Analisis Struktur Dan Nilai Budaya Naskah Sunda

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Analisis Struktur Dan Nilai Budaya Naskah Sunda ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI BUDAYA NASKAH SUNDA Ruhaliah* ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur dan nilai budaya naskah Sunda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari metode pengumpulan naskah, metode edisi teks, dan metode analisis sastra. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah-naskah Sunda, sedangkan sampel-nya dipilih lima naskah yang mewakili, yaitu naskah Wawacan Sulanjana (WS), naskah Hatam Qur’an Pangantenan (HQP), Wawacan Nabi Yusuf (WNY), naskah Wawacan Muslimin Muslimat (WMM), dan Wawacan Raden Kuda Gambar Sari (WRKGS). Naskah yang didapat terlebih dahulu dialihaksarakan ke dalam huruf Latin dengan menggunakan edisi standar. Penulisan transliterasi disesuaikan dengan ejaan bahasa Sunda yang disusun oleh Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah FPBS IKIP Bandung, sedangkan bahasa Sunda yang terdapat dalam naskah tidak diubah, dengan alasan apabila teks naskah akan diteliti dari sudut linguistik historis komparatif, akan memudahkan peneliti berikutnya. Hasil edisi teks dianalisis dari segi isi, yakni segi sastra dan nilai budaya. Pendahuluan Sebagian naskah Sunda tersimpan di Naskah lama merupakan aset budaya yang beberapa lembaga, baik di dalam maupun di sangat besar manfaatnya, karena menyimpan luar negeri. Namun masih banyak naskah yang berbagai informasi dalam bentuk tertulis. tersebar di masyarakat, baik yang masih Seperti yang dikemukakan oleh Ekadjati digunakan dalam kehidupan sehari-hari, (1988), bahwa naskah-naskah lama dapat maupun sebagai barang pusaka, atau koleksi memberi sumbangan besar bagi studi tentang semata. Lembaga yang menyimpan naskah suatu bangsa atau suatu kelompok sosial budaya sebagai koleksinya di antaranya Perpustakaan yang melahirkan naskah-naskah itu, karena Nasional, Museum Sribaduga, Museum Geusan pada dasarnya naskah-naskah itu merupakan Ulun Sumedang, Museum Kasepuhan Cirebon, dokumen yang mengandung pikiran, perasaan, Museum Cigugur Kuningan, Universiteit dan pengetahuan dari bangsa atau kelompok Bibliotheek Leiden, dan Australian National sosial budaya tersebut (Ekadjati, 1988:1). University. Naskah merupakan peninggalan Pada kehidupan masa lampau, naskah budaya yang berwujud tulisan. Di dalam naskah tidak terlepas dari kehidupan masyarakat tergambar mengenai alam pikiran, adat-istiadat, Sunda, baik sebagai bagian dari tradisi ritual kepercayaan, dan sistem nilai masyarakat pada maupun sebagai pedoman kehidupan sehari- masa lampau. Oleh karena itu, penelitian hari. Namun sejalan dengan perkembangan mengenai naskah merupakan suatu hal yang jaman, fungsi naskah saat ini sudah berubah. tidak bisa diabaikan, di samping penelitian Sebagian naskah hanya tersimpan begitu saja, mengenai benda sejarahnya. atau disimpan dengan teramat rapi sebagai Naskah Sunda berisi berbagai barang pusaka. Hanya sedikit naskah yang informasi mengenai masyarakat Sunda pada masih dipergunakan. Keadaan ini sangat masa naskah itu ditulis. Berdasarkan isinya, mengkhawatirkan, karena isi naskah menjadi naskah Sunda diklasifikasikan ke dalam tidak banyak diketahui. Oleh karena itu, kelompok agama, etika, hukum/adat-istiadat, penelitian mengenai naskah saat ini mutlak mitologi/legenda, pendidikan, pengetahuan, diperlukan agar naskah tetap mempunyai nilai primbon, sastra, sastra sejarah, sejarah, seni pada masyarakatnya. (Ekadjati, 1988:4). Jurnal Sonagar Vol. 2 Th. 2004 1 Naskah dituangkan di dalam bahan yang - sebagai pegangan kaum bangsawan untuk tidak berusia lama, misalnya buku. Umur rata- naskah-naskah yang berisi silsilah, sejarah rata suatu buku, apabila tidak dipelihara dengan leluhur, dan sejarah daerah mereka cara khusus, misalnya disimpan di tempat yang - sebagai alat pendidikan untuk naskah-naskah terlindung dari cuaca dan serangga, tidak lebih yang berisi pelajaran agama, etika, dari satu abad. - sebagai media menikmati seni budaya seperti Pada saat ini, peninggalan berupa naskah naskah-naskah berisi cipta sastra sudah tidak begitu dikenal di masyarakat pada - dapat menambah pengetahuan untuk naskah- umumnya. Hanya kalangan tertentu yang naskah berisi berbagai informasi ilmu menyimpan dan meneliti naskah. Karena itu, pengetahuan diperlukan suatu upaya agar masyarakat - keperluan praktis kehidupan sehari-hari untuk mengenal isi naskah sehingga dapat mengenal naskah-naskah berisi primbon dan sistem budaya masyarakat Sunda pada masa lalu. Di perhitungan waktu samping itu, bahasa dan aksara yang digunakan Menurut Ekadjati (1989:9) fungsi naskah pada naskah umumnya sudah banyak yang tidak dibedakan atas dua macam, yaitu (1) fungsi begitu dipakai oleh masyarakat sekarang. Jadi naskah berdasarkan bendanya, dan (2) fungsi diperlukan upaya agar masyarakat dapat naskah berdasarkan isinya. Menurut isinya, membacanya. Salah satu caranya adalah dengan naskah berfungsi sebagai (1) alat legitimasi men-transliterasikan teks naskah yang ditulis pemegang kekuasaan (raja, bupati) dan bukan dengan aksara Latin ke dalam aksara keturunannya, (2) pedoman hidup kalangan Latin, sehingga kandungan naskah dapat tertentu, (3) pegangan untuk mengenal anggota diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. keluarga, dan (4) mengagungkan pemegang Kegiatan ini merupakan salah satu bidang kekuasaan (raja, bupati) dan keturunannya. garapan filologi. Filologi merupakan ilmu yang Naskah yang tersebar di masyarakat Sunda sangat penting, karena filologi banyak berisi bermacam-macam teks, di antaranya mengungkapkan khazanah ruhaniah warisan pupujian dan wawacan. nenek moyang, misalnya kepercayaan, adat istiadat, kesenian, istilah musik, takaran, timbanga, ukuran, mata uang, dsb (Baried: 22) Seperti yang telah dikemukakan oleh 1) Pupujian Robson (1978:5), bahwa sastra tradisional lebih Pupujian ialah puisi yang berisi puja-puji, penting untuk digarap daripada sastra modern do’a, nasihat, dan pelajaran yang berjiwakan yang sudah dimengerti dan cukup diketahui. agama Islam. Pupujian merupakan salah satu Salah satu perwujudan kebudayaan suatu genre sastra Sunda yang merupakan pengaruh masyarakat atau kelompok manusia dapat Islam. Pupujian merupakan salah satu media ditemukan dalam gagasan, nilai, dan norma dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan peraturan, yang tertuang dalam bentuk tulisan. agama. Isinya di antaranya memuji keagungan Semua unsur kebudayaan yang Allah, menyampaikan shalawat kepada Nabi terdapat dalam sastra lama membentuk Muhammad, do’a, nasihat, pelajaran agama gambaran tentang manusia dan kebudayaannya Islam, dan tarikh nabi. pada masa lampau, misalnya pekerjaan sehari- Teks pupujian biasanya disampaikan dengan hari, sikap hidup, kesenian, dan sebagainya. cara dilagukan, yaitu yang disebut zadzam (nadom). Jadi pupujian sering disebut juga Kajian Teoretis nadoman, artinya untaian kata-kata yang terikat Naskah memiliki fungsi bagi masyara-katnya. baris dan bait. Berdasarkan isinya, dapat Seperti yang dikemukakan oleh (Ekadjati, dipastikan bahwa teks pupujian banyak tersebar 1988:9), bahwa fungsi naskah adalah: di kalangan pesantren dan lingkungan keagamaan. Jurnal Sonagar Vol. 2 Th. 2004 2 Isi teks pupujian dari waktu ke waktu surat, sikap yang baik, dan cara bertemu mengalami perubahan. Seperti yang (Kartini, 1986:19). dikemukakan oleh Kartinidkk., (1984:32), bahwa: 2) Wawacan “Selanjutnya kalau kita tinjau perkem- 2.1) Pengertian Wawacan bangan isi puisi pupujian, dapatlah diketa- Salah satu bentuk karya sastra yang hui bahwa isi pupujian dari masa ke masa dikenal oleh masyarakat Sunda adalah mengalami perubahan. Pada masa berkem- wawacan. Wawacan adalah cerita panjang – bangnya agama Islam, saat peralihan dari kadang-kadang uraian – yang dituangkan dalam ajaran agama Hindu keaharan agama Islam, bentuk pupuh. Bentuk pupuh mulai dikenal oleh isi pupujian itu banyak bercampur dengan masyarakat Sunda, terutama kaum bangsawan, kepercayaan dan ajaran-ajaran agama setelah adanya pengaruh politik dari Mataram Hindu pula”. pada abad ke-17. Rosidi (1966:11-26) mengemukakan 2) Fungsi Pupujian bahwa wawacan berasal dari kata wawacaan Seperti yang telah dikemukakan Rusyana (babacaan) yang artinya: apa yang dibaca. (1971:7), bahwa pupujian berfungsi sebagai Wawacan merupakan bentuk karya sastra yang fungsi ekspresi pribadi dan fungsi sosial. Dalam berasal dari Jawa, dan dibawa ke daerah Sunda hal ini fungsi sosial lebih dominan melalui kaum bangsawan (menak) dan kaum dibandingkan dengan fungsi ekspresi pribadi, ulama (lingkungan pesantren). Wawacan tidak karena pupujian dipergunakan untuk lain dari hikayat yang ditulis dalam bentuk puisi mempengaruhi fikiran, perasaan, dan tingkah (dangding) tertentu yang disebut pupuh. laku manusia di samping dipergunakan pula Wawacan ialah hikayat yang ditulis dalam untuk menyampaikan berbagai ajaran agama. bentuk puisi tertentu yang dinamakan Sebagai media pendidikan, puisi pupujian yang dangding. Dangding ialah ikatan puisi berisi berbagai nasihat dan ajaran agama yang yang sudah tertentu untuk melukiskan hal- disampaikan dengan dinyanyikan itu umumnya hal yang sudah tertentu pula. Dangding dihafalkan di luar kepala. terdiri daripada beberapa buah bentuk Bentuk pupujian terdiri dari (a) dua puisi yang disebut pupuh (Rosidi, seuntai, (b) empat seuntai, (c) lima seuntai, dan 1966:11). (d) delapan seuntai. Isi pupujian terdiri dari enam Wawacan merupakan karya sastra Sunda golongan, yaitu: yang lahir dalam bentuk tertulis, yaitu mula- a. memuji keagungan Tuhan; mula tulisan tangan (naskah), kemudian cetakan b. selawat kepada Rasulullah; (buku). Bila dilihat dari segi kuantitasnya, c. doa dan taubat kepada Allah; naskah wawacan menduduki jumlah
Recommended publications
  • Designing Digital E-Book (App) for the Familiarization of Nine Consumptive Plants for Preschool Children Through the Story of Sri Pohaci, a Sundanese Goddess of Rice
    Designing Digital E-book (app) for The Familiarization of Nine Consumptive Plants for Preschool Children through The Story of Sri Pohaci, a Sundanese Goddess of Rice Author Citra M. Remi [email protected] Game Design and Digital Media, Bandung Institute of Technology, Indonesia Riama Maslan Sihombing [email protected] Visual Communication Design, Faculty of Art and Design, Bandung Institute of Technology, Indonesia ABSTRACT The myth of Sundanese goddess of rice, Sri Pohaci is modified to fit the current context, without changing the basic structure of the story. As the story told, Sri Pohaci incarnated into nine plants. These plants are modified to nine consumptive plants, to support diversification of food consumption through the story of Sri Pohaci, intended for pre-school children. To preserve classic literature, Sri Pohaci tales need to be modified and packaged in a variety of media. The pre-design phase for this research applies qualitative methodology based on action research. The e-book application (app) design utilizes digital storytelling method, combined with touch-screen technology to enable interactive animated features. The concept of storytelling through narration, visual, audio and interactivity can increase the sensation of two-way interaction to encourage children’s comprehension and enjoyment of storybook. Keywords: Sri Pohaci, myth, nine consumptive plants, e-book app 1. INTRODUCTION “Finish your rice, dear. Or the rice will cry”. That is one of popular phrases among parents to persuade their children to finish their meal. These phrases are derived from local myths in agricultural community. The myth of Dewi Sri, Goddess of Paddy is told orally, generation to generation in these communities, spread across several regions in Indonesia.
    [Show full text]
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 258 2nd International Conference on Research of Educational Administration and Management (ICREAM 2018) Documentation and Transliteration of Ancient Sundanese Manuscript in the Jatigede Dam Area of Sumedang Regency (A philological and ethnopedagogical study) Dingding Haerudin, Dedi Koswara Department of Sundanese Language Education Faculty of Languages and Literature Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Indonesia [email protected], [email protected] Abstract—This research article repors the study results of I. INTRODUCTION Sundanese ancient manuscript in the Jatigede Dam Area of This research was triggered by concerns about the fate of Sumedang Regency. It describes the results of transliteration and formulation of formal and narrative structures of the manuscript ancient Sundanese manuscripts. The manuscripts increasingly wawacan genre. The first year object is Wawacan Sulanjana tend to be ignored so that their existence may be worsen and manuscript transliteration, from Pegon-Arabic into Latin neglected. The contents of ancient Sundanese manuscripts alphabet. This research employed descriptive method. It contain the local wisdom values that are identity of Sundanese describes the physical characteristics, the wawacan content, and people. They are very valuable for Sundanese people of today the results of transliteration. The data was collected by library and future. research and field study. The data sources are catalogs of As an ethnic community, Sundanese people also have a Sundanese manuscripts in various libraries, museums, long record of the life of society, social culture, government, universities, and communities. The research concludes that the formal structure was built in 289 stanzas of Pupuh (a kind of and so on.
    [Show full text]
  • Education As Cultural Strategy: Character Educational in Dewi Sri's
    Education as Cultural Strategy: Character Educational in Dewi Sri’s Folklore* Haryo Kunto Wibisono, S.AP, Linda Novi Trianita, Sri Widagdo, P.A, S.AP* Faculty of Administrative Science, Brawijaya University Malang, Indonesia, 2011 Discourse of education equals with concept of transfer knowledge, culture negotiate, dialectic of value and idea or relationship between educator-learner. Even so,variabel of character and human knowledge can’t be separated from education concept as process of human building who begins to see, know, understand, and believing. In this aspect, culture plays an important role to building construction of think, act, and speak. Later, thought developing from myth, mythological, and functional period to achieve their cultural strategic. Meanwhile, folklore working area to build mythology idea upon the fact which is represented by local-knowledge production/indigenous knowledge. Dewi Sri’s Folklore is based on the context of agricultural society and culture chart that surrounding whole character and attitude of society. The story tells about concept of Dewi Sri as symbol of fertility and food security guards through symbolism of ritual and tradition. It symbolises the beginning of thought about the progress of agriculture which is characterised by life-cycle or fertility. The story says that everyone has a responsibility to protecting the staple food, humans have an obligation to maintain mankind welfare. In addition, Dewi Sri’s Folklore with many variations is also expressed in agrarian society such as ritual, spells for cycle rice planting, character and manners educate to children, these all interrelated promoted by ancestor belief from generation to generation, especially Javanese people.
    [Show full text]
  • Promovenda Aan Hasanah NIM 1402534 PROGRAM STUDI
    ALIH WAHANA MITOS DEWI POHACI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN LITERASI BUDAYA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DISERTASI diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia Promovenda Aan Hasanah NIM 1402534 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2021 Aan Hasanah, 2021 ALIH WAHANA MITOS DEWI POHACI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN LITERASI BUDAYA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu AAN HASANAH ALIH WAHANA MITOS DEWI POHACI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN LITERASI BUDAYA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi Promotor, Prof. Dr. Syihabuddin, M.Pd. NIP 196001201987031001 Kopromotor, Anggota Dr. Sumiyadi, M.Hum. Dr. Vismaia S. Damaianti, M.Pd. NIP 196603201991031004 NIP 196704151992032001 Penguji, Penguji, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. Dr. Ade Makmur Kartawinata, M.Phil. NIP 196310241988031003 NIDN 0004125502 Ketua Prodi, Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd. NIP 196109101986031004 Aan Hasanah, 2021 ALIH WAHANA MITOS DEWI POHACI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN LITERASI BUDAYA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu ABSTRAK Hasanah, Aan. (2021). Alih Wahana Mitos Dewi Pohaci dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Literasi Budaya di Sekolah Menengah Kejuruan. Cerita asal-usul tanaman padi merupakan sebuah cerita yang tergolong pada kelompok mitologi. Mitologi padi merupakan salah satu tradisi lisan yang memiliki fungsi yaitu fungsi alat pengesahan kebudayaan terutama budaya bertani. Fungsi itu hadir melalui cerita prosa naratif seperti mitos Dewi Pohaci (MDP). Dalam masyarakat tradisional, mitos memainkan peran sebagai pedoman tingkah laku. MDP mengalami berbagai alih wahana, salah satunya dalam bentuk wawacan Sulanjana Sulanjani (WSS). WSS adalah wawacan yang mengandung kearifan lokal serta memuat tradisi memuliakan tanaman padi pada masyarakat Sunda.
    [Show full text]
  • The Culture of Postharvest Rice Plant Utilization In
    The Bulletin of JSSD Vol.x No.x pp.x-x (20xx) Original papers Received April 16, 2016; Accepted September 20, 2016 postharvest rice plant, is the most useful because of its part from the local variety, which has better structure quality Original articles structure and height. Tying (24 artefacts), bundling (24 through laboratory tests and taller dimension compared to the artefacts) and stacking (22 artefacts) are the most utilized present superior variety, the majority of which was planted by production processes (Figure 7, diagram B). Utility items were the community after the Green Revolution. In terms of the THE CULTURE OF POSTHARVEST RICE PLANT made through 1 production process such as mat base by production process and utilization phase, there are several UTILIZATION IN JAVANESE COMMUNITY stacking damen with unidirectional pattern, through 2 notable values: community relationships, individual, and production processes such as jerambah (traditional floor) by mythological values. RITUAL PROCESSION cutting and mixing damen with clay, and through 3 production In future, not only in the Javanese community, but also in Rice Postharvest Utilization Culture in Indonesia (2) processes such as welit (thatched roof) by bundling, tying and all of Indonesia, there are several ethnicities that traditionally stacking damen into roof truss. have a close relationship with rice farming activities, such as From the quantity of production process in completing Sundanese and Balinese. This fact could potentially open Pandu PURWANDARU*, Dudy WIYANCOKO**, Akira UEDA* utility artefacts, the greatest utilization (with 17 artefacts) was research related to postharvest rice plant utilization culture in * Chiba University Yayoi-cho 1-33, Inage-ku, Chiba 263-8522, Japan completed through two production processes.
    [Show full text]
  • Ensi Lopedi Sastra Sunda
    03 TIDAI( DIPERDAGANGKAN UNTIJK UMUM ENSI LOPEDI SASTRA SUNDA Yus Rusyana Iskandarwassid Wahyu Wibisana HSA Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta 1997 ISBN 979 459 784 8 Penyunting Naskah Drs. S.R.H. Sitanggang, M.A. Pewajah Kulit Agnes Santi Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Sebagian atau seluruh isi buku mi dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin dari penerbit, kecuali dalam hal pengutipan untuk kepertuan penulisan antikel atau karangan ilmiah. Proyek Pembrnaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat Drs. S.R.H. Sitanggang, M.A. (Pemunpin) Drs. Djamari (Sekretaris), Sartiman (Bendaharawan) Drs. Teguh Dewabrata, Drs. Sukasdi, Dede Supriadi, Tukiyar, Hartatik, dan Samijati (Stat) Katalog Dalam Terbitan (KDT) 499.232 03 ENS Ensikiopedi # ju e Ensikiopedi sastra Sunda/o!eh Yus Rusyana. Iskandar Wassid, dan Wahyu Wibisana. --Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997. vi, 260 him.; 21 cm ISBN 979 459 784 8 1. Kesusastraan Sunda-Ensikiopedi r A &1" X 03 Tgt. Pais KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA Masalah bahasa dan sastra di Indonesia berkenaan dengan tiga masalah pokok, yaitu masalah bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Ketiga masalah pokok itu perlu digarap dengan sungguh- sungguh dan berencana dalani rangka pembinaan dan pengembangan bahasa. Sehubungan dengan bahasa nasional, pembinaan bahasa ditujukan pada peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia dengan baik, sedangkan pengembangan bahasa pada pemenuhan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi nasional dan sebagai wahana pengungkap berbagai aspek kehidupan, sesuai dengan perkembangan zarnan. Upaya pencapaian tujuan itu, antara lain, dilakukan melalui penelitian bahasa dan sastra dalam berbagai aspek, baik aspek bahasa Indonesia, bahasa daerah maupun bahasa asing.
    [Show full text]
  • ISLAMISASI DI TATAR SUNDA Era Kerajaan Sukapura
    ISLAMISASI DI TATAR SUNDA Era kerajaan Sukapura Islamisasi di Tatar Sunda ___ i ISLAMISASI DI TATAR SUNDA Era kerajaan Sukapura Penulis: Prof. Dr. Sulasman Dr. Ruhiyat Agus Wirabudiman, MA Abud Syehabudin, M.Pd Dr. Acep Aripudin Editor: Ahmad Yunani, S.Ag., M.Hum. Cetakan I, 2017 14,8 x 21 cm vi + 287 hal. Desain dan Layout: Buya Samuray Diterbitkan oleh: Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Tahun 2017 Copyraight @2017 All Rights Reserved ii ___ Islamisasi di Tatar Sunda Pengantar enyelesaian penulisan hasil penelitian sejarah Islamisasi masa Kerajaan Sukapura merupakan langkah tepat, tepat P sasaran (targetting) dan momentum mengenai pelurusan sejarah yang selama ini masih terkesan mengambang. Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Balit- bang dan Diklat Kementerian Agama RI sebagai institusi yang memfasilitasi program penulisan sejarah Nusantara telah berperan dalam melaksanakan misinya dalam memelihara dan mengembangakan khazanah budaya Nusantara. Ada beberapa urgensi penulisan sejarah Sukapura dilihat dari sudut pandang, berikut: pertama, kekayaan warisan budaya di Nusantara, ter- masuk wilayah Sukapura belum diungkap secara baik dan benar, sehingga belum dipublikasikan dan belum diketahui luas oleh masyarakat Nusantara, masyarakat Sunda sekitar Priangan Timur pada khususnya. Kedua, belum adanya tulisan memadai tentang Islamisasi masa Kerajaan Sukapura yang akan menjadi pijakan dan pelurusan sejarah pembangunan di Tatar Sukapura. Perdebatan tentang Islamisasi di Sukapura, lahirnya Sukapura, dan atau Islamisasi di Tatar Sunda ___ iii Tasikmalaya, menjadi contoh bagaimana sejarah sangat menen- tukan terhadap jalannya roda pembangunan karena menjadi landasan fundamental filosofi perjalanan manusia. Ketiga, ada- nya tugas moral untuk ikut serta dalam upaya pencerdasan masyarakat dan bangsa melalui penyadaran terhadap jati diri bangsa.
    [Show full text]
  • DEWI SRI DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT INDONESIA Goddess Sri in Indonesian Society Belief
    DEWI SRI DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT INDONESIA Goddess Sri in Indonesian Society Belief Titi Surti Nastiti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jl. Raya Condet Pejaten No. 4 Pasar Minggu Jakarta Selatan [email protected] Naskah diterima: 20/05/2020; direvisi: 03/06/2020; disetujui: 03/06/2020; publikasi ejurnal: 26/06/2020 Abstract In Hinduism, Goddess Sri is known as the wife of Lord Vishnu. There were found several statues made from stone and bronze called “Dewi Sri” (Goddess Sri) in Indonesia. Judging from the hand positions and attributes of the statue of Goddess Sri found in Indonesia, iconographically they are different from Goddess Sri statue found in India. The assumption is that the depiction of Dewi Sri in Indonesia has always been related as the Goddess of Fertility or the Goddess of Rice. Paying homage to the Goddess of Rice or the Goddess of Fertility had already existed before Hindu-Buddhist influences came to the archipelago. Therefore, when the siplin (statue maker) depicting Goddess Sri as the Goddess of Rice, the siplin has a different concept from Goddes Sri as the wife of Lord Vishnu, although Goddess Sri as the Goddess of Rice is also believed to be the wife of Lord Vishnu. The depiction of Goddess Sri is inseparable from the concept of her as the Goddess of Rice that has been worshipped from the Prehistoric Period, therefore Goddess Sri has a distinctive attribute that depicts this, which is her left hand holding a sprig of rice. The purpose of writing this paper is to find out the description of Goddess Sri as the Goddess of Rice in the beliefs of Indonesian society and its tradition up to now.
    [Show full text]
  • Tali Paranti As a Local Wisdom of Sunda Traditional Society
    Tali Paranti as A Local Wisdom of Sunda Traditional Society R Isnendes {[email protected] } Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Abstract. An ethnic that has been tested for its civilization must have rules agreed upon and carried out jointly by its people. Likewise, the Sundanese are the second most populous population in Indonesia. Tali paranti are generally unwritten but to be binding rules, which are carried out on a regular basis or 'commonly implemented'. Scientifically, the tali paranti is in line with tradition or customs. The term of tali paranti in Sundanese is very unique which describes the importance of humans or things that are regulated by humans in their position in the universe. In this study will be discussed: (1) concerning of the term taliparanti, (2) kinds of Sundanese tali paranti, and (3) local wisdom contained in the tali paranti. Keywords: Tali Paranti, Local Wisdom, Traditional, Sunda Society 1. INTRODUCTION Ethnicity which has been tested for its civilization certainly has rules that are agreed upon and carried out jointly by its supporters. Likewise, the Sundanese people are the second largest population in Indonesia. These rules are concepts which are then described in language or provisions, activities, and certain instruments depending on the agreement. The rules contained in an ethnicity are intelligent ideas of the local community which can be understood as a policy to be carried out together for the sake of peace and shared prosperity as well. That way, wise rules are another form of local wisdom which is a collection of facts, concepts of trust, public perceptions of the surrounding world, can solve problems or conflicts that occur, and validate information[1].
    [Show full text]
  • 26 BAB III DESKRIPSI DAN KONTEKS WAWACAN SULANJANA Sebuah
    BAB III DESKRIPSI DAN KONTEKS WAWACAN SULANJANA Sebuah naskah wawacan tidak bisa terlepas dari tradisi, seperti pada Wawacan Sulanjana yang dibacakan pada upacara Babarit Pare. Upacara Babarit Pare dengan Wawacan Sulanjana menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan. Naskah Wawacan Sulanjana sebagai sumber cerita, sedangkan upacara Babarit Pare merupakan implementasi dan refleksi dari Wawacan Sulanjana. A. Upacara Babarit Pare Upacara Babarit Pare merupakan hajat syukuran ketika padi mulai berisi atau warga Kulur biasa menyebutnya hamil atau bunting, ciri-ciri padi yang hamil umurnya sekitar 2 bulan lebih dan daun paling ujung berisi. Kata babarit memiliki arti “syukuran tujuh bulan yang sedang hamil”, sedangkan kata pare memiliki arti padi.33 Upacara Babarit Pare dilaksanakan di Balai Kampung yang dihadiri warga sekitar. Balai kampung merupakan tempat serbaguna yang berada di desa yang biasa digunakan untuk acara-acara pementasan seni, tradisi, atau acara lainnya. Di balai kampung inilah warga berkumpul untuk melaksanakan upacara Babarit Pare.34 Sebelum upacara Babarit Pare dilaksanakan, warga mempersiapkan sesajen sebanyak 22 macam makanan yang terdiri dari kelapa muda, kupat tiga macam, serabi kecil dua macam, dan lainnya. Sedangkan untuk minuman terdiri dari air teh, kopi, air putih, rujak selasih, rujak pisang, rujak kelapa jumlahnya 33 Wawancara dengan Abah Rukmin pada tanggal 30 Juni 2015 pukul 18:19:28 dikediaman rumahnya Desa Kulur. 34 Ibid., 26 minimal tujuh. Semua sesajen di atas akan dimakan bersama setelah upacara selesai.35 Menurut penuturan Abah Rukmin, ada makna simbolis dari sesajen pada upacara Babarit Pare, seperti: terdapat bubur dua macam yaitu bubur putih dan bubur merah yang keduanya disimpan dalam satu wadah. Bubur merah sebagai simbol perempuan, sedangkan bubur putih simbol dari laki-laki.
    [Show full text]
  • Tokoh Nyi Pohaci Sanghyang Sri Dalam Wawacan Sulanjana Dan Carita Pantun Sri Sadana: Tinjauan Intertekstualitas Julia Kristeva
    TOKOH NYI POHACI SANGHYANG SRI DALAM WAWACAN SULANJANA DAN CARITA PANTUN SRI SADANA: TINJAUAN INTERTEKSTUALITAS JULIA KRISTEVA THE CHARACTER OF NYI POHACI SANGHYANG SRI IN WAWACAN SULANJANA AND CARITA PANTUN SRI SADANA: JULIA KRISTEVA’S INTERTEXTUALITY OVERVIEW Evi Fuji Fauziyah1 dan Ade Kosasih2 1Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2Universitas Padjadjaran Pos-el: [email protected] dan [email protected] *)Naskah diterima: 30 Maret 2021; direvisi: 23 April 2021; disetujui: 2 Juni 2021 Abstrak Penelitian ini akan membandingkan cerita, tokoh, dan peristiwa antara teks dalam naskah Wawacan Sulanjana dan teks dalam Carita Pantun Sri Sadana. Kedua teks tersebut memiliki bentuk berbeda yaitu yang satu teks tertulis dan yang satu teks yang dituturkan secara lisan. Adapun teori yang digunakan yaitu teori intertekstualitas yang dikemukakan oleh Julia Kristeva. Secara genre, Wawacan Sulanjana dan Carita Pantun Sri Sadana bisa dikategorikan sebagai puisi. Disinyalir Wawacan Sulanjana menjadi salah satu bentuk transformasi dari Carita Pantun Sri Sadana. Adapun untuk membuktikan transformasi dan hipogram maka digunakan teori intertekstualitas Julia Kristeva. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kesimpulan bahwa tema dalam kedua teks tersebut memiliki satu kesamaan yaitu tentang kehidupan masyarakat agraris di tanah Sunda. Adapun yang menjadi objek cerita yaitu seorang tokoh bernama Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Setelah dibandingkan, ada sedikit perbedaan urutan peristiwa dalam cerita dan adanya tokoh-tokoh lain yang menyertai cerita di dalam teks Carita Pantun Sri Sadana, tidak disertakan dalam cerita Wawacan Sulanjana. Kata kunci: intertekstualitas, wawacan, carita pantun, sunda, dewi sri Abstract This research will compare the stories, chadacters, and events in the text between the Wawacan Sulanjana manuscript and the text in the Carita Pantun Sri Sadana.
    [Show full text]
  • Wawacan Sulanjana Structure Analysis
    WAWACAN SULANJANA STRUCTURE ANALYSIS August 12, 2021 Iim Saepur Rohim, Dedi Koswara Universitas Pendidikan Indonesia Introduction FPBS UPI • Today many teenagers are more familiar with literary works in the form of comics, novels and short stories which are one of the new literary works. • Judging from human life, past or present literary works are always associated with life, both about social conditions in society, rules of life, culture and about customs. • Damono in Koswara (2010: 10) explains that literary works are created by authors to feel their beauty, be understood and can be utilized by the public. Sundanese literature is one of the richness of Sundanese culture. One of the wawacan, the wawacan when viewed from its shape is wawacan. • Kalsum (2015: 61) Wawacan sulanjana is one of the ancient manuscripts that uses the Sundanese language in the study of Sundanese mythology and the tradition of respecting bitter melon in the traditions of the Sundanese people, in particular and tells about Dewi Paré or Nyai Sri Pohaci. • This study aims to examine structur of Sri Sadana Sulanjana based on model analysis develoved by Vladimir Propp and Semiotik structure. The principal issues examined in this study include character functions, schemes and pattern of stories, function distributions among characters, and the elements semiotic. FPBS UPI Method • The mothod used qualitative descriptive method with classification techniques through literature. • Study Qualitative research is research that aims to understand every phenomenon experienced by research subjects such as behavior, motivation, action, etc. holistically, and descriptively in the form of words and language, in certain contexts that are reasonable and useful.
    [Show full text]