Menelusuri Para Raja Madura Dari Masa Pra-Islam Hingga Masa Kolonial
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
MENELUSURI PARA RAJA MADURA DARI MASA PRA-ISLAM HINGGA MASA KOLONIAL Wawan Hernawan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru, Bandung 40614, Indonesia. E-mail: [email protected] __________________________ Abstract The Madurese kings, of Western and Eastern part of Madura, have shown their exsistence in the history of archipelagic kings. However, their exsistence are less influenced and less famous compared to the kings of Java, Sunda or Bali origin. The investigation of Madurese kings (of Western and Eastern part of Madura) aims at finding the authenticity of their existences. This study is important to counter global figures idolisations and to shows the local people about their local ideals who have given significant contribution to the foundation of Indonesian history. This study employs historical research method to dig information on the reign of the kingdom. This study shows that: first, one source informed (the validity is unknown) concerning the genealogy of the story related to princes Bendoro Gung and Raden Segoro showed the trace of people coming to Madura from the West side through to the East. Second, in pre-Islamic period, based on several inscription and manuscript (kakawin, serat, kidung, dan babad), showed that there are more information given to the role of Eastern Madurese than that of Western. The role of Western Madurese only available in Islamic period by providing the story of Prince Pratanu’s journey to Mataram and back to West Madura (Bangkalan), then followed by several kings of Western Madura. Meanwhile, Eastern Madura kingdom (Sumenep) have been governed at least by 35 kings since Arya Wiraraja to Bendoro Abdurrahman. The journey of Madurese kings continued until the arrival of Vereenigde OostIndische Compagnie (VOC) and Dutch collonialism. Keywords: Colonial; exsistence; kidung; politics; supremacy. __________________________ Abstrak Para raja Madura (Barat dan Timur) telah menunjukkan eksistensinya dalam rangkaian sejarah para raja di Nusantara. Namun demikian, eksistensi mereka masih kalah pengaruh bila dibandingkan dengan para raja yang berasal dari Jawa, Sunda, dan Bali. Hal yang sama dalam pemberitaan media, meskipun mereka diakui, namun tidak sesubur informasi mengenai para raja Jawa, Sunda, dan Bali. Penelusuran terhadap para raja Madura (Barat dan Timur) bermaksud mencari dan mereguk otentisitas eksistensinya. Ini menjadi penting, di tengah pergumulan gaya hidup yang selalu mengidolakan tokoh global, kita mesti bersikap arif terhadap tokoh lokal yang mempunyai andil besar dalam upayanya menemukan sejarah bangsa. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah, diperoleh informasi, bahwa pertama, dari sisi asal-usul, meskipun belum ditemukan sumber bereputasi, keberadaan sumber tradisi yang mengaitkan peristiwa puteri Bendoro Gung dan Radin Segoro, menunjukkan bahwa perjalanan manusia menuju Madura berawal dari barat menuju ke daerah paling timur. Kedua, pada masa pra-Islam berdasarkan sejumlah prasasti dan naskah (kakawin, serat, kidung, dan babad) lebih banyak menempatkan peran orang-orang Madura timur. Keberadaan Madura barat baru diungkap kembali pada masa Islam, dengan menempatkan perjalanan pangeran Pratanu ke Mataram yang kemudian kembali ke Madura Barat (Bangkalan) yang dilanjutkan oleh pararaja lainnya di kerajaan Madura barat. Sementara di kerajaan Madura Timur (Sumenep) telah dipimpin paling tidak oleh 35 orang raja, sejak Arya Wiraraja hingga Bendoro Abdurrachman. Perjalanan para raja di Madura terus berlanjut hingga masa Vereenigde OostIndische Compagnie (VOC), dan masa Kolonial Hindia Belanda. Kata Kunci: Kolonial; eksistensi; kidung; politik; supremasi. __________________________ DOI: http://dx.doi.org/10.15575/jw.v1i2.589 Received: March 2016 ; Accepted: October 2016 ; Published: November 2016 ketika peneliti bersama beberapa mahasiswa A. PENDAHULUAN Minat untuk melakukan penelusuran Strata 2 dan Strata 3 Bidang Ilmu Sejarah dengan judul di atas, sebenarnya dimulai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Wawan Hernawan Menelusuri Para Raja Madura dari Masa Pra-Islam hingga Masa Kolonial melakukan Praktek Penelitian Lapangan (PPL) ekonomi maupun sejarah politik orang untuk dua mata kuliah, yaitu: Metode Sejarah Madura.4 dan Historiografi yang diampu oleh Nina H. Situasi dan kondisi itu, hemat peneliti, Lubis. Praktek Penelitian Lapangan itu berbanding terbalik dengan suku-suku utama dilaksanakan pada 18-21 November 2010 lainnya yang bertetangga dengan Jawa, se- mulai dari situs Trowulan-Mojokerto hingga perti: Sunda dan Bali. Dari studi permulaan5 ke Aros Baya, Blega, dan Sampang (Madura yang dilakukan peneliti, diperoleh informasi, Barat), serta Pamekasan, Keraton Sumenep, bahwa memang orang Madura tidak mem- dan Pemakaman Asta Tinggi (Madura Timur). punyai ―sastra‖ (cerita tutur atau tradisi lisan) Praktek Penelitian Lapangan itu berupaya dalam bahasa sendiri (bahasa Madura) menge- merekonstruksi Hubungan Kerajaan Sunda nai keberadaan raja-raja Madura pada zaman dan Majapahit, sekaligus melihat dari dekat pra-Islam. Menurut cerita-cerita Madura yang tinggalan-tinggalan kerajaan Majapahit, baik masih dapat dijumpai, agaknya sejak jaman berupa lisan, tulisan, atau benda. Dalam Prak- dahulu yang menjadi penguasa atas daerah- tek Penelitian Lapangan itu, selain dibimbing daerah Madura kebanyakan berasal dari Jawa langsung oleh Nina H. Lubis, juga dipandu atau selalu dikaitkan dengan Jawa. Selain itu, oleh Aminudin Kasdi, dan Ary Sapto (Ketua dijumpai pula informasi, bahwa kerajaan- dan Sekretaris Masyarakat Sejarawan Indo- kerajaan di Madura selalu berada di bawah nesia (MSI) Cabang Jawa Timur). supremasi dan hegemoni dari kerajaan yang Informasi pertama tentang adanya beberapa lebih besar yang kekuasaannya berpusat di kerajaan dan pararaja di Madura diperoleh dari Jawa.6 Sebut saja misalnya, antara 1100-1700 PusakaDunia.Com.1 Sumber ini menyebutkan, M., berada di bawah supremasi kerajaan bahwa ―sebelum abad ke-18, Madura terdiri Hindu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal dari kerajaan-kerajaan yang saling bersai- itu terus berlanjut sampai berdirinya kerajaan- ngan‖. Dalam sumber itu disebutkan lebih kerajaan Islam di Pesisir Demak dan Sura- lanjut, ―akan tetapi sering pula bersatu dengan baya, maupun pada masa kerajaan Mataram melaksanakan politik perkawinan‖.2 Informasi (Islam).7 Pada pertengahan abad ke-18, juga selanjutnya yang menggambarkan adanya dijumpai informasi, Madura berada di bawah persaingan antar kerajaan di Madura dinyata- pengaruh Vereenigde Oost Indische Com- kan, bahwa ketika nama Madura disebut pagnie (VOC).8 Setelah VOC dibubarkan pada dalam sastra Jawa, selalu menunjuk kepada akhir abad ke-19, atau tepatnya pada 1879 M., Madura Barat. Sementara Madura Timur, hampir tidak pernah diberitakan.3 Madura Barat yang letaknya berhadapan dengan 4Aminudin Kasdi, wawancara oleh Wawan Surabaya dan Gresik, tampak lebih diuntung- Hernawan. 5Lihat, H.J De Graaf dan TH. G Pigeaud, Kerajaan- kan dalam berbagai halnya dibandingkan de- Kerajaan Islam di Jawa Peralihan dari Majapahit ke ngan Madura Timur. Penyebaran penduduk ke Mataram (Jakarta: Grafiti, 1985). Lihat pula, Zein M. Jawa yang jauh lebih luas dan makmur diduga Wiryoprawiro, Arsitektur Tradisional Madura Sumenep merupakan faktor penting dalam bidang dengan Pendekatan Historis dan Deskriptif (Surabaya: Laboratorium Arsitektur Tradisional FTSP ITS Surabaya, 1986). Bandingkan dengan, Bendara Akhmad, Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh di Dalamnya (t.k.: Barokah, 2010). 1 Anonimous, ―Sejarah Asli Kerajaan Madura,‖ 6Bangkalan Memory, ―Madura Menurut Catatan diakses pada 18 November 2010, http://dunia- Sejarah,‖ diakses pada 17 November 2010, pusaka.com/index.php?route=product/product&product http://www.bangkalan- _id=794. memory.net/content/view/163/147/. 2 Anonimous, ―Sejarah Asli Kerajaan Madura.‖ 7Memory, ―Madura Menurut Catatan Sejarah.‖. 3 Aminudin Kasdi (+ 56 tahun, Ketua MSI Cabang 8 Hamdani Lubis, ―Sejarah Madura,‖ Kabar Jawa Timur dan Guru Besar Universitas Negeri Madura, diakses pada 10 Januari 2016, Surabaya/UNESA), wawancara oleh Wawan Hernawan, http://kabarmadura07.blogspot.co.id/2013/01/sejarah- Madura, 19 November 2010. madura.html. 240 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 239-252 Wawan Hernawan Menelusuri Para Raja Madura dari Masa Pra-Islam hingga Masa Kolonial Madura secara berangsur-angsur menjadi interpretasi, dan historiografi.10 Dalam taha- bagian dari penguasa Kolonial (pemerintah pan heuristik, peneliti mengumpulkan tiga Hindia Belanda) sampai masa Dai Nippon jenis sumber, yaitu: pertama sumber-sumber (pemerintah Pendudukan Jepang).9 tertulis berupa buku, dokumen, artikel dalam Uraian di atas menunjukkan, pertama, di koran, dan artikel dalam web site. Kedua, Madura telah berdiri beberapa kerajaan. sumber lisan yang diperoleh dari wawancara. Kerajaan itu terus saling berebut pengaruh Ketiga, sumber benda berupa patung, nisan, hingga sebelum abad ke-18. Meskipun demi- bangunan, photo, dan gambar. Langkah selan- kian, terkadang mereka bersatu melalui perka- jutnya menuju ke tahapan kritik. Sumber yang winan. Kedua, orang Madura tidak mempu- telah ditemukan dalam tahapan heuristik harus nyai ―sastra‖ (cerita tutur atau tradisi lisan) diuji terlebih dahulu melalui kritik atau dalam bahasa sendiri (bahasa Madura) menge- ferivikasi yang terdiri dari kritik eksternal dan nai keberadaan raja-raja mereka pada zaman kritik internal. Melalui kritik ini diharapkan pra-Islam, sehingga eksistensi mereka kalah