ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PERJUANGAN KAUM PEREMPUAN DALAM SURAT KABAR POETRI HINDIA 1908-1911

Ayu Septiani, M.Hum.1 Dosen Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Jl. Raya -Sumedang KM. 21 Jatinangor-Sumedang, Jawa Barat, 45363 Email: [email protected]

Abstract: This paper discusses Implementation of the values of women's struggle in Poetri Hindia Newspaper 1908-1911. The elements discussed in this paper include women’s lives in the end of the 19th century until beginning of the 20th century, the publication of the Poetri Hindia newspaper, and the values of women’s struggle in that newspaper. Poetri Hindia newspaper as the first newspaper for women with Melayu languange and contains ideas struggle for the improvement of women must have significance in the study of women’s history in Indonesia. At that time, few newspapers wrote about indigenous women, even rare indigenous women whose ideas were published in the newspaper. To discuss these elements used historical methods.

Keywords: Situs Astana Gede Kawali, a source of learning

Abstrak: Tulisan ini membahas implementasi nilai-nilai perjuangan kaum perempuan dalam Surat Kabar Poetri Hindia tahun 1908-1911. Adapun unsur yang dibicarakan dalam tulisan ini meliputi kehidupan perempuan akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terbitnya Surat Kabar Poetri Hindia, dan nilai-nilai perjuangan kaum perempuan dalam surat kabar tersebut. Surat Kabar Poetri Hindia sebagai surat kabar pertama khusus perempuan yang berbahasa Melayu dan banyak memuat ide-ide perjuangan bagi kemajuan kaum perempuan tentunya memiliki arti penting dalam kajian sejarah perempuan di Indonesia. Pada masa itu, masih sedikit surat kabar yang menuliskan tentang perempuan pribumi, bahkan masih jarang perempuan pribumi yang idenya dipublikasikan dalam sebuah artikel di surat kabar. Untuk membahas permasalahan tersebut, dalam tulisan ini digunakan metode sejarah.

Kata Kunci: Nilai-nilai perjuangan, Perempuan, Surat Kabar Poetri Hindia

1 Staf Pengajar di Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor-Sumedang, Jawa Barat, 45363 [email protected] 43

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017

PENDAHULUAN kemudian, atas prakarsa Tirto Adhi Soerjo, diterbitkanlah surat kabar khusus perempuan. Kehidupan perempuan bangsawan Dikatakan khusus perempuan karena mulai dari pribumi pada akhir abad ke-19 dibatasi oleh adat redaktur, penulis, dan target pembacanya adalah istiadat2 yang mengekang keinginan mereka perempuan. Surat kabar tersebut kemudian untuk secara bebas mengekspresikan diri. Adat dinamai Poetri Hindia yang terbit pertama kali istiadat membatasi kegiatan mereka hanya pada pada Juli 1908. Surat Kabar Poetri Hindia ini urusan rumah tangga. Mereka bertugas melayani menjadi wadah bagi perempuan untuk kebutuhan kaum pria yang menjadi suaminya. menuangkan ide-ide mereka. Tulisan ini ingin Kemudian, ketika ditinggal wafat oleh suami melihat nilai-nilai perjuangan kaum perempuan atau disia-siakan para suami, mereka tidak dapat yang diimplementasikan melalui sebuah media berbuat banyak. Dengan kata lain, pada masa cetak yaitu Surat Kabar Poetri Hindia. Berkaitan itu, kaum perempuan bangsawan pribumi sangat dengan hal tersebut, maka tulisan ini diberi judul tergantung kepada kaum pria. Mereka tidak Implementasi Nilai-Nilai Perjuangan Kaum berdaya ketika mengetahui suaminya Perempuan dalam Surat Kabar Poetri Hindia berselingkuh dengan perempuan lain, bahkan 1908-1911. tidak bisa menuntut hak ketika diceraikan oleh suaminya. Begitu pula dengan para gadis, METODE PENELITIAN mereka tidak diizinkan untuk bersekolah dan harus membatasi diri dalam bergaul dengan laki- Tulisan ini menggunakan metode sejarah laki. Aturan-aturan tidak tertulis seperti norma yang terdiri dari empat tahapan kerja yaitu kesopanan dan kesusilaan membatasi ruang heuristik, kritik, interpretasim dan historiografi gerak perempuan untuk menghasilkan sesuatu (Lubis, 2008). Tahapan metode sejarah yang yang dapat menunjukkan siapa dirinya. pertama adalah heuristik. Heuristik merupakan Oleh karena itu, munculah ide-ide metode pencarian dan pengumpulan sumber, kemajuan di kalangan perempuan bangsawan baik primer maupun sekunder, berupa sumber pribumi untuk menuntut persamaan hak agar tertulis seperti koran, majalah, foto, artikel, dapat bersekolah, bebas dalam bergaul, bekerja arsip, buku, dan karya tulis ilmiah; sumber selain pekerjaan rumah tangga seperti perawat, benda berupa candi, situs, banguan cagar guru, dan sebagainya. Ide tersebut diawali budaya; sumber lisan berupa wawancara yang dengan munculnya kesadaran menulis. Menulis berkaitan dengan permasalahan penelitian yang tentang diri mereka sendiri karena mereka selalu dikaji (Lubis, 2008). Data yang diperoleh diceritakan sebagai the other (yang dilainkan) kemudian dikumpulkan untuk diuji melalui oleh laki-laki (Cixous dalam Jurnal Perempuan, tahapan metode sejarah yang kedua, yaitu kritik. 2007: 125). Kesadaran menulis ini menunjukan Untuk melakukan kritik, terdapat dua cara yaitu bahwa mereka sudah memiliki kesadaran kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern berpikir untuk mengubah nasib mereka, dari digunakan untuk menilai apakah data yang yang terpenjara oleh adat istiadat menjadi diperoleh asli atau turunan (otentisitas), manusia bebas yang dapat mengekspresikan diri sedangkan kritik intern digunakan untuk menilai dengan potensi yang dimiliki. apakah data yang diperoleh dapat dipercaya atau Pada awalnya, para perempuan pribumi tidak (kredibilitas) (Lubis, 2008). Data yang menulis dalam catatan harian mereka sendiri. telah lolos dari tahapan kritik kemudian diproses Hal tersebut disebabkan belum tersedianya melalui tahapan yang ketiga yaitu interpretasi. wadah untuk menaungi ide-ide mereka. Baru Tahapan ini diperlukan untuk membuat data yang tampaknya terlepas satu dengan lainnya 2 Adat istiadat adalah pola dan tingkah laku suatu menjadi satu hubungan yang saling berkaitan, kesatuan sosial mengenai pranata-pranata sehingga terlihat jelas kausalitasnya. Dari kebudayaan. Pola ini disebarkan melalui proses tahapan ini dihasilkan fakta. Fakta yang sosialisasi secara turun temurun. Pelanggaran dihasilkan dan masih saling terlepas satu sama terhadap pola ini menimbulkan adanya sanksi sosial lain itu kemudian disintesiskan. Setelah itu (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1988: 62) 44

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 dilakukan tahapan yang keempat, yaitu tidak segan saling membunuh untuk historiografi atau penulisan sejarah (Lubis, memperebutkan sesuatu yang terkait dengan 2008). kepentingan hidupnya, sedangkan perempuan Selain metode sejarah, dalam tulisan ini dikonsepsikan bekerja dalam bidang yang terkait juga diungkapkan mengenai konsep dengan rumah tangga (wilayah domestik) yang implementasi nilai perjuangan dalam hal ini tidak banyak mengandung risiko atau bahaya. perjuangan yang dilakukan oleh kaum Di dalam keluarga bangsawan di Jawa perempuan melalui media cetak surat kabar. atau yang “berdarah biru”, perempuan memiliki Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, empat peran, yaitu pertama, sebagai hamba implementasi adalah pelaksanaan atau Tuhan. Perempuan di Jawa3 pada umumnya penerapan. Sementara itu, pengertian nilai menganut agama Islam, Katolik, Protestan, adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau Hindu, atau Budha. Adapun agama yang dianut berguna bagi kemanusiaan. Adapun pengertian oleh sebagian besar masyarakat kalangan perjuangan yaitu usaha yang penuh dengan bangsawan adalah agama Islam yang bercampur kesukaran dan bahaya. Dengan demikian, dengan unsur-unsur ajaran Hindu-Budha, implementasi nilai perjuangan berarti animisme, dan dinamisme. Ajaran yang sinkretik pelaksanaan upaya-upaya yang berguna bagi ini dalam masyarakat suku Jawa disebut agama kemanusiaan. Dalam hal ini upaya-upaya yang Jawi atau Kejawen (Koentjaraningrat, 1984: dimaksud adalah upaya bagi kemajuan 311). Realisasi dari rasa syukur kepada Tuhan perempuan pribumi. Implementasinya dilakukan diwujudkan dalam sembah atau bekti. Baik laki- melalui media surat kabar Poetri Hindia. 3 Istilah Jawa memang mempunyai konotasi HASIL DAN PEMBAHASAN pengertian yang relatif, tergantung pada bagian mana A. Kehidupan Perempuan pada Akhir orang memandangnya. Denys Lombard (2000: 29- Abad ke-19 sampai Awal Abad ke-20 39) sendiri mendapatkan istilah “Jawa” dalam Tuhan menciptakan laki-laki dan pengertian pembedaan barat dan timur yang sifatnya perempuan dalam posisi yang sama sebagai etnolinguistik. Dalam hal ini, Pasundan yang makhluk paling mulia dibandingkan dengan merupakan salah satu sebutan wilayah di Pulau Jawa makhluk lainnya. Namun, dalam masyarakat di mempunyai karakteristik tersendiri. Tomé Pires berbagai tempat terdapat perbedaan pandangan bahkan sudah mengenali tanda-tandanya yang sama sekali berbeda dengan Jawa dan di sana digunakan tentang status perempuan, sehingga muncul bahasa yang sangat berbeda yaitu bahasa Sunda. konstruksi yang berbeda-beda mengenai Menurut Lombard, mengenai hal ini, orang Sunda kedudukan perempuan. Hal ini tidak terlepas sangat bangga dengan identitas mereka dan tidak dari faktor-faktor yang mempengaruhi pernah ingin dianggap sebagai orang Jawa. timbulnya pandangan tersebut, seperti stereotipe Sebaliknya, Lombard mengangkat contoh bahwa (pelabelan) yang dikaitkan dengan sifat ataupun pada saat ini, orang yang tinggal di atau fisik laki-laki dan perempuan (Sukri dan Ridin Bandung (terutama para pembantu) masih Sofwan, 2001: 1). Misalnya, laki-laki mengatakan “pulang ke Jawa” ketika kembali ke dikonsepsikan sebagai makhluk yang lebih kuat kampung halaman di Jawa Tengah dan Jawa Timur. jika dibandingkan dengan perempuan. Dari segi Dengan mempertimbangkan perbedaan tersebut, tampaknya masuk akal jika Pulau Jawa terbagi fisik/biologis laki-laki lebih kekar dan tegap menjadi tiga kelompok sosial budaya, yaitu: sehingga diasumsikan lebih memiliki kekuatan 1. Tanah Pasundan; dibandingkan dengan perempuan. 2. Tanah Jawa yang sebenarnya (Jawa Tengah, Gambaran kondisi fisik seperti itu Jawa Timur, dan Yogyakarta); dan akhirnya mempengaruhi gambaran konsep 3. Tanah Pesisir (bagian dari daerah pantai pembagian peran antara laki-laki dan yang bermula dari Cirebon di sebelah Barat, perempuan. Laki-laki dikonsepsikan bekerja di hingga Banyuwangi di sebelah Timur) yang luar rumah (wilayah publik) yang tantangannya ditunjukkan dengan identitas Jawa atau lebih besar karena harus berhadapan dengan Sunda yang cenderung sudah melemah atau alam yang ganas atau sesama manusia yang bahkan menghilang (Lombard dalam Rahman, 2006: 5) 45

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 laki maupun perempuan wajib menyembah Pingitan merupakan jalur utama menuju Tuhan selain berbakti kepada kedua orang tua, pernikahan, akan tetapi pernikahan yang kedua mertua, saudara tua, guru, dan raja. dipaksakan. Seorang perempuan harus menikah Kedua, sebagai anak atau menantu. Anak di usia yang masih muda tanpa tahu siapa pria perempuan sebelum menikah memiliki yang akan menikahinya itu. Pada masa itu, kewajiban bekti (mengabdi) kepada orang tua. pernikahan di usia muda menjadi sesuatu yang Seorang gadis yang sudah balig4 harus harus dijalani oleh perempuan bangsawan memasuki masa pingitan untuk menunggu pria pribumi. Jika mereka tidak bersuami maka sama yang akan melamarnya. Hal ini menjadi saja dengan berbuat dosa dan mempermalukan kewajiban bagi seorang perempuan terhadap keluarganya. ayahnya dan keluarganya. Secara jelas Dalam masa-masa pingitan, mereka mengungkapkan bagaimana kehidupannya diajari cara berhias, memasak, dan melayani dalam budaya pingitan melalui surat yang ditulis suami. Cara bergaul dengan laki-laki, cara untuk sahabatnya, Estella Zehandelaar: berbicara dengan orang yang lebih tua, dengan “Kau tanyakan kepadaku, bagaimana teman sebaya, dan dengan yang lebih muda. Hal keadaanku di antara empat dinding tebal itu, ini dilakukan karena mereka harus menjaga kau tentu pikir tentang sebuah sel atau sikap dan ucapan jika sudah diperistri oleh laki- semacamnya. Tidak, Stella, penjaraku adalah laki bangsawan. sebuah rumah besar, dengan pekarangan luas, Setelah menikah, pengabdian sebagai tapi sebuah tembok pagar tinggi anak bertambah dengan wajib berbakti kepada mengelilinginya, dan pagar itulah yang mertua. Oleh karena orang tua adalah perantara mengurung aku. Betapa luasnya pekarangan anak lahir ke dunia, maka mereka yang itu, kalau orang harus terus tinggal di situ, menuntun anak dapat menikmati kehidupan ini menjadi sesak juga rasanya. Aku masih ingat, dan mendapatkan berbagai kepandaian bagaimana dalam putus asa yang gelap-gelita walaupun pada hakikatnya semua itu datang dari itu badanku selalu kulemparkan pada pintu- Tuhan. Selain orang tua, mertua juga pintu yang terkunci dan pada tembok dingin. mempunyai andil dalam mencipatakan Arah manapun yang kutempuh akhir dari kebahagiaan anak atau menantu, sebagaimana perjalanan itu selalu saja tembok batu atau orang tua kandung karena melalui perantara pintu terkunci”. 5 mertua, perempuan mendapat suami yang dapat Dengan dipingit, maka kebebasan Kartini memberikan kebahagiaan (Sukri dan Ridin pun hilang. Ia harus putus sekolah dan Sofwan, 2001: 70). kehilangan kebebasannya sebagai anak-anak Seorang anak juga diharuskan untuk bermain dengan teman-teman sebayanya. menghormati saudara tua karena dialah yang Memasuki masa persiapan sebelum pernikahan akan menjadi pengganti bapak jika orang tua untuk seorang anak perempuan berusia 12,5 sudah meninggal. Begitu pula guru perlu tahun adalah masa tersulit yang harus dijalani dihormati karena mereka yang membimbing dan oleh perempuan bangsawan pribumi masa itu. menunjukkan jalan untuk menuju keutamaan Cerita Kartini merupakan salah satu cerita serta kesempurnaan hidup. Cara berbakti kepada yang dapat menggambarkan bagaimana orang tua diantaranya dengan mengikuti kehidupan perempuan pada akhir abad ke-19. perintah-perintahnya yang mengarah kepada kebaikan dan sesuai dengan ajaran agama. 4 Menurut Ensiklopedi Islam (1993: 104), balig Ketiga, sebagai istri. Pada akhir abad ke- berarti orang yang sudah cukup umur dan telah 19, seorang perempuan ditempatkan di posisi dibebani tanggung jawab terhadap segala kedua yaitu pihak yang harus berbakti kepada perbuatannya. Hal inilah yang membedakannya kaum pria. Tugas seorang istri sangat kompleks dengan anak kecil. Balig dalam Islam ditandai telah dan berat. Oleh karena itu, untuk mencapai haidnya seorang anak perempuan dan mimpi atau kebahagiaan hidupnya dalam berumah tangga, ihtilam (mengeluarkan mani) bagi anak laki-laki. banyak hal yang harus diperhatikan. Dalam 5 Surat Kartini, Jepara 25 Mei 1899, kepada Estella kedudukannya sebagai istri, perempuan berada Zeehandelaar. 46

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 dalam posisi yang lebih rendah daripada suami, Hal itu menunjukkan sempitnya ruang sehingga istri harus memperlakukan suami gerak dan pemikiran perempuan, sehingga seperti dewa yang dipuja, ditakuti, dan perempuan tidak memiliki cakrawala di luar dihormati. Ajaran patuh kepada suami tugas-tugas domestiknya. Sementara itu, kerja di mengharuskan perempuan rela dimadu6 oleh wilayah domestik tidak menghasilkan suaminya dan harus bersikap baik terhadap keuntungan materi, sehingga perempuan tidak madunya. Jika seorang perempuan tidak dapat mengupayakan atau menciptakan memperbolehkan suaminya untuk menikah lagi, kebahagiaan bagi diri maupun keluarganya. ia tidak disebut sebagai istri ideal, sebaliknya ia Kondisi ini dalam masyarakat Jawa di disebut sebagai istri yang tidak tahu tata krama. sebut swarga nunut nraka katut, artinya Dengan tegas, Kartini menggambarkan kebahagiaan atau penderitaan perempuan kehidupan pernikahan perempuan bangsawan tergantung sepenuhnya pada laki-laki (Sukri dan pribumi: Ridin Sofwan, 2001: 7). Ungkapan itu semakin “Dan kawin di sini, aduh, dinamakan azab mempertegas konstruksi budaya yang berkaitan sengsara masih terlalu halus! Betapa nikah itu dengan inferioritas perempuan sehingga tiada akan sengsara, kalau hak semuanya bagi perempuan digambarkan tidak memiliki peran keperluan laki-laki saja dan tiada sedikit juapun sama sekali dalam mencapai kebahagiaan hidup, bagi perempuan? Kalau hak dan pengajaran sekalipun untuk dirinya sendiri. kedua-duanya bagi laki-laki semata-mata – kalau Kedudukan perempuan pribumi dalam semua-muanya dibolehkan dia perbuat?”7 bidang pendidikan, juga masih berada di bawah Peran perempuan yang keempat adalah laki-laki. Perempuan pribumi masih tidak sebagai ibu. Perempuan berhak untuk mendapatkan izin untuk menempuh pendidikan mendapatkan penghormatan yang sama seperti formal sampai tamat. Kalaupun diizinkan hanya bapak dari anak. Sementara itu kewajiban sampai sekolah dasar dan hanya terbatas pada seorang ibu adalah merawat dan mendidik perempuan pribumi dari kalangan bangsawan. anaknya di rumah sebelum terjun ke lingkungan Mengenai pendidikan bagi perempuan sosial di luar keluarga (Sukri dan Ridin Sofwan, bangsawan pribumi, pernah disinggung oleh B. 2001: 70). H. Lans ketika bekerja sebagai guru di Keempat peran perempuan tersebut Sukabumi, ia melihat bahwa jumlah anak-anak dijalankan dengan cara yang berbeda dan sudah perempuan yang pergi ke sekolah sangat sedikit diatur menurut adat istiadat. Adat istiadat bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada (Lans mengatur hubungan antara perempuan dan laki- dalam Kosim, 1981: 26). laki. Kedudukan seorang istri berada di belakang Hal lainnya yang dianggap krusial yang suami, artinya kegiatan perempuan hanya menjadi penghalang bagi perempuan bangsawan seputar dapur (memasak), sumur (mencuci), dan pribumi adalah adanya anggapan bahwa kasur (melayani kebutuhan biologis suami). sekolah-sekolah yang didirikan Pemerintah Pemetaan wilayah kerja bagi perempuan Hindia Belanda adalah tempat pengkristenan, semacam itu kemudian dirangkaikan dengan sehingga di khawatirkan anak-anak mereka akan tugas perempuan, yaitu macak (berhias untuk menjadi Kristen8. Anggapan tersebut muncul menyenangkan suami), manak (melahirkan), dan masak (menyiapkan makanan bagi keluarga). 8 Anggapan tersebut muncul dari adanya dikotomi antara Islam dan Kristen. Pemikiran tersebut berlaku umum di masyarakat Hindia Belanda saat itu. Islam 6 Permaduan adalah istilah yang digunakan selalu diidentikkan dengan pribumi sedangkan orang masyarakat untuk menyebut poligami, yaitu bentuk Belanda dan Eropa lainnya adalah Kristen, sehingga perkawinan yang terjadi antara seorang laki-laki orang-orang pribumi yang memasukkan anak- dengan lebih dari seorang perempuan, jadi anaknya ke sekolah Belanda maupun sekolah-sekolah dimungkinkan seorang laki-laki beristrikan beberapa Melayu yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda orang perempuan (Suhamihardja, 1997: 36) sering dituduh menyuruh anak-anak tersebut masuk 7 Surat Kartini, Jepara, 25 Mei 1899, kepada Estella Kristen, padahal ada di antara guru-guru di sekolah Zeehandelaar tersebut yang beragama Islam. Maka tidak jarang 47

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 dari kalangan pemeluk Islam yang ortodoks Doenia Istri, Doenia Kita, Pedoman Isteri, (tradisional) yang berlebihan terhadap sekolah Panorama, dan Poetri Hindia. yang diadakan untuk perempuan bangsawan pribumi. B. Terbitnya Surat Kabar Poetri Hindia Memasuki abad ke-20, mulai Nampak Ide awal dalam menerbitkan Surat kemajuan bagi perempuan pribumi. Melalui Kabar Poetri Hindia berangkat dari pemikiran jalur pendidikan, perempuan mulai Tirto Adhi Soerjo. Tirto Adhi Soerjo memiliki menunjukkan keberadaan mereka. Pendidikan di pandangan bahwa pada awal abad ke-20 tidak Hindia Belanda dilatarbelakangi oleh lahirnya ada majalah atau surat kabar yang dapat politik etis (Ethische Politick). Politik etis dijadikan ruang berekspresi bagi kaum merupakan garis politik baru kolonial yang perempuan. Surat kabar dan majalah yang telah pertama-tama diucapkan secara resmi oleh van terbit pada masa itu hanya berpihak pada laki- Dedem sebagai anggota Parlemen Belanda. laki. Kebanyakan dari mereka hanya memuat Dalam pidatonya pada tahun 1891, dikemukakan tulisan dari kaum laki-laki. Hal tersebut menurut keharusan untuk memisahkan keuangan Hindia Tirto bertolak belakang dengan fungsi pers Belanda dari negeri Belanda. Diperjuangkan sebagai alat memajukan bangsa, alat penyebaran pula kemajuan dan kesejahteraan rakyat serta ide dan gagasan kemajuan yang menjangkau ekspansi yang pada umumnya menuju ke suatu seluruh lapisan masyarakat baik kaum politik yang konstruktif (Ekajati: 1986, 54). perempuan ataupun kaum pria. Sembilan orang perempuan pribumi, Oleh Karena itulah, Tirto ingin semuanya dari kalangan bangsawan, diinterviu menerbitkan surat kabar khusus perempuan. sebuah tim pemerintah kolonial yang ingin Keinginannya tersebut ia tuangkan dalam tulisan mencari tahu tentang “menurunnya berjudul “Kemadjoean Perempoean kesejahteraan penduduk pribumi di Jawa dan Boemipoetra”. Tulisannya tersebut dimuat Madura”9. Masalah yang mereka identifikasi dalam Pemberitaan Betawi no. 10 tanggal 14 sebagai masalah yang paling berat bagi Januari 1903. Melalui tulisannya tersebut, Tirto perempuan adalah pendidikan untuk perempuan, mengungkap para perempuan pribumi yang penghapusan perkawinan anak, penghapusan menjadi pionir bagi kemajuan perempuan seperti permaduan, menentang pelacuran, memberi Raden Ayu Lasminingrat, Nyonya Retnaningsih, kesempatan lebih luas untuk perempuan tampil Nyonya Retnaningrum, Raden Ajeng Kartini, di depan umum (Vreede-De Stuers dalam dan Raden Ajeng Rukmini (Toer, 2003: 111). Wieringa, 1999: 101). Akan tetapi, dari beberapa Gagasan Tirto untuk menerbitkan surat masalah yang disebutkan di atas, masalah kabar khusus perempuan baru terealisasi pada pendidikan untuk perempuan lebih diutamakan 1908, satu tahun setelah ia menerbitkan (Wieringa, 1999: 102). mingguan (Hasanah, 2011: 24). Berawal dari sanalah ide-ide tentang Berdasarkan artikel yang ditulis oleh kemajuan perempuan mulai dipopulerkan Djoemantan bin Anang Atjil, seorang murid dimana salah satu medianya adalah melalui surat sekolah perempuan di Barabai Afdeeling kabar. Pada awal abad ke-20 banyak Kendangan Borneo. Tulisannya tersebut dimuat bermunculan media cetak seperti surat kabar dan pada Poetri Hindia no. 1 tanggal 15 Januari majalah untuk perempuan pribumi, seperti 1909 (Hasanah, 2011: 24). Menurut Djoemantan, Poetri Hindia keluar fatwa dari seorang kyai atau guru ngaji yang diterbitkan pertama kali di Betawi. Terbitan mengharamkan sekolah-sekolah Belanda. Bahkan pertamanya tertanggal 1 Juli 1908. Pada orang yang meniru gaya hidup orang Eropa sering halaman muka dari Surat Kabar Poetri Hindia dianggap kafir (Noer, 1996: 8-9) diketahui bahwa surat kabar tersebut terbit 9 Inquiry into the Declining Welfare of the Native setiap dua kali dalam satu bulan oleh Naamlooze Populations of and Madura (Penelitian tentang Vennootschap Jav Boek en Drukkerij en Handel Kemerosotan Kemakmuran Penduduk Pribumi Jawa in Schrijfbehoeften Medan Prijaji. Kantor dan Madura) (Vreede-De Stuers dalam Wieringa, redaksi Surat Kabar Poetri Hindia berada di 1999:101). 48

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017

Buitenzorg, sedangkan kantor administrasinya menopang keuangan dari surat kabar ini, selain berada di Batavia. Poetri Hindia juga memiliki melalui para donatur yang berasal dari kalangan kantor perwakilan di Belanda yang dipimpin , Surat Kabar Poetri Hindia juga oleh J.J. Meijer, seorang mantan asisten residen menyediakan ruang untuk pemasangan iklan di Jawa (Poetri Hindia no. 1, 2, Th. 1909 dan yang biayanya berdasarkan kesepakatan antara Toer, 2003:108) pemasang iklan dengan pengurus administrasi Pada jajaran pimpinan Surat Kabar Poetri Poetri Hindia di Batavia. (Poetri Hindia no. 1 Hindia diisi oleh R.T.A. Tirtokoesoemo, Raden tanggal 15 Januari 1909). Mas Tirto Adhi Soerjo, dan R.S.T. Amidjojo. Surat Kabar Poetri Hindia menggunakan Mereka adalah para priayi yang menjadi Bahasa Melayu lingua-franca dalam setiap kali penyokong dana bagi terbitan Surat Kabar terbitannya. Namun demikian, Poetri Hindia Poetri Hindia. Adapun nama-nama yang masuk menerima tulisan penulisan dari berbagai Bahasa dalam tim redaksi dari Surat Kabar Poetri Hindia seperti Bahasa Jawa, Sunda, Belanda, Jerman, adalah sebagai berikut: Perancis, dan Inggris Selain itu, Poetri Hindia Hoofdredactrices: juga menyediakan rubrik Bahasa Belanda dalam 1. Laura Staal, T. Sereal Bogor setiap terbitannya. Hal tersebut bertujuan agar Verantwoordelijk pada pembaca Poetri Hindia dapat belajar 2. Raden Ajoe Tjokro Adi Koesoemogeb Bahasa Belanda karena pada masa itu Bahasa Vischer Tjiandjoer Belanda dianggap sebagai bahasa ilmu 3. Raden Adjeng Soehito Tirtokoesoemo, pengetahuan. Dengan demikian, pada masa itu, Hfd. Onderwijzires Inl Meisjeschool Bahasa Belanda memiliki kedudukan yang Karang Anjar sangat penting dalam dunia pendidikan. Hal 4. Raden Adjeng Fatimah, Gymn. Mr. tersebut menimbulkan anggapan bahwa Cornilis seseorang yang mempunyai kemampuan Bahasa 5. Raden Ajoe Siti Habiba, T. Sereal Belanda dengan baik maka dia dianggap sebagai Buitenzorg orang yang terpelajar (Poetri Hindia, 1909). 6. S.N. Noerhar Salim Part. Owd. K Proses terbitnya Surat Kabar Poetri Gedang F de Kock Hindia bukan tanpa hambatan. Diakui oleh Tirto 7. Raden Ajoe Mangkoedimedjo, Adhi Soerjo bahwa pada masa awal penerbitan, Djokjakarta ia sulit mendapatkan perempuan yang pintar menulis dan dapat dijadikan sebagai pimpinan Redactrices: redaksi. Sehingga, ia selalu mengirimkan surat 1. Mas Loro Hasiah Rogoatmodjo, kesediaan kepada setiap perempuan yang ia Kweekelinge K.A. dengar memiliki kemampuan menulis. Apabila 2. Raden Sitna Mariana, Serdang, Tjilegon perempuan itu bersedia mengirimkan tulisannya 3. Raden Aroem, goeroe pekerdjaan tangan maka nama perempuan tersebut dicantumkan sekolahan perempoean Buitenzorg sebagai penulis dan ia masuk dalam jajaran tim 4. Raden Ajoe Soetanandika, Tjiamis redaksi. 5. Raden Ajoe Pringgowinoto, Rembang 6. Princes Fatima, Batjan C. Nilai-Nilai Perjuangan Kaum Perempuan 7. Raden Ajoe Tirtoadiwinoto, Ponorogo dalam Surat Kabar Poetri Hindia 8. Raden Ajoe Arsad, Batavia Perjuangan kaum perempuan melalui (Poetri Hindia no.1, Th. 1909) Surat Kabar Poetri Hindia dapat dilihat melalui artikel-artikel yang ditulis oleh para penulis Selain itu, terdapat pula keterangan yang yang semuanya perempuan. Implementasi menyatakan bahwa Surat Kabar Poetri Hindia perjuangan kaum perempuan dapat dilihat dalam memang diterbitkan untuk para kaum Surat Kabar Poetri Hindia edisi no. 1 tahun perempuan di Hindia. Hal tersebut dinyatakan 1909. Melalui sebuah artikel berjudul “Lid Istri dalam kalimat “soerat kabar dan advertentie Hindia” yang ditulis oleh Moetiamah dari boeat istri Hindia”. Sementara itu, untuk Cianjur, dapat dillihat bahwa dia 49

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 memperjuangkan hak-hak perempuan untuk (Poetri Hindia no. 2, Th. 1909; no. 23, Th. memiliki hak yang sama dalam organisasi 1909). Vereeniging Pamitran dimana tidak hanya Kesadaran berpikir tentang pentingnya perempuan yang belum menikah, tetapi juga pendidikan bagi perempuan terus dipopulerkan bagi yang sudah menikah bahkan yang sudah melalui tulisan-tulisan lainnya seperti artikel menjadi janda. Selain itu, perempuan tersebut yang berjudul “Haroes Ditoelad” dimuat dalam jika suaminya meninggal dunia maka mereka Poetri Hindia no. 3, Th., 1909. Artikel tersebut diberi santunan sebesar f 100. Hal tersebut dapat menceritakan tentang seorang konglomerat di dilihat dari kutipannya sebagai berikut: Jepang yang mendirikan sekolah tinggi di Tokyo “Maka menoeroet reklame jan saja baroe untuk perempuan. Di bagian akhir artikel, terima: siapa jang minta djadi lid boleh kirim penulis (tidak dicantumkan) menuliskan sebuah soerat pada adres: “Vereeniging Pamitran” kalimat sebagai berikut: Bandoeng; Maka saja denger baroe-baroe ini “Kapankah ada orang hartawan di Hindia bahoea Istri Hindia bangsa priboemi djanda, Olanda jang soeka memberi sebagian dari bias diterima djadi lid dan mempoenjai hak wangnja akan digoenakan mendirikan masoek dan keloewarken soeara dalam ALg. beberapa sekolahan boeat orang Vergandering. Ini atoeran saja rasa baik prampoeawan Hindia.” sekali sebab kalaoe seandaenja lid Raden A Kalimat tersebut merupakan sindiran bagi mempoenjai istri Raden B maka kalaoe para priayi atau orang-orang kaya di Hindia Raden A meninggal doenia ia dapat Belanda untuk menggunakan uangnya pertoeloengan f 100.” membangun sekolah bagi perempuan. Selain Seruan atas persamaan hak perempuan tulisan tersebut, ada juga tulisan lain yang turut dan laki-laki dari Moetiamah tersebut dipertegas ingin memperjuangkan pendirian sekolah bagi dalam kalimatnya yang terakhir berbunyi,”Saja perempuan. Tulisan yang berjudul “Kweekeling berseroe disini, meskipoen Istri Hindia belon Prampoean” (tidak diketahui penulisnya) bias dipersamaken haknja dengen laki-laki tapi menceritakan tentang seorang perempuan haraplah ia sedikit sedikit bisa mempersamakan bernama M. Djaenab yang telah lulus dari ujian haknja sekedar dengan toean-toean sekalian.” kweekeling (ujian untuk menjadi guru) dan Implementasi perjuangan kaum bekerja di Sekolah Gubernemen Cianjur. perempuan selanjutnya terlihat dalam artikel Melalui tulisannya, penulis berharap M. Djaenab yang ditulis oleh Red S.M. dan Sitisoendari. dapat mengajar di sekolah khusus perempuan di Dalam tulisannya, mereka mengatakan bahwa Cianjura yang didirikan oleh Boedi Oetomo. seorang istri dan anak perempuan selalu dihina, Akan tetapi, pada waktu itu Boedi Oetomo dipandang sebelah mata, dan direndahkan belum membuka cabang di Cianjur sehingga martabatnya padahal sebetulnya perempuanlah sekolah untuk perempuan belum bisa didirikan. yang melahirkan anak-anak baik laki-laki Adapun kutipan artikelnya adalah sebagai maupun perempuan. Menurut pemikiran Red berikut: S.M. dan Sitisoendari, bagaimana mungkin “Tjoba di Tjiandjoer soedah ada Boedi seorang ibu yang bermartabat rendah dapat Oetomo nistjaja M. Djaenab bias dibantoe menghasilkan anak-anak yang mulia dan akan memboeka sekolahan prampoea, seperti bermartabat. Dengan demikian, secara implisit soedah ada di Bandoeng dan di Bogor antara kedua penulis tersebut ingin menyampaikan negeri-negeri pasoendang.” (Poetri Hindia bahwa seorang ibu harus memiliki kemuliaan no.3, Th. 1909). dan martabat yang tinggi untuk dapat mendidik Artikel selanjutnya sebagai bentuk anak-anaknya menjadi anak-anak yang mulia implementasi perjuangan perempuan adalah dan bermartabat. Untuk mencapai tujuan tulisan berjudul “Soedi Mampir”. Artikel tersebut, seorang perempuan yang nantinya tersebut memuat bahwa ada 25 orang perempuan menjadi ibu harus dibelaki dengan pendidikan pribumi yang mendaftar sebagai anggota sebagai bekal bagi mereka mendidik dan organisasi Perhimpoenan Oost en West yang ada membesarkan anak-anaknya di kemudian hari 50

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 di afdeeling di den Haag, Belanda sebagaimana khusus perempuan. Kenyataan itu menunjukkan yang dikutip sebagai berikut: bahwa perempuan semakin sadar bahwa untuk “Maka adalah 25 perempoean boemi poetra menjadi seorang ibu, diperlukan pendidikan. Hal soedah minta djadi lid perhimpoenan Oost en tersebut dilakukan sebagai bekal untuk mendidik West jaitoe dari afdeeling den Haag pada dan menghasilkan generasi yang berkualitas dan padoeka toean J.J. Meyer bekas Ass. bermartabat. Resident di Djawa dan Redacteur dan wakil Sementara itu, di bidang sosial meliputi kita boeat Europa”. Di bagian akhir artikel keikutsertaan perempuan dalam organisasi- tersebut juga terdapat semacan harapan dan organisasi sosial sebagai bentuk aktualisasi diri himbauan agar lebih banyak lagi perempuan di ruang publik. Hal tersebut menunjukkan pribumi yang masuk dalam organisasi bahwa perempuan dan laki-laki semakin sadar tersebut, sebagaimana yang dikutip sebagai bahwa sebetulnya tidak ada pembagian kerja berikut: wilayah domestik dan publik antara perempuan “…… Sebab itoelah maka itoe 25 Istri Hindia dan laki-laki. Artinya, baik perempuan maupun sama bersetoedjoe masoek lid pada afdeeling laki-laki dapat berkarya di dua ruang publik den Haag dari Oost en West, dan kita harap tersebut. Ada satu kalimat yang menarik dari djoega soepaja ada banjak isteri-isteri Hindia artikel yang ditulis oleh S.Sum berjudul lainnja jan akan masoek die itoe “Kemadjoean Perempoean” dimuat dalam Poetri perhimpoenan…” (Poetri Hindia no.3, Th. Hindia no.4, Th. 1909. Kalimat tersebut adalah 1910). “laki-laki bersama perempoean mengoeroeskan Melalui artikel tersebut dapat dilihat dapoer”. Kalimat tersebut memiliki makna yang bahwa mereka, para perempuan pribumi, sangat dalam yakni laki-laki dan perempuan berupaya agar dapat ikut andil dalam kegiatan- bekerja sama dalam membangun dan membina kegiatan di ruang publik melalui sebuah rumah tangga. Artinya, urusan domestik dalam organisasi. Perhimpoenan Oost en West sebuah rumah tangga juga menjadi urusan laki- merupakan organisasi yang bergerak di bidang laki, bukan hanya perempuan saja. Dengan sosial. Salah satu bentuk kegiatan sosial demikian, pada awal abad ke-20 sebetulnya perhimpunan ini adalah memberikan makan dan paradigma berpikir tentang perempuan hanya tempat tinggal bagi para perempuan pribumi mengurusi wilayah domestik yaitu sumur, dapur, yang datang dan bekerja sebagai asisten rumah dan kasur sudah mulai terkikis. tangga. Selain itu, mereka juga memberikan rangsangan agar para perempuan pribumi DAFTAR PUSTAKA lainnya juga dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan organisasi Perhimpoenan Oost en West, Buku dan Karya Tulis Ilmiah khususnya dan organisasi-organisasi perempuan Amiruddin, Mariana. 2007. “Helene lain, umumnya. Cixous: Revolusi Sosial, Revolusi Linguistik”. Jurnal Perempuan, No. KESIMPULAN 52, 2007.

Perjuangan kaum perempuan pada awal Ekajati, Edi dkk. 1986. Sejarah Pendidikan abad ke-20 meliputi pendidikan untuk Daerah Jawa Barat (s.d. tahun 1950). perempuan, penghapusan perkawinan anak, Bandung: Departemen Pendidikan dan penghapusan permaduan, menentang pelacuran, Kebudayaan. memberi kesempatan lebih luas untuk perempuan tampil di depan umum. Namun Hasanah, Lulum. 2011. Upaya-Upaya demikian, berdasarkan artikel-artikel dalam Memajukan Kaum Perempuan Pribumi Surat Kabar Poetri Hindia, perjuangan dalam Pemberitaan Surat Kabar Poetri perempuan fokus pada bidang pendidikan dan Hindia 1908-1911. Skripsi, Fakultas Sastra sosial. Bidang pendidikan meliputi kesempatan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. untuk sekolah dan pembukaan sekolah-sekolah 51

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017

Kartini. 1983. Habis Gelap Terbitlah Terang. S. Sum. “Kemadjoean Perempoean”. Poetri Jakarta: Balai Pustaka. Hindia no. 4, Th. 1909.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Kosim. E. et al. 1981. Biografi dan Perjuangan . Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Lombard, Denys. 2000. Nusa Jawa Dalam

Silang Budaya Jilid II. Jakarta: Gramedia. Lubis, Nina H. 2008. Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika. Rahman, Fadly. 2006. Rijsttafel; Perkembangan Budaya Makan di Pulau Jawa 1870-1942. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Jatinangor.Sukri, Sri Suhandjati & Ridin Sofwan. 2001. Perempuan dan Seksualitas dalam Tradisi Jawa. Yogyakarta: Gama Media. Toer, Pamoedya Ananta. 2003. Sang Pemula. Jakarta: Lentera Dipantara. Vreede-De Stuers, Cora. 2008. Sejarah Perempuan Indonesia; Gerakan dan Pencapaian. Jakarta: Komunitas Bambu.

Wieringa, Saskia Eleonora. 1999. Pengahancuran Gerakan Perempuan. Jakarta: Garba Budaya.

Artikel dalam Surat Kabar

Djoemantan. “Poetri Hindia, dilahirkan di Betawi 1 Juli 1908”. Poetri Hindia no. 1, Th. 1909.

“Kweekeling Perempoean”. Poetri Hindia no. 3, Th. 1909.

Moetiamah. “Lid Istri Hindia”. Poetri Hindia no. 1, Th. 1909.

“Soedi Mampir”. Poetri Hindia no. 3, Th. 1909.

Soerjo, Tirto Adhi. “Kemadjoean Perempoean Boemipoetra”. Pemberita Betawi no. 10, Th. 1903

52