M Jusuf, Supersemar, Dan Naiknya Soeharto - Sabtu, 11 Maret 2006
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
M Jusuf, Supersemar, dan Naiknya Soeharto - Sabtu, 11 Maret 2006 Berita Utama Rubrik Sabtu, 11 Maret 2006 Search : Berita Utama Bisnis & Keuangan M Jusuf, Supersemar, dan Naiknya Soeharto Humaniora International Julius Pour Jawa Barat Jawa Tengah Hari itu, 40 tahun lalu, Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya dilanda Metropolitan prahara. Dampak pembunuhan sejumlah jenderal TNI AD pada awal Oktober Nusantara tahun sebelumnya masih berlanjut, memicu karut-marut di semua sendi Olahraga kehidupan. Opini Politik & Hukum Dalam hiruk pikuk itu muncul surat perintah tertanggal Jakarta 11 Maret 1966. Surat yang kemudian populer sebagai Supersemar (Surat Perintah Sebelas Sosok Sumatera Bagian Maret) ditandatangani Soekarno, Presiden yang waktu itu merangkap Panglima Selatan Tertinggi sekaligus Pemimpin Besar Revolusi. Sumatera Bagian Utara Surat tersebut kemudian tampil misterius karena keberadaannya sampai Yogyakarta sekarang tak pernah bisa terlacak. Sementara itu, isinya tidak hanya menjadi Berita Yang lalu penunjang kelahiran rezim Orde Baru, tetapi juga sebuah lonceng penumpasan terhadap kaum komunis dan siapa saja yang diduga sebagai komunis. Anak Audio Visual Bahari Sejumlah tokoh terkait dalam kelahiran Supersemar. Selain Bung Karno, juga tercatat tiga jenderal (Basuki Rahmat, Amir Machmud, dan M Jusuf) selaku Bentara pembawa surat sebelum mereka menyampaikannya kepada Soeharto. Dalam Bingkai posisi sebagai Panglima Angkatan Darat, lewat Supersemar Bung Karno Dana memberi Soeharto tugas, ... mengambil segala tindakan yang dianggap perlu Kemanusiaan untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan pemerintahan dan Didaktika revolusi. Ekonomi Internasional Empat puluh tahun berlalu, kini tinggal Soeharto seorang. Berturut-turut, Basuki http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/11/utama/2500391.htm (1 of 4)4/18/2006 6:29:55 PM M Jusuf, Supersemar, dan Naiknya Soeharto - Sabtu, 11 Maret 2006 Ekonomi Rakyat Rahmat, Soekarno, Amir Machmud, dan terakhir Jusuf meninggal dunia tanpa Fokus memberi petunjuk jelas mengenai latar belakang Supersemar. Mengapa surat Furnitur tersebut menyebutkan Jakarta, sementara dirancang, ditulis, serta ditandatangani Ilmu di Bogor? Salah tulis atau kesengajaan? Pengetahuan Interior Pertanyaan ini bagaikan membuka kotak pandora sebab langsung disusul Jendela rentetan pertanyaan. Apakah tidak mungkin dibikin di Jakarta dan Bogor hanya Kesehatan dipinjam karena Bung Karno sedang lari ke sana? Mungkinkah Bung Karno Lingkungan terpaksa atau dipaksa menandatangani surat yang sudah disiapkan? Lintas Timur Barat Sampai Jenderal Jusuf meninggal 7 September 2004, khalayak dikesankan Makanan dan bahwa almarhum menyimpan kunci misteri sekitar Supersemar. ... di kelak Minuman kemudian hari, dengan seizin Pak Harto, mudah-mudahan dapat saya himpunkan Muda keseluruhan ataupun segala peristiwa dan dialog-dialog sejak sebelum 11 Maret Musik sampai sekarang, dalam satu buku, begitu janji Jusuf pada 12 Maret 1973. Otomotif Otonomi Karena itu, terbitnya biografi Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit karya Pendidikan Atmadji Sumarkidjo, yang diluncurkan Jumat (10/3) sore, sangat ditunggu dan Pendidikan bahkan memberi harapan terkuaknya misteri termaksud. Apalagi Atmadji Dalam Negeri mengaku, selama bertahun-tahun dia telah menjadi bagian dari inner circle Jusuf. Pendidikan Informal Dua versi Supersemar Pendidikan Luar Negeri Kericuhan sekitar Supersemar awalnya menyangkut persoalan, seberapa banyak Perbankan sebenarnya jumlah tindasan dilakukan? Pergelaran Perhubungan Atmadji melukiskan, Jusuf punya dua versi yang secara substansial berbeda jauh. Pixel Pada awalnya almarhum menyatakan naskah Supersemar hanya satu kopi, Properti diketik oleh Komandan Tjakrabirawa Brigjen Sabur. Namun, kepada Jusuf Kalla Pustakaloka (sekarang wakil presiden), Jusuf konon pernah menyebutkan, Sabur membikinnya rangkap tiga. Lembar pertama ditandatangani Bung Karno Rumah (kemudian dikirim kepada Soeharto), tindasan kedua diambil Sabur, tindasan Sorotan terakhir disimpan Jusuf. ... tetapi 23 tahun setelah peristiwa itu, Jusuf berusaha Swara tidak mengungkap lagi sehingga konfirmasi atas versi yang pernah dia ceritakan Tanah Air tak bisa dilakukan, tulis Atmadji, yang agaknya juga tidak pernah berani meminta Teknologi kejelasan kepada Jusuf. Berita Lainnya : Informasi Telekomunikasi Naskah asli dan juga dua tindasan hasil ketikan Sabur sampai hari ini lenyap. · TDL Tetap Naik Teropong Pada sisi lain, meski dalam persoalan di atas sikap Jusuf tidak konsisten, yang Wisata tetap dia pegang teguh adalah penegasan, naskah Supersemar terdiri dari dua · Ribuan Pemilih Tidak Datang Info Otonomi lembar. Tentang Kompas http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/11/utama/2500391.htm (2 of 4)4/18/2006 6:29:55 PM M Jusuf, Supersemar, dan Naiknya Soeharto - Sabtu, 11 Maret 2006 Kontak Redaksi Satu lembar atau dua lembar bagi Soeharto, yang pada 11 Maret 1966 malam · Suryama Akan berada di Jakarta, agaknya bukan masalah. Berdasarkan surat perintah yang dia Dilaporkan ke BK DPR terima tersebut, malam itu juga Soeharto mengeluarkan surat keputusan, di · M Jusuf, Jakarta, tertanggal 12 Maret 1966. Keputusan Presiden/Pangti ABRI/ KOTI Supersemar, dan Nomor 1/3/1966 tentang pembubaran PKI dan ormas-ormasnya di seluruh Naiknya Soeharto Indonesia. Disusul 18 Maret, keputusan menahan 15 menteri dan mengangkat · Bom Meledak di Pura sejumlah menteri ad interim pengisi pos-pos kosong. Agung Poso · Jangan Mainkan Pembubaran PKI adalah soal prinsip, khususnya pascaperistiwa G30S, bahkan Sejarah telah menjadi isu tarik-ulur antara Bung Karno dan lawan politiknya. · Orde Deformasi Keputusan pembubaran PKI telah disebarluaskan lewat semua pemancar RRI dan dicetak di koran. Namun, aneh sekali, bagaimana mungkin Bung Karno justru tidak sadar bahwa surat perintahnya telah dipakai untuk membubarkan PKI? Sesuatu yang justru dia tolak secara mati-matian selama lima bulan terakhir? Tanggal 12 Maret pagi Bung Karno terbang kembali ke Jakarta dan membuka rapat pimpinan ABRI di Istana Negara, di hadiri lengkap oleh semua unsur pimpinan, kecuali Soeharto. Sangat berbeda dengan suasana sehari sebelumnya ketika dia terpaksa harus lari dari sidang kabinet menyelamatkan diri ke Istana Bogor. Pada 12 Maret itu Bung Karno malah membacakan surat perintah yang malamnya sudah dia berikan kepada Soeharto. Apakah saat itu tidak ada yang melapor kepada Bung Karno? Dan apakah Bung Karno tidak sadar bahwa Soeharto, yang semalam dia beri perintah, pagi itu justru tidak muncul? Sayang sekali, Atmadji langsung mengunci babakan sangat menarik dan paling kritis sekitar persoalan Supersemar tersebut dengan kalimat, Reaksi terkejut Presiden baru muncul setelah menerima laporan bahwa Men/Pangad telah membubarkan PKI dengan dasar surat perintah yang ia berikan. Presiden lalu mengeluarkan surat perintah susulan yang kemudian disampaikan khusus kepada Letjen Soeharto oleh Waperdam II Leimena pada 13 Maret 1966. Akan tetapi, Soeharto tidak memberikan reaksi. Sementara itu, ketiga jenderal yang datang ke Bogor sama sekali tidak pernah bertemu dengan Presiden Sukarno sesudah itu.... Jusuf, Soeharto, Nasution Kecuali mengenai Supersemar, banyak informasi sekitar sosok berikut sepak terjang Jusuf bisa ditemukan dalam karya Atmadji. Ternyata, naiknya Nasution menjadi Ketua MPRS pada bulan Juni 1966 berkat aksi menggalang dukungan yang dilakukan Jusuf. Dilanjutkan agenda utama, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/11/utama/2500391.htm (3 of 4)4/18/2006 6:29:55 PM M Jusuf, Supersemar, dan Naiknya Soeharto - Sabtu, 11 Maret 2006 meningkatkan status Supersemar menjadi Ketetapan MPRS. Langkah tersebut berhasil dan menutup Bung Karno untuk mencabut surat perintahnya. Sebab, sebagai Tap MPRS, pencabutan memerlukan persetujuan MPRS yang secara teknis sulit dilakukan sesudah para loyalis Bung Karno di semua lini di-ordebaru- kan. Penyerahan pemerintahan kepada Soeharto baru terlaksana pada 22 Februari 1967. Dituntaskan lewat sidang istimewa awal Maret tahun yang sama, MPRS mencabut mandat Bung Karno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Berakhirnya kekuasaan Bung Karno masih belum menyurutkan kewibawaannya. Hal ini mendorong Soeharto pada Mei 1967 mengeluarkan keputusan presiden, melarang Bung Karno memakai gelar kepresidenan dan beragam sebutan lain, termasuk perintah pengusirannya dari Istana Merdeka dengan batas akhir sebelum 17 Agustus 1967. Selama hari-hari panjang tersebut Soeharto-Nasution sebiduk sependirian. Namun kemudian mulai retak dan bahkan tumbuh menjadi pertikaian personal. Menurut Jusuf, Ketua MPRS beranggapan, Pejabat Presiden harus memberikan pertanggungan jawab kepada pimpinan MPRS. Pertikaian berlanjut sampai Sidang Umum MPRS Maret 1968. Soeharto dilantik menjadi presiden pada 27 Maret malam (keesokan harinya dia harus terbang ke Jepang), sementara sidang MPRS baru bisa ditutup pada tanggal 30 Maret. Sebelum upacara pelantikan berlangsung, sejumlah kericuhan muncul. Jusuf harus bolak-balik menemui Soeharto dan Nasution untuk menyerasikan tetek bengek masalah, sejak yang prinsip sampai soal protokoler. Akhirnya, upacara pelantikan bisa dilakukan. Nasution memakai baju lengan pendek, Jenderal Soeharto berpakaian sipil lengkap plus peci.... Maka, secara resmi, Soeharto menjadi presiden, menggantikan Bung Karno yang sudah dilengserkan. Design By KCM Copyright © 2002 Harian KOMPAS http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/11/utama/2500391.htm (4 of 4)4/18/2006 6:29:55 PM.