BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang adalah organisasi masyarakat (Ormas) terbesar yang lahir pada tahun 1926 di . Nahdaltul Ulama lahir karena perjuangan Wali Songoyang berperan sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Wali Songo tersebut diantaranya Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.1 Dalam memberikan pengajaran Islamnya para Wali mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jamaah.2 Dalam praktik beragamanya, para Wali Songo itu bersikap toleransi terhadap adat atau budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Adapun cara-cara yang dilakukan oleh mereka adalah denganberusaha menghilangkan unsur-unsur yang menurut mereka bertentangan dengan syariat Islam, dan menggantinya dengan unsur-unsur Islam secara bertahap sehingga terbentuk kebudayaan baru yang lebih Islami. Perkembangan Islam selanjutnya terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan adanya dua kelompok Islam yang berbeda yaitu Islam Tradisionalis dan Islam Modernis. Islam Tradisionalis adalah kelompok yang pada dasarnya mempertahankan dan memelihara ajaran yang dianut sejak dahulu yaitu mengikuti empat madzhab yakni Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali. Para tokoh Islam Tradisionalis yaitu para kiai-kiai besar NU seperti

1 Amirul Ulum, Muassis Nahdlatul Ulama; Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 1. 2 Ahlusunnah Wal Jama’ah adalah satu-satunya golongan umat Islam yang akan selamat di Akhirat. Pengajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah yaitu Madzhab Syafi’i dalam kajian fiqhnya, serta Abu Hasan al- Asy’ari dalam kajian teologinya. Lihat Greg Fealy,“Ijtihad Politik Ulama:Sejarah NU 1952-1967”, hlm. 36. Ahyad dari Kebondalem, Surabaya3, KH. Abdul Wahab Hasbullah4, Bisri Syansuri5, Abdul Halim Leuimunding6 dan Abdullah Ubaid.7 Adapun Islam Modernis adalah golongan yang ingin membawa Islam mengikuti keadaan zaman dengan cara melarang ajaran agama yang sejak dahulu dilakukan oleh kelompok Islam Tradisionalis, mereka dipandang tidak menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum utamanya, mereka juga kritis terhadap ritual-ritual keagamaan yang bukan berasal dari tradisi Islam (Arab). Islam Modernis dalam kelompoknya memiliki organisasi atau jami’iyyah sosial keagamaan yang mempunyai struktur dengan lebih rapi dan baik, apabila dibandingkan dengan Islam Tradisionalis. Tokoh-tokoh Islam Modernis seperti Syaikh Ahmad Soerakarti (1914)8 yang mendirikan Al-Irsyad, KH. Ahmad Dahlan (1912)9 yang mendirikan Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) yang didirikan oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus (1923).10

3 Ia adalah wakil Rais Akbar yang ketuanya Kiai Hasyim Asy’ari. Ia salah satu ulama terkemuka yang menjadi pengasuh Kebondalem di Surabaya. Selain aktip di NU, ia juga aktif di organisasi lain seperti MIAI (Majelis Islam A’la ) yang didirikan tahun 1937. Lihat Amirul Ulum, “Muassis Nahdlatul Ulama: Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU”, hlm. 160 & 162. 4 Ia adalah tokoh NU yang menjabat sebagai Rais ‘Am kedua setelah Kiai Hasyim Asy’ari. Ia tokoh yang dinamis, lincah, pantang menyerah dan banyak akal. Lihat Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 296. 5 Ia lahir dari keluarga penganut tradisi keagamaan yang sangat kuat, yang menurunkan ulama- ulama besar dalam beberapa generasi. Ia termasuk salah seorang kiai yang hadir dalam pertemuan 31 Januari 1926 di Surabaya, saat para ulama menyepakati berdirinya organisasi NU. Ia duduk sebagai A’wan (anggota) Syuriah dalam susunan PBNU pertama kali. Lihat Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 203 & 204. 6 Ia adalah seorang yang berasal dari Jawa Barat yang menjadi salah satu pendiri awal NU. Namanya terabadikan dalam dokumen kepengurusan NU. Lihat NU Online, “Kiai Abdul Halim Leuwimunding dan Kesederhanaannya. Diakses melalui www.nu.or.id/post/read/57153/kiai-abdul- halim-leuwimunding-dan kesederhanaannya 7 Ia adalah guru di Madrasah Nahdlatul Wathan yang didirikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah dan juga di Madrasah Al-Khoiriyah yang pengantarnya menggunakan Bahasa Arab. Ia juga pendiri organisasi pemuda bernama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) di Surabaya. Lihat Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 170. 8 Tokoh utama berdirinya Jam’iyat al-Islah wa Al-Irsyad al-Arabiyah yang kemudian berubah menjadi Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyah atau disingkat dengan nama Al-Irsyad. Lihat Biografi singkat Ahmad Surkati, pada Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah- Amaliah-Uswah” , hlm. 173. 9 Seorang tokoh pendiri Muhammadiyah yang menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah dan ia juga sebagai pahlawan nasional Indonesia. Lihat Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 173. 10 Ia bersama Haji Zamzam adalah pemimpin Persis pada periode pertama yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya. Lihat poppyzuraiqah, “Sejarah PERSIS (Persatuan Islam). Diakses melalui https://poppyzuraiqah.wordpress.com/2012/06/10/sejarah-persis-persatuan-islam/ Pada tahun 1924, Hijaz jatuh ke tangan Wahabi11 yang dipimpin oleh Raja Abdul Aziz bin Su’ud. Dengan naiknya Raja Abdul Aziz ini kalangan Islam tradisionalis merasa khawatir akan adanya pembatasan masalah ritual dan praktik bermadzhab ala Islam tradisionalis.12 Kondisi sebaliknya ditunjukkan oleh kalangan Islam Modernis dengan menyambut baik rezim baru tersebut.13 Untuk menyikapi persoalan tersebut di atas, Abdul Wahab Hasbullah atas persetujuan Kiai Hasyim Asy’ari14 berinisiatif untuk mengundang para ulama dari kalangan Tradisionalis untuk datang ke Surabaya pada akhir Januari 1926,15 yang bertujuan menyepakati terbentuknya Komite Hijaz16 yang akan mengirimkan delegasi ke kongres tersebut yang akan diselenggarakan di Makkah. Adapun delegasi yang dipilih untuk mengikuti acara kongres yaitu: HOS. Cokroaminoto (Serikat Islam)17, KH. Mas Manshur (Muhammadiyah)18, H. Abdul Karim Amrullah (utusan dari Persatuan Guru Agama

11 Wahabi adalah sebuah aliran reformis keagamaan dalam Islam. 12 Contohnya ada seseorang yang sedang memegang tasbih di Hijaz, maka langsung oleh tentara Wahabi dicopoti kukunya, karena perbuatan itu adalah perbuatan yang mereka anggap bid’ah dan tidak hanya itu, kitab-kitab para ulama Sunni (Ahlussunnah wal Jamaah) banyak yang dimusnahkan oleh mereka. 13 Amirul Ulum, Muassis Nahdlatul Ulama; Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 4. 14 Seorang ulama yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Ia juga menjabat sebagai Rais Akbar pertama setelah NU didirikan. Lihat Amirul Ulum, “Muassis Nahdlatul Ulama: Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU”, hlm. 9. 15 Muhammad Rifai, K.H. Wahab Hasbullah: Biografi Singkat 1888-1971. Jogjakarta: Garasi House of Book, 2014. Hlm. 81. 16 Komite Hijaz adalah nama sebuah kepanitiaan kecil yang diketuai oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, yang bertugas dalam menemui Raja Ibnu Saud di Hijaz untuk menyampaikan tidak adanya pelarangan dalam bermadzhab dan membatasi ritual-ritual yang biasa dilakukan Islam Tradisionalis diantaranya ziarah kubur dan tawasul. Lihat Hamzah, NU Online pada http://www.nu.or.id/post/read/39479/komite-hijaz 17 Ia dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional dan juga sebagai pemimpin Serikat Islam. Organisai Serikat Islam yang pada awalnya bernama Serikat Dagang Islam yang kemudian diganti pada tahun1912 olehnya menjadi Serikat Islam. Alasannya karena organisasi Serikat Dagang Islam terlalu mementingkan perdagangan tanpa mengambil daya tawar pada bidang politik. Lihat Biografi HOS Cokroaminoto-Pahlawan Nasional, pada https://www.biografiku.com/biografi-hos-cokroaminoto- pahlawan/ 18 Ia adalah seorang pemikir Islam, ahli agama yang terkenal di Jawa Timur. Ia bergabung dengan organisasi Serikat Islam yang diangkat sebagai Penasihat Pengurus Besar SI. Lihat Biografi K.H Mas Manshur. Pada https://www.pahlawanindonesia.com/biografi-k-h-mas-mansur/ Islam)19, H. Abdullah Ahmad (pendiri Sekolah Adabiyah dari Sumatera Barat)20, H. M. Soeja’21 dan Kyai Abdul Wahab Hasbullah.22 Kyai Abdul Wahab Hasbullah terlebih dahulu mengadakan musyawarah yang dilakukan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M diikuti oleh para kiai terkenal di Jawa dan Madura. Bertempat di kediaman KH. Ridwan Abdullah23, para kiai tersebut adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Faqih Maskumambang24, KH. Bisri Syansuri, KH. Shaleh Lateng25, KH. Asnawi Kudus26. Musyawarah tersebut bertujuan untuk menyampaikan suara Islam Tradisionalis yang isinya pembebasan dalam bermadzhab dan tidak dilarang dalam melakukan tradisi-tradisi mereka yang sudah dianut sejak dahulu agar disampaikan kepada Raja Abdul Aziz. Adapun hal-hal yang disepakati pada musyawarah tersebut adalah sebagai berikut:

19 Ia lebih dikenal dengan sebutan . Ia diangkat sebagai Ketua Umum pertama Majlis Ulama Indonesia pada tanggal 27 Juli 1975. Lihat Biografi Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka). Pada www.ulamaku.com/2017/06/biografi-abdul-malik-karim-amrullah-l 20 Seorang ulama reformis yang berperan penting lahirnya perguruan Sumatera Thawalib di Sumatera Barat. Ia menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar Doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Lihat Abdullah Ahmad. Pada masoedabidin.com/?p=1239 21 Ia adalah murid dan kader langsung KH. Ahmad Dahlan, perumus dan penafsir dalam realitas gerakan, Ketua Bahagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang pertama dan salah satu perintis RS PKU Muhammadiyah, pendiri rumah miskin, rumah anak yatim, dan pelopor gerakan Persatuan Djamaah Hadji Indonesia (PDHI). Lihat Cerita Tentang KH. Ahmad Dahlan; Catatan Haji Muhammad Syoedja. Pada iimdjazmanyk.blogspot.com/2015/08/cerita-tentang-kh-ahmad-dahlan-catatan.html? 22 Sebagai salah satu perwakilan yang terpilih untuk mewakili Indonesia KH. Abdul Wahab Hasbullah pada saatnya tidak dapat mengikutinya, sehingga namanya dicoret dalam daftar nama yang akan mewakili Indonesia ke dalam acara tersebut. Dan tidak ada delegasi cadangan dari kalangan Islam Tradisionalis. Meskipun demikian, sebagai bentuk tanggung jawab atas amanah yang telah diberikan kepadanya, ia menitipkan pesan kepada teman-teman yang menjadi utusan CCC untuk menyampaikan suara peduli yang sesuai harapan kelompok Islam tradisionalis. Lihat Amirul Ulum, Muassis Nahdlatul Ulama; Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 5. 23 Ia adalah pendamping KH. Abdul Wahab Hasbullah pada saat Nahdaltul Wathan yang didirikan di Surabaya tahun 1916, sekaligus mengajar di madrasah tersebut. Ia juga terlibat aktif dalam kelompok diskusi Tashwirul Afkar yang didirikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Ahmad Dahlan dan KH. Mas Mansur. Lihat Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah- Uswah” , hlm. 266. 24 Ia yang mengusulkan nama NU “NUHUDLUL ULAMA” sebelum disepakati menjadi NAHDLATUL ULAMA. Ia juga sebagai guru para ulama Besar Nusantara, yang menulis buku “Menolak Faham Wahabi”, Guru Mulia Syaikh Ghonaim pendiri NU Mesir, pelobi ulama Hijaz untuk bersatu dan ia yang dating ke Surabaya untuk mendirikan NU 1926. Lihat Biografi KH. Abdul Hamid Faqih Maskumambang. Pada www.nu-nkri.com/2018/02/biografi-kh-abdul-hamid-faqih.html?m=1 25 Seorang ulama yang kharismatik dan pejuang revolusi. Ia berjuang dalam kemerdekaan Indonesia dan berjuang dalam NU (Islam Nusantara). Ia disebut juga sebagai ulama yang memiliki kontribusi dan dedikasi besar bagi NU dan berdirinya NKRI. Lihat KH Saleh Lateng; Ulama Kharismatik dan Pejuang Revolusi Banyuwangi. Pada ponppesdarussalam.blogspot.com/2015/12/kh-saleh-lateng-ulama-kharismatik- dan.html?m=1 26 Ia dan KH. Abdul Wahab Hasbullah yang bersepakat untuk mendirikan benteng pertahanan akidah Ahlusunnah Waljamaah dalam bentuk organisasi, yang nantinya dinamakan Nahdlatul Ulama. Selain itu, ia juga sebagai salah seorang Mustasyar PBNU yang selalu aktif mengikuti kegiatan organisasi NU. Lihat Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, “Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah” , hlm. 196. 1. Mengirim delegasi yang diutus ke Kongres Dunia Islam di Makkah, yang bertujuan untuk memperjuangkan kepada Raja Ibn Sa’ud agar hukum-hukum menurut Empat Madzhab yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali mendapatkan perlindungan dan kebebasan dalam wilayah kekuasaannya.27 2. Untuk menyeruakan suara Islam tradisionalis itu dibentuklah Jam’iyyah yang diberi nama Nahdlatul Ulama artinya Kebangkitan Para Ulama atas usulan Kyai Mas Alwi bin Abdul Aziz28 dengan tujuan untuk menegakkan syariat Islam yang mempunyai pedoman dari Empat Madzhab. Dengan lahirnya organisasi NU, para ulama menyambutnya dengan sangat gembira. Karena dengan adanya organisasi ini, mereka dapat memperjuangkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dengan lebih terstruktur dengan toleransi yang sangat tinggi. NU sangat cepat berkembang masuk ke pelosok desa-desa terpencil di Indonesia bahkan sampai ke seluruh dunia. Kepemimpinan NU pada masa awal dipimpin oleh Kiai Hasyim Asy’ari29 yang diberi gelar Rais Akbar. Dengan bentuk susunan kepengurusan yang diberi nama PBNU pada tahun yang sama (1926). Pertempuran 10 November di Surabaya tahun 1945 adalah salah satu pertempuran terbesar yang terjadi pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Pertempuran antara Indonesia dengan pasukan Sekutu, tidak lepas kaitannya dengan peristiwa yang mendahuluinya, yaitu perebutan kekuasaan dan pelucutan senjata tentara Jepang. Pertempuran semakin sengit dengan hadirnya para ulama, dengan dibentuknya Hizbullah dan Sabilillah selain dari tentara PETA (Pembela Tanah Air) yaitu tentara sukarela yang terdiri atas para pemuda. Kyai Abdul Wahab Hasbullah, Kyai Hasyim Asy’ari serta kyai-kyai pesantren lainnya ikut ambil bagian dalam perjuangan dengan mengerahkan para santrinya untuk melakukan pertempuran dengan tujuan membela negara.

27 Muhammad Rifai, K.H. Wahab Hasbullah: Biografi Singkat 1888-1971. Jogjakarta: Garasi House of Book, 2014. Hlm. 6. 28 Ia adalah salah satu pendiri NU bersama Kyai Abdul Wahab Hasbullah, Kyai Ridwan Abdul dan yang lainnya. Lihat Lutfy Kholil diakses pada nahdlatululama.id/blog/2017/12/08/kh-mas-alwi-abdul-aziz/ 29 Kiai Hasyim Asy’ari adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri NU dan dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru. Lihat pada Biografi Tokoh pada bio.or.id/biografi-kh-hasyim-al-asyari-pendiri-nahdlatul-ulama-nu/ Pada masa pendudukan Jepang, Kiai Hasyim Asy’ari dipenjara karena tidak mau melakukan “syeikere”30 yang diperintahkan oleh penjajah Jepang (1942-1945), maka dari itu kepemimpinan dalam organisasi Nahdlatul Ulama dialihkan kepada Kyai Abdul Wahab Hasbullah.31 Pada waktu Nahdlatul Ulama dipimpin oleh Kyai Abdul Wahab Hasbullah, ia mengganti istilah Rais Akbar Nahdlatul Ulama menjadi Rais ‘Am.32 Rais ‘Am selanjutnya membenahi Syuriah (Pimpinan Tertinggi) dan Tanfidziyah (Pelaksana).33 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali informasi lebih jauh tentang peranan Kyai Abdul Wahab Hasbullah dalam NU. Selain itu, dia juga seorang yang berjasa, keikutsertaannya dalam perjuangan 10 November sehingga ia dinobatkan sebagai pahlawan nasional Indonesia pada tanggal 7 November 2014 oleh Presiden Joko Widodo. Maka, judul yang akan dibahas yaitu “Peran KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2 (1947-1971)”.

B. Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

30 Syeikere disini adalah penghormatan kepada penjajah Jepang dengan cara membungkukkan badan mengarah pada matahari terbit. Ini berasal dari agama Shinto yang mengajarkan untuk menghormati dewa matahari. 31 Kiai Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebenarnya masih ada hubungan kekeluargaan. Nasab keduanya bertemu dalam satu keturunan dengan Kiai Shoichah yang mempunyai beberapa anak, salah satunya yaitu Layyinah sebagai nenek dari Kiai Hasyim Asy’ari dan Fathimah sebagai nenek dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. Layyinah mempunyai anak bernama Halimah (Winih) yaitu Ibu Kiai Hasyim Asy’ari dan Fathimah yang mempunyai anak bernama Chasbullah yaitu Ayah dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. 32 Rais ‘Am diambil dari Bahasa Arab yang berarti Ketua Umum. 33 Syuriah (Pimpinan Tertinggi) yang terdiri dari: Rais ‘Am Wakil Rais Beberapa Rais Katib Rais Wakil Katib A’wan Tanfidziyah (Pelaksana) yang terdiri dari: Ketua Umum Wakil Ketua Sekertaris Jenderal Wakil Sekjen Bendahara Wakil Bendahara

1. Bagaimana sejarah berdiri dan berkembangnya NU tahun 1947-1971? 2. Bagaimana peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke- 2?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menjelaskan sejarah berdiri dan berkembangnya NU. 2. Menjelaskan sejarah secara lebih detail tentang siapa Kyai Abdul Wahab Hasbullah. 3. Menjelaskan peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke- 2. Adapun kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjadi referensi kajian sejarah, terutama peran-peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah dalam organisasi NU. 2. Untuk memperkaya khazanah pemikiran tokoh yang berkaitan dengan berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). 3. Mengetahui sosok Kyai Abdul Wahab Habsullah secara lebih detail.

D. Tinjauan Pustaka Ada beberapa pembahasan tentang Kyai Abdul Wahab Hasbullah di luar tentang Peran beliau sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2 (1947-1971), diantaranya: 1. Skripsi yang ditulis oleh Hartono (Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015) ini berjudul “Kontribusi KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam berorganisasi (1914-1971 M)”. Skripsi tersebut pembahasannya lebih fokus pada saat KH. Abdul Wahab Hasbullah mencurahkan perhatiannya pada organisasi-organisasi yang menjadi cikal bakal berdirinya NU. Pembahasan mengenai biografi ada di bab kedua, sedangkan pembahasan mengenai Peran KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2 hanya sebagai sub bab yang terdapat dalam bab keempat yang menjelaskan kiprah KH. Abdul Wahab Hasbullah terhadap NU. Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi saya adalah dalam mengkaji lebih rinci mengenai peran KH. Abdul Wahab Hasbullah. 2. Artikel yang ditulis oleh Ayung Notonegoro yang berjudul “Kematian Tertunda KH. Abdul Wahab Hasbullah”. Artikel tersebut fokus pada KH. Abdul Wahab Hasbullah yang kondisinya sangat lemah atau kritis, akan tetapi bangkit lagi setelah KH. Bisri Syansuri menjenguk dan bilang kalau ada tugas yang belum terselesaikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah. Kemudian beliau sembuh dari masa kritisnya dan menyelesaikan tugasnya dalam membacakan LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) yang diadakan di Surabaya oleh Muktamar NU. Selesai Muktamar tersebut, KH. Abdul Wahab Hasbullah wafat pada 29 Desember 1971. 3. Artikel yang ditulis oleh Achmad Istikhory Yahya yang berjudul “Kontribusi Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah Dalam Pengembangan Pendidikan Pondok Pesantren Bahrul Ulum TambakBeras Jombang Jawa Timur”. Jurnal tersebut fokus pada kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam beberapa Periode yaitu Periode Pengembangan Pertama, Periode Pengembangan Kedua dan Periode Pengembangan terutama dalam Bidang Kelembagaan, Ide dan Gagasan. Penulis mengganggap bahwa karya-karya tersebut di atas sudah menjelaskan tentang Biografi dan Peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2. Sehingga karya dan buku di atas bisa menjadi rujukan dalam penelitian ini.

E. Kerangka Pemikiran Dalam hal ini, kerangka pemikiran berfungsi sebagai alur pemikir agar bisa memudahkan pembaca.34 Dalam arti lain, kerangka pemikiran adalah pemecahan suatu masalah yang dijadikan suatu permasalahan yang teliti. Kerangka penelitian ini disusun harus sesuai pada tinjauan pustaka.35 Menurut Dougherty & Pritchard, Teori Peran ini memberikan suatu kerangka konseptual dalam studi perilaku di dalam organisasi. Mereka menyatakan bahwa peran itu melibatkan pola penciptaan produk sebagai lawan dari perilaku atau tindakan.36

34 Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah Islam. (Yogyakarta: Ombak, 2011), hlm. 128. 35 Ali Samiun, “Pengertian Kerangka Berpikir dalam Penelitian”, diakses dari http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-kerangka-berpikir-dalam-penelitian.html, pada tanggal 30 Desember 2017 pukul 11.30 36 Ibid Kemudian menurut Riyadi, Peran dapat diartikan sebagai orientasi dan konsep dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam oposisi sosial. Dengan peran tersebut, si pelaku baik individu maupun organisasi akan berprilaku sesuai harapan orang atau lingkungannya. Lanjutnya, peran juga dapat diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma-norma, harapan, tanggung jawab dan lainnya). Dimana di dalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan yang menghubungkan pembimbing dan mendukung fungsinya dalam mengorganisasi.37 Jadi, peran merupakan seperangkat perilaku baik kecil ataupun besar dengan kelompok yang semuanya menjalankan perannya masing-masing. Maka penelitian ini menggunakan Teori Peran, karena bidang sejarah yang diteliti fokus kepada Peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2. Beliau orang nomer wahid yang memimpin Nahdlatul Ulama setelah Kyai Hasyim Asy’ari.

F. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode berarti cara, jalan atau petunjuk dalam proses penelitian. Hubungannya dengan penelitian ini, yang dijelaskan diatas bahwa metode adalah jalan atau petunjuk agar sampai pada penelitian yang berjudul Peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2 (1947-1971). Dengan penelitian sejarah ini diharapkan dapat dihasilkan penjelasan tentang tokoh KH. Abdul Wahab Hasbullah, sejarah NU dan peran beliau secara sistematis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode historis dengan tahapan sebagai berikut: 1. Heuristik Heuristik merupakan proses mencari data dari berbagai sumber bacaan menyangkut masalah yang akan dikaji.38 Penelitian ini merupakan penelitian literatur, maka pengumpulan data dilakukan dengan bahan dokumen-dokumen. Melalui pencairan buku-buku dibeberapa perpustakaan dan toko buku didalam kota maupun luar kota.

37 Ali Samiun, “Pengertian Kerangka Berpikir dalam Penelitian”, diakses dari http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-kerangka-berpikir-dalam-penelitian.html, pada tanggal 30 Desember 2017 pukul 11.30 38 Andri Pradinata, “Metode Penelitian Sejarah (Metode Sejarah)”, diakses dari http://andripradinata.blogspot.in/2013/02/metode-penelitian-sejarah-metode-sejarah.html?m=1, pada tanggal 26 Desember 2017 pukul 18.32 Dengan cara ini, dalam mencari sumber penulis berupaya mengumpulkan atau menghimpun sumber primer maupun sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk itu, dalam hal ini penulis akan menempuh teknik kepustakaan yaitu dengan memilih dan menemukan buku yang bersangkutan dengan penelitian yang akan dikaji penulis. 2. Verifikasi Verifikasi dilakukan setelah sumber sejarah dalam berbagai kategorinya terkumpul. Verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik untuk memperoleh keabsahan sumber.39 Jadi verifikasi mempunyai tujuan meneliti suatu data sehingga menjadikan data tersebut menjadi fakta.40 Dalam penelitian ini, kritik sumber sangat diperlukan untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dapat dipercaya atau tidak. Dengan cara melakukan penyaringan terhadap data yang didapat dan dikumpulkan terlebih dahulu, baik kritik ekstern maupun kritik intern. Kritik ekstren adalah menguji data dengan membandingkan data satu dengan data yang lainnya, sedangkan kritik intern adalah menjabarkan dan menganalisa data tersebut dengan cara menguji informasi atau data yang telah dikumpulkan dapat dipercaya atau tidak. Dengan menggunakan kedua kritik tersebut, penulis dapat menemukan data-data yang relevan mengenai Biografi, sejarah NU dan peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2. Caranya yaitu dengan mengumpulkan sumber-sumber yang didapat serta dipilih sumber mana yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga dapat ditemukan data-data yang aktual. 3. Interpretasi Interpretasi adalah penafsiran atas fakta dalam menghubungkan fakta satu dengan fakta yang lain.41 Tahapan ini dilakukan setelah kritik sumber telah terselesaikan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan historis sebagai

39 Dudung Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah Islam. (Yogyakarta: Ombak, 2011), hlm. 108. 40 Andri Pradinata, “Metode Penelitian Sejarah (Metode Sejarah)”, diakses dari http://andripradinata.blogspot.in/2013/02/metode-penelitian-sejarah-metode-sejarah.html?m=1,pada tanggal 26 Desember 2017 pukul 18.32 41 Andri Pradinata, “Metode Penelitian Sejarah (Metode Sejarah)”, diakses dari http://andripradinata.blogspot.in/2013/02/metode-penelitian-sejarah-metode-sejarah.html?m=1,pada tanggal 26 Desember 2017 pukul 18.32 upaya untuk mendapatkan data secara detail tentang sejarah kehidupan Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai pendiri Nahdlatul Ulama. Melalui tahap ini juga, penulis melakukan penafsiran terhadap fakta yang diperlukan dari buku-buku yang sesuai dan relevan dengan proposal penelitian ini yang berjudul Peran Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2 (1947-1971). Tahap ini harus berhati-hati, menghindari penafsiran yang subjektif terhadap fakta satu dengan fakta yang lainnya, agar penulis dapat menemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah. 4. Historiografi Historiografi adalah penulisan sejarah yang dilakukan terlebih dahulu dengan penelitian terhadap peristiwa-peristiwa di masa silam.42 Tahapan ini adalah tahapan terakhir, dimana penulis akan menuliskan semua data yang sudah melewati pengujian untuk dijadikan karya tulis historis. Historiografi adalah bentuk penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penulisan sejarah yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang menekankan pada aspek kronologis. Dengan kata lain penulisan sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah dalam masanya. Secara umum, dalam metode sejarah, penulisan sejarah (Historiografi) merupakan fase atau langkah akhir dari beberapa fase yang biasanya harus dilakukan oleh peneliti sejarah. Penulisan sejarah (Historiografi) merupakan sejarah penulisan pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.43

G. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini dibagi tiga bagian, yaitu: pendahuluan, isi, dan penutup atau kesimpulan. Masing-masing bagian dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sub pembahasan yang menguraikan hasil penelitian. Bab I merupakan bab pendahuluan, sebagaimana yang telah dibahas. Di dalamnya menguraikan beberapa hal pokok mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

42 Badri Yatim, Historiografi Islam. (: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 1. 43 M. Dien Madjid, dan Johan Wahyudhi, Op. cit., hlm. 231. dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, dan yang terakhir Sistematika Penulisan. Tujuan adanya bab ini semoga mampu memberikan gambaran umum tentang keseluruhan rangkaian penulisan proposal sebagai dasar utama pembahasan selanjutnya. Bab II membahas mengenai Nahdlatul Ulama: Sejarah berdiri dan berkembangnya. Pembahasannya meliputi: Sejarah kelahiran NU, NU sebelum kemerdekaan, NU paska kemerdekaan, NU pada masa awal orde baru. Bab III membahas biografi KH. Abdul Wahab Hasbullah, dengan membahas Riwayat Hidupnya meliputi: Kelahiran, pendidikan, pernikahan, karya dan wafatnya.

Bab IV membahas tentang peran KH. Abdul Wahab Hasbullah terhadap NU, meliputi : Sebelum terbentuknya NU, dan peran paska kemerdekaan. Bab V Kesimpulan. Bab ini adalah bab terakhir dan jawaban dari permasalahan pokok yang dikemukakan penulis dalam rumusan masalah. Selanjutnya adalah saran-saran untuk kepentingan peneitian selanjutnya.