AHOK DALAM ARENA KOMUNIKASI POLITIK DI (Dalam Perspektif Teori Arena Pierre Bourdieu)

SKRIPSI Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya “Almamater Wartawan Surabaya” untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh:

SYSKA LIANA NPM: 10.31.3673

KEKHUSUSAN : BROADCASTING

SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA 2015 ABSTRAK

Skripsi berjudul “Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di Indonesia (Dalam Perspektif Teori Arena Pierre Bourdieu)” ini bertujuan untuk mengetahui posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Dalam skripsi ini, Ahok dipahami sebagai komunikator politik yang memiliki strategi dan modal tertentu dalam upaya untuk melanggengkan dan memperjuangkan posisinya sebagai subjek dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Pemilihan topik penelitian ini disebabkan oleh keberadaan Ahok yang menarik untuk dikaji secara mendalam dalam konteks komunikasi politik. Untuk mengungkap permasalahan yang dimunculkan dalam skripsi ini, peneliti berdasar pada metode penelitian kualitatif. Adapun pemilihan metode terebut disebabkan oleh relevansi metode dalam mengungkap permasalahan penelitian. Relevansi tersebut tampak pada kemampuan metode ini dalam mengungkap hal-hal esensial dari perilaku atau gaya komunikasi Ahok. Sebagai penajam analisis, peneliti menggunakan teori Arena Pierre Bourdieu. Secara sederhana, teori Arena merupakan teori yang dapat digunakan untuk menganalisis posisi subjek dalam memenangkan atau melestarikan posisinya dalam arena pergulatan dan perjuangan politik. Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan dua tahap analisis, yakni pertama analisis habitus untuk mengetahui habitus yang mendasari perilaku Ahok, dan kedua analisis posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Berdasarkan analisis, peneliti menemukan bahwa gaya atau perilaku komunikasi politik Ahok yang berwatak lugas, terbuka, dan emosional bukanlah sesuatu yang tidak memiliki akar historis. Berdasarkan analisis yang dilakukan, gaya atau perilaku komunikasi politik tersebut dibentuk oleh modal budaya, modal ekonomi, modal sosial, dan modal simbolik yang dimiliki oleh Ahok. Adapun Analisis yang dilakukan oleh peneliti terhadap posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia menghasilkan temuan bahwa Ahok terus menerus mengalami disposisi. Itu berarti bahwa dalam arena tersebut, Ahok sebagai aktor sekaligus agen individu, mengalami pergulatan, baik apakah itu pergulatan yang berusaha mendisposisi Ahok untuk keluar dari arena tersebut, atau mendisposisi posisi Ahok untuk menempatkannya di sentrum arena komunikasi politik di Indonesia. Ini berarti bahwa Ahok merupakan subjek yang posisinya terus menerus mengalami pergulatan dan perjuangan dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

Kata kunci: Ahok, komunikasi politik, arena, habitus

x

Motto :

“Kesadaran adalah matahari

Kesabaran adalah bumi

Keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”

W.S Rendra

Skripsi ini saya persembahkan untuk Papa Syamsul

Bahri

dan Mama Sri Ngatiyem,

serta anak saya Afika Dara Fariska.

v

Kata Pengantar

Segenap puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana komunikasi. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya.

Kesuksesan ini dapat penulis peroleh karena dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyadari dan menyampaikan banyak terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua peneliti, Syamsul Bahri dan Sri Ngatiyem yang selalu sabar

dalam merawatku hingga saat ini.

2. Anakku Afika Dara Fariska, motivator terbesar hidupku.

3. Adikku Engga Susanto, Kakakku Erwin Susanto, Mbak Ipar Vida,

Keponakan Leo dan Revan yang telah banyak membantu selama ini.

4. Penyair Indra Tjahyadi, sajak terindah hidupku.

5. Ketua STIKOSA-AWS Bapak Drs. Ismojo Herdono, M.Med.Kom atas

bimbingan skripsinya

6. Ibu Suprihatin, SPd., M.Med Kom, yang telah sabar menjadi dosen wali

peneliti.

7. Bapak Dhimam Abror, B.Bus., M.Si, dosen komunikasi politik STIKOSA-

AWS, atas kesediaannya sebagai narasumber pada skripsi ini.

8. Bapak Drs. Aribowo, M.S, pengamat politik Unair, atas kesediaannya sebagai

narasumber pada skripsi ini.

9. Keluarga Teater Lingkar Surabaya, tempat di mana nama peneliti dibesarkan

dari komunitas ini.

vi

10. Keluarga KOPI Production, dengan semangat orang-orang di dalamnya

11. Teman-teman seangkatan 2010 STIKOSA-AWS, telah menjadi kawan yang

baik selama 6 tahun ini.

12. Adik-adik kelas STIKOSA-AWS yang pernah sekelas, telah menjadi kawan

yang nyaman

13. Para pejuang skripsi : Entonk, Wiby, Nyun, Ndot, Caca, Jupe, Maya, Cica,

Icank, Elys, Devi, Tir, dan semuanya, yang telah saling memotivasi sesama.

14. Mas Don Aryadien dan tim Bunga Langit Production, atas kesempatannya

untuk mengembangkan potensi yang peneliti miliki.

15. Keluarga Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya, kampus

kedua peneliti dalam menempuh ilmu, dengan seniman-seniman hebat di

dalamnya.

16. Sahabat-sahabat Ladys Conspiracy, sahabat sejati untuk saling berbagi

17. Kawan-kawan yang pernah satu pekerjaan dengan peneliti, telah menjadi

kawan baik.

18. Kawan-kawan seniman yang selalu memberi inspirasi

19. Kawan-kawan di sosial media yang menjadi hiburan peneliti.

Demikian, semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat ke depannya.

Surabaya, 19 Agustus 2016

Peneliti,

Syska Liana

vii

ABSTRAK

Skripsi berjudul “Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di Indonesia (Dalam Perspektif Teori Arena Pierre Bourdieu)” ini bertujuan untuk mengetahui posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Dalam skripsi ini, Ahok dipahami sebagai komunikator politik yang memiliki strategi dan modal tertentu dalam upaya untuk melanggengkan dan memperjuangkan posisinya sebagai subjek dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Pemilihan topik penelitian ini disebabkan oleh keberadaan Ahok yang menarik untuk dikaji secara mendalam dalam konteks komunikasi politik. Untuk mengungkap permasalahan yang dimunculkan dalam skripsi ini, peneliti berdasar pada metode penelitian kualitatif. Adapun pemilihan metode terebut disebabkan oleh relevansi metode dalam mengungkap permasalahan penelitian. Relevansi tersebut tampak pada kemampuan metode ini dalam mengungkap hal-hal esensial dari perilaku atau gaya komunikasi Ahok. Sebagai penajam analisis, peneliti menggunakan teori Arena Pierre Bourdieu. Secara sederhana, teori Arena merupakan teori yang dapat digunakan untuk menganalisis posisi subjek dalam memenangkan atau melestarikan posisinya dalam arena pergulatan dan perjuangan politik. Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan dua tahap analisis, yakni pertama analisis habitus untuk mengetahui habitus yang mendasari perilaku Ahok, dan kedua analisis posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Berdasarkan analisis, peneliti menemukan bahwa gaya atau perilaku komunikasi politik Ahok yang berwatak lugas, terbuka, dan emosional bukanlah sesuatu yang tidak memiliki akar historis. Berdasarkan analisis yang dilakukan, gaya atau perilaku komunikasi politik tersebut dibentuk oleh modal budaya, modal ekonomi, modal sosial, dan modal simbolik yang dimiliki oleh Ahok. Adapun Analisis yang dilakukan oleh peneliti terhadap posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia menghasilkan temuan bahwa Ahok terus menerus mengalami disposisi. Itu berarti bahwa dalam arena tersebut, Ahok sebagai aktor sekaligus agen individu, mengalami pergulatan, baik apakah itu pergulatan yang berusaha mendisposisi Ahok untuk keluar dari arena tersebut, atau mendisposisi posisi Ahok untuk menempatkannya di sentrum arena komunikasi politik di Indonesia. Ini berarti bahwa Ahok merupakan subjek yang posisinya terus menerus mengalami pergulatan dan perjuangan dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

Kata kunci: Ahok, komunikasi politik, arena, habitus

viii

DAFTAR ISI

Persetujuan Pembimbing Skripsi ...... ii

Pengesahan Tim Penguji Skripsi ...... iii

Pernyataan Orisinalitas ...... iv

Motto dan Persembahan ...... v

Kata Pengantar ...... vi

Abstrak ...... viii

Daftar Isi ...... ix

Daftar Gambar ...... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 10 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 10 1.3.1 Tujuan Penelitian ...... 10 1.3.2 Manfaat Penelitian ...... 10 1.3.2.1 Manfaat Teoritis ...... 10 1.3.2.2 Manfaat Praktis ...... 10 1.4 Kajian Pustaka ...... 11 1.4.1 Landasan Teori ...... 11 1.4.1.1 Pengertian Komunikasi ...... 11 1.4.1.2 Pengertian Politik ...... 11 1.4.1.3 Teori Komunikasi Politik ...... 12 1.4.1.4 Teori Arena Pierre Bourdieu ...... 14 1.4.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...... 17 1.5 Kerangka Berpikir ...... 22 1.6 Metodologi Penelitian ...... 23 1.6.1 Metode Riset ...... 23

ix

1.6.2 Jenis dan Sumber Data ...... 24 1.6.2.1 Jenis Data ...... 24 1.6.2.2 Sumber Data ...... 25 1.6.3 Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data ...... 25 1.6.3.1 Teknik Pengumpulan Data ...... 25 1.6.4 Teknis Analisis dan Interpretasi Data ...... 27 1.6.4.1 Teknik Analisis Data ...... 27 1.6.4.2 Teknik Interpretasi Data ...... 28

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ...... 29 2.1 Biografi ...... 29 2.1.1 Latar Belakang dan Keluarga ...... 30 2.1.2 Riwayat Pendidikan Ahok ...... 32 2.1.3 Karier Bisnis Ahok ...... 34 2.1.4 Riwayat Perkawinan Ahok ...... 35 2.1.5 Karier Politik Ahok ...... 36 2.1.5.1 DPRD Kabupaten Belitung Timur ...... 36 2.1.5.2 Bupati Belitung Timur ...... 37 2.1.5.3 Pemilihan Gubernur Bangka Belitung 2007 ...... 38 2.1.5.4 Anggota DPR RI 2009-2014 ...... 39 2.1.5.5 Wakil Gubernur DKI ...... 39 2.1.5.6 Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur ...... 40 2.1.5.7 Gubernur DKI Jakarta ...... 40 2.1.5 Kontroversi Ahok ...... 41 2.1.5.1 Dituduh Menghina Kitab Suci ...... 41 2.1.5.2 Menolak Wacana Perayaan May Day Ala Ahok ...... 43 2.1.5.3 Sebut Calon Bajingan ...... 44 2.1.5.4 Ide Melokalisasi Prostitusi ...... 45 2.1.5.5 Bakar Setengah Kota Jakarta ...... 48 2.1.5.6 Pelarangan Pemotongan Hewan Kurban .. 49 2.1.5.7 Bongkar Pasang Pejabat ...... 50

x

2.1.5.8 Ahok VS Haji Lulung ...... 54 2.1.5.9 Penggusuran Lahan Di Era Ahok ...... 61 2.1.5.10 Pembelian Lahan Rumah Sakit Sumber Waras ...... 62 BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ...... 64 3.1 Penyajian Data ...... 64 3.1.1 Hasil Wawancara Dengan Narasumber ...... 64 3.1.2 Resume Hasil Studi Kepustakaan Tentang Ahok ... 67 3.2 Analisis Data ...... 69 3.2.1 Analisis Habitus Ahok ...... 70 3.2.1.1 Analisis Modal Budaya ...... 71 3.2.1.2 Analisis Modal Ekonomi ...... 77 3.2.1.3 Analisis Modal Sosial ...... 81 3.2.1.4 Analisis Modal Simbolik ...... 84 3.2.2 Analisis Posisi Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di Indonesia ...... 86 3.2.3 Analisis Pertarungan Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di Indonesia ...... 88

DAFTAR PUSTAKA ...... 105 LAMPIRAN

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta ...... 29

Gambar III.1 Front Pembela Islam (FPI) mendemo Ahok ...... 88

Gambar III.2 Ahok dan Amien Rais ...... 90

Gambar III.3 Ahok dan Megawati ...... 91

Gambar III.4 Ahok dan Prabowo ...... 92

Gambar III.5 Ahok dan Ketua Pengurus Besar NU Nusron Wahid ...... 96

Gambar III.6 Ahok Menjadi Narasumber dalam Program Mata Najwa .. 98

Gambar III.7 Ahok dan Jokowi ...... 99

xii

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ahok merupakan fenomena yang patut dicermati. Hal tersebut tidak saja disebabkan oleh keberadaan sosok Ahok yang berasal dari etnis Tionghoa, namun juga gaya komunikasi politik Ahok yang khas. Dalam arena politik di Indonesia, etnis

Tionghoa bukanlah etnis yang dominan. Hal itu disebabkan oleh sistem diskriminatif yang sesungguhnya membuat etnis ini sulit terjun “bebas berpolitik”. Di era kepemimpinan Soeharto hanya Bob Hasan yang merupakan politisi dari etnis

Tionghoa. Baru pada era reformasi, ketika sistem demokrasi di Indonesia berjalan cukup baik, masyarakat etnis Tionghoa mulai berperan dan turut serta secara aktif dalam arena politik di Indonesia (http://kyotoreview.org/issue-11/catatan-tentang- orang-cina-indonesia-dalam-politik-lokal/).

Dalam konteks sejarah politik Indonesia, etnis Tionghoa, keberadaannya di

Indonesia telah mengalami korban praktik diskriminasi. Diskriminasi yang bersifat rasial terhadap etnis Tionghoa di Indonesia sudah dimulai semenjak masa Kolonial

Belanda. Bahkan pada tahun 1740 di bawah perintah Gubernur Jendral Valckenier terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap etnis Tionghoa di Batavia. Di era kepemimpinan Soekarno, etnis Tionghoa juga mengalami diskrimininasi. Hal itu merupakan dampak dari konsep pemikiran dari pemerintah mengenai nasionalisasi perusahaan telah sangat meminggirkan usaha milik orang-orang etnis Tionghoa.

2

Diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa masih saja berlanjut pada masa kepemimpinan Soeharto. Di masa itu, pintu kebebasan dan saluran komunikasi publik khususnya terhadap etnis Tionghoa sangat tertutup rapat. Diskriminasi tersebut dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: mengeluarkan kebijakan penandaan khusus pada Kartu Tanda Penduduk, tidak diizinkannya warga etnis Tionghoa menjadi pegawai negeri serta tentara, pelarangan warga etnis Tionghoa untuk memiliki tanah di pedesaan, dan lain-lain.

Seiring tumbangnya kepemimpinan Soeharto, suasana kehidupan berbangsa mulai berubah di Indonesia. Hal itu ditandai dibukanya kebijakan kebebasan berdemokrasi dan berpendapat bagi seluruh suku dan etnis yang ada di Indonesia.

Pada tahun 2000, mantan Presiden (Gus Dur) telah mencabut

Instruksi Presiden (Inpres) nomor 14 Tahun 1967 tentang larangan segala kegiatan keagamaan dan kepercayaan, dan adat istiadat China di Indonesia. Saat itu Gusdur sekaligus menerbitkan tentang Keputusan Presiden (Kepres) nomor 6 Tahun 2000 yang memperbolehkan warga Tionghoa mengekspresikan kebudayaan, termasuk kebebasan menjalankan agama Kong Hu Chu di Indonesia. Bahkan, Imlek pun masuk dalam kalender nasional.

Sejalan dengan gerakan reformasi dan didukung kebijakan politik dari

Presiden Abdurrahman Wahid, warga etnis Tionghoa tidak lagi hanya terfokus pada bidang ekonomi. Etnis tersebut mulai memasuki pula bidang politik yang selama ini seperti ditabukan. Selain mulai mencalonkan diri sebagai anggota parlemen, sejumlah warga keturunan etnis Tionghoa menjelang Pemilu 1999 memunculkan partai sendiri, seperti Partai Reformasi Tionghoa Indonesia, Partai Pembaruan Indonesia, dan Partai

3

Bhinneka Tunggal Ika. Partai Bhinneka Tunggal Ika bisa menempatkan wakilnya di

DPR, yakni L Sutanto dari Kalimantan Barat.

Jumlah wakil rakyat yang berasal dari warga keturunan etnis Tionghoa, dari periode ke periode keanggotaan Dewan, juga terus meningkat. Para wakil rakyat tersebut bukan lagi mewakili daerah pemilihan yang merupakan basis warga keturunan etnis Tionghoa melainkan merata ke berbagai daerah.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) dari daerah pemilihan Jawa Tengah X, Hendrawan Supratikno, mengakui, langkah

Presiden Abdurrahman Wahid yang membuka ruang lebih luas bagi partisipasi warga keturunan etnis Tionghoa dalam kehidupan berbangsa menjadi salah satu momentum bersejarah dalam reformasi dan demokratisasi di Indonesia. Tercatat ada 14 orang

(data Litbang Kompas, 15 orang) dari total 560 anggota DPR periode 2009-2014 adalah keturunan etnis Tionghoa. Sejumlah kepala daerah juga dijabat keturunan etnis

Tionghoa, seperti Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya dan Wali

Kota Singkawang Hasan Karman

(http://nasional.kompas.com/read/2011/01/31/02371831/twitter.com).

Basuki Tjahaja Purnama merupakan Gubernur DKI Jakarta periode 2014-

2019. Gubernur yang akrab disapa Ahok ini merupakan warga dari etnis Tionghoa pertama yang memimpin Ibu Kota Indonesia. Jakarta merupakan kota metropolitan yang memiliki banyak pesaing dalam dunia politik. Ahok yang berasal dari Belitung

Timur, Bangka Belitung mampu bersaing dalam arena politik serta menduduki kursi tertinggi di ibu kota.

4

Sebagai komunikator politik, Ahok memiliki gebrakan dalam memimpin sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ahok mempunyai sejumlah kebijakan dan kegiatan yang mengejutkan dalam masa kepemimpinannya yang masih berlangsung hingga tahun 2019. Kebijakan dan kegiatan tersebut antara lain melaksanakan proyek pembangunan transportasi massal yang masih dalam proses pengerjaan yang terus berkelanjutan, pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), bagi warga miskin, terutama warga korban penggusuran rumah-rumah liar di Jakarta. Ahok mampu membenahi pelayanan birokrasi yang ada di Jakarta, bahkan ia tidak segan memecat bawahan yang tidak bekerja sesuai dengan standard kerja pegawai yang ditetapkan.

Ahok menawarkan konsep kepemimpinan yang salah satunya disesuaikan dengan singkatan namanya BTP (Basuki, Tjahaja, Purnama; menjadi Bersih,

Transparan dan Professional). Singkatan tersebut memiliki arti bahwa pemimpin harus bersih (bebas korupsi dan berani membuktikan harta dan pajaknya), transparan

(siap membuka anggaran untuk publik), dan profesional (bisa diakses langsung dan setiap saat dengan menyediakan nomer ponsel pribadinya). Program-program dan kebijakannya dipublikasikan secara transparan. Publik diperbolehkan untuk melakukan penilaian bahkan melakukan kritik.

Ahok membuktikan dirinya tidak saja sebagai politisi handal, namun juga dapat meraih kemenangan politik tanpa politik uang dalam kampanye. Pada awalnya, politisi tersebut masuk ke dunia politik di tahun 2004. Di tahun tersebut, Ahok bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB) sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan

5

diri sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD tingkat II

Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. (Ripangi, 2014 : 22)

Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur Tahun

2005, Ahok berpasangan dengan Khairul Effendi, B.Sc. dari Partai Nasional Banteng

Kemerdekaan (PNBK) ikut sebagai calon Bupati-Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Dengan mengantongi suara 37,13 persen pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama. Ahok kemudian mengajukan pengunduran dirinya pada 11 Desember 2006 untuk maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Pada 22 Desember 2006, Ahok resmi menyerahkan jabatannya kepada wakilnya, Khairul Effendi (Ripangi, 2014 : 24).

Dalam Pilkada Gubernur Babel tahun 2007, Ahok mengambil bagian menjadi kandidat calon Gubernur. Presiden RI Ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendukung Ahok untuk menjadi Gubernur Bangka Belitung dan ikut berkampanye untuknya. Gus Dur menyatakan bahwa "Ahok sudah melaksanakan program terbaik ketika memimpin Kabupaten Belitung Timur dengan membebaskan biaya kesehatan kepada seluruh warganya". Namun dalam pemilihan tersebut ia dikalahkan oleh rivalnya, Eko Maulana Ali (Ripangi, 2014 : 29).

Pada tahun 2009, Ahok mencalonkan diri dan terpilih menjadi anggota DPR

RI dari daerah pemilihan Bangka Belitung mewakili Partai Golongan Karya. Ia sukses meraup 119.232 suara dan duduk di Komisi II.

Ahok sesungguhnya telah berniat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI

Jakarta sejak tahun 2011 melalui jalur independen. Ia sempat berusaha mengumpulkan fotocopy kartu tanda penduduk (KTP) untuk bisa memenuhi

6

persyaratan maju menjadi calon independen. Namun pada awal tahun 2012, ia mengaku pesimistis akan memenuhi syarat dukungan dan berpikir untuk menggunakan jalur melalui partai politik. lebih memercayakan Alex Nurdin sebagai kandidat Gubernur DKI Jakarta. Akhirnya partai besutan Prabowo Subianto,

Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) untuk menarik Ahok untuk menjadi calon Wakil

Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan (Jokowi) yang diusung PDI

Perjuangan.

Pada akhirnya Ahok mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Joko Widodo, dalam Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta

2012. Pasangan Jokowi-Ahok ini mendapat 1.847.157 (42,60%) suara pada putaran pertama, dan 2.472.130 (53,82%) suara pada putaran kedua, mengalahkan pasangan

Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. Ahok mendampingi Jokowi dalam memimpin DKI

Jakarta (http://ahok.org/berita/news/rekapitulasi-kpu-dki-jokowi-raih-538-suara-foke-

461/).

Pada tanggal 1 Juni 2014, karena Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengambil cuti panjang untuk menjadi calon presiden dalam Pemilihan Umum

Presiden Indonesia 2014, Ahok resmi menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI

Jakarta. Setelah terpilih pada Pilpres 2014, tanggal 16 Oktober 2014, Joko Widodo resmi mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Secara otomatis, Ahok menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta. Pada 14 November 2014, DPRD

DKI Jakarta mengumumkan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang telah menjadi Presiden Republik Indonesia.

Pengangkatan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta menimbulkan banyak tentangan

7

dari berbagai pihak, antara lain dari FPI dan sebagian anggota DPRD DKI Jakarta dari partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih.

Sebagai birokrat, sosok Ahok mengundang sorotan banyak kalangan. Ahok dalam kepemimpinannya mempunyai gaya komunikasi yang ceplas-ceplos. Bahasa yang lugas dan sering marah-marah. Gaya komunikasi Ahok sebagai pemimpin di

DKI Jakarta tak ada habis-habisnya menjadi sorotan. Berbagai istilah dilontarkan untuk menilainya, mulai dari sarkasme, tidak sopan, tidak santun, arogan serta istilah- istilah lainnya yang seolah menyudutkannya. Gaya Ahok memang khas. Namun, sebagian orang yang tidak terbiasa, akan membuat telinga panas.

Menurut Pengamat Perkotaan, Supriatna (http://www.republika.co.id/), gaya itulah yang juga diperlukan oleh seorang pemimpin agar perangkat di bawahnya terkoordinasi dengan baik.Gaya kepemimpinan lugas sebagaimana ditunjukkan oleh

Ahok sebenarnya diperlukan dan penting sebagai ciri kepemimpinan dalam budaya politik modern. Masalah sosial, ekonomi, dan politik didiskusikan secara terbuka dan memakai logika politik sebagaimana dalam kehidupan demokrasi masyarakat modern. Masalah itu tidak ditutup-tutupi dengan isu moralitas, ras, agama, sopan santun dan nilai-nilai yang tidak secara rasional mengacu pada konstitusi formal.

Komunikasi merupakan bagian yang integral dalam kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan manusia sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu membutuhkan untuk dapat berinteraksi dengan manusia- manusia lainnya. Agar interaksi dapat dijalani, manusia perlu melakukan komunikasi.

Menurut Craig (dalam Littlejhon dan Foss, 2014: 9) komunikasi merupakan proses utama tempat kehidupan manusia dijalani. Hal tersebut disebabkan keberadaan

8

komunikasi yang merupakan proses sosial utama dan mendasar bagi kehidupan manusia.

Politik merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia. Secara definitif politik dapat dipahami sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial (Nimmo, 2005: 8). Dalam berkonflik, manusia mencakup juga perilaku komunikasi. Roelofs (dalam Rakhmat,

2005: 8) mengatakan, “Politik adalah pembicaraan; atau lebih tepat, kegiatan politik

(berpolitik) adalah berbicara”. Politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah poltik. Namun, hakikat pengalaman politik, dan bukan hanya kondisi dasarnya bahwa kegiatan berkomunikasi antara orang-orang.

Komunikasi politik merupakan kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan orang-orang tersebut di dalam konflik sosial yang melibatkan tindakan pertukaran berbagai bentuk dan jenis simbol (Nimmo, 2005: 8). Di dalam kegiatan politik, manusia tetap tidak dapat dilepaskan dari tindakan komunikasi. Maka, dapat dipahami, bahwa komunikasi dan politik memiliki pertalian yang sangat erat.

Untuk mengungkap atau menjawab permasalahan penelitian, peneliti menggunakan teori Arena Pierre Bourdieu. Bagi Bourdieu Arena adalah suatu jaringan atau suatu konfigurasi hubungan-hubungan objektif antarberbagai posisi.

Arena merupakan sistem dan relasi yang memiliki struktur dan kekuatannya sendiri.

Oleh karena itu Arena harus dipikirkan dengan cara relasional (Bourdieu dalam

Mutahir, 2011: 67). Maka, apabila ditelusur lebih jauh dapat dipahami bahwa

Bourdieu melihat struktur arena sebagai ruang posisi-posisi yang tidak lain adalah struktur distribusi modal properti-properti spesifik yang mengatur keberhasilan di

9

dalam arena dan memenangkan laba eskternal dan laba spesifik yang dipertaruhkan di dalamnya.

Namun, hal yang menarik dari teori Arena tersebut adalah Bourdieu melihat arena sebagai sebuah arena pertarungan dan juga lingkungan perjuangan, arena adu kekuatan, sebuah medan dominasi dan konflik antar individu, antarkelompok demi mendapatkan posisinya. Posisi-posisi ini ditentukan oleh banyaknya kapital atau modal yang mereka miliki. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah dan jenis modal yang mereka miliki, maka ia akan mendapatkan posisi terbaik dalam arena tersebut, atau menduduki posisi yang dominan dalam suatu arena. Oleh karena itu, bagi

Bourdieu (dalam Mutahir, 2011: 67) di dalam arena terdapat usaha perjuangan perebutan sumber daya (modal) dan juga upaya memperebutkan akses terhadap kekuasaan dalam rangka untuk memperoleh posisi dalam arena.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat dipahami bahwa Ahok merupakan fenomena yang menarik untuk dicermati. Hal itu tampak pada keberadaan

Ahok sebagai seorang etnis Tionghoa pertama yang menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Oleh karena itu, penelitian tentang Ahok perlu dilakukan. Dalam konteks komunikasi politik, penelitian tentang Ahok sebagai komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia perlu diungkap lebih serius. Maka, berdasar dari pemahaman tersebut, penelitian ini menetapkan judul “Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di

Indonesia”.

10

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, permasalahan yang dihadirkan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di

Indonesia?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

Penelitian ini juga berusaha untuk mengungkap bagaimana pergulatan dan strategi komunikasi politik Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Dalam tataran teoritis, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat mengembangkan kajian dalam bidang ilmu komunikasi. Khususnya dalam penerapan teori-teori baru di bidang ilmu sosial dan komunikasi politik, serta sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti dan penelitian lain di masa mendatang.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Dalam tataran paktis, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti mengenai komunikasi politik yang terjadi di Indonesia, serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang posisi Ahok sebagai komunikator politik dalam arena politik Indonesia, secara khusus, dan posisi etnis

Tionghoa sebagai komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia secara umum.

11

1.4 Kajian Pustaka

1.4.1 Landasan Teori

Teori yang digunakan sebagai landasan teoretis untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi politik dan teori Arena yang dipelopori oleh Pierre Bourdieu. Teori komunikasi politik diperlukan sebagai dasar pemahaman peneliti dalam memahami komunikasi politik.

Teori Arena Pierre Bourdieu diperlukan untuk memberikan dasar pemahaman tentang arena politik kepada peneliti.

1.4.1.1 Pengertian Komunikasi

Lewat komunikasi orang berusaha mendefinisikan sesuatu, termasuk istilah komunikasi itu sendiri. Seringkali suatu definisi komunikasi berbeda atau bahkan bertentangan dengan definisi lainnya. Ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu-arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. (Mulyana, 2014 : 67)

Tubb dan Moss (dalam Mulyana, 2014 : 65) mendefinisikan komunikasi sebagai proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan komunikator

2) atau lebih. Sedangkan Craig (dalam Littlejohn dan Foss, 2014 : 9) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan proses utama di mana kehidupan kemanusiaan dijalani, komunikasi mendasari kenyataan.

1.4.1.2 Pengertian Politik

Politik merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia. Secara definitif politik dapat dipahami sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial (Nimmo, 2005: 8). Politik berasal

12

dari kata "polis" yang berarti negara, kota, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan masyarakatnya. Kata "polis", ini berkembang menjadi

"politicos" yang artinya kewarganegaraan. Dari kata "politicos" menjadi "politera" yang berarti hak - hak kewarganegaraan. (Nimmo, 2005 : 108)

Dalam berkonflik, manusia mencakup juga perilaku komunikasi. Roelofs

(dalam Rakhmat, 2005: 8) mengatakan, “Politik adalah pembicaraan; atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara”. Roelofs menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah poltik. Akan tetapi, hakikat pengalaman politik, dan bukan hanya kondisi dasarnya bahwa kegiatan berkomunikasi antara orang-orang.

1.4.1.3 Teori Komunikasi Politik

Komunikasi politik merupakan pembicaraan tentang politik dalam arti yang inklusif. Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh Nimmo (2005: 8) bahwa komunikasi politik merupakan kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan orang-orang tersebut di dalam konflik sosial yang melibatkan tindakan pertukaran berbagai bentuk dan jenis simbol. Itu berarti bahwa dalam komunikasi politik, orang-orang yang melakukan tindakan komunikasi tidak hanya melibatkan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan saja, namun juga melibatkan kata-kata yang ditulis dan diucapkan, gambar, gerakan, sikap tubuh, perangai, dan pakaian.

Dalam komunikasi politik pembicaraan yang inklusif perlu dilakukan. Hal tersebut disebabkan oleh tujuan komunikasi tersebut adalah mempengaruhi. Menurut

Arifin (2011: 8) komunikasi politik merupakan pembicaraan yang bertujuan memengaruhi dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, komunikasi politik dapat

13

dipahami sebagi suatu komunikasi yang diarahkan pada pencapaian pengaruh sedemikian rupa sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi itu, dapat mengikat semua anggota sebuah masyarakat melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga politik.

Unsur-unsur yang ada dalam komunikasi politik tidaklah berbeda dengan unsur-unsur komunikasi pada umumnya, yakni terdiri atas komunikator (penyampai pesan), message (pesan), komunikan (penerima pesan). Berdasarkan pemahaman tersebut Nimmo (2005: 8-9) berpendapat bahwa dalam mengkaji komunikasi politik melibatkan unsur -unsur komunikator politik, pesan politik, media politik, khalayak politik, serta akibat-akibat komunikasi politik. Komunikasi politik merupakan pembicaraan politik yang melibatkan unsur-unsur komunikasi dengan akibat-akibat politik tertentu.

Dalam proses komunikasi politik, komunikator memainkan peran sebagai pembentuk opini publik. Adapun pesan adalah pembicaraan-pembicaraan sebagai proses negosiasi yang bertujuan membentuk pengertian bersama diantara berbagai pihak tentang bagaimana sikap seharusnya yang harus diperankan setiap pihak dan bagaimana bertindak terhadap sesamanya. Dari sini, isi komunikasi politik seharusnya tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan tetapi juga kemungkinan terjadinya konflik. Hal itu mengandung pengertian bahwa pesan politik dimungkinkan mengandung paradoks sebagai bentuk penyelesaian konflik.

Sedangkan media politik dalam proses komunikasi politik dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang tidak hanya berhubungan dengan kepantingan juga mampu dimanfaatkan untuk berbicara kepada publik dengan sasaran tertentu.

14

Mengenai komunikator politik, Nimmo (2005: 30-37) mengidentifikasi terhadap tiga kelompok yang dapat berperan sebagai komunikator politik. Ketiga kelompok itu adalah politikus, profesional dan aktivis. Sebagai komunikator politik, politikus dapat berperan sebagai wakil dari suatu kelompok, dengan sendirinya pesan- pesan politikus diarahkan untuk mencapai tujuan politik dari suatu kelompok. Di samping itu politikus juga dapat berperan sebagai ideologi dalam kegiatan komunikasi politik. Sebagai komunikator politik yang berkecenderungan sebagai ideolog, politikus mengusahakan tercapainya kebijakan yang berdampak luas, mengusahakan reformasi dan bahkan mendukung perubahan revolusioner.

Di dalam penelitian ini, Teori komunikasi politik diperlukan sebagai dasar pemahaman peneliti dalam memahami komunikasi politik.

1.4.1.4 Teori Arena Pierre Bourdieu

Landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Arena

Pierre Bourdieu. Arena adalah suatu jaringan atau suatu konfigurasi hubungan- hubungan objektif antar berbagai posisi. Arena merupakan sistem dan relasi yang memiliki struktur dan kekuatannya sendiri. Oleh karena itu Arena harus dipikirkan dengan cara relasional (Bourdieu dalam Mutahir, 2011: 67). Struktur arena, yaitu ruang posisi-posisi, tak lain adalah struktur distribusi modal properti-properti spesifik yang mengatur keberhasilan di dalam arena dan memenangkan laba eskternal dan laba spesifik yang dipertaruhkan di dalamnya.

Bourdieu melihat arena sebagai sebuah arena pertarungan dan juga lingkungan perjuangan, arena adu kekuatan, sebuah medan dominasi dan konflik antar individu, antarkelompok demi mendapatkan posisinya. Posisi-posisi ini

15

ditentukan oleh banyaknya kapital atau modal yang mereka miliki. Semakin banyak jumlah dan jenis modal yang mereka miliki, maka ia akan mendapatkan posisi terbaik dalam arena tersebut, atau menduduki posisi yang dominan dalam suatu arena. Oleh karena itu, bagi Bourdieu (dalam Mutahir, 2011: 67) di dalam arena terdapat usaha perjuangan perebutan sumber daya (modal) dan juga upaya memperebutkan akses terhadap kekuasaan dalam rangka untuk memperoleh posisi dalam arena.

Di setiap arena, kelompok dominan berkepentingan dalam berjuang dan mencari strategi dalam mempertahankan kelangsungan posisinya. Sementara kelompok baru yang terdominasi, para pendatang baru, lebih akan mencari strategi untuk memperbaiki posisinya. Menurut Bourdieu. (2012: 49), munculnya kelompok yang sanggup menciptakan sebuah epos dengan memperkenalkan posisi baru yang progresif biasanya disertai oleh penggantian struktur hierarki posisi-posisi temporer yang saling bertentangan di dalam arena. Memulai epos baru, berarti memulai pengakuan atas keberadaan seseorang dari produsen lain, khususnya yang paling terkonsekrasikan dari mereka. Hal ini juga menciptakan sebuah posisi baru, melampaui posisi-posisi di kubu terdepan yang sudah ditempati.

Mereka yang menempati posisi tertentu dapat mempertahankan atau bahkan mengubah konfigurasi kekuasaan pada tatanan arena. Bagi Bourdieu (dalam Mutahir,

2011: 70), pembedaan antara strategi dan pertarungan sangat penting. Struktur arena membimbing dan memberikan strategi bagi agen yang memiliki posisi, individu atau kelompok, untuk mempertahankan atau menaikkan posisi dalam pencapaian kedudukan sosial. Strategi digunakan oleh agen dalam medan perjuangan.

16

Strategi dalam pandangan Bourdieu (dalam mutahir, 201: 71) merupakan hasil yang terus berlanjut dari interaksi antara disposisi habitus serta segala kemungkinannya. Ada dua tipe strategi menurut Bourdieu, yaitu:

1. Strategi Reproduksi (Reproduction Strategies)

Strategi ini dirancang oleh agen untuk mempertahankan atau

meningkatkan modal ke arah masa depan. Strategi ini merupakan

sekumpulan praktik. Jumlah dan komposisi modal serta kondisi sarana

produksi menjadi patokan utama dalam strategi ini.

2. Strategi Penukaran Kembali (Reconversion Strategies)

Strategi ini berkenaan dengan pergerakan-pergerakan dalam ruang sosial.

Ruang sosial tempat pergerakan agen, terstruktur dalam dua dimensi,

yakni keseluruhan jumlah modal yang terstuktur dan pembentukan jenis

modal yang dominan dan terdominasi.

Dalam pandangan Bourdieu, habitus mendasari arena (field). Dengan kata lain, habitus beroperasi dalam suatu arena. Habitus adalah struktur mental atau kognitif yang digunakan oleh aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Habitus diproduksi dari internalisasi struktur dunia sosial yang diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi dalam kehidupan sosial diduduki. Habitus adalah sesuatu yang memungkinkan orang memahami dunia sosial (Bourdieu dalam Mutahir, 2011: 61).

Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Hal tersebut tampak pada keberadaannya yang merupakan struktur yang menstruktur kehidupan sosial sekaligus struktur yang distrukturisasi oleh dunia sosial. Habitus diproduksi oleh praktik sosial sekaligus memproduksi praktik sosial karena habitus adalah sistem

17

yang tertata dan menata kecenderungan yang ditimbulkan oleh tindakan dan terus- menerus tertuju pada fungsi praktis (Bourdieu dalam Mutahir, 2011: 63-64).

Habitus dimiliki oleh agen. Artinya, segala tindakan, niat atau cara bertindak yang dimiliki agen dipengaruhi kondisi objektif kulturalnya. Hal tersebut juga melekat pada agen dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Bouerdieu dalam Mutahir,

2012: 63)

Maka di dalam penelitian ini akan melihat sisi pergulatan Ahok di dalam

Arena Politik melaui teori Arena Pierre Bouerdieu.

1.4.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pencarian penelitian terdahulu atas kesamaan objek penelitian, peneliti menemukan tiga artikel ilmiah jurnal nasional dan satu skripsi yang membahas tentang Ahok. Namun, dari keempat penelitian terdahulu tersebut, hanya satu yang membahas Ahok dalam konteks yang terlepas dari Jokowi, atau dalam keberadaannya sebagai pasangan Jokowi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa penelitian tentang Ahok sebagai komunikator politik masih sangat minim. Oleh karena itu, masih terbuka peluang yang sangat besar untuk melakukan penelitian terhadap Ahok dalam posisinya sebagai komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Adapun keempat penelitian terdahulu tersebut sebagai berikut.

Penelitian terdahulu yang pertama adalah artikel yang ditulis oleh Joan

Sabrina (2014) yang berjudul “Analisis Penerimaan Pembaca terhadap Berita Gaya

Kepemimpinan Ahok di Majalah Detik”. Tujuan dari penelitian tersebut untuk mengetahui penerimaan pembaca terhadap berita tentang gaya kepemimpinan Ahok di Majalah Detik. Hal tersebut disebabkan oleh pemahaman bahwa setiap orang

18

mempunyai penerimaan atau pemaknaan yang berbeda-beda meskipun teks yang dibaca sama. Jenis penelitian deskriptif ini menggunakan metode Reception Analysis.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori analisis penerimaan dan teori gaya kepemimpinan. Informan penelitian ini adalah pembaca Majalah Detik sesuai dengan segmen pembaca majalah dan teori Sugiono. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ketiga informan sepaham dengan teks berita tentang gaya kepemimpinan

Ahok di Majalah Detik.

Penelitian terdahulu kedua yang ditemukan peneliti adalah artikel ilmiah yang ditulis oleh Siti Kholifah (2014) yang berjudul “Analisis Semiotik Pesan Sosial dalam

Video ”Takotak Miskumis” di Youtube”. Artikel tersebut membahas tentang Pesan

Sosial dalam video “Takotak Miskumis” di Youtube. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan makna yang terkandung dalam video

“Takotak Miskumis” di Youtube dengan mengidentifikasi makna pesan yang terdapat dalam video tersebut dengan menggunakan analisis semiotika dengan fokus penelitian adalah komunikasi non verbal yang digunakan Video “Takotak miskumis” di Youtube yang terkait Isu SARA yang meliputi pesan kinesik dan pesan artifaktual yang selanjutnya diolah dengan konsep segitiga makna Peirce yang diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu Tanda (Sign), Acuan Tanda (Object), dan Pengguna Tanda

(Interpretant). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam video “takotak miskumis” di Youtube tersebut mengkomunikasikan pesannya melalui pesan kinesik dan pesan artifaktual yang mendukung penyampaian pesan sosial untuk para audiencenya Dalam video ini terdapat makna pesan sosial yang dimana pembuat

19

ingin menyampaikan bahwa masyarakat jangan ikut terpengaruh dalam isu SARA yang berkembang selama masa kampanye pilkada DKI Jakarta tahun 2012.

Penelitian terdahulu ketiga yang ditemukan peneliti berkaitan dengan penelitian tentang Ahok adalah artikel ilmiah yang ditulis oleh Mahanti Sari Nastiti yang berjudul “Analisis Semiotik Video Jokowi-Ahok di Youtube dalam Masa

Kampanye Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012”. Penelitian tersebut berfokus pada pesan yang ada di dalam video Jokowi-Ahok di YouTube, dengan mengesksplorasi dan menganalisa unsur ikon, indeks, simbol, lirik serta alur cerita menggunakan semiotik Peirce yang berpijak pada metodologi visual. Kritikan dan dukungan pada

Jokowi-Ahok dan Foke-Nara diartikulasikan pada video yang diunggah di YouTube dengan judul “What Makes You Beautiful”, menarik untuk diteliti sebab menjadi sebuah visual image sekaligus audio berbentuk lirik saat memanasnya Pemilihan

Gubernur DKI Jakarta 2012 pada putaran kedua. Hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut adalah pesan mengenai belum dapat terselesaikannya masalah kota

Jakarta dan harapan masyarakat mendapatkan pemimpin yang dapat menyelesaikan permasalahn tersebut. Isu–isu yang digunakan adalah ketidakpuasan masyarakat terhadap gubernur sebelumnya dan antrian panjang sekaligus pemungutan liar dalam birokrasi pembuatan KTP.

Penelitian terdahulu keempat yang ditemukan oleh peneliti adalah berbentuk skripsi. Skripsi tersebut ditulis oleh Sony Kusuma Anugerah (2013) dan berjudul

“Representasi Black Campaign dalam Spanduk Kampanye Pilkada Jakarta 2012”.

Dalam skripsi tersebut dibahas bahwa kampanye merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan, saat menjelang suatu pemilihan umum. Berbagai cara dilakukan

20

dalam kampanye untuk menarik simpati masyarakat. Banyak cara berkampaye yang dilakukan tim sukses dari partai atau calon untuk bisa memperoleh dukungan dari masyarakat, bahkan kampanye hitam. Kampanye hitam dianggap mampu membentuk opini publik untuk menciptakan citra buruk pihak lawan politik. Seperti yang terjadi pada Pilkada Jakarta 2012 kemarin, banyaknya temuan pelanggaran terutama dalamkaitan kampanye hitam. Penelitian tersebut bertujuan untuk menggambarkan bentuk kampanye hitam yang terjadi pada Pilkada Jakarta 2012 melalui konstruksi makna pada salah satu media berkampanye, yaitu spanduk.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika untuk menganalisis objek penelitian. Teknik analisis dalam penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes.

Teks atau kata dalam spanduk diuraikan dalam dua tahap untuk mencari makna- makna yang terkandung didalamnya. Tahap pertama pembahasan kata melalui makna denotasi, dan tahap kedua pembahasan kata melalui makna konotasi yang selanjutnya akan didapat mitos yang berkembang dimasyarakat. Kata-kata pada teks dalam spanduk penelitian ini, merupakan sesuatu yang ambigu. Dibutuhkan kedalaman makna yang dilanjutkan dengan mengkonstruksikan makna, sehingga akan didapat suatu cerita atau fenomena yang terjadi didalamnya. Black campaign merupakan salah satu bentuk kegiatan propaganda politik, yang berkonotasi negatif dalam penilaian publik. Black campaign bertujuan untuk membentuk opini publik untuk citra yang buruk terhadap lawan politiknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam spanduk kampanye Pilkada Jakarta ini, black campaign digunakan sebagai

21

kampanye yang menyerang sisi pribadi, kebijakan-kebijakan politik, dan dilakukan oleh pelaku yang anonim.

Berdasarkan pemaparan tentang isi tiga penelitian terdahulu yang ditemukan peneliti tersebut, terdapat perbedaan dengan skripsi ini. Dalam skripsi ini, Ahok dihadapi sebagai objek kajian dalam konteks keberadaannya dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Adapun upaya pemecahan permasalahan dalam penelitian ini pun berbeda dengan ketiga penelitian terdahulu tersebut. Upaya pemecahan permasalahan dalam skripsi ini dilakukan dengan berdasar pada teori Arena Pierre

Bourdieu. Hal tersebut memperlihatkan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian tentang Ahok yang pernah dilakukan.

22

1.5 Kerangka Berpikir

FENOMENA KOMUNIKASI POLITIK DI INDONESIA

FENOMENA DISKRIMINASI ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA

FENOMENA AHOK DALAM ARENA KOMUNIKASI POLITIK DI INDONESIA

METODE KUALITATIF

WAWANCARA STUDI DOKUMENTASI

KEDUDUKAN AHOK DALAM KOMUNIKASI POLITIK

TEORI KOMUNIKASI POLITIK TEORI ARENA

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

SIMPULAN

23

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Riset

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2000: 3) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Dipilihnya jenis penelitian tersebut disebabkan tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan fenomena secara mendalam. Sebagaimana yang dinyatakan oleh

Kriyantono (2010: 56) bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Selain itu, dipilihnya jenis penelitian tersebut disebabkan jenis data yang dikumpulkan dan diolah dalam penelitian ini bukan berupa angka-angka. Hikmat (2011: 40) berpendapat dalam penelitian kualitatif data- data yang dikumpulkan dan diolah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.

Lebih spesifik, penelitian ini merupakan penelitian berjenis kualitatif deskriptif. Dipilihnya jenis penelitian tersebut disebabkan penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta posisi

Ahok sebagai komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

Secara definitif, penelitian berjenis deskriptif dapat dipahami sebagai penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya (Irawan,

2004: 60). Pendeskripsian atau penjelasan tersebut dilakukan secara sistematis, faktual, dan akurat. Hal tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh Kriyantono

(2010: 69) bahwa jenis penelitian dekstiptif adalah jenis penelitian yang bertujuan

24

untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.

Adapun perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pespektif konstruktivis. Dipilihnya perspektif tersebut berkaitan dengan salah satu teori yang digunakan sebagai landasan teoretis dalam penelitian ini, yaitu Teori Arena Pierre

Bourdieu. Teori tersebut merupakan teori yang berparadigma konstruktivis.

Perspektif konstruktivis memandang bahwa pengetahuan individu merupakan hasil dari proses membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman dalam sistem kognisi individu. Hal tersebut tampak dari pernyataan Maryaeni (2005: 7-8) berikut.

Dalam perspektif konstruktivis, realitas disikapi sebagai gejala yang sifatnya tidak tetap dan memiliki pertalian hubungan dengan masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Realitas dalam kondisi demikian hanya dapat dipahami berdasarkan konstruksi pemahaman sebagaimana terdapat dalam dunia pengalaman peneliti dalam pertaliannya dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu, pemahaman atas suatu realitas selain bersifat relatif juga bersifat dinamis. Pemahaman tersebut bukan ditemukan melainkan diproduksi berdasarkan dunia pengalaman sebagaimana terbentuk melalui interaksi peneliti dengan dunia luar.

1.6.2 Jenis dan Sumber Data

1.6.2.1 Jenis Data

Data adalah hasil penelitian atau pengamatan yang menjadi dasar untuk menari kesimpulan lebih lanjut (Kerlinger dalam Soehartono, 2008: 6-7). Data dapat berupa angka atau bahan verbal. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan berbahan verbal, yakni kata-kata, bukan angka-angka. Hal tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh Moleong (2000: 112) bahwa sumber data utama dalam penelitian

25

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

1.6.2.2 Sumber Data

Berdasarkan kedudukannya sebagai sumber, data tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya (2002: 55). Data primer penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara mendalam yang diperoleh dari informan yang dianggap berpotensi dan memiliki kapabilitas dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya tentang kedudukan Ahok dalam arena komunikasi politik di

Indonesia. Adapun data sekunder adalah data yang berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder dalam penelitian ini adalah berbagai dokumen atau literatur yang berkaitan dengan topik dan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, seperti artikel koran, artikel jurnal ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, catatan hasil observasi, buku-buku, dan sumber-sumber internet tentang Ahok dan arena komunikasi politik di Indonesia.

1.6.3 Teknik Pengumpulan dan Pencatatan Data

1.6.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yakni wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Tujuan digunakannya kedua teknik tersebut, untuk memperoleh data yang akurat dan lengkap tentang makna keberadaan Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Adapun penjelasan kedua teknik tersebut sebagai berikut.

26

A. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah suatu teknik pengumpulan data atau informasi yang dilakukan dengan cara bertatap muka dengan informan agar mendapat data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang- ulang) secara intensif (Kriyantono, 2010: 102). Wawancara dilakukan pada subjek penelitian sebagai berikut.

1) Pengamat Politik Universitas Airlangga, Drs. Aribowo, M.S, untuk

mengetahui kedudukan Ahok sebagai komunikator politik di arena

komunikasi politik di Indonesia.

2) Pengamat Media sekaligus dosen Komunikasi Politik di Sekolah Tinggi Ilmu

Komunikasi Surabaya-Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS),

Dhimam Abror Djuraid, untuk mengetahui posisi Ahok dalam kacamata

media.

3) Pakar Budaya, sekaligus dosen Pengantar Ilmu Budaya dan Pengantar Filsafat

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Indra Tjahyadi, S.S, M.Hum.,

untuk mengetahui sejarah budaya Ahok.

B. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah penelusuran dan perolehan data yang diperlukan melalui data yang telah tersedia (Hikmat, 2011: 83). Adapun dokumen yang ditelusuri dan berusaha diperoleh adalah dokumen yang bersifat publik. Menurut

Kriyantono (2010: 120) dokumen terdapat dua jenis, yakni dokumen yang bersifat publik dan dan dokumen yang bersifat privat. Adapun dokumen yang bersifat publik yang berusaha ditelusuri dan diperoleh dalam penelitian ini adalah berita-berita surat

27

kabar, artikel-artikel ilmiah dan non-ilmiah, buku-buku, berita-berita di internet, dsb tentang Ahok sebagai komunikator politik.

1.6.3.2 Teknik Pencatatan Data

Teknik pencatatan data dilakukan dengan teknik thick description. Teknik ini berupa teknik pecatatan deskripsi yang kental meliputi ihwal manusia, kejadian, atau proses yang diamati (Hikmat, 2011: 85). Untuk mencapai kekentalan deskripsi, peneliti tidak saja melakukan perekaman melalui audio visual saja, namun juga melakukan transkrip atas perekaman yang telah dilakukan. Hal tersebut juga ditambah dengan pecatatan observasi dan pencatatan atas dokumen-dokumen yang ditemukan berkaitan dengan posisi Ahok sebagai komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

1.6.4 Teknik Analisis dan Interpretasi Data

1.6.4.1 Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara, observasi, dan teknik dokumentasi, maka selanjutnya adalah melakukan seleksi dan reduksi data.

Reduksi data adalah data-data yang telah terkumpul dipilah-pilah untuk dikelompokkan sehingga membentuk suatu urutan dalam memahami masalah.

Setelah dilakukan reduksi data, maka dilakukan analisis data. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data dengan menggunakan metode nonstatistic yaitu analisis kualitatif. Hal tersebagai sebagaimana yang dinyatakan oleh Irawan (2004: 99) berikut: “Analisis data kualitatif adalah analisis data yang dilakukan terhadap data- data non-angka seperti, hasil wawancara atau catatan laporan bacaan dari buku-buku, artikel, dan juga termasuk non tulisan seperti foto, gambar, atau film.”

28

1.6.4.2 Teknik Interpretasi Data

Teknik interpretasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik interpretasi konstruksi emik. Kontruksi emik adalah penginterpretasian data yang dilakukan dengan cara mengonstruksi persepsi yang dimiliki oleh informan berkaitan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Hikmat, 2011: 86). Hal tersebut dilakukan agar data tetap terjaga validitasnya.

29

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

2.1 Biografi Basuki Tjahaja Purnama

Gambar II.1 Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta Sumber : (http://rmol.co/images/berita/normal/656340_08571301082016_1454556781_ahok.jpg)

Basuki Tjahaja Purnama adalah seorang politikus Indonesia yang unik.

Keunikan tersebut tidak saja tampak keberadaannya yang beretnis Cina-Peranakan.

Namun juga tampak pada keberadaan Basuki Tjahaja Purnama yang tidak memiliki latar belakang di bidang politik. Gaya komunikasi Ahok juga berberda dengan politisi pada umumnya, dan kebijakan-kebijakannya dianggap sering menimbulkan kontroversi. Berikut pemaparan biografi Basuki Tjahaja Purnama.

30

2.1.1 Latar Belakang dan Keluarga

Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM merupakan Gubernur DKI Jakarta periode

2014-2019. Gubernur yang akrab disapa Ahok ini merupakan warga dari etnis

Tionghoa pertama yang memimpin Ibu Kota Indonesia. Basuki Tjahaja Purnama lahir di , Belitung Timur, pada tanggal 29 Juni 1966 dan beragama Kristen

Protestan.

Bernama asli Zhong Wan Xie atau ditulis dalam huruf pinyi 钟 万 勰. Dalam hal ini Zhong (钟) merupakan marga, sedangkan Wan (万) artinya sepuluh ribu dan

Xie (勰) bermakna musyawarah mufakat. Secara harafiah artinya lebih memilih bermusyawarah untuk mufakat. Zhōng Wànxué / 鍾萬學, yang bermakna musyawarah mufakat. (Katedrarajawen. “Memaknai Nama Basuki Tjahaja Purnama

‘Ahok’ Zhong Wan Xie” http://www.kompasiana.com/katedrarajawen/memaknai- nama-basuki-tjahaja-purnama-ahok-zhong-wan-xie_55206192813311f77319f801).

Basuki Tjahaja Purnama lahir dari keluarga Tionghoa-Peranakan, yakni keturunan Tionghoa-Indonesia dari suku Hakka (Keija). Ahok adalah putra pertama dari Alm. Indra Tjahaja Purnama (Tjoeng Kiem Nam) dan Buniarti Ningsih (Boen

Nen Tjauw). Keluarga berprofesi sebagai pengusaha tambang timah di Bangka

Belitung. Adapun Ahok memiliki tiga orang adik, yaitu Basuri Tjahaja Purnama

(dokter PNS dan Bupati di Kabupaten Belitung Timur), Fifi Lety (praktisi hukum),

Harry Basuki (praktisi dan konsultan bidang pariwisata dan perhotelan). 31

Sebagaimana keluarga Tionghoa-Peranakan pada umumnya, Basuki Tjahaja

Purnama juga memiliki nama panggilan khas. Nama panggilan "Ahok" berasal dari ayahnya. Mendiang Indra Tjahaja Purnama ingin Basuki menjadi seseorang yang sukses dan memberikan panggilan khusus baginya, yakni "Banhok". Kata "Ban" sendiri berarti puluhan ribu, sementara "Hok" memiliki arti belajar. Bila digabungkan, keduanya bermakna "tidak pernah berhenti belajar." Demikianlah asal- mula nama “Ahok” yang disandang oleh Basuki Tjahaja Purnama.

Masa kecil Basuki Tjahaja Purnama (Selanjutnya akan disebut dengan “Ahok) lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung

Timur, Sebagai warga Belitung, dia fasih berbahasa Belitung. Ahok biasa mendapat wejangan dan pengajaran dari Indra Tjahaja Purnama di meja makan. Ayahnya mempunyai alasan, apabila dilakukan di tempat tidur, maka tidak akan konsentrasi karena hendak tidur. Sedangkan transmisi pendidikan moral dan wejangan di meja makan akan lebih sempurna karena konsentrasi Ahok dan adik-adiknya masih segar.

Tema-tema perbincangan, mulai dari kisah Tiongkok kuno, sampai semua masalah aktual yang dihadapi rakyat.

Satu pesan ayahnya yang tak pernah dilupakan Ahok yaitu harus bersabar, kalau tidak setuju ubahlah sendiri, jangan lari. “Orang miskin jangan lawan orang kaya, orang kaya jangan lawan pejabat,” motivasi dan pesan dari ayahnya itulah yang menjadi penyemangat baginya dan akhirnya membuat Ahok untuk memutuskan terjun ke dunia politik (Samin dalam Kompasiana. 2014 : 34).

32

2.1.2 Riwayat Pendidikan Ahok

Saat usianya masuk sekolah dasar, Ahok masuk di SDN No.3 Gantung,

Belitung Timur, dia lulus tahun 1977. Ketika SD, Ahok yang keturunan etnis

Tionghoa pernah mendapatkan pengalaman buruk bersosial di sekolanya. Ahok mendapatkan diskriminasi yaitu dilarang menjadi pengerek bendera di sekolah ketika upacara, hanya karena warna kulitnya berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia.

Ahok juga sempat tidak diperbolehkan untuk masuk kelas agama Islam, meskipun dia sangat ingin mempelajarinya juga karena mengetahui teman-temannya bisa baca Al-

Quran. Namun, dia disuruh pulang ketika datang ke TPA (Tempat Pengajian Al-

Quran) untuk belajar Al-Quran (Ripangi, 2014 : 10).

Ahok kecil selalu menjadi juara kelas. Tahun 1977, Ahok bersekolah di SMP

Negeri No. 1 di Gantung, Belitung Timur, dan lulus pada 1981. Di masa itu, Ahok rajin membaca buku, baik buku wajib sekolah maupun buku dan pengetahuan umum, termasuk pengetahuan di luar agama yang dianutnya. Ia mengetahui ada pepatah atau hadis dari agama Islam dari Nabi Muhammad SAW, yaitu “menuntut ilmu sampai ke negeri Cina (Tiongkok).”

Setamat dari sekolah menengah pertama, Ahok melanjutkan pendidikan di

Jakarta. Ahok bersekolah di SMA III PSKD Jakarta, dan lulus tahun 1984. Saat menginjak bangku sekolah menengah atas, Ahok teringat pepatah dan agama Islam yang dia ketahui itu. Dia berusaha memahami dengan serius makna “menuntut ilmu sampai ke negeri Cina”. Dia bertanya-tanya kepada saudara dan kenalannya yang kebanyakan mengartikan; belajar dari dagang dari Cina, menuntut ilmu di mana saja dan setinggi-tingginya. Berdasarkan pemikiran pemikiran terebut Ahok 33

menyimpulkan makna pepatah itu dengan pemahaman bahwa apabila ingin sukses harus merantau untuk mencari ilmu atau berdagang sekalipun ke tempat yang lebih jauh dan meninggalkan zona nyaman di kampung halaman.

Selepas SMA, Ahok sempat mendaftarkan diri di Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Indonesia (UKI). Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi keinginan ayahnya agar Ahok menjadi seorang dokter. Keinginan ayahnya itu didasari oleh keprihatinan Indra Tjahaja akan mendesaknya kebutuhan tenaga medis di kampung halamannya saat itu. Namun, Ahok sendiri merasa tidak cocok menjadi dokter, sehingga perkuliahan di fakultas kedokteran tersebut dijalaninya hanya selama seminggu saja di UKI.

Setelah itu, Ahok pindah kuliah ke Universitas Trisakti dengan jurusan

Teknik Geologi di Fakultas Teknik Mineral. Selama menempuh pendidikan di

Jakarta, Ahok diurus oleh seorang wanita Bugis beragama Islam yang bernama

Misribu Andi Baso Amier binti Acca. Semasa kuliah, Ahok pernah menjadi tukang antar fotokopi bahan kuliah untuk teman-temannya, agar dia bisa makan gratis dan mendapat fotokopi gratis. Ahok juga jago menulis surat cinta. Kala itu, teman- temannya yang sering kehabisan ide membuat surat cinta, kerap meminta bantuannya.

Ahok menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi

(Insiyur geologi) pada tahun 1989.

Ahok melanjutkan jenjang pendidikan S-2 bidang manajemen keuangan di

Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Ahok lulus pada tahun 1994, dan mendapat gelar Master in Business Administrasi (MBA) atau Magister

Manajemen (MM). 34

2.1.3 Karier Bisnis Ahok

Setelah lulus S1 dengan gelar Sarjana Teknik Geologi, Ahok kembali ke

Belitung dan mendirikan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah pada tahun 1989. Ahok menggeluti dunia kontraktor tambang timah selama dua tahun. Dia menyadari jika hal itu tidak akan mampu mewujudkan visi untuk membangun daerahnya sesuai impiannya. Bagi Ahok, untuk menjadi pengelola mineral, selain diperlukan investor juga dibutuhkan manajemen yang profesional.

Ahok memutuskan untuk melanjutkan jenjang pendidikan S-2 bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta, dan mendapat gelar Master in Business Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen

(MM). Gelar tersebut membawa Ahok diterima kerja di PT. Simaxindo Primadaya di

Jakarta, perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik, sebagai staf direksi bidang analisa dan keuangan proyek. Karena ingin konsentrasi pekerjaan di Belitung, Ahok memutukan untuk berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamnnya pada tahun 1995.

Pada tahun 1992, Ahok mendirikan PT. Nurinda Ekapersada, sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada 1995, berlokasi di Dusun

Burung Mandi, Desa Mengkubang, kecamatan manggar Belitung Timur. Didukung oleh seorang tokoh perjuangan alm Wasidewo pada tahun 1994 untuk memulai pembangunan pabrik yang merupakan pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau

Belitung dengan memanfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini diharapkan dapat menjadi cikal bakal suatu kawasan industri dan pelabuhan 35

samudera dengan nama KIAK (Kawasan industri Air kelik) di Belitung Timur. Akhir tahun 2004, investor Korea telah tertarik untuk bekerjasama dengan membangun tim smelter (peleburan bijih timah) (Ripangi, 2014 : 19-20)

Sebagai pengusaha, Ahok mengalami pahitnya berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia melawan keeenang-wenangan pejabat. Ahok memutuskan memilih cara untuk menjadi pejabat rakyar, agar mampu menyejahterahkan rakyat banyak.

2.1.4 Riwayat Perkawinan Ahok

Ahok menikah dengan Veronica Tan, kelahiran Medan, Sumatera Utara, 6

September 1977. Mereka menikah pada 6 September 1997. Ahok selalu menepatkan istrinya sebagai teman diskusi yang nyaman dan cerdas. Veronica bagi Ahok adalah pengawal yang siap memberikan masukan jika terjadi berbagai masalah, baik masalah pekerjaan maupun masalah pribadi.

Hal ini tampak ketika Ahok kalah dalam bursa pemilihan Gubernur di Bangka

Belitung. Pada peristiwa tersebut Ahok dan pasangan kandidatnya melihat ada kecurangan dalam pemilihan itu. Mereka pun mengajukan gugatan kepada

Mahkamah Kontitusi di Jakarta. Pada saat itu Ahok mendapat masukan dari seseorang agar menyiapkan sejumlah uang sebagai sogokan agar memenangkan perkaranya dalam sengketa tersebut. Namun Veronica justru memberikan respon tanggapan lain (Yuwono, 2014 : 176).

“Mau jadi Barabas atau Yesus?”, begitu respon Veronica. Maksud dari pertanyaan itu adalah, apakah Ahok memilih mau berkorban menyelamatkan orang banyak atau memperoleh jabatan Gubernur dengan cara yang tidak benar atau korup? 36

Respon yang diberikan Veronica pun menyadarkan Ahok agar tidak melakukan penyogokan untuk memenangkan kasusnya itu (Yuwono, 2014 : 177).

Pernikahan Ahok dan Veronica Tan dikaruniai 3 orang putra-putri bernama

Nicholas Sean Purnama (lahir pada 1998), Nathania (lahir pada 2001), dan Daud

Albeenner (lahir pada 2006). Selain bersahabat dengan istrinya, Ahok juga bersahabat dengan anak-anaknya. Sebagai kepala rumah tangga yang mengajarkan ketaatan kepada Tuhan, Ahok selalu memimpin doa setiap sarapan pagi bersama keluarganya

(Yuwono, 2014 : 178).

2.1.5 Karier Politik Ahok

2.1.5.1 DPRD Kabupaten Belitung Timur

Pada tahun 2003 Ahok terjun ke dunia politik dan bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB) sebagai ketua Dewan pimpinan Cabang (DPC) Partai PIB Kabupaten Belitung Timur. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD

Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009 bidang Komisi Anggaran.

Selama menjadi wakil rakyat di DPRD Kabupaten Belitung Timur, Ahok dikenal sebagai politisi yang bersih. Dia dan rekan satu partainya pernah mengembalikan sisa uang perjalanan dari kunjungan kerja ke Malang, Jawa Timur.

Hal itu justru dianggap tidak wajar oleh rekannya yang lain di DPRD, sehingga Ahok dimuuhi oleh rekan-rekannya. Oleh pimpinanya melalui rapat internal di DPRD,

Ahok tidak diperkenankan menjabat sebagai pimpinan dalam alat kelengkapan

DPRD, baik itu komisi atau fraksi. 37

Ahok berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik

KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal masyarakat karena ia satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering “mangkir”. Ahok juga pernah memperjuangkan kenaikan upah buruh perkebunan kelapa sawit saat dirinya menjadi wakil rakyat. Setelah 7 bulan menjadi

DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorong Ahok menjadi Bupati.

2.1.5.2 Bupati Belitung Timur

Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur Tahun

2005, Ahok berpasangan dengan Khairul Effendi, B.Sc. dari Partai Nasional Banteng

Kemerdekaan (PNBK) ikut sebagai calon Bupati-Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Mengantongi suara sebanyak 37,13 persen, pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama. Biaya yang dihabiskan untuk mengikuti pemilu sebear Rp. 500.000.000 (Purnama, 2008 :

50).

Selama menjabat Bupati Belitung Timur, Ahok beberapakali mendapatkan penghargaan, diantaranya adalah penerimaan pin emas dan Fordeka (Forum

Demokrasi Kebangsaan) yang disematkan langung oleh mantan Ketua MPR RI Prof.

Dr. Amien Rais di jakarta, 29 Oktober 2006. Penghargaan ini diraih Ahok karena dianggap sebagai salah satu tokoh reformai dari kalangan masyarakat Tionghoa yang berhasil menjadi pemimpin dan menjalankan tuga dengan baik. Ahok juga dinobatkan sebagai tokoh anti korupsi 2006 dalam Penganugrahaan Tiga Pilar

Award. Selain itu, Ahok juga dinobatkan sebagai 10 tokoh pilihan yang mengubah 38

Indonesia versi Majalah Tempo 2006, edisi khusus tokoh pilihan 25-31 Desember

2006 (Purnama, 2008 : 77).

2.1.5.3 Pemilihan Gubernur Bangka Belitung 2007

Ahok kemudian mengajukan pengunduran dirinya pada 11 Desember 2006 untuk maju dalam Pilgub Bangka Belitung (Babel) 2007. Pada 22 Desember 2006,

Ahok resmi menyerahkan jabatan kepada wakilnya, Khairul Effendi. Dalam Pilkada

Gubernur Babel tahun 2007, Ahok mencalonkan diri sebagai G/ubernur dan berpasangan dengan Dr. Ir Eko Cahyono., M. Eng.. Presiden RI Ke-4 K.H.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendukung Ahok untuk menjadi Gubernur Bangka

Belitung dan ikut berkampanye untuknya. Gus Dur menyatakan bahwa "Ahok sudah melaksanakan program terbaik ketika memimpin Kabupaten Belitung Timur dengan membebaskan biaya kesehatan kepada seluruh warganya". Namun dalam pemilihan tersebut ia dikalahkan oleh rivalnya, Eko Maulana Ali. Ahok hanya memperoleh suara pada urutan kedua dengan prosentase 32,62%, kalah dengan jumlah 14.000 suara (Ripangi, 2014 : 29).

Setelah tidak terpilih dalam Pilgub Bangka Belitung, Ahok tetap menekuni bisnis usahanya. Ahok mengembangkan karir politiknya, dengan menepati kedudukan sebagai sekretaris Jenderal Partai PIB. Namun itu tidak berlangung lama,

Ahok mengundurkan diri dengan alasan persoalan internal partai. Lalu Ahok mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan nama Centre for

Democracy and Transparency 3.1 (www.cdt31.org) dengan visi mewujudkan tokoh- tokoh yang BTP (Bersih, Transparan dan Profesional) menjadi pejabat publik melalui pilkada langsung (Ripangi, 2014 : 29). 39

2.1.5.4 Anggota DPR RI 2009-2014

Pada tahun 2009, Ahok mencalonkan diri dan terpilih menjadi anggota DPR

RI dari daerah pemilihan Bangka Belitung mewakili Partai Golongan Karya. Ia sukses meraup 119.232 suara dan duduk di Komisi II. Namun Ahok mengundurkan diri pada 2012 setelah mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta

(Ripangi, 2014 : 32).

Selama di DPR RI, Ahok dikenal oleh kawan dan lawan sebagai figur yang apa adanya, vokal dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Ahok berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia bergantung pada individu-individu yang berani masuk ke politik dan berani mempertahankan integritasnya. Oleh karena itu, dia berharap model berpolitiknya bisa dijadikan contoh oleh rekan-rekan idealis lain untuk masuk dan berjuang dalam politik (Ripangi, 2014 : 33).

2.1.5.5 Wakil Gubernur DKI Jakarta

Ahok sesungguhnya telah berniat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI

Jakarta sejak tahun 2011 melalui jalur independen. Dia sempat berusaha mengumpulkan fotocopy kartu tanda penduduk (KTP) untuk bisa memenuhi persyaratan maju menjadi calon independen. Namun pada awal tahun 2012, ia mengaku pesimistis akan memenuhi syarat dukungan dan berpikir untuk menggunakan jalur melalui partai politik.

Potensi besar yang ada dalam diri Ahok telah dilirik oleh Prabowo Subianto, selaku Ketua Umum Partai Gerindra. Prabowo menjadikan Ahok sebagai kader Partai

Gerindra, sehingga Ahok mempunyai peluang besar menduduki kursi jabatan Wagub

DKI Jakarta. (Dahlan dalam Kompasiana. 2014 : 120). Pada akhirnya Ahok 40

mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Joko

Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Pasangan

Jokowi-Ahok ini mendapat 1.847.157 (42,60%) suara pada putaran pertama, dan

2.472.130 (53,82%) suara pada putaran kedua, mengalahkan pasangan dan Nachrowi Ramli. Jokowi-Ahok dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur

DKI Jakarta Periode 2012-2017 pada 15 Oktober 2012. Pada tahun 2013, Ahok mendapat gelar tokoh kontroversial dari Anugerah Seputar Indonesia (ASI) 2003

(http://ahok.org/berita/news/rekapitulasi-kpu-dki-jokowi-raih-538-suara-foke-461/).

2.1.5.6 Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur

Pada tanggal 1 Juni 2014, karena Gubernur DKI Jakarta Joko

Widodo mengambil cuti panjang untuk menjadi calon presiden dalamPemilihan umum Presiden Indonesia 2014, Basuki Tjahaja Purnama resmi menjadi Pelaksana

Tugas Gubernur DKI Jakarta. Setelah terpilih pada Pilpres 2014, tanggal 16 Oktober

2014 Joko Widodo resmi mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Secara otomatis, Basuki menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta. .

2.1.5.7 Gubernur DKI Jakarta

Pada tanggal 14 November 2014, DPRD DKI Jakarta mengumumkan Basuki Tjahaja

Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang telah menjadi Presiden Republik Indonesia. Pengangkatan Ahok menjadi Gubernur DKI

Jakarta menimbulkan banyak tantangan dari berbagai pihak, antara lain dari Front

Pembela Islam (FPI) dan sebagian anggota DPRD DKI Jakarta dari partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. FPI menolak pengakatan Basuki dengan tiga dasar: (1) Basuki tidak beragama Islam, (2) perilaku Basuki dianggap arogan, kasar, 41

dan tidak bermoral, (3) penolakan umat Islam Jakarta terhadap kepemimpinan Ahok

(http://metro.news.viva.co.id/news/read/556579-ini-daftar-dosa-ahok-versi-fpi).

2.1.5 Kontroversi Ahok

Ahok mempunyai gaya kepemimpinan yang lugas, ceplas-ceplos dan sering marah-marah. Berbagai pemikiran dan tindakannya selalu menimbulkan kontroversi atau pro dan kontra di dalam masyarakat. Ucapan spontannya yang terkesan galak, kerap memancing perhatian publik. Dia tidak segan memaki dan memarahi pejabat- pejabat yang tidak becus bekerja, bahkan memececat apabila dianggap melanggar aturannya. Berikut ini adalah beberapa contoh kebijakan yang dilakukan selama pemerintahan Ahok mulai dari menjabat sebagai Wakil Gubernur hingga menjadi

Gubernur DKI Jakarta.

2.1.5.1 Dituduh Menghina Kitab Suci

Ahok menilai sebagai warga negara Indonesia, orang harus mendukung

Pancasila dan konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945). Dia berpendapat bahwa kedudukan Pancasila dan konstitusi harus dijunjung tinggi karena disusun berdasarkan kitab suci. Menurutnya, jika orang yang beragama dan beriman adalah orang yang mewujudkan keagamaannya dan keimanannya dalam bentuk tindakan.

Apabila antara iman dan tindakan berseberangan, maka omong kosong berbicara agama (Yuwono, 2014 : 20).

Ahok pernah berkata,”Percuma anda mengaku berayat suci, tetapi kelakuan korup, tidak membela bangsa ini. Untuk apa kita ngotot beragama, berayat suci, tapi menghianati para pejuang kita. Itu jelas tidak dibenarkan dalam agama apapun”.

Ahok juga pernah berujar bahwa kitab suci merupakan sesuatu yang sangat penting. 42

Namun dalam kehidupan bernegara konstitusi harus tetap dikedepankan ketimbang kitab suci (Yuwono, 2014 : 21).

Ahok mendapatkan kecaman keras karena telah melontarkan pemikirannya itu. Tidak hanya dianggap menghina warga yang taat pada agama, Ahok juga dituduh telah menghina kitab suci. Kecaman dan kritikan atas kontroversi Ahok tersebut datang dari berbagai pihak. Faris Ismu Amir, Ketua umum Forum mahasiswa Daerah

(Formada) meminta agar Ahok harus minta maaf, karena menurutnya telah melecehkan umat beragama dan dianggap tidak pantas menjadi pemimpin (Yuwono,

2014 : 21).

Kecaman lain juga datang dari mantan Ketua KNPI (Komite nasional Pemuda

Indonesia) DKI Jakarta, Arif Rahman, serta kritikan dari mantan Gubernur DKI

Jakarta, Fauzi Bowo (Foke). Pihak-pihak yang melontarkan kecaman terhadap Ahok memiliki pemikiran yang seragam dengan menganggap bahwa pemikiran Ahok adalah keliru (Yuwono, 2014 : 22).

Namun di antara itu, ada juga yang mendukung pemikiran Ahok tersebut. Jay

Muliadi, Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Nusantara (Gema

Nusantara), mengatakan bahwa pemimpin seperti Ahok yang memisahkan antara kepentingan agama dan negara ini sangat diperlukan. Urgensi pemikiran dan aplikasi

Ahok dalam kehidupan bernegara terletak pada terbentuknya masyarakat pluralis dengan baik. Menurutnya pemikiran Ahok adalah pemikiran tegas yang akan menguatkan nilai-nilai persatuan (Yuwono, 2014 : 24).

Dukungan pro terhadap pemikiran Ahok tersebut juga datang dari Pujadi

Aryo, seorang Pengurus Alumni Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia. Aktivis 43

perempuan, Ratna Sarumpaet juga berpendapat yang dikatakan oleh Ahok soal kitab suci untuk kepentingan pribadi itu sudah tepat (Yuwono, 2014 : 26).

2.1.5.2 Menolak Wacana Perayaan May Day Ala Ahok

Ahok sesungguhnya tidak setuju apabila May Day yang diselenggarakan setiap tanggal 1 Mei itu dirayakan dengan aksi turun ke jalan untuk berdemonstrasi.

Dia pernah berkata,”Kalau mau demo, yang benarlah. Saya harap sih jangan sampai demo.” Ahok juga mengusulkan bahwa akan lebih baik apabila aksi demo diganti menjadi aksi goyang dangdut bersama atau bersepeda, seperti halnya merayakan perayaan Idul Fitri dan Natalan (Yuwono, 2014 : 42)

Pernyataan Ahok tersebut oleh sebagian pihak dirasakan kotroversial dan dianggap sebuah penghinaan atau pelecehan May Day. Reaksi yang diberikan oleh buruh terjadi pada 4 April 2013, ketika ribuan buruh menggeruduk kantor Wakil

Gubernur DKI Jakarta (saat itu Ahok masih menjadi wakil Jokowi). Bagi sebagian orang menilai pernyataan Ahok tersebut merupakan cerminan dari pandangan Ahok-

Jokowi yang memarjinalkan peranan buruh untuk mengkritisi kebijakan dari penguasa dan pengusaha. Seandainya saja pandangan Ahok itu diikuti, maka konsekuensinya jika pengusaha melakukan nasionalisasi terhadap aset-aset nasional, maka buruh akan disuruh berjoget saja dan tidak dibenarkan berperan dalam perumusan dan pelakanaan nasionalisasi (Yuwono, 2014 : 44).

Ahok mempunyai sanggahan atas tanggapan sebagian orang yang menganggap Ahok salah dalam mewacanakan May Day. Motivasi Ahok mewacanakan hal tersebut, sesungguhnya untuk menggembirakan rakyat yang dipimpinnya, bahkan seluruh rakyat seharusnya bergembira, tidak susah, dicekam 44

oleh rasa ketakutan karena khawatir akan teror yang tidak tertutup kemungkinan terjadi terjadi karena dampak demo dalam perayaan May Day. Hal itu disampaikan

Ahok pada 24 April 2013 (Yuwono, 2014 : 46).

2.1.5.3 Sebut Calon Bajingan

Kamis, 17 Oktober 2013, Kepolisian dari Polsek Metro Kebayoran Baru,

Jakarta Selatan membekuk 36 pelajar yang telah melakukan pembajakan terhadap sebuah bus Kopaja 615 Jurusan Lebak Bulus Tanah Abang. Sekelompok pelajar dan beberapa alumni SMA Negeri 46 Jakarta ini ditangkap polisi di Kawasan Taman

Puring, Jakarta Selatan. Dari tangan mereka disita beberapa ikat pinggang berkepala bei, yang digunakan sebagai senjata dalam aksi tawuran yang mereka lakukan

(Yuwono, 2014 : 177).

Ahok menuding ke-36 pelajar pembajak bus yang dibekuk oleh polisi, dengan menyebut sebagai calon-calon bajingan yang doyan tawuran. Menurut Ahok, bahwa pelajar tersebut tidak sepatutnya bersekolah di sekolah negeri yang dibiayai oleh negara melalui APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) (Yuwono, 2014 :

58).

Pernyataan Ahok tersebut, mendapatkan respon negatif dari beberapa pihak.

Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, Ahok sebagai pemimpin publik telah mengucap hal yang tidak sepatutnya. Menurut Sirait, para pelajar itu bukannya calon-calon bajingan, tetapi mereka adalah tunas-tuna bangsa yang dapat dibina dan dididik sebagai duta-duta antikkerasan (Yuwono, 2014 : 62).

Ahok juga mendapat kecaman dari ketua Satgas (Satuan Tugas) Perlindungan

Anak, Muhammad Ihsan. Bahkan M. Ihsan mengancam akan melaporkan Ahok ke 45

pihak yang berwajib agar mendapatkan proses hukum, agar Ahok kapok dan berhati- hati ketika melontarkan ucapan. Seseorang dari media sosial elektronok Kompasiana,

Erwin Alwazir juga memberikan kecaman pedas kepada Ahok. Dalam tulisannya,

Erwin mengatakan bahwa Ahok sebagai seorang pemimpin publik disarankan untuk menjaga lisannya (Yuwono, 2014 : 64).

Menanggapi kecaman-kecaman tersebut Ahok merasa tidak bersalah berucap seperti itu. “Itu sudah ada bibit bajingan namanya, Saya tidak bersalah dalam hal ini,’ begitu kata Ahok. Menurutnya, yang namanya kenakalan itu jika 1 atau 2 orang pelajar terlibat dalam perkelahian tanpa senjata., hal seperti itu masih dalam batas kewajaran. Namun, ketika para pelajar mulai berencana untuk melakukan pemukulan secara beramai-ramai dan kemudian membajak bus untuk digunakan menyerang sekolah lain, tindakan ini dianggap sudah mengarah pada tindakan kriminal

(Yuwono, 2014 : 66).

2.1.5.4 Ide Melokalisasi Prostitusi

Terkait penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual, pihak yang paling rentan tertular penyakit yang mematikan ini adalah pria atau wanita yang berganti- ganti pasangan seksual. Hal ini tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan keberadaan bisnis prostitui yang belum terkelola secara terlokalisasi di DKI Jakarta.stitui yang belum terkelola secara terlokalisasi di DKI Jakarta. Menurut Ahok, presentase penyebaran HIV/AIDS di DKI Jakarta semakin tinggi dari tahun ke tahun. Ahok meacanakan perlunya untuk dilakukan lokalisasi prostitusi di bawah Pemerintahan

DKI Jakarta untuk mencegah dan mengendalikan semakin meningkatnya presentase penularan penyakit HIV/AIDS melalui prostitusi (Yuwono, 2014 : 132). 46

Ide Ahok untuk melokalisasi prostitusi yang tersebar di sudut-sudut Jakarta, sebenarnya bukanlah ide baru. DKI jakarta pernah didirikan lokalisasi Kramat tunggak yang merupakan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara pada zaman kepemimpinan Gubernur . Lokalisasi yang berizin ini dibubarkan pada tahun 1999 di zaman kepemimpinan , karena ketika itu dengan diizinkannya bisnis prostitusi ini, mendorong semakin membeludaknya prostitusi di DKI Jakarta

(Yuwono, 2014 : 134).

Namun, dengan dihancurkannya lokalisasi di Kramat Tunggak dan kemudian digantikan dengan pusat keagamaan (Islamic Center), tidak secara serta merta memberangus pelacuran/protitusi di DKI Jakarta. Praktik prostitusi justru menyebar ke segala penjuru DKI Jakarta, hinga di sudut-sudut dan berbagai titik kawasan. Pada saat Ahok menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, dirinya menilai penyebaran itu semakin menyebar tak terkendali, dan dibarengi dengan semakin tingginya presentase penularan HIV/AIDS. Hal inilah yang mendorong Ahok melontarkan ide untuk membangun lokalisasi (Yuwono, 2014 : 134).

Ide tersebut menuai penolakan dari Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. Agus

Tri sundari, selaku Koordinator Divisi Dakwah Khusuh Majelis Tabligh PP

Muhammadiyah. PP Muhammadiyah menilai bahwa ide yang dilontarkan oleh Ahok terebut adalah ide yang mungkar (menentang ajaran agama). Menurutnya, jika prostitusi di DKI Jakarta dilegalisasi dan dilokalisasi, itu sama saja memberikan izin perzinaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya (tidak menikah secara sah menurut agama dan/atau negara) (Yuwono, 2014 : 136). 47

Berselang beberapa hari atas PP Muhammadiyah melontarkan penolakannya terhadap ide Ahok, Ahok pun memberikan tanggapan saat diwawancarai oleh wartaan dalam suatu kesempatan. Dia berkata, baha saat ini protitusi di DKI Jakarta sudah tersebar di mana-mana, mulai dari kelas bawah seperti di bongkaran Tanah Abang, hingga kelas hotel berbintang. “Jangan munafik, emang nggak ada prostitusi di DKI?

Itu aku nyindir aja,” ucap Ahok (Yuwono, 2014 : 137).

Ucapan itu menyebar secara luas ke berbagai pemberitaan di media, dan kemudian sampai terdengan oleh PP Muhammadiyah. Maka PP Muhammadiyah menafsirkan bahwa kata “munafik” yang telah diuucapkan oleh Ahok itu merupakan sindiran yang ditujukan kepada PP Muhammadiyah yang telah menentang ide Ahok tersebut. Atas tafsiran inilah, kemudian Ahok dilaporkan PP Muhammadiyah melalui organisasi Ikatan Mahasisa Muhammadiyah (IMM) ke pihak kepolisian. Namun pihak kepolisian menolak permohonan untuk memproses Ahok, karena hal itu tidak masuk sebagai perbuatan melawan hukum positif. Atas tindakan pelaporan tersebut,

Ahok merasa bingung karena dia merasa tidak pernah ada urusan dengan IMM

(Yuwono, 2014 : 137).

Ahok sendiri mengakui bahwa dia menentang keberadaaan prostitusi atau tidak mendukungnya. Namun karena permasalahan prostitusi adalah permasalahan privasi- birahi, maka sangat sulitlah untuk memberantasnya. Justru semakin diberantas, prostitusi semakin menyebar, semakin liar tak terkendali. Jika dengan prostitusi dilokalisasikan, maka prostitusi itu akan terkoordinasi oleh pemerintah DKI Jakarta, serta menutup anak-anak agar tidak dapat mengakses kenikmatan birahi orang dewasa, dan lebih penting lagi adalah mengendalikan penyebaran dan tertularnya pria 48

atau wanita yang menikmati keberadaan prostitusi dari HIV/AIDS (Yuwono, 2014 :

140).

2.1.5.5 Bakar Setengah Kota Jakarta

Banyak sekali berbagai permasalahan yang terjadi di DKI Jakarta, masalah yang sangat mendesak diantaranya adalah kemacetan lalu lintas dan banjir yang kerap menjadi langganan. Ahok mengatakan bahwa dirinya bersama Jokowi (saat Ahok menjadi wakil Jokowi), telah bekerja semaksimal mungkin untuk membenahi dan menyelesaikan permasalahan banjir dan macet. Menanggapi soal banjir, menurut

Ahok berbagai program mengatasi banjir telah dilaksanakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Ahok mengakui bahwa untuk menyelesaikan permasalahan di Jakarta tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan dilakukan dengan cepat. Semua upaya penyelesaian menbutuhkan waktu yang tidak sebentar dan bertahap. Hanya cara ekstrem dan mengerikan yang bisa dilakukan apabila orang ingin melihat Jakarta dapat dengan sekejap mata berubah, yaitu degan membakar setengah kota Jakarta.

“Kamu mau mau cepat membenahi Jakarta? Bakar setengah kota Jakarta,” kata Ahok

(Yuwono, 2014 : 162).

Atas pernyataan itu, Ahok mendapatkan kritikan dari seorang pengamat komunikasi politik, Heri Budianto. Menurut Heri, dalam berucap seharusnya Ahok megontrol apa yang diucapkannya. “Ada kekurangpantasan dalam statement itu. Dari sisi komunikasi politik ada kesan Ahok mengeluh dengan keadaan masa lalu yang mengakibatkan kondisi seperti ini. Kalau Ahok ceplas-ceplos dan sering mengeluarkan statement dan perilaku politik yang vulgar kepada publik. Ini adalah 49

cerminan adanya kepanikan yang dialami oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menangani berbagai permaalahn di DKI Jakarta,” kata Heri Budianto

(Yuwono, 2014 : 164).

2.1.5.6 Pelarangan Pemotongan Hewan Kurban

Menjelang hari raya Idul Adha 1435 H, muncul isu bahwa pemerintah DKI

Jakarta melarang penyembelihan dan penjualan hewan kurban yang merebak saat aksi demonstrasi yang dilakukan massa Front Pembela Islam di depan Gedung DPRD

DKI, Jumat, 26 September 2014. Ahok sebagai PLT Gubernur DKI Jakarta membantah tuduhan ini dan menyatakan pemerintah DKI Jakarta tidak melarang kurban, tetapi melarang penjualannya di jalur hijau karena melanggar Peraturan

Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Isu lain yang berkembang dari demonstrasi yang sama adalah isu pelarangan pemotongan hewan kurban di sekolah-sekolah. Basis dari isu iniadalah Ingub Nomor 67 tahun 2014, yang berisi mengatur dan mengendalikan lokasi pemotongan hewan kurban di sekolah, meliputi:

1. Melarang kegiatan pemotongan hewan korban di lokasi sekolah

pendidikan dasar.

2. Membuat instruksi kepada-kepala bidang sekolah dasar agar

menyelenggarakan pemotongan hewan ruminantia (RPH-R) Cakung dan

Pulogadung Jakarta Timur, dan;

3. Menetapkan tempat pemotongan hewan kurban di Sekolah Menengah

Pertama dan Sekolah Menengah Atas berdasarkan standar minimal

tempat pemotongan hewan kurban dan juru sembelih halal. 50

Organisasi massa Islam seperti FPI, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta Majelis Ulama Indonesia menentang instruksi ini dengan alasan kurban dapat menjadi bahan pelajaran untuk anak-anak. Menanggapi isu ini, pemerintah DKI

Jakarta membantah dan memberikan keterangan tambahan dengan menyatakan bahwa instruksi hanya berlaku untuk Sekolah Dasar, tidak untuk semua sekolah

(SMP dan SMA dipersilakan). Instruksi ini dikeluarkan karena ada masukan dari beberapa Kepala Sekolah Dasar yang khawatir kurban dapat mengganggu psikologis siswa. Pemerintah DKI Jakarta juga menambahkan tidak akan memberikan hukuman apa pun bila ada Sekolah Dasar yang menyelenggarakan kurban di sekolahnya, namun mengharuskan hewan kurban tersebut diperiksa terlebih dahulu kesehatannya baik saat di penampungan maupun di tempat pemotongan

(https://beritasepuluh.com/2016/04/16/10-fakta-kehebatan-dan-kontroversi-ahok- basuki-cahaya-purnama/).

2.1.5.7 Bongkar Pasang Pejabat

Kebijakan lain Ahok yang tidak kalah menuai kontroversi dan masih dilakukannya sampai saat ini adalah bongkar pasang pejabat. Sepanjang tahun 2015,

Ahok kerap kali membongkar pasang pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

DKI Jakarta, baik eselon I, II, III, maupun eselon IV. Mengawali tahun 2015 pun,

Ahok melakukan dua kali pelantikan besar-besaran. Tepat setelah libur akhir tahun

2014, pada 2 Januari 2015, Ahok melantik 4.676 pejabat baru untuk mengisi beberapa kursi jabatan eselon II, III, dan IV, di Silang Monumen Nasional. Pelantikan ini dilakukan berdasarkan Keputusan DPRD DKI Jakarta Nomor 37 tahun 2014 tanggal 30 Desember 2014 dan Keputusan Gubernur Nomor 2208-2327 Tahun 2014 51

tanggal 31 Desember 2014 tentang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan pimpinan tinggi pratama, administrasi, dan pengawas di lingkungan Pemprov DKI (http://www.koran-jakarta.com/membiasakan-bongkar- pasang-pejabat/).

Masih di bulan Januari 2015, Ahok kembali melakukan pelantikan massal kepada pejabat eselon II, III, dan IV sebanyak 701 orang. Pelantikan ini dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan sebanyak 1.835 dari 8.011 struktur jabatan hasil seleksi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga menyebut kebiasaan Ahok mencopot dan melantik pejabat tidak realistis. Karena dalam kurun waktu cepat tidak mungkin pejabat bisa bekerja maksimal. “Dalam kurun tiga enam bulan diganti itu terlalu cepat. PNS perlu waktu beradaptasi dengan bawahannya juga,” ujar Nirwono.

Menurut Nirwono waktu yang baik adalah satu tahun untuk kemudian bisa dirotasi maupun dievaluasi. Ditahun 2016, sebaiknya Ahok menyudahi bongkar pasang pejabat dalam waktu singkat (http://www.koran-jakarta.com/membiasakan-bongkar- pasang-pejabat/).

Perombakan pejabat ini, bukanlah secara tiba-tiba, tetapi secara sistemastis dan terencana Para pejabat ini dianggap tak mampu menyelesaikan target kinerja yang diberikan olehnya. Ahok seringkali melakukan serangkaian tes rekrutmen untuk memilih calon pejabat SKPD. Bahkan, para calon pemimpin pegawai negeri sipil

(PNS) yang terjaring ini dikumpulkan dalam satu wadah khusus, yakni talent pool agar Ahok dengan mudah memilih pejabat yang layak menggantikan pejabat yang 52

distaffkannya (http://www.koran-jakarta.com/seperti-main-bola-kalau-lamban-ya- diganti/).

Pada 4 September 2015, Ahok melakukan perombakan besar-besaran pejabat yang berdinas di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI. Perombakan ini merupakan yang keempat kalinya, dan paling banyak jumlah pejabat yang dirombak dibanding sebelumnya. Ada sebanyak 327 pejabat eselon II, eselon III, dan eselon IV yang dilantik kali ini. Dengan rincian, satu pejabat di bagian Kepala Kanreg V BKN

(Badan Kepegawaian Nasional) yang merupakan pejabat setingkat eselon II.

Sebanyak 15 pejabat eselon II, 96 orang pejabat eselon III, dan 215 pejabat eselon IV.

Sebanyak 81 pejabat, dengan rincian 23 pejabat eselon III, dan 58 pejabat eselon IV, didemosi atau dicopot dari jabatannya dan menjadi staf non-struktural Pemprov DKI.

Setelah resmi dilantik, tiga pejabat menandatangani naskah jabatan, kembali sesuai agamanya masing-masing. Mereka adalah Asisten Administrasi dan Keuangan

Sekretaris Daerah Mara Oloan Siregar yang mewakili agama Islam, Asisten

Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Gamal Sinurat yang mewakili agama Kristen, dan Kanreg V BKN I Nyoman Arsa yang mewakili agama

Hindu. Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Andi Baso

Mappapoleonro, menandatangani pakta integritas

(http://m.news.viva.co.id/news/read/719890-besok--ahok-ganti-lagi-pejabat-dki.)

Pada akhir tahun 2015, Ahok tidak pernah berhenti mencoret pejabat yang dinilai tidak mencapai target, yakni tepatnya, Jumat, 11 Desember 2015, Ahok melantik 16 pejabat eselon III dan eselon IV. 53

Begitu seringnya Ahok merombak pejabat telah berulang kali ditentang oleh

DPRD. Mereka menganggap Ahok sudah memperlakukan pejabatnya laiknya kelinci percobaan. Tidak hanya itu, Ahok juga dianggap menciptakan suasana kerja yang penuh tekanan. Meski demikian, Ahok tetap pada pendiriannnya. Ia mengibaratkan dirinya sebagai pelatih tim sepak bola, sementara pejabat yang diganti adalah pemain yang tidak dapat bermain dengan baik.

Ahok mengatakan kebiasaannya dalam membongkar pasang susunan pejabat dan PNS DKI tidak mengganggu stabilitas kinerja pemerintah. Hal itu diungkapkannya sekaligus untuk membantah anggapan orang bahwa kebijakannya itu bisa merusak sistem pemerintahan. "Buktinya perencanaan saja kita dapat empat penghargaan Bappenas. Enggak pernah dalam sejarah kita langsung dapat penghargaan empat buah. DKI enggak pernah dapat," ujar Basuki alias Ahok di Balai

Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (25 Mei 2016). Keempat penghargaan yang diterima Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, yakni kategori Provinsi dengan Perencanaan Terbaik, Provinsi dengan Perencanaan

Inovatif, Provinsi dengan Perencanaan Progresif, serta Milenium Development Goals

(MDGs) 2016, terbaik I kategori tingkat pencapaian MDGs tertinggi tahun 2015.

Sampai pada 07 Juni 2016, Ahok juga masih mengganti para pejabat yang dianggapnya tidak mengikuti instruksinya

(http://nasional.kompas.com/read/2016/05/25/15155831/ahok.yakinkan.hobinya.bong kar.pasang.pejabat.dki.tidak.ganggu.kinerja.pemprov).

54

2.1.5.8 Ahok VS Haji Lulung

Perseteruan antara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Abraham

Lunggana atau Haji Lulung telah terjadi tidak dalam waktu singkat. Haji Lulung, yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, sejak awal sudah menegaskan bahwa Ahok tidak pantas jadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko

Widodo. Menurut Haji Lulung, Ahok kerap membuat pernyataan kontroversial dan pedas. . Sudah banyak persoalan seputar Ibukota yang kemudian berujung celotehan- celotehan pedas antara keduanya. Ketegangan antara keduanya sudah berlangsung sejak jauh hari, dimulai dengan polemik penertiban pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Berikut beberapa contoh bentuk perseteruan

Ahok dan Haji Lulung :

a. Mafia Tanah Abang Mafia Tanah Abang Penertiban pedagang kaki lima

(PKL) di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat menjadi pemicu ketegangan

antara Ahok dan Haji Lulung pada Juli 2013 lalu. Kala itu Ahok

menyebut, ada mafia dan muatan politis di balik bandelnya para PKL

hingga tak mau direlokasi. Namun Haji Lulung yang saat itu menjabat

sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dan juga dikenal sebagai tokoh

Tanah Abang merasa tersudut dengan pernyataan Ahok. Geram, Haji

Lulung pun mendesak Ahok memeriksakan kesehatan jiwanya. "Ahok

bilang, ada oknum DPRD bermain di Tanah Abang, sekarang saya bilang,

saya jawab nih, Wakil Gubernur harus diperiksa kesehatan jiwanya. Karena

selama ini ngomongnya selalu sembarangan," kata Haji Lulung, 25 Juli

2013. Namun Ahok dengan tegas membantah pernah menyebut nama 55

Lulung dalam pernyataannya soal pembeking PKL Tanah Abang. Untuk

mencairkan suasana, Ahok pun menelepon Lulung. Keduanya lalu terlibat

dalam percakapan yang berujung pada tawaran untuk ngopi bareng dari

mantan Bupati Belitung Timur tersebut.

(http://www.tokohindonesia.com/lintas-berita/artikel/435220/6-cekcok-

ahok-vs-haji-lulung.) b. Perseteruan antara Ahok dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri)

Gamawan Fauzi yang berbeda pendapat terkait kisruh penolakan lurah

Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli turut menarik perhatian Lulung.

Lulung menyayangkan sikap Ahok yang terlalu bereaksi keras terhadap

imbauan Mendagri untuk mengevaluasi kembali posisi Susan sebagai

Lurah. Menurut Lulung, apa yang diucapkan Gamawan tak salah, masuk

akal dan objektif. Sementara sikap Ahok yang temperamental dan kerap

berbicara keras serta ceplas-ceplos dianggap Lulung melanggar norma dan

etika politik. "Itu menurut aku, Pak Ahok terlalu berlebihan. Saya sering

mengingatkan kepada beliau selalu menggunakan UU 32 Tahun 2004 Pasal

27. Itu kalau itu dikatakan Gubernur dan Wakil Gubernur menjaga etika di

dalam menjalankan Pemerintah daerah Provinsi, " kata Haji Lulung. 1

Oktober 2013

(http://www.tokohindonesia.com/lintas-berita/artikel/435220/6-cekcok-

ahok-vs-haji-lulung). c. Perseteruan keduanya pun berlanjut kembali pada Februari 2014. Ahok

kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial. Mantan Bupati Belitung 56

Timur itu 'meramalkan', banjir di kawasan Kampung Pulo, Jakarta Timur mustahil untuk diatasi. "Kampung Pulo pasti akan banjir sampai kiamat karena warga tinggal di bantaran sungai," ujar Ahok, Senin 3 Februari 2014 lalu. Pernyataan Ahok pun disambut kritikan pedas dari Haji Lulung.

Politisi PPP itu menilai, Ahok pesimistis. Lulung pun mendesak Ahok mundur jika sudah tak yakin lagi mampu mengatasi banjir Ibukota. "Kalau pemimpinnya sudah pesimis begini, mundur saja," ujar Haji Lulung di

Jakarta 4 Februari 2014. Ahok mengaku tak habis pikir mengapa Haji

Lulung menyebutnya pesimistis dan meminta dirinya mundur. Padahal, yang dimaksud Ahok adalah, banjir di kawasan itu tak akan pernah selesai selama pemukiman liar di bantaran kali tidak hilang. Menurut dia, ilmuwan manapun tak akan bisa menyelesaikan masalah banjir jika rumah-rumah masih saja didirikan di bantaran sungai. Ahok menilai, bahwa Haji Lulung hanya tengah mencari cara untuk melengserkannya. "Itu namanya cari-cari ajalah supaya gimana cara mecat Ahok gitu," cetus Ahok, 4 Februari 2014.

Lulung pun masih menanggapi. Dia meminta Ahok tidak marah atas kritikannya. Sebab, kritik itu diberikan terkait posisinya sebagai anggota

DPRD yang merupakan pengawas Pemprov DKI. "Saya kan pengawas dia, jadi jangan marah. Ahok harus sabar dong," kata Haji Lulung, 4 Februari

2014. Namun beberapa hari kemudian, Lulung kembali menyindir Ahok serta Gubernur Jokowi dengan persoalan yang sama, yaitu banjir. Lulung meminta Jokowi-Ahok menggunakan pendekatan dan komunikasi yang baik dengan daerah tetangga, seperti Depok, Tangerang, Bekasi, dan 57

Bogor. Terutama dalam mengatasi permasalahan banjir di Jakarta. Untuk menjalin hubungan yang baik, Lulung mengingatkan Jokowi-Ahok agar menjaga komunikasi dengan para pimpinan daerah di wilayah penyanggah itu. "Jangan sampai ada yang ngomong, "Eh air lu jangan buang ke Jakarta, buang saja ke langit", jangan kayak gitu ngomongnya, itu melukai hati orang. Betul nggak? Kita nggak ngomong itu (ucapan) wagub (Ahok), kita ngomong itu pemerintah," kata Haji Lulung, 17 Februari 2014.

Haji Lulung yang terpilih saat Pileg lalu kembali dilantik menjadi anggota

DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Pelantikan dilaksanakan di Kantor

DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin 25 Agustus

2014. Haji Lulung datang ke acara pelantikan 106 anggota DPRD DKI

Jakarta periode 2014-2019 dengan mengendarai kendaraan mewah.

Lamborgini hijau bernomor polisi B 1285 SHP yang ditumpanginya saat pelantikan itu menjadi perhatian. Ahok pun ditanyai pendapatnya soal mobil mewah Lulung itu. Baginya, anggota dewan membawa lamborgini adalah hak mereka, tapi Ahok memberikan 2 peringatan. "Yang penting kan dicek saja, bayar pajak penghasilannya berapa? Kita nggak ada pembuktian terbalik sih, kalau dia bos kan dia bisa beli," ujar Ahok, 25

Agustus 2014. Namun selang beberapa waktu, beredar kabar, mobil itu tak terdaftar di Samsat Polda Metro Jaya dan Dinas Pelayanan Pajak DKI

Jakarta. Hingga akhirnya kendaraan yang diduga milik Haji Lulung tersebut diserahkan ke Polda Metro Jaya. Haji Lulung mengklaim, jika mobil sport yang dia tunggangi itu bukan miliknya. Dia mengaku, mobil 58

mewah itu milik rekan kerjanya yang dia pinjam. "Ini punya teman saya,

buka punya saya," kata Haji Lulung sambil masuk ke dalam Lamborghini.

Dia mengaku baru kembali dari tour klub Lamborghini di Bali dan belum

sempat pulang ke rumah mengganti mobil.” Kata Haji Lulung

(http://www.tokohindonesia.com/lintas-berita/artikel/435220/6-cekcok-

ahok-vs-haji-lulung). d. Ahok mengundurkan diri dari Partai Gerindra lantaran tak setuju dengan

usulan mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Bagi Ahok, itu

sama saja dengan menjadi sapi perahan DPRD. Haji Lulung pun terusik.

Dia mengancam akan menghalangi pelantikan Ahok menjadi Gubernur

DKI Jakarta. Alasannya, karena Haji Lulung ini merasa terhina dan

tersinggung dengan pernyataan Ahok yang menyebut DPRD pemeras

kepala daerah. "Ahok harus dibinasakan, binasakan kariernya jadi Wakil

Gubernur. Kalau dulu saya bilang harus diperiksa kesehatan jiwanya, hari

ini terbukti, semua orang bilang dia gila. Makanya saya bilang, saya

binasakan karirnya Ahok. Nggak bakalan dia dilantik jadi Gubernur," ucap

Haji Lulung, 11 September 2014. Diancam seperti itu, Ahok tetap santai.

"Membinasakan karier? Kita lihat saja siapa yang kariernya binasa. Saya

jadi PLT Gubernur sampai terakhir juga nggak apa-apa, cuma selisih gaji

doang dikit," ucap Ahok. Menariknya, komentar Lulung yang

menyudutkan Ahok mendapatkan tanggapan dari sesepuh PPP Muhammad

Rodja. Dia malah membela Ahok. "Ahok ini orang benar, mau kau

pecundangi terus? Saya ini mantan Sekretaris Wilayah PPP DKI Jakarta 59

tahun 1990-1995 dan mantan Ketua Komisi Anggaran DKI Jakarta,

mendukung Ahok," tegas Rodja, 12 September 2014

(http://www.tokohindonesia.com/lintas-berita/artikel/435220/6-cekcok-

ahok-vs-haji-lulung). e. Saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memeriksa Ahok

terkait kasus reklamasi teluk Jakarta, pada 10 Mei 2015, Lulung menyebut

kasus itu sebagai pengalihan korupsi lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Kasus suap reklamasi tersebut menimpa Ketua Komisi D DPRD DKI

Jakarta M. Sanusi dan petinggi PT Agung Podomoro Land Ariesman

Widjaja. Menurut Lulung, dalam kasus ini, Ahok jelas telah melakukan

pelanggaran dengan melawan sejumlah undang-undang. Haji Lulung

menjelaskan, sejak 2013, Ahok telah membiarkan bangunan di lahan

reklamasi dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur 2.238 Tahun 2014 soal

perizinan. Padahal, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana

Zonasi Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda

Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta belum

dibahas. "Operasi Tangkap Tangan (OTT) reklamasi itu sebagai pengalihan

isu kasus pembelian RS Sumber Waras oleh Ahok juga. KPK saya minta

bertobat, anggota dewan dan pengembang diperiksa dan sudah ada

tersangka. Saya menilai, Ahok sudah patut dijadikan tersangka," kata Haji

Lulung, 10 Mei 2016. Lulung mengungkapkan, Ahok juga telah

mengabaikan Undang-Undang No 30 Tahun 2014 tentang administrasi

pemerintah. Di mana dalam mengeluarkan kebijakan pembangunan, 60

mantan Bupati Belitung Timur ini harus menjadikan masyarakat menjadi

subjek, bukan menjadi objek. Akibatnya, kebijakan berdampak negatif dan

meluas terhadap masyarakat itu sendiri

(http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/10/06481341/Hari.Ini.KPK.

Periksa.Ahok.Terkait.Dugaan.Suap.Raperda.Reklamasi). f. Haji Lulung yakin jika Ahok tak akan maju melalui jalur independen di

Pilgub 2017. Lulung menyatakan siap mengiris kedua kupingnya jika hal

itu salah. "Kalau memang sejati, saya akan iris nih kuping kalau mau

(Ahok) independen. Bohong itu, retorika, propaganda. Enggak mungkin

dia berani," kata Lulung kepada wartawan, 25 Juni 2016. Sebelumnya,

Lulung juga sempat mengungkapkan rela diiris salah satu kupingnya jika

KTP dukungan Ahok terkumpul 1 juta KTP. Kini Lulung menegaskan

kedua kupingnya boleh diiris jika Ahok maju melalui jalur independen.

"Iris kuping lagi. Waktunya selama pendaftaran. Kalau dia daftar di

independen, nih dua-duanya putus," tegasnya. Sementara disinggung

mengenai pengumpulan KTP Ahok tersebut, Lulung menegaskan dirinya

sudah memperkirakan sedari dulu. "Ini sudah saya perkirakan dari dulu,

susah nyari satu juta. Apalagi kalau harus benar dan akurat, nanti kan

diverifikasi," ungkap Haji lulung (http://www.merdeka.com/peristiwa/jika-

ahok-maju-independen-lulung-siap-iris-kedua-kupingnya.html).

61

2.1.5.9 Penggusuran Lahan Di Era Ahok

Selama pemerintahannya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berjanji bakal membongkar seluruh bangunan liar yang berdiri di lahan negara. Mulai dari pemukiman di bantaran kali, di atas saluran air, hingga yang berdiri di atas ruang terbuka hijau (RTH). Pada tahun 2015, ada 113 kasus penggusuran paksa oleh Ahok. Penggusuran itu merugikan 8.315 kepala keluarga dan

600 unit usaha. Sebanyak 84 persen penggusuran dilakukan secara sepihak

(http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160429104154-20-127492/ahok-disebut- cetak-sejarah-penggusuran-paling-brutal/).

Ahok berpendapat bahwa yang dilakukannya bukanlah menggusur warga semata, melainkan dengan sebutan merelokasi warga. Ahok merelokasi warga ke rusun yang dia anggap lebih baik dari pada rumah petak milik warga sebelumnya.

Selain itu, Ahok juga memberikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk anak-anak mereka termasuk bus sekolah yang siap mengantar jemput. Ahok juga berupaya agar

Rusun yang dibangunnya untuk warga yang telah direlokasi juga memiliki fasilitas yang memadai seperti taman dan perpustakaan untuk warga

(http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/28/11353781/Dilema.Ahok.Setiap.Lak ukan.Penggusuran).

Beberapa wilayah atau lahan di Jakarta yang pernah digusur atau direlokasi selama era Pemerintahan Ahok diantaranya penggusuran warga Kampung pulo bantaran kali Ciliwung, Jatinegara, Jakarta Timur; penggusuran Kalijodo,

Penjaringan, Jakarta Utara; penggusuran di kolong tol Pluit, Pejagalan, Jakarta Utara; penggusuran di Kampung Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara; penggusuran di 62

Kampung Pulo, Jakarta Timur; serta penggusuran di kawasan Berlan dan sejumlah area permukiman di Kelurahan Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur.

Berdasarkan data yang diperoleh FAKTA (Forum Warga Kota Jakarta), sebanyak 17.533 jiwa digusur dari Jakarta pada 2013, 15.931 jiwa pada 2014 dan

28.572 jiwa pada 2015. Kebijakan penggusuran atau relokasi warga ini juga kerap mendapatkan perlawanan dari berbagai pihak dan dianggap sebuah kebijakan yang kontroversi. (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek- nasional/16/04/12/o5i93l366-60-ribu-warga-miskin-jakarta-digusur-sejak-2013)

2.1.5.10 Pembelian Lahan Rumah Sakit Sumber Waras

Pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta menuai kontroversi karena diindikasi sarat korupi. Harga beli yang diajukan Pemprov DKI melalui anggaran pendapatan belanja daerah perubahan

(APBD-P) 2014, dinilai tidak wajar. DPRD DKI Jakarta minta pembelian dibatalkan.

Sementara, RS Sumber Waras dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau menyatakan pembelian tersebut wajar dan prosesnya terang benderang.

Pembelian lahan seluas 3,7 hektar RS Sumber Waras terindikasi kerugian daerah mencapai Rp 191 miliar lantaran pembengkakan tanah. Pemprov DKI membeli lahan milik YKSW senilai Rp 800 miliar pada APBD Perubahan 2014.

Badan Pengelolaan Keuangan (BPK) mencurigai penyediaan lahan di kawasan Rumah Sakit Sumber Waras senilai Rp. 880 miliar. Dalam auditnya, BPK menilai bahwa nilai pembelian tersebut terbilang berlebihan dan seharusnya disamakan dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan sekitar, yakni yang berlokasi di Jalan Tomang Utara. Jika mengikuti NJOP bangunan sekitar, BPK 63

menemukan bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa menghemat Rp191 miliar sehingga valuasi tanah tersebut seharusnya bisa sebesar Rp 689 miliar saja.

Rencananya, pemerintah DKI Jakarta berencana untuk membangun pusat pengobatan kanker di atas lahan seluas 3,7 hektare tersebut.

Selain masalah pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras, BPK juga menemukan adanya permasalahan pada kelebihan premi asuransi sebesar Rp3,6 miliar dan biaya operasional pendidikan sebesar Rp3,05 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan pengawasan lemah pada pengadaan lahan di Mangga Dua seluas 30,88 hektare. Terkait kasus ini, Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dan memanggil Ahok agar diperiksa sebagai saksi untuk mengklarifikasi atas temuan

BPK. Pada 12 April 2016, Ahok diperiksa di Gedung KPK selama 12 jam

(http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160413112600-12-123602/ahok-ada- strategi-kriminal-beli-lahan-sumber-waras/). 64

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

3.1 Penyajian Data

3.1.1 Hasil Wawancara Dengan Narasumber

Dalam subbab ini disajikan data yang merupakan hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti terhadap narasurmber. Dalam melakukan wawancara mendalam peneliti menentukan dua narasumber. Adapun kedua narasumber tersebut dipahami oleh peneliti memiliki kompetensi untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian ini.

Narasumber pertama yaitu Drs. Aribowo, M.S, pengamat politik Universitas

Airlangga. Wawancara kepada Aribowo, bertujuan untuk mengetahui kedudukan

Ahok sebagai komunikator politik di arena komunikasi politik di Indonesia.

Wawancara dengan Aribowo dilakukan pada 17 Februari 2016.

Dalam wawancaranya, menurut Aribowo ada perubahan penting di dalam budaya maupun pergaulan kebangsaan di Indonesia. Sejak reformasi, demokrasi berkembang dengan luar biasa. Seiring perubahan hingga masa reformasi, berdampak pada kesetaraan derajat yang tinggi, sehingga perbedaan antargolongan mulai tidak dirasakan. Perubahan equality di era demokrasi terjadi, dikarenakan faktor ekonomi etnis pribumi sudah mulai berkembang, termasuk daya beli, juga faktor tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga dalam konteks semacam itulah keberimbangan mulai berubah. Hal itu juga yang menyebabkan pimpinan beragama Islam atau non

Islam itu mulai bisa diterima oleh masyarakat. 65

Aribowo menerangkan, bahwa Politik adalah pencitraan. Ahok memiliki cara berpikir konfliktual. Jadi cara meningkatan citra diri, Ahok melakukan dengan pendekatan-pendekatan konflik, bukan dengan pendekatan konsensus. Ahok melakukan apa saja untuk kepentingan dan pencitraannya, agar publik menganggapnya ditegas Cara Ahok berbicara, berpikir, dan bertindak dengan pendekatan konflik adalah agar Ahok memiliki citra yang kuat dan bersih. Ahok merupakan model-model legitimasi yang bisa digunakan secara pragmatis. Ahok mampu membayar orang dibalik kinerjanya, media-media, dan LSM-LSM, serta mempunyai tim media besar. Hal itu sebagai perwujudan pencitraan Ahok.Ada sebagian kelompok yang menjadikan gaya komunikasi Ahok menjadi banyak persoalan dan tidak dapat menerima karakter tersebut. Namun, ada juga yang dikesampingkan, karena mungkin langkah-langkah Ahok dianggap tegas.

Kemudian narasumber yang kedua yaitu Dhimam Abror Juraid, B.Bus., M.Si, pakar media, dan dosen komunikasi politik di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi

Surabaya -Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS), untuk mengetahui posisi Ahok dalam kacamata media. Wawancara dengan Dhimam Abror dilakukan pada 14 Maret 2016.

Menurut Abror, media mempunyai kedudukan penting dalam komunikasi politik di Indonesia. Para politisi memakai dan memanfaatkan media untuk melakukan komunikasi politik, yang sekarang populer disebut pencitraan, baik terhadap konsituennya maupun terhadap sesama politisi. Dalam sebuah pemberitaan di media massa, tentunya mempunyai standarisasi. Acuan yang pertama adalah dari kode etik jurnalistik untuk mengatur profesi kewartawanan, lalu yang kedua adalah 66

aturan perusahaan media atau yang disebut sebagai kebijakan redaksional atau editorial policy.

Abror menjelaskan, bahwa dalam komunikasi politik terdapat spin doctor, yaitu orang disekitar seseorang kandidat yang mengatur dan mengolah segala sesuatu mengenai kandidat tersebut sehingga mempunyai citra baik sesuai yang dikehendaki.

Ahok menjadi bisa media darling, karena merupak hasil dari konstruki dalam sebuah pemberitaan di media. Ahok diatur sedemikan rupa oleh tim spin doctor, sehingga publik mengenal Ahok sebagai sosok politisi dengan gaya komunikasi yang tegas, lugas, spontan, serta kebijakan yang kontroversial. Media suka sekali meliput berita- berita yang mengandung kotroversial, sehingga upaya Ahok yang dicitrakan selalu kontroversial dianggap efektif untuk menarik simpati media, sehingga hal itu efektif sebagai pencitraan Ahok terhadap publik.

Narasumber ketiga yaitu Pakar Budaya, sekaligus dosen Pengantar Ilmu

Budaya dan Pengantar Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Indra

Tjahyadi, S.S, M.Hum., untuk mengetahui fakta budaya yang berkaitan dengan Ahok.

Wawancara dengan Indra Tjahyadi dilakukan pada 16 Agustus 2016.

Ahok adalah subjek yang unik dalam pandangan kebudayaan. Hal tersebut tampak pada ketiadaan akar budaya yang dominan yang membuat Ahok menjadi politisi. Biasanya seorang politisi selalu berasal dari lingkungan yang memiliki tradisi politik yang kuat. Namun Ahok justru lahir dari lingkungan kebudayaan masyarakat pengusaha, dan bukan lingkungan yang memiliki tradisi politik.

Tjahyadi mengamati bahwa pilihan Ahok untuk mengembangkan eksistensinya di arena politik pemerintahan masih dapat dibilang logis. Hal tersebut 67

dapat ditelusuri pada kecenderungan Ahok untuk menjadi pimpinan. Sebagai bagian dari keluarga yang memiliki tradisi memimpin sebuah perusahaan, pilihan Ahok untuk menjadi pimpinan provinsi memiliki dasar yang kuat. Sedangkan gaya komunikasi Ahok yang lugas dan terbuka bukan hal yang mengejutkan. Sebagai bagian dari tradisi pedagang, gaya komunikasi yang lugas dan terbuka Ahok merupakan konsekuensi mutla. Ahok itu lahir dari tradisi komunikasi pedagang yang lebih mementingkan efektivitas penyampaian pesan, maka yang tidak aneh jika gaya bicara Ahok selalu tanpa basa-basi.

3.1.2 Resume Hasil Studi Kepustakaan Tentang Ahok

Dalam subsubbab ini disajikan data yang merupakan hasil dari studi keputakaan yang dilakukan oleh peneliti. Dalam melakukan studi kepustakaan peneliti menemukan 5 buku, serta artikel dan berita dari internet. Beberapa diantaranya sebagai berikut :

Pada buku “Ahok untuk Indonesia” yang diterbitkan PT. Elex Media

Komputindo Kompas Gramedia, berisikan berbagai macam artikel tentang Ahok.

Para penulis yang tergabung dalam kompasiana dan telah diedit oleh penyunting, menulis artikel dengan berbagai tema dan judul yang berbeda dari tiap penulis.

Beberapa artikel yang digunakan penulis dalam penelitian ini diantaranya tentang, pesan budaya Tiongkok dari ayah Ahok.

Lalu pada buku berjudul “Sisi Lain Ahok” : Perjalanan Hidup, Karir &

Keluarganya, yang diterbitkan oleh Glosaria Media, berisikan tentang berbagai kisah kehidupan Ahok sejak kecil hingga sampai menjadi seorang Wakil Gubernur DKI

Jakarta. Buku ini memaparkan sisi kehidupan Ahok saat masih anak-anak sampai 68

dewasa, menjelaskan tentang profil keluarga Ahok, tentang pendidikan Ahok, karier bisnis, dan data-data selama Ahok berkarir politik.

Dalam buku yang ditulis oleh Yuwono, berjudul “AHOK : Dari Kontroversi ke Kontroversi” dan diterbitkan oleh Media Pressindo, berisikan berbagai macam kebijakan-kebijakan Ahok dan karir politik Ahok yang mendapatkan respon pro dan kontra dari masyarakat, dan dianggap sering menjadi kontroversi. Beberapa artikel yang diambil penulis dalam penelitian ini dalam subbab kontroversi Ahok, diantaranya tentang dituduh menghina kitab suci, menolak wacana perayaan may day ala Ahok, sebut calon bajingan, ide melokalisasi prostitusi, dan bakar setengah kota

Jakarta.

Penulis juga merujuk pada buku berjudul “Berkaca Pada Kepemimpinan

Ahok” yang ditulis oleh Piter Randan Buana dan diterbitkan oleh Yayasan Tamn

Pustaka Kristen Indonesia. Penulis dalam penelitian ini mengambil data tentang dedikasi Ahok saat menjabat sebagai anggota DPRD dan DPR RI.

Sedangkan dalam buku berjudul “Merubah Dunia” yang ditulis sendiri oleh

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berisikan tentang sisi kehidupannya. Penulis dalam penelitian ini mengambil referensi dari buku tersebut dengan mengambil beberapa data seperti data Ahok pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten

Belitung Timur Tahun 2005.

Pada artikel “Memaknai Nama Basuki Tjahaja Purnama ‘Ahok’ Zhong Wan

Xie”. Yang ditulis oleh Katedrarajawen dengan alamat website http://www.kompasiana.com/katedrarajawen/memaknai-nama-basuki-tjahaja- 69

purnama-ahok-zhong-wan-xie_55206192813311f77319f801, menjelaskan tentang makna dari nama China Ahok. Artikel ini telah diakses penulis pada 31 Juli 2016.

Berita berjudul “10 Fakta Kehebatan dan Kontroversi Ahok Basuki Cahaya

Purnama” yang diakses dari https://beritasepuluh.com/2016/04/16/10-fakta- kehebatan-dan-kontroversi-ahok-basuki-cahaya-purnama/, oleh penulis dalam makalah ini mengambil data tentang kebijakan pelarangan pemotongan hewan kurban. Data tersebut disusun penulis pada subbab kontroversi Ahok.

Pada berita berjudul “Membiasakan Bongkar Pasang Pejabat”, yang diakses dalam http://www.koran-jakarta.com/membiasakan-bongkar-pasang-pejabat/, berisikan data tentang bongkar pasang pejabat yang dilakukan saat Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Data lanjutan juga diakses dari http://www.koran- jakarta.com/seperti-main-bola-kalau-lamban-ya-diganti/. Selain berisikan tentang kebijakan kontroversi Ahok, buku ini juga menulis tentang riwayat kehidupan rumah tangga Ahok. Data tersebut juga diperkuat oleh penulis dari berita berjudul “Ahok

Yakinkan Hobinya Bongkar Pasang Pejabat DKI Tidak Ganggu Kinerja Pemprov”, dan diakes dari http://nasional.kompas.com/read/2016/05/25/15155831/ahok.yakinkan.hobinya.bong kar.pasang.pejabat.dki.tidak.ganggu.kinerja.pemprov.

3.2 Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini, peneliti membagi analisis ke dalam dua subbab, yakni analisis habitus Ahok, dan analisis posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Adapun pembagian subbab tersebut disebabkan oleh ketidakmungkinan untuk melakukan analisis posisi 70

Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia tanpa menganaliis habitus yang menjadi dasar Ahok dalam bertindak atau melakukan tindakan komunikasi politik.

3.2.1 Analisis Habitus Ahok

Posisi Ahok sebagai agen individual dan aktor dalam arena komunikasi politik di Indonesia baru dapat diketahui apabila habitus Ahok diungkap. Hal tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh Bourdieu (dalam Ritzer dan Goodman, 2008: 522) bahwa antara habitus dan arena memiliki hubungan dialektik. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan habitus yang merupakan dasar bertindak aktor dalam sebuah arena.

Oleh karena itu usaha untuk mengetahui posisi aktor dalam sebuah arena, harus diawali dengan usaha mengungkap habitus aktor tersebut.

Habitus adalah struktur mental atau kognitif yang digunakan oleh aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Habitus diproduksi dari internalisasi struktur dunia sosial yang diperoleh sebagai akibat dari lamanya posisi dalam kehidupan sosial diduduki. Habitus adalah sesuatu yang memungkinkan orang memahami dunia sosial

(Bourdieu dalam Mutahir, 2011: 61).

Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Hal tersebut tampak pada keberadaannya yang merupakan struktur yang menstruktur kehidupan sosial sekaligus struktur yang distrukturisasi oleh dunia sosial. Habitus diproduksi oleh praktik sosial sekaligus memproduksi praktik sosial karena habitus adalah sistem yang tertata dan menata kecenderungan yang ditimbulkan oleh tindakan dan terus- menerus tertuju pada fungsi praktis (Bourdieu dalam Mutahir, 2011: 63-64).

Habitus dimiliki oleh agen. Artinya, segala tindakan, niat atau cara bertindak yang dimiliki agen dipengaruhi kondisi objektif kulturalnya. Hal tersebut juga 71

melekat pada agen dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam berhubungan dengan dunia sosial, individu tidak terlepas dari interaksi dan ruang sosial. Untuk memenuhi syarat atau penerimaan secara sosial, individu harus mempunyai modal dalam memenuhi interaksi dan ruang sosialnya dengan orang lain. Adapun modal tersebut terdiri atas ekonomi, sosial, budaya, simbolik (Bouerdieu dalam Mutahir,

2012: 63).

Berdasarkan uraian tersebut, untuk menganalisis habitus Ahok peneliti melakukan analisis terhadap modal budaya, modal ekonomi, modal sosial, dan modal simbolik yang dimiliki oleh Ahok.

3.2.1.1 Analisis Modal Budaya

Analisis modal pertama yang dilakukan peneliti untuk mengetahui habitus

Ahok sebagai aktor dalam arena komunikasi politik di Indonesia adalah analisis modal budaya. Secara umum, modal budaya dapat dipahami sebagai pengetahuan yang sahih yang dimiliki oleh aktor. Pengetahuan tersebut berasal dari lingkungan kebudayaan aktor. Sejalan dengan pemahaman tersebut, Haryatmoko (2003: 11-12) melihat bahwa modal budaya dalam paradigma Bourdieu dapat dipahami sebagai selera yang bernilai budaya dan pola-pola konsumsi pengetahuan yang sudah diperoleh.

Berdasarkan pemahaman tersebut, Haryatmoko (2003: 11-12) memahami bahwa yang dapat dimasukkan dalam kategori modal budaya pada paradigma

Bourdieu seperti ijazah, pengetahuan yang sudah diperoleh, kode-kode budaya, cara berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, sopan santun, cara bergaul, dan sebagainya yang berperan di dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial. Hal 72

tersebut didasarkan pada pehamanan Bourdieu yang menegaskan bahwa kelompok mampu mengunakan simbol-simbol budaya sebagai tanda pembeda, yang menandai dan membangun posisi mereka dalam stuktur sosial. Ia memperkuat pandangannya dengan menggunakan metafora modal budaya untuk menunjuk pada cara kelompok memanfaatkan fakta bahwa beberapa jenis selera budaya menikmati lebih banyak status daripada jenis selera budaya yang lain.

Ahok merupakan bagian dari lingkungan kebudayaan etnis-Tionghoa. Hal tersebut tampak pada keberadaan Ahok yang berasal dari keluarga etnis Tionghoa.

Kompasiana.Com (http://www.kompasiana.com/katedrarajawen/memaknai-nama- basuki-tjahaja-purnama-ahok-zhong-wan-xie_55206192813311f77319f801) memaparkan bahwa Ahok lahir dari keluarga Cina-Peranakan, yakni keturunan

Tionghoa-Indonesia dari suku Hakka (Keija). Ahok adalah putra pertama dari Alm.

Indra Tjahaja Purnama (Tjoeng Kiem Nam) dan Buniarti Ningsih (Boen Nen Tjauw).

Bernama asli Zhong Wan Xie atau ditulis dalam huruf pinyi 钟 万 勰. Dalam hal ini

Zhong (钟) merupakan marga, sedangkan Wan (万) artinya sepuluh ribu dan Xie (勰) bermakna musyawarah mufakat. Secara harafiah artinya lebih memilih bermusyawarah untuk mufakat. Zhōng Wànxué / 鍾萬學, yang bermakna musyawarah mufakat.

Sebagai keturunan etnis Tionghoa, Ahok memiliki karakteristik dari etnis tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh kebudayaan etnis Tionghoa yang ikut membentuk Ahok. Tedjakusuma dan Sutanto (2015) berpendapat bahwa secara umum, etnis-Tionghoa memiliki gaya komunikasi yang lebih terbuka yang 73

disebabkan oleh kebutuhan untuk berkomunikasi yang cepat. Ini berbeda dengan individu yang berasal dari etnis Jawa yang cenderung lamban dan tertutup dalam berkomunikasi.

Selain bergaya komunikasi terbuka dan cepat, merujuk Kirana (2003), gaya komunikasi etnis-Tionghoa juga cenderung lebih mementingkan ego pribadi. Dalam konteks gaya komunikasi Ahok, kedua hal tersebut tampak begitu lekat. Sebagai bagian dari etnis-Tionghoa, Ahok juga memiliki kesadaran yang sama. Hal tersebut tampak gaya komunikasi Ahok yang lugas dan cepat. Kelugasan gaya komunikasi tersebut diperlihatkan secara ajeg oleh Ahok. Hal tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh Said (http://www.merdeka.com/peristiwa/gaya-bicara-ahok-ceplas- ceplos-disamakan-dengan-ali-sadikin.html) berikut:

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dikenal sebagai orang yang tegas dalam memimpin Jakarta. Meskipun banyak yang mengatakan jika cara bicara Ahok ceplas ceplos bahkan kasar. Hal itu juga yang menyebabkan ormas islam menolak Ahok jadi gubernur karena dianggap arogan. Guru besar Universitas Pertahanan serta Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta Salim Said, mengatakan cara Ahok memimpin Jakarta sudah dilakukan oleh Ali Sadikin. Ketika Ali Sadikin menjadi gubernur, kata Salim, dia juga memiliki gaya bicara ceplas ceplos. "Sebenarnya bukan hal aneh Ahok kaya gitu (ceplas ceplos) apa yang dilakukan oleh Ahok sudah dilakukan Ali Sadikin," kata Salim Said, dalam diskusi revolusi mental ala Ahok di Gado-gado Boplo, Menteng Jakarta Pusat, Sabtu (29/11). Salim menegaskan, bukan hanya cara kerja dan gaya bicara Ahok yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Ali Sadikin, namun gaya blusukan Jokowi juga sudah ada pada zaman Ali Sadikin. "Sebelum Jokowi blusukan Ali Sadikin sudah lakukan," ujarnya. Salim Said juga mengaku kagum dan pecinta Ali Sadikin. Sehingga dia senang Ahok memiliki kesamaan cara kerja dengan Ali Sadikin. "Sebenarnya saya itu kan pencinta Ali Sadikin," katanya.

74

Hal tersebut serupa yang dinyatakan oleh pengamat budaya yang juga dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya, Indra Tjahyadi. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti guna menggali data, Tjahyadi menegaskan bahwa gaya komunikasi etnis-Tionghoa lebih terbuka dan lugas. Dalam pengamatan

Tjahyadi, itu disebabkan oleh akar kebudayaan etnis-Tionghoa yang lebih berpandangan praktis. Pandangan tersebut dibutuhkan mengingat etnis-Tionghoa memiliki tradisi berdagang yang kuat. Sebagai pedagang komunikasi yang efektif diperlukan dalam memasarkan setiap produk yang dijual. Komunikasi efektif dapat terjadi apabila komunikator bertindak lugas dalam tindak komunikasi.

Dalam konteks Ahok, gaya komunikasi Ahok yang lugas dan terbuka bukan hal yang mengejutkan menurut Tjahyadi. Sebagai bagian dari tradisi pedagang, gaya komunikasi yang lugas dan terbuka Ahok merupakan konsekuensi mutlak. Hal tersebut tentunya akan berbeda apabila Ahok berasal dari keluarga yang memiliki tradisi bangsawan, yang cenderung berbicara dengan berbagai perandaian. Oleh karena itu, kelugasan dan keterbukaan gaya komunikasi Ahok bukan hal bersifat aneh atau tidak dapat dipahami.

Namun, yang mengejutkan menurut Tjahyadi, justru keberadaan Ahok sebagai sosok politisi pemerintahan di Indonesia. Bagi Tjahyadi ini hal yang unik.

Biasanya subjek akan memilih perkembangan eksistensinya sesuai dengan tradisi atau kebudayaan yang membesarkannya. Misalnya, seseorang yang lahir dari tradisi keluarga nelayan akan memilih berprofesi sebagai nelayan. Namun, itu tidak terjadi pada Ahok. 75

Namun, keunikan Ahok tersebut tidak seratus persen. Tjahyadi mengamati bahwa pilihan Ahok untuk mengembangkan eksistensinya di arena politik pemerintahan masih dapat dibilang logis. Itu dapat ditelusuri pada kecenderungan

Ahok untuk menjadi pimpinan. Sebagai bagian dari keluarga yang memiliki tradisi memimpin sebuah perusahaan, pilihan Ahok untuk menjadi pimpinan provinsi memiliki dasar yang kuat. Hanya saja, tradisi kepemimpinan tersebut dimanifestasikan Ahok dalam bentuk yang dimodifikasi, yakni menjadi pimpinan daerah, bukan pimpinan perusahaan. Oleh karena itu, pilihan Ahok menjadi Gubernur

DKI Jakarta bukan tidak berakar dari modal budaya yang dimilikinya, namun justru mengentalkan akar tradisi yang menjadi modal budaya habitus Ahok yang memilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Aribowo juga melihat bahwa keberadaan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta adalah hal yang logis. Sebagaimana yang tampak dalam kutipan berikut.

“Sejak era reformasi, perkembangan demokratisasi semakin luar biasa cepat dan pesat, sehingga banyak orang yang merasa derajat equality-nya tinggi. Jadi setiap orang merasa derajatnya setara dengan yang lainnya. Masyarakat mempunyai hak menggugat Walikota, menggugat Gubernur, bahkan menggugat Presiden. Bahkan seseorang pun bisa mengolok-olok presiden. Saat ini proses demokrasi menyebabkan perbedaan-perbedaan dalam suatu kelompok atau golongan menjadi sesuatu hal yang biasa dan dapat diterima oleh antar golongan. Saya merasakan hubungan antara golongan etnis Cina atau non Cina (pribumi) di Indonesia agak mulai cair. Hal tersebut nampak, misalnya pada perkantoran ataupun rumah makan, yang di mana pegawainya dari etnis pribumi dan pimpinanannya dari etnis Cina, telah terjadi rasa kesetaraan meskipun berbeda jabatan. Padahal sebelumnya, perlakuan terhadap orang-orang pribumi dengan pimpinan Cina, dirasa tidak represif. Perubahan equality di era demokrasi terjadi, dikarenakan faktor ekonomi etnis pribumi sudah mulai berkembang, termasuk daya beli, juga faktor tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga dalam konteks semacam itulah keberimbangan mulai berubah. Hal itu juga yang 76

menyebabkan pimpinan beragama islam atau non islam itu mulai bisa diterima oleh masyarakat.”

Berdasarkan pemaparan Aribowo tersebut tampak bahwa diterimanya Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta disebabkan oleh perubahan paradigma kebudayaan yang terjadi di Indonesia. Sejak era reformasi, kesadaran multikultur menemukan momentumnya. Oleh karena itu, pilihan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta merupakan hal yang dapat dipahami.

Menurut Antropolog Edward T Hall dalam teori low context culture dan high context culture (https://www.scribd.com/doc/19579763/Komunikasi-Non-Verbal-

Dalam-Masyarakat-High-and-Low-Context), bangsa Indonesia masuk dalam kelompok high context culture dalam berkomunikasi, terutama dalam masyarakat suku Jawa. Dalam budaya ini, konteks atau pesan non verbal diberi makna yang sangat tinggi. Sebaliknya, bangsa Amerika termasuk dalam low context culture dalam berkomunikasi. Secara sederhana, masyarakat konteks budaya tinggi atau yang biasa disebut dengan high context culture dapat diartikan sebagai masyarakat yang cenderung menganut budaya kolektif yang cenderung menyampaikan pesan secara berbelit-belit dengan banyak menggunakan simbol, kiasan, dan kata-kata halus yang dirumuskan sebagai high-context. Berbeda dengan masyarakat konteks budaya tinggi, masyarakat konteks budaya rendah, atau yang biasa disebut dengan low context culture diartikan sebagai masyarakat yang mengartikan dan menyampaikan pesan tanpa banyak basa-basi. Mereka menyampaikan lewat arti sesungguhnya tanpa kiasan atau cara yang berbelit-belit agar bisa dimengerti. 77

Secara garis besar, masyrakat Indonesia memang tergolong dalam masyarakat high context culture, terutama bagi masyarakat suku Jawa yang sangat terkenal dengan tutur bahasanya yang lembut dan penuh sopan santun. Sedangkan bagi masyarakat luar Jawa, pasti memiliki karakteristik yang berbeda. Namun, perbedaan komunikasi non verbal tidak menyeluruh begitu saja di antara keduanya. Hal tersebut tidak lepas dari factor adat dan budaya secara khusus dan termasuk orang Indonesia secara umum. (https://www.scribd.com/doc/19579763/Komunikasi-Non-Verbal-

Dalam-Masyarakat-High-and-Low-Context).

Perbedaan tersebut tampak pada Ahok yang berasal dari Bangka Belitung yang juga merupakan keturunan etnis Tinghoa. Dalam konteks Ahok, gaya komunikasi Ahok yang lugas dan terbuka dan berasal dari akar kebudayaan etnis-

Tionghoa termasuk dalam masyarakat low context culture. Ahok sebagai masyarakat yang mengartikan dan menyampaikan pesan tanpa banyak basa-basi.

3.2.1.2 Analisis Modal Ekonomi

Sebagai komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia,

Ahok mempunyai modal ekonomi yang cukup kuat untuk mengukuhkan posisinya.

Berdasarkan data yang diakses dari situs acch.kpk.go.id (dalam new.detik.com), total harta kekayaan Basuki yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi sebesar

Rp 21.302.079.561 dan 3.749 dollar AS. Ahok sudah enam kali melaporkan harta kekayaanya. Pertama pada 10 April 2005 saat mulai menjabat Bupati Belitung Timur.

Pada 11 Desember 2006 ketika tak lagi menjadi Bupati, Ahok kembali melaporkan hartanya ke LHKPN. Ahok juga kembali melaporkan hartanya pada 30 78

November 2007 sebagai mantan Bupati. Ketika terpilih sebagai anggota DPR RI, pada 30 November 2009 Ahok kembali memperperbarui laporan hartanya.

Saat terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI, pada 22 Maret 2012 Ahok kembali melaporkan hartanya. Terakhir pada 21 November 2014 atau satu bulan setelah menggantikan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Gubernur Jakarta, Ahok melaporkan kembali harta kekayaanya ke KPK.

Total harta kekayaan Ahok pada 2012 atau sebelum menjadi gubernur tercatat

Rp 12.458.296.063 dan USD 5.030. Setelah menjadi gubernur Jakarta pada 2014, hartanya naik menjadi Rp 21.302.079.561 dan 3.749 dollar AS. Harta kekayaan

Ahok mengalami kenaikan sekitar Rp 8 miliar dalam kurun waktu 2012 sampai 2014.

Pundi-pundi kekayaan Ahok terdiri dari harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan 13 petak senilai Rp 15.050.480.000. Tanah dan bangunan tersebar di

Belitung Timur dan Jakarta Utara. Ada juga logam mulia senilai Rp 650 juta, surat berharga dari investasi sebesar Rp 2,595 miliar serta giro dan setara kas lainnya yang tercantum sebesar Rp 2.939.592.240.

Sejumlah harta kekayaan Ahok mengalami kenaikan ketika dia menjadi gubernur. Misalnya harta berupa giro dan setara kas mengalami kenaikan yang cukup tinggi, yakni dari Rp 163.211.742 di tahun 2012 menjadi Rp Rp 2.939.592.240 pada

2014. Ahok mengaku sejumlah hartanya terutama yang berupa tanah mengalami kenaikan nilai jual. Misalnya sejumlah tanah di Pluit Jakarta Utara yang dia beli dengan harga Rp 4,5 juta per meter kini NJOP-nya naik hampir 4 kali lipatnya.

(http://news.detik.com/berita/3167483/tak-mau-biayai-parpol-pendukung-ini-harta- kekayaan-ahok-yang-dilaporkan). 79

Keluarga Ahok awalnya berprofesi sebagai pengusaha dalam bisnis penambangan timah dan pasir. Ayah Ahok, Indra Tjahaja Purnama, menjadi kontraktor tambang timah dari PT. Timah di Bangka Belitung. Ibunya, Buniarti

Ningsih, mempunyai usaha apotek.

Ahok mendirikan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah pada tahun 1989, setelah dirinya lulus S1 dengan gelar

Sarjana Teknik Geologi,. Ahok menggeluti dunia kontraktor tambang timah selama dua tahun.

Setelah menyelesaikan jenjang pendidikan S-2 bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta, dan mendapat gelar Master in

Business Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM), Ahok diterima kerja di PT. Simaxindo Primadaya di Jakarta. Perusahaan tersebut bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik, dan Ahok sebagai staf direksi bidang analisa dan keuangan proyek. Karena ingin konsentrasi pekerjaan di Belitung, Ahok memutukan untuk berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamnnya pada tahun

1995.

Pada tahun 1992, Ahok mendirikan PT. Nurinda Ekapersada, sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada 1995, berlokasi di Dusun

Burung Mandi, Desa Mengkubang, kecamatan manggar Belitung Timur. Didukung oleh seorang tokoh perjuangan alm Wasidewo pada tahun 1994 untuk memulai pembangunan pabrik yang merupakan pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau

Belitung dengan memanfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini diharapkan dapat menjadi cikal bakal suatu kawasan industri dan pelabuhan 80

samudera dengan nama KIAK (Kawasan industri Air kelik) di Belitung Timur. Akhir tahun 2004, investor Korea telah tertarik untuk bekerjasama dengan membangun tim smelter (peleburan bijih timah) (Ripangi, Arip. 2014 : 19-20).

Sebagai pengusaha, Ahok mengalami pahitnya berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia melawan kewenang-wenangan pejabat. Ahok memutuskan memilih cara untuk menjadi pejabat rakyar, agar mampu menyejahterahkan rakyat banyak.

Alm. Indra Tjahaja Purnama telah mewariskan 4 pulau di Kepulauan Bangka

Belitung. Pulau-pulau beratas namakan Buniarti Niingsih tersebut ditanami dengan pohon kelapa. Karena Ahok telah menjadi pejabat negara, harta kekayaannya telah dilaporkan semua kepada Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Pulau- pulau Basuki yang telah ditanami dengan pohon kelapa itu awalnya akan dijadikan sebagai produsen santan. Ayahnya memiliki ide untuk mengolah pohon kelapa itu menjadi santan dalam kemasan. Namun, ide tersebut tidak dilanjutkan karena tidak ada yang mengakomodasi

(http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/15/0956516/Basuki.Punya.Empat.Pula u.di.Belitung?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=Kaitrd).

Selain memiliki pulau, merujuk pada megapolitan.kompas.com

(http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/16/1332223/Di.Belitung.Timur.Ahok.J uga.Punya.Hotel), keluarga Ahok juga menjadikan kediaman mereka sebagai hotel untuk tempat menginap wisatawan. Penginapan tersebut berada tepat di belakang rumah utama. Hotel tersebut diberi nama Hotel Purnama Belitung. Penginapan tersebut memiliki 10 kamar dengan fasilitas lengkap, seperti televisi, spring bed, 81

kamar mandi dalam, bathtub, kloset duduk, dan sebagainya. Kamar-kamar tersebut disewakan kepada wisatawan asing maupun domestik yang berlibur ke Pulau Bangka

Belitung. Namun, tak sembarang wisatawan diperbolehkan menginap di penginapannya. Mereka masih memilih-milih wisatawan yang boleh menginap di situ.

3.2.1.3 Analisis Modal Sosial

Dalam paradigma Bourdieu, habitus aktor tidak hanya dibentuk oleh modal budaya dan ekonomi, namun juga modal sosial. Modal sosial, dalam paradigma

Bourdieu, dipahami sebagai modal yang terdiri dari hubungan sosial yang bernilai antara individu (Ritzer dan Goodman, 2008: 525). Lebih lanjut Bourdieu (1986: 249) mendefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan sumberdaya baik yang aktual maupun potensial yang terkait dengan kepemilikan jaringan hubungan kelembagaan yang tetap dengan didasarkan pada saling kenal dan saling mengakui.

Hal tersebut dapat dipahami bahwa apabila seseorang menjadi anggota dari suatu kelompok orang akan memperoleh dukungan dari modal yang dimiliki secara kolektif. Selanjutnya ia mengatakan bahwa besarnya modal sosial yang dimiliki seorang anggota dari suatu kelompok tergantung pada seberapa jauh kuantitas maupun kualitas jaringan hubungan yang dapat diciptakannya, serta seberapa besar volume modal ekonomi, budaya dan sosial yang dimiliki oleh setiap orang yang ada dalam jaringan hubungannya.

Namun apabila dikaji melalui genetik sosial Ahok, besarnya modal sosial yang dimiliki Ahok untuk menjadi politisi pemerintahan merupakan hal yang unik.

Hal itu disebabkan banyaknya dukungan masyarakat terhadap Ahok. Ahok berasal 82

dari masyarakat yang berlatar belakang pengusaha tambang timah. Ahok tidak mempunyai modal sosial yang berasal dari masyarakat pejabat ataupun politisi.

Namun, Ahok mendapatkan dukungan dari masyarakat untuk berkiprah dalam arena politik di Indonesia. Hal tersebut tampak pada karir politik Ahok.

Sebagaimana yang dimuat dalam Ahok.Org (http://ahok.org/about/) bahwa karir politik Ahok dimulai pada tahun 2004. Itu menandai Ahok mendapatkan kepercayaan dari masyarakatnya. Diawali dengan posisi sebagai anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah di Belitung, Ahok memperlihatkan bahwa dirinya memiliki modal sosial untuk menjadi subjek dalam arena politik di Indonesia:

Pertama-tama ia bergabung dibawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan keuangan yang sangat terbatas dan model kampanye yang lain dari yang lain, yaitu menolak memberikan uang kepada rakyat, Ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Selama di DPRD ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal masyarakat karena ia satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering “mangkir”. Setelah 7 bulan menjadi DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorong Ahok menjadi bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005, Ahok mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor telfon genggamnya yang juga adalah nomor yang dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Dengan cara ini ia mampu mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat. Dengan cara kampanye yang tidak “tradisional” ini, yaitu tanpa politik uang, ia secara mengejutkan berhasil mengantongi suara 37,13 persen dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Padahal Belitung Timur 83

dikenal sebagai daerah basis Masyumi, yang juga adalah kampung dari Yusril Ihza Mahendra.

Modal sosial Ahok mengalami perkembangan yang signifikan. Hal itu tampak pada semakin kuatnya posisi Ahok dalam arena politik di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan terpilihnya Ahok sebagai Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta berpasangan dengan Jokowi. Bahkan kekuatan modal sosial Ahok semakin tampak ketika Ahok diangkat menjadi gubernur provinsi tersebut disebabkan oleh Jokowi yang menjabat sebagai gubernur provinsi tersebut diangkat sebagai presiden saat itu.

Dalam karirnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok mendapatkan dukungan dari masyarakat DKI Jakarta. Hal tersebut sebagaimana tampak pada pemberitaan yang dimuat di Tempo.Org

(https://m.tempo.co/read/news/2016/06/22/078782068/tak-cuti-kampanye-ahok- dinilai-inkumben-yang-baik) berikut:

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengapresiasi sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang memilih tidak cuti dan berkampanye jika terpilih sebagai calon definitif dalam Pemilihan Gubernur DKI 2017. Basuki, atau akrab disapa Ahok, mengambil opsi tersebut lantaran khawatir ada program yang tak berjalan baik bila ditangani gubernur pelaksana. “Itu malah contoh baik, jadi tak ada hari terbuang untuk warga. Inkumben (calon definitif) memang sebaiknya memikirkan pekerjaan daripada berkampanye,” ujar Yunarto saat dihubungi Tempo, Rabu, 22 Juni 2016. Menurut Yunarto, modal sosial seorang calon definitif tak berasal dari kampanye yang berlangsung sebentar, melainkan dari masa kerja calon tersebut selama masih menjabat. “Inkumben sudah punya masa ‘kampanye’, yaitu lima tahun masa kerjanya. Modal sosialnya lebih pada tingkat kepuasan publik atas kerja yang bersangkutan,” katanya.

84

Berdasarkan pemberitaan tersebut, tampak bahwa dalam keberadaannya sebagai aktor dan agen dalam arena politik di Indonesia, Ahok juga memiliki modal sosial yang kuat. Hal itu dibuktikan dengan adanya dukungan dari masyarakat di sekitar Ahok.

3.2.1.4 Analisis Modal Simbolik

Modal simbolik adalah modal yang dimiliki seseorang yang berasal dari kehormatan dan prestise seseorang (Bourdieu dalam Ritzer dan Goodman, 2008:

526). Di dalam arena komunikasi politik di Indonesia, modal simbolik dapat diukur melalui frekuensi seorang tokoh atau politisi muncul di media. Hal tersebut disebabkan posisi media yang penting dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

Hal itu sebagaimana yang tampak pada pernyataan Abror berikut:

“Jadi kalau kita bicara mengenai komunikasi politik itu hampir tidak pernah bisa lepas dari media. Karena politisi memakai dan memanfaatkan media untuk melakukan komunikasi politik, baik terhadap konsituennya maupun terhadap sesama politisi. Artinya, kalau saya menyebutkan, bisa horisontal bisa juga vertikal ke atas, bisa juga ke bawah. Dalam artian horisontal ke konsituen, ke atas bisa juga memberi message politic kepada, misalanya orang dari dari DPD ke DPP, ke atasan jajarannya. Ke masyarakat sudah pasti, artinya dia mengirim message politic-nya kan paling efektif melalui media, itu memakai”.

Berdasarkan pemahaman tersebut, dalam konteks Ahok, Ahok dapat dikatakan memiliki modal simbolik yang kuat. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan Ahok sebagai media darling di Indonesia. Sebagaimana pendapat Abror berikut:

“Kalau Ahok diebut sebagai media darling, itu kan sebenarnya media salah satu tadi soal pencitraan, soal image ya, itukan berbeda menurut teori persepsi. Kalau kamu ingin mendapatkan perhatian, ya kamu harus beda. Secara kasar, misalnya, kenapa srimulat itu dulu menarik terkenal, ya karena dia beda. Ahok mempunyai 85

sesuatu yang beda, sehingga menurut saya dalam teori persepsi menjadi menarik, sehingga beda. Media kan senang pernyataan- pernyataan kotroversial. Kalau kamu belum cukup tau pengalaman di kita ini, juga ada walikota kita namanya cak Narto, Sunarto Prawiro, kalo dia sekarang dibikin pencitraan seperti Ahok, dia bisa, karena dia orangnya suroboyan asli, tegas, tanpa baa-basi.” Selain sebagai kesayangan media, modal simbolik Ahok juga diperkuat dengan prestasi yang diperolehnya. Prestasi tersebut membuat secara simbolik Ahok memiliki prestise dan kehormatan. Sebagaimana yang tampak pada pernyataan yang termuat dalam Ahok.Org (http://ahok.org/about/) berikut:

Di tahun 2006, Ahok dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia. Di tahun 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Melihat kiprahnya, kita bisa mengatakan bahwa berpolitik ala Ahok adalah berpolitik atas dasar nilai pelayanan, ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan; bukan politik instan yang sarat pencitraan. Tahun 2012 nama Ahok kian mencuat karena dipilih Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta yang diusung PDI-P dan Gerindra, setelah melalui dua tahap Pemilukada, akhirnya pasangan Jokowi-Basuki ditetapkan sebagai pemenang dan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 pada 15 Oktober 2012.

Selain itu, modal simbolik Ahok juga tampak frekuensi kemunculannya di berbagai media komunikasi. Menurut Dhimam Abror dalam wawancaranya dengan peneliti bahwa Ahok adalah media darling. Menurut Abror, tidak mungkin seseorang menjadi media darling apabila tidak memiliki modal simbolik tertentu. Oleh karena itu, keberadaan Ahok yang kerap muncul di media tentunya menandai prestise tertentu yang dimiliki oleh Ahok.

86

3.2.2 Analisis Posisi Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di Indonesia

Arena adalah suatu jaringan atau suatu konfigurasi hubungan-hubungan objektif antarberbagai posisi. Arena merupakan sistem dan relasi yang memiliki struktur dan kekuatannya sendiri. Oleh karena itu Arena harus dipikirkan dengan cara relasional (Bourdieu dalam Mutahir, 2011: 67). Struktur arena, yaitu ruang posisi- posisi, tak lain adalah struktur distribusi modal properti-properti spesifik yang mengatur keberhasilan di dalam arena dan memenangkan laba eskternal dan laba spesifik yang dipertaruhkan di dalamnya.

Bourdieu melihat arena sebagai sebuah arena pertarungan dan juga lingkungan perjuangan, arena adu kekuatan, sebuah medan dominasi dan konflik antar individu, antarkelompok demi mendapatkan posisinya. Posisi-posisi ini ditentukan oleh banyaknya kapital atau modal yang mereka miliki. Semakin banyak jumlah dan jenis modal yang mereka miliki, maka ia akan mendapatkan posisi terbaik dalam arena tersebut, atau menduduki posisi yang dominan dalam suatu arena. Oleh karena itu, bagi Bourdieu (dalam Mutahir, 2011: 67) di dalam arena terdapat usaha perjuangan perebutan sumber daya (modal) dan juga upaya memperebutkan akses terhadap kekuasaan dalam rangka untuk memperoleh posisi dalam arena.

Di setiap arena, kelompok dominan berkepentingan dalam berjuang dan mencari strategi dalam mempertahankan kelangsungan posisinya. Sementara kelompok baru yang terdominasi, para pendatang baru, lebih akan mencari strategi untuk memperbaiki posisinya. Menurut Bourdieu. (2012: 49), munculnya kelompok yang sanggup menciptakan sebuah epos dengan memperkenalkan posisi baru yang progresif biasanya disertai oleh penggantian struktur hierarki posisi-posisi temporer 87

yang saling bertentangan di dalam arena. Memulai epos baru, berarti memulai pengakuan atas keberadaan seseorang dari produsen lain, khususnya yang paling terkonsekrasikan dari mereka. Hal ini juga menciptakan sebuah posisi baru, melampaui posisi-posisi di kubu terdepan yang sudah ditempati.

Mereka yang menempati posisi tertentu dapat mempertahankan atau bahkan mengubah konfigurasi kekuasaan pada tatanan arena. Bagi Bourdieu (dalam Mutahir,

2011: 70), pembedaan antara strategi dan pertarungan sangat penting. Struktur arena membimbing dan memberikan strategi bagi agen yang memiliki posisi, individu atau kelompok, untuk mempertahankan atau menaikkan posisi dalam pencapaian kedudukan sosial. Strategi digunakan oleh agen dalam medan perjuangan.

Strategi dalam pandangan Bourdieu (dalam mutahir, 201: 71) merupakan hasil yang terus berlanjut dari interaksi antara disposisi habitus serta segala kemungkinannya. Ada dua tipe strategi menurut Bourdieu, yaitu:

1. Strategi Reproduksi (Reproduction Strategies)

Strategi ini dirancang oleh agen untuk mempertahankan atau

meningkatkan modal ke arah masa depan. Strategi ini merupakan

sekumpulan praktik. Jumlah dan komposisi modal serta kondisi sarana

produksi menjadi patokan utama dalam strategi ini.

2. Strategi Penukaran Kembali (Reconversion Strategies)

Strategi ini berkenaan dengan pergerakan-pergerakan dalam ruang sosial.

Ruang sosial tempat pergerakan agen, terstruktur dalam dua dimensi,

yakni keseluruhan jumlah modal yang terstuktur dan pembentukan jenis

modal yang dominan dan terdominasi. 88

Berdasarkan uraian tersebut, maka usaha untuk mengungkap posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia harus dilakukan dengan melakukan analisis terhadap pertarungan Ahok dalam arena tersebut. Oleh karena itu dalam subbab ini dan analisis pertarungan Ahok dalam arena komunikasi politik di

Indonesian dibahas.

3.2.3 Analisis Pertarungan Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di Indonesia

Sebagai subjek dalam arena komunikasi politik di Indonesia, Ahok mengalami pertarungan. Hal tersebut disebabkan oleh usaha Ahok sebagai subjek dalam melestarikan atau mengukuhkan posisinya dalam arena tersebut. Adapun pertarungan yang dialami oleh Ahok dalam arena tersebut tampak pada kritik yang ditujukan pada Ahok. Ahok memiliki musuh-musuh yang berupaya mendisposisi posisiinya dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

Gambar III.1 Front Pembela Islam (FPI) mendemo Ahok Sumber : http://www.jpnn.com/picture/watermark/20141112_150715/150715_686388_FPI_de mo_ahok_dl.jpg)

Beberapa musuh Ahok diantaranya seperti dari Front Pembela Islam (FPI).

FPI menolak sosok Ahok sebagai pemimpin DKI Jakarta. FPI juga kerap berunjuk rasa terhadap Ahok. Unjuk rasa FPI yang mengatasnamakan Gerakan Masyarakat 89

Jakarta (GMJ) mempunyai alasan keresahan terhadap Ahok. Pertama, keresahan umat

Islam DKI Jakarta atas agama Ahok yang nonmuslim. Kedua, keresahan masyarakat

Tionghoa karena sikap arogansi Ahok yang bertentangan dengan falsafah masyarakat

Tionghoa.

"Ketiga, keresahan umat beragama di Jakarta atas wacana penghapusan status agama di KTP oleh Ahok. Keempat, penghinaan terhadap ayat-ayat suci. Di mana

Ahok pernah melontarkan bahwa ayat konstitusi lebih tinggi dibanding ayat suci," kata Imam Besar FPI Habib Rizieq Sihab saat berorasi di depan Balai Kota DKI

Jakarta, Senin 10 November 2014.

(http://metro.news.viva.co.id/news/read/556579-ini-daftar-dosa-ahok-versi-fpi)

Kemudian, kelima, terkait kebijakan Ahok yang mengubah pakaian seragam sekolah pada hari Jumat dari busana muslim menjadi baju adat. Keenam, tindakan penggusuran dua mesjid di Taman Ismail Marzuki dan Jatinegara. Ketujuh, pengurangan bantuan pembangunan mesjid, dari 1.000 mesjid per tahun menjadi 300 mesjid. Selanjutnya, kedelapan, pelanggaran terhadap konstitusi dengan menerbitkan instruksi gubernur nomor 67 tahun 2014, yang melarang penjualan hewan kurban di tempat umum dan melarang pemotongannya di sekolah dan mesjid serta fasilitas publik lainnya.

"Ahok juga gagal dalam pemerintahan. Salah satunya adalah minimnya serapan APBD DKI yang hanya 30 persen dari Rp70 triliun. Akibatnya pembangunan di Jakarta tak berjalan," ujar Habib Rizieq.

(http://metro.news.viva.co.id/news/read/556579-ini-daftar-dosa-ahok-versi-fpi) 90

Berdasarkan uraian tersebut, FPI menganggap Ahok tidak layak menjadi pemimpin. Selain keresahan atas agama Ahok sebagai non muslim yang memimpin mayoritas umat muslim, kebijakan-kebijakan Ahok juga kerap dianggap tidak pro terhadap rakyat. Sehingga bagi FPI, Ahok tidak pantas menjadi komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia.

Gambar III.2 Ahok dan Amien Rais Sumber: http://news.rakyatku.com/thumbs/img_660_442_ketika- ami_1461564681Rais.jpg

Pernyatan kontra terhadap sikap Ahok juga muncul dari Amin Rais, Mantan

Ketua MPR RI. Amien Rais, menilai Ahok sangat arogan. Dia melihat Ahok sebagai sosok yang senang menantang berbagai pihak, bahkan terkesan meremehkan lembaga negara, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan terkait kasus RS Sumber Waras.

Amien menyatakan, Ahok tidak layak menjadi seorang pemimpin lantaran sikapnya yang kerap nyeleneh dan memicu timbulnya kontroversi.

"Ini bukan masalah SARA, tetapi dia memang tidak layak menjadi pimpinan.

Jangankan presiden, gubernur saja bagi saya kurang pantas," kata Amien di

Temanggung, Minggu, 24 April 2016. 91

(http://nasional.kompas.com/read/2016/04/24/17533551/Amien.Rais.Nilai.Ahok.Aro gan.dan.Tak.Pantas.Jadi.Gubernur)

Menurut dia, tidak hanya sikap Ahok yang dinilai keras kepala. Ahok, menurut Amien, adalah satu-satunya pemimpin yang merasa paling benar dan ingin memboyong kebenaran menurut kacamatanya sendiri.

"Kalau saya orang Jakarta, pasti akan turun gunung. Sayang, saya orang Yogyakarta," kata Amien Rais.

(http://nasional.kompas.com/read/2016/04/24/17533551/Amien.Rais.Nilai.Ahok.Aro gan.dan.Tak.Pantas.Jadi.Gubernur)

Pernyataan Amien Rais tersebut menyimpulkan bahwa sosok Ahok bukanlah sebagai komunikasi politik yang layak di dalam arena komunikai politik di Indonesia.

Ahok dinilai keras kepala, dan dianggap sebagai pemimpin yang merasa paling benar.

Gambar III.3 Ahok dan Megawati Sumber : http://cdn.metrotvnews.com/images/library/images/ahok%20megawati.jpg

Kritikan atas sikap Ahok juga datang dari mantan Presiden Megawati

Soekarno Putri. Ketua Umum PDIP 2015-2020 itu gerah dengan sikap Gubernur DKI 92

Jakarta yang mengeluarkan pernyataan kasar kepada Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin oleh , mantan sekjend PDIP tersebut

“Internal PDI Perjuangan sudah gerah. Ingat loh, Pak Tjahjo mantan sekjen DPP,” kata sumber internal PDIP yang enggan disebut namanya saat dihubungi di Jakarta, 12 April 2015 (http://suarajakarta.co/news/politik/megawati- mulai-gerah-dengan-sikap-ahok-yang-selalu-kasar/)

Atas dasar kerasnya sikap Ahok terhadap Kemendagri tersebut Megawati menginstruksikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menasehati eks bupati Belitung Timur itu.

“Jika tak bisa, lepas saja Ahok. Kasihan warga DKI kalau rebut terus,” ucap sumber. “Biarkan hak menyatakan pendapat (HMP) bergulir,” pungkasnya.

(http://suarajakarta.co/news/politik/megawati-mulai-gerah-dengan-sikap-ahok-yang- selalu-kasar/).

Gambar III.4 Ahok dan Prabowo Sumber : http://www.sukasaya.com/2016/03/dulu-hubungan-ahok-dan-prabowo- begitu-dekat-tapi-sekarang.html

93

Usaha mendesposisikan Ahok juga muncul dari Prabowo Soebianto, Ketua

Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Dulu, hubungan Prabowo dan Ahok sangat dekat. Mantan Danjen itu bangga melihat kinerja Ahok yang dinilainya bersih dan mampu membawa perubahan di Jakarta. Prabowo berkali- kali memuji Ahok soal kinerja di Jakarta. Terutama soal pemangkasan pengeluaran

Pemprov yang ditekan hingga 20 persen. Saat Ahok menghadapi aneka serangan saat akan menertibkan PKL dan diserang ormas-ormas di Jakarta, Prabowo menyatakan sikap untuk pasang badan membela Ahok. "Selama saudara Basuki Tjahaja Purnama

(Ahok) berjuang mewujudkan pemerintahan yang membela rakyat, pemerintahan yang tidak tunduk dan melawan para koruptor, para perampok, para penjahat, dan para penjebol uang rakyat, maka selama itulah saya Prabowo Subianto bersedia pasang badan mendukung perjuangan Ahok," tegas Prabowo.

(http://www.sukasaya.com/2016/03/dulu-hubungan-ahok-dan-prabowo-begitu-dekat- tapi-sekarang.html)

Prabowo juga mengingatkan Ahok agar tak mudah menyerah. Menurutnya sudah risiko perjuangan akan menghadapi banyak tantangan. "Perjuangan ini memang berat, tetapi kita tidak boleh gentar. Selama niat kita tulus, selama niat kita bersih, selama niat kita bukan untuk memperkaya diri, saya yakin Allah SWT bersama segenap rakyat Indonesia mendukung perjuangan kita." kata Prabowo.

Satu lagi yang istimewa adalah saat Prabowo mengundang Ahok untuk merayakan Imlek di Hambalang. Dia memberikan medali kehormatan yang didapatnya saat bertugas di TNI untuk putra Ahok. Prabowo tahu putra sulung Ahok bercita-cita menjadi anggota Kopassus. 94

Kini kemesraan itu tinggal kenangan. Awal keretakan hubungan Ahok dan

Prabowo adalah saat Ahok mengundurkan diri dari Gerindra akhir tahun 2014 lalu.

Ahok kecewa saat Gerindra mendukung rencana Kepala Daerah kembali dipilih oleh

DPRD, bukan langsung oleh rakyat.

Ahok berpendapat dengan dipilih DPRD, maka pemimpin tak lagi bertanggung jawab pada rakyat melainkan pada DPRD. Dengan demikian seorang kepala daerah cukup berbaik-baik pada DPRD kalau ingin dipilih kembali, tak perlu mengambil hati rakyat.

Sejak saat itu keduanya saling serang. Prabowo secara tersirat menyebut Ahok kutu loncat. Ahok membela diri, dia bukan kutu loncat. Dia berhenti secara resmi dari

Gerindra dan tak akan masuk PDIP.

(http://www.sukasaya.com/2016/03/dulu-hubungan-ahok-dan-prabowo-begitu-dekat- tapi-sekarang.html)

Prabowo Subianto menyindir Ahok (saat itu masih menjabat sebagai Wakil

Gubernur DKI Jakarta) ketika membuka kongres luar biasa partainya di Nusantara

Polo Club, Cibinong, Bogor. Dia awalnya bertanya kepada fungsionaris Gerindra tingkat daerah dari seluruh Indonesia yang berkumpul di sebuah tenda besar itu.

"Mana yang kutu loncat?" tanya Prabowo kepada kader-kader partainya,

Sabtu, 20 September 2014. Dari ratusan kader, ada beberapa yang menceletuk,

"Ahok." Prabowo lalu melanjutkan, "Siapa yang kutu busuk?" Kader-kader itu pun menjawab, "Ahok." 95

Mendengar celetukan itu, Prabowo menyahut sambil tertawa, "Bukan aku yang ngomong, ya." Ahok merupakan panggilan akrab Basuki. Dia baru saja mundur dari Gerindra lantaran tak sependapat dengan partainya itu.

Dalam kongres terebut, Prabowo berterima kasih kepada seluruh kader

Gerindra dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan pusat karena telah setia mendukung partai berlambang kepala garuda itu. "Alam nanti akan memisahkan mana kader yang baik, mana kader yang setengah baik," kata bekas calon presiden itu.

Menurut dia, dalam hidup, seseorang harus memegang prinsip. "Baik katakan baik, buruk katakan buruk." Bila tidak memegang nilai itu, ujar Prabowo, orang tersebut berarti tidak punya agama. Pelajaran yang kami terima dari orang tua dan nenek moyang adalah pelajaran kebaikan. Saya tidak tahu ada ajaran orang tua yang lain. Tampaknya mungkin ada," katanya. Perkataan Prabowo itu lagi-lagi disambut kader dengan celetukan, "Ahok."

Namun, Gerindra, tidak mempermasalahkan keputusan orang yang cirinya dia sebut itu. "Yang mau menipu, bohong, khianat, curang, korupsi, boleh cari partai lain.

Saya berbesar hati, karena hari ini justru yang kutu loncat itu tidak banyak," kata

Prabowo

(https://m.tempo.co/read/news/2014/09/20/078608363/sindir-ahok-prabowo-kutu- busuk-kutu-loncat). 96

Gambar III.5 Ahok dan Ketua Pengurus Besar NU Nusron Wahid Sumber : http://media.suara.com/thumbnail/api/images/2016/03/30/o_1af3sjn2m1ghbve1eo514 r51vr5a.jpg?s=653x366&watermark=true

Selain kritik, dalam pertarungan dalam arena komunikasi poltik, Ahok juga memiliki pendukung. Pendukung ini yang berusaha untuk memenangkan laba spesifik sebagai komunikator politik yang diperhitungkan dan diakui di Indonesia.

Seperti dukungan yang datang dari Nusron wahid, Ketua Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama. Nusron Wahid mendukung Ahok yang akan maju ke pilkada

Jakarta periode 2017-2022. Ia mengaku sudah menyerahkan fotokopi KTP kepada relawan Teman Ahok.

"Punya teman mau nyalon (cagub) ya pasti sudah (dukung). Saya sudah sudah setor KTP," ujar Nusron di Balai Kota, Jakarta, Rabu, 30 Maret 2016.

(http://www.suara.com/news/2016/03/30/213951/akui-gubernur-paling-bernyali- ketua-pbnu-jadi-pendukung-ahok)

Bagi Nusron sejauh ini Ahok yang paling layak memimpin Ibu Kota. Nusron mengagumi kepemimpinan Ahok selama ini. Mekipun beberapa anggota dari pihak

Nahdatul Ulama mempunyai pendapat pro dan kontra terhadap sosok Ahok. 97

"Iya dukung kalau bisa maju. Itu urusan temen-teman, ada yang pro dan kontra. Tapi kalau saya senang Pak Ahok karena konkrit nyali berantem sama orang, saya belum tentu punya nyali seperti beliau. Saya termasuk orang berani, tapi nggak punya nyali seperti beliau. Saya menghormati yang punya nyali-nyali bikin perubahan. Nggak benar bilang nggak benar. Aturan ya aturan. Saya cocok itu (sama

Ahok)," kata mantan Ketua PB Ansor.

(http://www.suara.com/news/2016/03/30/213951/akui-gubernur-paling-bernyali- ketua-pbnu-jadi-pendukung-ahok)

Kepemimpinan Ahok di mata Nusron Wahid sudah baik, misalnya warga

Jakarta yang sekarang ini mulai merasakan mudahnya mengurus proses administrasi seperti KTP. Selain itu juga menurut Nusron, tidak lagi terlihat bekas gorong-gorong yang mengganggu di sepanjang jalan selama kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur

DKI Jakarta. Nusron mengibaratkan memilih gubernur Jakarta seperti memilih menu makanan.

"Pokoknya orang cocok yang mau gimana ya pasti milih. Lu mau makan banyak, kaya orang mau milih makan, ada warteg ada restoran padang, ini calonkan banyak disuruh milih. Kita kalau disuruh milih makanan yang mana, pokoknya lidah saya cocok dengan lidahnya Ahok, ibarat makanan gitu aja," kata Nusron.

(http://www.suara.com/news/2016/03/30/213951/akui-gubernur-paling-bernyali- ketua-pbnu-jadi-pendukung-ahok).

Melalui uraian tersebut, bahwa Ahok dianggap telah layak untuk memimpin kembali Ibu kota Jakarta karena kinerjanya dianggap sudah baik dan membawa perubahan yang lebih baik. Nusron merasa sudah cocok dengan gaya kepemimpinan 98

Ahok, sehingga memberikan dukungan kepada Ahok maju ke pilkada Jakarta periode

2017-2022.

Gambar III.6 Ahok Menjadi Narasumber dalam Program Mata Najwa Sumber : http://linkarnews.com/assets/berita/original/68053859472- mata_najwa_ahok.jpg

Pernyataan dukungan terhadap sikap Ahok juga datang jurnalis senior sekaligus presenter Najwa Shihab. Najwa Shihab sebagai komunikator politik yang merupakan tuan rumah Mata Najwa, yaitu program talkshow unggulan Metro TV.

Mata Najwa telah beberapa kali kedatangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja

Purnama (Ahok), sebagai narasumbernya. Bagi Najwa Shihab, mewawancarai Ahok adalah hal yang sangat seru.

"Mata Najwa beberapa kali melakukan wawancara dengan Ahok. Yang jelas

Ahok itu tokoh yang kontroversial. Daya tarik dan daya tolaknya itu sama besar.

Kalau wawancara dengan Ahok itu selalu seru," kata Najwa saat berbincang dengan

Metrotvnews.com di Jakarta.

(http://www.mediaindonesia.com/news/read/48463/najwa-shihab-wawancara-ahok- tidak-perlu-trik/2016-06-02#sthash.h1t7gmcL.dpuf ) 99

Menurut Najwa, tipikal Ahok yang ceplas-ceplos saat bicara memang berbeda dari sebagian besar politikus atau pejabat lain. Akan tetapi, karakter itu justru memudahkan Najwa dalam membawakan acara.

"Kalau mewawancarai Ahok tidak perlu trik. Tanya apa adanya juga dia akan menjawab apa adanya," ucap Najwa seraya tertawa.

(http://www.mediaindonesia.com/news/read/48463/najwa-shihab-wawancara-ahok- tidak-perlu-trik/2016-06-02#sthash.h1t7gmcL.dpuf )

Hal tersebut menunjukkan bahwa Najwa Shihab menilai Ahok mudah menyenangkan dalam berkomunikasi. Tipikal Ahok yang ceplas-ceplos saat berbicara, dianggap berbeda dari sebagian besar politikus ataupun pejabat yang ada di

Indonesia.

Gambar III.7 Ahok dan Jokowi Sumber : http://indopos.net/wp-content/uploads/2016/04/jk-ahok.png

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan pernyataan dukungan atas sikap Ahok. Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012 dengan masa jabatan pada 15 Oktober 2012 – 16 Oktober 2014, dan saat itu Ahok sebagai wakil Gubernur DKI Jakarta. Selama dua tahun Jokowi dan Ahok bekerjasama dalam memimpin DKI Jakarta, Jokowi menyatakan sikap Ahok yang 100

ceplas-ceplos, dan sering marah-marah, namun pribadi Ahok di mata Jokowi adalah baik.

“Orangnya ceplas ceplos. suka blak-blakan. Yang baik dikatakan baik, yang gak baik dikatakan gak baik. Itu yang saya lihat. Kelihatannya sering marah-marah, sering meledak-ledak, tapi orangnya baik,” kata Jokowi.

(Gubernur AHOK di mata JOKOWI Presiden RI (Pekerja Keras dan Bersih). https://www.youtube.com/watch?v=5ORVe6axYJ0)

Menurut Jokowi, Ahok mempunyai kelebihan seperti bekerja keras, berpegang prinsip dan bersih. Ahok dianggap sudah mengerti permasalahan- permasalahan yang ada di Jakarta, dan dipercaya Jokowi mampu mengerjakannya dalam memimpin Jakarta. Saat mereka masih bekerja sama dalam memimpin Jakarta pun, komunikasi mereka dalam berkoordinasi juga baik.

“Dengan pak Ahok, tiap pagi kita ketemu. Sering telepon-teleponan untuk koordinasi tugas yang dikerjakan,” kata Jokowi.

(Gubernur AHOK di mata JOKOWI Presiden RI (Pekerja Keras dan Bersih). https://www.youtube.com/watch?v=5ORVe6axYJ0)

Maka dengan begitu dapat disimpulkan bahwa Ahok mempunyai gaya kepemimpinan yang layak sebagai komunikator politik dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Bagi Jokowoi, Ahok adalah sosok yang baik dan jujur meskipun dalam gaya berkomunikasi cenderung ceplas-ceplos dan sering marah-marah. Ahok mempunyai kelebihan sebagai seorang pemimpin, dan mampu berkoordinasi dengan baik saat bekerjasama dalam satu tim.

101

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis habitus yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa gaya

atau perilaku komunikasi politik Ahok yang berwatak lugas, terbuka, dan

emosional bukanlah sesuatu yang tidak memiliki akar historis. Berdasarkan

analisis yang dilakukan, gaya atau perilaku komunikasi politik Ahok tersebut

dibentuk oleh modal budaya yang berasal dari lingkungan kebudayaan

masyarakat Tionghoa yang memiliki tradisi berprofesi sebagai pengusaha.

Sebagai bagian dari tradisi kebudayaan tersebut, Ahok biasa berbicara luga

untuk meningkatkan kinerja para karyawannya. Selain itu, pola tersebut juga

tampak pada modal ekonomi yang dimiliki oleh Ahok. Sebagai bagian dari

keluarga pengusaha, tentunya, Ahok memiliki modal ekonomi yang cukup

yang membiayainya untuk terlibat dalam ranah politik di Indonesia. Modal

yang dimilikinya tersebut membuat Ahok kerap kali berposisi dominan dan

tidak perduli dengan lingkungan sekitar sebab sudah merasa mampu

mencukupi keburuhan dirinya sendiri. Adapun modal sosial yang dimiliki

Ahok membentuk pola perilaku komunikasi politik yang lugas pula. Itu

disebabkan terbiasanya Ahok untuk bersosialisasi dengan karyawan-karyawan 102

atau para pekerjanya. Dampaknya, sebagai seseorang yang memiliki tradisi

pemimpin perusahaan, Ahok seringkali tidak perlu dengan kasta ketika

berkomunikasi dalam arena politik di Indonesia. Modal simbolik yang

dimiliki oleh Ahok membuatnya menjadi memiliki prestise di masyarakat

karena kepemilikan modal ekonomi yang cukup. Apalagi hal tersebut

didukung oleh modal budaya Ahok yang membuat perilakunya berkesan

lugas. Adapun hal itu juga didukung oleh modal sosial Ahok yang berasal dari

masyarakat pengusaha pemilik pabrik.

2. Analisis yang dilakukan oleh peneliti terhadap posisi Ahok dalam arena

komunikasi politik di Indonesia menghasilkan temuan bahwa Ahok terus

menerus mengalami disposisi. Itu berarti bahwa dalam arena tersebut, Ahok

sebagai aktor sekaligus agen individu, mengalami pergulatan, baik apakah itu

pergulatan yang berusaha mendisposisi Ahok untuk keluar dari arena tersebut,

atau mendisposisi posisi Ahok untuk menempatkannya di sentrum arena

komunikasi politik di Indonesia. Ini berarti bahwa Ahok merupakan subjek

yang posisinya terus menerus mengalami pergulatan dan perjuangan dalam

arena komunikasi politik di Indonesia.

4.2 Saran

Selama melakukan penelitian ini peneliti menemukan beberapa hal yang dapat disarankan kepada para peneliti berikutnya. Adapun beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan, diantaranya : 103

1. Komunikasi politik di Indonesia perlu terus dilakukan,hal tersebut masih

banyaknya gaya atau perilaku komunikasi politik tokoh-tokoh politik di

Indonesia yang belum dikaji secara mendalam.

2. Bahwa penelitian tentang Ahok perlu dilakukan. Hal tersebut tidak saja

disebabkan oleh keberadaan Ahok yang menjadi fenomena dalam dunia

politik di Indonesia, namun juga disebabkan oleh gaya atau perilaku

komunikasi Ahok yang khas dan unik. Penelitian menyangkut karakter

komunikasi individu merupakan hal yang penting sebab dapat menambah

wawasan dan khazanah di bidang Ilmu Komunikasi. Hal tersebut mengingat

kajian di bidang ilmu tersebut memiliki wilayah yang sangat luas.

3. Bahwa penelitian di bidang Ilmu Komunikasi perlu terus diperbarui dengan

cara memberi pemahaman baru yang berdasar pada teori-teori sosial dan

budaya mutakhir. Hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan dalam bidang ilmu

tersebut yang terus mengalami perkembangan. Dalam konteks penelitian ini,

pembaruan dilakukan dengan menggunakan teori Arena Pierre Bourdieu.

Penelitian dengan menggunakan teori Arena Pierre Bourdieu masih perlu

dilakukan. Teori yang pada umumnya digunakan dalam bidang kajian

Sosiologi Budaya, ternyata dapat digunakan untuk menganalisis fenomena

komunikasi, khususnya fenomena komunikasi politik. Ini tidak saja

membuktikan bahwa Ilmu Komunikasi merupakan sebuah bidang kajian yang

luas, namun juga membuktikan bahwa Ilmu Komunikasi merupakan ilmu

yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban dan zaman. 104

Hal tersebut mengingat bahwa sampai penelitian ini selesai dilakukan peneliti

tidak menemukan penelitian di bidang Ilmu Komunikasi yang menggunakan

teori tersebut. Padahal teori tersebut relevan untuk diterapkan di bidang Ilmu

Komunikasi.

4. Bahwa penelitian berjenis Kualitatif memiliki relevansi dalam bidang Ilmu

Komunikasi. Hal tersebut disebabkan oleh keberadaan jenis penelitian

tersebut yang mampu menyingkap gaya komunikasi individu sampai pada

tataran yang esensial. Penggunaan metode pengumpulan data berjenis

wawancara mendalam dan observasi membuat penelitian ini tidak hanya

berhenti pada tataran permukaan. Genesis gaya atau perilaku yang

membentuk karakteristik komunikasi seseorang dapat diungkap dengan

mendalam dan kritis melalui penggunaan metode pengumpulan data tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anugerah, Sony Kusuma. 2013. Representasi Black Campaign dalam Spanduk Kampanye Pilkada Jakarta 2012. Skripsi Tidak Diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro.

Arifin, Anwar. 2011. Komunikasi Politik. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Bourdieu, Pierre. 2012. Arena Produksi Kultural: Sebuah Kajian Sosiologi Budaya.Terj. Yudi Santosa. Bantul: Kreasi Wacana.

Bua, Piter Randan. 2014. Berkaca Pada Kepemimpinan Ahok : Sang Pemimpin yang Berjiwa Melayani. Yogyakata : Yayasan Taman Pustaka Kristen

Hikmat, Mahi M.. 2011. Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Irawan, Prasetya. 2004. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN Press.

Kompasiana. 2014. Ahok untuk Indonesia. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia

Kriyantono, Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Littlejhon, Stephen W., dan Karen A. Foss. 2014. Teori Komunikasi. Terj. Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Humanika.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta : Prasetya Widi Pratama.

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Mulyana, Deddy. 2014. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya.

Mutahir, Arizal. 2011. Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu. Bantul: Kreasi Wacana.

Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Terj. Tjun Surjaman. Bandung: Rosdakarya.

Nurulloh (ed.). 2014. Ahok untuk Indonesia. Jakarta: Elex Komputindo.

Ripangi, Arip. 2014. Sisi Lain Ahok : Perjalanan Hidup, Karir &

105

Keluarganya. Yogyakarta: Glosaria Media.

Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rosda.

Purnama, Basuki Tjahaja. 2008. Merubah Dunia. Jakarta : Center for Democracy and Transparancy .

Yuwono, Ismantoro Dwi. 2014. AHOK : Dari Kontroversi ke Kontroversi. Yogyakarta : Media Pressindo.

Sumber Lain:

Ahok.org. Siapa Ahok?. http://ahok.org/tentang-ahok/siapa-ahok/. Diakses pada 8 Februari 2016.

Ahok.org. “Rekapitulasi KPU DKI: Jokowi Raih 53,8% Suara, Foke 46,1%” http://ahok.org/berita/news/rekapitulasi-kpu-dki-jokowi-raih-538-suara- foke-461/. Diakses pada 18 Agustus 2015.

Beritasepuluh.com. 10 Fakta Kehebatan dan Kontroversi Ahok Basuki Cahaya Purnama. https://beritasepuluh.com/2016/04/16/10-fakta-kehebatan- dan-kontroversi-ahok-basuki-cahaya-purnama/. Diakses pada 25 Juli 2016. cnnindonesia.com. Ahok Disebut Cetak Sejarah Penggusuran Paling Brutal. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160429104154-20- 127492/ahok-disebut-cetak-sejarah-penggusuran-paling-brutal/. Diakses pada 24 juli 2016.

Gubernur AHOK di mata JOKOWI Presiden RI (Pekerja Keras dan Bersih). https://www.youtube.com/watch?v=5ORVe6axYJ0. Diakses pada 1 Agustus 2016.

Katedrarajawen. “Memaknai Nama Basuki Tjahaja Purnama ‘Ahok’ Zhong Wan Xie”. http://www.kompasiana.com/katedrarajawen/memaknai- nama-basuki-tjahaja-purnama-ahok-zhong-wan- xie_55206192813311f77319f801. Diakses pada 31 Juli 2016

Kholifah, Siti. 2014. “Analisis Semiotik Pesan Sosial dalam Video”Takotak Miskumis” di Youtube”. eJournal Ilmu Komunikasi, Volume 2, Nomor 3,2014. http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp- content/uploads/2014/08/artikel%20pdf_ejournal%20(08-23-14-03- 08-40).pdf. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015.

Koranjakarta.com. Membiasakan Bongkar Pasang Pejabat. http://www.koran- jakarta.com/membiasakan-bongkar-pasang-pejabat/. Diakses pada 25 Juli 2016.

106

Koranjakarta.com. Seperti Main bola, Kalau Lamban Ya Ganti. http://www.koran-jakarta.com/seperti-main-bola-kalau-lamban-ya- diganti/. Diakses pada 25 Juli 2016.

Kyotoreview.org. Catatan Tentang Orang Cina Indonesia dalam Politik Lokal. http://kyotoreview.org/issue-11/catatan-tentang-orang-cina-indonesia- dalam-politik-lokal/. Diakses pada 8 Februari 2016. mediaindonesia.com. Najwa Shihab Wawancara Ahok tidak Perlu Trik. http://www.mediaindonesia.com/news/read/48463/najwa-shihab- wawancara-ahok-tidak-perlu-trik/2016-06-02. Diakses pada 1 Agustus 2016. merdeka.com. Jika Ahok maju Independen, Lulung siap iris kedua kupingnya. http://www.merdeka.com/peristiwa/jika-ahok-maju-independen-lulung- siap-iris-kedua-kupingnya.html. Diakses pada 24 Juli 2016. megapolitas.kompas.com. Dilema Ahok Setiap Lakukan Penggusuran. http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/28/11353781/Dilema.Ah ok.Setiap.Lakukan.Penggusuran. Diakses pada 24 Juli 2016 megapotitan.kompas.com. “Hari Ini, KPK Periksa Ahok Terkait Dugaan Suap Raperda Reklamasi’. http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/10/06481341/Hari.Ini.K PK.Periksa.Ahok.Terkait.Dugaan.Suap.Raperda.Reklamasi. Diakses pada 25 Juli 2016. megapolitan.kompas.com. Basuki Punya Empat Pulau di Belitung. http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/15/0956516/Basuki.Pun ya.Empat.Pulau.di.Belitung?utm_source=RD&utm_medium=box&ut m_campaign=Kaitrd. Diakses pada 28 Juli 2016. megapolitan.kompas.com. Di Belitung Timur, Ahok Juga Punya Hotel. http://megapolitan.kompas.com/read/2013/09/16/1332223/Di.Belitung .Timur.Ahok.Juga.Punya.Hotel. Diakses pada 28 Juli 2016. metro.news.viva.co.id. Ini Daftar "Dosa" Ahok Versi FPI. http://metro.news.viva.co.id/news/read/556579-ini-daftar-dosa-ahok- versi-fpi. Diakses pada 29 juli 2016. m.news.viva.co.id. “Besok, Ahok Ganti Lagi Pejabat DKI” http://m.news.viva.co.id/news/read/719890-besok--ahok-ganti-lagi- pejabat-dki. Diakes pada 17 Juni 2015.

107

m.tempo.com. Tak Cuti Kampanye, Ahok Dinilai Inkumben yang Baik. https://m.tempo.co/read/news/2016/06/22/078782068/tak-cuti- kampanye-ahok-dinilai-inkumben-yang-baik. Diakses pada 29 juli 2016. nasional.kompas.com. Amien Rais Nilai Ahok Arogan dan Tak Pantas Jadi Gubernur. http://nasional.kompas.com/read/2016/04/24/17533551/Amien.Rais.Nil ai.Ahok.Arogan.dan.Tak.Pantas.Jadi.Gubernur. Diakses pada 30 juli 2016. news.detik.com. Tak Mau Biayai Parpol Pendukung, Ini Harta Kekayaan Ahok yang Dilaporkan. http://news.detik.com/berita/3167483/tak-mau-biayai- parpol-pendukung-ini-harta-kekayaan-ahok-yang-dilaporkan. Diakses pada 28 juli 2016. nasional.kompas.com. Ahok Yakinkan Hobinya Bongkar Pasang Pejabat DKI Tidak Ganggu Kinerja Pemprov. http://nasional.kompas.com/read/2016/05/25/15155831/ahok.yakinkan. hobinya.bongkar.pasang.pejabat.dki.tidak.ganggu.kinerja.pemprov. Diakses pada 24 Juli 2016. nasional.kompas.Com. ”Keturunan China Mulai Tampil.” http://nasional.kompas.com/read/2011/01/31/02371831/twitter.com. Diakses pada tanggal 17 Juni 2015.

Nasional.republika.co.id. 60 Ribu Warga Miskin Jakarta Digusur Sejak 2013. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek- nasional/16/04/12/o5i93l366-60-ribu-warga-miskin-jakarta-digusur- sejak-2013. Diakses pada 25 Juli 2016.

Nastiti, Mahanti Sari. “Analisis Semiotik Video Jokowi-Ahok di Youtube dalam Masa Kampanye Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012”. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/comm774158762ffull.pdf. Diakses pada tanggal 4 Mei 2015.

Republika.co.id. “Gerindra Belum Putuskan Nama Untuk Pendamping Ahok” http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/08/25/nausqh- gerindra-belum-putuskan-nama-untuk-pendamping-ahok. Diakses pada 17 Juni 2015.

Sabrina, Joan. 2014. “Analisis Penerimaan Pembaca terhadap Berita Gaya Kepemimpinan Ahok di Majalah Detik”. Jurnal E-Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra, Surabaya, Vol 2.No. 1 Tahun 2014. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=195099&val=6518 &title=ANALISIS%20PENERIMAAN%20PEMBACA%20TERHAD AP%20BERITA%20TENTANG%20GAYA%20KEPEMIMPINAN%2

108

0AHOK%20DI%20MAJALAH%20DETIK. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015. suarajakarta.co. Megawati Mulai Gerah dengan Sikap Ahok yang Selalu Kasar. http://suarajakarta.co/news/politik/megawati-mulai-gerah-dengan- sikap-ahok-yang-selalu-kasar/. Diakses pada 30 Juli 2016.

Suara.com. Akui Gubernur Paling Bernyali, Ketua PBNU Jadi Pendukung Ahok. http://www.suara.com/news/2016/03/30/213951/akui-gubernur- paling-bernyali-ketua-pbnu-jadi-pendukung-ahok. Diakses pada 1 Agustus 2016. Scribd.com. Komunikasi Non Verbal dalam Masyarakat High dan Low Context. https://www.scribd.com/doc/19579763/Komunikasi-Non- Verbal-Dalam-Masyarakat-High-and-Low-Context. Diakses pada 29 September 2016

Tokohindonesia.com. Cekcok Ahok VS Haji Lulung. http://www.tokohindonesia.com/lintas-berita/artikel/435220/6-cekcok- ahok-vs-haji-lulung. Diakses 26 Juli 2016

Tionghoa, Info. “Diskriminasi Etnis Tionghoa di Indonesia pada Masa Orde Baru”.http://www.tionghoa.info/diskriminasi-etnis-tionghoa-di- indonesia-pada-masa-orde-lama-dan-orde-baru. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015.

109