GOOD GOVERNANCE DAN KEBIJAKAN PUBLIK (Studi atas Penerapan Smart City Melalui Aplikasi Qlue Tahun 2016)

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.sos)

Oleh: Guntur Indrayana 1113112000028

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H/2017 M

GOOD GOVERNA]VCE DAN KEBIJAKAN PUBLIK (Studi atas Penerapan Jakarta Smart City Melalui Aplikasi Qlue Tahun 2016)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk Memenuhi Persyaratan l\{emperoleh

Gelar Saq'ana Sosial (S.Sos)

Oleh: Guntur Indrayana NIM: 1113112000028

Dosen Pembimbing,

9680801 200003 1 001

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 Ht20t7 M r

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

GOOD GOVERNA]YCE DAI{ KEBTJAKAN PUBLIK (Studi atas Penerapan Jakarta Smart City Melalui Aplikasi Qlue Tahun 2016)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarla.

J. Jika kemudian hari terbukli bahwa karya saya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri rufD Syarif Hidayatullah

Jakarta.

J akarta, 06 Novemb er 2017

Guntur Indrayana

ii PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI

Dengan ini pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Guntur Indrayana Nim :1113112000028 Progran Studi : Ilmu Politik

Telah menyelesaikan penulisan skripsi, dengan judul:

GOOD GOVERNANCE DAN KEBIJAKAN PUBLIK (Studi atas Penerapan Jakarta Smart City Melalui Aplikasi Qlue Tahun 2016) dan telah diuji.

J ake"rta, 08 Desernb er 2017

Mengetahui, Menyetujui, Ketua Program Studi Dosen Pembimbing

Dr. Idine Rosvidin Hasan" M.Si NrP. 19701013 200s01 1 003 9680801 200003 1 001

111 LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI GOOD GOVERNANCE DAN KEBIJAKAN PUBLIK (Studi atas Penerapan Jakarta Smart City Melalui Aplikasi elue Tahun 2016)

Oleh

Guntur Indrayana 1113112000028

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah'Jakarta pada tanggal 08 Desember 2017. Skripsi ini teiah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (s.Sos) pada Program Studi Ilmu politik. \-fr,Ketua, Dr. Idine Rosvidin. N{.Si Survani. M.Si NIP. 19701013 200501 1 003 NIP. 19770424 200710 2 003

(-

Idris Thaha. M.Si *F NIP. 19610524 200003 2 002 NrP. 1966080$"20bd I 001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 08 Desember 2417.

Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta , :-.- It/

-/r4,,Dr. Idine Rosyidin. N[.Si NIP: 19701013 200501 1 003

iv ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa tentang good governance dalam kebijakan publik. Kebijakan yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengumpulkan segala macam informasi dengan menggunakan teknologi kedalam satu wadah yang diberi nama Jakarta Smart City. Melalui Jakarta Smart City ini masyarakat tidak lagi sulit dalam mengakses informasi tentang DKI Jakarta. Masyarakat cukup membuka website portal Jakarta Smart City, kemudian dapat mengakses seluruh informasi yang dibutuhkan. Selain untuk mengumpulkan informasi tentang DKI Jakarta, Jakarta Smart City juga meluncurkan fitur tambahan yang diberi nama Qlue. Qlue merupakan sebuah fitur yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan pengaduan atau pelaporan masalah yang ada di sekitar mereka. Qlue hadir dalam bentuk aplikasi. Cukup dengan memfoto masalah yang ada, pilih kategori permasalahan dan memberikan keterangan permasalahan, kemudian diposting dan akan langsung masuk ke aparat yang berwenang untuk menindaklanjuti. Masyarakat sebagai pelapor juga dapat memantau proses pelaporannya. Tujuan penelitian ini, untuk menganalisis kebijakan Jakarta Smart City melalui aplikasi Qlue yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Untuk menganalisis kebijakan tersebut, penelitian ini menggunakan teori kebijakan publik sebagai teori utama, kemudian teori mengenai good governance dan smart city menurut Boyd Cohen digunakan sebagai teori pendukung untuk memperkuat teori utama. Menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara dan analisis tabel, dapat mengetahui sejauhmana prinsip-prinsip good governance dalam kebijakan Jakarta Smart City melalui aplikasi Qlue di DKI Jakarta ini terlaksana. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan Jakarta Smart City melalui aplikasi Qlue tahun 2016 telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

Kata Kunci: Good Governance, Kebijakan Publik, Smart City, Qlue, Jakarta Smart City

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Rasa syukur tiada henti penulis ucapkan tatkala dapat menyelesaikan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Ilmu

Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi yang berjudul “Penerapan Good Governance dalam Kebijakan

Jakarta Smart City melalui Aplikasi Qlue Tahun 2016” memberikan gambaran secara umum tentang teori good governance dalam serangkaian kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun skripsi ini bukan semata-mata karena kemampuan individu penulis saja, melainkan karena tuntunan Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak.

Untuk itu melalui skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.

2. Prof. Dr. Zulkifli, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf dan jajarannya.

3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi

4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Agus Nugraha, MA, selaku dosen pembimbing yang bersedia

meluangkan waktu dan arahannya untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan selama

masa perkuliahan.

7. Setiaji, selaku Kepala Unit Jakarta Smart City. Terima kasih atas waktu dan

kesempatannya untuk penulis dapat langsung bertemu sapa untuk

wawancara dan mendapatkan data penelitian.

8. Hidayatullah, selaku Camat Tanah Abang dan Agus, selaku Lurah Menteng.

Terima kasih atas waktu dan kesempatannya untuk penulis dapat melakukan

wawancara terkait penelitian ini.

9. Whisnu Prabowo dan Aghreini, selaku Staf dari Jakarta Smart City. Terima

kasih karena telah membantu penulis dalam memperoleh data-data yang

dibutuhkan untuk penelitian ini dan telah mengatur waktu untuk melakukan

wawancara dengan kepala unit Jakarta Smart City.

10. PT. Qlue Indonesia, karena telah berkenan untuk menjawab pertanyaan

wawancara dari penulis.

11. Orang tua tercinta, Hasanuddin dan Khudzaifah. Tanpa doa dan dukungan

mereka berdua penulis tidak akan sampai di titik ini. Terima kasih juga

untuk Mas Afrizal Kholiq karena telah mengingatkan penulis untuk terus

vii

mengerjakan penelitian ini sampai selesai, dan juga tidak lupa untuk Tante,

Virga dan Puput karena telah menjadi pelipur lara bagi penulis saat penulis

merasa jenuh dan bosan saat mengerjakan skripsi di rumah.

12. Yuni Purwati, terima kasih atas doa, waktu, tenaga, dan pemikirannya, serta

kesabaran, juga atas dukungan dan dorongannya saat penulis merasa jenuh

dan bosan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Sidik, Awal, Daus, Ari, Rizki, Andri, Irfan, Firman, Wiyandi, Putra dan

teman-teman yang lain karena telah memberikan masukan bagi penulis

dalam penelitian ini dan juga telah menghibur penulis saat jenuh dalam

menyusun penelitian ini.

14. Cahyo Eko, M. Himawan Adi Nugroho, dan Allenia Kimalaksmy, sahabat

yang selalu memberikan warna lain dalam kehidupan penulis. Terima kasih

atas segala keikhlasan kalian dalam menerima segala sifat buruk penulis

ketika dalam masa sulit.

15. Teman-teman Program Studi Ilmu Politik, kelas A, angkatan 2013 Riza

Abdul Aziz, Muhammad Syahid Hasan, Aldo Serena dan teman-teman lain

yang tidak dapat penulis tuliskan satu-satu. Terima kasih telah memberi

warna di kehidupan kelas selama perkuliahan berlangsung empat tahun ini.

Jakarta, 06 November 2017

Guntur Indrayana

viii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...... ii PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI ...... iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR TABEL ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii BAB I ...... 1 PENDAHULUAN ...... 1 A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Masalah ...... 9 C. Tujuan dan Manfaat ...... 10 D. Tinjauan Pustaka ...... 10 E. Metode Penelitian ...... 14 E.1. Pendekatan Penelitian ...... 14 E.2. Sumber dan Jenis Data ...... 14 E.2.1. Data Primer ...... 14 E.2.2. Data Sekunder ...... 15 E.3. Teknik Pengumpulan Data...... 15 E.4. Analisis Data Penelitian ...... 15 F. Sistematika Penulisan ...... 16 BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP ...... 18 A. Kebijakan Publik ...... 18 A.1. Definisi Kebijakan Publik ...... 18 A.2. Tahapan Kebijakan Publik ...... 20 A.3. Implementasi Kebijakan Publik ...... 22 B. Good Governance ...... 24 B.1. Definisi Good Governance ...... 24 B.2. Prinsip-prinsip Good Governance ...... 25

ix

B.3. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial ...... 27 C. Kebijakan Publik dalam Good Governance ...... 29 D. Smart City ...... 32 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN DKI JAKARTA DAN KONSEP SMART CITY ...... 35 A. Sejarah DKI Jakarta ...... 35 B. Kebijakan-kebijakan yang Telah ditetapkan Oleh Gubernur DKI Jakarta dan Masih Berlaku Hingga Saat Ini ...... 39 C. Konsep Jakarta Smart City ...... 42 C.1. Latar Belakang Terbentuknya Jakarta Smart City ...... 42 C.2. Struktur Organisasi Unit Pelaksana Tugas (UPT) Jakarta Smart City 47 C.3. Aplikasi Pendukung Jakarta Smart City ...... 49 BAB IV ANALISIS GOOD GOVERNANCE DAN KEBIJAKAN PUBLIK ATAS PENERAPAN JAKARTA SMART CITY MELALUI APLIKASI QLUE TAHUN 2016 ...... 54 A. Penerapan Kebijakan Jakarta Smart City ...... 54 A.1. Implementasi Pergub No. 280 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City ...... 54 A.2. Implementasi Insgub No. 223 Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi Jakarta Smart City di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 59 A.3. Penerapan Teknologi yang dimanfaatkan Jakarta Smart City ...... 62 B. Penerapan Prinsip Good Governance dalam Kebijakan Jakarta Smart City Melalui Aplikasi Qlue tahun 2016 ...... 66 B.1. Partisipasi ...... 69 B.2. Transparansi ...... 73 B.3. Responsif ...... 76 B.4. Efektivitas dan Efisiensi ...... 80 BAB V PENUTUP ...... 83 A. Kesimpulan ...... 83 B. Saran ...... 84 DAFTAR PUSTAKA ...... 85

x

DAFTAR TABEL

Tabel III.1. Luas area, Jumlah Kecamatan, dan Kelurahan ...... 37 Tabel III.2. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2010- 2015 ...... 37 Tabel IV.1. Summary Data per Kategori Melalui Aplikasi Qlue pada 2016 ...... 68 Tabel IV.2. Pengguna Aplikasi Qlue Tahun 2016 ...... 70 Tabel IV.3. Laporan Dinas per Kuartil 2016 Melalui Aplikasi Qlue...... 77 Tabel IV.4. Summary Data per Kategori Melalui Aplikasi Qlue pada 2016 ...... 81

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1. Sinergisitas Enam Pilar Smart City dengan Dinas-dinas di DKI Jakarta ...... 44 Gambar III.2. Susunan Organisasi Unit Pengelola Jakarta Smart City...... 48 Gambar III.3. Aplikasi Pendukung Jakarta Smart City...... 49 Gambar IV.1. Susunan Organisasi Unit Pengelola Jakarta Smart City ...... 58 Gambar IV.2. Laporan Melalui Aplikasi Qlue...... 71 Gambar IV.4. Laporan yang Selesai ditindaklanjut ...... 73 Gambar IV.5. Laporan yang sedang dalam Proses ...... 74 Gambar IV.6. Laporan yang Belum ditindaklanjut ...... 75 Gambar IV.7. Petugas Menindaklanjuti sebuah Laporan yang Masuk di Aplikasi Qlue ...... 78 Gambar IV.8. Grafik Rerata Waktu Penyelesaian per Laporan 2016 ...... 80

xii

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan tentang pernyataan dan pertanyaan masalah yang melatarbelakangi pembahasan kebijakan smart city dalam mewujudkan good governance, studi aplikasi Qlue sebagai aplikasi pendukung Jakarta Smart City tahun 2016. Juga dipaparkan tentang tujuan dan manfaat, beberapa tinjauan pustaka serta metode penelitian (yang menggunakan metode penelitian kualitatif) untuk mendukung kelengkapan dari penelitian ini.

A. Pernyataan Masalah

Saat ini pelaksanaan good governance bukan lagi menjadi tuntutan, melainkan sudah menjadi kebutuhan bagi setiap kota atau negara. DKI Jakarta sebagai ibukota negara harus dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam menerapkan good governance. Sebagai daerah otonom tingkat provinsi, DKI

Jakarta memiliki kewenangan yang mencakup seluruh urusan pemerintahan, kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama, serta bagian-bagian dari urusan pemerintahan lain yang menjadi wewenang pemerintah sebagaimana diatur dalam perundang-undangan, dan urusan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota

Negara Republik Indonesia. Lahirnya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 telah memberikan kewenangan pada DKI Jakarta untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam

1 menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan DKI

Jakarta sebagai daerah otonom, pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat yang pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.1 Selain itu, juga menjadi salah satu instrumen dalam merefleksikan keinginan pemerintah untuk menjalankan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator otonomi daerah yang mencakup upaya penegakan hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi.

Dalam mewujudkan hal tersebut munculah konsep good governance. Good governance adalah tata kelola pemerintahan yang baik, yang merupakan konsep dalam mewujudkan suatu pemerintahan yang sehat dan bersih. Good governance perlu diimplementasikan dalam rangka mewujudkan suatu pemerintahan yang baik dan bersih, dengan lebih mengedepankan prinsip partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara, sebagai sebuah kosekuensi dari sistem demokrasi yang berjalan. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem partisipasi, transparansi dan akuntabilitas yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab.

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.

2

Dalam upaya mewujudkan good governance, Pemerintah Provinsi

(Pemprov) DKI Jakarta memanfaatkan teknologi. Perkembangan teknologi yang mengglobal menuntut kita untuk bisa menyesuaikan diri agar tidak menjadi pihak yang terbelakang. Untuk itu Pemprov DKI Jakarta menciptakan sebuah kebijakan dengan program Jakarta Smart City (JSC). JSC ini merupakan sebuah program yang akan menjadikan Ibukota DKI Jakarta menjadi sebuah kota yang cerdas, efisien, inovatif dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Dalam studi manajemen dan kebijakan publik, teknologi dipandang sebagai instrumen untuk membantu dan mengelola keterbatasan rasional, dengan menawarkan fasilitas dan alat bantu dalam proses pembuatan keputusannya.

Perkembangan penggunaan TIK dalam sektor publik sudah berkembang sejak tahun 90-an dengan istilah electronic government atau digital government. Tren penggunaan TIK dalam sektor publik dengan kemasan e-government dipicu oleh keberhasilan e-commerce/e-business dari sektor privat. E-commerce tersebut menjanjikan keunggulan kompetitif, efisiensi, dan kemudahan layanan, sehingga sektor publik berupaya untuk mengadopsi implementasi e-commerce/e-business dalam pengelolaan urusan publik.2

Secara global, adopsi e-government didukung oleh berbagai macam organisasi internasional. Seperti United Nation (UN) melalui Department of

Economics and Social Affairs sejak tahun 2003 yang melakukan survei mengenai tingkat kinerja e-government di berbagai negara dunia. Hasil survei 2016, menyebutkan bahwa penggunaan e-government mengalami perkembangan sangat

2 Arif Budy Pratama, Citra Pemerintah di Era Digital Tiplogi dan Manajemen Reputasi (Yogyakarta: Gava Media, 2017), hal. 11-12.

3 pesat. Pada 2003 terdapat 45 negara yang menyediakan platform pusat layanan dan 33 negara memberikan fasilitas transaksi online dalam pelayanan publik. Pada

2016, sebanyak 90 negara sudah menyediakan layanan portal terpadu untuk informasi publik atau pelayanan online dan 148 negara menyediakan layanan transaksi online. Organization for Economic Co-operation and Development

(OECD) menyebutnya sebagai transformasi digital dalam sektor publik. OECD menilai e-government lebih melihat kesuksesan program dari tiga aspek yaitu transparansi dan pelibatan masyarakat, tata kelola dan koordinasi antar institusi, serta kapasitas implementasi. Penilaian dengan memberikan skoring, dan rating mengindikasikan bahwa e-government menjadi tren dalam transformasi global manajemen tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).3 Pada dasarnya konsep e-government ini merupakan suatu mekanisme interaksi pemerintah dan masyarakat dengan menggunakan media sistem informasi yang menggunakan fasilitas intenet, yang bertujuan untuk memberikan informasi dan data kepada masyarakat secara mudah, cepat, serta meningkatkan kualitas pelayanan e-government.

Seiring dengan berkembangnya TIK dan tuntutan masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik, praktik e-government juga mengalami perkembangan yang berimbas terhadap pola interaksi, aktor, konten, dan konteks implementasinya. Ada dua perkembangan pola interaksi yaitu cataloguing dan transactions di mana tahap pertama adalah penyediaan informasi publik pada web pemerintah, sedangkan tahap kedua meliputi fasilitas untuk bertransaksi dalam

3 Ibid., hal. 12-13.

4 pelayanan publik. Pada penjelasan lebih lanjut, tahap ini ditujukan pada konsep one-stop-service secara online bagi warga negara.4

Dalam ranah e-government, muncul terminologi government 2.0 sebagai istilah penggunaan teknologi web 2.0 oleh pemerintah dalam interaksi dengan warga negaranya yang memungkinkan adanya interaksi dua arah dengan prinsip keterbukaan, responsivitas, dan akuntabilitas. Dalam konteks tata kelola pemerintahan, government 2.0 secara lebih nyata terlihat pada penggunaan media sosial dalam aktivitas kebijakan dan pelayanan publik.5

Indonesia menjadi salah satu negara yang telah menerapkan e-government dan e-government 2.0 tersebut. Ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres)

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi

Nasional Pengembangan E-government. Dalam menyederhanakan akses ke semua informasi, layanan publik pemerintah dapat mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi untuk mempermudah proses birokrasi, serta membentuk jaringan sistem proses kerja secara terpadu. Dengan demikian, lembaga masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya dapat memanfaatkan informasi dan layanan pemerintah secara optimal dan cepat melalui proses transformasi menuju e-government.6

Selanjutnya dalam pengaplikasian e-government 2.0, DKI Jakarta salah satu daerah yang sudah menerapkannya, yang digagas pada masa pemerintahan

Gubernur (Jokowi) dan Wakil Gubernur

4 Ibid., hal. 15. 5 Ibid., hal. 2. 6 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government.

5

(Ahok). Jokowi menggagas adanya program Jakarta Smart City (JSC), yang kemudian diperbarui sistemnya oleh Ahok. Konsep smart city di DKI Jakarta ini dibuat berdasarkan enam pilar, yaitu smart government, smart people, smart living, smart mobility, smart economy, dan smart environment, yang pada hakikatnya konsep smart city harus bermanfaat untuk seluruh masyarakat agar mendapatkan hidup yang lebih baik. Konsep smart city ini dimulai dengan open data. Data mengenai segala informasi di DKI Jakarta disajikan di portal resmi

JSC dengan lebih transparan dan mudah diakses oleh masyarakat umum.

Untuk tetap mendukung terciptanya good governance di Pemprov DKI

Jakarta, Ahok juga mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI

Jakarta Nomor 280 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Unit Pengelola Jakarta Smart City, sebagai pelaksana JSC di bawah tanggung jawab Dinas Komunikasi dan Informasi Masyarakat (Dinas Kominfomas) yang berkantor di lantai 3 Gedung Balaikota. Selain itu, untuk memperkuat Pergub dan pelaksanaan program JSC, Gubernur Ahok kembali mengeluarkan Instruksi

Gubernur (Insgub) Nomor 223 Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi Jakarta

Smart City di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Insgub ini mewajibkan seluruh pegawai pemprov DKI Jakarta untuk mengunduh aplikasi

JSC di smartphone-nya, kemudian menggunakannya untuk menambah informasi dan potensi yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan bidangnya. Serta untuk memantau dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik

(menindaklanjuti laporan dari masyarakat).

6

Sejak dikeluarkannya Pergub Nomor 280 Tahun 2014, gubernur menginginkan DKI Jakarta sebagai kota yang berbasis data, di mana masyarakatnya tidak perlu susah-susah untuk mencari informasi tentang DKI

Jakarta. Karena itulah Ahok mulai mengumpulkan segala macam informasi yang ada di DKI Jakarta untuk kemudian disatukan ke dalam sebuah sistem, yang kemudian menjadi sebuah program yang bernama “Jakarta Smart City”. Laporan- laporan yang disampaikan oleh masyarakat, akan diproses oleh unit pengelola JSC dengan mengelompokan laporan-laporan tersebut berdasarkan wilayahnya.

Laporan-laporan yang telah dikelompokan berdasarkan wilayah, nanti langsung menjadi notification atau pemberitahuan bagi pejabat pemerintahan di wilayah tersebut untuk segera ditindaklanjuti oleh dinas-dinas terkait sesuai dengan yang dilaporkan masyarakat.

Dalam menunjang penggunaan JSC, Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan PT. Qlue Performa Indonesia. Pada 2014, perwakilan Pemprov DKI

Jakarta mengajak Rama, CEO Qlue saat ini, dan timnya untuk bertemu langsung dengan Gubernur DKI Jakarta, Ahok. Pada saat itu, Ahok mengatakan bahwa beliau membutuhkan solusi untuk menyatukan semua data di DKI Jakarta secara mudah. Rama kemudian memberikan gagasan tambahan. Daripada sebatas mengambil data internal, akan lebih baik jika Pemprov DKI Jakarta juga mengumpulkan data dan masukan dari masyarakat melalui media sosial khusus warga. Lebih lengkap lagi, TerralogiQ7 ingin mendorong penggunaan perangkat

Internet of Things (IoT) yang sudah dimiliki oleh JSC, antara lain, lampu pintar

7 TerralogiQ adalah sebutan teknologi aplikasi berbasis data sebelum nama aplikasi Qlue terbentuk.

7

(terhubung langsung ke command center Pemprov DKI Jakarta), kotak sampah pintar (bisa memberi alert ke Dinas Kebersihan kalau sudah terisi penuh), detektor polusi udara, dan kamera CCTV yang bisa menghitung.8 Setelah resmi bekerjasama, Qlue menjadi aplikasi penunjang JSC selama 10 tahun.

Aplikasi Qlue pada dasarnya merupakan aplikasi penopang kinerja untuk

JSC. Qlue berperan dalam menampung aspirasi masyarakat dan laporan-laporan permasalahan yang ada di DKI Jakarta, yang nantinya akan masuk ke dalam sistem Cepat Respon Opini Publik (CROP) pada website JSC. Sistem CROP inilah yang nantinya akan memetakan segala laporan yang masuk dari aplikasi

Qlue untuk di kelompokan ke wilayah-wilayah tempat pelaporan. Laporan- laporan yang masuk ini kemudian bisa dilihat melalui aplikasi JSC di smartphone atau website resmi JSC, smartcity.jakarta.go.id. Laporan yang masuk melalui aplikasi Qlue, langsung terhubung oleh pejabat-pejabat pemerintahan yang juga menggunakan aplikasi Qlue tersebut. Untuk kemudian ditindaklanjuti oleh dinas- dinas terkait menurut jenis permasalahan yang dilaporkan oleh masyarakat.

Portal JSC dan aplikasi Qlue ini memanfaatkan web 2.0 yang dapat digunakan baik dari sisi internal maupun eksternal institusi. Keduanya adalah platform berbasis web yang menyediakan layanan curahan hati (curhat), atau lebih tepatnya tempat melapor warga DKI Jakarta mengenai kondisi pelayanan publik di lingkungannya. Secara internal laporan masyarakat ini dapat dijadikan basis data untuk analisis dan evaluasi kinerja unit Satuan Kerja/Organisasi Perangkat

Daerah dan pemetaan kondisi pelayanan publik di DKI Jakarta. Basis data yang

8 Infokomputer, “TerralogiQ: Andalkan Solusi Pemetaan, Fokus Garap Smart City” dalam https://www.infokomputer.com/, 27 Januari 2016.

8 jumlahnya sangat besar yang dikenal dengan sebutan big data dapat dimanfaatkan sebagai input yang diolah lebih lanjut dalam desain kebijakan baik itu internal maupun eksternal pemerintah provinsi. Dalam perspektif eksternal, sebagai sarana atau wadah penyediaan informasi dan pengaduan masyarakat yang sangat efektif dan transparan yang secara signifikan meningkatkan responsivitas pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang sebaik-baiknya.9

Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji tentang penerapan portal JSC dalam memberikan informasi digital kepada publik, dan aplikasi Qlue sebagai tempat pelaporan masyarakat dan penunjang kinerja program JSC itu sendiri. Keduanya saling berkaitan satu sama lain dalam menopang kinerja Pemprov DKI Jakarta untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik. Juga memudahkan Pemprov DKI Jakarta dalam berinteraksi dengan masyarakat dan sekaligus memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, judul penelitian yang diambil adalah: “Good

Governance dan Kebijakan Publik (Studi atas Penerapan Jakarta Smart City

Melalui Aplikasi Qlue Tahun 2016)”.

B. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan dari pernyataan masalah tersebut, maka dirumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yaitu:

1. Bagaimanakah penerapan good governance dalam kebijakan Jakarta Smart

City melalui aplikasi Qlue tahun 2016?

9 Ibid., hal. 31.

9

C. Tujuan dan Manfaat

Dari perumusan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penerapan good governance dalam kebijakan Jakarta

Smart City melalui aplikasi Qlue di tahun 2016.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh berdasarkan penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu politik khususnya tentang kebijakan publik dan

good governance.

2. Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai

kegunaan yang positif bagi masyarakat sebagai informasi awal bagi

kajian-kajian serupa di masa mendatang, terutama bagi penelitian

mengenai kajian kebijakan publik dan good governance.

3. Manfaat Akademis: Memberikan sumbangan terhadap ilmu politik,

khususnya yang menyangkut dengan kebijakan publik. Sebagai salah satu

bahan bagi peneliti lain yang juga ingin meneliti tentang penerapan

Jakarta Smart City melalui aplikasi Qlue.

D. Tinjauan Pustaka

Ada sejumlah penelitian yang di mana analisanya terkait dengan implementasi kebijakan publik terhadap pelaksanaan good governance di DKI

Jakarta. Terdapat lima kajian literature review penelitian yang penulis anggap cukup relevan untuk dijadikan bahan tinjauan pustaka.

10

Pertama, penelitian Muhammad Hafidz Tamjidi10 yang menganalisis peran gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam menjalankan reformasi birokrasi bidang Sumber Daya Manusia (SDM) di DKI Jakarta. Hafidz menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang paling menonjol pada diri Ahok adalah gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional, seperti kebijakan menaikkan nilai Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang merupakan ciri dari konsep reward milik gaya kepemimpinan transaksional. Lalu mengenai kebijakan lelang jabatan dalam rangka menjaring aparatur yang sesuai kompetensi untuk menduduki sebuah jabatan yang berarti Ahok telah memobilisasi SDM aparaturnya meninggalkan pola “urut kacang”.

Kedua, penelitian Dinar Annisa Susanti11 yang menganalisis kebijakan lelang jabatan pengangkatan Camat dan Lurah di DKI Jakarta tahun 2013 dalam rangka good governance. Dinar menemukan sistem lelang jabatan telah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan dengan para camat dan lurah yang lulus ujian lelang jabatan, dan menduduki jabatan tersebut, berdampak pada peningkatan pemberian pelayanan publik di lingkungan kecamatan dan kelurahan.

Lelang jabatan merupakan salah satu bentuk reformasi birokrasi, sebab dengan adanya lelang jabatan dapat meningkatkan kinerja para pejabat agar pelayanan berjalan dengan baik. Dengan adanya lelang jabatan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan mutu kinerja di DKI Jakarta.

10 Muhammad Hafidz Tamjidi, “Analisis Gaya Kepemimpinan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam Menjalankan Reformasi Birokrasi Bidang Sumber Daya Manusia di DKI Jakarta”, (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016). 11 Dinar Annisa Susanti, “Kebijakan Lelang Jabatan Pengangkatan Camat dan Lurah di DKI Jakarta Tahun 2013 dalam Rangka Good Governance”, (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).

11

Ketiga, penelitian Silvany Yohana12 yang menganalisis formulasi kebijakan

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pendirian Perusahaan

Air Minum Daerah (PDAM) Kota Depok. Silvany melihat adanya manfaat dari

Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pendirian PDAM Kota Depok merupakan salah satu bentuk kebijakan yang diambil guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan air bersih bagi seluruh masyarakat kota Depok dan memberikan manfaat berupa penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk

Kota Depok. Sayangnya kebijakan ini belum bisa diterapkan sepenuhnya.

Sehingga untuk dapat menerapkan kebijakan tersebut diperlukan konsistensi dan kemauan yang keras dari pemerintah Kota Depok.

Keempat, penelitian Erna Budiarti13 yang menganalisis implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Tangerang Selatan. Erna melihat awal permasalahan sampah di Kota Tangerang Selatan dimulai dari adanya sikap

Pemerintah Kabupaten Tangerang yang secara mendadak dan sepihak memutuskan kerjasama pengolahan sampah pada Desember 2009 di saat pemerintahan definitif Tangerang Selatan belum terbentuk. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan sampah yang menggunung di sejumlah titik karena tidak terangkut oleh mobil sampah. Untuk menangani penumpukan sampah tersebut, Pemerintah Kota Tangerang Selatan melakukan beberapa langkah penanganan, di antaranya dengan kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah, penambahan armada truk pengangkut sampah, pembangunan Tempat

12 Silvany Yohana, “Analisis Formulasi Kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pendirian Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Kota Depok”, (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Depok, 2012). 13 Erna Budiarti, “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Tangerang Selatan”, (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Depok, 2012).

12

Pembuangan Akhir (TPA) di Cipeucang, dan dibuatnya Peraturan Daerah tentang

Pengelolaan Sampah sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah.

Kelima, karya ilmiah yang ditulis Sandra Olivia dan Dumilah Ayuningtyas14 yang berjudul “Analisis Politik dan Kebijakan Pembiayaan Rumah Sakit

Pemerintah DKI Jakarta.” Jurnal ini menjelaskan bahwasanya ada keterkaitan antara status kelembagaan rumah sakit dengan pola pembiayaan kesehatan. Besar alokasi serta ketepatan turunnya dana subsidi APBD masih menjadi masalah bagi rumah sakit pemerintah. Ditambah lagi dengan terjadinya keterlambatan pembayaran dana gakin sehingga mengganggu kegiatan operasional rumah sakit.

Fungsi sosial rumah sakit pemerintah menyebabkan tarif pelayanan ditetapkan tidak sesuai berdasarkan unit cost sebenarnya, sehingga tarif yang berlaku adalah di bawah unit cost. Peningkatan APBD DKI Jakarta belum diiringi dengan peningkatan dana pada alokasi urusan kesehatan, akan tetapi alokasi dana untuk rumah sakit cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Penelitian ini berupaya memberikan sumbangsih ilmu terkait dengan penggunaan portal JSC dan penerapan aplikasi Qlue di DKI Jakarta. Karena ini merupakan terobosan baru dikalangan pemerintah di mana masyarakat ikut terlibat dalam hal pengawasan serta proses pembangunan di daerah. Melalui aplikasi Qlue juga komunikasi antara setiap warga bisa terjalin, karena masyarakat pengguna aplikasi Qlue bisa saling berinteraksi satu sama lain, dan bisa ikut

14 Sandra Olivia dan Dumilah Ayuningtyas, “Analisis Politik dan Kebijakan Pembiayaan Rumah Sakit Pemerintah DKI Jakarta”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 5, No. 3 (Depok: Universitas Indonesia, Desember 2010).

13 mengawasi proses pembangunan dengan memberi penilaian kepada kinerja dari dinas-dinas terkait di pemerintahan.

E. Metode Penelitian

E.1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan ini adalah pendekatan kualitatif. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan data yang berasal dari buku, jurnal ilmiah, artikel atau berita yang berasal dari media internet. Hal tersebut digunakan untuk memudahkan dalam memahami segala macam konteks yang terkandung di dalamnya.

Menurut Lexy J. Moleong penelitian kualitatif menghasilkan prosedur analisis dan tidak menggunakan analisis data statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Secara prosedur menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati.15

E.2. Sumber dan Jenis Data

E.2.1. Data Primer

Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang dilakukan oleh subyek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adanya informan yang berkenan dengan variabel yang diteliti.16 Data ini diperoleh langsung oleh pihak-pihak yang mempunyai informasi lengkap sesuai dengan kebutuhan peniliti yaitu seperti

15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2006), hal. 4. 16 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2010) hal. 22.

14 mendapatkan informasi langsung dari pihak aparatur pemerintah yang terkait dengan pengelolaan Jakarta Smart City dan aplikasi Qlue di DKI Jakarta.

E.2.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis

(tabel, catatan, notulen rapat), foto-foto, film, rekaman video dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer.17

E.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data di dalam penulisan dilakukan dengan cara wawancara dan interview secara langsung dengan bagian-bagian yang berpengaruh terhadap implementasi pengelolaan program Jakarta Smart City dan penerapan aplikasi Qlue di DKI Jakarta, yaitu:

1. Setiaji, Kepala Unit Pelaksana Tugas Jakarta Smart City.

2. Hidayatullah, Camat Tanah Abang.

3. Agus, Lurah Menteng.

4. Pihak Qlue melalui E-mail.

Dalam teknik pengumpulan data, juga dilakukan dokumentasi yang diperlukan untuk mempermudah penulis menemukan jawaban dari permasalahan yang diangkat, dengan mengumpulkan bahan pustaka dari tabel yang didapat, internet dan dokumen-dokumen instansi yang terkait dengan penelitian ini.

E.4. Analisis Data Penelitian

Untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan, digunakan teknik analisis deskriptif. Analisis deskriptif kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu

17 Ibid.,

15 mendeskripsikan secara terperinci mengenai peran pemerintah dan masyarakat terhadap implementasi pengelolaan portal Jakarta Smart City dan penerapan aplikasi Qlue di DKI Jakarta. Juga menggunakan model analisis interaktif. Model ini terdiri atas tiga kegiatan utama, yaitu:18

1. Proses reduksi data dengan melakukan proses pemilihan terhadap data- data yang terkumpul dan memusatkan perhatian pada penyederhanaan, abstraksi, dan tranformasi data kasar; 2. Proses penyajian data melalui penyusunan data yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan; 3. Penarikan kesimpulan itu sendiri.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami isi dari penelitian ini, penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Tiap bab di dalamnya terdiri dari beberapa sub bab.

Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab I. Pada bab ini peneliti memaparkan permasalahan yang melatarbelakangi pembahasan dan perumusan masalah serta tujuan terkait dalam penelitian kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan good governance di

DKI Jakarta, berdasarkan metode penelitian pendekatan kualitatif.

Bab II. Pada bab ini dipaparkan mengenai teori dan konsep yang dipergunakan dalam pendekatan yang menjelaskan pokok permasalahan skripsi ini yaitu kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan good governance di

DKI Jakarta. Dengan menggunakan landasan teoritis tentang good governance, kebijakan publik, dan pelayanan publik.

18 Cahyadi Indrananto, “Pemimpin Daerah sebagai Agen: Dramaturgi dalam Komunikasi Politik Walikota Solo Joko Widodo,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012), hal. 50.

16

Bab III. Pada bab ini membahas tentang gambaran umum atau profil mengenai provinsi DKI Jakarta, dan gambaran umum tentang Jakarta Smart City, serta kebijakan-kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait good governance.

Bab IV. Pada bab ini merupakan bagian yang berisikan tentang analisis hasil penelitian dari kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan good governance, studi Qlue sebagai aplikasi pendukung Jakarta Smart City tahun

2016.

Bab V. Pada bab ini menyimpulkan pembahasan mengenai temuan penelitian skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan kebijakan Jakarta Smart City dalam mewujudkan good governance di DKI

Jakarta. Selanjutnya di bab penutup ini terdapat pula saran dan kritik bagi para penelitian selanjutnya.

17

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP

Pada bab ini dibahas mengenai teori utama dan teori pendukung untuk menganalisis penerapan good governance dalam kebijakan Jakarta Smart City melalui aplikasi Qlue tahun 2016.

Adapun teori utama menggunanakan teori kebijakan publik untuk menjelaskan tentang kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam membuat programa

Jakarta Smart City, yang kemudian didukung dengan teori good governance untuk menganalisis sejauhmana pemanfaatan portal Jakarta Smart City (JSC) dan aplikasi Qlue dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di DKI

Jakarta tahun 2016.

A. Kebijakan Publik

A.1. Definisi Kebijakan Publik

Secara umum istilah kebijakan atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu. Menurut

James Anderson dalam bukunya Public Policy Making, memberikan definisi kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.

Konsep dari kebijakan ini menitikberatkan pada apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dimaksud. Inilah yang membedakan kebijakan dari suatu keputusan yang merupakan pilihan di antara beberapa

18 alternatif yang ada. Menurut David Easton, “public policy is the authoritative allocation of values for the whole society” (kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat).1

Maksudnya adalah kebijakan publik tidak hanya berupa apa yang dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi juga apa yang tidak dikerjakan oleh pemerintah karena keduanya sama-sama membutuhkan alasan-alasan yang harus dipertanggungjawabkan.

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Menurut Anderson, konsep kebijakan publik ini memiliki beberapa implikasi, yakni:2 pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan. Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern, bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan telah direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam sistem politik.

Kedua, kebijakan merupakan suatu arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan pelaksanannya.

Ketiga, kebijakan adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau mempromosikan

1 Sahya Anggara, Kebijakan Publik (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), hal. 35. 2 Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007), hal. 21.

19 perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Jakarta Smart

City merupakan terobosan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan yang ingin dicapai adalah berhasil mengumpulkan seluruh informasi-informasi yang ada di DKI Jakarta, sehingga mudah diakses oleh warga DKI Jakarta untuk lebih mengenal Ibukota Jakarta.

Pada hakikatnya, kebijakan publik merupakan kewenangan yang dimiliki pemerintah, baik di pusat maupun daerah, untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan masyarakat agar berjalan teratur, tertib, dan sejahtera. Kewenangan pemerintah ini meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Tidak ada satupun organisasi lain yang dapat menyerupai kewenangan seperti itu. Karena kebijakan publik memiliki kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya (memiliki hak otokratif), tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan strategis. Oleh karena itu, berfungsi sebagai pedoman umum untuk keputusan-keputusan khusus di bawahnya.3

A.2. Tahapan Kebijakan Publik

Dalam penetapan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, terdapat suatu proses yang berkesinambungan antara tahap satu dengan tahap lainnya. Tahap- tahap kebijakan publik menurut William Dund meliputi beberapa kegiatan, yaitu:4

1. Tahap penyusunan agenda: Para pejabat yang dipilih dan diangkat

menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak

disentuh sama sekali atau ditunda dalam waktu yang lama, sementara

masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan.

3 Anggara, Kebijakan Publik, hal. 35. 4 Winarno, Kebijakan Publik, hal. 20-21.

20

2. Tahap formulasi kebijakan: Para pejabat merumuskan alternatif

kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat

perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan

legislatif. Pada tahap ini masing-masing aktor akan “bermain” untuk

mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap adopsi kebijakan: Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan

dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di antara direktur lembaga

atau keputusan peradilan.

4. Tahap implementasi kebijakan: Suatu program kebijakan hanya akan

menjadi catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan.

Kebijakan yang telah diambil dan dilaksanakan oleh unit-unit

administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia.

Pada tahap implementasi, berbagai kepentingan akan saling bersaing.

Beberapa implementasi kebijakan mendapatkan dukungan dari para

pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para

pelaksananya.

5. Tahap evaluasi kebijakan: Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan

akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauhmana kebijakan yang

dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada

dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.

Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran yang menjadi dasar untuk

menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan

atau tidak.

21

A.3. Implementasi Kebijakan Publik

Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, terdapat dua langkah pilihan yang harus dipilih, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program- program atau melalui formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut.5

Konsep implementasi kebijakan secara garis besar bermakna sebagai pelaksaan undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah dan berbagai aktor politik untuk bersama-sama menjalankan program-program yang berlaku demi mencapai tujuan kebijakan tersebut.

Konsep implementasi menurut Ripley dan Franklin adalah apa yang terjadi setelah pembuatan undang-undang ditetapkan, yang memberikan keuntungan atau dengan adanya keluaran yang nyata (outcome).6 Ini artinya implementasi merupakan sejumlah kegiatan yang di dalamnya terdapat program-program, tujuan dan hasil yag diinginkan oleh pejabat pemerintah. Para birokrat khususnya yang merupakan aktor pembuat kebijakan untuk sebuah program berjalan.

Dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan tersebut, yang dikemukakan oleh

George C. Edwards yaitu:7

1. Komunikasi, dalam mengimplementasikan kebijakan ada tiga hal penting

dari proses komunikasi, di antaranya:

a. Transmisi, merupakan informasi tidak hanya disampaikan kepada

pelaksana kebijakan tetapi juga pada kelompok sasaran kebijakan.

5 Joko Widodo, Good Governance Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi (Surabaya: Insan Cendekia, 2007), hal. 191. 6 Winarno, Kebijakan Publik, hal. 35. 7 Ibid., hal 177-210

22

b. Konsistensi, yaitu informasi yang disampaikan harus konsisten

sehingga para pelaksana kebijakan dapat menjalankan tugasnya

dengan baik.

c. Kejelasan, yaitu informasi yang disampaikan harus jelas dan mudah

dipahami untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana

kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam

implementasi kebijakan.

2. Sumber daya, merupakan faktor penting dalam melaksanakan kebijakan.

Sumber daya ini meliputi, Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai,

informasi, wewenang dan fasilitas.

3. Perilaku para pelaksana kebijakan, merupakan sikap menerima atau

menolak suatu kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau

kegagaln dalam implementasi kebijakan.

Struktur birokrasi, merupakan susunan komponen (unit-unit) kerja dalam organisasi yang menunjukan adanya bagian kerja serta adanya kejelasan bagaimana fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau dikordinasikan. Struktur birokrasi mencakup lima implementator dalam pelaksanaan kebijakan, yaitu birokrasi, lembaga legislatif, lembaga peradilan, kelompok penekan dan organisasi masyarakat.

23

B. Good Governance

B.1. Definisi Good Governance

Menurut Pierre Landell-Mills & Ismael Seregeldin mendefinisikan “good governance sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan sosial ekonomi.”8 Sedangkan menurut Robert

Charlick mengartikan “good governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif melalui pembuatan peraturan dan/atau kebijakan yang absah demi untuk mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.”9

Istilah good governance pertama kali dipopulerkan oleh dua lembaga internasional seperti World Bank dan United Nation Development Program

(UNDP). World Bank mendefinisikan “governance the way state power is used in managing economic and social resources for development society”. Pengertian ini menggambarkan bahwa governance adalah cara, yakni cara kekuasaan negara untuk mengelola sumber-sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat. Cara ini lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat teknis.

Sejalan dengan pendapat World Bank, UNDP mengemukakan definisi governance sebagai “the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels.” Kata governance berarti penggunaan atau pelaksanaan, yaitu penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan. Titik tekannya pada kewenangan, kekuasaan yang sah, atau kekuasaan yang memiliki legitimasi. Berdasarkan pengertian tersebut, World Bank lebih

8 Pandji Santosa, Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance (Bandung: Refika Aditama, 2008), hal. 130. 9Ibid.,

24 menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaan negara.10

B.2. Prinsip-prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip- prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip- prinsip good governance menurut Lembaga Adminstrasi Negara (LAN) di antaranya:11

a. Partisipasi. Partisipasi adalah asas yang berbentuk menyeluruh yang

dibangun berdasarkan prinsip demokrasi di mana masyarakat turut serta

dalam pengambilan keputusan baik langsung maupun tidak langsung.

melalui aplikasi Qlue masyarakat dapat melaporkan masalah-masalah

yang ada disekitar mereka sehingga memudahkan petugas untuk bekerja.

b. Penegakan Hukum. Dalam menuju pengelolaan pemerintahan yang

profesional harus didukung oleh aparatur penegakan hukum guna

menghindari partisipasi publik yang berubah menjadi tindakan yang

anarkis. Adapun unsur-unsur penegakan hukum sebagai berikut:12

1) Supremasi hukum.

10 Achmad Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani (Jakarta: Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), hal. 198. 11 Ibid., hal. 199-204. 12 Ibid., hal. 201.

25

2) Kepastian hukum.

3) Hukum yang responsif.

4) Penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif.

5) Independensi peradilan. c. Transparansi. Transparansi merupakan asas keterbukaan dalam proses

pembangunan demi terwujudnya good and clean governance.

Masyarakat bisa ikut memantau kinerja pemerintah melalui fitur website

Jakarta Smart City atau melalui aplikasi Qlue. d. Responsif. Responsif adalah proses di mana pemerintah harus tanggap

dalam mengahadapi permasalahan-permasalahan masyarakat, dan

memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Setiap laporan yang masuk

melalui aplikasi Qlue akan langsung ditindaklanjuti oleh dinas terkait. e. Konsensus. Asas konsensus ini mengharuskan dalam pengambilan setiap

keputusan harus melalui proses musyawarah mufakat, dan setiap

keputusan yang dikeluarkan harus bersifat memaksa terhadap semua

yang terlibat dalam konsensus. f. Kesetaraan. Asas ini mengharuskan kepada pemerintah untuk bersikap

dan berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal

perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin, dan kelas sosial. g. Efektivitas dan Efisiensi. Asas efektivitas tercermin dalam

keberlangsungan pemerintah menjalankan perannya. Sedangkan efisiensi

diukur dalam parameter keberhasilan pemerintah menjalankan perannya.

Jadi, efisiensi kerja dari pemerintah akan tergambarkan lewat sejauhmana

26

efektivitas pemerintah berjalan untuk memenuhi kepentingan

masayarakat. Dengan melapor melalui aplikasi Qlue dapat menghemat

penggunaan kertas juga menghemat waktu dalam prosesnya, sehingga

laporan bisa dengan cepat ditindaklanjuti.

h. Akuntabilitas. Sesuatu yang dituntut dalam asas akuntabilitas adalah

setiap pejabat publik harus mempertanggungjawabkan semua kebijakan,

perbuatan, moral, dan netralitas kepada masyarakat.

i. Visi Strategis. Dalam merealisasikan good and clean governance setiap

kebijakan yang diambil saat ini harus diperhitungkan dampaknya pada

beberapa tahun yang akan datang. Konsep Jakarta Smart City yang dibuat

oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat bermanfaat untuk seluruh

masyarakat Jakarta sehingga dapat hidup lebih baik dari sebelumnya

yang berdasar pada enam pilar konsep smart city, yaitu Smart

Goverment, Smart People, Smart Living, Smart Mobility, Smart

Economy, dan Smart Environment.

B.3. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial

Partisipasi merupakan salah satu tujuan dari implementasi good and clean governance. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan lembaga pemerintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol masyarakat terhadap jalannya pengelolaan pemerintahan. Kontrol masyarakat akan berdampak pada sebuah tata kelola pemerintahan yang baik, efektif, dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ada beberapa cara untuk mewujudkan suatu pemerintahan

27 yang baik dan bersih yang berdasarkan pada prinsip-prinsip good and clean governance seperti:13

1. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan. Penguatan peran

lembaga perwakilan rakyat seperti MPR, DPR, dan DPRD harus

dilakukan untuk peningkatan fungsi mereka sebagai pengontrol jalannya

pemerintahan. Selain itu, lembaga legislatif juga harus mampu menyerap

dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat dalam bentuk suatu usulan

pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

2. Kemandirian lembaga peradilan. Dalam menuju terciptanya suatu

pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang sesuai dengan prinsip-

prinsip good and clean governance, peningkatan profesionalitas aparat

penegak hukum harus dilakukan. Akuntabilitas aparat penegak hukum

dan lembaga peradilan merupakan pilar penting dalam penegakan

hukum.

3. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah. Perubahan paradigma

aparatur Negara dari yang ingin dilayani menjadi pelayan masyarakat

harus dibarengi dengan peningkatan profesionalitas dan integritas moral

jajaran birokrasi pemerintah. Aparatur birokrasi yang memiliki karakter

harus dapat memberikan pelayanan birokrasi secara cepat, efektif dan

berkualitas.

4. Penguatan partisipasi masyarakat. Peningkatan partisipasi masyarakat

merupakan salah satu unsur penting lain guna merealisasikan

13 Ibid., hal. 204-205.

28

pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Partisipasi masyarakat dalam

proses kebijakan publik wajib dilakukan dan difasilitasi oleh negara

(pemerintah).

5. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah. Untuk

merealisasikan prinsip-prinsip good and clean governance, kebijakan

otonomi daerah dapat dijadikan sebagai media transformasi perwujudan

model pemerintahan yang mendukung tumbuhnya demokrasi di

Indonesia.

C. Kebijakan Publik dalam Good Governance

Sebagai keputusan yang mengikat publik, kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang terdiri dari segala bentuk pelayanan jasa, baik dalam bentuk barang maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.14

14 Edi Suharto, Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik bagi Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus disampaikan pada Focused Group Discussion (FGD) “Kajian Pelayanan Khusus pada Sektor Pelayanan Publik” (Bogor: Lembaga Administrasi Negara (LAN), 9-10 Oktober 2008), hal. 1.

29

Berbagai tahapan dalam proses penyusunan kebijakan yang telah disampaikan di atas menunjukan bahwa pada tahapan tertentu, keterlibatan aktor lain di luar pemerintah menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Misalnya dalam tahap identifikasi dan agenda setting. Untuk dapat menemukan akar permasalahan secara tepat, keterlibatan para ahli maupun prraktisi terkait dengan permasalahan tersebut akan sangat diperlukan. Contoh lainnya adalah pada tahap perumusan dan adopsi kebijakan, di mana keterlibatan lembaga legislatif (DPR dan DPRD) akan sangat menentukan isi dari kebijkan yang akan dikeluarkan.

Pada titik inilah, proses pembuatan suatu kebijakan publik akan sarat dengan nuansa politik. Lobi dan negoisasi dengan aktor lain di luar eksekutif akan diperlukan, sehingga kepiawaian eksekutif dalam berargumen menjadi sumber daya penting yang harus dimiliki birokrat, terutama saat berhadapan dengan politisi di lembaga legislatif. Kondisi inilah yang menjadikan kebijakan pemerintah berlimpitan dengan beberapa prinsip dalam good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik. Bahkan dapat dikatakan bahwa kebijakan pemerintah akan menjadi cermin bagi pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik. Prinsip-prinsip yang dimaksud antara lain adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.15

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, keterlibatan aktor lain non eksekutif dalam penyusunan kebijakan pemerintah terkadang tidak dapat dihindarkan.

Selain lembaga legislatif, keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses penyusunan kebijakan pemerintah merupakan suatu hal penting yang bahkan

15 Nur Azizah, “Kebijakan Pemerintah dan Good Governance”. Paper. (Yogyakarta: JPP Fisipol UGM, 13 September 2011), hal. 6.

30 diatur dalam undang-undang. Misalnya dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Dalam undang-undang tersebut, secara eksplisit diisyaratkan adanya partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan perencanaan pembangunan nasional maupun daerah melalui mekanisme musrenbang.16

Terlepas dari praktek musrenbang yang sampai saat ini masih sangat terbatas dan formalistis, secara legal formal partisipasi masyarakat sudah dibuka.

Artinya, kemauan dan komitmen pemerintah untuk memperbesar partispasi masyarakat dalam berbagai kebijakan pemerintah memang perlu ditingkatkan.

Dengan partisipasi inilah, legitimasi suatu kebijakan pemerintah di hadapan warganya akan semakin besar. Di samping harus benar-benar didasarkan pada akar permasalahan yang telah dianalisis dan mekanisme partisipasi, pembuatan kebijakan pemerintah juga harus memperhatikan prinsip transparansi.

Transparansi dalam pembuatan kebijakan berarti bahwa kebijakan yang diambil dilakukan melalui serangkaian prosedur yang wajar dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Transparansi juga berarti memberikan jaminan kepada masyarakat dan kelompok lain di luar pembuat kebijakan untuk dapat memperoleh informasi yang cukup dalam format yang paling mudah dipahami. Terakhir adalah akuntabilitas. Setiap kebijakan pemerintah dikeluarkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu. Dengan sendirinya ada tujuan yang diemban suatu kebijakan sehingga setiap kebijakan pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Di sinilah tahap monitoring dan evaluasi kebijakan

16 Ibid., hal. 6.

31 diperlukan, sebagai salah satu cara untuk menjamin kebijakan yang dibuat telah dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan sejak awal.17

D. Smart City

Smart city adalah konsep kota cerdas yang dirancang guna membantu masyarakat terutama dalam upaya untuk mengelola sumber daya yang ada dengan efisien, serta memberikan kemudahan mengakses informasi kepada masyarakat, hingga untuk mengantisipasi kejadian yang tak terduga sebelumnya. Sebuah kota bias dikatakan smart apabila kota tersebut benar-benar dapat mengetahui keadaan kota di dalamnya, memahami permasalahan tersebut secara lebih mendalam hingga mampu melakukan aksi terhadap permasalahan tersebut.18

Menurut Boyd Cohen, smart city adalah konsep perencanaa kota dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang akan membuat hidup menjadi lebih mudah dan sehat dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Smart city juga kota yang antisipatif mampu mengelola sumber daya secara inovatif dan berdaya saing. Dengan dukungan teknologi dalam rangka mewujudkan kota yang nyaman dan berkelanjutan. Dengan definisi operasional kota yang responsif, inovatif dan kompetitif.19

Munculnya konsep smart city dilatar belakangi oleh beberapa masalah yang timbul di kota, seperti:20

a. Pertumbuhan populasi manusia yang terus meningkat menuju kota dengan berbagai tujuan.

17 Ibid., hal. 7. 18 Smartsystem, “Apa itu Smart City?”, dalam https://ugm.ac.id/, 30 Oktober 2016. 19 Holili, “Smart City”, dalam https://scribd.com/, 11 Oktober 2016. 20 Ibid.,

32

b. Traffic jalan yang semakin padat, polusi semakin berat, lahan parkir menyempit, serta penggunaan sumber daya energi yang semakin besar. c. Dibutuhkan perawatan kota yang menyeluruh, desain kota pintar yang kondisi dan produktifitasnya tetap terjaga dengan baik. d. Penerapan teknologi terpadu seperti jaringan nirkabel aplikasi berbasis web dan mobile dan lain sebagainya.

Pada tahun 2014, Frost dan Sullivan mengidentifikasi delapan aspek utama dari penerapan smart city, yaitu smart government, smart infrastructure, smart technology, smart mobility, smart healthcare, smart energy, smart building dan smart citizen.21 Sedangkan menurut Cohen, ada enam indikator utama smart city, yaitu:22

a. Smart living, mengacu pada kualitas hidup dan kebudayaan masyarakat

yang paling mempengaruhi adalah tersedianya kebutuhan, berupa

keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan hidup.

b. Smart economy, tingginya tingkat perekonomian dan kesejahteraan

financial masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi yang baik dan

pendapatan perkapita yang tinggi.

c. Smart mobility, merupakan sistem pergerakan yang memungkinkan

terjadinya pemenuhan kebutuhan dengan pergerakan seminim mungkin

dan secepat mungkin.

d. Smart people, modal manusia yang mendapatkan pendidikan yang baik,

baik secara formal maupun informal dan terwujud dalam individu atau

komunitas-komunitas yang kreatif.

21 Smartsystem, “Apa itu Smart City?”. 22 Holili, “Smart City”.

33

e. Smart environtment, terciptanya sebuah lingkungan yang dapat

memberikan kenyamanan di masa kini dan masa mendatang.

f. Smart government, pemerintahan yang mengeluarkan kebijakan yang

mengindahkan prinsip-prinsip supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan,

demokrasi, partisipasi, transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas

serta efektivitas dan efisiensi kebijakan.

Saat ini hampir seluruh kota-kota besar di dunia telah menerapkan program smart city. The IESE Business School, sebuah sekolah penelitian di Spanyol, telah memilih 20 kota pintar terbaik di dunia. Mereka menilainya melalui indeks yang disebut Cities in Motion Index (CIMI), dengan cara mengirim peneliti ke 135 kota di 55 negara di seluruh dunia dan mengukurnya dengan 50 indikator. Hasilnya terdapat 20 kota pintar terbaik di dunia menurut CIMI yaitu: Tokyo, London, New

York, Zurich, Paris, Geneva, Basel, Osaka, Seoul, Oslo, Philadelphia, Los

Angeles, Dallas, Copenhagen, Eindhoven, Amsterdam, Sidney, Stockholm,

Chicago, dan Baltimore.23

Indonesia sebagai negara berkembang juga telah memanfaatkan teknologi untuk membangun smart city di kota-kota besar, khususnya. Salah satu kota yang sudah menjalankan konsep smart city ini adalah DKI Jakarta dalam program

Jakarta Smart City. Visi pembuatan smart city di Jakarta menurut Prasetyo Andy

Wicaksono, Head of IT Development Jakarta Smart City adalah membuat roda pemerintahan yang lebih efektif, efisien dan transparan. Ini untuk merubah pola pikir lama yang menganggap pemerintah masih bersifat satu arah. Dengan

23 Smartsystem, “Apa itu Smart City?”.

34 diterapkannya smart city di DKI Jakarta paling tidak layanan Pemprov DKI

Jakarta bisa lebih memuaskan, dan tidak lagi bersifat satu arah, melainkan dua arah. Di mana semua orang bisa memberikan saran, kritik, serta harapan dan juga apresiasi terhadap para pejabat Pemprov DKI Jakarta.24

24 Ramadhan Triwijanarko, “Menilik Konsep Jakarta Smart City” dalam http://marketeers.com/, 27 Oktober 2016.

35

BAB III

PROFIL PEMERINTAHAN DKI JAKARTA DAN KONSEP SMART CITY

Pada bab ini penulis membahas tentang DKI Jakarta. Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta memiliki cara tersendiri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Program terbaru, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan sebuah program Jakarta Smart City yang memudahkan masyarakat untuk memantau kinerja Pemprov DKI Jakarta. Termasuk dalam memberikan kritik, saran dan masukan kepada Pemprov DKI Jakarta agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakatnya. Selanjutnya, penulis juga membahas awal tercetusnya pembentukan DKI Jakarta menjadi smart city beserta dengan tujuannya. Berikut juga penulis menjelaskan tentang Unit Pelaksana Tugas Jakarta

Smart City (JSC) sebagai pelaksana resmi yang mengelola program JSC tersebut.

Juga dipaparkan beberapa aplikasi pendukung (fitur-fitur pendukung) yang ikut menyukseskan kinerja JSC.

A. Sejarah DKI Jakarta

DKI Jakarta terletak pada 60 12’ Lintang Selatan dan 1060 48’ Bujur Timur.

DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian 7 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur No. 171 Tahun

2007, wilayah DKI Jakarta terdiri dari daratan seluas 662,33 km2 dan berupa lautan seluas 6.997,5 km2. Wilayah DKI Jakarta memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 buah

35 sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan, dan usaha perkotaan.1

Pada 31 Agustus 1964 dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1964, dinyatakan bahwa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota

Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta. Tahun 1999, melalui Undang-

Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dengan otonominya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan pada wilayah kota. Selain itu wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi enam wilayah (lima wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif kepulauan seribu).2

Berdasarkan letak geografisnya, DKI Jakarta memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Laut Jawa b. Sebelah Selatan : Kota Depok c. Sebelah Timur : Provinsi Jawa Barat d. Sebelah Barat : Provinsi Banten Secara administratif, DKI Jakarta dibagi menjadi lima kotamadya dan satu kabupaten administratif, di mana terdapat 44 kecamatan dan 267 kelurahan, dengan pembagian sebagai berikut:

1 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2016”, Katalog BPS: 1102001.31, Juli 2016, hal. 3. 2 Kemendagri, “Sejarah DKI Jakarta” dalam http://www.kemendagri.go.id/.

36

Tabel III.1. Luas area, Jumlah Kecamatan, dan Kelurahan

Luas area Kota Administrasi Kecamatan Kelurahan (km2) Kepulauan Seribu 8,70 2 6 Jakarta Selatan 141,27 10 65 Jakarta Timur 188,03 10 65 Jakarta Pusat 48,13 8 44 Jakarta Barat 129,54 8 56 Jakarta Utara 146,66 6 31 DKI Jakarta 662,33 44 267

Sumber: BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2016”, hal. 11.

Adapun jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2015 hasil Sensus Penduduk

2010, sebesar 10.177.924 jiwa. Dengan laju pertumbuhan penduduk per-tahun sebesar 1,02 persen. Kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun 2015 adalah

15.366,87 jiwa setiap 1 km2. Dengan daerah Jakarta Barat memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar 19.017,92 jiwa/km2.

Tabel III.2. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2010-2015

Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk penduduk per-tahun Kabupaten/Kota

2014- 2010 2014 2015 2010-2015 2015 Kepulauan Seribu 21.414 23.011 23.340 1,74 1,43 Jakarta Selatan 2.071.628 2.164.070 2.185.711 1,08 1,00 Jakarta Timur 2.705.818 2.817.994 2.843.816 1,00 0,92 Jakarta Pusat 895.371 910.381 914.182 0,42 0,42 Jakarta Barat 2.292.997 2.430.410 2.463.560 1,45 1,36 Jakarta Utara 1.653.178 1.729.444 1.747.315 1,11 1,03 DKI Jakarta 9.640.406 10.075.310 10.177.924 1,09 1,02

Sumber: BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2016”, hal. 59.

Untuk sistem kepemerintahan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 menetapkan tentang kepemimpinan gubernur. Undang-Undang tersebut mengatur

37 tentang kekhususan DKI Jakarta sebagai daerah otonom dan Ibukota Negara.

Salah satu pasalnya mengatur bahwa Pemprov DKI dipimpin gubernur dan wakil gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan kepala daerah, untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun.3

Pasca kemerdekaan hingga saat ini, ada 15 orang yang telah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Adapun daftar nama-nama Gubernur DKI Jakarta tersebut, sebagai berikut: 4

1. (1945-1951).

2. (1951-1953).

3. Sudiro (1953-1960).

4. Sumarno (1960-1966).

5. (1964-1965).

6. (1966-1977).

7. (1977-1982).

8. Mayjen R. (1982-1987).

9. Letjen (1987-1992).

10. Surjadi Soedirdja (1992-1997).

11. (1997-2007).

12. (2007-2012).

13. Joko Widodo (2012-2014).

14. Basuki Tjahaja Purnama (2014- Juni 2017).

15. Djarot Syaiful Hidayat (Juni 2017-Oktober 2017).

3 BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2016”, hal. 25. 4 Randy Rinaldi, “Gubernur DKI Jakarta dari Masa ke Masa” dalam http://randyrinaldi.blogspot.co.id/, 22 Januari 2014.

38

Pola kepemimpinan mereka amat beragam. Berbagai kebijakan telah ditetapkan sesuai dengan kepentingan masyarakat DKI Jakarta. Ada yang berupa pengembangan pendidikan, ekonomi, hingga kebijakan menuju transparansi. Sifat dari kebijakan tersebut juga beragam. Ada yang lahir melalui musyawarah para anggota legislatif dan eksekutif daerah, hingga penggunaan teknologi di masa modernisasi saat ini. Dari semua kebijakan tersebut, tujuannya hanya satu, menjadikan DKI Jakarta sebagai kota yang sejahtera.

B. Kebijakan-kebijakan yang Telah ditetapkan Oleh Gubernur DKI

Jakarta dan Masih Berlaku Hingga Saat Ini

Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan menyandang status khusus, seluruh kebijakan mengenai pemerintahan maupun anggaran ditentukan pada tingkat provinsi (karena lembaga legislatif hanya ada pada tingkat provinsi).5

DKI Jakarta merupakan kota dengan banyak peran, yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat kegiatan perekonomian, pusat perdagangan, pusat jasa perbankan dan keuangan, dan juga sebagai gerbang utama wisatawan mancanegara. Pembangunan di wilayah DKI Jakarta mempunyai potensi yang besar, tantangan dan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan daerah lain. Untuk mengembangkan potensi-potensi dan menangani tantangan serta

5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

39 permasalahan tersebut diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang terarah, terpadu, dan menyeluruh dengan memperhatikan 4 (empat) pilar pembangunan, yaitu pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup yang didukung oleh pilar aparatur atau birokrasi.6

Setiap gubernur yang memimpin DKI Jakarta tidak segan dalam merumuskan dan menetapkan sebuah kebijakan. Kebijakan yang dibuat biasanya dikaitkan dengan persoalan yang sedang terjadi di DKI Jakarta saat itu. Seperti

Sjamsuridijal, adalah gubernur yang menetapkan kebijakan terkait permasalahan kesejahteraan rakyat di masa kepemimpinannya pada 1951-1953, yang diperhatikan olehnya seputar permasalahan listrik, air minum, pelayanan kesehatan, pendidikan dan kebijakan tanah. Juga tentang kebijakan dalam pengembangan Universitas Indonesia. Dilanjut dengan kepemimpinan Sudiro yang memimpin DKI Jakarta pada 1953-1960. Pada masa Sudiro, DKI Jakarta dibagi ke dalam tiga wilayah, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Jakarta

Utara. Serta dalam ruang lingkup yang lebih kecil lagi, Sudiro membentuk Rukun

Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).7

Gubernur yang paling berani dalam mengambil suatu kebijakan adalah Ali

Sadikin. Ia menjabat pada dua periode kepemimpinan antara tahun 1966-1977.

Dalam rentang 11 tahun tersebut banyak kebijakan yang dibuat Ali Sadikin, namun kebijakan yang paling fenomenal adalah ia melegalkan kawasan perjudian dan prostitusi di DKI Jakarta. Ia memanfaatkan kawasan perjudian dan prostitusi

6 Geografis Jakarta, “Wilayah DKI Jakarta” dalam http://www.jakarta.go.id/, 01 Januari 2008. 7 Rinaldi, “Gubernur DKI Jakarta”.

40 di Kramat Tunggak untuk diambil pajaknya guna mengisi kas Provinsi DKI

Jakarta.8

Kemudian Mayjen R. Soeprapto menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta pada 1982-1987. Soeprapto dikenal sebagai pembuat masterplan DKI Jakarta.

Surjadi Soedirja yang menjabat sebagai Gubernur periode 1992-1997 berani menghapus becak dan andong dari DKI Jakarta sebagai bagian dari alat transportasi masyarakat. Ia juga mulai merencanakan pembangunan Rumah Susun

(Rusun) bagi warga DKI Jakarta dan menciptakan daerah resapan air di DKI

Jakarta untuk menanggulangi banjir.9

Sutiyoso menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam dua periode antara tahun 1997-2007. Dalam sepuluh tahun kepemimpinannya, Sutiyoso dihadapkan dalam berbagai masalah pelik di DKI Jakarta, terutama kemacetan. Untuk menaggulangi macet, Sutiyoso mulai menggagas diadakannya Busway sebagai alat transportasi massal untuk mengurangi volume kendaraan di DKI Jakarta hingga saat ini.10 Joko Widodo mulai menjabat sebagai gubernur pada kurun waktu 2012-2014, sebelum ia menjabat sebagai presiden. Dalam kurun waktu tersebut, Jokowi telah mengeluarkan kebijakan yang tidak biasa bagi masyarakat

DKI Jakarta. Mulai dari dibukanya akses warga untuk dapat melihat anggaran pemerintah DKI Jakarta melalui website resmi Pemprov, sampai dengan kebijakan lelang jabatan di tingkat kecamatan dan kelurahan. Selanjutnya, Basuki Tjahaja

Purnama (Ahok) yang menggantikan posisi Joko Widodo sebagai gubernur menjabat pada periode 2014-2017. Dalam kurun waktu tersebut Ahok pun banyak

8 Ibid., 9 Ibid., 10 Ibid.,

41 mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak biasa, mulai dari di bangunnya

Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), menyediakan Rusun bagi warga yang terkena lokalisasi dari Pemprov DKI Jakarta, dan mulai dikeluarkanlah kebijakan Jakarta Smart City yang bertujuan untuk menjadikan kota DKI Jakarta menjadi kota yang maju, modern, aman, nyaman dan tenteram untuk ditinggali oleh semua kalangan.

C. Konsep Jakarta Smart City

C.1. Latar Belakang Terbentuknya Jakarta Smart City

Program Jakarta Smart City merupakan pengaplikasian Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwasanya sebagai upaya meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan, dengan melibatkan masyarakat dalam program ini, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.11

Program smart city mulai diterapkan oleh Provinsi DKI Jakarta pada tahun

2014. Program smart city di mulai dari transparansi. Semua data yang ada di instansi-instansi Pemprov DKI Jakarta dapat dilihat oleh seluruh masyarakat.

Konsep transparansi ini sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak pasangan

Jokowi-Ahok melakukan kebijakan e-budgeting di awal masa pemerintahannya.

Selanjutnya, transparansi tidak hanya masalah budget, tapi semua data yang ada di

11 Byu, “Jakarta Smart City, dari Info Lalin hingga Harga Sembako” dalam https://www.menpan.go.id/, 29 Maret 2017.

42

DKI Jakarta bisa diakses. Saat ini smart city yang diterapkan oleh DKI Jakarta mulai diperbaharui oleh Ahok. Ahok menggandeng beberapa anak muda untuk ikut mengembangkan konsep Jakarta Smart City (JSC). Pertama, smart city yang diharapkan Ahok nantinya bukan hanya menjadi command centre, tetapi juga berguna untuk orang lain, membuat semua menjadi lebih mudah dan membuat semua data menjadi lebih transparan. Kedua, akan timbul partisipasi dari masyarakat. Masyarakat yang memiliki data dapat memberikan masukan dan kritik, sehingga DKI Jakarta semakin lama akan menjadi kota yang pintar, karena pelaksanaaannya melibatkan masyarakat, pemerintah, dan uang pemerintah untuk menuju ke kehidupan DKI Jakarta yang lebih baik.12

Program JSC mengacu pada enam prinsip utama, yaitu smart government, smart economy, smart live, smart living, smart people, dan smart mobility yang digambarkan sebagai berikut:

12 TyoJB, “Impian Ahok “terhadap Jakarta Smart City” yang Menjadi Kenyataan” dalam https://youtube.com/, 11 Mei 2016.

43

Gambar III.1. Sinergisitas Enam Pilar Smart City dengan Dinas-dinas di DKI Jakarta

Sumber: Gambar dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017.

Smart Government, di zaman yang sudah modern ini mau tidak mau kita harus berhadapan langsung dengan perkembangan teknologi, oleh karena itu, dalam urusan pemerintahan pun mulai digunakanlah teknologi. Tujuannya adalah agar kinerja pemerintah menjadi lebih mudah, serta menjaga komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam menjalankan program JSC seperti dalam hal transparansi termasuk e-budgeting di dalamnya. Pemprov DKI Jakarta mulai mengupload mengenai dana APBD ke website resmi www.jakarta.go.id, sehingga masyarakat bisa mengakses semua data tersebut. Pemprov DKI Jakarta memiliki program untuk mempermudah layanan perizinan bagi masyarakat dengan

44 membuka layanan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) dan akan berada dalam tanggung jawab Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).

Smart Economy, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta akan menjadi fasilitator bagi para wirausahawan, di mana Pemprov DKI Jakarta menyediakan tempat bagi para wirausahawan untuk menjajakan barang dagangannya sehingga mudah dijangkau oleh pembeli, dan kebersihan serta keamanannya terjamin.

Sehingga kota DKI Jakarta terlihat lebih rapi dan tertata dengan tidak ada lagi orang-orang yang berjualan di sembarang tempat. Pemerintah juga bisa menjadi penghubung bagi para UKM untuk bisa bekerjasama dengan para pengusaha- pengusaha besar dan ternama. Yang akan berada dalam tanggung jawab Koperasi

UMKM dan Perdagangan (KUMKMP).

Smart Environment, untuk menjaga kualitas udara di DKI Jakarta, Pemprov

DKI Jakarta bekerjasama dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) untuk memantau kualitas udara di DKI Jakarta. Dan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan tempat-tempat umum di DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta memberikan tanggung jawab tersebut kepada Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk menjaga kebersihan di DKI Jakarta.

Smart Living, masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta harus dapat merasakan aman dan nyaman. Pemerintah DKI Jakarta dalam hal ini bertanggung jawab untuk menyediakan hunian tempat tinggal yang aman dan nyaman bagi masyarakat DKI Jakarta. Dengan berada di lingkungan yang aman dan nyaman serta bersih maka masyarakat akan lebih senang tinggal di DKI Jakarta.

45

Smart Mobility, untuk mengatasi masalah kemacetan di DKI Jakarta, pemerintah harus menyediakan transportasi angkutan massal yang aman dan nyaman bagi masyarakat. Tidak hanya itu, transportasi itu juga harus terintegrasi dengan armada transportasi yang lain, baik darat maupun laut. Dan semua ini dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta. Serta mulai diujicoba program Electronic Parking (Parkir Elektronik) di beberapa tempat di

DKI Jakarta, dan berada dalam tanggung jawab Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Smart People, semua masyarakat di DKI Jakarta harus dapat memperoleh pendidikan yang layak. Dengan mendapatkan pendidikan yang layak, maka masyarakat akan mengetahui ke mana tujuan hidupnya dengan ilmu-ilmu yang dia dapat selama bersekolah. Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta

Sehat (KJS) telah berhasil membantu warga Jakarta yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan selama 12 tahun, dan akan diperpanjang sampai tingkat perguruan tinggi. Itu semua berada dalam tanggung jawab Dinas Pendidikan.

Ke-enam prinsip tersebut menjadi sebuah patokan bagi beberapa kota besar yang telah menerapkan smart city selama bertahun-tahun. Kemudian ke-enam prinsip tersebutlah yang akan menjadi acuan bagi Pemprov DKI Jakarta dalam menentukan arah kebijakan yang akan dikeluarkan.

Untuk mempermudah masyarakat dalam memanfaatkan program JSC, maka dihadirkan pula JSC dalam bentuk website dan aplikasi smartphone. Versi website dapat diakses lewat smartcity.jakarta.go.id. Sedangkan aplikasi smartphone dapat diunduh gratis di playstore atau ios. Hadirnya aplikasi JSC tersebut, membuat

DKI Jakarta terasa dalam satu genggaman, sehingga memudahkan masyarakat

46 untuk mengakses informasi mengenai DKI Jakarta. Hanya dengan bermodalkan smartphone, warga DKI Jakarta dapat memperoleh berbagai informasi terkini yang dibutuhkannya melalui kecanggihan aplikasi JSC.

C.2. Struktur Organisasi Unit Pelaksana Tugas (UPT) Jakarta Smart City

Untuk memastikan program JSC berjalan sesuai dengan rencana, maka dibentuklah sebuah Unit Pelaksana Tugas (UPT) JSC. Unit ini terbentuk dalam

Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 280 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City. UPT JSC ini berfungsi untuk mengontrol kinerja aplikasi JSC serta turut mengawasi dan mengelola setiap aduan warga dan respon aparat pemerintah di aplikasi JSC.13

UPT JSC berada di bawah Dinas Komunikasi dan Informasi Statistik DKI Jakarta.

UPT JSC ini dipimpin oleh seorang kepala unit yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas.

Dalam mendukung program JSC semua pihak harus ikut terlibat dalam mendukung program tersebut. Mulai dari jajaran aparatur pemerintahan tertinggi sampai terendah semua harus ikut mensupport program JSC. Salah satu bentuk dukungan adalah dengan dikeluarkannya Instruksi Gubernur (Insgub) Nomor 223

Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi Jakarta Smart City di Lingkungan

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam Insgub tersebut ditujukan kepada Kepala Badan Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Provinsi DKI

Jakarta, Walikota Provinsi DKI Jakarta, Bupati Kepulauan Seribu Provinsi DKI

Jakarta, Kepala Biro Setda Provinsi DKI Jakarta, Camat Provinsi DKI Jakarta,

13 Kurnia Sari Aziza, “Wujudkan Kota Pintar, Ahok Bakal Bentuk UPT Jakarta Smart City” dalam http:// kompas.com/, 15 Desember 2014.

47

Lurah Provinsi DKI Jakarta untuk mengunduh aplikasi mobile Jakarta Smart City

Apps dan Jakarta Smart City Portal pada smartphone mereka. Serta mengoperasionalkan dan memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang ada pada Jakarta

Smart City Apps dan Jakarta Smart City Portal, dan menambah informasi serta potensi mengenai Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan kewenangannya. Juga menugaskan kepada para staf di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit

Kerja Perangkat Daerah (SKPD/UKPD) untuk ikut mengunduh dan memanfaatkan Jakarta Smart City Apps dan Jakarta Smart City Portal, guna peningkatan monitoring dan tindak lanjut terhadap pelaporan/pelayanan publik.

Gambar III.2. Susunan Organisasi Unit Pengelola Jakarta Smart City

Sumber: Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 280 Tahun 2014 tentang Unit Pelaksana Tugas Jakarta Smart City.

48

C.3. Aplikasi Pendukung Jakarta Smart City

Kesuksesan dan kelancaran Jakarta Smart City bertumpu pada keberadaan aplikasi-aplikasi, seperti Qlue, Trafi, Waze, iJakarta, Zoomato, Gofood, Nodeflux,

IPJ (Info Pangan Jakarta) dan Ragunan Zoo, sebagai aplikasi pendukung.14

Aplikasi-aplikasi ini dihadirkan guna memudahkan masyarakat dalam mendukung suksesnya menjadikan DKI Jakarta menjadi smart city. Dalam mengembangkan aplikasi-aplikasi tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui UPT JSC menjalin kerjasama dengan beberapa startup muda untuk ikut mengembangkan aplikasi- aplikasi pendukung tersebut.15

Gambar III.3. Aplikasi Pendukung Jakarta Smart City

Sumber: http://smartcity.jakarta.go.id.

14 Dalam http://smartcity.jakarta.go.id. 15 Peraturan Gubernur Nomor 280 Tahun 2014 BAB III Pasal 4 ayat 2 huruf m mengatakan pengembangan koordinasi, kerja sama dan kemitraan serta desiminasi informasi dengan SKPD/UKPD, instansi pemerintah, swasta, masyarakat dan/atau pemangku kepentingan terkait lainnya dalam rangka pelaksanaan dan pengendalian informasi Jakarta Smart City.

49

Trafi, merupakan sebuah aplikasi pendukung JSC yang berfungsi untuk memantau semua transportasi yang ada di Jakarta, seperti Busway, kereta commuter line, serta angkutan umum lainnya. Melalui Trafi masyarakat bisa mentracking keberadaan Busway di mana, dan memperkirakan waktu kedatangan di halte yang sudah dipilih. Juga bisa memberikan arahan kepada pengguna untuk mencapai tujuan yang dituju jika ingin menggunakan transportasi umum selain busway.16

Gofood, merupakan salah satu fitur dalam aplikasi Gojek. Fitur ini digandeng oleh JSC untuk memudahkan warga DKI Jakarta dalam membeli atau memesan makanan di tempat-tempat makan yang ada di DKI Jakarta, sehingga tidak menggangu aktifitas yang sedang dilakukan. IPJ (Info Pangan Jakarta), melalui fitur ini warga DKI Jakarta dapat memantau ketersediaan pangan yang ada di DKI Jakarta, berikut dengan harga dari bahan-bahan pangan yang ada di pasar.

Waze, merupakan sebuah aplikasi penunjuk jalan seperti google maps.

Melalui Waze masyarakat bisa menghindari jalan-jalan macet yang ada di DKI

Jakarta, sehingga memudahkan untuk sampai ke tempat tujuan dengan lebih cepat.

iJakarta, merupakan sebuah perpustakaan online yang dapat diakses oleh siapa saja. Dengan menggunakan metode peminjaman sama seperti perpustakaan pada umumnya. iJakarta mempunyai koleksi buku lebih dari 10.000 buku. Setiap

16 Viva.co.id, “Konsep Kota Masa Depan ala Jakarta Smart City” dalam https://youtube.com/, 21 April 2016.

50 pengguna yang ingin membaca buku melalui iJakarta, diberikan waktu 3 hari untuk menyelesaikan pembacaan bukunya.17

Qlue, merupakan salah satu aplikasi andalan dalam Jakarta Smart City. Qlue merupakan sebuah aplikasi bagi masyarakat untuk melaporkan semua permasalahan di sekitar mereka. Setiap keluhan yang dilaporkan nantinya akan langsung terlihat di dashboard Jakarta Smart City serta akan langsung terhubung ke pihak terkait sesuai dengan permasalahan yang dilaporkan, dan langsung akan ditindaklanjuti.

Nodeflux, merupakan sebuah startup yang menyediakan layanan berbasis data. Zoomato, merupakan sebuah aplikasi yang menyediakan sejumlah tempat makan (restoran) yang ada di DKI Jakarta. Mulai dari makanan yang ada di restoran-restoran mahal sampai dengan makanan-makanan yang biasa dijajakan di pinggir jalan, yang sebelumnya telah dicek rasa makanannya dan kebersihannya.

Sehingga warga Jakarta tidak perlu bingung lagi jika ingin makan apa saja.18

Ragunan Zoo, merupakan sebuah aplikasi bagi pengunjung Kebun Binatang

Ragunan. Di dalam aplikasi tersebut berisi peta kebun binatang Ragunan, sehingga pengunjung tidak lagi bingung jika ingin melihat hewan-hewan yang ada di kebun binatang Ragunan.19

Dari kesembilan aplikasi pendukung tersebut, aplikasi Qlue merupakan unggulan dalam meningkatkan pelayanan kepada warga DKI Jakarta. Dengan berbagai permasalahan yang ada di DKI Jakarta, banyak masyarakat yang tidak tahu harus melaporkan kepada siapa. Sejak adanya Qlue, masyarakat dapat lebih

17 Ibid., 18 Ibid., 19 Ibid.,

51 mudah dalam melaporkan keluhannya. Cukup dengan mengambil gambar permasalahan yang ada, kemudian pilih jenis keluhannya, lalu “klik” post, maka keluhan yang baru saja difoto sudah dapat dilihat oleh dinas terkait dan akan masuk kedalam sistem dashboard Jakarta Smart City, sehingga kepala daerah juga dapat memantau tindak lanjut dari keluhan warga tersebut.20 Cara ini dilakukan untuk mempermudah proses pengaduan warga yang sebelumnya dikeluhkan karena terlalu lama prosesnya. Setiap laporan yang masuk melalui aplikasi Qlue akan langsung terlihat di dalam web smartcity.jakarta.go.id. Melalui itulah unit-unit yang ada di kantor Jakarta Smart City memantau setiap laporan yang masuk, berikut juga dengan tindak lanjut dari petugas-petugas atau dinas- dinas terkait.

Sejak munculnya JSC beserta dengan fitur-fiturnya, membuat masyarakat semakin mudah memberikan laporan permasalahan kepada pemerintah daerah, sehingga laporan yang disampaikan tidak hanya dalam bentuk tulisan, tetapi juga foto. Laporan dari masyarakat kemudian dipetakan secara digital dan terintegrasi dengan laman smartcity.jakarta.go.id dan CROP. Seluruh aparat Pemprov DKI

Jakarta diwajibkan untuk menginstal aplikasi ini di smartphone mereka masing- masing, terutama aparat yang bertanggung jawab terhadap wilayah permukiman, yakni lurah dan camat.21

Berdasarkan pengakuan Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, dan

Kehumasan DKI Jakarta, Bapak Agus Bambang Setiowidodo, 44 camat yang ada

20 Official NET News, “Talk Show Aplikasi Qlue Jakarta Smart City-IMS”, official NET news dalam https://youtube.com/, 30 Juli 2015. 21 Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 223 Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi Jakarta Smart City di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

52 di seluruh wilayah DKI Jakarta telah menginstal CROP. Sedangkan dari 267 lurah, sebagiannya juga telah menginstal aplikasi tersebut.22 Untuk mendukung suksesnya program JSC, Pemprov DKI juga telah menyiapkan 300 unit kamera pengawas yang disebar di berbagai penjuru Ibu Kota, baik di jalanan, sungai, maupun permukiman. Serta ruang kontrol 300 kamera pengawas berada di Balai

Kota DKI Jakarta, yang nantinya jumlah kamera pengawas akan terus ditambah, dan menurut rencana hingga 500 unit.

Program smart city yang dibangun Pemprov DKI Jakarta diarahkan untuk memberikan kemudahan warga dalam mendapatkan akses informasi yang dibutuhkan melalui Teknologi Informasi. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan pelayanan publik, memberikan solusi penyelesaian masalah, dan mendukung pembangunan berkelanjutan.23 Melalui aplikasi Jakarta Smart City masyarakat bisa melihat keberadaan Transjakarta, memantau keadaan lalu lintas, menegecek harga tanah di Jakarta, dan melihat berbagai macam laporan pengaduan dari masyarakat.

22 Kurnia Sari Aziza, “Seperti Apa Cara Kerja Jakarta Smart City?”dalam http:// kompas.com/, 16 Desember 2014. 23 Viva.co.id, “Konsep Kota Masa Depan”.

53

BAB IV ANALISIS GOOD GOVERNANCE DAN KEBIJAKAN PUBLIK ATAS PENERAPAN JAKARTA SMART CITY MELALUI APLIKASI QLUE TAHUN 2016

Dalam mengatasi berbagai macam permasalahan di DKI Jakarta, Pemprov

DKI Jakarta mulai memanfaatkan teknologi untuk mengurai permasalahan dan mencarikan solusi yang tepat guna mengatasi permasalahan di DKI Jakarta.

Kemajuan teknologi juga dimanfaatkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengajak para startup-startup muda untuk ikut berkontribusi dalam membuat inovasi-inovasi terkini dengan tujuan untuk menjadikan kota Jakarta Baru menjadi kenyataan.

Pada bab ini penulis memaparkan bagaimana Jakarta Smart City hadir sebagai inovasi dalam menunjang kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam melayani warga DKI Jakarta. Membahas aplikasi Qlue yang merupakan salah satu media yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk warga Jakarta dalam menampung segala macam aduan dan membantu Pemprov DKI Jakarta dalam mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat.

A. Penerapan Kebijakan Jakarta Smart City

A.1. Implementasi Pergub No. 280 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City

Dalam rangka pengelolaan DKI Jakarta dengan mengembangkan dan mensinergikan seluruh potensi hingga sumber daya yang terintegrasi, pemerintah

54

DKI Jakarta memanfaatkan tekonologi. Ini dimaksudkan guna mewujudkan DKI

Jakarta sebagai kota modern yang tertata rapih serta konsisten dengan rencana tata ruang wilayahnya. Juga ingin membangun budaya masyarakat perkotaan yang toleran sekaligus memiliki kesadaran dalam memelihara kota dan membangun pemerintahan yang bersih dan transparan yang berorientasi pada pelayanan publik. Oleh karena itu dikeluarkanlah Pergub Nomor 280 Tahun 2014 tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City untuk mensinergikan seluruh aspek yang dapat membangun DKI Jakarta lebih baik.

Dalam Peraturan Gubernur tersebut menjelaskan bahwa unit pengelola merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kominfomas dalam pelaksanaan pengelolaan sistem/aplikasi Jakarta Smart City. Unit Pengelola Jakarta Smart City tersebut dipimpin oleh seorang Kepala Unit Pengelola Jakarta Smart City yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas

Kominfomas. Adapun susunan organisasi Unit Pengelola Jakarta Smart City, teridiri dari Kepala Unit, Subbagian Tata Usaha, Satuan Pelaksana Perencanaan,

Penelitian dan Pengembangan, Satuan Pelaksana Operasional, dan Subkelompok

Jabatan Fungsional.

Kepala Unit Pengelola Jakarta Smart City merupakan Jabatan Struktural

Eselon III.a. Dalam pasal 6, Kepala Unit Pengelola Jakarta Smart City memiliki tugas:1

a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Pengelola Jakarta Smart City; b. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas Subbagian, Satuan Pelaksana, Subkelompok Jabatan Fungsional;

1 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 280 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City.

55

c. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan SKPD/UKPD dan/atau Instansi Pemerintah/Swasta dalam rangka kelancaran dan peningkatan pelaksanaan tugas dan fungsi Unit pengelola Jakarta Smart City, dan d. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Pengelola.

Dalam implementasinya, Setiaji, selaku Kepala Unit Jakarta Smart City dalam mengkoordinasikan dengan sub bagian, satuan pelaksana dan sub jabatan fungsional melakukan pertemuan setiap awal tahun untuk mengevaluasi kinerja pada tahun sebelumnya, dan merencanakan target pekerjaan pada tahun depan.

Setiaji juga melakukan monitoring kepada bagian-bagian dibawahnya dengan cara mengadakan pertemuan mingguan dan dua mingguan, selain itu juga ada whattsap grup untuk berkoordinasi secara informal.

“Sebagai kepala unit dalam melakukan koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi unit pengelola dengan sub bagian, satuan pelaksana, dan sub kelompok jabatan fungsional, (huruf a dan b) kita panggil. Setiap tahun ada perencanaan dan program untuk memulai kegiatan, ada timeline juga apa yang harus diselesaikan. Untuk mengkoordinasikan setiap tahun kita ada rapat koordinasi dengan masing-masing tidak hanya dengan PNS nya tapi juga tim untuk mengevaluasi. Untuk memonitoring ada pertemuan mingguan dan per temuan 2 mingguan. Di luar itu ada wasap grup.”2

Selain melakukan koordinasi dengan pejabat di bawahnya, Setiaji juga melakukan koordinasi dan menjalin kerjasama dengan SKPD/UKPD dan dengan instansi Pemerintah/Swasta dalam rangka kelancaran dan peningkatan pelaksanaan tugas dan fungsi unit pengelola. Setiaji mengatakan, dalam praktiknya kepala unit selain mengadakan pertemuan setiap minggu dengan bawahan-bawahannya untuk evaluasi, serta menjalin kerjasama dengan pihak swasta, seperti Gofood dan Zoomato, dalam menunjang program JSC. Setiaji mengatakan bahwa tugasnya sebagai kepala unit hanya sebagai perantara antara

2 Wawancara dengan Setiaji, Ketua Unit Pelaksana Jakarta Smart City, Jakarta, 29 September 2017.

56 pihak swasta dengan pemerintah, dan menyediakan segala informasi yang dibutuhkan oleh pihak swasta untuk mengembangkan sebuah aplikasi baru yang bisa digunakan oleh masyarakat DKI Jakarta, sebagaimana penuturannya:

“(Huruf c) Saya ini kayak mak comblang. Seperti Pak Gubernur ingin membenahi PKL, kita coba menjembatani dengan digital, kemudian kita koordinasi dengan unit terkait, UMKM supaya PKL ini bisa digitalisasi, kemudian kita jembatani dengan Gofood, Zoomato. Kemudian kita ajak sukarelawan untuk mendatanya, kemudian datanya kita kasih ke Gofood agar masyarakat bisa langsung mengorder. Begitu juga dengan tokopedia, kita juga menjembatani agar UMKM kita bisa menjual produknya di tokopedia. Fungsi saya gitu, temuin-temuin, mau kawin ya gitu. Seperti penghulu.”3

Jakarta Smart City sebagai sebuah instansi yang berada di bawah Dinas

Komunikasi, informasi dan Kehumasan Provinsi DKI Jakarta memiliki tanggung jawab untuk memberikan laporan kepada Kepala Dinas Kominfomas atas kinerja- kinerja nya. Setiaji pun menuturkan hal yang sama, bahwasanya dirinya memiliki tanggungjawab kepada Kepala Dinas Kominfomas, dan untuk laporannya, menurut Setiaji ada beberapa laporan yang memang harus diisi seperti laporan keuangan, laporan kinerja, dan sebagainya. Namun, Setiaji juga menuturkan bahwa ia tidak memiliki laporan tanggung jawab kepada masyarakat, melainkan sudah diakumulasikan dengan laporan-laporan yang lain dan nantinya akan di rekapitulasi oleh gubernur, seperti yang dijelaskannya:

“(Huruf d) yang pasti secara struktur organisasi ke kepala dinas ya. Untuk laporannya, masing-masing berbeda, ada laporan keuangan, laporan kinerja, setiap bulan saya juga harus ngisi aktivitas saya sehari-hari, yang e-kin ya nanti ada rewardnya. Laporan-laporan tadi itu digunakan untuk perhitungan gaji ya dari situ. Kalo ke masyarakat gak ada laporan. Justu laporan tadi diakumulasi, dilaporkan oleh pemerintah daerah dalam LKPJ (laporan kinerja pertanggung jawaban) gubernur. Kalau yang untuk masyarakat dari situ. Bentuk pertanggungjawaban, secara sub koordinasi kepada kepala dinas. Laporan yang dibuat ada laporan keungan dan laporan kinerja. Tiap bulan saya harus mengisi kegiatan saya sehari-

3 Wawancara dengan Setiaji.

57

hari. Lakib (laporan kinerja). Kalo ke masyarakat, tidak ada laporan. Tapi di rekapitulasi oleh gubernur. LKPJ.”4

Pada masa pemerintahan Ahok hingga saat ini, Setiaji dibantu oleh unit pelaksana Jakarta Smart City lainnya yang juga dibantu oleh tenaga ahli. Para tenaga ahli ini dibagi kedalam lima divisi, yaitu Divisi Field, Divisi Data analysis,

Divisi Development, Divisi Communication, dan Divisi Monev yang dibentuk sesuai dengan keahlian dan tugas pokok masing-masing. Adapun susunan Unit

Pelaksana Tugas Jakarta Smart City tahun 2016 adalah:

Gambar IV.1. Susunan Organisasi Unit Pengelola Jakarta Smart City Tahun 2016

Sumber: Data dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017.

4 Wawancara dengan Setiaji.

58

A.2. Implementasi Insgub No. 223 Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi

Jakarta Smart City di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Untuk memperlancar jalannya program JSC, tidak hanya dibentuk suatu

Unit Pengelola Jakarta Smart City melalui Pergub Nomor 280 Tahun 2014, tetapi untuk menjangkau hingga ketingkat terendah dalam pelaksanaan program JSC, gubernur sebagai kepala daerah mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 223

Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi Jakarta Smart City di Lingkungan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penggunaan aplikasi Jakarta Smart City di lingkungan Pemprov DKI Jakarta ini dalam rangka mewujudkan peningkatan pelayanan dan keterbukaan informasi publik di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, serta sebagai upaya untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang transparan dengan berbasis teknologi informasi.

Insgub ini ditujukan kepada Kepala Badan Provinsi DKI Jakarta, Kepala

Dinas Provinsi DKI Jakarta, Walikota Provinsi DKI Jakarta, Bupati Kepulauan

Seribu Provinsi DKI Jakarta, Kepala Biro Setda Provinsi DKI Jakarta, Camat

Provinsi DKI Jakarta, dan Lurah Provinsi DKI Jakarta. Dalam Insgub tersebut, gubernur memerintahkan untuk seluruh kepala bagian, kepala biro, kepala dinas, walikota, bupati, camat dan lurah untuk mengunduh aplikasi mobile Jakarta Smart

City Apps dan Jakarta Smart City Portal pada smartphone serta pedoman pemanfaatannya. Gubernur juga memerintahkan untuk mengoperasionalkan dan memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang ada pada Jakarta Smart City Apps dan

Jakarta Smart City Portal, serta menambah informasi dan potensi mengenai

Provinsi DKI Jakarta sesuai kewenangannya. Juga menugaskan para staf di

59 lingkungan kerja SKPD/UKPD masing-masing untuk mengunduh dan memanfaatkan Jakarta Smart City Apps dan Jakarta Smart City Portal guna peningkatan monitoring dan tindak lanjut pelaporan/pelayanan publik.5

Dalam pengimplementasian Insgub tersebut, Kepala Dinas komunikasi, informasi dan kehumasan DKI Jakarta Agus bambang Setiowidodo mengatakan

44 camat yang ada di seluruh wilayah Jakarta telah menginstal CROP, sedangkan dari 267 lurah sebagiannya telah menginstal aplasikasi tersebut, “camat sudah semuanya, lurah sudah sebagian. Kita dorong terus agar semuanya bisa segera menginstal CROP secepatnya”.6

Ini didukung dengan pernyataan dari Bapak Agus selaku Lurah Menteng, bahwa dalam pemerintahan Ahok banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan lebih berorientasi kepada masyarakat supaya diberikan pelayanan yang sebaik- baiknya. Sehingga masyarakat dimudahkan segala sesuatunya tanpa ada biaya tambahan, dan merupakan bagian dari reformasi birokrasi yang dilakukan oleh

Pemprov DKI Jakarta. Ditambah dengan adanya kebijakan smart city yang semakin memudahkan masyarakat dalam menghadapi segala persoalan di sekitar lingkungan mereka. Sehingga masyarakat bisa melaporkan setiap persoalan melalui telepon, sms, dan lain sebagainya, sehingga para aparat setempat bisa langsung menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut, yang disampaikan sebagai berikut:

“... Karena banyak kebijakan beliau (Ahok) lebih berorientasi kepada bagaimana masyarakat diberikan pelayanan sebaik-baiknya, dimudahkan segala sesuatunya

5 Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 223 Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi Jakarta Smart City di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 6 Kurnia Sari Aziza, “Seperti Apa Cara Kerja Jakarta Smart City?”dalam http:// kompas.com/, 16 Desember 2014.

60

tanpa ada biaya tambahan. Semua itu merupakan bagian dari reformasi birokrasi, dan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Dan hasilnya bisa dirasakan dengan adanya kebijakan smart city dimana masyarakat diberikan akses mudah kepada pimpinan, terutama ketika menghadapi persoalan di lingkungan sekitarnya. Karena, ketika masyarakat menghadapi kesulitan, maka Negara wajib hadir. Oleh karena itu beliau banyak mendorong kehadiran Negara melalui aparaturnya dalam setiap persoalan masyarakat.”7

Dengan semakin mudahnya masyarakat memberikan laporan kepada pemerintah, membuat perubahan pada pola komunikasi anatara pimpinan dengan bawahannya. Dengan sistem smart city yang diterapkan oleh Pemprov DKI

Jakarta membuat aparat-aparat yang ada dibawah tidak perlu menunggu perintah dari pimpinan untuk menindaklanjuti segala laporan dari masyarakat, sehingga menimbulkan pola komunikasi bottom-up, Bapak Agus menuturkan:

“Jadi yang menjadi prioritas beliau (Ahok) kan bagaimana masyarakat disejahterakan, bagaimana masyarakat dimudahkan. Dan yang paling tahu permasalahan di masyarakat kan memang aparat, karena langsung bersentuhan dengan mereka. Dengan adanya smart city semua saran atau keluhan dari bawah, baik dari masyarakat atau aparat di lapangan bisa dilaporkan langsung kepada gubernur, untuk kemudian diteruskan kepada petugas terkait untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Sehingga menimbulkan komunikasi dari bawah ke atas.”8

Konsep smart city yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta adalah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu menurut Camat Tanah Abang,

Bapak Hidayatullah, saat ini bukan hanya masyarakat yang mengikuti kemajuan zaman di bidang teknologi, tetapi juga aparat pemerintah di lingkungan Pemprov

DKI Jakarta wajib untuk mengikuti kemajuan teknologi. Dengan banyaknya fitur yang memudahkan masyarakat untuk berkomunikasi dengan siapa saja, maka

Pemprov DKI Jakarta pun ikut membuka beberapa cara untuk memudahkan masyarakat berkomunikasi dengan masyarakat, seperti melalui sms, telepon

7 Wawancara dengan Agus, Lurah Menteng, Jakarta, 27 Mei 2017. 8 Wawancara dengan Agus.

61 centre, BBM (Blackberry Massanger), media sosial resmi Pemprov DKI Jakarta, dan website resmi Pemprov DKI Jakarta.9

Dengan program Jakarta Smart City yang sudah mulai berkembang, baik dikalangan pemerintahan dan masyarakat, serta didukung dengan hadirnya aplikasi-aplikasi pendukung maka Insgub Nomor 223 Tahun 2015, diperuntukan untuk pejabat pemerintahan. Namun tidak semua menggunakan aplikasi-aplikasi pendukung tersebut, melainkan hanya petugas-petugas yang ada di lapangan, seperti Pak Lurah, Pak Camat dan anggota PPSU, seperti penuturan Setiaji yang mengatakan:

“Insgub Nomor 223 tahun 2015 untuk menaungi aplikasi-aplikasi seperti Qlue dan lain-lain untuk dimanfaatkan, dan hanya untuk internal pemerintah. Tidak semua aparat telah mengunduh aplikasi-aplikasi yang diperuntukkan untuk aparat, tetapi aplikasi untuk respon yang di lapangan itu wajib untuk diunduh, seperti Pak Lurah, Pak Camat dan PPSU.”10

Dengan begitu konsep Jakarta Smart City yang diusung oleh Pemprov DKI

Jakarta bukan hanya untuk mencerdaskan para aparatur pemerintahnya tetapi juga masyarakatnya. Dengan masyarakat ikut berkontribusi dalam membangun kota

Jakarta menjadi lebih maju dan modern.

A.3. Penerapan Teknologi yang dimanfaatkan Jakarta Smart City

Adapun penerapan Jakarta Smart City ini memanfaatkan berbagai macam teknologi, antara lain teknologi big data, Internet of Things (IoT) dan sistem laporan warga. Teknologi big data adalah suatu teknologi untuk mengelola berbagai jenis data dalam jumlah besar. Data-data tersebut nantinya akan dianalisis untuk kemudian digunakan dalam pengambilan kebijakan di DKI

9 Wawancara dengan Hidayatullah, Camat Tanah Abang, Jakarta, 27 Mei 2017. 10 Wawancara dengan Setiaji.

62

Jakarta. Menurut Dian Ekowati, selaku Kepala Dinas Kominfomas DKI Jakarta,

Teknologi big data menjadi salah satu prioritas pada program pengembangan e- government di Pemprov DKI Jakarta yang dikelola oleh Jakarta Smart City.11

Manfaat dari teknologi big data yang telah dilakukan oleh Jakarta Smart City adalah untuk menganalisis laporan warga melalui tujuh kanal pengaduan resmi

Pemprov DKI Jakarta, analisis data transportasi Transjakarta, analisis arus lalu lintas dari aplikasi Waze, analisis aset kendaraan Pemprov DKI Jakarta, analisis pola penggunaan Kartu Jakarta Pintar (KJP).

Sedangkan Internet of Things (IoT) adalah sebuah teknologi dengan memanfaatkan koneksi internet untuk menghubungkan antar perangkat untuk memonitor dan mengontrol sesuatu. Interaksi tersebut memanfaatkan konektivitas internet yang tersambung secara terus menerus. Pemprov DKI Jakarta telah memanfaatkan teknologi IoT dan telah terintegrasi dengan Jakarta Smart Ciy, serta telah digunakan untuk memonitor bus Transjakarta, CCTV online, memonitor truk sampah dan alat berat, memonitor ambulans, memantau ketinggian air dan mengontrol lampu penerangan jalan umum. Sedangkan sistem laporan warga merupakan sebuah layanan untuk menerima laporan warga melalui berbagai media. Tim Jakarta Smart City akan mengelompokan laporan-laporan tersebut dan memverifikasi detail informasinya, kemudian laporan tersebut tersebut diintegrasikan ke dalam Citizen Relation Management (CRM) untuk ditindaklanjuti oleh dinas terkait. Saat ini Pemprov DKI Jakarta menyediakan tujuh kanal pengaduan bagi warga DKI Jakarta yang ingin melaporkan

11 Jakarta Smart City, “Penerapan Fenomena Big Data pada Smart City – Jurnal JSC” dalam https://youtube.com/, 07 Agustus 2017.

63 permasalahan di sekitarnya. Warga dapat melapor melalui resmi Pemprov

DKI Jakarta (@DKIJakarta), melalui Facebook (Pemprov DKI Jakarta), melalui sms ke nomor 0811272206, melalui Email ([email protected]), melalui LAPOR

1708, melalui website Balai Warga Jakarta.go.id dan Qlue. Seperti yang disampaikan oleh Setiaji sebagai berikut: “Aplikasi CRM merupakan aplikasi yang dibuat oleh Jakarta Smart City. Yang berfungsi untuk mengintegrasikan segala macam laporan yang masuk melalui tujuh kanal pengaduan.”12

Dari ke-enam unsur program Jakarta Smart City yang diterapkan, nantinya akan menjadi tolak ukur dalam pembuatan kebijakan di DKI Jakarta dalam beberapa tahun ke depan. Ini untuk menjadikan DKI Jakarta menjadi kota yang pintar serta aman dan nyaman untuk ditinggali oleh warga DKI Jakarta. Dalam pelaksanaannya untuk mesinergikan keenam prinsip tersebut dibutuhkan proses yang panjang. Menurut Setiaji, untuk menuju smart city pilar pertama yang harus dirubah adalah smart government. Ini bertujuan untuk meraih kepercayaan dari masyarakat, untuk meraih partisipasi dari masyarakat. Setelah itu baru masuk ke pilar-pilar yang lain. Namun inti dari semuanya adalah harus berkesinambungan antara pilar yang satu dengan pilar lainnya, sebagaimana penuturannya:

“Enam pilar kita biasa sebut. Yang kita sasar dari awal itu smart government, untuk lebih responsive, transparansi. Sasar lebih dulu smart government. Di kota-kota lain juga seperti itu. Kita harus merubah government nya dulu. Jadi lebih responsif, transparansi, dsb. Kalo pemerintahnya belum berubah gimana cara kita mengajak masyarakat untuk berubah dong. Kalo transparan, pemerintahnya dipercaya, masyarakat sudah pasti berpartisipasi. Ya gitu jadi relasinya sama kuat untuk government nya berubah dulu. Baru setelah itu kita menyasar ke program-program lain, misalnya transportasi, dan pasti ada hubungannya sih. Kita gak bisa memaksakan untuk menjalankan smart environtment dulu, gak bisa karena untuk menjadi smart environtment harus dibenahi dulu transportasinya, kalau transportasinya udah hemat energi, masyarakatnya udah mau pindah dari mobil

12 Wawancara dengan Setiaji.

64

pribadi ke transportasi umum. Kemudian aman dan nyaman semuanya harus jalan, paralel.”13

Dalam penerapannya selama kurang lebih dua tahun ini, Jakarta Smart City tidak hanya membantu warga DKI Jakarta dalam memantau keadaan kondisi DKI

Jakarta, tetapi juga telah membantu gubernur dalam melakukan penilaian terhadap aparat-aparat di kalangan Pemprov DKI Jakarta, dan memantau kondisi DKI

Jakarta sehingga tidak ada lagi aparat Pemprov yang tidak bekerja. Serta memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan kritik dan saran untuk

Pemprov DKI Jakarta dalam upaya untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat. Adapun beberapa aplikasi dan portal yang berhasil diciptakan oleh

Jakarta Smart City, sebagai berikut.14 Portal Jakarta.go.id, merupakan website resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berisi segala macam informasi mengenai Ibu Kota DKI Jakarta. Portal ini juga terintegrasi dengan portal resmi lainnya yang menyediakan informasi-informasi terkait dengan DKI Jakarta.

Citizen Relation Management (CRM), merupakan sebuah aplikasi yang diperuntukkan untuk menindaklanjuti seluruh laporan masyarakat yang berasal dari tujuh kanal pengaduan yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Web

Kinerja, merupakan sebuah aplikasi hasil dari kerja sama dengan Biro Tata

Pemerintahan untuk mengukur dan mendokumentasikan kinerja aparatur wilayah seperti Lurah dan Camat. Aplikasi Input Data, merupakan sebuah aplikasi mobile pendukung situs kinerja untuk petugas kelurahan dalam mendata pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawab wilayahnya.

13 Wawancara dengan Setiaji. 14 Gambar dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017.

65

Pantau Banjir, merupakan sebuah aplikasi yang berfungsi untuk memantau informasi tentang ketinggian air di wilayah DKI Jakarta dan memantau pengoperasian pompa air Jakarta yang berdasarkan pada data yang diinput oleh petugas dinas tata air setiap jamnya. Executive Dashboard, merupakan sebuah aplikasi mobile untuk mempermudah gubernur memantau kondisi DKI Jakarta dan kinerja dari SKPD. Seperti memantau kinerja SKPD, kinerja Lurah, CCTV, tinggi permukaan air, kemacetan, pembagian KJP dan KJS. Sehingga memudahkan gubernur dalam memberikan penilaian terhadap kinerja aparatur di bawahnya dan juga memudahkan gubernur dalam memantau kondisi Ibu Kota

DKI Jakarta.

Mekanisme Pendataan Mandiri (MPM), merupakan aplikasi hasil dari insiatif dari Bappeda untuk mendata dan memverifikasi data masyarakat yang menjadi sasaran penerima manfaat dari pemerintah. JKTNXT, merupakan aplikasi virtual personal assistant yang dirancang sebagai sumber informasi untuk warga DKI Jakarta. Portal Jakarta Smart City, merupakan website resmi yang memberikan informasi mengenai profil Jakarta Smart City, kegiatan yang dilakukan Jakarta Smart City, dan transparansi data pemerintah DKI Jakarta yang berbasis data.

B. Penerapan Prinsip Good Governance dalam Kebijakan Jakarta Smart

City Melalui Aplikasi Qlue tahun 2016

Rencana untuk mewujudkan DKI Jakarta menjadi smart city sudah ada saat

Joko Widodo kampanye tahun 2012, di mana terdapat kata-kata smart city di

66 dalam dokumen perencanaan Kota DKI Jakarta. Namun baru lebih di detailkan pada 2014 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan resmi diluncurkan pada pertengahan tahun 2014 oleh Gubernur Basuki Tjahaja

Purnama. Ini dijelaskan oleh Setiaji yang mengatakan:

“Pada saat pak Jokowi kampanye, saat menyusun RPJB itu ada kata-kata “smart city” di dalam dokumen perencanaan kota Jakarta, pada tahun 2012. Hanya di situ masih belum detail mengenai konsep smart city itu akan seperti apa, baru lebih detail di tahun 2014, Bappeda menyusun semacam roadmap terkait smart city. Ada tiga tahun tahapan terkait smart city, 2015 nya ngapain, di 2016 ngapain, di 2017 nya ngapain, termasuk definisi smart city itu disusun dinsitu. Sebenarnya pencetusnya dari beliau berdua (Jokowi-Ahok). Lebih di detailkan lagi dan diimplementasikan pada saat pak Ahok menjadi gubernur dan di launching pada 2014 pertengahan.”15

Pada dasarnya setiap negara memiliki cita-cita untuk membuat suatu kebijakan publik yang ideal, yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

Dengan kebijakan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip good governance, berarti tercipta tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam buku Pancasila, HAM, dan

Masyarakat Madani karya Ahmad Ubaedillah dan Abdul Razak, menurut

Lembaga Administrasi Negara (LAN) ada sembilan aspek fundamental dalam good governance, yaitu partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi kesepakatan, kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, visi strategis. Kesembilan prinsip ini yang harus terpenuhi dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta.

15 Wawancara dengan Setiaji.

67

Tabel IV.1. Summary Data per Kategori Melalui Aplikasi Qlue pada 2016

Total Laporan No. Keterangan Masih Sedang Selesai Keseluruhan Menunggu diproses dikerjakan 1 Kemacetan 33.491 1.906 13.634 18.369 2 Sampah 85.628 1.989 7.612 75.758 3 Pelanggaran 68.995 3.782 23.998 44.993 4 Kebakaran 9.237 516 1.907 2.692 5 Jalan Rusak 26.026 1.508 14.695 12.099 6 Pengemis 5.873 329 1.540 2.163 7 Kaki Lima Liar 23.686 2.060 14.336 8.896 8 Kriminal 6.941 550 2.653 2.148 9 Lampu Jalan Rusak 22.745 1.413 11.875 11.630 10 Pohon Tumbang 16.566 891 5.321 8.449 11 Fasilitas Umum 43.179 2.745 17.049 25.781 12 Parkir Liar 63.148 3.980 30.382 28.338 13 Pajak Abnormal 4.953 421 1.156 900 14 Pelanggaran Izin Bangunan 6.558 699 4.959 1.327 15 Joki 3 in 1 1.032 113 393 116 16 Pelanggaran Merokok 480 100 338 47 17 Makanan Non Hygienis 11.104 124 1.085 9.871 18 Iklan Tak Berizin 16.497 444 1.962 15.522 19 Teroris 101.097 97 947 2.165 20 Bencana Banjir 6.621 521 2.559 5.217 21 Pajak Kos-Kosan 173 21 90 71 22 Narkoba 133 11 67 60 23 Fogging BDB 2.246 135 588 1.671 24 Pencegahan Banjir 4.850 271 1.427 3.759 25 RPTRA 1.086 117 424 545 Total 512.978 24.743 160.997 282.587

Sumber: Data dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017.

Seperti yang terlihat pada tabel tersebut, semenjak terciptanya program

Jakarta Smart City yang didukung oleh aplikasi Qlue, Pemprov DKI Jakarta, khususnya dinas-dinas, menjadi lebih mudah dalam menindaklanjuti setiap laporan permasalahan yang ditujukan kepada dinas-dinas tersebut. Hal ini dikarenakan aplikasi Qlue yang dikelola oleh UPT Jakarta Smart City dapat memetakan secara langsung jenis-jenis permasalahan yang dilaporkan yang kemudian juga langsung terhubung dengan dinas terkait agar segera

68 ditindaklanjuti. Pemetaan permasalahan ini terjabarkan berdasarkan jenis atau kategori yang disesuaikan dengan dinas-dinas yang ada di DKI Jakarta.

Dari tabel yang tertera tersebut, juga dapat terlihat bahwa Jakarta Smart City dan aplikasi Qlue ini memenuhi beberapa prinsip good governance. Salah satu prinsip yang ada yaitu, partisipasi yang dapat terlihat dari laporan-laporan sebanyak itu yang tidak terlepas dari masyarakat yang melaporkan. Kemudian prinsip efektivitas dan efisiensi juga terasa, karena laporan yang masuk langsung ditujukan kepada dinas terkait dan segera ditindaklanjut. Serta masyarakat yang melapor juga tidak perlu datang ke kantor dan menunggu lama, cukup dengan mengambil gambar permasalahan, pilih jenis laporan, berikan keterangan, dan dipost melalui aplikasi Qlue.

Lebih terperinci, pada penerapan program Jakarta Smart City dan aplikasi

Qlue memenuhi empat aspek prinsip good governance yang dikemukakan oleh

Lembaga Administrasi Negara (LAN). Keempat prinsip good governance yang terpenuhi dalam pelaksanaan Jakarta Smart City dan aplikasi Qlue tahun 2016 dijelaskan sebagai berikut:

B.1. Partisipasi

Prinsip partisipasi ditunjukan masyarakat melalui keaktifannya dalam menggunakan aplikasi Qlue. Jumlah pengunduh aplikasi Qlue sebanyak 100.000 orang berdasarkan unduhan di Google Play Store. Juga mendapatkan penilaian dari masyarakat dengan rating 4.2 (Qlue).16 Dari jumlah pengguna aplikasi Qlue tersebut, menandakan antusiasme masyarakat terhadap program yang dikeluarkan

16 Berdasarkan pemberitahuan di Google Play Store pada aplikasi Qlue dan aplikasi Jakarta Smart City, terhitung pada 30 Oktober 2017.

69 oleh Pemprov DKI Jakarta cukup baik. Seperti yang dikemukakan oleh pihak

Qlue bahwa “animo masyarakat cukup bagus, di mana aplikasi Qlue mendapatkan rating 4.2 di Google Play Store.”17 Berikut ini disampaikan data mengenai jumlah pengguna aplikasi Qlue setiap bulan di tahun 2016:

Tabel IV.2. Pengguna Aplikasi Qlue Tahun 2016

Pengguna No Bulan Aplikasi Qlue 1 Januari 26.653 2 Februari 30.489 3 Maret 40.001 4 April 45.837 5 Mei 42.263 6 Juni 49.693 7 Juli 46.786 8 Agustus 44.337 9 September 36.612 10 Oktober 43.304 11 November 34.094 12 Desember 26.819 Total 466.888

Sumber: Data dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017.

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa partisipasi masyarakat untuk melapor permasalahan yang ada di DKI Jakarta melalui aplikasi Qlue cukup bagus. Di mana pengguna aplikasi Qlue sebanyak 466.888 sepanjang tahun 2016.

Dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan aplikasi Qlue berarti semakin banyak masalah yang dapat langsung ditindaklanjuti oleh petugas-petugas terkait permasalahan yang di laporkan. Qlue yang menjadi media sosial khusus warga untuk melaporkan sebuah permasalahan juga mendapat sambutan hangat dari masyarakat itu sendiri. Seperti yang terlihat dari jumlah pengguna aplikasi Qlue

17 Wawancara dengan pihak Qlue melalui E-mail pada 12 September 2017.

70 yang mencapai 100.000 pengunduh, yang menandakan bahwa permasalahan di

Ibukota DKI Jakarta memang banyak dan masyarakat memiliki tempat untuk melaporkan masalah itu secara langsung agar segera ditindaklanjuti dan masyarakat juga dapat mengawasi setiap masalah yang dilaporkan. Bagi masyarakat umum yang ingin melihat masalah-masalah yang dilaporkan melalui aplikasi Qlue dapat mengakses portal Jakarta Smart City di laman smartcity.jakarta.go.id untuk sama-sama mengawasi kinerja dari aparat-aparat

Pemprov DKI Jakarta. Seperti yang tertera pada gambar dibawah ini dimana masyarakat melaporkan masalah sampah yang ada di Jakarta melalui aplikasi

Qlue.

Gambar IV.2. Laporan Melalui Aplikasi Qlue

Sumber: Gambar dari Aplikasi Qlue, diperoleh pada 11 November 2017.

71

Partisipasi masyarakat dalam aplikasi Qlue terlihat melalui akun gugun_dut melaporkan masalah sampah yang berada di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) busway Slipi Petamburan dengan memberikan keterangan “tolong dibersihkan sampah di JPO Slipi Petamburan. Nyaris setiap pagi selalu ada sampah disana

#sampahkering.” Dari laporan tersebut akun gugun_dut telah ikut berpartisipasi dalam membantu Pemprov DKI Jakarta untuk menanggulangi masalah sampah di

DKI Jakarta, serta membantu Dinas Kebersihan Kota Jakarta dalam memantau kebersihan di kota Jakarta.

Tidak hanya itu, partisipasi melalui Jakarta Smart City dapat dilihat dari aktifnya masyarakat memperoleh informasi mengenai DKI Jakarta yang dapat diakses dengan mudah melalui Portal Jakarta Smart City lewat laman smartcity.jakarta.go.id sesuai kebutuhan masyarakat. Tidak hanya itu, dari data- data yang dibuka tersebut, UPT JSC sering mengadakan sebuah acara dengan melibatkan masyarakat dan anak-anak muda untuk memikirkan dan mencari solusi bagi permasalahan DKI Jakarta. Dengan mengundang para anak-anak muda, mahasiswa, komunitas, dan masyarakat untuk sama-sama memikirkan masalah DKI Jakarta dan mencari solusinya melalui data-data yang dimiliki dan diberikan ke masyarakat untuk mendapatkan ide-ide kreatif dari masyarakat.

Seperti yang disampaikan Setiaji yang mengatakan:

“Dengan mengadakan sebuah acara (sayembara) yang dapat diikuti masyarakat, dimana kita membuka data pemerintah. Atau dengan berkolaborasi dengan mengajak masyarakat dan juga komunitas. Kita mengajak semua masyarakat dan juga mahasiswa untuk sama-sama mikirin, atau istilahnya partisipasi warga lah, untuk menyumbangkan ide kreatifnya. Kita juga buka co-working space, di mana itu menjadi tempat kumpulnya anak-anak muda dan pemerintah memberikan

72

sebuah problem untuk menyaring ide-ide kreatif dari masyarakat/mahasiswa/komunitas tadi.”18

B.2. Transparansi

Transparansi dalam aplikasi Qlue dapat dilihat melalui gambar yang diposting oleh masyarakat, dan tindaklanjutnya juga dibuktikan dengan gambar pula yang dipost oleh petugas penindaklanjut. Seperti yang terlihat dalam gambar di bawah ini:

Gambar IV.4. Laporan yang Selesai ditindaklanjut

Sumber: Gambar dari Aplikasi Qlue, diperoleh pada 30 September 2017.

Pada gambar di atas, menjelaskan suatu persamalahan yang dilaporkan oleh masyarakat berupa halte yang tidak terpakai karena rusak. Dari laporan tersebut, petugas menindaklanjuti laporan dalam waktu 34 hari terhitung dari tanggal

18 Wawancara dengan Setiaji.

73 laporan dipost. Dalam gambar di atas juga terlihat ada keterangan selesai berwarna hijau, yang berarti laporan tersebut sudah selesai ditindaklanjuti, dengan ditambahkan bukti berupa foto yang tertera pada gambar kiri. Selain itu, pelapor juga dapat memberikan penilaian terhadap hasil tindaklanjut yang dilakukan oleh petugas. Bentuk partisipasi pada gambar di atas dilihat dari masalah-masalah yang dilaporkan oleh masyarakat dan bentuk tindak lanjut dari petugas yang juga harus dalam bentuk gambar atau foto, dan juga masyarakat bisa memberikan penilaian terkait dengan tindaklanjut yang dilakukan oleh petugas.

Adapun gambar laporan yang belum diproses, sebagai berikut:

Gambar IV.5. Laporan yang sedang dalam Proses

Sumber: Gambar dari Aplikasi Qlue, diperoleh pada 30 September 2017.

Pada gambar di atas, menjelaskan sebuah permasalahan yang sedang dalam proses tindaklanjut, ditandai dengan keterangan proses yang berwarna kuning.

74

Selain itu, untuk memastikan laporan ditindaklanjut ada petugas yang memberitahukan lewat pemberitahuan akun pribadi pelapor bahwa laporan akan segera ditindaklanjuti. Seperti yang tertera pada gambar di sebelah kanan yang menunjukan petugas atas nama Siskaleonitas yang memberi pesan “akan segera di TL”. Dari penjelasan tersebut, transparansi yang dihadirkan melalui aplikasi

Qlue ditujukan kepada masyarakat dengan masyarakat itu sendiri dapat memantau laporan yang mereka laporkan, apakah sudah ditindak lanjut atau masih dalam kedadaan proses.

Sedangkan untuk laporan yang belum ditindaklanjuti, pihak Qlue juga memberikan informasi seperti gambar di bawah ini:

Gambar IV.6. Laporan yang Belum ditindaklanjut

Sumber: Gambar dari Aplikasi Qlue, diperoleh pada 30 September 2017.

75

Pada gambar di atas, menjelaskan bahwa sebuah laporan masih menunggu untuk mendapat tindaklanjut. Ini ditandai dengan keterangan menunggu berwarna merah yang ada pada gambar yang berarti laporan belum ditindaklanjut. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk transparansi yang dibutuhkan masyarakat untuk mengetahui perbedaan dari tindaklanjut yang telah dilakukan oleh pihak terkait.

Jadi pada intinya, transparansi dibangun oleh Jakarta Smart City tidak hanya berupa keterbukaan informasi seputar DKI Jakarta melainkan juga laporan seputar permasalahan yang dilaporkan melalui aplikasi Qlue. Semua orang dapat melihat bagaimana kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam menindaklanjuti setiap permasalahan yang dilaporkan melalui aplikasi Qlue. segala proses pengerjaan, dari yang belum terselesaikan, yang sedang proses, hingga yang sudah terselesaikan dapat diawasi oleh semua kalangan demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

B.3. Responsif

Dengan permasalahan-permasalahan yang ada, maka dibutuhkan solusi yang smart untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Dengan kemajuan teknologi saat ini, kita bisa memanfaatkan teknologi agar dapat merespon permasalahan dengan lebih cepat, sebagaimana yang disampaikannya:

“... Dengan seperti itu muncul berbagai permasalahan mulai dari macet, sampah, banjir. Sehingga membutuhkan solusi yang lebih smart, ditambah dengan adanya teknologi sehingga kita manfaatkan teknologi tadi supaya kita lebih cepat merespon permasalahan tadi. Dibanding dengan kita tidak memakai teknologi, bisa jadi kita tidak tahu kalau disana ada permasalahan yang urgent untuk ditindaklanjuti. Itulah gunanya teknologi tadi supaya kita lebih smart untuk menyelesaikan berbagai macam problem tadi.”19

19 Ibid.,

76

Jakarta Smart City hadirnya aplikasi Qlue merupakan cara pemerintah dalam membagikan informasi yang diinginkan oleh masyarakat, yang juga dapat dilihat dan dipantau oleh masyarakat luas, serta sebagai cara pemerintah untuk memanfaatkan teknologi dalam mengelola pemerintahan dan memperbaiki layanan kepada masyarakat. Untuk mengefektifkan dan mengefisienkan kerja

Pemprov DKI Jakarta, “... tujuannya yaitu untuk mempercepat waktu respon dari aparat DKI Jakarta. Tujuan dari smart city, selain mempercepat pelayanan juga untuk mengefektifkan dan mengefisienkan kerja aparat juga.”20

Dengan adanya aplikasi Qlue, dinas-dinas Pemprov DKI Jakarta mendapat banyak laporan dari masyarakat. Dapat dilihat dari tabel di bawah ini, di mana dinas-dinas tersebut mendapatkan jumlah laporan mencapai 98.677 laporan permasalahan yang masuk ke dinas-dinas di DKI Jakarta di tahun 2016. Laporan melalui aplikasi Qlue dalam kuartil tahun 2016 dijabarkan sebagai berikut:

Tabel IV.3. Laporan Dinas per Kuartil 2016 Melalui Aplikasi Qlue

Laporan per Kuartil 2016 No Nama Dinas Total Maret Juni September Desember 1 Dinas Perhubungan 19.537 11.255 14.336 9.371 54.499 2 Dinas Kebersihan 8.155 4.024 5.010 3.607 20.796 3 Satpol PP 3.304 1.014 1.271 3.418 9.007 4 Dinas Sosial 1.289 926 475 466 3.156 Dinas perindustrian & 1.527 352 235 92 2.206 5 energi 6 Bina Marga 467 260 284 605 1.616 7 Staff Transjakarta 2.961 3.982 2.412 1.963 11.318 8 Dinas Kominfo 39 0 0 0 39 9 BPBD 2 0 0 0 2 10 Polisi 4 0 0 3 7 11 Tata Air 185 3 18 4 210 12 Dinas Pertamanan 243 0 13 32 288

20 Ibid.,

77

13 BPLHD 0 42 0 0 42 Total 37.713 21.858 19.545 19.561 98.677

Sumber: Data dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017.

Dari tabel di atas tersebut bisa dilihat dinas yang paling banyak mendapatkan laporan permasalahan adalah dinas Perhubungan, yang berarti masalah kemacetan di DKI Jakarta masih sangat tinggi dengan jumlah laporan mencapai 54.499 laporan. Dari tabel tersebut juga bisa dilihat bahwa tingkat pelaporan tertinggi terjadi pada kuartil pertama di tahun 2016, yaitu sebanyak

37.713 laporan. Salah satu bentuk respon yang dilakukan oleh dinas di DKI

Jakarta adalah yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Seperti yang tertera pada gambar di bawah ini:

Gambar IV.7. Petugas Menindaklanjuti sebuah Laporan yang Masuk di Aplikasi Qlue

Sumber: Gambar dari aplikasi Qlue, diperoleh pada 11 November 2017.

78

Terlihat petugas dari Dinas Perhubungan dan petugas Satpol PP sedang menindaklanjut laporan terkait dengan parkir liar yang berada di Palmerah. Selain itu juga terlihat petugas dari Dinas Perhubungan yang sedang menindaklanjut laporan terkait dengan angkot-angkot yang sedang mengetem dan pengendara sepeda motor yang melawan arus hingga menyebabkan kemacetan di sekitar stasiun Pasar Minggu. Namun berdasarkan pantauan penulis, respon dari dinas- dinas terkadang masih terlalu lama, di mana Dinas Perhubungan dalam menindaklanjuti masalah parkir liar dan angkot-angkot yang berhenti sembarangan membutuhkan waktu berhari-hari.

Untuk mempercepat waktu respon dari aparat, Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Qlue. Ini sesuai dengan pernyataan Setiaji yang mengatakan bahwa:

“Dengan adanya Qlue, respon time menjadi lebih cepat, dan yang tercepat itu hanya 7 menit per laporan. Sebelum adanya Qlue, Pemprov DKI Jakarta belum dapat mengukur secara pasti, dan tidak dapat merespon laporan lebih cepat, kemudian juga masyarakat sama-sama dapat mengawasi kinerja Pemprov DKI Jakarta. Semenjak hadirnya Qlue kinerja Pemprov DKI Jakarta menjadi lebih responsif.”21

Pernyataan Setiaji diatas didukung dengan rata-rata waktu penyelesaian laporan sepanjang tahun 2016 yang ada di kisaran 27,8 jam/laporan, seperti yang terlihat dalam grafik dibawah dimana tingkat responsif dari aparatur pemerintah

Provinsi DKI Jakarta. Dengan rata-rata waktu tercepat dalam penyelesaian di bulan November yang mencapai 8 jam/laporan. Ini menjadi kemajuan tersendiri bagi Pemprov DKI Jakarta, karena sebelum adanya aplikasi Qlue rata-rata waktu penyelesaian laporan mencapai 171 jam/laporan.

21 Wawancara dengan Setiaji.

79

Gambar IV.8. Grafik Rerata Waktu Penyelesaian per Laporan 2016

Sumber: Data dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017.

B.4. Efektivitas dan Efisiensi

Semenjak program Jakarta Smart City dikeluarkan oleh gubernur, diharapkan kinerja Pemprov DKI Jakarta menjadi lebih baik. Pemprov DKI

Jakarta menginginkan keterlibatan masyarakat dalam merumuskan dan mengetahui masalah yang ada di DKI Jakarta. Dengan maksud tersebut, secara khusus Pemprov DKI Jakarta menjalin kerjasama dengan Qlue. Dengan adanya

Qlue, Pemprov DKI Jakarta dapat mengetahui problem yang ada di masyarakat secara langsung, dan dengan masyarakat melaporkan permasalahan melalui Qlue, membuat Pemprov DKI Jakarta mengetahui lokasi mana saja yang terdapat masalah sesuai dengan apa yang ada di sekitar mereka. Seperti yang dikemukakan

Setiaji sebagai berikut:

“Dengan hadirnya Qlue ini ya kita bisa mengetahui problem di masyarakat secara langsung, dan ini merupakan cara termurah dibandingkan dengan menggunakan CCTV untuk memantau sampah. Dan kali ini kita menggunakan masyarakat sebagai sensor. Ini sih ide awalnya dari Pak Jokowi yang sering melakukan blusukan, Qlue ini sebenarnya bagian dari e-blusukan, jadi masyarakatlah yang

80

mereport ke kita. Jadi kita tahu di lokasi mana yang ada sampah dan masalah sebagainya.”22

Dengan kerjasama yang terjalin antara Pemprov DKI Jakarta dengan perusahaan aplikasi Qlue, membuat Qlue menjadi media terpopuler bagi masyarakat DKI Jakarta. Sesuai dengan pernyataan Setiaji bahwa “pada tahun

2015 dan 2016, Qlue menjadi salah satu andalan Jakarta Smart City.”23 Dengan populernya Qlue dikalangan masyarakat DKI Jakarta membuat laporan permasalahan yang masuk ke Pemprov DKI Jakarta bertambah banyak. Seperti terlihat pada tabel di bawah ini yang merupakan jenis/kategori laporan yang sering di laporkan oleh masyarakat melalui aplikasi Qlue, berikut dengan alur proses tindak lanjutnya:

Tabel IV.4. Summary Data per Kategori Melalui Aplikasi Qlue pada 2016

Total Laporan No. Keterangan Masih Sedang Selesai Keseluruhan Menunggu diproses dikerjakan 1 Kemacetan 33.491 1.906 13.634 18.369 2 Sampah 85.628 1.989 7.612 75.758 3 Pelanggaran 68.995 3.782 23.998 44.993 4 Kebakaran 9.237 516 1.907 2.692 5 Jalan Rusak 26.026 1.508 14.695 12.099 6 Pengemis 5.873 329 1.540 2.163 7 Kaki Lima Liar 23.686 2.060 14.336 8.896 8 Kriminal 6.941 550 2.653 2.148 9 Lampu Jalan Rusak 22.745 1.413 11.875 11.630 10 Pohon Tumbang 16.566 891 5.321 8.449 11 Fasilitas Umum 43.179 2.745 17.049 25.781 12 Parkir Liar 63.148 3.980 30.382 28.338 13 Pajak Abnormal 4.953 421 1.156 900 14 Pelanggaran Izin Bangunan 6.558 699 4.959 1.327 15 Joki 3 in 1 1.032 113 393 116 16 Pelanggaran Merokok 480 100 338 47 17 Makanan Non Hygienis 11.104 124 1.085 9.871 18 Iklan Tak Berizin 16.497 444 1.962 15.522 19 Teroris 101.097 97 947 2.165 20 Bencana Banjir 6.621 521 2.559 5.217 21 Pajak Kos-Kosan 173 21 90 71

22 Wawancara dengan Setiaji. 23 Wawancara dengan Setiaji.

81

22 Narkoba 133 11 67 60 23 Fogging BDB 2.246 135 588 1.671 24 Pencegahan Banjir 4.850 271 1.427 3.759 25 RPTRA 1.086 117 424 545 Total 512.978 24.743 160.997 282.587

Sumber: Data dari UPT Jakarta Smart City, diperoleh pada 29 September 2017. Keterangan: Sama dengan Tabel IV.1.

Laporan yang masuk melalui aplikasi Qlue memudahkan Pemprov DKI

Jakarta untuk memetakan setiap permasalahan sesuai kategori masing-masing, yang nantinya akan terhubung dengan dinas-dinas terkait sesuai dengan bidangnya masing-masing. Ini menjadi efektif karena laporan dapat segera ditindaklanjuti oleh petugas terkait. Selain itu manfaat efisiensi juga dirasakan dengan penghematan. Penghematan ini berupa hemat waktu, tenaga dan kertas, di mana dalam melaporkan sebuah permasalahan melalui Qlue, masyarakat tidak perlu datang ke kelurahan atau tempat pengaduan lainnya. Cukup melalui smartphone masyarakat dengan mudah melaporkan suatu masalah. Masalah cukup difoto, pilih kategori permasalahan, diberi keterangan masalahnya, kemudian dipost melalui aplikasi Qlue. Efisiensi bagi dinas-dinas di DKI Jakarta dengan adanya aplikasi

Qlue adalah memudahkan dinas-dinas tersebut dalam merumuskan kebijakan untuk menindaklanjuti masalah yang di laporkan, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dalam merumuskan suatu kebijakan.

82

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwasanya penerapan good governance dalam kebijakan Jakarta Smart City melalui aplikasi

Qlue tahun 2016 telah berjalan dengan baik dan memenuhi prinsip-prinsip good governance. Dikarenakan partisipasi masyarakat dalam memberikan laporan permasalahan melalui aplikasi Qlue terhitung tinggi dengan jumlah laporan permasalahan yang mencapai 512.978 laporan dari 466.888 pengguna aplikasi

Qlue sepanjang tahun 2016.

Dari sisi transparansi dalam portal Jakarta Smart City tetap terjaga dengan mudahnya masyarakat dalam mengakses informasi seputar DKI Jakarta yang dibutuhkan. Transparansi dalam aplikasi Qlue terlihat di mana masyarakat baik yang melapor ataupun tidak, dapat memantau masalah yang dilaporkan apakah sudah ditindaklanjut atau belum. Juga masyarakat dapat memantau hasil dari tindaklanjut yang dilakukan dinas-dinas terkait. Pemantauan laporan permasalahan tersebut dapat dilihat melalui aplikasi Qlue sendiri maupun melalui

Portal Jakarta Smart City lewat web smartcity.jakarta.go.id.

Dengan hadirnya Jakarta Smart City dan aplikasi Qlue kinerja dari aparat- aparat Pemprov DKI Jakarta semakin responsif. Karena aparat di lapangan dapat langsung menindaklanjut laporan melalui laporan yang masuk melalui aplikasi

Qlue. Akibatnya, kecepatan waktu aparat dan dinas-dinas di Pemprov DKI Jakarta semakin meningkat di tahun 2016.

83

Dengan adanya aplikasi Qlue dan Jakarta Smart City Pemprov DKI Jakarta tidak lagi susah dalam mengumpulkan permasalahan-permasalahan yang ada di

DKI Jakarta. Sehingga Pemprov DKI Jakarta tidak lagi membutuhkan waktu lama untuk merumuskan masalah dalam membuat sebuah kebijakan terkait dengan masalah yang dilaporkan. Bagi dinas-dinas dapat langsung menindaklanjuti laporan permasalahan tersebut, serta masyarakat dapat dengan mudah melaporkan masalah yang ada melalui aplikasi Qlue yang bisa diunduh melalui smartphone.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah secara terbuka mengundang masyarakat dalam perumusan

kebijakan Jakarta Smart City dan memberikan pelatihan kepada

masyarakat agar kontribusi masyarakat semakin banyak, sehingga

partisipasi masyarkat terwujud.

2. Agar UPT Jakarta Smart City dan perusahaan pengembang aplikasi Qlue

memperbaiki sistem pengawasan yang sudah ada, sehingga masyarakat

dan pemerintah bisa sama-sama ikut mengawasi kinerja aparat.

3. Sebaiknya dibuat sebuah Standart Operational (SOP) bagi dinas-dinas

dalam menindak lanjut laporan yang masuk agar lebih responsif, efektif

dan efisien.

84

DAFTAR PUSTAKA

Buku Anggara, Sahya. Kebijakan Publik. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta, 2010. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 2006. Pratama, Arif Budy. Citra Pemerintah di Era Digital Tipologi dan Manjemen Reputasi. Yogyakarta: Gava Media, 2017. Santosa, Pandji. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Refika Aditama, 2008. Ubaedillah, Achmad dan Rozak, Abdul. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Widodo, Joko. Good Governance Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi. Surabaya: Insan Cendekia, 2007. Winarno, Budi. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo, 2007. Skripsi, Tesis dan Jurnal Azizah, Nur. “Kebijakan Pemerintah dan Good Governance”. Paper. Yogyakarta, JPP Fisipol UGM, 13 September 2011. Budiarti, Erna. “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Tangerang Selatan”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 2012. Indrananto, Cahyadi. “Pemimpin Daerah sebagai Agen: Dramaturgi dalam Komunikasi Politik Walikota Solo Joko Widodo”. Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012. Olivia, Sandra dan Ayuningtyas, Dumilah. “Analisis Politik dan Kebijakan Pembiayaan Rumah Sakit Pemerintah DKI Jakarta”. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 5 No. 3. Universitas Indonesia, Depok, Desember 2010. Suharto, Edi. Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik bagi Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus. Disampaikan pada Focused Group Discussion (FGD)

85

“Kajian Pelayanan Khusus pada Sektor Pelayanan Publik”. Bogor: Lembaga Administrasi Negara (LAN), 09-10 Oktober 2008. Susanti, Dinar Annisa. “Kebijakan Lelang Jabatan Pengangkatan Camat dan Lurah di DKI Jakarta Tahun 2013 dalam Rangka Good Governance”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013. Tamjidi, Muhammad Hafidz. “Analisis Gaya Kepemimpinan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam Menjalankan Reformasi Birokrasi Bidang Sumber Daya Manusia di DKI Jakarta”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2016. Yohana, Silvany. “Analisis Formulasi Kebijakan Peraturan Daerah (Perda) No. 10 Tahun 2011 tentang Pendirian Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Kota Depok”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 2012. Dokumen Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. “Jakarta dalam Angka 2016”, Katalog BPS: 1102001.31. Juli 2016. Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 223 Tahun 2015 tentang Penggunaan Aplikasi Jakarta Smart City di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 280 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Wawancara Agus, Lurah Menteng. Jakarta, 27 Mei 2017. Hidayatullah, Camat Tanah Abang. Jakarta, 27 Mei 2017. Pihak Qlue. Melalui E-mail, 12 September 2017. Setiaji, Ketua Unit Pelaksana Jakarta Smart City. Jakarta, 29 September 2017.

86

Aplikasi Portal Jakarta Smart City. Qlue. Internet Aziza, Kurnia Sari Aziza. “Wujudkan Kota Pintar, Ahok Bakal Bentuk UPT Jakarta Smart City”. http:// kompas.com/, 15 Desember 2014. Aziza, Kurnia Sari. “Seperti Apa Cara Kerja Jakarta Smart City?”. http://kompas.com/, 16 Desember 2014. Byu. “Jakarta Smart City, dari Info Lalin hingga Harga Sembako”. https://www.menpan.go.id/, 29 Maret 2017. Holili. “Smart City”. https://scribd.com/, 11 Oktober 2016. Infokomputer. “TerralogiQ: Andalkan Solusi Pemetaan, Fokus Garap Smart City”. https://www.infokomputer.com/. Jakarta Smart City. “Implementasi di Bidang Pemerintahan Saat Ini (Unit Jakarta Smart City)”. http://smartcity.jakarta.go.id/. Jakarta Smart City. “Penerapan Fenomena Big Data pada Smart City – Jurnal JSC”. https://youtube.com/, 07 Agustus 2017. Jakarta, Geografis. “Wilayah DKI Jakarta”. http://www.jakarta.go.id/, 01 Januari 2008. Kemendagri. “Sejarah DKI Jakarta”. http://www.kemendagri.go.id/. News, Official NET. “Talk Show Aplikasi Qlue Jakarta Smart City-IMS”. https://youtube.com/, 30 Juli 2015. Rinaldi, Randy. “Gubernur DKI Jakarta dari Masa ke Masa”. http://randyrinaldi.blogspot.co.id/, 22 Januari 2014. Smartsystem. “Apa itu Smart City?”. https://ugm.ac.id/, 30 Oktober 2016. Triwijanarko, Ramadhan. “Menilik Konsep Jakarta Smart City”. http://marketeers.com/, 27 Oktober 2016. TyoJB. “Impian Ahok “terhadap Jakarta Smart City” yang Menjadi Kenyataan”. https://youtube.com/, 11 Mei 2016. Viva.co.id. “Konsep Kota Masa Depan ala Jakarta Smart City”. https://youtube.com/, 21 April 2016.

87