Muhadjir Darwin Populasi

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Muhadjir Darwin Populasi KATA PENGANTAR Faktor-faktor demografis merupakan bagian penting dalam strategi pencalonan kepala daerah dan memobilisasi dukungan politik untuk memenangi kompetisi politik di tingkat lokal. Menurut Kuskridho, isu yang berkaitan dengan status migran, agama, kesukuan, dan kedaerahan adalah isu yang kerap dieksplorasi dan dieksploitasi. Isu-isu primordial lebih banyak tampil di gelanggang pilkada ketimbang isu-isu kebijakan. Dalam jangka pendek, pemetaan politik konvensional yang berbasis pada klasifikasi demografi akan terus berjalan. Namun, untuk jangka panjang, pemetaan dan analisis post-demographic akan menjadi saingan dalam bisnis jasa pemetaan politik di pilkada. Masih tentang isu pilkada, Aulia Hadi dan Riwanto Tirtosudarmo meneliti interaksi antara migrasi, etnisitas, dan politik lokal di DKI Jakarta dari tahun 1960-an sampai dengan tahun 2000-an. Fokusnya terletak pada perkembangan terakhir, yaitu fenomena ‘Ahok’, julukan Basuki Tjahaja Purnama, seorang Cina-Kristen dari kota kecil Belitung, yang menjadi Gubernur Jakarta dengan popularitasnya yang melesat. Mereka berpendapat bahwa perkembangan terkini menunjukkan kondisi politik Jakarta yang lebih bersifat kewargaan daripada politik etnik. Kondisi Jakarta sebagai sebuah kota migran yang terus berkembang mengubah identitas budaya yang sempit dan partai politik yang konvensional menjadi politik kewargaan yang semakin aktif dengan meluasnya penggunaan media sosial. Selain isu pilkada seperti di atas, Muhadjir tertarik menyoroti isu yang menyoroti pembangunan daerah supaya lebih partisipatif sebagai jaminan bahwa hak warga negara sepenuhnya. Dalam hal ini, akuntabilitas sosial adalah kunci yang harus diperbaiki dari sisi penawaran dan permintaan secara bersamaan. Dari sisi penawaran, perlu adanya reformasi tata pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan kualitas peraturan daerah, perencanaan daerah, penganggaran daerah, dan penyediaan layanan publik daerah. Sementara itu, dari sisi permintaan, ada kebutuhan untuk memberdayakan warga setempat sehingga mereka terlibat dalam lima aspek pembangunan daerah: perumusan peraturan daerah, perencanaan pembangunan daerah, penganggaran daerah, pengembangan berbasis masyarakat, dan penyediaan layanan publik. Lebih lanjut, Lely Indrawati, Dwi Hapsari, dan Olwin Nainggolan menyatakan bahwa TFR (Total Fertility Rate) merupakan salah satu indikator ukuran kemajuan kesehatan, khususnya kesehatan ibu dalam satu negara. Oleh karenanya, target RPJMN 2015-2019 adalah menurunkan angka kelahiran. Hasil perhitungan Lely, dkk. menggunakan Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa TFR di Indonesia lebih tinggi (3,2) dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan sumber data yang lain. Jika dilihat dari pola ASFR (Age Specific Fertility Rate), angka kelahiran tertinggi tercatat pada usia 20-24 kemudian usia 15-19. Oleh karena itu, fokus program keluarga berencana harus diberikan pada kelompok umur tersebut, salah satunya adalah dengan peningkatan usia kawin pertama. Artikel terakhir dari Heryanah meneliti kondisi ketahanan pangan rumah tangga di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 dengan data Susenas dan menggunakan regresi order logistik. Heryanah juga mencoba mencari faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan rumah tangga di Jawa Barat dengan sepuluh variabel independen (dummy perkotaan, dummy jenis kelamin, dummy status perkawinan, umur kepala rumah tangga, banyaknya jumlah anggota rumah tangga, rata-rata lama sekolah dari kepala rumah tangga, dummy kerja atau tidak, pengeluaran per kapita rumah tangga, dummy kelayakan sanitasi, dan dummy kondisi kumuh). Kesepuluh variabel independen tersebut secara statistik signifikan memengaruhi ketahanan pangan rumah tangga di Jawa Barat. Muhadjir Darwin Populasi Volume 24 Nomor 2 2016 Halaman 1-22 FAKTOR DEMOGRAFI DALAM STRATEGI ELEKTORAL PILKADA: PERSPEKTIF DARI LAPANGAN Kuskridho Ambardi Departemen Ilmu Komunikasi dan Departemen Politik dan Pemerintahan, Fisipol, Universitas Gadjah Mada dan Lembaga Survei Indonesia Korespondensi: Kuskridho Ambardi (e-mail: [email protected]) Abstrak Di tengah merebaknya analisis post-demographics lima tahun terakhir di Indonesia, analisis demografi tetap menjadi potongan penting untuk memahami politik pilkada. Artikel ini akan mendemonstrasikan bahwa di gelanggang pilkada, para kandidat secara intuitif memanfaatkan faktor-faktor demografis dalam strategi pencalonan kepala daerah dan memobilisasi dukungan politik untuk memenangi kompetisi politik di tingkat lokal. Namun, tidak semua faktor demografi dan isu-isu yang berbasis demografi dimanfaatkan dalam penyusunan strategi elektoral tersebut. Isu yang berkaitan dengan status migran, agama, kesukuan, dan kedaerahan adalah isu yang kerap dieksplorasi dan dieksploitasi. Untuk memobilisasi kelompok-kelompok demografis ini, para kandidat lebih banyak melakukan kampanye yang tidak berbasis isu kebijakan. Akibatnya, isu-isu primordial lebih banyak tampil di gelanggang pilkada ketimbang isu-isu kebijakan. Dalam jangka pendek, pemetaan politik konvensional yang berbasis pada klasifikasi demografi akan tetap berjalan. Akan tetapi, untuk jangka panjang, pemetaan dan analisis post-demographic akan menjadi saingan dalam bisnis jasa pemetaan politik di pilkada. Kata kunci: demografi, strategi kampanye, primordialisme DEMOGRAPHIC ANALYSIS IN INDONESIAN LOCAL ELECTIONS: A VIEW FROM THE BATTLEFIELDS Abstract Demographic analysis is an important part of electoral strategies. This paper will show that electoral candidates in Indonesian local elections intituitively make use of demographic mapping for formulating their electoral strategies to win the elections. However, they purposefully and selectively target only a set of particular demographic groups that provide them electoral gains while ignoring others. Religious, ethnic, and migrant divisions are seen as more important electorally than gender and rural-urban divisions. To mobilize these groups, they tend to develop non-policy-based or symbolic campaigns instead of formulating policy-based campaigns. As a result, in local elections, primordial issues are more prominent than policy issues. In the short run, demographic analysisis will stay as the main strategic electoral tool for these candidates. In the long run, however, this mode of analysis will have to compete against post-demographic modes of analysis that have started to gain traction among national and local politicians. Keywords: demography, campaign strategy, primordialism Populasi Volume 24 Nomor 2 2016 1 Kuskridho Ambardi Pengantar Bagaimana mereka mengidentifikasi target kampanye untuk menggali peta permasalahan Data demografi adalah jantung pemilu dan sosial yang menjadi perhatian berbagai pilkada. Dari sudut penyelenggara pemilu, kelompok sosial dan untuk merumuskan data demografi tentang jumlah populasi dan isu-isu kebijakan spesifik yang berbasis jumlah pemilik hak suara adalah isu yang kepentingan kolektif kelompok-kelompok sangat penting, sebab perhitungan jumlah demografis? Bagaimana implikasi teoretis populasi itu akan menjadi basis pendataan dari strategi elektoral dan taktik kampanye administrasi dan perencanaan logistik yang dijalankan para kandidat di gelanggang penyelenggaraan sebuah pemilu. Selain itu, pilkada? Tidak kalah penting, pola-pola apa isu demografi juga memiliki nilai strategis saja yang muncul dalam strategi kampanye secara politik. Data demografi yang akurat yang berbasis demografi di pilkada-pilkada dan terpercaya akan memberikan legitimasi itu dan bagaimana implikasi etisnya terhadap politik yang kuat pada para pemimpin politik kualitas praktik demokrasi di tingkat lokal? yang memenangkan kompetisi politik melalui Terakhir, sejauh mana analisis demografis pemilu.1 ini tetap bermanfaat di tengah-tengan Dari sudut para peserta pemilu, data munculnya faddism baru, yakni analisis post- demografis memiliki nilai strategis lain. demographics? Informasi demografis akan memberikan basis Artikel ini akan mengeksplorasi jawaban pemetaan politik dalam merancang strategi atas sejumlah pertanyaan di atas dengan elektoral untuk memenangi pemilu. Tanpa mendemonstrasikan beberapa hal. Pertama, data komposisi demografi pemilih, partai isu demografis masih menyisakan pekerjaan politik dan para kandidat peserta pemilu rumah bagi Pemerintah Indonesia meskipun akan memboroskan dana karena kesulitan sensus kependudukan telah dilakukan mengidentifikasi target kampanye secara secara reguler dalam siklus sepuluh tahunan. efisien. Tanpa tersedianya data komposisi Kedua, banyak elite lokal memiliki kesadaran demografis pemilih, para peserta pemilu dan kepekaan untuk memanfaatkan data- akan gagal menggali isu-isu permasalahan data demografis dalam merancang strategi sosial yang dihadapi berbagai kelompok elektoralnya. Ketiga, dengan cerdik, sejumlah sosial yang ada dalam masyarakat. Tanpa elite lokal memanfaatkan dan memilih isu-isu data-data tersebut, mustahil bagi mereka berbasis demografi yang memiliki dampak merumuskan isu-isu kebijakan spesifik yang elektoral lebih besar dalam kampanye cocok untuk berbagai kelompok pemilih yang mereka, sedangkan pada saat yang sama akan memberikan suara dalam pilkada. mereka mengabaikan isu-isu demografis Di lapangan, sejauh mana isu-isu yang yang kecil efek elektoralnya atau bahkan berbasis demografi menjadi isu penting dalam mengabaikannya sama sekali. Keempat, pertarungan di politik pemilu Indonesia? mode pemanfaatan isu-isu demografis secara Bagaimana para kandidat dan tim kampanye selektif tidak selalu membawa efek yang di berbagai gelanggang pilkada menggunakan bagus bagi peningkatan
Recommended publications
  • Beberapa Tahun Belakangan, Konstelasi Politik DKI Jakarta Memanas. Tahun 2007 Merupakan Tahun Dimulainya Pemilihan Gubernur
    Jurnal PolGov Vol. I No. 1, 2019 35 Gubernur DKI Jakarta Dipilih Presiden: Sebuah Wacana yang Patut Dipertimbangkan Agung Wicaksono1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mempertimbangkan wacana pemilihan gubernur DKI Jakarta oleh presiden. Wacana ini bisa dianggap sebagai jalan keluar dari kegaduhan politik yang ditimbulkan akibat pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta. Pilgub DKI Jakarta bermuara pada iklim politik yang tidak sehat. Polarisasi masyarakat semakin menguat dan itu tidak hanya terjadi di DKI Jakarta tetapi seluruh pelosok negeri. Masyarakat yang secara politik tidak terkait dengan DKI Jakarta pun turut ambil bagian dalam memanaskan situasi politik. Instabilitas politik di DKI Jakarta bisa berdampak pada instabilitas ekonomi. Tulisan ini berusaha menelaah wacana pemilihan gubernur DKI Jakarta oleh presiden dengan menggunakan konsep desentralisasi asimetris. Ada dua mekanisme yang bisa digunakan, yakni mekanisme “minimum demokrasi prosedural” dan “zero demokrasi prosedural”. Studi literatur digunakan untuk menyintesiskan data-data dan argumentasi yang dibangun oleh penulis. Harapannya, tulisan ini bisa memberikan pemikiran dan alternatif baru dalam khazanah ilmu politik, khususnya dalam kajian mengenai pemilihan kepala daerah. Kata Kunci: DKI Jakarta; Pilkada; Desentralisasi Asimetris Pendahuluan Beberapa tahun belakangan, konstelasi politik DKI Jakarta memanas. Tahun 2007 merupakan tahun dimulainya pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta secara langsung oleh rakyat.2 Kemudian, 1 Penulis adalah dosen pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Islam Riau 2 Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2007 Jakarta hanya diikuti oleh dua pasangan, yakni Fauzi Bowo-Prijanto dan Adang Daradjatun-Dani Anwar. Dari tiga pilgub yang telah terjadi di Jakarta pasca dipilih langsung oleh rakyat (2007, 2012, dan 2016), pilgub ini tergolong lebih minim gejolak. Pilgub ini dimenangkan oleh Fauzi Bowo-Prijanto dengan mendapat suara sebesar 57,87%.
    [Show full text]
  • 2477-2771 E-ISSN : 2477-8241 Candrasangkala
    ISSN : 2477-2771 Candrasangkala: Jurnal Pendidikan dan Sejarah E-ISSN : 2477-8241 Vol. 7 No. 1 Tahun 2021 MENELUSURI PERJALANAN KULINER PEDAGANG KAKI LIMA MENJADI PEDAGANG BINTANG LIMA: SOTO BETAWI H. MARUF (1943-1983) Kurniawati,1* M. Hasmi Yanuardi,2 Siti Azizah3 *1,2,3 Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta *Email: [email protected] Diterima: 25 Oktober 2021, Disetujui: 29 Oktober 2020, Dipublikasikan: 31 Mei 2021 Abstract: This study describes the economic activities in the food administration sector of one of the legendary food restaurants in Jakarta, namely Soto Betawi Haji Maruf. In its management, the business managed to overcome various challenges of social change occurred during 1943-1983. The purpose of this study was to find out that the government’s policy towards the city of Jakarta from 1943-1983 had a major impact on the food administration process of Soto Betawi Haji Maruf. The research method used is historical research with two main discussions, namely the beginning of the establishment of Soto Maruf (1943-1945), and the dynamics of the mobilization of Soto Maruf (1946-1983) from Boplo Market, Gondangdia Railway Post, Cikini Flower Market, and Taman Ismail Marzuki. The results of this study show that the dynamics of socio-economic changes in Jakarta during 1943-1983 has made Soto Betawi Haji Maruf experience a difficult business process, starting from a peddler walking around in and out kampong, renting a kiosk, eviction events, up to owning a restaurant. The existence of a good business management process made Soto Betawi Haji Maruf able to survive for 40 years in going through various challenges of socio-economic changes in Jakarta during 1943-1983.
    [Show full text]
  • 23 Populasi MIGRATION, ETHNICITY and LOCAL
    Populasi Volume 24 Nomor 2 2016 Halaman 23-36 MIGRATION, ETHNICITY AND LOCAL POLITICS: THE CASE OF JAKARTA, INDONESIA Aulia Hadi and Riwanto Tirtosudarmo Research Center for Society and Culture, Indonesian Institute of Sciences Correspondence: Aulia Hadi (email: [email protected]) Abstract As the capital city of a country with the world’s fourth largest population, Jakarta, like many other big cities in the developing economies, for example, Mexico City or New Delhi, hosts migrants from all regions of the country. Without a doubt, Jakarta has increasingly become the major core of the agglomeration processes transforming it and its satellite cities into a Mega Urban Region (MUR). This paper traces historically the interactions between migration, ethnicities and local politics in Jakarta from the 1960s to the 2000s focusing on the latest development, in which the phenomenon ‘Ahok’, the nickname of Basuki Tjahaja Purnama, a Chinese-Christian from the small district of Belitung, has become an increasingly popular Governor of Jakarta. The paper argues that through the recent developments in Jakarta the politics have apparently been transformed into more civic, rather than ethnic politics. The nature of Jakarta as a proliferating migrant city transcends narrow cultural identities as well as conventional party politics into a more active citizenry through the widespread use of social media. Keywords: migration, ethnicity, local politics, new media Introduction had already started in the 17th century. Because of the low number of inhabitants, the Government of the Dutch East Indies The interconnection between migration, encouraged people to move to Batavia1 to ethnicity and politics has been thoroughly meet its labour needs.
    [Show full text]
  • Indo 13 0 1107127212 183
    DIVISIONS AND POWER IN THE INDONESIAN NATIONAL PARTY, 1965-1966* Angus McIntyre The principal division which split the PNI into two sharply opposed factions in 1965-1966 had its origins as far back as 1957, when the PKI made spectacular advances in large part at PNI expense in the 1957 regional elections in Java and South Sumatra. In Central Java, where the PKI supplanted the PNI as the region's strongest party (based on the 1955 general elections results) , the PNI reaction at the time was most outspoken. Hadisubeno, the regional party chairman, blamed the party's poor showing on its past association with the PKI1 and accordingly urged the party's central executive council to re­ view this relationship. He suggested that the party consider forming an alliance with the Masjumi (the modernist Islamic party) and the Nahdatul Ulama (NU, the traditional Islamic party).2 A conference of the Central Java PNI passed a resolution forbidding cooperation with the PKI.3 These acts were interpreted by many as a slap at President Sukarno,** who had made it increasingly clear in the preceding months that to oppose the PKI was to oppose him as well; however, the party's central leadership, no less hostile to the PKI, was unwilling to risk such an interpretation and thereby further impair its relations with Sukarno. Indeed, only a few months before, Sukarno had indicated strong displeasure with the PNI in his address to the party on the occasion of its thirtieth anniversary celebrations. He implied that PNI members had lost their commitment to the goal of a socialist or marhaenist5 society, the realization of which had been his very reason * The writer would like to express his gratitude to the Jajasan Siswa Lokantara Indonesia for providing him with the opportunity to con- duct research in Indonesia in 1966 and 1967 and to the Myer Founda­ tion for giving him financial assistance in 1967.
    [Show full text]
  • Martial Law and the Communist Parties of the Philippines, 1959–1974
    Crisis of Revolutionary Leadership: Martial Law and the Communist Parties of the Philippines, 1959–1974 By Joseph Paul Scalice A dissertation submitted in partial satisfaction of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy in South and Southeast Asian Studies in the Graduate Division of the University of California, Berkeley Committee in Charge: Associate Professor Jerey Hadler, Chair Professor Peter Zinoman Professor Andrew Barshay Summer 2017 Crisis of Revolutionary Leadership: Martial Law and the Communist Parties of the Philippines, 1957-1974 Copyright 2017 by Joseph Paul Scalice 1 Abstract Crisis of Revolutionary Leadership: Martial Law and the Communist Parties of the Philippines, 1959–1974 by Joseph Paul Scalice Doctor of Philosophy in South and Southeast Asian Studies University of California, Berkeley Associate Professor Jerey Hadler, Chair In 1967 the Partido Komunista ng Pilipinas (pkp) split in two. Within two years a second party – the Communist Party of the Philippines (cpp) – had been founded. In this work I argue that it was the political program of Stalinism, embodied in both parties through three basic principles – socialism in one country, the two-stage theory of revolution, and the bloc of four classes – that determined the fate of political struggles in the Philippines in the late 1960s and early 1970s and facilitated Marcos’ declaration of Martial Law in September 1972. I argue that the split in the Communist Party of the Philippines was the direct expression of the Sino-Soviet split in global Stalinism. The impact of this geopolitical split arrived late in the Philippines because it was initially refracted through Jakarta.
    [Show full text]
  • POLITIK IDENTITAS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DKI JAKARTA (Studi Analisis Wacana Terhadap Pidato Basuki Tjahaja Purnama Di
    POLITIK IDENTITAS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DKI JAKARTA (Studi Analisis Wacana Terhadap Pidato Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu Pada Tanggal 27 September 2016) Disusun Oleh : Muammar Achmat Tahir 110906072 Dosen Pembimbing : Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara UNIVERITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK MUAMMAR ACHMAT TAHIR (110906072) POLITIK IDENTITAS DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DKI JAKARTA (Studi Analisis Wacana Terhadap Pidato Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu Pada Tanggal 27 September 2016) Rincian skripsi: 109 halaman, 21 buku, 8 majalah, 11 jurnal harian, 1 skripsi, 4 Undang-Undang, dan 19 situs internet. ABSTRAK Penelitian ini mencoba menguraikan makna dari penyebutan kata Al- Maidah Ayat 51 yang ada pada pidato Basuki Tjahaja Purnama tanggal 27 September 2016 di Kepulauan Seribu dilihat dari perspektif identitas Laclau dan Mouffe. Penelitan ini dilatarbelakangi oleh kontroversi pidato Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu yang berujung pada kasus hukum atas dugaan Penodaan Agama. Akhir dari proses persidangan atas kasus tersebut ialah dikeluarkannya Putusan Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang menyatakan bahwa Basuki terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana penodaan agama, dan menjatukan pidana kepada Basuki dengan penjara selama dua tahun. Teori yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini ialah teori analisis wacana Teun A. Van Dijk, untuk memahami makna dari pidato Basuki baik secara umum maupun secara khusus yaitu pada bagian penyebutan kata surat Al- Maidah Ayat 51. Teori Wacana Foucault digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kekuasaan dan wacana. Terakhir, teori yang digunakan pada penelitian ini ialah teori wacana Laclau dan Mouffe, untuk melihat hubungan secara langsung antara politik dan wacana.
    [Show full text]
  • Program Perbaikan Kampung: Proyek Muhammad Husni Thamrin Di Jakarta Tahun 1969—1979
    PROGRAM PERBAIKAN KAMPUNG: PROYEK MUHAMMAD HUSNI THAMRIN DI JAKARTA TAHUN 1969—1979 Imam Hilman FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Program perbaikan..., Iman Hilman, FIB UI, 208 PROGRAM PERBAIKAN KAMPUNG: PROYEK MUHAMMAD HUSNI THAMRIN DI JAKARTA TAHUN 1969—1979 Skripsi diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Humaniora Oleh Imam Hilman 0703040153 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Program perbaikan..., Iman Hilman, FIB UI, 208 Skripsi ini telah diujikan pada hari Senin tanggal 21 Juli 2008 PANITIA UJIAN Ketua Pembimbing I/Panitera (Dr. Magdalia Alfian) (Siswantari, M. Hum) Pembimbing II Pembaca /Penguji (Dra. M.P.B Manus) (Sudarini Suhartono, M. A.) Disahkan pada hari…………,tanggal……………2008 oleh: Koordinator Program Studi Ilmu Sejarah FIB UI Dekan FIB UI (Dr. Muhammad Iskandar) (Dr. Bambang Wibawarta) Program perbaikan..., Iman Hilman, FIB UI, 208 Seluruh isi dari skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Depok, 2008 Imam Hilman NPM. 0703040153 Program perbaikan..., Iman Hilman, FIB UI, 208 ―Tiada makna dan arti dalam hidup tanpa kasih sayang serta restu orang tua menyertai‖ Untuk mama, mama, dan mama yang telah melahirkan dan membesarkan diriku. Juga kepada Bapak yang telah memberikan segalanya buatku, serta kakak dan adik-adikku yang selalu kucintai. Terima kasih atas doa yang telah kalian berikan, semoga segala kebaikan di balas oleh Nya. Program perbaikan..., Iman Hilman, FIB UI, 208 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT sang pemberi ilmu yang Maha Kuasa atas terselesaikannya skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
    [Show full text]
  • Indonesian Colleagues, but It Is Impossible to Mention Every One of Them Here
    INFORMATION TO USERS This manuscript has been reproduced from the microfilm master. UMI films the text directly from the original or copy submii. Thus, some thesis and dissertation copies are in typewriter face, while athers may be from any type of computer printer. The quality of this reproduction is dependent upon the quality of the copy submitted. Broken or indistinct print, colored or poor quality illustrations and photographs, print Meedthrough, substandard margins, and improper alignment can adversely affect reprodudion. In the unlikely event that the author did not send UMI a complete manuscript and there are missing pages, these will be noted. Also, if unauthorized copyright material had to be removed, a note will indicate the deletion. Oversize materials (e.g., maps, drawings, charts) are reproduced by sectioning the original, beginning at the upper left-hand comer and continuing from left to right in equal sedions with small overlaps. Photographs included in the original manuscript have been reproduced xerographically in this copy. Higher quality 6' x 9" black and Mite photographic prints are avail- for any photographs or illustrations appearing in this copy for an additional chafge. Contact UMI didyto order. Bell & Howell Information and Learning 300 North Zeeb Road, Ann Arbor, MI 481061346 USA 8W521-0600 THE ROLE OF MU8LIbd GROUPS IN CONTEMPORARY INDONE8IM NATIOHALISM: A STUDY OF THE NAHDLATUL ULAMA UNDER THE NEW ORDER 1980s- l99b A thesis submitted to the Faculty af Graduate Studier and Research in partial fdilhent of the
    [Show full text]
  • Inventaris Arsip Perseorangan Guruh Sukarno Putra 1973 - 1990
    INVENTARIS ARSIP PERSEORANGAN GURUH SUKARNO PUTRA 1973 - 1990 DIREKTORAT PENGOLAHAN DEPUTI BIDANG KONSERVASI ARSIP ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2016 KATA PENGANTAR Pasal 19 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menyatakan bahwa Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai lembaga kearsipan nasional wajib melakukan pengelolaan arsip statis yang berskala nasional agar dapat diakses dan dimanfaatkan untuk kepentingan pengguna arsip dan masyarakat secara luas. Salah satu hasil pengolahan arsip statis yang telah diselesaikan pada Tahun Anggaran 2016 adalah Inventaris Arsip Perseorangan Guruh Sukarno Putra 1973-1990. Substansi arsip yang dimuat dalam Inventaris Arsip ini terdiri dari arsip tekstual yang tercipta atas kegiatan pencipta arsip yang dalam hal ini adalah Guruh Sukarno Putra (GSP) sebagai seorang seniman dan anggota masyarakat. Dengan tersusunnya inventaris arsip ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap arsip statis Perseorangan Guruh Sukarno Putra yang tersimpan di ANRI. Kami menyadari inventaris arsip ini masih belum sempurna, namun inventaris arsip ini sudah dapat digunakan untuk mengakses arsip statis Perseorangan Guruh Sukarno Putra periode 1973- 1990 yang tersimpan di ANRI. Akhirnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pimpinan ANRI, Keluarga Besar Guruh Sukarno Putra, para anggota tim dan semua pihak yang telah membantu penyusunan inventaris arsip ini. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan. Amin. Jakarta, Maret 2017 Direktur Pengolahan Drs. Azmi, M.Si ii ! DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii I. PENDAHULUAN 1 A. Riwayat Hidup 1 B. Sejarah Arsip 10 C. Pertanggungjawaban Pembuatan Inventaris Arsip 12 D. Petunjuk Akses Arsip 17 1. Persyaratan Akses Arsip 17 2.
    [Show full text]
  • Daftar Pustaka
    DAFTAR PUSTAKA Dokumen atau Arsip (1945). Kan Po. [Berita Pemerintahan Militer] (Bahasa Indonesia), No. 62 (1963). Surat Penghargaan atas Keikutsertaan dalam Pasar Malam Angkasa Puri Buku Albala, K. (2013). Food: A Cultural Culinary History. Virginia: The Great Courses. Alkatiri, Z. (2010). Pasar Gambir, Komik Cina, dan Es Shanghai: Sisi Melik Jakarta 1970-an. Depok: Masup Jakarta. __________. (2012). Jakarta Punya Cara. Depok: Masup Jakarta. Arifin, B. (2005). Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Armesto, F. F. (2002). Near A Thousand Tables. New York: The Free Press. Berenskoetter, F.; M. J. Williams. (Ed). (2007). Power in World Politics. New York: Routledge. Blackburn, S. (2011). Jakarta: Sejarah 400 tahun. Depok: Masup Jakarta. Booth, A. E. (1943). Colonial Legacies: Economic and Social Development in East and Southeast Asia. Honolulu: University of Hawaii Press. Booth, A.; Peter McCawley. (1986). Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES. Bromokusumo, A. C. (2013). Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Nusantara. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Carr, E. H. (1990). What is History ?. London: Penguin Books. Cassel, G. (1967). The Theory of Social Economy. New York: Reprints of Economic Classic. Castree, N. (2004). Spaces of Work: Global Capitalism and the Geographies of Labour. London: Sage Publication. 109 110 Catenius-van der Meijden, J. M. J. (1971). Groot Nieuw Vollendig Indisch Koekboek: 1.381 Recepten. Den Haag: Van Goor Zonen Den Haag. Chaer, A. (2017). Folklor Betawi: Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi. Depok: Masup Jakarta. Cheung, S. C. H.; David, Y. H. Wu. (2002). The Globalization of Chinese Food. Honolulu: University of Hawaii Press. Cribb, R. (2010). Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949.
    [Show full text]
  • Bab I Pendahuluan
    BAB I PENDAHULUAN I. 1. Permasalahan Penelitian Perkembangan dunia media sosial memiliki pengaruh terhadap kehidupan manusia. Kehadiran media sosial telah meleburkan ruang privasi seseorang dengan publik, sebab berbagai kegiatan masyarakat tidak terlepas dari media sosial. Fenomena penggunaan media sosial secara berlebih, telah terjadi di sejumlah kalangan. Hingga tahun 2018, terdapat 3 miliar orang atau setara 40% populasi dunia menggunakan media sosial, dengan menghabiskan rata-rata 2 jam setiap hari untuk membagikan, menyukai, hingga memperbaharui perangkat (Brown, 2018). Terdapat kaitan antara penggunaan media sosial secara berlebih dengan bagian fungsi otak yang mengelola perasaan senang dan bertugas memberi sensasi kepuasan atas pencapaian reputasi sosial, oleh karena hal tersebut muncul sikap penggunaan internet secara kompulsif (Sulaiman, 2015). Keberadaan media sosial membuat peredaran informasi di masyarakat kian sulit terbendung. Tingginya tingkat penggunaan media sosial, menjadikan konten apapun dengan cepat akan diketahui banyak orang. Media sosial merupakan bagian dari media komunikasi yang digunakan masyarakat pada zaman modern ini, sehingga dapat menjadi wadah untuk free speech dimana para penggunanya tidak dibatasi saat membagikan apa yang terjadi pada mereka, atau mengunggah berbagai peristiwa di sekitar mereka (Maria, 2018). 1 Salah satu media sosial yang memiliki jumlah pengguna terbesar saat ini ialah instagram. Dirilis perdana pada Oktober 2010 di Apple App Store oleh perusahaan Burbn, Inc, aplikasi instagram berhasil memikat para penggunanya. Survei yang dibuat oleh firma penelitian pemasaran GlobalWeb Index, yang dilakukan di 32 negara dengan jumlah responden hingga 170 ribu orang, menunjukkan ketimpangan antara pengguna baru facebook yang hanya 3%, sementara instagram mencapai 23%. Hal ini membuat facebook pada tahun 2012 mengakuisisi instagram (Nistanto, 2014). Selain presentase jumlah pengguna baru, ada pula pertumbuhan pengguna aktif bulanan atau monthly active user instagram, yang mencapai 1 miliar pengguna pada bulan Juni 2018.
    [Show full text]
  • MAJALAH KIPRAH Vol 107 Th XX | Edisi Khusus 75 Tahun PUPR 2
    1 MAJALAH KIPRAH Vol 107 th XX | Edisi Khusus 75 tahun PUPR 2 MAJALAH KIPRAH Vol 107 th XX | Edisi Khusus 75 tahun PUPR NUANSA 3 KIPRAH 75 TAHUN PUPR MEMBANGUN NEGERI REDAKSI KIPRAH EJAK awal Kemerdekaan, pembangunan infrastruktur telah dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Artinya, sudah 75 tahun insan Pekerjaan Umum berkiprah Smembangun negeri. Dalam 75 tahun itu, berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur telah di- laksanakan sebagai motor penggerak pembangunan sektror lainnya. Baik pem- bangunan sumber daya manusia, pembangunan ekonomi, hingga pembangunan peradaban bangsa. Pembangunan infrastruktur merupakan pekerjaan dengan tantangan besar da- lam mengejar ketertinggalan dan membangun peradaban baru untuk Indonesia Maju. KIPRAH edisi kali ini merangkum 75 tahun perjalanan insan pekerjaan umum dalam membangun negeri. Kita akan napak tilas perjalanan kementerian ini dengan segala dinamikanya, ter- masuk karya-karya monumental masa lalu yang hingga kini masih digunakan. Di- mulai dari periode Awal Kemerdekaan, Kemudian periode Tinggal Landas, periode Reformasi, hingga periode Indonesia Maju. Peristiwa 75 tahun lalu di Gedung Sate, Bandung itu menjadi tonggak perjuangan Kementerian PUPR dalam membangun negeri. Dengan berbagai dinamika politik nasional yang mempengaruhi nama dan struktur kelembagaan, kementerian ini mampu membangun berbagai infrastruktur yang hingga kini masih digunakan. Pada periode awal kemerdekaan hingga Orde lama, sederet infrastruktur penting bagi negeri dibangun. Diantaranya, Bendungan Karangkates di Malang, Jawa Timur. Lalu Jembatan Ampera yang hingga kini menjadi ikon Kota Palembang, Sumatera Selatan. Kemudian para Periode Tinggal Landas, bangsa ini membangun jalan tol pertama, yakni Jalan Tol Jagorawi. Lalu membangun Jalan Tol Sedyatmo yang menerapkan teknologi dan inovasi anak bangsa. Lalu pada Periode Reformasi, kita bisa menikmati karya anak bangsa dalam mem- bangun infrastruktur yang luar biasa.
    [Show full text]