Kajian Struktur Ragam Hias Ukiran Tradisional Minangkabau Pada
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 KAJIAN STRUKTUR RAGAM HIAS UKIRAN TRADISIONAL MINANGKABAU PADA ISTANO BASA PAGARUYUNG [Study of traditional decoration structure of Minangkabau traditional carving on Istano Basa Pagaruyung] Khairuzzaky1* 1Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Bunda Mulia, Jl. Lodan Raya No. 2 Ancol, Jakarta Utara 14430, Indonesia Diterima: 15 Febuari 2018/Disetujui: 21 Maret 2018 ABSTRACT Preserving cultural heritage is a cultural fortress attempt against the negative external cultural influences that are so rapidly coming as a result of the current global communications flows that are engulfing the world. One form of material cultural heritage is the various "Minangkabau Traditional Decorative Variety" in Rumah Gadang in West Sumatra whose motifs reflect the noble values of the nation. One of the historical heritage buildings of Indonesia that uses Minangkabau traditional carving is Baso Pagaruyung Palace in Batusangkar, West Sumatra. With the process of making expensive carvings into one of the factors causing this culture has started many abandoned. So it needs to be made a study that discusses the variety of ornamental Minangkabau carving into a written scientific work in order to be known by the public to understand the meaning, structure and philosophy. Using descriptive qualitative research method with interactive analysis, consist of three component of analysis that is data reduction, data presentation and conclusion. The results of the study explain the structure of the compensation and symbolic meaning of each pattern of carving motifs used in the five sections within the Baso Pagaruyung Palace ie the roundabout, the door, the ventilation, the ceiling, and the palace foot. The symbolic Minangkabau carving reflects the daily life of Minangkabau people poured in a Minangkabau pituah. Pituah-pituah have two meanings of interpretation that is denotative and connotative, so that symbolically carved made conveyed implicit and implicit messages for every person who saw it, and make a means of educating and reprimand Minangkabau people. Keywords: Cultural Heritage, Decorative Variety, Carving, Minangkabau ABSTRAK Melestarikan warisan budaya merupakan upaya benteng budaya terhadap pengaruh budaya negatif dari luar yang demikian cepat datangnya sebagai akibat arus komunikasi global yang sekarang sedang melanda dunia ini. Salah satu bentuk warisan budaya material adalah bermacam “Ragam Hias Ukiran Tradisional Minangkabau” dalam Rumah Gadang di Sumatera Barat yang motif ukiran tersebut mencerminkan nilai luhur bangsa. Salah satu bangunan peninggalan sejarah Indonesia yang menggunakan ukiran tradisional Minangkabau adalah Istana Baso Pagaruyung di Batusangkar, Sumatera Barat. Dengan proses pembuatan ukiran yang mahal menjadi salah satu faktor menyebabkan kebudayaan ini sudah mulai banyak ditinggalkan. Maka perlu dibuat sebuah penelitian yang membahas tentang ragam hias ukiran Minangkabau menjadi sebuah karya ilmiah tertulis agar bisa diketahui oleh masyarakat untuk memahami makna, struktur dan filosofinya. Menggunakan metode penilitian kualitatif deskriptif dengan analisis interaktif, terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menjelaskan struktur kompenen dan makna simbolis dari setiap pola motif ukiran yang dipakai di lima bagian dalam Istana Baso Pagaruyung yaitu singok (atap), pintu, ventilasi, langit-langit, dan kak i istana. Simbolis ukiran Minangkabau mencerminkan kehidupan sehari-sehari masyarakat Minangkabau yang dituangkan dalam sebuah pituah Minangkabau. Pituah-pituah tersebut mempunyai dua makna tafsiran yaitu denotatif dan konotatif, sehingga secara simbolis ukiran yang dibuat _________________________________ *email: [email protected] Jurnal Titik Imaji | 54 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 menyampaikan pesan yang tersirat dan tidak tersirat bagi setiap orang yang melihatnya, serta menjadikan sarana mendidik dan menegur masyarakat Minangkabau. Kata Kunci: Warisan Budaya, Ragam Hias, Ukiran, Minangkabau. PENDAHULUAN untuk melestarikan dan mengembangkannya, agar tidak memudar Latar Belakang di tengah-tengah proses modernisasi dari Pembahasan tentang dunia seni masyarakat sekitarnya. rupa beserta segala aspeknya selalu sangat Dalam mengembangkan menarik, karena tidak akan ada habisnya kebudayaan bangsa perlu ditumbuhkan untuk diteliti bahkan akan mengundang rasa kemampuan masyarakat untuk pemahaman keingintahuan untuk semakin didalami dan pengamalan nilai-nilai budaya daerah rahasia yang ada di dalamnya. Salah yang luhur dan beradab serta menyerap satunya adalah seni budaya. Sebagian kecil nilai budaya asing yang positif untuk dari hasil kegiatan seni budaya yang masih memperkaya budaya bangsa. Di samping ada di tengah-tengah ruang lingkup itu juga perlu terus ditumbuhkan budaya kesenirupaan tradisional yaitu ragam hias. menghormati dan menghargai budaya Di dalam kehidupan jenis-jenis ragam hias bangsa termasuk budaya daerah. pada dasarnya sudah demikian akrab Melestarikan warisan budaya hubungannya dengan masyarakat. Eratnya merupakan upaya benteng budaya terhadap kaitan kedua aspek itu diciptakan oleh pengaruh budaya negatif dari luar yang seniman atau ahlinya pada semenjak demikian cepat datangnya sebagai akibat dahulu, sehingga akan sulit rasanya untuk arus komunikasi global yang sekarang menemukan siapa yang paling awal sedang melanda dunia ini. penciptanya dan yang mengubahnya Adapun bentuk budaya daerah kemudian. Propinsi Sumatera Barat dengan suku Motif ragam hias berada di tengah- Minangkabau antara lain dalam bentuk tengah kehidupan masyarakat sebagai ruang nilai, tradisi, dan peningagalan sejarah baik dan media untuk mengungkapkan perasaan berupa material maupun non material, yang yang diwujudkan dalam bentuk visual, yang memberikan corak khas pada budaya proses pembuatannya tidak lepas dari daerah Minangkabau. Salah satu bentuk pengaruh alam dan lingkungan sekitarnya, warisan budaya material adalah bermacam serta ditujukan sebagai pelengkap dari rasa “Ragam Hias Ukiran Tradisional estetika. Di dalam bentuk ragam hias Minangkabau” yang dalam motif ukiran terdapat juga makna simbolik tertentu tersebut mencerminkan nilai luhur bangsa, menurut apa yang berlaku secara memperkuat jati diri dan kepribadian konvensional, di lingkungan masyarakat bangsa, mempertebal rasa harga diri dan sekitarnya. Bila di teliti lebih lanjut ternyata kebanggaan nasional, memperkukuh jiwa manusia itu sebenarnya senantiasa selalu persatuan dan kesatuan bangsa dan mampu diajak untuk memulai sebuah kompetisi, menjadi penggerak bagi perwujudan cita- yakni kompetisi antara pemenuhan cita bangsa. kebutuhan hidupnya dengan kemampuan Ragam hias ukiran Minangkabau berpikir di dalam usahanya untuk ini pada umumnya diterapkan pada mewujudkan sebuah karya. bangunan seperti rumah gadang atau rumah Seni rupa tradisi merupakan satu adat, istana kerajaan, balai adat, masjid, sumber kekayaan bagi kebudayaan materi rangkiang, dan lain-lain, baik untuk bidang dan secara nyata memberikan arti bagi kecil maupun pada bidang besar. Selain itu kehidupan kebudayaan bangsa kita secara juga diterapkan pada beberapa peralatan keseluruhan. Dengan pemahaman bahwa sehari-hari misalnya pada peralatan ragam hias yang ada di Indonesia sangat upacara, rumah tangga, alat pertanian, alat banyak maka harus disadari kemungkinan permainan dan sebagainya. Jurnal Titik Imaji | 55 Versi online: JURNAL TITIK IMAJI http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018 Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940 Ukiran-ukiran yang digunakan 1966. Proses pembangunan kembali Istano merupakan gambaran keadaan alam sekitar, Basa dilakukan dengan peletakan tunggak seperti tumbuhan, binatang, benda, dan tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 manusia. Ukiran tersebut sesuai dengan oleh Gubernur Sumatera Barat, Harun Zain. falsafah hidup suku Minangkabau, alam Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak takambang jadi guru, yang artinya alam istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah terkembang jadi guru. Jika diartikan secara selatannya. Pada akhir 1970-an, istana ini bebas, falsafah hidup tersebut menunjukkan telah bisa dikunjungi oleh umum. bahwa alam merupakan medium pengajaran Proses pembuatannya yang mahal yang penting bagi suku Minangkabau. Jika merupakan salah satu alasan masyarakat dilihat dari segi fungsional, motif ragam suku Minangkabau mulai meninggalkan hias ukiran tidak hanya memiliki fungsi motif ragam hias ukiran ini. Peninggalan sebagai penghias, melainkan juga sebagai kebudayaan yang dilakukan ini pengungkapan jiwa seni seseorang dan menyebabkan banyak masyarakat sebagai media pendidikan terhadap anak Minangkabau yang tidak mengetahui kemenakan. tentang struktur ukiran dan makna filosofi Azrial (1995:8) dalam bukunya yang terkandung di dalam ragam hias “Keterampilan Tradisional Minangkabau” ukiran tradisional tersebut. mengemukakan bahwa ukiran tradisional Sejauh ini hasil seni budaya Minangkabau adalah gambaran ragam hias Minangkabau yang banyak dikenal antara timbul, yang tercipta dari kreasi seni orang adalah mengenai arsitektur dan seni tarinya. Minangkabau dengan jalan mengorek Tentang seni ukir Minangkabau yang selalu bagian tertentu dari permukaan sebuah menyertai kehadiran arsitekturnya