Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

KAJIAN STRUKTUR RAGAM HIAS UKIRAN TRADISIONAL MINANGKABAU PADA ISTANO BASA PAGARUYUNG [Study of traditional decoration structure of Minangkabau traditional carving on Istano Basa Pagaruyung]

Khairuzzaky1* 1Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Bunda Mulia, Jl. Lodan Raya No. 2 Ancol, Utara 14430,

Diterima: 15 Febuari 2018/Disetujui: 21 Maret 2018

ABSTRACT

Preserving cultural heritage is a cultural fortress attempt against the negative external cultural influences that are so rapidly coming as a result of the current global communications flows that are engulfing the world. One form of material cultural heritage is the various "Minangkabau Traditional Decorative Variety" in in West whose motifs reflect the noble values of the nation. One of the historical heritage buildings of Indonesia that uses Minangkabau traditional carving is Baso Pagaruyung in , . With the process of making expensive carvings into one of the factors causing this culture has started many abandoned. So it needs to be made a study that discusses the variety of ornamental Minangkabau carving into a written scientific work in order to be known by the public to understand the meaning, structure and philosophy. Using descriptive qualitative research method with interactive analysis, consist of three component of analysis that is data reduction, data presentation and conclusion. The results of the study explain the structure of the compensation and symbolic meaning of each pattern of carving motifs used in the five sections within the Baso ie the roundabout, the door, the ventilation, the ceiling, and the palace foot. The symbolic Minangkabau carving reflects the daily life of poured in a Minangkabau pituah. Pituah-pituah have two meanings of interpretation that is denotative and connotative, so that symbolically carved made conveyed implicit and implicit messages for every person who saw it, and make a means of educating and reprimand Minangkabau people.

Keywords: Cultural Heritage, Decorative Variety, Carving, Minangkabau

ABSTRAK

Melestarikan warisan budaya merupakan upaya benteng budaya terhadap pengaruh budaya negatif dari luar yang demikian cepat datangnya sebagai akibat arus komunikasi global yang sekarang sedang melanda dunia ini. Salah satu bentuk warisan budaya material adalah bermacam “Ragam Hias Ukiran Tradisional Minangkabau” dalam Rumah Gadang di Sumatera Barat yang motif ukiran tersebut mencerminkan nilai luhur bangsa. Salah satu bangunan peninggalan sejarah Indonesia yang menggunakan ukiran tradisional Minangkabau adalah Baso Pagaruyung di Batusangkar, Sumatera Barat. Dengan proses pembuatan ukiran yang mahal menjadi salah satu faktor menyebabkan kebudayaan ini sudah mulai banyak ditinggalkan. Maka perlu dibuat sebuah penelitian yang membahas tentang ragam hias ukiran Minangkabau menjadi sebuah karya ilmiah tertulis agar bisa diketahui oleh masyarakat untuk memahami makna, struktur dan filosofinya. Menggunakan metode penilitian kualitatif deskriptif dengan analisis interaktif, terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menjelaskan struktur kompenen dan makna simbolis dari setiap pola motif ukiran yang dipakai di lima bagian dalam Istana Baso Pagaruyung yaitu singok (atap), pintu, ventilasi, langit-langit, dan kak i istana. Simbolis ukiran Minangkabau mencerminkan kehidupan sehari-sehari masyarakat Minangkabau yang dituangkan dalam sebuah pituah Minangkabau. Pituah-pituah tersebut mempunyai dua makna tafsiran yaitu denotatif dan konotatif, sehingga secara simbolis ukiran yang dibuat

______*email: [email protected]

Jurnal Titik Imaji | 54 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 menyampaikan pesan yang tersirat dan tidak tersirat bagi setiap orang yang melihatnya, serta menjadikan sarana mendidik dan menegur masyarakat Minangkabau.

Kata Kunci: Warisan Budaya, Ragam Hias, Ukiran, Minangkabau.

PENDAHULUAN untuk melestarikan dan mengembangkannya, agar tidak memudar Latar Belakang di tengah-tengah proses modernisasi dari Pembahasan tentang dunia seni masyarakat sekitarnya. rupa beserta segala aspeknya selalu sangat Dalam mengembangkan menarik, karena tidak akan ada habisnya kebudayaan bangsa perlu ditumbuhkan untuk diteliti bahkan akan mengundang rasa kemampuan masyarakat untuk pemahaman keingintahuan untuk semakin didalami dan pengamalan nilai-nilai budaya daerah rahasia yang ada di dalamnya. Salah yang luhur dan beradab serta menyerap satunya adalah seni budaya. Sebagian kecil nilai budaya asing yang positif untuk dari hasil kegiatan seni budaya yang masih memperkaya budaya bangsa. Di samping ada di tengah-tengah ruang lingkup itu juga perlu terus ditumbuhkan budaya kesenirupaan tradisional yaitu ragam hias. menghormati dan menghargai budaya Di dalam kehidupan jenis-jenis ragam hias bangsa termasuk budaya daerah. pada dasarnya sudah demikian akrab Melestarikan warisan budaya hubungannya dengan masyarakat. Eratnya merupakan upaya benteng budaya terhadap kaitan kedua aspek itu diciptakan oleh pengaruh budaya negatif dari luar yang seniman atau ahlinya pada semenjak demikian cepat datangnya sebagai akibat dahulu, sehingga akan sulit rasanya untuk arus komunikasi global yang sekarang menemukan siapa yang paling awal sedang melanda dunia ini. penciptanya dan yang mengubahnya Adapun bentuk budaya daerah kemudian. Propinsi Sumatera Barat dengan suku Motif ragam hias berada di tengah- Minangkabau antara lain dalam bentuk tengah kehidupan masyarakat sebagai ruang nilai, tradisi, dan peningagalan sejarah baik dan media untuk mengungkapkan perasaan berupa material maupun non material, yang yang diwujudkan dalam bentuk visual, yang memberikan corak khas pada budaya proses pembuatannya tidak lepas dari daerah Minangkabau. Salah satu bentuk pengaruh alam dan lingkungan sekitarnya, warisan budaya material adalah bermacam serta ditujukan sebagai pelengkap dari rasa “Ragam Hias Ukiran Tradisional estetika. Di dalam bentuk ragam hias Minangkabau” yang dalam motif ukiran terdapat juga makna simbolik tertentu tersebut mencerminkan nilai luhur bangsa, menurut apa yang berlaku secara memperkuat jati diri dan kepribadian konvensional, di lingkungan masyarakat bangsa, mempertebal rasa harga diri dan sekitarnya. Bila di teliti lebih lanjut ternyata kebanggaan nasional, memperkukuh jiwa manusia itu sebenarnya senantiasa selalu persatuan dan kesatuan bangsa dan mampu diajak untuk memulai sebuah kompetisi, menjadi penggerak bagi perwujudan cita- yakni kompetisi antara pemenuhan cita bangsa. kebutuhan hidupnya dengan kemampuan Ragam hias ukiran Minangkabau berpikir di dalam usahanya untuk ini pada umumnya diterapkan pada mewujudkan sebuah karya. bangunan seperti rumah gadang atau rumah Seni rupa tradisi merupakan satu adat, istana kerajaan, balai adat, masjid, sumber kekayaan bagi kebudayaan materi , dan lain-lain, baik untuk bidang dan secara nyata memberikan arti bagi kecil maupun pada bidang besar. Selain itu kehidupan kebudayaan bangsa kita secara juga diterapkan pada beberapa peralatan keseluruhan. Dengan pemahaman bahwa sehari-hari misalnya pada peralatan ragam hias yang ada di Indonesia sangat upacara, rumah tangga, alat pertanian, alat banyak maka harus disadari kemungkinan permainan dan sebagainya.

Jurnal Titik Imaji | 55 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Ukiran-ukiran yang digunakan 1966. Proses pembangunan kembali Istano merupakan gambaran keadaan alam sekitar, Basa dilakukan dengan peletakan tunggak seperti tumbuhan, binatang, benda, dan tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 manusia. Ukiran tersebut sesuai dengan oleh Gubernur Sumatera Barat, Harun Zain. falsafah hidup suku Minangkabau, alam Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak takambang jadi guru, yang artinya alam istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah terkembang jadi guru. Jika diartikan secara selatannya. Pada akhir 1970-an, istana ini bebas, falsafah hidup tersebut menunjukkan telah bisa dikunjungi oleh umum. bahwa alam merupakan medium pengajaran Proses pembuatannya yang mahal yang penting bagi suku Minangkabau. Jika merupakan salah satu alasan masyarakat dilihat dari segi fungsional, motif ragam suku Minangkabau mulai meninggalkan hias ukiran tidak hanya memiliki fungsi motif ragam hias ukiran ini. Peninggalan sebagai penghias, melainkan juga sebagai kebudayaan yang dilakukan ini pengungkapan jiwa seni seseorang dan menyebabkan banyak masyarakat sebagai media pendidikan terhadap anak Minangkabau yang tidak mengetahui kemenakan. tentang struktur ukiran dan makna filosofi Azrial (1995:8) dalam bukunya yang terkandung di dalam ragam hias “Keterampilan Tradisional Minangkabau” ukiran tradisional tersebut. mengemukakan bahwa ukiran tradisional Sejauh ini hasil seni budaya Minangkabau adalah gambaran ragam hias Minangkabau yang banyak dikenal antara timbul, yang tercipta dari kreasi seni orang adalah mengenai arsitektur dan seni tarinya. Minangkabau dengan jalan mengorek Tentang seni ukir Minangkabau yang selalu bagian tertentu dari permukaan sebuah menyertai kehadiran arsitekturnya yang benda, sehingga membentuk suatu kesatuan khas belum banyak ditulis. Literatur ragam hias yang indah dan harmoni, yang mengenai ukiran tradisional Minangkabau biasanya juga mengandung makna tertentu. tidak mudah ditemukan. Kalaupun ada, Ragam hias ukiran tradisional yang hanya membahas bagian umumnya dan digunakan dalam Rumah Gadang tidak mencakup hubungan ukiran tersebut Minangkabau bervariasi jumlahnya dengan sendi-sendi nilai kehidupan tergantung kedudukannya dalam suku. masyarakat Minangkabau baik dari struktur Masing-masing jenis ukiran mengandung ragam hias, komponen maupun maknanya. makna tersendiri yang sangat erat kaitannya Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan dengan kehidupan masyarakat tersebut di atas, peneliti tertarik untuk Minangkabau. Secara keseluruhan, makna meneliti “Kajian Struktur Ragam Hias yang terkandung merupakan pedoman bagi Ukiran Tradisional Minangkabau Pada masyarakat suku Minangkabau dalam Istano Basa Pagaruyung" menjalankan kehidupan. Makna ukiran tersebut bahkan dikuatkan dengan Identifikasi Masalah penggunaan ungkapan atau kata-kata adat. Berdasarkan latar belakang diatas Salah satu Rumah Gadang yang maka identifikasi masalah dari “Kajian terkenal mewah dan megah dari dulu Struktur Ragam Hias Ukiran Tradisional hingga sekarang adalah Istano Basa Minangkabau Pada Istano Basa Pagaruyung atau lebih sering dikenal Pagaruyung” adalah: dengan Istana Pagaruyung yang terletak di 1. Banyak masyarakat suku kecamatan Tanjung Emas, kota Minangkabau meninggalkan motif Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istano Basa yang berdiri ragam hias ukiran ini akibat proses sekarang sebenarnya adalah replika dari pembuatannya yang mahal, yang asli. Istano Basa asli terletak di atas sehingga banyak masyarakat bukit Batu Patah dan terbakar habis pada Minangkabau yang tidak sebuah kerusuhan berdarah pada tahun mengetahui tentang struktur ukiran 1804. Istana tersebut kemudian didirikan dan makna filosofi yang terkandung kembali namun kembali terbakar tahun di dalamnya.

Jurnal Titik Imaji | 56 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

2. Tulisan mengenai seni ukir mendeskripsikan atau menjelaskan Minangkabau tidak mudah peristiwa atau kejadian yang terjadi saat ditemukan terutama tentang sekarang. Metode ini dapat struktur ragam hias ukiran mendeskripsikan suatu variable penelitian. Minangkabau. Penelitian kualitatif oleh Cottle dalam Bogdan dan Tailor (1993: 36) menyatakan: “sebuah metode penelitian Tujuan dan Manfaat Penelitian yang mendasar karena mengunjungi Dilihat dari segi teoretis, maksud masyarakat, mendengarkan dan berbicara dan tujuan dari penelitian ragam hias ukiran dengan mereka dan memungkinkan Minangkabau ini adalah agar dapat pembicaraan itu berjakan sebagaimana memperdalam pengetahuan tentang ragam mereka kehendaki, karena itu seseorang hias seni ukir asal Sumatera Barat dan tata (peneliti), dan perasaan peneliti dirangsang cara khusus mengenai filosofi, simbolis dan oleh tutur kata, sejarah dan catatan-catatan makna dari ragam hias ukiran tradisional orang yang diteliti”. Minangkabau pada Istano Basa Berdasarkan tujuan yang dicapai Pagaruyung. dalam penelitian ini, yaitu lebih ditekankan Secara praktis, sebagai sumbangan pada upaya mengungkap proses untuk wacana pemikiran bagi pihak yang terkait menemukan makna nilai – nilai simbolik tentang ragam hias ukiran tradisional Istano dari sebuah fenomenal yang kompleks, Basa Pagaruyung, sebagai upaya pelestarian maka penelitian ini ditekankan pada seni ukir tradisional Minangkabau di penelitian kualitatif deskriptif. Sumatera Barat. Serta dapat menjelaskan Tujuan utama memakai metodologi makna motif ukiran tradisional kualitatif adalah menangkap proses untuk Minangkabau yang ada di Istano Basa menemukan makna. Dalam kegiatan Pagaruyung Sumatera Barat. risetnya yang dilakukan peneliti kualitatif

adalah menafsirkan dan memaknai hasil

penelitiannya. Setiap aktivitas manusia METODE PENELITIAN selalu berada dalam proses interpretasi dan definisi karena terus menerus bergerak dari Jenis Penelitian situasi ke situasi yang lain. Metode dalam arti luas, menurut Bogdan dan Taylor (1993: 25) adalah Teknik Analisis “proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang Penelitian ini akan menggunakan dipakai dalam mendekati persoalan dan strategi studi kasus tunggal sehingga semua usaha mencari jawabannya.” data-data yang diperoleh dari tempat/lokasi, Berikut ini kemukakan ciri-ciri teknik yang cocok dengan penelitian ini penelitian menurut Suryabrata (1985:19) dengan menggunakan model analisis adalah: “secara harfiah penelitian deskriptif interaktif (Miles dan Huberman, 1984). adalah penelitian yang bermaksud untuk Dalam model ini, tiga komponen analisis, membuat pencandraan situasi atau kejadian, yaitu reduksi data penyajian data (data tapi para ahli senantiasa memberi arti display), dan penarikan kesimpulan atau penelitian deskriptif lebih luas mencakup verifikasinya, aktivitasnya dilakukan dalam segala macam bantuk penelitian kecuali bentuk interaktif dengan proses penelitian historis dan penelitian pengumpulan data, sebagai suatu proses eksperimental dalam arti luas biasa siklus. Dalam bentuk ini, peneliti tetap digunakan istilah penelitian survey”. bergerak di antara 4 komponen (termasuk Berdasarkan pendapat di atas dapat proses pengumpulan data), selama proses ditarik kesimpulan bahwa penelitian pengumpulan data berlangsung, kemudian deskriptif dapat juga dikatakan penelitian peneliti bergerak di antara 3 komponen hasil survei. Sedangkan metode penelitian analisis, yaitu reduksi data sajian data deskriptif menurut Sudjana (1991: 52) dengan menggunakan waktu yang tersisa digunakan apabila bertujuan untuk dalam penelitian ini.

Jurnal Titik Imaji | 57 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Analisis data akan disajikan dalam S3nya, tentang pola (tata paduan motif) bentuk uraian atau penjelasan, skema ukiran tradisional pada rumah adat pemikiran, tabel, gambar-gambar dan foto Minangkabau ditinjau dari sudut geometri berdasarkan studi kasus hingga memperoleh adalah: temuan-temuan umum terkait topik 1. Tatapaduan pilin ganda. Misalnya penelitian. motif kaluak paku, lumuik hanyuik, kijang lari dalam rangsang, aka sagagang, tupai managun, dan aka barayun. HASIL DAN PEMBAHASAN 2. Tatapaduan lingkaran dan segi empat terpadu. Misalnya motif pucuk Struktur Ragam Hias Ukiran rabueng jo salimpat, siku-siku saluek, Minangkabau Pada Istano Basa siku-siku baragi, siku-siku kalalawa Pagaruyung bagayuik, harimau dalam parangkok, Keistimewaan dari rumah adat dan saik galamaik. Minangkabau tidak saja terletak pada 3. Tatapaduan setengah lingkaran susun tolak belakang. Misalnya motif bentuknya yang anggun dan tinggi, tetapi kucieng tidue jo saik galamai, singo juga pada berbagai ragam hias yang mendongkak jo takuek, salimpat, dipahatkan (diukir) pada dinding dan pisang sasikek, dan tirai ampek bagian-bagian lain dari bangunan tersebut. angkek. Pada rumah-rumah sederhana, ukiran 4. Tatapaduan deretan lingkaran. ditempatkan pada pintu dan jendela rumah, Misalnya motif aka duo gagang, sedangkan pada rumah-rumah adat ayam mancotok di lasueng, kudo (gadang) yang besar, ukiran hampir mandongkak, dan gajah badorong. menutupi seluruh tubuh bangunan. Dinding, 5. Tatapaduan gelombang berpilin. tiang-tiang rumah, jendela, pintu, dihiasi Misalnya motif lapieh jarami, rajo dengan ukiran yang terdiri dari berbagai tigo selo, si kambang manih, dan motif. ramo-ramo si kumbang jati. Setiap motif ragam hias yang 6. Tatapaduan lingkaran susun sirih. dipahatkan pada rumah adat mengandung Misalnya motif jalo taserak, jarek makna yang dalam, membawa pesan-pesan takambang, tangguek lamah, labah yang disamarkan ke dalam motif-motif mangirok, jambueh cewek rang yang indah. Sesuai dengan fungsi rumah ritala. adat sebagai lambing kebesaran suku atau keluarga, maka ukiran-ukiran yang Ragam Hias Ukiran di Singok (Atap) dipahatkan pada rumah adat itu juga dikerjakan dengan seksama dan cermat. Ukiran tersebut penuh dengan simbol yang menceritakan tingkah laku dan kejadian alam semesta yang patut diteladani. Melalui ukiran inilah para pendahulu memberikan tuntunan tersamar kepada generasi penerusnya. Berdasarkan motif ragam hias yang Gambar 1. Singok (Atap) Pada Istano ada pada rumah adat Minangkabau ini Basa Pagaruyung pulalah, kemudian digali motif-motif ragam Sumber: Koleksi Pribadi hias Minangkabau yang beraneka ragam yang akan dibahas pada bagian selanjutnya dari tulisan ini. Adapun analisis khusus menurut Profesor Ibenzani Usman dalam Disertasi

Jurnal Titik Imaji | 58 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Gambar 2. Ukiran Tupai Managun (Tupai Tertegun) Pada Atap Istana Sumber: Koleksi Pribadi Gambar 4. Pola Motif Tupai Managun

(Tupai Tertegun) Ragam hias pada bagian atap Istana Sumber: Profesor Ibenzani Usman Basa Pagaruyung di dominasi oleh ukiran di bidang yang kecil. Adapun nama jenis Tupai managun ini digambarkan motif ragam hias yang terdapat dalam secara horizontal. Seharusnya posisi bagan bagian singok (atap) salah satunya adalah ini vertikal. Digambar begini supaya terlihat Tupai Managun. seperti bentuk tupai. Di atas telah ada dua buah motif tupai managun. Secara sepintas terlihat kecenderungan adanya hasrat si juru ukir hendak menampilkan kerangka gerak dari seekor tupai yang sedang tertegun. Dari bentuk tunggal inilah pola tersebut disusun secara simetri sepanjang bidang ukirnya. Jadi motif-motif yang berada dalam tatapaduan pilin ganda ini terdapat pada semua rumah adar yang berukir.

Ragam Hias Ukiran di Pintu Gambar 3. Struktur Komponen Motif Tupai Managun (Tupai Tertegun) Sumber: Koleksi Pribadi

Sebuah motif ukiran Tupai Managun (Tupai Tertegun) yang diambil dari Istana Basa Pagaruyung. Simbol dari tupai tertegun itu dapat dilihat pada bagian luar dan dalam jajaran genjang. Gambar 5. Ragam Hias Ukiran Pada Perhatikanlah pengulangan bentuk-bentuk Pintu Istana garis lengkung setengah lingkaran yang Sumber: https://uninuna.wordpress.com disambung dengan garis lengkung berlawanan sebagai ekor dari tupai yang membanting karena tertegun. Frame dari unit motif ukiran ini adalah motif dengan pinggiran belahan ketupat. Adapun stuktur dan komponen pada ragam hias tersebut terdiri dari gagang, buah, bunga, daun, sapieh/serpih dan simbol dari ekor tupai.

Gambar 6. Ukiran Saluak Laka Pada Pintu Istana Sumber: Koleksi Pribadi

Jurnal Titik Imaji | 59 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Ragam hias pada bagian pintu Ragam hias pada bagian pintu Istana Basa Pagaruyung di dominasi oleh angin (ventilasi) Istana Basa Pagaruyung di ukiran di bidang yang besar. Adapun nama dominasi oleh ukiran di bidang yang besar. jenis motif ragam hias yang terdapat dalam Adapun nama jenis motif ragam hias yang bagian pintu salah satunya adalah Saluak terdapat di bagian ventilasi adalah Labah Laka. Mangirok (Lebah Mengirap).

Gambar 9. Struktur Komponen Motif Labah Mangirok Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 7. Struktur Komponen Motif Saluak Laka Sumber: Koleksi Pribadi

Sebuah motif ukiran Saluak Laka yang diambil dari Istana Basa Pagaruyung. Saluak Laka adalah sejenis anyaman dari rotan yang biasa dipakai sebagai penadah periuk atau belanga yang masih panas. Gambar 10. Pola Motif Labah Mangirok Keistimewaannya saluak laka ini terbuat Sumber: Koleksi Pribadi dari selembar rotan yang panjang sekali, supaya tidak terjadi persambungan rotan Kalau diperhatikan garis dan garis ditengah-tengahnya. putus-putus yang membentuk gelombang Dari indikasi ini timbul asosiasi pada bagan di atas maka masing-masingnya yang akan menuntun si pengamat kepada berbentuk akar cina atau kaluek paku. imaji kekerabatan dan fungsionaris seperti Keduanya saling berlawanan arah. Apabila yang diungkapkan di atas, dengan kata lain gelombang garis putus-putus itu dibalikkan simbol dalam motif ukir ini sekaligus maka kedua-duanya akan berdempet satu membangun simbol dari kekerabatan dan sama lainnya. Gelombang garis-gari fungsionarisasi dari masyarakat tersebut, seperti biasa diisi dengan gagang, Minangkabau. serpih, daun dan bunga. Spesifikasi lainnya ialah relung-relung pada tiap lingkaran Ragam Hias Ukiran di Pintu Angin hampir mengisi ruang hingga pusat (Ventilasi) lingkarannya.

Ragam Hias Ukiran di Langit-langit Istana

Gambar 8. Ukiran Labah Mangirok Pada Pintu Angin (Ventilasi) Istana Sumber: Koleksi Pribadi

Jurnal Titik Imaji | 60 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

spiral dan lingkaran tambahan sehingga secara sera merta sudah menjadi jaringan atau ranjau.

Ragam Hias Ukiran di Salangko/Kamban-Kamban (Kaki) Istana

Gambar 11. Ukiran Jalo Taserak Pada Langit-langit Istana Sumber: Koleksi Pribadi

Ragam hias pada bagian langit- langit Istana Basa Pagaruyung di dominasi oleh ukiran di bidang yang besar. Adapun nama jenis motif ragam hias yang terdapat di bagian ventilasi adalah Jalo Taserak (Jala Tersebar). Gambar 14. Ukiran Lapieh Jarami (Anyaman Jerami) Pada Salangko/Kaki Sumber: Koleksi Pribadi

Ragam hias pada bagian salangko/kaki Istana Basa Pagaruyung di dominasi oleh ukiran di bidang yang besar. Adapun nama jenis motif ragam hias yang Gambar 12. Struktur Komponen Motif terdapat di bagian salangko adalah Lapieh Jalo Taserak Jarami (Anyaman Jerami). Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 15. Struktur Komponen Motif Jalo Taserak Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 13. Pola Motif Jalo Taserak Sumber: Profesor Ibenzani Usman

Jalo taserak (Jala Tersebar) dan atau Jarek Takambang (Jerat Terkembang) adalah nama alat penangkap ikan atau penjerat hewan lain di daratan. Alat itu Gambar 16. Pola Motif Lapieh Jarami terbuat dari talian yang dibentuk demikian Sumber: Profesor Ibenzani Usman rupa sehingga menjadi suatu jaringan.

Fungsi nyata dari jalo dan jarek ini jelas Arti yang sesungguhnya dari lapieh untuk penjala, penjaring, penjerat, atau jarami adalah anyaman yang terbuat dari perangkap, baik untuk ikan maupun untuk jerami. Melihat bentuk yang terdapat pada hewan-hewan lainnya. motif ini, maka unsur anyaman ini memang Pola dan tata paduan motifnya terlihat jelas, oleh karena itu nomenclature adalah lingkaran yang membentuk relung nya diambilkan dari nama motif Lapieh

Jurnal Titik Imaji | 61 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Jarami (Anyaman Jerami). Melihat dari diwujudkan dalam suatu motif ukir seperti polanya dapat dikatakan sama dengan pola Tupai Managun (Tupai Tertegun) ini. aka duo gagang yang berganda. Hal ini Wujud visual (plastis) dari tupai itu dapat diperhatikan pada bagan tertera tidak disalin secara tampak nyata, diatas. melainkan dalam simbol (tanda) garis-garis lengkung yang hendak menggambarkan MAKNA SIMBOLIS RAGAM HIAS gerak-gerik tersebut. Pola atau tatapaduan UKIRAN MINANGKABAU motif ini dapat dilihat pada bagian atas.

Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran Tupai Managun di Singok (Atap) Saluak Laka di Pintu

Tupai managun namonyo ukia Saluak nan jaleh bakaitan Ukia diradai nan di tapi Laka basauh jo baukuran Latak di ateh tampek nan tinggi Silang bapiuah di dalamnyo Di ujuang paran nan di singok Aleh pariang jo balango Dakek calekak padang basentak Panadah angek jo dingin Ukia di Luak Tanah Data Panatiang kuma baarang Turun ka Alam Minangkabau Palatak tambika nan kapacah Nan sanang talatak di tampeknyo Tupai adalah hewan yang Buliah katangah jo katapi melengkapi lingkungan hidup manusia Baiak di ateh ruang tangah dengan segala rugi laba yang diberikan Dari muko lalu ka ujuang kepada manusia. Kerugian yang diberikan Laka nan indak dapek tingga kepada kehidupan manusia adalah kehadirannya dapat merupakan hama Saluak Laka adalah alas periuk terhadap tumbuhan yang diperlukan yang terbuat dari jalinan lidi enau atau lidi manusia bagi kehidupan, karena ia dapat kelapa. Jalinan tersebut berfungsi sebagai menghancurkan buah kelapa dan buah-buah alas atau penahan periuk agar jangan lainnya. Keuntungan yang diberikannya terguling dan jelaganya jangan sampai kepada manusia, bila jumlahnya tidak mengenai benda-benda lainnya. Hal yang terlalu banyak, maka dia turut menjaga ingin diungkapkan melalui bentuk “saluak kelestarian lingkungan hidup manusia. laka” ini adalah bentuknya yang terjalin Keuntungan lain lagi yang dipetik manusia erat, sehingga membentuk kesatuan yang atas kehadirannya adalah sumber ilham kuat dan ulet. Jalinannya yang kuat inilah yang diserap oleh manusia, baik bagi ahli yang pantas diteladani dalam kehidupan adat maupun bagi seniman, dari sifat- kekeluargaan. Kata-kata adatnya adalah sifatnya, bentuk dan gerak-geriknya. sebagai berikut: Sifat dan gerak-geriknya yang lincah itu tidak luput dari pengamatan Nan basaluak nan bak laka, manusia Minangkabau sehingga Nan bakaik nan bak gagang, manimbulkan suatu identifikasi terhadap Supayo tali nak jan putuih, kependekaran seseorang seperti tercermin kaik-bakaik nak jan ungkai. dalam petatah petitih “Sepandai-pandai (Yang berjalin erat seperti laka, tupai melompat sesekali terjatuh juga. yang berkait seperti gagang, Sepandai-pandai pendekar bersilat sekali- Supaya tali jangan putus, sekali terpeleset juga.” Identifikasi ini tidak Kait-berkait supaya jangan lepas). lain dari dasar ajaran dan alam pikiran Minangkabau yang berbunyi alam Kata-kata tersebut menggambarkan terkembang jadi guru. Hal tersebut dapat bagaimana eratnya hubungan sistem memungkinkan timbulnya suatu imaji yang kekerabatan di Minangkabau. Ikatan kekeluargaan itu digambarkan bagaikan jalinan rotan atau lidi laka. Kalau lidi atau

Jurnal Titik Imaji | 62 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 rotan sudah dijalin menjadi laka, maka Melambangkan garis pemisah kekuatannya akan berlipat ganda. Demikian antara yang baik dan buruk. Seandainya juga dengan kehidupan kekerabatan di perbedaan antara baik dan buruk itu telah Minangkabau, walau pun pengaruh dari luar diketahui maka akan selamat dalam hidup datang begitu besar, namun karena ikatan bermasyarakat dan tidak tersesat kepada adat yang kuat maka sistem kekerabatan perbuatan yang melanggar hukum. tersebut tidak akan goyah. Kekuatan ikatan Melihat bentuk dan kegunaannya, adat inilah yang disebut sebagai adat yang oleh para ahli adat dan seniman ukir Jalo “tak lakang dek paneh, tak lapuak dek Taserak (Jala Tersebar) dihubung- hujan”. hubungkannya dengan pengertian Saluak Laka merupakan motif ‘kurungan’ manusia yang telah divonis ragam hias yang penting di antara motif- karena bersalah. Hukum putuih badan motif ragam hias Minangkabau, letaknya tabuang (hokum putus badan terbuang). biasanya pada daun pintu dan daun jendela, Yang mengambil keputusan terakhir adalah seakan menyambut setiap kedatangan tamu penghulu. Jadi ada hubungan motif ragam dengan salam persaudaraan yang kuat. hias ukiran ini dengan kepenghuluan, yaitu Dalam upacara adat hubungan hubungan yang memberi makna dalam kekerabatan sangatlah besar. Untuk bentuk simbol, simbol kata putus pada mepersiapkan upacara adat semua kerabat, penghulu. Itulah sebabnya maka motif urang sumando, anak pisang, ipar besan dan ragam hias ukiran yang masuk ke dalam semua kerabat jauh dan dekat bergotong kelompok ini sering muncul pada bidang royong dan bekerja secara bersama galeung raban (tutup kolong rumah). menyelesakan pekerjaan sesuai dengan Jala terserak ini melambangkan tanggung jawab mereka masing-masing. sistem pemerintahan Datuk Parpatih Nan Beban yang berat akan terasa ringan apabila Sabatang dalam proses mengadili seseorang dikerjakan secara bersama-sama. yang melanggar hukum dengan cara mengumpulkan data dan kemudian dipilah- Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran pilah hingga akhirnya diketahui siapa yang Labah Mangirok di Ventilasi sebenarnya bersalah.

Sabondoang lalu satampuah suruik Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran Sakali tabang samo inggok Lapieh Jarami di Kaki Istana Malayok tabang mandanguang-danguang Balun lai tau tujuan nyato Bilalang dapek dek manuai Namun tabangnyo basuko rio Lapiah balapiah batang padi Sambia malagu mandanguang panjang Tapijak dek tapak manuju lampok Tabang ciek, tabang kasadonyo Bakeh lalu tampek bapijak Saulang tinggi nan dituju Tanah lambok, bungin kok rawang Di tangah hutan rimbo rayo Nak samat padi ka lampok Labah manyasok ragam bungo Elok nampak dek mato Indah nan lalu kahati Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran Timbua kalukih papan tuai Jalo Taserak di Langit-langit Manjala katumbuang sitinjau lauik Dek arih tukang nan utuih Jalo taserak di nan dangka Lah jadi ukia sampai kini Ikan lari ka nan dalam Alek bak kato urang sipangka Lapiah jarami adalah jalinan dari Intan talatak di nan kalam batang padi yang telah dipotong sehingga Alek bapanggia mangko tibo membentuk suatu ikatan nyang kuat. Motif Buruak nan datang bahambauan ini hampir sama bentuknya dengan motif Barek ringan saiyo satido lapiah ampek. Motif ini melambangkan Musuah nan indak ba imbauan adanya rasa persaudaraan, persatuan serta tidak sombong, dapat menempatkan diri di

Jurnal Titik Imaji | 63 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 mana saja serta disenangi oleh orang Tatandu manyosok Di papan banyak. Penyesuaian hidup dengan bungo sabalik lingkungan diungkapkan dengan pepatah- Itiak pulang patang Di pas petitih: Lumuik anyuik Di lambai- lambai tagak Dimana bumi dipijak, di sinan langik Labah mangirok Di papan dijunjuang guluang (Dimana bumi dipijak, di sana langit Aka cino sagagang Di segitiga dijunjung) atas sekali 3. Tempat-tempat lain Artinya dimana pun kita hidup Saluak Di lambai- aturan orang setempat itulah yang dipakai. lambai Tupai managun Di setiap Dari pemahaman di atas dapat ujung rasuk di disimpulkan bahwa ukiran terdiri atas atas unsur-unsur pokok antara lain sebagai Bada mudiak Di tepi setiap berikut: ukiran besar 1. Unsur fisik, terdiri dari gagang, Aka cino Di setiap kayu sulur, sapiah, daun, dan bunga. kecil yang 2. Unsur keindahan (nilai estetis) panjang 3. Unsur simbolis, yaitu mempunyai Pucuak rabuang Di penutup nilai adat yang diungkapkan ukiran melalui kiasan. Jalo takambang Di loteng 4. Cerminan nilai serta budaya Buah palo bapatah Di tepi setiap masyarakat, dapat dilihat dari sikap ukiran besar dan tatanan kehidupan sehari- Kaluang bagayuik Di bawah harinya. kasau

Letak Ukiran Saik galamai Di les plang Pada umumnya di beberapa daerah Tampuak manggih Di gonjong Sumatera Barat, orang meletakkan ukiran di Sumber : Dokumentasi Pribadi dari rumah gadang pada bagian-bagian seperti Museum Adityawarman berikut : Warna Ukiran Minangkabau Pada Tabel 1. Letak Ukiran di Rumah Gadang Istana Baso Pagaruyung Minangkabau Pigment yang dipakai dalam No. Nama Ukiran Letak Ukiran mewarnai ukiran Minangkabau adalah berasal dari tanah kewi berwarna hitam dan 1. Pada badan rumah tanah kewi berwarna kuning, sedangkan Saluak Pada untuk warna merah menggunakan buah Kudo manyipak sakapiang kasumba yang dicampur dengan minyak dibawah kemiri. jendela Warna-warna demikian, belakang Aka barayun ini sudah hampir tidak ada lagi, malah Di atas papan Rajo tigo selo sudah banyak rumah-rumah adat diberi sakapiang Tangguak lamah ukiran dengan warna cat dari pabrik, Aka cino sagagang Di lambai- sehingga sudah banyak terlihat rumah- lambai rumah adat berukir dengan warna-warna garabeh tambahan seperti biru, hijau malah ada yang Pisang sasikek Di papan memberikan warna ungu. Secara konsekuen gaebeh keadaan ini menunjukkan bahwa telah 2. Pada anjuang terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salimpat Di salangko Faktor yang mempengaruhi dari

Jurnal Titik Imaji | 64 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 penyimpangan-penyimpangan tersebut kemampuan dan keterampilan mengukir adalah faktor ingin bervariasi, dibendung yang berbeda sehingga perkembangan dan oleh ketentuan adat, apa lagi dengan teknik tiap-tiap daerah tersebut saling berkembangnya teknologi cat mencat yang berbeda, meskipun motif atau ragam menyebabkan prinsip-prinsip pewarnaan hiasnya sama. ukiran tidak diikuti serta dilanggar. Ada beberapa hal yang Warna-warna tersebut juga terlihat mempengaruhi teknik ukir, di antaranya alat pada bendera kebesaran adat Minangkabau ukir, bahan, cara menggunakan alat ukir, yang disebut dengan Morawa. Menurut M. dan pekerjaan akhir (funishing). Sayuti Dt. Rajo Penghulu (2005: 207) Dibawah ini akan merupakan tiga dalam bukunya “Tau Jo Nan Ampek macam teknik ukir pada rumah gadang dan (Pengetahuan yang Empat Menurut Ajaran benda hias: Adat dan Budaya Alam Minangkabau)”, 1. Teknik Relief Marawa memiliki makna dan arti warna Teknik relief disebut juga relief tersendiri, yaitu: dangkal karena dasar ukirannya tidak dibuang. Relief dangkal gunanya sebagai Tabel 2. Makna warna ukiran menurut pengisi ruang bidang yang tinggi dan jauh M. Sayuti Dt. Rajo Penghulu dari pandangan mata. Warna Nama Warna Arti Warna 2. Midle Relief Hitam Melambangkan Midle Relief disebut juga sebagai kebesaran nagari teknik ukir yang dibuang dasarnya, teknik Luhak Limo Puluah ini kelihatan rapid an bersih, bentuk Koto maka marawa reliefnya tampak menonjol dan jelas. Relief nya berwarna hitam ini ditempatkan pada bagian yang dekat dari disebelah luar. pandangan mata, sekarang banyak dipakai Kuning Melambangkan pada ukiran-ukiran perabot dan juga pada kebesaran nagari ukiran les plang rumah, pintu dan lain-lain. Luhak Tanah 3. Teknik Karawang Datar. Jika acara di Teknik karawang disebut juga wilayah adat Luhak teknik tembus dasar, ukirannya dibuang Tanah Datar, maka hingga tembus pandang yang kelihatan marawanya hanya motifnya. Penggunaan relief ini tidak berwarna kuning banyak dijumpai pada rumah gadang, disebelah luar. misalnya pada ventilasi, pada papan pereng, Merah Melambangkan bawah kandang dan pada dekoratif lainnya kebesaran nagari seperti pada mimbar, podium, sekarang ini Luhak Agam. Jika motif tembus dikembangkan pada meja acara di wilayah makan dan kursi. adat Luhak Agam, maka marawanya SIMPULAN berwarna merah sebelah luar. Filosofis ragam hias ukiran Putih Kesucian punya Minangkabau tidaklah diungkapkan secara alua dan patuik. realistik atau naturalis tetapi bentuk tersebut Sumber : Wawancara pribadi langsung digayakan sedemikian rupa sehingga menjadi motif-motif yang dekoratif, Proses Ragam Hias Ukiran kadang-kadang sukar untuk dikenali sesuai Minangkabau dengan nama motifnya. Hal ini mungkin Untuk memahami teknik ukir tidak terjadi setelah berkembangnya agama Islam cukup kita berpedoman pada ahli ukir atau di Minangkabau. Seni ukir di Minangkabau hanya melihat dari suatu daerah saja. pada mulanya dimulai dari corak yang Karena masing-masing daerah itu memiliki realitis. Hal ini masih dapat kita lihat hiasan

Jurnal Titik Imaji | 65 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 ukiran pada batu seperti menhir atau nisan Bodgan, Robert. Steven J, Taylor. 1993. yang terdapat di beberapa daerah di Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Kabupaten 50 Kota yang bermotif ular, Surabaya: Usaha Nasional burung dengan makna simbolisnya. Boestami, Erman M, dkk. 1981. Rumah Sedangkan pada seni ukir Minangkabau Gadang Minangkabau. Padang: motif-motif realis ini sudah tidak ada lagi Proyek Pengembangan Permuseuman karena pada umumnya masyarakat Sumatera Barat Minangkabau memeluk agama Islam Diradjo, Ibrahim Dt. Sanggoeno. 2013. dengan falsafah adatnya Adat Basandi Tambo Alam Minangkabau. Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Bukittinggi: Kristal Multimedia Simbolis ukiran Minangkabau Hasan, Hasmurdi. 2004. Ragam Rumah mencerminkan kehidupan sehari-sehari Adat Minangkabau Falsafah, masyarakat Minangkabau yang dituangkan Pembangunan, dan Kegunaan. dalam sebuah pituah Minangkabau dengan Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan penuh makna dan syarat dalam sebuah Indonesia ukiran Rumah Gadang ataupun Istana Baso H.B. Sutopo. 1999. Metode Penelitian Pagaruyung. Pituah-pituah tersebut Kualitatif. Surakarta: UNS Press mempunyai dua makna tafsiran yaitu M. Sayuti Dt. Rajo Penghulu. 2005. Tau denotatif dan konotatif, sehingga secara Nan Jo Ampek (Pengetahuan Yang simbolis ukiran yang dibuat menyampaikan Empat Menurut Ajaran Budaya Alam pesan yang tersirat dan tidak tersirat bagi Minangkabau). Padang: Mega Sari setiap orang yang melihatnya, serta Kerjasama Sako Batuah menjadikan ragam hias ukiran Myers, Bernard Samuel. 1959. Encylopedia Minangkabau menjadi sarana mendidik dan of World Art. Michigan: McGraw- menegur masyarakat Minangkabau tetap Hill dalam kaidah-kaidah adat Minangkabau. Navis, AA. 1984. Alam Takambang Jadi Struktur dan komposisi ukiran Guru. Jakarta: Grafitipers Minangkabau hampir mempunyai bentuk Panghoeloe, M. Rasjid Manggis Dt. Radjo. yang sama yaitu adanya buah, daun, bunga, 1982. Minangkabau Sejarah Ringkas tangkai, sepih, dan ornament tambahan lain. dan Adatnya. Jakarta: Penerbit Dengan pola ukiran yang memiliki banyak Mutiara pengulangan dan selalu bersilangan dengan Penghulu, M. Sayuti Dt. Rajo. 2005. Tau Jo harapan bahwa siklus kehidupan manusia Nan Ampek (Pengetahuna yang terkadang berada di atas, terkadang berada Empat Menurut Ajaran Adat dan di bawah, dan simbol dari Islam yang Budaya Alam Minangkabau). berzikir secara berulang-ulang. Padang: Penerbit Mega Sari Rahman, Fajri. 2007. Permusuhan Dalam DAFTAR PUSTAKA Persahabatan: Budaya Politik Buku Masyarakat Minangkabau. Lembaga Achmadi, Asmoro. 1995. Filsafat Umum. Kajian Sosial Budaya Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Rusmita, Hasni S dan Riza M. 1999. Ukiran Amir M.S. 2011. Adat Minangkabau Pola Tradisional Minangkabau. Padang: dan Tujuan Hidup Orang Minang. Bagian Proyek Pembinaan Jakarta: Citra Harta Prima Permuseuman Sumatera Barat Armaini, Fauzan dan Amri N. 2004. Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Keterampilan Tradisional Simbol dan Daya. Bandung: Penerbit Minangkabau 2. Jakarta: Bumi ITB Aksara Shadily, Hasan. 1980. Kamus Besar Bahasa Azrial, Yulfian. 1995. Keterampilan Indonesia. Jakarta: Gramedia Tradisional Minangkabau. Padang: Suryabrata, Sumadi. 1985. Metodologi Angkasa Raya. Penelitian. Jakarta: CV Rajawal

Jurnal Titik Imaji | 66 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Tukio M, Sugeng, 1987. Mengenal Ragam Martamin, Mardjani dan Amir B. 1978. Hias Indonesia. Bandung: Penerbit Ukiran Rumah Adat Minangkabau Angkasa dan Artinya. Padang: IKIP Padang Zainuddin, Musyair MS. 2010. Pelestarian Martamin, Mardjani dan Amir B. 1976. Eksistensi Dinamis Adat Ragam Ukiran Rumah Gadang Minangkabau. : Penerbit Minangkabau. Padang: IKIP Padang Ombak Meker, Zodio. 2010. Perancangan Buku, Ukiran Tradisional Minangkabau. Laporan Penelitian Bandung: UNIKOM Boestami. 1979. Arsitektur Tradisional Pramandani, Egar. 2010. Perancangan Minangkabau Rumah Gadang. Buku Arsitektur Rumah Adat Padang: Proyek Sasana Budaya Minangkabau (Istana Pagaruyung). Jakarta Bandung: UNIKOM Khairi, Asra Ilal. 2011. Komparasi Motif Usman, Ibenzani. 1985. Seni Ukir Ukiran Rumah Gadang Bukik Tradisional Pada Rumah Adat Surungan Kelarasan Koto Piliang Minangkabau: Teknik, Pola dan Kota Padang Panjang Dengan Fungsinya. Disertasi tidak Rumah Gadang Sicamin Biaro diterbitkan. Bandung: Institut Kelarasan Koto Piliang Kabupaten Teknologi Bandung Agam Sumatera Barat. Tesis tidak Usman, Ibenzani. 1980. Seni Ukir diterbitkan. Bandung: Universitas Tradisional Minangkabau Dalam Pendidikan Indonesia Konteks Adat Istiadat. Padang: Universitas Andalas, IKIP Padang, dan INS Kayu Tanam

Jurnal Titik Imaji | 67