PULANGKAN MEREKA! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia PULANGKAN MEREKA! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia Proyek ini didukung oleh Uni Eropa Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) 2012 Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia / Tim Penulis: Anak Agung Gde Putra, Ari Yurino, E. Rini Pratsnawati, Muhammad Arman, Mohamad Zaki Hussein, Razif, Nashrun Marzuki, Nasrun, Otto Adi Yulianto, Paijo, Roro Sawita, Th. J. Erlijna, Wahyudi Djafar, Zainal Abidin/ Penyunting: M. Fauzi -Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2012 Cetakan Pertama: 2012 xvi, 468 hlm.: 15, 24 x 22, 86 cm ISBN 978-979-8981-43-2 Pulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia Tim Penulis Anak Agung Gde Putra, Ari Yurino, E. Rini Pratsnawati, Muhammad Arman, Mohamad Zaki Hussein, Razif, Nashrun Marzuki, Nasrun, Otto Adi Yulianto, Paijo, Roro Sawita, Th. J. Erlijna, Wahyudi Djafar, Zainal Abidin Penyunting M. Fauzi Ilustrasi Arip Hidayat Pracetak dan Rancang Sampul Alit Ambara Semua penerbitan ELSAM didedikasikan kepada para korban pelanggaran hak asasi manusia, selain sebagai bagian dari usaha pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Dokumen ini diproduksi dengan dukungan dari Uni Eropa. Isi dari dokumen ini sepenuhnya merupakan tanggungjawab ELSAM dan tidak merefleksikan pendapat dari Uni Eropa. Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jalan Siaga II No. 31, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Telp.: 021-797 2662, 021-7919 2564 Fax: 021-7919 25219 Email: [email protected] Web: www.elsam.or.id Linimasa: @elsamnews @ElsamLibrary Daftar Isi Kata Pengantar vii Ucapan Terimakasih x Daftar Akronim dan Sinonim xi Pendahuluan 1 Sejarah Berlanjut 7 I. Penghilangan Paksa pada 1965 - 1967 Penghilangan Paksa dan Kehancuran Organisasi Buruh Perkebunan Sumatra Utara 1965-1967 49 Dipulangkan, Namun Tak Kembali 79 Pembersihan PKI di Blitar 115 Kerja Paksa Membendung Penghilangan Paksa di Boyolali 141 Kerja Paksa Tapol Membangun Sulsel 165 Ngaben Tanpa Tubuh: Tragedi '65 dan Pariwisata Bali 207 II. Penghilangan Paksa di Daerah Konflik Bersenjata Hilang Petang, Pulang Mayat: Penghilangan Paksa di Aceh Selatan 231 Penghancuran Organisasi Perlawanan dan Pemindahan Anak Timor Leste, 1975-1984 261 Atas Nama NKRI dan Investasi 287 III. Penghilangan Paksa Terhadap Kelompok Oposisi Hilang Paksa di Tanah Priok 331 Tragedi Talangsari: Hilang Paksa di Antara Pertentangan Ideologi 375 Masa Kelam di Ujung Kekuasaan 407 Penutup 457 Penulis 461 Profil Lembaga 462 Pulangkan Mereka! vi Kata Pengantar EBAGAI suatu praktik, penghilangan paksa bukan tak mungkin sama tua dengan kejahatan semacam penyiksaan. Secara khusus, Stindakan itu berpusat pada upaya menyangkal dan menghilang- kan keberadaan, seseorang atau sekelompok orang yang secara diam- etral dianggap sebagai “gangguan” terhadap suatu rezim politik terten- tu. Sebagai suatu kejahatan, tindakan itu lebih rumit tentu dari sekadar menghilangkan nyawa, lebih jauh hendak menyangkal segala penanda keberadaan seseorang dalam ruang dan waktu, serta menghapuskan ke- sejarahan keberadaan seseorang. Tak ada bukti fisik keberadaan, apalagi penanda eksistensi ruang dan waktu, di mana dan kapan. Hal itu tentu saja terdengar seperti kemustahilan, sebab apakah mungkin seseorang atau sekelompok orang yang sudah lahir dan bernya- wa, hidup dalam satu komunitas sosial tiba-tiba hendak “dianggap” seo- lah-olah tak pernah ada? Sama mustahil dengan gagasan bahwa “kritik dan gangguan terhadap rezim politik” dapat diatasi dengan melenyapkan dan menghilangkan eksistensi pemilik suaranya (baca: bunuh, bungkam, dihilangkan). Karena itu, kemustahilan logika yang mendasari praktik kejahatan tersebut hanya mungkin berlangsung bila ditopang oleh suatu pendiaman kolektif, sehingga penyangkalan terhadap eksistensi korban seperti itu dapat dilakukan. Seperti dicatat dalam sejarah, kejahatan ini persis kehilangan pembenaran secara sosial ketika mulut yang terkunci mulai terbuka dan bersuara, bertanya, dengan suatu pertanyaan seder- hana, “Mereka ada di mana?” Suara itu yang juga membangun standar kesadaran kemanusiaan baru dalam lanskap hak asasi manusia. Seperti ditulis dalam Ensiklopedi Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan, penghilangan paksa Pulangkan Mereka! muncul dalam lanskap perbincangan di tingkat PBB, dibawa oleh kelom- pok hak asasi manusia melalui berbagai laporan mengenai korban akibat penghancuran rahasia terhadap kelompok politik di Guatemala (Dinah L. Shelton, 2005). Tak dapat dipungkiri, hingga tahun tujuh puluhan, berbagai laporan mengenai penghilangan paksa sebagian besar berasal dari kawasan Amerika Latin dan Tengah. Berakhirnya kebungkaman itu melahirkan kesadaran kemanusiaan baru, yang ditunjukkan dengan lahirnya resolusi pertama PBB yang se- cara khusus merespons praktik penghilangan paksa pada 1978 melalui resolusi 33/173 bertajuk Penghilangan Paksa. Kelahiran resolusi ini kelak mendasari berbagai perkembangan penting yang menegaskan lahirnya standar kemanusiaan baru dalam badan dunia tersebut, yang mengu- kuhkan praktik penghilangan paksa sebagai elemen dalam kejahatan ter- hadap kemanusiaan, suatu kejahatan yang menjadi musuh bagi seluruh umat manusia. Kelahiran resolusi itu mendasari pembentukan kelompok kerja penghilangan paksa pada tahun 1980, dan diikuti dengan pemba- hasan kasus serupa di badan komite hak asasi manusia yang dibentuk di bawah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Keseluruhan proses ini semakin dikuatkan dengan lahirnya Deklarasi Perlindungan terha- dap Penghilangan Paksa pada 1992. Kemudian pada 20 Desember 2006, Majelis Umum PBB mengesahkan Konvensi Internasional untuk Perlin- dungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Di negara-negara asal, tempat perlawanan terhadap kebisuan dimu- lai, juga bermuara pada peneguhan standar kemanusiaan baru bahwa penghilangan paksa sebagai suatu kejahatan dapat dihadapkan kepada pengadilan dan langkah pemulihan untuk menyelamatkan martabat kemanusiaan para korban dilakukan. Di tingkat regional, lahir konven- si inter-Amerika menentang penghilangan paksa yang memberi jalan kejahatan yang terjadi di kawasan itu diadili di tingkat supranegara. Di tingkat negara, seperti Argentina, lahir berbagai kebijakan resmi yang memastikan penghilangan paksa sebagai suatu kejahatan yang bisa di- adili. Selain itu, kebijakan lain untuk memastikan adanya pemulihan bagi korban juga berhasil diberlakukan. Langkah-langkah serupa juga di- jumpai pada negara-negara di mana pengakuan atas penghilangan paksa sebagai suatu kejahatan yang dapat diadili muncul belakangan seperti Srilanka, menyusul pembentukan komisi penyelidik penghilangan paksa pada 1994 (Dinah L Shelton, 2005). Maka, didasari semangat yang sama, inisiatif merawat ingatan melalui penelusuran narasi atas penghilangan paksa dalam buku ini disusun. viii Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia Berbagai penggalan narasi yang dikumpulkan baik dari mereka yang pernah “dihilangkan” dan berhasil kembali −meski sebagian besar tak pernah kembali− maupun dari mereka yang pernah melihat, melewatkan waktu bersama dengan para korban, disusun dan dikumpulkan dari mo- zaik yang berserak dan tersembunyi dalam ingatan karena dibungkam oleh penyangkalan perangkat negara yang terus-menerus. Semua itu dimuarakan pada satu upaya sederhana, menyusunnya sehingga menjadi barisan kata yang memantulkan suara, karena melaluinya kebisuan atau bahkan pembisuan dapat dipecahkan, ingatan dapat dirawat, dan jalan panjang menuju kesadaran kemanusiaan baru, belajar dari pengalaman yang terurai di atas dapat diwujudkan. Inisiatif yang tertuang dalam buku ini juga telah menjadi proses dia- log dari berbagai narasi lokalitas yang berbeda, dari Aceh, Papua, Jakarta, Lampung, yang ditampilkan dengan seluruh kekhasannya tanpa beru- paya menarik generalisasi yang sumir. Setiap narasi menyimpan ingatan yang sangat kontekstual atas lokalitas masing-masing, yang coba dire- fleksikan sebagai suatu gambar yang lebih utuh di bagian awal buku ini, tak lebih untuk mencoba meretas sifat misterius dari kejahatan penghi- langan paksa, yang terlihat misterius dan gelap tak selamanya gelap dan misterius ketika narasi mulai bergulir. Sebagai suatu kejahatan, penghilangan paksa dapat dikatakan seba- gai suatu kejahatan yang paling misterius karena sulit dilacak dan dikon- firmasi motif dan latar belakangnya. Karena itu, rangkaian narasi yang disusun dari berbagai kisah yang terpisah dalam inisiatif ini tak hendak mendedahkan satu kebenaran tunggal atas konteks dan motif kejahatan penghilangan paksa. Alih-alih, penelusuran konteks, karakter dan pola penghilangan paksa dituturkan sebagai bagian upaya menangkap ke- utuhan narasi para penyintas, keluarga korban dan saksi sejarah dari praktik penghilangan paksa. Selain itu juga untuk mencoba mengusul- kan cara berbincang untuk bisa memahami kemustahilan logis di balik kejahatan tersebut. v ix Pulangkan Mereka! Ucapan Terima Kasih AMI mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih kepada Kpara korban dan keluarga korban, serta para saksi dan saksi lain yang telah memberikan informasi melalui wawancara, lokakarya, dan juga korespondensi. Kami berterima kasih pula kepada mereka yang telah membukakan pintu rumahnya untuk kami tempati selama proses riset dan memastikan kesejahteraan kami. Secara khusus kami berterima kasih kepada organisasi korban antara lain IKOHI Sumatra Utara, Pakorba Boyolali dan Sumatra Utara, Komu- nitas Korban Blitar, Komunitas
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages486 Page
-
File Size-