Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa Di Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa Di Indonesia PULANGKAN MEREKA! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia PULANGKAN MEREKA! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia Proyek ini didukung oleh Uni Eropa Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) 2012 Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia / Tim Penulis: Anak Agung Gde Putra, Ari Yurino, E. Rini Pratsnawati, Muhammad Arman, Mohamad Zaki Hussein, Razif, Nashrun Marzuki, Nasrun, Otto Adi Yulianto, Paijo, Roro Sawita, Th. J. Erlijna, Wahyudi Djafar, Zainal Abidin/ Penyunting: M. Fauzi -Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2012 Cetakan Pertama: 2012 xvi, 468 hlm.: 15, 24 x 22, 86 cm ISBN 978-979-8981-43-2 Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia Tim Penulis Anak Agung Gde Putra, Ari Yurino, E. Rini Pratsnawati, Muhammad Arman, Mohamad Zaki Hussein, Razif, Nashrun Marzuki, Nasrun, Otto Adi Yulianto, Paijo, Roro Sawita, Th. J. Erlijna, Wahyudi Djafar, Zainal Abidin Penyunting M. Fauzi Ilustrasi Arip Hidayat Pracetak dan Rancang Sampul Alit Ambara Semua penerbitan ELSAM didedikasikan kepada para korban pelanggaran hak asasi manusia, selain sebagai bagian dari usaha pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Dokumen ini diproduksi dengan dukungan dari Uni Eropa. Isi dari dokumen ini sepenuhnya merupakan tanggungjawab ELSAM dan tidak merefleksikan pendapat dari Uni Eropa. Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jalan Siaga II No. 31, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Telp.: 021-797 2662, 021-7919 2564 Fax: 021-7919 25219 Email: [email protected] Web: www.elsam.or.id Linimasa: @elsamnews @ElsamLibrary Daftar Isi Kata Pengantar vii Ucapan Terimakasih x Daftar Akronim dan Sinonim xi Pendahuluan 1 Sejarah Berlanjut 7 I. Penghilangan Paksa pada 1965 - 1967 Penghilangan Paksa dan Kehancuran Organisasi Buruh Perkebunan Sumatra Utara 1965-1967 49 Dipulangkan, Namun Tak Kembali 79 Pembersihan PKI di Blitar 115 Kerja Paksa Membendung Penghilangan Paksa di Boyolali 141 Kerja Paksa Tapol Membangun Sulsel 165 Ngaben Tanpa Tubuh: Tragedi '65 dan Pariwisata Bali 207 II. Penghilangan Paksa di Daerah Konflik Bersenjata Hilang Petang, Pulang Mayat: Penghilangan Paksa di Aceh Selatan 231 Penghancuran Organisasi Perlawanan dan Pemindahan Anak Timor Leste, 1975-1984 261 Atas Nama NKRI dan Investasi 287 III. Penghilangan Paksa Terhadap Kelompok Oposisi Hilang Paksa di Tanah Priok 331 Tragedi Talangsari: Hilang Paksa di Antara Pertentangan Ideologi 375 Masa Kelam di Ujung Kekuasaan 407 Penutup 457 Penulis 461 Profil Lembaga 462 Pulangkan Mereka! vi Kata Pengantar EBAGAI suatu praktik, penghilangan paksa bukan tak mungkin sama tua dengan kejahatan semacam penyiksaan. Secara khusus, Stindakan itu berpusat pada upaya menyangkal dan menghilang- kan keberadaan, seseorang atau sekelompok orang yang secara diam- etral dianggap sebagai “gangguan” terhadap suatu rezim politik terten- tu. Sebagai suatu kejahatan, tindakan itu lebih rumit tentu dari sekadar menghilangkan nyawa, lebih jauh hendak menyangkal segala penanda keberadaan seseorang dalam ruang dan waktu, serta menghapuskan ke- sejarahan keberadaan seseorang. Tak ada bukti fisik keberadaan, apalagi penanda eksistensi ruang dan waktu, di mana dan kapan. Hal itu tentu saja terdengar seperti kemustahilan, sebab apakah mungkin seseorang atau sekelompok orang yang sudah lahir dan bernya- wa, hidup dalam satu komunitas sosial tiba-tiba hendak “dianggap” seo- lah-olah tak pernah ada? Sama mustahil dengan gagasan bahwa “kritik dan gangguan terhadap rezim politik” dapat diatasi dengan melenyapkan dan menghilangkan eksistensi pemilik suaranya (baca: bunuh, bungkam, dihilangkan). Karena itu, kemustahilan logika yang mendasari praktik kejahatan tersebut hanya mungkin berlangsung bila ditopang oleh suatu pendiaman kolektif, sehingga penyangkalan terhadap eksistensi korban seperti itu dapat dilakukan. Seperti dicatat dalam sejarah, kejahatan ini persis kehilangan pembenaran secara sosial ketika mulut yang terkunci mulai terbuka dan bersuara, bertanya, dengan suatu pertanyaan seder- hana, “Mereka ada di mana?” Suara itu yang juga membangun standar kesadaran kemanusiaan baru dalam lanskap hak asasi manusia. Seperti ditulis dalam Ensiklopedi Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan, penghilangan paksa Pulangkan Mereka! muncul dalam lanskap perbincangan di tingkat PBB, dibawa oleh kelom- pok hak asasi manusia melalui berbagai laporan mengenai korban akibat penghancuran rahasia terhadap kelompok politik di Guatemala (Dinah L. Shelton, 2005). Tak dapat dipungkiri, hingga tahun tujuh puluhan, berbagai laporan mengenai penghilangan paksa sebagian besar berasal dari kawasan Amerika Latin dan Tengah. Berakhirnya kebungkaman itu melahirkan kesadaran kemanusiaan baru, yang ditunjukkan dengan lahirnya resolusi pertama PBB yang se- cara khusus merespons praktik penghilangan paksa pada 1978 melalui resolusi 33/173 bertajuk Penghilangan Paksa. Kelahiran resolusi ini kelak mendasari berbagai perkembangan penting yang menegaskan lahirnya standar kemanusiaan baru dalam badan dunia tersebut, yang mengu- kuhkan praktik penghilangan paksa sebagai elemen dalam kejahatan ter- hadap kemanusiaan, suatu kejahatan yang menjadi musuh bagi seluruh umat manusia. Kelahiran resolusi itu mendasari pembentukan kelompok kerja penghilangan paksa pada tahun 1980, dan diikuti dengan pemba- hasan kasus serupa di badan komite hak asasi manusia yang dibentuk di bawah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Keseluruhan proses ini semakin dikuatkan dengan lahirnya Deklarasi Perlindungan terha- dap Penghilangan Paksa pada 1992. Kemudian pada 20 Desember 2006, Majelis Umum PBB mengesahkan Konvensi Internasional untuk Perlin- dungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Di negara-negara asal, tempat perlawanan terhadap kebisuan dimu- lai, juga bermuara pada peneguhan standar kemanusiaan baru bahwa penghilangan paksa sebagai suatu kejahatan dapat dihadapkan kepada pengadilan dan langkah pemulihan untuk menyelamatkan martabat kemanusiaan para korban dilakukan. Di tingkat regional, lahir konven- si inter-Amerika menentang penghilangan paksa yang memberi jalan kejahatan yang terjadi di kawasan itu diadili di tingkat supranegara. Di tingkat negara, seperti Argentina, lahir berbagai kebijakan resmi yang memastikan penghilangan paksa sebagai suatu kejahatan yang bisa di- adili. Selain itu, kebijakan lain untuk memastikan adanya pemulihan bagi korban juga berhasil diberlakukan. Langkah-langkah serupa juga di- jumpai pada negara-negara di mana pengakuan atas penghilangan paksa sebagai suatu kejahatan yang dapat diadili muncul belakangan seperti Srilanka, menyusul pembentukan komisi penyelidik penghilangan paksa pada 1994 (Dinah L Shelton, 2005). Maka, didasari semangat yang sama, inisiatif merawat ingatan melalui penelusuran narasi atas penghilangan paksa dalam buku ini disusun. viii Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia Berbagai penggalan narasi yang dikumpulkan baik dari mereka yang pernah “dihilangkan” dan berhasil kembali −meski sebagian besar tak pernah kembali− maupun dari mereka yang pernah melihat, melewatkan waktu bersama dengan para korban, disusun dan dikumpulkan dari mo- zaik yang berserak dan tersembunyi dalam ingatan karena dibungkam oleh penyangkalan perangkat negara yang terus-menerus. Semua itu dimuarakan pada satu upaya sederhana, menyusunnya sehingga menjadi barisan kata yang memantulkan suara, karena melaluinya kebisuan atau bahkan pembisuan dapat dipecahkan, ingatan dapat dirawat, dan jalan panjang menuju kesadaran kemanusiaan baru, belajar dari pengalaman yang terurai di atas dapat diwujudkan. Inisiatif yang tertuang dalam buku ini juga telah menjadi proses dia- log dari berbagai narasi lokalitas yang berbeda, dari Aceh, Papua, Jakarta, Lampung, yang ditampilkan dengan seluruh kekhasannya tanpa beru- paya menarik generalisasi yang sumir. Setiap narasi menyimpan ingatan yang sangat kontekstual atas lokalitas masing-masing, yang coba dire- fleksikan sebagai suatu gambar yang lebih utuh di bagian awal buku ini, tak lebih untuk mencoba meretas sifat misterius dari kejahatan penghi- langan paksa, yang terlihat misterius dan gelap tak selamanya gelap dan misterius ketika narasi mulai bergulir. Sebagai suatu kejahatan, penghilangan paksa dapat dikatakan seba- gai suatu kejahatan yang paling misterius karena sulit dilacak dan dikon- firmasi motif dan latar belakangnya. Karena itu, rangkaian narasi yang disusun dari berbagai kisah yang terpisah dalam inisiatif ini tak hendak mendedahkan satu kebenaran tunggal atas konteks dan motif kejahatan penghilangan paksa. Alih-alih, penelusuran konteks, karakter dan pola penghilangan paksa dituturkan sebagai bagian upaya menangkap ke- utuhan narasi para penyintas, keluarga korban dan saksi sejarah dari praktik penghilangan paksa. Selain itu juga untuk mencoba mengusul- kan cara berbincang untuk bisa memahami kemustahilan logis di balik kejahatan tersebut. v ix Pulangkan Mereka! Ucapan Terima Kasih AMI mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih kepada Kpara korban dan keluarga korban, serta para saksi dan saksi lain yang telah memberikan informasi melalui wawancara, lokakarya, dan juga korespondensi. Kami berterima kasih pula kepada mereka yang telah membukakan pintu rumahnya untuk kami tempati selama proses riset dan memastikan kesejahteraan kami. Secara khusus kami berterima kasih kepada organisasi korban antara lain IKOHI Sumatra Utara, Pakorba Boyolali dan Sumatra Utara, Komu- nitas Korban Blitar, Komunitas
Recommended publications
  • AHOK DALAM ARENA KOMUNIKASI POLITIK DI INDONESIA (Dalam Perspektif Teori Arena Pierre Bourdieu) SKRIPSI
    AHOK DALAM ARENA KOMUNIKASI POLITIK DI INDONESIA (Dalam Perspektif Teori Arena Pierre Bourdieu) SKRIPSI Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya “Almamater Wartawan Surabaya” untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi Disusun Oleh: SYSKA LIANA NPM: 10.31.3673 KEKHUSUSAN : BROADCASTING SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA 2015 ABSTRAK Skripsi berjudul “Ahok dalam Arena Komunikasi Politik di Indonesia (Dalam Perspektif Teori Arena Pierre Bourdieu)” ini bertujuan untuk mengetahui posisi Ahok dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Dalam skripsi ini, Ahok dipahami sebagai komunikator politik yang memiliki strategi dan modal tertentu dalam upaya untuk melanggengkan dan memperjuangkan posisinya sebagai subjek dalam arena komunikasi politik di Indonesia. Pemilihan topik penelitian ini disebabkan oleh keberadaan Ahok yang menarik untuk dikaji secara mendalam dalam konteks komunikasi politik. Untuk mengungkap permasalahan yang dimunculkan dalam skripsi ini, peneliti berdasar pada metode penelitian kualitatif. Adapun pemilihan metode terebut disebabkan oleh relevansi metode dalam mengungkap permasalahan penelitian. Relevansi tersebut tampak pada kemampuan metode ini dalam mengungkap hal-hal esensial dari perilaku atau gaya komunikasi Ahok. Sebagai penajam analisis, peneliti menggunakan teori Arena Pierre Bourdieu. Secara sederhana, teori Arena merupakan teori yang dapat digunakan untuk menganalisis posisi subjek dalam memenangkan atau melestarikan posisinya
    [Show full text]
  • Initiating Bus Rapid Transit in Jakarta, Indonesia
    Initiating Bus Rapid Transit in Jakarta, Indonesia John P. Ernst On February 1, 2004, a 12.9-km (8-mi) bus rapid transit (BRT) line began the more developed nations, the cities involved there frequently lack revenue operation in Jakarta, Indonesia. The BRT line has incorporated three critical characteristics more common to cities in developing most of the characteristics of BRT systems. The line was implemented in countries: only 9 months at a cost of less than US$1 million/km ($1.6 million/mi). Two additional lines are scheduled to begin operation in 2005 and triple 1. High population densities, the size of the BRT. While design shortcomings for the road surface and 2. Significant existing modal share of bus public transportation, terminals have impaired performance of the system, public reaction has and been positive. Travel time over the whole corridor has been reduced by 3. Financial constraints providing a strong political impetus to 59 min at peak hour. Average ridership is about 49,000/day at a flat fare reduce, eliminate, or prevent continuous subsidies for public transit of 30 cents. Furthermore, 20% of BRT riders have switched from private operation. motorized modes, and private bus operators have been supportive of expanding Jakarta’s BRT. Immediate improvements are needed in the These three characteristics combine to favor the development of areas of fiscal handling of revenues and reconfiguring of other bus routes. financially self-sustaining BRT systems that can operate without gov- The TransJakarta BRT is reducing transport emissions for Jakarta and ernment subsidy after initial government expenditures to reallocate providing an alternative to congested streets.
    [Show full text]
  • Beberapa Tahun Belakangan, Konstelasi Politik DKI Jakarta Memanas. Tahun 2007 Merupakan Tahun Dimulainya Pemilihan Gubernur
    Jurnal PolGov Vol. I No. 1, 2019 35 Gubernur DKI Jakarta Dipilih Presiden: Sebuah Wacana yang Patut Dipertimbangkan Agung Wicaksono1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mempertimbangkan wacana pemilihan gubernur DKI Jakarta oleh presiden. Wacana ini bisa dianggap sebagai jalan keluar dari kegaduhan politik yang ditimbulkan akibat pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta. Pilgub DKI Jakarta bermuara pada iklim politik yang tidak sehat. Polarisasi masyarakat semakin menguat dan itu tidak hanya terjadi di DKI Jakarta tetapi seluruh pelosok negeri. Masyarakat yang secara politik tidak terkait dengan DKI Jakarta pun turut ambil bagian dalam memanaskan situasi politik. Instabilitas politik di DKI Jakarta bisa berdampak pada instabilitas ekonomi. Tulisan ini berusaha menelaah wacana pemilihan gubernur DKI Jakarta oleh presiden dengan menggunakan konsep desentralisasi asimetris. Ada dua mekanisme yang bisa digunakan, yakni mekanisme “minimum demokrasi prosedural” dan “zero demokrasi prosedural”. Studi literatur digunakan untuk menyintesiskan data-data dan argumentasi yang dibangun oleh penulis. Harapannya, tulisan ini bisa memberikan pemikiran dan alternatif baru dalam khazanah ilmu politik, khususnya dalam kajian mengenai pemilihan kepala daerah. Kata Kunci: DKI Jakarta; Pilkada; Desentralisasi Asimetris Pendahuluan Beberapa tahun belakangan, konstelasi politik DKI Jakarta memanas. Tahun 2007 merupakan tahun dimulainya pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta secara langsung oleh rakyat.2 Kemudian, 1 Penulis adalah dosen pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Islam Riau 2 Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2007 Jakarta hanya diikuti oleh dua pasangan, yakni Fauzi Bowo-Prijanto dan Adang Daradjatun-Dani Anwar. Dari tiga pilgub yang telah terjadi di Jakarta pasca dipilih langsung oleh rakyat (2007, 2012, dan 2016), pilgub ini tergolong lebih minim gejolak. Pilgub ini dimenangkan oleh Fauzi Bowo-Prijanto dengan mendapat suara sebesar 57,87%.
    [Show full text]
  • 23 Populasi MIGRATION, ETHNICITY and LOCAL
    Populasi Volume 24 Nomor 2 2016 Halaman 23-36 MIGRATION, ETHNICITY AND LOCAL POLITICS: THE CASE OF JAKARTA, INDONESIA Aulia Hadi and Riwanto Tirtosudarmo Research Center for Society and Culture, Indonesian Institute of Sciences Correspondence: Aulia Hadi (email: [email protected]) Abstract As the capital city of a country with the world’s fourth largest population, Jakarta, like many other big cities in the developing economies, for example, Mexico City or New Delhi, hosts migrants from all regions of the country. Without a doubt, Jakarta has increasingly become the major core of the agglomeration processes transforming it and its satellite cities into a Mega Urban Region (MUR). This paper traces historically the interactions between migration, ethnicities and local politics in Jakarta from the 1960s to the 2000s focusing on the latest development, in which the phenomenon ‘Ahok’, the nickname of Basuki Tjahaja Purnama, a Chinese-Christian from the small district of Belitung, has become an increasingly popular Governor of Jakarta. The paper argues that through the recent developments in Jakarta the politics have apparently been transformed into more civic, rather than ethnic politics. The nature of Jakarta as a proliferating migrant city transcends narrow cultural identities as well as conventional party politics into a more active citizenry through the widespread use of social media. Keywords: migration, ethnicity, local politics, new media Introduction had already started in the 17th century. Because of the low number of inhabitants, the Government of the Dutch East Indies The interconnection between migration, encouraged people to move to Batavia1 to ethnicity and politics has been thoroughly meet its labour needs.
    [Show full text]
  • 5Ma5h+5% Speed!
    Its futuristic design will shape yaur universe. 5M A 5H +5% SPEED! Because the M uscle Power construction keeps the frame and string in closer and tighter contact, the frame and string function as a single unit. Thanks to this unity, there is no energy loss and no energy waste—the full magnitude of smash energy at impact is transferred directly to the shuttlecock. Rounding corners realize the fram e's full power potential The Muscle Power grommet hole construction seats th e string on Round Archways that cause no string stress-load and no fatigue through contact friction. Rounding t he cor­ ners create total unity between the frame and string as they are in much closer and tighter contact, which realize a new magnitude of face stability that lets you launch shots with venomous power. Unrivaled Firepower — the entire frame receives and transfers the full energy of a hit straight to the shuttlecock. "Durability" helps hold tension. Compared with the M uscle Power construction, a con­ ventional racquet's less durable construction demon ­ strates a sharp and progressive curve of diminished string tension over time. • V YONEX. World #1 in badminton. 5 Tanker over nettet • 6 N y dansk double-trium f i Singapore • 8 Sam arbejde giver bedre træning • 10 M ikkel Elbjørn havde viljen til sejr i 1)15 • 12 Find den rigtige ketsjer 15-37 Program til Denm ark Open »16 Borgm ester og rådm and byder velkom m en 18 DBFs form and byder velkom m en • 20 Gå på oplevelse i forhallen • 22 Statistik 24 Dam esingle • 26 Herresingle • 32 Dam edouble • 34 Herredouble • 36 M ixed double • 38 Perfektionisten, afskedsinterview m ed M ichael Søgaa rd • 43 H elene Kirkegaard vendte tilbage til Lillerød • 46 Klubportræt: M ålet blev nået i Herlev 48 Island Gam es: Grønland vandt sølv • 50 Debat: H oldsætning efter randlisten ■ Adresse ■ Annoncer Danmarks Badminton Forbund, Idrættens Finn Christensen, M edia Hus, Brøndby Stadion 20, 2605 Brøndby.
    [Show full text]
  • Gaya Komunikasi Pemimpin Di Media
    GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DI MEDIA (Analisis Semiotika Gaya Komunikasi Basuki Tjahaja Purnama “ Ahok” Dalam Tayangan Mata Najwa On Stage “ Semua Karena Ahok “ Di Metro TV) SKRIPSI MAWADDATUR RAHMAH 130904145 Program Studi Jurnalistik UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI MEDAN 2018 i Universitas Sumatera Utara GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DI MEDIA (Analisis Semiotika Gaya Komunikasi Basuki Tjahaja Purnama “ Ahok” Dalam Tayangan Mata Najwa On Stage “ Semua Karena Ahok “ Di Metro TV) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara MAWADDATUR RAHMAH 130904145 Program Studi Jurnalistik DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 ii Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Mawaddatur Rahmah NIM : 130904145 Departemen : Ilmu Komunikasi Judul Skripsi : GAYA KOMUNIKASI PEMIMPIN DI MEDIA (Analisis Semiotika Gaya Komunikasi Basuki Tjahaja Purnama “Ahok” Dalam Tayangan Mata Najwa On Stage “Semua Karena Ahok” Di Metro TV) Dosen Pembimbing Ketua Departemen Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si Dra.Dewi Kurniawati, M.Si. Ph.D NIP.198011072006042002 NIP. 196505241989032001 Dekan FISIP USU Dr. Muryanto Amin, M.Si NIP. 197409302005011002 ii Universitas Sumatera
    [Show full text]
  • AGENDA REV 5 1.Indd
    DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA AGENDA KERJA DPD RI 2017 DATA PRIBADI Nama __________________________________________________________ No. Anggota ___________________________________________________ Alamat _________________________________________________________ _________________________________________________________________ Telepon/Fax ____________________________________________________ Nomor _________________________________________________________ KTP ____________________________________________________________ Paspor _________________________________________________________ Asuransi _______________________________________________________ Pajak Pendapatan ______________________________________________ SIM ____________________________________________________________ PBB ____________________________________________________________ Lain-lain _______________________________________________________ DATA BISNIS Kantor _________________________________________________________ Alamat _________________________________________________________ _________________________________________________________________ Telepon/Fax ____________________________________________________ Telex ___________________________________________________________ Lain-lain _______________________________________________________ NOMOR TELEPON PENTING Dokter/Dokter Gigi _____________________________________________ Biro Perjalanan _________________________________________________ Taksi ___________________________________________________________ Stasiun K.A
    [Show full text]
  • The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance
    Policy Studies 23 The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance Marcus Mietzner East-West Center Washington East-West Center The East-West Center is an internationally recognized education and research organization established by the U.S. Congress in 1960 to strengthen understanding and relations between the United States and the countries of the Asia Pacific. Through its programs of cooperative study, training, seminars, and research, the Center works to promote a stable, peaceful, and prosperous Asia Pacific community in which the United States is a leading and valued partner. Funding for the Center comes from the U.S. government, private foundations, individuals, cor- porations, and a number of Asia Pacific governments. East-West Center Washington Established on September 1, 2001, the primary function of the East- West Center Washington is to further the East-West Center mission and the institutional objective of building a peaceful and prosperous Asia Pacific community through substantive programming activities focused on the theme of conflict reduction, political change in the direction of open, accountable, and participatory politics, and American understanding of and engagement in Asia Pacific affairs. The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance Policy Studies 23 ___________ The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance _____________________ Marcus Mietzner Copyright © 2006 by the East-West Center Washington The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance by Marcus Mietzner ISBN 978-1-932728-45-3 (online version) ISSN 1547-1330 (online version) Online at: www.eastwestcenterwashington.org/publications East-West Center Washington 1819 L Street, NW, Suite 200 Washington, D.C.
    [Show full text]
  • Kerusuhan Mei 1998 Di Pasar Minggu: Salah Satu Kecamatan Di Jakarta Selatan
    KERUSUHAN MEI 1998 DI PASAR MINGGU: SALAH SATU KECAMATAN DI JAKARTA SELATAN SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) Oleh: Imam Setiono Kusdiharso NIM 3111415001 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020 i ii iii iv MOTO DAN PERSEMBAHAN • Saya tidak peduli jika tidak ada yang menyukai saya. Saya tidak diciptakan di dunia ini untuk menghibur semua orang. (Oreki Hotaro) • Semakin anda tidak berpengalaman, semakin Anda ingin pamer. (Oreki Hotaro) • Saya tidak mau menjadi pengecut yang menyerah tanpa berusaha. (Shirase Kobuchizawa) Persembahan 1. Ibu Kusriyah dan Bapak Bambang Ciptodiharso selaku orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa. 2. Teman-teman seperjuangan Ilmu Sejarah Unnes 2015, terima kasih untuk waktu kebersamaan baik suka maupun duka. 3. Almameterku. v PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kerusuhan Mei 1998 di Pasar Minggu: Salah Satu Kecamatan di Jakarta Selatan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini, keberhasilan bukan semata-mata diraih oleh penulis saja, melainkan diperoleh melalui dorongan dari berbagai pihak yang berjasa serta terkait dalam penyusunan karya tulis ini. Dengan kerendahan hati penulis, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Jayusman selaku dosen pembimbing penulis yang telah membimbing dari awal penulisan skripsi. Penulis berterima kasih kepada beliau yang telah memberikan saran kepada penulis. Saran-saran yang diberikan oleh beliau selalu memberikan gambaran kepada penulis bagaimana step by step dalam penulisan skripsi.
    [Show full text]
  • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: Hk.01.07/Menkes/44/2019 Tentang Tim Kesehatan Haji Indonesia Tahun 1440 H/2019 M
    KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK.01.07/MENKES/44/2019 TENTANG TIM KESEHATAN HAJI INDONESIA TAHUN 1440 H/2019 M DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kesehatan bagi jemaah haji di kelompok terbang (kloter), perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Penetapan Tim Kesehatan Haji Indonesia Tahun 1440 H/2019 M. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang Penetapan Paraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan atas - 2 - Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5036); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    [Show full text]
  • A National Mental Revolution
    A NATIONAL MENTAL REVOLUTION THROUGH THE RESTORATION OF CITIES OF COLONIAL LEGACY: TOWARDS BUILDING A STRONG NATION’S CHARACTER An Urban Cultural Historical and Bio Psychosocial Overview By Martono Yuwono and Krishnahari S. Pribadi, MD *) “We shape our buildings; thereafter they shape us” --- (Sir Winston Churchill). “The young generation does not realize how hard and difficult it was when Indonesia struggled for our independence throughout three hundred years of colonization. They have to learn thoroughly from our history and to use the experiences and leadership of the older generations, as guidance and role models. They have to understand about our national identity. When they do not know their national’s identity, where would they go?” (Ali Sadikin’s statement as interviewed by Express Magazine, June 1, 1973, and several times discussions with Martono Yuwono) “Majapahit", a strong maritime nation in the 14th century The history of Indonesia as a maritime nation dates back to the 14th century when this South East Asian region was subjected under the reign of the great “Majapahit” Empire. The Empire ruled a region which is geographically located between two great continents namely Asia and Australia, and at the same time between two great oceans namely the Pacific and the Indian oceans. This region consisted of mainly the archipelagic group of islands (which is now referred to as Indonesia), and some portion of the coastal region at the south eastern tip of the Asian continent. “Majapahit” was already the largest archipelagic state in the world at that time, in control of the strategic cross roads (sea lanes) between those two great continents and two great oceans.
    [Show full text]
  • The Politics of Widodo's Prioritisation of Accelerated Infrastructure
    ISSUE: 2015 NO.43 ! ! ISSN 2335-6677 ! ! ! RESEARCHERS AT ISEAS – YUSOF ISHAK INSTITUTE SHARE THEIR UNDERSTANDING OF CURRENT EVENTS Singapore | 18 August 2015 The Politics of Widodo’s Prioritisation of Accelerated Infrastructure Construction By Max Lane* EXECUTIVE SUMMARY ! • After the initial fracas over Cabinet appointments and the tensions between the police and the Corruption Eradication Commission (KPK), President Widodo launched a programme of speaking at the commissioning ceremonies of major infrastructure projects. Achieving economic growth driven by infrastructure projects has become his key policy focus for the moment. It is also his key political project. • This prioritisation of infrastructure projects is a continuation, repackaged, of Yudhoyono’s Masterplan for the Acceleration and Expansion of Indonesia's Economic Development (MPE3I) but boosted with a major increase in government funding for infrastructure. • President Widodo has been able to secure unanimous parliamentary support for this economic prioritisation and the concomitant changes in budget. • The increase in government funding for infrastructure has been enabled by the ending of fuel price subsidies, the imposition of new government charges and the mobilisation of funds associated with insurance and health programs. Most of these decisions are reducing the disposable income of the lower middle class and lower income strata. ! ! ! ! ! ! ! !!!!!!!!1! ! ISSUE: 2015 NO.43 ! ! ISSN 2335-6677 ! ! ! • The Red-White Coalition (KMP) opposition is concentrating criticism on minor issues aimed at generating uncertainty about the capabilities of the Widodo government while making sure it is not seen as an obstacle to any of the infrastructure plans, and is most likely waiting for failure in this area. ! • The gap between Widodo’s infrastructure prioritisation and a range of other service agendas which surfaced during the 2014 election campaigns is providing the context for various initiatives to start up new parties appealing to those agendas.
    [Show full text]