KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DKI ATAS PENGHENTIAN PROYEK REKLAMASI PANTAI UTARA

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh : MOHAMMAD RIFQI AZIZ NIM: 11140450000084

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M

KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA ATAS PENGHENTIAN PROYEK REKLAMASI PANTAI UTARA

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

MOHAMMAD RIFQI AZIZ 11140450000084

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Dr. H. Rumadi, M. Ag. NIP: 19690304 199703 1 001 002

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

i

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner ABSTRAK

MOHAMMAD RIFQI AZIZ, NIM: 11140450000084, Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Atas Penghentian Proyek Reklamasi Pantai Utara, Program Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2019. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab dalam proyek Reklamasi Pantai Utara memutuskan untuk menghentikan pembangunan proyek Reklamasi dengan mencabut 13 izin pulau dari total 17 pulau yang rencananya akan dibangun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan hukum serta implementasi dan implikasi dari langkah Pemprov DKI dalam melanjutkan pembangunan 4 pulau reklamasi yang tidak dicabut izinnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan hukum normatif yang mengkaji hukum tertulis dari aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa dokumen resmi seperti Kepres, Pergub, Perda, maupun hasil wawancara dan data sekunder berupa studi pustaka dan, jurnal, dan berita online yang tulisannya dianggap peneliti berkenan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi atas kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam menghentikan proyek reklamasi Pantai Utara adalah dengan mencabut 13 izin pelaksanaan pulau reklamasi dari total 17 pulau reklamasi yang rencananya akan dibangun. Implikasi atas kebijakan tersebut, Pemprov DKI menerbitkan Peraturan Gubernur berupa pembentukan Badan Koordinasi dan Pengelolaan Pantura, kemudian mencabut Raperda RZWP3K dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara yang rencananya akan dibahas oleh DPRD. Atas kebijakan tersebut, 4 pengembang yang dicabut izinnya merasa tidak puas dan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.

Kata Kunci: Kebijakan Publik, Reklamasi, Pantura, Teluk Jakarta, Pembimbing: Dr. Rumadi, M. Ag Daftar Pustaka: Tahun 1994 sampai Tahun 2018

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan kasih dan sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada tingkat Universitas. Shalawat teriring salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman keilmuan seperti sekarang ini. Dan tak lupa kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang selalu mengamalkan sunnahnya hingga akhir zaman. Skripsi yang berjudul “KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA ATAS PENGHENTIAN PROYEK REKLAMASI PANTAI UTARA” merupakan karya tulis penutup di tingkatan Strata 1 dari semua pembelajaran yang sudah penulis dapatkan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta selama ini. Dalam penulisan skripsi ini, saya sebagai penulis sangat menyadari akan pentingnya keberadaan orang-orang di sekitar penulis baik itu yang memberi dukungan secara keilmuan, pemikiran maupun materi serta dukungan lain baik secara moril maupun spiritual sehingga skrispi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dukungan mereka sangatlah berarti karena segala halangan dan hambatan yang ada dapat teratasi dengan mudah dan terarah. Untuk itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang amat dalam kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seserta seluruh Civitas Akademik atas bantuannya selama mengikuti Pendidikan. 2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MA., M.H., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Isam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas segala motivasi yang telah diberikan kepada mahasiswa.

vi

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ibu Dr. Masyrofah, S.Ag., M.Si. Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Hukum Tata Negara yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan saran maupun masukan. 4. Bapak Dr. Khamami Zada, MA., dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 5. Bapak Dr. H. Rumadi, M.Ag., dosen Pembimbing Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu serta sumbangsih pemikiran dan arahan yang begitu berarti bagi penulis. 6. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag., dan Bapak Atep Abdurrofiq, M.Si., penguji skripsi penulis yang telah memberikan masukan dan catatan dalam proses penyempurnaan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang telah memberi banyak ilmu pengetahuan bagi penulis. 8. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN Jakarta yang selalu ramah dan menyediakan literatur yang sangat membantu untuk penulis. 9. Kedua Orang Tua dan Keluarga besar penulis yang sangat berjasa dan teristimewa bagi hidup saya, Ibunda tercinta Suwaibah Prabu dan Ayahanda M Sofwan, yang selalu menyayangi, mensuport, mendoakan, dan memenuhi segala keperluan penulis. Semoga Ibu dan Ayah serta keluarga selalu dalam perlindungan Allah SWT dan semoga segala pengorbanan yang kalian lakukan dibalas dengan hal yang indah suatu saat nanti. Saya bangga terlahir dikeluarga yang sempurna ini. 10. Bapak Rizka Okie Wibowo, Biro Hukum Setda. Mas Febri, Bappeda. Pak Rama, Bappeda. Bu Inke, Kabid P4 Bappeda Pemprov DKI Jakarta, serta Kak Ayu Eza Tiara, LBH Jakarta. Terimakasih atas arahan yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. 11. Keluarga Besar Hukum Tata Negara Angkatan 2014, yang telah menemani dan berproses bersama dalam menyelesaikan studi di Universitas tercinta ini. 12. Sahabat terbaik Khoiruridho Al-Qeis, Triyono, Riza Mahendra, dan Aris Nur Hidayat. Terimakasih atas dukungan kalian.

vi

13. Teman-teman Basecamp Lafourmi 17, Choky, Athfan, Ikwan, Dimas, Pian, Habib, Akbar, Bombom, Bang Tadlo, Ical, Harun, Dendy, dan seluruh sahabat grup Tamu VVIP. 14. Teman-teman KKN khususnya Alya, Sita, Fudoh, Bagus, Bayhaqi, Pauziah, dan Niko.

Karena proses tidak akan menghianati hasil, semuanya bergantung kepada kekuasaan Allah SWT yang Maha Segalanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan menjadi amalan baik yang akan dicatat oleh malaikat sebagai bekal kita di akhirat nanti.

Jakarta, 27 Desember 2019

M. RIFQI AZIZ

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PMBIMBING ...... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...... ii

LEMBAR PERNYATAAN SKRIPSI ...... iii

ABSTRAK ...... iv

KATA PENGANTAR ...... vi

DAFTAR ISI ...... ix

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 7 C. Pembatasan & Perumusan Masalah ...... 8 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 8 E. Review Kajian Terdahulu ...... 10 F. Metode Penelitian ...... 11 G. Sistematika Penulisan ...... 14

BAB II REKLAMASI PANTAI DI INDONESIA ...... 16 A. Reklamasi Pantai ...... 16 1. Pengertian Reklamasi Pantai ...... 16 2. Tujuan Reklamasi...... 17 3. Dampak Reklamasi ...... 18 a) Dampak Positif ...... 19 b) Dampak Negatif ...... 20 B. Reklamasi Pantai di Indonesia ...... 21 1. Reklamasi Kawasan Tanjung Carat ...... 22 2. Reklamasi Teluk Benoa, Bali ...... 22

ix

3. Reklamasi Teluk Jakarta ...... 23

BAB III REKLAMASI TELUK JAKARTA ...... 25 A. Gambaran Umum Daerah ...... 26 1. Daerah Khusus Ibukota Jakarta ...... 26 2. Kawasan Reklamasi Teluk Jakarta ...... 28 B. Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta ...... 30

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA ...... 48 A. Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta ...... 48 1. Dasar dan Implementasi ...... 48 B. Implikasi Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta ...... 61 1. Gugatan Pengembang...... 61 2. Gugatan Lembaga Swadaya Masyarakat ...... 64 C. Masa Depan Reklamasi Teluk Jakarta ...... 69

BAB V PENUTUP ...... 74 A. Kesimpulan ...... 74 B. Rekomendasi ...... 75

DAFTAR PUSTAKA...... 77

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Desakan atas besarnya kebutuhan lahan disertai derasnya arus urbanisasi untuk kegiatan pembangunan terutama di kawasan perkotaan pada saat ini mengalami peningkatan sangat pesat. DKI Jakarta merupakan kota yang sangat potensial bagi masyarakat urban untuk mengadu nasib. Sebagai pusat pemerintahan sekaligus perekonomian Indonesia, Jakarta juga merupakan Ibukota dengan pertumbuhan penduduk tinggi yang memiliki luas wilayah 661.5km² dan jumlah penduduk 10.189.959 jiwa. Jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2015 mencapai 10.18 juta jiwa. Kemudian meningkat menjadi 10.28 juta jiwa pada 2017. Artinya dalam 2 tahun terakhir jumlah penduduk di Ibukota bertambah 269 jiwa setiap hari atau 11 orang per jam.1

Hingga saat ini wilayah pesisir memiliki sumber daya dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meluasnya peradaban sosial ekonomi, dan meningkatnya kebutuhan akan lahan, maka solusi yang muncul adalah masalah penyediaan lahan bagi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat setempat.2 Agar mendapatkan lahan, maka kota-kota besar menengok daerah yang selama ini terlupakan, yaitu pantai (coastal zone) yang umumnya memiliki kualitas lingkungan hidup rendah. Penyediaan lahan di wilayah pesisir dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau habitat yang sudah ada, seperti perairan pantai, lahan basah, pantai berlumpur dan lain sebagainya yang dianggap kurang bernilai secara ekonomi dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan lain yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan lingkungan atau dikenal dengan reklamasi. Dalam teori perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah

1 Badan Pusat Statistik BPS 2017, Berapa Jumlah Penduduk Jakarta, diakses pada 12 April 2019, dalam https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-jumlah- penduduk-jakarta/

2 Ruchyat Deni Djakapermana, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan, (Jakarta, Kementrian PU, 2015). h. 1.

1

2

pemekaran kota. Ketika kepadatan dan laju pertumbuhan meningkat diiringi dengan keterbatasan lahan, negara atau kota besar biasanya melakukan reklamasi untuk memenuhi kebutuhan lahan yang meningkat pesat. Kondisi ini tidak lagi memungkinkan untuk melakukan pemekaran ke daratan, sehingga diperlukan daratan baru.

Pantura Jakarta adalah kawasan yang meliputi teluk Jakarta yang terletak di sebelah utara kota Jakarta, pada umumnya merupakan perairan dangkal yang memiliki kedalaman rata-rata 15 meter dengan luas sekitar 514 KM². Teluk ini merupakan muara 13 sungai yang melintasi kawasan metropolitan Jakarta dan daerah penyangga Bodetabek yang berpenduduk sekitar 20 juta jiwa. Proyek reklamasi dan revitalisasi yang dikembangkan oleh Pemda DKI terhadap kawasan itu bermaksud untuk membangun kawasan tersebut menjadi daerah kawasan aktifitas bisnis dan perekonomian maupun pemukiman elit. Dengan prakarsa itu juga Pemda DKI dan beberapa perusahaan mitra kerjanya ingin mengubah predikat Jakarta pada sebutan Water front City. Hal ini akan secara menyeluruh mengubah daerah tersebut dari keadaannya yang kumuh dan ditempati oleh masyarakat menengah kebawah kepada kawasan elit yang menurut Pemda sebagai solusi untuk menekan laju petumbuhan penduduk sekitar 2,7% per tahun dan untuk mengatasi kesulitan penyediaan ruang untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan dan kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini bukan hanya karena faktor dari alam, lebih dikarenakan oleh ulah dan perilaku manusia untuk meningkatkan status sosial ekonominya. Kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia berlangsung secara terus menerus dan semakin lama semakin besar pula dan membahayakan tatanan kehidupan masyarakat. Bebrapa kerusakan disebabkan upaya peningkatan status ekonomi, antara lain dikarenakan faktor kemiskinan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Pembangunan sebagai salah satu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumber daya alam.

3

Dalam aktivitas ini sering dilakukan perubahan-perubahan yang dilakukan tentunya akan memberi pengaruh pada lingkungan hidup.

Maka dari itu, pelaksanaan reklamasi wajib mempertimbangkan berapa hal agar menjaga keseimbangan ekosistem dan menjadi titik utama pembangunan berkelanjutan. Selain dampak positif pelaksanaan reklamasi, beberapa dampak negatif yang patut diperhitungkan secara hati-hati. Beberapa dampak positif kegiatan reklamasi antara lain terjadinya peningkatan kualitas dan nilai ekonomi kawasan Pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi, penyerapan tenaga kerja dan lain-lain. Dampak negatifnya adalah mengubah bentuk geografis wilayah tersebut, perubahan hidro-oseanografi sedimentasi, perubahan permukaan air laut, musnahnya tempat hidup hewan dan biota laut dalam jumlah besar, dan pencemaran laut akibat kegiatan di area reklamasi.

Awal munculnya ide untuk melaksanakan reklamasi di Pesisir Teluk Jakarta tersebut berawal dari presiden Indonesia ke-2, Soeharto. Tahun 1995 Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52 mengenai reklamasi Teluk Jakarta. Keppres mengatur bahwa Gubernur DKI Jakarta adalah pihak berwenang untuk reklamasi. Pada saat itu reklamasi teluk Jakarta dimaksudkan untuk menambah ruang pembangunan Jakarta, karena dengan kepadatan penduduk yang tinggi kota Jakarta sudah tidak mungkin diperluas (daratan). Selain itu, alasan reklamasi ini pada tahun 1995 bertujuan untuk mencegah pengikisan daratan Jakarta oleh air laut, serta membangun beberapa fasilitas kota lainnya. Tak hanya itu, reklamasi pantai utara Jakarta bertujuan untuk menata kembali Pantai Utara Jawa (Pantura) dengan membangun kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (Waterfront City).3

Manifestasi pelaksanaan reklamasi dapat dilihat dalam izin pelaksanaan reklamasi pulau D, yang dikeluarkan pada Agustus 2010, disebutkan beberapa

3 Ruchyat Deni Djakapermana, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan, (Jakarta, Kementrian PU, 2015). h. 1

4

dasar hukum, antara lain Keppres No.52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Perpres No.54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur, Perda No.1/2012 tentang RTRW 2010-2030, Peraturan Gubernur No.121/2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Pada tanggal 20 Mei 2012, Pemprov DKI Jakarta diwakili oleh Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Wiriyatmoko menandatangani adendum Perjanjian Kerja Sama dengan PT Kapuk Naga Indah, dimana ada perizinan Pulau C, D dan E digabung menjadi satu, kemudian Pemprov DKI menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi pulau G pada Desember 2014. Pada tanggal 21 Mei 2012, Gubernur DKI Jakarta saat itu menerbitkan Peraturan Gubernur No.121/2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Untuk pertama kalinya Pemda DKI Jakarta mengungkap bahwa akan ada 17 Pulau A sampai Pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Pergub memproyeksikan akan ada 750.000 penduduk baru di ke-17 pulau baru. Kemudian pada tanggal 21 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan izin prinsip untuk Pulau F, G, I, dan Pulau K.

Reklamasi pantai di Pesisir Teluk Jakarta berlangsung sampai tahun 2017 dan telah berdampak negatif langsung terhadap nelayan yang wilayah usahanya pada laut dangkal di dusun Muara Agke. Dampak yang dirasakan oleh nelayan laut dangkal dari kegiatan reklamasi adalah perikanan payang, dogol, bubu, dan gillnet serta budidaya kerrang hijau. Luas daerah penangkapan dan budidaya kerang hijau akan terdampak langsung dari kegiatan reklamasi mencapai 1.527,34 hektar. Semakin jauhnya wilayah tangkapan, terumbu karang tersedimentasi oleh lumpur, dan usaha menagkap ikan dengan bubu tidak dapat dilakukan lagi. Akibat dari hal tersebut menurunkan hasil tangkap nelayan yang akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan nelayan.

Wahana Lingkungan Lidup (WALHI) dan beberapa komunitas lingkungan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang terdiri dari berbagai organisasi akar rumput, lingkungan, advokasi hukum, para pakar, dan jurnalis menolak dengan keras reklamasi pantai di Pesisir Teluk Jakarta, karena dampak yang

5

diakibatkan sangat luas salah satunya rusaknya ekosistem di pesisir. Walhi menolak adanya reklamasi di Teluk Jakarta, sebab dampak yang dirasakan sangat luas bukan hanya ekosistem laut yang rusak perbukitan pun akan ikut rusak karena digunakan untuk penimbunan.4 Pada bulan September 2015, Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menggugat Pemda DKI Jakarta karena telah menerbitkan izin untuk pulau G untuk Pluit City di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Nelayan mengatakan reklamasi telah mengancam wilayah mereka mencari nafkah sehingga mereka harus berlayar lebih jauh. Beberapa nelayan juga bersaksi telah melihat lumpur mengambang di sekitar wilayah pembangunan pulau G.

Walhi juga mendesak pemerintah agar memperbaiki kondisi lingkungan dan ekosistem perairan pesisisr teluk Jakarta dengan membenahi tata kelola air dan 13 sungai dari limbah padat dan cair secara bertahap termasuk menghentikan swastanisasi pengelolaan air Jakarta dengan memperhatikan kebutuhan dan dampak spesifik yang dialami masyarakat. Akibat pembangunan proyek reklamasi, tempat tinggal yang sudah dihuni bertahun-tahun terpaksa harus ditinggal karena akan digunakan sebagai lahan proyek. Mereka meski sebagian bukan penduduk asli, tetapi telah mendiami wilayah ini lebih dari 20 tahun lebih, sehingga dapat disebut sebagai penduduk lokal.5

Kemudian di tanggal 13 bulan Juni 2018, sembilan bulan pasca pelantikan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Gubernur Jakarta Anies Baswedan telah menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pengelolaan reklamasi. Pergub itu adalah Pergub 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Pergub ini ditetapkan pada 4 Juni 2018, secara resmi Pemprov DKI Jakarta membentuk Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP)

4 Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta: Menolak Reklamasi, Siaran Pers Bersama, diakses pada 12 April 2019, dalam https://walhi.or.id/koalisi-selamatkan-teluk-jakarta-konsisten-tolak- reklamasi/

5 Koalisi Pakar Interdisiplin, Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta, (Jakarta, Rujak Center for Urban Studies, 2017). hlm. 12

6

Pantai Utara Jakarta. Didalam Pasal 3, BKP adalah Lembaga ad hoc yang melaksanakan pengelolaan reklamasi.

Pada tanggal 26 September 2018, Gubernur DKI Jakarta secara resmi menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta dan mencabut izin 13 pulau reklamasi. Langkah pencabutan izin diambil lantaran ada kewajiban-kewajiban yang tidak dilakukan oleh pihak pengembang. Tiga belas pulau reklamasi yang dicabut izinnya adalah Pulau A, B, dan E, yang dipegang izinnya oleh PT Kapuk Naga Indah; Pulau H oleh PT Taman Harapan Indah; Pulau I, J, K, dan L oleh PT Pembangunan Jaya Ancol; Pulau I, oleh PT Jaladri Kartika Pakci; Pulau M, dan L, oleh PT Mandala Kridha Yudha; Pulau O, dan F, oleh PT Jakarta Propertindo; Pulau P dan Q oleh PT KEK Marunda Jakarta. Sedangkan Pulau C dan D yang dipegang izinnya oleh PT Kapuk Naga Indah; Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudra; dan pulau N oleh PT Pelindo II, tidak dicabut izinnya lantara pulaunya sudah dibangun.6

Namun pada kenyataannya, meski secara hukum proyek reklamasi teluk Jakarta telah dihentikan, namun pembangunan empat pulau masih diberikan izin pembangunan termasuk berbagai fasilitas dan infrastruktur di Pulau D, seperti jembatan penyebrangan dan foodcourt yang beroprasi sejak 23 Desember 2018.7 Padahal Pemprov DKI Jakarta belum memiliki Perda tentang Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) sebagai dasar hokum pengelolaan pesisir dan pulau pulau kecil di Jakarta. Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melihat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak serius dalam menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta dan tidak berpihak pada nelayan setempat, dan meminta Pemprov DKI mengakhiri proyek apapun diatas Pulau Reklamasi

6 Reklamasi 13 Pulau di Teluk Jakarta dibatalkan Gubernur Anies Baswedan, Ini Yang Perlu Anda Ketahui, diakses tanggal 26 Februari 2019, dalam https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45662194/

7 Fadel Prayoga, Cek Aktivitas Bisnis di Pulau Reklamasi, Anies: Kalau Melanggar Kita Beri Sanksi, diakses tanggal 26 Februati 2019 dalam https://news.okezone.com/read/2019/01/24/338/2008579/cek-aktivitas-bisnis-di-pulau-reklamasi- anies-kalau-melanggar-kita-beri-sanksi/

7

Teluk Jakarta demi kehidupan ribuan nelayan dan segera mengesahkan Perda RZWP3K.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas penulis tertarik untuk mengkaji dengan judul skripsi “Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas Penghentian Proyek Reklamasi Pantai Utara”.

B. Identifikasi Masalah Jika diamati oleh bersama, kebijakan penghentian reklamasi teluk Jakarta menyisakan beberapa persoalan dan pertanyaan. Kebijakan penghentian pulau reklamasi teluk Jakarta dirasa tidak menjadikan keseimbangan sebagai titik utama dalam pembangunan berkelanjutan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta dimasa yang akan datang. Persoalan problematik yang menjadi polemik dengan diberhentikannya proyek pembangunan reklamasi tidak sepenuhnya terselesaikan, seperti permasalahan lingkungan pantai utara, sosial, dan masyarakat pesisir Jakarta, seperti :

1. Tidak dijadikannya persoalan lingkungan dan sosial masyarakat pesisir Jakarta sebagai tujuan utama penghentian reklamasi teluk Jakarta, sehingga dirasa pengehetian proyek reklamasi tergesa-gesa dan mengabaikan persoalan utama proyek reklamasi. 2. Penyegelan pulau dan penghentian proyek reklamasi tidak disertai pemberhentian pembangunan di pulau D serta aktifitas didalamnya. 3. Pemberhentian proyek reklamasi teluk Jakarta tidak secara tegas menjelaskan pencabutan izin pulau C, D, G, dan N dicabut dan tidak menjelaskan kelanjutan pembangunan pulau yang terlanjur dibangun. 4. Pemprov DKI Jakarta belum memiliki perda tentang Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) sebagai dasar hukum pengelolaan wilayah pesisir teluk Jakarta. 5. Kebijakan penghentian pulau reklamasi belum menjawab permasalahan tentang pemulihan kembali ekosistem dan pencemaran lingkungan akibat dari pembangunan pulau baru reklamasi.

8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Sesuai dengan Keputusan Presiden No 52 mengenai reklamasi Teluk Jakarta, bahwa Gubernur DKI Jakarta adalah pihak berwenang dalam mengatur pelaksanaan maupun peruntukan Reklamasi Teluk Jakarta. Pada tahun 2017 Pemprov DKI secara resmi menghentikan proyek Reklamasi Teluk Jakarta dan mencabut izin 13 Pulau Reklamasi dari total 17 pulau yang akan dibangun, sisa empat pulau yang izinnya tidak dicabut lantaran pulau sudah terlanjur dibangun. Berdasarkan hasil temuan masyarakat pesisir dan komunitas lingkungan, masih ditemukan aktivitas pembangunan bahkan aktivitas bisnis diatas proyek yang belum terbit izin peruntukannya. Agar permasalahan ini tidak melebar pada kasus-kasus yang lain dalam penelitian ini penulis membatasi dan terfokus pada empat pulau yang pembangunannya dilanjutkan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses implementasi kebijakan penghentian Proyek Reklamasi Teluk Jakarta? 2. Bagaimana implikasi kebijakan penghentian Proyek Reklamasi Teluk Jakarta?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penulisan Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas. Maka penelitian ini bertujuan untuk : a. Untuk mengetahui proses kebijakan penghentian Pulau Reklamasi Teluk Jakarta b. Untuk mengetahui implementasi & implikasi kebijakan penghentian Proyek Reklamasi Teluk Jakarta

9

2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1) Sebagai acuan untuk menjawab dan mengetahui bagaimana proses kebijakan penghentian Pulau Reklamasi Teluk Jakarta, serta implementasi kebijakan penghentian Pulau Reklamasi Teluk Jakarta 2) Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan masukan dan bahan pertimbangan pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan di masa yang akan datang, serta sebagai refrensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kebijakan Reklamasi Teluk Jakarta. 3) Menjadi referensi bagi perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4) Sebagai bahan penelitian lanjutan bagi peneliti ataupun mahasiswa yang ingin meneliti lebih jauh mengenai permasalahan tersebut.

E. Review Kajian Terdahulu Ada beberapa penelitian yang mambahas dan mengkaji tentang Reklamasi Teluk Jakarta, diantaranya adalah Muhammad Rifqi Iqsobayadinur S,H yang menulis tentang “Kebijakan Basuki Tjahja Purnama Tentang Reklamasi Teluk Jakarta Dalam Pespektif Siyasah” hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan Basuki Tjahja Purnama tentang reklamasi teluk Jakarta memberikan dampak secara langsung yang meliputi dampak politik, ekonomi, dan lingkungan yang dialami oleh masyarakat kampung Muara Angke terutama yang berprofesi sebagai nelayan. Dalam tinjauan politik Islam, Basuki Tjahja Purnama sebagai Gubernur DKI dinilai belum dapat sepenuhnya memenuhi konsep hak dan kewajiban sebagai seorang pemimpin karena belum sepenuhnya mencerminkan sikap adil dan pemerintah tidak melalui musyawarah secara mufakat yang dilakukan oleh masyarakat.8 Dari karya yang ditulis oleh Rifqi

8 Iqsobayadinur, Rifqi. “Kebijakan Basuki Tjahja Purnama Tentang Reklamasi Teluk Jakarta Dalam Perspektif Siyasah.” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.) h. 94

10

Iqsobayadinur S,H ini menjelaskan tentang dampak kebijakan Basuki Tjahja Purnama tentang Reklamasi Teluk Jakarta dalam perspektif hukum Islam.

Dalam tulisan Hesti Seftia Wulandari yang berjudul “Analisis Kebijakan Penghentian Reklamasi di Pesisir Teluk Lampung”, ia menyimpulkan dalam tulisannya bahwa kebijakan reklamasi pantai di Pesisir Teluk Lampung mengalami penolakan dari masyarakat sekitar pantai. Masyarakat sekitar pantai menolak dengan kebijakan reklamasi tersebut karena bagi mereka kebijakan reklamasi pantai tersebut berdampak negatif langsung bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Bukan hanya masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan saja namun masyarakat sekitar pantai juga merasa terganggu karena banyaknya debu yang mengganggu pernafasan mereka dampak dari pengkerjaan reklamasi pantai di Pesisir Teluk Lampung.9 Dalam penelitian ini penulis membahas mengenai kebijakan penghentian Reklamasi di Teluk Lampung dan faktor faktor yang mempengaruhi kebijakan penghentian reklamasi di Teluk Lampung. Hal inilah yang akan membedakan karya ilmiah yang akan ditulis penulis.

Dalam tulisan Ibnu Mustaqim yang berjudul “Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara)” dalam tulisannya ia menyimpulkan bahwa reklamasi pantai memberikan dampak pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruang perairan masyarakat sebelum direklamasi. Perubahan yang terjadi harus menyesuaikan peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan, selanjutnya berimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan bentuk keragaman usaha baru yang ditawarkan. Pembangunan pelabuhan Muara Angke telah menambah keragaman jenis mata pencaharian lain diluar perikanan (non perikanan), seperti menjadi tukang ojek odong-odong, ojek

9 Hesti Seftia Wulandari, “Analisis Kebijakan Penghentian Reklamasi di Pesisir Teluk Lampung.” (Skripsi S1, diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Lampung, 2017.) h. 82

11

motor atau sepeda, becak dan membuka warung kelontong.10 Dalam penelitian ini penulis membahas bagaimana dampak pembangunan pelabuhan Muara Angke terhadap perubahan sosial-ekonomi masyarakat perkampungan nelayan Muara Angke.

Dari berbagai tulisan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan beberapa tulisan tersebut. Hal tersebut dikarenakan penelitian ini lebih memfokuskan kepada proses dan implementasi kebijakan penghentian pulau Reklamasi Teluk Jakarta.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,2002). Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata (Patton dalam Poerwandari, 1998).

2. Pendekatan Penelitian Menurut Hillway penelitian adalah suatu studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga di peroleh pemecahan yang tepat dalam masalah tersebut. Menurut Whitney disamping untuk memperoleh kebenaran, kerja menyelidik harus pula dilakukan secara sungguh-sungguh dalam waktu yang lama. Dengan demikian, penelitia metupakan metode untuk menemukan kebenaran, sehingga peneliti juga merupakan suatu metode

10 Ibnu Mustaqim, “Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara).” (Skripsi S1, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.) h. 85

12

berfikir secara kritis. Sedangkan menutur Parsons penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. 11

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian hukum normatif yang mengkaji hukum tertulis dari aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, penjelasan umum dari pasal per pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang tetapi tidak mengikat aspek terapan atau implementasinya. Peneliti dalam hal ini harus mengumpulkan data berupa produk-produk hukum berupa Pergub, Kepres, maupun Perda, dan melakukan wawancara kepada pemangku kebijakan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

3. Sumber Data dan Jenis Data a. Data Primer Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau data yang diperoleh berupa dokumen- dokumen resmi sepetri Pergub, Kepres, maupun Perda. Data lainnya dapat melalui pengamatan langsung maupun hasil wawancara kepada informan seperti Gubernur DKI Jakarta, atau pejabat dinas terkait berdasarkan pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti.

b. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh melalui studi perpustakaan, perundang-undangan, buku-buku literatur, dokumen, jurnal, berita online, dan tulisan yang dianggap peneliti berkenan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

11 Moh. Nazir, Metode Penelitian “, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), h.12-13

13

4. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data dengan dua cara yaitu melalui data pustaka atau pengumpulan data dari berbagai literatur seperti buku – buku ilmiah, buku, majalah, jurnal, artikel dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan proses penghentian Reklamasi Teluk Jakarta. Selain itu, penelitian ini juga memungkinkan penulis melakukan wawancara dengan stakeholders maupun lembaga-lembaga yang terkait yairu, Pemprov DKI, Lembaga Swadaya Masyarakat atau Komunitas Masyarakat.

5. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan cara menganalisis, bagaimana memanfaatkan data yang telah terkumpul untuk digunakan dalam pemecahan penelitian.12 Penyususn menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu usaha untuk mengumpulkan data kemudian menganalisis data tersebut.

Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif yaitu cara berfikir berangkat dari teori atau kaidah hukum yang ada. Metode ini digunakan untuk menganalisis proses penghentian proyek Reklamasi serta implementasi kebijakan penghentian reklamasi.

12 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rienaka Cipta,1996), h. 124

14

G. Sistematika Penulisan Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami, maka skripsi ini disusun secara sistematis, berikut uraian yang terbagi dalam beberapa Bab, masing masing Bab terdiri dari Sub Bab. Sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan yang

meliputi tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah,

Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Review Kajian Terdahulu, Metode

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II REKLAMASI PANTAI DI INDONESIA. Bab ini membahas

tentang Reklamasi Pantai, dan Reklamasi Pantai di Indonesia.

Bab III REKLAMASI TELUK JAKARTA. Bab ini menjelaskan

tentang Gambaran Umum Daerah dan Sejarah Reklamasi Teluk

Jakarta sejak ide pembangunan reklamasi muncul sampai

dihentikannya proyek reklamasi.

15

Bab IV ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA

JAKARTA. Bab ini membahas tentang pencabutan izin

Reklamasi Teluk Jakarta, Implikasi Pencabutan Izin Reklamasi

Teluk Jakarta, dan Masa Depan Reklamasi Teluk Jakarta.

Bab V PENUTUP. Dalam bab ini disampaikan kesimpulan sebagai

jawaban dari rumusan masalah pada bab pertama skripsi ini

serta rekomendasi dari penulis.

BAB II REKLAMASI PANTAI DI INDONESIA

A. Reklamasi Pantai

Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km. Wilayah Laut dan pesisir Indonesia mencapai ¾ wilayah Indonesia (5,8 juta km2 dari 7.827.087 km2).1 Hingga saat ini wilayan pesisir memiliki sumberdaya dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan peradaban dan kegiatan sosial ekonominya, manusia memanfaatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan. Agar mendapatkan lahan, maka kota-kota besar menengok daerah yang selama ini terlupakan, yaitu pantai (coastal zone) yang umumnya memiliki kualitas lingkungan hidup rendah. Fenomena ini bukan saja dialami di Indonesia, tapi juga dialami negara-negara maju, sehingga daerah pantai menjadi perhatian dan tumpuan harapan dalam menyelesaikan penyediaan hunian penduduk perkotaan. Penyedian lahan di wilayah pesisir dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau habitat yang sudah ada, seperti perairan pantai, lahan basah, pantai berlumpur dan lain sebagainya yang dianggap kurang bernilai secara ekonomi dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan lain yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan lingkungan atau dikenal dengan reklamasi.2

1. Pengertian Reklamasi Pantai

Istilah reklamasi merupakan pekerjaan dengan menimbun perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai atau kedalaman perairan dengan mengubah

1 Kementerian Kelautan dan Perikanan, Refleksi 2017 dan Outlook 2018, diakses tanggal 18 Maret 2019 pada https://kkp.go.id/djprl/artikel/2798-refleksi-2017-dan-outlook-2018-membangun- dan-menjaga-ekosistem-laut-indonesia-bersama-ditjen-pengelolaan-ruang-laut

2 Ruchyat Deni Djakapermana, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan, (Jakarta, Kementrian PU, 2015). h. 1.

16

17

menjadi daratan.3 Di dalam pembangunan penghunian dan perkotaan adakalanya daerah- daerah genangan dikeringkan untuk kemudian dimanfaatkan. Bahkan wilayah laut pun dapat dijadikan daratan. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.4 Pengertian reklamasi lainnya adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara pengeringan lahan atau drainase sehingga meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan, sosial maupun ekonomi.5 Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Pada dasaranya reklamasi merupakan kegiatan merubah wilayah perairan pantai menjadi daratan. Reklamasi dimaksudkan upaya merubah permukaan tanah yang rendah, menjadi lebih tinggi (biasanya tidak terpengaruh genangan air).

2. Tujuan Reklamasi

Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat yang ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.6 Kawasan baru tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata. Dalam perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Reklamasi diamalkan oleh negara atau kota-kota besar yang laju

3 Bab 1, Pasal 1, Ayat 2. Peraturan Menteri Perhubungan No PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi

4 Direktorat Jendral Penataan Ruang Dept. Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai, diakses pada tanggal 25 Maret 2019 pada http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_makalah/22.pdf

5 Bab 1, Pasal 1, Ayat 23. Undang Undang Republik Indonesia No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

6 Bagian Kelima, Reklamasi. Pasal 34 ayat 1. Undang Undang No 27 Tahun 2017

18

pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan).

Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru. Reklamasi kawasan perairan merupakan upaya pembentukan suatu kawasan daratan baru baik di wilayah pesisir pantai ataupun di tengah lautan. Tujuan utama reklamasi ini adalah untuk menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk berbagai keperluan ekonomi maupun untuk tujuan strategis lain.

Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu kawasan wisata terpadu. Kegiatan reklamasi ini dilakukan oleh suatu otoritas (negara, kota besar, pengelola kawasan) yang memiliki laju pertumbuhan tinggi dan kebutuhan lahannya meningkat pesat, tetapi mengalami kendala keterbatasan atau ketersediaan ruang dan lahan untuk mendukung laju pertumbuhan yang ada, sehingga diperlukan untuk mengembangkan suatu wilayah daratan baru.

3. Dampak Reklamasi

Reklamasi pantai dalam skala besar tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi sekitar lokasi reklamasi, dampak positif maupun negatif. Cara reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu perekonomian masyarakat pesisir dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan seperti pemekaran kota, pengembangan kawasan, maupun penataan daerah pantai. Walau begitu kerugian kegiatan Reklamasi lebih besar dibandingkan dengan keuntungan apabila perencanaan yang jelas dan

19

komperhensif seperti pengambilan material maupun Teknik penimbunan diperhatikan secara detail. Perlu diingat bahwa reklamasi merupakan bentuk intervensi manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah yang selalu dalam keadaan seimbang maupun dinamis. Perubahan ini akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai. Hal tersebut berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan lingkungan di daerah lain seperti pengeprasan bukit atau pengeprasan pulau untuk material timbunan.

Reklamasi memiliki dampak positif maupun negatif bagi masyarakat maupun ekosistem pesisir dan laut. Dampak inipun mempunyai sifat jangka pendek maupun jangka panjang, yang mungkin dapat menimbulkan masalah- masalah baru yang dapat mempengaruhi kondisi sosial maupun ekosistem lokasi kegiatan reklamasi dilaksanakan.

a. Dampak Positif

Secara umum dampak reklamasi seperti tujuan utama proyek reklamasi, seperti menambah luas lahan, menghidupkan kembali transportasi air, mengamankan lahan subur, meningkatkan pariwisata bahari, serta meningkatkan peningkatan daerah setempat.7 Kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan kualitas dan nilai ekonomi Kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim hidraulik Kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerja.

Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan wilayah dan diharapkan dapat meningkatkan manfaat, bukan hanya manfaat lingkungan, melainkan memberikan manfaat terhadap keadaan sosial masyarakat disertai dengan meningkatnya kebutuhan akan ruang.8 Praktek ini

7 Menteri Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir: Tujuan, Manfaat dan Efek, diakses tanggal 25 Maret 2019 pada https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/pdf/reklamasi/Kebijakan-reklamasi-di-wilayah- pesisir-tujuan-manfaat-dan-efek-oleh-kementerian-kelautan-dan-perikanan.pdf

8 Bambang Santoso, Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. (Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2009.) h. 81

20

memberikan pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai, menciptakan alternative kegiatan dan pengembangan wisata bahari. Pulau hasil reklamasi dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai, selain itu juga dapat menjadi semacam bendungan untuk menahan banjir rob di daratan.

b. Dampak Negatif

Namun perlu diingat pula, reklamasi merupakan hasil campur tangan manusia terhadap alam, sehingga memungkinkan semua kegiatan ini juga membawa dampak buruk. Diantara dampak negatif reklamasi pantai pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, kerusakan pantai dan instalasi utilitas bawah ait, rusaknya karang, terganggunya jalur pelayaran, peningkatan potensi banjir, kerusakan ekosistem pesisir dan penggenangan di wilayah pesisir.9 Sedangkan, dampak ekologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria dan penurunan keanekaragaman hayati. Dampak sosial juga menjadi hal yang harus diperhatikan dengan cermat, dampaknya mencakup perubahan sosial terkait individu, kelompok, termasuk didalamnya nilai, sikap, dan pola prilaku diantara kelompok dalam masyarakat.10

Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang public masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat. Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang, baik flora maupun fauna, karena timbunan tanah urungan mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah di luar reklamasi akan mendapat daerah di luar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir rob.

9 Menteri Kelautan dan Perikanan, Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir: Tujuan, Manfaat dan Efek

10 Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial Dasar : Sebuah Kajian Pendekatan Struktural (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007) hlm. 142

21

Untuk mereduksi dampak semacam itu, diperlukan kajian mendalam terhadap proyek reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung dengan upaya teknologi. Kajian cermat dan komprehensif diharapkan menghasilkan area reklamasi dengan dampak yang seminimal mungkin terhadap lingkungan di sekitarnya.

B. Reklamasi Pantai di Indonesia 1. Reklamasi Kawasan Tanjung Carat, Banyuasin, Sumatra Selatan.

Pemerintah daerah berencana untuk memperluas Kawasan Tanjung Carat dengan memperluas pembangunan kawasan ekonomi strategis Pelabuhan Tanjung Api-Api. Perluasan pembangunan pelabuhan diprediksi memerlukan lahan sekitar 1.000 hektar (Ha) yang akan dimulai tahun 2018.11

Pada tahun 2016, pemerintah sudah menetapkan Kawasan Tanjung Carat sebagai kawasan rencana induk pelabuhan sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 897/2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan TAA Sumsel. Kemudian bulan maret 2017, Tanjung Carat ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam rapat terbatas yang dipimpin presiden . Dalam pengembangannya, Pelabuhan Tanjung Carat mengantongi pertimbangan Teknis Distrik Navigasi tentang Pertimbangan Teknis Kegiatan Reklamasi Tanjung Carat oleh PT. Sriwijaya Tanjung Carat (STC).

Namun pembangunan dan perluasan reklamasi Tanjung Carat yang masuk wilayah Desa Sungsang IV, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, yang akan mereklamasi laut sekitar 3.000 hektar (Ha) lebih ini

11 Bhakti Satrio Wicaksono, Setelah Jakarta Hentikan Reklamasi, Masih Ada 35 Proyek Yang Berjalan, di akses pada Kamis, 18 Juli 2019, dalam https://sains.kompas.com/read/2018/10/01/183833423/setelah-jakarta-hentikan-reklamasi-masih- ada-35-proyek-yang-berjalan/

22

menggunakan lahan di Kawasan Hutan Lindung Pantai Air Telang sebagai pinjam pakai dan berpotensi merugikan 530 KK.12

2. Reklamasi Teluk Benoa, Bali

Pada tanggal 26 Desember 2012 Gubernur Bali memberikan izin reklamasi kepada PT. Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI) di kawasan perairan Teluk Benoa Kabupaten Badung seluas 838 hektar melalui SK Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa.

Rencana revitalisasi laut teluk Benoa, seluas 838 hektar, untuk membuat 11 (sebelas) pulau dengan menguruk laut, untuk marina sport, sikuit formula satu, apartermen mewah, pusat rekreasi, pusat kebudayaan, dan pusat perbelanjaan, lapangan golf, perumahan pinggir pantai, yang diinisiasi akan menjadi simbol pariwisata baru untuk Bali.

Di akhir masa jabatannya sebagai Presiden, SBY mengeluarkan Perpres No 51 Thn 2014 tentang Perubahan Atas Perpres No 45 Thn 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan SARBAGITA yaitu mengubah status konservasi Teluk Benoa menjadi zona penyangga atau kawasan pemanfaatan umum. Pasca penerbitan Perpres 51 tahun 2014 kemudian PT. Tirta Wahana Bali International (PT. TWBI) juga mengantongiizin lokasi reklamasi nomor 445/MEN-KP/VIII/2014dari Menteri Kelautan dan Perikanan di kawasan perairan Teluk Benoa yang meliputi Kabupaten Badung dan Kota Denpasar Provinsi Bali seluas 700 hektar.

Namun dalam pelaksanaannya, Reklamasi Teluk Benoa menimbulkan berbagai macam reaksi dan penolakan dari masyarakat di Bali termasuk Indonesia. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam ‘ForBali Tolak Reklamasi’ berpendapat bahwa pada dasarnya Reklamasi ini dianggap

12 Setelah Jakarta Hentikan Reklamasi, Masih Ada 35 Proyek Yang Berjalan, https://sains.kompas.com/read/2018/10/01/183833423/setelah-jakarta-hentikan-reklamasi-masih- ada-35-proyek-yang-berjalan/

23

hanya merupakan bisnis semata yang menguntungkan para investor dan merugikan masyarakat Bali karena akan merusak kualitas lingkungan hidup. Selanjutnya Penerbitan Perpres No 51 Tahun 2014 menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan Teluk Benoa adalah kawasan konservasi sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 55 ayat 5 Perpres No 45 Thn 2011 serta mengurangi luasan kawasan konservasi perairan dengan menambahkan frasa “sebagian” pada kawasan konservasi Pulau Serangan dan Pulau Pudut. Hal tersebut menyebabkan kawasan konservasi di wilayah SARBAGITA menjadi berkurang luasannya.13 Dalam protesnya, ‘ForBali’ Tolak Reklamasi Teluk Benoa mendesak agar Presiden Joko Widodo untuk mencabut perpres Reklamasi Teluk Benoa.14

3. Reklamasi Teluk Jakarta

Rencana reklamasi Teluk Jakarta seluas 2.700 hektar tersebut pertama kali dipaparkan di hadapan Presiden Soeharto, Maret 1995. Selain untuk mengatasi kelangkaan lahan di Jakarta, proyek reklamasi juga untuk mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang tertinggal dibandingkan empat wilayah lain. Untuk memuluskan rencana tersebut, disahkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Perda Nomor 8 Tahun 1995.

Selama 17 tahun berlalu sejak diterbitkannya Kepres 52 tahun 1995, yang semula diproyeksikan seluas 2.700 herkar, tahun 2012 Fauzi Bowo gubernur DKI Jakarta yang menjabat saat itu menegaskan pembangunan proyek reklamasi bahwa akan ada 17 pulau yang dinamai pulau A sampai pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Alasan pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta adalah bertujuan untuk mencegah pengikisan daratan Jakarta oleh air laut, serta membangun beberapa fasilitas kota lainnya. Tak hanya

13 Mengapa Kami Menolak, diakses pada 18 Juli 2019 dalam https://www.forbali.org/id/mengapa-kami-menolak/

14 Rakyat Bali Tuntut Jokowi Cabut Perpres Reklamasi Teluk Benoa, diakses pada 18 Juli 2019 dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180828121053-20-325465/rakyat-bali- tuntut-jokowi-cabut-perpres-reklamasi-teluk-benoa

24

itu, reklamasi pantai utara Jakarta juga bertujuan untuk menata kembali Kawasan Pantai Utara (Pantura) dengan cara membangun Kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront city) karena ruang Jakarta sudah tidak mungkin diperluas.

Dalam kaitannya dengan penanggulangan bencana banjir rob di pesisir utara Jakarta dan pemenuhan kebutuhan lahan untuk pusat bisnis dan perkantoran, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun tanggul raksaksa (Jakarta Giant Sea Wall/JGSW) di pesisir utara Jakarta. Tahapan awal pembangunan JGSW adalah melakukan reklamasi pantai untuk membuat 18 pulau buatan. Bangunan JGSW akan membentang sepanjang pantai Teluk Jakarta ± 60 km dan 8 km ke arah laut yang peletakan batu pertama telah dilaksanakan pada Oktober 2014 dan diharapkan akan selesai pada tahun 2020. Saat ini sudah ada 3 pulau yang telah dibangun, yaitu Pulau C, D dan G.

Namun dalam pelaksanaannya, Reklamasi Teluk Jakarta mendapat penolakan dari warga pesisir dan organisasi lingkungan. Masyarakat pesisir, yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, berpendapat bahwa manfaat pembangunan pulau reklamasi diyakini bukan untuk kepentingan publik, melainkan kepentingan pengusaha dan pengembang yang memiliki modal besar. Selain itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meyakini bahwa proyek reklamasi akan menutup akses dan ruang kehidupan nelayan untuk mencari ikan, dan menggerus kondisi lingkungan di wilayah pembangunan reklamasi dengan menimbun Teluk Jakarta dengan 1 milyar kubik meter pasir.15 Tanggal 26 September 2018, Gubernur Jakarta Anies Baswedan secara resmi melalui konferensi pers menghentikan proyek reklamasi Jakarta, dan mengatakan bahwa reklamasi adalah bagian dari sejarah bukan bagian dari masa depan Jakarta.16

15 Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Konsisten Tolak Reklamasi, diakses tanggal 18 Juli 2019 dalam https://walhi.or.id/

16 Clara Maria Chandra Dewi, Anies Baswedan Resmi Cabut Izin Reklamasi Teluk Jakarta, diakses pada tanggal 18 Juli 2019 dalam https://metro.tempo.co/read/1130345/anies-baswedan- resmi-cabut-izin-reklamasi-teluk-jakarta

BAB III REKLAMASI TELUK JAKARTA

A. Gambaran Umum Daerah 1. Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Daerah Khusus Ibukota Jakarta, terbagi menjadi 5 wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten administratif, yakni: Kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa.

DKI Jakarta secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium. Di wilayah bagian utara baru terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal 8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.1

1 Perda No 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012

25

26

Sedangkan secara geografis, letak Provinsi DKI Jakarta berada di bagian barat laut Pulau Jawa. Posisinya lebih kurang antara 5°19′ 12″ – 6°23′ 54″ Lintang Selatan (LS) dan 106°22` 42″ – 106°58′ 18″ Bujur Timur (BT). Di antara provinsi-provinsi lain di Indonesia, DKI Jakarta merupakan provinsi yang wilayahnya paling sempit. Luas daratannya lebih kurang 661,52 km persegi dan luas lautnya lebih kurang 6.977,5 km persegi.

Sementara secara demografis, jumlah penduduk DKI Jakarta di tahun 2019, sudah mencapai 10 juta penduduk. Dalam beberapa tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tren jumlah penduduk Jakarta mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statisik, jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2015 mencapai 10,18 juta jiwa. Kemudian meningkat menjadi 10,28 juta jiwa pada 2016, dan bertambah menjadi 10,37 juta jiwa pada 2017. Artinya, selama dua tahun terkahir jumlah penduduk di Ibu Kota bertambah 269 jiwa setiap hari atau 11 orang per jam. Adapun wilayah dengan populasi terbanyak adalah Jakarta Timur dengan jumlah penduduk mencapai 2,89 juta jiwa, diikuti Jakarta Barat (2,53 juta jiwa) dan Jakarta Selatan (2,23 juta jiwa). Lalu Jakarta Utara (1,78 juta jiwa), Jakarta Pusat (921 ribu jiwa), serta Kabupaten Kepulauan Seribu (24 ribu jiwa).Sementara rasio perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan di Jakarta pada tahun lalu mencapai 100,61. Artinya jumlah penduduk laki-laki di Jakarta lebih banyak dibanding perempuan. Jumlah penduduk Jakarta tersebut berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk 2010.2

Memiliki peran ganda sebagai pusat pemerintahan dan pusat ekonomi negara, Provinsi DKI Jakarta tentunya menjadi daerah yang memiliki nilai strategis. Kesempatan mencari lapangan kerja yang lebih mudah, pendapatan yang ditawarkan lebih besar, serta kemudahan akses dan mobilitas inilah yang

2 Badan Pusat Statistik 2017, Berapa Jumlam Penduduk Jakarta, diakses 24 Juli 2019, dalam https://databoks.katadata.co.id/

27

menjadi factor utama masyarakat berbondong-bondong dating ke Jakarta. Tak heran setiap tahunnya, jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta tentunya menjadi daerah yang memiliki nilai strategis. Kesempatan mencari lapangan pekerjaan yang lebih mudah, pendapatan yang ditawarkan lebih besar, serta kemudahan akses dan mobilitas inilah yang menjadi factor utama masyarakat berbondong-bondong dating ke Jakarta. Tak heran jika setiap tahunnya, jumlah penduduk di Provinsi Jakarta terus bertambah.

Berbanding terbalik dengan jumlah penduduk, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta pun tak mengalami perluasan wilayah. Berdasarkan analisis dokumen Jakarta Coastal Defense Strategy (JDCS) menunjukkan perkembangan fisik di Jakarta khususnya lahan terbangun sudah semakin meluas. Hampir 66.62% luas daratan Jakarta, didominasi dengan lahan terbangun seperti pemukiman, bangunan, prasarana dan infrastruktur lainnya. Sedangkan untuk lahan terbuka justru mengalami keterbatasan. Hanya ada sekitar 33.38% lahan terbangun non pemukiman, seperti hutan kota, pertanian, taman, jalur hijau, pemakaman dan lahan kosong lainnya. Adanya keterbatasan lahan inilah yang diindikasikan menjadi permasalahan yang penting bagi Jakarta dan genting untuk diselesaikan.3

Mengingat begitu pesatnya perkembangan di Jakarta, kemudian ditambah lagi dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat, tentunya Jakarta harus memperoleh solusi untuk memecahkan persoalan ini. Jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan persoalan ini akan menambah beban dan resiko bagi keberlangsungan perkembangan di Jakarta. Sebagai salah satu jalan keluar keterbatasan lahan, Pemprov DKI Jakarta akhirnya mendorong adanya perluasan wilayah ke utara dan atau ke selatan Jakarta. Desakan atas pertumbuhan penduduk yang pesat, meningkatnya kebutuhan akan lahan dan

3 Dokumen Jakarta Cosastal Defense Strategy, diakses 25 Juli 2019 dari situs https://issuu.com/rujak/docs/jcds

28

sulitnya pembebasan lahan untuk mengembangkan wilayah serta keperluan pembangunan kota Jakarta, memaksa pemerintah DKI Jakarta membuat kebijakan untuk mengembangkan wilayan utara Jakarta untuk menopang pembangunan dan keberlanjutan kota untuk mengejar ketertinggalan dengan kota besar di lingkungan dunia Internasional.4 Namun karena terbatasnya lahan di daerah perbatasan selatan Jakarta, seperti Bogor dan Sukabumi, membuat upaya perluasan di selatan Jakarta pun urung dilakukan. Akhirnya, perluasan wilayah di utara Jakarta pun dipilih, karena dinilai bisa memberikan nilai yang lebih ekonomis karena lokasinya yang strategis di pesisir utara Jakarta, tepatnya di Kawasan Pantai Utara Jakarta dengan menggunakan konsep reklamasi.

2. Kawasan Reklamasi Teluk Jakarta

Kawasan Pantai Utara Jakarta atau yang disebut kawasan Pantura, berlokasi di dalam wilayah kota administratif Jakarta Utara. Secara keseluruhan, luas kawasan Pantura ini mencapai 5.200 hektar, dengan rincian 2.700 hektar areal hasil reklamasi Teluk Jakarta, sedangkam sisanya, seluas 2.500 hektar ialah daratan pantai lama yang direvitalisasi. Kawasan Pantura diperkirakan memiliki garis panjang pantai mencapai kurang lebih 32 km yang berbatasan dengan pantai Tangerang di bagian barat dan Pantai Bekasi di bagian timur.

Kawasan Pantura, jika dilihat dari aspek geografis, berpotensial menjadi kawasan andalan. Kawasan ini dinilai bisa menjadi pusat roda ekonomi karena lokasinya yang strategis dengan beberapa kegiatan ekonomi. Misalnya saja, berdekatan dengan pelabuhan, pergudangan dan perdagangan. Tidak hanya itu, lokasi utara Jakarta juga kaya akan nilai sejarah dan budaya, hal inilah yang juga bisa menambah potensi kawasan Pantura sebagai objek pariwisata. Sejauh ini, perkembangan kawasan Pantura sudah mengalami kemajuan yang pesat

4 Sapto Supono, (Desertasi), Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Pantai Utara Jakarta Secara Berkelanjutan, Desertasi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, 2009.

29

dengan kegiatan-kegiatan yang memiliki skala besar, mulai dari energi, ekonomi, sosial dan budaya. Contohnya saja seperti PLTU Muara Karang dan Muara Tawar, pemukiman Pantai Indah Kapuk dan Pantai Mutiara, Pelabuhan Tanjung Priok, Kawasan Berikat Nusantara Marunda, kawasan rekreasi Jaya Ancol, Rumah Pitung Marunda dan perdagangan di Glodok.

Meskipun disebut sebagai kawasan yang memiliki potensi kemajuan, namun, Kawasan Pantura dinilai memiliki sejumlah permasalahan, baik dari kondisi lingkungan fisik dan sosial ekonomi, seperti pemukiman kumuh, rawan banjir, pencemaran laut, rob dan abrasi serta permasalahan zonasi perairan laut yang belum terpadu. Berdasarkan data Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jakarta, pencemaran perairan Teluk Jakarta di tahun 2008 – 2014 menunjukkan adanya pencemaran berat yang signifikan, mulai dari penecemaran yang sangat berat, sedang, ringan, dan sangat ringan. Lebih dari 50% tingkat pencemaran didominasi dengan pencemaran yang sangat berat hingga sedang. Sementara untuk pencemaran ringan dan sangat ringan terbilang cukup rendah, hanya mencapai 15%.90 Pencemaran Teluk Jakarta mengakibatkan rusaknya ekosistem di sekitar pesisir hingga biota laut di Teluk Jakarta.

Menyikapi ancaman berbagai kerusakan di perairan Teluk Jakarta, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai reklamasi Teluk Jakarta sebagai salah satu opsi jalan keluar yang memungkinkan. Selain bisa kembali memperbaiki ekosistem di pesisir dan biota laut, proyek reklamasi yang dibayarkan pengembang juga bisa digunakan untuk pembangunan infrasturuktur yang dibutuhkan masyarakat. Nantinya Kawasan Reklamasi mencakup Kawasan perairan laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai Utara Jakarta5 dengan wilayah perencanaan Kawasan Reklamasi Pantura

5 Bab 2, Pasal 2, Ayat 1. Peraturan Gubernur No 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta

30

berada di perairan laut Teluk Jakarta dengan koordinat 106°43'1 0"BT,6°22'SS"LS-1 06°ST40"BT, S04TOO"LS.6

B. Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta

Pembangunan Reklamasi Pantai Utara Jakarta atau yang sekarang dikenal dengan Reklamasi Teluk Jakarta memiliki sejarah yang panjang, sejak diterbitkannya Kepres No. 52 tahun 1995 oleh presiden Soeharto pada zaman Orde Baru dengan semangat pembangunan nasional, yang inti dari proyek ini pernah disinggung sewaktu Profesor Ir. H. Van Breen meninjau masalah banjir kota Jakarta ketika masih menyandang nama Batavia.7 Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun akhirnya mengeluarkan kebijakan yang terus mendukung mandat dari presiden Soeharto tersebut. Sempat terhenti pembangunannya karena krisis moneter tahun 1998, berikut adalah sejarah perjalanan pembangunan disertai landasan hukum Reklamasi Teluk Jakarta.

1. Tahun 1994 Reklamasi Teluk Jakarta di pesisir utara Jakarta telah dilakukan sejak era pemerintahan Presiden Soeharto. Pada era Presiden Soeharto, pemerintah Indonesia terus mengambil langkah untuk terus membangun negara. Wacana pembangunan reklamasi berawal dari adanya keinginan Pemerintah Pusat untuk terus melakukan pembangunan dalam skala nasional. Rencana Pembangunan Lima Tahun atau Repelita periode 1994 hingga tahun 1999 disebutkan bahwa pembangunan akan dilakukan di beberapa penjuru daerah. Provinsi DKI Jakarta, pada saat itu masuk menjadi salah satu daerah yang ditargetkan oleh pemerintah. Hal ini tentunya untuk memberikan penambahan nilai ekonomi bagi daerah-daerah tersebut. Reklamasi Teluk Jakarta pertama kali muncul dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1994, yang masuk sebagai Kawasan Andalan. Dalam

6 Bab 2, Pasal 2, Ayat 2. Peraturan Gubernur No 121 Tahun 2012 7 A.R. Soehoed, Proyek PANTURA Transformasi dari Ibukota Propinsi ke Ibukota Negara: Persiapan-Persiapan Bagi Proyek Multifungsi, (Jakarta: Djambatan, 2004) h. 25

31

Keppres ini, Kawasan Andalan disebutkan secara jelas bahwa Kawasan Pantai Utara menjadi salah satu fokus pemerintah untuk dijadikan kawasan yang memiliki peranan strategis baik untuk perkembangan kota Jakarta hingga aspek ekonomis. Keppres ini juga dinilai menjadi salah satu landasan hukum pengaturan reklamasi Teluk Jakarta.

Di tahun selanjutnya, Presiden Soeharto kembali menegaskan wacana reklamasi di dua daerah, yakni Reklamasi Teluk Jakarta dan Reklamasi Teluk Naga Tangerang.

2. Tahun 1995 Menindaklanjuti adanya Keppres No.17 Tahun 1994 tentang Kawasan Andalan, Presiden Soeharto kala itu menilai bahwa Jakarta kekurangan lahan dan dan perlu adanya penambahan luas ibukota. Pada tanggal 13 Juni 1995, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.52 mengenai reklamasi Teluk Jakarta. Keppres No.52 Tahun 1995 ini menyebutkan bahwa Reklamasi Pantai Utara disebut juga sebagai Reklamasi Pantura dilakukan di bagian Kotamadya Jakarta Utara, khususnya di pesisir Pantai Utara Jakarta.

Selain mengatur tentang lokasi pembangunan Reklamasi Pantura, Keppres ini juga menjelaskan dan mengatur bahwa Gubernur DKI Jakarta adalah pihak berwenang dan bertanggungjawab dalam pembangunan Reklamasi Pantura. Tidak hanya itu, Presiden juga menyebutkan penyelenggaraan reklamasi Pantura mengharuskan dibentuknya Badan Pelaksana yang diisi oleh Pemerintah Provinsi DKI. Sedangkan Pemerintah Pusat hanya ditugaskan menjadi pengarah dari penyelenggaraan reklamasi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas sebagai Ketua Tim Pengarah.

Kemudian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta, sebagai penyelenggara serta bertanggungjawab atas pembangunan Reklamasi Pantura, mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No.8, Tahun 1995 mengenai Penyelenggaraan Reklamasi dan Tata

32

Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Peraturan daerah ini merupakan salah satu tindak lanjut dalam menanggapi Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1994 tentang Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan.

3. Tahun 1997 Tahun 1997, Asia dilanda krisis ekonomi yang sangat parah sehingga menyebabkan kepanikan yang ditandai dengan jatuhnya mata uang negara-negara Asia. Indonesia adalah termasuk negara dengan dampak krisis ekonomi terparah, nilai rupiah jatuh terhadap dolar karena ketakutan investor sehingga Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuk titik terendah pada bulan September. Inflasi dan kerusuhan pecah, sehingga stabilitas ekonomi dan politik tergaggu. Akibatnya, banyak kebijakan pembangunan nasional terhambat, termasuk pembangunan Reklamasi Pantura. Meski demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap bersikeras untuk meneruskan Reklamasi Pantura pada tahun 1997, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan PT Kapuk Naga Indah untuk pulau C (2B), D (2A), dan Pulau E (1).

4. Tahun 1999 DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat itu yang dipimpin oleh Gubernur , mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di mana reklamasi masuk kedalam rencana tata ruang dan merubah rencana tata ruang dari Keppres tahun 1995. Didalam Perda ini disebutkan bahwa tujuan Reklamai Pantura adalah untuk perdagangan dan jasa Internasional, perumahan dan pelabuhan wisata. Perda ini juga menyebutkan ada beberapa isi Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta, baik dari rencana penyebaran penduduk, pengembangan aktivitas kota, pengembangan sistem sarana prasarana dan intensitas ruang. Tidak hanya menuliskan tentang rencana pembangunan di 5 kotamadya saja, Perda ini juga menuliskan tentang pembangunan Reklamasi Teluk

33

Jakarta. Pada pasal 61 poin b, tertulis bahwa perencanaan reklamasi Teluk Jakarta dikhususkan untuk pembangunan pemukiman bagi kelas menengah ke atas.

5. Tahun 2003 Kementerian Lingkungan Hidup, saat itu dipimpin oleh Nabiel Makarim menerbitkan Keputusan Menteri No.14 yang menyatakan bahwa proyek reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta tidak layak dilaksanakan. Hal ini dikarenakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dapat memenuhi kaidah penataan ruang dan teknologi yang sesuai dengan Analisa Dampak Lingkungan atau AMDAL. Kementerian Lingkungan Hidup juga mengatakan bahwa reklamasi akan meningkatkan resiko banjir terutama di Kawasan Utara Jakarta, merusak ekosistem laut, dan menyebabkan penghasilan nelayan turun. Proyek juga akan membutuhkan sekitar 330 juta meter kubik pasir (untuk wilayah seluas 2.700 hektar), dan akan mengganggu PLTU Muara Karang di Jakarta Utara.

Hal inilah yang dinilai merugikan bagi pengembang. Pasalnya, para pengembang merasa terhambat dalam melakukan permohonan izin kepada pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan menimbulkan kerugian yang besar bagi penggugat. Kemudian tahun 2003 enam kontraktor menggugat keputusan tersebut ke PTUN. Enam perusahaan tersebut adalah: PT Bakti Era Mulia, PT Taman Harapan Indah, PT Manggala Krida Yudha, Pelindo II, PT Pembangunan Jaya Ancol and PT Jakarta Propertindo.

6. Tahun 2007 Di tahun 2007, enam pengembang yang mendapatkan hak reklamasi pun mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keenam pengembang tersebut ialah, PT Bakti Bangun Era Mulia, PT Taman Harapan Indah, PT Manggaka Krida Yudha, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertinda. Gugatan tersebut dilayangkan karena

34

Menteri Negara Lingkungan Hidup dinilai merumuskan kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perbuatan yang melampaui batas dan perbuatan sewenang-wenang.

Akhirnya, Pengadilan pun memutuskan bahwa surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003 dinyatakan tidak sah dan mewajibkan tergugat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencabut surat tersebut. Tidak berhenti disitu, setelah kalah dalam pengadilan Tata Usaha Negara, Kementerian Lingkungan Hidup kembali mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terkait dengan putusan tersebut. Namun lagi- lagi Kementerian Lingkungan Hidup harus berbesar hati karena gugatannya kembali kalah.

Di tahun yang sama, DKI Jakarta diterpa bencana banjir disebakan hujan deras yang diperparah dengan naiknya air laut di kawasan Utara Jakarta yang terjadi satu kali setiap 18 tahun. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari 2007 hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari. Banyaknya volume air dari 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan banjir lebih dari 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi.8

7. Tahun 2009

Di tahun 2009, Kementerian Lingkungan Hidup akhirnya pun memutuskan untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terkait dengan putusan incracht dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Pada Juli 2009, akhirnya Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan kasasi tersebut yang

8 “Dahsyatnya Banjir 2007 yang Tenggelamkan Jakarta” diakses 29 Juli 2019 dalam https://www.liputan6.com/news/read/3881811/dahsyatnya-banjir-2007-yang-tenggelamkan- jakarta/

35

menyatakan bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta telah menyalahi Analisis Dampak Lingkungan atau Amdal yang berlaku.

Kemudian dua tahun berselang setelah bencana banjir rob yang merendam Jakarta tahun 2007, Pemerintah Belanda mendatangi Pemerintah Indonesia dengan menindaklanjuti permohonan Fauzi Bowo dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk merancang sistem pertahanan laut yang dilakukan pada 2009-2012, yang kemudian dikenal sebagai Giant Sea Wall atau Great Garuda. Dalam masterplan Jakarta Coastal Defense System yang kemudian di 2013 berganti nama menjadi National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), Gubernur Jakarta saat itu Fauzi Bowo memasukkan rencana reklamasi pulau-pulau ke dalam NCICD. Alasannya adalah untuk kemitraan antara pemerintah dengan pengembang, di mana pengembang diminta sumbangannya untuk memperbaiki tanggul laut yang telah ada, yang disebut sebagai NCICD Fase A. Masuknya rencana Reklamasi Pantura telah menghidupkan lagi rencana reklamasi yang selama ini pembangunannya terhenti. Kemudian pada bulan Desember 2009, Fauzi Bowo membubarkan Badan Pelaksana Reklamasi.

8. Tahun 2010

Pada bulan Agustus tahun 2010, Gubernur Fauzi Bowo menerbitkan izin pelaksanaan sebagai kelanjutan izin prinsip dari Gubernur periode 2007 Sutiyoso untuk pulau 2A, yang kemudian disebut sebagai Pulau D kepada PT Kapuk Naga Indah dengan nomor 1491 tahun 2010. Sebelumnya, PT Kapuk Naga Indah sudah mendapat persetujuan izin prinsip reklamasi tanggal 19 Juli 2007dengan nomor 1571/-1.771.9

9 Rachmadin Ismail, Pergub dan 8 Izin Reklamasi ke Pengembang yang Diterbitkan Fauzi Bowo, diakses 30 Juli 2019 dalam https://news.detik.com/berita/d-3182571/pergub-dan-8-izin- reklamasi-ke-pengembang-yang-diterbitkan-oleh-fauzi-bowo

36

9. Tahun 2011 Dua tahun berselang setelah Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Kementerian Lingkungan Hidup, Mahkamah Agung melakukan Peninjauan Kembali atau PK dalam putusannya. Di tahun 2011, keadaan justru berbalik. Mahkamah Agung justru mengabulkan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) yang dimohonkan 6 pengembang terkait Reklamasi Pantura perkara No Register 12 PK\/TUN\/2011 dengan pengadilan asal PTUN Jakarta No Surat Pengantar W2.TUN.132\/HK.06\/XII\/2010 dan menyatakan bahwa pembangunan proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta adalah hal yang legal dan diperbolehkan oleh hukum. Putusan inilah yang menjadi pertanyaan sejumlah pihak bagaimana dengan pembangunan mega proyek tersebut.10

10. Tahun 2012 Pada bulan Januari, DPRD mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) No. 1/2012 tentang RTRW 2010-2030 yang memasukkan reklamasi pulau-pulau, yang saat itu berjumlah 14 sesuai lampiran RTRW. Gambar satelit yang diambil dari Google Earth menunjukkan bahwa sudah ada titik kecil di utara Pantai Indah Kapuk yang adalah cikal bakal Pulau D.

Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah DKI Jakarta tahun 2030 ini, Perda RTRW DKI Jakarta 2030 menjadi pedoman pembangunan Jakarta dalam jangka panjang dan menengah serta pembangunan Jakarta, termasuk didalamnya rencana pembangunan reklamasi Teluk Jakarta sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional. Dengan disahkannya Perda tentang RTRW DKI Jakarta 2030 ini maka mengubah adanya peraturan yang termaktub dalam Perda Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Perda ini disahkan oleh Pemerintah Daerah pada tanggak 12 Januari 2012 silam.

10 DKI Minta Semua Pihak Hargai Putusan MA Reklamasi Pantai Jakarta, diakses 30 Juli 2019 dalam https://news.detik.com/berita/1606600/dki-minta-semua-pihak-hargai-putusan-ma-soal- reklamasi-pantai-jakarta

37

Kemudian pada tanggal 21 Mei 2012, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diwakili oleh Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Wiriyatmoko menandatangani addendum Perjanjian Kerja Sama dengan PT Kapuk Naga Indah, dimana ada perizinan Pulau C, D, dan E digabung menjadi satu.

Pada 19 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan Peraturan Gubernur No. 121/2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Untuk pertama kalinya Pemda DKI Jakarta mengungkap bawah akan ada 17 pulau yang dinamai Pulau A sampai Pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Pergub memproyeksikan akan ada 750.000 penduduk baru di ke-17 pulau baru. Selanjutnya pada tanggal 21 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan izin prinsip untuk pulau F, G, I, dan K. Pada 5 Desember 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP No. 122 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Indonesia. Pasal 16 menyatakan bahwa izin pelaksanaan reklamasi di Kawasan Strategis Nasional Tertentu harus mendapatkan rekomendasi menteri terkait.

11. Tahun 2014 Meski Gubernur periode sebelumnya telah mengeluarkan sejumlah izin reklamasi, namun tak ada satu pun izin yang dikeluarkan atau pun perpanjangan izin yang diteken oleh Jokowi. Ada beberapa aturan yang memang dikeluarkan oleh Jokowi kala itu, yang masih berkaitan dengan Reklamasi Pantura, yakni Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 146 Tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan dan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Selain Pergub DKI Jakarta Nomor 146, Jokowi juga sempat mengeluarkan Pergub Nomor 15 Tahun 2014 tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil. Namun tidak ada pemberian izin terhadap satu pun pengembang mengenai izin reklamasi di Teluk Jakarta. Jokowi sempat menyebutkan dua Pergub ini merupakan acuan dan landasan hukum terkait dengan pengaturan izin

38

Reklamasi Teluk Jakarta seperti melanjutkan aturan yang pernah dikeluarkan oleh Presiden dan Gubernur sebelumnya, bukan pemberian izin pelaksanaan reklamasi.

Pada 10 Juni 2014, sembilan hari setelah Jokowi mengambil cuti untuk kampanye presiden, , saat itu menggantikan Jokowi sebagai Pelaksana Tugas atau Plt, mengeluarkan perpanjangan izin prinsip yang sudah kadaluwarsa di September 2013 yang dikeluarkan Fauzi Bowo di tahun 2012 untuk pulau F, G, I, dan K.

Pada 23 Desember, Ahok menerbitkan izin pelaksanaan untuk Pulau G untuk anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudra. Saat itu Ahok kurang dari sebulan resmi menjabat sebagai gubernur; ia dilantik pada 19 November 2014.

12. Tahun 2015 Pada bulan April, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Pemerintah Daerah (Pemda) DKI untuk menghentikan reklamasi dengan alas an itu adalah wewenang pemerintah pusat. Pemda DKI menanggapi dengan mengatakan bahwa reklamasi 17 pulau bukanlah bagian dari NCICD, dengan demikian merupakan wewenang Pemda sesuai dengan Keppres 1995 mengenai Reklamasi Pantai Utara.

Di bulan September Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menggugat pemda DKI karena telah menerbitkan izin untuk Pulau G untuk Pluit City di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Nelayan mengatakan reklamasi telah mengancam wilayah mereka mencari nafkah sehingga mereka harus berlayar lebih jauh. Beberapa nelayan juga bersaksi telah melihat lumpur mengambang di sekitar wilayah pembangunan Pulau G. Pada bulan Oktober 2015, Ahok kembali mengeluarkan surat perizinan pelaksanaan reklamasi Pulau F melalui Keputusan Gubernur Nomor 2268 Tahun 2015 kepada salah satu pengembang Badan Usaha Miliki Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo atau Jakpro.

39

Ada 13 poin penting yang disebutkan dalam Keputusan Gubernur tersebut, seperti halnya kewajiban dari PT Jakarta Propertindo dan kontribusi yang harus diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta.

Di waktu yang bersamaan dengan terbitnya Keputusan Gubernur Pulau F, Ahok mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau I, melalui Keputusan Gubernur Nomor 2269 Tahun 2015 kepada pengembang PT Jaladri Kartika Pakci. Adapun pembangunan reklamasi di Pulau I nantinya akan diperuntukkan pembangunan real estate dan Gedung perkantoran. Pada 17 November 2015, Ahok kembali mengeluarkan perizinan pelaksanaan reklamasi kepada pengembang PT Pembangunan Jaya Ancol. Dengan adanya Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2485 ini artinya Pemprov DKI Jakarta menyetujui izin pelaksanaan reklamasi Pulau K, yang sudah sesuai dengan aturan.

Pada 23 November, pemda DKI mengirimkan dua rancangan peraturan daerah tentang zonasi reklamasi dan pulau-pulau kecil di utara Jakarta dan rencana tata ruang kawasan strategis reklamasi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemda DKI mengatakan reklamasi penting untuk pembangunan waterfront city di Jakarta.

13. Tahun 2016

Di bulan Januari, The Jakarta Post menemukan gambar satelit dari Google Earth yang memperlihatkan bahwa KNI telah membangun Pulau C yang melekat pada Pulau D. Di Februari KNTI menggugat Pemerintah Daerah (Pemda) atas penerbitan izin pelaksanaan pulau F, I, dan K di PTUN. Kemudian Ahok mengeluarkan kebijakan baru melalui Pergub Nomor 206, yang mana peraturan ini berkaitan dengan Panduan Rancang Kota Pulau C, D dan E Hasil Reklamasi Kawasan Startegis Pantura Jakarta. Pergub ini dikeluarkan tentunya untuk

40

memberikan pedoman kepada para pengembang yang telah mendapatkan kartu hijau, mulai dari prinsip dan pelaksanaan reklamasi.

Pada bulan Maret, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, M. Sanusi, dengan tuduhan suap berkait dua raperda reklamasi. KPK juga menahan Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja untuk dugaan yang sama. Pada tanggal 18 April, Menko Maritim Rizal Ramli mengeluarkan moratorium untuk Pulau C, D, E dan G. Pekerjaan reklamasi dihentikan. Pada tanggal 27 April, Presiden Jokowi pasca kepulangannya dari Belanda, mengadakan rapat terbatas mengenai NCICD, dan meminta agar NCICD dilanjutkan dan jangan dipersempit menjadi 17 pulau saja. Pada tanggal 31 Mei, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memenangkan gugatan nelayan Jakarta Utara melawan PT Muara Wisesa Samudra dan Pemerintah DKI Jakarta yang mengeluarkan Izin Pelaksanaan Pulau G. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi a. Melanggar hukum karena tidak dijadikannnya UU 27 Tahun 2007 dan UU 1 Tahun 2014 sebagai dasar b. Tidak adanya rencana zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU 27 Tahun 2007 c. Proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tidak melibatkan nelayan d. Reklamasi tidak sesuai dengan prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan umum sebagaimana UU 2/2012. e. Tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi, hanya kepentingan bisnis semata f. Mengganggu objek vital g. Menimbulkan dampak fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur. h. Hakim juga menyatakan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan dan berdampak kerugian bagi para penggugat (nelayan)

41

Pada tanggal 27 Juli, Presiden Jokowi melakukan penggantian kabinet. Rizal Ramli diganti oleh Luhut Binsar Pandjaitan. Pada bulan September Menko Perekonomian dan Maritim yang baru Luhut Panjaitan menyatakan reklamasi Teluk Jakarta tidak Bermasalah dan bisa dilanjutkan, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Pada tanggal 19 Oktober 2016, Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengembalikan berkas permohonan HPL kepada Pemprov DKI. Pada tanggal 20 Oktober 2016, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memenangkan Banding kepada PT Muara Wisesa dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada tanggal 23 Oktober, 2 hari sebelum cuti kampanye, Gubernur Ahok menandatangani Peraturan Gubernur 206 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D dan E.

14. Tahun 2017 Pemerintah Provinsi Jakarta menyatakan PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang pulau buatan telah memenuhi seluruh syarat perbaikan dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) reklamasi Pulau C dan D di Teluk Jakarta. Pada tanggal 25 April, PTSP DKI menerbitkan Kelayakan Lingkungan Hidup dan Izin lingkungan reklamasi Pulau C dan D. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta Andono Warih, izin lingkungan layak diberikan karena PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang pulau buatan telah memenuhi seluruh syarat perbaikan dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) reklamasi Pulau C dan D.

Seluruh perbaikan dokumen Amdal oleh PT Kapuk Naga Indah, tukas Andono mengacu pada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengenai penghentian sementara seluruh kegiatan Pulau C, D dan G serta pembatalan Pulau E (SK.356/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016). Selain memperhatikan syarat perbaikan dari Menteri Siti, prosedur penerbitan izin lingkungan Pulau C dan D kata dia juga didasarkan pada Peraturan Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan

42

Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan (Permen LH Nomor 08 Tahun 2013).11

Pada tanggal 12 dan 19 Juni, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menerbitkan sertifikat HPL atas nama pemerintah DKI Jakarta untuk Pulau D, setelah itu PT Kapuk Naga Indah mengajukan sertifikat HGB atas pulau tersebut pada tanggal 21 Agustus ke kantor Pertanahan Jakarta Utara. Kemudian surat ukur untuk keperluan sertifikat HGB terbit pada 23 Agustus dengan luas 312 hektar. Satu hari setelah itu, sertifikat HGB dikeluarkan pada 24 Agustus atas nama PT Kapuk Naga Indah untuk pulau D seluas 312 hektar.12

Sebelumnya pada tanggal 23 Agustus, Gubernur Jakarta menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar mencabut sanksi administrasi dengan alasan semua syarat telah dipenuhi. Kemudian tanggal 30 Agustus, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencabut sanksi moratorium karena 11 syarat dianggap sudah dipenuhi.

Pada tanggal 2 Oktober, Gubernur Djarot menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) No.137/2017 tentang Panduan Rancang Kota Pulau G, penyusunan pergub tersebut dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam persiapan dan perencanaan pembahasan Pulau G dan akan menjadi rancangan tata kota atau Urban Design Guideline (UDGL) definitif pulau G.13

11 “Alasan Pemprov DKI Jakarta Terbitkan Izin Lingkungan Pulau C dan D” diakses tanggal 31 Juli 2019 dalam https://kbr.id/nasional/05- 2017/_alasan_pemprov_jakarta_terbitkan_izin_lingkungan_pulau_c_dan_d/90075.html

12 “BPN Sebut Penerbitan Sertifikat HGB Pulau D Diminta Jokowi” diakses tanggal 31 Juli 2019 dalam https://www.suara.com/news/2017/08/29/151837/bpn-sebut-penerbitkan-sertifikat-hgb- pulau-d-diminta-jokowi

13 Bab II, maksud dan tujuan pasal 2, Pergub No.137/2017 tentang Panduan Rancangan Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta

43

Pada tanggal 5 Oktober, Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman mencabut Moratorium untuk Pulau C, D, dan G. Dokumen itu ditandatangani langsung oleh Luhut Pandjaitan dengan judul surat 'Pencabutan Penghentian Sementara (Moratorium) Pembangunan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta'.14 Kemudian tanggal 6 Oktober, Gubernur Djarot menuliskan surat kepada DPRD DKI untuk mulai membahas Raperda tentang Reklamasi. Dalam surat itu, Djarot juga mengingatkan perlu diaturnya kontribusi 15 persen dari pengembang. Sebagaimana diketahui, Djarot akan habis masa jabatan sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta pada hari Senin, 16 Oktober 2017 yang akan digantikan dengan Gubernur DKI Jakarta terpilih periode 2017-2022, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Keduanya akan dilantik sebagai Gubernur terpilih pada tanggal 16 Oktober 2017 sore di Istana oleh Presiden Joko Widodo.

Tanggal 14 Desember, Gubernur Anies mencabut dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRW) dan Raperda tentang Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Raperda tersebut dibuat pada periode Gubernur sebelumnya yang dimaksudkan sebagai landasan hukum pembangunan pulau reklamasi pantai utara.

15. Tahun 2018 Tanggal 9 Januari, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang mencabut sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di sejumlah pulau hasil Reklamasi Teluk Jakarta. Hal itu ia sampaikan dalam surat resmi Gubernur DKI Jakarta bernomor 2373/-1.794.2. Alasannya karena keluarnya HGB, khususnya untuk pulau D, tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Menurutnya, sertifikat tersebut diberikan sebelum adanya pengesahan dua Rancangan Peraturan Daerah yang menjadi alas hukum pelaksanaan reklamasi Jakarta yakni, Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara

14 “Kronologi Pencabutan Moratorium Pembangunan 17 Pulau Reklamasi” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://kumparan.com/@kumparannews/kronologi-pencabutan-moratorium-pembangunan- 17-pulau-reklamasi

44

Jakarta (RTRKS Pantura) dan Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).15

Tanggal 4 Juni, Pemprov DKI telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) No.52/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Pergub itu mengatur pembentukan Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP) Pantai Utara Jakarta. Badan itu mempunyai tugas mengoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan pelaksanaan penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta, pengelolaan hasil Reklamasi Pantura Jakarta dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta serta memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta, dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta.16 Ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT), Iwan, menyebut Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 58 Tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi kado pahit bagi para nelayan menjelang perayaan Idul Fitri tahun 2018 ini. Menurutnya, dengan diterbitkannya Pergub No.58 maka ada kemungkinan Pemprov DKI melanjutkan proyek reklamasi. Apabila proyek reklamasi lanjut, Iwan melanjutkan, akan membuat nasib nelayan tidak jelas.17 Namun, Gubernur Jakarta Anies Baswedan membantah akan melanjutkan reklamasi. Menurutnya Pergub No.58 bertujuan untuk mengatur pulau reklamasi yang sudah terlanjur dibangun.18

15 “Anies Minta BPN Cabut HGB Pulau Reklamasi Karena Langgar Aturan” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://tirto.id/anies-minta-bpn-cabut-hgb-pulau-reklamasi-karena-langgar-aturan- cC1n

16 Pergub No.58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta

17 “Pergub Reklamasi, Kado Pahit Anies ke Nelayan Jelang Lebaran” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180613120349-20-305777/pergub-reklamasi-kado- pahit-anies-ke-nelayan-jelang-lebaran

18 “Anies: Yang Sebut Reklamasi Lanjut Berarti Kritik Imajinasi Sendiri” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://news.detik.com/berita/4068980/anies-yang-sebut-reklamasi-lanjut-berarti-kritik- imajinasi-sendiri

45

Tanggal 7 Juni, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan bahwa dua pulau reklamasi di Teluk Jakarta, C dan D, atas nama PT Kapuk Naga Indah disegel oleh Pemprov DKI Jakarta. Dalam kesempatan yang sama, seluruh aktivitas pembangunan di kedua pulau tersebut juga dihentikan lantaran melanggar banyak ketentuan dan belum memiliki izin lengkap dari DKI Jakarta. Diketahui bahwa jumlah bangunan di kedua pulau tersebut mencapai 932 unit yang terdiri dari 212 unit rukan, 409 rumah tinggal tapak ukuran 60, serta 311 unit rumah dan rukan yang masih setengah jadi.19

Usai Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta pada Rabu 26 September, Anies Baswedan secara resmi menghentikan segala proyek reklamasi di wilayahnya dan mencabut izin prinsip 13 pulau dari 17 total pulau reklamasi. Keputusan tersebut diambil setelah Pemprov DKI Jakarta melakukan verifikasi atas seluruh kegiatan reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Saat proses verifikasi, Pemprov DKI Jakarta menemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan pengembang, antara lain dalam hal desain dan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).20 Dalam kesempatan yang sama, Pemprov DKI Jakarta tidak menyediakan ruang untuk negosiasi, dan menyatakan siap digugat secara hukum oleh pengembang. Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Tubagus, menyayangkan masih ada izin 4 pulau yang tidak dicabut. Menurutnya, 4 pulau yang sudah terlanjur dibangun tersebut cacat hukum sejak awal dibangun dan telah memberi dampak sosial kepada masyarakat sekitar yang kehilangan mata pencaharian. Tubagus juga menyarankan Pemprov DKI Jakarta untuk mengambil alih 4 pulau oleh pemerintah tanpa ada campur tangan swasta.21

19 “Anies Baswedan Segel 932 Unit Bangunan di Pulau Reklamasi” diakses 1 Agustus 2018 dalam https://tirto.id/anies-baswedan-segel-932-unit-bangunan-di-pulau-reklamasi-cLU2

20 “Reklamasi 13 Pulau di Teluk Jakarta dibatalkan Gubernur Anies Baswedan: Yang Harus Anda Ketahui” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45662194

21 Lia Harahap, “WALHI: Harusnya Pemprov DKI Juga Berani Cabut Izin 4 Pulau Reklamasi” diakses 1 Agustus 2019 dalam https://www.merdeka.com/jakarta/walhi-harusnya- pemprov-dki-juga-berani-cabut-izin-4-pulau-reklamasi.html

46

Pada tanggal 9 November, Anies Baswedan menandatangani Pergub No.120/2018 tentang penugasan pada PT Jakpro dalam pengelolaan Reklamasi Pantai Utara. Pergub tersebut diteken Gubernur pada 9 November dan mulai diundangkan pada 16 November. Dalam Pergub itu dijelaskan bahwa PT Jakpro berhak mengelola lahan kontribusi sesuai dengan panduan rancangan kota. Selain itu, PT Jakrpro juga diperbolehkan melakukan kerja sama pengelolaan sarana, prasarana, dan utilitas umum lainnya pada pemegang izin pelaksanaan reklamasi sesuai yang diamanatkan dalam Panduan Rancang Kota.22 Senin 26 November, Pemprov DKI mengubah nama Pulau C, D, dan G. Nama pulau-pulau tersebut diganti dari Pulau C menjadi ‘Pantai Kita’, kemudian pulau D menjadi ‘Pantai Maju’, dan Pulau G menjadi ‘Pantai Bersama’. Perubahan nama tersebut setelah Gubernur DKI menandatangani keputusan gubernur nomor 1744.23

16. Tahun 2019 Bulan Juni, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk 932 bangunan yang telah didirikan di Pulau D hasil reklamasi di pesisir utara Jakarta. Di Pulau D, terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor, 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun. Gubernur Anies Baswedan melalui siaran pers yang dilakukan Kamis 14 Juni, penerbitan IMB sudah sesuai prosedur dan transparan. Menurutnya walaupun sebelumnya terjadi penyegelan bangunan yang terjadi di Pulau D, namun pengembang tidak kehilangan haknya untuk mengurus IMB.24

22 Pasal 2, Pergub No 120/2018 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo Dalam Pengelolaan Tanah Hasil Reklamasi Pantai Utara Jakarta

23 Kepgub No 1744/2018, tentang Penamaan Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju, dan Kawasan Pantai Bersama Kota Administrasi Jakarta Utara

24 Nibras Nada Nailufar, Kronologi Penerbitan IMB Pulau Reklamasi, diakses pada 8 Agustus 2019 dalam https://megapolitan.kompas.com/read/2019/06/14/08564111/kronologi- penerbitan-imb-pulau-reklamasi

47

9 Juli, Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah tentang pencabutan izin pelaksanaan reklamasi pulau H. Pencabutan izin ini menanggapi Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.1409/2018 tanggal 6 September 2018. Kepgub ini dibuat Anies menyangkut Pencabutan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.2637/2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau H kepada PT Taman Harapan Indah, sehingga PTUN Jakarta mewajibkan Gubernur DKI Jakarta memproses izin perpanjangan keputusan era Basuki Tjahaja Purnama terkait pemberian izin reklamasi Pulau H di Teluk Jakarta.

Lalu tanggal 19 Juli, Pemprov DKI Jakarta mengajukan banding atas putusan PTUN yang mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah tentang pencabutan izin pelaksanaan reklamasi Pulau H. Selain Pulau H, ada tiga pengembang lain yang juga menggugat SK Gubernur. Mereka adalah PT Agung Dinamika Perkasa pengembang Pulau F yang mendaftarkan gugatan pada 26 Juli 2019 dan PT Jaladri Kartika Pakci pengembang Pulau I pada 27 Mei 2019. Lalu, PT Manggala Krida Yudha pengembang Pulau M pada 27 Februari 2019.

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA

Dalam bab ini akan dibahas faktor-faktor penyebab dihentikannya proyek reklamasi Pantai Utara serta proses dan implementasi kebijakan yang sudah dilaksanakan. Selain itu, bab ini juga akan menganalisis landasan hukum Reklamasi Pantai Utara yang digunakan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menghentikan proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

A. Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta 1. Dasar dan Implementasi Dalam perjalanannya sejak direncanakan oleh Gubernur Wiyogo Atmodarminto, dan direstui oleh pemerintah pusat yang dipimpin Presiden Soeharto dengan diterbitkannya Keppres 52/1995, berdasarkan isi dari Keppres tersebut disebutkan bahwa Reklamasi Pantai Utara merupakan sepenuhnya wewenang Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, proyek Reklamasi Pantai Utara semakin mulus dengan dibentuknya Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Komisi Penilai AMDAL) pada tahun 1999. Namun Kementrian Lingkungan Hidup merespon pembentukan Komisi Penilai AMDAL dengan mengatakan bahwa Reklamasi Pantai Utara Jakarta berbahaya bagi lingkungan dan berdampak buruk bagi masyarakat terutama nelayan. Dalam rencananya, kegiatan reklamasi Pantai Utara Jakarta bertujuan untuk menambah wilayah daratan yang akan digunakan sebagai pusat bisnis baru, perkantoran, pelabuhan, tempat wisata sampai pemukiman mewah untuk masyarakat menengah keatas.

Dalam konsep perizinan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi DKI Jakarta, ada beberapa tahapan-tahapan dimana para pengembang reklamasi harus memenuhi persyaratan dalam mendapatkan izin pembangunan dari Pemprov DKI selaku pemilik lahan. Sebagai wilayah baru yang akan dibangun, reklamasi teluk

48

49

Jakarta membutuhkan beberapa aturan yang mesti dikeluarkan Pemprov untuk pengembang sebagai landasan hukum dalam menentukan suatu zonasi wilayah. Tahapan pertama adalah Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang, seperti dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, disebutkan bahwa Izin Prinsip adalah surat izin yang diberikan oleh pemerintah/pemerintah daerah untuk menyatakan suatu kegiatan secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan atau beroprasi dan sebagai pertimbangan pemanfaatan lahan berdasarkan aspek teknis, politis, dan sosial budaya.1 Setelah diterbitkannya Keppres No. 52/1995, beberapa izin prinsip diberikan Pemprov DKI Jakarta kepada pengembang diantara lain PT Kapuk Naga Indah yang mendapat persetujuan izin prinsip reklamasi tanggal 19 Juli 2007 melalui keputusan nomor 1571/-1.711 untuk Pulau 2A, lalu izin prinsip pulau A dan B dengan nomor izin 1289/- 1.794.2. yang dikeluarkan tanggal 21 September 2012, PT Kawasan Ekonomi Khusus atas pulau O dengan nomor izin 1281/-1.794.2. yang dikeluarkan tanggal 21 september 2012, PT Manggala Krida Yudha atas pulau M dengan nomor izin 1283/1.794.2 yang dikeluarkan tanggal 21 September 2012, kemudian PT Pembangunan Jaya Ancol atas pulau L, J dan I dengan nomer izin 1276/-1.794.2.8. yang dikeluarkan tanggal 21 September 2012.

Sebagai pihak yang mendorong terealisasinya proyek reklamasi teluk Jakarta yang digagas presiden Soeharto, dukungan terhadap reklamasi teluk Jakarta masih berjalan hingga tahun 2017 periode Gubernur Basuki Tjahja Purnama. Dalam tahapan perizinan pulau reklamasi teluk Jakarta, ketika izin prinsip sudah terbit maka tahapan selanjutnya adalah izin pelaksanaan yang memuat kewajiban pengembang secara umum. Genap sebulan memimpin menggantikan Gubernur Jakarta sebelumnya Joko Widodo tahun 2014, Gubernur Ahok sudah mengeluarkan izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta untuk Pulau G dengan perusahaan pengembang PT Muara Wisesa Samudra melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2238 pada tanggal 23 Desember 2014 silam.

1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pasal 163, Ayat (1), Huruf A.

50

Selang beberapa lama, Ahok kembali menerbitkan izin pelaksanaan untuk pulau F dengan Keputusan Gubernur No 2268/2015 untuk PT Jakarta Propertindo. Bertepatan dengan terbitnya izin pelaksanaan pulau F, Ahok kembali menerbitkan izin pelaksanaan untuk pulau I melalui Keputusan Gubernur No. 2269/2015 kepada PT Jaladri Kartika Pakci, sampai perizinan Pulau K untuk PT Pembangunan Jaya Ancol dengan nomer putusan 2485. Dengan diterbitkannya izin-izin pelaksanaan tersebut, artinya empat pengembang sudah dapat melanjutkan pembangunan reklamasi sesuai dengan aturan pemanfaatan lahan dari masing-masing pulau. Sejak pertama kali menjabat sebagai Gubernur DKI, Ahok memang memperlihatkan keseriusan untuk melanjutkan pembangunan reklamasi teluk Jakarta, dengan alasan pembangunan reklamasi teluk Jakarta akan memberikan keuntungan bagi warga DKI Jakarta. Alasannya pembebanan biaya reklamasi teluk Jakarta ditanggung pengembang dan tidak dibebankan Pemprov DKI Jakarta, terlebih lagi Pemprov menetapkan biaya retribusi dan kontribusi tambahan yang harus dibayarkan pengembang sebagai pajak yang akan digunakan untuk membangun Jakarta. Rencananya dana kontribusi tambahan yang dibebankan untuk pengembang nanntinya akan digunakan untuk dialokasikan sebagai penataan kembali daratan pesisir pantai utara Jakarta.

Gubernur Ahok kembali menunjukkan keseriusannya dalam kelanjutan proyek reklamasi dengan membahas Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda perihal Kawasan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (Pantura) pada sidang Paripurna yang diselenggarakan 25 November 2015, Raperda ini direncanakan dapat menjadi landasan hukum dalam pembangunan Reklamasi mendatang. Dalam Paripurna tersebut, Ahok menjelaskan bahwa status lahan reklamasi 100% adalah milik Pemprov DKI Jakarta dengan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemprov Jakarta, sedangkan pada lahan-lahan yang ingin dikembangkan sebagai komersil oleh pengembang hanya diberi Hak Guna Bangunan (HGB) yang kemudian dari total luas lahan pulau, sekitar 5% wajib diserahkan kepada Pemprov Jakarta.2 Dalam

2 Kurnia Sari Aziza, Ahok Ajukan Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta, diakses pada tanggal 6 September 2019 dari situs

51

penjelasannya di sidang Paripurna, Ahok juga menjelaskan secara detail tentang kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi pengembang. Kewajiban pertama, setiap pengembang wajib menyediakan 5% dari total luas lahan pulau untuk Pemprov DKI Jakarta, selain itu pengembang juga diwajibkan untuk menyediakan 30% Ruang Terbuka Hijau atau RTH dengan spesifikasi 20% terbuka untuk umum dan 10% untuk privat. Dari berbagai kewajiban yang harus dipenuhi pengembang, salah satu kewajiban yang diatur dalam Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang mendapat perhatian publik adalah kontribusi tambahan yang dinilai akan menguntungkan warga DKI Jakarta. Besaran kontribusi tambahan disebutkan sebesar 15% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berdasarkan total lahan yang dapat dijual pada tahun dimana tambahan kontribusi tersebut dikenakan.3

Awal mula penetapan kontribusi tambahan sebesar 15% bagi pengembang reklamasi sudah didiskusikan Pemprov DKI Jakarta kepada pengembang sejak Ahok masih menjadi wakil Gubernur Joko Widodo, menurutnya Pengembang juga tidak keberatan atas kontribusi tambahan yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta dan sepakat atas peraturan tersebut.4 Namun tidak dijelaskan lebih jauh mengenai mekanisme perhitungan, prosedur pembayaran, lokasi, besaran dan lokasi jenis pengenaan kewajiban kontribusi tambahan, rencananya detail aturan tersebut akan diatur dengan Pergub secara terpisah. Dari hasil perhitungan sederhana, nilai kontribusi tambahan yang bisa diterima Pemprov DKI Jakarta karena dapat memberi pemasukan ke kas

https://megapolitan.kompas.com/read/2015/11/26/07475601/Ahok.Ajukan.Raperda.Reklamasi.Pantai. Utara.Jakarta

3 Pasal 166, ayat 11. Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

4 Puput Tripeni Juniman, Ahok: Kontribusi Tambahan Reklamasi Juga Untuk Bangun Tanggul, diakses pada tanggal 11 September 2019 pada https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160916192321-20-158922/ahok-kontribusi-tambahan- reklamasi-juga-untuk-bangun-tanggul

52

daerah yaitu sebesar Rp.100 triliun per tahun sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak dari setiap pengembang Reklamasi.5

Selain itu dalam perencanaan ruang untuk kawasan pesisir Jakarta, pembagian alokasi ruang perairan, dasar hukum yang mengatur kegiatan yang diizinkan Pemprov selaku pemilik lahan, maupun aturan mengenai kebijakan, strategi, dan arahan pengembangan pada setiap zona rencananya akan dijabarkan dalam Raperda Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ruang lingkup Raperda ini rencananya mengatur tentang batas-batas wilayah pulau yang mencakup wilayah administrasi kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut. Dalam perjalanannya, kedua Raperda tersebut mendapat banyak tantangan disebabkan proses politik yang rumit. Gubernur Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama sampai mengirim surat bernomor 4511/-075.61 kepada DPRD DKI Jakarta yang meminta kedua Raperda tersebut segera disahkan dalam rapat paripurna DPRD.6

Menurutnya Raperda RZWP3K dan Raperda RTRKS Pantura telah selesai dibahas bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta sehingga tidak ada lagi alasan untuk menundanya. Sejak awal dirinya menjabat menggantikan Gubernur Joko Widodo yang naik menjadi Presiden, Ahok memang telah mengajukan tiga Raperda kepada DPRD DKI Jakarta terhitung dari akhir tahun 2014. Namun hampir satu tahun dirinya menjabat, baru satu Raperda yang telah rampung dibahasa oleh DPRD. Dari 17 total Raperda prioritas Pemprov DKI, 16 sisa Raperda yang belum dibahas rencananya ditargetkan selesai dalam kurun waktu tujuh bulan kedepan, beberapa Raperda prioritas diantaranya adalah draft raperda tentang penyelenggaraan

5 Fadel Prayoga, Ahok: Pergub Yang Saya Keluarkan Tak Bisa Dijadikan Dasar IMB Pulau Reklamasi, diakses tanggal 11 September 2019 pada https://megapolitan.okezone.com/read/2019/06/19/338/2068409/ahok-pergub-yang-saya-keluarkan- tak-bisa-dijadikan-dasar-imb-pulau-reklamasi

6 Larissa Huda, Ini Alasan Ahok Minta DPRD Segera Sahkan Raperda Zonasi, diakses tanggal 11 September 2019 dalam https://metro.tempo.co/read/811622/ini-alasan-ahok-minta-dprd- segera-sahkan-raperda-reklamasi/full&view=ok

53

reklamasi Pantai Utara Jakarta. Namun lambannya pembahasan Raperda dalam DPRD DKI Jakarta menurutnya tidak akan menghambat pembangunan Pemprov, menurutnya walaupun DPRD enggan mengesahkan Perda yang mengatur Reklamasi, maka Ahok akan mengeluarkan Peraturan Gubernur agar pembangunan reklamasi tetap berjalan.7 Pilihan dalam mengeluarkan Pergub jika pembahasan Raperda lamban memang dimungkinkan, berdasarkan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Perundang- Undangan dan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, Pergub memang bisa dibuat sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah dan Gubernur memiliki kewenangan atas hal itu.

Namun dengan mudahnya Gubernur mengeluarkan Pergub bisa menimbulkan masalah kedepannya, karena pembuatan produk hukum tidak melewati DPRD maka kontrol publik atas kebijakan Gubernur melalui wakilnya di DPRD akan makin sulit dilakukan. Ahok juga menegaskan tak akan menghentika proyek reklamasi walaupun DPRD DKI belum mengesahkan dua Raperda soal reklamasi menjadi Perda, dirinya siap menggunakan Perda yang lama yaitu Perda No. 8/1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Hanya saja yang jadi masalah adalah, dalam Perda tahun 1995 tersebut belum dijelaskan tentang kontribusi tambahan untuk pengembang sebesar 15% dari NJOP, yang hanya dijelaskan dalam Raperda RTR Kawasan Strategis Pantura. Dirinya juga siap menunggu sampai Pemilu Legislatif tahun 2019 menghasilkan anggota DPRD yang baru yang dapat mengakomondasi besaran kewajiban 15% tersebut.8

7 Lalu Rahadian, DPRD Tak Hasilkan Perda, Ahok Santai Karena Bisa Bikin Pergub, diakses tanggal 11 September 2019 pada https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150507114005-20- 51804/dprd-tak-hasilkan-perda-ahok-santai-karena-bisa-bikin-pergub

8 Danu Damarjati, Raperda Reklamasi Tak Kunjung Disahkan DPRD, Ahok: Pakai Perda yang Lama, diakses tanggal 11 September 2019, pada https://news.detik.com/berita/d- 3181326/raperda-reklamasi-tak-kunjung-disahkan-dprd-ahok-pakai-perda-yang-lama

54

Selain Raperda Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, Gubernur Ahok kembali mempercepat proses dalam perencanaan pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta dengan mengajukan Raperda Zonasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) untuk tahun 2015-2035. Bedanya dengan Raperda Kawasan Strategis Pantura, Raperda RZWP3K merupakan aturan yang berkaitan dengan peruntukan ruang laut pesisir utara Jakarta. Dalam Raperda ini, mengatur tentang hal-hal penting seperti pemisahan zonasi kawasan, yang memisahkan kawasan pelayaran, budidaya, atau wilayah peruntukan umum dan konservasi. Kedua Raperda tersebut rencananya dapat menjadi landasan hukum yang sah dalam keberlanjutan proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Ahok pada saat itu, beralasan bahwa dikebutnya pembangunan proyek Reklamasi Teluk Jakarta saat itu demi mengejar kontribusi tambahan pengembang ditambah dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang diproyeksikan menyerap 1,2 juta tenaga kerja baru.9

Pada saat menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur Jakarta periode 2012- 2017, Ahok sebagai Petahana memutuskan untuk maju melanjutkan masa kepemimpinannya sebagai gubernur untuk periode kedua melawan Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono. Dalam Program Kerjanya, Ahok mengatakan bahwa dalam periode kedua sebagai gubernur dirinya akan tetap melanjutkan Proyek Reklamasi Pantai Utara sebagai solusi keterbatasan lahan dengan pertimbangan- pertimbangan yang menguntungkan masyarakat Jakarta seperti yang sudah dijelaskan diatas. Namun kedua rivalnya, menentang proyek reklamasi Jakarta dan berencana untuk menghentikan proyek ambisius itu dengan alasan keberpihakan kepada rakyat kecil. Anies Baswedan, sebagai calon gubernur saat itu mengatakan bahwa Reklamasi sebagai cita-cita Soeharto berbeda dengan reklamasi yang dibangun saat ini. Menurutnya, Reklamasi hanya akan menjadi pemukiman yang mewah dan masyarakat

9 Larissa Huda, Dipandu Ira Koesno, Begini Debat Ahok dan Anies Soal Reklamasi, diakses pada tanggal 6 September 2019 pada https://nasional.tempo.co/read/865595/dipandu-ira-koesno- begini-debat-ahok-dan-anies-soal-reklamasi

55

kecil hanya dapat menontonnya dari jauh.10 Dalam kampanyenya, Anies Baswedan sebagai calon gubernur yang paling lantang dalam menolak reklamasi teluk Jakarta dalam video kampanyenya mengatakan soal keberpihakannya dengan memilih untuk tidak membiarkan pembangunan proyek reklamasi. Anies beranggapan bahwa segala pembangunan yang terjadi di Jakarta seharusnya dapat dimanfaatkan untuk seluruh rakyat Jakarta bukan hanya sekelompok orang saja.11 Melalui video kampanye berdurasi 57 detik yang diunggah akun Twitternya, Anies mengatakan bahwa dirinya tidak ingin pulau reklamasi menjadi kawasan perumahan komersial yang hanya dapat dinikmati kelompok mengengah keatas, dan ia berjanji tak akan tinggal diam dan akan mencari solusi agar reklamasi dapat dinikmati bersama.12

Kampanye tolak reklamasi teluk Jakarta tampaknya mampu mendongkrak elektabilitas Anies Baswedan melawan petahana Basuki Tjahaja Purnama, sampai akhirnya hari Jumat, 5 Mei 2017 KPUD DKI Jakarta menetapkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih 2017-2022. Keseriusan Anies dalam menghentikan reklamasi dimulai 100 hari pertamanya saat menjabat, pada bulan Desember 2017 Pemprov DKI Jakarta resmi mencabut dua rancangan peraturan daerah (Raperda) terkait reklamasi pantai utara dari DPRD. Dua Raperda tersebut adalah Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Padahal kedua Raperda tersebut sempat didorong prosesnya agar segera diselesaikan DPRD oleh Basuki selaku Gubernur DKI periode sebelumnya sebagai landasan hukum yang akan digunakan dalam mengatur kawasan reklamasi 17 pulau guna membuat rancangan kebijakan maupun strategi pengembangan setiap zona di

10 Larissa Huda, Ahok Versus Anies Soal Reklamasi di Debat Final Pilkada DKI, diakses pada tanggal 6 September 2019 pada situs https://pilkada.tempo.co/read/865536/ahok-versus-anies-soal- reklamasi-di-debat-final-pilkada-dki/full&view=ok

11 Gregorius Aryodamar, Kilas Balik Janji Kampanye Anies Baswedan Soal Reklamasi, https://www.idntimes.com/news/indonesia/gregorius-pranandito/kilas-balik-janji-kampanye-anies- baswedan-soal-reklamasi/full

12 https://twitter.com/aniesbaswedan/status/837113257374568449

56

kawasan pulau reklamasi. Dalam tahapan proses pembangunan reklamasi, sebelum pemerintah daerah menerbitkan izin bangunan kepada pengembang diperlukan landasan hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dan Raperda Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil (RZWP3K) guna mengatur penataan ruang wilayah, sebagai bentuk penjabaran rencana umum tata ruang untuk pemanfaatan wilayah yang lebih spesifik seperti penjabaran wilayah fasos-fasum, perencanaan jalur hijau, dan pemukiman warga. Pemprov DKI melalui Kasubag Peraturan Perundang-Undangan Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup, bapak Rizka Okie Wibowo, mengatakan bahwa salah satu faktor dicabutnya izin beberapa pulau reklamasi merupakan konsekuensi politis atas keinginan Gubernur dalam menghentikan proyek reklamasi.

“Karena faktor politis, kebijakan Gubernur karna waktu itu Gubernur ingin melihat kembali Raperda yang sudah disampaikan ke DPRD. Memang persisnya waktu itu sudah pembahasan (Raperda), hampir Paripurna. Cuma mungkin Gubernur ingin melihat kembali substansi materi Raperda RZWP3K dan RTR Kawasan Strategis Pantura sehingga dicabut dari DPRD.”13

Pemprov DKI juga mengatakan alasan Anies mencabut Raperda tentang Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta dan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) karena isi Raperda tersebut menurutnya sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini, karena itu perlu pengkajian ulang dengan melihat segala aspek seperti aspek geopolitik, aspek ekonomi, hingga aspek sosial.14

Selain itu Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Pergub No.52/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan

13 Rizka Okie Wibowo, Kasubbag Peraturan Perundang-Undangan Bid. Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Interview Pribadi, Balaikota DKI Jakarta, 21 Oktober 2019.

14 Mochamad Zhacky, Kaji Ulang Raperda Reklamasi, Anies: Situasi Kini Beda Dengan Dulu, diakses pada 9 September 2019 pada https://news.detik.com/berita/3756338/kaji-ulang-raperda- reklamasi-anies-situasi-kini-beda-dengan-dulu

57

Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang mengatur tentang pembentukan Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP) Pantura Jakarta. BKP Pantura mempunyai tugas mengoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan reklamasi pantura Jakarta, pengelolaan hasil reklamasi pantura Jakarta, dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta serta memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka penyelenggaraan reklamasi pantura Jakarta, dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta.15

"Yang sudah ada, empat (pulau) itu, sesuai amanat Perpres Nomor 52 Tahun 1995 dan Perda Nomor 8 Tahun 1995, di mana pengelolaan pulau-pulau hasil reklamasi melalui badan pengelola. Karena itulah ada badan. Jadi badan ini (BKP Reklamasi), justru ini mengaskan bahwa kita tidak meneruskan reklamasi. Ini mengurusi proyek yang semua, yang sudah jadi, 4 pulau itu, akan dikelola oleh badan tadi," papar Anies.16

Pernyataan Gubernur Anies tersebut sekaligus membantah anggapan bahwa Pergub No.58/2018 bertujuan untuk melanjutkan proyek reklamasi Pantura Jakarta. Kecurigaan itu disampaikan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang merupakan perkumpulan elemen masyarakat yang menolak reklamasi. Menurutnya Pergub tersebut merupakan kado pahit di hari raya yang mengejutkan masyarakat terutama nelayan pesisir, selain itu reklamasi juga dinyatakan tidak mengantongi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) kawasan ataupun regional, tidak disertai rencana zonasi dan kawasan strategis, ketidakjelasan lokasi pengambilan material pasir, hingga pembangunan rumah dan ruko di atas pulau reklamasi tanpa IMB bahkan tanpa sertifikat tanah.17

15 Pasal 4, Pergub No.58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

16 Mochhamad Zhacky, Bentuk BKP Pantura, Anies Tegaskan Reklamasi Tetap Tak Dilanjutkan, diakses 16 Oktober 2019, dalam https://news.detik.com/berita/d-4068940/bentuk-bkp- pantura-anies-tegaskan-reklamasi-tetap-tak-dilanjutkan

17 Danu Damarjati, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Kecam Pergub BKP Reklamasi Anies, diakses 16 Oktober 2019, dalam https://news.detik.com/berita/4067111/koalisi-selamatkan-teluk- jakarta-kecam-pergub-bkp-reklamasi-anies

58

Namun Pemprov DKI mencoba menjawab keraguan berbagai pihak dalam mempertanyakan keseriusan dalam menghentikan proyek reklamasi. Dihadapan para awak media Balaikota, Anies Baswedan mengumumkan bahwa secara resmi Pemprov DKI mencabut izin prinsip 13 pulau dari total 17 izin prinsip yang pernah dikeluarkan Pemprov oleh Gubernur periode sebelumnya. Anies mengatakan bahwa Reklamasi telah menjadi bagian dari sejarah, tapi bukan bagian dari masa depan Jakarta.18 Meski mencabut izin prinsip 13 proyek reklamasi, empat pulau tidak dicabut izinnya lantaran sudah terlanjur dibangun, dan akan dikelola oleh badan BKP Pantura yang akan mengatur dan memberi masukan kepada gubernur apa yang akan dilakukan selanjutnya. Sebanyak 13 pulau reklamasi yang dicabut antara lain izin prinsip pulau A, B, E, yang dipegang oleh PT Kapuk Naga Indah, izin pulau J dan K oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, izin Pulau L dan M oleh PT Manggala Krida Yudha, izin pulau O dan F oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro), izin Pulau P dan Q oleh KEK Marunda Jakarta, izin Pulau H oleh PT Taman Harapan Indah, serta izin Pulau I oleh PT Jaladri Kartika Pakci. Setelah mencabut izin prinsip reklamasi Pantura Jakarta, Anies menyerahkan pengelolaan tiga Pulau reklamasi, yakni pulau C, D, dan G kepada PT Jakpro, salah satu BUMD milik DKI Jakarta, dengan memberi landasan hukum berupa Pergub No.120/2018 yang menjelaskan PT Jakpro berhak mengelola lahan kontribusi sesuai dengan panduan rancangan kota. Selain itu Jakpro juga diperbolehkan melakukan kerja sama pengelolaan sarana, prasarana, dan fasilitas umum lainnya pada pemegang izin pelaksanaan reklamasi kepada Pemprov DKI. Anies juga mengganti nama dan memberi nama baru untuk tiga pulau yang terlanjur terbentuk, yang sebelumnya lebih dikenal dengan pulau C, D, dan G. Menurutnya, sebuah lahan yang merupakan hasil dari reklamasi disebut dengan kawasan pantai.

18 Akhir Drama Reklamasi Teluk Jakarta di Tangan Anies, diakses 16 Oktober 2019, dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181218135010-20-354542/akhir-drama-reklamasi-teluk- jakarta-di-tangan-anies

59

"Pulau C menjadi Kawasan Pantai Kita, Pulau D menjadi Kawasan Pantai Maju, Pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama,"19

Pencabutan izin 13 pulau reklamasi bukan tanpa sebab, Jakarta sebagai kota kota pesisir yang terdapat 13 muara sungai akan mengakibatkan penumpukan lumpur maupun sedimentasi yang memperparah banjir di Jakarta. Selain itu, Jakarta telah mengalami fenomena turunnya permukaan tanah akibat ekspoitasi air tanah oleh masyarakat secara berlebihan. Penggunaan air tanah yang berlebihan mengakibatkan kandungan air di pori-pori tanah berkurang, sehingga permukaan tanah turun lantaran adanya rongga tersebut. Kemudian banyaknya beban diatas permukaan tanah yang berlebihan seperti gedung-gedung dan bangunan memperparah turunnya permukaan tanah karna membebani lapisan dibawahnya.

“Jakarta ini adalah pesisir, di Jakarta dialiri 13 sungai, yang kemudian kenyataan berikutnya, Jakarta permukaan air tanahnya menurun, sehingga permukaan air laut sering lebih tinggi daripada permukaan air sungai. Bayangkan ketika hujan, dari Jakarta maupun dari pegunungan, air nya turun sampai ke pesisir Jakarta, kemudian daratannya bertambah 3-5 kilometer.” Ujar Anies Baswedan.20

Pemprov DKI juga membantah tudingan berbagai pihak yang mengatakan bahwa dirinya akan membongkar reklamasi yang sudah terlanjur dibangun. Dalam janji kampanye Anies Baswedan saat maju sebagai Cagub DKI Jakarta yang mengatakan akan menghentikan proyek reklamasi, dirinya yang sudah menjadi Gubernur saat ini menjelaskan bahwa menghentikan reklamasi bukan berarti membongkar pulau yang sudah terlanjur dibangun. Pulau yang sudah terlanjur dibangun, akan dikelola oleh Badan Koordinasi dan Pengelolaan (BKP) Pantura Jakarta.

19 Tak Ada Pulau Baru, Anies Sebut Reklamasi Bagian Dari Pulau Jawa, diakses 17 Oktober 2019, dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190626211413-20-406783/tak-ada-pulau- baru-anies-sebut-reklamasi-bagian-pulau-jawa

20 Ddalam vlog milik akun YouTube Pandji Pragiwaksono, “Anies dan Reklamasi”, diakses pada 18 Oktober 2019, dalam https://www.youtube.com/watch?v=F_EJfe4bBSs

60

Badan tersebut selain mengelola, juga mendapat wewenang dalam mencabut izin pulau-pulau yang melanggar aturan Pemprov DKI. Dalam pelaksanaanya, badan tersebut berkoordinasi dengan Pemprov DKI sebelum mencabut izin-izin 13 pulau tersebut, dan menganalisa beberapa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengembang. Audit oleh badan tersebut, akan dijadikan pertimbangan Gubernur dalam mengambil langkah maupun kebijakan strategis terkait pembangunan pulau reklamasi. Dari hasil audit yang dilakukan BKP Pantura, ditemukan beberapa kewajiban- kewajiban yang tidak dilakasanakan oleh para pengembang pulau-pulau yang sedang melakukan reklamasi.

“Misalnya gini, mereka (pengembang) kan dapat izin reklamasi, lalu dapat kewajiban. Kewajibannya apa aja? Ada daftarnya tuh kewajibannya. Jadi kewajibannya dicek, misalnya badan A, punya kewajiban bikin AMDAL, punya kewajiban nunjukin sumber-sumber untuk mendapatkan (material) tanah, macam macam (kewajibannya). Di audit, trus dilaksanakan tidak? Ternyata kewajibannya tidak pernah dilaksanakan. Karena tidak (pernah) dilaksanakan, maka izinnya dicabut.” Ujar Anies.

Merespon keputusan yang diambil Pemprov DKI dalam mencabut 13 izin prinsip yang sudah dikantongi, para pengembang yang dicabut izinnya mengatakan akan mematuhi keputusan gubernur tersebut, seperti yang dikatakan BUMD PT Jakarta Propertindo sebagai pengembang pulau F, G, dan O.21 Pemprov DKI juga sudah siap menghadapi gugatan para pengembang yang merasa tidak puas atas keputusan yang diambil dalam mencabut izin prinsip para pengembang, Anies sebagai Gubernur Jakarta yakin bahwa pencabutan izin pulau reklamasi sudah sesuai prosedur. Keputusan tersebut juga sudah dibahas dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri LHK menyatakan bahwa pencabutan izin reklamasi tersebut sudah sejalan dengan Pemerintah Pusat. Ujar Marco Kusumawijaya,

21 Reklamasi 13 Pulau di Teluk Jakarta dibatalkan Gubernur Anies Baswedan: Yang Harus Anda Ketahui, diakses pada 18 Oktober 2019, dalam https://www.bbc.com/indonesia/indonesia- 45662194

61

Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bidang Pengelolaan Pesisir seperti yang dilansir Kompas.

B. Implikasi Pencabutan Izin Reklamasi Teluk Jakarta 1. Gugatan Pengembang Pencabutan izin 13 pulau reklamasi oleh Pemprov DKI tidak berjalan mulus dan mendapat perlawanan. Beberapa pengembang memutuskan untuk menggugat Pemprov DKI atas keputusannya dalam mencabut 13 izin yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 tentang Pencabutan Izin 13 Pulau Reklamasi. Setidaknya ada empat pengembang yang yang menganjukan gugatan ke PTUN, dan masing-masing pengembang menggugat satu pulau. Pengembang-pengembang tersebut adalah PT Taman Harapan Indah yang menggugat Pulau H dalam perkara nomor 24/G/2019/PTUN-JKT, PT Jaladri Kartika Pakci selaku pengembang Pulau I dalam perkara nomor 113/G/2019/PTUN-JKT, PT Manggala Krida Yudha yang menggugat Pulau M dalam perkara nomor 31/G/2019/PTUN-JKT, dan terakhir PT Agung Dinamika Perkasa yang menggugat Pulau F dalam perkara nomor 153/G/2019/PTUN-JKT.

Dalam gugatan yang dilayangkan oleh PT Taman Harapan Indah, anak usaha PT Intiland Development Tbk yang menggugat pulau H, mengatakan bahwa Taman Harapan Indah telah melaksanakan sejumlah kewajiban dan kontribusi yang diminta oleh Pemprov DKI. Misalnya mengeruk Waduk Pluit, membuat saluran Intake Kali Gendong Waduk Pluit, dan menata jalan inspeksi sejajar Kali Gendong sisi timur Waduk Pluit, Jakarta Utara. Selain itu, gugatan kepada pemprov DKI sebagai bentuk tanggung jawab publik terhadap pemegang saham.22

22 Ninis Chairunnisa, Alasan Pengembang Layangkan Gugatan Pencabutan Izin Reklamasi, diakses tanggal 22 Oktober 2019, dalam https://metro.tempo.co/read/1230503/alasan-pengembang- layangkan-gugatan-pencabutan-izin-reklamasi/full&view=ok

62

“Sebagai perusahaan terbuka kami mempunyai tanggung jawab publik terhadap pemegang saham,” Ujar Theresia Rustandi, Corporate Secretary PT Intiland Development Tbk, yang dilansir oleh Tempo, Selasa, 30 Juli 2019.

Kewajiban itu sudah dilaksanakan karena Pemprov DKI pada tahun 2015 sudah menerbitkan izin reklamasi Pulau H seluas 63 hektare untuk Taman Harapan Indah melalui Keputusan Gubernur Nomor 2637 Tahun 2015 yang diteken oleh Mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Atas gugatannya tersebut, PTUN Jakarta membatalkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal pencabutan izin Pulau H. Majelis Hakim mewajibkan Pemprov DKI untuk mencabut Kepgub No.1409/2018 yang dikeluarkan tanggal 6 September 2018 tentang pencabutan izin prinsip dan pelaksanaan proyek pembangunan 13 pulau reklamasi.

“Menimbang bahwa izin reklamasi Pulau H berlaku 3 Tahun, terhitung sejak diterbitkan pada 30 November 2015 sampai 30 November 2018, tetapi tergugat telah menerbitkan objek sengketa (Keputusan Gubernur 1406) sebelum masa izin berakhir,” bunyi putusan yang diteken pada 18 Juli 2019 lalu.

Dengan keputusan majelis hakim tersebut, PT Taman Harapan Indah sebagai penggugat dapat mengajukan perpanjangan izin reklamasi Pulau H. Berdasarkan putusan PTUN nomor 24/G/2019/PTUN-JKT, majelis hakim memutuskan bahwa keputusan gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 tentang pencabutan izin reklamasi diterbitkan sebelum izin PT Taman Harapan Indah berakhir. Hakim juga menimbang bahwa DKI Jakarta tidak memberikan peringatan dan informasi terkait pencabutan izin tersebut kepada penggugat. Padahal menurut Hakim, berdasarkan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir, pencabutan izin reklamasi harus memberi peringatan tiga kali dalam tenggang waktu satu bulan.23

23 Dwi Arjanto, DKI Siapkan Jawaban Khusus Soal Cabut Izin Reklamasi, Apa Itu?, diakses tanggal 23 Oktober 2019, dalam https://metro.tempo.co/read/1230406/dki-siapkan-jawaban-khusus- soal-cabut-izin-reklamasi-apa-itu

63

Kemudian selanjutnya gugatan dilayangkan oleh PT Jaladri Kartika Pakci, sebagai pengembang Pulau I. Pengembang Pulau I tersebut menggugat Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1409 Tahun 2018 dalam perkara nomor 113/G/2019/PTUN-JKT. Gugatan ini masih dalam proses persidangan dan belum ada putusan dari PTUN sejak didaftarkan pada 27 Mei 2019. Tanggapan Pemprov DKI Jakarta atas gugatan PT Jaladri Kartika Pakci, mengatakan bahwa gugatan atas SK Gubernur DKI tentang pencabutan izin reklamasi sudah kadaluarsa. Pemprov DKI juga menjelaskan bahwa wewenang gubernur dalam mencabut atau memberikan izin atas pulau-pulau reklamasi yang akan dibangun pengembang. Pemprov DKI juga menyebut PT Jaladri Kartika Pakci tidak melaksanakan sejumlah kewajiban sebagaimana tertuang dalam SK Nomor 2269 Tahun 2015.

Begitupun dengan PT Agung Dinamika Perkasa juga mengajukan gugatan atas dicabutnya izin reklamasi Pulau F yang dikantongi PT Jakarta Propertindo ke PTUN Jakarta pada 26 Juli 2019 dalam perkara nomor 153/G/2019/PTUN-JKT yang gugatannya masih berlangsung sejak didaftarkan tanggal 26 Juli 2016.

Kemudian yang terakhir PT Manggala Krida Yudha sebagai pengembang reklamasi Pulau M, mengajukan gugatan kepada PTUN dengan nomor perkara 31/G/2019/PTUN-JKT. Namun untuk gugatan Pulau M, Majelis Hakim menolak gugatan yang diajukan oleh PT Manggala Krida Yudha terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal seperti tidak diperpanjangnya masa berlaku persetujuan Izin Prinsip reklamasi yang diajukan PT Manggala Krida Yudha oleh Pemprov DKI Jakarta. PT Manggala Krida Yudha sendiri mendapatkan izin prinsip reklamasi Pulau M dalam rentang waktu 21 September 2012-2013. Kemudian pada 13 September 2013, perusahaan itu mengajukan permohonan perpanjangan masa berlaku izin tersebut. Namun Hakim berpendapat bahwa secara yuridis, izin prinsip pihak penggugat dalam hal sengketa aquo telah berakhir pada 21 September 2013. Ditambah, Pemprov DKI kala itu mengeluarkan laporan progres verifikasi awal penyelenggaraan reklamasi

64

pantai Utara Jakarta. Hakim Enrico Simanjuntak, yang membacakan pertimbangan tersebut juga mengatakan bahwa laporan tersebut dikeluarkan karena PT Manggala Krida Yudha tidak menunjukkan adanya progres berupa pembangunan fisik dalam pelaksanaan reklamasi Pulau M.24 “Pencabutan izin juga bisa karena belum adanya wujud pulau, jadi masih (berbentuk) air. Untuk izin-izin yang memang sudah ada bentuk pulaunya yang tidak dicabut.”25

Dalam pencabutan izin yang dilakukan Pemprov DKI terhadap 13 pulau reklamasi, alasan-alasan seperti tidak dilaksanakannya izin dan telah habisnya jangka waktu perizinan yang dimiliki pengembang menjadi alasan kuat Pemprov DKI dalam menghentikan proyek reklamasi. Selain itu Pemprov DKI juga menjelaskan bahwa berhak mencabut izin tanpa harus memberikan peringatan sebanyak 3 kali seperti yang terdapat dalan Pasal 20 ayat 2 Perpres Nomor 112 Tahun 2012.

2. Gugatan LSM Menurut Koalisi Pakar Interdisiplin dalam makalahnya Jakarta Tolak Reklamasi, menjelaskan bahwa pembangunan reklamasi dan proyek bendungan raksasa dibangun diatas data yang tidak memadai. Proyek reklamasi sendiri memberikan dampak sedimentasi, turunnya kualitas air laut dan tercemar akibat logam berat sehingga material yang keluar dari sungai cenderung tertahan dan menyebabkan kematian ikan- ikan di teluk Jakarta. Dalam makalah yang sama, menjelaskan bahwa alasan pembangunan reklamasi teluk Jakarta adalah disebabkan oleh kurangnya lahan untuk masyarakat. Namun penambahan lahan berbentuk reklamasi adalah menciptakan masalah baru. Apabila dibandingkan dengan penambahan lantai atau penambahan infrastruktur dalam memenuhi keterbatasan lahan, teknik urban sprawl yang

24 Febriyan, Gugatan Reklamasi Pulau M Ditolak, Ini Tanggapan Pengembang, diakses tanggal 23 Oktober 2019, dalam https://metro.tempo.co/read/1249430/gugatan-reklamasi-pulau-m- ditolak-ini-tanggapan-pengembang

25 Rizka Okie Wibowo, Kasubbag Peraturan Perundang-Undangan Bid. Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Interview Pribadi, Balaikota DKI Jakarta, 21 Oktober 2019.

65

diterapkan dalam reklamasi teluk Jakarta telah mendapatkan kritik selama beberapa puluh tahun terakhir karena menimbulkan konflik dan masalah baru seperti konflik antar daerah, ataupun konflik sosial dan reklamasi adalah penerapan dalam urban sprawl yang paling buruk. Menurutnya, reklamasi mengubah apa yang tadinya milik bersama menjadi milik segelintir orang. Lagipula menurutnya Jakarta memerlukan penambahan lantai dalam pemukiman vertikal serta infrastruktur pendukungnya. Penambahan lahan melalui praktik murah namun diperuntukkan pemilik modal maupun pengembang dan dimudahkan oleh kebijakan diskresi yang diskriminatif seperti reklamasi akan menimbulkan konflik yang tidak perlu dan tidak menjawab permasalahan kebutuhan lahan di Jakarta.

Sejalan dengan Koalisi Pakar Interdispin, LBH Jakarta yang tergabung kedalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, berpendapat bahwa reklamasi teluk Jakarta melepaskan hak negara dalam menguasai kekayaan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat kepana pengembang properti dan melanggar Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.26 Menurutnya reklamasi teluk jakarta akan mengurangi pendapatan dan wilayah mencari nafkah nelayan dan memperparah pencemaran teluk Jakarta tempat reklamasi dibangun. Lanjutnya pembangunan reklamasi akan berdampak kepada tempat tinggal serta tempat mencari nafkah nelayan yang berdampak pada penggusuran masyarakat kecil pesisir mengatasnamakan penertiban. Hanya untuk pembangunan bagi segelintir kelas menengah atas, mengorbankan masyarakat kecil dengan melanggar Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin Hak untuk Bertempat Tingal dan Mendapatkan Lingkungan yang Baik dan Sehat bagi semua warga negara.

LBH Jakarta sendiri konsisten menolak reklamasi sejak reklamasi mulai gencar dibangun saat gubernur era Basuki Tjahaja Purnama menjabat. Sampai sekarang, LBH Jakarta pun masih mengkritisi beberapa kebijakan Gubernur DKI yang baru dan dinilai mulai menunjukkan tanda-tanda dalam melanjutkan proyek reklamasi yang didorong

26 LBH Jakarta, 19 Alasan Tolak Reklamasi, diakses pada tanggal 29 Oktober 2019 dalam https://www.bantuanhukum.or.id/web/19-alasan-tolak-reklamasi-jakarta/

66

Gubernur Jakarta terdahulu. Misalnya kebijakan Anies Baswedan dalam menerbitkan IMB untuk kawasan Pantai Maju. Menurut LBH Jakarta, penerbitan IMB untuk kawasan Pantai Maju sangat tidak sesuai prosedur dan cacat hukum. LBH Jakarta juga menilai Pemprov DKI dalam menerbitkan IMB terkesan tidak transparan dan terburu- buru.27 Menurutnya alasan Pemprov DKI dalam menerbitkan IMB reklamasi adalah ilegal dengan menjadikan Pergub 206/2012 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E sebagai landasan hukum. Padahal menurutnya Pergub Nomor 206 Tahun 2016 tersebut cacat hukum karena tidak mempunyai kekuatan hukum Perda yang mengikat. LBH Jakarta juga menegaskan seharusnya penerbitan IMB harus sesuai prosedur dan harus berdasarkan pada Rancangan Peraturan Daerah, yang seharusnya Pemprov DKI mencabut IMB tersebut dan tidak meneruskannya karena Pemprov DKI belum memiliki Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda tentang Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura (RTRKS).

“Untuk menerbitkan reklamasi harus ada aturan aturan yang dipenuhi dulu, pertama harus ada Rencana Tata Ruang Nasional, setelah itu Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura (RTRKS Pantura), setelah itu harus ada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), dan itu yang belum pernah ada, dan untuk di Pemprov DKI Jakarta sendiri (Perda) RZWP3K nya masih tahap pembahasan, lalu ketika sudah ada RZWP3K lalu adanya RTR (Rencana Tata Ruang) Jakarta, setelah itu harus ada Rencana Detail Tata Ruang yang diatur dalam Perda, setelah itu ada namanya AMDAL Kawasan, setelah AMDAL Kawasan, selanjutnya baru dikeluarkan Izin Lingkungan, selanjutnya Izin Prinsip, lalu Izin Pelaksanaan, kemudian Sertifikat Hak Pakai untuk pendirian bangunan, lalu adanya Sertifikat Hak Guna Bangunan dan IMB. Nyatanya untuk (menerbitkan) IMB ini (landasan hukum) yang belum ada adalah RZWP3K, lalu belum ada RTRKS Pantura, dan ini mereka (Pemprov) shortcut dengan adanya Pergub Nomor 206 Tahun 2016, itu tidak boleh. Seharusnya yang mengatur itu Perda, bukan Pergub.”28

27 CNN Indonesia, Kritik IMB Reklamasi, LBH Jakarta Pertimbangkan Gugat Anies, diakses pada 29 Oktober 2019, dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190621162541-20- 405335/kritik-imb-reklamasi-lbh-jakarta-pertimbangkan-gugat-anies

28 Ayu Eza Tiara, Pengacara Publik LBH Jakarta, Interview Pribadi, Kantor LBH Jakarta, 21 Oktober 2019

67

Lagipula, IMB kawasan Pantai Maju juga berpotensi gugur apabila Peraturan Daerah terkait pulau reklamasi terbit. Konsekuensi hukum ini akan terjadi karena Pemprov DKI Jakarta masih menggunakan Pergub era gubernur sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama sebagai landasan hukum menerbitkan IMB. Dalam pergub tersebut menjelaskan tentang Pasal yang sifatnya darurat misalnya apabila Perda tentang Kawasan Strategi Pantura ditetapkan, Pergub ini harus menyesuaikan dengan Perda dengan segala resiko menjadi tanggungjawab pengembang Pulau C, Pulau D, dan Pulau E.29 Jika merujuk kepada aturan-aturan tersebut, seharusnya Anies harus menunggu Perda reklamasi terbit oleh Pemprov DKI dan DPRD sebagai landasan hukum penerbitan IMB. Namun, pada tahun 2018 silam Anies justru mencabut kedua draft raperda tersebut dari DPRD dengan alasan aturan dalam Raperda tersebut sudah tak sesuai dengan kondisi Ibukota saat ini. Anies juga mengatakan akan meninjau ulang dan merevisi isi dari raperda tersebut sebelum diajukan kembali ke DPRD. Karna statusnya tersebut, pulau yang udah terbangun dan IMB yang sudah terbit tidak memiliki Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura dan Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam bentuk Perda yang seharusnya dijadikan sebagai landasan hukum.

Selain karena penerbitan IMB dinilai cacat hukum, penerbitan tersebut juga semakin memperjelas komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam menghentikan proyek reklamasi tersebut. LBH Jakarta berpendapat jika Pemprov DKI Jakarta benar-benar berkomitmen dalam menghentikan proyek reklamasi maka harusnya menghentikan secara total kegiatan tersebut dengan tidak menerbitkan izin-izin baru. Bahkan kalau memungkinkan Pemprov DKI seharusnya membongkar ulang bangunan dalam pulau- pulau tersebut. Bukan tanpa alasan, namun pembangunan Reklamasi hanya akan mempertegas jurang ketimpangan sosial antara orang kaya dan orang miskin. Tentu saja pembangunan reklamasi diperuntukkan bagi ekonomi menengah keatas, harga

29 Pasal 9, Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. hlm. 6

68

properti yang dijual pun paling rendah seharga Rp. 3.77 Milyar (Luas Bangunan 128m2/LT 90m2) dan masyarakat menengah kebawah tidak mungkin sanggup membelinya. Menurut LBH Jakarta kelangkaan lahan di Jakarta menunjukkan kesalahan model pembangunan yang tersentralistik dengan reklamasi sebagai proyek rakus dan menguntungkan pengembang properti.30 Proyek reklamasi juga akan merampas dan merenggut wilayah penangkapan ikan bagi nelayan pesisir, kurang lebih 16.000 Kepala Keluarga nelayan pesisir terancam digusur oleh Pemprov DKI dan kehilangan penghasilannya. Selain itu reklamasi teluk Jakarta akan mengganggu aktivitas kurang lebih 600 kapal nelayan dari 6500 kapal yang ada di DKI Jakarta. Diketahui bersama bahwa beberapa jenis ikan berbeda antara di laut dan di pesisir pantai, dan berbeda pula cara menangkapnya dan alatnya. Reklmaasi Jakarta secara tidak lansung mempersulit dan membunuh nelayan pesisir Jakarta.

“Ada namanya nelayan tradisional, nelayan menengah, dan nelayan besar. Yang paling terdampak adalah nelayan tradisional dengan maksimum penangkapan (ikan) 10GT. Dengan adanya reklamasi, mereka tidak bisa melaut karena kapalnya tidak mendukung. Kalau misalkan dipaksakan pun, akan berbahaya dan harus ada ongkos (melaut) yang lebih besar dari biasanya. Yang paling tampak adalah ikan- ikan pada mati. Para nelayan yang kehidupannya tergantung dari melaut, dan bisa mendapatkan ikan dalam sebulan sekitar 100 kilo, namun setelah ada reklamasi hanya mendapat ikan 15 atau 20 (kilo) dan itu perubahannya drastis.”

Dengan tidak dibongkarnya pulau dan bangunan reklamasi teluk Jakarta, hanya akan menjadikan kawasan strategis pantura menjadi perumahan dan pusat komersial dengan desain arsitektur medioker yang hanya memanjakan kelas menengah keatas saja dengan tidak menjadikan pencapaian ekonomi atau memecahkan masalah sosial di Jakarta, padahal biaya sosial dan lingkungan atas pembangunan reklamasi teluk Jakarta sangat tinggi. LBH Jakarta juga tidak sepakat apabila kontribusi tambahan dari NJOP yang dibebankan ke pengembang dihapus dalam Raperda yang akan dibahas nanti, menurutnya kontribusi tambahan tersebut bahkan harus ditambah dan diperberat

30 LBH Jakarta, 19 Alasan Tolak Reklamasi Jakarta, diakses pada 30 Oktober 2019, dalam https://www.bantuanhukum.or.id/web/19-alasan-tolak-reklamasi-jakarta/

69

karena ongkos lingkungan dan dampak sosial atas pembangunan pulau reklamasi sangat besar. Yang harus diperhatikan juga, kontribusi tambahan yang diberikan kepada Pemprov DKI harusnya dimanfaatkan untuk warga sekitar yang terdampak langsung pembangunan reklamasi, dan tidak dialokasikan ke tempat lain.

“Misalnya (kemarin) kontribusi tambahan dari Pulau F, kontribusi tambahan dari reklamasi namun kontribusi tambahannya (disalurkan) bukan ke (warga pesisir) pulau reklamasi, akhirnya dampaknya tidak signifikan. Misalkan kemarin disuruh bangun tanggul (dikawasan reklamasi), tapi malah bangun tanggul di daerah lain.”31

Lagipula pembangunan reklamasi yang berjalan saat ini seharusnya menjadikan alasan lingkungan sebagai fokus utama dalam penghentian proyek reklamasi, karena kerusakan lingkungan yang terjadi jika pembangunan reklamasi dilanjutkan adalah hal yang sulit terbantahkan. Dengan dibangunnya reklamasi tentu saja akan berdampak kepada bentang alam teluk Jakarta yang terbentuk hasil dari proses akresi secara alamiah yang sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dari proses tersebut membentuk 13 sungai yang mendorong sedimentasi secara alami dengan sungai yang mengalir sampai teluk Jakarta dan mengeras dalam waktu ratusan tahun sampai sekarang, dan proses ini tidak merusak lingkungan karena terjadi secara alamiah. Pembangunan reklamasi yang berjalan juga harus memperhatikan ekosistem yang berada di wilayah kepulauan Seribu, tentu saja pertumbuhan ekosistem maupun biota laut seperti terumbu karang akan terkena dampak apabila Reklamasi Teluk Jakarta dilanjutkan karena tekanan bahan pencemar dan sedimen yang dihasilkan dari pembangunan tersebut.

C. Masa Depan Reklamasi Teluk Jakarta Melihat begitu besarnya peluang ekonomi serta besarnya nilai dan potensi pariwisata yang dikembangkan, hal ini tentu mendorong Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah untuk mempertimbangkan Reklamasi sebagai jawaban atas

31 Ayu Eza Tiara, Pengacara Publik LBH Jakarta, Interview Pribadi, Kantor LBH Jakarta, 21 Oktober 2019.

70

kebutuhan keterbatasan lahan dan perluasan daerah, bekerjasama dengan pengembang properti swasta untuk membangun pulau-pulau pesisir. Namun pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta menjadi fenomenal dan kontroversi karena banyaknya aktor politik yang tarik ulur kepentingan demi keuntungan pribadi dan melakukan manipulasi guna melancarkan proyek reklamasi tersebut. Selain itu, kerusakan lingkungan dan dampak sosial akibat pembangunan reklamasi menyebabkan pembangunan reklamasi mendapat penolakan keras dari masyarakat pesisir, pegiat sosial, dan aliansi masyarakat peduli lingkungan. Keputusan terakhir tentang reklamasi Teluk Jakarta dengan mencabut izin 13 pulau reklamasi tetap menyisakan beberapa persoalan, seperti masalah lingkungan yang meninggalkan sedimentasi, ancaman terhadap taman mangrove, dan ancaman terhadap kehidupan nelayan wilayah pesisir. Persoalan-persoalan tersebut seharusnya menjadi alasan utama atas penghentian pembangunan reklamasi, dan bukan menjadikan alasan investasi sebagai pertimbangan keberlanjutan pembangunan proyek tersebut. Cita-cita dengan menjadikan kawasan reklamasi sebagai milik bersama, tidak bisa diserahkan kepada pengembang swasta yang mendahulukan kepentingan bisnis demi keuntungan materil semata. Karena pembangunan reklamasi bukan hanya melibatkan individu yang dampaknya dirasakan masing-masing orang yang melibatkan diri, melainkan melibatkan banyak pihak yang akan mengubah nasib maupun kehidupan dan segala aspek sosial ekonomi masyarakat yang terlibat.

Penjelasan tersebut sejalan dengan kaidah dalam ajaran agama Islam, yang menjelaskan tentang kaidah-kaidah Fiqh yang ada dalam budaya keilmuan dalam ajaran agama Islam yaitu Al-Qawaid Al-Fiqihiyyah yang menjelaskan tentang kaidah yang melibatkan banyak pihak antar manusia. Dalam penerapannya kaidah ini sering digunakan dalam Fiqh Siyasah atau hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Dalam Fiqh Siyasah, hukum Islam yang objek bahasannya berkaitan dengan Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Internasional yang membicarakan hubungan antar rakyat maupun pemimpinnya sebagai seorang penguasa

71

dalam sebuah negara.32 Seperti yang dijelaskan dalam kaidah dalam Fiqh Siyasah yang populer ini:

َ َ ُّ أ َ َ َ َّ َّ َ أ ْ َ أ َ َ تَصفُ ِاْلمِام علُ الر ِاعي ِةُ منوطُ ِبالمصلح ُِة “Tindakan imam terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan.”

Dalam kaidah diatas, dijelaskan mengenai kaidah yang saling terikat yaitu tasharrul imam (kebijakan pemimpin) dan maslahah (maslahat). Dua kata tersebut diatas yang menentukan arah dalam konsep suatu kebijakan seorang pemimpin, yaitu maslahat. Tindakan dan kebijaksanaan yang diambil oleh seorang imam (pemimpin) atau pemangku kebijakan haruslah sejalan dengan kepentingan bersama atau kemaslahatan rakyat, bukan untuk suatu golongan tertentu bahkan untuk diri sendiri. Karena sejatinya, penguasa adalah pengayom dan ujung tombak kesejahteraan rakyat. Karena kaidah ini memiliki aspek horizontal yang implementasinya memiliki dampak langsung terhadap kepentingan umat, sehingga dalam penerapannya mampu merumuskan relasi antara agama, negara, bahkan kebudayaan. Sedangkan bentuk- َ ْ ْ َ َ dan (جلبُ المن ِاف عُ) bentuk maslahah adalah bentuk kebijakan yang bermanfaat 33.(درا المفاسد) menghindari umat dari kerusakan dan keburukan

Dalam hal keburukan atau mafsadah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan kaidah dalam menolak mafsadah atau keburukan lebih utama daripada mengambil manfaat atau maslahat. Selanjutnya, beliau menyampaikan bahwa “apabila bertemu antara maslahat atau mafsadat, kebaikan dan keburukan, atau saling berbenturan, maka wajib menimbang yang paling kuat diantara keduanya”. Adapun yang menjadi tolok ukur dalam menimbang manfaat maupun keburukan dalam suatu kebijakan adalah tujuan dalam mengambil kebijakan tersebut. Kebijakan atau hukum yang diambil haruslah memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan manisua. Jika

32 H.A. Jazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Kaidah Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. Jakarta, Kencana Pernada Media grup, 2006. hlm. 147 ,

33 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2. Prenada Media Group, 2008. Hlm. 208

72

ditinjau dari maqoshid syari’ah, maka kemaslahatan dibagi menjadi tiga bagian. Kaidah pertama, maslaha dlaluriyah yang memiliki lima prinsip diantaranya tentang kewajiban agama, kemaslahatan jiwa, kemaslahatan akal, kemaslahatan moral, dan kemaslahatan ekonomi. Kedua, maslahah hajiyah yaitu tentang kebutuhan dasar manusia untuk menghilangkan kesukaran, yang jika tidak dipenuhi maka akan merusak lima prinsip dalam maslahah daluriyah yang tadi. Yang ketiga, adalah maslahah tahsiniyah, yang bertujuan memberi keindahan dan kesempurnaan bagi hidup manusia.

Dalam kasus reklamasi teluk Jakarta, pemerintah tentunya harus menimbang kemaslahatan atau manfaat yang akan didapat dalam mengambil segala kebijakan mengenai reklamasi teluk Jakarta, tentunya menimbang segala keburukan yang akan berdampak terhadap masyarakat luas. Pemprov DKI Jakarta juga harus menjelaskan masterplan pembangunan pulau reklamasi yang dilanjut akan memberikan manfaat apa bagi masyarakat pesisisr maupun masyarakat Jakarta, karna sejauh ini Pemprov DKI Jakarta hanya menjelaskan bahwa pembangunan pulau reklamasi dilanjutkan karena pulau sudah terlanjur dibangun sehingga tidak memungkinkan untuk dibongkar karena akan merusak iklim investasi dilingkungan Pemprov DKI Jakarta. Namun, tidak dijelaskan nantinya pulau-pulau tersebut apakah bermanfaat buat rakyat kecil atau sebagai bentuk keberpihakan terhadap masyarakat kelas atas.

Dalam penghentian Proyek reklamasi Teluk Jakarta, ada beberapa izin pulau-pulau yang tidak dicabut dengan alasan pulau-pulau tersebut sudah terlanjur dibangun oleh pengembang, pulau-pulau tersebut pembangunannya sampai saat ini masih berlanjut dan beberapa bangunan didalamnya sudah ada yang mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diberikan oleh Pemprov DKI. Beberapa Raperda seperti Raperda RZWP3K yang masih dalam tahap perencanaan yang beberapa waktu lalu dicabut dari DPRD, akan diajukan kembali oleh Pemprov DKI Jakarta untuk selanjutnya diputuskan dan disahkan oleh Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta. Raperda yang dicabut tersebut berencana untuk di revisi agar seuai dengan kondisi DKI Jakarta saat ini. Namun untuk Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan

73

Strategis Pantura Jakarta (RTRKS Pantura Jakarta), Biro Hukum Pemprov sendiri mengatakan kemungkinan Raperda tesebut tidak akan diajukan kembali dengan alasan bahwa Pemprov DKI berkomitmen dalam menghentikan Proyek Reklamasi, sedangkan Raperda RZWP3K akan diajukan kembali untuk dibahas karena Raperda tersebut wajib sesuai amanat dari Undang-Undang.

“Untuk yang Raperda RTRKS Pantura Jakarta, kemungkinan materi (Raperda) itu dimasukan kedalam (revisi) perda Rencana Tata Ruang Wilayah) RTRW Jakarta.” Ujar Rizka Okie Wibowo, Kasubbag Peraturan Perundang-Undangan Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Biro Hukum Setda Pemprov DKI Jakarta.

Dalam rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, semulanya wilayah untuk Pulau C, D, dan G yang izinnya tidak dicabut berada dalam kawasan pusat pelayanan ekonomi Pulau Reklamasi, artinya dalam kawasan tersebut akan menjadi pusat kegiatan sekunder dimana perdagangan/jasa, perindustrian, kesehatan, pendidikan, dan peribadatan akan tersedia disana dengan tujuan melayani penduduk pulau-pulau tersebut maupun beberapa pulau disekitarnya. Perencanaan wilayah tersebut bertujuan untuk menciptakan sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang terintegrasi dan berkelanjutan.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bentuk implementasi dalam kebijakan penghentian proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta adalah dengan dicabutnya 13 izin pelaksanaan pulau reklamasi Teluk Jakarta dari total 17 pulau yang rencananya akan dibangun, bukan menghentikan pembangunan reklamasi dan membongkar pulau-pulau yang sudah dibangun. Untuk pulau-pulau yang terlanjur dibangun, Pemprov DKI Jakarta tidak akan membongkarnya dan tidak mencabut izin pembangunannya. Kemudian dalam prosesnya, Pemprov DKI Jakarta juga mencabut Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RZWP3K dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKS Pantura) dari DPRD yang semulanya akan menjadi landasan hukum perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantura. Untuk memudahkan prosesnya, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi Pantura sebagai Lembaga ad hoc yang mepunyai tugas mengoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta.

2. Implikasi dari kebijakan pencabutan 13 izin pulau reklamasi adalah terdapat beberapa pengembang yang tidak puas akan kebijakan tersebut dan mengajukan gugatan ke PTUN, yaitu PT Taman Harapan Indah selaku pengembang Pulau H, PT Jaladri Kartika Pakci pengembang Pulau I, PT Manggala Krida Yudha pengembang Pulau M, dan PT Agung Dinamika Perkasa pengembang Pulau F. Diantara 4 pengembang yang mengajukan gugatan, 2 pengembang sudah mendapat putusan dari Majelis Hakim yaitu PT Taman Harapan Indah yang gugatannya

74

75

dikabulkan sehingga penggugat dapat mengajukan perpanjangan izin reklamasi untuk Pulau H, dan PT Manggala Krida Yudha sebagai pengembang Pulau M yang gugatannya ditolak Majelis Hakim. Kemudian dengan dicabutnya 13 izin pulau reklamasi dan dicabutnya Raperda RTRKS Pantura, Pemprov DKI Jakarta dinilai kehilangan potensi pemasukan daerah melalui kontribusi tambahan yang diatur dalam Raperda tersebut hasil dari NJOP pembangunan reklamasi sebesar 15% yang diperkirakan DKI Jakarta dapat meraup hingga 100 triliun melalui uang kontribusi tersebut.

B. Rekomendasi Penulis menyadari bahwa apa yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya belum mampu menjawab sepenuhnya mengenai pembangunan Reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini dikarenakan ruang lingkup dan sistematika penulisan yang terbatas. Namun disini penulis akan mengajukan beberapa saran yang penulis berikan untuk arah pengembangan selanjutnya. Saran-saran berikut hanya berupa ide secara garis besar dan akan memerlukan studi literatur lebih mendalam:

1. Pemprov DKI Jakarta diharapkan konsisten dalam menghentikan reklamasi dengan menghentikan total pembangunan sehingga tidak menjadikan pulau reklamasi sebagai barang dagangan untuk masyarakat menengah keatas dan memperhatikan dampak lingkungan dan dampak sosial sebagai pertimbangan utama pembangunan reklamasi. Walaupun 13 izin pulau dicabut, namun pembangunan 4 pulau lainnya masih berlanjut dan pasti ada dampak terhadap lingkungan maupun dampak sosial di kawasan Pantura Jakarta. Pemprov DKI Jakarta juga diharapkan menjelaskan secara jelas dan terbuka manfaat apa yang bisa masyarakat Jakarta khususnya masyarakat pesisir dapatkan dari pembangunan pulau reklamasi yang masih berlanjut. Harapannya Pemprov DKI lebih terbuka atas kegiatan pembangunan yang berlangsung di pulau tersebut dengan menjelaskan penanganan dan pencegahan kerusakan lingkungan yang sudah terlanjur terjadi karena pembangunan pulau reklamasi yang masih berlanjut. Lebih lanjut, Pemrov DKI

76

Jakarta juga diharapkan lebih melibatkan masyarakat-masyarakat yang terdampak langsung proyek reklamasi sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan perihal kawasan pantura dan lebih transparan dalam merencanakan keputusan yang berdampak terhadap masyarakat banyak.

2. Jika Pemprov DKI Jakarta berencana untuk tidak menerbitkan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura yang mengatur tentang pulau- pulau reklamasi, diharapkan kontribusi tambahan 15% dari NJOP yang semulanya diatur dalam Raperda tersebut untuk tetap diatur dalam revisi Perda RTRW Jakarta. Bahkan harapannya Pemprov DKI Jakarta menetapkan beban kontribusi tambahan kepada pengembang lebih besar dibanding rencana awal yaitu hanya sebesar 15%.

3. Masyarakat seharusnya lebih kritis terhadap setiap kebijakan yang diambil oleh Pemprov DKI terhadap pembangunan Reklamasi Pantai Utara ini, bahkan masyarakat harus ikut mengawasi dengan melibatkan tokoh masyarakat maupun akademisi demi terwujudnya Reklamasi Teluk Jakarta yang memberi keuntungan sebesar-besarnya kepada masyarakat DKI Jakarta. Karena Reklamasi Pantai Utara Jakarta adalah pembangunan yang menjadi tolok ukur bagi daerah lain dalam pengembangan Kawasan strategis dan pemerataan ekonomi serta contoh mendapatkan pendapatan tambahan untuk kas daerah.

4. Agar para pengembang mematuhi semua peraturan yang berlaku di Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ashofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rienaka Cipta, 1996.

Asmara, Galang. Ombudsman Nasional dalam Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2005.

A.R, Soehoed, Proyek PANTURA Transformasi dari Ibukota Propinsi ke Ibukota Negara: Persiapan-Persiapan Bagi Proyek Multifungsi. Jakarta: Djambatan, 2004.

Djakapermana, Ruchyat Deni, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pembangunan Kawasan. Jakarta: Kementerian PU, 2015.

H. A, Jazuli, Kaidah Kaidah Fikih, Kaidah Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah Masalah yang Praktis. Jakarta, Kencana Pernada Media Group, 2006.

Nazir, Mohammad, Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 2. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.

Santoso, Bambang, Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2009.

Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial Dasar: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.

JURNAL

Efendi, Sofia. Membangun Budaya Birokrasi untuk Good Governance. Jakarta: Jurnal Loka Karya, 2005.

Rujak Center for Urban Studies, Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, 2017.

77

78

PERUNDANG – UNDANGAN

Kepres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Kepres Nomor 17 Tahun 1994 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (REPELITA VI) 1994/1995.

Keputusan Gubernur No 1774 Tahun 2018 tentang Penamaan Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju, dan Kawasan Pantai Bersama Kota Administrasi Jakarta Utara.

Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 137 Tahun 2017 tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

______, No 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

______, No 120 Tahun 2018 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo Dalam Pengelolaan Tanah Hasil Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

______, No 137 Tahun 2017 tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

______, No 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

______, No 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi.

Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Undang Undang Republik Indonesia No 27 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

79

SKRIPSI

Iqsobayadinur, Rifqi. Kebijakan Basuki Tjahaja Purnama Tentang Reklamasi Teluk Jakarta Dalam Perspektif Siyasah.

Mustaqim, Ibnu. Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017.

WEBSITE

Badan Pusat Statistik, Berapa Jumlah Penduduk Jakarta. Jakarta: BPS, 2018.

Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai, diakses pada tanggal 25 Maret 2019. http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_makalah/22.pdf

Fadel Prayoga. Cek Aktivitas Bisnis di Pulau Reklamasi, Anies: Kalau Melanggar Kita Beri Sanksi. Diakses pada tanggal 26 Februari 2019. https://news.okezone.com/read/2019/01/24/338/2008579/cek-aktivitas- bisnis-di-pulau-reklamasi-anies-kalau-melanggar-kita-beri-sanksi/

For Bali. Mengapa Kami Menolak Reklamasi. Diakses pada tanggal 18 Juli 2019. https://www.forbali.org/id/mengapa-kami-menolak/

LBH Jakarta, 19 Alasan Tolak Reklamasi, Diakses pada tanggal 29 Oktober 2019. https://www.bantuanhukum.or.id/web/19-alasan-tolak-reklamasi- jakarta/

Menteri Kelautan dan Perikanan, Makalah Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir: Tujuan, Manfaat dan Efek. Diakses pada 25 Maret 2019. https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/pdf/reklamasi/Kebijakan- reklamasi-di-wilayah-pesisir-tujuan-manfaat-dan-efek-oleh-kementerian- kelautan-dan-perikanan.pdf

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018.

Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RJPMD) Provinsi Jakarta Tahun 2018.

80

Wahana Lingkungan Hidup, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Menolak Reklamasi, Siaran Pers, 2017. Diakses pada tanggal 26 Februari 2019 . https://walhi.or.id/koalisi-selamatkan-teluk-jakarta-konsisten-tolak- reklamasi/

INTERVIEW

Interview Pribadi dengan Ayu Eza Tiara, Pengacara Publik LBH Jakarta, Jakarta, 21 Oktober 2019.

Interview Pribadi dengan Rizka Okie Wibowo, Kepala Bagian Peraturan Perundang-Undangan Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Biro Hukum Setda Pemprov DKI Jakarta. Jakarta, 21 Oktober 2019.