BAB IV PERAN KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Sebelum Terbentuknya NU Selama Kyai Abdul Wahab Hasbullah Menempuh Pendidikan Di Makka
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB IV PERAN KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH A. Sebelum Terbentuknya NU Selama Kyai Abdul Wahab Hasbullah menempuh pendidikan di Makkah selama 5 tahun dan sebelum kembali ke tanah air, pada tahun 1914 ia mendirikan Serikat Islam (SI) yang dibantu oleh Kiai Asnawi dari Kudus yang nantinya diangkat sebagai ketua, ia sendiri sekretarisnya, Kiai Abbas dari Cirebon dan Kiai Dahlan dari Kertosono. Peran mereka dalam SI yaitu untuk menghadapi serangan kaum pembaharu atau Modernis terhadap para kiai tradisional di pesantren-pesantren. Ketika Kyai Abdul Wahab Hasbullah kembali ke tanah air ia mulai melakukan pembaharuan pada pondok TambakBeras yang sudah didirikan oleh bapaknya, Kyai Hasbullah yaitu dengan mengganti sistem pendidikan halaqoh1 menjadi cara klasikal2 agar lebih teratur dalam pembelajarannya. Dan dengan cara baru yang diterapkannya, pondok tersebut maka berkembang sangat pesat. Seiring dengan metode baru yang diterapkan di Pesantren TambakBeras didirikan pula Madrasah MubdilFan (memperlihatkan sebuah disiplin keilmuan) pada tahun 1915 olehnya. Bahkan pada tahun 1916 ia juga mendirikan sekolah Nahdlatul Wathan yang artinya Kebangkitan Tanah Air bersama Kiai Mas Mansur dan KH. Ridwan Abdullah. Setelah beberapa bulan berdiri, Nahdlatul Wathan memiliki kantor yang terletak di Kampung Kawatan Gg. VI/22 Surabaya. Atas izin pemiliknya Haji Abdul Qohar3kantor itu disahkan dan memiliki Badan Hukum dengan susunan pengurus sebagai berikut Haji Abdul Qohar sebagai Direktur, Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Ketua Dewan Guru (Keulamaan), dan Kiai Mas Mansur sebagai Kepala Sekolah yang dibantu oleh Kyai Mas Alwi dan Kyai Ridwan Abdullah dan sejumlah staf pengajar diantaranya Kiai Bisri Syansuri, Abdul Halim Leuwimunding, dan Abdullah Ubaid sebagai Ketua Jam’iyah Nashihin. 4 1 Halaqoh adalah belajar dengan cara membentuk lingkaran dan mempelajari ajaran Islam. 2 Belajar bersama-sama di dalam kelas. 3 Haji Abdul Qohar adalah seorang saudagar yang mendukung penuh beridirinya Nahdlatul Wathan. 4 Yang tugasnya mengkoordinir calon peserta atau calon murid yang ingin mendaftar ke Nahdlatul Wathan dan mereka ini yang berperan penting dalam Nahdlatul Ulama. Pada saat masih memimpin Nahdlatul Wathan, Kyai Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1924 mendirikan organisasi pemuda yaitu Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air), Ahlul Wathan (Pandu Tanah Air), dan Da’watus Syubban (Panggilan Pemuda)5 dan kemudian sesudah lahirnya NU, ketiganya diganti nama menjadi Nahdlatus Syubban (Kebangkitan Pemuda). Nahdlatul Wathan berkembang sangat pesat. Hanya dalam dua tahun, Nahdlatul Wathan sudah dapat menarik perhatian masyarakat untuk belajar ilmu-ilmu keagamaan dan kebangsaan. Pembelajaran dimulai pada jam 08.00 s/d 13.00 dan sorenya dibuka kursus untuk mereka yang sudah pantas disebut Kiai Muda atau Guru Khusus. Kyai Abdul Halim sebagai staff administrasi mengatur dengan cermat agar semua kegiatan baik kursus maupun kegiatan dapat belajar mengajar berjalan sesuai dengan aturan. Adapun jumlah peserta yang mendaftar tercetak 65 orang untuk satu angkatan pertama pada tahun 1916. Kyai Abdul Wahab Hasbullah membuat visi dan misi Nahdlatul Wathan yang berbentuk syair menggunakan bahasa Arab untuk dinyanyikan bersama sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Pada masa selanjutnya, syair tersebut berkembang menjadi nyanyian di berbagai pondok pesantren di Jawa Timur. Syair tersebut berisikan motivasi agar bangsa Indonesia bangkit untuk membela tanah air yang sedang dijajah. Bangsa Indonesia harus bangkit dan bergerak karena jika umat Islam masih dibawah berada pengaruh para penjajah, maka mereka tidak akan bergerak bebas menentukan masa depan bangsanya. Keberadaan Nahdlatul Wathan yaitu sebagai penguat kesabaran terhadap hujatan- hujatan yang muncul dari kaum pembaharu atau reformis yang ingin memecah belah umat Islam atau hujatan dari pihak lainnya yang bertujuan untuk menghantam umat Islam, terutama dari kalangan tradisionalis Islam tersebut. Pada tahun 1918 didirikan Tashwirul Afkar yang artinya forum diskusi ulama pesantren. Atas kesepakatan dengan Kiai Ahmad Dahlan para kiai-kiai lainnya, beberapa tokoh Budi Utomo dan Perhimpunan Soeryo Soemirat seperti Raden Mangun dan Atmorejo, Kyai Abdul Wahab Hasbullah kemudian menjadikan Tashwirul Afkar secara resmi berbadan hukum. Dari sini Tashwirul Afkar yang dibawah pimpinan Kiai Ahmad 5 Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157Ulama Nusantara (Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2010), hlm. 135. Dahlan dan Kyai Abdul Wahab Hasbullah mengganti nama dengan “Soeryo Soemirat Afdeeling Tashwirul Afkar” (Perhimpunan Soerya Soemirat cabang Tashwirul Afkar).6 Tujuan didirikannya Tashwirul Afkar adalah agar kaum Tradisionalis dapat mencurahkan isi hatinya atas argumen kaum Modernis terhadapnya, dan meluruskan argumen atau hujatan tersebut serta mempertegas pemikiran terhadap bangsa yang terpusat pada satu arah.7 Setahun berdirinya Tashwirul Afkar sudah ada 300 orang yang daftar menjadi anggota.8 Dan pada tahun 1965, Tashwirul Afkar diubah menjadi Yayasan Pendidikan Tashwirul Afkar9 yang memiliki akte notaris Oei Too An, SH yang kemudian dilanjut melalui notaris Gusti Djohan dan Suyati Subadi.10 Perkembangan-perkembangan selanjutnya Tashwirul Afkar menjadi sangat pesat dan pada tahun 1965 didirikannya beberapa lembaga pendidikan antara lain TK, MI, MTS, MA, dan Perguruan Tinggi berbasis Islam yang bertempat di Surabaya. Bertujuan agar masyarakat Surabaya dapat memiliki pengetahuan yang luas serta memperbaiki kualitas dalam hidupnya. Atas persetujuan Kyai Hasyim Asy’ari akhirnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar pada tahun 1918 yang artinya Kebangkitan Pedagang. Tujuannya memperbaiki dan membangun sektor ekonomi di kalangan kaum Tradisionalis sekitar Surabaya-Jombang, Jawa Timur dan membentuk suatu badan usaha seperti koperasi. Dari kota-kota tersebut ada 45 orang yang mendukung ide untuk membangun organisasi ini; baik mereka yang berasal dari kalangan pedagang biasa maupun para pedagang di kota. Mereka-mereka yang berunding untuk didirikannya Nahdlatut Tujjar, antara lain Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Abdul Wahab 6 Yang awalnya berasal dari beberapa tokoh Budi Utomo yang tergolong santri dan membentuk himpunan yang bernama Perhimpunan Soerya Soemirat yang kemudian mendukung Tashwirul Afkar. Lihat Choirul Anam, KH. ABDUL WAHAB CHASBULLAH: Hidup dan Perjuangannya (Surabaya: PT. Duta Aksara Mulia, 2017), hlm. 213. 7 Munawir Aziz, Pahlawan Santri: Tulang Punggung Pergerakan Nasional (Tangerang: Pustaka Compass, 2016), hlm. 45. 8 Ibid, hlm. 45. 9 Beberapa Madrasah yang didirikan oleh Kyai Abdul Wahab Hasbullah yaitu Madrasah Al-Aitam dan Madrasah Ibnul Masakin untuk anak yatim dan anak orang miskin. Kemudian Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan Madrasah untuk orang-orang dewasa yang dipimpin Mustahdi dan Thohir Bakri. 10 Munawir Aziz, Pahlawan Santri: Tulang Punggung Pergerakan Nasional (Tangerang: Pustaka Compass, 2016), hlm. 217. Hasbullah, Kyai Bisri Syansuri dan para pedagang-pedagang yang sepakat dengan gagasan Kyai Abdul Wahab Hasbullah. Adapun struktur organisasi dan pembagian kerja Nahdlatut Tujjar seperti Badan Pendiri dan Kepala Perusahaan dipimpin oleh Kyai Hasyim Asy’ari, Direktur Perusahaan dipimpin oleh Kyai Abdul Wahab Hasbullah, Sekretaris dipimpin oleh Kyai Bisri Syansuri, bagian marketing dipimpin Syafi’I dan untuk tugas Pengawas Keliling dipimpin oleh Haji Usman. Mengingat pentingnya didirikannya organisasi Nahdlatut Tujjar akhirnya ini Kyai Hasyim Asy’ari sebagai ketua organisasi ini menyerukan tentang pentingnya pembentukan Nahdlatut Tujjardengan mengatakan sebagai berikut: “Wahai pemuda putra bangsa yang cerdas pandai, dan para ustadz yang mulia, mengapa kalian tidak mendirikan saja suatu badan ekonomi yang beroperasi, di mana setiap kota terdapat satu badan usaha yang otonom.”11 Keberhasilan organisasi Nahdlatut Tujjar ini kemudian ditulis pada majalah Swara Nahdlatoel Olema nomor 5 tahun 11, jumadil awal 1347 (1929 M) di Surabaya bahwa telah didirikan dengan nama Coperatie Kaoem Moeslimin (CKM) suatu perkumpulan usaha kaum Muslim. B. Peran Paska Kemerdekaan 1. Peran dalam Demokrasi Parlementer a. Dalam Kabinet Ali sastroamidjojo I (1953-1955) Kepemimpinan NU paska wafatnya Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1947 digantikan oleh Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais ‘Am PBNU ke-2 dan Kyai Bisri Syansuri sebagai wakilnya. Selama kepemimpinannya sebagai Rais ‘Am bersamaan dengan kabinet Ali Sastroamidjojo I. Sebagai sebuah partai politik, NU kemudian membentuk dewan pengurus yang khusus menangani pemilu yang disebut LAPUNU (Lajnah Pemilihan Umum Nahdlatul Ulama) yaitu sebagai sebuah partai politik yang didirikan oleh Kyai Abdul Wahab Hasbullah sesuai hasil muktamar ke-10 tahun 1952, NU kemudian membentuk dewan pengurus yang khusus menangani pemilu yang disebut Lajnah Pemilihan Umum Nahdlatul Ulama (LAPUNU) yang diketuai oleh Saleh 11 Choirul Anam, Loc. Cit. hlm. 220-221. Surjaningprodjo pada bulan Mei tahun 1953, dan setahun kemudian Lajnah ini digantikan oleh Idham Chalid.12 Selain NU, partai-partai Islam yang lainnya yang akan mengikuti pemilihan umum adalah Masyumi, Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan PPTI (Partai Politik Tarekat Islam).13 Selain itu, adapun pemilihan umum pertama diselenggarakan pada tahun 1955, Kyai Abdul Wahab Hasbullah berperan sebagai delegasi NU yang di ikuti oleh Idham Chalid, Masjkur, dan Zainul Arifin menerima usul dari Presiden Soekarno untuk membentuk Dewan Nasional dan membolehkan PKI (Partai Komunis Indonesia)