam mengupayakan Islam dan Negara bahkan sampai ada cerita pada waktu Indonesia masih dijajah dulu, ada sebuah kejadian ketika Mbah Wahab dan rombongan akan diserbu dan dihadang oleh tentara Belanda melalui jalur udara dengan mengendarai pesawat. Melihat pesawat tersebut, Mbah Wahab langsung mengambil batu kemudian dibungkus dengan sorbannya dan dilemparkan ke arah pesawat. Seketika pesawat tersebut langsung oleng. Cerita-cerita unik tersebut terkadang memang susah dinalar tapi memang terjadi. Bukankah tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki. 3. Demokrasi dan Pancasila adalah bagaimana beliau memandang bahwa kebebasan beragama itu penting karena untuk mencapai kesempurnaan ibadah di butuhkan ketentraman. Kiai Wahab juga sosok pemerhati

kesetaran gender, Bagi perempuan yang masuk dalam jajaran legistlatif justru Mbah Wahab yang menyarankan, Oleh karenanya beliau sangat demokratis. 4. Toleransi juga penting karena jika tidak bisa menerima itu dalam bernegara dan beragama sulit untuk menjalankan Kehidupan. Bentuk dari Kontribusi Kiai wahab yang saya lihat sebagai Bupati jombang adalah Kerukunan Masyarakat dan semangat nasionalisme santri yang luar biasa. Bagaimana tidak di Kabupaten Jombang terdapat Pondok pesatren besar seperti Bahrul ulum, Darul ulum, Mamabaul ma‟arif dan Tebuireng kemudian di jombang juga terdapat bekas pusat Zending protestan Jawa timur yang berada di Mojowarno yaitu Gereja Kristen Jawi Wetan, di jombang juga terdapat Klenteng ersejara dan salah satu klenteng tertua di Jawa timur yatu di Gudo da di jombang juga terdapat situs bersejarah Kerajaan Hindu Budha Majapahit karena Jombang juga masih Wilayah dari Majapahit. Tetapi daripada itu semua atas berkat pemikiran Kiai wahab dan Tokoh lainnya seperti Kiai Hasyim, Kiai Bisri Gus dur, Cak Nur jombang dapat mejadi kota yang Harmoni dalam perbedaan yang sedemikian tersebut. 5. Pemikiran dan perjuangan kiai Wahab adalah menjadikan prioritas utamanya untuk kepentingan kemerdekaan Bangsa. Kiai Wahab dalam memberikan teladan bahwa kehidupan sebagai umat beragama adalah bagaimana kita bisa fastabiqul Khairat dalam Kebaikan 6. Hal yang harus di teladani Selain juga mempunyai kepribadian yang rapi mempunyai jiwa yang demokratis tidak dapat di nepotisme ketika ada masalah kita harus selalu melakukan riyadhoh atau bertahan dan kebersamaan harus dibangun dengan berbagai macam golongan, suku, ras, dan agama. Beliau juga Sosok demoktator sejati dan penentang KKN dan banyak Pokok-pokok pemikiran Kiai wahab banyak yang diadopsi Pemerintah dalam berbagai Aspek Sosial keagamaan, Khusunya di Pemerintah Kabupaten Jombang sekarang.

LAPORAN HASIL WAWANCARA

Nama : KH. Abdussalam Shohib Alamat : Denanyar, Jombang, Jawa timur. Jenis kelamin : Laki- Laki Agama : Islam Jabatan / Sebagai : Tokoh Agama Jombang Tanggal wawancara : 09 Januari 2020

Pertanyaan dan Jawaban Narasumber 3

A. Riwayat Hidup dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Apa yang anda ketahui tentang KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 2. Bagaimana Perjuangan dan Pergerakan KH.Abdul wahab Hasbullah dalam Upayanya mempertemukan Islam dan Nasionalisme ? B. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah 3. Bagaimana Corak pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 4. Apa Pandangan KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang Demokrasi dan Pancasila ? C. Kontribusi Pemikiran dan Pergerakan KH. Abdul Wahab Hasbullah 5. Bagaimana dan seberapa Besar Pengaruh Pemikiran Cinta Tanah Air KH. Abdul Wahab Hasbullah di Kalangan Nahdlatul Ulama ? 6. Bagaimana Implementasi dari Kontribusi KH. Abdul Wahab Hasbullah di dalam Kehidupan Beragama, Bermasyarakat dan Bernegara ? 7. Dalam Kaitannya dengan Nasionalisme dan Negara, Apa yang harus kita Teladani dan “Di garis bawahi” Bersama atas Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah ?

JAWAB :

1. KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam keilmuan itu lengkap, salah satu hasilnya dalam berdiplomasi dengan raja Saud, Mbah wahab seorang yang progresif dan kreatif yang sangat memahami psikologis masa. 2. Mbah Wahab adalah sosok multifungsi Bahkan mulai dari pendekar dan masalah bangunan beliau faham dengan detail. Dalam perjuangan dan pergerakannya jelas yaitu untuk agama dan bangsa terlihat dari lihainya beliau dalam berdiplomasi dengan raja saud dan ikut andil dalam proses kemerdekaan dengan mendirikan laskar Hizbullah. 3. Corak pemikirannya di dapat dari Gurunya ketika di pesantren dan di mekkah yang beliau adopsi ketika dalam keadaan tertentu beliau Sosok yang bersahaja, Sosok jurnalis handal, Sosok teknorat sejati. 4. Kiai wahab dalam memandang pancasila dan demokrasi adalah bagaimana manusia yang ada di Indonesia ini dapat hidup aman dan sejahterah pancasila dan demokrasi tidak akan bertentangan dengan agama apabila dapat mengakomodasi kebutuhan pokok kehidupan beragama bahkan terdapat titik temunya. 5. Diantara pokok perjuangan beliau adalah toleransi, Kiai Wahab adalah yang menanamkan dan membangun pondasi pluralitas di dalam NU seperti menerima NASAKOM termasuk ketika beliau keluar dai MASYUMI. Pejuangan mbah wahab beliau sangat gigih, Diantaranya adalah ketika banyak ulama menenang Nasakom justru beliau memasukinya. Karena dari dalamlah kita tahu mana mafsadah dan maslahat bagi islam. 6. Mbah Wahab melalui NU ketika di tengah badai politik tetap idealis dan eksis malah cenderung berkembang dan tidak mengalami penurunan, beliau dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang sangat menghindari konflik. Bahkan Gus Dur yang juga mempunyai rasa mengayomi mengadopsi pemikiran dari Kiai Wahab Hasbullah yakni Keluwesannya dalam menerima perbedaan di ala kehidupan bernegara. 7. Kerukunan yang dibangun Mbah Wahab jelas tujuannya yaitu toleran tetapi tidak mengorbankan akidah karena yang ditemukan oleh Beliau bahwa sesuai dengan cita-cita bangsa merawat kerukunan dalam bingkai NKRI yang dalam Perjuangannya Wahab menggunakan ushul Fiqih seperti kaidah fiqih, itu yang harus sebisa mungkin kita teladani yakni memahami situasi negara degan kacamata Ushul fiqih.

LAPORAN HASIL WAWANCARA

Nama : Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A Alamat : Jl. Moh. Kahfi, No. 22, Jakarta Selatan. Jenis kelamin : Laki - Laki Agama : Islam Jabatan / Sebagai : Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2015-2020 Tanggal wawancara : 29 Januari 2020

Pertanyaan dan Jawaban Narasumber 4 A. Riwayat Hidup dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Apa yang anda ketahui tentang KH. Abdul Wahab Hasbullah ? B. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah 2. Bagaimana Kaidah Pemikiran Islam dan Cintah Tanah air KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 3. Bagaimana Konsep Pluralitas KH. Abdul Wahab Hasbullah yang di Bingkai Nasionalisme ? C. Kontribusi Pemikiran dan Pergerakan KH. Abdul Wahab Hasbullah 4. Bagaimana dan seberapa Besar Pengaruh Pemikiran Cinta Tanah Air KH. Abdul Wahab Hasbullah di Kalangan Nahdlatul Ulama ? 5. Dalam Kaitannya dengan Nasionalisme dan Negara, Apa yang harus kita Teladani dan “Di garis bawahi” Bersama atas Pemikiran dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah ?

JAWAB : 1. Kiai Wahab sebagai seorang yang menjadi motor berdirinya NU kiai Wahab sangat ta‟dhim dengan Kiai Hasyim Yang merupakan Gurunya Kiai Wahab menggagas Syi‟ir Ya Lal Wathon yang di latarbelakangi oleh slogan yaitu Hubbul Wathon minal iman yang berisi semangat Islam dan nasionalisme.

2. Ijtihad Hubbul wathon Minal iman berawal dari ketika dari Mekkah kemudian muncullah mencintai tanah air adalah semangat nasionalisme ketegasan Kiai Wahab Hasbullah dalam keputusannya menjadikan Beliau sebagai sosok yang mendambakan keberagamaan total, berbudaya maksimal dan tetap menjaga keseimbangan Wihdatul Adhiyat yaitu keseimbangan dalam menjaga keharmonisasian umat. 3. Kiai Wahab sangat menghargai perbedaan dan berjasa dalam pembentukan toleransi umat beragama selama hal itu tidak mengganggu prinsip Islam. gagasan mbah wahab banyak sekali NU saja gagasannya mbah wahab, mbah wahab meminta mbah hasyim untuk memimpin karena mbah wahab muridnya mbah hasyim (beda usianya 17 tahun) nahdlatul wathan, nahdlatul tujjar itu gagasan mbah wahab, sangat Dinamis. 4. Beliau adalah Peletak dasar-dasar Jami‟iyyah Nahdlatul Ulama Oleh karenanaya besar sekali Pengaruhnya Hingga saat ini yang perlu ditekankan kepada anak-anak muda sekarang adalah Ulama‟-ulama‟ besar kita termasuk Kiai Wahab itu punya wawasan yang harus kita lanjutkan yang hal itu sangat dibutuhkan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Diantara komitmen-komitmen beliau (ulama‟- ulama‟ kita terutama Kiai Wahab) adalah: Pertama, Mempunyai komitmen yang kuat terhadap Agama Islam. Buktinya perjuangan beliau membela Agama kesana kemari ini sangat besar jasanya terhadap agama. Kedua Mempunyai komitmen besar terhadap keilmuan, Mbah Wahab sejak muda sudah bergerak dibidang keilmuan ini, seperti Mendirikan sekolah, Mendirikan Taswirul Afkar dsb , disamping beliau mendirikan Pondok Pesantren dan mengajar di Pondok Pesantren setiap harinya. Ini menandakan bahwa beliau ini memiliki komitmen terhadap masalah keilmuan. Termasuk kecintaannya terhadap ilmu dibuktikan dengan mengadakan dialog- dialog dengan pemimpin bangsa ini ketika itu diantaranya termasuk Mas Mansur. Ketiga Mempunyai komitmen besar terhadap Bangsa dan

Negara. Mbah Wahab menunjukkan pada zaman itu sudah menjadi Konstituante, jadi anggota DPR dsb. Hingga akhirnya beliau di angkat oleh Pemerintah menjadi Pahlawan Nasional. Menurut KH. Said Aqil Siroj 3 komitmen inilah yang harus dilestarikan terhadap generasi saat ini, yakni komitmen terhadap Agama, komitmen terhadap Ilmu, dan komitmen terhadap Bangsa dan Negara. Saat ini ada orang yang komitmen nya terhadap agama menggebu-gebu, tetapi komitmen nya terhadap Bangsa dan Negara tidak, contohnya seseorang yang tidak mau mengakui adanya NKRI, tidak mengakui adanya Bangsa Indonesia. “Nah begini ini orang yang tidak mempunyai komitmen.” tuturnya. Di Timur Tengah misalnya, kebanyakan jika seseorang mencintai agama dengan tidak benar ataupun tidak mencintai bangsa itu hingga dapat menimbulkan gerakan-gerakan yang tidak dibenarkan, contohnya menimbulkan gerakan Trans-Nasional (tidak cinta Bangsa), itu menunjukkan mereka tidak mempunyai komitmen. NU sebenarnya dari kharisma dan wibawa itu memang KH. Hasyim Ay‟ari, tapi sebagai organisator itu Mbah Wahab, andaikan tidak ada Mbah Wahab tidak mungkin ada NU. Mbah Wahab itu sosok yang organis, kreatif, cerdas, dan berani. Dewasa ini banyak orang yang cerdas tapi tidak kreatif. Mbah Wahab ini sosok yang sangat banyak gagasan dan sangat kreatif, buktinya peranan-peranan Mbah Wahab ini sangat besar terhadap organisasi-organisasi masyarakat terutama NU. Nahdlatut Tujar, Tashwirul Afkar, Nahdlatul Wathon itu adalah bukti kreatifitas Mbah Wahab. 5. Kiai Wahab Hasbullah mempunyai sesuatu yang harus kita pegang, beliau umurnya hanya sedikit yang dipakai untuk kepentingan pribadi dan kepentingan keluarga, tetapi yang lebih banyak itu umurnya dipakai untuk memberikan manfaat kepada umat. Dewasa ini banyak orang yang umurnya digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak mempunyai peranan apapun yang diberikan kepada umat. Kalau kita ingin menjadi pejuang, sebagian umur yang kita harus kita pakai untuk

kepentingan umat, mendirikan sekolah, medirikan pondok, medirikan rumah sakit yang nantinya ketika pendirinya sudah meninggal, bangunan atau sesuatu yang ditingal tersebut masih bisa bermanfaat bagi orang lain. Kiai Wahab memberikan Sumbangsi atas Nasionalismenya yang kemudian menjadi penerimaan dari perbedaan keberagamaan Mendirikan NU sebagai tinggalannya dan kita harus Mewarisi perjuangan itu. Oleh sebab untuk menghadapi masa depan Indonesia kita harus bisa menjadikan diri kita dan generasi kita menjadi ulama‟ dan Intelek. Itulah mengapa Kiai-kiai saat ini banyak yang mendirikan Perguruan Tinggi dan Universitas karena ingin melahirkan generasi Ulama‟ dan Intelek.

LAPORAN HASIL WAWANCARA

Nama : KH. Abdul Mun‟im DZ Alamat : Taman Serua, Bojong sari, Depok, Jawa barat. Jenis kelamin : Laki-Laki Agama : Islam Jabatan / Sebagai : Pegiat Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah Tanggal wawancara : 04 Februari 2020

Pertanyaan dan Jawaban Narasumber 5 A. Riwayat Hidup dan Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah 1. Apa yang anda ketahui tentang KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 2. Bagaimana Perjuangan dan Pergerakan KH.Abdul wahab Hasbullah dalam Upayanya mempertemukan Islam dan Nasionalisme ? B. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah 3. Bagaimana Kaidah Pemikiran Islam dan Cintah Tanah air KH. Abdul Wahab Hasbullah ? 4. Nilai-Nilai Apa saja yang terdapat di dalam Syair Ya Lal Wathan Ciptaan KH. Abdul Wahab Hasbullah ? C. Kontribusi Pemikiran dan Pergerakan KH. Abdul Wahab Hasbullah 5. Bagaimana Implementasi dari Kontribusi KH. Abdul Wahab Hasbullah di dalam Kehidupan Beragama, Bermasyarakat dan Bernegara ?

JAWAB : 1. Kiai Abdul Wahab Hasbullah adalah motivator yang luar biasa sehingga bisa mempengaruhi pemikiran - pemikiran yang merujuk pada pemikiran pemikiran yang baik, yang malas jadi senang dinas (Bekerja), yang betul bercita-cita bisa bercita-cita yang tinggi. Salah

satu julukan Kiai Wahab ialah harakatul afkar menjadi motivator ulung untuk bisa membuat orang semangat dan bercita-cita. Kiai Wahab itu Badru Ihtifal yakni semacam singa podium dengan pemikirannya bukan hanya guyonan-guyonan saja. Nah itu harus dimiliki oleh generasi-generasi sekarang, putra-putrinya, anak cucunya. Lalu di mekkah Kiai Wahab memiliki julukan Rajulun „Azim (Pemuda yang besar) besar cita-citanya, besar pemikirannya, besar keberadaanya, besar kemampuannya. Dan kita ini harus jadi orang yang Rajulun „Azim. Antara lain dari cita-cita besar Kiai wahab adalah memerdekakan Indonesia membuat Jam‟iyyah Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang terus diberi nama Jam‟iyyah Nahdlatul Ulama. Itu dari sebuah pemikiran Kiai Wahab. Kiai Wahab itu fisiknya kuat ilmunya kuat sehingga respresentatif, pantas untuk menjadi seorang pemimpin yang mana hal itu adalah salah satu syarat menjadi pemimpin. Beliau adalah orang yang gemar olahraga khususnya pencak silat. Akhirnya, pada waktu itu, di Makkah terjadi sebuah gerakan yang diketuai oleh raja Abdul Aziz ibnu Saud untuk membumi hanguskan seluruh situs- situs bersejarah. Kiai wahab harus segera menyikapi hal itu bersama kiai-kiai jawa dan madura. Kemudian dibuatlah surat yang ditujukan kepada seluruh Ulama Jawa dan Madura, yang menulis surat itu adalah abah saya dengan konsepnya Kiai Wahab. Tetapi ketika mengkonsep itu Sekretaris Pribadi Beliau yaitu Kiai Abdul Halim mengusulkan kepada Kiai wahab untuk mewujudkan cita cita kemerdekaan. isi surat itu menyikapi keinginan raja Abdul Aziz untuk memusnahkan situs- situs Nabi Muhammad yang sebenarnya hanya untuk perantara saja. Tetapi tujuan utamanya menghimpun ulama-ulama pesantren yang besar, yang mengkordinir pengiriman surat ini adalah Kiai Halim karena waktu itu menjabat sebagai sekretaris Nahdlatul Wathan. Pada saat itu dibentuklah komite Hijaz yaitu para panitia untuk pemberangkatan ke tanah Hijaz yang pada saat itu ketuanya adalah KH. Asnawi Kudus. Perkumpulan para ulama dalam membentuk

komite hijaz ini adalah atas dasar nama Nahdlatul Ulama. Penamaan nahdlatul ulama sendiri diperkarsai oleh Kiai Mas Alwi Surabaya. Inilah cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama yang didirikan oleh 50 s.d 65 ulama. Rais akbar pada saat itu adalah KH. Hasyim Asya‟ari, wakilnya kiai Dahlan, katib awal Kiai Wahab Hasbullah dan katib tsani adalah kiai abdul halim. Besarnya pemikiran kiai wahab terlihat ketika kiai abdul halim mengusulakn keinginan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu kiai abdul halim merasa cemas dengan cara yang sesederhana itu. Kemudian Kiai Wahab hasbullah berusaha meyakinkan kiai abdul halim, seraya berkata: Jangan berkecil hati, walaupun berangkat dari hal kecil tetapi jika ditakdirkan oleh Allah menjadi besar, maka pasti besar. Korek api yang kecil ini akan bisa membakar bangunan yang besar jika ditakdirkan oleh Allah Swt. Kiai Wahab hasbullah dijuluki oleh ulama- ulama dan masyarakat sebagai seorang Rajulun „Azim, badrul ihtifal dan harakatul afikar. Hal ini dikarenakan keluasan ilmu, kekuatan fisiknya dan keberaniannya kiai Wahab. Dari segi finansial Kiai Wahab adalah seorang yang kaya raya dan ekonominya yang kuat. Kiai Wahab tidak segan-segan untuk mengorbankan hartanya demi kepentingan ummat, bangsa dan Nahdlatul Ulama kekuatan ekonomi adalah sesuatu yang sangat perlu. Mertua kiai Wahab yaitu kiai Musa adalah orang kaya. Hal itulah yang memperlihatkan bahwa Kiai Wahab adalah sosok yang demoktratis yang secara otomatis juga mudah menerima Pancasila dan sistem Demokratis di Indonesia. 2. Secara umum semangat kebangsaan Kiai Wahab muncul ketika adanya faktor pada tahun 1914 mulai yang merespon kebangkitan nasional hinggah mendirikan Nahdlatul wathon dan pada tahun 1926 Kyai Wahab mulai serius di butktikan dengan ada adanya syair hubbul Wathon. Kiai wahab adalah pendiri Nahdlatul wathan yang jumlah muridnya atau anggotanya 65 dalam satu angkatan. Kiai Wahab ketuanya, kiai Abdul Halim sekretarisnya (sekretaris gerakan)

kemudian pada satu saat terjadi sebuah pemikiran yang memang selama ini selalu didiskusikan antara Kiai Wahab. Untuk bagaimana segera membuat Jam‟iyyah yang tujuannya membuat Ahlusunnah Wal Jamaah dan Indonesia merdeka. Kerjasama dengan Dr. Soetomo di dalam Islam Studie Club adalah cikal bakal munculnya pemikiran yang memberikan arah bagi kerjasama Penggalang antaraa kekuatan Islam dan nasionalis menuju terciptanya Role Model masyarakat maju dan modern tanpa mengesampingkan nilai-nilai keagamaan. Ini merupakan sumbangan terbesar yang diberikan seorang ulama kepada bangsa. Bukanlah seorang intelektual jika Kiai Wahab tidak bisa memecahkan persoalan persoalan pelik dengan spontan. cerdas dan memiliki joke dan humor yang tinggi. Dalam hal yang satu ini Kiai Wahab adalah jagonya. Upayanya Kiai wahab untuk mempertemukan Islam dan Nasionalisme dapat di lihat bahwa Kiai wahab sangat gampang berbaur dengan Tokoh Nasionalis dan ini berbeda dengan Kartosuwiryo yang cenderung anti dengan tokoh nasionalis. 3. KH. Wahab hasbullah adalah Kiai yang sejak mudanya prihatin terhadap kondisi bangsanya, tidak hanya di kalangan kaum santri yang hidup terbelakang, tetapi juga yang dialami bangsa Indonesia pada umumnya. Karena itulah ketika gerakan Sarikat Islam muncul beliau tergabung dengan organsiasi itu saat di Mekah. Setelah pulang ke Indonesia tahun 1914, beliau semakin prihatin terhadap kondisi ini, lalu bersama dengan kaum santri yang lain lalau mendirikan organisasi Kebangsaan yang diberi nama Nahdlatul Wathon tahun 1916. Dengan organisasi itu beliau mendidik masyarakat dan menyadarkan mereka tentang hari depan yang bebas daan merdeka. Semuanya itu tidak hanya ditunggu sambil bertopang dagu melainkan harus diperjuangkan. Berjuang tidak bisa sendiri-sendiri tetapi harus dilakukan bersama dalam sebuah organisasi, agar menjadi perlawanan yang terorganisir rapi dan kuat menghadapi penjajah. Hubbul wathon minal iman (cinta tanah air merupakan bagian dari Iman), Sebagai

mukmin sejati ka beliau sangat mencintai tanah airnya, sebagaimana Nabi Muhammad sangat mencintai tanah kelahirnnya yaitu makkah dan sangat mencintai tempat tingganya yaitu Madinah. Kecintaan Kiai Wahab terhadap tanah airnnya tidak hanya slogan, tetapi diwujudkan dalam tindakan. Karena itu beliau selalu aktif membela keutuhan NKRI sejak Zaman Penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, sampai masa kemerdekaan, dalam menghadapi pemberontak Seperti PKI di Madiun, DI-TII tahin 1949, PRRI-Permesta tahun 1958, juga pemberontakan PKI tahun 1965. Dengan kecintaan yang sangat mendalam pada tanah air itulah beliau selalu berada di depan dan siap berkorban untuk membelanya. 4. Lagu Hubbul wathon diciptakan KH Wahab hasbullah sebagai bentuk rasa cintanya pada tanah air, dan sekaligus untuk membangunkan bangsa ini agar mencintai tanah air. Lagu ini berhasil menggugah Bangsa Indonesia, khususnya di kalangan kaum muslimin untuk mencintai tanah airnya, sehingga mereka rela berkorban untuk membela tanah airnya yang dijajah oleh Belanda. Dalam sya‟ir itu Kiai Wahab mengingatkan pada bangsanya agar jangan mejadi orang yang Khirman (bodoh,lemah putus asa). Tetapi digerakkan agar Inhadlu (bangkit), penuh semangat penuh harapan. Bila sebuah bangsa sudah banagkit maka musuh sekuat apapun akan bisa dikalahkan. Itulah kecintaan tanah air yang ditanamkan Kiai Wahab melalaui lagu itu, sehingga tumbuh semangat untuk membela dan memperjuangkannya. 5. Kontribusi yang sudah di berikan Kiai wahab sangatlah besar salah satu buktinya hingga kini ajaran amaliyah Ahlussunnah wal jama‟ah bisa tetap eksis di indonesia juga karena beliau bukti nyatanya adalah beliau di akui negara sebagai Pahlawan Nasional.

DOKUMENTASI

(Gambar 1: Penulis Bersama KH.M.Hasib Wahab, Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum dan Salah satu Putra KH. Abdul Wahab Hasbullah)

(Gambar 2: Penulis Bersama Ibu Hj. Mundjidah Wahab, Selaku Bupati Kabupaten Jombang dan Putrinya)

(Gambar 3: Penulis Bersama KH. Abdussalam Shohib, Tokoh Agama di Jombang)

(Gambar 4: Penulis Bersama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2015-2020)

(Gambar 5: Penulis Bersama KH. Abdul Mun‟im DZ, Pegiat Pemikiran KH.Abdul Wahab Hasullah)

(Gambar 6: Penulis di Makam KH. Abdul Wahb Hasbullah)

(Gambar 7: Silsilah KH. Abdul Wahab (Gambar 8 : Tanda Kehormatan RI Hasbullah) untuk KH. Abdul Wahab Hasbullah)

(Gambar 9: KH. Abdul Wahab Hasbullah dengan Ir. Soekarno di Muktamar NU 1926 Ke 23 Solo)

(Gambar 10: KH. Abdul Wahab Hasbullah Memberikan Arahan di Muktamar NU 1956 ke 21 Medan)

(Gambar 11: Qoutes KH. Abdul Wahab Hasbullah di Kalender PBNU 2020)

(Gambar 12: Piagam Gelar Pahlawan Nasional KH. Abdul Wahab Hasbullah)