INTERSEKSI BUDAYA DAN PERADABAN NEGARA-NEGARA DI SAMUDRA HINDIA: PERSPEKTIF INDONESIA

Dedi Supriadi Adhuri, Amorisa Wiratri, dan Angga Bagus Bismoko Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Diterima: 6-11-2015 Direvisi: 18-11-2015 Disetujui: 25-11-2015

ABSTRAK Tulisan ini membahas interseksi budaya, termasuk peradaban bangsa-bangsa yang terhubung dengan Samudra Hindia dari perspektif Indonesia. Paparan berfokus pada tiga isu, yakni (1) sejarah pelayaran yang dilihat sebagai proses interaksi yang melibatkan socio-cultural exchange di antara pihak yang terlibat; (2) produk dari interaksi yang difasilitasi oleh aktivitas pelayaran; dan 3) diaspora berbagai bangsa di negara-negara dalam lingkup Samudra Hindia. Makalah ini menunjukkan bahwa berbagai suku bangsa di Indonesia sudah ribuan tahun terlibat aktif sebagai host, yakni pihak yang dikunjungi. Juga sebagai tamu (visitor) dari dan ke berbagai negara di tepi Samudra Hindia, baik ke arah timur (India, Afrika, dan Arab) maupun utara (negara-negara ASEAN) dan selatan (Benua Australia). Sebagai hasil dari proses interaksi yang lama dan intensif itu, terjadilah saling adopsi—dengan kontekstualisasi— elemen-elemen kebudayaan, termasuk peradaban di antara bangsa-bangsa itu. Bahasa, agama, struktur sosial, monumen-monumen kuno, seperti candi dan masjid adalah produk dari pertukaran dan adopsi itu. Diaspora berbagai suku bangsa Indonesia di negara-negara tepian Samudra Hindia, juga sebaliknya, diaspora bangsa-bangsa lain di Indonesia, adalah wujud lain dari silang budaya ini. Berbeda dengan saling adopsi elemen-elemen budaya yang terjadi pada masa lalu, diaspora berlangsung sampai sekarang. Hal itu ditunjukkan oleh interaksi antara kelompok- kelompok diaspora itu, baik dengan bangsa-bangsa yang menjadi host-nya, maupun dengan bangsa-bangsa mereka sendiri di tanah asalnya.

Kata kunci: interseksi sosial budaya, Samudra Hindia, diaspora

ABSTRACT This paper discusses the socio-cultural and civilization intersections among nations connected by the Indian Ocean, from Indonesian perspective. It focuses on three different but connected issues, these are 1) the sailing history which is seen as the process of interaction involving socio-cultural exchange of involved nations; 2) the products of the interactions, and; 3) the diaspora of Indian ocean connected nations. In regard to the first, this paper argues that various ethnic groups in Indonesian had long been involved in the history of Indian Ocean sailing tradition. Indonesians acted both as hosts of the coming of various nations as well as the visitors to various countries as far as Middle East, Africa, India, Southeast Asian countries to the east and north and Australia to the south. The products of these long lasting and intensive interactions are mutual adoptions of social-cultural elements and even civilization among involved nations. Language, religions, social structure, ancient monuments such as temples, mosques are some examples of the products of the processes. Diaspora of Indonesian ethnic groups in various Indian ocean countries and the diaspora of various nations in Indonesia are other form of these cultural intersections. Unlike the adoptions of socio-cultural elements mentioned earlier that have taken place in the past, the diasporas demonstrate that these interactions and exchanges are not only a history but continues processes until the present time. These are expressed by the interactions of diaspora communities with their host nations as well as their interactions with their countries of origin.

Keywords: Socio-cultural intersections, Indian Ocean, Diaspora

115 PENDAHULUAN dunia perdagangan laut antarbangsa. Sementara Sejarawan LIPI, Adrian. B. Lapian, menegaskan itu, Jakarta, yang merupakan ibu kota Republik bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan (ar- Indonesia, dulunya merupakan kota pelabuhan chipelagic state), semestinya diartikan sebagai kecil bernama Sunda Kelapa. Wilayah tersebut negara laut yang ditaburi pulau-pulau, bukan kemudian dikuasai dan dijadikan kantor dagang negara pulau-pulau yang dikelilingi laut. Istilah utama sekaligus basis utama armada-armada laut negara kepulauan yang digunakan dan diadopsi dan perdagangan VOC di Indonesia pada era dalam konteks Indonesia mengacu pada penger- kolonial Belanda. tian archipelagic state, yang berasal dari bahasa Interaksi yang begitu intens tentu saja tidak Yunani. Kata archipelagic dalam bahasa Yunani berhenti di pelabuhan, melainkan juga masuk ke terdiri dari kata arch (besar atau utama) dan pela- daerah pedalaman. Interaksi sebagai salah satu ges (laut). Oleh karena itu, jelas bahwa Indonesia wujud interseksi budaya bangsa-bangsa di dunia sebagai negara kepulauan memiliki ikatan erat tidak hanya menghasilkan adopsi, tetapi juga kon- dengan dunia maritim, dengan laut merupakan tekstualisasi kebudayaan. Kontekstualisasi kebu- bagian strategis dan utama bagi Indonesia. dayaan yang dibawa berbagai bangsa di kawasan Keterkaitan dunia maritim dengan sejarah Samudra Hindia oleh orang-orang Indonesia. Di dan kebudayaan Indonesia terlihat dari berbagai tanah air, kita bisa menyaksikan berbagai candi bukti sejarah perkembangan peradaban sejak yang tersebar di Jawa dan . Berdirinya kerajaan/kesultanan hingga era kontemporer candi-candi tersebut merupakan refleksi diadop- di Indonesia. Kerajaan/Kesultanan Nusantara sinya peradaban Hindu dan Buddha yang dibawa tergantung secara politik dan ekonomi pada per- orang-orang India. Kesultanan-kesultanan yang niagaan internasional, dan tentu saja bergantung berdiri dari Aceh sampai Papua merupakan wujud pada kapal-kapal laut serta para pelaut yang tang- adopsi peradaban Islam yang dibawa orang-orang guh. Wade (2009) menyebutkan bahwa perkem- Arab. Sebaliknya, kebudayaan Indonesia diadopsi bangan aktivitas maritim, khususnya melalui secara kontekstual oleh bangsa-bangsa yang di- kegiatan pelayaran di Pulau Jawa, memengaruhi datangi dan didiami sementara atau selamanya keputusan raja untuk memindahkan wilayah oleh orang Indonesia. Misalnya, berbagai lukisan aktivitas utama kerajaan ke tepi sungai atau laut. gua, kulit kayu, dan beberapa ritual orang Abo- Aktivitas pemerintahan kerajaan Mataram juga rigin di bagian utara Australia menjadi saksi mengalami perpindahan dari pedalaman ke muara interaksi dan adopsi dengan penyesuaian lokal Sungai Brantas (Wade, 2009). Demikian pula kebudayaan orang-orang Makassar oleh orang kesultanan-kesultanan di Nusantara, seperti Aceh, Aborigin. Minangkabau, Palembang, Banten, Demak, Goa, Wujud interaksi berbagai negara-bangsa dan Maluku mendirikan pusat kekuasaannya di dalam kegiatan pelayaran di Samudra Hindia sekitar pelabuhan. Bandar-bandar pelabuhan ini seharusnya dapat dijadikan dasar pengembangan menjadi tempat berlabuh armada-armada dagang kerja sama antarnegara di Kawasan Samudra dari berbagai kerajaan, baik dari Nusantara Hindia pada era kontemporer. Berbagai interaksi maupun dari luar negeri, terutama Tiongkok dan yang terjadi dari kegiatan pelayaran, khususnya India. oleh bangsa-bangsa di Samudra Hindia, seba- Jika melihat kota-kota besar di Indonesia gian besar didasari oleh kegiatan perdagangan masa kini, terlihat jelas bahwa kota-kota terse- dan penyebaran agama secara damai. Hal itu but masih menyimpan kenangan sebagai bandar tentu berbeda dengan apa yang terjadi pada era pelabuhan. Kota-kota besar itu merupakan bandar kolonial dan imperialisme bangsa-bangsa Eropa. pelabuhan besar sekaligus ibu kota kesultanan- Pada waktu itu, bangsa-bangsa Eropa membawa kesultanan tua. Sebagai contoh, Kota Banda misi penguasaan sumber daya negara-negara Aceh, Medan, Padang, dan Palembang yang berkembang dan negara beserta kekuatan mi- merupakan bandar-bandar penting kesultanan liter turut serta menyokong kelompok pemilik memusatkan perhatian politik ekonominya pada modal. Adapun adopsi terhadap berbagai nilai dan budaya negara-negara Indian Ocean Rim

116 | Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2), Desember 2015 Association (IORA) menunjukkan bahwa kerja Kegiatan pelayaran di Samudra Hindia dapat sama dan kesesuaian dalam membangun per- dibedakan menjadi dua bentuk menurut aktor adaban di Samudra Hindia telah berlangsung pelaku pelayaran, yaitu pelayaran imperialis dan baik sejak lama. Selain itu, fenomena diaspora pelayaran diaspora. Bentuk pertama kegiatan sebagai bagian dari warisan kegiatan pelayaran pelayaran di Samudra Hindia dilakukan pada samudra menjadi salah satu faktor strategis bagi masa kejayaan imperialisme Eropa sehingga masing-masing negara untuk meningkatkan disebut pelayaran imperialis. Kegiatan pelayaran kerja sama saling menguntungkan, baik secara ini sudah menjadi catatan umum sejarah dan politik, ekonomi, maupun sosial budaya pada era terjadi di berbagai belahan dunia, dilakukan oleh globalisasi. Dengan demikian, berbagai dinamika kaum kolonial Eropa. Aktor pelaku pelayaran perkembangan interseksi budaya dan peradaban merupakan kelompok pemilik modal dan terdapat yang dikaji pada artikel ini diharapkan dapat peran negara beserta kekuatan militer dalam me- memberikan sumbangan informasi dan penge- nyokong keberhasilan pelayaran. Bentuk kedua tahuan bagi pengambilan kebijakan kerja sama ialah pelayaran yang dilakukan oleh suatu bangsa/ berbagai bidang yang saling menguntungkan bagi masyarakat atau lebih dikenal dengan pelayaran negara-negara IORA, khususnya sektor maritim. diaspora. Bentuk pelayaran ini jarang menjadi perhatian dalam sejarah. Pelayaran diaspora DINAMIKA INTERAKSI (KEGIATAN memiliki ciri paling menonjol, yakni sebagian PELAYARAN) DI ANTARA NEGARA- besar dilakukan oleh masyarakat/pedagang dan NEGARA DI TEPIAN SAMUDRA menetap di wilayah tujuan. Selain itu, masyarakat HINDIA: PERSPEKTIF INDONESIA masih memiliki keterikatan kuat dengan daerah asal. Hal itu memungkinkan perkembangan ke- Bagian ini menyampaikan kembali sejarah ke- giatan pelayaran yang sebagian besar dilakukan giatan pelayaran dunia di Samudra Hindia yang oleh pedagang. Hofmeyr (2010) menyebutkan telah berlangsung sejak berabad-abad lalu. Seja- bahwa saat ini terdapat pergeseran sejarah yang rah mencatat bahwa Samudra Hindia memegang menunjukkan kegiatan pelayaran di Samudra peranan penting dalam kegiatan pelayaran dunia Hindia tidak hanya identik dengan imperialisme sejak dahulu hingga saat ini. Kegiatan pelayaran Eropa yang menggunakan kekuatan militer, tetapi negara-bangsa dari berbagai belahan dunia di ada kegiatan pelayaran damai oleh kelompok Samudra Hindia terbagi menjadi beberapa peri- diaspora yang sebagian besar adalah kelompok ode kejayaan serta berbagai interaksi yang terjadi pedagang. Harper dalam Hofmeyr (2010) mering- di dalamnya. Berbagai penelitian terkait sejarah kas perbedaan kedua bentuk kegiatan pelayaran kegiatan pelayaran di Samudra Hindia dilakukan ini sebagai wujud globalisasi. Globalisasi pada untuk memahami berbagai informasi terkait masa imperialisme Eropa merupakan tindak pelaku, motif/tujuan, periode dan wujud interaksi lanjut upaya negara-bangsa, berbeda halnya sosial-budaya, ekonomi serta politik di wilayah dengan globalisasi diaspora. Tulisan ini lebih Samudra Hindia. Hofmeyr (2010) menyebutkan memfokuskan bahasan pada kegiatan pelayaran bahwa kegiatan pelayaran di Samudra Hindia diaspora negara-bangsa di kawasan Samudra melibatkan berbagai bangsa di belahan bumi Hindia dibanding dengan kegiatan pelayaran era Asia, Eropa, dan Afrika. Sharma (2014) melaku- imperialisme. kan penelitian khusus mengenai perdagang an laut dan pedagang Muslim di India Selatan Berbagai dinamika politik ekonomi turut berikut berbagai interaksinya pada 1000–1500. mewarnai interaksi penduduk di berbagai wilayah Sementara itu, Wade (2009) melakukan penelitian di dunia, khususnya di belahan bumi selatan me- terkait awal periode kegiatan perdagangan Asia lalui kegiatan pelayaran samudra. Lebih lanjut, Tenggara melalui Samudra Hindia berlangsung menurut Ho dalam Hofmeyr (2010), sebelum era sejak tahun 900–1300 berikut berbagai dinamika imperialisme Eropa, kegiatan pelayaran di Samu- interaksi yang terjadi. dra Hindia lebih pada kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh suatu masyarakat atau kelompok dagang yang terlepas dari kepentingan negara.

Dedi Supriadi Adhuri, Amorisa Wiratri, dan Angga Bagus Bismoko | Interseksi Budaya dan Peradaban ... | 117 Contohnya yang dilakukan oleh pedagang Hadra- lisan tersebut turut mengonfirmasi bahwa umat maut, Gujarati, Malaya, dan Bugis. Kegiatan muslim (bangsa Arab) tidak hanya melakukan pelayaran seperti itu disebut pelayaran diaspora. penyebaran agama (motif religius), tetapi juga Pelayaran diaspora memiliki kekhususan, yaitu melakukan kegiatan perdagangan dalam kegiatan dilakukan dengan tujuan atau motif ekonomi pelayaran samudra. Sharma (2014) mengawali tanpa melakukan usaha-usaha penguasaan politik. bahasan perkembangan kegiatan perdagangan Kegiatan pelayaran diaspora ini tecermin dari laut berikut dinamikanya pada periode sebelum bentuk interaksi antara pendatang dan penduduk Islam masuk ke India. Lebih lanjut, Sharma asli berupa interaksi sosial budaya. Namun, bu- (2014) mengulas berbagai interaksi antara kaum kan berarti kegiatan pelayaran ini terlepas dari pendatang (pedagang muslim) dan penduduk asli konflik. Kegiatan pelayaran diaspora ini diwarnai India serta bagaimana hubungan antara pedagang konflik kewarganegaraan. Hofmeyr (2010) -me muslim India dan perkembangan perdagangan nyampaikan bahwa dalam novel karya Ghosh laut hingga melakukan ekspansi ke Tiongkok, (1992) berjudul In An Antique Land ditemukan Afrika, dan Asia Tenggara. penggalan cerita pengalamannya bertemu be- Perkembangan kegiatan pelayaran dan perda- berapa petani Mesir yang sebagian besar terpaksa gangan laut di India Selatan tidak dapat dilepaskan meninggalkan Mesir menuju negara Teluk untuk dari konteks agama dan keuntungan ekonomi. bertahan hidup karena berbeda pandangan dengan Meskipun motif penyebaran agama hanya salah pemerintahnya tentang nasionalisme di atas kos- satu tujuan kegiatan pelayaran bangsa Arab di mopolitanisme. Hofmeyr (2010) menyampaikan India, terdapat interaksi budaya antara pendatang bahwa dalam novel karya Abdulrazak Gurnah dan penduduk asli pada konteks agama. Pedagang berjudul By the Sea ada tumpang tindih antara muslim dari Asia Barat mendiami wilayah di transnasionalisme, perdagangan lama diaspora, pesisir dan menikah dengan wanita setempat jaringan muslim, mundurnya imperialisme Bri- sehingga memunculkan kelas sosial baru pada tania, kemerdekaan Zanzibari, kekerasan di muslim India yang disebutkan oleh Mapillas Afrika–Arab, hingga politik perang dingin dan dan Lubbois (dalam Sharma, 2014). Selain itu, regulasi pengungsi internasional. kerajaan maritim India Selatan menyambut baik Perkembangan kegiatan pelayaran beserta pedagang karena mampu memberikan keuntung- dinamika interaksi peradaban di Samudra Hindia an ekonomi yang lebih besar. Pedagang Muslim dapat dilihat dari catatan sejarah pelayaran bangsa India, menurut Mapillas dan Lubbois, cukup India, Arab, dan Tiongkok. Kegiatan pelayaran berhasil memonopoli perdagangan laut di India samudra berkembang pesat seiring peningkatan Selatan pada abad ke-13. Bahkan, ekspansi Islam kegiatan perdagangan kerajaan-kerajaan maritim hingga ke Asia, Afrika, dan Eropa memberikan di Samudra Hindia. Sharma (2014) menyebutkan keuntungan bagi pedagang laut Muslim India beberapa kerajaan maritim yang melakukan dalam membangun jaringan bisnis hingga ke kegiatan perdagangan laut pada abad ke-11 dan tempat yang jauh—meskipun pusat kegiatan mengalami kejayaan, misalnya Dinasti Fatimid ekonomi tetap berada di India Selatan (Sharma, di Laut Merah, Dinasti Chola di India Selatan, 2014). Keberhasilan pedagang Muslim India Dinasti Syailendra di Asia Tenggara, dan Dinasti dalam kegiatan perdagangan laut di Samudra Song di Tiongkok. Wade (2010) menyebutkan Hindia menempatkan mereka menjadi pemegang bahwa perkembangan pesat perdagangan laut, otoritas kegiatan pelayaran di India Selatan, khususnya di Asia Tenggara, turut memengaruhi seperti diungkap Sharma berikut ini. perubahan bidang politik, sosial, dan ekonomi di Indian Muslims in south India denotes important wilayah itu sejak abad ke-10 hingga pertengahan constituent of foreign (sea) trade policy until abad ke-13. European introduced state sponsored piratical Penelitian Sharma (2014) terfokus pada ke- activities to control the Indian sea trade after giatan perdagangan melalui pelayaran di Samudra 1498 AD (Sharma, 2014). Hindia oleh umat muslim di India Selatan. Tu-

118 | Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2), Desember 2015 Sharma (2014) menyebutkan perkembangan Beberapa penelitian juga menjelaskan kegiatan perdagangan laut Muslim India erat hubungan yang kuat antara peradaban manusia kaitannya dengan awal kegiatan eksplorasi di dan laut. Budiman dkk. (2013) menyebutkan Asia Tenggara dan Tiongkok oleh misionaris bahwa pada masa perkembangan Buddha di Buddha dalam melakukan kegiatan misionaris- Indonesia dan perkembangan kerajaan maritim nya di wilayah tersebut, diikuti pedagang Hindu Nusantara, seperti Kerajaan Sriwijaya (sekitar sebelum masuknya pedagang muslim India. Na- abad ke-6) di Sumatra dan Kerajaan mun dalam perkembangannya, pedagang Hindu (sekitar abad ke-12–15) di Jawa, telah terjadi lebih memilih perdagangan jalur darat dibanding hubungan penyesuaian peradaban. Candi Boro- dengan perdagangan jalur laut. Pedagang muslim budur merupakan salah satu bentuk peninggalan India berhasil memanfaatkan peluang di jalur laut Kerajaan Sriwijaya pada Dinasti Syailendra abad itu dengan baik, ditunjang kemampuan perdagan- ke-9. Wade (2009) menyebutkan bahwa Majapa- gan laut yang andal ke wilayah Tiongkok dan hit pernah memindahkan wilayah administrasi Asia Tenggara (Sharma, 2014). kerajaan dari pedalaman menuju ke tepian Sungai Penelitian Wade (2009) menjelaskan Brantas agar memudahkan kontrol dan kerja sama perkembangan kegiatan perdagangan laut di Asia kegiatan perdagangan laut. Hal tersebut sebagai Tenggara pada tahun 900 hingga 1300, yang dise- bentuk penyesuaian peradaban. but early age atau masa awal. Hasil pengamatan Pada era kontemporer, sejarah mencatat Wade (2009) menunjukkan bahwa banyak terjadi dinamika interaksi peradaban melalui kegiatan dinamika interaksi ekonomi, politik, sosial, dan perdagangan laut berlanjut pada masa masuknya budaya sebagai hasil dari kegiatan perdagangan imperialisme Eropa ke Indonesia. Pada masa itu, laut di kawasan Samudra Hindia. Menurut Wade kaum kapitalis bersama kekuatan militer masuk (2009), awal perkembangan perdagangan laut menguasai berbagai sumber daya Nusantara dan Asia Tenggara ditandai oleh perubahan secara menimbulkan berbagai konflik. Hal tersebut kolektif akibat revolusi ekonomi pada tingkat merupakan salah satu penyebab fenomena migra- regional yang terjadi selama kekuasaan Dinasti si—selain kegiatan perdagangan laut yang masuk Song (960–1276) di Tiongkok, perubahan sosial dan keluar Indonesia. Pada sekitar abad ke-17 di Tiongkok Selatan, perkembangan perdagangan sampai abad ke-19, dijumpai berbagai kegiatan Islam di Asia Tenggara dan Tiongkok Selatan pelayaran samudra, khususnya dilakukan oleh serta meningkatnya perdagangan antara pedagang penduduk pesisir, seperti Makassar dan Bugis. dan komunitas dari Tamil dan Tiongkok. Bagian selanjutnya dari artikel ini membahas Wade (2009) menyebutkan beberapa lebih jauh mengenai berbagai interaksi serta fenomena yang membuktikan bahwa kekuatan dinamika sebagai bagian dari sejarah peradaban perdagangan laut di Samudra Hindia turut kegiatan pelayaran samudra di Indonesia. mengubah struktur kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan politik kerajaan-kerajaan maritim KONSEKUENSI SOSIAL BUDAYA di Asia Tenggara pada 900–1300. Menurut Wade DARI KEGIATAN PELAYARAN DI (2009), fenomena-fenomena tersebut adalah per- TEPIAN SAMUDRA HINDIA pindahan pusat administrasi kerajaan mendekati Bagian ini memaparkan perubahan-perubahan pesisir, munculnya pelabuhan baru sebagai sosial budaya yang terkait interaksi antara ber- gudang perdagangan laut, ekspansi penduduk, bagai bangsa di negara-negara yang terhubung peningkatan hubungan maritim antarmasyarakat, oleh Samudra India. Secara spesifik, bahasan meningkatnya penggunaan uang, perkembangan akan menunjukkan contoh-contoh adopsi (dengan industri keramik, perkembangan industri tekstil, kontekstualisasi) dari unsur-unsur kebudayaan perkembangan pertanian, perdagangan maritim asing yang dibawa oleh bangsa-bangsa yang terkait perang, bentuk baru dari konsumsi, dan datang ke Indonesia. Juga sebaliknya, adopsi munculnya organisasi perdagangan baru. kebudayaan Indonesia oleh bangsa-bangsa asing yang berinteraksi dengan bangsa Indonesia.

Dedi Supriadi Adhuri, Amorisa Wiratri, dan Angga Bagus Bismoko | Interseksi Budaya dan Peradaban ... | 119 Pengaruh Interaksi Negara-Negara Dunia Pelayaran Bangsa Arab: Adopsi di Tepian Samudra Hindia dalam Peradaban Islam Kebudayaan Penduduk Indonesia Pelaut-pelaut Arab dari Hadramaut lama ber- layar ke Nusantara. Armada-armada Hadramaut Indianisasi: Adopsi Budaya India di Indonesia membangun basis dan kantor-kantor dagang di Denys Lombard menjelaskan bahwa ada tiga beberapa pelabuhan penting di Jawa, terutama petunjuk untuk mengapresiasi bagaimana persen- Jakarta dan Gresik. Di samping melakukan tuhan budaya antara India dan Indonesia telah perdagangan, pelaut-pelaut Hadramaut juga meresap dalam kehidupan masyarakat Indonesia. memiliki minat yang besar pada kebudayaan Petunjuk pertama adalah legenda Raja Aji Saka, karena menyebarkan agama Islam. FJA Broeze yang mengisahkan bagaimana seorang putra raja menunjukkan bahwa pada periode 1820–1850 keturunan Brahmana datang dari India dan mene- di pelabuhan-pelabuhan niaga pantai utara Jawa tap di Medang Kamulan. Ia menghalau semua telah ada kegiatan perdagangan. Pengusaha raksasa yang gentayangan di Pulau Jawa. Ia perkapalan Asia, terutama dari Hadramaut, membangun ketertiban dan peradaban. Ia mem- berperan besar di sana. perkenalkan Tarikh Saka atau penanggalan Jawa Pada pertengahan abad ke-19, bangsa Eropa yang tetap dipergunakan oleh masyarakat Jawa (Belanda) memiliki 20% jumlah total tonase hingga saat ini. Petunjuk kedua adalah Naskah atau kapal, sedangkan bangsa Arab Hadramaut Jawa abad ke-16, Tantu Panggelaran. Naskah memiliki separuh dari jumlah tersebut. Perkem- tersebut, menurut Denys Lombard, merupakan bangan armada Hadramaut adalah fakta yang buku petunjuk pertapaan-pertapaan Hindu di Pu- mengesankan pada abad itu. Kapal-kapalnya lau Jawa. Naskah itu menceritakan kadang berciri Eropa dan sering kali dipimpin (Siwa) pergi ke Gunung Dieng untuk bersemadi perwira-perwira Eropa. Kapal-kapal tersebut dan meminta kepada Brahma dan Wisnu supaya dibuat di pesisir Jawa. Sebagai contoh, kapal Fait Pulau Jawa diberi penghuni. Brahma mencip- Allam yang besar luar biasa dan berbobot 560 takan kaum laki-laki dan Wisnu menciptakan last atau 1100 ton dibuat di tepi Bengawan Solo. kaum perempuan. Lalu semua dewa memutuskan Kapal itu dibangun di dekat hutan, 80 mil dari untuk menetap di bumi Jawa dan memindahkan laut. Setiap kali lapisan badan kapal bertambah Gunung Meru yang saat itu masih terletak di tinggi, rangka tubuhnya diapungkan agak lebih negeri Jambudwipa, India ke Jawa. Sejak saat jauh ke arah muara. itu gunung tinggi yang menjadi lingga bagi dunia Interaksi orang-orang Arab di Indonesia (pinkalalingganingbhuwana) itu tertanam di Jawa tidak hanya berhenti pada kegiatan pelayaran dan Pulau Jawa menjadi bumi kesayangan dewata. (perdagangan), tetapi juga pada wujud-wujud Petunjuk ketiga adalah banyak nama tempat di interaksi sosial budaya. Berdirinya kesultanan Pulau Jawa yang berasal dari bahasa Sansekerta, di berbagai penjuru tanah air dan adopsi agama membuktikan adanya kehendak menciptakan Islam oleh mayoritas penduduk Indonesia meru- kembali geografi India yang keramat itu. Bukan pakan buah dari interaksi itu. Kita bisa melihat hanya nama gunung-gunungnya, tetapi juga nama masjid dan bangunan-bangunan lain di tanah air kerajaan-kerajaan yang berasal dari Mahabarata. sebagai wujud fisik arsitektur peradaban Islam. Raffles membahasnya dalam bukuThe History of Lebih dari itu, pelayaran-pelayaran masa lalu , terutama pada sebuah peta yang berjudul adalah pelayaran yang membawa nenek moyang Sketch of the Situation of the Different Countries komunitas-komunitas Arab—yang sekarang referred to in the Brata Yud’da (Lombard, 2008, hidup di Indonesia, memegang kuat (paling tidak 2–3). sebagian) kebudayaan Arab, dan memengaruhi kebudayaan penduduk Indonesia di sekitarnya sampai saat ini.

120 | Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2), Desember 2015 Diaspora Penduduk Indonesia di Negara- me ngalami penurunan yang signifikan dan- ter Negara di Tepian Samudra Hindia gantikan oleh jalur udara (Miller, 2003). Keberadaan pendatang dari Indonesia di Diaspora Penduduk Indonesia di Negara- Arab terlihat dari ditemukannya istilah Jawi negara Arab untuk merujuk pada sekelompok Muslim yang Literatur mengenai diaspora Indonesia di negara berasal dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia Arab sangat banyak, khususnya keberadaan (Martinez & Vickers, 2012, 116). Kebanyakan tenaga kerja wanita di sana. Meskipun demikian, orang Jawi ini hanya datang pada saat haji saja, literatur mengenai diaspora Indonesia di negara- namun ada pula yang melanjutkan sekolah dan negara di Timur Tengah yang melakukan migrasi menjadi guru agama di Arab. Hal ini ditangkap melalui pelayaran sangatlah sulit didapat. Michael sebagai peluang pengembangan bisnis dan poli- Miller (2003) menulis mengenai bisnis perjalanan tik oleh Belanda. Akhirnya dibukalah konsulat haji melalui jalur laut pada masa lampau yang Indonesia di Jeddah. Keberadaan konsulat ini menempuh rute dari negara-negara Asia Tenggara sangat penting untuk memonitor perkembangan ke Mekah. Artikel itulah yang menjadi salah satu politik dan agama Islam di Indonesia (Matinez landasan pembahasan mengenai migrasi orang & Vickers, 2012, 111–121). Indonesia ke negara-negara Arab. Perjalanan haji merupakan bisnis yang sangat Orang Bugis di Afrika Selatan menjanjikan bagi perusahaan kapal dari Eropa. Orang Bugis dan Mandar dikenal sebagai pelaut Sejak terbukanya terusan Suez, jalur pelayaran dan pembuat kapal dari Selatan. Mereka dari Asia Tenggara ke Arab menjadi lebih mudah. terkenal dengan kapal Phinisi yang telah mem- Pada pertengahan abad ke-19, perjalanan haji bantu mereka mengarungi dunia melalui Samudra melalui laut menjadi primadona bisnis pelayaran. Hindia. Budaya melaut orang Bugis tidak dapat Perusahaan kapal Eropa berlomba-lomba meman- dilepaskan dengan budaya merantau. Orang Bu- faatkan kesempatan ini dengan mengirimkan gis suka merantau, bahkan hingga ke luar wilayah kapal mereka ke Asia Tenggara. Pada 1885, lebih Indonesia. Pepatah “di mana bumi dipijak, di situ dari 31.000 orang melakukan perjalanan haji langit dijunjung” menjadi pedoman kelompok melalui laut. Pada 1909, jumlah ini meningkat etnis Bugis di mana pun mereka berada. Mereka menjadi 71.000 orang dan mencapai lebih dari mengikuti aturan tempat mereka berada dan ikut 96.000 orang pada 1913 (Miller, 2003). membangun daerah tersebut agar dapat diterima Ada tiga perusahaan pelayaran besar dari dan menyatu dengan masyarakat lokal. Selain itu, Eropa yang menangani perjalanan haji, yaitu mereka berharap untuk dipandang sebagai aset Khevidial Mail Line melayani rute dari Mesir, bagi negara dan bukan sebagai orang asing yang Mogul Line melayani rute dari India, British/ dipinggirkan dan menjadi beban negara (Osman, Duth Consortium of Holts, Rotterdamsche Lloyd 2007, 65–67). (RL), dan Stoomvaart Maatschappij Nederlandê Ada banyak pendapat mengenai siapa pen- (SMN) melayani rute dari Malaka dan Indonesia. datang di Madagaskar yang berwajah Melayu. Pada 1920, tiga perusahaan besar yang mena- Ada yang berpendapat bahwa mereka berasal dari ngani Malaka dan Indonesia bergabung dengan kelompok etnis Dayak Kanyaan di , nama Kongsi Tiga. Mereka tidak hanya melayani dan sebagian percaya bahwa mereka berasal dari pelayaran manusia, tetapi juga mulai melayani Bugis. Tampaknya dua pendapat tersebut tidak pengiriman barang dari Indonesia ke Arab, salah, berdasar adanya beberapa peninggalan dan sebaliknya. Perusahaan pelayaran mulai yang menunjukkan jejak sejarah kedua-duanya. me ngalami penurunan sejak semakin berkem- bangnya transportasi udara. Blue Fennel, kapal Keberadaan keturunan Indonesia di Afrika pelayaran dari Eropa yang melayani perjalanan didasarkan pada studi Adrian Horridge tentang haji dari Indonesia, terpaksa menutup usahanya gambar kapal besar yang ada di dinding Candi pada 1960-an. Sejak saat itu, jalur pelayaran Borobudur. Kapal itu merupakan angkutan be- sar—serupa dengan pesawat jet besar pada masa

Dedi Supriadi Adhuri, Amorisa Wiratri, dan Angga Bagus Bismoko | Interseksi Budaya dan Peradaban ... | 121 sekarang—yang membawa pengaruh Indonesia Sementara itu, Salie-Yocku (2008) percaya jauh mengarungi Samudra Hindia selama bahwa pendatang Madagaskar berasal dari Bugis. berabad-abad (Read, 2006, 32). Interpretasi ini Pertama-tama, mereka datang sebagai tawanan didukung suksesnya pelayaran Philip Beale yang politik Belanda, kemudian dipekerjakan sebagai kapalnya dibuat secara tradisional tanpa besi dan budak di Tanjung Harapan. Mereka akhirnya tanpa mesin, diberi nama Samudra Raksa. Kapal menetap dan tidak pernah kembali ke daerah ini merupakan replika kapal Borobudur yang asalnya. Tokoh Bugis yang dikenal di sana dahulu berhasil berlayar sejauh 17.600 km dari adalah Syekh Yusuf yang berasal dari Gowa, Jawa ke Madagaskar dan ke Ghana pada 2003 Makassar. Ia dibuang ke Afrika Selatan dan (Read, 2006, 23–45). menjadi penyebar agama Islam di kalangan budak Ahli bahasa Sander Adelaar (dalam Read, sehingga akhirnya terbentuklah komunitas Islam 2006, 34) sependapat dengan Otto Chr. Dahl di sana. Untuk menghormati Syekh Yusuf, ada tentang kabar bahasa di Madagaskar diturunkan sebuah kota yang diberi nama Macassar di Afrika dari bahasa Maanjan, bahasa yang digunakan oleh Selatan. Suku Maanjan di Lembah Barito, Kalimantan Pada zaman penjajahan Belanda, pelayaran Tenggara. Meskipun demikian, ia juga menyadari dan perdagangan tidak bisa dipisahkan de- bahwa (berdasarkan sejarah dan budaya) suku ngan praktik migrasi paksa. Pada abad ke-17, Maanjan tidak pernah berlayar jauh karena tem- Pemerintah Belanda melalui The Dutch East pat tinggal mereka dekat dengan sungai sehingga India Company (VOC) menginisiasi praktik lebih familiar dengan budaya sungai. Oleh karena perdagangan buruh dengan tujuan mendapatkan itu, Otto Chr. Dahl juga yakin bahwa para pelaut buruh untuk pelabuhan baru dari Deshima Bajau-lah yang membawa orang Indonesia ke (Jepang) sampai Batavia dan koloni mereka di Afrika dan Madagaskar. Ia menyadari bahwa Tanjung Harapan (Afrika) (Martinez & Vickers, diaspora Bajau banyak tersebar di seluruh pen- 2012, 116). Sebagai hasilnya, sekarang ini dapat juru dunia dan dialek komunitas yang sering ditemukan komunitas Afro-Melayu yang berada berpindah-pindah akan sangat berbeda dengan di Afrika Selatan. Mereka ini dulunya orang yang mereka yang tinggal menetap. Ia juga menduga diasingkan karena politik, sebagian merupakan bahwa orang Bajau pernah singgah dan tinggal di keturunan Pangeran Jawa dan Sultan Makassar Kalimantan dan membawa pengaruh pada dialek yang bergabung dan menjadi satu komunitas bahasa mereka. Read meyakini bahwa orang (Martinez & Vickers, 2012, 116). Indonesia pasti pernah berlayar mengelilingi Tanjung hingga ke Afrika Barat (Read, 2006, 41). Orang Bugis di Malaysia Murray Cox (2012), seorang peneliti gene- Scott (dalam Ammarell, 2002, 53) mengatakan tika dari Massey University, Selandia Baru, me- bahwa proses asimilasi orang Bugis ke Malay- nyatakan bahwa darah Dayak mengalir di tubuh sia ditandai dengan menjadi orang Melayu. Ini penduduk Madagaskar. Dia percaya bahwa pada terkait dengan menjadi muslim atau memeluk masa lampau sekelompok etnis Dayak berlayar agama Islam, menggunakan bahasa Melayu, menggunakan perahu di Samudra Hindia dan dan mengikuti adat-istiadat Melayu. Hal tersebut terdampar di Madagaskar yang tak berpenghuni. tentu saja sangat mudah dilakukan orang Bugis Bukti kelompok etnis Dayak sebagai pemukim karena mereka memiliki budaya, bahasa, dan pertama Madagaskar kini masih terlihat pada adat-istiadat yang berdekatan dengan Melayu. tiga suku yang berdiam di dataran tinggi, yaitu Antara tahun 1885 sampai 1920, pendatang Merina, Sihanaka, dan Betsileo. Ketiga suku itu Bugis beserta pendatang dari Jawa, Madura, dan masih berkomunikasi menggunakan bahasa yang Kalimantan membuka hutan untuk dijadikan mirip dengan bahasa Barito yang banyak digu- perkebunan di Johor. Para pekerja kontrak dari nakan di Kalimantan bagian selatan (William, Jawa datang ke Johor untuk bekerja di perke- 2012). bunan milik keluarga Arab yang kaya, dibawa dengan kapal Bugis (Ammarell, 2002, 50).

122 | Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2), Desember 2015 Migrasi besar-besaran orang Bugis terjadi menempuh rute perjalanan dari Makassar, Saleier, setelah jatuhnya ibu kota Kerajaan Gowa, Somba Wetar, Kisar, Leti, Moa, dan selanjutnya ke arah Opu pada 24 Juli 1669. Banyak dari mereka yang selatan dan tenggara menuju pelabuhan Darwin. bermigrasi ke Semenanjung Malaya dan Borneo. Interaksi ini juga meninggalkan bekas pada Inilah yang menjadi cikal bakal diaspora Bugis kebudayaan orang Aborigin di Australia bagian di Sabah dan Sarawak, Malaysia. Selain itu, pada utara. Lukisan-lukisan gua dan kulit kayu serta 1882–1885, pemerintah Belanda mendatangkan beberapa ritual orang Aborigin merefleksikan orang Bugis ke Tawau untuk membangun dae- pengaruh itu. rah Tawau dan membuka perkebunan kelapa Tujuan utama orang Makassar berlayar dan (Sintang, 2007, 27–29). Pada umumnya, pola singgah di utara Australia setiap tahun adalah migrasi mereka berkelompok dan dipimpin oleh untuk mengambil teripang yang juga dikenal se- tokoh bangsawan. Kaum laki-laki datang terlebih bagai ketimun laut (Sea Cucumber). Pengumpul dahulu. Setelah menetap, mereka baru membawa teripang dari Makassar ini berlayar hingga ke keluarganya. Generasi pertama orang Bugis di pesisir Kimberley dan Pulau Arnhem, yang juga Sabah memperoleh tanah dengan mudah, mem- dikenal sebagai Kayu Jawa dan Marege. Marege buka usaha-usaha perkebunan, selain berdagang secara harfiah berarti tanah liar, membentang dan menangkap ikan (Rucianawati, 2001, 69–70). dari Semenanjung Cobourg ke Groote Eylandt Mereka juga memiliki posisi penting dalam ke- di Teluk Carpentaria. Kayu Jawa adalah nama hidupan masyarakat Sabah. Tokoh Bugis diangkat untuk tempat memancing di wilayah Kimberley sebagai pemimpin dari berbagai kelompok etnis Australia Barat, dari Napier Broome Bay ke Cape (Ammarell, 2002, 51; Rucianawati, 2011, 70). Leveque. Clark dan May (2014) menyatakan Motivasi utama orang Bugis merantau adalah bahwa pada awalnya hanya orang Makassar yang untuk mencari peruntungan. Peruntungan yang datang ke sana. Namun, selanjutnya suku Bajau dimaksud adalah kekayaan materi yang terlihat dan nelayan dari beberapa suku, seperti Buton, dan dapat ditunjukkan atau dibagikan ke orang ikut dalam kapal tersebut. Mereka berlayar lain. Mayoritas para perantau Bugis memegang menggunakan perahu dari Makassar ke Australia prinsip untuk memiliki kehidupan ekonomi yang pada Desember saat angin moonson Barat dan lebih dari kehidupannya yang sekarang, memiliki kembali ke Makassar pada Maret/April. Mereka tabungan, dan tetap menjaga hubungan dengan membawa hasil tangkapan teripang untuk dijual keluarga di kampung halamannya (Ammarell, kepada pedagang Tiongkok yang akan dipasarkan 2002, 64). di Tiongkok Selatan karena di sana teripang banyak dicari. Orang “Makasar (The Macassans)” di Australia Catatan sejarah menyebutkan bahwa dari Menurut ahli sejarah, angin monsoon barat laut pertengahan abad ke-17 hingga 1906, pelaut membantu pelayaran dari wilayah Indonesia ke Makassar melakukan kunjungan musiman ke Australia. Ketika angin berubah arah, mereka ber- Australia untuk mengumpulkan teripang dan layar kembali ke Indonesia. Para nelayan Bugis berdagang dengan kelompok Aborigin, seperti secara teratur berlayar ke Australia Utara sejak membeli kulit kura-kura, kayu besi, mutiara, dan 1650. Para pelaut itu menyebut Tanah Arnhem kulit kerang. Sebaliknya, mereka juga me- dengan sebutan Marege dan wilayah barat laut nyediakan kebutuhan orang Aborigin, seperti Australia sebagai Kayu Jawa. Tujuan mereka makanan, tembakau, alkohol, baju, panah, dan berlayar ke daerah tersebut untuk mencari teri- pisau. Hubungan mereka sangat baik. Salah pang yang kemudian akan mereka asapi, dibawa satunya dengan diajaknya orang Aborigin dalam kembali ke Sulawesi, dan diekspor ke Tiongkok. pelayaran mereka ke Makassar. Banyak yang Mereka juga yang mengenalkan Islam ke Aus- berkunjung dan kembali pada musim berikutnya, tralia (Mardan, 2012). Cense dan Heeren (1972) tetapi ada juga yang menetap di Makassar dan menyatakan bahwa banyak nelayan Bugis yang tidak pernah kembali ke Australia. datang dan menetap di pantai Australia. Mereka

Dedi Supriadi Adhuri, Amorisa Wiratri, dan Angga Bagus Bismoko | Interseksi Budaya dan Peradaban ... | 123 Pelayaran orang Indonesia ke benua Austra- kain menjadi komoditas yang diperdagangkan lia juga dilatari alasan berbeda. Perusahaan gula orang Hadramaut. di Quensland membuka kesempatan kerja bagi Kedatangan orang Hadramaut ke Indonesia buruh dari Kepulauan Pasifik. Pada 1885, petani terbagi menjadi dua gelombang. Gelombang tebu di sana mulai mempekerjakan beberapa ribu pertama terjadi pada abad ke-13, 14, dan 15 M. buruh dari Hindia Belanda, terutama dari Banten Orang-orang Arab Hadramaut yang datang pada dan Sunda. Mereka bekerja kontrak selama 3,5 ta- periode ini kebanyakan sudah berasimilasi penuh hun dan kembali ke Indonesia setelah kontraknya dengan penduduk pribumi. Mereka terdiri dari berakhir. Hampir tidak ada buruh dari Indonesia kaum laki-laki yang kemudian menikahi wanita- yang tinggal dan menetap di sana karena tidak wanita setempat dan mempunyai keturunan yang adanya wanita Indonesia yang mau diajak untuk sangat banyak. Keturunan Hadramaut dari gelom- tinggal di sana dan ini menjadi motivasi mereka bang ini sulit untuk ditelusuri garis keturunannya untuk pulang ke Indonesia (Clark & May, 2014, karena tidak lagi menggunakan nama-nama Arab, 120). melainkan menggunakan nama-nama lokal—se- perti yang ada di Sunda ataupun Jawa. Wujud Relasi Kontemporer Negara- Konon kaum Arab-Hadrami pada masa itu Negara Tepian Samudra Hindia di banyak yang menikahi putri-putri raja setempat Indonesia agar mendapatkan kekuasaan atau posisi pen- Bagian ini akan membahas wujud-wujud interaksi ting di kerajaan. Contohnya, para wali yang kontemporer antara orang-orang dari negara- menyebarkan ajaran Islam di berbagai penjuru negara IORA di Indonesia. Tulisan ini berfokus di Nusantara. Para wali ini kebanyakan adalah pada paparan mengenai diaspora orang Arab di kaum Sayyid Alawiyyin keturunan Rasulullah Indonesia dan program-program sosial budaya saw dari Hadramaut, yakni Sunan Gunung Jati yang dikembangkan oleh kedutaan besar India (Syarif Hidayatullah, pendiri Kerajaan Cirebon), di Indonesia. Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Giri (pendiri Kerajaan Giri), Sunan Bonang, Sunan Ampel Interaksi Kebudayaan Arab di Indonesia (penasihat penting kerajaan Demak), Maulana Malik Ibrahim, Sunan Waliyullah, Sunan Puger, Terkait diaspora orang Arab di Indonesia, Dr. Sunan Kalimanyat, Sunan Pakuan, Sunan Tem- Martin Slama, dalam kuliah tamu berjudul bayat, Sunan Pakala Nagka, Sunan Geseng, dan “Antropologi Diaspora dan Islam Translokal: sebagainya. Jaringan Keturunan Orang Hadramaut dan Perkembangan Agama Islam di Indonesia Timur Gelombang kedua kedatangan orang Hadra- Laut” 13 Agustus 2012 menyatakan bahwa “Pada maut ialah pada abad ke-17, 18, hingga awal abad zaman kolonial, selain Pulau Jawa, Indonesia ke-20 (lebih banyak pada akhir dan awal abad ke- Timur juga menjadi tujuan bermigrasi orang 19). Berbeda dengan generasi sebelumnya, pada Hadramaut.” Sekarang ini, sudah tidak ada lagi gelombang yang kedua ini, kedatangan mereka orang Hadramaut asli di Indonesia. Oleh karena lebih banyak dipacu keinginan untuk berdagang itu, Martin menyebutnya sebagai orang keturunan dan mencari tempat tinggal baru. Pada saat yang Hadramaut sebab telah terjadi pernikahan an- sama, di antara mereka ada yang melakukan tara orang Hadramaut dan masyarakat setempat. syiar Islam juga. Bisri Affandi (1999) dalam Orang Hadramaut dan keturunannya membentuk bukunya yang berjudul Syaikh Ahmad Syurkati jaringan kekerabatan, perdagangan, dan agama. (1874–1943): Pembaharu dan Pemurni Islam Mengutip seorang antropolog asal Srilanka yang di Indonesia menerangkan bahwa arus migrasi mengajar di Amerika Serikat, Stanley Tambiah, besar-besaran kaum Hadrami ke Nusantara ini tiga macam jaringan tersebut mencirikan sebuah disebabkan oleh tiga faktor, yaitu (1) kesulitan diaspora. Di Indonesia Timur Laut (yang sekarang ekonomi di Hadramaut, (2) mudahnya sarana ini meliputi Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, transportasi karena revolusi industri, dan (3) Sulawesi Utara, dan Maluku Utara), kopra dan kebijakan ekonomi pemerintah Belanda yang

124 | Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2), Desember 2015 menjadikan kaum minoritas Arab dan Tionghoa Pada 2015, Kedutaan India juga mengadakan sebagai perantara perdagangan internasional kegiatan yang bertajuk “Sahabat India: Festival di kawasan Nusantara. Itulah alasan mengapa of India in Indonesia 2015”. Dalam kegiatan pemerintah kolonial meletakkan orang-orang tersebut, beragam kebudayaan India ditampilkan, Arab dan Tionghoa lebih tinggi statusnya diban- seperti tari, drama, , pertunjukan musik, ding kaum pribumi. pameran, seminar, pemutaran film India dan Meskipun mempunyai pola integrasi sosial film dokumenter India. Festival ini tidak hanya yang sama dengan periode sebelumnya (13–15M), diadakan di Jakarta, tetapi juga beberapa kota di yaitu dengan menikahi wanita-wanita pribumi, Indonesia, seperti Bali, Yogyakarta, Bandung, kaum Arab-Hadrami pada periode kolonial ini Surabaya, Makasar, Balikpapan, dan kota-kota lebih eksklusif. Mereka ingin menjaga keutuhan besar lainnya (Kedutaan Besar India, 2013). identitas mereka sebagai kaum Arab-Hadrami. Mereka mengembangkan tradisi yang disebut PENUTUP Pernikahan Kafa’ah/Syarifah, yang melarang Berbicara seputar peradaban di kawasan Samu- anak-anak perempuan mereka (disebut Syari- dra Hindia, tentu tidak terlepas dari kegiatan fah) untuk menikahi laki-laki yang bukan dari pelayaran oleh berbagai bangsa. Menurut catatan golongan Sayyid (dengan kata lain: pribumi). sejarah, Samudra Hindia memiliki peran strategis Hal ini dijustifikasi oleh mereka melalui dalil- mendukung kegiatan perdagangan maritim/laut, dalil agama (baca kitab karya Segaff Ali Al-Kaff khususnya menghubungkan kegiatan ekonomi di yang membahas Bani Alawi), yang mengatakan wilayah utara dan selatan. Selain motif perda- bahwa kedudukan nasab (kafa’ah nasab) wanita gangan, kegiatan pelayaran di Samudra Hindia Alawiyyin itu sangatlah tinggi dibandingkan laki- berperan dalam mengembangkan wilayah kolo- laki non-Sayyid. Pasangan yang paling setara, nial baru, khususnya bagi bangsa-bangsa Eropa. menurut mereka, adalah laki-laki dari golongan Sejalan dengan motif tersebut, negara-negara Sayyid saja. Contohnya, Imam Syafi’i bahkan Eropa turut serta membawa ideologi dan sistem mengharamkan pernikahan Syarifah dengan politik ekonominya masuk ke negara-negara non-Sayyid (Saefullah, 2003). Asia-Afrika yang menjadi tujuan pelayarannya. Akan tetapi, negara-negara di tepian Samudra Interaksi Kebudayaan India di Indonesia Hindia, khususnya di wilayah Asia-Afrika, me- Interaksi kontemporer negara-negara di kawasan miliki beragam ideologi, kebudayaan, dan sistem Samudra Hindia tidak hanya berupa diaspora, tatanan sosial masyarakatnya sendiri. Dengan namun juga berupa pertukaran kebudayaan oleh demikian, negara-negara di tepian Samudra perwakilan negara, dalam hal ini kedutaan. Salah Hindia memberikan respons yang berbeda-beda satunya adalah Kedutaan India di Indonesia yang menanggapi ideologi dan sistem politik ekonomi menyelenggarakan banyak program kebudayaan. yang dikembangkan oleh pendatang. Hal tersebut Kedutaan India di Indonesia, tepatnya di Jakarta, memunculkan berbagai konsekuensi—yang lahir memiliki Jawaharlal Nehru Indian Cultural Cen- dari interseksi budaya dan peradaban antara tre (JNICC) yang mengadakan kelas musik klasik negara penghuni dan negara pendatang. Bera- India, tari klasik India, yoga serta kursus bahasa gam konsekuensi yang terjadi, khususnya bagi Hindi dan Tamil. Kedutaan India juga memiliki Indonesia, tecermin dari fenomena diaspora yang perkumpulan untuk diaspora India di Indonesia, ada hingga saat ini. yaitu sebuah organisasi yang diberi nama Indian Cultural Forum (ICF), yang mewadahi sekitar 100.000 orang India di Indonesia. Kebanyakan anggotanya adalah orang India yang berdagang tekstil dan alat kesehatan di kota-kota besar di Indonesia (Kedutaan Besar India, 2013).

Dedi Supriadi Adhuri, Amorisa Wiratri, dan Angga Bagus Bismoko | Interseksi Budaya dan Peradaban ... | 125 PUSTAKA ACUAN seminar internasional Peran Bugis dalam pengembangan alam Melayu Raya. Pusat Ammarell, Gene. (2002). Bugis migration and modes Tamadun Melayu Fakultas Ilmu Pengetahuan of adaptation to local situations. Ohio: Ohio Budaya UI, Jakarta 10–11 Juni 2008. University. Read, Robert Dick. (2006). The Journal for Transdis- Budiman, Arief., Satrio, Raden S., Santiaji, I Wayan ciplinary Research in Southern Africa. Vol. 2 S., Kurniawan, Hendri, & Sugihyanto. (2013). no. 1, July 2006. pp. 23-45 Angasraya: The chemistry between human and the seas. Disampaikan pada BIEC 2013: Vision Rucianawati. (2011). Sejarah dan proses migrasi etnis International Image Festival. Indonesia: Bali. Bugis di Kota Kinabalu. Dalam Tim Penelitian PSDR. 2011. Diaspora Bugis di Sabah, Malay- Cense, A. A. & Heeren, H. J. (1972). Pelajaran dan sia Timur. Jakarta: LIPI Press. pengaruh kebudayaan Makassar-Bugis di Pantai Utara Australia. Jakarta: Bharatara. Sharma, Priyatosh. (2014). Sea-trade and Muslim merchants: A study of South India (c. 1000– Clark, Marshall & May, Sally K. (2014). Understand- c.1500). IOSR-JHSS, 19 (16), 30–34. ing the Macassans: a regional approach. Dalam Clark. Dalam M & S. K. May (Eds.) Macassan Sintang, Suraya. (2007). Sejarah dan budaya Bugis di history and heritage: journeys, encounters and Tawau, Sabah. Sabah: UMS. influences, pp. 1–18. Canberra: ANU E Press. William, Anton. (2012). Ada darah Dayak di Ghosh, Amotav. (1992). In an Antique Land. Delhi: Madagaskar? Tempo, Senin, 26 Maret 2012. Ravi Dayal Publisher. Diakses dari http://www.tempo.co/read/ news/2012/03/26/095392440/ada-darah-dayak- Hofmeyr, Isabel. (2010). Universalizing the Indian di-madagaskar pada 5 Mei 2015. Ocean. PMLA, 125 (3), 721–729. Mardan, Suwandi. (2012). Orang Makassar pem- Lombard, Denys. (2008). Nusa Jawa: silang budaya bawa Islam. Diakses dari http://jejakcelebes. bagian 3. warisan kerajaan konsentris, Jakarta: blogspot.com/2012/06/orang-makassar- Gramedia Pustaka Utama. pembawa-islam-di.html pada 5 Mei 2015. Miller, Michael. (2003). The business of the hajj Saefullah, Hikmawan. (2013). Kaum Arab-Hadrami seaborne commerce and the movement of di Indonesia: Sejarah dan Dinamika Diaspo- peoples. Diakses dari http://webdoc.sub.gwdg. ranya. Diakses dari http://antimateri.com/ de/ebook/p/2005/history_cooperative/ www. kaum-arab-hadrami-di-indonesia-sejarah-dan- historycooperative.org/proceedings/seascapes/ dinamika-diasporanya-1, pada tanggal 5 April miller.html pada 20 Mei 2015. 2015. Osman, Hj. Jamal. (2007). Isu, cabaran, dan masa Kedutaan Besar India. (2013). Website Kedutaan depan komuniti Bugis Sabah. Dalam Osman Besar India di Jakarta. Diakses dari http://www. Hj. Jamal, dkk. (eds). Prosiding Bugis Sabah indianembassyjakarta.com/index.php/2013-05- 2007: Memperkasa citra dan jati diri. Sabah: 20-10-02-04 pada 29 Juni 2015. UMS. Vickers, A., Martinez, J. (2012). Indonesia and the Salie-Yocku, Rayhana. (2008). The relationship Malay World. Indonesia and the Malay World, between Indonesia and South Africa in cultural 40 (117). and historical perspective and the role of Bugis in an integrated Malay world. Makalah dalam Wade, Geoff. (2009). An early age of commerce in South East Asia, 900–1300 CE. Journal of Southeast Asian Studies, 40 (2), 221–265.

126 | Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2), Desember 2015