Bab 2 Perkembangan Fungsi Pembinaan Teritorial Satuan Komando Kewilayahan Tni Ad
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB 2 PERKEMBANGAN FUNGSI PEMBINAAN TERITORIAL SATUAN KOMANDO KEWILAYAHAN TNI AD Bab 2 ini membahas perkembangan pelaksanaan fungsi pembinaan teritorial Satuan Kowil TNI AD dari tahun 1945 hingga tahun 2009. Pembahasan fungsi pembinaan teritorial Satuan Kowil TNI AD mencakup: (1) fungsi pembinaan teritorial sebagai perwujudan dari strategi perang semesta (total war); (2) fungsi pembinaan teritorial sebagai strategi pengelolaan potensi nasional; (3) fungsi pembinaan teritorial sebagai strategi penjaga stabilitas politik dan keamanan pemerintahan Orde Baru; (4) fungsi pembinaan teritorial sebagai pemberdayaan wilayah pertahanan di darat dan kekuatan pendukungnya secara dini untuk mendukung sistem pertahanan dan sistem pelawanan rakyat semesta. Pembahasan dimulai dari fungsi teritorial militer Belanda (KNIL) tahun 1830-1942 dan perang gerilya militer Jepang (PETA/Heiho) tahun 1942-1945 untuk melihat “benang merah” keterkaitan dengan pembentukan fungsi Satuan Kowil TNI AD. Sedangkan pelaksanaan fungsi pembinaan teritorial Satuan Kowil TNI AD dari masing-masing tahap pembentukannya sejak Komanden TKR hingga Satuan Kowil TNI AD dan konflik internal militer yang menyertainya merupakan inti pembahasan dari Sub-Bab 2 ini. 2.1. Komando Teritorial KNIL Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) merupakan badan militer resmi Kerajaan Belanda yang dibentuk pada tahun 1830 di Hindia Belanda.161 Tujuan pembentukan badan militer ini adalah untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus (dwifungsi), yaitu: (1) fungsi militer untuk menjaga Hindia Belanda dari 161 Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) yang terbentuk pada 10 Maret 1830 adalah nama resmi Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Meskipun KNIL militer pemerintahan Hindia Belanda, tapi banyak para anggotanya merupakan penduduk pribumi. Di antara perwira yang memegang peranan penting dalam pengembangan dan kepemimpinan angkatan bersenjata Indonesia yang pernah rnenjadi anggota KNIL pada saat rnenjelang kemerdekaan adalah Oerip Soemohardjo, E. Kawilarang, Abdul Haris Nasution, Gatot Soebroto, dan Tahi Bonar Simatupang. Seiring terbentuknya negara Republik Indonesia, TNI dan pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, KNIL secara resmi dibubarkan pada tahun 1950. Berdasarkan keputusan Kerajaan Belanda pada tanggal 20 Juli 1950, KNIL dibubarkan terhitung sejak 26 Juli 1950 pukul 00.00. Berdasarkan KMB, mantan tentara KNIL yang jumlahnya diperkirakan sekitar 60 ribu yang ingin masuk ke APRIS harus diterima dengan pangkat yang sama. Lihat Media Indonesia, 0 Maret 2009, hal. 11. Depolitisasi militer..., Mulyadi, FISIP UI, 2009 ancaman ekternal berupa serangan atau pendudukan militer sesama negara kolonial; (2) fungsi teritorial untuk menjaga Hindia Belanda dari ancaman internal berupa gangguan keamanan dari warga Hindia Belanda. Akan tetapi dalam pelaksanaannya fungsi teritorial justru menjadi fungsi pokok (primer) dari KNIL. Sebaliknya, fungsi militer hanya menjadi fungsi pelengkap (sekunder) saja. Setidaknya ada dua alasan rasional mengapa Belanda justru menjadikan fungsi teritorial sebagai fungsi primer KNIL, yaitu: (1) semua kekuatan militer negara-negara kerajaan yang berada di wilayah Hindia Belanda sudah dikuasainya; (2) terkait alasan pertama, Hindia Belanda kemudian diasumsikan memiliki tingkat ancaman eksternal (internasional) yang rendah dan ancaman internal (dometik) yang tinggi. Kenyataan dan asumsi itu membuat fungsi militer KNIL tidak relevan lagi, sehingga satu-satunya yang terbaik bagi KNIL adalah hanya menjaga stabilitas politik dan keamanan melalui fungsi teritorialnya. Kedua alasan itu dapat ditelusuri dari kebijakan pembentukan KNIL yang hanya mengutamakan pasukan Angkatan Darat.162 Meskipun KNIL membentuk pasukan Angkatan Laut (Nederlandsch Indische Zeemacht, Koninklijke Marine) dan pasukan Angkatan Udara, tapi tanggung jawab keamanan Hindia Belanda diletakkannya di atas pendekatan matra darat.163 Padahal secara geopolitik dan strategi pertahanan militer, Hindia Belanda yang berbentuk kepulauan dan jaraknya yang sangat jauh dari pusat Kerajaan Belanda seharusnya menggunakan pendekatan matra laut dan udara. Namun kebijakan pemerintah Den Haag yang tampak mengutamakan pasukan Angkatan Darat bukannya tanpa pertimbangan ekonomi dan politik. Dari sisi ekonomi, suatu pemborosan biaya dan personil bila Kerajaan Belanda 162 Departemen Urusan Perang Belanda baru dibentuk pada tahun 1914 di Jakarta. Departemen ini lalu dipindahkan ke Bandung pada tahun 1917, kecuali Dinas Kesehatan dan Topografi tetap di Jakarta. Departemen Urusan Perang ini terdiri 8 kantor pusat dan 4 dinas masing-masing Kantor Pusat Staf Umum (Biro Penerangan dan Sejarah Militer), Kantor Pusat Infanteri, Kantor Pusat Kavaleri, Kantor Pusat Artileri, Kantor Pusat Zeni, Angkatan Udara, Kantor Pusat Intendans, Kantor Pusat Wajib Militer dan Personil Cadangan, Dinas Administrasi Militer, Dinas Kesehatan, Dinas Kedokteran Hewan Militer, dan Dinas Topografi. Lihat Harsja W. Bachtiar, Siapa Dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD), Jakarta: Djambatan, 1988, hal. 2. 163 Meskipun terdapat program pembentukan Angkatan Udara KNIL di Hindia Belanda, akan tetapi tetap dapat dikatakan tidak ada karena markas besarnya tetap berada di Kerajaan Belanda dan rencana pembentukannya sendiri hanya bersifat formil belaka di atas kertas Departemen Urusan Perang Belanda di Jakarta. Depolitisasi militer..., Mulyadi, FISIP UI, 2009 membangun KNIL untuk tujuan pertahannan militer. Belanda sudah memiliki badan militer profesional yang dapat menjalankan fungsi pertahanan militer, seperti pasukan khusus lintas negara, Allied Forces Netherlands East Indiest (AFNEI) dan Nederlands Indisch Civil Administration (NICA). Sedangkan dari sisi politik, AFNEI-NICA yang sudah sangat profesional dalam menjalankan fungsi militer justru kemampuan militernya bisa berkurang bila dilibatkan juga mengurusi ancaman domestik. KNIL dengan kekuatan fungsi teritorialnya justru sangat strategis bila hanya berkonsentrasi pada tugas-tugas keamanan dan stabilitas politik di Hindia Belanda. Tabel 2.1: Komando Teritorial (Komandemen) KNIL No. Nama Wilayah Markas Besar 1. Komandemen Divisi Ke-I Jawa 2. Komandemen Divisi Ke-II Bali, Lombok Magelang 3. Komandemen Aceh Aceh, Sumatera Timur 4. Komandemen Sumatera Sumatera Barat, Padang Barat dan Tapanuli Tapanuli 5. Komandemen Palembang Palembang,Bangka, Palembang dan Riau Riau, Lampung dan Bengkulu 6. Komandemen Riau Tanjungpinang 7. Komandemen Borneo Borneo (Kalimantan) Pontianak (Kalimantan) Barat Barat 8. Komandemen Borneo Borneo (Kalimantan) Banjarmasin (Kalimantan) Selatan dan Selatan dan Timur Borneo Timur 9. Komandemen Sulawesi Sulawesi dan Manado Makassar dan Manado 10. Komandemen Maluku Maluku Amboina 11. Komandemen Timor Timor Depolitisasi militer..., Mulyadi, FISIP UI, 2009 Sumber: Diolah kembali dari Harsja W. Bachtiar, Siapa Dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD), Jakarta: Djambatan, 1988, hal. 2-3 Fungsi KNIL yang utama adalah menjaga dan mengatasi potensi ancaman domestik di wilayah Hindia Belanda. Sebab, ancaman domestik yang rendah merupakan kunci bagi pemerintah Belanda dalam upaya menguasai seluruh sumber daya Hindia Belanda. Fungsi terbaik bagi KNIL adalah melaksanakan fungsi teritorial untuk menjamin proses kolonialisme dan imperialisme Belanda dengan cara menjamin stabilitas politik dan keamanan di seluruh wilayah Hindia Belanda. Hal itu dibuktikan dengan pembentukan struktur Koter KNIL berupa komandemen-komandemen (Divisi) yang hanya dilakukan di wilayah-wilayah tertentu saja yang dianggap cukup strategis. Pemerintah Belanda hanya membentuk 11 komandemen (Koter KNIL) di daerah-daerah yang dianggap rawan, seperti Teritorial Batalyon der Maloken di wilayah Maluku dan Aceh (Lihat Tabel 2.1). Kamandemen (Divisi) KNIL baru dibentuk di Jawa pada tahun 1922. Sedangkan di Aceh meskipun merupakan wilayah terakhir yang dikuasai Belanda, komandeman (Komando Teritorial) KNIL tetap dibentuk mengingat wilayahnya yang sangat strategis. Bahkan komandemen di Aceh dapat dianggap koter Belanda yang paling suskes karena selain melakukan fungsi militer berupa perang teritorial, juga melakukan fungsi teritorial berupa pembinaan tokoh masyarakat melalui pendekatan agama hasil tafsiran Belanda. Sepintas fungsi dari ke-11 komandemen KNIL (teritorial deployment) itu adalah untuk melaksanakan fungsi militer, yaitu untuk menghadang militer negara musuh yang datangnya dari luar (ancaman eksternal). Padahal oleh pemerintah kolonial Belanda, fungsi komandemen KNIL yang sesungguhnya adalah untuk melaksanakan fungsi teritorial, yaitu untuk menjaga daerah-daerah tertentu yang dianggap “rawan” dari ancaman internal. Mantan Opsir KNIL lulusan Akademi Militer (Koninklijk Militaire Akademie, KMA) Breda Den Haag Belanda, Didi Kartasasmita mengakui hal itu dengan mengatakan: “Pasukan KNIL tidak terdapat di tiap kabupaten. Kehadirannya terbatas hanya di daerah-daerah yang memerlukannya, yaitu di kota-kota besar atau Depolitisasi militer..., Mulyadi, FISIP UI, 2009 di tempat-tempat yang dianggap rawan oleh Pemerintah Hindia Belanda, misalnya saja di suatu tempat yang sering bergolak karena ada pemberontakan. Tentu, istilah “pemberontakan” ini tergantung kepada siapa yang menilainya.”164 Pembentukan Koter KNIL yang terbatas di daerah-daerah yang dicap sebagai daerah ‘rawan” merupakan bukti kalau KNIL bukanlah badan militer profesional seperti yang maksud Samuel S. Finer, Huntington, Muh. Hatta dan Onghokham yang tugasnya hanya melakukan fungsi pertahanan dan